Anda di halaman 1dari 6

“ Aktivitas Individu ( B. Paket Hal.

222 ) “

TUGAS IPS
Nama : Muhammad Thaariq A
Kelas : IX C [ 19 ]

1. Pertempuran Ambarawa
Pada tanggal 20 November berakhir
tanggal 15 Desember 1945, antara
pasukan TKR melawan pasukan inggris.
Ambarawa merupakan kota yang terletak
antara kota Semarang dan magelang,
serta Semarang dan Salatiga. Peristiwa ini
dilatarbelakangi oleh mendaratnya
pasukan Sekutu dari Divisi India ke-23 di
Semarang pada tanggal 20 oktober 1945.
Pemerintah Indonesia memperkenankan
mereka untuk mengurus tawanan perang
yang berada di penjara Ambarawa dan
Magelang.

Kedatangan pasukan Sekutu (Inggris) diikuti oleh pasukan NICA. Mereka mempersenjatai
para bekas tawanan perang Eropa, sehingga pada tanggal 26 Oktober 1945 terjadi insiden di
Magelang yang kemudian terjadi pertempuran antara pasukan TKR dengan pasukan Sekutu.
Insiden berakhir setelah Presiden Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethell datang ke
Magelang pada tanggal 2 November 1945. Mereka mengadakan perundingan gencatan
senjata dan memperoleh kata sepakat yang dituangkan da1am 12 pasal. Naskah persetujuan
itu berisi antara lain:

2. Pihak Sekutu akan tetap menempatkan pasukannya di Magelang untuk melakukan


kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi pasukan Sekutu yang ditawan
pasukan Jepang (RAPWI) dan Palang Merah (Red Cross) yang menjadi bagian dari
pasukan Inggris. Jumlah pasukan Sekutu dibatasi sesuai dengan tugasnya.
3. Jalan raya Ambarawa dan Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia dan
Sekutu.
4. Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dan badan-badan yang ada di
bawahnya.

Pihak Sekutu temyata mengingkari janjinya. Pada tanggal 20 November 1945 di


pertempuran Ambarawa pecah pertempuran antara TKR di bawah pimpinan Mayor
Sumarto dan pihak Sekutu. Pada tanggal 21 November 1945, pasukan Sekutu yang berada di
Magelang ditarik ke Ambarawa di bawah lindungan pesawat tempur. Namun, tanggal 22
November 1945 pertempuran berkobar di dalam kota dan pasukan Sekutu melakukan
terhadap perkampungan di sekitar Ambarawa. Pasukan TKR di Ambarawa bersama dengan
pasukan TKR dari Boyolali, Salatiga, dan Kartasura bertahan di kuburan Belanda, sehingga
membentuk garis medan di sepanjang rel kereta api yang membelah kota Ambarawa.

Sedangkan dari arah Magelang pasukan TKR Divisi V/Purwokerto di bawah pimpinan Imam
Androngi melakukan serangan fajar pada tanggal 21 November 1945. Serangan itu bertujuan
untuk memukul mundur pasukan Sekutu yang bertahan di desa Pingit. Pasukan yang
dipimpin oleh Imam Androngi herhasil menduduki desa Pingit dan melakukan perebutan
“ Aktivitas Individu ( B. Paket Hal. 222 ) “

terhadap desa-desa sekitarnya. Batalion Imam Androngi meneruskan gerakan pengejarannya.


Kemudian Batalion Imam Androngi diperkuat tiga hatalion dari Yogyakarta, yaitu Batalion
10 di bawah pimpinan Mayor Soeharto, Batalion 8 di bawah pimpinan Mayor Sardjono, dan
batalion Sugeng.

