Anda di halaman 1dari 19

KONSEP MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS)

A. Pengertian MTBS
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI dalam Bahasa Inggris) merupakan suatu pendekatan
yang terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit usia 0-5 tahun
secara menyeluruh (Maryunani, 2014).
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan pendekatan
keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas
rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap
penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi, dan
upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A
dan konseling pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan angka
kematian bayi dan anak balita serta menekan morbiditas karena penyakit
tersebut. Balita (bawah lima tahun) yaitu anak umur 0-5 tahun (tidak termasuk
umur 5 tahun). (Kemenkes RI a. , 2014)
Manajemen terpadu balita sakit merupakan suatu pndekatan manajemen
keperawatan untuk menciptakan pelayanan keperawatab secara terpadu
terhadap pelayanan promotif, prevetif, dan kuratif secara terstruktur meliputi
Tanya, lihat, raba dan dengar kemudian membuat klasifikasi untuk pemberian
tindakan pengobatan sampai pada konseling tindak lanjut (Kemenkes RI,
2015).
Dalam menangani balita sakit, tenaga kesehatan (perawat,bidan/desa) yang
berada di pelayanan dasar dilatih untuk menerapkan pendekatan MTBS secara
aktif dan terstruktur, meliputi :
1. Melakukan penilaian adanya tanda-tanda atau gejala penyakit dengan cara
tanya, lihat, dengar, dan raba
2. Membuat klasifikasi dan menentukan tindakan serta pengobatan anak
3. Memberikan konseling dan tindak lanjut pada saat kunjungan ulang (Dwi,
2015).
B. Tujuan MTBS
MTBS bertujuan untuk menurunkan angka kematian serta menekan
morbiditas pada bayi dan anak terkait tanda bahaya , pneumonia, diare,
campak, malaria, DBD, Infeksi Telinga, status gizi, anemia, status HIV, dan
status imunisasi (Kemenkes RI, 2015).
Terdapat dua tujuan dari Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), tujuan
yang pertama yakni tujuan secara umum yang bertujuan untuk menurunkan
angka kesakitan yang sering terjadi pada balita dan mengurangi angka
kematian balita, serta memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan kesehatan anak. Tujuan yang ke dua, yakni tujuan secara luas
yang bertujuan untuk menilai tanda-tanda dan gejala penyakit, status
imunisasi, status gizi, dan pemberian vitamin A, membuat klasifikasi,
menentukan tindakan yang sesuai dengan klasifikasi dan menentukan apakah
anak perlu dirujuk, memberi pengobatan pra-rujukan, seperti dosis pertama
antibiotic, vitamin A, dan perawatan anak untuk mencegah menurunnya gula
darah dengan pemberian air gula, serta mencegah hipotermia. Pada tujuan
secara luas juga dilakukan tindakan di fasilitas kesehatan berupa tindakan
(preventif dan kuratif), seperti imunisasi, tablet zinc, dan oralit, mengedukasi
ibu cara pemberian obat dirumah dan asuhan dasar bayi muda, serta
melakukan penilaian ulang dan memberi tindakan pada saat anak kembali
untuk pelayanan tindak lanjut (Maryunani, 2014).
Selain itu MTBS juga bertujuan:
1. Meningkatkan keterampilan petugas
2. Menilai, mangklasifikasi dan mengetahui resiko dari penyakit yang timbul
3. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan dirumah
4. Dapat meningkatkan upaya penemuan kasus secara dini, memperbaiki
manajemen penanganan dan pengobatan, promosi serta peningkatan
pengetahuan bagi ibu – ibu dalam merawat anaknya dirumah serta upaya
mengoptimalkan system rujukan dari masyarakat ke fasilitas pelayanan
primer dan rumah sakit sebagai rujukan.
5. Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
kesehatan anak.
6. Sebagai pedoman kerja bagi petugas dalam pelayanan balita sakit
7. Memperbaiki sistem kesehatan
Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan
dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes,
dll).
2. MTBS mengkombinasikan perbaikan tatalaksana kasus pada balita sakit
(kuratif) dengan aspek gizi, imunisasi dan konseling ( promotif dan
preventif).
