Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 42 Tahun 2019).
Imun adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan
mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka serangan kuman tertentu. Jadi imunisasi
adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin
kedalam tubuh. (Depkes RI, 2018).
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan
(imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit. (Yupi S, 2020).
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak terpajan pada antigen yang serupa, tidak
terjadi penyakit. (Ranuh dkk, 2018).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan
pada bayi dan anak dengan memasukkan antigen yang berupa virus atau bakteri ke dalam
tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu.
Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah bahan yang di pakai untuk merangsang
pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin
BCG, DPT, Campak, dan melalui mulut seperti vaksin Polio.
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal terhadap
penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya
terdapat tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang
disuntikan, waktu antara pemberian imunisasi, mengingat efektif dan tidaknya imunisasi
tersebut akan tergantung dari faktor yang mempengaruhinya sehingga kekebalan tubuh
dapat diharapkan pada diri anak.
B. Jenis-Jenis Imunisasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 42 Tahun 2013, berdasarkan sifat
penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi wajib dan imunisasi
pilihan.
1. Imunisasi wajib
Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk
seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan
dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Imunisasi wajib diberikan
sesuai jadwal sebagaimana ditetapkan dalam pedoman penyelenggaraan imunisasi.
Imunisasi wajib terdiri atas:
a. Imunisasi rutin
Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terus
menerus sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi
lanjutan. Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun. Jenis
imunisasi dasar yaitu:
1) Bacillus Calmette Guerin (BCG)
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau
yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG,
pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang berat seperti TBC pada selaput
otak, TBC milier (pada seluruh lapangan paru), atau TBC tulang. Imunisasi
BCG berfungsi untuk mencegah penularan Tuberkulosis (TBC) tuberkulosis
disebabkan oleh sekelompok bakteria bernama Mycobacterium tuberculosis
complex. Imunisasi BCG ini merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC
yang telah dilemahkan. Menurut Nufareni (2003), Imunisasi BCG tidak
mencegah infeksi TB tetapi mengurangi risiko TB berat seperti meningitis TB
atau TB miliar. Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 kali dan waktu
pemberian imunisasi BCG pada umur 0 – 11 bulan, akan tetapi pada umumnya
diberikan pada bayi umur 2 – 3 bulan, kemudian cara pemberian imunisasi
BCG melalui intradermal. Efek samping pada BCG dapat terjadi ulkus pada
daerah suntikan dan dapat terjadi limfadenitis regional dan reaksi panas. Untuk
pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis.Cara pemberian dan dosis
imunisasi BCG :
a) Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu.
Melarutkan dengan menggunakan alat-alat suntik steril dan menggunakan
cairan pelarut (NacL 0,9 %) sebanyak 4 cc
b) Dosis pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali
c) Disuntikkan secara intracutan di daerah lengan kanan atas pada insersio
musculus deltoideus
d) Vaksin harus digunakan sebelum lewat 3 jam dan Vaksin akan rusak bila
terkena sinar matahari langsung. Botol kemasan, biasanya terbuat dari
bahan yang berwarna gelap untuk menghindari cahaya karena cahaya atau
panas dapat merusak vaksin BCG sedangkan pembekuan tidak merusak
vaksin BCG. Vaksin BCG di buat dalam vial, di mana kemasannya ada 1 cc
dan 2 cc.
e) Kontra indikasi : Uji Tuberculin > 5 mm, Sedang menderita HIV, Gizi
buruk, Demam tinggi, Infeksi kulit luas, dan Pernah menderita TBC
f) Efek samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi umum seperti demam. Setelah 1-
2 minggu penyuntikan biasanya akan timbul indurasi dan kemerahan di
tempat suntikan yang akan berubah menjadi pustula dan akan pecah
menjadi luka dan hal ini tidak perlu pengobatan dan akan sembuh spontan
dalam 8-12 minggu dengan jaringan parut. Kadang-kadang terjadi
pembesaran kelenjar limfe di ketiak atau pada leher yang terasa padat dan
tidak sakit serta tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal dan tidak
memerlukan pengobatan dan akan hilang dengan sendirinya.
