Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hak untuk semua manusia tanpa membeda-bedakan status


maupun kondisi apapun. Akan tetapi selama ini pendidikan reguler, khususnya di tingkat
Sekolah Dasar sebagian besar hanya diperuntukan untuk anak-anak dengan keadaan
normal. Hal ini menimbulkan suatu ketimpangan sosial, banyak dari peserta didik yang
tidak bisa berinteraksi secara baik dengan anak yang memiliki kebutuhan khusus.
Sehingga diperlukan suatu upaya untuk menanganinya. Selain itu, pendidikan kita masih
tersandung masalah biaya. Khususnya bagi masyarakat dengan kebutuhan khusus, mereka
harus masuk ke dalam sekolah luar biasa. Memang sebagian di daerah di perkotaan sudah
terdapat instansinya. Namun di daerah lain, khususnya di pedesaan masih jarang sekali
sekolah luar biasa. Sehingga harapan untuk sekolah dan mendapatkan pendidikan sangat
sulit sekali.

Salah satu upaya untuk menangani hal itu adalah dengan adanya program pendidikan
inklusif di sekolah. Mulai dari tingkat dasar sampai menengah. Khususnya di jenjang
Sekolah Dasar. Saat ini di Indonesia upaya tersebut sudah tertuang dalam perundang-
undangan dan peraturan lainnya. Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat
1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat
disimpulkan bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan
khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan
bahwa anak berkebutuhan khusus berhak pula memperoleh kesempatan yang sama
dengan anak lainnya (reguler) dalam pendidikan.

Pendidikan inklusif, mendidik anak berkebutuhan khusus bersama– sama anak


lainnya (reguler) untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Hal ini dilandasi oleh
kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak reguler dan anak berkebutuhan
khusus yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Oleh karena itu, anak
berkebutuhan khusus perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak
reguler untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah (SD) terdekat. Sudah barang
tentu SD terdekat tersebut perlu disiapkan segala sesuatunya.

Penyelenggaraan program pendidikan terpadu bermula dengan


keluarnya Surat Keputusan Mendikbud No.002/U/1986 tanggal 4 Januari 1986 Tentang
Program Pendidikan Terpadu Bagi Anak Cacat. Keputusan itu disusul dengan Surat
Edaran Dirjen Dikdasmen No.6718/C/I/89 tanggal 15 Juli 1989 Tentang Perluasan
Kesempatan Belajar Bagi Anak Berkelainan Di Sekolah Umum. Kemudian SK
Mendikbud No.0491/U/1992 mempertegas Tentang Pendidikan Bagi Anak Berkelainan
yang diselenggarakan bersama-sama dengan anak normal di jalur pendidikan sekolah.
Melalui program pendidikan terpadu ini para peserta didik dimungkinkan untuk saling
menyesuaikan diri, saling belajar tentang sikap, perilaku dan ketrampilan, saling
berimitasi dan mengidentifikasi, menghilangkan sifat menyendiri, menimbulkan sikap
saling percaya, meningkatkan motivasi untuk belajar dan meningkatkan harkat serta harga
diri. Selain surat keputusan yang telah diuraikan di atas, juga ada Surat Direktur
Pendidikan Dasar No.0267/C2/U/1994 tanggal 30 Maret 1994 tentang penyelenggaraan
pendidikan terpadu yang diberlakukan bagi beberapa jenis kecacatan akan tetapi memiliki
kemampuan inteligensi normal atau di atas rata-rata.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah, yaitu :

1. Apa saja yang harus kriteria yang harus disiapkan oleh sekolah untuk
menyelenggarakan sekolah inklusif?
2. Apa rekomendasi yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk :

1. Mengetahui kriteria yang harus disiapkan oleh sekolah untuk menyelenggarakan


sekolah inklusif.
2. Mengetahui rekomendasi yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kriteria calon sekolah penyelenggara pendidikan Inklusif

Setiap satuan pendidikan formal, baik TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan
SMK/MAK, pada dasanya dapat menyelenggarakan pendidikan inklusif sesuai dengan
sumber daya yang tersedia. Namun demikian untuk menghindari kemungkinan terjadinya
implementasi penyelenggaraan pendidikan inklusif yang kurang sesuai, maka setiap
satuan pendidikan yang akan menyelenggarakan pendidikan inklusif perlu memenuhi
beberapa kriteria, di antaranya sebagai berikut :

1. Terdapat Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK)

Melalui proses identifikasi dan asesmen terhadap semua peserta didik di sekolah yang
bersangkutan, yang dilakukan oleh sekolah atau tenaga profesional lain, kita dapat
menemukan ada atau tidak ada peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah tersebut.

ABK mungkin juga dapat diperoleh dari proses penjaringan terhadap anak usia sekolah
yang belum bersekolah di lingkungan terdekat. ABK juga dapat diperoleh berdasarkan
hasil rujukan dari Sekolah Luar Biasa/Institusi lain terdekat, baik karena proses mutasi
sekolah ataupun melanjutkan sekolah.

Jika sekolah umum tersebut terdapat peserta didik berkebutuhan khusus, baik karena
melalui proses identifikasi dan asesmen, penjaringan di lingkungan terdekat, maupun
rujukan SLB/Institusi lain, maka secara otomatis sekolah tersebut dapat
menyelenggarakan pendidikan inklusif.

Menurut Suparno dkk (2007:2-23) sekolah penyelenggara pendidikan inklusi harus


memenuhi beberapa persyaratan yang sudah ditentukan, antara lain : keberadaan siswa
berkebutuhan khusus, konsisten terhadap pendidikan inklus, manajemen sekolah, sarana
dan prasarana serta ketenagaan.

Adapun kriteria calon sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yaitu:

1. Kesiapan sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan inklusif (kepala


sekolah, komite sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua).
2. Terdapat anak berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah.
3. Tersedia guru pendidikan khusus (GPK) dari PLB (guru tetap sekolah atau guru yang
diperbantukan dari lembaga lain).
4. Komitmen terhadap penuntasan wajib belajar dan bukti surat penyataan.
5. Memiliki jaringan kerjasama dengan lembaga lain yang relevan.
6. Tersedia sarana penunjang yang mudah diakses oleh semua anak.
7. Pihak sekolah telah memperoleh sosialisasi tentang pendidikan inklusif.
8. Sekolah tersebut telah terakreditasi. Memenuhi prosedur administrasi yang ditentukan
pada masing-masing wilayah.

Anda mungkin juga menyukai