Anda di halaman 1dari 53

TUGAS KELOMPOK

FISIOLOGI KERJA

Mata Kuliah : Perancangan Sistem Kerja II

Disusun Oleh:

1. Deo Ari Saputra 1726201057


2. Dewanti Puriigawana 1726201036
3. Muhammad Ayub 1726201061
4. Muhammad Dhany
5. Wiwin Harianto 1726201047

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI DUMAI
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji kita panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena
berkat rahmat dan hidayahnya, kita masih diberikan kesehatan untuk melakukan
aktivitas pada hari ini. Tidak lupa juga kita layangkan shalawat dan salam kepada
junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, karena telah membawa kita dari jalan
kegelapan menuju jalan terang benderang.

Makalah adalah salah satu bagian dari tugas yang kuliah yang bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman kepada peserta didik dalam bidang terkait. Kami sangat
bersyukur pada hari ini kami dapat menyelesaikan salah satu makalah yang berjudul
“Fisiologi Kerja” sehingga pemahaman tentang materi ini tentu saja semakin luas.

Makalah ini dapat terselesaikan pada waktunya tentu saja karena bantuan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi perbaikan makalah-makalah selanjutnya.

Dumai, 19 juni 2019

Hormat Kami,

( Kelompok 1)

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Tujuan Makalah
1.3 Manfaat Makalah

BAB II DASAR TEORI

2.1 Kemampuan Fisik dan Beban Kerja


2.2 Mekanisme Tersedianya Energi untuk Kerja
2.3 Proses Metabolisme
2.4 Kapasitas Kerja Fisik
2.5 Intervensi
2.6 Studi Kasus : Evaluasi Beban Kerja Fisiologi dan Estimasi Kebutuhan
Energi Harian Pekerja Wanita

BAB III STUDI KASUS

BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN JURNAL
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Penelitian VO2 maks berbagai golongan populasi di Indonesia

Tabel 4.2 Kebutuhan energi untuk setiap klasifikasi pekerjaan (Kroemer et al.
2001, p:117)

Tabel 4.3 Hasil klasifikasi pekerjaan untuk pekerja pria

Tabel 4.4 Hasil klasifikasi pekerjaan untuk pekerja wanita

Tabel 4.5 Evaluasi beban kerja fisiologis menggunakan data denyut jantung

Tabel 4.6 Persamaan pengukuran energi berdasarkan beberapa penelitian

Tabel 4.7 Skala CR-10 (Kroemer, 2001, p:111)


DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Kebutuhan oksigen pada saat kerja maupun sesudah kerja (Kroemer et
al, 2001) p.113

Gambar 4.2 Peralatan yang digunakan untuk mnegukur VO2 maks seseorang
a. Dulu (Astrand, 2001); b. Sekarang (Widyasmara, 2007)

Gambar 4.3 Kapasitas aerobik maksimum sebagai fungsi dari usia dan gender
(National Institute for Occupation Safety and Health, 1981)

Gambar 4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas krja fisik (Astrand, 2003)
ABSTRASIK

Pada bagian ini hal-hal yang dibahas yaitu mekanisme tersedianya energi
untuk bekerja,fungsi-fungsi yang terkait dalam produksi energi,yaitu sistem
pernapasan,sistem kardiovaskular,dan proses metabolisme,penentuan kapasitas kerja
fisik seseorang saat bekerja dengan kapasitas aerobik maksimal,metode evaluasi
beban kerja yang meliputi pengukuran komsumsi oksigen, denyut jantung,dan
penilaian subjektif serta yang dapat dilakukan.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia bekerja dan beraktivitas setiap harinya untuk memelihara dan memenuhi
kebutuhan hidupnya. Namun seiring kebutuhan manusia yang tak pernah ada
habisnya, terkadang memaksa manusia untuk selalu bekerja tanpa mempedulikan
kondisinya. Akan tetapi manusia mempunyai keterbatasan dalam melakukan aktivitas
itu. Salah satu dari keterbatasan manusia adalah pasti akan mengalami kelelahan dan
kejenuhan pada saat bekerja yang kemudian dapat berakibat pada menurunnya
produktivitas dalam bekerja. Besarnya penggunaan tenaga pada saat melakukan
aktivitas juga akan berpengaruh pada kekuatan dan daya tahan tubuh untuk
melaksanakan aktivitas tersebut, pekerjaan dengan menggunakan tenaga yang lebih
besar dan lebih cepat akan menimbulkan kelelahan dibandingkan dengan tenaga yang
lebih kecil, selain itu sikap pekerja dalam melakukan pekerjaannya juga merupakan
faktor yang mempengaruhi terhadap pengeluaran energi.

Fisiologi merupakan salah satu ilmu ergonomi yang dapat membantu kita dalam
memberikan gambaran mengenai faktor apa saja yang mempengaruhi kelelahan kerja
pada suatu aktivitas kerja. Dengan menggunakan ilmu fisiologi, dapat diukur
konsumsi oksigen dan energi yang dihasilkan untuk setiap pekerjaan, kecepatan
denyut jantung awal sebelum beraktivitas, suhu tubuh awal sebelum beraktivitas,
kecepatan denyut jantung saat beraktivitas, kecepatan denyut jantung setelah
beraktivitas, dan suhu tubuh setelah beraktivitas. Berhubungan dengan hal tersebut,
untuk memperbaiki sistem kerja yang yang sudah berlaku, kali ini PT. RSK&E akan
melakukan penelitian mengenai pengukuran beban kerja fisik dengan metode
fisiologi. Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data fisiologis responden
seperti umur, berat badan, tinggi badan, handgrip, skala borg, serta denyut nadi
sebelum dan sesudah melakukan pengangkatan beban,
Dengan melakukan penelitian tersebut nantinya data yang diperoleh akan
diolah digunakan untuk mengetahui Heart rate (%HR) dan Cardiovascular load
(%CVL) saat bekerja dan beristirahat, nilai konsumsi oksigen dan konsumsi energi
serta mengklasifikasikan beban kerja

1.2 Tujuan Makalah

1.3 Manfaat Makalah


BAB II

TEORI DASAR

1.1 Kemampuan Fisik dan Beban Kerja

Dalam pesatnya kemajuan teknologi yang bnyak membantu manusia


menyelesaikan pekerjaan yang menuntut aktivitas fisik di berbagai jenis sektor
industri, seperti manufaktur, transportasi, pertanian, konstruksi, logistik, dan lain-lain.
Pekerjaan seperti ini sering kali menuntuk aktivitas fisik yang cukup berat dan
melelahkan,terlebih lingkungan yang kurang kondusif (misalnya panas,lembab,bising
berdebu,dan sebagainya).Untuk itu pekerja dituntut untuk memiliki kapasitas kerja
fisik yang memadai,dan juga dengan penerapan sejumlah teknik perancangan kerja,
seperti penggunaan alat bantu,perbaikan metode kerja,pengukuran waktu istirahat dan
lain-lain.

Dampak buruk yang dapat terjadi saat beban fisik suatu pekerja melampaui
kapasitas fisiologi yang dimiliki pekerja. Dampak buruk ini terjadi seperti bekerja
seperti terus menerus sehingga mengakibatkan terjadinya kelelahan berlebihan.Dalam
jangka panjang keadaan ini dapat memicu penyakit lain yang berakhir pada kematian,
misalnya serangan jantung, atau kegagalan fungsi-fungsi penting lain.

Beban kerja yang berlebihan juga dapat buruk pada kualitas dan performasi
kerja.Yang di tunjukkan oleh Bridger et al. (2008), yang mencakup penurunan waktu
reaksi, peningkatan kesalahan dalam mengambil keputusan,penurunan kemampuan
untuk konsentrasi, serta peningkatan potensi kecelakaan kerja.Dalam konteks
ergonomi, tujuan yang ingin dicapai adalahmemastikan bahwasistem kerja dirancang
sedemikian rupasehingga diperoleh produktivitas dan kualitas kerja terbaik,yang
dapat dicapai jika beban (energy cost) berada di batas kemampuan fisik.
1.2 Mekanisme Tersedianya Energi Untuk Kerja

Agar otot dapat berkontraksi (melakukan kerja ), diperlukan adanya energi.


Secara konseptual, energi diperoleh dari zat-zat gizi yang berasal dari makanan (dan
sebagian minuman) yang masuk kedalam tubuh. Zat-zat ini diproses metabolisme
tubuh dan menjadi energi untuk digunakan oleh otot.Oksigen akan membantu
berlangsungnya proses metabolisme, dan menghasilkan CO2 dan H2O yang akan
dikeluarkan dari tubuh. Untuk memahami proses-proses ini, perlu diketahui funsi-
funsi yang terkait dengan produksi energi di dalam tubuh.

1.2.1 Sistem Pernapasan

Fungsi utama sistem pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi tubuh
dan mengeluarkan karbon diaoksida,air, serta panas yang dibawa oleh darah. Secara
umum, pernapasa (respirasi) terdiri atas inspirasi (pemasukan udara) dan ekspirasi
(pengeluaran udara). Sistem ini memiliki hubungan erat dengan sistem peredaran
darah (silkulatori) yang di kontrol dengan suatu mekanisme tersendiri,misalnya CNS
(Central Nervous System) atau sistem hormonal. Sistem pernapasa dan sistem
sirkulator ini bersama sama menjamin jumlah zat gizi dan oksigen yang cukup untuk
disuplay ke otot.

