Anda di halaman 1dari 77

PELAKSANAAN PENYELESAIAN KLAIM DAN SUBROGASI DALAM

PERJANJIAN SURAT JAMINAN (SURETY BOND)


(Studi Kasus PT. Jasaraharja Putera Cab. Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh

Richard Hasudungan Simanungkalit

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRAK

PELAKSANAAN PENYELESAIAN KLAIM DAN SUBROGRASI DALAM


PERJANJIAN SURAT JAMINAN (SURETY BOND)
(Studi kasus PT. Jasaraharja Putera Cabang Bandar Lampung)

Oleh

Richard Hasudungan Simanungkalit

Surety bond merupakan penjaminan yang diberikan oleh lembaga penjamin, yaitu
perusahaan asuransi (surety company) kepada kontraktor (principal) dengan
maksud apabila principal gagal memenuhi kewajibannya, maka surety company
akan bertanggung jawab terhadap pemilik proyek (obligee) untuk menyelesaikan
kewajiban. Surety bond diperkenalkan di Indonesia sejak diterbitkan Surat
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 271/KMK.011/1980
tentang Penunjukan Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank yang dapat
menerbitkan Bank Garansi dan PT. Jasa Raharja (Persero) sebagai satu-satunya
Lembaga Keuangan yang dapat menerbitkan Jaminan dalam bentuk Surety Bond.
Dalam hal penerbitan surety bond diperlukan suatu mekanisme dan kepastian
dalam proses penerbitannya, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk
memaparkan mekanisme penerbitan surety bond dan pelaksanaan penyelesaian
klaim dan subrogasi PT. Jasaraharja Putera Cab. Bandar Lampung.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hokum
normatif-empiris, pendekakatan masalah dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan normatif terapan, yaitu penelitian yang mengkaji pelaksanaan atau
implementasi ketentuan hukum positif (perundang-undangan) dan kontrak secara
faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna
mencapai tujuan yang telah ditentukan, dalam hal ini perjanjian Surety Bond pada
PT Jasaraharja Putera Cab. Bandar Lampung. Data yang digunakan adalah data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder, serta
pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Pengolahan data dilakukan
dengan cara pemeriksaan data, penandaan data, rekonstruksi data, dan
sistematisasi data.
Richard Hasudungan Simanungkalit

Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa dalam hal penerbitan Surety
Bond ada tahapan yang harus dilalui yaitu pengajuan Surety Bond dan penilaian
sebagai langkah pengamanan sebelum diterbitkannya Surety Bond kemudian
barulah Surety Bond diterbitkan sesuai dengan jenis warkat jaminannya. Adapun
jenis warkat Surety Bond yaitu jaminan penawaran, jaminan pelaksanaan, jaminan
uang muka dan jaminan pemeliharaan. Dalam hal pelaksanaan penyelesaian klaim
disesuaikan juga dengan jenis warkat jaminannya, dimulai dengan tahap
pengajuan prosedur klaim oleh Obligee kepada Perusahaan Surety dengan
dilengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan. Cara pembayaran dilakukan
melalui transfer kerekening yang ditunjuk oleh Obligee. Sedangkan cara yang
ditempuh oleh Perusahaan Surety untuk memperoleh subrogasi atau recovery
adalah dengan cara penagihan secara langsung.

Kata Kunci:Surety Bond, Subrogasi, Jaminan


PELAKSANAAN PENYELESAIAN KLAIM DAN SUBROGASI
DALAM PERJANJIAN SURAT JAMINAN (SURETY BOND)
(Studi kasus PT. Jasaraharja Putera cab. Bandar Lampung)

Oleh

Richard Hasudungan Simanungkalit

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan


Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 15

Agustus 1991. Merupakan anak ke-dua dari empat

bersaudara hasil buah cinta pasangan Simon Edward

Simanungkalit dan Hormanium Sitanggang. Jenjang

pendidikan penulis dimulai pada Sekolah Dasar Sejahtera 4

Kedaton, Bandar Lampung, Sekolah Menengah Pertama Negeri 22 Bandar

Lampung, Sekolah Menengah Atas Utama 2 Bandar Lampung, dan pada tahun

2010 penulis diterima menjadi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung

lewat jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Pada tahun 2013 di bulan Januari penulis mengikuti program pengabdian Kuliah

Kerja Nyata (KKN) di Desa Curup Patah Kecamatan Gunung Labuhan Kabupaten

Way Kanan selama 40 hari. Selama menjadi Mahasiswa Penulis aktif dalam

organisasi Intra dan Ekstra Kampus. Dalam organisasi Intra Kampus Penulis

dipercayai sebagai Bendahara Umum FORMAHKRIS tahun 2012-2013 dan

anggota HIMA Perdata sejak 2013.


MOTO

Pada akhirnya keberhasilan anda akan berbicara sendiri


-Patrick Bet David-

To get a success, your courage must be greater than your fear


Untuk mendapatkan kesuksesan, keberanianmu harus lebih besar daripada
ketakutanmu
PERSEMBAHAN

Dengan berkat Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai, mengasihi,


dan menuntunku dalam nenjalani kehidupan ini,
kupersembahkan karyaku ini kepada:

Kedua orang tuaku,


Ayahanda Simon Edward Simanungkalit, dan Ibunda Hormanium Sitanggang
Yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat, nasehat, mendoakan, dan
dukungan yang tiada hentinya kepada penulis.

Kepada Abang dan Adik-adikku tersayang, Felix Alexandra Simanungkalit,


Fenny Elisabeth Simanungkalit dan Alfred Doezer Simanungkalit yang selalu
memberikan semangat dan dukungan bagi penulis.
SANWACANA

Puji Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pelaksanaan

Penyelesaian Klaim dan Subrogasi dalam Perjanjian Surat Jaminan (Surety

Bond)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat akademis untuk

mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Keberhasilan penulis skripsi ini tidak terlepas dari peranan dan bantuan baik

secara moriil maupun materiil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Ibu Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing Utama, yang telah

banyak membantu dalam hal pemikiran, kritik dan saran yang membangun

guna terselesaikannya skripsi ini.

2. Bapak Depri Liber Sonata, S.H., M.H. selaku Pembimbing Kedua yang selalu

setia mendengarkan pemikiran dan membimbing saya, dan selalu membantu

saya dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih atas kebesaran hati Bapak

dalam membantu saya.

3. Ibu Rilda Murniati, S.H., M.Hum.selaku Pembahas Utama, yang banyak

memberikan pemikiran yang luar biasa terhadap penulis dan rekomendasi

judulnya. Serta telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam

penyelesaian skripsi ini.


4. Ibu Selvia Oktaviana, S.H., M.H. selaku Pembahas Kedua, terimakasih telah

mengingatkan penulis terhadap kelalaian dan kesalahan yang diperbuat, terima

kasih untuk semua masukannya.

5. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

6. Bapak Dr. Wahyu Sasongko,S.H., M.Hum. selaku Ketua Bagian Hukum

Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung, terima kasih atas segala

bantuan yang diberikan kepada penulis.

7. Bapak Deni Achmad, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik, terima kasih

atas semua motivasinya.

8. Seluruh dosen Bagian Hukum Perdata dan karyawan bagian Perdata yang

penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta

segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi di

fakultas hukum UNILA

9. Serta terima kasih pula untuk Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas

Lampung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan

ilmu yang bermanfaat, yang kelak akan sangat berguna bagi penulis.

10. Terima kasih untuk Bapakku Simon Edward Simanungkalit dan Mamakku

Hormanium Sitanggang, atas doa yang terus mengalir untukku, perjuangan dan

pengorbanan selama ini yang tidak pernah mengenal lelah dan tanpa pamrih

untuk mewujudkan cita-citaku menjadi orang yang berguna di masyarakat,

semoga semua pengorbananmu menjadikan kalian tersenyum melihat

keberhasilan anakmu ini.


11. Terima kasih kepada abangku Felix Alexandra Simanungkalit yang telah

menjadi contoh yang baik bagi adik-adiknya dan kedua adikku Fenny Elisabeth

Simanungkalit Alfred Doezer Simanungkalit yang menjadi semangat bagiku

dalam menyelesaikan perkuliahan dan dapat menjadi contoh untuk kalian,

terima kasih atas kesediaan kalian untuk tetap berdampingan denganku.

12. Terima kasih keluarga kecilku HIMA Perdata untuk angkatan 2010,

terimakasih atas bantuan selama ini, dan tetap bertahan diri ini. Serta adik-adik

HIMA Perdata.

13. Terima kasih untuk FORMAHKRIS (Forum Mahasiswa Hukum Kristen) Unila

atas penyambutan dan pelajaran berorganisasinya.

14. Sahabat-sahabat terbaikku sekaligus saudaraku yang selama empat tahun

terakhir ini menemani dan mengisi hari – hari dihidupku Abram Sitepu,

Adatua Simbolon, Alex Sitinjak, Bobby Debataraja, Bryan Sipayung, Elyasip

Sembiring, Hans Sembiring, Ivo Simanjuntak, Jusuf Purba, Josua Tampubolon,

Olfredo Sitorus, Rizal Ihutraja Sinurat, Ricko Sihaloho, Rio Meliala, Sanggam

Simanullang, Saut Lumbangaol, Wiliam Sihombing, Yoga Adrian Ibrahim,

Yuri Simatupang, dan Wetson Rumahorbo, yang tergabung dalam GEROBAK

PASIR terimakasih untuk saat – saat berharga yang telah dihadirkan dan

kebersamaan kita selama ini, terimakasih telah menjadi semangat dalam

penyusunan skripsi ku dan tugas – tugas diperkuliahan diwaktu kemarin,

terimakasih telah mengajarkan arti sebuah persahabatan selama ini kepadaku,

kiranya kita bisa menjadi saudara selamanya.

15. Putri-Putri GEROBAK PASIR, Ade Marbun, Charlyna Purba, Dede

Hutagalung, Reni Panjaitan, Rymni Tambunan, Sartika Samosir, Sonya


Harahap untuk kebersamaannya selama ini baik di Formahkris atau kuliah

Agama atau kuliah sehari-hari.

16. Almamaterku tercinta, Universitas lampung.

17. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, semangat dan dorongan dalam

penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bandar Lampung,
Penulis,

Richard Hasudungan Simanungkalit


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ............................................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v
RIWAYAT HIDUP.............................................................................................. vi
MOTO................................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ................................................................................................ viii
SANWACANA ..................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii

I. PENDAHULUAN
A. LatarBelakang ................................................................................... 1
B. RumusanMasalahdan Ruang Lingkup ................................................ 6
C. Tujuandan KegunaanPenelitian ......................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Perjanjian secara umum .................................................................... 8
1. PengertianPerjanjian .................................................................... 8
2. Jenis-jenis Perjanjian .................................................................... 9
3. Asas Perjanjian ............................................................................ 11
4. Syarat Perjanjian .......................................................................... 13
5. Pelaksanaan Suatu Perjanjian ....................................................... 15
B. Pengikatan Pekerjaan Konstruksi ...................................................... 17
1. Pengertian Kontrak Kerja Konstruksi ............................................ 17
2. Jenis-jenis Kontrak Konstruksi ..................................................... 18
3. Para Pihak dan Objek dalam Kontrak Konstruksi .......................... 19
4. Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi ............................................. 21
5. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pemilihan Penyedia Jasa ... 23
C. Hukum Jaminan di Indonesia ............................................................ 25
1. Pengertian Hukum Jaminan................................... ......................... 25
2. Objek dan Ruang Lingkup Hukum Jaminan ........ ........................ 25
3. Asas-asas Hukum Jaminan ........................................................... 26
D. Tinjauan tentang Surety Bond............................................................ 27
1. Pengertian Surety Bond ................................................................ 27
2. Perbedaan Surety Bond dan Bank Garansi .................................... 27
3. Jenis-jenis Surety Bond ................................................................ 29
4. Wanprestasi dalam Surety Bond ................................................... 30
5. Berakhirnya Perjanjian Surety Bond ............................................. 31
E. Kerangka Pikir .................................................................................. 32

