Anda di halaman 1dari 19

1

KLAIM TANAH ULAYAT MARGO VII KOTO : Pemetaan Konflik Multi dimensi akibat Penguasaan
Tanah di dalam Kawasan Hutan Negara 1.

Sekilas tentang Margo VII Koto


Menurut cerita kaum ninik mamak, Margo 2 VII Koto mempunyai 7 (tujuh) Dusun awal (Dusun asli)
yaitu: Dusun Tanjung Pucuk Jambi, Dusun Kuamang, Dusun Sungai Abang, Dusun Tabun, Dusun Teluk
Cempako (Teluk Kepayang),Dusun Paseban, Dusun Sukarame 3. Dusun-dusun ini telah berdiri jauh
sebelum Negara Indonesia berdiri (merdeka). Pusat pemerintahan Margo VII Koto berada di Sungai
Abang. Tiap Dusun dipimpin oleh kepala Dusun yang dikenal dengan istilah Depati4. Pejabat di
bawah Depati disebut Mangku. Beberapa dusun kemudian bergabung membentuk Margo. Kepala
di tingkat Margo (Marga) dikenal dengan istilah Pesirah atau Pasirah5. Setelah terbitnya UU No. 5
tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, terjadi penyeragaman unit pemerintahan terkecil dimana
Kampung berubah menjadi Dusun, Dusun berubah menjadi Desa dan kemudian Margo menjadi
Kecamatan. Setelah Dusun menjadi Desa, maka kepala pemerintahan tidak lagi dijabat Depati
melainkan Kepala Desa6.

Batas-batas tanah ulayat Margo VII Koto7


Tanah ulayat Margo VII Koto di sebelah barat Jambi berbatasan dengan Minangkabau (Sumatera
Barat). Menurut riwayat dari orang-orang tua Adat, pada zaman Kerajaan Jambi diadakan
perundingan antara Rajo Jambi dengan Rajo Minangkabau, untuk menetapkan secara bersama-sama
tapal batas antara Jambi dengan Minangkabau. Pertemuan tersebut diadakan di sekitar Muara
Sungai Siat (Lancang Bandung) – atau Lancang Berbandung. Setelah diadakan perundingan antara
kedua Rajo maka disepakatilah Tapal Batas antara Jambi dan Minangkabau, yaitu di Durian ditakuk
Rajo, Sialang belantak-Besi. Yaitu seorang Rajo menakuk Durian,dan seorang Rajo lagi melantak

1
Catatan Sharing & Diskusi dengan Bang Ismail tanggal 27 Oktober 2021 di rumah Mbah Peyang desa Sungai
Karang dan wawancara online via WA tanggal 22 & 27 Februari 2022.
2
Margo merupakan istilah untuk masyarakat persekutuan hukum adat (MPHA) Melayu Jambi. Saat ini
terdapat beberapa payung hukum di tingkat daerah terkait kelembagaan masyarakat adat diantaranya:
(1) Perda Kabupaten Tebo No. 42 Tahun 2001 tentang Pemberdayaan, Pelestarian dan Pengembangan
Adat-istiadat dan Lembaga Adat.
(2) Perda Kabupaten Tebo Nomor 10 Tahun 2021 tentang Lembaga Adat Melayu (LAM) Seentak Galah
Serengkuh Dayung Kabupaten Tebo.
(3) Perda Provinsi Jambi No. 2 tahun 2014 tentang Lembaga Adat Melayu (LAM) Jambi.
3
Versi lain dari 7 dusun awal (dusun asli) Marga VII Koto, yaitu: (1) Dusun Tanjung, (2) Dusun Sungai Abang, (3)
Dusun Kuamang, (4) Dusun Tabun, (5) Dusun Teluk Kepayang, (6) Dusun Bale Rajo, dan (7) Dusun Sukarame.
(musri-nauli.blogspot.com, Tebo dalam Tutur di tengah Masyarakat, 03 November 2018). Dalam versi ini,
Dusun Balai Rajo dimasukkan sebagai Dusun Asal sedangkan Dusun Paseban tidak masuk.
4
Sebelum terbitnya UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa,masyarakat mengenal Dusun sebagai
pemerintahan terendah. Dusun terdiri dari beberapa kampung.
5
Keturunan (anak laki-laki) dari Pasirah VII Koto saat ini masih ada; tinggal di Desa Tabun.
6
Demikian pula dengan jabatan (Kepala Suku) yang biasanya ada dalam masyarakat hukum adat Melayu Jambi
seperti Ninik Mamak, Dato Mangku, Dato Suku,Tuo Pengulu dan lain-lain, sekarang tidak ada lagi dalam
struktur formal pemerintah desa. Jabatan-jabatan tersebut di tingkat desa hanya digolongkan sebagai
pemuka masyarakat.
7
Risalah berjudul Syaran dan Nasihat menurut Adat seiring dengan syarak, syarak bersendikan kitabullah
(tertanggal 8 Agustus 1998).
2

batang Sialang, menandokan kok kato lah saiyo, kok rundinglah sepakat. Lazim jugo disebut dek
Adat lah tapahat – ditiang panjang, lah taukir dibendul jati.
Adapun di sebelah Utara, tanah ulayat Margo VII Koto berbatasan dengan provinsi Riau. Batas dari
Sialang balantak besi menuju ke Daerah Riau adalah sebagai berikut:
Dari pulau sepisak sepisau hanyut menuju ke alahan mati, terus ke Teluk Bungur, menuju ke
Guntung Betung, menyeberang Sungai Batanghari, mengarah ke Guntung gagah, menuju ke Sungai
Bungin - terus ke Sialang Kempeh, terus ke Payo Asau,menuju ke Cupak-masam sebelah, terus ke
kelukup lantak, menuju ke buaian bakasur, menuju ke Sungai Titian Akar, terus ke Pematang
bacabang tigo, hingga sampai ke Pematang Kayu Basibak.

Ikat Buat Janji Semayo


Sewaktu tanah Jambi akan dihuni atau ditempati oleh manusia, mako diadokanlah perjanjian yang
harus dipatuhi dan ditaati oleh setiap orang, yang bakal mendiami tanah Jambi adat – mengatokan:
Tebing ditingkat dengan Janji
Rantau dihuni dengan Undang
Babuat baikat, bajanji basamayo
Bakutuk babesikawi.
Barang siapo menganjak buat, memungkir janji, ke atas tidak berpucuk
Ke bawah tidak berurat,ditengah digirik kumbang
Jadi barang siapo yang engkar akan janji, menurut Adat:

Ke atas tidak berpucuk , artinyo tidak timbul dalam pikiran –orang itu untuk ingin berbuat baik
melainkan hanya berbuat buruk di tengah-tengah masyarakat.
Ke bawah tidak berurat, artinyo, tidak selangkahpun kakinya dipergunakan untuk berbuat kepado
nan baik – melainkan untuk berbuat buruk.
Di tengah digirik kumbang , artinyo, tidak ado niat di dalam hatinya untuk ingin berbuat baik,
melainkan juga berbuat buruk, atau menjadi pengacau di tengah-tengah masyarakat.

Ungkapan di atas pada intinya bermakna nenek moyang masyarakat adat di masa lalu (sebelum
berdirinya Negara Indonesia) sudah membuat kesepakatan tentang tanah ulayat, sudah menentukan
hak kekuasaannya masing-masing dan berjanji untuk bersama-sama mempertahankan tanah ulayat
tersebut. Siapa yang ingkar pada janji, dia akan mendapatkan balasan di akhir hayatnya nanti.

Wilayah Hak Ulayat8 Margo VII Koto saat ini

Dari 7 Dusun awal yang kemudian berubah menjadi desa-desa awal pembentuk kecamatan VII Koto;
sekarang telah berkembang menjadi 3 (tiga) kecamatan yaitu : kecamatan VII Koto (10 desa),
kecamatan VII Koto Ilir (6 desa) dan kecamatan Tebo Ulu (1 desa yaitu desa Sukarame). Dengan
demikian, dari 7 desa awal pembentuk wilayah Margo, sekarang telah berkembang menjadi 16 desa
8
Hak ulayat adalah wilayah adat yang oleh masyarakat setempat dikenal dengan sebutan tanah Margo. Batas-
batas tanah Margo ditentukan berdasarkan batas-batas alam yang telah diwariskan secara turun-temurun
(batas-batas ini diwariskan secara lisan -dan juga tertulis- lewat Tambo). Hak ulayat dalam persekutuan adat
Margo diperuntukkan bagi kepentingan bersama anggota masyarakat, dimana setiap masyarakat yang
membutuhkan tanah dapat menggunakan tanah ulayat untuk tempat tinggal atau untuk bercocok tanam
dengan mengikuti aturan-aturan adat yang terdapat dalam persekutuan adat Margo tersebut. Dengan kata
lain, pengelolaan tanah ulayat dilakukan oleh Pengurus di tingkat Margo.
3

di 3 kecamatan. Walaupun telah terjadi banyak perubahan dalam hal batas-batas antar Desa, akan
tetapi keberadaan tanah yang menjadi hak ulayat masing-masing Desa masih bisa ditelusuri
berdasarkan dokumen adat (Tambo), tradisi penuturan lisan kaum ninik mamak dan bukti-bukti fisik
berupa batas alam (sungai, bukit,lembah, pohon) dan makam leluhur (makam keramat) yang
menjadi penanda batas/keberadaan tanah ulayat.

