I. LatarBelakang
Inklusif secara bahasa merupakan kata sifat yang berarti mencakup atau
melibatkan semua. Berdasarkan arti kata tersebut, pendidikan inklusif secara
sederhana dapat diartikan sebagai pendidikan yang mencakup dan
melibatkan semua pesertadidik dengan keberagamannya termasuk
didalamnya peserta didik yang rentan terhadap marginalisasi dan pemisahan.
Pendidikan Inklusif merupakan upaya pencakupan untuk pemenuhan hak
pendidikan bagi semua.
Pendidikan inklusif hakikatnya merupakan filosofi pendidikan,bukan
istilah kebijakan atau legislasi dalam pendidikan(Sunanto). Inklusif merupakan
filosofi tentang hidup dengan keberagaman, belajar dari keberagaman, dan
belajar dengan keberagaman. Inklusif merupakan sebuah proses, yaitu dimana
kita terus mencari cara-cara terbaik untuk merespon terhadap keberagaman.
Oleh karenanya Pendidikan inklusif dipandang sebagai sebuah proses dalam
merespon kebutuhan yang beragam dari semua anak melalui peningkatan
partisipasi dalam belajar, budaya dan masyarakat, dan mengurangi
eksklusivitas di dalam dan dari pendidikan (Booth,1996). Pendidikan
inklusifpun merupakan bagian penting dari proses terciptanya masyarakat
yang inklusif.
Dalam pendidikan inklusif tidak memandang keberagaman peserta didik
sebagai masalah.Pendidikan Inklusif justru memandang bahwa lingkunganlah
sebagai masalah utamanya (Alimin, 2013). Alimin (2013) menjelaskan bahwa
semua anak memungkinkan dapat belajar dengan optimal jika dilakukan
perubahan/penyesuaian lingkungan terhadap kebutuhan dan hambatan
belajar anak. Sehingga apabila lingkungan bisa berubah lebih baik dalam
merespon terhadap keberagaman, maka layanan pendidikan bagi semua akan
lebih baik.
Pendidikan inklusif merupakan bentuk reformasi pendidikan yang
merangkul keberagaman dan menekankan sikap anti diskriminasi,perjuangan
persamaan hak dan kesempatan,keadilan dan perluasan akses dan mutu
pendidikan bagi semua. Pendidikan inklusif sebagai suatu sistem harus
mengakomodasi keterlibatan semua peserta didik untuk mengikuti pendidikan
tanpa kecuali.Implikasinya semua satuan layanan pendidikan (formal dan
nonformal) harus melayani semua peserta didik tanpa mempedulikan keadaan
fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, atau kondisi - kondisi lain, anak-anak
dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa (gifted and talented
children), pekerjaanakdan anakjalanan,anakdi daerah terpencil,anak-
anakdarikelompok etnik dan bahasa minoritas dan anakanak yang tidak
beruntung dan terpinggirkan dari kelompok masyarakat (Salamanca
Statement, 1994). Dengan demikian semua peserta didik memperoleh
pendidikan yang adil dan berimbang (equitydanequality) sesuai dengan
kebutuhannya. Inilah yang dimaksud dengan merangkul atau mengakomodasi
keberagaman.
Layanan pendidikan bagi peserta didikberkebutuhan khusus di sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif menjadi sebuah keniscayaan, ketika semua
warga negara mempunyai hak untuk mendapat layanan pendidikan yang
bermutu. Pendidikan yang bermutu tidak serta merta membutuhkan pelayanan
yang sempurna, melainkan layan pendidikan yang mampu mengakomodasi
keberagaman peserta didik. Bentuk akomodasi terhadap keberagaman peserta
didik antara lain harus didukung oleh kompetensi guru yang memadai.
Sehingga guru yang bersangkutan mampu untuk memberikan akomodasi yang
layak bagi peserta didiknya. Kebijakan Pemerintah tentang merdeka belajar,
telah menyemangati kita semua untuk berbuat yang terbaik bagi peserta didik
kita.
