Anda di halaman 1dari 9

Sifat-Sifat Koloid

Koloid mempunyai sifat-sifat yang khas, di antaranya:


1. Sifat optik
2. Sifat kinetik
3. Sifat elektrik
4. Adsorpsi
5. Koagulasi
6. Liofil dan liofob

Sifat Optik
Sifat optik adalah sifat yang berhubungan dengan hamburan cahaya. Ketika cahaya
dilewatkan pada koloid, cahaya tersebut akan dihamburkan oleh partikel-partikel
koloid. Partikel koloid ini tidak dapat diamati secara langsung, yang dapat
diamati adalah hamburan cahayanya. Sifat optik koloid yang menghamburkan
cahaya ini menyebabkan terjadinya Efek Tyndall, yaitu suatu gejala penghamburan
berkas sinar oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan oleh ukuran molekul
koloid yang cukup besar untuk menghamburkan cahaya. Efek Tyndall kali pertama
diamati oleh Fisikawan Inggris, John Tyndall (1820-1893) sehingga dikenal sebagai
Efek Tyndall.
 
Gambar 7 menunjukkan saat larutan sejati (A1) disinari dengan cahaya, larutan
tersebut tidak menghamburkan cahaya, melainkan meneruskan cahaya, sedangkan
pada sistem koloid (A2), cahaya akan dihamburkan. Penghamburan cahaya tersebut
terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar
untuk dapat menghamburkan sinar. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-
partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sulit
diamati. Dalam kehidupan sehari-hari, efek Tyndall
dijumpai pada peristiwa terlihatnya cahaya lampu kendaraan di jalanan yang
berdebu, cahaya proyektor di gedung bioskop, serta berkas cahaya dari suatu
panggung pertunjukan.
Gambar 7  Efek Tyndall menyebabkan terlihatnya berkas cahaya yang dihamburkan
oleh partikel koloid dalam cairan (A); dan oleh partikel koloid dalam udara
(B) (sumber:www.akiitians.com; www.courses.candelalearning.com)

Sifat Kinetik

Sifat kinetik adalah sifat koloid yang berkaitan dengan gerakan partikel koloid dalam
medium pendispersinya. Sifat kinetik koloid meliputi Gerak Brown, difusi,
sedimentasi, tekanan osmotik, dan viskositas. Yang akan kita pelajari lebih jauh
pada modul ini adalah sifat kinetik yang paling sering teramati pada partikel koloid, yaitu
Gerak Brown. Gerakan ini kali pertama diamati oleh Robert Brown (1827) yang
mengamati gerakan butir serbuk sari (pollen) tumbuhan dalam air.

Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang bertumbukan dengan


molekul-molekul dari medium pendispersinya secara acak dan tidak beraturan.
Jika diamati menggunakan mikroskop ultra, partikel-partikel koloid tersebut bergerak
secara lurus sehingga ketika bertumbukan dengan molekul medium pendispersinya
akan menimbulkan suatu gerakan zig-zag (Gambar 1.11). Tumbukan partikel koloid
dengan molekul medium pendispersi tersebut terjadi dari segala arah, yang
menyebabkan suatu resultan tumbukan yang mengubah arah gerakan sedimentasi
partikel koloid sehingga mencegah partikel koloid tersedimentasi. Untuk lebih
memahami mengenai gerak brown, amatilah tayangan video berikut ini:
Kecepatan gerak partikel koloid semakin meningkat dengan berkurangnya ukuran
partikel dan viskositas larutan. Semakin kecil ukuran partikel semakin cepat gerak
Brown yang terjadi, demikian pula sebaliknya, semakin besar ukuran partikel, semakin
lambat gerak Brownnya. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam
larutan dan suspensi. Meningkatnya kekentalan (viskositas) medium pendispersi
akan memperlambat bahkan menghentikan gerak Brown.

Selain dipengaruhi oleh ukuran partikel, gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu.
Semakin tinggi suhu, semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium
pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fasa terdispersinya
semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka
gerak Brown semakin lambat.

Sifat Elektrik

Pada umumnya, koloid memiliki muatan yang menyebabkannya dapat bergerak dalam


medan listrik. Terjadinya muatan pada koloid disebabkan oleh adsorpsi ion atau partikel

bermuatan pada permukaan koloid. Muatan di permukaan partikel koloid ditentukan


oleh muatan ion-ion yang berlebih dalam medium pendispersinya. Perhatikan reaksi

berikut:

Jika perak iodida (AgI) berada dalam larutan dengan ion iodida (I -) berlebih, maka

partikel koloid AgI akan bermuatan negatif. Demikian pula sebaliknya, jika yang ion
positif (Ag+) yang berlebih, maka partikel koloid akan bemuatan positif.