3. Agar penerapan MTBS dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan,
maka diperlukan langkah-langkah secara sistematis dan menyeluruh,
meliputi pengembangan sistem pelatihan, pelatihan berjenjang,
pemantauan pasca pelatihan, penjaminan ketersediaan formulir MTBS,
ketersediaan obat dan alat, bimbingan teknis dan lain-lain (Kemenkes RI a.
, 2014).
Tiga komponen khas yang menguntungkan yang dimiliki Praktek MTBS
yaitu:
1. Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana balita
sakit (petugas kesehatan non-dokter yang telah terlatih MTBS dapat
memeriksa dan menangani pasien balita)
2. Memperbaiki sistem kesehatan (banyak program kesehatan terintegrasi
didalam pendekatan MTBS)
3. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah
dan upaya pencarian pertolongan balita sakit (berdampak meningkatkan
pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan) (Moelyo,
Widardo, & Herlambang, 2013)

C. Sasaran MTBS
Sasaran MTBS adalah anak usia 0-5 tahun yang dibagi menjadi dua
kelompok yakni: Kelompok usia satu hari sampai dua bulan atau biasa disebut
bayi muda dan kelompok usia dua bulan sampai lima tahun. Pelayanan
Kesehatan yang diberikan pada penatalaksanaan MTBS tidak hanya untuk
anak sakit, tetapi juga kepada anak sehat yaitu pemberian imunisasi. Sasaran
MTBS pada anak balita di layanan kesehatan tingkat dasar yakni untuk
mengurangi angka kematian balita (Maryunani, 2014).

D. Ruang lingkup MTBS


1. Penilaian, klasifikasi dan pengobatan bayi muda umur 1 hari- 2 bulan dan
anak sakit umur 2 bulan- 5 tahun
Menilai anak maksudnya adalah melakukan penilaian dengan cara
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
2. Pengobatan yang telah ditetapkan dalam bagan penilaian dan klasifikasi
Membuat klasifikasi diartikan membuat sebuah keputusan mengenai
kemungkinan penyakit atau masalah serta tingkat keparahannya.Memilih
suatu kategori atau klasifikasi untuk setiap gejala utama yang berhubungan
dengan berat ringannya penyakit. Klasifikasi merupakan suatu kategori
untuk menentukan tindakan, bukan sebagai diagnose spesifik penyakit.
Menentukan tindakan dan memberi pengobatan di fasilitas kesehatan
sesuai dengan klasifikasi, memberi obat untuk diminum di rumah dan juga
mengajari ibu tentang cara memberikan obat serta tindakan lain yang harus
dilakukan di rumah.
3. Konseling bagi ibu
Memberi konseling bagi ibu juga termasuk menilai cara pemberian
makan anak, member anjuran pemberian makan yang baik untuk anak
serta kapan harus membawa anaknya kembali ke fasilitas kesehatan
4. Tindakan dan pengobatan
Pemberian tindakan dan pengobatan bertujuan untuk memberikan
edukasi kepada ibu tentang cara pemberian obat oral dirumah, cara
mengobati infeksi lokal dirumah, pemberian pengobatan di klinik, dll.
5. Pelayanan tindak lanjut
Pelayanan tindak lanjut meliputi menilai dan membuat klasifikasi,
menentukan tindakan dan memberi pengobatan, konseling, dan tindak
lanjut saat melakukan kunjungan ulang pada bayi umur kurang dari 2
bulan baik sehat maupun sakit. Pada prinsipnya, proses manajemen kasus
pada bayi muda umur kurang dari 2 bulan tidak berbeda dengan anak sakit
umur 2 bulan tidak berbeda dengan anak sakit umur 2 bulan sampai 5
tahun.

E. Penatalaksanaan MTBS
1. Pelaksanaan Protap Pelayanan MTBS
Hal-hal yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan dalam menangani
balita sakit sesuai dengan Protap MTBS, meliputi :
a. Anamnesa :
Wawancara terhadap orang tua bayi dan balita mengenai keluhan
utama, lamanya sakit, pengobatan yang telah diberikan dan riwayat
penyakit lainnya.
b. Pemeriksaan :
1) Untuk bayi umur 1 hari-2 bulan
Pemeriksaan yang dilakukan: Periksa kemungkinan kejang,
gangguan nafas, suhu tubuh, adanya infeksi, ikterus, gangguan
pencernaan, BB, status imun.
