Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2020

ISSN (Cetak) 2527-6042


eISSN (Online) 2527-6050

DESAIN KONSEPTUAL PEMANFAATAN GAS BUANG


MESIN DIESEL UNTUK MICROSCALE POWERPLANT
Andinusa Rahmandhika , Ali Mokhtar , Ali Saifullah , Heni Hendaryati , Mulyono
1 2 3 4 5

1,2,3,4,5
Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Malang

Kontak Person:
Andinusa Rahmandhika
Universitas Muhammadiyah Malang
E-mail: andinusa@umm.ac.id

Abstrak
Krisis energi di Indonesia dapat dikurangi dengan pemanfaatan energi yang terbuang pada mesin diesel. Salah satu teknologi
yang digunakan adalah Organic Rankine Cycle dengan inputan exhaust gas mesin diesel. Desain awal dilakukan dengan
mensimulasikan microscale powerplant pada Cyclepad. Model mesin diesel yang digunakan adalah Generac SD010 dengan
kapasitas daya 10 kW. Laju aliran massa exhaust gas yang dihasilkan adalah 0,062 kg/s. Refrigerant yang digunakan pada
simulasi adalah R12 dan R134a, dimana dilakukan variasi tekanan keluaran pompa 1000-4000 kPa. Diasumsikan diameter
dalam heat exchanger 0,01905 m dan panjangnya 100 m. Dari penelitian, diperlukan laju aliran massa refrigerant yang
semakin kecil seiring peningkatan tekanan output pompa., sehingga laju transfer kalor mengalami penurunan. Peningkatan
tekanan menyebabkan daya yang dihasilkan pada turbin meningkat. Daya tertinggi adalah 2,23 kW pada R12 dan 2,15 kW
pada R134a. Efisiensi sistem tertinggi yang dapat dicapai adalah 19,95% oleh R12 pada tekanan 4000 kPa. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penggunaan R12 sebagai fluida kerja ORC lebih baik dibandingkan R134a, terutama pada tekanan yang
tinggi.

Kata kunci: exhaust gas, Organic Rankine Cycle, R12, R134a, efisiensi

1. Pendahuluan
Kelangkaan energi di Indonesia akibat semakin menipisnya suplai energi fosil mengharuskan
pemerintah untuk mendapatkan energi alternatif. Beberapa terobosan yang dilakukan adalah dengan
peningkatan efisiensi mesin diesel. Pada mesin diesel, panas buang hasil pembakaran langsung
dilepaskan ke lingkungan. Hal tersebut juga berpotensi menambah pencemaran emisi gas buang. Oleh
karena itu, diperlukan teknologi yang dapat memanfaatkan kondisi tersebut. Berdasarkan data dari
Outlook Energi 2019, sebanyak 6% total suplai energi di Indonesia adalah berasal dari Pembangkit
Listrik Tenaga Diesel [1]. Pemanfaatan mesin diesel untuk membangkitkan listrik tersebut biasanya
terjadi di daerah pedalaman, sebagai sarana transportasi berat, maupun untuk skala komersil dan rumah
tangga.
Cara kerja mesin diesel adalah dengan memasukkan udara ke dalam ruang bakar, kemudian
ditekan hingga tercapai tekanan dan suhu yang tinggi. Udara pada ruang bakar selanjutnya disemprot
(mixing) ke bahan bakar. Udara yang memiliki suhu dan tekanan tinggi bercampur dengan bahan bakar
sehingga terjadi proses pembakaran. Terjadi ledakan pada ruang bakar sehingga torak bergerak secara
mekanik. Hasil dari Gerakan mekanik tersebut dapat dikonversi untuk menggerakkan mesin truk
maupun menghasilkan daya pada generator listrik. Namun demikian, hanya sekitar 30% - 40% nilai
energi yang diubah menjadi listrik [2]. Sisanya berubah menjadi panas, salah satunya adalah panas
buang. Panas buang dari mesin diesel semakin tinggi seiring dengan besarnya kapasitas pembangkitan
mesin tersebut [3].
Gas buang mesin diesel yang memiliki presentase tinggi dari total energi yang dilepaskan dapat
dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik dengan teknologi ORC (Organic Rankine Cycle) [4].
Exhaust gas mesin diesel kemudian menjadi fluida masukan ke heat exchanger pada ORC. Heat
exchanger menukar kalor dari gas panas sehingga fluida kerja bertekanan tinggi berubah fasa menjadi
uap. ORC merupakan sistem pembangkit daya mirip siklus Rankine konvensional, namun sumber
energinya didapatkan melalui pemanfaatan sisa dari energi utama untuk menghasilkan listrik dengan
entalpi rendah. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan refrigerant sebagai fluida kerja pada small
scale power plant [5]. Mayoritas dari refrigerant memiliki titik didih yang sangat rendah dibandingkan
air pada tekanan 1 atmosfer. Hal tersebut menyebabkan refrigerant sangat ideal bila digunakan untuk