Wilayah (tanah) ulayat Margo VII Koto berdasarkan desa-desa yang ada saat ini di kecamatan VII
Koto, kecamatan VII Koto Ilir dan kecamatan Tebo Ulu dapat dilihat pada Tabel-tabel berikut ini.

Tabel. Wilayah Tanah Ulayat Desa-desa existing saat ini di kecamatan VII Koto
N Nama Desa Wilayah (Tanah) Ulayat Keterangan
o
1 Tanjung Pucuk Jambi Wilayah tanah ulayat Desa Wilayah ulayat Desa Tanjung
Catatan: Tanjung Pucuk Jambi sekarang Pucuk Jambi dan Desa Teluk
Pada tahun 2010 telah menjadi lokasi transmigrasi Lancang sekarang telah menjadi
wilayah Desa Tanjung lokal SP 1, SP 2 dan SP 3 yang lokasi transmigrasi (SP 1, SP 2, SP
Pucuk Jambi mengecil lokasinya terletak di perbatasan 3) yang sebagian besar didiami
9
karena sebagian dengan provinsi Sumatra Barat . warga pendatang.
wilayahnya Wilayah ulayat tersebut Batas-batas tanah ulayat Desa
dimekarkan menjadi dahulunya sudah pernah Tanjung Pucuk Jambi & Desa
Desa Teluk Lancang. diserahkan kepada pemerintah Teluk Lancang :
untuk dijadikan lokasi - Utara=provinsi Riau
transmigrasi lokal bagi warga - Selatan= kanagarian Koto Salak
desa Tanjung Pucuk Jambi. Oleh kecamatan Koto
warga transmigran, lahan dibuka Baru,kabupaten Dharmasraya,
dan dibangun menjadi kebun Sumbar.
kelapa sawit. Beberapa lama - Timur = Desa Sungai Abang
kemudian, lahan kebun sawit - Barat=Desa Pulau Mainan II,
tersebut kemudian dijual kepada kecamatan Koto Baru,
warga pendatang (suku Batak, Kabupaten Dharmasraya,
suku Jawa dll.). Penjualan Sumatera Barat
tersebut terjadi atas Adapun klaim tanah ulayat di
sepengetahuan daerah patokan Km. 48 dusun
(diketahui/disetujui) Pemerintah Rantau Jaya oleh Desa Tanjung
Desa Tanjung Pucuk Jambi. Pucuk Jambi merupakan klaim
2 Teluk Lancang Desa Teluk Lancang merupakan sepihak yang tanpa dasar /tanpa
desa hasil pemekaran dari Desa musyawarah dengan para pihak
Tanjung Pucuk Jambi terkait dalam hal ini pemuka adat
berdasarkan Perda Kab. Tebo No. di desa-desa tetangganya.
8 Tahun 2010. Wilayah desa Wilayah patokan Km. 48 yang
Teluk Lancang diambil dari diklaim sebagai tanah ulayat Desa
sebagian wilayah Desa Tanjung Tanjung Pucuk Jambi sebenarnya
Pucuk Jambi. adalah tanah ulayat Desa Sungai
Sebagai akibat dari pemekaran Abang dan Desa Dusun Baru.
tersebut maka wilayah ulayat
Desa Teluk Lancang mengambil Tumpang tindih tanah ulayat
sebagian daripada wilayah ulayat desa Tanjung Pucuk Jambi
Desa Tanjung Pucuk Jambi dengan izin konsesi perusahaan

9
Penempatan transmigran pertama kali sekitar tahun 2001 (terkenal dengan transmigrasi Kuamang Kuning)
4

N Nama Desa Wilayah (Tanah) Ulayat Keterangan


o
(sebelum pemekaran). yaitu dengan PT TMA.
3 Kuamang Tanah ulayat Desa Kuamang Sama seperti Desa Tanjung Pucuk
sekarang ini telah menjadi lokasi Jambi, tanah ulayat Desa ini
transmigrasi blok E, blok F dan banyak yang telah diperjual-
blok G. belikan dengan warga pendatang.
Batas-batas tanah ulayat:
Utara= Desa Tanjung Pucuk Jambi
Selatan= provinsi Sumatera Barat
Timur = Desa Teluk Kayu Putih
Barat= provinsi Sumatera Barat
4 Teluk Kayu Putih Wilayah ulayat Desa ini bernama Sebelum nama Teluk Kayu Putih
Rimbo Gunung yang berbatasan diberikan, dahulu bernama dusun
dengan Desa Kuamang (sebelah Muko-muko yang dipimpin oleh
Timur desa Kuamang). Tumenggung Payung Agung yang
Wilayahnya sebagian telah berasal dari Palembang. Tanah
menjadi lokasi transmigrasi blok ulayat Desa ini banyak yang telah
A, B, C, D. diperjual-belikan dengan warga
Batas-batas tanah ulayat: pendatang.
Utara= Desa Sungai Abang
Selatan= Kecamatan Muaro
Bungo
Timur = Desa Muaro Niro
Barat= Desa Kuamang
5 Sungai Abang Tanah ulayat Desa Sungai Abang Desa Sungai Abang dan desa Aur
terletak di seberang sungai Lang Cino dahulu pernah mengalami
Sisip. penggabungan menjadi Desa
Sebagian tanah ulayat Desa Melako Kecil. Kemudian
Sungai Abang juga sudah berdasarkan Perda Nomor 3
diperjual belikan. tahun 2003, Desa Melako Kecil
Batas-batas tanah ulayat: dihapus lalu wilayahnya dibagi
Utara= provinsi Riau (Inhu) untuk pembentukan Desa Sungai
Selatan=Desa Muaro Niro Abang dan Desa Aur Cino.
Timur = Desa Dusun Baru
Barat= Tanjung Pucuk Jambi Tumpang tindih tanah ulayat
desa Sungai Abang dengan izin
konsesi perusahaan yaitu dengan
PT LAJ dan PT TMA.
6 Aur Cino Desa Aur Cino bisa dikatakan Dahulu jika warga Aur Cino
hampir tidak mempunyai tanah hendak membuka kebun di hutan
ulayat. maka dia harus izin ke pemegang
ulayat yang ada di desa Dusun
Baru dan desa Sungai Abang.
7 Muara Niro Tanah ulayat Desa Muaro Niro Batas-batas tanah ulayat:
sebagian besar telah dikuasai Utara=
warga pendatang (transmigran Selatan= Desa Pulau Batu,
dari Rimbo Bujang). kabupaten Bungo
Sebagian wilayah ulayat desa Timur = Trans Rimbo Bujang
Muara Niro sekarang masuk Barat= Teluk Kayu Putih
wilayah kecamatan Rimbo
5

N Nama Desa Wilayah (Tanah) Ulayat Keterangan


o
Bujang.
8 Dusun Baru Tanah ulayat desa Dusun Baru Desa Dusun Baru dan Desa Tabun
terletak di seberang sungai Lang dibentuk berdasarkan Perda Kab.
Sisip; berbatasan dengan (tanah Tebo No. 9 Tahun 2010. Wilayah
ulayat) Desa Sungai Abang dan kedua Desa ini semula merupakan
Dusun Teluk Cempako10. Batas- wilayah dari Desa Lembayo.
batas tanah ulayat: Adapun Desa Lembayo
Utara= kab. Inhu, prov. Riau mengalami perubahan wilayah
Selatan= Muara Niro (mengecil) dan berganti nama
Timur = Teluk Cempako (desa menjadi Desa Dusun Baru.
TKPI) Tumpang tindih tanah ulayat
Barat= Sungai Abang desa Dusun Baru dengan izin
konsesi perusahaan yaitu dengan
PT LAJ dan PT TMA.
9 Tabun Tanah ulayat Desa Tabun Sebagian tanah ulayat Desa Tabun
dinamakan Rimbo Panjang sudah diduduki warga pendatang.
berbatasan dengan Desa Batas-batas tanah ulayat:
Sukarame kecamatan Tebo Ulu. Utara= dusun Teluk Cempako,
Sebagian wilayah ulayat desa desa TKPI
Tabun sekarang secara Selatan= Rimbo Bujang
adminstratif masuk wilayah Timur = Desa Sukarami
kecamatan Rimbo Bujang. Barat = Desa Muara Niro
10 Muara Tabun Tanah ulayat desa Muara Tabun Desa Muara Tabun dibentuk
mengikuti wilayah ulayat Desa berdasarkan Perda Kabupaten
induk sebelum pemekaran yaitu Tebo No. 9 tahun 2010. Menurut
Desa Muara Niro. perda ini, wilayah Desa Muara
Warga Desa Muara Tabun yang Tabun semula merupakan bagian
hendak membuka kebun lahan dari wilayah Desa Muara Niro
ulayat harus izin terlebih dahulu kecamatan VII Koto.
ke desa Tabun dan desa Muaro
Niro.
Sumber: Data Primer Hasil Wawancara (Februari 2022)