2) Diphtheria Pertusis Tetanus (DPT)
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit diphteri, pertusis dan tetanus. Imunisasi DPT ini merupakan vaksin
yang mengandung racun kuman diphteri yang telah dihilangkan sifat racunnya
akan tetapi masih dapat merangsang pembentukan zat anti (Toxoid). Frekuensi
pemberian imunisasi DPT adalah 3 kali dengan maksud pemberian pertama zat
anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan) terhadap vaksin dan
mengaktifkan organ – organ tubuh membuat zat anti, kedua dan ketiga
terbentuk zat anti yang cukup. Waktu pemberian imunisasi DPT antara umur 2
– 11 bulan dengan interval 4 minggu. Cara pemberian imunisasi DPT melalui
intramuscular. Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi
intramuskular. Cara memberiakn vaksin ini, sebagai berikut:
a) Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh
kaki telanjang
b) Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi
c) Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk
d) Masukkan jarum dengan sudut 90 derajat
e) Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk ke
dalam otot. Untuk mengurangi rasa sakit, suntikkan secara pelan-pelan.
Efek samping pada DPT mempunyai efek ringan dan efek berat, efek ringan
seperti pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam sedangkan
efek berat dapat menangis hebat kesakitan kurang lebih 4 jam, kesadaran
menurun, terjadi kejang, enchefalopati, dan syok.
3) Hepatitis B
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi
pemberian imunisasi hepatitis 3 kali. Waktu pemberian imunisasi hepatitis B
pada umur 0 – 11 bulan. Cara pemberian imunisasi hepatitis ini adalah
intramuscular. Cara Pemberian dan Dosis imunisasi hepatitis B :
a) Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu agar suspense menjadi
homogeny
b) Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml secara IM sebaiknya pada
anterolateral paha.
c) Pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 x
d) Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari dan selanjutnya dengan interval
waktu minimal 4 minggu.
e) Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin dan penderita infeksi berat disertai
kejang, masih diizinkan untuk pasien batuk/pilek.
f) Efek Samping
(1)Reaksi local seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakkan disekitar
tempat bekas penyuntikan.
(2)Reaksi sistemik seperti demam ringan, lesu dan perasaan tidak enak pada
saluran cerna
(3)Reaksi yang terjadi akan hilang dengan sendirinya setelah 2 hari.
4) Polio
Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit poliomyelitis.
Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Terdapat 2 macam
vaksin polio:
a) Inactivated Polio Vaccine (IPV = Vaksin Salk), mengandung virus polio
yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.
b) Oral Polio Vaccine (OPV = Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang
telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.
Frekuensi pemberian imunisasi Polio adalah 4 kali. Waktu pemberian
imunisasi Polio antara umur 0 – 11 bulan dengan interval 4 minggu. Cara
pemberian imunisasi Polio melalui oral. Cara pemberian dan dosis imunisasi
polio :
a) Diberikan secara oral sebanyak 2 tetes di bawah lidah langsung dari botol
tanpa menyentuh mulut bayi. Diberikan 4 x dengan interval waktu minimal
4 minggu
b) Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru.
c) Kontraindikasi
(1) Pada individu yang menderita imunedeficiency tidak ada efek yang
berbahaya yang timbul akibat pemberian Polio pada anak yang sedang
sakit. Namun, jika ada keraguan misalnya sedang menderita diare atau
muntah, demam tinggi >38,5˚C, maka dosis ulangan dapat di berikan
setelah sembuh.
(2) Pasien yang mendapat imunosupresan
d) Efek samping
Pada umumnya tidak ada efek samping. Tetapi ada hal yang perlu
diperhatikan setelah imunisasi polio yaitu setelah anak mendapatkan
imunisasi polio maka pada tinja si anak akan terdapat virus polio selama 6
minggu sejak pemberian imunisasi. Karena itu, untuk mereka yang
berhubungan dengan bayi yang baru saja diimunisasi polio supaya menjaga
kebersihan dengan mencuci tangan setelah mengganti popok bayi.
5) Campak
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat menular. Penyakit
infeksi ini disebabkan oleh virus morbilli yang menular melalui droplet. Gejala
awal ditunjukkan dengan adanya kemerahan yang mulai timbul pada bagian
telinga, dahi dan menjalar kewajah dan anggota badan. Selain itu, timbul
gejala seperti flu disertai mata berair dan kemerahan (konjungtivitis). Setelah
3-4 hari, kemerahan mulai hilang dan berubah menjadi kehitaman yang akan
tampak bertambah dalam 1-2 minggu dan apabila sembuh , kulit akan tampak
seperti bersisik. Imunisasi campak diberikan pada anak usia 9 bulan sebanyak
satu kali dengan rasional kekebalan dari ibu terhadap penyakit campak
berangsur akan hilang sampai usia 9 bulan. Kandungan vaksin ini adalah virus
yang dilemahkan. Waktu pemberian imunisasi campak pada umur 9 – 11
bulan. Cara pemberian imunisasi campak melalui subkutan kemudian efek
sampingnya adalah dapat terjadi ruam pada tempat suntikan dan panas.