III. METODE PENELITIAN


A.Jenis Penelitian .................................................................................. 35
B. TipePenelitian .................................................................................. 36
C. Pendekatan Masalah ......................................................................... 37
D. Sumber Data .................................................................................... 37
E. Metode Pengumpulan Data ............................................................... 38
F. Pengolahan Data ................................................................................ 39
H. AnalisisData ...................................................................................... 39

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Latar Belakang Surety Bond di PT. Jasaraharja Putera....................... 40
B. Proses Penerbitan Surety Bond oleh PT. Jasaraharja Putera .............. 41
1. Mekanisme Pengajuan Surety Bond ............................................ 41
2. Mekanisme Penilaian Sebelum Penerbitan Surety Bond .............. 44
3. Mekanisme Penerbitan Surety Bond ............................................ 46
C. Syarat dan Prosedur Penyelesaian Klaim
pada PT. Jasaraharja Putera .............................................................. 51
1. Mekanisme dan Syarat Klaim ..................................................... 51
2. Mekanisme Penyelesaian Setelah Dilakukan Pembayaran
Klaim .......................................................................................... 54
3. Pelaksanaan Subrogasi atau Recovery dalam Perjanjian
Surety Bond ................................................................................ 56

V. PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Surety bond merupakan salah satu bentuk perjanjian tertulis antara tiga pihak,

dimana penjamin (surety) memberikan jaminan kepada pihak kedua (principal)

untuk kepentingan pihak ketiga (obligee). Dalam perjanjian tersebut disepakatkan

bahwa apabila principal lalai atau gagal menyelesaikan kewajibannya terhadap

obligee atas apa yang telah diperjanjikan, pihak surety akan menggantikan

kedudukan principal untuk menyelesaikan pekerjaan atau membayar sejumlah

uang (klaim) sesuai dengan nilai kerugian berdasarkan perjanjian yang telah

disepakati.1

Surety bond mulai diperkenalkan di Indonesia sejak diterbitkan Keputusan

Presiden Nomor 14 tahun 1979 (yang kemudian diperbaharui dengan Keputusan

Presiden Nomor 14.A tahun 1980), kemudian ditindaklanjuti dengan Surat

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 271/KMK.011/1980

tentang Penunjukan Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank yang dapat

menerbitkan Jaminan. Di mana telah ditunjuk sebanyak 53 Bank yang dapat

menerbitkan bank garansi dan PT (Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja

sebagai satu-satunya Lembaga Keuangan Non Bank yang dapat menerbitkan

1
Buku Panduan Resmi JP Insurance, Mengenal Lebih Dekat Surety Bond PT. Jasarharja Putera,
Bandar Lampung, 2011, hal. 6
2

Jaminan dalam bentuk surety bond. Keputusan Presiden Nomor 14A Tahun 1980

tersebut telah diperbaharui dengan Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1984,

dan terakhir diperbaharui dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010

tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

PT. Jasaraharja Putera adalah anak perusahaan dari PT. Jasa Raharja (Persero),

yang didirikan berdasarkan akte Notaris, tanggal 27 November 1993, dan mulai

beroperasi tanggal 1 Januari 1994. Eksistensinya PT. Jasaraharja Putera ini

sebagai dampak dikeluarkannya UU Nomor 2 tahun 1992 tentang perasuransian di

Indonesia dimana bentuk usaha perusahaan asuransi terbagi pada, asuransi sosial,

asuransi kerugian, dan asuransi jiwa, dalam hal ini PT. Jasa Raharja tergolong

pada kategori asuransi sosial yang khusus menangani/mengelola UU Nomor 33

tahun 1964 dan UU Nomor 34 tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib

Kecelakaan Penumpang.

Atas dasar tersebut maka untuk melestarikan dan mengelola produk yang dimiliki

PT. Jasa Raharja (Persero) sebelumnya seperti surety bond, maka dibentuknya

anak perusahaan dengan nama PT. Jasaraharja Putera dengan modal 60 % dari

dana pensiun PT. Jasa Raharja. Hingga saat ini saham PT. Jasaraharja Putera

sudah mencapai 93,88% artinya PT. Jasaraharja Putera menjadi anak perusahaan

BUMN. Sejalan dengan perkembangan waktu PT. Jasaraharja Putera dalam

menangani surety bond ini telah mendapat ISO 9001 : 2000, dan untuk mengukur

kemampuan financial telah mendapatkan peringkat dari PEFINDO tahun 2007,

sebagai lembaga peringkat yang ditunjuk oleh pemerintah dengan peringkat single

IDA(International Development Association) stable outlook, yaitu perusahaan


3

asuransi dengan peringkat IDA memiliki kekuatan finansial yang kuat relatif

terhadap perusahaan asuransi lainnya di Indonesia, namun cukup peka terhadap

keadaan bisnis dan perekonomian yang merugikan. Eksistensi produk surety bond

Jasaraharja Putera tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor:

S.2328/BL/2007 tanggal 15 Mei 2007 tentang Perusahaan Asuransi Umum yang

Memiliki Program Surety Bond.2

Penggunaan Surety Bond sebagai alternatif lain dari Bank Garansi di maksudkan

oleh Pemerintah untuk:3

1. Membantu para pengusaha dalam penyediaan jaminan, oleh karena dengan

menggunakan surety bond ini, maka para pengusaha mempunyai beberapa

alternatif yang dapat dipilihnya dan memberikan keuntungan.

2. Untuk menciptakan pasar yang kompetitif, sehingga pemberian jaminan dapat

diberikan oleh pihak perbankan dan pihak Asuransi. Dengan persaingan ini,

maka diharapkan setiap penjamin dapat memberikan pelayanan yang baik bagi

masyarakat, baik Principal maupun Obligee.

3. Untuk memberikan kesempatan berusaha bagi para pengusaha yang

mempunyai kemampuan teknis yang baik, tetapi kurang didukung oleh

kemampuan keuangannya, karena biaya untuk memperoleh Surety Bond relatif

lebih murah dari pada Bank Garansi.

4. Dengan penggunaan Surety Bond diharapkan dapat membangkitkan sikap

“Insurance Minded” dikalangan masyarakat. Selain bank garansi, surety bond

cukup dikenal di kalangan Kontraktor, dimana jaminan dalam bentuk Surety

2
Ibid hal. 1
3
Atty Hermiati, Surety Bond dan Prinsip-prinsip Underwriting, PT (Persero) Asuransi Kerugian
Jasa Raharja, Jakarta, 1992, hal 4.
4

Bond dinilai relatif lebih meringankan bagi para kontraktor, karena untuk

memperolehnya tidak dipersyaratkan adanya setoran uangjaminan, sehingga

modal kerja yang dimiliki principal tidak akan terganggu dan sepenuhnya dapat

dipergunakan untuk pelaksanaan proyek.

Surety bond semula hanya diterbitkan oleh Perusahaan Asuransi tertentu saja,

yaitu PT. Jasa Raharja, akan tetapi saat ini sudah lebih meluas, sehubungan

dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 761/KMK.013/1992

tentang Bank-Bank yang dapat menerbitkan Surat Jaminan Bank (Bank Garansi)

dan Lembaga Keuangan Non Bank (Perusahaan Asuransi) yang dapat

menerbitkan Surety Bond. Kemudian diperbaharui dengan Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 951/KMK.01/1993 menunjuk 14 Perusahaan Asuransi yang

dapat menerbitkan surety bond, salah satunya adalah PT Jasaraharja Putera.

Surety bond dalam hal penerbitannya memiliki beberapa tahapan disesuaikan

dengan jenis warkat jaminannya. Adapun bentuk jenis warkat jaminan dalam

kegiatan poyek yaitu :

1. Surat Jaminan Penawaran (Lampiran II Perpres Nomor. 54 tahun 2010)


2. Surat jaminan Pelaksanaan (Lampiran VPerpres Nomor. 54 tahun 2010)
3. Surat Jaminan Uang Muka (Lampiran II Perpres Nomor. 54 tahun 2010)
4. Surat Jaminan Pemeliharaan (Lampiran V Perpres Nomor. 54 tahun 2010)

Perjanjian surety bond akan terjadi apabila pihak surety company (PT. Jasaraharja

Putera) berjanji untuk menjamin principal bagi kepentingan obligee, maka surety

company akan bertanggungjawab untuk memenuhi kewajiban tersebut kepada

obligee. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, pemberian jaminan bersifat

tambahan terhadap perjanjian pokok.


5

Proses klaim di dalam surety bond terjadi apabila, principal tidak memenuhi

kewajibannya, sebagaimana yang diperjanjikan dalam kontrak (wanprestasi),

kemudian obligee mengajukan klaim maka, surety company akan membayar ganti

kerugian yang disebabkan kegagalan principal. Setiap pembayaran klaim yang

telah dikeluarkan oleh surety company wajib dimintakan recoverinya dari

principal. Pelaksanaa recovery atau subrogasi terhadap principal yang telah

melakukan wanprestasi sehingga mengakibatkan terjadinya pembayaran klaim

kepada obligee, merupakan hak dari surety company sebagai penjamin

berdasarkan Agreement of Indemnity to surety atau perjanjian ganti rugi kepada

surety yang telah ditandatangani oleh pihak principal bersama indemtornya.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui dan meneliti

mekanisme penerbitan surety bond serta syarat dan prosedur penyelesaian atas

klaim dan, cara yang ditempuh oleh surety company dalam memperoleh subrogasi

atau recovery atas klaim yang telah dibayarkannya.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis

mengenai permasalahan hukum menjadi sebuah karya tulis dalam bentuk skripsi

dengan judul “Pelaksanaan Penyelesaian Klaim Dan Subrograsi Dalam

Perjanjian Surat Jaminan (Surety Bond)”

(Studi kasus PT. Jasaraharja Putera Cabang Bandar Lampung)


6

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan dan pembatasan masalah di atas,

maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah mekanisme penerbitan surety bondpada PT. Jasaraharja

Putera cabang Bandar Lampung?

b. Bagaimanakahcara penyelesaian klaim dan subrogasi serta hambatan

yang dihadapi pihak Jasaraharja Putera?

2. Ruang Lingkup

a. Ruang lingkup keilmuan

Ruang lingkup kajian penelitian ini adalah dibatasi pada pelaksanaan

klaim surety bondsecara praktek. Bidang ilmu dalam penelitian ini

adalah hukum perdata kususnya hukum perjanjian.

b. Ruang lingkup objek kajian

Ruang lingkup objek kajian adalah mengkaji tentangmekanisme

penerbitan surety bond serta prosedur terjadinya klaim dan cara

penyelesaiannya.
7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk memperoleh uraian lengkap, rinci dan sistematis

mengenaimekanisme pelaksanaan surety bond di PT. Jasaraharja

Putera.

b. Untuk mengetahui cara penyelesaian klaim dan subrogasi yang

dilakukan oleh PT. Jasaraharja Putera.

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat melengkapi dan

mengembangkan perbendaharaan ilmu hukum perdata khususnya di

bidang hukum Perjanjian dan Jaminan.

b. Kegunaan Praktis

Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan pembaca dapat

memahami hal-hal mengenai surety bond dalam pelaksanaan perjanjian

pemborongan pembangunan khususnya oleh pihak PT. Jasaraharja

Putera.
8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perjanjian Secara Umum

1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana seorang atau satu pihak

berjanji kepada seorang atau pihak lain atau dimana dua orang atau dua pihak itu

saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal (Pasal 1313 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata Indonesia). Oleh karenanya, perjanjian itu berlaku sebagai suatu

undang-undang bagi pihak yang saling mengikatkan diri, serta mengakibatkan

timbulnya suatu hubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut yang

dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang

atau dua pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu

rangakaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang

diucapkan atau ditulis.4

Soebekti mengemukakan pengertian perjanjian adalah suatu peristiwa dimana

seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan sesuatu hal.5 Sedangkan menurut M. Yahya Harahap,

perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan harta benda antara dua orang

4
https://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian diakses pada tanggal 26 November 2015 Pukul 01.34
WIB
5
R Soebekti Hukum Perjanjian, Intermesa, Jakarta, 2002, hlm. 1
9

atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi

dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. Dari

pengertian ini dapat dijumpai beberapa unsur antara lain hubungan hukum

(rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (persoon)

atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain

tentang suatu prestasi.6

Unsur-unsur yang tercantum dua orang dalam definisi di atas adalah :

a. Adanya hubungan hukum

Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum.

Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.

b. Adanya subjek hukum

Subjek hukum yang adalah pendukung hak dan kewajiban.

c. Adanya prestasi

Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat

sesuatu.

d. Dibidang harta kekayaan.

2. Jenis-Jenis Perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan tersebut antara

lain, adalah sebagai berikut :7

a. Perjanjian timbal balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok

bagi kedua belah pihak, misalnya perjanjian jual beli.

6
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet. II, Alumni, Bandung, 1986, hal.6
7
Mariam Darus Badrulzaman, Komplikasi Hukum Perikatan, Cet I, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2001, hal. 66.
10

b. Perjanjian cuma-cuma (Pasal 1314 KUHPerdata)

Pasal 1314 KUHPerdata menyebutkan suatu persetujuan dengan cuma-cuma

adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu

keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima manfaat bagi dirinya

sendiri. Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberi

keuntungan bagi salah satu pihak saja, misalnya hibah.

c. Perjanjian atas beban

Pasal 1314 KUHPerdata menyebutkan suatu persetujuan atas beban adalah

suatu persetujuan yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu,

berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Perjanjian atas beban adalah

perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yag satu selalu terdapat kontra

prestasi dari pihak yang lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya

menurut hukum.

d. Perjanjian bernama (Benoemd)

Perjanjian bernama (khusus) adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri.

Maksudnya bahwa perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk

undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari .

Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai Bab XVIII KUHPerdata.

e. Perjanjian tidak bernama (Obnenoemd Overenkomst)

Di luar perjanjian bernama, tumbuh pula perjanjian tidak bernama yaitu

perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di

dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang

disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti

leasing, joint venture, production sharing, franchise. Lahirnya perjanjian ini di


11

dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak mengadakan

perjanjian atau pertij otonomie.

f. Perjanjian Obligator.

Perjanjian obligator adalah perjanjian dimana pihak-pihak sepakat

mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain.

Menurut KUHPerdata perjanjian jual beli saja belum lagi mengakibatkan

beralihnya hak milik atas suatu benda dari penjual kepada pembeli. Fase ini

merupakan kesepakatan (konsensual) dan harus diikuti dengan perjanjian

penyerahan (perjanjian kebendaan).

3. Asas-Asas Perjanjian

Dalam Pasal 1338 KUHPerdata disebutkan bahwa semua persetujuan yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selama dengan sepakat

kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang

dinyatakan cukup untuk itu.

Beberapa asas yang terdapat dalam perjanjian yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan di Indonesia yaitu KUHPerdata, adalah antara lain, yaitu8:

a. Asas kebebasan berkontrak.

Asas ini dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yang

berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya”. Dari pernyataan tersebut

mengandung suatu asas kebebasan dalam membuat perjanjian (kebebasan

8
Agus Sugiarto & Lina Sinarta, Panduan Pintar Cara Membuat Aneka Surat Perjanjian, Prestasi
Pusaka, Jakarta, 2012, hal.3
12

berkontrak) atau menganut sistem terbuka. Asas ini merupakan suatu asas yang

memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :

1) membuat atau tidak membuat perjanjian;

2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratan, serta;

4) menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

b. Asas konsensualisme

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Pada

pasal tersebut ditentukan bahwa kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas

ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tdak

diadakan secara forma, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua

belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan

yang dibuat oleh kedua belah pihak.

c. Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda).

Asas ini menyatakan bahwa perjanjian yang sah akan berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya, sehingga para pihak yang berjanji

harus memenuhi isi dari perjanjian tersebut. Asas kepastian hukum ini

merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt

servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati

substansi kontrakyang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah

Undang-Undang, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi

kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat

disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.


13

d. Asas itikad baik (good faith).

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang

berbunyi :” Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini

merupakan asas bahwa para pihak harus melaksanakan substansi kontrak

berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik

dari para pihak.

e. Asas kepribadian (personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang

akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan

perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 KUHPerdata

menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan

atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas

bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk

kepentingan dirinya sendiri.

4. Syarat-Syarat Perjanjian

Tiap-tiap perjanjian mempunyai dasar pembentukannya. Ilmu hukum mengenal

empat unsur pokok yang harus ada agar suatu perbuatan hukum dapat disebut

dengan perjanjian (yang sah). Ke-empat unsur tersebut selanjutnya digolongkan

ke dalam : dua unsur pokok yang menyangkut subjek (pihak) yang mengadakan

perjanjian (unsur subjektif),dan dua unsur pokok lainnya yang berhubungan

langsung dengan objek perjanjian (unsur objektif)9

9
Gunawan Wijaya & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Jaminan Fidusia, Cet. II, RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2001, hal.14.
14

a. Syarat Subjektif

Seperti telah dikatakan diatas bahwa syarat subjektif sahnya perjanjian,

digantungkan pada dua macam keadaan:

1) Terjadinya kesepakatan secara bebas di antara para pihak yang

mengadakan atau melangsungkan perjanjian. Diatur dalam ketentuan

pasal 1321 sampai dengan pasal 1328 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata.

2) Adanya kecakapan dari pihak-pihak yang berjanji. Diatur dalam

ketentuan pasal 1329 sampai dengan pasal 1331 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata

b. Syarat objektif sahnya perjanjian diatur dalam:

1) Pasal 1332 sampai dengan pasal 1334 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata mengenai keharusan adanya suatu objek, yang merupakan tujuan

dari para pihak, yang berisikan hak dan kewajiban dari salah satu atau

para pihak dalam perjanjian, maka perjanjian itu sendiri “absurd” adanya.

2) Pasal 1335 sampai dengan pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata yang mengatur mengenai kewajiban adanya suatu causa yang

halal dalam setia perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Pasal 1337

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan perumusan secara

negatif, dengan menyatakan bahwa suatu causa dianggap sebagai

terlarang, jika causa tersebut dirang oleh Undang-undang, kesusilaan

maupun ketertiban umum yang berlaku dalam masyarakat dari waktu ke

waktu.
15

5. Pelaksanaan Suatu Perjanjian

Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa, dimana para pihak saling berjanji

untuk melakukan atau melaksanakan sesuatu hal. Hal yang akan dilaksanakan itu

disebut prestasi.

Inti dari suatu perjanjian adalah bahwa para pihak harus melaksanakan apa yang

telah disetujui atau dijanjikan dengan tepat dan sesempurna mungkin. Tindakan

yang bertentangan yang dibuat oleh salah satu pihak mengakibatkan pihak yang

lain berhak meminta ganti rugi. Sedangkan yang dimaksud dengan pelaksanaan

disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan

oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuan. Tujuan tidak akan

tercapai tanpa adanya pelaksanaan perjanjian, dimana para pihak harus

melaksanakan perjanjian dengan sempurna dan tepat seperti yang telah disepakati

bersama.

Abdulkadir Muhammad, menyatakan bahwa : “ jika salah satu pihak telah

melanggar kewajibannya itu bukanlah kesalahannya. Ia telah berjanjian untuk

melaksanakan perjanjiannya, dan ia akan bertanggung jawab jika tidak

melaksanakannya. Hanya jika ada sebab dari luar yang membuat pelaksanaan itu

secara fisik, hukum dan perdagangan tidak mungkin dilakukan, sehingga

kepadanya dapat dimaafkan karena tidak melaksanakan perjanjian itu. Kenyataan

bahwa ia telah melakukan pemeliharaan secara layak, tidak dapat dijadikan alasan

baginya untuk membela diri”.10

10
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Cet. II, Alumni, Bandung, 1986, hal. 156.
16

Apa yang dikemukakan Abdulkadir Muhammad menunjukkan bahwa perjanjian

antara pihak-pihak merupakan suatu hal yang tidak main-main atau dengan

perkataan lain bahwa hak masing-masing pihak tetapi dijamin oleh undang-

undang. Melihat macam-macam hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, maka

perjanjian dibagi 3 (tiga), yaitu :

a. Perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang.

Contoh : jual beli, hibah, sewa-menyewa.

b. Perjanjian untuk berbuat sesuatu.

Contoh : perjanjian perburuhan.

c. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.

Contoh : perjanjian untuk tidak mendirikan tembok.

Sebenarnya suatu perjanjian akan menjadi persoalan manakala salah satu pihak

melanggar/tidak mematuhi isi dari perjanjian yang telah mereka perbuat. Tentu

dilihat alasan tidak dilaksanakannya isi perjanjian, apakah karena keadaan

memaksa (overmacht) atau tidak. Bila ini terjadi karena keadaan memaksa harus

juga dilihat apakah keadaan itu memang betul-betul tidak dapat dielakkan atau

bisa dilaksanakan namun dengan pengorbanan yang besar. Untuk melaksanakan

suatu perjanjian, lebih dahulu harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa isinya,

dengan perkataan lain apakah hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, bahwa : “persetujuan tidak hanya mengikat

untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala

sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh keputusan, kebiasaan

atau Undang-Undang”. Dengan demikian, maka setiap perjanjian dilengkapi


17

dengan aturan yang terdapat di dalam undang-undang, adat kebiasaan, sedangkan

kewajiban-kewajiban yang diharuskan oleh kepatutan harus juga diindahkan. Jadi

adat istiadat (kebiasaan) juga sebagai sumber norma di samping undang-undang

untuk ikut menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari kedua belah pihak

dalam suatu persetujuan, tetapi kebiasaan ini tidak boleh menyimpang dari

Undang-Undang.

B. Pengikatan Pekerjaan Konstruksi

1. Pengertian Kontrak Kerja Konstruksi

Kontrak kerja konstruksi merupakan kontrak yang dikenal dalam pelaksanaan

konstruksi bangunan, baik yang dilaksanakan pemerintah maupun swasta.

Kontrak kerja konstruksi merupakan : “Keseluruhan dokumen yang mengatur

hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan

pekerjaan konstruksi” (Pasal 1 ayat (5) Undang-undang nomor 18 tahun 1999

tentang jasa konstruksi). Unsur-unsur yang dapat ditemukan dalam kontrak

konstruksi yaitu11:

a. Adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa.

b. Adanya objek, yaitu konstruksi

c. adanya dokumen yang mengatur hubungan antara pengguna jasa dan penyedia

jasa.

11
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Inomaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2003,
hal. 91
18

2. Jenis-Jenis Kontrak Konstruksi

Kontrak kerja konstruksi dapat dibagi menjadi 4 (empat) jenis, yaitu menurut

ruang lingkup pekerjaannya (usahanya), imbalannya, jangka waktunya, dan cara

pembayaran hasil pekerjaan. Keempat penggolongan ini adalah sebagai berikut12:

a. Kontrak konstruksi menurut usahanya (Pasal 4 UU No. 18 tahun 1999 tentang

Jasa Konstruksi). Kontrak konstruksi ini merupakan penggolongan kontrak

berdasarkan atas jenis usaha atau pekerjaan yang dilakukan penyedia jasa.

b. Kontrak kerja konstruksi berdasarkan imbalannya (Pasal 20 ayat (3) huruf a

dan Pasal 21 PP No. 30 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa

Konstruksi). Kontrak kerja konstruksi ini merupakan kontrak yang dibuat

berdasarkan atas imbalan atau biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan suatu

konstruksi.

c. Kontrak kerja konstruksi berdasarkan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan

(Pasal 20 ayat 3 huruf b PP No. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggara Jasa

Konstruksi). Kontrak kerja konstruksi berdasarkan jangka waktunya

merupakan kontrak atau perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Dalam kontrak itu ditentukan lamanya kontrak kerja konstruksi dilaksanakan.

d. Kontrak kerja konstruksi berdasarkan cara pembayaran hasil pekerjaan (Pasal

20 ayat (3) huruf c PP No. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggara Jasa

Konstruksi). Kontrak kerja konstruksi ini merupakan penggolongan kontrak

berdasarkan cara pembayaran yang dlakukan oleh pengguna jasa, apakah

sesuai kemajuan atau secara berkala.

