Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Reproduksi

B. Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita

1. Siklus menstruasi

2. Dst

C. Fisiologi Sistem Reproduksi Pria

Organ genitalia pria dibedakan menjadi organ genitalia interna dan organ

genitalia eksterna. Organ genitalia interna terdiri dari testis, epididimis, duktus

deferen, funiculus spermaticus, dan kelenjar seks tambahan. Organ genitalia

eksterna terdiri dari penis, uretra, dan skrotum.

1. Organ genetalia interna terdiri dari:

a. Testis

Testis berbentuk seperti telur yang berukuran 4x3 cm yang

dikelilingi oleh jaringan ikat kolagen (tunika albuginea). Tunika

albuginea akan memberikan septa ke dalam parenkim testis dan

membagi menjadi beberapa lobulus. Setiap lobulus mengandung 1-4


tubulus seminiferus. Tubulus seminiferus merupakan tempat produksi

sperma. Pada ujung tubulus seminiferus ini terdapat tubulus rektus

yang menghubungkan tubulus seminiferus dengan rete testis. Rete

testis terdapat dalam jaringan ikat mediastinum yang dihubungkan

oleh 10-20 duktus eferen yang ke distal menyatu pada duktus

epididimis.

b. Epididimis

Epididimis adalah saluran yang berkelok-kelok dengan panjang

sekitar 4-6 meter yang terdiri dari caput, corpus, dan cauda. Di dalam

epididimis, spermatozoa akan matang sehingga menjadi mortil dan

fertil. Setelah melalui epididimis yang merupakan tempat

penyimpanan sperma sementara, sperma akan menuju duktus deferen.

c. Duktus deferen/vas deferen

Duktus deferen/vas deferen adalah suatu saluran lurus berdinding

tebal yang akan menuju uretra pars prostatika.18 Duktus deferen

bersama pembuluh darah dan saraf, dalam selubung jaringan ikat

disebut funiculus spermaticus yang akan melalui kanalis inguinalis.

d. Kelenjar seks tambahan

Kelenjar seks tambahan terdiri dari sepasang vesikula seminalis,

prostat, dan sepasang kelenjar bulbouretral. Vesikula seminalis terletak

di bagian dorsal vesika urinaria dan menghasilkan sekitar 60% dari

volume cairan semen. Sekresi dari vesikula seminalis mengandung

fruktosa, prostaglandin, fibrinogen, dan vitamin C. Fruktosa memiliki


fungsi sebagai sumber energi primer untuk sperma, sedangkan

prostaglandin memiliki fungsi merangsang kontraksi otot polos

sehingga memudahkan transfer sperma Saluran dari masing-masing

vesikula seminalis bergabung dengan duktus deferens pada sisi yang

sama untuk membentuk duktus ejakulatorius. Dengan demikian,

sperma dan cairan semen masuk uretra bersama selama ejakulasi.

Kelenjar prostat terletak di bawah dasar vesika urinaria. Kelenjar

prostat mengeluarkan cairan basa yang menetralkan sekresi vagina

yang asam, enzim pembekuan, dan fibrinolisin. Kelenjar bulbouretral

terletak di dalam otot perineal dan menghasilkan cairan mukoid untuk

pelumas.

2. Organ genetalia eksterna terdiri dari :

a. Penis

Penis terbagi menjadi radix, corpus, dan glans penis. Penis terdiri

dari 3 massa silindris yaitu dua corpora cavernosa yang dipisahkan

oleh septum dan terletak di dorsal serta satu corpus spongiosum yang

mengelilingi uretra dan terletak di ventral. Glans penis adalah ujung

terminal dari corpus spongiosum yang membesar dan menutupi ujung

bebas kedua corpora cavernosa penis. Preputium adalah lipatan kulit

yang retraktil pada glans penis yang akan dipotong dalam sirkumsisi.

b. Uretra

Uretra terdiri dari 3 bagian yaitu uretra prostatika, uretra

membranosa, dan uretra spongiosa.


c. Skrotum

Skrotum adalah kantung kulit yang menggantung di luar rongga

perut, antara kaki dan dorsal penis. Terdiri dari 2 kantung yang

masing-masing diisi oleh testis, epididimis, dan bagian caudal

funiculus spermaticus. Dalam kondisi normal, suhu skrotum 3°C lebih

rendah dari suhu tubuh agar dapat memproduksi sperma yang sehat.

d. Spermatogenesis

1) Pengertian

Spermatogenesis adalah proses pembentukan sperma yang

terjadi di dalam tubulus seminiferus yang di stimulasi oleh hormon

gonadotropik hipofisis anterior yang sebagian besar dimulai saat

umur 13 tahun kemudian berlanjut sepanjang sisa kehidupan tetapi

berkurang pada saat usia tua. Pada awal spermatogenesis,

spermatogonia bermigrasi diantara sel-sel sertoli menuju lumen

central dari tubulus seminiferus. Testis tersusun dari 900 tubulus

seminiferus, yang masingmasing memiliki panjang rata-rata ½

meter, dan merupakan tempat pembentukan sperma Di dalam

tubulus seminiferus terdapat dua jenis sel yang secara fungsional

penting yaitu sel germinativum yang sebagian besar berada dalam

berbagai tahap pembentukan sperma, dan sel sertoli yang memberi

dukungan bagi tahap spermatogenesis.

