Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

TEORI BELAJAR DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN

OLEH :

Hari Jamaludin

60403070119089

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BINA MUTIARA SUKABUMI
2020

Daftar isi
Kata Pengantar.................................................................................... I

Daftar isi ............................................................................................. II

I. Pendahuluan............................................................................... 1

I.I. Latar Belakang................................................................... 1

I.II. Rumusan Masalah............................................................. 1

I.III. Tujuan Pembahasan......................................................... 1

II. pembahasan ............................................................................... 2

II.I. Teori belajar Behaviorisme............................................... 2

II.II. Teori belajar Kognitif...................................................... 4

II.III. Teori belajar Humanistik............................................... 7

II.IV. Teori belajar psikologi sosial......................................... 8

III. Kesimpulan................................................................................. 17

Penutup................................................................................................ 18

Daftar Pustka....................................................................................... 19

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
tentang teori belajar dan penerapannya dalam pembelajaran.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang teori belajar dan
penerapannya dalam pembelajaran untuk siswa ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

BAB I

LATAR BELAKANG
I.I. Latar Belakang

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori behavioristik menjadi
dominan mewarnai pemikiran selama tahun 1950-an. Teori behavioristik berpendapat bahwa
semua perilaku dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lingkungan, bukan oleh kekuatan internal.
Behavioristik berfokus pada perilaku yang dapat diamati.

Psikologi kognitif adalah cabang psikologi yang mempelajari proses mental termasuk
bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar. Bidang psikologi kognitif
sangat luas, tetapi umumnya dimulai dengan melihat bagaimana masukan sensori berubah
menjadi keyakinan dan tindakan melalui proses kognisi.
Aliran psikologi humanistik sangat terkenal dengan konsepsi bahwa esensinya manusia
itu baik menjadi dasar keyakinan dan mengajari sisi kemanusiaan. Psikologi humanistik
utamanya didasari atas atau merupakan realisasi dari psikologi eksistensial dan pemahaman
akan keberadaan dan tanggung jawab sosial seseorang. Psikologi humanistik adalah
perspektif psikologis yang menekankan studi tentang seseorang secara utuh. Psikolog
humanistik melihat perilaku manusia tidak hanya melalui penglihatan pengamat, malainkan
juga melalui pengamatan atas perilaku individu mengintegral dengan perasaan batin dan citra
dirinya.
I.II. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian behavioristik, kognitif, humanistik, dan psikologi sosial ?

2. Apa saja Teori behavioristik, kognitif, humanistik, dan psikologi sosial ?

3. Apa saja faktor yang mempengaruhi belajar ?

I.III. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui penerapan behavioristik, kognitif, humasnistik, dan psikologi


sosial dalam pembelajaran

2. Untuk mengetahui teori-teori yang mendukung teori behavioristik, kognitif,


humanistik, dan psikologi sosial

3. Untuk memberikan pemahaman kepada manusia tentang teori behavioristik,


kognitif, humanistik, dan psiologi pendidikan
BAB II

PEMBAHASAN

II.I. Teori Belajar Psikologi Behavioristik

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori behavioristik menjadi
dominan mewarnai pemikiran selama tahun 1950-an. Teori behavioristik berpendapat bahwa
semua perilaku dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lingkungan, bukan oleh kekuatan internal.
Behavioristik berfokus pada perilaku yang dapat diamati.

Terdapat tiga macam teori behavioristik, yakni: connectionism (koneksionisme),


classical conditioning (pembiasaan klasik), dan operant conditioning (pembiasaan perilaku
respons).

1. Koneksionisme

Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan


oleh Edward L. Thorndike (1874-1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun
1890-an yang menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena
belajar. Berdasarkan eksperimennya, Thorndike menyimpulkan bahwa belajar adalah
hubungan antara stimulus dan respons. Dari penelitiannya itu, Thorndike menemukan
hukum-hukum sebagai berikut:

(1) Law of effect yaitu jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan
antara stimulus dengan respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan
(menggangu) efek yang dicapai respons, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respons
tersebut.

(2) Law of readiness (hukum kesiapsiagaan) pada prinsipnya hanya merupakan asumsi
bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan conductions unit (satuan
perantaraan). Unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Jelas, hukum ini semata-mata bersifat spekulatif yang
menurut Reber (1988), hanya bersifat historis.

