Anda di halaman 1dari 541

Iskandar Muda Purwaamijaya

TEKNIK SURVEI
DAN PEMETAAN

Untuk SMK

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan


Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional
Dilindungi Undang-undang

TEKNIK SURVEI
DAN PEMETAAN
Untuk SMK

Penulis : Iskandar Muda Purwaamijaya


Ilustrasi, Tata Letak :
Perancang Kulit :

Ukuran Buku : ……. x ……. cm

…...
MUD MUDA, Iskandar Purwaamijaya ------------------------------------------------------------
… Teknik Survei dan Pemetaan: SMK Kelompok Teknologi dan Industri
/oleh Iskandar Muda Purwaamijaya,, -----------------------------------------------------
Jakarta:Direktorat Pembinaan Sek olah Menengah Kejuruan, Departemen ----
Pendidikan Nasional, 2008.
vi. 519 hlm.
ISBN …..-……-……-…..
1. Teknik Survei dan Pemetaan I. Judul

Diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan


Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2008

Diperbanyak oleh….
KATA SAMBUTAN

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia
Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional, pada tahun 2008, telah melaksanakan
penulisan pembelian hak cipta buku teks pelajaran ini dari penulis untuk
disebarluaskan kepada masyarakat melalui website bagi siswa SMK.

Buku teks pelajaran ini telah melalui proses penilaian oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan sebagai buku teks pelajaran untuk SMK yang
memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran
melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2008.

Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh


penulis yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepada
Departemen Pendidikan Nasional untuk digunakan secara luas oleh para
pendidik dan peserta didik SMK di seluruh Indonesia.

Buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada Departemen
Pendidikan Nasional tersebut, dapat diunduh (download), digandakan,
dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh masyarakat. Namun untuk
penggandaan yang bersifat komersial harga penjualannya harus memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan ditayangkannya soft
copy ini akan lebih memudahkan bagi masyarakat untuk mengaksesnya
sehingga peserta didik dan pendidik di seluruh Indonesia maupun sekolah
Indonesia yang berada di luar negeri dapat memanfaatkan sumber belajar
ini.

Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini. Selanjutnya,


kepada para peserta didik kami ucapkan selamat belajar dan semoga dapat
memanfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa buku ini
masih perlu ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat
kami harapkan.

Jakarta,
Direktur Pembinaan SMK

iii
Kata Pengantar iv

KATA PENGANTAR
Daftar Isi v

DAFTAR ISI 4.2. Peralatan, bahan, dan formulir


pengukuran sipat datar kerangka
Lembar Pengesahan
Surat Pernyataan
dasar vertikal 91
Pengantar Penulis i 4.3. Prosedur Pengukuran Sipat Datar
Kerangka Dasar Vertikal 95
Daftar Isi ii
4.4. Pengolahan Data Sipat Datar
Daftar Tabel v
Kerangka Dasar Vertikal 103
Daftar Gambar vi
4.5. Penggambaran Sipat Datar
Deskripsi Konsep xiv Kerangka Dasar Vertikal 104
Peta Kompetensi xvi
5. Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan
1. Pengantar Survei dan Pemetaan 1 Sistem Kordinat 120

5.1. Proyeksi Peta 120


1.1. Plan Surveying dan Geodetic
5.2. Aturan Kuadran 136
Surveying 1
5.3. Sistem Koordinat 137
1.2. Pekerjaan Survei dan Pemetaan 5 5.4. Menentukan Sudut Jurusan 139
1.3. Penguk uran Kerangka Dasar
Vertikal 6
1.4. Pengukuran Kerangka Dasar 6. Macam Besaran Sudut 144
Horizontal 11
1.5. Pengukuran Titik-Titik Detail 18
6.1. Macam Besaran Sudut 144
6.2. Besaran Sudut dari Lapangan 144
2. Teori Kesalahan 25 6.3. Konversi Besaran Sudut 145
6.4. Pengukuran Sudut 160

2.1. Kesalahan-Kesalahan pada 7. Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke


Survei dan Pemetaan 25 Muka 189
2.2. Kesalahan Sistematis 46
2.3. Kesalahan Acak 50 7.1. Jarak Pada Survei dan Pemetaan 189
2.4. Kesalahan Besar 50 7.2. Azimuth dan Sudut Jurusan 192
7.3. Tujuan Pengikatan ke Muka 197
7.4. Prosedur Pengikatan Ke muka 199
3. Pengukuran Kerangka Dasar
7.5. Pengolahan Data Pengikatan
Vertikal 60 Kemuka 203

3.1. Pengertian 60 8. Cara Pengikatan ke Belakang


3.2. Pengukuran Sipat Datar Optis 60 Metode Collins 208
3.3. Pengukuran Trigonometris 78
3.4. Pengukuran Barometris 81
8.1. Tujuan Cara Pengi katan ke
4. Pengukuran Sipat Datar Kerangka Belakang Metode Collins 210
Dasar Vertikal 90 8.2. Peralatan, Bahan dan Prosedur
Pengikatan ke Belakang Metode
Collins 211
4.1. Tujuan dan Sasaran Pengukuran 8.3. Pengolahan Data Pengikatan ke
Sipat Datar Kerangka Dasar Belakang Metode Collins 216
Verti kal 90 8.4. Penggambaran Pengikatan ke
Belakan g Metode Collins 228
Daftar Isi vi

9. Cara Pengikatan ke Belakang Metode 13. Garis Kontur, Sifat dan


Cassini 233 Interpolasinya 378

9.1. Tujuan Pengikatan ke Belakang 13.1. Pengertian Garis Kontur 378


Metode Cassini 234 13.2. Sifat Garis Kontur 379
9.2. Peralatan, Bahan dan Prosedur 13.3. Interval Kontur dan Indeks Kontur 381
Pengikatan ke Belakang Metode 13.4. Kemiringan Tanah dan Kontur
Cassini 235 Gradient 382
9.3. Pengolahan Data Pengikatan ke 13.5. Kegunaan Garis Kontur 382
Belakang Metode Cassini 240 13.6. Penentuan dan Pengukuran Titik
9.4. Penggambaran Pengikatan ke Detail untuk Pembuatan Garis
Belakang Metode Cassini 247 Kontur 384
13 .7. Interpolasi Garis Kontur 386
10. Pengukuran Poligon Kerangka 13.8. Perhitungan Garis Kontur 387
13.9. P rinsip Dasar Penentuan Volume 387
Dasar Horisontal 252 13.10. Perubahan Letak Garis Kontur
di Tepi Pantai 388
10.1. Tujuan Pengukuran Poligon 13.11. Bentuk-Bentuk Lembah dan
Kerangka Dasar Horizontal 252 Pegunungan dalam Garis Kontur 390
10.2. Jenis-Jenis Poligon 254 13.12.Cara Menentukan Posisi, Cross
10.3. Peralatan, Bahan dan Prosedur Bearing dan Metode
Penggambaran 392
Pengukuran Poligon 264
10.4. Pengolahan Data Poligon 272 13.13 Pengenalan Surfer 393
10.5. Penggambaran Poligon 275
14. Perhitungan Galian dan
Timbunan 408
11. Perhitungan Luas 306

14.1. Tujuan Perhitungan Galian dan


11.1. Metode-Metode Pengukuran 306 Timbunan 408
11.2. Prosedur Pengukuran Luas 14.2. Galian dan Timbunan 409
dengan Perangkat Lunak 14.3. Metode-Metode Perhitungan
AutoCAD 331 Galian dan Timbunan 409
14.4. Pengolahan Data Galian dan
12. Pengukuran Titik -titik Detail Metode Timbunan 421
14.5. P erhitungan Galian dan Timbunan 423
Tachymetri 337 14.6. Penggambaran Galian dan
Timbunan 430
12.1. Tujuan Pengukuran Titik-Titik
Detail Metode Tachymetri 337 15. Pemetaan Digital 435
12.2. Peralatan, Bahan dan Prosedur
Pengukuran Titik Titik Detail Metode
Tachymetri 351 15.1. Pengertian Pemetaan Digi tal 435
12.3. Pengolahan Data Pengukuran 15.2. Keunggulan Pemetaan Digital
Tachymetri 359 Dibanding Pemetaan
12.4. Penggambaran Hasil Pengukuran Konvensional 435
15.3. Bagian-Bagian Pemetaan Digital 436
Tachymetri 360
15.4. Peralatan, Bahan dan Prosedur
Pemetaan D igital 440
15.5. Pencetakan Peta dengan Kaidah
Kartografi 463
Daftar Isi vii

16. Sistem Informasi Geografis 469

16.1. Pengertian Dasar Sistem


Informasi Geografis 469
16.2. Keuntungan Sistem Informasi
Geografis 469
16.3. Komponen Utama SIG 474
16.4. Peralatan, Bahan dan Prosedur
Pembangunan SIG 479
16.5. Jenis-Jenis Analisis Spasial
dengan SIG dan Aplikasinya pada
Berbagai Sektor Pembangunan 488

Daftar Pustaka 512


Riwayat Hidup Penulis 514
Glosarium 516
Daftar Tabel viii

DAFTAR TABEL

No Teks Hal No Teks Hal

1 Ketelitian posisi horizontal (x,y) 30 Formulir pengukuran titik detail 366


titik triangulasi 14 31 Formulir pengukuran titik detail
2 Tingkat Ketelitian Pengukuran posisi 1 367
Sipat Datar 60 32 Formulir pengukuran titik detail
3 Tingkat Ketelitian Pengukuran posisi 2 368
Sipat Datar 95 33 Formulir pengukuran titik detail
4 Ukuran kertas untuk posisi 3 369
penggambaran hasil 34 Formulir pengukuran titik detail
pengukuran dan pemetaan 107 posisi 4 370
5 Formulir pengukuran sipat 35 Formulir pengukuran titik detail
datar 114 posisi 5 371
6 Formulir pengukuran sipat 36 Formulir pengukuran titik detail
datar 115 posisi 6 372
7 Kelas proyeksi peta 122 37 Formulir pengukuran titik detail
8 Aturan kuadran trigonometris 139 posisi 7 373
9 Cara Sentisimal ke cara 38 Formulir pengukuran titik detail
seksagesimal 147 posisi 8 374
10 39 Bentuk muka tanah dan
Cara Sentisimal ke cara radian 148
interval kontur. 382
11 Cara seksagesimal ke cara
40 Tabel perhitungan galian dan
radian 149
timbunan 422
12 Cara radian ke cara sentisimal 150 41 Daftar load factor dan
13 Cara seksagesimal ke cara procentage swell dan berat dari
radian 151 berbagai bahan 424
14 Buku lapangan untuk 42 Daftar load factor dan
pengukuran sudut dengan procentage swell dan berat dari
repitisi. 183 berbagai bahan 425
15 Metode perhitungan perbedaan 43 Keunggulan dan kekurangan
sudut ganda dan perbedaan pemetaan digital dengan
observasi 183 konvensional 435
16 Arti dari perbedaan sudut 44 Contoh keterangan warna
ganda dan perbedaan gambar 458
observasi. 184 45 Keterangan koordinat 458
17 Buku lapangan sudut vertikal. 184 46 Kelebihan dan kekurangan
18 Daftar Logaritma 200 pekerjaan GIS dengan
19 Hitungan dengan cara manual/pemetaan Digital 470
logaritma 204 47 Pendigitasian Konvensional di
20 Hitungan cara logaritma 225 banding pendigitasian GPS 486
21 Ukuran Kertas Seri A 276 48 Beberapa fungsi tetangga
sederhana 497
22 Bacaan sudut 280 49 Perbandingan Bentuk Data
23 Jarak 280 Raster dan Vektor 499
24 Formulir pengukuran po ligon 1 296
25 Formulir pengukuran poligon 2 297
26 Formulir pengukuran poligon 3 298
27 Contoh perhitungan garis bujur
ganda 312
28 format daftar planimeter tipe 1 319
29 format daftar planimeter tipe 2 319
Daftar Gambar ix

DAFTAR GAMBAR No Teks Hal

37 Kesalahan Skala Nol Rambu 42


No Teks Hal 38 Bukan rambu standar 43
39 Sipat Datar di Suatu Slag 47
1 Anggapan bumi 2 40 Rambu miring 54
2 Ellipsoidal bumi 3 41 Kelengkungan bumi 55
3 Aplikasi pekerjaan 42 Kelengkungan bumi 55
pemetaan pada 43 Ref raksi atmosfir 56
bidang teknik sipil 6
44 Model diagram alir teori
4 Staking out 6 kesalahan 57
5 Pengukuran sipat datar optis 7 45 Pengukuran sipat datar optis 61
6 Alat sipat datar 9 46 Keterangan pengukuran sipat
7 Pita ukur 9 datar 63
8 Rambu ukur 9 47 Cara tinggi garis bidik 63
9 Statif 9 48 Cara kedua pesawat di tengah-
10 tengah 65
Barometris 10
49 Keterangan cara ketiga 65
11 Pengukuran Trigonometris 10
50 Cotoh pengukuran resiprokal 67
12 Pengukuran poligon 12
51 Sipat datar tipe jungkit 67
13 Jaring-jaring segitiga 15
52 Contoh pengukuran resiprokal 68
14 Pengukuran pengikatan ke
muka 16 53 Dumpy level 72
15 Pengukuran collins 17 54 Tipe reversi 73
16 Pengukuran cassini 18 55 Dua macam tilting level 74
17 Macam – macam sextant 18 56 Bagian-bagian dari tilting level 75
18 Alat pembuat sudut siku cermin 19 57 Instrumen sipat datar otomatis 76
19 Prisma bauernfiend 19 58 Bagian-bagian dari sipat datar
20 otomatis 76
Jalon 19
59 Rambu ukur 78
21 Pita ukur 19
60 Contoh pengukuran
22 Pengukuran titik detail
trigonometris 79
tachymetri 21
61 Gambar koreksi trigonometris 80
23 Diagram alir pengantar survei
dan pemetaan 22 62 Bagian-bagian barometer 81
24 Kesalahan pembacaan rambu 26 63 Barometer 82
25 Pengukuran sipat datar 27 64 Pengukuran tunggal 84
26 Prosedur Pemindahan Rambu 27 65 Pengukuran simultan 85
27 Kesalahan Kemiringan Rambu 28 66 Model diagram alir pengukuran
28 kerangka dasar vertikal 87
Pengaruh kelengkungan bumi 29
67 Proses pengukuran 91
29 Kesalahan kasar sipat datar 30
68 Arah pengukuran 91
30 Kesalahan Sumbu Vertikal 31
69 Alat sipat datar 92
31 Pengaruh kesalahan kompas
theodolite 36 70 Rambu ukur 92
32 Sket perjalanan 37 71 Cara menggunakan rambu
33 Gambar Kesalahan Hasil ukur di lapangan 93
Survei 37 72 Statif 93
34 Kesalahan karena penurunan 73 Unting-unting 93
alat 39 74 Patok kayu dan beton/ besi 94
35 Pembacaan pada rambu I 40 75 Pita ukur 94
36 Pembacaan pada rambu II 41 76 Payung 94
Daftar Gambar x

No Teks Hal

77 Cat dan kuas 95


78 Pengukuran sipat datar 98 105 Peta sungai 134
79 Pengukuran sipat datar rambu 106 Peta jaringan 135
ganda 99 107 Peta dunia 135
80 Pengukuran sipat datar di luar
108 Sistem koordinat geografis 138
slag rambu 100
81 Pengukuran sipat datar dua 109 Bumi sebagai spheroid. 138
rambu 101 110 Sudut jurusan 140
82 Pengukuran sipat datar 111 Aturan kuadran geometris 140
menurun 101 112 Aturan kuadran trigonometris 140
83 Pengukuran sipat datar menaik 102 113 Model diagram alir sistem
84 Pengukuran sipat datar tinggi koordinat proyeksi peta dan
bangunan 102 aturan kuadran 141
85 Pembagian kertas seri A 107 114 Pembacan derajat 155
86 Pengukuran kerangka dasar
115 Pembacaan grade 155
vertikal 116
87 Diagram alir pengukuran sipat 116 Pembacaan menit 155
datar kerangka dasar vertikal 117 117 Pembacaan centigrade 155
88 Jenis bidang proyeksi dan 118 Sudut jurusan 156
kedudukannya terhadap 119 Sudut miring 156
bidang datum 123
120 Cara pembacaan sudut
89 Geometri elipsoid. 124 mendatar dan sudut miring 156
90 Rhumbline atau loxodrome 121 Arah sudut zenith (sudut
menghubungkan titik-titik 124 miring). 157
91 Oorthodrome dan loxodrome 122
pada proyeksi gnomonis dan Theodolite T0 Wild 158
proyeksi mercator. 124 123 Theodolite 159
92 Proyeksi kerucut: bidang datum 124 Metode untuk menentukan
dan bidang proyeksi. 125 arah titik A. 160
93 Proyeksi polyeder: bidang 125 Metode untuk menentukan
datum dan bidang proyeksi. 125 arah titik A dan titik B. 160
94 Lembar proyeksi peta polyeder 126 Theodolite (tipe sumbu ganda) 162
di bagian lintang utara dan 127 Theodolite (tipe sumbu
lintang selatan 126 tunggal) 162
95 Konvergensi meridian pada 128 Sistem lensa teleskop 162
proyeksi polyeder. 126 129 Penyimpangan kromatik 164
96 Kedudukan bidang proyeksi
130 Penyimpangan speris 164
silinder terhadap bola bumi
pada proyeksi UTM 128 131 Diafragma (benang silang) 164
97 Proyeksi dari bidang datum ke 132 Tipe benang silang 164
bidang proyeksi. 129 133 Pembidik Ramsden 165
98 Pembagian zone global pada
134 Teleskop pengfokus dalam 165
proyeksi UTM. 129
99 Konvergensi meridian pada 135 Niveau tabung batangan 166
proyeksi UTM 130 136 Niveau tabung bundar. 166
100 Sistem koordinat proyeksi peta 137 Hubungan antara gerakan
UTM. 131 gelembung dan inklinasi. 167
101 Grafik faktor skala proyeksi 138 Berbagai macam lingkaran
peta UTM 131 graduasi. 168
102 Peta kota Bandung 133 139 Vernir langsung. 168
103 Peta Geologi 133 140 Pembacaan vernir langsung 168
141 Pembacaan vernir mundur
20,7. 168
Daftar Gambar xi

No Teks Hal

142 Pembacaan berbagai macam


vernir. 169 177 Pengikatan ke muka 203
143 Sistem optis theodolite untuk 178 Model Diagram Alir Jarak,
mikrometer skala. 169 Azimuth dan Pengikatan Ke
144 Pembacaan mikrometer skala 169 Muka 205
145 Sistem optis mikrometer tipe 179 Kondisi alam yang dapat
berhimpit. 170 dilakukan cara pengikatan
146 Contoh pembacaan mikrometer ke muka 208
tipe berhimpit. 170 180 Kondisi alam yang dapat
147 Sistem optis theodolite dengan dilakukan cara pengikatan ke
pembacaan tipe berhimpit 170 belakang 208
148 Alat penyipat datar speris. 171 181 Pengikatan ke muka 209
149 Alat penyipat datar dengan 182 Pengikatan ke belakang 209
sentral bulat. 171 183 Tampa k atas permukaan bumi 210
150 Unting-unting 172 184 Pengukuran yang terpisah
151 Alat penegak optis 172 sungai 210
152 Kesalahan sumbu kolimasi. 172 185 Alat Theodolite 211
153 Kesalahan sumbu horizontal 174 186 Rambu ukur 212
154 Kesalahan sumbu vertikal. 174 187 Statif 212
155 Kesalahan eksentris. 175 188 Unting-unting 212
156 Kesalahan luar. 175 189 Contoh lokasi pengukuran 212
157 Penyetelan sekrup-sekrup 190 Penentuan titik A,B,C dan P 213
penyipat datar 176 191 Pemasangan Theodolite di titik
158 Penyetelan benang silang P 213
(Inklinasi). 177 192 Penentuan sudut mendatar 213
159 Penyetelan benang silang
193 Pemasangan statif 214
(Penyetelan garis longitudinal). 177
160 194 Pengaturan pembidikan
Penyetelan sumbu horizontal. 178
theodolite 214
161 Pengukuran sudut tunggal. 179 195 Penentuan titik penolong
162 Metode arah 182 Collins 215
163 Metode sudut. 183 196 Besar sudut a dan ß 216
164 Koreksi otomatis untuk sudut 197 Garis bantu metode Collins 217
elevasi 183 198 Penentuan koordinat H dari titik
165 Metode pengukuran sudut A 217
vertikal (1). 185 199 Menentukan sudut aah 217
166 Metode observasi sudut
200 Menentukan rumus dah 218
vertikal (2). 185
167 Metode observasi sudut 201 Penentuan koordinat H dari titik
vertikal (3). 185 B 218
168 Diagram alir macam sistem 202 Menentukan sudut α bh 218
besaran sudut 186 203 Menentukan rumus dbh 219
169 Pengukuran Jarak 189 204 Penentuan koordinat P dari titik
170 Lokasi Patok 190 A 219
171 205 Menentukan sudut aap 219
Spedometer 191
172 206 Menentukan sudut ? 219
Pembagian kuadran azimuth 193
173 207 Menentukan rumus dap 220
Azimuth Matahari 196
174 208 Penentuan koordinat P dari titik
Pengikatan Kemuka 198
B 220
175 Pengikatan ke muka 199
Daftar Gambar xii

No Teks Hal

209 Menentukan sudut abp 220


210 Menentukan rumus dbp 220 241 Model diagram alir cara
211 Cara Pengikatan ke belakang pengikatan ke belakang
metode Collins 222 metode cassini 249
212 Menentukan besar sudut a dan 242 Poligon terbuka 255
ß 228 243 Poligon tertutup 255
213 Menentukan koordinat titik 244 Poligon bercabang 255
penolong Collins 228 245
214 Poligon kombinasi 256
Menentukan titik P 228
246 Poligon terbuka tanpa ikatan 256
215 Menentukan koordinat titik A,B
dan C pada kertas grafik 229 247 Poligon Terbuka Salah Satu
216 Garis yang dibentuk sudut a Ujung terikat Azimuth 257
dan ß 229 248 Poligon Terbuka Salah Satu
217 Pemasangan transparansi Ujung Terikat Koordinat 257
pada kertas grafik 229 249 Poligon Terbuka Salah Satu
218 Model diagram alir cara UjungTerikat Azimuth dan
pengikatan ke belakang Koordinat 258
metode collins 230 250 Poligon Terbuka Kedua Ujung
219 Terikat Azimuth 259
Pengukuran di daerah tebing 233
251 Poligon terbuka, salah satu
220 Pengukuran di daerah jurang 233 ujung terikat azimuth
221 Pengukuran terpisah jurang 234 sedangkan sudut lainnya
222 Pengikatan ke belakang terikat koordinat 259
metode Collins 235 252 Poligon Terbuka Kedua Ujung
223 Pengikatan ke belakang Terikat Koordinat 260
metode Cassini 235 253 Poligon Terbuka Salah Satu
224 Theodolite 236 Ujung Terikat Koordinat dan
225 Azimutk Sedangkan Yang Lain
Rambu ukur 236
Hanya Terikat Azimuth 261
226 Statif 236 254 Poligon Terbuka Salah Satu
227 Unting-unting 237 Ujung Terikat Azimuth dan
228 Pengukuran sudut a dan ß di Koordinat Sedangkan Ujung
lapan gan. 238 Lain Hanya Terikat Koordinat 262
229 Lingkaran yang 255 Poligon Terbuka Kedua Ujung
menghubungkan titik A, B, R Terikat Azimuth dan Koordinat 263
dan P. 238 256 Poligon Tertutup 263
230 Lingkaran yang 257 Topcon Total Station-233N 265
menghubungkan titik B, C, S
258 Statif 265
dan P. 239
231 Cara pengikatan ke belakang 259 Unting- Unting 266
metode Cassini 239 260 Patok Beton atau Besi 266
232 Menentukan dar 240 261 Rambu Ukur 267
233 Menentukan aar 240 262 Payung 267
234 Menentukan das 241 263 Pita Ukur 267
235 Menentukan aas 241 264 Formulir dan alat tulis 268
236 Penentuan koordinat titik A, B 265 Benang 268
dan C. 248
266 Nivo Kotak 269
237 Menentukan sudut 900 – a dan
0
90 - ß 248 267 Nivo tabung 269
238 Penentuan titik R dan S 248 268 Nivo tabung 269
239 Penarikan garis dari titik R ke S 248 269 Jalon Di Atas Patok
271
Daftar Gambar xiii

No Teks Hal No Teks Hal

270 Penempatan Rambu Ukur 271 301 Pembagian luas yang sama
271 Penempatan Unting- Unting 272 dengan garis lurus sejajar
272 salah satu segitiga 327
Pembagian Kertas Seri A 276
302 Pembagian luas yang sama
273 Skala Grafis 277 dengan garis lurus melalui
274 Situasi titik- titik KDH poligon sudut puncak segitiga 328
tertutup metode transit 299 303 Pembagian dengan
275 Situasi titik- titik KDH poligon perbandingan a : b : c 328
tertutup metode bowdith 300 304 Pembagian dengan
276 Situasi lapangan metode transit 301 perbandingan m : n oleh suatu
277 Situasi lapangan metode garis lurus melalui salah satu
Bowditch 302 sudut segiempat 328
278 Model Diagram Alir kerangka 305 Pembagian dengan garis lurus
dasar horizontal metode sejajar dengan trapesium 328
poligon 303 306 Pembagian suatu poligon 329
279 Metode diagonal dan tegak 307 Penentuan garis batas 330
lurus 307
308 Perubahan segi empat menjadi
280 Metode trapesium 308 trapesium 330
281 Offset dengan interval tidak 309 Pengurangan jumlah sisi
tetap 309 polygon tanpa merubah luas 330
282 Offset sentral 309 310 Perubahan garis batas yang
283 Metoda simpson 309 berliku- liku menjadi garis lurus 331
284 Metoda 3/8 simpson 310 311 Perubahan garis batas
285 Garis bujur ganda pada poligon lengkung menjadi garis lurus 331
metode koordinat tegak lurus 311 312 Posisi start yang harus di klik 331
286 Metode koordinat tegak lurus 312 313 Start – all Program – autocad
287 2000 331
Metode kisi- kisi 313 314
288 Worksheet autocad 2000 332
Metode lajur 313 315
289 Open file 332
Planimeter fixed index model 314 316
290 Sliding bar mode dengan skrup Open file 332
penghalus 315 317 Gambar penampang yang
291 Sliding bar mode tanpa skrup akan dihitung Luasnya 332
penghalus 318 Klik poin untuk menghitung
316
292 Pembacaan noneus model 1 luas 333
319 Klik poin untuik menghitung
dan 2 317
luas 333
293 Bacaan roda pengukur 318 320 Diagram alir perhitungan luas 334
294 Penempatan planimeter 321 321 Prinsip tachymetri 339
295 Gambar kerja 321 322 Sipat datar optis luas 341
296 Gambar pengukuran peta
323 Pengukuran sipat datar luas 350
dengan planimeter liding bar
model yang tidak dilengkapi 324 Tripod pengukuran vertikal 350
zero setting (pole weight/diluar 325 Theodolite Topcon 353
kutub) 322 326 Statif 353
297 Hasil bacaan positif 323 327 Unting-unting 353
298 Hasil bacaan negatif 324 328 Jalon di atas patok 354
299 Pengukuran luas peta pole
329 Pita ukur 354
weigh t (pemberat kutup) di
dalam peta 325 330 Rambu ukur 354
300 Pengukuran luas peta pole 331 Payung 354
weight dalam peta 332 Formulir Ukur 354
327
Daftar Gambar xiv

No Teks Hal

333 Cat dan Kuas 355


334 Benang 355
335 360 Perubahan garis pantai dan
Segitiga O BT O’ 358
garis kontur sesudah kenaikan
336 Pengukuran titik detail
muka air laut. 389
tachymetri 359
361 Garis kontur lembah,
337 Theodolit T0 wild 361 punggungan dan perbukitan
338 Siteplan pengukuran titik detail yang memanjang. 390
tachymetri 362 362
339 Kontur tempat pengukuran titik Plateau 391
detail tachymetri 363 363 Saddle 391
340 Pengukuran titik detail 364 Pass 391
tachymetri dengan garis kontur 365 Menggambar penampang 393
1 364 366 Kotak dialog persiapan Surfer 394
341 Pengukuran titik detail
367 Peta tiga dimensi 395
tachymetri dengan garis kontur
2 365 368 Peta kontur dalam bentuk dua
342 Diagram alir Pengukuran titik- dimensi. 395
titik detail metode tachymetri 375 369 Lembar worksheet. 396
343 Pembentukan garis kontur 370 Data XYZ dalam koordinat
dengan membuat proyeksi kartesian 396
tegak garis perpotongan 371 Data XYZ dalam koordinat
bidang mendatar dengan decimal degrees. 397
permukaan bumi. 378 372 Jendela editor menampilkan
344 Penggambaran kontur 379 hasil perhitungan volume. 397
345 Kerapatan garis kontur pada 373 Jendela GS scripter 398
daerah curam dan daerah 374 Simbolisasi pada peta kontur
landai 380 dalam surfer. 399
346 Garis kontur pada daerah 375 Peta kontur dengan kontur
sangat curam. 380 interval I. 399
347 Garis kontur pada curah dan 376 Peta kontur dengan interval 3 400
punggung bukit. 381 377 Gambar peta kontur dan model
348 Garis kontur pada bukit dan 3D. 401
cekungan 381 378 Overlay peta kontur dengan
349 Kemiringan tanah dan kontur model 3D 401
gradient 382 379 Base map foto udara. 402
350 Potongan memanjang dari 380 Alur garis besar pekerjaan
potongan garis kontur 383 pada surfer. 402
351 Bentuk, luas dan volume
381 Lembar plot surfer. 403
daerah genangan berdasarkan
garis kontur. 383 382 Obyek melalui digitasi. 404
352 Rute dengan kelandaian 383 Model diagram alir garis kontur,
tertentu. 383 sifat dan interpolasinya 405
353 Titik ketinggian sama 384 Sipat datar melintang 410
berdasarkan garis kontur 384 385 Tongkat sounding 410
354 Garis kontur dan titik ketinggian 384 387 Potongan tipikal jalan 411
355 Pengukuran kontur pola spot 388 Contoh penampang galian dan
level dan pola grid. 385 timbunan 412
356 Pengukuran kontur pola radial. 385 389 Meteran gulung 413
357 Pengukuran kontur cara 390
langsung Pesawat theodolit 413
386
358 391 Jalon 413
Interpolasi kontur cara taksiran 387
Daftar Gambar xv

No Teks Hal

392 Rambu ukur 413


393 Stake out pada bidang datar 413
394 Stake out pada bidang yang
berbeda ketinggian 414
395 Stake out beberapa titik
sekaligus 414
396 Volume cara potongan 422 Contoh Hasil pemetaan Digital
melintang rata-rata 415 Menggunakan AutoCAD 453
397 Volume cara jarak rata-rata 415 423 Contoh : Hasil pemetaan
Digital Menggunakan AutoCAD 453
398 Volume cara prisma 416 424 Hasil pemetaan Digital
399 Volume cara piramida kotak 416 Menggunakan AutoCAD 454
400 Volume cara dasar sama bujur 425 Hasil pemetaan Digital
sangkar 416 Menggunakan AutoCAD 454
401 Volume cara dasar sama – 426 Tampilan auto cad 455
segitiga 416 427 Current pointing device 456
402 volume cara kontur 417 428 Grid untuk pengujian digitizer 457
403 Penampang melintang jalan
429 Grid untuk peta skala 1:25.000. 459
ragam 1 421
404 Penampang melintang jalan 430 Bingkai peta dan grid UTM per
ragam 2 421 1000 m 460
405 Penampang melintang jalan 431 Digitasi jalan arteri dan jalan
ragam 3 422 lokal, (a) peta asli, (b) hasil
406 digitasi jalan, kotak kecil adalah
Penampang trapesium 425
vertex (tampil saat objek
407 Penampang timbunan 426 terpilih). 461
408 Koordinat luas penampang 426 432 Perbesaran dan perkecilan 462
409 Volume trapesium 427 433 Model Digram Alir Pemetaan
410 Penampang galian 428 Digital 466
411 Penampang timbunan 429 434 Contoh : Penggunaan
412 Penampang galian dan Komputer dalam Pembuatan
Peta 470
timbunan 430
413 Penampang melintang galian 435 Contoh : Penggunaan
dan timbunan 431 Komputer dalam Pembuatan
Peta 470
414 Diagram alir perhitungan galian
436 Komputer sebagai fasilitas
dan timbunan 432
415 pembuat peta 471
Perangkat keras 436 437
416 Foto udara suatu kawasan 471
Perangkat keras Scanner 436 438 Contoh : Peta udara Daerah
417 Peta lokasi 441 Propinsi Aceh 471
418 Beberapa hasil pemetaan 439 Data grafis mempunyai tiga
digital, yang dilakukan oleh elemen : titik (node), garis (arc)
Bakosurtanal 442 dan luasan (poligon) 472
419 Salah satu alat yang dipakai 440 Peta pemuktahiran pasca
dalam GPS type NJ 13 443 bencana tsunami 472
420 Hasil Foto Udara yang 441 Komponen utama SIG 474
dilakukan di daerah Nangroe 442 Perangkat keras 474
Aceh Darussalam yang
dilakukan pasca Tsunami, 443 Perangkat keras keyboard 475
untuk keperluan Infrastruktur 444 Perangkat keras CPU 475
Rehabilitasi dan Konstruksi 444 445 Perangkat keras Scanner 475
Daftar Gambar xvi

No Teks Hal

446 Perangkat keras monitor 475


447 Perangkat keras mouse 475
448 Peta arahan pengembangan 467 Peta perubahan penutupan
komoditas pertanian kabupaten lahan pulau Kalimantan 492
Ketapang, Kalimantan Barat 478 468 Peta infrastruktur di daerah
449 Peta Citra radar Tanjung Nangreo Aceh Darussalam 494
Perak, Surabaya 478 469 Garis interpolasi hasil program
450 Peta hasil foto udara daerah Surfer 505
Nangroe Aceh Darussalam 470 Garis kontur hasil interpolasi 505
Pasca Tsunami 479 471 Interpolasi Kontur cara taksiran 506
451 NPS360 for robotic Total 472 Mapinfo GIS 507
Station 479
473 Model Diagram Alir Sistem
452 NK10 Set Holder dan Prisma
Informasi Geografis 508
Canister 479
453 NK12 Set Holder dan Prisma 479
454 NK19 Set 479
455 GPS type NL 10 480
456 GPS type NL 14 fixed adapter 480
457 GPS type NJ 10 with optical
plummet 480
458 GPS type NK 12 Croth single
prism Holder Offset : 0 mm 480
459 GPS type CPH 1 A Leica
Single Prism Holder Offset : 0
mm 480
460 Peta digitasi kota Bandung
tentang perkiraan daerah
rawan banjir 481
461 Peta hasil analisa SPM
(Suspended Particular Matter) 481
462 Peta prakiraan awal musim
kemarau tahun 2007 di daerah
Jawa 481
463 Peta kedalaman tanah efektif di
daerah jawa barat Bandung 490
464 Peta Curah hujan di daerah
Jawa Barat- Bandung 490
465 Peta Pemisahan Data vertikal
dipakai untuk penunjukan
kawasan hutan dan perairan
Indonesia 491
Deskripsi xvii

DESKRIPSI

Buku Teknik Surve i dan Pemetaan ini menjelaskan ruang lingkup Ilmu ukur
tanah, pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pada Ilmu Ukur tanah untuk
kepentingan studi kelayakan, perencanaan, konstruksi dan operasional pekerjaan
teknik sipil. Selain itu, dibahas tentang perkenalan ilmu ukur tanah, aplikasi teori
kesalahan pada pengukuran dan pemetaan, metode pengukuran kerangka dasar
vertikal dan horisontal, metode pengukuran titik detail, perhitungan luas, galian
dan timbunan, pemetaan digital dan sistem informasi geografis.

Buku ini tidak hanya menyajikan teori semata, akan tetapi buku ini
dilengkapi dengan penduan untuk melakukan praktikum pekerjaan dasar survei.
Sehingga, diharapkan peserta diklat mampu mengoperasikan alat ukur waterpass
dan theodolite, dapat melakukan pengukuran sipat datar, polygon dan tachymetry
serta pembuatan peta situasi.
Peta Kompetensi xviii

PETA KOMPETENSI

Program diklat : Pekerjaan Dasar Survei


Tingkat : x (sepuluh)
Alokasi Waktu : 120 Jam pelajaran
Kompetensi : Melaksanakan Dasar-dasar Pekerjaan Survei

No Sub Kompetensi Pembelajaran


Pengetahuan Keterampilan
1 Pengantar survei dan a. Memahami ruang lingkup plan Menggambarkan diagram
pemetaan surveying dan geodetic alur ruang lingkup pekerjaan
b. Memahami ruang lingkup survei dan pemetaan
pekerjaan survey dan
pemetaan
c. Memahami pengukuran
kerangka dasar vertikal
d. Memahami Pengukuran
kerangka dasar horisontal
e. Memahami Pengukuran titik-
titik detail
2 Teori Kesalahan a. Mengidentifikasi kesalahan -
kesalahan pada pekerjaan
survey dan pemetaan
b. Mengidentifikasi kesalahan
sistematis (systematic error)
c. Mengidentifikasi Kesalahan
Acak (random error)
d. Mengidentifikasi Kesalahan
Besar (random error)
e. Mengeliminasi Kesalahan
Sistematis
f. Mengeliminasi Kesalahan
Acak
3 Pengukuran kerangka a. Memahami penggunaan sipat Dapat melakukan
dasar vertikal datar kerangka dasar vertikal pengukuran kerangka dasar
b. Memahami penggunaan vertikal dengan
trigonometris menggunakan sipat datar,
c. Memahami penggunaan trigonometris dan
barometris barometris.
4 Pengukuran sipat dasar a. Memahami tujuan dan Dapat melakukan
kerangka dasar vertikal sasaran pengukuran sipat pengukuran kerangka dasar
datar kera ngka dasar vertikal vertikal dengan
b. Mempersiapkan peralatan, menggunakan sipat datar
bahan dan formulir kemudian mengolah data
pengukuran sipat datar dan menggambarkannya.
kerangka dasar vertikal
c. Memahami prosedur
pengukuran sipat datar
kerangka dasar vertikal
d. Dapat mengolah data sipat
datar kerangka dasar vertikal
Dapat menggambaran sipat
datar kerangka dasar vertikal
Peta Kompetensi xix

Pembelajaran
No Sub Kompetensi
Pengetahuan Keterampilan
5 Proyeksi peta, aturan a. Memahami pengertian Membuat Proyeksi peta
kuadran dan sistem proyeksi peta, aturan kuadran berdasarkan aturan kuadran
koordinat dan sistem koordinat dan sisten koordinat
b. Memahami jenis-jenis
proyeksi peta dan aplikasinya
c. Memahami aturan kuadran
geometrik dan trigonometrik
d. Memahami sistem koordinat
ruang dan bidang
e. Memahami orientasi survei
dan pemetaan serta aturan
kuadran geometrik
6 Macam besaran sudut a. Mengetahui macam besaran Mengaplikasikan besaran
sudut sudut dilapangan untuk
b. Memahami besaran sudut pengolahan data.
dari lapangan
c. Dapat melakukan konversi
besaran sudut
d. Memahami besaran sudut
untuk pengolahan data

7 Jarak, azimuth dan a. Memahami pengertian jarak Mengukur jarak baik dengan
pengikatan kemuka pada survey dan pemetaan alat sederhana maupun
b. Memahami azimuth dan sudut dengan pengikatan ke
jurusan muka.
c. Memahami tujuan pengikatan
ke muka
d. Mempersiapkan peralatan,
bahan dan prosedur
pengikatan ke muka
e. Memahami pengolahan data
pengikatan ke muka
f. Memahami penggambaran
pengikatan ke muka

8 Cara pengikatan ke a. Tujuan Pengikatan ke Mencari koordinat dengan


belakang metode Belakang Metode Collins metode Collins.
collins b. Peralatan, Bahan dan
Prosedur Pengikatan ke
Belakang Metode Collins
c. Pengolahan Data Pengikatan
ke Belakang Metoda Collins
d. Penggambaran Pengikatan ke
Belakang Metode Coll ins

9 Cara pengikatan ke a. Memahami tujuan pengikatan Mencari koordinat dengan


belakang metode ke belakang metode cassini metode Cassini.
Cassini b. Mempersiapkan peralatan,
bahan dan prosedur
pengikatan ke belakang
metode cassini
c. Memahami pengolahan data
pengikatan ke belakang
metoda cassini
d. Memahami penggambaran
pengikatan ke belakang
metode cassini
Peta Kompetensi xx

Pembelajaran
No Sub Kompetensi
Pengetahuan Keterampilan
10 Pengukuran poligon a. Memaham i tujuan Dapat melakukan
kerangka dasar pengukuran poligon pengukuran kerangka dasar
horisontal b. Memahami kerangka dasar horisontal (poligon).
horisontal
c. Mengetahui jenis-jenis poligon
d. Mempersiapkan peralatan,
bahan dan prosedur
pengukuran poligon
e. Memahami pengolahan data
pengukuran poligon
f. Memahami penggambaran
poligon
11 Pengukuran luas a. Menyebutkan metode-metode Menghitung luas
pengukuran luas bedasarkan hasil dilapangan
b. Memahami prosedur dengan metoda saruss,
pengukuran luas dengan planimeter dan autocad.
metode sarrus
c. Memahami prosedur
pengukuran luas dengan
planimeter
d. Memahami prosedur
pengukuran luas dengan
autocad
12 Pengukuran titik-titik a. Memahami tujuan Melakukan pengukuran titik-
detail pengukuran titik-titik detail titik dtail metode tachymetri.
metode tachymetri
b. Mempersiapkan peralatan,
bahan dan prosedur
pengukuran tachymetri
c. Memahami pengolahan data
pengukuran tachymetri
d. Memahami penggambaran
hasil pengukuran tachymetri

13 Garis kontur, sifat dan a. Memahami pengertian garis Membuat garis kontur
interpolasinya kontur berdasarkan data yang
b. Menyebutkan sifat-sifat garis diperoleh di lapangan.
kontur
c. Mengetahui cara penarikan
garis kontur
d. Mengetahui prosedur
penggambaran garis kontur
e. Memahami penggunaan
perangkat lunak surfer

14 Perhitungan galian dan a. Memahami tujuan Menghitung galian dan


timbunan perhitungan galian dan timbunan.
timbunan
b. Memahami m etode-metode
perhitungan galian dan
timbunan
c. Memahami pengolahan data
galian dan timbunan
d. Mengetahui cara
penggambaran galian dan
timbunan
Peta Kompetensi xxi

Pembelajaran
No Sub Kompetensi
Pengetahuan Keterampilan
15 Pemetaan digital a. Memahami pengertian
pemetaan digital
b. Mengetahui keunggulan
pemetaan digital
dibandingkan pemetaan
konvensional
c. Memahami perangkat keras
dan perangkat lunak
pemetaan digital
d. Memahami pencetakan peta
dengan kaidah kartografi
16 Sisitem informasi a. Memahami pengertian sistem
geografik informasi geografik
b. Memahami keunggulan
sistem informasi geografik
dibandingkan pemetaan
digital perangkat keras dan
perangkat lunak sistem
informasi geografik
c. Mempersiapkan peralatan,
bahan dan prosedur
pembangunan sistem
informasi geografik
d. Memahami jenis-jenis analisis
spasial dengan sistem
informasi geografik dan
aplikasinya pada berbagai
sektor pembangunan
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 1

1. Pengantar Survei dan Pemetaan

permukaan bumi baik unsur alam maupun


1.1 Plan surveying dan geodetic unsur buatan manusia pada bidang yang
surveying
dianggap datar. Plan surveying di batasi
oleh daerah yang sempit yaitu berkisar
llmu ukur tanah merupakan bagian rendah
antara 0.5 derajat x 0.5 derajat atau 55 km x
dari ilmu yang lebih luas yang dinamakan
55 km.
ilmu Geodesi.

Ilmu Geodesi mempunyai dua maksud : Plan Surveying


a. Maksud ilmiah : menentukan bentuk Geodesi
permukaan bumi
b. Maksud praktis : membuat bayangan Geodetic Survaying
yang dinamakan peta dari sebagian
besar atau sebagian kecil permukaan Bentuk bumi merupakan pusat kajian dan
bumi. perhatian dalam Ilmu ukur tanah. Proses
penggambaran permukaan bumi secara
Pada maksud kedua inilah yang sering
fisiknya adalah berupa bola yang tidak
disebut dengan istilah pemetaan.
beraturan bentuknya dan mendekati bentuk
Pengukuran dan pemetaan pada dasarnya
sebuah jeruk. Hal tersebut terbukti dengan
dapat dibagi 2, yaitu :
adany a pegunungan, Lereng-lereng, dan
• Geodetic Surveying jurang jurang. Karena bentuknya yang tidak
• Plan Surveying beraturan maka diperlukan suatu bidang
matematis. Para pakar kebumian yang ingin
Perbedaan prinsip dari dua jenis
menyajikan informasi tentang bentuk bumi,
pengukuran dan pemetaan di atas adalah :
mengalami kesulitan karena bentuknya
Geodetic surveying suatu pengukuran
yang tidak beraturan ini, oleh sebab itu,
untuk menggambarkan permukaan bumi
mereka berusaha mencari bentuk sistematis
pada bidang melengkung/ellipsoida/bola.
yang dapat mendekat i bentuk bumi.
Geodetic Surveying adalah llmu, seni,
teknologi untuk menyajikan informasi bentuk A walnya para ahli memilih bentuk bola
kelengkungan bumi atau pada sebagai bentuk bumi. Namum pada
keiengkungan bola. Sedangkan plan hakekatnya, bentuk bumi mengalami
Surveying adalah merupakan llmu seni, dan pemepatan pada bagian kutub-kutubnya,
teknologi untuk menyajikan bentuk hal ini terlihat dari Fenomena lebih
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 2

panjangnya jarak lingkaran pada bagian adalah bila daerah mempunyai ukuran
equator di bandingkan dengan jarak pada terbesar tidak melebihi 55 km (kira-kira 10
lingkaran yang melalui kutub utara dan jam jalan).
kutub selatan dan akhirnya para ahli Terbukti, bahwa bentuk bumi itu dapat
memilih Ellipsoidal atau yang dinamakan dianggap sebagai bentuk ruang yang
ellips yang berputar dimana sumbu terjadi dengan memutar suatu ellips
pendeknya adalah suatu sumbu yang dengan sumbu kecilnya sebagai sumbu
menghubungkan kutub utara dan sumbu putar. Bilangan - bilangan yang penting
kutub selat an yang merupakan poros mengenai bentuk bumi yang banyak
perputaran bumi, sedangkan sumbu digunakan dalam ilmu geodesi adalah :
panjangnya adalah sumbu yang
menghubungkan equator dengan equator
yang lain dipermukaan sebaliknya.

Bentuk jeruk Bentuk bola Bentuk Ellipsoidal

Gambar 1. Anggapan bumi

Bidang Ellipsoide adalah bila luas daerah Sumbu panjang ellipsoid a


2
lebih besar dari 5500 Km , ellipsoide ini di Sumbu panjang ellipsoid b
dapat dengan memutar suatu ellips dengan Angka pergepengan x = a−b
sumbu kecilnya sebagai sumbu putar a = a
6377.397, dan sumbu kecil b = 6356.078 1 a
Yang banyak dipakai adalah =
m. Bidang bulatan adalah elips dari Bessel x a −b
mempunyai sumbu kurang dari 100 km.
Jari-jari bulatan ini dipilih sedemikian, 2 a2 − b 2
Eksentrisitas kesatu e =
sehingga bulatan menyinggung permukaan a2
bumi di titik tengah daerah. Bidang datar
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 3

’2 a2 − b 2 Salah satu hal yang harus diperhatikan


Eksentrisitas kedua e =
b2 berkaitan dengan ellipsoidal bumi adalah

Ellipsoid Bumi Internasional yang terakhir bahwa ellipsoide bumi itu mempunyai

diusulkan pada tahun 1967 oleh: komponen – komponen sebagai berikut :

International Assosiation of Geodesy • a adalah sumbu setengah pendek

(l.A.G) Pada Sidang Umum International atau jari-jari equator,

Union of Geodesy and Geophysics, dan • b adalah set engah sumbu pendek

diterimanya dengan dimensi : atau jari-jari kutub,

a = 6.37788.116660,000 m • pemepatan atau penggepengan

b = 6.356.774, 5161 m yaitu sebagai parameter untuk


2 menentukan bentuk ellipsoidal/
e = 0, 006.694.605.329, 56
2 ellips,
e' = 0, 006..739.725.182, 32

1 • eksentrisitet pertama dan


= 298,247.167.427
x eksentrisitet kedua.

2a + b
R rata - rata = = 6.371. Q31, 5Q54 m
3

Gambar 2. Ellipsoidal bumi


1 Pengantar Survei dan Pemetaan 4

Keterangan :
Bentuk bumi yang asli tidaklah bulat
0 = pusat bumi (pusat ellipsoide bumi)
sempurna (agak lonjong) namun
Ku = Kutub Utara bumi
pendekatan bumi sebagai bola sempurna
Ks = Kutub selatan bumi
masih cukup relevan untuk sebagian besar
EK = ekuator bumi
kebutuhan, termasuk penentuan
Untuk skala yang lebih luas, asumsi ini kedudukan dengan tingkat presisi yang
tidak dapat diterapkan mengingat pada relatif rendah.
kenyataannya permukaan bumi berbentuk
Pada kenyataannya kita ingin menyajikan
lengkungan bola. Asumsi bumi datar hanya
permukaan bumi dalam bentuk bidang
dapat diterapkan sejauh kesalahan jarak
datar. Oleh sebab itu, bidang bola atau
dan sudut yang terjadi akibat efek
bidang ellipsoide yang akan dikupas pasti
kelengkungan bumi masih dapat diabaikan.
ada distorsi atau ada perubahan bentuk
Lingkar paralel adalah lingkaran yang karena harus ada bagian dari bidang
memotong tegak lurus terhadap sumbu speroid itu yang tersobekan dengan
putar bumi. Lingkaran paralel yang tepat kenyataan tersebut didekati dengan
membagi dua belahan bumi utara-selatan perantara bidang proyeksi. Bidang proyeksi
0
yaitu lingkar paralel 0 disebut lingkaran ini terbagi dalam tiga jenis, yaitu :
equator. Lingkar paralel berharga positif ke
°
• Bidang proyeksi bidang datarnya
utara hingga 90 pada titik kutub utara dan
0
sendiri atau dinamakan perantara
sebaliknya negatif ke selatan hingga -90
azimuthal dan zenithal,
pada titik kutub selatan. Lingkar meridian
• Bidang perantara yang berbentuk
adalah lingkaran yang sejajar dengan
kerucut dinamakan bidang perantara
sumbu bumi dan memotong tegak lurus
conical,
bidang equator. Setengah garis lingkar
• Bidang proyeksi yang menggunakan
meridian yang melalui kota Greenwich di
bidang perantara berbentuk silinder
UK (dari kutub utara ke kutub selatan)
yang dinamakan bidang perantara
disepakati sebagai garis meridian utama,
0 cylindrical.
yaitu longituda 0 . Setengah lingkaran tepat
0
180 di belakang garis meridian utama Dari bidang perantara ini ada aspek
disepakati sebagai garis penanggalan geometric dari permukaan bumi matematis
internasional. Kedua garis ini membagi itu ke bidang datar berhubungan dengan
belahan bumi menjadi belahan barat dan luas, maka dinamakan proyeksi equivalent,
belahan timur. berhubungan dengan jarak (jarak di
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 5

permukaan bumi sama dengan jarak pada


bidang datar dalam perbandingan 1.2 Pekerjaan survei dan
pemetaan
skalanya) dinamakan proyeksi equidistance
dan berhubungan dengan sudut (sudut
Dalam pembuatan peta yang dikenal
permukaan bumi sama dengan sudut di
dengan istilah pemetaan dapat dicapai
bidang datar) dinamakan proyeksi conform.
dengan melakukan pengukuran -
Contoh aplikasi yang mempertahankan pengukuran di atas permukaan bumi yang
geometric itu adalah proyeksi equivalent mempunyai bentuk tidak beraturan.
yaitu pemetaan yang biasanya digunakan Pengukuran-pengukuran dibagi dalam
oleh BPN, proyeksi equidistance yaitu pengukuran yang mendatar untuk
pemetaan yang digunakan departemen mendapat hubungan titik-titik yang diukur di
perhubungan dalam hal ini misalnya atas permukaan bumi (Pengukuran
jaringan jalan. Sedangkan proyeksi Kerangka Dasar Horizontal) dan
conform yaitu pemetaan yang digunakan pengukuran-pengukuran tegak guna
untuk keperluan navigasi laut atau udara. mendapat hubungan tegak antara titik-titik

Berdasarkan bidang perantara yang yang diukur (Pengukuran Kerangka Dasar

diterangkan di atas yaitu ada 3 jenis bidang Vertikal) serta pengukuran titik-titik detail.

perantara dan mempunyai 3 jenis Kerangka dasar pemetaan untuk pekerjaan

geometric maka kita bisa menggunakan 27 rekayasa sipil pada kawasan yang tidak

kombinasi/ variasi/ altematif untuk luas, sehingga bumi masih bisa dianggap

memproyeksikan titik-titik di atas sebagai bidang datar, umumnya

permukaan bumi pada bidang datar. merupakan bagian pekerjaan pengukuran


dan pemetaan dari satu kesatuan paket
Ilmu ukur tanah pada dasarnya terdiri dari
pekerjaan perencanaan dan atau
tiga bagian besar yaitu :
perancangan bangunan teknik sipil. Titik-
a) Pengukuran kerangka dasar Vertikal titik kerangka dasar pemetaan yang akan
(KDV) ditentukan tebih dahulu koordinat dan
b) Pengukuran kerangka dasar Horiz ontal ketinggiannya itu dibuat tersebar merata
(KDH) dengan kerapatan tertentu, permanen,
c) Pengukuran Titik-titik Detail mudah dikenali dan didokumentasikan
secara baik sehingga memudahkan
penggunaan selanjutnya.
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 6

1.3 Pengukuran kerangka dasar


vertikal

Kerangka dasar vertikal merupakan teknik


dan cara pengukuran kumpulan titik-titik
yang telah diketahui atau ditentukan posisi
vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap
bidang rujukan ketinggian tertentu.

Bidang ketinggian rujukan ini biasanya


berupa ketinggian muka air taut rata-rata
(mean sea level - MSL) atau ditentukan
lokal.
Gambar 3. Aplikasi pekerjaan pemetaan pada
bidang teknik sipil • Metode sipat datar prinsipnya adalah
Mengukur tinggi bidik alat sipat datar
Dalam perencanaan bangunan Sipil
optis di lapangan menggunakan rambu
misalnya perencanaan jalan raya, jalan
ukur.
kereta api, bendung dan sebagainya, Peta
• Pengukuran Trigonometris prinsipnya
merupakan hal yang sangat penting untuk
adalah Mengukur jarak langsung (Jarak
perencanaan bangunan tersebut. Untuk
Miring), tinggi alat, tinggi, benang
memindahkan titik - titik yang ada pada
tengah rambu, dan suclut Vertikal
peta perencanaan suatu bangunan sipil ke
(Zenith atau Inklinasi).
lapangan (permukaan bumi) dalam
• Pengukuran Barometris pada prinsip-
pelaksanaanya pekerjaan sipil ini dibuat
nya adalah mengukur beda tekanan
dengan pematokan/ staking out, atau
atmosfer.
dengan perkataan lain bahwa pematokan
merupakan kebalikan dari pemetaan. Metode sipat datar merupakan metode
yang paling teliti dibandingkan dengan
metode trigonometris dan barometris. Hal
ini dapat dijelaskan dengan menggunakan
teori perambatan kesalahan yang dapat
diturunkan melalui persamaan matematis
diferensial parsial.

Gamba 4. Staking out


1 Pengantar Survei dan Pemetaan 7

1.3.1. Metode pengukuran sipat datar


nivo yang melalui titik A dan B. Umumnya
optis
bidang nivo adalah bidang yang lengkung,

Gambar 5. Pengukuran sipat datar optis


tetapi bila jarak antara titik-titik A dan B
Metode sipat datar prinsipnya adalah
dapat dianggap sebagai Bidang yang
Mengukur tinggi bidik alat sipat datar optis
mendatar.
di lapangan menggunakan rambu ukur.
Unt uk melakukan dan mendapatkan
Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi
pembacaan pada mistar yang dinamakan
dengan menggunakan metode sipat datar
pula Baak, diperlukan suatu garis lurus,
optis masih merupakan cara pengukuran
Untuk garis lurus ini tidaklah mungkin
beda tinggi yang paling teliti. Sehingga
seutas benang, meskipun dari kawat,
ketelitian kerangka dasar vertikal (KDV)
karena benang ini akan melengkung, jadi
dinyatakan sebagai batas harga terbesar
tidak lurus.
perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat
Bila diingat tentang hal hal yang telah di
datar pergi dan pulang.
bicarakan tentang teropong, maka setelah
Maksud pengukuran tinggi adalah teropong dilengkapi dengan diafragma,
menentukan beda tinggi antara dua titik. pada teropong ini di dapat suatu garis lurus
Beda tinggi h diketahui antara dua titik a ialah garis bidik. Garis bidik ini harus di buat
dan b, sedang tinggi titik A diketahui sama mendatar supaya dapat digunakan untuk
dengan Ha dan titik B lebih tinggi dari titik menentukan beda tinggi antara dua titik,
A, maka tinggi titik B, Hb = Ha + h yang ingatlah pula nivo pada tabung, karena pada
diartikan dengan beda tinggi antara titik A nivo tabung dijumpai suatu garis lurus yang
clan titik B adalah jarak antara dua bidang dapat mendatar dengan ketelitian besar.
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 8

Garis lurus ini ialah tidak lain adalah garis tengah-tengah antara rambu belakang dan
nivo. Maka garis arah nivo yang dapat muka .Alat sifat datar diatur sedemikian rupa
mendatar dapat pula digunakan untuk sehingga teropong sejajar dengan nivo yaitu
mendatarkan garis bidik di dalam suatu dengan mengetengahkan gelembung nivo.
teropong, caranya; tempatkan sebuah nivo Setelah gelembung nivo di ketengahkan
tabung diatas teropong. Supaya garis bidik barulah di baca rambu belakang dan rambu
mendatar, bila garis arah nivo di datarkan muka yang terdiri dari bacaan benang
dengan menempatkan gelembung di tengah- tengah, atas dan bawah. Beda tinggi slag
tengah, perlulah lebih dahulu. tersebut pada dasarnya adalah
pengurangan benang tengah belakang
Garis bidik di dafam teropong, dibuat sejajar
dengan benang tengah muka.
dengan garis arah nivo. Hal inilah yang
menjadi syarat utama untuk semua alat ukur Berikut ini adalah syarat-syarat untuk alat
penyipat datar. Dalam pengukuran Sipat penyipat datar optis :
Datar Optis bisa menggunakan Alat
• Garis arah nivo harus tegak lurus
sederhana dengan spesifikasi alat penyipat
pada sumbu kesatu alat ukur penyipat
datar yang sederhana terdiri atas dua tabung
datar. Bila sekarang teropong di putar
terdiri dari gelas yang berdiri dan di
dengan sumbu kesatu sebagai sumbu
hubungkan dengan pipa logam. Semua ini
putar dan garis bidik di arahkan ke mistar
dipasang diatas statif. Tabung dari gelas dan
kanan, maka sudut a antara garis arah
pipa penghubung dari logam di isi dengan zat
nivo dan sumbu kesatu pindah kearah
cair yang berwarna. Akan tetapi ketelitian
kanan, dan ternyata garis arah nivo dan
membidik kecil, sehingga alat ini tidak
dengan sendirinya garis bidik tidak
digunakan orang lagi. Perbaikan dari alat ini
mendatar, sehingga garis bidik yang
adalah mengganti pipa logam dengan slang
tidak mendatar tidaklah dapat digunakan
dari karet dan dua tabung gelas di beri skala
untuk pembacaan b dengan garis bidik
dalam mm.
yang mendatar, haruslah teropong
Cara menghitung tinggi garis bidik atau dipindahkan keatas, sehingga
benang tengah dari suatu rambu dengan gelembung di tengah-tengah.
menggunakan alat ukur sifat datar • Benang mendatar diagfragma harus
(waterpass). Rambu ukur berjumlah 2 buah tegak lurus pada sumbu kesatu. Pada
masing-masing di dirikan di atas dua patok pengukuran titik tinggi dengan cara
yang merupakan titik ikat jalur pengukuran menyipat datar, yang dicari selalu titik
alat sifat optis kemudian di letakan di potong garis bidik yang mendatar dengan
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 9

mistar-mistar yang dipasang diatas titik-


titik, sedang diketahui bahwa garis bidik
adalah garis lurus yang menghubungkan
dua titik potong benang atau garis
diagframa dengan titik tengah lensa
objektif teropong.
• Garis bidik teropong harus sejajar
dengan garis arah nivo. Garis bidik
adalah Garis lurus yang
Gambar 7. Pita ukur
menghubungkan titik tengah lensa
objektif dengan titik potong dua garis
diafragma, dimana pada garis bidik
pada teropong harus sejajar dengan
garis arah nivo sehingga hasil dari
pengukuran adalah hasil yang teliti dan
tingkat kesaIahannya sangat keciI.
Alat-alat yang biasa digunakan dalam
pengukuran kerangka dasar vertikal metode
sipat datar optis adalah:
• Alat Sipat Datar Gambar 8. Rambu ukur

• Pita Ukur
• Rambu Ukur
• Statif
• Unting – Unting
• Dll

Gambar 9. Statif

Gambar 6 . Alat sipat datar


1 Pengantar Survei dan Pemetaan 10

1.3.2. Metode pengukuran barometris dalam hal ini misalnya elevasi ± 0,00 meter
permukaan air laut rata-rata.
Pengukuran Barometris pada prinsip-nya
f m.a
adalah mengukur beda tekanan atmosfer. P= = = Phg . g. H
Pengukuran tinggi dengan menggunakan A A
metode barometris dilakukan dengan MV 2
FC = - FC =
menggunakan sebuah barometer sebagai R
alat utama. Keterangan :
p = massa jenis rasa air raksa (hidragirum)
g = gravitasi - 9.8 mJsZ - 10 m/s2
h= tinggi suatu titik dari MSL ( Mean Sea
level )

∆HAB = PA − PB = p.g a .ha − p. g b .hb


( g + gb )
= ( ha − hb ) p a
2
1.3.3. Metode pengukuran trigonometris

BT

Gambar 10. Barometris

Inklinasi
Seperti telah di ketahui, Barometer adalah (i)

A dAB
alat pengukur tekanan udara. Di suatu
tempat tertentu tekanan udara sama
Gambar 11. Pengukuran Trigonometris
dengan tekanan udara dengan tebal
d AB = dm . cos i
tertentu pula. Idealny a pencatatan di setiap
∆ HAB =dm. sin i + TA – TB
titik dilakukan dalam kondisi atmosfer yang
sama tetapi pengukuran tunggal hampir Pengukuran kerangka dasar vertikal
tidak mungkin dilakukan karena pencatatan metode trigonometris pada prinsipnya
tekanan dan temperatur udara adalah perolehan beda tinggi melalui jarak
mengandung kesalahan akibat perubahan langsung teropong terhadap beda tinggi
kondisi atmosfir. penentuan beda tinggi dengan memperhitungkan tinggi alat, sudut
dengan cara mengamati tekanan udara di vertikal (zenith atau inklinasi) serta tinggi
suatu tempat lain yang dijadikan referensi garis bidik yang diwakili oleh benang
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 11

tengah rambu ukur. Alat theodolite, target data sudut mendatar yang diukur pada
dan rambu ukur semua berada diatas titik skafa fingkaran yang letaknya mendatar.
ikat. Prinsip awal penggunaan alat Bagian-bagian dari pengukuran kerangka
theodolite sama dengan alat sipat datar dasar horizontal adalah :
yaitu kita harus mengetengahkan • Metode Poligon
gelembung nivo terlebih dahulu baru • Metode Triangulasi
kemudian membaca unsur-unsur • Metode Trilaterasi
pengukuran yang lain. Jarak langsung • Metode kuadrilateral
dapat diperoleh melalui bacaan optis • Metode Pengikatan ke muka
benang atas dan benang bawah atau • Metode pengikatan ke belakang cara
menggunakan alat pengukuran jarak Collins dan cassini
elektronis yang sering dikenal dengan
nama EDM (Elektronic Distance 1.4.1 Metode pengukuran poligon

Measurement). Untuk menentukan beda Poligon digunakan apabila titik-titik yang


tinggi dengan cara trigonometris di akan di cari koordinatnya terletak
perlukan alat pengukur sudut (Theodolit) memanjang sehingga tnernbentuk segi
untuk dapat mengukur sudut sudut tegak. banyak (poligon). Pengukuran dan
Sudut tegak dibagi dalam dua macam, Pemetaan Poligon merupakan salah satu
ialah sudut miring m clan sudut zenith z, pengukuran dan pemetaan kerangka dasar
sudut miring m diukur mulai ari keadaan horizontal yang bertujuan untuk
mendatar, sedang sudut zenith z diukur memperoleh koordinat planimetris (X,Y)
mu(ai dari keadaan tegak lurus yang selalu titik-titik pengukuran. Pengukuran poligon
ke arah zenith alam. sendiri mengandung arti salah satu metode
penentuan titik diantara beberapa metode

1.4 Pengukuran kerangka dasar penentuan titik yang lain. Untuk daerah
horizontal yang relatif tidak terlalu luas, pengukuran
cara poligon merupakan pilihan yang sering
Untuk mendapatkan hubungan mendatar di gunakan, karena cara tersebut dapat
titik-titik yang diukur di atas permukaan dengan mudah menyesuaikan diti dengan
bumi maka perlu dilakukan pengukuran keadaan daerah/lapangan. Penentuan
mendatar yang disebut dengan istilah koordinat titik dengan cara poligon ini
pengukuran kerangka dasar Horizontal. membutuhkan,
Jadi untuk hubungan mendatar diperlukan
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 12

1. Koordinat awal ke matahari dari titik yang


Bila diinginkan sistem koordinat bersangkutan. Dan selanjutnya
terhadap suatu sistim tertentu, dihasilkan azimuth kesalah satu
haruslah dipilih koordinat titik yang poligon tersebut dengan
sudah diketahui misalnya: titik ditambahkan ukuran sudut mendatar
triangulasi atau titik-titik tertentu yang (azimuth matahari).
mempunyai hubungan dengan lokasi
4. Data ukuran sudut dan jarak
yang akan dipatokkan. Bila dipakai
Sudut mendatar pada setiap stasiun
system koordinat lok al pilih salah satu
dan jarak antara dua titik kontrol
titik, BM kemudian beri harga
perlu diukur di lapangan.
koordinat tertentu dan tititk tersebut
dipakai sebagai acuan untuk titik-titik
lainya. β2
2. Koordinat akhir
Koordinat titik ini di butuhkan untuk
β1
memenuhi syarat Geometri hitungan d1 d2

koordinat dan tentunya harus di pilih


titik yang mempunyai sistem koordinat
yang sama dengan koordinat awal.
Gambar 12. Pengukuran poligon

3. Azimuth awal Data ukuran tersebut, harus bebas dari


Azimuth awal ini mutlak harus sistematis yang terdapat (ada alat ukur)
diketahui sehubungan dengan arah sedangkan salah sistematis dari orang atau
orientasi dari system koordinat yang pengamat dan alam di usahakan sekecil
dihasilkan dan pengadaan datanya mungkin bahkan kalau bisa di tiadakan.
dapat di tempuh dengan dua cara
Berdasarkan bentuknya poligon dapat dibagi
yaitu sebagai berikut :
dalam dua bagian, yaitu :
• Hasil hitungan dari koordinat titik -
• Poligon berdasarkan visualnya :
titik yang telah diketahui dan akan
a. poligon tertutup
dipakai sebagai tititk acuan system
koordinatnya.
• Hasil pengamatan astronomis
(matahari). Pada salah satu titik
poligon sehingga didapatkan azimuth
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 13

Untuk mendapatkan nilai sudut-sudut dalam


atau sudut-sudut luar serta jarak jarak
mendatar antara titik-titik poligon diperoleh
atau diukur di lapangan menggunakan alat
pengukur jarak yang mempunyai tingkat
ketelitian tinggi.

Poligon digunakan apabila titik-titik yang akan


dicari koordinatnya terletak memanjang
sehingga membentuk segi banyak (poligon).
b. poligon terbuka
Metode poligon merupakan bentuk yang
paling baik di lakukan pada bangunan karena
memperhitungkaan bentuk kelengkungan
bumi yang pada prinsipnya cukup di tinjau
dari bentuk fisik di lapangan dan geometrik-
nya. Cara pengukuran polygon merupakan
cara yang umum dilakukan untuk pengadaan
kerangka dasar pemetaan pada daerah yang
c. poligon bercabang
tidak terlalu luas sekitar (20 km x 20 km).
Berbagai bentuk poligon mudah dibentuk
untuk menyesuaikan dengan berbagai bentuk
medan pemetaan dan keberadaan titik – titik
rujukan maupun pemeriksa. Tingkat ketelitian
sistem koordinat yang diinginkan dan kedaan
medan lapangan pengukuran merupakan
faktor-faktor yang menentukan dalam
menyusun ketentuan poligon kerangka
dasar.Tingkat ketelitian umum dikaitkan
dengan jenis dan atau tahapan pekerjaan
yang sedang dilakukan. Sistem koordinat
dikaitkan dengan keperluan pengukuran
• Poligon berdasarkan geometriknya :
pengikatan. Medan lapangan pengukuran
a. poligon terikat sempurna
menentukan bentuk konstruksi pilar atau
b. poligon terikat sebagian
patok sebagai penanda titik di lapangan
c. poligon tidak terikat
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 14

dan juga berkaitan dengan jarak selang kepulauan Sunda Kecil, Bali dan Lombik
penempatan titik. dengan datum Gunung Genuk, pulau
Bangka dengan datum Gunung Limpuh,
1.4.2 Metode pengukuran triangulasi Sulawesi dengan datum Moncong Lowe,
kepulauan Riau dan Lingga dengan datum
Triangulasi digunakan apabila daerah
Gunung Limpuh dan Kalimantan Tenggara
pengukuran mempunyai ukuran panjang
dengan datum Gunung Segara. Posisi
dan lebar yang sama, maka dibuat jaring
horizontal (X, Y) titik triangulasi dibuat
segitiga. Pada cara ini sudut yang diukur
dalam sistem proyeksi Mercator,
adalah sudut dalam tiap - tiap segitiga.
sedangkan posisi horizontal peta topografi
Metode Triangulasi. Pengadaan kerangka
yang dibuat dengan ikatan dan
dasar horizontal di Indonesia dimulai di
pemeriksaan ke titik triangulasi dibuat
pulau Jawa oleh Belanda pada tahun 1862.
dalam sistem proyeksi Polyeder. Titik
Titik-titik kerangka dasar horizontal buatan
triangulasi buatan Belanda tersebut dibuat
Belanda ini dikenal sebagai titik triangulasi,
berjenjang turun berulang, dari cakupan
karena pengukurannya menggunakan cara
luas paling teliti dengan jarak antar titik 20 -
triangulasi. Hingga tahun 1936, pengadaan
40 km hingga paling kasar pada cakupan
titik triangulasi oleh Belanda ini telah
1 - 3 km.
mencakup pulau Jawa dengan datum
Gunung Genuk, pantai Barat Sumatra
dengan datum Padang, Sumatra Sel atan
dengan datum Gunung Dempo, pantai
Timur Sumatra dengan datum Serati,

Tabel 1. Ketelitian posisi horizontal (x,y) titik triangulasi

Titik Jarak Ketelitian Metode


P 20 - 40 km ± 0.07 Triangulasi
S 10 – 20 km ± 0.53 Triangulasi
T 3 – 10 km ± 3.30 Mengikat
K 1 – 3 km - Polygon

Selain posisi horizontal (X Y) dalam sistem dalam sistem geografis (j,I) dan
proyeksi Mercator, titik-titik triangulasi ini ketinggiannya terhadap muka air laut rata-
juga dilengkapi dengan informasi posisinya
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 15

rata yang ditentukan dengan cara segitiga yang seluruh jarak jaraknya di ukur
trigonometris. di lapangan.
Triangulasi dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
• Primer
• Sekunder
• Tersier

Bentuk geometri triangulasi terdapat tiga


buah bentuk geometrik dasar triangulasi,
yaitu :
• Rangkaian segitiga yang
sederhana cocok untuk pekerjaan-
pekerjaan dengan orde rendah
Gambar 13. Jaring-jaring segitiga
untuk ini dapat sedapat mungkin
Pada jaring segitiga akan selalu diperoleh
diusahakan sisi-sisi segitiga sama
suatu titik sentral atau titik pusat. Pada titik
panjang.
pusat tersebut terdapat beberapa buah
• Kuadrilateral merupakan bentuk
sudut yang jumlahnya sama dengan 360
yang terbaik untuk ketelitian tinggi,
derajat.
karena lebih banyak syarat yang
dapat dibuat. Kuadrilateral tidak 1.4.4. Metode pengukuran pengikatan

boleh panjang dan sempit. ke muka

• Titik pusat terletak antara 2 titik Pengikatan ke muka adalah suatu metode
yang terjauh dan sering di pengukuran data dari dua buah titik di
perlukan. lapangan tempat berdiri alat untuk
memperoleh suatu titik lain di lapangan
1.4.3 Metode pengukuran trilaterasi tempat berdiri target (rambu ukur, benang,
unting-unting) yang akan diketahui
Trilaterasi digunakan apabila daerah yang
koordinatnya dari titik tersebut. Garis
diukur ukuran salah satunya lebih besar
antara kedua titik yang diketahui
daripada ukuran lainnya, maka dibuat
koordinatnya dinamakan garis absis. Sudut
rangkaian segitiga. Pada cara ini sudut
dalam yang dibentuk absis terhadap target
yang diukur adalah semua sisi segitiga.
di titik B dinamakan sudut beta. Sudut beta
Metode Trilaterasi yaitu serangkaian
dan alfa diperofeh dari tapangan.
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 16

Pada metode ini, pengukuran yang


Adapun perbedaan pada kedua metode di
dilakukan hanya pengukuran sudut. Bentuk
atas terletak pada cara perhitungannya,
yang digunakan metoda ini adalah bentuk
cara Collins menggunakan era perhitungan
segi tiga. Akibat dari sudut yang diukur
logaritma. Adapun pada metode Cassini
adalah sudut yang dihadapkan titik yang
menggunakan mesin hitung. Sebelum alat
dicari, maka salah satu sisi segitiga
hitung berkembang dengan balk, seperti
tersebut harus diketahui untuk menentukan
masa kini maka perhitungan umumnya
bentuk dan besar segitinya.
dilakukan dengan bantuan daftar logaritma.
Adapun metode Cassini menggunakan alat
hitung karena teori ini muncul pada saat
adanya alat hitung yang sudah mulai
berkembang. Pengikatan kebelakang
metode Collins merupakan model
perhitungan yang berfungsi untuk
mengetahui suatu letak titik koordinat, yang
diukur melalui titik-titik koordinat lain yang
sudah diketahui. Pada pengukuran
pengikatan ke belakang metode Collins,

Gambar 15. pengukuran pengikatan ke muka alat theodolite ditegakkan di atas titik yang
ingin atau belum diketahui koordinatnya.
1.4.5 Metode pengukuran Collins Misalkan titik itu diberi nama titik P. titik P
dan Cassini
ini akan diukur melalui titik-titik lain yang
koordinatnya sudah diketahui terlebih
Metode pengukuran Collins dan Cassini
dahulu. Misalkan titik lainnya itu titik A, B,
merupakan salah satu metode dalam
dan titik C.
pengukuran kerangka dasar horizontal
untuk menentukan koordinat titik-titik yang Pertama titik P diikatkan pada dua buah
diukur dengan cara mengikat ke belakang titik lain yang telah diketahui koordinatnya,
pada titik tertentu dan yang diukur adalah yaitu diikat pada titik A dan titik B. Ketiga
sudut -sudut yang berada di titik yang akan titik tersebut dihubungkan oleh suatu
ditentukan koordinatnya. Pada era lingkaran dengan jari-jari tertentu, sehingga
mengikat ke belakang ada dua metode titik C berada di luar lingkaran.
hitungan yaitu dengan cara Collins dan
Cassini.
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 17

Kemudian tariklah titik P terhadap titik C. Pada cara perhitungan Cassini


Dari hasil penarikan garis P terhadap G memerlukan dua tempat kedudukan untuk
akan memotong tali busur lingkaran, dan menentukan suatu titik yaitu titik P. Lalu titik
potongannya akan berupa titik hasil dari P diikat pada titik-titik A, B dan C.
pertemuan persilangan garis dan tali busur. Kemudian Cassini membuat garis yang
Titik itu diberi nama titik H, dimana titik H ini melalui titik A dan tegak lurus terhadap
merupakan titik penolong Collins. Sehingga garis AB serta memotong tempat
dari informasi koordinat titik A, B, dan G kedudukan yang melalui A dan B, titik
serta sudut-sudut yang dibentuknya, maka tersebut diberi nama titik R. Sama halnya
koordinat titik P akan dapat diketahui. Cassini pula membuat garis lurus yang

A (Xa,Ya)
melalui titik C dan tegak lurus terhadap
garis BC serta memotong tempat
kedudukan yang melalui B dan C, titik
α B (Xb,Yb) tersebut diberi nama titik S.
P β

Sekarang hubungkan R dengan P dan S


0
H dengan P. Karena 4 BAR = 90 , maka garis
BR merupakan garis tengah lingkaran,
0 0
Gambar 15. Pengukuran Collins
sehingga 4 BPR = 90 . Karena ABCS= 90
maka garis BS merupakan garis tengah
0
1. titik A, B ,dan C merupakan titik lingkaran, sehinggga αBPR = 90 . Maka
koordinat yang sudah diketahui. titik R, P dan S terletak di satu garus lurus.
2. titik P adalah titik yang akan dicari Titik R dan S merupakan titik penolong
koordinatnya. Cassini. Untuk mencari koordinat titik P,
3. titik H adalah titik penolong collins yang lebih dahulu dicari koordinat-koordinat titik-
dibentuk oleh garis P terhadap C titik penolong R dan S, supaya dapat
dengan lingkaran yang dibentuk oleh dihitung sudut jurusan garis RS, karena PB
titik-titik A, B, dan P. 1 RS, maka didapatlah sudut jurusan PB,
dan kemudian sudut jurusan BP untuk
Sedangkan Metode Cassini adalah cara
dapat menghitung koordinat -koordinat titik
pengikatan kebelakang yang menggunakan
mesin hitung atau kalkulator. Pada cara ini P sendiri dari koordinat-koordinat titik B.

theodolit diletakkan diatas titik yang belum


diketahui koordinatnya.
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 18

A (Xa, Ya)

dab
B (Xb, Yb)
dar

dcb
C (Xc, Yc)
α
R
α β

dcs
β
P
S

Cassini (1679)
Gambar 16. Pengukuran cassini

Rumus-rumus yang akan digunakan adalah

x1 − x 2 = d 12 sin a12
y 2− y1 = d 12 cos a12
tgna12 = ( x 2 − x1 ) : ( y 2 − y1 )
cot a12 = ( y 2 − y1 ) : ( x 2 − x1 )
Gambar 17. Macam – macam sextant

Metode Cassini dapat digunakan untuk Metode penentuan ini dimaksudkan sebagai
metode penentuan posisi titik acuan dan pegangan dalam pengukuran
menggunakan dua buah sextant. penentuan posisi titik-titik pengukuran di
perairan pantai, sungai, danau dan muara.
Tujuannya untuk menetapkan suatu
Sextant adalah alat pengukur sudut dari dua
penentuan posisi titik perum menggunakan
titik bidik terhadap posisi alat tersebut, posisi
dua buah sextant, termasuk. membahas
titik ukur perum adalah titik-titik yang
tentang ketentuan-ketentuan dan tahapan
mempunyai koordinat berdasarkan hasil
pelaksanaan pengukuran penentuan posisi
pengukuran.
titik perum.

1.5 Pengukuran titik-titik detail

Untuk keperluan pengukuran dan


pemetaan selain pengukuran Kerangka
Dasar Vertikal yang menghasilkan tinggi
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 19

titik-titik ikat dan pengukuran Kerangka


Dasar Horizontal yang menghasilkan
koordinat titik-titik ikat juga perlu dilakukan
pengukuran titik-titik detail untuk
menghasilkan yang tersebar di permukaan
bumi yang menggambarkan situasi daerah
pengukuran.

Dalam pengukuran titik-titik detail Gambar 18. Alat pembuat sudut siku cermin

prinsipnya adalah menentukan koordinat


dan tinggi titik-titik detail dari titik-titik ikat.
Metode yang digunakan dalam pengukuran
titik-titik detail adalah metode offset dan
metode tachymetri. Namun metode yang
sering digunakan adalah metode
Tachymetri karena Metode tachymetri ini
relatif cepat dan mudah karena yang Gambar 19. Prisma bauernfiend

diperoleh dari lapangan adalah pembacaan


rambu, sudut horizontal (azimuth
magnetis), sudut vertikal (zenith atau
inklinasi) dan tinggi alat. Hasil yang
diperoleh dari pengukuran tachymetri
adalah posisi planimetris X, Y dan
ketinggian Z.
Gambar 20. Jalon

1.5.1. Metode pengukuran offset

Metode offset adalah pengukuran titik-titik


menggunakan alat alat sederhana yaitu pita
ukur, dan yalon. Pengukuran untuk
pembuatan peta cara offset menggunakan
alat utama pita ukur, sehingga cara ini juga
biasa disebut cara rantai (chain surveying).
Alat bantu lainnya adalah :
Gambar 21. Pita ukur
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 20

Dari jenis peralatan yang digunakan ini, cara lurus dan jarak miring "direduksi" menjadi
offset biasa digunakan untuk daerah yang jarak horizontal dan jarak vertikal.
relatif datar dan tidak luas, sehingga
Pada gambar, sebuah transit dipasang pada
kerangka dasar untuk pemetaanyapun juga
suatu titik dan rambu dipegang pada titik
dibuat dengan cara offset. Peta yang
tertentu. Dengan benang silang tengah
diperoleh dengan cara offset tidak akan
dibidikkan pada rambu ukur sehingga tinggi t
menyajikan informasi ketinggian rupa bumi
sama dengan tinggi theodolite ke tanah.
yang dipetakan.
Sudut vertikalnya (sudut kemiringan) terbaca
Cara pengukuran titik detil dengan cara offset
sebesar a. Perhatikan bahwa dalam
ada tiga cara:
pekerjaan tachymetri tinggi instrumen adalah
• Cara siku-siku (cara garis tegak lurus),
tinggi garis bidik diukur dari titik yang
• Cara mengikat (cara interpolasi),
diduduki (bukan TI, tinggi di atas datum
• Cara gabungan keduanya.
seperti dalam sipat datar). Metode tachymetri
itu paling bermanfaat dalam penentuan lokasi
1.5.2 Metode pengukuran tachymetri
sejumlah besar detail topografik, baik
Metode tachymetri adalah pengukuran horizontal maupun vetikal, dengan transit
menggunakan alat-alat optis, elektronis, dan atau planset. Di wilayah-wilayah perkotaan,
digital. Pengukuran detail cara tachymetri pembacaan sudut dan jarak dapat dikerjakan
dimulai dengan penyiapan alat ukur di atas lebih cepat dari pada pencatatan pengukuran
titik ikat dan penempatan rambu di titik bidik. dan pembuatan sketsa oleh pencatat.
Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai
Tachymetri "diagram' lainnya pada dasarnya
dengan perekaman data di tempat alat ,
bekerja atas bekerja atas prinsip yang sama
berdiri, pembidikan ke rambu ukur,
sudut vertikal secara otomatis dipapas oleh
pengamatan azimuth dan pencatatan data di
pisahan garis stadia yang beragam. Sebuah
rambu BT, BA, BB serta sudut miring .
tachymetri swa-reduksi memakai sebuah
Metode tachymetri didasarkan pada prinsip
garis horizontal tetap pada sebuah diafragma
bahwa pada segitiga-segitiga sebangun, sisi
dan garis horizontal lainnya pada diafragma
yang sepihak adalah sebanding.
keduanya dapat bergerak, yang bekerja atas
Kebanyakan pengukuran tachymetri adalah dasar perubahan sudut vertikal. Kebanyakan
dengan garis bidik miring karena adanya alidade planset memakai suatu jenis
keragaman topografi, tetapi perpotongan prosedur reduksi tachymetri.
benang stadia dibaca pada rambu tegak
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 21

1
BA
i
Z

Z
BT

i
Z

Z BB
dAB ? H AB

O'
i

Ta

A dABX B

Titik Nadir

Gambar 22. Pengukuran titik detail tachymetri


1 Pengantar Survei dan Pemetaan 22

Model Diagram Alir IlmuDiagram


Model Ukur Tanah Pertemuan ke-01
Alir
Perkenalan Ilmu Ukur Tanah
Pengantar
Dosen Penanggung Survei dan Pemetaan
Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Bentuk Bentuk
Bumi Rotasi Bumi
Jeruk Bola

Bentuk Ellipsoida Pemepatan


(Ellips putar dengan sumbu putar
(Radius Kutub < Radius Ekuator)
kutub ke kutub)

Plan Surveying Geodetic


(Ilmu Ukur Tanah) Surveying

Ilmu, seni dan teknologi untuk menyajikan Ilmu, seni dan teknologi untuk menyajikan
informasi bentuk permukaan bumi baik unsur informasi bentuk permukaan bumi baik unsur
alam maupun buatan manusia di bidang alam maupun buatan manusia di bidang
datar (luas < 55 km x 55 km) atau (< 0,5 lengkung (luas > 55 km x 55 km) atau (> 0,5
derajat x 0,5 derajat) derajat x 0,5 derajat)

(1.1) Pengukuran Sipat Datar KDV

(1) Pengukuran Kerangka Dasar (1.2) Pengukuran Trigonometris


Vertikal

(1.3) Pengukuran Barometris

Pengikatan ke Muka
(2.1) Pengukuran Titik
Tunggal
Pengikatan ke
(2) Pengukuran Kerangka Dasar
Belakang (Collins &
Horisontal
(2.2) Pengukuran Titik Cassini)
Jamak
Triangulasi,
Trilaterasi,
Poligon Kuadrilateral Triangulaterasi

(3.1) Pengukuran Tachymetri


(3) Pengukuran Titik-Titik Detail

(3.2) Pengukuran Offset

Gambar 23. Diagram alir pengantar survei dan pemetaan


1 Pengantar Survei dan Pemetaan 23

Rangkuman

Berdasarkan uraian materi bab 1 mengenai pengantar survei dan pemetaan, maka
dapat disimpulkan sebagi berikut:

1. Pengukuran dan pemetaan pada dasarnya dapat dibagi 2, yaitu :


a. Geodetic Surveying
b. Plan Surveying
2. Geodetic surveying merupakan ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan informasi
bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun buatan manusia di bidang lengkung
(luas > 55 km x 55 km) atau (>0,5 derajat x 0,5 derajat)
3. Plan Surveying merupakan ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan informasi bentuk
permukaan bumi baik unsur alam maupun buatan manusia di bidang lengkung (luas <
55 km x 55 km) atau (<0,5 derajat x 0,5 derajat)
4. Ilmu ukur tanah pada dasarnya terdiri dari tiga bagian besar yaitu :
a. Pengukuran kerangka dasar Vertikal (KDV)
b. Pengukuran kerangka dasar Horizontal (KDH)
c. Pengukuran Titik-titik Detail
5. Kerangka dasar vertikal merupakan teknik dan cara pengukuran kumpulan titik-titik
yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap
bidang rujukan ketinggian tertentu.
6. Pengukuran kerangka Dasar vertical pada dasarnya ada 3 metode, yaitu :
a. Metode pengukuran kerangka dasar sipat datar optis;
b. Metode pengukuran Trigonometris; dan
c. Metode pengukuran Barometris.
7. Pengukuran kerangka dasar horizontal adalah untuk mendapatkan hubungan
mendatar titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi maka perlu dilakukan
pengukuran mendatar.
8. Bagian-bagian dari pengukuran kerangka dasar horizontal adalah :
a. Metode Poligon
b. Metode Triangulasi
c. Metode Trilaterasi
d. Metode kuadrilateral
e. Metode Pengikatan ke muka
f. Metode pengikatan ke belakang cara Collins dan cassini
1 Pengantar Survei dan Pemetaan 24

Soal Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini !


1. Sebutkan bagian-bagian pengukuran dari ilmu ukur tanah! Jelaskan
2. Mengapa bumi dianggap bulat?
3. Jelaskan pengertian dari pengukuran kerangka dasar vertikal ! sebutkan metode-
metode yang digunakan dalam pengukuran kerangka dasar vertikal!
4. Jika kita akan mengukur beda tinggi suatu wilayah, pengukuran apa yang tepat untuk
dilakukan ? Jelaskan!
5. Mengapa pengukuran titik-titik detail metode tachymetri sering digunakan ? Jelaskan!
2. Teori Kesalahan 25

2. Teori Kesalahan

Adapun sumber–sumber kesalahan yang


2.1 Kesalahan-kesalahan
menjadi penyebab kesalahan pengukuran
pada survei dan pemetaan
adalah sebagai berikut:

Pengukuran merupakan proses yang 1. Alam; perubahan angin, suhu,


mencakup tiga hal atau bagian yaitu benda kelembaban udara, pembiasan cahaya,
ukur, alat ukur dan pengukur atau gaya berat dan deklinasi magnetik.
pengamat. karena ketidak sempurnaan
2. Alat; ketidak sempurnaan konstruksi
masing-masing bagian ini ditambah dengan
atau penyetelan instrumen.
pengaruh lingkungan maka bisa dikatakan
bahwa tidak ada satu pun pengukuran yang 3. Pengukur; keterbatasan kemampuan
memberikan ketelitian yang absolut. pengukur dalam merasa, melihat dan
Ketelitian bersifat relatif yaitu kesamaan meraba.
atau perbedaan antara harga hasil
Kondisi alam walaupun pada dasarnya
pengukuran dengan harga yang dianggap
merupakan suatu fungsi yang berlanjut,
benar, karena yang absolut benar tidak
akan tetapi mempunyai karakteristik yang
diketahui. Setiap pengukuran, dengan
dinamis. Hal inilah yang menyebabkan
kecermatan yang memadai, mempunyai
banyak aplikasi pada bidang pengukuran
ketidaktelitian yaitu adanya kesalahan yang
dan pemetaan. Pengukuran dan pemetaan
berbeda-beda, tergantung pada kondisi alat
banyak tergantung dari alam.
ukur, benda ukur, metoda pengukuran dan
kecakapan si pengukur. Pelaksanaan pekerjaan dan pengukuran
jarak, sudut, dan koordinat titik pada foto
Kesalahan dalam pengukuran–pengukuran
udara juga diperlukan suatu instrumen
yang dinyatakan dalam persyaratan bahwa:
pengukuran yang prosedurnya untuk

1. Pengukuran tidak selalu tepat, mengupayakan kesalahan yang kecil. Dan

2. Setiap pengukuran mengandung galat, jika diantara kesalahan itu terjadi maka

3. Harga sebenarnya dari suatu pengukuran dan pengumpulan data harus di

pengukuran tidak pernah diketahui, ulang.

4. Kesalahan yang tepat selalu tidak Kesalahan terjadi karena salah mengerti
diketahui permarsalahan, kelalaian, atau
pertimbangan yang buruk. Kesalahan dapat
2. Teori Kesalahan 26

diketemukan dengan mengecek secara Bila garis bidik datar (horizontal),


sistemetis seluruh pekerjaan dan pembacaan pada rambu A = Pa dan
dihilangkan dengan jalan mengulang rambu B = Pb. Perbedaan tinggi ∆H =
sebagian atau bahkan seluruh pekerjaan. Pa – Pb, bila garis bidik tidak horizontal

Dalam melaksanakan ukuran datar akan (membuat sudut α dengan garis

selalu terdapat “Kesalahan”. Kesalahan– horizontal) maka pembacaan pada

kesalahan ini disebabkan baik karena rambu A = Pa’ dan pada rambu ∆ =

kekhilapan maupun karena kita manusia Pb’. Perbedaan tinggi adalah Pa’ – Pb’,

memang tidak sempurna dalam dalam hal ini Pa’ – Pb’ akan sama

menciptakan alat–alat. dengan Pa–Pb. Bila ukuran dilakukan


dari tengah – tengah AB (PA = PB =1)
Kesalahan ini dapat kita golongkan karena Pa’Pa = Pb’Pb = ∆. Tapi kalau
dalam : ukuran tidak dilakukan dari tengah AB
missal dari Q, maka hasil ukuran
1. Kesalahan instrumental/ kesalahan
adalah qa – qb dan qa – qb ? Pa – Pb
karena alat
2. Kesalahan karena pengaruh luar/ alam karena qa – Pa = ∆1 dan qb – Pb = ∆2.
Dengan demikian ukuran sedapat
3. Kesalahan pengukur
mungkin dilakukan dari tengah.
A. Kesalahan karena alat
Dalam kesalahan karena alat termasuk :
a) Karena kurang datarnya garis bidik

Gambar 24. Kesalahan pembacaan rambu


2. Teori Kesalahan 27

b) Tidak samanya titik O dari rambu Bila ukuran dilaksanakan dengan


meletakkan rambu A selalu di belakang
Titik O dari rambu mungkin tidak sama
dan rambu B selalu di depan, maka
karena mungkin salah satu rambu
kesalahan A–B mempunyai tanda yang
sudah aus. Titik O dari rambu B
sama–tiap sipatan kesalahannya
misalnya telah bergeser 1 mm. Dengan
+1 mm. Kalau 100 sipatan berarti 100
demikian, rambu A dibaca 1.000 mm
mm.
maka di rambu B dibaca 999 mm.
II
I

II
b4
I

b2 m2
b1 m1 b3 m3

B B
A
B
A +1mm +1mm +1mm
A

Gambar 25. Pengukuran sipat datar

II
I

II
b4
I

b2 m2
b1 m1 b3 m3

A B

A
A - B = +1 mm B - A = -1 mm A - B = +1 mm

Gambar 26. Prosedur Pemindahan Rambu


2. Teori Kesalahan 28

Untuk mengatasi kesalahan–kesalahan B. Kesalahan karena pengaruh luar/


tersebut, dalam pelaksanaan ukuran alam
tiap tiap kali sipatan rambu belakang
Pengaruh luar dalam melaksanakan
harus ditukar dengan rambu depan.
ukuran datar adalah:
(gambar 26)

Dengan demikian kesalahannya a. Cuaca

adalah A – B = +1 mm; B – A = +1 mm. Panas matahari sangat mempengaruhi


Dan seterusnya. pelaksanaan ukuran datar. Apabila

c) Kurang tegak lurusnya rambu matahari sudah tinggi antara jam 11.00 –
jam 14.00, panas matahari pada waktu
Syarat pokok dalam melaksanakan
itu akan menimbulkan adanya
ukur datar ialah bahwa garis bidik
gelombang udara yang dapat terlihat
harus horizontal dan rambu harus
melalui teropong. Dengan demikian,
vertikal. Bila rambu vertikal,
gelombang udara didepan rambu akan
pembacaan rambu = Pa akan tetapi
terlihat sehingga angka pada rambu ikut
bila rambu tidak vertikal pembacaan
bergelombang dan sukar dibaca.
pada rambu adalah Pa’.

pa pa'

Gambar 27. Kesalahan Kemiringan Rambu

Jarak APa ?APa’; APa’ > APa. Dengan b. Lengkungan bumi


demikian waktu melaksanakan ukuran
Permukaan bumi itu melengkung,
datar, rambu harus benar–benar vertikal.
sedangkan jalannya sinar itu lurus.
Membuat vertikal rambu ini dapat
dilaksanakan dengan nivo.
2. Teori Kesalahan 29

Gambar 28. Pengaruh kelengkungan bumi

Karena itu oleh alat ukur datar dibaca c. Kesalahan karena pengukur
titik A pada rambu sedangkan Kesalahan pengukur ini ada 2 macam :
perbedaan tinggi mengikuti lengkungan
a) Kesalahan kasar kehilapan
bumi, jadi seharusnya dibaca B. Dengan
1. Keslahan kasar dapat diatasi
demikian, maka tiap kali pengukuran
dengan mengukur 2 kali dengan
dibuat kesalahan ∆. Besar ∆ ini dapat
tinggi teropong yang berbeda.
dihitung
Pertama dengan tinggi teropong
R2 + a2 = (R +∆)2; R2 + a2
h1 didapat perbedaan tinggi ∆h 1 =
= R2 + 2R∆ +∆2 Pa – Pb. Pada pengukuran kedua

∆ kecil sekali jadi kalau dikuadratkan dengan tinggi teropong h2 didapat

dapat dihapus sehingga kita dapat R2 + perbedaan tinggi ∆h 2 = qa – qb.

a2 = F + 2R . Bilangan ini kecil sekali ∆h 1 harus sama dengan ∆h 2, bila


tapi kalau tiap kali dibuat kesalahan akan terdapat kesalahan/ perbedaan
menumpuk menjadi besar. Kesalahan ini besar maka harus diulang.
bisa diatasi dengan tiap kali mengukur
dari tengah.
2. Teori Kesalahan 30

qb
qa
pb
pa
h2

h1

Gambar 29. Kesalahan kasar sipat datar

2. Dapat diatasi pula dengan selain c. Kesalahan yang tak teratur, disebabkan
membaca benang tengah dibaca karena kurang sempurnanya panca
pula benang atas dan benang indera maupun peralatan dan
bawah sebab: kesalahan ini sulit dihindari karena
benang atas + benang bawah / 2 = memang merupakan sifat pengamatan\
benang tengah. ukuran.

Sifat Kesalahan 2.1.1 Kesalahan pada pengukuran KDV

a. Kesalahan kasar, adalah kesalahan


Kesalahan yang terjadi akibat berhimpitnya
yang besarnya satuan pembacaannya.
sumbu vertikal theodolite dengan garis arah
Miasalnya mengukur jarak yang dapat
vertikal. Sumbu vertikal theodolite x miring
dibaca sampai 1 dm, namun terjadi
dan membentuk sudut v terhadap garis
perbedaan pengukuran sampai 1 m. Ini
vertikal x. AB adalah arah kemiringan
berarti ada kesalahan pembacaan
maksimum dengan sasaran s pada sudut
ukuran dan harus diulang.
elevasi h dalam keadaan dimana sumbu
b. Kesalahan teratur, terjadi secara teratur vertikal theodolite berhimpit dengan arah
setiap kali melakukan pengukuran dan garis vertikal yang menghasilkan posisi
umumnya terjadi karena kesalahan alat. lintasan teleskop csd dalam arah u dari
2. Teori Kesalahan 31

kemiringan maksimum. Sedangkan dalam diperoleh beda tinggi pada jalur sama
keadaan dimana sumbu vertikal theodolite menghasilkan angka nol.
miring sebesar v terhadap garis vertikal
Jarak belakang dan muka setiap slag
menghasilkan lintasan c’sd’ dalam arah u’
menjadi suatu variabel yang menentukan
dari kemiringan yang maksimum. Dari dua
bobot kesalahan dan pemberi koreksi.
lintasan ini akan diperoleh segitiga bola scc’
Semakin panjang suatu slag pengukuran
yang sumbu vertikal β dinyatakan dalam
maka bobot kesalahannya menjadi lebih
persamaan berikut :
besar, dan sebaliknya

β = u’ – u
β = v sin u’ ctgn (90 – h) C
C'
β = v sin u’ tgn h u'
u
C'
r
C

u
S u'
r
Karena kesalahan sumbu vertikal tak dapat B'

dihilangkan dengan membagi rata dari A O B


S
A' D
observasi dengan teleskop dalam posisi D'

normal dan dalam kebalikan, maka Kesalahan sumbu vertikal

pengukuran untuk sasaran dengan elevasi


Gambar 30. Kesalahan Sumbu Vertikal
cukup besar.
Salah satu pengaplikasian pada pengukuran
Koreksi kesalahan pada pengukuran dasar kerangka dasar vertikal dapat dilihat dari
vertikal menggunakan alat sipat datar optis. pengukuran sipat datar.
Koreksi kesalahan didapat dari pengukuran
Pada pengukuran kerangka dasar vertikal
yang menggunakan dua rambu, yaitu rambu
menggunakan sipat datar optis, koreksi
depan dan rambu belakang yang berdiri 2
kesalahan sistematis berupa koreksi garis
stand.
bidik yang diperoleh melalui pengukuran
Koreksi kesalahan acak pada pengukuran sipat datar dengan menggunakan 2 rambu
kerangka dasar vertikal dilakukan untuk yaitu belakang dan muka dalam posisi 2
memperoleh beda tinggi dan titik tinggi ikat stand (2 kali berdiri dan diatur dalam bidang
definit. Sebelum pengelohan data sipat nivo ). Sedangkan pada pengukuran
datar kerangka dasar vertikal dilakukan, kerangka dasar horizontal menggunakan
koreksi kesalahan sistematis harus alat theodolite, koreksi kesalahan sistematis
dilakukan terlebih dahulu dalam pembacaan berupa nilai rata-rata sudut horizontal yang
benang tengah. Kontrol tinggi dilakukan diperoleh melalui pengukuran target (berupa
melalui suatu jalur tertutup yang diharapkan benang dan unting-unting) pada posisi
2. Teori Kesalahan 32

teropong biasa (vizier teropong pembidik Apabila teleskop dipasang dalam keadaan
berasal diatas teropong) dan pada posisi terbalik, tanda kesalahan menjadi negatip
teropong luas biasa (vizier teropong dan apabila sudut yang dicari dengan
pembidik berasal di bawah teropong) teleskop dalam posisi normal dan kebalikan
dirata–rata maka kesalahan sumbu
Sebelum pengolahan data sipat datar
horizontal dapat hilang.
kerangka dasar vertikal dilakukan, koreksi
sistematis perlu dilakukan terlebih dahulu Sedang koreksi pengukuran kerangka dasar
kedalam pembacaan benang tengah setiap horizontal menggunakan theodolite, koreksi
slang. Kontrol tinggi dilakukan melalui suatu kesalahan sistematis berupa nilai rata–rata
alur tertutup sedemikian rupa sehingga sudut horizontal yang diperoleh melalui
diharapkan diperoleh beda tinggi pada jalur pengukuran target. Pada posisi teropong
tertutup sama dengan nol, jarak belakang biasa dan luar biasa.
dan muka setiap slang menjadi variabel Kesalahan acak pada pengukuran kerangka
yang menentukan bobot kesalahan dan dasar horizontal dilakukan untuk
bobot pemberian koreksi. Semakin panjang memperoleh harga koordinat definitip.
jarak pada suatu slang maka bobot Sebelum pengolahan poligon kerangka
kesalahan dan koreksinya lebih kecil. dasar horizontal dilakukan, koreksi

2.1.2 Kesalahan pada pengukuran KDH sistematis harus dilakukan terlebih dahulu
dalam pembacaan sudut horizontal. Kontrol
Kesalahan yang terjadi akibat sumbu koordinat dilakukan melalui 4 atau 2 buah
horizontal tidak tegak lurus sumbu vertikal titik ikat bergantung pada kontrol sempurna
disebut kesalahan sumbu horizontal. atau sebagian
Kedudukan garis kolimasi dengan teleskop
Jarak datar dan sudut poligon setiap titik
mengarah pada s berputar mengelilingi
poligon merupakan variabel yang
sumbu horizontal adalah csd. Apabila
menentukan untuk memperoleh koordinat
sumbu horizontal miring sebesar i menjadi
definitip tersebut. Syarat yang ditetapkan
a’b’, tempat kedudukan adalah c’sd’. Dalam
dan harus diperhatikan adalah syarat sudut
segitiga bola sdd’, dd’ = α . Merupakan
lalu syarat absis dan ordinat. Bobot koreksi
kesalahan sumbu horizontal, dan apabila
sudut tidak diperhitungkan atau dilakukan
sumbu horizontal miring sebear i maka,
secara sama rata tanpa memperhatikan
Sin α = tgn h / tgn ( 90 – i ). Tgn h. tgn i faktor lain. Sedangkan bobot koreksi absis
Karena a dan I biasanya sangat kecil, dan ordinat diperhitungkan melalui dua
persamaan dapat terjadi α = I tan h metode :
2. Teori Kesalahan 33

a. Metode Bowditch kedalam pembacaan sudut horizontal.


Kontrol koordinat dilakukan melalui 4 atau 2
Metode ini bobot koreksinya
buah titik ikat tergantung pada ikat kontrol
berdasarkan jarak datar langsung.
sempurna atau sebagian saja. Jarak datar
b. Metode Transit dan sudut poligon setiap poligon merupakan

Metode ini bobot koreksinya dihitung suatu variabel yang menentukan untuk

berdasarkan proyeksi jarak langsung memperoleh koordinat definitif tersebut.

tehadap sumbu x dan pada sumbu y. Syarat yang ditetapakan dan harus dipenuhi

Semakin besar jarak langsung terlebih dahulu adalah syarat sudut baru

koreksi bobot absis dan ordinat maka kemudian absis dan ordinat. Bobot koreksi

semakin besar nilainya. sudut tidak diperhitungkan atau dilakuan


secara sama rata tanpa memperhitungkan
Kesalahan acak pada pengukuran kerangka
faktor-faktor lain. Sedangkan bobot koreksi
dasar horizontal dilakukan untuk
absis dan ordinat diperhitungkan melalui 2
memperoleh beda tinggi dan tinggi titik ikat
metode, yaitu metode bowditch dan
relatif. Sebelum pengolahan data sipat datar
transit. Metode bowditch bobot koreksinya
kerangka dasar vertikal dilakukan, koreksi
dihitung berdasarkan jarak datar langsung,
sistematis perlu dilakukan terlebih dahulu
sedangkan terhadap sumbu x (untuk absis)
kedalam pembacaan benang tengah setiap
dan sumbu y (untuk sumbu ordinat).
slang. Kontrol tinggi dilakukan melalui suatu
Semakin besar jarak datar langsung, koreksi
alur tertutup sedemikian rupa sehingga
bobot absis dan ordinat semakin besar,
diharapkan diperoleh beda tinggi pada jalur
demikian pula sebaliknya.
tertutup sama dengan nol, jarak belakang
dan muka setiap slang menjadi variabel Di atas telah dijelaskan bentuk -bentuk

yang menentukan bobot kesalahan dan kesalahan yang mungkin terjadi pada waktu

bobot pemberian koreksi. Semakin panjang melakukan pengukuran, kesalahan

jarak pada suatu slang maka bobot kesalahan pengukuran dapat di sebabkan

kesalahan dan koreksinya lebih kecil. oleh ;

Koreksi kesalahan acak pada pengukuran a. Karena kesalahan pada alat yang

kerangka dasar horizontal dilakukan untuk digunakan (seperti yang telah di

memperoleh koordinat (absis dan ordinat) jelaskan di atas)

definitif. Sebelum pengolahan data poligon b. Karena keadaan alam, dan

kerangka dasar horizontal, koreksi c. Karena pengukur sendiri

sistematis harus dilakukan terlebih dahulu


2. Teori Kesalahan 34

a. Kesalahan pada alat yang dugunakan waktu antara pengukuran satu


mistar dengan mistar lainnya, baik
Alat-alat yang digunakan adalah alat ukur
kaki tiga maupun mistar ke dua
penyipat datar dan mistar. Lebih dahulu
masuk kedalam tanah, maka
akan di tinjau kesalahan pada alat ukur
pembacaan pada mistar kedua akan
penyipat datar. Kesalahan yang didapat
salah bila digunakan untuk mencari
adakah yang berhubungan dengan syarat
beda tinggi antara dua titik yang
utama. Kesalahan ini adalah: Garis bidik
ditempati oleh mistar-mistar itu.
tidak sejajar dengan garis arah nivo.
Kesalahan ini sering kita jumpai pada saat • Karena perubahan arah garis nivo.
melakukan pekerjaan pengukuran beda Karena alat ukur penyipat datar
tinggi. kena panas sinar matahari, maka
terjadi tegangan pada bagian-
b. Kesalahan karena keadaan alam
bagian alat ukur, terutama pada
• Karena lengkungnya permukaan bagian yang terpenting yaitu pada
bumi, pada umumnya bidang-bidang bagian nivo.
nivo karena melengkungnya
c. Karena pengukur sendiri
permukaan bumi akan melengkung
pula dan beda tinggi antara dua titik Kesalahan pada mata, kebanyakan orang
adalah antara jarak dua didang nivo pada waktu mengukur menggunkan satu
yang melalui dua titik itu. mata saja. Yang secara tidak langsung akan
mengakibatkan kasarnya pembacaan.
• Karena lengkungnya sinar cahaya,
Apalagi bila nivo harus dilihat tersendiri,
akan dijelaskan pada bagian
karena tidak terlihat dalam medan teropong,
koreksi boussole
sehingga kurang tepatnya meletakan
• Karena getaran udara, karena gelembung nivo di tengah-tengah.
adanya pemindahan hawa panas
Kesalahan pada pembacaan, karena kerap
dari permukaan bumi ke atas, maka
kali harus melakukan pembacaan dengan
bayangan dari mistar yang dilihat
cara menaksir, maka bila mata telah lelah,
dengan teropong akan bergetar,
nilai taksirannya menjadi kurang.
sehingga pembacaan dari mistar
tidak dapat dilakukan dengan teliti Kesalahan yang kasar, karena belum

• Karena masuknya lagi tiga kaki dan pahamnya pembacaan pada mistar. Mistar-

mistar ke dalam tanah. Bila dalam mistar mempunyai tata cara tersendiri dalam
pembuatan skalanya. Kesalahan ini banyak
2. Teori Kesalahan 35

sekali dibuat dalam menentukan banyaknya Kesalahan arah sejajar garis ukur = l sin α
meter dan desimeter angka pembacaan. Kesalahan arah tegak lurus garis ukur = l - l

Salah satu pengaplikasian pengukuran cos α

kerangka dasar horisontal ini adalah Bila skala peta adalah 1 : S, maka akan
pengukuran tachymetri dengan bantuan alat terjadi salah plot sebesar 1/S x kesalahan.
theodolite. Bila kesalahan pengukuran jarak garis ofset

Kesalahan pengukuran cara tachymetri δ l, maka gabungan pengaruh kesalahan

dengan theodolite pengukuran jarak dan sudut menjadi: {(l sin


2 2 1/2
α) + δl } .
Kesalahan alat, misalnya ;
Ketelitian pengukuran cara offset dalam
a. Jarum kompas tidak benar-benar lurus.
upaya meningkatkan ketelitian hasil ukur
b. Jarum kompas tidak dapat bergerak
cara offset bisa dilakukan dengan :
bebas pada porosnya.
c. Garis bidik tidak tegak lurus sumbu 1. Titik-titik kerangka dasar dipilih atau
mendatar (salah kolimasi). dibuat mendekati bentuk segitiga sama
d. Garis skala 0° - 180° atau 180° - 0° sisi.
tidak sejajar garis bidik. 2. Garis ukur:
e. Letak teropong eksentris. • Jumlah garis ukur sesedikit
f. Poros penyangga magnet tidak sepusat mungkin.
dengan skala lingkaran mendatar. • Garis tegak lurus garis ukur
sependek mungkin.
Kesalahan pengukuran, misalnya;
• Garis ukur pada bagian yang datar.
a. Pengaturan alat tidak sempurna
(temporaryadjustment)
b. Salah taksir dalam pembacaan 3. Garis offset pada cara siku-siku harus

c. Salah catat. benar-benar tegak lurus garis ukur.


4. Pita ukur harus benar-benar mendatar
Kesalahan akibat faktor alam misalnya; dan diukur seteliti mungkin.
a. Deklinasi magnet. 5. Gunakan kertas gambar yang stabil
b. atraksi lokal. untuk penggambaran.

Kesalahan pengukuran cara offset Pada perhitungan dari survei yang


Kesalahan arah garis offset α dengan menggunakan metode closed traverse
panjang l yang tidak benar-benar tegak lurus selalu terjadi kesalahan (penyimpangan).
berakibat: yaitu adanya dua stasiun yang meskipun
2. Teori Kesalahan 36

pada kenyataannya dilapangan, stasiun Pada survei yang menggunakan theodolite,


tersebut hanya satu. Kesalahan tersebut kesalahan yang terjadi adalah akumulatif,
meliputi kesalahan koodinat dan elevasi dalam kesalahan dalam salah satu stasiun,
stasiun terakhir yang seharusnya adalah akan pempengaruhi bagi posisi stasiun
sama dengan stasiun awal. Hal ini terjadi berikutnya.
karena kesalahan pada ketidak -sempurnaan
Sedangkan survei menggunakan kompas,
terhadap :
kesalahan yang terjadi pada salah satu
1. Alat (Tidak ada alat yang sempurna) stasiun, tidak mempengaruhi bagi stasiun
2. Pembacaan (tidak ada penglihatan yang berikutnya. Distribusi kesalahan pada Survei
sempurna) magnetik, dengan cara yang sederhana
yaitu jumlah total kesalahan dibagi dengan
Sewaktu survei dilakukan dan tidak mungkin
jumlah lengan survai, kemudian di
kesalahan itu tidak dapat dihindarkan sebab
distribusikan ke setiap stasiun tersebut.
tidak ada alat dan manusia yang ideal untuk
menghasilkan pengukuran yang ideal pula.

Gambar 31. Pengaruh kesalahan kompas t0 Theodolite

Untuk mengatasi hal itu, angka kesalahan Dibawah ini merupakan distribusi untuk
yang terjadi harus di distribusikan ke setiap survei non magnetic
stasiun. Kesalahan yang terjadi karena
Perataan penyimpangan elevasi
survei magnetic (dengan menggunakan
Berikut ini gambar sket perjalanan tampak
kompas dan survay grade x) menggunakan
samping memanjang
theodolithe, memiliki jenis yang berbeda.
2. Teori Kesalahan 37

Koreksi bousole

Dari ilmu alam diketahui, bahwa jarum


magnet diganggu oleh benda-benda dari
logam yang terletak di sekitar jarum magnet
itu. Bila tidak ada gangguan, jarum magnet
Gambar 32. Sket perjalanan akan terletak didalam bidang meridian
magnetis, ialah dua bidang yang melalui dua
Setelah perhitungan dilakukan, ternyata
kutub magnetis dan bidang magnetios itu.
elevasi titik akhir yang seharusnya sama
Karena untuk keperluan pembuatan peta
dengan titik 1 terdapat penyimpangan
diperlukan meridian geografis yang melalui
sebesar:
dua kutub bumi dan tempat jarum itu, dan
Elevasi koreksi = elevasi titik + koreksi karena meridian magnetis tidak berhimpit
dengan meridian geografis yang disebabkan
Perataan penyimpangan koordinat
oleh tidak samanya kutub-kutub magnetis
Setelah perhitungan dilakuan, hasilnya dan kutub-kutub geografis, maka azimuth
stasiun terakhir tidak kembali ke stasiun magnetis harus diberi koreksi terlebih
awal, ada selisih jarak sel (d).d2=f(y)2+f(x)2 dahulu, supaya didapat besaran-besaran
geografis: ingat pada sudut jurusan yang
sebetulnya sama dengan azimuth utara-
timur. Untuk menentukan koreksi boussole
ada dua cara. Ingatlah lebih dahulu apa
yang diartikan dengan koreksi. Koreksi
adalah besaran yang harus ditambahkan

Gambar 33. Gambar Kesalahan Hasil Survei pada pembacaan atau pengukuran, supaya
didapat besaran yang betul. Kesalahan
Penyimpangan yang terjadi adalah adalah besaran yang harus dikurangkan dari
penyimpangan absis f(x) dan ordinat f(y) pembacaan atau pengukuran, supaya
koreksi terhadap penyimpangan absis: didapat besaran yang betul.

Absis terkoreksi = absis lama + koreksi. a. Mengukur azimuth suatu garis yang

Koreksi terhadap penyimpangan ordinat, tertentu; Seperti telah diketahui garis

analog dengan perhitungan diatas yang tertentu adalah garis yang


menghubungkan dua titik P(Xp;Yp) dan
Q(Xq;Yq) yang telah diketahui koordinat-
2. Teori Kesalahan 38

koordinatnya. Alat ukut BTM punggungnya ke arah matahari yang


ditempatkan pada salah satu titik itu, diukur dan keadaan tepi-tepi matahari
misalnya di titik P, dengan sumbu dilihat dari ujung objektif pada kertas
kesatuan tegak lurus diatas titik P. putih yang di pasang pada lensa okuler.
Arahkan garis bidik tepat pada titik Q, Besarnya refraksi yang selalu
Misalkan pembacaan pada skala mempunyai tanda minus tergantung
lingkaran mendatar dengan ujung utara pada tinggi h yang di dapat dari
jarum magnet ada A. Hitunglah sudut pengukuran. Untuk harga koreksi
jurusan αab garis PQ dengan tg αab = berlaku tabel. Tinggi h yang didapat dari
(xq-xp) : (yp-yp) yang setelah sudut hasil pengukuran koreksi refraksi dengan

jurusan αpq ini di sesuaikan dengan tanda minus.

macam sudut azimuth yang ditunjuk oleh Tinggi h yang telah diberi koreksi refraksi
jarum magnet alat ukur BTM ada α, ini adalah tinggi sebenarnya dari pada
maka karena α adalah besaran yang tepi atas atau tepi bawah matahari.
betul, dapatlah ditulis: Karena yang diperlukan sekarang adalah
tinggi titik pusat matahari dan sudut lihat
α=A+C Dalam rumus C adalah
kedua tepi atas dan tepi bawah matahari
rumus boussole, sehingga C = α-A
ada D = 32’, maka tinggi sebenarnya tadi
b. Mengukur tinggi matahari; Dasar cara harus dikurangi dengan ½ D = 16’, bila di
kedua ini adalah mengukur tinggi suatu ukur tepi bawah mata hari untuk
bintang yang diketahui deklinasinya mendapatkan tinggi sebenarnya dari
pada saat pengukuran bintang itu. pada titik pusat matahari.
Dengan tinggi h, deklinasi δ bintang itu
dan lintang ϕ tempat pengukuran 2.1.3 Kesalahan Pengukuran

dapatlah di hitung azimuth astronomis


Banyak faktor yang mempengaruhi hasil
yang sama dengan azimuth geografis
pengukuran sipat datar teliti, mulai dari
bintang itu. Bila azimnuth astronomis itu
faktor-faktor yang pengaruhnya dapat
dibandingkan dengan azimuth yang
dihilangkan sampai faktor-faktor yang
ditunjuk oleh jarum magnet pada saat
pengaruhnya hanya dapat diperkecil.
pengukuran, dapatlah ditentukan koreksi
Adapun faktor-faktor tersebut antara lain:
boussole.
§ Keadaan tanah jalur pengukuran
Ingatlah selalu, bahwa pada saat § Keadaan/ kondisi atmosfir (getaran
pengukuran si pengukur berdiri dengan udara)
2. Teori Kesalahan 39

§ Refraksi atmosfir. a. Keadaan jalur pengukuran


§ Kelengkungan bumi.
Pengukuran sipat datar pada umumnya
§ Kesalahan letak skala nol rambu.
harus menggunakan jalur pengukuran
§ Kesalahan panjang rambu (bukan
yang keras, seperti jalan diperkeras,
rambu standar).
jalan raya, jalan baja.
§ Kesalahan pembagian skala (scale
graduation) rambu. Dengan demikian turunya alat dan

§ Kesalahan pemasangan nivo rambu rambu dalam pelaksanaan pengukuran

§ Kesalahan garis bidik. dapat diperkecil, karena apabila terjadi


penurunan alat dan rambu maka
Dari faktor-faktor tersebut dapat ditarik
pengukuran akan mengalami
pelajaran bahwa sudah seharusnya seorang
kesalahan. Besarnya kesalahan akibat
juru ukur mengetahui hal-hal yang akan
penuruanan alat-alat tersebut dijelaskan
mengakibatkan kesalahan pada
dibawah ini:
pengukuran.

