Teori Akuntansi Aset
Teori Akuntansi Aset
ASET
Nama Kelompok 1 :
1. Daud Dody Irwansyaf
24932
2. Ni Made Anggi L.P.W. 25106
3. Evi Yuniasari S. 25110
4. Getta Septina Wibowo
25115
5. Leilyta Vika Permatasari 25133
DEFINISI ASET
The IASB (AASB) Framework for the Preparation and Presentation of FInancial Statements
(para49) mendefinisikan asset sebagai berikut:
“aset adalah sumber daya yang dikendalikan oleh entitas sebagai akibat peristiwa masa lalu dan
memberikan manfaat ekonomi di masa yang akan datang.”
Pada th 1970-an FASB Ijiri ditugaskan untuk melakukan proyek penelitian tentang kontrak
pelaksana. Ijiri beralasan bahwa kontrak pelaksana 'tampaknya memenuhi pengakuan pengujian pertama
sebagai aset dalam laporan keuangan'. Dalam contoh konstruksi di atas, kedua belah pihak memiliki 'hak
untuk memperbaiki kinerja masa depan'. Ijiri menyimpulkan bahwa setelah hak kontraktual memenuhi
definisi aktiva), kemudian harus memenuhi kriteria pengakuan 'sebelum dicatat. satu kriteria adalah
kegunaan, kriteria yang lain adalah 'ketegasan' kontrak.Kontrak yang belum dilaksanakan oleh salah satu
pihak mempunyai status yang disebut kontrak eksekutori, yang berarti belum berlaku. Sebelum berlaku,
kontrak semata-mata merupakan kesepakatan atau janji yang bersifat saling mengimbangi antara hak dan
kewajiban. Sebelum salah satu pihak berprestasi pada saatnya, hak dan kewajiban pihak lain belum terjadi
sehingga nilai kontrak tidak dapat diakui.
Pada saat ini beberapa kontrak pelaksana diakui sebagai aset,sementara yang lain tidak, hal tersebut
tergantung pada persyaratan standar akuntansi. Kerangka IASB memberikan definisi aktiva dan kewajiban
yang diambil bersama-sama, menunjukkan bahwa sewa harus dikapitalisasi.
Transaksi kejadian di masa lalu merupakan syarat perlu (necessary condition) tetapi tidak merupakan
syarat cukup (sufficient condition) untuk pengakuan aset. Syarat perlu ditetapkan agar tidak terjadi
pengakuan aset yang bersifat historis. Contoh, peganggaran pembelian mesin yang disetujui dalam RUPS
tidak dengan sendirinya menimbulkan aset sebelum ada transaksi pembelian. Walaupun bencana alam
dapat menghilangkan atau menurunkan manfaat ekonomik di masa yang akan datang, suatu kesatuan
usaha tetap dapat menguasai dan melaporkan aset kalau bencana tersebut belum terjadi. Aset dapat
dipengaruhi oleh keadaan di luar kemampuan kesatuan usaha untuk mengendalikannya, contohnya adalah
kenaikan harga, perubahan tingkat bunga, pertumuhan alamiah (akresi), penyusutan (shrinkage),
pencurian,huru-hara, kecelakaan dan bencana alam.
PENGAKUAN ASET
Banyak kriteria pengakuan yang telah diaplikasikan pada masa lalu untuk membantu akuntan
memutuskan kapan mencatat aset. Tidak semua kriteria tersebut disusun dalam Framework (kerangka) dan
sebagian lagi memiliki sedikit atau tanpa dasar teoritis.
Pengukuran
1. Pengukuran awal (initial measurement)
Ketika aset keuangan diakui dalam neraca maka harus dicatat pertama kali dengan nilai wajarnya.
Nilai wajar merupakan harga transaksi actual atau yang diestimasi pada saat berlangsungnya transaksi
antara pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa yang memiliki pengetahuan yang cukup atas
aset keuangan yang diukur.
2. Pengukuran selanjutnya (subsequent measurement)
Pengukuran selanjutnya dari aset keuangan menggunakan salah satu di antara tiga metode yaitu
metode biaya (cost), biaya teramortisasi (amortized cost) dan nilai wajar (fair value).
Subsequent measurement menggunakan metode cost ketika suatu instrumen tidak dapat diukur pada nilai
wajarnya sehingga laba rugi yang belum terealisasi tidak akan dicatat/diakui namun laba/rugi akan diakui
ketika investasi dalam kategori ini dijual atau dihapus.
Subsequent measurement menggunakan metode amortized cost untuk mendapatkan tingkat bunga yang
konstan selama masa manfaat aset. Aset keuangan yang diukur dengan cara ini adalah HTM dan L&R.
Apabila HTM dan L&R dijual maka keuntungan dan kerugian yang terealisasi akan dicatat dalam laporan
laba rugi. Metode amortisasi yang digunakan dalam metode ini adalah effective interest rate method.
Subsequent measurement menggunakan metode fair value untuk aset keuangan kategori FVTPL dan AFS.
Investasi yang termasuk dalam kategori ini termasuk investasi dalam instrumen utang dan ekuitas.
Pengukuran dengan fair value tidak dapat dilakukan ketika instrumen ekuitas tidak memiliki nilai pada
pasar aktif dan tidak dapat diukur secara andal pada nilai wajarnya. Untuk kategori FVTPL semua
perubahan dalam nilai wajarnya dilaporkan dalam laporan laba rugi namun untuk kategori AFS semua
perubahannya dilaporkan sebagai komponen yang terpisah dari ekuitas sampai terealisasi dimana ketika
realisasi itu terjadi (melalui penjualan) maka akan dicatat dalam laporan laba rugi.