Anda di halaman 1dari 7

Penggunaan Metode Seismik untuk Pemantauan Aktivitas Gunung Berapi

Rhira Nadia Azizah

115230003

PENDAHULUAN

Gunung api adalah struktur geologis yang penuh tantangan karena


aktivitas vulkaniknya yang dapat membahayakan kehidupan manusia dan
lingkungan sekitarnya. Pemantauan gunung api adalah langkah kritis untuk
memahami perilaku dinamis gunung api dan mengidentifikasi potensi bahaya
sejak dini. Salah satu metode pemantauan yang efektif adalah menggunakan
metode seismik.

Metode seismik merupakan salah satu metode yang ada di geofisika. Di


dalam metode seismik, digunakan gelombang seismik untuk mengetahui apa yang
ada di bawah permukaan. Gelombang dalam metode seismik bersifat elastis yang
merambat ke dalam inti bumi kemudian muncul lagi ke permukaan (Tiyow et al.,
2022). Metode seismik sendiri dibagi menjadi dua, yaitu seismik refleksi dan
seismik refraksi. Seismik refleksi menggunakan sistem pemantulan gelombang,
sedangkan seismik refraksi menggunakan sistem pembiasan gelombang.
Instrumen atau alat yang digunakan untuk menangkap gelombang seismik yaitu
seismometer.

Metode seismik banyak diaplikasikan dalam eksplorasi bumi dan struktur


geologi. Salah satunya adalah dalam pemantauan aktivitas gunung berapi.
Gelombang seismik dapat memberikan informasi tentang sifat material di dalam
gunung api, termasuk jenis batuan, kepadatan, dan kemungkinan adanya
lempengan magma. Abidin et al. (2002) menyatakan bahwa metode seismik
menggunakan sensor seismometer untuk mengetahui aktivitas yang terjadi di
dalam gunung api. Pemantauan gunung berapi menggunakan metode seismik
dilakukan untuk mengetahui gempa atau aktivitas bawah tanah yang terjadi di
sekitar gunung api sehingga dapat dilakukan tindakan lebih lanjut.

Salah satu keunggulan metode seismik adalah kemampuannya mendeteksi


perubahan kecil dalam aktivitas gunung api yang mungkin sulit diamati secara
visual. Dengan analisis data seismik, para ilmuwan dapat memonitor fluktuasi
kecil dalam pola gelombang yang dapat menandakan adanya potensi ancaman.
Dengan kata lain, metode seismik memberikan deteksi dini yang memungkinkan
otoritas dan peneliti untuk mengambil langkah-langkah pencegahan dan evakuasi
yang sesuai.

Dalam menghadapi ancaman letusan gunung api, metode seismik menjadi


instrumen yang sangat berharga untuk pemantauan dan mitigasi risiko. Sebagai
alat yang dapat memberikan informasi real-time dan deteksi dini, metode seismik
memainkan peran krusial dalam upaya melindungi masyarakat, mengurangi
kerugian, dan meningkatkan pemahaman ilmiah kita tentang dinamika gunung
api. Oleh karena itu, investasi dan pengembangan lebih lanjut dalam teknologi
seismik menjadi esensial untuk meningkatkan kapasitas pemantauan gunung api
secara global.

PEMBAHASAN

Perambatan suatu energi yang mampu memindahkan partikel sesuai


dengan arah perambatannya disebut dengan gelombang (Tjia dalam Tiyow et al.,
2022). Gelombang seismik merupakan gelombang yang merambat di dalam bumi
dan bergantung pada sifat elastisitas batuan (Nurdiyanto et al., 2011). Gelombang
seismik dapat merambat melalui permukaan atau yang disebut surface wave dan
dapat merambat melalui interior bumi atau yang disebut body wave. Menurut
Nurdiyanto et al. (2011), body wave dibedakan menjadi dua yaitu P wave dan S
wave. Sedangkan surface wave dibedakan menjadi Raleigh wave dan Love wave.

Gelombang seismik digunakan dalam metode seismik untuk menentukan


apa yang ada di bawah permukaan bumi. Saat gelombang seismik menyebar dan
bertemu dengan batas antara lapisan, sejumlah gelombang tersebut mengalami
pantulan (refleksi), sementara yang lain mengalami pembiasan (refraksi). Setelah
itu, gejala fisiknya diamati dengan merekam gelombang tersebut melalui
geophone. Proses ini memungkinkan penentuan nilai kecepatan dan kedalaman
lapisan berdasarkan perhitungan waktu tempuh gelombang dari sumber getaran
(source) ke penerima (geophone). Waktu yang diperlukan oleh gelombang
seismik untuk merambat melalui lapisan batuan tergantung pada kecepatan
medium yang dilaluinya (Nurcandra et al., 2013).

