Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :

MUHAMMAD FATIH AL IKHSAN

P1337420619067

3A3 RKI

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

2022

1
A. Konsep Dasar Halusinasi
1. Definisi
Halusinasi adalah distorsi persepsi yang tidak nyata dan terjadi pada respon
neurobiologis maladaptif pada seseorang yang disebabkan oleh faktor predisposisi dan
faktor presipitasi (Stuart, 2016). Sedangkan halusinasi menurut (Yosep, 2010) adalah
persepsi yang tanpa dijumpai adanya suatu rangsangan dari luar, walaupun tampak
sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi tersebut sebenarnya merupakan bagian dari
kehidupan mental penderita yang “teresepsi”.
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal individu
yang dapat meningkatkan stres dan ansietas pada klien dan dapat berakhir
dengan gangguan persepsi. Pasien mungkin bisa menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi menjadi tidak efektif.
2) Faktor sosial budaya
Berbagai faktor yang ada di masyarakat yang membuat seseorang merasa
tersingkirkan atau kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran
yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga klien terjadi halusinasi.
4) Faktor neurobiologis
Adanya stress berlebihan, maka tubuh akan menghasilkan suatu zat yang
bersifat halusinogenik. Klien mengalami penurunan fungsi otak yang abnormal.
Neurotransmiter tidak seimbang, dopamine berlebihan dan kadar serotonin yang
tidak seimbang.
5) Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada
pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang salah

2
satu anggota keluarganya ada yang pernah mengalami skizofrenia, serta akan
lebih tinggi lagi jika kedua orang tua penderita skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi
1) Stressor dan Sosial Budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas dalam
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari suatu
kelompok.
2) Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk juga
halusinasi.
3) Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai dengan
terbatasnya kemampuan klien dalam mengatasi masalah yang ada,
memungkinkan berkembangnya masalah pada gangguan orientasi realitas.
Pasien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang tidak
menyenangkan.
4) Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan
sosialnya.
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta
ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Data Subyektif :
Pasien mengatakan : mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara
ada yang mengajaknya bercakap-cakap, mendengar suara menyuruh klien untuk
melakukan sesuatu yang berbahaya, mencium bau-bauan seperti bau darah, urin,
feses, kadang-kadang bau itu menyenangkan, merasakan rasa seperti darah, urin
atau feses, merasa takut atau senang dengan halusinasinya

3
b. Data Obyektif :
Yang ditemukan pada pasien : Bicara atau tertawa sendiri, marah tanpa sebab,
mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga, menunjuk ke arah
tertentu, takut pada sesuatu yang tidak jelas, mencium sesuatu seperti sedang
membaui bau-bauan tertentu, menutup hidung. sering meludah, muntah,
menggaruk-garuk permukaan kulit.

4. Jenis Halusinasi
Menurut (Yusuf, Rizky dan Hanik. 2015) :
a. Halusinasi Pendengaran (Audiotrik)
Yaitu persepsi bunyi yang palsu, karakteristik obyektif ditandai dengan bicara
atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menyedengkan telinga ke arah
tertentu dan menutup telinga. Karakteristik subyektif pasien mengatakan: mendengar
suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap dan
mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
b. Halusinasi Penglihatan (Visual)
Yaitu persepsi palsu tentang penglihatan, karakteristik obyektif ditandai dengan
menunjuk-nunjuk ke arah tertentu dan ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
Karakteristik subyektif pasien mengatakan: melihat bayangan, sinar, bentuk
geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau monster.
c. Halusinasi Penghidu (Olfactory)
Yaitu persepsi membau yang palsu, karakteristik obyektif ditandai dengan
mengisap-isap seperti sedang membaui bau-bauan tertentu dan menutup hidung.
Karakteristik subyektif pasien mengatakan: membaui bau-bauan seperti bau darah,
urin, feses dan kadang-kadang bau itu menyenangkan.
d. Halusinasi Peraba (Tactile)
Yaitu persepsi palsu tentang perabaan atau sensori perabaan. Karakteristik
obyektif ditandai dengan menggaruk-garuk permukaan kulit. Karakteristik subyektif
pasien mengatakan: ada serangga dipermukaan kulit dan merasa seperti tersengat
listrik

4
e. Halusinasi Pengecap (Gustatory)
Yaitu persepsi tentang rasa kecap yang palsu. Karakteristik obyektif ditandai
dengan sering meludah dan muntah. Karakteristik subyektif pasien mengatakan:
merasakan rasa seperti darah, urin atau feses.