2. Imunisasi lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat
kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi lanjutan
diberikan pada :
1) anak usia bawah tiga tahun (Batita)
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia bawah tiga tahun
(Batita) terdiri atas Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau
Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-
HB-Hib) dan Campak.
2) anak usia sekolah dasar
Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada
anak usia sekolah dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas
Diphtheria Tetanus (DT), Campak, dan Tetanus diphteria (Td).
3) wanita usia subur
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur berupa
Tetanus Toxoid (TT).
3. Imunisasi tambahan
Imunisasi tambahan diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko
terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu.
Pemberian imunisasi tambahan tidak menghapuskan kewajiban pemberian
imunisasi rutin.
4. Imunisasi khusus
Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk
melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. Situasi
tertentu antara lain persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan
perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar
biasa. Jenis imunisasi khusus antara lain terdiri atas imunisasi Meningitis
Meningokokus, imunisasi demam kuning, dan imunisasi Anti Rabies (VAR).
5. Imunisasi pilihan
Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang
sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari
penyakit menular tertentu. Jenis imunisasi pilihan dapat berupa imunisasi
Haemophillus influenza tipe b (Hib), Pneumokokus, Rotavirus, Influenza,
Varisela, Measles Mumps Rubella, Demam Tifoid, Hepatitis A, Human
Papilloma Virus (HPV), dan Japanese Encephalitis.
a. Imunisasi MMR (Measles, Mumps, Rubella)
Vaksin MMR bertujuan untuk mencegah Measles (campak), Mumps
(gondongan) dan Rubella merupakan vaksin kering yang mengandung virus
hidup, harus disimpan pada suhu 2–80C atau lebih dingin dan terlindung dari
cahaya. Vaksin harus digunakan dalam waktu 1 (satu) jam setelah dicampur
dengan pelarutnya, tetap sejuk dan terhindar dari cahaya, karena setelah
dicampur vaksin sangat tidak stabil dan cepat kehilangan potensinya pada
temperatur kamar. Vaksin MMR harus diberikan sekalipun ada riwayat
infeksi campak, gondongan dan rubella atau sudah mendapatkan imunisasi
campak; anak dengan penyakit kronis seperti kistik fibrosis, kelainan jantung
bawaan, kelainan ginjal bawaan, gagal tumbuh, sindrom Down; anak berusia
≥ 1 tahun day care yang centre, berada family day di care dan playgroups;
dan anak yang tinggal di lembaga cacat mental.
Kontra Indikasi:
1) Anak dengan penyakit keganasan yang tidak diobati atau dengan
gangguan imunitas, yang mendapat pengobatan dengan imunosupresif
atau terapi sinar atau mendapat steroid dosis tinggi (ekuivalen dengan 2
mg/kgBB/hari prednisolon)
2) Anak dengan alergi berat (pembengkakan pada mulut atau tenggorokan,
sulit bernapas, hipotensi dan syok) terhadap gelatin atau neomisin
3) Pemberian MMR harus ditunda pada anak dengan demam akut, sampai
penyakit ini sembuh
4) Anak yang mendapat vaksin hidup yang lain (termasuk BCG dan vaksin
virus hidup) dalam waktu 4 minggu. Pada keadaan ini imunisasi MMR
ditunda lebih kurang 1 bulan setelah imunisasi yang terakhir. Individu
dengan tuberkulin positif akan menjadi negatif setelah pemberian vaksin
5) Wanita hamil tidak dianjurkan mendapat imunisasi MMR (karena
komponen rubela) dan dianjurkan untuk tidak hamil selama 3 bulan
setelah mendapat suntikan MMR.
6) Vaksin MMR tidak boleh diberikan dalam waktu 3 bulan setelah
pemberian imunoglobulin atau transfusi darah yang mengandung
imunoglobulin (whole blood, plasma). Dengan alasan yang sama
imunoglobulin tidak boleh diberikan dalam waktu 2 minggu setelah
vaksinasi.
7) Defisiensi imun bawaan dan didapat (termasuk infeksi HIV). Sebenarnya
HIV bukan kontra indikasi, tetapi pada kasus tertentu, dianjurkan untuk
meminta petunjuk pada dokter spesialis anak (konsultan).
Dosis: Dosis tunggal 0,5 ml suntikan secara intra muskular atau subkutan
dalam.