I II I

λ1 2 δ2
δ1 b2
1
m2
b1
m1

A turun
turun
turun B

Gambar 34. Kesalahan karena penurunan alat

Pada salag 1 selama waktu pembacaan


rambu belakang dan memutar alat
kerambu muka, alat ukur turun δ1. Pada
2. Teori Kesalahan 40

waktu alat pindah ke slag 2, rambu turun Di bawah ini adalah usaha yang bisa
λ1 dan selama pengukuran berlangsung dilakukan untuk memperkecil pengaruh

alat turun δ2. turunnya alat dan rambu:

Rumus yang digunakan untuk § Pada perpindahan slag, pembacaan

menentukan beda tinggi (∆h) akibat dimulai pada rambu yang sama

penurunan alat antara A dan B yaitu: seperti pembacaan pada slag


sebelumnya,
Slag 1: ∆h1 = (b1 − ( m1 + δ 1 ) § Pada setiap slag pembacaan
dilakukan dua kali untuk setiap
Slag 2: ∆h2 = (b2 − λ1 ) − ( m 2 + δ 2 )
+ rambu.
∆h AB = (b1 − m 1 ) + (b 2 − m 2 ) − (δ 1 + δ 2 + λ1 )
Untuk kedua usaha di atas dapat
∆h AB = ∆h uAB − (δ 1 + δ 2 + λ1 ) = ∆hAB − K1
diterangkan sbb:
Dimana:
§ Pembacaan dimulai pada rambu
∆h uAB = beda tinggi hasil ukuran
no I.
K1 = ( δ1 + δ 2 + λ1 ) = kesalahan Dari slag 1 : ∆h1 = (b1 – m1) + δ1
karena turunya alat dan rambu Dari slag 2 : ∆h2 = (b2 – m2)+ δ2 - λ1

Dari penjelasan diatas dapat ∆hAB = ∆hAB – (λ1 - δ1 - δ2 )

disimpulkan, bahwa apabila pengukuran ∆hAB = ∆h AB


u
− K2
antara dua titik (pilar) terdiri dari banyak Dimana K2 < K1
slag pengaruh turunnya alat dan rambu
akan menjadi lebih besar (akumulasi).

I II I

λ1 δ2 2
1 δ1 b2 m2
b1
m1

A B

Gambar 35. Pembacaan pada rambu I


2. Teori Kesalahan 41

§ Pembacaan diulang 2x

I II

1 δ1
b1
m1
m2
b'1
δ2

Gambar 36. Pembacaan pada rambu II

Dari slag 1 : Secara sistematis dapat dirumuskan


Bacaan pertama : ∆h1 = (b1 – m1)-δ1 sbb:

Bacaan kedua : ∆h1 = (b1 – m1) + δ2


Misal rambu I mempunyai kesalahan δ1,
Rata-rata ∆h1 = ∆h1u − 12 (δ 1 − δ 2 )
Dan rambu II mempunyai kesalahan δ2,
Dengan cara yang sama dari slag δ2 ≠ δ1, maka:
dua diperoleh:
Slag 1: ∆h1 = ( b1 + δ 1 ) − ( m1 + δ 2 )
Rata-rata ∆h2 = ∆h2u − 12 (δ 2 − δ 1 )
= (b1 − m1 ) + (δ 1 − δ 2 )
Maka ∆h AB = ∆h uAB
Kesalahannya: (δ1 - δ2 )

b. Kesalahan letak skala nol rambu


Slag 2: ∆h1 = ( b2 + δ 2 ) − (m 2 + δ1 )
Kesalahan letak skala nol rambu dapat
= (b2 − m2 ) + (δ 2 − δ 1 )
terjadi karena kesalahan pembuatan
Kesalahannya: (δ2 - δ1 )
alat (pabrik) atau rambu yang
digunakan sudah sering dipakai Jumlah kesalahan dari dua slag adalah
sehingga permukaan bawahnya (δ1 - δ2 ) + (δ2 - δ1) = 0
menjadi aus. Artinya: ∆h AB = ∆h uAB
Pengaruh kesalahan ini dapat
diterangkan dengan gambar 37.
2. Teori Kesalahan 42

II
I

II
I b4 m4

b2 m2
b1 m1 b3 m3

2
B
1
A

4
4
3
3
2
2
1
1
0
δ 0
δ

Gambar 37. Kesalahan Skala Nol Rambu

Jadi dapat disimpulkan bahwa beda Hal ini mengakibatkan data hasil
tinggi hasil ukuran antara dua titik tidak pengukuran mengalami kesalahan.
mengandung kesalahan akibat
Besarnya pengaruh dijelaskan dalam
kesalahan letak skala nol rambu, bila
gambar 38.
pengukuran dilakukan dengan
prosedure sbb: Secara sistematis dapat dirumuskan
sebagai berikit:
§ Jumlah slag antara titik-titik yang
diukur harus genap. Misal rambu I muai sebesar δ1m dan

§ Posisi rambu harus diatur selang- rambu II muai δ2 m; panjangnya rambu


seling (I – II – I – II .... dst .... I) standar adalah L m, umumnya 3m;
maka dalam satu slag:
c. Kesalahan panjang rambu
u 1 1
Beda tinggi ukuran = ∆h = b – m
Panjang rambu akan berubah karena
Beda tinggi yng beanr = ∆h = b – m
perubahan temperatur udara. Misalnya
Karena
panjang rambu invar 3m, panjang
b =  L + δ 1  ⋅ b1 = 1 + δ1  ⋅ b
1
rambu tersebut tepat 3m pada
temperatur standar t0. Bila pada waktu  L   L

m =  L + δ 2  ⋅ m1 = 1 + δ 2  ⋅ m
1
pengukuran temperatur udara adalah t
(lebih besar atau lebih kecil dari t0)  L   L
u
maka rambu tidak lagi 3m, tetapi 3m ± Maka ∆h = b – m = ∆h + δ1 1 δ 2 1 
 b + m 
 L L 
α(t - t0) dimana α adalah angka muai
invar.
2. Teori Kesalahan 43

I II
δ1 δ2

1
b m

Gambar 38. Bukan rambu standar

Artinya, data pengukuran mengandung Penaksiran bacaan pada interval skala

kesalahan sebesar:  δ 1 b 1 + δ 2 m 1  yang kecil akan berbeda dengan


 L L  bacaan pada interval skala yang lebih
Dengan cara yang sama dapat besar, artinya ketelitian bacaan akan
diterangkan kesalahan untuk rambu berbeda, hal ini tidak dikehendaki.
yang mengkerut.
Cara pencegahannya yaitu apabila
Cara pencegahan agar rambu tidak terdapat kesalahan akibat tidak
mengalami pemuaian, yaitu jika pada meratanya pembagian skala pada
saat pengukuran udara panas atau rambu, sebaiknya rambu tersebut tidak
hujan maka rambu ukur harus dilindungi digunakan dan dalam pemilihan rambu
dengan payung sehingga rambu ukur sebaiknya harus teliti agar memperoleh
dapat terlindungi. rambu yang sama dalam pembagian
skalanya.
d. Kesalahan pembagian skala rambu
e. Kesalahan pemasangan nivo rambu
Kesalahan pembagian skala rambu
terjadi pada waktu pembuatan (pabrik). Pada rambu keadaan tegak,
Misalkan panjang rambu 3m, maka seharusnya gelembung nivo berada
apabila ada satu bagian skala dibuat ditengah. Akan tetapi karena kesalahan
terlalu kecil, pasti dibagian yang lain pemasangan, keadaan di atas tidak
ada yang lebih besar. dipenuhi, artinya gelembung nivo sudah
2. Teori Kesalahan 44

berada ditengah rambu dalam keadaan yang melalui alat sipat datar bila
miring. Apabila rambu miring baik bidang-bidang nivo dianggap saling
kedepan, kebelakang, kesamping, sejajar. Dengan garis bidik mendatar,
maka bacaan rambu akan terlalu besar. karena kelengkungan bumi tersebut
tidak memberikan beda. Permasalahan
Secara sistematis dapat dirumuskan
di atas dijelaskan dalam gambar 41.
sebagai berikut:
Dari bacaan garis bidik mendatar
Bacaan rambu dalam keadaan miring
1 menghasilkan selisih bacaan (b - m)
adalah b , bacaan seharusnya adalah b.
yang tidak sama dengan selisih (t A - tB).
Bila kemiringan rambu adalah sudut α,
Kesalahn karena kelengkungan bumi
maka:
pada beda tinggi adalah dh
1
b = b Cos α
Dh = (b - tA) – (m - tB)
karena umumnya α kecil:
Sedangkan pada pembacaan rambu
1
b = b (1 – ½ α + ....) masing-masing adalah:
1 1
b = b – ½ α b + .... Rambu belakang : Xb = (b - tA)
Besarnya kesalahan pembacaan adalah Rambu muka : Xm = (m - tB)
1
½ α b . Karena α konstan, besarnya Besarnya X adalah (lihat gambar 42):
kesalahan tergantung tingginya bacaan
2 2 2
1 1 (R + h) + D = {(R + h) + X}
b . Makin tinggi b maka makin besar
2 2 2 2
(R + h) + D = (R + h) + 2 (R + h)X + X
kesalahannya.
2 2
D = 2 (R + h)X + X
Cara pencegahannya yaitu pada saat
Karena h <<< R dan X <<< R dapat
pengukuran periksalah pemasangan
2
Dianggap: (R + h) ≈ R dan X ≈ 0, maka
nivo dan pada waktu pengukuran garis
2
D = 2R.X
bidik tidak terlalu tinggi dari atas
2
permukaan tanah. Atau X = D
2R
f. Kelengkungan bumi
Dengan demikian:
Jarak antara bidang-bidang nivo melalui
Db2
masing-masing titik yang bersangkutan Xb =
2R
disebut beda tinggi antara dua titik.
Dm2
Xm =
Beda tinggi antara dua titik dapat 2R
ditentukan dari ketinggian bidang nivo
2. Teori Kesalahan 45

Dan pengukuran sipat datar dijelaskan pada

Db2 D m2 1 gambar 43.


dh = − = ⋅ ( Db2 − Dm2 )
2 R 2 R 2R
Secara sistematis besarnya pengaruh

Berikut contoh besarnya X dan dh. refraksi atmosfir pada pengukuran sipat

Bila D = 40 m, R = 6000 km, datar adalah sebagai berikut:


1
40 2 Skala t akan nampak di t ,
Mak X = = 0.13mm 1
2(6000000) kesalahannya adalah Y = t – t.
Bila Db = 40 m, Dm = 30 m, Besarnya Y adalah :
1 2 2
Maka dh = (40 - 30 ) D2
2 (6000000 ) Y = K⋅
2R
= 0.06 mm Dimana K = koefisien refraksi atmosfir

Cara pencegahaannya adalah: = R ≈ 0.14


R1
§ Usahakan agar didalam setiap slag
Db seimbang dengan Dm agar dh=0 Contoh:

§ Karena kelengkungan bumi bacaan Bila D = 40 m, K = 0.14, maka:

rambu terlalu besar, sehingga Y = 0.14 ⋅ 40 2 = 0.02 mm


koreksi X bertanda negatif 2(6000000)
§ Bila Db > Dm koreksi dh adalah Catatan:
negatif Koreksi refraksi atmosfir dan
Bila Db < Dm koreksi dh adalah kelengkungan bumi biasanya digabung
positif menjadi satu karena refraksi dan
kelengkungan bumi terjadi bersama-
g. Refraksi atmosfir
sama pada saat pengukuran dilakukan.
Karena lapisan atmosfir mempunyai
Rumusnya : r = k − 1 D 2
kerapatan yang tidak sama (makin 2R
kebawah, makin rapat) jalannya sinar/ k −1 2
r= ( Db − Dm2 )
cahaya (matahari) adalah mengalami 2R
pembiasan (melengkung).
Dimana:
Sehingga benda-benda akan lebih r = adalah koreksi terhadap bacaan
tinggi dari posisi seharusnya. Besarnya r = adalah koreksi terhadap beda tinggi
pengaruh refraksi atmosfir pada (satu slag)
2. Teori Kesalahan 46

h. Getaran udara
Cara pencegahannya yaitu sebelum
Biasanya, bayangan rambu pada pengukuran dimulai, pastikan dulu
teropong nampak bergetar karena bahwa garis bidik sudah sejajar dengan
adanya pemindahan panas dari garis jurusan nivo.
permukaan tanah ke atas.
k. Paralak
Dengan demikian cara pencegahannya
Dalam pengukuran pada saat
yaitu karena pembacaan rambu tidak
pembacaan, gelembung nivo harus
dapat dilakukan dengan teliti, maka
tepat ditengah. Untuk mengetahu
sebaiknya pengukuran dihentikan.
dengan tepat bahwa gelembung nivo

i. Perubahan arah garis jurusan nivo berada ditengah, yaitu dengan cara

Pada alat ukur akan terjadi tegangan menempatkan mata tegak diatas nivo

pada bagian-bagian alat ukur terutama langsung atau bayangan (lewat cermin

sekali nivo apabila terkena panas atau prisma).

matahari langsung. Bila dari samping, karena paralak,

Montur nivo mendapat tegangan gelembung nivo akan nampak sudah

sehingga arah garis jurusan nivo tepat ditengah. Sehingga megakibatkan

mengalami perubahan dan tidak sejajar kedudukan garis bidik belum mendatar

lagi dengan garis bidik. Sehingga maka pembacaan akan mengandung

mengakibatkan bacaan rambu kesalahan.

mengandung kesalahan. Cara pencegahannya yaitu pada saat

Cara pencegahannya yaitu agar hal ini akan memulai pengukuran maka

tidak terjadi, maka pada saat gelembung nivo diatur dulu hingga

pengukuran berlangsung hendaknya benar-benar sesuai dengan aturan.

alat ukur di lindungi oleh payung.

j. Kesalahan garis bidik 2.2 Kesalahan sistematis

Garis bidik harus sejajar dengan garis


jurusan nivo hal ini merupakan syarat Kesalahan sistematis adalah kesalahan

utama alat sipat datar. Apabila tidak yang mungkin terjadi akibat adanya

sejajar, pada kedudukan gelembung kesalahan pada suatu sistem. Kesalahan

nivo ditengah garis bidik tidak sistem dapat diakibatkan oleh peralatan dan

mendatar. kondisi alam.


2. Teori Kesalahan 47

Peralatan yang dibuat manusia walaupun Apabila penyebab suatu kesalahan telah di
dibuat dengan canggihnya, akan tetapi ketahui sebelumnya dan apabila pada saat
masih diperlukan suatu prosedur guna pengukuran kondisinya telah pula di ketahui
mengetahui kemungkinan munculnya maka dapat di lakukan koreksi terhadap
kesalahan pada pengukuran baik alat, kesalahan-kesalahan yang timbul dan
maupun data. kesalahan semacam ini di sebut kesalahan
sistematis.

Rambu belakang Rambu muka

BTb BTm

1 A 2
Arah Pengukuran

Gambar 39. Sipat Datar di Suatu Slag

Apabila penyebab suatu kesalahan telah Sebagai contoh, sehubungan dengan


diketahui sebelumnya dan apabila pada saat adanya kesalahan-kesalahan tersebut,
pengukuran kondisinya telah pula diketahui, bahwa pada pita ukur baja biasanya untuk.
maka dapat dilakukan koreksi pada Harga-harga ukurnya terdapat konstanta-
kesalahan yang ada. Contohnya, pita ukur konstanta koreksi skala atau kloreksi suhu.
baja yang terdapat koreksi skala atau Selanjutnya, seperti halnya kesalahan
koreksi suhu. Selanjutnya, seperti pada petugas yang timbul pada pengukuran
kesalahan yang besarnya hampir sama dan elevasi dengan instrumen ploting, terdapat
jika dilakukan koreksi dengan suatu nilai semacam kesalahan yang besarnya hampir
tertentu terhadap harga ukurnya, maka akan sama dan jika di lakukan koreksi dengan
mendekati harga benar walaupun tidak suatu nilai tertentu terhadap harga ukurnya,
dapat diketahui dengan pasti penyebab maka akan mendekati harga benar
kesalahan tersebut. Kesalahan seperti ini walaupun tidak dapat di ketahui dengan
dapat pula diklasifikasikan sebagai pasti penyebab kesalahan tersebut
kesalahan sistematis.
2. Teori Kesalahan 48

Kesalahan seperti ini dapat pula di BTb1 dan BTm2 yang akan di dapat bila
klasifikasikan sebagai kesalahan sisitematis. garis bidik mendatar jadi telah sejajar
Kesalah sistematis dapat terjadi karena dengan garis arah nivo, maka koreksi garis
kesalahan alat yang kita gunakan. bidik untuk diatas sama dengan:

( BTb1 − BTm1) − ( BTb 2 − BTm2)


Alat-alat yang di gunakan adalah alat ukur =
penyipat datar dan mistar. Lebih dahulu kita ( db1 − dm1) − (db 2 − dm2)
akan tinjau kesalahan yang ada pada alat Kesalahan sistematis dapat juga disebabkan
ukur penyipat datar. Kesalahan yang di oleh karena keadaan alam yang dapat di
dapat adalah yang berhubungan dengan sebabkan oleh:
syarat utama. Kesalahan itu adalah garis
1. Karena lengkungan permukaan
bidik tidak sejajar dengan dengan garis arah
bumi. Pada umumnya karena
nivo. Dapat diketahui bahwa untuk
bidang-bidang nivo karena pula dan
mendapatkan beda tinggi antara dua titik
beda tinggi antara dua tititk adalah
mistar yang diletakan di atas dua titik harus
jarak antara dua bidang nivo yang
di bidik dengan garis bidik yang mendatar.
melalui dua titik itu.
Semua pembacan yang di lakukan dengan
2. Karena melengkungnya sinar
garis bidik yang mendatar diberi tanda
cahaya (refraksi). Sinar cahaya yang
dengan angka 1. pembacaan dengan garis
datang dari benda yang di teropong
bidik yang mendatar adalah BTb1-BTm 1,
harus melalui lapisan-lapisan udara
sedang pembacaan yang di lakukan dengan
yang tidak sama padatnya, karena
garis bidik miring dinyatakan dengan angka
suhu dan tekannya tidak sama.
2. bila gelembung di tengah-tengah, jadi
garis arah nivo mendatar dan garis bidik 3. Karena getaran udara. akibat
tidak sejajar dengan garis arah nivo, maka adanya pemindahan hawa panas
garis bidik akan miring dan membuat sudut dari permukaan bumi keatas, maka
a dengan garis arah nivo, sehingga bayangan dari mistar yang di lihat
pembacaan pada kedua mistar akan dengan teropong akan bergetar
menjadi BTm dan BTb. sehingga pembacan ada mistar

Beda tinggi antara titik A dan titik B sama tidak dapat di lakukan.

dengan t = BTb1-BTm1. Sekarang akan 4. Karena masuknya lagi kaki tiga dan
dicari hubungan antara selisih pembacaan mistar kedalam tanah. Bila dalam
BTb2 dan BTm2 yang di dapatkan garis waktu antara pengukuran satu
bidik miring dengan selisih pembacaan mistar dengan mistar lainya baik
2. Teori Kesalahan 49

kaki tiga maupun mistar kedua 2.2.2 Pengaruh kesalahan nol skala
masuk lagi kedalam tanah maka dan satu satuan skala mistar ukur
pembacan pada mistar kedua akan
Akibat hal–hal tertentu artinya dasar/ ujung
salah bila di gunakan untuk mencari
bawah mistar ukur bahwa mistar ukur dan
beda tinggi antara dua titik yang
tidak samanya satu satuan skala dari
ditempati oleh mistar-mistar itu.
masing–masing mistar ukur yang di
5. Karena perubahan garis arah nivo, gunakan timbul hal – hal sebagai berikut :
karena alat ukur penyipat datar s = Kesalahan yang timbul akibat salah nol
terkena napas sinar matahari maka skala.
akan terjadi tegangan pada bagian- ? = Kesaahan yangtimbul akibat satu–
bagian alat ukur, terutama pada satuan skala.
bagian penting seperti nivo.
Hasil ukuran :
2.2.1 Pengaruh kesalahan garis bidik 0 0 0 0 1 1
? h1 = (b1 + d + ? ) – (m1 + d + ? )
0 0 0 0 1 1
Bila garis bidik sejajar dengan garis arah = (b1 + m1 ) + (d + ? – d – ?
0 0 0 0 1 1
nivo, maka hasil pembacaan tidak benar, ? h2 = (b2 + m2 ) + (d ? + d ? )

dan akibatnya, beda tinggi tidak benar.


0 0 0 0
? h1 + ? h2 = (b1 + m1 ) + (b2 + m2 )
Mengatasi kesalahan garis bidik ada dua
0 0
cara : S?h = Sb - Sm

§ Dasar/ dihitung kemiringan garis bidik, Dari hal-hal diatas dapat dilihat bahwa,

dan selanjutnya dikoreksikan terhadap akibat dari dua kesalahan yang timbul, hasil

hasil ukuran. ukuran menjadi tidak benar, tetapi dalam hal


ini dapat di eliminasi dua cara :
§ Eleminasi, yaitu dengan mengatur
penempatan alat sehingga kesalahan § Di jumlah slag genap.

tersebut hilang dengan sendirinya § Pengaturan perpindahan mistar ukur.

(tereliminir). Bila pada slag sebelumnya mistar ukur

§ Mencari kesalahan garis bidik merupakan mistar belakang, slag


selanjutnya harus menjadi mistar muka dan
sebaliknya.
2. Teori Kesalahan 50

2.3 Kesalahan acak 2.4 Kesalahan besar

Adalah suatu kesalahan yang objektif yang Kesalahan besar dapat terjadi apabila
mungkin terjadi akibat dari keterbatasan operator atau surveyor melakukan
panca indera manusia. Keterbatasan itu kesalahan yang seharusnya tidak terjadi
dapat berupa kekeliruan, kurang hati-hati, akibat kesalahan pembacaan dan penulisan
kelalaian, ketidakmengertian pada alat, atau nilai yang diambil dari data pengukuran.
belum menguasai sepenuhnya alat. Dengan demikian, jika terjadi kesalahan
Walaupun demikian, pengukur yang yang besar maka pengukuran harus diulang
berpengalaman tidak mutlak pengukurannya dengan rute yang berbeda.
itu benar. Karena itu dalam mempersiapkan
2.4.1 Koreksi kesalahan
dan merencanakan pekerjaan pengukuran
harus diperhatikan hal–hal sebagai berikut: Seluruh pengukuran untuk kepentingan dari
pemetaan maupun aplikasi lain, pada
• Menggunakan metode yang berbeda,
dasarnya memperhatikan kesalahan
• Mengupayakan rute pengukuran yang
sistematis dan acak yang sering terjadi.
berbeda.
Khusus untuk pengukuran kerangka dasar
Kesalahan ini lebih mudah dikoreksi dengan horizontal, koreksi kesalahan sistemtik dan
pendekatan ilmu statistik. Pada fenomena acak mutlak dilakukan. Maka dari itu, kita
pengukuran dan pemetaan suatu syarat mengenal adnya rumus KGB (koreksi
geometrik menjadi kontrol kesalahan garis bidik)

Kesalahan ini bersifat subjektif yang (BTm1 – BTb1) – (BTm2 – BTb2)


KGB =
mungkin terjadi akibat terjadi perbedaan
(dm1 – db1) – (dm2 – db2)
keterbatasan panca indra manusia.
Kesalahan acak relatif lebih mudah
2.4.2 Kesalahan pengukuran sipat
dieleminir atau dikoreksi dengan
datar
pendekatan-pendekatan ilmu statistik. Pada
fenomena pengukuran dan pemetaan suatu Kesalahan pengukuran sipat datar dapat

syarat geometrik menjadi kontrol dan dikelompokan dalam :

pengikat data yang tercakup pada titik-titik 1. Kesalahan pengukur

kontrol pengukuran. Kesalahan pengukur mempunyai panca


indra (mata) tidak sempurna dan
pengukur kurang hati-hati, lalai, tidak
2. Teori Kesalahan 51

paham menggunakan alat ukur, dan dari persamaan (1) dan (2) dapat
tidak paham menggunakan pembacaan dimengerti bahwa pengaruh
rambu. kesalahan garis bidik sama dengan
nol haruslah diusahakan agar :
2. Kesalahan alat ukur
n
Db = Dm atau ( ? Db-
Kesalahan yang diakibatkan oleh alat 1
ukur antara lain : n
? Dm)….(3)
1
Dijelaskan dalam gambar 24.
Persamaan (1) dapat dijelaskan
a) Garis bidik tidak sejajar dengan sebagai berikut:
garis jurusan nivo. Sehingga h yang benar adalah : h = a – b
mengakibatkan kesalahan 1 1 1
dari ukuran diperoleh: h =a -b
pembacaan pada rambu. Apabila
1
garis jurusan nivo mendatar garis agar h menjadi betul, maka

bidik tidak mendatar. Alat sipat datar 1 1


haruslah a dan b dikoreksi
demikian dikatakan mempunyai 1 1 1 1
h = (a -a a ) – (b -b b )
kesalahan garis bidik. Besar
1 1 1 1
h = (a - b ) – (a a - b b )
pengaruh kesalahan garis bidik
1
terhadap hasil beda tingi adalah: karena a a = tan a (Db-Dm)
?h = tan a (Db-Dm) = a (Db 1
h -h = ?h = tan a (Db-Dm)
Dm)….(1) bila sudut a kecil :
dimana : ?h = a (radial) x (Db-Dm)
?h = kesalahn pada ukuran beda
b) Bila rambu baik maka garis nol
tinggi
skala rambu harus berhimpit
Db = jarak kerambu belakang
dengan alas rambu. Karena
Dm = jarak kerambu muka
kesalahan pembuatan garis nol
a = kesalahan garis bidik
dapat terletak diatas alas rambu.
apabila jarak antara dua titik yang Karena seringnya rambu dipakai
diukur jauh dan dibagi dalam maka ada kemungkinan alas rambu
beberapa seksi, maka pengaruhnya menjadi aus. Ini berarti bahwa
adalah : angka skala nol terletak di bawah
n n alas rambu. Beda tinggi yang
?h = tan a ( ? Db-? Dm)
1 1
didapat dari pembacaan-
n n
= a ( ? Db-? Dm)….(2) pembacaan yang salah karena
1 1
2. Teori Kesalahan 52

adanya kesalahan garis nol skala Bila ?Lb dan ?Lm adalah kesalahan
rambu akan betul, apabila jumlah panjang rambu belakang dan muka
seksi antara dua titik dibuat genap Lb dan Lm panjang rambu belakang
dan pemindahan rambu ukur dan muka a dan b adalah
selama pengukuran harus selang pembacaan pada rambu belakang
seling, dan muka yang mempunyai
kesalahan maka beda tinggi yang
c) Untuk menegakan rambu ukur
betul adalah :
digunakan nivo kotak yang
1
diletakan pada rambu. Apabila h=h +{?Lba - ?Lm b}
gelembung nivo ditempatkan Lb Lm

ditengah, rambu harus tegak. Akan


3. Kesalahan karena faktor alam
tetapi bila gelembung nivo sudah
a) Karena lengkungan permukaan
ditengah tetapi rambu miring,
bumi. Pada umumnya bidang-
dikatakan terdapat kesalahan nivo
bidang nivo karena pula dan beda
kotak karena salah mengaturnya.
tinggi antara dua tititk adalah ja rak
d) Kesalahan pembagian skala rambu.
antara dua bidang nivo yang melalui
Seharusnya pembagian skala dua titik itu.
rambu adalah sama. Apabila ada
b) Karena melengkungnya sinar
interval yang tidak sama sekali
cahaya (refraksi). Sinar cahaya yang
terlalu besar sekali lagi terlalu kecil
datang dari benda yang di teropong
maka dikatakan bahwa rambu
harus melalui lapisan-lapisan udara
mempunyai kesalahan pembagian
yang tidak sama padatnya, karena
skala. Kesalahan ini tidak dapat
suhu dan tekannya tidak sama.
dihilangkan. Oleh sebab itu
c) Karena getaran udara . karena
gunakan rambu dengan baik.
adanya pemindahan hawa panas
e) Kesalahan panjang rambu. dari permukaan bumi keatas, maka

Seharusnya panjang rambu yang bayangan dari mistar yang di lihat

digunakan adalah standard. Artinya dengan teropong akan bergetar

apabila angka rambu mulai dari 0 – sehingga pembacan ada mistar

3m panjang rambu harus tepat 3m. tidak dapar di lakukan.

Bila dikatakan bahwa rambunya


mempunyai kesalahan panjang.
2. Teori Kesalahan 53

d) Karena masuknya lagi kaki tiga dan Yang mempengaruhi sudut serta
mistar kedalam tanah. Bila dalam pengukuran:
waktu antara pengukuran satu
- Sudut diukur pada satu titik, kedua
mistar dengan mistar lainya baik
titik sebelum dan sesudah titik sudut
kaki tiga maupun mistar kedua
tersebut. Penempatan alat pada titik
masuk lagi kedalam tanah maka
sudut haruslah tepat kalau tidak
pembacan pada mistar kedua akan
demikian maka akan terdapat
salah bila di gunakan untuk
kesalahan sudut. Untuk membantu
mencari beda tinggi antara dua titik
dalam sentrering alat –alat pengukur
yang di tempati oleh mistar-mistar
sudut yang baru dilengkapi dengan
itu.
alat sentering optis. Karena
e) Karena perubahan garis arah nivo, sentrering yang menggunakan
karena alat ukur penyipat datar unting–unting sangat menyusahkan
kena napas sinar matahari maka dilapangan karena unting–unting
akan terjadi tegangan pada bagian- sangat mudah bergoyang bila tertiup
bagian alat ukur, terutama pada angin. Selain titik sudut, yang
bagian penting seperti nivo. penting lainnya adalah titik–titik
arah.
2.4.3 Kesalahan pada ukuran
§ Kesalahan jarak
Disini akan dibicarakan sedikit mengenai
kesalahan pada sudut dan kesalahan pada Kesalahan jarak yang sering dilakukan
jarak: ialah disebabkan para pengukur jarak
merentangkan pita ukurnya kurang
§ Kesalahan sudut
tegang, sehingga terdapat kesalahan
Sudut yang diukur merupakan suatu pengukuran jarak. Satu hal yang sangat
data untuk perhitungan poligon dan penting dan yang kadang – kadang
dengan sendirinya pula ketelitian dilupakan orang ialah mengecek alat
poligon sebagaian tergantung dari pada pengukur jarak. Karena bila tidak
pengukuran sudutnya dengan demikian demikian akan terdapat kesalahan
salah satu cara untuk meninggikan sistematis.
ketelitian poligon pengukuran sudut
harus diukur dengan teliti.
2. Teori Kesalahan 54

2.4.4 Mencari kesalahan–kesalahan 2.4.5 Mencari kesalahan besar pada


besar pada jarak sudut

Yang dimaksud dengan kesalahan besar Kemungkinan kesalahan besar pada sudut
disini ialah kesalahan sudut atau kesalahan terbagi 2 macam cara :
jarak yang biasanya disebabkan oleh karena
§ Kesalahan besar sudut, dapat
kekeliruan, baik karena kekeliruan membaca
ditemukan bila poligon itu dihitung atau
maupun menulis. Kesalahan besar dalam
digambar secara grafis muka dan
ukuran sudut suatu poligon sudah dapat
belakang. Perpotongan kedua poligon
terlihat pada salah penutup yang terlalu
itu menunjukkan titik poligon dimana
besar. Kesalahan besar dalam ukuran jarak
terdapat kesalahan besar.
suatu poligon terlihat pada salah penutup
koordinat yang jauh lebih besar dari § Kesalahan besar sudut, dapat dicari
toleransi. tempatnya dengan tidak perlu
menghitung atau menggambar poligon
tetapi cukup menghitung satu kali.

mendatar b
b'
α

Gambar 40. Rambu miring


2. Teori Kesalahan 55

mendatar
b m

Xb Xm
tb
Bidang
nivo Alat

tA
B Bidang
tA - tB nivo B
A
Bidang
nivo A

Gambar 41. Kelengkungan Bumi

D mendatar

bidang nivo
melalui alat
h

Bumi

R
R

Pusat Bumi

Gambar 42. Kelengkungan bumi


2. Teori Kesalahan 56

t'
Garis pandangan

t Lengkung cahaya
h

Bumi

R
R = jari-jari bumi

R' = jari-jari lengkung cahaya

Pusat Bumi

Gambar 43. Refraksi atmosfir


2. Teori Kesalahan 57

Model DiagramModel
Alir IlmuDiagram
Ukur Tanah Pertemuan ke-02
Alir
Teori Kesalahan
Teori Kesalahan
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Koreksi dengan Metode Pengukuran

Koreksi Garis Bidik (Sipat Datar KDV)


Pembacaan Teropong Biasa & Luar
Kesalahan Sistematis Biasa (Theodolite KDH)
(Systemathical Error) Jumlah Slag Genap (Sipat Datar KDV)
Jumlah Jarak Belakang ~ Jarak Muka
(Sipat Datar KDV)

Kesalahan yang disebabkan oleh


sistem peralatan dan kondisi
alam

Kesalahan yang
mungkin terjadi Kesalahan Acak Koreksi dengan Hitung Perataan
pada pengukuran (Random Error) dan Ilmu Statistik
dan pemetaan

Kesalahan yang disebabkan oleh keterbatasan


panca indera manusia

Titik Kontrol Tinggi


(H atau Z)

Titik Kontrol
Komponen-Komponen Koreksi
Planimetris (X dan Y)

Kontrol Sudut
Sistem
Horisontal (Azimuth)
Pembobotan
Koreksi

Kesalahan Besar Pengukuran harus diulangi


(Blunder)

Kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan


membaca/melihat angka-angka

Gambar 44. Model diagram alir teori kesalahan


2. Teori Kesalahan 58

Rangkuman

Berdasarkan uraian materi bab 2 mengenai teori kesalahan, maka dapat


disimpulkan sebagi berikut:

1. Bagian yang harus ada saat pengukuran yaitu benda ukur, alat ukur, dan
pengukur/pengamat.
2. Persyaratan kesalahan saat pengukuran yaitu:
a. Pengukuran tidak selalu tepat
b. Setiap pengukuran mengandung galat
c. Harga sebenarnya dari suatu pengukuran tidak pernah diketahui
d. Kesalahan yang tepat selalu tidak diketahui
3. Penyebab kesalahan pengukuran yaitu : alam, alat dan pengukur
4. Factor- factor yang mempengaruhi hasil pengukuran yaitu : keadaan tanah jalur
pengukuran, keadaan/kondisi atmosfer (getaran udara), refraksi atmosfer,
kelengkungan bumi, kesalahan letak skala nol rambu, kesalahan panjang rambu (bukan
rambu standar), kesalahan pembagian skala (scale graduation) rambu, kesalahan
pemasangan nivo rambu, kesalahan garis bidik.
5. Macam-macam kesalahan yaitu : kesalahan sistematis, kesalahan acak, kesalahan
besar.
6. Kesalahan pada ukuran dibagi dua, yaitu : kesalahan sudut dan kesalahan jarak.
2. Teori Kesalahan 59

Soal Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini !

1. Jelaskan secara singkat definisi dari koreksi dan kesalahan?


2. Bagaimana cara mengkoreksi kesalahan sistematis pada pengukuran kerangka dasar
vertical dan kerangka dasar horizontal?
3. Jelaskan secara singkat faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran?
4. Bagaimana cara mengatasi kesalahan garis bidik?
5. Gambarkan model diagram alir teori kesalahan!
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 60

3. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal

perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat


3.1 Pengertian
datar pergi dan pulang. Pada tabel 2
ditunjukkan contoh ketentuan ketelitian sipat
Kerangka dasar vertikal merupakan
teliti untuk pengadaan kerangka dasar
kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau
vertikal. Untuk keperluan pengikatan
ditentukan posisi vertikalnya berupa
ketinggian, bila pada suatu wilayah tidak
ketinggiannya terhadap bidang rujukan
ditemukan TTG, maka bisa menggunakan
ketinggian tertentu. Bidang ketinggian
ketinggian titik triangulasi sebagai ikatan
rujukan ini bisa berupa ketinggian muka air
yang mendekati harga ketinggian teliti
laut rata-rata (mean sea level - MSL) atau
terhadap MSL.
ditentukan lokal. Umumnya titik kerangka
dasar vertikal dibuat menyatu pada satu Tabel 2. Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar

pilar dengan titik kerangka dasar horizontal. Tingkat/ Orde K

Pengadaan jaring kerangka dasar vertikal I ± 3mm


dimulai oleh Belanda dengan menetapkan
II ± 6mm
MSL di beberapa tempat dan diteruskan
III ± 8mm
dengan pengukuran sipat datar teliti.
Bakosurtanal, mulai akhir tahun 1970-an
Pengukuran tinggi adalah menentukan beda
memulai upaya penyatuan sistem tinggi
tinggi antara dua titik. Beda tinggi antara 2
nasional dengan melakukan pengukuran
titik dapat ditentukan dengan :
sipat datar teliti yang melewati titik-titik
kerangka dasar yang telah ada maupun 1. Metode pengukuran penyipat datar
pembuatan titik-titik baru pada kerapatan 2. Metode trigonometris
tertentu. Jejaring titik kerangka dasar vertikal 3. Metode barometri
ini disebut sebagai Titik Tinggi Geodesi
(TTG).
3.2 Pengukuran sipat datar
Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi
sipat datar masih merupakan cara Metode sipat datar optis adalah proses
pengukuran beda tinggi yang paling teliti. penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau
Sehingga ketelitian kerangka dasar vertikal pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan
(K) dinyatakan sebagai batas harga terbesar yang dimaksud adalah perbedaan tinggi di
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 61

atas air laut ke suatu titik tertentu sepanjang tabung harus di tengah setiap kali akan
garis vertikal. Perbedaan tinggi antara titik- membaca skala rambu.
titik akan dapat ditentukan dengan garis
Karena interval skala rambu umumnya 1
sumbu pada pesawat yang ditunjukan pada
cm, maka agar kita dapat menaksir bacaan
rambu yang vertikal.
skala dalam 1 cm dengan teliti, jarak antara
Tujuan dari pengukuran penyipat datar alat sipat datar dengan rambu tidak lebih
adalah mencari beda tinggi antara dua titik dari 60 meter. Artinya jarak antara dua titik
yang diukur. Misalnya bumi, bumi yang akan diukur beda tingginya tidak boleh
mempunyai permukaan ketinggian yang lebih dari 120 meter dengan alat sipat datar
tidak sama atau mempunyai selisih tinggi. ditempatkan di tengah antar dua titik
Apabila selisih tinggi dari dua buah titik tersebut dan paling dekat 3,00 m.
dapat diketahui maka tinggi titik kedua dan
Beberapa istilah yang digunakan dalam
seterusnya dapat dihitung setelah titik
pengukuran alat sipat datar, diantaranya:
pertama diketahui tingginya.

Rambu belakang Rambu muka

BTb BTm

1 A 2
Arah Pengukuran

∆H1.2 = BTb - BTm

Gambar 45. Pengukuran sipat datar optis

Sebelum digunakan alat sipat datar a. Stasion


mempunyai syarat yaitu: garis bidik harus Stasion adalah titik dimana rambu ukur
sejajar dengan garis jurusan nivo. Dalam ditegakan; bukan tempat alat sipat datar
keadaan di atas, apabila gelembung nivo ditempatkan. Tetapi pada pengukuran
tabung berada di tengah garis bidik akan horizontal, stasion adalah titik tempat
mendatar. Oleh sebab itu, gelembung nivo berdiri alat.
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 62

b. Tinggi alat untuk menentukan ketinggian stasion


Tinggi alat adalah tinggi garis bidik di tersebut.
atas tanah dimana alat sipat datar
h. Seksi
didirikan.
Seksi adalah jarak antara dua stasion
c. Tinggi garis bidik yang berdekatan, yang sering pula
Tinggi garis bidik adalah tinggi garis bidik disebut slag.
di atas bidang referensi ketinggian
Istilah-istilah di atas dijelaskan pada gambar
(permukaan air laut rata-rata)
46.
d. Pengukuran ke belakang
Keterangan Gambar 46:
Pengukuran ke belakang adalah
§ A, B, dan C = stasion: X = stasion antara
pengukuran ke rambu yang ditegakan di
§ Andaikan stasion A diketahui tingginya,
stasion yang diketahui ketinggiannya,
maka:
maksudnya untuk mengetahui tingginya
a. Disebut pengukuran ke belakang, b =
garis bidik. Rambunya disebut rambu
rambu belakang;
belakang.
b. Disebut pengukuran ke muka, m =
e. Pengukuran ke muka rambu muka.
Pengukuran ke muka adalah
Dari pengukuran 1 dan 2, tinggi stasion B
pengukuran ke rambu yang ditegakan di
diketahui, maka:
stasion yang diketahui ketinggiannya,
maksudnya untuk mengetahui tingginya c. Disebut pengukuran ke belakang;
garis bidik. Rambunya disebut rambu d. Disebut pengukuran ke muka, stasion B
muka. disebut titik putar

f. Titik putar (turning point ) § Jarak AB, BC dst masing-masing


Titik putar (turning point) adalah stasion disebut seksi atau slag.
dimana pengukuran ke belakang dan ke § Ti = tinggi alat; Tgb= tinggi garis
muka dilakukan pada rambu yang bidik.
ditegakan di stasion tersebut.
Pengertian lain dari beda tinggi antara dua
g. Stasion antara (intermediate stasion) titik adalah selisih pengukuran ke belakang
Stasion antara (intermediate stasion) dan pengukuran ke muka. Dengan demikian
adalah titik antara dua titik putar, dimana akan diperoleh beda tinggi sesuai dengan
hanya dilakukan pengukuran ke muka ketinggian titik yang diukur.
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 63

b m m=b m

3 4
1 2
m2

t2
t1

Tb
Ta

A B C
X

bidang referensi

Gambar 46. Keterangan pengukuran sipat datar

garis bidik mendatar


b
ta

A hAB = ta - b
T

hAB
HA

B
HB

bidang referensi

Gambar 47. Cara tinggi garis bidik

Berikut adalah cara-cara pengukuran Dengan demikian dengan mengukur


dengan sipat datar, diantaranya: tinggi alat, tinggi garis bidik dapat
dihitung. Apabila pembacaan rambu di
a. Cara kesatu
stasion lain diketahui, maka tinggi
Alat sipat datar ditempatkan di stasion
stasion ini dapat pula dihitung. Seperti
yang diketahui ketinggiannya.
pada gambar 47.
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 64

Keterangan gambar 47: b. Cara kedua


ta = tinggi alat di A Alat sipat datar ditempatkan diantara
T = tinggi garis bidik dua stasion (tidak perlu segaris).
HA = tinggi stasion A
Perhatikan gambar 48:
b = bacaan rambu di B
HB = tinggi stasion B hAB = a – b

hAB = beda tinggi dari A ke B = ta – b hBA = b – a

untuk menghitung tinggi stasion B Bila tinggi stasion A adalah HA, maka
digunakan rumus sbb: tinggi stasion B adalah:
HB = T – b
HB = HA + hAB = HA + a – b = T – b
HB = HA + ta – b
HB = HA + hAB Bila tinggi stasion B adalah HB, maka
tinggi stasion A adalah:
Cara tersebut dinamakan cara tinggi
garis bidik. HA = HB + hBA = HB + b – a = T – a

Catatan: c. Cara ketiga


ta dapat dianggap hasil pengukuran ke Alat sipat datar tidak ditempatkan
belakang, karena stasion A diketahui diantara atau pada stasion.
tingginya. Dengan demikian beda tinggi
Perhatikan gambar 49:
dari A ke B yaitu hAB = ta – b. Hasil ini
hAB = a – b
menunjukan bahwa hAB adalah negatif
hBA = b – a
(karena ta < b) sesuai dengan keadaan
dimana stasion B lebih rendah dari bila tinggi stasion C diketahui HC , maka:
stasion A. HB = HC + tc – b = T – b
HA = HC + tc – a = T – a
§ beda tinggi dari B ke A yaitu hBA = b –
t. Hasilnya adalah positif. Jadi apabila Bila tinggi stasion A diketahui, maka:
HB dihitung dengan rumus HB = HA + HB = HA + hAB = HA + a - b
hAB hasilnya tidak sesuai dengan
Bila tinggi stasion B diketahui, maka:
keadaan dimana B harus lebih rendah
HA = HB + hAB = HB + b – a
dari A.

§ Dari catatan poin 1 dan 2 dapat


disimpulkan bahwa hBA = -hAB agar
diperoleh hasil sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya.
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 65

garis bidik mendatar


a b

T
hAB = a - b B hBA = b - a

A
HA HB
bidang referensi
Gambar 48. Cara kedua pesawat di tengah-tengah

garis bidik mendatar b


a

tc

C
B
T
h

0
A

HA HB HC

Gambar 49. Keterangan cara ketiga

Dari ketiga cara di atas, cara yang datar tepat di tengah-tengah antara
paling teliti adalah cara kedua, karena stasion A dan B (jarak pandang ke A
pembacaan a dan b dapat diusahakan sama dengan jarak pandang ke B).
sama teliti yaitu menempatkan alat sipat
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 66

Pada cara pertama pengukuran ta Yaitu semua titik yang ditempati oleh
kurang teliti dibandingkan dengan rambu ukur tersebut.
pengukuran b, dan pada cara ketiga
Sipat datar memanjang dibedakan
pembacaan a kurang teliti dibandingkan
menjadi:
dengan pembacaan b. Selain itu,
§ Memanjang terbuka,
dengan cara kedua hasil pengukuran
§ Memanjang keliling (tertutup),
akan bebas dari pengaruh kesalahan-
§ Memanjang terbuka terikat
kesalahan garis bidik, refraksi udara
sempurna,
serta kelengkungan bumi.
§ Memanjang pergi pulang,

3.2.1 Jenis-Jenis Pengukuran Sipat Datar § Memanjang double stand.

5. Sipat datar resiprokal


Ada beberapa macam pengukuran sipat
datar di antaranya: Kelainan pada sipat datar ini adalah
pemanfaatan konstruksi serta tugas
4. Sipat datar memanjang.
nivo yang dilengkapi dengan skala
Digunakan apabila jarak antara dua pembaca bagi pengungkitan yang
stasion yang akan ditentukan beda dilakukan terhadap nivo tersebut.
tingginya sangat berjauhan (di luar Sehingga dapat dilakukan pengukuran
jangkauan jarak pandang). Jarak antara beda tinggi antara dua titik yang tidak
kedua stasion tersebut dibagi dalam dapat dilewati pengukur. Seperti halnya
jarak-jarak pendek yang disebut seksi sipat datar memanjang, maka hasil
atau slag. akhirnya adalah data ketinggian dari

Jumlah aljabar beda tinggi tiap slag kedua titik tersebut. Seperti pada

akan menghasilkan beda tinggi antara gambar 50 :

kedua stasion tersebut. Perbedaan tinggi antara A ke B adalah

Tujuan pengukuran ini umumnya untuk hAB = ½ {(a - b) + (a’ + b’)}. Titik-titk C,

mengetahui ketinggian dari titik-titik A, B, dan D tidak harus berada pada

yang dilewatinya dan biasanya satu garis lurus.

diperlukan sebagai kerangka vertikal Apabila jarak antara A dan B jauh, salah
bagi suatu daerah pemetaan. Hasil satu rambu (rambu jauh) diganti dengan
akhir daripada pekerjaan ini adalah data target dan sipat datar yang digunkan
ketinggian dari pilar-pilar sepanjang adalah tipe jungkit.
jalur pengukuran yang bersangkutan.
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 67

b'
a'

b
a

B D

C A

Gambar 50. Contoh pengukuran resiprokal

Apabila sekrup pengungkit dilengkapi n1 = bacaan skala pengungkit pada

skala untuk menentukan banyaknya saat garis bidik mengarah ke

putaran seperti nampak pada gambar target atas.

51, yang dicatat bukan kedudukan n2 = bacaan skala pengungkit pada

gelombang nivo akan tetapi banyaknya saat garis bidik mengarah ke

putaran sekrup pengungkit yang target bawah

ditentukan oleh perbedaan bacaan


skala yang diperoleh.

Rumus yang digunakan untuk


menghitung b adalah:

n0 − n 2
Indek bacaan
Sekrup pengungkit

B = b0 + b1 = b0 + ⋅i berskala

n1 − n 2
Dimana:
Gambar 51. sipat datar tipe jungkit
n0 = bacaan skala pengungkit pada
saat gelombung nivo berada di
tengah.
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 68

Catatan: selanjutnya dapat diperhitungkan


banyaknya galian dan timbunan yang
§ Untuk memperoleh ketelitian tinggi,
perlu dilakukan pada pekerjaan
lakukanlah pengukuran ke masing-
konstruksi.
masing target berulang-ulang, misalkan
20x.

C
x D

A
B

Gambar 52. Contoh pengukuran resiprokal

§ Pengukuran sebaiknya dilakukan pada Pelaksanaan pekerjaan ini dilakukan


keadaan cuaca yang berbeda, misalnya dalam dua bagian yang disebut sebagai
ukuran pertama pagi hari dan ukuran sipat datar profil memanjang dan
kedua sore hari. Hal ini dimaksudkan melintang. Hasil akhir dari pengukuran
untuk memperkecil pengaruh refraksi ini adalah gambaran (profil) dari pada
udara. kedua jenis pengukuran tersebut dalam
arah potongan tegaknya.
§ Untuk memperkecil pengaruh
kesalahan refraksi udara dan § Profil memanjang
kelengkungan bumi, pengukuran Maksud dan tujuan pengukuran profil
sebaiknya dilakukan bolak -balik. memanjang adalah untuk menentukan
Maksudnya, pertama kali alat ukur ketinggian titik-titik sepanjang suatu garis
dipasang sekitar A kemudian dipindah rencana proyek sehingga dapat
ke tempat sekitar B seperti nampak digambarkan irisan tegak keadaan
pada gambar berikut ini: lapangan sepanjang garis rencana
proyek tersebut. Gambar irisan tegak
6. Sipat datar profil.
keadaan lapangan sepanjang garis
Pengukuran ini bertujuan untuk
rencana proyek disebut profil
mengetahui profil dari suatu trace baik
memanjang.
jalan ataupun saluran, sehingga
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 69

Di lapangan, sepanjang garis rencana menghubungkan titik-titik yang


proyek dipasang patok-patok dari kayu mempunyai ketinggian sama. Garis ini
atau beton yang menyatakan sumbu dinamakan kontur.
proyek. Patok-patok ini digunakan untuk
Pada jenis pengukuran sipat datar ini
pengukuran profil memanjang.
yang paling diperlukan adalah
§ Profil melintang penggambaran profil dari suatu daerah
Profil melintang diperlukan untuk pemetaan yang dilakukan dengan
mengetahui profil lapangan pada arah mengambil ketinggian dari titik-titik detail
tegak lurus garis rencana atau untuk di daerah tersebut dan dinyatakan
mengetahui profil lapangan ke arah yang sebagai wakil daripada ketinggiannya,
membagi sudut sama besar antara dua sehingga dengan melakukan interpolasi
garis rencana yang berpotongan. diantara ketinggian yang ada, maka
dapat ditarik garis-garis konturnya di
Apabila profil melintang yang dibuat
atas peta daerah pengukuran tersebut.
mempunyai jarak pendek (± 120 m),
maka pengukurannya dapat dilakukan Cara pengukurannya adalah dengan
dengan cara tinggi garis bidik. Apabila cara tinggi garis bidik. Agar pekerjaan
panjang, dilakukan seperti profil pengukuran berjalan lancar maka pilihlah
memanjang. tempat alat ukur sedemikian rupa,
hingga dari tempat ini dapat dibidik
7. Sipat datar luas
sebanyak mungkin titik-titik di sekitarnya.
Untuk merencanakan bangunan-
bangunan, ada kalanya ingin diketahui 3.2.2 Ketelitian pengukuran sipat datar

keadaan tinggi rendahnya permukaan


Dalam pengukuran sipat datar akan pasti
tanah. Oleh sebab itu dilakukan
mengalami kesalahan-kesalahan yang pada
pengukuran sipat datar luas dengan
garis besarnya dapat digolongkan ke dalam
mengukur sebanyak mungkin titik detail.
kesalahan yang sifatnya sistimatis
Kerapatan dan letak titik detail diatur (Systematic errors) dan kesalahan yang
sesuai dengan kebutuhannya. Apabila sifatnya kebetulan (accidental errors).
makin rapat titik detail pengukurannya Kesalahan-kesalahan yang tergolong
maka akan mendaptkan gambaran sistematis adalah kesalahan-kesalahan
permukaan tanah yang lebih baik. yang telah diketahui penyebabnya dan
Bentuk permukaan tanah akan dapat diformulasikan ke dalarn rumus
dilukiskan oleh garis-garis yang matematika maupun fisika tertentu.
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 70

Misalnya, kesalahan - kesalahan yang Untuk mengetahui apakah pengukuran


terdapat pada alat ukur yang digunakan harus diulangi atau tidak dan untuk
antara lain kesalahan garis bidik, kesalahan mengetahui baik tidaknya pengukuran sipat
garis nol skala rambu; kesalahan karena datar (memanjang), maka ditentukan batas
fak tor alam antara lain refraksi udara dan harga kesalahan terbesar yang masih dapat
kelengkungan bumi. diterima yang dinamakan toleransi
pengukuran.
Kesalahan - kesalahan yang tergolong
kebetulan adalah kesalahan-kesalahan yang Angka toleransi dihitung dengan rumus:
tidak dapat dihindarkan dan pengaruhnya
T=±K D
tidak dapat ditentukan, akan tetapi orde
Dimana :
besarnya biasanya kecil-kecil saja serta
T = toleransi dalam satuan milimeter
kemungkinan positif dan negatifnya sama
K = konstanta yang menunjukan tingkat
besar.
ketelitian pengukuran dalam satuan
Misalnya, kesalahan menaksir bacaan pada milimeter
skala rambu, menaksir letak gelembung nivo D = Jarak antara dua titik yang diukur
di tengah. Karena kesalahan sistimatik dalam satuan kilometer
bersifat menumpuk (akumulasi), maka hasil
pengukuran harus dibebaskan dari 3.2.3 Syarat-syarat alat sipat datar

kesalahan sistematis tersebut. Cara yang


Pengukuran sipat datar memerlukan dua
dapat ditempuh yaitu dengan memberikan
alat utama yaitu sipat datar dan rambu ukur
koreksi terhadap hasilnya atau dengan cara-
alat sipat datar. Biasanya alat ini dilengkapi
cara pengukuran tertentu. Misalnya, untuk
dengan nivo yang berfungsi untuk
menghilangkan pengaruh kesalahan garis
mendapatkan sipatan mendatar dari
bidik, refraksi udara dan kelengkungan
kedudukan alat dan unting-unting untuk
bumi, alat sipat datar harus ditempatkan
mendapatkan kedudukan alat tersebut di
tepat di tengah antara dua rambu (jarak ke
atas titik yang bersangkutan.
rambu belakang dan ke rambu muka harus
dibuat sama besar). a. Pesawat Sipat Datar
Pesawat sipat datar yang kita gunakan
Dengan demikian hasil pengukuran hanya
dapat ditemukan pada beberapa alat
dipengaruhi kesalahan yang sifatnya
berikut.
kebetulan.
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 71

1. Dumpy Level Teropong ini dilengkapi dengan


sekumpulan peralatan optis dan
Kelebihan dari alat sipat datar ini yaitu
peralatan untuk dapat memperbesar
teleskopnya hanya bergerak pada suatu
bayangan, reticule dengan benang
bidang yang menyudut 90° terhadap
diafragma, serta peralatan penyetel
sumbu rotasinya. Alat ini adalah alat
lainnya.
yang paling sederhana.
§ Nivo
Bagian dari alat ini meliputi:
Pada alat ukur sipat datar ini
§ Landasan alat
umumnya terdapat dua buah nivo.
Landasan alat ini terletak di atas dari
Dari jenis kotak yang terletak pada
tripod (statif) dan merupakan
tribach dan jenis tabung yang
landasan datar tempat alat ukur
terletak di atas teropong. Nivo kotak
tersebut diletakan dan diatur
tersebut digunakan untuk
sebelum melakukan pengukuran.
mendatarkan bidang nivo dari alat
§ Sekrup penyetel tersebut, yaitu agar tegak lurus pada
Sekrup penyetel berfungsi untuk garis grafvitasi dan nivo tabung
mendatarkan alat ukur di atas digunakan untuk mendatarkan
landasan alat tersebut, juga untuk teropong pada jurusan bidikan.
mendatarkan sebuah bidang nivo
yaitu bidang yang tegak lurus
terhadap garis gaya gravitasi.

§ Tribach
Tribach adalah platform ataupun
penghubung statip dan alat sipat
datar.

§ Teropong
Teropong ini duduk di atas tribach
dan kedudukan mendatarnya diatur
oleh ketiga sekrup penyetel yang
terdapat pada tribach diatas.
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 72

Gambar 53. Dumpy level

Tipe kekar terdiri dari: 2. Tipe Reversi ( Reversible level )


1) Teropong,
Kelebihan dari sipat datar ini yaitu pada
2) Nivo tabung,
teropong terdapat nivo reversi dan
3) Skrup koreksi/pengatur nivo,
teropong mempunyai sumbu mekanis.
4) Skrup koreksi/pengatur diafragma (4
Pada type ini teropong dapat diputar
buah),
sepanjang sumbu mekanis sehingga
5) Skrup pengunci gerakan horizontal,
nivo tabung letak dibawah teropong.
6) Skrup kiap (umumnya 3 buah),
Karena nivo tabung mempunyai dua
7) Tribrach, penyangga sumbu kesatu
permukaan maka dalam posisi demikian
dan teropong,
gelembung nivo akan nampak.
8) Trivet, dapat dikuncikan pada statip
Disamping itu teropong dapat diungkit
9) Kiap (leveling head), terdiri dari
sehingga garis bidik bisa mengarah
tribrach dan trivet,
keatas, kebawah maupun mendatar.
10) Sumbu kesatu (sumbu tegak) ,
11) Tombol focus
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 73

Tipe Reversi terdiri dari:

1) Teropong,
2) Nivo reversi (mempunyai dua
permukaan),
3) Skrup koreksi/pengatur nivo
4) Skrup koreksi/pengatur diafragma,
5) Skrup pengunci gerakan horizontal,

Gambar 54. Tipe reversi 6) Skrup kiap,


3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 74

7) Tribrach, § Teropong
8) Trivet, Teropong yang terdapat pada alat
9) Kiap, ukur ini sama dengan pada alat ukur
10) Sumbu kesatu (sumbu tegak), dumpy level ataupun teropong pada
11) Tombol focus, umumnya.
12) Pegas,
§ Nivo
13) Skrup pengungkit teropong,
Demikian pula nivo yang terletak di
14) Skrup pemutar,
atas teropong tersebut mempunyai
15) Sumbu mekanis,
fungsi yang sama dengan yang

3. Tilting Level terdapat pada alat-alat lainnya.

Perbedaan tilting level dan dumpy level


adalah teleskopnya tidak dapat dipaksa
bergerak sejajar dengan plat paralel di
atas. Penyetelan pesawat ungkit ini
lebih mudah dibandingkan dengan
dumpy level. Kelebihan dari pesawat
tilting level yaitu teropongnya dapat
diungkit naik turun terhadap sendinya,
dan mempunyai dua nivo yaitu nivo
kotak dan nivo tabung.

Dalam tilting level terdapat sekrup


pengungkit teropong dan hanya terdiri
dari tiga bagian saja. Bagian dari alat
ini, diantaranya:

§ Dudukan alat
Pada bagian alat ini dapat berputar
terhadap sumbu vertikal alat, yaitu
dengan tersedianya bola dan soket
diantara landasan statif dan tribach Gambar 55. Dua macam tilting level
tersebut.
Berbeda dengan tipe reversi, pada tipe
ini teropong dapat diungkit dengan
skrup pengungkit.
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 75

Gambar 56. Bagin-bagian dari tilting level

Keterangan : 4. Automatic Level


1. Teropong, Pada alat ini yang otomatis adalah
2. Nivo tabung, sistem pengaturan garis bidik yang tidak
3. Skrup koreksi/pengatur nivo, lagi bergantung pada nivo yang terletak
4. Skrup koreksi/pengatur diagram, di atas teropong. Alat ini hanya
5. Skrup pengunci gerakan horizontal, mendatarkan bidang nivo kotak melalui
6. Skrup kiap, tiga sekrup penyetel dan secara
7. Tribrach, otomatis sebuah bandul menggantikan
8. Trivet, fungsi nivo tabung dalam mendatarkan
9. Kiap (leveling head), garis nivo ke target yang dikehendaki.
10. Sumbu kesatu (sumbu tegak),
Bagian-bagian dari alat sipat datar
11. Tombol focus,
otomatis diantaranya: kip bagian bawah
12. Pegas,
(sebagai landasan pesawat yang
13. Skrup pengungkit teropong,
menumpu pada kepala statif), sekrup
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 76

penyetel kedataran (untuk menyetel


nivo), teropong, nivo kotak (sebagai
pedoman penyetelan rambu kesatu
yang tegak lurus nivo), lingkaran
mendatar (skala sudut), dan tombol
pengatur fokus (menyetel ketajaman
gambar objek).

Keistimewaan utama dari penyipat datar


otomatis adalah garis bidiknya yang
melalui perpotongan benang silang
tengah selalu horizontal meskipun
sumbu optik alat tersebut tidak
horizontal.
Gambar 57. Instrumen sipat datar otomatis

Gambar 58. Bagian-bagian dari sipat datar otomatis


3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 77

Keterangan : bidik dengan permukaan tanah.


1. Teropong, Rambu ukur terbuat dari kayu atau
2. Kompensator, campuran logam alumunium.
3. Skrup koreksi/ pengatur diafragma, Ukurannya, tebal 3 cm – 4 cm,
4. Skrup pengunci gerakan horizontal, lebarnya ±10 cm dan panjang 2 m, 3
5. Skrup kiap, m, 4 m, dan 5 m. Pada bagian
6. Tribrach, bawah diberi sepatu, agar tidak aus
7. Trivet, karena sering dipakai.
8. Kiap (leveling head/base plate), dan
Rambu ukur dibagi dalam skala,
9. Tombol focus.
angka-angka menunjukan ukuran
Ketepatan penggunaan dari keempat dalam desimeter. Ukuran desimeter
alat sipat datar diatas yaitu sama-sama dibagi dalam sentimeter oleh E dan
digunakan untuk pengukuran kerangka oleh kedua garis. Oleh karena itu,
dasar vertikal, dimana kegunaan dari kadang disebut rambu E. Ukuran
keempat alat di atas yaitu hanya untuk meter yang dalam rambu ditulis
memperoleh informasi beda tinggi yang dalam angka romawi. Angka pada
relatif akurat pada pengukuran di suatu rambu ukur tertulis tegak atau
lapangan. terbalik. Pada bidang lebarnya ada
lukisan milimeter dan diberi cat
b. Rambu Ukur
merah dan hitam dengan cat dasar
Rambu untuk pengukuran sipat datar putih agar saat dilihat dari jauh tidak
(leveling) diklasifikasikan ke dalam 2 menjadi silau. Meter teratas dan
tipe, yaitu: meter terbawah berwarna hitam,

1. Rambu sipat datar dengan dan meter di tengah dibuat

pembacaan sendiri berwarna merah.

a) Jalon Fungsi rambu ukur adalah sebagai


b) Rambu sipat datar sopwith alat bantu dalam menentukan beda
c) Rambu sipat datar bersendi tinggi dan mengukur jarak dengan
d) Rambu sipat datar invar menggunakan pesawat. Rambu
ukur biasanya dibaca langsung oleh
2. Rambu sipat datar sasaran
pembidik.
Rambu ukur diperlukan untuk
mempermudah/membantu
mengukur beda tinggi antara garis
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 78

Pada pengukuran tinggi dengan cara


trigonometris ini, beda tinggi didapatkan
secara tidak langsung, karena yang diukur
di sini adalah sudut miringnya atau sudut
zenith. Bila jarak mendatar atau jarak miring
diketahaui atau diukur, maka dengan
memakai hubungan-hubungan geometris
dihitunglah beda tinggi yang hendak
ditentukan itu.

Bila jarak antara kedua titik yang hendak


ditentukan beda tingginya tidak jauh, maka
kita masih dapat menganggap bidang nivo
Gambar 59. Rambu ukur sebagai bidang datar.

Akan tetapi bila jarak yang dimaksudkan itu


3.3 Pengukuran trigonometris jauh, maka kita tidak boleh lagi memisahkan
atau mengambil bidang nivo itu sebagai
Metode trigonometris prinsipnya adalah bidang datar, tetapi haruslah bidang nivo itu
mengukur jarak langsung (jarak miring), dipandang sebagai bidang lengkung, Di
tinggi alat, tinggi benang tengah rambu dan samping itu kita harus pula menyadari
sudut vertikal (zenith atau inklinasi) yang bahwa jalan sinarpun bukan merupakan
kemudian direduksi menjadi informasi beda garis lurus, tetapi merupakan garis
tinggi menggunakan alat theodolite. lengkung. Jadi jika jarak antara kedua titik

Seperti telah dibahas sebelumnya, beda yang akan ditentukan beda tingginya itu

tinggi antara dua titik dihitung dari besaran jauh, maka bidang nivo dan jalan sinar tidak

sudut tegak dan jarak. Sudut tegak dapat dipandang sebagai bidang datar dan

diperoleh dari pengukuran dengan alat garis lurus, tetapi haruslah dipandang

theodolite sedangkan jarak diperoleh atau sebagai bidang lengkung dan garis

terkadang diambil jarak dari peta. lengkung.


3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 79

BT

dm

ta H AB

A B
dAB

Gambar 60. Contoh pengukuran trigonometris

i : Inklinasi (sudut miring) HAB = (TB + TB’) + B’B’’ – TB


dab : dm . cos i = D tan m + t – 1 ⇒cot z + t-1
∆HAB : dm . sin I + ta – BT HAB = Dm sin m + t – 1
= Dm cos z + t – 1
Titik A dan B akan ditentukan beda tingginya
dengan cara trigonometris. Prosedur Sudut tegak ukuran perlu mendapat koreksi
pengukuran dan perhitungannya adalah sudut refraksi dan bidang-bidang nivo
sebagai berikut: melalui A dan B harus diperhitungkan

§ Tegakkan theodolite di A, ukur sebagai permukaan yang melengkung

tingginya sumbu mendatar dari A. apabila beda tinggi dan jarak AB besar dan

Misalkan t, beda tinggi akan ditentukan lebih teliti.

§ Tegakkan target di B, ukur tingginya Lapisan udara dari B ke A akan berbeda


target dari B, misalkan l, kepadatannya karena sinar cahaya yang
§ Ukur sudut tegak m (sudut miring) datang dari target B ke teropong theodolite
atau z (sudut zenith), akan melalui garis melengkung. Makin dekat
§ Ukur jarak mendatar D atau Dm ke A makin padat. Dengan adanya
(dengan EDM), dan kesalahan karena faktor alam tersebut di
§ Dari besaran-besaran yang diukur, atas hitungan beda tinggi perlu mendapat
maka: koreksi.
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 80

Gambar 61. Gambar koreksi trigonometris

Keterangan: 1− k
h AB = D cot z '+t − 1 + ⋅ D2
z’ = sudut zenith ukuran 2R
z = sudut zenith yang betul
Dimana:
m’ = sudut miring ukuran
§ k = koefisien refraksi udara = 0.14
m = sudut miring yang betul
§ R = jari-jari bumi 6370 km
r = sudut refraksi udara
§ Besarnya sudut refraksi udara r
0 = pusat bumi
dapat dihitung dengan rumus:
D = jarak (mendatar)
R = rm . Cp . Ct
Dari gambar 61:
rm = sudut refraksi normal pada
hAB = (TB + BB’) + B’B’’ + B’’B’’’ – TB tekanan udara 760 mmHg,
0
2 temperatur udara 10 C dan
hAB = D tan m + D + t – 1
2R kelembaban nisbi 60%

D2 P
atau h AB = D tan( m'− r ) + + t −1 Cp = ; P = tekanan udara di A
2R 760
D2 dalam mmHg
h AB = D tan(m '−r ) + + t −1
2R 283
Ct = ; t = temperatur udara
1− k 273 + t
atau h AB = D tan m '+ t − 1 + ⋅ D2 0
2R di A dalm mmHg C
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 81

Agar beda tinggi yang didaptkan lebih baik,


Pada prinsipnya menghitung beda tinggi
maka pengukuran harus dilakukan bolak-
pada suatu wilayah yang relatif sulit dicapai
balik. Kemudian hasilnya dirata-ratakan,
karena kondisi alamnya dengan bantuan
dapat pula beda tinggi dihitung secara
pembacaan tekanan udara atau atmosfer
serentak dengan rumus:
menggunakan alat barometer

 H + HB 
h AB = D1 + A  tan 12 ( m' 2 − m' 1 )
 2 R 
dimana:
§ HA dan HB tinggi pendekatan A dan
B (dari peta topografi)
§ m1’ , m2’ sudut miring ukuran di A
dan B
§ t dan 1 dibuat sama tinggi.

3.4 Pengukuran barometris


Gambar 62. Bagian-bagian barometer
Metode barometris prinsipnya adalah
Dari ketiga metode di atas yang
mengukur beda tekanan atmosfer suatu
keuntungannya lebih besar ialah alat sipat
ketinggian menggunakan alat barometer
datar, karena setiap ketinggian berbeda-
yang kemudian direduksi menjadi beda
beda dan tekanan berbeda-beda maka hasil
tinggi.
pengukurannya pun berbeda-beda.
Pengukuran dengan barometer relatif
Pengukuran sipat datar KDV maksudnya
mudah dilakukan, tetapi membutuhkan
adalah pembuatan serangkaian titik-titik di
ketelitian pembacaan yang lebih
lapangan yang diukur ketinggiannya melalui
dibandingkan dua metode lainnya, yaitu
pengukuran beda tinggi untuk pengikatan
metode alat sipat datar dan metode
ketinggian titik-titik lain yang lebih detail dan
trigonometris
banyak. Tujuan pengukuran sipat datar KDV
Hasil dari pengukuran barometer ini adalah untuk memperoleh informasi tinggi
bergantung pada ketinggian permukaan yang relatif akurat di lapangan yang
tanah juga bergantung pada temperatur sedemikian rupa sehingga informasi tinggi
udara, kelembapan, dan kondisi-kondisi pada daerah yang tercakup layak untuk
cuaca lainnya. diolah sebagai informasi yang lebih
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 82

kompleks. Referensi informasi ketinggian Menurut hukum Boyle dan Charles:


diperoleh melalui suatu pengamatan di tepi P . V = R . T..........................................1
pantai yang dikenal dengan nama Dimana:
pengamatan pasut. Pengamatan ini P= tekanan gas (udara) persatuan
2
dilakukan dengan menggunakan alat-alat masa, dalam satuan Newton/m
sederhana yang bekerja secara mekanis, V= volume gas (udara) persatuan
3
manual, dan elektronis. masa, dalam satuan m
R= konstanta gas (udara)
Pengukuran sipat datar KDV diawali dengan
T= temperatur gas (udara) dalam
mengidentifikasi kesalahan sistematis dalam
0 0
satuan kelvin (0 C = 273 K ).
hal ini kesalahan bidik alat sipat datar optis
melalui suatu pengukuran sipat datar dalam Disamping itu, karena antara massa m
posisi 2 stand. dengan volume V dan kepadatan δ
mempunyai hubungan:
M=V.δ

Maka untuk satu satuan masa, V = 1/δ.


Dengan demikian rumus di atas akan
menjadi:
P = δ . R . T....................2

Bila perubahan tekanan udara adalah dp


untuk satu satuan luas sesuai dengan
perubahan tinggi dh, maka:
Dp = - g . δ . dh..............3
Gambar 63. Barometer
Dimana g = percepatan gaya berat, δ =
Peristiwa alam menunjukan bahwa semakin kepadatan udara. Kombinasi rumus 2 dan 3
tinggi suatu tempat maka semakin kecil akan memberikan:
tekanannya. Hubungan antara tekanan dan RT dp
ketinggian bergantung pada temperatur,
Dh = - ⋅ ............4
g p
kelembaban dan percepatan gaya gravitasi.
Bila P1 adalah tekanan udara pada
Secara sederhana kita dapat menentukan ketinggian H1 dan P2 adalah tekanan pada
hubungan antara perubahan tekanan ketinggian H2, maka dengan menggunakan
dengan perubahan tinggi. rumus 4
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 83

3
H2
RT dp
P2 δs = 1.2928 kg/m pada temperatur
h = ∫ dh = H 2 − H1 = − ∫ ⋅ 0
g p 0 C dan tekanan 760 mmHg
H1 P1
gs = 9.80665 N/kg dimuka laut pada
R ⋅T 0
Karena akan merupakan suatu lintang 45
g 0 0
Ts = 0 C = 273 K
konstanta, maka:
Maka :
P2
RT dp p

h=− T
h = −(18402.6)m log( 2 ) ..................8
g P1
p Ts p1
RT Dimana:
h=−
g{ln P2 − ln P1} P2 = tekanan udara pada ketinggian H2
dalam mmHg
RT P
h=− log( 2 ) , M = modulus log. P1 = tekanan udara pada ketinggian H1
M ⋅g P1
dalam mmHg
Brigg = 0.4342945.......................................5
T = temperatur udara rata-rata pada
0
Harga konstanta R dapat ditentukan ketinggian H1 dan H2 dalam K
0
besarnya, apabila kita menentukan harga Ts = temperatur udara standar = 273 K

standar untuk p = ps , δ = δs dan T = Ts . Dari Prosedur pengukuran:


rumus 2: Ada beberapa metode pengukuran yang
dapat dilakukan, namun disini kita akan
p
R = s ...................................................6 bahas dua metode, yaitu:
δ s Ts
§ metode pengukuran tunggal (single
Subtitusikan harga R persamaan 6 kedalam
observation)
persamaan 5:
§ metode pengukuran simultan
 ps  p  T (simultaneous observation)
h = −  ⋅ log  2  ⋅ ..................7
 M ⋅δ s ⋅ g s   p1  Ts 1. Pengukuran tunggal

Bila diambil harga standar sbb: Misalkan titik-titik A, B, C, D akan

2
ditentukan beda-beda tingginya.
Ps = 101325 N/m yang sesuai dengan
tekanan 760 mmHg pada Alat ukur yang digunakan satu alat
0 barometer dan satu alat thermometer.
temperatur 0 C dan g = 9.80665
N/kg
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 84

D
B

A C

Gambar 64. Pengukuran tunggal

Misal titik A telah diketahui tingginya. 2. Pengukuran simultan


§ Pertama sekali catat tekanan dan
Pada metode simultan, pencatatan
temperatur udara di A.
tekanan dan temperatur udara di dua
§ Kemudian kita berjalan menuju titik
titik yang ditentukan beda tingginya
B, C, D dan kemudian kembali ke C,
dilakukan pada saat bersamaan.
B, dan A. Pada titik-titik yang dilalui
tadi (B, C, D, C, B, A) kita catat pula Maksudnya untuk mengeliminir

tekanan dan temperatur udaranya. kesalahan karena perubahan kondisi


atmosfir.
§ Dengan pencatatan besaran-
besaran tekanan dan temperatur di Alat barometer dan thermometer yang
setiap titik, dengan rumus 8 dapat digunakan adalah dua buah. Barometer
dihitung beda-beda tingginya. dan thermometer pertama ditempatkan
§ Dan dari ketinggian A dapat dihitung di titik yang diketahui tingginya
ketinggian B, C, dan D. sedangkan yang lain dibawa ke titik-titik

Dalam keadaan atmosfir yang sama yang akan diukur.

idealnya pencatatan di setiap titik Prosedur pengukuran:


dilakukan, namun pada pengukuran
§ Buat jadwal waktu penacatatan.
tunggal hal ini tidak mungkin dilakukan.
Misalkan t0, t1, t2, t3, t4, t5, t6.
Sehingga pencatatan mengandung
kesalahan akibat perubahan kondisi § Alat-alat pertama (I) ditempatkan di
atmosfir. A, dan alat-alat kedua (II) berjalan
dari A-B -C-D-C-B-A.
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 85

t4

t6 D
t5 t3
t7 B
t1
A C
t2

Gambar 65. Pengukuran Simultan

Pada pukul t0, catat tekanan dan Catatan:


temperatur di A (I) dan A (II)
1. Rumus 8 dapat ditulis lain:
Pada pukul t1, catat tekanan dan
p2
temperatur di A (I) dan B (II) h = −(18402.6)(1 + αt ) log( ) ....9
p1
Pada pukul t2, catat tekanan dan
temperatur di A (I) dan C (II) Dimana:
0
Pada pukul t3, catat tekanan dan T dinyatakan dalam satuan C

temperatur di A (I) dan D (II) 1


α= = 0.003663
Pada pukul t4, catat tekanan dan 273
temperatur di A (I) dan D (II)
2. Apabila dimisalkan untuk tinggi H = 0,
Pada pukul t5, catat tekanan dan
tekanannya adalah p = 739 mmHg
temperatur di A (I) dan C (II)
maka rumus umum untuk menghitung
Pada pukul t6, catat tekanan dan
tinggi adalah:
temperatur di A (I) dan B (II)
Hi = (18402.6) (1 + 0.003663 t) log
Pada pukul t7, catat tekanan dan
739
temperatur di A (I) dan A (II) ( )
pi
§ Dari pencatatan di A dan titik-titik Tinggi dihitung dengan rumus 10
lain dapat ditentukan beda tinggi disebut tinggi hitungan dan digunakan
terhadap A. Dengan demikian beda untuk menghitung beda tinggi.
tinggi antara dua titik yang
3. Rumus berikut ini, akan memberikan
berdekatan dapat diketahui.
hasil h yang lebih baik, karena harga g
yang digunakan disesuaikan dengan
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 86

ketinggian dan lintang tempat


pengamatan. Sedangkan pada rumus 8
harga g yang digunakan adalah harga g
0
pada ketinggian nol dan lintang 45

2H
H = - [18402.6] (1 + αt) (1 + )
R
p2
(1 + β cos 2ϕ log ( ).......................11
p1
Dimana:

2H = H1+H2 (harga pendekatan)


R = jari-jari bumi (≈ 6370 km)
ϕ = lintang tempat pengamatan
rata-rata = ½ (ϕ1 +ϕ2 )
-3
β = 2.64399 x 10
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 87

Model DiagramModel
Alir IlmuDiagram
Ukur Tanah Pertemuan ke-03
Alir
Penjelasan Metode-Metode Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Orde - 1
Benang Tengah
Rambu Belakang

Daerah Datar Metode Sipat


( 0 - 15 %) Datar

Benang Tengah
Rambu Muka

Tinggi Alat
Orde - 2

Jarak
langsung
Pengukuran Metode
Daerah Bukit
Kerangka Trigonometris
(15 - 45 %)
Dasar Vertikal
Benang
Tengah

Sudut Vertikal
(Inklinasi/
Zenith)

Tekanan
Udara di
Orde - 3 Titik i

Tekanan
Udara di
Daerah Titik j
Metode
Gunung
Barometris
( > 45 %)
Gravitasi
di Titik i

Massa
Jenis Gravitasi
Cairan di Titik j

Gambar 66. Model diagram alir pengukuran kerangka dasar vertikal


3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 88

Rangkuman

Berdasarkan uraian materi bab 3 mengenai pengukuran kerangka dasar vertikal,


maka dapat disimpulkan sebagi berikut:

1. Kerangka dasar vertikal merupakan kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau
ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap bidang rujukan
ketinggian tertentu.

2. Pengukuran tinggi merupakan penentuan beda tinggi antara dua titik. Pengukuran
beda tinggi dapat ditentukan dengan tiga metode, yaitu:
• Metode pengkuran penyipat datar
• Metode trigonometris
• Metode barometris.

3. Pengukran beda tinggi metode sipat datar optis adalah proses penentuan ketinggian
dari sejumlah titik atau pengukuran perbedaan elevasi. Tujuan dari pengukuran
penyipat datar adalah mencari beda tinggi antara dua titik yang diukur.
Pengkuran sipat datar terdiri dari beberapa macam, yaitu:
• Sipat datar memanjang
• Sipat datar resiprokal
• Sipat datar profil
• Sipat datar luas

4. Pengukuran beda tinggi metode trigonometris prinsipnya yaitu mengukur jarak


langsung (jarak miring), tinggi alat, tinggi benang tengah rambu dan sudut vertikal
(zenith atau inklinasi) yang kemudian direduksi menjadi informasi beda tinggi
menggunakan alat theodolite.
5. Pengukuran beda tinggi metode barometris prinsipnya adalah mengukur beda
tekanan atmosfer suatu ketinggian menggunakan alat barometer yang kemudian
direduksi menjadi beda tinggi.

6. Tingkat ketelitian yang paling tinggi dari ketiga metode tersebut adalah sipat datar
kemudian trigonometris dan terakhir adalah barometris. Pada prinsipnya ketiga
metode tersebut layak dipakai bergantung pada situasi dan kondisi lapangan.
3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 89

Soal Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini !

1. Apa yang dimaksud dengan kerangka dasar vertikal ?


2. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang pengukuran beda tinggi metode sipat datar
optis !
3. Apa yang dimaksud dengan pengukuran tinggi dan bagaimana cara mencari beda
tingginya ?
4. Sebutkan dan jelaskan macam-macam pengukuran sipat datar ?
5. Sebutkan macam-macam sipat datar memanjang !
6. Sebutkan bagian-bagian pesawat sipat datar tipe dumpy level lengkap beserta
gambarnya !
7. Jelaskan prinsip pengukuran beda tinggi metode trigonometris dan metode barometris
yang anda ketahui !
8. Sebutkan prosedur pengukuran dan penurunan rumus beda tinggi metode
trigonometris lengkap dengan gambarnya !
9. Dari ketiga metode pengukuran beda tinggi, manakah yang mempunyai tingkat ketelitian
paling tinggi dan jelaskan alasannya !
10. Jelaskan kelebihan dari alat sipat datar tipe dumpy level, automatic level, tilting level,
dan tipe reversi ?
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 90

4. Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal

diketahui/diukur dengan menggunakan


4.1 Tujuan dan sasaran
pengukuran sipat datar prinsip sipat datar.
kerangka dasar vertikal
Pengukuran menggunakan sipat datar optis
adalah pengukuran tinggi garis bidik alat
Ilmu Ukur Tanah adalah ilmu yang
sipat datar di lapangan melalui rambu ukur.
mempelajari pengukuran-pengukuran yang
Rambu ukur ini berjumlah 2 buah masing-
diperlukan untuk menentukan letak relatife
masing didirikan di atas dua patok/titik yang
titik-titik diatas, pada atau dibawah
merupakan jalur pengukuran. Alat sipat
permukaan tanah, atau sebaliknya, ialah
datar optis kemudian diletakan di tengah-
memasang titik-titik dilapangan. Letak titik-
tengah antara rambu belakang dan muka.
titik yang ditentukan adalah berguna pada
Alat sipat datar diatur sedemikian rupa
kompliming peta atau untuk menentukan
sehingga teropong sejajar dengan nivo yaitu
garis-garis atau jalur-jalur dan kemiringan-
dengan mengetengahkan gelembung nivo.
kemiringan konstruksi pada pekerjaan teknik
Setelah gelembung nivo di ketengahkan
sipil.
(garis arah nivo harus tegak lurus pada
Pengukuran-pengukuran ini dilakukan pada
sumbu kesatu) barulah di baca rambu
daerah yang relatife sempit, dimana tidak
belakang dan rambu muka yang terdiri dari
perlu dilibatkan adanya faktor kelengkungan
bacaan benang tengah, atas dan bawah.
bumi diperhitungkan, termasuk dalam Ilmu
Beda tinggi slag tersebut pada dasarnya
Geodesi Tinggi.
adalah pengurangan Benang Tengah
Sebagaimana telah kita tahu bahwa belakang (BTb) dengan Benang Tengah
permukaan bumi ini tidak tentu, artinya tidak muka (BTm ).
mempunyai pemukaan yang sama tinggi,
Pengukuran beda tinggi dengan cara sipat
maka tinggi titik kedua tersebut dapat di
datar dapat memberikan hasil lebih baik
hitung, yaitu apabila titik pertama telah
dibandingkan dengan cara-cara
diketahui tingginya.
trigonometris dan barometris, maka titik-titik
Tinggi titik pertama (h1) dapat di definisikan,
kerangka dasar vertikal diukur dengan sipat
sebagai koordinat lokal ataupun terikat
datar.
dengan titik yang lain yang telah diketahui
tingginya, Sedangkan selisih tinggi atau Pengukuran sipat datar kerangka dasar

lebih dikenal dengan beda tinggi (h) dapat vertikal maksudnya adalah pembuatan
serangkaian titik-titik di lapangan yang
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 91

diukur ketinggiannya melalui pengukuran


beda tinggi untuk pengikatan ketinggian
titik–titik lain yang lebih detail dan banyak.

Tujuan pengukuran sipat datar kerangka


dasar vertikal adalah untuk memperoleh
informasi tinggi yang relatif akurat di
lapangan sedemikian rupa sehingga Gambar 67. Proses pengukuran

informasi tinggi pada daerah yang tercakup


layak untuk diolah sebagai informasi yang
layak kompleks.
Rambu Belakang Rambu Muka
Referensi informasi ketinggian diperoleh
melalui suatu pengamatan di tepi pantai
yang dikenal dengan nama pengamatan Arah Pengukuran
Pasut. Pengamatan pasut dilakukan
Gambar 68. Arah pengukuran
menggunakan alat-alat sederhana yang
bekerja secara mekanis, manual dan
4.2 Peralatan, bahan, dan
elektronis. formulir pengukuran sipat
datar kerangka dasar vertikal
Tinggi permukaan air laut direkam pada
interval waktu tertentu dengan bantuan
4.2.1 Peralatan yang digunakan :
pelampung baik dalam kondisi air laut
1. Alat sipat datar optis
pasang maupun surut.
Pada dasarnya alat sipat datar
Pengamatan permukaan air laut pada terdiri dari bagian utama
interval tertentu kemudian diolah dengan sebagai berikut:
bantuan ilmu statistik sehingga diperoleh a. Teropong berfungsi untuk membidik
informasi mengenai tinggi muka air laut rata- rambu (menggunakan garis bidik) dan
rata atau sering dikenal dengan istilah Mean memperbesar bayangan rambu.
Sea Level (MSL).
b. Nivo tabung diletakan pada teropong
MSL ini berdimensi meter dan merupakan berfungsi mengatur agar garis bidik
referensi ketinggian bagi titik-titik lain di mendatar. Terdiri dari kotak gelas
darat. yang diisi alkohol. Bagian kecil kotak
tidak berisi zat cair sehingga kelihatan
ada gelembung. Nivo akan terletak
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 92

tegak lurus pada garis tengah vertikal


bidang singgung di titik tengah bidang
lengkung atas dalam nivo mendatar.

c. Kiap (leveling head/base plate),


terdapat sekrup-sekrup kiap
(umumnya tiga buah) dan nivo kotak
(nivo tabung) yang semuanya
digunakan untuk menegakkan sumbu
kesatu (sumbu tegak) teropong.

d. Sekrup pengunci (untuk mengunci Gambar 69. Alat sipat datar

gerakan teropong kekanan/ kiri).


2. Rambu ukur 2 buah
e. Lensa okuler (untuk memperjelas Rambu ukur dapat terbuat dari kayu,
benang). campuran alumunium yang diberi skala

f. Lensa objektif/ diafragma (untuk pembacaan. Ukuran lebarnya ± 4 cm,

memperjelas benda/ objek). panjang antara 3m-5m pembacaan

g. Sekrup penggerak halus (untuk dilengkapi dengan angka dari meter,

membidik sasaran). desimeter, sentimeter, dan milimeter.

h. Vizir (untuk mencari/ membidik kasar


objek).

i. Statif (tripod) berfungsi untuk


menyangga ketiga bagian tersebut di
atas.

Gambar 70. Rambu ukur


4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 93

4. Unting-Unting
Unting-unting terbuat dari besi atau
kuningan yang berbentuk kerucut
dengan ujung bawah lancip dan di
ujung atas digantungkan pada seutas
tali. Unting-unting berguna untuk
memproyeksikan suatu titik pada pita
ukur di permukaan tanah atau
sebaliknya.

Gambar 71. Cara menggunakan rambu


ukur di lapangan

3. Statif
Gambar 73. Unting-unting
Statif merupakan tempat dudukan alat
dan untuk menstabilkan alat seperti 5. Patok
Sipat datar. Alat ini mempunyai 3 kaki Patok dalam ukur tanah berfungsi
yang sama panjang dan bisa dirubah untuk memberi tanda batas jalon,
ukuran ketinggiannya. Statif saat dimana titik setelah diukur dan akan
didirikan harus rata karena jika tidak diperlukan lagi pada waktu lain. Patok
rata dapat mengakibatkan kesalahan biasanya ditanam didalam tanah dan
saat pengukuran. yang menonjol antara 5 cm - 10 cm,
dengan maksud agar tidak lepas dan
tidak mudah dicabut. Patok terbuat
dari dua macam bahan yaitu kayu dan
besi atau beton.

• Patok Kayu
Patok kayu yang terbuat dari kayu,
berpenampang bujur sangkar dengan
ukuran ± 50mm x 50mm, dan bagian
Gambar 72. Statif atasnya diberi cat.
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 94

• Patok Beton atau Besi 7. Payung


Patok yang terbuat dari beton atau Payung ini digunakan atau memiliki
besi biasanya merupakan patok tetap fungsi sebagai pelindung dari panas
yang akan masih dipakai diwaktu lain. dan hujan untuk alat ukur itu sendiri.
Karena bila alat ukur sering
kepanasan atau kehujanan, lambat
laun alat tersebut pasti mudah rusak
(seperti; jamuran, dll).

Gambar 74. Patok kayu dan beton/ besi

6. Pita ukur (meteran) Gambar 76. Payung


Pita ukur linen bisa berlapis plastik
atau tidak, dan kadang-kadang 4.2.2 Bahan Yang Digunakan :

diperkuat dengan benang serat. Pita 1. Peta wilayah study

ini tersedia dalam ukuran panjang Peta digunakan agar mengetahui di

10m, 15m, 20m, 25m atau 30m. daerah mana akan melakukan

Kelebihan dari alat ini bisa digulung pengukuran

dan ditarik kembali, dan 2. Cat dan kuas


kekurangannya adalah kalau ditarik Alat ini murah dan sederhana akan
akan memanjang, lekas rusak dan tetapi peranannya sangat penting
mudah putus, tidak tahan air. sekali ketika di lapangan, yaitu
digunakan untuk menandai dimana
kita mengukur dan dimana pula kita
meletakan rambu ukur. Tanda ini
tidak boleh hilang sebelum
perhitungan selesai karena akan
mempengaruhi perhitungan dalam
pengukuran.

Gambar 75. Pita ukur


4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 95

d. Perbedaan hasil ukuran pergi dan


pulang tidak melebihi angka toleransi
yang ditetapkan.
Khusus mengenai angka toleransi
pengukuran sipat datar, dapat dijelaskan
sebagai berikut :

T=±K D
Gambar 77. Cat dan kuas Dimana :
3. Alat tulis T = toleransi dalam satuan
Alat tulis digunakan untuk milimeter
mencatat hasil pengkuran di K = konstanta yang menunjukan
lapangan. tingkat ketelitian pengukuran
dalam satuan milimeter
4.2.3 Formulir Pengukuran
D = Jarak antara dua titik yang
Formulir pengukuran digunakan
diukur dalam satuan kilometer
untuk mencatat kondisi di lapangan
dan hasil perhitungan-perhitungan/ Berikut ini diberikan contoh harga K untuk

pengukuran di lapangan (terlampir). bermacam tingkat pengukuran sipat datar :

Pengukuran harus dilaksanakan Tabel 3. Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar


berdasarkan ketentuan-ketentuan Tingkat K
yang ditetapkan sebelumnya.
I 3 mm
II 6 mm
4.3. Prosedur pengukuran sipat III 8 mm
datar kerangka dasar
vertikal
Contoh :
Ketentuan-ketentuan pengukuran Kerangka
Dari A ke B sejauh 2 km, harus diukur
Dasar Vertikal adalah sebagai berikut :
dengan ketelitian tingkat III. Ini berarti
a. Pengukuran dilakukan dengan cara
perbedaan ukuran beda tinggi pergi dan
sipat datar.
b. Panjang satu slag pengukuran.
pulang tidak boleh melebihi 8 2 = 11 mm.
c. Pengukuran antara dua titik, sekurang- Apabila beda tinggi ukuran pergi dan pulang
kurangnya diukur 2 kali (pergi dan = 11 mm, ukuran tersebut diterima sebagai
pulang). ukuran tingkat III, Bila > 11 mm ukuran
harus diulangi.
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 96

Dari pengalaman menunjukkan bahwa titik- 6. Setelah selesai merencanakan lokasi-


titik kerangka dasar vertikal yang akan lokasi patok (menggunakan Cat) lalu
digunakan harus diukur lebih teliti. menandainya di lapangan.
7. Melakukan pengukuran kesalahan garis
Pengukuran sipat datar kerangka dasar
bidik. Hal ini dilakukan dengan cara
vertikal harus diawali dengan
mendirikan rambu diantara 2 titik (patok)
mengidentifikasi kesalahan sistematis dalam
dan dirikan statif serta alat sipat datar
hal ini kesalahan garis bidik alat sipat datar
optis kira-kira di tengah antara 2 titik
optis melalui suatu pengukuran sipat datar
tersebut. Yang perlu diperhatikan
dalam posisi 2 stand (2 kali berdiri alat).
pengukuran itu tidak harus dilaksanakan
Kesalahan garis bidik adalah kemungkinan
jauh dari laboratorium.
terungkitnya garis bidik teropong ke arah
8. Sebelum digunakan, alat sipat datar
atas atau bawah diakibatkan oleh
harus terlebih dahulu diatur sedemikian
keterbatasan pabrik membuat alat ini betul-
rupa sehingga garis bidiknya (sumbu II)
betul presisi.
sejajar dengan bidang nivo melalui
Langkah-langkah dalam pengukuran sipat upaya mengetengahkan gelembung
datar kerangka dasar vertikal adalah nivo yang terdapat pada nivo kotak.
sebagai berikut : Bidang nivo sendiri merupakan bidang
1. Siswa akan menerima peta dan batas- equipotensial yaitu bidang yang
batas daerah pengukuran. mempunyai energi potensial yang sama.
2. Ketua tim menandai semua peralatan 9. Sebelum pembacaan dilakukan adalah
yang dibutuhkan serta mengambil peta mengatur agar sumbu I (sumbu yang
dan batas-batas pengukuran di tegak lurus garis bidik) benar-benar
laboratorium. Lalu menyerahkannya tegak lurus dengan sumbu II melalui
pada laboran. upaya mengetengahkan gelembung
3. Ketua tim memeriksa kelengkapan alat, nivo tabung. Setelah sama, langkah
lalu anggota tim membawanya ke selanjutnya kedua nivo yaitu nivo kotak
lapangan. dan nivo tabung diatur, barulah kita
4. Survei ke daerah yang akan dipetakan melakukan pembacaan rambu. Rambu
pada jalur batas pemetaan. yang dibaca harus benar-benar tegak
5. Menentukan lokasi-lokasi patok atau lurus terhadap permukaan tanah.
merencanakan lokasi-lokasi patok 10. Ketengahkan gelembung nivo dengan
sehingga jumlah slag itu genap. prinsip perputaran 2 sekrup kaki kiap
dan 1 sekrup kaki kiap. Setelah
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 97

gelembung nivo di tengah, lalu Kesalahan sistematis berupa kesalahan


memasang unting-unting. garis bidik kita konversikan ke dalam
11. Untuk memperjelas benang diafragma pembacaan benang tengah mentah yang
dengan memutar sekrup pada teropong. akan menghasilkan benang tengah setiap
12. Sedangkan untuk memperjelas objek slag yang telah dikoreksi dan merupakan
rambu ukur dengan memutar sekrup fungsi dari jarak muka atau belakang
fokus diatas teropong. dikalikan dengan koreksi garis bidik.
13. Setelah itu, membaca benang atas,
4.2.2 Penentuan beda tinggi antara dua
benang tengah, dan benang bawah
titik
rambu belakang. Kemudian membaca
kembali benang atas, benang tengah, Penentuan beda tinggi anatara dua titik
dan benang bawah rambu muka. Hasil dapat dilakukan dengan tiga cara
pembacaan di tulis pada formulir yang penempatan alat ukur penyipat datar,
telah disiapkan. Kemudian mengukur tergantung pada keadaan lapangan.
jarak dengan menggunakan pita ukur
Dengan menempatkan alat ukur penyipat
dari rambu belakang ke alat dan dari
datar di atas titik B. Tinggi a garis bidik (titik
alat ke rambu belakang (hasilnya di
tengah teropong) di atas titik B diukur
rata-ratakan) serta mengukur juga jarak
dengan mistar. Dengan gelembung
rambu muka ke alat dan dari alat ke
ditengah–tengah, garis bidik diarahkan ke
rambu muka (hasilnya dirata-ratakan).
mistar yang diletakkan di atas titik lainnya,
Kemudian alat digeser sedikit (slag 2)
ialah titik A. Pembacaan pada mistar
lakukan hal yang sama sampai slag
dimisalkan b, maka angka b ini menyatakan
akhir pengukuran selesai.
jarak angka b itu dengan alas mistar. Maka
14. Setelah pengukuran selesai, lalu
beda tinggi antara titik A dan titik B adalah t
kembali ke laboratorium untuk
= b –a.
mengembalikan alat.
15. Setelah itu melakukan pengolahan data. Alat ukur penyipat datar diletakkan antara
Pengolahan data yang dilakukan adalah titik A dan titik B, sedang di titik–titik A dan B
pengolahan data untuk mengeliminir ditempatkan dua mistar. Jarak dari alat ukur
kesalahan acak atau sistematis dengan penyipat datar ke kedua mistar ambillah
dilengkapi instrumen tabel kesalahan kira–kira sama, sedang alat ukur penyipat
garis bidik dan sistematis. datar tidaklah perlu diletakkan digaris lurus
yang menghubungkan dua titik A dan B.
Arahkan garis bidik dengan gelembung di
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 98

tengah–tengah ke mistar A (belakang) dan 4.2.3 Kesalahan–kesalahan pada sipat


ke mistar B (muka), dan misalkan datar
pembacaaan pada dua mistar berturut-turut
a. Kesalahan petugas.
ada b (belakang) dan m (muka).
• Disebabkan oleh observer.
Bila selalu diingat, bahwa angka – angka • Disebabkan oleh rambu.
pada rambu selalu menyatakan jarak antara b. Kesalahan Instrumen.
angka dan alas mistar, maka dengan • Disebabkan oleh petugas.
mudahlah dapat dimengerti, bahwa beda • Disebabkan oleh rambu.
tinggi antara titik–titik A dan B ada t = b – m. c. Kesalahan Alami.

Alat ukur penyipat datar ditempatkan tidak • Disebabkan pengaruh sinar

diantara titik A dan B, tidak pula di atas matahari langsung.

salah satu titik A atau titik B, tetapi di • Pengaruh refraksi cahaya.

sebelah kiri titik A atau disebelah kanan titik • Pengaruh lengkung bumi.

B, jadi diluar garis AB. Pembacaan yang • Disebabkan pengaruh posisi


dilakukan pada mistar yang diletakkan di instrument sifat datar dan rambu-

atas titik A dan B sekarang adalah berrturut- rambu.

turut b dan m lagi, sehingga digambar


didapat dengan mudah, bahwa beda tinggi 4.2.4 Pengukuran Sipat Datar

t = b –a m.

Gambar 78. Pengukuran sipat datar


4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 99

Eliminasi kesalahan sistematis alat sipat  ( BTbI − BTm I ) − ( BTb II − BTm II ) 


kgb =  
 (dbI + dmI ) − (db" II + dmII ) 
datar dengan cara ,mengoreksi KGB
(kesalahan garis bidik). Metode pengukuran
rambu muka dan belakang dengan dua Koreksi Kgb = -Kgb.

stand (dua kali alat berdiri). a Eliminasi kesalahan sistematis karena


kondisi alam. Eliminasi kesalahan
sistematis karena kondisi alam dapat
dikoreksi dengan membuat jarak
belakang dan jarak muka hampir sama.

b. Jumlah slag pengukuran harus genap.


Peluang untuk meng-koreksi kesalahan
di slag ganjil dan genap lebih besar.
Keterangan : Pembagian kesalahan setiap slag lebih
∧ rata.
BT = benang tengah yang dianggap benar
BT = benang tengah yang dibaca dari c. Cara meng-koreksi kesalahan acak

teropong (random error):


• Dilapangan kita peroleh bacaan BA,
Koreksi = - kesalahan
BT, BB pada setiap slag (misalnya)
I = Kgb = sudut
n = genap.
   ∧

 BT − BT  ⇒ kgb =  BT − BT 

• Dari lapangan kita peroleh jarak
tan kgb =    d 
limkgb→0  d    belakang
 
 
• x jarak muka.

Gambar 79. Pengukuran sipat datar rambu ganda


4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 100

Gambar 80. Pengukuran sipat datar di luar slag rambu

Gambar 80. Pengukuran sipat datar di luar slag rambu


4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 101

Gambar 81. Pengukuran sipat datar dua rambu

Gambar 82. Pengukuran sipat datar menurun


4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 102

Gambar 83. Pengukuran sipat datar menaik

Gambar 84. Pengukuran sipat datar tinggi bangunan


4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 103

setiap slag harus memenuhi syarat beda


4.4 Pengolahan data sifat datar
tinggi sama dengan nol jika jalur
kerangka dasar vertikal
pengukur berawal dan berakhir pada titik
yang sama. Penjumlahan beda tinggi
Hasil yang diperoleh dari praktek
awal setiap slag merupakan kesalahan
pengukuran sipat datar dan pengolahan
acak beda tinggi yang harus dikoreksikan
data lapangan adalah tinggi pada titik-titik
kepada setiap slag berdasarkan bobot
(patok -patok) yang diukur untuk keperluan
tertentu.
penggambaran dalam pemetaan.
5. Menghitung jarak (?d) setiap slag dengan
Perhitungan meliputi :
menjumlahkan jarak belakang dan jarak
§ Mengoreksi hasil ukuran
muka.
§ Mereduksi hasil ukuran, misalnya
mereduksi jarak miring menjadi jarak 6. Menghitung total jarak (? (?d)) jalur

mendatar dan lain-lain pengukuran dengan menjumlahkan

§ Menghitung azimuth pengamatan semua jarak slag.

matahari 7. Menghitung bobot koreksi setiap slag


§ Menghitung koordinat dan ketinggian dengan membagi jarak slag dengan total
setiap titik. jarak pengukuran.

Langkah-langkah dalam pengolahan data Sebagai bobot koreksi kita menggunakan


adalah sebagai berikut: jarak setiap slag yang merupakan
1. Menuliskan nilai BA, BT, BB, jarak penjumlahan jarak muka dan belakang.
belakang dan jarak muka. Total bobot adalah jumlah jarak semua

2. Mencari nilai kesalahan garis bidik. slag. Koreksi tinggi setiap slag dengan
demikian diperoleh melalui negatif
3. Menghitung BT koreksi (BTk ) di setiap
kesalahan acak beda tinggi dikalikan
slag.
dengan jarak slag tersebut dan dibagi
4. Menghitung beda tinggi (?H) di setiap dengan total jarak seluruh slag.
slag dari bacaan benang tengah
8. Menghitung tinggi titik-titik pengukuran
koreksi belakang dan muka.
(Ti) dengan cara menjumlahkan tinggi titik
Beda tinggi awal suatu slag diperoleh sebelumnya dengan tinggi titik koreksi
melalui pengurangan benang tengah yang hasilnya akan sama dengan nol.
belakang koreksi dengan benang
tengah muka koreksi. Beda tinggi
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 104

9. Jika tidak sama dengan nol maka


4.5 Penggambaran sipat datar
pengolahan data harus diulangi dan
kerangka dasar vertikal
diidentifikasi kembali letak
kesalahannya. Jika tinggi titik awal
Penggambaran (pemetaan) dapat dilakukan
diketahui, maka tinggi titik-titik koreksif
dalam bentuk konvensional (manual) dan
diperoleh dengan cara menjumlahkan
digital.
tinggi titik awal terhadap beda tinggi
koreksi slag secara berurutan. Dengan penggambaran konvensional
(manual), harus terlebih dahulu menentukan
Rumus-rumus dalam pengukuran
luas cakupan daerah yang akan dipetakan,
kerangka dasar vertikal :
kemudian dibandingkan dengan luas
BTbk = BTb – (Kgb.db)
lembaran yang tersedia. Apakah itu A0, A1,
BTmk = BTm – (Kgb.dm)
A2 dan sebagainya. Dalam hal ini untuk tugas
?H = BTbk – BTmk
praktikum Ilmu Ukur Tanah, direferensikan
?d = db + dm
kertas yang digunakan adalah berukuran A2,
Σd
Bobot = A1 dan A0. Setelah diperoleh berupa
Σ( Σd )
perbandingan luas cakupan wilayah di
?Hk = ?H – (? ?H . bobot)
lapangan dengan di ukuran kertas yang ada,
Ti = Ti awal + ?H
kemudian tentukan skala dari peta yang akan

Dimana : digambarkan.
BTb = Benang Tengah Belakang
Dengan penggambaran digital, skala bukan
BTm = Benang Tengah Muka
menjadi masalah tetapi yang dipentingkan
BTbk = Benang Tengah Belakang
adalah masalah koordinat titik-titik dan
BTmk = Benang Tengah Muka
penggunaan koordinat itu untuk
?H = Beda Tinggi
mengintegrasikan berbagai macam peta/
?Hk = Beda tinggi koreksi
gambar yang akan ditetapkan.
?d = Total jarak per-slag
Penggambaran digital lebih menguntungkan
? (?d) = Total Jarak dari penjumlahan ? d
karena pada skala berapa pun peta/gambar
dm = Jarak muka
digital dapat dikeluarkan tidak bergantung
db = Jarak belakang
pada skala serta revisi data dari peta/ gambar
Bobot = Koreksi slag dengan membagi
digital lebih mudah dibandingkan dengan
jarak slag dengan total jarak
peta/ gambar konvensional. Konsep yang
pengukuran
pertama kali mendekati untuk penyajian peta/
Ti = Tinggi titik-titik pengukuran.
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 105

gambar digital adalah konsep CAD mengenai isi gambar. Legenda memiliki
(Computer Aided Design) atau suatu ruang di luar muka peta dan dibatasi oleh
database grafis yang menyimpan garis yang membentuk kotak-kotak.
koordinat-koordinat kemudian disajikan
Tanda-tanda atau simbol-simbol yang
dalam bentuk grafis, kemudian dikenal
digunakan adalah untuk menyatakan
pula istilah GIS (Geographical
bangunan-bangunan yang ada di atas
Information System) yaitu suatu sistem
bumi seperti jalan raya, kereta api,
yang mampu mengaitkan database
sungai, selokan, rawa atau kampung.
dengan database atributnya yang sesuai.
Juga untuk bermacam-macam keadaan
Peta-peta/ gambar dalam bentuk digital dan tanam-tanaman misalnya ladang,
dapat disajikan dalam bentuk hard copy padang rumput, atau alang-alang,
atau cetakan print out dari hasil-hasil file perkebunan seperti: karet, kopi, kelapa,
komputer, soft copy atau dalam bentuk untuk tiap macam pohon diberi tanda
file serta dalam bentuk penyajian peta/ khusus.
gambar digital di layar komputer.
Untuk dapat membayangkan tinggi
Keuntungan-keuntungan dari penyajian rendahnya permukaan bumi, maka
gambar dalam bentuk digital adalah: digunakan garis-garis tinggi atau tranches
1. Proses pembuatannya relatif cepat. atau kontur yang menghubungkan titik-
2. Murah dan akurasinya tinggi. titik yang tingginya sama di atas
3. Tidak dibatasi skala dalam permukaan bumi.
penyajiannya.
Muka peta
4. Jika perlu melakukan revisi mudah
Yaitu ruang yang digunakan untuk
dilakukan dan tidak perlu
menyajikan informasi bentuk permukaan
mengeluarkan banyak biaya.
bumi baik informasi vertikal maupun
5. Dapat melakukan analisis spasial
horizontal. Muka peta sebaiknya memiliki
(keruangan) secara mudah.
ukuran panjang dan lebar yang
Unsur-unsur yang harus ada dalam proporsional agar memenuhi unsur
penggambaran hasil pengukuran dan estetik.
pemetaan adalah :
Skala peta
Legenda Yaitu simbol yang menggambarkan
Yaitu suatu informasi berupa huruf, perbandingan jarak di atas peta dengan
simbol dan gambar yang menjelaskan jarak sesungguhnya di lapangan. Skala
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 106

peta terdiri dari: skala numeris, skala pembesaran dan perkecilan peta serta
perbandingan, dan skala grafis. muai susut bahan peta.

Skala numeris yaitu skala yang Sumber gambar yang dipetakan


menyatakan perbandingan perkecilan Untuk mengetahui secara terperinci
yang ditulis dengan angka, misalnya: proses dan prosedur pembuatan peta.
skala 1 : 25.000 atau skala 1 : 50.000. Sumber peta akan memberikan tingkat
akurasi dan kualitas peta yang dibuat.
Skala grafis yaitu skala yang
digunakan untuk menyatakan panjang Tim pengukuran yang membuat peta
garis di peta dan jarak yang Untuk mengetahui penanggung jawab
diwakilinya di lapangan melalui pengukuran di lapangan dan
informasi grafis. penyajiannya di atas kertas. Personel

1 0.5 0
yang disajikan akan memberikan
1 2 3 4
informasi mengenai kualifikasi personel
Kilometer yang terlibat.

Skala grafis memiliki kelebihan Instalasi dan simbol


dibandingkan dengan skala numeris Instalasi dan simbol yang memberikan
dan skala perbandingan karena tidak pekerjaan dan melaksanakan pekerjaan
dipengaruhi oleh muai kerut bahan pengukuran dan pembuatan peta.
dan perubahan ukuran penyajian Instalasi dan simbol instalasi ini akan
peta. memberikan informasi mengenai

Orientasi arah utara karakteristik tema yang biasanya

Yaitu simbol berupa panah yang diperlukan bagi instalasi yang

biasanya mengarah ke arah sumbu Y bersangkutan.

positif muka peta dan menunjukkan


orientasi arah utara. Orientasi arah
utara ini dapat terdiri dari: arah utara
geodetik, arah utara magnetis, dan
arah utara grid koordinat proyeksi.
Skala peta grafis biasanya selalu
disajikan untuk melengkapi skala
numeris atau skala perbandingan
untuk mengantisipasi adanya
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 107

Ukuran kertas untuk penggambaran hasil Penggambaran sipat datar kerangka dasar
pengukuran dan pemetaan terdiri dari : vertikal akan menyajikan unsur unsur: jarak
mendatar antara titik-titik penggambaran,
Tabel 4. Ukuran kertas untuk penggambaran
hasil pengukuran dan pemetaan tinggi titik-titik dan garis hubung antara satu
Ukuran Panjang Lebar titik ikat dengan titik ikat yang lain.
Kertas (milimeter) (milimeter) Penggambaran secara manual pada sipat
A0 1189 841
datar kerangka dasar vertikal memiliki
A1 841 594
A2 594 420
karakteristik, yaitu : skala jarak mendatar
A3 420 297 kurang dari skala tinggi, karena jangkauan
A4 297 210 jarak mendatar memiliki ukuran yang
A5 210 148
signifikan berbeda dengan jangkauan
tingginya.
Ukuran kertas yang digunakan untuk
pencetakkan peta biasanya Seri A. Dasar Peralatan yang harus disiapkan untuk
ukuran adalah A0 yang luasnya setara menggambar sipat datar kerangka dasar
dengan 1 meter persegi. Setiap angka vertikal meliputi :
setelah huruf A menyatakan setengah 1. Lembaran kertas milimeter dengan
ukuran dari angka sebelumnya. Jadi, A1 ukuran tertentu.
adalah setengah A0, A2 adalah 2. Penggaris 2 buah (segitiga atau lurus).
seperempat dari A0 dan A3 adalah 3. Pensil.
seperdelapan dari A0. Perhitungan yang 4. Penghapus.
lebih besar dari SA0 adalah 2A0 atau dua 5. Tinta.
kali ukuran A0.
Prosedur penggambaran untuk sipat datar
kerangka dasar vertikal secara manual,
A1
sebagai berikut :

1. Menghitung kumulatif jarak horizontal


pengukuran sipat datar kerangka dasar
vertikal.
A3 A2
2. Menghitung range beda tinggi
pengukuran sipat datar kerangka dasar
A4 vertikal.
3. Menentukan ukuran kertas yang akan
dipakai.

