Anda di halaman 1dari 32

ANALISIS TANKI BEJANA TEKAN PADA PT.

PERTAMINA

Randi Pratama, Roy permana,M andri aditya, steven davin


Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Sriwijaya Jl. Srijaya Negara Bukit Besar
Palembang 30139

ABSTRAK

Makalah ini menyajikan analisa tentang tanki bejana tekan pada pt.pertamina. Bejana tekan
memiliki rentang spesifikasi ukuran dan bentuk yang cukup luas, dari botol minuman ke bentuk-
bentuk lebih canggih yang biasanya di pakai pada konstruksi keteknikan. Bejana tekan
merupakan suatu tabung tertutup berbentuk silinder yang digunakan sebagai penampungan
tekanan baik tekanan internal maupun tekanan eksternal, dimana tekanan ini dapat diperoleh dari
sumber eksternal atau dari penggunaan panas yang berasal dari sumber tak langsung maupun
sumber sembarang dari sumber-sumber lainnya.

Menghitung tekanan yg ada pada tanki bejana tekan dengan metode penyelesaian model
matematika dengan rumus-rumus aljabar yang sudah baku (lazim) yang didapat dari literature
yang berhubungan dengan bejana tekan

Kata kunci : bejana tekan, tanki bejana tekan, Bejana Tekan Dinding Tipis, Bejana Tekan
Silindris, pressure vessel, Shell, ASME

1.PENDAHULUAN

Definisi umum bejana tekan adalah wadah tahan kebocoran. Bejana tekan memiliki rentang
spesifikasi ukuran dan bentuk yang cukup luas, dari botol minuman ke bentuk-bentuk lebih
canggih yang biasanya di pakai pada konstruksi keteknikan. Namun, disini lebih dimaksudkan
kepada bejana tekan yang merupakan suatu tabung tertutup berbentuk silinder yang digunakan
sebagai penampungan tekanan baik tekanan internal maupun tekanan eksternal, dimana tekanan
ini dapat diperoleh dari sumber eksternal atau dari penggunaan panas yang berasal dari sumber
tak langsung maupun sumber sembarang dari sumber-sumber lainnya. Sebenarnya bola
merupakan bentuk bejana tekan tertutup yang paling ideal bila isinya memiliki berat yang bisa
diabaikan, tetapi pada kenyataannya pembuatan bejana tekan berbentuk bola sangat sulit
sehingga orang lebih memilih bejana tekan berbentuk silinder.

Kegagalan retak pada bejana baja karbon bisa terjadi karena pecah ulet atau karena
penggabungan kekosongan-kekosongan mikro, retak getas (brittle fracture) atau retak pecah,
atau sobekan yang terjadi karena retak rapuh. Penurunan temperatur, penambahan takikan,
dan laju pembebanan yang tinggi akan mendorong terjadinya retak rapuh. Perubahan dari
retak rapuh ke retakulet tergantung pada ukuran butir dan komposisi baja yang merupakan sifat
dari material. Retak awal dimulai pada daerah yang memiliki struktur mikro yang keras
yang dikenal peka terhadap tegangan retak hidrogen. Struktur mikro yang keras ini terbentuk
selama pengelasan pada saat perbaikan

1.1. Bejana Tekan Dinding Tipis

Penelaahan bejana tekan dapat dimulai dengan meninjau bejana tekan silindris seperti sebuah
ketel, seperti yang terlihat pada Gambar 1. Sebuah segmen dipisah tersendiri dari bejana ini
dengan membuat dua bidang tegak lurus terhadap sumbu silinder tersebut dan sebuah
bidang tambahan yang membujur melalui sumbu yang sama, seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1.1 Bejana Tekan Silindris

Pada Gambar 1. 2 Terdapat tegangan yang terjadi pada dinding Bejana. Tegangan-tegangan
yang terjadi pada irisan silinder tersebut adalah tegangan normal. Tegangan ini merupakan
tegangan utama. Tegangan-tegangan ini yang dikalikan dengan masing-masing luas dimana
meraka bekerja akan menjaga keseimbangan elemen silinder ketika melawan tekanan internal.

Gambar 1.2. Tegangan yang Terjadi pada Dinding Bejana


Terdapat tegangan pada penampang melintang bejana. Misalkan tekanan internal yang melebihi
tekanan desain eksternal p (tekanan terukur), dan radius dalam silinder sebesar ri. kemudian
gaya pada suatu luasan yang kecil tak berhingga Lridθ (dimana dθ adalah sudut kecil tak
berhingga) dari silinder tersebut yang disebabkan oleh tekanan internal yang bekerja tegak lurus
adalah pLridθ seperti Gambar 3. Komponen gaya yang bekerja dalam arah mendatar adalah
(pLridθ)cosθ. Jadi gaya perlawanan total sebesar 2P yang bekerja pada segmen silindris adalah:
π
2

2 P=2∫ p Lr i cos dθ=2 p r i (1)


0

Karena bentuk bejana yang simetris, maka setengah gaya total ini mendapatkan perlawanan
pada potongan melalui silinder sebelah atas dan setengah lagi pada sebelah bawah.
Tegangan normal σ2 yang bekerja sejajar dengan sumbu silinder tidak masuk dalam integrasi di
atas.

