Anda di halaman 1dari 53

Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen

BAB VI
SISTEM PROSES:
PENGOLAHAN PRODUK MELALUI SATU DEPARTEMEN

Sistem Pengumpulan Biaya Produksi


Tujuan akhir akuntansi biaya adalah menghitung harga
pokok produksi (cost of goods manufactured) per unit. Istilah harga
pokok produksi mempunyai makna yang sama dengan biaya
produksi (cost of production). Selanjutnya dalam buku ini
menggunakan kedua istilah tersebut. Harga pokok produksi
disingkat “HPPd”, sedankan biaya produksi disingkat BPRd.
Sistem atau metode pengumpulan biaya produksi ada dua,
yaitu sistem biaya proses (process cost system) dan sistem biaya
pesanan (Job order cost system). Untuk penyebutan selanjutnya,
memakai istilah yang telah umum dipakai, yaitu ‘Sistem Proses’
dan ’Sistem Pesanan’. Perusahaan pemanufakturan dapat memilih
salah satu sistem tersebut. Vanderbeck (2005) menyatakan, sistem
process sesuai digunakan untuk perusahaan memproduksi barang

1
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
atau jasa yang memiliki karakteristik yang serupa. Sedangkan
sistem job order sesuai untuk perusahaan yang memproduksi
barang atau jasa yang memiliki spesifikasi berbeda. Perincian
perbandingan sitem proses dan pesanan selengkapnya ada pada
peraga 6-1.
Syarat utama perusahaan dapat menggunakan sistem proses:
1. Perusahaan memproduksi hanya satu jenis barang atau jasa
yang mempunyai spesifikasi yang sama.
2. Manajemen perusahaan yang memproduksi lebih dari satu
jenis barang atau jasa dapat menerima asumsi atau anggapan
bahawa barang atau jasa yang sesusungguhnya bespesifikasi
berbeda dianggap sama.
Secara teoritis, perusahaan apapun dapat memakai sistem
proses, asalkan hanya satu spesifikasi barang yang dihasilkan.
Misalnya, perusahaan semen yang hanya memproduksi satu jenis
dan satu kualitas semen, perusahaan konveksi yang hanya
memproduksi satu jenis pakaian, perusahaan genting yang hanya
memproduksi satu jenis genting, perusahaan batu bata yang
hanya memproduksi satu jenis batu bata, perusahaan gula pasir
yang hanya memproduksi satu jenis gula pasir, perusahaan jasa
pengiriman yang hanya melayani satu trayek, dan lain sebagainya.
Sedangkan perusahaan semen yang memproduksi berbagai jenis
semen, misalkan semen putih, semen abu-abu, merah, dll, dan
mempunyai kualitas 1, kualitas 2, kualitas 3, dll, maka secara
teoritis sudah tidak sesuai lagi dengan sistem proses. Demikian
juga perusahaan konveksi yang memproduksi berbagai model

2
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
baju, celana, kaos, dll juga sudah tidak sesuai memakai sistem
proses.
Syarat utama perusahaan dapat menggunakan sistem
pesanan:
1. Perusahaan memproduksi lebih dari satu jenis barang atau
jasa yang mempunyai spesifikasi yang berbeda, dan mampu
memisahkan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung ke masing-masing spesifikasi barang atau jasa
(sesuai job).
2. Manajemen perusahaan yang memproduksi lebih dari satu
jenis barang atau jasa dapat menerima asumsi atau anggapan
bahwa, manajmen perusahaan yang sesusungguhnya tidak
dapat memisahkan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung ke setiap job barang atau jasa, dianggap dapat
memisahkan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung ke setiap job barang atau jasa tersebut.
Secara teoritis, perusahaan apapun dapat memakai sistem
pesanan, asalkan memproduksi lebih dari satu spesifikasi barang
dan dapat memisahkan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung kesetiap job. Misalnya, perusahaan semen yang mem-
produksi berbagai jenis semen, misalkan semen putih, semen abu-
abu, merah, dll, dan mempunyai kualitas 1, kualitas 2, kualitas 3,
dll, dimana manajemen dapat memisahkan biaya bahan baku dan
biaya tenaga kerja langsung kesetiap job atau jenis semen.
Demikian juga perusahaan konveksi yang memproduksi berbagai
model baju, celana, kaos, dll, dimana manajemen dapat memisah-
kan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung kesetiap

3
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
job atau jenis baju yang dihasilkan. Jika perusahaan memproduksi
lebih dari satu jenis barang atau jasa, tetapi tidak mampu
memisahkan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung
untuk masing-masing pesanan (job), maka secara teoritis tidak
dapat menggunakan sistem pesanan.
Kenyataanya, jarang sekali perusahaan pemanufakturan dan
jasa yang hanya memproduksi satu spesifikasi barang atau jasa,
pada kenyataanya mereka membuat lebih dari satu spesifikasi
barang atau jasa, baik berbeda karena model, bentuk, ukuran,
warna, kualitas, maupun yang lainnya. Hal ini menyebabkan
secara teoritis juga sedikit perusahaan yang menggunakan sistem
proses. Sebaliknya, juga hanya sedikit perusahaan yang mampu
memisahklan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung
ke setiap pesanan/job, sehingga secara teoritis juga hanya sedikit
perusahaan yang sesuai menggunakan sistem pesanan. Sebagian
besar perusahaan memproduksi lebih dari satu jenis spesifikasi
barang jadi atau jasa, dan perusahaan tersebut juga tidak mampu
memisahkan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung ke
setiap pesanan. Dengan demikian, perusahaan ini secara teoritis
tidak sesuai menggunakan sistem proses maupun sistem pesanan.
Lalu sistem apa yang mereka pakai? Untuk mengatasi masalah
tersebut, pihak manajemen akan memilih sistem proses atau
pesanan berdasarkan pertimbangan. Manajemen akan memper-
timbangkan dengan asumsi, jika mereka dapat menerima
anggapan/asumsi bahwa spesifikasi yang kenyataanya berbeda
dianggap memiliki spesifikasi yang sama, maka mereka meng-
gunakan sistem proses. jika manajemen dapat menerima
anggapan bahwa karyawan yang terlibat pembuatan bukti

4
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
transaksi pemakaian bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung
yang kenyataanya tidak dapat memisahkan biaya ke setiap
pesanan, dianggap/diasumsikan dapat memisahkan biaya ke
setiap pesanan, maka mereka akan menggunakan sistem pesanan.

5
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
Perbandingan Sistem Proses dan Pesanan
NO KETERANGAN PROSES PESANAN
1 Sifat Homogen, sejenis, misalnya Heterogen, berbagai jenis,
barang produksi semen, batu bata misalnya produksi
yang berbagai jenis buku mata
diproduksi pelajaran

2 Sifat produksi Kontinyu. Jika produksi Terputus-putus. Jika job


suatu barang atau jasa yang satu selesai
selesai, dapat diteruskan dikerjakan, proses
tanpa menghentikan proses produksi dihentikan, dan
produksi, karena mulai dengan job
karakteristik barang dan berikutnya. Misalnya
jasanya sama. Misalnya proses produksi buku yang
produksi semen yang tidak harus terputus saat
perlu terputus, karena jenis pergantian jenis buku.
semen sama.

