Anda di halaman 1dari 25

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

Makalah Gagal Ginjal dan


Persiapan Tindakan
Hemolialisa

Dosen Pembimbing :
Ibu Hj. Tri Mawarni, S.Kep.,Ns.M.Kep

Disusun oleh :

Kelompok 2

Gusti Wirahadi Kusuma Nahdhea Khairunisa


1140970120053 1140970120064
Hadrianur Puji Apriliani
1140970120054 1140970120071
Muhammad Norrahman Hakiki
1140970120063

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA
BANJARMASIN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-nya yang berupa kesehatan dan kemampuan sehingga kita bisa
menyelesaikan makalah tentang “Gagal ginjal dan persiapan tindakan hemodialisa”
ini dengan tepat waktu. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas dari Ibu Hj. Tri Mawarni, S.Kep.,Ns.M.Kep . pada mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi pembaca serta penulis.

Saya juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Hj. Tri Mawarni,


S.Kep.,Ns.M.Kep yang telah memberikan tugas ini sehingga menambah
pengetahuan serta wawasan saya sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Banjarmasin, 12 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI...........................................................................................................4
A. Konsep Teori Penyakit..................................................................................................4
1. Defenisi....................................................................................................................4
2. Etiologi.....................................................................................................................4
3. Tanda Gejala.............................................................................................................4
4. Patofisiologi..............................................................................................................5
5. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................5
6. Penatalaksanaan......................................................................................................6
B. Konsep Asuhan Keperawatan.......................................................................................7
1. Pengkajian................................................................................................................7
2. Diagnosa...................................................................................................................9
3. Intervensi.................................................................................................................9
4. Implementasi.........................................................................................................13
5. Evaluasi..................................................................................................................15
PERSIAPAN TINDAKAN HEMODIALISA....................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA 22
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan dimana terjadinya penurunan
fungsi ginjal secara optimal untuk membuang zat-zat sisa dan cairan yang
berlebihan dari dalam tubuh (Vitahealth,2007). Penurunan fungsi ginjal dapat
terjadi akibat suatu penyakit, kelainan anatomi ginjal dan penyakit yang
menyerang ginjal itu sendiri. Apabila hanya 10 % dari ginjal yang berfungsi,
pasien dikatakan sudah sampai pada penyakit ginjal endstage renal disease
(ESRD) atau penyakit ginjal tahap akhir. Awitan gagal ginjal mungkin akut,
yaitu berkembang sangat cepat dalam beberapa jam atau dalam beberapa
hari. Gagal ginjal dapat juga kronik, yaitu terjadi perlahan dan berkembang
perlahan, mungkin dalam beberapa tahun (Baradero, 2009).
Pada pasien gagal ginjal membutuhkan terapi pengganti ginjal yaitu
hemodialisa. Pasien ini harus menjalani terapi hemodialisa sepanjang
hidupnya, biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 jam atau 4 jam
per kali terapi (Smeltzer, 2002). Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh
pasien agar patuh menjalani terapi hemodialisa seumur hidupnya. Dalam
menjalani terapi hemodialisa ini pasien menglami perubahan-perubahan
dalam hidupnya. Banyak reaksi emosional yang dialami pasien GGK yang
menjalani hemodialisa dan mengharuskan pasien tersebut bereaksi dan
menghadapi masalah yang dialaminya dengan menggunakan kooping yang
ada dalam dirinya. Dalam hal ini pasien akan merasa sengan bila ada
dukungan dari keluarga secara emosional pasien akan merasa lega bila ada
perhatian dari keluarga, serta mendapat saran, kesan atau pesan pada
dirinya (Imelda Tharob, 2012).
Berdasarkan Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara global lebih dari
500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang
harus menjalani hidup bergantung pada cuci darah (Hemodialisis). Di
Indonesia, berdasarkan Pusat Data dan Informasi Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia, jumlah pasien gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 50
orang per satu juta penduduk, 60% nya adalah usia dewasa dan usia lanjut.
Menurut Depkes RI (2009) pada peringatan Hari Ginjal Sedunia, menyatakan
bahwa hingga saat ini terdapat sekitar 70 ribu orang pasien gagal ginjal kronik
yang memerlukan penanganan terapi cuci darah. Di Jawa Timur, 1-3 dari
10.000 penduduknya menderita PGK. Di Ponorogo pada bulan Januari
sampai September 2014 jumlah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa sejumlah 8.617 pasien. Terdiri dari pasien baru sejumlah 170
pasien, dan pasien lama sejumlah 8.447 pasien (Rekam Medik RSUD Dr.
Hardjono Ponorogo, 2014) Pada pasien GGK terdapat tiga pilihan untuk
mengatasi masalah yang ada yaitu; tidak diobati, dialisis kronis (hemodialisa),
serta transplantasi. Pilihan tidak diobati pasti dipertimbangkan tetapi jarang
dipilih, kebanyakan orang memilih untuk mendapatkan pengobatan dengan
hemodialisa atau transplantasi dengan harapan dapat mempertahankan
hidupnya (Hudak, Gallo, Fontaine, & Morton, 2006).
Gagal Ginjal Kronik merupakan penyakit degeneratif dimana pada
penderita penyakit tersebut akan mengalami tahapan-tahapan dalam
penerimaan penyakitnya yaitu penyangkalan (denial), marah (anger),
menawar (bargaining), deperesi (depression), dan penerimaan (acceptance).
Pasien selayaknya sadar bahwa tahapan-tahapan tersebut akan lewat
dengan sendirinya dan pada akhirnya tahapan "Penerimaan" (Acceptance)
akan dicapai. Namun kebanyakan orang tidak siap menghadapi duka, karena
seringkali, tragedi terjadi begitu cepat, dan tanpa peringatan. Pasien harus
bekerja keras melalui proses tersebut hingga akhirnya sampai pada tahap
Penerimaan. Selama proses tersebut berlangsung, dukungan keluarga sangat
penting terhadap kondisi pasien GGK karena pada umumnya klien GGK yang
menjalani terapi hemodialisa membutuhkan dukungan dalam proses
pengobatan dan terapi hemodialisa. (Santrock, J. W 2007)