Tabel. Wilayah Tanah Ulayat Desa-desa existing saat ini di kecamatan VII Koto Ilir
N Nama Desa Wilayah (Tanah) Ulayat Keterangan
o
1 Teluk Kepayang Pulau Wilayah ulayat desa TKPI Tumpang tindih tanah ulayat
Indah (TKPI) bernama Sungai Buluh Hitam; Desa TKPI /Dusun Teluk
Rimbo Tantaling yang berlokasi Cempako dengan izin konsesi
di Dusun Teluk Cempako perusahaan yaitu dengan PT LAJ
(seberang sungai Batang hari). dan PT TMA.
Batas-batas tanah ulayat:
Utara= Indra Giri Hulu, provinsi
Riau
Selatan= desa Tabun
Timur = dusun Tuo Pasir Mayang
(sekarang masuk desa Balai Rajo)

10
Dusun Teluk Cempako merupakan bagian dari Desa Teluk Kepayang Pulau Indah (TKPI).
6

N Nama Desa Wilayah (Tanah) Ulayat Keterangan


o
Barat= Desa Dusun Baru
2 Paseban Tanah ulayat Desa Paseban Tumpang tindih tanah ulayat
termasuk wilayah berikut ini: Desa Paseban dengan izin konsesi
- Dusun Sungai Bekaruk desa perusahaan yaitu dengan PT
Pasir Mayang Wanamukti Wisesa
- Sebagian wilayah Desa Pasir
Mayang dan Desa Balai Rajo
(masih sengketa)
Batas-batas tanah ulayat:
Utara= Margo Sumay
Selatan= Desa Sukarame
Timur =Desa Melako Intan dan
Desa Teluk Kuali
Barat= dusun Tuo Pasir Mayang
(Desa Balai Rajo)
3 Pasir Mayang11 Sebagian wilayah desa Pasir
Mayang merupakan bagian dari
ulayat Desa Paseban.
4 Balai Rajo Tanah ulayatnya disebut Belukar Batas-batas tanah ulayat:
Rajo . Utara= Margo Sumay
Tanah ulayat Belukar Rajo Selatan= Desa Tabun & Desa
sebagian telah beralih (dijual) ke Sukarame
warga pendatang yang sekarang Timur = Desa Paseban
berdiam di desa ex transmigrasi Barat= Desa TKPI
Sungai Karang. Tumpang tindih tanah ulayat
Desa Balai Rajo dengan izin
konsesi perusahaan yaitu dengan
PT Wanamukti Wisesa
5 Cermin Alam
6 Sungai Karang Wilayah Desa Sungai Karang Wilayah Desa Sungai Karang
dahulunya merupakan tanah sebagian masih tumpang tindih
ulayat dari 2 desa yaitu: Desa dengan lahan konsesi PT
TKPI (Dusun Teluk Cempako) dan Wanamukti Wisesa.
Desa Balai Rajo (Dusun Tuo Pasir
Mayang).
Sumber: Data Primer Hasil Wawancara (Februari 2022)
Tabel. Wilayah Tanah Ulayat Desa di kecamatan Tebo Ulu
No Nama Desa Wilayah (Tanah) Ulayat Keterangan
Sukarame Tanah ulayat desa Sukarame Batas-batas tanah ulayat:
1 berlokasi di OPK (jalan logging). Utara=Desa Paseban
Sebagian wilayah ulayat desa Selatan=kecamatan Rimbo Bujang
Sukarame sekarang termasuk Timur = Desa Teluk Kuali
wilayah kecamatan Rimbo Barat= Desa Tabun
11
Pembentukan Desa Pasir Mayang berdasarkan Perda Kabupaten Tebo Nomor 7 tahun 2010 (tertanggal 15
Desember 2010). Berdasarkan Perda tersebut disebutkan bahwa wilayah desa Pasir Mayang diambil dari
wilayah yang sebelumnya merupakan wilayah desa Balai Rajo yang meliputi 3 dusun yaitu: Dusun Pasir
Mayang, Dusun Teluk Betung dan Dusun Sungai Bekaruk. Dalam Perda tersebut disebutkan juga bahwa Desa
Pasir Mayang mempunyai luas wilayah lebih kurang 9 km2 dimana sebelah utara desa berbatasan dengan
Hutan Tanaman Industri ( PT Wana Mukti Wisesa).
7

Bujang.
Sumber: Data Primer Hasil Wawancara (Februari 2022)

Sebelum rezim Orde Baru mengklaim Hutan Ulayat kami menjadi Hutan
Negara, Nenek Moyang kami telah menentukan haknya masing-masing dan
berjanji baikat semayo.
Di sepanjang sejarah masa lalu, kami masyarakat adat selalu merasa terzolimi
oleh para pihak dengan kepentingannya masing-masing. Karenanya, kami
tidak akan tinggal diam…
(Ismail, aktivis Permargo VII Koto & Dewan AMAN Tebo, 27 Februari 2022)

Konteks Sejarah
Sejarah pasang surut klaim tanah ulayat dari Masyarakat Hukum Adat 12 Margo VII Koto tidak
terlepas dari dinamika beberapa hal diantaranya:
(1) Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu dimulai dari penunjukan /penetapan
kawasan hutan hingga ke pemberian izin konsesi kepada perusahaan (PT IFA, PT Wanamukti
Wisesa, PT LAJ, PT WKS, PT TMA) sejak era pemerintahan Orde Baru hingga saat ini.
(2) Realitas politik-ekonomi yang terjadi di tingkat lapangan/tapak baik di tingkat masyarakat
akar rumput maupun di tingkat elite lokal setempat (pemerintah desa, tokoh/pemuka adat,
LSM lokal).
(3) Gelombang kedatangan warga pendatang dari luar kecamatan/ kabupaten/provinsi yang
kemudian memunculkan konflik baik yang manifest maupun yang laten di tingkat lapangan.

Dinamika tersebut secara kronologis disajikan dalam Tabel berikut ini.


No Waktu Kejadian Keterangan
1978 PT IFA telah mulai mengambil kayu di kawasan Dampak dari klaim kawasan hutan Negara
hutan yang menjadi tanah ulayat beberapa atas tanah hak ulayat masyarakat adat mulai
Margo seperti Margo VII Koto dan Margo dialami dan dirasakan sejak mulai
Sumay. beroperasinya izin HPH PT IFA pada tahun ini.
Hal ini diperkuat adanya dokumen Peta Kerja Wilayah konsesi PT IFA meliputi provinsi Riau
Rencana Karya Pengusahaan Hutan PT IFA dan provinsi Jambi. Wilayah konsesi di
dengan SK HPH No. Kep-52/7/1968; provinsi Jambi digunakan sebagai jalur
SK HPH No 21/Kps/Um/1/1976 (Addendum). distribusi kayu dari Riau ke Jambi melewati
sungai Batanghari.
1987 Terbit peta Tata Guna Hutan Kesepakatan Penetapan TGHK lewat penerbitan SK
provinsi Jambi yang kemudian disahkan Menteri Kehutanan tersebut merupakan
13
dengan terbitnya SK Menteri Kehutanan klaim sepihak karena dilakukan pemerintah
Nomor 46/Kpts-II/87 tanggal 12 Februari 1987 (Departemen Kehutanan) ketika itu tanpa
tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan14 adanya proses konsultasi /musyawarah
(TGHK) provinsi Jambi. dengan masyarakat hukum adat dalam hal ini

12
Menurut Pasal 1 butir 31 UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Masyarakat Hukum Adat (MHA) adalah Kelompok Masyarakat yang secara turun-temurun bermukim di
wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal-usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan
lingkungan hidup. Serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum.
13
Saat SK diterbitkan tahun 1987, Menteri Kehutanan dijabat Soedjarwo Kabinet Pembangunan IV periode
1983-1988. Soedjarwo merupakan Menteri Kehutanan pertama di zaman pemerintahan Orde Baru.
8