3 Pengumpulan/ Biaya produksi Biaya produksi


pengelompokkan dikelompokkan per periode dikelompokkan per
biaya produksi dan per pusat biaya. pesanan per pusat biaya.
Misalnya, Misalnya
A. Biaya produksi periode A. Biaya produksi
Maret Rp 900.000 pesanan nomor 5 Rp
B. Biaya produksi periode 100.000
maret, di departemen 1 B. Biaya produksi
Rp800.000 pesanan nomor 6, di
departemen 1
Rp70.000

4 Waktu Setiap akhir periode, Setiap pesanan selesai,


Penghitungan biaya misalkan biaya produksi sehingga biaya produksi,
produksi semen tahun 2006 Rp misalkan pesanan 100
2.000 per kg; 2007 Rp 2.300 buku matematika selesai 8
per Kg Maret 2007, maka pada tgl
tersebut dihitung BPRdnya
misalkan Rp 5.000 per
buku

5 Pembebanan Biaya Langsung ke setiap periode. Langsung kesetiap job.


bahan baku ke Misalkan, biaya bahan baku Misalkan, biaya bahan
biaya produksi periode Maret Rp 200.000; baku pesanan nomor 5 Rp

6
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
April Rp 300.000 30.000;
Nomor 6 Rp 20.000

6 Pembebanan BTKL Langsung ke setiap periode. Langsung kesetiap job.


(Biaya Tenaga Kerja Misalkan, BTKL periode Misalkan, BTKL pesanan
Langsung) ke biaya maret Rp 300.000; April Rp nomor 5 Rp 40.000; Nomor
produksi 400.000 6 Rp 30.000

7 Pembebanan BOP Langsung ke setiap periode. Tidak Langsung, yaitu


(Biaya Overhead Misalkan, BOP periode dengan BOP yang
Maret Rp 20.000; April Rp
Pabrik) ke biaya ditentukan dimuka (BOPd)
400.000
produksi kesetiap pesanan.
Misalkan, BOPd 20 % dari
BTKL. Jika BTKL pesanan
nomor 5 Rp40.000, maka
BOPd pesanan nomor 5
Rp 8.000; BTKL pesanan
Nomor 6 Rp30.000, maka
BOPd Rp6.000

NO KETERANGAN PROSES PESANAN


8 Penghitungan BPRd dihitung setiap akhir BPRd dihitung untuk
BPRd (biaya
periode dengan rumus= setiap pesanan selesai
produksi) per unit
BPRd/Unit = Jumlah biaya dengan rumus BPRd/Unit
produksi dibagi hasil = Jumlah biaya produksi
produksi dibagi hasil Produksi

9 Media penghitungan Laporan biaya produksi Kartu biaya produksi setiap


BPRd (Cost of Production pesanan (Job Cost Sheet)
Summary)

10 Sistem Pencatatan Menggunakan sistem pisik, Menggunakan sistem


Persediaan barang setiap akhir periode perpetual, dimana kartu
dalam proses (BDP) dilakukan stok opnam unit biaya produksi setiap
barang dalam proses dan pesanan berfungsi sebagai
tingkat penyelesaiaanya. buku pembantu rekening
persediaan BDP.

11 Sistem Pencatatan Pisik. Perpetual.


Persediaan Brg Jadi

12 Sistem Pencatatan Dapat menggunakan Perpetual.


Perpetual ataupun pisik.

7
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
Persediaan Bhn
baku

13 Sistem Pencatatan Dapat menggunakan Dapat menggunakan


Persediaan bahan Perpetual ataupun pisik,
Perpetual ataupun pisik,
pembantu.

Aplikasi Pemilihan Sistem Proses dan Pesanan


Perusahaan Genting Puspita menggunakana sistem proses,
karena memproduksi hanya satu jenis genting pres. Sedangkan
Perusahaan percetakan Amanah menggunakan sistem pesanan,
karena memproduksi berbagai barang cetakan dengan spsefikasi
yang berbeda, serta manajemen perusahaan dapat memisahkan
secara jelas biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung ke
setiap job.
Perusahaan roti Sentosa yang memproduksi berbagai model
roti, dengan harga jual antara Rp1.000 sampai Rp 1.500 per
bungkus. Bahan baku sebagian besar sama, yaitu tepung terigu
dan telur. Pembeda spesifikasi roti yang menonjol adalah bahan
pembantu berupa zat perasa buah dan model cetakan. Manajemen
perusahaan mengalami kendala, yaitu bagian gudang tidak
mampu memisahkan pemakaian bahan baku tepung terigu dan
telur untuk setiap model roti. Hal ini terkait kebijaksanaan
manajemen, dimana untuk menghemat pemakaian bahan baku,
beberapa model roti memkai bahan tepung terigu dan telur yang
dicampur bersamaan. Demikian juga saat mengoven, berbagai
jenis roti dapat dioven bersama untuk memaksimalkan kapasitas
pemakaian oven. Tenaga kerja langsung, yaitu tukang pencampur
adonan, tukang oven, dan tukang pembungkus dibayar berdasar-
kan tarif per jam kerja. Manajemen kesulitan mengalokasikan

8
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
waktu jam kerja untuk setiap model roti tersebut. Dengan
demikian, perusahaan tersebut mememiliki model barang jadi
yang banyak, tetapi tidak mampu memisahkan biaya bahan baku
maupun biaya tenaga kerja langsung ke setiap model. Baik sistem
proses maupun sistem pesanan tidak memenuhi syarat untuk
digunakan. Untuk memilih sistem, maka pihak manejemen
mendasarkan pada asumsi. Manajemen Sentosa lebih dapat
menerima asumsi/anggapan, bahwa berbagai model roti yang
memiliki spesifikasi yang berbeda tersebut, dianggap memiliki
spesifikasi yang sama, sehingga hasil produksi 5 roti rasa nanas +
10 rasa strobery + 5 roti taart +10 roti tawar sama dengan 30 buah
roti. Dengan demikian manajemen Sentosa menggunkan sistem
proses dalam menghitung biaya produksi. Manajemen Sentosa
tidak memilih sistem pesanan, karena tidak dapat menerima
anggapan bahwa biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung yang sesungguhnya tidak dapat dipisahkan ke setiap
model roti, dianggap dapat dipisahkan.
Perusahaan mebel Sitinuri yang memproduksi berbagai
model meja, berbagai model kursi, berbagai model almari, dan
berbagai model mebel lainnya. Tetapi manajemen perusahaan
mengalami kendala, yaitu bagian gudang tidak mampu memisah-
kan pemakaian bahan baku kayu untuk setiap model. Hal ini
terkait kebijaksanaan manajemen, dimana untuk menghemat
pemakaian bahan baku, part/komponen berbagai model meja,
kursi dan produk lainnya yang memiliki bentuk yang hampir
sama dibuat bersamaan. Satu lembar papan kayu ukuran 20 cm X
200 cm X 2 cm dapat dipakai untuk membuat komponen dari 10
macam model kursi, 3 macam almari, dan 2 macam meja.

