Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HADIST TENTANG ISTISHNA’ DAN SALAM

Disusun sebagai tugas Mata Kuliah Hadist

Dosen : Ahmad Muzakkil Anam,M.Pd.I

Disusun Oleh :

Aulia Putri Navisaturrohmah (63030200043)

Eka Silvi Sutrisno (63030200047)

Nurul Faizah (63030200049)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang lagi Maha Penyayang, kami memanjatkan puja
dan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayahnya pada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Hadist. Makalah ini telah kami susun dengan
maksiaml, untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua teman-teman yang
telah membantu membuat makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Akhir kata kami berharap semoga makalah
tentang Hadist Tentang Istishna’ Dan Salam ini semoga bermanfaat bagi para pembaca.

Salatiga , 21 November 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... 3
BAB I .............................................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 4
Latar Belakang............................................................................................ Error! Bookmark not defined.
Rumusan Masalah ..................................................................................................................................... 4
Tujuan Masalah ......................................................................................................................................... 4
BAB II ............................................................................................................................................................. 5
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 5
Pengertian Salam dan Istisna’ ................................................................................................................... 5
Hadist Salam dan Istisna’ .......................................................................................................................... 6
BAB III .......................................................................................................................................................... 12
PENUTUP ..................................................................................................................................................... 12
Kesimpulan.............................................................................................................................................. 12

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bentuk- bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih muamalah
terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasan bahkan sampai puluhan.
Sungguhpun demikian, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia selalu berinteraksi
dengan sesame guna mnegadakan berbagai transaksi ekonomi. Salah satunya adalah jual
beli yang melibatkan dua pelaku, yaitu penjual dan pembeli. Biasanya penjual adalah pro-
dusen sedangkan pembeli adalah konsumen. Pada kenyataannya konsumen kadang me-
merlukan barang yang tidak atau belum dihasilkan oleh produsen sehingga konsumen
melakukan transaksi jual beli dengan produsen dengan cara pesanan.
Masyarakat Indonesia khusunya bnayak sekali yang berpofesi sebagai pedagang.
Jual beli diatur juga dalam syariah islam. Fenomena jual beli di masyarakat sudah mulai
keluar syariat islam. Jual beli terdiri dari 2 macam yaitu jual beli tunai dan jual beli secara
tangguh. Jual beli secara tangguhpun dibagi menjadi jual beli Murabahah, Salam dan
Istishna’. Jual beli Salam dan Istishna’ adalah jual beli yang serupa hanya saja perbedaanya
terletak pada komoditi dan cara pembayaran yang sedikit berbeda. Jual beli salam terjadi
komoditas pertanian, perkebunan dan peternakan. Sedangkan jula beli Istishna’ terjadi
pada komoditas hasil industri yang spesifikasinya dapat ditentukan oleh konsumen.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Salam dan Istisna’?
2. Apa hadist tentang Salam dan Istisna’?
3. Bagaimana teknis pelaksanaan Salam dan Istisna’?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertuan salam dan istisna’
2. Untuk mengetahui hadist tentang salam dan istisna’
3. Untuk mengetahui teknis pelaksanaan salam dan istisna’