Gelombang seismik dihasilkan oleh sumber getaran, seperti palu besar


atau peledak, dan kemudian gelombang tersebut merambat ke dalam bumi. Ketika
gelombang ini mencapai batas antara dua lapisan berbeda di dalam bumi, sebagian
dari gelombang tersebut akan dipantulkan kembali ke permukaan, dan sebagian
lainnya akan merambat lebih dalam dengan mengalami refraksi atau refleksi
internal. Berdasarkan gelombang tersebut, metode seismik aktif dibagi menjadi
dua yaitu metode seismik refleksi dan metode seismik refraksi. Metode seismik
refleksi umumnya digunakan untuk menentukan batuan dan struktur geologi
pada kedalaman yang dalam, sedangkan metode seismik refraksi digunakan untuk
menentukan batuan dan struktur geologi pada kedalaman yang relatif dangkal
(Nurdiyanto et al., 2011).

Metode seismik dapat mendeteksi gempa melalui gelombang seismik yang


dipancarkan. Gelombang tersebut membawa energi dan merambat ke segala arah
di seluruh bagian bumi, yang dapat direkam oleh seismometer dan terdeteksi oleh
seismograf (Hendrajaya & Bijaksana dalam Tiyow et al., 2022). Menurut Tiyow
et al. (2022), fenomena yang dikenal sebagai gempa bumi adalah hasil dari efek
yang dihasilkan oleh gelombang seismik yang berasal dari gangguan alam, seperti
pergerakan lempeng tektonik, patahan, dan aktivitas gunung api (vulkanik).
Melalui gempa bumi yang dideteksi ini, pemantauan aktivitas gunung api dapat
dilakukan.

Salah satu alat yang digunakan dalam metode seismik adalah seismograf
yang mana alat ini memiliki kemampuan untuk menentukan gelombang seismik.
Pada prinsipnya seimograf memberi data berupa gelombang yang didapat pada
saat mendeteksi gelombang seismik. Seismograf mendeteksi getaran melalui
instrumen sensitif hasil dari pencatatan alat seismograf berupa grafik tulisan.
Seiring perkembangan zaman seismograf, akurasi dari alat semakin baik, jika dulu
grafik penulisan berupa horizontal kini alat seismograf mampu untuk membuat
grafik secara vertikal dan lateral (Susanto, 2011).
Seismograf terdiri dari dua bagian yaitu alat pendeteksi gerakan tanah
(seismometer) dan alat perekaman. Seismometer berfungsi untuk merasakan dan
mengukur gelombang pergerakan tanah. Hasil deteksi tersebut akan dicatat dan
direkam selama periode waktu tertentu menjadi catatan berupa garis-garis naik
dan turun oleh alat perekam. Seismogram yang dihasilkan akan dibaca dengan
skala Magnitudo (M) untuk mengukur kekuatan gempa.

Seismograf digunakan untuk mendeteksi aktivitas seismik yang terkait


dengan gerakan magma di dalam gunung api. Peningkatan tekanan magma dan
pergeseran batuan dapat menghasilkan gelombang seismik yang terdeteksi oleh
seismograf. Pemantauan gunung api menggunakan seismograf dilakukan dengan
meletakkan seismometer di beberapa titik di gunung api, contohnya seperti di
Gunung Tangkuban Perahu, Jawa Barat, seismometer diposisikan pada empat
lokasi berbeda, dengan ketinggian mencapai 2000 meter di atas permukaan laut
(Hendradjaya & Hulu, 2015).

Perekaman seismogram dari seismograf membantu dalam


mengidentifikasi pola gelombang seismik yang berkaitan dengan pergerakan
magma, letusan, atau aktivitas vulkanik lainnya. Pola gelombang ini memberikan
petunjuk tentang potensi bahaya dan perkembangan situasi di dalam gunung api.
Monitoring dilakukan harian atau secara berkala dengan mengunjungi setiap
stasiun seismograf (Hendradjaya & Hulu, 2015). Data seismik yang terkumpul
digunakan untuk mengembangkan model geologis yang lebih baik tentang
struktur dan perilaku gunung api. Ini membantu para ilmuwan dalam meramalkan
potensi letusan, memahami dinamika magma, dan merinci karakteristik geologi
gunung api.