Gambar 85. Pembagian kertas seri A


4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 108

4. Membuat tata letak peta, meliputi 10. Membuat keterangan- keterangan nilai
muka peta dan ruang legenda. tinggi dan jarak di dalam muka peta serta
5. Menghitung panjang dan lebar muka. melengkapi informasi legenda, membuat
6. Menetapkan skala jarak horizontal skala, orientasi pengukuran, sumber peta,
dengan membuat perbandingan tim pengukuran, nama instansi dan
panjang muka peta dengan kumulatif simbolnya, menggunakan pensil.
jarak horizontal dalam satuan yang 11. Menjiplak draft penggambaran ke atas
sama. Jika hasil perbandingan tidak bahan yang transparan menggunakan
menghasilkan nilai yang bulat, maka tinta.
nilai skala dibulatkan ke atas dan
Untuk penggambaran sipat datar kerangka
memiliki nilai kelipatan tertentu.
dasar vertikal secara digital dapat
7. membuat skala beda tinggi dengan
menggunakan perangkat lunak lotus, excell
membuat perbandingan lebar muka
atau AutoCad. Penggambaran dengan
peta dengan range beda tinggi dalam
masing-masing perangkat lunak yang
satuan yang sama. Jika hasil
berbeda akan memberikan hasil keluaran
perbandingan tidak menghasilkan nilai
yang berbeda pula. Untuk penggambaran
yang bulat, maka nilai skala
menggunakan lotus atau excell yang harus
dibulatkan ke atas dan memiliki nilai
diperhatikan
kelipatan tertentu.
adalah penggambaran grafik dengan metode
8. Membuat sumbu mendatar dan tegak
scatter, agar gambar yang diperoleh pada
yang titik pusatnya memiliki jarak
arah tertentu (terutama sumbu horizontal)
tertentu terhadap batas muka peta,
memiliki interval sesuai dengan yang
menggunakan pensil.
diinginkan, tidak memiliki interval yang sama.
9. Menggambarkan titik-titik yang
Penggambaran dengan AutoCad walaupun
merupakan posisi tinggi hasil
lebih sulit akan menghasilkan keluaran yang
pengukuran dengan jarak-jarak
lebih sempurna dan sesuai dengan format
tertentu serta menghubungkan titik-
yang diinginkan.
titik tersebut, menggunakan pensil.
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 109

Contoh Hasil Pengukuran Sipat Datar Kerangka Vertikal :

Dari lapangan didapat ;


HASIL PENGOLAHAN DATA

Diketahui, sipat datar Kerangka Dasar Vertikal (KDV) tertutup dengan 8 slag, titik 1
merupakan titik awal dengan ketinggian +905 meter MSL.
• Titik 1 : BTb = 0,891 ; BTm = 1,675 ; db = 11 ; dm = 14
• Titik 2 : BTb = 1,417 ; BTm = 1,385 ; db = 13 ; dm = 13
• Titik 3 : BTb = 1,406 ; BTm = 1,438 ; db = 12 ; dm = 12
• Titik 4 : BTb = 1,491 ; BTm = 0,625 ; db = 15 ; dm = 31
• Titik 5 : BTb = 2,275 ; BTm = 1,387 ; db = 29 ; dm = 26
• Titik 6 : BTb = 1,795 ; BTm = 0,418 ; db = 13 ; dm = 14
• Titik 7 : BTb = 0,863 ; BTm = 1,801 ; db = 8 ; dm = 7
• Titik 8 : BTb = 0,753 ; BTm = 2,155 ; db = 8 ; dm = 12

TITIK 1 4. ?d = db+dm
Diketahui : BTb = 0,891 = 14+11
BTm = 1,675 = 25
db = 11 , dm = 14 Σd
5. Bobot =
Kgb = -0,00116 Σ( Σd )
?(?d) = 238
25
? ?H = 0,02380 =
238
Jawab :
= 0,10504
1. BTbk = BTb - (Kgb . db)
6. ?Hk = ?H-(? ?H.bobot)
= 0,891 -(-0,00116.11)
= -0,78748-(0,02380.
= 0.90376
0,10504)
2. BTmk = BTm-(Kgb.dm)
= -0,78998
= 1,675-(-0,00116.14)
7. Ti = 905
= 1,69124
3. ?H = BTbk-BTmk
= 0.90376 - 1,69124
= - 0,78748
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 110

TITIK 2 TITIK 3
Diketahui : BTb=1,147 Diketahui : BTb=1,406
BTm=1,385 BTm=1,438 ;
db=13 , dm=13 db=12 , dm=12
Kgb=-0,00116 Kgb=-0,00116
?(?d)= 238 ?(?d)= 238
? ?H=0,02380 ? ?H=0,02380
Jawab : Jawab :
8. BTbk = BTb -(Kgb.db) 15. BTbk = BTb -(Kgb.db)
= 1,147 -(-0,00116.13) = 1,406 -(-0,00116.12)
= 1,43208 = 1,41992
9. BTmk = BTm -(Kgb.dm) 16. BTmk = BTm-(Kgb.dm)
= 1,385 -(-0,00116.13) = 1,438 -(-0,00116.12)
= 1,69124 = 1,45192
10. ?H = BTbk-BTmk 17. ?H = BTbk-BTmk
= 1,43208 - 1,69124 = 1,41992 -1,45192
= -0,78748 = - 0,03200
11. ?d = db+dm 18. ?d = db+dm
= 13+13 = 12+12
= 26 = 24

Σd Σd
12. Bobot = 19. Bobot =
Σ( Σd ) Σ( Σd )
26 24
= =
238 238
= 0,10924 = 0,10084
13. ?Hk = ?H - (? ?H.bobot)
= -0,78748- (0,02380. 0,10924) 20. ?Hk = ?H-(? ?H.bobot)
= 0,02940 = - 0,03200-(0,02380.
0,10084)
14. Ti = Ti 1 + ?Hk 1 = -0,03440
= 905 - 0,02940 21. T i = Ti 2+?Hk 2
= 904,21002 = 904,21002-0,03440
= 904,23942
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 111

TITIK 4 TITIK 5
Diketahui : BTb=1,491 Diketahui : BTb=2,275
BTm=0,625 BTm=1,387
db=15 , dm=31 db=29 , dm=26
Kgb=-0,00116 Kgb=-0,00116
?(?d)= 238 ?(?d)= 238
? ?H=0,02380 ? ?H=0,02380
Jawab : Jawab :
22. BTbk = BTb-(Kgb.db) 29. BTbk = BTb-(Kgb.db)
= 1,491-(-0,00116.15) = 2,275-(-0,00116.29)
= 1,50840 = 2,30864
23. BTmk = BTm-(Kgb.dm) 30. BTmk = BTm-(Kgb.dm)
= 0,625-(-0,00116.31) = 1,387-(-0,00116.26)
= 0,66096 = 1,41716
24. ?H = BTbk-BTmk
= 1,50840-0,66096 31. ?H = BTbk-BTmk
= 0,84744 = 2,30864-1,41716
25. ?d = db+dm = 0,89148
= 15 +31 32. ?d = db+dm
= 46 = 29+26
= 55

Σd Σd
26. Bobot = 33. Bobot =
Σ( Σd ) Σ( Σd )
46 55
= =
238 238
= 0,19328 = 0,23109
27. ?Hk = ?H-(? ?H.bobot) 34. ?Hk = ?H-(? ?H.bobot)
= 0,84744-(0,02380 .0,19328) = 0,89148-(0,02380.
= 0,84284 0,23109)
28. Ti = Ti 3+?Hk 4 = 0,88598
= 904,23942+0,84284 35. Ti = Ti 4+?Hk 5
= 904,20502 = 904,20502+0,88598
= 905,04786
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 112

TITIK 6 TITIK 7
Diketahui : BTb=1,795 Diketahui : BTb = 0,863
BTm=0,418 BTm=1,801
db=13 , dm=14 db=8 , dm=7
Kgb=-0,00116 Kgb=-0,00116
?(?d)= 238 ?(?d)= 238
? ?H=0,02380 ? ?H = 0,02380
Jawab : Jawab :
36. BTbk = BTb-(Kgb.db) 43. BTbk = BTb-(Kgb.db)
= 1,795 - (-0,00116.13) = 0,863 -(-0,00116.8)
= 1,81008 = 0,87228
37. BTmk = BTm-(Kgb.dm) 44. BTmk = BTm-(Kgb.dm)
= 0,418 -(-0,00116.14) = 1,801 -(-0,00116.7)
= 0,43424 = 1,80912
38. ?H = BTbk-BTmk 45. ?H = BTbk-BTmk
= 1,81008-0,43424 = 0,87228- 1,80912
= 1,37584 = -0,93684
39. ?d = db+dm 46. ?d = db+dm
= 13+14 = 8+7
=27 = 15

Σd Σd
40. Bobot = 47. Bobot =
Σ( Σd ) Σ( Σd )
27 15
= =
238 238
= 0,11345 = 0,06303
41. ?Hk = ?H - (? ?H.bobot) 48. ?Hk = ?H-(? ?H.bobot)
= 1,37584- (0,02380. = -0,93684-(0,02380.
0,11345) 0,06303)
= 1,37314 = -0,93834
42. Ti = Ti 5+?Hk 6 49. Ti = Ti6+?Hk 7
= 905,04786+1,37314
= 905,93384+(-0,93834)
= 905,93384
= 907,30698
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 113

TITIK 8
Diketahui : BTb=0,793
BTm=2,155
db=8 , dm=12
Kgb=-0,00116
?(?d)= 238
? ?H=0,02380
Jawab :
50. BTbk = BTb-(Kgb.db)
= 0,793-(-0,00116.8)
= 0,80228
51. BTmk = BTm-(Kgb.dm)
= 2,155 -(-0,00116.12)
= 2,16892
52. ?H = BTbk-BTmk
= 0,80228 - 2,16892
= -1,36664
53. ?d = db+dm
= 8+12
= 20

Σd
54. Bobot =
Σ( Σd )
20
=
238
= 0,08403
55. ?Hk = ?H-(? ?H.bobot)
= -1,36664-(0,02380.
0,08403)
= -1,36864

56. Ti = Ti 7+?Hk 8

= 907,30698+(-1,36864)

= 906,3686
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 114

Tabel 5. Formulir pengukuran sipat datar

PENGUKURAN SIPAT DATAR

Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan No.Lembar dari


Pengukuran Cuaca
Lokasi Alat Ukur
Diukur Oleh Tanggal Instruktur

Bacaan Benang
Jarak Beda Tinggi
Belakang Muka Tinggi
Stand Ket
Atas Atas Titik
Tengah
Bawah
Tengah
Bawah
Belakang Muka Total + -
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 115

Tabel 6. Formulir pengukuran sipat datar

PENGUKURAN SIPAT DATAR

Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan No.Lembar dari


Pengukuran Cuaca
Lokasi Alat Ukur
Diukur Oleh Tanggal Instruktur

Bacaan Benang
Jarak Beda Tinggi
Belakang Muka Tinggi
Stand Ket
Atas Atas Titik
Tengah
Bawah
Tengah
Bawah
Belakang Muka Total + -
1 0.891 0.946 1.675 1.745 11 14 25 0.78748 905
0.836 1.605
2 1.417 1.482 1.385 1.450 13 13 26 0.03200 904.21002
1.352 1.320
3 1.406 1.466 1.438 1.498 12 12 24 0.03200 904.23942
1.346 1.378
4 1.491 1.566 0.625 0.780 15 31 46 0.84744 904.20502
1.416 0.470
5 2.275 2.420 1.387 1.517 29 26 55 0.89148 805.04786
2.130 1.257
6 1.795 1.860 0.418 0.488 13 14 27 1.37584 905.93384
1.730 0.348
7 0.863 0.903 1.801 1.836 8 7 15 0.93684 907.30698
0.823 1.766
8 0.793 0.833 2.155 2.215 8 12 20 1.36664 906.36864
0.753 2.095

238
116

CATATAN
U INSTITUSI
PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL - S1
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN
KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2007
LEGENDA
SIPAT DATAR OPTIS
POHON
BACAAN BENANG
BATAS JALAN
DOSEN

Gambar 86. Pengukuran kerangka dasar vertikal


DR. IR. DRS. H. ISKANDAR
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal

MUDA PURWAAMIJAYA, MT
MATA KULIAH
TS 241
PRAKTIK ILMU UKUR TANAH
JUDUL GAMBAR
PENGUKURAN KERANGKA
DASAR VERTIKAL
PENGUKURAN KERANGKA DASAR VERTIKAL LOKASI
GEDUNG OLAH RAGA
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 117

Model DiagramModel
Alir IlmuDiagram
Ukur Tanah Pertemuan ke-04
Alir
Pengukuran
Pengukuran SipatDatar
Sipat Datar Kerangka
Kerangka Dasar Vertikal
Dasar Vertikal
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Maksud :
Pembuatan serangkaian titik-titik di lapangan yang diukur
ketinggiannya melalui pengukuran beda tinggi untuk pengikatan
ketinggian titik-titik lain yang lebih detail dan banyak

Tujuan :
Memperoleh informasi tinggi yang akurat untuk menyajikan informasi
yang lebih kompleks (garis kontur)

Referensi tinggi :
diperoleh dengan cara pengamatan pasut pada selang waktu tertentu
di tepi pantai untuk memperoleh tinggi muka air laut rata-rata atau
mean sea level (MSL)

Eliminasi kesalahan sistematis :


Pengukuran Melakukan pengukuran sipat datar dalam posisi 2 stand (2 kali berdiri
Sipat Datar alat) untuk memperoleh nilai kesalahan garis bidik (kemungkinan
Kerangka terungkitnya garis bidik ke atas/bawah akibat keterbatasan pabrik
Dasar Vertikal membuat alat betul-betul presisi)

Pengaturan awal alat sipat datar :


Mengatur garis bidik // sumbu II teropong dengan mengetengahkan
gelembung nivo kotak (menggerakkan 2 sekrup kaki kiap ke dalam/
luar dan 1 sekrup kaki kiap ke kanan/kiri) ; Mengatur sumbu I tegak
lurus sumbu II teropong dengan mengetengahkan gelembung nivo
tabung. Rambu ukur diatur tegak lurus permukaan tanah dan dibaca.

Pengukuran di lapangan :
Persiapan sketsa/peta jalur pengukuran dan rencana pematokan
dengan jumlah slag genap. Persiapan patok-patok pengukuan. Survei
awal dan pematokan. Rambu ukur didirikan di atas patok-patok
pengukuran. Alat sipat datar didirikan sekitar tengah-tengah slag atau
dibuat jumlah jarak belakang ~ jumlah jarak muka. Pembacaan
rambu ukur belakang dan muka. Pengukuran jarak belakang & muka.

Pengolahan Data :
Koreksi bacaan benang tengah dengan hasil kali koreksi garis bidik dan jarak.
Perhitungan beda tinggi koreksi kesalahan sistematis. Perhitungan bobot koreksi
dari rasio jarak slag terhadap total jarak pengukuran. Perhitungan kesalahan acak.
Distribusi kesalahan acak ke setiap slag dengan bobot koreksi. Perhitungan beda
tinggi dan tinggi definitif yang telah dikoreksi kesalahan acak. Penggambaran
jalur pengukuran dengan skala vertikal > skala horisontal.

Gambar 87. Diagram alir pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 118

Rangkuman

Berdasarkan uraian materi bab 4 mengenai pengukuran sipat datar kerangka dasar
vertikal, maka dapat disimpulkan sebagi berikut:

1. Pengukuran menggunakan sipat datar optis adalah pengukuran tinggi garis bidik alat
sipat datar di lapangan melalui rambu ukur.

2. Pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal maksudnya adalah pembuatan


serangkaian titik-titik di lapangan yang diukur ketinggiannya melalui pengukuran beda
tinggi untuk pengikatan ketinggian titik–titik lain yang lebih detail dan banyak.

3. Tujuan pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal adalah untuk memperoleh
informasi tinggi yang relatif akurat di lapangan sedemikian rupa sehingga informasi
tinggi pada daerah yang tercakup layak untuk diolah sebagai informasi yang layak
kompleks.

4. Bagian utama pada Alat sipat datar optis adalah


a. Teropong untuk membidik rambu (menggunakan garis bidik) dan memperbesar
bayangan rambu.
b. Nivo tabung berfungsi mengatur agar garis bidik mendatar.
c. Kiap (leveling head/base plate), digunakan untuk menegakan sumbu kesatu (sumbu
tegak) teropong.
d. Sekrup pengunci (untuk mengunci gerakan teropong kekanan/ kiri).
e. Lensa okuler (untuk memperjelas benang).
f. Lensa objektif/ diafragma (untuk memperjelas benda/ objek).
g. Sekrup penggerak halus (untuk membidik sasaran).
h. Vizir (untuk mencari/ membidik kasar objek).
i. Statif (tripod) berfungsi untuk menyangga ketiga bagian tersebut di atas.

5. Peralatan yang digunakan pada pengukuran sipat datar optis adalah :


a. alat sipat datar optis. e. patok.
b. rambu ukur 2 buah. f. pita ukur
c. statif. g. payung.
d. unting-unting.
4 Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 119

Soal Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di abwah ini !

1. Jelaskan peralatan dan bahan-bahan apa sajakah yang digunakan pada pengukuran
sipat datar kerangka dasar vertikal!
2. Jelaskan bagaimana prosedur pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal !
3. Apa sajakah keuntungan-keuntungan dari penggambaran dalam bentuk digital !
4. Jelaskan bagaimana prosedur pengolahan data pada pengukuran sipat datar kerangka
dasar vertikal !
5. Diketahui pengukuran sipat datar dengan 4 slag (A, B, C dan D) dan tinggi titik Ti (awal) =
+ 777 meter HSL.
Slag : 1 ( A –B) BTb = 1,568 Slag : 1 db = 25,08
BTm = 1,658 dm = 25,5
Slag : 2 ( B –C) BTb = 1,775 Slag : 1 db = 32,5
BTm = 1,886 dm = 34,5
Slag : 3 ( C –D) BTb = 1,675 Slag : 1 db = 27,5
BTm = 1,558 dm = 26,95
Slag : 4 ( D –A) BTb = 1,890 Slag : 1 db = 26,5
BTm = 1,780 dm = 25,55
5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 120

5. Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat

ellipsoid WGS-84 adalah 6.378.137 m


5.1. Proyeksi peta dengan kegepengan 1/298.257, maka rasio
penyimpangan terbesar ini adalah
Proyeksi peta adalah teknik-teknik yang 1/100. 000. Indonesia, seperti halnya negara
digunakan untuk menggambarkan sebagian lainnya, menggunakan ukuran ellipsoid ini
atau keseluruhan permukaan tiga dimensi untuk pengukuran dan pemetaan di
yang secara kasaran berbentuk bola ke Indonesia. WGS-84 "diatur, diimpitkan"
permukaan datar dua dimensi dengan sedemikian rupa diperoleh penyimpangan
distorsi sesedikit mungkin. Dalam proyeksi terkecil di kawasan Nusantara RI. Titik impit
peta diupayakan sistem yang memberikan WGS-84 dengan geoid di Indonesia dikenal
hubungan antara posisi titik-titik di muka sebagai datum Padang (datum geodesi
bumi dan di peta. relatif) yang digunakan sebagai titik

Bentuk bumi bukanlah bola tetapi lebih reference dalam pemetaan nasional.

menyerupai ellips 3 dimensi atau ellipsoid. Sebelumnya juga dikenal datum Genuk di

Istilah ini sinonim dengan istilah spheroid daerah sekitar Semarang. Untuk pemetaan

yang digunakan untuk menyatakan bentuk yang dibuat Belanda, menggunakan ER

bumi. Karena bumi tidak uniform, maka yang sama yaitu WGS-84. S ejak 1995

digunakan istilah geoid untuk menyatakan pemetaan nasional di Indonesia

bentuk bumi yang menyerupai ellipsoid menggunakan datum geodesi absolut DGN-

tetapi dengan bentuk muka yang sangat 95. Dalam sistem datum absolut ini, pusat

tidak beraturan. ER berimpit dengan pusat masa bumi.

Untuk menghindari kompleksitas model Sistem proyeksi peta dibuat untuk

matematik geoid, maka dipilih model mereduksi sekecil mungkin distorsi tersebut

ellipsoid terbaik pada daerah pemetaan, dengan:

yaitu yang penyimpangannya terkecil • Membagi daerah yang dipetakan


terhadap geoid. WGS-84 (World Geodetic menjadi bagian-bagian yang tidak terlalu
System) dan GRS-1980 (Geodetic luas, dan
Reference System) adalah ellipsoid terbaik • Menggunakan bidang peta berupa
untuk keseluruhan geoid. Penyimpangan bidang datar atau bidang yang dapat
terbesar antara geoid dengan ellipsoid didatarkan tanpa mengalami distorsi
WGS-84 adalah 60 m di atas dan 100 m di seperti bidang kerucut dan bidang
bawahnya. Bila ukuran sumbu panjang silinder.
5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 121

Tujuan Sistem Proyeksi Peta dibuat dan Pembagian Sistem Proyeksi Peta
dipilih untuk:
Secara garis besar sistem proyeksi peta
• Menyatakan posisi titik-titik pada bisa dikelompokkan berdasarkan
permukaan bumi ke dalam sistem pertimbangan ekstrinsik dan intrinsik.
koordinat bidang datar yang nantinya
Pertimbangan Ekstrinsik
bisa digunakan untuk perhitungan jarak
dan arah antar titik. Bidang proyeksi yang digunakan:

• Menyajikan secara grafis titik-titik pada • Proyeksi azimutal / zenital: Bidang


permukaan bumi ke dalam sistem proyeksi bidang datar.
koordinat bidang datar yang selanjutnya • Proyeksi kerucut: Bidang proyeksi
bisa digunakan untuk membantu studi bidang selimut kerucut.
dan pengambilan keputusan berkaitan • Proyeksi silinder: Bidang proyeksi bidang
dengan topografi, iklim, vegetasi, hunian selimut silinder.
dan lain-lainnya yang umumnya
Persinggungan bidang proyeksi dengan bola
berkaitan dengan ruang yang luas.
bumi:
Cara proyeksi peta bisa dipilih sebagai:
• Proyeksi Tangen: Bidang proyeksi
• Proyeksi langsung (direct projection): bersinggungan dengan bola bumi.
yaitu dari ellipsoid langsung ke bidang
• Proyeksi Secant: Bidang Proyeksi
proyeksi.
berpotongan dengan bola bumi.
• Proyeksi tidak langsung (double
• Proyeksi "Polysuperficial": Banyak
projection): yaitu proyeksi yang
bidang proyeksi.
dilakukan menggunakan "bidang" antara,
Posisi sumbu simetri bidang proyeksi
ellipsoid ke bola dan dari bola ke bidang
terhadap sumbu bumi:
proyeksi.

Pemilihan sistem proyeksi peta ditentukan • Proyeksi Normal: Sumbu simetri bidang

berdasarkan pada: proyeksi berimpit dengan sumbu bola


bumi.
• Ciri-ciri tertentu atau asli yang ingin
• Proyeksi Miring: Sumbu simetri bidang
dipertahankan sesuai dengan tujuan
proyeksi miring terhadap sumbu bola
pembuatan / pemakaian peta.
bumi.
• Ukuran dan bentuk daerah yang akan
dipetakan.
• Letak daerah yang akan dipetakan.
5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 122

• Proyeksi Trans versal: Sumbu simetri • Proyeksi Matematis: Semuanya


bidang proyeksi ⊥ terhadap sumbu bola diperoleh dengan hitungan matematis.
bumi. • Proyeksi Semi Geometris: Sebagian
peta diperoleh dengan cara proyeksi dan
Pertimbangan Intrinsik
sebagian lainnya diperoleh dengan cara
Sifat asli yang dipertahankan: matematis.

• Proyeksi Ekuivalen: Luas daerah Pertimbangan dalam pemilihan proyeksi


dipertahankan, yaitu luas pada peta peta untuk pembuatan peta skala besar
setelah disesuaikan dengan skala peta = adalah:
luas di asli pada muka bumi.
• Distorsi pada peta berada pada batas-
• Proyeksi Konform: Bentuk daerah
batas kesalahan grafis.
dipertahankan, sehingga sudut-sudut
• Sebanyak mungkin lembar peta yang
pada peta dipertahankan sama dengan
bisa digabungkan.
sudut-sudut di muka bumi.
• Perhitungan plotting setiap lembar
• Proyeksi Ekuidistan: Jarak antar titik di
sesederhana mungkin.
peta setelah disesuaikan dengan skala
• Plotting manual bisa dibuat dengan cara
peta sama dengan jarak asli di muka
semudah-mudahnya.
bumi.
• Menggunakan titik-titik kontrol sehingga
Cara penurunan peta: posisinya segera bisa diplot.

• Proyeksi Geometris: Proyeksi perspektif


atau proyeksi sentral.

Tabel 7. Kelas proyeksi peta

KELAS

1. Bid. Proyeksi Bid. Datar Bid. Kerucut Bid. Silinder


Pertimbangan
EKSTRINSIK 2. Persinggungan Tangent Secant Polysuperficial

3. Posisi Normal Oblique/Miring Transversal

Pertimbangan 4. Sifat Ekuidistan Ekuivalen Konform


INTRINSIK
5. Generasi Geometris Matematis Semi Geometris
5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 123

Silinder Kerucut Azimut

Normal

Transversal

Miring

Tangent Secant

Gambar 88. Jenis bidang proyeksi dan kedudukannya terhadap bidang datum

Bidang datum dan bidang proyeksi: b. Kegepengan ( flattening ) - f = (a - b)/b,

• Bidang datum adalah bidang yang akan (Gambar dapat dilihat pada Gambar 89).

digunakan untuk memproyeksikan titik- c. Garis geodesic adalah kurva terpendek

titik yang diketahui koordinatnya (j ,l ). yang menghubungkan dua titik pada

• Bidang proyeksi adalah bidang yang permukaan elipsoid.

akan digunakan untuk memproyeksikan d. Garis Orthodrome adalah proyeksi garis

titik-titik yang diketahui koordinatnya geodesic pada bidang proyeksi. (Dapat

(X,Y). dilihat pada Gambar 91).


e. Garis Loxodrome (Rhumbline) adalah
Ellipsoid: garis (kurva) yang menghubungkan titik-
a. Sumbu panjang (a) dan sumbu titik dengan azimuth α yang tetap.
pendek (b).
(Dapat dilihat pada Gambar 90).
5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 124

Gambar 89. Geometri ellipsoid

Gambar 90. Rhumbline atau loxodrome menghubungkan titik-titik

Gambar 91. Oorthodrome dan loxodrome pada proyeksi gnomonis dan proyeksi mercator
5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 125

Proyeksi Polyeder

Sistem proyeksi kerucut, normal, tangent


dan konform

Gambar 92. Proyeksi kerucut: bidang datum dan bidang proyeksi

Gambar 93. Proyeksi polyeder: bidang datum dan bidang proyeksi


5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 126

Proyeksi ini digunakan untuk daerah 20° x Meridian tergambar sebagai garis lurus yang

20° (37 km x 37 km), sehingga bisa konvergen ke arah kutub, ke arah KU untuk

memperkecil distorsi. Bumi dibagi dalam daerah di sebelah utara ekuator dan ke arah

jalur-jalur yang dibatasi oleh dua garis KS untuk daerah di selatan ekuator. Paralel-

paralel dengan lintang sebesar 20° atau tiap paralel tergambar sebagai lingkaran
konsentris. Untuk jarak-jarak kurang dari 30
jalur selebar 20° diproyeksikan pada kerucut
tersendiri. Bidang kerucut menyinggung km, koreksi jurusan kecil sekali sehingga

pada garis paralel tengah yang merupakan bisa diabaikan. Konvergensi meridian di tepi

paralel baku - k = 1. bagian derajat di wilayah Indonesia


maksimum 1,75°.

Gambar 94. Lembar proyeksi peta polyeder di bagian lintang utara dan lintang selatan

Gambar 95. Konvergensi meridian pada proyeksi polyeder


5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 127

Secara praktis, pada kawasan 20° x 20°, lurus sumbu X di titik tengah bagian
jarak hasil ukuran di muka bumi dan jarak derajatnya. Sehingga titik tengah setiap
lurusnya di bidang proyeksi mendekati sama bagian derajat mempunyai koordinat O.
atau bisa dianggap sama.
Koordinat titik-titik lain seperti titik triangulasi
Proyeksi polyeder di Indonesia digunakan dan titik pojok lembar peta dihitung dari titik
untuk pemetaan topografi dengan cakupan: pusat bagian derajat masing-masing bagian
94° 40’ BT - 141° BT, yang dibagi sama tiap derajat. Koordinat titik-titik sudut (titik pojok)

20° atau menjadi 139 bagian, geografis lembar peta dihitung berdasarkan

11° LS - 6° LU, yang dibagi tiap 20° atau skala peta, misal 1 : 100.000, 1 : 50.000, 1 :

menjadi 51 bagian. Penomoran dari barat ke 25.000 dan 1 : 5.000.

timur: 1, 2, 3,..., 139, dan penomoran dari Pada skala 1 : 50.000, satu bagian derajat
LU ke LS: I, II, III, ..., LI.
proyeksi polyeder (20° x 20°) tergambar
Penerapan Proyeksi Polyeder di Indonesia dalam 4 lembar peta dengan penomoran
lembar A, B, C dan D. Sumbu Y adalah
Sistem penomoran bagian derajat proyeksi
meridian tengah dan sumbu X adalah garis
polyeder
tegak lurus sumbu Y yang melalui
Peta dengan proyeksi polyeder dibuat di perpotongan meridian tengah dan paralel
Indonesia sejak sebelum perang dunia II, tengah. Setiap lembar peta mempunyai
meliputi peta-peta di pulau Jawa, Bali dan sistem sumbu koordinat yang melalui titik
Sulawesi. tengah lembar dan sejajar sumbu (X,Y) dari

’ sistem koordinat bagian derajat.


Wilayah Indonesia dengan 94° 40 BT - 141°
BT dan 6° LU - 11° LS dibagi dalam 139 x LI Keuntungan dan kerugian sistem proyeksi

bagian derajat, masing-masing 20° x 20°. polyeder

Tergantung pada skala peta, tiap lembar Keuntungan proyeksi polyeder: karena

bisa dibagi lagi dalam bagian yang lebih perubahan jarak dan sudut pada satu

kecil. bagian derajat 20° x 20°, sekitar 37 km x 37


km bisa diabaikan, maka proyeksi ini baik
Cara menghitung pojok lembar peta
untuk digunakan pada pemetaan teknis
proyeksi polyeder
skala besar.
Setiap bagian derajat mempunyai sistem
koordinat masing-masing. Sumbu X berimpit
dengan meridian tengah dan sumbu Y tegak
5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 128

Kerugian proyeksi polyeder: • Bidang silinder memotong bola bumi


a. Untuk pemetaan daerah luas harus pada dua buah meridian yang disebut
sering pindah bagian derajat, meridian standar dengan faktor skala 1.
memerlukan tranformasi koordinat. • Lebar zone 6° dihitung dari 180° BB
b. Grid kurang praktis karena dinyatakan dengan nomor zone 1 hingga ke 180°
dalam kilometer fiktif. BT dengan nomor zone 60. Tiap zone
c. Tidak praktis untuk peta skala kecil mempunyai meridian tengah sendiri.
dengan cakupan luas. • Perbesaran di meridian tengah =
d. Kesalahan arah maksimum 15 m untuk 0,9996.
jarak 15 km. • Batas paralel tepi atas dan tepi bawah
adalah 84° LU dan 80° LS.
Proyeksi Universal Traverse Mercator
Pada Gambar 96 berikut ditunjukkan
(UTM)
perpotongan silinder terhadap bola bumi
UTM merupakan sistem proyeksi silinder,
dan gambar XYZ menujukkan
konform, secant, transversal. Dengan
penggambaran proyeksi dari bidang datum
ketentuan sebagai berikut:
ke bidang proyeksi.

Gambar 96. Kedudukan bidang proyeksi silinder terhadap bola bumi pada proyeksi UTM
5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 129

Gambar 97. Proyeksi dari bidang datum ke bidang proyeksi

Gambar 98. Pembagian zone global pada proyeksi UTM


5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 130

Pada kedua gambar tersebut, ekuator Garis tebal dan garis putus-putus pada
tergambar sebagai garis lurus dan meridian- gambar menunjukkan proyeksi lingkaran-
meridian tergambar sedikit melengkung. lingkaran melalui I, II, III dan IV yang tidak
Karena proyeksi UTM bersifat konform, mengalami distorsi setelah proyeksi.
maka paralel-paralel juga tergambar agak
Konvergensi Meridian
melengkung sehingga perpotongannya
dengan meridian membentuk sudut siku. Ukuran lembar peta dan cara menghitung

Ekuator tergambar sebagai garis lurus dan titik sudut lembar peta UTM

dipotong tegak lurus oleh proyeksi meridian Susunan sistem koordinat


tengah yang juga terproyeksi sebagai garis
Ukuran satu lembar bagian derajat adalah
lurus melalui titik V dan VI. Kedua garis ini
6° arah meridian 8° arah paralel (6° x 8°)
digunakan sebagai sumbu sistem koordinat
atau sekitar (665 km x 885 km).
(X,Y) proyeksi pada setip zone.
Pusat koordinat tiap bagian lembar derajat
Sistem grid pada proyeksi UTM terdiri dari adalah perpotongan meridian tengah
garis lurus yang sejajar meridian tengah. dengan "paralel" tengah. Absis dan ordinat
Lingkaran tempat perpotongan silinder semu di (0,0) adalah + 500.000 m, dan + 0
dengan bola bumi tergambar sebagai garis m untuk wilayah di sebelah utara ekuator
lurus. Pada daerah I, V, II dan III, VI, IV atau +10.000.000 m untuk wilayah di
gambar proyeksi mengalami pengecilan, sebelah selatan ekuator.
sedangkan pada daerah IA, IIB, IIIC dan IVD
mengalami perbesaran.

Gambar 99. Konvergensi meridian pada proyeksi UTM


5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 131

Gambar 99 dan 100 menunjukkan sistem Misalnya, pada tepi zone atau sekitar 300
koordinat dan faktor skala pada setiap km di sebelah barat dan timur meriadian
lembar peta. Perhatikan pada absis antara tengah, untuk jarak 1.000 m pada meridian
320.000 m – 500.000 m dan 680.000 m – tengah akan tergambar 1.000.070 x 1.000 m
500.000 m terjadi pengecilan faktor skala = 1.000.070.000 m, atau terjadi distorsi
dari 1 ke 0,9996. Sedangkan pada selang sekitar 70 cm / 1 000 m.
diluar kedua daerah ini terjadi perbesaran
faktor skala.

Gambar 100. Sistem koordinat proyeksi peta UTM

Gambar 101. Grafik faktor skala proyeksi peta UTM


5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 132

Lembar Peta UTM Global a. Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 100.000


adalah 30° x 30°.
Penomoran setiap lembar bujur 6° dari 180°
b. Satu lembar peta skala 1 : 250.000
BB – 180° BT menggunakan angka Arab 1 –
dibagi menjadi 6 bagian lembar peta
60.
skala 1 : 100.000.
Penomoran setiap lembar arah paralel 80° c. Angka Arab 1 – 94 untuk penomoran
LS – 84° LU menggunakan huruf latin besar bagian lembar setiap 30° pada arah
dimulai dengan huruf C dan berakhir huruf X 94° BT – 141° BT.
dengan tidak menggunakan huruf I dan O. d. Angka Arab 1 - 36 untuk penomoran
Selang seragam setiap 8° mulai 80° LS – bagian lembar setiap 30° pada arah
72° LU atau C – W. 6° LU – 12° LS.

Menggunakan cara penomoran seperti itu, Lembar peta UTM skala 1 : 50.000 di
secara global pada proyeksi UTM, wilayah Indonesia
Indonesia di mulai pada zone 46 dengan
a. Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 50.000
meridian sentral 93° BT dan berakhir pada
adalah 15° x 15°.
zone 54 dengan meridian sentral 141° BT,
b. Satu lembar peta skala 1 : 100.000
serta 4 satuan arah lintang, yaitu L, M, N
dibagi menjadi 4 bagian lembar peta
dan P dimulai dari 15° LS – 10° LU.
skala 1 : 50.000.
Lembar peta UTM skala 1 : 250.000 di
c. Penomoran menggunakan angka
Indonesia
Romawi I, II, III dan IV dimulai dari pojok
a. Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 250.000 kanan atas searah jarum jam.
adalah 1½° x 1°. Sehingga untuk satu
bagian derajat 6° x 8° terbagi dalam 4 x Lembar peta UTM skala 1 : 25.000 di

8 = 32 lembar. Indonesia

b. Angka Arab 1 - 31 untuk penomoran a. Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 25.000


bagian lembar setiap 1½° pada arah adalah 7½° x 7½ °.
94½° BT – 141° BT. b. Satu lembar peta skala 1 : 50.000 dibagi
c. Angka Romawi I – XVII untuk menjadi 4 bagian lembar peta skala 1 :
penomoran bagian lembar setiap 1° 25.000.
pada arah 6° LU – 11° LS. c. Penomoran menggunakan huruf latin

Lembar peta UTM skala 1 : 100.000 di kecil a, b, c dan d dimulai dari pojok

Indonesia kanan atas searah jarum jam.


5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 133

1. Peta–peta khusus

Gambar 102. Peta kota Bandung

Gambar 103. Peta Geologi


5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 134

Gambar 104. Peta statistik

Gambar 105. Peta sungai


5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 135

Gambar 106. Peta jaringan

2. Peta Dunia
Peta dunia skalanya lebih kecil dari 1 :
1.000.000 yang berisikan pulau dan
benua.

Gambar 107. Peta dunia


5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 136

Kebaikan Proyeksi UTM


5.2. Aturan kuadran
a. Proyeksi simetris selebar 6° untuk setiap
zone. Koordinat proyeksi peta dapat didekati
b. Transformasi koordinat dari zone ke dengan aturan diatas atau ditetapkan oleh
zone dapat dikerjakan dengan rumus surveyor secara pendekatan lokal jika belum
yang sama untuk setiap zone di seluruh tersedia Bencmark disekitar lokasi
dunia. pengukuran. Sistem kuadran yang
c. Distorsi berkisar antara - 40 cm/ 1.000 digunakan pada pengukuran dan pemetaan
m dan 70 cm/ 1.000 m. berbeda dengan sistem koordinat matematis
(trigonometri). Sistem kuadran matematis
Proyeksi TM-3°
bertambah besar ke arah berlawanan jarum
Sistem proyeksi peta TM-3° adalah sistem jam. Alasan dari aturan kuadran ilmu ukur
proyeksi Universal Tranverse Mercator tanah yang searah jarum jam adalah karena
dengan ketentuan faktor skala di meridian peralatan pengukuran sudut menggunakan
sentral = 0,9999 dan lebar zone = 3°. Sistem bantuan magnet bumi yang nilainya
proyeksi ini, sejak tahun 1997 digunakan bertambah besar searah jarum jam.
oleh bekas Badan Pertanahan Nasional
Sistem kuadran koordinat geometrik
(BPN) sebagai sistem koordinat nasional
berbeda dengan kuadran trigonometrik
menggunakan datum absolut DGN-95.
karena alat-alat Ilmu Ukur Tanah arahnya
dari utara dan searah jarum jam.
Ketentuan sistem proyeksi peta TM -3° :
a. Proyeksi: TM dengan lebar zone 3°. Untuk menentukan suatu titik terhadap titik

b. Sumbu pertama (Y): Meridian sentral yang lainnya dipergunakan sistem koordinat.

dari setiap zone. Sistem koordinat yang dipergunakan adalah

c. Sumbu kedua (X) : Ekuator. koordinat siku-siku (kartesien) dan koordinat

d. Satuan : Meter. polar.

e. Absis semu (T) : 200.000 meter + X.


Menurut teori, sudut jurusan adalah sudut
f. Ordinat semu (U) : 1.500.000 meter + Y.
yang dimulai dari arah utara geografis, maka
g. Faktor skala pada meridian sentral :
arah utara diambil sebagai suatu salib
0,9999.
sumbu. Pada waktu kaki bergerak OP:

Berhimpit dengan sb, yang positif a = 90


Berhimpit dengan sb, yang positif a = 180
5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 137

Berhimpit dengan sb, yang positif a = 270


Berhimpit dengan sb, yang positif a = 360
5.3. Sistem koordinat

Dengan demikian kaki yang bergerak OP


Sistem koordinat permukaan bumi
melalui daerah-daerah 0-90, 90-180, 180-
keseluruhan menggunakan sistem koordinat
270, 270-300, dimana daerah-daerah
geografik (Geodetik) yang diukur dengan
tersebut disebut dengan:
menggunakan derajat (degree) garis-garis
Kuadran I : 0 – 90 lingkaran yang menghubungkan kutub utara
Kuadran II : 90 – 180 ke kutub selatan dikenal dengan nama garis
Kuadran III : 180 – 270 bujur (longitude) atau garis-garis meridian.
Kuadran IV : 270 – 360 Nilai nol derajat garis meridian melalui kota
Greenwich di kota inggris. Adalah 0 derajat
Dan kuadran berputar dengan jalannya
sampai dengan 180 derajat B ujur Barat.
jarum jam. Disamping ini digambar garis AB
Nilai garis meridian dari Greenwich ke arah
yang di sebellah kiri AB dan di sebelah
timur dikenal dengan nama bujur timur yang
kanan a ba, Kedua arah BA dan AB
besarnya adalah 0 derajat sampai dengan
mempunyai arah yang berlawanan, dengan
180 derajat Bujur Timur. Garis-garis
memperpanjang AB, maka didapat pula aab
lingkaran yang tegak lurus terhadap garis
dan a ba, pada sebelah kanan dapat
meridian dikenal dengan nama garis lintang
ditentukan hubungan antar a ab dan a ba
(latitude). Nilai nol derajat garis lintang
karena terbukti bahwa:
memotong di tengah garis meridian yang
α ba = α ab + 1800
menghubungkan kutub utara dengan kutub
Dengan uraian di at as tentang sudut selatan dikenal dengan nama garis ekuator
jurusan, maka didapat dua sifat yang atau garis katulistiwa. Nilai garis lintang dari
penting dari jurusan tersebut: ekuator ke kutub utara dikenal dengan
0
I. 0 ‹ a ‹ 360 (sudut jurusan terletak istilah lintang utara yang besarnya dari 0
antara 0º - 360º). derajat sampai dengan 90 derajat Lintang
II. α ab - α ba 0
= 180 (dua sudut jurusan dari Utara. Nilai garis lintang dari ekuator ke
dua arah yang berlawanan berselisih kutub Selatan dikenal dengan istilah Lintang
180º). Selatan yang besarnya dari 0 derajat
sampai dengan 90 derajat Lintang Selatan.
5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 138

Gambar 108. Sistem koordinat geografis

Beberapa ketentuan yang berhubungan • Bujur (longitude - j), bujur barat (0° -
dengan pemodelan bumi sebagai spheroid 180° BB) dan bujur timur (0° - 180° BT).
adalah: • Lintang ( latitude - l ), lintang utara (0° -
90° LU) dan lintang selatan (0° – 90°
• Meridian dan meridian utama.
LS).
• Paralel dan paralel NOL atau ekuator.

Gambar 109. Bumi sebagai spheroid


5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 139

Pengukuran tempat titik – titik Ilmu Ukur Sudut dari kanan ke kiri dan pada
Ilmu Geodesi dari kiri ke kanan tapi daerah
• Menggunakan garis lurus
kuadran pada dua ilmu itu menyatakan
Apabila titik – titik tersebut terdapat
daerah yang sama ialah:
pada satu garis lurus, dengan titik dasar
0 0
0 dimana sebelah kanan dari titik nol Kuadran I : 0 – 90
0 0
bertanda positif dan sebelah kiri dari titik Kuadran II : 90 – 180
0 0
nol bertanda negatif. Kuadran III : 180 – 270
0 0
Kuadran IV : 270 – 360
• Menggunakan sumbu koordinat
Segala suatu yang telah dipelajari pada Ilmu
Apabila terdapat dua titik tidak pada
Ukur Sudut mengenai Sinus, Cosinus, dan
satu garis lurus, dengan titik O sebagai
Tangen berfungsi dengan penuh pada Ilmu
pusat dari perpotongan garis mendatar
Geodesi.
X (Absis) dan garis tegak lurus Y
(Ordinat). Dimana pada sumbu X Tabel 8. Aturan kuadran trigonometris

kesebelah kanan dari titik O bertanda Kuadran


positif dan sebelah kiri dari titik O I II III IV
Trigonometris
bertanda negatif. Pada sumbu Y kearah
utara dari titik O bertanda positif dan Sin α

kearah selatan dari titik O bertanda


Cos α
negatif.
Untuk menentukan jarak dab dapat Tan α

menggunakan Teorema Phytagoras:


Untuk menentukan besarnya atau lebih

dab = ( X b − X a ) 2 + (Y b − Ya ) 2 tepat di kuadran manakah sudut jurusan a di


letakkan, digunakan rumus:

Xb − Xa
tg α =
Yb − Ya
ab
5.4. Menentukan Sudut Jurusan
Dasar–dasar perhitungan ini adalah
Seperti telah dijelaskan sebelumnya sudut
geometri analitik yaitu goniometri-
jurusan adalah sudut yang dibentuk dari
trigonometri adalah sebagai berikut :
arah utara geografis kemudian diputar
x y x
searah jarum jam dan berhenti pada garis Sin α= ; Cos α = ; Tgn α =
r r y
yang telah ditentukan.
Xb − Xa
Meskipun membagi kuadran pada ilmu ukur Tgαab =
sudut dan pada ilmu geodesi, yaitu pada Yb − Ya
5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 140

B(Xb,Yb)

d ab
α ab

C
A(Xa,Ya)

Gambar 110. Sudut jurusan

d ab
Dari gambar di atas dapat dicari jarak
menggunakan aturan sinus dan cosinus :

Y Yb − Ya
cos α ab = =
r d ab
Yb − Ya
d ab =
cos α ab
X Xb − Xa
sin α ab = =
r d ab
Xb − X a
d ab = Gambar 111. Aturan kuadran geometris
sin α ab

Untuk menentukan luas pengukuran dengan


menggunakan sistem koordinat : “Metode
Sarus”

Metode Sarus

Apabila terdapat beberapa variabel X dan Y.


Misalnya X1, X2, X3,..., Xn dan Y1, Y2, Y3,...,
Yn. Maka kedua variabel tersebut dikali
silang kemudian dibagi 2.

(X1 ⋅ Y2 +X2 ⋅Y3 +X3 ⋅Y1 ) −(Y1 ⋅ X2 +Y2 ⋅ X3 +Y3 ⋅ X1) Gambar 112. Aturan kuadran trigonometris

2
5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 141

Model
Model Diagram Alir IlmuDiagram Alir Pertemuan ke-05
Ukur Tanah
Proyeksi Peta, Aturan
Sistem Koordinat, Kuadran
Proyeksi Petadan
danSistem
Aturan Kordinat
Kuadran
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Sistem Koordinat Permukaan Bumi


(dalam Degree / Derajat)
(Koordinat Geodetik : Longitude dan Latitude)
(Bujur dan Lintang)

Lingkaran-Lingkaran yang melalui Lingkaran-Lingkaran yang tegak lurus


Kutub Utara dan Selatan Garis Bujur/Meridian/Longitude
(Garis Bujur/Meridian/Longitude) (Garis Lintang/Paralel/Latitude)

Nol Derajat Meridian di Kota Nol Derajat Paralel di Garis


Greenwich Inggris Equator/Khatulistiwa

Bujur Barat Bujur Timur Lintang Utara Lintang Selatan


0 - 180 0 - 180 0 - 90 0 - 90

Proyeksi Peta : Proses


Distorsi Bidang Bola / Ellipsoida
(Perubahan Bentuk) memindahkan informasi
dari bidang lengkung ke
Informasi jarak, sudut
dan luas) bidang datar melalui bidang
perantara
Bidang
Perantara

Silinder/ Datar/ Kerucut/


Cylindrical Zenithal Conical

Posisi Sumbu Putar Bumi terhadap


Garis Normal Bidang Perantara

Transversal/ Normal/Berhimpit/ Oblique/Miring


Tegak Lurus Sejajar

Jarak Informasi Geometris Sudut (Conform)


(Equidistance) yang dipertahankan Navigasi
Bina Marga /
Jasa Marga Luas (Equivalent)
BPN
Bidang Datar

Gambar 113. Diagram alir Proyeksi Pe ta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat
5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 142

Rangkuman

Berdasarkan uraian materi bab 5 mengenai Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan
Sistem Kordinat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Proyeksi peta adalah teknik-teknik yang digunakan untuk menggambarkan sebagian


atau keseluruhan permukaan tiga dimensi yang secara kasaran berbentuk bola ke
permukaan datar dua dimensi dengan distorsi sesedikit mungkin.

2. Sistem proyeksi peta dibuat untuk mereduksi sekecil mungkin distorsi. Tujuan Sistem
Proyeksi Peta dibuat dan dipilih untuk menyatakan dan menyajikan secara grafis posisi
titik-titik pada permukaan bumi ke dalam sistem koordinat bidang datar.

3. Cara proyeksi peta dapat dilakukan dengan cara proyeksi langsung (direct projection)
dan proyeksi tidak langsung (double projection). Secara garis besar sistem proyeksi peta
bisa dikelompokkan berdasarkan pertimbangan ekstrinsik dan intrinsik.

4. Bidang datum adalah bidang yang akan digunakan untuk memproyeksikan titik-titik yang
diketahui koordinatnya (j ,l ). Sedangkan bidang proyeksi adalah bidang yang akan
digunakan untuk memproyeksikan titik-titik yang diketahui koordinatnya (X,Y).

5. UTM merupakan sistem proyeksi silinder, konform, secant, transversal.

6. Sistem proyeksi peta TM-3° adalah sistem proyeksi Universal Tranverse Mercator
dengan ketentuan faktor skala di meridian sentral = 0,9999 dan lebar zone = 3°.

7. Sudut jurusan adalah sudut yang dimulai dari arah utara geografis, maka arah utara
diambil sebagai suatu salib sumbu.

8. Meskipun membagi kuadran pada ilmu ukur sudut dan pada ilmu geodesi berjalan
berlawanan, ialah pada Ilmu Ukur Sudut dari kanan ke kiri dan pada Ilmu Geodesi dari
kiri ke kanan tapi daerah kuadran pada dua ilmu itu menyatakan daerah yang sama.
Oleh karena itu, alat-alat Ilmu Ukur Tanah arahnya dari utara dan searah jarum jam.

9. Untuk menentukan luas pengukuran dengan menggunakan sistem koordinat dapat


menggunakan metode Sarus. Metode Sarus dapat digunakan apabila terdapat beberapa
variabel X dan Y. Misalnya X1, X2, X3,..., Xn dan Y1, Y2, Y3,..., Yn. Maka kedua variabel
tersebut dikali silang kemudian dibagi 2.
5 Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 143

Soal Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!

1. Jelaskan pengertian dan tujuan proyeksi peta ?


2. Apa yang dimaksud dengan bidang datum dan bidang proyeksi ?
3. Keuntungan dan kerugian apa saja pada sistem proyeksi polyeder ?
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sistem proyeksi peta TM -3°, serta ketentuan-
ketentuannya ?
5. Jelaskan mengapa aturan kuadran Ilmu Ukur Tanah searah jarum jam ?
6. Sebutkan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan permodelan bumi sebagai
spheroid ?
7. Apa yang dimaksud dengan sudut jurusan ?
6 Macam Sistem Besaran Sudut
144

6. Macam Sistem Besaran Sudut

6.1 Macam besaran sudut 6.2 Besaran sudut dari lapangan

Pengukuran sudut merupakan salah satu 6.2.1 Sistem besaran sudut seksagesimal
aspek penting dalam pengukuran dan
Sistem besaran sudut seksagesimal
pemetaan horizontal atau vertikal, baik
disajikan dalam besaran derajat, menit dan
untuk pengukuran dan pemetaan kerangka
sekon. Janganlah satuan sudut sekon
maupun titik-titik detail.
disebut detik, karena detik lebih baik
Sistem besaran sudut yang dipakai pada digunakan untuk satuan waktu.
beberapa alat berbeda antara satu dengan
Cara seksagesimal membagi lingkaran
yang lainnya. Sistem besaran sudut pada
dalam 360 bagian yang dinamakan derajat,
pengukuran dan pemetaan dapat terdiri dari:
sehingga satu kuadran ada 90 derajat. Satu
a. Sistem besaran sudut seksagesimal
derajat dibagi dalam 60 menit dan satu
b. Sistem besaran sudut sentisimal
menit dibagi lagi dalam 60 sekon. Dengan
c. Sistem besaran sudut radian o
kata lain, satu derajat (1 ) sama dengan
Dasar untuk mengukur besaran sudut ialah enam puluh menit (60’), satu menit (1’)
lingkaran yang dibagi dalam empat bagian, sama dengan enam puluh sekon (60”),
o
yang dinamakan kuadran. dengan demikian satu derajat (1 ) sama
Penggunaan nilai sudut yang diolah berbeda dengan tiga ribu enam ratus sekon (3600”).
dengan nilai sudut yang diukur. Nilai sudut
Atau dituliskan sebagai berikut :
yang diolah biasanya digunakan sistem o o
1 = 60’ 1’ = 60” 1 = 3600”
seksagesimal, terutama jika kita gunakan
alat kalkulator standard. 6.2.2 Sistem besaran sudut sentisimal

Jika kita menggunakan bantuan PC Sistem besaran sudut sentisimal disajikan

(Personal Computer) maka nilai sudut yang dalam besaran grid, centigrid dan centi-

digunakan biasanya adalah sistem radian. centigrid. Cara sentisimal membagi


lingkaran dalam 400 bagian, sehingga satu
kuadran mempunyai 100 bagian yang
dinamakan grid. Satu grid dibagi lagi dalam
100 centigrid dan 1 centigrid dibagi lagi
dalam 100 centi-centigrid. Dapat dituliskan
sebagai berikut :
6 Macam Sistem Besaran Sudut
145

g c
1 = 100 Hubungan antara satuan cara seksagesimal
c cc
1 = 100 dan satuan cara sentisimal dapat dicari
g cc
1 = 10000 dengan dibaginya lingkaran dalam 360
bagian cara seksagesimal dan dalam 400
Cara sentisimal ini lambat laun
bagian cara sentisimal, jadi :
menyampingkan cara seksagesimal, karena
0 g
360 = 400
untuk pengukuran, apalagi hitungan cara
sentisimal lebih mudah digunakan daripada
6.3 Konversi besaran sudut
cara seksagesimal.

Tetapi meskipun demikian, cara sentisimal Besaran-besaran sistem sudut yang


tidaklah dapat mengganti cara seksagesimal berbeda dapat dikonversikan dari satu
seluruhnya, karena pada ilmu astronomi, sistem ke sistem lain. Pendekatan untuk
ilmu geografi tetap digunakan cara menkonversinya adalah nilai sudut dalam
seksagesimal untuk penentuan waktu, bujur satu putaran. Dalam satu putaran nilai sudut
dan lintang tempat -tempat di atas adalah sama dengan 360 derajat atau 400
permukaan bumi. grid atau 2π radian. Dengan demikian jika
kita akan menggunakan suatu alat
6.2.3 Sistem besaran sudut radian
pengukuran dan pemetaan yang
Sistem besaran sudut radian disajikan mempunyai pengukur sudut, baik horizontal
dalam sudut panjang busur. Sudut pusat di maupun vertikal, maka kita harus teliti
dalam lingkaran yang mempunyai busur terlebih dahulu sistem sudut yang kita
sama dengan jari-jari lingkaran adalah gunakan untuk alat yang kita pakai.
sebesar satu radian.
Hubungan antara ketiga satuan tersebut

Karena keliling lingkaran ada adalah sebagai berikut:

2 π r = 2π rad. • Konversi dari derajat ke grid


Misal :
6.2.4 Sistem waktu (desimal) o g
45 45’35” = .............
Sistem waktu digunakan dalam pengukuran Maka :
o g
astronomi. Nilai sudut desimal maksimal 45 45’35” x 400
o
adalah 360. Atau : 360
45 35 g
o
360 = 24 jam = 45 + /60 + /3600 x 400
0
1 jam = 15
o 360
= 50,8441358
g c cc
= 50 84 41 ,358
6 Macam Sistem Besaran Sudut
146

• Konversi dari derajat ke radian Atau dengan perhitungan sebagai berikut:


o g
Misal : 2π = 360 = 400
o
78 49’40” = .............. rad maka :
o g g o
Maka : 1 = 1 ,1111............... 1 = 0 ,9
o c c
78 49’40” x 2π 1’ = 1 ,85185185........ 1 = 0’,54
0 cc cc
360 1” = 3 ,08641975...... 1 = 0”,324

= 78 +
49
/60 +
40
/3600 x 2π Satu radial (disingkat dengan ρ) menjadi :
0 o
360 ρ = 360 = 360 x 60’ = 360 x 60 x 60”
= 1,376358025 rad 2π 2π 2π
g c cc
• Konversi dari grid ke derajat ρ = 400 = 400 x 100 = 400 x 100 x 100

Misal : 2π 2π 2π
g c cc
104 58 77 ,75 = ...........
o Atau
o g
Maka : ρ = 57 ,295,779..... ρ = 63 ,661,977....
c
g c
104 58 77 ,75 x 360
cc o
ρ = 3437’,7467....... ρ = 6,366 ,1977..
g cc
400 ρ = 206264”,8........ ρ = 636619 ,77..
58 77,75
= 104 + /100 + /10000 x 360
g
400
= 94,1289975
o
94 (0,1289975 x 60)
7’ (0,73985 x 60)
44,391”
Jadi :
o
94 07’ 44,391”

• Konversi dari grid ke radian


Misal :
g c cc
120 28 10 = ................. rad
Maka:
g c cc
120 28 10 x 2π
g
400
28 10
= 120 + /100 + /10000 x 2π
400
= 1,89013 rad
6 Macam Sistem Besaran Sudut
147

Perhitungan Cara Tabel (Daftar)


Daftar I : Dari cara sentisimal ke cara seksagesimal

Tabel 9. Cara Sentisimal ke cara seksagesimal


6 Macam Sistem Besaran Sudut
148

Daftar II : Dari cara sentisimal ke cara radian

Tabel 10. Cara Sentisimal ke cara radian


6 Macam Sistem Besaran Sudut
149

Daftar III : Dari cara seksagesimal ke cara


radian

Tabel 11. Cara seksagesimal ke cara radian


6 Macam Sistem Besaran Sudut
150

Daftra IV : Dari cara radian ke cara π rad = 100 g ;


sentisimal 1 rad = 63,661 977 237 g
Tabel 12. Cara radian ke cara sentisimal
6 Macam Sistem Besaran Sudut
151

Daftar V : Dari cara seksagesimal ke cara


radian
Tabel 13. Cara seksagesimal ke cara radian
6 Macam Sistem Besaran Sudut
152

Contoh-contoh : Tabel 9 :
o
Tabel 9 : 1. α = 148 48’16”
g c cc o g
1. α = 137 36 78 Cara 1 : 148 = 164 ,44.444
g o
137 = 123 18’ 48’ = 0 ,88.889
c
36 = 00 19’26”,4 16” = 0 ,00.494
cc o g
78 = 00 00 25”,3 148 48’16” = 165 ,33.827
g c cc o
137 36 78 = 123 37’51”,7 o g
Cara 2 : 100 = 111 ,11.111
g c cc o
2. α = 216 41 56 48 = 53,33.333
g o
Cara 1 : 200 = 180 00’00” 48’ = 0,88.889
g o
16 = 14 24’00” 16” = 0,00.494
c o o g
41 = 00 22’08”,4 148 48’16” = 165 ,33.827
cc o
56 = 00 00’18”,1 o
g c cc o
2. α = 208 17’15”
216 41 56 = 194 46’26”,5 o g
Cara 1 : 180 = 200 ,00.000
g o o
Cara 2 : 100 = 90 00’00” 28 = 31 ,11.111
g o
116 = 104 24’00” 17’ = 0 ,31.481
c o
41 = 00 22’08”,4 15” = 0 ,00.463
cc o o g
56 = 00 00’18”,1 208 17’15” = 231 ,43.055
g c cc o
216 41 56 = 194 46’26”,5 o g
Cara 2 : 100 = 111 ,11.111
g c cc o
3. α = 317 08 39 108 = 120 ,00.000
g o
Cara 1 : 200 = 180 00’00” 17’ = 0 ,31.481
g o o
117 = 105 18’00” 15 = 0 ,00.463
c o o g
08 = 00 04’19”,2 208 17’15” = 231 ,43.055
cc o
39 = 00 00’12”,6 o
g c cc o
3. α = 332 28’09”
317 08 39 = 285 22’31”,8 o g
Cara 1 : 180 = 200 ,00.000
g o o
Cara 2 100 = 90 00’00” 152 = 168 ,88.889
g o
200 = 180 00’00” 28’ = 0 ,51.852
g o
17 = 15 18’00” 09” = 0 ,00.278
c o o g
08 = 00 04’19”,2 332 28’09” = 369 ,41.019
cc o
39 = 00 00’12”,6
g c cc o
317 08 39 = 285 22’31”,8
6 Macam Sistem Besaran Sudut
153

o g
Cara 2 100 = 111 ,11.111 Tabel 13 :
o o
180 = 200 ,00.000 1. α = 67 19’48”
o o
52 = 57 ,77.778 67 = 1,169.370.6 rad
28’ = 0 ,51.852 19’ = 0,005.526.9 rad
09” = 0 ,00.278 48” = 0,000.232.7 rad
o g o
332 28’09” = 369 ,41.019 67 19’48” = 1,175.130.2 rad

o
Tabel 10: 2. α = 179 21’15”
g o
1. α = 78 ,4921 170 = 2,967.058.7 rad
g o
78 = 1,225.211 rad 9 = 0,157.079.6 rad
c o
49 = 0,007.697 rad 21 = 0,006.108.7 rad
cc o
21 = 0,000.035 rad 15 = 0,000.072.7 rad
g c cc o
78 49 21 = 1,232.943 rad 179 21’15” = 3,130.320.7 rad

o
2. α = 116 ,1682
g 3. α = 212 42’26”
g 200o = 3,490.658.5 rad
100 = 1,570.796 rad
g 12o = 0,209.439.5 rad
16 = 0,251.327 rad
c 42’ = 0,212.317.3 rad
16 = 0 002.513 rad
cc 26” = 0,000.126.1 rad
82 = 0,000.129 rad
g c cc o
116 16 82 = 1,824.765 rad 212 42’26” = 3,712.441.4 rad

g
3. α = 262 ,0856 Petunjuk singkat pemakaian alat ukur
g
100 = 1,570.796 rad Theodolite Boussole
g
100 = 1,570.796 rad
g Sebelum menggunakan alat ukur Theodolite
62 = 0,973.894 rad
c perlu diperhatikan agar menjauhkan barang-
08 = 0,001.257 rad
cc barang metal yang dapat mempengaruhi
56 = 0,000.008 rad
g c cc jarum magnet. Sudut jurusan yang didapat
262 08 56 = 4,116.831 rad
adalah sudut jurusan magnetis.
Tabel 12 :
I. Urutan pengaturan serta pemakaian.
α = 1,26.486 rad
g (contoh untuk pesawat T.O. wild)
1,26 rad = 80 ,214.091
a. Pasanglah statif dengan dasar atas
0,00.48 rad = 0 ,035.577
tetap di atas piket dan sedatar
0,00.006 rad = 0 ,003.820
g mungkin.
1,26.489 rad = 80 ,253.488
b. Keraskan skrup-skrup kaki statif.
6 Macam Sistem Besaran Sudut
154

c. Letakkan alat T.O. di atasnya lalu j. Jelaskan benang diafragma dengan


keraskan skrup pengencang alat. skrup pengatur benang diafragma
kemudian jelaskan bayangan dari
d. Tancapkan statif dalam-dalam pada
titik yang dibidik dengan
tanah, sehingga tidak mudah
menggeser-geserkan lensa oculair.
bergerak.
k. Dengan menggunakan skrup
e. Pasanglah unting-unting pada skrup
penggerak halus horizontal dan
pengencang alat.
vertikal, kita tepatkan target yang
f. Bila ujung unting-unting belum tepat dibidik (skrup-skrup pengencang
di atas paku, maka geserkan alat horizontal dan vertikal harus
dengan membuka skrup kencang terlebih dahulu).
pengencang alat, sehingga ujung
l. Setelah i, j, k, dilakukan, maka
unting-unting tepat di atas paku
pengukuran dapat dimulai.
pada piket.
II. Pembacaan sudut mendatar
g. Gelembung pada nivo kotak kita
1. Terlebih dahulu kunci boussole atau
ketengahkan dengan menyetel
pengencang magnet kita lepaskan,
ketiga skrup penyetel, buka
kemudian akan terlihat skala
pengunci magnit, gerakan
pembacaan bergerak; sementara
kebelakang dan kedepan, setelah
bergerak kita tunggu sampai skala
magnit diam, magnit di kunci lagi.
pembacaan diam, kemudian kita
h. Setelah a, b, c, d, e, f, dan g, kunci lagi.
dikerjakan dengan baik, maka alat 2. Pembacaan bersifat koinsidensi
T.O. siap untuk melakukan dengan mempergunakan tromol
pengamatan. mikrometer.

i. Dengan membuka skrup (Berarti pembacaan dilakukan pada


0
pengencang lingkaran horizontal angka-angka yang berselisih 180
gr
dan vertikal arahkan teropong ke atau 200 ).

titik yang dibidik dengan pertolongan Pembacaan puluhan menit/centi grade dan
visir secara kasaran, kemudian satuannya dilakukan pada tromol
skrup-skrup tersebut kita mikrometer.
kencangkan kembali.
6 Macam Sistem Besaran Sudut
155

Untuk pembacaan biasa, tromol mikrometer


berada sebelah kanan. Untuk pembacaan
luar biasa; tromol berada di sebelah kiri.
Untuk dapat melihat angka-angka
pembacaan pada keadaan biasa maupun
luar biasa, kita putar penyetel angka
pembacaan (angka pembacaan dapat
diputar baik menurut biasa/ luar biasa Tiap kolom mempunyai satuan 1 menit
0 gr Pembacaan seluruhnya 48o17.3”
dengan berselisih 180 atau 200 ).
Gambar 116. Pembacaan menit

Puluhan/ ratusan derajat


(lihat angka bawah yang berselisih 180o dengan
angka di atasnya = 40o )
Satuan derajat
(Berapa kolom yang ada antara angka di atas =
80o48”) Gambar 117. Pembacaan centigrade

Gambar 114. Pembacan derajat III. Pembacaan sudut miring / jurusan


1. Terlebih dahulu ketengahkan
gelembung skala vertikal dengan
menggunakan skrup collimator.
2. Sistem pembacaan dengan
menggunakan angka yang sama/
sebelah kiri bawah dengan
sebelah kanan atas.
Bagian skala antara angka yang
sama mempunyai satuan puluhan
Puluhan/ ratusan grade
(lihat angka bawah yang berselisih 200gr dengan menit.
angka di atasnya = 400gr )
Satuan derajat
(Berapa kolom yang ada antara angka di atas =
8gr48g)

Gambar 115. Pembacaan grade


6 Macam Sistem Besaran Sudut
156

IV. Pembacaan rambu


1. Untuk pembacaan jarak, benang
atas kita tepatkan di 1 m atau 2 m
pada satuan meter dari rambu.
Kemudian baca benang bawah dan
tengah.
2. Untuk pembacaan sudut miring,
arahkan benang tengah dari
teropong ke tinggi alatnya, sebelum
pembacaan dilakukan, gelembung
nivo vertikal harus diketengahkan

Gambar 118. Sudut jurusan dahulu. (tinggi alat harus diukur dan
dicatat).

10 11 12

-
12 11 10

12o46”
Untuk sudut miring negatif pembacaan dilakukan dari
kiri ke kanan.

14 13 12 11 10

+ 9 10 11 12 13

Kalau sudut miring positif pembacaan dilakukan dari


kanan ke kiri. 12o43”

Gambar 119. Sudut miring

Gambar 120. Cara pembacaan sudut mendatar dan


sudut miring
6 Macam Sistem Besaran Sudut
157

V. Keterangan centigrid per kolom, atau ada yang


1. Pada pembacaan sudut miring perlu mempunyai harga 2 menit (2c) per
diperhatikan tanda positif atau kolom.
negatif, sebab tidak setiap angka
5. Sistem pembacaan lingkaran
mempunyai tanda positif atau
vertikal ada 2 macam yaitu:
negatif.
• Sistem sudut zenith.
2. Pada pembacaan sudut miring di • Sistem sudut miring.
0
dekat 0 perlu diperhatikan tanda
6. Sudut miring yang harganya negatif,
positif atau negatif, sebab tandanya
pembacaan dilakukan dari kanan ke
tidak terlihat, sehingga meragukan
kiri, sedangkan untuk harga positif
sipembaca.
pembacaan dari kiri ke kanan.
Sebaiknya teropong di stel pada
0
7. Perlu diyakinkan harga sudut miring
posisi mendatar 0 dengan
positif atau negatif.
menggunakan skrup halus.
Kemudian teropong kita arahkan
lagi ke titik yang ditinjau, dan
setelah diputar kita melihat tanda + 110° = sudut zenith
pada skala bawah : apabila angka
nol di atas berada di sebelah kanan, 10°

menunjukkan bahwa harga sudut


miring tersebut positif. sudut miring = 90 ° − zenith
i = 90 ° 110 ° = 10°

3. Perlu diperhatikan sistem


pembacaan dari pada pos alat ukur
tersebut : 10°

• Sistem centesimal (grid).


• Sistem seksagesimal 10°

(derajat).
sudut miring
4. Perlu diperhatikan, bahwa
Gambar 121. Arah sudut zenith (sudut miring).
pembacaan skala tromol untuk
pembacaan satuan menit atau
satuan centigrid ada yang
mempunyai harga 1 menit atau 1
6 Macam Sistem Besaran Sudut
158

Gambar 122. Theodolite T0 Wild

Keterangan 6. Sekrup mikrometer untuk lingkaran


1. Sekrup-sekrup setel. tegak.
2. Permukaan nivo pesawat. 7. Tombol untuk memainkan permukaan 8.
3. Jepitan untuk lingkaran mendatar. 8. Permukaan untuk pinggiran tegak.
4. Sekrup mikrometer untuk lingkaran 9. Okuler dari teropong arah.
mendatar. 10. Cincin untuk pengatur diafragma.
5. Jepitan untuk lingkaran tegak. 11. Mikroskop untuk pinggiran tegak.
12. Okuler untuk pinggiran busole.
6 Macam Sistem Besaran Sudut
159

13. Tombol untuk mengubah arah sinar- 5. Sekrup gerak halus naik-turun garis
sinar cahaya. bidik.
14. Jendela penerangan. 6. Nivo pesawat.
15. Tombol mikrometer. 7. Nonius sudut datar.
16. Tuas untuk mengeratkan busole pada 8. Sekrup gerak halus lingkaran dalam.
bagian bawah. 9. Sekrup pengunci lingkaran dalam.

Gambar 123. Theodolite

Keterangan 10. Sekrup pengunci piringan dasar.


1. Nivo teropong. 11. Sekrup penyetel peasawat.
2. Lensa oculair. 12. Nivo pesawat.
3. Sekrup pengunci teropong. 13. Sekrup pengunci magnit.
4. Skrup pengatur diafragma. 14. Sekrup gerak halus lingkaran luar.
15. Sekrup pengunci lingkaran luar.
6 Macam Sistem Besaran Sudut
160

16. Nivius sudut tegak.


17. Lensa pembidik titik polygon.
18. Utara magnit.

6.4. Pengukuran sudut

6.4.1 Arti pengukuran sudut


Pengukuran sudut berarti mengukur suatu
sudut yang terbentuk antara suatu titik dan
dua titik lainnya. Pada pengukuran ini
diukur arah dari pada dua titik atau lebih
yang dibidik dari satu titik kontrol dan jarak
Gambar 124. Metode untuk menentukan arah titik A.
antara titik -titik diabaikan. Pada Gbr. 123
terlihat skema sebuah bola dengan
panjang jari-jari yang tak terbatas. Dengan
titik pusat bola 0 sebagai titik referensi,
garis kolimasi OA dari 0 ke A memotong
permukaan bola tersebut pada titik A'. OXY
adalah bidang horizontal dan OZ adalah
sumbu tegak lurus pada bidang itu jadi
dapat dianggap sebagai sumbu vertikal.
Lingkaran besar yang melintasi 0' dan A'
memotong bidang OXY pada titik A".
Sudut ∠ A" OA' disebut sudut elevasi.

Selanjutnya, jika diambil sebagai contoh, di


mana terdapat dua titik sasaran A dan B Gambar 125. Metode untuk menentukan arah titik A

seperti yang tertera pada Gbr. 124 maka dan titik B.

sudut A" OB" disebut sudut horizontal dari


A ke B. 6.4.2 Inst rumen pengukuran sudut
1. Bagian umum t heodolite: Sampai
pada tingkat -tingkat tertentu, berbagai
macam teodolit mempunyai perbedaan
baik bagian dalamnya, maupun
6 Macam Sistem Besaran Sudut
161

penampilannya, tergantung dari lurus terhadap lingkaran graduasi


pengerjaannya, pabrik pembuatannya horizontal.
dan lain-lain, akan tetapi secara umum d. Pelat -pelat sejajar dan sekrup
mempunyai prinsip mekanisme yang sekrup penyipat datar untuk
sama seperti yang tertera pada Gbr. menghorizontalkan theodolite
125 Secara umum teodolit dapat secara keseluruhan.
dipisahkan menjadi bagian atas dan
Pelat atas dan pelat bawah dapat berputar
bagian bawah.
mengelilingi sumbu vertikal dengan bebas
Bagian atas terdiri dari : di mana terdapat sekrup-sekrup tangens
a. Pelat atas yang langsung untuk sedikit menggeser kedua pelat
dipasangkan pada sumbu vertikal. tersebut.
b. Standar yang secara vertikal
Agar dapat dipergunakan untuk
dipasangkan pada a).
pengukuran sudut vertikal, maka pada
c. Sumbu horizontal didukung oleh
teodolit dipasang niveau teleskop dan
a) dan b).
dilengkapi pula dengan sekrup klem untuk
d. Teleskop tegak lurus sumbu
mengencangkan teleskop dan sekrup
horizontal dan dapat berputar
tangennya.
mengelilingi sumbunya.
e. Lingkaran graduasi vertikal Theodolit seperti yang tertera pada Gbr.

dengan sumbu horizontal sebagai 125 dinamakan teodolit tipe sumbu ganda

pusatnya. dan digunakan untuk pengukuran dengan

f. Dua buah (kadang-kadang hanya ketelitian yang rendah. Terdapat pula

sebuah) niveau tabung dengan teodolit yang tidak mempunyai klem bawah

sumbu-sumbunya yang saling dan hanya mempunyai sumbu dalam,

tegak lurus satu dengan lainnya. karena bagian yang berputar dengan tabung

g. Dua pembacaan graduasi yang sumbu luar dan pelat atas sejajar disatukan.

berhadapan. Tipe ini disebut theodolit tipe sumbu tunggal


(periksa Gbr. 126).
Bagian bawah terdiri dari :
a. Pelat bawah. Theodolit tipe ganda mempunyai dua buah

b. Lingkaran graduasi horizontal sumbu pada bagian dalam dan bagian luar,

mengelilingi a). sehingga memungkinkan pengukuran sudut

c. Tabung sumbu luar dari sumbu dengan pengulangan (repetition) tertentu,

vertikal yang dipasangkan tegak yang akan diuraikan kemudian. Akan tetapi
6 Macam Sistem Besaran Sudut
162

dalam pembuatannya di pabrik amatlah


sulit untuk membuat sedemikian rupa
sehingga kedua sumbu tersebut sungguh-
sungguh terpusat, maka theodolit tipe ini
tidak cocok untuk pengukuran teliti.

Theodolit tipe sumbu tunggal kadang-


kadang disebut instrumen pengukuran satu
arah dan teodolit tipe sumbu ganda
disebut instrumen pengukuran dengan
perulangan.

A : Sumbu dalam
B : Sumbu luar
Gambar 127. Teodolite (tipe sumbu tunggal)/
Reiterasi

2. Bagian-bagian utama theodolit : bagian-


bagian utama t heodolit terdiri dari
teles kop, niveau, lingkaran graduasi &
pembacaan, perlengkapan pengukur
sudut vertikal, perlengkapan pengukur
sipat -datar dan alat penegak.
a. Teleskop. Teleskop terdiri dari
bagian-bagiannya yaitu, benang
A : Sumbu dalam
B : Pelat sejajar atas silang, sistem pembidik dan
C : Sumbu luar (lingkaran graduasi tabung (periksa Gbr. 127).
horizontal)

Gambar 126. Teodolite (tipe sumbu ganda)/


Repetisi

Gambar 128. Sistem lensa teleskop


6 Macam Sistem Besaran Sudut
163

I. Sistem lensa obyektif: kegunaan Pada diameter lensa obyektif


teleskop adalah untuk mengetahui tertentu, dengan semakin
arah sasaran (garis kolimasi). meningkatnya pembesaran
Karena itu disyaratkan agar bidang bayangan, maka bidang pandangan
pandangan harus terang, akan semakin buram. Karenanya,
pembesaran harus cukup memadai apabila cahaya yang melalui lensa
dan bayangan harus nyata. Bagian diteliti, semakin pendek gelombang
ini direncana sesuai dengan daya cahaya tersebut, maka cahaya yang
penglihatan mata (kira-kira 60 detik), terpantul akan semakin banyak pula
graduasi dengan pembacaan yang (Gbr. 128). Karena sinar putih terdiri
teliti dan lain sebagainya. dari kombinasi dari berbagai cahaya
yang mengandung bermacam-
Cahaya yang menimpa lensa,
macam panjang gelombang, maka
sebagian dipantulkan oleh
bayangan yang diperoleh menjadi
permukaan lensa. Untuk mengurangi
buram. Fenomena ini dinamakan
pantulan cahaya tersebut, maka
penyimpangan kromatik (chromatic).
lensa tersebut dilapisi dengan
Apabila berkas cahaya sejajar
magnesium fluoride setebal 1/4
menimpa sebuah lensa (Gbr. 129),
panjang gelombang cahaya yang
berkas cahaya yang berada dekat
menimpa lensa tersebut sehingga
dengan sumbu optik, panjang
berkas cahaya yang dipantulkan dari
fokusnya lebih besar, sedang yang
permukaan berlapis magnesium
berada lebih jauh dari sumbu optik,
fluoride dapat disimpangkan
panjang fokusnya lebih kecil.
setengah panjang golombang
Fenomena ini disebut penyimpangan
pantulan cahaya dari permukaan
speris lensa. Terdapat juga
gelas secara bertahap untuk
penyimpangan-penyimpangan lensa
mengurangi jumlah pantulan cahaya.
lainnya dan pengaruh-pengaruh ini
Pada sistem 5 lensa tanpa lapisan,
dapat dihilangkan dengan suatu
bagian cahaya yang terpantul
kombinasi lensa pembalik pantulan
kembali adalah 20%, sedang sistem
(lensa negatif). Pada umumnya
lensa dengan lapisan hanya 6% yang
sistem lensa obyektif teleskop untuk
terpantul kembali yang berarti suatu
pengukuran terdiri dari dua atau lebih
perbaikan yang cukup besar juga.
kombinasi lensa.
6 Macam Sistem Besaran Sudut
164

berarti pula posisi garis kolimasi


dapat digeser-geser dan
disesuaikan dengan empat buah
sekrup. Tipe benang silang dapat
dilihat pada Gbr. 131.

Gambar 129. Penyimpangan kromatik

Gambar 131. Diafragma (benang silang)

Gambar 130. Penyimpangan speris

II. Benang silang: titik perpotongan


benang silang (cross-hair) adalah
untuk menempatkan sasaran pada
titik tertentu dalam teleskop. Garis
lurus yang menghubungkan pusat
optik obyektif dengan titik tersebut
dinamakan garis kolimasi. Berbagai
macam cara untuk pembuatan Gambar 132. Tipe benang silang
benang silang, antara lain dengan
menggunakan benang sarang III. Sistem pembidik: pada dasarnya

labah-labah, atau benang nylon pembidik adalah kombinasi dari

yang direntangkan pada bingkai sebuah lensa pandang (field view

melingkar atau garis -garis halus lens) dan lensa bidik (eye piece).

yang diguratkan pada lempeng Umumnya digunakan tipe Ramsden,

gelas yang tebalnya kira -kira 1 dan untuk mengurangi

sampai 3µ seperti yang tertera pada penyimpangan-penyimpangan, maka

Gbr. 130. Posisi benang silang yang kedua lensa harus mempunyai
panjang fokus yang sama serta
6 Macam Sistem Besaran Sudut
165

penempatan jarak kedua lensa sama • Teleskop pengfokus dalam


dengan 3/4 panjang fokusnya (periksa (internal focussing telescope) di
Gbr. 132). mana di antara obyektif dan
benang silang ditempatkan
sistem lensa cekung (lensa
fokus) (periksa Gbr. 133).

Gambar 133. Pembidik Ramsden

IV. Tombol fokus: Sasaran yang diukur


Gambar 134. Teleskop pengfokus dalam
meliputi jarak-jarak yang amat
b. Niveau
pendek sampai puluhan kilometer
I. Niveau tabung: pengukuran sudut
dan karenanya apabila jarak antara
dimulai dengan menempatkan sumbu
sist em obyektif dan benang silang
vertikal teodolit sedemikian rupa
sudah tertentu, maka bayangan yang
sehingga berimpit dengan vertikal
jelas dari sasaran tak selalu muncul
dan kemudian dilakukan pembacaan
pada bidang benang silang.
sudut horizontal dan sudut
Karenanya pada teleskop terdapat
vertikalnya. Pengukuran ini dilakukan
tombol penyetel agar bayangan dari
dengan pertolongan niveau. Niveau
sasaran dapat terlihat jelas pada
bekerja pada prinsip bahwa cairan
bidang benang silang. Ditinjau dari
akan berada dalam keadaan tenang,
cara pengfokusannya, maka terdapat
jika permukaannya dalam posisi
2 tipe teleskop yaitu:
vertikal terhadap arah gaya tarik
• Teleskop pengfokus luar bumi. Terdapat dua tipe niveau, yaitu
(external focussing telescope) di niveau tabung batangan (bar bubble
mana lensa obyektif yang tube) dan niveau tabung bundar
digeser-geser dan kelemahannya (circular bubble tube). Niveau
adalah bahwa penggeseran tabung batangan (periksa Gbr. 134 )
obyektif, mengakibatkan mudah dibuat dengan membentuk busur
bergesernya titik pusat teleskop lingkaran pada dinding dalam
dan selanjutnya garis (inside surface) bagian atas tabung
koliminasinya bergeser pula. gelas dengan arah axial yang
6 Macam Sistem Besaran Sudut
166

kemudian sebagian diisi dengan R? =S


campuran alkohol dan ether, serta
dθ 1 dS
sebagian lagi masih terisi udara. ∴ = atau dθ =
dS R R
Sedang niveau tabung bundar
Apabila dS = 2 mm, dan d?
dibuat dengan mengasah dinding
dinyatakan dalam detik, maka akan
dalam bagian atas tabung sehingga
diperoleh:
berbentuk speris dan kemudian diisi
cairan seperti tipe pertama (periksa 1
dθ "= 413 x
Gbr. 135). Kedua tipe tersebut R
mempunyai prinsip kerja yang sama Secara internasional untuk

tetapi niveau tabung bundar lebih menentukan kepekaan niveau tabung

baik karena kemiringannya ke segala telah disepakati dengan kemiringan

arah dapat diketahui dengan segera. tertentu dari niveau tersebut,

Sebaliknya untuk kepekaan yang sehingga menyebabkan pergeseran

lebih tinggi, maka niveau gelembung sebesar 2 mm. Dengan

memerlukan tabung dengan ukuran demikian harga-harga d? dan R

yang lebih besar, sedangkan disesuaikan seperti pada tabel di

tabung ukuran besar tidaklah akan bawah ini:

serasi untuk dipasang pada Kepekaan (detik) 30 20 10


instrumen pengukuran, karena itu Jari-Jari lengkung (m) 14 21 41
hanya diproduksi niveau tabung
dengan kepekaan yang rendah yang
digunakan untuk instrumen-instrumen
pengukuran berketelitian rendah atau
untuk alat penyipat -datar pertama
pada instrumen-instrumen Gambar 135. Niveau tabung batangan
pengukuran berketelitian tinggi.

II. Kepekaan niveau tabung: apabila


kemiringan niveau tabung adalah ?
(periksa Gbr. 136), maka gelembung
niveau bergerak dari titik A ke titik B
dan akan diperoleh persamaan
sebagai berikut:
Gambar 136. Niveau tabung bundar.
6 Macam Sistem Besaran Sudut
167

ganda dan vernir lipat ganda (double


folded v e r n i e r ) .
Seperti yang tertera pada Gbr. 137,
untuk vernir langsung graduasinya
adalah panjang dari pembagian ( n -
1 ) skala besar, dibagi lagi dengan n
bagian sama panjang. Apabila satu
interval graduasi dari pada skala
besar adalah LM , maka akan terjadi
Gambar 137. Hubungan antara gerakan
hubungan berikut:
gelembung dan inklinasi.

(n – 1) LM = nLV
c. Lingkaran graduasi dan pembacaan
( n − 1) LM LM
I. Lingkaran graduasi: lingkaran ∴L M − L V = L M − =
n n
graduasi umumnya terbuat dari
Karena itu L M / n adalah unit minimum
bahan baja atau gelas. Akan tetapi
untuk memungkinkan pengukuran
sifat baja yang mudah
dengan vernir. Pecahan-pecahan
berdeformasi, akibat berat sendiri
dapat dibaca dari graduasi vernir,
sehingga tidak dapat digunakan
apabila skala besar dan vernir
untuk teodolit berketelitian tinggi.
berimpit satu dengan lainnya (Gbr.
Sebagai pembacaan pada lingkaran
138). Umpamanya pembacaan
graduasi baja umumnya digunakan
dengan vernir dibutuhkan untuk 20"
vernir atau mikrometer. Dewasa ini
pada interval-interval graduas i
lingkaran graduasi umumnya
minimum pada skala besar 20', 20"=
terbuat dari gelas dengan graduasi
LM/n=20'/60 jadi 59 graduasi pada
yang sangat halus (hanya beberapa
skala besar harus dibagi menjadi 60
mikron saja). Kelebihan dari bahan
bagian yang sama seperti graduasi
gelas ini adalah ringan, trans paran,
pada vernir. Vernir tidak langsung
seragam, dan lain-lain sehingga
mempunyai graduasi yang dibuat
sangat cocok untuk perlengkapan
dengan membagi rata panjang
teodolit. Lingkaran graduasi
graduasi ( n - 1 ) pada skala besar
mempunyai skala besar pada vernir:
menjadi n bagian dan gambar
vernir terdiri dari empat tipe yaitu
graduasi pada vernir berlawanan
vernir langsung (direct vernier), vernir
dengan skala besar (Gbr. 139). Ada
mundur (refrograde vernier), vernir
6 Macam Sistem Besaran Sudut
168

juga teodolit yang mempunyai dua


graduasi pada kedua arah dan
karenanya terdapat vernir dengan
graduasi pada kedua sisinya dengan
0 sebagai pusatnya yang disebut Gambar 140. Pembacaan vernir langsung
vernir ganda. Karena vernir ganda
tersebut umumnya panjang, terdapat
vernir dengan dua graduasi dalam
dua arah dan tipe ini dinamakan
vernir ganda balik. Gbr. 141
menunjukkan contoh-contoh Gambar 141. Pembacaan vernir mundur 20,7.
pembacaan vernir.

Gambar 138. Berbagai macam lingkaran


graduasi.

Gambar 139. Vernir langsung.


6 Macam Sistem Besaran Sudut
169

graduasi skala kecil dari satuan


graduasi skala besar, ditempatkan
pada bidang fokus dari lensa
obyektif (Gbr. 142).

III. Mikrometer optik: untuk


menghilangkan kesalahan eksentris
lingkaran graduasi, haruslah dibaca
0
Pembacaan Skala besar 32 40’
suatu graduasi 180° yang terpisah
Pembacaan vernir + 3’40”
pada lingkaran graduasi tersebut.
0
32 43’40”
Wild menemukan cara di mana arah
Gambar 142. Pembacaan berbagai macam vernir
masuk berkas cahaya dipindahkan
secara paralel dengan
menggunakan lempeng gelas datar
sejajar dan pergeseran mikrodial
akibat perpindahan diperbesar
untuk pengukuran. Cara ini amat
mempermudah pengukuran sudut
dan memungkinkan pengukuran
sampai 0, 1". Prinsip ini ditunjuk kan
Gambar 143. Sistem optis theodolite untuk pada Gbr. 143 A dan B menunjukkan
mikrometer skala bayangan graduasi 180° terpisah
satu dengan lainnya. Bayangan-
bayangan graduasi dapat terlihat
melalui lempeng gelas sejajar dan
sistim gelas prisma. Pada saat
pelaksanaan pengukuran, mikrodial
digeser agar A dan B yang
berlawanan dapat berhimpit. Dial
atau piringan tempat angka-angka
Gambar 144. Pembacaan mikrometer skala mempunyai graduasi berputar yang
halus dan graduasi ini juga masuk
II. Mikrometer skala: mikrometer skala
dalam bidang pandangan
adalah mikromet er yang
mikrometer sehingga dapat dibaca
mempunyai lempeng gelas dengan
6 Macam Sistem Besaran Sudut
170

bersama skala besar. De wasa ini


penggunaan lempeng gelas sejajar
untuk mekanisme pembacaan
instrumen pengukuran sudah sangat
populer.

IV.

Gambar 147. Sistem optis theodolite dengan


Gambar 145. Sistem optis mikrometer pembacaan tipe berhimpit.
tipe berhimpit.
d. Instrumen pengukuran sudut vertikal.
Akibat dari terjadinya ayunan berkas
cahaya yang melintasi udara
terbuka, maka pengukuran-
pengukuran sudut vertikal
menghasilkan ketelitian yang rendah,
sehingga dimensi lingkaran graduasi
vertikal umumnya dibuat lebih kecil
dibandingkan dengan lingkaran
graduasi horizontalnya. Karena
pengukuran sudut vertikal
dilaksanakan sesuai dengan arah
vertikal, teodolit dilengkapi dengan
Gambar 146. Contoh pembacaan mikrometer tipe alat penyipat-datar yang mempunyai
berhimpit.
ketelitian relatif tinggi dari kelas 10"
sampai 20" atau tabung libel silang
khusus.
6 Macam Sistem Besaran Sudut
171

e. Alat penyipat datar: alat penyipat- plumbing device). Gbr. 150


datar (leveling device) pada teodolit menunjukkan potongah melintang
digunakan untuk membuat agar sebuah unting-unting.
sumbu vertikal teodolit berhimpit
Gbr. 150 menunjukkan alat penegak
dengan garis vertikal. Tipe alat
optik yang banyak digunakan pada
penyipat-datar terdiri dari alat
teodolit. Alat ini adalah suatu
penyipat-datar speris (spherical
teleskop kecil untuk melihat
leveling device) dan alat penyipat-
permukaan tanah dari sumbu vertikal
datar tipe sekrup (screw type
teodolit dan memungkinkan
leveling device). Alat penyipat -datar
penempatan sentris teodolit pada
speris digunakan pada instrumen-
sebuah stasion.
instrumen berketelitian rendah (Gbr.
147). Gbr. 148 menunjukkan alat
penyipat-datar tipe tiga sekrup,
(three screw type leveling device).
Untuk penyetelannya mula-mula
kemiringan dikoreksi dengan dua
sekrup penyetel sambil mengamati
suatu niveau yang ditempatkan pada
posisi sejajar dengan garis hubung
antara dua sekrup tadi. Kemudian
kemiringan disetel dengan sebuah
Gambar 148. Alat penyipat datar speris.
sekrup peny etel yang tegak lurus
dengan arah tadi sambil mengamati
niveau yang dipasang pada arah ini.
Ada juga alat penyipat-datar tipe
empat sekrup, (fourscrew type
leveling device) tetapi saat ini
sudah tidak banyak digunakan lagi.

f. Alat penegak: alat penegak


(flumbing device) umumnya terdiri
dari tipe unting-unting (plumb bob) Gambar 149. Alat penyipat datar dengan
sentral bulat.
dan tipe penegak optik (optical
6 Macam Sistem Besaran Sudut
172

Alat ini adalah suatu teleskop kecil


untuk melihat permukaan tanah dari
sumbu vertikal teodolit dan
memungkinkan penempatan sentris
teodolit pada sebuah stasion.

6.4.2 Kesalahan-kesalahan instrumen


dan cara-cara meniadakannya

Gambar 150. Unting-unting 1. Kesalahan sudut kolimasi: titik di


mana sumbu kolimasi, sumbu
horizontal dan vertikal suatu teodolit
bert emu pada sudut siku-siku
dianggap sebagai titik 0 dan dianggap
adanya satuan speris di sekitar titik
tersebut. Pada Gbr. 151, AOB adalah
sumbu horizontal, ADBE adalah
lingkaran graduasi dan CD adalah
tempat kedudukan sumbu kolimasi
yang berputar mengelilingi sumbu
Gambar 151. Alat penegak optis.
horizontal. Apabila sasaran S dibidik
dengan teodolit pada kemiringan garis
kolimasi sebesar sudut α (pada Gbr.
152 tempat kedudukan garis kolimasi
adalah seperti yang digambarkan
dengan garis terputus-putus). Dengan
maksud untuk membidik sasaran S
dengan teodolit di mana sumbu
horizontal sungguh-sungguh tegak
lurus terhadap sumbu kolimasi,
teleskop diputar sebesar sudut β.β
disebut kesalahan sumbu kolimasi.
Apabila SH adalah busur yang tegak
lurus terhadap CD, maka SH = α .
Gambar 152. Kesalahan sumbu kolimasi. Apabila sudut elevasi sasaran = h,
6 Macam Sistem Besaran Sudut
173

maka dari rumus segitiga bola sin α = tan h / tan( 90 0 − i )


sin α = sin C sin (90° - h) = tan h tan i
∴ sin C = sin α sec h
Karena α dan i biasanya sangat
Karena C dan α sangat kecil,
kecil, persamaan dapat menjadi
kesalahan sumbu kolimasi dihitung
dengan pcrsamaan: α = i tan h

β = C = α sec h Apabila teleskop dipasang dalam


posisi kebalikan, tanda kesalahan
Apabila teleskop ditempatkan
menjadi negatif dan apabila sudut
dalam posisi kebalikan, kesalahan
yang dicari dengan teleskop dalam
sumbu kolimasi menjadi – ß dan
posisi-posisi normal dan kebalikan di
karenanya dengan merata-ratakan
rata-rata maka kesalahan sumbu
nilai -nilai yang diperoleh dari posisi
horizontal dapat dihilangkan.
teleskop normal dan posisi
kebalikan, maka kesalahan sumbu 3. Kesalahan sumbu vertikal:
kolimasi dapat ditiadakan. kesalahan yang timbul akibat tidak
berhimpitnya sumbu vertikal teodolit
2. Kesalahan sumbu horizontal :
dengan arah garis vertikal disebut
kesalahan yang terjadi akibat sumbu
kesalahan sumbu vertikal. Pada Gbr.
horizontal tidak tegak lurus sumbu
153, diperlihatkan sumbu vertikal
vertikal disebut kesalahan sumbu
teodolit X' miring membentuk sudut v
horizontal. Pada Gbr. 6.27, apabila
terhadap arah garis vertikal X. AB
tidak terdapat kesalahan sumbu,
adalah arah kemiringan maximum
tempat kedudukan garis kolimasi
lingkaran graduasi horizontal. Apabila
dengan teleskop yang mengarah
teleskop berputar mengelilingi sumbu
pada S berputar mengelilingi sumbu
horizontal dengan sasaran S pada
horizontal adalah CSD. Apabila
sudut elevasi h dalam keadaan di
sumbu horizontal miring sebesar i
mana sumbu vertikal teodolit
menjadi A'B', tempat kedudukannya
berhimpit dengan arah garis vertikal
adalah C'SD'. Dalam segitiga bola
akan diperoleh posisi lintasan
SDD', DD’ = α adalah kesalahan
teleskop CSD dalam arah sebesar u
sumbu horizontal, apabila sumbu
dari arah kemiringan maximum,
horizontal miring sebesar i. Dari
sedang dalam keadaan di mana
rumus segitiga bola,
6 Macam Sistem Besaran Sudut
174

sumbu vertikal teodolit miring dalam posisi kebalikan, maka


sebesar v terhadap arah garis pengukuran haruslah dilaksanakan
vertikal akan diperoleh posisi dengan hati-hati, terutama pada saat
lintasan teleskop C'SD' dalam arah pengukuran untuk sasaran dengan
sebesar u' dari kemiringan sudut elevasi yang besar.
maximumnya. Dari kedua macam
4. Kesalahan eksentris: kesalahan yang
lintasan teleskop tersebut, maka
timbul apabila sumbu vertikal teodolit
akan diperoleh gambar segitiga bola
tidak berhimpit dengan pusat lingkaran
SCC' dan dari segitiga ini
graduasi horizontal disebut kesalahan
kesalahan sumbu vertikal β eksent ris (eccentric error ). Pada Gbr.
dapat dinyatakan dengan 154, 0' adalah pusat sumbu vertikal
persamaan sebagai berikut: dan 0 adalah pusat lingkaran
β = u '−u = v sin u' cot(90 − h ) 0
graduasi. Meskipun sudut sasaran A

= v sin u ' tan h dan B pada 0' adalah θ , θ1 dan θ2


terbaca pada lingkaran graduasi,

2 α =θ 2 , 2 β = θ , α + β = θ sehingga
θ1 θ 2 1
θ =α + β = + = (θ 1 + θ 2 )
2 2 2
Apabila graduasi yang berhadapan
dibaca untuk masing-masing sasaran
Gambar 153. Kesalahan sumbu horizontal
dan di rata-rata, kesalahan eksentris
lingkaran graduasi dapat ditiadakan.

5. Kesalahan luar: kesalahan yang timbul


akibat sumbu kolimasi teleskop tidak
melewati sumbu vertikal disebut
kesalahan luar. Pada Gbr. 155
teleskop ditempatkan terpisah dari
Gambar 154. Kesalahan sumbu vertikal.
sumbu vertikal sejauh R. Apabila
Karena kesalahan sumbu vertikal tak sasaran A dibidik dengan teleskop
dapat dihilangkan dengan merata- pada posisi normal, pembacaannya
ratakan dari observasi dengan adalah r dan pada posisi kebalikan,
teleskop dalam posisi normal dan pembacaannya adalah l. Apabila
6 Macam Sistem Besaran Sudut
175

sasaran B dibidik, pembacaannya 6. Kesalahan graduasi: k esalahan


masing-masing adalah r' dan l, Sudut graduasi umumnya dinyatakan
yang diperoleh dengan teleskop pada dengan deret Fourier. Apabila
posisi normal adalah a dan pada posisi kesalahan graduasi sudut adalah d?:
kebalikan adalah b. Sudut yang maka

dibentuk oleh A dan B adalah θ.


dθ = a1 sin( θ + c1 ) + a 2 sin( 2θ + c 2 ) + ..
θ + β = α + b, θ +α = β + a n
= ∑ ai sin( iθ + ci ) ………………(6.9)
1 i =1
Jadi θ = ( a + b)
2 Apabila graduasi dibaca pada sisi
Apabila sudut-sudut yang diukur yang berlawanan dengan 180° dan
dengan teleskop dalam posisi normal kedua harga tersebut dirata-ratakan,
dan posisi kebalikan, kemudian maka
dirata-ratakan, maka besarnya sudut

θ dapat diketahui. dθ + d (θ + 180 0 )


2
= a 2 sin( 2θ + c 2 ) + a 4 sin( 4θ + c 4 ) + ..
Bagian-bagian bilangan ganjil pada
persamaan (6.9) dihilangkan. Apabila
hasil-hasil pengukuran di rata-rata

pada θ dengan sudut 0°, 45°, 90° dan


135°, maka hanya tinggal bagian ke

Gambar 155. Kesalahan eksentris. delapan ke atas yang memungkinkan


penghapusan hampir semua
kesalahan graduasi biasa. Dalam
praktek di lapangan biasanya
dilakukan dengan merubah posisi
lingkaran graduasi seperti misalnya 0°
dan 90° atau 0°, 60° dan 120°.

Penyetelan theodolite

Pada bab sebelumnya telah diuraikan


bahwa kesalahan-kesalahan instrumen
Gambar 156. Kesalahan luar. umumnya dapat dihilangkan dengan
6 Macam Sistem Besaran Sudut
176

observasi-observasi melalui theodolit menyimpang, maka untuk


dengan teleskopnya dalam posisi menempatkan teodolit pada posisi yang
normal dan dalam posisi kebalikan. dikehendaki, dengan sekrup pengatur
Untuk angka kesalahan sumbu yang niveau diatur sedemikian sehingga
kecil, bagian berpangkat dua dari setengah simpangan dan setengahnya
persamaan-persamaan yang telah lagi diatur dengan sekrup-sekrup
diterangkan terdahulu dapat diabaikan, penyipat -datar.
akan tetapi pada kesalahan sumbu
dengan angka yang besar, maka
bagian yang berpangkat dua tersebut
harus diperhitungkan.
1. Penyetelan niveau pelat:
penyetelan ini adalah untuk
Gambar 157. Penyetelan sekrup-sekrup
menempatkan agar sumbu tabung penyipat datar
gelembung dari pada niveau pelat
berada pada sudut -sudut siku-siku 2. Penyetelan benang silang :

terhadap sumbu vertikal. Apabila a. Penyetelan agar garis bujur benang


syarat ini terpenuhi sumbu vertikal silang tegak lurus sumbu vertikal :
dapat ditempatkan pada posisi yang Titik sasaran sejauh kira-kira 50 meter
betul-betul vertikal. Apabila teodolit dibidik dengan teleskop yang
telah dipasang, gelembung niveau pelat digerakkan secara vertikal sedikit
ditempatkan pada posisi di tengah- demi sedikit dengan hanya memutar
tengah dengan mengatur sekrup- sekrup tangens vertikal dan semua
sekrup penyipat datar A dan B (Gbr. sekrup-sekrup masing-masing bagian
157). Selanjutnya gelembung niveau dikencangkan. Apabila garis bujur
yang tegak lurus terhadapnya benang silang tidak tegak lurus
ditempatkan pula pada posisi di sumbu horizontal, tempat kedudukan
tengah-tengah dengan sekrup C. Pelat sasaran tidak akan berhimpit dengan
atas teodolit diputar 180° dan posisi garis bujur benang silang (Gbr. 158).
gelembung pada niveau dibaca. Apabila Pada keadaan ini, bingkai benang
gelembung niveau tetap berada di silang harus diputar untuk
tengah-tengah berarti sumbu niveau penyesuaian.
sudah tegak lurus terhadap sumbu
vertikal. Apabila gelembung
6 Macam Sistem Besaran Sudut
177

tidak berhimpit, posisi pusat benang


silang ditandai dengan B2. B1 dan B2
dihubungkan menjadi satu garis lurus
dan titik pada 1/4 B2B1 dari B2 ke B1
ditandai dengan C. Penyetelan
dilakukan dengan sekrup pengatur
Gambar 158. Penyetelan benang silang
(Inklinasi).
horizontal benang silang untuk
menempatkan pusat benang silang
b. Penyetelan agar garis kolimasi tegak pada C. Penempatan 1/4 B2B 1
lurus sumbu horizontal: theodolite dilakukan seperti yang tertera pada
ditempatkan pada sebuah lapangan Gbr. 158.
yang datar, sehingga dapat
diletakkan sasaran-sasaran masing-
masing 50 m dari kedua sisinya.
Sebuah sasaran ditempatkan pada
sebuah sisi di titik A dan pada sisi
yang lain ditempatkan sebuah pelat
di titik B, tetapi titik A dan titik B
mempunyai jarak yang sama Gambar 159. Penyetelan benang silang
(Penyetelan garis longitudinal).
terhadap teodolit tersebut. Mula-
mula A dibidik dengan teleskop c. Penyetelan sumbu horizontal :
dalam posisi normal dan dengan setelah menyetel sumbu vertikal,
teleskop dalam posisi kebalikan suatu titik yang jelas pada tempat
diputar mengelilingi sumbu yang tinggi dibidik dan teleskop
horizontal, sedang posisi pusat diputar mengelilingi sumbu
benang silang ditandai pada horizontal untuk membidik tanah.
permukaan pelat sebagai B1 . Posisi pusat benang silang ditandai
Kemudian dengan teleskop dalam dengan titik A. Dengan membalik
posisi kebalikan, A dibidik dan teleskop, P dibidik lagi. Kemudian
teleskop dibalik lagi memutari teleskop diputar untuk membidik titik
sumbu horizontal mencapai posisi tanah B dan apabila titik B berhimpit
normal. Apabila pusat benang silang dengan A maka tidak diperlukan
berhimpit dangan B1, maka penyetelan. Apabila tidak berhimpit,
penyetelan tidak diperlukan. Apabila titik C sebagai titik tengah AB dibidik
6 Macam Sistem Besaran Sudut
178

dan kemudian dengan teleskop Apabila ternyata gelembung


diarahkan ke P, sedang penyetelan menyimpang, maka penempatan
dilakukan dengan menggunakan gelembung agar berada di tengah-
sekrup horizontal untuk tengah dengan sekrup pengatur
menempatkan pusat benang silang niveau. Apabila niveau ketinggian
berhimpit dengan P (Gbr. 160). tidak terdapat pada teodolit, posisi
vernir harus diatur dengan
mengoreksi pembacaan-pembacaan
untuk konstanta ketinggian.

f. Penyetelan agar garis kolimasi


teleskop pada alat penegak optik
berhimpit dengan sumbu vertikal:
Setelah teodolit disipat -datarkan,
Gambar 160. Penyetelan sumbu horizontal. alat ini diputar mangelilingi sumbu
vertikal setiap 90° untuk menggeser
d. Penyetelan sipat datar teleskop: alat penegak optik dan posisi-posisi
penyetelan ini diadakan agar sumbu sentris dari pada benang silang
kolimasi sejajar dengan sumbu ditandai pada selembar kertas yang
niveau dan harus sesuai dengan diletakkan di atas tanah di tengah -
"metode pengaturan patok" (peg tengah statif. Setiap dua titik yang
adjusment method). berhadapan 180° dihubungkan
e. Penyetelan posisi vernir duri pada dengan garis dan penyetelan
lingkaran graduasi vertikal: suatu dilakukan agar pusat benang silang
sasaran tertentu diobservasi dengan teleskop terletak pada titik potong.
teleskop dalam posisi normal dan Apabila alat penegak optik tidak
posisi kebalikan untuk memperoleh dapat digerakkan mengitari sumbu
kesalahan duga (fiducial error) atau vertikal digantungkan unting-unting
konstanta garis ketinggian (periksa dan diatur agar pusat benang silang
metode observasi sudut vertikal). alat penegak optik berhimpit
Pada teodolit dengan niveau dengannya.
ketinggian, maka pengaturan harus
diadakan dengan sekrup tangens
tabung tersebut untuk mengoreksi
pembacaan konstanta ketinggian.
6 Macam Sistem Besaran Sudut
179

Metode-metode observasi sudut horizontal Contoh pencatatan ke dalam buku


lapangan dapat dilihat pada Tabel 11
1. Pengukuran sudut tunggal dan
Pengukuran r A , r B, lB dan lA disebut
jumlah observasi: Gbr. 160
satu seri pengukuran. Untuk
menunjukkan suatu contoh
menambah jumlah seri pengukuran
pengukuran sebuah sudut 0 dengan
guna meningkatkan ketelitiannya,
membidik A dan B dari titik observasi
penempatan posisi lingkaran
0 Prosedurnya adalah sebagai
graduasi harus sesuai dengan tabel
berikut:
15.
a. Memasang dan menyipat -datarkan
teodolit pada titik O.
b. Membidik sasaran A dengan tepat
dan mengencangkan sekrup klem.
Menyetel lingkaran graduasi pada
kira-kira angka 0°.
c. Menempatkan sasaran pada pusat
benang silang teleskop dengan Gambar 161. Pengukuran sudut tunggal.

memutar sekrup tangens 2. Pengukuran sudut dengan repetisi :


horizontal. Pengukuran sudut dengan repetisi
d. Membaca lingkaran graduasi hanya dapat dilakukan dengan
horizontal ... observasi A dengan teodolit tipe sumbu ganda dan dapat
teleskop dalam posisi normal (rA) ... mengurangi pengaruh kesalahan
Pembacaan permulaan. pembacaan meskipun dengan
e. Kendorkan sekrup klem dan bidik teodolit bergraduasi horizontal yang
sasaran B dengan tepat, kasar. Untuk mengukur sudut dalam
Kencangkan kembali sekrup klem. berbagai arah, cara ini akan
f. Teleskop dibalik dan bidikan kea membutuhkan waktu yang lama, jadi
rah B, graduasi dibaca … hanya efektif untuk pengukuran sudut
observasi B dengan teleskop tunggal seperti misalnya pengukuran
dalam posisi kebalikan (lB) jaring-jaring. Prosedur repetisi sudut
g. Teleskop diputar ke arah A, bidik n kali adalah sebagai berikut:
dan baca graduasinya ... observasi a. Menempatkan lingkaran graduasi
A dengan teleskop dalam posisi tepat pada posisi 0° sedang
kebalikan (lA). teleskop dalam posisi normal.
6 Macam Sistem Besaran Sudut
180

b. Mengencangkan klem atas dan c.Membidik berturut -turut C, D dan E


mengendorkan klem bawah. dengan cara yang sama dan
Membidik A dengan memutar pelat membaca graduasi masing-masing

bawah untuk membaca α0. sasaran tersebut.


d.Kemudian membidik E, D, C, B dan A
c. Mengencangkan pelat bawah dan
dengan teleskop dalam posisi
mengendorkan klem atas membidik
kebalikan dan membaca graduasinya.
B dengan memutar pelat atas

untuk membaca α 1 ( α 1 adalah Rangkaian observasi di atas dinamakan


satu seri observasi. Di mana perlu,
untuk mengontrol).
jumlah seri observasi dapat ditambah.
d. Mengendorkan pelat bawah dan
Dan Tabel 15 menunjukkan contoh
memutar pelat atas yang sudah
pencatatan metode arah tersebut.
kencang untuk membidik A lagi.
e. Dengan pelat bawah dikencangkan, 4. Metode sudut: observasi untuk arah
membidik B dengan memutar pelat yang banyak, tetapi dengan
atas. pengukuran sudut tunggal disebut
f. Mengulangi pekerjaan d) dan e) n metode sudut. (periksa-Gbr. 163),
kali untuk membaca αn . Metode sudut umumnya digunakan
untuk observasi yang teliti tetapi metode
g. Melakukan observasi yang sama
ini dianggap tidak efisien.
dengan teleskop dalam posisi
kebalikan. 5. Limitasi penggunaan angka-angka hasil

3. Metode arah: metode ini digunakan observasi, sudut ganda dan perbedaan:

apabila observasi dilakukan untuk arah dianjurkan agar mengambil jumlah dari

yang banyak seperti tampak pada Gbr. rangkaian angka-angka obser vasi yang

162 dan prosedurnya adalah sebagai logis serta sistematis dan tidak

berikut: menggunakan angka-angka lainnya


dengan kesalahan tak disengaja yang
a.Membidik A dengan tepat dengan
terlalu besar. Dalam pengukuran sudut
teleskop dalam posisi normal dan
horizontal, perbedaan sudut ganda dan
tempatkan lingkaran graduasi
perbedaan observasi ditentukan dan
0
mendekati angka 0 , dan membaca
dihitung seperti yang tertera pada
graduasinya.
Tabel 16.
b.Membidik ke arah B dan membaca
graduasinya.
6 Macam Sistem Besaran Sudut
181

Yang dimaksud dengan perbedaan sehingga observasi pada saat -saat


sudut ganda dan perbedaan observasi tersebut haruslah tidak dilaksanakan.
adalah sebagai berikut: apabila Prosedur observasi sudut vertikal
kesalahan kwadrat rata-rata dari pada adalah sebagai berikut:
pembidikan untuk satu titik-a dan
a. Menyipat-datarkan theodolit.
kesalahan kwadrat rata-rata
b. Mengendorkan sekrup horizontal dan
pembacaan skala-b, maka kesalahan
sekrup vertikal dan mengarahkan
kwadrat rata-rata M untuk observasi
sasaran ke dalam bidang
satu arah adalah: M = ± a +b . 2 2
pandangan dengan teleskop dalam

Karena observasi diadakan dalam dua posisi normal.

arah untuk pengukuran satu sudut, c.Mengencangkan sekrup horizontal

kesalahan kwadrat rata-rata untuk dan sekrup vertikal.

observasi satu sudut adalah d. Menempatkan gelembung niveau


observasi sudut vertikal di tengah-
M = ± 2a 2 + 2b 2 . Karena itu
tengah.
kesalahan kwadrat rata-rata yang
e. Mengatur sekrup tangens vertikal
termasuk dalam sudut ganda dan
untuk menempatkan sasaran pada
perbedaan bidikan/pembacaan adalah
garis h o r i z o n t a l b e n a n g s i l a n g .
± a +b .
2 2 2
Mengenai kesalahan f. Membaca graduasi dengan vernir

sistimatis telah diuraikan pada point vertikal.

6.4.3. Hal-hal tersebut di atas dapat g. Membalikkan teleskop dan kemudian

disusun seperti yang tertera pada mengulangi lagi urutan langkah

Tabel 6.6. Karena perbedaan sudut tersebut di atas.

ganda hanya meliputi kesalahan Adapun urutan langkah-langkah b)


graduasi, maka limitasinya lebih sedikit sampai dengan g) adalah merupakan
dari pada perbedaan observasi. satu seri observasi. Dewasa ini, telah
6. Metode observasi sudut vertikal dan mulai dipasarkan alat koreksi otomatis
konstanta-konstanta ketinggian untuk posisi pembuat tanda indeks
seperti yang tertera pada Gbr. 163 dan
- Metode obervasi sudut vertikal: pada
cara pengerjaannya sedikit agak
umumnya sulit untuk mengukur sudut
berbeda. Tabel 17 menunjukkan contoh
vertikal dengan sasaran yang jauh,
pencatatan data-data hasil pengukuran.
karena kondisi udara yang tidak stabil,
terutama pada pagi dan malam hari,
6 Macam Sistem Besaran Sudut
182

- Konstanta ketinggian: metode (r − l)


α= − 90 0
perhitungan sudut elevasi dan 2
konstanta ketinggian W tergantung dari W = 2S = r+ l = 360°.
pembagian skala lingkaran graduasi W = 2S disebut konstanta ketinggian
vertikal serta cara pemasangan- atau perbedaan titik nol dan
pemasangan teleskop dan senantiasa tetap konstan walaupun
lingkaran graduasi vertikalnya. sasaran berubah kecuali apabila
B e r i k u t i n i adalah contoh pembacaan instrumen diatur kembali. Karenanya
r dan l dengan teleskop dalam posisi perbedaan harga-harga W yang
normal dan posisi k e b a l i k a n . diperoleh dari pembacaan r dan l
a. Gbr. 1 6 4 : menunjukkan variasi kesalahan yang
Graduasi 0° → 90° → 180° → 270° tak disengaja terutama dengan
→ 360°, posisi teleskop normal, kesalahan pembidikan, kesalahan
horizontal, 0°. pembacaan dan kesalahan sentris dari
r = 360° - α +S l = 180°+ α +S pada niveau sudut elevasi dan

180 − ( r − l ) (r − l) perbedaan harga-harga W tersebut


∴= = 90 −
2 2 digunakan sebagai dasar dalam
W = 2S = (r + l) - 540°. penentuan angka-angka ukur.

b. Gbr. 1 6 5 :
Graduasi 180° ← 90° ← 0° → 90°
→ 180°, posisi teleskop horizontal,
90°.

r= α + S, l = 180° - α +S
r −l
= 90 0 +
2
W = 2 + 180° = r - l.

c. Gbr. 1 6 6 :
Graduasi 0° → 90° → 180° → 270°
→ 360', posisi teleskop normal,
Gambar 162. Metode arah
horizontal, 90°.
r = 90° - α + S, l = 270° + α+S
6 Macam Sistem Besaran Sudut
183

Gambar 163. Metode sudut. Gambar 164. Koreksi otomatis untuk sudut elevasi

Tabel 14. Buku lapangan untuk pengukuran sudut dengan repitisi.

Tabel 15. Metode perhitungan perbedaan sudut ganda dan perbedaan observasi.
6 Macam Sistem Besaran Sudut
184

Tabel 16. Arti dari perbedaan sudut ganda dan perbedaan observasi.

Tabel 17. Buku lapangan sudut vertikal.

Gambar 164. Koreksi otomatis untuk sudut elevasi


6 Macam Sistem Besaran Sudut
185

Gambar 165. Metode pengukuran sudut vertikal (1).

Gambar 167. Metode observasi sudut vertika (3)l

Gambar 166. Metode observasi sudut vertikal (2)


6 Macam Sistem Besaran Sudut
186

Model DiagramModel
Alir IlmuDiagram
Ukur TanahAlir
Pertemuan ke-09
Macam Sistem Besaran Sudut
Macam
Dosen Penanggung Jawab :Sistem Besaran Sudut
Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Pengukuran Sudut

Pengukuran & Pemetaan Horisontal Pengukuran & Pemetaan Vertikal


Poligon, Tachymetri Trigonometris

Pengukuran & Pemetaan Kerangka Pengukuran & Pemetaan Titik-Titik


Pengikatan Ke Muka, Pengikatan ke Detail
Belakang, Poligon Tachymetri

Sistem Besaran Sudut

Seksagesimal Sentisimal Desimal


Radian
(Degree) (Grid)

o, ', " g, c, cc
phi radian 0,000000
(Derajat, Menit, Second) (Grid, Centigrid,
Centicentigrid)

1 putaran = 400 grid 1 putaran =


1 putaran = 360 derajat
1 grid = 100 centigrid 2.phi.radian =
1 derajat = 60 menit 1 putaran = 360
1 centigrid = 100
1 menit = 60 second 2 . 22/7 . radian
centicentigrid

Konversi Sudut Konversi Sudut


x derajat/y grid = 360 / 400 x radian/y desimal = 2.phi / 360
x derajat = 360 / 400 . y grid x radian = 2.phi / 360 . y desimal
y grid = 400 / 360 . x derajat y desimal = 360 / 2.phi. x radian

Sin, Cos, Tgn (dihitung dalam Sin, Cos, Tgn (dihitung dalam
sistem degree) sistem degree)

Gambar 168. Diagram alir macam sistem besaran sudut


6 Macam Sistem Besaran Sudut
187

Rangkuman

Berdasarkan uraian materi bab 2 mengenai teori kesalahan, maka dapat


disimpulkan sebagi berikut:

1. Sistem besaran sudut pada pengukuran dan pemetaan dapat terdiri dari:
a. Sistem besaran sudut seksagesimal
Sistem besaran sudut ini disajikan dalam besaran derajat, menit dan sekon.
b. Sistem besaran sudut sentisimal
Sistem besaran sudut ini disajikan dalam besaran grid, centigrid dan centi-centigrid.
c. Sistem besaran sudut radian
Sistem besaran sudut ini disajikan dalam sudut panjang busur. Sudut pusat di dalam
lingkaran yang mempunyai busur sama dengan jari-jari lingkaran adalah sebesar
satu radian
d. Sistem waktu (desimal)
Sistem waktu digunakan dalam pengukuran astronomi. Nilai sudut desimal maksimal
adalah 360.
2. Dasar untuk mengukur besaran sudut ialah lingkaran yang dibagi dalam empat bagian,
yang dinamakan kuadran.
a. Cara seksagesimal membagi lingkaran dalam 360 bagian yang dinamakan derajat,
sehingga satu kuadran ada 90 derajat. Satu derajat dibagi dalam 60 menit dan satu
menit dibagi lagi dalam 60 sekon.
o o
1 = 60’ 1’ = 60” 1 = 3600”
b. Cara sentisimal membagi lingkaran dalam 400 bagian, sehingga satu kuadran
mempunyai 100 bagian yang dinamakan grid. Satu grid dibagi lagi dalam 100 centigrid
dan 1 centigrid dibagi lagi dalam 100 centi-centigrid.
g c c cc g cc
1 = 100 1 = 100 1 = 10000
c. Sudut pusat di dalam lingkaran yang mempunyai busur sama dengan jari-jari lingkaran
adalah sebesar satu radian.
2 π r = 2π rad.

d. Hubungan antara satuan cara seksagesimal dan satuan cara sentisimal dapat dicari
dengan dibaginya lingkaran dalam 360 bagian cara seksagesimal dan dalam 400
bagian cara sentisimal, jadi :
0 g
360 = 400
6 Macam Sistem Besaran Sudut
188

Soal Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini !

1. Diketahui sudut-sudut :
0
S1 = 78 49’40”
0
S2 = 315 51’16”
0
S3 = 177 02’08”
Gantilah sudut-sudut ini ke dalam harga sentisimal dan radian!
2. Diketahui sudut-sudut :
g
S4 = 46 , 2846
g
S5 = 117 , 0491
g
S6 = 297 , 2563
Gantilah sudut-sudut ini ke dalam harga seksagesimal dan radian!
3. Sebutkan tahapan-tahapan yang harus ditempuh ketika akan menggunakan alat ukur
theodolite Boussole?
4. Sebutkan fungsi bagian-bagian utama dari theodolite?

5. Sebutkan kesalahan-kesalahan pada instrumen dan cara-cara meniadakannya?


7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
189

7. Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka

7.1 Jarak pada survei dan Cara pengukuran jarak horizontal yang
pemetaan sederhana pada daerah miring adalah
sebagai berikut. Untuk jarak pendek
Mengukur jarak adalah mengukur panjang
dilakukan dengan merentangkan pita dan
penggal garis antar dua buah titik tertentu.
menggunakan waterpass sehingga
Penggal garis ini merupakan sambungan
mendekati horizontal. Untuk jarak yang
penggal-penggal garis lurus yang lebih kecil.
panjang dilakukan secara bertahap. Jarak
Pengukuran jarak adalah penentuan jarak
horizontal A - D adalah d1 + d2 + d3.
antara, dua titik di permukaan bumi,
biasanya yang digunakan adalah jarak Untuk daerah datar, pengukuran jarak tidak
horizontalnya atau pekerjaan pengukuran mengalami masalah. Namun ada kalanya
antara dua buah titik baik secara langsung pada daerah yang datar terdapat hambatan.
maupun tidak langsung yang dilaksanakan Hambatan ini terutama terjadi pada daerah
secara, serentak atau dibagi menjadi datar yang memiliki garis ukur yang
beberapa bagian, yaitu jarak horizontal dan panjang, yaitu adanya obyek penghalang
jarak miring. seperti sungai atau kolam. Membuat garis
tegak lurus terhadap garis ukur pada titik A
Jarak horizontal adalah jarak yang apabila
sehingga diperoleh garis AC. Menempatkan
diukur maka perbedaan tingginya adalah 0.
titik D tepat ditengah-tengah AC. Kemudian
Sedangkan jarak miring adalah hasil
menarik garis dari B ke D hingga di bawah
pengukurannya melibatkan kemiringan.
titik C. Kemudian membuat garis tegak lurus
Perlu Anda ketahui bahwa jarak yang dapat
ke bawah terhadap garis AC dari titik C,
digambarkan secara langsung pada peta
sehingga terjadi perpotongan (titik E).
adalah jarah horizontal, bukan jarak miring.
Jarak antara dua buah titik di bidang datar
Oleh karena itu, jarak horizontal AB yang
(2 dimensi) dapat diketahui dengan cara
akan digambarkan pada peta.
akar dari pertambahan selisih kuadran absis

n B dengan selisih kuadrat ordinat kedua titik


iringa
em tersebut. Tahap-tahap Pengukuran Jarak
rakk
J a dan Arah Berikut ini, adalah tahap-tahap
.
A B’ yang harus Anda lakukan dalam memetakan
Jarak Horizontal
suatu wilayah dengan alat bantu meteran
Gambar 169. Pengukuran Jarak
dan kompas.
7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
190

Misalnya, kita akan memetakan suatu jalur diproyeksikan terlebih dahulu pada suatu
jalan A – B bidang referensi.
a. Lakukan pengukuran garis-garis ukur
pokok, meliputi ukur pokok ditunjukkan
7.1.1. Pengklasifikasian Pengukuran
oleh garis 1 - 2, 2 - 3, 3 - 4, dan 4 - 5.
Jarak
Azimuth magnetis diukur dari utara
a. Pengukuran jarak langsung
magnetis (UM) ke garis pokok.
Pengukuran jarak langsung biasanya
b. Apabila di sepanjang jalur jalan tersebut
menggunakan instrument atau alat ukur
terdapat obyek, seperti bangunan,
jarak langsung, misalnya pita ukur
pagar, atau aliran sungai, maka objek
langkah, alat ukur jarak elektronik dan
tersebut dapat dipetakan dengan cara
lain-lain. Alat-alat yang digunakan dalam
mengukur jarak tegak lurus dari titik
pengukuran jarak secara langsung
pada garis ukur pokok ke titik yang
diantaranya adalah : Kayu ukur, Rantai
mewakili obyek tersebut. Garis ini
ukur.
disebut offset. Pada contoh di bawah ini,
terdapat obyek rumah di pinggir garis Syarat pengukuran dengan rantai ukur :

ukur pokok 1 - 2. Lihat gambar. 1. Jika panjang satu jalur melebihi


panjang rantai, maka jalan rantai
tersebut ditandai dengan batang
penentu yang berwarna terang
2. Jalur-jalur rantai menjangkau
daerah-daerah yang penting
lainnya.
3. Titik yang diukur saling terlibat.
Gambar 170. Lokasi Patok 4. Tim minimum 2 orang

Pada gambar 171 offset 01, 02, 03, 04 dan 4 Mistar,

05 dibuat tegak lurus terhadap garis ukur 4 Pita ukur metalik,

dari titik A ke titik A'. panjang offset 02 4 Pita ukur serat-serat gelas,
diukur dari titik a ke titik a', dan seterusnya. 4 Pita ukur dari baja,
4 Pita ukur invar,
Reduksi jarak ukur pada suatu bidang
4 Roda ukur,
referensi. sebelurn digunakan, biasanya
4 Speedometer,
suatu jarak ukur (measured distance),
(umumnya berupa jarak miring)
7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
191

pada pekerjaan sipat datar. Pada


hakekatnya sangatlah sukar untuk
mempertahankan jarak langkah yang
tetap dan pengalaman menunjukkan
bahwa untuk jarak ukur 100 m seorang
petugas yang berpengalamann pun
dapat membuat kesalahan sampai
beberapa meter.
Gambar 171. Spedometer
b. Pita Ukur. Dewasa ini pita ukur (tapes)
4 Curvimeter dan, digunakan dalam pekerjaan pengukuran
4 Pedometer jarak biasa. Tipe yang banyak
digunakan adalah pita ukur fiber, pita
b. Pengukuran jarak tidak langsung
ukur baja, dan pita ukur invar (invar
Pengukuran ini biasanya menggunakan
adalah bahan campuran tahan panas
instrument ukur jarak tachymetry dan
terdiri dari baja dan nikel).
metode optic.