Pada saat pernapasan berlangsung,udara masuk melalui hidung untuk


menyaring,melembabkan, dan menghangatkan udara yang masuk ke dalam tubuh
(Bridger et al.,2003). Udara yang masuk akan diteruskan dari tenggorokan menuju
trachea, yang terbagi atas dua bronchi utama, dan selanjutnya sampai ke paru-paru.
Didalam paru-paru terdapat jutaan alveoli, yaitu kantong-kantong berukuran mikro
yang bersentuhan dengan pembuluh darah kapiler. Di tempat inilah terjadi pertukaran
udara (oksigen dan karbon dioksida). Berat atau ringan nya aktivitas fisik akan
menentukan volume udara yang mengalami pertukaran di paru-paru.
Kapasitas dilihat dapat dilihat dari indikator utama berupa volume yang dapat
berada pada paru-paru. Jumlah udara yang keluar dan masuk pada saat bernapas
normal disebut sebagai volume tidal. Volume udara ekstra pada saat respirasi
maksimal disebut sebagai pernapasan maksimal disebut sebagai kapasitas cadangan,
dimana volume udara tambahan diatas volume tidal yang dapat masuk ke paru-paru
saat inspirasi maksimul disebut volume cadangan inspirasi. Dan volume udara yang
dapat dikeluarkan dengan kuat di akhir ekspirasi normal disebut volume cadangan
ekspirasi. Gabungan volume tidal, volume cadangan inspirasi, volume cadangan
ekspirasi ini dinamakan kapasitas vital. Setelah menghembuskan napas dengan kuat
terdapat sisa sisa volume udara disebut volume residual. Jumlah dari kapasitas vital
dan volume residual merupakan kapasitas paru-paru total. Bebegai indeks yang
terkait dengan kapasitas paru-paru dapat diukur melalui penggunaan spirometer.

Kapasitas paru-paru seseorang umumnya berhubungan erat dengan sejumlah


faktor,seperti jenis kelamin,training maupun ukuran tubuh. Sebagai contoh untuk
seorang atlet pria dengan postur badan tinggi,kapasitas paru-paru total mencapai 7-8
liter,dengan kapasitas vital sekitar 6 liter (Kroemer et al.,2001). Wanita cenderung
memilii vome paru-paru yang lebih rendah (~10%) dibandingkan pria. Dibandingkan
dengan atlet, seseorang yang kurang berlatih secara secara fisik setidaknya memiliki
kapasitas paru-paru sebesar 60-80 % kapasitas yang dimiliki atlet.

Pada saat istirahat , frekuensi pernapasan berkisar antara 10-20 kali per menit.
Saat melakukan aktivita fisik ringan,jumlah udara yang digunakan akan meningkat,
terutama akibat kenaikan volume tidal. Untuk kerja yang lebih berat, jumlah udara
pernapasan akan meningkat akibat peningkatan frekuensi pernapasan, yang dapat
mencapai 45 kali/menit,di samping adanya kenaikan volume tidal pula. Jumlah total
udara yang digunakan untuk bernapas dan volume tidal saat mengeluarkan nafas.
Volume yang digunakan untuk pernapasan saat beraktifitas dapat berkisar dari 5
liter/menit sampai dengan lebih dari 100 liter/menit. Kenaikan volume pernapasan ini
sejalan dengan peningkatan kebutuhan oksigen walaupun peningkatanya tidak
berjalan secara linear.

1.2.2 Sistem Kardiovaskular

Sistem peredaran darah memiliki fungsi utama sebagai pembawa oksigen dari
paru-paru serta berbagai zat gizi (dari makanan yang telah dicerna)untuk diedarkan ke
seluruh tubuh dimana proses metabolisme selanjutnya berlangsung. Transportasi
oksigen dimungkinkan karena adanya hemoglobin, yaitu molekul protein dan sel
darah merah. Selain mengikat oksigen hemoglobin juga dapat mengikat karbon
monoksida (CO). Namun demikian, daya tarik (afinitas) hemoglobin terhadap karbon
monoksida relatif lebih tinggi sehingga dapat berdampak pada berkurangnya jumlah
oksigen yang dapat diikat dan dibawa oleh darah. Oleh karna itu, dapat dimengerti
kenapa co dianggap memiliki sifat beracun. Darah juga mmengedarkan
hormon,enzim,garam,serta vitamin yang diperlukan oleh tubuh. Sistem peredaran
darah juga befungsi membuang sisa-sisa metabolisme, termasuk karbon
diaoksida,panas, dan air, serta berkontribusi pentinting dalam mekanisme pengaturan
temperatur tubuh.

Jantung ,sebagai pemompa darah ,terdiri atas 2 bagian yaitu kiri dan kanan.
Bagian kiri terdiri atas atrium kiri dan ventikel kiri,yang khusus berfungsi memompa
darah ke seluruh otot tubuh yang di butuhkan untuk bekerja melalui pembuluh darah
arteri. Melalui pembuluh darah vena, darah kemudian mengalir ke jantung menuju
atrium kanan, kemudian menuju ventrikel kanan yang bertugas memompah darah ke
paru-paru, tempat proses pertukaran udara terjadi. Orang dewasa memiliki 5 liter
darah,yang terdiri dari 2,75 liter plasma dan 2,25 liter berupa sel darah. Saat istirahat,
volume darah yang dipompakan adalah sekitar 5 liter/menit, namun volume ini dapat
menjadi lima kali lipat lebih besar saat melakukan aktivitas fisik yang berat (Bridger
et al.,2008). Untuk seorang atlet volume ini dapat mencaai 35 liter/menit.

Peningkatan intensitas kerja fisik menentkan kebutuhan akan energi yang


dapat berlangsung melalui peningkatan konsumsi oksigen. Untuk memenuhi ini
frekuensi kontraksi jantung akan bertambah,sebagaimana terukur dari kenaikan
denyut jantung. Kenaikan konsumsi oksigen dan jantung bersifat linear, khususnya
untuk pekerjaan yang tidak terlalu ringan ataupun terlalu berat. Hubungan antara
konsumsi oksigen dan denyut jantung juga dipengaruhi oleh temperatur lingkungan
kerja. Denyut jantung akan lebih tinggi saat pekerjaan dilakukan di tempat panas.

Peningkatan denyut jantung terjadi tidak hanya karena adanya kenaikan beban
kerja,tetapi juga dapat disebabkan oleh adanya komponen kerja statis (kontraksi
isometrik). Kerja otot yang re;atif statis (dengan komtraksi diatas 20% kontraksi
maksimal) menyebabkan tertekannya pembuluh darah kapiler, sehingga dalam
beberapa saat saja aliran darah menjadi sangat terbatas (ischemia) atau bahkan
tertutup sama sekali. Hal ini akan berdampak pada minimnya ketersediaan oksigen
serta penumpukan sisa metabolisme pada otot yang tengah bekerja. Akibatnya, rasa
sakit akan muncul dan kontraksi otot terpaksa harus berakhir. Fenomena seperti ini
dapat diamati, misalnya saat seseorang secara terus menerus memegang peralatan
kerja dengan posisi lengan di atas ketinggian dada.

Perlu dicatat bahwa sistem saraf pusat (CNS) memiliki peran vital dalam
mengatur bagian tubuh mana yang paling penting menerima aliran darah saat otot
bekerja keras misalnya, peningkatan sisa sisa metabolisme akan memicu pembuluh
darah menjadi lebih longgar dan mengalirkan lebih banyak darah. Sistem saaf pusat
juga akan memerintahakn pengurangan aliran darah ke otot maupun organ tubuh yang
tidak terlalu memerlukan darah saat itu, misalnya pencernaan. Namun demikian,
sistem saraf akan terus mengontrol agar aliran darah ke organ-organ penting, seperti
otak dan jantung tetap terjaga. Secara bersamaan pengaturan juga akan dilakukan
sedemikian rupa sehingga darah akan dialirkan lebih banyak ke permukaan kulit
dengan tujuan untuk melepas panas. Sebaliknya,setelah makan, darah akan mengalir
lebih banyakke sistem pencernaan bila dibandingkan terhadap tubuh lainnya.
Fenomena inijuga diatur oleh sistem saraf, sebagai fungsi dari pengontrol keasaman
dan konsentrasi sisa metabolisme di dalam darah.
1.3 Prose Metabolisme

Metabolisme dapat diartikan sebagai proses kimia dalam tubuh yang bertujuan
khususnya dalam menghasilkan energi. Aktivitas kerja, baik fisik maupun non fisik,
hanya dapat dilakukan apabila energi tersedia dalam jumlah yang memadai. Energi
diperoleh dari zat-zat gizi yang masuk dalam bentuk makanan dan minuman. Hanya
sekitar 5% dari sumber energi ini yang diubah menjadi “kerja otot” sedangkan
sisanya di ubah dalam bentuk panas. Sementara seorang atlet dapat memiliki proses
konversi yang lebih efesien, walaupun energi yang diperoleh pun tidak bisa melebihi
25%. Panas yang dihasilkan dari suatu proses metabolisme terutama akibat vistositas
tubuh, friksi yang terjadi di dalam pembuluh darah, serta gerakan antara tendon dan
sendi.

Zat-zat gizi utama yang mengalami pencernaan adalah karbohidrat, lemak, dan
protein, dan hidrogen. Bentuk molekul karbohidrat yang paling sederhanaterdiri atas
satu molekul gula sederhan yang disebut monosakarida,misalnya glukos, fruktosa,
dan galaktosa. Rangkaian dua monosakarida disebut disakarida,sedangkan rantai
panjang yang tersusun dari molekul gula disebut polisakarida,misalnya glikogen,pati
pada tumbuhan, dan selulosa. Untuk setiap gram karbohidrat, dapat menghasilkan
energi sekitar 4,2 kkal (1 kalori = 4,2 joule =energi yang di butuhkan untuk menaikan
suhu sebesar 1˚C untuk 1 gram air).

Proses pencernaan mengubah karbohidrat menjadi molekul yang sangat


sederhana (monosakarida). Molekul ini dapat dengan mudah diserap oleh darah pada
dinding usus. Dari makanan yang dikonsumsi ,lebih dari 80% hasil katabolisme pati
adalah glukosa, sisanya yaitu fruktosa dan galaktosa. Setelah usus halus, fruktosa dan
galaktosa diubah menjadi glukosa, sehingga jumlah nya pada sirkulasi darah sangat
sedikit. Glukosa diserap dan kemudian dibawa ke hati utuk dikirim dan digunakan
oleh sistem saraf pusat. Kelebihan glukosa akan diubah oleh hati menjadi glikogen
(polisakarida) yang akan disimpan baik di hati maupun otot otot skeletal sebagai
sumber energi. Apabila penyimpanan glikogen ini sudah penuh glukosa akan di ubah
menjadi lemak yang disimpan dibawah jaringan kulit.