9
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
Kemudian tenaga kerja langsung, yaitu tukang potong kayu yang
dibayar berdasarkan tarif per jam kerja, dia kesulitan meng-
alokasikan waktu jam kerja untuk setiap komponen model mebel
tersebut. Dengan demikian, perusahaan tersebut mememiliki
model barang jadi yang banyak, tetapi tidak mampu memisahkan
biaya bahan baku maupun biaya tenaga kerja langsung ke setiap
model. Baik sistem proses maupun sistem pesanan tidak
memenuhi syarat untuk digunakan. Untuk memilih sistem, maka
pihak manejemen mendasarkan pada asumsi. Manajemen Sitinuri
memilih sistem pesanan, karena manajemen Sitinuri lebih dapat
menerima anggapan bahwa biaya bahan baku dan tenaga kerja
langsung yang sesungguhnya tidak dapat dipisahkan ke setiap
model, dianggap dapat dipisahkan ke setiap jenis mebel.
Manajemen Sitinuri tidak dapat menerima anggapan meja, kursi,
almari adalah barang yang memiliki spesifikasi yang sama.
Manajemen Sitinuri menggunakan asumsi biaya bahan baku
periode Maret Rp 100, dianggap yang Rp 20 untuk 5 kursi kuliah;
Rp 35 untuk 10 kursi kantor; dan Rp 45 untuk 15 meja tamu.
Sedangkan biaya tenaga kerja langsung Rp 150 dianggap Rp 30
untuk 5 kursi kuliah; Rp 70 untuk 10 kursi kantor; dan Rp 50
untuk 15 meja tamu.

PERAGA 6-1: Perbandingan Sistem Proses dan Sistem Pesanan


A. Sistem Proses

Proses A

BBB
BTKL Proses B
BOP
10
Proses C Barg jadi HPPj
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen

B. Sistem Pesanan

Pesanan nomor 100


BBB
BTKL Pesanan nomor 101 Barg jadi HPPj
BOP B
Pesanan nomor 102

(Diadopsi dari: Maher, 1997)

Penggunaan Sistem Proses


Sistem pengumpulan biaya produksi ada dua, yaitu sistem
biaya produksi proses (process cost system) dan sistem biaya
produksi pesanan (job order cost system). Perbandingan kedua
sistem ini telah dibahas diatas. Selanjutnya akan membahas
aplikasi sistem proses, yang meliputi pembuatan produk melalui
satu departemen, dua departemen, dan tiga departemen.
Kemudian juga adanya barang dalam proses awal dan akhir,

11
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
produk rusak, dan alokasi biaya produksi produk bersama. Alur
akuntansi untuk sistem proses dapat dilihat di peraga 6-2. Peraga
ini dibuat untuk barang yang diproses melalui satu departemen.
Jurnal alur akuntansi dapat dilihat di peraga 6-3.
Sistem proses ini dapat digunakan digunakan jika:
1. Perusahaan memproduksi satu jenis spesifikasi barang atau
jasa.
2. Jika perusahaan memproduksi lebih dari satu spesifikasi
barang, baik berbeda karena model, bentuk, ukuran, warna,
kualitas, maupun yang lainnya, tetapi manajemen dapat
menerima anggapan/asumsi bahwa spesifikasi barang yang
dihasilkan yang kenyataanya berbeda itu, dianggap memiliki
spesifikasi yang sama. Misalkan, baju anak model unyil
dianggap sama dengan baju anak model cinderela, baju
dewasa model rambo, dan piyama.

PERAGA 6-2: Alur Biaya Sistem Proses

12
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen

PERAGA 6-3 : Jurnal Alur Biaya Sistem Proses


N TRANSAKSI DEBET KREDIT
O

1 Pembelian BB (bahan Persdiaan BB Hutang dagang


baku), metode perpetual

2 Pembayaran gaji & Gaji & Upah Kas


upah

3 Pembebanan biaya BB Persediaan BDP Persediaan BB


ke Persediaan BDP
(Barang Dalam Proses)

4 Pembebanan BTKL Persediaan BDP Gaji dan Upah


(biaya tenaga kerja
langsung) ke
Persediaan BDP

5 Pembebanan BTK TL BOP Gaji dan Upah


(biaya tenaga kerja tidak
langsung) dan
tambahan gaji TKL ke
BOP (Biaya Overhead
Pabrik)

6 Pembebanan berbagai BOP Biaya bhn pembtu


jenis biaya produksi Biaya listrik
(Bahan pembantu, biaya Depresiasi mesin
kelaur kas, biaya karena
berlalunya waktu) ke
BOP

7 Pembebanan BOP ke Persediaan BDP BOP


Persediaan BDP

8 Produk selesai atau Persediaan BJ Persediaan BDP

13
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
pengakuan Persediaan
BJ (Barang Jadi).

9 Penjualan barang jadi, Piutang Dagang Penjualan


dan pengakuan Harga
Pokok Penjualan (HPPj) HPPj Persediaan BJ

Bukti Transaksi
Bukti transaksi yang dipakai adalah BPB (Bukti Pemakaian
Bahan), Kartu Jam Kerja Karyawan, Laporan Hasil Produksi, dan
Daftar Gaji. Semua bentuk laporan ini sudah dibahas dalam biaya
bahan baku dan biaya tenaga kerja pada bab sebelumnya. Selain
itu, terdapat bukti baru, yaitu LPS (Laporan Produk Selesai).
Laporan ini dibuat bagian gudang barang jadi ataupun bagian
produksi, yang menginformasikan jumlah barang jadi yang
dimasukkan ke gudang jadi pada tanggal tertentu. Kemudian
pada setiap akhir periode, bagian produksi membuat LDP
(Laporan Data Produksi), yang menginformasikan kuantitas
barang yang berhasil diproduksi dan dimasukkan ke gudang
barang jadi selama satu periode, jumlah unit barang dalam proses
awal dan akhir periode beserta tingkat penyelesaiannya, bahan
baku yang dimasukkan ke proses produksi. Nama bukti, pembuat
bukti, dan bentuk bukti LPS dan LDP dapat berbeda disetiap
perusahaan, karena setiap perusahaan memiliki struktur
organisasi dan cara kerja yang berbeda. Contoh bukti Kartu Jam
kerja Karyawan ada di peraga 6-4, LPS dapat dilihat di peraga 6-5,
dan Laporan Data Produski ada di peraga 6-6.

