Anda di halaman 1dari 45

Jurnal Media Infotama Vol.15 No.

2, September 2019 65

Pengolah Citra Dengan Metode Thresholding


Dengan Matlab R2014A

Ismail Setiawan1, Wika Dewanta2, Hanung Adi Nugroho3, Heru Supriyono4

1,2
Dosen tetap Program Studi Manajemen Informatika AMIK Harapan Bangsa Surakarta
Jl. Ir. Sutami No. 46 Sekarpace, Jebres, Surakarta; (Telp. (0271) 639763; email: ismailsetiawan@amikhb.ac.id,
wikadewanta@amikhb.ac.id )
3
Dosen Tetap Departemen Teknik Elektro dan Teknik Informatika Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Komplek Fakultas Teknik UGM, Jl. Grafika No.2, Yogyakarta; (Telp. (0274) 552305 ; email: adinugroho@ugm.ac.id )
4
Dosen Tetap Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani, Mendungan, Pabelan, Kec. Kartasura, Kabupaten Sukoharjo; (Telp. (0271) 714448; email:
heru.supriyono@ums.ac.id)

Abstract— The development of science related to image sebuah algoritma yang di ajukan dalam tulisan ini
processing today is increasingly popular. The untuk melakukan segmentasi citra digital yang
availability of technology to capture images well now is kemudian akan dibaca sebagai hasil citra
not difficult to find. Digital cameras have grown better tersegmentasi. Metode thresholding bekerja dengan
with increasing pixel values that can be generated from beberapa langkah yaitu Mengkonversi ruang warna
the camera catch. Thresholding is an algorithm citra RGB menjadi Grayscale, Melakukan segmentasi
proposed in this paper to segment digital images which citra menggunakan metode thresholding, Melakukan
will then be read as a result of segmented images. The operasi komplemen agar objek yang bernilai 1
thresholding method works in several steps, namely (berwarna putih), sedangkan background yang bernilai
converting the RGB image color space to Grayscale, 0 (berwarna hitam) dan Melakukan operasi morfologi
segmenting the image using the thresholding method, untuk menyempurnakan bentuk objek pada citra biner
performing complement operations so that objects that hasil segmentasi. Operasi morfologi yang dilakukan
are 1 (white), while background values are 0 (black) and adalah berupa filling holes, area opening, dan erosi.
Performing morphological operations to perfect the Penelitian ini menggunakan MATLAB r2014a dalam
shape of objects in the segmented binary image. pengembangan modelnya.
Morphological operations performed were filling holes, Kata Kunci : Citra digital, Thresholding, RGB,
opening areas, and erosion. This study uses MATLAB Grayscale, MATLAB r2014a
r21014a in developing the model.
Keywords: Digital image, Thresholding, RGB,
I. PENDAHULUAN
Grayscale, MATLAB r2014a.
Perkembangan ilmu pengetahuan terkait pengolahan

Intisari— Perkembangan ilmu pengetahuan terkait citra dewasa ini semakin digemari. Tersedianya teknologi

pengolahan citra dewasa ini semakin digemari. untuk mengnangkap citra dengan baik sekarang ini tidak

Tersedianya teknologi untuk mengnangkap citra sulit untuk ditemui. Kamera digital sudah berkembang

dengan baik sekarang ini tidak sulit untuk ditemui. semakin baik dengan bertambahnya nilai pixel yang dapat

Kamera digital sudah berkembang semakin baik di hasilkan dari tangkapan kamera tersebut. Kemacetan

dengan bertambahnya nilai pixel yang dapat di merupakann masalah utama dibeberapa kota besar terutama

hasilkan dari tangkapan kamera tersebut. Indonesia sebagai negara berkembang. Pertumbuhan

Thresholding adalah jumlah kendaraan dari tahun ke tahun tidak sebanding


Pengolah Citra Dengan Metode Thresholding dengan Matlab R2014A…. ISSN 1858 - 2680
Jurnal Media Infotama Vol.15 No. 2, September 2019 65

dengan

Pengolah Citra Dengan Metode Thresholding dengan Matlab R2014A…. ISSN 1858 - 2680
66 Jurnal Media Infotama Vol.15 No. 2, September 2019

pertumbuhan jalan sehingga menjadi salah satu penyebab Tn, Tn-1<f1(x,y) ≤ T1


kemacetan. Kemacetan umumnya terjadi di persimpangan
jalan utama. Kendaraan berhenti pada satu ruas tidak Keterangan:
diakomodir oleh sebuah sistem yang mampu mengurai
kemacetan tersebut. Beberapa pendekatan untuk melakukan :
pengolahan citra banyak dilakukan oleh peneliti seperti [1]
yang digunakan untuk mengukur kerapatan hutan
berdasarkan citra Landsat 8 [2] untuk melakukan
pengelompokan objek pada citra, teknik warna bertingkat
dengan algoritma fuzzy entropy and Lévy flight firefly [3].
Beberapa penelitian mencoba untuk mengembangkan
thresholding untuk memecahkan berbagai masalah. Pada
intinya teknik2 tersebut didasari dengan thresholding. Pada
bidang kesehatan dapat digunakan untuk mendeteksi
segmentasi pembuluh darah retina [4], dalam dunia
pendidikan dapat juga digunakan untuk mengetahui letak
jawaban yang dipilih oleh siswa untuk proses pendeteksian
sehingga dapat dinilai oleh komputer [5]

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Thresholding
Thresholding merupakan salah satu metode segmentasi
citra yang memisahkan antara objek dengan background
dalam suatu citra berdasarkan pada perbedaan tingkat
kecerahannya atau gelap terangnya [6]. Region citra yang
cenderung gelap akan dibuat semakin gelap (hitam
sempurna dengan nilai intensitas sebesar 0), sedangkan
region citra yang cenderung terang akan dibuat semakin
terang (putih sempurna dengan nilai intensitas sebesar 1)
[7]. Oleh karena itu, keluaran dari proses segmentasi
dengan metode thresholding adalah berupa citra biner
dengan nilai intensitas piksel sebesar 0 atau 1. Setelah citra
sudah tersegmentasi atau sudah berhasil dipisahkan
objeknya dengan background, maka citra biner yang
diperoleh dapat dijadikan sebagai masking utuk melakukan
proses cropping sehingga diperoleh tampilan citra asli tanpa
background atau dengan background yang dapat diubah-
ubah [5].

T1, f1(x,y) ≤ T1
T3, T1<f1(x,y) ≤ T2
f0(x,y) = {
T2, T2<f1(x,y) ≤ T3

ISSN 1858 - 2680 Pengolah Citra Dengan Metode Thresholding dengan Matlab R2014A….
66 Jurnal Media Infotama Vol.15 No. 2, September 2019
f0(x,y) : adalah citra hasil threshold
T : Nilai Pemetaan Pixel

Dimisalkan T1 =50, T2=100 T3=150, maka dapat


dipetakan seluruh nilia yang berada daro 0-50 akan diganti
dengan nilai 50, yang berada antar 50 sampai 100 diganti
dengan nilai 100, yang berada antara 100 sampai 150
diganti dengan nilai 150, begitu seterusnya sesuai dengan
pemetaan yang dibuat, dan pembentukan peta harus sesuai
dengan kebutuhan, contoh operasi abang batas tunggal.

B. Operasi Ambang Tunggal


Operasi ambang batas tunggal adalah yaitu batas
pembagian hanya satu, berarti nilai pixel dikelompkan
menjadi dua kelompok seperti ditunjukan pada rumus
berikut [8]:

0, 𝑓0(𝑥, 𝑦) < 128


𝑓0(𝑥, 𝑦) =
255, 𝑓 (𝑥, 𝑦) ≥ 128 1

Piksel-piksel yang nilainya intensitasnya dibawah


128 diubah menjadi hitam(nilai intensitas 0), sedangkan
piksel-piksel yang nilai intensitanya diatas 128 diubah
menjadi warna putih( nilai intensitas = 255).
contoh perhitungan dapat dilihat pada gambar
berikut: misal diketahui citra Grayscale 256 warna dengan
ukuran 5x5 piksel

Gambar 1. Piksel intensitas

ISSN 1858 - 2680 Pengolah Citra Dengan Metode Thresholding dengan Matlab R2014A….
Jurnal Media Infotama Vol.15 No. 2, September 2019 67

III. METODOLOGI PENELITIAN clc; clear; close all;


% Object
A. Metode Pengumpulan Data Img = imread('the mario bros.jpg');
Data pada penelitian ini menggunakan data citra figure, imshow(Img);
digital yang didapat dari google. Beberapa gambar
diambil untuk digunakan dalam pengukuran kinerja Sehingga diperoleh tampilan
metode thresholding yang buat menggunakan Matlab
r2014a

B. Perancangan
Perancangan sistem pada penelitian ini
menggunakan singgel user side. Aplikasi dimungkinkan
untuk mengambil gambar dan di arahkan untuk
langsung menghasilkan informasi mengenai citra

IV. PEMBAHASAN

Thresholding merupakan salah satu metode segmentasi


citra yang memisahkan antara objek dengan background
dalam suatu citra berdasarkan pada perbedaan tingkat
kecerahannya atau gelap terangnya [9]. Region citra yang
Gambar 2. Citra asli
cenderung gelap akan dibuat semakin gelap (hitam
sempurna dengan nilai intensitas sebesar 0), sedangkan
2. Mengkonversi ruang warna citra RGB menjadi
region citra yang cenderung terang akan dibuat semakin
Grayscale
terang (putih sempurna dengan nilai intensitas sebesar 1)
Gray = RGB2gray(Img);
[10]. Oleh karena itu, keluaran dari proses segmentasi
figure, imshow(Img);
dengan metode thresholding adalah berupa citra biner
dengan nilai intensitas piksel sebesar 0 atau 1. Setelah citra
Citra Grayscale yang dihasilkan adalah
sudah tersegmentasi atau sudah berhasil dipisahkan
objeknya dengan background, maka citra biner yang
diperoleh dapat dijadikan sebagai masking utuk melakukan
proses cropping sehingga diperoleh tampilan citra asli tanpa
background atau dengan background yang dapat diubah-
ubah.
Berikut ini merupakan contoh pemrograman matlab
mengenai aplikasi dari metode thresholding untuk
melakukan segmentasi terhadap citra digital [11]. Setelah
objek berhasil disegmentasi, proses selanjutnya adalah
mengganti-ganti background citra RGB asli. Langkah
pemrogramannya adalah sebagai berikut:

1. Membaca dan menampilkan citra asli


Gambar 2. Citra Grayscale

Pengolah Citra Dengan Metode Thresholding dengan Matlab R2014A…. ISSN 1858 - 2680
68 Jurnal Media Infotama Vol.15 No. 2, September 2019

3. Melakukan segmentasi citra menggunakan metode bentuk objek pada citra biner hasil segmentasi. Operasi
thresholding

bw =
im2bw(Gray,.99);
figure, imshow(bw);

Hasil segmentasi yang diperoleh adalah

Gambar 4. Citra hasil segmentasi

4. Melakukan operasi komplemen agar objek yang


bernilai 1 (berwarna putih), sedangkan background
yang bernilai 0 (berwarna hitam)
bw =
imcomplement(bw);
figure, imshow(bw);

Hasil operasi komplemen

Gambar 5 citra hasil komplemen


5. Melakukan operasi morfologi untuk menyempurnakan
ISSN 1858 - 2680 Pengolah Citra Dengan Metode Thresholding dengan Matlab R2014A….
68 Jurnal Media Infotama Vol.15 No. 2, September 2019
morfologi yang dilakukan adalah berupa filling holes,
area opening, dan erosi.

bw = imfill(bw,'holes');
bw =
bwareaopen(bw,100); str
= strel('disk',5);
bw =
imerode(bw,str);
figure, imshow(bw);

Hasil operasi morfologi yang diperoleh adalah

Gambar 6. Citra hasil


morfologi

6. Membaca dan menampilkan citra yang akan


digunakan sebagai background

% Background
Img2 = imread('background
1.jpg'); figure, imshow(Img2);

Tampilan citra background adalah

Gambar 7. Citra background

ISSN 1858 - 2680 Pengolah Citra Dengan Metode Thresholding dengan Matlab R2014A….
Jurnal Media Infotama Vol.15 No. 2, September 2019 69

7. Mengimplementasikan citra biner hasil segmentasi background


untuk mengubah background citra asli
R = Img(:,:,1);
G = Img(:,:,2);
B = Img(:,:,3);

R2 = Img2(:,:,1);
G2 = Img2(:,:,2);
B2 = Img2(:,:,3);

R2(bw) = R(bw);
G2(bw) = G(bw);
B2(bw) = B(bw);

RGB = cat(3,R2,G2,B2);
figure, imshow(RGB);

Hasil implementasi yang diperoleh adalah

Gambar 8. Implemntasi Citra

V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Metode Thresholding merupakan salah satu metode
segmentasi citra yang memisahkan warna antara objek dan
background berdasarkan perbedaan tingkat kecerahaannya .
Metode thresholding bekerja dengan beberapa langkah
yaitu Mengkonversi ruang warna citra RGB menjadi
Grayscale, Melakukan segmentasi citra menggunakan
metode thresholding, Melakukan operasi komplemen agar
objek yang bernilai 1 (berwarna putih), sedangkan

Pengolah Citra Dengan Metode Thresholding dengan Matlab R2014A…. ISSN 1858 - 2680
Jurnal Media Infotama Vol.15 No. 2, September 2019 69
yang bernilai 0 (berwarna hitam) dan Melakukan operasi multicomponent signals,” in 2018 IEEE
morfologi untuk menyempurnakan bentuk objek pada citra International Conference on
biner hasil segmentasi. Operasi morfologi yang dilakukan
adalah berupa filling holes, area opening, dan erosi.

B. Saran
Untuk mengukur kinerja metode thresholding dapat
dicoba pada citra digital yang berisi objek bergerak seperti
kendaran bermotor atau orang yang diambil pada objek
nyata. Sehingga kinerja metode thresholding benar-benar
dapat di ketahui kemampuan dalam melakukan segmentasi
citra yang dilakukannya.