12
Ibid, hal. 92
19

3. Para Pihak dan Objek dalam Kontrak Konstruksi

Para pihak dalam kontrak konstruksi, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa.

Penyedia jasa terdiri atas perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan

pengawas konstruksi. Masing-masing penyedia jasa ini harus terdiri dari orang

perorangan atau badan usaha yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Pengguna jasa mempunyai hubungan dengan para perencana konstruksi,

pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi13.

a. Perencana Konstruksi

Ada dua pihak yang terikat dalam pelaksanaan kontrak perencanaan konstruksi,

yaitu pengguna jasa dan perencana konstruksi. Pengguna jasa adalah

perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek

yang memerlukan layanan jasa perencanaan. Perencana konstruksi adalah

penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli di

bidang perencanaan jasa konstruksi. Perencanaan konstruksi itu mampu

mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk

fisik lain.

Objek dalam kontrak perencanaan jasa konstruksi adalah memberikan layanan

perencanaan jasa konstruksi yang meliputi bidang pekerjaan arsitektural, sipil,

mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan (Pasal 4 ayat (1) PP Nomor 28 tahun

2000 tentang Usaha dan Peran Serta Jasa Konstruksi). Ruang lingkup

pekerjaannya, meliputi:

1) survei

2) perencanaan umum, studi mikro, dan studi makro


13
Ibid, hal. 95
20

3) studi kelayakan proyek, industri, dan produksi

4) perencanaan teknik operasi, dan kepemeliharaan, dan

5) penelitian (Pasal 5 ayat (1) PP nomor 28 tahun 2000 tentang Usaha dan

Peran Serta Jasa Konstruksi)

b. Pelaksana Konstruksi

Seperti halnya dalam perencanaan konstruksi, para pihak yang terkait dan

mempunyai hubungan hukum dalam pelaksanaa kontrak kontruksi adalah

pengguna jasa konstruksi dan pelaksana jasa konstruksi. Syarat dari pelaksana

konstruksi ini harus seorang yang profesional dalam bidang pekerjaannya.

c. Pengawas Konstruksi

pengawas konstruksi merupakan salah satu pihak dalam kontrak konstruksi,

yang bertugas melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan

pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan. Pengawas

konstruksi adalah penyedia jasa orang perorangan dan badan usaha. Syarat

menjadi seorang pengawas adalah dinyatakan ahli yang profesional di bidang

pengawasan. Secara strategis lingkup pelayanan jasa perencanaan,

pelaksanaan, dan pengawasan terdiri dari jasa rancang bangun, perencanaan,

pengadaan, dan pelaksaan terima jadi, dan penyelenggaraan pekerjaan terima

jadi. Pengembangan layanan jasa perencanaan atau pengawasan lainnya dapat

mencakup antara lain jasa manajemen proyek, manajemen konstruksi,

penilaian kualitas, kuantitas, dan biaya pekerjaan.


21

4. Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi

Pemilihan penyedia jasa konstruksi berdasarkan pasal 3 PP Nomor 29 tahun 2000

tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi menyebutkan bahwa pemilihan

penyedia jasa dapat dilakukan dengan 4 (empat) cara yaitu sebagai berikut :

a. Pelelangan umum

Pemilihan penyedia jasa oleh pengguna jas dengan cara pelelangan umum

berlaku untuk semua pekerjaan perencanaan dan pengawasan konstruksi,

yang kemudian dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:

1) Pengumuman

2) Pendaftaran

3) Penjelasan

4) Pemasukan penawaran

5) Evaluasi penawaran

6) Penetapan calon pemenang dilakukan berdasarkan penilaian kualitas dan

gabungan kualitas dan harga tetap atau harga terendah

7) Pengumuman calon pemenang

8) Masa sangganh

9) Penetapan pemenang

b. Pelelangan terbatas

Pemilihan penyedia jasa dengan pelelangan terbatas, dilakukan untuk

pekerjaan yang mempunyai resiko tinggi dan mempunyai teknologi tinggi.

Cara pemilihan penyedia jasa dengan pelelangan terbatas terdiri dari :

1) Pengumuman prakualifikasi
22

2) Pemasukan dokumen prakualifikasi

3) Evaluasi prakualifikasi

4) Undangan para peserta yang termasuk dalam daftar pendek

5) Penjelasan

6) Pemasukan penawaran

7) Evaluasi penawaran

8) Penetapan calon pemenang dilakukan berdasarkan penilaian kualitas atau

gabungan kualitas dan harga tetap atau harga terendah

9) Pengumuman calon pemenang

10) Masa sanggah dan

11) Penetapan pemenang

c. Pemilihan langsung

Pemilihan penyedia jasa dengan cara pemilihan langsung hanya berlaku untuk

keadaan tertentu, yaitu :

1) Penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat yang

masih memungkinkan untuk mengadakan pemilihan langsung

2) Pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh penyedia

jasa yang sangat terbatas jumlahnya, dengan ketentuan pekerjaan hanya

dapat dilakukan dengan teknologi baru dan penyedia jasa mampu

mengamplikasikannya sangat terbatas

3) Pekerjaan yang perlu dirahasiakan, yang menyangkut keamanan dan

keselamatan Negara yang ditetapkan oleh Presiden, atau

4) Pekerjaan yang berskala kecil.

Tata cara pemilihan penyedia jasa dengan pemilihan langsung terdiri dari :
23

1) Undangan

2) Penjelasan

3) Pemasukan penawaran

4) Evaluasi penawaran dilakukan berdasarkan penilaian kualitas atau

gabungan kualitas dan harga tetap atau harga terendah

5) Klarifikasi dan negosiasi setelah ditentukan peringkatnya dan

6) Penetapan pemenang

d. Penunjukan langsung

Pemilihan penyedia jasa dengan cara penunjukan langsung berlaku untuk

1) Keadaan tertentu

2) Pekerjaan yang hanya dilakukan oleh pemegang hak cipta atau pihak lain

yang telah mendapat lisensi.

Adapun tata cara pemilihan penyedia jasa yang dilakukan dengan

penunjukan langsung terdiri dari :

1) Undangan

2) Penjelasan

3) Pemasukan penawaran

4) Negosiasi

5) Penetapan pemenang.

5. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pemilihan Penyedia Jasa

Hak dan kewajiban para pihak, baik pengguna jasa maupun penyedia jasa dalam

pemilihan penyedia jasa diatur dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 21 Undang-

Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan Pasal 15 dengan Pasal
24

18 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang penyelenggara Jasa

Konstruksi. Kewajiban penyedia jasa dalam pemilihan penyedia jasa diatur dalam

pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggara Jasa

Konstruski, yaitu :

a. Menyusun dokumen penawaran yang memuat rencana dan metode kerja,

rencana usulan biaya, tenaga terampil dan ahli, rencana dan anggaran

keselamatan dan kesehatan kerja, dan peralatan;

b. Menyerahkan jaminan penawaran;

c. Menandatangani kontrak kerja konstruksi dalam batas waktu yang ditentukan

dalam dokumen lelang.

Hak penyedia jasa dalam pemilihan penyedia jasa diatur dalam Pasal 18 Peraturan

Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000, yaitu :

a. Memperoleh penjelasan pekerjaan;

b. Melakukan peninjauan lapangan apabila diperlukan

c. Mengajukan sanggahan terhadap pengumuman hasil lelang

d. Menarik jaminan penawaran bagi penyedia jasa yang kalah

e. Mendapat ganti rugi apabila terjadi pembatalan pemilihan jasa yang tidak sesuai

dengan ketentuan dokumen lelang.


25

C. Hukum Jaminan di Indonesia

1. Pengertian Hukum Jaminan

Sri Soedewi Masjhoen Sofyan, mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah14:

“Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit,

dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan

demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi

lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya

lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus diikuti dengan adanya

lembaga kredit dengan jumlah besar, dengan jangka waktu lama dan bunga yang

relatif rendah.

2. Objek dan Ruang Lingkup Kajian Hukum Jaminan

Objek kajian merupakan sasaran di dalam penyelidikan atau pengkajian hukum

jaminan. Objek itu dibagi menjadi 2 macam, yaitu objek materiil dan objek

formil. Objek materiil yaitu bahan (materiil) yang dijadikan sasaran dalam

penyelidikannya. Objek formil, yaitu sudut pandang tertentu dalam terhadap objek

materiilnya. Jadi objek hukum formil hukum jaminan adalah bagaimana subjrk

hukum dapat membebankan jaminannya pada lembaga perbankan atau lembaga

keuangan nonbank. Pembebanan jaminan merupakan proses, yaitu menyangkut

prosedur dan syarat-syarat di dalam pembebanan jaminan.

Ruang lingkup kanjian huk jaminan meliputi jaminan umum dan jaminan khusus.

Jaminan khusus dibagi menjadi 2 macam, yaitu jaminan kebendaan dan

perorangan. Jaminan kebendaan dibagi menjadi jaminan benda bergerak dan tidak

14
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Cet. Ke-6 RajaGrafindo
Persada,Jakarta, 2012, hal. 5
26

bergerak. Yang termasuk dalam jaminan benda bergerak meliputi: gadai dan

fidusia, sedangkan jaminan benda tidak bergerak meliputi hak tanggungan,

fidusia, khususnya rumah susun, hipotek kapal laut, dan pesawat udara.

Sedangkan jaminan perorangan meliputi: borg, tanggung menanggung(tanggung

renteng) dan garansi bank.

3. Asas-asas Hukum Jaminan

Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang jaminan maupun kajian terhadap berbagai literatur tentang

jaminan, maka ditemukan 5 asas penting dalam hukum jaminan, sebagaimana

dipaparkan sebagai berikut15

a. Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua haka, baik hak tanggungan, hak

fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya

pihak ketiga dapatmengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan

pembebanan jaminan

b. Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya

dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas

nama orang tertentu

c. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak dapat

mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak

gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian.

d. Asas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima

gadai

e. asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan.

15
Ibid, hal. 9
27

D. Tinjauan Tentang Surety Bond

1. Pengertian Surety Bond

Surety bond adalah salah satu bentuk perjanjian tertulis antara tiga pihak, dimana

penjamin (Surety) memberikan jaminan kepada pihak Kedua (Principal) untuk

kepentingan pihak Ketiga (Obligee). Dalam perjanjian tersebut disepakatkan

bahwa apabila pihak yang dijamin (Principal) lalai atau gagal menyelesaikan

kewajibannya terhadap pihak Ketiga (Obligee) atas apa yang diperjanjikan, pihak

Surety akan menggantikan kedudukan principal untuk menyelesaikan pekerjaan

atau membayar sejumlah klaim sesuai dengan nilai kerugian berdasarkan

perjanjian yang telah disepakati. Dengan menyelesaikan/pembayaran oleh Surety,

tidak menghilangkan kewajiban Principal untuk membayar kembali kepada

Surety sebesar nilai yang telah dibayarkan kepada Obligee (recovery klaim).16

2. Perbedaan Surety Bond dengan Bank Garansi

Walaupun dikatakan surety bond merupakan alternatif lain dari bank garansi,

namun demikian tidaklah identik. Keduanya memiliki perbedaan sebagai

berikut:17

Surety bond :

a. Memperoleh Surety bond tidak diperlukan adanya setoran jaminan (deposit)

b. Ditandatangani oleh dua pihak, Principal dan Surety Company

c. Surety bond diatur dalam perikatan tanggung menanggung/tanggung renteng

d. Surety bond tidak mengutamakan setoran jaminan dan collateral. Resikonya

16
Buku Panduan Resmi JP Insurance, Loc. Cit
17
Ibid hal.8
28

disebar diantara perusahaan-perusahaan asuransi/reasuransi

e. Jangka waktu bond sepanjang kontrak

f. Merupakan perjanjian bersyarat (conditional), klaim dibayar atas dasar

kerugian riil yang diderita

g. Pengajuan klaim dalam surety bond sejak tanggal berakhirnya jangka waktu

(misalnya 3s/d 6 bulan)

h. Resiko atas surety bond disebarkan dengan cara reasuransi

i. Penerbitan surety bond sampai dengan batas tertentu tidak dipersyaratkan

collateral

Bank Garansi :

a. Memperoleh bank garansi dipersyaratkan adanya setoran jaminan

b. Ditandatangani oleh satu pihak saja yaitu bank

c. Bank garansi diatur dalam perikatan pertanggungan sepihak dan penjamin

mempunyai hak istimewa, pasal 1831 KUH Perdata

d. Bank garansi mempersyaratkan setoran jaminan dan jaminan tambahan

e. Jangka waktu bank garansi dapat tidak sepanjang kontrak

f. Merupakan perjanjian tanpa syarat (unconditional/first deman)

g. Dalam bank garansi, dana yang dipergunakan untuk membayar klaim kepada

obligee adalah kekayaan milik nasabah sendiri yang dipegang oleh bank

h. Batas pengajuan klaim bank garansi biasanya 14(empat belas) hari sejak

tanggal berakhirnya jangka waktu jaminan

i. Pada umumnya dalam penerbitan bank garansi dipersyaratkan full collateral.