No Waktu Kejadian Keterangan


Berdasarkan lampiran peta dalam SK tersebut, dengan kaum ninik mamak /tuo tengganai
tanah (hak) ulayat15 persekutuan masyarakat dari Margo VII Koto selaku pemegang klaim
hukum adat (MHA) Margo (termasuk margo tanah ulayat17. [Wawancara Ismail, 22-2-
VII Koto, margo Sumay dan margo IX Koto di 2022]
kecamatan Serai Serumpun) dimasukkan
sebagai bagian dari kawasan Hutan Negara16.
1988 Peta tanah ulayat adat Margo VII Koto Disebutkan bahwa ada indikasi terjadinya
disahkan oleh Bupati Bungo Tebo saat itu manipulasi data terkait batas-batas dalam
yakni Drs. Abdul Mutholib Hs18. peta baku yang dibuat Pemda. Batas tersebut
Pembuatan peta berdasarkan ketentuan: tidak sesuai dengan yang terdapat dalam
Dusun  Desa dokumen (Tambo) Margo VII Koto.
Marga /Margo VII Koto  Kecamatan VII Koto Ketidaksesuaian tersebut berdampak hingga
(kemudian dimekarkan menjadi 2 kecamatan sekarang (ketidakjelasan batas-batas antar
yaitu VII Koto dan VII Koto Ilir). desa-desa yang ada di kecamatan VII Koto
Belum diketahui No. SK Bupati tersebut. dan kecamatan VII Koto Ilir).
1989 Pertemuan (musyawarah) para pemuka adat Titik lokasi tapal batas yang dipersengketakan
(Dato’) margo VII Koto di Payo Lebar. terletak di daerah Payo Lebar dimana ketiga
Agenda pertemuan membahas sengketa tapal desa mengklaim daerah tersebut sebagai
batas tanah ulayat 3 (tiga) desa yaitu: Desa bagian dari wilayah desanya. Berdasarkan isi
Lembayo, Desa Sukarame dan Desa Bale Rajo. Buku Tambo, Desa Bale Rajo yang sebenarnya
Para pemuka adat (Dato)’ yang hadir mewakili tidak mempunyai hak ulayat di Payo Lebar.
masing-masing desa diantaranya19: Tapi Desa Bale Rajo mengklaim punya hak
- Najmi Harun (satu-satunya tokoh yang masih ulayat disitu. Menurut Tambo, wilayah Payo
hidup), alm Dato’Tepi, Raden Muhtar (alm), Lebar itu hanya dimiliki oleh 2 (dua) desa,
Dato Hakim (alm). Nama-nama ini berasal dari yaitu Desa Lembayo dan desa Sukarame.
Desa Balai Rajo. Akan tetapi para Dato’ dari Desa Bale Rajo
- Depati Daman, Depati A. Rahman (alm), (alm Tepi, Najmi Harun dkk) terus
Mangku Pian (alm), Kadus Zaenal (alm). Nama- menggerogoti (baca: mengklaim) wilayah
nama ini berasal dari Desa Lembayo20. ulayat Desa Lembayo dan Desa Sukarame
Dari Desa Sukarame: Dato’ Nawi & sebagai bagian dari ulayatnya.
pemerintah desanya. Dalam musyawarah ini belum berhasil
Dalam musyawarah tersebut , isi buku adat didapat kesepakatan mengenai batas-batas
Tambo yang memuat tanda batas-batas antar desa tersebut.
wilayah adat Margo VII Koto21 (batas antar

14
Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) adalah kesepakatan bersama para pemangku kepentingan di tingkat
Provinsi untuk menentukan alokasi ruang kawasan hutan berikut fungsinya yang diwujudkan dengan
membubuhkan tanda tangan di atas peta.
15
Hak ulayat adalah hak/wewenang yang dimiliki oleh Masyarakat Hukum Adat (MHA) untuk mengatur dan
mengelola tanah-tanah yang berada di dalam wilayah adatnya. Keberadaan hak ulayat dijamin oleh UU Pokok
Agraria no. 5 tahun 1960 pasal 3. Adapun syarat MHA yaitu: (1) mempunyai wilayah tertentu; (2) mempunyai
anggota /warga; (3)mempunyai penguasa/pemimpin; (4) mempunyai harta kekayaan (materiil dan immateriil);
kekayaan materiil disini utamanya berupa tanah ulayat.
16
Dalam SK ini terdapat Lampiran Peta kawasan hutan di seluruh provinsi Jambi. Klaim sepihak oleh Negara
inilah yang kemudian menjadi dasar pemberian izin IUPHHK PT Wanamukti Wisesa di tahun 1992 (izin PT
Wanamukti diperluas pada tahun 1998) dan izin HPH kepada PT IFA di tahun 1993.
17
Klaim sepihak Negara atas kawasan hutan di jaman Orde baru
18
Beliau menjabat sebagai Bupati tahun 1986-1996.
19
Semua Dato’ Margo VII Koto yang bermusyawarah ketika itu, sekarang telah meninggal semua kecuali Najmi
Harun masih hidup (usia 80 tahun).
20
Desa Lembayo sekarang hilang dan berganti nama menjadi Desa Dusun Baru berdasarkan Perda Kabupaten
Tebo No. 9 Tahun 2010.
9

No Waktu Kejadian Keterangan


Dusun atau sekarang disebut Desa) dibacakan.
Tujuan pembacaan Tambo adalah untuk
meluruskan masalah perselisihan
/ketidaksepakatan mengenai tapal batas
antara ketiga wilayah Desa yaitu Desa
Sukarame, Desa Bale Rajo (dusun Tuo Pasir
Mayang22) dan Desa Lembayo.
1990 Pembentukan LSM Panglimo Duo Sim oleh Tokoh pendiri diantaranya: Dato Najmi
beberapa tokoh/pemangku adat Margo VII Harum (masih hidup), Dato Tepi (alm), Dato
Koto. Disebutkan pembentukan LSM ini Raden Muhtar (alm), Dato Nawawi (alm).
awalnya dimaksudkan untuk membendung
ekspansi PT IFA yang hendak mencaplok tanah
ulayat Margo VII Koto ketika itu.
1992 Terbit Izin Usaha PemanfaatanHasil Hutan Sebelum terbitnya izin /SK , pihak Margo VII
Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) Koto tidak dilibatkan/diajak bermusyawarah
untuk PT Wanamukti Wisesa23 yaitu oleh pihak kementrian kehutanan.
berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.
1931/Kpts-V/1992 dengan luas areal 4.800
ha24.
1993 Terbit izin konsesi HPH (izin sementara) untuk Wilayah ulayat Margo VII Koto ketika itu juga
PT IFA yaitu SK Menteri Kehutanan masuk menjadi bagian dari wilayah izin
No. 608/Menhut/IV/93 yang berlaku 2 (dua) konsesi HPH PT IFA.
tahun yaitu tahun 1993-199525. Sebelum penerbitan izin PT IFA, tidak ada
konsultasi antara pihak Kementrian dengan
pihak Margo VII Koto.
Mei 1994 Masuk rombongan transmigran HTI PT Berdasarkan usulan (proposal) awal (ada
Wanamukti Wisesa sebanyak 300 KK26 ke dokumennya di Pak Ismail), peserta
wilayah/lokasi transmigrasi seluas 400 ha transmigrasi akan diperuntukkan bagi warga
(sekarang lokasi ini telah menjadi desa definitif lokal (trans lokal) dari desa-desa sekitar
Sungai Karang). (dibuktikan dengan pengajuan dengan
Saat ini, dari 400 ha luas desa Sungai Karang, menggunakan berkas data dan KTP warga
telah beralih fungsi menjadi APL seluas 172 ha setempat). Dalam kenyataannya, 70%
melalui program konsolidasi tanah Kementrian transmigran yang datang berasal dari pulau
ATR/BPN tahun anggaran 2018 s/d 2021. (Data Jawa.
bersumber dari BPN Kabupaten Tebo, 2021). Program transmigrasi ini merupakan program
Sisanya seluas 228 ha masih berstatus pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh
kawasan hutan produksi yang termasuk bagian pemerintah kabupaten Bungo Tebo ketika
dari areal konsesi PT Wanamukti Wisesa. itu27.

21
Batas antar dusun asli (Dusun lama) yang kemudia berubah menjadi Desa.
22
Klaim Desa Balai Rajo atas wilayah Payo Lebar terjadi setelah kepindahan warga Dusun Tuo Pasir Mayang ke
seberang sungai Batanghari.
23
PT Wanamukti Wisesa merupakan perusahaan patungan dimana pemegang sahamnya terdiri atas PT IFA
(60%) dan PT Inhutani V (40%).
24
IUPHHK PT Wanamukti Wisesa tergolong HTI Trans dengan status Patungan atau HTI Patungan Trans
(kepemilikan saham a.n. PT IFA dan PT Inhutani V).
25
PT IFA mulai beroperasi tahun 1993 berdasarkan izin sementara yaitu surat Menteri Kehutanan No. 608/Menhut/IV/93
yang berlaku dua tahun. Lokasi operasi di Riau dan Jambi dengan luasan total 248.100 ha. (Laporan investigasi majalah
Tempo edisi 10 Juni 2001). Lokasi eks HPH PT IFA di Tebo Jambi saat ini merupakan wilayah konsesi PT Wanamukti Wisesa,
PT LAJ dan PT TMA.
26
Komposisi daerah asal transmigran adalah 70% dari Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur) dan
30% dari Sumatera (Jambi, Riau, Sumbar).
10