Akhirnya musuh terkepung, walaupun demikian, pasukan musuh mencoba untuk menerobos
kepungan itu. Caranya adalah dengan melakukan gerakan melambung dan mengancam
kedudukan pasukan TKR dengan menggunakan tank-tank dari arah belakang. Untuk
mencegah jatuhnya korban, pasukan TKR mundur ke Bedono. Dengan bantuan Resimen Dua
yang dipimpin oleh M. Sarbini, Batalion Polisi Istimewa yang dipimpin oleh Onie
Sastroatmojo, dan batalion dari Yogyakarta mengakibatkan gerakan musuh berhasil ditahan
di desa Jambu. Di desa Jambu, para komandan pasukan mengadakan rapat koordinasi yang
dipimpin oleh Kolonel Holland Iskandar. Rapat itu menghasilkan pembentukan komando
yang disebut Markas Pimpinan Pertempuran, bertempat di Magelang. Sejak saat itu,
Ambarawa dibagi atas empat sektor, yaitu sektor utara, sektor timur, sektor selatan, dan
sektor barat. Kekuatan pasukan tempur disiagakan secara bergantian. Pada tanggal 26
November 1945, pimpinan pasukan dari Purwokerto Letnan Kolonel Isdiman gugur maka
sejak saat itu Kolonel Sudirman Panglima Divisi V di Purwokerto mengambil alih pimpinan
pasukan. Situasi pertempuran menguntungkan pasukan TKR.

Akhir dari Pertempuran Ambarawa terjadi pada tanggal 12 Desember 1945 dini hari,
pasukan TKR bergerak menuju sasarannya masing-masing. Dalam waktu setengah jam
pasukan TKR berhasil mengepung pasukan musuh yang ada di dalam kota. Pertahanan
musuh yang terkuat diperkirakan di Benteng Willem yang terletak di tengah-tengah kota
Ambarawa. Kota Ambarawa dikepung selama empat hari empat malam. Musuh yang merasa
kedudukannya terjepit berusaha keras untuk mundur dari medan pertempuran. Pada tanggal
15 Desember 1945, musuh meninggalkan kota Ambarawa dan mundur ke Semarang.

2. PERTEMPURAN SURABAYA
Setelah
mengetahui bahwa pasukan
AFNEI Inggris diboncengi
NICA dan ingin kembali
merebut wilayah Indonesia,
maka muncullah
perlawanan rakyat di
berbagai daerah di
Indonesia. Rakyat ingin
mempertahankan
kemerdekaan Indonesia.
Berbeda dengan
pasukan AFNEI Australia,
yang dapat melaksanakan
tugas melucuti tentara Jepang dengan lancar tanpa adanya perlawanan dari rakyat Indonesia. Setelah
hal terjadi banyak berbagai pertempuran di penjuru Indonesia guna mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. Salah satunya adalah pertempuran sengit di Surabaya tanggal 10 November 1945.
“ Aktivitas Individu ( B. Paket Hal. 222 ) “

Pada tanggal 25 Oktober 1945, pasukan Inggris di bawah pimpinan Brigjen AWS. Mallaby
tiba di Surabaya. Saat itu juga, pasukan Inggris menyerbu dan menduduki gedung pemerintahan.
Selain itu, pasukan Inggris juga menyebar selembaran yang memerintahkan kepada semua orang
Indonesia untuk menyerahkan senjata. Bia tidak mengindahkan himbauan itu akan diancam hukuman
mati. Rakyat pun menolak himbauan Sekutu dan melakukan perlawanan.
Pada tanggal 31 Oktober 1945 terjadi baku tembak yang mengakibatkan Brigjen Mallaby
tewas di Bank Internio (Jembatan Merah). Dan penggantinya adalah Mayjen Mansergh, mengeluarkan
ultimatum: Bahwa siapa yang membunuh Mallaby harus menyerahkan diri selambat-lambatnya
tanggal 10 November 1945 pukul 06.00 pagi. Jika tidak menyerahkan diri, maka pasukan Sekutu akan
menyerang kota Surabaya.
Karena ultimatum tersebut tidak diindahkan oleh rakyat Surabaya, meletuslah pertempuran di
Kota Surabaya. Dibawah pimpinan Bung Tomo, Sungkono dan Gubernur Suryo, rakyat melakukan
perlawanan. Ribuan rakyat meninggal dalam pertempuran itu. Oleh karena itu, tiap tanggal 10
Nvember diperingati sebagai Hari Pahlawan.