DAFAR PUSTAKA

[1] W. M. Sitorus, A. Sukmono, and N. Bashit,


“IDENTIFIKASI PERUBAHAN KERAPATAN
HUTAN DENGAN METODE FOREST
CANOPY DENSITY MENGGUNAKAN CITRA
LANDSAT 8 TAHUN 2013, 2015 DAN 2018
(STUDI KASUS: TAMAN NASIONAL
GUNUNG MERBABU, JAWA TENGAH),” J.
Geod. Undip, vol. 8, no. 1, pp. 338–347, 2019.
[2] F. Morfologi, “Membedakan objek menggunakan
metode thresholding dan fungsi morfologi,” 2002.
[3] S. Pare, A. K. Bhandari, A. Kumar, and G. K.
Singh, “A new technique for multilevel color
image thresholding based on modified fuzzy
entropy and Lévy flight firefly algorithm,”
Comput. Electr. Eng., vol. 70, pp. 476–495, 2018.
[4] A. Alfiansyah and F. Wulandari, “Segmentasi
Pembuluh Darah Retina Menggunakan Local
Adaptive Thresholding,” in Annual Research
Seminar (ARS), 2019, vol. 4, no. 1, pp. 40–43.
[5] H. Fahmi, M. Zarlis, H. Mawengkang, and N.
Zendrato, “The Using of Thresholding and Region
Merging Algorithm for Correcting the Multiple
Choice Answer Sheets,” in Journal of Physics:
Conference Series, 2019, vol. 1255, no. 1, p.
12047.
[6] D.-H. Pham and S. Meignen, “A novel
thresholding technique for the denoising of

Pengolah Citra Dengan Metode Thresholding dengan Matlab R2014A…. ISSN 1858 - 2680
JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika)
Volume 1, Nomor1, Tahun 2016: 1-1

Acoustics, Speech and Signal Processing (ICASSP),


2018, pp. 4004–4008.
[7] A. A. Rajeev, S. Hiranwal, and V. K. Sharma,
“Improved Segmentation Technique for Underwater
Images Based on K-means and Local Adaptive
Thresholding,” in Information and Communication
Technology for Sustainable Development, Springer,
2018, pp. 443–450.
[8] M. Mortazavi, “An improved human skin detection
and localization by using machine learning
techniques in RGB and YCbCr color spaces,” PeerJ
Preprints, 2019.
[9] Y. Li et al., “MUSAI-${L} _ {{1/2}} $: MUltiple
Sub-Wavelet-Dictionaries-Based Adaptively-
Weighted Iterative Half Thresholding Algorithm for
Compressive Imaging,” IEEE Access, vol. 6, pp.
16795–16805, 2018.
[10] N. Singla, “Motion detection based on frame
difference method,” Int. J. Inf. Comput. Technol.,
vol. 4, no. 15, pp. 1559–1565, 2014.
[11] M. Fujiwara et al., “Color representation method
using RGB color binary-weighted computer-
generated holograms,” Chinese Opt. Lett., vol. 16,
no. 8, p. 80901, 2018.

1
JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika)
Volume 1, Nomor1, Tahun 2016: 1-2

PENGOLAHAN CITRA DENGAN MENGGUNAKAN WEB CAM


PADA KENDARAAN BERGERAK DI JALAN RAYA

Asti Riani Putri


Jurusan Pendidikan Teknologi Informasi, STKIP PGRI Tulungagung
Jl Mayor Sujadi Timur no.7. Tulungagung
e-mail : asti@stkippgritulungagung.ac.id

ABSTRAK
Dalam perkembangannya pengolahan citra sangat membantu untuk menyelesaikan masalah yang sering dihadapi oleh
manusia pada ummnya .Image processing digunakan untuk keperluan teknologi khususnya dalam bidang computer
vision.Untuk Penelitian ini digunakan metode segmentasi yang dapat membedakan antara obyek dengan bacground , Image
processing merupakan suatu teknik pengolahan gambar dari obyek.untuk mendeteksi adanya object yang berwarna merah
dan kuning serta digunakan kamera digital sebagai masukan data. kamera digital akan merekam object yang berupa mobil
yang bergerak sebagai acuan dan mengirim data ke PC. Dalam pengolahan image processing dibutuhkan ketepatan dan
keakuratan data serta pengetahuan tentang statistika karena pengolahan image ini berhubungan dengan pengolahan
data.Hasil dari penelitian ini yaitu software dapat mendeteksi obyek berwarna merah dan kuning sehingga diketahui jenis
mobil dari belakang.Kesimpulan dari penelitiaan ini adalah posisi kamera dan pencahayaan sangat berpengaruh terhadap
penangkapan gambar object .Pemanfatan ke depan digunakan untuk pengembangan dalam bidang computer vision dengan
membedakan objeck dengan background sehingga objeck terlihat 3D.

Kata Kunci: object warna merah dan kuning ,kamera,image processing

ABSTRACT
In the development of image processing help to resolve the problem often encountered by humans on the .Image ummnya
processing used for computer technology, especially in the field of research vision.Untuk segmentation method is used to
distinguish between objects with bacground, Im-age processing is a technique image processing of obyek.untuk detect any
object in red and yellow as well as digital cameras used as input data. digital cameras will record the object in the form of a
moving car as a reference and send data to a PC. In the processing of image processing required precision and accuracy of
data as well as knowledge of statistics for image processing relates to the processing data.Hasil of this analysis, the software
can detect objects in red and yellow in order to know the type of car penelitiaan belakang.Kesimpulan of this is the position
of the camera and lighting is very air-effect to the image capture object .Pemanfatan forward used for development in the
field of computer vision to distinguish objeck with a background that looks 3D objeck .

Keywords: red and yellow object, camera, image processing

I. PENDAHULUAN

S eiring dengan perkembangan jaman pengetahuan dan teknologi yang pesat sekarang ini ,maka kita dihadapkan
kepada suatu bentuk permasalahan yang lebih komplek yang menuntut kreativi- tas.perkembangan teknik tentang
image processing yang berkembang dengan pesat saat. ini.terutama
pada pengolahan gambar.
Pada penelitian yang ditulis oleh lia amelia dkk ditekankan pada metode roberts dan sobel dalam mendeteksi tepi [1] .
Pengolahan citra merupakan proses memanipulasi dan menganalisis citra dengan bantuan komputer.dengan menggunakan
deteksi tepi yang menentukan titik –titik tepi dari obyek,data yang digunakan dalam detecsi tepi berupa citra digital ,citra dari
sudut pandang matematis merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas cahya pada bidang dua dimensi f(x,y)
dengan x dan y adalah koordinat spasial dan amplitudo f pada pasangan koordinat (x.y) yang disebut intensitas atau derajat
keabunan citra pada titik tersebut.parameter yang digunakan adalah secara visual dan dari jumalah piksel warna putih pada
citra keluaran .
Untuk selanjutnya pada penelitian yang dilakukan oleh Nazaruddin [2] bahwa penggunaan citra digital semakin meningkat
karena kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh citra tersebut .ketidakpuasan seseorang dalam melihat suatu gambar terjadi
akibat adanya noise,kualitas pencahayaan pada citra yang terlalu gelap atau terang sehingga dibutuhkan suatu metode untuk
2
JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika)
Volume 1, Nomor1, Tahun 2016: 1-3

memperbaiki kualitas citra digital yaitu dengan menggunkan metode histogram equalization.

3
JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika)
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2016 : 1-7

Apabila pada penelitian sebelumnya menggunakan citra biasa dengan metode yang berbeda maka Pada penelitian ini akan
dibahas tentang bagaimana cara menganalisa bentuk-bentuk mobil yang dikenali dari belakang dengan mengambil video
objek yang sedang bergerak serta menggunakan metode segmentasi untuk membedakan objek dan background dan setelah
dikenali bisa dilakukan penguncian dalam hal ini menggunakan hardware berupa pc , laptop , web cam , camera hand phone
sebagai penunjangnya dan untuk softwarenya menggunakan visual C++ , proses selanjutnya menggunakan image processing
atau pengolahan citra.
Pengolahan citra adalah suatu metode atau teknik yang dapat digunakan untuk memproses suatu data gambar yang diisikan
untuk mendapatkan suatu informasi tertentu mengenai obyek yang diamati. Pengolahan citra ini dapat dilakukan karena pada
setiap element gambar (pixel) yang paling tidak mempunyai dua buah informasi mengenai letak dari warna dengan
pengolahan citra ini dapat diketahui informasi tentang keberadaan suatu obyek dengan mendeteksi adanya gerakan –
gerakan tertentu dari citra. Jadi dalam hal ini kamera web merekam gambar yang berupa mobil yang bergerak dengan target
warna merah yang akan diambil dari belakang
Tujuan dari pembuatan penelitian ini adalah membuat sebuah system yang berupa webcam yang digunakan untuk merekam
dan mengambil gambar mobil,warna merah sebagai acuan yang berada didepannya dengan melalui proses image processing
dengan menggunakan bahasa pemrogaman visual C++ dimana data diperoleh dari kamera digital.

II . METODE PENELITIAN
Disini akan dibahas semua materi yang menunjang dalam penyesaian penelitian ini antara lain mengenai garis besar bahasa
pemrogaman visual C++ serta uraian tentang dasar-dasar proses pengolahan citra serta metode- metode yang digunakan
sesuai dengan hasil yang diharapkan .
 IMAGE PROCESSING
Image processing atau pengolahan citra merupakan suatu metode atau teknik yang dapat digunakan untuk memproses citra
atau gambar dengan jalan mjemanipulasinjya menjadi suatu data gambar yang diisikan untuk mendapatkan suatu informasi
tertentu mengenai obyek yang sedang diamati .dan hal –hal yang perlu diperhatikan sebagai referensi pembuatannya disini
diantaranya adalah:
A. Pengolahan Citra
Citra adalah representasi dua dimentasi untuk bentuk-bentuk fisik nyata tiga dimensi.Citra dalam perwujutan dapat
bermacam-macam,mulai dari gambar perwujudan nya dapat bermacam –macam,mulai dari gambar putih pada sebuah foto
(yang tidak bergerak)sampai pada gambar warna yang bergerak pada televisi .proses transfor- masi dari bentuk tiga dimensi
ke bentuk dua dimensi untuk menghasilkan citra akan dipengaruhi oleh bermacam- macam factor yang mengakibatkan citra
penampilan citra suatu benda tidak sama persis dengan bentuk fisik nya- tanya .faktor-faiktor tersebut merupakan efek
degradasi atau penurunan kualitas yang dapat berupa rentang kon- tras benda yang terlalu sempit atau terlalu lebar ,distorsi
geometric kekaburan(blur),kekaburan akibat objek citra yang bergerak 9 motion blur,noisw atau gangguan yang disebabkan
oleh interferensi pembuat citra ,baik itu pembuat tranduser ,peralatan elektronik maupun peralatan optik .karena pengolahan
citra digital dilakukan den- gan computer digital ,maka citra yang akan diolah terlebih dahulu ditranformasikan kedalam
bentuk besaran – besaran diskrit dari niloai tingkat keabuan pada titik element citra .bentuk dari citra ini disebut citra
digital
.element-element citra digital apabila ditampilkan dalam layer monitor akan menempati sebuah ruang yang dis- ebut
Pixel(picture element) .Teknik dan proses untuk mengurangi atau menghilangkan efek degradasi pada citra meliputi teknik
perbaikan atau peningkatan citra (image enchancement ) ,restorasi citra (image restoration) dan tranformasi special (special
transformation ),subyek lain dari pengolahan citra digital diantaranya adalah pengko- dean citra ,segmentasi citra(image
segmentation ),representasi edan diskripsi citra (image representation and dis- kription).
B. Model Citra
Citra disini merupakan matrik dua dimensi dari fungsi intensitas cahaya,karena itu referensi citra menggunakan dua
variabelyang menunjuk posisi pada bidang dengan sebuah fungsi intensitas cahaya yang dapat dituliskan se- bagai berikut
f(x,y).karena cahaya merupakan salah satu bentuk energi yang dalam persamaan 1:

0 < 𝑓𝑓(𝑥) < ~ (1)

Konversi system koordinat citra diskrit ditunjukkan pada gambar 1:

4
JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika)
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2016 : 1-7

Gambar .1. koordinat citra Diskrit

Citra yang dilihat sehari-hari merupakan cahaya yang direfleksikan sebuah obyek.fungsi.fungsi f(x,y) dapat dili- hat sebagai
fungsi dengan dua unsur,pertama merupakan besarnya sumber cahaya yang melengkapi pandangan kita terhadap obyek
(illumination),kedua merupakan besaran cahaya yang difleksikan oleh obyek dalam pandan- gan kita (reflectance
component).keduanya dituliskan fungsi yang berturut-turut i(x,y) dan r(x,y).merupakan kombinasi perkalian untuk
membentuk fungsi f(x.y) yang dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut:

𝑓𝑓 (𝑥, 𝑦) = 𝑖𝑖 (𝑥, 𝑦)𝑟 (𝑥,


𝑦) 0 < 𝑖𝑖(𝑥, 𝑦) < ~
0 < 𝑟(𝑥, 𝑦) < 1
(2)

Persamaan diatas menandakan bahwa nilai kerefleksian dibatasi oleh nilai 0(total absorbtion) dan nilai satu (total
reflectance)fungsi i(x,y) yang sudah didiskritkan baik koordinat special maupun tingkat kecerahannya.kata con- tinue disini
dijelaskan bahwa indek x dan y bernilai bulat .kita dapat menganggap citra digital (berikutnya akan disingkat dengan
citra)sebagai matrik dengan ukuran MxN yang baris dan kolomnya menunjukkan titik-titiknya yang diperlihatkan pada
persamaan berikut:

𝑓𝑓(0,0) 𝑓𝑓(0,1) 𝑓𝑓(0, 𝑁 − 1)


𝑓𝑓 (𝑥, 𝑦 ) = � 𝑓𝑓(1,0) 𝑓𝑓(1,1) 𝑓𝑓 (1, 𝑁 − � (3)
1)
𝑓𝑓(𝑀 − 1,0) 𝑓𝑓(𝑀 − 1,1) 𝑓𝑓(𝑀 − 1, 𝑁 − 1)

Citra yang tidak berwarna atau hitam putih dikenal juga sebagai citra dengan derajat keabuan (citra grey level
/greyscale).Derajat keabuan yang dimiliki ini bias beragam mulai deari dua derajat keabuan yaitu(0 dan 1)yang dikenal juga
sebagai citra monokrome.16 derajat keabuaan dan 256 derajat kebuan [3].
Dalam sebuah citra monochrome,sebuah pixel diwakili oleh 1 bit data yang berisikan data tentang derajat kea- buan yang
dimiliki oleh pixel tersebut.data akan berisi 1 apabila pixel berwarna putih dan akan berisi 0 bila pixel berwarna hitam.
Citra yang dimiliki 16derajat keabuan(mulai dari 0 mewakili warna hitam sampai 15 yang mewakili warna
putih)dipresentasikan oleh 4 bit data.sedangkan citra dengan 256 derajat keabuan (nilai 0 mewakili hitam sampai dengan 256
yang mewakili warna putih )dipresentasikan leh 8bit data.
Dalam citra berwarna,jumlah warna bisa beragam mulai dari 16,256,65536 atau 16 juta warna yang masing- masing
dipresentasikan oleh 4,8,16 atau 24 bit data untuk setiap pixelnya .warna yang terdiri dari 3 komponen utama yaitu merah
(red),nilai hijau (green),dan nilai biru (blue).paduan ketiga komponen membentuk sebuah warna C dengan rumusan
sebagai berikut [2]:
C. Warna RGB dan Gray Scale