5. Fase-Fase Halusinasi
Menurut (Nurhalimah, 2016) adalah sebagai berikut :
a. Fase Pertama
Halusinasi ini bersifat menenangkan, tingkat ansietas pada pasien sedang. Pada
tahap ini halusinasi secara umum menyenangkan.
Karakteristik tahap ini ditandai dengan adanya perasaan bersalah dalam diri
pasien dan timbul perasaan takut. Pada tahap ini pasien mencoba untuk menenangkan
pikirannya supya dapat mengurangi ansietasnya. Individu dapat mengetahui bahwa
pikiran dan sensori yang dialaminya dapat dikendalikan dan bisa diatasi (non
psikotik).
Perilaku yang teramati:
1. Menyeringai / tertawa yang tidak sesuai
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3. Respon verbal yang lambat
4. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikan
b. Fase Kedua
Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami ansietas tingkat berat dan
halusinasi bersifat menjijikkan untuk pasien.
Karakteristik : pengalaman sensori yang dialami pasien bersifat menjijikkan dan
menakutkan, pasien yang mengalami halusinasi mulai merasa kehilangan kendali,
pasien berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, pasien
merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain (non
psikotik).
Perilaku yang teramati :
1. Peningkatan kerja susunan saraf otonom yang menunjukkan timbulnya ansietas
seperti peningkatan nadi, TD dan pernafasan.
2. Kemampuan kosentrasi menyempit.

5
3. Dipenuhi dengan pengalaman sensori, mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan antara halusinasi dan realita.
c. Fase Ketiga
Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku atau tingkah pasien, ia
berada pada tingkat ansietas yang berat. Pengalaman sensori menjadi menguasai
pasien tersebut.
Karakteristik : Pasien yang berhalusinasi pada tahap ini menyerah untuk
melawan pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi itu menguasai
dirinya. Isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami
kesepian jika pengalaman tersebut berakhir ( psikotik ).
Perilaku yang teramati:
1. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari
pada menolaknya.
2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
3. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dari
ansietasberat seperti : berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti
petunjuk.
d. Fase Keempat
Halusinasi pada tahap ini, pasien sudah sangat menaklukkan dan tingkat ansietas
berada pada tingkat panik. Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling
terkait dengan delusi.
Karakteristik: Pengalaman sensori menakutkan jika individu tidak mengikuti
perintah halusinasinya. Halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari
apabila tidak diintervensi (psikotik).
Perilaku yang teramati :
1. Perilaku menyerang - teror seperti panik.
2. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
3. Mengamuk, agitasi dan menarik diri.
4. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks

6
6. Rentang Respon Halusinasi.
Rentang respons neurobiologi yang paling adaptif adalah adanya pikiran
yang logis, persepsi yang akurat, emosi yang konsisten dengan pengalaman,
perilaku yang cocok, dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Sementara
itu, respon maladaptif meliputi adanya waham, halusinasi, kesukaran proses
emosi, perilaku tidak terorganisasi, dan isolasi sosial: menarik diri. Berikut adalah
gambaran tentang respons neurobiologi.

Adaptif Maladaptif

 Pikiran logis.  Kadang  Gangguan


 Persepsi akurat proses pikir proses berpikir/
 Emosi konsisten tidak waham
dengan terganggu  Halusinasi
pengalaman.  Ilusi  Kesukaran
 Perilaku cocok.  Emosi tidak proses emosi
 Hubungan sosial stabil  Perilaku tidak
harmonis  Perilaku tidak terorganisasi
biasa  Isolasi sosial
Gambar 2.1 Rentang Respons Halusinasi
Sumber : (Yusuf. Rizky dan Hanik, 2015)

7. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan


Effect lingkungan.

Perubahan persepsi sensosi: halusinasi.


Core Problem

Causa
Isolasi sosial: menarik diri.

