Produksi Benih
2. Roguing
Tujuan : Membuang tanaman yang tidak dikehendaki dari tanaman pokok, gulma,
species lain, kultivar lain tetapi species sama, tanamana tipe simpang sebagai akibat
terjadinya segregasi, mutanaman, varian dll yang dapat mengganggu kemurnian
genetik.
Dilakukan roguing karena :
1. Karena adanya perubahan sifat genetis sehingga menimbulkan tanaman tipe
simpang (rogues)
2. Adanya volunteer plant
3. Adanya diversifikasi dari tanaman yang diusahakan
4. Terjadinya cross pollination pada waktu benih diproduksi
Kriteria yang digunakan :
1. Harus dicocokkan dengan diskripsi tanaman
2. Bulu yang tumbuh pada tanaman
3. Bentuk dan warna daun
4. Warna bunga
5. Bentuk dan warna buah
6. Saat berbunga
Pelaksanaan roguing :
1. Seawal mungkin
2. Terus menerus sampai sebelum panen
3. Pada saat berbunga, karena pada stadium ini tampak jelas perbedaannya.
Metode roguing :
1. Benih di tanamanam tunggal sehingga mudah diamati
2. Pada waktu melakukan roguing hendaknya secara sistematis sehingga tidak
ada bagian lahan yang terlewat
3. Tanaman type simpang dibuang seluruh tanaman
4. Tidak boleh ditunda, harus sesuai dengan jadwal dan stadium pertumbuhan
5. Apa saja yang diperoleh dalam roguing harus dicatat
6. Harus dibuat data macam dan jumlah rogue
PERBANYAKAN TANAMAN
Secara garis besar perbanyakan tanaman dibedakan menjadi 2 yaitu:
A. Generatif
Perbanyakan tanaman secara generative pada tanaman berupa biji yang
melalui proses fertilisasi atau pembuahan. Dalam pertanian, benih yang biasa
digunakan terdiri dari benih hibrida dan non-hibrida.
1. Benih Non-Hibrida
2. Benih Hibrida
Hibrida silang tunggal ialah hibrida dari persilangan antara dua galur
murni yang tidak berhubungan satu sama lain. Silang tunggal yang superior
mendapatkan kembali vigor dan produktivitas yang hilang saat penyerbukan
sendiri serta akan lebih vigor dan produktif dibandingkan dengan tetuanya.
Disamping memiliki hasil yang tinggi, hibrida silang tunggal lebih seragam
dan produksi benihnya relatif lebih mudah dibandingkan dengan hibrida
silang tiga galur dan silang ganda
Hibrida silang tiga ialah hibrida dari persilangan antara silang tunggal
dengan satu galur murni, yang ketiga galur tidak berhubungan sehingga
dengan satu galur murni. Yang ketiga galur murni tidak berhubungan yang
sehingga lebih berbeda secara genetik dan penampilannya lebih beragam.
Hibrida silang tiga yang dihasilkan dari galur murni A, B dan C dapat ditulis
sebagai “A X B” X C. Contohnya adalah pembentukan benih padi hibrida
Materi induk berupa tetua CMS (A= galur mandul jantan), restorer (R= galur pemulih
kesuburan) dan maintener (B= galur pelestari mandul jantan). Persilangan CMS (A) dengan
maintener (B) akan dihasilkan galur CMS (A). Persilangan CMS (A) dengan resrorer (R) akan
dihasilkan padi hibrida
Contoh Varietas Hibrida pada Padi: Varietas Inpari 1 hingga Inpari 13,
Inpago, Inpara, Arize, Intani 1, Intani 2, PP1, H1, dan Bernas Prima.
Keuntungan Benih Non Hibrida: Karena tidak ada batasan aliran serbuk sari
antar individu, sehingga serbuk sari yang datang dalam beberapa variasi yang
mengakibatkan potensi terbentuk karakter-karakter baru, biaya benih rendah,
dan petani tidak bergantung pada perusahaan benih hibrida
Kerugian Benih Non Hibrida: Benih non-hibrida jauh lebih rentan terhadap
penyakit dan hama dan secara morfologi juga tidak sesempurna (bulat penuh)
dibandingkan benih hibrida.
B. Vegetatif
Perbanyakan secara vegetatif adalah cara perkembangbiakan tanaman
dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti batang, cabang, ranting,
pucuk daun, umbi dan akar, untuk menghasilkan tanaman yang baru, yang sama
dengan induknya. Perbanyakan vegetatif terbagi menjadi 2 macam, yaitu:
1. Perbanyakan vegetatif alami, bisa dilakukan sendiri oleh tanaman dan juga bisa
dengan bantuan manusia.
2. Perbanyakan vegetatif buatan, hanya bisa terjadi dengan bantuan manusia.
Terdapat 2 jenis, yaitu
● Perbanyakan vegetatif buatan dengan perbaikan sifat, yaitu okulasi, grafting,
kultur jaringan.
● Perbanyakan vegetatif tanpa perbaikan sifat, yaitu cangkok dan stek (daun,
batang, akar).
1) Daun
• tunas yang tumbuh di tepi daun akan berkembang menjadi individu baru.
• contoh: begonia, cocor bebek.
2) Stolon atau runner atau sulur atau geragih
• modifikasi batang yang tumbuh menyamping dan di ruas-ruasnya tumbuh
bakal tanaman baru.
• contoh: stroberi, lili paris, arbei.
3) Corm (bonggol)
• struktur berbentuk tonjolan besar yang tumbuh di pangkal batang.
• contoh: bunga cokelat, gladiol.
7) Sucker (anakan)
• tumbuhan baru yang timbul dari tunggul batang, ketiak daun, atau ruas
batang
• contoh: pisang, nanas.
2. Perbanyakan vegetatif buatan
a. Faktor yang memengaruhi perbanyakan vegetatif buatan
● Bahan tanam
● Zat pengatur tumbuh
● Genetik
● Suhu
● Cahaya
● Kelembapan
● Kandungan karbohidrat
b. Perbanyakan vegetatif buatan tanpa perbaikan sifat
1) Cangkok, suatu teknik perbanyakan tanaman dengan cara merangsang
timbulnya perakaran pada cabang pohon. Cara merangsang timbulnya akar
tersebut adalah dengan mengupas kulit luar cabang, selanjutnya cabang yang
terkelupas tadi diberi media tanah.
Berikut adalah cara mencangkok tanaman:
● Pilihlah pohon induk sesuai dengan sifat-sifat yang diinginkan.
● Pilihlah cabang pada pohon induk yang terpilih yang tidak terlalu tua.
● Kupaslah kulit cabang pada salah satu ruas selebar ± 4 cm.
● Bersihkanlah cambium.
● Buatlah adonan tanah dan pupuk kandang secukupnya.
● Tempelkanlah adonan itu pada cabang yang telah dikupas dan
bungkuslah dengan sabut kelapa atau plastik.
