Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KEGIATAN

BIMBINGAN TEKNIS GURU PEMBIMBING KHUSUS

PENDIDIKAN INKLUSI

Oleh :

Patriyeni, S.Pd
NIP. 198301112009012004

ANGKATAN I (TAHAP PEMAHAMAN KONSEP)


26 September s/d 05 Oktober 2022
LAPORAN KEGIATAN

BIMBINGAN TEKNIS GURU PEMBIMBING KHUSUS

PENDIDIKAN INKLUSI

A. Latar Belakang

Pendidikan inklusif merupakan bentuk reformasi pendidikan yang merangkul


keberagaman dan menekankan sikap anti diskriminasi, perjuangan persamaan hak dan
kesempatan, keadilan dan perluasan akses dan mutu pendidikan bagi semua.
Pendidikan inklusif sebagai suatu sistem harus mengakomodasi keterlibatan semua
peserta didik untuk mengikuti pendidikan tanpa kecuali. Implikasinya semua satuan
layanan pendidikan (formal dan nonformal) harus melayani semua peserta didik tanpa
mempedulikan keadaan fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, atau kondisikondisi
lain, anak-anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa (gifted and
talented children), pekerja anak dan anak jalanan, anak di daerah terpencil, anak-anak
dari kelompok etnik dan bahasa minoritas dan anakanak yang tidak beruntung dan
terpinggirkan dari kelompok masyarakat (Salamanca Statement, 1994). Dengan
demikian semua peserta didik memperoleh pendidikan yang adil dan berimbang
(equity dan equality) sesuai dengan kebutuhannya. Inilah yang dimaksud dengan
merangkul atau mengakomodasi keberagaman.

Layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah


penyelenggara pendidikan inklusif menjadi sebuah keniscayaan, ketika semua warga
negara mempunyai hak untuk mendapat layanan pendidikan yang bermutu.
Pendidikan yang bermutu tidak serta merta membutuhkan pelayanan yang sempurna,
melainkan layan pendidikan yang mampu mengakomodasi keberagaman peserta
didik. Bentuk akomodasi terhadap keberagaman peserta didik antara lain harus
didukung oleh kompetensi guru yang memadai. Sehingga guru yang bersangkutan
mampu untuk memberikan akomodasi yang layak bagi peserta didiknya. Kebijakan
Pemerintah tentang merdeka belajar, telah menyemangati kita semua untuk berbuat
yang terbaik bagi peserta didik kita.
Menurut undang-undang, semua anak memiliki hak yang sama untuk
memperoleh layanan pendidikan yang bermutu, yaitu pendidikan yang sesuai dengan
karakteristik mereka yang beragam. Inilah makna belajar merdeka dalam konteks
pemeblajaran bagi peserta berkebutuhan khusus. Bentuk-bentuk akomodasi layanan
pendidikan didasarkan kepada keberagaman potensi, keberagaman hambatan,
keberagaman kebutuhan, keberagaman gaya belajar, dan keberagaman passion dalam
belajar. Oleh karena itu para pendidik seyogyanya terus meningkatkan kualifikasi
kompetensinya agar mampu memberikan layan terbaik bagi peserta didiknya. Sejalan
dengan makin bertambahnya kesadaran masyarakat terhadap isu keberagaman dan
pentingnya pendidikan bagi semua, hingga saat ini jumlah sekolah yang
menyelenggarakan sistem pendidikan inklusif terus bertambah.

Termasuk semakin banyak daerah-daerah yang mendeklarasikan


kabupaten/kota inklusif dan bahkan provinsi yang inklusif. Maka akan semakin
banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang dilayani, baik dilayani di sekolah khusus
maupun di sekolah umum yang menyelenggarakan pendidikan inklusif. Keberadaan
guru-guru pembimbing khusus di sekolah inklusif diharapkan tidak hanya bertindak
sebagai pembimbing anak-anak berkebutuhan khusus di sekolahnya, melainkan dapat
menjadi motor penggerak bagu guru-guru lainnya untuk terus belajar melayani anak-
anak berkebutuhan khusus.