Gambar 3. Tegangan pada Penampang Melintang Bejana

Kedua gaya P melawan gaya yang disebabkan oleh tekanan dalam p, yang bekerja tegak
lurus dengan luas proyeksi A1 dari segmen silindris terhadap garis tengah silinder, seperti
Gambar 4. Luas ini dalam Gambar 3. adalah 2riL, jadi bisa dituliskan bahwa:

2 P= A ai p=2 r i Lp(2)
Gambar 4 Luas proyeksi A1

Gaya ini mendapat perlawanan dari gaya-gaya yang terbentuk di dalam material dalam
potongan membujur. Diketahui bahwa jari-jari luar silinder adalah rodan jari-jari dalam silinder
ri luas potongan yang membujur adalah:

2 A=2 L ( r o −r i ) (3)

Jika tegangan normal rata-rata yang bekerja pada potongan membujur adalah σ1, maka
gaya yang mendapat perlawanan dari dinding silinder adalah:

2 L ( r o−r i ) σ 1(4)

Dengan mengkombinasikan kedua gaya tersebut maka:

2 r i Lp=2 L ( r o−r i ) σ 1(5)

Berhubung ro-ri adalah tebal t, maka persamaan diatas bisa ditulis sebagai berikut:

pr i
σ 1= (6)
t

Tegangan normal seperti yang ditulis diatas sering disebut sebagai tegangan keliling
(circumfrerential stress). Tegangan normal yang lain σ2 bekerja membujur atau searah dengan
sumbu silinder seperti terlihat pada Gambar 3.2. Dengan membuat sebuah irisan melalui
bejana yang tegaklurus terhadap sumbu silinder, gaya yang dibentuk oleh tekanan internal
adalah:
2
Pπr i (7)

Dan gaya yang terbentuk oleh tegangan membujur σ2 dalam dinding adalah:

σ 2 ( πr o −πr i )(8)
2 2

Dengan menyamakan kedua gaya ini maka akan didapat tegangan arah membujur σ2, maka:

Pπr i2=σ 2 ( πr o2 −πr i2 ) (9)

Pr i2 Pr i2
σ 2= = (10)
( r o2−r i2) ( r o +r i ) ( r o −r i )

karena ro-ri adalah tebal dinding silinder dan penurunan persamaan ini terbatas pada bejana
berdinding tipis , maka ro ≈ ri ≈ r , jadi:

Pr
σ 2= (11)
2t

1.1.2. Beban yang Bekerja pada Bejana Tekan

Bejana tekan dikenai bermacam-macam pembebanan yang berbeda-beda pada setiap


komponennya. Kategori dan intensitas gaya-gaya ini menjadi fungsi dari pembebanan alami
dan geometri serta kontruksi dari komponen bejana.

1.1.2.1. Tekanan Desain

Tekanan desain adalah tekanan yang digunakan untuk menentukan ketebalan Shell minimum
yang diperlukan bejana. Tekanan desain besarnya diatas tekanan operasi (10% dari tekanan
operasi atau minimum10 psi) ditambah dengan besarnya static Head dari fluida kerja. Tekanan
desain minimum untuk bejana Code non-vakum adalah 15 psi. Untuk tekanan desain yang
lebih kecil Code tidak berlaku. Bejana dengan tekanan operasi terukur harganya negatif
umumnya didesain untuk bejana vakum.

Tekanan Kerja Izin Maksimum (Maximum Allowable Working Pressure) didefinisikan


sebagai tekanan maksimum yang terukur yang diizinkan yang diukur pada bagian paling
atas dari bejana pada kondisi operasi dan pada tekanan desain. Definisi ini berdasarkan
asumsi sebagai berikut:

· Pada kondisi korosi

· Masih di bawah pengaruh temperatur desain

· Pada kondisi operasi normal

· Di bawah pengaruh pembebanan lain

Tekanan yang dialami bejana bisa dikategorikan menjadi dua jenis yaitu tekan dalam (internal
pressure) dan tekanan desain eksternal (external pressure). Tekanan internal pada bejana berasal
dari fluida yang dikandung oleh bejana itu sendiri, biasanya adalah bejana yang memiliki
tekanan kerja lebih besar dari tekanan atmosfir. Sedangkan tekanan desain eksternal adalah
tekanan untuk bejana vakum. Tekanan desain dirumuskan sebagai berikut.

