Anda di halaman 1dari 13

GEMPA BUMI DAN TSUNAMI

MELACAK PUSAT DAN SAAT GEMPA BUMI


Hak-Cipta (C) 1984-2004 Achmad Firwany
bagian pertama dari tiga tulisan

Awal milenium ini dunia kembali diguncang berbagai gempa di berbagai


penjuru, juga di Indonesia. Banyak bangunan runtuh dan hancur, baik di
perkotaan maupun di pedesaan. Media masa, baik cetak maupun elektronik
kerap menyebutkan lokasi pusat gempa yang diduga, yang ternyata terletak
beratus atau beribu mil jauhnya dari tempat kejadian. Pada kesempatan ini
penulis ingin sedikit mengulas bagaimana lokasi suatu pusat gempa diketahui
dan bagaimana mengetahui kapan tepatnya gempa terjadi pada sumbernya.
Seismologi
Gempa bumi adalah getaran alam. Ilmu yang mempelajari segala sesuatu
tentang perilaku alam ini adalah ilmu alam atau fisika. Gempa terjadi dibawah
permukaan bumi. Ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang bumi ini
adalah ilmu bumi atau geologi. Sedangkan geofisika merupakan ilmu terapan
yang dibangun berdasarkan penerapan fisika pada geologi untuk mengetahui
perilaku fisik bumi. Seismologi adalah salah satu cabang geofisika yang khusus
mempelajari tentang gempa.
Seismograf
Daerah sumber gempa dan kekuatan gempa dapat diketahui berkat suatu alat
yang disebut seismograf, yang berfungsi mendeteksi gempa melalui sensor
getaran gempa yang dalam istilah teknis disebut getaran seismik, dan
mentranslasikan getaran ini kedalam gambar pola gelombang serta
menterjemahkannya kedalam angka-angka besaran sebagai data. Rekaman
seismograf ini disebut seismogram. Seismograf dirancang untuk untuk
merekam gelombang seismik berikut data berkaitan lainnya, seperti sumber
getaran, arah getaran, dan kekuatan getaran.
Dalam seismologi, sumber atau pusat gempa dibawah permukaan bumi
disebut fokus gempa atau hiposentrum (hypocenter), dan titik di permukaan
bumi yang ditarik melalui garis tegaklurus terhadapnya disebut episentrum
(epicenter). Hingga kini telah diteliti berbagai hiposentrum hingga kedalaman