29

3. Jenis-Jenis Surety Bond

Adapun jenis-jenis surety bond adalah:18

a. Bid bond

Perusahaan surety menjamin, bahwa principal jika memenangkan tender akan

menutup kontrak dan menyediakan jaminan pelaksanaan (performance bond)

b. Performance bond

Perusahaan surety menjamin, bahwa principal akan dapat menyelesaikan

pekerjaan yang ditawarkan sesuai dengan bunyi perjanjian. Jika principal tidak

memenuhi kewajibannya, maka perusahaan surety akan menyelesaikan sampai

pada jumlah yang diperjanjikan sebagai jaminan. Biasanya performance bond

akan diikuti dengan advance payment bond.

c. Advance payment bond

Jika principal dalam pelaksanaan pemborongan bangunan membutuhkan uang

muka dari obligee, maka pembayaran kembali dari uang muka tersebut dijamin

dengan advance payment bond (jaminan uang muka). Advance payment bond

hanya dikeluarkan sehubungan dengan adanya performance bond

d. Maintenance bond

Maintenance bond ( jaminan pemeliharaan), merupakan jaminan terhadap

kerusakan pekerjaan atau matErial yang terjadi setelah pekerjaan selesai

dilaksanakan. Yaitu kerusakan-kerusakan mengenai pekerjaan bangunan yang

terjadi pada masa pemeliharaan. Karena menurut ketentuan dalam perjanjian

pemborongan bangunan, jika terjadi kerusakan/kekurangan mengenai

pekerjaan bangunan yang telah selesai dikerjakan, maka dalam masa

18
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Bentuk Jaminan (Surety-Bond, Fidelity Bond) Dan
Pertanggungan Kejahatan (Crime Insurance), Liberty, Yogyakarta, 1986, hal 53
30

pemeliharaan principal wajib memperbaiki kerusakan atau memenuhi

kekurangan pekerjaan tersebut.

e. Payment bond (labour and material bond)

Perusahaan surety menjamin bahwa principal akan mapu membayar semua

upah buruh dan harga bangunan sesuai dengan isi perjanjian atau kontrak

sampai pada jumlah maksimum yang diperjanjikan.

4. Wanprestasi dalam Surety Bond

Wanprestasi dalam surety bond terjadi apabila principal dianggap gagal atau tidak

memenuhi kewajibannya sesuai yang diperjanjikan dalam kontrak.

Adapun bentuk kegagalan principal yang dianggap wanprestasi adalah:19

a. Pekerjaan tidak selesai pada waktunya

b. Pekerjaan sama sekali tidak sesuai dengan yang diperjanjikan

c. Pemberian atau pemakaian bahan-bahan yang tidak seperti yang diperjanjikan

d. Perusahaan principal jatuh pailit

Hal-hal yang mengakibatkan terjadinya klaim pada surety bond adalah apabila

principal tidak memenuhi kewajibannya sesuai yang diperjanjikan dalam kontrak

(wanprestasi) dan kemudian obligee secara resmi memutuskan hubungan kerja

dengan principal. Penyelesaian klaim akan dilakukan oleh perusahaan surety,

dimana perusahaan surety akan membayar kepada obligee sebesar kerugian yang

diderita obligee maksimum sebesar nilai jaminan (penalty bond)

19
Ibid, hal. 62
31

Adapun kerugian-kerugian yang tidak dijamin oleh surety bond adalah sebagai

berikut :

a. Kerugian yang diakibatkan oleh force majeur

b. Kerugian yang terjadi setelah adanya perubahan kontrak yang sebelumnya

tidak diberitahukan kepada perusahaan surety.

5. Berakhirnya Perjanjian Surety Bond

Berakhirnya perjanjian surety bond adalah karena:20

a. Principal telah memenuhi kewajiban sesuai dengan isi perjanjian pokok . hal

ini sesuai dengan sifat lebaga jaminan yang bersifat accesoir terhadap

perjanjian pokok. Apabila perjanjian pokok telah dipenuhi maka hapus pula

perikatan jaminan.

b. Pihak surety telah memenuhi klaim ganti rugi kepada pihak obligee.

20
Ibid, hal. 64
32

E. Kerangka Pemikiran

Surety Bond

Landasan Pemikiran
Keberadaan Surety
Bond

Latar Belakang Proses Syarat dan Prosedur


Surety Bond Penerbitan Klaim Surety Bond
Surety Bond

1. Mekanisme
1. Mekanisme dan Syarat
Menjelaskan Pengajuan
lahirnya Klaim Surety
Surety Bond Bond
Surety Bond 2. Mekanisme 2. Prosedur
Penilaian Penyelesaian
Surety Bond Klaim
3. Mekanisme 3. Pelaksanaan
Penerbitan Subrogasi
Surety Bond dalam
Perjanjian
Surety Bond
33

Keterangan :

Keputusan Presiden Nomor 14 tahun 1979 (yang kemudian diperbaharui dengan

Keputusan Presiden Nomor 14.A tahun 1980), kemudian ditindaklanjuti dengan

Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

271/KMK.011/1980 tentang Penunjukan Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank

yang dapat menerbitkan Jaminan menjadi dasar lahirnya surety bond di Indonesia.

Dalam hal penerbitan surety bond ada 2(dua) tahapan yang harus dilalui, yaitu:

tahap pengajuan surety bond dan tahap penilaian sebagai langkah pengamanan

sebelum penerbitan surety bond, setelah dua tahapan tersebut terpenuhi barulah

surety bond dapat diterbitkan oleh surety company. Penerbitan surety bond

tersebut disesuaikan dengan jenis warkat jaminannya, adapun jenis warkat

jaminan surety bond adalah jaminan penawaran, jaminan pelaksanaan, jaminan

pembayaran uang muka, dan jaminan pemeliharan.

PT. Jasaraharja Putera sebagai salah satu perusahaan yang diberikan kewenangan

menerbitkan surety bond berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

761/KMK.013/1992 tentang Bank-Bank yang dapat menerbitkan Surat Jaminan

Bank (Bank Garansi) dan Lembaga Keuangan Non Bank (Perusahaan Asuransi)

yang dapat menerbitkan Surety Bond, dalam hal mengatasi klaim yang diajukan

oleh obligee atas kegagalan principal dalam pemenuhan kewajibannya

(wanprestasi). Untuk setiap penyelesaian klaim surety bond, terlebih dahulu harus

dilakukan penelitian dan perundingan baik dengan obligee maupun dengan

principal dan apabila diperlukan dapat dilakukan survey ke lokasi proyek.

Apabila principal terbukti bersalah maka pihak surety akan membayarkan


34

kerugian yang diderita oleh obligee dengan cara mentransfer ke rekening obligee

tersebut, setelah klaim dibayarkan kemudian pihak surety melaksanakan

subrogasi atau recovery berdasarkan Agreement of Indemnity To Surety atau

perjanjian ganti rugi kepada surety yang telah ditandatangani pihak principal

bersama Indemnitornya. Nilai recovery yang harus diperoleh dari pihak principal

adalah sebesar klaim yang diajukan ditambah biaya lainnya yang terkait (biaya

pengadilan, biaya tagihan, bunga atas tertundanya pengembalian ganti rugi).

Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh PT. Jasaraharja Putera selaku

surety company sehubungan dengan dilaksanakannya recovery adalah dilakukan

secara langsung atau dilakukan sendiri, melalui bantuan pihak ketiga, eksekusi

atas collateral, dan penyelesaian secara hukum.

Penelitian ini mengkaji mengenai mekanisme penerbitan surety bond dan

penyelesaian klaim atas terjadinya wanprestasi serta pelaksanaan subrogasi atau

recovery setelah klaim dibayarkan.


35

III. METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika

dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara

sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem

tertentu, metodologis artinya menggunakan metode atau cara tertentu dan

konsisten berarti tidak ada hal yang bertentangan dalam kerangka tertentu.

Penelitian sangat diperlukan untuk memperoleh data yang akurat sehingga dapat

menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat

mempertanggungjawabkan kebenaranya.21

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

normatif-empiris (terapan)22. Penelitian hukum normatif-empiri smengkaji

pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif (perundang-undangan)

dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi

dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penelitian hukum

normatif-empiris bermula dari ketentuan hukum postif tertulis (perundang-

undangan) yang diberlakukan pada peristiwa hukum in concreto dalam

masyarakat, seperti jual beli, pengalihan hak cipta berdasarkan kontrak, serta tata

21
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004,
hlm. 2.
22
Ibid, hal. 53
36

cara memperoleh dan melunasi kredit bank. Dalam penelitian hukum normatif-

empiris selalu terdapat gabungan 2 (dua) tahap kajian. Tahap pertama,kajian

mengenai hukum normatif (perundang-undangan, kontrak) yang berlaku, dan

tahap kedua, kajian hukum empiris berupa penerapan (implementasi) pada

peristiwa hukum in concreto guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Oleh

karena itu, penelitian ini disebut penelitian hukum normatif-empiris atau

penelitian hukum normatif-terapan. Penelitian hukum normatif empiris

membutuhkan data sekunder dan data primer.Penelitian ini akan mengkaji tentang

Pelaksanaan Klaim dan Subrogasidalam Perjanjian Surety Bonddengan melihat

norma, peraturan perundang-undangan dan literatur yang terkait dengan bahan

penulisan skripsi ini.

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dan menguraikan

pokok bahasan yang telah disusun dalam penelitian ini adalah tipe deskriptif. Tipe

deskriptif bertujuan untuk memperoleh pemaparan (deskripsi) secara lengkap,

rinci, jelas, dan sistematis tentang beberapa aspek yang diteliti pada undang-

undang, peraturan pemerintah, atau objek kajian lainnya.23 Untuk itu, penelitian

ini akan menggambarkan secara lengkap, rinci, jelas, dan sistematis mengenai

Pelaksanaan Klaim dan Subrogasidalam Perjanjian Surety Bondyang didasari pada

peraturan perundang-undangan yang terkait.

23
Abdulkadir Muhammad, Op, cit, hlm.102.
37

C. Pendekatan Masalah

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dengan pendekatan

tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu

yang sedang dicoba untuk dicari jawabanya. Metode pendekatan penelitian ini

adalah pendekatan peraturan undang-undang (statute approach) suatu penelitian

normatif tentu harus harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena

yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus

tema sentral suatu penelitian.24 Adapun yang menjadi substansi hukum pada

penelitian ini yaitu, hubungan hukum antara pihak principal, obligee dan surety

company.