● Ikatlah kedua ujung bungkusan dengan tali.
● Siramlah cangkokan secara teratur.
● Tunggulah sampai akar berkembang.
2) Stek, metode perbanyakan tanaman dengan menggunakan potongan tubuh
tanaman . tertentu yang mampu membentuk akar dengan cepat. Bagian
tanaman yang biasa digunakan untuk perbanyakan dengan cara stek ini adalah
daun, batang atau cabang, akar, dan anakan.contoh: ubi kayu
c. Perbanyakan vegetatif buatan dengan perbaikan sifat
1) Okulasi (sambung mata tunas), menempelkan mata tunas tanaman lain
kepada batang muda dan dari varietas yang sama, atau antara varietas dalam
spesies. Bentuk okulasi terdapat berbagai macam, antara lain:
● Okulasi bentuk persegi
● Okulasi bentuk T
● Okulasi bentuk I
● Okulasi bentuk miring
Sejarah
Cabai merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tepatnya di Bolivia.
Diperkirakan, cabai di Indonesia pertama kali dibawa oleh seorang Portugis bernama
Ferdinand Magellan (1480-1521). Sebelumnya Colombus membawa cabai dari
Amerika ke Spanyol (Capsicum annum) sebagai orang yang berjasa menyebarkan
cabai ke seluruh dunia.
Isolasi Tanaman
Beberapa bentuk isolasi untuk pertanaman benih cabai adalah isolasi jarak,
waktu tanam, tempat, dan perantara.Isolasi jarak. Lahan pertanaman cabai untuk
benih penjenis harus mempunyai jarak antara.varietas + 500 m (Howthorn dan
Pollard 1954). Untuk kelas benih di bawah benih penjenis, jarakpenanaman antar
varietas dapat lebih pendek yaitu + 200 meter.Isolasi waktu tanam. Jika dua atau
lebih varietas yang berbeda ditanam dalam petak yang b.berdampingan, maka waktu
tanam diatur sedemikian rupa sehingga saat berbunga tidakbersamaan, minimal
dengan selisih 75 hari. Dengan demikian diharapkan tidak terjadi persilangan bebas
di lapangan.Isolasi tempat. Setiap varietas ditanam tersendiri di dalam ruangan-
ruangan khusus. Tanaman seperti jagung, sorgum, rumput tinggi atau tebu juga
efektif untuka.mengisolasi pertanaman cabai yang ditujukan untuk produksi benih
Penanaman
Beberapa hal yang perlu disiapkan sebelum, selama dan setelah penanaman
bibit dijelaskandalam uraian berikut ini.a. Pengolahan dan pembersihan
lahanPengolahan lahan dilakukan menggunakan cangkul atau bajak tergantung pada
kondisi lahandan luas lahan yang akan diolah. Lahan dicangkul sedalam 30 cm
sampai gembur, kemudian tanah diratakan dan dibersihkan dari gulma dan sisa – sisa
tanaman.b. Pembuatan guludanPembuatan guludan di lahan darat dan lahan sawah
berbeda.
Sejarah
Kacang hijau termasuk tanaman semusim. Tanaman ini memiliki batang
utama yang tegak dan bercabang. Kacang hijau berumur genjah, tahan kekeringan,
variasi jenis penyakit relatif sedikit, dapat ditanam pada lahan kurang subur dan harga
jual relatif tinggi serta stabil. Asal-usul tanaman kacang hijau diduga dari kawasan
India. Hal ini didukung oleh pemaparan Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli
botani Soviet, menyebutkan bahwa India merupakan daerah asal sejumlah suku
(famili) Leguminosae. Pendapat Vavilov didukung dengan ditemukannya plasma
nutfah kacang hijau jenis Phaseolus mango di India atau disebut kacang hijau India.
Kacang hijau menghendaki curah hujan yang optimal 50-200 mm/bln dengan
temperatur 25-27˚C, kelembaban udara berkisar 50-80% dan cukup mendapatkan
sinar matahari. Kacang hijau merupakan tanaman tropis yang menghendaki suasana
panas selama hidupnya. Tanaman ini dapat ditanam di dataran rendah hingga tinggi
500m di atas pemukan laut (dpl).
Isolasi
Pada waktu berbunga tanaman penghasil benih harus dilindungi terhadap
serbuk sari yang terbawa angin dan serangga dari tanaman yang berdekatan atau
tanaman voluntir dan dari tanaman liar dari spesies yang sama. Perlindungan terhadap
terjadinya persilangan dapat diterapkan dengan melakukan isolasi. Isolasi tanaman
penghasil benih dari berbagai sumber kontaminasi juga merupakan persyaratan
penting dalam program produksi benih. Kontaminasi mungkin dapat disebabkan oleh:
(a) persilangan alamiah dengan varietas lain yang ditanam berdampingan dan tipe
simpang yang berada di lahan untuk produksi benih itu, (b) kontaminasi oleh
pencampuran mekanis pada waktu menyemai, panen, pengolahan dan penanganan
benih dan (c) kontaminasi oleh penyakit terbawa benih yang berasal dari lahan di
dekatnya. Perlindungan dari sumber-sumber kontaminasi ini perlu untuk memelihara
kemurnian genetik dan mutu benih yang baik. Teknik isolasi yang dikenal adalah
isolasi jarak dan isolasi waktu. Teknik lainnya seperti pengerondongan, emaskulasi
dapat pula dilaksanakan.
Isolasi waktu dilaksanakan dengan memberikan selang waktu tanam yang
berbeda antara dua varietas yang berbeda dengan blok/areal berdampingan sehingga
saat pembungaan waktunya berbeda pula. Isolasi jarak dimaksudkan bahwa dua
varietas tanaman yang berbeda dipisahkan bloknya satu sama lain dengan jarak
tertentu. Teknik isolasi ini dapat dilaksanakan dengan (1) mengosongkan tanah antara
kedua blok jarak itu, (2) menanam tanaman lain pada blok pemisah, (3) bisa tanpa
isolasi, tetapi selebar 3 m dari kedua batas areal itu pada waktu panen tidak dilibatkan
sebagai calon benih. Jarak isolasi ditetapkan tergantung pada cara penyerbukan
tanaman, kemurnian genetik yang diinginkan dan kondisi lingkungan selama
penyerbukan.
Pertimbangan utama dalam menentukan jarak isolasi yang memadai bagi
tanaman penghasil benih adalah apakah tanaman tersebut bersifat menyerbuk sendiri
atau lebih bersifat menyerbuk silang. Jarak aktualnya tergantung pada apakah serbuk
sari dibawa angin atau serangga. Isolasi jarak yang diperlukan juga dipengaruhi oleh
kategori benih yang diperbanyak. Benih dengan kelas yang lebih tinggi mempunyai
standar kemurnian yang lebih tinggi daripada benih dari kelas yang lebih rendah.