1.000 km dari episentrum. Dalam kemajuan teknologi sekarang ini, seismograf


modern sudah merupakan sebuah sistem komputer akusisi-data seismik
waktu-nyata (real-time seismic data-aquistion computer system). Seismograf
mengukur gelombang seimik dengan beberapa cara. Salah satu cara adalah
dengan mendeteksi gelombang melalui sensor pengindera getaran bumi.
Gelombang yang diukur pun ada beberapa macam.
Gelombang Seismik
Gelombang gempa yang dalam istilah teknis disebut gelombang seismik
memiliki karakteristik tersendiri. Berdasarkan waktu tiba (arrival time)
gelombang pada sensor seismograf, ada tiga macam gelombang seismik.
Pertama, gelombang seismik primer (primary seismic wave, P-wave), yang tiba
paling awal, secara fisik digolongkan gelombang membujur atau gelombang
longitudinal, merupakan gelombang tekanan atau desakan (pressure wave,
compression wave, push-pull wave), yang menekan dan mendorong bebatuan
dalam arah rambatnya ketika melewatinya. Gelombang P merambat melalui
padatan, cairan, dan gas. Di air dan di udara, gelombang ini merupakan
gelombang sonik atau gelombang suara.
Kedua, gelombang seismik sekunder (secondary seismic wave, S-wave), yang
tiba kemudian, yang secara fisik digolongkan gelombang melintang atau
gelombang transversal, merupakan gelombang guncang (shake wave) atau
gelombang gunting (shear wave), yang bersifat sangat merusak karena
memotong bebatuan sisi-menyisi tegak-lurus arah rambatnya. Gelombang S
hanya merambat melalui padatan, tidak melalui cairan dan gas karena tak ada
pergeseran beban rapat yang menghantarkannya.
Ketiga, gelombang tertier (tertiary wave, T-wave), yang tiba paling ahir,
merupakan gelombang permukaan (surface wave) yang menjalar sepanjang
permukaan bumi, atau disebut juga gelombang seismik panjang (long seismic
wave, L-wave) karena panjang-gelombangnya mencapai 1 mil, yang lebih
dikenal dengan sebutan gelombang Raleigh (Raleigh wave). Gelombang P dan
S disebarkan dari hiposentrum secara serentak ke semua arah pada saat
gempa terjadi. Sedangkan gelombang T disebarkan secara radius oleh
episentrum yang terbentuk ketika gelombang P dan gelombang S mencapai
permukaan bumi. Pola gelombang permukaan adalah seperti riak gelombang
terjadi pada permukaan air ketika sebutir batu dilemparkan ke kolam.
Media Seismik
Gelombang P bergerak paling cepat, mencapai dua kali lipat kecepatan
gelombang S. Gelombang T paling lambat. Dengan demikian waktu tiba
gelombang S lebih awal daripada gelombang P, dan terahir gelombang T.
Gelombang P merambat dengan kecepatan rata-rata 10 km per detik,
sedangkan gelombang S rata-rata 5 km per detik. Secara fisik, kecepatan
rambat gelombang seismik didalam bumi sangat bergantung pada kerapatan

(density) material media dilaluinya yang sekaligus merupakan penghantarnya.


Makin padat dan rapat material kerak bumi, makin cepat gelombang seismik
merambat. Makin kedalam bumi, makin rapat materialnya, dan makin cepat
gelombang seimik merambat seperti tampak pada tabel 1. Namun pada lapisan
antara kerak bumi dan inti bumi, material kembali merenggang, menunjukkan
bahwa inti bumi sebenarnya terdiri dari material cair.
Interval Seismik Diatas 7.000 mil jarak antara seismograf dan episentrum
terjadi kelambatan waktu tiba gelombang P, atau gelombang P tiba dibawah
jadwal semestinya. Sedangkan gelombang S seringkali tak lagi dapat dideteksi.
Tampak bahwa pada pada jarak ini gelombang P telah menembus bagian
kerak bumi mendekati bagian terdalam, sekitar 1.800 mil atau 2.896 km dari
permukaan, yang tak lagi merupakan bagian padat dapat menghantarkan
gelombang P secara cepat, melainkan bagian cair, sehingga gelombang S tak
lagi terhantarkan. Karena secara alami material kerak bumi tak homogen,
maka waktu tiba gelombang seismik pada stasiun berjarak sama terhadap
pusat gempa tidak selalu pasti sama, tapi terjadi deviasi beberapa detik hingga
menit. Permukaan bumi yang dilapisi lapisan lunak yang mengandung banyak
humus atau lapisan cuaca (wheatering layer) akan memperlambat rambat
gelombang. Untuk memperoleh kecepatan rambat gelombang akurat
diperlukan koreksi-koreksi statis dan dinamis. Namun interval atau beda waktu
tiba gelombang P dan gelombang S akan selalu lebih-kurang sama.

jarak stasiun waktu tiba waktu tiba


seismograf
gelombang gelombang
terhadap
primer Tp sekunder Ts
episentrum

selang
waktu tiba
gelombang
Tp Ts

kecepatan
gelombang
primer
Vp

kecepatan
gelombang
sekunder
Vs

mil

km

mnt:dtk

mnt:dtk

mnt:dtk

km/dtk

km/dtk

100

161

0:27

0:47

0:20

5,96

3,43

1.000

1.610

3:20

6:00

2:40

8,05

4,47

2.000

3.220

5:56

10:48

4:52

9,04

4,07

3.000

4.830

8:00

14:30

6:30

10,06

5,55

4.000

6.440

9:50

17:50

8:00

10,92

6,02

5.000

8.050

11:26

20:51

9:25

11,73

6,43

6.000

9.660

12:43

23:27

10:44

12,66

6,87

7.000 11.270

13:50

25:39

11:49

13,58

7,32

kecepatan rata-rata rambat gelombang seismik:

10,25

5,63

1 mil = 1,609.344 km (1 km = 0,621.371 mil)

TABEL 1.TABEL KONSULTASI EPISENTRUM GEMPA BUMI


Fokus Seismik
Berdasarkan interval waktu tiba gelombang P dan S, mengacu pada table yang
telah dibuat berdasarkan pengukuran-pengukuran sebelumnya, seperti pada
tabel 1, dapat diketahui radius episentrum terhadap stasiun seismograf.
Dengan mencari interseksi busur-busur lingkaran radius stasiun-stasiun
seismograf berbeda yang tersebar di berbagai tempat sekitar gempa, yang
mencatat getaran gempa secara serentak dalam waktu bersamaan, dapat
diketahui arah episentrum terhadap posisi stasiun seismograf, yaitu pada titik
interseksi. Paling sedikit diperlukan tiga lingkaran pada peta dimana stasiun
seismograf berbeda sebagai pusat masing-masing. Secara geodetik, dengan
mengukur jarak stasiun terhadap daerah terkena gempa, dapat dihitung jarak
episentrum dari daerah tersebut. Dengan mengkonsultasikan hasilnya
terhadap peta geografis bumi dapat diketahui dengan tepat lokasi episentrum.
Sedangkan untuk mengetahui lokasi hiposentrum, informasi yang diperoleh
harus dikonsultasikan dengan peta geologis dibawah episentrum. Korelasi
angka-angka pada tabel dapat digambarkan sebagai grafik 1 (kurva) atau
grafik 2 (batang).
Waktu Seismik
Seismograf bekerja secara waktu-nyata (real-time), sehingga secara tepat
mencatat hari, jam, menit hingga detik ketika masing-masing gelombang
seismik mencapai sensor seimik pada stasiun-stasiun berbeda. Berdasarkan
waktu tiba gelombang pada stasiun, dengan menghitung mundur, dapat
diketahui secara tepat kapan gempa terjadi pada hiposentrum.

SKALA KEKUATAN DAN TENAGA GEMPA BUMI


Hak-Cipta (C) 1984-2004 Achmad Firwany
bagian kedua dari tiga tulisan

Belakangan ini di suratkabar dan televisi sering diberitakan tentang gempa


bumi (earth-quake) berikut efek kerusakan dan kecelakaan diakibatkannya,
serta ukuran kekuatannya dalam skala Richter. Gempa ini terjadi di berbagai
belahan bumi, termasuk Indonesia. Begitu juga bencana alam sebagai akibat
gelombang pasang tsunami. Tiap kali ada pemberitaan gempa, selalu
dinyatakan kekuatannya dalam skala Richter, yang bagi banyak orang awam
tidak dapat mengartikannya, kecuali akibat gempa ditimbulkannya. Tulisan ini
akan sedikit mengupas apa yang dimaksud dengan skala Richter, dan berapa
besar tenaga seismik yang mampu mengguncang bumi pada skala tersebut.