2) Untuk bayi 2 bulan - 5 tahun
Pemeriksaan yang dilakukan: Keadaan umum, respirasi, derajat
dehidrasi, suhu, periksa telinga, status gizi, imun, penialaian
pemberian makanan.
3) Menentukan klasifikasi, tindakan, penyuluhan dan konsultasi
dokter (Depkes RI b. , 2008).

c. Pengobatan
Pengobatan untuk balita sakit yang mendapatkan terapi rawat jalan,
maka petugas kesehatan dapat mengajari ibu cara pememberian obat
oral dirumah, obat-obat yang diberikan sesuai dengan diagnosa pasien
seperti (antibiotik oral, antimalaria oral, parasetamol, vitamin A, zat
besi, dan obat cacingan). Sedangkan anak dengan tanda bahaya umum
mempunyai masalah serius perlu dirujuk segera (Dwi, 2015).
2. Langkah-langkah kegiatan MTBS
a. Persiapan pasien
Minta keluarga untuk ikut berperan dalam melakukan penilaian dan
pemberian tindakan sehingga anak sebisa mungkin dalam kondisi
rilex.
b. Persiapan lingkungan
c. Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat dengan cukup
penerangan serta ketersediaan sarana untuk menjaga privacy pasien
Persiapan alat
1) Formulir penilaian MTBS untuk balita sakit usia 2 bulan sampai 5
tahun, dan formulir bayi muda umur kurang dari 2 bulan.
2) Buku Bagan MTBS
3) Alat
a) Timbangan BB
b) Alat ukur tinggi badan/ panjang badan
c) Thermometer
d) Stateskop
d. Prosedur pelaksanaan
1) Tahap Pra-interaksi
a) Memberi salam dengan mengucapkan basmalah dan membaca
do’a, kemudian melakukan kontrak waktu.
b) Menyiapkan alat yang akan di gunakan
c) Mencuci tangan
2) Tahap orientasi
a) Memberi salam kemudian menyapa orang tua dan anak dengan
cara memanggil nama anak.
b) Menjelaskan maksud dan tujuan dilakukannya pemeriksaan dan
menanyakan persetujuan kesiapan anak dan orang tua sebelum
kegiatan dilakukan.
c) Mengajak ke tempat atau ruangan yang telah disiapkan atau
memilih tempat yang didinginkan.
3) Tahap kerja
a) Menetapkan usia anak untuk menyesuaikan dengan formulir
penilaian yang akan digunakan.
b) Melakukan proses tanya jawab pada anak, orang tua atau
keluarga yang mendampingi secara terstruktur berdasarkan
formulir penilaian dengan cara melingkari setiap jawaban atau
gejala yang ditemukan.
c) Data hasil Tanya jawab kemudian di klasifikasikan berdasarkan
buku bagan kemudian menentukan tindakan/ pengobatan
segera berdasarkan gejala yang ada.
d) Penentuan rencana tindak lanjut setelah pemberian pengobatan
dalam bentuk konseling kesehatan kepada orang tua dan
keluarga.
4) Tahap terminasi
a) Melakukan evaluasi hasil penilaian secara keseluruhan
berdasarkan formulir yang digunakan.
b) Menyampaikan hasil pemeriksaan pada orang tua atau
keluarga. Berpamitan sambil mengucapkan salam dan Mencuci
tangan
c) Mencatat atau mendokumentasikan hasil pemeriksaan. (Tim
Penyusun: Dosen Ners UINAM, 2020)

3. Langkah Penilaian dan Klasifikasi MTBS


Petugas memakai tool yang disebut Algoritma MTBS untuk
melakukan penilaian/pemeriksaan dengan cara:
a. Penilaian tanda dan gejala
Pada tahap kerja, petugas melakukan penilaian atau pemeriksaan
dengan menanyakan kepada orang tua atau wali, apa saja keluhan
anak. Kemudian petugas memeriksa dengan cara ‘’lihat dan dengar”
atau “lihat dan raba”. Petugas akan melihat atau memeriksa apakah
anak tampak letargis atau tidak sadar.