Pd =Po +a+ static head (12)

Dimana :

Pd = Tekanan desain

Po = Tekanan operasi

a = 0,1Po atau 10 psi minimum

static Head = ρ.g.H


ρ = densitas udara (lbm/ft3)

g = percepatan gravitasi bumi (ft2/sec)

H = Tinggi bejana (ft)

1.1.2.2. Bobot Mati Bejana (Dead Load)

Dead load atau bobot mati adalah beban yang berupa berat bejana itu sendiri dan
elemen-elemen lain yang terpasang secara permanen pada bejana. Berat bejana bisa
digolongkan menjadi tiga, yaitu:

 Bobot Kosong, adalah berat bejana tanpa insulasi luar, fireproofing, panel-panel
operasi, atau struktur luar dan perpipaan. Pada dasarnya ini adalah berat bejana
yang hanya terdiri dari Shell dan Head.

 Bobot Operasi, adalah berat bejana pada kondisi terpasang dan beroperasi penuh. Ini
adalah berat bejana dengan tambahan insulasi internal maupun eksternal, fireproofing,
segala elemen internal, opening yang menghubungkan system perpipaan, semua struktur
yang diperlukan pada sistem bejana, dan peralatan yang lain (heat exchangers).

 Shop Test Dead Load, adalah Berat bejana yang hanya terdiri dari Shell saja setelah
proses pengelasan selesai dan diisi dengan fluid tester (air).

1.1.2.3. Beban Angin

Angin yang dimaksud adalah angin dengan aliran yang turbulen dipermukaan bumi
dengan kecepatan yang bervariasi. Angin disini juga diasumsikan sebagai angin yang
mempengaruhi kecepatan rata-rata terentu pada fluktuasi aliran turbulen tiga dimensi lokal.
Arah aliran biasanya horizontal meskipun bisa saja menjadi vertikal ketika melewati
permukaan yang berintangan.Kecepatan angin diukur berdasarkan ketinggian standar 30 ft.
Tekanan angin dirumuskan sebagai berikut.
2
Pw =0,0025V w (13)

Dimana:

Pw = Tekanan angin (psf)

Vw = Kecepatan angin (mph)


Akibat tekanan angin ini maka terjadi geseran dan momen. Tegangan geser akibat beban
angin dirumuskan sebagai berikut:

V =P w DH (14)

dan momen terbesar di dasar bejana akibat beban angin adalah:

M =Pw DHh(15)

sedangkan momen pada ketinggian hT adalah:

M T =M −hT ( V −0,25 Pw DH hT ) (16)

Dimana:

V = tegangan geser akibat beban angin (lb)

D = diameter luar bejana (ft)

H = panjang vessel (ft)

hT= jarak antara dasar bejana dengan sambungan skirt (ft)

h = H/2

1.1.2.4. Beban Gempa

Kekuatan seismik pada bejana berasal dari pergerakan getaran yang tidak teratur
secara tiba-tiba di dalam tanah tempat bejana berada dan bejana terpengaruh oleh gerakan
tersebut. Faktor utama yang merusakan struktur bejana akibat getaran adalah intensitas dan
durasi gempa yang terjadi. Pada Gambar 5. adalah skema terjadinya gempa pad bejana. Gaya
dan tegangan yang terjadi selama gempa pada struktur adalah transien, tegangan dinamik alami,
dan tegangan kompleks.
Gambar 1.5. Skema terjadinya beban gempa

Untuk menyederhanakan prosedur desain komponen vertikal pergerakan gempa biasanya


diabaikan dengan asumsi pada arah vertikal struktur memiliki kekuatan yang cukup untuk
menahan pergerakan gempa. Gaya aksi akibat gempa arah horizontal pada bejana direduksi
dalam gaya statik equivalen. Hal yang terpenting untuk mengatasi kekuatan gempa pada sebuah
struktur adalah struktur yang paling beresiko mengalami kegagalan terhadap pengaruh
seismik gempa harus didesain untuk bisa menahan gaya geser horizontal minimum yang
diterima pada bagian dasar bejana pada segala arah.

Tegangan yang terjadi pada bejana tekan vertikal akibat beban seismik adalah tegangan geser di
dasar bejana dan momen. Tegangan geser dasar adalah tegangan geser total akibat beban
seismik pada dasar bejana. Tegangan geser V untuk bejana dengan silinder Shell yang kaku bisa
dirumuskan sebagai berikut:

V =Z . I . K . C . S .W (17)

Dimana:

Z = faktor seismik

I = koefisien occupancy importance

K = faktor gaya horizontal

C = koefisien numeris

S = koefisien numeris untuk struktur yang beresonansi

W= berat total bejana

Harga koefisien numeris bisa ditentukan dengan persamaan berikut:


1
C= (18)
15 √ T

Harga C tidak boleh lebih dari 0.12.