Selain dipengaruhi oleh muatan ion yang menempel di permukaan, muatan koloid juga
dipengaruhi oleh ionisasi dari gugus-gugus fungsi yang terdapat di permukaan koloid.

Misalnya, lateks polistirena yang memiliki gugus asam karboksilat di permukaannya,


akan terionisasi menjadi partikel bermuatan negatif. Begitu pula obat-obatan bersifat

asam seperti ibuprofen, akan terionisasi membentuk partikel bermuatan negatif.


Gerakan partikel koloid dalam suatu medan listrik disebut elektroforesis. Elektroforesis

ini dimanfaatkan dalam bidang bioteknologi molekuler untuk menganalisis fragmen


asam deoksiribonukleat (DNA) dalam suatu studi biodiversitas atau studi forensik

menggunakan penanda DNA. Selain itu, sifat elektrik koloid juga digunakan dalam
bidang kesehatan untuk proses cuci darah bagi penderita gagal ginjal. Proses cuci darah

tersebut dikenal sebagai elektrodialisis, yaitu suatu proses pemurnian koloid


berdasarkan difusi melalui membran semi permeabel dengan bantuan medan listrik.

Adsorpsi

Adsorpsi adalah peristiwa penempelan suatu zat pada permukaan koloid karena adanya
tarik-menarik antara partikel koloid dengan partikel lainnya seperti tampak
pada Gambar 9. Dalam sistem koloid, muatan yang teradsorpsi selalu senama yang jika
berdekatan akan saling tolak menolak. Akibatnya, partikel koloid tidak terkoagulasi dan
bersifat stabil.  

Contoh:

1)  Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H +.

2)  Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2.

Gambar 9 Adsorpsi pada koloid (sumber: smkdipma.sch.id)


Koagulasi

a.       Koagulasi

Koloid jika dibiarkan dalam waktu tertentu akan dipengaruhi oleh gaya gravitasi


sehingga partikelnya turun perlahan ke dasar bejana yang disebut koagulasi atau
penggumpalan. Pengendapan atau penggumpalan koloid sol dapat terjadi secara
kimia maupun fisika.

1)  Koagulasi secara kimia

a)      Penambahan elektrolit

Elektrolit menghasilkan ion positif dan ion negatif. Salah satu ion ini  akan diadsorpsi
oleh partikel sol yang bermuatan berlawanan(ion positif diadsorpsi oleh sol negatif,
sedangkan ion negatif diadsorpsi oleh sol positif). Menurut  Hardly-Schulze, kekuatan
ion mengendapkan koloid  bergantung pada besarnya muatan ion zat elektrolit.
Makin besar muatan ion, makin besar pula kekuatan mengendapkan koloid.

Contohnya, untuk mengendapkan sol As2S3 (bermuatan negatif), diperlukan ion


positif, seperti Al3+, Ba2+ dan Na+, di mana urutan kekuatan  pengendapannya adalah
Al3+ >Ba2+ > Na+. Untuk mengendapkan sol Fe(OH)3 (bermuatan positif), diperlukan
ion negatif, seperti [Fe(CN)6]3-, SO42-,  atau Cl-. Urutan kekuatan pengendapannya
adalah [Fe(CN)6]3-> SO42->Cl-. Demikian pula untuk koloid bermuatan positif, seperti
Al(OH)3, dapat diendapkan menggunakan elektrolit yang bermuatan negatif, seperti
Cl-, SO42-, dan PO43-. Semakin besar nilai muatan yang berlawanan dengan muatan
partikel koloid, semakin cepat elektrolit tersebut menggumpalkan koloid tersebut.
Dengan demikan, urutan kekuatan pengendapan koloid bermuatan positif oleh
elektrolit bermuatan negatif sebagai berikut: PO43- > SO42- > Cl-.

b)      Pencampuran dua sol yang berlawanan muatan

Jika dua partikel sol berlawanan muatannya dicampurkan, kedua sol


tersebut akan saling meniadakan muatan sehingga kemudian membentuk endapan.
Misalnya, sol Fe(OH)3 (sol positif) dicampur dengan sol As 2S3 (sol negatif) (Gambar
10).
2)  Koagulasi secara fisika

a)      Elektroforesis

Dalam elektroforesis, partikel sol yang bermuatan bergerak ke arah elektrode yang
berlawanan muatannya. Sesampainya di elektroda, partikel menjadi tidak  bermuatan
dan mengendap (Gambar 11).