Pengukuran jarak tidak langsung ada Pita Ukur fiber. Yang termasuk tipe ini

beberapa macam diantaranya adalah pita ukur yang terbuat dari serat
rami dan diperkuat dengan anyaman
pengukuran jarak dengan kira-kira. Cara
kawat halus, pita ukur yang terbuat dari
ini dapat menggunakan langkah dan
campuran serat rami dan serta katun
menggunakan skala pada peta.
dan pita uk ur yang terbuat dari
Tujuan yang akan dicapai dalam
campuran serat gelas dan kimia.
pengukuranjarak adalah membuat garis
Biasanya pita ukur ini dibungkus dengan
yang benar-benar lurus sehingga
semacam lapisan cat, di atas mana
jaraknya dapat diukur dengan pasti.
angka-angka/tanda-tanda graduasi
ditempatkan. Kelebihan-kelebihan dari
7.1. 2. Bebagai macam instrumen ukur
pita ukur ini adalah sifatnya yang ringan,
jarak dan cara penggunaanya
tidak mudah bengkok serta mudah
a. Langkah. Karena ketelitiannya yang
pemakaiannya terutama pita ukur serat
rendah, dewasa ini langkah (pacing)
gelas. Akan tetapi, kelemahannya yang
hanya digunakan untuk membantu
paling mencolok adalah sangat mudah
penempatan instrumen sipat datar di
memuai dan menyusut, akibat pengaruh
tengah-tengah antara dua buah rambu
kelembaban udara. Dengan demikian,
7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
192

tidak dapat digunakan untuk d. Instrumen yang menggunakan


pengukuran teliti. Dimensi pita ukur gelombang-gelombang elektromagnetik
biasanya adalah dengan panjang 10 m, Instrumen pengukuran jarak elektronik
20 m, 30 m, 50 m dan seterusnya dan saat ini telah digunakan untuk mengukur
dengan graduasi 5 mm lebar jarak langsung dengan tepat.
pitaumumnya 16 mm.
7. 2. Azimuth dan Sudut Jurusan
Pita ukur baja umumnya mempunyai
ketelitian yang lebih tinggi dari pita ukur
Azimuth ialah besar sudut antara utara
fiber dan ketahannyapun cukup lama.
magnetis (nol derajat) dengan titik/sasaran
Karenanya pita ukur tipe ini
yang kita tuju, azimuth juga sering disebut
dipergunakan untuk pengukuran teliti,
sudut kompas, perhitungan searah jarum
misalnya pengukuran untuk
jam. Ada tiga macam azimuth yaitu :
pelaksanaan konstruksi dan
penempatan titik-titik kontrol. Pita ini a) Azimuth Sebenarnya, yaitu besar sudut
terbuat dari baja karbon atau baja anti yang dibentuk antara utara sebenarnya
karat yang dibungkus dengan cat putih, dengan titik sasaran;
cat metalik atau cat-cat berwarna b) Azimuth Magnetis, yaitu sudut yang
lainnya. dibentuk antara utara kompas dengan
titik sasaran;
Pita ukur invar biasanya digunakan
c) Azimuth Peta, yaitu besar sudut yang
untuk mengukur garis basis dimana
dibentuk antara utara peta dengan titik
kesalahan relatif yang diizinkan hanya
sasaran.
sebesar 1/500.000 – 1/1.000.000.
Back Azimuth adalah besar sudut
c. Instrumen pengukuran jarak yang
kebalikan/kebelakang dari azimuth. Cara
didasarkan pada metode optik. Metode
menghitungnya adalah bila sudut azimuth
dimana suatu jarak antara dua buah titik
lebih dari 180 derajat maka sudut azimuth
diukur secara tidak langsung disebut
dikurangi 180 derajat, bila sudut azimuth
Tachymetri. Pada prinsipnya metode ini
kurang dari 180 derajat maka sudut azimuth
dilakukan dengan penempatan sebuah
dikurangi 180 derajat, bila sudut azimuth =
instrumen ukur jarak pada ujung titik
180 derajat maka back azimuthnya adalah 0
permulaan dan instrumen tersebut
derajat atau 360 derajat. Azimuth adalah
diarahkan pada titik sasaran yang
suatu sudut yang dimulai dari salah satu
ditempatkan pada ujung lainnya.
ujung jarum magnet dan diakhiri pada ujung
7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
193

objektif garis bidik yang besamya sama menggunakan kompas maka perlu diberikan
dengan angka pembacaan. Azimuth suatu penjelasan bahwa utara yang digunakan
garis adalah sudut antara garis meridian dari adalah utara magnetis.
garis tersebut, diukur searah dengan jarum
Contoh:
jam, biasanya dari titik antara garis meridian
Azimuth Magnetis AB (Az, AB) = 70°
(dapat pula dari arah selatan). Besarnya
Azimuth Magnetis AC (Az, AC) = 310°
sudut azimuth antara 0 – 360 derajat.

Arah orientasi merupakan salah satu unsur


utama dalam proses pengukuran untuk
membuat peta, khususnya peta umum.
Pada umumnya setiap peta merniliki arah
utama yang ditunjukkan ke arah atas
(utara). Terdapat 3 (tiga) arah utara yang
sering digunakan dalam suatu peta.

a. Utara magnetis, yaitu utara yang


menunjukkan kutub magnetis.
b. Utara sebenarnya (utara geografis), atau
utara arah meridian.
C. Utara grid, yaitu utara yang berupa garis Gambar 172. Pembagian kuadran azimuth

tegak lurus pada garis horizontal di


Azimuth dapat diperoleh dengan cara arcus
peta.
tangent dari pembagian selisih absis
Ketiga macam arah utara itu dapat berbeda terhadap selisih ordinat. Besarnya sudut
pada setiap tempat. Perbedaan ketiga arah azimuth tersebut berrgantung dari nilai
utara ini perlu diketahui sehingga tidak positif atau negatifnya selisih absis atau
terjadi kesalahan dalam pembacaan arah ordinat.
pada peta. Arah utara magnetis merupakan
1. Jika selisih absis bernilai positif dan
arah utara yang paling mudah ditetapkan,
selisih ordinatnya bernilai positif maka
yaitu dengan pertolongan kompas
azimuth berada di kuadran I yang
magnetik. Perbedaan sudut antara utara
nilainya sama dengan sudut tersebut.
magnetis dengan arah dari suatu obyek ke
2. Jika selisih absis bernilai positif dan
tempat obyek lain searah jarum jam disebut
selisih ordinat bernilai negatif maka
sudut arah atau sering disebut azimuth
azimuth berada di kuadran II yang
magnetis. Pada peta yang dibuat dengan
7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
194

nilainya sama dengan 180 dikurangi berada di kuadran empat yang nilai
sudut tersebut . sudutnya sama dengan 360° dikurang besar
sudut tersebut.
3. Jika selisih absis bernilai negatif dan
selisih ordinat bernilai negatif maka Selain dari jarak informasi yang lain yang
azimuth berada di kuadran III yang dapat diketahui dari dua buah titik yang
nilainya sama dengan 180 ditambah sudah diketahui koordinatnya yaitu Azimuth
sudut tersebut. atau sudut jurusan. Maka sudut jurusan AB
4. Jika selisih absis berniali negatife dan yang didapat dari titik A (Xa,Ya) dan B
selisih ordinat bernilai positif maka (Xb,Yb) dapat dicari dengan persamaan
azimuth berada di kuadran IV yang sebagai berikut:
nilainya sama dengan 360 dikurangi
besar sudut tersebut. Xb − Xa
αAB = Tan −1
Yb − Ya
Penggunaan azimuth

Azimuth dapat diperoleh dengan cara arcus Setelah alat ukur B.T.M diukur, sehingga
tangen dari pembagian selisih absis bagian-bagian yang penting berada di dalam
terhadap selisih ordinat. Besarnya sudut keadaan yang baik dan sebelum alat ukur
jurusan atau azimuth tersebut bergantung apakah yang dibaca pada lingkaran
pada nilai positif atau negatifnya selisih mendatar dan pada lingkaran tegak. Pada
absis atau ordinat. Jika selisih absis bernilai lingkaran tegak diukur sudut-sudut miring
positif dan selisih ordinat bernilai positif yang besarnya sama dengan pembacaan
maka azimuth berada di kuadran satu yang pada skala lingkaran tegak dengan
nilainya sama dengan besar sudut tersebut. menggunakan nonius. Pada lingkaran
Jika selisih absis bernilai positif dan selisih mendatar tidaklah ada nonius untuk
ordinat bernilai negatif maka azimuth berada melakukan pembacaan pada skala lingkaran
di kuadran dua yang nilainya sama dengan mendatar.
180° dikurang besar sudut tersebut. Jika
Dilakukan pada ujung utara lingkaran jarum
selisih absis bernilai negatif dan selisih
magnet yang berada di cos D
ordinat bernilai negatif maka azimuth berada
bersama-sama dengan skala lingkaran
di kuadran tiga yang nilai sudutnya sama
mendatar.
dengan 180° ditambah besar sudut tersebut.
dan jika selisih absis bernilai negatif dan Yang dibaca pada lingkaran mendatar
selisih ordinat bernilai positif maka azimuth adalah suatu sudut yang dinamakan
azimuth yaitu suatu sudut yang dimulai dari
7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
195

salah satu ujung jarum magnet da diakhiri menghubungkan dua buah tititk P1 dan P2
pada ujung objektif garis bidik dan besarnya di atas permukaan bumi dinyatakan dengan
sama dengan angka pembacaan. Menurut azimuth. Azimuth diukur degan metode
ketentuan di atas azimuth harus dimulai dari astronomis dengan menggunakan alat-alat
salah satu ujung magnet sedangkan dua seperti jarum magnet, gyrocompas, dll.
ujung dan sudut azimuth dapat diputar dari Pengukuran azimuth diadakan untuk
kiri kekanan atau dari kanan ke kiri, maka menghilangkan kesalahan akumulatif pada
didapatlah 2x2 = 4 macam azimuth yang sudut-sudut terukur dalam jaringan
biasa disebut bearing. triangulasi atau dalam pengukuran jaring-
jaring, penentuan azimuth untuk titik-titik
3 Cara menentukan macam azimuth
kontrol yang tidak terlihat serta dengan
1. Tentukan garis skala yang berimpit
lainnya, penentuan sumbu X untuk kordinat
dengan ujung Utara jarum magnet.
bidang datar pada pekerjaan pengukuran
Angka pada garis skala ini menentukan
yang bersifat lokal.
besarnya suatu busur yang dimulai dari
garis nol skala dan diakhiri pada angka Macam – macam azimuth
itu. 1. Azimuth kompas
2. Tentukan busur yang besarnya Dalam pekerjaan pengukuran yang
dinyatakan oleh angka pembacaan sederhana, maka pengukuran azimuth
3. Carilah suatu sudut yang dimulai dari awal ataupun akhirnya hanya dilakukan
salah satu ujung jarum magnet dan dengan menggunakan alat penunjuk
yang diakhiri pada ujung objektif yang arah Utara (kompas). Umumnya
sama besarnya dengan busur lingkaran azimuth magnetis jenis ini dikenal
yang dinyatakan oleh pembacaan. dengan nama sudut jurusan. Untuk
4. Cara pernutaran sudut itu. merupakan maksud tersebut pengukuran dilakukan
macam azimuth. skala lingkaran hanya pada satu sisi poligon saja
mendatar turut berputar dengan (2 sisi poligon lebih baik). Prosedur
teropong dan jarum magnet tetap pengukuran adalah sebagai berikut :
kearah Utara - Selatan magnetis.
Ø Memasang dan mendatarkan
Mengetahui arah sebuah garis yang theodolite pada salah satu titik
menghubungkan dua buah titik P1 dan P2 di poligon.
atas permukaan bumi adalah hal yang Ø Menempatkan lingkaran graduasi
0
terpenting dalam pengukuran. Pada pada 0 00’00’’, kemudian klem atas
umumnya arah sebuah garis yang dikencangkan (pada titik B).
7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
196

Ø Klem bawah dibuk a, maka arahkan 2. Azimuth matahari


teropong kearah utara dengan Pada prinsipinya pengukuran tinggi
bantuan kompas yang telah matahari yang dilakukan adalah untuk
diletakkan pada sisi teodolite, lalu menentukan azimuth matahari ( a ) pada
klem bawah dikencangkan dan klem saat pembidikan tinggi ( t ) dilakukan
atas dibuka. Mengukur tinggi matahari dengan
Ø Bidikan teropong diarahkan ke salah melakukan penadahan bayangan matahari
satu titik poligon lain yang satu sisi pada selembar kertas. Dari hubungan
dengan tempat berdiri alat, misal A segitiga diatas, kutub utara dan matahri
dan catat lingkaran graduasinya. pada saat tertentu akan didapatkan
Maka diperoleh azimuth di titik B hubungan matematis di atas permukaan
terhadap titik A. Cara dalam bola langit sebagai berikut:
menentukan azimuth tadi, dapat cos( 900 − δ ) = sin h sin ϑ +cosh cos ϑ
pula dilakukan dengan cara Repetisi
cosa Apabila lintang diketahui secara
agar diperoleh hasil yang teliti.
pendekatan (umumnya cukup hasil
Untuk melengkapi pengukuran
interpolasi dari peta topografi) dan harga
sudut ini dengan segala
deklinasi matahari dapat dicari tabel
kelengkapannya, maka selanjutnya
matahari, maka dengan mudah segera akan
akan diturunkan penentuan azimuth
didapatkan harga azimuth matahri (a).
kontrol dengan mengukur tinggi
Dengan mempunyai harga sudut mendatar
matahari.

kutub utara equator

timur

selatan
utara

barat

kutub selatan
bola langit

Gambar 173. Azimuth Matahari


7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
197

antara matahari dan target , maka : mendatar matahari, Arah mendatar


A=a+s ke target di ujung sisi lainnya.
Prosedur pengukurannya dapat dilakukan Ø Dari tabel deklinasi matahari untuk

dengan berbagai cara, hal ini disebabkan tahun yang bersangkutan dapat
ditentukan dapat ditentukan deklinasi
Ø Mengukur matahari dengan memakai
matahari pad saat terbidik (pencarian
filter khusus pada lensa objektifnya.
dilakukan dengan argumen waktu ( t )
Ø Mengukur tinggi matahari dengan
yang di dapat dari hasil pengkuran.
memakai prisma roelofs.
Ø Carilah nilai lintang dari peta topografi
Dengan memilih salah satu peralatan dan dengan cara melakukan interpolasi.
mengukur waktu pengukran (t), maka dapat Ø Hitung besarnya azimuth matahari
ditentukan harga deklinasi matahari dari dengan rumus :
tabel matahari yang selalu dikeluarkan cos( 90 − δ ) = sin h sin ϑ + cos h
setiap tahun oleh Jawatan Topografi Darat cos cos a
ataupun Jurusan Geodesi ITB dan dapat Ø Hitung besarnya sudut mendatar
dimiliki olehmu. antara matahari dan target.

Prosedurnya adalah sebagai berikut : Maka azimuth sisi didapat dengan


memakai rumus A = a + s.
Ø Atur kedudukan alat pada titik dari sisi
yang akan ditentukan azimuthnya.
7. 3. Tujuan Pengikatan Ke Muka
Ø Tempatkan filter atau prisma roelofs di
muka lensa objektif apabila
penadahan bayangan yang dilakukan, Pengikatan ke muka adalah suatu metode
maka lakukan pemfokuskan lensa pengukuran data dari dua buah titik di
untuk tak hingga ke arah bukan lapangan tempat berdiri alat untuk
matahari. memperoleh suatu titik lain di lapangan
Ø Setelah matahari dekat sasaran tempat berdiri target (rambu ukur/benang,
(benang silang), persiapkan penunjuk unting–unting) yang akan diketahui
tanda waktu yang telah dibicarakan koordinatnya dari titik tersebut. Garis antara
dengan tanda waktu yang benar . kedua titik yang diketahui koordinatnya
Ø Tepat matahari memasuki benang dinamakan garis absis. Sudut dalam yang
silang, catat : Waktu, Tinggi, Arah dibentuk absis terhadap target di titik B
dinamakan sudut beta. Sudut beta dan alfa
diperoleh dari lapangan.
7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
198

Pada metode ini, pengukuran yang dari azimuth titik A terhadap titik B
dilakukan hanya pengukuran sudut. Bentuk ditambahkan 180 dan ditambahkan
yang digunakan metode ini adalah bentuk terhadap sudut beta. Jarak A terhadap
segitiga. Akibat dari sudut yang diukur target dan B terhadap target diperoleh dari
adalah sudut yang dihadapkan titik yang rumus perbandingan sinus. Jarak A
dicari, maka salah satu sisi segitiga tersebut terhadap target sama dengan perbandingan
harus diketahui untuk menentukan bentuk jarak absis dibagi sudut 180 dikurang
0
α
dan besar segitiganya. dan β dikalikan dengan sinus β . Jarak B
terhadap target sama dengan perbandingan
P 0
jarak basis dibagi sinus sudut 180 dikurang
α dan β dikalikan dengan sudut α.
Ø Mencari koordinat P dari titik A :
Xp = Xa + da . Sin ap
α Yp = Ya + da . Cos ap
A (Xa,Ya) Ø Mencari koordinat C dari titik B:
β
Xp = Xb + dbp . Sin bp
B (Xb,Yb) Yp = Yb + dbp . Cos bp

Gambar 174. Pengikatan Kemuka


Koordinat target dapat diperoleh dari titik A
dan B. Absis target sama dengan jarak A
Pada pengolahan data, kita mencari terlebih terhadap target dikalikan dengan sinus
dahulu jarak dengan rumus akar dan azimuth A terhadap target kemudian
penjumlahan selisih absis dan selisih ditambahkan dengan absis titik A. Ordinat
ordinat. target sama dengan jarak A terhadap target
dikalikan dengan cosinus azimuth A
dab = ( xb − xa) 2 +( yb − ya) 2
terhadap target kemudian ditambahkan
Azimuth titik A terhadap B kita cari dengan
dengan ordinat titik A. Absis target sama
rumus arcus tangen pembagian selisih absis
dengan jarak B terhadap target dikalikan
dan ordinat .
dengan sinus azimuth B terhadap target
Xb − Xa
Tgn
-1
αAB = kemudian ditambahkan dengan absis titik B
Yb − Ya terhadap target kemudian ditambahkan
Azimuth titik A terhadap target kita peroleh
dengan ordinat titik B. Nilai koordinat target
dari azimuth basis dikurang sudut alfa.
merupakan nilai koordinat yang diperoleh
Azimuth titik B terhadap target kita peroleh
dari titik A dan B.
7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
199

Hitungan dengan logaritma


7. 4. Prosedur Pengikatan Ke Muka
a. Mencari sudut jurusan
Diketahui bahwa :
Titik P diikat pada titik A (Xa, Ya) dan B(Xb, Tg a ab= (Xb – Xa) : (Y b - Ya)
Yb), diukur sudut-sudut alfa dan beta yang = (Xb – Xa ) : sin a ab
terletak pada titik A dan titik B. Dicari absis = (Y b-Ya) : cos aab
X dan ordinat Y titik P. Carilah selalu lebih
b. Xp dan Yp dicari dari titik A :
dahulu sudut jurusan dan jarak yang
diperlukan a ap dan dap
diperlukan. Koordinat-koordinat titik P akan 0
dap : sin ß = dab : sin {(180 – (a + ß)}
dicari dengan menggunakan koordinat-
Atau
koordniat titik-titik A dan B sehingga akan
d ab
didapat dua pasang X dan Y yang harus dap= sin β = m sin β
sin( α + β )
sama besarnya, kecuali perbedaan kecil
antara dua hasil hitungan. Diperlukan lebih d ab
Bila =m
dahulu sudut jurusan dan jarak yang tentu sin( α + β )
sebagai dasar hitungan. Setelah a ap dan dap diketahui, maka
Xp = Xa + dap sin a ap
Yp = Ya + dap cos a ap

c. Xp dan Yp dicari dari titik B,


diperlukan a bp dan dbp
0
Diketahui bahwa a ba = aab + 180
karena sudut jurusan dan arah yang
0
berlawanan berselisih 180 ,
selanjutnya dapat dilihat dari
0
gambar bahwa a bp = (a ba + ß) – 360
0
= abp = (a ab + ß) – 180 . Dengan
rumus sinus di dalam segitiga ABP
didapat :
0
dbp : sin a = dab : sin {180 – (a+ß)}

Gambar 175. Pengikatan ke muka atau dbp = m sin a


Mka didapatlah :
Xp = Xb + dbp sinα bp
Yp = Yb + dbp cos α bp
7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
200

d. Hitungan dilakukan berturut-turut Ya = + 963, 84


dengan rumus-rumus : Yb = - 144,23
Tg α ab = (Xb – Xa) : (Yb – Ya) β = 62038’42’’
dab = (Xb – Xa) : sin aab
Catatan pada contoh :
= (Yb – Ya) : cos aab
α ap = aab - a Hitungan dilakukan dengan cara logaritmis

m = dab : sin (a + ß) dan untuk hitungan digunakan suatu formulir

dap = m sin ß supaya hitungan berjalan dengan rapi dan

Xp = Xa + dap sinα ap teratur dan bila ada kesalahan dapat

= Ya + dap cos α ap
dengan mudah diketemukan.
Yp
?bp = m sin a Formulir dibagi dalam dua bagian, bagian
Xp = Xb + dbp sinα bp atas diisi dengan angka-angka sebenarnya

Yp = Yb + dbp cos α bp dan bagian bawah diisi dengan harga-harga

Contoh : A = Xa = - 1. 246, 78 logaritma angka-angka itu.

B = Xb = +1091, 36
0 ’ ’’
a = 56 15 16
Tabel 18. Daftar Logaritma
7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
201

Empat lajur pertama kedua bagian Kalau yang akan dicari koordinat-koordinat
digunakan untuk menghitung angka-angka titk P sebagai titik nomor 2, maka X2 = Xp
yang diperlukan untuk menghitung dan Y2 = Yp.
koordinat-koordinat, sedangan dua lajur
Dan titik A (Xa,Ya) dan titik B (Xb,Yb)
terakhir digunakan untuk menghitung sudut-
digunakan sebagai titik-titik pengikat, maka
sudut yang diperlukan.
untuk titik A berlaku X1 = Xa dan Y1 = Ya.
Lajur-lajur yang bernomor ganjil menyatakan Dan untuk titik B berlaku X1 = Xb danY 1=Yb.
besaran-besaran dengan huruf, sedangkan Maka dengan titik A sebagai titik pengikat
lajur lainnya yang bernomor genap memuat x p − xa
besarnya besaran-besaran itu dengan
terdapat tgα ap =
y p − ya
angka.
Dan dengan titik B sebagai titik pengikat
Dari kumpulan rumus terbukti bahwa lebih x p − xb
didapat : tgα bp =
dahulu harus dicari a ab dan dab dengan y p − yb
menggunakan selisih absis dan selisih
Dengan menguraikan kedua persamaan di
ordinat titik-titik A dan B; xb – x a dan y b – y a.
atas, didapat :
maka pada lajur 1 dan lajur 3 bagian atas
ditulis dengan x b dan y b, sekarang tidak
( y p − y a )tgα ap = X p − X a
ditulis dengan segera di bawahnya x a dan ya ( y p − y b )tgα bp = X p − X b
untuk dapat mengurangi x b dengan x a atau
y p tgα ap − y a tgα ap = X p − X a
karena nanti diperlukan untuk mencari
koordinat-koordinat titik P yang dicari dari y p tgα bp − y b tgα bp = X p − X b
koordinat-koordinat titik B karena. Karena
x p = x b + dbp sin abp dan y p = y b + dbp cos abp.
Salah satu dari dua anu xp dan yp haruslah
langsung di bawah x b dan yb ditulis dbp sin bp
dihilangkan supaya mendapat satu
dan dbp cosabp dan dibawahnya lagi ruang
persamaan dengan satu anu. Maka dengan
untuk x p dan yp.
mengambil 3, 4 kolom hilangkan dengan
mudah x p. 3, 4 memberi satu persamaan
Hitungan dengan kalkulator
dengan satu anu yp = y p
Rumus umum yang akan digunakan Tg a ap – y a tg a ap – y p tg a bp + y b tg a bp =
adalah xb – xa
x2 − x1 Atau yp (tg a ap – tg a bp) = ( xb – xa) + ya
tgα 12 =
y2 − y1 tg a ap – y b tg ab
7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
202

Atau Dengan mudah dapat ditentukan untuk P

( x b − x a ) + y atgα ap − y b tgα bp terletak di sebelah selatan garis AB :


Yp =
tgα ap − tgα bp a ap = a ab + a dan a bp = a ab + 180 – ß
Sudut-sudut a dan ß adalah sudut-sudut
Setelah yp diketahui, maka dari 1
yang berada di titik-titik pengikat A (Xa,,Ya)
didapat;
dan B (Xb, Yb).
(y p – y a) tg a ap = x p – x a
Hitungan berjalan sebagai berikut :
Atau x p = xa + (yp – y a) tg a ap
- Tentukan dengan rumus tg a ab =
Tinggal dua besaran yang harus dicari
untuk menghitung xp dan yp dari 6 dan 5
Xb − X a
sudut a ab diketahui.
kolom ialah a ap dan a bp.
Yb − Ya
a ap dan a bp ditentukan dengan - Tentukan a ap a bp adalah :

menggunakan a ab dari garis AB dengan a ap = a ab - a dan a bp = a ab + 180 – ß

titik A (xa,ya) dan titik B (x b,y b) untuk titik P terletak di sebelah utara

Maka tg aab garis AB


- Tentukan Yp dengan rumus :
x − xa
tg α ab = b ( X b − X a ) + Ya tgα ap − Yb tgα bp
yb − ya Yp =
tgα ap − tgα bp
Untuk titik P terletak di sebelah utara garis
AB maka a ab = a ab - a dan a bp = a ab + 180 + X p = X a + (Y p − Ya )tgα ap
ß

Gambar 176. Pengikatan ke Muka


7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
203

7. 5. Pengolahan Data Pengikatan Ke


Muka

Gambar 177. Pengikatan ke Muka


A : Xa = - 2206, 91 α bp = 180 o − β
Ya = + 1563, 58
= 137 o38'24" + 180 o − 74 o10'34"
B : Xb = + 3148, 26
Yb = -4309,31 = 243 o 29'28"
0
a = 55 10 34
’ ’’ x a − xb + y a tgα ap − yb tgα bp
yp =
o
ß = 74 08’56” tgα ap − tgα ap − tgα bp
Hitungan dengan kalkulator
3148, 26 − 2206,91 + (1563,58)(0, 227) − ( −4309, 31)(+2, 00491)
X 2 − X1 =
tg α ab = ( 0, 22749) − (2 ,00491)
Y 2 − Y1
+ 3.148,26 − ( −2.206,91) = - 8073,86
=
− 4.309,31 − 1563,58 x p = x a + y p tgα ap − y a tg α ap
+ 5.355,17 = -2.206,91 + (-8.073,86)(0,22749)-
= = −0,91184
− 5.872,89 (1563,58)(0,22749)
= - 4.399,33
α ab = 137 o 38'24"
α ap = α ab + α = 137 o 38'24" + 55o10'34"

= 192 o 48'58"
7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
204

Tabel 19. Hitungan dengan cara logaritma


7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
205

Model DiagramModel
Alir IlmuDiagram
Ukur TanahAlir
Pertemuan ke-06
Jarak, Azimuth dan Pengikatan Ke Muka
Jarak, Azimuth
Dosen Penanggung dan Pengikatan
Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar KePurwaamijaya,
Muda Muka MT

Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal


Titik Tunggal

Diikat oleh 2 Titik Ikat


Menggunakan Alat Theodolite (Benchmark)
A (Xa, Ya) ; B (Xb, Yb)

Pengukuran Pengikatan Ke Muka

Alat Theodolite berdiri di atas


Benchmark A dan B dan dibidik ke titik C

Sudut Alfa dan Beta

dab (Jarak ab) = [(Xb-Xa)^2+(Yb-Ya)^2]^0.5

Alfa ac = fungsi (Alfa ab ; Alfa)


= Alfa ab - Alfa
Alfa bc = fungsi (Alfa ba ; Beta)
= Alfa ba + Beta - 360 Alfa ab = Tan^-1 [(Xb-Xa)/(Yb-Ya)]

dbc = dab/sinus(180-Alfa-Beta).sinus Alfa


dac = dab/sinus(180-Alfa-Beta).sinus Beta

Xc(a) = Xa + dac . sin Alfa ac Xc(b) = Xb + dbc . sin Alfa bc


Yc(a) = Ya + dac . cos Alfa ac Yc(b) = Yb + dbc . cos Alfa bc

Xc = [ Xc(a) + Xc(b) ] / 2
Yc = [ Yc(a) + Yc(b) ] / 2

Gambar 178. Model Diagram Alir Jarak, Azimuth dan Pengikatan Ke Muka
7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
206

Rangkuman

Berdasarkan uraian materi bab 7 mengenai jsrsk, azimuth, dan pengikatan ke muka,
maka dapat disimpulkan sebagi berikut:

1. Mengukur jarak adalah mengukur panjang penggal garis antar dua buah titik tertentu.
2. Jarak horizontal adalah jarak yang apabila diukur maka perbedaan tingginya adalah 0.
Sedangkan jarak miring adalah hasil pengukurannya melibatkan kemiringan.
3. Klasifikasi pengukuran jarak :
a. Pengukuran jarak langsung
b. Pengukuran jarak tidak langsung
4. Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran jarak secara langsung diantaranya adalah :
a. Mistar;
b. Pita ukur metalik;
c. Pita ukur serat-serat gelas;
d. Pita ukur dari baja;
e. Pita ukur invar;
f. Roda ukur; dan
g. Speedometer.
5. Azimuth ialah besar sudut antara utara magnetis (nol derajat) dengan titik/sasaran yang
kita tuju, azimuth juga sering disebut sudut kompas, perhitungan searah jarum jam.
6. Back Azimuth adalah besar sudut kebalikan/kebelakang dari azimuth.
7. Macam-macam azimuth yaitu :

a. Azimuth Sebenarnya, yaitu besar sudut yang dibentuk antara utara sebenarnya
dengan titik sasaran;
b. Azimuth Magnetis, yaitu sudut yang dibentuk antara utara kompas dengan titik
sasaran;
c. Azimuth Peta, yaitu besar sudut yang dibentuk antara utara peta dengan titik
sasaran.
8. 3 (tiga) arah utara yang sering digunakan dalam suatu peta.

a. Utara magnetis, yaitu utara yang menunjukkan kutub magnetis.


b. Utara sebenarnya (utara geografis), atau utara arah meridian.
c. Utara grid, yaitu utara yang berupa garis tegak lurus pada garis horizontal di peta.
7 Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka
207

Soal Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini !

1. Jelaskan pengertian jarak !


2. Mengapa pengukuran jarak dengan menggunakan langkah kurang efektif ? Jelaskan !
3. Sebutkan dan jelaskan macam-macam dari azimuth !
4. Sebutkan dan jelaskan tujuan dari metode pengikatan ke muka !
5. Carilah koordinat titik P ditinjau dari titik A dan titik B dengan menggunakan
perhitungan secara logaritmis dan kalkulator dengan data-data di bawah ini :
A: Xa = - 2206, 91
Ya = + 1563, 58
B: Xb = + 3148, 26
Yb = -4309,31
0 ’ ’’
a = 55 10 34
o
ß = 74 08’56”
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 208

8. Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins

Pada materi sebelumnya telah dibahas Pengikatan ke belakang, dilakukan pada


mengenai sistem koordinat dan cara saat kondisi lapangan tidak memungkinkan
menentukan titik koordinat dengan menggunakan pengukuran pengikatan ke
pengikatan ke muka. Bab selanjutnya muka, dikarenakan alat theodolite tidak
membahas mengenai cara menentukan titik mudah untuk berpindah-pindah posisi, dan
koordinat dengan pengikatan ke belakang. kondisi lapangan yang terdapat rintangan.

Perbedaan cara pengikatan ke muka dan ke


belakang dalam menentukan suatu titik
koordinat adalah data awal yang tersedia,
prosedur pengukuran di lapangan serta
keadaan lapangan yang menentukan cara
mana yang cocok digunakan.

Pada pengikatan ke muka dapat dilakukan


apabila kondisi lapangan memungkinkan
untuk berpindah posisi pengukuran yaitu
pada daerah-daerah yang mudah seperti Gambar 180. Kondisi alam yang dapat dilakukan

pada dataran rendah yang mempunyai cara pengikatan ke belakang

permukaan datar, sehingga keadaan


Terdapat perbedaan pada gambar 179 dan
lapangan tersebut dapat memungkinkan
180, yaitu kondisi lapangan yang menjadi
dilakukan pengikatan ke muka.
lokasi pengukuran. Pada gambar 180
menunjukan daerah dataran yang lebih
cocok menggunakan pengukuran cara
pengikatan ke muka karena theodolite
dengan mudah dapat berpindah-pindah dari
titik satu ke titik yang lain. Gambar 180
menunjukan adanya rintangan berupa
sungai yang menyulitkan dalam pekerjaan
pengukuran, sehingga diperlukan cara
pengikatan ke belakang, apabila akan
Gambar 179. Kondisi alam yang dapat dilakukan
mengukur titik yang terpisah rintangan
cara pengikatan ke muka
tersebut.
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 209

Data awal yang diperlukan pada pengikatan Pada pengikatan ke belakang, harus
ke muka adalah 2 titik koordinat yang telah terdapat 3 titik awal yang diketahui,
diketahui, misalkan titik tersebut adalah titik misalnya titik-titik tersebut adalah A, B, dan
A dan B , sedangkan titik yang akan dicari C. prosedur pengukuran di lapangan alat
adalah titik P, sehingga alat theodolite theodolite hanya diletakan di titik yang akan
dipasang di dua titik yaitu titik A dan B dicari koordinatnya, misalnya titik tersebut
kemudian diukur berapa besar sudut adalah titik P kemudian diukur sudut-sudut
α yang dibentuk oleh titik P dan B ketika mendatar yang dibentuk oleh 3 titik

berada di titik A begitupula pada sudut β. koordinat yang telah diketahui yaitu sudut

Sudut yang dibentuk ditunjukan pada α dan β seperti pada gambar 182.
gambar 181.
Terdapat 2 macam cara yang dapat dipakai
dalam menentukan titik koordinat dengan
P cara pengikatan ke belakang, yaitu cara
pengikatan ke belakang metode Collins dan
cara pengikatan ke belakang metode
Cassini.

α Cara pengikatan ke belakang metode


Collins merupakan cara perhitungan
A (Xa,Ya)
β dengan menggunakan logaritma, karena
pada saat munculnya teori ini belum
B (Xb,Yb)
terdapat mesin hitung atau kalkulator tetapi

Gambar 181. Pengikatan ke muka pada saat ini pada proses perhitungannya
dapat pula dihitung dengan bantuan
kalkulator.
A (Xa,Ya) B (Xb,Yb)
Cara pengikatan ke belakang metode
Cassini muncul pada tahun 1979, pada saat
itu teknologi mesin hitung sudah mulai
C (Xc,Yc)
berkembang, sehingga dalam proses
α β perhitungannya lebih praktis, karena telah
dibantu dengan menggunakan mesin hitung.
P
Cara pengikatan ke belakang metode

Gambar 182. Pengikatan ke belakang


Cassini dibahas lebih lanjut pada bab 9.
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 210

apa yang dapat dipakai sesuai dengan


8.1.Tujuan cara pengikatan ke kondisi alam tersebut.
belakang metode Collins

Cara pengikatan ke belakang metode


Collins merupakan salah satu model
perhitungan yang berfungsi untuk
menentukan suatu titik koordinat, yang
dapat dicari dari titik-titik koordinat lain yang
sudah diketahui, dengan cara pengikatan ke
belakang.
Gambar 183. tampak atas permukaan bumi
Metode ini di temukan oleh Mr.Collins tahun
1671. Pada saat itu alat hitung masih belum Seperti dalam menentukan koordinat pada
berkembang sehingga menggunakan tempat yang terpisah oleh jurang atau
bantuan logaritma dalam perhitungannya. sungai yang lebar, dimana titik koordinat di
Oleh karena itu cara pengikatan ke seberangnya telah diketahui.
belakang yang dibuat oleh Collins dikenal
Untuk mengatasi masalah tersebut, seorang
dengan nama metode logaritma. Akan tetapi
surveior dapat menggunakan cara
pada pengolahan data perhitungan pada
pengikatan ke belakang metode Collins
saat ini, dapat dibantu dengan mesin
yang dapat dihitung dengan bantuan
hitung atau kalkulator, sehingga lebih
logaritma atau kalkulator, sehingga
mudah dalam pengolahannya.
koordinat dari titik yang terpisah oleh sungai
Dalam pelaksanaan pekerjaan survei atau atau jurang tersebut dapat ditentukan.
pengukuran tanah di lapangan biasanya
terdapat kendala-kendala yang dihadapi,
diantaranya adalah keadaan alam dan
kontur permukaan bumi yang tidak
beraturan. Bentuk permukaan bumi seperti
ditunjukan pada gambar 183.

Terdapat berbagai kondisi alam seperti


bukit, lembah, sungai, gunung dan lain
sebagainya pada permukaan bumi.
Gambar 184. Pengukuran yang terpisah sungai
sehingga dapat ditentukan jenis pengukuran
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 211

Setiap peralatan dan bahan yang digunakan


8.2. Peralatan, bahan dan mempunyai fungsi masing-masing dalam
prosedur pengikatan ke
belakang metode Collins pemanfaatannya pada pengikatan ke
belakang cara Collins, antara lain :

Dalam pelaksanaan pekerjaan pengukuran Theodolite, adalah alat yang digunakan


tanah dan pengolahan data, diperlukan untuk membaca sudut azimuth, sudut
sejumlah prosedur yang harus dipenuhi dan vertikal dan bacaan benang atas, bawah
apa saja yang harus dipersiapkan, hal dan tengah dari rambu ukur. Pada
tersebut perlu dilakukan sehingga setiap penentuan koordinat cara Collins alat ini
tahapan menjadi lebih terarah dan jelas. digunakan untuk mengukur besaran sudut
Begitupula pada pekerjaan penentuan titik datar yang dibentuk dari titik koordinat yang
koordinat cara pengikatan ke belakang. akan dicari titik-titik lain yang telah diketahui
koordinatnya.
Terdapat peralatan dan perlengkapan yang
diperlukan pada saat pengukuran di
lapangan. dan langkah pengolahan data
hasil pengukuran di lapangan. Peralatan,
bahan dan prosedur dalam penentuan titik
cara pengikatan ke belakang metode Collins
dijelaskan sebagai berikut :

8.2.1. Peralatan dan bahan

Peralatan yang digunakan pada


pengukuran pengikatan ke belakang cara
Collins seperti peralatan yang digunakan Gambar 185. Alat Theodolite
pada umumnya dalam pekerjaan
Rambu ukur, digunakan sebagai patok
pengukuran dan pemetaan, antara lain
yang diletakan di titik-titik yang telah
sebagai berikut :
diketahui koordinatnya untuk membantu
a. Theodolite, dalam menentukan besaran sudut yang
b. Rambu ukur, dibentuk dari beberapa titik yang telah
c. Statif, diketahui koordinatnya, sehingga pada
d. Unting-unting, keperluan pengukuran ini tidak diperlukan
e. Benang, data pada rambu ukur seperti benang
f. Formulir ukur dan alat tulis. tengah, benang atas, dan benang bawah.
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 212

Unting-unting, dipasang tepat di bagian


bawah alat theodolite, sehingga
penempatan alat theodolite tepat berada di
atas permukaan titik yang akan dicari
koordinatnya. Terdapat berbagai bentuk
yang tetapi memiliki fungsi yang sama.

Gambar 186. Rambu ukur

Statif, digunakan sebagai penopang dan


tempat diletakannya theodolite. Ketinggian
Gambar 188. Unting-unting
statif dapat diatur dengan cara mengatur
skrup yang ada di bagian bawah setiap kaki 8.2.2 Pengukuran di Lapangan
statif, setelah disesuaikan tingginya yang
Dimisalkan terdapat suatu lokasi
disesuaikan dengan orang yang akan
pengukuran tanah, seperti terlihat pada
menggunakan alat theodolite, putar skrup
gambar. akan ditentukan koordinat suatu
sehingga kaki statif terkunci.
titik yang terpisah oleh sungai, titik tersebut
berada di bagian kiri sungai. sedangkan
beberapa titik di bagian kanan sungai telah
diketahui koordinatnya.

Gambar 187. Satitf

Gambar 189. Contoh lokasi pengukuran


8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 213

Pada pelaksanaan di lapangan, sebelumnya mendatar yang dibentuk oleh garis AP dan
terdapat 3 titik yang telah diketahui berapa BP serta sudut yang dibentuk oleh garis PB
koordinat masing-masing. Misal titik-titik dan PC.
yang telah diketahui tersebut adalah titik A,
B, dan C.
Akan dicari suatu koordinat titik tambahan
diluar titik A,B, dan C untuk keperluan
tertentu yang sebelumnya tidak diukur,
misalkan titik tersebut adalah titik P, yang
terletak di seberang sungai.

A (Xa,Ya)
Gambar 191. Pemasangan Theodolite di titik P

B (Xb ,Yb ) Sudut yang dibentuk oleh garis PA dan PB


kita sebut sebagai sudut alfa (a) sedangkan

P(Xp,Yp) sudut yang dibentuk oleh garis PB dan PC


kita sebut sudut beta (ß).
C (Xc,Yc)

Gambar 190. Penentuan titik A,B,C dan P


A (Xa,Ya)
Alat theodolite dipasang tepat diatas titik P
yang akan dicari koordinatnya, dengan cara
B (Xb ,Yb )
dipasang pada bagian atas statif dan a
P(Xp,Yp) ß
digantungkan unting-unting yang diikatkan
dengan benang pada bagian bawah
theodolite, sehingga penempatan theodolite C (Xc,Yc)

benar-benar tepat di atas titik P. Pasang


rambu ukur yang berfungsi sebagai patok Gambar 192. Penentuan sudut mendatar
tepat pada titik yang telah diketahui
koordinatnya yaitu titik A, B, dan C, Untuk menghitung titik koordinat dengan

sehingga terdapat 3 patok dan 2 ruang antar menggunakan pengikatan ke belakang cara

patok yaitu ruang AB dan BC. Baca sudut Collins, data yang diukur di lapangan adalah
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 214

besarnya sudut a dan sudut ß. Koordinat titik • Bila ujung unting-unting belum tepat di
A, B, dan C telah ditentukan dari atas paku, maka geserkan alat dengan
pengukuran sebelumnya. Sehingga data membuka skrup pengencang alat,
awal yang harus tersedia adalah sebagai sehingga ujung unting-unting tepat di
berikut : atas paku dan piket.
• Gelembung pada nivo kotak kita
a. titik koordinat A ( Xa, Ya )
ketengahkan dengan menyetel ketiga
b. titik koordinat B ( Xb, Yb )
skrup penyetel.
c. titik koordinat C ( Xc , Yc )
d. besar sudut a, dan • Setelah tahapan di atas telah dilakukan,

e. besar sudut ß alat theodolite siap untuk melakukan


pengamatan.
Cara pengaturan dan pemakaian alat
• Dengan membuka skrup pengencang
theodolite :
lingkaran horizontal dan vertikal arahkan
• Pasang statif dengan dasar atas tetap di
teropong ke titik yang dibidik dengan
atas piket dan sedatar mungkin
pertolongan visir secara kasaran,
• Keraskan skrup kaki statif
kemudian skrup-skrup kita kencangkan
• Letakan alat theodolite diatasnya lalu kembali.
keraskan skrup pengencang alat
• Jelaskan benang diafragma dengan
• Tancapkan statif dalam-dalam pada skrup pengatur benang diafragma
tanah, sehingga tidak mudah bergerak kemudian jelaskan bayangan dari titik
• Pasanglah unting-unting pada skrup yang dibidik dengan menggeser-
pengencang alat. geserkan lensa oculair.

Gambar 193. Pemasangan statif Gambar 194. Pengaturan pembidikan theodolite


8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 215

• Dengan menggunakan skrup penggerak 8.2.3 Prosedur pengikatan ke belakang


halus horizontal dan vertikal, kita metode Collins
tepatkan target yang dibidik (skrup-
Dari data yang telah tersedia diantaranya
skrup pengencang horizontal dan
adalah koordinat titik A,B dan C, serta sudut
vertikal harus kencang terlebih dahulu).
a dan ß yang diperoleh dari pengukuran di
• Setelah seluruh tahapan akhir telah
lapangan, selanjutnya menentukan daerah
dilakukan, maka pengukuran dapat
lingkaran yang melalui titik A, B dan P
dimulai.
dengan jari-jari tertentu, lingkaran tersebut
Pembacaan sudut mendatar merupakan suatu cara yang membantu

• Terlebih dahulu kunci boussole atau dalam proses perhitungan, yang pada

pengencang magnet kita lepaskan, kenyataanya tidak terdapat di lapangan. titilk

kemudian akan terlihat skala C berada di luar lingkaran, tarik garis yang

pembacaan bergerak; sementara menghubungkan titik P terhadap titik C.

bergerak tunggu sampai skala Sehingga garis PC memotong lingkaran, titik

pembacaan diam, kemudian kunci lagi. perpotongan itu kita sebut sebagai titik

• Pembacaan bersifat koinsidensi dengan penolong Collins yaitu titik H.

mempergunakan trombol mikrometer.


• (Berarti pembacaan dilakukan pada A (Xa,Ya)
o
angka-angka yang berselisih 180 atau
gr
200 )
P B (Xb ,Yb )
• Pembacaan puluhan menit/ Centi grade
dan satuannya dilakukan pada trombol
mikrometer. H

• Untuk pembacaan biasa, trombol C (Xc,Yc)

mikrometer berada sebelah kanan. Gambar 195. Penentuan titik penolong Collins

• Untuk pembacaan luar biasa ; trombol


Titik P kemudian kita cari dengan metode
berada di sebelah kiri. Untuk dapat
pengikatan ke muka melalui basis AB.
melihat angka-angka pembacaan pada
Perhitungan diawali terlebih dahulu dengan
keadaan biasa maupun luar biasa, kita
menghitung koordinat titik penolong H.
putar penyetel angka pembacaan
Setelah diketahui azimuth-azimuth lain
(angka pembacaan dapat diputar baik
maka kita akan memperoleh sudut bantu ?.
menurut biasa/ luar biasa dengan
o gr
Dari rumus tersebut maka akan diperoleh
berselisih 180 atau 200 )
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 216

azimuth AP dan BP. Jarak dap dan dbp di


peroleh melalui persamaan sinus sudut 8.3. Pengolahan data pengikatan
ke belakang metode Collins
terhadap jarak.

Titik P selanjutnya di peroleh melalui 8.3.1 Cara Perhitungan Secara Detail


pengikatan ke muka dari A dan B. dengan Titik P diikat dengan cara ke belakang pada
demikian hitungan Collins untuk mengikat titik A, B, dan C. Buatlah sekarang suatu
cara ke belakang di kembalikan ke hitungan lingkaran sebagai tempat kedudukan melalui
dengan cara ke muka yang harus di lakukan titik-titk A, B dan P hubungkanlah titik P
dua kali. Yaitu satu kali untuk mencari dengan titik C maka garis CP dimisalkan
koordinat-koordinat titik penolong Collins H memotong lingkaran tadi di titik H yang di
dan satu kali lagi untuk mencari koordinat- namakan titik penolong Collins.
koordinat titik P sendiri. Untuk menentukan
titik penolong Collins H dan titik yang akan A (Xa,Ya)

dicari yaitu titik P, dapat dicari baik dari titik


A atau titik B.
P
α
β B (Xb ,Yb )
Koordinat target dapat di peroleh dari titik A
dan B. Absis target sama dengan jarak A
terhadap target dikalikan dengan sinus H

azimuth A terhadap target kemudian C (Xc,Yc)


ditambahkan dengan absis titik A. Ordinat
Gambar 196. Besar sudut a dan ß
target sama dengan jarak A terhadap target
dikalikan dengan cosinus azimuth A Untuk menentukan koordinat-koordinat titik
terhadap target ditambahkan dengan ordinat H yang telah di gabungkan dengan titik
titik A. Absis target sama dengan jarak B tertentu C, tariklah garis AH dan BH. Maka
terhadap target dikalikan dengan sinus
sudut BAH = β dan sudut ABH sebagai
azimuth B terhadap target kemudian di
sudut segiempat tali busur dalam lingkaran
tambahkan dengan absis titik B. Ordinat
- (α + β ) dengan
0
sama dengan 180
target sama dengan jarak B terhadap target
dikalikan dengan cosinus azimuth B demikian sudut-sudut pada titik pengikat A

terhadap target kemudian di tambahkan dan B diketahui, hingga titik H diikat dengan

dengan ordinat titik B. Nilai koordinat target cara kemuka pada titik-titik A dan B.

merupakan nilai koordinat rata-rata yang di Sekarang akan dicari koordinat-koordinat

peroleh dari titik A dan B. titik P sendiri. Supaya titik P diikat dengan
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 217

cara ke muka pada titik A dan B, maka Maka koordinat titik H tersebut adalah
haruslah diketahui sudut BAP dan sudut Xh = Xa + dah sinα ah
ABP, ialah sudut -sudut yang ada pada titik Yh = Ya + dah cos α ah
yang telah tentu. Sudut ABP akan dapat di
hitung bila diketahui sudut BAP.
A (Xa,Ya) α ah

A (Xa,Ya)

d ah
α B (Xb ,Yb )
P β

H C (Xc,Yc) H (Xh ,Yh )

Gambar 197. Garis bantu metode Collins Gambar 198. Penentuan koordinat H dari titik A

Untuk menentukan koordinat P dari A, B dan


α ah dapat dicari dengan rumus :
C dipergunakan metoda perpotongan ke
α ah = α ab + β seperti terlihat pada
belakang secara numeris Collins dan cara
gambar berikut :
grafis

Lingkaran melalui A, B dan P memotong A a ab


garis PC di H, yang selanjutnya disebut titik a ah

penolong Collins. Titik penolong Collins ini ß


dapat pula terletak pada garis PB atau PA. B

Masing-masing lingkaran. d ah

Melalui titik A, C dan P serta melalui titik B,


C dan P dengan data pada segitiga ABH
H
dapat dihitung.
Gambar 199. Menentukan sudut aah
Titik A telah diketahui koordinatnya yaitu
( Xa,Ya ). Selanjutnya akan dicari koordinat Sedangkan sudut jurusan α ab sendiri dicari

titik H. Apabila jarak kedua koordinat dengan rumus :

tersebut adalah dah, dan sudut jurusan yang ( xb − x a )


tgα ab =
dibentuk oleh kedua titik tersebut adalah (yb − ya )
α ah.
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 218

Untuk mencari dah, diperlukan nilai dab


sehingga dah dapat ditentukan dengan B (Xb ,Yb )
menggunakan perbandingan antara sinus
α bh
sudut dengan garis sehadap sudut tersebut.

d bh
A

ß d ab H (Xh ,Yh )

B Gambar 201. Penentuan koordinat H dari titik B


d ah o
180 -(ß+a)
α bh dapat dicari dengan rumus :
a
α bh = α ab + ( α + β ) seperti terlihat pada
H gambar berikut :

Gambar 200. Menentukan rumus dah

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa A


terdapat persamaan sebagai berikut : B
a ab
d ah d
= ab
sin {180 − (α + β )} sin α
a+ß

Sehingga d bh a bh

d AB
d AH = . sin {180 − (α + β )}
sin α H
Sedangkan dab dicari dengan rumus :
Gambar 202. Menentukan sudut abh
(X b − X a )
d ab =
sin α Untuk mencari dbh, diperlukan nilai dab

Perhitungan diatas untuk menentukan titik H sehingga dbh dapat ditentukan dengan

yang dicari dari titik A, yang sebetulnya menggunakan perbandingan antara sinus

dapat pula dicari dari titik B, yaitu dengan sudut dengan garis sehadap sudut tersebut.

rumus :
Dari gambar berikut dapat dijelaskan bahwa
Xh = Xb + dbh sin α bh terdapat persamaan :
Yh = Yb + dbh cos α bh
d bh d
= ab
sin β sin α
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 219

gambar berikut :

ß
d ab A a ab
? a ap
B
180o -(ß+a) B
P
d bh
a

H Gambar 205. Menentukan sudut aap

Gambar 203. Menentukan rumus dbh mengikuti aturan sudut. Maka besarnya
sudut γ sama dengan sudut BHC, seperti
Sehingga
terlihat pada gambar berikut ini
d
d bh = ab .sin β
sin α
Setelah koordinat titik penolong Collins H B

diketahui, selanjutnya menentukan koordinat


titik P, yang dapat dicari dari titik A maupun a hb a hc
B. H ?

Bila dicari dari titik A, maka rumusnya


adalah :
Xp = Xa + dap sinα ap
C
Yp = Ya + dap cos α ap
Gambar 206. Menentukan sudut ?

Dari gambar diatas besar γ dapat disusun


A (Xa,Ya)
α ap dengan rumus

γ = α hc - α hb
d ap
P (Xp ,Yp ) α hb didapat dari α bh + 180o. Sedangkan
α hc didapat dari rumus berikut :
(x c − x h )
Gambar 204. Penentuan koordinat P dari titik A
tgα hc =
(yc − yh )
α ap dapat dicari dengan rumus :
α ap = α ab + γ seperti terlihat pada
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 220

Kembali pada segitiga ABP, dap dapat


ditentukan dengan rumus

d ap d A
= ab
sin (γ + α ) sin α
Sehingga B a
ab
P a+?
.sin (γ + α )
d ab
d ap =
sin α a bp

A Gambar 209. Menentukan sudut abp


?
dab
dap dbp dapat ditentukan dengan rumus
o(
180 G+ a ) d bp d ab
P
a
B =
sin γ sin α
Sehingga
Gambar 207. Menentukan rumus dap
d ab
Bila menentukan koordinat titik P dari titik B, d bp = . sin γ
sin α
mempunyai rumus sebagai berikut
Xp = Xb + dbp sinα bp
Yp = Yb + dbp cos α bp
A
?
dab

o(
180 G+ a )
a
P dbp B
B (Xb ,Yb )
d bp α bp
Gambar 210. Menentukan rumus d bp
P (Xb ,Yb )
8.3.2 Langkah-Langkah Pekerjaan
Gambar 208. Penentuan koordinat P dari titik B
Menentukan α ab dan dab
α bp dapat dicari dengan rumus : α ab adalah sudut-sudut yang di bentuk
α bp = α ab + (α + γ ) seperti terlihat pada oleh garis penarikan titik AB dengan garis
gambar berikut : lurus yang di tarik dari koordinat A menuju
utara, yang di cari dengan rumus :
tg α ab = (x b - x a) : (y b - y a)
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 221

dab adalah jarak yang di bentuk oleh dbh : sin β = dab : sin α
dbh = m sin β
penarikan koordinat A terhadap koordinat B
x h = xb + dbh sin α bh
yang dapat di ketahui dengan rumus y h = y b + dbh cos α bh
dab = (x b - x a) : sin α ab = (y b - ya) : cos α ab
a adalah besar sudut yang dibentuk garis
Menentukan koordinat-koordinat titik BA dan PA merupakan komponen yang bisa
penolong mencari koordinat titik P, untuk mencari
Garis H merupakan garis penolong Collins besarnya a harus di ketahui a hc .

yang terbentuk dari perpotongan garis Menentukan α hc dan γ


penarikan titik P terhadap titik C pada
tg α hc = (x c - x b) : (yc - yh)
lingkaran yang dibentuk oleh titik P, A dan B
dengan dicarinya a hc . Maka dapat di hitung
Untuk mencari titik koordinat H dapat dicari besarnya γ
dengan 2 cara : γ = α hc - α hb = α hc – (α bh - 1800 ) =
H dicari dari titik A diperlukan α ah dan dah. α hc + 1800 - α bh
Untuk mengihitung koordinat titik H yang di Menentukan koordinat titik P

cari dari titik A diperlukan aah dan dah. aah Koordinat titik P dapat dicari dengan

merupakan sudut jurusan AH dan dah pengikatan terhadap titik A dan B, dimana

merupakan jarak yang dibentuk oleh garis perhitungan harus dicari terlebih dahulu

AH dicari dengan rumus: sudut-sudut yang terkait didalamnya.

α ah - α ab + β Dicari dari titik A diperlukan α ap dan α bp


dah : sin { 180 –( α +
0
β )} = dab : sin α α ap = α ab + γ
d ap d ab
dah = m sin ( α + β)
(
sin 180 − (α + γ )
0
) = sin α
bila m = dab : sin α dap = m sin (α + γ)
x h = x a + dah sin α ah
x p = xa + dap sin α ap
y h = y a + dah cos α ah
y p = y a + dap cos α ap
Untuk mengihitung koordinat titik H yang di Dicari dari titik B diperlukan α bp dan dbp
cari dari titik B diperlukan a bh dan dbh. a ah α bp = α ab ( α + γ )
merupakan sudut jurusan BH dan dah
merupakan jarak yang dibentuk oleh garis
dbp
=
d ab dbp = m sin γ
sinγ sin α
BH dicari dengan rumus:
x p = xb + dbp sin α bp
α bh = α ab + (α + β)
y p = y b + dbp cos α bp
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 222

A a ah a ab
B
? d a bh
?

a
a ph ß
P
a
d ?
H

C
Gambar 211. Cara Pengikatan ke belakang metode Collins

8.3.3 Contoh Soal (x b - x a )


Contoh 1
α ab -1
= tg (y - y )
b a

Hitunglah koordinat titik P ( Xp, Yp ) dengan (23.373,83- 23.231,58)


pengikatan ke belakang cara Collins, = arctg (90.179,61- 91.422,92)
dengan data sebagai berikut :
o
= - 6 31’37,07“
A : x = +23.231,58 Berada di kuadran 2 sehingga
y = + 91.422,92 α ab = 180 – a
o

B : x = + 23.373,83 o
= 180 - 6 31’37,07“
o

y = +90.179,61 = 173 28’22,9“


o

C : x = + 24.681,92
(x b - x a )
y = + 90.831,87 dab =
sin α ab
a = 64º47’03’’
ß = 87º11’28’’ (23.373,83 - 23.231,58)
=
sin 173 o 28'22,9“
Jawaban : = 1.251,42
Dengan bantuan mesin hitung Menentukan koordinat H dan P dari titik A

Menentukan aab dan dab Menentukan a ah dan dah

tg α ab = (x b - x a) : (y b - y a) α ah =α ab + β = 173 o 28’22,9“ + 87º11’28’’


8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 223

o o
= 260 39’50,9” = - 42 22’39,61“

d ab
dah = sin (α + β )
sin α Menentukan a ap dan dap

1.251,42 α ap = α ab + ?
= sin (64º4703 + 87º1128 ) o o
sin 64º4703 = 173 28’22,9“ - 42 22’39,61“
o
= 649,91 = 131 5’43,29“

sin (α + γ )
Sehingga koordinat H adalah; dab
dap =
x h = x a + dah sin α ah sin α

( )
o
= 23.231,58 + 649,91 sin 260 39’50,9” = 1.251,42 sin 64º4703 − 42 o 2239,61“
= 22.590,28 sin 64º4703

y h = y a + dah cos α
= 527,25252
ah
o Sehingga koordinat P adalah ;
= 91.422,92+ 649,91 cos 260 39’50,9”
= 91.317,48
x p = x a + dap sin α ap
o
= 23.231,58+527,25252 sin131 5’43,29“
Menentukan a hc dan ?
= 23.628,92
y p = y a + dap cos α ap
tg α hc = (x c - x b) : (yc - yh) = 91.422,92+527,25252 cos131 5’43,29“
o

(x c - x b )
α hc = arctg = 91.076,349
(yc - y h )
Menentukan koordinat H dan P dari titik B
(24.681,92 - 22.590,28) Menentukan a bh dan dbh
= arctg
(90.831,87 - 91.317,48) α bh =α ab + (α + β )
o
= - 76 55’45,71” o
=173 28’22,9“ + 89º11’28’’+ 64º47’03’’
o
Berada di kuadran 2 sehingga = 327 26’53,9”

d ab
α hc o
= 180 – a dbh = sin β
o o sin α
= 180 - 76 55’45,71”
1.251,42
sin (87º1128 )
o
= 103 4’14,29“ =
sin 64º4703
? =α hc +180 -α bh = 1.381,567
α bh =α ab + (α + β )
Sehingga koordinat H adalah ;
o
= 173 28’22,9“ +
x h = x b + dbh sin α bh
(64º47’03’’+87º11’28’’) o
= 23.373,83+1.381,567 sin327 26’53,9”
o
= 325 26’53,9“
= 22.630,4636
o o
? = 103 4’14,29“+180 - 325 26’53,9“
y h = y b + dbh cos α bh
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 224

o
= 90.179,61+1.381,567 cos327 26’53,9” besarnya besaran-besaran itu dengan
= 91.344,141 angka.
Menentukan a bp dan dbp
Tahap awal yang dilakukan adalah mencari
α bp = α ab + (α +?) nilai-nilai logaritma dari data yang diperlukan
o o
=173 28’22,9“+64º47’03’’+42 22’39,61“
dalam perhitungan, kemudian isi nilai
o
= 195 52’46,2“
tersebut di kolom bagian bawah. seperti nilai
d ab α , log (x b – x a) dan lain sebagainya.
dap = sin γ log sin
sin α
Kolom paling atas didisi nilai sebenarnya
(
= 1.251,42 sin - 42 o 2239,61“
sin 64º4703
) dari besaran yang dihitung. Seperti pada

= -932,316 baris pertama kolom bagian kiri diisi

Sehingga koordinat P adalah ; pencarian koordinat titik H yang dicari baik

x p = x b + dbp sin α bp dari titik A maupun titik B.


o
= 23.373,83+ (- 932,31 sin195 52’46,2“) Baris pertama diisi dengan nilai koordinat
= 23.628,92 titik B untuk Xb disamping kiri dan Yb
y p = yb + dbp cos α bp disamping kanan. Selanjutnya diisi nilai dbh
o
= 90.179,61+ (- 932,31 cos195 52’46,2“) sin α bh. Kemudian isi nilai koordinat Xh,
= 91.076,348 yang merupakan penambahan anatara nilai

Dengan Bantuan Logaritma


koordinat Xb dengan sin α bh, begitupula
untuk Yb.
Hitungan yang dilakukan dengan cara
Lakukan hal yang sama untuk mencari nilai
logaritmis maka untuk hitungan digunakan
koordinat H yang dihitung dari titik A,
suatu formulir, supaya hitungan tertata
sehingga diperlukan Xa, dan dah sin α ah
dengan rapi dan teratur, sehingga bila
untuk menghitung Xh. Dan diperlukan Ya dan
terdapat kesalahan dapat dengan mudah
dah cos α ah untuk menghitung Yh.
ditemukan dan diperbaiki.
Kolom bagian kiri digunakan untuk
Formulir dibagi dalam dua bagian. bagian
menghitung koordinat titik P, dapat dicari
atas diisi dengan angka-angka sebenarnya
dari titik A maupun B. bila dari titik A
dan bagian bawah yang diisi dengan harga-
diperlukan Xa dan dap sin α ap untuk
harga logaritma angka-angka itu.
menghitung Xp, dan diperlukan Ya dan dap
Lajur-lajur yang bernomor ganjil menyatakan cos α ap untuk menghitung Yp.
besaran-besaran dengan huruf, sedangkan
lajur lainnya yang bernomor genap memuat
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 225

Tabel 20. Hitungan cara logaritma


8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 226

Contoh 2 Menentukan koordinat H dan P dari titik A

Hitunglah koordinat titik P ( Xp, Yp ) dengan Menentukan aah dan dah


pengikatan ke belakang cara Collins, α ah =α ab + β
dengan data sebagai berikut : o
= 157 29’14,8“ + 41º08’19’’
o
A : x = - 2.904,28 = 198 37’33,8”

d ab
sin (α + β )
y = + 4.127,31
dah =
B : x = - 2.168,09 sin α
y = + 2.351,09 1.922,741
= sin (47º16'30" + 41º08'19" )
C : x = + 4.682,09 sin 47º16'30"
y = - 2.375,92 = 2.616,329
a = 47º16’30’’ Sehingga koordinat H adalah ;
ß = 41º08’19’’ x h = x a + dah sin α ah
o
= -2.904,28+2.616,329 sin 198 37’33,8”
Jawaban : = - 3.739,91
Dengan bantuan mesin hitung yh = y a + dah cos α ah
o
Menentukan aab dan dab = 4.127,31+ 2.616,329 cos 198 37’33,8”
tg α ab = (x b - x a) : (y b - y a) = 1.648,016
(x b - x a )
α ab -1
= tg (y - y ) Menentukan a hc dan ?
α hc = (x c - x b) : (yc - yh)
b a
tg
(-2.168,09 + 2.904,28)
(x c - x b )
= arctg (2.351,09 - 4.127,31) α hc = arctg
(yc - y h )
o
= - 22 30’45,15“
(4.682,09 + 3.739,91)
Berada di kuadran 2 sehingga = arctg
(-2.375,92 - 1.648,016)
α ab o
= 180 – a o
o o
= -64 27’43,2”
= 180 - 22 30’45,15“
o Berada di kuadran 2 sehingga
= 157 29’14,8“

(x b - x a ) α hc o
= 180 – a
dab = o o
sin α ab = 180 -64 27’43,2”
o
= 115 32’16,5“
(-2.168,09 - 2.904,28)
=
sin 157 o 29'14,8“ ?= α hc +180 - α bh
= 1.922,741 α bh =α ab + (α + β )
o
= 157 29’14,8“+(47º16’30’’+41º08’19’’)
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 227

o
= 245 54’3,8“ = - 3.739,91
o
? = 115 32’16,5“180 - 245 54’3,8“
o
yh = y b + dbh cos α bh
o o
= 49 38’12,7“ =2.351,09+1.721,898 cos 245 54’3,8”
= 1.648,015
Menentukan a ap dan dap
α ap = α ab + ? Menentukan a bp dan dbp
o
= 157 29’14,8“+ 49 38’12,7“
o
α bp = α ab + (α +?)
o o o
= 207 7’27,5“ =157 29’14,8“+47º16’30’’+49 38’12,7“
o

sin (α + γ )
dab = 254 23’57,5“
dap =
sin α d ab
dap = sin γ
(
= 1.922,741 sin 47º16'30" +49 o 38'12,7“ ) sin α
sin 47º16'30"
= 2.598,311
(
= 1.922,741 sin 49 o 38'12,7“
sin 47º16'30"
)
Sehingga koordinat P adalah ; = 1.994,289
xp = xa + dap sin α ap Sehingga koordinat P adalah ;
= -2.904,28+ 2.598,311sin 207 7’27,5“
o
xp = xb + dbp sin α bp
o
= - 4.088,908 = -2.168,09+1.994,289 sin254 23’57,5“
yp = y a + dap cos α ap = - 4.088,908
= y b + dbp cos α
o
= 4.127,31+ 2.598,311cos 207 7’27,5“ yp bp
o
= 1.814,758 = 2.351,09+1.994,289 cos254 23’57,5“
= 1.814,763
Menentukan koordinat H dan P dari titik B
Menentukan a bh dan dbh
α bh =α ab + (α + β )
o
= 157 29’14,8“ + (47º16’30’’+41º08’19’’)
o
= 245 54’3,8”

d ab
dah = sin β
sin α
1.922,741
= sin (41º08'19" )
sin 47º16'30"
= 1.721,898
Sehingga koordinat H adalah ;
x h = x b + dbh sin α bh
o
=-2.168,09+1.721,898 sin245 54’3,8”
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 228

8.4. Penggambaran Pengikatan


Ke Belakang Metode Collins A (Xa,Ya)

ß
Pada A dan B lukiskan sudut β dan sudut B(Xb,Yb
)
– (α + β ). Kedua garis A dan B
o
180 180- (ß + a)
berpotongan di H. hubungkan C – H, ukur
dengan busur derajat sudut γ . kemudian
lukiskan di A sudut γ . Maka garis CH dan
CD akan berpotongan di A, selanjutnya ?
H
bacalah koordinat titik P tersebut.
C(Xc,Yc)
Langkah-langkah pekerjaan, dapat disusun
sebagai berikut :
Gambar 213. Menentukan koordinat titik penolong
1. Menentukan titik A, B dan C, Collins
2. mengukur sudut β di titik A dan sudut
5. Ukur sudut γ di titik A, kemudian tarik
180 – ( α + β ) di titik B.
o

garis yang dibentuk sehingga


berpotongan dengan perpanjangan
A (Xa,Ya) garis CH. Titik perpotongan tersebut kita
sebut sebagai titik P
ß
B(Xb,Yb 6. Baca koordinat titik P tersebut
)
180- (ß + a) A (Xa,Ya)

?
B(Xb,Yb
)
Gambar 212. Menentukan besar sudut a dan ß 180- (ß + a)
3. Perpanjang garis yang dibentuk oleh
sudut masing-masing, sehingga garis
tersebut berpotongan, Kita sebut titik
perpotongan itu sebagai titik H. ?
P (Xp,Yp) H
4. Tarik garis yang menghubungkan titik H
dan titik C, kemudian ukur sudut yang C(Xc,Yc)
dibentuk oleh garis CH dan BH. Kita
sebut sebagai sudut γ. Gambar 214. Menentukan titik P
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 229

Cara grafis lainnya dapat pula dilakukan 3. Pada kertas transaran lukislah sudut
dengan langkah yang berbeda, yaitu α dan β dari suatu titik.
sediakan 2 macam masing-masing kertas 4. Pasanglah kertas transparan tadi yang
transparan dan kertas grafik. telah dilengkapi lukisan sudut tepat

Pada kertas grafik lukiskan titik A, B dan C, diatas kertas grafik yang telah

sedangkan pada kertas transparan lukiskan ditentukan titik titik A,B dan C.

sudut α dan β . Letakkan kertas transparan


di atas kertas grafik, atur sedemikian rupa
agar jurusan garis PA, PB dan PC tetap di
a
titik A,B dan C. ß

Bila tujuan tersebut tercapai, tusuklah titik P


sehingga membekas pada kertas grafik
kemudian bacalah koordinat titik P tersebut. Gambar 216. Garis yang dibentuk sudut a dan ß

Cara diatas dapat disusun langkah kerjanya,


5. Sesuaikan kertas transparan, sehingga
sebagai berikut:
garis-garis pada transparan tepat
1. Sediakan kertas grafik dan kertas
melewati semua titik.
transparan
6. Baca koordinat titik P tersebut.
2. Pada kertas grafik lukislah titik A,B dan
C yang telah disesuaikan dengan letak
koordinat masing-masing A
B)

a
ß
B(Xb,Yb P C
A (Xa,Ya) )

Gambar 217. Pemasangan transparansi pada


C(Xc,Yc) kertas grafik

Gambar 215. Menentukan koordinat titik A,B dan C


pada kertas grafik
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 230

Model Diagram Alir Ilmu


Model Ukur Tanah
Diagram Pertemuan ke-07
Alir
Pengikatan Ke Belakang Metode Collins
Cara Pengikatan
Dosen Penanggung Ke Belakang Metode
Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Collins
Muda Purwaamijaya, MT

Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal


Titik Tunggal

Disusun dari 3 Titik Ikat


Benchmark A (Xa, Ya) dan B
Menggunakan Alat Theodolite
(Xb, Yb) -> Basis
Benchmark C (Xc, Yc)

Pengukuran Pengikatan Ke Belakang


Metode Collins (Logaritmis)
Lingkaran melalui
Benchmark A & B
serta titik P
Alat Theodolite berdiri di atas Titik P dan
dibidik ke Benchmark A, B dan C

Ditarik garis dari P ke C


Perpotongan lingkaran
dengan
Sudut Alfa = < APB Sudut Beta = < BPC
Garis PC adalah titik
penolong H

dab (Jarak ab) = [(Xb-Xa)^2+(Yb-Ya)^2]^0.5


Dengan Prinsip :

1. Rumus Sinus
2. Segitiga sehadap Alfa ab = Tan^-1 [(Xb-Xa)/(Yb-Ya)]
3. Jumlah sudut dalam segitiga

Xh(a) = Xa + dah . sin Alfa ah


Alfa ah = fungsi (Alfa ab ; Beta) Yh(a) = Ya + dah . cos Alfa ah
= Alfa ab + Beta
Alfa bh = fungsi (Alfa ba ; 180-Alfa-Beta) Xh(b) = Xb + dbh . sin Alfa bh
= Alfa ba - (180-Alfa-Beta) Yh(b) = Yb + dbh . cos Alfa bh

dah = (dab/sinus Alfa) . sinus (180-Alfa-Beta) Xh = [ Xh(a) + Xh(b) ] / 2


dbh = (dab/sinus Alfa) . sinus Beta Yh = [ Yh(a) + Yh(b) ] / 2

Alfa ph = Alfa hc
Sudut Delta = Alfa ap - Alfa ab - Beta
Alfa hc = Tan^-1 [(Xc-Xh) / (Yc-Yh)]
dap = (dab/sin Alfa) . sin (180-Alfa-Beta-Delta)
dbp = (dab/sin Alfa} . sin (Beta + Delta) Alfa pb = Alfa ph - Beta
Alfa bp = Alfa pb + 180
Xp = Xa + dap . sin Alfa ap ; Xp = Xb + dbp . sin Alfa bp
Yp = Ya + dap . cos Alfa ap ; Yp = Yb + dbp . cos Alfa bp Alfa pa = Alfa ph + 360 - (Alfa + Beta)
Alfa ap = Alfa pa - 180

Gambar 218. Model Diagram Alir Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 231

Rangkuman

Berdasarkan uraian materi bab 8 mengenai cara pengikatan kebelakang metode


collins, maka dapat disimpulkan sebagi berikut:

1. Perbedaan pengikatan ke muka dan ke belakang dalam menentukan suatu titik


koordinat adalah data awal yang tersedia, prosedur pengukuran di lapangan serta
keadaan lapangan yang menentukan cara mana yang cocok digunakan.

2. Pengikatan ke muka dapat dilakukan apabila kondisi lapangan memungkinkan untuk


berpindah posisi pengukuran yaitu pada daerah-daerah yang mudah seperti pada
dataran rendah yang mempunyai permukaan datar, sehingga keadaan lapangan
tersebut dapat memungkinkan dilakukan pengikatan ke muka.

3. Pengikatan ke belakang, dilakukan pada saat kondisi lapangan tidak memungkinkan


menggunakan pengukuran pengikatan ke muka, dikarenakan alat theodolite tidak
mudah untuk berpindah-pindah posisi, dan kondisi lapangan yang terdapat rintangan.

4. Theodolite, adalah alat yang digunakan untuk membaca sudut azimuth, sudut vertikal
dan bacaan benang atas, bawah dan tengah dari rambu ukur.

5. Fungsi Theodolite digunakan untuk mengukur besaran sudut datar yang dibentuk dari
titik koordinat yang akan dicari titik-titik lain yang telah diketahui koordinatnya.

6. Rambu ukur, digunakan sebagai patok yang diletakan di titik-titik yang telah diketahui
koordinatnya untuk membantu dalam menentukan besaran sudut yang dibentuk dari
beberapa titik yang telah diketahui koordinatnya, sehingga pada keperluan pengukuran
ini tidak diperlukan data pada rambu ukur seperti benang tengah, benang atas, dan
benang bawah.

7. Statif, digunakan sebagai penopang dan tempat diletakannya theodolite.

8. Unting-unting digunakan agar penempatan alat theodolite tepat berada di atas


permukaan titik yang akan dicari koordinatnya.

9. Untuk menghitung titik koordinat dengan menggunakan pengikatan ke belakang cara


Collins, data yang diukur di lapangan adalah besarnya sudut a dan sudut ß.
8 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 232

Soal Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini !

1. Sebutkan dan Jelaskan fungsi dari peralatan dan bahan yang digunakan pada
pengukuran pengikatan ke belakang dengan cara Metode Collins?
2. Bagaimana cara pengaturan dan pemakaian alat theodolite?
3. Bagaimana cara pembacaan sudut mendatar pada alat theodolite?
4. Jelaskan dan gambarkan cara menentukan titik-titik koordinat pada pengikatan
kebelakang dengan metode Collins?
5. Hitunglah koordinat titik P ( Xp, Yp ) dengan pengikatan ke belakang cara Collins,
dengan data sebagai berikut :
A : x = +23.231,58 B : x = + 23.373,83 C : x = + 24.681,92 a = 64º47’03’’
y = + 91.422,92 y = + 90.179,61 y = + 90.831,87 ß = 87º11’28’’
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
233

9. Cara pengikatan Ke Belakang Metode Cassini

Pengikatan ke belakang adalah sebuah


metode orientasi yang dipakai jika planset
menempati kedudukan yang belum di
tentukan lokasinya oleh peta. Pengikatan ke
belakang dapat diartikan sebagai
pengukuran ke rambu yang ditegakkan di
stasion (titik dimana t heodolite diletakkan)
yang diketahui ketinggiannya. Secara umum
rambunya disebut rambu belakang.

Pada bab delapan telah dibahas cara


pengikatan ke belakang metode Collins,
yang menjelaskan secara umum pada saat Gambar 219. Pengukuran di daerah tebing
kapan menggunakan cara pengikatan ke
belakang, yaitu pada saat akan menentukan
koordinat dari suatu titik, yang dihitung dari
titik koordinat lain yang telah diketahui
koordinantnya.

Pengukuran tersebut tidak dilakukan dengan


cara pengikatan ke muka, karena tidak
seluruh kondisi alam dapat mendukung cara
tersebut. Khususnya pada kondisi alam
yang terpisah oleh rintangan, maka dapat
dilakukan dengan cara pengikatan ke
belakang. Seperti pada pengukuran yang
terpisah oleh jurang, sungai dan lain
Gambar 220. Pengukuran di daerah jurang
sebagainya.

Seperti terlihat pada gambar-gambar berikut Karena kondisi alam tidak memungkinkan

adalah contoh pengukuran yang dilakukan dilakukan pengukuran seperti biasanya,

pada kondisi alam yang sulit baik daerah sehingga diperlukan cara pengikatan ke

jurang maupun daerah tebing. belakang cara Collins maupun Cassini.


9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
234

Dengan adanya metode pengolahan data ini


9.1. Tujuan pengikatan ke belakang
memudahkan surveyor dalam teknis
Metode Cassini
pelaksanaan pengukuran di lapangan,
khususnya pada kondisi alam yang sulit.
Cara pengikatan ke belakang metode
Cassini merupakan salah satu model
perhitungan yang berfungsi untuk
mengetahui suatu titik koordinat, yang dapat
dicari dari titik-titik koordinat lain yang sudah
diketahui.

Metode ini dikembangkan pada saat alat


hitung sudah mulai ramai digunakan dalam
berbagai keperluan, sehingga pada
perhitungannya dibantu dengan mesin
hitung. Oleh karena itu cara pengikatan ke
belakang yang dibuat oleh Cassini dikenal
dengan nama metode mesin hitung.

Pengikatan ke belakang metode Collins


ataupun metode Cassini seperti telah
dibahas sebelumnya bertujuan untuk
mengukur atau menentukan koordinat titik
Gambar 221. Pengukuran terpisah jurang
jika kondisi alam tidak memungkinkan dalam
pengukuran biasa atau dengan pengukuran Yang membedakan metode Cassini
pengikatan ke muka. Sehingga alat dengan metode Collins adalah asumsi dan
theodolite hanya ditempatkan pada satu titik, pengolahan data perhitungan. Sedangkan
yaitu tepat diatas titik yang akan dicari pada proses pelaksanaan pengukuran di
koordinatnya, kemudian diarahkan pada lapangan kedua metode tersebut sama,
patok-patok yang telah diketahui yang diukur adalah jarak mendatar yang
koordinatnya, dibentuk antara patok titik koordinat yang
sudah diketahui.
Biasanya cara ini dilakukan ketika akan
mengukur suatu titik yang terpisah jurang Pengolahan data metode Cassini
atau sungai dengan bantuan titik-titik lain diasumsikan titik koordinat berada pada dua
yang telah diketahui koordinantnya. buah lingkaran dengan dua titik penolong .
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
235

Pada pengikatan ke belakang metode


9.2. Peralatan, bahan dan prosedur
Collins diperlukan cukup satu titik penolong
pengikatan ke belakang
Collins yaitu titik H, yang dicari sehingga metode Cassini
didapatkan sudut γ , yang digunakan dalam
langkah menentukan titik P. Kedua titik 9.2.1. Peralatan dan bahan

tersebut baik titik H maupun titik P dapat Peralatan yang digunakan pada pengukuran
dicari dari titik A maupun B. Atau keduanya pengikatan ke belakang cara Cassini seperti
kemudian hasilnya dirata-ratakan. peralatan yang digunakan pada pengukuran
A (Xa,Ya) pengikatan ke belakang cara Collins, antara
lain sebagai berikut :
a. Theodolite

B (Xb,Yb) b. Rambu ukur


c. Statif
α d. Unting-unting
P β e. Benang

H
C (Xc,Yc) f. Formulir ukur dan alat tulis

Setiap peralatan dan bahan yang digunakan


Gambar 222. Pengikatan ke belakang metode
Collins
mempunyai fungsi masing-masing dalam

Pada pengikatan ke belakang metode pemanfaatannya khususnya pada

Cassini dibutuhkan dua titik bantu yaitu titik pengikatan ke belakang cara Cassini, antara

R dan S. Titik R dicari dari titik A sedangkan lain:

titik S dari titik C. Untuk menentukan titik P Theodolite, adalah alat yang digunakan
dapat dicari dari titik R dan S . untuk mengukur besaran sudut datar dari
titik koordinat yang akan dicari terhadap titik-
A B C
titik lain yang telah diketahui koordinatnya,
penggunaan tersebut khususnya pada
pekerjaan pengukuran pengikatan ke
aß belakang.

Fungsi lain dari theodolite adalah


Q P R
menentukan besaran sudut vertikal, karena
tidak hanya dapat digerakan secara

Gambar 223. Pengikatan ke belakang metode


horizontal saja, tetapi dapat pula diputar ke
Cassini arah vertikal. lain halnya pada alat sipat
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
236

datar optis yang hanya dapat diputar arah tengah, benang atas dan benang bawah
horizontal saja. yang biasa dibaca dengan theodolite pada
kebanyakan pengukuran.
Keunggulan theodolite selain dapat
digunakan dalam pengukuran kerangka Rambu ukur ini diletakan tepat pada titik-titik
dasar vertikal dapat pula digunakan pada yang telah diketahui koordinantnya, yang
pengukuran kerangka dasar horizontal mana pada pengikatan ke belakang
sehingga dapat digunakan pada daerah dibutuhkan tiga titik yang telah harus
bukit dari permukaan bumi, yaitu pada diketahui koordinantnya.
kemiringan 15 % – 45%.

Gambar 225. Rambu ukur

Gambar 224. Theodolite

Rambu ukur, digunakan sebagai patok yang


diletakan di titik-titik yang telah diketahui
koordinatnya untuk membantu dalam
menentukan dari titik mana yang akan dicari
besaran sudutnya. Sehingga pada
keperluan pengukuran ini tidak diperlukan
Gambar 226. Statif
angka pada rambu ukur seperti benang
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
237

Statif, digunakan sebagai penopang dan tersebut adalah A, B dan C.


tempat diletakannya theodolite. Ketinggian
Akan dicari suatu koordinat titik tambahan
statif dapat diatur menurut kebutuhan yang
diluar titik A,B, dan C untuk keperluan
disesuaikan dengan orang yang akan
tertentu yang sebelumnya tidak diukur,
menggunakan alat theodolite.
misalkan titik tersebut adalah titik P.
Unting-unting, dipasang tepat di bawah alat
Alat theodolite dipasang tepat diatas titik P
theodolite dengan menggunakan benang,
yang akan dicari koordinatnya dengan
sehingga penempatan alat theodolite tepat
bantuan statif. Pasang rambu ukur yang
berada di atas permukaan titik yang akan
berfungsi sebagai patok tepat pada titik yang
dicari koordinatnya.
telah diketahui yaitu titik A, B, dan C,
sehingga terdapat 3 patok dan 2 ruang antar
patok yaitu ruang AB dan BC. Baca sudut
mendatar yang dibentuk oleh titik A, B dan
titik B, C.

Sudut yang dibentuk oleh titik A dan B kita


sebut sebagai sudut alfa (a) sedangkan
sudut yang dibentuk oleh titik B dan C kita
sebut sudut beta (ß).

Untuk menghitung titik koordinat dengan


menggunakan pengikatan ke belakang cara
Collins data yang diukur di lapangan adalah
Gambar 227. Unting-unting besarnya sudut a dan sudut ß. Koordinat titik
A, B, dan C telah ditentukan dari
9.2.2 Pengukuran di lapangan
pengukuran sebelumnya. Sehingga data

Pada pelaksanaan pengukuran di lapangan awal yang harus tersedia adalah sebagai
yang datanya akan diolah dengan berikut :

menggunakan metode Cassini sama halnya a. titik koordinat A ( Xa, Ya )


pada praktek pengukuran metode Collins,
b. titik koordinat B ( Xb, Yb )
yaitu sebagai berikut. c. titik koordinat C ( Xc, Yc )

Terdapat 3 titik koordinat yang telah d. besar sudut a


diketahui berapa koordinat masing -masing. e. besar sudut ß
Misalkan titik-titik yang telah diketahui
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
238

B C
A

a ß

Gambar 228. Pengukuran sudut a dan ß di lapangan.

9.2.3 Prosedur pengikatan ke belakang


metode Cassini A

90 o
Dari data yang telah tersedia diantaranya
adalah koordinat titik A, B dan C, serta sudut
E
mendatar a dan ß yang diperoleh dari
pengukuran di lapangan, selanjutnya cara R

hitungan Cassini diperlukan dua tempat


a
kedudukan sebagai titik bantu, misalkan
P
kedua titik tersebut adalah titik R dan titik S.

Cassini membuat garis yang melalui titik A


dibuat tegak lurus pada AB dan garis ini Gambar 229. Lingkaran yang menghubungkan titik
memotong tempat kedudukan yang mela lui A, B, R dan P.

A dan B di titik R. Demikian pula dibuat garis lurus melalui titik


0
Karena segitiga BAR adalah 90 maka garis C tegak lurus pada BC dan garis ini

BR menjadi garis tengah lingkaran, memotong tempat kedudukan yang melalui

sehingga segitiga BPR menjadi menjadi 90


0 titik B dan C di titik S. BS pun merupakan

pula. garis tengah lingkaran, jadi segitiga BPS


9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
239

0
sama dengan 90 . Karena segitiga BPR Hubungkanlah titik R, titik P dan titik S.
0
sama dengan 90 sehingga segitiga BPS maka titik R, titik P dan titik S tersebut akan
0
sama dengan 90 . terletak pada satu garis lurus, karena sudut
yang dibentuk oleh BPR dan BPS adalah
0
90 . Titik R dan S dinamakan titik-titik
B
penolong Cassini, yang membantu dalam
menentukan koordinat titik P

90o
C
Terlebih dahulu akan dicari koordinat-
ß koordinat titik penolong Cassini R dan S
P
agar dapat dihitung sudut jurusan garis RS
karena PB tegak lurus terhadap RS maka

S
didapat pula sudut jurusan PB. Sudut
jurusan PB digunakan untuk menghitung
koordinat titik P dari koordinat B.

Gambar 230. Lingkaran yang menghubungkan titik


B, C, S dan P.

A (Xa, Ya)

d ab
B (Xb, Yb)
dar

dc b
C (Xc, Yc)
α
R
α β
dcs

β
P
S

Cassini (1679)
Gambar 231. Cara pengikatan ke belakang metode Cassini
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
240

Rumus umum yang akan digunakan adalah :


A
x2 – x1 = d 12 sin a12 dab
y 2 – y 1 = d 12 cos a12 90o B
dar
( x2 − x1 )
d12 =
sin α 12 a
( y2 − y1) R
d12 =
cos α12
x2 – x1 = ( y 2 – y 1 ) tg a12 Gambar 232. Menentukan dar

y 2 – y 1 = ( x2 – x1 ) cotg a12

( x 2 − x1) a ab
tgα 12 = A
( y 2 − y1) 90o
a ar B
9.3 Pengolahan data pengikatan ke
belakang metode Cassini R

Gambar 233. Menentukan aar


9.3.1 Cara perhitungan secara detail
Selanjutnya adalah :
Bila P letaknya tertentu, maka melalui titik-
titik A, B, P dan B, C, P dapat dibuat x r − x a = d ar sin α ar
lingkaran dengan m1 dan m2 sebagai pusat. = d ab cot gα sin (α ab + 90° )
Jika di A ditarik garis AB dan C ditarik garis
= d ab cos α ab cot gα
tegak lurus BC, maka garis-garis tersebut
akan memotong lingkaran m1 dan m2 masing = ( yb − y a ) cot gα
masing di R dan S. Titik R dan S ini disebut xr = xa + ( yb − y a )cot gα
titik Penolong Cassini. Maka dapat terbukti
y r − y a = d ar cos α ar
bahwa R, P dan S terletak dalam satu garis
lurus dan PB tegak lurus terhadap RS. = d ab cot gα cos(α ab + 90° )

Koordinat-koordinat titik R dicari dengan = − d ab sin α ab cot gα

= −( xb − xa ) cot gα
menggunakan segitiga BRA yang siku-siku
dititik A, maka dar = dab cotg a dan aar = aab +
o
90 . yr = Ya − (xb − xa ) cot gα

Seperti yang ditunjukan pada gambar 235 Koordinat-koordinat titik S dicari dalam
segitiga ABR untuk menentukan d ar dan segitiga BSC yang siku-siku di titik C, maka
gambar 236 menghitung aar . d cs = d cb cot gβ dan α cs = α bc + 90°
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
241

diakui, yaitu koordinat-koordinat titik A, B


B dbc dan C dan sudut-sudut a dan ß yang diukur.
C
90o Sekarang dapatlah ditentukan sudut jurusan
garis RS dengan rumus,
dcs
ß tgα rs = ( xs − xr ) : ( ys − yr ) dan misalkan
S
tgα rs = n, maka cotg ars==1:n.

Gambar 234. Menentukan das Selanjutnya Cassini menulis untuk


memasukkan koordinat-koordinat titik P ;

yr − yb = −(yb − y p ) − ( y p − yr )
C
B a bc
90o a cs = − (xb − x p )cot gα pb − (xp − xr )cot gαrp

Karena α pb = α rs − 90° dan α rs , maka


S
dapatlah ditulis :
Gambar 235. Menentukan aas
y r − yb = − (xb − x p )cot g (α rs − 90°) − (x p − xr )cot gα rs
jadi berlakulah :
x s − x c = d cs sin α cs = + (xb − x p )tg α rs − (x p − x r )cot gα rs

= d bc cot gβ sin (α cb + 90°) = (xb − x p )n − (x p − xr )


1
= d bc cos α bc cot gβ n
1  1
= ( y c − yb ) cot gβ = nxb + xr −  n +  xp atau,
n  n
xs = xc + ( yc − yb ) cot gβ .  1   1
xp = nxb + xr + yb − yr  :  n + 
y s − y c = d cs cos α cs  n   n

= d bc cot gβ cos (α bc + 90° ) xt − xb = −(xb − x p ) − (x p − xr )


= − (yb − y p )tg α pb − ( yb − yr )tg αrp
= −d bc sin α bc cot gβ
= − (y b − y p )tg (α rs − 90 ° ) − ( y p − y r )tg α rs
ys = yc − ( xc − xb ) cot gβ .
= ( yb − y p )cot gαrs − ( y p − yr )tg αrs
= −( xc − xb ) cot gβ
= ( yb − y p ) − ( y p − y r )n
1
Dari uraian diatas dan dari rumus-rumus n
untuk xr, yr , xs dan ys dapat dilihat, bahwa
1  1
besaran-besaran ini dapat dihitung dengan
= yb + nyr −  n +  y p
n  n
segera dari besaran-besaran yang telah
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
242

1   1 B : x = + 23.373,83
y p =  yb + nyr + xb − xr  :  n + 
n   n y = +90.179,61
C : x = + 24.681,92
9.3.2 Langkah-langkah perhitungan y = + 90.831,87

Menentukan koordinat penolong R dan S a = 64º47’03’’

Koordinat R ß = 87º11’28’’

Rumus yang digunakan : Jawaban :


xr = xa + ( yb − ya ) cot gα
Menentukan koordinat titik R
yr = ya + ( xb − xa ) cot gα Menentukan xr
Koordinat S Menggunakan rumus :

xs = xc + ( yc − yb ) cot gβ
x r = x a + ( y b − y a ) cot gα
ys = yc + ( xc − xb ) cot gβ
( y b − ya ) = 90.179,61 - 91.422,92
Menentukan n
= - 1.243,31
( x − xr )
n = tgα rs = s Cotg a = Cotg 64º47’03’’
( ys − yr ) = 0,47090

( y b − ya ) cot gα = -1.243,31 x 0,47090


Menentukan koordinat P
= - 585,47
 1 
 n xb + xr + yb − yr  Xr = 23.231,58 - 585,47
xp =  n 
1 = 22.646,11
(n + )
n
Menentukan y r
 1 
 n yr + yb + xb − xr  Menggunakan rumus :
yp =  
n
1 y r = y a + ( xb − x a ) cot gα
(n + )
n
( xb − xa ) = 23.373,83 - 23.231,58

9.3.3 Contoh Soal = 142,25


Cotg a = Cotg 64º47’03’’
Contoh Soal 1 = 0,47090
Hitunglah koordinat titik P ( Xp, Yp ) dengan
( xb − xa ) cot gα = 142,25 x 0,47090
pengikatan ke belakang cara Cassini
= 66,99
dengan data sebagai berikut :
yr = 91.422,92 + 66,99
A : x = +23.231,58
=91.355,93
y = + 91.422,92
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
243

Menentukan koordinat titik s Dicari dari titik R


Menentukan xs Menentukan Xp
Menggunakan rumus :  1 
 n x b + xr + yb − y r 
x s = xc + ( y c − y b ) cot gβ
xp =  
n
1
( y c − y b ) = 90.831,87- 90.179,61 (n + )
n
= 652,26
n xb = - 3.51,531 x 23.373,83
Cotg ß = Cotg 87º11’28’’
= 0,04906 = - 82.166,26

1 1
xr = x 22.646,11
( y c − y b ) cot gβ = 652,26x 0,04906 n - 3.51,531
= - 6.442,14
= 32,00
Xs = 24.681,92+ 32,00 ( yb − y r ) = 90.179,61 - 91.355,93
= 24.713,92 = - 1.176,32

Menentukan y s 1 1
( n + ) = - 3.51,531
Menggunakan rumus : n - 3.51,531

y s = yc + ( xc − x b ) cot gβ  1 
 nXb + Xr + Yb − Yr  = ( - 82.166,26 -
 n 
( xc − xb ) = 24.681,92- 23.373,83
6.442,14 - 1.176,32) = - 89.784,72
= 1.308,99
- 89.784,72
Cotg ß = Cotg 87º11’28’’ xp = = 23.628,93
- 3.79,978
= 0,04906

( xc − xb ) cot gβ = 1.308,99x 0,04906 Menentukan y p

 1 
= 64,17  n y r + y b + xb − x r 
yp =  
yr = 90.831,87+ 64,17 n
1
= 90.767,70 (n + )
n
Menentukan n
n yr = - 3.51,531 x - 91.355,93
( x − xr )
n = tgα rs = s = - 321.144,41
( ys − yr )
1 1
(24 .713,92 − 22.646 ,11) yb = x 90.179,61
= n - 3.51,531
(90 .767 ,70 − 91.355 ,93 )
= - 25.653,39
= - 3.51,531
( xb − xr ) = 23.373,83 – 22.646,11
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
244

= 727,72
Menentukan yp
1 1
( n + ) = - 3.51,531  1 
n - 3.51,531  n y s + y b + xb − x s 
yp =  
n
 1  1
 nYr + Yb + Xb − Xr  = (-321.144,41- (n + )
 n  n
25.653,39 + 727,72) = - 346.070,08 n yr = - 3.51,531 x - 90.767,70
- 346.070,08 = - 319.0776,6035
yp = = 91.076,35
- 3.79,978 1 1
yb = x 90.179,61
Sehingga dari perhitungan di atas, dapat n - 3.51,531
disimpulkan bahwa koordinat titik P adalah = - 25.653,39
(Xp = 23.628,93 dan Yp= 91.076,35 )
( xb − x s ) = 23.373,83 – 24.713,92
Dicari dari titik S
= -1.340,09
Menentukan Xp
1 1
( n + ) = - 3.51,531
 1  n - 3.51,531
 n x b + xs + y b − y s 
xp =  
n
 1 
1
(n + )  nYs + + Yb + Xb − Xs  =
n  n 
(-319.0776,6035 - 25.653,39 -1.340,09)
n xb = - 3.51,531 x 23.373,83
= - 346.070,08
= - 82.166,26
- 346.070,08
1 1 yp = = 91.076,35
xs = x 24.713,92 - 3.79,978
n - 3.51,531
Sehingga dari perhitungan di atas, dapat
= - 7.030,367
disimpulkan bahwa koordinat titik P adalah
( yb − y s ) = 90.179,61 – 90.767,70 (Xp = 23.628,93 dan Yp= 91.076,35 ) baik
= - 588,09 jika diukur dari koordinat titik R maupuan S.

1 1
( n + ) = - 3.51,531
n - 3.51,531

 1 
 nXb + Xs + Yb − Ys  = ( - 82.166,26 -
 n 
7.030,367 - 588,09) = - 89.784,72
- 89.784,72
xp = = 23.628,93
- 3.79,978
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
245

Contoh Soal 2 Cotg a = Cotg 47º16’30’’


Hitunglah koordinat titik P ( Xp, Yp ) dengan = 0.9238
pengikatan ke belakang cara Cassini ( xb − xa ) cot gα = 736,19 x 0.9238
dengan data sebagai berikut :
= 680,10439
A : x = - 2.904,28 yr = 4.127,31 + 680,10439
y = + 4.127,31 =4.807,41
B : x = - 2.168,09
y = +2.351,09 Menentukan koordinat titik s
C : x = + 4.682,09 Menentukan xs
y = - 2.375,92 Menggunakan rumus :
a = 47º16’30’’ x s = xc + ( y c − y b ) cot gβ
ß = 41º08’19’’
( y c − y b ) = - 2.375,92 – 2.351,09
Jawaban :
= - 4.727,01

Menentukan koordinat titik R Cotg ß = Cotg 41º08’19’’

Menentukan xr = 1,14476

Menggunakan rumus :
( y c − y b ) cot gβ = - 4.727,01 x 1,14476
x r = x a + ( y b − y a ) cot gα
= -5.411,307
( y b − ya ) = 2.168,09 – 4.127,31 Xs = 4.682,09 – 5.411,307

= - 1.959,22 = - 729,218

Cotg a = Cotg 47º16’30’’ Menentukan y s


= 0.9238 Menggunakan rumus :

( y b − ya ) cot gα = - 1.959,22x 0.9238 y s = yc + ( xc − x b ) cot gβ


= - 1.809,499
( xc − xb ) = 4.682,09 – 2.168,09
Xr = -2.904,28 – 1.809,499
= -4.713,779 = 6.850,18

Menentukan y r Cotg ß = Cotg 41º08’19’’

Menggunakan rumus : = 1,1448

y r = y a + ( xb − x a ) cot gα ( xc − xb ) cot gβ = 6.850,18 x 1,1448


= 7.841.833
( xb − xa ) = -2.168,09 – 2.904,28
yr = -2.375,92 + .841.833
= 736,19
= 5.465,913
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
246

Menentukan n  1 
 n y r + y b + xb − x r 
( x s − xr )
yp =  
n
n = tgα rs =
( ys − yr ) 1
(n + )
(−729 ,218 + 4.713,779 )
n
=
(5.465 ,913 − 4 .807 ,41) n yr = 6,0509 x 4.807,41
= 6,0509 = 29.087,157
Dicari dari titik R 1 1
yb = x 2.351,09
Menentukan Xp n 6,0509
1 = 388,552
nXb + Xr + Yb − Yr
Xp = n ( xb − xr ) = - 2.168,09 + 4.713,779
 1
n +  = 2.545,689
 n
1 1
n xb = 6,0509 x -2.168,09 ( n + ) = 6,0509
n 6,0509
= - 13.118,896
= 6,21616
1 1
xr = x -4.713,779  1 
n - 3.51,531  nYr + Yb + Xb − Xr  = (29.089,157 +
 n 
= - 779,021
388,552
( yb − y r ) = 2.351,09 – 4.807,41 + 2.545,659)
= - 2.456,32 = 32.623,368

1 1 32.623,368
( n + ) = 6,0509 yp = = 5.151,632
n 6,0509 6,21616
= 6,21616 Sehingga dari perhitungan di atas, dapat

 1  disimpulkan bahwa koordinat titik P adalah


 nXb + Xr + Yb − Yr  = (- 13.118,896- (Xp = - 2.630,922 dan Yp = 5.151,632)
 n 
779,021 Dicari dari titik R
- 2.456,32) Menentukan Xp
= - 16.354,232  1 
 n xb + xs + yb − ys 
- 16.354,232  n 
xp = = - 2.630,922 xp =
- 6,21616 1
(n + )
n
Menentukan y p
n xb = 6,0509 x -2.168,09
= - 13.118,896
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
247

1 1  1 
xs = x – 729,218  nYs + Yb + Xb − Xs  = (33.073,69 +
n 6,0509  n 
= - 120,518 388,552 - 1.438,57 = 32.623,368
( yb − y s ) = 2.351,09 – 5.465,913 32.623,368
yp = = 5.151,632
= - 3.114,822 6,21616
1 1 Sehingga dari perhitungan di atas, dapat
( n + ) = 6,0509 = 6,21616
n 6,0509 disimpulkan bahwa koordinat titik P adalah
(Xp = - 2.630,922 dan Yp = 5.151,632) baik
 1 
 nXb + Xs + Yb − Ys  = (- 13.118,896- diukur dari titik penolong R maupun S.
 n 
3.114,822 9.4. Penggambaran pengikatan ke
- 120,518) belakang metode Cassini
= - 16.354,232
Selain dengan cara hitungan dengan
- 16.354,232
xp = = - 2.630,922 metode Cassini, koordinat titik P dapat pula
- 6,21616
dicari dengan menggunakan metode grafis.
Menentukan yp Secara garis besar dijelaskan sebagai

1 berikut :
nYs + Yb + Xb − Xs
Yp = n (
δ 1 = 90 0 − α )
= (90 − β)
a. Lukis di titik B sudut
 1 δ2
n + 
0

 n
dan,
n y s = 6,0509 x 5.465,913 o
b. Lukis sudut 90 di A dan di C, sehingga
= 33.073,69 garis-garis tersebut akan berpotongan di
1 1 R dan S,
yb = x 2.351,09
n 6,0509 c. Maka garis tegak lurus dari B pada garis

= 388,552 RS akan memberikan titik P yang dicari.

( xb − x s ) = - 2.168,09 + 729,218 Langkah-langkah pekerjaan :

= - 1.438,872 1. menentukan titik A, B dan C yang telah


1 1 disesuaikan dengan koordinat masing-
( n + ) = 6,0509
n 6,0509 masing baik absis maupun ordina tnya
= 6,21616 ke dalam kertas grafik.
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
248

Gambar 238. Penentuan titik R dan S

C (Xc,Yc ) 4. hubungkan titik koordinat R dan S


A (Xa,Ya)
tersebut, sehingga kedua titik terdapat

B (Xb,Yb) dalam satu garis lurus.

A
Gambar 236. Penentuan koordinat titik A, B dan C.
B C
o
2. lukislah sudut 90 – a pada arah
o
koordinat A dan sudut 90 – ß pada arah
koordinat B. S
R
A
Gambar 239. Penarikan garis dari titik R ke S.
C
B 5. tarik garis dari titik B terhadap garis RS,
o
90 - a 90o - ß sehingga menjadi garis yang membagi
garis RS dengan sudut sama besar yaitu
o
saling tegak lurus 90 .

Gambar 237. Menentukan sudut 90o – a dan 90o - ß A


o
3. lukis sudut 90 di titik A sehingga akan C
B
berpotongan dengan sudut yang
o
dibentuk oleh sudut 90 – a. Titik
90o 90o
perpotongan tersebut kita sebut titik R. S
o P (Xp,Yp)
dan lukis sudut 90 di titik B sehingga R
akan berpotongan dengan sudut yang
Gambar 240. Penentuan titik P
o
dibentuk oleh sudut 90 – ß. Titik
perpotongan tersebut kita sebut titik S. 6. Bacalah koordinat titik P tersebut

C
90o B
90o

S
R
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
249

Model DiagramModel
Alir IlmuDiagram
Ukur TanahAlir
Pertemuan ke-08
Cara Pengikatan
Pengikatan KeKe Belakang
Belakang Metode
Metode Cassini Cassini
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal


Titik Tunggal

Disusun dari 3 Titik Ikat


Benchmark A (Xa, Ya) dan
B (Xb, Yb) -> Basis
Menggunakan Alat Theodolite
Benchmark B (Xb, Yb) dan
C (Xc, Yc) -> Basis

Pengukuran Pengikatan Ke Belakang 2 Lingkaran melalui


Metode Cassini (Mesin Hitung) Benchmark A, B, C
dan titik P

Alat Theodolite berdiri di atas Titik P dan Ditarik garis tegak lurus
dibidik ke Benchmark A, B dan C dari AB & BC
Perpotongan lingkaran
dengan
Garis tegak lurus AB &
Sudut Alfa = < APB Sudut Beta = < BPC BC adalah
Titik Penolong R dan S

dab (Jarak ab) = [(Xb-Xa)^2+(Yb-Ya)^2]^0.5


dbc (Jarak bc) = [(Xc-Xb)^2+(Yc-Yb)^2]^0.5
Dengan Prinsip :

1. Rumus Sinus
Alfa ab = Tan^-1 [(Xb-Xa)/(Yb-Ya)]
2. Segitiga sehadap
Alfa bc = Tan^-1 [(Xc-Xa)/(Yc-Ya)]
3. Jumlah sudut dalam segitiga

Xr = Xa + dar . sin Alfa ar


Alfa ar = Alfa ab + 90 Yr = Ya + dar . cos Alfa ar
Alfa cs = Alfa cb - 90
Xs = Xc + dcs . sin Alfa dcs
dar = (dab/sinus Alfa) . sinus Gamma Ys = Yc + dcs . cos Alfa dcs
dcs = (dbc/sinus Beta) . sinus Delta

Alfa rs = Tan^-1 (Xs-Xr)/(Ys-Yr)


Kappa = Alfa rs - Alfa rb
Alfa ps = Alfa rs ; Alfa pr = Alfa rs - 180
Epsilon = Alfa sb - Alfa sr

Xp(a) = Xa + dap . sin Alfa ap Alfa pb = Alfa ps + 270


Yp(a) = Ya + dap . cos Alfa ap Alfa pa = Alfa ps + 270 - Alfa
Alfa pc = Alfa ps + 270 + Beta
Xp(b) = Xb + dbp . sin Alfa bp
Yp(b) = Yb + dbp . cos Alfa bp dpb = (dbr/sin 90) . sin Kappa
dpa = (dab/sin Alfa) . sin (Alfa+Kappa)
Xp(c) = Xc + dcp . sin Alfa cp dpc = (dbc/sin Beta). sin (Beta+Epsilon)
Yp(c) = Yc + dcp . cos Alfa cp

Gambar 241. Model diagram alir cara pengikatan ke belakang metode cassini
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
250

Rangkuman

Berdasarkan uraian materi bab 9 mengenai pengikatan kebelakang metode cassini,


maka dapat disimpulkan sebagi berikut:

1. Cara pengikatan ke belakang metode Cassini merupakan salah satu model perhitungan
yang berfungsi untuk mengetahui suatu titik koordinat, yang dapat dicari dari titik-titik
koordinat lain yang sudah diketahui.

2. Pengikatan ke belakang metode Cassini bertujuan untuk mengukur atau menentukan


koordinat titik jika kondisi alam tidak memungkinkan dalam pengukuran biasa atau
dengan pengukuran pengikatan ke muka. Sehingga alat theodolite hanya ditempatkan
pada satu titik, yaitu tepat diatas titik yang akan dicari koordinatnya, kemudian diarahkan
pada patok-patok yang telah diketahui koordinatnya, Yang membedakan metode
Cassini dengan metode Collins adalah asumsi dan pengolahan data perhitungan.
Sedangkan pada proses pelaksanaan pengukuran di lapangan kedua metode tersebut
sama, yang diukur adalah jarak mendatar yang dibentuk antara patok titik koordinat
yang sudah diketahui.

3. Peralatan yang digunakan pada pengukuran pengikatan ke belakang cara Cassini,


antara lain sebagai berikut :Theodolite, Rambu ukur, Statif, Unting-unting, Benang,
Formulir ukur dan alat tulis.

4. Langkah-langkah penggambaran Pengikatan ke belakang metode Cassini :

a. menentukan titik A, B dan C yang telah disesuaikan dengan koordinat masing-


masing baik absis maupun ordinatnya ke dalam kertas grafik.
o o
b. lukislah sudut 90 – a pada arah koordinat A dan sudut 90 – ß pada arah koordinat
B.
o
c. lukis sudut 90 di titik A sehingga akan berpotongan dengan sudut yang dibentuk
oleh sudut
o
90 – a.
d. hubungkan titik koordinat R dan S tersebut, sehingga kedua titik terdapat dalam satu
garis lurus.
e. tarik garis dari titik B terhadap garis RS, sehingga menjadi garis yang membagi garis
o
RS dengan sudut sama besar yaitu saling tegak lurus 90 .
f. Bacalah koordinat titik P tersebut
9 Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini
251

Soal Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini !

1. Apa yang dimaksud pengukuran pengikatan ke belakang ? Mengapa dilakukan


pengukuran pengikatan ke belakang ?
2. Jelaskan pengertian dan tujuan pengikatan ke belakang metode Cassini?
3. Jelaskan persamaan dan perbedaan metode Collins dan Cassini?
4. Diketahui koordinat X1 = 19.268,27 Y1 =86.785,42 , X2 = 26.578.33 Y2 =95.423,13
o
sudut yang dibentuk adalah 43 . Berapa jarak koordinat 1 dan 2 (d12)….
5. Hitunglah koordinat titik P ( Xp, Yp ) dengan pengikatan ke belakang cara Cassini
dengan data sebagai berikut :

A : x = - 3.587,17 B : x = - 3.255,33 C : x = + 6.147,23 a = 52º31’50’’


y = + 6.356,26 y = +2.963,45 y = - 3.346.37 ß = 32º24’13’’
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
252

10. Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horizontal

Pengikatan ke muka dilakukan dengan


10.1 Tujuan pengukuran
kerangka dasar horizontal cara Theodolite berdiri di atas titik/patok
yang telah diketahui koordinatnya dan
rambu ukur diletakkan di atas titik yang
Untuk mendapatkan hubungan mendatar
ingin diketahui koordinatnya.
titik-titik yang diukur di atas permukaan
2. Dengan cara mengikat ke belakang
bumi, maka perlu dilakukan pengukuran
pada titik tertentu dan yang diukur
mendatar yang disebut dengan istilah
adalah sudut-sudut yang berada dititik
Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal.
yang akan ditentukan koordinatnya.
Jadi, untuk hubungan mendatar diperlukan Pengikatan ke belakang dilakukan
data sudut mendatar yang diukur pada skala dengan : Theodolite berdiri di titik yang
lingkaran yang letaknya mendatar. belum diketahui koordinatnya, target/
rambu ukur didirikan di atas patok yang
Kerangka dasar horizontal adalah sejumlah
telah diketahui koordinatnya.
titik yang telah diketahui koordinatnya dalam
Pada cara mengikat ke belakang ada
suatu sistem koordinat tertentu. Sistem
dua metode hitungan yaitu cara :
koordinat disini adalah sistem koordinat
a. Collins
kartesian dimana bidang datarnya
Metode yang menggunakan satu
merupakan sebagian kecil dari permukaan
lingkaran sebagai bentuk geometrik
ellipsoida bumi.
pembantu
Dalam pengukuran kerangka dasar b. Cassini
horizontal pada prinsipnya adalah Metode yang menggunakan dua
menentukan koordinat titik-titik yang diukur, lingkaran sebagai bentuk geometrik
yang terbagi dalam dua cara yaitu : pembantu.

Cara menentukan koordinat satu titik Menentukan koordinat beberapa titik

yaitu suatu pengukuran untuk suatu yang terdiri dari beberapa metode

wilayah yang sempit, cara ini terbagi sebagai berikut :

menjadi dua metode yaitu : 1. Cara poligon yaitu digunakan

1. Dengan cara mengikat ke muka pada apabila titik-titik yang akan dicari

titik tertentu dan yang diukur adalah koordinatnya terletak memanjang/

sudut-sudut yang ada di titik pengikat.


10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
253

menutup sehingga membentuk segi dan arahnya telah ditentukan dari


banyak (poligon) pengukuran di lapangan.
2. Cara triangulasi yaitu digunakan
Syarat pengukuran poligon adalah :
apabila daerah pengukuran
1. Mempunyai koordinat awal dan akhir
mempunyai ukuran panjang dan
2. Mempunyai azimuth awal dan akhir
lebar yang sama, maka dibuat jaring
segitiga. Pada cara ini sudut yang Untuk mencapai ketelitian tertentu (yang

diukur adalah sudut dalam tiap-tiap dikehendaki), pada suatu poligon perlu

segitiga. ditetapkan hal-hal sebagai berikut :

3. Cara trilaterasi yaitu digunakan 1. Jarak antara titik-titik poligon


apabila daerah yang diukur ukuran 2. Alat ukur sudut yang digunakan
salah satunya lebih besar daripada 3. Alat ukur jarak yang digunakan
ukuran lainnya, maka dibuat 4. Jumlah seri pengukuran sudut
rangkaian segitiga. Pada cara ini 5. Ketelitian pengukuran jarak
sudut yang diukur adalah semua 6. Pengamatan matahari, meliputi :
sisi segitiga. - Alat ukur yang digunakan
4. Cara Kwadrilateral yaitu sebuah - Jumlah seri pengamatan
bentuk segiempat panjang tak - Tempat-tempat pengamatan
beraturan dan diagonal, yang 7. Salah penutup sudut antara 2
seluruh sudut dan jaraknya diukur. pengamatan matahari

Pengukuran dan pemetaan poligon 8. Salah penutup koordinat dan lain-lain

merupakan salah satu metode pengukuran Ketetapan untuk poligon :


dan pemetaan kerangka dasar horizontal 1. Jarak antara titik : = 0.1 km – 2 km
untuk memperoleh koordinat planimetris (X, 2. Alat pengukur sudut : Theodolite1 sekon
Y) titik-titik ikat pengukuran. Misal : WILD T2

Metode poligon adalah salah satu cara 3. Jumlah seri pengukuran : 4 seri

penentuan posisi horizontal banyak titik 4. Ketelitian pengukuran jarak : 1 : 60.000

dimana titik satu dengan lainnya 5. Pengamatan matahari

dihubungkan satu sama lain dengan - Alat ukur yang digunakan :

pengukuran sudut dan jarak sehingga Theodolite 1 sekon

membentuk rangkaian titik-titik (poligon). - Jumlah seri pengamatan : 8


- Tempat pengamatan :
Dapat disimpulkan bahwa poligon adalah
selang 20 - 25 detik
serangkaian garis berurutan yang panjang
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
254

6. Salah penutup sudut antara dua - Pengukuran-pengukuran rencana


” jalan raya / kereta api
pengamatan matahari : 10 N
- Pengukuran-pengukuran rencana
7. Salah penutup koordinat 1 : 10.000
saluran air
Keterangan :
Poligon digunakan untuk daerah yang
N menyatakan jumlah titik tiap sudut
besarnya sedang (tidak terlalu besar atau
poligon antara dua pengamatan
terlalu kecil) karena dalam pengukuran
matahari.
mempergunakan jarak ukur langsung,
Salah penutup koordinat artinya adalah
seperti : pita ukur, atau jarak tidak langsung
Bila S adalah salah penutup koordinat,
seperti: EDM (Electronic Distance
fx adalah salah penutup absis, fy adalah
Measure). Untuk pengukuran jarak jauh
salah penutup ordinat dan D adalah
mempergunakan alat-alat yang
jarak (jumlah jarak) anatara titik awal
menggunakan cahaya.
dan titik akhir, maka yang diartikan
dengan salah penutup koordinat adalah
10.2 Jenis-jenis poligon
fx + fy
2 2

S=
D Pengukuran poligon dapat ditinjau dari
Ada ketentuan dimana S harus = 1 : bentuk fisik visualnya dan dari
10.000 (tergantung dari kondisi medan geometriknya.
pengukuran)
Tinjauan dari bentuk fisik visualnya terdiri
Pengukuran poligon dilakukan untuk dari :
merapatkan koordinat titik-titik di lapangan
Poligon terbuka (secara geometris
dengan tujuan sebagai dasar untuk
dan matematis), terdiri atas
keperluan pemetaan atau keperluan teknis
serangkaian garis yang berhubungan
lainnya.
tetapi tidak kembali ke titik awal atau
Tujuan Pengukuran Poligon
terikat pada sebuah titik dengan
Untuk menetapkan koordinat titik-titik
ketelitian sama atau lebih tinggi
sudut yang diukur seperti : panjang sisi
ordenya. Titik pertama tidak sama
segi banyak, dan besar sudut-sudutnya.
dengan titik terakhir.
Guna dari pengukuran poligon adalah
- Untuk membuat kerangka daripada
peta
- Pengukuran titik tetap dalam kota
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
255

Gambar 242. Poligon terbuka Gambar 243. Poligon tertutup


Poligon terbuka biasanya digunakan untuk : Poligon tertutup biasanya dipergunakan
• Jalur lintas / jalan raya. untuk :
• Saluran irigasi. • Pengukuran titik kontur.
• Kabel listrik tegangan tinggi. • Bangunan sipil terpusat.
• Kabel TELKOM. • Waduk.
• Jalan kereta api. • Bendungan.
• Kampus UPI.
Poligon tertutup
• Pemukiman.
Pada poligon tertutup :
• Jembatan (karena diisolir dari 1
• Garis-garis kembali ke titik awal,
tempat).
jadi membentuk segi banyak.
• Kepemilikan tanah.
• Berakhir di stasiun lain yang
• Topografi kerangka.
mempunyai ketelitian letak sama
atau lebih besar daripada ketelitian Poligon bercabang
letak titik awal.