1) Umur 0 sampai 2 bulan
Pada penilaian tanda dan gejala yang pertama kali dilakukan
pada balita umur 1 hari sampai 2 bulan adalah:
a) Pertama menilai adanya kemungkinan penyakit sangat berat
atau infeksi bakteri
b) Kedua, adanya tanda atau gejala ikterus
c) Ketiga, adanya tanda atau gejala diare
d) Keempat, adanhya tanda dan gejala HIV
e) Kelima, adanya tanda atau gejala kemungkinan berat badan
rendah dan masalah pemberian ASI
f) Keenam, melakukan pemeriksaan pada status vitamin
g) Ketujuh, melakukan pemeriksaan pada status imunisasi
2) Umur 2 bulan sampai 5 tahun
Pada penilaian tanda dan gejala pada bayi umur 2 bulan sampai
dengan 5 tahun ini yang dinilai adalah ada tidaknya tanda bahaya
umum (tidak bisa minum atau menyusu, muntah, kejang, letargis
atau tidak sadar) dan keluhan seperti batuk atau kesukaran
bernafas, adanya diare, demam, masalah telinga, malnutrisi,
anemia dan lain-lain.
a) Penilaian pertama, keluhan batuk atau sukar bernafas, tanda
bahaya umum, tarikan dinding dada ke dalam, stridor, nafas
cepat.
b) Penilaian kedua, keluhan dan tanda adanya diare, seperti
letargis, mata cekung, tidak bisa minum atau malas makan,
turgor jelek, gelisah, rewel, haus atau banyak minu.
c) Penilaian ketiga, tanda demam, disertai dengan adanya tanda
bahaya umum, kaku kuduk dan adanya infeksi lokal.
d) Penilaian keempat, tanda masalah telinga seperti nyeri pada
telinga, adanya pembengkakkan.
e) Penilaian kelima, tanda status gizi seperti badan kelihatan
bertambah kurus, bengkak pada kedua kaki, telapak tangan
pucat dan sebagainya.
b. Penentuan klasifikasi dan Tingkat Kegawatan
Petugas akan mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil
tanya-jawab dengan orang tua dan pemeriksaan. Adapun klasifikasi
MTBS sebagai berikut:
1) Bayi muda umur kurang dari 2 bulan
a) Klasifikasikan adanya kemungkinan Penyakit Sangat Berat
atau Infeksi Bakteri
 Penyakit Sangat Berat Atau Infeksi Bakteri Berat : adanya
gejala Tidak mau minum atau memuntahkan semua,
Riwayat kejang, Bayi bergerak hanya ketika distimulasi
atau tidak bergerak sama sekali, Napas cepat (≥ 60
kali/menit), Napas lambat (≤ 30 kali/menit), Tarikan
dinding dada ke dalam yang sangat kuat, Suhu tubuh ≥ 37,5
˚C, Ÿ Suhu tubuh ˂ 35,5 ˚C, Nanah yang banyak di mata,
Pusar kemerahan meluas sampai ke dinding perut >1 cm.
 Infeksi Bakteri Lokal: adanya gejala salah satu dari tanda
ini; Pusar kemerahan/bernanah, Pustul di kulit, Mata
bernanah.
 Mungkin Bukan Infeksi: Tidak terdapat salah satu tanda
diatas
b) Klasifikasikan : Ikterus
 Ikterus berat: adanya gejala Timbul kuning pada hari
pertama (<24 jam) setelah lahir, Kuning pada telapak
tangan dan telapak kaki
 Ikterus: adanya gejala timbul kuning pada umur ≥ 24 jam
sampai umur 14 hari, Kuning tidak sampai telapak tangan
dan telapak kaki
 Tidak ada ikterus : gejala tidak kuning
c) Klasifikasikan Diare untuk dehidrasinya
 Diare dehidrasi berat: terdapat 2 atau lebih tanda gejala;