Skala Gempa
Skala yang dimaksud diatas adalah skala kekuatan gempa-bumi yang
digunakan dalam seismologi dan geofisika. Skala ini merupakan tingkat ukuran
kekuatan (intensity) dan besaran (magnitude) gempa, yang menyatakan besar
energi kandungan goncangan tersebut. Selanjutnya disini disebut sebagai MS
(Mercalli Scale) dan RS (Richter Scale). Berikut ini adalah perbedaan
mendasar antara dua skala ini. MS merupakan skala kekuatan kentara
(apparent intensity) yang diukur secara visual dan subyektiv, berdasarkan pada
akibat atau efek tampak ketika gempa berlangsung. MS dinyatakan dalam
angka romawi dari I sampai XII.
Sedangkan RS merupakan skala kekuatan mutlak (absolute intensity) yang
diukur secara obyektif, berdasar pada pengukuran gerak tanah, sebagaimana
ditentukan oleh rekaman gelombang seismik, yang dihasilkan oleh seismograf
yang dipasang pada suatu jarak diketahui dari episentrum (pusat gempa pada
permukaan bumi) yang tegaklurus terhadap hiposentrum (sumber gempa
didalam bumi). RS dinyatakan dalam angka arabik dari 1 sampai 9, selebihnya
skala dibawah 1 dan diatas 9 merupakan skala ektensi untuk gempa ekstra.
MS dikatakan sebagai skala subyektif karena disusun berdasarkan pada akibat
gempa dirasakan atau tampak oleh manusia pada suatu area episentral. Jadi
MS tak menentukan berapa besar kekuatan goncangan sebenarnya pada
hiposentrum. Karena penyusunan kekuatan gempa yang tak obyektif pada MS,
maka pemakaian skala MR lebih memuaskan untuk referensi ilmiah, dan
mengingat bahwa MR juga disusun berdasarkan pada amplitudo runutan (trace

amplitude) getaran pada seismograf.

Skala Mercalli
Skala pertama kekuatan subyektif gempa bumi, terdiri dari 10 skala,
diperkenalkan pada 1883, merupakan perbaikan skala yang diajukan pada
1874 oleh M.S. Rossi dan F.A. Forrel. Skala ini disempurnakan lagi pada 1902
oleh G. Mercalli, Cancani, dan Sieberg, sehingga menjadi 12 skala, yang diatas
disebut sebagai MS. Namun skala ini kemudian diperbaiki lagi pada 1931 oleh
Wood dan Newman, dan versi termodifikasi yang disebut sebagai MMS
(Modified Mercalli Scale) ini, secara otomatis menggantikan MS. Pada 1950 di
Jepang, para seismologis Jepang juga membuat ukuran objektif gempa dalam
7 skala dapat disesuaikan dengan MS.

Skala Richter
Karena MMS masih memiliki referensi yang subyektif, maka skala kekuatan
obyektif gempa bumi diajukan pada 1935 oleh Charles F. Richter dan Benno
Guttenberg, seismologist Amerika Serikat, di California Institute of Technology,
skala mana hingga kini kita kenal sebagai skala Richter atau RS.
Untuk menghubungkan efek RS terhadap MMS, pada 1956 Richter melakukan
penyesuaian besaran pada MMS yang sesuai dengan besaran pada RS,
sehingga diperoleh hubungan skala subyektif dan skala obyektif. MMS yang
dimodifikasi oleh Richter ini disebut sebagai MMS 56. Namun Pada 1964 MMS
56 diperbaiki lagi oleh Medvedev, Sponheuer, dan Karnik, dan disebut MSK
MMS 56. Istilah MS atau MMS yang digunakan sekarang merujuk pada skala
modifikasi terahir ini. Deskripsi lengkap tentang skala intensitas seismik ini
mengacu pada buku-teks Richter (Richter, Charles F., Elementary Seismology.
Freeman, San Francisco, USA, 1958).

Pengukuran Skala
Dalam MS, intensitas gempa membesar sesuai dengan nomor skala. Getaran
paling lemah dinyatakan pada skala I, berada dibawah ambang batas
kepekaan manusia, disebut getaran infra-seismik, hanya dapat dideteksi oleh
sensor seismograf. Getaran sangat lemah pada skala II, dapat dirasakan oleh
sebagian orang yang tengah berada pada keadaan diam ketika gempa sedang
berlangsung. Getaran lemah pada Skala III, dapat dirasakan oleh sebagian
orang yang berada pada tempat diam, seperti rumah, tapi tidak bagi mereka
yang tengah berada pada kendaraan bergerak. Pada skala III ini, air pada

