Anda di halaman 1dari 9

HIPOTERMIA

Dosen Pengampu: Nispi Yulyana, M. Keb

Disusun Oleh:

Kelompok 2

1. Evi Yusnita
2. Fadhila Safitriani
3. Fitrayana Irmasari
4. Frezy Mellisa
5. Githa Rahma Dewi
6. Hafriana Lestari
7. Hertania Ayu Agustin
8. Ice Amelia
9. Intan Afela
10. Juwita Lestari
11. Kori Ramadhania

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN TINGKAT 2B

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

TAHUN AJARAN 2021/2022


HIPOTERMIA

PENDAHULUAN

Hipotermia mengacu pada suhu tubuh yang rendah, yang biasanya terjadi akibat
pajanan kulit pada udara atau larutan dingin. Selama periode-peri operasi, bayi umumnya
beresiko lebih tinggi daripada anak-anak yang berusia lebih tua untuk mengalami hipotermia
karena mereka memiliki permukaan tubuh yang lebih luas secara proporsional.

Hipotermia biasanya menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan pernafasan


serta penurunan kadar glukosa. Terapi yang biasa dilakukan mencakup menutup permukaan
tubuh anak sebanyak mungkin, menggunakan selimut, bantalan penghangat dan penutup
kepala. (Speer, 2007)

TUJUAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa mampu mengenal gambaran klinik bayi baru lahir dengan hipotermia kemudian
membuat diagnose, serta mampu memberikan tindakan awal pada bayi baru lahir dengan
hipotermia dan melakukan evaluasi pasca asuhan pada bayi baru lahir dengan hipotermia.

1. Definisi
Hipotermia pada bayi adalah dimana bayi mengalami atau beresiko mengalami penurunan
suhu tubuh terus-menerus dibawah 36,5°C. Gejala awal hipotermia adalah suhu tubuh
dibawah 36°C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin.
2. Mekanisme Kehilangan Panas
BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan
kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan
panas.
a. Penurunan produksi panas
Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam system endokrin dan terjadi peurunan basal
metabolism tubuh, sehingga timbul proses penurunan produksi panas, misalnya pada
keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitaria.
b. Peningkatan panas yang hilang
Terjadi bila panas tubuh berjalan ke lingkungan sekitar, dan tubuh kehilangan panas.
Adapn mekanisme tubuh kehilangan panas dapat terjadi secara:
1) Konduksi:;
Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara kedua
obyek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak langsung antara kulit BBL
dengan permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada BBL
yang berada pada permukaan/alas yang dingin, seperti pada waktu proses
penimbangan.
Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh
bayi dengan permukaan yang dingin. Panas dihantarkan dari tubuh bayi ke benda
sekitarnya yang kontak langsung dengan tubuh bayi (pemindahan panas dari tubuh
bayi ke obyek) (JNPK-KR, 2008).
Mencegah kehilangan panas: Hangatkan seluruh barang-barang untuk perawatan
(stetoskop, timbangan, tangan pemberi perawatan, baju, dan sprei) (JNPK-KR,
2008).
2) Konveksi:
Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara permukaan kulit
bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh bayi, sumber kehilangan
panas disini dapat berupa: Inkubator dengan jendela yang terbuka atau pada waktu
proses transportasi BBL ke rumah sakit.
Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara
sekitar yang lebih dingin. Panas hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya yang
sedang bergerak (jumlah panas yang hilang bergantung pada kecepatan dan suhu
udara). Sebagai contoh, konveksi dapat terjadi ketika membiarkan BBL di
ruangan yang terpasang kipas angina (JNPK-KR, 2008).
Mencegah kehilangan panas: Hindari aliran udara/pendingin udara, kipas angina,
lubang angina terbuka (JNPK-KR, 2008).
3) Radiasi:
Yaitu perpindahan suhu dari suatu obyek panas ke obyekyang dingin, misalnya
dari bayi dengan suhu yang hangat dikelikingi suhu lingkungan yang lebih dingin
atau suhu inkubator yang dingin.
Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat
benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Panas
dipancarkan dari BBL keluar tubuhnya ke lingkungan yang lebih dingin
(pemindahan panas antara kedua obyek yang mempunyai suhu berbeda). Sebagai
contoh, membiarkan BBL dalam keadaan telanjang atau menidurkan BBL
berdekatan dengan ruangan yang dingin (dekat tembok) (JNPK-KR,2008).
Mencegah kehilangan panas:
a) Kurangi benda-benda yang menyerap panas (logam),
b) Tempatkan tempat tidur bayi jauh dari tembok (JNPK-KR, 2008).
4) Evaporasi:
Panas terbuang akibat penguapan, melalui permukaan kulit dan traktus
respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat berupa BBL yang basah setelah
lahir, atau pada waktu dimandikan.
Evaporasi dipengaruhi oleh jumlah panas yang dipakai, tingkat kelembapan udara,
dan aliran udara yang melewati. Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan
panas. Kehilangan dapat terjadi karena penguapan cairan ketuban pada permukaan
tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera
dikeringkan (JNPK-KR, 2008).
Mencegah kehilangan panas:
a) Saat mandi, siapkan lingkungan yang hangat.
b) Basuh dan keringkan setiap bagian untuk mengurangi evaporasi.
c) Batasi waktu kontak dengan pakaian basah/selimut basah (JNPK-KR, 2008).