bergerak hanya jika dirangsang atau tidak bergerak sama
sekali, Mata cekung, Cubitan kulit perut kembali sangat
lambat
 Diare dehidrasi ringan/ sedang: terdapat 2 atau lebih tanda
gejala; Gelisah/rewel, Mata cekung, Cubitan perut kembali
lambat
 Diare tanpa dehidrasi: Tidak cukup tanda untuk dehidrasi
berat atau ringan/sedang
d) Klasifikasikan Status HIV
 Terpajan HIV: adanya tanda gejala: Ibu HIV positif DAN
bayi masih mendapatkan ASI atau berhenti menyusu < 6
minggu pada saat ibu di tes HIV atau Ibu HIV positif dan
bayi belum di tes, atau Bayi HIV positif
 Mungkin bukan infeksi HIV: adanya tanda dan gejala Ibu
HIV Negatif atau Bayi Tes HIV Negatif atau Ibu HIV
positif dan bayi HIV negatif setelah berhenti ASI < 6
minggu
e) Klasifikasikan Berat Badan Menurut Umur Dan/Atau Masalah
Pemberian ASI
 Berat Badan Rendah Menurut Umur Dan/Atau Masalah
Pemberian Asi: adanya gejala Berat badan menurut umur
rendah, ASI kurang dari 8 kali/hari, Mendapat makanan
atau minuman lain selain ASI, Posisi bayi salah, Tidak
melekat dengan baik, Tidak mengisap dengan efektif,
Terdapat luka atau bercak putih (thrush) di mulut, Terdapat
celah bibir / langit-langit, Ibu HIV positif, Mencampur
pemberian ASI dengan makanan lain
 Berat Badan Tidak Rendah Dan Tidak Masalah Pemberian
Asi: tidak terdapat tanda/gejala di atas
f) Klasifikasikan Berat Badan Menurut Umur Dan/Atau Masalah
Pemberian Minum
 Berat badan rendah menurut umur dan / atau masalah
pemberian minum: adanya tanda dan gejala Barat badan
berdasarkan umur rendah, Pemberian minum kurang dari 8
kali/hari, menggunakan botol, Cara menyiapkan atau
membersihkan perlengkapan minum bayi tidak sesuai atau
tidak higienis, Terdapat luka atau bercak putih (thrush) di
mulut
 Berat Badan Tidak Rendah Dan Tidak Ada Masalah
Pemberian Minum: tidak terdapat tanda/gejala di atas
2) Balita umur 2 bulan sampai 5 tahun
a. Klasifikasi tanda bahaya umum, perlu penanganan segera
 Penyakit sakit berat : adanya tanda gejala Tidak bisa
minum atau menyusu, Memuntahkan semua makanan
dan/atau minuman, Pernah atau sedang mengalami kejang,
Rewel atau gelisah, Letargis atau tidak sadar, Ada stridor,
Tampak biru (sianosis), Ujung tangan dan khaki pucat dan
dingin
b. Klasifikasikan Batuk atau Sukar Bernapas
 Pneumonia berat : adanya tanda gejala tarikan dinding dada
ke dalam , atau Saturasi Oksigen < 90%
 Pneumonia : adanya tanda gejala nafas cepat
 Batuk bukan pneumonia : Tidak ada tanda-tanda
Pneumonia Berat maupun Pneumonia
c. Klasifikasikan Diare
 Diare dehidrasi berat: : adanya tanda gejala Letargis atau
tidak sadar, Mata Cekung, Tidak bisa minum atau malas
minum, Cubitan kulit perut kembali sangat lambat
 Diare dehidrasi ringan/ sedang: adanya tanda gejala 2 atau
lebih; Gelisah, rewel/ mudah marah, Mata cekung, Haus,
minum dengan lahap, Cubitan kulit perut kembali lambat
 Diare tanpa dehidrasi : Tidak cukup tanda-tanda untuk
diklasifikasikan sebagai diare dehidrasi berat atau
ringan/sedang.