14
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
PERAGA 6-4: Bukti Kartu Jam kerja Karyawan

PERAGA 6-5: PERAGA 6-6:


Laporan Produk selesai Bukti Laporan Data Produksi

15
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen

Laporan Produksi
Laporan produksi (production report) menginformasikan unit
BDP awal, Bahan Baku yang dimakasukkan proses, Produk Jadi,
BDP akhir, dan Produk Cacat/rusak. Satuan unit BDP dan produk
cacat disetarakan dengan satuan unit barang jadi, sehingga jika
produk jadi berupa baju dengan satuan unit buah, maka BDP baju
juga menggunakan satuan unit buah, bukan satuan bahan baku,
misalnya Meter. Sedangkan satuan unit bahan baku kain, dalam
produksi baju, dapat Kg, Meter, ataupun Yard. Dengan demikian,
unit satuan BDP awal ditambah unit bahan baku yang
dimasukkan proses dapat sama, lebih besar, ataupun lebih kecil

16
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
dibanding satuan unit produk jadi ditambah BDP akhir. Satuan
unit bahan baku dapat sama, lebih besar, ataupun lebih kecil
dibanding satuan unit produk jadi.
Perusahaan pemanufakturan banyak yang mengolah bahan
baku menjadi produk jadi menggunkan satuan unit yang berbeda
antara bahan baku dan barang jadi. Misalkan dalam produksi
baju, 2 meter kain dapat menjadi 1 buah baju dewasa, atau 2 buah
baju remaja, atau 3 buah baju anak. Disini satuan unit bahan baku
2 meter, dapat menghasilkan satuan unit barang jadi 1 buah
(unitnya lebih kecil dari unit bahan baku), atau 2 buah (sama
dengan unit bahan baku), atau 3 buah (lebih besar dari unit bahan
baku). Dalam produksi tahu, kedelei 10 kg, dapat menjadi tahu
ukuran 8 cm X 8 cmX 3 cm sebanyak 100 buah, atau unit barang
jadinya yang 100 tersebut jauh lebih besar dibanding unit bahan
baku yang hanya 10. Unit hasil produksi yang digunakan dalam
menghitung biaya produksi per unit, tidak mempertimbangkan
unit BDP awal dan unit bahan baku yang dimasukkan proses. Unit
hasil produksi terdiri dari penjumlahan unit barang jadi, unit BDP
akhir, dan unit barang cacat.

Barang dalam Proses


Hasil produksi dapat berbentuk Barang Jadi, Barang Dalam
Proses, dan Barang Cacat/Rusak yang secara ekonomis tidak
dapat diperbaiki, sehingga dijual dalam bentuk barang cacat
(Spoiled work) atau istilah umumnya BS (Barang Sortiran). Contoh,
Doraemon membuat baju, selama baluan Maret hasil produksinya
berupa:

17
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
1. Baju yang Jadi selama Maret 100 buah,
2. Baju dalam proses yang ada 31 Maret berupa kain yang sudah
dipotong, tetapi belum dijahit 60 baju, dan
3. Baju yang rusak selama bulan Maret 5 baju.
Hasil produksi tersebut belum bisa dihitung, karena baju
yang jadi memiliki spesifikasi yang berbeda dengan baju yang
masih dalam proses, dan berbeda dengan spesifikasi baju yang
rusak. 100 baju jadi belum bisa diketahui hasilnya jika ditambah
60 baju yang belum dijahit. Atau, 100 baju jadi + 60 baju yang
masih dalam proses jahit, tidak sama dengan 160 baju jadi. Agar
dapat dijumlah, maka unit barang dalam proses dan unit barang
yang rusak diekuivalenkan dengan unit barang jadi.
Barang dalam proses (work in process) adalah bahan yang
sudah mengalami satu atau lebih proses produksi, dan masih
membutuhkan satu atau lebih proses produksi agar memiliki
karakteristik benda yang siap dijual. Misalkan dalam proses
pembuatan baju, barang dalam proses dapat berupa:
1. Kain yang sudah dipotong, tetapi belum dijahit.
2. Kain yang sudah dipotong, sudah dijahit, tetapi belum
diobras.
3. Kain yang sudah dipotong, sudah dijahit, sudah diobras, tetapi
belum dipacking.
Barang yang rusak adalah barang yang cacat, dan tidak bisa
diperbaiki secara ekonomis (spoiled work) dan dijual sebagai
barang yang cacat. Kecacatan barang dapat terjadi sepanjang
proses produksi. Dalam kasus produksi baju, kecacatan baju dapat
terjadi karena salah potong, salah jahit, salah obras, ataupun

18
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
keasalahan dalam packing, misalnya baju menjadi terbakar saat
diproses seterika yang merupakan bagian packing. Untuk
kepraktisan dalam menghitung biaya produksi, barang cacat
umumnya diakui diawal proses produksi dan di akhir proses
produksi. Barang yang cacat diawal proses dianggap baru
memakan biaya bahan baku, dan belum dibebani biaya konversi
(BTKL dan BOP). Barang cacat diakhir proses dianggap telah
menggunakan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya overhead pabrik 100% atau setara barang jadi.

Menghitung Tingkat Penyelesaian dan Unit Ekuivalen


Unit ekuivalen adalah penaksiran unit barang dalam proses
dan produk cacat kedalam unit barang jadi, yang dinilai dengan
tingkat penyelesaian. Atau, berapa unit barang jadi yang seharus-
nya dapat dibuat dari jumlah unit Barang dalam proses atau
barang cacat yang ada. Contoh menentukan tingkat penyelesaian.
Barang Dalam Proses 60 baju yang sudah dipotong, sudah dijahit
tetapi belum diobras:
1. Biaya Bahan Baku, misalkan dalam proses pembuatan baju,
semua kain sudah dilengkapi untuk membuat baju saat
dipotong, yang berarti dalam proses jahit, obras, dan packing
tidak membutuhkan tambahan kain, maka tingkat penyelesaian
biaya bahan baku 100 % (BBB 100%). Artinya kain yang
dibutuhkan 60 baju BDP = Jumlah kain yang dibutuhkan 60
Baju jadi, atau 60 unit biaya bahan baku baju dalam proses
ekuivalen (setara) dengan 60 unit biaya bahan baku baju yang

19
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
sudah selesai. Atau, untuk menyelesaikan 60 unit baju dalam
proses tidak membutuhkan lagi bahan baku.
2. Biaya Tenaga Kerja Langsung, misalkan upah borongan untuk
membuat satu baju adalah: Potong Rp 50, Jahit Rp 250; Obras
Rp 150, dan Packing Rp 50, Total BTKL untuk membuat satu
Rp 500. Maka tingkat penyelesaian kain yang sudah dipotong,
sudah dijahit tetapi belum diobras = 60%, diperoleh dari
BTKL yang sudah diselesaikan yaitu Potong Rp 50 + Jahit Rp
250 dibagi total BTKL Rp 500 = 60%. BTKL dengan tingkat
penyelesaian 60 % (BTKL 60%) artinya, BTKL 60 baju BDP =
BTKL 36 Baju jadi. Biaya potong dan jahit untuk 60 baju = (Rp
50 + Rp 250) X 60 baju = Rp 18.000. Jumlah ini sama dengan
BTKL untuk 36 baju @ Rp 500 = Rp 18.000. Dengan demikian
60 unit baju dalam proses, ekuivalen (setara) dengan 36 unit
baju yang sudah selesai. Atau, untuk menyelesaikan 60 unit
baju yang masih dalam proses membutuhkan 40% lagi BTKL
atau senilai Rp 12.000.
3. BOP, penghitungan tingkat penyelesaian BOP lebih sulit, hal
ini disebabkan banyaknya kelompok BOP, sehingga BOP
umumnya disamakan dengan BTKL, karena sama-sama
kelompok biaya konversi (sedangkan BBB dan BTKL disebut
biaya utama). Sehingga dalam kasus ini BOP diakui dengan
tingkat penyelesaian yang sama dengan BTKL, yaitu 60%, dan
biasa ditulis biaya konversi 60%, artinya BOP dan BTKL
dengan tingkat penyelesaian 60%.