Teknik isolasi lain yang juga dapat dilakukan adalah dengan menggunakan
bangunan-bangunan seperti rumah kaca dan sangkar dari kawat kasa. Dengan cara ini
kemungkinan terjadinya penyerbukan silang oleh serangga dapat dikurangi atau
dihindari. Isolasi demikian biasanya diterapkan pada areal produksi benih yang
sempit, atau untuk produksi benih dengan tingkat kemurnian yang sangat tinggi
seperti untuk kelas benih penjenis.
Penanaman
a. Penyiapan lahan
● Lahan bekas tanaman padi tidak perlu diolah (TOT=Tanpa Olah Tanah). Jika
menggunakan lahan bekas tanaman palawija lainnya atau lahan tegal perlu
dilakukan pengolahan tanah, yakni dua kali dibajak, kemudian diratakan.
● Buat saluran setiap 3-4 m sedalam 25-30 cm dan lebar 30 cm, yang berfungsi
sebagai saluran drainase untuk mengurangi kelebihan air atau sebagai saluran
irigasi pada saat pengairan.
b. Persiapan benih
Beih kacang hijau yang digunakan sebaiknya yang sudah jelas asal usul varietas
serta unggul, yaitu Vima-1, Murai, Perkutut, Betet, Kenari, Sriti, Kutilang, dan
Sampeong. Tanam varietas sesuai dengan keinginan petani atau pengguna
Kebtuhan benih yakni 20-25 kg/ha
c. Tanam
Penanaman dengan menggunakan tugal kedalaman 2-3 cm. Jarak tanam yang
digunakan yaitu 40 x 10-15 cm, dengan jumlah 2-3 biji/ lubang tanam. Jika
menggunakan lahan bekas tanaman padi, sebaiknya tidak lebih dari 5 hari setelah
panen agar tidak tejadi defisit air.
Roguing
Benih bermutu, baik mutu fisik maupun genetik memiliki peran penting dalam
produksi tanaman. Pemeliharaan mutu genetik benih dilakukan sejak sebelum
tanam (sumber benih dan lahan yang akan digunakan), selama di pertanaman,
dan saat prosesing. Pemeliharaan mutu genetik di pertanaman dilakukan
dengan kegiatan roguing (membuang tipe simpang). Pada pertanaman kacang
hijau untuk benih, minimal dilakukan tiga kali roguing, yaitu pada awal
pertumbuhan, pada saat berbunga 50%, dan pada saat masak fisiologis
1. Awal Pertumbuhan
Roguing pada fase awal pertumbuhan dilakukan saat berumur 7-10 hst yang
didasarkan pada warna hipokotil. Kacang hijau memliki warna hipokotil hijau dan
ungu. Tanaman dengan warna hipokitil yang menyimpang dibuang.
2. Fase Berbunga
Pada fase berbunga, roguing berdasarkan warna bunga, umur bunga, dan
tinggi tanaman. Kacang hijau yang hipokotilnya hijau akan memiliki mahkota bunga
warna kuning. Sedangkan hipokotil ungu memiliki mahkota kuning keunguan. Warn
aini terlihat jelas saat tanaman menjelang mekar. Tanaman dengan warna bunga
menyimpang, umur berbunga tidak sama, dan tinggi tanaman berbeda dibuang.
Tegak Menjuntai
1. Pendahuluan
Tanaman yang berbunga pada umumnya dapat menghasilkan biji. Biji dapat menjadi
bahan perbanyakan tanaman dan meneruskan keturunan serta genetik tertentu. Pengolahan
biji harus dilakukan dengan semaksimal mungkin agar dapat menghasilkan benih yang
bermutu baik. Setiap benih memiliki karakteristik, ciri, warna, bentuk, ukuran dan jumlah
kotiledon yang berbeda-beda. Untuk memperoleh benih yang bermutu diperlukan
pengelolaan benih. Hal tersebut tercakup dalam teknologi benih, yaitu teknologi untuk
memproduksi benih, menganalisis mutu benih, menyimpan, memasarkan dan mengedarkan
tanpa mengurangi mutunya. Teknologi benih merupakan cabang dari ilmu benih dan
keduanya selalu terdapat hubungan dan pengaruh timbal balik. Ilmu benih difokuskan pada
viabilitas benih, sedang teknologi benih difokuskan pada mutu benih yang baik dan benar
(Sudjindro, 2009).
A. Definisi Benih
Benih adalah bagian terpenting dalam proses budidaya pertanian (Kusumawardana dan
Hidayati, 2019). Benih merupakan biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan
pengembangan usaha tani serta memiliki fungsi agronomis, fungsional dan struktural
(Lesilolo et al., 2013). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.12 Tahun 1992
Tentang Sistem Budidaya Tanaman Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 4, mengatakan
“Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang
digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman”. Benih dapat
diperoleh baik melalui vegetatif (bagian tanaman) maupun generatif.
B. Struktur Benih
Gambar 1. Struktur benih monokotil pada jagung (kiri) dan dikotil pada kacang (kanan).
a. Testa (kulit biji)
Kulit biji merupakan lapisan biji paling luar yang melapisi seluruh bagian biji. Bagian-bagian
biji yang pertama adalah kulit biji. Kulit biji berasal dari selaput bakal biji yang umumnya
disebut lapisan kulit luar (testa). Lapisan kulit luar berfungsi sebagai pelindung utama dari
bagian dalam biji.
b. Embrio
Embrio merupakan individu baru hasil dari bersatunya gamet jantan dan betina pada suatu
proses tumbuhan. Embrio adalah individu yang mempunyai kloroplas dan berwarna hijau.
Embrio dikelilingi oleh cadangan makanan yang berupa kotiledon dan endosperma. Bagian-
bagian embrio terdiri dari plumula (calon pucuk), epikotil (batang atas), hipokotil (batang
bawah), kotiledon (daun lembaga), radicle (calon akar).
c. Endosperma
Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian yang komplek dari perubahan
morfologi, fisiologi, dan biokimia. Tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai
dengan proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit biji dan hidrasi dari protoplasma.
Tahap kedua dimulai dari kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat
respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan
karbohidrat, lemak, dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan
ketitik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan yang telah diuraikan tadi
nerismatik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan
pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan kecambah melalui proses
pembelahan, pembesaran, dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh. Sementara daun
belum berfungsi sebagai organ untuk fotosintesa maka pertumbuhan kecambah sangat
tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji
D. Tipe Perkecambahan
Tipe perkecambahan benih memiliki dua tipe, yaitu epigeal dan hipogeal.
a. Perkecambahan Epigeal
b. Perkecambahan Hipogeal
Hipogeal merupakan tipe perkecambahan di bawah tanah dimana keeping kotiledon tetap
tinggal di bawah tanah dan plumula saja yang muncul di atas tanah.. Hipogeal merupakan
pertumbuhan dari epikotil. Hipogeal terjadi pada tumbuhan monokotil. (Sari et al., 2011).