Gambar 11  Elektroforesis sol (sumber: www.chemistrywoks.net)

b)      Pendidihan

Sol seperti belerang dan perak halida yang terdispersi dalam air dapat diendapkan
dengan cara dididihkan.
Liofil dan Liofob

Berdasarkan kekuatan ikatan antara fasa terdispersi dan medium pendispersinya,


terdapat dua jenis koloid, yaitu koloid liofil dan liofob.

 1)  Koloid liofil

Koloid liofil adalah koloid yang suka berikatan dengan


medium pendispersinya  sehingga stabil dan sulit dipisahkan. Jika mediumnya air
disebut koloid hidrofil. Contohnya, agar-agar dan tepung kanji (amilum) dalam
air. Kestabilan koloid liofil disebabkan oleh tolak-menolak partikel
bermuatan sejenis dan oleh pelarutan (hidrasi) (Gambar 12).

 Gambar 12  Partikel koloid distabilkan dengan adanya tolak-menolak dari muatan


sejenis di permukaannya (sumber: www.chemwiki.ucdavis.edu)

2)  Koloid liofob

Koloid liofob adalah koloid yang tidak menyukai


medium pendispersinya sehingga cenderung memisah, dan akibatnya menjadi tidak
stabil. Jika mediumnya air disebut koloid hidrofob (tidak suka air), contohnya sol
emas dan koloid Fe(OH)3 dalam air.

Perbedaan kedua jenis koloid tersebut dapat diamati melalui:

a)    viskositas (kekentalan);

b)    arah gerak partikel koloid dalam medan listrik;

c)     pengaruh elektrolit;

d)    tegangan permukaan, yaitu tegangan yang disebabkan oleh terbentuknya


lapisan yang rapat pada permukaan campuran. Lapisan yang rapat ini selalu
terbentuk jika pelarut berkontak dengan dengan segala macam materi;
e)    dapat atau tidak dapat balik jika medium pendispersinya dihilangkan.

Pada koloid liofil, jika koloid tersebut mengendap atau zat pendispersinya


dihilangkan, maka zat hasil pengendapannya jika ditambahkan lagi zat
pendispersinya akan terbentuk koloid kembali sehingga koloid jenis ini digolongkan
koloid dapat balik (reversibel). Contohnya, gelatin, agar-agar, dan gum.

Pada koloid liofob, jika koloid tersebut mengendap atau zat pendispersinya


dihilangkan, lalu zat hasil pengendapan atau penghilangan zat pendispersinya
tersebut ditambahkan pelarutnya, tidak dapat membentuk koloid kembali.
Koloid jenis ini merupakan koloid yang tidak dapat balik (irreversibel).
Contohnya,  logam, senyawa sulfida, oksida logam, dan zat anorganik lainnya.

Dalam tubuh manusia, terdapat banyak molekul penting yang bersifat hidrofob,


seperti enzim dan antibodi. Molekul-molekul tersebut memposisikan diri sedemikian
rupa sehingga gugus-gugus hidrofobnya jauh dari molekul air, berada dalam
molekul, sedangkan gugus hidrofilnya berada di permukaan molekul dan berinteraksi
dengan lingkungan berair (Gambar 13). Gugus hidrofilik tersebut umumnya
mengandung oksigen dan nitrogen.

Gambar 13. Gugus hidrofilik di permukaan molekul membantu molekul


tersebut terdispersi dalam air.

Koloid hidrofob distabilkan oleh adanya gugus hidrofil lainnya pada ujungnya.
Sebagai contoh, minyak yang diteteskan ke dalam air. Minyak tersebut akan
tetap berada di permukaan air dan tidak tersuspensi ke dalam air.
Penambahan detergen yang mengandung sodium stearat dengan struktur
mengandung gugus hidrofob (di bagian badan dan ekor) serta gugus hidrofil di
bagian kepala) akan mendispersikan minyak ke dalam air. Perbedaan antara koloid
liofil dan liofob disajikan dalam Tabel 1.4 berikut.

    Tabel 1.4 Perbedaan koloid liofil dan liofob

Anda mungkin juga menyukai