Lemak sebagai gizi juga merupakan salah satu sumber energi untuk kerja,dari
setiap gram lemak dapat dihasilakan 9.5 kkal energi. Funsi lain lemak adalah sebagai
media transfortasi vitamin A, D, E dan K. Salah satu bentuk lemak yaitu
trigliserida,merupakan molekul ester yang terdiri atas satu inti gliserol dan tiga asam
lemak. Trigliserida adalah penyusun utama minyak nabati (tak jenuh,lebih cair) dan
lemak hewani( jenuh, lebih padat). Melalui pengaturan oleh hati, lemak disimpan
untuk cadangan energi. Lemak akan disimpan di bawah kulit (sebagai insulator) atau
sebagai ruang penyangga organ organ vital, seperti jantung, hati,otak, dan lain-lain.

Setiap gram potein dapat iubah menjadi energi sekitar 4.5 kkal. Manfaat utama
protein adalah untuk membangun sel-sel tubuh, serta sebagai komponen utama enzim
(sebagai katalis dalam mengontrol reaksi kimia ), hemoglobin antibodi,dan hormon.
Disamping zat-zat gizi di atas , alkohol juga dapat menyuplai energi sebesar 7 kkal.

Pencernaan makanan berlemak dalam perut bisa mencapai 6 jam, sementara


protein lebih cepat, dan karbohidrat kurang dari 2 jam. Penyerapan zat gizi
berlangsung di usus halus selama 3-5 jam, sedangakan penyerapan air, garam, obat-
obatan, dan alkohol berlangsung di usus besar.secara umum dapat disimpulkan
pembawa energi utama adalah glukosa (dan glikogen), lemak netral, dan protein.

Pada saat awal otot bekerja, energi yang digunakn berasal dari adenosin
trifosfat (ATP),yang tersimpan di mitokondria dan hanya tersedia beberapa detik saja.
Ketika energi diperlukan, ATP akan segera di pecah melalui reaksi hidrolisis
sehingga ikatan fosfat nya terlepas dan terbentuk ADP (Adnosin Difosfat). Proses ini
hanya dapat berlangsung selama 10 detik selain itu cadangan kreatin fosfat juga
relatif sangat terbatas (Bridger et al., 2008). Untuk keberlangsung kerja otot ATP
harus selalu tersedia,sehingga diperlukan sumber energi lain(glukosa, glikogen, dan
lemak) dari metabolisme, yang digunakan untuk membentuk ATP secara
berkesinambungan dengan memanfaatkan oksigen. Proses ini dinamakan
metabolisme aerobik,yang ditandai dengan adanya penggunaan oksigen.

Terdapat saat-saat ketika oksigen tidak tersedia saat energi dibutuhkan, seperti
pada awal kerja otot atau pada saat intensitas kerja fisik sudah berlebihan. Untuk
mengatasi ini,energi diperoleh dari konversi glukosa dan glikogen menjadi ATP tanpa
bantuan oksigen (anaerobik). Proses ini berlangsung relatif cepat (2.5 kali lebih cepat
dari proses aerobik),namun hanya dapat bertahan selama sekitar satu menit untuk
kerja otot maksimal (Bridge et al., 2008). Untuk intensitas tertentu, bisa jadi
penumpukan sisa metabolisme terus terjadi,bahkan setelah kerja fisik berakhir. Dalam
keadaan ini,tingkat kebutuhan oksigen di awal masa istirahat menjadi cukup
tinggi,agar proses pembuangan sisa metabolisme yang belum terbuang saat kerja
dapat diteruskan. Fenomena ini dikenal sebagai oxygen debt (lihat gambar 4.1).
tingginya kebutuhan oksigen disaat kerja berakhir juga diperlukan untuk menyiapkan
cadangan energy, karena proses ini tidak dapat dilakukan saat beristirahat.

Gambar 4.1 kebutuhan oksigen pada saat kerja maupun sesudah kerja

(Kroemer et al, 2001) p.113

Selama kerja otot tidak berlebihan, kebutuhan energi umumnya akan relatif
rendah dan proses pertumbuhan ATP dapat berlangsung terus-menerus secara aerobik
(dengan bantuan oksigen). Apabila terdapat sisa metabolisme, oksigen yang tersedia
(saat beristirahat) dapat secara cepat membantu proses resintesis sisa metabolisme
tersebut. Dengan demikian, jelas bahwa kerja otot hanya dapat berlangsung secara
terus-menerus bila energi cukup tersedia melalui proses metabolisme yang efisien.
Dalam hal ini, ketersediaan oksigen dalam jumlah yang memadai menjadi faktor
penting. Implikasinya pekerjaan sebaiknya bersifat dinamis, dirancang dengan
intensitas rendah dan dilakukan dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
kerja berintensitas tinggi walaupun dilakukan dalam waktu yang cukup singkat.

Energi yang dibutuhkan terdiri atas metabolisme basal, metabolisme istirahat,


dan metabolisme kerja. Metabolisme basal ialah metabolisme minimal yang
dibutuhkan agar tubuh tetap berfungsi walaupun tidak melakukan aktivitas,
diantaranya untuk gerak denyut jantung alat pernafasan, alat pencernaan, alat
urogenital, sekresi kelenjar-kelenjar, biolistrik saran dan lain sejenisnya. Nilai
metabolisme basal sangat bervariasi bergantung usia, jenis kelamin, tinggi dan bobot
badan. Walaupun variasi inter-individual kecil, nilai relatif metabolisme basal yang
dapat diterima adalah 1 kcal (4.2 kJ/kg/jam) atau 4.9 kJ/menit untuk seseorang yang
berusia 70 tahun. Sementara, metabolisme istirahat adalah metabolisme yang
dibutuhkan saat badan dalam keadaan istirahat adalah metabolisme yang dibutuhkan
saat badan dalam kondisi istirahat atau saat sebelum beraktivitas. Metabolisme
istirahat lebih besar dari pada metabolisme basal dan lebih sering digunakan.
Metabolisme istirahat memiliki nilai 10% sampai 15% lebih tinggi dari pada
metabolisme basal serta metabolisme kerja. Metabolisme kerja menggambarkan
energi yang dibutuhkan saat bekerja, baik dalam satuan kJ/min atau kcal/min. proses
metabolisme sebelum, selama dan sesudah bekerja dapat dilihat pada gambar 4.1 di
atas.

1.4 Kapasitas Kerja Fisik

Salah satu isi penting dalam fisiologi kerja adalah pemahaman mengenai
kapasitas fisik seseorang pada saat bekerja. Dengan pemahaman ini, para praktisi
ergonomi dapat mengevaluasi berat-ringannya beban fisik yang dialami seseorang
saat bekerja, serta menentukan langkah-langkah kerja, kapasitas kerja fisik dapat
diartikan sebagai kemampuan maksimal tubuh dalam menghasilkan energi dan
merupakan fungsi dari ketersediaan zat-zat gizi serta kemampuan tubuh dalam
memperoleh oksigen. Besarnya energi yang dibutuhkan pada saat kerja merupakan
jumlah dari energi basal (basal metabolic rate), energi yang diperlukan sekadar untuk
hidup, dan energi yang dibutuhkan ketika tengah melakukan pekerjaaan tersebut.
Peran ergonomi adalah memastikan bahwa energi (metabolic cost) yang dibutuhkan
saat seseorang bekerja dalam kapasitas fisiologi individu tersebut.

1.4.1 Kapasitas Aerobik Maksimal

Salah satu indikator penting untuk mengevaluasi kapasitas kerja fisik,


diantaranya adalah kapasitas aerobik maksimal. Kapasitas aerobik dikenal pula
sebagai daya aerobik maksimal, dengan daya itu sendiri berarti energi yang tersedia
per unit waktu. Kapasitas aerobik maksimal dapat ditentukan dengan cara mengukur
volume oksigen maksimal (VO2 maks) yang dapat dihirup oleh seseorang per satuan
waktu. VO2 maks dari seseorang individu umumnya diukur dari konsumsi oksigen
saat berlari diatas treadmill (atau mengayuh ergocycle) dengan kecepatan treadmill
ditingkatkan secara bertahap dalam waktu yang relatif singkat (Gambar 4.2a dan 2b).
pengujian kapasitas aerob dengan cara ini melibatkan kumpulan otot besar. Untuk
mengukur konsumsi oksigen, digunakan Douglas Bag, yaitu suatu wadah untuk
mengumpulkan gas yabg dihembuskan oleh individu yang sedang diukur tersebut.
Analisis dilakukan dengan melihat gas yang terkumpul dan konsetrasi oksigen dalam
wadah tersebut. Kemudian berdasarkan isi wadah dan lamanya wadah tersebut terisi,
jumlah konsumsi oksigen dapat dihitung. Secara bersamaan konsumsi oksigen
individu tersebut diukur terus-menerus, sampai suatu saat dimana penigkatan
kecepatan treadmill tidak berdampak pada peningkatan konsumsi oksigen. Pada saat
inilah konsumsi oksigen seseorang dianggap paling tinggi dan mencerminkan VO2
maks individu tersebut. VO2 maks ini terjadi pada saat denyut jantung maksimal.
Ketika telah dicapai VO2 maks, sangat mungkin apabila individu masih dapat berlari
lebih cepat (intensitas kerja lebih tinggi). Namun pada saat itu, energi yang digunakan
bersifat anaerobik dan tidak dapat berlangsung lama. Dari penjelasan ini, dapat
disimpulkan bahwa kapasitas kerja seseorang dapat ditentukan melalui VO2 maks
yang dimiliki individu tersebut walaupun caranya tak mudah.
Gambar 4.2 peralatan yang digunakan untuk mengukur VO2 maks sesorang
a.Dulu (Astrand 2003); b. sekarang (widyasmara 2007)

Kapasitas aerobik maksimum dapat ditentukan dengan 2 metode yaitu, metode


maximal test dan submaximal test (Astrand et al., 2003). Pada metode maksimal,
responden diminta untuk mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mencapai
kapasitas aeerobik maksimum, seperti pengukuran VO2 maks dengan treadmill pada
contoh diatas. Metode ini akan menghasilkan gejala kelelahan dan tanda-tanda bahwa
usaha pusat kardio-respirasi telah mencapai batasnya, misalnya terjadi mual-mual
sesak nafas yang parah, bahkan sampai pingsan dan lainnya (Shepard seperti dikutip
dalam Iriastadi, 1997). Pada metode submaksimal, responden tidak dipaksakan untuk
kondisi maksimumnya sehingga dampak kelelahan dan bahayanya lebih rendah,
namum keakuratannya pun lebih rendah dibandingkan metode maksimal. Responden
harus melakukan paling sedikit tiga beban kerja yang berbeda. Pada pelatihan
treadmill, beban kerja yang berbeda diperoleh dengan meningkatkan keminringan
atau kecepatan treadmill. Untuk responden dengan kapasitas aerobik yang realtif
rendah, kecepatan hingga 4 mph dan kemiringan pada nol persen dapat digunakan
untuk pengujian. Pada setiap beban kerja, denyut jantung dan konsumsi oksigen
diukur. Pengukuran pada responden dimulai dengan beban kerja yang paling ringan
kemudian beban kerja dinaikkan sampai tingkat paling berat. Metode submaksimal
ini mengasumsikan bahwa konsumsi oksigen merupakan funsi linear dari denyut
jantung, sehingga terdapat hubungan yang menyatakan bahwa denyut jantung
maksimum menyebabkan volume oksigen maksimum dan volume oksigen
maksimum menghasilkan energi yang maksimum pula.