 Diare persisten berat: ditemukan diare lebih dari 14 hari
dan terjadi dehidrasi
 Diare persisten: ditemukan diare lebih dari 14 hari dan
tanpa dehidrasi
 Disentri: adanya darah dalam tinja
d. Klasifikasikan Demam Resiko Malaria
 Penyakit berat dengan demam: adanya Ada tanda bahaya,
Kaku kuduk
 Malaria : adanya Demam (pada anamnesis atau teraba
panas atau suhu ≥ 37,5 °C , Mikroskopis RDT positif
 Demam mungkin bukan malaria: adanya RDT negatif,
Ditemukan penyebab demam lainnya
 Penyakit berat dengan demam (Tanpa Risiko Malaria dan
tidak ada riwayat bepergian ke daerah malaria): adanya Ada
tanda bahaya, Kaku kuduk
 Demam bukan malaria: Tidak ada tanda bahaya umum,
Tidak ada kaku kuduk
e. Klasifikasikan Campak
 Campak dengan komplikasi berat : Ada tanda bahaya
umum, Adanya kekeruhan pada kornea mata, Ada luka di
mulut yang dalam atau luas
 Campak dengan komplikasi pada mata dan/atau mulut:
Ada nanah pada mata, Ada luka pada mulut
 Campak: Campak sekarang atau dalam 3 bulan terakhi
f. Klasifikasikan Demam Berdarah Dengue
 Demam Berdarah Dengue (DBD): ada tanda tanda syok
atau gelisah, muntah bercampur darah/seperti kopi, berak
berwarna hitam, perdarahan dari hidung atau gusi, bintik-
bintik perdarahan di kulit (petekie) dan uji torniket positif,
sering muntah
 Mungkin DBD: demam mendadak tinggi dan terus
menerus, nyeri ulu hati atau gelisah, bintik-bintik
perdarahan di kulit dan uji torniket (-)
 Demam Mungkin Bukan DBD: tidak ada satupun gejala di
atas
g. Klasifikasikan Masalah Telinga
 Mastoiditis : Pembengkakan yang nyeri di belakang telinga
 Infeksi Telinga Akut : nyeri telinga, rasa penuh di telinga
dan dapat keluar cairan dari telinga selama kurang dari 14
hari
 Infeksi Telinga Kronis : tampak cairan/nanah keluar dari
telinga dan telah terjadi selama 14 hari atau lebih
 Tidak Ada Infeksi Telinga : Tidak ada nyeri telinga dan
tidak ada nanah keluar dari telinga
h. Klasifikasikan Status Gizi
 Gizi buruk dengan komplikasi : Terlihat sangat kurus,
Edema pada kedua kaki, BB/PB (TB) < - 3 SD ATAU
LiLA < 11,5 cm , salah satu dari; ada tanda bahaya umum,
klasifikasi berat atau - ada masalah pemberian ASI
 Gizi buruk tanpa komplikasi : Terlihat sangat kurus, Edema
minimal (kedua punggung tangan/kaki) atau tidak tampak
edema, BB/PB (TB) < - 3 SD ATAU LiLA < 11,5 cm dan
tidak ada komplikasi medis
 Gizi kurang : BB/PB (TB) ≥ - 3 SD - < - 2 SD atau LiLA
antara 11,5 cm - < 12,5 cm
 Gizi baik : BB/PB (TB) antara - 2 SD - + 2 SD atau LiLA ≥
12,5 cm
i. Klasifikasikan Anemia
 Anemia berat: Telapak tangan sangat pucat
 Anemia : Telapak tangan agak pucat
 Tidak anemia : Tidak ditemukan tanda kepucatan pada
telapak tangan
j. Klasifikasikan Status HIV
 Infeksi HIV terkonfirmasi : Anak usia 18 bulan keatas dan
Tes HIV Positif
 Infeksi HIV terkonfirmasi : Anak usia < 18 bulan dan tes
HIV Positif, ATAU Ibu HIV Positif dan anak HIV Negatif
tapi masih mendapat ASI kurang dari 6 minggu sebelum
anak di Tes HIV, atau Ibu HIV Positif dan status HIV anak
tidak diketahui
 Diduga terinfeksi HIV : Anak usia < 18 bulan dan tes HIV
Positif, ATAU Ibu HIV Positif dan anak HIV Negatif tapi
masih mendapat ASI kurang dari 6 minggu sebelum anak di
Tes HIV, atau Ibu HIV Positif dan status HIV anak tidak
diketahui
 Kemungkinan bukan infeksi HIV : Anak tes HIV negatif
atau Ibu Tes HIV Negatif (Kemenkes RI, 2015)
4. Langkah Penentuan Tindakan/Pengobatan MTBS
a. Penentuan tindakan/ pengobatan dilakukan setelah menetapkan
masalah kesehatan yang terjadi pada balita sesuai dengan
klasifikasinya berdasarkan dari tanda dan gejala suatu penyakit
tersebut. Contonhya: anak yang mungkin DBD, tindakan/pengobatan
yang dapat dilakukan yaiu:
1) Beri dosis pertama parasetamol, jika demam tinggi (≥ 38,5 ° C),
tidak boleh golongan salisilat dan ibuprofen. Pemberian dosis di
sesuaikan dengan BB anak, serta jenis obat yang diberikan baik itu
tablet atau sirup.
