Anda di halaman 1dari 5

Demensia adalah gangguan fungsi intelektual umum yang mencakup alzheimer,

penyakit tubuh lewy, demensia frontal temporal dan demensia vaskular. Demensia
vaskuler merupakan penyakit yang umum dan disebabkan oleh peredaran darah
yang lemah ke otak.Demensia presinilis muncul antara umur 50-60 tahun yang
disebabkan karena adanya degenerasi kortek yang difus pada otak dilapisan luar
terutama didaerah frontal dan temporal.Kemunduran fungsi kognitif menyebabkan
kemampuan penurunan untuk melakukan ADL dan IADL dasar (Widyantoro et al.,
2021).

Demensia atau alzheimer merupakan gangguan penurunan fisik otak yang


berpengaruh pada emosi, daya ingat, fungsi kognitif, dan pengambilan keputusan.
Gejalanya antara lain kepikunan. Demensia merupakan penyakit yang sering
ditemukan pada orang berusia lebih dari 65 tahun, tetapi dapat menyerang orang
berusia lebih muda (Agis et al., 2021).

Demensia memiliki beberapa kriteria meliputi ringan, sedang, berat. Demensia


dengan kriteria ringan pada aktivitas sosial dan aktivitas mandiri masih bisa
dilakukan tetapi sulit untuk mempelajari hal-hal baru. Demensia kriteria sedang mulai
mengalami kesulitan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, menujukan gejala
seperti mudah lupa terutama untuk peristiwa yang terjadi baru saja dan lupa dengan
nama orang. Demensia dengan kriteria berat mengalami ketidakmandirian serta
tidak mengenali anggota keluarga disorientasi personal dan sulit memahami, menilai
peristiawa yang telah dialami sehingga aktivitas kehidupan sehari-hari terganggi dan
bergantung pada orang lain serta membutuhkan dukungan dari keluarga
(Widyantoro et al., 2021).

Demensia memang tidak bisa disembuhkan, tetapi sebelum terjadi demensia banyak
hal yang bisa kita lakukan. Peningkatan aktivitas terutama olah raga akan membantu
metabolisme otak dalam mencerna glukosa. Orang yang mempunyai aktivitas
sedang mempunyai metabolisme otak yang lebih bagus daripada orang yang
cenderung kurang beraktivitas.Jika lansia yang masih mampu berolahraga hanya
beraktivitas kegiatan rutinitas di rumah akan berisiko terjadi Alzheimer. Dampak
positif jika lansia bertemu teman baru akan berinteraksi dan merangsang aktivitas
berfikir di otak. Perlunya upaya dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
hal pentingnya olahraga. Selain itu lansia juga perlu melakukan aktivitas secara rutin
untuk melemaskan sendi supaya tidak kaku, karena jika sendi kaku justru akan
menyebabkan sensasi pegal dan malas berolahraga. Lansia dengan demensia
dapat melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak memahaminya.
Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain.
Mereka dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja. Mereka
juga merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin
mengalami kecelakaan. Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi atau
menggunakan pakaian berlapis-lapis pada suhu yang panas. Seperti layaknya anak
kecil terkadang lansia dengan demensia bertanya sesuatu yang sama berulang kali
walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan
(Agis et al., 2021)

Usia lanjut atau lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60


tahun atau lebih, yang secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur lainnya.
Menurut WHO, Batasan lanjut usia adalah usia pertengahan (middle age) yaitu
antara usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu antara usia 60-74 tahun, lanjut
usia tua (old) yaitu antara usia 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) yaitu diatas
usia 90 tahun. Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia
termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia,
yang mencapai 18,1 juta jiwa atau 7,6% dari total penduduk. Badan Pusat Statistik
(2013) memproyeksikan, jumlah penduduk lanjut usia diperkirakan akan meningkat
menjadi 27,1 juta jiwa pada tahun 2020, menjadi 33,7 juta jiwa pada tahun 2025 dan
48,2 juta jiwa tahun 2035 (Emilia, 2018).

Perubahan pada berbagai sistem dalam tubuh terjadi seiring dengan pertambahan
usia seseorang. Perubahan yang mungkin terjadi pada lansia diantaranya adalah
perubahan fisik, psikologis, dan perubahan spiritual Akibat dari perubahan yang
terjadi pada lansia adalah menurunnya fungsi kognitif. Lansia yang memiliki fungsi
kognitif normal sebanyak 31,94%. Gangguan fungsi kognitif pada lansia terjadi
umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistem saraf pusat yang meliputi
gangguan suplai oksigen ke otak, degenerasi, penyakit
alzheimer dan malnutrisi. Lansia yang mengalami gangguan fungsi kognitif sering
menghadapi berbagai masalah diantaranya gangguan orientasi waktu, ruang,
tempatdan tidak mudah menerima ide baru (Ilmiah & Gulo, 2021)