No Waktu Kejadian Keterangan


Program trans HTI tersebut merupakan
usulan LSM Panglima Duo Sim kepada Pemda
kabupaten Bungo Tebo ketika itu
(diperuntukkan bagi warga lokal). Dalam
kenyataannya LSM Panglimo Duo Sim
melakukan praktek jual-beli tanah di bawah
tangan dengan warga pendatang (calon
transmigran HTI Wanamukti yang bukan
warga lokal).
Penjualan lahan tersebut didasarkan atas
klaim bahwa lokasi transmigrasi HTI PT
Wanamukti tersebut merupakan tanah ulayat
Panglimo Duo Sim.
1995 Izin (sementara) konsesi HPH PT IFA berakhir.
1996- Pasca berakhirnya izin konsesi PT IFA, kawasan Contohnya dapat dilihat pada kasus di dusun
1997 hutan alam menjadi terbuka (gundul) akibat Sungai Bekaruk, desa Pasir Mayang. Ketika
hilangnya pohon-pohon kayu besar. Hal ini itu, Kepala Desa Pasir Mayang bernama Tepi
mendorong beberapa elite desa/pemangku (alm) memfasilitasi masuknya beberapa
adat setempat mengundang warga pendatang petani dari Rimbo Bujang untuk mengelola
untuk mengelola kawasan tersebut. lahan dengan sistem kerjasama paroan
lahan/ganti rugi tumbang-imas. Selain
membangun kebun, para warga Rimbo
Bujang tersebut juga membangun
pemukiman di lokasi yang sekarang bernama
Dusun Sungai Bekaruk [diceritakan oleh
Bapak Isrori, Kadus Dusun Sungai Bekaruk,
desa Pasir Mayang].
1998 Pada tahun 1998 terbit kembali pembaharuan Setelah dua kali mendapatkan ijin perluasan,
izin pemanfaatan kawasan hutan (dalam areal PT Wanamukti Wisesa bertambah
bentuk Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan luasnya menjadi 10,000 hektar. Dikarenakan
Kayu pada Hutan Tanaman atau IUPHHK-HT) terdapat tumpang tindih lahan dengan areal
berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri hutan penelitian BIOTROP seluas 700 hektar
Kehutanan dan Perkebunan No. dan tanah ulayat Belukar Rajo 195 ha, maka
275/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998 luas konsesi PT Wanamukti Wisesa
dengan luas areal 9.105 hektar28. mengalami pengurangan29 (menjadi 9.105
hektar).
Menurut Ismail, terbitnya izin ini merupakan
klaim sepihak karena tidak dikonsultasikan
dengan pihak pemangku adat setempat
(Margo VII Koto) selaku pemegang hak
ulayat.
8-8- Risalah yang pernah ditulis pada jaman Dokumen ini isinya banyak hal terkait
1998 kerajaan Jambi dahulu disalin ulang dan adat istiadat Masyarakat Adat Melayu
diterbitkan kembali oleh generasi pewaris Jambi.
27
Informasi versi lain diungkapkan Ismail : program transmigrasi ini adalah akal-akalan beberapa oknum
pemuka adat (Najmi Harun dkk) untuk mengklaim tanah ulayat Margo VII Koto untuk kepentingan pribadi.
(Wawancara 22-02-2022)
28
Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan
(2009).
29
Laporan Pemetaan Potensi dan Resolusi Konflik IUPHHK-HT PT Royal Lestari Utama Tahun 2017.
11

No Waktu Kejadian Keterangan


Margo VII Koto. Risalah berjudul Syaran Risalah ditulis oleh Raja Kerajaan Jambi
dan Nasihat menurut Adat seiring dengan dan Kerajaan Pagaruyung.
syarak, syarak bersendikan kitabullah. Salah satu penulis adalah Datuk
Risalah guno mengkoreksi kato orang Temenggung Merah Mato.
kini, memerikso badan kato orang dulu,
dalam perbuatan sehari-hari khusus
pribadi kami, umum bagi warga
masyarakat yang beradat dan beragama
Islam dan juga untuk bekal pedoman oleh
generasi penerus.
2001 Terbit Keputusan Bupati Tebo No.219 Tahun Disebutkan bahwa Najmi Harun pernah
2001 tentang Penetapan Hutan Adat Panglimo meminjam dokumen (Buku Tambo31) tanah
Duo Sim. Keputusan ini merespon usulan LSM ulayat Margo VII Koto dari Dato’ pewaris
Panglimo Duo Sim yang mengajukan klaim ulayat VII Koto (kakek dari Bapak Ismail ).
tanah ulayat Panglimo Duo Sim dengan luas Dalam Buku Tambo itu terdapat informasi
areal 9,800 ha berlokasi di Desa Bale Rajo batas-batas tanah ulayat Margo VII Koto.
kepada pihak pemerintah kabupaten Tebo 30. Berdasarkan isi Buku Tambo tersebut, Najmi
Sebelumnya, Najmi Harun mengklaim dirinya Harun/ LSM Panglima Duo Sim32 kemudian
sebagai pewaris tanah ulayat bergelar membuat peta Hutan Adat Panglimo Duo
Panglimo Duo Sim. Yang bersangkutan Sim mengacu pada batas-batas tanah ulayat
menyebutkan bahwa dalam lokasi tanah Margo VII Koto yang sudah direvisi
ulayat tersebut terdapat kuburan datuknya. /dimanipulasi datanya.
Peta yang sudah dimanipulasi itu kemudian
diajukan ke Bupati dengan klaim Hutan Adat
Panglima Duo Sim.
Keluarnya SK ini semakin mendorong praktek
jual beli lahan yang diklaim sebagai tanah
ulayat tersebut ke warga pendatang 33.
2002 Terbit SK Penetapan Batas Kawasan Hutan Dalam proses penetapan batas ini pihak
yang menjadi wilayah izin konsensi PT Margo VII Koto kembali tidak dilibatkan.
Wanamukti Wisesa yaitu berdasarkan Terbitnya SK penetapan batas ini tidak
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. diketahui oleh pihak Margo VII Koto.
5952/Kpts-II/2002 tangal 10 Juni 2002
dengan luas areal kerja 9,263.77 hektar.
2005 Terbit Keputusan Bupati Tebo Nomor 194A Dasar pertimbangan pencabutan ijin
Tahun 2005 tentang Pencabutan Keputusan diantaranya:
Bupati Tebo Nomor 219 Tahun 2001 tentang -Bahwa penetapan Hutan Adat merupakan
Penetapan Hutan Adat Panglimo Duo Sim wewenang dari Pemerintah Pusat sehingga
tertanggal 28 April 2005. Keputusan Bupati No.219/2001 tersebut
bertentangan dengan Peraturan yang lebih

30
LSM Panglima Duo Sim juga pernah mengklaim tanah ulayat di lokasi yang sekarang merupakan wilayah ijin
konsesi PT Tebo Multi Agro (TMA). Waktu itu, klaim tersebut didukung oleh Ormas LMP(Laskar Merah Putih).
31
Menurut tambo batas batas tanah ulayat: dari durian batakuk rajo sampai ke beringin yang ditanam 2
batang. [ beringinnya sekarang tinggal ada 1 pohon]
32
Batas-batas peta tanah ulayat Panglimo Duo Sim telah direkayasa sehingga tidak sesuai dengan yang
terdapat dalam Buku Tambo Margo VII Koto. Dengan rekayasa Tembo/Tambo ini berarti klaim tanah ulayat
oleh LSM Panglima Dhozim merupakan sesuatu yang tidak sah mewakili klaim tanah ulayat margo VII Koto.
33
Lokasi yang diperjual-belikan diantaranya tanah ulayat Belukar Rajo , beberapa lokasi di dusun Tuo Pasir
Mayang, dan lokasi yang sekarang merupakan wilayah konsesi PT Wanamukti Wisesa.
12

No Waktu Kejadian Keterangan


tinggi.
-Bahwa berdasarkan penilaian kelembagaan,
pranata, dan perangkat Penguasa adat serta
Kelembagaan Adat Panglimo Duo Sim
keberadaannya tidak diakui oleh Desa Balai
Rajo.
2010 Perubahan nama Desa Lembayo menjadi Desa Akibatnya keberadaan sejarah dan asal usul
Dusun Baru klaim tanah ulayat di dusun/desa ini secara
tidak langsung ikut dihilangkan.
2-10- Terbit Surat Keputusan Rapat di kantor Dinas Beberapa butir keputusan adalah:
2012 Kehutanan Provinsi Jambi berisi Hasil 1. memberikan waktu kepada perambah
Pembahasan Lanjutan Penanganan Konflik untuk meninggalkan lokasi perambahan di
Lahan di Areal IUPHHK-HT PT Lestari Asri Jaya lokasi IUPHHK-HTI PT Lestari Asri Jaya
dengan Sekelompok Masyarakat perambah di paling lambat 3 minggu sejak tanggal 2
kabupaten Tebo. Oktober 2012.
Surat Keputusan antara lain ditandatangani 2. Hasil keputusan rapat ini disosialisasikan
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dan kepada perambah dalam bentuk
Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Tebo, pemasangan baliho pada tempat tempat
Dirintelkam Polda Jambi, Kapolres, Dandim, strategis serta sosialisasi oleh tim Pemda
Asisten I Setda Kabupaten Tebo. Kab. Tebo dengan melibatkan Camat dan
Kepala Desa.
3. Penegakan hukum kepada oknum/aktor
yang telah melakukan penjualan lahan
hutan, perambahan, pembakaran hutan,
penebangan liar, dan yang memprovokasi
untuk mengganggu aktivitas
pembangunan HTI dapat dilakukan setiap
saat.
4. Pemerintah kabupaten Tebo segera
merumuskan bentuk kemitraan dan
menetapkan masyarakat yang berhak
untuk mengikuti Program Kemitraan yang
ditetapkan oleh Bupati Tebo.
20-08- Tim Resolusi Konflik (TRK) PT LAJ dan PT TRK terdiri dari unsur pemerintah pusat,
2018 Wana Mukti Wisesa (WMW) dikukuhkan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten,
berdasarkan SK Kepala Dinas Kehutanan lembaga studi dan LSM/ornop.
Provinsi Jambi Nomor Pada tahap awal TRK akan melakukan
263/Kpts/Dishut-5.3/XII/2018. Badan pemetaan potensi konflik di area PT LAJ dan
Pelaksana TRK didukung oleh 3 kelompok PT WMW.
kerja yaitu: (1) pokja Sosialisasi dan
Inventarisasi; (2) pokja Mediasi; (3) pokja
Orang Rimba atau Suku Anak Dalam.
2018 Tim Penyelesaian Konflik (TPK) dibentuk Menurut Wakil Bupati, PT LAJ dan PT WMW
berdasarkan SK Bupati Tebo. TPK diketuai berjanji tidak akan menggusur warga dengan
oleh Wakil Bupati Tebo (ketika itu Syahlan syarat: (1) penguasaan lahan dibawah 10 ha; (2)
Arfan). TPK telah melakukan inventarisasi lahan benar-benar digarap dan penggarap
merupakan masyarakat setempat (bukan warga
terhadap pemilik lahan dan jumlah luasan
pendatang). Langkah Pemkab Tebo tersebut
lahan yang telah dikuasai warga dalam didukung oleh PT LAJ dan PT WMW.
kawasan PT Lestari Asri Jaya (LAJ) dan PT Menurut GM PT LAJ Widiarsono, adanya
Wana Mukti Wisesa (WMW). kegiatan inventarisasi tersebut setidaknya bisa
Pada fase pertama, tim telah melakukan membantu perusahaan dalam
13