2) Nasihati untuk lebih banyak minum: oralit/cairan lain.
3) Nasihati kapan kembali segera.
4) Kunjungan ulang 1 hari jika tetap demam
b. Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, petugas akan
mengklasifikasi keluhan/penyakit anak, setelah itu melakukan
langkah-langkah tindakan/ pengobatan yang telah ditetapkan dalam
penilaian/ klasifikasi. Tindakan yang dilakukan antara lain:
1) Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah; Mengajari ibu
cara mengobati infeksi lokal di rumah;
2) Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak
sakit di rumah, misal aturan penanganan diare di rumah;
Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian
makanan selama anak sakit maupun dalam keadaan sehat
3) Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan, dan
lain-lain (Moelyo, Widardo, & Herlambang, 2013).
c. Tindakan dan pengobatan berdasarkan penyakit
1) Pneumonia
a) Pengobatan pneumonia berat :
1) Berikan dosis pertama antibiotika
2) Kotrimoksazol dan amoksilin.
3) Lakukan rujukan segera.
b) Pneumonia saja
1) Berikan antibiotika yang sesuai selam 5 hari,
2) Berikan pelega tenggorokan dan pereda batuk,
3) Beri tahu ibu atau keluarga
4) Lakukan kunjungan ulang setelah 2 hari.
c) Batuk bukan pneumonia
1) Berikan pelega tenggorokan
2) Beri tahu ibu dan keluarga,
3) Lakukan kunjungan ulang setelah 5 hari.
2) Dehidrasi
a) Pengobatan dehidrasi berat :
1) Berikan cairan intravena secepatnya, berikan oralit, berikan
100 ml/kg RL atau NACL
2) Lakukan monitoring setiap 1-2 jam tentang status dehidrasi,
apabila belum membaik berikan tetesan intravena cepat.
3) Berikan oralit (kurang lebih 5ml/kg/jam) segera setelah
anak mau minum.
4) Lakukan monitoring kembali setelah 6 jam pada bayi dan 3
jam pada anak.
5) Anjurkan untuk tetap memberikan ASI
b) Pengobatan dehidrasi ringan atau sedang :
1) Lakukan pemberian oralit 3 jam pertama.
2) Lakukan monitoring setelah 3 jam pemberian terhadap
tingkat dehidrasi.
c) Pengobatan tanpa dehidrasi :
1) Berikan cairan tambahan sebanyak anak mau, dan lakukan
pemberian oralit apabila anak tidak memperoleh ASI
eksklusif.
2) Lanjutkan pemberian makan.
3) Diare persisten
Tindakan ditentukan oleh dehidrasi, kemudian jika ditemukan
adanya kolera, maka pengobatan yang dapat dianjurkan adalah
pilihan pertama antibiotik Kotrimoksazol dan pilihan kedua adalah
Tetrasiklin.
4) Disentri
Tindakan pada disentri dapat dilakukan dengan pemberian
antibiotik yang sesuai, misalnya pilihan pertamanya adalah
Kotrimoksazol dan pilihan keduanya adalah asam Nalidiksat.
5) Risiko Malaria
Penanganan tindakan dan pengobatan pada klasifikasi risiko
malaria adalah sebagai berikut.
a) Pemberian kinin (untuk malaria dengan penyakit berat) secara
intramuskukar. Selanjutnya anjurkan anak tetap berbaring
dalam 1 jam dan ulangi suntikan kina pada 4 dan 8 jam
kemudian. Selanjutnya 12 jam sampai anak mampu meminum
obat malaria secara oral dan jangan memberikan suntikan kina
sampai dengan lebih dari 1 minggu dan pada risiko rendah
jangan berikan pada anak usia kurang dari 4 bulan.
b) Pemberian obat antimalaria oral ( untuk malaria saja) dengan
ketentuan dosis sebagai berikut untuk pilihan antimalaria
pertama adalah klorokuin + primakuin dan pilihan kedua
adalah sulfadoksin primetin + primakuin (untuk anak ≥ 12
bulan) dan tablet kina (untuk anak < 12 bulan)
c) Lakukan pengamatan selama 30 menit sesudah pemberian
klorokuin dan apabila dalam waktu tersebut terdapat muntah
maka ulangi pemberian klorokuin.
d) Pemberian antibiotik yang sesuai
e) Mencegah penurunan kadar gula darah.
f) Pemberian parasetamol apabila terjadi demam tinggi (≥ 38,5
derajat celcius).