D. Sumber Data

Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang

diperoleh langsung dari PT. Jasaraharja Putera dan data yang diperoleh dari bahan

pustaka.25 Adapun dalam mendapatkan data atau jawaban yang tepat dalam

membahas skripsi ini, serta sesuai dengan pendekatan masalah yang digunakan

dalam penelitian ini maka jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan, bahan-bahan hukum

yang terdiri dari: 26

1. Bahan hukum primer, yaitu data normatif yang bersumber dari perundang-

undangan yang menjadi. Bahan hukum primer meliputi:

a. Kitab undang-undang hukum perdata

b. Undang-Undang Nomor 42 tahun1992 tentang Jaminan Fidusia

24
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Group, Jakarta, hlm.93.
25
Soerjono Soekanto, Op, cit, hlm.11.
26
Abdulkadir Muhammad, Op.cit, hlm. 151.
38

c. Undang-undang nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha perasuransian

d. Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

e. Surat Keputusan menteri Keuangan RI Nomor: KMK/761/013/1992

tentang Penunjukan Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank yang Dapat

Menerbitkan Jaminan

f. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah

g. Wawancara Resprentatif dengan pegawai PT. Jasaraharja Putera Cabang

Bandar Lampung

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya

dengan bahan primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta

memahami bahan hukum primer, seperti literatur dan norma-norma

hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi

ini.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan

menggunakan cara studi kepustakaan (liberary research). Studi kepustakaan

merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan penulisan dengan maksud untuk

memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mencatat, dan mengutip dari

berbagai literatur, peraturan perundang-undangan, buku-buku, media masa, dan

bahan tulisan lainnya yang berhubungannya dengan penelitian yang dilakukan.


39

F. Pengolahan Data

Data yang diperoleh baik dari hasil studi kepustakaan selanjutnya diolah dengan

mengunakan metode:27

1. Pemeriksaan data (editing), yaitu data yang diperoleh diperiksa apakah masih

terdapat kekurangan serta apakah data tersebut sesuai dengan permasalahan.

2. Penandaan data (coding), yaitu memberi catatan atau data yang menyatakan

jenis sumber data (buku literatur, dan perundang-undangan).

3. Rekonstruksi data, (reconstructing), yaitu menyusun ulang data secara

teratur, berurutan, logis, sehingga mudah dipahami dan diinterprestasikan.

4. Sistematisasi data(sistematizing), yaitu melakukan penyusunan dan

penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistemasi sehingga

memudahkan pembahasan.

G. Analisis Data

Setelah dilakukan pengolahan data, selanjutnya data dianalisis secaraf kualitatif,

yang artinya hasil penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan

uraian kalimat-kalimat yang mudah dimengerti untuk ditarik kesimpulan sehingga

diperoleh gambaran yang jelas mengenai jawaban dari permasalahan yang

dibahas.

27
Ibid, hlm. 126.
40

IV. PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Surety Bond di PT. Jasaraharja Putera

Penerbitan jaminan di Indonesia pada mulanya hanya dapat diberikan oleh

lembaga keuangan bank dengan menerbitkan surat jaminan dalam bentuk bank

garansi. Produk surety bond sendiri baru dikenal di Indonesia setelah PT.

Jasaraharja Putera melakukan kajian dan mengirimkan personilnya ke beberapa

negara dan selanjutnya mengembangkan dan memasarkan produk surety bond di

Indonesia, sejalan dengan tebitnya Peraturan Pemerintah RI nomor 34 tahun 1978

tanggal 6 Desember 1978.28

Penugasan secara khusus PT. Jasaraharja Putera dalam memberikan jaminan

dalam bentuk surety bond berjalan setelah keluarnya Kepres nomor 14A tahun

1980. Atas dasar Kepres tersebut, keluarlah Surat Keputusan Menteri Keuangan

RI nomor KMK/ 271/011/1980 tanggal 7 Mei 1980 yang berisi penunjukan 53

lembaga keuangan bank yang dapat menerbitkan jaminan dalam bentuk bank

garansi dan lembaga keuangan non bank satu-satunya yakni PT. Jasa Raharja

yang dapat menerbitkan jaminan dalam bentuk surety bond.

28
http://www.jasaraharja-putera.co.id/jp-bonding-surety-bond/ diakses pada tanggal 05 Desember
2015
41

Sejalan dengan terbitnya UU nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

yang berlaku efektif per tanggal 1 Januari 1994, maka pelaksanaan penerbitan

surety bond oleh PT. Jasa Raharja (Persero) dialihkan kepada anak perusahaan

yakni PT. Jasaraharja Putera.

Dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Keuangan RI nomor

KMK/761/013/1992 tentang Lembaga Keuangan Non Bank yang Dapat

Menerbitkan Surat Jaminan, maka pemerintah menetapkan 135 lembaga keuangan

bank yang dapat menerbitkan jaminan dalam bentuk bank garansi dan 20

perusahaan asuransi umum sebagai lembaga keuangan non bank yang dapat

menerbitkan jaminan dalam bentuk surety bond. Untuk saat ini, Pemerintah

memberikan kesempatan kepada perusahaan asuransi umum untuk dapat

menerbitkan surety bond dengan syarat telah memenuhi ketentuan yang telah

ditetapkan oleh Otoritas Jasa keuangan.

B. Proses Penerbitan Surety Bond oleh PT. Jasaraharja Putera

1. Mekanisme Pengajuan Surety Bond

Surety bond sendiri adalah suatu bentuk produk sebagai salah satu bentuk jaminan

yang diterbitkan oleh pihak PT. Jasaraharja Putera guna menjamin terlaksananya

perjanjian pemborongan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan para pihak.

Surety bond disini merupakan salah satu persyaratan untuk mengikuti atau

pengaman dari tiap tahapan-tahapan dari proses perjanjian yang dilakukan, jika

pihak principal wansprestasi dalam melaksanakan perjanjian dan tidak sanggup

untuk mengganti kerugian yang telah terjadi, pihak obligee dapat menuntut pihak

surety company sebagai pihak penjamin untuk memenuhi semua kewajiban sesuai
42

dengan yang telah tertuang dalam perjanjian surety bond. Adapun mekanisme di

PT. Jasaraharja Putera agar bisa memperoleh surety bond adalah sebagai

berikut29:

a. Principal mengisi surat permohonan penerbitan surety bond terlebih dahulu

b. Principal melengkapi dokumen-dokumen dasar dan dokumen proyek sesuai

dengan jenis jaminan yang dimintakan PT. Jasaraharja Putera.

Untuk yang baru pertama menjadi nasabah pihak PT. Jasaraharja Putera

mensyaratkan kepada pihak nasabah untuk menyerahkan data-data perusahaan

antara lain :

a. Foto copy akta pendirian perusahaan beserta perubahan-perubahanya (jika telah

mengalami perubahan terhadap akta tersebut)

b. Foto copy ijin usaha dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan

c. Tanda Daftar Rekanan (TDR)

d. Foto copy NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)

e. Referensi bank

f. Sejarah perusahaan dan pemimpin perusahaan

g. Susunan personalia

h. Ijasah-ijasah dan daftar riwayat direksi dan staff ahli

i. Data tentang pekerjaan yang sedang dikerjakan,dilampiri referensi pekerjaan

j. Data tentang pekerjaan yang sedang dikerjakan saat ini lengkap dengan

prosentase selesai atau prestasi kerja, nilai kontrak dan tanggal penyelesaian

serta dilampiri foto copy SPK-nya (jika ada)

k. Data tentang peralatan usaha, dilampiri bukti pembeliannya


29
Wawancara dengan Bapak Mulyawan (Kasi. Uderwriting) JP Insurance tanggal 16 Maret 2015
Pukul 15.30 WIB
43

l. Foto copy Surat Ijin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK)

m. Lampiran laporan keuangan selama 2 (dua) tahun periode terakhir sedapat

mungkin yang telah diaudit oleh akuntan publik

Setelah data-data perusahaan tersebut disetor maka pihak PT. Jasaraharja Putera

akan memeriksa kebenaran data dan kelayakan calon nasabah tersebut dengan

melakukan survey on the spot ke alamat calon nasabah. Setelah itu baru dianalisis

kemampuan calon nasabah tersebut, berdasarkan metode 5 C yang terdiri dari 30:

a. Character

Perusahaan surety mengharapkan agar pricipal bersifat jujur dan terbuka

artinya principal mau menjelaskan keadaan sebenarnya kepada Perusahaan

Surety.

b. Capital

Surety Company perlu mengukur kemampuan finansial principal untuk

mengetahui apakah yang bersangkutan memiliki sumber dana yang cukup

untuk membiayai kontrak pekerjaan yang sedang dilaksanakannya.

c. Capacity

Dalam hal ini perlu diketahui tehnical capacity dari principal. Perusahaan

surety berkeinginan bahwa principal yang dijamin akan mempunyai kapasitas

yang baik dibanding dengan volume pekerjaan yang akan dikerjakan.

d. Condition

Perusahaan surety menghendaki agar principal yang dijamin telah memenuhi

persyaratan suatu badan usaha

30
https://www.google.com/search?q=latar+belakang+surety+bond+pada+PT.+Jasaraharja&ie=utf-
8&oe=utf-8 diakses pada tanggal 05 Desember 2015 Pukul 21.00 WIB
44

e. Collateral

Pada prinsipnya surety bond yang murni dapat diterbitkan tanpa collateral.

Namun demikian dalam pelaksanaannya di Indonesia untuk permohonan-

permohonan tertentu atau dalam situasi tertentu perusahaan surety dapat

menetapkan kebijaksanaan untuk mengenakan collateral, yaitu penilaian

terhadap agunan yang dimintakan perusahaan surety dari principal. Sebelum

bond/jaminan diterbitkan, perusahaan surety terlebih dahulu mengikat

jaminan/ collateral yang diserahkan oleh principal dengan hak tanggungan

dan surat perjanjian atau pernyataan yang dianggap perlu.

2. Mekanisme Penilaian Sebelum Penerbitan Surety Bond

Sebelum jaminan dikeluarkan oleh pemberi jaminan (Surety), maka pihak surety

melakukan penilaian-penilaian terlebih dahulu terhadap beberapa hal dalam

kontrak, antara lain sebagai berikut31:

a. Harga Kontrak

Mengenai harga kontrak ini sangat penting bagi Surety karena dari jumlah ini

akan diperhitungkan berapa persen besarnya jumlah jaminan yang akan

diberikan oleh pemberi jaminan.

b. Ketentuan Tentang Pembayaran

Sistem pembayaran ini biasanya ditetapkan dalam dalam kontrak tentang

sistem pembayaran. Ada yang didasarkan kepada pembayaran bulanan,

berdasarkan prestasi kerja, ada pula yang berdasarkan dengan biaya tetap, dan

baru dibayarkan pada saat setelah selesai seluruh pekerjaan. Biasanya setelah

pekerjaan ini dengan alasan untuk melindungi dirinya pemilik menahan 5%

31
Wawancara dengan Bapak Mulyawan (Kasi. Uderwriting) JP Insurance tanggal 16 Maret 2015
Pukul 15.30 WIB
45

dari nilai proyek dan baru dicairkan setelah pekerjaan telah selesai dengan

sempurna atau sebagai gantinya obligee meminta jaminan pemeliharaan

c. Pekerjaan Yang Akan Dijamin

Untuk pekerjaan yang akan dijamin, pihak surety perlu mendapatkan informasi

terlebih dahulu mengenai hal-hal :

1) Uraian pekerjaan khususnya tentang tipe dan jenis pekerjaan pada proyek

pekerjaan-pekerjaan yang berat seperti jembatan, bendungan atau

pekerjaan lain yang dekat dengan sungai atau laut serta pekerjaan dibawah

tanah, karena resiko pekerjaan beresiko tinggi.

2) Jangka waktu penyelesaian pekerjaan mungkin ada perpanjangan, karena

lebih panjang jangka waktunya, maka resiko pemberi jaminan akan

bertambah pula

3) Terhadap resiko khusus maka principal harus dibebaskan dari tanggung

jawab atas konsekuensinya. Resiko-resiko khusus tersebut adalah perang,

huru-hara, resiko politik serta force majeure yang mempengaruhi

selesainya pekerjaan baik langsungatau tidak langsung. Pihak surety juga

tidak menjamin konversi dan resiko valuta asing, bila kontrak dibuat

dalam harga kontrak valuta asing, sehingga dalam kontrak kerja resiko ini

dikecualikan. Jalan lain untuk principal agar mencari asuransi lain yang

dapat menutupi resiko fluktuasi kurs ini.