3. BANDUNG
LAUTAN API
Setiap tanggal 24
Maret, Indonesia memeringati
peristiwa Bandung Lautan Api
yang fenomenal. Mungkin
kebanyakan dari kamu belum
tahu mengapa Bandung sempat
dibumihanguskan. Kali ini,
Pegipegi pengin mengajak
kamu untuk mengenal sejarah
Bandung Lautan Api lebih
dalam.
Pasukan sekutu,
Inggris bagian dari Brigade
MacDonald dan NICA mendarat di Bandung pada 12 Oktober 1945. Dari awal, hubungan pasukan
Inggris dan Indonesia sudah tegang. Mereka gencar-gencarnya merebut senjata api yang ada di tangan
penduduk, kecuali senjata api milik TKR (yang kini menjadi TNI) dan polisi.
Sekutu juga meminta semua senjata pihak Indonesia yang merupakan pelucutan Jepang
diserahkan kepada mereka. Ditambah orang-orang tahanan Belanda dibebaskan dari kampung
tawanan dan melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu keamanan serta NICA dengan bebas
melakukan teror kepada masyarakat. Akibat kehadiran sekutu, terjadilah bentrokan bersenjata antara
Inggris dan TKR yang semakin memanas.
Tanggal 21 November 1945, TKR dan badan-badan perjuangan terus melancarkan serangan
terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di Bandung Utara, termasuk sekutu di Hotel Humnn dan
Hotel Preanger, juga diserang oleh para TKR dan pejuang Indonesia. Tiga hari kemudian, MacDonal
menyampaikan ultimatum atau peringatan pertamanya kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung
Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata selambat-lambatnya
tanggal 29 November 1945.
“ Aktivitas Individu ( B. Paket Hal. 222 ) “

Tapi, para pejuang nggak mengindahkan ultimatum tersebut. Hal tersebut malah menaikkan
semangat para pejuang, rakyat, dan pemuda yang tergabung dalam TKR untuk melawan sekutu. Sejak
saat itulah, pertempuran kecil dan besar antara pejuang dan sekutu terus berlangsung di Bandung.
Pada malam hari tanggal 25 November 1945 bendungan Sungai Cikapundung jebol dan
menimbulkan banjir besar hingga menelan ratusan korban dan ribuan penduduk kehilangan tempat
tinggal. Keadaan tersebut dimanfaatkan oleh tentara sekutu dan NICA untuk menyerang rakyat yang
sedang tertimpa musibah. Hingga akhirnya Kota Bandung terbagi dua, yaitu Bandung Utara dan
Bandung Selatan. Tentara sekutu menduduki Bandung Utara dan Indonesia menduduki Bandung
Selatan dengan jalur kereta api sebagai batas wilayahnya.
Setiap hari perang antara pejuang dan sekutu terus terjadi. Hingga pada 5 Desember 1945,
sekutu melancarkan aksinya kembali dengan memborbardir daerah Lengkong Besar. Tanggal 21
Desember 1945, pihak Inggris menjatuhkan bom dan tembakan di Cicadas.
Sekutu Inggris dan NICA kembali memberikan ultimatum kedua pada 23 Maret 1946 kepada
TRI untuk mundur sejauh 11 km dari pusat kota dalam waktu 24 jam. TRI yang saat itu dipimpin oleh
Kolonel A.H.Nasution menuruti perintah pemerintah RI Pusat untuk meninggalkan Bandung.
Keputuan yang diambil TRI mendapatkan kontra dari Markas Besar TRI yang bertempat di
Yogyakarta. Mereka menginginkan agar Bandung tetap dipertahankan dan dijaga walaupun harus
mengorbankan nyawa. Akhirnya diambil keputusan agar rakyat Bandung mundur dan para TRI serta
pejuang tetap bertahan dan memperjuangkan Bandung Selatan. Pada akhirnya para pejuang juga ikut
mengungsi karena keadaan semakin melemah dan tidak memungkinkan untuk melawan musuh.
Akhirnya Bandung dibumihanguskan
TRI akhirnya melakukan bumi hangus terhadap Bandung. Tindakan ini diambil setelah
melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) yang dihadiri oleh semua barisan
perjuangan. Tindakan bumi hangus diusulkan oleh Rukana (Komandan Polisi Militer di Bandung) dan
disepakati oleh Kolonel A.H.Nasution yang menginstruksikan agar rakyat segera meninggalkan
Bandung. Ketika itu, rakyat mengungsi ke berbagai daerah, seperti Soreang, Cicalengka,
Pangelangan, Dayeuh Kolot, dan lain-lain dengan membawa barang seadanya.