Gambar 2.2 Pohon Masalah Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi


Sumber : (Yusuf, Rizky dan Hanik. 2015)

7
8. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan
strategi seseorang. Individu bisa mengatasi stress dan ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang terdapat di lingkungannya. Sumber koping itu
bisa dijadikan sebagai modal dalam menyelesaikan suatu masalah. Dukungan
sosial dan keyakinan budaya juga bisa membantu seseorang dalam
mengintegrasikan pengalaman yang dapat menimbulkan stress dan dapat
mengadopsi strategi koping yang efektif (Lilik, Imam dan Amar.2016).

9. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi menurut
(Lilik, Imam dan Amar. 2016) meliputi:
a. Regresi
Regresi berhubungan dengan proses informasi dan upaya yang digunakan oleh
individu untuk menanggulangi ansietas yang dialaminya. Energi yang tersisa
untuk aktivitas sehari-hari tinggal sedikit, sehingga klien menjadi malas untuk
melakukan aktivitasnya sehari-hari.
b. Proteksi
Dalam hal ini, klien mencoba untuk menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tangggung jawab kepada orang lain ataupun suatu benda.
c. Menarik Diri
Klien sulit untuk mempercayai orang lain dan lebih asyik dengan stimulus
internalnya.
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
B. Penataksanaan Halusinasi
1. Penatalaksanaan Medis
a) Psikofarmakologis menurut Kusumawati & Hartono (2010) :
1) Anti Psikotik
Jenis : Clorpomazin (CPZ), Haloperidol ( HLP)
Mekanisme kerja : menahan kerja reseptor dopamine dalam otak sebagai
penenang, penurunan aktivitas motorik, mengurangi insomnia, sangat efektif
untuk mengurangi delusi, halusinasi, ilusi dan gangguan proses berpikir.

8
Efek samping :
a. Gejala ekstrapiramidal seperti gejala menyeret kakinya, postur tubuh
condong kedepan, banyak keluar air liur dari mulutnya, wajah seperti
topeng, sakit kepala dan kejang
b. Gastrointestinal seperti mulut kering, anoreksia, mual dan muntah, berat
bada bertambah
c. Sering berkemih, retensi urin, hipertensi, anemia dan dermatitis
2) Anti Ansietas
Jenis : Atarax, Diazepam ( clhordiazepoxide)
Mekanisme Kerja : meredakan ansiestas atau ketegangan yang berhubungan
dengan situasi tertentu.
Efek samping :
a. Pelambatan mental, mengantuk, vertigo, bingung, tremor,, letih, depresi,
sakit kepala, ansietas, insomnia dan bicara tidak jelas.
b. Anoreksia, mual, diare, konstipasi, kemerahan dan gatal
3) Anti depresan
Jenis : Elavil, asendin, anafranil, norpamin, aniequan, tofranil, pamelor,
vivacetil, surmontil.
Mekanisme kerja : Mengurangi gejala depresi, penenang
Efek samping :
a. Tremor, gerakan tersentak-sentak, ataksia, kejang, pusing, ansietas, lemas
dan insomnia
b. Pandangan terlihat kabur, mulutnya kering, nyeri pada epigastrik, kram
pada abdomen, diare, hepatitis dan icterus
c. Retensi urin, perubahan libido, disfugsi erelsi
4) Anti Manik
Jenis : Lithoid, klonopin, lamictal
Mekanisme kerja : menghambat pelepasan scrotonin dan mengurangi
sensitivitas reseptor dopamine
Efek samping : kepala terasa sakit, tremor, gelisah, kehilangan memori,
suaranya tidak jelas, otot-otot lemas dan hilang koordinasi.

9
5) Anti Parkinson
Jenis : Levodova, trihexpenidyl (THP)
Mekanisme Kerja : meningkatkan reseptor dopamine untuk mengatasi gejala
parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik, menurunkan ansietas,
iritabilitas.
b) Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
Terapi kejang listrik adalah terapi pengobatan untuk menimbulkan kejang
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu
atau dua temples. Dosis terapi kejang listrik adalah 4-5 Joule/detik.
2. Penatalaksanaan Non Medis
a. Strategi Pelaksanaan (SP)
1. Membantu pasien mengenal halusinasi dengan menjelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
cara yang pertama : menghardik halusinasi
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua : Bercakap-cakap
dengan orang lain
3. Melatih pasien dalam mengontrol halusinasinya dengan cara ketiga :
Melakukan aktivitas terjadwal
4. Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
(Budi Anna Keliat, 2014).
b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Salah satu terapi modalitas yang dilakukan oleh seorang perawat pada
sekelompok klien dengan masalah keperawatan yang sama
(Keliat&Pawirowiyono, 2014).
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu wawancara dan observasi.
Beberapa hal yang perlu dikaji antara lain :
a. Identitas Klien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
pendidikan dan status perkawinan.