Sejumlah penelitian yang mengukur VO2 maks telah dilakukan pada berbagai
populasi. Untuk pekerja di Amerika Serikat, NIOSH pada 1981 melaporkan data
VO2 maks (untuk persentil 50) sebesar 63 kJ/menit atau sekitar 3,2 I/menit untuk
pekerja pria dan 44 kJ/menit atau sekitar 2,2 I/menit untuk pekerja wanita. Data untuk
persentil5 adalah 52,3 kJ/menit (pria) dan 33,5 kJ/menit (wanita).
Di indonesia sendiri, penelitian serupa telah dilakukan untuk populasi
mahasiswa, anggota TNI, dan pekerja industri. Pada 2007, Widyasmara dan
Rakhmaniar melaporkan data VO2 maks sebesar 2,6 I/menit untuk mahasiswa dan
1,8 I/menit untuk mahasiswi. Untuk anggota TNI, Yadi (2009) melaporkan data VO2
maks sebesar 4,5 I/menit untuk pekerja industri, Yuliani (2010) melaporkan data VO2
maks sebesar 3,4 I/menit untuk pekerja pria dan 2,3 I/menit untuk pekerja wanita.
Pada penelitiannya, Yuliani menggunakan responden pekerja pria dan wanita, dimana
para pekerja tersebut merupakan pekerja industri yang mempunyai pengalaman
bekerja minimal satu tahun pada bagian produksi (dimana pada bagian ini pekerja
banyak melakukan aktivitas fisik), memiliki riwayat kesehatan yang baik, tidak
merokok dan meminum alkohol, pada rentang usia 25 tahun sampai 45 tahun, dengan
jumlah sampel masing-masing sebanyak 30 pekerja. Prosedur penelitian yang
digunakan merupakan modifikasi prosedur yang digunakan dalam penelitian Keytel
et al. (2005) beberapa penelitian yang dilakukan diindonesia terangkum pada tabel
4.1.

Tabel 4.1 Penelitian VO2 maks berbagai golongan populasi di indonesia

Peneliti Responden Nilai Konsumsi Oksigen


Widyasmara 10 orang mahasiswa VO2 max = 2,64 liter/menit (SD = 0,51)
(2007) pria VO2’ max = 42,42 ml/menit/kg (SD = 7,25)
(usia 17 – 23 tahun)
Rakhmaniar 10 orang mahasiswa VO2 max = 1,89 liter/menit (SD = 0,27)
(2007) wanita VO2’ max = 33,63 ml/menit/kg (SD = 3,30)
(usia 19 – 22 tahun)
Satriawan 16 orang pekerja VO2 max = 3,7 liter/menit (SD = 0,55)
(2008) industri pria (usia 20 VO2’ max = 65,11 ml/menit/kg (SD = 115,58)
– 25 tahun)
Soleman 15 orang pekerja VO2 max = 2,5 liter/ menit (SD = 0,69)
(2009) industri wanita (usia VO2’ max = 52,84 ml/menit/kg (SD = 15,58)
20 -25 tahun)
Yadi 30 orang TNI AU, VO2 max = 4,5 liter/menit (SD = 0,67)
(2009) AD, dan Polisi (usia VO2’ max = 71,4 ml/menit/kg (SD = 10,,63)
19 – 25 tahun

Penelitian yuliani terdiri atas 2 tahap, tahap pertama dilakukan untuk mengukur
kapasitas aerobik maksimmax al (VO2 maks) dengan menggunakan metode
maksimal test, yaitu setiap responden harus berlalri diatas treadmill dengan
mengerahkan seluruh tenaganya sampai mencapai kelelahan, dengan kecepatan awal
untuk responden pekerja pria adalah 7 km/jam dan responden wanita adalah 6
km/jam. Penelitian tahap kedua dilakukan untuk mengembangkan model persamaan
prediksi konsumsi oksigen (VO¬2) dan konsumsi oksigen relatif terhadap bobot
badan (VO¬2) bagi pekerja industri berdasarkan faktor fisiologis denyut jantung, usia
bobot badan dan tinggi badan, dengan menggunakan metode submaksimal test.
Responden berlari diatas treadmill pada kecepatan 25%, 50% dan 75% dari kecepatan
maksimal yang dicapai pada penelitian tahap pertama, masing-masing dilakukan
selama lima menit tanpa istirahat. Kecepatan ini diasumsikan merupakan
pembebanan ringan, sedang dan berat. Untuk merekan, menganalisis dan
menampilkan hasil gas (O2 dan CO2), serta mendeteksi dan menampilkan denyut
jantung selama penelitian berlangsung (secara real time) digunakan metabolianalyzer.

Sejumlah faktor dipercaya dapat memengaruhi nilai VO¬2 maks seseorang


individu, termasuk faktor demografi, usia, jenis kelamin, bobot badan, training,
nutrisi penggunaan rokok, serta faktor lingkungan lainnya. Puncak nilai VO2 maks
berkisar sekitar 18-20 tahun (Gambar 4.3), kemudian menurun sejalan dengan
menurunnya usia seseorang. Pada usia 60 tahun, VO¬2 maks berkisar sekitar 75%
dibandingkan pada saat usia 20 tahun (Bridger et al., 2003). Wanita pada umumnya
memiliki VO2 maks yang lebih rendah dibandingkan pria. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan bentuk tubuh, serta proporsi lemak tubuh. Namun sebelum terjadi
pubertas, gender tidak membedakan VO2 maks antarindividu.
Gambar 4.3 Kapasitas aerobik maksimum terjadi sebagai fungsi dari usia dan
gender (National Institute for Occupational Safety and Health, 1981)

Bobot badan juga dapat mempengaruhi nilai VO2 maks, namun ini lebih
disebabkan oleh proporsi lemak yang berlebihan. Latihan fisik secara benar dapat
juga meningkatkan VO2 maks. Job training bukan saja bermanfaat dalam
meningkatkan kapasitas kerja, namun dapat pula meningkatkan output kerja kekuatan
otot, serta mengurangi potensi cedera. Perokok pada umumnya memiliki VO2 yang
lebih rendah daripada yang bukan perokok. Karbon dioksida yang ada pada asap
rokok mengikat hemoglobin jauh lebih lebih kuat (200 kali) dibandingkan dengan
oksigen. Dengan demikian, untuk perokok, kemampuan darah untuk mengalirkan
oksigen menjadi lebih rendah dan berdampak pada VO2 maks yang lebih kecil.
Faktor-faktor lain yang juga dapat memengaruhi kapasitas kerja antara lain:
kebisingan, iklim, kwringgian serta penggunaan pakaian pelindungan diri. Secara
lebih lengkap, Astrand et al. (2003) menuliskan faktor-faktor yang memengaruhi
kapasitas kerja fisik seseorang (Gambar 4.4).
Faktor Somatik Adaptasi Nutrisi Tembakau, Faktor Psikis
Jenis kelamin dan usia pelatihan Alkohol, Sikap
Dimensi tubuh Kafein, dll Motivasi
Kesehatan

Sifat latihan Fungsi pelayanan Lingkungan


Intensitas Sikap Tekanan
Durasi Teknik 1. Bahan bakar gas tinggi Panas
Posisi a) asupan Dingin
Ritme b) penyimpanan
Jadwal c) mobilisasi
2. Serapan oksigen
a) ventilasi paru
b) keluaran jantung
i. stroke vol.
ii. denyut jantung
c) ekstrasi oksigen
(a –VO2 diff)

Proses Menghasilkan
energi

Proses Menghasilkan
energi

Gambar 4.4 Faktor –faktor yang mempengaruhi kapasitas kerja fisik (Astrand,
2003)

Nilai VO2 maks yang dimiliki oleh seorang pekerja juga merupakan indikator
dari tingkat kebugaran pekerja yang bersangkutan. Bagi seorang dokter, kebugaran
dapat diartikan sebagai fisik seseorang yang tidak memiliki penyakit. Dalam
konteks kerja, kebugaran merupakan kemampuan untuk melakukan suatu aktivitas
fisik secar terus-menerus tanpa kelelahan yang berarti. Dengan demikian, dapat
dipahami bahwa berbagi upaya di perusahaan untuk meningkatkan VO2 maks
pekerja merupakan suatu kontribusi positif bagi pekerja. Senam secara teratur,
larangan merokok, serta keikutsertaan dalam aktivitas-aktivitas fisik lainnya
(olahraga, berenang, mendaki gunung, dan lain-lain), merupakan hal-hal positif yang
harus didorong oleh pimpinan perusahaan.