5. MEDAN AREA
Pertempuran Medan Area
adalah sebuah peristiwa
perlawanan rakyat terhadap
Sekutu yang terjadi di Medan,
Sumatra Utara.
Pada tanggal 9 Oktober
1945, dibawah pimpinan T.E.D
Kelly. Pendaratan tentara
sekutu (Inggris) ini diikuti oleh
pasukan sekutu dan NICA yang
dipersiapkan untuk mengambil
alih pemerintahan. Kedatangan
tentara sekutu dan NICA
ternyata memancing berbagai
“ Aktivitas Individu ( B. Paket Hal. 222 ) “

insiden terjadi di Hotel yang terletak di Jalan Bali, Kota Medan, Sumatra Utara pada tanggal 13
Oktober 1945.
Saat itu, seorang penghuni merampas dan menginjak-injak lencana merah putih yang dipakai
pemuda Indonesia. Hal ini mengundang kemarahan pemuda Indonesia. Pada tanggal 13 Oktober
1945, barisan pemuda dan TKR bertempur melawan Sekutu dan NICA dalam upaya merebut dan
mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dari tangan Jepang.
Inggris mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia agar menyerahkan senjata kepada
Sekutu. Ultimatum ini tidak pernah dihiraukan. Pada tanggal 1 Desember 1945, Sekutu memasang
papan yang tertuliskan "Fixed Boundaries Medan Area" (batas resmi wilayah Medan) di berbagai
pinggiran kota Medan. Tindakan Sekutu itu merupakan tantangan bagi para pemuda.
Pada tanggal 10 Desember 1945, Sekutu dan NICA melancarkan serangan besar-besaran terhadap
Kota Medan. Serangan ini menimbulkan banyak korban di kedua belah pihak. Pada bulan April 1946,
Sekutu berhasil menduduki Kota Medan. Untuk sementara waktu pusat perjuangan rakyat Medan
kemudian dipindahkan ke Siantar, sementara itu perlawanan para laskar pemuda dipindahkan keluar
Kota Medan. Perlawanan terhadap sekutu semakin sengit pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebing
Tinggi.
Kemudian diadakanlah pertemuan di antara para Komandan pasukan yang berjuang di Medan
Area dan memutuskan dibentuk nya satu komando yang bernama Komando Resimen Laskar Rakyat
untuk memperkuat perlawanan di Kota Medan. Setelah pertemuan para komando itu, pada tanggal 19
Agustus 1946 di Kabanjahe telah terbentuk Barisan Pemuda Indonesia (BPI) dan berganti nama
menjadi Komando Resimen Laskar Rakyat cabang Tanah Karo, dipimpin oleh Matang Sitepu sebagai
ketua umum, dan dibantu oleh Tama Ginting, Payung Bangun, Selamat Ginting, Rakutta Sembiring,
R.M. Pandia dari N.V Mas Persada Koran Karo-karo dan Keterangan Sebayang.
Di dalam Barisan Laskar Rakyat ini semua potensi pimpinan pemuda dengan berisan-barisan
perjuangannya dirangkul dan digabung ke dalam Barisan Pemuda Indonesia termasuk bekas Gyugun
atau Heiho seperti: Djamin Ginting, Nelang Sembiring, Bom Ginting. Sedangkan yang berasal dari
Talapeta: Payung Bangun, Gandil Bangun, Meriam Ginting, Tampe Malem Sinulingga. Sedangkan
yang berasal dari N.V. Mas Persada: Koran Karo-karo. Yang berasal dari Pusera Medan: Selamat
Ginting, Rakutta Sembiring dan Tampak Sebayang. Demikian pula dari potensi-potensi pemuda lain
seperti: Tama Ginting, Matang Sitepu.
Dalam proses sejarah selanjutnya, Komando Laskar Rakyat kemudian berubah menjadi BKR
(Badan Keamanan Rakyat) yang merupakan tentara resmi pemerintah, di mana Djamin Ginting
ditetapkan sebagai Komandan Pasukan Teras bersama-sama Nelang Sembiring dan Bom Ginting dan
anggota lain seperti: Selamat Ginting, Nahud Bangun, Rimrim Ginting, Kapiten Purba, Tampak
Sebayang dan lain-lain.
Pada umumnya, yang menjadi anggota BKR ini adalah para bekas anggota Gyugun atau
Heiho dan berisan-barisan bentukan Jepang. Djamin Ginting merupakan bekas komandan pleton
Gyugun yang ditunjuk menjadi Komandan Batalyon BKR Tanah Karo. Untuk melanjutkan
perjuangan di Medan, maka pada bulan Agustus 1946 dibentuk Komando Resimen Laskar Rakyat
Medan Area. Komando resimen ini terus mengadakan serangan terhadap Sekutu di wilayah Medan.
Hampir di seluruh wilayah Sumatra terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda.
Pertempuran itu terjadi di daerah lain juga, antara lain di Berastagi, Padang, Bukit Tinggi dan Aceh
“ Aktivitas Individu ( B. Paket Hal. 222 ) “