No Waktu Kejadian Keterangan


pendataan partisipatif sekitar 700 jiwa mengimplementasikan kebijakan perusahaan
masyarakat yang berada di wilayah Kecamatan dengan masyarakat yang mengelola lahan.
VII Koto dan Kecamatan VII Koto Ilir. (TeboOnline.id, 31 Desember 2018).
11-09- Warga Desa Rantau Jaya Patokan kilometer Warga Rantau Jaya Patokan Km 55
2018 55, kecamatan VII Koto, Kabupaten Tebo Kecamatan VII Koto mengklaim bahwa
mengadakan rapat terbuka di lokasi pasar mereka telah berdomisili dan menetap sejak
Rantau Jaya. Rapat dihadiri Forum Komunitas Tahun 2007-2008, sebelum turunnya SK
Pemukiman Warga Rantau Jaya Patokan, Menhut RI No. SK.141/Menhut-II/2010
Tokoh Masyarakat dan ribuan warga tersebut, tanggal 31 Maret 2010 tentang IUPHHK HTI
untuk memperjuangkan status kependudukan PT Lestari Asri Jaya di Kabupaten Tebo.
dan lahan mereka yang dikuasai PT Lestari Wilayah Rantau Jaya Patokan Km 55
Asri Jaya (PT LAJ). (Wartanews.co, 12 berbatasan langsung dengan provinsi Riau.
September 2018). Tercatat ada sejumlah 1267 KK warga Rantau
Jaya Patokan Km 55 yang tidak mempunyai
dokumen kependudukan (KK & KTP).
4-10- Diadakan Musyawarah Desa baik yang Dalam kasus di desa Tanjung Pucuk Jambi ini
2020 berdomisili maupun yang di perantauan dengan terdapat konflik yang multidimensi (konflik
agenda membahas sikap terkait Tanah Adat horizontal dan konflik vertikal). Hal ini
serta Kependudukan Warga Dusun Rantau disebabkan karena di dalam satu objek tanah yang
sama ada 3 pihak yang mengklaim memiliki lahan
Jaya Km 48 dan sekitarnya yang dihadiri
tersebut yaitu:
oleh Warga Desa beserta Perangkat Desa, (1) Pemerintah dengan klaim kawasan Hutan
Ketua BPD beserta Anggota, Tokoh Agama, Negara yang kemudian diberikan izin
Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat baik yang konsesi ke perusahaan (PT LAJ).
berdomisili maupun perantauan serta unsur lain (2) Masyarakat pribumi setempat yang
yang terkait di Desa Tanjung Pucuk Jambi34. mengklaim tanah tersebut sebagai hak
Musyawarah Desa ini menghasilkan butir-butir ulayat Desa Tanjung Pucuk Jambi.
keputusan sebagai berikut35: (3) Masyarakat pendatang yaitu warga
1) Wilayah Patokan dan sekitarnya adalah Dusun Rantau Jaya Patokan Km 48 /Km
Wilayah Ulayat Warga Tanjung Pucuk 55 yang mengklaim bahwa mereka telah
Jambi sesuai dengan Tembo Durian berdomisili dan menetap disitu sejak
Tahun 2007-2008 (sebelum keluarnya
Batakuk Rajo, Sialang Batampuak Basi36,
izin konsesi PT LAJ). Hal ini dibuktikan
Adat Desa Tanjung Pucuk Jambi dan dengan beberapa dokumen fasilitas umum
Kepala Desa Tanjung Pucuk Jambi (sarana prasarana seperti pasar, sekolah,
menerbitkan Peraturan Desa mengacu tempat ibadah dll.) yang telah dibangun di
Tembo yang ada serta peraturan Ninek daerah tersebut.
Mamak Nan Sepuluh dalam bentuk
Peraturan Adat. Patokan Km 48 merupakan daerah yang termasuk
2) Warga Patokan Km 48 dan Sekitarnya dalam wilayah Dusun Rantau Jaya. Wilayah ini
Wajib Mematuhi Adat Istiadat yang masuk dalam kawasan konsesi PT LAJ (BU 1).
berlaku di Desa Tanjung Pucuk Jambi Berdasarkan informasi yang didapat dari seorang
mengacu kepada keputusan Ninek Mamak narasumber, terdapat sekitar 2000 KK warga
masyarakat yang berdiam di wilayah tersebut;
Nan Sepuluh di Desa Tanjung Pucuk Jambi.
dimana sekitar 85% diantaranya merupakan warga
3) Warga Patokan Km 48 dan sekitarnya pendatang yang kebanyakan berasal dari etnis
dikarenakan telah menyerobot Lahan Batak dan Jawa. Mereka umumnya belum
Wilayah Ulayat Warga Tanjung Pucuk mempunyai identitas (KTP) setempat.

34
Wilayah Desa Tanjung Pucuk Jambi termasuk ke dalam wilayah tanah ulayat Margo VII Koto.
35
Dikutip dari dokumen : Berita Acara tentang Musyawarah Desa Menyikapi Tanah Adat serta Kependudukan
Warga Rantau Jaya Km 48 dan sekitarnya Desa Tanjung Pucuk Jambi tanggal 4 Oktober 2020. Dokumen ini
ditandatangi oleh Pimpinan Rapat Poprianto SE,MM, Notulen/sekretaris Mazulin dengan
Mengetahui/Menyetujui dari unsur : Kepala Desa Alwi, Ketua BPD Ade Putra, Supardi ( Masyarakat
Perantauan), Norman (Ninek Mamak), Ali Amran (KDS/Kadus 02), dan Diman (Kasi Pelayanan). Berdasarkan
daftar hadir diketahui bahwa musyawarah ini dihadiri 94 orang peserta dari berbagai unsur masyarakat.
36
Merupakan kalimat dalam Tambo/Tembo dari Margo VII Koto.
14