Poligon tertutup memberikan


pengecekan pada sudut -sudut dan jarak
tertentu, suatu pertimbangan yang
sangat penting.

Titik sudut yang pertama = titik sudut


yang terakhir

Gambar 244. Poligon bercabang


10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
256

Poligon kombinasi • Terikat sudut dengan koordinat


akhir tidak diketahui
Poligon tidak terikat
Dikatakan poligon tidak terikat, apabila :
• Hanya ada titik awal, azimuth awal,
dan jarak. Sedangkan tidak
diketahui koordinatnya.
• Tidak terikat koordinat dan tidak
terikat sudut.

Poligon Terbuka
Poligon terbuka bermacam-macam, antara

Gambar 245. Poligon kombinasi lain :

Dilihat dari geometris, poligon terbagi Poligon terbuka tanpa ikatan

menjadi 3, yaitu: Pada poligon ini tidak ada satu ttitik pun

Poligon terikat sempurna yang diketahui baik itu koordinatnya

Dikatakan poligon terikat sempurna, maupun sudut azimuthnya.

apabila : Pengukuran ini terjadi pada daerah yang


• Sudut awal dan sudut akhir tidak memiliki titik tetap dan sulit untuk
diketahui besarnya sehingga terjadi melakukan pengamatan astronomis.
hubungan antara sudut awal
β1 β3 β5
dengan sudut akhir.
• Adanya absis dan ordinat titik awal B β2
D β4
F
1 2 3 4 5 6
atau akhir
C E G
• Koordinat awal dan koordinat akhir
β1,2.. = Sudut yang diukur
diketahui. 1, 2,.. = Jarak yang diukur
Α, Β, ... = Tempat pesawat theodolite
Poligon terikat sebagian.
Gambar 246. Poligon terbuka tanpa ikatan
Dikatakan poligon terikat sebagian,
Pengukuran poligon terbuka tanpa ikatan
apabila :
biasanya terjadi pada daerah terpencil dan
• Hanya diikat oleh koordinat saja
berhutan lebat.
atau sudut saja
Pengukuran metode ini dihitung
berdasarkan orientasi lokal, azimuth dibuat
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
257

sembarang, misalkan sudut azimuth awal Poligon terbuka, salah satu ujung terikat
yaitu antara 1 dan 2. Koordinat juga dibuat azimuth.
sembarang, kita misalkan salah satu titik
Pada poligon ini salah satu titik pengukuran
pengukuran memiliki koordinat awal. Tidak
diketahui sudut azimuthnya, baik itu titik
ada koreksi sudut dan koreksi koordinat
awal pengukuran maupun titik akhir
pada pengukuran metode poligon terbuka
pengukuran.
tanpa ikatan,yang ada hanyalah orientasi
lokal dan koordinat lokal.

β1 β3 β5

B β2 β4
1 2 3
D 5
F
4 6

A C E G
β1,2.. = Sudut yang diukur
1, 2,.. = Jarak yang diukur
Α, Β, ... = Tempat pesawat theodolite
= Titik yang diketahui koordinatnya

Gambar 247. Poligon terbuka salah satu ujung terikat azimuth

Sudut Azimuth setiap poligon dapat dihitung Poligon terbuka salah satu ujung terikat
dari azimuth awal yang telah diketahui sudut koordinat.
azimuthnya. Koordinat masih merupakan Pada poligon ini salah satu ujung
koordinat lokal karena tidak ada satu titik pengukuran diketahui koordinatnya
pun yang diketahui koordinatnya. sedangkan titik lainnya tidak diketahui baik
itu koordinat maupun azimuthnya.

αΑ β2 β4 β6

β3 β5
β1 B 2 3
D 5
F
1 4 6

A C E G
β1,2.. = Sudut yang diukur
1, 2,.. = Jarak yang diukur
Α, Β, ... = Tempat pesawat theodolite
αΑ = Azimuth yang diketahui
= Titik yang diketahui koordinatnya
Gambar 248. Poligon terbuka salah satu ujung terikat k oordinat
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
258

Pada poligon ini dapat dilakukan apabila Poligon terbuka salah satu ujung terikat
salah satu ujung poligon diukur azimuthnya azimuth dan koordinat
(dengan kompas atau azimuth matahari),
Pada poligon jenis ini salah satu ujung
dengan diketahuinya azimuth dan koordinat
terikat penuh sedangkan ujung lainnya
pada salah satu titik maka azimuth pada
bebas. Salah satu ujung pada poligon ini
semua sisi dapat dihitung. Tidak ada koreksi
memiliki keterangan yang cukup jelas
sudut, koreksi koordinat pada poligon jenis
karena diketahui koordinat dan azimuth.
ini. Pada dasarnya poligon ini sama saja
dengan jenis poligon terbuka tanpa ikatan.
Relatif sulit dalam pengukuran.

αΑ β2 β4 β6

β3 β5
β1 B 2 3
D 5
F
1 4 6

A C E G
β1,2.. = Sudut yang diukur
1, 2,.. = Jarak yang diukur
Α, Β, ... = Tempat pesawat theodolite
αΑ = Azimuth yang diketahui
= Titik yang diketahui koordinatnya

Gambar 249. Poligon terbuka salah satu ujung terikat azimuth dan koordinat

Sudut azimuth pada setiap titik dapat dan translasi, jadi poligon ini terletak pada
dihitung karena diketahui sudut azimuth satu koordinat yang benar.
awal, begitu juga dengan koordinat,
Poligon terbuka kedua ujung terikat
koordinat akan lebih mudah ditentukan
azimuth
karena koordinat awal sudah diketahui
Kedua ujung pengukuran pada poligon ini
sebelumnya. Dengan demikian tidak ada
terikat oleh sudut azimuth.
koreksi sudut dan koordinat. Orientasi dan
Azimuth awal dan akhir diketahui, maka
koordinat benar atau bukan lokal. Poligon
ada koreksi sudut pada pengukuran ini,
tipe ini jauh lebih baik dibandingkan tipe
syarat :
poligon sebelumnya karena tidak ada rotasi
Σ[β]−{(n-2). 1800 } = α akhir − α awal
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
259

αΑ β2 β4 β6 αG

β3 β5 β7
β1 B 2 3
D 5 F
1 4 6

A C E G
β1,2.. = Sudut yang diukur
1, 2,.. = Jarak yang diukur
Α, Β, ... = Tempat pesawat theodolite
αΑ,αG = Azimuth yang diketahui

Gambar 250. Poligon terbuka kedua ujung terikat azimuth

Setelah semua sudut diberi koreksi, maka Poligon terbuka, salah satu ujung terikat
semua sisi poligon dapat dihitung juga, azimuth sedangkan sudut lainnya terikat
karena tidak ada satupun titik yang diketahui koordinat
koordinatnya, terpaksa salah satu titik
Dengan diketahuinya α dan β maka semua
dimisalkan sebagai koordinat awal.
sudut azimuth dapat dihitung selisih–selisih
Dengan demikian koordinat poligon adalah absis ( S Sin α) dan selisih-selisih ordinat
koordinat lokal. Pada pengukuran ini ada (S Cos α). Dengan data tersebut dan
koreksi sudut namun tidak terdapat koreksi koordinat G, maka koordinat titik A, B, C,...
koordinat, orientasi benar (global) dapat dihitung walaupun secara mundur.
sedangkan koordinat lokal. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada koreksi
sudut, tidak ada koreksi koordinat, orientasi
benar, dan koordinat benar (bukan lokal).

β2 β4 β6
αΑ

β3 β5
β1 B 2 3
D 5
F
1 4 6

A C E G
β1,2.. = Sudut yang diukur
1, 2,.. = Sudut yang diukur
Α, Β, ... = Sudut yang diukur
αΑ = Azimuth yang diketahui
= Titik yang diketahui koordinatnya

Gambar 251. Poligon terbuka, salah satu ujung terikat azimuth sedangkan sudut lainnya terikat koordinat
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
260

Poligon terbuka, kedua ujung terikat


koordinat.

β1 β3 β5

β2 β4
B 2 3
D 5
F
1 4 6

A C E G
β1,2.. = Sudut yang diukur
1, 2,.. = Sudut yang diukur
Α, Β, ... = Sudut yang diukur
= Titik yang diketahui koordinatnya
Gambar 252. Poligon terbuka kedua ujung terikat koordinat

Pada pengukuran ini titik awal dan akhir ordinat yang baru (S Cos α) sebagai Si
pengukuran diketahui koordinatnya.
Cos α i.
Langkah perhitungan sudut pada poligon ini
adalah sebagai berikut : • Hitung (S Sin α??) dan (S Cos α?).
• Misalkan diketahui sudut azimuth pada • Hitung
salah satu titik dengan harga (V∆X) = ( Xq - Xp) - (S Sinα).
sembarang.
(V∆Y) = (Y q - Yp ) - (S Cosα).
• Menghitung azimuth pada setiap titik
Hitung koreksi? setiap
? Si Cos α i
dengan dasar titik sebelumnya yang
ditentukan dengan harga sembarang. sebesar

• Menghitung selisih absis (S Sin α ) dan V∆Xi = Si (V∆X) / (S)

ordinat (S Cos α). V∆Yi = Si (V∆Y) / (S)


• Hitung (S Sin α) dan (S Cos α). (S) = Σ jarak
• γ`=?arc tan (S Sin α) / (S Cos α). Si = jarak
• γ?=?arc tan (Xq-Xp ) / (Y q-Y p). • Hitung koordinat titik A, B, C,…
menggunakan :
• ∆ γ = γ − γ
(S i Sinα i + V∆Xi) , (S i Cos `ai + V∆Yi)
• Beri koreksi setiap sudut azimuth
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
poligon sebesar ∆ γ??sehingga diperoleh pada pengukuran poligon tipe ini tidak ada
n
(α ). koreksi sudut,yang ada hanya rotasi,

• Hitung selisih –selisih absis yang baru koreksi koordinat ada, orientasi benar dan
koordinat benar.
(S Sin α), sebagai Si Sin α i dan selisih
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
261

Poligon terbuka, salah satu ujung terikat


koordinat dan azimuth sedangkan ujung
lainnya hanya terikat azimuth.

α β2 β4 β6
awal αakhir

B β3 β5 β7
β1
1 2 3
D 5
F
4 6

A C E G
β1,2.. = Sudut yang diukur
1, 2,.. = Jarak yang diukur
Α, Β, ... = Tempat pesawat theodolite
α = Azimuth yang diketahui
= Titik yang diketahui koordinatnya

Gambar 253. Poligon terbuka salah satu ujung terikat koordinat dan azimutk
sedangkan yang lain hanya terikat azimuth

Langkah perhitungan poligon tipe ini : ηBC = Si Cos α BC


• Menghitung koreksi setiap sudut
• Dengan selisih absis (ε) dan selisih
Vβ i ={(α awal -α akhir )–(Σβ)+ n.1800 }/ n
ordinat (η) serta koordinat titik A ( XA,
β i = β + vβi
YA) maka koordinat titik B, C, D,...
• Menghitung azimuth setiap titik poligon dapat dihitung :
berdasarkan α awal dan βi , β XB = XA + ε AB
α A-B= αawal +β 1 YB = YA + ηAB
α B-C= α AB + β2?– 1800 XC = XB + ε BC
α C-D= α BC + β3?– 1800 , dst. YC = YB + ηBC
• Menghitung selisih absis dan selisih
Dapat disimpulkan bahwa tidak ada koreksi
ordinat dengan data azimuth dan
koordinat, ada koreksi sudut, orientasi
panjang poligon :
benar dan koordinat benar.
ε AB = Si Sin α AB
ηAB = Si Cos α AB
ε BC = Si Sin α BC
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
262

Poligon terbuka, satu ujung terikat azimuth dan koordinat sedangkan ujung lainnya
hanya terikat koordinat.

αawal
β2 β4 β6

β3 β5
β1 B 2 3
D 5
F
1 4 6

A(XA,YA) C E G(XG,YG)
β1,2.. = Sudut yang diukur
1, 2,.. = Jarak yang diukur
Α, Β, ... = Tempat pesawat theodolite
α = Azimuth yang diketahui
= Titik yang diketahui koordinatnya

Gambar 254. Poligon terbuka salah satu ujung terikat azimuth dan koordinat sedangkan
ujung lain hanya terikat koordinat

(V∆X) = (XG - XA ) – (∆X)


• Semua sisi poligon dihitung azimuthnya
Jumlah koreksi ordinat
dengan data α awal dan β sebagai
(V∆Y ) = (Y G - YA ) – (∆Y)
berikut :
• Menghitung masing – masing koreksi
α AB = α awal +?β ? absis dan koreksi ordinat :

α BC = α ΑΒ +?β2 − 180ο V∆Xi = (S i . V ∆X) / S

• Hitung selisih absis (ε) dan ordinat (η) V∆Y i = (S i . V ∆Y ) / S

dengan data – data sebagai berikut : • Menghitung koordinat titik B, C, D, ….


XB = XA+∆XAB
ε AB = SAB Sin α AB
YB = YA+∆YAB
ηAB= SAB Cos α AB
XC = XB+∆XBC
ε BC = SBC Sin α BC YC = YB+∆YBC
ηBC= SBC Cos α BC XD = XC +∆XCD

• Selisih absis (S Sin α) dijumlahkan, YD = YC+∆YCD

demikian pula dengan ordinat (S Cos XE = XD +∆XDE


YE = YD +∆YEF
α).
Harga-harga ini harus sama dengan harga
• Dari koordinat titik A (XA, YA) dan G (XG, XG dan YG yang sudah diketahui
YG), maka dapat dihitung :
sebelumnya. Bila tidak sama, tentu ada
Jumlah koreksi absis
kesalahan pada hitungan. Dapat ditarik
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
263

kesimpulan bahwa pada pengukuran ini α akhir harus sama dengan α akhir yang telah
tidak terdapat koreksi sudut, ada koreksi diketahui sebelumnya, maka dapat ditarik
koordinat, orientasi benar dan koordinat kesimpulan bahwa ada koreksi sudut dan
benar. ada koreksi koordinat, orientasi benar dan
koordinat benar.
Poligon terbuka kedua ujung terikat
azimuth dan koordinat. Poligon Tertutup

G
β2 β4 β6 H
α awal α
akhir
F

β3 β5 β7
β1 B 2 3
D 5 F
1 4 6

I E
A C E G
β1,2.. = Sudut yang diukur
1, 2,.. =Jarak yang diukur
Α, Β, ... =Tempat pesawat theodolite
α =Azimuth yang diketahui A D
= Titik yang diketahui koordinatnya
Gambar 255. poligon terbuka kedua ujung B C
terikat azimuth dan koordinat

Poligon tipe ini merupakan tipe poligon yang Gambar 256. Poligon tertutup

paling baik karena kedua ujung poligon Langkah-langkah hitungan pada poligon ini
terikat penuh. adalah sebagai berikut :
• Menghitung sudut-sudut ukuran a. Jumlahkan semua sudut poligon.
• Menghitung selisih α awal dan α akhir b. Menghitung koreksi sudut :
• Menghitung jumlah koreksi sudut : Vβ?= (n-2).180 – (Σβ)...(sudut β di
(Vβ) = (α akhir - α awal) – (Σβ) +n.1800 dalam)

• Membagi jumlah koreksi sudut kepada c. Membagi koreksi tersebut kepada


semua sudut :
setiap sudut yang diukur Vβ?
?n
VB
• Menghitung azimuth setiap sisi poligon Vi =
n
α AB = α?awal + β ? +Vβ ?
d. Bila salah satu sisi poligon itu diketahui
α BC = α AB?+ β2 +Vβ2 misal α12, maka azimuth sisi yang lain
α CD = α CD?+ β3 +Vβ3 dapat dihitung sbb:

α EF = αDE?+ β4 +Vβ4 α23 = α12 +β2 +V2 -1800


α34 = α23 +β3 +V3 -1800
α akhir = α FG?+ β6 +Vβ6
α45?= α23 +β4 +V4 -1800
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
264

α56 = α45 +β5 +V5 -1800 lingkaran. Pada tepi lingkaran ini

α67 = α56 +β6 +V6 -1800 dibuat skala lms yang dinamakan
limbus.
α71 = α71 +β7 +V7 -1800
b. Bagian tengah, terdiri atas suatu sumbu
Sebagai kontrol dihitung : yang dimasukkan kedalam tabung
α12 = α71 +β1 +V1 -180 harus sama dengan
0
bagian bawah. Sumbu ini sumbu tegak

α12? yang sudah ?diketahui. Pembahasan atau sumbu kesatu S1. Di atas sumbu
S1 diletakkan lagi suatu pelat yang
yang penting terutama untuk poligon terikat
berbentuk lingkaran dan mempunyai
sempurna baik tertutup maupun terbuka.
jari-jari kurang dari jari-jari pelat bagian
Poligon terikat sempurna yaitu suatu poligon bawah. Pada dua tempat di tepi
yang diikatkan oleh dua buah titik pada awal lingkaran di buat pembaca no yang
pengukuran dan dua buah titik pada akhir berbentuk alat pembaca nonius. Diatas
pengukuran yang masing-masing telah nonius ini ditempatkan dua kaki yang
mempunyai koordinat definitif dari hasil penyangga sumbu mendatar. Suatu
pengukuran sebelumnya. Nilai sudut-sudut nivo diletakkan di atas pelat nonius
dalam atau luar serta jarak mendatar antara untuk membuat sumbu kesatu tegak
titik-titik poligon diperoleh atau diukur dari lurus.
lapangan menggunakan alat pengukur c. Bagian atas, terdiri dari sumbu
sudut dan pengukur jarak yang mempunyai mendatar atau sumbu kedua yang
tingkat ketelitian tinggi. diletakkan diatas kaki penyangga
sumbu kedua S2. Pada sumbu kedua
10. 3 Peralatan, bahan dan
ditempatkan suatu teropong tp yang
prosedur pengukuran
poligon mempunyai diafragma dan dengan
demikian mempunyai garis bidik gb.
10.3.1 Peralatan Yang Digunakan :
Pada sumbu kedua diletakkan pelat
1. Pesawat Theodolite
yang berbentuk lingkaran dilengkapi
Alat pengukur Theodolitee dapat
dengan skala lingkaran tegak ini
mengukur sudut-sudut yang mendatar
ditempatkan dua nonius pada kaki
dan tegak. Alat pengukur sudut
penyangga sumbu kedua.
theodolite dibagi dalam 3 bagian yaitu:
Jika di lihat dari cara pengukuran dan
a. Bagian bawah, terdiri at as tiga sekrup
konstruksinya, bentuk alat ukur Theodolite
penyetel SK yang menyangga suatu
di bagi dalam dua jenis, yaitu :
tabung dan pelat yang berbentuk
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
265

a. Theodolite reiterasi, yaitu jenis - Pembacaan Sudut : 1/5”


Theodolite yang pelat lingkaran skala - Internal Memory : 24.000 Points
mendatar dijadikan satu dengan tabung - Display : 2 Muka
yang letaknya di atas tiga sekerup. - Jarak ukur 1 Prisma : 3.000 M
Pelat nonius dan pelat skala mendatar - Jarak ukur 3 Prisma : 4.000 M
dapat diletakkan menjadi satu dengan
sekrup kl, sedangkan pergeseran kecil
dari nonius terhadap skala lingkaran,
dapat digunakan sekrup fl. Dua sekrup
kl dan fl merupakan satu pasang ;
sekerup fl dapat menggerakkan pelat
nonius bila sekerup kl telah dikeraskan.

b. Theodolite repetisi, yaitu jenis


Theodolite yang pelatnya dengan skala
Gambar 257. Topcon total station-233N
lingkaran mendatar ditempatkan
sedemikian rupa sehingga pelat dapat
2. Statif
berputar sendiri dengan tabung pada
Statif merupakan tempat dudukan
sekrup penyetel sebagai sumbu putar.
alat dan untuk menstabilkan alat
Perbedaan jenis repetisi dengan
seperti Sipat datar. Alat ini
reiterasi adalah jenis repetisi memiliki
mempunyai 3 kaki yang sama
sekrup k2 dan f2 yang berguna pada
panjang dan bisa dirubah ukuran
pengukuran sudut mendatar dengan
ketinggiannya. Statif saat didirikan
cara repetisi. (Gambar Terlampir)
harus rata karena jika tidak rata dapat
Selain menggunakan Theodolite, mengakibatkan kesalahan saat
pengukuran poligon Kerangka Dasar pengukuran
Horizontal dapat menggunakan Topcon.

Alat Pengukur Sudut (Topcon)


Negara Asal : Jepang
Keterangan :
Topcon Total Station GTS-233N
- Ketelitian Sudut : 3”
- Ketelitian Jarak : ± - (2mm+2ppmxD)
- Pembesaran Lensa : 30x Gambar 258. Statif
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
266

3. Unting-Unting • Patok Beton atau Besi


Unting-unting terbuat dari besi atau Patok yang terbuat dari beton atau
kuningan yang berbentuk kerucut besi biasanya merupakan patok tetap
dengan ujung bawah lancip dan di ujung yang akan masih dipakai diwaktu
atas digantungkan pada seutas tali. lain.
Unting-unting berguna untuk
memproyeksikan suatu titik pada pita
ukur di permukaan tanah atau
sebaliknya.

Gambar 259. Unting-unting

4. Patok
Patok dalam ukur tanah berfungsi untuk
memberi tanda batas jalon, dimana titik
setelah diukur dan akan diperlukan lagi
Gambar 260. Jalon
pada waktu lain. Patok biasanya
ditanam didalam tanah dan yang 5. Rambu Ukur

menonjol antara 5 cm-10 cm, dengan Rambu ukur dapat terbuat dari kayu,

maksud agar tidak lepas dan tidak campuran alumunium yang diberi skala

mudah dicabut. Patok terbuat dari dua pembacaan. Ukuran lebarnya ± 4 cm,
macam bahan yaitu kayu dan besi atau panjang antara 3m-5m pembacaan
beton. dilengkapi dengan angka dari meter,

• Patok Kayu desimeter, sentimeter, dan milimeter.

Patok kayu yang terbuat dari kayu,


berpenampang bujur sangkar dengan
ukuran ± 50 mm x 50 mm, dan bagian
atasnya diberi cat.
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
267

7. Meja lapangan (meja dada)

8. Pita Ukur (meteran)


Pita ukur linen bisa berlapis plastik atau
tidak, dan kadang-kadang diperkuat
dengan benang serat. Pita ini tersedia
dalam ukuran panjang 10 m, 15 m, 20
m, 25 m atau 30 m.Kelebihan dari alat
ini adalah bisa digulung dan ditarik
kembali, dan kekurangannya adalah
kalau ditarik akan memanjang, lekas
rusak dan mudah putus, tidak tahan air.

Gambar 260. Rambu Ukur

6. Payung
Payung ini digunakan atau memiliki
Gambar 263. Pita ukur
fungsi sebagai pelindung dari panas dan
hujan untuk alat ukur itu sendiri. Karena 10.1.1 Bahan Yang Digunakan :
bila alat ukur sering kepanasan atau 1. Formulir Ukur
kehujanan, lambat laun alat tersebut Formulir pengukuran digunakan
pasti mudah rusak (seperti; jamuran, untuk mencatat kondisi di
dll). lapangan dan hasil
perhitungan-perhitungan/
pengukuran di lapangan. (Lihat
tabel 24, 25 dan 26)

Gambar 262. Payung


10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
268

Gambar 265. Benang

Gambar 264. Formulir dan alat tulis


6. Paku
2. Peta wilayah study Paku terbuat dari baja (besi) dengan
Peta digunakan agar mengetahui di ukuran ± 10 mm. Digunakan sebagai
daerah mana akan melakukan tanda apabila cat mudah hilang dan
pengukuran patok kayu tidak dapat digunakan,
3. Cat dan koas dikarenakan rute (jalan) yang
Alat ini murah dan sederhana akan digunakan terbuat dari aspal.
tetapi peranannya sangat penting sekali
ketika di lapangan, yaitu digunakan 10.3.3 Prosedur Pemakaian Alat Pada

untuk menandai dimana kita mengukur Poligon

dan dimana pula kita meletakan rambu


Cara mengatur dan sentering alat theodolite
ukur. Tanda ini tidak boleh hilang
adalah sebagai berikut :
sebelum perhitungan selesai karena
kemungkinan salah ukur dan harus 1. Pasang statif alat kira-kira diatas titik

diukur ulang. poligon

4. Alat tulis - keraskan sekrup-sekrup statif

Alat tulis digunakan untuk mencatat - usahakan dasar alat statif sedatar

hasil pengukuran di lapangan. mungkin untuk memudahkan

5. Benang mengatur nivo mendatar


2. Pasang alat theodolite di atas statif,
Benang berfungsi sebagai:
keraskan sekrup pengencang alat
a. menentukan garis lurus
3. Pasang unting-unting pada sekrup
b. menentukan garis datar
pengencang di bawah alat.
menentukan pasangan yang lurus
4. Jika ujung-ujung belum tepat di atas
c. meluruskan plesteran
paku aturlah dengan menggeser atau
d. menggantungkan unting-unting
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
269

menaik turunkan kaki alat dengan - Periksa gelembung nivo kotak jika
bantuan sekrup kaki sehingga unting- berubah atur lagi dan ulangi
unting tepat di atas paku pekerjaan.
- kaki alat diinjak kuat-kuat sehingga
6. Atur nivo tabung dengan 3 sekrup
masuk ke dalam tanah.
penyetel A, B, C.
5. Ketengahkan gelembung nivo kotak
Cara mengaturnya :
dengan bantuan ketiga sekrup penyetel
a. Putar teropong hingga nivo tabung
sekaligus
terletak ejajar dengan 2 sekrup
penyetel A dan B
NIVO KOTAK
C

Gambar 266. Nivo k otak A B

Gambar 267. Nivo tabung


Catatan :
Jika alat mempunyai sentering optis T.2
C
Sokisha, Topcon, Th 3 Zeis dll, maka
cara melakukan sentering optis adalah
sebagai berikut :
- Lepaskan unting-unting
A B
- Lihat melalui teropong sentering
optis Gambar 268. Nivo tabung

- Jika benang silang optis belum b. Ketengahkan gelembung dengan salah


tepat di tengah-tengah paku, satu sekrup penyetel A atau B
longgarkan sekrup-sekrup c. Putar teropong 180
o
jika gelembung
pengencang, geserkan alat translasi menggeser n skala, maka kembalikan n
sehingga benang silang tepat di ½ n dengan salah satu sekrup penyetel
atas paku (tengah-tengah paku) d. Pekerjaan (a), (b), (c) dilakukan
kemudian kencangkan kembali berulang-ulang sehingga teropong
sekrup sebelum dan sesudah diputar 180
o

gelembung tetap di tengah.


10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
270

o
e. Putar teropong 90 , jika gelembung atas patok, berbeda dengan
menggeser ketengahkan dengan sekrup pengukuran sipat datar kerangka dasar
penyetel C. vertikal dengan alat yang berdiri di
f. Maka alat siap untuk digunakan antara 2 buah titik (patok)
pengukuran 2. Target diletakkan di atas patok-patok
yang mengapit tempat alat sipat datar
Catatan :
berdiri. Gelembung nivo tabung
- Dalam melakukan pengukuran sudut
diketengahkan dengan cara memutar
horizontal, nivo vertikal tidak perlu diatur
dua buah sekrup kaki kiap ke arah
- Sekrup repetisi (jika ada), jika tidak
dalam saja atau keluar saja serta
diperlukan agar tetap terkunci
memutar sekrup kaki kiap kearah kanan

10.3.4 Prosedur pengukuran poligon atau kiri. Teropong diarahkan ke target


belakang dan dibaca sudut
Pengukuran harus dilaksanakan horizontalnya pada posisi biasa.
berdasarkan ketentuan – ketentuan yang Teropong kemudian diputar ke arah
ditetapkan sebelumnya. target muka dibaca pula sudut
Ketentuan-ketentuan pengukuran Kerangka horizontalnya pada posisi biasa.
dasar Horizontal adalah sebagai berikut : 3. Teropong diubah posisinya menjadi luar
a. Jarak antara dua titik, sekurang- biasa dan diarahkan ke target muka
kurangnya diukur 2 kali. serta dibaca sudut horizontalnya.
b. Sudut mendatar, sekurang-kurangnya 4. Alat theodolite dipindahkan ke patok
diukur 2 seri selanjutnya dan dilakukan hal yang
c. Pengukuran astronomi (azimuth), sama seperti pada patok sebelumnya.
sekurang-kurangnya di ukur 4 seri Pengukuran dilanjutkan sampai seluruh
masing-masing untuk pengukuran pagi patok didirikan alat theodolite.
dan sore hari. 5. Data diperoleh dari lapangan kemudian

Prosedur pengukuran poligon kerangka diolah secara manual atau tabelaris

dasar horizontal adalah sebagai berikut : dengan menggunakan bantuan

1. Dengan menggunakan patok-patok teknologi digital komputer. Pengolahan

yang telah ada yang digunakan pada data poligon dapat diselesaikan dengan

pengukuran sipat datar kerangka dasar metode Bowditch atau Transit.

vertikal, dirikan alat theodolite pada titik Pada metode Bowditch, bobot koreksi

(patok) awal pengukuran. Pada absis dan ordinat diperoleh dari

pengukuran poligon, alat didirikan di perbandingan jarak resultante dengan


10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
271

total jarak pengukuran poligon,


sedangkan pada metode Transit bobot 10.3.5 Cara pembidikan titik sudut
koreksi absis / ordinat diperoleh jarak untuk daerah yang terbuka
pada arah absis dibandingkan dengan a. Garis bidik diusahakan harus tepat
total jarak pada arah absis / ordinat. mengincar pada titik poligon.
6. Pengukuran poligon kerangka dasar b. Benang tengah harus tepat di atas titik
horizontal selesai. poligon

Gambar 269. Jalon di atas patok

Untuk daerah yang terhalang


Pada titik poligon yang terhalang
ditempatkan :
a. Rambu ukur dengan garis tengah
rambu ukur tepat di atas titik pusat
poligon.
b. Unting-unting yang ditahan oleh 3 buah
jalon.
• Garis bidik diarahkan pada garis
tengah rambu ukuran atau pada
benang unting- unting.
Gambar 270. Penempatan rambu ukur
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
272

• Pada titik-titik poligon yang akan menjadi rumus -rumus terprogram dalam
bentuk digital.
dibidik ditempatkan :
- unting-unting yang ditahan oleh 3 Pengolahan data poligon dikontrol terhadap
buah jalon. sudut-sudut dalam atau luar poligon dan
- dapat pula paku, ujung pensil, dikontrol terhadap koordinat baik absis
sapu lidi yang lurus sebagai maupun ordinat. Pengolahan data poligon
pembantu. dimulai dengan menghitung sudut awal dan
sudut akhir dari titik-titik ikat poligon.

Perhitungan meliputi :
- mengoreksi hasil ukuran
- mereduksi hasil ukuran, misalnya
mereduksi jarak miring menjadi jarak
mendatar dan lain-lain
- menghitung azimuth pengamatan
matahari
Gambar 271. Penempatan unting-unting - menghitung koordinat dan ketinggian
setiap titik
Hasil yang diperoleh dari praktek
Catatan :
pengukuran poligon di lapangan adalah
1. Apabila Kerangka Dasar Horizontal
koordinat titik-titik yang diukur sebagai titik-
akan dihitung pada proyeksi tertentu
titik ikat untuk keperluan penggambaran
misalnya Polyeder atau U.T.M, maka
titik-titik detail dalam pemetaan.
sebelumnya harus dilakukan hitungan
reduksi data ukuran ke dalam proyeksi
10.4 Pengolahan data poligon
peta yang bersangkutan
2. Sesuai dengan bentuk jaringannya,
Pengolahan data dapat dilakukan secara
hitungan koordinat atau ketinggian
manual langsung dikerjakan pada formulir
dapat dilakukan dengan peralatan
ukuran atau secara tabelaris menggunakan
sederhana (bertingkat-tingkat) atau
lembar elektrolis (spreadsheet) di komputer,
dengan perataan kuadarat terkecil.
contohnya : adalah perangkat lunak Lotus
Dasar-dasar perhitungan pengukuran
atau Excell.
poligon adalah sebagai berikut :
Rumus-rumus dasar pengolahan data Menghitung Sudut Jurusan Awal yang
ditransfer dari penyajiannya secara analog telah diketahui koordinatnya
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
273

(XA, YA) dan (XB, YB), maka : poligon terhadap pengurangan sudut

(X B − X A ) akhir dengan sudut awal poligon.


α AB = arctan
(YB − YA ) Koreksi sudut poligon yang diperoleh
kemudian dibagi secara merata tanpa
XB − XA
bobot terhadap sudut-sudut poligon
YB − YA
hasil pengukuran dan pengamatan di
Menghitung Sudut Jurusan Akhir yang
lapangan.
telah diketahui koordinatnya
Menghitung Sudut -sudut jurusan antara
(XC , YC ) dan (XD , YD ), maka :
titik-titik poligon :
X − XC
αCD = arc Tgn D Sudut-sudut jurusan titik poligon
YD − YC
terhadap titik poligon berikutnya
Menghitung Koreksi Penutup Sudut
mengacu terhadap sudut awal poligon
melalui syarat penutup sudut dengan :
dijumlahkan terhadap sudut poligon
β adalah sudut -sudut dalam / luar yang telah dikoreksi.
poligon hasil pengukuran dari lapangan
Untuk perhitungan awal dapat dihitung,
dan n adalah jumlah titik-titik poligon
yaitu:
yang diukur sudut-sudutnya, maka
- Jika putaran sudut -sudut tidak
α akhir - α awal = ? β - (n – 2) . 180°+kβ o
melebihi 1 putaran atau sudut 360 ,
kβ = α akhir - α awal -? β + (n – 2). 180°
maka :
Menghitung Sudut-sudut Dalam / Luar α A1 =α AB + β 0k
Poligon yang telah dikoreksi terhadap
- Jika putaran sudut-sudut melebihi 1
Kesalahan Penutup Sudut : o
putaran atau sudut 360 , maka :
β0k = β0 + (kβ / n)
α A1 =α AB + β 0k - 360o
β1k = β1 + (kβ / n)*
...... ..... ........... Untuk selanjutnya dapat dihitung, yaitu :

βnk = βn + (kβ / n) - Jika putaran sudut -sudut tidak


o
melebihi 1 putaran atau sudut 360 ,
* Menghitung Sudut-Sudut Jurusan
maka :
antara titik-titik poligon o
α 12 = α A1 + 180 + β1k
Kontrol sudut poligon diawali terlebih - Jika putaran sudut-sudut melebihi 1
dahulu dilakukan yaitu untuk o
putaran atau sudut 360 , maka :
memperoleh koreksi sudut poligon o
α 12 = α A1 + 180 + β1k - 360
o

dengan cara mengontrol jumlah sudut o


α 12 = α A1 + β1k - 180
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
274

Menghitung Koreksi Absis dan Ordinat awal dikurangi serta dibandingkan


Koreksi absis dan ordinat ini dapat terhadap jumlah proyeksinya terhadap
didekati melalui metode Bowditch dan absis dan ordinat. Koreksi absis dan
Transit. Koreksi metode Bowditch ordinat akan diperoleh dan dibagikan
meninjau bobot jarak dari proyeksi pada dengan mempertimbangkan bobot
absis dan ordinat sedangkan koreksi kepada masing-masing titik poligon.
metode Transit meninjau bobot jarak Bobot koreksi didekati dengan cara
dari resultante jarak absis dan ordinat. perbandingan jarak pada suatu ruas
garis terhadap jarak total poligon dari
Mengkoreksi absis dan ordinat melalui
awal sampai akhir pengukuran.
syarat absis dan ordinat, dengan d
adalah jarak datar / sejajar bidang nivo Untuk menghitung Toleransi adalah
dan α adalah sudut jurusan: sebagai berikut :
Syarat Absis : 1. Toleransi Sudut

X akhir – X awal = ?d . sin α + kx Jika digunakan alat Theodolite

Kx = X akhir – X awal - ?d . sin α berdasarkan estimasi maximum

Syarat Ordinat : ditentukan bahwa

Y akhir – Y awal = ?d . cos α + ky salah penutup sudut poligon = K = i n


Ky = Y akhir – Y awal - ?d . cos α i = ketelitian dalam satuan detik (sekon)

Menghitung Koordinat – Koordinat Maka : fβ harus = i n


Definitif titik-titik poligon dengan Metode dimana : n adalah banyak titik sudut
Bowditch :
2. Toleransi Jarak
X1 = XA + dA1 . sin αA1 + kx (dA1 / ?d)
Jika digunakan pita ukur, ditentukan
Y1 = YA + dA1 . cos αA1 + ky (dA1 / ?d) 1
toleransi ketelitian jarak linier =
Menghitung koordinat – koordinat 2500
definitif titik-titik poligon dengan metode
Salah Linier = L = fx 2 + fy 2
transit :
Maka :
X1 = XA + dA1 . sin αA1 + k x (dA1 . sin αA1 /
Toleransi salah linier harus memenuhi :
?d . sin α)
Y1 = YA + dA1 . cos αA1 + ky (dA1 . cos αA1 fx + fy 2 1

/ ?d . cos α) (∑ d ) 2500

Kontrol koordinat berbeda dengan


kontrol sudut yaitu koordinat akhir dan
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
275

Untuk menghitung koordinatnya, disamping lintang dan bujur geografi ini dapat
sudut dan jarak mendatar diperlukan pula ditentukan koordinat (X , Y) dalam sisitem
minimal satu jurusan awal dan satu titik umum.
yang telah diketahui koordinatnya.
- Bila tidak terdapat titik Triangulasi dan
Untuk jurusan Awal dapat ditentukan tidak dikehendaki koordinat dalam sistem
sebagai berikut : umum, maka salah satu titik kerangka
- Bila di sekitar titik-titik kerangka dasar dasar dapat dipilih sebagai titik awal
terdapat 2 titik Triangulasi, sudut jurusan dengan koordinat sembarang, misalnya :
dihitung dari titik-titik Triangulasi dapat X = 0, Y = 0. Sistem demikian dinamakan
digunakan sebagai jurusan awal Koordinat Setempat (lokal)

Apabila jurusan awal ini yang akan Titik awal tersebut sebaiknya dipilih yang
digunakan, maka jaring titik-titik kerangka terletak di tengah wilayah yang
dasar harus disambungkan ke tiitk dipetakan.
Triangulasi tersebut.
Bila tidak terdapat dari pengamatan
10.5 Penggambaran poligon
astronomi (pengamatan matahari atau
bintang); dari pengukuran menggunakan
Penggambaran poligon kerangka dasar
Theodolite Kompas atau ditentukan
horizontal dapat dilakukan secara manual
sembarang.
atau digital.
Untuk koordinat Awal dapat ditentukan
Penggambaran secara manual harus
sebagai berikut :
memperhatikan ukuran lembar yang
- Bila dikehendaki koordinat dalam sistem
digunakan dan skala gambar, sedangkan
umum (sistem yang berlaku di wilayah
penggambaran secara digital lebih
suatu negara) digunakan tiitk Triangulasi
menekankan kepada sistem koordinat yang
(cukup satu titik saja). Dengan demikian
digunakan serta satuan unit yang akan
kerangka dasar harus diikatkan ke titik
dipakai dalam gambar digital yang
Triangulasi tersebut.
berhubungan dengan keluaran akhir.
- Bila dikehendaki koordinat dalam sistem
Penggambaran poligon kerangka dasar
umum tetapi terdapat tiitk Triangulasi,
hoizontal akan menyajikan unsur-unsur :
maka di salah satu titik kerangka dasar
sumbu absis, sumbu ordinat, dan garis
dilakukan pengukuran astronomi untuk
hubung antara titik-titik poligon.
menentukan lintang dan bujurnya. Dari
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
276

Penggambaran secara manual pada poligon


kerangka dasar horizontal memiliki skala A1

yang sama pada arah sumbu absis dan


sumbu ordinat karena jangkauan arah
sumbu absis dan ordinat memiliki ukuran
A3 A2
yang sama.

Informasi ukuran kertas yang demikian


A4
menjadi hal utama yang harus diperhatikan.

Ukuran kertas untuk penggambaran hasil


Pembagian Kertas Seri A
pengukuran dan pemetaan terdiri dari :
Gambar 272. Pembagian kertas seri A
Tabel 21. Ukuran kertas seri A
Unsur-Unsur yang harus ada dalam
Ukuran Panjang Lebar
penggambaran hasil pengukuran dan
Kertas (milimeter) (milimeter)
pemetaan adalah :
A0 1189 841
A1 841 594 Legenda
A2 594 420 Yaitu suatu informasi berupa huruf,
A3 420 297 simbol dan gambar yang menjelaskan
A4 297 210
mengenai isi gambar. Legenda memiliki
A5 210 148
ruang di luar muka peta dan dibatasi
oleh garis yang membentuk kotak-
Ukuran kertas yang digunakan untuk
kotak.
pencetakkan peta biasanya Seri A. Dasar
ukuran adalah A0 yang luasnya setara Tanda-tanda atau simbol-simbol yang

dengan 1 meter persegi. Setiap angka digunakan adalah untuk menyatakan

setelah huruf A menyatakan setengah bangunan-bangunan yang ada di atas

ukuran dari angka sebelumnya. Jadi, A1 bumi seperti jalan raya, kereta api,

adalah setengah A0, A2 adalah seperempat sungai, selokan, rawa atau kampung.

dari A0 dan A3 adalah seperdelapan dari Juga untuk bermacam-macam keadaan


A0. Perhitungan yang lebih besar dari SAO dan tanam-tanaman misalnya ladang,
adalah 2A0 atau dua kali ukuran A0. padang rumput, atau alang-alang,
perkebunan seperti : karet, kopi,
kelapa, untuk tiap macam pohon diberi
tanda khusus.
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
277

Untuk dapat membayangkan tinggi


1 0.5 0
rendahnya permukaan bumi, maka 1 2 3 4

digunakan garis-garis tinggi atau


Kilometer
tranches atau kontur yang
menghubungkan titik-titik yang tingginya
sama di atas permukaan bumi. Gambar 273. Skala grafis

Muka Peta Skala grafis memiliki kelebihan

Yaitu ruang yang digunakan untuk dibandingkan dengan skala numeris

menyajikan informasi bentuk permukaan dan skala perbandingan karena tidak

bumi baik informasi vertikal maupun dipengaruhi oleh muai kerut bahan dan

horizontal. Muka peta sebaiknya perubahan ukuran penyajian peta.

memiliki ukuran panjang dan lebar yang Orientasi arah utara


proporsional agar memenuhi unsur Yaitu simbol berupa panah yang
estetis. biasanya mengarah ke arah sumbu Y

Skala Peta positif muka peta dan menunjukkan

Yaitu simbol yang menggambarkan orientasi arah utara. Orientasi arah

perbandingan jarak di atas peta dengan utara ini dapat terdiri dari : arah utara

jarak sesungguhnya di lapangan. Skala geodetik, arah utara magnetis, dan arah

peta terdiri dari : skala numeris, skala utara grid koordinat proyeksi. Skala

perbandingan, dan skala grafis. peta grafis biasanya selalu disajikan


untuk melengkapi skala numeris atau
Skala numeris yaitu skala yang
skala perbandingan untuk
menyatakan perbandingan perkecilan
mengantisipasi adanya pembesaran
yang ditulis dengan angka, misalnya :
dan perkecilan peta serta muai susut
skala 1 : 25.000 atau skala 1 : 50.000.
bahan peta.
Skala grafis yaitu skala yang digunakan
untuk menyatakan panjang garis di peta Sumber gambar yang dipetakan

dan jarak yang diwakilinya di lapangan Untuk mengetahui secara terperinci

melalui informasi grafis. proses dan prosedur pembuatan peta,


sumber peta akan memberikakan
tingkat akurasi dan kualitas peta yang
dibuat.
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
278

Tim pengukuran yang membuat peta 2. menentukan ukuran kertas yang akan
Untuk mengetahui penanggung jawab dipakai
pengukuran di lapangan dan 3. membuat tata jarak peta, meliputi muka
penyajiannya di atas kertas, personel peta dan ruang legenda
yang disajikan akan memberikan 4. menghitung panjang dan lebar muka
informasi mengenai kualifikasi personel peta
yang terlibat. 5. mendapatkan skala jarak horizontal

Instalnsi dan simbol dengan membuat perbandingan

Instalasi dan simbol yang memberikan panjang muka peta dengan kumulatif

pekerjaan dan melaksanakan pekerjaan jarak horizontal dalam satuan yang

pengukuran dan pembuatan peta. sama. Jika hasil perbandingan tidak

Instalnsi dan simbol instalnsi ini akan menghasilkan nilai yang bulat maka

memberikan informasi mengenai nilai skala dibulatkan ke atas dan

karakteristik tema yang biasanya memiliki nilai kelipatan tertentu

diperlukan bagi instalnsi yang 6. membuat sumbu mendatar dan tegak

bersangkutan. yang titik pusatnya memiliki jarak


tertentu terhadap batas muka peta,
Peralatan yang harus disiapkan untuk
menggunakan pinsil
menggambar sipat datar kerangka dasar
7. menggambarkan titik-titik yang
vertikal meliputi :
merupakan posisi tinggi hasil
1. Lembaran kertas milimeter dengan
pengukuran dengan jarak-jarak tertentu
ukuran tertentu
serta menghubungkan titik-titik tersebut,
2. Penggaris 2 buah (segitiga atau lurus)
menggunakan pinsil
3. Pinsil
8. membuat keterangan – keterangan
4. Penghapus
nilai tinggi dan jarak di dalam muka
5. Tinta
peta serta melengkapi informasi
Prosedur penggambaran untuk poligon legenda, membuat skala, orientasi
kerangka dasar horizontal pengukuran, sumber peta, tim
Prosedur penggambaran untuk poligon pengukuran, nama instnasi dan
kerangka dasar horizontal adalah sebagai simbolnya, menggunakan pinsil
berikut : 9. menjiplak draft penggambaran ke atas
1. menghitung kumulatif jarak horizontal bahan transparan, menggunakan tinta.
pengukuran poligon
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
279

Prosedur penggambaran untuk poligon horizontal serta menghubungkan titik-


kerangka dasar horizontal secara manual, titik tersebut, menggunakan pinsil
adalah sebagai berikut : 10. membuat keterangan – keterangan
nilai tinggi dan jarak di dalam muka
1. menghitung range absis pengukuran
peta serta melengkapi informasi
poligon kerangka dasar horizontal
legenda, membuat skala, orientasi
2. menghitung range ordinat pengukuran
pengukuran, sumber peta, tim
poligon kerangka dasar horizontal
pengukuran, nama instansi dan
3. membandingkan nilai range absis
simbolnya, menggunakan pinsil
dengan range ordinat pengukuran
11. menjiplak draft penggambaran ke atas
poligon kerangka dasar horizontal. Nilai
bahan yang tansparan menggunakan
range yang lebih besar merupakan nilai
tinta.
untuk menetapkan skala peta.
4. menentukan ukuran kertas yang akan Untuk penggambaran poligon kerangka
dipakai dasar horizontal secara digital dapat
5. membuat tata letak peta, meliputi muka menggunakan perangkat lunak Lotus,
peta dan ruang legenda Exceell, atau AutoCAD. Penggambaran
6. menghitung panjang dan lebar muka dengan masing-masing perangkat lunak
peta yang berbeda akan memberikan hasil
7. menetapkan skala peta dengan keluaran yang berbeda pula.
membuat perbandingan panjang muka
Untuk penggambaran menggunakan Lotus
peta dengan nilai range absis dan
atau Excell yang harus diperhatikan adalah
ordinat yang lebih besar dalam satuan
penggambaran grafik dengan metode
yang sama. Jika hasil perbandingan
Scatter, agar gambar yang diperoleh pada
tidak menghasilkan nilai yang bulat
arah tertentu (terutama sumbu horizontal)
maka nilai skala dibulatkan ke atas dan
memiliki interval sesuai dengan yang
memiliki nilai kelipatan tertentu
diinginkan, tidak memiliki interval yang
8. membuat sumbu mendatar dan tegak
sama. Penggambaran dengan AutoCAD
yang titik pusatnya memiliki jarak
walaupun lebih sulit akan menghasilkan
tertentu terhadap batas muka peta,
keluaran yang lebih sempurna dan sesuai
menggunakan pinsil
dengan format yang diiinginkan.
9. menggambarkan titik-titik yang
merupakan posisi koordinat hasil
pengukuran poligon kerangka dasar
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
280

Contoh hasil pengukuran poligon kerangka dasar horizontal

Dari lapangan didapat ;

PENGOLAHAN DATA

Diketahui : Data hasil Pengukuran Poligon Tertutup dengan titik Poligon 1


(786488 ; 9240746).

Tabel 22. Bacaan sudut Tabel 23. Jarak

Bacaan Sudut Bacaan


Sudut Jarak
Sudut
d1 23
° ∋ ∋∋ Desimal
d2 11
α 12 = β 1 96 48 0 96,80000
d3 35
β2 191 4 30 191,07500
d4 15
β3 171 54 0 171,90000
d5 31
β4 100 34 30 100,57500
d6 28
β5 158 30 0 158,50000
d7 51
β6 87 36 30 87,60833
d8 21
β7 185 51 0 185,85000 d9 12
β8 88 46 0 88,76667 Σd 227

β9 180 53 30 180,89167

Σβ 1256 356 120 1261,96667


10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
281

Ditanyakan : Koordinat titik P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8, dan P9 dengan Metode
Bowditch dan Metode Transit, serta cari luas Poligon Tertutup
dengan Metode Sarrus ?
Jawaban :
I. POLIGON TERTUTUP METODE BOWDITCH
A. Syarat 1

lα akhir - α awall = Σβ - (n-2) . 180° + fβ

l96,8 – 96,8l = 1261,96667 – (9 – 2) . 180° + fß

0 = 1,96667 + fß

fß = -1,96667
Mencari β Koreksi :

• β1 = β1 + (fβ : 9) = 96,80000 + (-1,96667 : 9) = 96,58148


• β2 = β2 + (fβ : 9) = 191,07500 + (-1,96667 : 9) = 190,85648
• β3 = β3 + (fβ : 9) = 171,90000 + (-1,96667 : 9) = 171,68148
• β4 = β4 + (fβ : 9) = 100,57500 + (-1,96667 : 9) = 100,35648
• β5 = β5 + (fβ : 9) = 158,50000 + (-1,96667 : 9) = 158,28148
• β6 = β6 + (fβ : 9) = 87,60833 + (-1,96667 : 9) = 87,38981
• β7 = β7 + (fβ : 9) = 185,85000 + (-1,96667 : 9) = 185,63148
• β8 = β8 + (fβ : 9) = 88,76667 + (-1,96667 : 9) = 88,54815
• β9 = β9 + (fβ : 9) = 180,89167 + (-1,96667 : 9) = 180,67315
Mencari α Koreksi :

• α12 = αawwal + β 1 = 96,80000 + 96,58148 = 193,38148


• α23 = α12 + β2 = 193,38148+ 190,85648 – 180 = 204,23796
• α34 = α23 + β3 = 204,23796+ 171,68148 – 180 = 195,91944
• α45 = α34 + β4 = 195,91944+ 100,35648 – 180 = 116,27593
• α56 = α45 + β5 = 116,2759 + 158,28148 – 180 = -94,55741
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
282

• α67 = α56 + β6 = 94,55741 + 87,38981 – 180 = 1,94722


• α78 = α67 + β7 = 1,94722 + 185,63148 – 180 = 7,57870
• α89 = α78 + β8 = 7,57870 + 88,54815 – 180 = -83,87315
• α91 = α89 + β9 = -83,87315 + 180,67315 – 180 = -83,20000

B. Syarat 2
Σ∆X = Σd Sin α
Σ∆X = (23 . Sin 193,40333) + (11 . Sin 204,28167) + (35 . Sin 195,985) +
(15 . Sin 116,36333) + (31 . Sin 94,66667) + (28 . Sin 2,07833) +
(51 . Sin 7,73167) + (21 . Sin -83,698333) + (12 . Sin -
83,00333)

Σ∆X = -0,20463

Σ∆Y = Σd Cos α
Σ∆Y = (23 . Cos 193,40333) + (11 . Cos 204,28167) + (35 . Cos 195,985)
+ (15 . Sin 116,36333) + (31 . Cos 94,66667) + (28 . Cos 2,07833)
+ (51 . Cos 7,73167) + (21 . Cos -83,698333) + (12 . Cos -
83,00333)
Σ∆Y = -0,29105
Mencari Bobot X
• Bobot X P1 = (∆X12 : Σ∆X) = (-5,32297 : -0,20463) = 26,01208
• Bobot X P2 = (∆X23 : Σ∆X) = (-4,51580 : -0,20463) = 22,06763
• Bobot X P3 = (∆X34 : Σ∆X) = (-9,59999 : -0,20463) = 46,91286
• Bobot X P4 = (∆X45 : Σ∆X) = (13,45009 : -0,20463) = -65,72735
• Bobot X P5 = (∆X56 : Σ∆X) = (30,90198 : -0,20463) = -151,01059
• Bobot X P6 = (∆X67 : Σ∆X) = (0,95141 : -0,20463) = -4,64930
• Bobot X P7 = (∆X78 : Σ∆X) = (6,72628 : -0,20463) = -32,86973
• Bobot X P8 = (∆X89 : Σ∆X) = (-20,88005 : -0,20463) = 102,03579
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
283

• Bobot X P9 = (∆X91 : Σ∆X) = (-11,91559 : -0,20463) = 58,22861

Mencari Bobot Y
• Bobot Y P1 = (∆Y12 :Σ ∆Y) = (-22,37557 : -0,29105) = 76,87877
• Bobot Y P2 = (∆Y23 :Σ ∆Y) = (-10,03033 : -0,29105) = 34,46257
• Bobot Y P3 = (∆Y34 :Σ ∆Y) = (-33,65769 : -0,29105) = 115,64230
• Bobot Y P4 = (∆Y45 :Σ ∆Y) = (-6,64042 : -0,29105) = 22,81539
• Bobot Y P5 = (∆Y56 :Σ ∆Y) = (-2,46320 : -0,29105) = 8,46314
• Bobot Y P6 = (∆Y67 :Σ ∆Y) = ( 27,98383 : -0,29105) = -96,14785
• Bobot Y P7 = (∆Y78 :Σ ∆Y) = ( 50,55450 : -0,29105) = -173,69695
• Bobot Y P8 = (∆Y89 :Σ ∆Y) = (-2,24133 : -0,29105) = 7,70084
• Bobot Y P9 = (∆Y91 : Σ∆Y) = (-1,42085 : -0,29105) = 4,88180

Mencari Nilai Koreksi ∆X


• Koreksi ∆X1 = ∆X12 - (Σ∆X . Bobot X P1 )
= -5,32297 – (-0,20463 . 26,01208) = -0,000118
• Koreksi ∆X2 = ∆X23 - (Σ∆X . Bobot X P2 )
= -4,51580 - (-0,20463 . 22,06763) = -0,000101
• Koreksi ∆X3 = ∆X34 - (Σ∆X . Bobot X P3 )
= -9,59999 – (-0,20463 . 46,91286) = -0,000211
• Koreksi ∆X4 = ∆X45 - (Σ∆X . Bobot X P4 )
= 13,45009 – (-0,20463 . -65,72735) = 0,000302
• Koreksi ∆X5 = ∆X56 - (Σ∆X . Bobot X P5 )
= 30,90198 – (-0,20463 . -151,01059) = 0,000683
• Koreksi ∆X6 = ∆X67 - (Σ∆X . Bobot X P6 )
= 0,95141 - (-0,20463 . -4,64930) = 0,000024
• Koreksi ∆X7 = ∆X78 - (Σ∆X . Bobot X P7 )
= 6,72628 - (-0,20463 . -32,86973) = 0,000147
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
284

• Koreksi ∆X8 = ∆X89 - (Σ∆X . Bobot X P8 )


= -20,88005 - (-0,20463 . 102,03579) = -0,000466
• Koreksi ∆X9 = ∆X91 - (Σ∆X . Bobot X P9 )
= -11,91559 - (-0,20463 . 58,22861) = -0,000270
Mencari Nilai Koreksi ∆ Y

• Koreksi ∆Y1 = ∆Y12 - (Σ∆Y . Bobot Y P1 )


= -22,37557 - (-0,29105 . 76,87877) = 0,000685
• Koreksi ∆Y2 = ∆Y23 - (Σ∆Y . Bobot Y P2 )
= -10,03033 - (-0,29105 . 34,46257) = -0,000290
• Koreksi ∆Y3 = ∆Y34 - (Σ∆Y . Bobot Y P3 )
= -33,65769 - -(0,29105 . 115,64230) = -0,001106
• Koreksi ∆Y4 = ∆Y45 - (Σ∆Y . Bobot Y P4 )
= -6,64042 - (-0,29105 . 22,81539) = 0,000276
• Koreksi ∆Y5 = ∆Y56 - (Σ∆Y . Bobot Y P5 )
= -2,46320 - (-0,29105 . 8,46314) = -0,000334
• Koreksi ∆Y6 = ∆Y67 - (Σ∆Y . Bobot Y P6 )
= 27,98383 - (-0,29105 . -96,14785) = 0,000882
• Koreksi ∆Y7 = ∆Y78 - (Σ∆Y . Bobot Y P7 )
= 50,55450 - (-0,29105 . -173,69695) = 0,001537
• Koreksi ∆Y8 = ∆Y89 - (Σ∆Y . Bobot Y P8 )
= -2,24133 - (-0,29105 . 7,700840) = 0,000182
• Koreksi ∆Y9 = ∆Y91 - (Σ∆Y . Bobot Y P9 )
= -1,42085 - (-0,29105 . 4,88180) = 0,000091
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
285

Mencari Nilai Setelah Koreksi ∆X

• Setelah Koreksi ∆X1 = ∆X12 + Koreksi ∆X1


= -22,37557 + 0,000685 = -5,32309
• Setelah Koreksi ∆X2 = ∆X23 + Koreksi ∆X2
= -4,51580 + -0,000101 = -4,51590
• Setelah Koreksi ∆X3 = ∆X34 + Koreksi ∆X3
= -9,59999 + -0,000211 = -9,60020
• Setelah Koreksi ∆X4 = ∆X45 + Koreksi ∆X4
= 13,45009 + 0,000302 = 13,45039
• Setelah Koreksi ∆X5 = ∆X56 + Koreksi ∆X5
= 30,90198 + 0,000683 = 30,90267
• Setelah Koreksi ∆X6 = ∆X67 + Koreksi ∆X6
= 0,95141 + 0,000024 = 0,95143
• Setelah Koreksi ∆X7 = ∆X78 + Koreksi ∆X7
= 6,72628 + 0,000147 = 6,72643
• Setelah Koreksi ∆X8 = ∆X89 + Koreksi ∆X8
= -20,88005 + -0,000466 = -20,88052
• Setelah Koreksi ∆X9 = ∆X91 + Koreksi ∆X9
= -11,91559 + -0,000270 = -11,91586

Mencari Nilai Setelah Koreksi ∆Y


• Setelah Koreksi ∆Y1 = ∆Y12 + Koreksi ∆Y1
= -22,37557 + 0,000685 = -22,37488
• Setela h Koreksi ∆Y2 = ∆Y23 + Koreksi ∆Y2
= -10,03033 + -0,000290 = -10,03062
• Setelah Koreksi ∆Y3 = ∆Y34 + Koreksi ∆Y3
= -33,65769 + -0,001106 = -33,65880
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
286

• Setelah Koreksi ∆Y4 = ∆Y45 + Koreksi ∆Y4


= -6,64042 + 0,000276 = -6,64014
• Setelah Koreksi ∆Y5 = ∆Y56 + Koreksi ∆Y5
= -2,46320 + -0,000334 = -2,46353
• Setelah Koreksi ∆Y6 = ∆Y67 + Koreksi ∆Y6
= 27,98383 + 0,000882 = 27,98471
• Setelah Koreksi ∆Y7 = ∆Y78 + Koreksi ∆Y7
= 50,55450 + 0,001537 = 50,55603
• Setelah Koreksi ∆Y8 = ∆Y89 + Koreksi ∆Y8
= -2,24133 + 0,000182 = -2,24115
• Setelah Koreksi ∆Y9 = ∆Y91 + Koreksi ∆Y9
=-1,42085 + 0,000091 = -1,42076

C. Mencari Koordinat Dengan Metode Bowditch


TITIK 2
• X2 = X1 + Setelah Koreksi ∆X1 = 786488 + -5,32309 = 786482,68
• Y2 = Y1 + Setelah Koreksi ∆Y1 = 9240746 + -22,37488 = 9240723,62

TITIK 3
• X3 = X2 + Setelah Koreksi ∆X2 = 786482,68+ -4,51590 = 786478,16
• Y3 = Y2 + Setelah Koreksi ∆Y2 =9240723,62+ -10,03062= 9240713,59

TITIK 4
• X4 = X3 + Setelah Koreksi ∆X3 = 786478,16+-9,60020 = 786468,56
• Y4 = Y3 + Setelah Koreksi ∆Y3 =9240713,59+ -33,65880 = 9240679,94

TITIK 5
• X5 = X4 + Setelah Koreksi ∆X4 = 786468,56+ 13,45039 = 786482,06
• Y5 = Y4 + Setelah Koreksi ∆Y4 = 9240679,94+ -6,64014 = 9240673,30
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
287

TITIK 6
• X6 = X5 + Setelah Koreksi ∆X5 = 786482,06+ 30,90267 = 786512,97
• Y6 = Y5 + Setelah Koreksi ∆Y5 = 9240673,30+-2,46353 = 9240670,83

TITIK 7
• X7 = X6 + Setelah Koreksi ∆X6 = 786512,97+ 0,95143 = 786513,92
• Y7 = Y6 + Setelah Koreksi ∆Y6 = 9240670,83+ 27,98471= 9240698,82

TITIK 8
• X8 = X7 + Setelah Koreksi ∆X7 = 786513,92+ 6,72643 = 786520,64
• Y8 = Y7 + Setelah Koreksi ∆Y7 = 9240698,82+ 50,55603 = 9240749,37

TITIK 9
• X9 = X8 + Setelah Koreksi ∆X8 = 786520,64+-20,88052 = 786499,76
• Y9 = Y8 + Setelah Koreksi ∆Y8 = 9240749,37+ -2,24115 = 9240747,13

CONTROL
• X1 = X9 + Setelah Koreksi ∆X9 = 786499,76+-11,91586 = 786488
• Y1 = Y9 + Setelah Koreksi ∆Y9 = 9240747,13+ -1,42076 = 9240746

II. POLIGON TERTUTUP METODE TRANSIT


A. Syarat 1

lα akhir - α awall = Σβ - (n-2) . 180° + fβ

l96,8 – 96,8l = 1261,96667 – (9 – 2) . 180° + fß

0 = 1,96667 + fß

fß = -1,96667
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
288

Mencari β Koreksi :
• β1 = β1 + (fβ : 9) = 96,80000 + (-1,96667 : 9) = 96,58148
• β2 = β2 + (fβ : 9) = 191,07500 + (-1,96667 : 9) = 190,85648
• β3 = β3 + (fβ : 9) = 171,90000 + (-1,96667 : 9) = 171,68148
• β4 = β4 + (fβ : 9) = 100,57500 + (-1,96667 : 9) = 100,35648
• β5 = β5 + (fβ : 9) = 158,50000 + (-1,96667 : 9) = 158,28148
• β6 = β6 + (fβ : 9) = 87,60833 + (-1,96667 : 9) = 87,38981
• β7 = β7 + (fβ : 9) = 185,85000 + (-1,96667 : 9) = 185,63148
• β8 = β8 + (fβ : 9) = 88,76667 + (-1,96667 : 9) = 88,54815
• β9 = β9 + (fβ : 9) = 180,89167 + (-1,96667 : 9) = 180,67315

Mencari α Koreksi :
• α12 = α12 + β1 = 96,80000 + 96,58148 = 193,38148
• α23 = α12 + β2 = 193,38148+ 190,85648 – 180 = 204,23796
• α34 = α23 + β3 = 204,23796+ 171,68148 – 180 = 195,91944
• α45 = α34 + β4 = 195,91944+ 100,35648 – 180 = 116,27593
• α56 = α45 + β5 = 116,2759 + 158,28148 – 180 = -94,55741
• α67 = α56 + β6 = 94,55741 + 87,38981 – 180 = 1,94722
• α78 = α67 + β7 = 1,94722 + 185,63148 – 180 = 7,57870
• α89 = α78 + β8 = 7,57870 + 88,54815 – 180 = -83,87315
• α91 = α89 + β9 = -83,87315 + 180,67315 – 180 = -83,20000
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
289

B. Syarat 2

Σ∆X = Σd Sin α
Σ∆X = (23 . Sin 193,40333) + (11 . Sin 204,28167) + (35 . Sin 195,985) +
(15 . Sin 116,36333) + (31 . Sin 94,66667) + (28 . Sin 2,07833) +
(51 . Sin 7,73167) + (21 . Sin -83,698333) + (12 . Sin -83,00333)

Σ∆X = -0,20463

Σ∆Y = Σd Cos α
= (23 . Cos 193,40333) + (11 . Cos 204,28167) + (35 . Cos 195,985)
+ (15 . Sin 116,36333) + (31 . Cos 94,66667) + (28 . Cos 2,07833)
+ (51 . Cos 7,73167) + (21 . Cos -83,698333) + (12 . Cos -
83,00333)
Σ∆Y = -0,29105

Mencari Nilai Koreksi ∆ X


• Koreksi ∆X1 = (∆X12 . Σ∆X) : d1
= (-9,59999 . -0,20463): 23 = 0,04736
• Koreksi ∆X2 = (∆X23 . Σ∆X) : d2
= (6,38807 . -0,09514) : 11 = 0,08401
• Koreksi ∆X3 = (∆X34 . Σ∆X) : d3
= (-9,59999 . -0,20463) : 35 = 0,05613
• Koreksi ∆X4 = (∆X45 . Σ∆X) : d4
= (13,45009 . -0,20463) : 15 = -0,18349
• Koreksi ∆X5 = (∆X56 . Σ∆X) : d5
= (30,90198 . -0,20463) : 31 = -0,20399
• Koreksi ∆X6 = (∆X67 . Σ∆X) : d6
= (0,95141 . -0,20463) : 28 = -0,00695
• Koreksi ∆X7 = (∆X78 . Σ∆X) : d7
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
290

= (6,72628 . -0,20463) : 51 = -0,02699


• Koreksi ∆X8 = (∆X89 . Σ∆X) : d8
= (-20,88005 . -0,20463) : 21 = 0,20347
• Koreksi ∆X9 = (∆X91 . Σ∆X) : d9
= (-11,91559 . -0,20463) : 12 = 0,20320
Mencari Nilai Koreksi ∆ Y
• Koreksi ∆Y1 = (∆Y12 . Σ∆Y) : d1
= (-22,37557 . -0,29105) : 23 = 0,28315
• Koreksi ∆Y2 = (∆Y23 . Σ∆Y) : d2
= (-10,03033 . -0,29105) : 11 = 0,26540
• Koreksi ∆Y3 = (∆Y34 . Σ∆Y) : d3
= (-33,65769 . -0,29105) : 35 = 0,27989
• Koreksi ∆Y4 = (∆Y45 . Σ∆Y) : d4
= (-6,64042 . -0,29105) : 15 = 0,12885
• Koreksi ∆Y5 = (∆Y56 . Σ∆Y) : d5
= (-2,46320 . -0,29105) : 31 = 0,02313
• Koreksi ∆Y6 = (∆Y67 . Σ∆Y) : d6
= (27,98383 . -0,29105) : 28 = -0,29089
• Koreksi ∆Y7 = (∆Y78 . Σ∆Y) : d7
= (50,55450 . -0,29105) : 51 = -0,28851
• Koreksi ∆Y8 = (∆Y89 . Σ∆Y) : d8
= (-2,24133 . -0,29105) : 21 = 0.03106
• Koreksi ∆Y9 = (∆Y91 . Σ∆Y) : d9
= (-1,42085 . -0,29105) : 12 = 0,03446
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
291

Mencari Nilai Setelah Koreksi ∆X

• Setelah Koreksi ∆X1 = ∆X12 + Koreksi ∆X1


= -9,59999 + 0,04736 = -5,27561
• Setelah Koreksi ∆X2 = ∆X23 + Koreksi ∆X2
= 6,38807 + 0,08401 = -4,43179
• Setelah Koreksi ∆X3 = ∆X34 + Koreksi ∆X3
= -9,59999 + 0,05613 = -9,54386
• Setelah Koreksi ∆X4 = ∆X45 + Koreksi ∆X4
= 13,45009 + -0,18349 = 13,26660
• Setelah Koreksi ∆X5 = ∆X56 + Koreksi ∆X5
= 30,90198 + -0,20399 = 30,69800
• Setelah Koreksi ∆X6 = ∆X67 + Koreksi ∆X6
= 0,95141 + -0,00695 = 0,94445
• Setelah Koreksi ∆X7 = ∆X78 + Koreksi ∆X7
= 6,72628 + -0,02699 = 6,69929
• Setelah Koreksi ∆X8 = ∆X89 + Koreksi ∆X8
= -20,88005 + 0,20347 = -20,67658
• Setelah Koreksi ∆X9 = ∆X91 + Koreksi ∆X9
= -11,91559 + 0,20320 = -11,71239
Mencari Nilai Setelah Koreksi ∆Y

• Setelah Koreksi ∆Y1 = ∆Y12 + Koreksi ∆Y1


= -22,37557 + 0,28315 = -22,09241
• Setelah Koreksi ∆Y2 = ∆Y23 + Koreksi ∆Y2
= -10,03033 + 0,26540 = -9,76493
• Setelah Koreksi ∆Y3 = ∆Y34 + Koreksi ∆Y3
= -33,65769 + 0,27989 = -33,37780
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
292

• Setelah Koreksi ∆Y4 = ∆Y45 + Koreksi ∆Y4


= -6,64042 + 0,12885 = -6,51157
• Setelah Koreksi ∆Y5 = ∆Y56 + Koreksi ∆Y5
= -2,46320 + 0,02313 = -2,44007
• Setelah Koreksi ∆Y6 = ∆Y67 + Koreksi ∆Y6
= 27,98383 + -0,29089 = 27,69295
• Setelah Koreksi ∆Y7 = ∆Y78 + Koreksi ∆Y7
= 50,55450 + -0,28851 = 50,26598
• Setelah Koreksi ∆Y8 = ∆Y89 + Koreksi ∆Y8
= -2,24133 + 0.03106 = -2,21027
• Setelah Koreksi ∆Y9 = ∆Y91 + Koreksi ∆Y9
= -1,42085 + 0,03446 = -1,38639

C. Mencari Koordinat Dengan Metode Transit


TITIK 2
• X2 = X1 + Setelah Koreksi ∆X1 = 786488 + -5,27561 = 786482,22
• Y2 = Y1 + Setelah Koreksi ∆Y1 = 9240746 + -22,09241 = 9240723,91
TITIK 3
• X3 = X2 + Setelah Koreksi ∆X2 = 786482,22 + -4,43179 = 786472,29
• Y3 = Y2 + Setelah Koreksi ∆Y2 = 9240723,91 + -9,76493 =9240714,14
TITIK 4
• X4 = X3 + Setelah Koreksi ∆X3 = 786472,29 + -9,54386 = 786468,75
• Y4 = Y3 + Setelah Koreksi ∆Y3 = 9240714,14+ -33,37780= 9240680,76
TITIK 5
• X5 = X4 + Setelah Koreksi ∆X4 = 786468,75 + 13,26660 =786482,02
• Y5 = Y4 + Setelah Koreksi ∆Y4 = 9240680,76 + -6,51157 =9240674,25
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
293

TITIK 6
• X6 = X5 + Setelah Koreksi ∆X5 = 786482,02 + 30,69800 =786512,71
• Y6 = Y5 + Setelah Koreksi ∆Y5 = 9240674,25 +-2,44007 = 9240671,81
TITIK 7
• X7 = X6 + Setelah Koreksi ∆X6 = 786512,71 + 0,94445 =786513,66
• Y7 = Y6 + Setelah Koreksi ∆Y6 = 9240671,81+ 27,69295 =9240699,51
TITIK 8
• X8 = X7 + Setelah Koreksi ∆X7 = 786513,66+ 6,69929 =786520,36
• Y8 = Y7 + Setelah Koreksi ∆Y7 = 9240699,51+ 50,26598 =9240749,77
TITIK 9
• X9 = X8 + Setelah Koreksi ∆X8 = 786520,36+-20,67658 =786499,68
• Y9 = Y8 + Setelah Koreksi ∆Y8 = 9240749,77+ -2,21027 =9240747,56
CONTROL
• X1 = X9 + Setelah Koreksi ∆X9 = 786499,68+-11,71239 =786488
• Y1 = Y9 + Setelah Koreksi ∆Y9 =9240747,56+ -1,38639 =9240746

III. LUAS POLIGON TERTUTUP METODE SARRUS


Diketahui : X1 = 786488 Y1 = 9240746

X2 = 786482,68 Y2 = 9240723,62

X3 = 786478,16 Y3 = 9240713,59
X4 = 786468,56 Y4 = 9240679,94

X5 = 789482,06 Y5 = 9240673,30

X6 = 786512,97 Y6 = 9240670,83

X7 = 786513,92 Y7 = 9240698,82
X8 = 786520,64 Y8 = 9240749,37

X9 = 786499,76 Y9 = 9240747,13

X1’ = 786488 Y1’ = 9240746


10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
294

Ditanyakan : Luas Poligon Tertutup ?

Penyelesaian :

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X1

Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y1

2L123456789 = ? Xn . Yn+1 - ? Xn . Yn+1

= (X1.Y2) + (X2 .Y3) + (X3 .Y4) + (X4 . Y5) + (X5 .Y6) + (X6
.Y7) + (X7.Y8) + (X8.Y9) + (X9.Y1) - (Y1. X2) + (Y2
.X3) + (Y3 . X4) + (Y4 . X5) + (Y5 . X6) + (Y6 . X7) + (Y7.
X8) + (Y8.X9) + (Y9.X1)

= (786488 . 9240723,62) + (786482,68 . 9240713,59) +


(786478,16 . 9240679,94) + (786468,56 . 9240673,30) +
(786482,06 . 9240670,83) + (786512,97 . 9240698,82) +
(786513,92 . 9240749,37) + (786520,64 . 9240747,13) +
(786499,76 . 9240746) - (9240746 . 786482,68) +
(9240723,62 . 786478,16) + (9240713,59 . 786468,56) +
(9240679,94 . 786482,06) + (9240673,30 . 786512,97) +
(9240670,83 . 786513,92) + (9240698,82 . 786520,64) +
(9240749,37 . 786499,76) + (9240747,13 . 786488)

= 7,26772 . 1012 + 7,26766 . 1012 + 7,26759 . 1012 + 7,26749 .


1012 + 7,26762 . 1012 + 7,26793 . 1012 + 7,26798 . 1012 +
7,26804 . 1012 + 7,26784 . 1012 - 7,26769 . 1012 + 7,26763 .
1012 + 7,26753 . 1012 + 7,26763 . 1012 + 7,26791 . 1012 +
7,26792 . 1012 + 7,26800 . 1012 + 7,26785 . 1012 + 7,26774 .
1012
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
295

= 1,3082169 . 1013 - 1,3082168994307 . 1013

= 5693

L123456789 = (5693) / 2

= 2846,5 m2

Jadi Luas poligon tersebut adalah 2846,5 m2


10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
296

Tabel 24. Formulir pengukuran poligon 1

PENGUKURAN POLIGON

Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan No.Lembar dari


Pengukuran Poligon Tertutup Cuaca Mendung
Lokasi Gedung Olah Raga Alat Ukur T.0 Wild
Diukur Oleh Kelompok 8 Tanggal Instruktur

Titik Biasa Tinggi Bacaan Sudut Benang Benang Jarak


/ luar Alat/ Horizontal Benang (m) Ket
Ukur Biasa Patok Atas
Tengah
o ' '' Bawah o ' '' Miring Datar
Dari Ke

Sketsa :
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
297

Tabel 25. Formulir pengukuran poligon 2

PENGUKURAN POLIGON

Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan No.Lembar dari


Pengukuran Poligon Tertutup Cuaca Mendung
Lokasi Gedung Olah Raga Alat Ukur T.0 Wild
Diukur Oleh Kelompok 8 Tanggal Instruktur

Titik Biasa Tinggi Bacaan Sudut Benang Benang Jarak


/ luar Alat/ Horizontal Benang (m) Ket
Ukur Biasa Patok Atas
Tengah
o ' '' Bawah o ' '' Miring Datar
Dari Ke
6 7 B1 92 54 00 28
LB1 92 52 00
6 5 B2 180 1 00 31
LB2 180 58 00

7 8 B1 88 54 00 51
LB1 88 52 00
7 6 B2 263 18 00 28
LB2 262 46 00

8 9 B1 182 43 00 21
LB1 182 20 00
8 7 B2 271 24 00 51
LB2 271 11 00

9 1 B1 172 29 00 12
LB1 172 40 00
9 8 B2 6 26 30 21
LB2 6 26 30

Sketsa :
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
298

Tabel 26. Formulir pengukuran polygon 3

PENGUKURAN POLIGON

Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan No.Lembar dari


Pengukuran Poligon Tertutup Cuaca Mendung
Lokasi Gedung Olah Raga Alat Ukur T.0 Wild
Diukur Oleh Kelompok 8 Tanggal Instruktur

Titik Biasa Tinggi Bacaan Sudut Benang Benang Jarak


/ luar Alat/ Horizontal Benang (m) Ket
Ukur Biasa Patok Atas
Tengah
o ' '' Bawah o ' '' Miring Datar
Dari Ke
1 2 B1 268 11 00 23
LB1 268 13 00
1 9 B2 5 00 00 12
LB2 5 00 00

2 3 B1 251 45 00 11
LB1 251 49 00
2 1 B2 85 20 00 23
LB2 80 23 00

3 4 B1 263 11 00 35
LB1 263 11 00
3 2 B2 75 5 00 11
LB2 75 5 00

4 5 B1 344 7 00 15
LB1 344 6 00
4 3 B2 84 42 00 35
LB2 84 40 00

5 6 B1 357 14 00 31
LB1 357 12 00
5 4 B2 155 28 00 15
LB2 155 58 00

Sketsa : 28
7
51
6 8
87 185 88
31
21

158
180
5 9
100 191
15 171 96 12

4 1
3 2 23
35 11
N CATATAN

P8
P7 X = 786520.56
Y = 9240749.37
X = 786513.84
Y = 9240698.88 101,4

55,43 INSTITUSI
Luar Biasa 2 = 180°58' Luar Biasa 2 = 263°18' Luar Biasa 2 = 271°11'
Biasa 2 = 180°1' Biasa 2 = 262°46' Biasa 2 = 271°24'
Luar Biasa 1 = 182°20'
Biasa 1 = 182°43'

P6 Luar Biasa 1 = 92°52' β=


X = 786512.89 88
Biasa 1 = 92°54' °4
Y = 9240670.93 6'6
Biasa 1 = 88°54' °
Luar Biasa 1 = 88°52'

''
'30
41,6

°36
87
β = 185°51' MATA PELAJARAN

β=
3'30''
Luar Biasa 2 = 354°6'
Biasa 2 = 352°50'
Luar Biasa 1 = 172°40' P9
Biasa 1 = 172°29' X = 786499.70
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal

β = 180°5
Y = 9240747.13

8'
Luar Biasa 2=8°

°4
Biasa 2=8°

61,57
96
Luar Biasa 2 = 75°5'

β=
Biasa 2 = 75°5'

23,57
Luar Biasa 2 = 80°23' Luar Biasa 1=271°19'
Biasa 2 = 155°28' DI GAMBAR
Luar Biasa 2 = 155°58' Biasa 2 = 85°20' Biasa 1=271°11'
0''
4'3

β=

19

1
Luar Biasa 1 = 357°12' β= P1
'

58°3
Biasa 1 = 357°14' 54 X = 786488
1° Biasa 1 = 251°45'

0'
17 Y = 9240746
β= Luar Biasa 1 = 251°49'
P5 β= Biasa 1 = 263°11'
X = 786482.02 100 Luar Biasa 1 = 263°11'
45,4
°34
2
Y = 9240673.39 '30
''

29,
P2

56
21,
Luar Biasa 2 = 84°40' X = 786482.68
49
Biasa 2 = 84°42' Y = 9240723.65
Biasa 1 = 357°14' P3
Luar Biasa 1 = 357°12'

Gambar 274. Situasi titik -titik KDH polygon tertutup metode transit
X = 786478.17
Y = 9240713.64
69,4
1
P4
X = 786468.58
Y = 9240680.02

LEGENDA JUDUL GAMBAR

SITUASI TITIK-TITIK KDH POLYGON TERTUTUP


Azimuth
(METODE TRANSIT)
Rute Pengukuran
SKALA 1 : 200
Bacaan Sudut DIPERIKSA
Jalan
N

Arah Utara
299
CATATAN
N

P7
X = 786513.92
P8
Y = 9240698.82 X = 786520.64
Y = 9240749.37
101,4

55,43 INSTITUSI
Luar Biasa 2 = 180°58' Luar Biasa 2 = 263°18' Luar Biasa 2 = 271°11'
Biasa 2 = 180°1' Biasa 2 = 262°46' Biasa 2 = 271°24'
Luar Biasa 1 = 182°20'
Biasa 1 = 182°43'

P6 Luar Biasa 1 = 92°52' β=


Biasa 1 = 92°54' 88
X = 786512.92 °4
6'6
Y = 9240670.83 Biasa 1 = 88°54' °
Luar Biasa 1 = 88°52'

'
0'
41,6

'3
°36
87
β = 185°51'

β=
MATA PELAJARAN

3'30''
Luar Biasa 2 = 354°6'
Biasa 2 = 352°50'
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal

Luar Biasa 1 = 172°40' P9


Biasa 1 = 172°29' X = 786499.76

β =180°5
Y = 9240747.13
Luar Biasa 2=8°

8'
Biasa 2=8°

°4

61,57
96
Luar Biasa 2 = 75°5' 23,57

β=
Biasa 2 = 75°5' Luar Biasa 1=271°19'
Biasa 2 = 155°28' Luar Biasa 2 = 80°23'
Luar Biasa 2 = 155°58' 0'' Biasa 2 = 85°20' Biasa 1=271°11' DI GAMBAR
4'3

19

β = 15
β=
Luar Biasa 1 = 357°12'
Biasa 1 = 357°14' ' Biasa 1 = 251°45' P1

8°30
54

'

17 Luar Biasa 1 = 251°49' X = 786488
β= Y = 9240746
P5 β= Biasa 1 = 263°11'
X = 786482.06 100
°34 Luar Biasa 1 = 263°11'
45,42
Y = 9240673.30 '30
''

29,
P2

56
21
X = 786482.68
,49
Luar Biasa 2 = 84°40'
Biasa 2 = 84°42' Y = 9240723.62
Biasa 1 = 357°14' P3
Luar Biasa 1 = 357°12'
X = 786478.16
Y = 9240713.59
69,4
1
P4
X = 786468.56
Y = 9240679.94

JUDUL GAMBAR

Gambar 275. Situasi titik -titik KDH polygon tertutup metode bowditch
LEGENDA
SITUASI TITIK-TITIK POLYGON TERTUTUP
Azimuth (METODE BOWDITCH)
Rute Pengukuran
SKALA 1 : 200
Bacaan Sudut DIPERIKSA
Jalan
N

Arah Utara
300
CATATAN

INSTITUSI

P8

P6 P7

MATA PELAJARAN
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal

P9

DI GAMBAR
P1

P5 P2
LEGENDA
P3
Atap

Asbes Gelombang
P4
Potongan

Gambar 276. Situasi lapangan metode transit


Jalan
JUDUL GAMBAR
Rute Pengukuran

Pohon

Gedung PKM

Rumput
SITE PLAN PENGUKURAN KDH POLYGON TERTUTUP DIPERIKSA
Dak Beton (METODE BOWDITCH)

Paving Block SKALA 1 : 195


301
CATATAN

INSTITUSI

P8

P6 P7

MATA PELAJARAN
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal

P9

DI GAMBAR
P1
P5 P2
LEGENDA P3
Atap

Asbes Gelombang P4
Potongan

Gambar 277. Situasi lapangan metode bowditch


Jalan
JUDUL GAMBAR
Rute Pengukuran

Pohon

Gedung PKM

Rumput SITE PLAN PENGUKURAN KDH POLYGON TERTUTUP DIPERIKSA


Dak Beton (METODE BOWDITCH)

Paving Block SKALA 1 : 195


302
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
303

Model
Model Diagram Alir Ilmu Diagram
Ukur TanahAlir
Pertemuan ke-10
Pengukuran Kerangka
Pengukuran PoligonDasar Horizontal
Kerangka Metode Poligon
Dasar Horisontal
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Poligon

Tinjauan Visual Tinjauan Geometris

Terikat Terikat
Terbuka Tertutup Tidak Terikat
Sempurna Sebagian

Terikat :
a. Sudut Terikat Sudut Terikat Absis
b. Absis saja & Ordinat saja
c. Ordinat

Pengukuran di Lapangan :
Azimuth Biasa & Luar Koordinat Titik-Titik Basis
Biasa Sudut Jurusan Awal &
Jarak horisontal (datar) // Sudut Jurusan Akhir
bidang nivo

Kontrol Sudut
| Azimuth Akhir - Azimuth Awal | = Jumlah Sudut Beta - (n-2).180 + fB (total koreksi beta)
fB = |Azimuth Akhir - Azimuth Awal| - Jumlah Sudut Beta + (n-2).180
n = Jumlah Titik Sudut Beta

Beta Koreksi = Beta + (fB/n)


Azimuth ij = Jurusan Awal + Bo (+/- 360)
Azimuth jk = Azimuth ij + 180 (+/- 360)

Kontrol Absis
X Akhir - X Awal = Jumlah (d . sin Azimuth) + fX (total koreksi absis)
fX = X Akhir - X Awal - Jumlah (d. sin Azimuth)
Kontrol Ordinat
Y Akhir - Y Awal = Jumlah (d. cos Azimuth) + fY (total koreksi ordinat)
fY = Y Akhir - Y Awal - Jumlah (d. cos Azimuth)

Koreksi Metode Bowditch : Koreksi Metode Transit


Xj = X i + dij.sin Aij + fX.(dij/Jumlah (d)) Xj = X i + dij.sin Aij + fX.(dij.sin Aij/Jumlah(d.sin A))
Yj = Yi + dij.cos Aij + fY.(dij/Jumlah (d)) Yj = Yi + dij.cos Aij + fY.(dij.cos Aij/Jumlah(d.cos A))

Gambar 278. Model diagram alir pengukuran kerangka dasar horizontal metode poligon
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
304

RANGKUMAN
Berdasarkan uraian materi bab 10 mengenai pengukuran poligon kerangka dasar
horisontal, maka dapat disimpulkan sebagi berikut:

1. Kerangka dasar horizontal adalah sejumlah titik yang telah diketahui koordinatnya dalam
suatu sistem koordinat tertentu. Tujuan pengukuran ini ialah untuk mendapatkan
hubungan mendatar titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi.

2. Cara menentukan koordinat titik-titik KDH yang diukur :


a. Menentukan koordinat satu titik yaitu suatu pengukuran untuk suatu wilayah yang
sempit, cara ini terbagi menjadi dua metode yaitu : pengikatan kemuka dan
pengikatan kebelakang.
b. Menentukan koordinat beberapa titik yang terdiri dari beberapa metode, yaitu : Cara
poligon, Cara triangulasi, Cara trilaterasi dan Cara Kwadrilateral.

3. Poligon adalah serangkaian garis berurutan yang panjang dan arahnya telah ditentukan
dari pengukuran di lapangan. Sedangkan metode poligon adalah salah satu cara
penentuan posisi horizontal banyak titik dimana titik satu dengan lainnya dihubungkan
satu sama lain dengan pengukuran sudut dan jarak sehingga membentuk rangkaian
titik-titik (poligon).

4. Syarat pengukuran poligon adalah :


a) Mempunyai koordinat awal dan akhir,
b) Mempunyai azimuth awal dan akhir

5. Tujuan Pengukuran poligon yaitu untuk menetapkan koordinat titik-titik sudut yang
diukur.

6. Jenis – jenis pengukuran poligon dapat ditinjau dari bentuk fisik visualnya dan dari
geometriknya.

7. Peralatan yang digunakan dalam pengukuran poligon : Pesawat Theodolite, Statif,


Unting-Unting, Patok, Rambu Ukur, Payung, Meja lapangan (meja dada),Pita Ukur
(meteran). Bahan yang digunakan dalam pengukuran poligon: Formulir Ukur, Peta
wilayah study, Cat dan koas, Alat tulis, Benang dan Paku.
8. Sebelum melakukan pengukuran, sebaiknya prosedur penggunaan alat,
dan prosedur pengukuran dipahami terlebih dahulu. Dalam pengolahan
10 Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal
305

data dan penggambaran poligon KDH bias dilakukan secara manual atau
digital.
SOAL LATIHAN

Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini !

1. Jelaskan pengertian dan tujuan pengukuran poligom kerangka dasar horizontal!


2. Apa kegunaan dari pengukuran poligon?
3. Apa yag dimaksud dengan theodolit reiterasi dan theodolite repetisi dan apa
perbedaannya?
4. Bagaimana cara mengatur nivo tabung agar ketengah?

5. Diketahui : Data hasil Pengukuran Poligon Tertutup dengan titik Poligon 1 (716,50 ;
826,25) dan α 12 = 81°01∋01∋∋ = 81,016944

Bacaan Sudut Bacaan Sudut


Sudut Jarak (m)
° ∋ ∋∋ Desimal

β1 73 58 59 73,983056 d1 75,6

β2 198 0 01 198,00027 d2 69,2

β3 88 58 02 88,96722 d3 64,9

β4 121 01 59 121,03306 d4 79,7

β5 128 59 01 128,98361 d5 80,6

β6 108 0 58 108,01611 d6 100,3

Ditanyakan : Koordinat titik P2, P3, P4, P5, dan P6 dengan Metode Bowditch dan Metode
Transit, serta cari luas Poligon Tertutup dengan Metode Sarrus ?
11 Perhitungan Luas
306

11. Perhitungan Luas

Perhitungan dan informasi luas merupakan luas dengan mini komputer. Metode
salah satu informasi yang dibutuhkan pengukuran luas ada dua macam :
perencana dari hasil pengukuran lapangan. a. Diukur pada gambar situasi
Pengukuran luas ini dipergunakan untuk b. Dihitung dengan menggunakan data
berbagai kepentingan, yaitu hukum jarak dan sudut yang langsung
pertanahan, perubahan status hukum tanah, diperoleh dari pengukuran di lapangan.
pajak bumi dan lain sebagainya.
Luas yang diukur pada gambar situasi
disebut pengukuran tak langsung, karena
11.1 Metode-metode luas diperoleh secara tak langsung dengan
pengukuran menggunakan instrumen dan gambar
Luas
situasi.
Luas adalah jumlah area yang terproyeksi
pada bidang horizontal dan dikelilingi oleh Luas yang dihitung dengan menggunakan

garis-garis batas. Pekerjaan pengukuran data jarak dan sudut yang langsung

luas secara kasaran dapat diklasifikasikan diperoleh dari pengukuran dilapangan

menjadi pekerjaan studio dan pekerjaan disebut pengukuran langsung, karena luas

lapangan. diperoleh secara langsung tanpa gambar


dengan melakukan pengukuran yang
Suatu luas dapat dihitung dengan mengukur
dibutuhkan untuk menghitung luas
kertas hasil penggambaran dengan garis-
dilapangan.
garis batas yang diukur dilapangan atau
dapat juga diketahui dengan perhitungan Metode pengukuran langsung lebih tinggi

koordinat titik-titik potong garis batas. Untuk ketelitiannya bila dibandingkan dengan

mengukur luas terdapat berbagai macam pengukuran tak langsung karena lapangan

instrumen dan akhir-akhir ini dikembangkan besarnya skala gambar, harga yang

metode dimana koordinat -koordinat dari titik diperoleh dari gambar selalu kurang teliti

potong garis batas. Untuk mengukur luas dibandingkan dengan harga dari

terdapat berbagai macam instrumen dan pengukuran dilapangan.

akhir-akhir ini dikembangkan metode Selain itu, perhitungan luas dapat dilakukan
dimana koordinat-koordinat dari titik potong secara numeris analog, mekanis planimetris
batas dari gambar dimasukkan dengan dan numeris digital. Perhitungan luas secara
menggunakan plotter x-y untuk menghitung numeris analog menggunakan Metode
11 Perhitungan Luas
307

Sarrus, yaitu menggunakan koordinat- beraturan dengan jumlah segmen banyak


koordinat titik batas sebagai masukan untuk serta berjarak kecil-kecil.
perhitungan luas. Bentuk daerah yang
Perhitungan luas metode numeris digital
dihitung luas daerahnya dengan metode
relatif lebih disukai dan lebih unggul
sarrus ini haruslah beraturan dengan
dibandingkan metode numeris analog dan
segmen garis yang jelas.
metode mekanis planimetris. Tingkat akurasi
Perhitungan luas secara mekanis dan keamanan penyimpanan data pada
planimetris menggunakan suatu alat serupa numeris digital merupakan salah satu
pantograph (dibentuk dari dua buah mistar keunggulan dibandingkan metode numeris
penggaris) yang dinamakan alat planimeter. analog dan metode planimetris.
Alat planimeter ini dilengkapi dengan suatu
alat penunjuk angka yang dapat berputar 11.1.1 Penentuan luas
ketika posisi mistar-mistar planimeter ini
bergerak. Perhitungan luas dengan Yang dimaksud luas suatu daerah disini

planimeter ini harus dilengkapi pula dengan adalah proyeksi luas diatas permukaan bumi

skala peta beserta penetapan titik awal pada bidang mendatar yang dikelilingi oleh

perhitungan luas. Bentuk daerah yang akan garis-garis batas.

dihitung luasnya dengan alat planimetris ini Tergantung dari cara pengukuran dan
harus sudah disajikan dalam bentuk peta ketelitian yang dikehendaki penentuan dapat
dengan skala tertentu dan bentuknya dapat dilakukan dengan cara-cara antara lain :
tidak beraturan. a) Dengan mengunakan angka-angka

Perhitungan luas secara numeris digital koordinat.

menggunakan bantuan perangkat lunak b) Dengan cara grafis.

CAD (Computer Aided Design) dan c) Dengan cara setengah grafis.

perangkat keras komputer. Daerah yang 11.1.2 Metode pengukuran luas


akan dihitung luasnya harus sudah a. Metode diagonal dan tegak lurus
C
dimasukan ke dalam bentuk digital melalui
papan ketik (keyboard), digitizer (alat
digitasi) atau scanner. Koordinat batas- b
h
a

batas daerah yang akan masuk ke dalam


memori komputer dan diolah secara digital
A c B
ini dapat berbentuk beraturan dengan
jumlah segmen terbatas atau tidak Gambar 279. metode diagonal dan tegak lurus
11 Perhitungan Luas
308

Bila pada suatu segitiga dasarnya = c, = 4,226


tingginya = h dan luasnya = s, maka Log s = 2,1131
2
1 s = 129,76 m
s = cb
2
c. Metode trapesium
Apabila sudut A antara sisi b dan c
diketahui, maka : Bila batas atas dan batas bawah trapesium
1 masing-masing adalah b1 dan b2 tingginya
s= ch sin A
2 (h) dan panjang garis lurus yang
menghubungkan titik tengah kedua sisi (b1),
b. Metode pembagian segitiga
maka luasnya adalah :

Bila sisi suatu segitiga adalah a, b, c maka 1


S = 1 b1 h + 1 b 2 h = h(b1 + b2 ) = bh
luasnya adalah :
2 2 2
b1 + b2
Dimana b=
s = s( s − a )( s − b )( s − c ) ,dimana 2
1
s= (a + b + c )
2

Metode pembagian segitiga digunakan


sebagai metode lapangan dan dalam hal ini
sering digunakan perhitungan logaritmis
sebagai berikut :
Gambar 280. metode trapesium
2 log s = log s + log (s-a) + log (s-b)
+ log (s-c) d. Metode offset

Contoh Soal Metode ini sering digunakan baik di


Bila pada suatu segitiga panjang sisi-sisinya lapangan maupun di studio. Dalam metode
adalah 20, 15 dan 18, maka: ini, panjang-panjang offset dari suatu garis
1 lurus tertentu diukur dan areal-areal yang
s= ( a + b + c ) = 26,5 m
2 dibatasi masing-masing offset dihitung
sebagai trapesium.
s − a = 6 ,5 m
s − b = 11,5m Offset dengan intervalnya tidak tetap :
s − c = 8 ,5 m Pada gambar berikut terdapat offset-offset
y 1, y2, y 3, y4 dan y5 dan intervalnya masing-
2 log s = 1,432+ 0,8129+ 1,0607+ 0,9294
masing adalah d1, d2, d3 dan d4. Untuk
11 Perhitungan Luas
309

menyederhanakannya ditentukan S1 = d1 , i= n
= l ∑ h1
S2 = d1 + d2 , S3 = d2 + d3 , S4 = d3 + d4 , S5
i =1
= d4.

Hal ini bisa ditulis sebagai persamaan


umum berikut :

1
A= ( S1 y1 + S 2 y 2 + S 3 y 3 + .......+ S n y n )
2

Gambar 282. offset sentral

f. Metoda simpson

Metoda simpson digunakan dalam keadaan


apabila batasnya merupakan lengkung yang
merata.
Gambar 281. offset dengan interval tidak tetap
e c

Offset dengan interval yang sama :


d
Metode ini sering digunakan untuk
mengukur panjang sisi pada gambar. Disini A1

Y0 Y1 Y2
d1 = d2 = d3 = d4, jadi :
I I
a b
A = {( y1 + y 2 ) + 2 y 2 + 2 y3 + 2 y 4 }
d 2I
2

y + y  Gambar 283. metoda simpson


A = d  1 2 + y 2 + y3 + y4 
 2 
Offset ditempatkan pada interval yang
Persamaan umumnya menjadi :
sama. Biasanya perhitungan dibuat dengan
 y + y2 
A = d 1 + y2 + y3 ..........+ y n−1  menganggap lengkung sebagai parabola.
 2 

e. Metode offset pusat Dengan anggapan ini terdapat cara-cara


sebagai berikut :
Seperti yang tertera pada gambar berikut,
Cara 1/3 Simpson,
apabila offset dapat ditempatkan pada titik-
Maksud dari 1/3 simpson adalah 2 bagian
titik pusat, perhitungannya menjadi mudah.
yang dianggap 1 set.
A = lh1 + lh 2 + lh 3 + lh 4 ....... + lh9
Luas A1 = (trapesium abcd + parabola cde)
= l ( h1 + h2 + h3 ...... + h9
11 Perhitungan Luas
310

 y + y1  2  y + y2  Apabila n bukan merupakan kelipatan,


= 21x 0  +  y1 − 0  x 21
 2  3  2  bagian terakhir dihitung dengan cara
1
= {3( y 0 + y 2 ) + 4 y1 − 2 y 0 − 2 y 2 } pertama Simpson atau dengan metode
3
trapesium.
= ( y 0 + 4 y1 + y 2 )
1
3
g. Metode jarak meridian ganda
Apabila terdapat banyak offset, secara
Untuk mengetahui luas bentuk jaring-jaring
umum luas total A adalah
polygon (jaring-jaring tertutup), digunakan
1
{y0 + yn + 4( y2 + y4 + y6... + yn−1) + 2(y3 + y5... + yn−2)} dua kali panjang garis-garis tegak lurus dari
3
titik tengah masing-masing garis
Cara 3/8 Simpson,
pengukuran ke garis batas (axis ordinat)
Maksud dari 3/8 simpson adalah tiga bagian
yaitu garis bujur ganda. Metode inilah yang
dianggap satu set.
dinamakan metode jarak meridian ganda.

Pada gambar berikut ini, luas A1 adalah :


Luas polygon merupakan ? {(garis lintang
A1 = (trapesium abcd) + (parabola cdf)
tiap garis pengukuran) x (garis bujur garis
pengukuran)}.

? merupakan jumlah aljabar harga-harga


perkalian garis lintang dan garis bujur garis
pengukuran dengan tanda yang diubah.
Untuk mempermudah perhitungan, maka
bagian kiri dan kanan dari persamaan
tersebut dikali dua.

Luas ganda polygon = ? {(garis lintang tiap


garis pengukuran) x (garis bujur ganda garis
Gambar 284. metoda 3/8 simpson
pengukuran)}. Dalam hal ini biasanya garis
Sehingga luas Ai dapat diperoleh melalui
lintang ke arah N dihitung dengan tanda
penurunan persamaan berikut ini :
plus dan ke arah S dengan tanda minus.
 y + y3  3  y1 + y 2 y 0 + y 3 
=  31 x 0 +  − 31
 2  4 2 2 
3
= 1{4( y0 + y3 ) + 5( y1 + y 2 − y0 − y3 )}
8
= 1( y0 + 3 y2 + y3 )
3
8
11 Perhitungan Luas
311

D'

O' D
O'
C C F

N' N
B' B
M' M

S H
(A)

N
D
D'
G

C A'
C'
F
B B' B
S'
E (b)
A'

Gambar 285. garis bujur ganda pada polig+on


metode koordinat tegak lurus
11 Perhitungan Luas
312

Contoh Soal
S = ( ABB1 A1) + ( BCC1B1 ) + (CDD1C1) − ( AEC1 A1)
Berdasarkan gambar di atas diperoleh data − (EDE1C1).
seperti pada tabel berikut ini.
( x2 − x1 )( y 2 + y1 ) + (x 3 − x2 )( y3 + y 2 ) 
1 
+ (x 4 − x3 )( y 4 + y3 ) − ( x5 − x1)( y5 + y1 )
Tabel 27. Contoh perhitungan garis bujur ganda
S=
2 
Garis Garis Simpang Garis Bujur − (x 4 − x5 )( y 4 + y5 ) 
Pengukuran Lintang (m) Timur (m) Ganda (m)
AB +32,38 +16,28 16,28
1  x 2 y1 − x1 y2 + x3 y2 − x2 y3 + x4 y3 − x3 y4 + x5 y4 
BC +8,21 +33,21 65,77
=  
CD -16,93 +14,95 113,93 2  − x 4 y5 + x1 y5 − x5 y1 
DE -21,12 -6,33 122,55
EF -35,06 -18,75 97,47

1 x1 ( y5 − y2 ) + x 2 ( y1 − y3 ) + x3 ( y 2 − y4 )
FG -11,22 -29,46 49,26
GA +43,74 -9,90 9,90
=  
2 + x4 ( y 3 − y5 ) + x5 ( y4 − y1 ) 
Hitunglah luas daerah tersebut dengan
metoda garis bujur ganda. Apabila garis-garis tegak lurusnya

Penyelesaian : digambarkan terhadap sumbu y dari

Luas Ganda ( + ) = 1500,144 masing-masing titik pengukuran, maka :

1  y ( x − x ) + y 2 ( x3 − x1 ) + y3 ( x4 − x2 )
Luas Ganda ( - ) = - 8487,086
S=  1 2 5 
Sehingga luas sesungguhnya, 2 + y4 (x5 − x3 ) + y5 ( x1 − x4 ) 
A = (8487,086 - 1500,144) : 2 = 3493,471 m 2 Persamaan umumnya menjadi :
1
( X n + Yn+1 )(Yn−Yn +1 )
2 n∑
S=
h. Menghitung luas dengan koordinat =1, 2,..

tegak lurus
∑ (Yn+1 − Yn )(X n + X n +1 )
1
atau
2 n=1, 2 ,...

∑ (X n ⋅ Yn +1 − X n+1 ⋅ Yn )
1
atau
2 n=1, 2,...

Persamaan manapun dapat dipakai dan


karena luas suatu areal itu selalu positif,
apabila hasilnya ternyata negatif dapat
dianggap sebagai positif (jadi diambil harga
mutlaknya).
Gambar 286. metode koordinat tegak lurus
i. Metode kisi -kisi
Seperti tertera pada gambar 286, garis-garis
Pada lembar kertas kalkir atau plastik
tegak lurus digambarkan dari masing-
transparan digambarkan garis-garis
masing titik pengukuran ke sumbu X.
memanjang dan melintang (kisi-kisi) pada
Apabila koordinat masing-masing titik
interval tertentu dan ditempatkan di atas
diketahui (lihat gambar), luas total S adalah :
11 Perhitungan Luas
313

gambar untuk menghitung jumlah petakan k. Metode pengukuran luas dengan


yang berada di dalam garis-garis batas. planimeter
Apabila garis batas memotong petakan-
Planimeter adalah instrumen pengukuran
petakan maka bagian-bagiannya harus
luas yang dilengkapi dengan ujung pelacak
dibaca secara proposional.
untuk mengukur luas suatu areal pada peta.
Adapun caranya adalah dengan menelusuri
garis batas areal tersebut dengan ujung
pelacak instrumen tersebut. Pada instrumen
tersebut terdapat sebuah roda yang dapat
berputar bersamaan dengan gerakan dari
ujung pelacak. Dari jumlah put aran yang
diperoleh dikalikan dengan konstanta
Gambar 287. metode kisi-kisi
tertentu, maka dengan mudah dapat
j. Metode lajur
diketahui luas areal tersebut.
Pada lembar kertas kalkir atau plastik
Planimeter yang pada saat ini banyak
transparan digambarkan garis-garis dengan
digunakan adalah planimeter tipe kutub.
interval tertentu d dan kemudian
Instrumen tipe ini mempunyai ujung jarum
ditempatkan di atas gambar yang diukur
tetap dan tangkai pelacak yang dilengkapi
luasnya untuk menghitung panjang garis
dengan ujung pelacak yang berfungsi
tengah (l) dari pada masing-masing lajur
memindahkan gerakan ujung pelacak ke
yang dikelilingi garis-garis batas. Luas tiap
sebuah roda di ujung lainnya. Gerakannya
jalur adalah dl, jadi luas total adalah jumlah
dibaca pada suatu cakra dan gerakan halus
dari masing-masing luas.
yang lebih kecil dari satu graduasi roda
l
dibaca pada suatu vernir (V1). Roda dapat
diusahakan bergerak lambat dengan
d menggunakan sekrup gerak lambat. Apabila
klem-klemnya dikendorkan akan
menggelincir pada tangkai pelacak dan
dapat dicocokan ke posisi yang diinginkan.

Posisi vernir lainnya (V2) ditentukan sesuai


dengan skala gambar, guna menentukan
konstanta pengali untuk satu putaran roda.
Gambar 288. metode lajur
11 Perhitungan Luas
314

Ujung lain dari tangkai jarum dengan ujung Macam-macam Planimeter,


jarum tetap dihubungkan oleh suatu poros
Planimeter di lapangan terbagi atas dua
dengan ujung roda yang terjauh dan
macam, yaitu : (1) Planimeter Fixed Index
membentuk ujung tetap yang dapat berputar
Model (Model Tetap), (2) Planimeter Sliding
bebas sesuai dengan gerakan ujung
Bar Model (Model disetel).
pelacak.
1. Planimeter Fixed Index Model (Model
Harga planimeter kutub relatif murah dan
2
Tetap).
kebanyakan mencakup 5 sampai 10 mm
dengan pembacaan minimum satu (1 Planimeter fixed index model merupakan

graduasi vernir). Ada juga planimeter kutub planimeter yang tracer larmnya tidak dapat

ganda yang sering digunakan untuk disetel, juga pembacaan pada tracer arm

menghitung luas potongan melintang dan tidak ada. Konstruksi dari model ini terdiri

planimeter tepi piringan yang mahal yang dari :

kualitasnya agak lebih baik dan pembacaan a. Planimeter yang dilengkapi zero setting.
2
minimum 2 – 5 mm . b. Planimeter yang tidak dilengkapi dengan
zero setting.

Bagian-bagian dari Planimeter fixed index


model, terdiri dari :

Gambar 289. planimeter fixed index model


11 Perhitungan Luas
315

Nama-nama Bagian : a. Trace arm yang dilengkapi dengan zero


1. Pole weight (pemberat katup)
setting
2. Pole arm (batang katup)
3. Tracer arm (batang penelusur) b. Trace arm yang tidak dilengkapi zero
4. Tracer magnifier (lensa penelusur)
setting
5. Zero seitting (penyetel nol)
6. Recording dial (roda pencatat)
Pada tempat penyimpanan alat ini, terdapat
7. Measuring wheel (nonius roda
pembaca) satu daftar. Daftar ini sangat penting sekali
jika kita akan menggunakan alat ini untuk
2. Planimeter Sliding Bar Model (Model
pekerjaan menentukan luas. Daftar tersebut
disetel)
setiap planimeter berlainan.
Planimeter sliding bar model adalah
Seandainya daftar tersebut tidak ada,
planimeter yang dilengkapi dengan
terlebih dahulu kita tentu akan membuatnya
pembacaan pada trace arm.
terlebih dahulu. Menurut bentuknya dan
Trace arm dapat disetel sesuai dengan konstruksinya planimeter sliding bar model
penggunaannya yang tergantung pada skala ini terbagi atas dua macam.
gambar/figure. Sama halnya dengan
a. Sliding bar mode dengan skrup
planimeter fixed index model, sliding bar
penghalus
model ini konstruksinya terbagi dua macam,
yaitu :

Gambar 290. sliding bar mode dengan skrup


Penghalus
11 Perhitungan Luas
316

Pada alat sliding yang pertama, dilengkapi 9. Fine movement screw (roda pencatat)
dengan pembacaan pada tracer fine 10. Measuring wheel (roda pengukur)
movement screw, sehingga sewaktu 11. Measuring wheel vernier (nonius roda
menyetel bacaan pada tracer arm akan lebih pengukur)
mudah. 12. Zero setting (penyetel roda)
13. Carriage (pembawa)
Planimeter polar kompensasi, terdiri dari
beberapa bagian, antara lain :
b. Sliding bar model tanpa skrup
1. Pole weight (pemberat katup) penghalus
2. Pole arm (batang katup)
Pada alat macam kedua, tracer armnya
3. Tracing magnifier (pembesar penelusur)
langsung saja disetel, jadi alat ini tidak ada
4. Tracing arm (batang penelusur)
fine movement screw.
5. Tracer arm vernier (nonius batang
penelusur) Bagian-bagian dari macam kedua, antara
6. Idler wheel (penahan roda) lain :
7. Clamp screw (skrup pengikat) 1. Pole weight (pemberat katup)
8. Fine movement screw (skrup penggerak 2. Pole arm (batang katup)
halus)

Gambar 291. sliding bar mode tanpa skrup


penghalus
11 Perhitungan Luas
317

3. Tracing magnifier (pembesar pengukuran dengan skala pada


penelusur), dapat diganti dengan tracing peta/figure).
pin c. Keraskan skrup pengikat/ clamp screw.
4. Tracing arm (batang penelusur) d. Tepatkan bacaan dengan memutar
5. Tracer arm vernier (nonius batang fine movement screw.
penelusur)) e. Keraskan skrup pengikat.
6. Clamp screw (skrup pengikat) f. Baca dan catat hasil bacaan.
7. Recording dial (alat pencatat)
4. Hasil pengamatan
8. Measuring wheel (roda pengukur)
9. Measuring wheel vernier (nonius roda
pengukur)
10. Zero setting (penyetel roda)

Bacaan ∆= 0.6
Penyetelan dan pembacaan/ nonius pada
trace arm.

Prosedur penyetelan dan pembacaan pada


trace arm adalah sebagai berikut :

1. Alat-alat
a. Planimeter sliding bar model.
b. Buku catatan dan alat-alat tulis.
2. Persiapan
Gambar 292. Pembacaan nonius model 1 dan 2
a. Periksa dan teliti alat yang akan
digunakan. Model 1
b. Perhatikan daftar yang ada dalam Hasil bacaan = 146 + 0,6 (dihitung pada
kotak. garis nonius yang
3. Langkah kerja berimpit)
a. Longgarkan seluruh skrup-skrup Hasil Bacaan = 146 + 0,6 = 146,6
pengikat (skrup pengikat ini ada dua Model 2
atau satu saja). Hasil bacaan = 139 + 0,8 (dihitung pada
b. Setel nonius pada bacaan satuan, garis nonius yang
sesuai dengan daftar dalam box berimpit)
(bacaan dalam box itu disesuaikan Hasil Bacaan = 139 + 0,8 = 139,8
pula nantinya waktu pengerjaan
11 Perhitungan Luas
318

Pembacaan roda pengukur, h. Baca bacaan pada roda pengukur.


Bacaan disini terdapat dua bacaan,
Prosedur pembacaan roda pengukuran
yaitu :
dapat sebagai berikut :
- Bacaan measuring wheel
1. Alat-alat (misalnya MW = 100).
a. Planimeter sliding bar model. - Bacaan measuring wheel vernier
b. Buku catatan dan alat tulis. (misalnya MWV = 3).

2. Persiapan i. Jumlahkan hasil bacaan. Hasil tersebut

a. Periksa dan teliti alat yang akan merupakaan bacaan yang sebenarnya.

digunakan. Misalnya : BD = 1000

b. Perhatikan daftar yang ada dalam MW = 100

kotak. MWV = 3
1103
3. Langkah kerja
Format daftar penggunaan planimeter.
a. Letakan figure betul-betul datar diatas
4. Gambar kerja
meja.
MEASURING LEVEL RECORDING DIAL (RD)
b. Letakan pemberat/pole weight diluar
figure dan tracing magnifier kira-kira
5
6 4
ditengah figure yang mana tracing arm 3

7 3
0
dan pole weight membuat sudut ± 90 10
2 8 2
5 9 1
c. Garis batas figure dicoba ditelusuri. 0
0
1
d. Tracing magnifier/tracing pen diletakan
pada titik yang ditentukan (titik awal).
Gambar 293. bacaan roda pengukur
e. Tekan zero setting untuk menolkan
bacaan.
f. Telusuri garis batas figure dari titik
yang ditentukan perlahan-lahan
sampai kembali ke titik yang ditentukan
perlahan-lahan sampai kembali ke titik
yang ditentukan itu (gerakan searah
jarum jam).
g. Baca bacaan pada jarum
penunjuk/recording dial dan catat
(misalnya RD = 1000).
11 Perhitungan Luas
319

Tabel 28. format daftar planimeter tipe 1

Value of vernier unit


Scales Setting of Area of circle
Planimeter Relative Absolute constanta
1:M tracer arm of test ruler
V1 : M V1 : 1
Type : 30115 1 : 100 200.00 10 m2 10 mm2 23853 10002 mm2
1 : 500 159.70 2 m2 8 mm2
2
No. 142739 1 : 2500 127,40 40 m 6,4 m2
1 : 2000 99,20 20 m2 5 m2
2
1 : 5000 79,00 100 m 4 m2

Keterangan : 4. Konstanta = 23853 (kolom 6),ini untuk


Misalnya skala peta yang dicari luasnya mencari luas peta/figure, harga konstan
skala 1 : 500 (kolom 2). berlaku untuk setiap skala.
1. Posisi tracer arm (batang penelusur) 5. Luas lingkaran dari test ruler atau
= 159,70 (kolom 3) checking bar (batang pengecek) =
2 2
2. Satuan nonius = 2 m (kolom 4), ini 10002 m , ini untuk mengecek ketelitian
untuk mencari luas lokasi melalui planimeter dan juga untuk mencari
gambar di kertas. satuan nonius.
3. Kalau diperlukan untuk mencari luas
figura/peta di dalam gambar saja, maka
2
satuan nonius = 8 m (kolom 5).

Tabel 29. format daftar planimeter tipe 2

Position of vernier Value of the vernier


Scales on the tracer arm unit on the measuring constanta
roler
10 10 mm2
1 : 1000
148,6 m2
0,4 10 mm2
1 : 200
m2
20 8,8 mm2
1 : 1500 130,1 2 23077
m
23577
1 : 1500 2 m2 8 mm2
24236
115,2 0,5 8 mm2
1 : 250 2
m
1 : 400 86,0 1 m2 6,25 mm2
2
1 : 1000 65,1 5m 5 mm2
1 : 500 47,9 1 m2 4 mm2
11 Perhitungan Luas
320

Keterangan : 2. Langkah Kerja


1. Untuk skala1 : 1000 dan 1 : 200 posisi a. Siapkan peta dan letakkan betul-betul
tracer arm adalah sama yaitu = 14,8 rata diatas meja/ papan.
hanya satuan nonius yang tidak sama. b. Setel tracer arm sesuai dengan skala
Untuk 1 : 1000 satuan nonius (vernier) peta dan tabel dalam kotak planimeter.
2
= 10 m (kolom 3) Misalnya skala peta = 1 : 1000
2
Untuk 1 : 200 satuan nonius = 0,4 m Posisi tracer arm = 200 (ini pada
(kolom 3) setiap planimeter berlainan).
2. Untuk skala 1 : 1000 posisi tracer arm c. Check ketelitian planimeter dengan
= 148,6 dapat juga di setel = 65,1 (lihat checking bar.
baris 7). d. Letakkan pemberat (pole weight) di
Jika skala 1 : 1000 dengan posisi luar figure (dan antara pole arm
0
tracer arm = 148,6 satuan nonius = 10 dengan tracer arm berbentuk ± 90 ).
2
m. e. Tandai titik permulaan (awal) dimana
Jika skala 1 : 1000 dengan posisi tracler magnifer akan mulai menelusuri
2
tracer arm= 65,1 satuan nonius = 5 m . figure.
3. Penggunaan kolom lainnya sama f. Telusuri batas figure perlahan-lahan
seperti pada contoh I. searah jarum jam, sampai kembali
tepat pada titik awal.
Pengukuran peta (figure) dengan
g. Baca dan catat hasil bacaan, misalnya:
planimeter sliding bar model yang
Recording dial RD = 1000
dilengkapi zero setting (pole weight
Measuring wheel MW = 740
diluar figure).
Measuring Wheel Vernier = 9
Prosedur pengukuran peta (figure) dengan = 1749
planimeter sliding bar model yang dilengkapi
2
h. Satuan nonius = 10 mm
zero setting (pole weight diluar figure),
i. Luas dengan plancimeter = 1749 x 10
sebagai berikut :
2 2
m =17490 m .
1. Alat-alat
Jika ingin dibuktikan ketelitian dari
a. Planimeter sliding model dengan zero
pengukuran luasnya dengan matematika.
setting.
b. Figure dengan skala tertentu. 150 + 200
Luas = x 100 x 1 m2 = 17500 m2
c. Meja/ papan datar. 2
2 2 2
Selisih 17500 m – 17400 m = 10 m
11 Perhitungan Luas
321

Dalam pengamatan ini ketelitian sangat 1. Mengecek ketelitian planimeter dengan


tergantung dari : checking bar.
1. Keampuhan alat tersebut. 2. Pengukuran dua atau tiga kali
2. Ketelitian pengoperasian planimeter. kemudian hasilnya dirata-rata.
3. Mengecek keadaan planimeter,sekrup-
Dalam pengukuran luas sebenarnya, sekrup dan sebagainya.
karena bentuk yang diukur tidak 4. Meja benar-benar mendatar.
beraturan, maka tidaklah dicari luasnya
dengan matematika cukup dengan :

POLE WEIGHT

POSISI 1

TITIK AWAL

POSISI II

90°

Gambar 294. penempatan planimeter


Jika luas peta dicari,
2 2
Setelah melakukan pengamatan, hasil = 1749 x 10 mm = 17490 mm
bacaan masukan dalam gambar kerja
dengan memuat hal-hal berikut :
1. No.Planimeter
2. Skala Gambar
3. Satuan nonius (untuk luas persil)
4. Satuan nonius (untuk luas peta)

Gambar 295. gambar kerja


Contoh Soal
Hasil bacaan = 1749
Luas persil (tanah),
2 2
= 1749 x 10 m = 17490 m
11 Perhitungan Luas
322

Pengukuran peta (figure) dengan h. Gerakan tracer magnifer perlahan-


planimeter sliding bar model yang tidak lahan searah jarum jam menelusuri
dilengkapi zero setting (pole batas figure sampai kembali ke titik
weight/diluar kutub). awal.
i. Catat hasil bacaan kedua,misalnya :
Prosedur pengukuran peta (figure) dengan
3245 ... (bacaan II).
planimeter sliding bar model yang tidak
j. Hasil bacaan yang sebenarnya adalah
dilengkapi zero setting (pole weight/diluar
: 3245 - 1424 = 1821 atau dengan kata
kutub), adalah sebagai berikut :
lain,
1. Alat-alat bacaan II – Bacaan I = hasil bacaan
a. Planimeter sliding bar model tanpa sebenarnya.
zero setting. k. Lihat satuan nonius pada box
b. Peta (figure). 2
planimeter, misalnya = 2, 55 m .
c. Meja kerja datar. 2
l. Luas situasi (daerah) = 1821 x 2,55 m
d. Catatan + alat tulis. atau luas = (bacaan II – Bacaan I) x

2. Langkah Kerja satuan nonius.

a. Taruhlah peta betul-betul mendatar Kalau dicari luas peta (gambar) maka
diatas meja. luas bacaan x satuan nonius (lihat kolom
b. Setel tractor arm vernier sesuai 5 pada contoh daftar planimeter 1). Luas
dengan skala, misalnya untuk 2
peta = 1821 x 8 mm .
planimeter nomor .... dengan skala 1
: 500 adalah 159,70. C

c. Tempatkan planimeter, dimana pole


weight berada diluar figure.
69
,93

d. Coba telusuri grafis batas figure.