4) Pekerjaan yang di subkontrakkan. Jaminan dari surety pada umumnya

hanya untuk principal utama dan tidak otomatis termasuk pekerjaan yang

di subkontrakkan. Sebaiknya pekerjaan-pekerjaan yang di subkontrakkan

agar dicarikan perusahaan lain untuk menutupinya (ada jaminan tersendiri


46

untuk subkontraktor)

5) Ketentuan mengenai hukuman (penalty). Ketentuan ini sangat jarang dapat

dipaksakan untuk disesuaikan sesuai dengan jadwal, karena kontrak

pekerjaan tersebut adalah perjanjian keperdataan,maka berdasarkan hukum

yang diperjanjikan, pihak yang lalai akan dikenakan hukuman (penalty).

Hal ini bisa berpengaruh kepada selesainya pekerjaan sesuai jadwal, yang

berarti bisa menambah jangka waktu, yang bagi surety menambah beban

resiko.

6) Ketentuan tentang pekerjaan tambahan (extra work). Dalam hal terdapat

pekerjaan tambahan yang tidak termasuk dalam kontrak dan tidak ada

dalam perencanaan, namun perlu dilakukan pada saat pekerjaan sedang

dalam penyelesaian atau juga karena alasan kurang jelasnya kontrak, maka

hal ini tidak dapat otomatis dapat ditanggung, kecuali atas perintah dan

persetujuan pemilik bahwa pekerjaan tambahan dan biaya tambahan

disetujuinya.

7) Perubahan kontrak, karena surety adalah bukan para pihak dalam kontrak

pelaksanaan pekerjaan maka setiap perubahan terhadap kontrak harus

diberitahukan kepada surety company dan bila tidak maka surety company

tidak bertanggung jawab terhadap perubahan tersebut.

8) Perselisihan, lazimnya ditemukan dalam kontrak kesepakatan bahwa para

pihak memilih cara mana (pengadilan atau arbitrase) dalam menyelesaikan

masalah yang akan timbul kemudian. Hal ini harus diketahui oleh pihak

surety.
47

3. Mekanisme Penerbitan Surety Bond

Untuk prosedur penerbitan surety bond di PT. Jasaraharja Putera disesuaikan

dengan jenis warkat jaminan yang terdiri dari 32:

a. Jaminan Penawaran (Bid bond/Tender bond)

Menjamin apabila principal yang ditunjuk sebagai pemenang dalam suatu

tender mengindarkan diri atau tidak bersedia melanjutkan kontrak pelaksanaan

dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, maka principal wajib membayar

ganti rugi, maka surety akan membayar ganti rugi kepada obligee dengan

maksimum sebesar nilai jaminan. Fungsi bid bond adalah untuk menjamin agar

principal yang mengikuti tender benar-benar bertanggung jawab atas

penawaran yang diajukan.

Prosedur tender :

1) Adanya undangan dari obligee :

- Undangan tertutup : hanya dikirimkan kepada principal tertentu.

- Undangan terbuka : diumumkan melalui media masa

2) Pada saat principal mengajukan penawaran yang bersangkutan harus

menyertakan jaminan tender baik yang berbentuk bank garansi maupun

surety bond.

3) Nilai bid bond berkisar antara 1-3% dari nilai penawaran yang diajukan.

4) Pada setiap tender sesuai Keppres harus diikuti oleh minimal 3 peserta.

Apabila tidak, tender dinyatakan batal.

5) Pemasukan penawaran oleh principal dalam sampul tertutup sesuai dengan

batas waktu yang ditentukan.

6) Penetapan pemenang atas penawaran ditentukan berdasarkan the lowest


32
Buku Panduan Resmi JP insurance, op.cit. hal 9-11
48

and responsible bidder.

Pelelangan ulang

Pelelangan ulang dinyatakan gagal bila :

1) Penawaran yang memenuhi syarat kurang dari 3 peserta

2) Harga standar dilampaui

3) Dana yang tersedia tidak cukup

4) Pemenang yang ditunjuk mengundurkan diri, dan pemenang urutan

berikutnya tidak bersedia ditunjuk

5) Harga yang ditawarkan dianggap tidak wajar

6) Sanggahan dari rekanan terhadap keputusan pemenang tender dinyatakan

benar.

Persyaratan Penerbitan Bid Bond

Principal diwajibkan menyerahkan :

1) Application form yang ditandatangani oleh direksi

2) Agreement idemnity to surety

3) Undangan tender

4) Dokumen tender

b. Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond)

Jaminan yang dipersyaratkan oleh obligee kepada principal (yang telah

ditujnuk sebagai pemenang tender untuk menangani proyeknya).

Performance bond yang diperlukan untuk menjamin apabila principal

mengalami kegagalan di dalam memenuhi kewajibannya melaksanakan

pekerjaan menurut kontrak. Kegagalan principal tersebut dinyatakan obligee

dalam suatu berita acara atau surat pemutusan hubungan kerja. Sebagai
49

penjamin (Surety) akan mengganti kerugian yang diderita obligee sebesar nilai

jaminan.

Prosedur penerbitan performance bond :

1) Harus ada:

a) Keputusan pemenang tender

b) SPK/Letter of Intent, Gunning

c) DO/Delivery Order

2) Besarnya nilai jaminan pelaksanaan 5-10% dari nilai kontrak

3) Penyerahan Performance bond ke obligee diberikan batas waktu tertentu,

selambat-lambatnya sampai dengan 14 hari sejak dikeluarkanya SPK

4 SPK memuat:

a) Nama Pemenang

b) Nilai Kontrak

c) Jenis pekerjaan secara rinci

d) Jangka waktu pekerjaan

c. Jaminan Pembayaran Uang Muka (Advance Payment Bond)

Jaminan yang dipersyaratkan oleh obligee kepada principal atas pemberian

uang muka untuk pelaksanaan proyek sebagai modal kerja.

Fungsi dari Advance Payment Bond adalah menjamin apabila principal

mengalami kegagalan di dalam memenuhi kewajiban melaksanakan sisa uang

muka yang belum dikembalikan kepada obligee. Surety akan membayar ganti

rugi kepada obligee sebesar sisa uang muka yang belum dikembalikan

dikurangi persentasi kerja principal yang belum dibayar.

Besarnya nilai jaminan uang muka maksimum 20% dari nilai kontrak atau
50

ditentukan lain untuk itu. Prosedur penerbitan advance payment bond,

principal diwajibkan untuk menyerahkan :

1) Application form yang ditandatangani oleh direksi

2) Agreement indemnity to surety

3) Kontrak yang ditanda tangani oleh dua belah pihak, yaitu pricipal dan

obligee.

d. Jaminan Pemeliharaan (Maintenance bond)

Jaminan ini dipersyaratkan oleh obligee kepada principal atas pemeliharaan

pekerjaan untuk proyek yang telah diselesaikan/diserahterimakan.

Fungsi Maintenance Bond adalah menjamin apabila terdapat kerusakan atas

hasil pekerjaan principal yang diketahui dalam masa pemeliharaan, tetapi

principal tidak memenuhi kewajibannya untuk melakukan perbaikan. Surety

akan membayarkan ganti rugi kepada obligee sebesar biaya yang diperlukan

untuk perbaikan maksimum sebesar nilai jaminan. Besarnya nilai jaminan

pemeliharaan maksimum 5-10% dari nilai kontrak.

Prosedur penerbitan maintenance bond principal diwajibkan menyerahkan:

1) Application form yang ditandatangani direksi

2) Agreement indemnity to surety

3) Berita Acara Serah Terima Pekerjaan Pertama

4) Copy Kontrak yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu

principal dan obligee.


51

C. Syarat dan Prosedur Penyelesaian Klaim pada PT. Jasaraharja Putera

1. Mekanisme dan Syarat Klaim Surety Bond

Klaim dapat terjadi apabila principal tidak memenuhi kewajibannya sesuai yang

diperjanjikan dalam kontrak (wanprestasi) dan kemudian obligee secara resmi

memutuskan hubungan kerja dengan principal, dalam hal demikian maka obligee

akan mengajukan pencairan jaminan kepada pihak surety. Sebelum pemutusan

hubungan kerja, biasanya obligee telah memperingati principal beberapa kali

tetapi tidak berhasil. Untuk setiap penyelesaian klaim surety bond, terlebih dahulu

harus dilakukan penelitian dan perundingan baik dengan obligee maupun dengan

principal dan apabila diperlukan dapat dilakukan survey ke lokasi proyek.33

Hasil survey beserta penilaian dari petugas yang dibuat tertulis merupakan salah

satu syarat yang penting dalam penyelesaian klaim, untuk membuktikan

kegagalan principal dapat dilakukan koordinasi dengan obligee maupun principal

itu sendiri. Adapun syarat klaim dalam surety bond yaitu34:

a. Terjadinya klaim atas Bid Bond (Jaminan Penawaran)

Klaim atas bid bond terjadi apabila:

1) Principal mengundurkan diri sebagai pemenang

2) Principal tidak dapat memperpanjang bid bond

3) Principal tidak dapat menyerahkan Performance bond dalam jangka

waktu yang ditetapkan dan tidak dapat menandatangani kontrak.

33
Wawancara dengan Ibu Sri Dewi (Kasi. Klaim) JP Insurance tanggal 9 April 2015 pukul 15.00
WIB
34
Buku Panduan Resmi JP Insurance, Op. Cit hal. 12-14
52

Prosedur penyelesaian klaim bid bond :

1) Surat pengajuan klaim dari obligee

2) Surat pengunduran diri dari principal

3) Klaim dibayar setelah selisih harga antara the lowest responsible bidder I

dan II

4) Pembayaran klaim dilakukan melalui transfer ke dalam rekening obligee

seperti yang telah ditetapkan

b. Terjadinya Klaim Advance Payment Bond (Jaminan Uang Muka)

Terjadinya klaim advance payment bond apabila pricipal tidak dapat

mengembalikan uang muka yang telah diterima obligee.

Prosedur penyelesaian klaim advance payment bond :

1) Surat pengajuan klaim dari obligee kepada penjamin

2) Surat teguran I,II, dan III dari obligee

3) Surat pemutusan hubungan kerja

4) Berita acara kemajuan kerja

5) Bukti pembayara termyin dan pelunasan pembayaran uang muka

c. Persyaratan Penyelesaian Klaim Performance Bond (Jaminan Pelaksanaan)

Terjadinya klaim pada Performance bond apabila:

1) Principal mengundurkan diri dari pekerjaan

2) Principal tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai ketentuan

kontrak. Misalnya

- Pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak/SPK

- Pekerjaan di subkontrakkan kepada kontraktor lain


53

- Pekerjaan tidak dapat diselesaikan sesuai waktu yang ditentukan

dalam kontrak.

Prosedur penyelesaian klaim performance bond

1) Surat pengajuan klaim dari obligee kepada penjamin

2) Surat pengunduran diri dari principal

3) Surat teguran I, II, dan III dari obligee

4) Surat pemutusan hubungan kerja

5) Berita acara kemajuan kerja

6) Pembayaran klaim untuk proyek pemerintah melalui transfer ke KPPN

untuk dibukukan sebagai pendapatan Negara.

d. Terjadinya Klaim Maintenance Bond (Jaminan Pemeliharaan)

Terjadi klaim maintenance bond apabila principal tidak dapat memenuhi

kewajibannya untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan atas pekerjaan yang

terjadi dalam masa pemeliharaan. Prosedur penyelesaian klaim maintenance

bond:

1) Principal tidak bersedia memperbaiki kerusakan dalam masa

pemeliharaan

2) Surat pengajuan klaim obligee kepada penjamin

3) Berita acara mengenai terjadinya kerusakan terhadap pekerjaan

4) Perincian biaya untuk perbaikan kerusakan atau bukti lain bila

pelaksanaan perbaikan dilakukan oleh pihak ketiga.


