Anda di halaman 1dari 103

`

POLITEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DEFISIT


PERAWATAN DIRI DI RUANG MELATI RUMAH SAKIT
JIWA PROF. HB. SA’ANIN PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

RIDHA FADILA
NIM : 153110185

JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
TAHUN 2018

1
`

POLITEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DEFISIT


PERAWATAN DIRI DI RUANG MELATI RUMAH SAKIT
JIWA PROF. HB. SA’ANIN PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya
Keperawatan

RIDHA FADILA
NIM : 153110185

JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
TAHUN 2018

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Defisit Perawatan
Diri di Ruang Melati Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Saanin Padang”. Karya
Tulis Ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh
gelar Ahli Madya Keperawatan pada Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Padang.
Dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepeada :
1. Ibu Heppi Sasmita, S.Kp, M.Kep, Sp.Jiwa selaku pembimbing I dan
Bapak H. Sunardi, SKM, M.Kes selaku pembimbing II yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti
dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Bapak H. Sunardi, SKM, M.Kes selaku Direktur Politeknik kesehatan
Kementrian Kesehtan RI Padang.
3. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politenik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI padang.
4. Ibu Ns.Idrawati Bahar, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Program Studi D III
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Padang.
5. Bapak ibu dosen serta staf Jurusan Keperawatan yang telah memberikan
pengetahuan dan pengalaman selama perkuliahan.
6. Ibu Dr. Lily Gracediani, M.Kes selaku kepala RSJ HB Saanin Padang
yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan survey awal dan
penelitian.
7. Teristimewa kepada oragtua dan saudara tercinta yang telah memberikan
semangat dan dukungan serta restu yang tak dapat ternilai dengan apapun.

iii
8. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa keperawatan Padang serta semua
pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu
peneliti menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Semoga bantuan, bimbingan dan petunjuk yang telah diberikan menjadi


amal shaleh dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis
menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah yang penulis susun ini masih banyak
terdapat berbagai kelemahan dan kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan
kritikan yang konstruktif dari semua pihak atau pembaca yang telah membaca
Karya Tulis Ilmiah ini untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini dimasa yang
akan datang.

Mudah-mudahan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi


pengelolaan pendidikan di masa yang akan datang. Semoga Allah SWT senantiasa
memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin.

Padang, Mei 2018

Peneliti

iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ridha Fadila

Tempat / Tanggal Lahir : Jambak / 07 September 1997

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jambak, Kenagarian Banja Loweh, Kecamatan

Bukik Barisan, Kabupaten 50 Kota

Nama Orang Tua

Ayah : Maizul

Ibu : Elirifda

Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri 04 Banja Loweh Tahun Lulus 2009
2. SMP Negeri 2 Kecamatan Suliki Tahun Lulus 2012
3. SMA Negeri 1 Kecamatan Suliki Tahun Lulus 2015
4. Poltekkes Kemenkes Padang Tahun Lulus 2018

vii
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN

Karya Tulis Ilmiah, Mei 2018


Ridha Fadila

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Defisit Perawatan Diri di Ruang


Melati Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Saanin Padang

Isi : xii + 81 Halaman + 8 Lampiran

ABSTRAK
Defisit perawatan diri terjadi pada pasien gangguan jiwa. Penderita gangguan jiwa
di Ruang Melati Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Saanin padang pada bulan
September-November 2017 adalah sebanyak 98 orang. Dari 98 orang tersebut
yang mengalami defisit perawatan diri adalah sebanyak 46 orang (45,08%).
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien
defisit perawatan diri di ruang melati Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Saanin Padang.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu studi kasus dalam bentuk deskriptif.
Populasi penelitian adalah pasien ganggguan jiwa skizofrenia yang mengalami
defisit perawatan diri yang berada di Ruang Melati Rumah Sakit Jiwa Prof.HB.
Saanin Padang yaitu berjumlah 15 orang, didapatkan 6 orang pasien yang
memenuhi kriteria. Kemudian dilakukan teknik simple rondom sampling untuk
mendapatkan 2 sampel. Proses penyusunan dimulai dari bulan September sampai
bulan Juni 2018 dan asuhan keperawatan selama 10 hari pada tanggal 19-28
Februari 2018. Alat pengumpulan data adalah format skrining, format pengkajian
keperawatan jiwa serta alat pemeriksaan fisik. Analisa terhadap proses asuhan
keperawatan yang dilakukan penelitian meliputi pengkajian, diiagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi keperawatan dibandingkan dengan teori.
Hasil pengkajian pada kedua partisipan yaitu malas melakukan kebersihan diri,
BAK tidak disiram, pasien tidak mau berinteraksi dengan orang lain, hanya
mengurung diri dalam kamar, merasa dirinya tidak berguna dan klien sering
mondar-mandir dan ketawa-ketawa sendiri. Diagnosa keperawatan jiwa yang di
dapatkan defisit perawatan diri, harga diri rendah, isolasi sosial dan halusinasi.
Rencana keperawatan jiwa yang dilakukan sudah terstandar, semua rencana
tindakan keperawatan jiwa dapat dilaksanakan pada implementasi keperawatan
dan evaluasi keperawatan terhadap diagnosa keperawatan yang ditemukan dapat
teratasi.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran bagi perawat dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien defisit perawatan diri dan memaksimalkan
implementasi yang dilakukan, serta sebagai referensi Karya Tulis Ilmiah
perpustakaan untuk menambah ilmu pengetahuan tentang keperawatan jiwa.

Kata Kunci (Key Word) : Defisit Perawatan diri, Asuhan Keperawatan


Daftar Pustaka : 19 (2008-2017)

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iii
LEMBAR ORISINALITAS .......................................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Keperawatan Jiwa ................................................................. 7
1. Pengertian Gangguan Jiwa ............................................................ 7
2. Ciri-Ciri Gangguan Jiwa ............................................................... 7
3. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa ................................................. 8
B. Konsep Defisit Perawatan Diri........................................................... 10
1. Pengertian Defisit Perawatan Diri ................................................. 10
2. Jenis Perawatan Diri ..................................................................... 11
3. Etiologi Defisit Perawatan Diri ..................................................... 11
4. Psikodinamika Defisit Perawatan Diri ........................................... 14
5. Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri ....................................... 15
6. Dampak Defisit Perawatan Diri ..................................................... 16
7. Meknisme Koping Defisit Perawatan Diri ..................................... 16
C. Konsep Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri......................... 17
1. Pengkajian .................................................................................... 17
2. Pohon Masalah ............................................................................. 22
3. Diagnosa Keperawatan.................................................................. 22
4. Intervensi Keperawatan ................................................................. 23
5. Implementasi ................................................................................ 25
6. Evaluasi ........................................................................................ 25
7. Dokumentasi ................................................................................. 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ............................................................................... 27
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 27
C. Populasi dan Sampel .......................................................................... 27
D. Alat/ Instrumen Pengumpulan Data ................................................... 28
E. Langkah-langkah Pengumpulan Data................................................. 29
F. Prosedur Pengumpulan Data .............................................................. 35
G. Hasil Analisa ..................................................................................... 36

viii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI KASUS
1. Pengkajian .................................................................................... 37
2. Diagnosis Keperawatan ................................................................. 51
3. Rencana Keperawatan ................................................................... 52
4. Implementasi Keperawatan ........................................................... 56
5. Evaluasi Keperawatan ................................................................... 61
B. PEMBAHASAN KASUS
1. Pengkajian .................................................................................... 64
2. Diagnosis Keperawatan ................................................................. 71
3. Rencana Keperawatan ................................................................... 73
4. Implementasi Keperawatan ........................................................... 74
5. Evaluasi Keperawatan ................................................................... 77
BAB V PENUTUP
A. Simpiulan .......................................................................................... 80
B. Saran ................................................................................................ 81
DAFTAR PUSTAKA

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Psikodinamika Defisit Perawatab Diri..............................................14


Gambar 2.2. Pohon Masalah Defisit Perawatan Diri.............................................23

x
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Deskripsi Kasus.....................................................................................34

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pengkajian asuhan keperawatan jiwa partisipan 1 dan partisipan 2


Lampiran 2 Lembar konsultasi proposal
Lampiran 3 Lembar konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 4 Inform consent partisipan 1 dan partisipan 2
Lampiran 5 Absen hadir penelitian
Lampiran 6 Surat pengantar izin penelitian Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 7 Surat izin penelitian di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang
Lampiran 8 Surat telah selelsai melakukan penelitian di Rumah Sakit Jiwa
Prof. HB. Saanin Padang
Lampiran 9 Ganchart Kegiatan

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
UU Kesehatan Jiwa, 2014 No. 18 Pasal 1, kesehatan jiwa adalah kondisi
dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,
dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Orang yang mempunyai
masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan / atau
kualitas hidup memiliki risiko mengalami gangguan jiwa.

Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan pada fungsi jiwa yang


menyebabkan adanya gangguan pada fungsi kehidupan, menimbulkan
penderitaan pada individu atau hambatan dalam melaksanakan peran
sosial. Masalah psikososial mempunyai pengaruh timbal balik dan di
anggap berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab gangguan jiwa
(Keliat, dkk, 2012).

Data World Health Organization (WHO), 2016 masalah kesehatan jiwa di


dunia, terdapat sekitar 350 juta orang mengalami depresi, 60 juta orang
terkena bipolar, 21 juta orang menderita skizofrenia (12 juta laki-laki dan 9
juta perempuan) serta 47,5 juta orang terkena dimensia. Diperkirakan
angka kesehatan jiwa ini akan terus bertambah karena berbagai
faktor,diantaranya faktor biologis dan faktor psikologis.

Di Indonesia penderita gangguan jiwa berat sebanyak 1,7 jiwa per 1.000
penduduk. Gangguan jiwa paling banyak yaitu provinsi DKI Yogyakarta
dan Aceh yaitu 2,7%. Sedangkan provinsi Sumatra Barat sebanyak 1,9%.
Rumah tangga yang pernah memasung ART gangguan jiwa berat sebesar
1.655 rumah tangga, paling banyak di daerah pedesaan yaitu sebanyak
18,2% sedangkan di perkotaan sebanyak 10,7% (Riset Kesehatan Dasar,
2013)

1
Poltekkes Kemenkes Padang
2

Data di Sumatra Barat menunjukkan prevalensi gangguan jiwa sebanyak


139.574 orang. Paling tinggi yaitu di Kepulauan Mentawai yaitu 75.877
orang, urutan kedua disusul oleh Agam sebanyak 22.761 orang dan kota
Padang mendapat urutan ketiga yaitu sebanyak 12.355 orang (Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatra Barat, 2014).

Secara umum gangguan jiwa dibagi menjadi dua bagian yaitu gangguan
jiwa ringan yang meliputi gangguan emosi yang berupa kecemasan, panik,
gangguan alam perasaan dan gangguan jiwa berat salah satunya yaitu
skizofrenia ( Riskesdas, 2013). Skizofrenia menimbulkan gejala negatif
seperti penurunan keinginan untuk melakukan kegiatan sehari-hari,
kemampuan bekerja, melakukan hubungan sosial, dan melakukan hal-hal
yang menyenangkan. Menurunnya keinginan melakukan kegiatan
disebabkan oleh kurangnya motivasi sehingga penderita gangguan jiwa
tidak mau melakukan kegiatan termasuk kegiatan perawatan diri (Rusdi &
Dermawan, 2013).

Perawatan diri adalah suatu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi


kebutuhannya guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya (Keliat, dkk, 2012).
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi
akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri ini
tampak dari ketidakmampuan untuk merawat kebersihan diri yang disebut
dengan defisit perawatan diri ( Damaiyanti, 2014).

Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan


dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi
secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas,
dan penampilan tidak rapi. Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan
gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga

Poltekkes Kemenkes Padang


3

kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang


perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri,
makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toileting seperti
buang air besar atau buang air kecil secara mandiri (Yusuf, 2015).

Apabila defisit perawatan diri ini tidak diatasi maka akan menimbulkan
dampak kepada pasien gangguan jiwa, diantaranya adalah dampak fisik
yang sering terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan membram
mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada
kuku. Dampak psikososialnya yaitu gangguan kebutuhan rasa nyaman,
kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi dan
gangguan interaksi sosial. Sedangkan dampak bagi orang lain dan
lingkungan sekitarnya adalah terganggunya kenyamanan dan ketentraman
masyarakat (Dermawan dan Rusdi, 2013).

Peran perawat dalam penanganan masalah defisit perawatan diri di rumah


sakit jiwa yaitu melakukan penerapan asuhan keperawatan berupa
penerapan strategi pelaksanaan defisit perawatan diri. Strategi pelaksanaan
pada pasien defisit perawatan diri yaitu dengan melatih pasien cara
perawatan kebersihan diri/mandi, melatih pasien berdandan atau berhias,
melatih pasien makan dan minum secara mandiri dan mengajarkan pasien
melakukan buang air besar dan buang air kecil secara mandiri (Fitria,
2012). Penatalaksanaan perawat yang bisa dilakukan bagi pasien defisit
perawatan diri adalah klien diajarkan dan dilatih untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri dengan cara menjaga kebersihan diri secara
mandiri seperti mandi, melatih pasien berdandan dan berhias, melatih
pasien makan secara mandiri, menganjurkan pasien melakukan BAB/BAK
dengan benar (Dermawan & Rusdi, 2011).

Berdasarkan hasil Penelitian yang dilakukan oleh Pinendi, dkk (2016) di


RSJ. PROF. V. L. Ratumbuysang Manado, mengenai kemampuan
perawatan diri pada 27 orang klien defisit perawatan diri yang diberikan

Poltekkes Kemenkes Padang


4

strategi pelaksanaan komunikasi defisit perawatan diri, sebelum dilakukan


intervensi hasil observasi pada klien ditemukan sebagian besar berada
pada tingkat ketergantungan sedang (66.7%), ketergantungan berat
(25.9%) dan ketergantungan ringan (7.4%). Setelah dilakukan
penelitian diobservasi kembali dan hasil diperoleh tingkat
ketergantungan sedang (48.1%), ketergantungan berat (18.5%), dan
ketergantugan ringan (33.4%). Berdasarkan hasil tersebut terlihat ada
perubahan yang terjadi antara sebelum dan setelah diberikan penerapan
komunikasi yang baik pada pasien defisit perawatan diri.

Data dari Instalasi Rekam Medik RSJ. Prof. HB. Saanin Padang pada
tahun 2017, pada bulan September sampai bulan November jumlah
kunjungan rawat inap pasien gangguan jiwa yaitu 544 orang (410 pasien
laki-laki dan 144 orang pasien perempuan). Sedangkan pasien rawat jalan
sebanyak 13.832 orang (8.504 pasien laki-laki dan 5.328 pasien
perempuan). Data dari Rekam Medik ruang Melati pada bulan September
sampai November 2017, didapatkan pasien gangguan jiwa dengan perilaku
kekerasan sebanyak 32 orang, harga diri rendah sebanyak 27 orang,
isolasi sosial sebanyak 8 orang, halusinasi sebanyak 31 orang dan pasien
defisit perawatan diri sebanyak 46 orang. Pasien gangguan jiwa dengan
defisit perawatan diri ditemukan malas mandi, rambut acak-acakan,
penampilan kurang rapi, gigi tidak di gosok, tidak mau cuci tangan habis
makan, BAB dan BAK sembrang tempat. Masalah yang paling banyak
ditemukan yaitu pasien tidak mau mandi. Hasil wawancara dari perawat di
ruangan pasien defisit perawatan diri sudah di ajarkan kebersihan diri
sebanyak satu kali dalam sehari dan pada sorenya klien di suruh mandi
saja.

Pengalaman dinas yang dirasakan di RSJ. Prof. HB Saanin Padang di


ruang Melati pada bulan April 2017, kondisi di lapangan masih banyak
pasien gangguan jiwa yang mengalami defisit perawatan diri. Pasen
gangguan jiwa tampak tidak cuci tangan sebelum dan sesudah makan,

Poltekkes Kemenkes Padang


5

makan berceceran, pakaiannya tidak rapi, rambut acak-acakan, tidak


menggosok gigi, dan BAB/BAK sembarang tempat. Upaya yang sudah
dilakukan perawat dalam menangani pasien defisit perawatan diri di RSJ.
HB Saanin Padang yaitu sudah melakukan tindakan keperawatan melalui
strategi pelaksanaan dengan mengajarkan pasien kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum serta toileting. Tapi belum maksimalnya
hasil yang didapatkan, sehingga perlu latihan yang berulang-ulang untuk
pasien gangguan jiwa yang mengalami defisit perawatan diri. Kalau
defisit perawatan diri ini tidak diatasi maka nantinya akan menimbulkan
dampak bagi pasien gangguan jiwa yaitu gangguan integritas kulit,
gangguan mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, gangguan fisik
pada kuku dan juga akan menimbulkan dampak psikososial seperti cemas,
khawatir berlebihan, takut, mudah teringgung dan merasa rendah diri.

Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas peneliti tertarik


mengangkat topik tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien Defisit
Perawatan Diri Di Ruang Melati Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin
Padang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang peneliti uraikan diatas, maka rumusan
masalah yang diangkat oleh peneliti adalah bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan defisit perawatan diri di Ruang Melati
Rumah Sakit Jiwa HB Saanin Padang tahun 2018.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan defisit
perawatan diri di Rumah Sakit Jiwa HB Sa’anin Padang.

Poltekkes Kemenkes Padang


6

2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada pasien dengan
defisit perawatan diri di Ruang Melati Rumah Sakit HB Sa’anin
Padang.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada
pasien defisit perawatan diri di Ruang Melati Rumah Sakit HB
Sa’anin Padang.
c. Mampu mendeskripsikan rencana asuhan keperawatan pada pasien
defisit perawatan diri di Ruang Melati Rumah Sakit HB Sa’anin
Padang.
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan yang dilakukan
pada pasien defisit perawatan diri di Ruang Melati Rumah Sakit
HB Sa’anin Padang.
e. Mampu mendeskripsikan hasil evaluasi dari tindakan keperawatan
pada pasien defisit perawatan diri di Ruang Melati Rumah Sakit
HB Sa’anin Padang.

D. Manfaat Penelitian
1. Dapat mengaplikasikan ilmu tentang asuhan keperawatan pada pasien
defisit perawatan diri dan sebagai pedoman atau bahan berbandingan
dalam kasus defisit perawatan diri.
2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan perbandingan daan
bahan perbandingan untuk peneliti selanjutnya terutama pada bidang
keperawatan.
3. Hasil penelitian juga dapat berguna bagi rumah sakit untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan.

Poltekkes Kemenkes Padang


7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gangguan Jiwa


1. Pengertian Ganngguan Jiwa
Gangguna jiwa adalah suatu perubahan yang terjadi pada fungsi jiwa
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi kehidupan
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran sosial (Keliat dkk, 2012).

Menurut UU no 18 pasal 1 Gangguan Jiwa adalah orang yang


mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan
perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan
hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia (UU
Kesehatan Jiwa, 2014).

2. Ciri-Ciri Gangguan Jiwa


Menurut Keliat dkk (2012), Ciiri-ciri gangguan jiwa ringan:
a. Cemas, khawatir berlebihan, takut
b. Mudah tersinggung
c. Sulit konsentrasi
d. Bersifat ragu-ragu/ merasa rendah diri
e. Pemarah dan agresif
f. Merasa kecewa
g. Reaksi fisik seperti : jantung berdebar, otot tegang
h. Sakit kepala, sukar tidur, dan nafsu makan kurang

Ciri-ciri gangguan jiwa berat adalah:


a. Marah tanpa sebab
b. Mengurung diri
c. Tidak mengenal orang

Poltekkes Kemenkes Padang


8

d. Bicara kacau
e. Mendengar suara yang tidak nyata
f. Bicara sendiri
g. Tidak mampu merawat diri.

3. Tanda dan Geja Gangguan Jiwa


Menurut Direja (2011), tanda dan gejala gangguan jiwa adalah :
a. Gangguan kognitif
Kognitif adalah suatu proses mental dimana seseorang individu
menyadari dan mempertahankan hubungan dengan lingkungannya,
baik lingkungan dalam maupun lingkungan luar (fungsi mengenal).
Proses kognitif meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Sensasi dan persepsi
2) Perhatian
3) Ingatan
4) Asosiasi
5) Pertimbangan
6) Pikiran
7) Kesadaran
b. Gangguan perhatian
Perhatian adalah pemusatan dan konsentrasi energy, menilai dalam
suatu proses kognitif yang timbul dari luar akibat suatu rangsangan.
c. Gangguan ingatan
Ingatan (kenangan, memori) adalah kesanggupan untuk mencatat,
menyimpan, memproduksi isi, dan tanda-tanda kesadaran.
d. Gangguan asosiasi
e. Asosiasi adalah proses mental yang dengannya suatu perasaan,
kesan atau gambaran ingatan cendrung untuk menimbulkan kesan
atau gambaran ingatan repons/konsep lain, yang sebelumnya
berkaitan dengannya.

Poltekkes Kemenkes Padang


9

f. Gangguan pertimbangan
Pertimbangan (penilaian) adalah suatu proses mental untuk
membandingkan atau menilai beberapa pilihan dalam suatu
kerangka kerja dengan memberikan nilai-nilai untuk memutuskan
maksud dan tujuan dari suatu aktivitas.
g. Gangguan pikiran
Pikiran umum adalah meletakkan hubungan antara berbagai bagian
dari pengetahuan seseorang.
h. Gangguan kesadaran
Kesadaran adalah kempampuan seseorang untuk mengadakan
hubungan dengan lingkungan, serta dirinya melalui panca indra dan
mengadakan pembatasan terhadap lingkungan serta dirinya sendiri.
i. Gangguan kemauan
Kemauan adalah suatu proses dimana keinginan-keinginan
dipertimbangkan yang kemudian diputuskan untuk dilaksanakan
sampai mencapai tujuan.
j. Gangguan emosi dan afek
Emosi adalah suatu pengalaman yang sadar dan memberikan
pengaruh pada aktivitas tubuh serta menghasilkan sensasi organik
dan kinetis. Afek adalah kehidupan perasaan atau nada perasaan
emosional seseorang, menyenangkan atau tidak, yang menyertai
suatu pikiran, biasanya berlangsung lama dan jaarng disertai
komponen fisiologis.
k. Gangguan psikomotor
Psikomotor adalah gerakan tubuh yang dipengaruhi oleh keadaan
jiwa. Bentuk-bentuk gangguan psikomotor adalah sebagai berikut :
1) Aktifitas yang meningkat
a) Aktifitas dan pergerakan yang berlebihan dengan intensitas
respon yang meningkat.
b) Hipertonisiatis, peningkatan tegangan otot tubuh

Poltekkes Kemenkes Padang


10

c) Gaduh gelisah kakatonik : aktivitas motorik yang


tampaknya tidak bertujuan, berkali-kali dan seakan-akan
tidak dipengaruhi oleh rangsang dari luar.
2) Aktifitas yang menurun
a) Aktifitas dan pergerakan berkurang dengan intensitas
respon yang menurun
b) Kelambanan motoris : aktivitas berkurang menyeluruh,
missal pada orang stupor kakatonik.
c) Keadaan tonus dan kontraksi otot yang abnormal, dapat
menyeluruh atau sebagian saja.
d) Kehilangan fungsi otot baik secara keseluruhan atau
sebagian saja

B. Konsep Defisit Perawatan Diri


1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya
(Keliat, dkk, 2012).

Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi


akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk
melakukan aktifitas perawatan diri menurun, hal ini tampak dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri (Damiyanti, 2014).

Menurut Keliat dkk, (2012) defisit perawatan diri adalah gangguan


kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri seperti
kebersihan diri, berhias, makan dan toileting.

Poltekkes Kemenkes Padang


11

2. Jenis Perawatan Diri


Menurut Dermawan dan Rusdi (2013), jenis-jenis defisit perawatan
diri adalah sebagai berikut :

a. Kurang perawatan diri : mandi / kebersihan


Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan
untuk melakukan aktivitas mandi / kebersihan diri.
b. Kurang perawatan diri : mengenakkan pakaian / berhias
Kurang perawatan diri (mengenakkan pakaian / berhias) adalah
gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktifitas berdandan
sendiri.
c. Kurang perawatan diri ; makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan
untuk menunjukkan aktivitas makan.
d. Kurang perawatan diri : toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan
untuk melakukan atau menyelesaikan aktifitas toileting sendiri.

3. Etiologi Defisit Perawatan Diri


Menurut Depkes (2000 dalam Damaiyanti, 2014) penyebab kurang
perawatan diri adalah :

a. Faktor prediposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembnangan inisiatif terganggu
2) Biologis
Penyakit kronis menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.

Poltekkes Kemenkes Padang


12

3) Kemampuan realitas turun


Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri
adalah kurang Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan
ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri dan
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000 dalam Damaiyanti, 2014) faktor-faktor yang
memepengaruhi personal hygiene adalah :
a. Body Image
b. Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
c. Praktik Sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola persoan hygiene.
d. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, sikat
gigi, pasta gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
e. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

Poltekkes Kemenkes Padang


13

f. Budaya
Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
g. Kebiasaan Seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain-lain.
h. Kondisi Fisik atau Psikis
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Poltekkes Kemenkes Padang


14

4. Psikodinamika Defisit Perawatan Diri


Situational :
Kronik


Operasi
Perasaan negative

Kecelakaan
terhadap diri yang

Dicerai suami/istri
berlangsung lama.

Putus sekolah
Putus hubungan
kerja

Harga Diri Rendah

Faktor predisposisi : Faktor prsipitasi :


Kurang mampu
 Perkembangan : melakukan perawatan
Kurang penurunan
terlalu melindungi diri
motivasi, kerusakan
dan memanjakan kognisi konseptual,
klien

cemas, lelah/lemah
Biologis : penyakit Data subyektif :


kronis

Malas melakukan
Kemampuan

perawatan diri
realitas turun:

Merasa tidak berdaya
ketidakpedulian Merasa lemah
dirinya dan
lingkungan Data Obyektif :
 Sosial : kurang
Badan bau, rambut kotor,
dukungan kuku panjang, mulut dan
gigi bau, berpakaian kotor

Defisit Perawatan
diri

Gambar 2.1 Proses terjadinya defisit perawatan diri (Damaiyanti, 2014)

Poltekkes Kemenkes Padang


15

5. Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri


Menurut Keliat, dkk (2012), tanda dan gejala defisit perawatan diri
dapat dinilai dari pernyataan pasien tentang kebersihan diri, berdandan
dan berpakaian, makan dan minum, BAB dan BAK dan didukung
dengan data hasil observasi.
a. Data subyektif
Pasien mengatakan tentang:
1) Malas mandi
2) Tidak mau menyisir rambut
3) Tidak mau menggosok gigi
4) Tidak mau memotong kuku
5) Tidak mau berhias / berdandan
6) Tidak bisa / tidak mau menggunakan alat mandi / kebersihan
diri
7) Tidak menggunakan alat makan dan minum saat makan dan
minum
8) BAB dan BAK sembarangan
9) Tidak membersihkan diri dari tempat BAB dan BAK setelah
BAB dan BAK
10) Tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar
b. Data obyektif
1) Badan bau, kotor, berdaki, rambut kotor, kuku panjang, tidak
menggunakan alat-alat mandi, tidak mandi dengan benar
2) Rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot tidak rapi, tidak
mampu berdandan, memilih, mengambil, dan memakai
pakaian, memakai sandal, sepatu, memakai resleting, memakai
barang-barang yang perlu dalam berpakaian, melepas barang-
barang yang perlu dalam berpakaian.
3) Makan dan minum sembarangan, berceceran, tidak
menggunakan alat makan, tidak mampu ( menyiapkan
makanan, memindahkan makanan kea lat makan, memegang

Poltekkes Kemenkes Padang


16

alat makan, mengunyah, menelan makanan secara aman,


menyelesaikan makan).
4) BAB dan BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri
setelah BAB dan BAK, tidak mampu (menjaga kebersihan
toilet, menyiram toilet).

6. Dampak Masalah Defisit Perawatan Diri


Menurut Damaiyanti (2014), dampak yang ditimbulkan pada masalah
defisit perawatan diri yaitu :
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik
yang sering terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan
membram mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan
gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak psikososial
Akan menimbulkan perasaan cemas/khawatir yang berlebihan,
mudah tersinggung, merasa rendah diri, merasa kecewa, sukar
tidur, nafsu makan berkurang. Masalah yang berhubungan dengan
personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman,
kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi
diri dan gangguan interaksi sosial

7. Mekanisme Koping Defisit Perawatan Diri


a. Regresi
Mundur ke tingkat perkembangan yang lebih rendah, dengan
respon yang kurang matang dan biasanya dengan aspirasi yang
kurang, misalnya orang dewasa bila ingin sesuatu harus segera
terpenuhi bila tidak akan marah-marah seperti anak kecil (Yusuf,
dkk, 2015).

Poltekkes Kemenkes Padang


17

b. Penyangkalan
Melinduni diri terhadap kenyataan yang tak menyenangkan
dengan menolak menghadapi hal itu, yang sering dilakukan dengan
cara melarikan diri seperti menjadi “sakit” atau kesibukan lain
serta tidak berani melihat dan mengakui kenyataan yang
menakutkan (Yusuf dkk, 2015).
c. Isolasi diri, menarik diri
Usaha untuk mengatasi frustasi dengan sikap menarik diri dari
lingkungannya karena ia menganggap dirinya seolah-olah tidak
berdaya dan putus asa (Wijono, 2010).
d. Intelektualisasi
Penyekatan emosional karena beban emosi dalam suatu keadaan
yang menyakitkan, diputuskan, atau diubah (distorsi) misalnya rasa
sedih karena kematian orang dekat, maka mengatakan “sudah
nasibnya” atau “sekarang ia sudah tidak menderita lagi” (Yusuf
dkk, 2015)

C. Asuhan Keperawatan Teoritis pada Pasien Defisit Perawatan Diri


1. Pengkajian
a. Identitas
Nama pasien, umur, tanggal pengkajian, no rekam medik, sumber
data yang didapat, alamat lengkap dan identitas penanggung jawab.
b. Alasan masuk
Biasanya masalah yang di alami pasien yaitu senang menyendiri,
tidak mau banyak berbicara dengan orang lain, terlihat murung,
penampilan acak-acakan, tidak peduli dengan diri sendiri dan mulai
mengganggu orang lain.
c. Faktor predisposisi
Biasanya gangguan jiwa dimasa lalu, hasil pengobatan sebelumnya
yang tidak berhasil, menjadi pelaku, korban atau saksi dari
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan dan

Poltekkes Kemenkes Padang


18

tindakan criminal, anggota keluarga yang pernah mengalami


gangguan jiwa, pengalaman masa lalu yang tidak meneynangkan.
d. Pemeriksaan fisik
Biasanya pengukur tanda-tanda vital pasien ditemukan tekanan
darah meningkat, nadi biasanya juga meningkat , pernafasan dan
suhu
e. Psikososial
1) Genogram
Biasanya genogram dibuat minimal 3 generasi yang
menggambarkan hubungan keluarga dengan pasien. Biasanya
menggambarkan pasien dengan anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, dilihat dari pola komunikasi,
pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
a) Gambaran diri
Biasanya pendapat pasien dengan tubuhnya dan bagian
mana yang disukai dan tidak disukai pasien.
b) Identitas diri
Biasanya dikaji status dan posisi pasien sebelum pasien
dirawat, kepuasan pasien terhadap status dan posisinya,
kepuasan pasien sebagai laki-laki atau perempuan ,
keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelamin dan
posisinnya.
c) Peran diri
Biasanya meliputi tugas atau peran pasien dalam keluarga/
pekerjaan/ kelompok/ masyarakat, kemampuan pasien
dalam melaksanakan tugas atau peran tersebut.
d) Ideal diri
Biasanya berisi harapan pasien terhadap kedaan tubuh
yang ideal, posisi, tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan
atau sekolah, harapan pasien terhadap lingkungan sekitar,
serta harapan pasien terhadap penyakitnya

Poltekkes Kemenkes Padang


19

e) Harga diri
Biasanya mengkaji tentang hubungan pasien dengan orang
lain sesuai dengan kondisi, dampak pada pasien
berubungan dengan orang lain, fungsi peran tidak sesuai
harapan, penilaian pasien terhadap pandangan atau
penghargaan orang lain.
3) Hubungn social
Biasanya hubungan pasien dengan orang lain sangat
terganggu karena penampilan pasien yang kotor sehingga
orang sekitar menghindari pasien. Adanya hambatan dalam
behubungan dengan orang lain, minat berinteraksi dengan
orang lain.
4) spiritual
a) Nilai dan keyakinan
Biasanya nilai dan keyakinan terhadap agama pasien
terganggu karna tidak menghirauan lagi dirinya.
b) Kegiatan ibadah
Biasanya kegiatan ibadah pasien tidak dilakukan
f. Status mental
1) Penampilan
Data ini didapatkan melalui observasi perawat/keluarga .
Biasanya ditemukan penampilannya tidak rapi dari ujung
rambut sampai ke ujung kaki. Misalnya rambut acak-acakan
kancing baju tidak tepat, resleting tidak dikunci, baju terbalik,
baju tidak diganti-ganti.
2) Cara bicara/ pembicaraan
Biasanya cara bicara pasien lambat, gagap, sering
terhenti/bloking, apatisserta tidak mampu memulai
pembicaraan.
3) Aktivitas motorik
Biasanya klien tampak lesu, gelisah, tremor dan kompulsif.