Sehingga sejalan dengan yang digulirkan oleh pemerintah tentang guru


penggerak. Namun demikian, peningkatan jumlah layanan pendidikan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus belum sejalan dengan penyediaan guru-guru yang memiliki
kompetensi dalam melayani anak-anak berkebutuhan khusus. Khususnya, pelayanan
anak berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah umum. Oleh karena itu, pemenuhan
kebutuhan guru yang memiliki kompetensi dalam melayani anak-anak berkebutuhan
khusus saat ini menjadi sangat penting.

Pemenuhan kebutuhan guru, seyogyanya tidak hanya dalam pemenuhan


kebutuhan secara kuantitas, akan sangat baik pemenuhan juga dalam arti peningkatan
kualifikasi kompetensinya. Guna memenuhi tantangan tersebut di atas, pemerintah
dalam hal ini Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan
Pendidikan Khusus, menyusun program pemenuhan kekurangan guru pembimbing
khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dan sekolah umum yang
melayani keberagaman peserta didik. Program pemenuhan kekurangan guru
pembimbing khusus dilakukan melalui kegiatan bimbingan teknis. Petunjuk teknis ini
merupakan acuan dalam pelaksanaan program pemenuhan guru pembimbing khusus.

Tujuan Kegiatan

Adapun tujuan dari kegiatan Bimbingan tekhnik ini adalah sebaga usaha
pemenuhan guru pembimbing khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
dan sekolah umum yang melayani peserta didik berkebutuhan khusus. Khususnya
dalam pengelolaan, pemetaan dan penetapan peserta, penyusunan perangkat
bimbingan teknis, rekruitmen narasumber dan administrator kelas berikut proses
pembekalannya, pelaksanaan pembimbingan, dan penetapan keberhasilan program
melalui sistem penjaminan mutu penyelenggaraan program.

B. Dasar Pelaksanaan

Dasar penyelenggaraan Bimbingan dan Tekhnis mengacu pada Undangan dari


Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Direktorat Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan Terkait Penetapan Peserta Bimbingan Teknis Guru
Pembimbing Khusus Tahap Pemahaman Konsep. (Surat Undangan Terlampir)

C. Penyelenggara

Kegiatan Bimbingan dan teknis ini diadakan lansung oleh Direktorat Guru Pendidikan
Menengah dan Pendidikan Khusus Direktorat Jenderal Guru Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

D. Jadwal dan Kegiatan


Kegiatan Bimbingan dan Tekhnis diselenggarankan Secara Full Daring atau Online
dari tanggal 26 September s/d 05 Oktober 2022 dengan uraian Sebagai Berikut:
1. Mandiri 1, tentang Pengantar, Kebijakan, Panduan Kegiatan, Petunjuk
Pembelajaran Daring dan Vicon-1, Pembukaan, Penjelasan Teknis (tanggal 26
September 2022).
2. Mandiri 2, tentang eksplorasi konsep materi Konsep Dasar Pendidikan Inklusif ,
Umpan Balik Akhir Pembelajaran dan Vicon-2 (tanggal 27 September 2022).
3. Mandiri 3, tentang eksplorasi konsep materi Keberagaman Jenis Kebutuhan
Peserta Didik, Refleksi Pembelajaran dan Vicon-3 (tanggal 28 September 2022).
4. Mandiri 4, tentang eksplorasi konsep materi Pengenalan Program Kebutuhan
Khusus, Umpan Balik Akhir Pembelajaran dan Vicon-4 (tanggal 29 September
2022).
5. Mandiri 5, tentang eksplorasi konsep materi Sistem Dukungan, Refleksi
Pembelajaran (tanggal 30 September 2022)
6. Mandiri 6, tentang eksplorasi konsep materi Sistem Layanan Pembelajaran,
Umpan Balik Akhir Pembelajaran dan Vicon-5 (tanggal 01 Oktober 2022)
7. Mandiri 6 (lanjutan), tentang eksplorasi konsep materi Identifikasi dan Assesmen,
Refleksi Pembelajaran (tanggal 03 Oktober 2022)
8. Pengiriman Tugas dan Diskusi secara Vicon, Umpan Balik Akhir Pembelajaran
(tanggal 04 Oktober 2022)
9. Tes Akhir, Refleksi dan Penyelesaian Laporan kegiatan serta RTL (tanggal 05
Oktober 2022)

