Anda di halaman 1dari 2

Mengenal Difteri Lebih Jauh

Penyakit difteri adalah penyakit yang tengah mewabah di Indonesia. Penyakit difteri disebabkan
oleh bakteri Corynebacterium diphteriae yang menyerang saluran pernapasan bagian atas.
Difteri terutama terkena pada anak-anak di bawah 15 tahun yang tinggal di pemukiman padat
dengan sanitasi yang buruk. Difteri dapat menular melalui droplet atau percikan cairan ludah
atau cairan napas yang keluar pada saat penderita bicara, batuk, ataupun bersin yang kontak
langsung dengan permukaan kulit atau luka terbuka. Semua usia dapat tertular penyakit ini,
namun terutama ana-anak yang belum mendapatkan imunisasi lengkap.

Gejala difteri antara lain demam dengan suhu lebih kurang 38 oC, nyeri menelan, terdapat selaput
berwarna putih keabuan pada hidung, tenggorokan, atau amandel, dan leher yang bengkak
seperti sapi (bullneck) akibat pembengkakan kelenjar leher dan dapat menyebabkan sesak karena
menutup jalan napas yang dapat ditandai dengan bunyi napas seperti mengorok (stridor). Akibat
berbahaya dari difteri adalah tersumbatnya saluran napas dan perdangan dan kelumpuhan otot
jantung yang dapat berakibat kematian.

Untuk menanggulangi munculnya kejadian luar biasa (KLB) difteri di Indonesia, pemerintah
menjalankan program ORI (Outbreak Response Immunization). ORI adalah kegiatan imunisasi
tambahan yang khusus dilakukan di daerah yang mengalami KLB. Untuk ORI difteri,
pemerintah memberikan vaksin difteri gratis dalam berbagai bentuk kombinasi untuk anak
berusia 1 hingga 19 tahun yaitu sebagai berikut:
- Imunisasi DPT-HB-Hib untuk anak usia 1 sampai < 5 tahun
- Imunisasi DT untuk anak usia 5 sampai < 7 tahun
- Imunisasi Td untuk anak usia 7 sampai < 19 tahun
Vaksin dilakukan sebanyak tiga kali dengan interval 0-1-6 bulan. Setelah imunisasi DPT, reaksi
demam, bengkak, dan nyeri di tempat suntikan terkadang muncul. Reaksi normal ini akan
membaik dalam 1-2 hari. Bila anak mengalami demam atau bengkak di tempat suntikan, boleh
minum obat penurun panas parasetamol sehari 4 x sesuai umur, sering minum jus buah atau susu,
serta pakailah baju tipis atau segera berobat ke petugas kesehatan terdekat.
Sedangkan pada orang dewasa yang telah mendapatkan imunisasi rutin lengkap, vaksin Td atau
Tdap digunakan sebagai booster setiap 10 tahun sekali.

Berikut adalah langkah-langkah dari Ikatan Dokter Anak Indonesia kepada masyarakat
Indonesia:
- Kenali gejala awal difteri
- Segera ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat apabila ada anak mengeluh nyeri
tenggorokan disertai suara berbunyi seperti mengorok (stridor), khususnya anak berumur
< 15 tahun
- Anak harus segera dirawat di rumah sakit apabila dicurigai menderita difteria agar segera
mendapat pengobatan dan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan apakah anak
benar menderita difteria.
- Untuk memutuskan rantai penularan, seluruh anggota keluarga serumah harus segera
diperiksa oleh dokter apakah mereka juga menderita atau karier (pembawa kuman) difteri
dan mendapat pengobatan (eritromisin 50mg/kg berat badan selama 5 hari).
- Anggota keluarga yang telah dinyatakan sehat, segera dilakukan imunisasi DPT.

Mari bersama-sama turut berpartisipasi mencegah penyebaran difteri dengan melakukan


imunisasi difteri.

Sumber:
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia, “Pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia Kejadian Luar
Biasa Difteri”. (http://www.idai.or.id/about-idai/idai-statement/pendapat-ikatan-dokter-
anak-indonesia-kejadian-luar-biasa-difteri)
2. Ranuh G, Suyitno H, Rezeki S, dkk. 2014. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Kemenkes RI, “Imunisasi Aktif Cegah DIfteri”.
(http://www.depkes.go.id/article/print/17122000002/imunisasi-efektif-cegah-difteri.html)

Anda mungkin juga menyukai