c. Kegagalan termoregulasi
Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam
menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia
intrauterine/saat persalinan/ post partum, defek neurologic dan paparan obat prenatal
(analgesik/anastesi) dapat meneken respon neurologik bayi dalam mempertahankan
suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat
menjadi hipotermi atau hipertermi.
3. Tanda dan Gejala
Jika terus-menerus mengalami hipotermia, bayi menjadi kurang aktif, sulit menyusu,
tampak mengantuk atau lesu, dan memiliki tangisan yang lemah.
a. Tanda-tanda awal hipotermia sedang atau stress dingin :
1) Kaki teraba dingin
2) Kemampuan menghisap lemah
3) Aktivitas berkurang latergi
4) Tangisan lemah
5) Kulit berwarna tidak merata
b. Tanda-tanda hipotermia berat :
1) Sama dengan hipotermia sedang,
2) Bibir dan kuku kebiruan.
3) Pernapasan lambat dan tidak teratur
4) Denyut jantung lambat
5) Mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis matabolik
c. Tanda-tanda stadium lanjut hipotermia:
1) Muka, ujung kaki, dan ujung tangan berwarna merah terang, sedangkan bagian
tubuh lainnya pucat.
2) Kulit mengeras merah dan timbul oedema terutama pada punggung, kaki, dan
tangan.
4. Faktor Risiko
a. Perawatan yang kurang tepat setelah lahir misalnya bayi dipisahkan segera dengan
ibunya setelah lahir, dan bayi tidak segera dikeringkan setelah lahir.
b. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
c. Bayi premature
d. Ruangan bersalin terlalu dingin
e. Paparan dinding selama dimandikan
5. Tindakan Pencegahan
a. Siapkan lingkungan yang hangat, lingkungan netral
b. Segera keringkan bayi setelah lahir
c. Jangan mandikan bayi segera setelah lahir, lebih baik tunda mandi
d. Jangan hilangkan verniks
e. Tutup kepala dengan kain atau topi
f. Berikan bayi ke dada ibu dan diselimuti
g. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) bila kondisi stabil dilakukan perawatan dengan
metode kangguru.
h. Susukan bayi 30 menit setelah lahir.
6. Diagnosis
Tanda dan gejala:
Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang aktif, kutis
marmorata, pucat,takipne atau takikardia. Sedangkan hipotermi yang berkepanjangan,
akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, distres respirasi, gangguan
keseimbangan asam basa, hipoglikemia, defek koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal
ginjal akut, enterokolitis nekrotikan, dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan
kematian.
Diagnosis hipotermi/hipertermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh atau
kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu petunjuk penting
untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan pengukuran dapat dilakukan melalui
aksila, retal atau kulit.
Melalui aksila merupakan prosedur pengukuran suhu bayi yang dianjurkan, oleh karena
mudah, sederhana,dan aman. Tetapi pengukuran melalui rektal sangat dianjurkan untuk
dilakukan pertama kali pada semua BBL, oleh karena sekaligus sebagai tes skrining untuk
kemungkinan adanya anus imperforatus. Pengukuran suhu rektal tidak dilakukan sebagai
prosedur pemeriksaan yang rutin kecuali pada bayi-bayi sakit.