Nilai S bisa ditentukan dengan persamaan di bawah ini

S = 1.5 jika T≤2.5

S = 1.2+0.24T-0.48T2, jika T>2.5

Sedangkan harga T bisa dicari dengan menggunakan persamaan berikut:

( ) √ wDT (19)
2
H
T =0,0000265
D

Dimana:

H = panjang bejana termasuk skirt (ft)

D = diameter luar bejana (ft)

w = berat total bejana (lb)

t = tebal vessel yang dibutuhkan termasuk faktor korosi

Sedangkan momen yang terjadi akibat gempa dirumuskan sebagai berikut.

[
M = F t H + ( V −Ft ) ( 23H )](20)

dimana Ft = 0,7TV atau Ft = 0 untuk T ≤ 0,7

1.1.3. Komponen Utama Bejana Tekan

Komponen utama bejana tekan merupakan komponen yang paling dominan dan selalu ada
pada setiap bejana tekan. Komponen-komponen ini antara lain; Shell, Head, nozzle, support dan
skirt support.
1.1.3.1. Shell

Shell adalah komponen yang paling utama yang berisi fluida yang bertekanan. Pada umumnya
ada dua tipe Shell yang ada yaitu Shell silindris dan Spherical Shell. Tetapi hanya Shell silindris
sering digunakan dalam desain bejana tekan. Ketebalan Shell dipengaruhi oleh tekanan desain.
Tekanan desain dibedakan menjadi dua yaitu tekanan desain internal dan tekanan desain
eksternal. Untuk menentukan ketebalan Shell harus memperhatikan beban yang terjadi pada
Shell. Arah penyambungan Shell juga akan mempengaruhi perhitunganketebalan Shell.

A. Ketebalan Shell berdasarkan tekanan desain internal

Berdasarkan standar ASME, ketebalan Shell berdasarkan tekanan internal bisa ditentukan
dengan persamaan berikut:

1. Sambungan memanjang (longitudinal joint)

Untuk sambungan jenis ini ketebalan Shell harus bisa menahan tegangan yang terjadi.
Tegangan yang dominan pada sambungan memanjang adalah tegangan arah melingkar atau
circum ferential stress. Besarnya ketebalan Shell ditentukan dengan persamaan berikut:

PR
t= (21)
S E−0,6 P

2. Sambungan melingkar (circumferential joint)

Sambungan melingkar harus bisa menahan tegangan arah longitudinal atau longitudinal
stress. Untuk memenuhi kriteria tersebut maka ketebalan Shell dapat ditentukan dari persamaan
berikut:

PR
t= (22)
2 S E+0,4 P

Dimana:

t = ketebalan minimum Shell yang diperlukan

P = tekanan desain internal


R = jari-jari dalam Shell

S = tegangan izin maksimum material

E = efisiensi sambungan las

B. Ketebalan Shell berdasarkan tekanan desain eksternal

Ketebalan Shell untuk beberapa tipe sambungan berdasarkan tekanan eksternaldapat


ditentukan dari persamaan di bawah ini:

1. Untuk silinder dengan D o /t ≥ 10

4B
Pa= (23)
( 3 Do /t )
atau dengan persamaan:

2AE
Pa= (24 )
( )3
Do
t

2. Silinder dengan harga D o /t < 10

Lihat harga faktor A dan faktor B dari grafik UGO-28.0 dan UCS-28.2. Jika Do /t kurang dari
4 maka faktor A dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

1.1
A= 2
(25)
( D o/ t )
Untuk harga A lebih besar dari 0,1 maka harga A yang dipakai adalah 0,1. Kemudian untuk
menentukan harga tekanan eksternal izin maksimum Pa bisa ditentukan dengan persamaan
berikut:

P a 1=
[( )
2.167
D o /t ]
−0,0833 B (26)

P a 2=
2S
Do /t[1−
1
Do /t ]
(27)
Diantara harga Pa1 dan Pa2 dicari harga yang paling kecil kemudian dijadikan sebagai tekanan
kerja izin maksimum eksternal Pa, kemudian bandingkan dengan P (tekanan desain eksternal).
Apabila Pa labih kecil dari P maka ketebalannya harus diperbesar dari harga semula.

1.1.3.2. Head

Seluruh bejana tekan harus ditutup dengan Head. Head lebih banyak berbentuk kurva
daripada pelat datar. Bentuk kurva lebih banyak memiliki keuntungan antara lain kuat
sehingga ketebalan Head bisa lebih tipis, lebih ringan walaupun agak mahal.

Berikut tipe Head dan persamaan untuk menentukan ketebalanya.