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gagal ginjal ?
2. Apa saja tanda dan gejala dari gagal ginjal ?
3. Apa saja pemeriksaan penunjang dari gagal ginjal ?
4. Bagaimana penatalaksanaan gagal ginjal?
5. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari penderita gagal ginjal?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud gagal ginjal .
2. untuk menegtahui etiologi dari gagal ginjal.
3. untuk mengetahui tanda dan gejala dari gagal ginjal .
4. untuk megetahui patofisiologi dari gagal ginjal
5. untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penujang dari gagal ginjal.
6. untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan gagal ginjal.
7. Untuk mengetahuin konsep asuhan keperawatan gagal ginjal

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Teori Penyakit

1) Defenisi
Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dlam keadaan asupan
makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu
kronik dan akut (Nurarif & Kusuma, 2013). Gagal Ginjal Kronik merupakan
suatu kondisi dimana organ ginjal sudah tidak mampu mengangkut sampah
sisa metabolik tubuh berupa bahan yang biasanya dieliminasi melalui urin dan
menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan
menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta
asam basa (Abdul, 2015) Sedangkan menurut Black (2014) Gagal Ginjal
Kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat
pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal
memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada
peningkatan ureum. Pada pasien gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik
bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan
berupa, trensplantasi ginjal, dialysis peritoneal, hemodialysis dan rawat jalan
dalam waktu yang lama (Desfrimadona, 2016).
2) Tanda Gejala
Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2009):

1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat


menurun hingga 25% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan
BUN sedikit meningkat diatas normal.