10
b. Alasan Masuk
Alasan masuk yaitu alasan klien dirawat, meliputi : keluhan utama dari
riwayat penyakit. Keluhan utama berisi tentang sebab klien atau keluarga
datang kerumah sakit dan keluhan klien saat dilakukan pengkajian.
c. Faktor Predisposisi
Adalah faktor yang memengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu yang mengalami stress. Beberapa faktor
predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti
pada halusinasi antara lain:
1) Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal yang
dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan
gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2) Faktor sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul
akibat berat seperti delusi dan halusinasi.
3) Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran
yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
4) Faktor neurobiologis
Adanya stress berlebihan, maka tubuh akan menghasilkan suatu zat yang
bersifat halusinogenik. Klien mengalami penurunan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmiter tidak seimbang, dopamine berlebihan dan
kadar serotonin tidak seimbang.
5) Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada
pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga

11
yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan
lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.
d. Faktor Presipitasi
1) Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
2) Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk
halusinasi.
3) Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan
orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyataan yang tidak menyenangkan.
4) Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan
sosial.
e. Pemeriksaan Fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan
apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien.
f. Psikososial
1) Genogram
Pembuatan genogram minimal 3 generasi yang menggambarkan hubungan
klien dengan keluarga, masalah yang terkait dengan komunikasi,
pengambilan keputusan, pola asuh serta pertumbuhan individu dan
keluarga.

12
2) Konsep diri :
a. Gambaran diri
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang
disukainya, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan
bagian yang disukai.
b. Identitas diri
Klien dengan halusinasi tidak puas akan dirinya sendiri merasa bahwa
klien tidak berguna.
c. Fungsi peran
Peran klien dalam keluarga/ pekerjaan / kelompok masyarakat,
kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau perannya, dan
bagaimana perasaan klien akibat perubahan tersebut. Pada klien
halusinasi bisa berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit, trauma akan masa lalu, menarik diri dari orang lain, perilaku
agresif.
d. Ideal diri
Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran
dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap
lingkungan, harapan klien terhadap penyakitnya, bagaimana jika
kenyataan tidak sesuai dengan harapannya. Pada klien yang mengalami
halusinasi cenderung tidak peduli dengan diri sendiri maupun
sekitarnya.
e. Harga diri
Klien yang mengalami halusinasi cenderung menerima diri tanpa syarat
meskipun telah melakukan kesalahn, kekalahan dan kegagalan ia tetap
merasa dirinya sangat berharga.
3) Hubungan sosial
Tanyakan siapa orang terdekat di kehidupan klien tempat mengadu,
berbicara, minta bantuan, atau dukungan. Serta tanyakan organisasi yang
diikuti dalam kelompok/ masyarakat. Klien dengan halusinasi cenderung
tidak mempunyai orang terdekat, dan jarang mengikuti kegiatan yang ada

13
dimasyarakat. Lebih senang menyendiri dan asyik dengan isi
halusinasinya.
4) Spiritual
Meliputi nilai dan keyakinan yang dianut klien, cara pandang klien
terhadap masalah yang dimilikinya, kegiatan ibadah klien dan keluarga,
serta keyakinan klien tentang kegiatan ibadah berhubungan dengan
kondisi yang sedang dialaminya.
g. Status Mental
1. Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki. Pada klien
dengan halusinasi mengalami defisit perawatan diri (penampilan tidak
rapi. penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak seperti
biasanya, rambut kotor, rambut seperti tidak pernah disisr, gigi kotor dan
kuning, kuku panjang dan hitam). Raut wajah nampak takut, kebingungan
dan cemas.
2. Pembicaraan
Klien dengan halusinasi cenderung lebih suka berbicara sendiri, ketika di
ajak bicara tidak fokus. Terkadang yang dibicarakan tidak masuk akal.
3. Aktivitas motorik
Klien dengan halusinasi tampak gelisah, lesu, tegang, agitasi dan tremor.
Klien terlihat sering menutup telinga, menunjuk-nunjuk ke arah tertentu,
menggaruk-garuk permukaan kulit, sering meludah dan menutup hidung
4. Afek emosi
Pada klien halusinasi tingkat emosi lebih tinggi, perilaku agresif,
ketakutan yang berlebih, eforia.
5. Interaksi selama wawancara
Klien dengan halusinasi cenderung tidak kooperatif (tidak dapat menjawab
pertanyaan pewawancara dengan spontan) dan kontak mata kurang (tidak
mau menatap lawan bicara) mudah tersinggung.
6. Persepsi Sensori
a) Jenis-jenis halusinasi