A. Ketebalan Head berdasarkan tekanan internal.

a) Sphere dan Hemispherical Head

PR
t= (28)
2 S E+0,8 P

b) Ellipsoidal Head

PD
t= (29)
2 S E+1,8 P

c) Cone dan conicalHead

PD
t= (30)
2cos α ( S E+0,4 P )

d) ASME flanged and dished Head

Jika perbandingan L/r = 50/3

0.885 PL
t= (31)
S E+ 0,8 P

Jika perbandingan L/r kurang dari 50/3


P LM
t= (32)
2 S E+ P ( M −0,2 )

e) Circular flat Head

t=d
√ 0.13 P
SE
(33)

Atau

t=dx
√ CP(
SE
D .34 ) (34)

B. Ketebalan Head Berdasarkan Tekanan Eksternal

a) Sphere dan Hemispherical Head

Prosedur untuk menentukan ketebalan Head.

 asumsikan ketebalan Head kemudian hitung harga A.

 Masukan harga A pada grafik material Fig G ASME

 Dari grafik tersebut akan ditemukan harga B kemudian subtitusikan ke persamaan


berikut:

B
Pa= (35)
( R o /t )
Jika Pa perhitungan di atas lebih besar dari tekanan desain maka ketebalan yang
diasumsikan aman digunakan, tetapi jika Pa lebih kecil dari tekanan desain maka ketebalan
yang diasumsikan harus diperbesar dan prosedur diulangi lagi.

b) Ellipsoidal Head

Penentuan ketebalan ellipsoidal Head sama dengan prosedur di atas, tetapi Ro= k1Do, dimana k1=
0.9.

c) ASME flanged and dishedHead


Prosedur untuk menentukan ketebalan Head sama dengan prosedur di atas, hanya harga Roadalah
sama dengan Do.

d) Cone and conical section

Prosedur untuk menentukan ketebalan Head pada prinsipnya sama tetapi untuk Head tipe ini
menggunakan tabel UGO-28 ASME dengan harga Pa dibawah ini:

4B
P z a= (36)
3 ( D l /t cos α )

1.1.3.3. Nozzle atau Opening

Nozzle adalah komponen silinder yang berupa lubang yang menembus Shell atau Head dari
bejana tekan. Nozzle memiliki beberapa fungsi antara lain:

 Merekatkan pipa yang berfungsi untuk mengalirkan fluida dari atau ke bejana tekan.

 Sebagai tempat untuk sambungan instrumen, seperti level gauges, thermowell satau
pressure gauges.

 Sebagai tempat masuk orang untuk mempermudah perawatan.

 Sebagai tempat untuk akses langsung ke peralatan lain misalnya heat exchanger
Gambar 6. Nozzle atau Opening tanpa reinforcements

Keterangan gambar:

tn = tebal dinding leher nozzle tanpa korosi izin

t = tebal Shell tanpa korosi izin

a = ukuran lasan minimal

Ketebalan dinding Shell yang dibutuhkan (tr)

PR
t r= (37)
S E−0,6 P

Ketebalan dinding nozzle yang diperlukan (trn)

P Rn
t rn = (38)
S E−0,6 P

Dimana:

P = tekanan desain

R = diameter dalam vessel

Rn = diameter dalam nozzle

S = tegangan izin maskimum

E = efisiensi sambungan las


Gambar 7. Reinforcements opening

Keterangan gambar:

Dp = diameter luar elemen reinforcements

d = diameter akhir opening

Rn = jari-jari dalam nozzle

t = tebal dinding Shell

te = tebal pelat reinforcements

tr = tebal dinding Shell yang diperlukan

tn = tebal dinding nozzle

trn = tebal dinding nozzle yang diperlukan

Luas total reinforcements yang diperlukan dibawah tekanan internal tidak boleh kurang dari A.

A=Dt r F+2 t n t r F ( 1−f r 1 ) (39)

Dimana:
F = faktor koreksi, 1

fr1 = 1

sedangkan luas total reinforcements berdasarkan tekanan desain eksternal hanya 50% dari luas
reinforcements dibawah tekanan internal dengan tr adalah ketebalan dinding yang diperlukan
berdasarkan perhitungan tekanan desain eksternal.

1.1.3.4. Support

Komponen ini berfungsi untuk menahan bejana tekan agar tidak berpindah atau bergeser.
Penyangga ini harus bisa menahan beban baik berupa beban berat bejana ataupun beban
dari luar seperti angin dan gempa bumi. Perancangan penyangga tidak seperti desain
bejana tekan karena penyangga tidak mempunyai tekanan.

A. Saddle Supports

Tabung horizontal biasanya disangga dengan saddle supports pada dua tempat. Struktur
seperti ini akan menyebarkan berat bejana sehingga akan menghindari terjadinya tegangan
lokal pada Shell pada titik sangga. Dimensi penyangga tergantung pada ukuran dan kondisi
desain dari bejana tekan.