3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah,


letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan,
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang
sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit,
kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan
biokimia dan gejala yang komplek.
3) Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti
gangguan metabolic (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius,
Gangguan Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan
Gangguan kongenital yang menyebabkan GFR menurun. Pada waktu terjadi
kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga
utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode
adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron
rusak. Beban bahanyang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih
jelas dan muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian lebih rendah itu.
(Barbara C Long). Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein
(yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011)

4) Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju
filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration
rate (GFR). Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013):

1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat


menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang
paling sering adalah Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar,
dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah.
Hyperplasia fibromaskular pada satu atau lebih artieri besar yang
juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu
suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di
obati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastistisitas
system, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran
8
darah dan akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis

3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama


E.Coli yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius
bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang
lebih sering secara ascenden dari traktus urinarius bagiab bawah
lewat ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan
irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.

4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi


lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan
di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi
nefropati amiloidosis 29 yang disebabkan oleh endapan zat-zat
proteinemia abnorma al pada dinding pembuluh darah secara serius
merusak membrane glomerulus.

5. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik


atau logam berat.

6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan


kontstriksi uretra.

7. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan


kondisi keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau
kantong berisi cairan didalam ginjal dan organ lain, serta tidak
adanya jaringan ginjal yang bersifat konginetal (hypoplasia renalis)
serta adanya asidosis.

5) Pemeriksaan Penunjang
1. Urin
a. Volume urin : oliguri atau anuria
b. Warna urin : keruh
c. BJ urin : kurang 1,015
d. Osmolalitas urin
e. Klirens kreatinin :menurun
f. Natrium :meningkat
2. Darah
a. BUN/ kreatinin meningkat
b. Ht dan Hb
9
c. Natrium serum
6) Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan
elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :

1. Dialisis Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal


ginjal yang serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang.
Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan,
protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode
terpi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu
membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini
dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih
dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan
hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2
jenis dialisis :

a. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser) Hemodialisis atau


HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang
berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa
keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin
dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi
dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu
setelah darah selesai di bersihkan, darah dialirkan kembali kedalam
tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah salit dan
setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.

b. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut) Terapi kedua adalah


dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan
membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak
perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh
mesin dialisis.

2. Koreksi hiperkalemi Mengendalikan kalium darah sangat penting


karena hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal
pertama yang harus diingat adalah jangan menimbulkan
hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga
dapat didiagnosis dengan10
EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia,
maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium,
pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.

3. Koreksi anemia Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi


factor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang
mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan
akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan
bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi coroner.

4. Koreksi asidosis Pemberian asam melalui makanan dan obat-


obatan harus dihindari. Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral
atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi
intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.

5. Pengendalian hipertensi Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa


dan vasodilatator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam
mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal
ginjal disertai retensi natrium.

6. Transplantasi ginjal Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke


pasien gagal ginjal kronik, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal
yang baru.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan
membantu dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan pasien serta merumuskan
diagnose keperawatan (Smeltezer and Bare, 2011 : Kinta, 2012).

1. Identitas pasien Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat


lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua.

2. Keluhan utama Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot,


gangguan istirahat dan tidur, takikardi/takipnea pada waktu
melakukan aktivitas dan koma.

3. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Berapa


lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
apa, bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak,
apasaja yang dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya.
11
4. Aktifitas/istirahat : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise,
gangguan tidur (insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot,
kehilangan tonus, penurunan rentang gerak

5. Sirkulasi Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri


dada (angina), hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan
pitting pada kaki, telapak tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik
menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir,
pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.

6. Integritas ego Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da


harapan, taka da kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah
terangsang, perubahan kepribadian.

7. Eliminasi Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal


ginjal tahap lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi,
perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.

8. Makanan/Cairan Peningkatan berat badan cepat (oedema),


penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati,
mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan
ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen/asietes, 34
pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban,
ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah

9. Neurosensori Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang,


syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan
dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah, gangguan status
mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut
tipis, kuku rapuh dan tipis

10. Nyeri/kenyamanan Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki


dan perilaku berhatihati/distraksi, gelisah.

11. Pernapasan Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum


kental dan banyak, takipnea, dyspnea, peningkatan
frekuensi/kedalaman dan batuk dengan sputum encer (edema paru).