Temuan
Anamnesis Pemeriksaan Klasifikasi
 Bayi terpapar suhu  Suhu tubuh 32°C- Hipotermia Sedang
lingkungan yang 36,4°C.
rendah  Gangguan Nafas
 Waktu timbulnya  Denyut jantung
kurang dari 2 hari kurang dari 100
kali/menit
 Malas minum
 Latergi
 Bayi terpapar suhu  Suhu tubuh < 32°C Hipotermia Berat
lingkungan yang  Tanda hipotermia
rendah sedang
 Waktu timbulnya  Kulit teraba panas
kurang dari 2 hari  Nafas pelan dan
dalam
 Tidak terpapar  Suhu tubuh Suhu tubuh tidak stabil
dengan dingin ayau berfluktuasi antara (pertimbangkan dugaan
panas yang 36°C -39°C sepsis).
berlebihan meskipun berada di
suhu lingkungan
yang stabil
 Fluktuasi tejadi
sesudah periode
suhu stabil

Diagnosis pada kolom sebelah kanan tidak dapat ditegakkan apabila temuan yang dicetak
tebal tidak dijumpai pada bayi. Adanya temuan yang dicetak tebal, juga tidak menjamin
diagnosis tegak. Diagnosis ditegakkan hanya bila didapat temuan yang dicetak miring.
Temuan lain yang dicetak tegak merupakan penunjang yang dapat membantu
menegakkan diagnosis, tetapi bila tidak dijumpai tidak dapat digunakan untuk
menyingkirkan diagnosis.
Tabel klasifikasi dan manajemen hipotermia
Sumber: Kosim, Surjono, Setyowireni dalam kosim, 2014.

HIPOTERMIA BERAT

1. Segera hangatkan bayi dibawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya,
bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila perlu.
2. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topi, dan
selimut dengan selimut hangat
3. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah
4. Bila bayi dengan gangguan napas (freuensi napas lebih 60 atau kurang 30 kali/menit,
tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi), lakukan manajemen Gangguan Napas.
5. Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan infus tetap
terpasang di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan.
6. Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang45 mg/dL (2,6 mmol/L),
tangani hipoglikemia
7. Nilai tanda kegawatan pada bayi (misalnya gangguan napas, kejang atau tidak sadar)
setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali
dalam batas normal
8. Ambil sampel darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan dalam
penanganan kemungkinan besar sepsis
9. Anjurkan ibu untuk menyusi segera setelah bayi siap:
a. Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternatif cara pemberian minum
b. Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambungdan beri ASI
peras begitu suhu bayi mencapai 35°C.
10. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5°C/jam, berarti
upaya menghangatka berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi
setiap 2 jam.
11. Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap
jam.
12. Setelah suhu tubuh bayi normal.
a. Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi
b. Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam.
13. Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap dalam
batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang
memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan dan nasehati ibu
bagaimana cara menjaga agar bayi tetap hangat selama dirumah.

HIPOTERMIA SEDANG

1. Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat, memakai topi dan
selimuti dengan selimut hangat
2. Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak
kulit dengan kulit atau perawatan bayi lekat (PMK: Perawatan Metode Kangguru)
3. Bila ibu tidak ada:
a. Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas, gunakan
incubator dan ruangan hangat, bila perlu
b. Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian dan sesuaikan pengatur suhu.
c. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah
4. Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan
ASI peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
5. Mintalah ibu untuk mengamati kegawatan (misalnya gangguan napas, kejang, dan
tidak sadar) dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut
6. Periksa kadar glukosa darah, bila < 45 mg/dL (2,6 mmol/L, tangani hipoglikemia
7. Nilai tanda kegawatan, misalnya gangguan napas, bila ada tangani gangguan
napasnya
8. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0,5°C/jam, berarti usaha
menghangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu setiap 2 jam.
9. Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0,5°C/jam, cari tanda sepsis
10. Setelah suhu tubuh normal:
a. Lakukan perawatan lanjutan
b. Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam
11. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan
12. Nasihati ibu cara menghangatkan bayi dirumah

RANGKUMAN

Hipotermia disebabkan karena BBL terpajan lingkungan yang dingin, suhu lingkungan yang
rendah, permukaan yang dingin, atau basah atau bayi dalam keadaan tidak berpakaian.
Banyak masalah khusus pada BBL yang terkait dengan adaptasi yang belum sempurna salah
satunya hipotermia. Sehingga hipotermia merupakan salah satu keadaan yang memerlukan
perhatian khusus. BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme seperti
konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi. Kesempatan untuk bertahan hidup pada BBL
ditandai dengan keberhasilan usahanya dalam mencegah hilangnya panas dari tubuh. Untuk
itu, BBL haruslah dirawat dalam lingkungan suhu netral.

Anda mungkin juga menyukai