Pada tahap proliferatif mitosis, spermatogonia yang berada

diluar tubulus seminiferus terus-menerus bermitosis, dengan


semua sel baru yang mengandung 46 kromosom yang identik

dengan sel induk. Setelah pembelahan mitosis spermatogonium,

salah satu sel anak tetap diluar tubulus seminiferus untuk

mempertahankan garis sel germinativum, sedangkan satu sel anak

yang lain bergerak ke arah lumen untuk menghasilkan

spermatozoa. Sel anak ini akan bermitosis dua kali lagi untuk

menghasilkan empat spermatosit primer yang identik.

Setiap spermatosit primer dengan jumlah diploid 46

kromosom yang identik ini akan membelah secara meiosis menjadi

dua spermatosit sekunder, masing-masing spermatosid sekunder

ini menerima 23 kromosom rangkap. Spermatosit sekunder ini

akan mengalami proses meiosis yang kedua untuk menghasilkan

empat spermatid dengan 23 kromosom tunggal. Setiap spermatid

akan mengalami diferensiasi menjadi spermatozoa. Seluruh

periode spermatogenesis, mulai dari spermatogonia sampai

menjadi sperma membutuhkan waktu kurang lebih 74 hari.

Setiap spermatogonium, salah satu dari 23 pasang kromosom

membawa informasi genetik yang menentukan jenis kelamin

masing-masing keturunan. Pasangan kromosom ini tersusun atas

satu kromosom X disebut kromosom wanita, dan satu kromosom

Y disebut kromosom pria. Jenis kelamin pada keturunan

ditentukan oleh sperma mana yang membawa kromosom sex untuk

membuahi sel ovum.


Setiap spermatozoa terdiri dari kepala, leher, dan ekor. Kepala

spermatozoa terdiri dari nukleus yang mengandung informasi

genetik. Pada 2/3 bagian kepala luar terdapat bagian yang disebut

akrosom dimana terbentuk dari apparatus Golgi. Akrosom ini

mengandung enzim serupa yang ditemukan di lisosom termasuk

enzim hialuronidase dan enzim proteolitik. Enzim ini berperan

penting dalam proses masuknya sperma kedalam ovum untuk

membuahi ovum tersebut.5 Sperma memiliki ekor mirip dengan

cambuk berfungsi sebagai motilitas dari sperma yang gerakannya

dijalankan oleh energi yang dihasilkan mitokondria dimana

terkonsentrasi di bagian tengah sperma.

Spermatogenesis terjadi dalam tubulus seminiferus pada testis.

Tubulus seminiferus terdiri dari tunika jaringan ikat fibrosa (tunika

fibrosa), lamina basalis yang berbatas tegas, dan epitel

germinativum/kompleks seminiferus. Pada lapisan paling dalam

yang melekat pada jaringan ikat dekat lamina basalis terdiri atas

sel mieloid yang menyerupai epitel selapis. Epitel terdiri atas 2 sel

yaitu sel sertoli/penyokong dan sel seminal/turunan

spermatogenik. Sel seminal ini yang akan berproliferasi

menghasilkan spermatozoa. Spermatogenesis terdiri dari 3 fase:

a) Spermatositogenesis, dimana spematogonia membelah yang

akhirnya menghasilkan spermatosit.


b) Meiosis, dimana spermatosit mengalami pembelahan menjadi

spermatid dan terjadi pengurangan setengah jumlah kromosom

dan jumlah DNA per sel.

c) Spermiogenesis, dimana spermatid mengalami proses

sitodiferensiasi menghasilkan spermatozoa.

2) Konsentrasi Spermatozoa

Konsentrasi dari sel sperma mempunyai efek dalam

pembuahan. Jumlah semen yang biasanya keluar saat ejakulasi

selama hubungan seksual rata-rata sekitar 3,5 mililiter, dan setiap

mililiter dari semen tersebut mengandung rata-rata 120 juta

sperma, walaupun untuk pria normal dapat bervariasi mulai dari 35

juta sampai 200 juta. Hal ini berarti setiap kali ejakulasi seorang

pria dapat mengeluarkan sperma rata-rata 400 juta.