4
BAB II

PENDAHULUAN
A. Pengertian Salam dan Istisna’
a. Pengertian salam
Kata as-salam disebut juga dengan as-salaf. Maknanya, adalah menjual sesuatu dengan
sifat-sifat tertentu, masih dalam tanggung jawab pihak penjual tetapi pembayaran
segera atau tunai. Para ulama fikih menamakannya dengan istilah alMahawi’ij.
Artinya, adalah sesuatu yang mendesak, karena jual beli tersebut barangnya tidak ada
di tempat, sementara dua belah pihak yang melakukan jual beli dalam keadaan
terdesak. Syeikh Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan maksud dari salam adalah jual beli
suatu barang secara tangguh, hanya sifat-sifatnya saja yang disebutkan ketika
akad. Penyerahan barangnya diwaktu yang akan datang, namun pembayarannya wajib
dilakukan dipendahuluan akad secara keseluruhan dan tunai. Dari definisi di atas dapat
disimpulkan, Jual beli salam adalah hanya jual beli sifat suatu benda, bukan ain nya.
Sehigga ketika barang yang datang tidak sesuai dengan sifat yang disebutkan ketika
akad, maka transaksi salamnya bisa dibatalkan. Ada pendapat yang mengartikan jual
beli salam adalah pembiayaan terkait dengan jual beli yang pembayarannya dilakukan
bersamaan dengan pemesanan barang. Jual beli salam ini, biasanya berlaku untuk jual
beli yang objeknya adalah agrobisnis. Misalnya, gandum, padi, tebu dan sebagainya.
Sebagai contoh transaksi antara penjual dengan pembeli untuk baju gamis ukuran L,
ternyata barang yang datang kepada pembeli berukuran S, maka dalam hal ini sifat dari
barang yaitu ukuran L yang diinginkan tidak terpenuhi, sehingga seketika itu akad bisa
dibatalkan. Contoh lain jual beli dengan akad salam adalah jual beli mangga 100kg.
Kmemesan buah kepada penjual untuk acara seminggu ke depan. Maka dalam hal ini,
saat pembeli dan penjual deal untuk jual beli buah mangga 100kg. Pada saat itu pembeli
harus menyerahkan uangnya langsung/tunai kepada penjual. Baik secara cash atau
transfer. Dan penjual wajib menyerahkan barang pada waktu yang disepakati. Yaitu
minggu depan. Baik buah dari kebonnya sendiri atau dia harus membeli dulu buahnya
dari pedagang buah yang lain.

5
b. Pengertian istisna’
Definisi istishna’ menurut jumhur ulama seperti Malikiyah dan Syafi’iyah sama dengan
salam, hanya saja Hanafiyah lebih spesisifik dan membedakannya dari salam. Menurut
Hanafiyah akad istishna’ merupakan suatu akad terhadap seorang pembuat atau pen-
grajin untuk mengerjakan atau membuat suatu barang tertentu yang ditangguhkan.
Istishna’ adalah akad yang berasal dari bahasa Arab artinya buatan. Menurut para
ulama bay’ Istishna’ (jual beli dengan pesanan) merupakan suatu jenis khusus dari akad
bay’ as-salam (jual beli salam). Jenis jual beli ini dipergunakan dalam bidang manufak-
tur. Pengertian bay’ Istishna’ adalah akad jual barang pesanan di antara dua belah pihak
dengan spesifikasi dan pembayaran tertentu. Barang yang dipesan belum diproduksi
atau tidak tersedia di pasaran. Pembayarannya dapat secara kontan atau dengan cicilan
tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Sebagai contoh, barang yang sering dise-
butkan untuk akad istishna’ ini adalah pembuatan baju. Seseorang datang kepada de-
sainer atau perancang busana atau tukang jahit minta dibuatkan baju. Maka akad yang
cocok untuk transaksi ini adalah akad istishna’. Contoh akad istishna adalah saat kita
memesan lemari kepada penjaul lemari dengan spesifikasi dan desain yang kita
inginkan. Maka dalam hal ini kenapa lebih pas diterapkan akad istishna’, karena lema-
rinya perlu dibuatkan terlebih dahulu.

B. Hadist Salam dan Istisna’


Sebagai dasar hukum, jual beli salam
1. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 282:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika kalian melakukan utang-piutang yang
pembayarannya dilakukan pada waktu tertentu, hendaklah dilakukan pencatatan...."
(QS. Al Baqarah 282)
2. Hadis riwayat Ibn Majah : Artinya: Dari Shuhaib ra, bahwasanya Nabi SAW ber-
kata; ada tiga hal yang padanya berkah yaitu jual beli tangguh, jual beli muqaradhah
(mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan dirumah