12. Keamanan Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam


(sepsis, dehidrasi), normotermia
12 dapat secara actual terjadi
peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah
dari normal, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
keterbatasan gerak sendi

13. Seksualitas Penurunan libido, amenorea, infertilitas

14. Interaksi social Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu


bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

15. Penyuluhan/Pembelajaran Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi


untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus
urenaria, maliganansi, riwayat terpejan pada toksin, contoh obat,
racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik saat
ini/berulang.

2) Diagnosa
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien.
Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal
kronis adalah sebagai berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):

1. Hipervolemia

2. Defisit nutrisi

3. Nausea

4. Gangguan integritas kulit/jaringan

5. Gangguan pertukaran gas

6. Intoleransi aktivitas

7. Resiko penurunan curah jantung

8. Perfusi perifer tidak efektif

9. Nyeri akut

3) Intervensi
NO. Diagnosa Tujuan dan Krieteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia
Observasi:
keperawatan selama 3x8 jam
1. Periksa tanda dan
gejala hipervolemia
maka hipervolemia meningkat
(edema, dispnea,
suara napas
dengan kriteria hasil:
13 tambahan)
2. Monitor intake dan
a. Asupan cairan meningkat output cairan
3. Monitor jumlah dan
b. Haluaran urin meningkat warna urin Terapeutik
4. Batasi asupan cairan
dan garam
c. Edema menurun
5. Tinggikan kepala
tempat tidur
d. Tekanan darah membaik Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan
e. Turgor kulit membaik prosedur pemantauan
cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasai
pemberian diuretik
8. Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat deuretik
9. Kolaborasi pemberian
continuous renal
replecement therapy
(CRRT), jika perlu
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
Observasi
keperawatan selama 3x8 jam
1. Identifikasi status
diharapkan pemenuhan
nutrisi
kebutuhan nutrisi pasien
2. Identifikasi makanan
tercukupi dengan kriteria
yang disukai
hasil:
3. Monitor asupan
makanan
1. intake nutrisi tercukupi
4. Monitor berat badan
2. asupan makanan dan
Terapeutik
cairan tercukup
5. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu

6. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
14
7. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Edukasi

8. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu

9. Ajarkan diet yang


diprogramkan
Kolaborasi

10. Kolaborasi dengan ahli


gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang
dibutuhkan, jika perlu

11. . Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
3. Nausea Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual Observasi
keperawatan selama 3x8 jam
1. Identifikasi
maka nausea membaik
pengalaman mual
dengan kriteria hasil:
2. Monitor mual (mis.
1. Nafsu makan
Frekuensi, durasi, dan
membaik
tingkat keparahan)
2. Keluhan mual Terapeutik
menurun
3. Kendalikan faktor
3. Pucat membaik lingkungan penyebab
4. Takikardia membaik (mis. Bau tak sedap,
(60-100 kali/menit) suara, dan rangsangan
visual yang tidak
menyenangkan)

4. Kurangi atau
hilangkan keadaan
penyebab mual (mis.
15
Kecemasan, ketakutan,
kelelahan
Edukasi

5. Anjurkan istirahat dan


tidur cukup

6. Anjurkan sering
membersihkan mulut,
kecuali jika
merangsang mual

7. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengatasi mual(mis.
Relaksasi, terapi
musik, akupresur)
Kolaborasi

8. Kolaborasi pemberian
antiemetik, jika perlu
4. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit
kulit
keperawatan selama 3x8 jam Obsevasi
diharapkan integritas kulit 1. Identifikasi penyebab
dapat terjaga dengan kriteria gangguan integritas kulit (mis.
hasil: Perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi)
a. Integritas kulit yang
Terapeutik
baik bisa
2. Ubah posisi tiap 2 jam jika
dipertahankan
tirah baring
b. Perfusi jaringan baik 3. Lakukan pemijataan pada