Gambar 2. Tipe Perkecambahan hypogeal pada jagung (atas) dan epigeal pada kacang (bawah).
D. Faktor Perkecambahan
Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi perkecambahan pada benih, yaitu faktor
internal dan eksternal. Ada beberapa faktor internal yang dapat menmpengaruhi
perkecambahan pada benih, yaitu sebagai berikut:
b. Genetik
c. Fitohormon
1) Auksin. Hormon tumbuhan ini dapat mematahkan dormansi yang terdapat pada benih
selanjutnya hormone ini akan merangsang terjadinya proses perkecambahan yang dapat
memacu terjadinya pembentukan akar.
2) Giberelin. Hormon ini memiliki peranan dalam mobilisasi bahan makanan selama
proses perkecambahan. Selama masa perkecambahan, embrio tumbuh tergantung pada
kesediaan bahan makanan. Giberelin memiliki fungsi untuk meningkatkan aktivitas enzim
amilase yang dapat mengubah pati menjadi gula untuk kelangsungan hidup embrio.
3) Sitokinin. Hormon ini memiliki interaksi dengan auksin dan giberelin, yaitu untuk
mematahkan dormansi benih. Selain itu juga sitokinin dapat berfungsi sebagai pemicu
terjadinya pembelahan sel dan pembentukan organ.
1) Etilen. Etilen yang terdapat pada benih dapat menyebabkan terjadinya hambatan
transportasi hormon auksin sehingga kehadiran etilen pada benih dapat membuat
konsentrasi hormone auksin rendah.
2) Asam Absisat. Asam absisat memiliki sifat yang menghambat perkecambahan karena
dapat menyebabkan stimulasi dormansi benih dan juga dapat menyebabkan terhambatnya
proses pertumbuhan tunas.
d. Ukuran Benih
Ukuran benih memiliki kaitan dengan cadangan makanan yang terdapat pada benih
tersebut. Ukuran benih yang besar umumnya memiliki cadangan makanan yang banyak
jika dibandingkan dengan benih yang berukuran kecil pada jenis yang sama. Dengan
adanya ketersediaan cadangan makanan tersebut maka benih yang ukurannya lebih besar
cenderung mempunyai pertumbuhan lebih baik dibanding dengan yang berukuran kecil,
tetapi untuk tahap pertumbuhan selanjutnya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
juga (Setiawan et al., 2021)
e. Struktur Benih
Struktur benih juga memiliki pengaruh terhadap proses perkecambahan benih. Benih yang
memiliki kulit tanduk yang keras dapat menyebabkan air yang berperan dalam proses
imbibisi sulit untuk meresap. Hal tersebut dapat menyebabkan hormon yang berperan
merangsang perkecambahan benih tidak bekerja dengan baik sehingga benih akan tetap
dorman (Avivi et al., 2021).
Selain beberapa faktor internal tersebut, faktor eksternal juga dapat mempengaruhi
perkecambahan benih. Berikut ini merupakan beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi
proses perkecambahan benih:
a. Suhu
Suhu dapat menjadi faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih karena suhu
berkaitan dengan peningkatan aktivitas metabolisme. Suhu yang optimal selama proses
perkecambahan dapat menyebabkan terjadinya perkecambahan terbesar dalam waktu
paling singkat. Suhu berperan dalam mengatur perkecambahan dengan beberapa cara,
seperti dapat menentukan kapasitas serta kecepatan perkecambahan, mematahkan
dormansi primer dan sekunder, serta juga dapat menginduksi terjadinya dormansi
sekunder. (Widajati et al., 2013).
b. Cahaya
Cahaya sangat dibutuhkan oleh benih untuk melakukan perkecambahan. Benih yang
menerima cahaya yang kurang atau dalam keadaan gelap dapat menyebabkan terjadinya
etiolasi pada kecambah. Ciri terjadinya etiolasi pada kecambah, misalnya pemanjangan
hipokotil ataupun epikotil yang tidak normal dan umumnya tidak kokoh serta memiliki
warna yang pucat (Sutopo, 1985).
c. Oksigen
Oksigen berkaitan erat dengan proses respirasi yang merupakan salah satu proses
perkecambahan benih. Peningkatan proses respirasi terjadi bersamaan dengan peningkatan
pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida, air, dan energi panas. Ketersediaan
oksigen yang terbatas dapat menjadi penghambat terjadinya proses perkecambahan benih
(Setiawan et al., 2021).
d. Ketersediaan Air
Air menjadi faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih karena air menjadi salah
satu syarat terjadinya proses perkecambahan benih. Proses perkecambahan membutuhkan
air dalam jumlah yang cukup. Adapun peran air dalam proses perkecambahan adalah
untuk mengaktivasi sel-sel embrionik dalam biji, melunakkan biji untuk mengembangkan
embrio dan endosperm, memungkinkan masuknya oksigen dalam dinding sel, dan dapat
menjadi tempat transportasi makanan dari endosperm (Ai dan Ballo, 2010).
e. Media Tumbuh
Perkecambahan benih membutuhkan media tumbuh yang baik. Karakteristik media yang
baik dapat ditunjukkan melalui sifat fisik media yang baik, gembur, bebas dari hama dan
penyakit, serta dapat menyimpan air. Media tumbuh benih yang baik umumnya adalah
tanah yang memiliki tekstur lempung berpasir. Selain itu juga media tumbuh memerlukan
kandungan unsur hara yang cukup. Sebaliknya pada tanah yang padat, benih sulit untuk
melakukan perkecambahan. Hal tersebut disebabkan oleh benih yang berusaha keras untuk
melewati tanah padat tersebut ke atas permukaan tanah (Sutopo, 1985).
2. Praktikum
a. Tujuan:
Alat Bahan
- Pisau cutter - 10 benih hipogeal
- Air
Untuk benih berukuran kecil, rendam dalam air selama 30 menit - 1 jam untuk
melunakkan benih dan memudahkan pemotongan
Potong benih secara melintang dan membujur dengan cutter secara hati-hati
Masukkan media tanam kedalam tray benih sampai penuh sebanyak 20 lubang
Siram dengan air dan rawat setiap hari hingga berkecambah (kondisi optimum)
f. Output Praktikum
● Format Paper
COVER
ISI
Pembahasan terkait hasil praktikum dan dibandingkan dengan literatur:
DAFTAR PUSTAKA
TNR, 12
Margin 4,3,3,3
● Format Video
Video dapat dikumpulkan di gdrive yang dibuat oleh koordinator kelas dan di-upload di
stream GCR.
Tugas video dapat melihat contoh video yang sudah diberikan, link tertera di PPT.
- Buah kering
Perikarp kering dan agak keras terbentuk dari sel sklerenkim yang mati.