5
JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika)
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2016 : 1-7

Model warna RGB(red,green,blue)mendiskripsikan warna sebagai kombinasi positip dari warna yai- tu:merah,hijau dan biru
sehingga membentuk sebuah warna C dengan persamaan 4:

𝐶 = 𝑟𝑅 + 𝑔𝐺 + 𝑏𝐵 (4)

Jika scalar r,g,b diberikan harga antara 0 dan 1 ,maka semua definisi warna akan berada dalam kubus seperti gambar 2:

Cyan=0,1,1
Blue=0,0,1
Magenta=1,0
White=1,1,1

Black=0,0

Red=1,0,0
Green=0,1,0

Yellow=1,1,1
Gambar.2.Definisi Warna RGB

Ruang warna ini adalah dasar dari warna display monitor computer.garis sepanjang titik hitam (0,0,0)RGB hing- ga titik
putih (1,1,1)RGB disebut dengan titik keabuan atau grayscale .sehingga dengan mudah kita dapatkan hu- bungan antara RGB
dengan greyscale sebagai berikut :

(𝑎)𝐺𝐿 ↔ (𝑎, 𝑎, 𝑎)𝑅𝐺𝐵 (5)

Setiap titik pada layar yang berisi angka yang bukan menunjukkan intensitas warna dari titik tersebut ,melainkan
menunjukkan nomor warna yang dipilih ,dimana pada titik memiliki 256 warna,maka fungsi-fungsi yang dimiliki oleh
pengolahan citra tidak dapt mengolah atau memanipulasinya secara langsung hal ini karena citra tersebut tidak memiliki8
kecerahan tertentu sedangkan masing-masing pallete warna table memiliki tiga buah kombinasi angka R<G<B dan yang
menentukan proporsi warna merah,hijau dan biru. Dengan demikian diketahui bahwa dalam suatu pixel akan diwakilim
dengan 3 byte memori yang masing-masing terdiri dari1 byte untuk warna me- rah,1 byte untuk warna hijau dan 1 byte untuk
warna biru.

III. PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI LUNAK


Pembahasan materi dalam hal ini diarahkan pada langkah –langkah perencanaan tugas akhir yang meliputi
perencanaan dan pembuatan perangkat lunak untuk tracking warna merah secara keseluruhan yang merupakan pokok bahasan
penelitian ini .untuk memperoleh hasil yang optimal pada proses tracking diperlukan beberapa metode.
Penelitian ini dibuat dengan beberapa kemudahan –kemudahan .dalam hal ini hanya ditekankan pada pembuatan
perangkat lunak nya.sedang untuk perangkat keras atau piranti pendukungnya memanfaatkan kamera digital yang telah
dipasarkan
A. ALGORITMA PROGRAM DAN DIAGRAM ALIR
 Algoritma Program
Proses pengenalan citra dengan image prosessing oleh computer melalui kamera diuraikan dalam algoritma program di
bawah ini,yaitu
1. inisialisasi kamera
2. Rekam obyek atau mengambil gambar
3. menemukan obyek

6
JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika)
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2016 : 1-7

4. Dilakukan Penguncian
5. Preprosesing ,terjadi proses penghilangan noise dan filtering
6. Segmentasi,memisahkan antara obyek dengan background
7. Melalui proses scanning ,apakah ada warna merah atau warna kuning ?jika tidak,program kembali stand
by.jika ya,dengan metoda template matching .
 Diagram
Penelitian ini merupakan perwujudan dari algoritma program yang telah diuraikan diatas .alur program tersebut
merupakan fungsi untuk mengaturkan alur program dapat berjalan dengan baik .itu alur program dapat menggambarkan
secara singkat dan tepat pola pikir program.
Alur program proyek akhir ini mempunyai kesamaan dengan algoritma pemikiran manusia sehingga mudah untuk
diwujudkan dalam bentuk perangkat lunak dan dapat dimengerti secara logika dan nalar .tentang warna merah yang kemudian
disimpan dan dapat digambarkan sebagai proses pengenalan obyek warna merah khususnya untuk mobil yang berwarna
merah

B. PIRANTI PENDUKUNG
Seperti yang telah disebutkan pada bagian depan,piranti pendukung dari proyek akhir ini berupa kamera digital yang
berfungsi sebagai mata computer untuk mengenali pola suatu obyek ,disini jenis kamera sangat berpengaruh terhadap proses
pengolahan image .Bila kamera yang digunakan kurang sensitive terhadap perubahan intensitas cahaya maka kualitas
gambar yang diambil kurang baik .begitu juga resolusi yang didukung oleh kamera tersebut [4].

(a)

(b)

Gambar 3. (a) Blok diagram Pendeteksi Obyek Warna Merah Dengan Pengolahan Citra
(b) Flowchart blok diagram pendeteksi obyek dengan pengolahan citra

7
JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika)
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2016 : 1-7
C. PEMBUATAN PERANGKAT LUNAK
Dalam sub bab ini akan dijelaskan tentang pembuatan fungsi –fungsi dari perangkat lunak .dalam pembuatan software ini
pada dasarnya menggunakan bahasa Visual C++.tetapi user interface yang digunakan adalah Video lap [5] .

 GAMBAR ULANG (CAPTURE)


Dari capture yang dihasilkan oleh kamera ,image atau gambar yang diperoleh masih memiliki warna yang sangat komplek
.dalam pengolahan image ini diperlukan beberapa tahap agar mendapat hasil yang sempurna
.pada gambar ulang sebelah kanan disini ,semua proses pengolahan citra terjadi .mulai scanning obyek sampai kontrol posisi
obyek.sebelumnya terjadi proses segmentasi untuk memisahkan obyek dengan latar belakang dan antar obyek itu sendiri

 DETEKSI POSISI OBYEK MERAH


Untuk mengetahui posisi warna merah yang mana data akan dikirim ke driver robot dapat dicari dari deteksi posisi obyek
merah.dengan membandingkan posisi obyek terhadap range pixel yang telah ditentukan .dimana posisi tengah didapat setelah
dilakukan edge detection dasar dari proses ini dengan melakukan penelusuran secara vertikal or horisontal.algorimanya sebagai
berikut:
int Length = ImageSize.cx * ImageSize.cy; [6]

IV. KESIMPULAN
Dalam pengolahan image processing dibutuhkan ketepatan dan keakuratan data serta pengetahuan tentang statistika karena
pengolahan image ini berhubungan dengan pengolahan data.Hasil dari penelitian ini yaitu software dapat mendeteksi obyek
berwarna merah dan kuning sehingga diketahui jenis mobil dari belakang.Kesimpulan dari penelitiaan ini adalah posisi kamera
dan pencahayaan sangat berpengaruh terhadap penangkapan gambar object .

V. DAFTAR PUSTAKA

[1] lia amalia, "deteksi tepi," 2014.


[2] nazarudin dkk, "metode histogram equalization untuk perbaikan citra digital," ISBN.
[3] sigit riyanto, step by step pengolahan citra digital. surabaya, 2005.
[4] sanget dkk, "a brief experience on journey through hardware developments for image processing and it"s application on cryptography," 2012.
[5] kadir abdul, visual C++. yogyakarta, 2004.
[6] resmah supriatin dewi, "Perancangan dan implementasi robot banteng yang mengikuti warna merah sebagai acuan geraknya," 2004.

ISSN 2615-5788 Print (2615-7764)


©2019 Jurnal Teknik Elektro Dan Komputer Triac
Vol.6 No. 1
JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika)
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2016 : 1-7

Pengolahan Citra Digital Dalam Penentuan


Panen Jamur Tiram

Dedy Ega Saputra


Diana Rahmawati Achmad Fiqhi Ibadillah
Program Studi Teknik Elektro,
Program Studi Teknik Elektro, Program Studi Teknik Elektro,
Fakultas Teknik Universitas
Fakultas Teknik Universitas Fakultas Teknik Universitas
Trunojoyo Madura,
Trunojoyo Madura, Trunojoyo Madura,
Bangkalan, Indonesia
Bangkalan, Indonesia Bangkalan, Indonesia
dedy.ega.saputra@gmail.com
diana_rahmawti@yahoo.com fiqhi.achmad@gmail.com

Abstract— Saat ini teknologi telah berkembang sangat menganalisis gambar atau video untuk mendapatkan hasil
pesat dan hal itu mulai memodernisasi beberapa bidang sebagaimana yang bias dilakukan manusia serta pada
kegiatan manusia di era ini. Bidang pertanian pun tak luput hakikatnya, computer vision mencoba meniru cara kerja sistem
dari perkembangan teknologi untuk hal penelitian. Deteksi
visual manusia (Human vision). Tujuan penelitian ini dilakukan
objek merupakan salah satu teknologi yang terus
dikembangkan dan diteliti hingga saat ini. Pada Tugas Akhir
untuk mengukur dan menganalisa bagaimana
ini akan dibahas Pengolahan Citra Digital Dalam Penentuan
Panen Jamur Tiram. Dalam penelitian ini digunakan metode
deteksi tepi Canny dan kontur. Hasil penelitian ini akan
didapat data penentuan panen dan kualitas jamur tiram.

Kata Kunci— teknologi, deteksi, jamur tiram, Canny.

I. PENDAHULUAN
Jamur Tiram putih (Pleurotus ostreatus) adalah jenis
jamur kayu yang memiliki kandungan nutrisi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya,
didalam jamur tiram putih terkandung protein, lemak,
fosfor, besi, thiamin, dan riboflavin yang lebih tinggi
dibandingkan jenis jamur lain (Nunung, 2001) [1].
Dibuktikan oleh (Sumarni,2006), bahwa setiap 100 gram
jamur tiram mengandung protein 19-35% dengan 9 macam
asam amino, lemak 1,7%-2,2% terdiri dari 72% asam lemak
tak jenuh. Sedangkan karbohidrat dalam jamur tiram terdiri
dari tiamin, riboflavin, dan niasin merupakan vitamin B
utama dalam jamur tiram, selain vitamin D dan C
mineralnya terdiri dari K, P, Na, Ca, Mg, Zn, Fe, Mn, Co,
dan Pb.
Mikroelemen dalam jamur tiram yang bersifat logam sangat
rendah sehingga aman dikonsumsi setiap hari [2]. Panen
jamur tiram pada satu media tanam dapat dilakukan
beberapa kali. Media tanam dengan ukuran ± 800 dapat
dipanen 4-5 kali. Jarak waktu antara panen pertama dan
kedua secara umum terjadi antara 7-14 hari, kecepatan
pertumbuhan tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan tempat pertumbuhan jamur yang digunakan.
Oleh karena itu dalam pemanenan perlu memperhatikan
beberapa hal antara lain penentuan saat panen dan teknik
pemanenan itu sendiri. Panen dapat dilakukan pada saat
jamur mencapai pertumbuhan yang optimal, yakni
ukurannya cukup besar, tetapi tudungnya belum mekar
penuh (ditandai pada bagian pinggir tudung jamur masih
terlihat utuh/belum pecah). Ukuran diameter jamur yang
siap panen rata – rata mencapai 5-10 cm [3].
Seiring dengan kemajuan teknologi komputer,
penggunaan computer vision untuk pembelajaran
ISSN 2615-5788 Print (2615-7764)
©2019 Jurnal Teknik Elektro Dan Komputer Triac
Vol.6 No. 1
penerapan
JIPI (Jurnal metode deteksi
Ilmiah tepi Canny
Pendidikan pada pengolahan
Informatika)
citra digital terhadap penentuan panen
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2016 : 1-7 jamur tiram.
II. BAHAN DAN METODE
Metode penelitian meliputi perancangan dan
pengujian, perancangan sistem Delphi XE 7.
A. Diagram Blok Sistem
Pada perancangan alat tugas akhir ini terdapat
beberapa tahapan agar perencanaan sesuai dengan yang
diharapkan. Berikut rancengan sistem dalam bentuk
diagram blok.

Gambar 1.1 Blok Diagram Sistem

Pada perancangan tugas akhir ini terdapat tahapan agar


perencanaan yang akan dilaksanakan sesuai dengan
yang diharapkan. Dari gambar blok diagram diatas
dijelaskan bahwa terdapat sebuah kamera yang dipasang
diatas objek, ketika jamur tiram terdeteksi oleh kamera
maka akan diolah dengan image processing
menggunakan deteksi tepi Canny dan kontur. Deteksi
tepi Canny digunakan untuk mengetahui batas tepi dari
objek jamur tiram sedangkan kontur digunakan untuk
menyimpan titik- titik kontur dalam menghitung luas
dan menentukan grade yang telah ditentukan untuk
mengetahui hasil akhir jamur tiram dalam grade A atau
B.
B. Alat dan Bahan
1. Kamera WebCam
WebCam merupakan gabungan dari kata web dan
camera. Webcam sendiri sebutan untuk kamera real time
yang dapat diakses atau dilihat melalui internet dan
lainnya. Webcam biasanya digunakan untuk keperluan
jarak jauh atau juga digunakan sebagai kamera
pemantau.