20
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
Berbagai Cara Penulisan Tingkat Penyelesaian Barang dalam
Proses dan Produk Cacat
Cara penulisan tingkat penyelesaian barang dalam proses dan
produk cacat yang sering digunakan diantaranya:
1. BDP akhir dengan tingkat penyelesaian 60%, artinya tingkat
penyelesaian untuk BBB 60%; BTKL 60%; BOP 60%.
2. BDP akhir dengan tingkat penyelesaian 3/4, artinya tingkat
penyelesaian untuk BBB 3/4; BTKL 3/4; BOP 3/4.
3. BDP akhir dengan tingkat penyelesaian BBB 60% dan konversi
40%, artinya tingkat penyelesaian untuk BBB 60%; BTKL 40%;
BOP 40%.
4. BDP akhir dengan tingkat penyelesaian 3/4 dan konversi 2/3,
artinya tingkat penyelesaian untuk BBB 3/4; BTKL 2/3; BOP
2/3.
5. Produk cacat di awal proses, artinya produk cacat tersebut
sudah menyerap BBB 100%; BTKL 0%; BOP 0%.
6. Produk cacat di akhir proses, artinya produk cacat tersebut
sudah menyerap BBB 100%; BTKL 100%; BOP 100%, atau
setara dengan barang jadi.
7. Produk cacat dengan tingkat penyelesaian BBB 60%, konversi
40%, artinya produk cacat tersebut sudah menyerap BBB 60%;
BTKL 40%; BOP 40%.

Sistem Pencatatan dan Penilaian Persediaan BDP


Sistem pencatatan Persediaaan bdp (Barang Dalam Proses)
umumnya memakai sistem Pisik (Periodik), sehingga unit saldo
akhir BDP diperoleh dari hasil stok opnam. Dan dalam stok

21
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
opnam BDP tersebut dilakukan pula penaksiran tingkat
penyelesaian BDP, baik tingkat penyelesaian biaya bahan baku
maupun konversi (BTKL dan BOP).
Sistem penilaian Persediaaan Barang Dalam Proses umumnya
memakai sistem rata-rata bergerak, tetapi dapat juga memakai
sistem FIFO, LIFO, dan Identifikasi Kusus.
1. Sistem penilaian rata-rata bergerak, maksudnya barang yang
selesai diproduksi secara merata berasal dari barang dalam
proses awal periode dan bahan yang dimasukkan dalam
periode berjalan.
2. Sistem penilaian FIFO, maksudnya barang yang selesai
diproduksi berasal dari barang dalam proses awal periode,
dan sisanya dari bahan yang dimasukkan ke proses produksi
dalam periode berjalan.
3. Sistem penilaian LIFO, maksudnya barang yang selesai
diproduksi berasal dari bahan yang dimasukkan ke proses
produksi dalam periode berjalan , dan sisanya dari barang
dalam proses awal periode.
4. Sistem penilaian Identifikasi kusus, maksudnya barang yang
selesai diproduksi berasal dari bahan yang dapat didentifikasi
sebagai bahan produk yang selesai.

Format Laporan Biaya Produksi


Format laporan biaya produksi dapat berbeda diantara ber-
bagai perusahaan, demikain juga dalam buku akuntansi biaya.
Secara umum, format laporan biaya produksi memuat 3
komponen, yaitu:

22
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
1. Biaya produksi
Biaya produksi (kolom C, dalam format laporan biaya
produksi) meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead pabrik yang melekat di BDP
awal (kolom A, dalam format laporan biaya produksi) dan
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya
overhead pabrik yang dikeluarkan dalam periode ini (kolom B,
dalam format laporan biaya produksi).
2. Hasil produksi
Informasi hasil produksi biasanya dijelaskan di Data Produksi.
Hasil produksi (kolom L, dalam format laporan biaya
produksi) meliputi unit barang jadi (kolom D) , UEK BDP
akhir (kolom G), dan UEK cacat (kolom J). Umumnya laporan
ini dituangkan dalam skedul produksi yang melaporkan
perhitungan unit BDP awal, unit bahan masuk proses, unit
barang jadi, unit BDP akhir beserta tingkat penyelesaiannya,
dan unit produkk cacat beserta tingkat penyelesaiaanya
(proses tempat cacatnya). Formula yang umum dipakai:
Unit BDP awal 10 unit
Bahan dimasukkan proses 500 unit +
Bahan siap diproses 510 unit
Produkjadi 420 unit
Persediaan BDP akhir (tingkat penyelesaian 60%) 40 unit
Produk cacat (awal proses)
50 unit +
Jumlah unit hasil produksi 510 unit

23
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
Formula tersebut tidak selalu benar, dan data tersebut tidak
dipakai semua. Hanya data hasil produksi yang meliputi unit
barang jadi, unit BDP akhir, dan unit produk cacat yang akan
digunakan dalam menghitung biaya produksi. Sedangkan unit
BDP awal dan unit bahan masuk proses tidak digunakan,
bahkan unit BDP awal dan unit bahan dimasukkan proses
tidak bisa dijumlahkan, karena satuan BDP awal mengikuti
satuan barang jadi yang umumnya berbeda dengan satuan
bahan baku. Dan kalaupun memiliki satuan yang sama, juga
tidak bisa dijumlah, karena sifat yang berbeda. Misalkan
dalam perusahaan baju. BDP awal berupa kain yang sudah
dipotong tetapi belum dijahit dengan satuan mengikuti barang
jadi baju, yaitu buah. Sedangkan bahan dimasukkan proses
berupa kain dengan satuan Kg, sehingga tidak bisa
dijumlahkan. Andaikata, BDP awal berupa kain yang sudah
dipotong tetapi belum dijahit ditimbang dengan satuan kg,
tetap saja tidak bisa dijumlahkan dengan kain, meskipun
satuannya juga Kg, karena jenis kain berbeda dengan kain
yang sudah dipotong. Jumlah bahan diproses (510 unit) tidak
harus sama dengan unit hasil produksi (510 unit), karena bisa
saja 3 kg bahan kain menjadi 2 buah baju dewasa, atau 3 buah
baju remaja, atau 4 baju kecil. Bahkan dibanyak kasus, untuk
membuat barang menggunakan bahan baku lebih dari satu
jenis dengan satuan yang berbeda, sehingga jumlah bahan siap
diproses tidak bisa dijumlahkan. Misalkan membuat genting
beton dengan bahan baku semen dengan satuan kg dan pasir
dengan satuan m3. Misalkan jenis genting, yaitu tebal 1 cm, 2
cm, dan 3 cm.