Contoh: padi, jagung, kacang tanah
b. Buah majemuk
Buah majemuk merupakan buah yang berasal dari banyak bunga dan banyak
bakal buah yang akhirnya seakan akan berkembang menjadi satu buah saja
Contoh: nanas, stroberi
c. Buah berganda
Buah berganda merupkana buah yang berasal dari bunga yang memiliki banyak
bakal buah dan masing-masing bakal buah berkembang menjadi buah tersendiri,
namun akhirnya menjadi kumpulan buah yang tampak seperti satu buah
Contoh: buah sirsak, buah murbei
2. Ekstraksi
Ekstraksi benih merupakan proses pengeluaran benih dari bagian pembungkusnya
untuk memisahkan benih dari bagian lain yang tidak dibutuhkan. proses ekstraksi
yang dilakukan akan menghasilkan benih dalam keadaan yang bersih (Gunarta et al.,
2014)
3. Macam ekstraksi benih
a. Ekstraksi kering
Ekstraksi kering dilakukan pada benih yang tidak berlendir atau tidak memiliki
plup. Ekstraksi benih kering dapat dilakukan dengan mengeluarkan benih
kemudian mengeringkan benih di bawah sinar matahari atau menggunakan alat
pengering (seed drier) (Yuniarti, 2013). Contoh benih dengan perlakuan ekstraksi
benih kering adalah benih cabai, semangka, apel, dan lain-lain.
b. Ekstraksi basah
Ekstraksi benih basah dilakukan pada benih yang berlendir atau memiliki pulp.
Perlakuan ekstraksi basah bertujuan untuk memisahkan benih dengan pulp yang
melapisi benih. Contoh benih yang diberi perlakuan ekstraksi basa adalah timun,
tomat, markisa, dan lain-lain, Ekstraksi basah menurut Wiguna (2013) dapat
terdiri dari dua macam yaitu :
- Fermentasi : Benih yang telah dipisahkan dari daging buahnya, dimasukkan ke
dalam wadah dan apabila perlu ditambah dengan sedikit air, wadah ditutup dan
disimpan selama beberapa hari.
- Kimiawi : Menggunakan zat kimia antara pelarut dan zat terlarut yang
misalnya seperti menggunakan zat HCL 35%, dengan dosis 5 liter HCL 35%
dicampur dengan 100 liter air. Selain itu, ektraksi kimiawi sederhana juga
dapat dilakukan dengan menggunakan cuka dapur (CH3COOH), kapur, atau
abu gosok.
4. Faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi
Adapun faktor faktor yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi menurut Dorta et
al.,(2013), diantaranya seperti:
a. Kondisi benih, dimana semakin kecil ukuran benih akan mempermudah proses
penetrasi pelarut yang digunakan ke dalam benih yang diekstraksi dan
mempercepat proses ektraksi
b. Suhu, ekstraksi yang dilakukan pada suhu yang lebih tinggi akan mempercepat
proses ekstraksi dan mencegah benih mengalami kerusakan. Suhu akan membantu
mempercepat proses penjemuran dan pemisahan benih dari lendir yang melapisi.
Namun, pengaruh suhu yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kerusakan
pada benih.
5. Pengeringan
Menurut Ditjend Perkebunan (2010) pengeringan benih merupakan sebuah proses
untuk mengurangi kadar air dalam benih melalui proses atau tahapan tahapan yang
bertujuan untuk menjaga daya simpan benih. Kadar air benih dapat dihitung melalui
rumus sebagai berikut:
𝑦−𝑧 𝐵𝐵−𝐵𝐾
KA = 𝑦−𝑥 x 100% atau KA = x 100%
𝐵𝐾
Keterangan:
x : bobot wadah BB : bobot basah
y : bobot wadah + bobot basah BK : bobot kering
z : bobot wadah + bobot kering
Adapun tujuan dari pengeringan benih diantaranya adalah : Respirasi atau
pernafasan sel turun, menyebabkan mutu akan tetap baik. Jika pengeringan tidak
sempurna pada kadar air yang tinggi bahan (benih) yang ditumpuk (tanpa ada
pertukaran udara) respirasi akan naik sehingga terjadi pembusukan benih. Mengindari
kerusakan mekanis dan menghindari perubahan komposisi kimia (warna, aroma (bau),
kadar protein) yang dapat mennyebakan kualitas benih turun. Menurut Asmaulina
(2012) pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Pengeringan secara alami
Benih dikeringkan bantuan sinar matahari dan angin. Sebaiknya alas yang
digunakan untuk menjemur terbuat dari semen dilapisi terpal agar suhu tidak
terlalu panas serta dibolak-balik hingga benih mencapai kadar air maksimal.
b. Pengeringan secara buatan
Pengeringan secara buatan dapat dilakukan dengan bantuan mesin seperti oven
dengan mengeringkan benih hingga mencapai kadar air yang diinginkan. Dapat
pula menggunakan dryer yang mengeluarkan udara panas.
6. Pengelompokan Benih Berdasarkan Daya Simpan
Menurut Yuniarti et al., (2016) benih dibedakan menjadi dua berdasarkan dari daya
simpannya, yaitu ;
a. Benih Ortodoks
Benih ortodok merupakan benih yang toleran terhadap penurunan kadar air
(kurang dari 10%) dan penyimpanan pada suhu rendah; relatif lebih tahan
disimpan dalam jangka waktu lama. Contoh benih ortodoks adalah padi, cabai,
tomat, terung, dan lain-lain.
b. Benih Rekalsitran
Benih rekalsitran merupakan benih cepat rusak yang tidak tahan terhadap
pengeringan dan tidak dapat disimpan pada temperatur rendah, sehingga tidak
mampu disimpan lama. Contoh benih rekasiltran adalah benih durian, manga,
kakao, dan lain-lain.
B. Praktikum
1. Tujuan
Praktikum dilakukan dengan tujuan agar paraktikan mampu mengetahui cara
ekstrakasi dan pengeringan benih secara kering dan basah.
2. Alat dan Bahan
Alat Bahan
- Pisau - Cabai (ekstraksi kering)
- Cawan - Timun/tomat (ekstraksi basah fermentasi)
- Saringan - Air
- Botol - Abu gosok
- Timbangan
- Nampan
3. Langkah Kerja Praktikum Ekstraksi Kering
Kupas dan ambil biji buah
Ciri selanjunya biasa terjadi pada spesies daerah temperate, contohnya seperti pada biji buah
apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama
musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi
berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan
perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
b. Embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah.
c. Embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih
membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi.
d. Perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil.
e. Akar keluar pada musim semi, namun epikotil baru keluar pada musim semi
berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin).
4. Tipe-Tipe Dormansi
Tipe-Tipe dormansi menurut Aldrich (1984) secara umum dibagi menjadi dormansi
primer dan dormansi sekunder.
a. Dormansi Primer
Dormansi primer adalah dormansi yang paling sering terjadi, terdiri dari dua sifat
sebagai berikut:
1. Dormansi eksogenous yaitu kondisi dimana komponen penting perkecambahan
tidak tersedia bagi benih dan menyebabkan kegagalan dalam perkecambahan.