bejana sudah mulai bergoyang. Pada skala IV, getaran merambat keseluruh
rumah. Skala V akan membanting daun pintu dan jendela rumah. Skala VI
akan menggeser perabotan rumah.
Skala VII akan mendentangkan lonceng gereja, dan orang yang sedang
mengendarai mobil dapat merasakan getarannya. Skala VIII akan
menumbangkan pohon dan melongsorkan tanah. Skala IX akan merekahkan
tanah beberapa cm dan membengkokkan rel kereta-api. Skala X merekahkan
tanah hingga beberapa meter dan mengambrukkan jembatan. Pada skala XI,
bangunan gedung runtuh total. Sedangkan pada skala XII, tanah merekah
hingga beberapa km, sebagian permukaan tanah terangkat dan sebagian lagi
terhentak, dan terjadi pengrusakan total permukaan bumi. Deskripsi MS adalah
seperti pada tabel 1.

skala Rossi-Ferrel
1874 - 1883

skala Jepang
1950

skala Mercalli
termodifikasi
1902 - 1964

Deskripsi analog besaran


intensitas/kekuatan gempa pada
skala Mercalli

gempa ekstra lemah

II

II

gempa sub lemah

III

III

gempa infra lemah

IV

2,3

IV

gempa sangat lemah sekali

V-VI

gempa sangat lemah

VII

VI

gempa lemah/ kecil

VII-VII

4,25

VI-VII

gempa moderat / menengah

VIII

4,5

VII

gempa kuat / besar

IX

VIII

gempa sangat kuat

IX

gempa sangat kuat sekali

gempa ultra kuat

XI

gempa supra kuat

XII

gempa ekstra kuat

TABEL 1.SKALA MERCALLI


Dalam RS, intensitas gempa juga membesar sesuai dengan nomor skala
seperti pada MS. Namun jika pada MS peningkatan kekuatan adalah secara
kualitatif, maka pada RS peningkatan kekuatan adalah secara kuantitatif.
Dalam RS, dinyatakan bahwa dalam urutan nomor skala yang merupakan
bilangan bulat (integer), kekuatan meningkat secara logaritmis desimal (10 log,
logaritma berbasis 10). Dengan kata lain, tiap peningkatan nomor skala

integral, kekuatan gempa meningkat 10 kali lipat: 1 (log 0), 10 (log 1), 100 (log
2), 1.000 (log 3), dan seterusnya. Deskripsi RS adalah seperti tampak pada
tabel 2.

skala Richter
1935

deskripsi
analog
intensitas
/
kekuatan
dan
kandungan
energi
pada skala Richter

besaran efek fisik akibat gempa


gempa yang
terdeteksi
gempa oleh manusia

0 - 0,9

gempa ektra lemah

tak terdeteksi

1 - 1,9

gempa sub lemah

tak terasa

2 - 2,9

gempa infra lemah / kecil sekali

hampir tak terasa

3 - 3,9

gempa sangat lemah

mengayunkan

4 - 4,9

gempa lemah/ kecil

mengguncangkan

5 - 5,9

gempa moderat / menengah / sedang

merusakan

6 - 6,9

gempa kuat / besar

menghancurkan

7 - 7,9

gempa sangat kuat / besar sekali

meruntuhkan

8 - 8,9

gempa ultra kuat

memporakperandakan

9 - 9,9

gempa supra kuat

menengelamkan

10 -10,9

gempa ekstra kuat

tak terperikan

TABEL 1.SKALA RICHTER


Formula Richter
Besaran mutlak skala Richter dinyatakan sebagai berikut : Magnitudo skala
Richter adalah nilai logarithma berbasis 10 dari tinggi amplitudo maksimum
gelombang seismik dalam mikrometer yang dicatat oleh seismograf dengan