No Waktu Kejadian Keterangan


Jambi, maka akan dikenakan denda Adat PT LAJ sendiri diketahui belum membuka kebun
Sebesar Satu Ekor Kambing Beserta Asam produksi ataupun melakukan inventarisasi lahan di
Segaram. wilayah ini dikarenakan daerah ini telah berubah
4) Bagi Warga Patokan Km 48 dan sekitarnya menjadi kebun dan pemukiman padat penduduk.
Disinyalir terdapat banyak kepentingan yang ikut
yang tidak memenuhi denda Adat maka
bermain dalam konflik di daerah ini termasuk
dianggap tidak memiliki itikad baik kepada pihak-pihak di luar pemerintah dan masyarakat
Warga Tanjung Pucuk Jambi, maka setempat (kepolisian, TNI, LSM lokal). Hal ini
dihukum secara Adat Desa Tanjung Pucuk dikarenakan adanya potensi untuk melakukan
Jambi. pengumpulan dana dari warga pendatang
5) Lahan yang sudah terlanjur ditanam oleh (penggarap) yang bernilai milyaran rupiah yang
Warga Patokan Km 48 dan sekitarnya maka berpotensi untuk disalahgunakan oleh pihak-pihak
akan dikenakan Sanksi Adat, adapun yang terkait.
belum ditanam tidak boleh untuk
dilanjutkan proses penanaman, dilarang pula
bagi Pihak manapun untuk melakukan
Transaksi Jual Beli Lahan di Kawasan
Wilayah Ulayat Desa Tanjung Pucuk Jambi,
mengacu kepada ketentuan Adat Pusako
Tinggi tidak boleh dipindah tangankan.
6) Secara administratif ketatanegaraan
maka diminta kepada Warga Patokan 48
dan sekitarnya untuk memenuhi
persyaratan Administratif mengacu
ketentuan hukum yang berlaku dalam
Undang-undang Kependudukan dan
Catatan Sipil serta Perangkat Desa
Tanjung Pucuk Jambi wajib mematuhi
ketentuan yang berlaku sebelum
mengeluarkan Rekomendasi
Kependudukan dengan tetap
mengedepankan Kearifan Lokal yang
berlaku di Desa Tanjung Pucuk Jambi.
7) Adapun ketentuan Adat untuk “Angkek
Induk di Dalam Nagoi” wajib mengikuti
ketentuan Adat, Adat Bersandi Syarak,
Syarak Bersandi Kitabullah.
Maka Kepala Desa Tanjung Pucuk
Jambi akan membentuk Tim Kecil yang
terdiri dari Unsur Adat, Pemuda,
Pegawai Syarak, Tokoh Masyarakat dan
Pemerintah Desa guna mengatur
ketentuan dan Struktur Pemerintahan
yang berlaku.
Agustus FGD membahas tanah ulayat margo VII Koto di Dalam pertemuan ini disepakati untuk
2021 sekretariat AMAN Bogor. memperkuat data dan informasi sebagai
Dalam FGD ini hadir beberapa pemuka adat dasar dari klaim yang akan diajukan ke pihak
Margo VII Koto diantaranya Najmi Harun dan pemerintah pusat.
Ismail.
9-9-2021 Najmi Harun selaku Kepala Suku masyarakat Surat ditujukan kepada Ketua DPRD
adat Datuk Panglimo Duo Sim, membuat Surat Kabupaten Tebo dan Bupati Tebo.
No. 04/SKR/BRJ/VII/2021 perihal Permohonan Isinya mempertanyakan surat dengan perihal
15

No Waktu Kejadian Keterangan


Pembentukan Peraturan Daerah tentang yang sama yang pernah disampaikan pada
pengakuan masyarakat Hukum Adat Datuk tanggal 21 Januari 2021 yang belum
Panglimo Duo Sim di Kecamatan VII Koto Ilir, ditanggapi oleh pihak DPRD dan Bupati Tebo.
Desa Balai Rajo dengan lampiran 1 berkas.
10 Pertemuan Musyawarah antara Warga Musyawarah tersebut menghasilkan butir-
Januari Patokan Km 48 dan Masyarakat Desa butir keputusan akhir yaitu37 :
2022 Tanjung Pucuk Jambi bertempat di Kantor 1) Diminta kepada Warga Patokan Km
Desa Tanjung Pucuk Jambi. Agenda 48 dan sekitarnya agar dapat
Musyawarah adalah Silaturahmi Warga mematuhi hasil musyawarah Desa
Patokan dengan Warga Tanjung Pucuk Tanjung Pucuk Jambi pada tanggal 4
Jambi. Musyawarah dihadiri oleh Kepala Oktober 2020 yang lalu.
Desa beserta Perangkat Desa, Ketua BPD 2) Diminta kepada Warga Patokan Km
beserta anggota, ketua Pemuda beserta 48 dan sekitarnya menunjuk
Tokoh Masyarakat. pengurus/TIM yang bisa mengambil
keputusan untuk bermusyawarah
dengan warga Desa Tanjung Pucuk
Jambi dengan waktu selambat-
lambatnya 15 hari setelah musyawarah
ini.
3) Apabila Warga Patokan 48 dan
sekitarnya dalam waktu yang
ditentukan tidak bisa menyelesaikan
atau belum menemui titik terang
terhadap keputusan rapat tanggal 4
Oktober 2020 maka warga desa
Tanjung Pucuk jambi akan mengambil
tindakan sesuai dengan hasil
kesepakatan sebelumnya.
Sumber: Data Primer Hasil Wawancara; Data Sekunder berupa beberapa dokumen yang bersumber
dari Bang Ismail (Dewan AMAN Tebo) dan Bang Hasibuan (LMPI).

37
Dikutip dari dokumen: Berita Acara Musyawarah antara Warga Patokan Km 48 dan Masyarakat Desa Tanjung
Pucuk Jambi tanggal 10 Januari 2022. Disebutkan dalam dokumen tersebut bahwa proses pengambilan
keputusan terhadap poin keputusan di atas dilakukan secara Musyawarah Mufakat dan tidak ada unsur
paksaan dari pihak manapun. Dokumen Berita Acara ditandatangani oleh Pimpinan Acara Suhendri dan
Notulen/Sekretaris Riko Bayu Satria. Pihak yang bertanda tangan Mengetahui dan Menyetujui adalah: Mazulin
(Perangkat Desa), Jachem Siburian (Warga Patokan 48), RB Manurung (Babinsa), Dedi Wardiarto (Kanit
Binmas). Adapun total peserta yang hadir dalam pertemuan berdasarkan Daftar Hadir berjumlah 51 orang
dimana warga Patokan tercatat hanya ada 6 orang yang hadir.
16

Tanggapan Ismail mengenai klaim Tanah Ulayat oleh Desa Tanjung Pucuk Jambi:

Menurut Ismail, klaim tanah ulayat Desa Tanjung Pucuk Jambi ini masih perlu dikaji ulang
kesahihannya. Menurutnya, klaim ini tidak mempunyai dasar yang kuat, dikarenakan beberapa
alasan berikut:
1) Lokasi yang menjadi wilayah tanah ulayat Desa Tanjung Pucuk Jambi yang sebenarnya bukanlah di
daerah patokan km 48 Dusun Rantau Jaya melainkan di daerah yang sekarang telah menjadi
lokasi transmigrasi lokal SP 1 dan SP 1 (terletak di perbatasan dengan provinsi Sumatra Barat).
Wilayah tersebut dahulunya sudah pernah diserahkan kepada pemerintah untuk dijadikan lokasi
transmigrasi lokal bagi warga desa Tanjung Pucuk Jambi. Oleh warga transmigran, lahan dibuka
dan dibangun menjadi kebun kelapa sawit. Beberapa lama kemudian, lahan kebun sawit
tersebut kemudian dijual kepada warga pendatang (suku Batak, suku Jawa dll.). Penjualan
tersebut terjadi atas sepengetahuan (diketahui/disetujui) Pemerintah Desa Tanjung Pucuk Jambi.
2) Daerah patokan km 48 Dusun Rantau Jaya yang diklaim sebagai tanah ulayat Desa Tanjung Pucuk
Jambi itu sebenarnya merupakan tanah ulayat Desa Sungai Abang dan Desa Dusun Baru.
Manipulasi klaim ini diduga dilakukan oleh oknum pemuka adat (ninik mamak) dan pemerintah
desa setempat didasari adanya kepentingan tertentu.
3) Menurut Ismail, klaim daerah patokan sebagai tanah ulayat Desa Tanjung Pucuk Jambi
merupakan suatu klaim sepihak yang tidak mempunyai dasar yang kuat. Mengapa demikian?
Karena sebelum mengeluarkan klaim tanah ulayat tersebut, pihak pemerintah desa dan
pemangku adat desa Tanjung Pucuk Jambi tidak melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan
pemerintah desa dan pemangku adat dari desa-desa tetangga yang juga memegang klaim ulayat
atas wilayah tersebut. Jika dilihat dari aspek sejarah, wilayah yang diklaim tersebut merupakan
bagian dari hak ulayat desa-desa tetangga.

Beberapa poin usulan yang disampaikan:


 Perlu dilakukan pengkajian bersama-sama dan pemetaan ulang mengenai
keberadaan tanah ulayat yang telah ada di tiap desa dengan melibatkan semua pihak
terkait [peta tanah ulayat dioverlay dengan peta kawasan hutan versi Kementrian
Kehutanan]. Pentingnya pengkajian ini didasarkan atas beberapa
alasan/pertimbangan sebagai berikut:
1. Dengan adanya pengkajian dan pemetaaan ulang tersebut akan terlihat dengan
lebih jelas apakah ada tumpang tindih antara tanah ulayat dengan kawasan Hutan
Negara. Walaupun sudah ada penataan batas kawasan hutan baik untuk konsesi
PT Wanamukti maupun PT LAJ (SK penataan batas PT Wanamukti Wisesa terbit
tahun 2002, sedangkan SK penataan batas PT LAJ terbit tahun 2018), akan tetapi
penataan batas tersebut dilakukan secara sepihak karena tidak melibatkan pihak
pemegang ulayat dalam hal ini pihak Margo VII Koto.
2. Pengkajian dan pemetaan ini sekaligus akan memperjelas tapal batas antara
wilayah adminstrasi masing-masing desa (termasuk tanah ulayat yang dipunyai
oleh masing-masing desa) dengan kawasan hutan Negara (konsesi perusahaan).
Karena selama ini belum ada tapal (pal) batas yang jelas antara wilayah
adminstratif desa dengan kawasan hutan pada desa-desa yang berada di
17