(3) Law of exercise (hukum pelatihan) ialah generalisasi in law of use and law of disuse.
Menurut Hilgard & Bower (1975), jika perilaku (perubahan hasil belajar) sering dilatih atau
digunakan maka eksistensi perilaku tersebut akan semakin kuat (law of use). Sebaliknya, jika
perilaku tadi tidak sering dilatih atau tidak digunkan maka perilaku tersebut akan terlupakan
atau sekurang-kurangnya akan menurun (law of disuse).

2. Pembiasaan Klasik

Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) ini berkembang berdasarkan hasil


eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov (1849-1936), seorang ilmuwan besar Rusia
yang berhasil menggondol hadiah Nobel pada tahun 1909. Pada dasarnya classical
conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan
stimulus sebelum terjadinya reflek tersebut (Terrace, 1973).

Berdasarkan eksperimen Pavlov menyimpulakan bahwa belajar adalah perubahan yang


ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Apabila stimulus yang
diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS) cepat atau
lambat akhirnya akan menimbulkan respons atau perubahan yang kita kehendaki yang dalam
hal ini CR.

3. Pembiasaan Perilaku Respons

Teori pembiasaan perilaku respons (operant conditioning) ini diciptakan oleh Burrhus
Frederic Skinner (lahir tahun 1904). Tema pokok yang mempengaruhi karya-karyanya adalah
bahwa tingkah laku itu terbentuk oleh konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh
tingkah laku itu sendiri (Bruno, 1987).
“Operant” adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama
terhadap lingkungan yang dekat (Rober, 1988). Respons dalam operant conditioning terjadi
tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforce.
Reinforce sesungguhnya adalah stimulus yang meningkatkan kamungkinan timbulnya
sejumlah respons tertentu.
Selanjutnya, proses belajar dalam teori operant conditioning juga tunduk kepada dua
hukum operant yang berbeda, yakni: law of operant conditioning dan law of operant
extinction. Menutut law of operant conditioning, jika timbulnya tingkah laku operant diiringi
dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan meningkat. Teori-teori
belajar hasil eksperimen Thorndike, Skinner, dan Pavlov di atas, jika renungkan dan
bandingkan dengan teori dan juga riset psikologi kognitif, mengandung banyak kelemahan,
diantaranya:
a. Proses itu dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan mental
yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagian gejalanya;
b. Proses belajar itu bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti mesin dan robot,
padahal setiap siswa memiliki self-direction (kemampuan mengarahkan diri) dan self control
(pengendalian diri) yang bersifat kognitif, dan karenannya ia bisa menolak merespons jika ia
tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati;
c. Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit
diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara manusia dengan
hewan.

II.II. Teori Belajar Psikologi Kognitif


Psikologi kognitif adalah cabang psikologi yang mempelajari proses mental termasuk
bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar. Bidang psikologi kognitif
sangat luas, tetapi umumnya dimulai dengan melihat bagaimana masukan sensori berubah
menjadi keyakinan dan tindakan melalui proses kognisi.
Pandangan ini disebut fungsionalisme kausal atau fungsionalisme.
1. Teori Belajar Piaget
Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang sangat terkenal
dalam penelitian mengenai perkembangan berpikir khususnya proses berpikir pada anak.
Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahap
yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur
tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap sebelumnya.
Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:
a. Tahap Sensori Motor (dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun)
Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami lingkungannya
dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan menggerakan.
Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya.
b. Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun)
Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu
mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya perkembangan
bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya.
c. Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)
Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya mengerti
tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi yang
datang dari pancaindra. Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkrit sudah
menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh pancaindra
seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus mempengaruhi misalnya
kuantitas.

d. Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun)


Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak, yaitu berpikir mengenai gagasan.
Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan
masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan
pertimbangan ilmiah
2. Jerome Bruner Dengan Discovery Learningnya
Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa
pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu: enactive, iconic dan
simbolic. Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan inderawi
dalam teori Piaget.
Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek,
melakukan pengetahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat
mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali („melakukan‟ kecakapan tersebut),
namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata,
bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran.
Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam bentuk ini,
anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka.
Anak-anak sangat mungkin mampu menciptakan gambaran tentang pohon mangga dikebun
dalam benak mereka, meskipun mereka masih kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata.
Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi
pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan
pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan
karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional formal dalam proses
berpikir dalam teori Piaget.

3. Teori Belajar Bermakna Ausubel


Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum
belajar yang bermakna. Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna
(meaningful learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah
suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang
sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar.
Menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna,
tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang
kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan
sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam
mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada; tetapi
jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang
dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai
sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :
a. Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai
dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
b. Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang
peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru
tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana
melakukannya.
Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses
belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan
yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan
materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan
situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.