6
sendiri bukan untuk dijual. Hadis riwayat Ibn Majah. Dengan dasar dua dalil ini,
maka transaksi atau jual beli dengan salam dibolehkan. Tujuannya adalah mem-
peroleh kemudahan dalam menjalankan bisnis, karena barangnya boleh dikirim
belakangan. Jika terjadi penipuan atau barang tidak sesuai dengan pesanan, maka
nasabah atau pengusaha mempunyai hak khiyar yaitu berhak membatalkannya atau
meneruskannya dengan konpensasi seperti mengurangi harganya.
3. Ijma
Ibnu al-Mundzir menjelaskan bahwa ulama sepakat bahwa jual-beli salam terma-
suk jual-beli yang dibolehkan karena adanya kebutuhan (al-hajah) untuk
melakukan perbuatan tersebut. Dijelaskan bahwa bolehnya jual-beli salam merupa-
kan pengecualian dari ketentuan umum, yaitu tidak bolehnya objek jual-beli
ma'dum (tidak ada barang saat akad) karena bolehnya jual-beli salam dapat men-
gokohkan kemashlahatan, sebagai keringanan bagi manusia (tarkhish) dan merupa-
kan kemudahan (taisir) bagi manusia.
Sebagai dasar hukum jual beli istisna
Sebagai dasar hukum jual beli istishna’ adalah sama dengan jual beli salam, karena ia
merupakan bagian pada jual beli salam. Pada jual beli salam barang-barang yang akan
dibeli sudah ada, tetapi belum berada di tempat. Pada jual beli istishna’ barangnya belum
ada dan masih akan dibuat atau diproduksi. Atas dasar ini, maka menurut mazhab Hanafi
pada prinsipnya jual beli istishna’ itu tidak boleh. Akan tetapi dibolehkan karena prak-
teknya dalam masyarakad sudah menjadi budaya dan di dalamnya tidak terdapat gharar
atau tipu daya. Berdasarkan akad pada jual beli istishna’, maka pembeli menugaskan
penjual untuk menyediakan pesanan sesuai spesifikasi yang disyaratkan. Tahap selanjut-
nya, tentu diserahkan kepada pembeli dengan cara pembayaran dimuka atau tangguh. Spe-
sifikasi dan harga barang pesanan disepakadi oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ke-
tentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.
1. Dalil firman allah SWT surah An-Nisa Ayat 29:

7
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesa-
mamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Jual beli yang mengunakan prinsip Istishna’
harus ada saling percaya, ridho dan kebebasan diantara kedua belah pihak, tidak boleh
hanya mementingkan diri sendiri tanpa mengerti akan perasaan orang lain. Karena kita
sebagai manusia hidup bermasyarakat, maka suatu saat akan membutuhkan antara satu
dengan yang lain.
2. Hadist-hadistnya Hadist Nabi Muhammad SAW. Artinya: Dari huzaifah bahwa
rasulullah SAW.bersabda.’’ para malaikat menyambut roh seseorang dari umat sebe-
lum kalian. Lalu para malaikat itu bertanya kepadanya,’’apakah engkau pernah
melakukan kebaikan?’’. Maka dia berkata; saya menyuruh pembantuku untuk memberi
waktu tenggang dan menganggap lunas kepada orang yang tidak mampu membayar,
(maka saya memberikan waktu tenggang pembayaran kepada orang-orang yang
mampu dan menganggap lunas orang yang kesulitan untuk membayar).” (dari riwayat
lain’’ maka diapun diampuni dan dalam riwayat lain’’ maka allah memasakannya
kedalam surga) (HR. Bukhari). Dari hadist di atas dapat disimpulkan bahwa dalam jual
beli Istishna’ adanya masa tangguh atau waktu tenggang yang di berikan kepada pem-
beli dalam melunasi pembayaran. Dan memberikan kemudahan bagi yang belum
mampu untuk membayar atau dalam kesulitan untuk membayar.
3. Ijma’
Menurut mazhab hanafi, Istishna’ termasuk akad yang dilarang karena secara qiyasi
(prosedur analogi) bertentangan dengan semangat bai (jual beli) dan juga termasuk bai’
ma’dum (jual beli barang yang masih belum ada). Dalam bai’, pokok kontrak penjualan