Poltekkes Kemenkes Padang


20

4) Alam perasaan
Biasanya keadaan pasien tampak sedih, putus asa, merasa
tidak berdaya, rendah diri dan merasa dihina.
5) Afek
Biasanya afek pasien tampak datar, tumpul, emosi pasien
berubah-ubah, kesepian, apatis, depresi/sedih dan cemas.
6) Interaksi selama wawancara
Biasanya respon pasien saat wawancara tidak kooperatif,
mudah tersinggung, kontak kurang serta curiga yang
menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada
pewawancara atau orang lain.
7) Persepsi
Biasanya pasien berhalusinasi tentang ketakutan terhadap
hal-hal kebersihan diri baik halusinasi pendengaran,
penglihatan serta halusinasi perabaan yang membuat pasien
tidak mau membersihkan diri dan pasien mengalami
depersonalisasi.
8) Proses pikir
Biasanya bentuk pikir pasien otistik, dereistik, sirkumtansial,
kadang tangensial, kehilangan asosiasi, pembicaraan
meloncat dari topik satu ke topik lainnya dan kadang
pembicaraan berhenti tiba-tiba.
g. Kebutuhan pasien pulang
1) Makan
Biasanya pasien kurang makan, cara makan pasien terganggu
serta pasien tidak memiliki kemampuan menyiapkan dan
membersihkan alat makan.
2) Berpakaian
Biasanya pasien tidak mau mengganti pakaian, tidak bisa
menggunakan pakaian yang sesuai dan tidak bisa berdandan.

Poltekkes Kemenkes Padang


21

3) Mandi
Biasanya pasien jarang mandi, tidak tahu cara mandi, tidak
gosok gigi, tidak mencuci rambut, tidak menggunting kuku,
tubuh pasien tampak kusam dan bdan pasien mengeluarkan
aroma bau.
4) BAB/BAK
Biasanya pasien BAB/BAK tidak pada tempatnya seperti di
tempat tidur dan pasien tidak bisa membersihkan WC setelah
BAB/BAK.
5) Istirahat
Biasanya istirahat pasien terganggu dan tidak melakukan
aktivitas apapun setelah bangun tidur.
6) Penggunaan obat
Apabila pasien mendapat obat, biasanya pasien minum obat
tidak teratur.
7) Aktivitas dalam rumah
Biasanya pasien tidak mampu melakukan semua aktivitas di
dalam maupun diluar rumah karena pasien selalu merasa
malas.
h. Mekanisme koping
1) Adaptif
Biasanya pasien tidak mau berbicara dengan orang lain, tidak
bisa menyelesikan masalah yang ada, pasien tidak mampu
berolahraga karena pasien selalu malas.
2) Maladaptif
Biasanya pasien bereaksi sangat lambat atau kadang
berlebihan, pasien tidak mau bekerja sama sekali, selalu
menghindari orang lain.
3) Masalah psikososial dan lingkungan
Biasanya pasien mengalami masalah psikososial seperti
berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Biasanya
disebabkan oleh kurangnya dukungan dari keluarga,

Poltekkes Kemenkes Padang


22

pendidikan yang kurang, masalah dengan sosial ekonomi dan


pelayanan kesehatan.
4) Pengetahuan
Biasanya pasien defisit perawatan diri terkadang mengalami
gangguan kognitif sehingga tidak mampu mengambil
keputusan.
i. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping
dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan
ansietas dengan menggunakan sumber koping yang ada di
lingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal
untuk menyelesaikan masalah. Dukungan sosial dan keyakinan
budaya dapat membantu seorang mengintegrasikan pengalaman
yang menimbulkan stressdan mengadopsi strategi koping yang
efektif.

2. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
Effect

Core Problem Defisit Perawatan Diri

Causa Harga Diri Rendah Kronis

Gambar 2.2 Pohon Masalah Defisit Perawatan Diri (Fitria, 2012)

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Direja, 2011
a. Defisit perawatan diri
b. Harga diri rendah
c. Isolasi sosial

Poltekkes Kemenkes Padang


23

4. Intervensi keperawatan
Penatalaksanaan defisit perawatan diri dapat dilakukan dengan pendekatan
strategi pelaksanaan, Dermawan (2013). Strategi pelaksanaan tersebut
adalah:
SP 1 pasien :
1) Identifikasi masalah perawatan diri : kebersihan diri, berdandan,
makan/minum, BAB/BAK.
2) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.
3) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
4) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
5) Melatih pasien cara menjaga kebersihan diri : mandi dan ganti
pakaian, sikat gigi, cuci rambut, potong kuku.
6) Masukkan pada jadwal kegiatan harian untuk latihan mandi, sikat
gigi (2 kali per hari), cuci rambut ( 2 kali per minggu), potong
kuku (satu kali per minggu).
SP 2 pasien :
1) Evaluasi kegiatan kebersihan diri. Beri pujian.
2) Jelaskan cara dan alat untuk berdandan.
3) Latih cara berdandan setelah kebersihan diri : sisiran, rias muka
untuk perempuan; sisiran, cukuran untuk pria.
4) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri dan
berdandan.
SP 3 pasien :
1) Evaluasi kegiatan kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian.
2) Jelaskan cara dan alat makan dan minum.
3) Latih cara dan alat makan dan minum.
4) Latih cara makan dan minum yang baik.
5) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum yang baik.
SP 4 pasien :
1) Evaluasi kegiatan kebersihan diri, berdandan, makan dan minum.
Beri pujian.

Poltekkes Kemenkes Padang


24

2) Jelaskan cara buang air besar dan buang air kecil yang baik.
3) Latih buang air besar dan buang air kecil yang baik.
4) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum serta buang air besar dan buang air
kecil.

Tindakan keperawatan pada keluarga


SP 1 keluarga:
1) Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi
keluarga dalam merawat pasien.
2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya defisit
perawatan diri (gunakan booklet).
3) Jelaskan cara merawat defisit perawatan diri.
4) Latih cara merawat : kebersihan diri.
5) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian.
SP 2 keluarga :
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih pasien
kebersihan diri. Beri pujian.
2) Bimbing keluarga membantu pasien berdandan.
3) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian.
SP 3 keluarga :
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih pasien
kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian.
2) Bimbing keluarga membantu makan dan minum pasien.
3) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan berikan pujian.
SP 4 keluarga :
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih pasien
kebersihan diri, berdandan, makan dan minum. Beri pujian.
2) Bimbing keluarga merawat buang air besar dan buang air kecil
pasien.
3) Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh, rujukan.

Poltekkes Kemenkes Padang


25

5. Implementasi
Sebelum tindakan keperawatan diimplementasikan perawat perlu
memvalidasi apakah rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai
dengan kondisi pasien saat ini (here and now). Perawat juga perlu
mengevaluasi diri sendiri apakah mempunyai kemampuan interpersonal,
intelektual, dan teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan.
Setelah tidak ada hambatan lagi, maka tindakan keperawatan bisa
diimplementasikan. Saat memulai untuk implementasi tindakan
keperawatan, perawat harus membuat kontrak dengan pasien dengan
menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta pasien yang
diharapkan. Kemudian penting untuk diperhatikan terkait dengan standar
tindakan yang telah ditentukan dan aspek legal yaitu mendokumentasikan
apa yang telah dilaksanakan (Yusuf, dkk, 2015).

6. Evaluasi
Menurut Yusuf, dkk, (2015) evaluasi merupakan proses yang
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien.
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP, yaitu sebagai berikut :
S : respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang teah
dilaksanakan.
O : respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang
kontradiksi terhadap masalah yang ada.
P : tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons pasien.

Rencana tindak lanjut dapat berupa hal sebagai berikut :


1. Rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah)
2. Rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksananakn semua
tindakan tetapi hasilnya belum memuaskan)

Poltekkes Kemenkes Padang


26

3. Rencana dibatalkan (jika ditemukan masalah baru dan bertolak


belakang dengan masalah yang ada).

7. Dokumentasi
Dokumentasi implementasi dan evaluasi tindakan keperawatan hendaknya
tidak dianggap hal yang sepele oleh perawat maupun peserta didik
keperawatan, dan hal ini dianjurkan menggunakan formulir yang sama
seperti dokumentasi proses keperawatan di unit rawat jalan. Gawat darurat,
rehabilitasi (Direja, 2011).

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan berupa deskriptif yaitu mendeskripsikan


gambaran penerapan asuhan keperawatan pada suatu kasus kelolaan
dengan rencana penelitian studi kasus. Studi kasus merupakan rancangan
penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara intensif
misalnya satu pasien (Nursalam, 2008).

Penelitian ini ditujukan untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada


pasien dengan gangguan defisit perawatan diri di Ruang Melati Rumah
Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang pada tahun 2018.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Ruang Melati Rumah Sakit Jiwa HB. Saanin
Padang. Waktu penelitian dilakukan pada bulan September sampai Juni
2018, pengambilan kasus dan melakukan asuhan keperawatan selama 10
hari pada tanggal 19-28 Februari 2018.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari obyek yang diteliti atau subyek yang
diteliti (Notoatmodjo, 2012). Populasi dari penelitian ini adalah
seluruh pasien gangguan jiwa berat (skizofrenia) yang mengalami
defisit perawatan diri pada bulan Februari 2018 yang berada di Ruang
Melati Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang adalah sebanyak 15
orang.
2. Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan
sebagai subyek penelitian melalui sampling. Sampling adalah proses
menyeleksi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada
(Nursalam, 2008). Sampel penelitian ini adalah dua orang pasien
gangguan jiwa yang mengalami defisit perawatan diri di Ruang Melati

27
Poltekkes Kemenkes Padang
28

Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang. Teknik pengambilan


sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.
Peneliti mengumpulkan data pasien gangguan jiwa yang mengalami
defisit perawatan diri adalah sebanyak 15 orang dan peneliti
melakukan skrining sesuai dengan kriteria inklusi peneliti. Setelah
dilakukan skrining ditemukan 6 orang pasien yang memenuhi kriteria.
Selanjutnya peneliti melakukan rondom acak sederhana yaitu dengan
cara pengambilan lot nama-nama pasien dan didapatkan dua orang
sampel.
Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah :
a. Kriteria inkusi
1) Pasien mampu berkomunikasi dengan baik dan lancar
2) Pasien tidak gelisah
3) Pasien gangguan jiwa yang mengalami gangguan kebersihan
diri, berhias, makan dan eliminasi
4) Pasien gangguan jiwa berat (skizofrenia) yang mengalami
defisit perawatan diri.
5) Pasien defisit perawatan diri yang berada di Ruang Melati
RSJ. Prof. HB.Saanin Padang.
b. Kriteria eksklusi
1) Pasien yang mengalami gangguan pendengaran dan tidak bisa
bicara
2) Pasien dalam keadaan gelisah
3) Pasien tidak kooperatif yaitu tidak mengikuti kegiatan secara
penuh

D. Alat dan Instrumen Pengumpulan Data


Instrument yang digunakan dalam penelitian ini antara lain format
skrining, format pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan.
Untuk melengkapi data pengkajian digunakan alat yaitu tensimeter,
stetoskop, thermometer, alat ukur berat badan dan tinggi badan.

Poltekkes Kemenkes Padang


29

E. Langkah-langkah Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan format
skrining kepada pasien dengan diagnosa defisit perawatan diri di ruang
melari RS. Jiwa Prof. HB Saanin Padang.
Adapaun prosedur pengumpulan data ini adalah sebagai berikut :
a. Peneliti meminta surat rekomendasi pengambilan data dan surat izin
peneliti dari instusi pendidikan Poltekkes Kemenkes Padang ke
Rumah Sakit Jiwa HB. Saanin Padang.
b. Peneliti mendatangi Rumah Sakit Jiwa HB. Saanin Padang dan
menyerahkan surat izin penelitian dari instusi ke Ruang Diklat.
c. Peneliti menyerahkan surat balasan dari Diklat ke Kepala Ruangan
Ruangan Melati dan meminta izin penelitian ke Kepala Ruangan.
d. Setelah mendapat izin dari Kepala Ruangan Melati, peneliti
menggunakan format skrining untuk menentukan pasien kelolaan
sesuai dengan kriteria.
Langkah-langkah pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian keperawatan
Pengakjian keperawatan dengan menggunakan format pengkajian
dengan cara wawancara, observasi dan studi dokumentasi.
2. Diagnose keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kedua responden adalah
defisit perawatan diri, harga diri rendah, isolasi sosial dan
halusinasi..
3. Intervensi keperawatan
Merumuskan intervensi keperawatan sesuai dengan teori Keliat,dkk
(2012).
Strategi pelaksanaan defiisit perawatan diri yaitu :
SP 1 pasien :
a) Identifikasi masalah perawatan diri : kebersihan diri, berdandan,
makan/minum, BAB/BAK.
b) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.
c) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.

Poltekkes Kemenkes Padang


30

d) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri


e) Melatih pasien cara menjaga kebersihan diri : mandi dan ganti
pakaian, sikat gigi, cuci rambut, potong kuku.
f) Masukkan pada jadwal kegiatan harian untuk latihan mandi,
sikat gigi (2 kali per hari), cuci rambut ( 2 kali per minggu),
potong kuku (satu kali per minggu).
SP 2 pasien :
a) Evaluasi kegiatan kebersihan diri. Beri pujian.
b) Jelaskan cara dan alat untuk berdandan.
c) Latih cara berdandan setelah kebersihan diri : sisiran, rias muka
untuk perempuan; sisiran, cukuran untuk pria.
d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri dan
berdandan.
SP 3 pasien :
a) Evaluasi kegiatan kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian.
b) Jelaskan cara dan alat makan dan minum.
c) Latih cara dan alat makan dan minum.
d) Latih cara makan dan minum yang baik.
e) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum yang baik.
SP 4 pasien :
a) Evaluasi kegiatan kebersihan diri, berdandan, makan dan
minum. Beri pujian.
b) Jelaskan cara buang air besar dan buang air kecil yang baik.
c) Latih buang air besar dan buang air kecil yang baik.
d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum serta buang air besar dan buang
air kecil.