6. SERANGAN UMUM 1 MARET


Serangan umum 1
maret merupakan serangan
yang dilakukan oleh jajaran
tinggi militer Divisi III/GM
III untuk merebut kembali
kota Yogyakarta sekaligus
membuktikan bahwa TNI
dan Republik Indonesia
masih kuat, sehingga
diharapkan akan semakin
memperkuat posisi
Indonesia dalam
perundingan yang
berlangsung di PPB. Tujuan utama serangan tersebut adalah untuk meruntuhkan moral pasukan
Belanda serta membuktikan kepada internasional bahwa TNI memiliki kekuatan yang cukup besar
untuk melakukan perlawanan.
Tepatnya pada tanggal 1 Maret 1949 di pagi hari, dimulailah serangan besar-besaran dengan
fokus utama adalah ibu kota Indonesia saat itu yaitu Yogyakarta. Selain itu serangan juga dilakukan
dibeberapa kota lain seperti Solo, dan Magelang dengan tujuan untuk menghambat bantuan tentara
Belanda. Pusat komando saat itu ditempatkan di Desa Muto. Tepat pada pukul 6 pagi, sirine
dibunyikan dan serang dilakukan ke seluruh penjuru kota. Serangan tersebut dibagi menjadi 5 sektor
yaitu:

 Kota dipimpin oleh Letnan Marsudi.


 Barat dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual
 Utara dipimpin oleh Mayor Kusno
 Selatan dipimpin oleh Mayor Sarjono
 Timur dipimpin oleh Mayor Sarjono
Pihak Belanda 6 orang tewas dan 14 orang luka-luka, sementara di pihak Indonesia tercatat 300
prajurit gugur, 53 polisi gugur, dan jumlah rakyat yang ikut gugur tidak bisa dihitung secara pasti.
Sementara itu, menurut media Belanda, korban dari pihak mereka selama bulan maret adalah 200
orang tewas dan luka-luka.

Anda mungkin juga menyukai