Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 1 PANCASILA

KRONOLOGIS LAHIRNYA PANCASILA SEBAGAI DASAR


NEGARA BANGSA INDONESIA DAN TOKOH TOKOH YANG
MENGEMUKAKAN PENDAPAT TENTANG PANCASILA

D
I
S
U
S
U
N

OLEH:
MUHAMMAD FADHLI ZIEMEN
SI – 2F
2105022066
>Hari Lahir Pancasila diperingati pada 1 Juni hari ini. Tiga tokoh yang berperan penting
merumuskan Pancasila adalah Mohammad Yamin, Soepomo, dan Sukarno. Pidato Sukarno
mengenai rumusan lima sila di sidang terakhir BPUKI pada 1 Juni 1945 dikukuhkan sebagai
Hari Lahir Pancasila. BPUKI sendiri dibentuk atas rekayasa pemerintah Jepang sebagai tindak
lanjut "janji kemerdekaan" yang rencananya akan diberikan kepada Indonesia. Janji
kemerdekaan sendiri merupakan akal-akalan pemerintah Jepang.
Opsi menjanjikan kemerdekaan dianggap sebagai pilihan paling tepat di masa itu. Kendati usulan
Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso tersebut ditentang banyak pihak, namun janji kemerdekaan
itu berhasil mencapai kata mufakat pada 7 September 1944 di Tokyo.

Akal-akalan janji kemerdekaan itu disampaikan dengan bertele-tele. Memang, tujuan sebenarnya
bukan untuk memberi kemerdekaan, melainkan untuk maksud terselubung. Dalam buku Seribu
Tahun Nusantara (2000) yang dieditori J.B. Kristanto dinyatakan tiga tujuan dari janji kemerdekaan
Jepang. Pertama, untuk menarik simpati rakyat. Pasalnya, Jepang mengalami setentetan kekalahan
di Perang Asia Timur Raya. Jepang berharap bahwa Indonesia tidak melakukan pemberontakan di
tengah situasi politik Jepang yang kacau balau. Kedua, untuk memperkuat politik "Asia Timur
Raya". Melalui janji kemerdekaan, pemerintah Jepang berharap memperoleh dukungan dari rakyat
Indonesia. Bagaimanapun juga, jika situasi tidak menentu, maka Indonesia akan menjadi sasaran
terkam Sekutu. Ketiga, untuk mendapatkan keuntungan dari percaturan perang. Jika janji
kemerdekaan itu berhasil menarik simpati dan dukungan, pemerintah Jepang berharap bisa
mengerahkan rakyat Indonesia untuk menghadang Sekutu jika terdesak, terlebih Jepang sudah
membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) di sana. Artinya, janji kemerdekaan itu hanyalah
rekayasa bulus saja. Yang jelas, ada embel-embel bahwa Jepang akan memberikan kemerdekaan
Indonesia "kelak di kemudian hari". Hal ini kian menegaskan, Jepang tidak mau kehilangan
Indonesia, apalagi menyerahkannya kepada pihak musuh. Melihat situasi yang tidak menentu dan
terkesan bertele-tele itulah, Soekarno yang saat itu bertindak sebagai juru bicara pihak Indonesia
mengeluh kepada salah seorang pembesar Jepang. "Tuan mengatakan seakan-akan kami
memerlukan perabotan, radio, dan ini itu sebelum kami kawin. Permintaan kami hanya membuat
sebuah rumah dan sehelai tikar."

Tiga Tokoh Pencetus Pancasila


Sambil menunggu situasi politik membaik, pada 1 Maret 1945, Kumakichi Harada selaku Jenderal
Dai Nippon yang membawahi Jawa mengumumkan akan dibentuk badan baru dengan nama
Dokuritsu Junbi Cosakai atau yang dikenal dengan BPUPKI. Kendati sudah direncanakan sebulan
sebelumnya, pada 29 April 1945 barulah BPUPKI diresmikan. Sejak tanggal itulah, BPUPKI
melakukan sidang maraton untuk merumuskan bentuk bangsa, hubungan agama dan negara, syarat
kewarganegaraan, Undang-Undang Dasar (UUD) sementara Indonesia, hingga dasar negaranya.
Rumusan dasar Pancasila ini lahir dalam tiga sidang BPUPKI, sejak 29 dan 31 Mei, serta 1 Juni
1945. Pada 29 Mei 1945, Mohammad Yamin sebagai pembicara pertama menjelaskan mengenai
"Azas dan Dasar Negara Indonesia Merdeka". Isi pidato Mohammad Yamin ini berisi lima azas yaitu
(1) Peri Kebangsaan;

(2) Peri Kemanusiaan;

(3) Peri Ketuhanan;

(4) Peri Keraykyatan; dan

(5) Kesejahteraan Rakyat.