2.4.2 Evaluasi Beban kerja

Untuk pekerjaan dengan aktivitas fisik yang cendrung tidak statis, evaluasi
beban kerja dapat dilakukan dengan menghitung besarnya energi yang dibutuhkan
(energy cost) saat bekerja, kemudian dievaluasi dengan mengacu pada sejumlah
panduan (tabel) yang ada. Namun pendekatan yang lebih tepat adalah dengan
membandingkan energi yang dibutuhkan, Evaluasi beban kerja dapat dilakukan
dengan pengukuran langsung dan tidak langsung, pengukuran langsung dilakukan
dengan menggunakan calorimetric chamber, sedangkan pengukuran tidak langsung
dapat dilakukan dengan mengukur konsumsi oksigen per menit yang
mempersentasikan proses metabolisme, dapat pula dengan mengukur denyut jantung
yang sebenarnya berhubungan linear dengan konsumsi oksigen. Pada prinsipnya,
evaluasi ergonomi dilakukan untuk memastikan bahwa beban kerja tidak melebihi
batas kemampuan yang dimiliki oleh seorang pekerja.

2.4.3 konsumsi oksigen

Pengukuran energi yang dibutuhkan saat seseorang bekerja umumnya


dilakukan secara tidak langsung (indirect calorimetry) melalui pengukuran jumlah
oksigen yang dikonsumsi per satuan waktu (liter/menit). Hal ini dimungkinkan,
namun dengan asumsi bahwa rata-rata sekitar 4,8 – 5 kkal energi dapat dihasilkan
dari setiap liter oksigen yang digunakan dalam proses metabolisme zat gizi. sebagai
contoh anggap, seorang pekerja pria melakukan aktivitas pemesinan dalam posisi
berdiri, disamping itu pekerja tersebut harus pula sesekali mengangkat dan
menurunkan benda kerja keatas palet. Jika konsumsi oksigen rata rata pekerja
tersebut adalah 0,6 liter/menit, maka jumlah energi yang dibutuhkan untuk
melakukan pekerjaan tersebut adalah skitar 3 kkal/menit. Untuk 8 jam kerja, total
energi yang dibutuhkan adalah 1440 kkal.

berat ringannya suatu pekerjaan dapat ditentukan dengan mengevaluasi nilai


absolut kebutuhan energi untuk seseorang individu. Sebagai contoh, suatu pekerja
dapat dikatakan ringan jika kebutuhan energi untuk pekerjaan tersebut tidak melebihi
2,5 kkal/menit. Pekerja yang dianggap berat akan membutuhkan sekitar 7,5
kkal/menit, sementara suatu aktivitas fisik dapat dikatakan sangat berat jika energi
yang dibutuhkan mencapai 12,5 kkal atau lebih.

Tabel 4.2 Kebutuhan energi untuk klasifikasi pekerjaan (kroemer et al.,


2001, p:117)

Total Energi Ekpenditur Denyut Jantung


Klasifikasi Pekerjaan
(kj/menit) (kkal/menit) (denyut/menit)
Ringan 10 2.5 ≤90
Sedang 20 5 90 – 100
Berat 30 7.5 100 – 120
Sangat Berat 40 10 120 – 140
Ekstrem Berat 50 12.5 140 – 160

Besarnya beban fisiologis seorang pekerja dapat pula dievaluasi dengan cara
mengukur konsumsi oksigen saat pekerja yang bersangkutan tengah melakukan
pekerjaannya, kemudian membandingkannya dengan VO2 maks pekerja tersebut
dengan menggunakan contoh diatas, energi yang diperlukan seorang pekerja pria saat
melakukan pekerjaan permesinan adalah sebesar 0,6 kkal/menit. Bila VO2 maks
pekerja tersebut adalah 3,0 liter/menit, maka beban untuk pekerja trsebut adalah 20%.
Jika pekerjaan tersebut dilakukan oleh wanita yang memiliki VO2 maks sebesar 2,0
liter/menit, maka bsar beban fisiologis menjadi sebesar 30%. Jelas bahwa metabolic
cost pekerja wanita ini lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja pria, walaupun
pekerjaan yang dilakukan oleh keduanya adalah pekerjaan yang persis sama.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, dalam penelitian tahap kedua


yuliani(2010), dilakukan pengukuran konsumsi oksigen untuk mengembangkan suatu
model persamaan prediksi konsumsi oksigen (VO2), yaitu:

VO2 = 1,168 + 0,20HR – 0,035A + 0,019W (liter/menit), untuk pria


VO2 = -1,991 + 0,013 + 0,024W (liter/menit), untuk wanita

dengan,
VO2 = konsumsi oksigen (liter/menit)
HR = Denyut jantung (denyut/menit)
A = Usia (tahun)
W = Bobot badan (kg)

Model persamaan diatas dapat digunakan untuk mengukur konsumsi oksigen


dan kebutuhan energi pekerja indonesia dengan umur 20-40 tahun. Sebagai contoh,
seorang pekerja pria berusia 30 tahun mempunyai bobot badan 65 kg dan denyut
jantung 140 denyut/menit, maka konsumsi oksigen (VO2) dan kebutuhan energi
pekerja tersebut adalah 1,82 liter/menit dan 8,74 kkal/menit. VO2maks untuk pekerja
pria berada direntang 3,4 ± 0.55 liter/menit, sedangkan pekerja wanita adalah 2,3 ±
0,6 liter/menit. Dengan diketahuinya kebutuhan energi seorang pekerja, maka dapat
diklasifikasikan pekerjaan bagi pekerja.

Tabel 4.3 Hasil klasifikasi pekerjaan untuk pekerja pria

Klasifikasi Denyut Jantung Konsumsi Energi Ekxpenditur


pekerjaan (denyut/menit) Oksigen (1/menit) (kj/menit) (kkal/menit)
Ringan 90 0.706 3.3888 1219.968
Moderat 100 0.906 4.3488 1565.568
Berat 120 1.306 6.2688 2256.768
Sangat Berat 140 1.706 8.1888 2947.968
Ekstrem Berat 160 2.106 10.1088 3639.168

Tabel 4.4 Hasil klasifikasi pekerjaan untuk pekerja wanita

Klasifikasi Denyut Jantung Konsumsi Energi Ekxpenditur


pekerjaan (denyut/menit) Oksigen (1/menit) (kj/menit) (kkal/menit)
Ringan 90 0.379 1.8192 654.912
Moderat 100 0.509 2.4432 879.552
Berat 120 0.769 3.6912 1328.832
Sangat Berat 140 1.029 4.9392 1778.112
Ekstrem Berat 160 1.289 6.1872 2227.392

Untuk delapan jam kerja, sejumlah studi (misalnya NIOSH, 1981)


menyarankan angka 33% (dari VO2maks), atau sekitar sepertiga dari kapasitas
aerobik seseorang sebagai batas maksimal, seorang pekerja dianggap masih memiliki
energi yang cukup untuk melakukan aktivitas lain diluar pekerjaanya (misalnya
aktivitas rumah tangga). Chengalur et al (2004) menyarankan angka 33% untuk 8
jam, 30% untuk 10 jam, dan 25% untuk 12 jam kerja.

Pengukuran VO2maupun VO2maks tidak dapat dilakukan dengan mudah


ditempat kerja. Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah pengukuran dilakukan
dengan menguunakan treadmill,ergocycle,atau dengan prosedur lainnya. Perbedaan
prosedur ini akan berakibat pada perbedaan nilai VO2 maks,salah satunya
disebabkan oleh perbedaan kelompok otot yang aktif saat pengukuran dilakukan. Uji
dengan treadmill dapat menghasilkan VO2 maks yang lebih besar (sekitar 7%) jika
dibandingkan uji dengan ergocycle.Selain itu,VO2 maks dapat pula lebih tinggi
sekitar 5-11 % apabila pengujian dilakukan pada treadmill yang landai.
Penelitian yang dilakukan oleh iridiastadi dan Aghazadeh
(2006),menggambarkan perbedaan antara VO2 maks yang diperoleh melalui
treadmill dibandingkan dengan yang diperoleh dari (simulasi) kerja yang
sesungguhnya.
Hasil penelitian ini lebih jauh menyarankan penggunaan batas kapasitas kerja
fisiologis (8 jam kerja) sebesar sekitar 25% dari nilai VO2 maks yang diperoleh
melalui treadmil.

2.4.4 Denyut Jantung

Evaluasi beban fisiologis yang dialami oleh seorang pekerja dapat pula
dilakukan dengan mengukur denyut jantung. Pendekatan ini dapat dilakukan
mengingat bahwa semakin berat kerja fisik seseorang,semakin berat pula kerja
jantung,yang diindiksikan oleh kenaikan jantung.

Untuk pekerja industri,Brouha (1960) menyarankan agar denyut jantung tidak


melebihi 110-155 bpm. Di akhir siklus kerja,pekerja duduk disebuah
bangku,kemudian diukur temperatur melalui mulutnya,dan denyut nadi dicatat pada
tiga kondisi berikut.

- HR1 : denyut nadi dihitung dari detik ke-30 sampai 1 menit


- HR2 : denyut nadi dihitung dari menit ke-1,5 sampai menit ke-2
- HR3 : denyut nadi dihitung dari menit ke-2,5 sampai ke-3

Setelah selesai pengukuran,dilakukan analisis sebagai berikut.

- Jika HR1-HR3> 10 dan jika HR1,HR2,HR3 ,90,maka pemulihan setelah kerja


secara normal
- Jika rata-rata HR selama pengukuran < 110, dan HR 1-HR3>10, maka beban
kerja tidak berlebihan
- Jika HR1-HR3< 10 dan jika HR3> 90,maka pemulihan masih kurang.
Tabel 4.5 Evaluasi beban kerja fisiologis menggunakan data denyut jantung

Klasifikasi Pekerjaan Denyut Jantung/menit


Ringan 90
Agak Ringan 100
Berat 120
Sangat berat 140
Amat Sangat berat 160
Untuk itu, pendekatan lain menyarankan penggunaan data denyut jantung
yang dibandingkan dengan maksimal heart rate (HRmaks) yang mungkin dimiliki oleh
seorang individu. Denyut jantung maksimal dipercaya merupakan fungsi usia, dan
dapat dinyatakan sebagai berikut.

Max HR = 220 - umur


= 260 - (0,62 x umur), atau
= 190 – 0,62 x (umur – 25)

Setelah, HRmaks kita ketahui, beban fisiologis dapat dihitung dengan


menggunakan indikator heart rate range (HRR) dengan formula sebagai berikut.