E. Pihak yang Terlibat


Adapun pihak yang terlibat selama kegiatan Bimbigan dan Tekhnis ini yang dilakukan
secara Online adalah:
1. Bapak Budi Cahyono, S.Kom Sebagai Admin
2. Bapak Mustafeng, S.Pd, M.Pd Sebagai Nara Sumber

F. Hasil kegiatan/Luaran/output
Setelah saya mengikuti kegiatan Bimbingan dan Tekhnis ini, banyak pemahaman baru
dan lebih detail yang saya dapatkan tentang Sekolah dan Program Sekolah Inklusif.
Berikut ini penjabaran yang saya dapatkan:
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

Adapun Prosedur Penetapan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif,


untuk keperluan administrasi dan pembinaan, serta kelancaran dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif, sekolah perlu mengikuti prosedur sebagai
berikut.

1. Sekolah yang akan menerima anak berkebutuhan khusus mengajukan proposal


penyelenggaraan pendidikan inklusif (surat pemberitahuan tentang kesiapan
menyelenggarakan pendidikan inklusif) kepada Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota. Sedangkan sekolah yang telah memiliki peserta didik
berkebutuhan khusus melaporkan penyelenggaraan pendidikan inklusif kepada
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
2. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menindak lanjuti proposal (surat
pemberitahuan)/laporan dari sekolah yang bersangkutan kepada Dinas Pendidikan
Provinsi.
3. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dinas Pendidikan Provinsi
melakukan visitasi ke sekolah yang bersangkutan.
4. Dinas Pendidikan Provinsi menetapkan sekolah yang bersangkutan sebagai
penyelenggara pendidikan inklusif dengan menerbitkan surat penetapannya,
dengan tembusan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.

Strategi dalam Penerimaan PDBK

Penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus seyogyanya melibatkan


berbagai unit terkait, antara lain orang tua peserta didik, sekolah, rumah sakit atau
puskesmas, dan dinas pendidikan setempat. Pada beberapa sekolah peserta didik
berkebutuhan khusus tidak dapat diterima di sekolah jika tidak membawa surat
keterangan hasil asesmen dari rumah sakit dan atau keterangan dari psikolog.

Namun demikian, pada umumnya sekolah sering mengabaikan persyaratan di


atas. Sehingga menimbulkan kesulitan bagi guru dalam melayani peserta didik yang
bersangkutan. Untuk kondisi di daerah tertentu surat keterangan dari rumah sakit atau
dari psikolog menjadi sangat sulit ketika pemahaman tentang mekanisme layanan
tidak sepenuhnya dipahami, terlebih-lebih ketersediaan sumber daya dan
aksesibilitas sangat terbatas.

Secara grafis mekanisme penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus di


sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dapat dilakukan dalam beberapa skema
berikut.

Skema 1

1. Identifikasi

Identifikasi adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis untuk


menemukenali sesuatu benda atau seseorang dengan menggunakan instrumen
terstandar. Dalam konteks pendidikan khusus identifikasi merupakan proses
menemukenali peserta didik sebelum yang bersangkutan mengikuti pembelajaran.

Proses identifikasi peserta didik meliputi pengenalan kemampuan (awal),


kelemahan atau hambatan, dan kebutuhan untuk mengikuti pembelajaran
selanjutnya. Proses belajar yang diberikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus
adalah proses untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki peserta didik yang
bersangkutan dengan meminimalkan hambatan yang dimilikinya.

Tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak


menunjukkan karakteristik unik (fisik, intelektual, sosial, emosional, dan lain
sebagainya. Hasil identifikasi akan menjadi dasar dalam proses pembelajaran bagi
peserta didik yang bersangkutan.

Identifikasi peserta didik dilakukan untuk lima hal, yaitu penjaringan


(screening), pengalihtanganan (referal), klasifikasi, perencanaan pembelajaran,
dan pemantauan kemajuan belajar.

Alat (instrumen) identifikasi anak berkebutuhan khusus (AIABK) disusun


untuk mengetahui kondisi dan asal usul peserta didik. Alat ini terdiri atas 4 (empat)
format. Masing masing format berisi tentang data dan informasi peserta didik yang
diidentifikasi. Format 1 dan format 2 merupakan format yang berisi data pendukung
AIABK, format 3 merupakan alat identidikasi yang digunakan, dan format 4 adalah
rekap hasil identifikasi.

2. Asesmen
Asesmen adalah upaya untuk mengetahui kemampuan-kemampuan yang
dimiliki, hambatan/kesulitan yang dialami, mengetahui latar belakang mengapa
hambatan/kesulitan itu muncul dan untuk mengetahui bantuan apa yang dibutuhkan
oleh yang bersangkutan. Berdasarkan data hasil asesmen tersebut dapat dibuat
program pembelajaran yang tepat bagi anak itu.
1) Asesmen dalam pendidikan khusus dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu:
asesmen berazaskan kurikulum (asesmen akademik), dan
2) Asesmen berazaskan perkembangan (asesmen nonakademik), dan
3) Asesmen kekhususan.
Teknik pelaksanaan asesmen meliputi tes, wawancara, observasi, dan analisis
pekerjaan anak. Dalam suatu proses asesmen, biasanya semua teknik itu dapat
digunakan untuk melengkapi data yang dibutuhkan, tidak hanya berpatok pada satu
teknik saja.

Ketika ditemukan peserta didik yang memiliki perbedaan dengan peserta


didik pada umumnya, baik dalam bidang akademis maupun non akademis
sebaiknya stakeholder melakukan hal-hal sebagai berikut:
Peran guru

 Melakukan pendekatan persuasif terhadap peserta didik

 Berdiskusi dengan teman sejawat dan kepala sekolah

 Mengkonfirmasikan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan peserta didik dengan orang

tua ketika di rumah.

Peran Orang tua

 Berkoordinasi dengan Rumah Sakit (Poli Tumbuh Kembang Anak)

 Berkonsultasi dengan Dokter anak dan atau Psikolog

 Berkoordinasi dengan Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa) terdekat

Peran Kepala sekolah

 Berkoordinasi dengan Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa) terdekat

 Melapor kepada Dinas pendidikan setempat

 Sekolah membuat proposal penyelenggaraan pendidikan inklusi

 Proposal diajukan kepada Dinas Pendidikan Propinsi setelah memperoleh rekomendasi

dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Peran Dinas Pendidikan

 Tim verifikasi Dinas Pendidikan Propinsi mengkaji propsal (surat) yang telah diajukan

oleh pihak sekolah.


 Tim verifikasi Propinsi terdiri dari unsur, Dinas Pendidikan Propinsi, Perguruan tinggi,

Organisasi profesi.
 Tim verifikasi mengadakan studi kelayakan kepada sekolah yang telah mengadakan

permohonan,
 Dinas Pendidikan Propinsi menerbitkan surat penetapan penyelenggaraan pendidikan

inklusi, bagi sekolah yang dinyatakan memenuhi persyaratan yang telah ditatapkan
oleh tim verifikasi.