Poltekkes Kemenkes Padang


31

Strategi pelaksanaan harga diri rendah, yaitu :


SP 1 pasien
a) Identifikasi pandangan/penilaian pasien tentang diri sendiri dan
pengaruhnya terhadap orang lain, harapan yang telah dicapai
dan belum tercapai, upaya yang dilakukan untuk mencapai
harapan yang belum terpenuhi.
b) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif (
buat daftar kegiatan )
c) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilaksanakan saat ini (
pilih dari daftar kegiatan yang dapat dilaksanakan ).
d) Buat daftar kegiatan yang dapat dilaksanakan saat ini.
e) Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan
saat ini untuk dilatih.
f) Latih kegiatan yang dapat dipilih (alat dan cara melakukannya).
g) Masukkan kegiatan yang telah dilatih pada jadwal kegiatan
untuk latihan.
SP 2 Pasien :
a) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
b) Validasi kemampuan pasien melakukan kegiatan pertama yang
telah di latih. Beri pujian
c) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama
d) Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih.
e) Latih kegiatan kedua (alat dan cara)
f) Masukkan latihan kedua dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 Pasien :
a) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
b) Validasi kemampuan kegiatan pertama dan kedua yang telah di
latih. Beri pujian
c) Evaluasi manfaat melakukankegiatan pertama dan kedua.
d) Bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan dipilih
e) Latih kegiatan ketiga ( alat dan cara )
f) Masukkan latihan ketiga dalam jadwal kegiatan harian

Poltekkes Kemenkes Padang


32

SP 4 Pasien :
a) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah
b) Validasi kemampuan melakukan kegiatan pertama, kedua dan
ketiga. Beri pujian
c) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama, kedua dan ketiga
d) Bantu pasien memilih kegiatan keeempat yang akan dilatih
e) Latih kegiatan ke empat ( alat dan Cara )
f) Masukkan kegiatan ke empat dalan jadwal kegiatan harian

Strategi pelaksanaan isolasi sosial, yaitu :


SP 1 Pasien :
a) Membina hubungan saling percaya
b) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi
dengan orang lain
c) Tanyakan apa penyebab pasien tidak mau berinteraksi dengan
orang lain
d) Diskusikan keuntungan memiliki banyak teman .
e) Diskusikan kerugian tidak mempunyai teman
f) Melatih bercakap-cakap secara bertahap bersama pasien.
SP 2 Pasien :
a) Validasi kemampuan pasien cara bercakap-cakap dengan orang
lain. Beri pujian
b) Evaluasi manfaat mempunyai teman
c) Bantu pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 2
orang lain)
d) Masukkan latihan kedua dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 Pasien :
a) Validasi kemampuan pasien berinteraksi dengan 2 orang lain.
Beri pujian
b) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama dan kedua.
c) Bantu pasien berinteraksi dengan 4-5 orang
d) Masukkan latihan ketiga dalam jadwal kegiatan harian

Poltekkes Kemenkes Padang


33

SP 4 Pasien :
a) Validasi kemampuan melakukan kegiatan pertama, kedua dan
ketiga. Beri pujian
b) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama, kedua dan ketiga
c) Bantu pasien cara bicara saat melakukan kegiatan sosial
d) Masukkan kegiatan ke empat dalan jadwal kegiatan harian

Strategi pelaksanaan halusinasi, yaitu


SP 1 pasien :
a) Mengkaji kesadaran pasien terhadap halusinansinya dan
mengenal halusinasinya. Berupa isi, frekuensi, waktu terjadi,
faktor pencetus, perasaan, respon pasien, serta upaya yang
dilakukan untuk mengontrol halusinasinya.
b) Menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik.
c) Masukkan latihan menghardik pada jadwal harian
SP 2 pasien :
a) Evaluasi tanda dan gejala halusinasi.
b) Validasi kemampuan klien mengenal halusinasi yang di
alaminya serta kemampuan klien cara mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik. Beri pujian terhadap pasien
c) Latih cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat ( 6
benar minum obat : jenis, waktu, dosis, frekuensi, cara dan
kontinuitas minum obat )
Tindakan keperawatan yang harus dilakukan agar pasien patuh
minum obat :
1) Jelaskan pentingnya minumobat pada pasien gangguan jiwa
2) Jelaskan akibat jika obat tidak diminum secara rutin dan
tidak sesuai dengan program
3) Jelaskan akibat bila putus minum obat
4) Jelaskan cara mendapatkan obat atau sumber obat
d) Masukkan dalam jadwal harian minum obat sesuai jadwal.

Poltekkes Kemenkes Padang


34

SP 3 pasien :
a) Evaluasi gejala halusinasi klien
b) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik dan minum obat. Beri pujian pada
klien.
c) Latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain apabila halusinasi datang.
d) Masukkan dalam kegiatan harian
SP 4 pasien :
a) Evaluasi tanda dan gejala halusinasi
b) Validasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik, minum obar dengan benar, dan bercakap-
cakap dengan orang lain.
c) Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara melakukan
kegiatan harian ( menyapu lantai dan mencuci piring )
d) Masukkan dalam kegiatan harian

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. Strategi pelaksanaan defisit perawatan diri
dilakukan pada tanggal 19-22 Februari 2018, strategi pelaksanaan
harga diri rendah dilakukan pada tanggal 21-24 Februari 2018,
strategi pelaksanaan isolasi sosial dilakukan pada tanggan 23-26
Februari 2018, strategi pelaksanaan halusinasi dilakukan pada
tanggan 25-28 Februari 2018. Pelaksaan strategi pelaksanaan ada
pada responden yang mesti di ulang-ulang.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dari tindakan keperawatan dilakukan selama 9 hari, ke
empat diagnosa yang ditemukan pada kedua partisipan dapat teratasi,
namun perlu pengulangan pada setiap strategi pelaksanaan yang di
ajarkan dan perlu arahan petugas di ruangan untuk mengingatkan
pasien.

Poltekkes Kemenkes Padang


35

F. Prosedur Pengumpulan Data


Penulis akan menggunakan observasi, wawancara, pengukuran dan
dokumentasi untuk memperoleh data.
1. Observasi
Dalam observasi ini, penulis terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang
yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian. Melakukan observasi keadaan umum pasien,
mengobservasi keadaan pasien dengan memperhatikan mandinya,
rambutnya , kukunya yang panjang, giginya dan memperhatikan BAB
dan BAKnya.
Menurut Susan Stainback dalam buku Sugiyono (2014), menyatakan
bahwa dalam observasi partisipatif peneliti mengamati apa yang
dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan
berpatisipasi aktif dalam aktivitas mereka.
2. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik tertentu. Pertanyaan yang akan ditanyakan saat dilakukan
wawancara fokus terhadap masalah yang diteliti seperti, apakah ibu
sudah pernah disuruh untuk melakukan kebersihan diri. Dan menggali
pengetahuan pasien tentang identitas ,alasan masuk, riwayat
kesehaatan dahulu, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan
keluarga, kebersihan dirinya serta akibat tidak dilakukan kebersihan
diri, ADL secara mandiri.
3. Pengukuran
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui kondisi fisik
responden. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dalam asuhan
keperawatan ini meliputi pemeriksaan status fisiologi dan
pemeriksaan head to toe. Hasil pemeriksaan yang didapat biasa nya
badan berbau, gigi ada karies, rambut rontok, kuku panjang, males
mandi, BAB dan BAK secara sembarangan.

Poltekkes Kemenkes Padang


36

4. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentu tulisan dan gambar. Dalam penelitian ini mengunakan
dokumen dari rumah sakit dan catatan perkembangan pasien, medical
record, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan darah, pengobatan.

G. Hasil Analisis
Analisis terhadap proses keperawatan yang dilakukan peneliti meliputi
pengumpulan data melalui pengkajian keperawatan. Data yang ditemukan
saaan pengkajian dikelompokkan dan dianalisis berdasarkan data subyektif
dan obyektif, sehingga dapat dirumuskan diagnosa. Setelah diagnose
ditegakkan peneliti melaakukan intervensi, implementasi dan evaluasi
keperawatan. Analisis selanjutnya membandingkan asuhan keperawatan
yang telah dilakukan pada pasien kelolaan dengan teori dan penelitian
sebelumnya.

Poltekkes Kemenkes Padang


37

BAB IV
DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN

Deskripsi kasus ini menjelaskan tentang ringkasan pelaksanaan asuhan


keperawatan pada pasien defisit perawatan diri yang telah dilaksanakan di Rumah
Sakit Jiwa HB Saanin Padang yang dimulai tanggal 19 – 28 Februari 2018.
Gambaran asuhan keperawatan yang telah peneliti lakukan meliputi pengkajian
keperawatan, merumuskan diagnosa keperawatan, merumuskan intervensi
keperawatan, melakukan implementasi keperawatan sampai melakukan evaluasi
keperawatan.

Kasus yang dikelola peneliti berjumlah 2 partisipan, partisipan 1 dengan Ny.N


seorang anak perempuan, berusia 18 tahun, beragama islam, tinggal di Air Balem,
Kecamatan Koto Balingka, Pasaman Barat. Partisipan 2 dengan Ny. S seorang
perempuan, berusia 41 tahun, beragama islam, tinggal di Koto Kociak, Kecamatan
Bonjol, Kabupaten Pasaman dan tidak memiliki pekerjaan.
A. Deskripsi Kasus
Asuhan
Partisipan 1 Partisipan 2
Keperawatan
Identitas Klien Pengkajian dilakukan Pengkajian dilakukan oleh
oleh peneliti pada tanggal peneliti pada tanggal 19
19 Februari 2018 pada Februari 2018 pada pukul
pukul 11:00 WIB dan 09:00 WIB dan didapatkan
didapatkan identitas klien identitas klien yaitu jenis
yaitu jenis kelamin kelamin perempuan
perempuan dengan inisial dengan Ny. N. Partisipan 1
Ny. S berusia 41 tahun, berusia 18 tahun, agama
agama islam dan islam dan bertempat
bertempat tinggal di Koto tinggal di Air Balem,
Kociak, Kecamatan Kecamatan Koto Balingka,
Bonjol, Kabupaten Pasaman Barat. Klien
Pasaman. Klien masuk masuk sejak tanggal 04

Poltekkes Kemenkes Padang


38

sejak tanggal 9 Februari Februari 2018.


2018.

Alasan Masuk Partisipan 1 masuk Partisipan 2 masuk rumah


rumah sakit karena sakit karena bicara ngaur,
mengurung diri di kamar, banyak diam dan malas
banyak diam, bicara dan keluar rumah, tertawa
tertawa sendiri, sendiri, dan memotong
telanjang-telanjang, papila mamae sinistra
rambut acak-acakan, dengan pisau. Badan bau,
badan bau, gigi kotor. kuku kotor dan panjang,
rambut acak-acakan.
Keluhan Utama Pada saat dilakukan Pada saat dilakukan
pengkajian tanggal 19 pengkajian pada tanggal
Februari 2018, partisipan 19 Februari 2018,
1 mengatakan ada suara- partisipan 2 mengatakan
suara yang mengatakan tidak suka bergaul dengan
ingin membunuhnya, orang lain lebih suka
klien merasa dirinya sendiri dan tidur di kamar.
tidak bergua dan tidak Partisipan 2 mengatakan
bisa menolong orang malu, merasa tidak
lain, klien malas untuk berguna untuk adik-
membersihkna dirinya, adiknya dan tidak bisa
klien mengatakan tidak memberikan contoh yang
bisa berdandan. baik untuk adiknya. Tidak
Partisipan 1 tampak berani menatap lawan
mondar-mandir, ketawa- bicara, lebih suka
ketawa sendiri, menundukkan kepala.
bicara sendiri, berbicara Penampilan partisipan 2
gagap lambat, dan lebih tampak bicara-bicara
sering menundukkan sendiri, tidak rapi, kuku
kepala. Mulut bau, gigi panjang dan kotor, sesekali

Poltekkes Kemenkes Padang


39

tampak kotor, pakaian tampak menggaruk-garuk


tidak rapi, rambut acak- badannya, dan pada saat
acakan dan terdapat makan masih berserakan
penyakit kulit di tangan juga cuci tangan tidak
dan kaki, tampak bersih dan mulut bau.
menggaruk-garuk tangan
dan kakinya. Pada saat
makan tampak masih
berserakan dan malas
cuci tangan.
Faktor predisposisi Partisipan 1 mengatakan Partisipan 2 mengatakan
sudah mengalami sakit sebelumnya pernah
sejak tahun 2000 dan dirawat 2 tahun yang lalu.
sekarang dirawat untuk Klien menderita penyakit
yang kedua kalinya, ini sejak tahun 2015.
dirawat terakhir kali Partisipan 2 tidak pernah
pada tahun 2017 di mengalami aniaya fisik,
Rumah Sakit Jiwa Prof. kekerasan seksual,
HB. Saanin Padang. tindakan kriminal serta
Namun sejak pulang dari penolakan baik dalam
rawatan partisipan 1 keluarga maupun
malas untuk minum obat. lingkungan sekitar.
Partisipan 1 mengatakan Partisipan 2 mengatakan
kakak dan adiknya tidak ada anggota keluarga
memiliki gangguan jiwa yang menderita gangguan
sejak kecil. Partisipan 1 jiwa namun ada
sebelumnya tidak pernah pengalaman masa lalu
melakukan kekerasan yang tidak menyenangkan
kepada anggota yaitu klien di selingkuhi
keluarganya. Tidak pacarnya dan membuat
pernah mengalami klien depresi. Klien sangat
aniaya fisik, seksual, sayang kepada pacarnya.

Poltekkes Kemenkes Padang


40

penolakan serta tindakan Di rumah klien selalu


kriminal baik dalam dimanjakan oleh ibunya,
keluarga maupun klien harus menuruti
lingkungan sekitar. semua perintah ibunya,
Partisipan 1 mengatakan klien tidak bebas
mempunyai pengalaman melakukan apapun. Klien
yang tidak beranggapan ibunya
menyenangkan yaitu seperti itu karena klien
partisipan sangat sedih di merupakan anak
tinggal ayahnya, perempuan satu-satunya.
partisipan mengatakan Klien mengatakan merasa
sangat sayang dengan tidak bisa memberikan
ayahnya, namun contoh yang baik buat
semenjak ayahnya adiknya, klien merasa
meninggal partisipan gagal menjadi seorang
hanya bisa diam dan kakak, klien juga
merasa dirinya tidak beranggapan ia tidak ada
berguna dan tidak gunanya.
berarti.
Pemeriksaan Fisik Pada saat dilakukan Pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan fisik pada
partisipan 1 didapatkan partisipan 2 didapatkan
TD : 140/80 mmHg, data TD : 110/70 mmHg,
Nadi : 88 x/i, Pernafasan Nadi : 82 x/i, Pernafasan :
: 20 x/i, Suhu : 36,8 oC. 19 x/i, Suhu : 37 o
C.
Partisipan 1 mengatakan Partisipan 2 mengatakan
tidak ada mengalami badan terasa lemah,
keluhan fisik pada tampak rambut tidak
tubuhnya. Terdapat bersih dan berketombe.
bintik merah pada tangan
dan kaki. Tampak klien
menggaruk tangan dan

Poltekkes Kemenkes Padang


41

kakinya, gigi klien


terlihat kotor.
Psikososial
a. Genogram Pada pengkajian Pengkajian psikososial
psikososial, partisipan 1 pada partisipan 2
mengatakan ia tinggal merupakan anak ke dua
bersama ibu, kakak dan dari tiga bersaudara. Ny. N
adiknya, sedangkan merupakan anak
ayahnya sudah perempuan satu-satunya
meninggal. Ny. S dan ia tinggan bersama
merupakan anak ketiga ibunya dan saudaranya.
dari delapan bersaudara. Ny. N mengatakan
Ny. S mengatakan kakak ayahnya sudah meninggal.
yang nomor dua dan Ny.N mengatakan tidak
adiknya yang terakhir ada anggota keluarga yang
memiliki riwayat memiliki riwayat
gangguan jiwa. Kakak gangguan jiwa.
klien di pasung
dirumahnya karena ia
sering marah-marah
tanpa sebab dirumahnya
dan juga sering
membanting alat-alat
yang ada di rumah.
Sedangkan kondisi
adiknya sekarang sudah
sembuh, dulu adiknya
sering tertawa-tertawa
sendiri dan mengurung
diri di dalam kamar,
namun sekarang
penyakitnya tidak

Poltekkes Kemenkes Padang


42

kambuh lagi. Ny. S


sering bertengkar dengan
kakaknya karena
kakaknya keras kepala
dan tidak mau
mendengarkan perkataan
Ny. S
b. Konsep diri Pengkajian kensep diri Pada pengkajian pola
pada partisipan 1 konsep diri didapatkan
mengatakan dirinya Partisipan 2 mengatakan
seorang perempuan dan tidak ada anggota tubuh
menyukai seluruh bagian yang tidak sukai.
tubuhnya serta Partisipan 2 menyadari
menyadari perannya dirinya sebagai seorang
sebagai anak, partisipan anak perempuan satu-
1 mengatakan dia kurang satuya, dan tinggal
disukai oleh kakaknya, bersama orang tuanya.
pada saat ini partisipan 1 Partisipan 2 ingin sembuh
ingin cepat sembuh dan dan pulang kerumah
ingin pulang. Klien bertemu dengan ibunya.
mengatakan dirinya tidak Partisipan 2 mengatakan
berguna dan tidak bisa hubungan denga
membantu orang tuanya keluarganya baik-baik saja
mencari nafkah. sedangkan dengan
masyarakat klien
beranggapan masyarakat
tidak mau menerima
keadaanya dan selalu
berfikiran negatif tentang
dirinya
c. Hubungan Partisipan 1 mengatakan Partisipan 2 mengatakan
Sosil biasanya dekat dengan dekat dengan ibunya, klien

Poltekkes Kemenkes Padang


43

ibunya, setiap ada sangat dimanjakan oleh


masalah partisipan selalu ibunya. Klien dulu pernah
cerita dengan ibunya. ikut kelompok remaja
Namun akhir-akhir ini masjid, namun setelah
ibunya sibuk sehingga sakit teman-temannya
partisipan merasa tidak mau bergaul dengan
terabaikan. Partisipan 1 klien. tidak memiliki
tinggal dengan ibu, peran di dalam
kakak dan adiknya. Dulu masyarakat. Partisipan
partisipan pernah ikut mengatakan tidak ada
kelompok PKK hambatan dalam
dikampungnya sebelum berhubungan dengan orang
sakit, semenjak sakit ia lain.
merasa dikucilkan
dikelompok. Tidak ada
hambatan dalam
berhubungan dengan
orang lain disekitarnya
hanya saja partisipan
merasa tidak cocok
bergaul dengan
masyarakat.
d. Spiritual Partisipan 1 mengatakan Partisipan 2 mengatakan
beragama islam, namun beragama islam, pasien
ia jarang mengikuti ada melakukan shalat
pengajian di Masjid. namun tidak setiap waktu.
Semenjak dirawat Partisipan mengatakan
partisipan 1 mengatakan jarang berzikir.
jarang melakukan ibadah
seperti shalat dan
berzikir.