Tipe dormansi tersebut berhubungan dengan sifat fisik dari kulit benih serta faktor
lingkungan selama perkecambahan.
2. Dormansi endogenous yaitu dormansi yang disebabkan karena sifat-sifat tertentu
yang melekat pada benih, seperti adanya kandungan inhibitor yang berlebih pada
benih, embrio benih yang rudimenter (belum sempurna) dan sensitivitas terhadap
suhu dan cahaya.
b. Dormansi Sekunder
Dormansi sekunder adalah sifat dormansi yang terjadi karena dihilangkannya satu
atau lebih faktor penting perkecambahan. Dormansi sekunder disini adalah
benih-benih pada keadaan normal tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan yang
tidak menguntungkan selama beberapa waktu dapat menjadi kehilangan
kemampuannya untuk berkecambah. Kadang-kadang dormansi sekunder timbul bila
benih diberi semua kondisi yang dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu.
Misalnya kegagalan memberikan cahaya pada benih yang membutuhkan cahaya.
Dormansi sekunder disebabkan oleh perubahan fisik yang terjadi pada kulit biji yang
diakibatkan oleh pengeringan yang berlebihan sehingga pertukaran gas-gas pada saat
imbibisi menjadi lebih terbatas.
Sedangkan menurut Sutopo (1985), berdasarkan mekanismenya dormansi benih dapat
dibedakan menjadi dormansi fisik dan dormansi fisiologis.
a. Dormansi Fisik
Dormansi fisik disebabkan oleh pembatasan struktural terhadap perkecambahan biji,
seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis
terhadap masuknya air atau gas-gas ke dalam biji. Dengan kata lain, dormansi yang
mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri.
Beberapa penyebab dormansi fisik adalah:
1. Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Benih-benih yang termasuk dalam type dormansi ini disebut sebagai "Benih
keras" karena mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya terdiri dari lapisan
sel-sel serupa palisade berdinding tebal terutama di permukaan paling luar dan
bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin dan bahan kutikula.
2. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Disini kulit biji cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit
biji dihilangkan, maka embrio akan tumbuh dengan segera.
3. Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas
Pada dormansi ini, perkecambahan akan terjadi jika kulit biji dibuka atau jika
tekanan oksigen di sekitar benih ditambah. Misalnya pada benih apel, suplai
oksigen sangat dibatasi oleh keadaan kulit bijinya sehingga tidak cukup untuk
kegiatan respirasi embrio. Keadaan ini terjadi apabila benih berimbibisi pada
daerah dengan temperatur hangat.
b. Dormansi Fisiologis
Dormansi Fisiologis dapat disebabkan oleh sejumlah mekanisme, tetapi pada
umumnya disebabkan oleh zat pengatur tumbuh, baik yang berupa penghambat
maupun perangsang tumbuh.
Beberapa penyebab dormansi fisiologis adalah:
1. Immaturity Embryo
Proses fisiologis dalam biji terhambat karena kondisi embrio yang tidak/belum
matang. Pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat jaringan
sekelilingnya sehingga perkecambahan benih-benih yang demikian perlu ditunda.
Sebaiknya benih ditempatkan pada temperatur dan kelembaban tertentu agar
viabilitasnya tetap terjaga sampai embrionya terbentuk secara sempuma dan
mampu berkecambah.
2. After Ripening
Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan waktu simpan
tertentu agar dapat berkecambah, atau dikatakan membutuhkan jangka waktu
"After Ripening". After Ripening diartikan sebagai setiap perubahan pada kondisi
fisiologis benih selama penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu
berkecambah. Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari
sampai dengan beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya.
3. Photodormansi
Proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya. Tidak hanya dalam
jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.
5. Cara Pemecahan Dormansi
Dormansi merupakan suatu kondisi dimana benih hidup tidak dapat berkecambah
walaupun faktor lingkungan optimaum untuk perkecambahannya (Widajati et al., 2013).
Sifat dormansi ini dapat dipatahkan melalui perlakuan pematahan dormansi. Pematahan
dormansi adalah istilah yang digunakan untuk proses atau kondisi yang diberikan guna
mempercepat perkecambahan benih (Melasari et al., 2018). Perlakuan pematahan
dormansi dapat ditunjukan ada kulit biji, embrio, maupun endosperm biji. Dormansi biji
dapat dibedakan atas beberapa tipe dan kadang-kadang satu jenis biji memiliki lebih dari
satu tipe dormansi. Dormansi biji dapat dipatahkan dengan cara:
a. Skarifikasi (perlakuan mekanis)
Skarifikasi mencakup cara mengikir, melubangi, atau memecah kulit biji dengan
perlakuan tertentu pada biji dengan kulit yang keras sehingga lebih permeabel
terhadap air atau gas (Mempermudah imbibisi).
b. Perlakuan Kimia
Perlakukan benih secara kimia seperti perlakuan laruta asam kuat, asam sulfat dan
asam nitrat. Perendaman dalam asam sulfat merupakan alternatif yang juga berfungsi
untuk mencuci zat-zat yang menghambat dan melunakkan kulit benih. Larutan asam
kuat seperti asam sulfat pekat ditunjukan untuk melarutkan bahan lilin yang terdapat
pada kulit benih yang menghalangi masuknya air. Asam nitra dengan konsentrasi
pekat juga membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui air dengan
mudah. Lama perlakuan tergantung dari ketebalan kulit benuh, suhu, konsentrasi
asam, dan volume asam (Nurmiaty et al., 2014). Selain itu dapat juga dengan
menggunakan hormon tumbuh antara lain: sitokinin, giberelin dan auksin (IAA).
c. Perlakuan Fisik (perlakuan perendaman dengan air)
Perlakuan benih secara fisik seperti perendaman dalam air yang menyebabkan
terjadinya pelunakan kulit benih yang akhirnya mengisi ruang-ruang antar molekul
dan antar misel benih. Air yang masuk akan meningkatkan tekanan dalam benih yang
menyebabkan terjadinya keretakan pada kulit benih dan mengatur masuknya air ke
dalam benin selama proses perkecambahan. Pengaruh lama perendaman pada benih
sangat bervariasi. Perendaman yang berlangsung lama dalam air mengalir selama satu
sampai beberapa hari juga berfungsi untuk mencuci zat-zat yang menghambat dan
melunakkan kulit benih (Nurmiaty et al., 2014).
d. Stratifikasi (perlakuan dengan suhu)
Perlakuan dengan memberi temperatur rendah atau tinggi maupun campuran pada biji
dengan keadaan lembab. Pada prosesnya, bahan yang menghambat perkecambahan
benih akan mulai menghilang dan hormon perangsang pertumbuhan mulai aktif
sehingga benih bisa berkecambah. Stratifikasi dapat digabung dengan perendaman
dengan air hangat, air dingin maupun air mendidih pada periode tertentu atau dapat
dengan menggunakan tisu/kapas, kemudian dimasukkan ke kantong plastik tertutup
dan selanjutnya dimasukkan ke kulkas.
e. Perlakuan dengan Cahaya
Cahaya berpengaruh terhadap persentase perkecambahan benih dan laju
perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam cahaya yang diterima
tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.
PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan
Alat
- Gunting kuku/gunting/amplas/cutter
- pinset
- wadah biji
- penyemprot air
- box plastik/kardus
- kompor
Bahan
- Biji tanaman
- air
- kertas buram/merang,
2. Tahapan Praktikum
Tahap Persiapan:
1. Ekstraksi biji
2. Mengeringkan biji selama kurang lebih 1-2 hari
Skarifikasi:
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Membasahi kertas buram
3. Memotong/meretakkan sedikit ujung kulit biji (Harus berhati-hari agar tidak
mengenai embrio)
4. Meletakkan biji pada kertas buram
5. Menutup biji dengan kertas (UAK)
6. Meletakkan pada box
Stratifikasi:
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Merendam biji pada air dengan suhu sekitar 60-70oC selama 10 menit
3. Meniriskan biji
4. Membasahi kertas buram
5. Meletakkan biji pada kertas buram
6. Menutup biji dengan kertas (UAK)
7. Meletakkan pada box
Skarifikasi + Stratifikasi:
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Melakukan perlakuan skarifikasi
3. Melakukan perlakuan stratifikasi
4. Meletakkan biji pada kertas buram
5. Menutup biji dengan kertas (UAK)
6. Meletakkan pada box
FORMAT LAPORAN DORMANSI BENIH
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
∑𝐵𝑖𝑗𝑖 𝐵𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ
Perhitungan daya kecambah untuk setiap perlakuan: ( )
∑𝐵𝑖𝑗𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
4. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
Benih yang digunakan untuk dormansi bersifat bebas, tetapi sama semua untuk semua
perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
Melasari, N., T.K. Suharsi, dan A. Qadir. 2018. Penentuan Metode Pematahan Dormansi
Benih Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.) Aksesi Cilacap. Bul. Agrohorti, 6(1):
59-67.
Nurmianty, Y., Ermawati, dan V.W. Purnamasari. 2014. Pengaruh Cara Skarifikasi dalam
Pematahan Dormansi pada Viabilitas Benih Saga Manis (Abrus precatorius [L.]). Jurnal
Agrotek Tropika, 2(1): 73-77.
Widajati, E., E. Murniati, E.R. Palupi, T. Kartika, M.R. Suhartanto, A. Qodir. 2013. Dasar
Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID): IPB Press.
Sudrajat, D.J. 2018. Dormansi Benih Tanaman Hutan (Tinjauan Mekanisme, Pengendalian,
dan Teknik Pematahannya untuk Mendukung Pengembangan Hutan Rakyat). Prosiding
Seminar Hasil-hasil Penelitian, 103-113.
MODUL TM- 5
Viabilitas, Vigor dan Uji Tetrazolium pada Benih
Benih yang layak dalam kegiatan produksi benih dapat diketahui melalui
serangkaian uji percobaan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan serangkaian uji
yang akan dijelaskan pada materi lima ini. Adapun rangkaian tersebut yakni, Uji
Viabilitas, Uji Vigor, dan Uji TZ.
UJI VIABILITAS BENIH
1. Definisi Uji Viabilitas
Uji viabilitas merupakan kemampuan benih atau daya hidup benih untuk
tumbuh secara normal pada kondisi optimum (Kondisi optimum merupakan
kondisi yang sesuai atau mendukung proses perkecambahan). Sehingga uji
viabilitas dapat pula diartikan sebagai uji untuk membuktikan kemampuan atau
daya hidup benih pada kondisi optimum.
2. Macam substrat :
Uji viabilitas dilakukan pada beberapa substrat (Substrat dalam biologi
adalah permukaan dimana organisme hidup) yaitu:
a. Kertas merang
b. Kertas buram
c. Kertas stensil
3. Metode uji viabilitas
Dalam uji viabilitas terdapat beberapa metode yang dapat digunakan
disesuaikan dengan jenis benih yang diuji, macam metode pada uji viabilitas adalah
sebagai berikut:
a. Uji Kertas Digulung (UKD) untuk benih besar dan benih yang tidak
peka terhadap cahaya : tanaman pangan : jagung, padi
Uji Kertas Digulung didirikan ((UKDd)
= Keadaan pengujian didirikan untuk mengetahui kekuatan tumbuh benih
saat berkecambah
Uji Ketas Digulung didirikan dalam plastik (UKDdp)
= Adanya plastik saat pengujian bertujuan untuk menjaga kelembapan pada
saat pengujian
Uji Kertas Digulung dimiringkan (UKDm)
= Keadaaan pengujian dimiringkan untuk mengetahui kekuatan tumbuh
benih saat berkecambah
b. Uji Antar Kertas (UAK) untuk benih besar dan kecil dan benih yang
tidak peka terhadap cahaya : tanaman pangan dan sayuran (tomat dan cabe
dalam praktikum)
c. Uji Diatas Kertas (UDK) untuk benih kecil dan benih yang peka
terhadap cahaya : sayuran : bayam dan wijen
Pemilihan metode yang akan digunakan dapat mempertimbangkan kemudahan,
efisiensi, dan kebiasaan karena ketiga metode tersebut tidak memperlihatkan
kapasitas yang berbeda terhadap daya berkecambah benih (Nurhafidah et al., 2021).
4. Kriteria kecambah pada uji viabilitas
Berdasarkan uji viabilitas, suatu benih dapat disimpulkan menjadi dua
kondisi yaitu:
a. Normal tumbuh sempurna, sehat
b. Abnormal
Cacat : akar pendek (salah satu bagian kecambah hilang)
Rusak : kotiledon/ perakaran putus
Busuk : akibat serangan hama dan penyakit
Lambat : pertumbuhan kecambah tidak normal pada akhir pengamatan
c. Benih Mati busuk
d. Benih Segar Tidak Tumbuh benih mengembang, tidak tumbuh plumula
(mengalami imbibisi)
e. Benih Keras dormansi : tidak mengalami imbibisi karena kulit keras
5. Rumus uji viabilitas
∑ 𝑘𝑒𝑐𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙
- % kecambah normal = ∑𝑏𝑒𝑛𝑖ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
x100 %
∑ 𝑘𝑒𝑐𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑏𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙
- % kecambah abnormal = ∑𝑏𝑒𝑛𝑖ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
x 100 %
∑ 𝑏𝑒𝑛𝑖ℎ 𝑚𝑎𝑡𝑖
- % benih mati = x 100 %
∑𝑏𝑒𝑛𝑖ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
∑ 𝑏𝑒𝑛𝑖ℎ 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ
- % benih segar tidak tumbuh = ∑𝑏𝑒𝑛𝑖ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
x 100 %
∑ 𝑏𝑒𝑛𝑖ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑎𝑠
- % benih keras = ∑𝑏𝑒𝑛𝑖ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
x 100 %
UJI TETRAZOLIUM
1. Definisi Uji Tetrazolium
Uji tetrazolium merupakan uji viabilitas benih secara cepat dengan
menggunakan metode pewarnaan dan dikenal dengan pengujian benih tidak
langsung (tidak diperkecambahkan). pengujian tetrazolium merupakan pengujian
secara biokimiawi yang digunakan untuk mendapatkan nilai viabilitas benih secara
cepat menggunakan larutan 2,3,5-trifenil tetrazolium klorida/bromida.