Seismograf berperan penting dalam menyediakan peringatan dini terhadap


potensi letusan gunung api. Data seismik yang akurat memungkinkan pihak
berwenang memberikan peringatan dini kepada masyarakat dan
mengoordinasikan proses evakuasi dengan lebih efektif. Seismograf sering
diintegrasikan dengan sistem peringatan dini gunung api yang melibatkan
pemantauan multi-sensor, seperti pengamatan visual dan pemantauan gas
vulkanik, untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang aktivitas
gunung api.

KESIMPULAN

Gelombang seismik merupakan gelombang yang merambat di dalam bumi


dan bergantung pada sifat elastisitas batuan . Gelombang seismik dapat merambat
melalui permukaan atau yang disebut surface wave dan dapat merambat melalui
interior bumi atau yang disebut body wave. Gelombang seismik digunakan dalam
metode seismik untuk menentukan apa yang ada di bawah permukaan bumi.

Saat gelombang seismik menyebar dan bertemu dengan batas antara


lapisan, sejumlah gelombang tersebut mengalami pantulan, sementara yang lain
mengalami pembiasan. Waktu yang diperlukan oleh gelombang seismik untuk
merambat melalui lapisan batuan tergantung pada kecepatan medium yang
dilaluinya. Metode seismik dapat mendeteksi gempa melalui gelombang seismik
yang dipancarkan. Gelombang tersebut membawa energi dan merambat ke segala
arah di seluruh bagian bumi, yang dapat direkam oleh seismometer dan terdeteksi
oleh seismograf.

Salah satu alat yang digunakan dalam metode seismik adalah seismograf
yang mana alat ini memiliki kemampuan untuk menentukan gelombang seismik.
Pada prinsipnya seimograf memberi data berupa gelombang yang didapat pada
saat mendeteksi gelombang seismik. Seismogram yang dihasilkan akan dibaca
dengan skala Magnitudo untuk mengukur kekuatan gempa. Seismograf digunakan
untuk mendeteksi aktivitas seismik yang terkait dengan gerakan magma di dalam
gunung api. Peningkatan tekanan magma dan pergeseran batuan dapat
menghasilkan gelombang seismik yang terdeteksi oleh seismograf.

Perekaman seismogram dari seismograf membantu dalam


mengidentifikasi pola gelombang seismik yang berkaitan dengan pergerakan
magma, letusan, atau aktivitas vulkanik lainnya. Data seismik yang terkumpul
digunakan untuk mengembangkan model geologis yang lebih baik tentang
struktur dan perilaku gunung api. Data seismik yang akurat memungkinkan pihak
berwenang memberikan peringatan dini kepada masyarakat dan
mengoordinasikan proses evakuasi dengan lebih efektif. Seismograf sering
diintegrasikan dengan sistem peringatan dini gunung api yang melibatkan
pemantauan multi-sensor, seperti pengamatan visual dan pemantauan gas
vulkanik, untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang aktivitas
gunung api.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H. Z., Hendrasto, M., Andreas, H., Gamal, M., Kusuma, M. A., Rosadi,
U., ... & Kimata, F. (2007). Karakteristik Deformasi Gunungapi Ijen dalam
Periode 2002-2005 Hasil Estimasi Metode Survei GPS. Proc. ITB Sains &
Tek, 39(1&2), 1-22.

Hendradjaya, B., & Hulu, E. (2015). Tinjauan Penggunaan Jaringan Sensor


Nirkabel untuk Pemantauan Gunung Api di Indonesia. Teknik Elektro dan
Informatika, ITB, Bandung.

Nurcandra, N., & Koesuma, S. (2013). Penentuan Tingkat Kekerasan Batuan


Menggunakan Metode Seismik Refraksi di Jatikuwung
Karanganyar. Indonesian Journal of Applied Physics, 3(1), 29.

Nurdiyanto, B., Hartanto, E., Ngadmanto, D., Sunardi, B., & Susilanto, P. (2011).
Penentuan tingkat kekerasan batuan menggunakan metode seismik
refraksi. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 12(3).

Susanto, A. (2011). Perhitungan Percepatan Tanah Maksimum Berdasarkan Data


Gempa Bumi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi, Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Semarang.

Tiyow, S., Silangen, P., & Mandang, T. (2022). Identifikasi Mekanisme


Kedalaman Gempa Vulkanik Gunungapi Soputan Menggunakan Data
Seismik Vulkanik Dalam Periode April-Mei 2014. Jurnal FisTa: Fisika
dan Terapannya, 3(1), 49-54.

Anda mungkin juga menyukai