Anda di halaman 1dari 3

PERTEMPURAN AMBARAWA

Peristiwa di Ambarawa

Pertempuran Ambarawa atau Palagan Ambarawa adalah peristiwa perlawanan yang


dilakukan rakyat kepada sekutu yang berada di Ambarawa, Semarang bagian Selatan, Jawa
Tengah. Latar belakang pertempuran Ambarawa bermula dari orang – orang Indonesia yang
menyambut baik kedatangan sekutu terutama oleh pemerintah Jawa Tengah yang dipimpin 
Gubernur Mr. Wongsonegoro. Akan tetapi diketahui kemudian bahwa NICA (Netherlands
Indies Civil Administration) ikut mendompleng sekutu dan menjadi penyebab pertempuran
Ambarawa.

Dari situ bangsa Indonesia mengetahui bahwa NICA berniat kembali merebut kekuasaan, dan
situasi memburuk ketika para mantan anggota KNIL yang menjadi tahanan kembali
dipersenjatai oleh NICA. Belanda merasa masih mempunyai hak berdasarkan perjanjian
antara Inggris dan Belanda yang dilakukan sebelumnya. Perjanjian yang disebut Civil Affairs
Agreement pada 24 Agustus 1945 itu mengatur mengenai pemindahan kekuasaan di
Indonesia dari British Military Administration kepada NICA.

Insiden yang terjadi di Magelang pada 26 Oktober 1945 dipicu oleh tentara yang tiba di
Magelang. Walaupun mereka berdalih akan mengevakuasi tahanan perang, namun mereka
justru menduduki Magelang. Terjadilah pertempuan antara pasukan TKR resimen Magelang
pimpinan Letkol M. Sarbini dan sekutu, karena sekutu mencoba melucuti senjata TKR.
Pertikaian tersebut mereda setelah diadakan perundingan antara Ir. Soekarno dan Brigjen
Bethell di Magelang pada 2 November 1945 untuk membahas mengenai gencatan senjata dan
menyepakati penyelesaian pertikaian pada peristiwa Ambarawa. Isi dari perjanjian tersebut
adalah:

 Sekutu akan tetap menempatkan pasukan di Magelang untuk melindungi dan mengurus
evakuasi para tahanan yang ditawan oleh Jepang.
 Gencatan senjata dilakukan segera.
 Jumlah pasukan Sekutu dibatasi sesuai dengan tugas masing – masing.
 Sekutu tidak mengakui aktivitas NICA dan organisasi di bawahnya. NICA dilarang
melakukan kegiatan apapun.
 Jalan raya Ambarawa dan Magelang terbuka untuk menjadi jalur lalu lintas Indonesia dan
Sekutu.
 Dibentuk badan penghubung di Semarang, Ambarawa dan Magelang untuk mengatasi
kesulitan yang mungkin ada.

Pertempuran kembali terjadi pada 20 November 1945 antara TKR dipimpin Mayor Sumarto,
rakyat dan pihak tentara Inggris karena perjanjian yang tidak disepakati. Perjanjian tersebut
justru dimanfaatkan untuk memperkuat posisi sekutu dan mendatangkan bala bantuan. Berita
adanya agresi militer di Surabaya pada 10 November dan insiden tembak menembak yang
menewaskan tiga perwira Inggris di Jawa Tengah membuat Brigadir Bethell menyalahkan RI
dan memerintahkan penangkapan Gubernur Wongsonegoro pada 18 Oktober 1945. Tanggal
20 November 1945 terjadi pertempuran di Ambarawa antara TKR pimpinan Mayor Sumarto
dan tentara Sekutu.
Pasukan sekutu yang berada di Magelang ditarik ke Ambarawa pada tanggal 21 November
dengan perlindungan pesawat tempur untuk memperkuat pertahanan di Ambarawa.
Pertempuran pecah di dalam kota  dan pasukan sekutu mengebom kampung – kampung di
sekitar Ambarawa. Pasukan TKR bersama pasukan pemuda dari Boyolali, Salatiga, dan
Kartasura bertahan di kuburan Belanda dan membentuk garis pertempuran di sepanjang rel
kereta yang membelah Ambarawa. Kemudian dari arah Magelang datang pasukan TKR
Divisi V/Purwokerto pimpinan Imam Androngi yang melakukan serangan fajar pada 21
November 1945. Tujuan serangan fajar tersebut adalah untuk memukul mundur pasukan
Inggris yang ada di desa Pingit.