HRR (%) = 100 (HR kerja – HR rest )

HR maks- HR rest

dengan,
HRR = heart rate range
HRkerja = denyut jantung diukur saat bekerja
HRrest = denyut jantung diukur saat istirahat (diukur setelah istirahat pada
posisi berbaring selama 20 menit)
HRmaks = denyut jantung maksimal
Untuk pekerja yang melakukan aktivitasnya selama 8 jam berturut-turut, nilai
HRR rata-rata yang disarankan ialah tidak melebihi 33% (Chengalur et
al,2004).Idealnya.evaluasi beban kerja dengan menggunakan HRR maupun konsumsi
oksigen akan memberikan hasil yang sama.Namun,denyut jantung dapat dengan
mudah dipengaruhi oleh aspek-aspek yang tidak berhubungan langsung dengan
pekerjaan,misalnya beban mental atau panas lingkungan langsung dengan pekerjaan,
misalnya beban mental atau pans lingkunagn. Perbedaan antara HRR dan %VO 2
maks dapat dimanffatkan sebagai indikator beban tambahan yang disebabkan oleh
faktor-faktor tersebut. Sebagai contoh, evaluasi terhadap pekerjaan seorang supir truk
menunujkksn nilai HRR sebesar 40% dengan konsumsi oksigen sebesar 30% VO 2
maks. Data ini menujukkan bahwa 25% peningkatan denyut jantung terkait erat
dengan stress yang diperoleh dari hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan
aktivitas fisik (misalnya konsentrasi saat mengendarai truk).

Besarnya energi yang dikeluarkan untuk suatu pekerjaan dapat diukur dengan
memperhitungkan denyut jantung dan faktor demografi. Kemalakannan (2007)
menyatakan model persamaan untuk menghitung beban kerja seperti berikut.

Ecost = -1867 + 8.58HR + 25.1 HT + -7.4HR + 67.8G

dengan:

Ecost : beban kerja (waktu)

HR : denyut janutng saat bekerja (bpm)

HT : tinggi badan (inci)

A : umur (tahun)

RHR : denyut jantung saat beristirahat

G : jenis kelamin ( m = 0, f = 1)

1 Watt setara dengan 0,0143 kkal/menit

Sementara, Keytel (2005) mengukur beban kerja dalam persamaan berikut.


Ecost = -55,0959 + (HR x 0,6309) + (W x 0,1988) + (A x 0,2017)

dengan,

Ecost : beban kerja (kJ/menit)

W : bobot badan (kg)

1kJ/menit setara dengan 0,239 kkal/menit

Beberapa penelitian tentang pengukuran energi lainnya dinyatakan dalan


persamaan-persamaan dalam tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6 Persamaan pengukuran energy berdasarkan beberapa penelitian

PERSAMAAN
Keytel (2005) EE = -20,4022 + (0,4472 HR) – (0,1263 w) + (0,074 A)
EE = pengeluaran energi
HR = denyut jantung (denyut/menit)
w = bobot badan (kg)
A = usia (tahun)
Rakhmaniar (2007) Y = 0,014 HR + 0,017 w – 1,706
Y = konsumsi oksigen (liter/menit)
HR = denyut jantung (denyut/menit)
w = bobot badan (kg)
Kamalaknnan et al. MWR = -1967 + 8.58 HR + 25.1 HT + 4.50 A – 7.47 RHR +
(2007) 67.8 G
MWR = metabolic work rate (W)
HR = denyut jantung bekerja (denyut/menit)
HT = tinggi badan (inci)
A = usia (tahun)
RHR = denyut jantung beristirahat (denyut/menit)\
G = 1 untuk wanita, 0 untuk pria
Saat tubuh bekerja lebih keras, sejumlah respons fisiologis akan segera
bersama-sama meningkat, termasuk denyut jantung maupun konsumsi oksigen. Hal
ini dapat dipahami mengingat bahwa kerja yang lebih keras membutuhkan lebih
banyak energi. Energi ini dapat disediakan apabila oksigen (dan nutrisi) untuk proses
metabolisme tersedia dalam jumlah yang cukup.

Hubungan antara denyut jantung dan konsumsi oksigen dapat diteliti


dilaboratorium, dan dapat dikembangkan suatu persamaa untuk mneggambarkan
hubungan tertentu.dengan mengunnakan persamaan tersebut, konsumsi oksigen untuk
seseorang yang tengah melakukan suatu pekerjaan dapata diperkirakan (dan lebih
lanjut dapat digunakan untuk menetukan kebutuhan energi). Apabila data VO2 maks
untuk seorang individu (atau populasi tertentu)tersedia, evaluasi beban kerja dapat
dilakukan dengan membandingkan konsumsi O2 terhadap nilai VO2 maks dari pekerja
(populasi) yang bersangkutan pendekatan ini merupakan suatu cara yang lebih tepat
dalam mengevaluasi beban kerja. Namub, pengembangan persamaan tersebut
membutuhkan proses pengukuran yang kompleks.

Denyut jantung juga merupakan suatu respons fisiologis yang relative


sensitive terhadap hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan intensitas kerja
fisik. Sebagai contoh, stres lingkungan kerja dapat meningkatkan denyut jantung
walaupun tidak ada peningkatan intensitas kerja. Dengan demikian, pendekatan ini
tidak disarakan untuk pekerjaaan di mana kontribusi non-fisik dapat memberi
pengaruh cukup besar. Pendekatan ini juga tidak tepat untuk mengevaluasi beban
kerja seseorang. Pada keadaan seperti ini, variabilitas denyut jantung cenderung
cukup tinggi. Namun demikian, pengukuran denyut jantung sering kali merupakan
pilihan yang terbaik mempertimbangkan kemudahan dalam pengukueannya, serta
sifatnya yang dapat menginteragsikan seluruh aspek stress baik dari pekerjaan
maupun lingkungan tempat pekerja tersebut dilakukan.
2.4.5 Penilaian Subjektif

Penilaian atas beban kerja dapat pula dilakukan dengan memanfaatkan


persepsi seseorang atas beban yang dirasakan oleh tubuh pada saat melakukan
pekerjaan. Dengan memanfaatkan psycophisic, dapat dikembangkan suatu model
matematis yang memperlihatkan hubungan suatu stimulus fisik (intesitas kerja)
dengan sensasi psikologis yang dirasakan oleh seorang individu. Dengan
memanfaatkan model seperti ini, berta atau ringannya suatu aktivitas fisik dapat
dievaluasi dengan ara memperoleh masukan berupa nilai (rating) dari pekerja yang
bersangkutan.

Borg pada 1960 mengembangkan suatu skala yang disebut sebagai RPE
(rating of perceived exertion), yang dapat digunakan untuk menilai seberapa besar
usaha yang diusaha yang dikeluarkan oleh seseorang dalam melakukan suatu aktivitas
tertentu. Skala ini terdiri tas sejumlah angka (antara 6 - 20), yang mempresentasikan
besarnya usaha kerja. Angka-angka pada skala ini bila dikalikan dengan 10, akan
mencerminkan denyut jantung per menit. Skala ini kemudia diperbaiki dengan
rentang nilai antara 0 – 10 (atau lebih) dan diakui bersifat sebagai skala rasio (Borg,
1990). Skala ini dapat pula digunakan oleh pekerja dalam menilai tingkat
ketidaknyamanan atau rasa nyeri yang muncul karena usaha fisik yang dibutuhkan
untuk melakukan suatu pekerjaan

Tabel 4.7 Skala RPE (Kroemer, 2001, p:111)

Skala Deksripsi
6 Tidak ada usaha sama sekali
7.5 Amat sagat ringan
9 Sangat ringan
11 Ringan
13 Agak berat
15 Berat
17 Sangat berat
19 Amat sangat besar
20 Usaha maksimal

Tabel 4.8 Skala CR-10 (Kroemer, 2001, p:111)

Skala Deskripsi
0 Tidak ada usaha sama sekali
0.5 Amat sangat lemah
1 Sangat lemah
3 Moderat
5 Kuat
7 Sangat kuat
10 Amat sangat kuat
Dalam praktiknya, skala Borg ini dapat digubnakan untuk menilai upaya fisik
yang bersifat keseluruhan (whole body), ataupun intensitas atau ketidaknyaman yang
bersifat local (bagian tubuh tertentu). Skala ini telah digunakan dibanyak penelitian
yang mengevaluasi beban kerja fisik. Namun, penggunaan skala ini sebagai satu-
satunya indikator beban kerja tidaklah disarankan. Disamping itu, perlu diperhatikan
bahwa penggunaan bahsa Inggris pada skala tersebut mungkin tidak sepenuhnya
dapat dipahami oleh pekerja Indinesia, sehingga tentunya dapat menghasilkan
informasi yang bersifat biasa.

2.5 Intervensi

Setelah memahami bagaimana beban kerja dapat dievaluasi dari sudut pandang
fisiologi, langkah berikutnya adalah memastikan bahwa suatu pekerjaan tidak
membutuhkan energi yang berlebihan. Hal ini dapat dicapai melalui perancangan
ulang atas sistem kerja yang bersangkutan serta pengaturan pekerja yang lebih
bersifat administratif, misalnya jadwal istirahat kerja, kerja sama pegawai,
pengawasan kelelahan selama kerja, dan seleksi kerja. Sebagai contoh, pekerjaan
yang dilakukan seara berulang-ulang dalam posisi mebungku mungkin
membutuhkan energi lebih besar bila dibandingkan dengan posisi kerja berdiri. Agar
posisi kerja berdiri dapat terpenuhi, metode dan peralatan kerja perlu didesain ulang,
sehingga objek kerja berada pada ketinggian yang diinginkan.

Pemberian waktu istirahat yang cukup diyakini membantu seseorang saat


melakukan pekerjaan yang cukup berat, seperti kerja kontruksi, kerja dibidang
kehutanan, serta kegiatan penambangan. Diyakini bawa istirahat singkat yang
dilakukan secara berkala, lebih baik daripada istirahat panjang namun sesekali.
Pemberian waktu istirahat (rest allowance) dapat ditentukan demngan menggunakan
persamaan Murrell (1971).