Intervensi

Layanan intervensi dimaksudkan untuk menangani hambatan belajar dan


hambatan perkembangan, agar mereka dapat berkembang secara optimal. oleh karena
itu target layanan intervensi adalah perkembangan optimal yang harus dicapai oleh
seorang anak yang mengalami hambatan perkembangan dan hambatan belajar,
sebagai akibat ketunaan. Intervensi dilakukan setelah dilakukan adanya hasil asemen
diketahui.

Penempatan dan Tindak Lanjut

Pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas inklusif secara umum sama


dengan kegiatan proses belajar mengajar pada kelas reguler. Namun pada kelas
inklusif selain terdapat peserta didik reguler terdapat pula Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus (PDBK). Di samping menerapkan prinsip-prinsip umum
dalam mengelola proses belajar mengajar maka guru harus memperhatikan prinsip-
prinsip khusus yang sesuai dengan kebutuhan PDBK. Dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar hendaknya disesuaikan dengan model penempatan PDBK yang
dipilih berdasarkan hasil asesmen. Penempatan kegiatan belajar dalam kelas
bersama-sama peserta didik lainya adalah cara yang sangat inklusif; non-diskriminasi
dan fleksibel; sehingga guru harus membuat rancangan kegiatan pembelajaran
dengan mempertimbangkan modifikasi dan adaptasi yang dibutuhkan.

Layanan Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus secara umum terbagi ke


dalam tiga bentuk yaitu segregasi, integrasi dan inklusi. Ketiga bentuk ini memiliki
perbedaan diantaranya mengenai sistem kurikulum yang diterapkan.

Pada materi ini, penjelasan lebih difokuskan pada bentuk


layanan Segregasi yaitu bentuk layanan pendidikan bagi Anak Bekebutuhan Khusus
yang mengacu pada jenis atau karakteristik spesifik dari ketunaan yang dialami
seseorang. Oleh karenanya setiap ketunaan yang berbeda akan mendapatkan layanan
berbeda. Bentuk layanan pendidikan segregasi memiliki sistem lingkungan dan
kurikulum yang berbeda dari sekolah umum (tersendiri). Bentuk layanan pendidikan
bagi ABK secara segregatif tentu masih sangat dibutuhkan bagi ABK.

Sistem layanan segregasi yaitu penyelenggaraan pendidikan yang


dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan umum.
Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus diberikan layanan pendidikan pada
lembaga pendidikan khusus seperti di Sekolah Luar Biasa (SLB).

SLB merupakan bentuk unit pendidikan dengan penyelenggaraan sekolah


mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam
satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah

Sekolah Khusus

Penyelenggaraan sekolah khusus ini pada awalnya diselenggarakan sesuai


dengan satu kelainan saja, sehingga dikenal dengan SLB untuk tunanetra (SLB-A),
SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk
tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di setiap SLB tersebut ada
tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih
mengarah ke sistem individualisasi. Terdapat satu jenis anak berkebutuhan khusus
yakni Autis/Autism Spectrum Disorder (ASD) yang menjadi perhatian dalam sistem
sendidikan khusus sehingga sekrang ada SLB Autis.

Regulasi yang memayungi sekolah khusus ini adalah UU RI Nomor 2 Tahun


1989 dan PPNo.72 Tahun 1991, dalam pasal 4 PP No.72 Tahun 1991 satuan
pendidikan luar biasa terdiri dari:

a. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal 6 tahun.
b. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) minimal 3 tahun.
c. Sekolah Menengah Luar Biasa (SMALB) minimal 3 tahun.

Di samping satuan pendidikan di atas, pasal 6 PP No.72 Tahun 1991, juga


dimungkinkan penyelenggaraaan Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB) dengan
lama pendidikan satu sampai tiga tahun.