54

2. Mekanisme Penyelesaian Setelah Dilakukan Pembayaran Klaim

Dari kenyataan-kenyataan adanya resiko suatu perjanjian atau kontrak yang akan

diderita oleh pihak surety company, maka surety company (PT. Jasaraharja

Putera) mengadakan perjanjian tambahan sebelum diterbitkannya surety bond

antara pihak Surety company dengan pihak principal dalam bentuk Perjanjian

Ganti rugi kepada Surety (Agreement Of Indemnity To Surety) yang dimintakan

pengesahan kepada Notaris35. Perjanjian ganti rugi kepada surety (Agreement Of

Indemnity To Surety) ditandatangi oleh;

a. Principal;

b Dewan komisaris, sebagai persetujuan pemegang saham perusahaan

principal;

c. Indemnitor;

d. Dewan komisaris sebagai pemegang saham perusahaan Indemnitor.

Perjanjian ganti rugi (Agreement Of indemnity To Surety) berisi tentang principal

/ pelaksana, pengurus, penganti dan orang-orang yang ditunjuk principal setuju

untuk membayar ganti kerugian yang diderita surety company dan membebaskan

surety company dari kerugian terhadap setiap tindakan berupa tagihan, tuntutan,

tanggung jawab, kehilangan atau biaya apapun termasuk biaya penasehat hukum

yang oleh surety company harus dibayarkan sebagal akibat dari telah diberikannya

jaminan tersebut untuk principal, atau yang dikeluarkan dan diderita oleh surety

company sehubungan dengan sesuatu tuntutan (klaim), proses peradilan,

pemeriksaan atau pengeluaran-pengeluaran lainnya yang berkaitan dengan

jaminan tersebut, termasuk setiap gugatan untuk memaksakan pelaksanaan

35
Wawancara dengan Ibu Sri Dewi (Kasi. Klaim) JP Insurance tanggal 9 April 2015 pukul 15.00
WIB
55

kewajiban-kewajiban dari perjanjian. Dalam perjanjian surety bond ini yang

ditambah dengan perjanjian ganti rugi kepada surety (Agreement Of Indemnity To

Surety) pihak surety company dapat menuntut kembali pihak principal untuk

membayar ganti rugi terhadap pihak surety company (subrogasi)

Namun dalam kenyataan di lapangan hal ini juga menemui kendala karena pihak

principal selalu mengulur-ulur waktu untuk menganti kerugian pihak surety

company yang telah membayar klaim terhadap obligee.

Jika terjadi hal seperti itu maka pihak surety company akan meminta penjelasan

tentang alasan-alasan pihak principal tersebut. Lalu diadakan musyawarah dan

pihak surety company akan memberikan keringan kepada pihak principal untuk

mengangsur tagihan tersebut. Dalam penyelesaian masalah subrogasi ini pihak

surety company lebih cenderung untuk memakai jalan musyawarah antara kedua

belah pihak. Dalam praktek penerbitan surety bond.

3. Pelaksanaan Subrogasi atau Recovery dalam Perjanjian Surety Bond

Pada dasarnya pelaksanaan subrogasi atau recovery diatur dalam pasal 1840

KUHPerdata untuk borgtocht pada umumnya, tentu saja berlaku atas Surety ship

sebagai bentuk khusus dari borgtocht. Artinya bahwa surety company yang telah

memenuhi kewajibannya kepada obligee berdasarkan surety bond, menggantikan

hak menuntut dari obligee yang ada pada principal demi hukum. obligee yang

telah memperoleh pemenuhan dari perusahaan surety karena kegagalan principal,

melepaskan haknya menuntut principal dan hak ini demi hukum beralih kepada

surety company36 .

36
Emmy Panggaribuan Simanjuntak, Op. Cit, hal. 37
56

Dalam pelaksanaannya, recovery atau subrogasi terhadap principal yang telah

melakukan wanprestasi sehingga mengakibatkan terjadinya pembayaran klaim

kepada obligee, merupakan hal otomatis yang dimiliki oleh PT. Jasaraharja Putera

selaku surety company sebagai penjamin berdasarkan Agreement of Indemnity To

Surety atau perjanjian ganti rugi kepada surety yang telah ditandatangani pihak

principal bersama Indemnitornya.

Nilai recovery yang harus diperoleh dari pihak principal adalah sebesar klaim

yang diajukan ditambah biaya lainnya yang terkait (biaya pengadilan, biaya

tagihan, bunga atas tertundanya pengembalian ganti rugi).

Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh PT. Jasaraharja Putera selaku

surety company sehubungan dengan dilaksanakannya recovery adalah :

a. Dilakukan secara langsung atau dilakukan sendiri

Dalam usaha memperoleh recovery, PT. Jasaraharja Putera secara aktif

berusaha untuk memperoleh recovery tersebut baik melalui Principal maupun

Indemnitornya. Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh PT. Jasaraharja

Putera adalah :

1) PT. Jasaraharja Putera mengeluarkan surat penagihan secara tertulis

kepada principal.

2) Meminta principal untuk membuat Surat Pernyataan Sanggup

membayar kepada PT. Jasaraharja Putera.

b. Melalui bantuan pihak ketiga

Dalam hal ini PT. Jasaraharja Putera meminta bantuan obligee untuk

memperoleh recovery dari principal dengan cara apabila PT. Jasaraharja


57

Putera mengetahui bahwa principal masih mempunyai sisa tagihan pada

obligee, kemudian mengusahakan agar principal bersedia memberikan surat

kuasa kepadanya untuk menagih sisa tagihan principal yang ada pada

obligee.

c. Eksekusi atas collateral

Apabila principal tidak memenuhi kewajibannya kepada PT. Jasaraharja

Putera, maka PT. Jasaraharja Putera mengambil langkah pencairan Collateral

yang diserahkan oleh principal maupun Indemnitor ketika pengajuan

penerbitan surety bond. Cara pencairan collateral yang dilakukan oleh PT.

Jasaraharja Putera adalah :

1) Dicairkan melalui Bank bilamana dalam bentuk sertifikat deposito

2) Dijual/dilelang bilamana berbentuk benda tetap atau bergerak.

Apabila recovery yang diperoleh tersebut nilainya melebihi kerugian utang

principal, maka sisanya harus dikembalikan. Sedangkan apabila kurang maka

PT. Jasaraharja Putera berhak untuk menuntut sisanya.

d. Penyelesaian secara hukum

Apabila dari pihak principal maupun Indemnitor tidak dapat diharapkan

untuk memperoleh recovery, maka upaya terakhir yang dapat ditempuh

adalah melalui jalur hukum, yaitu dengan menyelesaikannya di Pengadilan.

Penyelesaian ini dapat diselesaikan oleh PT. Jasaraharja Putera sendiri (dalam

hal ini adalah Biro Hukum) atau dengan bantuan pengacara.


58

Pada pelaksanaannya PT. Jasaraharja Putera menggunakan cara langsung dalam

memperoleh recovery, sedangkan cara bekerjasama dengan obligee tidak

digunakan karena principal tidak memiliki tagihan pada obligee dan ada itikad

baik dari principal untuk menyelesaikan recovery pada PT. Jasaraharja Putera.

Eksekusi atas collateral belum dilakukan oleh PT. Jasaraharja Putera karena

principal masih memiliki itikad baik. Sedangkan penyelesaian secara hukum juga

tidak digunakan selain karena banyaknya biaya yang dikeluarkan yang mana tidak

sebanding dengan nilai recovery yang akan diterima dari principal, juga

membutuhkan waktu yang lama.


59

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelaksanaan pemberian surety bond di PT. Jasaraharja Putera Cab. Bandar

Lampung pada hakekatnya di dasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 271/KMK.011/1980 tentang Penunjukan Bank dan Lembaga Keuangan

Non Bank yang dapat menerbitkan surat jaminan. Surety bond merupakan

perjanjian yang bersifat accesoir terhadap perjanjian pemborongan bangunan

yang berfungsi sebagai perjanjian pokok. Sebelum surety bond diterbitkan ada

dua tahapan yang harus dilalui yaitu, tahapan pengajuan surety bond dan tahapan

penilaian sebagai langkah pengamanan sebelum surety bond diterbitkan.

Penerbitan surety bond disesuaikan dengan jenis warkat jaminannya, yaitu

jaminan penawaran (Tender Bond), jaminan pelaksanaan (Performance Bond),

jaminan uang muka (Advance Payment Bond) dan jaminan pemeliharaan

(Maintenance Bond).

Dalam hal terjadinya wanprestasi tanggung jawab PT Jasaraharja Putera cabang

Bandar Lampung terhadap pemberian Surety Bond berupa pemberian ganti

kerugian bagi Obligee. Hal ini mengingat adanya wanprestasi tersebut

menimbulkan kerugian bagi Obligee, karena pelaksanaan pemborongan bagunan

tidak terlaksana sesuai kontrak. Adapun batas tanggung jawab Surety Company
60

ini sesuai dengan besarnya jumlah jaminan dalam Surety Bond dan batas waktu

tanggung jawabnya disesuaikan dengan batas waktu berlaku warkat jaminan yang

diterbitkan. Untuk pengamanan bagi pihak Surety Company maka sebelum

diterbitkannya Surety Bond harus melakukan perjanjian tambahan antara pihak

Surety Company dengan pihak Principal dalam bentuk perjanjian ganti rugi

(Agreement of Indemnity to Surety) yang dimintakan pengesahannya kepada

Notaris, yang berisi tentang Principal, pengurus, pengganti dan orang-orang yang

ditunjuk Principal yang berkewajiban untuk membayar ganti kerugian yang

diderita Surety Company.


Daftar Pustaka

A. Buku-buku

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Cet. II, Alumni, Bandung, 1986

Djumhana Muhamad, Hukum Perbankan di Indonesia. P.T Citra Aditya Bakti ,


Bandung, 2003

Fuady Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Cet. II, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2001

Gunawan Wijaya & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Jaminan Fidusia, Cet. II,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001

Harahap M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet. II, Alumni, Bandung, 1986

Hermiati Atty, Surety Bond dan Prinsip-prinsip Underwriting, PT (Persero) Asuransi


Kerugian Jasa Raharja, Jakarta, 1992

Iswardjono Sardjono Purnomo, Uang Dan Bank. FE UGM, Yogyakarta, 1981

Mariam Darus Badrulzaman, Komplikasi Hukum Perikatan, Cet I, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001

Oey Hoey, Fiducia sebagai jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia,


Jakarta, 1985

Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Inominaat di Indonesia, Sinar Grafika,


Jakarta, 2003

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia


Press, 1984

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan


Bangunan, Liberty, Yogyakarta, 1982.

Sugiarto Agus & Sinarta Lina, Aneka Surat Perjanjian, Prestasi Pustaka, Jakarta,
2012

“Mengenal Lebih Dekat Surety Bond PT. Jasaraharja Putera”, Buku Panduan Resmi
PT Jasaraharja Putera, 2011
B. Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Perasuransian

Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Keputusan Menteri Keuangan Keuangan Nomor 761/KMK.013/1992 tentang Bank-


Bank yang dapat menerbitkan Surat Jaminan Bank (Bank Garansi) dan Lembaga
Keuangan Non Bank (Perusahaan Asuransi) yang dapat menerbitkan Surety Bond

C. Jurnal

Amron, “Kinerja Bisnis Penjaminan Surety bond di Indonesia”, Jurnal Asuransi dan
Manjemen Resiko, Volume 1 Nomor 1, Februari 2013

“Surety Bond Dan Potensi Kepailitan”, Jurnal Proteksi No. 137/XXII Maret – April
2001

D. Website

Potensi pasar makin meningkat, bisnis jasa konstruksi kian


memikat”http://www.kabarbisnis.com/konstruksi/287582-
Potensi_pasar_makin_meningkat__bisnis_jasa_konstruksi_kian_memikat.htm
l, diakses tanggal 18 Februari 2015

“Surety Bond : Alternatif Penjaminan Pengganti Garansi Bank”,


https://proteksiasuransi.wordpress.com/2008/05/26/surety-bond-alternatif-
penjaminan-pengganti-garansi-bank/, diakses tanggal 18 Februari 2015

https://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian diakses pada tanggal 26 November 2015

http://www.jasaraharja-putera.co.id/jp-bonding-surety-bond/ diakses pada tanggal 05


Desember 2015

https://www.google.com/search?q=latar+belakang+surety+bond+pada+PT.+Jasaraha
rja&ie=utf-8&oe=utf-8diaksespadatanggal 05 Desember 2015

Anda mungkin juga menyukai