R = w(b – s)

b – 0,3

dengan,

R = lama waktu istirahat (menit), untuk diberikan setelah bekerja

w = lama waktu kerja yang dilakukan secara berturut-turut (menit)

b = rata-rata energi yang dikeluarkan saat bekerja (kkal/menit)

s = batas antara nergi yang boleh dikeluarkan (kkal/menit) untuk kerja delapan
jam berturut-turut

Nilai s menunjukkan batas atas pengeluaran energi yang diperbolehkan, yaitu


sebesar 5,33 kkal/menit yang kurang lebih adalah sepertiga dari rata-rata kapasitas
maksimal pekerja pria di Amerika Serikat. Sementara untuk wanita, nilai ini perlu
diganti menjadi 4 kkal/menit. Untuk populasi pekerja Indonesia, nilai ini adlah 5,4
kkal/menit untuk pria dan 3,6 kkal/menit untuk wanita. Nilai 0,3 kkal/menit yang ada
pada rumus di atas mewakili energi yang dilakukan saat seseorang beristirahat.
Sebagai contoh, untuk pekerja pria yang bekerja selama 4 ajam berturut-turut, dan
diketahui energi yang terjait dengan pekerjaan tersebut sekitar 5,5 kkal/menit, lama
waktu istirahat yang dibutuhkan alah sekitar delapan menit. Untuk kerja industry
yang relatif tidak berta, praktik yang umum dilakukan adalah pemberian waktu
istirahat selama sekita sepuluh menit setelah kerja selama sekitar 2 – 3 jam.pemberian
waktu istirahat ini dilakukan dua kali, yaitu pada setengah shift kerja pertama dan
kedua.

Apabila sangat diperlukan, pemilihan pekerja dapat dilakukan, untuk memastikan


agar pekerja yang memiliki karakteristik fisiologis terntentu (misalnya usia muda,
pria, dan memiliki VO2 maks cukup tinggi) yang melakukan perkerjaan tersebut. Hal
ini dapat dibenarkan apabila perancangan ulang suatu sistem kerja tidak
memungkinkan. Sebagai contoh, dalam proses pemasangan pipa minyak/gas ditengah
laut, sering kali dibutuhkan seseorang untuk membantu pemasangan pipa pada suatu
ketinggian tertentu. Untuk itu, pekerja akan diminta untuk memanjat dengan
menggunakan tangga yang sangat tinggi, dan turun setelah pipa berhasil dipasang.
Aktivitas memanjat dan menuruni tang a(serta pemasangan pipa pasa suatu
ketinggian) akan sangat melelahkan. Namun, perbaikan atas proses kerja seperti ini
mungkin sukar untuk dilakukan. Untuk itu, pemilihan pekerja dalam kasus ini bisa
menjadi alternatif yang terbaik.

2.6 Studi Kasus: Evaluasi Beban Kerja Fisiologi dan Estimasi Kebutuhan
Energi Harian Pekerja Wanita

Studi kasus ini diambil dari penelitian Amalia (2011). Evaluasi beban kerja
diperluka dalam merancang atau memperbaiki sistem kerja yang telah ada. Penilaian
beban kerja dilakukan secara subjektif dan objektif, sedangkan untuk penilaian
objektif menggunakna indikator denyut nadi dan konsumsi oksigen. Penelitian ini
juga dilakukan untuk menentukan total kebutuhan energi yang diperlukan oleh oara
pekerja tersebut.
Responden dalam penelitian ini adalah pekerja wanita di industry tekstil dengan
rentang usia 20 – 40 tahun, dan terdiri dari 3 bagian berbeda, yaitu loam, pallet, dan
cucuk (masing-masing bagian tersusun dari 10 responden). Pengukuran, objektif,
pengukuran denyut nadi dilakukan pada titik waktu tertentu, yaitu beberpa menit
sebelum bekerja, 30 menit setelah mulia bekerja, 15 menit setelah selesai istirahat, 30
menit sebelum jam kerja selesai dan 30 menit setelah selesai bekerja.

Metode pengukuran denyut nadi dilakukan secara manual selama 30 detik


untuk setiap kali pengukuran. Sedangkan pengukuran konsumsi oksigen pekerja
dihityung dengan persamaan prediksi konsumsi oksigen.

Hasil yang didapatkan, rata-rata denyut nadi responden saat kerja untuk
aktivitas operator loam, pallet, dan cucuk berturut-turut adalah 97,13 ±5,62 bpm,
89,40±5,47 bpm, dan 89,93±5,67 bpm. Berdasrakan criteria berat ringannya suatu
pekerjaan, dapat dikatakan, operator loam masuk ke dalam pekerjaan sedang (medium
work), sedangkan untuk pekerjaan operator pallet dan operator cucuk termasuk
dalam kategori pekerjaan ringan (light work). Sebagian besar pekerja memiliki
%HRR<24,5%, hal ini menjukkan bahwa apabila pekerjaan tersebut dilakukan
selama delapan jamm maka tidak akan menimbulkan kelelahan perkejanya.

Estimasi kebutuhan energi harian pekerja yang dilakukan dengan mengkonversi


nilai VO2 aktivitas kerja (hasil prediksi persamaan konsumsi oksigen) dan aktivitas di
luar kerja (hasil penelitian terhadap aktivitas tidur, duduk, berdiri dab berjalan).
Ragam aktivitas harian diperoleh dari wawancara terhadap pekerja.

Estimasi konsumsi oksigen dalam penelitian ini menggunakan persamaan


Yuliani (2010), dimana:

VO2 = -1,991 + 0,013 HR + 0,024 BB

Hasil estimasi nilai konsumsi oksigen relatif untuk pekerjaan operator loa
adalah sekitar 17,22%, operator pallet sekitar 15,83%, opearaotr cucuk sekitar 25%.
Nilai rata-rata konsumsi oksigen relatif pada seiap pekerjaan masih berada dalam
batas yang direkomendasikan, yaitu tidak melebihi angka 25%. Sehingga aktivitas
kerja tersebut dapat dilakukan selama delapan jam kerja tanoa menimbulkan klelahan
fisiologis secara subjektif maupun objektif.

Kebutuhan energi harian pekerja dilakukan dengan menjumlahkan nilai Energy


Expenditure Work (EEwork) dan Energy Expenditure Non-Work (EEnon-work). Estimasi
nilai EEwork dilakukan dengan mengkonversi nilai konsumsi oksigen saat bekerja
dengan rumus 1 l/min konsumsi oksigen = 5 kkal/liter. Sedangkan nilai EE non-work
didapatkan dari hasil konversi konsumsi oksigen untuk aktivitas di luar kerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga bagian tergolong pekerjaan yang


ringan. Kebutuhan energi harian pada operator loam, pallet dan cuuck berkisar antara
2000 – 2500 kkal. Jika melihat angka kecukupan gizi untuk orang Indonesia sebesar
2000 kkal, dpat dikatakan bahwa sebagian besar pekerja pada bagian ketiga bagian ini
dapat bekerja tanpa mengalami kelelahan.
BAB III

STUDI KASUS

3.1 Pengumpulan Data

Setelah melakukan simulasi berupa pengangkatan beban kerja terhadap 4 orang


responden yang telah dilakukan dalam penelitian, maka didapatlah hasil data
responden, fisiologi, skor borg, tekanan darah dan hand grip.

3.1.1 Data responden

Setelah melakukan pengamatan didapatkan data sebagai berikut ini:

Tabel 3.1 Data Responden

Berat Tinggi Keluhan 1 Tahun Merokok/


No Nama Umur
Badan Badan terakhir Tidak
1 Gina A. 56,8 157,5 19 Susah tidur Tidak
2 Puput P. 91,7 169 18 - Tidak
3 Rizki A. R. 68,5 57 18 - Tidak
4 Alfian K. 50,8 167 19 - Tidak

3.1.2 Data fisiologi

Setelah melakukan penelitian didapatkan data sebagai berikut ini:

Tabel 3.2 Data Fisiologi

Denyut Nadi (per menit)


No Nama Menit Menit Menit Menit
sebelum Setelah
Ke-3 Ke-6 Ke-9 Ke-12
1 Gina A. 97 72 74 82 79 88
2 Puput P. 88 60 57 62 61 76
3 Rizki A. R. 84 70 78 84 87 112
4 Alfian K. 72 78 65 79 80 62

3.1.3 Skala Borg

Setelah melakukan penelitian didapatkan data sebagai berikut ini:

Tabel 3.3 Data Skala Borg

Skala Borg (menit ke-)


No Operator
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Gina A. 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 4 4
2 Puput P. 2 2 2 2 2 2 2 3 3 4 4 4

Tabel 3.3 Data Skala Bor (lanjutan)

Skala Borg (menit ke-)


No Operator
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Rizki A. R. 0,5 1 2 3 3 4 5 5 5 6 6 6
2 Alfian K. 1 1 1 2 2 3 4 4 4 4 4 5

3.1.4 Tekanan Darah

Setelah melakukan pengamatan didapatkan data sebagai berikut ini:

Tabel 3.4 Data Tekanan Darah

Tekanan Darah (per menit)


No Operator
Sebelum Sesudah
1 Gina A. 127/86 122/74
2 Puput P. 118/80 132/97
3 Rizki A. R. 128/87 126/85
4 Alfian K. 128/87 117/78

3.1.5 Data hand grip

Setelah melaukan pengamatan didapatkan data sebagai berikut ini:

Tabel 3.5 Data hand grip

Hand Grip
No Nama
Sebelum Sesudah
1 Gina A. 18 17,3
2 Puput P. 13,8 11,9
3 Rizki A. R. 33,3 31
4 Alfian K. 36,6 34,6

3.2 Pengolahan Data

Dari data yang telah diperoleh, berikut ini adalah pengolahan data yang dikalakukan
dalam perhitungan fisiologi untuk indentifikasi tipe kelelahan operator.