Gambar 1.2 WebCam Logitech


Spesifikasi Logitech C170
• Panggilan video (640x480 piksel)
• Merekan video hingga 1024x768 piksel
• Teknologi Logitech Fluid Crystal
• Hi-Speed USB 2.0
2. Laptop

ISSN 2615-5788 Print (2615-7764)


©2019 Jurnal Teknik Elektro Dan Komputer Triac
Vol.6 No. 1
JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika)
Volume Laptop
1, Nomormerupakan komputer
1, Tahun 2016 : 1-7 bergerak (dapat Sobel dengan melakukan pencarian horizontal (G_x )
dipindah – pindah dengan mudah) dengan ukuran relatif dan secara vertikal (G_y ), berikut adalah salah satu
kecil dan ringan, beratnya berkisar dari 1-6 kg, contoh operator deteksi tepi (operator sobel).
tergantung ukuran, bahan, dari spesifikasi laptop Besarnya gradient atau kuatnya tepi kemudian didekati
tersebut. Laptop memiliki baterai yang memungkinkan dengan menggunakan rumus :
untuk beroperasi tanpa terhubung ke stopkontak. −1 0 1 1 2 1
[−2 0 2] [ 0 0 0] (2.4)
−1 0 1 −1 −2 −1
𝐺x 𝐺y
Besarnya gradient atau kuatnya tepi kemudian didekati
dengan menggunakan rumus :
|𝐺| = |𝐺x| + |𝐺y| (2.5)
Langkah ketiga yaitu dengan menentukan arah tepian
menggunakan rumus :
Gy
𝜃 = 𝑎𝑟𝑐𝑡𝑎𝑛 ( ) (2.6)
Gambar 1.3 Laptop ASUS X455L Gx
Langkah ke empat yaitu dengan memperkecil garis
tepi yang muncul dengan menerapkan Non Maximum
Spesifikasi ASUS X455L
Suppression sehingga menghasilkan garis tepian yang
• Processor Intel Core i3 5010U 2.10Ghz
lebih ramping.
• RAM 6 GB
Langkah terakhir adalah binerisasi dengan
• HDD 500 GB
menerapkan dua buah nilai ambang. Gambar berikut ini
• Intel HD Graphic 5000
menunjukkan bentuk citra sebelum pemrosesan dan
3. Konversi Grayscale
sesudah mengalami pemprosesan. Langkah terakhir
Adapun persamaan yang digunakan untuk
adalah binerisasi dengan menerapkan dua buah nilai
menkonversi citra berwarna mejadi citra grayscale
ambang/tresholding. Gambar berikut ini menunjukkan
adalah sebagai berikut:
bentuk citra sebelum pemrosesan dan sesudah
ƒR (x ,y) + ƒG (x ,y)+ ƒB(x ,y) pemprosesan.
𝑓0 (𝑥, 𝑦 ) = ( 3
)) (2.1)
Dimana:
𝑓0 adalah nilai komponen red
𝑓G adalah nilai komponen green
𝑓B adalah nilai komponen blue

4. Thresholding
Proses thresholding merupakan suatu proses
mengubah citra grayscale menjadi suatu citra biner.
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : Gambar 1.4 Hasil Pemrosesan Citra
1 𝑖𝑓 𝑓(𝑥, 𝑦) ≥ 𝑇
𝑔 (𝑥, 𝑦) = {0 𝑖𝑓 𝑓(𝑥, 𝑦) ≤ (2.2) 6. Kontur (Contour)
𝑇
Dengan g (x,y) adalah citra biner dari citra grayscale Pendeteksian tepi akan menghasilkan citra tepi
f(x,y) dan T adalah nilai threshold. yang berupa citra biner (pixel tepi berwarna putih,
sedangkan pixel bukan tepi berwarna hitam). Tetapi,
5. Deteksi Tepi Canny tepi belum memberikan informasi yang berguna karena
Salah satu operator deteksi tepi adalah deteksi tepi belum terdapat keterkaitan antara suatu tepi dengan tepi
Canny yang dikembangkan oleh John F. Canny. Ada lainya. Citra tepi ini harus diproses lebih lanjut untuk
beberapa kriteria deteksi tepi paling optimum dengan menghasilkan informasi yang lebih berguna yang dapat
algoritma Canny yaitu mendeteksi dengan baik (kriteria digunakan dalam mendeteksi bentuk-bentuk yang
deteksi), melokalisasi dengan baik (kriteria lokalisasi), sederhana (misalnya garis lurus, lingkaran, elips, dan
respon yang jelas (kriteria respon). sebagainya) pada proses analisis citra.
Langkah pertama adalah dengan menghilangkan noise Rangkaian dari pixel-pixel tepi yang membentuk batas
yang terdapat pada citra dengan mengimplemntasikan filter daerah (region boundary) disebut kontur (Contour).
Gaussian. Berikut adalah salah satu contoh filter Gaussian Kontur dapat terbuka atau tertutup. Kontur tertutup
dengan σ = 14 berkoresponden dengan batas yang mengelilingi suatu
2 4 5 4 2 daerah lihat pada Gambar 1.4. (a).
1 4
⎡ 9 12 9 4⎤
5 12 15 12 5 (2.3)
115
⎢ 4 9 12 9 4⎥
⎣2 4 5 4 2⎦
Gambar 1.4 (a) kontur tertutup, (b) kontur terbuka

Langkah kedua yaitu melakukan deteksi tepi salah pixel-pixel didalam daerah dapat ditemukan dengan
satu operator deteksi tepi seperti Roberts,Prewitt dan algoritma pengisian (filling algorithm). Batas daerah
ISSN 2615-5788 Print (2615-7764)
©2019 Jurnal Teknik Elektro Dan Komputer Triac
Vol.6 No. 1
JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika)
berguna
Volume untuk1,mendeskripsikan
1, Nomor Tahun 2016 : 1-7 bentuk objek dalam
tahap analisi citra (misalnya untuk mengenali
objek).Kontur terbuka dapat berupa fragmen garis atau
bagian dari batas daerah yang tidak membentuk sirkuit
(Gambar 1.4. (b)).

7. Flow Chart Sistem

Gambar 2.1 Hasil capture jamur tiram

Objek hijau merupakan hasil dari pemrosesan citra


objek, dan garis merah digunakan untuk menentukan titik
tengah objek.

Gambar 3.2 Hasil grafik dan data acuan jamur kecil

Garis biru merupakan grafik acuan objek, garis merah


merupakan grafik pembanding objek, titik kuning sebagai
data acuan objek dan titik hitam sebagai data capture objek.
Gambar 1.5 Flowchart Sistem

Gambar diatas menjelaskan alur flowchart, dengan Hasil pengujian terhadap beberapa sampel jamur tiram
penjelasan sebagai berikut : yaitu sebagai berikut.
 Pada keadaan awal melakukan proses capture
gambar objek jamur tiram. TABEL 1 HASIL PENGUJIAN OBJEK DI SEKTOR KIRI
 Melakukan proses deteksi tepi dan kontur NO. Ukuran pada Kategori Kualita Hasil
terhadap objek jamur tiram aplikasi s
 Mencari titik tengah objek jamur tiram (px/cm)
kemudian menghitung diameter objek.
1. 100 / 6,09 HI A HSP
3. 120 / 7,3 I A SP
5. 125 / 7,6 I B SP
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
7. 110 / 6,6 I A SP
Sistem penentuan panen dan kualitas jamur tiram diawali 9. 116 / 7,1 I A SP
dengan mengcapture objek jamur tiram dengan webcam.
Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah 11. 97 / 5,9 HI A HSP
Embarcadero Delphi XE 7 yang diolah dengan metode 13. 106 / 6,4 I A SP
deteksi tepi Canny dan kontur, kemudian akan didapatkan 15. 86 / 5,0 HI A HSP
hasil berupa ukuran jamur tiram dalam (piksel/cm), kategori 17. 94 / 5,7 HI B HSP
jamur tiram, dan hasil penentuan panen jamur tiram.
19. 73 / 4,4 S B BSP

ISSN 2615-5788 Print (2615-7764)


©2019 Jurnal Teknik Elektro Dan Komputer Triac
Vol.6 No. 1
JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika)
TABEL 2. P1,ERBANDINGAN
Volume PENGUKURAN
Nomor 1, Tahun 2016 : 1-7 MENGGUNAKAN TABEL 3 HASIL PENGUJIAN OBJEK DI SEKTOR
NO. Ukuran Ukuran Nyata Margin
KANAN
pada (cm)
NO. Ukuran pada Kategori Kualitas Hasil
aplikasi (cm)
aplikasi (cm)
1. 6,09 6 0,09
1. 98 / 5,9 HI B HSP
3. 7,3 7.5 0,2
2. 96 / 5,8 HI A HSP
5. 7,6 7.5 0,1
3. 80 / 4,8 S A BSP
7. 6,6 6.5 0,1
4. 128 / 7,7 I B SP
9. 7,1 7 0,1
5. 96 / 5,8 HI B HSP
11. 5,9 6 0,1
6. 94 / 5,6 HI A HSP
13. 6,4 6.5 0,1
7. 72 / 4,3 S A BSP
15. 5,0 5 0
8. 107 / 6,5 I A SP
17. 5,7 6 0,3
9. 74 / 4,4 S B BSP
19. 4,4 4 0,4
10. 104 / 6,3 I A SP

TABEL 4. PERBANDINGAN PENGUKURAN MENGGUNAKAN


Berdasarkan Tabel nilai toleransi antara aplikasi dengan
mistar dapat diperoleh dengan menghitung nilai rata – rata APLIKASI DAN MISTAR
margin yaitu :
NO. Ukuran pada Ukuran Margin
Σ 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐷𝑎𝑡𝑎 aplikasi (px/cm) Nyata
Rata − Rata =
𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝐷𝑎𝑡𝑎 (cm)
0,09 + 0,2 + 0,1 + 0,1 + 0,1 + 0,1 + 0,1 + 0 + 0,3 + 0,4 1. 5,9 6.4 0,5
= 2. 5,8 6 0,2
10
3. 4,8 5 0,2
= 0,149
4. 7,7 7.5 0,2
Dengan menggunakan toleransi 0,149Dari data Tabel 5. 5,8 5.5 0,3
diatas, diketahui dari 10 kali uji sampel jamur tiram yang
dilakukan, sistem mengalami kegagalan sebanyak 3. Dengan 6. 5,6 5.5 0,1
menggunakan image processing didapat presentasi 7. 4,3 4.5 0,2
keberhasilan sebesar : 8. 6,5 6 0,5
Total Pengujian : 10, Berhasil 7, Gagal 3. 9. 4,4 4 0,4

𝐵𝑒𝑟ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 10. 6,3 6.5 0,2


𝑃𝑟𝑒𝑐𝑖𝑠𝑖𝑜𝑛 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 +
𝐺𝑎𝑔𝑎𝑙

7
= Σ 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐷𝑎𝑡𝑎
7 + 3 𝑥 100% = 0,7 = 70% Rata − Rata =
𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝐷𝑎𝑡𝑎
𝐵𝑒𝑟ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 + 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙p 0,5 + 0,2 + 0,2 + 0,2 + 0,3 + 0,1 + 0,2 + 0,5 + 0,4 + 0,2
𝐴𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = =
𝑥 100% 10
𝐵𝑒𝑟ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 + 𝐺𝑎𝑔𝑎𝑙 + 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙p
= 0,28
7 + 10
= 17 Dengan menggunakan toleransi 0,28
7 + 3 + 10 𝑥 100% = 𝑥100% = 85%
2 Dari data Tabel diatas, diketahui dari 10 kali uji sampel
0 jamur tiram yang dilakukan, sistem mengalami kegagalan
𝐺𝑎𝑔𝑎𝑙 sebanyak 4. Dengan menggunakan image processing didapat
𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 𝑅𝑎𝑡𝑒 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 + 𝐺𝑎𝑔𝑎𝑙 + 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙p presentasi keberhasilan sebesar :

3 Total Pengujian : 10, Berhasil 6, Gagal 4.


= 𝑥 100% = 0,15 = 15% 𝐵𝑒𝑟ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙
7 + 3 + 10 𝑟𝑒𝑐𝑖𝑠𝑖𝑜𝑛 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 +
𝐺𝑎𝑔𝑎𝑙
6 4
=
6+
ISSN 2615-5788 Print (2615-7764)
©2019 Jurnal Teknik Elektro Dan Komputer Triac
Vol.6 No. 1
JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika)
𝑥Volume
100% =1,0,6
Nomor 1, Tahun 2016 : 1-7
= 60%

ISSN 2615-5788 Print (2615-7764)


©2019 Jurnal Teknik Elektro Dan Komputer Triac
Vol.6 No. 1
JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Informatika)
Volume 1, Nomor 𝐵𝑒𝑟ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙
1, + 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
Tahun 2016 : 1-7p [4] Umam Khairul, SN Benny. 2016. Deteksi Obyek Manusia Pada Basis
𝐴𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 𝑥 100% Data Video Menggunakan Metode Background Subtraction Dan
𝐵𝑒𝑟ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 + 𝐺𝑎𝑔𝑎𝑙 + 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙p Operasi Morfologi. Jurnal CoreIT. Vol.2, No. 2.
[5] Maulana Rizqy, Fitriyah Hurriyatul, Prakasa Esa. 2018. Implementasi
6 + 10 16 Sistem Deteksi Slot Parkir Mobil Menggunakan Metode Morfologi
= 𝑥 100% = 𝑥100% = 80% dan Background Subtraction. Jurnal Pengembangan Teknologi
6 + 4 + 10 20 Informasi dan Ilmu Komputer. Vol.2 No.5.
𝐺𝑎𝑔𝑎𝑙 [6] Soeleman Moch Arief, AP Ricardus, NA Pulung. 2014. Background
𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 𝑅𝑎𝑡𝑒 = Subtraction Berbasis Algorithma K-Means Klastering untuk Deteksi
𝑥 100% Objek Bergerak. SEMANTIK.
𝐵𝑒𝑟ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 + 𝐺𝑎𝑔𝑎𝑙 + 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙p
[7] Irianto, Kurniawan Dwi. 2010. Pendeteksi Gerak berbasiskan Kamera
4 Menggunakan OpenCV pada Ruangan. Surakarta: KomuniTi
= 𝑥 100% = 0,2 = 20% Universitas Muhammadiah Surakarta.
6 + 4 + 10 [8] http://wimsonevel.blogspot.co.id/2014/03/pengenalan-grafika-
komputer.html.
KODE KETERANGAN [9] Kadir, Abdul. 2012. Teori dan Aplikasi Pengolahan Citra.
S Sedang Yogyakarta: Penerbit ANDI.
[10] Fifi. 2011. Pengukuran Kecepatan Obyek Bergerak Menggunakan
HI Hampir Ideal
Webcam Berbasis Pengolahan Citra Digital. Surabaya: Jurusan
I Ideal Matematika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November.
BSP Belum Siap Panen
HSP Hampir Siap Panen
SP Siap Panen

ISSN 2615-5788 Print (2615-7764)


©2019 Jurnal Teknik Elektro Dan Komputer Triac
Vol.6 No. 1
P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol.10 No 2 Tahun 2021

Dari perhitungan tingkat keberhasilan sektor


kiri didapat hasil precision sebesar 70 % dari 10
sampel percobaan, kemudian untuk tingkat
accuracy diperoleh hasil 85%dari 10 sampel hasil
percobaan yang dilakukan, dan tingkat error yang
didapat sebesar 15%. Untuk sektor kanan didapat
hasil precision sebesar 60 % dari 10 sampel
percobaan, kemudian untuk tingkat accuracy
diperoleh hasil 80%dari 10 sampel hasil percobaan
yang dilakukan, dan tingkat error yang didapat
sebesar 20%. Kesalahan pengukuran yang
dilakukan oleh sistem citra dikarenakan oleh
beberapa faktor eksternal. Diantaranya adalah
cahaya ruangan maupun cahaya matahari di sekitar
area pengambilan data. Apabila terdapat cahaya
yang terlalu terang, maka sistem akan membaca
cahaya sebagai objek jamur karena memiliki ruang
warna yang sama, warna putih.