3m
96 m

e. Tandai titik awal sebagai tempat


40,5

tracing magnifer mulai bergerak.


f. Tempatkan tracer magnifer perlahan-
lahan searah jarum jam menelusuri
A
batas figure sampai kembali ke titik
awal. B

g. Catat hasil bacaan kedua, misalnya


Gambar 296. gambar pengukuran peta dengan
1424 ... (bacaan I). planimeter sliding bar model yang tidak dilengkapi zero
setting (pole weight/diluar kutub).
11 Perhitungan Luas
323

Keterangan yang harus tercantum dalam Perlu diperhatikan hasil pekerjaan ini
gambar kerja, didapat dua macam hasil bacaan, yaitu :
Skala gambar = .........
1. Hasil bacaan positif
NO Planimeter = .........
Posisi tracer arm = ......... Didapat apabila luas figure lebih besar dari

Satuan nonius = ......... lingkaran dasar/konstanta. Gerakan jarum

Bacaan awal (I) = 1278 dari 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan seterusnya.

Bacaan akhir (II) = 1843


BATAS FIGURE

Hasil bacaan = bacaan II – bacaan I


LINGKARAN DASAR

= 1843 – 1278
= 565 PEMBERAT (POLE WEIGHT)

Luas = hasil bacaan x satuan nonius


2 2
= 565 x 2 m = 1130 m
TRACING MAGNIFIER

Gambar 297. hasil bacaan positif


Penggunaan planimeter dengan pole
weight berada didalam figure. Langkah kerja,
a. Telusuri terlebih dahulu pinggiran figure
Pekerjaan ini dilakukan apabila luas peta
dan lihat jarum pengukur, bila gerakan
yang akan dicari luasnya itu mempunyai
jarum pengukur mulai dari 1, 2, ,3 ,
ukuran besar. Sebenarnya dapat juga diukur
4, 5 dan seterusnya, maka bacaannnya
dengan cara membagi-bagi peta tersebut
adalah bacaan positif dan gerakan
menjadi bagian-bagian kecil. Kemudian
dinamakan gerakan positif.
hasilnya masing-masing bagian itu
b. Letakan tracing magnifier pada titik yang
dijumlahkan. Tetapi dalam pekerjaan ini
ditandai pada pinggiran figure yang
diperlukan harga konstan. Yang dimaksud
akan ditelusuri.
dengan harga konstan adalah lingkaran
c. Bacaan pada roda pengukur dinolkan.
dasar dengan jari-jari batang kutub lingkaran
d. Telusuri pinggiran figure perlahan-lahan
tersebut didapat waktu pen penelusur
sampai kembali ke titik awal.
menelususri pinggiran figur yang diukur.
e. Baca dan catat hasil bacaan pada roda
Konstanta dinyatakan dengan nonious yang
pengukur.
dapat dilihat dalam kotak planimeter bagian
f. Bacaan akhir = konstanta + bacaan
konstanta (ditetapkan oleh pabrik).
11 Perhitungan Luas
324

g. Luas figure = (konstanta + bacaan) e. Baca dan catat hasil bacaan.


x satuan nonius f. Hasil bacaan = 10.000 bacaan.
g. Bacaan akhir = konstanta – hasil
2. Hasil bacaan negatif
bacaan
Didapat apabila luas figure lebih kecil dari h. Luas figure (konstanta – hasil bacaan ) x
lingkaran dasar/konstanta. Gerakan jarum satuan nonius.
dari 0, 9, 8, 7, 6, 5 dan seterusnya.
Pada langkah kerja yang diuraikan
Langkah kerja, diatas, keadaan planimeter sudah
a. Coba dahulu telusuri pinggiran figure keadaan siap untuk digunakan (nonius
dan perhatikan jarum pengukur.bila pada tracer arm sudah disetel sesuai
gerakan jarum pengukur mulai dari 0, 9, dengan skala).
8, 7, 6, 5 dan seterusnya,maka bacaan Contoh Soal
yang didapat adalah bacaan negatif dan
Suatu peta (figure) bentuk bujur sangkar
gerakannya dikatakan negatif.
berukuran 500 x 500 m dengan skala 1 :
b. Letakan tracing magnifer pada titik yang
1000. Hitunglah luas figure (peta) dengan
telah ditandai pada pinggiran figure
menggunakan planimeter dan dengan
yang akan ditelusuri.
matematika.

LINGKARAN DASAR
(BASED CIRCLE)

BATAS FIGURE

PEMBERAT (POLE WEIGHT)

TRACING MAGNIFIER

Gambar 298. hasil bacaan negatif

c. Bacaan jarum pengukur dinolkan.


d. Telusuri pinggiran figure perlahan-lahan
sampai kembali ketitik awal.
11 Perhitungan Luas
325

Penyelesaian : 6. Tandai titik awal.


Langkah kerja menggunakan planimeter : 7. Tempatkan pen penelusur (tracing
1. Sebelum pengukuran catat dari daftar, magnifier) tepat pada titik awal,
hal–hal yang perlu dipergunakan untuk sementara itu nolkan bacaan dengan
menghitung luas. penyetel nol.
Planimeter No.142705 8. Gerakan tracing magnifer perlahan-
Harga konstan 23844 lahan searah jarum jam (clock wise)
Skala 1 : 1000 sampai kembali ke titik awal.
Posisi tracer arm = 200.00 9. Baca pada unit pengukur = 1157
2
Satuan nonius = 10 m Harga konstan = 23844
2. Tempatkan peta pada tempat (papan) Hasil bacaan = 25001
2
benar-benar rata-rata. 10. Luas peta = 25001 x 10 m
2
3. Setel batang penelusur (tracer arm) = 250010 m
sesuai tabel = 200.00 11. Luas berdasarkan matematika
2
4. Tempatkan planimeter dengan L = 500 x 500 = 250000 m
pemberat katup (pole weight) di dalam 12. Selisih luas = 250010 – 250000
2
peta. = 10 m
5. Telusuri peta percobaan, apakah batas
Keterangan :
peta dapat ditelusuri semua, dan lihat
Bila dicari luas peta sesungguhnya (luas
gerakan jarum (terutama pada waktu
gambar), maka luas peta sesungguhnya :
akan kembali ke titik awal) disini
Luas = Hasil bacaan x satuan nonius
gerakan dari 0,1,2,3,4 dan seterusnya, 2
(mm )
jadi gerakannya adalah positif. 2 2
= 25001 x 10 mm = 250010 mm

BATAS FIGURE

LINGKARAN DASAR

PEMBERAT (POLE WEIGHT)

TRACING MAGNIFIER

Gambar 299. pengukuran luas peta pole weight (pemberat kutup) di dalam peta
11 Perhitungan Luas
326

Keterangan : 8. Baca pada unit pengukur misalnya =


Harga lingkaran dasar (based circle) sama 7167.
dengan constante dapat dilihat pada tabel 9. Karena gerakan (hasil) negatif, maka :
dan harga konstan setiap planimeter tidak 10. Bacaan = 10.000 – 7167 = 2833.
sama, tergantung dari pengecekan pabrik. 11. Harga konstan pada daftar 23077
12. Hasil bacaan = harga konstan –
Contoh Soal bacaan
Suatu peta (figure) bentuk bujur sangkar 13. Satuan nonius pada daftar untuk skala
2
berukuran 450 x 450 m dengan skala 1 : 1 : 1000 = 10 m
2
1000. hitunglah luas figure (peta) dengan 14. Luas peta = 20224 x 10 m
2
menggunakan planimeter dan dengan = 202440 m
matematika (sebagai koreksi).
Keterangan :
Penyelesaian, Untuk menghasilkan bacaan yang teliti
Langkah kerja menggunakan planimeter : maka pengukuran dapat dilakukan dua atau
1. Tempatkan figure pada papan/meja tiga kali, kemudian hasilnya dirata-rata.
yang betul-betul rata, dengan selotape.
2. Stel batang penelusur sesuai daftar, Perhitungan dengan matematika,
2
untuk planimeter no. 54722, dengan Luas peta = 450 x 450 x 1 m
2
skala 1 : 1000 adalah = 148,6. = 202500 m

3. Tempatkan planimeter (pole weight) di Selisih luas = 202500 – 202440


2
tengah figure. = 60 m

4. Telusuri figur percobaan, apakah dapat Selisih ini tergantung dari ketelitian pada
terjangkau semua dan lihat gerakan waktu pengukuran dan juga dari planimeter
jarum, disini jarum bergerak dari 0,9, 8, itu sendiri. Oleh karena itu, sebelum
7, jadi ini gerakan negatif. diadakan pengukuran dengan planimeter
5. Tandai titik awal. harus dicheck dahulu dengan cecking bar.
6. Terdapat pen penelusur (tracing
magnifier tepat pada titik awal)
sementara itu nolkan bacaan dengan
penyetel nol.
7. gerakan tracing magnifier perlahan-
lahan searah jarum jam (c lock wise),
sampai kembali tepat pada titik awal.
11 Perhitungan Luas
327

LINGKARAN DASAR A
(BASED CIRCLE)

BATAS FIGURE

PEMBERAT (POLE WEIGHT)

TRACING MAGNIFIER
D E

B C

Gambar 301. pembagian luas yang sama dengan


Gambar 300. pengukuran luas peta pole weight garis lurus sejajar salah satu segitiga
(pemberat kutup) di dalam peta segitiga

11.1.3 Pembagian dan Penyesuaian 2. Pembagian garis lurus dengan titik

Luas tertentu pada segitiga

Pembagian daerah kebanyakan diadakan


Agar perbandingan ?BPQ : ACPQ = m : n,
dengan menggunakan ilmu ukur bidang. BQ dapat dihitung dengan persamaan
Tipe-tipe dasar umum pembagian daerah
AB .BC n
adalah sebagai berikut : BQ = x
BP m+n
1. Pembagian dengan garis lurus sejajar Apabila m = n, maka :
pada segitiga 1 AB. BC
BQ =
2 BP
a) Pembagian luas yang sama : Apabila
3. Pembagian dengan garis lurus melalui
∆ ABC = M dan ∆ ADE = m, gbr. 301 AD
sudut puncak
dan AE dapat dihitung dari

AD = AB
m a. Pembagian luas yang sama
M
m
Apabila ∆ABCD = M dan ∆ABCD = m,
AE = AC
M maka diperoleh dengan persamaan:
titik D dan E dapat dihubungkan. m
BD = .BC
b) Pembagian-pembagian tetap : Agar M
?ADE : DECB = m : n, AD dan AE
dihitung dengan persamaan :
m
AD = AB
m+n
m
AE = AC
m+n
titik D dan E dapat dihubungkan.
11 Perhitungan Luas
328

4. Pembagian garis lurus melalui sudut


segi empat
Apabila <> ABCD = M, <> ABCP = n dan
?CPD = m, maka :

m 1
Luas ∆CPD = M = PD.CE
m+ n 2

Gambar 302. pembagian luas yang sama dengan


garis lurus melalui sudut puncak segitiga

b. Pembagian dengan perbandingan a:b:c


sesuai dengan skema gambar 303,
maka PQ dan QC dihitung dengan
Gambar 304. pembagian dengan perbandingan
persamaan-persamaan berikut: m : n oleh suatu garis lurus melalui salah

a satu sudut segiempat


BP = BC
a +b+c 5. Pembagian garis sejajar dasar
b trapesium
BQ = BC
a+b+c
Pembagian dengan perbandingan m:n, PQ
c
QC = BC dan BP dapat dihitung dengan rumus-
a +b+c rumus:

m.AD 2 + n.BC 2
PQ =
m+n
AB ( PQ − BC )
BP =
AD − BC

Gambar 303. pembagian dengan perbandingan


a:b:c

Gambar 305. pembagian dengan garis lurus sejajar


dengan trapesium
11 Perhitungan Luas
329

6. Pembagian suatu polygon garis lurus PQ yang melalui titik P

Pembagian diadakan dengan garis lurus daripada BC ?


melalui titik P dan luas M diperoleh. Tarik
B
garis dari P ke F sejajar sisi AB Luas <> F
A
ABFP adalah :
h1 h2
1 G
A = <> ABFP = ( AB + FP) h1
P
Q
2
Apabila titik yang dicari adalah Q C
1
∆PFQ = M − A = PF.h2
2
Jadi, apabila Q adalah titik potong antara D
E
garis yang sejajar PF dan memisahkan h 2 Gambar 306. pembagian suatu poligon

dengan garis BC maka PQ adalah garis Penyelesaian (lihat gambar 307):

yang diinginkan. Panjang Q harus ditentukan agar dua kali

Contoh Soal luas segiempat ABPQ sama dengan luas

Dalam suatu daerah segi empat ABCD segi empat ABCD. Apabila titik yang dicari

seperti tampak pada gambar 307 diadakan adalah Q, luas segiempat ABPQ adalah

pengukuran meja lapangan pada skala 1: jumlah luas segitiga ABP dan APQ.

500 dan panjang-panjang diukur pada Sedangkan luas segiempat ABCD adalah

gambar sehingga diperoleh : sama dengan jumlah luas segitiga ABD dan
BCD. Oleh karena itu persamaan berikut ini
AB = 42,4 mm dapat dibentuk.
AE = 28,0 mm  AQ xPH AP xBG  BD xAE BD xCF
2 + = +
BC = 34,0 mm 
 2 2  2 2

AP = 47,8 mm 1  BD .(AE + C E ) 
AQ =  − AP xB G 
CD = 65,6 mm PH  2 
BG = 13,0 mm =
1
{35,0( 280 + 32,0) − ( 51,4 x13,0 )}
51,2
PH = 51,2 mm
1
= (2100 − 668,2) = 28,0mm
Berapa seharusnya panjang garis dari titik A 51,2
sampai Q pada garis AD dilapangan (dalam
meter) agar luas segi empat terbagi dua
11 Perhitungan Luas
330

Panjang di lapangan adalah 28 mm x 500 =


14,0 mm. Jadi, Q dapat ditempatkan 14 m

dari titik A pada garis AD .

11.1.4 Penyesuaian Garis Batas

Tipe-tipe dasar penyesuaian garis batas


adalah sebagai berikut :

1. Perubahan segiempat menjadi


trapesium
Gambar 308. perubahan segiempat menjadi
trapesium
Pada gambar berikut, AB dan DC
diperpanjang hingga berpotongan di E
2. Pengurangan jumlah sisi polygon
(lihat gambar 308), maka EM dapat
tanpa merubah luas
dihitung dengan persamaan :
Pada gambar 309, BD sejajar AC dan D
BC ⋅ EG ⋅ EF
EM = ditempatkan pada persilangan antara BD
AD
dan EC, Jadi ABCD dirubah menjadi ACDB.
dimana, EG < BC dan EF < AD.

Selanjutnya, jika garis PR ditarik melalui


M sejajar AD, maka garis PQ adalah
garis batas yang dicari.

Gambar 309. pengurangan jumlah sisi polygon


tanpa merubah luas

3. Perubahan garis batas yang berliku


menjadi lurus

Gambar 307. penentuan garis batas


Untuk menentukan garis batas baru (AP)
melalui A, yang ditarik dengan mata dan
kemudian dilakukan pengukuran luas untuk
a, b, c, d, dan e. Selanjutnya dilakukan
perhitungan (a+c+e) - (b+d) = s.
11 Perhitungan Luas
331

Agar s = 0, maka P digeser sejauh 2s/AP


11.2 Prosedur pengukuran
= h dan AP adalah garis yang diminta.
luas dengan prangkat
lunak autocad

Salah satu cara mengukur luas suatu


daerah/ lokasi lainnya adalah dengan
menggunakan perangkat lunak AutoCAD.
Gambar 310. perubahan garis batas yang berliku- Secara praktis prosedur perhitungan luas
liku menjadi garis lurus
dengan perangkat lunak AutoCAD, sebagai

4. Perubahan garis lengkung menjadi berikut :

garis lurus 1. Pastikan soft were AutoCAD yang akan

Pada gambar berikut, ditarik garis digunakan telah terinstal di komputer.

sembarangan PA dan offset-offset 2. Klik Start – All Program – Folder Autocad

digambarkan terhadap garis lengkung untuk 2002 s/d Autocad 2006.

mengukur luas a, b, dan, c dan jika (a = c) –


b = s, maka diperoleh h = 2s/AP agar AC <
AP dan AC < h, titik-titik C dan P
dihubungkan. PQ merupakan garis batas
Gambar 312. posisi start yang harus di klik
yang baru setelah didapat perpotongan
antara garis AQ dan garis CQ yang sejajar
AP.

Gambar 311. perubahan garis batas lengkung


menjadi garis lurus
Gambar 313. start – all Program – autocad 2000
11 Perhitungan Luas
332

3. Tunggu sampai muncul worksheet Khusus untuk gambar yang di scan


Autocad. terlebih dahulu atur skala gambar
sesungguhnya dengan skala di autocad.
Gunakan perintah scale.

5. Misalkan akan dihitung volume galian


untuk pondasi setempat. Volume
merupakan luas penampang dikalikan
dengan satu satuan panjang.

Gambar 314. worksheet autocad 2000

4. Buka gambar yang telah di scan


sebelumnya atau gambar yang digambar
langsung di autocad.

Gambar 317. gambar penampang yang akan


dihitung Luasnya

6. Untuk menghitung luas digunakan


perintah AREA. Pada kasus seperti ini
pertama menghitung luas galian pondasi
seluruhnya. Pada Command ketik AREA
Gambar 315. open file
kemudian enter.

Kemudian akan muncul specify next


corner point or press ENTER for total, klik
batas daerah yang akan dihitung luasnya.

Setelah di klik dari pointer satu ke point


lainnya, akhir point harus kembali ke titik
semula.

Gambar 316. open file


11 Perhitungan Luas
333

8. Ulangi perhitungan galian untuk


menghitung luas pondasi. Diperoleh hasil
sebagai berikut :
2
Area = 103,5217 m
Perimeter = 115,0470 m

9. Maka luas galian tanah pondasi dapat


diperoleh dari selisih luas galian tanah
pondasi dengan luas pondasi telapak.

Gambar 318. klik poin untuik menghitung luas Luas penampang galian tanah pondasi :
2
7. Setelah selesai di-klik tekan enter maka 355,1432 - 103,5217 = 251,6251 m

akan muncul tampilan berikut. Misalkan panjang galian pondasi 10 m,


Maka volume galian tanah pondasi
sebagai berikut :
2 3
251,6251 m x 10 m = 2516,251 m .

Gambar 319. klik poin untuk menghitung luas

Hasil perhitungan sebagai berikut :


Area/luas penampang galian = 355,1432
2
m
Perimeter/ keliling = 95,0845 m
11 Perhitungan Luas
334

Model Diagram Alir Ilmu Diagram


Model Ukur Tanah
AlirPertemuan ke-11
Metode Perhitungan Luas
Perhitungan Luas
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Informasi Luas

Kepastian Hukum Pajak Teknis Komoditas Bisnis


Penguasaan Lahan Ekonomi SDA Daerah Kajian

Metode Perhitungan Luas

Numeris Analog Mekanis Planimetris Numeris Digital

Perangkat Lunak
Metode Sarrus Alat Planimeter AutoCAD

Koordinat-Koordinat Penelusuran Batas Area Komputasi Elektronis


Titik-Titik Batas Area oleh Pointer Planimeter Batas Area Digital

Batas Area Batas Area sudah


Area Beraturan
Dapat Tidak Beraturan di Input menjadi
Segmen Garis Jelas
Harus Ada Skala Peta Data Digital

Command : polyline (enter)


Luas = | Jumlah Xn.Yn+1 - Jumlah Yn.Xn+1| . 1/2 Command : area (enter)

Penelusuran bentuk area sederhana bujur sangkar menggunakan pointer planimeter


Pencatatan nilai counter awal dan akhir bujur sangkar
Perhitungan luas area bujur sangkar dari selisih counter dan skala peta
Penelusuran bentuk area yang ingin diketahui luasnya
Luas area = (selisih counter area/bujur sangkar).luas bujur sangkar.skala peta

Gambar 320. Diagram alir perhitungan luas


11 Perhitungan Luas
335

Rangkuman

Berdasarkan uraian materi bab 11 mengenai perhitungan luas, maka dapat


disimpulkan sebagai berikut :

1. Luas adalah jumlah area yang terproyeksi pada bidang horizontal dan dikelilingi oleh
garis-garis batas.

2. Luas yang diukur pada gambar situasi disebut pengukuran tak langsung.

3. Luas yang dihitung dengan menggunakan data jarak dan sudut yang langsung
diperoleh dari pengukuran dilapangan disebut pengukuran langsung.

4. Metode Sarrus, yaitu menggunakan koordinat-koordinat titik batas sebagai masukan


untuk perhitungan luas.

5. Metode pengukuran luas, terdiri dari : Metode diagonal dan tegak lurus, Metode
pembagian segitiga, Metode trapesium, Metode offset, Metode offset pusat, Metode
simpson, Metode jarak meridian ganda, Metode kisi-kisi, Metode lajur, Metode
pengukuran luas dengan planimeter.

6. Planimeter terbagi atas dua macam, yaitu planimeter fixed index model (model
tetap), planimeter sliding bar model (model disetel).
11 Perhitungan Luas
336

Soal Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini !


1. Apa yang dimaksud dengan luas ?
2. Sebutkan cara-cara pengukuran dan ketelitian yang dikehendaki ?
3. Sebutkan macam-macam metode pengukuran luas ? Jelaskan !
4. Sebutkan macam-macam planimeter ? Jelaskan !
5. Sebutkan tipe-tipe dasar penyesuaian garis batas ?
337
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

12. Pengukuran Titik-titik Detail Metode Tachymetri

Metode offset menggunakan peralatan


12. 1. Tujuan pengukuran titik-
titik detail metode sederhana, seperti pita ukur, jalon, meja
tachymetri ukur, mistar, busur derajat, dan lain
sebagainya. Metode tachymetri
Untuk keperluan pengukuran dan pemetaan menggunakan peralatan dengan teknologi
selain pengukuran kerangka dasar vertikal lensa optis dan elektronis digital.
yang menghasilkan tinggi titik-titik ikat dan Pengukuran metode tachymetri mempunyai
pengukuran kerangka dasar horizontal yang keunggulan dalam hal ketepatan dan
menghasilkan koordinat titik-titik ikat juga kecepatan dibandingkan metode offset.
perlu dilakukan pengukuran titik-titik detail Pengukuran tiitk-titik detail metode
untuk menghasilkan titik-titik detail yang tachymetri ini relatif cepat dan mudah
tersebar di permukaan bumi yang karena yang diperoleh dari lapangan adalah
menggambarkan situasi daerah pembacaan rambu, sudut horizontal
pengukuran. (azimuth magnetis), sudut vertikal (zenith

Pengukuran titik-titik detail dilakukan atau inklinasi) dan tinggi alat. Hasil yang

sesudah pengukuran kerangka dasar diperoleh dari pengukuran tachymetri

vertikal dan pengukuran kerangka dasar adalah posisi planimetris X, Y, dan

horizontal dilakukan. Pengukuran titik-titik ketinggian Z.

detail mempunyai orde ketelitian lebih


12.1.1 Sejarah Tachymetri
rendah dibandingkan orde pengukuran
kerangka dasar. “Metode Stadia” yang disebut “Tachymetri”
di Eropa, adalah cara yang cepat dan
Pengukuran titik-titik detail dengan metode
efisien dalam mengukur jarak yang cukup
tachymetri pada dasarnya dilakukan dengan
teliti untuk sipat datar trigonometri,
menggunakan peralatan dengan teknologi
beberapa poligon dan penentuan lokasi
lensa optis dan elektronis digital.
detail-detail fotografi. Lebih lanjut, di dalam
Dalam pengukuran titik-titik detail pada metode ini cukup dibentuk regu 2 atau 3
prinsipnya adalah menentukan koordinat orang, sedangkan pada pengukuran
dan tinggi titik –titik detail dari titik-titik ikat. dengan transit dan pita biasanya diperlukan
Pengukuran titik-titik detail pada dasarnya 3 atau 4 orang.
dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu
Stadia berasal dari kata Yunani untuk
offset dan tachymetri.
satuan panjang yang asal-mulanya
338
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

diterapkan dalam pengukuran jarak-jarak cara ini diperlukan alat yang dapat
untuk pertandingan atletik – dari sinilah mengukur arah dan sekaligus mengukur
muncul kata “stadium (stadio) ” dalam jarak, yaitu Teodolite Kompas atau BTM
pengertian modern. Kata ini menyatakan (Boussole Tranche Montage). Pada alat-
600 satuan Yunani (sama dengan “feet”), alat tersebut arah-arah garis di lapangan
atau 606 ft 9 in dalam ketentuan Amerika diukur dengan jarum kompas sedangkan
sekarang. untuk jarak digunakan benang silang
diafragma pengukur jarak yang terdapat
Istilah stadia sekarang dipakai untuk benang
pada teropongnya. Salah satu theodolite
silang dan rambu yang dipakai dalam
kompas yang banyak digunakan misalnya
pengukuran, maupun metodenya sendiri.
theodolite WILD TO.
Pembacaan optis (stadia) dapat dilakukan
dengan transit, theodolite, alidade dan alat Tergantung dengan jaraknya, dengan cara
sipat datar. ini titik-titik detail dapat diukur dari titik

Peralatan stasiun kota yang baru, kerangka dasar atau dari titik-titik penolong

menggabungkan theodolite, EDM, dan yang diikatkan pada titik kerangka dasar.

kemampuan mencatat-menghitung hingga


12.1.3 Pengukuran tachymetri untuk
reduksi jarak lereng secara otomatis dan
titik bidik horizontal
sudut vertikal. Yang dihasilkan adalah
Selain benang silang tengah, diafragma
pembacaan jarak horizontal dan selisih
transit atau theodolite untuk tachymetri
elevasi, bahkan koordinat. Jadi peralatan
mempunyai dua benang horizontal
baru tadi dapat memperkecil regu lapangan
tambahan yang ditempatkan sama jauh dari
dan mengambil alih banyak proyek
tengah (gambar 22). Interval antara benang
tachymetri. Namun demikian, prinsip
– benang stadia itu pada kebanyakan
pengukuran tachymetri dan metodenya
instrumen memberikan perpotongan vertikal
memberikan konsepsi-konsepsi dasar dan
1 ft pada rambu yang dipasang sejauh 100
sangat mungkin dipakai terus menerus.
ft ( 1 m pada jarak 100 m ). Jadi jarak ke
12.1.2 Pengenalan Tachymetri
rambu yang dibagi secara desimal dalam
Pengukuran titik-titik detail dengan metode feet, persepuluhan dan perseratusan dapat
Tachymetri ini adalah cara yang paling langsung dibaca sampai foot terdekat. Ini
banyak digunakan dalam praktek, terutama sudah cukup seksama untuk menentukan
untuk pemetaan daerah yang luas dan detail-detail fotografi, seperti; sungai,
untuk detail-detail yang bentuknya tidak jembatan, dan jalan yang akan digambar
beraturan. Untuk dapat memetakan dengan pada peta dengan skala lebih kecil daripada
339
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

1 in = 100 ft, dan kadang-kadang untuk f = jarak pumpun lensa (sebuah tatapan
skala lebih besar misalnya; 1 in = 50 ft. untuk gabungan lensa objektif
tertentu). Dapat ditentukan dengan
f1 d
f
2

C
c f d
i A
m b'
b

R
a
a' f B

Prinsip tachymetri; teropong pumpunan luar

Gambar 321. Prinsip tachymetri

Metode tachymetri didasarkan pada prinsip


bahwa pada segitiga-segitiga sebangun, sisi pumpunan pada objek yang jauh dan

yang sepihak adalah sebanding. Pada mengukur jarak antara pusat lensa

gambar 321, yang menggambarkan objektif (sebenarnya adalah titik

teropong pumpunan-luar, berkas sinar dari simpul dengan diafragma), (jarak

titik A dan B melewati pusat lensa pumpun = focal length).

membentuk sepasang segitiga sebangun f1 = jarak bayangan atau jarak dari pusat

AmB dan amb. Dimana ; AB = R adalah (titik simpul) lensa obyektif ke bidang

perpotongan rambu (internal stadia) dan ab benang silang sewaktu teropong

adalah selang antara benang-benang terpumpun pada suatu titik tertentu.

stadia. F2 = jarak obyek atau jarak dari pusat (titik


simpul) dengan titik tertentu sewaktu
Simbol-simbol baku yang dipakai dalam
teropong terpumpun pada suatu titik
pengukuran tachymetri :
itu. Bila f2 tak terhingga atau amat
besar, maka f1 = f.
340
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

i. = selang antara benang – benang adalah 4,27 ft, jarak dari instrumen ke
Stadia. rambu adalah 427 + 1 = 428 ft.
f/i .= faktor penggali, biasanya 100 (stadia
Yang telah dijelaskan adalah teropong
interval factor).
pumpunan luar jenis lama, karena dengan
c = jarak dari pusat instrumen (sumbu I)
gambar sederhana dapat ditunjukkan
ke pusat lensa obyektif. Harga c
hubungan-hubungan yang benar. Lensa
sedikit beragam sewaktu lensa
obyektif teropong pumpunan dalam (jenis
obyektif bergerak masuk atau keluar
yang dipakai sekarang pada instrumen ukur
untuk pembidikan berbeda, tetapi
tanah) mempunyai kedudukan terpasang
biasa dianggap tetapan.
tetap sedangkan lensa pumpunan negatif
C = c + f. C disebut tetapan stadia,
dapat digerakkan antara lensa obyektif dan
walaupun sedikit berubah karena c
bidang benang silang untuk mengubah arah
d. = jarak dari titik pumpun di depan
berkas sinar. Hasilnya, tetapan stadia
teropong ke rambu.
menjadi demikian kecil sehingga dapat
D = C + d = jarak dari pusat instrumen ke
dianggap nol.
permukaan rambu
Benang stadia yang menghilang dulu
Dari gambar 321, didapat :
dipakai pada beberapa instrumen lama
d R f untuk menghindari kekacauan dengan
= atau d = R
f i. i benang tengah horizontal. Diafragma dari
kaca yang modern dibuat dengan garis-
f garis stadia pendek dan benang tenaga
dan D = R +C
i yang penuh (gambar 2) memberikan hasil

Benang-benang silang jarak optis tetap yang sama secara lebih berhasil guna.

pada transit, theodolite, alat sipat datar dan Faktor pengali harus ditentukan pada

dengan cermat diatur letaknya oleh pabrik pertama kali instrumen yang dipakai,

instrumennya agar faktor pengali f/i. Sama walaupun harga tepatnya dari pabrik yang

dengan 100. Tetapan stadia C berkisar dari ditempel di sebelah dalam kotak pembawa

kira-kira 0,75 sampai 1,25 ft untuk teropong- tak akan berubah kecuali benang silang,

teropong pumpunan luar yang berbeda, diafragma, atau lensa-lensa diganti atau

tetapi biasanya dianggap sama dengan 1 ft. diatur pada model-model lama.

Satu-satunya variabel di ruas kanan Untuk menentukan faktor pengali,


persamaan adalah R yaitu perpotongan R perpotongan rambu R dibaca untuk bidikan
horizontal berjarak diketahui sebesar D.
341
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Kemudian, pada bentuk lain persamaan Pada gambar, sebuah transit dipasang
faktor pengali adalah f/i.= (D-C)/R. pada suatu titik dan rambu dipegang pada
Sebagai contoh: titik tertentu. Dengan benang silang tengah
Pada jarak 300,0 ft interval rambu terbaca dibidikkan pada rambu ukur sehingga tinggi
3,01. Harga-harga untuk f dan c terukur t sama dengan tinggi theodolite ke tanah.
sebesar 0,65 dan 0,45 ft berturut-turut; sudut vertikalnya (sudut kemiringan)
karenanya, C =1,1 ft. Kemudian f/i. = (300,0 terbaca sebesar α. Perhatikan bahwa
–1,1)/ 3,01 = 99,3. Ketelitian dalam dalam pekerjaan tachymetri tinggi
menentukan f/i. Meningkat dengan instrumen adalah tinggi garis bidik diukur
mengambil harga pukul rata dari beberapa dari titik yang diduduki (bukan TI, tinggi di
garis yang jarak terukurnya berkisar dari ± atas datum seperti dalam sipat datar)
100–500 ft dengan kenaikan tiap kali 100 ft.
m = sudut miring.

12.1.4 Pengukuran tachymetri untuk Beda tinggi = D HAB = 50 ´ (BA – BB) .

bidikan miring sin 2m + i – t; t = BT

Kebanyakan pengukuran tachymetri adalah


Jarak datar = dAB = 100´(BA – BB)
dengan garis bidik miring karena adanya
cos2m
keragaman topografi, tetapi perpotongan
benang stadia dibaca pada rambu tegak
lurus dan jarak miring direduksi menjadi
jarak horizontal dan jarak vertikal.

Gambar 322. Sipat datar optis luas


342
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Tabel-tabel, diagram, mistar hitung khusus, horizontal dan vertikal berturut-turut adalah
dan kalkulator elektronik telah dipakai oleh 99,45 dan 7,42 ft. Selanjutnya…
para juru ukur untuk memperoleh H = (99,45 x 5,28) + 1 = 526 ft
penyelesaiannya. Dalam Apendiks E V =(7,42 x 5,28)-0,08 =39,18+ 0,08 = 39,3 ft
memuat jarak-jarak horizontal dan vertikal Elevasi titik O adalah
untuk perpotongan rambu 1 ft dan sudut- Elevasi O = 268,2 + 5,6 + 39,3 – 5,6
sudut vertikal dari 0 sampai 16°, 74° sampai = 307,5 ft

90°, dan 90° sampai 106° untuk Rumus lengkap untuk menentukan selisih

pembacaan-pembacaan dari zenit). elevasi antara M dan O adalah


Elevo - elevM = t.i. + V – pembacaan
Sebuah tabel tak dikenal harus selalu
rambu
diselidiki dengan memasukkan harga-harga
di dalamnya yang akan memberikan hasil Keuntungan bidikan dengan pembacaan

yang telah diketahui. Sebagai contoh; sudut- sebesar t.i agar terbaca sudut vertikal,

sudut 1, 10 dan 15° dapat dipakai untuk sudah jelas. Karena pembacaan rambu dan

mengecek hasil-hasil memakai tabel. t.i berlawanan tanda, bila harga mutlaknya
sama akan saling menghilangkan dan
Misalnya sebuah sudut vertikal 15°00’
dapat dihapuskan dari hitungan elevasi.
(sudut zenit 75°), perpotongan rambu 1,00 ft
Jika t.i tak dapat terlihat karena terhalang,
dan tetapan stadia 1ft, diperoleh hasil-hasil
sembarang pembacaan rambu dapat dibidik
sebagai berikut.
dan persamaan sebelumnya dapat dipakai.
Dari tabel E-1: Memasang benang silang tengah pada
H = 93,30 x 1,00 +1 = 94,3 atau 94 ft tanda satu foot penuh sedikit di atas atau di

Contoh : bawah t.i menyederhanakan hitungannya.

untuk sudut sebesar 4°16’, elevasi M adalah Penentuan beda elevasi dengan tachymetri
268,2 ft ; t.i. = EM = 5,6; perpotongan rambu dapat dibandingkan dengan sipat datar
AB = R = 5,28 ft; sudut vertikal a ke titik D memanjang t.i. sesuai bidikan plus, dan
5,6 ft pada rambu adalah +4°16’; dan C = 1 pembacaan rambu sesuai bidikan minus.
ft. Hitunglah jarak H, beda elevasi V dan Padanya ditindihkan sebuah jarak vertikal
elevasi titik O. yang dapat plus atau minus, tandanya
Penyelesaian : tergantung pada sudut kemiringan. Pada
Untuk sudut 14°16’(sudut zenith 85°44’) dan bidikan-bidikan penting ke arah titik-titik dan
perpotongan rambu 1 ft, jarak-jarak patok-patok kontrol, galat-galat instrumental
akan dikurangi dengan prosedur lapangan
343
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

yang baik menggunakan prinsip timbal balik Rambu-rambu tachymetri biasa berbentuk
yaitu, membaca sudut–sudut vertikal satu batang, lipatan atau potongan-
dengan kedudukan teropong biasa dan luar potongan dengan panjang 10 atau 12 ft.
biasa. kalau dibuat lebih panjang dapat
meningkatkan jarak bidik tetapi makin berat
Pembacaan langsung pada rambu dengan
dan sulit ditangani. Seringkali bagian
garis bidik horizontal (seperti pada sipat
bawah satu atau dua dari rambu 12 ft akan
datar), bukan sudut vertikal, dikerjakan bila
terhalang oleh rumput atau semak, tinggal
keadaan memungkinkan untuk
sepanjang hanya 10 ft yang kelihatan.
menyederhanakan reduksi catatan-catatan.
Panjang bidikan maksimum dengan
Tinjauan pada suatu tabel menunjukkan
demikian adalah kira-ki ra 1000 ft. Pada
bahwa untuk sudut-sudut vertikal di bawah
bidikan yang lebih jauh, setengah interval
kira-kira 4°, selisih antara jarak mirng dan
(perpotongan antara benang tengan
jarak horizontal dapat diabaikan kecuali
dengan benang stadia atas atau bawah)
pada bidikan jauh (dimana galat pembacaan
dapat dibaca dan dilipatgandakan untuk
jarak juga lebih besar).
dipakai dalam persamaan reduksi
Dengan demikian teropong boleh miring tachymetri yang baku. Bila ada benang
beberapa derajat untuk pembacaan jarak perempatan antara benang tengah dengan
optis setelah membuat bidikan depan yang benang stadia atas, secara teoritis dapat
datar untuk memperoleh sudut vertikal. ditaksir jarak sejauh hampir 4000 ft. Pada
bidikan pendek, mungkin sampai 200 ft,
12.1.5 Rambu tachymetri rambu sipat datar biasa seperti jenis
philania sudah cukup memuaskan.
Berbagai jenis tanda dipakai pada rambu
tachymetri tetapi semua mempunyai bentuk- 12.1.6 Busur Beaman
bentuk geometrik yang menyolok dirancang
Busur beaman adalah sebuah alat yang
agar jelas pada jarak jauh. Kebanyakan
ditempatkan pada beberapa transit dan
rambu tachymetri telah dibagi menjadi feet
alidade untuk memudahkan hitungan-
dan persepuluhan (perseratusan diperoleh
hitungan tachymetri. Alat ini dapat
dengan interpolasi), tetapi pembagian skala
merupakan bagian dari lingkaran vertikal
sistem metrik sedang menjadi makin umum.
atau sebuah piringan tersendiri. Skala-skala
Warna-warna berbeda membantu
H dan V busur itu dibagi dalam persen.
membedakan angka-angka dan pembagian
Skala V menunjukkan selisih elevasi tiap
skala.
100 f jarak lereng, sedangakn skala H
344
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

memberikan koreksi tiap 100 ft untuk Instrumen-instrumen lain mempunyai busur


dikurangkan dari jarak tachymetri. Karena V serupa disebut lingkaran stadia dengan
berbanding lurus dengan ½ sin 2α dan skala V yang sama, tetapi skala H tidak
2 memberikan koreksi presentase melainkan
koreksi untuk H tergantung pada sin α,
selang-selang pembagian skala makin rapat sebuah pengali (multiplier)

bila sudut vertikal meningkat. Oleh karena


12.1.7 Tachymetri swa-reduksi
itu nonius tidak dapat dipakai disini, dan
pembacaan tepat hanya dapat dilakukan Tachymetri swa-reduksi dan alidade telah
dengan memasang busur pada pembacaan dikembangkan dimana garis-garis lengkung
angka bulat. stadia nampak bergerak memisah atau
saling mendekat sewaktu teropong diberi
Penunjuk skala V (indeks) terpasang agar
elevasi atau junam. Sebenarnya garis-garis
terbaca 50 (mungkin 30 atau 100 pada
itu digoreskan pada sebuah piringan kaca
beberapa instrumen) bila teropong
yang berputar mengelilingi sebuah rambu
horizontal untuk menghindari harga-harga
(terletak di luar teropong) sewaktu teropong
minus. Pembacaan lebih besar dari pada 50
dibidikkan ke sasaran.
diperoleh untuk bidikan-bidikan di atas
horizon, lebih kecil dari 50 di bawahnya. Pada gambar dibawah garis-garis atas dan
Ilmu hitung yang diperlukan dalam bawah (dua garis luar) melengkung untuk
pemakaian busur beaman disederhanakan menyesuaikan dengan keragaman dalam
dengan memasang skala V pada sebuah 2
fungsi trigonometri cos α dan dipakai untuk
angka bulat dan membiarkan benang silang pengukuran jarak. Dua garis dalam
tengah terletak di tempat dekat t.i. Skala H menentukan selisih elevasi dan
Kemudian umumnya tak akan terbaca pada melengkung untuk menggambarkan fungsi
angka bulat dan harga-harganya harus sin α cos α. Sebuah garis vertikal, tanda
diinterpolasi. Ini penting karena hitungannya silang tengah, dan garis-garis stadia
tetap sederhana. pendek merupakan tanda pada piringan

Elevasi sebuah titik B yang dibidik dengan gelas kedua yang terpasang tetap,

transit terpasang di titik A didapat dengan terumpun serentak dengan garis-garis

rumus : lengkung.

Elev B = elev A + t.i. + (pembacaan busur Sebuah tetapan faktor pengali 100 dipakai

– 50) ( perpotongan rambu) – pembacaan untuk jarak horizontal. Faktor 20, 50, atau

rambu dengan benang tengah 100 diterapkan pada pengukuran beda


tinggi. Harganya tergantung pada sudut
345
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

lereng dan ditunjukkan oleh garis-garis pada langkah 7 pembacaan-pembacaan


pendek ditempatkan antara kurva-kurva skala-H dan skala-V dicatat.
elevasi. Sewaktu membaca jarak optis setelah
benang bawah ditempatkan pada sebuah
Tachymetri diagram lainnya pada dasarnya
tanda foot bulat, benang tengah tidak tepat
bekerja atas bekerja atas prinsip yang
pada t.i. atau pembagian skala terbaca
sama: Sudut vertikal secara otomatis
untuk sudut vertikal. Ini biasanya tidak
dipampas oleh pisahan garis stadia yang
menyebabkan galat yang berarti dalam
beragam. Sebuah tachymetri swa-reduksi
proses reduksi kecuali pada bidikan-bidikan
memakai sebuah garis horizontal tetap pada
panjang dan sudut-sudut vertikal curam.
sebuah diafragma dan garis horizontal
Bila rambu tidak tegak lurus tentu saja akan
lainnya pada diafragma kedua yang dapat
menyebabkan galat -galat yang berarti dan
bergerak, yang bekerja atas dasar
untuk mengatasi masalah ini dipakai nivo
perubahan sudut vertikal. Kebanyakan
rambu.
alidade planset memakai suatu jenis
prosedur reduksi tachymetri. Urutan pembacaan yang paling sesuai
untuk pekerjaan tachymetri yang
Sebuah rambu topo khusus yang berkaki
melibatkan sudut vertikal adalah sebagai
dapat dipanjangkan dengan angka nol
berikut :
terpasang pada t.i. biasanya dianjurkan
a. Bagi dua rambu dengan benang
untuk dipakai agar instrumen tachymetri
vertikal.
sepenuhnya swa-baca.
b. Dengan benang tengah kira-kira t.i.

12.1.8 Prosedur Lapangan letakkan benang bawah pada tanda


sebuah foot bulat, atau desimeter pada
Prosedur yang benar menghemat waktu dan
rambu metrik.
mengurangi sejumlah kesalahan dalam
c. Baca benang atas, dan di luar kepala
semua pekerjaan ukur tanah.
kurangkan pembacaan benang bawah
Prosedur ini menyebabkan pemegang untuk memperoleh perpotongan rambu,
instrumen dapat membuat sibuk sekaligus catat perpotongan rambu.
dua atau tiga petugas rambu di tanah d. Gerakan benang tengah ke t.i. dengan
terbuka di mana titik-titik yang akan memakai sekrup penggerak halus
ditetapkan lokasinya terpisah jauh. Urutan vertikal.
yang sama dapat dipakai bila menggunakan e. Perintahkan pemegang rambu untuk
busur Beaman, tetapi pada langkah 4 skala pindah titik ke berikutnya dengan
V ditepatkan pada sebuah angka bulat, dan tenggara yang benar.
346
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

f. Baca dan catatlah sudut horizontalnya. daripada pencatatan pengukuran dan


Baca dan catatlah sudut vertikalnya. pembuatan sketsa oleh pencatat.

12.1.11 Sipat Datar Tachymetri


12.1.9 Poligon Tachymetri
Metode tachymetri dapat dipakai untuk
Dalam poligon transit-optis, jarak, sudut
sipat datar trigonometris. TI ( tinggi
horizontal dan sudut vertikal diukur pada
instrumen di atas datum) ditentukan dengan
setiap titik. Reduksi catatan sewaktu
membidik pada stasiun yang diketahui
pengukuran berjalan menghasilkan elevasi
elevasinya, atau dengan memasang
untuk dibawa dari patok ke patok. Harga
instrumen pada titik semacam itu dan
jarak optis rata-rata dan selisih elevasi
mengukur tinggi sumbu II di atasnya
diperoleh dari bidikan depan dan belakang
dengan rambu tachymetri. Selanjutnya
pada tiap garis. Pengecekan elevasi harus
elevasi titik sembarang dapat dicari dengan
diadakan dengan jalan kembali ke titik awal
hitungan dari perpotongan rambu dan sudut
atau tititk tetap duga didekatnya untuk
vertikal. Jika dikehendaki dapat dilakukan
poligon terbuka. Walaupun tidak seteliti
untai sipat datar untuk menetapkan dan
poligon dengan pita, sebuah regu yang
mengecek elevasi dua titik atau lebih.
terdiri atas tiga anggota seorang pemegang
instrumen, pencatat, dan petugas rambu- 12.1.12 Kesaksamaan (Precision)
merupakan kebiasaan. Seorang petugas Sebuah perbandingan galat (ratio or error)
rambu dapat mempercepat pekerjaan bila 1/300 sampai 1/500 dapat diperoleh untuk
banyak detail tersebar luas. poligon transit-optis yang dilaksanakan

Sudut-sudut horizontal juga harus dicek dengan kecermatan biasa dan pembacaan

kesalahan penutupnya. Bila ada kesalahan baik bidikan depan dan bidikan belakang.
Ketelitian dapat lebih baik jika bidikan-
penutup sudut harus diratakan, ∆Y dan ∆ X
bidikan pendek pada poligon panjang
dihitung dan keseksamaan poligon dicek.
dengan prosedur-prosedur khusus. Galat-
12.1.10 Topografi galat dalam pekerjaan tachymetri biasanya
bukan karena sudut-sudut tidak benar tetapi
Metode tachymetri itu paling bermanfaat
karena pembacaan rambu yang kurang
dalam penentuan lokasi sejumlah besar
benar. Galat 1 menit pada pembacaan
detail topografik, baik horizontal maupun
rambu sebuah sudut vertikal tidak
vetikal, dengan transit atau planset. Di
memberikan pengaruh yang berarti pada
wilayah-wilayah perkotaan, pembacaan
jarak horizontal. Galat 1 menit tadi
sudut dan jarak dapat dikerjakan lebih cepat
347
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

menyebabkan selisih elevasi kurang dari 0,1 • Garis bidik transit tidak sejajar garis
ft pada bidikan 300 ft untuk sudut-sudut arah nivo teropong.
vertikal ukuran biasa. b. Galat-galat pribadi
Bila jarak optis ditentukan sampai foot • Rambu tak dipegang tegak (hindari
terdekat (kasus umum), sudut-sudut dengan pemakaian nivo rambu).
horizontal ke titik-titik topografi hanya perlu • Salah pembacaan rambu karena
dibaca sampai batas 5 atau 6 menit untuk bidikan jauh.
memperoleh kesaksamaan yang sebanding • Kelalaian mendatarkan untuk
pada bidikan 300 ft. Jarak optis yang pembacaan busur vertikal.
diberikan sampai foot terdekat dianggap
Kebanyakan galat dalam pekerjaan
benar sampai batas kira-kira ½ ft. Dengan
tachymetri dapat dihilangkan dengan:
galat jarak memanjang ½ ft itu, arahnya
a. Menggunakan instrumen dengan benar
dapat menyimpang sebesar 5 menit (mudah
b. Membatasi panjang bidikan
dihitung dengan 1 menit = 0.00029). Bila
c. Memakai rambu dan nivo yang baik
dipakai transit Amerika, karenanya sudut-
d. Mengambil harga rata-rata pembacaan
sudut dapat dibaca tanpa nonius, hanya
dalam arah ke depan dan ke belakang.
dengan mengira kedudukan penunjuk
nonius. Galat garis bidik tidak dapat dibetulkan
dengan prosedur lapangan instrumen harus
Ketelitian sipat datar trigonometris dengan
diatur.
jarak optis tergantung pada panjang bidikan
dan ukuran sudut vertiak yang diperlukan. 12.1.14 Kesalahan – kesalahan besar
12.1.13 Sumber-sumber galat dalam
Beberapa kesalahan yang biasa terjadi
pekerjaan tachymetri
dalam pekerjaan tachymetri adalah :
Galat-galat yang terjadi pada pekerjaan a. Galat indeks diterapkan dengan tanda
dengan transit dan theodolitee, juga terjadi yang salah.
pada pekerjaan tachymetri. b. Kekacauan tanda plus dan minus pada

Sumber-sumber galat adalah : sudut-sudut vertikal.

a. Galat-galat instrumental c. Kesalahan aritmetik dalam menghitung


perpotongan rambu.
• Benang tachymetri yang jaraknya
d. Pemakaian faktor pengali yang tidak
tidak benar.
benar.
• Galat indeks.
e. Mengayunkan rambu (rambu harus
• Pembagian skala rambu yang tidak
selalu dipegang tegak lurus).
benar.
348
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

c. Keseluruhan data ini dicatat dalam satu


12.1.15 Pengukuran untuk pembuatan buku ukur.
peta topografi cara tachymetri
12.1.16 Tata cara pengukuran detail cara
Salah satu unsur penting pada peta tachymetri menggunakan
topografi adalah unsur ketinggian yang theodolite berkompas
biasanya disajikan dalam bentuk garis
kontur. Menggunakan pengukuran cara Pengukuran detil cara tachymetri dimulai
tachymetry, selain diperoleh unsur jarak, dengan penyiapan alat ukur di atas titik ikat
juga diperoleh beda tinggi. Bila theodolite dan penempatan rambu di titik bidik.
yang digunakan untuk pengukuran cara Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai
tachymetry juga dilengkapi dengan kompas, dengan perekaman data di tempat alat
maka sekaligus bisa dilakukan pengukuran berdiri, pembidikan ke rambu ukur,
untuk pengukuran detil topografi dan pengamatan azimuth dan pencatatan data
pengukuran untuk pembuatan kerangka di rambu BT, BA, BB serta sudut miring m.
peta pembantu pada pengukuran dengan
kawasan yang luas secara efektif dan a. Tempatkan alat ukur di atas titik

efisien. kerangka dasar atau titik kerangka

a. Alat ukur yang digunakan pada penolong dan atur sehingga alat siap

pengukuran untuk pembuatan peta untuk pengukuran, ukur dan catat tinggi

topografi cara tachimetry menggunakan alat di atas titik ini.

theodolite berkompas adalah: theodolite b. Dirikan rambu di atas titik bidik dan

berkompas lengkap dengan statif dan tegakkan rambu dengan bantuan nivo

unting-unting, rambu ukur yang kotak.

dilengkapi dengan nivo kotak dan pita c. Arahkan teropong ke rambu ukur

ukur untuk mengukur tinggi alat. sehingga bayangan tegak garis

b. Data yang harus diamati dari tempat diafragma berimpit dengan garis tengah

berdiri alat ke titik bidik menggunakan rambu. Kemudian kencangkan kunci

peralatan ini meliputi: azimuth magnet, gerakan mendatar teropong.

benang atas, tengah dan bawah pada d. Kendorkan kunci jarum magnet

rambu yang berdiri di atas titik bidik, sehingga jarum bergerak bebas.

sudut miring, dan tinggi alat ukur di atas Setelah jarum setimbang tidak

titik tempat berdiri alat. bergerak, baca dan catat azimuth


magnetis dari tempat alat ke titik bidik.
349
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

e. Kencangkan kunci gerakan tegak a. Kesalahan pengukur, misalnya:


teropong, kemudian baca bacaan 1. Pengaturan alat tidak sempurna
benang tengah, atas dan bawah serta (temporary adjustment).
catat dalam buku ukur. Bila 2. Salah taksir dalam pemacaan
memungkinkan, atur bacaan benang 3. Salah catat, dll. nya.
tengah pada rambu di titik bidik setinggi b. Kesalahan akibat faktor alam,
alat, sehingga beda tinggi yang misalnya:
diperoleh sudah merupakan beda tinggi 1. Deklinasi magnet.
antara titik kerangka tempat berdiri alat 2. Refraksi lokal.
dan titik detil yang dibidik.
12.1.18 Pengukuran Tachymetri Untuk
f. Titik detil yang harus diukur meliputi
Pembuatan Peta Topografi Cara
semua titik alam maupun buatan
Polar.
manusia yang mempengaruhi bentuk
topografi peta daerah pengukuran.
Posisi horizontal dan vertikal titik detil
diperoleh dari pengukuran cara polar
12.1.17 Kesalahan pengukuran cara
langsung diikatkan ke titik kerangka dasar
tachymetri dengan theodolite
pemetaan atau titik (kerangka) penolong
berkompas Kesalahan alat,
yang juga diikatkan langsung dengan cara
misalnya:
polar ke titik kerangka dasar pemetaan.

1. Jarum kompas tidak benar-benar lurus Unsur yang diukur:

2. Jarum kompas tidak dapat bergerak


a. Azimuth magnetis titik ikat ke titik
bebas pada prosnya.Garis bidik tidak
detail
tegak lurus sumbu mendatar (salah
b. Bacaan benang atas, tengah,
kolimasi).
dan bawah
3. Garis skala 0° - 180° atau 180° - 0°
c. Sudut miring, dan
tidak sejajar garis bidik.
d. Tinggi alat di atas titik ikat.
4. Letak teropong eksentris.
5. Poros penyangga magnet tidak sepusat
dengan skala lingkaran mendatar.
350
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

b.

Gambar 323. Pengukuran sipat datar luas

A dan B adalah titik kerangka dasar Berdasar skema pada gambar, maka:

pemetaan, a. Titik 1 dan 2 diukur dan diikatkan

H adalah titik penolong, langsung dari titik kerangka dasar A,

1, 2 ... adalah titik detil, b. Titik H, diukur dan diikatkan langsung

Um adalah arah utara magnet di tempat dari titik kerangka dasar B,

pengukuran. c. Titik 3 dan 4 diukur dan diikatkan


langsung dari titik penolong H.
12.1.19 Pengukuran tachymetri untuk
pembuatan peta topografi cara
poligon kompas.

Gambar 324. Tripod pengukuran vertikal


351
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Letak titik kerangka dasar pemetaan 1. Azimuth,


berjauhan, sehingga diperlukan titik 2. Bacaan benang tengah, atas dan
penolong yang banyak. Titik-titik penolong bawah,
ini diukur dengan cara poligon kompas yang 3. Sudut miring, dan
titik awal dan titik akhirnya adalah titik 4. Tinggi alat.
kerangka dasar pemetaan. Unsur jarak dan
beda tinggi titik-titik penolong ini diukur 12.1.21 Tata cara hitungan dan

dengan menggunakan cara tachymetri. penggambaran poligon kompas:

Posisi horizontal dan vertikal titik detil diukur a. Hitung koreksi Boussole di K3 = AzG.
dengan cara polar dari titik-titik penolong. K31 - AzM K31

Berdasarkan skema pada gambar, maka: b. Hitung koreksi Boussole di K4 = AzG.

a. Titik K1, K3, K5, K2, K4 dan K6 adalah K42 - AzM K42

titik-titik kerangka dasar pemetaan, c. Koreksi Boussole C = Rerata koreksi

b. Titik H1, H2, H3, H4 dan H5 adalah titik- boussole di K3 dan K4

titik penolong d. Hitung jarak dan azimuth geografis

c. Titik a, b, c, ... adalah titik detil. setiap sisi poligon.

Pengukuran poligon kompas K3, H1, H2, H3, e. Hitung koordinat H1, ... H5 dengan cara

H4 , H5, K4 dilakukan untuk memperoleh BOWDITH atau TRANSIT.

posisi horizontal dan vertikal titik-titik f. Plot poligon berdasarkan koordinat

penolong, sehingga ada dua hitungan: definitif.

a. Hitungan poligon dan


b. Hitungan beda tinggi. 12. 2 Peralatan, bahan dan
prosedur pengukuran
12.1.20 Tata cara pengukuran poligon
titik titik detail metode
tachymetri
kompas:

12.2.1 Peralatan yang dibutuhkan :


a. Pengukuran koreksi Boussole di titik K3
1. Pesawat Theodolite
dan K4,
Alat pengukur Theodolitee dapat
b. Pengukuran cara melompat (spring
mengukur sudut-sudut yang mendatar
station) K3, H2, H4dan K4.
dan tegak. Alat pengukur sudut
c. Pada setiap titik pengukuran dilakukan
theodolitee dibagi dalam 3 bagian yaitu :
pengukuran:
a. Bagian bawah, terdiri atas tiga
sekrup penyetel SK yang
352
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

menyangga suatu tabung dan pelat Jika dilihat dari cara pengukuran dan
yang berbentuk lingkaran. Pada tepi konstruksinya, bentuk alat ukur Theodolitee
lingkaran ini dibuat skala lms yang di bagi dalam dua jenis, yaitu
dinamakan limbus. a. Theodolitee reiterasi, yaitu jenis
b. Bagian tengah, terdiri atas suatu theodolitee yang pelat lingkaran skala
sumbu yang dimasukkan kedalam mendatar dijadikan satu dengan tabung
tabung bagian bawah. Sumbu ini yang letaknya diatas tiga sekerup. Pelat
sumbu tegak atau sumbu kesatu S1. nonius dan pelat skala mendatar dapat
Diatas sumbu S1 diletakkan lagi diletakkan menjadi satu dengan sekerup
suatu pelat yang berbentuk kl, sedangkan pergeseran kecil dari
lingkaran dan mempunyai jari-jari nonius terhadap skala lingkaran, dapat
kurang dari jari-jari pelat bagian digunakan sekerup fl. Dua sekerup kl
bawah. Pada dua tempat di tepi dan fl merupakan satu pasang ; sekerup
lingkaran di buat pembaca nomor fl dapat menggerakkan pelat nonius bila
yang berbentuk alat pembaca sekerup kl telah dikeraskan.
nonius. b. Theodolitee repetisi, yaitu jenis
Diatas nonius ini ditempatkan dua kaki theodolitee yang pelatnya dengan skala
yang penyangga sumbu mendatar. lingkaran mendatar ditempatkan
Suatu nivo diletakkan di atas pelat sedemikian rupa sehingga pelat dapat
nonius untuk membuat sumbu kesatu berputar sendiri dengan tabung pada
tegak lurus. sekerup penyetel sebagai sumbu putar.
c. Bagian atas, terdiri dari sumbu Perbedaan jenis repetisi dengan
mendatar atau sumbu kedua yang reiterasi adalah jenis repetisi memiliki
diletakkan diatas kaki penyangga sekerup k2 dan f2 yang berguna pada
sumbu kedua S2. Pada sumbu kedua penukuran sudut mendatar dengan cara
ditempatkan suatu teropong tp yang repetisi.
3

mempunyai difragma dan dengan Selain menggunakan Theodolite,


demikian mempunyi garis bidik gb. Pada pengukuran titik-titik detail metode
sumbu kedua diletakkan pelat yang tachymetri dapat menggunakan Topcond
berbentuk lingkaran dilengkapi dengan
skala lingkaran tegak ini ditempatkkan
dua nonius pada kaki penyangga sumbu
kedua.
353
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

atas digantungkan pada seutas tali.


Unting-unting berguna untuk
memproyeksikan suatu titik pada pita
ukur di permukaan tanah atau
sebaliknya.

Gambar 325. Theodolite Topcon

2. Statif Gambar 327. Unting-unting


Statif merupakan tempat dudukan alat
4. Patok
dan untuk menstabilkan alat seperti
Patok dalam ukur tanah berfungsi untuk
Sipat datar. Alat ini mempunyai 3 kaki
memberi tanda batas jalon, dimana titik
yang sama panjang dan bisa dirubah
setelah diukur dan akan diperlukan lagi
ukuran ketinggiannya. Statip saat
pada waktu lain. Patok biasanya
didirikan harus rata karena jika tidak rata
ditanam didalam tanah dan yang
dapat mengakibatkan kesalahan saat
menonjol antara 5 cm-10 cm, dengan
pengukuran
maksud agar tidak lepas dan tidak
mudah dicabut. Patok terbuat dari dua
macam bahan yaitu kayu dan besi atau
beton.
• Patok kayu
Patok kayu yang terbuat dari kayu,
berpenampang bujur sangkar dengan
ukuran ± 50 mm x 50 mm, dan bagian
atasnya diberi cat.
• Patok beton atau besi
Gambar 326. Statif
Patok yang terbuat dari beton atau
3. Unting-unting
besi biasanya merupakan patok tetap
Unting-unting terbuat dari besi atau
yang akan masih pada waktu lain.
kuningan yang berbentuk kerucut
dengan ujung bawah lancip dan di ujung
354
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Gambar 330. Rambu ukur

7. Payung
Payung ini berfungsi sebagai pelindung
dari panas dan hujan untuk alat ukur itu
Gambar 328. Jalon di atas patok
sendiri. Karena bila alat ukur sering

5. Pita ukur (meteran) kepanasan atau kehujanan, lambat laun

Rambu ukur dapat terbuat dari kayu, alat tersebut pasti mudah rusak (seperti;

campuran alumunium yang diberi skala jamuran, dll).

pembacaan. Ukuran lebarnya ± 4 cm,


panjang antara 3m-5m pembacaan
dilengkapi dengan angka dari meter,
desimeter, sentimeter, dan milimeter.

Gambar 331. Payung

12.2.2 Bahan yang Digunakan :


1. Formulir ukur
Formulir pengukuran digunakan untuk
mencatat kondisi di lapangandan hasil
Gambar 329. Pita ukur perhitungan-perhitungan/ pengukuran di

6. Rambu Ukur lapangan. (terlampir)

Rambu ukur dapat terbuat dari kayu,


campuran alumunium yang diberi skala
pembacaan. Ukuran lebarnya ± 4 cm,
panjang antara 3m-5m pembacaan
dilengkapi dengan angka dari meter,
desimeter, sentimeter, dan milimeter.
Gambar 332. Formulir Ukur
355
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

2. Peta wilayah studi


Peta digunakan agar mengetahui di
daerah mana akan melakukan
pengukuran.

3. Cat dan kuas


digunakan untuk menandai dimana kita
Gambar 334. Benang
mengukur dan dimana pula kita
meletakan rambu ukur. Tanda ini tidak
• Paku
boleh hilang sebelum perhitungan
Paku terbuat dari baja (besi) dengan
selesai karena akan mempengaruhi
ukuran ± 10 mm. Digunakan sebagai
perhitungan dalam pengukuran.
tanda apabila cat mudah hilang dan
patok kayu tidak dapat digunakan,
dikarenakan rute (jalan) yang digunakan
terbuat dari aspal.

12.2.3 Formulir Pengukuran

Formulir pengukuran digunakan untuk


mencatat kondisi di lapangan dan hasil
perhitungan-perhitungan/ pengukuran di
lapangan. (terlampir)

12.2.4 Prosedur pengukuran :


Gambar 333. Cat dan Kuas

Pengukuran metode tachymetri


4. Alat tulis
menggunakan alat theodolite, baik yang
Alat tulis digunakan untuk mencatat
bekerja secara optis maupun elektronis
hasil pengkuran di lapangan.
digital yang sering dinamakan dengan Total
• Benang
Station. Alat theodolite didirikan di atas
Benang berfungsi sebagai:
patok yang telah diketahui koordinat dan
a. menentukan garis lurus
ketinggiannya hasil pengukuran kerangka
b. menentukan garis datar
dasar. Patok tersebut mewakili titik-titik ikat
c. menentukan pasangan yang kurus
pengukuran.
d. mekuruskan plesteran
Rambu ukur atau target diletakkan di atas
e. menggantungkan unting-unting
titik-titik detail yang akan disajikan di atas
356
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

peta. Titik-titik detail dapat berupa unsur vertikal berupa sudut miring atau
alam atau unsur buatan manusia. Unsur sudut zenith pada titik detail
alam misalnya adalah perubahan slope tersebut. Jika sudut vertikal yang
o o
(kemiringan) tanah yang dijadikan titik-titik dibaca relatif kecil antara 0 – 5
tinggi (spot heights) sebagai acuan untuk maka dapat dipastikan sudut
penarikan dan interpolasi garis kontur. tersebut adalah sudut inklinasi
Unsur buatan manusia misalnya adalah (miring) dan jika berada di sekitar
o
pojok-pojok bangunan. sudut 90 maka dapat dipastikan
sudut tersebut adalah sudut zenith.
a. Urutan pengaturan serta pemakaian :
Setelah terbaca semua data
1. Dengan menggunakan patok-patok
tersebut kemudian kita pindahkan
yang telah ada yang digunakan
rambu ukur ke titik detail berikutnya
pada pengukuran sipat datar dan
dan lakukan hal yang sama seperti
pengukuran poligon, dirikan alat
diatas. Dalam membuat titik detail
theodolite pada titik (patok) sebagai
buatlah sebanyak-banyaknya
titik ikat pada awal pengukuran
sedemikian rupa sehingga informasi
(patok pertama).
dari lapangan baik planimetris
2. Ketengahkan gelembung nivo
maupun ketinggian dapat disajikan
dengan prinsip pergerakan 2 sekrup
secara lengkap di atas peta.
kaki kiap ke dalam dan keluar saja
5. Pindahkan alat theodolite ke titik ikat
dan satu sekrup kaki kiap ke kanan
berikutnya, selanjutnya lakukan
atau ke kiri saja.
pengukuran tachymetri ke titik-titik
3. Pada posisi teropong biasa
detail lainnya.
diarahkan teropong titik detail satu
6. Selanjutnya pengolahan data
yang telah didirikan rambu ukur di
tachymetri dipindahkan dengan
atas target tersebut, kemudian baca
pengolahan data pengukuran sipat
benang atas, benang tengah, dan
datar dan pengukuran polygon
benang bawah dari rambu ukur
sedemikian rupa sehingga diperoleh
pada titik detail satu dengan
koordinat dan tinggi titik-titik detail.
bantuan sekrup kasar dan halus
7. Pengukuran tachymetri selesai.
pergerakan vertikal.
Hasil yang diperoleh dari prakek
4. Bacalah sudut horizontal yang
pengukuran tachymetri di lapangan
menunjukan azimuth magnetis dari
adalah koordinat planimetris X,Y,
titik detail satu dan baca pula sudut
dan ketinggian Z titik-titik detail yang
357
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

diukur sebagai situasi daerah pembacaan satuan menit atau


pengukuran untuk keperluan satuan centigrade per kolom, atau
penggambaran titik detail dan garis- ada yang mempunyai harga 2 menit
c
garis kontur dalam pemetaan. (2 ) per kolom.
5. Sistim pembacaan lingkaran vertikal
b. Pembacaan sudut mendatar :
ada 2 macam yaitu:
1. Terlebih dahulu kunci boussole atau
§ Sistim sudut zenith.
pengencang magnet kita lepaskan,
§ Sistim sudut miring.
kemudian akan terlihat skala
6. Sudut miring yang harganya negatif,
pembacaan bergerak; sementara
pembacaan dilakukan dari kanan ke
bergerak kita tunggu sampai skala
kiri, sedangkan untuk harga positif
pembacaan diam, kemudian kita
pembacaan dari kiri ke kanan.
kunci lagi.
7. Perlu diyakinkan harga sudut miring
2. pembacaan bersifat koinsidensi
positif atau negatif.
dengan mempergunkan tromol
d. Pembacaan Rambu
mikrometer.
1. Untuk pembacaan jarak, benang
c. Keterangan:
atas kita tempatkan di 1 m atau 2 m
1. Pada pembacaan sudut miring perlu
pada satuan meter dari rambu.
diperhatikan tanda positif atau
Kemudian baca benang bawah dan
negatif, sebab tidak setiap angka
tengah.
mempunyai tanda positif atau
2. Untuk pembacaan sudut miring,
negatif.
arahkan benang tengah dari
2. Pada pembacaan sudut miring di
teropong ke tinggi alatnya, sebelum
o gr
dekat 0 (0 ) perlu diperhatikan
pembacaan dilakukan, gelembung
tanda positif atau negatif, sebab
nivo vertikal harus diketengahkan
tandanya tidak terlihat, sehingga
dahulu.
meragukan sipembaca.
(Tinggi alat harus diukur dan
3. Perlu diperhatikan sistim
dicatat).
pembacaan dari pos alat ukur tanah
tersebut:
§ Sistim centisimal (grade).
§ Sistim sexagesimal (derajat).
4. Perlu diperhatikan, bahwa
pembacaan skala tromol untuk
358
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

12.2.5 Penurunan Rumus Titik Detail


Tachymetri
BT

Secara umum rumus yang digunakan dalam


tachymetri adalah sebagai berikut :
BA'− BT i
1. BA'− BT ⇒ COSi =
BA − BT O O'

( BA − BT ) ⋅ COSi = BA'− BT
Gambar 335. Segitiga O BT O’
BA' = ( BA − BT ) ⋅ COSi + BT
O ' BT
7. Sini = = O ' BT = d AB ⋅ Sini
2. BT − BB' ⇒ COSi = BT − BB' d AB
BT − BB
8. ∆HAB = Tinggi alat + O’BT – BT
( BT − BB) ⋅ COSi = BT − BB'
BB' = BT − (BT − BB) ⋅ COSi ∆HAB = Tinggi alat + dAB . Sin i – BT

3. BA’ = (BA – BT) . COS i + BT


→ Tinggi alat +(BA – BB) . Cos i . Sin i .
BB’ = BT – (BT – BB) . COS i 100– BT

(BA’ –BB’) = (BA – BT+ BT– BB) . COSi ∆HAB = Tinggi alat + (BA – BB) . Sin 2i
= (BA – BB) . COS i
. ½ i 100 – BT
4. dAbx = dAB . COS i . 100
∆HAB = Tinggi alat + (BA- BB) i Sin 2i i
dAbx = (BA – BB) . COS i . COS i . 100
2 50 – BT
dABx = (BA – BB) . COS i . 100
Jadi :
5. dABx = dAB . COS i . 100 TB = Tinggi alat + ∆HAB
dABx = (BA – BB) . COS i . COS i . 100
Catatan :
2
dABx = (BA – BB) . COS i . 100 Tinggi alat = Hasil pengolahan data
sipat datar
6. Catatan :
XA dan YA = Hasil pengolahan data ∆HAB = Hasil pengolahan data
polygon. Tachymetri
dABx = Hasil pengolahan data
tachymetry.
αAB = Hasil pembacaan sudut
horizontal (azimuth)
theodolitee
359
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

1
BA
i
Z

Z
BT

i
Z

Z BB
dAB ? HAB

O'
i

Ta

A dABX B

Titik Nadir

Gambar 336. Pengukuran titik detail tachymetri

12. 3. Pengolahan Data


Pengukuran Tachymetri

Data yang diambil dari lapangan semakin Data yang diperoleh dari lapangan harus
banyak semakin baik. Data yang diperoleh di diolah untuk menghilangkan kesalahan
tempat alat berdiri meliputi azimuth magnetis, sistematis dan acak yang terjadi serta
sudut vertikal inklinasi (miring) atau zenith dan membuang kesalahan besar yang
tinggi alat. Data yang diperoleh dari tempat mungkin timbul. Pengolahan data sipat
berdiri rambu atau target adalah bacaan datar kerangka dasar vertical dan polygon
benang diafragma (benang atas, benang kerangka dasar horizontal dapat diolah
tengah, dan benang bawah) atau jarak secara manual dengan bantuan mesin
langsung. Pada alat theodolite dengan fasilitas hitung atau secara tabelaris menggunakan
total station koordinat dan ketinggian tinggi bantuan computer.
titik-titik detail dapat langsung diperoleh dan
direkam ke dalam memori penyimpanan.
360
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Titik kontrol vertikal dan horizontal dapat


12. 4. Penggambaran hasil diperoleh dengan cara:
pengukuran tachymetri
a. Penentuan benchmark yang ada dari
lapangan hasil pengukuran
Sebelum hasil praktek pengukuran digunakan sebelumnya.
untuk keperluan pembuatan peta b. Hasil pengamatan diatas peta, untuk
(penggambaran) maka data dari lapangan koordinat dari hasil interpolasi grid-grid
diolah terlebih dahulu. Dari hasil pengukuran peta.
Tachymetri diperoleh data mentah yang
Sedangkan untuk tinggi definitif diperoleh
harus diolah sesuai dengan metoda
dari hasil interpolasi garis-garis kontur
pengukuran yang dilakukan.
yang ada diatas peta. Koordinat definitif
Data yang telah diolah kemudian disajikan di kemudian dibuat gambarnya baik secara
atas kertas (2 dimensi) dalam bentuk peta manual maupun digital menggunakan
yang disebut sebagai pekerjaan pemetaan komputer sehingga dapat diperoleh
yang menghasilkan informasi spasial informasi luas wilayah pengukuran. Tinggi
(keruangan) berupa peta. titik-titik ikat digambar pada arah
memanjang sehingga dapat diperoleh
Penggambaran hasil pengukuran tachymetri
turun naiknya permukaan tanah sepanjang
hampir sama dengan penggambaran
jalur pengukuran.
pengukuran sipat datar kerangka dasar
vertikal dan penggambaran pengukuran
poligon kerangka dasar horizontal.
Informasi yang diperoleh dari pengolahan data
sipat datar kerangka dasar vertical adalah
tinggi definitif titik-titik ikat, sedangkan
informasi yang diperoleh dari pengolahan data
kerangka dasar horizontal adalah koordinat
titik-titik ikat. Titik awal dan akhir pengukuran
juga diberikan sebagai kontrol vertikal dan
horizontal.
361
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Gambar 337.Theodolitee O BT O’
CATATAN

INSTITUSI

MATA PELAJARAN
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

DI GAMBAR

Gambar 338. siteplan pengukuran titik -titik detail Tachymetri


LEGENDA

Pohon

Pohon

Tiang Listrik

Titik Detail
JUDUL GAMBAR
Rute Pengukuran

Garis Kontur

Jalan
DIPERIKSA
SITE PLAN PENGUKURAN TITIK-TITIK DETAIL
Gedung PKM
TACHYMETRI

SKALA 1 : 100
362
363
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

MATA PELAJARAN

JUDUL GAMBAR
DI GAMBAR

DIPERIKSA
INSTITUSI
CATATAN

KONTUR TEMPAT PENGUKURAN TITIK-TITIK


DETAIL TACHYMETRI

Gambar 339. Kontur tempat pengukuran titik detail tachymetri


CATATAN
N

INSTITUSI

LEGENDA

Pohon

FPBS Pohon

Tiang Listrik
MATA PELAJARAN
Titik Detail
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Rute Pengukuran

Garis Kontur DI GAMBAR


Jalan

Gedung PKM
DIREKSI KEET

GOR

Gambar 340. Pengukuran titik detail tachymetri dengan garis kontur 1


JUDUL GAMBAR

DIPERIKSA
PKM PENGUKURAN TITIK-TITIK DETAIL
TACHYMETRI DENGAN GARIS KONTUR
SKALA 1 : 100
364
CATATAN
N

INSTITUSI

LEGENDA

Titik Detail

Rute Pengukuran

MATA PELAJARAN
Garis Kontur
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

DI GAMBAR

Gambar 341. Pengukuran titik detail tachymetri dengan garis kontur 2


JUDUL GAMBAR

DIPERIKSA

PENGUKURAN TITIK-TITIK DETAIL


TACHYMETRI DENGAN GARIS KONTUR
SKALA 1 : 100
365
366
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Tabel 30. Formulir pengukuran titik detail

PENGUKURAN SITUASI DETAIL

Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan No.Lembar dari


Pengukuran Tachymetri Cuaca Mendung
Lokasi Gedung Olah Raga Alat Ukur T.0 Wild 138402
Diukur Oleh Kelompok 8 Tanggal Instruktur

Titik Tinggi Bacaan Sudut Jarak Benang Beda Tinggi Tinggi


Alat/ o ' '' (m) Atas Ket
Ukur Patok Laut
Tengah Atas
(m)
Dari Ke Horizontal Vertikal Miring Datar Bawah + -

Sketsa :
367
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Tabel 31. Formulir pengukuran titik detail posisi 1

PENGUKURAN SITUASI DETAIL

Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan No.Lembar dari


Pengukuran Tachymetri Cuaca Mendung
Lokasi Gedung Olah Raga Alat Ukur T.0 Wild 138402
Diukur Oleh Kelompok 8 Tanggal Instruktur

Titik Tinggi Bacaan Sudut Jarak Benang Beda Tinggi Tinggi


Alat/ o ' '' (m) Atas Ket
Ukur Patok Laut
Tengah Atas
(m)
Dari Ke Horizontal Vertikal Miring Datar Bawah + -
1 1 1.42 313°34' 92°22' 1.314 1.336
1.292
2 44°14' 92°00'20'' 1.1285 1.3
0.957
3 2°30' 87° 1.234 1.72
0.748
4 13°12' 87° 1.307 1.472
1.142
5 20°54' 86°30' 1.2565 1.35
1.163
6 132°40' 98°12' 0.6795 0.719
0.64
7 152°59' 96°18' 0.609 0.7
0.518
8 190°47' 96°18' 0.0865 0.97
0.76
9 212°3' 92°16' 1.16 1.22
1.1
10 252°7' 92°18' 1.245 1.345
1.145

Sketsa :
2
3

4
1 5
10 6
7
9 8
368
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Tabel 32. Formulir pengukuran titik detail posisi 2

PENGUKURAN SITUASI DETAIL

Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan No.Lembar dari


Pengukuran Tachymetri Cuaca Mendung
Lokasi Gedung Olah Raga Alat Ukur T.0 Wild 138402
Diukur Oleh Kelompok 8 Tanggal Instruktur

Titik Tinggi Bacaan Sudut Jarak Benang Beda Tinggi Tinggi


Alat/ o ' '' (m) Atas Ket
Ukur Patok Laut
Tengah Atas
(m)
Dari Ke Horizontal Vertikal Miring Datar Bawah + -
2 1 1.30 71°4' 93°3' 0.597 0.658
0.535
2 91°30' 93°4' 0.484 0.55
0.418
3 134°9' 90°33' 1.006 1.056
0.955
4 172°45' 90°35' 1.5 1.1
1
5 212°30' 92°15' 0.634 0.688
0.58
6 242°56' 91°8' 0.915 0.98
0.85
7 245°5' 91°20' 0.938 1.035
0.84
8 272°56' 91°20' 1.223 1.266
1.18
9 291°9' 88°19' 1.12 1.16
1.08
10 1°43' 91°18' 1.111 1.126
1.095

Sketsa :

10
9

8 1

2
6
3
7 4
5
369
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Tabel 33. Formulir pengukuran titik detail posisi 3

PENGUKURAN SITUASI DETAIL

Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan No.Lembar dari


Pengukuran Tachymetri Cuaca Mendung
Lokasi Gedung Olah Raga Alat Ukur T.0 Wild 138402
Diukur Oleh Kelompok 8 Tanggal Instruktur

Titik Tinggi Bacaan Sudut Jarak Benang Beda Tinggi Tinggi


Alat/ o ' '' (m) Atas Ket
Ukur Patok Laut
Tengah Atas
(m)
Dari Ke Horizontal Vertikal Miring Datar Bawah + -
3 1 1.28 84°47' 92°80' 0.75 0.8
0.7
2 140°23' 94°8' 0.753 0.78
0.725
3 150°55' 94°8' 0.688 0.725
0.65
4 194°37' 94°5' 0.547 0.625
0.522
5 221°36' 91°28' 0.51 0.61
0.41
6 234°51' 89°2' 1.29 1.38
1.2
7 244°9' 89°2' 0.839 0.908
0.77
8 262°17' 89°2' 1.117 1.203
1.03
9 282°57' 88°19' 1.808 1.85
1.765
10 44°57' 88°19' 1.499 1.95
1.048

Sketsa :

2
3
4
5
6
7
10
9 8
370
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Tabel 34. Formulir pengukuran titik detail posisi 4

PENGUKURAN SITUASI DETAIL

Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan No.Lembar dari


Pengukuran Tachymetri Cuaca Mendung
Lokasi Gedung Olah Raga Alat Ukur T.0 Wild 138402
Diukur Oleh Kelompok 8 Tanggal Instruktur

Titik Tinggi Bacaan Sudut Jarak Benang Beda Tinggi Tinggi


Alat/ o ' '' (m) Atas Ket
Ukur Patok Laut
Tengah Atas
(m)
Dari Ke Horizontal Vertikal Miring Datar Bawah + -
4 1 1.25 150°2' 93°8' 0.853 0.905
0.805
2 172°49' 92°18' 0.56 0.608
0.502
3 204°29' 92°12' 0.843 0.878
0.808
4 340° 92°12' 2.145 2.18
2.11
5 342°14' 89°18' 1.437 1.514
1.36
6 354°27' 89°19' 1.288 1.39
1.185
7 1°3' 89°19' 1.565 1.645
1.485
8 12°29' 89°18' 1.051 1.092
1.01
9 41°31' 89°19' 1.22 1.35
1.09
10 91°43' 89°18' 1.401 1.413
1.388

Sketsa : 5
4 6
7
8
9
10

1
2

3
371
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Tabel 35. Formulir pe ngukuran titik detail posisi 5

PENGUKURAN SITUASI DETAIL

Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan No.Lembar dari


Pengukuran Tachymetri Cuaca Mendung
Lokasi Gedung Olah Raga Alat Ukur T.0 Wild 138402
Diukur Oleh Kelompok 8 Tanggal Instruktur

Titik Tinggi Bacaan Sudut Jarak Benang Beda Tinggi Tinggi


Alat/ o ' '' (m) Atas Ket
Ukur Patok Laut
Tengah Atas
(m)
Dari Ke Horizontal Vertikal Miring Datar Bawah + -
5 1 1.30 190°24' 94°17' 0.810 0.86
0.76
2 241°49' 94°15' 1.263 1.55
0.975
3 341°51' 94°25' 0.85 0.876
0.823
4 3°8' 94°25' 0.528 0.57
0.485
5 20°20' 90°5' 0.9 0.98
0.82
6 32°44' 90°5' 0.692 0.763
0.62
7 60°37' 90°5' 0.881 0.938
0.823
8 70°18' 90°3' 0.925 0.51
0.34
9 91°7' 90°4' 1.005 1.15
0.86
10 113°16' 90°7' 1.442 1.468
1.416

4 5
Sketsa : 3
6
7 8
2
9
1
10
372
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Tabel 36. Formulir pengukuran titik detail posisi 6

PENGUKURAN SITUASI DETAIL

Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan No.Lembar dari


Pengukuran Tachymetri Cuaca Mendung
Lokasi Gedung Olah Raga Alat Ukur T.0 Wild 138402
Diukur Oleh Kelompok 8 Tanggal Instruktur

Titik Tinggi Bacaan Sudut Jarak Benang Beda Tinggi Tinggi


Alat/ o ' '' (m) Atas Ket
Ukur Patok Laut
Tengah Atas
(m)
Dari Ke Horizontal Vertikal Miring Datar Bawah + -
6 1 1.30 90°1' 90°1' 1.07 1.105
1.034
2 121°12' 90°2' 1.24 1.34
1.14
3 133°9' 89°6' 1.39 1.495
1.285
4 142°54' 89°6' 1.077 1.15
1.003
5 221°31' 89°9' 1.205 1.255
1.155
6 351°52' 89°10' 1.222 1.262
1.182
7 304°42' 89°10' 1.405 1.138
1.672
8 312°42' 89°17' 1.84 1.898
1.782
9 300°2' 89°18' 1.51 1.555
1.465
10 322°20' 89°15' 1.554 1.586
1.5225

Sketsa : 9 10 1 2
8 3
7 4
5
6
373
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Tabel 37. Formulir pengukuran titik detail posisi 7

PENGUKURAN SITUASI DETAIL

Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan No.Lembar dari


Pengukuran Tachymetri Cuaca Mendung
Lokasi Gedung Olah Raga Alat Ukur T.0 Wild 138402
Diukur Oleh Kelompok 8 Tanggal Instruktur

Titik Tinggi Bacaan Sudut Jarak Benang Beda Tinggi Tinggi


Alat/ o ' '' (m) Atas Ket
Ukur Patok Laut
Tengah Atas
(m)
Dari Ke Horizontal Vertikal Miring Datar Bawah + -
7 1 1.30 260°36' 89°19' 0.697 0.723
0.67
2 321°36' 96°8' 0.59 0.625
0.555
3 331°36' 92°19' 0.653 0.705
0.6
4 342°15' 92°20' 0.734 0.782
0.685
5 11°9' 91°12' 0.387 0.437
0.337
6 31°52' 91°12' 0.467 0.515
0.418
7 54°15' 91°0' 0.815 0.85
0.78
8 112°18' 91°0' 1.45 1.482
1.418
9 180°14' 91°0' 1.609 1.652
1.565
10 194°19' 93°2' 1.727 1.769
1.685

5
4
Sketsa : 2
3
6
7

1
8
10 9
374
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Tabel 38. Formulir pengukuran titik detail posisi 8

PENGUKURAN SITUASI DETAIL

Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan No.Lembar dari


Pengukuran Tachymetri Cuaca Mendung
Lokasi Gedung Olah Raga Alat Ukur T.0 Wild 138402
Diukur Oleh Kelompok 8 Tanggal Instruktur

Titik Tinggi Bacaan Sudut Jarak Benang Beda Tinggi Tinggi


Alat/ o ' '' (m) Atas Ket
Ukur Patok Laut
Tengah Atas
(m)
Dari Ke Horizontal Vertikal Miring Datar Bawah + -
8 1 1.31 351°7' 89°14' 1.371 1.33
1.213
2 30°5' 89°16' 0.879 0.946
0.811
3 40°37' 89°16' 1.125 1.17
1.08
4 60°23' 89°16' 1.328 1.363
1.293
5 94°44' 91°16' 1.599 1.632
1.565
6 141°56' 91°16' 1.975 2.02
1.93
7 162°19' 91°25' 2.219 2.305
2.132
8 183°23' 96°28' 1.268 1.363
1.173
9 194°10' 96°29' 1.031 1.082
0.98
10 203°48' 96°29' 1.796 1.826
1.765

Sketsa : 7
8

6 9

10
5
1
4
3 2
375
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Model Diagram Model


Alir IlmuDiagram
Ukur TanahAlir
Pertemuan ke-12
Pengukuran
Pengukuran Titik-Titik Detail
titik-titik Detail Metode
MetodeTachymetri
Tachymetri
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal


Orde-1 Orde-1

Pengukuran Titik-Titik Detail


Orde-2

Metode Offset Metode Tachymetri

Peralatan sederhana Peralatan :


- Pita ukur - Teknologi lensa optis
- Jalon - Elektronis digital
- Meja ukur
- Mistar Keunggulan :
- Busur derajat - Kecepatan
- Ketepatan

Theodolite

Elektronis Digital
Optis
Total Station

X, Y, Z
- Azimuth Magnetis (Titik-titik detail)
- Sudut Vertikal (Inklinasi/Zenith)
- Benang Atas, Tengah, Bawah
- Tinggi Alat

Unsur Alam :
Dij = (BA-BA).100.(cos i)^2
Perubahan slope
dHij = Talat + (BA-BB).50.sin 2i-BT
Unsur Buatan :
Xj = Xi + Dij . Sin Aij
Pojok-pojok
Yj = Yi + Dij . Cos Aij
bangunan
Hj = Hi + dHij

Gambar 342. Diagram alir Pengukuran titik -titik detail metode tachymetri
376
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Rangkuman

Berdasarkan uraian materi bab 12 mengenai pengukuran titik detail (tachymetri),


maka dapat disimpulkan sebagi berikut:

1. Untuk keperluan pengukuran dan pemetaan selain pengukuran kerangka dasar vertikal
yang menghasilkan tinggi titik-titik ikat dan pengukuran kerangka dasar horizontal yang
menghasilkan koordinat titik-titik ikat juga perlu dilakukan pengukuran titik-titik detail
untuk menghasilkan titik-titik detail yang tersebar di permukaan bumi yang
menggambarkan situasi daerah pengukuran.
2. Pengukuran titik-titik detail dilakukan sesudah pengukuran kerangka dasar vertikal dan
pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan. Pengukuran titik-titik detail mempunyai
orde ketelitian lebih rendah dibandingkan orde pengukuran kerangka dasar.
3. Pengukuran titik-titik detail dengan metode tachymetri pada dasarnya dilakukan dengan
menggunakan peralatan dengan teknologi lensa optis dan elektronis digital. Pengukuran
titik-titik detail dengan metode Tachymetri ini adalah cara yang paling banyak digunakan
dalam praktek, terutama untuk pemetaan daerah yang luas dan untuk detail-detail yang
bentuknya tidak beraturan.
4. Pengukuran tiitk-titik detail metode tachymetri ini relatif cepat dan mudah karena yang
diperoleh dari lapangan adalah pembacaan rambu, sudut horizontal (azimuth magnetis),
sudut vertikal (zenith atau inklinasi) dan tinggi alat. Hasil yang diperoleh dari pengukuran
tachymetri adalah posisi planimetris X, Y, dan ketinggian Z.

5. Metode tachymetri didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga sebangun, sisi
yang sepihak adalah sebanding.
6. Penentuan beda elevasi dengan tachymetri dapat dibandingkan dengan sipat datar
memanjang t.i. sesuai bidikan plus, dan pembacaan rambu sesuai bidikan minus.
7. Menggunakan pengukuran cara tachymetry, selain diperoleh unsur jarak, juga diperoleh
beda tinggi.

8. Pengukuran metode tachymetri menggunakan alat theodolite, baik yang bekerja secara
optis maupun elektronis digital yang sering dinamakan dengan Total Station.
9. Penggambaran hasil pengukuran tachymetri dapat dengan manual ataupun dengan
komputerisasi (AutoCAD).
10. Data yang diambil dari lapangan semakin banyak semakin baik.
377
12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri

Soal Latihan

Jawblah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini !

1. Apa yang dimaksud dengan pengukuran Tachymetri ?


2. Jelaskan tujuan pengukuran titik-titik detail metode tachymetri!
3. Sebutkan perbedaan dari pengukuran tachymetri untuk titik bidik horizontal dengan
pengukuran tachymetri untuk bidikan miring?
4. Sebutkan peralatan apa saja yang dibutuhkan dalam pengukuran titik-titik detail metode
tachymetri! Jelaskan!
5. Diketahui : Xa = 100,64 ; Ya = 100,46 ; Ta = +800
Tinggi Benang Benang Benang Azimuth Inklinasi
Target
Alat Atas Tengah Bawah αA I
o o
B 1.54 1.654 1.543 1.432 47 47’47’’ 01 01’01’’
o o
C 1.52 1.726 1.585 1.444 100 27’57’’ 02 02’02’’
o o
D 1.55 1.744 1.663 1.583 179 09’09’’ -1 01’01’’
o o
E 1.58 1.932 1.745 1.558 269 36’36’’ -2 02’02’’
o o
F 1.52 1.832 1.738 1.644 358 23’24’’ -3 02’01’’

Ditanyakan : Koordinat dan Tinggi titik B, C, D, E, dan F ?


13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
378

13. Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya


13.1 Pengertian garis kontur
Aplikasi lebih lanjut dari garis kontur adalah
untuk memberikan informasi slope
(kemiringan tanah rata-rata), irisan profil
Garis kontur adalah garis khayal dilapangan
memanjang atau melintang permukaan
yang menghubungkan titik dengan
tanah terhadap jalur proyek (bangunan) dan
ketinggian yang sama atau garis kontur
perhitungan galian serta timbunan (cut and
adalah garis kontinyu diatas peta yang
fill) permukaan tanah asli terhadap
memperlihatkan titik-titik diatas peta dengan
ketinggian vertikal garis atau bangunan.
ketinggian yang sama. Nama lain garis
Garis kontur dapat dibentuk dengan
kontur adalah garis tranches, garis tinggi
membuat proyeksi tegak garis-garis
dan garis tinggi horizontal. Garis kontur + 25
perpotongan bidang mendatar dengan
m, artinya garis kontur ini menghubungkan
permukaan bumi ke bidang mendatar peta.
titik-titik yang mempunyai ketinggian sama +
Karena peta umumnya dibuat dengan skala
25 m terhadap tinggi tertentu. Garis kontur
tertentu, maka untuk garis kontur ini juga
disajikan di atas peta untuk memperlihatkan
akan mengalami pengecilan sesuai skala
naik turunnya keadaan permukaan tanah.
peta.

+ 41 m

+ 40 m
+ 39 m

Kontur ( Khayal )

Gambar 343. Pembentukan garis kontur dengan membuat proyeksi tegak garis perpotongan bidang
mendatar dengan permukaan bumi.
13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
379

Garis-garis kontur merupakan cara yang baik. Cara lain untuk melukiskan bentuk
banyak dilakukan untuk melukiskan bentuk permukaan tanah yaitu dengan cara
permukaan tanah dan ketinggian pada peta, hachures dan shading.
karena memberikan ketelitian yang lebih Bentuk garis kontur dalam 3 dimensi

Alam

Gbr.3 Peta

Gambar 344. Penggambaran kontur

g. Garis kontur yang rapat menunjukan


13.2 Sifat garis kontur keadaan permukaan tanah yang terjal.
h. Garis kontur yang jarang menunjukan
Garis kontur memiliki sifat sebagai berikut : keadaan permukaan yang landai
a. Berbentuk kurva tertutup. i. Penyajian interval garis kontur
b. Tidak bercabang. tergantung pada skala peta yang
c. Tidak berpotongan. disajikan, jika datar maka interval garis
d. Menjorok ke arah hulu jika melewati kontur tergantung pada skala peta yang
sungai. disajikan, jika datar maka interval garis
e. Menjorok ke arah jalan menurun jika kontur adalah 1/1000 dikalikan dengan
melewati permukaan jalan. nilai skala peta , jika berbukit maka
f. Tidak tergambar jika melewati interval garis kontur adalah 1/500
bangunan. dikalikan dengan nilai skala peta dan
jika bergunung maka interval garis
13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
380

kontur adalah 1/200 dikalikan dengan l. Garis kontur berharga lebih rendah
nilai skala peta. mengelilingi garis kontur yang lebih
j. Penyajian indeks garis kontur pada tinggi.
daerah datar adalah setiap selisih 3 m. Rangkaian garis kontur yang berbentuk
garis kontur, pada daerah berbukit huruf "U" menandakan punggungan
setiap selisih 4 garis kontur sedangkan gunung.
pada daerah bergunung setiap selisih 5 n. Rangkaian garis kontur yang berbentuk
garis kontur. huruf "V" menandakan suatu
k. Satu garis kontur mewakili satu lembah/jurang
ketinggian tertentu..

Gambar 345. Kerapatan garis kontur pada daerah curam dan daerah landai

Gambar 346. Garis kontur pada daerah sangat curam.


13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
381

Gambar 347. Garis kontur pada curah dan punggung bukit.

Gambar 348. Garis kontur pada bukit dan cekung

Rumus untuk menentukan interval kontur


13.3 Interval kontur dan indeks pada suatu peta tofografi adalah :
kontur
I = (25 / jumlah cm dalam 1 km) meter, atau
Interval kontur adalah jarak tegak antara I = n log n tan a, dengan n = (0.01 s + 1)1/2
dua garis kontur yang berdekatan dan meter.
merupakan jarak antara dua bidang Atau :
mendatar yang berdekatan. Pada suatu peta  25 
i=   meter
tofografi interval kontur dibuat sama,  jumlah cm dalam 1 km 
 
berbanding terbalik dengan skala peta.
Semakin besar skala peta, jadi semakin
i = n. log n. tan α
banyak informasi yang tersajikan, interval dimana : n = 0.01S + 1
kontur semakin kecil. Indeks kontur adalah α = kemiringan rata – rata daerah yang
garis kontur yang penyajiannya ditonjolkan dipetakan
setiap kelipatan interval kontur tertentu. S = Angka skala
13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
382

Tabel 39. Bentuk muka tanah dan interval kontur.

Bentuk Muka Interval 13.4 Kemiringan tanah dan


Skala kontur gradient
Tanah Kontur
1 : 1000 Datar 0.2 - 0.5 m
dan Lebih Bergelombang 0.5 - 1.0 m
besar Berbukit 1.0 - 2.0 m Kemiringan tanah α adalah sudut miring
1 : 1 000 Datar 0.5 - 1.5 m
antara dua titik.
s/d Bergelombang 1.0 - 2.0 m
1 : 10 000 Berbukit 2.0 - 3.0 m  DhAB 
 
-1
α = tan
1 : 10 000 Datar 1.0 - 3.0 m
 sAB 
dan Bergelombang 2.0 - 5.0 m
Dimana : α = Kemiringan tanah
lebih kecil Berbukit 5.0 - 10.0 m
∆h
Bergunung 0.0 - 50.0 m α = arc tan
S

Gambar 349. Kemiringan tanah dan kontur gradient

Pada gambar diatas titik-titik A, B, C, dan


13.5 Kegunaan garis kontur
D harus dipillih untuk menggambarkan
garis kontur. Dengan demikian kita dapat
menginterpolasi secara linear ketinggian Selain menunjukan bentuk ketinggian
titik-titik detail yang diukur. Kontur permukaan tanah, garis kontur juga dapat
gradient β adalah sudut antara digunakan untuk:
permukaan tanah dan bidang mendatar a. Menentukan profil tanah (profil
memanjang, longitudinal sections)
antara dua tempat. (Gambar 350)
b. Menghitung luas daerah genangan
dan volume suatu bendungan
(gambar 351)
13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
383

c. Menentukan route/trace suatu d. Menentukan kemungkinan dua titik


jalan atau saluran yang di lahan sama tinggi dan saling
mempunyai kemiringan tertentu terlihat (gambar 353.)
(gambar 352)

Gambar 350. Potongan memanjang dari potongan garis kontur

Gambar 351. Bentuk, luas dan volume daerah genangan berdasarkan garis kontur.

Gambar 352. Rute dengan kelandaian tertentu


13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
384

Gambar 353. Titik dengan ketinggian sama berdasarkan garis kontur.

• Dalam batas ketelitian teknis tertentu,

13.6 Penentuan dan pengukuran kerapatan titik detil ditentukan oleh


titik detail untuk pembuatan skala peta dan ketelitian (interval) kontur
garis kontur
yang diinginkan.
• Pengukuran titik-titik detail untuk
• Semakin rapat titik detil yang diamati,
penarikan garis kontur suatu peta dapat
maka semakin teliti informasi yang
dilakukan secara langsung dan tidak
tersajikan dalam peta.
langsung.

Gambar 354. Garis kontur dan titik ketinggian.


13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
385

a. Pengukuran tidak langsung dilakukan dengan cara tachymetry pada


Titik-titik detail yang tidak harus sama tinggi, semua medan dan dapat pula
dipilih mengikuti pola tertentu yaitu: pola menggunakan sipat datar memanjang
kotak-kotak (spot level) dan profil (grid) dan ataupun sipat datar profil pada daerah yang
pola radial. Dengan pola-pola tersebut garis relatif datar. Pola radial digunakan untuk
kontur dapat dibuat dengan cara interpolasi pemetaan topografi pada daerah yang luas
dan pengukuran titik-titik detailnya dapat dan permukaan tanahnya tidak beraturan.

Gambar 355. Pengukuran kontur pola spot level dan


pola grid.

Gambar 356. Pengukuran kontur pola radial.


13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
386

b. Pengukuran langsung pengukuran garis kontur cara langsung,


Titik detail dicari yang mempunyai garis-garis kontur merupakan garis
ketinggian yang sama dan ditentukan penghubung titik-titik yang diamati dengan
posisinya dalam peta dan diukur pada ketinggian yang sama, sedangkan pada
ketinggian tertentu. cara pengukurannya pengukuran garis kontur cara tidak langsung
bisa menggunakan cara tachymetry, atau umumnya titik-titik detail itu pada titik
kombinasi antara sipat datar memanjang sembarang tidak sama.
dan pengukuran polygon.
Bila titik-titik detail yang diperoleh belum
Cara pengukuran langsung lebih sulit mewujudkan titik-titik dengan ketinggian
dibanding dengan cara tidak langsung, yang sama, posisi titik dengan ketinggian
namun ada jenis kebutuhan tertentu yang tertentu dicari, berada diantara 2 titik tinggi
harus menggunakan cara pengukuran tersebut dan diperoleh dengan prinsip
kontur cara langsung, misalnya pengukuran perhitungan 2 buah segitiga sebangun.
dan pemasanngan tanda batas daerah
Data yang harus dimiliki untuk melakukan
genangan.
interpolasi garis kontur adalah jarak antara 2
titik tinggi di atas peta, tinggi definitif kedua
titik tinggi dan titik garis kontur yang akan
ditarik. Hasil perhitungan interpolasi ini
adalah posisi titik garis kontur yang melewati
garis hubung antara 2 titik tinggi.

Posisi ini berupa jarak garis kontur terhadap


posisi titik pertama atau kedua. Titik hasil
Gambar 357. Pengukuran kontur cara langsung
interpolasi tersebut kemudian kita
hubungkan untuk membentuk garis kontur
13.7 Interpolasi garis kontur
yang kita inginkan. maka perlu dilakukan
interpolasi linear untuk mendapatkan titik-

Penarikan garis kontur berdasarkan titik yang sama tinggi. Interpolasi linear bisa

perolehan posisi titik-titik tinggi (spots dilakukan dengan cara : taksiran, hitungan

height) maka akan semakin mudah dan dan grafis.

halus penarikan garis konturnya. a. Cara taksiran (visual)

Penarikan garis kontur diperoleh dengan Titik-titik dengan ketinggian yang sama,

cara perhitungan interpolasi, pada sedangkan pada pengukuran dan


13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
387

diinterprestasikan langsung diantara titik-titik planimeter dengan interval h. Volume total


yang diketahui ketinggiannya. ΣV dapat dihitung.

Rumus umum :
n−2 n−2
 
∑V =
h r= r=
A + A + 4 2 A + 2 2 A  ….(i)
3  0 N ∑
r=0
2r+1 ∑
r=0
2r

 
atau

Gambar 358. Interpolasi kontur cara taksiran


 r=
n−1
r=n

h
Ar + ∑( Ar−1 .Ar ) 2 ....(ii)
2 1
∑V = 3A0 + AN + 2 ∑
r =0 r =1

b. Cara hitungan (Numeris)  
Cara ini pada dasarnya juga menggunakan atau
dua titik yang diketahui posisi dan  r=
n −1

h
Ar ............(iii )
2
ketinggiannya, hitungan interpolasinya
∑ V = 2  A0 + AN + 2 ∑
r =0
dikerjakan secara numeris (eksak)  
menggunakan perbandingan linear.
v Rumus (i) disebut rumus prisma dan
c. Cara grafis digunakan apabila n = genap
Cara grafis dilakukan dengan bantuan garis- v Rumus (ii) disebut rumus piramida dan
garis sejajar yang dibuat pada kertas digunakan apabila n = ganjil
transparan (kalkir atau kodatrace). Garis- v Rumus (iii) disebut rumus rata-rata awal
garis sejajar dibuat dengan interval yang dan akhir dan digunakan apabila n =
sama disesuaikan dengan tinggi garis kontur ganjil
yang akan dicari.
13.9 Prinsip dasar penentuan
13.8 Perhitungan garis kontur volume

Garis-garis kontur pada peta topografi dapat Dalam pengerjaan teknik sipil, antara lain
digunakan untuk menghitung volume, baik diperlukan perhitungan volume tanah, baik
volume bahan galian (gunung kapur, bukit, untuk pekerjaan galian maupun pekerjaan
dan lain-lain). timbunan. Dibawah ini secara singkat
diuraikan prinsip dasar yang digunakan
Luas yang dikelilingi oleh masing-masing
untuk bentuk-bentuk tanah yang sederhana.
garis kontur diukur luasnya dengan
Pada dasarnya volume tanah dihitung
13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
388

dengan cara menjumlahkan volume setiap


vr = h ( A0 + A1 )........................................( vi)
bagian yang dibatasi oleh dua bidang. 2
Contoh lain penggunaan garis kontur untuk
Pada gambar bidang dimaksud merupakan
perhitungan volume dalam pekerjaan teknik
bidang mendatar. Banyak metode yang
sipil yaitu perhitungan volume dari galian
dapat digunakan untuk menghitung volume.
atau timbunaan.
Disini hanya akan diberikan metode
menggunakan rumus prisma dan rumus Volume tanah yang digali didalam daerah

piramida. ABCD yang dibatasi oleh permukaan tanah


asli dan bidang permukaan rencana (dasar
Prisma adalah suatu benda yang dibatasi
saluran), dapat dihitung dengan rumus:
oleh dua bidang sejajar pada bagian-bagian

∑ V = 2 {( A + A1 ) + ( A1 + A2 ) }
h
atas dan bawahnya serta dibatasi oleh 0

beberapa bidang datar disekelilingnya.

∑V = 6 ( A + 4 A1 + A2 )
Apabila bidang-bidang datar disekelilingnya
2h
0
sesuai dengan sisi bidang atas atau bawah

∑V = 3{(A + )( )}
h
disebut piramida.
0 A0 .A1 + A1 + A1 + A1.A2 + A2
Volume prisma :

Keterangan :
VR = h ( A0 + 4 Am + A1 )...............................(iv )
6 H : jarak antara dua profil yang berdekatan.
Volume piramida: Ai : diukur dengan planimeter atau dihitung

3
(
VR = h A0 + )
A0 A1 + A1 ...........................(V ) dengan cara koordinat.

Didalam peta topografi, garis-garis batas


bidang datar A0, Am dan A1 ditunjukan oleh 13.10 Perubahan letak garis
garis-garis kontur sedangkan h merupakan kontur di tepi pantai
interval konturnya. Jadi apabila h dibuat
Cara perhitungan tersebut di atas sedang
kecil, garis kontur ditarik dari data-data
digunakan oleh GSI (Geography Survey
ketinggian tanah yang cukup rapat serta
Institute Jepang, di Thailand) untuk ukuran
pengukuran luas bidang-bidang yang
yang sangat kasar. Tetapi, kalau dilihat
dibatasi oleh garis kontur diukur hingga v
secara detail, ada beberapa masalah
mendekati volume sebenarnya.
perhitungan, seperti :
Rumus lain yang dapat digunakan adalah a. Di daerah yang akan hilang akibat
rumus rata-rata awal dan akhir yaitu: kenaikan muka air laut sebesar T meter,
13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
389

kehilangan terhitung sebagai jumlah penyelidikan lapangan mengenai


nilai yang sekarang berada. kehilangan akibat pasang laut dan
kehilangannya bukan hanya di daerah banjir.
antara batas pantai dan garis kontur 1m Jika tinggi tanah yang sekarang kena banjir
sekarang, tetapi antara batas pantai berada di antara batas pantai dan tinggi B
sekarang dan garis kontur 1+T meter m, maka daerah yang akan kena banjir
(contoh di Makassar 1.64 m). terletak di daerah antara garis kontur 1+T m
b. Di daerah yang akan lebih sering dan garis kontur 1 +T+B m sekarang. Di
terkena banjir dari pada kondisi daerah sini, kehilangan akan terjadi secara
sekarang, kehilangan bisa diukur sebagian dari nilai total, yang dihitung terkait
berdasarkan data yang terdapat melalui tinggi tanah setempat.

Gambar 359. Letak garis pantai dan garis kontur 1m

Gambar 360. Perubahan garis pantai dan garis


kontur sesudah kenaikan muka air laut
13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
390

Col
13.11 Bentuk-bentuk lembah dan Daerah rendah antara dua buah ketinggian.
pegunungan dalam garis
kontur Saddle

Jalan menuju puncak umumnya berada di Hampir sama dengan col, tetapi daerah

atas punggung (lihat garis titik-titik rendahnya luas dan ketinggian yang

sedangkan disisinya terdapat lembah mengapit tidak terlalu tinggi.

umumnya berisi sungai (lihat garis gelap). Pass

Plateau Celah memanjang yang membelah suatu

Daerah dataran tinggi yang luas daerah ketinggian.

gambar 361. Garis kontur lembah, punggungan dan


perbukitan yang memanjang.
13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
391

Gambar 362. Plateau.

Gambar 363. Saddle

Gambar 364. Pass


13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
392

Deviasi Barat sudut kompas - sudut =


13.12 Cara menentukan posisi,
sudut peta.
cross bearing dan metode
penggambaran c. Setelah mengukur utara kompas,
sesuaikan garis bujur dengan utara
1. Hitung deviasi pada peta:
kompas kurang lebih deviasi.
A = B+ (Cx D)
Keterangan : 4. Membuat cross bearing

A = deklinasi magnetis pada saat tertentu 1. Hitung sudut dari dua kenampakan

B = deklinasi pada tahun pembuatan peta alam atau lebih yang dapat kita kenali di

C = selisih tahun pembuatan. alam dan di peta.

D = variasi magnetis. 2. Buat garis sudut dengan menghitung


deviasi sehingga menjadi sudut peta
Contoh:
pada kertas transparan
Diketahui bahwa:
3. Letakkan di atas peta sesuai dengan
- Deklinasi magnetis tahun 1943 (pada
kedudukannya.
saat peta dibuat) adalah: 0° 30'(=B).
4. Tumpuklah.
- Variasi magnet pertahun: 2'(=D)
5. Merencanakan rute
Pertanyaan:
1. Pilihlah jalur perjalanan yang mudah
Berapa deviasi bila pada peta tersebut
denganmemperhatikan sistem kontur.
digunakan pada tahun 1988 (=A)
2. Bayangkan kemiringan lereng dengan
Perhitungannya:
memperhatikan kerapatan kontur
A = B + (CxD)
(makin rapatmakin terjal).
= 0° 30' + {(88-43)x 2'}
3. Hitung jarak datar (perhatikan
= 0° 30' + 90'
kemiringan lereng).
=120'
4. Hitung waktu tempuh dengan prinsip :
=2º0'
- jalan datar 1 jam untuk kemiringan
2. Mengukur sudut lebih 4 km
- kemiringan 1 jam tiap kenaikkan 100m
a. Mengukur dari peta : Sudut peta –
deviasi (jika deviasi ke Timur) = Metode penggambaran:
sudut Sudut peta + deviasi kompas. 1. Tarik garis transis yang dikehendaki
(jika deviasi ke Barat)=sudut kompas diatas peta, bisa berupa garis lurus
b. Mengukur dari kompas: deviasi timur maupun mengikuti rute perjalanan.
sudut kompas + deviasi = sudut peta. 2. Beri tanda (huruf atau angka) pada titik
awal dan akhir.
13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
393

3. Buat grafik pada milimeter blok. untuk 5. Pindahkan setiap angka beda tinggi dan
sumbu x dipakai sekala horizontal dan jarak sebenarnya tadi sebanyak-
sumbu y sekala vertikal. banyaknya pada grafik.
4. Ukur pada peta jarak sebenarnya (jarak 6. Hubungkan setiap titik pada grafik (lihat
pada peta x angka penyebut skala peta) gambar).
dan ketinggian (beda tinggi) pada jarak
yang diukur tadi.

gambar 365. menggambar penampang.

vertikal dan horisontal ini memiliki titik-titik


13.13 Pengenalan surfer perpotongan. Pada titik perpotongan ini
disimpan nilai Z yang berupa titik ketinggian
Surfer adalah salah satu perangkat lunak atau kedalaman. Gridding merupakan
yang digunakan untuk pembuatan peta proses pembentukan rangkaian nilai Z yang
kontur dan pemodelan tiga dimensi yang teratur dari sebuah data XYZ. Hasil dari
berdasarkan pada grid. Perangkat lunak ini proses gridding ini adalah file grid yang
melakukan plotting data tabular XYZ tak tersimpan pada file .grd.
beraturan menjadi lembar titik -titik segi
1. Sistem operasi dan perangkat keras
empat (grid) yang beraturan. Grid adalah
Surfer tidak mensyaratkan perangkat keras
serangkaian garis vertikal dan horisontal
ataupun sistem operasi yang tinggi. Oleh
yang dalam Surfer berbentuk segi empat
karena itu surfer relatif mudah dalam
dan digunakan sebagai dasar pembentuk
aplikasinya. Surfer bekerja pada sistem
kontur dan surface tiga dimensi. Garis
operasi Windows 9x dan Windows NT.
13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
394

Berikut adalah spesifikasi minimal untuk Untuk memulai salah satu lembar kerja
aplikasi Surfer: tersebut dapat dilakukan menggunakan
• Tersedia ruang untuk program minimal menu File - New. Surfer akan menampilkan
4 MB. kotak dialog berikut:
• Menggunakan sistem operasi Windows
9.x atau Windows NT. 3.1 Surface plot
Surface plot adalah lembar kerja yang
• RAM minimal 4 MB.
digunakan untuk membuat peta atau file
• Monitor VGA atau SVGA.
grid. Pada saat awal dibuka, lembar kerja
2. Pemasangan program surfer (i nstal) ini berada pada kondisi yang masih
• Masukkan master program Surfer kosong. Pada lembar plot ini peta
pada CD ROM atau media lain. dibentuk dan diolah untuk selanjutnya
Buka melalui eksplorer dan klik disajikan. Lembar plot digunakan untuk
dobel pada Setup. mengolah dan membentuk peta dalam dua

• Surfer menanyakan lokasi dimensional, seperti peta kontur, dan peta

pemasangan. Jawab drive yang tiga dimensional seperti bentukan muka

diinginkan. Jawab pertanyaan tiga dimensi.

selanjutnya dengan Yes. Lembar plot ini menyerupai lembar layout di


mana operator melakukan pengaturan
3. Lembar Kerja Surfer
ukuran, teks, posisi obyek, garis, dan
Lembar kerja Surfer terdiri dari tiga
berbagai properti lain. Pada lembar ini pula
bagian, yaitu:
diatur ukuran kertas kerja yang nanti akan
• Surface plot,
digunakan sebagai media pencetakan peta.
• Worksheet,
• Editor.

Gambar 366. Kotak dialog persiapan Surfer


13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
395

Gambar 367.Peta tiga dimensi

Gambar 368. Peta kontur dalam bentuk dua dimensi


13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
396

3.2 Worksheet
Lembar worksheet memiliki antarmuka yang
Worksheet merupakan lembar kerja yang
hampir mirip dengan lembar kerja MS
digunakan untuk melakukan input data XYZ.
Excel. Worksheet pada Surfer terdiri dari
Data XYZ adalah modal utama dalam
sel-sel yang merupakan perpotongan
pembuatan peta pada surfer. Dari data XYZ
baris dan kolom. Data yang dimasukkan
ini dibentuk file grid yang selanjutnya
dari worksheet ini akan disimpan dalam file
diinterpolasikan menjadi peta-peta kontur
.dat.
atau peta tiga dimensi.

Gambar 369. Lembar worksheet.

Gambar 370. Data XYZ dalam koordinat kartesian.


13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
397

Gambar 371. Data XYZ dalam koordinat decimal degrees.

3.3 Editor jendela editor dapat dikopi dan ditempel


dalam jendela plot. Kemampuan ini
Jendela editor adalah tempat yang
memungkinkan penggunaan sebuah
digunakan untuk membuat atau mengolah
kelompok teks yang sama untuk
file teks ASCII. Teks yang dibuat dalam
dipasangkan pada berbagai peta.

Gambar 372. Jendela editor menampilkan hasil perhitungan volume.


13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
398

Jendela editor juga digunakan untuk serta teks. Simbolisasi yang ada pada
menangkap hasil perhitungan volume. peta ini memungkinkan peta yang
Sekelompok teks hasil perhitungan volume dihasilkan s urfer dapat dengan mudah
file grid akan ditampilkan dalam sebuah dibaca dan lebih komunikatif.
jendela editor. Jendela tersebut dapat 6. Editing peta kontur
disimpan menjadi sebuah file ASCII dengan
Editing peta kontur dimaksudkan untuk
ekstensi .txt.
mendapatkan bentuk peta kontur yang
4. GS Scripter sesuai dengan syarat-syarat pemetaan
GS Scripter adalah makro yang dapat tertentu ataupun sesuai dengan keinginan
digunakan untuk membuat sistem pembuat peta. Beberapa hal yang
otomasi dalam surfer. Dengan berkaitan dengan hal ini misalnya adalah
menggunakan GS Scripter ini tugas-tugas penetapan nilai kontur interval (Interval
yang dilakukan secara manual dapat Contour), labelling garis indeks, kerapatan
diringkas menjadi sebuah makro. Makro dari label, pengubahan warna garis indeks,
GS Scripter ini mirip dengan interpreter pengaturan blok warna kelas ketinggian
bahasa BASIC. Makro disimpan dalam lahan, dan lain-lain.
ekstensi .bas.
Gambar berikut adalah contoh penggunaan
5. Simbolisasi peta kontur interval yang berbeda dari sebuah

Simbolisasi digunakan untuk memberikan peta kontur yang sama.

keterangan pada peta yang dibentuk pada


lembar plot. Simbolisasi yang digunakan
berupa simbol point, garis, ataupun area,

Gambar 373. Jendela GS s cripter.