3.2.1 Perhitungan rata-rata fisiologi berdasarkan beban operator


1. Perhitungan rata-rata data responden

Tabel 3.6 Data Rata-rata Responden

Rata-rata Rata-rata
no Nama Rata-rata Umur
Berat Badan Tinggi Bada
1 Gina A. 66,95 162,625 18,5
2 Puput P. 66,95 162,625 18,5
3 Rizki A. R. 66,95 162,625 18,5
4 Alfian K. 66,95 162,625 18,5
Contoh perhitungan :

BB Gina+ BB Puput + BB Rizki+ BBAlfian


Rata-rata berat badan (BB) =
4

56,8+91,7+68,5+50,8
=
4

= 66,95

2. Denyut nadi istirahat


Tabel 3.7 Data Denyut Nadi Istirahat

No Operator Sebelum Setelah Rata-rata


1 Gina A 94 88 91
87
2 Puput P. 88 76 82
3 Rizki A. R. 84 112 98
83
4 Alfian K. 72 62 67

Cara perhitungan:
Sebelum+ Sesudah
Rata-rata Gina A. =
2
94+ 88
= = 91
2
rata=rata Gina+ Rata−rata Puput
Rata-rata Wanita =
2
91+81
= = 87
2
3. Denyut nadi bekerja
a. Pembebanan pertama (2,5 kg wanita dan 5 kg pria)
Tabel 3.8 Data Denyut Nadi Pertama

No Operator Menit ke-3 Menit ke-6 Rata-rata

1 Gina A. 72 74 73
66
2 Puput P. 60 57 58,5
3 Rizki A. R. 70 78 74
73
4 Alfian K. 78 65 71,5
Contoh perhitungan :
menit ke−3+ menit ke−6
Ratarata Alfia K. =
2
78+65
= = 73
2
rata−rata Rizki+ rata−rata Alfian
Rata-rata Pria =
2
81+81
= = 87
2

b. Pembebanan kedua (5 kg wanita dan 10 kg pria)


Tabel 3.9 Data Denyut Pembebanan Kedua

No Operator Menit ke-9 Menit ke-12 Rata-rata

1 Gina A. 82 79 80,5
71
2 Puput P. 62 61 61,5
3 Rizki A. R. 8 87 85,5
81
4 Alfian K. 79 80 79,5

Contoh Perhitungan:
menit ke−9+menit ke−12
Rata-rata Puput P. =
2
62+ 61
= = 61,5
2
Rata−rata Gina+rata−rata Puput
Rata-rata Wanita =
2
80,5+61,5
= = 71
2
c. Rata-rata denyut nadi bekerja
Tabel 3.10 Data Denyu Nadi Bekerja

No Operator Pembebanan Pembebanan Rata-rata


ke-1 ke-2
1 Gina A. 73 80,5 80,5
68
2 Puput P. 58,5 61,5 61,5
3 Rizki A. R. 74 85,5 79,75 78
4 Alfian K. 71,5 79,5 75,5

Contoh Perhitungan :
pembeban ke−1+ pembebanke−2
Rata-rata Rizki A. R. =
2
74+85,5
= = 79,75
2
rata−rata Rizki+ rat a−rata Alfian
Rata-rata Pria =
2
79,75+ 75,5
= = 78
2

3.2.2 Perhitungan fisiologi berdasarkan konsumsi oksigen (VO2 ), konsumsi


maks

energi (KE) dan %CVL


Tabel 3.11 Data Konsumsi (VO2maks), Konsumsi Energi (KE) dan %CVL
Masing-masing Operator

Saat istirahat Saat aktivitas


No Operator KE %CVL
HR VO2 HR VO2

1 Gina A. 91 0,534 76,75 0,334 -0,998 -15,8

2 Puput P. 82 1,001 60 0,693 -1,540 -22

3 Rizki A. R. 98 1,150 79,75 0,803 -1,734 -17,5

4 Alfian K. 67 0,083 75,5 0,244 0,808 6,343

Contoh Perhitungan:

a. Operator Pria
denyut sebelum kegiatan+denyut sesudah kegiatan
HRistirahat =
2
84+112
= = 98 denyut/menit
2
VO2 istirahat = 0,019HR – 0,024h + 0,016w + 0,045α +1,15
= 0,019 (98) – 0,024 (157) + 0,016 (68,5) + 0,045 (18) +1,15
= 1,15 liter/menit
Ei = 1,15 x 5 kkalmenit = 5,75 kkal/menit
denyur menit ke−3+ ke−6+ ke−9+ke−12
HRaktivitas =
4
70+78+84+ 87
= = 79,5 denyut/menit
4
Et = 0,083 x 5 kkal/menit = -1,734 kkal/menit
KE = Et – Eu
= 4,016 – 5,75 = -1,734 kkal/menit

100 x ( Denyut nadi kerja−Denyut nadi istirahat)


%CVL =
Denyut nadimaksimum−Denyut nadiistirahat
100 x (79,75−98)
= = -17,5 %
202−98
b. Operator Wanita
denyut sebelum kegiatan+denyut sesudah kegiatan
HRistirahat =
2
88+76
= = 82 denyut/menit
2
VO2istirahat = 0,014HR + 0,017w – 1,706
= 0,014 (82) + 0,017 (91,7) - 1,706
= 1,001 liter/menit
Ei = 0,693 x 5 kkal/menit = 5,0045 kkal/menit
denyut menit ke−3+ke−6+ke−9+ ke−12
HRaktivitas =
4
60+57+62+6
= = 60 denyut/menit
4

VO2aktivitas = 0,014HR + 0,017w – 1,706

= 0,014(60) + 0,017 (91,7) – 1,706

= 0,693 liter/menit
Et = 0,693 x 5 kkal/menit = 3,4645 kkal/menit

KE = Et –Ei

= 3,4645 – 5,0045 = -1,540 kkal/menit

100 x ( Denyut nadi kerja−Denyut nadi istirahat)


CVL = Denyut nadi maksimum−Denyut nadi istirahat
¿
¿
100 x (60−82)
= = -22%
282−82

3.2.2.1 Rata-rata konsumsi oksigen


Tabel 3.12 Data Rata-rata Konsumsi Oksigen

Saat Istirahat Saat Aktivitas


Rata-
No Operator
rata
HR VO2 HR VO2

1 Pria 83 0,63 73 0,44 0,53

2 wanita 87 0,77 66 0,48 0,63

Contoh Perhitungan :
a. Pria
VO2istirahat = 0,019HR – 0,024h + 0,016w +0,045α + 1,15
= 0,019(83) – 0,024(162) + 0,016(59,65) + 0,045(18,5) + 1,15
= 0,63 liter/menit
b. Wanita
VO2istirahat = 0,014HR + 0,017w – 1,706
= 0,014(87) + 0,017(73,24) – 1,706
= 0,77 liter/menit

Rata-rata VO2 Pria

VO2 sitirahat +VO 2 aktivitas


Rata-rata =
2
0,63+0,44
= = 0,53 liter/menit
2
4.2.2.2 Rata-rata konsumsi energi
Tabel 3.13 Data Rata-rata Konsumsi Energi

VO2 VO2
No Operator KE Rata-rata
Istirahat Aktivitas

1 Pria 0,63 0,44 -0,95


-1,21
2 wanita 0,77 0,48 -1,47

Contoh Perhitungan:
KE pria+ KE wanita
Ei = 0,63 x 5 = 3,13 Rata-rata =
2
−0,95+−1,47
Et = 0,44 x 5 = 2,18 =
2
KE = Et – Ei = -0,95 kkal/menit = -1,21 kkal/menit

3.2.2.3 Rata-rata %CVL


Tabel 3.13 Data Rata-rata Konsumsi Energi

No Operator HR Istirahat HR Aktivitas %CVL Rata-rata

1 Pria 83 73 -8,439 -15,3

2 Wanita 87 66 -22,222
Contoh Perhitungan :

%CVL = 100 x ¿ ¿

100 x (73−83)
= = -8439
201,5−83

%CVL pria+%c vl wanita


Rata-rata =
2

−8,439+−22,222
=
2
= -15,3
3.2.3 Grafik Skala

Tabel 3.1 Grafik Skala Borg


Pada grafik di atas, menunjukkan nilai kelelahan yang dilihat secara subjektif
menggunakan skala Borg dari masing-masing operator. Grafik tersebut
menunjukkan bahwa tingkat kelelahan masing-masing operator mengalami
kenaikan. Pada menit pertama sampat ke tujuh, operator 1 dan operator 2
mengalami tingkat kelelahan yang sama yaitu bernilai 2. Selain itu pada menit
pertama, operator ketiga mengalami tingkat kelelahan yang bernilai 0,5. Dan
tingkat kelelahan bernilai 1 untuk operator ke empat. Skala Borg tertinggi
dialami oleh operator 3, dengan skala Borg 6 pada menit ke 12.

Gambar 3.2 Grafik Heart Rate


Pada grafik di atas, menunjukkan hasil pengukuran heart rate dari keempat
operator. Pada masing-masing operator terjadi perbedaan, ada yang
mengalami kenaikan ada juga yang mengalami penurunan setelah melakukan
aktivitas. Kenaikan heart rate menunjukkan bahwa operator mengalami
kelelahan, sedangkan penurunan heart rate menunjukkan bahwa operator
sudah tidak terlalu lelah karena telah mengistirahatkan tubuh.

Gambar 3.3 Grafik Hand Grip sebelum dan sesudah beraktivitas


Pada grafik di atas menunjukkan Hand Grip Sebelum dan sesudah
beraktivitas. Dimana terjadi penurunan nilai hand grip pada masing-masing
operator. Penurunan tersebut menunjukkan bahwa terjadi kelelahan yang
dialami oleh semua operator setelah melakukan pengangkatan beban.

3.2
Gambar 3.4 Grafik Tekanan Darah Sistolik

Gambar 3.5 Grafik Tekanan Darah Diastolik


Kedua grafik diatas, berupa grafik tekanan darah Sistolik, yang merupakan
tekanan darah yang diukur saat jantung berkontraksi. dan gambar kedua yang
berupa grafik tekanan darah Diastolik yang merupakan tekanan darah yang
diukur saat jantung berelaksasi. Grafik tersebut menunjukkan tekanan darah
sistolik dan diastolik yang dialami oleh masing-masing operator pada saat
sebelum dan sesudah beraktivitas. Operator 2 dan 3 mengalami kenaikan
tekanan darah sistolik dan diastolik. Sedangkan operator 1 dan 4 mengalami
penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik. Kenaikan tekanan darah terjadi
karena adanya peningkatan secara emosional, sedangkan penurunan tekanan
darah terjadi karena adanya kelelahan dari operator.

Anda mungkin juga menyukai