Sejalan dengan meningkatnya persentase penduduk lansia dan juga meningkatnya


angka harapan hidup pada lansia mengakibatkan berbagai masalah kesehatan dan
penyakit yang khas terjadi pada lansia juga ikut meningkat. Salah satu masalah yang
dihadapi oleh lansia adalah terjadinya gangguan kognitif. Kemunduran kognitif pada
demensia biasanya diawali dengan kemunduran memori atau daya ingat. Lanjut usia
sangat berkaitan erat dengan terjadinya demensia (Al-Finatunni’mah & Nurhidayati,
2020)

Menurut (Ilmiah & Gulo, 2021) Demensia dapat diklasifikasikan dalam beberapa
jenis,yaitu sebagai berikut:

a.Demensia Alzeimer

Demensia Alzeimer merupakan bentuk demensia yang terjadi pada lansia dan
dialami oleh 60% - 80% orang. Faktor resiko pada demensia alzeimer, yaitu:
Genetik, Nutrisi (Kekurangan vitamin B12), Virus (herpes zoster, herpes simplex,
atau ensepalitis) dan lingkungan (paparan zat beracun atau zat kimia).

b.Demensia Vaskular (VAD).

Jenis ini dikenal dengan multiinfarct demensia, merupakan jenis keduapaling


sering ditemukan dalam kategori demensia, banyak ditemukan pada lansia.
VAD didefinisikan sebagai hilangnya fungsi kognitif akibat iskemik, lesiotak
hipoperfusif, atau perdarahan akibat penyakit serebrovaskular atau
kondisi patologis kardiovaskular. VAD dikaitkan dengan hilangnya progresif jaringan
otak sebagai akibat dari serangkaian serangan otak kecil (infark) yang disebabkan
oleh oklusi dan penyumbatan arteri ke otak.
c. Demensia Badan Lewy (DLB)

DLB (inklusi neuronal intracytoplasmic) merupakan gangguan otak progresif yang


degeneratif, yang dapat ditemukan di batang otak, di encephalon, ganglia basalis,
dan korteks serebral. Individu dengan penyakit Parkinson (PD) memiliki peningkatan
risiko enam kali lipat untuk pengembangan DLB dibandingkan dengan populasi
umum. Faktor risiko yang terkait dengan pengembangan DLB termasuk usia
lanjut,depresi, kebingungan, atau psikosis saat mengambil levodopa, dan masker
wajah pada individu dengan PD didiagnosis.

d. Demensia Frontotemporal (FTD)

FTD adalah sindrom klinis pengecualian terkait dengan non-AD kondisi


patologis dan relatif jarang terjadi dalam pengaturan klinikal. Sindrom ini mencakup
Deteksi dini demensia pada lansia dengan melakukan metode web. Dikarenakan
minimnya kesadaran, informasi,serta pengetahuan mengenai penyakit Alzheimer,
maka dibuatlah sistem pakar menggunakan metode perbandingan Dempster-Shafer
dengan Certainty Factor untuk mendapatkan pertolongan secara dini, maka
dibuatlah sistem pakar berbasis web, guna dapat membantu pengguna untuk
memperoleh informasi berupa gejala yang telah di rasakan selama ini, dan
mengetahui apakah pengguna tersebut mengidap penyakit Alzheimer atau tidak
(Aldjawad et al., 2021).

Metode Dempster-Shafer dipilih berdasarkan studi sebelumnya yang menyatakan


bahwa metode Dempster Shafer lebih tepat diterapkan dalam mendiagnosis
penyakit, dimana metode ini digunakan untuk mencari pembuktian berdasarkan
belief function (fungsi kepercayaan) dan plausible reasoning (pemikiran yang masuk
akal) yang digunakan dengan mengkombinasikan
potongan informasi yang terpisah (bukti) untuk mengkalkulasi
kemungkinan dari suatu gangguan. maka
dibangun sebuah “Sistem Pakar Deteksi Dini Penyakit Demensia
Menggunakan Metode Dempster-Shafer” sebagai suatu alternatif untuk membantu
mendiagnosis gejala demensia yang dialami oleh masyarakat (Fathirusalam, 2020).

Perawat komunitas sebagai bagian dari profesi kesehatan, memiliki


tanggung jawab untuk berperan aktifdalam mencegah progresifitas terjadinya
demensia dengan mengimplementasikan berbagai intervensi yang efektif dalam
pencegahan terjadinya demensia atau pencegahan progresifitas demensia. terapi
okupasi dapat mencegah progresifitas demensia, meningkatkan mood dan kualitas
hidup pada lansia dengan demensia. Salah satu terapi okupasi pada
lansia dengan masalah demensia adalah dengan metode “gardening therapy” atau
berkebun untuk menstimulasi fungsi kognitif pada lansia. “Gardening therapy” dapat
meningkatkan status kognitif pada lansia dengan demensia (Widyastuti et al., 2019).