Sekolah Luar Biasa Berasrama


Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi
dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal di asrama. Pengelolaan
asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut
ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk
satuan pendidikannya pun juga sama dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-
A untuk tuna netra, SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C),
SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E), serta SLB AB
untuk anak tunanetra dan tunarungu.
Pada SLB berasrama terdapat kesinambungan program pembelajaran yang ada di
sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah
anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai
bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar
jemput.
Sekolah Luar Biasa dengan Kelas Jauh
Kelas jauh adalah lembaga yang disediakan untuk memberi layanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB.
Penyelenggaraan kelas jauh merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka
menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar.
Anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh pelosok tanah air, sedangkan
sekolah-sekolah yang khusus mendidik mereka masih sangat terbatas di
kota/kabupaten. Oleh karena itu, dengan adanya kelas jauh/kelas kunjung menjadi
tanggung jawab SLB terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut
berasal dari guru SLB- SLB di dekatnya. Dengan kata lain, kelas jauh tersebut
sebagai afiliansi dari SLB terdekat sebagai sekolah induk.
Sekolah Luar Biasa dengan Guru Kunjung
Berbeda halnya dengan kelas jauh, kelas kunjung adalah suatu layanan
terhadap ABK yang tidak siap mengikuti proses pembelajaran di SLB terdekat. Jadi,
guru berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant teacher) yang datang ke rumah-
rumah ABK untuk melayani mereka belajar. Kegiatan admistrasinya dilaksanakan di
SLB terdekat tersebut.
Kelebihan dari sistem layanan segregasi ini adalah (1) anak merasa senasib,
sehingga dapat menghilangkan rasa minder, rasa rendah diri, dan membangkitkan
semangat menyongsong kehidupan di hari-hari mendatang, (2) anak lebih mudah
beradaptasi dengan temannya yang sama-sama mengalami hambatan, (3) anak
termotivasi dan bersaing secara sehat dengan sesama temannya yang senasib di
sekolahnya, dan anak lebih mudah bersosialisasi tanpa dibayangi rasa takut bergaul,
minder, dan rasa kurang percaya diri.

Adapun Kelemahan adalah (1) anak terpisah dari lingkungan anak lainnya
sehingga anak sulit bergaul dan menjalin komunikasi dengan anak-anak pada
umumnya, (2) anak merasa terpasung dan dibatasi pergaulanya dengan anak-anak
kebutuhan khusus saja sehingga pada giliranya dapat menghambat perkembangan
sosialisasinya di masyarakat, dan (3) anak merasakan ketidakadilan dalam kehidupan
di sekolah yang terbatas bagi mereka yang tergolong berkebutuhan khusus.

Bentuk layanan pendidikan integrasi (mainstreaming) seringkali disebut


dengan istilah sekolah terpadu. Bentuk layanan pendidikan ini merupakan integrasi
sosial, instruksional dan temporal anak berkebutuhan khusus dengan teman-teman
lainnya yang “normal”, yang didasarkan pada kebutuhan pendidikan yang diukur
secara individual.

Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkenutuhan khusus, di


sekolah terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungsi
sebagai konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah atau anak berkebutuhan khusus itu
sendiri. Selain itu GPK juga berfungsi sebagai pembimbing di ruang bimbingan
khusus atau guru kelas pada kelas khusus.

