Anda di halaman 1dari 2

PENGAMATAN SEISMISITAS

Indonesia merupakan negara dengan 129 Gunung api aktif, pengamatan gunung
api merupakan pekerjaan yang mutlak dilakukan dalam upaya pengurangan risiko
bencana gunung api.

Ada beberapa metode pemantauan aktivitas gunung api yang telah


diaplikasikan antara lain metode seismik, metode deformasi, metode kimia gas,
metode termal dan metode penginderaan jauh. Dalam bahasan kali ini akan lebih
menarik untuk membahas metode seismik karena metode ini yang paling banyak
digunakan untuk pemantauan gunung api di Indonesia saat ini serta metode ini terkait
erat dengan keilmuan kita yaitu teknik geofisika.

Metode seismik ialah metode yang menggunakan sensor seismometer yang


berguna untuk mengevaluasi aktivitas yang terjadi di dalam gunung api. Pengamatan
seismisitas gunung api pertama dikenalkan pada akhir tahun 1970-an melalui
publikasi Aki et.al pada tahun 1977. Ketika sebuah gunung api akan meletus maka
akan timbul aktifitas seismisitas berupa tremor atau getaran-getaran kecil atau gempa
vulkanik yang biasanya dirasakan oleh masyarakat sekitar gunung api. Aktifitas
seismisitas meningkat karena peningkatan aktifitas dan tekanan di dapur magma.
Peningkatan ini menyebabkan terjadinya rekahan-rekahan yang menjadi sumber
gempa vulkanik.

Sebelum pengamatan seismisitas ini bisa dilakukan, hal pertama yang harus dilakukan
adalah pemasangan seismograf telemetri di sekitar gunung api yang akan diamati sehingga kita
dapat menentukan kapan gempa bumi volkanik terjadi, dimana lokasi sumber dan besar kekuatan
serta jenis sumbernya. Secara umum seismograf telemetri terdiri dari dua bagian yaitu bagian
pemancar (transmitter) yang ditempatkan di lapangan dan bagian penerima (receiver) yang
ditempatkan di pos gunung api. Berbagai tipe gelombang seismik yang dibangkitkan oleh gempa
bumi akan direkam oleh seismograf analog lalu secara kontinyu diterima langsung dari sumber
gempa yang ditempatkan di pos pengamatan gunung api. Dari seismogram diketahui parameter-
parameter gempa yaitu waktu tiba gelombang P dan S, amplitudo gempa, dan lama gempa.

Seismic signatures memiliki pola yang berbeda tergantung pada amplitudo, frekuensi dan durasi
pada setiap rekaman. Debris flow memiliki seismic signatures dengan amplitudo kecil, frekuensi
sedang-tinggi, serta durasi lama. Distant earthquake memiliki seismic signatures dengan
amplitudo kecil, frekuensi lebih rendah dengan durasi yang lama. Pada Tectonic Earthquake near
mount memiliki amplitudo gelombang P yang kecil,frekuensi sedang-tinggi, dan durasi sebentar.
Sedangkan pada tectonic Earthquake beneath mount memiliki amplitudo gelombang P yang lebih
besar, frekuensi sedang-tinggi, dan durasi sebentar. Rock falls dan Glacier-sliding memiliki pola
tersendiri pada rekaman seismiknya. Seismic signatures pada setiap gunung api dapat berbeda-
beda karena gunung api memiliki karakteristik magma dan morfologi yang berbeda. Seismic
signatures pada gunung api yang satu tipe pada umumnya akan sama pada peristiwa yang sama.
Membandingkan rekaman seismik dengan pengamatan langsung aktifitas gunung api
tersebut perlu dilakukan agar pengamatan dapat lebih akurat. Pada saat ini di Indonesia, dari 129
gunung api aktif saat ini sudah dilakukan pengamatan sebanyak 69 gunung api.

Dengan ini diharapkan pengamatan seismisitas dapat ditingkatkan lagi karena dengan
pengamatan seismisitas akan menyelamatkan banyak jiwa dari bencana erupsi gunung api seperti
ketika gunung api Pinatubo di Philipina erupsi pada tahun 1991.

Anda mungkin juga menyukai