8
harus ada dan dimiliki oleh penjual. Meskipun demikian, mazhab hanafi menyetujui
kontrak Istisnha’ atas dasar istisan (menganggapnya baik) karena alasan berikut ini:
a. Masyarakat telah mempraktikan Istishna’ secara luas dan terus menerus tanpa ada
keberatan sama sekali.
b. Di dalam syariah, dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap qiyas, dan hal ini
telah menjadi konsensus ulama (sudah ijma)
c. Keberadaan Istishna’ didasarkan atas kebutuhan masyarakat. Banyak orang memer-
lukan barang yang tidak tersedia di pasar, sehingga mereka cenderung melakukan kon-
trak agar orang lain membuatkan barang yang diperlukan tersebut.
d. Istishna’ sah sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak selama tidak
bertentangan dengan nash atau aturan syariah.

C. Teknis Pelaksanaan salam dan istisna’

1. Teknis pelaksanaan salam

Penjelasan :

1. Bank Syariah melakukan negosiasi dengan pengusaha/nasabah tentang pesanan


dengan kriteria tertentu.
2. Bank Syariah memesan barang kepada produsen sesuai dengan spesifikasi yang
ditentukan oleh pengusaha atau nasabah.
3. Produsen mengirim dokumen kepada Bank Syariah
4. Produsen mengirim barang yang dipesan kepada pengusaha/ nasabah.
9
5. Pengusaha /nasabah membayar kepada Bank Syariah dengan cicilan setiap bu-
lannya sesuai denga kesepakadan yang dibuat.
2. Teknis pelaksanaan istisna
Jual beli alistishna’ dapat dilakukan dengan cara membuat kontrak baru dengan
pihak lain. Kontrak baru tersebut dengan konsep istishna’ paralel. Pelaksanaannya
ada dua bentuk :
Pertama, produsen dipilih oleh pihak Bank Syariah seperti skema di bawah

Penjelasan :
1. Nasabah memesan barang yang diinginkannya kepada Bank Syariah dengan
kriteria tertentu.
2. Bank Syariah segera memesan barang kepada pembuat atau produsen sesuai
pesanan
3. Bank Syariah menjual barang kepada nasabah yang memesan barang sesuai
dengan kesepakadan.
4. Sesudah barang pesanan selesai,barang diserahkan oleh produsen atas perintah
Bank Syariah.
Kedua, Produsen dipilih sendiri oleh nasabah dan gambarannya sebagai berikut :

10
Penjelasan :
1. Negosiasai antara nasabah dan produsen tentang pesanan barang
2. Nasabah memesan barang kepada Bank Syariah sebagai penjual, atau Bank
Syariah mewakilkan kepada nasabah untuk memesan barang kepada pro-
dusen.
3. Bank Syariah menjual barang kepada nasabah sebagai pembeli.
4. Bank Syariah memesan dan membeli barang kepada produsen sesuai dengan
pesanan pembeli atau nasabah.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jual beli salam adalah hanya jual beli sifat suatu benda, bukan ain nya. Sehigga ketika
barang yang datang tidak sesuai dengan sifat yang disebutkan ketika akad, maka transaksi
salamnya bisa dibatalkan. Istishna’ adalah akad jual barang pesanan di antara dua belah
pihak dengan spesifikasi dan pembayaran tertentu. Barang yang dipesan belum diproduksi
atau tidak tersedia di pasaran. Teknis Pelaksanaan salam dilakukan pada Bank Syariah
melakukan negosiasi dengan pengusaha/nasabah tentang pesanan dengan kriteria tertentu.
Sedangkan teknis pelaksanaan salam menggunakan dua teknis yang pertama produsen
dipilih oleh pihak Bank Syariah, teknik yang kedua Produsen dipilih sendiri oleh nasabah.

12
DAFTAR PUSTAKA

Mujiatun Siti. Jual Beli Prespektif Islam Salam dan Istisna. Jurnal Riset Akuntansi Bisnis. Vol 13
No . 2

Isnawati,Lc., MA, Jual Beli Online Sesuai Syariah, (Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing,
2018 Cetakan pertama)

al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu - Wahbah al Zuhaili

Fikih Mu'amalah Maliyyah - Prof. Jaih Mubarok & Dr. Hasanudin

13

Anda mungkin juga menyukai