c. Mampu melindungi area tulang, jika perlu

kulit dan 4. Hindari produk berbahan

mempertahankan dasar alkohol pada kulit kering

kelembaban kulit 5. Bersihkan perineal dengan


air hangat
Edukasi
6. Anjurkan menggunakan
16 pelembab (mis. Lotion atau
serum)
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
8. Anjurkan minum air yang
cukup
9. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi
pertukaran gas
keperawatan selama 3x8 jam Observasi
diharapkan pertukaran gas 1. Monitor frekuensi, irama,
tidak terganggu dengak kedalaman dan upaya napas
kriteria hasil: 2. Monitor pola napas
1. Tanda-tanda vital dalam 3. Monitor saturasi oksigen
rentang normal 4. Auskultasi bunyi napas
2. Tidak terdapat otot bantu Terapeutik
napas 5. Atur interval pemantauan
3. Memlihara kebersihan paru respirasi sesuai kondisi pasien
dan bebas dari tanda-tanda 6. Bersihkan sekret pada
distress pernapasan mulut dan hidung, jika perlu
7. Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
8. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
10. Informasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi
11. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
6. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
keperawatan selama 3x8 jam Observasi
toleransi aktivitas meningkat 1. Monitor kelelahan fisik
17
dengan kriteria hasil: 2. Monitor pola dan jam tidur
1. Keluhan lelah menurun Terapeutik
2. Saturasi oksigen dalam 3. Lakukan latihan rentang
rentang normal (95%- 100%) gerak pasif/aktif
3. Frekuensi nadi dalam 4. Libatkan keluarga dalam
rentang normal (60-100 melakukan aktifitas, jika perlu
kali/menit) Edukasi
4. Dispnea saat beraktifitas 5. Anjurkan melakukan
dan setelah beraktifitas aktifitas secara bertahap
menurun (16-20 kali/menit) 6. Anjurkan keluarga untuk
memberikan penguatan positif
Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
7. Resiko penurunan Setelah dilakukan asuhan Perawatan Jantung
curah jantung keperawatan selama 3x8 jam Observasi:
diharapkan penurunan curah 1. Identifikasi tanda dan gejala
jantung meningkat dengan primer penurunan curah
kriteria hasil: jantung (mis. Dispnea,
1. Kekuatan nadi perifer kelelahan)
meningkat 2. Monitor tekanan darah
2. Tekanan darah membaik 3. Monitor saturasi oksigen
100-130/60-90 mmHg Terapeutik:
3. Lelah menurun 4. Posisikan semi-fowler atau
4. Dispnea menurun dengan fowler
frekuensi 16-24 x/menit 5. Berikan terapi oksigen
Edukasi
6. Ajarkan teknik relaksasi
napas dalam
7. Anjurkan beraktifitas fisik
sesuai toleransi
Kolaborasi
8. kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu

18
8. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi
efektif perawatan selama 3x8 jam Observasi 1. Periksa sirkulasi
maka perfusi perifer perifer (mis. Nadi perifer,
meningkat dengan kriteria edema, pengisian kapiler,
hasil: warna, suhu)
1. denyut nadi perifer 2. Monitor perubahan kulit
meningkat 3. Monitor panas, kemerahan,
2. Warna kulit pucat menurun nyeri atau bengkak
3. Kelemahan otot menurun 4. Identifikasi faktor risiko
4. Pengisian kapiler membaik gangguan sirkulasi
5. Akral membaik Terapeutik
6. Turgor kulit membaik 5. Hindari pemasangan infus
atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
6. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
7. Lakukan pencegahan
infeksi
8. Lakukan perawatan kaki
dan kuku
Edukasi
9. Anjurkan berhenti merokok
10.Anjurkan berolahraga rutin
11.Anjurkan mengecek air
mandi untun menghindari kulit
terbakar
12.Anjurkan meminum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
Kolaborasi
13.Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