IV. KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil penelitian dijelaskan pada bagian ini :
1. Cahaya sangat mempengaruhi tingkat
akurasi sistem, apabila tingkat cahaya cukup baik
maka sistem dapat bekerja secara optimal. Namun
apabila cahaya berlebih maka keakurasian sistem
dapat terganggu.
2. Penempatan kamera sangat berpengaruh
pada akurasi sistem, sudut pengambilan gambar
yang tepat akan memberikan hasil yang maksimal
pada sistem.
3. Pada penelitian diperoleh hasil yang
maksimal pada pengujian sektor kiri dengan
tingkat presentasi precision, presentasi recall,
presentasi accuracy data sektor kiri yang
menunjukkan hasil lebih baik daripada sektor
kanan.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Nunung, M. D. 2001. Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta: Kanisi


[2] Sumarni. 2006. Botani dan Tinjauan Gizi Jamur Tiram
Putih. Jurnal Inovasi Pertanian
[3] http://masrodji.blogspot.co.id/2010/12/panen-dan-
penanganan-pasca- panen-jamur.html 16/1/17

Jurnal Sains dan Teknologi | 148


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol.10 No 2 Tahun 2021

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL UNTUK IDENTIFIKASI


OBJEK MENGGUNAKAN METODE HIERARCHICAL
AGGLOMERATIVE CLUSTERING

Juju Jumadi, Yupianti, Devi Sartika


Program Studi Informatika Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dehasen Bengkulu Bengkulu,
Indonesia

e-mail: juju.jumadi@unived.ac.id, yupiantiprana@gmail.com,


devisartika@unived.ac.id

Abstrak
Identifikasi objek (object recognition) merupakan suatu bidang keillmuan dari komputer vision
yang menggambarkan suatu objek yang didasarkan pada sifat utama dari objek tersebut.
Identifikasi objek pada citra digital membutuhkan teknik dan metode yang mampu untuk
mengekstraksi dan mengidentifikasi fitur-fitur yang terdapat pada citra digital, dimana komponen
utamanya adalah warna sebagai dasar dari representasi objek pada citra digital. salah satu metode
yang mampu menerapkan pengelompokan warna – warna objek pada citra digital sehingga dapat
menjadi fitur utama dari objek pada citra digital adalah Hierarchical Agglomerative Clustering.
Analisa dilakukan secara bertahap yaitu analisis sistem dan analisis algoritma agglomerative
clustering. Proses analisa kemudian dilanjutkan dengan tahap perancangan yang mana dimulai
dengan perancangan use case diagram dan perancangan flowchart. Akurasi dari algoritma
Hierarchical Agglomerative Clustering cukup baik khususnya pada objek yang memiliki warna
khusus atau warna yang telah menjadi ciri dari objek tersebut namun dapat menghasilkan
pengenalan yang buruk jika objek yang berbeda memiliki warna dominan yang sama.

Kata kunci: Identifikasi Objek, Hierarchical Agglomerative Clustering, Citra Digital

Abstract
Object recognition is a scientific field of computer vision that describes an object based on the
main characteristics of the object. The identification of objects in digital images requires
techniques and methods that are able to extract and identify the features contained in digital
images, where the main component is color as the basis for object representation in digital images.
One method that is able to apply object color grouping to digital images so that it can become the
main feature of objects in digital images is Hierarchical Agglomerative Clustering. The analysis
was carried out in stages, namely system analysis and agglomerative clustering algorithm analysis.
The analysis process is then continued with the design stage which begins with designing a use
case diagram and designing a flowchart. The accuracy of the Hierarchical Agglomerative
Clustering algorithm is quite good, especially on objects that have a special color or a color that
has become a characteristic of the object but can result in poor recognition if different objects have
the same dominant color.

Keywords : Object Identification, Hierarchical Agglomerative Clustering, Digital Image

Jurnal Sains dan Teknologi | 149


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol.10 No 2 Tahun 2021

PENDAHULUAN kemiripan yang maksimum dan data antar cluster


Kemajuan teknologi di bidang pengolahan
memiliki kemiripan yang minimum (Bramanto et al.
citra (Image Processing) pada saat ini telah
2021). Clustering melakukan pengelompokan data
menjadi daya tarik tersendiri bagi manusia untuk di
berdasarkan cluster/kelas dan merupakan teknik
eksplorasi sehingga menjadi pengetahuan yang dapat
untuk mengorganisasikan data yang tidak terstruktur
diterima dan dipahami dalam kehidupan sehari-hari.
tersebut menjadi suatu struktur data yang mempunyai
Seiring dengan perkembangan tersebut, kreativitas
nilai informasi (Wiradharma Putu Ananda Kusuma
identifikasi terhadap suatu objek tidak lepas dari
2015).
pengolahan citra digital (Putri 2016) .
Clustering merupakan salah satu teknik yang
Citra adalah representasi objek dua dimensi
dapat digunakan untuk identifikasi objek yang
dari dunia visual, menyangkut berbagai macam
bekerja dengan mencirikan kelompok warna pada
disiplin ilmu yang mencakup seni, human vision,
objek tersebut. Salah satu teknik atau metode
astronomi, teknik, dan sebagainya. Merupakan suatu
identifikasi menggunakan ciri warna adalah
kumpulan piksel-piksel atau titik-titik yang berwarna
Hierarchical Agglomerative Clustering.
yang berbentuk dua dimensi (Hutahaean, Waluyo,
Hierarchical Clustering adalah teknik
and Rais 2019).
clustering membentuk hirarki sehingga membentuk
Pengolahan citra digital adalah teknik
sturktur pohon. Dengan demikian proses
mengolah citra yang bertujuan memperbaiki kualitas
pengelompokkannya dilakukan secara bertingkat
citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau
atau bertahap.Terdapat 2 metode pada algoritma
mesin komputer yang dapat berupa foto maupun
Hiearchical Clustering yaitu Agglomerative (bottom-
gambar bergerak (Effendi, Fitriyah, and Effendi
up) dan devisive top- down).(Simanjuntak and
2017). Pengolahan citra merupakan cabang ilmu
Khaira 2021)
dalam Artifical Intelegence yang menggunakan objek
Metode Hierarchical Agglomerative
citra dalam bentuk digital untuk penyelesaian
Clustering bekerja dengan
kasusnya. Metode dalam citra dapat digunakan baik
mengelompokkan piksel warna pada objek
perhitungan matematis pada objek secara piksel
berdasarkan jarak tetangga terdekat. Setiap piksel
ataupun geometris. Masing-masing objek citra
pada awalnya dianggap sebagai sebuah cluster yang
memiliki nilai perbedaan yang dapat diperhitungkan
kemudian tiap cluster akan mencari tetangga terdekat
secara matematis, sehingga menunjukkan ciri yang
untuk bergabung menjadi cluster baru. Proses
berbeda antara objek satu dengan yang lain. Penciri
pembentukan cluster terus dilakukan sampai batas
dari perbedaan setiap objek dapat ditentukan dari
jumlah cluster tercapai (Saad, Mohamed, and Al-
warna, tekstur, ataupun bentuk (Widyaningsih 2017).
qutaish 2012)
Dengan memanfaatkan informasi digital ini
Pengelompokan Agglomerative
pengelompokkan atau clustering dapat di
Hierarchical Clustering merupakan metode
implementasikan terhadap objek
pengelompokan hierarki dengan pendekatan bawah-
Clustering adalah sebuah proses untuk
atas (bottom up). Proses pengelompokan dimulai
mengelompokan data ke dalam beberapa cluster atau
dari masing - masing data sebagai satu buah
kelompok sehingga data dalam satu cluster
kelompok, kemudian secara rekursif mencari
memiliki tingkat
kelompok potensial berdasarkan jarak sebagai
pasangan untuk bergabung sebagai satu
kelompok yang lebih besar. Proses tersebut

Jurnal Sains dan Teknologi | 150


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol.10 No 2 Tahun 2021

diulang terus sehingga tampak bergerak ke atas dikenali sehingga dapat digunakan pada proses uji
(Agglomerative) membentuk jenjang (hierarki) identifikasi.
(Arifin, Stefanus, and Soeleman 2017).
Berdasarkan pemaparan dan alasan diatas,
Pada penelitian sebelumnya Wicaksana,
metode Hierarchical Agglomerative
Adikara dan Adinugroho pada tahun 2018 tentang
Clustering akan diimplementasikan untuk
clustering dokumen skripsi dengan menggunakan
Hierarchical Agglomerative identifikasi objek pada pengolahan citra digital.
Clustering yang
METODE
menyimpulkan Metode hierarchical agglomerative
Metode penelitian yang digunakan adlaah
clustering lebih sering menghasilkan singleton metode Air terjun (WaterFall). Model SDLC air
(cluster yang terdiri dari 1 dokumen) sehingga terjun (waterfall) sering juga disebut model
mempengaruhi ketepatan suatu cluster dalam sekuensial linier (sequential linier) atau alur hidup
mengelompokkan dokumen (Wicaksana, Adikara, klasik (classic life cycle). Model air terjun
and Adinugroho 2018). menyediakan pendekatan alur hidup perangkat lunak
Peneliitian lainnya tentang identifikasi dengan secara sekuential atau terurut dimulai dari analisis,
desain, pengkodean, pengujian (Hirmawan, P, and
clustering juga dilakukan oleh Misdayanto, Yustina
Azizah 2016). Metode penelitian yang dikembangkan
dan Ira dengan menerapkan metode K-Means pada penelitian ini terdiri dari beberapa modul.
Clustering untuk identifikasi jenis burung Lovebird. Setiap modul pada sistem yang dibangun memiliki
Sistem dibagi menjadi dua tahapan yaitu fungsi dan proses masing – masing sesuai dengan
tahapanpelatihan dan tahapan pengujian. Tahapan tujuan pembuatannya yang dapat digambarkan
pelatihan menggunakan 30 citra burung lovebird seperti yang terlihat pada gambar berikut ini :
dikenali sesuai dengan jenisnya sehingga
menghasilkan tingkat akurasi sebesar 100%.
Sedangkan tahapan pengujian menggunakan 24 citra
burung lovebird, 22 citra burung lovebird dikenali
sesuai dengan jenisnya dan 2 citra burung lovebird
dikenali tetapi tidak sesuai dengan jenisnya sehingga
menghasilkan tingkat akurasi sebesar 91,67%
(Misdiyanto, Yustina Suhandini T 2020)
Metode Hierarchical Agglomerative
Clustering menawarkan solusi yang sederhana dan
cepat dalam pengelompokan piksel warna. Kemudian
diberi label sebagai identitas. Pelabelan cluster
adalah proses memberikan identitas berupa nama Training (Pelatihan)
Identification
(Idenfikasi Objek)
atau ciri pada suatu cluster agar cluster tersebut
dapat dikenali. Nama atau ciri yang digunakan  Baca Objek


Baca Objek
Clustering
 Clustering
sebagai label dari suatu cluster merupakan objek  Simpan Pada Database
 Baca Database
 Identifikasi Objek
yang mewakili isi dari cluster. Hasil dari
pengelompokkan akan
Gambar 1. Arsitektur Sistem Identifikasi Objek
menjadi nama atau ciri dari objek yang

Jurnal Sains dan Teknologi | 151


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol.10 No 2 Tahun 2021

Gambar 4. Use Case Diagram Aplikasi


Gambar 2. Flowchart Training (Pelatihan)
Hierarchical Agglomerative Clustering
Metode hierarchical agglomerative bekerja
dengan mengelompokkan piksel warna pada objek
berdasarkan jarak tetangga terdekat. Setiap piksel
pada awalnya dianggap sebagai sebuah cluster yang
kemudian tiap cluster akan mencari tetangga terdekat
untuk bergabung menjadi cluster baru. Proses
pembentukan cluster terus dilakukan sampai batas
jumlah cluster tercapai (Saad, et al., 2012).
Jarak antara kedua piksel dapat dihitung
menggunakan dua persamaan perhitungan jarak yaitu
fungsi jarak Manhattan dan fungsi jarak
euclidiance. Berikut persamaan dari kedua fungsi
jarak tersebut (Madhulatha 2012)
Persamaan Manhattan distance function :
𝑛
𝑑 = ∑|𝑋𝑖 − 𝑌𝑖| … … … … … … … … … . . (1)
𝑖=1

Persamaan Euclidian distance function :


𝑛
2
𝑑 = √∑(𝑥𝑗 − 𝑦𝑗) … … … … … … … . . . (2)
𝑗=1

Gambar 3. Flowchart Identifikasi

Jurnal Sains dan Teknologi | 152


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol.10 No 2 Tahun 2021

Proses dari Algoritma Hierarchical Tabel 1 Nilai Pixel Citra


Agglomerative Clustering terdiri dari Setiap data atau
piksel akan dianggap sebagai sebuah cluster tunggal, (130,255,250) (100,125,140) (60,65,45)
yang kemudia setiap cluster akan mencari nilai (255,125,210) (128,128,130) (45,60,45)
cluster terdekat dengan menggunakan persamaan (25,130,120) (38,19,52) (20,20,20)
perhitungan jarak, setiap pasangan cluster terendah
akan bergabung menjadi sebuah cluster baru dimana Adapun proses pengelompokan
proses pembentukan pasangan terus berlangsung menggunakan algoritma Hierarchical
sampai dengan jumlah cluster yang dibutuhkan Agglomerative Clustering dapat dijabarkan
terpenuhi (Ackermann et al. 2014). Adapun langkah- sebagai berikut :
langkah dari Hierarchical Agglomerative yaitu 1. Menentukan jumlah kelompok yang ingin
hitung matrik jarak antar data, pasangan cluster dibentuk.
terendah akan bergabung menjadi sebuah cluster baru Sebagai analisis diasumsikan kelompok
sampai jumlah cluster yang diinginkan terpenuhi yang akan dibentuk adalah tiga
kemudian gabungkan kelompok terdekat berdasarkan
(3) kelompok
parameter kedekatan yang ditentukan langkah
terakhir yang dilakukan adalah perbaharui matrik 2. Membentuk kelompok awal dari setiap
jarak antar data untuk mempresentasikan kedekatan piksel
diantara kelompok yang masih tersisa (Prasetyo, C1 = (130,255,250) = Piksel (0,0) /
2012). Piksel 1
C2 = (100,125,140) = Piksel (1,0) /
Proses Analisa Algoritma Hierarchical Piksel 2
Agglomerative Clustering C3 = (60,65,45) = Piksel (2,0) / Piksel 3 C4 =
Pada proses analaisa ini akan digunakan citra (255,125,210) = Piksel (0,1) /
sample atau citra contoh dengan ukuran 3x3 pixel Piksel 4
yang akan digunakan sebagai bahan analisis seperti C5 = (128,128,130) = Piksel (1,1) /
yang dapat dilihat pada gambar berikut : Piksel 5
C6 = (45,60,45) = Piksel (2,1) / Piksel 6 C7 =
(25,130,120) = Piksel (0,2) / Piksel 7
C8 = (38,19,52) = Piksel (1,2) / Piksel 8
C9 = (20,20,20) = Piksel (2,2) / Piksel 9
3. Mencari pasangan piksel dengan jarak
terdekat pada masing – masing piksel dan
membentuk kelompok baru dari pasangan
tersebut
C1baru = C1Lama + C4Lama =
Gambar 5. Potongan Citra Sampel
{ (130,255,250), (255,125,210)}
C2baru = C2Lama + C5Lama =
Contoh potongan citra input seperti yang terlihat
pada gambar 5 merupakan citra warna yang setiap { (100,125,140), (128,128,130)}
pixelnya disusun oleh komponen RGB. Berikut tabel C3baru = C3Lama + C6Lama =
nilai piksel dari contoh citra yang digunakan : { (60,65,45), (45,60,45)}
C4baru = C8Lama + C9Lama =
{ (38,19,52), (20,20,20)}
C5baru = C7Lama = { (25,130,120)}
4. Dikarenakan jumlah kelompok yang
dihasilkan masih lebih besar dari yang
ditentukan maka proses
pengelompokkan maka dilanjutkan dengan
membentuk pasangan dari kelompok
sebelumnya. Sehingga pada akhirnya
diperoleh hasil pengelompokkan dengan tiga
kelompok akhir sebagai berikut.