B. Leg Supports

Bejana tekan vertikal kecil biasanya menggunakan penyangga tipe leg support.
Perbandingan maksimum antara panjang leg dengan diameter bejana tekan biasanya 2:1.
Banyaknya leg yang dibutuhkan tergantung pada ukuran bejana tekan dan besarnya beban yang
diterima.

C. Lug Supports

Lug support adalah penyangga yang penyambungannya langsung dilas di Shell. Jenis penyangga
seperti bisa juga digunakan pada bejana tekan vertikal. Lug support bisa digunakan pada
bejana tekan dari ukuran kecil sampai medium (diameter 1 sampai 10 ft) dan bejana
tekan dengan perbandingan tinggi dan diameter antara 2:1 sampai 5:1.
D. Skirt Supports

Bejana tekan silindris vertikal biasanya menggunakan penyangga tipe skirt support. Penyangga
skirt adalah perpanjangan Shel lyang dilas lebih rendah dari Shell pada bejana tekan vertikal
silindris. Sedangkan skirt untuk bejana tekan tipe Spherical dilas didekat garis tengah bejana
seperti pada Gambar 8.

Gambar 8. Skirt support

Ketebalan skirt dipengaruhi oleh beban yang bekerja pada skirt pada saat vessel beroperasi
maupun pada saat pengujian hidrostatik. Beban yang bekerja pada skirt adalah berat total bejana
dan momen. Berikut persamaan untuk menentukan ketebalan skirt.

12 M T W
t= 2
+ (40)
R πSE Dπ SE

Dimana:

MT = momen pada sambungan skirt dengan vessel

W = berat total bejana

R = jari-jari luar lingkaran skirt


D = diameter luar lingkaran skirt

S = tegangan izin maksimum material skirt

E = efisiensi sambungan las

E. Anchor bolts dan base ring

Anchor bolts berfungsi untuk mengunci bejana agar tetap pada pondasinya. Beban yang
bekerja pada anchor bolt adalah beban momen akibat angin maupun gempa bumi. Ukuran
anchor bolts ditentukan dengan menggunakan luas total yang dibutuhkan untuk melawan
momen yang bekerja pada dasar bejana. Luas total anchor bolt yang dibutuhkan dirumuskan
sebagai berikut.

12 M −W z d
Ab =2 π (41)
C t Sa j d

Dimana:

Ab = luas total anchor bolt

M = momen total pada sambungan skirt

W = total berat bejana pada kondisi tegak

Sa = tegangan izin maksimum material bolt

d = diameter keliling bolts

Variabel Ct, z, Ccdan j ditentukan dari tabel D Values of Constants as Function of K, sedangkan
harga K ditentukan dari persamaan berikut.

1
KF t = ( 42)
Sa
1
n f cb

Dimana:

fcb = tegangan tekan di beton/cor pada lingkaran bolt, psi


n = perbandingan rasio modulus elastisitas baja dan beton

Tabel D Values of constants as function of K

Besarnya beban tarik pada anchor bolt dirumuskan sebagai berikut:

M −W z d
F t= ( 43)
jd

Tegangan tarik pada anchor bolt dirumuskan sebagai berikut:

Ft Ab
Sa = dimana t s= (44 )
t s r Ct πd

Beban tekan pada beton adalah:

Fc
f cb= (45)
( l 4 −n t s ) r C c

Dimana :

Fc = Ft+ W
l4 = l -ts

Persamaan tegangan tarik pada baja dan tekan pada beton adalah:

Sa =n f c ( 46)

Ketebalan base ring bisa ditentukan dari persamaan berikut:

t B =l1
√ 3fc
S
, tanpa gusset (47)

t B=
√ 6 M max
S
, dengan gusset ( 48)

Dimana :

S = Tegangan izin maksimum material base ring, psi

Mmax = Table F Pressure Vessel Handbook

Gambar 9. Base ring

1.1.4. Pengelasan Bejana Tekan


Sambungan las pada bejana tekan dikategorikan menjadi beberapa bagian menurut standar
ASME Part UW.

1. Fillet-Weld Shear

τ fw =0,49 S (49)

2. Groove-Weld Tension

τ gw =0,74 S(50)

3. Nilai Tegangan Geser Untuk Dinding Nozzle

τ a=0,7 S(51)

1) Kategori A

Sambungan berlas longitudinal yang berada pada badan utama, ruang hubung, transisi
diameter atau nozzle; tiap sambungan berlas yang berada pada bejana berbentuk bola, pada
formed Head atau flat Head, atau pada pelat sisi dari suatu bejana bersisi-datar; sambungan
berlas melingkar yang menghubungkan hemisferis Head ke badan utama, ke transisi
diameter, ke nozzle atau ke ruang hubung.

