Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

A. Pengertian

Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba


yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori
yang bersifat sementara (Arvin, 2016).

Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan
gejala dengan demam (Arvin, 2016).

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu


tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik,
sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini
disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada
infeksi bakteri atau virus. (Arvin, 2016).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah


bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di
jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.

B. Etiologi

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk


tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan
elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia,
overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan
idiopati (tidak diketahui etiologinya). (Hidayat, 2017)

1. Intrakranial

Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik


Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra
ventrikular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom
Smith– Lemli – Opitz.
2. Ekstra kranial

Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia,


gangguan elektrolit (Na dan K)

Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.

Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino,


ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.

3. Idiopatik

Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)

C. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan


energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi
paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler. (Elson, 2015)

Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi
oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan
permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida. (Elson, 2015)

Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+


rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu
perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat
perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel. (Hidayat, 2017)

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan


konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak
misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari
patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang
anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang
dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan
dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion
NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan
listrik. (Arvin, 2016)

Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas


keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang
yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. (Elson, 2015)

Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai


apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal
yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis. (Elson,
2015)

D. Manifestasi klinik

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan


dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh
infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut,
bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
klonik. (Widjaja, 2015)

Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam,


mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang
mengakibatkan anak menderita epilepsy.

untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2
golongan yaitu : (Widjaja, 2015)

1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)

2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever

Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut


setelah dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis
kejang demam sederhana, yaitu : (Potter, 2018)

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.


3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal


tidak menunjukkan kelainan.

E. Klasifikasi

Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus


badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang,
klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik. (Potter, 2018)

a. Kejang Tonik

Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan
rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan
komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan
tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan
dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi
lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang
menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang
disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau
kernikterus

b. Kejang Klonik

Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan


pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang
klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai
gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk
kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada
bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.

c. Kejang Mioklonik

Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi


lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.
Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda
kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada
kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.

F. Diagnosa Banding Kejang Pada Anak

Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan
mioklonus nokturnal benigna. (Widjaja, 2015)

a. Gemetar

Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering


membingungkan terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini
dapat terlihat pada anak normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia,
hipokapnia dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan ensepalopati
hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan
irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya
menyerupai klonik .

b. Apnea

Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti


napas 3-6 detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 – 15 detik.
Berhentinya pernafasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung,
tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut
pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 – 15 detik terdapat
pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan.

Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada


BBLR perlu di curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan
batang otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea
yang termasuk gejala kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan
kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.

c. Mioklonus Nokturnal Benigna

Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua


orang waktu tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa
pergerakan fleksi pada jari persendian tangan dan siku yang berulang.
Apabila serangan tersebut berlangsung lama dapat dapat disalahartikan
sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik nokturnal
benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya
selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal.
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan

G. Penatalaksanaan

Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang


merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang
memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.

Penatalaksanaan Umum terdiri dari : (Potter, 2018)

1. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati

2. Memonitor pernafasan dan denyut jantung

3. Usahakan suhu tetap stabil

4. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain

5. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena

Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera


dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2
– 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan
larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca –
glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat
menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai
kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10
% sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.

Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam


bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 %
mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala
hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.

Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan


metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat
konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek
mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki
sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia).
Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama
20 menit.

Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk


memberantas kejang pada BBL dengan alasan

1. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya

2. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat


pernafasan

3. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi


peningkatan bilirubin dalam darah.

H. Pemeriksaan Fisik Dan Laboratorium

a. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan


neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan
seperti berikut :

1) hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang
multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya
menunjukkan adanya kelainan struktur otak.

2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan


hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil
terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid
mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.

3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala


berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang
tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan
intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau
subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari
luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang
disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan


kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex
serebri.
5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina
atau subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma
subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis,
infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan
pelebaran vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom
hiperviskositas.

6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan


cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau
hidrosefalus.

7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya


sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia
otak.

b. Pemeriksaan laboratorium

Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa


pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini
berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan
meningitis bakterilisasi.

Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu

1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah


rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan
intraventikuler.

2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen,


amonia dan analisis gas darah.

3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan


kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus
diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan
adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi
lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung
yang diisi cairan serebro spinal

4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia


5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG
juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan.
Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat
gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk
isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 %
diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal.
Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya
pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat
meramalkan prognosis.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian

Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah


observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang
mempunyai karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor
efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus
didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.

Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk


mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa
meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.

1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus /


kekuatan otot. Gerakan involunter

2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi
dengan penurunan nadi dan pernafasan

3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan


keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.

4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih


dan tonus spinkter

5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang


berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi

6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi


serebra

7. Riwayat jatuh / trauma


B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran,


kehilangan koordinasi otot.

2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan


neoromuskular

3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh

4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan

5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi

C. INTERVENSI

Diagnosa 1

Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan


koordinasi otot.

Tujuan

Cidera / trauma tidak terjadi

Kriteria hasil

Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan


keamanan lingkungan

Intervensi

Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan


umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan
beberapa kali terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah
kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang.

Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian


therapi anti compulsan

Diagnosa 2

Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan


neuromuskular

Tujuan

Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi

Kriteria hasil

Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak
ada, RR dalam batas normal

Intervensi

Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler.
Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi

Diagnosa 3

Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh

Tujuan

Aktivitas kejang tidak berulang

Kriteria hasil

Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal

Intervensi

Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada
klien. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres
dingin pda daerah dahi dan ketiak.

Diagnosa 4

Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan

Tujuan

Kerusakan mobilisasi fisik teratasi

Kriteria hasil

Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi

Intervensi

Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu
klien dalam pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai
kemampuan klien. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.

Diagnosa 5

Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi

Tujuan

Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil

Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak
bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.

Intervensi

Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien.
Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes.
Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti.
Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.

D. EVALUASI

1. Cidera / trauma tidak terjadi

2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi

3. Aktivitas kejang tidak berulang

4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi

5. Pengetahuan keluarga meningkat


DAFTAR PUSTAKA

Arvin, Ann M. (2016) Demam: A. Samik Wawab. Ilmu Kesehatan Anak N


Elson. Edisi bahasa Indonesia. Edisi 15 Vol 2 J akarta: EGC, 2015
Hidayat, A.A.A, (2017) Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan buku 2, Jakarta: Selemba Medika
Widjaja, (2015). Mencegah dan Mengatasi Demem pada Anak Balita, Kawan Pustaka:
Jakarta
Potter, P. A, Perry, A. 6, (2018), Fundamental Of Nursing, Edisi 2, Mosby St Luis
Missionari, USA
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA “An.A” DENGAN KEJANG DEMAM
DI RUANGAN AR-RAUDAH
RSUD HAJI MAKASSAR

OLEH:
NUR SYAHRAENY RAMLI
21.04.018

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(...........................................) (...........................................)

STIKES PANAKUKANG MAKASSAR


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2021/2022

Anda mungkin juga menyukai