19
9. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri Observasi
keperawatan selama 3x8 jam 1. Identifikasi factor pencetus
maka tautan nyeri meningkat dan pereda nyeri
dengan kriteria hasil: 2. Monitor kualitas nyeri
1. Melaporkan nyeri terkontrol 3. Monitor lokasi dan
meningkat penyebaran nyeri
2. Kemampuan mengenali 4. Monitor intensitas nyeri
onset nyeri meningkat dengan menggunakan skala
3. Kemampuan menggunakan 5. Monitor durasi dan frekuensi
teknik nonfarmakologis nyeri
meningkat Teraupetik
4. Keluhan nyeri penggunaan 6. Ajarkan Teknik
analgesik menurun nonfarmakologis untuk
5. Meringis menurun mengurangi rasa nyeri
6. Frekuensi nadi membaik 7. Fasilitasi istirahat dan tidur
7. Pola nafas membaik Edukasi
8. Tekanan darah membaik 8. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
9. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian
obat analgetik

d. Implementasi
Implentasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi menuju status
kesehatan yang baik/optimal.

e. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk


mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini
dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan dan
kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan.

20
PERSIAPAN TINDAKAN HEMODIALISA
A. Hal-Hal yang Dipersiapkan Sebelum Lakukan Hemodialisa
Persiapan untuk hemodialisis dimulai beberapa minggu hingga beberapa
bulan sebelum prosedur pertama. Untuk memudahkan akses ke aliran darah, dokter
bedah akan membuat akses vaskular.
Akses tersebut menyediakan mekanisme agar sejumlah kecil darah
dikeluarkan dengan aman dari sirkulasi dan kemudian dikembalikan pada
pengidapnya agar proses hemodialisis berjalan. Akses bedah membutuhkan waktu
untuk pulih sebelum pengidapnya memulai perawatan hemodialisis.Ada tiga jenis
akses, yakni :

8. Fistula Arteri (AV) fistula yang dibuat melalui pembedahan adalah


koneksi antara arteri dan vena, biasanya di lengan yang Anda gunakan
lebih jarang. Ini adalah jenis akses yang disukai karena efektivitas dan
keamanannya.

9. AV Graft Jika pembuluh darah kamu terlalu kecil untuk membentuk


fistula AV, dokter bedah dapat membuat jalur antara arteri dan vena
menggunakan tabung sintetis fleksibel yang disebut graft.

10. Kateter Vena Sentral Jika kamu membutuhkan hemodialisis darurat,


tabung plastik (kateter) dapat dimasukkan ke dalam vena besar di leher
pengidap atau di dekat pangkal paha. Kateter bersifat sementara.

B.Efek samping Hemodialisa


Pada umumnya, pasien yang menjalani hemodialisis akan dipantau sepanjang waktu
dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih. Maka dari itu, prosedur cuci darah ini
tergolong cukup aman.
Namun, ada beberapa risiko penyakit dan efek samping yang dapat terjadi ketika
Anda menjalani cuci darah.
Hal ini dapat terjadi pada pasien dengan kondisi yang sudah cukup parah dan memiliki
masalah kesehatan lainnya. Beberapa risiko menjalani hemodialisis meliputi sebagai berikut.
1. Akses vaskular bermasalah
Akses vaskular adalah jalan masuk yang menghubungkan aliran darah dari tubuh menuju ke
mesin dialisis. Bukan tidak mungkin tabung atau pipa ini dapat mengalami masalah, seperti:
 mengalami infeksi, dan
 terjadi pembekuan atau penggumpalan darah.
21
Jika hal ini dibiarkan, pengobatan gagal ginjal ini justru tidak akan berhasil. Anda mungkin
memerlukan lebih banyak prosedur untuk memperbaiki akses agar berfungsi dengan benar.
2. Tekanan darah rendah (hipotensi)
Anda juga dapat mengalami penurunan tekanan darah secara tiba-tiba ketika menjalani
proses hemodialisis. Risiko hipotensi memang cukup tinggi pada pasien dengan kondisi
yang parah dan dapat mengancam jiwa.
Pada beberapa kasus, kondisi ini juga dapat menjadi alasan seseorang untuk tidak lagi
menjalani cuci darah atau menghentikannya lebih awal.
Bagi pasien yang sudah kritis, risiko kematian akibat hipotensi mungkin lebih besar daripada
mendapatkan manfaat dari dialisis.
3. Detak jantung tidak normal
Beberapa dari Anda yang menjalani hemodialisis mungkin merasakan irama detak jantung
menjadi tidak normal. Hal ini dapat terjadi akibat peningkatan kadar kalium di dalam darah
(hiperkalemia) karena tidak terbuang dengan baik.
Apabila tidak segera ditangani, gangguan pada detak jantung dapat menyebabkan kondisi
yang lebih parah. Oleh sebab itu, kondisi ini perlu mendapatkan penanganan khusus agar
ritme detak jantung kembali normal.
4. Anemia
Anemia adalah salah satu efek samping yang paling sering terjadi pada pasien gagal ginjal
yang menjalani hemodialisis.
Pasalnya, ginjal tidak dapat memproduksi hormon eritropoietin untuk menghasilkan sel
darah merah. Akibatnya, tubuh pun kekurangan sel darah merah yang menyebabkan
anemia.
5. Stroke