24
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
Genting Genting Genting
1 cm 2 cm 3 cm

BDP awal: 200 buah 200 buah 200 buah


Adonan semen dan pasir
yang belum dicetak

Bahan dimasukkan proses:


Pasir 200 m3 200 m3 200 m3
Semen 100 kg 100 kg 100 kg

Bahan siap diproses Tidak bisa Tidak bisa Tidak bisa


dijumlah dijumlah dijumlah

Barang jadi 1.000 buah 800 buah 700 buah

Barang cacat (BBB 100%; 200 buah 100 buah 100 buah
Konversi 60%); : Genting
pecah saat dijemur

BDP akhir (BBB 100%; 600 buah 400 buah 300 buah
Konversi 80%);
campuran yang siap cetak

Jumlah hasil produksi Tidak bisa Tidak bisa Tidak bisa


dijumlah dijumlah dijumlah

Hasil produksi juga tidak bisa dijumlah, karena barang jadi


berupa genting tidak bisa dijumlahkan dengan BDP akhir
berupa genting yang siap dibakar, dan tidak bisa dijumlah
dengan genting cacat yang pecahsaat dijemur. Agar bisa
dijumlah, maka unit BDP akhir dan unit barang cacat
diekuvalenkan dengan barang jadi dengan menggunakan
tingkat penyelesaian. Contoh perhitungan unit ekuivalen
untuk genting tebal 1 cm seperti dalam table 6-1.
Tabel 6-1: Contoh Perhitungan Unit Ekuivalen Genting Tebal 1 Cm

25
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
Buah Unit Ekuivalen
Bahan Baku BTKL BOP

Barang jadi 1.000 100%x1000=1000 100%x1000=1000 100%x1000=1000

Barang cacat 200 100% x 200 = 200 60% x 200= 120 60% x 200 = 120
(BBB 100%;
Konversi 60%);

BDP akhir 600 100% x 600 = 600 80% x 600= 480 80% x 600 = 480
(BBB 100%;
Konversi 80%)

Jumlah hasil 1.800 1.800 1.600 1.600


produksi

3. Biaya produksi per unit


Biaya produksi per unit (kolom M) dihitung dengan rumus:
Biaya produksi per unit = Biaya produksi : hasil Produksi
Berikut ini contoh bentuk format laporan biaya produksi
yang dibuat Mulyadi (2005), Vanderbeck (2005), dan Penulis
buku ini. Format laporan biaya produksi untuk setiap
perusahaan bisa berbeda, tergantung kebutuhan manajemen
perusahaan. Berikut ini data biaya dan produksi PT Risa.

26
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen

a. Format laporan biaya produksi Mulyadi (2005)

27
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen

* Unit ekuivalen:

28
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
Barang jadi 6.900 kg
BDP akhir 600 kg
dengan tingkat penyelesaian 1/3 200 kg
Jumlah unit ekuivalen 7.100 kg

b. Format laporan biaya produksi Vanderbeck (2005)

29
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen

30
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen

*Catatan: Kata ” Kolom A” menunjukkan, bahwa angka


tersebut terdapat dalam ”kolom A” pada format laporan
biaya produksi versi Penulis dalam buku ini.
c. Format laporan biaya produksi dalam buku ini

1 2 3 4 11 5 6 12 7 8 13 9 10
Penjelasan cara mengisi laporan biaya produksi dengan format
sesuai buku ini:
A. Singkatan:
DT. PRD = Data Produksi , dengan satuan kuantitas barang,
misalnya kg, unit, meter, dll.

31
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
BBB = Biaya Bahan Baku, dengan satuan keuangan,
misalnya Rp, $, dll.
BTKL = Biaya Tenaga Kerja Langsung, dengan satuan
keuangan, misalnya Rp, $, dll.
BOP = Biaya Overhead Pabrik, dengan satuan
keuangan, misalnya Rp, $, dll.
TP = Tingkat Penyelesaian, biasanya dinyatakan
dalam % atau angka pecahan.
UEK = Unit Ekuivalen, dengan satuan kuantitas barang,
misalnya kg, unit, meter, dll.
HSL PRD = Hasil Produksi, dengan satuan kuantitas barang,
misalnya kg, unit, meter, dll.
BPRd = Biaya produksi, dengan satuan keuangan,
misalnya Rp, $, dll

B. Mengisi Laporan
1. Kolom BDP awal dan Biaya periode ini (kolom A, B,) untuk
baris DT PRD, BBB, BTKL, BOP, dan Jumlah sesuai data atau
soal. Jika data atau soal tidak diketahui, maka dikosongkan
atau tidak diisi.
2. Kolom Jumlah Biaya Produksi (C). Jumlah biaya (C)
merupakan hasil penjumlahan nilai BDP awal (A) dengan nilai
biaya periode ini (B). Cara menghitung jumlah biaya kolom C:
Baris: BBB = Rp 100 + Rp 7.000 = Rp 7.100.

32
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
Artinya, perusahaan sudah mengeluarkan
BBB Rp 7.100.
Baris: BTKL = Rp 60 + Rp 4.200 = Rp 4.260.
Artinya, perusahaan sudah mengeluarkan
BTKL Rp 4.260.
Baris: BOP = Rp 40 + Rp 2.800 = Rp 2.840.
Artinya, perusahaan sudah mengeluarkan
BOP Rp 2.840.
Baris: Jumlah = Rp 7.100 + Rp 4.260 + Rp 2.840 = Rp14.200.
3. Artinya, jumlah biaya produksi Rp 14.200.
4. Kolom unit barang jadi (kolom D). Barang jadi selalu dengan
tingkat penyelesaian 100%. Cara menghitung unit barang jadi
kolom D:
Baris: DT PRD=Diisi sesuai soal atau data produksi = 6.900 unit
Baris: BBB = 100% X 6.900 unit = 6.900 unit
Baris: BTKL = 100% X 6.900 unit = 6.900 unit
Baris: BOP = 100% X 6.900 unit = 6.900 unit
5. Kolom TP BDP Akhir (F). Tingkat penyelesaian Barang Dalam
Proses tidak selalu sama. Tulislah tingkat penyelesaian BDP
Akhir sesuai soal atau data. Dalam kasus ini TP BBB =1/3; TP
BTKL =1/3; TP BOP =1/3. Maksudnya BDP saat 28 Februari
BBB sudah dipakai 1/3, BTKL diserap1/3; dan BOP sudah
diserap 1/3.
6. Kolom UEK BDP Akhir (G). Unit ekuivalen Barang Dalam
Proses akhir dihitung dengan mengalikan TP (Kolom (F)
dengan unit BDP akhir sesuai data atau soal (kolom G baris DT

33
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
PRD), dalam hal ini 600 unit. Cara menghitung unit ekuivalen
BDP Akhir kolom G:
Baris: DT PRD =Diisi sesuai soal atau data produksi=600 unit
Baris: BBB = 1/3 X 600 unit = 200 unit ekuivalen;
Artinya, BBB 600 unit BDP ekuivalen BBB 200
unit barang jadi
Baris: BTKL = 1/3 X 600 unit = 200 unit ekuivalen;
Artinya,BTKL 600 unit BDP ekuivalen BTKL
200 unit barang jadi
Baris: BOP = 1/3 X 600 unit = 200 unit ekuivalen;
Artinya, BOP 600 unit BDP ekuivalen BOP 200
unit barang jadi
7. Kolom TP Barang Cacat (I). Tingkat penyelesaian Barang Cacat
tidak selalu sama. Tulislah tingkat penyelesaian barang cacat
sesuai soal atau data. Dalam kasus ini TP BBB 0%; TP BTKL
0%; TP BOP 0%.
8. Kolom UEK Barang cacat (J). Unit ekuivalen Barang cacat
dihitung dengan mengalikan TP (Kolom (I) dengan unit
barang cacat sesuai data atau soal (kolom J baris DT PRD),
dalam hal ini 0 unit. Cara menghitung unit ekuivalen barang
cacat kolom J:
Baris:DT PRD = Diisi sesuai soal atau data produksi = 0 unit
Baris: BBB = 0% X 0 unit = 0 unit ekuivalen;
Artinya, BBB 0 unit barang cacat ekuivalen
BBB 0 unit barang jadi
Baris: BTKL = 0% X 0 unit = 0 unit ekuivalen;