13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
399

Gambar 374. Simbolisasi pada peta kontur dalam surfer.

Gambar 375. Peta kontur dengan kontur interval I.


13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
400

Gambar 376. Peta kontur dengan interval 3

Secara umum, pengaturan kontur interval 7. Overlay peta kontur


mengikuti aturan berikut: Overlay peta kontur dimaksudkan adalah
menampakkan sebuah peta kontur dengan
Kontur Interval = 1/2000 x skala peta dasar
sebuah data raster, atau sebuah peta
Jadi jika menggunakan dasar dengan
kontur dengan model tiga dimensi. Overlay
skala 1 : 50.000 maka seharusnya kontur
ini memudahkan analisis sebuah wilayah
interval peta adalah 25 meter. Beda tinggi
dalam kaitannya dengan kontur atau bentuk
antar garis kontur tersebut terpaut 25
morfologi lahan setempat.
meter. Seandai peta dasar tersebut
diperbesar menjadi skala 1: 25.000, maka
kontur intervalnya pun juga harus diubah
menjadi 12,5 meter.
13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
401

Gambar 377. Gambar peta kontur dan model 3D.

Gambar 378. Overlay peta kontur dengan model 3D.


13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
402

8. Penggunaan peta dasar Proses kedua ini sering disebut dengan


Peta dasar yang digunakan pada Surfer istilah grid-ding. Proses gridding
dapat berasal dari peta-peta lain ataupun menghasilkan sebuah file grid. File grid
data citra seperti foto udara ataupun citra digunakan sebagai dasar pembuatan peta
satelit. Peta dasar tersebut dinamakan Base kontur dan model tiga dimensi. Berikut
Map. adalah diagram alur secara garis besar
pekerjaan dalam Surfer.

Gambar 379. Base map foto udara

9. Alur Kerja surfer


Pembuatan peta kontur ataupun model
tiga dimensi dalam Surfer diawali
pembuatan data tabular XYZ. Dapat juga
digunakan data DEM (Digital Elevation
Models) sebagai pengganti data XYZ
tersebut. Data XYZ selanjutnya
diinterpolasikan dalam sebuah file grid. Gambar 380. Alur garis besar pekerjaan pada
surfer.
13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
403

Dan bagan di atas dapat diketahui bahwa Desktop di atas adalah antarmuka
sebuah data pengukuran lapangan akan pertama kali saat masuk pada program
terlebih dahulu dimasukkan menjadi data Surfer. Pada saat masuk pertama kali, kita
XYZ. Selanjutnya melalui proses gridding akan menemukan lembar plot kosong.
data tersebut dapat diinterpolasi menjadi
Obyek-obyek tertentu seperti lingkaran, segi
peta kontur ataupun model tiga dimensional.
empat, titik, dan berbagai simbol dapat
Dalam proses analisis, kedua bentuk hasil
dibuat secara langsung pada lembar plot
interpolasi, yaitu peta kontur dan model tiga
tersebut. Digitasi secara langsung tersebut
dimensi, dapat dianalisis secara terpisah
menggunakan fasilitas ikon-ikon yang
ataupun bersama-sama melalui proses
tersedia pada baris toolbar (gambar 382).
overlay.

Gambar 381. Lembar plot s urfer.


10. Memulai Surfer Lembar kerja lain dari surfer adalah
Jika program surfer telah terpasang, maka worksheet. Lembar kerja ini merupakan
surfer dapat segera digunakan untuk tempat input data XYZ. Lembar kerja ini
bekerja. Untuk memulai pekerjaan dengan mirip dengan lembar kerja MS Excel. Data
surfer dilakukan dengan masuk pada yang berasal dari worksheet ini adalah data
program tersebut melalui langkah berikut: XYZ yang pada proses selanjutnya akan
• Klik start. digunakan sebagai dasar interpolasi
• Pilih program. pembuatan kontur .
• Pilih Goden Software.
• Pilih Surfer 32.
13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
404

Gambar 382. Obyek melalui digitasi

Pencetakan hasil dapat dilakukan melalui


surfer secara langsung. Hasil cetakan dari
surfer berupa hardcopy dalam sebuah
kertas dengan ukuran yang sesuai dengan
skala peta.

Hasil pengolahan dalam surfer dapat


diekspor ke dalam bentuk atau format lain.
Surfer akan mengekspor peta ke dalam
bentuk vektor dengan format .DXF, serta
format raster dalam banyak tipe seperti
.JPG, .BMP, .GIF, .TIFF, dan lain-lain.
13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
405

Model Diagram Alir


Model Diagram Alir Ilmu Ukur Tanah Pertemuan ke-13
Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Garis Kontur

Garis khayal di lapangan yang Garis kontinyu di atas peta yang


menghubungkan titik-titik dengan memperlihatkan titik-titik di atas peta
ketinggian yang sama dengan ketinggian yang sama

Tujuan :
Untuk memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan tanah

Informasi slope Perhitungan galian dan


Irisan profil memanjang dan (kemiringan tanah rata-rata) timbunan (cut and fill)
melintang permukaan tanah permukaan tanah asli
terhadap jalur proyek terhadap ketinggian vertikal
garis proyek atau bangunan

Sifat-Sifat Garis Kontur :

(1) Berbentuk kurva tertutup


(2) Tidak bercabang
(3) Tidak berpotongan
(4) Menjorok ke arah hulu jika melewati sungai
(5) Menjorok ke arah jalan menurun jika melewati permukaan jalan
(6) Tidak tergambar jika melewati bangunan
(7) Garis kontur yang rapat menunjukkan keadaan permukaan tanah yang terjal
(8) Garis kontur yang jarang menunjukkan keadaan permukaan tanah yang landai
(9) Penyajian interval garis kontur bergantung pada skala peta yang disajikan ;
* Datar : 1/1.000 x nilai skala peta
* Bukit : 1/500 x nilai skala peta
* Gunung : 1/200 x nilai skala peta
(10) Indeks garis kontur (pemberian teks nilai kontur)
* Datar : berselisih setiap 3 garis kontur
* Bukit : berselisih setiap 4 garis kontur
* Gunung : berselisih setiap 5 garis kontur

Input : Input :
Posisi Spot Heights * Tinggi Spot
(Titik-Titik Tinggi) Heights
* Jarak antar
spot heights di
Interpolasi Garis Kontur atas kertas
(Prinsip Segitiga Sebangun)
dj = di ( Tj - To) / ( Ti - To)

Gambar 383. Model diagram alir garis kontur, sifat dan interpolasinya
13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
406

Rangkuman

Berdasarkan uraian materi bab 13 mengenai garis kontur, sifat, dan interpolasinya,
maka dapat disimpulkan sebagi berikut:

1. Garis kontur adalah garis khayal yang mengubungkan titik – titik dengan ketinggian yang
sama. Tujuan pembuatan garis kontur di atas peta adalah untuk memperlihatkan naik –
turunnya keadaan permukaan tanah.

2. Aplikasi dari garis kontur adalah untuk memberikan informasi slope ( kemiringan tanah
rata-rata), irisan profil memanjang atau melintang permukaan tanah terhadap jalur
proyek ( bangunan ) dan perhitungan galian serta timbunan ( cut and fill ).

3. Sifat – sifat garis kontur :


a. Berbentuk kurva tertutup, tidak bercabang dan tidak berpotongan.
b. Menjorok ke arah hulu jika melewati sungai, menjorok ke arah jalan menurun jika
melewati permukaan jalan dan tidak tergambar jika melewati bangunan.
c. Garis kontur yang rapat menunjukan keadaan permukaan tanah yang terjal, garis
kontur yang jarang menunjukan keadaan permukaan yang landai dan satu garis
kontur mewakili satu ketinggian tertentu..
d. Penyajian interval garis kontur tergantung pada skala peta yang disajikan, jika datar
maka interval garis kontur adalah 1/1000 dikalikan dengan nilai skala peta , jika
berbukit maka interval garis kontur adalah 1/500 dikalikan dengan nilai skala peta
dan jika bergunung maka interval garis kontur adalah 1/200 dikalikan dengan nilai
skala peta.
e. Penyajian indeks garis kontur pada daerah datar adalah setiap selisih 3 garis kontur,
pada daerah berbukit setiap selisih 4 garis kontur sedangkan pada daerah
bergunung setiap selisih 5 garis kontur.
f. Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf "U" menandakan punggungan
gunung. Dan rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf "V" menandakan suatu
lembah/jurang.

4. Interval kontur adalah jarak tegak antara dua garis kontur yang berdekatan dan
merupakan jarak antara dua bidang mendatar yang berdekatan. Interpolasi garis kontur
menggunakan prinsip segitiga sebangun yaitu :dj = di (Tj – To ) / ( Ti – To )
13 Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya
407

Soal latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini !

1. Apa yang dimaksud dengan garis kontur ?


2. Apa tujuan pembuatan garis kontur dan sebutkan aplikasi dari garis kontur ?
3. Sebutkan dan jelaskan sifat -sifat garis kontur?
4. Sebutkkan dan lengkapi dengan gambar kegunaan garis kontur ?
5. Apa yang dimaksud dengan Interval kontur dan Indeks kontur?
6. Sebutkan bentuk muka tanah dengan interval konturnya ?
7. Apa yang dimaksud dengan interpolasi garis kontur?
8. Jelaskan bagaimana cara menginterpolasi garis kontur ?
9. Perangkat lunak yang digunakan untuk pembuatan peta kontur ?
10. Hal –hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pembuatan garis kontur ?
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 408

14. Perhitungan Galian Timbunan

Galian dan timbunan atau yang lebih di letak permukaan tanah asli dan permukaan
kenal oleh orang-orang lapangan adalah Cut tanah rencana yang disebabkan topografi
and Fill dimana pekerjaan ini sangat penting daerah yang berbeda-beda.
baik pada pekerjaan pembuatan jalan,
Sekalipun permukaan tanah asli sama
bendungan, bangunan, dan reklamasi.
dengan permukaan tanah rencana, akan
Galian dan timbunan dapat diperoleh dari tetapi tanah asli tersebut belum tentu
peta situas i yang dilengkapi dengan garis - memenuhi syarat daya dukung tanah.
garis kontur atau diperoleh langsung dari Dalam hal ini galian dan timbunan perlu
lapangan melalui pengukuran sipat datar diperhitungkan secara seksama sehingga
profil melintang sepanjang koridor jalur biaya pekerjaan konstruksi dapat dibuat
proyek atau bangunan. lebih ekonomis.

Galian dan timbunan dapat diperoleh dari


peta situasi dengan metode penggambaran 14.1 Tujuan perhitungan galian
profil melintang sepanjang jalur proyek atau dan timbunan
metode grid-grid (griding) yang meninjau
galian dan timbunan dari tampak atas dan Mengingat pentingnya pekerjaan galian dan
menghitung selisih tinggi garis kontur timbunan, apalagi untuk proyek berskala
terhadap ketinggian proyek ditempat besar dapat berdampak langsung terhadap
perpotongan garis kontur dengan garis biaya total pekerjaan. Maka, perlu dilakukan
proyek. perhitungan galian dan timbunan.

Fee t kubik, yard kubik dan meter kubik Adapun Tujuan lain dari perhitungan galian
dipakai dalam hitungan pengukuran tanah, dan timbunan sebagai berikut :
walaupun yard kubik adalah satuan yang
1. Meminimalkan penggunaan volume
paling umum dalam pekerjaan tanah 1yd³ =
galian dan timbunan pada tanah,
27 ft³, 1 m³ = 35,315 ft³. Namum biasanya di
sehingga pekerjaan pemindahan tanah
indonesia di gunakan meter kubik sebagai
dan pekerjaan stabilitas tanah dasar
satuan dalam menentukan jumlah volume.
dapat dikurangi, waktu penyelesaian
Pada suatu proyek konstruksi, pekerjaan
proyek dapat dipercepat, dan biaya
galian dan timbunan tanah (cut and fill)
pembangunan dapat se-efisien
hampir tidak pernah dapat dihindarkan. Hal
mungkin.
tersebut diakibatkan adanya perbedaan.
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 409

2. Untuk menentukan peralatan (alat- alat informasi grafis beserta luas dan nilai galian
berat) yang digunakan pada pekerjaan timbunannya.
galian maupun timbunan, dengan
mempertimbangkan kemampuan daya 14.3 Metode-metode perhitungan
operasional alat tersebut. galian dan timbunan

14.2 Galian dan timbunan Pengukuran volume langsung jarang


dike rjakan dalam pengukuran tanah, karena
sulit untuk menerapakan dengan sebenar-
Galian dan timbunan berdimensi volume
benarnya sebuah satuan tehadap material
(meter kubik). Volume dapat diperoleh
yang terlibat. Sebagai gantinya dilakukan
secara teoritis melalui perkalian luas dengan
pengukuran tidak langsung. Untuk
panjang. Galian dan timbunan untuk
memperolehnya dilakukan pengukuran garis
keperluan teknik sipil dan perencanaan
dan luas yang mempunyai kaitan dengan
diperoleh melalui perolehan luas rata-rata
volume yang diinginkan.
galian atau timbunan di dua buah profil
melintang yang dikalikan dengan jarak Namun sebelum membahas lebih lanjut
mendatar antara kedua profil melintang marilah kita ketahui tentang apa yang
tersebut. dimaksud dengan tampang/penampang
baik itu tampang memanjang, maupun
Galian dan timbunan banyak digunakan
tampang melintang serta kegunaanya.
untuk kepentingan pembuatan jalan raya,
saluran irigasi, dan aplikasi lain, seperti Penampang merupakan gambar irisan
pembangunan kavling untuk perumahan. tegak. Bila pada peta topografi bisa dilihat
bentuk proyeksi tegak model bangunan,
Teknologi pengukuran dan pemetaan yang
maka pada gambar penampang bisa dilihat
digunakan saat ini sudah sangat demikian
model potongan tegak bangunan dalam
berkembang. Survei lapangan dapat
arah memanjang ataupun melintang tegak
diperoleh secara cepat dan tepat
lurus arah potongan memanjang.
menggunakan perlatan Total Station atau
GPS (Global Positioning System) dan diikuti Bisa dipahami bahwa gambar penampang
oleh sistem perekaman data yang dapat merupakan gambaran dua dimensi dengan
langsung diolah oleh komputer dan dengan elemen unsur jarak (datar) dan ketinggian.
menggunakan berbagai macam perangkat Unsur-unsur rupa bumi alamiah ataupun
lunak CAD dapat langsung disajikan unsur-unsur buatan manusia yang ada dan
yang akan dibuat disajikan dalam gambar
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 410

penampang. Pada gambar penampang


dibuat dan disajikan rencana dan rancangan
bangunan dalam arah tegak. Skala
horizontal pada gambar penam pang
umumnya lebih kecil dibanding skala tegak.

m
5
Pengukuran penampang bisa dilakukan
dengan mode teristris, fotografis ataupun
ekstra teristris. Tergantung pada jenis
pekerjaan dan kondisi medannya,

cm
10
cm
10
pengukuran penampang bisa dilakukan

cm
10
dengan cara langsung ataupun tidak
langsung menggunakan alat sipat datar,
theodolite atau alat sounding untuk
Gambar 385. Tongkat sounding
pengukuran pada daerah berair yang dalam.

d
Penampang memanjang

Penampang memanjang umumnya dikaitkan


dengan rencana dan rancangan memanjang
suatu rute jalan, rel, sungai atau saluran
perahu pengukuran irigasi misalnya. Irisan tegak penampang
memanjang mengikuti sumbu rute.
?

Pada rencana jalan, potongan memanjang


a b
umumnya bisa diukur langsung dengan cara
Gambar 384. Sipat datar melintang sipat datar kecuali pada lokasi perpotongan
dengan sungai, yaitu potongan memanjang
jalan merupakan potongan melintang
sungai.

Pada perencanaan sungai, potongan


memanjang umumnya tidak diukur langsung
tetapi diturunkan dari data ukuran potongan
melintang.
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 411

Skala jarak horizontal gambar penampang ditambah daerah penguasaan bangunan


memanjang mengikuti skala peta rencana atau hingga sejauh jarak tertentu di kanan
rute sedangkan gambar skala tegak dan kiri rute agar bentuk dan kandungan
(ketinggian) dibuat pada skala 1 : 100 atau elemen rupa bumi cukup tersajikan untuk
1 : 200. Gambar potongan memanjang informasi perencanaan.
suatu rute umumnya digambar pada satu
lembar bersama-sama dengan peta.

Gambar 386. Potongan tipikal jalan


normal Cara pengukuran penampang melintang
bisa menggunakan alat sipat datar,
Penampang melintang
theodolite atau menggunakan echo sounder
Penampang melintang merupakan gambar untuk sounding pada tempat berair yang
irisan tegak arah tegak lurus potongan dalam.
memanjang. Pada pengukuran potongan melintang

Gam bar penampang melintang secara rinci sungai bisa dipahami bahwa sumbu sungai

menyajikan unsur alamiah dan unsur tidak selalu merupakan bagian terdalam

rancangan sehingga digunakan sebagai sungai. Data lain yang harus disajikan pada

dasar hitungan kuantitas pekerjaan. potongan melintang sungai adalah


ketinggian muka air terendah dan ketinggian
penampang melintang juga umum
muka air tertinggi atau banjir.
digunakan sebagai data penggambaran
peta totografi sepanjang rute. Pada perencanaan rute juga dikenal gambar
penampang melintang baku - PMB (typical
Penampang melintang umumnya diukur
cros s section), yaitu bakuan rancangan
selebar rencana melintang bangunan
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 412

melintang yang menunjukkan struktur Pematokan dan prosedur pematokan


rancangan arah melintang. PMB jalan (staking out)
misalnya, menunjukkan tebal struktur
Sebelum memulai perhitungan galian dan
perkerasan jalan, cara penggalian dan
timbunan, pekerjaan diawali dengan
penimbunan serta sarana drainase
pematokan (stake out). Pematokan
kanan/kiri jalan (side ditch) bila diperlukan.
bertujuan untuk menandai wilayah mana
Tergantung dari jenis tanah maka akan ada
saja yang akan terkena galian dan
beberapa tipe potongan normal.
timbunan, atau bagian-bagian di lapangan
Ketinggian sumbu pada permukaan tipe yang menjadi bakal proyek.
potongan normal adalah ketinggian rencana
Pematokan untuk jalan dilakukan sepanjang
arah vertikal. Berdasarkan tipe potongan
sumbu alignment horizontal biasanya selalu
normal yang digunakan, dibuat gambar
setiap kelipatan jarak genap, misalnya
konstruksi melintang sehingga kelihatan
setiap 100 m pada perencanaan
bentuk gambar konstruksi selengkapnya
pendahuluan, setiap 50 m pada detailed
sesuai keadaan muka tanah setempat.
design dan tiap 25 m pada saat
Gambar konstruksi pada potongan
pelaksanaan konstruksi.
melintang ini harus dipatok di lapangan
untuk dikerjakan dan digunakan sebagai Pada bagian lurus, bila tidak ada halangan

dasar hitungan volume pekerjaan. maka pematokan bisa dilakukan langsung


dengan menarik meteran mendatar.
Dalam perhitu ngan Galian dan timbunan
sebaiknya terlebih dahulu di buat rencana
pekerjaan misalnya rencana pembuatan
atau pengembangan jalan.

Gambar 387. Contoh penampang galian dan


timbunan
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 413

Misal stasion awal proyek berada pada sta


12 + 357.50, maka patok pertama untuk

pematokan tiap 50 meter adalah :


sta 12 + 400.00 yang berjarak 42.50 meter
dari sta 12 + 357.50.

Patok-patok berikutnya pada bagian lurus


adalah sta 12 + 450.00, 12 + 500.00 dst.

Cara pematokan sepanjang bagian tangent


dan sepanjang lengkung lingkaran biasa Gambar 391. Jalon
dilakukan menggunakan theodolite, pita
ukur, jalon, patok dan atau paku untuk
menandai dan membuat titik pengikatan
patok stasion.

Prosedur pematokan:

1. Alat yang digunakan: sipat datar dengan


sepasang rambu, pita ukur, mistar, kuas.

G ambar 392. Rambu ukur


2. Dirikan sipat datar di lokasi pematokan
dan bidikkan ke titik rujukan ketinggian.

Gambar 389. Meteran gulung

Gambar 390. Pesawat theodolite EDM Gambar 393. Stake out pada bidang datar
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 414

diperoleh dari lapangan untuk selanjutnya


diolah.

Ada tiga sistem utama yang dipakai: metode


tampang melintang, metode luas satuan
atau lubang galian sumbang dan metode
luas garis tinggi.

1. Metode tampang (irisan) melintang


(cross section method)

Metode tampang melintang dipakai hampir


Gambar 394. Stake out pada bidang yang berbeda
ketinggian khusus untuk menghitung volume pada
proyek-proyek konstruksi yang memanjang
misalnya jalan raya, jalan baja, dan kanal
(saluran).

Dalam pros edur ini, setelah sumbu diberi


pancang, profil tanah yang disebut
penampang melintang dibuat (tegak lurus
pada sumbu, biasanya dengan selang 50
atau 100 ft. Pembuatan tampang melintang
terdiri atas pengukuran elevasi-elevasi
tanah dan jaraknya yang bersang kutan
secara orthogonal kekiri dan kekanan
sumbu, titik tinggi dan rendah, dan lokasi-

Gambar 395. Stake out beberapa titik sekaligus lokasi dimana perubahan lereng terjadi
untuk menentukan dengan teliti profil tanah.
3. Hitung ketinggian garis bidik dan hitung
Pekerjaan ini dapat dilaksanakan di
bacaan rambu pada suatu titik rencana.
lapangan memakai sebuah alat sipat datar,
4. Pasang tanda ketinggian pada patok
rambu sipat datar dan pita ukur tanah.
pengikat sumbu di kanan dan kiri rute
sesuai rencana. a. Metode potongan melintang rata-rata

Luas potongan melintang A1 dan A2 pada


Setelah pekerjaan stake out selesai,
pekerjaan galian dan timbunan dapat kedua ujung diukur dan dengan
menganggap bahwa perubahan luas
dimulai dengan mengolah data yang
potongan melintang antara kedua ujung itu
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 415

sebanding dengan jaraknya, luas A1 dan A2  L + L2 


V = A0  1 
te rsebut dirata -rata. Akhirnya volume tanah  2 
dapat diperoleh dengan mengalikan luas
rata-rata tersebut dengan jarak L dengan
kedua ujung.

 A + A2 
V =  1 L
 2 
Keterangan :
V = Volume
A1 = Luas penampang kesatu
A2 = Luas penampang kedua
L = Panjang dari luas tampang ke satu
ke luas tampang dua

Gambar 397. Volume cara jarak rata-rata

Pada daerah datar di mana perubahan


profil-profil melintang dan memanjang
biasanya kecil sekali, harga jarak rata -rata
adalah titik pengukuran (L).

 L1 + L2 
V = A  = AL
 2 

c. Volume prisma dan piramid kotak

Rumus volume prisma yaitu:


Gambar 396. Volume cara potongan melintang
rata-rata V =
h
( A1 + 4 Am + A2 )
6
b. Metode jarak rata-r ata Di mana:
h = tinggi prisma
Jarak L1 dan L2 sebelum dan sesudah
A1 = luas bidang atas prisma
potongan A1 dan A2 di rata - rata dan untuk
A2 = luas bidang bawah prisma
menghitung volume tanahnya, har ga rata -
Am = luas bidang yang melalui tengah-
rata ini dikalikan dengan luas potongan
tengah tinggi h
lintang Ao.
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 416

Gambar 398. Volume cara prisma

Rumus volume piramid kotak yaitu:

V =
h
3
(A1 + A1 A2 + A2 )

Gambar 400. Volume cara dasar sama bujur


sangkar

Cara dasar ketinggian sama areal segitiga :

V = A/3(h1 + 2S h2 + 3S h3 + 4S h4 + 5S
h5 + 6S h 6 + 7S h 7 + 8S h 8)
.

Dimana : h1 = ketinggian titik-titik yang


digunakan i kali dalam hitungan volume.
Gambar 399. Volume cara piramida kotak
Pelaksanaan hitungan menggunakan cara
d. Cara ketinggian sama
sama dengan cara bujur sangkar.
Cara dasar ketinggian sama areal bujur
sangkar .

V = A/4( h1 + 2 S h2 + 3 S h 3 + 4 S h4)

Dimana :
h1 = ketinggian titik-titik yang digunakan i
kali dalam hitungan volume Gambar 401. Volume cara dasar sama– segitiga
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 417

e. Cara Garis Kontur V = h/3{ Ao + An + 2S Ar + S( Ar-1Ar)1/2

r pada 2S Ar berselang ;
1 <= r <= n - 1,

r pada S(Ar-1Ar)1/2 berselang ;


1 <= r <= n.

Untuk n = 1 diperoleh :
V = h/3 {Ao + A1 + (A0 A1)1/2}
= h/3 { Ao + (A0 A1)1/2 + A1 }

Cara garis kontur dengan lua s rata -rata


V = h/2 { Ao + An + 2S Ar }

r bernilai 1 <= r <= n - 1 .

Untuk n = 1 diperoleh :
V = h/2 ( Ao + A1 )
Gambar 402. Volume cara kontur
Jenis-jenis irisan tampang melintang,

Cara garis kontur dengan rumus prisma Jenis-jenis irisan tampang melintang yang
V = h/3{ Ao + An + 4SA2r+1 + 2S A2r } biasa dipakai pada pengukuran jalur lintas

r pada 2r + 1 berselang ; ditunjukkan pada gambar 14.7. Pada tanah

0 <= r <= 1/2( n - 2) datar irisan (tampang) datar (a) adalah yang
sesuai. Tampang tiga tingkat (b) biasanya
r pada 2r berselang ;
yang dipakai dimana keadaan tanah biasa.
0 <= r <= 1/2( n - 2).
Topografi yang bergelombang mungkin
Untuk n = 2 diperoleh r = 0, sehingga : memerlukan tampang lima tingkat (c), atau
V = h/3(Ao + A2 + 4 A1) lebih praktis sebuah tampang tak beraturan
= h/3( Ao + 4 A1 + A2). (d), tampang transisi (e), dan tampang
lereng bukit (f), terjadi dalam perubahan dari
Bila n adalah ganjil, bagian yang terakhir
galian ke timbunan pada lokasi lereng bukit.
dihitung dengan cara piramida kotak atau
cara rerata luas penampang awal dan akhir. a. Luas ujung dengan koordinat
Metode koordinat untuk menghitung luas
Cara garis kontur dengan rumus piramida
kotak : ujung dapat dipakai untuk sembarang
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 418

jenis tampang dan mempunyai banyak untuk menyeimbangkan pekerjaan tanah,


pemakaian teknis. ini harus dipertimbangkan.

b. Luas prismoidal Untuk menganalisa pemindahan kuantitas


Luas prismoidal berlaku untuk volume- pekerjaan tanah pada proyek-proyek

volume semua benda pejal geometris besar, dibuat diagram massa. Ini adalah
yang dapat dian ggap prismoidal . penggambaran volume komulatif untuk

Kebanyakan volume pekerjaan tanah masing-masing stas iun sebagai ordinat,


termasuk klasifikasi ini, tetapi nisbi terhadap stasiun-stasiun pada absis.
beberapa saja daripadanya memerlukan Garis-garis horizontal (keseimbangan)
keseksamaan rumus prismoidal. Tanah
pada diagram massa kemudian
itu tidak seragam dari tampang melintang
menentukan batas angkutan dan arah
lain, dan sudut tegak lurus dari sumbu pembuangan material yang masih
yang dibuat dengan prisma pentagon
ekonomis.
atau dengan metode “lengan”.
Jika tidak ada material cukup dari galian
c. Hitungan volume untuk membuat galian yang diperlukan,
Dalam konstruksi jalan raya dan jalan selisihnya harus dipinjam (diperoleh dari
baja, material penggalian atau galian lubang galian sumbang atau sumber-
dipakai untuk membangun penimbunan sumber lain seperti membuat lengkungan
atau timbunan. Kecuali ada faktor-faktor “tambahan”).
pengendali lainnya, garis gradien yang
Jika ada kelebihan galian, maka dibuang
bagus perencanaanya seharusnya
atau barangkali dipakai untuk
hampir memberi timbangan volume
memperluas dan meratakan timbunan.
jumlah galian dengan volume jumlah
timbunan. 2. Metode luas satuan atau lubang galian
sumbang (boroow pit method)
Untuk mencapai keseimbangan, volume
timbunan dikembangkan atau volume Untuk mengetahui kualitas tanah, kerikil,
galian dikecilkan. Ini perlu karena kecuali batu atau material lain yang digali atau
untuk galian-galian batu dan penimbunan yang ditimbunkan pada sebuah proyek
dimampatkan sampai suatu kepekatan konstruksi dapat ditentukan dengan sipat
yang lebih besar daripada material yang datar lubang galian sumbang (borrow pit
digali dari keadaan alamiahnya, dan method ).
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 419

3. Metode luas garis tinggi (contour area Yang kedua umumnya diberikan bidang
method) persamaan, yaitu hasil desain pada satu
rancang bangun konstruksi diatas ketinggian
Volume berdasarkan garis tinggi dapat
yang tertentu, sehingga dengan demikian
diperoleh dari peta garis tinggi dengan
mungkin terjadi galian dan timbunan. Galian
pengukuran luas memakai planimeter
terjadi apabila bidang persamaanya lebih
terhadap wilayah yang dibatasi masing -
tinggi dari profil yang ada. Timbunan yang
masing garis tinggi dan mengalikan luas
lebih rendah dari profil yang ada,
perata garis tinggi yang berdampingan
sedangkan tim bunan yang terjadi apabila
dengan interval garis tinggi.
bidang persamaan lebih tinggi daripada
Selain metode-metode di atas volume dapat profil yang ada. Apabila luas semua
dicari dengan menggunakan rumus integral potongan melintang tersebut telah dihitung,
simpson, prisma, dan sebagainya. maka dengan sendirinya volume pekerjaan

a. Hitungan isi cara Simpson tersebut akan segera pula didapat yaitu
dengan metode Simpson.
Dari keempat bentuk yang memanfaatkan
potongan melintang, baik untuk bentuk b. Hitungan isi cara prisma

sederhana, seksi tiga level, kemudian seksi Sebuah prisma didefinisikan sebagai
dengan kemiringan diketahui, dan akhirnya sebuah bentuk padat (solid) yang
sisi kemiringan bukit, maka selanjutnya hasil mempunyai dua bidang paralel, baik dalam
hitungan luas (volume). Hal ini dapat ukuran tertentu atau tak tentu bentuknya.
dilakukan baik dengan menggunakan rumus Kedua permukaan ini dihubungkan oleh
Simpson ataupun rumus prisma. permukaan bidang ataupun lengkungan

Perhitungan volume dengan metode yang dari satu ujung kelainnya, misalnya

Simpson, yaitu pekerjaan galian dan prisma.

timbunan umumnya dilakukan berdasarkan Menurut Simpson:


potongan melintang, yang mempunyai Volume = (1/3) x (D/2) x {A1 +A2 + (2XA0)
interval yang sama, misalnya 100m, atau + 4M}
50m. demikian pula rentangan garis tengah = (1/6) x D x (A1 + A2 +4M)
juga belum tentu sama panjang, baik ke kiri
Ini adalah cara Simpson yang digunakan
maupun ke kanan, sehinnga untuk setiap
pada prisma ini, sehingga dapat digunakan
potongan melintang yang dihasilkan akan
untuk menghitung sembarang pisma
didapatkan beberapa bentuk luas potongan
melintang dengan mempersiapkan terlebih
melintang.
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 420

dahulu luas M yaitu potongan melintang Kontur pertama, kedua, dan ketiga,
tengah dari bentuk prisma tersebut. Patut merupakan suatu set perhitungan yang
diperhatikan bahwa luas M belum tentu akan menghasilkan volume kedua
merupakan harga rata-rata dari luas lapisan tersebut, yaitu dibatasi oleh
potongan awal dan akhir. lapisan pertama tersebut, yaitu dibatasi
oleh lapisan pertama dan ketiga. Maka
Volume pekerjaan besar
kita dapatkan untuk kedua lapisan
Hitungan dapat dilakukan dengan tersebut:
perhitungan titik-titik ketinggian atau
Volume = (2H/6) x (A1 + 4A2 + A3)
perhitungan melalui kontur. Sehingga perlu
Kalau naik lagi selanjutnya didapatkan
dilakukan pekerjaan sipat datar luas, baik
persamaan lain, yaitu :
secara langsung ataupun tak langsung.
Volume = (2H/6) x (A3 + 4A4 + A5)
1. Volume dari titik tinggi
Dalam cara A yaitu volume dengan Kalau dijumlahkan, kedua volume
menghitung titik ketinggian, maka lapisan kontur ini akan didapatkan
pengukuran yang dilakukan adalah bahwa penjumlahannya Volume total :
ukuran sipat datar luas, yaitu sipat datar
(H/3) x {A1 + A5 + 2A3 + 4 x (A2 + A4)}
luas tak langsung membuat patok-patok
Rumus di atas sangat mirip dengan
persil serta mengukur ketinggian titik
rumus Simpson yang umum, yaitu luas
sudut setiap persil.
potongan awal ditambah dua kali
2. Volume garis kontur potongan ganjil ditambah jumlah empat
Cara untuk menghitung da erah yang
kali potongan genap. Sehingga yang
luas ini adalah dengan menggunakan mudah kita dapat menghitung volume
kontur. Setelah diperhatikan ternyata
tersebut.
bentuk kontur tersebut mirip dengan
bentuk prisma. Sehingga andaikan Sumber-sumber galat

bahwa bidang yang dibentuk oleh Beberapa Galat yang biasa ada pada
sepasang kontur merupakan potongan - penentuan luas tampang dan volume
potongan yang ada dalam perhitungan pekerjaan tanah adalah:
di muka. Sehing ga volume suatu daerah 1. Membuat Galat dalam pengukuran
dapat dihitung dengan menggunakan tampang melintang
rumus prisma dengan mengambil 3 2. Kelalaian memakai rumus prismoidal
bidang kontur. dimana dibenarkan.
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 421

3. Memakai angka luas tampang melintang 2. Gambarkan masing-masing irisan


melebihi ft persegi terdekat, atau melebihi penampang melintang yang
batas yang dimungkinkan oleh data bersangkutan dan perlihatkan
lapangan. perbedaan tinggi muka tanah asli
4. Memakai angka volume melebihi yard dengan tinggi permukaan perkerasan
persegi terdekat. yang direncanakan.
3. Dengan menggunakan Planimetri atau
Kesalahan-kesalahan besar
milimeter kolom hitung masing -masing
Beberapa kesalahan khas yang dibuat luas penampang galian dan timbunan
dalam hitungan pekerjaan tanah adalah: dengan cermat.
1. Mengacaukan tanda-tanda aljabar
Sebagai pedoman dalam perhitungan luas
dalam hitungan luas ujung memakai
bidang galian dan timbunan di atas,
metode koordinat
beberapa bentuk gambar penampang
2. Memakai persamaan untuk hitungan
melintang untuk pekerjaan jalan raya yang
volume stasiun angka bulat padahal
kiranya perlu dicermati dengan seksama.
yang ada adalah stasiun angka pecahan
3. Memakai volume luas ujung untuk
bentuk pyramidal atau bentuk paju
(wedgeshaped)
4. Mencampur adukkan kuantitas galian
dan timbunan

14.4 Pengolahan data g alian dan Gambar 403. Penampang melintang jalan ragam 1
timbunan

Untuk menghitung galian dan timbunan


tanah berdasarkan irisan penampang
melintang. Pengolahan data dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Tempatkan titik mana yang akan
digunakan untuk irisan penampang
melintang. Gambar 404. Penampang melintang jalan ragam 2
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 422

V = Volume galian atau timbunan


3
tanah (m )
A1 = Luas bidang galian atau
timbunan pada titik awal proyek
(m 2)
A2 = Luas bidang galian atau
timbunan pada irisan
2
penampang berikutnya (m )

Gambar 405. Penampang melintang jalan ragam 3


d = Panjang antara 2 (dua) titik irisan
melintang (m)
4. Setelah luas masing -masing irisan
penampang melintang diperoleh, 5. Hitung total jumlah volume galian dan

selanjutnya hitung volume timbunan timbunan tanah tersebut.

masing-masing dengan rumus sebagai Untuk mempermudah dalam


berikut : perhitungan digunakan format tabel
Volume ( a + a2 ) x d
= 1 14.1 berikut sebagai salah satu contoh.
2
Keterangan :
Tabel 40. Tabel perhitungan galian dan timbunan

Luas Penampang (m2) Jarak Volume (m3)


STA
Gali an Timbunan (meter) Galian Timbunan
Sta. awal G1 T1 G1 + Ga T1 + Ta
d1 .d 1 .d1
Sta. A Ga Ta 2 2
Sta. B Gb Tb Gb + Gc Tb + Tc
d2 .d 2 .d2
Sta. C Gc Tc 2 2
: : : : : :
: : : : : :
: : : : : :
: : : : : :
dst dst dst dst dst dst
Total ? Gn ? Tn ? dn ?Vol G ? Vol T
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 423

B = Berat jenis tanah dalam


14.5 Perhitungan galian
keadaan asli.
dan timbunan L = Berat jenis tanah dalam
a. Perubahan volume tanah akibat keadaan lepas.
galian Cara lain yang digunakan adalah dengan
menggunakan load factor , yaitu persentase
Materi yang terdapat di alam itu berada
pengurangan dalam berat jenis (density)
dalam keadaan padat dan terkonsolidasi.
dari suatu material pada keadaan asli
dengan baik, sehingga hanya sedikit bagian - menjadi pemindahan tanah didasarkan pada
bagian yang kosong atau terisi udara di pengukuran material dalam keadaan asli.
antara butir-butirnya, terutama bila butir-butir
Persamaan yang digunakan adalah :
tersebut sangat halus.
Berat jenis tanah gambur (lb/curf)
Tetapi jika material tersebut digali, maka Load factor =
Berat jenis tanah asli (lb/curf)
akan terjadi pengembangan volume
(swelling). Besarnya swelling ini tidak sama volume jenis tanah asli (curf/lb)
Load factor =
untuk setiap jenis tanah, bergantung pada volume jenis tanah lepas (curf/lb)

berat jenis tanah. Pengembangan volume ini Atau volume tanah keadaan asli = load
dinyatakan dengan swell factor factor x volume tanah gembur.

yang dalam persen. Sebagai contoh


Sw =  B − 1 x100 % =  1 −1 x 100 %
misalnya untuk tanah liat. Bila tanah liat
L   B/ L 
3
tersebut di alam mempunyai volume 1 m ,
Swell (%) =  1 
 Load factor − 100
maka setelah digali menjadi 1,25 m3. Artinya %
 
terjadi penambahan volume sebesar 25 %.
Dengan demikian tanah liat tersebut b. Perubahan volume tanah akibat
mempunyai S
“ welling Factor” 0,80 atau 80 timbunan
%.
Dalam pekerjaan tanah yang dimaksud
Untuk menentukan besarnya swell factor ini dengan timbunan adalah tanah yang
digunakan persamaan : dipadatkan untuk tujuan tertentu. Misalkan

Sw =
(B − L ) × 100 % untuk membuat badan jalan, tanggul,
L bendunga n dan lai n-lain, dengan demikian
akan terjadi perubahan volume. Volume ini
Dimana : SW = Swelling factor.
sering disebut volume penyusutan
(shringkage)
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 424

Tabel 41. Daftar load factor dan procentage swell dan berat dari berbagai bahan

Load factor
MATERIAL Lb/BCY % Selt Lb/LCY (%)
Bauksit 3200 33 2400 75
Caliche 3800 82 2100 55
Cinders 1450 52 950 66
Karnotit, Bijih Uranium 3700 35 2750 74
Lempung, Tanah Liat Asli 3400 22 2800 82
Kering untuk digali 3100 11 2500 81

Basah untuk digali 350 25 2800 80


Lempung dan kerikil
kering 2800 41 2000 74
Lempung dan kerikil 3100 11 2800 74
Basah
Batu bara : antrasit muda 2700 35 2000 74
Batu bara : Tercuci 2500 35 1850 74
Batu bara : Bitumen 2150 35 1600 74
muda
Batu bara : Tercuci 1900 35 1400 74
Batuan lapukan
75% batu 25%tanah 4700 43 3300 70
biasa
50% batu 50% tanah 3850 33 2900 75
biasa
25% batu 75% tanah 3300 25 2550 80
biasa
Tanah-Kering Padat 3200 25 2550 80
Tanah-Basah 3400 27 2700 79
Tanah-Lanau (Loam) 2600 23 2100 81
Batu granit-pecah 4600 64 2800 61
Kerikil, siap pakai 3650 12 3250 89
Kering 2850 12 2550 89
Kering ¼”, 2” (6-51mm) 3200 12 2850 89
Basah ¼”, 2” (6-51mm) 3800 12 3400 89
Pasir dan tanah liat-lepas 3400 27 2700 79
Pasir dan tanah liat-pada t - - 4050 -
Gips dengan pecahan 3550 75 3050 57
besar
Gips dengan pecahan 4700 75 2700 57
kecil
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 425

Tabel 42. Daftar load factor dan procentage swell dan berat dari berbagai bahan

MATERIAL Load factor


Lb/BCY % Selt Lb/LCY
(%)
Hematit, bijih besi 4900 18 4150 85
Batu kapur-pecah 4400 69 2600 59
Magnetit, bijih besi 5500 18 4700 85
Pyrit, bijih besi 5100 18 4350 85
Pasir batu 4250 67 2550 60
Pasir-Kering lepas 2700 12 2400 89
Pasir-Sedikit basah 3200 12 2850 89
Pasir-Basah 3500 12 2900 89
Pasir & Kerikil-Kering 3250 12 2900 89
Pasir & Kerikil-Basah 3750 10 3400 91
Slag-Pecah 4950 67 2950 60
Batu-Pecah 4950 67 2700 60
Takonit 7100- 75 – 7 2 4100-
57 – 58
9450 5400
Tanah permukaan
2300 43 1600 70
(Top soil)
Traprock - pecah 4400 49 2950 67

Besarnya persentase shringkage adalah : Perhitungan Luas Penampang,

 B Pada cara sederhana penampang dibagi


Sh = 1 −  x 100 %
 C menjadi bentuk segitiga, persegi panjang
Dimana : atau trapesium.
Sh = % Penyusutan (shringkage).
Contoh :
B = Berat jenis tanah keadaan asli
Misal akan dihitung volume dari galian
(Lb/curf)
sebagai berikut :
C = Berat jenis tanah pada
(lb/curf)
X1 X2
c. Perhitungan Galian dan Timbunan

Untuk menghitung volume galian atau


timbunan dari suatu badan jalan atau h2 d
h1
saluran mis alnya, maka harus diketahui dulu
a
luas penampangnya. Dalam menghitung b
luas penampang dapat dilakukan beberapa
cara seperti: cara sederhana, cara Gambar 406. Penampang trapesium
koordinat dan lain-lain.
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 426

Luas galian : = ½ ( [y1 (x4 - x2) + y2 (x1 - x3) + y3 (x2


L = ½ [d (X1 + X2) + aha1 + (b-a) h 2] + x4) + y4 (x3 + x1)]
atau : ½ (yn (xn- 1 – xn+1))
Kalau a = ½ b maka,
cara lain untuk 2 kali luas adalah:
L= ½ [d (X1 + X2) + ½ b (ha1+ h 2)]
2A = (x1y2 + x2y3 + x3y4 + x4y1) - (y1x2
Untuk menghitung luas timbunan : + y2x3 + y3x4 + y 4x1)

b 2A = xn Xn+1 – yn xn+1

B C
atau dapat juga dinyatakan sebagai berikut:
h2
1
A m b + 2mh2 y1 y 2 y 3 y 4 y1
/ / / /
h1 x1 x 2 x 3 x 4 x1

Perbanyaklah menurut diagonal-diagonal


D
yang ditandai dan jumlahkan semua
Gambar 407. Penampang timbunan perbanyakan ini (semua positif). Kemudian
Luas = ½ h 2 (2b + 2 mh2) + ½ (h1 – h2) x perbanyak menurut diagonal-diagonal yang
(b + 2 mh2) tidak ditandai dan jumlahkan perbanyakan
= ½ bh2 + ½ hi (b+2mh2) ini (semua negatif). Selisih dari kedua hasil
penjumlahan ini merupakan 2 kali luas
Hitungan luas dengan cara koordinat,
bidang 12341.

Y Pada perhitungan penampang yang hanya


3 terdiri galian saja atau timbunan saja,

2 sebagai sumbu-sumbu diambil canter-line


dan dasar jalan.
4
Pada penampang di lereng yang terdiri dari
1
galian dan timbunan, maka sumbu vertikal
X
diambil pada perpoton gan dasar jalan dan
lereng. Jadi cut (galian) dan fill (timbunan)
Gambar 408. Koordinat luas penampang dihitung tersendiri.

Luas 12341 adalah : Biasanya pada hitungan di dapat harga


= ½ ( [(x1 + x2) (y2 + y1) + (x2 + x3) (y3 + positif untuk cut dan negatif untuk fill.

y2) (x1 + x4) (y4 – y1) + (x2 + x4) (y3 +y4)


14 Perhitungan Galian dan Timbunan 427

d. Perhitungan Volume Kalau kita ban dingkan antara VA dan VP


pasti ada perbedaan yang disebut dengan
Cara yang paling mudah untuk menghitung
koreksi prismoida Kv. Jika K v ditambahkan
volume adalah dengan mengambil luas rata -
pada VA , maka hasilnya akan mendekati VP.
rata bidang awal dan bidang akhir kemudian
dikalikan dengan jarak L. Jadi : K v = VP - VA
Jadi volume adalah : L 3
Kv = (D1 – D2 ) (x1 – x2) m
12
VA = ½ (A1 + A2) L m 3
Dimana besaran-besaran d, x dan L adalah
Dimana : A1 = luas bidang awal
seperti gambar dibawah ini :
A2 = luas bidang akhir
L = jarak antara A1 dan A2
X2
Hasil ini cukup baik kalau daerahnya rata ,
jadi penampang-penampang antara A1 dan
L
A2 tidak jauh beda. Karena cara ini
sederhana sekali, maka sering dipakai dan
D2
dianggap sebagai formula standar untuk
pemindahan tanah. D1
Cara yang lebih teliti adalah dengan rumus X1
prismoida :

Gambar 409. Volume trapesium


VP =
L
( A1 + 4 Am + A1 )
B
Contoh Soal:
Dimana :
1. Gambar berikut ini merupakan suatu
VP = Volume dengan rumus prismoida.
penampang galian. Penampang dibagi
L = Jarak antar bidang awal A1 dan
dalam dua bidang A1 dan A2, masing-
bidang akhir A2.
masing mempunyai koordinat seperti
Am = Bidang tengah antara A1 dan A2 dan
tergambar. Hitunglah seluruh luas
sejajar dengan kedua bidang ini.
penampang galian !
Cat : Am bukan rata-rata dari A1 dan A2
Am ≠ ½ (A1 + A2)
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 428

3/12
2,5/8
2/0
1,5/10

A1 A2

0/6 0/0 0/6

6 6

Gambar 410. Penampang galian


Penyelesaian :

Untuk sebelah kiri,

0 0 3 2,5 2 0
/ / / / /
0 6 12 8 0 0

Luas 2 A1 = 0 + 18 + 30+ 16+ 0 – (0 + 0 + 24 + 0 + 0)


= 64 – 24
= 40 m 2

Untuk sebelah kanan,

0 0 1,5 2 0
/ / / /
0 6 10 80 0
Luas 2 A2 = 0 + 9 + 20+ 0 – (0 + 0 + 0 + 0)
= 29 – 0
= 29 m 2

Luas seluruh penampang :

1
A= ( 40 + 29) = 34,50 m 2
2
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 429

2. Gambar berikut ini merupakan suatu Untuk sebelah kanan,


penampang timbunan. Penampang 0 2 2 ,5 1,5 0 0
/ / / / /
dibagi dalam dua bidang A1 dan A2, 0 0 3 9 6 0
masing-masing mempunyai koordinat
seperti tergambar. Hitunglah seluruh
luas penampang timbunan !

0/6 0/0 0/6

2
1,5/9

A1 A2

2,5/11 2,5/3

2/2

Gambar 411. Penampang timbunan


Luas 2 A2 = 0 + 0 + 4,5+ 0 + 0 – (0 + 9 +
Penyelesaian : 22,5 + 37,5)
Untuk sebelah kiri, = 4,5 – 37,5
2
0 2 2,5 0 0 = 29 m
/ / / /
0 0 11 6 0 Luas seluruh penampang :
Luas 2 A1 = 0 + 0 + 0+ – (0 + 15 + 22 1
A= (− 37 − 33 ) = - 35 m 2
+0) 2
= 64 – 24
2
Berdasarkan gambar diatas, luas timbunan
= - 37 m
sebesar 35 m 2.
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 430

3. Berdasarkan gambar berikut ini hitunglah luas galian dan timbunan

C
3/4
2,5/9

1,5/4

6 cm 6 cm

0/7
0/0
0/5

2/6

3/13

Gambar 412. Penampang galian dan timbunan Luas 2 A2 = 0 + 15 + 27,5 + 13,5 – (0 +


0 + 27 + 10 + 0)
Penyelesaian :
= 56 – 37
Untuk timbunan , 2
2 A2 = 19 m
0 2 3 0 0 A2 = 9,5 m 2
/ / / /
0 6 13 7 0
Sehingga diperoleh luas penampang
2
Luas 2 A1 = 0 + 18 + 0+ 0 – (0 + 26 + galian (A2) = 9,5 m
21 + 0)
= 18 – 47 14.6 Penggambaran Galian
2
2 A1 = - 29 m
dan Timbunan
A1 = -14,5 m 2

Sehingga diperoleh luas penampang Penggambaran galian dan timbunan


2 dilakukan pada setiap titik irisan penampang
timbunan (A1) = -14,5 m
melintang, sejumlah titik yang telah
Untuk galian, ditentukan sebelumnya. Berikut beberapa
0 0 3 2 ,5 1,5 0 contoh penggambaran galian dan timbunan.
/ / / / /
0 5 11 9 4 0
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 431

Gambar 413. Penampang melintang galian dan timbunan


14 Perhitungan Galian dan Timbunan 432

Model DiagramModel
Alir IlmuDiagram
Ukur Tanah
AlirPertemuan ke-14
Perhitungan Galian dan Timbunan
Perhitungan Galian dan Timbunan
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Pengukuran
Peta Situasi Sipat Datar Profil
dengan Garis- Galian dan Timbunan Memanjang dan
Garis Kontur Melintang di
Lapangan

Luas Rata-Rata Galian dan


Timbunan 2 Profil Melintang
Gridding (Kotak-Kotak Bujur
dikalikan dengan jarak
Sangkar)
mendatar antara 2 profil
melintang

meter
kubik

Perencanaan Kavling Perencanaan Jalan dan


Perencanaan Bangunan Air
Perumahan Jembatan

Teknologi Pemetaan Canggih


(Sophisticated Mapping)

GPS Perangkat Lunak


(Global Positioning System) CAD dan GIS

Total Station

Gambar 414. Diagram Alir Perhitungan Galian dan Timbunan


14 Perhitungan Galian dan Timbunan 433

Rangkuman

Berdasarkan uraian materi bab 14 mengenai perhitungan galian dan timbunan,


maka dapat disimpulkan sebagi berikut:

1. Galian dan timbunan dapat diperoleh dari peta situasi yang dilengkapi dengan garis-
garis kontur atau diperoleh langsung dari lapangan melalui pengukuran sipat datar profil
melintang sepanjang koridor jalur proyek atau bangunan.

2. Adapun Tujuan lain dari perhitungan galian dan timbunan sebagai berikut :

a. Meminimalkan penggunaan volume galian dan timbunan pada tanah, sehingga


pekerjaan pemindahan tanah dan pekerjaan stabilitas tanah dasar dapat dikurangi,
waktu penyelesaian proyek dapat dipercepat, dan biaya pembangunan dapat se-
efisien mungkin.
b. Untuk menentukan peralatan (alat-alat berat) yang digunakan pada pekerjaan galian
maupun timbunan, dengan mempertimbangkan kemampuan daya operasional alat
tersebut.

4. Sebelum memulai perhitungan galian dan timbunan, pekerjaan diawali dengan


pematokan (stake out). Pematokan bertujuan untuk menandai wilayah mana saja yang
akan terkena galian dan timbunan, atau bagian-bagian di lapangan yang menjadi bakal
proyek. Setelah pekerjaan stake out selesai, pekerjaan galian dan timbunan dapat
dimulai dengan mengolah data yang diperoleh dari lapangan untuk selanjutnya diolah.
Ada tiga sistem utama yang dipakai: metode tampang melintang, metode luas satuan
atau lubang galian sumbang dan metode luas garis tinggi.

5. Beberapa kesalahan khas yang dibuat dalam hitungan pekerjaan tanah adalah:
a. Mengacaukan tanda-tanda aljabar dalam hitungan luas ujung memakai metode
koordinat.
b. Memakai persamaan untuk hitungan volume stasiun angka bulat padahal yang ada
adalah stasiun angka pecahan.
c. Memakai volume luas ujung untuk bentuk pyramidal atau bentuk paju
(wedgeshaped). Mencampur adukkan kuantitas galian dan timbunan.
14 Perhitungan Galian dan Timbunan 434

Soal Latihan

Jawablah pertanyaan – pertanyaan dibawah ini!

1. Sebutkan beberapa kesalahan khas yang dibuat dalam hitungan pekerjaan tanah?
2. Penggambaran galian dan timbunanan dilakukan pada setiap titik irisan penampang
melintang. Berikan beberapa contoh penggambaran galian dan timbunan?
3. Apa tujuan lain dari perhitungan galian dan timbunan?
4. Sebelum memulai perhitungan galian dan timbunan, pekerjaan diawali dengan
pematokan. Apa tujuan dari pematokan? Serta sebutkan cara dan prosedur-prosedur
pematokan?
5. Materi yang terdapat di alam berada dalam keadaan padat dan terkonsolidasi dengan
baik, sehingga hanya sedikit bagian-bagian yang kosong atau terisi udara di antara butir-
butirnya. Apa yang terjadi jika material tersebut digali? Bagaimana cara menghitung
vulume galian dan timbunan, serta berikan contoh dan gambarnya?
435
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

15. Pemetaan Digital (Digital Mapping)

1. Raster
15.1 Pengertian pemetaan digital
Merupakan format data dengan satuan pixel
(resolusi/kerapatan) ditentukan dalam
Peta adalah sarana informasi (spasial)
satuan ppi (pixel per inch). Tipe format ini
mengenai lingkungan. Pekerjaan –
tidak bagus digunakan untuk pembuatan
pekerjaan teknik sipil dan perencanaan,
peta digital, karena akan terjadi korupsi data
dasarnya membutuhkan peta-peta dengan
ketika dilakukan pembesaran atau
berbagai macam jenis tema dan berbagai
pengecilan. Contoh format data raster :
macam jenis skala
bitmap (seperti tiff, targa, bmp), jpeg, gif,
Pemetaan adalah suatu proses penyajian dan terbaru PNG.
informasi muka bumi yang fakta (dunia
2. Vektor
nyata), baik bentuk permukaan buminya
Merupakan format data yang dinyatakan
maupun sumbu alamnya, berdasarkan skala
oleh satuan koordinat (titik dan garis
peta, system proyeksi peta, serta symbol -
termasuk polygon) format ini yang dipakai
symbol dari unsur muka bumi yang
untuk pembuatan peta digital atau sketsa.
disajikan. Kemajuan di bidang teknologi
Contoh format ini : dxf (autocad), fix (xfig),
khususnya di bidang computer
tgif (tgif), dan ps/eps (postscrift).
mengakibatkan suatu peta bukan hanya
dalam bentuk nyata (pada selembar kertas,
15.2 Keunggulan pemetaan
real maps, atau hardcopy), tetapi juga dapat d igital dibanding pemetaan
disimpan dalam bentuk digital, sehingga konvensional
dapat disajikan pada layar monitor yang
Tabel 43. Keunggulan dan kekurangan pemetaan
dikenal dengan peta maya (Virtualmaps
digital dengan konvensional
atau softcopy).
Pemetaan digital Pemetaan Konvensional
Pemetaan digital adalah suatu proses Penyimpanan Skala dan standar
berbeda
pekerjaan pembuatan peta dalam format
Pemanggilan Kembali Cek manual
digital yang dapat disimpan dan dicetak
Pemutahiran Mahal dan memakan
sesuai keinginan pembuatnya baik dalam waktu
jumlah atau skala peta yang dihasilkan. Analisa Overlay Memakan waktu dan

Format digital terdiri dari 2 macam tenaga


Analisa Spasial Rumit
Penayangan mahal
436
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

15.3 Bagian - bagian pemetaan


digital

Pemetaan digital terdiri dari perangkat


keras, perangkat lunak, tenaga kerja, dan
perangkat intelegensia.

15.3 .1 Perangkat keras Gambar 416. Perangkat keras Scanner

Komponen dasar perangkat keras


- Sistem masukan terdiri dari :
Pemetaan Digital dapat dikelompokan
1. Data tekstual (atribut), dapat ditinjau dari
sesuai dengan fungsinya antara lain
data hidrologi, geologi teknik, tata guna

a. Peralatan pemasukan data, misalnya lahan, data geometris dan data -data

papan digitasi (digitizer), Penyiam lainnya.

(scanner), keyboard, disket dan lain -lain. 2. Data grafis atau peta terdiri dari peta-

b. Peralatan penyimpanan dan pengolahan peta topografi dan peta -peta tematik.

data, yaitu komputer dan 3. Sistem pemrosesan dan penyimpanan

perlengkapannya seperti : monitor, terdiri dari :

papan ketik (keyboard), unit pusat 1. Pemrosesan data tekstual yaitu

pengolahan (CPU- central processing dapat berdiri sendiri tanpa

unit), cakram keras (hard-disk), floppy dihubungkan dengan informasi grafis

disk,dan flashdisk tetapi dapat juga bergantung pada

c. Peralatan untuk mencetak hasil seperti atau berkaitan dengan informasi

printer dan plotter grafis.


2. Pemrosesan data grafis meliputi
manipulasi penyajian grafis,
pembuatan peta-peta tematik,
penggabungan informasi grafis,
kodifikasi penyajian dengan
atributnya, overlay atau penumpukan
tema tertentu, pembuatan legenda,
perhitungan luas suatu area atau
Gambar 415. Perangkat keras kurva, perhitungan jarak, pembuatan
garis kontur untuk tema tertentu,
437
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

perhitungan beda tinggi, orientasi - Survei digitasi langsung dari model


relati fe dan orientasi absolute posisi- orientasi absolute
posisi dan lain sebagainya. - Survei lapangan,
3. Sistem keluaran - Laporan-laporan (atribut, karakteristik
Keluaran akhir dari pemrosesan data fungsional),
dapat berupa suatu tabel-tabel, - Laporan topologi yang ada serta
laporan-laporan, grafik atau peta. berhubungan fungsional dan features
Hasil ini dicetak sesuai format yang petanya,
berlaku dan dicetak berdasarkan - Laporan serta kesatuan grafis yang
kepentingan dan keinginan berhubungan dengan aplikasi kajian,
pengguna. - Informasi kuantitatif hasil dari analisis data
spasial berikut keberadaannya.
15.3 .2 Perangkat luna k
Informasi-informasi diatas dapat diperoleh
Perangkat lunak yaitu alat atau media yang
langsung atau diperoleh setelah dilakukan
digunakan untuk konversi, penggambaran,
manipulasi dan analisis lebih lanjut.
penyimpanan, pemanggilan pemanipulasian
dari analisis data untuk melengkapi serta • Tenaga kerja
untuk penyajian informasi. Perangkat lunak
Tenaga kerja yang dilibatkan pada
yang digunakan biasanya mempunyai
pemetaan digital biasanya relati f sedikit dan
fasilitas database koordinat baik 2 dimensi
dapat terdiri dari operator produksi data.
maupun 3 dimensi yang dilengkapi pula
Tenaga kerja termasuk kedalam pengguna
dengan hubungan antar muka sistem
kelas pertama dan pengguna kelas kedua .
masukan dan sistem keluaran.
- Pengguna kelas pertama :
15.3.2.1 Sistem Masukan dan Keluaran
pemrograman aplikasi tertentu yang
Bagian teratas dari diagram memperlihatkan bertanggung jawab dalam penulis an
sistem masukan yang menghasilkan program-program aplikasi untuk
informasi kepada basis data topografi digital. eksplorasi basis data.
Masukan ini dapat diperoleh dari suatu
- Pengguna kelas dua :
sumber informasi atau dari sumber-sumber
Pengguna akhir yang dapat mengakses
yang berbeda-beda dan terdiri dari :
dan memanggil kandungan basis data
- Hasil digitasi peta-peta topografi yang telah dari suatu terminal komputer atau stasiun
ada atau dari peta-peta ortofoto, kerja (workstation) untuk komunitas
penunjang tertentu.
438
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

- Perangkat Intelegensia - Sistem keluaran


Perangkat intelegensia melibatkan pakar Sistem keluaran data dapat berupa
komputer, pakar geodesi, dan pakar hardcopy, softcopy, atau elektronik
pemrograman serta pembangunan keluaran hardcopy berupa suatu media
sistem untuk menghasilkan otomatisasi penyajian permanen . Keluaran softcopy
pembuatan peta. Perangkat intelegensia adalah keluaran dalam bentuk penyajian
termasuk pengguna kelas ketiga. di layar komputer, keluaran softcopy
digunakan sebagai pedoman interaksi
- Pengguna kelas ketiga : bagi operator untuk mengevaluasi hasil
Administrator batas basis data, yaitu di layar sebelum hasil akhir tersebut
orang atau sekelompok orang yang dicetak. Pengajian dalam bentuk
bertanggung jawab dalam pengawasan softcopy biasanya tidak digunakan
sistem basis data secara keseluruhan. sebagai keluaran akhir karena ukurannya

15.3 .2.2 Sistem pengubah peta analog yang relatif kecil serta kekurangan dalam

menjadi peta digital kualitas data jika disajikan dalam citra


fotografi dan elektronis. Keluaran dalam
- Sistem masukan
bentuk elektronis terdiri dari file-file
Data analog yang akan didigitalisasikan
komputer. Keluaran dalam bentuk
terdiri dari data grafis dan data atribut.
elektronik ini dimaksudkan untuk
Kedua jenis data ini berbeda prinsip
pemindahan data ke system komputer
pemasukan datanya kedalam lingkungan
lain untuk penambahan analisis atau
komputer. Sistem masukan untuk
menghasilkan keluaran hardcopy
mengubah peta analog menjadi peta
ditempat lain.
digital dapat dilakukan melalui papan
ketik (keyboard ), alat digitasi peta - Sistem penyimpanan

(digitizer ) dan alat pemindai (scanner). Sistem penyimpanan data dapat

Media pemasukan ini dipilih berdasarkan berbentuk kaset, hard disk, compact disk,

jenis datanya dan ketelitian data yang disket,atau flashdisk.

diinginkan. Untuk data atribut biasanya - Sistem pengolahan


dilakukan melalui papan ketik, untuk data Sistem pengolahan data peta digitall
grafis biasanya dilakukan melalui digitasi dapat ditunjang oleh berbagai macam
atau alat scan. Pemasukan data tersebut processor yang dilengkapi pemroses
beracuan pada jenis datanya. numeris dan memori pengaksesan data
acak (RAM)
439
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

- Sistem koordinat tema yang berhubungan untuk


Sistem koordinat grafis pada CAD jaringan irigasi atau tema lain
untuk aplikasi digital dapat dilakukan yang memberikan andil dalam
secara absolute, relatife, atau polar. perencanaan irigasi.
Fasilitas-fasilitas pemotongan garis, § Tampilan untuk topografi kajian.
penyambungan garis pembuatan Peta-peta topografi sebagai suatu
sudut menyiku, pengulangan grafis, basis informasi untuk sistem
penggabungan grafis, pemisahan perencanaan irigasi harus
grafis, pembuatam kotak, pembuatan menyajikan tema-tema yang
lingkaran, pembuatan ellips dan berhubungan dengan hidrologi,
fasilitas-fasilitas lain untuk geologi, dan tata guna lahan.
penggambaran dapat mudah
2. Informasi sistem geologi terdiri dari
dilakukan diperangkat lunak CAD.
batas batuan, nama batuan, sesar,
kekar, dan morfologi.
Sejalan dengan kemajuan teknologii
komputer beserta perangkat lunaknya, maka § Informasi penyajian sistem
informasi pada peta telah diubah menjadi hidrologi terdiri dari jaringan
suatu bentuk data digital yang siap dikelola. sungai, nama sungai, batas
Oleh karena itu, pekerjaan pemetaan saat daerah aliran sungai utama atau
ini tidak hanya membuat peta saja, tetapi satuan wilayah sungai, posisi-
mengelolanya menjadi informasi spasial posisi stasiun curah hujan, stasiun
melalui pengembangan basis data. Basis iklim, stasiun penduga air dan
data tersebut dapat diolah lebih lanjut nama-nama stasiun tersebut.
sehingga dapat menghasilkan berbagai § Informasi penyajian sistem tata
informasi kebumian (geoinformasi) yang guna lahan terdiri dari batas
dibutuhkan oleh para perencana atau peruntukan lahan nama
pengambilan keputusan. peruntukan lahan.

a. Tahap dalam pemetaan digital 3. untuk pemetaan sistem irigasi ini,


seluruh data yang dibutuhkan
1. Membangun basis geografi
dimasukkan kedalam bentuk digital.
§ Resolusi peta dan akurasi yang
tersaji pada basis lahan geografi Peta -peta berbagai jenis dalam bentuk

tidak seluruhnya memenuhi syarat lembaran diubah menjadi peta-peta digital

untuk tema-tema lain, baik tema- dan diklasifikasikan penyajiannya kedalam


penyajian garis, kurva atau titik. Informasi-
440
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

informasi atribut dimasukkan kedalam tanah untuk menprediksi sifat dan ciri tanah
komputer dan dihubungkan terhadap keseluruhan area survai dalam Sistem
penyajian -penyajian grafis yang bersesuaian Informasi Geografis. Dengan kata lain PTD
dengan suatu penghubung yang unik baik adalah proses kartografi tanah secara
berupa koordinat atau identifier. Informasi digital.
atribut dan informasi grafis yang telah
Namun PTD bukan berarti
dihubungkan tersebut melalui media
mentransformasikan peta-peta tanah
perangkat lunak dan perangkat keras yang
konvensionil menjadi digital. Proses PTD
ada diharapkan lebih dapat mengoptimalkan
menggunakan informasi-informasi dari
perencanaan jaringan irigasi.
survei tanah lapangan digabungkan dengan
informasi tanah secara digital, seperti citra
15.4 Peralatan, bahan dan (image) remote sensing dan digital elevation
prosedur pemetaan d igital model. Dibandingkan dengan peta tanah
konvensional, dimana batas-batas tanah
15.4.1 Pemetaan tanah digital (disingkat
digambar secara manual berdasarkan
PTD) atau digital soil mapping pengalaman surveyor yang subyektif.
Era informasi ditandai dengan pemanfaatan Namun dalam PTD teknik-teknik automatis
teknologi komputer, teknologi komunikasi dalam Sistem Informasi Geografis
dan teknologi proses secara terintegrasi, digunakan untuk menproses informasi-
untuk mewujudkan masyarakat yang informasi tanah dengan lingkungannya.
semakin nyaman dan sejahtera. PTD dapat
a. Data spasial
didefenisikan sebagai penciptaan dan
pengisian sistem informasi tanah dengan Data spasial adalah data yang memiliki
menggunakan metode-metode observasi referensi ruang kebumian (georeference) di
lapangan dan laboratorium yang mana berbagai data atribut terletak dalam
digabungkan dengan pengolahan data berbagai unit spasial. Sekarang ini data
secara spatial ataupun non -spatial . Metode spasial menjadi media penting untuk
PTD menggunakan variabel-variable perencanaan pembangunan dan
pembentuk tanah yang dapat diperoleh pengelolaan sumber daya alam yang
secara digital (misalnya remote sensing, berkelanjutan pada cakupan wilayah
digital elevation model, peta-peta tanah) nasional, regional maupun lokal.
untuk mengoptimasi survai tanah di Pemanfaatan data spasial semakin
lapangan. Tujuan PTD adalah meningkat setelah adanya teknologii
menggunakan variabel-variabel pembentuk pemetaan digital dan pemanfaatannya pada
441
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

Sistem Informasi Geografis (SIG). Informasi b. Spesifikasi peta digital


spasial adalah salah satu informasi yang
harus ada dan menjadi tulang punggung Peta digital yang dapat diandalkan adalah

keberhasilan perencanaan pembangunan yang memiliki data terintegrasi secara

masyarakat di atas. nasional bahkan internasional, cepat proses


produksinya, akurat datanya serta terjamin
Penuangan informasi spasial dalam bentuk
proses pemutakhirannya.
peta digi tal sangat dihajatkan dikarenakan
hal-hal berikut: 3. Antisipasi

1. Fleksibilitas penggunaannya untuk Pemetaan digital mencoba menerapkan tek-

berbagai kepentingan sektoral nologi mutakhir di bidang pemetaan yang

pembangunan. seoptimal mungkin memanfaatkan teknologi

2. Semakin meluasnya penggunaan digital. Dibandingkan dengan proses pe-

komputer personal dengan berbagai metaan sebelumnya, pada pemetaan digital

fasilitas untuk penampilan data grafis. terjadi reduksi tahapan proses produksi

3. Semakin meluasnya pemanfaatan pemetaan dan reduksi waktu produksi yang

Sistem Informasi Geografis (SIG) yang berarti. Pemetaan digital menawarkan

berbasis peta digital. SIG semakin teknologi pemetaan yang menjamin

diharapkan kontribusinya dalam kecepatan dan ketepatan produksi peta.

membantu pengambilan keputusan pada


kebijakan yang terkait dengan penataan
dan pemanfaatan ruang.

Gambar 417. Peta lokasi


442
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

Gambar 418. Beberapa hasil pemetaan digital, yang dilakukan oleh Bakosurtanal

c. Yang unik pada pemetaan digital

Pemotretan foto udara dikombinasikan grid beraturan ditambah pada unsur-unsur


dengan teknologi penentuan posisi GPS penting, seperti jalan dan sungai.
Kinematis. Ini mereduksi kebutuhan titik Penambahan data hasil proses cek
kontrol lapangan yang memakan waktu lama lapangan, pemisahan warna cetak sampai
dalam pengadaan dan sangat merepotkan pembuatan desain kartografis dilakukan
dalam pemeliharaannya. hampir seluruhnya secara digital.

Kebutuhan titik kontrol lapangan dipenuhi d. Produk


dengan pengukuran Differential GPS. Ini
menjamin integrasi data dengan kerangka 1. Titik Kontrol GPS, sangat bermanfaat
spasial nasional bahkan internasional. untuk pengikatan pemetaan sektoral

Kompilasi data fotogrametris stereo plotting kepada kerangka spasial nasional.

dilakukan dengan pengkodean unsur yang


konsisten. Artinya sejak proses ini basis
data inisial telah tersusun. Kontur dihitung
dengan pengukuran data ketinggian pada
443
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

e. Daftar produk pemetaan digital

1. Foto Udara skala 1:50.000 dan


1:30.000 (untuk kota-kota: Jakarta,
Bandung, Semarang, Yogyakarta,
Surabaya dan Kupang), berikut data
GPS Kinematik.
2. Titik Kontrol GPS sebanyak kurang
lebih 170 titik yang tersebar di
seluruh wilayah pemetaan.
Gamba 419. Salah satu alat yang dipakai dalam GPS
3. 9.950 Model Foto Udara untuk
type NJ 13
penghitungan triangulasi udara dan

2. Cek plot geografis, pada prinsipnya pemetaan.

sudah dapat dimanfaatkan untuk aplikasi 4. 1.662 lembar peta skala 1:25.000

SIG sebagai masukan data dasar, atau dalam bentuk cetakan dengan 5

dapat dimanfaatkan untuk pembuatan warna.

peta-peta khusus, misalnya peta jaringan 5. Peta dalam format digital (pada

jalan. media CD-ROM) yang antara lain


memuat lapisan -lapisan (layer):
3. Peta digital , didistribusikan dalam media
jalan/komunikasi/transportasi,
CD-ROM sangat membantu dalam
pemukiman, vegetasi, perairan dan
mempercepat pengadaan data spasial
kontur.
dasar, siap digunakan oleh berbagai
kepentingan pemetaan sektoral, sebagai
pondasi pembuatan peta-peta tematik.
Akan disediakan juga produk peta dalam
bentuk cetak.
444
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

Gambar 420. Hasil Foto Udara yang dilakukan di daerah Nangroe Aceh Darussalam yang dilakukan
pasca Tsunami, untuk keperluan Infrastruktur Rehabilitasi dan Konstruksi
445
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

Gambar 421. Hasil foto udara yang dilakukan di daerah nangroe aceh darussalam yang dilakukan
pasca tsunami, untuk keperluan infrastruktur rehabilitasi dan konstruksi

Digital Elevation Model (DEM) dengan permudah dengan bantuan komputer mulai
kerapatan informasi ketinggian pada 100 x dari pembacaan data di lapangan yang
10 meter. dapat langsung di download ke komputer
untuk pelaksanaan perhitungan poligon,
I. Upaya pengamanan data pemetaan
perataan penghitungan (koreksi) dan lain-
digital
lain, bahkan sampai pada proses
Perkembangan teknologi komputer yang
pembuatan pemisahan warna secara digital
semakin cepat, canggih dan berkemampuan
sebagai bagian dari proses pencetakan
tinggi meliputi: kapasitas memori yang
peta.
semakin besar, proses data yang semakin
cepat dan fungsi yang sangat majemuk Perkembangan lainnya adalah dapatnya
(multi fungsi) serta semakin mudahnya peta -peta yang telah ada melalui proses
komputer dioperasikan melalui beberapa digitasi baik secara manual menggunakan
paket program, berdampak pula pada digitizer/mouse maupun dengan
proses pembuatan peta. Pembuatan peta menggunakan scanner menyebabkan data
secara konvensional secara te ori tis dapat di dalam peta dapat ditransfer dari peta analog
446
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

ke peta digital dan data dapat di perbaharui mengamankan data pemetaan digital
(ditambah maupun dikurangi dan lain-lain) khususnya yang menyangkut daerah rawan,
sesuai kebutuhan pengguna. obyek vital di wilayah Republik Indonesia.

Dengan berkembangnya teknologi satelit a. Pembuatan dan penggunaan peta


utamanya satelit navigasi yang dapat digital.
dipadukan dengan teknologi komputer,
Dengan sem akin mudahnya proses
dampaknya terhadap bidang pemetaan juga
pembuatan peta menyebabkan banyak
semakin besar, yakni pembuatan peta
pihak yang melibatkan diri dalam bidang
melalui pemanfaatan citra satelit yang
survei dan pemetaan, khususnya yang
diedit/diolah dengan komputer. Mudahnya
bergerak dalam bidang penyediaan data
proses pembuatan peta tersebut juga
spatial (muka ruang bumi) sesuai dengan
dibarengi dengan kemudahan dalam hal
keinginan pemesan/pengguna (user). Para
memperbanyak, mentransfer, membuat
produsen
duplikat (copy) kedalam disket atau media
penyimpan/perekam lainnya sehingga Selalu akan berusaha untuk dapat
mempermudah untuk disebar luaskan memenuhi keinginan dan pesanan dari para
ataupun diperjual -belikan. pengguna dan cenderung mengikuti
permintaan pasar. Pada umumnya pihak-
Tidak menutup kemungkinan hal itu dapat
pihak yang lapangan pekerjaannya
pula dilakukan terhadap peta-peta topografi
berkaitan dengan perencanaan dan
buatan Dittop TNI-AD, peta-peta buatan
pemanfaatan ruang seperti halnya bidang
Dishidros TNI-AL, peta-peta buat-an
transmigrasi, kehutanan, pertanian,
Dissurpotrud TNI-AU atau peta-peta lainnya
perumahan, pekerjaan umum, pengembang
yang berklasifikasi rahasia. Dipandang dari
perumahan dan lain -lain sangat membutuh-
segi pertahanan, keamanan dan
kan peta sebagai salah satu sarana pokok
kepentingan militer, maka hal tersebut
dalam membuat perencanaannya.
merupakan kerawanan, dimana sampai saat
ini kita masih menekankan produk peta Sulitnya prosedur perolehan peta topografi
tersebut di atas merupakan barang yang merupakan salah satu faktor penyebab
berklasifikasi rahasia dan terbatas mereka mencari alternatif lain untuk
(tergantung ka darnya), dimana untuk memperoleh peta lain yang dapat
memperolehnya harus melalui prosedur memberikan informasi tentang medan
yang telah ditetapkan.Tantangan yang kita sebaik atau lebih baik dari peta topografi,
hadapi sekarang adalah bagaimana cara dalam hal ini contohnya seperti peta rupa
447
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

bumi produk Bakosurtanal. Dengan yang ditetapkan. Salah satu kesulitan


perkembangan teknologi belakangan ini dalam proses pemetaan dengan citra
beberapa bagian wilayah Indonesia telah satelit adalah masih diperlukan proses
diliput dengan citra satelit dan interpretasi data obyek yang ada pada
direkam/disimpan dalam media compact citra satelit, sehingga diperlukan
disk yang dapat dipesan oleh pihak pengecekan lapangan (field checking)
pengguna sesuai kebutuhan dan daerah dan data/peta lain untuk ketepatan
yang dibutuhkan. informasi tentang data yang dipetakan.
b. Pembuatan peta digital. Namun kesulitan ini dapat diatasi sendiri
oleh pihak pengguna dengan jalan
1. Ditinjau dari segi efisiensi pembuatannya
melaksanakan kegiatan pengecekan
ada kecenderungan semakin banyak
lapangan sendiri sesuai kebutuhan.
pihak yang berkecimpung dalam pem
4. Sampai saat ini yang dapat
buatan peta digital, karena prosesnya
mengoptimalkan pemetaan secara digital
akan lebih singkat dibandingkan dengan
menggunakan citra satelit dan
pembuatan peta secara konvensional.
pemanfaatannya adalah pihak/lembaga-
2. Dengan memanfaatkan sistem digitasi
lembaga di luar negeri. Di Indonesia
dengan digitizer (mouse) dan scanner
sendiri baru akan dilaksanakan dan telah
dalam proses digitasi peta-peta yang
dilaksanakan persiapan -persiapan ke
telah ada, tidak menutu p kemungkinan
arah pemetaan digital. Dengan
peta-peta yang di klasifikasikan sebagai
dikembangkannya pemetaan digital oleh
dokumen rahasia akan diubah pula
pihak-pihak asing, tidak menutup
menjadi peta lain dalam bentuk data
kemungkinan data mengenai wilayah
digital.
Indonesia justru lebih dikuasai oleh pihak
3. Pembuatan peta yang kemungkinannya
luar, sehingga pihak kita justru harus
lebih m udah dikembangkan adalah
membeli untuk dapat memiliki dan
dengan pemanfaatan citra satelit. Hal ini
memanfaatkannya.
disebabkan karena dengan orbit satelit
yang setiap saat mengitari bumi Penggunaan peta digital.
termasuk wilayah Republik Indonesia,
Penggunaan peta digital pada dasarnya
membuat cakupan rekaman data tentang
sama saja dengan peta biasa, hanya
kenampakan permukaan bumi wilayah
wujudnya yang agak berbeda, dimana peta
Indonesia dapat direkam semuanya dan
biasa hanya dapat digunakan dalam bentuk
dapat dipetakan sesuai periode waktu
lembaran atau helai sedangkan peta digital
448
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

selain ada peta seperti halnya peta biasa (menggunakan modem), sehingga untuk
disertai data yang telah tersimpan dalam kepentingan taktis maupun strategis
media perekam seperti magnetik tape, pihak lawan/musuh dapat sewaktu-waktu
disket, compact disc, flashdisk, hardisk, dan dimonitor di/dari tempat lain. Tentunya
lain-lain sehingga sewaktu-waktu dapat hal ini akan sangat merugikan bagi
diedit dan dicetak kembali sesuai bidang pertahanan keamanan/militer
kebutuhan. Dengan kemudahan pengolahan negara kita.
dan pemindahan dari media komputer ke
media penyimpan data seperti tersebut di c. Penggunaan peta digital yang

atas membawa dampak negatif antara lain : diharapkan (memperoleh ijin)


redaksional
1. Dapat di salah gunakan oleh pihak -pihak
yang tidak berwenang dan dapat Masalah pembuatan peta digital

diperbanyak, diberikan kepada pihak lain terutama melalui penggunaan citra

serta dapat diperjual-belikan secara satelit sangat sulit untuk dicegah,

bebas. Dengan kata lain jatuh ke tangan terutama dengan perkembangan

pihak yang tidak seharusnya boleh teknologi satelit navigasi yang sangat

memperoleh dan mempergunakannya cepat. Selain itu yang me-nguasai

tanpa mendapatkan ijin dari pemerintah teknologi satelit justru negara lain seperti

Republik Indonesia. Amerika (Lansat, Seasat dan Geosat),

2. Terjadinya pembocoran data kekayaan Perancis (SPOT), Kanada (Radarsat)

alam, dislokasi militer dan segala dan lain-lain, sehingga mereka dengan

sesuatu yang seharusnya menjadi sendirinya dapat memanfaatkan data

rahasia negara. Hal ini disebabkan citra satelitnya baik untuk kepentingan

dengan berbagai teknik interpretasi citra dalam negerinya sendiri maupun untuk

yang ada, baik dengan cetode (band) dapat mengetahui keadaan/kondisi

dan lain-lain maka semua yang ada baik negara-negara lain. Demikian pula

dipermukaan wilayah maupun dibawah dalam penggunaannya semua pihak

permukaan tanah dapat diketahui. pengguna dapat secara langsung

3. Data tentang kondisi medan/alam memesan / membeli kepada

wilayah Republik Indonesia dapat lembaga/perusahaan yang membuat

ditransfer secara langsung dan secara peta tersebut. Sesuai dengan hal -hal

cepat dengan menggunakan jaringan tersebut di atas, maka dalam pembuatan

komputer yang saling dihubungkan dan penggunaan peta-peta digital


449
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

tersebut seharusnya melalui prosedur didapat/diperoleh kepastian tentang


yang ditetapkan oleh pemerintah sampai sejauh mana pihak lain dapat
Republik Indonesia. menggunakan keunggulan wilayah suatu
negara/negara lain.
Walaupun dalam proses pembuatannya sulit
untuk dipantau dan dimonitor, namun Semakin banyak faktor yang harus
sebaiknya pembuatan peta-peta digital dipertimbangkan dalam pembuatan
m engindahkan ketentuan-ketentuan sebagai perencanaan pembangunan dan
berikut : pelaksanaan pembangunan terutama
1. Dalam pembuatan peta baik dari proses yang berkait-an dengan penggunaan
digitasi peta-peta yang diklasifikasikan tanah/lahan secara langsung, salah
sebagai dokumen rahasia, harus satunya membutuhkan tuntutan data
memperoleh ijin dari pemerintah RI, yang akurat dan cepat tentang
dalam hal ini diberlakukan seperti medan/permukaan bumi dalam
porosedur untuk memperoleh peta skala/kadar tertentu sesuai dengan
Topografi TNI-AD. Tidak diijinkan adanya peta yang dapat diolah/diedit
melakukan proses digitasi terhadap peta dengan cepat melalui ketentuan-
topografi atau peta lain nya tanpa seijin ketentuan sebagai berikut :
pemerintah RI dalam hal ini instansi-
1. Data peta digital yang telah ada tidak
instansi terkait antara lain : Departemen
boleh dengan mudah untuk diperjual-
Dalam Negeri RI, Departemen
belikan dengan bebas tanpa melalui
Pertahanan RI, Mabes TNI, Bais TNI dan
prosedur dan ketentuan yang
Angkatan.
diberlakukan oleh Pemerintah RI.
2. Khusus tentang proses pembuatan peta
Prosedur yang diberlakukan dapat
digital dari citra satelit yang dilakukan
disamakan dengan prosedur permintaan
baik oleh pihak-pihak/lembaga dalam
peta topografi produk Direktorat
negeri maupun luar negeri, perlu pula
Topografi TNI-AD sesuai dengan
diatur dalam bentuk perundang-
kadarnya.
undangan survei pemetaan tersendiri.
2. Dalam hal pemilikannya perlu pula diatur
Terutama terhadap pembuat peta digital
ketentuan/per-undangan yang
dari pihak-pihak/lembaga di luar negeri
menentukan lembaga atau instansi mana
perlu diatur dalam bentuk
yang berhak untuk memiliki sekaligus
perjanjian/kesepakatan bersama di forum
menggunakannya.
internasional. Perlu untuk
450
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

3. Penggunaan data peta digital tersebut permatra ataupun perbidang seperti matra
telah mendapatkan ijin dari instansi yang darat (DittopTNI-AD),matra laut (Dishidros
berwenang dan mengawasi TNI-AL),matra udara (Dissurpotrud TNI-AU),
penggunaannya. Mabes TNI (PUSSURTA TNI), Dephan
4. Penggunaan data peta digital haruslah (Ditwilhan), Bakosurtanal dan instansi
terkoordinir dengan baik, baik pemerintah lainnya, sedikit banyak telah
dilingkungan instansi pemerintah sendiri menetapkan lembaga/instansi yang
maupun pada lembaga-lembaga/perusa- berwenang dan berkompeten
haan swasta yang membutuhkannya. mengatur/mengadakan pekerjaan survei
5. Penjualan data peta digital kepada dan pemetaan. Ketentuan yang berlaku
pengguna swasta juga harus atas seijin dalam perundangan yang ada dapat
lembaga atau instansi yang berwenang diterapkan terhadap pembuatan dan
dan mengawasi data tersebut. Dalam hal prosedur untuk memperoleh, menyimpan
ini term asuk diberlakukan ketentuan maupun menggunakan data peta digital. Bila
seperti halnya larangan untuk melakukan perundangan Surta secara nasional dapat
duplikasi (copy) atau pembajakan data diberlakukan diharapkan akan berdampak
peta digital dengan pengawasan yang positif terhadap kegiatan survei pemetaan
ketat disertai sanksi hukum yang berat. wilayah nasional RI termasuk terhadap
pemetaan digital tersebut
d. Faktor yang berpengaruh terhadap
pelaksanaan pengamanan. f. Sumber daya manusia.

Dalam rangka mewujudkan kondisi Tenaga ahli yang memahami dan me-
pembuatan maupun penggunaan data nguasai tentang seluk beluk kegiatan survei
pemetaan digital seperti yang diharapkan, dan pemetaan termasuk pemetaan digital di
tidak terlepas dari kendala yang ada berupa Indonesia merupakan potensi yang
adanya faktor-faktor baik yang mendukung mendukung pelaksanaan pembuatan
maupun yang menghambat. Faktor-faktor maupun penggunaan data pemetaan digital
yang mendukung antara lain terdiri atas : seperti yang diharapkan. Terhadap mereka
perlu diberikan masukan tentang pentingnya
e. Perundang-undangan survei dan
langkah-langkah pengamanan terhadap
pemetaan yang ada.
data pemetaan digital, sebab orientasi
Walaupun perundangan Surta (Survei
mereka terutama terhadap aspek
Tanah) yang ada masih bersifat mengatur
pemanfaatan data (terutama peta) secara
kegiatan dan wewenang serta tanggung
optimal, sehingga mereka mengabaikan
jawab masing-masing lembaga/instansi,
451
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

segi pengamanannya yang antara lain sebagai penghambat karena dengan


disebabkan oleh : kemajuan teknologi yang ada
memungkinkan peliputan seluruh
1. Ketidak mengertian tentang perlunya
permukaan bumi dengan sensor/receiver
tindakan pengamanan terhadap data
yang diletakkan pada wahana satelit
tersebut. Hal ini terjadi karena menurut
semakin mudah, apa lagi saat ini tingkat
persepsi mereka yang terpenting adalah
kemampuan resolusinya semakin tinggi.
bagaimana dapat tersedianya data guna
dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan b. Pelaksanaan pemetaan secara parsial.
perencanaan pembangunan. Keadaan
Pada kenyataannya pelaksanaan pemetaan
demikian juga dilakukan oleh tenaga-
yang diselenggarakan di Indonesia
tenaga ahli yang bergerak dan bekerja di
dilakukan oleh beberapa instansi
sektor swasta.
pemerintah baik sipil maupun militer,
2. Belum jelasnya klasifikasi tentang data
maupun oleh lembaga swasta yang menjadi
peta bagaimana yang digolongkan
kontraktor dalam pelaksanaan survei dan
rahasia. Oleh sementara orang, masih
pemetaan. Kondisi tersebut disebabkan de-
rancu
ngan dasar operasi mereka adalah Undang-
3. Pengertian tentang data peta yang
undang Surta yang dimilikinya. Hal ini
dianggap rahasia Dengan pemberian
menyebabkan kesulitan untuk memantau
masukan dan informasi yang jelas
efisiensi pelaksanaan pemetaan wilayah
tentang kedua aspek tersebut di atas,
nasional. Berkaitan dengan pengamanan
maka sumber daya manusia yang ada
penggunaan data peta digital dengan
akan sangat membantu terhadap
dilaksanakannya kegiatan survei dan
kegiatan pengamanan yang akan
pemetaan secara parsial lebih menyulitkan
dijalankan.
lagi dan tingkat kebocoran dan
15.4.2 Faktor -faktor yang menghambat penyalahgunaan data tersebut semakin
dalam Pemetaan digital besar, karena perputaran maupun jaringan.

a. Perkembangan teknologi. 15.4.3 Klasifikasi tentang penggunaan


peta.
Dalam hal ini perkembangan teknologi di
bidang satelit navigasi selain membawa Masih kurang jelasnya tentang klasifikasi
dampak positif juga membawa dampak mengapa peta topo grafi tergolong rahasia
negatif khususnya dalam upaya membutuhkan suatu upaya untuk
pengamanan data peta digital dikatakan meluruskan/menyamakan persepsi kita
452
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

tentang klasifikasi tersebut. Disamping itu 3. Terhadap peta -peta tematik digital yang
perlu juga dipertimbangkan untuk tidak bertemakan data militer dapat
mengadakan pengkriteriaan tertentu dipergunakan langsung oleh pihak
terhadap peta-peta yang benar -benar umum. Pada umumnya banyak juga
tergolong berklasifikasi rahasia. Selain itu peta tematik yang dibuat secara digitasi.
perlu juga dilakukan pengklasifikasian 4. Diadakan pembedaan yang jelas antara
penggunaan peta antara lain sebagai berikut peta yang hanya digunakan oleh pihak
militer dan peta mana yang boleh
1. Penetapan bahwa peta digital yang
digunakan oleh pihak lain (sipil dan
diklasifikasikan rahasia berupa hasil
swasta). Hal ini agar tidak menimbulkan
modifikasi peta topografi atau hasil
kerancuan tentang peta mana yang
pemetaan dari citra satelit dengan
tergolong rahasia dan mana yang
penonjolan data militer misalnya untuk
bukan.
kedar 1:25.000 sampai 1:100.000,
5. Dengan tersedianya tenaga/sumber
penggunaannya terbatas untuk
daya manusia yang berkwalitas dalam
lingkungan TNI dan Dephan.
penanganan pemetaan digital
2. Peta-peta lain berbagai ka dar tanpa
merupakan modal utama dalam proses
penonjolan data militer dapat
pengamanannya.
dipergunakan juga oleh instansi sipil dan
swasta sesuai prosedur yang berlaku,
dengan tingkat klasifikasi sesuai dengan
ka darnya.
453
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

BW
BV
AZ BU
BT KABUPATEN PURWAKARTA PETA DAERAH PENGAIRAN
BS
Ci
bino
ng
KABUPATEN BANDUNG
BR
PROPINSI JAWA BARAT
BQ
U
AY B P
BO
BN CIPENDEY CIKALONG WETAN
WADUK CIRATA
BM
REPEH RAPIH KERTA RAHARJA SKALA 1 : 100000
BL 5 3 1 0 1 3 5Km

AX BK
BJ
BI
KABUPATEN SUBANG
BH
BG CISARUA

AWB F C
im
al
a
PARONGPONG
BE NGAMPRAH LEMBANG
BD
BC
BB KABUPATEN CIANJUR PADALARANG
AV BA CIMAHIUTARA

AZ
AY CIMENYAN
CIMAHI TENGAH
AX CILENGKRANG

AW
AU AV
AU BATUJAJAR CIMAHISELATAN
AT KODYA BANDUNG KABUPATEN SUMEDANG
AS WADUK SAGULING
CILENYI

AR MARGAASIH
AT AQ
AP CIPONGKOR CILILIN
AO MARGAHAYU RANCAEKEK
DAYEUHKOLOT
AN
CICALENGKA
AM BOJONGSOANG
Ci tar
AS AL SINDANGKERTA
ik

ey
id
C iw
AK KATAPANG
Ciatrum CIKANCUNG
AJ
AI GUNUNGHALU
PAMENGPEUK BALEENDAH
AH
AR AG SOREANG CIPARAY

AF
AE BANUARAN MAJALAYA PASEH

AD ARUMSARI

AC
guk
Ciin

AQ AB
AA ajung
PASARJAMBU
Cik
Z CIWIDEY EBUN
Y PACET

X
AP W KABUPATEN CIANJUR
KABUPATEN GARUT
V
U
T
S
SITU PATENGAN
AO R
Q PANGALENGAN
KETERANGAN
P KERTASARI

O Waduk Irigasi Teknis


SITU CILENCA
N 1
Sungai Irigasi Semiteknis
2

AN M Batas a. Kabupaten Irigasi Sederhana


L b.Kecamatan

K Ibu Kota a.Kabupaten Tadah hujan


J L A U T J A W A b. Kecamatan
DA

I
SUN

Jalan Tol
AT

Rencana Tol
AM H
SEL

DKI

JalanNegara
G JalanPronpinsi
JalanKabupaten
F JalanDesa
Jalan Kereta Api SUMBER PETA RUPA BUMI BAKUSURTANAL TAHUN 2004
E
D JAWA TENGAH

AL C S A M U D R A H I N D I A
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
B Kabupaten Bandung
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung
A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1314 15 1617 18 19 20 21 22 2324 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 3839 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 7879 80 8182 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92
53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70

Gambar 422. Contoh Hasil Pemetaan Digital Menggunakan AutoCAD

Gambar 423. Contoh : Hasil pemetaan Digital Menggunakan AutoCAD


454
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

BW
BV

AZ BU
BT KABUPATEN PURWAKARTA PETA TEKSTUR TANAH
BS
Ci
bi no
ng
KABUPATEN BANDUNG
BR
BQ
PROPINSI JAWA BARAT
U
AY BP
BO
BN WADUK CIRATA CIPENDEY
CIKALONG WETAN

BM REPEH RAPIH KERTA RAHARJA SKALA 1 : 100000


BL 5 3 1 0 1 3 5 Km

AX BK
BJ
BI
KABUPATEN SUBANG
BH
CISARUA
BG
AW BF
im
al
a
C PARONGPONG
BE NGAMPRAH LEMBANG
BD
BC
BB KABUPATEN CIANJUR PADALARANG
AV BA CIMAHIUTARA

AZ
AY CIMAHITENGAH
CIMENYAN

AX CILENGKRANG

AW

A U AV
AU BATUJAJAR CIMAHISELATAN
AT KODYA BANDUNG KABUPATEN SUMEDANG
AS WADUKSAGULING
CILENYI

AR MARGAASIH

AT AQ
AP CIPONGKOR CILILIN
AO MARGAHAYU
RANCAEKEK
DAYEUH KOLOT
AN
CICALENGKA
AM BOJONGSOANG
Citar
AS AL SINDANGKERTA
ik

dey
Ciwi
KATAPANG
AK Ciatrum CIKANCUNG
AJ
GUNUNG HALU
AI
PAMENGPEUK BALEENDAH
AH
A R AG SOREANG CIPARAY

AF
PASEH
AE BANUARAN MAJALAYA
ARUM SARI
AD
AC
guk
Ciin

AQ AB
PASARJAMBU
AA Cik
ajung

Z CIWIDEY EBUN
PACET
Y
X
AP W KABUPATEN CIANJUR KABUPATEN GARUT
V
U
T
S
AO R
PANGALENGAN
Q
KETERANGAN
P KERTASARI

O Waduk
Halus
N 1
Sungai
2
Sedang
AN M
Batas a. Kabupaten
L b. Kecamatan Kasar

K Ibu Kota a. Kabupaten


b. Kecamatan
J L A U T J A W A
DA
TSUN

I JalanTol
SELA

RencanaTol
AM H D K I

Jalan Negara
JalanPronpinsi
G
JalanKabupaten
F Jalan Desa
JalanKeretaApi SUMBER PETA RUPA BUMI BAKOSURTANAL TAHUN 2004
E
D JAWA TENGAH

AL C S A M U D R A H I N D I A
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
B
Kabupaten Bandung
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung
A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 17 1 8 1 9 2 0 21 2 2 2 3 24 2 5 2 6 2 7 28 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 34 3 5 3 6 3 7 38 3 9 4 0 4 1 4 2 4 3 4 4 45 4 6 4 7 48 4 9 5 0 5 1 5 2 5 3 5 4 55 5 6 5 7 58 5 9 6 0 6 1 6 2 6 3 6 4 65 6 6 6 7 68 6 9 7 0 7 1 72 7 3 7 4 75 7 6 7 7 7 8 7 9 8 0 8 1 82 8 3 8 4 85 8 6 8 7 8 8 8 9 9 0 9 1 92
53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70

Gambar 424. Hasil pe metaan Digital Menggunakan AutoCAD

Gambar 425. Hasil Pemetaan Digital Menggunakan AutoCAD


455
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

15.4.4 Penggunaan perangkat lunak 15.4.4 .2 Mengakses perintah


dalam pemetaan digital untuk Perintah-perintah AutoCAD dapat diakses
pemula melalui tiga cara, yakni:
1. Melalui baris menu utama (pull down
15.4.4.1 Memulai program AutoCAD pada
menu)
komputer
2. Melaui ikon yang tersedia pada toolbar
Untuk memulai program AutoCAD yang ada , atau
(Computer Aided Design) 3. Secara konvensional yang dapat
diketikkan langsung pada baris perintah

Gambar 426. Tampilan autoCAD

Dibagian atas ada sederetan menu “pull 15.4 .4.3 Menyiapkan digitizer

down”kemudian dibawahnya, disamping, a) Instalasi Digitaizer


dan atau di bagian bawah ada sekumpulan Jika kita baru pertama kali memasang
ikon dalam “toolbar”yang dapat diakses digitizer, langkah awal yang harus kita
langsung . Formasi ini bisa jadi tidak kerjakan adalah memasangnya sesuai
nampak seperti pada gambar diatas petunjuk alat. Pada AutoCAD 2005, instalasi
digitizer ditangani oleh sistem operasi
Windows.
456
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

Digitizer yang baru umumnya dilengkapi 3. Persis di bawahnya ada dua tombol opsi
dengan Wintab dri ver yang dapat dikenali yang akan aktif begitu kita memilih
oleh Windows. Jika digitizer telah dapat Wintab Digitizer, yakni opsi "Digitizer
digunakan pada sistem operasi Windows, only" dan "Digitizer and mouse". Pilihan
AutoCAD otomatis dapat membaca peranti pertama akan menonaktifkan mouse dan
digitizer tersebut. pointer yang berlaku hanya digitizer.
Sementara pada pilihan kedua, baik
Digitizer dalam hal ini dapat kita pasang
mouse maupun digitizer akan sama-
bersama-sama dengan mouse yang sudah
sama dapat digunakan. Apa pun yang
ada. Jika mouse pada COMl, digitizer dapat
kita pilih, tidak menjadi masalah. Namun
kita pasang pada COM2.
jika pada saat kalibrasi tablet kita
Setelah digitizer terbaca oleh sistem operasi mengalami kesulitan karena kendali
Windows, pada AutoCAD ikuti langkah kursor berpindah-pindah terlalu dinamis
instalasi berikut. antara mouse dan digitizer, pilihlah

1. Klik Tools > Option > System, akan terlebih dahulu "Digitizer only".Klik OK

muncul kotak dialog yang salah satu untuk mengakhiri sesi ini.

bagiannya adalah kotak "Current 4. Digitizer mestinya sudah dapat


Pointing Device" difungsikan. Cobalah gerakan pointer
2. Pada kotak tersebut, ada kotak pilihan pada digitizer. Pointer pada layar
yang jika diklik berisi Current Pointing mestinya ikut bergerak. Kemudian jika
Device dan Wintab Compatible Digitizer, mouse digerakkan, secara otomatis
pilihlah "Wintab Compatible Digitizer.... ". kursor pada layar mengikuti gerakan
mouse, ini jika pilihan yang kita ambil
adalah "Digitizer and mouse ".

15.4 .4 4 Menguji digitizer

Pengujian yang perlu dikerjakan adalah


menguji fungsinya dan menguji tingkat
akurasinya. Untuk menguji digitizer, kita
memerlukan sebuah grid plate, atau dapat
pula menggunakan kertas yang di atasnya
Gambar 427. Current pointing device telah kita beri grid dengan jarak tertentu.
Kertas grafik yang berkualitas baik dapat
kita gunakan.
457
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

5. Teruskan langkah tersebut dengan


.
mengarahkan pointer ke grid B, klik OK,
kemudian masukkan angka 3000,0 lalu
Enter.
6. Dengan cara yang sama, arahkan ke
grid C dan D. Untuk grid C masukkan
angka 3000,2000 sedangkan untuk grid
D masukkan koordinat 0,2000.

Pada baris perintah akan ditampilkan


statistik. Tingkat akurasi kalibrasi
Gambar 428. Grid untuk pengujian digitizer ditunjukkan oleh nilai root mean square error
(RMS). Jika proses kalibrasi menggunakan
Untuk menguji digitizer, prinsipnya adalah grid yang benar dan proses pointing
melakukan kalibrasi dengan grid yang kita
dilakukan dengan akurat dan sangat hati-
anggap benar koordinatnya. Sebagai
hati, nilai RMS tersebut akan berkorelasi
contoh, kita gunakan grid dari kertas graft, dengan tingkat akurasi digitizer.
lalu kita tentukan empat titik A, B, C, dan D,
seperti pada Gambar, dan masing-masing Cara tersebut bisa diulang beberapa kali.

kita beri koordinat A(0,0), B(3000,0), Jika perlu dengan operator yang berbeda,
sehingga kita dapat melakukan analisis
C(3000,2000), dan D(0,2000). Oleh karena
jarak AB pada kertas adalah 30 cm, gambar statistik. Makin banyak data, alias makin
banyak sample, akan semakin memperkuat
tersebut berskala 1:1000.
Tempatkan grid tersebut di atas meja validitas pengujian.

digitizer, lalu ikuti langkah-langkah berikut. 15.4.4.5 Memulai digitasi


1. Letakkan kertas grid di atas meja
Sebelum memulai proses digitasi,
digitizer.
siapkanlah terlebih dahulu tatanan layer
2. Pilih menu Tools > Tablet > Cal.
sesuai dengan klasifikasi isi peta. Sebagai
3. Pada perintah "Digitize point #1:",
contoh, kita definisikan tatanan layer seperti
arahkan pointer ke grid A, klik tombol
berikut ini.
OK digitizer.
4. Pada baris perintah akan muncul "Enter
coordinates of point #1:" Masukkanlah
angka 0,0 lalu tekan Enter.
458
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

Tabel 44. Contoh keteranga n warna gambar Langkah pertama, kita buat terlebih dahulu
No. Nama Warna Jenis bingkai luar petanya dengan langkah-
Layer Garis langkah berikut.
1. Bingkai Black Continuous 1. Aktifkan layer "Bingkai" (jadikan current
2. Grid Black Continuous layer).
3. Jalan_Arteri Red Continuous 2. Klik menu Draw > Line. Kita gunakan
4. Jalan_Kolektor Magenta Continuous line agar tiap sisi peta menjadi satu

5. Jalan_Lokal 12 Continuous entitas terpisah untuk memudahkan

6. Jalan Setapak 12 Dashed proses pembuatan gratikul yang akan

7. Sungai Blue Continuous dijelaskan setelah ini.


3. Pada prompt "Specify start point",
8. Permukiman Yellow Continuous
ketikkan koordinat kiri bawah peta
9.Kantor Black Continuous
(293667,9046097) lalu Enter.
dan_Bangunan
10. Teks Black Continuous
4. Selanjutnya akan muncul promp "To
point:", secara berturut- turut ketikkanlah
15.4.4 .6 Membuat bingkai dan grid
koordinat- koordinat kanan-bawah,
Untuk memulai digitasi sebuah peta, kanan -atas, dan kiri-atas, dan akhirnya
letakkanlah peta yang akan didigitasi di atas ketikkan C. Lihatlah gambaran prosedur
digitizer, rekatkanlah dengan cellotape tersebut seperti berikut ini.
secukupnya. Langkah pertama buatlah
Specify start point : 293667,9046097
bingkai peta. Sebagai contoh, kita akan
To point : 307427,9046162
mendigitasi sebuah peta rupa bumi skala
To point : 307364,9059988
1:25.000 dari Bakosurtanal, lembar 1707-
To point : 293600,9059923
334, Tabanan (Bali). Koordinat pojok peta ini
To point : C (ENTER)
sebagai berikut (UTM):

Bisa jadi di layar kita tidak akan melihat


Tabel 45. Keterangan koordinat
gambar apa pun. Jika hal ini terjadi,
Kiri-bawah :293667,9046097
penyebabnya karena posisi layar pada
Kanan-bawah :307427,9046162
kondisi standard dengan pojok layar sekitar
Kanan-atas :307364,9059988
0,0. Sedangkan gambar yang kita buat jauh
Kiri-atas :293600,9059923
di sebelah atas. Untuk menampakkan apa
yang telah kita gambar, lakukan Zoom >
Extent.
459
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

Dengan langkah 1 hingga 4 di atas, kita 2. Klik menu Draw > Polyline atau (Line).
sudah membuat bingkai peta, yang dalam 3. Pada perintah "Specify start point":,
hal ini kebetulan bukan berbentuk persegi. dengan mouse (atau digitizer) klik di
Pada peta rupa bumi Bakosurtanal, garis - sembarang tempat pada layar.
garis yang digambarkan secara penuh 4. Berikutnya, pada perintah "To point:"
adalah garis gratikul, yakni garis lintang dan ketikkan @375<0 lalu Enter, dan sekali
bujur (pada peta tergambar sebagai garis lagi akhiri dengan Enter.
tipis warna biru), tergambar ti ap jarak 1 5. Lakukan hal yang sama sekali lagi.
menit. Jika kita menggunakan garis -garis ini Namun pada langkah ketiga, ketikkan
sebagai referensi kalibrasi digitizer, kita @375<90.
harus menghitung terlebih dahulu 6. Geser (dengan perintah Move) salah
koordinatnya dalam sistem UTM dengan satu garis tersebut ke garis lainnya
hitungan transformasi koordinat. sedemikian hingga titik tengah kedua
garis bertemu. Gunakan alat bantu
Grid dengan koordinat metrik (UTM)
osnap "mid".
diinformasikan hanya sebagai tik (sepotong
7. Gunakan perintah Block, jadikan tanda
garis kecil) pada sisi-sisi peta, tiap jarak
silang tersebut sebagai block dengan
1000 m. Pada peta tik ini digambar dengan
nama GRID .
garis hitam. Angka-angka absis ditampilkan
pada sisi bawah, sedangkan angka-angka
ordinat pada sisi kanan.

Pada peta asli, kita dapat menghubungkan (a) (b) (c)


tik-tik tersebut dengan pensil, sehingga
Gambar 429. Grid untuk peta skala 1:25.000.
diperoleh grid dalam sistem koordinat UTM.
Untuk lembar peta 1707: 334, Tabanan, grid Kita kini sudah mendefinisikan sebuah
paling bawah kiri mempunyai koordinat simbol grid (tanda silang) dalam bentuk
294000, 9047000. Grid lain berjarak linear blok. Untuk menyelesaikan pekerjaan
1000 m arah kanan dan 1000 m arah atas. membuat grid, kita akan menyisipkan blok

Pada gambar digital, kita akan tersebut. Ikuti langkah berikut.

menggambarkan grid-grid ini tidak dalam 1. Gunakan perintah Insert > Block.
garis penuh, melainkan dalam bentuk cross 2. Pada kotak dialog pilihlah nama blok
grid (tanda plus). Caranya seperti langkah- GR ID, dan pada kotak insertion point
langkah berikut. nonaktiflcan kotak specify on screen,
1. Aktifl kan layer GRID.
460
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

lalu isikan koordinat grid paling bawah 15.4.4.7 Kalibrasi digitizer


kiri, yakni X=294000, Y=9047000, Z-nya
Kita sekarang akan melakukan kalibrasi,
biarkan = 0. Kotak lainnya boleh
yakni mengorientasikan digitizer sesuai
diabaikan. Akhiri dengan mengklik OK.
dengan koordinat peta. Digitizer yang kita
Grid kiri bawah akan tergambar seperti gunakan adalah minimal ukuran Al,
Gambar 430 Grid lainnya berjarak sama dan sehingga seluruh muka peta dapat masuk
linear, yakni 1000 m arah X dan 1000 m ke muka digitizer tersebut. Titik kontrol yang
arah Y. Oleh karena itu, akan lebih ce pat akan kita gunakan adalah pojok-pojok peta
jika digandakan dengan perintah Array. dan satu titik grid di tengah peta. Ikutilah
langkah-langkah berikut.
1. Ketik perintah Array (tanda minus
1. Gunakan menu Tool > Tablet >
menandakan kita menggunakan perintah
Calibrate.
array melalui baris Command, tidak
2. Pada baris perintah akan muncul
melalui floating menu).
"Digitize point #1:". Posisikan pointer
digitizer secara cermat persis di atas
pojok kiri-bawah peta. Setelah benar-
benar pas, tekan tombol OK pointer.
3. Pada perintah "Enter coordinates for point
#1:", ketlkkan angka 293667,9046097
(ENTER).
4. Lanjutkan langkah tersebut untuk titik-
titik pojok kanan-bawah, kanan-atas dan
Gambar 430. Bingkai peta dan grid UTM per 1000 m
kiri-atas, serta salah satu grid di sekitar
tengah peta, lalu tekan Enter untuk
2. Pada perintah "Select objects:" pilihlah
mengakhiri.
grid kiri bawah tersebut, kemudian jenis
array-nya adalah rectangular (R).
15.4.4.8 Digitasi garis
3. Jumlah array yang akan kita buat adalah
14 kolom ke kanan dan 13 kolom ke Setelah proses kalibrasi, kini kita siap untuk

atas. Oleh karena itu, jumlah rows "menjiplak" semua detail peta satu per satu

dengan 13 dan columns dengan 14. ke layar monitor. Inilah proses digitasi.

4. Jarak baris dan kolom, diisi dengan jarak


antar grid di lapangan, yakni masing-
masing 1000 m (ketikkan 1000).
461
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

Gambar 431. Digitasi jalan arteri dan jalan lokal, (a) peta asli, (b) hasil digitasi
jalan, kotak kecil adalah vertex (tampil saat objek terpilih).

Untuk detail garis, seperti sungai, jalan, 1. Klik menu Modify > Offset.
batas vegetasi, batas perkampungan, garis 2. Pada pilihan "Specify offset distance or
pantai dan sebagainya, kita harus [Through]" pilih Through dengan
melakukan tracing garis-garis tersebut. mengetikkan T lalu Enter atau cukup
Misal : tekan Enter karena posisi standard
1. Aktifkan layer "Jalan_Arteri". pilihannya adalah Through.
2. Kita akan mendigitasi garis jalan dengan 3. Pilih objek garis jalan pada saat muncul
polyline 2D. Oleh karena itu, klik menu "Select object to offset".
Draw > Polyline. 4. Pada prompt "Specify through point",
3. Pada perintah "Specify start point", tempatkan pointer digitizer tepat pada
tempatkan pointer pada titik awal salah sisi kid j alan, lalu klik OK.
satu sisi jalan arteri, klik tombol OK 5. Tepat di posisi tersebut mestinya akan
pointer. tergambar sisi kiri jalan yang paralel
4. Selanjutnya pindahkan ke titik 2, 3, dan dengan sisi kanannya. Untuk mengakhiri
seterusnya, klik OK pada setiap titik . perintah offset, tekanlah Enter.
Setelah langkah-langkah di atas, di layar
Dua sisi jalan telah tergambar. Sekarang
akan tergambar ruas jalan yang baru saja
akan kita coba untuk menggambar ruas
didigitasi (jalan arteri sisi kanan jalan). Oleh
jalan lokal yang menyambung ke jalan arteri
karena kedua sisi jalan paralel, untuk sisi
tersebut. Caranya:
lainnya dapat di-offset dari sisi yang baru
digambar.
462
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

1. Aktifkan layer "Jalan_Lokal". file peta hasil scanner maka akan


2. Klik menu Draw > Polyline. muncul di layar di CAD itu s endiri
3. Pada prompt "Specify start point", untuk - Namun harus jadi catatan bahwa peta
menyambung tepat ke ruas jalan arteri, hasil scanner itu harus diskalakan
gunakan osnap "nearest". sesuai ukuran asli dipeta, dengan
4. Teruskan digitasi jalan lokal tersebut mengetik perintah dengan langkah-
dengan menelusurinya. Sisi jalan langkah sebagai berikut:
sebelahnya boleh di-offset.
1. Command ; Sc
15.4.4 .9 Penjiplakan digitasi dengan 2. Select obyek : Peta hasil scanner
autocad 3. Select obyek ; spesify base point
4. Spesify scale factor or (Reference) ; R
Untuk le bih memahami perangkat ini dari
5. Spesify reference length (1)
dasar printah-perintah yang sering dipakai
6. Spesify new length
dalam digitasi peta diantaranya:
Line/Polyline, extension atau perpanjangan
garis atau obyek, Hatch, layer, copy,
move,distant dan lainnya yang sering
dipakai dalam digitasi peta. Namun tidak
semua perintah yang ada dalam menu
Gambar Asli Diperbesar 1.5 X Diperkecil 0.5 X
toolbar sering dipakai dalam digitasi ini.
Memulai dengan AutoCAD
Gambar 432. Perbesaran dan perkecilan
- Untuk mengoperasikan perangkat lunak
CAD untuk pertama kalinya buka file dan - Maka penjiplakan digitasi dapat dimulai
pilihlah perintah New dengan perintah langkah-langkah:
- Karena dalam digitasi peta merupakan 1. Command : Pl (polyline)
kegiatan menjiplak peta atau 2. Spesify start point :
memperbarui peta yang ada dengan Current line – width is 0.000
penambahan-penambahan obyek yang 3. Spesify next point or
ada. Dengan terlebih dahulu peta yang (Arc/Halfwidth/length/ undo/Width):
ada discanner maka peta dapat dibuka klik di obyek yang akan di digitasi
dalam aplikasi CAD dengan mengklik 4. Spesify next point or
perintah toolbar yang ada dibagian atas (Arc/Halfwidth/length/ undo/Width) :
yaitu perintah Insert selanjutnya klik digitasi dapat dimulai
perintah Raster Image selanjut browser
463
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

Contoh aplikasi dari perintah - perintah di harus menentukan Layer/tem a tiap-tiap


atas legenda dipeta itu, misal :
Misalkan kita mempunyai peta yang akan Jalan Arteri : Red
didigitasi dengan ukuran kertas/gambar A4, Jalan kolektor : Magenta
maka hal yang pertama kali kita harus Langkah-langkah perintah layer:
mengetahui ukuran kertas A4 itu sendiri - Klik perintah “format” yang terdapat di
yang tak lain 21x29.7 cm, setelah disanner toolbar bagian atas ; Klik perintah layer
pertama kali turuti contoh langkah-langkah maka akan muncul perintah-perintah
yang dijelaskan diatas warna apa yang akan kita pakai dalam
digitasi tersebut
Untuk selanjutnya langkah kedua
1. Command ; Sc Secara garis besar langkah -langkah diatas
2. Select obyek : Peta hasil scanner mewakili pelaksanaan pemetaan Digital
3. Select obyek ; spesify base point untuk sebagai pengetahuan, untuk lebih
4. Spesify scale factor or (Reference) ; R mendalaminya kita dapat membaca
5. Spesify reference length (1) ; contoh referensi- referensi mengenai pemetaan
23546 digital.
6. Spesify new length ; ukuran A4 yang
diwakili cukup oleh salah satu panjang
kertas itu, misal 21
15.5 Pencetakan peta dengan
kaidah Kartografi
Langkah selanjutnya langkah penggambaran

1. Command : Pl (polyline) 15.5.1 Sekilas kartografi

2. Spesify start point : Dalam pembuatan peta (Pemetaan Digital),


Current line – width is 0.000 dikenal adanya ilmu dan seni yang
3. Spesify next point or “mengaturnya” yang disebut sebagai
(Arc/Halfwidth/length/ undo/Width) : Kartogarfi. Selain unsur ilmu yang
klik di obyek yang akan di digitasi menyangkut hal-hal yang matematis, unsur
4. Spesify next point or seni juga ikut memegang peran, agar selain
(Arc/Halfwidth/length/undo/Width) : formatif, peta juga nampak Indah
digitasi dapat dimulai .
Sebagai wawasan dasar, berikut bebarapa
Mengorganisasi Layer hal pokok tentang tata aturan kartografi
Agar dalam penjiplakan peta tidak serta beberapa istilah yang perlu
mengalami kesulitan untuk pertama kali kita diperhatikan.
464
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

1. Muka peta dan Informasi tepi menggunakan sistem koordinat terten tu.
Satu lembar peta terdiri atas muka peta Di Indonesia, sistem proyeksi peta yang
dan informasi tepi. Muka peta adalah pernah digunakan adalah LCO (
area, pada umumnya persegi, yang Lambert Connical Orthomorphic)
memuat detail peta, sedangkan misalnya pada peta-peta zaman
informasi tepi adalah segala bentuk penjajahan Belanda, UTM (Universal
informasi yang ditampilkan di luar muka Transverse Mercator) misalnya peta
peta Topografi/ Peta Dasar Nasional skala
kecil dan Bakosurtanal (Badan
Informasi tepi lazimnya terdiri atas judul
Koordinasi Survei dan Pemetaan
peta, lokasi daerah pemetaan, nomor
Nasional), dan TM3 (Transverse
lembar peta, skala peta, petunjuk arah
Mercator 3º) yakni pada peta-peta skala
utara peta, indeks lembar, legenda,
besar dari BPN (Badan Pertahanan
keterangan dan catatan, serta koordinat
Nasional).
peta.
4. Penyajian Detail
2. Skala Peta
Penyajian detail merupakan hal penting
Informasi skala peta dapat ditampilkan
yang menyangkut teknik dan seni
secara numeris (angka perbandingan
menyampaikan informasi, selain tentu
jarak di peta dengan jarak dilapangan)
saja harus memperhatikan akurasinya.
dan atau dalam bentuk skala grafis,
Sajian detail yang banyak tidak selalu
yakni skala yang digambarkan dengan
berkonotasi baik, karena peta akan
penggalan garis dan nilai panjang
nampak terlalu padat dan tidak
sebenarnya di lapangan. Skala numeris
informatif. Pada peta digital,
lebih mudah dibaca (tanpa harus
pengelolaan informasi ini dapat dikelola
mengukur) namun jika peta diperkecil
lebih baik, karena setiap kelompok
atau diperbesar ( misalnya dengan
informasi dapat disimpan pada layer
fotocopy), informasi skalanya menjadi
berbeda dan secara instan dapat di
tidak benar. Hal tersebut berbeda
atur informasi mana yang harus
dengan skala grafis, yang informasinya
ditampilkan dan mana yang harus
tetap benar saat peta diperkecil maupun
“disembunyikan”. Dalam teknik
diperbesar.
penyajian, ini dikenal beberapa kaidah
3. Proyeksi Peta dan Sistem Koordinat berikut ini .
Sistem koordinat yang digunakan dapat
berupa koordinat lokal atau
465
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

a. Generalisai b. Penonjolan Detail (Emphasizing )


Generalisai adalah pemilihan dan Detail tertentu seringkali perlu
penyederhanaan bentuk detail sesuai ditonjolkan agar lebih informatif,
dengan skala peta. Detail yang terlalu misalnya pada peta parawisata, jalan
kecil untuk ditampilkan dibuang dan cenderung ditampilkan lebih besar/lebar
bentuk yang terlalu rumit dari skala yang sebenarnya, demikian
disederhanakan . Kelokan -kelokan pula bangunan-bangunan parawisata
sungai atau jalan yang bisa ditampilkan akan digambarkan lebih besar.
pada peta skala 1: 5.000 misalnya, akan
c. Eksagerasi
menjadi terlalu rumit untuk ditampilkan
Eksagerasi adalah pergeseran posisi
pada peta skala 1:25.000, jika tidak
detail yang terjadi karena pengaruh
dilakukan generalisasi.
generalisasi atau emphasizing.
466
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

Model
Model Diagram Diagram
Alir Ilmu Ukur TanahAlir
Pertemuan ke-15
Pemetaan
Pemetaan Digital
Digital (Digital Mapping)
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Pengukuran Terestris Foto Udara Penginderaan Satelit

Peta Geologi, Peta Hidrologi, Peta Topografi, Peta Situasi, Peta Gempa, Peta Tata Guna
Lahan, Peta Jaringan Prasarana dan Sarana

Peta-Peta
Peta-Peta Pekerjaan Teknik Sipil Berbagai Macam
Tematik
Skala

Tingkat Akurasi dan Resolusi Perubahan di lapangan sangat cepat


(terutama di perkotaan)

Demand :
Sistem Pemetaan yang cepat, tepat, murah dan mudah untuk revisi

Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Perkembangan Software CAD


Teknologi berbasis komputer (Computer Aided Design)

Pemetaan Digital

Proses Konversi
Peta Analog Peta Digital
(Digitalisasi)

Hardware Software Brainware Manpower


467
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

Model Diagram Alir Ilmu UkurDiagram


Model Tanah Pertemuan
Alir ke-15 (Lanjutan)
Pemetaan Digital (Digital Mapping)
Pemetaan Digital
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

Keyboard

Digitizer Input System

Scanner

Numerical Processor
Processing System
Random Acces
Memory
Hardware

Hard Disk

Compact Disk Storage System

Flash Disk

Softcopy

Hardcopy Output System

Screen
Otomatisasi Peta
Features
Pemetaan Digital
Skala peta tidak berperan
Absolute Coordinate Input

CAD
Relative Coordinate Input Software
Software

Polar Coordinate Input

Computer
Programmer Engineer
Brainware
System Analyst
Geodetic Engineer

Data Input Operator


Manpower
Data Output Operator

Gambar 433. Model digram alir pemetaan digital


468
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

Rangkuman

Berdasarkan uraian materi bab 15 mengenai pemetaan digital (digital mapping),


maka dapat disimpulkan sebagi berikut:

1. Peta adalah sarana informasi (spasial) mengenai lingkungan. Pemetaan adalah suatu
proses penyajian informasi muka bumi yang fakta (dunia nyata), baik bentuk permukaan
buminya maupun sumbu alamnya, berdasarkan skala peta, system proyeksi peta, serta
symbol -symbol dari unsur muka bumi yang disajikan.
2. Pemetaan digital adalah suatu proses pekerjaan pembuatan peta dalam format digital
yang dapat disimpan dan dicetak sesuai keinginan pembuatnya baik dalam jumlah atau
skala peta yang dihasilkan. Format digital terdiri dari 2 macam, yaitu:
a. Raster
b. Vektor

3. Di bawah ini terdapat beberapa keunggulan dan kekurangan pemetaan digital dengan
konvensional , yaitu:

Pemetaan digital Pemetaan Konvensional


Penyimpanan Skala dan standar berbeda
Pemanggilan Kembali Cek manual
Pemutahiran Mahal dan memakan waktu
Analisa Overlay Memakan waktu dan tenaga
Analisa Spasial Rumit
Penayangan mahal

4. Pemetaan digital terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, tenaga kerja, dan
perangkat intelegensia. Terdapat beberapa tahapan dalam pemetaan digital, yaitu:
a. Membangun basis geografi,
- Resolusi peta dan akurasi yang tersaji pada basis lahan geografi
- Tampilan untuk topografi kajian.
b. Informasi sistem geologi terdiri dari batas batuan, nama batuan, sesar, kekar, dan
morfologi,
c. seluruh data yang dibutuhkan dimasukkan kedalam bentuk digital.
469
15.Pemetaan Digital (Digital Mapping)

Soal Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!