faktor perbesaran 2.800 dan faktor peredaman 0,8, berjarak 100 km dari
episentrum. Untuk jarak berebeda seismograf terhadap episentrum, Richter
membuat tabel koreksi. Secara matematis, magnitudo skala Richter dihitung
dengan formula Richter.
Formula Richter adalah sebagai berikut : M Richter scale = log (A / T) + F (g,h)
+ Cs + Cr, dimana M = magnitudo atau besaran skala Richter, A = amplitudo
maksimum pada seismogram dalam unit mikrometer, T = tempo atau periode
waktu gelombang seisimik dalam detik per siklus, F (g,h) = fungsi koreksi jarak
dari episentrum ke geosensor seismograf (g), dan dari episentrum ke
hiposentrum (h), Cs = koreksi stational, dan Cr = koreksi regional.

Tenaga Gempa
Besar energi seismik terkandung dalam gucangan gempa dihitung dengan
formula matematis sebagai berikut : 10 log E = 11,3 + 1,8 x M Richter scale,
dimana E = energi dalam unit Erg, atau 10 Log E = (11,3 + 1,8 x M Richter
scale) / 10^7, untuk E = energi dalam unit Joule. 1 Joule setara dengan energi
dibutuhkan untuk memindahkan batu seberat 1 kg sejauh 1 meter. Berarti
gempa berkekuatan 6 skala Richter memiliki energi sebesar 10^22 erg (10 log
E = 22,1) atau 10^15 Joule. Energi mana mampu menggeser batu seberat
sejuta kg (10^6 kg) sejauh sejuta km (10^9 m) dalam waktu 1 detik.

Efek Gempa
Efek gempa besar paling jelas adalah guncangan (shock). Ada tiga macam
guncangan terjadi, khususnya di episentrum. Pertama, guncangan awal (foreshocks, initial shocks), merupakan gempa kecil disebut tremor, biasanya terjadi
beberapa kali, dan makin lama makin kuat. Kedua guncangan utama (main
shock), merupakan gempa merusak. Bisa cukup sekali, tapi bisa juga beberapa
kali. Ketiga guncangan ahir (after-shock, final shocks), juga merupakan tremor
yang terjadi beberapa kali, tapi makin lama makin lemah. Pada gempa besar,
guncangan ahir ini baru meredam setelah beberapa bulan.
Efek utama gempa adalah suara keras. Sebagian besar suara ini justeru bukan
berasal dari hiposentrum, melainkan dari episentrum dan radius efektifnya
pada permukaan bumi sebagai akibat benturan dan keruntuhan. Efek kedua
adalah api dan kebakaran. Api terjadi jika dari dalam bumi disemburkan gas
panas, khususnya jika terjadi ledakan gunung berapi, tapi juga bisa berasal
dari instalasi pipa gas dan listrik dibawah tanah. Ketiga adalah efek terhadap
air laut, terlebih jika sumber gempa berada dibawah permukaan samudera,
maka akan terjadi gelombang seismik lautan yang mirip gelombang pasang,
yang populer dengan nama tsunami. Panjang-gelombang tsunami dari puncak
ke puncak bisa mencapai 200 km dan tinggi puncak amplitudo gelombangnya

bisa mencapai 20 meter, sehingga bila menerpa pantai mampu masuk ke


dalam pesisir sejauh 2 s/d 20 km dan menyapu bangunan setinggi 2 s/d 20
meter.

MACAM GEMPA DAN SEBAB GEMPA BUMI


Hak-Cipta (C) 1984-2004 Achmad Firwany
bagian ketiga dari tiga tulisan

Frekuensi gempa bumi belakang ini cukup tinggi. Terjadi di berbagai tempat di
belahan bumi, dengan kekuatan bervariasi. Banyak ahli geofisika mencoba
menjelaskan fenomena ini, sejak berabad-abad lalu: Mengapa gempa terjadi?
Orang awam umumnya tahu bahwa ledakan gunung berapi menimbulkan
gempa bumi. Tapi gempa juga bisa terjadi tanpa ada sebuah gunung pun yang
meletus. Orang pun berasumsi bahwa mungkin ada gunung meledak dibawah
permukaan laut, atau peristiwa seperti Krakatau tengah terjadi. Tulisan ini
mencoba sedikit menelesuri berbagai penyebab gempa bumi.