34
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
Artinya, BTKL 0 unit barang cacat ekuivalen
BTKL 0 unit barang jadi
Baris: BOP = 0% X 0 unit = 0 unit ekuivalen;
Artinya, BOP 0 unit barang cacat ekuivalen
BOP 0 unit barang jadi
9. Kolom Jumlah Hasil Produksi (L). Hasil produksi (L)
merupakan hasil penjumlahan unit barang jadi (D), ditambah
UEK BDP Akhir (G), dan UEK Cacat (J). Cara menghitung
hasil produksi kolom L:
Baris: DT PRD = Tidak perlu diisi
Baris: BBB = 6900 + 200 + 00 = 7.100 unit.
Baris: BTKL = 6900 + 200 + 00 = 7.100 unit.
Baris: BOP = 6900 + 200 + 00 = 7.100 unit.
10. Kolom Biaya Produksi per Unit (M). Biaya produksi per unit
(M) merupakan hasil pembagian jumlah biaya prpduksi (C)
dengan hasil produksi (L). Cara menghitung biaya produksi
(BPRd) per unit kolom M:
Baris: BBB = Rp 7.100 : 7.100 unit = Rp 1,00 per unit.
Artinya, BBB per unit barang jadi Rp 1,00.
Baris: BTKL = Rp 4.260 : 7.100unit = Rp 0,60 per unit.
Artinya, BTKL per unit barang jadi Rp 0,60.
Baris: BOP = Rp2.840: 7.100 unit = Rp 0,40 per unit.
Artinya, BOP per unit barang jadi Rp 0,40.
Baris: Jumlah = Rp1,00 + Rp 0,60 + Rp 0,40 = Rp2,00 per unit.
Artinya, BPRd per unit barang jadi Rp 2,00.

35
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
11. Kolom Nilai Barang Jadi (E). Nilai barang jadi merupakan hasil
perkalian unit barang jadi (D) dengan biaya produksi per unit
(M). Cara menghitung nilai barang jadi kolom E:
Baris: BBB = 6.900 unit X Rp 1 = Rp 6.900.
Artinya, BBB untuk 6.900 unit barang jadi
Rp 6.900
Baris: BTKL = 6.900 unit X Rp 0,60 = Rp 4.140.
Artinya, BTKL untuk 6.900 unit barang jadi
Rp 4.140.
Baris: BOP = 6.900 unit X Rp 0,40 = Rp 2.760.
Artinya, BOP untuk 6.900 unit barang jadi
Rp 2.760.
Baris: Jumlah = 6.900 unit X Rp 2 = Rp 13.800
Artinya, nilai 6.900 unit barang jadi Rp
13.800
12. Kolom Nilai BDP Akhir (H). Nilai BDP Akhir (H) merupakan
hasil perkalian unit ekuivalen (UEK) BDP Akhir (G) dengan
biaya produksi per unit (M). Cara menghitung nilai BDP
Akhir kolom H:
Baris: BBB = 200 unit X Rp 1 = Rp 200.
Artinya, BBB untuk 200 UEK BDP Akhir
Rp200
Baris: BTKL = 200 unit X Rp 0,60 = Rp 120.
Artinya, BTKL untuk 200 UEK BDP Akhir
Rp120.
Baris: BOP = 200 unit X Rp 0,40 = Rp 80.

36
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
Artinya, BOP untuk 200 UEK BDP Akhir
Rp 80.
Baris: Jumlah = Rp 200 + Rp 120 + Rp 80 = Rp 400.
Artinya, nilai BDP Akhir bulan Maret
Rp400.
13. Kolom Nilai Barang cacat (K). Nilai Barang Cacat (K)
merupakan hasil perkalian unit ekuivalen (UEK) Barang cacat
(J) dengan biaya produksi per unit (M). Cara menghitung nilai
Barang Cacat kolom K:
Baris: BBB = 0 unit X Rp 1 = Rp 0.
Artinya, BBB untuk 0 UEK barang cacat Rp 0
Baris: BTKL = 0 unit X Rp 0,40 = Rp 0.
Artinya, BTKL untuk 10 UEK barang cacat Rp0
Baris: BOP = 0 unit X Rp 0,40 = Rp 0.
Artinya, BOP untuk 0 UEK barang cacat Rp0.
Baris: Jumlah = Rp 0 + Rp 0 + Rp 0 = Rp 0.
Artinya, nilai barang cacat bulan Maret Rp 0.

C. Format laporan biaya produksi tiap perusahaan dapat


berbeda, tetapi format yang baik harus dapat menjawab
setidaknya 7 pertanyaan dibawah ini.
1. Biaya produksi atau biaya produksi per unit Rp 2; Artinya,
untuk membuat satu barang dibutuhkan biaya produksi
Biaya Bahan baku, BTKL, dan BOP Rp 2.
2. Biaya produksi bahan baku per unit Rp 1; Artinya, untuk
membuat satu barang dibutuhkan Biaya Bahan Baku Rp 1.

37
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
3. Biaya produksi BTKL per unit Rp 0,60; Artinya, untuk
membuat satu barang dibutuhkan Biaya Tenga Kerja
Langsung (BTKL) Rp 0,60.
4. Biaya produksi BOP per unit Rp 0,40; Artinya, untuk
membuat satu barang dibutuhkan Biaya Overhead Pabrik
Rp 0,40.
5. Produk yang jadi atau barang jadi 6.900 unit, senilai
Rp13.800
6. BDP akhir 600 unit, senilai Rp 400.
7. Barang cacat 0 unit, senilai Rp 0.
D. Jurnal untuk mencatat pruduk selesai & barang rusak

Persediaan Barang Jadi Rp 13.800


Persediaan Barang Cacat Rp 0
Persediaan Barang Dalam Proses Rp 13.800

Aplikasi Sistem Proses Di Perusahaan


Proses pembuatan barang berbeda-beda, ada yang bahan
baku dimasukkan di awal proses, ditengah proses, di akhir proses,
ataupun dimasukkan disepanjang proses, tetapi umumnya bahan
baku dimasukkan di awal proses. Berikut ini profil PT. Ridho
sebagai bahan membuat ilustrasi aplikasi sistem proses. Direktur
PT. Ridho yang bergerak dalam bidang konveksi berhasil
melakukan negosiasi dengan pimpinan pusat suatu partai politik
yang besar di Indonesia. Dalam negosiasi diperoleh kesepakatan,
bahwa selama 25 tahun kedepan, PT. Ridho ditunjuk menjadi