I - 20 SENTRA 2020
Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2020
ISSN (Cetak) 2527-6042
eISSN (Online) 2527-6050

memutar turbin dengan sumber panas pada pembakaran yang tidak terlalu tinggi, walaupun entalpi yang
dihasilkan juga tergolong rendah.
Pemilihan refrigerant/fluida kerja didasari oleh temperature exhaust gas dari mesin diesel yang
masuk ke sistem dan pada pembuangan. Proses pemilihannya juga harus mempertimbangkan spesifikasi
termodinamika, aspek K3, lingkungan, dan ekonomi [16]. Untuk memudahkan pembacaan, spesifikasi
termodinamika dari fluida biasanya menggunakan diagram T-s maupun P-h. Beberapa fluida yang
entropi pada garis saturasi uapnya meningkat seiring meningkatnya suhu dinamakan fluida kering.
Fluida yang memiliki nilai entropi pada uap saturasi mengalami penurunan ketika suhunya naik disebut
fluida basah. Selain 2 tipe kurva tersebut, terdapat fluida dengan tipe kurva saturasi dengan kemiringan
vertical yang dinamakan fluida isentropik. Pada siklus Rankine konvensional, air (fluida basah)
digunakan sebagai fluida kerja karena memenuhi aspek K3 dan kesediaannya yang melimpah. Hal
tersebut kurang cocok untuk sistem ORC, karena pada kondisi tertentu, uap fluida basah berubah
menjadi saturasi ketika melepaskan banyak entalpi setelah memutar turbin. Kondensat yang timbul
terlalu cepat sebelum keluar turbin akan menimbulkan erosi dan korosi pada turbin. Fluida kering
maupun isentropik dapat mencegah kerugian tersebut [17].
Beberapa penelitian mengenai penggunaan fluida kerja pada panas buang beberapa kali telah
dilakukan [6-8]. Ni [9] mempelajari 2 tipe ORC (menggunakan thermal storage dan tidak) dengan
sumber panas dari panas buang mesin diesel. Hasilnya daya yang dihasilkan tanpa thermal storage lebih
tinggi, namun lebih rentan mengalami pengurangan daya yang signifikan ketika terjadi disturbance.
Matnawi [10] menyelidiki potensi panas buang dari mesin diesel kapal menggunakan produksi bioetanol
dari mikroalga sebagai fluida kerja melalui siklus Rankine organik. Didapatkan efisiensi termal hanya
2,28% untuk mass flowrate 4189 kg/jam dan menghasilkan daya 5,1 kW. Alshammari [11] lebih spesifik
menjelaskan hasil eksperimental turbin radial pada ORC dengan WHRS, dimana diperoleh efisiensi
maksimum 4,3% dan menghasilkan daya 80 kW. Analisis ekonomi tentang WHR sistem ORC juga telah
dilakukan Hoang [5] untuk mendapatkan sistem yang ideal. Penelitian mengenai siklus ORC dari panas
buang mesin diesel kendaraan juga telah dilakukan Liu [12] menggunakan gas CO2 dan R134a, Hussain
[13] menggunakan R134a dan R245fa, serta oleh Yang [14] berkaitan dengan simulasinya.
Walaupun telah banyak penelitian mengenai waste heat recovery mesin diesel, mayoritas
penelitian dilakukan untuk menginvestigasi pemanfaatannya pada skala besar. Selain itu, masih terdapat
beberapa fluida kerja yang belum dianalisis penggunaannya pada sistem ORC. Pada penelitian ini, R12
dan R134a yang sering digunakan pada mesin pendingin akan dianalisis performansinya sebagai fluida
kerja sistem ORC memanfaatkan exhaust gas mesin diesel. Mesin yang digunakan adalah Generac
SD010 dengan kapasitas daya yang dihasilkan 10 kW (skala kecil). Variasi tekanan keluaran pompa
dipergunakan untuk mengetahui nilai efisiensi sistem ORC. Tujuan dari penelitian ini adalah
memberikan gambaran konseptual bahwa pemanfaatan mesin diesel skala kecil juga dapat dilakukan,
sehingga kemandirian energi pada daerah yang belum mendapatkan perhatian dari pemerintah dapat
terwujud.