Jadwal:
1) Diberikan pada usia 12–18 bulan.
2) Pada populasi dengan insidens penyakit campak dini yang tinggi,
imunisasi MMR dapat diberikan pada usia 9 (sembilan) bulan.
b. Imunisasi Thypus Abdominalis
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit thypus abdominalis, dalam persediaannya, khususnya di Indonesia
terdapat 3 jenis vaksin thypus abdominalis diantaranya kuman yang
dimatikan, kuman yang dilemahkan (vivotif, berna), dan antigen kapsular
Vi Polysaccharide (Typhimvi, Pasteur meriux). Pada vaksin kuman yang
dimatikan, dapat diberikan untuk bayi 6 – 12 bulan adalah 0,1 mL, 1 – 2
tahun 0,2 mL, dan 2 – 12 tahun adalah 0,5 mL, pada imunisasi awal dapat
diberikan sebanyak 2 kali dengan interval 4 minggu kemudian penguat
setelah 1 tahun kemudian. Pada vaksin kuman yang dilemahkan dapat
diberikan dalam bentuk capsul enteric coated sebelum makan pada hari 1, 2,
5, pada anak diatas usia 6 tahun dan pada antigen kapsular diberikan pada
usia diatas 2 tahun dan dapat diulang tiap 3 tahun.
c. Imunisasi Varicella
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit varicella (cacar air). Vaksin varicella merupakan virus hidup
varicella zoster strain OK yang dilemahkan. Vaksin diberikan mulai umur
masuk sekolah (5 tahun) Pada anak ≥ 13 tahun vaksin di anjurkan dua kali
selang 4 minggu. Pada keadaan terjadi kontak dengan kasus varisela, untuk
pencegahan vaksin dapat diberikan dalam waktu 72 jam setelah penularan
(dengan persyaratan: kontak dipisah/tidak berhubungan).
Kontra Indikasi:
1) Demam tinggi
2) Hitung limfosit kurang dari 1200/µl atau adanya bukti defisiensi
imun selular seperti selama pengobatan induksi penyakit keganasan
atau fase radioterapi
3) Pasien yang mendapat pengobatan dosis tinggi kortikosteroid (2
mg/kgBB per hari atau lebih)
4) Alergi neomisin
Dosis dan Jadwal: Dosis 0,5 ml suntikan secara subkutan, dosis
tunggal
d. Imunisasi Hepatitis A
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
hepatitis A.
Rekomendasi:
1) Populasi risiko tinggi tertular Virus Hepatitis A (VHA).
2) Anak usia ≥ 2 tahun,didaerahterutamaendemis.Padaanakusia>2 tahun
antibodi maternal sudah menghilang. Di lain pihak, kehidupan
sosialnya semakin luas dan semakin tinggi pula paparan terhadap
makanan dan minuman yang tercemar.
3) Pasien Penyakit Hati Kronis, berisiko tinggi hepatitis fulminan bila
tertular VHA.
4) Kelompok lain: pengunjung ke daerah endemis; penyaji makanan; anak
usia 2–3 tahun di Tempat Penitipan Anak (TPA); staf TPA; staf dan
penghuni institusi untuk cacat mental; pria homoseksual dengan
pasangan ganda; pasien koagulopati; pekerja dengan primata bukan
manusia; staf bangsal neonatologi.
Kontra Indikasi:
Vaksin VHA tidak boleh diberikan kepada individu yang mengalami
reaksi berat sesudah penyuntikan dosis pertama
Dosis dan Jadwal:
1) Dosis vaksin bervariasi tergantung produk dan usia resipien
2) Vaksin diberikan 2 kali, suntikan kedua atau booster bervariasi antara 6
sampai 18 bulan setelah dosis pertama, tergantung produk
3) Vaksin diberikan pada usia ≥ 2 tahun
e. Vaksin Tifoid
Vaksin tifoid oral dibuat dari kuman Salmonella typhi galur non patogen
yang telah dilemahkan, menimbulkan respon imun sekretorik IgA,
mempunyai reaksi samping yang lebih rendah dibandingkan vaksin
parenteral. Kemasan dalam bentuk kapsul. Penyimpanan pada suhu 2 –
80C. Vaksin tifoid oral diberikan untuk anak usia ≥ 6 tah
Kontra Indikasi:
1) Vaksin Tifoid Oral
a) Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik,
sulfonamid atau antimalaria yang aktif terhadap Salmonella.
b) Pemberian vaksin polio oral sebaiknya ditunda dua minggu setelah
pemberian terakhir dari vaksin tifoid oral (karena vaksin ini juga
menimbulkan respon yang kuat dari interferon mukosa)
2) Vaksin tifoid polisakarida parenteral
a) Alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin.
b) Pada saat demam, penyakit akut maupun penyakit kronik progresif.