Dua hari setelahnya, Soepomo menjelaskan mengenai tindak lanjut "Dasar-dasarnya Negara
Indonesia Merdeka" yang disampaikan Mohammad Yamin dalam sidang BPUPKI tanggal 31 Mei
1945. Soepomo mengajak peserta sidang untuk menetapkan staatsidee yang akan dipakai, yang
nantinya menentukan dasar negara Indonesia. Tiga staatsidee yang ditawarkan Soepomo itu adalah
(1) Aliran perorangan dari Hobbes; atau

(2) Golongan kelas dari Marx; atau

(3) Integralistik dari Spinoza.

Soepomo condong ke staatsidee integralistik yang berlandaskan persatuan, yang nantinya menjadi
perenungan Soekarno untuk menayampaikan pidato pamungkas BPUPKI yang dianggap sebagai
momen lahirnya Pancasila. Pada sidang terakhir BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 itulah, Bung Karno
menyampaikan ihwal "Dasar Indonesia Merdeka" dan mengenalkan istilah Pancasila yang berisi
lima azas dasar yaitu

(1) Kebangsaan Indonesia;

(2) Internasionalisme atau perikemanusiaan;

(3) Mufakat atau demokrasi;

(4) Kesejahteraan sosial; dan

(5) Ketuhanan yang Maha Esa.

“Sekarang, banyaknya prinsip kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan


ketuhanan, lima bilangannya,” kata Bung Karno dikutip dari Risalah BPUPKI (1995) terbitan
Sekretariat Negara RI. Selepas pidato tersebut dibentuklah panitia kecil yang dikenal dengan
Panitia Delapan, yang kemudian berganti lagi menjadi Panitia Sembilan dengan komposisi anggota
yang berbeda, terdiri dari Soekarno (Ketua), Moh. Yamin, K.H Wachid Hasyim, Moh. Hatta, K.H.
Abdul Kahar Moezakir, Maramis, Soebardjo, Abikusno Tjokrosujoso, dan H. Agus Salim. Pada sidang
22 Juni 1945, Panitia Sembilan bersepakat mengenai dasar negara Indonesia ke dalam lima
rumusan yang dipopulerkan oleh Mohammad Yamin sebagai Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya; Kemanusiaan
yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemudian,
penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Pancasila "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya" terjadi pada 18 Agustus 1945, sehari selepas proklamasi kemerdekaan.
Sebabnya adalah anggapan bahwa tujuh kata itu dinilai sensitif dan menusuk hati orang-orang
Indonesia non-muslim. Rapat alot penghapusan tujuh kata itu hanya berlangsung 15 menit,
dihadiri oleh Kasman Singodimedjo (utusan Soekarno), Moh. Hatta, Ki Bagus Hadikoesoemo (Ketua
Muhammadiyah), Wahid Hasyim, dan Teuku Hasan. Moh. Hatta menyatakan bahwa “tercantumnya
ketetapan seperti itu di dalam suatu dasar yang menjadi pokok Undang-Undang Dasar berarti
mengadakan diskriminasi terhadap mereka [yang] golongan minoritas.” Ancamannya sangat serius,
tulis Hatta dalam autobiografinya, Mohammad Hatta: Memoir (1979). “Jika diskriminasi itu
ditetapkan juga, mereka lebih suka berdiri di luar Republik Indonesia.” Kendati ada perubahan
sehari selepas kemerdekaan, tokoh-tokoh pencetus Pancasila dikenang abadi sebagai perumus
dasar negara Indonesia. Karena itu, melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016,
Pemerintah menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila sekaligus sebagai Hari
Libur Nasional.

Anda mungkin juga menyukai