1. Apa yang dimaksud dengan pemetaan digital ?


2. Metode PTD menggunakan variabel -variabel pembentuk tanah yang dapat diperoleh
secara digital (misalnya remote sensing, digital elevation model, peta -peta tanah) untuk
mengoptimasi survai tanah di lapangan. Tujuan PTD adalah :
3. Jelaskan pengertian dari Pemetaan Digital ( Digital Mapping) !
4. Sebutkan dan jelaskan peralatan -peralatan dan bahan serta prosedur yang harus
dipenuhi dalam Pemetaan Digital !
5. Jelaskan manfaat dan kerugian (dampak) yang dapat ditimbulkan dengan menggunakan
sistem Pemetaan Digital (Digital Mapping) !
6. Sebutkan dan jelaskan langkah-langkah penggunaan perangkat lunak pada Pemetaan
Digital !
7. Jelaskan apa hubungan antara Pemetaan Digital (Digital Mapping) dengan Sistem
Informasi Geografis (SIG) !
16 Sistem Informasi Geografis 469

16. Sistem Informasi Geografis

Geographic Information System (GIS) atau


16.1 Pengertian dasar sistem Sistem Informasi Geografis (SIG) diartikan
informasi geografis
sebagai sistem informasi yang digunakan
untuk memasukkan, menyimpan,
Geografi berasal dari gabungan kata Geo
memangggil kembali, mengolah,
dan graphy. Geo berarti bumi, sedangkan
menganalisis dan menghasilkan data
graphy berarti proses penulisan, sehingga
berefer ensi geografis atau data geospatial,
geography berarti penulisan tentang bumi.
untuk mendukung pengambilan keputusan
Sedang, sistem informasi adalah suatu dalam perencanaan dan pengelolaan
jaringan perangkat keras dan lunak yang penggunaan lahan, sumber daya alam,
dapat menjalankan operasi-operasi dimulai lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan
dari perencanaan pengamatan dan pelayanan umum lainnya. Dengan
pengumpulan data, kemudian untuk menggunakan CAD
menyimpan dan analisis data, termasuk
penggunaan informasi yang diturunkan ke Geographic Information System (GIS) atau
beberapa proses pengambilan keputusan. Sistem Informasi Geografis (SIG) sebagai
Fungsi sistem informasi adalah sebagai suatu sistem yang berorientasi operasi
sarana untuk meningkatkan kemampuan secara manual, yang berkaitan dengan
seseorang dalam mengambil keputusan. operasi pengumpulan, penyimpanan dan

Jadi SIG atau GIS merupakan suatu sistem manipulasi data yang bereferensi geografi

berbasis komputer yang mampu mengaitkan secara konvensional

data base grafis (dalam hal ini adalah peta)


16.2 Keuntungan sistem
dengan data base atributnya yang sesuai.
informasi geografis
Sistem Informasi Geogafis merupakan suatu
kemajuan baru dari kelanjutan pengguna
• Penanganan data geospatial
Komputer grafik Auto CAD (Computer Aided menjadi lebih baik dalam format
Design). Sistem Informasi Geogafis
baku
merupakan kombinasi antara CAD dengan
• Revisi dan pemutakhiran data
data base yang dikaitkan dengan suatu
menjadi lebih mudah
pengenal unik yang sering dinamakan
• Data geospatial dan informasi lebih
identifier (ID) tertentu.
mudah dicari, dianalisis dan
direpresentasikan
16 Sistem Informasi Geografis 470

• Menjadi produk bernilai tambah bidang komputer sehingga muncul CADD


• Data geospatial dapat dipertukarkan (Computer Aided Design and Drafting) yang
• Produktivitas staf meningkat dan sebagian besar ditujukan untuk pembuatan

lebih efisien peta.

• Penghematan waktu dan biaya


• Keputusan yang akan diambil
menjadi lebih baik

Tabel 46. Kelebihan dan kekurangan pekerjaan GIS


dengan manual/pemetaan Digital

Peta GIS Pekerjaan


Manual
Penyimpanan Database Skala dan
Digital dan standar
terpadu berbeda
Pemanggilan Pencarian Cek Gambar 434. Contoh: penggunaan komputer
dalam pembuatan peta
Kembali dengan manual
Komputer
Pemutahiran Sistematis Mahal dan
memakan
waktu
Analisa Sangat Memakan
Overlay cepat waktu dan
tenaga
Analisa Mudah Rumit
Spasial
Penayangan Murah dan mahal
cepat

Yang Melatar belakangi berkembangnya


penggunaan SIG, diawali oleh kelompok
survei dan pemetaan, ilmu komputer dan
Gambar 435. Contoh: penggunaan komputer dalam
geografi kuantitatif. Dan lebih berkembang
pembuatan peta
lagi dengan didukungnya perkembangan di
16 Sistem Informasi Geografis 471

Kemudian menyusul berkembang CAM/FAM Sumber-sumber d ata geospatial adalah peta


(Computer Aided Mapping/Facilitate digital, foto udara, citra satelit, tabel statistik
Automatic Mapping) yang mulai dapat dan dokumen lain yang berhubungan.
dimanfaatkan untuk keperluan manajemen
utilitas selain pembuatan peta.

Gambar 436. Komputer sebagai fasilitas pembuat


peta

- Alasan pengunaan SIG.


- Pena nganan data geospatial sangat buruk
- Peta dan statistik sangat cepat
kadaluwarsa
- Data dan informasi sering tidak akurat
Gambar 438. Contoh: Peta udara daerah propinsi
- Tidak ada pelayanan penyediaan data
aceh
- Tidak ada pertukaran data

Data geospatial dibedakan menjadi data


grafis (atau disebut juga data geometris)
dan data atribut (data tematik), lihat Gambar

Data grafis mempunyai tiga elemen :

Titik (node) bila padanya berawal atau


berakhir suatu garis, atau padanya bertemu/
berpotongan beberapa garis

Gambar 437. Foto udara suatu kawasan


16 Sistem Informasi Geografis 472

Garis (arc) bila dua titik saling dihubungkan (updating) yang efisien, menganalisis hasil
membentuk objek linear. Setiap garis yang dikeluarkan untuk kegunaan yang
mempunyai awal node dan akhir node,dan diinginkan dan merencanakan aplikasi.
luasan (poligon) bila suatu garis tertutup
Beberapa contoh pembaruan peta di daerah
yang berawal dan berakhir pada node yang
Nangroe Aceh Darussalam sebelum
sama, dalam bentuk vector ataupun raster
bencana Tsunami
yang mewakili geometri topologi, ukuran,
bentuk, posisi dan arah.

Gambar 440. Peta pemuktahiran pasca bencana


tsunami
Gambar 439. Data grafis mempunyai tiga elemen:
titik (node ), garis a
( rc ) dan luasan Disamping SIG mempunyai keunggulan di
(poligon )
lain pihak SIG juga mempunyai kelemahan

Fungsi pengguna adalah untuk memilih atau kesalahan-kesalahan (Akumulasi

informasi yang diperlukan, membuat kesalahan dalam SIG/Error Propagation), ini

standar, membuat jadwal pemutakhiran disebabkan orang biasanya menganggap


16 Sistem Informasi Geografis 473

data digital berkualitas lebih tinggi dari pada - Umur data


data konvensional atau data yang terdapat - Cakupan area
dalam rekaman analog. Hal ini disebabkan. - Komponen pengamatan
- Kerelevanan
- Pemakai berpandangan bahwa jika
- Format
menggunakan teknologi yang sudah
- Assesibilitas
berkembang maka kualitas data juga
- Pengambilan data
berkembang;
- Pra-pengolahan
- Data dijital mempunyai kisaran produk
- Pengolahan spesifik
yang jauh lebih besar dibandingkan
- Analisis data
data analog;
- Aplikasi/modeling
- Penyajian
Bila kita tidak terlalu peduli tentang
keakuratan data spasial (biasanya pada - Biaya
- Pengambilan keputusan, dan
skala kecil), biasanya akan menyebabkan:
- Pelaksanaan akhir dilapangan
- Pemilihan lokasi yang salah
- Identifikasi pola yang salah Sumber-sumber kesalahan ini tidak
- Turunan data yang salah semuanya dapat dengan mudah diperbaiki,
- Kegagalan mendapatkan hubungan kesalahan dalam SIG ini biasanya
yang sebenarnya disebabkan; proses digitasi, proses
- Diperoleh keputusan yang tidak tumpang tindih, proses konversi vektor ke
memuaskan dan menghabiskan biaya raster atau sebaliknya, derajat kedetilan
yang besar pengukuran (mungkin tidak akurat) yang
dilakukan pada kenampakan spasial
Kesalahan- kesalahan dalam SIG (Error
sebenarnya, mengacu kepenyebaran
Propagation), sumber kesalahan dalam SIG (dispersi) kesalahan posisi dari unsur-unsur
dijumpai pada setiap tahap (akumulasi
data posisi, diduga dari standar deviasi
kesalahan) kesahan dapat dibagi dalam tiga
misalnya standar deviasi rendah
aspek diantaranya, kesalahan umum, menunjukan sempitnya penyebaran
kesalahan variasi alami atau pengukuran
kesalahan posisi (presisi tinggi).
awal, kesalahan pengolahan. Ini
menyebabkan peluang total kesalahan Kesalahan dari variasi alami atau
pengukuran awal :
akhirnya menjadi makin besar, sumber
kesalahan umum diantaranya: - Keakuratan posisi
- Keakuratan isi
16 Sistem Informasi Geografis 474

- Variasi sumber data Sistem komputer untuk SIG terdiri dari


perangkat keras (hardware), perangkat
• Pemasukan data lunak (software) dan prosedur untuk
• Pengamatan bias penyusunan pemasukkan data, pengolahan,
• Variasi alami analisis, pemodelan (modelling), dan

Kesalahan yang muncul karena pengolahan penayangan data geospatial


1. Komponen perangkat keras
- Kesalahan numerik ala komputer
- Kesalahan karena analisis topologi Komponen dasar perangkat keras SIG
- Persoalan klasifikasi dan generalisasi; dapat dikelompokan sesuai dengan
metodologi, definisi kelas interval, fungsinya antara lain:
interpolasi
a. Peralatan pemasukan data, misalnya
16.3 Komponen utama SIG papan digitasi (di gitizer), Penyiam
(scanner), keyboard, disket dan lain-lain.
b. Peralatan penyimpanan dan pengolahan
Komponen utama SIG adalah sistem
data, yaitu komputer dan
komputer, data geospatial dan pengguna
perlengkapannya seperti : monitor,
papan ketik (keyboard), unit pusat
Harware dan Sofware
untuk pemasukan,
penyimpanan,
pengolahan (CPU / central processing
pengolahan, analisa,
tampilan data, dsb
unit), cakram keras (hard-disk), floppy
disk,dan
c. Peralatan untuk mencetak hasil seperti
printer dan plotter

Peta, foto udara, citra Desain standar, pemutahiran


satelit, data statistik dll. updating analisis dan
penerapan

Gambar 441. akomponen utama SIG

Gambar 442. Perangkat keras


16 Sistem Informasi Geografis 475

Gambar 443. Perangkat keras keyboard

Gambar 446. Perangkat keras monitor

Gambar 447. Perangkat keras mouse

2. Komponen perangkat lunak

Komponen perangkat lunak yang sudah


tersedia di pasaran sangat bervariasi, oleh
karena itu perangkat lunak yang tepat dari
suatu SIG sukar ditentukan. Memilih suatu
perangkat lunak akan sangat ditentukan
Gambar 444. Perangkat keras CPU
oleh banyak faktor. Namun secara umum
SIG mempunyai komponen fungsi seperti
yang dijelaskan di atas, perlu dibedakan dari
SIG, sistem informasi lain yang berorientasi
grafis seperti CAD (Computer Aided Design)
yang umumnya tidak mempunyai komponen
analisis (terutama topologi), (Cowen,
Gambar 445. Perangkat keras Scanner
1990;Newell dan Theriault, 1990), walaupun
sistem seperti ini berangsur-angsur berubah
dengan ditambahi perangkat analisis
16 Sistem Informasi Geografis 476

tersebut sehingga mengarah kebentuk SIG. cukup besar dari pada pengadaan
Komponen piranti lunak baik dari sisi macam perangkat keras dan lunak.
dan kemampuannya sering berbeda satu
Untuk menyusun suatu basis data awal
sama lain, tergantung selera masing -masing
yang lengkap akan dibutuhkan waktu
pembuatnya, yang terpenting bagi
yang lama, terutama didaerah yang luas
pengguna harus dapat memilih sesuai
dan masalahnya sangat kompleks akan
dengan kebutuhan. Hal ini akan ditentukan
membutuhkan waktu beberapa bulan
oleh bentuk data dan sumbernya serta
hingga kemungkinan beberapa tahun.
kemampuan analisis yang diinginkan.
Tingkat kekomplekskan permasalahan
Bentuk dan sumber data perlu mendapat
akan sangat mempengaruhi jumlah
perhatian yang serius, karena biaya dalam
waktu yang diperlukan, oleh karena itu
SIG sering didominasi oleh proses
bila waktu yang tersedia relatif singkat
pemasukan data.
maka tujuan SIG harus di buat
a. Persiapan dan Pemasukan Data sederhana. Hal yang penting mendapat
perhatian bahwa agar SIG dapat
Bentuk kegiatan persiapan mencakup
bermanfaat secara langsung, sesuai
dua unsur utama (a). Konversi data
produk yang di rancang maka suatu
kedalam format yang diminta perangkat
proyek SIG harus menyediakan biaya
lunak, baik dari data analog maupun dari
mulai dari persiapan awal untuk
data digital lain, dan (b) Identifikasi dan
pengumpulan data hingga proses akhir
spesifikasi lokasi obyek dalam data
untuk dapat menghasilkan produk
sumber. Tahap ini bertujuan
berbentuk tampilan informasi sesuai
mengkonversi data dari bentuk yang ada
yang di inginkan.
menjadi bentuk yang dapat dipakai
dalam SIG. Namun pemasukan data Dengan berbagai alasan yang di uraikan
sering merupakan masalah yang khusus diatas, metode pemasukan data dan
dan kadang -kadang merupakan kualitas data baku sebaiknya
penghalang utama dalam penerapan dipertimbangkan secara hati -hati sejak
suatu SIG. Dengan alasan-alasan seperti awal. Sebelum data dimasukan
mahalnya pembelian perangkat keras sebaiknya dievaluasi beberapa hal yang
dan lunak, tetapi dalam kenyataannya berkaitan dengan data tersebut, seperti
sering terjadi bahwa pembentukan basis pengolahan yang akan dilakukan, tingkat
data (database) memerlukan biaya yang keakuratan, dan bentuk keluaran data
yang diinginkan. Hal diatas menunjukan
16 Sistem Informasi Geografis 477

betapa pentingnya membangun dan buruk, susah penggunaannya,


kepercayaan pemakai dan manfaat dari hingga dikatakan sebagai mudah rusak.
upaya tambahan dalam meningkatkan
Manajemen data dapat dikaitkan dengan
kualitas data.
sistem keamanan data. Dalam hal ini
b. Manajemen, Penyimpanan dan prosedur penyelamatan data harus
Pemanggilan Data dibuat spesifik sehingga untuk pemakai
yang berbeda akan dibuat jalur yang
Komponen manajemen data dalam SIG
berbeda. Perlu dibedakan antara
termasuk fungsi untuk menyimpan data
pemakai jangka pendek dan pemakai
dan menggali data. Penyimpanan data ini
jangka panjang dan sebaiknya dilakukan
juga mencakup beberapa teknik
identifikasi dan evaluasi prosedur setiap
memperbaiki dan memperbaharui data
sistem manajemen data.
spasial dan atribut. Fungsi-fungsi yang
umum terdapat disini adalah pemasukan, c. Manipulasi dan Analisis Data
perbaikan, penghilangan dan
Fungsi manipulasi dan analisis
pemanggilan kembali data. Metode yang
merupakan ciri utama sistem pemetaan
dipakai untuk melaksanakan fungsi-
grafis yang menentukan informasi yang
fungsi ini mempengaruhi efisiensi sistem
dapat dibangkitkan dari SIG. Hal yang
pengoperasian semua fungsi.
harus diantisipasi adalah bahwa SIG
Ada beberapa variasi metode yang tidak hanya akan mengotomatiskan
dipakai untuk mengorganisasikan data aktivitas tertentu, tetapi juga akan
kebentuk yang dapat dibaca komputer. merubah cara kerja organisasi.
Cara data distrukturkan dan di-file-kan
Metode pengambilan keputusan
berkaitan satu sama lain (organisasi
kemudian dapat berubah dari pemilihan
bank data), demikian juga kendala
alternatif terbaik dengan mencari dan
tempat dimana data digali, dengan
mengevaluasi perbaikan yang diusulkan.
kecepatan operasi penarikan data,
Untuk mengantisifasi cara-cara data
seperti bentuk dan media
dalam SIG dapat di analisis, diperlukan
penyimpanannya. Jika pelaksanaan
pemahaman mengenai pemakai yang
penyimpanan dan pemanggilan berjalan
terlibat, karena hal ini akan menentukan
baik maka pemakai biasanya tidak akan
fungsi-fungsi yang diperlukan, demikian
mengalami kesulitan yang berarti.Namun
juga tingkat penampilan produk yang
sebaliknya bila pemakain mengalami
mereka kehendaki .
kendala maka sistem dianggap lambat
16 Sistem Informasi Geografis 478

d. Pembuatan Produk SIG

Bentuk produk suatu SIG dapat


bervariasi baik dalam hal kualitas,
keakuratan, dan kemudahan
pemakai nya. Tetapi produk yang
dihasilkan SIG sering dianggap kurang
memenuhi syarat kualitas secara
kartografi, hal ini disebabkan karena
kemampuan SIG tidak diarahkan untuk
menghasilkan kenampakan produk yang
menyamai hasil pekerjaan perangkat
Gambar 448. Peta arahan pengembangan
lunak khusus kartografi. Untuk komoditas pertanian kabupaten
meningkatkan kualitas produk secara Ketapang, Kalimantan Barat

kartografis, dapat dirancang agar hasil


SIG dapat dikonsversi ke perangkat
lunak kartografi, yang sudah mempunyai
kemampuan tinggi untuk menghasilkan
produk yang lebih menitik bertakan
pertimbangan kartografi.

16.4.1 Sumber data dan Alat pemasukan


Data

Sistem informasi geografi berkaitan erat


dengan data dan informasi yang bereferensi
geografis. Data dan informasi tersebut
umumnya diperoleh dari berbagai sumber
antara lain : peta -peta yang telah ada, foto
Gambar 449. Peta citra radar Tanjung Perak,
udara, citra satelit, citra radar, atau mungkin Surabaya
hasil pengukuran lapang bahkan suatu
bank-data atau SIG yang telah ada.

Beberapa peta yang sering digunakan


dalam pemasukan data SIG, misal:
16 Sistem Informasi Geografis 479

Gambar 452. NK10 Set holder dan prisma canister

Gambar 450. Peta hasil foto udara daerah Nangroe


Aceh Darussalam pasca Tsunami

16.4 Peralatan, bahan dan


prosedur pembangunan
SIG

Contoh alat-alat yang biasa digunakan


dalam SIG diantaranya:

Gambar 453. NK12 Set holder dan prisma

Gambar 451. NPS360 for robotic total station

Gambar 454. NK19 set


16 Sistem Informasi Geografis 480

Alat-alat Global Prosescing System yang


biasa dipakai diantaranya :

Gambar 458. GPS type NK 12 croth single prism


holder offset : 0 mm

Gambar 455. GPS type NL 10

Gambar 459. GPS type CPH 1 A leica single prism


holder offset : 0 mm

Gambar 456. GPS type NL 14 fixed adapter Struktur data yang telah ada dalam suatu
SIG perlu mendapat perhatian, terutama
pada saat akan menggabungkan data baru
yang berasal dari sumber lain. Perbedaan
format data antara yang sudah ada dalam
komputer dengan yang akan dimasukan
akan menjadi masalah. Untuk
mempersamakan format data diperlukan
kesepakatan, atau koordinasikan.

Walaupun berbagai piranti lunak telah


memberikan pilihan -pilihan format atau
Gambar 457. GPS type NJ 10 with optical plummet
bentuk transformasinya yang cukup baik.
16 Sistem Informasi Geografis 481

Produsen data yang bersifat umum


diperlukan mempunyai format umum yang
dapat diterima piranti lunak secara luas,
karena jika tidak hal ini akan menjadi
masalah yang cukup serius. Oleh karena itu
diperlukan koordinasi yang baik secara
regional, nasional maupun internasional
untuk memungkinkan lalu-lintas informasi
dapat berjalan sangat cepat. Dalam hal ini
persoalan tidak lagi ditekankan pada proses
Gambar 460. Peta digitasi kota Bandung tentang
penyediaan produksi daja tetapi sudah lebih
perkiraan daerah rawan banjir
mengarah ke pengelolaan informasi secara
efisien dan efektif.

Alat pemasukan data tambahan yang sudah


merupakan bagian suatu SIG adalah papan
pendigitasi atau digitizer dan alat penyiam
atau scanner. Pemasukan data dengan
digitizer biasanya menghasilkan data yang
berbentuk vektor (polygon). Peta garis pada
media kertas yang dikenal secara
konvensional biasanya dialihkan menjadi Gambar 461. Peta hasil analisa SPM suspended
(
particular matter)
digital atau digitasi menggunakan alat
sedangkan scanner menghasilkan data
yang berbentuk raster.

Berikut beberapa contoh hasil digitasi peta


yang terlebih dahulu discanner.

Gambar 462. Peta prakiraan awal musim kemarau


tahun 2007 di daerah Jawa
16 Sistem Informasi Geografis 482

16.4.2 Pemasukan data spasial kelompok koordinat X dan Y (atau Z).


pemasukan data dari foto udara dengan alat
Metode untuk memasukan data dalam suatu seperti stereo plotter menjadi peta digital,
SIG sangat beragam, hal ini tergantung dari pada dasarnya mirip dengan cara ini kecuali
banyak faktor seperti sumber data, format perekaman unsur elevasi (dimensi ketiga)
data yang akan dimasukan, ketersediaan dimana koordinat Z diperlukan.
sarana keras pemasukan data, ragam cara
Ukuran digitizer yang tersedia dipasaran
memasukan data spasial :
beragam, mulai dari meja yang berukuran
1. Dengan digitasi manual atau semi- kecil (27x27 cm) hingga berukuran besar
manual (1x1.5 m). beberapa model digitizer tersebut
2. Dengan key-board (prosedur koordinat juga mendukung pendigitasian bahan film
geometri) gambar atau material yang transparan.
3. Dengan digitasi fotogrametrik
Resolusi atau keakuratan koordinat yang
4. Dengan scanner
akan terekam oleh digitizer beragam, dan
5. Dengan digitasi melalui layar
ditentukan oleh spesifikasi teknis
6. Dengan konversi data digital lain
kemampuan alat masing-masing. Secara
7. Dengan pengetikan (key-entry)
umum, meja yang ukuran besar akan
8. Dengan bantuan satelit posisi global
mempunyai resolusi yang tinggi sekitar
(GPS-Global Positioning System)
0.025 mm, dan keakuratan absolutnya,
Untuk lebih memahami cara memasukan secara umum 3 kali dari resolusi baku.
data spasial untuk lebih menguntungkan Kualitas meja digitizer ditentukan oleh
akan sedikit dijelaskan secara garis stabilits, perulangan perekaman kelurusan-
besarnya: kelengkungan garis, resolusi dan akurasi.

1. Dengan digitasi manual atau semi- Pertimbangan lain adalah orientasi kursor,

manual atau semi otomatik suhu, kelembaban, drift, dan kalibrsi


elektronik (Cameron, 1982 dalam Marble, et
Metode yang paling umum dipakai untuk
al, 1984),
mengkonversi peta cetak ke bentuk digital
adalah dengan menggunakan papan Proses pendigitasian peta terdiri dari

digitasi. Dengan memakai papan beberapa tahap yaitu:

pendigitasi, semua kenampakan obyek yang a. Penyiapan peta-peta yang akan


akan dimasukan harus direkam satu persatu didigitasi
atau bahkan titik pertitik sebagai suatu
16 Sistem Informasi Geografis 483

b. Perekam koordinat- koordinat peta 3. Pemasukan Data dengan digitasi


( digitasi aktual) Fotogrametrik
c. Pengeditan dan perbaikan data
Teknik digitasi fotogrametrik dipakai untuk
sebelum penyimpanan dalam bentuk
mendelineasi peta baru dari foto udara.
peta basis-data, dan
Teknik ini membutuhkan tenaga kerja
d. Pemasukan data atribut yang sesuai
banyak, seperti halnya dijitsi manual. Pada
dengan data spasial.
cara ini, meja pendigitasian digantilkan
2. Pemasukan data dengan prosedur dengan instrument fotogrametri seperti
Koordinat Gometri stereoplotter analitik. Digitasi fotogrametrik
kebanyakan dipakai untuk merekam secara
Prosedur koordinat geometri relatif berbeda
cepat, seperti kenampakan digital
dari prosedur lain. Disini kenampakan
planimetrik dan data elevasi melalui
geometri dalam peta merupakan kunci
stereofoto -plotter. Data elevasi dapat
pemasukan data kekomputer. Algoritma
disimpan baik dalam bentuk garis kontinyu
matem atik dipakai untuk menghitung
dengan interval tertentu atau bentuk titik-
koordinat, yang selanjutnya disimpan dan
titik.
dipakai untuk menghasilkan kenampakan
citra dilayar. Piranti lunak yang umum 4. Pemasukan data dengan alat penyiam
dikenal untuk fungsi ini adalah COGO, suatu (scanner)
istilah yang merupakan singkatan untuk
Pendigitasian secara manual yang
teknik koordinat geometri. Pendekatan ini
memerlukan waktu dan dana yang sangat
memerlukan definisi titik asli melalui digitasi
banyak, mendorong berkembangnya digitasi
atau pemasukan nilai koordinat.
secara otomatis, yaitu dengan penyiam
Arah dan jarak unsur geometri yang lain (scanner). Cara ini menggunkan prinsip
dipetakan dengan memasukan data survei yang sama dengan teknik laser optikal atau
lapang, dan dapat menghasilkan data elektronik untuk “menyapu” citra atau peta
kartografi yang sangat akurat, lebih akurat yang ada dan mengkonversi gambar
dari teknik -teknik digitasi konvensional / tersebut ke format digital, yang terdapat
manual. dalam bentuk data raster.prosedurnya
adalah sebagai berikut garis-garis dari peta
asli direkam sebagai suatu seri piksel-piksel
kecil yang membentuk citra binary (ada,
misalnya garis atau simbol; tidak ada,
16 Sistem Informasi Geografis 484

misalnya tidak ada garis atau simbol ; gelap secara manual, misalnya untuk mencari
atau putih). sungai yang tidak terlihat pada peta.
Dengan menyiam peta dan selanjutnya
Proses penyiaman walaupun cepat, juga
ditumpang -tidihkan dengan inderaja maka
mempunyai kelemahan khus usnya untuk
kenampakan sungai pada peta dapat
data-data yang kompleks sehingga
dilengkapi.
membutuhkan persiapan yang menyeluruh,
diantaranya peta harus bersih, tidak boleh 6. Pemasukan data dengan konversi data
ada obyek yang meragukan . untuk digital lain
keperluan tersebut sering juga peta harus Data yang sudah terdapat dalam bentuk
digambar kembali. digital merupakan salah satu sumber utama
data digital di masa yang akan datang
Dikenal dua macam penyiam yaitu penyiam
seperti data penginderaan jauh dan data
type datar (flat-bed scanner ) yang terdiri dari
hasil penyiaman. Umumnya setiap piranti
bebarapa model antara lain type datar
lunak SIG dapat mengkonversi data tersebut
(flatbed), dan type yang dapat dipegang
minimal kedalam bentuk data baku yang
(handheld scanner ), dan penyiam type
dikenali hampir semua piranti lunak
tabung (drum-scanner type) terdiri atas
misalnya data dalam format BMP, TIFF.
model type sheetfed salah satunya.
7. Pemasukan data m elalui papan ketik
5. Pemasukan Data dengan digitasi layar
Komputer (Screen -digitizing) Pemasukan data dengan cara
menggunakan papan ketik (key-board)
Pemasukan data melal ui layar ini mirip
relative mirip dengan prosedur koordinat
dengan pendekatan pemasukan koordinat
geometri, hanya saja dalam prosedur ini
geometri karena konsepnya didasarkan
lebih ditekankan pada pemasukan data
perhitungan matematis. Beberapa SIG yang
atribur (data non-garfik) dan anotasi peta.
ada sekarang mempunyai kemampuan
Data ini langsung diterima komputer
digitasi layar tersebut. Prosedur kerja ini
sebagai bagian dari SIG. data ini juga dapat
memberikan kemudahan yang
dimasukan belakangan ke dalam basis data
menguntungkan bila digunakan pada data
SIG setelah di edit sesuai dengan
penginderaan jauh, karena dapat dilakukan
keperluan SIG. anotasi peta biasanya
delineasi di atas l ayar secara langsung.
dimasukan dengan bentuk ketikan (key
Penerapan metoda digitasi layar ini dalam entry) dan diletakan pada citra (gambar) di
penginderaan jauh, dapat diguna kan untuk komputer melalui perintah -perintah yang
mendeteksi kenampakan obyek tertentu bersifat interaktif. Perkembangan
16 Sistem Informasi Geografis 485

pemasukan data melalui papan ketik ini - Ketelitian tidak bergantung pada skala
pada periode pertengahan 1990-an sudah peta
mulai berkurang khususnya dengan - Kemampuan untuk mendigitasi objek-
semakin berkembangnya penggunaan objek di lapangan yang berukuran kecil
mouse. yang umumnya tidak nampak pada
peta, atau tidak dapat diidentifikasi
8. Pemasukan data dari GPS (Global
pada foto udara atau citra satelit
Positioning System)

Pemasukan data melalui system satelit Kelemahan yang ditemukan pada


global (GPS) sangat berkembang akhir - pemasukan data pada prosedur
akhir ini disebabkan makin murahnya GPS diantaranya:
dalam bentuk portable. Pemasukan data ini
umumnya lebih berorientasi lokasi secara - Sarananya (alat penerima)

spesifik. Informasi yang terekam biasanya membutuhkan ruang terbuka dan tidak

disajikan dalam bentuk koordinat lokasi dan boleh ada penghalang untuk penerima

elevasi (ketinggian). Data GPS ini, yang sinyal dari satelit

berbentuk titik biasanya diolah dengan - Data yang direkam pada daerah

mengkonversikan data tersebut menjadi tertutup seperti di bawah pohon (hutan)

bentu k segmen seperti data kontur atau yang berbukit, akan menghasilkan

topografi sebelum diproses lebih lanjut deviasi data yang besar.

dalam SIG. fungsi data GPS yang sering


dipakai adalah untuk keperluan koreksi
geometri data yang sudah ada dalam SIG
yang selanjutnya dimanfaatkan untuk
melihat hubungan data secara lengkap,
misalnya untuk korelasi data analisis
tumpang-tindih perhitungan volume.

GPS sebagai sarana perekam data posisi


atau lokasi atau pendi gitasian titik,
mempunyai beberapa keuntungan antara
lain:

- Ketidak bergantungannya pada


ketersediaan peta
16 Sistem Informasi Geografis 486

Tabel 47. Pendigitasian Konvensional di banding Kendala utama pada GPS adalah ketidak
pendigitasian GPS
mudahan dalam pemrosesannya.
Konvensinal GPS
Walaupun penangkapan dan pengumpulan
- Ketelitian -Ketelitian tidak
tergantung skala bergantung skala data relatif mudah tetapi jika hasil analisis
yang diinginkan berkualitas tinggi maka
proses perhitungannya juga sulit, sehingga
- Cocok untuk - Cocok untuk
operator yang dibutuhkan harus
pengkoleksian pengkoleksian dat
mempunyai pengetahuan yang lebih dari
data secara besar- secara selektif
besaran pada sekedar operator biasa.

Sebagai tambahan dalam SIG ini, maka


- Kecepatan - Kecepatan
pendigitasian pendigitasian tidak ada salahnya penulis
dikontrol oleh dikontrol oleh membandingkan Digitasi secara manual
pengguna kecepatan dan (semi-otomatis) dengan Penyiam.
kondisi lalu-lintas
Pendigitasian data melalui proses
- Cocok untuk objek- -Dapat juga digunakan penyiaman telah banyak di lakukan oleh
objek yang dapat untuk objek-objek kecil
instansi di negara-negara maju, sedangkan
terlihat pada peta
maupun pada peta di Indonesia masih lebih dom inan
foto udara penggunaan meja pendigitasian. Walaupun
pemasukan dengan penyiam dapat
mempercepat sampai 5-10 kali, tetapi bagi
pengguna yang kebutuhan data maupun
- Digitizer 2 dimensi -Digitizer 3 dimensi
kemampuannya kecil, maka alat ini belum
tentu mempunyai nilai lebih secara
- Pendigitasian -Pendigitasian dengan
point- mode metode penentuan ekonomi.
static singkat, stop-and -
Dalam keadaan tertentu agar penyiaman
go atau pseudo
kinematik berjalan dengan baik serta menampilkan
semua objek, kadang-kadang peta tersebut
- Pendigitasian -Pendigitasian dengan di gambar lagi (re-drafting). Kalau hal
stream -mode metode penentuan
seperti ini terjadi, maka proses
kinematik GPS
penggambaran kembali ini merupakan
salah satu kelemahan utama dalam proses
pendigitasian otomatis ini. Untuk instansi
yang bertujuan menghasilkan data spasial
16 Sistem Informasi Geografis 487

(peta) dalam jumlah besar, maka biaya sederhana, dan tidak mempunyai informasi
total proses penggambaran kembali ini ekstra seperti: simbol-simbol grafik atau
tidak akan membebani biaya total digitasi, teks. Peta yang terdiri dari bermacam-
dalam hal ini ada 3 alasan utama, yaitu: macam garis berwarna dan mempunyai
jumlah garis yang banyak, selain
1. Penggambaran kembali secara manual
pengerjaannya rumit juga akan
di lakukan oleh juru gambar tingkat
membutuhkan memori komputer yang lebih
bawah, sehingga pembiayaannya akan
besar. Selain itu dalam pekerjaan ini akan
rendah karena tidak membutuhkan
diperlukan proses perbesaran kelompok
keahlian khusus.
obyek tertentu (terutama jiak ditentukan
2. Pelaksanaan digitasi akan dilakukan
resolusi yang diperlukan) sehingga volume
lebih cepat jika peta telah bersih dan
produksi juga akan berpengaruh dalam
konsisten. Berdasarkan pengalaman,
proses ini. Umumnya jika terdapat
dibutuhkan waktu yang banyak untuk
pekerjaan dalam jumlah besar maka biaya
melakukan pengeditan atau perbaikan
peralatan juga mudah diperhitungkan.
digitasi peta yang rumit.
Sehingga pemanfaatan penyiam juga dapat
3. Jika peta yang akan didigitasi lebih
efektif jika volume data yang dihasilkan
sederhana dari informasi yang tersedia
besar.
dalam bentuk peta maka
penggambaran objek diperlukan Digitasi secara manual cenderung lebih
(dilakukan pemilihan data ), karena hal mahal bila peta yang digunakan mempunyai
ini lebih efisien dibandingkan jumlah unit (polygon) sediki t dan tidak
pengeditan dilakukan bersamaan dalam bentuk yang mudah di siam. Peta-
dengan proses digitasi peta yang mengandung banyak informasi
tambahan, yang memerlukan interprestasi
Karena sistem penyiaman bersifat otomatis,
atau yang memerlukan penyesuaian saat
maka akan dibutuhkan staf ahli yang
pengkodean, atau mengandung sedikit
khusus. Hal ini disebabkan untuk perawatan
obyek, umumnya tidak terlalu penting untuk
alatnya yang relatif kompleks dan juga
disiam, karena tidak efisien.
karena piranti lunaknya lebih canggih, dan
lebih banyak tahapan yang perlu diketahui. Dengan kenyataannya bahwa kedua pilihan
Peralatan juga pada umumnya lebih mahal pemasukan data yang masing-masing
di bandingkan meja digitizer biasa. masih mengandung masalah, teknik
Penyiaman dapat bekerja dengan baik jika pemasukan data yang lain sebagai alternatif
peta-peta yang dipakai sangat bersih, sangat diperlukan. Dari sisi teknik
16 Sistem Informasi Geografis 488

pendigitasian dengan penyiam, diharapkan - Garis merupakan deretan titik yang


dapat segera ditemukan peralatan yang sambung menyambung, berdimensi satu
semakin mampu dan harganya semakin seperti jalan, sungai, akan tetapi sudah
murah, sehingga penyiaman dapat mempunyai sifat tambahan yaitu
memberikan nilai tambah. Pada era 1990- mempunyai arah dan ukuran panjang,
an kemunculan alat scanner yang makin akan tetapi tetap tidak mempunyai
murah dan baik, membuat teknologi luasan.
pemasukan data ini semakin penting. - Area dinyatakan dalam bentuk poligon,
merupakan cara penyajian dasar yang
16.5 Jenis-jenis analisis spasial berdimensi dua, sehingga dapat
dengan SIG dan aplikasinya
menggambarkan luas area.
pada berbagai sektor
pembangunan
Kelebihan kemampuan penampilan dengan

Walaupun SIG dapat bekerja dengan SIG dari peta adalah dalam mendekati

bermacam-macam-macam data, akan tetapi keadaan alam sebenarnya yang berdimensi

sesuai dengan tujuan spesifikasi dari tiga, karena SIG dapat menampilkan

penggunaan suatu SIG, maka macam data gabungan berbagai data sedemikian rupa

yang utama adalah data berbentuk sehingga mirip keadaan sebenarnya yang

selebaran spasial obyek pada umumnya bersifat tiga dimensi.

yaitu peta. Sebagai cara penyajian data


16.5.1 Jenis manajemen penyusunan
secara keruangan yang telah lama dikenal
data spasial dalam suatu
dalam komunikasi grafis, peta harus dibuat
pemodelan yang berdasar atas
dengan dasar cara penyajian kartografi,
lapisan data vertikal dan lapisan
prosedur penyajian secara kartografis
data horizontal
berdasarkan simbol . Ada tiga cara dasar
penyajian data spasial , yaitu dalam bentuk
- Lapisan data vertikal terdiri dari
sebagai berikut:
seperangkat hubungan antara
kenampakan geografis dengan
- Titik merupakan cara penyajian yang
pemisahan berdasarkan atribut
tidak berdimensi, dan hanya menyajikan
(tema)nya. Berbagai obyek dapat
lokasi dalam bentuk koordinat.
dikelompokan menjadi suatu lapisan
Penyajiannya menitik beratkan pada
tunggal sesuai dengan kebutuhan
lokasi obyek, yang tidak berkait dengan
pemakai. Pada prinsipnya
ukuran panjang maupun luas dari obyek
16 Sistem Informasi Geografis 489

pengelompokkan disesuaikan dengan dan sekarang yang sangat penting. Karena


kemiripan berbagai type obyek. Con toh data tematik ini spesifik, maka lapisan data
pengelompokkan berdasarkan temanya ini juga merupakan lapisan yang terpisah
adalah :
• Jalan raya dan jalur kereta api Sistem pelapisan data dapat disusun secara

dikombinassikan sebagai suatu vertikal, dimana data tersebut mempunyai

lapisan transportasi tingkat kepentingan atau kedetailan yang

• Titik mata air, sungai, dan danau berbeda, tetapi terdapat pada lokasi yang

dikombinasikan sebagai suatu sama.pemba gian yang demikian ini

lapisan hidrologi adakalanya mempermudah pengkajian yang


bertingkat
• Lapisan pemilikan tanah dan
penguasaaan tanah dapat si buat
Pelapisan data berdasarkan waktu biasanya
sebagai satu lapisan kadastral
terdapat pada tema yang bersifat dinamik

Adakalanya data yang ada pada setiap seperti penggunaan lahan, daya dukung
wilayah, pencemaran lingkungan dan lain
lapisan dipisahkan berdasarkan bentuknya
seperti: titik, garis, dan area atau dengan sebagainya. Pelapisan berdasarkan tema
juga dapat dilakukan berdasarkan tingkat
memberikan identitas yang berbeda pada
satu lapisan yang sama. Pembagian tema prioritasnya. Pembuatan peta dengan
klasifikasi tingkat prioritas ini diperlukan
dapat juga dilakukan berdasarkan waktu.
khususnya untuk produk analisis sehingga
Misalnya untuk data penggunaan lahan
tahun 2000, tahun 2005 dan tahun 2007. memudahkan pengambilan keputusan

Lapisan data bersifat temporal ini


dipergunakan untuk studi yang bersifat
pemantauan. Untuk beberapa hal yang
bersifat temporal ini relatif sulit diperoleh jika
organisasi yang berwenang mempunyai
administrasi penyimpanaan data yang
kurang baik atau adanya pertimbangan
tertentu. Pada saat ini peranan foto udara
merupakan arsip permukaan bumi masa lalu
16 Sistem Informasi Geografis 490

BW
BV

AZ BU
BT KABUPATEN PURWAKARTA PETA CURAH HUJAN
BS
Ci
bi
no
ng
KABUPATEN BANDUNG
BR PROPINSI JAWA BARAT
BQ
U
AY BP
BO
BN CIPENDEY CIKALONG WETAN
WADUKCIRATA
BM
REPEH RAPIH KERTA RAHARJA SKALA 1 : 100000
BL 5 3 1 0 1 3 5Km

AX BK
BJ
BI
BH KABUPATENSUBANG
CISARUA
BG

AWBF im
al
a
PARONGPONG
C
BE NGAMPRAH LEMBANG

BD
BC
BB KABUPATEN CIANJUR PADALARANG

AV BA CIMAHI UTARA
AZ
AY CIMENYAN
CIMAHI TENGAH
CILENGKRANG
AX
AW
AU AV
AU BATUJAJAR CIMAHI SELATAN
AT KODYA BANDUNG KABUPATEN SUMEDANG
AS WADUK SAGULING CILENYI

AR MARGAASIH

AT AQ

AP CIPONGKOR
CILILIN

AO MARGAHAYU RANCAEKEK
DAYEUHKOLOT
AN
CICALENGKA
AM BOJONGSOANG
Cita
AS AL rik

ey
SINDANGKERTA

id
C iw
AK KATAPANG
CIKANCUNG
Ciatrum
AJ
GUNUNG HALU
AI
PAMENGPEUK BALEENDAH
AH

AR AG SOREANG
CIPARAY

AF
PASEH
AE BANUARAN MAJALAYA
ARUM SARI
AD
AC
guk
Ciin

AQ AB
ng
AA Cik
aju PASARJAMBU

Z CIWIDEY
EBUN
PACET
Y
X
AP W KABUPATEN CIANJUR KABUPATEN GARUT
V
U
T
S
SITUPATENGAN
AO R
PANGALENGAN
Q KETERANGAN
KERTASARI
P
Waduk < 1500 mm/thn
O
SITU CILENCA
N 1
2 Sungai (1500 - 2000) mm/thn

AN M
Batas
a. Kabupaten (2000 - 2500) mm/thn
L b. Kecamatan

K Ibu Kota a. Kabupaten


(2000 - 2500) mm/thn
b. Kecamatan
J L A U T J A W A
DA
SUN

(3000 - 3500) mm/thn


I Jalan Tol
AT

AMH Rencana Tol


SEL

DKI
(3500 - 4000) mm/thn
Jalan Negara
G Jalan Pronpinsi
> 4000 mm/thn
Jalan Kabupaten
F JalanDesa
Jalan Kereta Api
SUMBER PETA RUPA BUMI BAKUSURTANAL TAHUN 2004
E
D JAWA TENGAH

AL C S A M U D R A H I N D I A
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
B Kabupaten Bandung
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung
A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 12 13 1 4 1 5 1 6 17 1 8 1 9 20 2 1 2 2 2 3 24 25 2 6 2 7 2 8 29 30 3 1 3 2 33 34 3 5 3 6 37 38 3 9 4 0 41 42 4 3 4 4 4 5 46 47 4 8 4 9 5 0 51 5 2 5 3 5 4 55 56 5 7 5 8 59 60 6 1 6 2 63 64 6 5 6 6 6 7 68 69 7 0 71 72 73 7 4 7 5 76 77 7 8 7 9 8 0 81 82 8 3 8 4 85 86 8 7 8 8 89 90 9 1 9 2
53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70

Gambar 463. Peta kedalaman tanah efektif di daerah jawa barat Bandung

BW
BV
A Z BU
BT KABUPATEN PURWAKARTA PETA CURAH HUJAN
BS Ci
bi no
ng
KABUPATEN BANDUNG
BR PROPINSI JAWA BARAT
BQ
U
AY BP
BO
BN WADUK CIRATA CIPENDEY
CIKALONGWETAN

BM REPEHRAPIHKERTARAHARJA SKALA 1 : 100000


BL 5 3 1 0 1 3 5 Km

AX BK
BJ
BI
BH KABUPATEN SUBANG
CISARUA
BG
AWBF la
Cima PARONGPONG
BE NGAMPRAH LEMBANG
BD
BC
BB KABUPATEN CIANJUR PADALARANG

AV BA CIMAHIUTARA

AZ
CIMENYAN
AY CIMAHITENGAH
CILENGKRANG
AX
AW
AU AV
AU BATUJAJAR CIMAHI SELATAN
AT KODYA BANDUNG KABUPATEN SUMEDANG
AS WADUK SAGULING
CILENYI

AR MARGAASIH

A T AQ
AP CIPONGKOR CILILIN
AO MARGAHAYU RANCAEKEK
DAYEUH KOLOT
AN
CICALENGKA
AM BOJONGSOANG
Cit
AS AL SINDANGKERTA
ari k
ey
wid

AK KATAPANG
Ci

Ciatrum CIKANCUNG
AJ
GUNUNG HALU
AI
PAMENGPEUK BALEENDAH
AH
AR AG SOREANG CIPARAY

AF
PASEH
AE BANUARAN MAJALAYA
AD ARUM SARI

AC
guk
Ciin

AQ AB
AA aju
ng PASAR JAMBU
Cik
Z CIWIDEY
EBUN
Y PACET

X
AP W KABUPATEN CIANJUR KABUPATEN GARUT
V
U
T
S
AO R SITU PATENGAN

PANGALENGAN
Q KETERANGAN
KERTASARI
P
Waduk <1500mm/thn
O SITU CILENCA
N 1

- -
(1500 - 2000) mm/thn
2 Sungai
AN M
Batas a.Kabupaten (2000 - 2500) mm/thn
L b. Kecamatan

K Ibu Kota a. Kabupaten (2000 - 2500) mm/thn


J L A U T J A W A b. Kecamatan
(3000 - 3500) mm/thn
I
A
UND

Jalan Tol
T S

- AM H
- Rencana Tol
SELA

D
K
I
(3500 - 4000) mm/thn
Jalan Negara
G Jalan Pronpinsi
> 4000 mm/thn
JalanKabupaten
F Jalan Desa
Jalan Kereta Api
E SUMBER PETA RUPA BUMI BAKUSURTANAL TAHUN 2004

D JAWA TENGAH

AL C Badan Perencanaan Pembangunan Daerah


- B
A
1 2 3 4
KabupatenBandung
S

5 6 7
A M U D R A H I N D I A

-
8 9 1 0 11 1 2 1 3 14 1 5 1 6 17 1 8 1 9 20 2 1 2 2 23 2 4 2 5 26 2 7 2 8 29 30 3 1 3 2 3 3 3 4 3 5 36 3 7 3 8 39 4 0 41 42 4 3 4 4 45 4 6 4 7 48 4 9 5 0 51 5 2 5 3 54 5 5 5 6 57 58 5 9 6 0 6 1 6 2 63 64 6 5 6 6 67 6 8 6 9 70 7 1 7 2 73 7 4 7 5 76 7 7 7 8 79 8 0 8 1 82 8 3 8 4 85 86 8 7 88 89 9 0 91 92
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung

53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70

- -
Gambar 464. Peta curah hujan di daerah Jawa Barat-Bandung
- -
16 Sistem Informasi Geografis 491

- Pemisahan data secara Horizontal perlu administrasi khususnya pada


dilakukan apabila suatu peta yang pembuatan peta pemerintahan ataupun
dibuat dianggap terlalu besar sehingga dapat juga
harus dipecah-pecah menjadi bebrapa
pemetaan didasarkan atas pembagian
bagian. Proses pemecahan tersebut
manajemen disuatu perusahaaan
dilakukan berdasarkan ukuran area
perkebunan atau kehutanan. Pemisahan
atau disebut dengan istilah “TILE“.
data berdasarkan tile dapat
Ukuran dan bentuk pemecahan yang
meningkatkan kinerja system karena
dianjurkan tergantung pada
mem buat proses penarikan data yang
keterbatasan piranti lunak dan
efisien :
persyaratan dari pengguna.

Gambar 465. Peta pemisahan data vertikal dipakai untuk penunjukan kawasan hutan dan perairan Indonesia

- Secara umum batas tile ditentukan sudah ada, yang biasanya berukuran kertas
sehingga dapat menghasilakan system A1 (± 60 x 80 cm ), dapat dipakai sebagai
basis-data yang stabil dan patokan
meningkatkan penggunaan dan kinerja
Dalam beberapa sistem, pemakai harus
system. Pada umumnya batas-batas
membuat dan mengatur tile -tile sebagai
grid dipakai dalam pemecahan.
cakupan area yang terpisah, dan
Adakalanya pembagian secara
menggabungkan tile-tile tersebut untuk
horizontal dibuat berdasarkan
16 Sistem Informasi Geografis 492

biasanya pencarian data lebih cepat jika


penyusunan pemisahan sesuai dengan ciri -
ciri umum data yang bersangkutan.

Gambar 466. Peta vegetasi Indonesia (tahun 2004)

Untuk kasus peta nasional, seperti


Indonesia, ukuran peta tofografi (peta
standar) yang menghubungkan area jika
diperlukan. Pendekatan yang lebih canggih
adalah menyediakan perangkat lunak
khusus yang membuat dan mengatur tile
secara otomatis sehingga dapat bergabung
tanpa peranan operator.

Manajemen otomatis ini adalah sutu operasi


basis data yang menyediakan layanan dan
analog sebagai perpustakaan peta. Gambar 467. Peta perubahan penutupan lahan
pulau Kalimantan
Walaupun demikian pembuatan peta yang
bersifat perpustakaan otomatis ini Pada beberapa hal ukuran tile untuk
mem butuhkan manajemen khusus baik penyimpanan dapat melewati batas system
pengelolaannya maupun perangkat dan dalam hal ini area harus dapat dibagi
produksinya. sehingga dapat disimpan pada tile-tile kecil.
16 Sistem Informasi Geografis 493

Selain karena hambatan volume Kekuatan SIG terletak pada kemampuan


penyimpanan dalam praktek pendekatan ini analisis yang bersifat memadukan data
sering dipakai khususnya jika alat spasial dan atribut sekaligus. Hal ini juga
pemasukan data seperti digitizer berukuran yang membedakan dari sistem pemetaan
kecil (misalnya A3). Dengan dibaginya sejak otomatis dan penggambaran de ngan
awal maka pada tahap akhir proses komputer piranti lunak AutoCAD. Berbagai
penggabungan perlu dilakukan kembali. orientasi pengolahan informasi pengolahan
informasi spasial yang terdiri atas:
16.5.2 Berbagai fungsi analisis dalam SIG
- Pemetaan otomatis

Perkembangan teknik SIG telah mampu - Pemetaan tematik

menghasilkan berbagai fungsi analisis ya ng - Pemodelan tumpang -tindih

canggih. Fungsi – fungsi analisis yang - Statistik spasial

dimaksudkan disini adalah fungsi - Analisis spasial

memanfaatkan data yang telah dimasukan - Penambangan spasial

ke dalam SIG dan telah mendapatkan - Konversi data p eta menjadi data

berbagai manipulasi persiapan dan bukan tabulasi

fungsi untuk keperluan produk. Fungsi- - Integrasi basis pengetahuan dalam

fungsi tersebut antara lain: pencarian

- Fungsi pengolahan dan analisis data Tidak semua SIG mempunyai fungsi-fungsi
atribut atau spasial di atas. Adakalanya suatu piranti lunak
- Fungsi integrasi analisis data spasial mengembangkan kekuatannya di bagian
atau atribut tertentu saja misalnya dalam analisis atau

Cara suatu fungsi SIG diimplementasikan hanya pada disain produk, dan lain-lain.

umumnya tergantung pada beberapa faktor Untuk menyederhanakan berbagai

seperti model data (data raster dan data kelompok analisis ini, Aranoff (1993)

vektor), piranti keras, dan ketersediaan mengelompokan menjadi 4 kelompok

kriteria. Kelengkapan faktor -faktor ini diantaranya:

penting dan memerlukan persyaratan 1. fungsi pemanggilan / klasifikasi /


khusus yang perlu dievaluasi secara pengukuran data
seksama. 2. fungsi tumpang tindih
3. fungsi tetangga, dan
4. fungsi jaringan atau keterkaitan
16 Sistem Informasi Geografis 494

untuk lebih jelasnya 4 kelompok di atas kawasan hutan ideal, yang diolah dan
diuraikan supaya lebih jelas selanjutnya dibandingkan

1. Fungsi pemanggilan, Klasifikasi dan Fungsi pemanggilan data untuk pembuatan


Pengukuran Data peta tematik banyak dilakukan baik
Dalam kelompok operasi ini pemakaian penyajian dengan simbol geometrik 2
fungsi yang menggunakan data spasial dan dimensi atau 3 dimensi. Pada SIG
data atribut di buat berbeda. Untuk sederhana bentuk operasi ini sering dipakai
menjalankan fungs inya data atribut sebagai salah satu kekuatan dan dipakai
diidentifikasi atau dibuat terlebih dahulu, khususnya untuk penyajian data dengan unit
sedangkan untuk data spasialnya tetap ruang tetap atau batas spasial tetap, atau
berada pada posisi semula. Dengan kata aplikasi untuk keperluan pemantauan tema
lain akibat penerapan fungsi-fungsi tertentu .
tersebut ini tidak akan ada perubahan
lokasi secara spasial dan tidak terbentuk
ruang baru kecuali yang bersifat
penyederhanaan lokasi (tetapi lokasi asli
masih ada).

Operasi disini memakai data atribut


sebagai landasan analisis utama. Salah
satu hasil yang jelas adalah untuk Gambar 468. Peta infrastruktur di daerah Nangreo
Aceh Darussalam
penyajian data tematik.

2. Operasi Pemanggilan Data 3. Kasifikasi dan Generalisasi

Operasi ini termasuk memilih, mencari, Dalam suatu analisis peta kelas-kelas baru
memanipulasi dan menghasilkan data tanpa dapat di buat dari kelas -kelas yang telah

perlu memodifikasi lokasi geografik obyek ada sebelumnya dan dipakai untuk
atau membuat identitas spasial baru keperluan analisis lebih lanjut. Prosedur

Operasi ini hanya bekerja dengan data yang untuk mengidentifikasi obyek menjadi
telah dimasukan ke dalam bank data (basis - anggota kelompok obyek berdasarkan

data). Pembuatan peta tertentu dengan kriteria tertentu atau sebagai klasifikasi.
tema terbatas dari peta yang telah ada Beberapa bentuk fungsi klas ifikasi di
dalam arsip sebelumnya, merupakan sediakan dalam setiap SIG. Dalam kasus
contoh operasi ini. Misalnya melihat peta lapisan data tunggal, klasifikasi termasuk
16 Sistem Informasi Geografis 495

penetapan kelas dalam setiap poligon 4. Fungsi- fungsi Pengukuran


sebagai atribut. Misalnya klasifikasi
Setiap SIG menyediakan beberapa fungsi-
diterapkan kepenutupan lahan, dan nama
fungsi pengukuran, yang dapat
kelas dapat berupa lahan hutan, daerah
dikelompokan diantaranya:
perkotaan, daerah pertanian dan
- untuk menghitung titik
seterusnya.
- perhitungan jarak antar obyek
Dalam fungsi ini, proses klasifikasi termasuk - panjang garis
melihat atribut untuk lapisan data tunggal - penentuan keliling dan luas poligon
dan memasukan atribut tambahan, sebagai - volume dan ruang
kelas nama baru. Dalam SIG raster, nilai - ukuran serta pola sekelompok sel
numerik (digital) biasanya dipakai untuk yang mempunyai identitas sama.
menunjukan kelas-kelas. Suatu sel dapat
Fungsi-fungsi pengukuran juga sering
dihubungkan dengan nilai 1 yang berarti
dikaitkan dengan data digital terain untuk
lahan pertanian, nilai 2 untuk daerah
keperluan rekayasa, misalnya penentuan
kehutanan,dan seterusnya. Proses
jumlah material yang digali dan dipakai (Cut
klasifikasi disini termasuk menentukan nilai -
and fill) untuk pembuatan jalan. Fungsi-
nilai numerik ke sel-sel (recording) dan
fungsi pengukuran untuk keperluan
menulis nilai baru ini kedalam bank data
rekayasa seperti penentuan volume ruang
baru. Nilai-nilai ini selanjutnya dapat
yang dapat di gali dan ditimbun, adakalanya
ditampilkan dalam bentuk tema baru.
tersedia secara spesifik pada perangkat
Fungsi klasifikasi penting karena dapat lunak SIG sehingga operator dapat
menentukan pola. Salah satu fungsi yang melakukan perhitungan yang sangat
penting adalah untuk membantu mengenali kompleks.
pola-pola baru. Poa-pola baru ini misalnya
Jarak merupakan jarak terpendek antara
dapat berupa daerah perkotaan yang
dua obyek yang dibentuk oleh garis lurus
mempunyai kejahatan tinggi, daerah hutan
yang dapat dihitung dengan formula
yang siap tebang atau daerah pertanian
phytagoras. Perhitungan jarak ini dalam
yang paling siap dialihkan menjadi
SIG dilakukan dengan menggunakan data
permukiman. Melalui perubahan kriteria
sistem koordinat. Perhitungan luas oleh
adakalanya suatu pola dapat ditemukan.
piranti lunak berbasis vektor juga
Fungsi kalsifikasi yang lain adalah untuk
menggunakan data sistem koordinat.
mempermudah proses seperti korelasi
Asumsi yang dipakai adalah menempatkan
antara lapisan data yang berlainan.
berbagai kombinasi titik sehingga terdiri dari
16 Sistem Informasi Geografis 496

beberapa trapesium. Trapesium adalah - Berbagai Operasi Tetangga


bentuk kuadrilateral (abcd), dengan dua sisi
Operasi- operasi tetangga mengevaluasi
yang pararel dikalikan dengan tinggi.
ciri-ciri lingkungan tetangga yang
Dengan cara ini maka sistem koordinat
mengelilingi suatu lokasi yang spesifik.
dapat mengenali sisi X dan Y. Dari operasi
Contoh operasi tetangga yang khas adalah
ini muncul beberapa metode salah satunya
memperhitungkan jarak pemukiman yang
- Operasi tumpang-tindih menyebar sejauh 5 Km dari stasiun
pemadam kebakaran. Setiap fungsi
Operasi tumpang-tindih dalam SIG
tetangga memerlukan paling sedikit tiga
umumnya dilakukan salah satu dari 5 cara
parameter utama : satu target lokasi atau
yang dikenal yaitu:
lebih spesifikasi lingkungan sekeliling
a. Pemanfaatan fungsi logika dan fungsi target, dan fungsi yang akan di terapkan
Boolan, seperti gabungan (union), irisan pada unsur-unsur dalam lingkungan
(Intersection), pilihan (and dan or), tersebut
perbedaan (difference) dan pernyataan • Fungsi penelusuran (Search)
bersyarat (If, then, else) Fungsi penelusuran (pencarian) adalah
b. Pemanfaatan fungsi relasional, seperti fungsi yang paling banyak dioperasikan
ukuran lebih besar, lebih kecil, sama pada operasi tetangga. Fungsi ini
besar, dan kombinasinya. menetapkan nilai tertentu untuk obyek
c. Pemanfaatan fungsi aritmatika seperti tertentu dengan mengikuti ciri-ciri yang
penambahan, pengurangan, pengkalian ditentukan lingkungannya. Ada 3
dan pembagian. parameter utama yan g didefinisikan
d. Pemanfaatan data atribut atau tabel dua yaitu :
dimensi atau tiga dimensi, dan a.Target
e. Menyilangkan dua peta langsung b.Tetangga, dan
(variasi tabel 2-dimensi). c. Fungsi yang menentukan nilai

Operasi-operasi ini umumnya merupakan tetangga

bagian standar dari semua paket pera ngkat Unsur-unsur target dan unsur-unsur
lunak SIG. Setiap tipe operasi mempunyai tetangga umumnya disimpan dalam
kelebihan dan kekurangan tertentu karena satu lapisan atau lebih
dalam pelaksanaannya operasi tersebut
berkaitan dengan tipe variabel yang dipakai
(nominal, ordinal, interval dan r asio)
16 Sistem Informasi Geografis 497

Tabel 48. Beberapa fungsi tetangga sederhana Untuk memberikan gambaran yang lebih
menyeluruh, dapat dinyatakan bahwa setiap
No Fungsi Uraian Aplikasi
bentuk data geografis harus mempunyai
1 Rata-rata Nilai rata-rata Kerapatan
atau dari tetangga kejahata informasi yang terdiri dari 4 komponen yaitu:
kerapatan n,tingkat
- Posisi Geografis
2 Diversitas Nilai standar pendapat
an, Suatu bentuk data keruangan atau lebih
deviasi
3 Mayoritas/ Nilai yang paling kerapatan dikenal sebagai data spasial, posisi ini dapat
spesies
minoritas sering muncul disajikan dalam berbagai bentuk antara lain:
atau paling dalam koordinat kartesian atau azimuth,
jarang Dominasi
spesies dalam hubungan identifikasi ketetangga,
4 Maksimum/ Nilai maksimum
Minimum atau minimum dalam suatu hubungan lokasi linier, dalam
flora, dll
dari lingkungan suatu ruang tertentu, dalam kode nama
5 Lebih Nilai tempat tertentu, atau ber eferensi ke obyek
besar/kecil perbandingan
tertentu
dengan
tetangga Suatu SIG memerlukan sistem koordinat
6 Total Hasil yang berlaku bersama untuk suatu set data,
(penjumlah penjumlahan terutama untuk data yang akan digunakan
an) pada beberapa
bersama. Untuk daerah studi yang sempit,
lokasi tetangga
sistem koordiant yang dipakai dapat bersifat
lokal saja atau dalam hal ini koordinatnya
bersifat relatif, tetapi untuk daerah yang
Data Geografis luas, maka harus dipakai suatu sistem
Obyek geografis mempunyai jumlah dimensi koordinat yang berlaku secara nasional atau
berbeda-beda, tergantung dari obyek yang internasional. Untuk daerah yang luas ini
bersangkutan. Cara penyajian obyek posisi standar atau posisi absolut seperti
geografik dalam bentuk peta, penyajiannya sistem koordinat UTM (Universal Transverse
berdimensi dua dalam bentuk utama titik, Mercator) biasanya menggunakan skala 1:
garis, area yang diikatkan dengan koordinat. 50.000 atau lebih besar . Pada posisi ini
Geografis tertentu biasanya berupa peta posisi geografis yang absolut sudah direkam
ditampilkan dalam media dua dimensi cetak dengan bantuan satelit yang mampu
seperti kertas atau transfaransi yang merekam posisi secara global seperti GPS
dilengkapi legenda (Global Positioning System). Begitupun
pada pemakaian peta dengan skala peta
16 Sistem Informasi Geografis 498

atau resolusi spasial dari peta. Secara menandai bahwa pada data terdapat
umum dapat dikatakan bahwa dari segi harkat atau ranking seperti pertama,
ketepatan lokasi maupun kedetailan, peta kedua yang bersifat berurutan.Dan
yang berskala lebih besar harus lebih teliti dalam pengoperasiannya dapat
dari skala yang lebih kecil melakukan perhitungan median,
persentil walaupun belum mampu
- Atribut Geografis
memungkinkan operasi matematis.
Berfungsi menjelaskan keberadaan
c. Data interval mengacu keobyek alam
berbagai obyek sebagai data spasial, cirinya
yang mempunyai selang (minimum dan
skala bersifat dimensi jamak, disebabkan
maksimum) tertentu dan adanya interval
suatu obyek memerlukan banyak identitas.
baku tertentu, dimana interval tidak
Data ini sering dikategorikan sebagai data
mempunyai makna yang mengikat.
non spasial, karena peranannya tidak
Contoh suhu 15ºC adalah lebih dingin
menunjukan posisinya akan tetapi lebih
dibanding suhu 30ºC dan seterusnya.
bersifat penjelasan mengenai obyek atau
d. Data Ratio mempunyai ciri sama dengan
bersifat identitas, maka dari data ini sering
interval tetapi mempunyai nilai awal
muncul ketidak tepatan yang tidak dapat
mutlak (nilai nol). Semua operasi
dihindarkan . Data atribut dinyatakan menjadi
matematik angka riil dapat dioperasikan
4 bentuk yaitu:
menggunakan data bentuk ini.
a. Nominal karakter dari data ini hanya
- Waktu
bersifat membedakan antara satu
Pengetahuan mengenai keadaan
dengan yang lainnya, tanpa adanya
sebenarnya pada waktu data diperoleh akan
urutan berdasarkan harkat, akan tetapi
memberikan peluang yang sangat besar
hanya bersifat membedakan atau
terhadap peningkatan kualitas pemanfaatan
keterangan identitas dengan kata-kat
data secara benar. Hal ini berkaitan dengan
seperti pinus, hutan, kebun dan
adanya kecenderungan data berubah
lainnya.Operai yang dapat dilakukan
dengan waktu yang disebut decay rate.
dalam data ini hanya yang bersifat
Dalam hal ini pengguna an data berisiko
frekuensi, agregat namun tidak dapat
bahwa data yang digunakan sebenarnya
megoperasikan matematik (menjumlah
sudah berubah, hal ini penting karena waktu
atau mengalikan)
merupakan faktor penentu dinamika alam
b. Bentuk data ordinal setingkat lebih
sendiri terutama bila faktor manusia sudah
spesifik dari yang pertama, karena
ikut terlibat. Oleh karena itu data yang
selain bersifat membedakan biasanya
16 Sistem Informasi Geografis 499

berkaitan dengan penggunaan lahan sangat Manajemen basis data


penting melibatkan faktor waktu tersebut.
Data waktu dapat dideskripsikan dalam Suatu Basisdata terdiri dari satu file atau

pengertian lebih yang distrukturkan sedemikian rupa

a. Ukuran lama, yang mengacu ke selang dalam bentuk sistem pengelolaan basisdata

waktu dari basis data yang ada (Database Management System/DBMS ),

b. Resolusi, selang waktu dikumpulkan atau dan diakses melalui jalur tersebut.

agregasi waktu pengumpulan data, dan Keuntungan basis data dan sistem
c. Frekuensi dan kecepatan waktu pengelolaan basisdata dibandingkan
pengumpulan data . Dari pengertian yang basisdata dengan perpustakaan data secara
berbeda ini maka fungsi waktu dalam tradisional antara lain adalah:
SIG dapat juga dikaitkan dengan
- Data disimpan disuatu tempat
pen dataan, analisis, penyajian dan
- Data dapat diverifikasi dan dimasuki
pembaharuan data, dan pengontrolan
dengan cepat
kualitas.
- Data terstrukturkan, terstandarisasikan
Tabel 49. Perbandingan bentuk data raster dan dan memungkinkan penggabungan data
vektor
dari sumber yang berbeda
No Analisis Raster Vektor
- Data tersedia bagi banyak pengguna
1 Pengumpulan Cepat Lambat
Data
- Data dapat dipakai untuk berbagai

2 Volume Data Besar Kecil


aplikasi program berbeda, termasuk

3 Penampilan Sedang Baik program dimana tujuannya berbeda


Grafik dibandingkan dengan tujuan data
4 Struktur Data sederhana Kompleks pertama kali digunakan.
5 Akurasi Rendah Tinggi
Kerugian penyimpanan basisdata
Geometri
dibandingkan dengan sistem penyimpanan
6 Analisis Buruk Baik
Jaringan
data dasar tradisional antara lain adalah:

7 Analisis Baik Sedang - Pengguan basisdata memerlukan


ruangan
keahlian
8 Generalisasi Sederhana Kompleks
- Produk yang diperlukan relatif mahal
9 Integrasi Mudah Sulit
- Pengguna harus beradaptasi dengan
dengan
aliran data
Inderaja
10 Tipe data Kontinyu Diskrit
- Pengguna harus paham dengan
organisasi data yang berbeda
16 Sistem Informasi Geografis 500

- Data dapat mudah disalah gunakan Fungsi topografi dipakai untuk


(asumsi mudah diakses) memperhitungkan nilai-nilai tertentu.
- Data dapat mudah hilang sehingga perlu Kebanyakan fungsi-fungsi topografi
sistem pengamanan sendiri (dan relatif menggunakan tetangga -tetangga untuk
canggih) menandai terain lokal. Parameter terain
yang paling sering dipakai adalah lereng
File (berkas)
dan aspek, yang di hitung dengan
File ( berkas) terdiri dari berbagai catatan
menggunakan elevasi data dari berbagai
(record), dimana setiap record mempunyai
titik berdekatan.
ruang (field). Setiap record mempunyai data
yang berisi topik tunggal atau lebih, masing- 16.5.3 Screening Digitizing
masing field terdiri atas satu kelompok data
Screening Digitizing merupakan proses
yang disusun dari satu kata atau lebih, atau
digitasi yang dilakukan di atas layar monitor
terdiri dari kode yang diproses be rsama. Key
dengan bantuan mouse. Screen digitizing itu
(kunci) yang digunakan untuk
sering disebut digitasi on screen dapat
menerjemahkan inforamsi membantu
digunakan alternatif input data digital tanpa
memanggil record dari file, Kunci
menggunakan alat digitizer. Tiga unsur
berasosiasi dengan satu ruang record atau
spasial (feature) yang dapat dibentuk
lebih.
melalui digitasi on screen diantaranya point,
Fungsi-fungsi Topografi line, dan poligon

Topografi merupakan gambaran variabilitas a. Digitasi Point (Titik)


permukaan bumi, biasanya berasos iasi - Buka tampilan View 1 kemudian pilih
dengan ciri-ciri bentuk permukaan seperti
menu pulldown View I New Theme
variasi relief suatu daerah. Untuk sehingga muncul /Option feature type
menggambarkan secara lebih sederhana
pilih Point lalu klik ikon Ok
dapat digunkan pengertian -pengertian
- Tentukan nama file dan lokasi
bentang lahan, seperti perbukitan, lembah, penyimpanan file tersebut pada
dan dataran. Topografi suatu wilayah dapat
dialog yang muncul kemudian klik
digambarkan dalam SIG dengan data Ok.
elevasi digital. Data ini terdiri dari sejumlah
- Pilih ikon Draw Point pada Tool
besar titik elevasi yang menyebar di seluruh palette kemudian tentukan posisi
daerah yang digambarkan.
kursor mouse untuk menentukan
point yang akan ditempatkan. Klik
16 Sistem Informasi Geografis 501

button kiri mouse apabila posisinya konfirmasi untuk penyimpanan


sudah pasti. Lakukan hal yang sama (Save).
untuk membuat point-point yang
c. Digitasi Polygon (Area)
lainnya.
- Setelah point selesai dibuat. - Pada tampilan View 1 menu pulldown
Kemudian klik menu Theme I Stop View I New Theme sehingga muncul
Editing. Pilih yes pada option option feature type pilih Polygon lalu
konfirmasi untuk penyimpanan klik Ok.
(save). - Tentukan nama file dan lokasi
penyimpanan file, lalu klik Ok.
b. Digitasi Line (garis)
- Pilih kursor Draw Line pada Tools
- Pada tampilan View 1 menu pulldown
Palette untuk memulai digitasi. Klil
View I New Theme sehingga muncul
button kiri pada saat kursor mouse
option feature type pilih Line lalu klik
berada pada posisi dimana kita akan
Ok.
memulai pembuatan Polygon,
- Tentukan nama file dan lokasi kemudian klik juga button kiri setiap
penyimpanan file, lalu klik Ok. saat kursor mouse berada pada posisi
- Pilih kursor Draw Line pada Tools dimana kita mengiginkan untuk
Palette untuk memulai digitasi. Klik meletakan dan double klik untuk
button kiri pada saat kursor mouse mengakhiri pembuatan garis di posisi
berada pada posisi dimana kita akan verteks yang terakhir . lakukan hal
memulai pembuatan line, kemudian yang sama untuk membuat Polygon
klik juga button kiri setiap saat kursor yang lainnya.
mouse berada pada posisi dimana - Untuk membuat Polygon berikutnya
kita mengiginkan untuk meletakan yang berhimpitan atau berbatasan
dan double klik untuk mengakhiri dengan Polygon-polyg on yang sudah
pembuatan garis di posisi verteks ada, gunakan ikon Draw line to
yang terakhir . Lakukan hal yang append polygon. Dengan ikon ini kita
sama untuk membuat line yang dapat mengawali pembuatan Polygon
lainnya. dari sebuah titik (posisi kursor mouse)
- Setelah line selesai dibuat, kemudian melalui segmen garis (boundary)
klik menu pulldown Theme I Stop polygon yang sudah ad, kemudian
Editing, Pilih yes pada option kita tinggal memindah-mindahkan
kursor ini (disertai dengan mengklik
16 Sistem Informasi Geografis 502

button kiri mouse) untuk kemudian salah satu unsur yang


menghasilkan verteks-verteks yang terpilih akan berubah menjadi warna
diperlukan. Pada posisi verteks yang kuning.
terakhir di segmen garis (boundary ) - Isi record yang terpilih tersebut
polygon yang sudah ada, klik dua menggunakan sele ct sampai semua
kali button kiri maouse untuk record terisi.
mengakhiri verteks yang terakhir. - Setelah selesai dibuat, kemudian klik
- Setelah poligon-poligon selesai menu pulldown Theme I Stop
dibuat, kemudian klik menu pulldown Editing, Pilih yes pada option
Theme I Stop Editing, Pilih yes pada konfirmasi untuk penyimpanan
option konfirmasi untuk penyimpanan (Save).
(Save).
e. Menigisi Field Area dan Perimeter
d. Menambah atribut pada unsur-unsur
Terdapat dua atribut penting yang khas
Spasial
dan hampir selalu muncul di dalam
- Klik ikon tabel pada button view, unsur-unsur spasial tipe poligon. Atribut
kemudian tabel dari feature akan tersebut adalah area (luas) dan
muncul perimeter (keliling), kedua atribut
- Klik menu pulldown Tabel I Start tersebut merupakan bagian yang sangat
Editing untuk memulai mengedit penting untuk proses analisis spasial.
tabel tersebut. Nilai kedua atribut tersebut tidak di entry
- Untuk menambah Field (kolom) baru oleh pengguna, melainkan secara
klik menu pulldown Field I Add Field otomatis dihitung oleh komputer melalui
- Isi name untuk membuat judul Field, perangkat lunak SIG. Proses pemasukan
kemudian tentukan field Type atau penambahan secara otomatis field
(number : angka, string : “area” dan :”perimeter” kedalam tabel
huruf/karakter), dan Field Width-nya atribut unsur spasial poligon dilakukan
(lebar kolom). dengan langkah-langkah berikut:
- Penulisan field di setiap record (baris)
- Buka tabel atribut dari unsur spasial
dapat mulai dilakukan. Untuk meliha t
poligon yang bersangkutan dengan
hubungan setiap record dengan
menekan button Open Theme Tabel
unsur -unsur feature-nya dapat
- Klik menu pulldown Table I Start
dilakukan dengan mengklik salah satu
Editing.
record menggunakan ikon select,
16 Sistem Informasi Geografis 503

- Tambah field baru melalui menu bahwa informasi terbaik untuk lokasi yang
pulldown Edit I Add Field. Isi filed tanpa pengamatan adalah nilai dari lokasi
name dengan nama area, terdekat dari titik tersebut. Poligon thiessen
tipe”number”, width16, dan decimal umumnya dipakai untuk analisis data iklim,
place-nya 3.Kemudian tekan button seperti data curah hujan. Jika data
Ok pengamatan lokal tidak ada, maka data
- Klik menu pulldown Field I calculate stasiun terdekat akan dipakai.
sehingga muncul kotak dialog ‘ Field Poligon Thiessen dibangun disekeliling
calculator’. Pada item edit box [Area] sekelompok titik sehingga batas-batas
= ketikan [shape]. Return Area, poligon berjarak sam a ke titik-titik tetangga.
kemudian tekan button Ok. Maka Dengan kata lain, setiap lokasi dalam suatu
komputer akan menghitung sekaligus poligon adalah lebih dekat ke titik yang ada
mengisi nilai field Area. dalam poligon tersebut di banding ketitik lain
- Untuk membuat field Perimeter kli k
Poligon Thiessen, dapat digunakan dalam
menu pulldown Edit I Add Field. Isi
hubungan mendapat nilai-nilai sekeliling titik
field nama dengan perimeter, tipe
dengan pengamatan suatu individu titik,
‘number’, width 16, dan decimal
metode ini mempunyai beberapa
place-nya 3. tekan button Ok.
kelemahan, yang akan diuraikan
- Klik menu pulldown Field I calculate
diantaranya:
sehingga muncul kotak dialog ‘Field
Calculator’. Pada item edit box 1. Pembagian suatu wilayah menjadi

[perimeter] = ketikan [Shape]. Return wilayah yang lebih kecil berdasarkan

length kemudian tekan button Ok. poligon thiessen sangat tergantung dari

Komputer akan menghitung sekaligus lokasi pengamatan. Hal ini dapat

mengisi nilai field perimeter menghasilkan bentuk poligon yang


tidak mempunyai hubungan dengan
16.5.4 Poligon Thiessen kejadian yang sebenarnya. Suatu
lokasi stasiun penangkar curah hujan
Poligon Thiessen atau Voroni atau Dirichlet
dapat memnghasilkan poligon sempit
mendefinisikan da erah-daerah yang
memanjang, suatu pola yang tidak
mempengaruhi sesamanya oleh sekelompok
umum pada sebaran curah hujan,
titik-titik. Data dari stasiun penakar curah
karena nilainya ditetapkan berdasarkan
hujan merupakan contoh khas keadaan ini.
dugaan dari data pengamatan.
Hal ini merupakan pendekatan
Akibatnya pendugaan kesalahan tidak
pengembangan data titik yang diasumsikan
16 Sistem Informasi Geografis 504

dapat dilakukan karena Pendekatan regresi polinominal dapat


pengamatannya hanya dari suatu titik dilakukan dengan cepat tetapi beberapa
tunggal. detail akan hilang. Kriging merupakan
2. Poligon Thiessen tidak m enerapkan metode yang fleksibel dan banyak dipakai
asumsi bahwa titik yang berdekatan tetapi untuk data besar akan lambat
lebih mirip dari titik yang berjauhan, (Keckler, 1994). Pendekatan interpolasi ini
suatu asumsi yang biasa berlaku dalam untuk perangkat lunak pemetaan 3 dimensi
analisis geografi. Misalnya poligon seperti Surfer, sudah sangat maju dan
yang diperoleh cenderung membentuk mudah dilakukan
suatu poligon yang membulat dan tidak Secara umum kualitas interpolasi sangat
selaras dengan fenomena alam yang dipengaruhi oleh beberapa faktor
melibatkan asumsi adanya hambatan diantaranya:
punggung gunung dan lain-lain. • Keakuratan pengukuran
• Jumlah dan distribusi titi k yang
Interpolasi
diketahui yang diperhitungkan dalam
Interpolasi adalah prosedur untuk menduga
nilai-nilai yang tidak diketahui dengan fungsi matematik
Interpolasi model sederhana dengan
menggunakan nilai-nilai yang diketahui pada
lokasi yang berdekatan. Titik-titik yang mendeteksi nilai lokasi yang tidak diketahui
dari tetangga yang terdekat
berdekatan (bertetangga) tersebut dapat
berjarak teratur atau tidak, biasanya di Pembuatan Kontur
gambarkan dalam bentuk lapisan data Garis-garis kontur dipakai untuk
raster. Sel yang ditandai garis tebal menggambarkan relief permukaan sebagai
mempunyai nilai tertentu. Suatu fungsi linier suatu gabungan garis yang menghubungkan
sederhana, yang diturunkan dengan titik-titik yang bernilai sama.
menganalisis titik yang diketahui, digunakan
untuk mendapatkan nilai-nilai yang hilang.

Program-program interpolasi untuk


menduga nilai yang acak diketahui relatif
banyak antara lain regresi polinominal, seri
fourier, fungsi spline, pergerakan rata-rata,
fungsi basis radial, dan kriging dan lain-lain.
Semua program ini mempunyai kelebihan
dan kekurangan masing-masing.
16 Sistem Informasi Geografis 505

Gambar 469. Garis interpolasi hasil program Surfer

Gambar 470. Garis kontur hasil interpolasi


16 Sistem Informasi Geografis 506

Dalam suatu peta topografi , contoh yang Penjelasan Arcview


aplikatif, garis-garis kontur berperan Dasar-dasar penggunaan perangkat lunak
m enghubungkan titik-titik yang berelevasi dalam SIG, salah satunya ialah ArcView
sama. Garis kontur sering dipakai untuk yang merupakan perangkat lunak desktop
menggambarkan berbagai data spasial yang SIG dan pemetaan yang dikembangkan oleh
dapat dibuat sebagai suatu bidang ESRI ( Enviromental System Research
permukaan seperti: tingkat kejahatan, nilai Institute, Inc). Dengan ArcView kita dapat
perumahan, sifat bahan kimia, populasi memilki kemampuan-kemampuan untuk
binatang liar, data iklim dan lain-lain. melakukan visualisasi, meng-explore,
menjawab query (baik basis data spasial
Perangkat lunak yang sudah ada
maupun non spasial), menganalisis data
mempunyai kemampuan berbeda dalam
secara geog arafis, dan sebagainya.
menangani data yang bersifat ganda ini.
Sehingga sering hasil ini dievaluasi dengan Ha-hal umum dalam ArcView
membandingkannya dengan cara
- Project merupakan suatu unit organisasi
kartografer menggambarkan kontur (secara
tertinggi dalam ArcView. Projec didalam
manual), dimana hasil terbaik adalah produk
ArcView ini merupakan file kerja yang
yang paling dekat dengan hasil manual.
dapat digunakan untuk menyimpan,
Bagaimanapun juga untuk mengevalusi
mengelompokan dan
perangkat lunak yang membuat kontur maka
mengorganisasikan semua komponen-
harus dibuat standar dengan hasil tersebut
komponen program ; View, theme,
Table, chart, layout dan script dalam
satu kesatuan yang utuh
- Theme merupakan bangunan dasar
system ArcView , yang merupkan
kumpulan dari bebrapa layer ArcView
yang membentuk suatu “Tematik”
tertentu. Sumber data yang dapat
direpresentasikan sebagai theme adalah
shapefile, coverage (ArcInfo), dan Citra
Gambar 471. Interpolasi kontur cara taksiran raster.
- View mengorganisasikan theme.
Salah satu Contoh penggunaan perangkat
Sebuah view merupakan representasi
lunak dalam SIG : ArcView, MAPinfo,
grafis informasi spasial dan dapat
ArcInfo, dan lainnya
16 Sistem Informasi Geografis 507

menampung beberapa “layer” atau - Layout digunakan untuk


“theme” informasi spasial (titik, ga ris, menggabungkan semua dokumen
poligon, dan citra raster) (View, table, dan chart) kedalam suatu
- Table merupakan representasi data dokumen yang siap cetak (biasanya
ArcView dalam bentuk sebuah table, dipersiapkan untuk pembuatan
sebuah table akan berisi informasi hardcopy)
deskriptif mengenai layer tertentu. - Sript merupakan bahasa (semi)
- Chart merupakan representasi grafis pem rograman sederhana (makro) yang
dari suatu resume table bentuk chart digunakan untuk mengotomatisasi kerja
yang didukung oleh ArcView adalah line, ArcView.
bar, colum, xy scatter, area dan pie.

Gambar 472. Mapinfo GIS


16 Sistem Informasi Geografis 508

Model Diagram Model


Alir IlmuDiagram Alir
Ukur Tanah Pertemuan ke-16
Sistem Informasi Geografis
Sistem(SIG) / Geographical
Informasi Information System (GIS)
Geografis
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT

ID (Identifier) di
Informasi
Posisi X, Y Centroid / di
lain (z, ...)
dalam poligon

Computer Aided Design


(CAD) Data Base Digital

Sistem Informasi Geografis :


Suatu sistem berbasis komputer yang mampu mengaitkan
data base grafis (peta) dengan data base atributnya yang
sesuai melalui ID (Identifier) yang unik

Data Data Base Management System Data


Grafik (DBMS) Atribut

Struktur
Struktur Struktur
Data
Data Raster Data Vektor
Network

Struktur
Data Hirarki
* Kompleksitas Data
- Raster : Simpel
- Vektor : Rumit Struktur Data
* Data Capture Relasional
- Raster : Cepat (Modus)
- Vektor : Lambat
* Akurasi
- Raster : Kurang
- Vektor : Baik Implementasi Sistem Umpan Balik Revisi
* Resolusi (7) (8) (9)
- Raster : Terbatas
- Vektor : Detail
* Memori
- Raster : Besar Pemrograman Pembuatan Mode Fungsional
- Vektor : Kecil (6) (5)

Kategorisasi Data:
- Jenis Data Pembuatan Model Konseptual
- Tingkat Ketelitian (4)
(3)

Pengumpulan Data Grafis & Atribut Identifikasi Kebutuhan Para Pengguna


(2) (1)

Gambar 473. Model diagram alir sistem informasi geografi


16 Sistem Informasi Geografis 509

Rangkuman

Berdasarkan uraian materi bab 16 mengenai sistem informasi geografis , maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:

1. SIG atau GIS merupakan suatu sistem berbasis komputer yang mampu mengaitkan
data base grafis (dalam hal ini adalah peta) dengan data base atributnya yang sesuai.
Sistem Informasi Geogafis merupakan suatu kemajuan baru dari kelanjutan pengguna
Komputer grafik Auto CAD (Computer Aided Design). Sistem Informasi Geogafis
merupakan kombinasi antara CAD dengan data base yang dikaitkan dengan suatu
pengenal unik yang sering dinamakan identifier (ID) tertentu.

2. Keuntungan menggunakan SIG


a. Penanganan data geospatial menjadi lebih baik dalam format baku
b. Revisi dan pemutakhiran data menjadi lebih mudah
c. Data geospatial dan informasi lebih mudah dicari, dianalisis dan direpresentasikan
d. Menjadi produk bernilai tambah
e. Data geospatial dapat dipertukarkan
f. Produktivitas staf meningkat dan lebih efisien
g. Penghematan waktu dan biaya
h. Keputusan yang akan diambil menjadi lebih baik

3. Kelebihan dan kekurangan pekerjaan GIS dengan manual/pemetaan Digital

Peta GIS Pekerjaan Manual


Penyimpanan Database Digital dan terpadu Skala dan standar berbeda
Pemanggilan Kembali Pencarian dengan Komputer Cek manual
Pemutahiran Sistematis Mahal dan memakan waktu
Analisa Overlay Sangat cepat Memakan waktu dan
tenaga
Analisa Spasial Mudah Rumit
Penayangan Murah dan cepat mahal

5. Sistem komputer untuk SIG terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak
(software) dan prosedur untuk penyusunan pemasukkan data, pengolahan, analisis,
pemodelan (modelling ), dan penayangan data geospatial.
16 Sistem Informasi Geografis 510

Soal Latihan

Jawablah pertanyaan – pertanyaan di bawah ini dengan tepat!

1. Apa yang di maksud dengan SIG?


2. Coba jelaskan pengertian Geoprosessing?
3. Sebutkan cara pemasukan data spasial?
4. Ada beberapa tahapan dalam pendigitasian peta, coba sebutkan?
5. Dalam SIG ada beberapa fungsi analisis, jelaskan?
Daftar Pustaka 511

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1983). Ukur Tanah 2. Jurusan Hasanudin, M. dan kawan -kawan. 2004.
Teknik Sipil PEDC. Bandung Survai dengan GPS. Pradnya Paramita.
Jakarta.
Barus, B dan U.S. Wiradisastra. 2000.
Sistem Informasi dan Geografis. Hendriatiningsih, S. 1990. Engineering
Bogor. Survey. Teknik geodesi FPTS ITB.
Bandung.
Budiono, M. dan kawan-kawan. 1999. Ilmu
Ukur Tanah. Angkasa. Bandung. Hayati, S. 2003. Aplikasi Geographical
Information System untuk Zonasi
Darmaji, A. 2006. Aplikasi Pemetaan Digital Kesesuaian Lahan Perumahan di
dan Rekayasa Teknik Sipil dengan Kabupaten Bandung. Lembaga
Autocad Development. ITB. Bandung. Penelitian UPI. Bandung.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan.


1999. Kurikulum Sekolah Menengah 2005. Struktur Kurikulum Program Studi
Kejuruan. Depdikbud. Jakarta. Pendidikan Teknik Sipil FPTK UPI.
Jurusan Diktekbang FPTK UPI.
Departemen Pendidikan Nasional RI. 2003. Bandung.
Standar Kompetensi Nasional Bidang
SURVEYING. Bagian Proyek Sistem Kusminingrum, N. dan G. Gunawan. 2003.
Pengembangan. Jakarta. Evaluasi dan Strategi Pengendalian
Pencemaran Udara di Kota-Kota Besar
Gayo, Yusuf., dan kawan-kawan. 2005. di Indonesia. Jurnal Litbang Jalan
Pengukuran Topografi dan Teknik Volume 20 No.1 Departemen Pekerjaan
Pemetaan. PT. Pradjna Paramita. Umum. Bandung.
Jakarta.
Lanalyawati. 2004. Pengkajian Pengelolaan
Gumilar, I. 2003. Penggunaan Computer Lingkungan Jalan di Kawasan Hutan
Aided Design (CAD) pada Biro Arsitek. Lindung (Bedugul Bali). Jurnal Litbang
Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan Jalan Volume 21 No.2 Juli. Departemen
FPTK UPI. Bandung. Pekerjaan Umum. Bandung.

Gunarta, I.G.W.S. dan A.B. Sailendra. 2003. Marina, R. 2002. Aplikasi Geographical
Penanganan Masalah Jalan Tembus Information System untuk Evaluasi
Hutan secara Terintegrasi : Kajian Kemampuan Lahan di Kabupaten
terhadap Kebutuhan Kelembagaan Sumedang.
Stakeholders. Jurnal Litbang Jalan
Volume 20 No.3 Oktober. Departemen Masri, RM. 2007. Kajian Perubahan
Pekerjaan Umum. Bandung. Lingkungan Zona Buruk untuk
Perumahan. SPS IPB. Bogor.
Gunarso, P. dan kawan-kawan. 2004. Modul
Pelatihan SIG. Pemkab Malinau Mira, S. 1988. Poligon. Teknik Geodesi
FTSP ITB. Bandung.
Daftar Pustaka 512

Mira, S. R.M. 1988. Ukuran Tinggi Teliti . Bandung Jawa Barat). Sekolah
Teknik Geodesi FTSP ITB. Bandung. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Purworaharjo,U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri
Melani, D. 2004. Aplikasi Geographical A Pengukuran Tinggi. Teknik Geodesi
Information System untuk Zonasi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Kesesuaian Lahan Perumahan di Institut Teknologi Bandung.
Kabupaten Sumedang. Jurusan
Pendidikan Teknik Bangunan FPTK Purworaharjo,U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri
UPI. Bandung. B Pengukuran Horisontal. Teknik
Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan
Mulyani, S.Y.R dan Lanalyawati. 2004. Perencanaan Institut Teknologi
Kajian Kebijakan dalam Pengelolaan Bandung.
Lingkungan Jalan di Kawasan Sensitif.
Jurnal Litbang Jalan Volume 21 No.1 Purworaharjo,U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri
Maret. Departemen Pekerjaan Umum. C Pemetaan Topografi. Teknik Geodesi
Bandung. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Bandung.
Parhasta, E. 2002. Tutorial Arcview SIG
Informatika. Bandung. Purworaharjo,U. 1982. Hitung proyeksi
Geodesi (Proyeksi Peta). Teknik
Purwaamijaya, I.M. 2006. Ilmu Ukur Tanah Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan
untuk Teknik Sipil. FPTK UPI. Bandung. Perencanaan Institut Teknologi
Bandung.
Purwaamijaya, I.M. 2005a. Analisis
Kemampuan Lahan di Kecamatan- Staf Ukur Tanah. 1982. Petunjuk
Kecamatan yang Dilalui Jalan Penggunaan Planimeter. Pusat
Soekarno-Hatta di Kota Bandung Jawa Pengembangan Pena taran Guru
Barat. Jurnal Permukiman ISSN : 0215- Teknologi. Bandung.
0778 Volume 21 No.3 Desember 2005.
Departemen Pekerjaan Umum. Badan Supratman, A.. 2002. Geometrik Jalan
Penelitian dan Pengembangan. Raya. FPTK IKIP. Bandung.
Bandung.
Supratman, A.,dan I.M Purwaamijaya . 1992.
Purwaamijaya, I.M. 2005b. Analisis Pengukuran Horizontal. Bandung.:
Kemampuan Lahan sebagai Acuan FPTK IKIP.
Penyimpangan Gejala Konversi Lahan
Sawah Beririgasi Menjadi Lahan Supratman, A.,dan I.M Purwaamijaya.
Perumahan di Koridor Jalan Soekarno- (1992). Modul Ilmu Ukur Tanah. FPTK
Hatta Kota Bandung. Jurnal Informasi IKIP . Bandung.
Teknik ISSN : 0215-1928 No.28 – 2005.
Departemen Pekerjaan Umum. Badan Susanto dan kawan-kawan. (1994). Modul :
Penelitian dan Pengembangan. Pemindahan Tanah Mekanis. FPTK
Penelitian dan Pengembangan IKIP. Bandung.
Sumberdaya Air. Balai Irigasi. Bekasi.
Wongsotjitro. 1980 . Ilmu Ukur Tanah.
Purwaamijaya, I.M. 2005c. Pola Perubahan Kanisius .Yogyakarta.
Lingkungan yang Disebabkan oleh
Prasarana dan Sarana Jalan (Studi Yulianto, W. 2004. Aplikasi AUTOCAD 2002
Kasus : Jalan Soekarno-Hatta di Kota untuk Pemetaan dan SIG. Gramedia.
Jakarta.
Glosarium 513

GLOSARIUM

Absis : Posisi titik yang diproyeksikan terhadap sumbu X yang arahnya


horizontal pada bidang datar.
Analog : Sistem penyajian peta secara manual.
Astronomis : Ilmu yang mempelajari posisi relatif benda -benda langit terhadap
benda -benda langit lainnya.
Automatic level : Sipat datar optis yang mirip dengan tipe kekar tetapi dilengkapi
dengan alat kompensator untuk membuat garis bidik mendatar
dengan sendirinya.
Azimuth : Sudut yang dibentuk dari garis arah utara terhadap garis arah
suatu titik yang besarnya diukur searah jarum jam.
Barometri : Alat atau metode untuk mengukur tekanan udara yang
diaplikasikan untuk menghitung beda tinggi antara beberapa
titik di atas permukaan bumi yang berkategori gunung (slope >
40 %).
Benchmark : Titik ikat di lapangan yang ditandai oleh patok yang dibuat dari
beton dan besi dan telah diketahui koordinatnya hasil
pengukuran sebelumnya.
Bowditch : Metode koreksi absis dan ordinat pada pengukuran polygon yang
bobotnya adalah perbandingan antara jarak resultante terhadap
total jarak resultante.
BPN : Badan Pertanahan Nasional (Kantor Agraria / Pertanahan).
CAD : Computer Aided Design. Penyajian gambar secara digital
menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak komputer.
Cassini : Metode pengikatan ke belakang (alat berdiri di atas titik yang
ingin diketahui koordinatnya) yang menggunakan bantuan 2 titik
penolong dan dua buah lingkaran.
Collins : Metode pengikatan ke belakang (alat berdiri di atas titik yang
ingin dike tahui koordinatnya) yang menggunakan bantuan 1 titik
penolong dan satu buah lingkaran.
Coordinate Set : Pengaturan koordinat peta analog agar sesuai dengan koordinat
pada sistem koordinat peta digital yang titik-titik ikat acuannya
adalah titik-titik di peta analog yang memiliki nilai-nilai
koordinat.
Cosinus : Besar sudut yang dihitung dari perbandingan sisi datar
terhadap sisi miring.
Cross hair : Benang silang diafragma yang tampak pada lensa objektif
teropong sebagai acuan untuk membac a ketinggian garis bidik
pada rambu ukur.
Cross Section : Profil melintang. Penampang pada arah lebar yang
menggambarkan turun naiknya permukaan suatu bentuk objek.
Datum : Titik perpotongan antara ellipsoid referensi dengan geoid (datum
relatif). Pusat ellipsoid referensi berimpit dengan pusat bumi
(datum absolut).
Digital : Sistem penyajian informasi (grafis atau teks) secara biner
elektronis.
Glosarium 514

Digitizer : Alat yang digunakan untuk mengubah peta-peta analog menjadi


peta-peta digital dengan menelusuri detail-detail peta satu
persatu.
Distorsi : Perubahan bentuk atau perubahan informasi geometrik yang
disajikan pada bidang lengkung (bola/ellipsoidal) terhadap
bentuk atau informasi geometrik yang disajikan pada bidang
datar.
DGN : Datum Geodesi Nasional, datum sistem koordinat nasional.
Dumpy level : Sipat datar optis tipe kekar, sumbu tegak menjadi satu dengan
teropong.
Ellipsoid : Bentuk 3 dimensi dari ellips yang diputar pada sumbu pendeknya
dan merupakan bentuk matematis bumi. Spheroid persamaan
kata ellipsoid.
Equator : Garis khatulistiwa yaitu garis yang membagi bumi bagian utara
dan bumi bagian selatan sama besar.
Flattening : Kegepengan. Nilai yang diperoleh dari pembagian selisih radius
terpendek dengan radius terpanjang ellipsoida terhadap radius
terpendek.
Fokus : Ketajaman penampakan objek pada teropong dan dapat diatur
dengan tombol fokus.
Fotogrametri : Ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempelajari mengenai
geometris foto-foto udara yang diperoleh dari pemotretan
menggunakan pesawat terbang.
Geodesi : Ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempelajari dan
menyajikan informasi bentuk permukaan bumi dengan
memperhatikan kelengkungan bumi.
Geodesic : Kurva terpendek yang menghubungkan dua titik pada permukaan
ellipsoida.
Geoid : Bentuk tidak beraturan yang mewakili permukaan air laut di
bumi dan memiliki energi potensial yang sama.
Geometri : Ilmu yang mempelajari bentuk matematis di atas permukaan
bumi.
Gradien : Besarnya nilai pe rbandingan sisi muka terhadap sisi samping
o
yang membentuk sudut tegak lurus (90 )
Grafis : Penyajian hasil pengukuran dengan gambar.
Greenwich : Kota di Inggris yang dilewati oleh garis meridian
o
(longitude/bujur) 0 .
Grid : Bentuk empat persegi panja ng yang merupakan referensi posisi
absis dan ordinat yang diletakkan di muka peta yang panjang dan
lebarnya bergantung pada unit posisi X dan Y yang ditetapkan oleh
pembuat peta berdasarkan kaidah kartografi (pemetaan).
Hexagesimal : Sistem besaran sudut yang menyajikan sudut dengan sebutan
o o
derajat, menit, second. Satu putaran = 360 . 1 =60’. 1’=60”.
Higragirum : Hg, air raksa yang dipakai sebagai cairan penunjuk nilai tekanan
udara pada alat barometer.
Horisontal : Garis atau bidang yang tegak lurus terhadap garis atau bidang
yang menjauhi pusat bumi.
Indeks : Garis kontur yang penyajiannya lebih tebal atau lebih ditonjolkan
dibandingkan garis-garis kontur lain setiap selang ketinggian
tertentu.
Glosarium 515

Interpolasi : Metode perhitungan ketinggian suatu titik di antara dua titik


yang dihubungkan oleh garis lurus.
Intersection : Nama lain dari pengikatan ke muka, yaitu pengukuran titik
tunggal dari dua buah titik yang telah diketahui koordinatnya
dengan menempatkan alat theodolite di atas titik-titik yang telah
diketahui koordinatnya.
Galat : Selisih antara nilai pengamatan dengan nilai sesungguhnya.
GIS : Geographical Information System. Suatu sistem informasi yang
mampu mengaitkan database grafis dengan data base tekstualnya
yang sesuai.
GPS : Global Positioning System . Sistem penentuan posisi global
menggunakan satelit buatan Angkatan Laut Amerika Serikat.
Gravitasi : Gaya tarik bumi yang mengarah ke pusat bumi dengan nilai +
2
9,8 m /detik.
GRS -1980 : GeodeticReference System tahun 1984, adalah ellipsoid terbaik
yang memiliki penyimpangan terkecil terhadap geoid (lihat
istilah geoid).
Hardcopy : Dokumentasi peta-peta digital dalam bentuk lembaran-lembaran
peta yang dicetak dengan printer atau plotter.
Hardware : Perangkat keras computer yang terdiri CPU (Central Processing
Unit), keyboard (papan ketik), printer, mouse.
Informasi : Sesuatu yang memiliki makna atau manfaat.
Inklinasi : Sudut vertical yang dibentuk dari garis bidik (dinamakan juga
sudut miring).
Interpolasi : Suatu rumusan untuk mencari ketinggian suatu titik yang diapit
oleh dua titik lain dengan konsep segitiga sebangun.
Jalon : Batang besi seperti lembing berwarna merah dan putih dengan
panjang + 1,5 meter sebagai target bidikan arah horizontal.
Jurusan : Sudut yang dihitung dari selisih absis dan ordinat dengan acuan
sudut nolnya arah sumbu Y positif searah jarum jam.
Kalibrasi : Suatu prosedur untuk mengeliminasi kesalahan sistematis pada
peralatan pengukuran dengan menyetel ulang komponen-
komponen dalam peralatan.
Kartesian : Sistem koordinar siku-siku.
Kompas : Alat yang digunakan untuk menunjukkan arah suatu garis
terhadap utara magnet yang dipengaruhi magnet bumi.
Kontrol : Upaya mengendalikan data hasil pengukuran di lapangan agar
Memenuhi syarat geometrik tertentu sehingga kesalahan hasil
pengukuran di lapangan dapat memenuhi syarat yang ditetapkan
dan kesalahan-kesalahan acaknya telah dikoreksi.
Kontur : Garis khayal di permukaan bumi yang menghubungkan titik-titik
dengan ketinggian yang sama dari permukaan air laut rata-rata
(MSL). Garis di atas peta yang menghubungkan titik-titik dengan
ketinggian yang sama dari permukaan air laut rata-rata dan
kerapatannya bergantu ng pada ukuran lembar penyajian (skala
peta).
Konvergensi : Serangkaian garis searah yang menuju suatu titik pertemuan.
Konversi : Proses mengubah suatu besaran (sudut/jarak) dari suatu sistem
menjadi sistem yang lain.
Koordinat : Posisi titik yang dihitung dari posisi nol sumbu X dan posis i nol
sumbu Y.
Glosarium 516

Koreksi : Nilai yang dijumlahkan terhadap nilai pengamatan sehingga


diperoleh nilai yang dianggap benar. Nilai koreksi = - kesalahan.
Kuadran : Ruang -ruang yang membagi sudut satu putaran menjadi 4
ruang yang pusat pembagiannya adalah titik 0.
Kuadrilateral : Bentuk segiempat dan diagonalnya yang diukur sudut-sudut dan
jarak-jaraknya untuk menentuk an koordinat titik di lapangan.
Latitude : Nama lain garis parallel. Garis-garis khayal yang tegak lurus
garis meridian dan melingkari bumi. Paralel nol berada di
equator atau garis khatulistiwa.
Leveling head : Bagian yang terdiri dari tribach dan trivet, disebut juga kiap.
Logaritma : Nilai yang diperoleh dari kebalikan fungsi pangkat.
Longitude : Nama lain garis meridian. Garis -garis khayal di permukaan bumi
yang menghubungkan kutub utara dan kutub selatan bumi.
Meridian nol berada di Kota Greenwich, Inggris.
Long Section : Profil memanjang. Penampang pada arah memanjang yang
menggambarkan turun naiknya permukaan suatu bentuk objek.
Loxodrome : Nama lain adalah Rhumbline. Garis (kurva) yang
menghubungkan titik-titik dengan azimuth yang tetap.
Mapinfo : Desktop Mapping Software. Perangkat lunak yang digunakan
untuk pembuatan peta digital berinformasi yang dibuat dengan
spesifikasi teknis perangkat keras untuk pemakai tunggal dan
dibuat oleh perusahaan Mapinfo Corporation yang berdomisili di
Kota New York Amerika Serikat.
MSL : Mean Sea Level (permukaan air laut rata-rata yang diamati
selama periode tertentu di pinggir pantai). Sebagai acuan titik nol
pengukuran tinggi di darat.
Mistar : Papan penggaris berukuran 3 meter yang dapat dilipat dua
sebagai target pembacaan diafragma teropong untuk mengukur
tinggi garis bidik (benang atas, benang tengah, benang bawah) .
Meridian : Garis-garis khayal di permukaan bumi yang menghubungkan
kutub utara dan kutub selatan bumi. Meridian nol berada di Kota
Greenwich, Inggris.
Nivo : Gelembung udara dan cairan yang berada pada tempat berbentuk
bola atau silinder sebagai penunjuk bahwa teropong sipat datar
atau theodolite telah sejajar dengan bidang yang memiliki energi
potensial yang sama.
Normal : Proyeksi peta yang sumbu putar buminya berimpit dengan garis
normal bidang perantara (datar, kerucut, silinder).
Oblique : Proyeksi peta yang sumbu putar buminya membentuk sudut
o
tajam (< 90 ) dengan garis normal bidang perantara (datar,
kerucut, silinder).
Offset : Metode pengukuran menggunakan alat-alat sederhana (prisma,
pita ukur, jalon).
Ordinat : Posisi titik yang diproyeksikan terhadap sumbu Y yang arahnya
vertical pada bidang datar.
Orientasi : Pengukuran untuk mengetahui posisi absolute dan posisi relative
Objek-objek di atas permukaan bumi.
Orthodrome : Proyeksi garis geodesic pada bidang proyeksi.
Overlay : Suatu fungsi pada analisis pemetaan digital dan GIS yang
Menumpangtindihkan tema-tema dengan jenis pengelompokkan
yang berbeda.
Glosarium 517

Pantograph : Alat yang digunakan untuk memperbesar atau memperkecil


objek gambar.
Paralel : Garis-garis khayal yang tegak lurus garis meridian dan
melingkari bumi. Paralel nol berada di equator atau garis
khatulistiwa.
Pegas : Gulungan kawat berbentuk spiral yang dapat memanjang dan
memendek karena gaya tekan atau tarik yang digunakan pada
alat sipat datar.
Pesawat : Istilah untuk alat ukur optis waterpass atau theodolite.
Phytagoras : Ilmuwan yang menemukan rumusan kuadrat garis terpanjang di
o
suatu segitiga dengan salah satu sudutnya 90 adalah sama
dengan perjumlahan kuadrat 2 sisi yang lain.
Planimeter : Alat untuk menghitung koordinat secara konvensional.
Planimetris : Bidang datar (2 dimensi) yang dinyatakan dalam sumbu X dan Y
Point Set : Pengaturan koordinat peta analog agar sesuai dengan koordinat
pada sistem koordinat pe ta digital yang titik-titik ikat acuannya
adalah titik-titik di peta analog yang identik dengan titik-titik di
peta digital yang telah ada.
Polar : Sistem koordinat kutub (sudut dan jarak).
Polyeder : Sistem proyeksi dengan bidang perantara kerucut, sumbu putar
bumi berimpit dengan garis normal kerucut, informasi geometric
yang dipertahankan sama adalah sudut (conform) dan tangent.
Polygon : Serangkaian garis-garis yang membentuk kurva terbuka atau
Tertutup untuk menentukan koordinat titik -titik di atas
permukaan bumi.
Profil : Potongan gambaran turun dan naiknya permukaan tanah baik
memanjang atau melintang.
Proyeksi peta : Proses memindahkan informasi geometrik dari bidang lengkung
(bola/ellipsoidal) ke bidang datar melalui bidang pera ntara
(bidang datar, kerucut, silinder).
Radian : Sistem besaran sudut yang menyajikan sudut satu putaran =
2p ? radian. p = 22/7 = 3,14……
RAM : Random Acces Memory. Bagian dalam komputer yang
digunakan sebagai tempat menyimpan dan memroses fungsi-
fungsi matematis untuk sementara waktu.
Raster : Penyajian peta atau gambar secara digital menggunakan unit-unit
terkecil berbentuk bujur sangkar. Ketelitian unit-unit terkecil
dinamakan dengan resolusi.
Remote Sensing : Penginderaan jauh. Pemetaan bentuk permukaan bumi
menggunakan satelit buatan dengan ketinggian tertentu yang
direkam secara digital dengan ukuran-ukuran kotak tertentu yang
dinamakan pixel.
Resiprocal : Salah satu metode pengukuran beda tinggi dengan menggunakan
2 alat sipat datar dan rambunya yang dipisahkan oleh halangan
alam berupa sungai atau lembah dan dilakukan bolak-balik untuk
meningkatkan ketelitian hasil pengukuran.
Reversible level : Sipat datar optis tipe reversi yang teropongnya dapat diputar
pada sumbu mekanis dan disangga oleh bagian tengah yang
mempunyai sumbu tegak.
Rotasi : Perubahan posisi suatu objek karena diputar pada suatu sumbu
putar tertentu.
Glosarium 518

Sarrus : Orang yang menemukan rumusan perhitungan luas dengan nilai-


nilai koordinat batas kurva.
Scanner : Alat yang mengubah gambar-gambar atau peta -peta analog
Menjadi gambar-gambar/peta-peta digi tal dengan cara
mengkilas.
Sentisimal : Sistem besaran sudut yang menyajikan sudut dengan sebutan grid,
centigrid, centicentigrid. Satu putaran = 40 0g, 1g =100 c, 1 c=100cc .
Simetris : Bagian yang dibagi sama besar oleh suatu garis diagonal.
Sinus : Besar sudut yang dihitung dari perbandingan sisi muka terhadap
sisi miring.
Skala : Nilai perbandingan besaran jarak atau luas di atas kertas terhadap
jarak dan luas di lapangan.
Softcopy : Dokumentasi peta-peta digital dalam bentuk file-file digital.
Software : Perangkat lunak computer untuk berbagai macam kepentingan.
Stadia : Benang tipis berwarna hitam yang tampak di dalam teropong
alat.
Statif : Kaki tiga untuk menyangga alat waterpass atau theodolite optis.
Tachymetri : Metode pengukuran titik-titik detail menggunakan alat theodolite
yang diikatkan pada pengukuran kerangka dasar vertikal dan
horisontal.
Tangen : Besar sudut yang dihitung dari perbandingan sisi muka terhadap
sisi miring.
Tilting level : Sipat datar optis tipe jungkit yang sumbu tegak dan teropong
Dihubungkan dengan engsel dan sekrup pengungkit.
TM-3 : Sistem proyeksi Universal Transverse Mercator dengan faktor
Skala di meridian sentral adalah 0,9999 dan lebar zone = 3 o.
Topografi : Peta yang menyajikan informasi di atas permukaan bumi baik
unsur alam maupun unsur buatan manusia dengan skala sedang
dan kecil.
Total Station : Alat ukur theodolite yang dilengkapi dengan perangkat elekronis
untuk menentukan koordinat dan ketinggian titik detail secara
otomatis digital menggunakan gelombang elektromagnetis.
Trace : Serangkaian garis yang merupakan garis tengah suatu bangunan
(jalan, saluran, jalur lintasan).
Transit : Metode koreksi absis dan ordinat pada pengukuran polygon yang
bobotnya adalah perbandingan antara jarak proyeksi pada sumbu
X atau Y terhadap total jarak proyeksi pada sumbu X atau Y.
Transversal : Proyeksi peta yang sumbu putar buminya tegak lurus
o
(membentuk sudut 90 ) dengan garis normal bidang perantara
(datar, kerucut, silinder).
Triangulasi : Serangkaian segitiga yang diukur sudut-sudutnya untuk
Menentukan koordinat titik-titik di lapangan.
Triangulaterasi : Serangkaian segitiga yang diukur sudut-sudut dan jarak-jaraknya di
lapangan untuk menentukan koordinat titik-titik di lapangan.
Tribach : Penyangga sumbu kesatu dan teropong.
Trigonometri : Bagian dari ilmu matematika yang diaplikasikan untuk
Menghitung beda tinggi antara beberapa titik di atas permukaan
bumi yang berkategori bermedan bukit (8% < slope < 40 %).
Trilateras i : Serangkaian segitiga yang diukur jarak-jaraknya untuk
Menentukan koordinat titik-titik di lapangan.
Glosarium 519

Trivet : Bagian terbawah dari alat sipat datar dan theodolite yang dapat
dikuncikan pada
statif.
Unting-unting : Bentuk silinder-kerucut terbua t dari kuningan yang digantung di
bawah alat waterpass atau theodolite sebagai penunjuk arah titik
nadir atau pusat bumi yang mewakili titik patok.
UTM : Universal Transverse Mercator. Sistem proyeksi peta global yang
memiliki lebar zona 6 o sehingga jum lah zona UTM seluruh dunia
adalah 60 zona. Bidang perantara yang digunakan adalah silinder
dengan posisi transversal (sumbu putar bumi tegak lurus
terhadap garis normal silinder) , informasi geometrik yang
dipertahankan sama adalah sudut (konform) dan secant.
Vektor : Penyajian peta atau gambar secara digital menggunakan garis,
titik dan kurva. Ketelitian unit-unit terkecil dinamakan dengan
resolusi.
Vertikal : Garis atau bidang yang menjauhi pusat bumi.
Visual : Penglihatan kasat mata.
Waterpass : Alat atau metode yang digunakan untuk mengukur tinggi
garis bidik di atas permukaan bumi yang berkategori bermedan
datar (slope < 8 %).
WGS-84 : World Geodetic System tahun 1984, adalah ellipsoid terbaik yang
Memiliki penyimpangan terkecil terhadap geoid (lihat istilah
geoid).
Zenith : Titik atau garis yang menjauhi pusat bumi dari permukaan bumi.
Zone : Kurva yang dibatasi oleh batas -batas dengan kriteria tertentu.

Anda mungkin juga menyukai