2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode simulasi. Sumber energi didapatkan dari panas
buang mesin diesel Merk Generac SD010 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Kapasitas mesin
tersebut tepat digunakan untuk perkantoran skala kecil. Spesifikasi mesin diesel ditunjukkan pada Tabel
1. Pada Tabel 1, dari laju aliran exhaust gas, didapatkan nilai mass flowrate. Bila diasumsikan densitas
udara keluar exhaust adalah sebesar 1,2 kg/m3, maka didapatkan nilai mass flowrate sebesar 3,7
kg/menit atau 0,062 kg/s.

SENTRA 2020 I - 21
Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2020
ISSN (Cetak) 2527-6042
eISSN (Online) 2527-6050

Gambar 1 Mesin diesel produk Generac SD010 [15]

Tabel 1 Spesifikasi mesin diesel Generac SD010 [15]


Kapasitas 10 kW
Kecepatan putar mesin 1800 rpm
Laju aliran exhaust 3,1 m3/menit
Temperatur keluar 216 0C
Backpressure maksimum 5,1 kPa

Tabel 2. Karakteristik Beberapa Fluida Kerja [17]


Data
Data Fisik
Lingkungan
Fluida Kelompok
Massa Tipe
Organik Tbp pada Tcrit Pcrit Keselamatan GWP
Molar ODP
1bar (oC) (oC) (MPa) (100yr)
(kg/kmol)
R717 17,03 -33,33 132,25 11,333 B2 0 <1 Basah
R11 137,37 23,71 197,96 4,408 A1 1 4750 i
R12 120,91 -29,75 111,97 4,136 A1 1 2400 i
R22 86,45 -40,7 96,2 4,936 A1 0,05 1700 i
R123 152,93 27,82 183,68 3,662 B1 0,02 77 Kering, i
R134a 102,03 -26,07 101,06 4,059 A1 0 1430 i
R245fa 134,05 14,90 154,05 3,640 B1 0 1030 i
R245ca 134,05 25,13 174,42 3,925 n.a. 0 693 Kering
R718 18,02 99,97 373,95 22,064 A1 0 <1 Basah

Tabel 2 memperlihatkan karakteristik beberapa fluida kerja organic. Dari Table 2, dipilih fluida
kerja R12 dan R134a untuk dianalisis seberapa besar gas buang mesin diesel mampu menghasilkan
daya. Hal tersebut dikarenakan kedua fluida kerja tersebut bersifat isentropis dan termasuk kelompok
A1 (non-flammable, non-toxic), sehingga aman untuk digunakan. Dari segi potensi global warming dan
deplesi lapisan ozon, kedua fluida tersebut tidak cukup baik, namun cukup banyak yang
menggunakannya sebagai gas pendingin pada AC, sehingga legal digunakan dalam jumlah tertentu.
Selain itu, rentang kondisi tekanan operasional saat subcooled yang lebih lebar berpotensi
menghasilkan daya turbin yang lebih besar.

I - 22 SENTRA 2020
Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2020
ISSN (Cetak) 2527-6042
eISSN (Online) 2527-6050

Pada simulasi, digunakan software Cyclepad untuk mendesain sistem power plant
sederhana, dimana komponen yang dilibatkan meliputi pompa, boiler, turbin, dan kondensor,
seperti yang terlihat pada Gambar 2. Komponen preheater, evaporator, dan superheater pada
penukar kalor disederhanakan menjadi satu pada heat exchanger (HX1). Dari kerja turbin, akan
didapatkan daya yang dihasilkan oleh generator. Variasi yang dilakukan adalah perubahan nilai
tekanan keluaran pompa dan turbin, kemudian dilakukan pula variasi DELTL dan DELTH dari
masing-masing heat exchanger. Pada sistem tersebut, proses pada kondensor dan heat
exchanger diasumsikan secara isobaric (tidak ada rugi-rugi tekanan akibat gesekan).