Jurnal Sains dan Teknologi | 153


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol.10 No 2 Tahun 2021

C1 = { (130,255,250), (255,125,210), Identifikasi merupakan komponen yang


(100,125,140), (128,128,130)} berfungsi untuk melakukan pengenalan atau
C2 = { (60,65,45), (45,60,45), (38,19,52), identifikasi objek pada citra digital. Sub
(20,20,20) } komponen dari komponen identifikasi terdiri
C3 = { (25,130,120) } dari baca objek, clustering, baca database,
5. Selesai identifikasi objek.
Tahapan baca objek dan clustering secara
keseluruhan mempunyai fungsi yang sama pada
HASIL DAN PEMBAHASAN
proses pelatihan. Pada proses baca database
Hasil penelitian yang dilakuka oleh Fitri dan
mempunyai fungsi dan tugas untuk membaca
Fadlil tentang sistem pengenalan bunga berbasis
informasi pengelompokkan pixel objek dari
pengolahan citra dan pengklasifikasian jarak
database yang diperoleh pada saat pelatihan.
menghasilkan tingkat akurasi tinggi sebesar 85%
Tahapan terakhir adalah identifikasi, pada
dengan menggunakan jarak manhattan dengan
tahapan ini mempunyai fungsi untuk
ekstraksi ciri histogram (Muwardi and Fadlil 2018).
menentukan jenis objek yang terdapat pada citra
Penelitian terkait pengolahan citra juga dilakukan
input berdasarkan informasi objek yang
oleh endi tentang identifikasi objek benda tajam pada
diperoleh database dengan pencocokan terhadap
citra x-ray, dimana proses identifikasi dilakukan
informasi pengelompokkan dari citra input.
dengan menghitung boundry objek dan segmentasi
warna. Hasil dari pengamatan melalui monitor mesin
x-ray dan hasil pengamatan menggunakan Penelitian identifikasi objek pada citra
pengolahan citra digital adalah sama (Permata 2016), digital menggunakan hierarchical
Berdasarkan tahapan dari arsitektur sistem agglomerative clustering yang dilakukan ini
identifikasi objek pada citra digital yang telah menghasilkan sebuah sistem aplikasi yang dapat
dikemukan diatas. Selanjutnya dilakukan tahapan digunakan untuk meng-identifikasi objek pada
pembahasan : citra digital menggunakan metode hierarchical
A. Pelatihan agglomerative clustering. Adapun hasil dari
Pelatihan adalah tahapan yang akan dilakukan penelitian ini terdiri dari beberapa form yaitu
untuk memberikan data-data kepada sistem form utama, form pelatihan dan form
sebagai bahan dan referensi dalam proses identifikasi.
indentifikasi. Pada tahapan pelatihan terdiri dari
sub komponen yaitu : baca objek, clustering,
dan simpan data pada database.
Baca objek merupakan sub komponen yang
bertugas untuk membaca informasi pixel dari
citra input dan menyediakan informasi tersebut
untuk sub komponen lain guna diproses lebih
lanjut. Clustering merupakan sub komponen
yang mempunyai peran untuk mengelompokkan
pixel warna menggunakan metode hierarchical
agglomerative clustering. Setelah proses
clustering maka dilanjutkan dengan menyimpan
informasi pengelompokkan pixel citra ke dalam
database beserta dengan objek pemilik
informasi pixel tersebut. Gambar 6. Form Training Objek.
B. Identifikasi
Form Training (pelatihan) objek memiliki fitur
untuk “Cari Objek” untuk dikenali oleh aplikasi yang
dibangun. Informasi pixsel yang menyusun objek
pada citra digital input akan dikelompokkan
menggunakan

Jurnal Sains dan Teknologi | 154


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol.10 No 2 Tahun 2021

algoritma Hierarchical Agglomerative


Clustering dengan melakukan klik pada tombol
“Proses”
Hasil dari proses algoritma Hierarchical
Agglomerative Clustering yang diperoleh
kemudian disimpan kedalam database untuk dapat di
pergunakan pada proses identifikasi. Sebelum
melakukan penyimpanan informasi objek kedalam
database, objek tersebut membutuhkan nama untuk
pelabelan agar dapat dikenali

Gambar 8. Pengujian Pelatihan Objek Sepeda

Pengujian pelatihan seperti yang terlihat pada


gambar 9 memperlihatkan implementasi pelatihan
menggunakan citra objek sepeda. Hasil
pengelompokan atau clustering menggunakan
hierarchical agglomerative clustering dapat dilihat
pada tabel informasi dimana pixel – pixel yang
menyusun objek dari citra sepeda terbagi ke dalam
kelompok warna sesuai dengan warnanya masing-
masing

Gambar 7 Form Identifikasi Objek

Form identifikasi objek memiliki fitur untuk


membuka objek yang memiliki objek untuk di-
identifikasi oleh aplikasi yang dibangun. Informasi
pixel yang menyusun objek pada citra digital input
akan dikelompokkan menggunakna algoritm
hierarchical agglomerative clustering dan akan di-
identifikasi menggunakan tombol “Identifikasi
Objek”.

PENGUJIAN SISTEM
Pengujian dilakukan untuk
memperoleh validasi implementasi algoritma
Hierarchical Agglomerative Clustering pada
aplikasi identifikasi objek pada citra digital. Adapun
tujuan utama dari pengujian adalah untuk
memperoleh kemampuan dari Hierarchical Gambar 9. Pengujian Identifikasi Objek
Agglomerative Clustering dalam proses identifikasi
objek pada citra digital. Proses pengujian dimulai Pengujian identifikasi seperti yang terlihat pada
dengan proses pelatihan objek yang terdapat pada gambar 10 dilakukan menggunakan citra sepeda
citra digital seperti terlihat pada gambar berikut : lainnya. Seperti yang dapat dilihat pada gambar 10
aplikasi yang dikembangkan dapat meng-identifikasi
objek sepeda dengan baik

Jurnal Sains dan Teknologi | 155


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol.10 No 2 Tahun 2021

Dari hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa Informasi 13: 92–100.
program sistem identifikasi objke pada citra digital
Bramanto, Arief, Wicaksono Putra, Muhammad
menggunakan metode Hierarchical Agglomerative
Trisna, and Rheo Malani. 2021. “Jurnal
Clustering yang dibangun dapat memberikan hasil
Politeknik Caltex Riau Kompresi Citra Digital
yang cukup baik, dimana proses identifikasi
Dengan Basis Komponen Warna RGB
menghasilkan hasil yang sesuai dengan objek yang
Menggunakan Metode K-Means Clustering” 7
terkandung pada citra digital.
(1): 14–
23.
SIMPULAN
Effendi, Masud, Fitriyah Fitriyah, and Usman
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,
Effendi. 2017. “Identifikasi Jenis Dan Mutu
maka dapat di tarik kesimpulan bahwa proses
Teh Menggunakan Pengolahan Citra Digital
identifikasi objek pada citra digital menggunakan
Dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan.”
teknik pengelompokan atau clustering adalah
Jurnal Teknotan 11 (2):
melakukan pembagian terhadap pixel – pixel pada
67.
citra digital ke dalam beberapa kelompok
berdasarkan kedekatan warna antara satu pixel https://doi.org/10.24198/jt.vol11n2.7.
dengan pixel lainnya. Berdasarkan kelompok – Hirmawan, A., M. P, and D. Azizah. 2016.
kelompok yang terbentuk dapat menjadi referensi “ANALISIS SISTEM AKUNTANSI
dalam menentukan jenis objek berdasarkan PENGGAJIAN DAN PENGUPAHAN
kelompok warna yang terbentu dari objek tersebut. KARYAWAN DALAM UPAYA
Akurasi dari algoritma Hierarchical Agglomerative MENDUKUNG PENGENDALIAN
Clustering cukup baik khususnya pada objek yang INTERN (Studi Pada PT.Wonojati Wijoyo
memiliki warna khusus atau warna yang telah Kediri).” Jurnal Administrasi Bisnis S1
menjadi ciri dari objek tersebut. Universitas Brawijaya 34 (1):
Adapun saran yang penulis dapat kemukan 189–96.
terkait dengan permasalahan yang telah dijabarkan Hutahaean, Harvei Desmon, Bakti Dwi Waluyo, and
dimana proses identikasi cukup baik namun dapat Muhammad Amin Rais. 2019. “Teknologi
menghasilkan identifikasi yang buruk jika objek Identifikasi Objek Berbasis Drone
yang berbeda memiliki ciri warna dominan yang Menggunakan Algoritma Sift Citra
sama sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut Digital” 04: 193–98. Madhulatha, T. Soni. 2012. “An
dengan menambah algoritma atau metode untuk Overview on Clustering Methods.” IOSR Journal
mengatasi kelemahan tersebut. of Engineering 02 (04): 719–25.
https://doi.org/10.9790/3021-
0204719725.
DAFTAR PUSTAKA Misdiyanto, Yustina Suhandini T, Ira Aprilia. 2020.
“Identifikasi Jenis-Jenis Burung Lovebird
Ackermann, Marcel R., Johannes Blömer, Daniel Menggunakan Pengolahan Citra Digital
Kuntze, and Christian Sohler. 2014. “Analysis Dengan Metode K-Means Clustering.” Jurnal
of Agglomerative Clustering.” Algorithmica Sains Komputer & Informatika (J-SAKTI)
69 (1): 184– Vol. 4 (September): 445–56.
215. https://doi.org/10.1007/s00453- Muwardi, Fitri, and Abdul Fadlil. 2018.
012-9717-4. “Sistem Pengenalan Bunga Berbasis
Arifin, Zenal, Santosa Stefanus, and Arief M. Pengolahan Citra Dan Pengklasifikasi
Soeleman. 2017. “Klasterisasi Genre Cerpen Jarak.” Jurnal Ilmiah Teknik Elektro
Kompas Menggunakan Agglomerative Komputer Dan Informatika 3 (2): 124.
Hierarchical Clustering- Single Linkage.” https://doi.org/10.26555/jiteki.v3i2.747 0.
Jurnal Teknologi Permata, Endi. 2016. “Identifikasi Obyek Benda
Tajam Menggunakan Pengolahan Citra Digital
Pada Citra X- Ray.” Volt 1 (1): 1–14.

Jurnal Sains dan Teknologi | 156


Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA Vol. 7 No. 1, Februari 2013

Putri, Asti Riani. 2016. “Pengolahan Citra Dengan


Menggunakan Web Cam Pada Kendaraan
Bergerak Di Jalan Raya.” JIPI (Jurnal
Ilmiah Penelitian Dan Pembelajaran
Informatika) 1 (01): 1–6.
https://doi.org/10.29100/jipi.v1i01.18.
Prasetyo E Data Mining : Konsep dan Aplikasi
Menggunakan Matlab [Buku]. - Yogyakarta :
Andi, 2012
Saad, Fathi H, Omer I E Mohamed, and Rafa E Al-
qutaish. 2012. “C Omparison of H Ierarchical a
Gglomerative a Lgorithms F or C Lustering M
Edical” 3 (3): 1–15.
Simanjuntak, Krisman Pratama, and Ulfa Khaira.
2021. “Pengelompokkan Titik Api Di
Provinsi Jambi Dengan Algoritma
Agglomerative Hierarchical Clustering.”
MALCOM: Indonesian
Journal of Machine Learning and
Computer Science 1 (April): 7–16.
https://journal.irpi.or.id/index.php/malc
om/article/view/6.
Wicaksana, Danang Aditya, Putra Pandu Adikara,
and Sigit Adinugroho. 2018. “Clustering
Dokumen Skripsi Dengan Menggunakan
Hierarchical
Agglomerative Clustering.” Jurnal
Pengembangan Teknologi Informasi
Dan Ilmu Komputer (J-PTIIK)
Universitas Brawijaya 2 (12).
Widyaningsih, Maura. 2017. “Identifikasi Kematangan
Buah Apel Dengan Gray Level Co-Occurrence
Matrix (GLCM).” Jurnal SAINTEKOM 6 (1):
71.
https://doi.org/10.33020/saintekom.v6i 1.7.
Wiradharma Putu Ananda Kusuma, Purwanto Yudha
Purboyo Tito Waluyo. 2015. “Analisis Sistem
Deteksi Anomali Trafik Menggunakan Algoritma
Clustering Isodata (Self-Organizing Data Analys
Technique) Dengan Euclidean Distance” 30 (3):
175–82.