6) Campak
Pada campak dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
a) Apabila campak dijumpai dengan komplikasi berat, maka
tindakannya adalah pemberian vitamin A, antibiotik yang
sesuai, salep mata tetrasiklin, atau kloramfenikol.
b) Apabila dijumpai kekeruhan pada kornea, pemberian
parasetamol dianjurkan jika disertai demma tinggi (38,5 derajat
celcius),
kemudian apabila campak disertai komplikasi mata dan mulut
ditambahkan dengan pemberian gentian violet, jika hanya
campak saja tidak ditemukan penyakit atau komplikasi lain,
maka tindakannya hanya diberikan vitamin A.
7) Demam Berdarah Dengue (DBD)
Pada demam berdarah dengue, tindakan yang dapat dilakukan
antara lain apabila ditemukan syok, maka segera diberi cairan
intravena, pertahankan kadar gula darah. Bila dijumpai demam
tinggi, maka berikan parasetamol dan cairan atau oralit bila
dilakukan rujukan selama perjalanan. Ketentuan pemberian cairan
pra-rujukan pada demam berdarah:
a) Berikan cairan ringer laktat, jika memungkinkan beri glukosa
5% ke dalam ringer laktat melalui intravena atau apabila tidak
berikan oralit atau cairan per oral selama perjalanan.
b) Apabila tidak ada, berikan cairan NaCl 10-20
ml/kgBB/30menit.
c) Pantau selama setelah 30 menit dan bila nadi teraba, berikan
cairan intravena dengan tetesan 10 ml/kgBB dalam 1 jam.
Apabila nadi tidak teraba berikan cairan dengan tetesan 15-20
ml/kgBB dalam 1 jam.
8) Masalah telinga
Tindakan dan pengobatan pada klasifikasi masalah telinga
dapat dilakukan antara lain dengan memberikan dosis pertama
untuk antibiotik yang sesuai. Parasetamol dapat diberikan apabila
dijumpai demam tinggi, apabila ada ifeksi akut pada telinga, maka
pengobatan sama seperti mastoiditis krnis ditambah dengan
mengeringkan telinga dengan kain penyerap.
9) Status Gizi
Tindakan yang dapat dilakukan antara lain pemberian vitamin
A. Apabila anak kelihatan sangat kurus dan bengkak pada kedua
kaki dan dijumpai adanya anemia, maka dapat dilakukan
pemberian tablet zat besi. Jika berada di daerah risiko tinggi
malaria, dapat diberikan antimalaria oral dan pirantel pamoat hanya
diberikan untuk anak usia 4 bulan atau lebih dan belum pernah
diberikan dalam 6 bulan terakhir serta hasil pemeriksaan tinja
positif (Kemenkes RI, 2015).
Daftar Pustaka

Depkes RI, (2008). Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dwi. (2015). Skripsi: Faktor Yang Mempengaruhi Penatalaksanaan Manajemen
Terpadu Balita Sakit. Badung-Bali: Universitas Udayana. Retrieved
Januari 13, 2020, from
https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1420015024-3-skripsi%20dwi
%20Bab%20II.pdf
Kemenkes RI. (2015). Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Jakarta: Direktoran Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kemenkes RI.
Kemenkes RI, a. (2014). Pedoman Penyelenggara Manajemen Terpadu Balita
Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M). Jakarta: Katalog dalam Terbitan
Kementrian kesehatan RI.
Maryunani. (2014). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Malang. Retrieved
Januari 13, 2021, from Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS):
http://eprints.umm.ac.id/49012/3/BAB%20II.pdf
Moelyo, A. G., Widardo, & Herlambang, G. (2013). Ketrampilan Managemen
Terpadu Balita Sakit. Surakarta: FK Universitas Sebelas Maret.
Tim Penyusun: Dosen Ners UINAM. (2020). Buku Kepanitraan Umum Ners
Angkatan XVII (Manajemen Terpadu Balita Sakit). Makassar: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar: Jurusan
Keperawatan Program Profesi Ners.

Anda mungkin juga menyukai