Gambar 2 Desain ORC dengan input exhaust gas mesin diesel pada Cyclepad

Performansi sistem ORC dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kalor yang
masuk ke heat exchanger, laju aliran masa exhaust gas dan fluida kerja, tekanan dan suhu di setiap
komponen, serta konfigurasi perbedaan suhu LMTD di heat exchanger. Efisiensi didapatkan dengan
membandingkan kerja netto sistem yang dihasilkan terhadap kalor yang diserap pada HE seperti
persamaan (1):
Ẇ𝑜𝑢𝑡
𝜂𝑅 = (1)
Q̇ℎ𝑒𝑎𝑡𝑒𝑟,𝑖𝑛
Pada masing-masing heat exchanger, konfigurasi yang digunakan adalah tipe counter current.
Sementara beda suhu rata-rata logaritmik (LMTD) adalah perbedaan suhu rata-rata setiap bagian HE,
karena perbedaan suhu di setiap bagian HE tidak sama. Rumus ∆TLMTD yang mengacu pada HE tipe
shell and tube adalah sebagai berikut:
(𝑇ℎ𝑜𝑡,𝑖𝑛 − 𝑇𝑐𝑜𝑙𝑑,𝑜𝑢𝑡 )− (𝑇ℎ𝑜𝑡,𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑐𝑜𝑙𝑑,𝑖𝑛 )
∆TLMTD = 𝑇 − 𝑇𝑐𝑜𝑙𝑑,𝑜𝑢𝑡 (2)
ln(𝑇ℎ𝑜𝑡,𝑖𝑛 )
ℎ𝑜𝑡,𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑐𝑜𝑙𝑑,𝑖𝑛

dimana Thot,in, Thot,out, Tcold,in, dan Tcold,out berturut-turut adalah suhu masukan fluida pemanas, suhu
keluaran fluida pemanas, suhu masukan refrigerant, dan suhu keluaran refrigerant dalam (oC).
Berdasarkan harga Q̇heater,in, ∆TLMTD, dan koefisien perpindahan panas total UD, luas permukaan
perpindahan panas (AS) dapat ditentukan menggunakan persamaan (3). Dengan demikian, panjang pipa
heat exchanger dan diameternya dapat ditentukan.

Q̇𝑖𝑛
𝐴𝑆 = (3)
𝑈𝐷 ∆𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷

SENTRA 2020 I - 23
Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2020
ISSN (Cetak) 2527-6042
eISSN (Online) 2527-6050

3. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan hasil simulasi pada Cyclepad, didapatkan nilai DELTL dan DELTH untuk masing-
masing tekanan fluida organic yang masuk ke dalam heat exchanger. Terjadi perbedaan nilai luas
permukaan kontak yang dibutuhkan untuk setiap variasi. Hal tersebut akan mempersulit pembandingan
desain heat exchanger yang optimal, sehingga nilai luas permukaan kontak perlu diasumsikan terlebih
dahulu. Pada simulasi ini, diameter pipa ditentukan 0,01905 m atau setara dengan ¾ inch. Sementara
Panjang pipa adalah 100 meter. Diasumsikan tidak mengalami penurunan tekanan fluida kerja pada
pipa. Hasil yang didapatkan ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Selisih temperature atas dan bawah heat exchanger pada R12 dan R134a

Terlihat pada Gambar 3 bahwa pada tekanan fluida kerja yang rendah yang keluar dari pompa,
selisih temperature atas antara exhaust gas dan uap refrigerant sangat tinggi. Bila temperature masuk
exhaust gas sebesar 216 oC, maka uap refrigerant memiliki temperature keluaran heat exchanger sekitar
65 oC untuk kedua refrigerant. Hal tersebut dikarenakan pada tekanan rendah, suhu yang diperlukan
untuk mengubah fase refrigerant menjadi uap tidak terlalu tinggi. Namun pada tekanan keluaran pompa
yang semakin meningkat, diperlukan temperature yang lebih tinggi untuk mengubah fase refrigerant,
sehingga, grafik DELTH semakin turun. Hal ini menandakan temperature output refrigerant semakin
mendekati temperature input exhaust gas. Semakin rendah DelTH dan DelTL menunjukkan laju
perpindahan kalor yang semakin tinggi. Pada tekanan 4000 kPa, temperature refrigerant keluar heat
exchanger sebesar 134 oC untuk R12 dan 127 oC untuk R134a. Adapun diagram perpindahan panas heat
exchanger pada tekanan tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.

