Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 2

GD4202 DEFORMASI
“Objek Pemantauan Deformasi : Alam dan Buatan”

Disusun Oleh :

15119078 – Alvaz Adnan Naufal

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2022
1. Bagaimana metoda geodetik dapat digunakan dalam menentukan siklus dari gempabumi!
Seperti yang telah kita ketahui, gempabumi memiliki sifat berulang. Gempabumi yang
terjadi pada suatu waktu tertentu akan terulang lagi di masa yang akan datang pada periode
waktu tertentu. Karena gempabumi memiliki sifat yang berulang, maka gempa mempunyai
suatu siklus yang disebut siklus gempabumi, diantaranya:
▪ Interseismic, fase awal dari suatu siklus gempabumi. Pada fase ini, energi dari
dalam bumi menggerakkan lempeng dan energi mulai terakumulasi di bagian batas
antar lempeng dan patahan. (Sarsito, dkk., 2005).
▪ Coseismic , fase ketika gempa utama terjadi. Pada fase ini getaran pada bumi
dirasakan paling kuat seiring terjadinya pelepasan energi secara tiba-tiba. Ketika
fase coseismic terjadi, maka kerak bumi dapat terdeformasi secara permanen
sampai orde meter.
▪ Postseismic, Fase post-seismic terjadi ketika sisa-sisa energi gempa terlepaskan
dan kondisi kembali pada tahap kesetimbangan awal. Fase ini masih dapat
menghasilkan deformasi secara permanen mencapai orde sub-meter (Sarsito, dkk.,
2005).

Gambar1. Siklus gempabumi


Terdapat metoda dan teknologi geodetik yang dapat digunakan dalam menentukan
siklus gempabumi salah satunya yaitu dengan menggunakan metode pengamatan GPS
(Global Positioning System). Perkembangan teknologi ini di Indonesia mulai dipasang
sekitar tahun 1990, perkembangan teknologi ini tentunya memberikan pemahaman yang
lebih baik mengenai kondisi tektonik di Indonesia. Adapun contoh data time series GPS
sebagai berikut.

Gambar 2. : simulated GPS coordinate time-series

Gambar 3. Prinsip estimasi deformasi gempa koseismik dan pascaseismik dengan GPS (Abidin, et al., 2009)
Data tersebut didapat dari data GPS continu yang diinstalasi oleh BIG dan selain
itu, terdapat juga data stasiun Continuous GPS milik BPN, milik data SUGAR dan LIPI.
Data-data tersebut kemudian diolah sehingga hasil pengolahan data GPS tersebut
kemudian diinterpretasi sehingga dapat memberikan dan menentukan siklus gempabumi.
Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan semua data Global Positioning
System yang sudah tersedia, baik data GPS kontinu maupun berkala. Data tersebut dapat
diolah dengan menggunakan beberapa perangkat lunak seperti GAMIT, Bernese, GIPSY,
RTK-LIB dsb.

Metode geodesi yang lain untuk menentukan siklus gempabumi selain dengan
menggunakan teknologi Global Positioning System yaitu dengan menggunakan InSAR
(Interferometric synthetic aperture radar) atau menggunakan kombinasi antara GPS dan
InSAR dalam mengamati dan menentukan siklus gempabumi. Berikut merupakan contoh
hasil pengaplikasian InSAR untuk menentukan siklus gempabumi.

Gambar 4 , Coseismic Deformation (by InSAR)


Gambar 5. Interseismic Strain ( by InSAR)

