Anda di halaman 1dari 5

A.

Sate Jerimpen
Dalam Kamus Bali-Indonesia (1990: 292) yang disebutkan Jrimpen adalah sajen
dibuat dari sebuah keranjang yang panjang diletakkan tegak diisi beberapa jenis kue
dialasi dengan sebuah bakul yang berisi beras, sirih, benang putih dan uang dan di atas
keranjang diisi sampian khusus untuk jrimpen. Menurut Ida Pedanda Gd. Pemaron,
(dalam Sudarsana, 2001:31) bahwa kata Jerimpen berasal dari dua suku kata yaitu “ jeri”
dan “empen”, “jeri” berasal dari suku kata “jari” dan “empen” berasal dari “empu”. Jari
menjadi asta, (Asta Aiswarya) yang diartikan delapan penjuru dunia, sedangkan empu
berarti Sang Putus (Maha Suci), diilustrasikan sebagai Sang Hyang Widhi, karena Sang
Hyang Widhi lah yang mengatur dan memutuskan segala yang ada di alam semesta ini.
Dengan demikian banten jerimpen merupakan simbol permohonan kehadapan Sang
Hyang Widhi beserta manifestasiNya (Asta Aiswarya) agar beliau memberikan
keputusan berupa anugrah baik secara lahiriah maupun bathiniah.
 Nyerimpen ada 2 jenis yaitu Nyerimpen Jajan dan Nyerimpen Sate. Nyerimpen
sate terdiri dari 5 macam diantaranya sate pusut, sate lebat, sate asem, jepit babi, dan
kekuwung. Dibagian tengahnya berisi tumpeng dan rerasmen serta bagian atasnya berisi
sampaian dengan kembang wangi-wangian.  
B. Caru Eka Sata
Caru merupakan salah satu jenis persembahan dalam suatu ritual yang menggunakan

hewan atau binatang sebagai kurban persembahan. Persembahan ini ditujukan kepada para bhuta

atau kala. Berdasarkan atas jenis dan jumlah hewan yang dijadikan kurban persembahan, ada

berbagai jenis caru, misalnya Caru Eka Sata, Caru Manca Sata, Manca Sanak, Rsi Ghana, dan

lain-lainnya.

Caru Eka Sata merupakan caru yang tingkatannya menengah. Caru ini menggunakan

seekor ayam sebagai sarana di samping sarana (upakara) lainnya dan memiliki urip 8. Jenis atau

warna ayam yang digunakan bergantung pada fungsi dan tujuan dilaksanakannya aktivitas

macaru tersebut. Berdasarkan atas warna ayam yang digunakan sebagai sarana caru, Caru Eka

Sata dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu Caru Dengen (menggunakan ayam putih

nulus), Caru Preta (menggunakan ayam biying atau bulunya merah), Caru Ananta Kusuma
(menggunakan ayam putih siyungan atau bulunya putih namun paruh dan kakinya kekuning-

kuningan), Caru Bicaruka (menggunakan ayam ireng mulus), dan Caru Pangruak (berwarna

putih-merah-kuning-hitam).

Caru yang menggunakan seekor ayam brumbun sebagai sarana kurban disebut Caru

Pangruak. Ayam brumbun adalah ayam yang bulunya berwarna campuran (putih, merah, kuning

(putih siungan), dan hitam) (Arwati, 2008:15). Tujuan dilaksanakan ritual macaru ini adalah

sesuai dengan makna dari kata caru tersebut, yakni mengharmoniskan atau mencapai

keharmonisan. Keharmonisan yang dimaksud di sini adalah keharmonisan hubungan antara

manusia dan Tuhan, manusia dan lingkungan, serta manusia dan manusia.

Penggunaan Caru Eka Sata :

1. Menyertai Piodalan

2. Perombakan suatu tempat/hutan

3.  Pembongkaran atau peletakan batu pertama untuk suatu bangunan suci

4. Permulaan menggunakan suatu bangunan seperti rumah, bale, banjar, pura dll

Tetandingannya ;

 Sebelum menyembelih binatang korban untuk caru/tawur, didahului dengan mantra : “

Om pasu pasa ya wihmane sira ceda ya dimahi, tanne jiwah pracodaya” Artinya, Om Hyang

Widhi Wasa, hamba menyembelih hewan ini, semoga rohnya menjadi suci.

2.       Hewan tersebut dikuliti (dalam keadaan kering/jangan diseduh dg air panas)

sehingga kepala. Sayap, kaki dan ekornya masih melekat dan berhubungan antara satu dengan

yang lainnya ( dibuat blulang ayam/walung malayang-layang)

3.       Dagingnya diolah menjadi :

-          Urab-uraban antara lain : urab barak, urab putih, gegecok


-          Berbagai jenis sate, antaralain : lembat, asem, dan calon. Ketiga jenis sate dan

urab-uraban disebut Trinayaka yaitu symbol jasmani binatang tersebut yang aksaranya Ang,

Ung, Mang

4.        Dari hasil urab-uraban dan sate tersebut diatur menjadi beberapa tetandingan,

yaitu;

a. Karangan

Alasnya        :  sebuah taledan

isinya        :    urab barak, urab putih, sate lembat 2 bh, sate asem 2 bh, sate calon

2 bh, lalu dilengkapi dengan nasi sokan, berisi lekesan.

Sampyan     :   sampyan nagasari

b. Kawisan

Alasnya        :  sebuah taledan

isinya  :    urab barak, urab putih, sate lembat 2 bh, sate asem 2 bh, sate calon 2

bh, lalu dilengkapi dengan nasi pangkonan (setengah bundar dg dialasi daun ), berisi

lekesan.

Sampyan     :   canang genten

c.       Bayuhan

Alasnya        :  sebuah taledan

isinya :   urab-uraban, sate tiap jenis 1 bh, dibuat tetandingannya sejumlah  urip

pangideran, nasinya menggunakan tumpeng danan 2 bh dengan  warna dan jumlah set

tumpeng danannya  sesuai urip pengideran , dilengkapi garam dan sambal serta raka-raka.

Sampyan     :   sampyan metangga/peras

d.      Ketengan
Alas                :   taledan kecil berisi tangkih sejumlah urip pengiderannya

Isinya  :    nasi sasah sesuai dengan warna pengidernya dilengkapi dengan urab-

uraban dan sate tiap jenis 1 bh.

Sampyan     :   canang genten
DAFTAR PUSTAKA

Sucita, D. N. (2020). UPACARA MEJRIMPEN PADA HARI RAYA GALUNGAN DI DESA PEDAWA
KABUPATEN BULELENG. Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu, 3(2), 1-12.

Suwendi, I. M. Wacana Ritual Caru Eka Sata Ayam Brumbun sebuah Analisis Linguistik
Kebudayaan (Doctoral dissertation, Udayana University).

Anda mungkin juga menyukai