2. Penilaian Viabilitas
Ditentukan dengan adanya pewarnaan pada bagian benih dengan kategori
Viabel dan Non-Viabel. Benih Viabel ditandai dengan pewarnaan yang merata pada
bagian benih dan organ-organ penting dalam pekecambahan (Gambar 1a),
sedangkan benih Non-Viabel ditandai dengan pewarnaan yang tidak merata (tidak
mencakup organ penting perkecambahan), lebih terang, dan tidak bewarna (Gambar
2b).
Gambar 2. Hasil Uji TZ Benih Kedelai Varietas Anjasmoro. a. Viabel; b. Non-Viabel
(Sinaga et al., 2021)
3. Prinsip kerja
Prinsip kerja uji tetrazolium yakni adanya ikatan garam tetrazolium dengan
ion hidogen yang dihasilkan oleh enzim dehidrogenase saat proses respirasi benih.
Garam tetrazolium akan mengalami oksidasi yang berubah menjadi bentuk endapan
trifenil formazan bewarna merah apabila berikatan dengan ion hidrogen. Apabila
benih viabel maka aktivitas enzim dehidrogenase akan tinggi sehingga
menghasilkan ion hidrogen yang tinggi pula dan berikatan dengan garam tetrazolium
sehingga terbentuk trifenil formazan dan benih terwarnai. Apabila benih mati maka
aktivitas enzim menurun sehingga ion hidrogen yang dihasilkan rendah atau tidak
ada, garam tetrazolium yang tidak berikatan dengan ion hidrogen akan terlarut dan
tidak membentuk trifenil formazan (tidak bewarna) (Sinaga et al., 2021).
4. Langkah Kerja Uji Tetrazolium (Secara teori)
Bahan : Tetrazolium 1%, Benih, Air
Alat : Cawan, Cutter, Kamera, Oven
Metode:
1. Pelembapan Benih. Pelembaban adalah persiapan yang diperlukan agar benih
dapat berimbibisi terlebih dahulu sebelum benih direndam dalam larutan
tetrazolium. Benih dapat dipotong, dibelah, atau ditusuk untuk memudahkan
larutan TZ masuk sehingga perlu perendaman untuk melunakkan benih.
Perendaman dilakukan selama 18 jam tergantung pada jenis benihnya
2. Pembukaan Jaringan untuk pewarnaan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
pembukaan kulit benih yang diiris secara melintang jangan sampai hipokotil
dan radikula terpotong, kemudian benih dikupas (sesuai benih).
Gambar 3. Pembukaan Kulit Benih pada Tanaman Brassica spp.
(Fadhilah et al., 2017)
3. Pewarnaan. Benih yang telah dikupas direndam di dalam larutan TZ dan
diinkubasi pada suhu 30ºC selama 3 jam (sesuai benih)
4. Evaluasi. Benih yang telah direndam kemudian dievaluasi, perlakuan
pembelahan benih secara membujur diperlukan untuk mengetahui hasil
pewarnaan pada benih. Informasi lebih lanjut terkait uji tetrazolium terdapat
pada panduan ISTA (The International Seed Testing Association).
Uji Antar Kertas (UAK) Uji Diatas Kertas (UDK) Uji Kertas Digulung dp
(2 ulangan (2 ulangan) (UKDdp) (2 ulangan)
Kertas buram 4 lembar (2 Kertas buram dan kertas Kertas buram 6 lembar (3
alas, 2 tutup) merang (4 lembar) lembar alas, 3lembar tutup)
Amati 7 hst dan Hitung Dokumentasi dan Hitung Amati 7 HST dan Hitung
Persentase tumbuh persentase tumbuh persentase tumbuh
B. UJI VIGORITAS
Tujuan praktikum : untuk melihat gejala pertumbuhan pada benih.
-Alat dan Bahan
Alat : Bahan:
Bak plastik/ Baki Benih Tanaman (Benih Jagung)
Kamera Pasir
Air
-Metode Penelitian
Bak Pasir
Dilembabkan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
BAB II METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
2.2 Cara Kerja
2.3 Analisa Perlakuan
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Uji Viabilitas
3.1.1 UAK
3.1.1.1 Benih Baru
3.1.1.2 Benih Expired
3.1.2 UDK
4.1.2.1 Benih Baru
4.1.2.2 Benih Expired
3.1.3 UKDdp
3.1.3.1 Benih Baru
3.1.3.2 Benih Expired
TABEL PENGAMATAN UJI VIABILITAS (UAK, UDK, UKDdp)
Parameter Ulangan 1 Ulangan 2 % %
Normal (N)
Abnormal
(Ab)
Benih Mati
(BM)
Benih segar
tidak tumbuh
(BSTT)
Benih keras
(BK)
3.1.4 Perhitungan Persentase Perkecambahan
3.2 Uji Vigoritas Benih
TABEL PENGAMATAN UJI VIGOR
Parameter 2cm 3cm 4cm 5cm
Vigor
Less-Vigor
Non-
vigor/abnormal
3.2.1 Perhitungan Daya Tumbuh (Vigor)
3.3 Dokumentasi Uji Viabilitas dan Vigoritas
3.4 Pembahasan
3.4.1 Uji Viabilitas
3.4.1.1 Benih Baru
3.4.1.2 Benih Expired
3.4.1.3 Perbandingan Perlakuan UDK antara Media Kertas Buram dan
Kertas Merang
3.4.2 Uji Vigoritas
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Fadhilah, S., Ismiatun, Lisa, dan A. Prijatin. 2020. Pengujian Viabilitas Benih
Brassica spp. Dengan Uji Tetrazolium (online).
http://bbppmbtph.tanamanpangan.pertanian.go.id/. Diakses pada 8 Maret 2022
Nurhafidah, A. Rahmat, A. Karre, dan H. H. Juraeje. 2021. Uji Daya Kecambah
Berbagai Jenis Varietas Jagung (Zea mays) Dengan Menggunakan Metode
Yang Berbeda. J. Agroplantae. 1 (1): 30-39.
Sinaga, A. O. Y., M. Lindayanti, P. G. Lestari, dan D. S. S. Marpaung. 2021. Uji
Tetrazolium dan Daya Berkecambah Benih Kedelai (Glycine max L.) Varietas
Anjasmoro dan Biosoy 2. Media Agribisnis. 5 (2): 116-122.