Seorang pria dapat dikatakan infertil jika jumlah sperma yang

dikeluarkan ketika ejakulasi kurang dari 15 juta. Walaupun hanya

satu sperma saja yang penting untuk membuahi ovum, tetapi

diperlukan banyak sperma untuk membantu dalam menguraikan

sawar yang mengelilingi sel ovum karena semakin banyak sperma

maka semakin banyak juga enzim akrosom untuk menguraikan

sawar yang mengelilingi sel ovum. Berdasarkan WHO tahun 2010,

konsentrasi sperma dikatakan rendah jika didapatkan konsentrasi

spermatozoa kurang dari 15 x 106 spermatozoa per ml dan juga

jika didapatkan jumlah spermatozoa kurang dari 39 x 106


spermatozoa per ejakulasi, sedang jika tidak terdapat sel-sel

spermatozoa dalam semennya dikatakan azoospermia.

3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Spermatozoa

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

Konsentrasi sperma antara lain:

a) Hormon

Kadar hormon FSH berkorelasi dengan jumlah

spermatogonia, ketika jumlah spermatogonia tidak ada atau

berkurang secara nyata, nilai hormon FSH biasanya meningkat

dan ketika jumlah spermatogonia normal, biasanya nilai FSH

juga dalam batas normal. Pada beberapa individu, kadar FSH

tidak akurat untuk memprediksi status spermatogenesis karena

pada beberapa individu yang mempunyai nilai FSH yang

normal dan volume testis yang normal juga mengalami

azoospermia.

b) Suhu

Peningkatan suhu pada testis dapat mencegah

spermatogenesis dengan menyebabkan degenerasi dari banyak

sel dari tubulus seminiferus. Oleh sebab itu testis berada

didalam scrotum yang berada diluar tubuh untuk mengatur

suhu testis meskipun biasanya hanya berbeda 2 derajat dari

suhu tubuh.

c) Varicocele
Varicocele dapat menyebabkan infertilitas pada pria. Pada

beberapa penelitian diketahui bahwa pria yang mengalami

varicocele memiliki konsentrasi dan kualitas sperma yang lebih

rendah jika dibandingkan dengan pria yang tidak mengalami

varicocele.

d) Stress

Penelitian menunjukan bahwa stress mempengaruhi

kualitas serta kuantitas dari sperma. Stress psikologis dapat

menyebabkan gangguan hormonal pada tingkat hipotalamus,

sehingga mengakibatkan kegagalan sel leydig mensekresi

hormon testosteron. Selain stress psikologis ada juga stres lain

yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari spermatozoa

yaitu terpapar bising. Ketika terpapar bising yang terlalu sering

akan meningkatkan corticotropin releasing hormon (CRH)

yang menimbulkan penurunan pada hormon gonadotropin dan

produksi dari hormon FSH serta LH, sehingga jika terjadi

penurunan LH, FSH dan testosteron akan mengganggu

spermatogenesis dan mempengaruhi kualitas serta kuantitas

sperma.

e) Bahan Makanan

Kandungan nutrisi dalam makanan juga berpengaruh

terhadap fertilitas seorang pria. Makanan yang mengandung

gizi seimbang dapat meningkatkan kesuburan. Asupan


makanan yang banyak mengandung asam folat dan asam

amino seperti arginin berfungsi untuk memperkuat daya tahan

sperma dan mencegah kemandulan. Selain protein, vitamin

juga dapat meningkatkan produksi sperma, seperti vitamin A,

C, dan E sebagai antioksidan berfungsi menangkal serangan

radikal bebas terhadap dinding sperma. Antioksidan lain yaitu

beta karoten dan flavonoid juga dapat membantu maturasi dari

sperma.

f) Alkohol

Alkohol dapat mengganggu fungsi dari sistem reproduksi

pria maupun wanita. Alkohol dapat merusak komponen-

komponen reproduksi pria seperti testis sehingga dapat

menyebabkan impotensi, infertilitas dan karakteristik seksual

sekunder. Alkohol dapat mempengaruhi sel leydig yang

memproduksi dan mengeluarkan hormon testosteron, selain itu

alkohol juga mempengaruhi fungsi sel sertoli testis yang

memiliki peranan penting dalam proses pematangan sperma.

g) Penyakit lain

Banyak penyakit yang dapat mengurangi produksi dari

spermatozoa salah satunya adalah defisiensi testikular.