I - 24 SENTRA 2020
Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2020
ISSN (Cetak) 2527-6042
eISSN (Online) 2527-6050

Gambar 4 Diagram perpindahan kalor fluida R12 dan R134a pada heat exchanger

Pada Gambar 4, nilai penurunan temperature exhaust gas diperlihatkan oleh garis merah,
sementara nilai kenaikan temperature refrigerant diperlihatkan oleh garis biru. Terlihat bahwa
kemiringan temperature exhaust gas lebih curam dibandingkan refrigerant. Hal tersebut dikarenakan
pada daerah tertentu heat exchanger, refrigerant tidak mengalami kenaikan suhu, tetapi berubah fase
zatnya. Selain itu, konduktivitas termal gas lebih kecil dibandingkan liquid, sehingga diperlukan gradien
temperature yang lebih besar untuk mentrasfer kalor ke refrigerant. Terlihat bahwa R134a memiliki
temperature masukan lebih rendah dibandingkan R12. Hal tersebut dikarenakan kedua refrigerant
memiliki boiling point yang berbeda pada tekanan 4000 kPa. Namun, hal tersebut tidak terlalu
mempengaruhi sistem secara keseluruhan, karena temperature keluaran exhaust gas juga menyesuaikan,
sehingga nilai DELTL kedua refrigerant tidak mengalami perbedaan yang signifikan. Faktor lain yang
mempengaruhi jumlah transfer kalor adalah laju aliran massa refrigerant. Dengan mass flowrate exhaust
gas yang telah diketahui, geometri serta DELTL dan DELTH yang ditentukan, maka akan didapatkan
mass flowrate dari masing-masing refrigerant. Gambar 5 menunjukkan nilai laju aliran massa
refrigerant untuk setiap variasi tekanan.

Gambar 5 Perbandingan laju aliran massa refrigerant R12 dan R134a

Berdasarkan grafik, R134a secara umum mampu menyuplai laju aliran massa 0,015 kg/s sedikit
untuk operasional sistem ORC dibandingkan R12 untuk nilai transfer kalor yang sebanding. Didapatkan
pula laju aliran massa R12 dan R134a yang semakin menurun seiring peningkatan tekanan, sehingga
akan mempengaruhi kalor yang ditransfer pada heat exchanger, dimana laju perpindahan kalor akan
semakin menurun. Hal tersebut dapat terlihat pada Gambar 6(a) dan Gambar 6(b). Terlihat bahwa kalor

SENTRA 2020 I - 25
Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2020
ISSN (Cetak) 2527-6042
eISSN (Online) 2527-6050

masuk ke sistem semakin berkurang akibat penurunan laju aliran massa refrigerant. Namun, daya
keluaran turbin semakin tinggi. Tekanan masuk turbin yg tinggi mampu mentransmisikan daya yang
lebih besar, sehingga konversi daya mekanik ke generator juga semakin tinggi. Adapun uap fluida kerja
yang keluar ke turbin diasumsikan memiliki tekanan yang sama untuk setiap variasi, yaitu 500 kPa.
Daya maksimal yang dapat dihasilkan oleh sistem ORC menggunakan R12 adalah 2,23 kW. Sementara
daya maksimal yang dapat dihasilkan oleh sistem ORC menggunakan R134a sebesar 2,15 kW.

(a) (b)
Gambar 6 Perbandingan daya output dengan kalor input sistem pada (a) Refrigerant R12 dan (b)
Refrigerant R134a

Bila membandingkan daya keluaran turbin dengan kalor masuk ke sistem ORC, efisiensi sistem
akan didapatkan dengan menggunakan persamaan (1). Hasilnya diperlihatkan pada Gambar 7. Efisiensi
tertinggi adalah 19,95 % pada fluida R12 dengan tekanan 4000 kPa, lebih tinggi 1,6 % dibandingkan
R134a. Hal tersebut juga merupakan nilai optimal, karena tekanan 4000 kPa berada sedikit di bawah
critical pressure kedua refrigerant.

Gambar 7 Perbandingan efisiensi sistem ORC menggunakan refrigerant R12 dan R134a

4. Kesimpulan
Desain sistem ORC memanfaatkan exhaust gas mesin diesel telah berhasil dilakukan. R12 dan
R134a digunakan sebagai fluida kerja untuk menhasilkan daya skala kecil. Dari hasil simulasi,
didapatkan DELTH pada heat exchanger semakin menurun dan DELTL meningkat. Sementara itu,
diperlukan laju aliran massa refrigerant yang semakin kecil seiring peningkatan tekanan output pompa.
Sehingga, laju transfer kalor juga mengalami penurunan. Peningkatan tekanan menyebabkan daya yang
dihasilkan pada turbin meningkat. Daya tertinggi adalah 2,23 kW pada R12 dan 2,15 kW pada R134a.