Dosis dan Jadwal:
1) Vaksin tifoid oral
a) Satu kapsul vaksin dimakan tiap hari, satu jam sebelum makan
dengan minuman yang tidak lebih dari 370C, pada hari ke 1, 3 dan
5.
b) Kapsul ke 4 diberikan pada hari ke 7 terutama bagi turis.
c) Kapsul harus ditelan utuh dan tidak boleh dibuka karena kuman
dapat mati oleh asam lambung.
d) Imunisasi ulangan diberikan tiap 5 tahun. Namun pada individu
yang terus terekspose dengan infeksi Salmonella sebaiknya
diberikan 3–4 kapsul tiap beberapa tahun.
e) Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, walaupun telah
mendapatkan imunisasi tetap dianjurkan untuk memilih makanan
dan minuman yang higienis.
2) Vaksin tifoid polisakarida parenteral
a) Dosis 0,5 ml suntikan secara intra muskular atau subkutan pada
daerah deltoid atau paha
b) Imunisasi ulangan tiap 3 tahun
c) Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, walaupun telah
mendapatkan imunisasi tetap dianjurkan untuk memilih makanan
dan minuman yang higienis
f. Imunisasi HiB (Haemophilus influenza tipe B)
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit influenza tipe B. Vaksin Hib adalah vaksin polisakarida
konyugasi dalam bentuk liquid, yang dapat diberikan tersendiri atau
dikombinasikan dengan vaksin DPaT (tetravalent) atau DpaT/HB
(pentavalent) atau DpaT/HB/IPV (heksavalent).
Kontra Indikasi: Vaksin tidak boleh diberikan sebelum bayi berumur 2
bulan karena bayi tersebut belum dapat membentuk antibodi
Dosis dan Jadwal:
1) Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan, diberikan sebanyak 3 kali
dengan jarak waktu 2 bulan.
2) Dosis ulangan umumnya diberikan 1 tahun setelah suntikan terakhir.
Imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikan kebal pada bayi dan anak dari
berbagai penyakit, diharapkan bayi atau anak tetap tumbuh dalam keadaan sehat. Pada
dasarnya dalam tubuh sudah memiliki pertahanan secara sendiri agar berbagai kuman
yang masuk dapat dicegah, pertahan tubuh tersebut meliputi pertahanan nonspesifik dan
pertahanan spesifik, proses mekanisme pertahanan dalam tubuh pertama kali adalah
pertahanan nonspesifik seperti complemen dan makrofag dimana complemen dan
makrofag ini yang pertama kali akan memberikan peran ketika ada kuman yang masuk
ke dalam tubuh. Setelah itu maka kuman harus melawan pertahanan tubuh yang kedua
yaitu pertahanan tubuh spesifik terdiri dari system humoral dan seluler. System
pertahanan tersebut hanya bereaksi terhadap kuman yang mirip dengan bentuknya.
System pertahanan humoral akan menghasilkan zat yang disebut imonuglobulin (IgA,
IgM, IgG, IgE, IgD) dan system pertahanan seluler terdiri dari limfosit B dan limfosit T,
dalam pertahanan spesifik selanjutnya akan menghasilkan satu sel yang disebut sel
memori, sel ini akan berguna atau sangat cepat dalam bereaksi apabila sudah pernah
masuk ke dalam tubuh, kondisi ini yang digunakan dalam prinsip imunisasi. Berdasarkan
proses tersebut diatas maka imunisasi dibagi menjadi dua yaitu imunisasi aktif dan
imunisasi pasif.
1. Imunisasi aktif
Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu
proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imonologi spesifik yang
menghasilkan respons seluler dan humoral serta sel memori, sehingga apabila benar-
benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespons. Dalam imunisasi aktif
terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya antara lain :
a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba
guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa poli sakarida, toksoid atau
virus dilemahkan atau bakteri dimatikan.
b. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan.
c. Preservatif, stabilizer, dan antibiotika yang berguna untuk menhindari tubuhnya
mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen.
d. Adjuvant yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan
imonogenitas antigen.
2. Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses meningkatkan kekebalan tubuh dengan cara
pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi
yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui
plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang
sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.