2. Jelaskan mengapa deformasi Gunung api bisa teramati dengan survei geodesi!
Salah satu tujuan survei geodesi yaitu mengamati dan menentukan koordinat.
Fenomena deformasi gunung api dapat teramati karena pada prinsipnya, deformasi tubuh
gunung api dapat berupa penaikan tanah (inflasi) ataupun penurunan permukaan tanah
(deflasi). Deformasi yang berupa inflasi umumnya terjadi karena proses pergerakan
magma ke permukaan yang menekan permukaan tanah diatasnya. Sedangkan deformasi
berupa deflasi umumnya terjadi selama atau sesudah letusan. Dengan adanya deflasi dan
inflasi yang merupakan gejala deformasi pada gunungapi aktif akan menyebabkan
pergeseran posisi (koordinat) suatu titik di tubuh gunung api. Pergeseran posisi tersebut
dapat terjadi baik dalam arah horizontal maupun vertikal. Salah satu survei geodesi yang
paling terkenal dalam mengamati fenomena deformasi yaitu survei dengan GPS (Global
Positioning System) dengan pemantauan secara kontinyu. Sebenarnya tidak hanya
fenomena perubahan koordinat/ posisi saja yang diamati melalui pengamatan GPS tetapi
juga melalui survei ini dapat memodelkan pula fenomena deformasi, serta menentukan
kecepatan dan vektor deformasinya.
Prinsip dari metode pemantauan aktivitas gunung api secara kontinyu dengan
GPS pada dasarnya sangat sederhana, yaitu pemantauan terhadap perubahan koordinat
dari beberapa titik yang mewakili gunung api tersebut dari waktu ke waktu (aspek
temporal). Pda metode ini, beberap alat penerima sinyal (Receiver) GPS ditempatkan
pada beberapa titik pantau yang ditempatkan pada punggung dan puncak gunung yang
akan di pantau, serta pada suatu pusat pemantau (stasiun referensi) yang merupakan pusat
pemroses data. Pusat pemantau sendiri merupakan lokasi yang telah diketahui
koordinatnya.
Koordinat titik-titik pantau kemudian ditentukan secara teliti dengan GPS,
relative terhadap pusat pemantau, dengan menggunakan metode penentuan posisi
diferensial secara real time dengan menggunakan data pengamatan fase. Data
pengamatan GPS dari titik titik pantau harus dikirimkan secara real time ke pusat
pemantau untuk diproses Bersama-sama dengan data pengamatan GPS dari pusat
pemantau. Selanjutnya dengan mempelajari perubahan koordinat titik pantau , baik
terhadap pusat pemantau maupun diantara sesame titik ppantau , secara kontinyu dari
waktu ke waktu, maka karakteristik gunung api melalui survei geodesi lebih tepatnya
suvei dengan GPS dapat teramati, dapat dipelajari dan dianalisa.

Gambar 6. Metode-metode pemantauan aktivitas gunung api, diacu dari [merapi.bgl.esdm.go.id]

Selain survei GPS geodetic, fenomena deformasi gunung api dapat teramati
dengan menggunakan survei terestris geodetik tepatnya pengamatan precise levelling.
3. Jelaskan hubungan antara beban pada objek buatan manusia dengan pengamatan
deformasi!
Dengan adanya beban pada objek buatan tentu akan terdapat gaya yang bekerja. Gaya-
gaya tersebut yaitu gaya statis dan gaya dinamis. Gaya statis merupakan gaya yang
bekerja secara perlahan lahan pada struktur dan bersifat steady state. Sedangkan gaya
dinamis bekerja secara tiba tiba pada struktur.

Penentuan parameter-parameter deformasi dilakukan melalui survei deformasi.


Survei deformasi adalah survei geodetik yang bertujuan untuk mempelajari fenomena-
fenomena deformasi dan geodinamika yang terjadi. Fenomena-fenomena tersebut terbagi
atas dua, yaitu fenomena alam seperti pergerakan lempeng tektonik, aktivitas gunung api,
dan lain-lain. Fenomena yang lain adalah fenomena buatan manusia seperti bangunan,
jembatan, bendungan, dan sebagainya (Sunantyo, 2012).

Jadi dengan adanya beban baik itu beban mati, beban hidup, gaya akibat angin,
otomatis akan terjadi fenomena deformasi. Melalui pengamatan deformasi ini perubahan
beban atau gaya yang bekerja pada objek buatan manusia dapat teramati.
Referensi:

Kusky, T. 2008. Earthquakes: Plate Tectonics and Earthquake Hazards. New York. Facts On File.

Sarsito, D.A., Andreas, Abidin, H.Z., Meilano, I., Darmawan, dan Gamal, 2005, “Implikasi Co-Seismic dan Post-
Seismic Horisontal Displacement Gempa Aceh 2004 terhadap Status Geometrik Data Spasial Wilayah Aceh dan
Sekitarnya”, Kelompok Keahlian Geodesi, Departemen Teknik Geodesi, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

J.-P. Montillet, S. D. P. Williams, A. Koulali, S. C. McClusky. 2015. Estimation of offsets in GPS time-series and
application to the detection of earthquake deformation in the far-field. Geophysical Journal International.

Wright,T.J. 2013. InSAR and applications to the earthquake cycle, and use in particular earthquakes. Univ. of Leeds.

www.merapi.bgl.esdm.go.id diakses 4 Feb 2022.

Hasanuddin Z. Abidin , H. Andreas , I. Meilano , M. Gamal , I. Gumilar , dan C.I. Abdullah. Deformasi Koseismik
dan Pascaseismik Gempa Yogyakarta 2006 dari Hasil Survei GPS. Jurnal Geologi Indonesia.2009.

Anda mungkin juga menyukai