I - 26 SENTRA 2020
Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2020
ISSN (Cetak) 2527-6042
eISSN (Online) 2527-6050

Efisiensi sistem tertinggi yang dapat dicapai adalah 19,95% oleh R12 pada tekanan 4000 kPa. Hal
tersebut menunjukkan bahwa penggunaan R12 sebagai fluida kerja ORC lebih baik dibandingkan
R134a, terutama pada tekanan yang tinggi.

Referensi
[1] Indonesia Energy Outlook 2019. Dokumen Teknis. Dewan Energi Nasional. September 2019.
[2] Ringler J, Seifert M, Guyotot V, et al. Rankine cycle for waste heat recovery of
IC engines. SAE International Journal of Engineering. 2009; 2 (2009-01-0174): 67-76.
[3] Yunus A. Cengel dan Michael A. Boles. Thermodynamics An Engineering Approach. McGraw-
Hill, Inc.
[4] Yang C, Wang W,Xie H. An efficiency model and optimal control of the vehicular diesel exhaust
heat recovery system using an organic Rankine cycle. Energy. 2019; 171: 547-555.
[5] Hoang AT. Waste heat recovery from diesel engines based on Organic Rankine Cycle. Applied
Energy. 2018; 231: 138–166.
[6] Shu G, Shi L, Tian H, et al. Configurations selection maps of CO2-based transcritical Rankine cycle
(CTRC) for thermal energy management of engine waste heat. Applied Energy. 2017; 186: 423-35.
[7] Cignitti S, Andreasen JG, Haglind F, et al. Integrated working fluid thermodynamic cycle design
of organic Rankine cycle power systems for waste heat recovery. Applied Energy. 2017; 203: 442-
53.
[8] Shu G, Zhao M, Tian H, et al. Experimental comparison of R123 and R245fa as working fluids for
waste heat recovery from heavy-duty diesel engine. Energy. 2016; 115: 756-69.
[9] Ni J, Wang Z, Zhao L, Zhang Y, Zhang Z, Ma M, Lin S. Dynamic simulation and analysis of
Organic Rankine Cycle system for waste recovery from diesel engine. Energy Procedia. 2017; 142:
1274-1281.
[10] Matnawi Z, Kamarudin SK, Abdullah SRS, Lam SS. The Potential of Exhaust Waste Heat
Recovery (Whr) From Marine Diesel Engines Via Organic Rankine Cycle. Energy. 2018; S0360-
5442: 32-54.
[11] Alshammari F, Pesyridis A, Karvountzis-Kontakiotis A, Franchetti B, Pesmazoglou Y.
Experimental study of a small scale organic Rankine cycle waste heat recovery system for a heavy
duty diesel engine with focus on the radial inflow turbine expander performance. Applied Energy.
2019; 215: 543-555.
[12] Liu P, Shu G, Feng W, Shi L, Xu Z. Preliminary experimental comparison and feasibility analysis
of CO2/R134a mixture in Organic Rankine Cycle for waste heat recovery from diesel engines.
Energy Conversion and Management. 2019; 198: 111-176.
[13] Hussain D, Sharma M, Shukla AK. Investigative analysis of light duty diesel engine through dual
loop organic rankine cycle. Materials Today: Proceedings. 2020; 6: 166.
[14] Yang C, Wang W, Xie H. An efficiency model and optimal control of the vehicular diesel
exhaust heat recovery system using an organic Rankine cycle. Energy. 2019; 171: 547-555.
[15] Generac, Industrial Diesel Generator Set, SD010/2,2L/10 kW. Datasheet. Waukesha, 2020.
[16] Nouman, Jamal. Comparative studies and analyses of working fluids for Organic Rankine Cycles
– ORC. Thesis, Division of Thermodynamics and Refrigeration, School of Industrial Engineering,
Stockholm, 2012.
[17] Guo T, Wang H, Zhang S. Fluid selection for a low-temperature geothermal organic Rankine cycle
by energy and exergy. Thesis, Department of Thermal Energy and Refrigeration Engineering,
Tianjin University, Tianjin, 2008.

SENTRA 2020 I - 27

Anda mungkin juga menyukai