38
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
suplier tunggal kaos untuk kepentingan partai. Kaos tersebut
memiliki spesifikasi:
1. Model oblong
2. Ukuran sama (all size dewasa)
3. Warna putih.
4. Kain TC seting 90
Direktur PT. Ridho merasa bahagia, dan dia memutuskan
tidak membuat baju ataupun kaos yang lain, selama 25 tahun
kedepan hanya memproduksi kaos pesanan partai tersebut. Setiap
DPC (Dewan Pimpinan Cabang) partai tersebut akan membeli ke
PT. Ridho sesuai kebutuhan selama 25 tahun. DPC diwajibkan
membeli di PT. Ridho, karena mendapatkan bantuan 50 % harga
kaos dari DPP (Dewan Pimpinan Pusat) partai tersebut.
Selanjutnya DPC melakukan proses penyablonan sendiri sesuai
atribut partai dan daerah DPC tersebut. PT. Ridho membuat
laporan keuangan tiap bulan. PT. Ridho menggunakan sistem
proses, karena hanya memproduksi satu jenis kaos selama 25
tahun kedepan. Berikut ini data transaksi keuangan bulan Maret
20X1 yang menyangkut biaya produksi.
1. Barang Dalam Proses Awal (BDP Awal)
BDP awal merupakan BDP Akhir bulan sebelumnya, dalam
kasus ini bulan Februari. Berdasarkan laporan biaya produksi
bulan Februari, misalkan terdapat BDP akhir 200 unit dengan
tingkat penyelesaian BBB 100% dan biaya konversi 60%. Nilai
BBB Rp 193; BTKL Rp 164; BOP Rp 122.

2. Biaya Bahan Baku (BBB)

39
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
Data biaya bahan baku diambilkan dari transaksi bahan baku
yang sudah dibahas dalam bab biaya bahan baku terdahulu.
Sistem pencatatan perpetual dengan sistem penilaian LIFO.
Berdasarkan kartu persediaan bahan baku (peraga 6-7) bulan
Maret disimpulkan:
a. Biaya bahan baku: 69 Kg, Rp6.450
b. Persediaan bahan baku akhir 21 Kg, Rp 1.825

40
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
PERAGA: 6-7: Kartu Persediaan Bahan Baku
Metode Perpetual LIFO

41
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen

42
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen

3. Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL)


Data BTKL diambilkan dari transaksi BTKL yang sudah
dibahas dalam bab 3, yaitu biaya TKL. Berdasarkan Daftar Gaji
bulan Maret (peraga 6-8), BTKL Rp 3.765.

43
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
PERAGA 6-8: Laporan Gaji Karyawan Bagian Produksi Maret 20X1

44
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen

4. Biaya Overhead Pabrik (BOP) bulan Maret adalah:


a. Biaya Bahan Pembantu:
Peraga 6-9: Laporan Mutasi Bahan Pembantu Bulan Maret

a. Biaya bahan pembatu kancing, benang, dan tiket = Rp 900


b. Biaya Gaji BTK-TL (peraga 6-8) = Rp 834

c. Tambahan gaji TKL (Uang makan & Premi;Peraga 6-8) = Rp 155


d. Biaya produksi karena berlalunya waktu

(Depresiasi mesin, data dari jurnal penyesuain) = Rp 166

e. Biaya produksi keluar kas (listrik, gunting, jarum, dll, lihat jurnal kas keluar)
= Rp 1 45
Jumlah BOP = Rp 2.200
5. Data Produksi

45
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen

6. Berdasarkan data tersebut dapat dibuat informasi dalam


bentuk yang umum dipakai dalam soal akuntansi biaya
sebagai berikut:

46
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen

7. Berdasarkan data tersebut, maka dapat dibuatkan laporan


biaya produksi baju bulan Maret seperti dalam peraga 6-10.

47
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen

PERAGA 6-10: Laporan Biaya produksi PT. RIDHO

Cara membaca laporan diatas:


1. Biaya produksi per unit Rp 14,30; Artinya, untuk membuat
satu kaos dibutuhkan biaya produksi Biaya Bahan baku,
BTKL, dan BOP Rp14,30.
2. Biaya produksi bahan baku per unit Rp 7,30; Artinya, untuk
membuat satu kaos dibutuhkan Biaya Bahan Baku Rp 7,30.
3. Biaya produksi BTKL per unit Rp 4,40; Artinya, untuk
membuat satu kaos dibutuhkan Biaya Tenga Kerja Langsung
(BTKL) Rp 4,40.
4. Biaya produksi BOP per unit Rp2,60; Artinya, untuk membuat
satu kaos dibutuhkan Biaya Overhead Pabrik Rp2,60.

48
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
5. Produk yang jadi atau barang jadi 800 unit, senilai Rp 11.440
6. BDP akhir 90 unit, senilai Rp 1.224.
7. Barang cacat 20 unit, senilai Rp 230.
8. Jurnal untuk mencatat pruduk selesai & barang rusak

Persediaan Barang Jadi Rp 11.440


Persediaan Barang Cacat Rp 230
Persediaan Barang Dalam Proses Rp 11.670

Hubungan Laporan Biaya Produksi Antar Periode


Laporan biaya produksi antar periode mempunyai hubungan
yang tercermin dalam BDP (barang dalam proses). BDP akhir
bulan sebelumnya, menjadi BDP awal bulan berikutnya. Berikut
ini ilustrasi hubungan laporan biaya produksi bulan Maret, April,
dan Mei. Ilustrasi ini menggunakan data aplikasi di PT Ridho
diatas pada bulan Maret, selanjutnya data bulan April dan Mei
diringkas dan disajikan seperti dalam soal-soal akuntansi biaya.
Data bulan Maret ditampilkan lagi.

49
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen

50
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
PERAGA 6-11: Laporan Biaya produksi bulan Maret (Diambil dari
peraga 6-10)

PERAGA 6-12: Laporan Biaya produksi bulan April

PERAGA 6-13: Laporan Biaya produksi bulan Mei

51
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen

Harga Pokok Penjualan


Harga pokok penjualan adalah harga perolehan barang yang
dijual. Persediaan barang jadi dalam sistem proses umumnya
menggunakan sistem pencatatan pisik (periodik), karena nilai
barang jadi yang masuk dan keluar gudang baru bisa dinilai
diakhir periode setelah menghitung biaya produksi per unit.
Dengan demikian, dalam metode pisik, harga pokok penjualan
dihitung diakhir periode. Metode penilaian barang jadi dapat
menggunakan fifo, lifo, dan rata-rata bergerak, namun yang sering
dipakai adalah ra-rata bergerak. Misalkan, Persediaan barang jadi
awal (30 April) ada 150 kaos @ Rp 16 atau senilai Rp 2.400. Produk
jadi bulan mei 700 unit kaos senilai Rp 10.500 sesuai Peraga 6-13.
Stok opnam barang jadi 31 Mei ada 200 unit kaos. Berdasarkan
data tersebut dibuat, dapat dibuat Laporan Harga Pokok
Penjualan dengan metode persediaan barang jadi pisik rata-rata
bergerak seperti di Peraga 6-14.

52
Bab 6: Sistem Proses, Pengolahan Produk melalui Satu Departemen
PERAGA 6-14: Laporan Harga Pokok Penjualan Bulan Mei

Jurnal penyesuaian untuk mencatat Harga Pokok Penjualan:


Harga Pokok Penjualan Rp 9.864
Persediaan Barang Jadi Rp 9.864

53

Anda mungkin juga menyukai