Sebab Gempa
Berdasarkan penyebabnya, ada dua macam gempa. Gempa alami (natural
quake) yang terjadi secara alami, dan gempa buatan atau gempa tiruan
(artificial quake) yang sengaja dibuat manusia untuk tujuan teknis atau ilmiah.
Gempa buatan-manusia dilakukan misalnya seperti akibat percobaan bom
atom, dan penelitian untuk mengetahui komposisi lapisan-lapisan tanah
dibawah permukaan bumi, untuk pemetaan geologis, khususnya untuk
keperluan pertambangan seperti eksplorasi minyak dan gas bumi. Sudah tentu
gempa buatan-manusia merupakan gempa terkendali yang tak merusak dan
membahayakan. Namun ternyata kita bisa belajar banyak dari gempa tiruan.
Dengan mensimulasi gempa, kita bisa lebih banyak tahu tentang cara
bagaimana mendeteksi sumber gempa alami berikut kandungan energi seismik
dilepaskannya. Berdasar asalnya, gempa alami dapat dibedakan atas dua
macam, yaitu yang berasal dari dalam bumi (internal origin), dan yang berasal
dari luar bumi (external origin, extra-terrestrial) seperti gempa karena benturan
meteor atau komet dari angkasa luar. Sedangkan gempa berasal dari dalam
bumi sendiri masih dapat dibedakan atas dua macam berdasarkan sumbernya,

yaitu gempa vulkanik dan gempa tektonik.

Vulkanik dan Tektonik


Gempa vulkanik disebabkan oleh letusan gunung berapi (vulcano), baik yang
berada di daratan maupun dibawah permukaan lautan. Sumber gempa
vulkanik mudah diketahui berdasarkan peta gunung berapi, dan daerah yang
terguncang jelas hanya sekitar radius gunung, serta efek kerusakan yang
ditimbulkan bergantung pada efektivitas dan frekuensi ledakan. Namun gempa
yang paling sering terjadi justeru tergolong tektonik, dan gempa tektonik ini
puluhan hingga ribuan kali lebih kuat dari gempa vulkanik. Gempa tektonik
disebabkan oleh pergesaran lempeng tektonik (tectonic plate) pada kerak
(crust) bumi, khususnya pergerakan sepanjang retakan-retakan (faults) dan
patahan-patahan (cracks) lempeng tektonik.
Teori pergeseran lempeng tektonik atau hanyutan benua (continental drift)
atau penyebaran dasar laut (sea-floor spreading) merupakan teori geofisika
paling modern tentang perilaku kerak bumi yang mampu menjelaskan secara
rinci sebab gempa tektonik. Teori ini mendasarkan pada kenyataan bahwa
kerak bumi merupakan sekumpulan lempengan-lempengan padat dan berat
yang mengambang diatas lapisan bumi cair dan lunak seperti lumpur beku
(slush). Formasi bebatuan dan karang pada kerak dibumi dibentuk dari dasar
kerak bumi, dan berlangsung terus menerus sebagai efek pelepasan panas inti
bumi cair yang mendidih melalui selimut (mantel) bumi. Ketika suatu formasi
baru dibentuk, terjadi desakan dari bawah yang menggeser lempengan,
sehingga terjadi keretakan dan benturan antar patahan lempeng.
Teori hanyutan benua ini sebenarnya telah dinyatakan 15 abad lampau secara
tersurat dalam Al-Qur`an, surah 27 ayat 88: wa taraa l_jibaala, tahsabu_haa
jaamidatan, wa hiya tamurru marra l_ssahaabi. shuna_llaahi lladziy -atqana
kulla syay-in. Terjemahannya secara lafzhiyah-nya adalah: dan kamuperhatikanlah sang_gegunung, kamu-mengira_dia sebagai-suatu-kekakuan
(diam, statik), dan [padahal] dia-tengah-beranjak (bergerak, dinamik)
sebagaimana-telah-beranjak sang_awan. [demikianlah] pelaksanaan_Allaah
yang dia-telah-mengokohkan tiap sesuatu.