C. Cara Pemberiaan Imunisasi
Berikut ini adalah cara pemberiaan dan waktu yang tepat untuk pemberian
imunisasi. Cara Pemberiaan Imunisasi Dasar. (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 42
Tahun 2013)
Jenis Dosis Cara Pemberian Tempat
Vaksin
Hepatitis B 0,5 ml Intra Muskuler Paha
BCG 0,05 ml Intra Kutan Lengan kanan atas
Polio 2 tetes Oral Mulut
DPT-HB-Hib 0,5 ml Intra Muskuler Paha untuk bayi
Lengan kanan
untuk batita
Campak 0,5 ml Sub Kutan Lengan kiri atas
DT 0,5 ml Intra Muskuler Lengan kiri atas
Td 0,5 ml Intra Muskuler Lengan kiri atas
TT 0,5 ml Intra Muskuler Lengan kiri atas
Jarak minimal antar dua pemberian imunisasi yang sama adalah 4 (empat) minggu.
Tidak ada batas maksimal antar dua pemberian imunisasi.
Waktu
Sasaran Imunisasi
Pelaksanaan
Kelas 1 SD Campak Agustus
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 3 SD Td November
DT 3 – 7 tahun 6 minggu
BCG
1 tahun
- Kristal Dibawah 20% dalam 3 – 14 hari
Dipakai dalam 1 kali
- Cair Dipakai dalam 1 kali kerja
kerja
Campak
2 tahun
- Kristal 1 minggu
Dipakai dalam 1 kali
- Cair Dipakai dalam 1 kali kerja
kerja
F. Pemberian Imunisasi
Apapun imunisasi yang diberikan, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan
perawat, yaitu sebagai berikut :
1. Orang tua anak harus ditanyakan aspek berikut.
a. Status kesehatan anak saat ini, apakah dalam kondisi sehat atau sakit,
b. Pengalaman/reaksi terhadap imunisasi yang pernah didapat sebelumnya,
c. Penyakit yang dialami di masa lalu dan sekarang.
2. Orang tua harus mengerti tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (PD3I) terlebih dahulu sebelum menerima imunisasi
(informed consent). Pengertian mencakup jenis imunisasi, alasan diimunisasi, manfaat
imunisasi, dan efek sampingnya.
3. Catatan imunisasi yang lalu (apabila sudah pernah mendapat imunisasi sebelumnya),
pentingnya menjaga kesehatan melalui tindakan imunisasi.
4. Pendidikan kesehatan untuk orang tua. Pemberian imunisasi pada anak harus didasari
pada adanya pemahaman yang baik dari orang tua tentang imunisasi sebagai upaya
pencegahan penyakit. Perawat harus memberikan pendidikan kesehatan ini sebelum
imunisasi diberikan pada anak. Gali pemahaman orang tua tentang imunisasi anak.
Gunakan pertanyaan terbuka untuk mendapatkan informasi seluas luasnya tentang
pemahaman orang tua berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan anak melalui
pencegahan penyakit dengan imunisasi supaya dapat memberikan pemahaman yang
tepat. Pada akhirnya diharapkan adanya kesadaran orang tua untuk memelihara
kesehatan anak sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
5. Kontraindikasi pemberiaan imunisasi. Ada beberapa kondisi yang menjadi
pertimbangan untuk tidak memberikan imunisasi pada anak, yaitu:
a. Flu berat atau panas tinggi dengan penyebab yang serius
b. Perubahan pada system imun yang tidak dapat memberi vaksin virus hidup.
c. Sedang dalam pemberian obat-obat yang menekan system imun, seperti
sitostatika, transfuse darah, dan imonoglobulin
d. Riwayat alergi terhadap alergi terhadap pemberian vaksin sebelumnya seperti
e. pertusis.
Berdasarkan tabel di atasmenunjukan Distribusi Umur Wanita Usia Subur (WUS) berjumlah
80 orang ,yang termasuk pasangan usia subur (PUS) 122 orang dan yang tidak berjumlah
orang, PUS termasuk akseptor KB berjumlah 61 orang dan yang tidak berjumlah 15 orang
yang ikut KB Ibu berjumlah 61 orang, alasan tidak ber KB yang terbanyak adalah termasuk
dalam lain-lain berjumlah 19 orang dan yang paling sedikit tidak diijinkan berjumlah 3
orang.
2.5.1 Pengertian PHBS
Tujuan perilaku hidup bersih dan sehat itu adalah untuk meningkatkan
pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan keluarga agar berdaya
dalam berprilaku hidup bersih dan sehat. (Dewi, 2007).