Poltekkes Kemenkes Padang


44

Status mental
a. Penampilan Pada saat dilakukan Saat dilakukan pengkajian
pengkajian partisipan 1 partisipan 2 tampak
berpenampilan tidak berpenampilan tidak rapi,
rapi, rambut acak- kuku panjang dan kotor,
acakan, gigi tidak bersih, badan bau, gigi kuning,
kuku panjang dan kotor, malas mandi.
badan berbau malas
mandi dan terdapat
penyakit kulit pada kaki
dan tangan
b. Pembicaraan Pada saat wawancara Ny. Pada saat wawancara Ny.
S tidak mampu memulai N cukup kooperatif tetapi
pembicaraan, Ny. S Ny. N tidak mampu
hanya menunduk dan memulai pembicaraan
tidak berani menatap dengan lawan bicara. Ny.
lawan bicara. Ny. S N bicara dengan nada yang
bicara dengan nada yang lambat dan gugup. Ny. N
pelan dan keliatan takut. tampak jarang bicara
Terkadang pembicaraan dengan teman-temannya.
bisa melompat dari satu Ny. N lebih suka tiduran di
topik ke topik yang lain. kamarnya.
c. Aktivitas Partisipan 1 tampak Partisipan 2 tampak
Motorik tegang, gelisah dan tegang, dan juga jari-jari
sering mondar mandir klien tampak gemetaran.
diruangan. Ny. S juga Partisipan sering mondar-
sering ketawa-ketawa mandir di ruangan dan
sendiri. ketawa-ketawa sendiri.
d. Alam perasaan Partisipan 1 mengatakan Partisipan 2 mengatatakn
sedih karena tidak bisa ia takut dengan suara-suara
bertemu dengan ibunya, yang menyuruhnya untuk
dia sangat kangen dengan mencelakai dirinya. Ny. N

Poltekkes Kemenkes Padang


45

ibunya. Partisipan sedih karena ingin cepat-


mengatakan takut dengan cepat pulang bertemu
suara-suara yang dengan ibunya.
mengatakan ingin
membunuhnya.
e. Afek Pada saat dilakukan Pada saat dilakukan
wawancara afek wawancara partisipan 2
partisipan 1 tampak wajah tampak datar dan
datar, klien tidak tidak punya ekspresi
menunjukkan reaksi apapun, tatapan mata juga
apapun saat temannya kosong.
bertingkah lucu.
f. Interaksi Pada saat wawancara Partisipan 1 pada saat
selama interaksi partisipan 1 wawancara kontak mata
wawancara tampak banyak diam, kurang dan menjawab
klien menjawab dengan nada yang pelan
pertanyaan dengan nada dan gugup, pasien juga
yang pelan dan kontak terlihat ketakutan apabila
mata kurang. Ny. S di tanya. Ny. N hanya
sering pergi saat menjawab pertanyaan
dilakukan wawancara yang di ajukan dengan
dan merasa curiga seadanya dan tidak berani
terhadap orang lain. nanya balik.
g. Persepsi Partisipan 1 mengatakan Partisipan 2 mengatakan
mendengar suara-suara kadang-kadang masih
yang akan mendengar suara-suara
membunuhnya, suara yang menyuruhnya untuk
tersebut sering di dengar mencelakai dirinya. Ny. N
pada sore sore hari. tampak sering mondar-
mandir di ruangan, dan
bicara-bicara sendiri.
h. Proses pikir Partisipan 1 pada saat Pada saat interaksi

Poltekkes Kemenkes Padang


46

bicara menjawab partisipan 2 menjawab


pertanyaan dengan belit- pertanyaan dengan belit-
belit, kadang pertanyaan belit namun bisa sampai
yang dijawab tidak pada tujuan ertanyaan.
nyambung dengan apa Dan terkadang pertanyaan
yang di tanyakan. meloncat dari satu topik ke
topik lainnya tanpa klien
sadari.
i. Isi pikir Partisipan 1 terus Partisipan 2 ingin cepat
bertanya kapan ia akan sembuh dan ingin cepat
pulang, dan ingin pulang.
bertemu dengan ibunya.
Ny.S ingin cepat sembuh
dan bisa menolong
ibunya.
j. Tingkat Partisipan 1 mengetahui Partisipan 2 mengetahui
kesadaran namanya dan tempat ia nama, waktu dan tempat ia
berada, tapi Ny. S tidak berada. Tampak bingung
mengetahui waktu. N.S dengan pertanyaan yang
tampak bingung selama pertama kali di dengarnya.
wawancara.
k. Memori Partisipan 1 mengatakan Partisipan 2 mengatakan
tidak ingat dengan tidak mampu menceritakan
kejadian 6 bulan yang pengalaman masa lalunya
lalu. Ny. S tidak mampu karena pasien tidak ingat
menceritakan masa lagi.
lalunya.
l. Tingkat Partisipan 1 tidak mampu Partisipan 2 tidak mampu
konsentrasi dan
berkonsentrasi pada saat lama-lama berkosentrasi,
berhitung
wawancara, sering dan sering mengalihkan
mengalihkan pembicaraan.
pembicaraan. Dan tidak

Poltekkes Kemenkes Padang


47

bisa diam di tempat.


m. Kemampuan Partisipan 1 mampu Partisipan 2 mampu
penilaian memilih dan mengambil memilih salah satu dari
keputusan yang dua pilihan yang diajukan.
sederhana ketika Partisipan 2 memilih untuk
diberikan sedikit bantuan keluar dari proses
misalnya partisipan 1 bercakap-cakap.
mampu memilih akan
mandi dahulu baru
makan
n. Daya tarik diri Partisipan 1 mengatakan Partisipan 2 mengatakan
kurang menyadari menerima bahwa dirinya
tentang perubahan fisik sedang sakit dan butuh
pada dirinya namun tidak perawatan.
menyalahkan orang lain
atas apa yang terjadi
pada dirinya

Kebutuhan pasien
pulang
a. Makan Partisipan 2 makan 3x
Partisipan 1 makan 3x sehari dengan nasi, lauk
sehari dengan nasi, lauk pauk dan sayuran dan
pauk dan tidak suka tidak ada pantangan atau
sayuran. Ny. S tidak ada alergi. Ny. N cuci
pantangan atau alergi. tangannya kurang bersih.
Partisipan 1 makan Partisipan 1 tidak dapat
dengan menggunakan merapikan dan
tangan kanan. Setelah membersihkan alat
makan Tn. N tidak bisa makannya sendiri
membereskan alat
makannya

Poltekkes Kemenkes Padang


48

b. BAB/BAK Partisipan 1 BAB dan Partisipan 2 BAB dan


BAK pada tempatnya BAK pada tempatnya dan
dan selalu partisipan mampu
menmbersihkannya membersihkan setelah
dengan benar. BAB dan BAK.
c. Mandi Partisipan 1 mandi 2x Partisipan 2 mandi 2x
sehari, namun mandinya sehari dan malas gosok
tidak bersih. Ny. S mau gigi. Ny. N gosok gigi
gosok gigi apabila di apabila di suruh oleh
suruh oleh perawat di perawat di ruangan.
ruangan.
d. Berpakaian Partisipan 1 sudah Partisipan 2 sudah
dan berhias berpakaian dengan benar, berpakaian dengan benar
namun terkadang ada tetapi belum bisa berhias
juga yang terbalik. Ny. S dengan benar.
belum bisa berdandan
dengan baik masih di
bantu oleh petugas
e. Istirahat dan Partisipan 1 mengatakan Partisipan 2 mengatakan
tidur Klien mengatakan tidur Klien tidur siang atau sore
dengan nyenyak di selama 2 jam sehari, pada
malam hari , klien jarang malam hari klien tidur dari
tidur siang , sebelum pukul 21.00 WIB sampai
tidur klien tidak pukul 06.00 WIB.
menggosok gigi, mencuci Partisipan 2 mengatakan
muka ,kaki dan tidak sering terbangun pada
berdoa. malam hari karena
mendengan suara-suara
yang menyuruh
mencelakai dirinya.

Poltekkes Kemenkes Padang


49

f. Penggunaan Klien mengatakan Klien minum obat 2x


obat minum obat 2x sehari, sehari disuruh oleh
secara teratur selama petugas. Partisipan 2
dirumah sakit. Partisipan mengatakan ia selalu
1 mnegatakan tidak meminum obatnya dengan
mengetahui nama obat teratur.
yang diminumnya.

g. Pemeliharaan Klien mengatakan akan Klien mengatakan akan


kesehatan selalu rutin minum obat minum obat secara teratur
sampai sembuh, klien karena ingin sembuh dan
ingin sembuh. cepat-cepat pulang.

h. Kegiatan di Klien menolong ibunya Klien dirumah membantu


dalam rumah masak dan menyapu ibunya cuci piring,
rumah,klien cuci baju menyapu dan mencuci
tanpa dibantu orang lain baju.

i. Kegiatan / Partisipan 1 mengsatakan Partisipan 2 mengatakan


aktivitas di tidak memiliki pekerjaan. tidak memiliki aktivitas di
luar rumah Klien hanya duduk liuar rumah dan juga klien
dirumah bersama adik- tidak memiliki pekerjaan.
adiknya.

Mekanisme koping Partisipan 1 tidak mampu Partisipan 2 mengatakan


berbicara dengan orang tidak terbuka dengan
lain. Klien tidak biasa orang lain, lebih suka
menyelesaikan masalah memendam masalah
yang sederhana. sendiri

Poltekkes Kemenkes Padang


50

Masalah Partisipan 1 mengatakan Partisipan 1 mengatakan


psikososial dan tidak diterima di dalam bisa di terima dalam
lingkungan kelompok, orang kelompok, tetapi Ny. N
beranggapan lain dan Ny. merasa di asingkan dan
S merasa di asingkan kelompok beranggapan
oleh anggota kelompok. lain terhadap dirinya. Ny.
Ny. S mengatakan tidak N mengatakan bisa
ada masalah dengan diterima di masyarakat dan
lingkungan masyarakat Ny.N tidak pernah
dan menurut Ny. S tidak meresahkan masyarakat.
pernah meresahkan Ny. N menyelesaikan
masyarakat. Ny. S pendidikan sampai SMP,
menyelesaikan karena Ny. N sakit maka
pendidikan sampai SD tidak melanjutkan
semenjak sakit ia tidak sekolahnya. Semenjak
memiliki pekerjaan, ia sakit Ny. N tidak memiliki
hanya membantu ibunya pekerjaan, ia hanya
dirumah seperti mencuci membantu ibunya
piring dan memasak. dirumah.

Pengetahuan Klien mengatakan tahu Klien mengatakan tahu


dengan kondisinya saat tentang penyakitnya,
ini dan pasien belum bisa menurut klien ia sakit
mengontrol karena diguna-guna oleh
halusinasinya. orang lain. Klien berharap
cepat sembuh dan kembali
berkumpul dengan
keluarganya.

Poltekkes Kemenkes Padang


51

Aspek medik Partisipan 1 di diagnosa Partisipan 2 di diagnosa


skizofrenia ytt dengan skizofrenia dengan terapi
terapi medik : medik : Risperidon 2x1
Risperidon, 2x1 mg dan mg, Olanzapin 1x5 mg
Lorazepam : 1x2 mg dan Asam mefenamat
3x500 mg

Perumusan Dari data hasil Dari data hasil pengkajian


masalah pengkajian dan observasi dan observasi diatas
keperawatan diatas ditemukan ditemukan diagnosa
diagnosa keperawatan keperawatan yang muncul
yang muncul sesuai sesuai dengan prioritas
dengan prioritas yaitu yaitu defisit perawatan
defisit perawatan diri, diri, harga diri rendah,
harga diri rendah, isolasi isolasi sosial dan
sosial dan halusinasi halusinasi.

Intervensi Intervensi keperawatan Implementasi keperawatan


keperawatan disesuaikan dengan disesuaikan dengan
rencana tindakan rencana tindakan
keperawatan. keperawatan.
Implementasi tindakan Implementasi tindakan
keperawatan yang telah keperawatan yang telah
dilakukan oleh peneliti dilakukan oleh peneliti
sesuai dengan kriteria sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan yang telah ditetapkan
dengan membuat strategi dengan membuat strategi
pelaksanaan tindakan pelaksanaan tindakan
keperawatan pada pasien. keperawatan pada pasien.

Implementasi pada Implementasi pada


diagnosa keperawatan diagnosa keperawatan
defisit perawatan diri defisit perawatan diri

Poltekkes Kemenkes Padang


52

dilakukan: dilakukan:

1. Pada pertemuan 1. Pada pertemuan


pertama sekali yang pertama sekali yang
dilakukan peneliti dilakukan peneliti
yaitu membina yaitu membina
hubungan saling hubungan saling
percaya dan melatih percaya dan melatih
partisipan 1 tentang partisipan 2 tentang
membersihkan diri membersihkan diri
dengan cara mandi dengan cara mandi
dengan benar. dengan benar.
2. Kedua peneliti
2. Kedua peneliti
melatih pasien cara
melatih pasien cara
berhias dan
berhias dan
berdandan.
berdandan.
3. Ketiga peneliti
3. Ketiga peneliti
melatih pasien cara
melatih pasien cara
makan dan minum
makan dan minum
dengan baik.
dengan baik.
4. Terakhir peneliti
4. Terakhir peneliti
melatih pasien cara
melatih pasien cara
melakukan BAB dan
melakukan BAB dan
BAK dengan baik dan
BAK dengan baik
benar.
dan benar.

Intervensi pada diagnosa


Intervensi pada diagnosa
keperawatan prioritas
keperawatan prioritas
kedua yaitu harga diri
kedua yaitu harga diri
rendah, strategi
rendah, strategi
pelaksanaannya adalah
pelaksanaannya adalah
sebagai berikut :
sebagai berikut :

Poltekkes Kemenkes Padang


53

1. Pertama peneliti 1. Pertama peneliti


lakukan adalah lakukan adalah
membina hubungan membina hubungan
saling percaya. saling percaya.
Selanjutnya Selanjutnya membantu
membantu mengarahkan pasien
mengarahkan pasien untuk
untuk mengidentifikasikan
mengidentifikasikan aspek positif yang
aspek positif yang pasien miliki, lalu
pasien miliki, lalu menolong pasien untuk
menolong pasien menilai kegiatan yang
untuk menilai dapat pasien lakukan
kegiatan yang dapat yaitu merapikan tempat
pasien lakukan yaitu tidur.
mencuci piring. 2. Melatih kegiatan
2. Melatih kegiatan kedua.
kedua. 3. Melatih kegiatan
3. Melatih kegiatan ketiga.
ketiga. 4. Melatih pasien kegitan
4. Melatih pasien keempat.
kegitan keempat. Intervensi paada diagnosa
Intervensi paada keperawatan prioritas ke
diagnosa keperawatan tiga yaitu isolasi soaial,
prioritas ke tiga yaitu strategi pelaksanaannya
isolasi soaial, strategi adalah :
pelaksanaannya adalah : 1. Pada pertemuan
1. Pada pertemuan pertama perawat
pertama perawat membina
membina hubungan hubungan saling
saling percaya dan percaya dan
pengkajian isolasi pengkajian isolasi

Poltekkes Kemenkes Padang


54

sosial serta melatih sosial serta melatih


cara bercakap-cakap cara bercakap-
antar pasien. cakap antar pasien.
2. Melatih pasien cara 2. Melatih pasien cara
berinteraksi dengan berinteraksi dengan
bertahap (pasien bertahap (pasien
dengan 2 orang dengan 2 orang lain),
lain), latih bercakap- latih bercakap-cakap
cakap saat saat melakukan
melakukan kegiatan kegiatan harian
harian 3. Melatih pasien
3. Melatih pasien berinteraksi secara
berinteraksi secara bertahap (pasien
bertahap (pasien dengan 4-5 orang),
dengan 4-5 orang), latihan bercakap-
latihan bercakap- cakap saat melakukan
cakap saat kegiatan harian.
melakukan kegiatan 4. Mengevaluasi
harian. kemampuan
4. Mengevaluasi berinteraksi, melatih
kemampuan cara bicara saat
berinteraksi, melatih melakukan kegiatan
cara bicara saat sosial.
melakukan kegiatan
sosial.
Intervensi pada diagnosa
Intervensi pada diagnosa keperawatan prioritas
keperawatan prioritas keempat yaitu halusinasi,
keempat yaitu gangguan strategi pelaksanaannya
persepsi sensori adalah :
halusinasi, strategi
1. Pada pertemuan
pelaksanaannya adalah:
pertama yang perawat

Poltekkes Kemenkes Padang


55

1. Pada pertemuan lakukan yaitu


pertama yang membina hubungan
perawat lakukan saling percaya dan
yaitu membina melatih pasien cara
hubungan saling menghardik
percaya dan melatih halusinasi.
pasien cara
2. Peneliti melatih
menghardik
pasien dengan cara
halusinasi.
patuh minum obat.
2. Peneliti melatih
pasien dengan cara 3. Peneliti melatih
patuh minum obat. pasien cara
3. Peneliti melatih mengontrol halusinasi
pasien cara dengan bercakap-
mengontrol cakap dengan orang
halusinasi dengan lain.
bercakap-cakap
4. Peneliti melatih
dengan orang lain.
pasien cara
4. Peneliti melatih
mengontrol halusinasi
pasien cara
dengan melakukan
mengontrol
aktivitas sehari-hari.
halusinasi dengan
melakukan aktivitas
sehari-hari.