Gravitasi dan Magnetik


Kerak bumi memiliki ketebalan rata-rata 25 mil atau sekitar 40 km. Dibawah
lithosfir atau landas benua, kerak ini merupakan lapisan granitik Si-Al (SilisiumAluminium) dan dapat mencapai kedalaman 40 mil atau 64 km, tapi hanya 5
mil atau 8 km dibawah hidrosfir atau dasar laut sebagai lapisan basaltik Si-Ma
(Silisium-Aluminium). Tebal lapisan lempeng tektonik diperkirakan sekitar 40
km sesuai dengan ketebalan kerak. Dibawah kerak atau lempeng ini terdapat

lapisan antara semacam lumpur beku yang dikenal dengan istilah


ketaksinambungan Mohorovisis (Mohorovicic discontinuity) dengan ketebalan
sekitar 100 km. Dibawahnya adalah lapisan mantel karang silika padat dengan
ketebalan sekitar 1.800 mil atau 2.896 km yang menyelimuti inti bumi.
Inti bumi terdiri dari bagian cair dan bagian padat, keduanya merupakan
komposisi besi dan nikel panas. Didalam inti cair setebal 1.360 mil atau 2.188
km diperkirakan terdapat inti bumi padat super rapat dengan radius mencapai
815 mil atau 1.312 km. Diperkirakan inti bumi padat merupakan pembangkit
medan gravitasi bumi, dan inti bumi cair sebagai pembangkit medan magnetik
bumi. Total radius bumi rata-rata pada ekuator sekitar 3.963 mil atau 6.378 km.
Namun dari ketebalan ini, tak lebih dari seperseratusnya yang mampu kita teliti
dengan baik dengan teknologi yang telah kita miliki sekarang ini.

Isostasi
Apapun teori dikemukakan untuk menjelaskan gempa alami berasal dari
dalam bumi, yang jelas dapat kita garisbawahi bahwa tiap saat bumi selalu
berupaya mencapai tahana keseimbangan sementara (quasi equilibrium state),
penyesuaian-kembali isostatik (isostatic readjusment), atau restorasi isostasi
(restoration of isostacy) dalam medan gravitasi dan medan elektromagnetik
buana, keseimbangan mana disebut isostasi (isostacy) oleh Dutton, geologis
Amerika, pada 1889. Karenanya bumi tak pernah diam. Bumi kita sesungguh
adalah benda yang memiliki kecerdasan kosmik (cosmic intelligence), sebagai
salah satu benda angkasa yang turut menjaga keseimbangan kosmik secara
keseluruhan.

Penulis:
Achmad Firwany MSc MIEEE CDP CCP CSP
ahli seismologi dan geofisika eksplorasi minyak dan gas bumi,
elektronika, komputer, teknologi informasi dan komunikasi.

1978-1988, bekerja sebagai geophysicts dan seismologist, geophysical engineer dan


seismic computer programmer, untuk geophysical and seismic computer data
processing, pada berbagai perusahaan eksplorasi minyak dan gas bumi multinasional
dan nasional, antara lain pada SSL (Seismograph Service Limited), MOI (Mobil Oil
Indonesia), DigiCon, GECO (GeoService Company), divisi seismik ElNusa (Elektronika
Nusantara, subsidiari PERTAMINA), dll. 1988-1993, bekerja sebagai computer
engineer dan programmer, pada berbagai perusahaan komputer. 1994-sekarang,
bekerja sebagai internet presence provider dan konsultan teknologi informasi.

http://www.firwany.net
mobile: 081.2991.3951

Anda mungkin juga menyukai