Dosen Pengampu:
Dewi, M.Pd
Oleh:
Hari Jamaludin
604031419046
A. Latar Belakang
Salah satu upaya untuk menangani hal itu adalah dengan adanya program
pendidikan inklusif di sekolah. Mulai dari tingkat dasar sampai menengah.
Khususnya di jenjang Sekolah Dasar. Saat ini di Indonesia upaya tersebut sudah
tertuang dalam perundang-undangan dan peraturan lainnya. Berdasarkan Undang
Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara
memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk
memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa anak
berkebutuhan khusus berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan
anak lainnya (reguler) dalam pendidikan.
Dari latar belakang di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah, yaitu :
1. Apa saja yang harus kriteria yang harus disiapkan oleh sekolah untuk
menyelenggarakan sekolah inklusif?
2. Bagaimana prosedur pengusulan dan penyelenggaraan sekolah inklusif ?
3. Bagaimana strategi implementasi dalam penyelenggaraan sekolah inklusif?
4. Apa pengertian pembinaan dan monitoring?
5. Apa tujuan pembinaan dan monitoring?
6. Apa saja jenis-jenis monitoring, penghargaan dan sanksi?
7. Bagaimana bentuk-bentuk pembinaan dalam sekolah inklusif?
8. Bagaimana bentuk-bentuk monitoring dalam sekolah inklusif?
9. Apa yang dimaksud pelaporan?
10. Bagaimana pelaporan hasil belajar siswa disekolah inklusif?
11. Bagaimana penghargaan yang diberikan bagi siswa disekolah inklusif?
12. Bagaimana sanksi yang diberikan pada siswa disekolah inklusif?
13. Bagaimana peran orang tua dalam hal pelaporan, penghargaan, dan sanksi?
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
Pada tahap perintisan sekolah inklusi, diperlukan dana bantuan sebagai stimulasi,
baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun untuk
penyelenggaraan program selanjutnya, diusahakan agar sekolah bersama-sama
orang tua siswa dan masyarakat (Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah), serta
pemerintah daerah dapat menanggulanginya.
D. Strategi Implementasi
1. Sosialisasi dan Koordinasi
Pembinaan berasal dari kata dasar bina yang berarti latihan, didikan.
Sedangkan pengertian pembinaan itu sendiri adalah usaha, tindakan, dan kegiatan
yang berupa pendidikan maupun pelatihan yang dilakukan secara efisien dan
efektif untuk memperoleh hasil yg lebih baik. Pembinaan dapat diartikan sebagai
upaya memelihara dan membawa suatu keadaan yang seharusnya terjadi atau
menjaga keadaan sebagaimana seharusnya. Dalam manajemen pendidikan luar
sekolah, pembinaan dilakukan dengan maksud agar kegiatan atau program yang
sedang dilaksanakan selalu sesuai dengan rencana atau tidak menyimpang dari hal
yang telah direncanakan. pembinaan dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu
berasal dari sudut pembaharuan dan berasal dari sudut pengawasan. Pembinaan
yang berasal dari sudut pembaharuan yaitu mengubah sesuatu menjadi yang baru
dan memiliki nilai-nilai lebih baik bagi kehidupan masa yang akan datang.
Sedangkan pembinaan yang berasal dari sudut pengawasan yaitu usaha untuk
membuat sesuatu lebih sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan.
Tujuan pembinaan secara umum adalah melatih atau mendidik individu maupun
kelompok, dengan tindakan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung tercapainya
tujuan yang diinginkan. Sedangkan tujuan monitoring sendiri adalah:
Dalam sekolah inklusif perlu adanya pembinaan bagi pendidik dan tenaga
kependidikan yang dapat berupa:
a. Pendidikan khusus
Pendidikan khusus maksudnya adalah pendidikan yang diperuntukan bagi
individu yang secara khusus dibina secara akademik dengan kurikulum
dan pembelajaran yang terfokus pada penanganan anak berkebutuhan
khusus. Contohnya adalah PLB (Pendidikan Luar Biasa) yaitu salah satu
program studi disebuah perguruan tinggi yang secara khusus mendalami
tentang ruang lingkup anak berkebutuhan khusus.
b. Mengadakan sosialisasi
Bentuk pembinaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan yakni melalui
perkumpulan, yang tujuannya untuk mengetahui lebih mendalam tentang
pendidikan inklusif. Diselenggarakan secara resmi oleh pemerintah dari
dalam maupun luar negeri, dari organisasi atau lembaga swasta yang
menyelenggarakan sosialisasi tentang pendidikan inklusif. Contohnya
pada tanggal 26-29 September 2005 diadakannya seminar di Bukit Tinggi
Sumatera Barat yang diikuti oleh 32 negara untuk mengikuti International
Symposium on Inclusion and The Removal of Barriers to Learning.
Dalam sosialisasi tersebut, para pakar inklusif berbagi pengalaman
mengenai sekolah inklusi di negara masing-masing negara.
c. Mengikuti organisasi atau asosiasi
Asosiasi ditunjukkan untuk membantu pendidik dalam memperoleh
informasi dan pengetahuan seputar pendidikan inklusif, dan memberikan
pendidikan yang sesuai dengan nilai kemanusiaan dan memberikan akses
yang seluas-luasnya bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu. Contohnya adalah POKJA
(kelompok kerja pendidikan inklusif) kabupaten kuningan, Jawa Barat
yang membuat website untuk memberikan informasi seputar pendidikan
inklusif khususnya di wilayah Kabupaten Kuningan. Email:
surat@pokjainklusif.com
d. Seminar
Seminar merupakan salah satu cara pembinaan bagi para pendidik agar
dapat mengetahui lebih jauh tentang pendidikan inklusif seperti dalam
seminar Agra pada tahun 1998 telah dirumuskan bahwa esensi pendidikan
inklusi hakikatnya:
1) Lebih luas daripada pendidikan formal mencakup pendidikan non
formal dan informal.
2) Mengakui bahwa semua anak dapat belajar.
3) Memungkinkan struktur, sistem dan metodologi pendidikan,
memenuhi kebutuhan semua anak.
4) Mengakui dan menghargai berbagai perbedaan pada diri anak
berdasarkan usia, jender, etnik, bahasa, kecacatan, status, HIV/Aids.
5) Merupakan proses yang dinamis yang senantiasa berkembang
sesuai dengan budaya dan konteksnya.
6) Merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk
mempromosikan masyarakat yang inklusif.
Laporan hasil belajar siswa disekolah inklusif pada dasarnya sama dengan
siswa reguler lainnya karena siswa yang ABK tersebut pada dasarnya sama-sama
bersekolah dengan siswa normal, namun pada siswa yang ABK adanya
penanganan khusus oleh gurunya di luar kelas sesuai dengan kebutuhanya.
Kemudian, pada sekolah inklusif diusahakan terdapat sarana dan prasarana yang
mendukung proses belajar mengajar. Staub dan Peck (1995) mengatakan bahwa
pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang,
dan berat. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar
yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun
gradasinya.
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
Dengan adanya pendidikan inklusif diharapkan dapat membantu anak
berkebutuhan khusus dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi.
Diharapkan semua pihak dapat membantu dan bekerja sama dalam
mengembangkan pendidikan inklusif ini
Smith, David D (Editor : Denis & Ny. Enrica). (2012). Sekolah Inklusif.
Bandung : Nuansa