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer ASIA Malang 37


Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA Vol. 7 No. 1, Februari 2013

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL UNTUK PENGENALAN RETINA


DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN HOPFIELD
DISKRIT
Broto Poernomo1, Yuliana Melita2
1.. STMIK ASIA Malang, 2.. iSTTS

e-mail: wongbluluk@yahoo.com , ymp@stts.edu

ABSTRAK
Penelitian ini berisi tentang implementasi pengolahan citra digital dan jaringan saraf tiruan hopfield diskrit pada
sistem identifikasi citra retina. Serta menggunakan perhitungan hamming distance untuk mencari nilai kesalahan
identifikasi citra retina tersebut. Tahap perancangan sistemnya dari proses resize, grayscale, deteksi tepi dengan
sobel, binerisasi citra, jaringan saraf tiruan hopfield, dan hamming distance. Dengan sistem identifikasi ini nanti
akan menghasilkan nilai hamming distance dan prosentase kemiripan dari identifikasi antara retina yang di uji
dengan data latih yang ada di database. Dari hasil pengujian 7 data citra retina milik orang yang sama namun
dengan citra yang sedikit berbeda dengan dipengaruhi posisi, translasi dan noise sistem ini mampu mengenali
dengan keberhasilan 42,86 %. Hal ini terjadi karena sistem ini tidak melakukan proses transform terhadap citra
yang akan di identifikasi

Kata kunci: Sistem, Pengolahan Citra Diggital, Identifikasi Retina, Jaringan Saraf Tiruan
hopfield, Hamming Distance

ABSTRACT

This study contains the implementation of digital image processing and discrete Hopfield neural networks in
retinal image identification system. As well as using the Hamming distance calculations to find the value of the
retinal image misidentification. System design phase of the process resize, grayscale, edge detection with Sobel,
binerisasi image, Hopfield neural network, and the Hamming distance. With this identification system would
later result in the value of the Hamming distance and the percentage of similarity between the retina
identification test in training data in the database. From the test results 7 data retinal images of the same person
but with a slightly different image to the affected position, translation and noise the system is able to recognize
the success of 42.86%. This happens because the system does not make the process transform the image to be
identified

Keywords: Systems, Image Processing Diggital, Retina identification, Hopfield Neural


Network,Hamming Distance

PENDAHULUAN
salah satu jenis dari teknologi tersebut adalah
Perkembangan teknologi dewasa ini pengenalan retina (retinal recognition). Biometrik
sungguh sangat pesat, terutama tekhnologi dibidang adalah suatu cabang keilmuan yang menggunakan
tekhnologi informasi yang dapat dimanfaatkan luas data atau properti unik dari anggota tubuh makhluk
di banyak bidang lainnya. Salah satu teknologi hidup, dalam hal ini manusia, untuk tujuan
yang berkembang pesat adalah pada bidang identifikasi atau verifikasi. Beberapa bagian tubuh
pemindaian biometrik (biometrics scanning), dan atau properti yang lazim digunakan untuk

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer ASIA Malang 38


Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA Vol. 7 No. 1, Februari 2013

pemindaian biometrik ini diantaranya sidik jari,


pada fisiologi dan karakteristik tingkah laku
retina mata, iris mata, wajah, dan suara. Teknologi
mereka.
ini sangat berguna untuk mencegah pemalsuan
Dengan menggunakan biometrik ini
identitas, karena sangat sulit untuk memalsukan
dimungkinkan untuk
data yang berasal dari anggota tubuh seperti ini.
mengkonfirmasikan atau menetapkan suatu
Sesuai dengan namanya, retinal recognition
identitas individu. Ukuran yang memadai untuk
menggunakan retina sebagai bahan untuk
bisa dikategorikan sebagai sebuah biometrik adalah
identifikasi. Pada eye biometrics terdapat dua
bagian mata yang sering digunakan yaitu iris dan a. Universal / Universality : berarti bahwa
retina. Bila dianalaogikan dengan kamera, iris tiap orang harus mempunyai
adalah bagian bukaan (apperture) kamera karakteristik tersebut
sedangkan retina adalah bagian film dari kamera. b. Keunikan / Distinctiveness :
Retina mengandung banyak lapisan dari jaringan
mengindikasikan bahwa tidak ada dua
sensor dan jutaan fotoreseptor yang berfungsi untuk
mengubah cahaya terang menjadi impuls listrik. orang yang memiliki kesamaan
Pada retina juga terdapat pembuluh- pembuluh karakteristik
darah yang menjadi fondasi dari retinal recognition. c. Permanen / Permanence :
Retina terletak di bagian belakang mata dan tidak karakteristik tidak banyak berubah
tersentuh oleh lingkungan luar, oleh karena itu
terhadap suatu periode waktu tertentu
dalam biometrik retina sangat stabil.
Seperti telah dijelaskan d. Dapat dikumpulkan / Collectability :
sebelumnya, retina mengandung banyak pembuluh berarti bahwa karakteristik dapat diukur
darah yang membentuk pola yang unik bagi setiap secara kuantitatif
orang. Pola inilah yang digunakan pada retinal Dalam suatu sistem biometrik ( yaitu suatu
recognition. sistem yang menggunakan biometrik untuk
Pengenalan retina akhir-akhir ini memang pengenalan individu), ada beberapa hal yang harus
mendapat banyak perhatian untuk dibuat sebuah dipertimbangkan, yaitu :
aplikasi-aplikasi. Antara lain, seperti aplikasi
pengamanan gedung, alat identifikasi, password Performance
akun seseorang, dan lain-lain. Ada banyak teknik Capaian yang mana mengacu pada ketelitian
pengenalan retina yang dapat digunakan, salah pengenalan yang dicapai dan kecepatannya, sumber
satunya adalah dengan Pengolahan citra dengan daya yang diperlukan untuk mencapai ketelitian
Metode Sobel dan Jaringan saraf tiruan Hopfield kecepatan pengenalan yang diinginkan, seperti
Diskrit. halnya faktor operasional dan faktor lingkungan
yang mempengaruhi ketelitian dan kecepatan.
KAJIAN TEORI Acceptability
Kemampuan menerima yang menandai adanya
1. BIometrik
tingkat penerimaan masyarakat terhadap
Sistem biometrik merupakan sistem yang
penggunaan perangkat pengidentifikasi biometrik
mengacu pada pengenalan otomatis terhadap
tertentu ( karakteristik) dalam kehidupan sehari-
individu berdasarkan
hari.
Circumvention
Pengelakan yang mencerminkan bahwa
sistem dapat dikelabuhi dengan mudah atau tidak.

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer ASIA Malang 39


Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA Vol. 7 No. 1, Februari 2013

2. Iris dengan teknologi tinggi dan biaya mahal.


Tekstur visual dari iris manusia ditentukan Pembuluh darah retina juga dapat memetakan
oleh proses morfogenik yang kacau selama kondisi medis seperti darah tinggi.
perkembangan embrio manusia dan diposisiskan
agar menjadi unik untuk masing-masing manusia
dan setiap mata. Suatu gambar mata biasanya
diambil menggunakan proses citra tanpa kontak
menggunakan kamera CCD dengan resolusi 512
dpi. Tingkat kesalahan identifikasi
menggunakan teknologi iris lebih kecil dan kode
invarian posisi panjang konstan mengijinkan
adanya metode pengenalan iris yang cepat. 5.
Telinga Telah diketahui bahwa pola telinga dan
struktur dari jaringan kartilagenus dari pinna adalah Gambar 2 : Retina mata
istimewa. Ciri-ciri dari telinga tidak diharapkan
unik untuk masing-masing individu. Pendekatan Retina adalah lapisan mata yang paling peka
pengenalan telinga berdasar pada penyesuaian terhadap cahaya, yang berfungsi sebagai penerima
vektor jarak dari bagian penting pada pinna dari cahaya yang masuk melalui lensa mata dan
suatu lokasi yang dikenal. Tidak ada sistem kemudian mengirimkan ke otak melalui saraf
komersial yang tersedia saat ini dan autentikasi optik, ketika mata dilihat lebih dalam menggunakan
identitas individu yang berdasar pada pengenalan ophthalmoscope ataupun menggunakan kamera
telinga hingga kini masih menjadi topik penelitian. fundus akan terlihat bagian retina seperti Gambar 3.

Gambar 1 : Iris mata Gambar 3 : Citra Retina mata

3. Pengenalan Retina 4. Jaringan Saraf Tiruan (Neural Network)


Pembuluh darah pada retina strukturnya Jaringan saraf tiruan (JST) atau neural
sangat kaya dan sangat khas pada setiap individu network adalah suatu metode komputasi yang
dan pada masing-masing mata. Retina dianggap meniru sistem jaringan saraf biologis. Metode ini
sebagai biometrik yang paling aman karena retina menggunakan elemen perhitungan non-linier dasar
tidak mudah untuk mengubah atau meniru yang disebut neuron yang
pembuluh darah retina. Pembacaan retina, diorganisasikan sebagai jaringan yang saling
banyak digunakan pada film-film dan instalasi berhubungan, sehingga mirip dengan jaringan saraf
militer, dan seringkali digunakan pada teknologi manusia. Jaringan saraf tiruan dibentuk untuk
biometrik memecahkan suatu masalah tertentu seperti
pengenalan pola atau klasifikasi karena proses
pembelajaran.
Layaknya neuron biologi, JST juga
merupakan sistem yang bersifat “fault tolerant”
dalam 2 hal. Pertama, dapat mengenali sinyal input
yang agak

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer ASIA Malang 39


Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA Vol. 7 No. 1, Februari 2013

berbeda dari yang pernah diterima sebelumnya.


mengalami masa vakum selama beberapa tahun.
Sebagai contoh, manusia sering dapat mengenali
seseorang yang wajahnya pernah dilihat dari foto
atau dapat mengenali sesorang yang wajahnya agak 5. Jaringan Saraf Tiruan Hopfield
berbeda karena sudah lama tidak menjumpainya. Terdapat beberapa versi algoritma dari
Kedua, tetap mampu bekerja meskipun beberapa jaringan Hopfield. Pada penjelasan pertama
neuronnya tidak mampu bekerja dengan baik. Jika Hopfield (1982) menggunakan input vektor biner.
sebuah neuron rusak, neuron lain dapat dilatih Untuk menyimpan suatu pola biner S(p), p = 1,…,
untuk menggantikan fungsi neuron yang rusak p, dimana
tersebut. S(p) = (S1(p),…, Si(p), …, Sn(p)),
Jaringan saraf tiruan, seperti manusia, belajar untuk matriks bobotnya W = {wij} diperoleh
dari suatu contoh karena mempunyai karakteristik dengan
yang adaptif, yaitu dapat belajar dari data- data
sebelumnya dan mengenal pola data yang selalu
berubah. Selain itu, JST merupakan sistem yang tak Dan wii = 0
terprogram, artinya semua keluaran atau
Pada penjelasan lainnya Hopfield (1984)
kesimpulan yang ditarik oleh jaringan didasarkan
menggunakan input bipolar. Untuk menyimpan
pada pengalamannya selama mengikuti proses
pola bipolar, matriks bobot yang digunakan W =
pembelajaran/pelatihan.
{wij}, diperoleh dengan
Hal yang ingin dicapai dengan melatih JST
adalah untuk mencapai keseimbangan antara
kemampuan memorisasi dan generalisasi. Yang
dimaksud kemampuan memorisasi adalah
kemampuan JST untuk mengambil kembali secara Dan wii = 0
sempurna sebuah pola yang telah dipelajari. Proses pembelajaran terjadi pada saat
Kemampuan generalisasi adalah kemampuan JST neuron yang saling terhubung aktif pada saat yang
untuk menghasilkan respons yang bisa diterima bersamaan. Jika ini terjadi, maka nilai bobot harus
terhadap pola-pola input yang serupa (namun tidak berubah. Dalam proses perubahan bobot Hopfield
identik) dengan pola-pola yang sebelumnya telah menggunakan aturan Hebb, yang mana: Wi (baru)
dipelajari. Hal ini sangat bermanfaat bila pada suatu = wi (lama) + xiy
saat ke dalam JST itu diinputkan informasi baru Aplikasi dari algoritma jaringan Hopfield dapat
yang belum pernah dipelajari, maka JST itu masih dilihat:
akan tetap dapat memberikan tanggapan yang baik, Langkah 1. Inisialisasi bobot untuk menyimpan
memberikan keluaran yang paling mendekati. pola dengan menggunakan aturan Hebb.
Jaringan saraf tiruan berkembang secara pesat pada Jika aktivasi jaringan belum mencapai konvergen
beberapa tahun terakhir. Jaringan saraf tiruan telah ulangi langkah 2 sampai 8.
dikembangkan sebelum adanya suatu komputer Langkah 2. Untuk setiap input vektor x, lakukan
konvensional yang canggih dan terus berkembang Langkah 3 sampai 7.
walaupun pernah Langkah 3. Tentukan aktivasi awal jaringan sama
dengan input eksternal vektor x.

Langkah 4. Lakukan langkah 5 sampai 7 untuk


setiap Yi, perubahan unit adalah acak.

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer ASIA Malang 40


Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA Vol. 7 No. 1, Februari 2013

Langkah 5. Hitung jaringan input: 1. Pre pengolahan


Proses pra-pengolahan adalah langkah
pengolahan citra untuk menonjolkan karakter citra
yang ingin diekstraksi. Sub-proses nya seperti
Langkah 6. Tentukan aktivasi (sinyal sebagai berikut :
output) a) Proses resize
Proses pengambilan citra retina diambil secara
offline, yang mana citra retina itu datanya didapat
dari internet berupa file jpeg yang kemudian
disimpan dalam folder di eksplorer. Citra retina
tersebut juga sudah disesuaikan ukuran dimensinya
yaitu 64x64 pixel serta dengan kualitas gambar
Untuk ambang, θi,biasanya bernilai nol. Langkah
yang bagus juga, sehingga kami tidak butuh
7. Masukkan nilai yi ke dalam unit-unit lainnya. melakukan proses perbaikan untuk citra retina
(terjadi perubahan vektor aktivasi). tersebut. Tapi saat mengambil citra retina tersebut,
Langkah 8. Uji apakah terjadi konvergensi Analisa citra langsung diproses ukuran dimensinya menjadi
pada fungsi Lyapunov (biasa juga disebut sebagai 20x20 pixel. Contoh citra retina yang kami gunakan
fungsi energi) untuk jaringan Hopfield adalah seperti pada Gambar 5 di bawah ini.
bagian penting yang akan menunjukkan bahwa
telah terjadi konvergensi, dimana sebelumnya
bobot telah berubah secara asinkron dan nilai 0
pada diagonalnya.

PEMBAHASAN
Proses identifikasi retina ini dibagi menjadi
dua tahap utama, yang pertama adalah pra
pengolahan (pre-processing) dan yang kedua adalah
proses identifikasi menggunakan jaringan saraf
tiruan (neural network) hopfield diskrit. Secara Gambar 5 Contoh citra retina yang
keseluruhan skema proses tersebut terlihat pada
di gunakan 64x64 pixel
Gambar 4.
Pada saat pengambilan citra tersebut,
kemudian sistem secara otomatis langsung me-
risize nya menjadi ukuran 20x20 pixel. Hasil
resize seperti Gambar 6 dibawah ini.