dalam/di sekitar kawasan hutan yang menjadi izin konsesi perusahaan (pal batas
kawasan hutan dan kawasan non-hutan/wilayah administrasi desa). Jadi dalam
hal ini ada 3 (tiga) poin ketidakjelasan yaitu: (1) batas wilayah desa dengan
kawasan hutan; (2) batas wilayah antar desa untuk desa-desa yang ada di
dalam/sekitar kawasan hutan38 (batas hanya berupa tugu di pinggir jalan; adapun
pal batas sampai ke dalam-dalam tidak ada tapal batas); (3) batas antara
kecamatan VII Koto dan kecamatan VII Koto Ilir.
3. Adanya manipulasi klaim tanah ulayat oleh segelintir elite desa (oknum
pemerintah desa, oknum pemuka adat/ninik mamak) yang terjadi di masa lalu.
Manipulasi klaim disini maksudnya adalah seseorang/sekelompok oknum
melakukan klaim sepihak atas tanah ulayat yang bukan merupakan haknya (ulayat
milik pihak lain tetapi diklaim sebagai miliknya). Disebut klaim sepihak karena
dilakukan tanpa melakukan musyawarah dengan pemuka adat yang lain; baik di
desa tersebut maupun di desa-desa tetangga. Hal ini terjadi karena adanya
motivasi /kepentingan tertentu yaitu untuk mengambil keuntungan pribadi
/kelompok atas klaim tersebut. Biasanya tidak lama setelah klaim dilakukan
kemudian diikuti dengan praktek jual-beli atas bidang tanah dalam wilayah ulayat
yang diklaim tersebut kepada warga pendatang dari luar (luar
kabupaten/provinsi). Contoh manipulasi klaim tersebut diantaranya: (1) Klaim
dan jual-beli tanah ulayat Panglima Duo Sim oleh Najmi Harun, Tepi dkk. atas
tanah ulayat yang sekarang telah menjadi Desa Sungai Karang dan beberapa petak
di sekitarnya yang sekarang menjadi konsesi PT Wana Mukti Wisesa (WMW). (2)
Klaim tanah ulayat oleh pihak Desa Tanjung Pucuk Jambi pada tahun 2020. (3)
Klaim dan jual beli tanah ulayat oleh alm Kades Tepi sekitar tahun 1995-1996
atas lokasi yang sekarang telah menjadi pemukiman dan kebun masyarakat Dusun
Sungai Bekaruk desa Pasir Mayang.
 Dahulu pemerintah (kehutanan) pernah membuat aturan untuk membatasi
penguasaan lahan di kawasan hutan oleh warga pendatang dibatasi maksimal
hanya 5 hektar (kelebihan dari 5 hektar mestinya dikembalikan kepada Negara
/perusahaan dengan kompensasi berupa pembayaran ganti rugi). Dalam prakteknya
penegakan hukum oleh pihak Kehutanan dan Pemda untuk aturan tersebut di
lapangan tidak berjalan. Hal ini menimbulkan 3 (tiga) dampak yaitu:
1. Pengembalian lahan untuk kepentingan pembangunan kebun produksi
perusahaan menjadi terhambat.
2. Timbulnya kecemburuan sosial di pihak warga pribumi, termasuk pihak pemangku
adat setempat (Margo). Warga pendatang bisa menguasai tanah yang luas

38
Terdapat beberapa desa yang mempunyai konflik tapal batas antar desa yang tidak diselesaikan oleh
pemerintah hingga saat ini. Misalnya antar Desa Dusun Baru, Desa Tabun, Aur Cino. Konflik itu termasuk
wilayah desa yang ada di dalam kawasan hutan Negara (tumpang tindih dari segi tata ruang kawasan hutan
dan kawasan non-hutan). Beberapa contoh diantaranya terdapat di dusun Sungai Bekaruk desa Pasir Mayang
(WMW), dusun Kelumpang Jaya desa Balai Rajo (PT WMW), desa Pemayungan (PT ABT & PT LAJ), desa Teluk
Kembang Jambu (PT LAJ), desa Tanjung Pucuk Jambi (PT LAJ), desa Sungai Karang (PT WMW).
18

sedangkan warga pribumi tidak mempunyai akses untuk mengelola lahan di


dalam kawasan hutan (pada banyak kasus kemitraan kehutanan malah dilakukan
perusahaan dengan warga yang dahulunya merupakan warga pendatang).
3. Praktek jual beli lahan di dalam kawasan Hutan yang dilakukan di bawah tangan
(surat keterangan ganti rugi/surat ganti rugi yang diketahui/direstui oleh
pemerintah Desa) terus berjalan hingga saat ini. Pemerintah terus membiarkan
hal ini terjadi (sejak dahulu tidak pernah ada sanksi yang diberikan untuk pihak-
pihak yang memperjual belikan tanah di dalam kawasan hutan).
 Terkait persoalan lahan di dalam kawasan Hutan, pihak Pemerintah dan Perusahaan
diharapkan tidak mengambil keputusan sepihak tanpa melibatkan/bermusyawarah
dengan para pemangku adat setempat (kaum ninik mamak/ tuo
tengganai/pewarisnya). Contohnya dahulu ketika pemetaan kawasan hutan; tanah
ulayat Desa Dusun Baru telah dihilangkan dari peta oleh pihak Kehutanan. Makanya
sekarang kami mau mengklaim wilayah ulayat kami yang ada di wilayah konsesi
(perbatasan) PT LAJ dan PT WKS untuk kami jadikan kebun sumber penghidupan
kami.
 Suatu saat nanti kami masyarakat Desa Dusun Baru akan menuntut hak ulayat kami 39
yang pernah diambil oleh pihak-pihak tertentu; siapa pihak-pihak yang telah
menduduki tanah ulayat kami? Siapa pihak-pihak yang telah memperjual-belikan
tanah ulayat kami. Soal tanah ulayat kami ini sudah pernah saya sampaikan ke
pemerintah desa dan pemerintah kecamatan tetapi tidak ditanggapi.

Beberapa catatan hasil diskusi dengan Bang Abdon Nababan 40:

- Hak masyarakat adat atas wilayah adat bukan hak pemberian Negara, tapi hak
bawaan yang melekat dalam diri masyarakat adat. Hak adat itu tidak akan
pernah hilang atau hapus kecuali masyarakat adat punah, atau sebagai
pemangku/pemilik hak tersebut tidak mau lagi atau melepaskan hak tersebut
kepada pihak lain.
- Masyarakat adat itu sudah ada sebelum Indonesia ada dan telah diakui dan
dihormati keberadaan dan hak-hak adatnya dalam konstitusi UUD 1945. Yang
belum ada itu hanya administrasinya oleh pemerintah. (Prof Maria
Sumardjono, Guru Besar Hukum Agraria Universitas Gajah Mada).
- AMAN telah mendorong agar masyarakat adat Margo VII Koto melakukan
pemetaan partisipatif atas wilayah adat (tanah ulayat) Margo VII Koto
berdasarkan sejarah asal-usul. Berdasarkan peta wilayah adat tersebut
konflik-konflik agraria akan diselesaikan. Peta wilayah adat ini juga yang akan

39
Batas ulayat kami (margo VII Koto) mengikuti batas alam yaitu dari Sungai Lang Sisip ke atas…lalu Sungai
Salak ke atas. Kemudian dari Lubuk Kayu Aro lurus ke atas hingga ke wilayah perbatasan dengan provinsi Riau.
40
Sejak tahun 2017 menjabat sebagai DEWAN AMAN (pusat). Struktur organisasi AMAN di daerah yaitu: di
tingkat provinsi ada Pengurus Wilayah sedangkan di tingkat kabupaten ada Pengurus Daerah. Ketua BPH
AMAN provinsi Jambi saat ini dijabat Datuk Usman Gumanti.
19

memperjelas keberadaan pihak-pihak yang telah menguasai/menduduki tanah


ulayat masyarakat adat (izin konsesi perusahaan, warga pendatang, dll).
- Resolusi konflik dan FPIC (Padiatapa) tanpa didahului pemetaan partisipatif
wilayah adat terbukti gagal dimana-mana.
- Peta wilayah desa (administratif) tidak sama dengan peta wilayah adat.
- Dalam Nawacita Presiden Jokowi tahun 2014, terdapat janji-janji kepada
Masyarakat Adat untuk melindungi dan memajukan Hak-hak Masyarakat Adat
(ada 6 poin kebijakan perlindungan /pemajuan hak-hak Masyarakat Adat yang
menjadi prioritas utama). Akan tetapi saat ini pihak Istana cenderung
menghindar membicarakan realisasi dari janji-janji tersebut.
- AMAN mendorong Pemerintah Daerah (Pemkab) untuk segera menerbitkan
Perda tentang Masyarakat Adat agar ada mekanisme pendaftaran, verifikasi
dan penetapan masyarakat di Kabupaten. Sehingga setiap klaim masyarakat
adat berupa peta wilayah adat yang telah didaftarkan dapat diverifikasi
keabsahannya. Perda yang ada saat ini tentang Lembaga Adat masih belum
mengakomodir persoalan hak ulayat. Perda cenderung menjadi mainan politik
para elit pemerintahan di daerah. (sdm/04/03/20).

Anda mungkin juga menyukai