Defisiensi testikular ini merupakan penyebab tersering dari

penurunan tingkat fertilitas pada pria. Selain itu adanya

obstruksi dari saluran reproduksi seperti epididimis, vas


deferens, dan duktus ejakulatorius juga sangat berpengaruh

terhadap konsentrasi sperma. Seringkali obstruksi dari duktus

ini menyebabkan penurunan konsentrasi hingga

azoospermia.23 Penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus dan

Hipertensi juga dapat menghambat spermatogenesis.

h) Usia

Semakin bertambahnya usia seorang pria cenderung

mengalami penurunan kesuburan. Walaupun seorang pria

memproduksi sperma sepanjang hidupnya, tetapi semakin tua

usia akan terjadi penurunan morfologi normal pada

sperma.22Menurut James F Crow bahwa seiring bertambahnya

usia pria, DNA dari sel sperma mengalami degradasi.

i) Paparan Radiasi dan Polutan

Testis yang terkena radiasi dalam skala rendah tetapi

secara kronik akan mengalami kerusakan yang lebih parah

dibandingkan dengan pencemaran akut. Radiasi dengan

intensitas yang tinggi terbukti berbahaya karena

kemampuannya untuk meningkatkan temperature tubuh secara

drastis sehingga dapat merusak jaringan. Selain radiasi paparan

polutan seperti asap rokok juga berpengaruh terhadap kualitas

sperma. Pria yang merokok biasanya mengalami penurunan

jumlah sperma motil dan munculnya berbagai abnormalitas

sperma baik motilitas maupun morfologinya.


j) Obat-obatan

Obat-obatan yang sering digunakan untuk mengobati

penyakit mempunyai efek samping yang dapat merusak

kesehatan. Beberapa obat yang memiliki efek samping yang

berlawanan dengan testosteron antara lain spironolakton,

spiroteron, ketokonazol, dan simetidin yang memiliki efek

antiandrogenik.

3. Aktivitas Seksual Pada Pria

Aktivitas seksual merupakan kebutuhan biologis manusia untuk

mendapatkan keturunan. Seseorang memilih suatu gaya hidup umumnya

dengan harapan ingin meningkatkan aktivitas seksualnya. Tujuan ini tidak

selalu tercapai karena ketidakmengertian atau kesalahan informasi yang

mereka terima sehingga akan berakibat buruk bagi kesehatan, baik kesehatan

fisiologis maupun kesehatan jiwa (Yohana Arisandi, 2008).

Banyak yang menganggap fungsi seksual hanya mencakup organ

kelamin saja, tetapi masih terdapat sederet faktor psikis yang ikut berperan.

Faktor psikis ini meliputi semua faktor yang mempengaruhi perkembangan

hidup orang tersebut dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Beberapa faktor

fisiologis yang juga berperan dalam fungsi seksual meliputi hormon,

neurotransmitter, pembuluh darah, saraf, dan otot. Bila terdapat gangguan

pada faktor psikis maupun faktor fisik maka fungsi seksual pun dapat

terganggu sehingga dapat mengganggu keharmonisan dalam rumah tangga

(Yohana Arisandi, 2008).


Masalah seksual sering menjadi penghambat atau gangguan dalam

kehidupan rumah tangga karena salah satu pihak (suami atau isteri atau

bahkan keduanya) mengalami disfungsi seksual. Disfungsi seksual

merupakan kondisi dimana fungsi seksual dalam tubuh seseorang mulai

melemah. Kondisi tersebut dapat terjadi pada saat usia muda, maupun usia

lanjut karena kondisi fisik dan mental mulai berkurang (Yohana Arisandi,

2008). Setiap gangguan (baik yang dialami laki-laki atau wanita) dapat

mengakibatkan disharmoni kehidupan seksual sehingga terjadi keretakan

dalam rumah tangga yang sering berakhir dengan perceraian (Intisari, 2008).

Disfungsi seksual dapat dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin. Pada

lakilaki, disfungsi seksual meliputi gangguan dorongan seksual (GDS),

disfungsi ereksi, gangguan ejakulasi (baik dini maupun terhambat), disfungsi

orgasme, dan dispareunia.

Sekitar 10 – 15% laki-laki yang menikah mengalami disfungsi ereksi dan

sekitar 20 – 30% mengalami ejakulasi dini. Pada wanita, angka disfungsi

seksual lebih banyak lagi, yaitu 25 – 50% (Intisari, 2008).


DAFTAR PUSTAKA

Staff UI. 2000. Modul Reproduksi. Jakarta: UI Press.

Anurogo, Dito. 2012. Ejakulasi Dini. CDK-199/ vol. 39 no. 11.


Cancer Council Australia. 2010. Localised Prostate Cancer A guide for
men and their families. Victoria: Australian Prostate Cancer
Collaboration Fourth.
Christyanni, Yuyun. 2010. Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
Manusia. Kotim: Akper Pemkab Kotim.
Sumiati. 2013. Sistem Reproduksi Manusia. Jurnal Biologi, Vol. 2 No. 2,

Halaman 1-13

Taher, Muhammad. 2014. Makalah Sistem Reproduksi Pria. Banten:


STIKES Banten.
W, David Andy. 2009. Pemeriksaan Mikrodelesi. Jakarta: FKUI.
Yudha, Anantyo Kusuma. 2014. Management of Prostate
Cancer. Medula Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, Volume 2,
Nomor 3.

Anda mungkin juga menyukai