Ada 3 bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan


khusus menurut Depdiknas (1986), ketiga bentuk tersebut yaitu:
a. Kelas Biasa
b. Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus
c. Bentuk Kelas Khusus.
Kelas Biasa
Di kelas biasa ini, ABK bersama-sama dengan siswa pada umumnya terlibat
dalam proses belajar mengajar dan secara penuh menggunakan kurikulum
dimana sekolah tersebut berlaku. Dalam keterpaduan ini, guru pembimbing
khusus hanya berfungsi sebagai konsultan bagi kepala sekolah, guru kelas/guru
bidang studi, atau orang tua anak berkebutuhan khusus. Sebagai konsultan, guru
pembimbing khusus berfungsi sebagai penasehat kurikulum, maupun permasalahan
dalam mengajar anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu perlu disediakan ruang
konsultasi untuk guru pembimbing khusus.
Pendekatan, metode, cara penilaian yang digunakan pada kelas biasa ini tidak
berbeda dengan yang digunakan dalam seolah umum. Kalaupun terdapat
penyesuaian untuk beberapa kasus ringan saja atau sangat memungkinkan dilakukan
oleh guru. Misalnya, untuk anak tunanetra untuk pelajaran menggambar, matematika,
menulis, membaca, perlu disesuaikan dengan kondisi anak. Untuk anak tunarungu
mata pelajaran kesenian, bahasa asing/bahasa Indonesia (lisan) perlu disesuaikan
dengan kemampuan wicara anak. Bentuk keterpaduan ini sering juga disebut dengan
keterpaduan penuh.
Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus
Pada kelas ini, ABK belajar di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum dimana
sekolah tersebut berlaku serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran
tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan
anak reguler.
Pelayanan khusus tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus oleh guru
pembimbing khusus (GPK) dengan menggunakan pendekatan individual dan
metode peragaan yang sesuai. Untuk keperluan teersebut di ruang bimbingan khusus
dilengkai dengan peralatan khusus untuk memberikan latihan dan bimbingan khusus.
Misalnya untuk anak tunanetra, di ruang bimbingan khusus disediakan alat tulis
braille, peralatan orientasi mobilitas. Keterpaduan pada tingkat ini sering disebut juga
keterpaduan sebagian.

Kelas Khusus
ABK mengikuti pendidikan sama dengan kurikulum di SLB secara penuh di
kelas khusus pada sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan tepadu.
Keterpaduan ini disebut juga dengan keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan
yang bersifat sosialisasi.
Pada tingkat keterpaduan ini, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai
pelaksana program di kelas khusus. Pendekatan, metode, dan cara penilaian yang
digunakan adalah pendekatan, metode, dan cara penilaian yang digunakan di SLB.
Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat fisik dan sosial, yang artinya anak
berkebutuhan khusus yang dipadukan untuk kegiatan yang bersifat non akademik,
seperti olah raga, ketrampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam istirahat atau
acara lain yang diadakan oleh sekolah.
Pada kelas khusus, biasanya terdapat beberapa siswa yang memiliki derajat
kekhususan yang relatif sama. Untuk menanganinya digunakan pembelajaran
individual (individualized instruction) karena masing-masing anak memiliki
kekhususan. Tujuan pembentukan kelas khusus adalah untuk membantu anak-anak
agar tidak terjadi tinggal kelas/drop out atau untuk menemukan gejala keluarbiasaan
secara dini pada anak-anak SD. Dalam praktiknya kelas khusus bersifat fleksibel.
Kelebihan kelas khusus adalah sebagai berikut:
 Siswa berkebutuhan khusus dapat bermain bersama-sama dengan siswa pada
umumnya. Ini berarti ada proses sosialisasi sedini mungkin, saling mengenal antara
siswa berkebutuhan khusus dengan anak-anak pada umumnya, begitu pula
sebaliknya. Ini akan berdampak baik pada pertumbuhan sikap siswa-siswa tersebut,
yang akan bermanfaat pula kelak jika mereka telah dewasa.
 Siswa berkebutuhan khusus mendapatkan suasana yang lebih positif, karena di
sekolah umum ada lebih banyak siswa dibanding SLB.
 Siswa berkebutuhan khusus dapat membangun rasa percaya diri yang lebih baik.
 Siswa berkebutuhan khusus dapat bersekolah di mana saja, bahkan sekolah yang
dekat dengan tempat tinggalnya; jadi tidak perlu terpisah dari keluarga mereka.
 Dari sisi kurikulum, dengan menempuh pendidikan di sekolah umum, anak
berkebutuhan khusus akan mendapatkan materi pelajaran yang sama dengan siswa
pada umumnya.
 Potensi anak dapat lebih cepat berkembang karena pembelajarannya menggunakan
pendekatan individual atau kelompok kecil
Di samping kelebihan terdapat juga kelemahannya, antara lain adalah sebagai
berikut:
 Anak berkebutuhan khusus kadang-kadang masih mendapatkan stigma negatif dari
sebagian temannya sehingga dapat mengganggu perkembangan psikologisnya yang
berdampak pada perkembangan belajarnya.
 Anak berkebutuhan khusus dalam bersosialisasi kadang-kadang masih enggan untuk
bergaul dengan mereka yang bukan kategori anak berkebutuhan khusus.
 Sebahagian orangtua kadang-kadang tidak terima bila anaknya dicap sebagai anak
berkebutuhan khusus apalagi kalau dikelompokkan dengan sesama anak
berkebutuhan khusus dalam kelas khusus.
 Siswa anak berkebutuhan khusus harus menyesuaikan diri dengan metode pengajaran
dan kurikulum yang ada.