4. Teori Belajar “Cognitive-Field” dari Lewin


Tokoh dari teori kognitif adalah Kurt Lewin (1892-1947). Mengembangkan suatu teori
belajar kognitif-field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi social.
Perubahan sruktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari stuktur medan
kognisi itu sendiri, yang lainya dari kebutuhan motivasi internal individu. Lewin memberikan
peranan lebih penting pada motivasi dari reward

II.III. Teori Belajar Humanistik


Aliran psikologi humanistik sangat terkenal dengan konsepsi bahwa esensinya manusia
itu baik menjadi dasar keyakinan dan mengajari sisi kemanusiaan. Psikologi humanistik
utamanya didasari atas atau merupakan realisasi dari psikologi eksistensial dan pemahaman
akan keberadaan dan tanggung jawab sosial seseorang. Psikologi humanistik adalah
perspektif psikologis yang menekankan studi tentang seseorang secara utuh. Psikolog
humanistik melihat perilaku manusia tidak hanya melalui penglihatan pengamat, malainkan
juga melalui pengamatan atas perilaku individu mengintegral dengan perasaan batin dan citra
dirinya.
Pendekatan pengajaran humanistik didasarkan pada premis bahwa siswa telah memiliki
kebutuhan untuk menjadi orang dewasa yang mampu mengaktualisasi diri, sebuah istilah
yang digunakan oleh Maslow (1954). Aktualisasi diri orang dewasa yang mandiri, percaya
diri, realistis tentang tujuan dirinya, dan fleksibel. Mereka mampu menerima dirinya sendiri,
perasaan mereka, dan lain-lain di sekitarnya. Untuk menjadi dewasa dengan aktualisasi
dirinya, siswa perlu ruang kelas yang bebas yang memungkinkan mereka menjadi kreatif.
Tujuan dasar pendidikan humanistik adalah mendorong siswa menjadi mandiri dan
independen, mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, menjadi kreatif dan
tertarik dengan seni, dan menjadi ingin tahu tentang dunia di sekitar mereka. Sejalan dengan
itu, prinsip-prinsip pendidikan humanistik disajikan sebagai berikut.
a. Siswa harus dapat memilih apa yang mereka ingin pelajari. Guru humanistik percaya
bahwa siswa akan termotivasi untuk mengkaji materi bahan ajar jika terkait dengan
kebutuhan dan keinginannya.
b. Tujuan pendidikan harus mendorong keinginan siswa untuk belajar dan mengajar
mereka tentang cara belajar. Siswa harus memotivasi dan merangsang diri pribadi untuk
belajar sendiri.
c. Pendidik humanistik percaya bahwa nilai tidak relavan dan hanya evaluasi diri
(selfevaluation) yang bermakna. Pemeringkatan mendorong siswa belajar untuk mencapai
tingkat tertentu, bukan untuk kepuasan pribadi. Selain itu, pendidik humanistik menentang tes
objektif, karena mereka menguji kemampuan siswa untuk menghafal dan tidak memberikan
umpan balik pendidikan yang cukup kepada guru dan siswa.
d. Pendidik humanistik percaya bahwa, baik perasaan maupun pengetahuan, sangat
penting dalam proses belajar dan tidak memisahkan domain kognitif dan afektif.
e. Pendidik humanistik menekankan perlunya siswa terhindar dari tekanan lingkunngan,
sehingga mereka akan merasa aman untuk belajar. Setelah siswa merasa aman, belajar
mereka menjadi lebih mudah dan lebih bermakna.

II.IV. Teori belajar psikologi sosial


Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku (behavioristik).
Teori belajar sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Jadi dalam teori belajar
sosial kita akan menggunakan penjelasan penguatan (reinforcement) eksternal dan penjelasan
kognitif internal untuk memahami bagaimana belajar dari orang lain. Dalam pandangan
belajar sosial manusia itu tidak hanya didorong oleh kekuatan dari dalam saja, tetapi juga
dipengaruhi oleh stimulus lingkungan.
Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan yang dihadapkan pada seseorang
secara kebetulan kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri.
A. Teori Pemodelan (Modeling)
Neil Miller dan John Dollard (1941) dalam laporan hasil eksperimennya mengatakan
bahwa peniruan (imitation) merupakan hasil proses pembelajaran yang ditiru dari orang lain.
Proses belajar tersebut dinamakan pembelajaran sosial (social learning). Perilaku peniruan
manusia terjadi karena manusia merasa telah memperoleh tambahan ketika kita meniru orang
lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak menirunya.