Pra
Pengolahan

Resize

Grayscal e

Proses Neural Network


Hopfield diskrit Gambar 6 Contoh citra retina yang
Sobel
Detec
di resize menjadi 20x20 pixel
Citra Latih Identifik Hasil
Digit Jarin asi Ide ntifi
kasi
Citra
Gambar4
Biner : Blok system

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer ASIA Malang 41


Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA Vol. 7 No. 1, Februari 2013

Sedangkan alur pengambilan citra dan resize


nya adalah sebagai berikut : c) Proses deteksi tepi dengan sobel
Pada tahap ini, bisa dibilang tahap
Mulai inti dari pra-proses pengenalan retina itu sendiri.
Karena pada tahap deteksi tepi dengan metode
Ambil citra asli sobel ini nanti yang dapat menunjukkan ciri-ciri
dari retina tersebut. Dari proses ini juga akan
tampak perbedaan pembuluh retina dari masing-
Tentukan pengali skala, n= 10/32 masing retina dengan garis- garis ciri yang
berbeda-beda. Contoh hasil deteksi tepi dari citra
retina tersebut yaitu seperti ditunjukkan pada
Ekstraksi R,G,B Gambar 8 dibawah ini.

Set citra asli dengan dikalikan


skala (n)

Tampilkanhasil
resize

Selesai

b) Proses grayscale
Pada proses ini, citra retina hasil resize
sebelum dilakukan deteksi tepi dilakukan proses
menyederhanakan pixel citra dengan merubah citra
retina itu menjadi grayscale. Contoh hasil proses
grayscale seperti Gambar 7 dibawah ini. Gambar8 Deteksi tepi dengan metode
sobel
Sedangkan alur deteksi tepi dengan metode
sobel itu sendiri adalah sebagai berikut :
Mulai

Ambilcitrahasil

Gambar 7 Contoh citra retina Inisialisasi matrik sobel

grayscale
Sedangkan alur proses grayscale
Perkalian citra dengan
itu sendiri adalah sebagai berikut :
matrik operator sobel

Mulai

Ambil citra resize

Matrik hasil
>= 255
Ekstraksi RGB citra retina
Tidak
Ya
Nilai R, G, B Matrik hasil=255 Matrik hasil
<= 0 Tidak
Kalkulasi nilai grayscale Matrik hasil deteksi tepi
Ya
sobel
Matrik hasil=0
Hasil Kalkulasi

Selesai Selesai

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer ASIA Malang 42


Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA Vol. 7 No. 1, Februari 2013

d) Proses Menjadikan ke citra biner. 2. Pengenalan Citra Retina dengan


Kemudian untuk tahap pra-proses yang
terakhir adalah memproses hasil deteksi sobel tadi Jaringan Saraf Tiruan Hopfield
menjadi citra berupa biner. Karena dengan citra Diskrit
biner ini nanti akan semakin tampak perbedaan ciri Pada tahap ini, ada terjadi beberapa proses
antar tepi dari pembuluh darah retina itu. Contoh yang kami bahas untuk mengenali atau
hasil binerisasi dari citra retina tersebut adalah mengidentifikasi citra retina, yaitu diantaranya
seperti Gambar 3.11 dibawah ini adalah proses pelatihan jaringan, proses identifikasi
dengan

jaringan hopfield, dan algoritma


identifikasi dengan hamming distance.

a) Proses Pelatihan Jaringan


Dalam melakukan pengenalan citra,
tentunya harus mempunyai dulu data latih. Disini
penulis data latih yang digunakan dalam sistem
adalah citra retina yang awalnya berbentuk RBG
Gambar 3.11 Citra hasil binerisasi dirubah menjadi ke bentuk citra biner. Yang mana
citra biner itu pola nya dalam bentuk 0 dan 1 saja.
Sedangkan alur binerisasi itu Pola itu didapat dari proses binerisasi citra retina.
sendiri adalah sebagai berikut : Kemudian pola itu nanti disimpan dalam data base
sebagai data latih yang akan dikenali. Untuk analisa
ini, penulis menggunakan pemisalan pola citra
Mulai biner retina karena data latih retina yang sangat
panjang bila di masukkan dalam tabel. Tabel di
bawah ini pemisalan untuk pola data latih retina.
Ambil citra hasil Tabel 1 : Data Training
Username Pola Latih Retina
Ekstraksi nilai RGB dengan mencari rata- ansori 1110
rata RGB tersebut Ahn 0101
ahnjung 1011
b) Proses Identifikasi dengan
Rata-rata Jaringan Hopfield
>= 80 Proses identifikasi sebelumnya sama seperti
Tidak
proses untuk menghasilkan data latih pada Tabel
3.1 diatas, yaitu citra retina dirubah menjadi jadi
Y
pola biner. Setelah itu diproses citra biner itu
Matrik hasil=255 dengan jaringan saraf tiruan hopfield, selanjutnya
akan dihitung juga kedekatan antar pola input
dengan pola pada data latih menggunakan
hamming distance. Dalam
Tampilkan hasil citra biner

Matrik hasil=0

Selesai

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer ASIA Malang 43


Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA Vol. 7 No. 1, Februari 2013

contoh ini di misalkan mendapatkan input citra


Tentukan nilai output Y awal yaitu vektor input x
biner retina dengan pola 0010 dan mau dicocokkan
(0,0,1,0).
dengan pola retina milik “username : ansori”
dengan pola 1110. Maka proses pengenalannya
dengan hopfield adalah sebagai berikut: Pilih unit Y1 untuk melakukan
perubahan aktivasi.

Langkah pertama untuk medapatkan bobot


jaringan di rubah data latih Y_in1 = x1 + j=1 yj (wj1)
∑𝑛 0
tersebut (1110) kedalam bentuk bipolar, sehingga 1
= 0 + [0 0 1 0] x [ ]
untuk 0 akan berubah menjadi -1 dan angka 1
1
tetap.sehingga menjadi :
−1
1=1, 1=1, 1=1, 0=-1 =0+0+0+1+0=2

Sehinga diperoleh sebuah array 1 y_in1 > 0 → y1 = 1


1 1 -1 Array ini kemudian digunakan untuk
membangun matriks kontribusi 1110 dengan cara
mengalikan dengan transposenya Karena nilai y_in1 lebih besar dari 0, maka
1 aktivasi berubah dan menjadikan nilai Y1 = 1.
1
1 1 1 -1 x [ ] Nilai output sementara adalah: Y1=1, Y2=0, Y3=1,
1 dan Y4=0 atau dalam bentuk vektor (1, 0, 1, 0).
−1
Pilih unit Y2 untuk melakukan perubahan aktivasi.
Kemudian hasil perkalian nya
dalah sebagai berikut : 𝑛
1 1 1 −1 Y_in2 = x2 + ∑j=1 yj (wj2)
1 1 1 −1 1
[ ] 0
1 1 1 −1 = 0 + [1 0 1 0] x [ ]
−1 −1 −1 1 1
−1
Langkah selanjutnya adalah membuat 0 =0+1+0+1+0=2
secara diagonal nilai dari sudut kiri atas sampai y_in2 > 0 → y2 = 1
sudut kanan bawah. Hal ini dilakukan karena
neuron pada jaringan Hopfield tidak terhubung
pada dirinya sendiri, sehingga matriks diatas
menjadi : Karena nilai y_in2 lebih besar dari 0, maka aktivasi
0 1 1 −1 berubah dan menjadikan nilai Y2 = 1.
1 0 1 −1 Nilai output sementara adalah: Y1=1, Y2=1, Y3=1,
W=[ 1 1 0 ] −1 dan Y4=0 atau dalam bentuk vektor (1, 1, 1, 0).
−1 −1 −1 0
Jika pola yang ingin dikenali hanya Pilih unit Y3 untuk melakukan perubahan aktivasi.
1110 maka matriks di atas menjadi matriks
bobotnya. 𝑛
Y_in3 = x3 + ∑j=1 yj (wj3)
Kemudian matrik yang akan diuji (input) 0010
dimasukkan kedalam jaringan.
Dengan x1=0, x2=0, x3=1, x4=0

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer ASIA Malang 44


Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA Vol. 7 No. 1, Februari 2013

1
1 Dari keempat pola tersebut dapat
= 1 + [1 1 1 0] x [ ] dihitung dengan hamming distance
0 hasilnya adalah :
−1
=1+1+1+0+0=3 Hamming distance = 0/4 = 0
y_in3 > 0 → y3 = 1 Persen kesamaan = ( 1 – 0 ) * 100% = 1*100%
Karena nilai y_in3 lebih besar dari 0, maka aktivasi = 100 %
berubah dan menjadikan nilai Y3 = 1.
Nilai output sementara adalah: Y1=1, Y2=1, Y3=1, Dalam perbandingan kedua vektor tersebut,
dan Y4=0 atau dalam bentuk vektor (1, 1, 1, 0). ternyata persen kesamaan bernilai 100 %, yang
Pilih unit Y4 untuk melakukan perubahan aktivasi. berarti input citra retina dikenali oleh sistem.
𝑛
Y_in4 = x4 + ∑j=1 yj (wj4) Selanjutnya membandingkan input retina dengan
data latih di data base yang lain untuk mengecek
−1 kemiripannya dengan mengulangi proses dari 1-9
−1 ini. Sampai nanti juga didapat nilai kesamaan
= 0 + [1 1 1 0] x [ ] kemudian dipilih nilai kesamaan yang paling besar
−1 sebagai hasil identifikasi. Dalam penelitian ini
0 digunakan nilai kesamaan diatas 80% untuk
=0+-1+-1+-1+0=-3 dianggap dikenali. Dibawah nilai itu citra input
dianggap tidak dikenali.
y_in4 < 0 → y4 = 0
Karena nilai y_in4 lebih besar dari 0, maka aktivasi
3. Data Pengujian
berubah dan menjadikan nilai Y4 = 0. Pengujian citra retina dengan orang yang sama
Nilai output terakhir adalah: Y 1=1, Y2=1, Y3=1,
tapi dengan citra retina yang agak berbeda :
dan Y4=0 atau dalam bentuk vektor (1, 1, 1, 0).
Citra input =
Ulangi proses mulai 1-7 untuk data latih yang
berbeda tapi dengan bobot yang sama jika data latih
Gambar 4.9 Citra retina uji
dari citra retina orang yang sama.
Selanjutnya dihitung jarak kedua vektor
nilai output jaringan dengan data latih yang
ada di database dengan metode
hammming distance, yaitu sebagai beikut :
Out put jaringan = 1 1 1 0
Citra biner dalam data base = 1 1 1 0

√ √ √ √
1 1 1 0

1 1 1 0
Gambar 3.15 Perbandingan matrik
biner

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer ASIA Malang 45


Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA Vol. 7 No. 1, Februari 2013

Hasil proses dengan data latih


digital retina bisa digunakan untuk melakukan
sebagai berikut :
pengenalan atau identifikasi.
Tabel 2 Pengujian data
b. Dalam proses pengenalan retina,
Citra Retina nilai nilai rosentase perangkat lunak pengenalan retina
Latih hammi err kemiripa dipengaruhi oleh :
ng or n 1. Jumlah data retina yang
0,19 76 81% tersimpan didalam database.
Semakin banyak data yang yang
tersimpan sebagai referensi
0 0 100% atau data latih retina maka waktu
yang dibutuhkan untuk proses
pengenalan retina juga semakin
lama.
0,42 168 58% 2. Nilai Aktifasi
Untuk proses pengenalan pola retina, nilai
aktifasi yang digunakan akan
sangat berpengaruh
0,3925 157 60,75% terhadap pola hasil dari algoritma hopfield.
3. Jaringan saraf Hopfield dalam
pembelajaran dan pengenalan retina
0,42 168 58% membutuhkan spesifikasi komputer
yang bagus, karena jaringan saraf ini
berhubungan dengan perhitungan
matrik yang sangat besar
0.38 152 62% sehingga membutuhkan memory
komputer yang besar dan cepat.
4. Hasil pembelajaran dari jaringan
0.0975 39 90.25 saraf hopfield ini adalah merupakan
kombinasi dari sekian banyak pola
biner yang dihitung dengan rumus
penjumlahan dari hasil perkalian
koordinat dari sumbu x dan y dari
Dari data pengujian diatas, dengan orang
pola-pola retina tersebut.
yang sama namun citra ada perubahan sedikit,
ternyata sistem dengan nilai toleransi 80% hanya 5. Dari hasil pengujian milik data retina
mampu mengidentifikasi tiga citra retina yang orang yang sama tapi ada perbedaan
dianggap benar. Sehingga untuk prosentase dalam posisi dan pengaruh noise
keberhasilannya adalah 3/7 * 100 % = 42,86 % sebanyak 7 citra, sistem ini hanya
mampu mengenali 3 citra retina
PENUTUP
dengan prosentase keberhasilan
Kesimpulan dari penelitian Pengolahan Citra
Digital Untuk Pengenalan Retina Dengan Jaringan 46,28 %.
Saraf Tiruan Hopfield Diskrit adalah sebagai 6. Karena sistem tidak melakukan
berikut : proses transform terhadap retina
a. Kemampuan jaringan saraf tiruan yang akan dikenali, maka untuk
Hopfield yang diterapkan pada proses tingkat keberhasilan
perangkat lunak pengenalan citra pengenalannya sangat rendah jika

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer ASIA Malang 46


70 Jurnal Media Infotama Vol.15 No. 2, September 2019

ada data uji yang mengalami translasi dan


rotasi.
Saran yang dapat diberikan untuk
mengembangkan pengenalan retina dengan jaringan
saraf tiruan hopfield diskrit yaitu antara lain :
1. Dalam pembelajaran dan
pengenalan retina, jaringan saraf tiruan
hopfield membutuhkan waktu yang
lama. Metode lain yang mungkin lebih
baik adalah menggunakan metode
jaringan saraf tiruan yang hybrid agar
lebih baik dan efisien.
2. Pengambilan retina yang secara
langsung atau online dengan retina
scanner , sehingga dalam pengambilan
citra digital retina tidak manual lagi.
3. Untuk menanggulangi adanya
perbedaaan posisi dan
meningkatkan tingkat
keberhasilan pengenalan maka
disarankan untuk adanya proses
pengolahan transformasi citra retina.

DAFTAR PUSTAKA
1. Darma, Putra. 2009. Pengolahan Citra
Digital. Andi Offset. Yogyakarta
2. Puspitaningrum, Diyah, ST, M.Kom.
2006. Pengantar Jaringan Saraf Tiruan.
Andi Offset. Yogyakarta
3. Kusumadewi, Sri. 2004. Membangun
Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan
MATLAB & EXCEL LINK. Graha Ilmu.
Yogyakarta

ISSN 1858 - 2680 Pengolah Citra Dengan Metode Thresholding dengan Matlab R2014A….

Anda mungkin juga menyukai