Bentuk layanan pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menghargai


semua peserta didik termasuk anak berkebutuhan khusus. Semua peserta didik
berada dalam lingkungan yang sama dan belajar dalam kelas yang sama
sepanjang waktu. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum sekolah tersebut
dengan dilakukan modifikasi dan adaptasi sesuai kebutuhan bagi semua peserta
didik.

Bentuk layanan pendidikan inklusif yakni layanan pendidikan yang di dalam


sekolah/kelas umum terdapat peserta didik yang beragam, termasuk di dalamnya
adalah anak-anak yang tumbuh dan berkembang secara berbeda dibanding dengan
anak-anak pada umumnya. (ingat materi tentang keberagaman). Bentuk layanan ini
prinsipnya adalah mereka hadir bersama-sama, saling menghargai dan menerima
perbedaan, semua bisa berpartisipasi dalam kegiatan belajar sesuai dengan
kemampuannya masing-masing dan diyakini semua anak dalam kelas bisa mencapai
prestasi sesuai kondisinya masing-masing.

Bentuk layanan yang inklusif di sekolah umum


Bentuk layanan yang inklusif di sekolah umum menggunakan kurikulum
yang ada di sekolah tersebut, tetapi guru memungkinkan melakukan perubahan
terkait dengan kondisi kelas yang beragam.
Guru sangat memungkinkan memodifikasi dan mengadaptasi kurikulum
ketika terdapat anak yang kesulitan berpartisipasi dalam kegiatan belajar. Seringkali
disebut dengan kurikulum akomodatif atau juga kurikulum yang fleksibel.
Pada proses belajar dalam kelas dengan peserta didik yang beragam (inklusif)
guru kelas atau guru mata pelajaran bertanggungjawab penuh terhadap pelaksanaan
kegiatan belajar. Tidak menutup kemungkinan guru membutuhkan pertolongan GPK
untuk merancang kegiatan belajar sehingga semua anak bisa belajar dalam kelas yang
sama.

Diharapkan dengan telah dilaksanakannya Bimbingan dan tekhnis tahap


pemahaman Guru Pembimbing Khusus ini, semakin membuka pemahaman dan
mampu mensosialisasikan tentang Sekolah Inklusif serta hal-hal mendasar yang perlu
menjadi perhatian dalam melaksanakan Sekolah Inklusif ini, tentunya disertai dengan
Bimbingan dan tekhnik tahap keterampilan guna benar-benar menguasai konsep serta
Sistematis penyelenggaraan Sekolah Inklusif kedepannya bagi Guru Pembimbing
Khusus di Sekolah.

G. Penutup
Laporan ini merupakan acuan umum yang mengingat dalam pelaksanaan Kegiatan
Bimbingan Teknis Pemenuhan Guru Pebimbing Khusus di sekolah penyelenggara
Pendidikan inklusif tahap pemahaman. Tingkat keberhasilan kegiatan ini sangat
bergantung pada pemahaman, kesadaran, keterlibatan dan upaya sungguh-sungguh
dari segenap unsur pelaksana proses kegiatan tersebut.

Padang, 06 oktober 2022


Peserta Bimtek GPK

Patriyeni, S.Pd
NIP. 198301112009012004

Anda mungkin juga menyukai