Menurut undang-undang semua anak memiliki hak yang sama untuk
memperoleh layanan pendidikan yang bermutu, yaitu pendidikan yang sesuai
dengan karakteristik mereka yang beragam. Inilah makna belajar merdeka
dalam konteks pemeblajaran bagi peserta berkebutuhankhusus. Bentuk-bentuk
akomodasi layanan pendidikan didasarkan kepada keberagaman potensi,
keberagaman hambatan, keberagaman kebutuhan, keberagaman gaya belajar,
dan keberagaman passion dalam belajar. Oleh karena itu para pendidik
seyogyanya terus meningkatkan kualifikasi kompetensinya agar mampu
memberikan layanan terbaik bagi peserta didiknya.
Sekolah seyogyanya mengakomodasikan semua anak tanpa memandang
kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi, linguistik, ataupun kondisi-kondisi
lainnya. Ini seyogyanya mencakup juga anak berbakat, anak jalanan dan anak
pekerja,anak dari penduduk terpencil ataupun pengembara, anak dari
kelompok linguistik, etnik ataupun kebudayaan minoritas, serta anak dari
daerah atau kelompok lain yang tak beruntung (UNESCO, dalam
Hermansyah, 2013).
Secara umum Indeks Inklusi memberikan panduan untuk mendukung
sekolah dalam proses pengembangan sekolah inklusif, berdasarkan sudut
pandang pemerintah, peserta didik,orang tua/wali dan anggota masyarakat
lainnya. Lebih lanjut, Indeks Inklusi juga dapat digunakan untuk mengukur
kualitas praktik pendidikan inklusif disekolah melalui asesmen.
Hasil asesmen tentu dapat digunakan untuk melakukan evaluasi
ataupun menentukan prioritas pengembangan sekolah inklusif. Secara
substansi. Layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus dapat
dilakukan dengan mengimplementasikan system pendidikan inklusif. Saat ini
Pemerintah telah mengakomodasi penyelenggaraan pendidikan inklusif
dengan menerbitkan Permendiknas Nomor70 Tahun 2009 tentang pendidikan
inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
Penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus seyogyanya melibatkan
berbagai unit terkait, antara lain orang tua peserta didik, sekolah, rumah sakit
atau puskesmas, dan dinas pendidikan setempat. Pada beberapa sekolah
peserta didik berkebutuhan khusus tidak dapat diterima disekolah jika tidak
membawa surat keterangan hasil asesmen dari rumah sakit dan atau
keterangan dari psikolog.
Namun demikian ,pada umumnya sekolah sering mengabaikan
persyaratan diatas. Sehingga menimbulkan k kesulitan bagi guru dalam
melayani peserta didik yang bersangkutan. Untuk kondisi di daerah tertentu
surat keterangan dari rumah sakit ataudari psikolog menjadi sangat sulit
ketika pemahaman tentang mekanisme layanan tidak sepenuhnya dipahami,
terlebih-lebih ketersediaan sumber daya dan aksesibilitas sangat terbatas.
Secara grafis mekanisme penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus
disekolah penyelenggara pendidikan inklusif disajikan dalam skema berikut.
Pelaksanaan proses belajar mengajar dikelas inklusif secara umum
sama dengan kegiatan proses belajar mengajar pada kelas reguler. Namun
pada kelas inklusif selain terdapat peserta didik regular terdapat pula Peserta
Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK). Di samping menerapkan prinsip-
prinsip umum dalam mengelola proses belajar mengajar maka guru harus
memperhatikan prinsip-prinsip khusus yang sesuai dengan kebutuhan
PDBK. Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar hendaknya
disesuaikan dengan model penempatan PDBK yang dipilih berdasarkan
hasil asesmen. Penempatan kegiatan belajar dalam kelas bersama-sama
peserta didik lainya adalah cara yang sangat inklusif; non-diskriminasi dan
fleksibel; sehingga guru harus membuat rancangan kegiatan pembelajaran
dengan mempertimbangkan modifikasi dan adaptasi yang dibutuhkan.
B. Dasar Pelaksanaan
C. Penyelenggara
Penyelenggara kegiatan ini yaitu Direktorat Guru Pendidikan Menengah dan
Pendidikan Khusus Direktorat Jenderal Guru Kementerian
Pendidikan,Kebudayaan,Riset dan Teknologi.
D. Jadwal & Kegiatan
F. Hasil Kegiatan/Luaran/Output
G. Penutup
LAMPIRAN
1. Sertifikat
2. SK penugasan
3. Foto kegiatan
FOTO KEGIATAN
BIMTEK GPK TAHAP PEMAHAMAN KONSEP