a. Unsur Utama Teori Pemodelan


Bandura meneliti beberapa kasus, salah satunya ialah kenakalan remaja. Menurutnya,
lingkungan memang membentuk perilaku dan perilaku membentuk lingkungan. Dalam
teorinya, Bandura menekankan dua hal penting yang sangat mempengaruhi perilaku manusia
yaitu pembelajaran observasional (modeling) yang lebih dikenal dengan teori pembelajaran
sosial dan regulasi diri. Beberapa tahapan yang terjadi dalam proses modeling:

1. Perhatian (Attention)
Subjek harus memperhatikan tingkah laku model untuk dapat mempelajarinya. Subjek
memberi perhatian tertuju kepada nilai, harga diri, sikap, dan lain-lain yang dimiliki. Bandura
& Walters(1963) dalam buku mereka Social Learning & Personality Development
menekankan bahwa hanya dengan memperhatikan orang lain pembelajaran dapat dipelajari.

2. Mengingat (Retention)
Subjek yang memperhatikan harus merekam peristiwa itu dalam sistem ingatannya.
Ini memungkinkan subjek melakukan peristiwa itu kelak bila diperlukan atau diingini.
Kemampuan untuk menyimpan informasi juga merupakan bagian penting dari proses belajar.

3. Reproduksi gerak (Reproduction)


Setelah mengetahui atau mempelajari sesuatu tingkah laku, subjek juga dapat
menunjukkan kemampuannya atau menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkah
laku. Jadi setelah subyek memperhatikan model dan menyimpan informasi, sekarang saatnya
untuk benar-benar melakukan perilaku yang diamatinya. Praktek lebih lanjut dari perilaku
yang dipelajari mengarah pada kemajuan perbaikan dan keterampilan.

4. Motivasi
Motivasi juga penting dalam pemodelan karena ia adalah penggerak individu untuk
terus melakukan sesuatu. Jadi subyek harus termotivasi untuk meniru perilaku yang telah
dimodelkan. Menurut Bandura, ada beberapa jenis motivasi yaitu:

 dorongan masa lalu, yaitu dorongan-dorongan sebagaimana yang dimaksud kaum


behavioris tradisional
 dorongan yang dijanjikan (insentif) yaitu yang bisa kita bayangkan
 dorongan-dorongan yang tampak jelas yaitu seperti melihat atau teringat akan model-
model yang patut ditiru
b. Jenis–jenis Peniruan
Peniruan dipengaruhi oleh interaksi antara ciri model dengan pengamatnya. Peniruan
dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis sebagai berikut:

1. Peniruan langsung, yaitu peniruan yang dilakukan dengan cara seseorang


memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu
keterampilan itu dilakukan.
2. Peniruan tak langsung, yaitu peniruan yang dilakukan melalui imaginasi atau
perhatian secara tidak langsung misalnya meniru watak yang dibaca dalam buku,
memperhatikan seorang guru mengajar.
3. Peniruan gabungan, yaitu peniruan yang dilakukan dengan cara menggabungkan
tingkah laku yang berlainan (peniruan langsung dan tidak langsung) misalnya seorang
pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai dari buku yang dibacanya.
4. Peniruan sesaat/seketika, yaitu tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi
tertentu saja.
5. Peniruan berkelanjutan, yaitu tingkah laku yang ditiru dan ditonjolkan dalam situasi
apapun misalnya seorang pelajar meniru gaya bahasa gurunya.

c. Prinsip-prinsip Modeling
Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasi sejak
awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya. Proses mengingat
akan lebih baik dengan cara perilaku yang ditiru dituangkan dalam kata–kata, tanda atau
gambar daripada hanya melihat saja. Teori belajar sosial dari Bandura ini merupakan
gabungan antara teori belajar behavioristik dengan penguatan dan psikologi kognitif, dengan
prinsip modifikasi tingkah laku. Proses belajar masih berpusat pada penguatan, hanya terjadi
secara langsung dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Motivasi banyak ditentukan oleh
kesesuaian antara karakteristik pribadi pengamat dengan karakteristik modelnya. Ciri–ciri
model seperti usia, status sosial, seks, keramahan, dan kemampuan, penting dalam
menentukan tingkat imitasi.

d. Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Sosial


Teori belajar sosial yang dikemukan Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan
dalam teori behavioristik. Hal ini karena teknik pemodelan tersebut berupa peniruan tingkah
laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami
sesuatu yang ditiru. Selain itu, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan
hanya melalui peniruan (modeling), sudah pasti terdapat sebagian individu yang
menggunakan teknik peniruan ini juga meniru tingkah laku yang negatif, termasuk tingkah
laku yang tidak diterima di masyarakatPendekatan teori belajar sosial juga lebih ditekankan
pada perlunya pembiasan merespon (conditioning) dan peniruan (imitation). Selain itu
pendekatan belajar sosial juga menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari
perkembangan anak–anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan
perkembangan anak–anak, faktor sosial dan kognitif.

FAKOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR

1. Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam.
Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat
mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan
memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik
yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh
karena itu, keadaan tonus jasmani sangat mempengaruhi proses belajar dan perlu ada usaha
untuk menjaga kesehatan jasmani.
Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah:
a. Menjaga pola makan yang sehat dengan memperhatikan nutrisi yang masuk kedalam
tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu,
dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar.
b. Rajin berolahraga agar tubuh selalu bugar dan sehat.
c. Istirahat yang cukup dan sehat.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran
fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama panca
indera. Panca indera yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan
baik pula. Dalam proses belajar, merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima
dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia luar. Dengan
menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi
mata dan telinga secara periodik, mengkonsumsi makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.
2. Faktor psikologis
Faktor–faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat
mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses
belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.
- Kecerdasan/intelegensi siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam
mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat.
Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga
organ-organ tubuh lainnya. Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting
dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi
intelegensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam
belajar. Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah
penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh Terman dan
Merill sebagai berikut:
Distribusi Kecerdasan IQ menurut Stanford Revision
Tingkat Kecerdasan (IQ) Klasifikasi
140 – 169 Amat superior
120 – 139 Superior
110 – 119 Rata-rata tinggi
90 – 109 Rata-rata
80 – 89 Rata-rata rendah
70 – 79 Batas lemah mental
20 – 69 Lemah mental

Dari tabel tersebut, dapat diketahui ada tujuh penggolongan tingkat kecerdasan
manusia, yaitu:
a. Kelompok kecerdasan amat superior (very superior) merentang antara IQ 140 - 169
b. Kelompok kecerdasan superior merentang antara IQ 120 - 139
c. Kelompok rata-rata tinggi (high average) merentang antara IQ 110 - 119
d. Kelompok rata-rata (average) merentang antara IQ 90 - 109
e. Kelompok rata-rata rendah (low average) merentang antara IQ 80 - 89
f. Kelompok batas lemah mental (borderline defective) berada pada IQ 70 - 79
g. Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective) berada pada IQ 20 - 69,
yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini antara lain debil, imbisil, dan idiot.
- Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar
siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli
psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif,
mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga
diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah
perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri
individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang
gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca karena membaca tidak
hanya menjadi aktivitas kesenangannyatetapi sudah mejadi kebutuhannya. Dalam proses
belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsik relatif
lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik
untuk belajar anatara lain adalah:
a. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas
b. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju
c. Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-
orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, dan teman-teman.
d. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi
dirinya.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberikan
pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru,
orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif akan
mempengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.
- Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni :
1. Menerima kesan,
2. Menyimpan kesan, dan
3. Memproduksi kesan.
Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai
kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan
inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya. Dalam konteks
pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik
pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan alat
peraga kesannya akan lebih dalam pada siwa.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan
ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum
terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan
belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi
dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan
tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.

- Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah
yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai factor
internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, moativasi, dan kebutuhan.
Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Antara
lain:
1. Dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak
membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa
mengeksplore apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif,
psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat
mengajar.
2. Pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau
bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
- Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses
belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan
untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relatif tetap terhadap obyek, orang,
peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2003).
Sikap juga merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu yang
membawa diri sesuia dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu mengakibatkan
terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Siswa memperoleh kesempatan
belajar. Meskipun demikian, siswa dapat menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan
belajar tersebut.
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada
performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya
sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang
profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya.
- Bakat
Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum,
bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar,
Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa
untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satu
komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai
dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya
sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para
pendidik, orangtua, dan guru perlu memperhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh
anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan
tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
3. Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran.
Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya.
Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam – macam
strategi belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat. Dalam
pengajaran klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian selama tiga puluh menit telah
menurun. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan beberapa menit. Dengan
selingan istirahat tersebut, prestasi belajar siswa meningkat kembali. Turunnya perhatian dan
prestasi belajar tersebut yaitu sebagai berikut :
4. Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari
segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan.
Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “
perwujudan diri “ yang diakui oleh guru dan teman- temannya.Rasa takut belajar tersebut
terjalin secara komplementer dengan rasa takut gagal lagi. Maka, guru sebaiknya mendorong
keberanian siswa secara terus – menerus, memberikan bermacam – macam penguat dan
memberikan pengakuan dan kepercayaan bagi siswa.
5. Kebiasaan Belajar
Dalam kegiatan sehari – hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik.
Kebiasaan belajar tersebut antara lain:
a. Belajar pada akhir semester
b. Belajar tidak teratur
c. Menyia - nyiakan kesempatan belajar
d. Bersekolah hanya untuk bergengsi
e. Dating terlambat bergaya seperti pemimpin
f. Bergaya jantan seperti merokok, sok menggurui teman lain,
g. Bergaya minta “ belas kasihan “ tanpa belajar.