Pada umumnya demensia dapat dideteksi dengan menggunakan


elektroensephalograf. Elektroensephalograf merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur aktivitas kelistrikan pada otak. Penyakit demensia ditandai oleh
perlambatan respon pada otak yang kemudian mempengaruhi memori pada otak.
Elektroensephalograf menggunakan sensor khusus berupa elektroda yang dipasang
dikepala dengan metode “Hilbert Huang Transform” (Hidayati et al., 2020)

Penyakit Alzheimer (Alzheimer’s Disease, AD) merupakan gangguan


neurodegeneratif progresif yang terkait dengan gangguan fungsi neuronal dan
kerusakan kognisi, fungsi, dan perilaku secara bertahap. Ada dua
teori tentang penyebab terjadinya AD. Pertama dari luar sel, adanya penumpukan
peptida amyloid yang disekresikan oleh sel-sel otak sehingga membentuk plak beta-
amyloid yang dapat merusak sel. Kedua dari dalam sel, adanya tau protein yang
saling berikatan membentuk tangles (neurofibrillary tangles) yang dapat merusak
fungsi sel dan menyebabkan kematian sel. Terdapat beberapa biomarker yang
dapat digunakan sebagai acuan diagnostik dan prognostik dalam deteksi dini
penyakit alzheimer, salah satunya adalah neuroimaging marker. Beberapa teknik
pencitraan otak sering digunakan untuk mempelajari proses neuropatologis dan
perubahan fungsional dan morfologis yang terjadi pada AD. Metode neuroimaging ini
tidak hanya bermanfaat untuk deteksi dini namun juga mampu membedakan AD dari
penyakit neurodegeneratif lainnya. Teknik neuroimaging secara umum dibedakan
menjadi dua yaitu structural neuroimaging (CT, MRI) dan functional neuroimaging
(fMRI, PET, dan SPECT). Pengembangan Teknik neuroimaging saat ini diarahkan
pada modalitas yang bersifat non-invasif, non-radiatif, cepat, murah dan
reliabel diantaranya adalah EEG dan Brain ECVT (Handayani et al., 2015).

Tingginya angka kejadian AD di dunia maupun di Indonesia juga


dipengaruhi oleh beberapa hal termasuk populasi penduduk yang memiliki factor
risiko yang tinggi, sedangkan penduduk yang memiliki factor risiko tinggi tersebut
tidak memiliki pemahaman mengenai harus dilakukannya pendeteksian dini metode
pendeteksian yang terbaik di berbagai literature. Deteksi dini dapat dilakukan dengan
pemeriksaan serum darah menggunakan penanda biologi (biomarker). Penelitian
mengenai biomarker menunjukkan efektivitas dan efisiensi yang
cukup baik dalam pendeteksian dini alzheimer. Biomarker yang dapat digunakan
yaitu N-acetyl aspartate acid (NAA), Serum α1 – antikimotripsin (ACT), β-Amyloid,
Tau-protein, dan miRNA-146a. Biomarker miRNA-146a dinilai memiliki potensi untuk
digunakan karena memiliki sensitivitas 90% dan spesifisitas 100% (Hidayatul &
Sinuraya, 2016).

Seiring dengan kemampuan menurunnya fungsi tubuh, senam lansia akan


membantu tubuh tetap bugar dan segar karena melatih tulang tetap kuat,
mendorong jantung bekerja optimal, dan membantu menghilangkan radikal
bebas yang berkeliaran di dalam tubuh. Senam lansia akan membuat aliran darah
menjadi lancar sehingga aliran oksigen ke otak juga lancar oksigenasi yang baik
akan membuat organ-organ tubuh lainnya tetap sehat dan terhindar dari
kemungkinan berbagai macam penyakit termasuk demensia. Hal ini sesuai dengan
konsep senam lansia yaitu olahraga ringan yang mudah dilakukan dan tidak
memberatkan, yang dapat diterapkan pada lansia Selain senam lansia, bahwa
puzzle dapat digunakan untuk memperlambat onset penurunan fungsi kognitif
pada lansia. Puzzle adalah suatu gambar yang dibagi menjadi potongan-potongan
gambar yang bertujuan untuk mengasah daya pikir, melatih kesabaran, dan
membiasakan kemampuan berbagi dan berfikir. Selain itu puzzle juga dapat
digunakan untuk permainan edukasi karena dapat mengasah otak dan melatih
kecepatan pikiran dan tangan bahwa puzzle dengan jenis crossword puzzle dapat
digunakan untuk memperlambat onset penurunan fungsi kognitif pada lansia
(Hatmanti & Yunita, 2019).

Anda mungkin juga menyukai