14
Perawat perlu mengkaji jenis halusinasi yang dialami oleh klien. Jenis
halusinasi: penglihatan, pendengaran, penghidu, pengecapan dan
perabaan.
b) Waktu.
Perawat juga perlu mengkaji waktu munculnnya halusinasi yang di
alami pasien. Kapan halusinasi terjadi? apakah pagi, siang, sore,
malam? jika muncul pukul berapa?
c) Frekuensi
Frekuensi terjadinnya apakah terus-menerus atau hanya sekali-kali,
kadang-kadang, jarang atau sudah tidak muncul lagi. Dengan
mengetahui frekuensi terjadinnya halusinasi dapat di rencanakan
frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinnya halusinasi. Pada klien
halusinasi sering kali mengalami halusinasi pada saat klien tidak
memiliki kegiatan/saat melamun maupun duduk sendiri.
d) Situasi yang menyebabkan munculnnya halusinasi.
Situasi terjadinnya apakah ketika sendiri, atau setelah terjadi kejadian
tertentu?. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada
waktu terjadi halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan
munculnnya halusinasi, sehingga pasien tidak larut dengan
halusinasinya.
e) Respons terhadap halusinasi.
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu
muncul. perawat dapat menanyakan kepada pasien hal yang dirasakan
atau atau dilakukan saat halusinasi itu timbul, perawat juga dapat
menanyakan kepada keluargannya atau orang terdekat pasien, selain
itu dapat juga dengan mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi
timbul. Pada klien halusinasi sering kali marah,mudah tersinggung,
merasa curiga pada orang lain.

15
7. Proses Pikir
a) Bentuk fikir
Mengalami dereistik yaitu bentuk pemikiran yang tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada atau tidak mengikuti logika secara
umum(tak ada sangkut pautnya antara proses individu dan pengalaman
yang sedang terjadi). Klien yang mengalami halusinasi lebih sering
was-was terhadap hal-hal yang dialaminya.
b) Isi fikir
Selalu merasa curiga terhadap suatu hal dan depersonalisasi yaitu
perasaan yang aneh/asing terhadap diri sendiri,orang lain,lingkungan
sekitarnya. Berisikan keyakinan berdasarkan penilaian non realistis.
8. Tingkat Kesadaran
Pada klien halusinasi sering kali merasa bingung dan apatis (acuh tak
acuh).
9. Memori
a) Daya ingat jangka panjang: mengingat kejadian masa lalu lebih dari 1
bulan
b) Daya ingat jangka menengah: dapat mengingat kejadian yang terjadi 1
minggu terakhir
c) Daya ingat jangka pendek: dapat mengingat kejadian yang terjadi saat
ini.
10. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Pada klien dengan halusinasi tidak dapat berkonsentrasi dan dapat
menjelaskan kembali pembicaraan yang baru saja di bicarakan
dirinya/orang lain.
11. Kemampuan Mengambil Keputusan
a) Gangguan ringan: dapat mengambil keputusan secara sederhana baik
dibantu orang lain/tidak.
b) Gangguan bermakna: tidak dapat mengambil keputusan secara
sederhana cenderung mendengar/melihat ada yang di perintahkan.