Tindakan Implementasi Implementasi keperawatan


keperawatan keperawatan disesuaikan disesuaikan dengan
dengan rencana tindakan rencana tindakan
keperawatan. keperawatan.
Implementasi tindakan Implementasi tindakan
keperawatan yang telah keperawatan yang telah
dilakukan oleh peneliti dilakukan oleh peneliti

Poltekkes Kemenkes Padang


56

sesuai dengan kriteria sesuai dengan kriteria


yang telah ditetapkan yang telah ditetapkan
dengan membuat strategi dengan membuat strategi
pelaksanaan tindakan pelaksanaan tindakan
keperawatan pada pasien. keperawatan pada pasien.
Implementasi pada
Implementasi pada
diagnosa keperawatan
diagnosa keperawatan
defisit perawatan diri
defisit perawatan diri
dilakukan dari tanggal 19
dilakukan dari tanggal 19
Februari-22 Februari
Februari-22 Februari 2018.
2018.
1. Pada pertemuan 1. Pada pertemuan
pertama sekali yang pertama sekali yang
dilakukan peneliti dilakukan peneliti yaitu
yaitu membina membina hubungan
hubungan saling saling percaya dan
percaya dan melatih melatih partisipan 2
partisipan 1 tentang tentang membersihkan
membersihkan diri diri dengan cara mandi
dengan cara mandi dengan benar.
dengan benar. 2. Kedua peneliti melatih
2. Kedua peneliti pasien cara berhias dan
melatih pasien cara berdandan.
berhias dan 3. Ketiga peneliti melatih
berdandan. pasien cara makan dan
3. Ketiga peneliti minum dengan baik.
melatih pasien cara 4. Terakhir peneliti
makan dan minum melatih pasien cara
dengan baik. melakukan BAB dan
4. Terakhir peneliti BAK dengan baik dan
melatih pasien cara benar.
melakukan BAB dan

Poltekkes Kemenkes Padang


57

BAK dengan baik dan Implementasi pada


benar. diagnosa keperawatan
prioritas kedua yaitu harga
Implementasi pada diri rendah yang dilakukan
diagnosa keperawatan dari tanggal 21 Februari-
prioritas kedua yaitu 24 Februari 2018 dengan
harga diri rendah yang implementasi sebagai
dilakukan dari tanggal 21 berikut :
Februari-24 Februari 1. Pertama peneliti
2018 dengan lakukan adalah
implementasi sebagai membina hubungan
berikut : saling percaya.
1. Pertama peneliti Selanjutnya membantu
lakukan adalah mengarahkan pasien
membina hubungan untuk
saling percaya. mengidentifikasikan
Selanjutnya aspek positif yang
membantu pasien miliki, lalu
mengarahkan pasien menolong pasien untuk
untuk menilai kegiatan yang
mengidentifikasikan dapat pasien lakukan
aspek positif yang yaitu membersihkan
pasien miliki, lalu tempat tidur.
menolong pasien 2. Melatih kegiatan kedua
untuk menilai yaitu menyapu
kegiatan yang dapat ruangan.
pasien lakukan yaitu 3. Melatih kegiatan ketiga
mencuci piring. yaitu melipat pakaian.
2. Melatih kegiatan 4. Melatih pasien kegitan
kedua yaitu keempat yaitu mencuci
merapikan tempat piring.
tidur.

Poltekkes Kemenkes Padang


58

3. Melatih kegiatan Peneliti juga melakukan


ketiga yaitu implementasi pada
menyapu ruangan. diagnosa keperawatan
4. Melatih pasien prioritas ketiga yaitu
kegitan keempat isolasi siosial yang
yaitu melipat dilakukan pada tanggal 23-
pakaian. 26 Februari 2018 adalah
Peneliti juga melakukan sebagai berikut:
implementasi pada 1. Pada pertemuan
diagnosa keperawatan pertama perawat
prioritas ketiga yaitu membina hubungan
isolasi siosial yang saling percaya dan
dilakukan pada tanggal pengkajian isolasi
23-26 Februari 2018 sosial serta melatih cara
adalah sebagai berikut: bercakap-cakap antar
1. Pada pertemuan pasien.
pertama perawat 2. Melatih pasien cara
membina hubungan berinteraksi dengan
saling percaya dan bertahap (pasien
pengkajian isolasi dengan 2 orang lain),
sosial serta melatih latih bercakap-cakap
cara bercakap-cakap saat melakukan
antar pasien. kegiatan harian
2. Melatih pasien cara 3. Melatih pasien
berinteraksi dengan berinteraksi secara
bertahap (pasien bertahap (pasien
dengan 2 orang dengan 4-5 orang),
lain), latih bercakap- latihan bercakap-cakap
cakap saat saat melakukan
melakukan kegiatan kegiatan harian.
harian 4. Mengevaluasi
3. Melatih pasien kemampuan

Poltekkes Kemenkes Padang


59

berinteraksi secara berinteraksi, melatih


bertahap (pasien cara bicara saat
dengan 4-5 orang), melakukan kegiatan
latihan bercakap- sosial.
cakap saat
Peneliti juga melakukan
melakukan kegiatan
implementasi pada
harian.
diagnosa keperawatan
4. Mengevaluasi
prioritas keempat yaitu
kemampuan
halusinasi yang dilakukan
berinteraksi, melatih
dari tanggal 25 Februari-
cara bicara saat
28 Februari 2018 dengan
melakukan kegiatan
implementasi sebagai
sosial.
berikut :
Peneliti juga melakukan
1. Pada pertemuan
implementasi pada
pertama yang perawat
diagnosa keperawatan
lakukan yaitu membina
prioritas keempat yaitu
hubungan saling
gangguan persepsi
percaya dan melatih
sensori halusinasi yang
pasien cara menghardik
dilakukan dari tanggal 25
halusinasi.
Februari -28 Februari
2. Peneliti melatih pasien
2018 adalah :
dengan cara patuh
1. Pada pertemuan minum obat.
pertama yang 3. Peneliti melatih pasien
perawat lakukan cara mengontrol
yaitu membina halusinasi dengan
hubungan saling bercakap-cakap dengan
percaya dan melatih orang lain.
pasien cara 4. Peneliti melatih pasien
menghardik cara mengontrol
halusinasi. halusinasi dengan

Poltekkes Kemenkes Padang


60

2. Peneliti melatih melakukan aktivitas


pasien dengan cara sehari-hari.
patuh minum obat.
3. Peneliti melatih
pasien cara
mengontrol
halusinasi dengan
bercakap-cakap
dengan orang lain.
4. Peneliti melatih
pasien cara
mengontrol
halusinasi dengan
melakukan aktivitas
sehari-hari.
Evaluasi Hasil evaluasi defisit Hasil evaluasi defisit
keperawatan perawatan diri pada hari perawatan diri pada hari
terakhir tanggal 28 terakhir tanggal 28
Februari 2018 Februari 2018 didapatkan,
didapatkan, partisipan 1 partisipan 2 telah mampu
telah mampu untuk untuk melakukan kegiatan
melakukan kegiatan kebersihan diri yaitu
kebersihan diri yaitu mandi dan gosok gigi
mandi secara mandiri setelah dilatih sebanyak 3
setelah di ajarkan kali, namun pasien masih
sebanyak 2 kali dan belum juga mampu mandi
pasien sudah mau seara mandiri tanpa di
menggosok gigi setelah suruh oleh petugas.
diajarkan sebanyak 1 Peneliti sudah
kali, namun pasien mau menyampaikan kepada
menggosok gigi apabila perawat ruangan agar
disuruh petugas. Pasien mengoptimalkan

Poltekkes Kemenkes Padang


61

telah mampu memakai kemampuan mandi klien.


baju sendiri setelah Pasien telah mampu
diajarkan sebanyak 1 kali memakai baju sendiri
tetapi masih belum bisa tetapi masih belum bisa
berdandan. Pasien berdandan sendiri setelah
mampu makan sendiri di latih sebanyak 2 kali.
tapi masih berserakan Pasien mampu makan
setelah dilakukan latihan sendiri tanpa berserakan
sebanyak 2 kali. Pasien setelah dilatih sebanyak 1
mampu BAB dan BAK kali. Pasien mampu BAB
secara mandiri setelah dan BAK secara mandiri
diajarkan sebanyak 1 setelah di ajarkan
kali. sebanyak 1 kali.

Hasil evaluasi untuk Hasil evaluasi untuk


diagnosa harga diri diagnosa harga diri rendah
rendah pada hari terakhir pada hari terakhir yaitu
yaitu tanggal 28 Februari tanggal 28 Februari 2018
2018 didapatkan bahwa didapatkan bahwa
partisipan 1 melakukan partisipan 1 telah mampu
kegiatan sehari-hari yang membangun hungan
telah di ajarkan namun terapeutik dengan peneliti,
partisipan 1 masih sudah mulai berbicara
kurang mampu dengan pasien lain, sudah
berinteraksi dengan bisa melakukan kegiatan
teman-temannya. sehari-hari sesuai yang
Partisipan 1 mengatakan diajarkan sertadapat
senang melakukan berperan serta dengan baik
kegiatan harian dan dalam proses asuhan
merasa dirinya lebih keperawatan yang
berguna. dilakukan peneliti. Klien
mengatakan senang bisa

Poltekkes Kemenkes Padang


62

Hasil evaluasi untuk melaksanakan kegiatan


diagnosa keperawatan secara bertahap.
isolasi sosial pada
Hasil evaluasi untuk
tanggal 28 Februari 2018
doagnosa isosali sosial
yaitu pasien sudah bisa
pada tanggal 28 Februari
berkenalan dengan orang
2018 didapatkan pasien
lain setelah diajarkan
sudah banyak mempunyai
berkenalan sebanyak 2
teman, setelah di ajarkan 1
kali. Pasien sudah
kali cara berkenalan,
mempunyai teman
pasien sudah bisa
sebanyak 4 orang namun
berkenalan sesuai dengan
pada pasien yang
apa yang sudah di ajarkan.
pemarah pasien takut
Pasien sudah memiliki 6
untuk kenalan.
orang teman.
Hasil evaluasi untuk
Hasil evaluasi untuk
halusinasi pada hari
halusinasi pada hari
terakhir yaitu tanggal 28
terakhir yaitu tanggal 28
Februari 2018 didapatkan
Februari 2018 didapatkan
partisipan 2 sudah bisa
partisipan 2 sudah bisa
mengontrol halusinasi
berinteraksi dengan pasien
dengan
lain, saat peneliti datang
menghardiksetelah di
partisipan 2 selalu
ajarkan latihan
tersenyum dan, sudah bisa
menghardik sebanyak 3
mengontrol halusinasi
kali, sudah rutin minum
dengan menghardik
obat setelah dilatih 1 kali,
setelah di ajarkan 2 kali,
telah mampu bercakap-
sudah rutin minum obat,
cakap dengan orang lain
pasien telah mampu
apabila halusinasinya
bercakap-cakap dengan
muncul, serta sudah
orang lain apabila
mampu melakukan
halusinasinya muncul,

Poltekkes Kemenkes Padang


63

aktivitas yang ada di serta mampu melakukan


ruangan dengan baik aktivitas yang ada di
setelah di ajarkan ruangan.
sebanyak 1 kali.

B. Pembahasan Kasus
Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan jiwa yang di lakukan pada
partisipan 1 dan partisipan 2 dengan masalah defisit perawatan diri yang
dilakukan sejak tanggal 19 Februari – 28 Februari 2018 di ruangan Melati
Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Saanin Padang, maka dalam BAB ini penulis
akan membahas kesenjangan antara teori dan kenyataan yang diperoleh
sebagai hasil pelaksanaan studi kasus. Penulis juga akan membahas kesulitan
yang di temukan dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap partisipan
1 dan partisipan 2 dengan defisit perawatan diri. Dalam penyusunan asuhan
keperawatan penulis melakukan suatu proses yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi dengan uraian
sebagai berikut:

1. Pengkajian Keperawatan
a. Keluhan utama
Hasil pengkajian pada partisipan 1 didapatkan data partisipan 1 masuk
karena klien hanya diam dan tidur di kamar, bicara ngaur, tertawa
sendiri, telanjang-telanjang. Partisipan 1 tampak kotor, mulut bau, gigi
tampak kotor, pakaian tidak rapi, rambut acak-acakan dan terdapat
penyakit kulit di tangan dan kaki, tampak menggaruk-garuk tangan dan
kakinya. Partisipan 1 mengatakan diriinya tidak bisa bermanfaat buat
oarang lain, malas untuk bercakap-cakap dengan orang lain, lebih
sering di dalam kamar, malas untuk menggosok gigi, malas keramas,
menyisir rambut dan tidak mau berdandan.

Sedangkan pada partisipan 2 ditemukan data partisipan 2 masuk karena


klien mengurung diri, banyak diam, bicara dan tertawa sendiri dan

Poltekkes Kemenkes Padang


64

memotong papila mamae sinistra dengan pisau. Partisipan 2 tampak


tidak rapi, kuku panjang dan kotor, sesekali tampak menggaruk-garuk
kaki dan tangannya, dan pada saat makan masih berserakan, cuci
tangan tidak bersih dan mulut bau. Partisipan 2 mengatakan malas
untuk membersihkan dirinya dan malas untuk berdandan, merasa tidak
bisa memberi contoh yang baik buat adiknya, merasa dirinya tidak
berguna lagi dan malas berinteraksi dengan orang lain.

Hal ini sesuai dengan teori Dermawan (2013), menjelaskan bahwa


keadaan fisik pasien defisit perawatan diri yaitu badan bau, pakaian
kotor, rambut dan kulit kotor, penampilan tidak rapi. Keadaan
psikologis dan sosial klien yaitu klien malas, menarik diri, isolasi diri,
interaksi kurang, kegiatan kurang dan tidak mampu berperilaku sesuai
norma. Disini pasien diam, mengatakan malas untuk melakukan
aktivitas, merasa tidak berguna, merasa tidak bisa melakukan kegiatan
apapun.

Asumsi peneliti tidak terdapat perbedaan antara teori dan praktek yang
di temukan dilapangan. Disini sudah didapatkan kesesuaian antara
kasus dengan konsep teori bahwa tanda dan gejala yang muncul atau
yang dialami oleh kedua partisipan terdapat dalam teori.

b. Faktor Predisposisi
Penelitian yang dilakukan pada partisipan 1 didapatkan faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya gangguan jiwa defisit
perawatan diri pada klien adalah kemampuan realitas menurun yaitu
klien tidak peduli dengan dirinya dan lingkungan, klien telanjang-
telanjang di jalan dan berkeliaran di jalan. Sedangkan penelitian yang
dilakukan pada partisipan 2 didapatkan faktor predisposisi
perkembangan, keluarganya terlalu melindungi dan memanjakan klien
karena klien anak perempuan satu-satunya. Klien harus menuruti
semua perintah orang tuanya. Pada pasien gangguan jiwa dengan

Poltekkes Kemenkes Padang


65

defisit perawatan diri adanya faktor predisposisi seperti kemampuan


realitas turun dan faktor perkembangan.

Hal ini sesuai dengan teori Damaiyanti dan Iskandar (2014),


mengatakan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas turun yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri serta faktor perkembangan yang terlalu
melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif
terganggu yang menyebabkan klien tidak peduli terhadap perawatan
diri.