2) Kategori B

Sambungan berlas melingkar yang berada pada badan utama, ruang hubung, nozzle, atau
transisi diameter termasuk sambungan antara transisi dan silinder baik pada ujung besar
maupun ujung kecilnya; sambungan berlas melingkar yang menghubungkan formed Head
selain hemisferis ke badan utama, ke transisi diameter, ke nozzle atau ke ruang hubung.

3) Kategori C

Sambungan berlas yang menghubungkan flensa, Van Stone Lap, dudukan tube, atau flat
cover ke badan utama, ke formed Head, ke transisi diameter, kenozzle atau ke ruang hubung;
tiap sambungan berlas yang menghubungkan satu pelat sisi ke palat sisi lainya dari bejana
bersisi-datar.

4) Kategori D
Sambungan berlas yang menghubungkan ruang hubung atau nozzle ke badan utama, ke
bejana berbentuk bola, ke transisi diameter, ke Head atau bejana bersisi datar, dan sambungan
yang menghubungkan nozzle ke ruanghubung (untuk nozzle pada ujung kecil dari trsnsisi
diameter, lihat kategori B).

Gambar 10. Kategori Sambungan Las Pada Bejana Tekan

Tipe-tipe sambungan las bejana tekan:

1. Double-welded butt joint

Lasan jenis ini membuat dua buah takikan di bagian penampang atas dan bagian penampang
bawah dari benda kerja yang akan disambung dengan las.

2. Single-welded butt joint

Lasan jenis ini membuat satu takikan di bagian penampang atas dari benda kerja yang akan
disambung dengan las.

3. Single-welded butt joint with backing strip


Pengelasan menggunakan cara ini mencegah benda kerja menempel ke meja kerja.

4. Double-full fillet lap joint

Pengelasan jenis ini menyambungkan dua atau lebih plat dengan mengelas tiap-tiap ujung
dari plat tersebut, yang ditempelkan dengan plat yang lain.

5. Single-full fillet lap joint with plug welds

Pengelasan jenis ini memperkuat sambungan lasan dengan metoda sebelumnya, dengan
menambahkan titik las pada plat yang lain, dimana lasan tersebut menempel dengan plat yang
telas dilas sebelumnya. Hampir sama dengan metoda sebelumnya, perbedaan pada penambahan
titik lasa untuk memperkuat sambungan lasan yang lain.

6. Single-full fillet lap joint without plug welds

Hampir sama dengan metoda sebelumnya, perbedaan pada penambahan titik lasa untuk
memperkuat sambungan lasan yang lain.
2.METODOLOGI

Metodologi merupakan tahapan yang dilakukan dalam melakukan penelitian dan


bermanfaat untuk mendukung pembuatan laporan berdasarkan data yang diperoleh selama
melakukan penelitian tersebut. Metodologi dapat berupa survei data dan pengukuran data
dilapangan. Guna mendukung proses analisis bejana tekan di PT. PERTAMINA EP
PRAMBUMULIH digunakan metode pengambilan data sebagai berikut :

2.1. Observasi

Mengambil secara langsung data untuk menganalisis daerah kritis pada bejana tekan di PT.
PERTAMINA EP PRABUMLUIH di divisi Stationary Engineering/ Maintenance Planning and
Scheduling, dan pengecekan masalah yang terjadi pada bejana tekan di Workshop di PT.
PERTAMINA EP PRABUMULIH.

2.2. Studi Literatur

Menggunakan studi literatur yang berhubungan bejana tekan di PT. PERTAMINA EP


PRABUMULIH.

2.3. Metode Analitis

Metode penyelesaian model matematika dengan rumus-rumus aljabar yang sudah baku (lazim)
yang didapat dari literature yang berhubungan dengan bejana tekan.

2.4. Hasil dan Pembahasan

Setelah melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh pelaksanaan akan


mendapat kan hasilnya serta perlu dilakukan pembahasan

2.5. Kesimpulan dan Saran


Hasil yang didapat bias pelaksana simpulkan sudah atau belum tercapai tujuan yang
didapat dari permasalahan yang dihadapi,kemudian memberikan saran.

3.ANALISA DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengumpulan data-data hasil pengukuran yang akan dianalisa, sehingga
diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kapasitas,Diameter,Tinggi,dan lainlain

3.1. Data Spesifik Tangki

Untuk memudahkan dalam perhitungan pada sebuah tangki, diperlukan gambaran dan
data-data spesifik yang telah ada dari hasil survey dilapangan maupun dari literatur yang sudah
ada. Analisa yang dilakukan pada tangki berbentuk tangki atmosferik (atmospheric tank), seperti
tangki pada stasiun pengumpul utama (SPU) di PT. Pertamina Prabumulih Limau field. Adapun
data spesifik dari tangki yang digunakan tersebut adalah sebagai berikut.