Mereka berhasil menduduki desa Pngit dan merebut desa – desa di sekitarnya, kemudian
meneruskan mengejar sekutu dan mendapatkan tambahan tiga batalion dari Yogyakarta, yaitu
Batalion Sugeng 10 dipimpin Mayor Soeharto dan Batalion 8 dipimpin Mayor Sardjono.
Sekutu kemudian terkepung dan mencoba menerobos kepungan dengan menggunakan tank
dari arah belakang. Pasukan TKR kemudian mundur ke Bedono untuk mencegah jatuhnya
korban jiwa. Tanggal 21 November 1945 sekutu diam – diam mundur ke Ambarawa dan
dikejar oleh resimen Kedu Tengah yang dipimpin Kolonel M. Sarbini. Ketahui juga
mengenai sejarah museum Jenderal Sudirman Magelang dan sejarah museum Jenderal
Sudirman Yogyakarta.
Sekutu tertahan di Desa Jambu karena kembali dihadang oleh pasukan Angkatan Muda
pimpinan Oni Sastrofihardjo yang diperkuat oleh tambahan pasukan gabungan dari
Ambarawa, Suruh dan Surakarta. Di Ngipik, Batalyon I Sorjosoempeno kembali menghadang
sekutu. Para komandan pasukan kemudian melakukan rapat koordinasi dengan pimpinan
Kolonel Holland Iskandar yang menghasilkan pembentukan komando bernama Markas
Pimpinan Pertempuran di kota Magelang. Ambarawa kemudian dibagi menjadi empat sektor
yaitu utara, selatan, timur dan barat. Kekuatan pasukan tempur akan disiagakan secara
bergantian.

Sekutu kemudian mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa, dan pasukan yang
berada di bawah pimpinan Letkol Isdiman berusaha membebaskan desa tersebut tetapi sang
Letkol tewas dalam usaha pembebasan tersebut. Setelah gugurnya Letkol Isdiman pada 26
November 1945, Kolonel Soedirman langsung turun ke lapangan dan memimpin strategi
pertempuran pada peristiwa Ambarawa. Kehadiran Kolonel Soedirman di lapangan
memberikan semangat baru pada pasukan – pasukan RI. Bala bantuan berdatangan dari
Yogyakarta, Solo, Salatiga,  Purwokerto, Magelang, Semarang dan lainnya.

Puncak Pertempuran Ambarawa

Peristiwa Ambarawa berlangsung dari 12 sampai 15 Desember 1945. Sekutu pada akhirnya
terdesak dan terusir dari Banyubiru pada 5 Desember 1945. Kolonel Sudirman yang
mempelajari situasi medan pertempuran kemudian mengumpulkan semua komandan sektor
pada 11 Desember 1945. Dalam pertemuan tersebut disimpulkan bahwa sekutu sudah
terdesak dan perlu dilakukan serangan terakhir dengan rencana sebagai berikut:

 Serangan akan dilakukan secara serentak dan mendadak dari semua sektor.
 Setiap komandan sektor akan memimpin pelaksanaan serangan.
 Pasukan badan perjuangan atau laskar akan menjadi tenaga cadangan.
 Waktu serangan akan dilangsungkan pada 12 Desember 1945 pukul 04.30 pagi.
Pada 12 Desember dini hari dalam peristiwa Ambarawa, pasukan TKR mulai bergerak
menuju pos masing – masing dan dalam waktu setengah jam berhasil mengepung pasukan
musuh di dalam kota. Benteng Willem yang terletak di tengah kota Ambarawa diperkirakan
menjadi tempat pertahanan sekutu yang terkuat. Satu setengah jam kemudian jalan raya
Semarang – Ambarawa berhasil dikuasai oleh pasukan TKR. Kolonel Sudirman segera
memerintahkan pasukan untuk menggunakan taktik Supit Urang berupa pengepungan ganda
di kedua sisi yang akan benar – benar mengepung musuh. Tujuan pengepungan tersebut
adalah untuk memutus komunikasi dan pasokan dari pusat musuh.

Peristiwa Ambarawa terjadi selama empat hari empat malam ketika TKR mengepung musuh
pada kurun waktu itu. Pada tanggal 14 Desember 1945 pasukan sekutu mulai mundur karena
terus disudutkan oleh pasukan Indonesia sehingga persediaan logistik dan amunisi mereka
mulai menipis. Pada tanggal 15 Desember 1945 pukul 17.30, dampak pertempuran
Ambarawa dirasakan oleh sekutu yang benar – benar menyerah ketika Indonesia berhasil
merebut Ambarawa dari pasukan Sekutu dan memukul mereka mundur ke
Semarang.  Sejarah Monumen Palagan Ambarawa dan sejarah museum Ambarawa berawal
dari misi untuk mengenang peristiwa Ambarawa tersebut dan ditetapkan peringatan Hari Jadi
TNI AD atau Hari Juang Kartika.

Anda mungkin juga menyukai