Asumsi peneliti tidak terdapat perbedaan antara teori dan kasus yang di
temukan dilapangan. Hanya saja peneliti mengemukakan bahwa
terdapat perbedaan faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa (defisit
perawatan diri) antara partisipan 1 dan partisipan 2. Penyebab
gangguan jiwa pada partisipan 1 yaitu faktor kemampuan realitas yang
menurun dan pada partisipan 2 yaitu faktor perkembangan, merupakan
faktor yang memperberat gangguan jiwa pada klien terutama
perawatan diri.

c. Hubungan Sosial
Penelitian yang dilakukan pada partisipan 1 didapatkan data klien
mengatakan bahwa ia dulunya sangat dekat dengan ibunya, namun
akhir-akhir ini ibunya sibuk bekerja mencari uang sehingga ibunya
kurang memperhatikannya. Partisipan 1 mengatakan tidak ada
berperan dalam kegitan kelompok, klien merasa dirinya tidak berguna
dalam kelompok dan tidak bisa melakukan apa-apa. Partisipan 1
mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang
lain, hanya saja klien merasa tidak cocok bergaul dengan orang lain
karena sudah pernah masuk rumah sakit jiwa.

Poltekkes Kemenkes Padang


66

Sedangkan pada partisipan 2 mengatakan tidak memiliki orang


terdekat selain ibunya , partisipan 2 dulunya pernah ikut remaja mesjid
bersama teman-temannya. Karena klien sudah sakit klien merasa
dirinya tidak bisa diterima dalam kegiatan kelompok, dan merasa
dirinya tidak berguna. Klien mengatakan malas untuk berinteraksi
bersama masyarakat, klien lebih suka mengurung diri di dalam kamar,
dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain.

Gangguan pola hubungan sosial pada kedua partisipan tersebut sesuai


dengan teori yang dikemukakan oleh Yosep (2009), menyatakan
perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilangnya kepercayaan diri merasa
gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri.

Berdasarkan hasil teori yang dikemukakan di atas, maka peneliti


berasumsi bahwa harga diri rendah yang dialami partisipan disebabkan
oleh perasaan negatif terhadap diri sendiri dan hilangnya kepercayaan
diri. Hal ini berpengaruh terhadap perawatan diri pasien.

d. Status Mental
Penelitian yang dilakukan terhadap penampilan pasien gangguan
defisit perawatan diri pada partisipan 1 didapatkan klien tidak rapi,
rambut acak-acakan, malas untuk ganti baju, terkadang baju dipakai
terbalik, kancing baju tidak di pasang. Sedangkan pada partisipan 2 di
dapatkan berpenampilan tidak rapi, rambut tidak di sisir, kancing baju
tidak di pasang, terkadang malas untuk ganti baju.

Pembicaraan partisipan 1 saat dilakukan wawancara klien tidak


mampu memulai pembicaraan, tidak berani menatap lawan bicara,
bicara dengan nada yang pelan dan keliatan takut. Hampir sama
dengan partisipan 2 yaitu tidak mampu memulai pembicaraan, pada

Poltekkes Kemenkes Padang


67

saat di tanya hanya menjawab seadanya dan tidak berani nanya balik.
Partisipan bicara dengan lambat, gugup dan tidak berani menatap
lawan bicara klien juga tampak tegang dan sering mondar-mandir di
ruangan.
Aktivitas motorik partisipan 1 tampak lesu dan gelisah saat
diwawancara klien juga sering terlihat ketawa-ketawa sendiri dan
mondar-mandir diruangan. Sedangkan pada partisipan 2 klien tampak
tegang, sering mengurung diri di kamar dan sering jalan mondar
mandir. Pasien tampak malas dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Alam perasaan pada partisipan 1 didapatkan klien mengatakan merasa


sedih karna jauh dari orang tuanya, klien tampak murung. Klien
mengatakan tidak berguna lagi karena ia sudah gangguan jiwa.
Sedangkan pada partisipan 2 klien mengatakan perasaannya biasa-
biasa saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hanya saja klien
merasa dirinya tidak bisa memberikan contoh yang baik buat adik-
adiknya dan merasa ia tidak berguna buat adiknya.

Afek partisipan 1 tampak datar, klien tidak menunjukkan reaksi apapun


saat temannya bertingkah lucu. Afek pada partisipan 2 wajah tampak
datar dan tidak punya ekspresi apapun, tatapan mata juga kosong.

Interaksi saat wawancara pada partisipan 1 tampak banyak diam, klien


menjawab pertanyaan dengan nada yang pelan dan kontak mata
kurang. Ny. S sering pergi saat dilakukan wawancara dan merasa
curiga terhadap orang lain. Sedangkan pada partisipan 2 saat
wawancara kontak mata kurang dan menjawab dengan nada yang
pelan dan gugup, pasien juga terlihat ketakutan apabila di tanya. Ny. N
hanya menjawab pertanyaan yang di ajukan dengan seadanya dan tidak
berani nanya balik.

Poltekkes Kemenkes Padang


68

Persepsi pada partisipan 1 masih mendengar suara-suara yang akan


membunuhnya, suara tersebut sering di dengar pada sore hari. Pada
partisipan 2 mengatakan kadang-kadang masih mendengar suara-suara
yang menyuruhnya untuk mencelakai dirinya. Ny. N tampak sering
mondar-mandir di ruangan, dan bicara-bicara sendiri.

Proses pikir saat dilakukan wawancara partisipan 1 menjawab


pertanyaan dengan belit-belit, kadang pertanyaan yang dijawab tidak
nyambung dengan apa yang di tanyakan. Sedangkan pada partisipan 2
menjawab pertanyaan dengan belit-belit namun bisa sampai pada
tujuan pertanyaan. Dan terkadang pertanyaan meloncat dari satu topik
ke topik lainnya tanpa klien sadari.

Pada pengkajian isi pikir partisipan 1 terus bertanya kapan ia akan


pulang, dan ingin bertemu dengan ibunya. Ny.S ingin cepat sembuh
supaya bisa menolong ibunya dan pada partisipan 2 ingin cepat
sembuh dan bisa pulang ke rumah.

Tingkat kesadaran partisipan 1 klien mengetahui namanya dan tempat


ia berada, tapi Ny. S tidak mengetahui waktu. Ny.S tampak bingung
selama wawancara. Pada patisipan 2 mengetahui nama, waktu dan
tempat ia berada.

Pengkajian memori partisipan 1 mengatakan tidak ingat dengan


kejadian 6 bulan yang lalu. Ny. S tidak mampu menceritakan masa
lalunya. Sedangkan pada partisipan 2 tidak mampu menceritakan
pengalaman masa lalunya karena pasien tidak ingat lagi.

Tingkat konsentrasi partisipan 1 klien tidak mampu berkonsentrasi


pada saat wawancara, sering mengalihkan pembicaraan. Dan tidak bisa
diam di tempat. Pada partisipan 2 didapatkan klien tidak mampu lama-
lama berkosentrasi, dan sering mengalihkan pembicaraan.

Poltekkes Kemenkes Padang


69

Kemampuan penilaian pada partisipan 1 mampu memilih dan


mengambil keputusan yang sederhana ketika diberikan sedikit bantuan
misalnya partisipan 1 mampu memilih akan mandi dahulu baru makan.
Sedangkan pada partisipan 2 klien mampu memilih salah satu dari dua
pilihan yang diajukan.

Daya litik diri pada partisipan 1 klien kurang menyadari tentang


perubahan fisik pada dirinya namun tidak menyalahkan orang lain atas
apa yang terjadi pada dirinya. Sedangkan pada partisipan 2 menyadari
bahwa dirinya sedang sakit dan butuh perawatan. Partisipan tidak
menyalahkan orang lain tentang penyakit yang di deritanya.

Penampilan pasien defisit perawatan diri tersebut sesuai dengan tori


Damaiyanti dan Iskkandar (2014), bahwa pasien defisit perawatan diri
berpenampilan tidak rapi dari ujung rambut sampai ujung kepala
misalnya rambut acak-acakan, kancing baju tidak tepat, resleting tidak
dikunci, baju terbalik, baju tidak diganti serta penggunaan pakaian
tidak sesuai misalnya pakaian dalam di pakai di luar baju.

Pembicaraan partisipan sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh


Yusuf (2015) bahwa pada pengkajian status mental akan ditemukan
bicara lambat, tidak berani menatap lawan bicara, partisipan tampak
lesu. Partisipan juga menunjukkan sifat yang mudah curiga terhadap
orang lain.

Alam perasaan klien tersebut sesuai dengan teori Dermawan (2013),


yang menyatakan bahwa biasanya keadaan pasien tampak sedih, putus
asa, merasa tidak berdaya, rendah diri dan merasa dihina.

Asumsi peneliti yaitu tidak ada perbedaan antara teori dan praktek
lapangan. Peneliti menemukan perbedaaan pada kedua partisipan yaitu

Poltekkes Kemenkes Padang


70

pada partisipan 2 ada rasa curiga terhadap orang lain, sedangkan pada
partisipan 1 tidak ada rasa curiga terhadap orang lain.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan jiwa pada partisipan 1, ditemukan
diagnosa defisit perawatan diri, harga diri rendah, isolasi soial dan
halusinasi. Sedangkan pada partisipan 2, ditemukan diagnosa defisit
perawatan, harga diri rendah, isolasi sosial dan halusinasi. Teori
Damaiyanti dan Iskandar (2014), menyatakan bahwa pohon masalah pada
pasien dengan gangguan defisit perawatan diri yaitu harga diri rendah
sebagai penyebab, isolasi sosial sebagai coreproblem, halusinasi sebagai
akibat dan defisit perawatan diri sebagai akibat sampingan isolasi sosial.

Prioritas diagnosa keperawatan yang pertama partisipan 1 dan partisipan 2


yaitu gangguan defisit perawatan diri. Data yang memperkuat penulis
mengangkat diagnosa defisit perawatan diri yaitu pada partisipan 1
didapatkan data objektif penampilan klien tidak rapi, kuku panjang dan
kotor, sesekali tampak menggaruk-garuk kaki dan tangan dan kakinya, dan
saat makan masih berserakan, gigi tampak kotot dan mulut bau, sedangkan
partisipan 2 didapatkan data gigi partisipan 2 tampak kuning, mulut bau,
pakaian tidak rapi, rambut acak-acakan dan banyak ketombe, pada saat
makan tampak masih berserakan.

Pernyataan dan keadaan pasien tersebut sesuai dengan teori menurut


Damaiyanti dan Iskandar (2014), dimana badan bau, pakaian kotor, rambut
dan kulit kotor, kuku panjang dan kotor, gigi kotor disertai mulut bau,
penampilan tidak rapi, cara makan tidak terarur serta BAB/BAK
sembarang tempat.

Prioritas kedua diagnosa keperawatan pada partisipan 1 dan partisipan 2


adalah harga diri rendah. Peneliti memprioritaskan diagnosa kedua pada

Poltekkes Kemenkes Padang


71

masing-masing partisipan berdasarkan data yang sering muncul atau


aktual. Pada partisipan 1 didapatkan data, klien merasa dirinya tidak
berguna dan tidak bisa membantu orang lain, lebih banyak menundukkan
kepala. Sedangkan, partisipan 2 didapatkan data partisipan mengatakan or,
tidak bisa memberikan dampak yang baik buat adiknya dan partisipan 2
mengatakan dirinya tidak berguna, klien tampak sering menyendiri, lebih
banyak menundukkan kepala dan bicara dengan nada lambat serta lemah.

Cicri-ciri harga diri rendah diatas sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Keliat, dkk (2012) yaitu klien mengungkapkan perasaan tidak
mampu, hal negatif diri sendiri dan orang lain, pandangan hidup yang
pesemis, penolakan terhadap kemampuan diri, penurunan produktivitas,
tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menundukkan kepala
pada saat berinteraksi, bicara lambat dengan nada suara lemah.

Prioritas ke tiga diagnosa keperawatan pada partisipan 1 dan partisipan 2


adalah isolasi sosial. Pada partisipan 1 ditemukan pasien lebih sering
mengurung diri dalam kamar, bicara nunduk, banyak diam, ekspresi datar,
kontak mata kurang, bicara dengan nada suara yang lemah dan pelan.
Sedangkan untuk partisipan 2 gejalanya hampir sama dengan partisipan 1
yaitu pasien lebih sering berdiam diri di dalam kamar, pasien banyak diam,
jarang melakukan aktivitas, lebih sering menundukkan kepala, tidak berani
menatap lawan bicara dan jarang main bersama teman-temannya.

Dari gejala yang didapatkan dari pasien hal tersebut sesuai dengan yang
dikemukakan oleh teori Keliat, dkk (2012) tanda dan gejala pasien isolasi
sosial yaitu pasien merasa sepi, perasaan tidak aman, ketidakmampuan
berkonsentrasi,banyak diam, tidak mau bicara, menyendiri,tidak mau
berinteraksi, tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal, kontak mata
kurang.

Poltekkes Kemenkes Padang


72

Prioritas keempat diagnosa keperawatan pada partisipan 1 dan partisipan 2


adalah halusinasi. Pada partisipan 1 didapatkan data klien mendengar
suara-suara yang ingin membunuhnya. Sedangkan pada partisipan 2
didapatkan data klien mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk
mencelakai dirinya sendiri, dan klien merasa takut dengan itu.
Asumsi peneliti adalah tidak terdapat perbedaan antara teori dan praktek
tentang tanda dan gejala pasien yang yang peneliti temukan di lapangan.
Tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan praktek.

3. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada partisipan 1 dan
partisipan 2 yaitu gangguan defisit perawatan diri, harga diri rendah,
isolasi sosilal dan halusinasi.

Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan untuk diagnosa prioritas


pertama defisit perawatan diri pada partisipan 1 dan partisipan 2 yang
dilakukan pada klien terdiri dari empat latihan yaitu pertama perawat
melatih cara menjaga kebersihan diri : mandi, cuci rambut, kedua melatih
cara berdandan : sisiran, ketiga melatih cara makan dan minum dengan
baik, dan keempat melatih BAB/BAK dengan baik.

Diagnosa keperawatan prioritas kedua adalah harga diri rendah. Strategi


pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien terdiri dari
empat, yaitu pertama perawat membantu pasien memilih beberapa
kegiatan yang dapat dilakukan di rumah sakit, pilih salah satu kegiatan
yang dapat dilatih saat ini, kedua yaitu perawat membantu pasien memilih
kegiatan kedua yang dapat dilakukan , latih kegiatan kedua, ketiga yaitu
perawat membantu pasien memilih kegiatan ketiga, latih kegiatan ketiga,
keempat yaitu perawat membantu pasien memilih kegiatan keempat,
melatih kegiatan keempat.

Poltekkes Kemenkes Padang


73

Diagnosa prioritas ketiga yang muncul pada kedua partisipan yaitu isolasi
sosial. Strategi pelaksanan tindakan keperawatan yang dilakukan terdiri
dari empat tondakan yaitu yang pertama dengan cara membina hubungan
saling percaya dan melatih cara bercakap-cakap dengan pasien, yang
kedua yaitu melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 2
orang lain), yang ketiga melatih pasien cara berinteraksi secara bertahap
(pasien dengan 4-5 orang) dan yang keempat yaitu melatih cara bicara saat
melakukan kegiatan sosial.

Diagnosa prioritas keempat yang muncul pada kedua partisipan yaitu


gangguan persepsi sensori halusinasi. Strategi pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan pada pasien terdiri dari empat, yaitu pertama
menghardik halusinasi, kedua yaitu dengan cara 6 benar minum obat,
ketiga yaitu bercakap-cakap dengan orang lain dan yang ke empat yaitu
dengan melakukan kegiatan / aktivitas sehari-hari.

Penyusunan rencana keperawatan pada partisipan 1 dan partisipan 2 telah


sesuai dengan rencana teoritis menurut Keliat, dkk (2012) intervensi yang
dilakukan pada pasien dengan diagnosa keperawatan defisit perawatan diri
yaitu melakukan strategi pelaksanaan defisit perawatan diri terhadap
partisipan. Peneliti juga mengikuti langkah-langkah perencanaan yang
telah disusun mulai dari menentukan prioritas masalah sampai dengan
kriteria hasil yang diharapkan.

Asumsi peneliti bahwa tidak terdapat perbedaan perencanaan tindakan


keperawatan menggunakan strategi pelaksanaan sesuai dengan masalah
yang dimiliki partisipan. Dalam perencanaan tidak terdapat kesenjangan
antara teori dan praktek dalam memprioritaskan masalah dan perencanaan
tindakan keperawatan.