-          Diameter dalam (Din)              =          12 m / 12000 mm

-          Tinggi Tangki (h)                 =          10,05 m

-          Kapasitas Tangki                    =          6600 Barrel 

-          Material                                   =          A-283 C

-          Design Specific Grafity           =          1

-          Maximum Capacity                 =          7149,13 BBL

-          Maximum Design Temp.         =          650C

-          Design Metal Temp.                =          33 0C

-          Design Liquid Level                =          9,3 m

-          Corrossion Allowance (CA)   =          1,5 mm

-          Allowable Stress for Design Condittion (Sd)               =         1.631,11 kg/sq.cm

-          Allowable Stress for Hidrostatic Condittion (St)         =         1.898,28 kg/sq.cm

- Tebal Plat = 6 mm

3.2. Volume Storage Tank

Volume storage tangki meliputi volume yang mengisi tangki, yaitu minyak. Jadi untuk
menghitungnya adalah sebagai berikut :
Dimana : r tangki = Jari-jari tangki (m)

h = tinggi tangki (m)

r tangki = 6 m

h = 10,05 m

r = 3,14

maka,

v = 3,14 (6 m ¿2 10,05 m

= 189,342 m3

3.3. Berat Muatan Tangki

Berat muatan tangki yaitu berat fluida yang mengisi tangki tersebut. Jadi untuk menghitungnya
adalah sebagai berikut :

Massa = .v ρo = 800 kg/m3

Massa = 800 kg/m3 . 189,342 m3

= 151473,6 kg

3.4. Tekanan dalam tangki (P)

P = .g.h

Dimana : P = Tekanan dalam tangki

 = Massa jenis minyak

h = tinggi tangki
jadi, tekanan pada tangki adalah :

P = .g.h  = 800 kg/m3 (massa jenis minyak)

P = 800 kg/m3. 9,8 m/ s2 . 10,05 m

P = 78.792 N/m2

3.5. Perhitungan Tegangan

3.5.1. Tegangan Circumferencial (σ c)

P.D
σ c = 2 t
¿
¿

dimana : σ c = Tegangan circumferencial

P = Tekanan dalam tangki

D = Diameter tangki

t = Tebal plat

Untuk mencari nilai tegangan circumferensial, nilai tekanan yang dipakai adalah nilai tekanan
dalam tangki yang tingginya 10,05 m adalah 78,792 x 10-3kg/mm2.

Maka Diketahui :

P = 78.792 N/m2 = 78,792 x 10−3 kg/mm2

D = 12000 mm

T = 6 mm

P. D
σc =
2t

σ c = 78,792 x 10−3 kg/mm2 . 12000 mm/2.6 mm

σ c = 78,792 kg/mm2
3.5.2. Tegangan longitudinal (σ l)

P.D
σl =
4. t

Dimana:            σ l      =  Tegangan Longitudinal

P          = Tekanan dalam tangki

                        D        =   Diameter tangki

                        t          = tebal plat

Untuk mencari nilai tegangan circumferensial, nilai tekanan yang dipakai adalah nilai tekanan
dalam tangki yang tingginya 10,05 m adalah 78,792 x 10-3kg/mm2.

Maka, diketahui:        

P = 78.792 N/m2. = 78,792 x 10-3kg/mm2

  D = 12000 mm

  t  = 6 mm

P.D
σl =
4. t

σ l = 78,792 x 10-3kg/mm2 . 12000 mm/4.6 mm

σ l = 39,396 kg/mm2

IV. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan :

 Bejana tekan akan menggunakan tebal : 6 mm

 Dengan memasukan nilai volume = 189,342 m3 maka didapat nilai diameter sebesar 12 m /
12000 mm

 Tegangan Circumferencial (σ c) yang terjadi pada pada bejana sebesar : σ c = 78,792 kg/mm2
 Tegangan longitudinal (σ_l) yang terjadi pada pada bejana Spherical sebesar :σ l = 39,396 kg/
2
mm

DAFTAR PUSTAKA

[1] Budynas, Richard. G. dan J. Keith Nisbeth. 2011. Shigley’s Mechanical


Engineering Design Ninth Ed. Mc. Graw Hill. New York

[2] Buthod, Paul. dan Eugene, F. Megyessy. 1995. Pressure Vessel Handbook.
Pressure Vessel Publishing Inc. Oklahoma

[3] Chattopadhyay, Somnath. 2005. Pressure Vessel Design and Practice. CRC
Press

[4] Gross, Dietmar. Werner, Haugher. Jorg Schroder. Wolfgang, A. Wall. Javier
Bonet. 2011. Engineering Mechanics 2. Springer. Berlin

[5] Harsokoesoemo, H. Darmawan.2004. Pengantar Perancangan Teknik. ITB.


Bandung

[6] http://www.pveng.com/Sample/Sphere/Sphere.php, diakses 10 Oktober 2017

Anda mungkin juga menyukai