16
12. Daya Tilik Diri
Pada klien halusinasi cenderung mengingkari penyakit yang diderita: klien
tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada dirinya
dan merasa dirinya tidak perlu minta pertolongan, klien menyangkal
tentang keadaan penyakitnya dan klien tidak mau bercerita tentang
penyakitnya.
h. Mekanisme Koping
Biasanya pada klien halusinasi cenderung berperilaku maladaptif, seperti
mencederai diri sendiri dan orang lain di sekitarnya, malas beraktivitas,
perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab
kepada orang lain, mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Biasannya pada klien halusinasi mempunyai masalah di masa lalu yang
mengakibatkan dia menarik diri dari masyarakat, lingkungan dan orang
terdekat.
j. Aspek pengetahuan
Pada klien halusinasi kurang mengetahui tentang penyakit jiwa karena
tidak merasa hal yang dilakukan dalam tekanan.
k. Daya tilik diri
Mengingkari penyakit yang diderita: klien tidak menyadari gejala penyakit
(perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu minta
pertolongan, klien menyangkal tentang keadaan penyakitnya.
l. Aspek medis
Memberikan penjelasan tentang diagnostik medik dan terapi medis. Pada
klien halusinasi terapi medis seperti Haloperidol (HLP), Clapromazine (CPZ),
Trihexyphenidyl (THP).

17
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan dari data subjektif dan data
objektif yang ditemukan pada pasien. Diagnosa keperawatan pada gangguan ini
a. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
b. Isolasi sosial: Menarik diri
c. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Intervensi Keperawatan
a. Tujuan Umum:
Klien tidak menciderai diri sendiri, orang lain ataupun lingkungan
b. Tujuan Khusus :
1) TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
a) Kriteria Hasil :
1. Membalas sapaan perawat
2. Ekspresi wajah bersahabat dan senang
3. Ada kontak mata
4. Mau berjabat tangan
5. Mau menyebutkan nama
6. Klien mau duduk berdampingan dengan perawat
7. Klien mau mengutarakan masalah yang dihadapi
b) Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik:
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan kesukaan klien
d. Jelaskan maksud dan tujuan interaksi
e. Berikan perhatian pada klien, perhatikan kebutuhan dasarnya
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaanya
3. Dengarkan ungkapan klien dengan empati

18
c) Rasional
Hubungan saling percaya merupakan langkah awal menentukan
keberhasilan rencana selanjutnya. Untuk mengurangi kontak klien dengan
halusinasinya dengan mengenal halusinasi akan membantu mengurangi dan
menghilangkan halusinasi.
2) TUK 2: Klien dapat mengenali halusinasinya.
a) Kriteria Hasil :
1. Klien dapat menyebutkan waktu, timbulnya halusinasi
2. Klien dapat mengidentifikasi kapan frekuensi situasi saat terjadi halusinasi
3. Klien dapat mengungkapkan perasaannya.
b) Intervensi :
1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2. Tanyakan apa yang didengar dari halusinasinya
3. Tanyakan kapan halusinasinya datang
4. Tanyakan isi halusinasinya
5. Bantu klien mengenalkan halusinasinya :
a. Jika menemukan klien sedang berhalusinasi, tanyakan apakah ada suara
yang didengar
b. Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan
c. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun
perawat sendiri tidak
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
6. Diskusikan dengan klien:
a. Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi
b. Waktu, frekuensi terjadinya halusinasi
8. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah,
takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan perasaannya
c) Rasional :
1. Mengetahui apakah halusinasi datang dan menentukan tindakan yang tepat
atas halusinasinya.

19
2. Mengenalkan pada klien terhadap halusinasinya dan mengidentifikasi
faktor pencetus halusinasinya.
3. Menentukan tindakan yang sesuai bagi klien untuk mengontrol
halusinasinya
3) TUK 3: Klien dapat mengontrol halusinasinya
a) Kriteria Hasil :
1. Klien dapat mengidentifikasi tindakan yang dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya
2. Klien dapat menunjukkan cara baru untuk mengontrol halusinasi.
b) Intervensi :
1. Identifikasi bersama klien tindakan yang biasa dilakukan bila terjadi
halusinasi
2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
beri pujian
3. Diskusikan cara baik memutus atau mengontrol halusinasi
a. Katakan ‘saya tidak mau dengar kamu` (pada saat halusinasi terjadi)
b. Temui orang lain (perawat atau teman atau anggota keluarga) untuk
bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d. Meminta keluarga atau teman atau perawat untuk menyapa klien jika
tampak berbicara sendiri, melamun atau kegiatan yang tidak
terkontrol
4. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara
bertahap
5. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih. evaluasi hasilnya
dan beri pujian jika berhasil.
6. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok. jenis orientasi
realita atau stimulasi persepsi
4) TUK 4: Klien dapat dukungan dari keluarga untuk mengontrol halusinasinya
a) Kriteria Hasil :
1. Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi

20
2. Klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk memutus
halusinasinya
3. Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
b) Intervensi :
1. Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga jika mengalami
halusinasi.
2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung atau
kunjungan rumah)
a. Gejala halusinasi yang dialami klien
b. Cara yang dapat dilakuakan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi di
rumah: beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama.
3. Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan
halusinasi tidak terkontrol dan resiko menciderai orang lain.
4. Diskusikan dengan keluarga dan klien tentang jenis, dosis, frekuensi
dan manfaat obat
5. Pastikan klien minum obat sesuai dengan program dokter
c) Rasional :
1. Membantu klien menentukan cara mengontrol halusinasi:
a. Memberi support kepada klien
b. Menambah pengetahuan klien untuk melakukan tindakan
pencegahan halusinasi
2. Membantu klien untuk beradaptasi dengan cara alternatif yang ada.
3. Memberi motivasi agar cara diulang.
5) TUK 5: Klien dapat menggunakan obat dengan benar untuk mengendalikan
halusinasinya
a) Kriteria Hasil :
1. Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat

21
2. Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda, tindakan untuk
mengalihkan halusinasi
3. Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek
samping obat
4. Klien minum obat secara teratur
5. Klien dapat informasi tentang manfaat dan efek samping obat
6. Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
7. Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat
b) Intervensi :
1. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
obat
2. Diskusikan akibat berhenti obat tanpa konsultasi
3. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
c) Rasional :
1. Partisipasi klien dalam kegiatan tersebut membantu klien beraktivitas
sehingga halusinasi tidak muncul.
2. Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang obat
3. Membantu mempercepat penyembuhan dan memastikan obat sudah
diminum oleh klien.
4. Mengetahui reaksi setelah minum obat.
5. Ketepatan prinsip 5 benar minum obat membantu penyembuhan dan
menghindari kesalahan minum obat serta membantu tercapainya
standar.
4. Implementasi Keperawatan
Strategi Pelaksanaan (SP) Berdasarkan Pertemuan
SP 1 Pasien:
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi

22
6. Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dan jadwal
kegiatan harian.
SP 2 pasien:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan sehari-hari
SP 3 pasien:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan
yang biasa dilakukkan pasien).
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan sehari-hari
SP 4 pasien:
Evaluasi jadwal pasien yang lalu (SP 1, 2, 3)
1. Menanyakan pengobatan sebelumnya
2. Menjelaskan tentang pengobatan
3. Melatih pasien minum obat (5 benar)
4. Masukkan jadwal
SP 1 keluarga:
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2. Menjelaskan pengertian,tanda dan gejala halusinasi dsn jenis halusinasi yang di
alami pasien beserta proses terjadinya.
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi.
SP 2 Keluarga:
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan halusinasi.
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi
SP 3 Keluarga:
1. Membantu keluarga membuat jadwal kegiatan aktifitas dirumah termasuk minum
obat.

23
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
5. Evaluasi
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah dilakukan untuk pasien
halusinasi adalah sebagai berikut :
1) Pasien mempercayai kepada perawat.
2) Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya dan merupakan
masalah yang harus diatasi.
3) Pasien dapat mengontrol halusinasi.
4) Keluarga mampu merawat pasien di rumah, ditandai dengan hal berikut :
a. Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami oleh pasien.
b. Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien di rumah.
c. Keluarga mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien.
d. Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan
untuk mengatasi masalah pasien.
e. Keluarga melaporkan keberhasilannnya merawat pasien

24
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.

Kusumawati & Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Sutejo. 2018. Konsep Dan Praktik Keperawatan Jiwa : Gangguan Jiwa Dan Psikososial.
Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Stuart, G.W. 2013. Priciples and Practice of Pshychiatric Nursing (7th edition).
St.Louis:Mosby

25

Anda mungkin juga menyukai