6. Cita – cita Siswa


Pada umumnya, setiap anak memiliki suatu cita – cita dalam hidup. Cita – cita itu
merupakan motivasi instrinsik. Tetapi, ada kalanya “ gambaran yang jelas “ tentang tokoh
teladan bagi siswa belum ada. Akibatnya, siswa hanya berprilaku ikut – ikutan.
Cita – cita sebagai motivasi instrinsik perlu dididikan. Penanaman memiliki cita –cita
harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian
cita – cita sudah semakin terarah. Cita –cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri
siswa. Penanaman pemilikan dan pencapaian cita –cita sudah sebaiknya berpangkal dari
kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke yang semakin sulit.

2. Faktor-faktor eksogen/eksternal
1. Lingkungan sosial
a. Lingkungan sosial sekolah, seperti guru , administrasi, dan teman-teman sekelas dapat
memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat
menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan
dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa
untuk belajar.
b. Lingkungan sosial massyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa
akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan
anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan
ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan
belum dimilkinya.
c. Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar.
Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah),
pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa.
Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan
membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

2. Lingkungan non sosial.


Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah;
a. Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin,
sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk
dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan factor-faktor yang dapat memengaruhi
aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses
belajar siswa
akan terlambat.
b. Faktor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam.
Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar, lapangan olah
raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan
sekolah, bukupanduan, silabi dan lain sebagainya.

c. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Factor ini hendaknya disesuaikan
dengan usia perkembangan siswa begitu juga denganmetode mengajar guru,
disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan
kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus menguasai materi
pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.
BAB III
KESIMPULAN
1. Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori
behavioristik menjadi dominan mewarnai pemikiran selama tahun 1950-an. Teori
behavioristik berpendapat bahwa semua perilaku dapat dijelaskan oleh sebab-sebab
lingkungan, bukan oleh kekuatan internal. Behavioristik berfokus pada perilaku yang
dapat diamati.
Terdapat tiga macam teori behavioristik, yakni: connectionism (koneksionisme),
classical conditioning (pembiasaan klasik), dan operant conditioning (pembiasaan
perilaku respons).
2. Psikologi kognitif adalah cabang psikologi yang mempelajari proses mental termasuk
bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar. Bidang psikologi
kognitif sangat luas, tetapi umumnya dimulai dengan melihat bagaimana masukan
sensori berubah menjadi keyakinan dan tindakan melalui proses kognisi.
3. Aliran psikologi humanistik sangat terkenal dengan konsepsi bahwa esensinya
manusia itu baik menjadi dasar keyakinan dan mengajari sisi kemanusiaan. Psikologi
humanistik utamanya didasari atas atau merupakan realisasi dari psikologi eksistensial
dan pemahaman akan keberadaan dan tanggung jawab sosial seseorang. Psikologi
humanistik adalah perspektif psikologis yang menekankan studi tentang seseorang
secara utuh. Psikolog humanistik melihat perilaku manusia tidak hanya melalui
penglihatan pengamat, malainkan juga melalui pengamatan atas perilaku individu
mengintegral dengan perasaan batin dan citra dirinya.
4. Terdapat tiga macam teori behavioristik, yakni: connectionism (koneksionisme),
classical conditioning (pembiasaan klasik), dan operant conditioning (pembiasaan
perilaku respons).
5. Terdapat tiga macam teori kognitif, yakni : teori belajar piaget, Jerome Bruner
Dengan Discovery Learningnya, dan Teori Belajar Bermakna Ausubel
6. Macam teori psikologi sosial, yakni : teoori belajar modeling
PENUTUP

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan
makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis
pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
- Teori Belajar Behavioristik Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran
( http://soddis.blogspot.co.id)

- Teori Belajar Kognitif Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran


(http://soddis.blogspot.co.id)

Anda mungkin juga menyukai