4. Pelaksanaan keperawatan

Poltekkes Kemenkes Padang


74

Implementasi keperawatan pada partisipan 1 dan partisipan 2 disesuaikan


dengan rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan. Hasil
penelitian pada partisipan 1 dan partisipan 2 dengan gangguan defisit
perawatan diri sudah peneliti lakukan beberapa tindakan keperawatan
diantaranya: pada hari Senin, 19 Februari 2018 dilaksanakan yang pertama
membina hubungan saling percaya. Selanjutnya langsung menerapkan
latihan 1 defisit perawatan diri dengan cara mengajarkan cara
membersihkan diri dengan mandi. Pada hari Selasa, 20 Februari 2018
dilaksanakan latihan 2 defisit perawatan diri dengan mengajarkan cara
berhias dan berdandan. Pada hari Rabu, 21 Februari 2018 dilaksanakan
latihan ke 3 defisit perawatan diri dengan mengajarkan pasien cara makan
dan minum yang benar. Pada hari Kamis, 22 Februari 2018 dilaksanakan
latihan 4 defisit perawatan diri dengan mengajarkan cara BAB/BAK yang
benar.

Implementasi untuk diagnosa harga diri rendah pada partisipan 1 dan


partisipan 2 dilaksanakan pada hari Kamis, 21 Februari 2018 latihan 1
harga diri rendah. Pada hari Jumat, 22 Februari 2018 dilaksanakan
kegiatan latihan 2 harga diri rendah. Pada Sabtu, 23 Februari 2018
dilaksanakan latihan 3 harga diri rendah. Pada hari Minggu, 24 Februari
2018 dilaksanakan latihan 4 harga diri rendah.

Tindakan keperawatan untk diagnosa isolasi sosial pada partisipan 1 dan


partisipan 2 dilaksanakan pada hari Sabtu, 23 Februari 2018 diajarkan
latihan pertama yaitu latihan cara berkenalan dengan orang lain. Pada
partisipan 1 latihan cara berkenalan di ulang-ulang sebanyak 3 kali baru
bisa berkenalan dengan orang lain, sedangkan pada partisipan 2 di ulang-
ulang sebanyak 2 kali. Pada hari Minggu, 24 Februari 2018 latihan kedua
diajarkan cara berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 2 orang lain).
Pada hari Senin, 25 Februari 2018 latihan ketiga dengan melatih pasien
cara berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 4-5 orang). Pada hari

Poltekkes Kemenkes Padang


75

Selasa, 26 Februari 2018 latihan yang keempat yaitu melatih cara bicara
saat melakukan kegiatan sosial.

Implementasi untuk diagnosa halusinasi pada partisipan 1 dan partisipan 2


dilaksanakan pada hari Minggu, 25 Februari 2018 kegiatan latihan 1
halusinasi yaitu menghardik. Pada partisipan 1 latihan menghardik di
ajarkan secara berulang-ulang sebanyak 3 kali baru bisa menghardik
dengan benar, sedangkan pada partisipan 2 di ulang hanya 1 kali saja
pasien sudah mengerti. Pada hari Senin, 26 Februari 2018 dilaksanakan
kegiatan latihan 2 halusinasi yaitu minum obat dengan benar. Pada hari
Selasa, 27 Februari 2018 dilaksanakan kegiatan latihan 3 halusinasi yaitu
bercakap-cakap dengan orang lain dan pada hari Rabu, 28 Februari 2018
dilaksanakan kegiatan latihan 4 halusinasi yaitu dengan melakukan
aktivitas.

Peneliti menemukan kesulitan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan


yaitu strategi pelaksanaan defisit perawatan diri. Partisipan 1 malas
melakukan perawatan diri apabila tidak di suruh oleh petugas di ruangan,
partisipan 1 lebih susah mengerti apa yang di ajarkan sehingga harus di
ulang-ulang dan partisipan 1 terdapat kerusakan integritas kulit pada
tangan dan kakinya, klien mengatakan gatal-gatal pada tangan dan
kakinya. Sedangkan partiisipan 2 lebih cepat mengerti apa yang diajarkan
dan juga partisipan 2 mau melakukan kebersihan diri sesuai jadwal yang
ditetapkan tanpa disuruh oleh petugas Hal ini diperkuat dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Wulandari, Hesti (2016), yang berjudul
Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Jiwa Dengan Defisit
Perawatan Diri Di Ruang Jalak RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
Malang mengatakan bahwa salah satu orang dari kedua partisipan yang
diteliti mengalami kerusakan integrutas kulit yaitu gatal-gatal serta
kemerahan pada badannya, kemudian diberikan asuhan keperawatan
defisit perawatan diri, setelah diberikan asuhan selama 4 hari terdapat
perubahan pada pasien, gatal –gatal yang dialami pasiennya sudah mulai

Poltekkes Kemenkes Padang


76

berkurang setelah di ajarkan pentingnya menjaga kebersihan diri dan


akibat yang ditimbulkan apabila tidak menjaga kebersihan diri.

Diagnosa kedua yaitu harga diri rendah, peneliti tidak menemukan


kesulitan kedua partisipan sama-sama mau melakukan kegiatan harian.
Partisipan sudah melakukan kegiatan sesuai dengan apa yang sudah
diajarkan oleh peneliti.

Diagnosa ketiga yaitu isolasi sosial, peneliti menemukan kesulitan yaitu


pada partisipan 1 pasien bisa berkenalan dengan orang lain setelah
diajarkan cara berkenalan sebanyak 3 kali, namun pasien masih malas
berkenalan dengan orang lain, partisipan 1 mampu berkenalan dengan
orang lain sebanyak 5 orang. Sedangkan pada partisipan 2 partisipan sudah
mampu berkenalan dengan orang lain setelah di ajarkan sebanyak 2 kali,
partisipan 2 sekarang sudah memiliki teman sebanyak 7 orang.

Diagnoasa gangguan persepsi sensori halusinasi peneliti tidak mengalami


kesulitan, kedua partisipan sudah bisa mengontrol halusinasinya dengan
benar, hanya saja partisipan 1 agak malas mengontrol halusinasinya di
bandingkan dengan partisipan 2.

5. Evaluasi Keperawatan
Pada kasus penulis melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan
dilakukan selama 10 hari dari tanggal 19 Februari 2018 sampai 28
Februari 2018. Keempat masalah keperawatan masing-masing partisipan
telah teratasi.

Evaluasi yang peneliti lakukan pada kedua partisipan adalah meliputi telah
terjalinnya hubungan yang terapeutik dan saling percaya antara perawat
dan klien ditandai dengan klien bersedia duduk berhadapan dengan
peneliti dan mau berkenalan serta berjabat tangan dengan peneliti. Pada
diagnosa keperawatan defisit perawatan diri, pasien menunjukan

Poltekkes Kemenkes Padang


77

perubahan sebelum dengan sesudah diberikan strategi pelaksaan. Pasien


sudah bisa melakukan kebersihan diri dengan benar. Pasien merasa
nyaman setelah di ajarkan cara menjaga kebersihan diri, pasien juga
mampu mengulang kegiatan kebersihan diri yang sudah di ajarkan.

Diagnosa keperawatan harga diri rendah, pada kedua partisipan juga


menunjukan perubahan setelah diberikan strategi pelaksanaan. Pasien
mampu membina hubuungan saling percaya dengan perawat, pasien
mampu mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki, hanya saja pada
partisipan 1 perlu bantuan petugas. Pada partisipan 1 pasien masih malas
melakukan kegiatan sehari-hari tanpa disuruh oleh petugas di ruangan,
berbeda dengan partisipan 2 yang tidak malas lagi melakukan kegiatan
sehari-hari yang bisa ia lakukan, pasien bisa menyebutkan alat-alat yang di
gunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari, serta pasien bisa
melakukan kegiatan sehari-hari tersebut dengan cara yang benar.

Diagnosa keperawatan isolasi sosial pasien sudah menunjukkan


perkembangan partisipan sudah mampu berkenalan dengan orang lain,
partisipan 1 sudah memiliki 5 orang teman. Sedangkan pada partisipan 2
memiliki teman lebih banyak dari partisipan 1, partisipan 2 memiliki 7
orang teman. Kedua partisipan sudah sama-sama bisa berkenalan dengan
orang lain tetapi harus di arahkan oleh perawat di ruangan.

Diagnosa keperawatan halusinasi juga menunjukkan perkembangan. Pada


partisipan 1 klien masih mendengar suara-suara yang ingin membunuhnya,
karena pasien malas untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Sedangkan pada partisipan 2 mengatakan tidak mendengar suara-suara
yang ingin mencelakainya lagi, pasien tampak sudah bisa mengontrol
halusinasinya dengan benar, partisipan mengatakan dan pasien sudah
merasa tenang karena suara-suara tersebut tidak mengganggunya lagi.

Poltekkes Kemenkes Padang


78

Evaluasi yang peneliti lakukan mengacu pada kriteria evaluasi menurut


Keliat, dkk (2012) evaluasi kemampuan pasien defisit perawatan diri
antara lain pasien mampu mandi, mencuci rambut, menggosok gigi,
menggunting kuku dengan benar dan rapi, mengganti pakaian dengan
pakaian yang bersih, berdandan dengan benar, mempersiapkan makanan,
mengambil makanan dan minuman dengan baik dan buang air kecil dan
besar pada tempatnya. Sedangkan evaluasi diagnosa harga diri rendah
yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat
mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki, klien dapat
menilai kemampuan yang digunakan, klien dapat memilih kegiatan sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki, melatih kegiatan yang dipilih sesuai
dengan kemampuan dan merencanakan kegiatan yang telah dilatihnya.
Evaluasi untuk diagnosa isolasi ssosial adalah pasien mampu mampu
membina hubungan saling percaya, mengetahui manfaat dan kerugian
mempunyai teman, bisa berkenalan dengan 2 orang lain, pasien mampu
berkenalan dengan 4-5 orang dan pasien mampu berinteraksi saat
melakukan kegiatan sosial. Untuk diagnosa halusinasi kriteria evaluasinya
adalah pasien mampu membina hubungan saling percaya, mampu
mengenal halusinasi dan mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,
mampu mengontrol halusinasi dengan cara enam benar minum obat dan
mampu mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas sehari-
hari.

Evaluasi akhir menurut peneliti setelah dilakukan tindakan strategi


pelaksanaan pada masing-masing partisipan didapatkan partisipan 1 lebih
lambat dalam menangkap atau merespon tindakan yang telah diajarkan,
mungkin karena partisipan 1 belum maksimal mengontrol halusinasinya.
Keadaan ini sesuai dengan teori Dermawan (2013), mengatakan bahwa
persepsi biasanya terjadi pada pasien yang berhalusinasi seperti tentang
ketakutan terhadap hal-hal kebersihan diri baik halusinasi pendengaran,
penglihatan serta halusinasi perabaan yang membuat pasien tidak mau
membersihkan diri dan pasien mengalami dipersonalisasi.

Poltekkes Kemenkes Padang


79

Poltekkes Kemenkes Padang


80

BAB V
PENUTUP

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada partisipan 1 dan


partisipan 2 dengan diagnosa keperawatan defisit perawatan diri. Berdasarkan
hasil pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilaksanakan pada tanggal 19
Februari 2018 sampai tanggal 28 Februari 2018 maka dapat disimpulkan :

A. Kesimpulan
1. Hasil pengkajian yang ditemukan pada partisipan 1 yaitu klien malas
untuk melakukan kebersihan diri, makan berceceran, merasa dirinya
tidak berguna, lebih suka berdiam diri di dalam kamar, sering mondar-
mandir, bicara sendiri, klien mendengar suara-suara yang ingin
membunuhnya, mulut bau, penampilan tidak rapi, terdpat penyakit
kulit pada tangan dan kaki. Sedangkan pada partisipan 2 ditemukan
klien lebih suka sendiri, merasa malu, merasa dirinya tidak berguna,
curuga terhadap orang lain, penampilan tidak rapi dan kuku kotor
2. Diagnosa Keperawatan yang muncul pada kedua partisipan adalah
defisit perawatan diri, harga diri rendah, isolasi sosial dan halusinasi.
3. Intervensi keperawatan
Pada perencanaan peneliti menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
yang ditemukan untuk diagnosa keperawatan jiwa, hanya saja terdapat
intervensi untuk diagnosa kerusakan integritas kulit. Dalam menyusun
perencanaan keperawatan, peneliti telah membuat perencanaan sesuai
teoritis yang ada dan diharapkan dapat mengatasi masalah pasien.
4. Implementasi keperawatan
Tahap ini tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan yang
telah peneliti susun yang didapat dari teoritis. Pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan adalah diagnosa gangguan defisit
perawatan diri, harga diri rendah, isolasi sosial dan gangguan persepsi
sensori : halusinasi yang dilaksanakan sampai strategi pelaksanaan 4
sesuai dengan pelaksanaan yang telah direncanakan serta diagnosa
kerusakan integritas kulit.

Poltekkes Kemenkes Padang


81

5. Pada tahap akhir, peneliti mengevaluasi kedua partisipan. Evaluasi


keperawatan dimulai dari tanggal 19 Februari- 28 Februari 2018.
Evaluasi yang dilakukan mengenai tindakan yang telah dilakukan
berdasarkan catatan perkembangan dengan metode SOAP pada
partisipan 1 dan 2.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Agar dapat menambah wawasan mahasiswa dan pengalaman
mahasiswa dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa dengan
mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh dibangku perkuliahan
khususnya pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri.
2. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan bacaan dan referensi karya tulis ilmiah perpustakaan
untuk menambah ilmu pengetahuan tentang keperawatan jiwa bagi
mahasiswa yang bersangkutan di Poltekkes Kemenkes RI Padang
khususnya pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri.
3. Rumah Sakit
Sebagai gambaran dalam pemberian asuhan keperawatan khususnya
pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri bahwa perawat
tidak hanya terfokus melakukan implementasi pada diagnosa defisit
perawatan diri saja tetapi harus memperhatikan diagnosa penyerta
seperti kerusakan integritas kulit.

Poltekkes Kemenkes Padang


82

DAFTAR PUSTAKA

Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Riset kesehatan dasar (2013).


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung


: PT Refika Aditama

Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Kperawatan Jiwa . Yogyakarta, Gosyan Publishing.

Direja, Ade Herman surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa ,
Yogyakarta : Nuha Medika.

Fitria, Nita. 2012. Prinsip dasar dan aplikasi penulisan laporan pendahuluan dan
strategi pelaksanaan tindakan kepera watan (LP dan SP) untuk 7 diagnosis
keperawatan jiwa berat, Jakarta : Salemba Medika.

Gloria Bulecheck, Howard Butcher, dkk. 2016. Nursing Interventions


Classification (NIC). Singapore : Elsevier Global Rights.

Keliat, BA dan Akemat. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta:


EGC.

Keliat, dkk, 2012. Modul Pelatihan Keperawatan Jiwa Masyarakat. Jakarta: Badan
PPSDM Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Nursalam. 2008. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis


Ed. 2. Jakarta : Salemba Medika.

Pinendi , Novita, dkk. 2016. Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan Defisit


Perawatan Diri Terhadap Kemandirian Personal Hygiene Pada Pasien Di
RSJ. Prof. V. L. Ratumbuysang Manado.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/12920. Diakses pada
tanggal 20 Agustus 2017 pukul 20.03 WIB.

Profil Kesehatan Kota Padang 2014. Dinas Kesehatan Kota Padang edisi 2016.

RSJ Prof HB Saanin Padang. 2017. Laporan Rekam Medik Defisit Perawatan
Diri. Padang : Instalasi Rekam Medik

Saryono & Anggreini, MD. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: Nuha Medika

Sue Moorhead, Marion Johnson, dkk. 2016. Nursing Outcome Classification


(NOC). Singapore : Elsevier Global Rights.

Poltekkes Kemenkes Padang


83

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D .


Bandung: Alfabeta.

UU Nomor 18 Tahun 2014 pasal 1(ayat 1 & 3) Tentang Kesehatan Jiwa.

Yusuf, AH, dkk. 2015. Buku Ajar Kesehatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika.

Wijono, Sutarto. 2010. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta . Prenadamedia


Grup

Wulandari, Hesti. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Jiwa Dengan
Defisit Perawatan Diri Di Ruang Jalak Rsj Dr. Radjiman Wediodiningrat
Lawang Malang
http://repository.poltekkesmajapahit.ac.id/index.php/PUBKEP/article/dow
nload/818/621. Diakses pada tanggal 27 Mei 2018 pukul 14.32 WIB

Poltekkes Kemenkes Padang


84

Poltekkes Kemenkes Padang


85

Poltekkes Kemenkes Padang


86

Poltekkes Kemenkes Padang


87

Poltekkes Kemenkes Padang


88

Poltekkes Kemenkes Padang


89

Poltekkes Kemenkes Padang

Anda mungkin juga menyukai