Menurut penelitian dari jurnal Blood Purification, pasien gagal ginjal stadium akhir yang
menjalani dialisis berisiko mengalami stroke 8-10 lebih besar dibandingkan lainnya. Bahkan,
prevalensi perdarahan stroke (stroke hemoragik) juga lebih tinggi dibandingkan dengan
populasi umum.
Kondisi ini mungkin terjadi karena pengobatan gagal ginjal ini menggunakan antikoagulan
(penghambat pembekuan darah) secara rutin. Antikoagulan dipakai untuk mempertahankan
sirkuit darah agar proses cuci darah lancar.

Namun, penggunaan obat ini ternyata juga berisiko membuat pasien mengalami perdarahan
ketika darah tidak cukup menggumpal. Alhasil, risiko perdarahan berlebih pun terjadi.

22
6. Kram otot dan sendi kaku
Bagi pasien yang telah menjalani hemodialisis beberapa tahun mungkin kerap merasakan
kram otot dan sendi yang kaku. Kedua kondisi ini dapat terjadi akibat adanya perubahan
yang drastis pada cairan tubuh yang mengganggu zat kimia selama perawatan.
Sebagai contoh, endapan kristal asam urat di dalam darah yang menumpuk dapat
menyebabkan kaku dan nyeri pada sendi.
Apabila hal ini terjadi, dokter biasanya akan mengganti larutan dialisis untuk mengurangi
risiko kondisi semakin parah.
Selain beberapa kondisi yang disebutkan, ada efek samping lainnya yang mungkin terjadi
selama menjalani cuci darah, seperti:
 gangguan tidur, seperti restless leg syndrome, sleep apnea, dan insomnia,
 kulit kering dan gatal,
 peradangan selaput jantung, serta
 depresi.
Jika Anda mengalami beberapa masalah yang disebutkan, segera konsultasikan dengan
dokter.

23
BAB II
PENUTUP
A.Kesimpulan
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan dimana terjadinya penurunan fungsi
ginjal secara optimal untuk membuang zat-zat sisa dan cairan yang berlebihan dari
dalam tubuh. ). Penurunan fungsi ginjal dapat terjadi akibat suatu penyakit, kelainan
anatomi ginjal dan penyakit yang menyerang ginjal itu sendiri. Apabila hanya 10 %
dari ginjal yang berfungsi, pasien dikatakan sudah sampai pada penyakit ginjal
endstage renal disease (ESRD) atau penyakit ginjal tahap akhir. Awitan gagal ginjal
mungkin akut, yaitu berkembang sangat cepat dalam beberapa jam atau dalam
beberapa hari. Gagal ginjal dapat juga kronik, yaitu terjadi perlahan dan
berkembang perlahan, mungkin dalam beberapa tahun.

24
DAFTAR PUSTAKA
Andra, S.W., & Yessie, M.P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: ECG
Black, J & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria
Desfrimadona, (2016). Kualitas Hidup pada Pasien Gagal ginjal Kronik dengan Hemodialisa
di RSUD Dr. M. Djamil Padang. Diploma Thesis Univesitas Andalas
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keprawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
https://hellosehat.com/urologi/ginjal/hemodialisis/

25

Anda mungkin juga menyukai