Anda di halaman 1dari 9

P-ISSN: 2303-3142 E-ISSN: 2548-8570 Vol.

9 No 2 Tahun 2020

SERAT SABUT KELAPA SEBAGAI BAHAN KAJIAN PEMBUATAN


BIOETANOL DENGAN PROSES HIDROLISIS ASAM
Ni Putu Sri Ayuni1, Putu Nilawati Hastini2
1
Jurusan Analis Kimia FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha
2
Jurusan Analis Kimia FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha
e-mail: npsayuni@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi optimum asam klorida (HCl) dan waktu
optimum hidrolisis serat sabut kelapa untuk memperoleh kadar glukosa yang maksimal. Subjek
dalam penelitian ini adalah serat sabut kelapa yang diperoleh dari Desa Temukus, sedangkan
objek dalam penelitian ini adalah konsentrasi HCl dan waktu optimum. Penelitian dilakukan
pada bulan Oktober 2013 – Maret 2014 di Laboratorium Analis Kimia Universitas Pendidikan
Ganesha. Kadar glukosa dianalisis menggunakan metode Dubois dan diukur menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Dari hasil penelitian diperoleh glukosa sebesar 1,44% dengan
konsentrasi optimum katalis HCl pada hidrolisis serat sabut kelapa adalah 4 M dan waktu
optimum hidrolisis 90 menit.

Kata kunci: serat sabut kelapa, hidrolisis, konsentrasi HCl, waktu hidrolisis, glukosa

Abstract
This study aim at determining the optimum concentration of hydrochloric acid
(HCl) and the optimum hydrolysis time of coconut fiber obtained from the Temukus
village to maximize glucose level. Subject of this study was coconut fiber obtained
from Temukus Village, while the objects of this research were the HCl concentration
and the optimum hydrolysis time. Research was conducted in October 2013 – March
2014 at Analytical Chemistry Laboratory of Universitas Pendidikan Ganesha. Glucose
level was analyzed using the method of Dubois was measured using UV-Vis
spectrophotometer. Result show that 1.44% glucose is gained with optimum HCl
catalyst concentration of 4 M and optimum hydrolysis time of 90 minutes.

Keywords : coconut fiber, hydrolysis, HCl concentration, hydrolysis time, glucose

PENDAHULUAN tersebut menggunakan sumber energi


Meningkatnya kebutuhan dan minyak bumi yang tidak dapat
konsumsi energi di berbagai belahan diperbaharui yang menyebabkan
dunia disebabkan oleh pesatnya penurunan cadangan minyak bumi yang
pertumbuhan jumlah penduduk, aktivitas dikhawatirkan dalam beberapa tahun ke
industri serta perkembangan teknologi depan akan semakin langka dan
dan penggunaan transportasi. Konsumsi mengakibatkan krisis energi. Untuk
energi yang paling tinggi di Indonesia mengatasi hal tersebut maka diperlukan
didominasi oleh sektor industri yaitu sumber energi alternatif yang dapat
sekitar 49,4% dari total konsumsi energi diperbaharui, seperti bioetanol.
nasional, diikuti oleh sektor transportasi Bioetanol diperoleh pada proses
sebesar 34% serta di sektor rumah tangga fermentasi gula dari sumber karbohidrat
dan bangunan komersial masing-masing dengan menggunakan bantuan
menggunakan sekitar 12,2% dan 4,4% mikroorganisme. Bahan baku pembuatan
(Anonim, 2011). Berbagai aktivitas bioetanol adalah tanaman yang

*Corresponding author.

Received 2 Juli 2020; Accepted 3 Agustus 2020; Available online 15 Oktober 2020
© 2020 JST. All Rights Reserved

Jurnal Sains dan Teknologi | 102


P-ISSN: 2303-3142 E-ISSN: 2548-8570 Vol. 9 No 2 Tahun 2020

mengandung glukosa, pati dan selulosa. bantuan katalisator untuk memperbesar


Bahan yang mengandung glukosa dapat keaktifan air. Katalisator ini bisa berupa
langsung dikonversi menjadi bioetanol. asam maupun enzim. Asam yang sering
Sumber bahan berpati harus dihidrolisis digunakan untuk katalisator adalah HCl,
terlebih dahulu menjadi gula, sedangkan H2SO4, asam perklorat atau asam nitrat.
bahan yang mengandung selulosa harus Proses hidrolisis dengan asam bisa
dikonversi menjadi gula dengan bantuan menggunakan katalisator asam pekat atau
asam mineral (Lin & Tanaka, 2006). encer. Hidrolisis dengan menggunakan
Selama ini sumber bahan baku katalis asam pekat menghasilkan glukosa
pembuatan bioetanol banyak yang lebih tinggi (90% secara teoritis)
menggunakan tanaman pangan seperti dibandingkan dengan asam encer
singkong, tebu, nira, sorgum, nira nipah, (Badger, 2002), sedangkan hidrolisis
ubi jalar, dan lain-lain (Hambali et al., dengan katalis enzim memerlukan
2007). Padahal bahan tersebut pada tahapan yang lebih banyak karena
dasarnya merupakan sumber pangan menggunakan mikroba dalam prosesnya
yang cukup potensial, sehingga dan dikontrol pada suasana steril.
pengembangan bioetanol dari bahan Hidrolisis dengan katalis asam
pangan tersebut ke depan akan dapat menghasilkan pemecahan selulosa yang
menimbulkan permasalahan baru akibat lebih banyak tetapi selama hidrolisis
persaingan terhadap kebutuhan pangan memerlukan suhu yang tinggi (Balat et al.,
masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan 2008). Faktor-faktor yang juga
bahan baku alternatif yang tidak mempengaruhi hidrolisis antara lain suhu,
menimbulkan persaingan dengan bidang waktu, konsentrasi, reaktan, dan
pangan, seperti sabut kelapa. kecepatan pengadukan (Subekti, 2006).
Sabut kelapa berpotensi sebagai Beberapa hasil penelitian yang
bahan baku pembuatan bioetanol karena menggunakan dengan katalis asam yaitu
mengandung selulosa. Sabut kelapa tentang pembuatan bioetanol dari glukosa
merupakan limbah yang mengandung hasil hidrolisis didapatkan bahwa kadar
lignoselulosa dari kelapa tetapi glukosa tertinggi dengan hidrolisis
penggunaanya kurang optimal. Bahan menggunakan HCl 4 M pada sirup
lignoselulosa yang terdapat dalam sabut glukosa sebesar 36400 ppm (Neni M,
kelapa memiliki komponen utama lignin, 2013). Penelitian (Ariyani, 2013)
hemiselulosa dan selulosa. Kandungan mengenai produksi bioetanol dari jerami
selulosa yang terdapat pada sabut kelapa padi didapatkan bahwa kadar glukosa
sebesar 43,44% (Sukardati et al., 2010). tertinggi yang didapatkan sebesar 70,85
Ketersediaan bahan baku di Indonesia ppm dari hasil hidrolisis HCl pada
cukup melimpah. Sabut kelapa konsentrasi 21%. (Suri et al., 2013)
merupakan limbah sehingga tidak menyatakan bahwa didapatkan glukosa
menyebabkan persaingan dibidang sebesar 17,1051% dari tandan kosong
pangan dan sumber energi. Oleh karena kelapa sawit yang dihidrolisis dengan HCl
itu, sabut kelapa memiliki potensi yang 30%.
cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai Potensi sabut kelapa sebagai bahan
bahan baku pembuatan bioetanol. bioetanol dan ketersediaannya yang
Proses hidrolisis merupakan proses cukup melimpah dan sebagai limbah
yang terpenting dalam pembuatan maka penulis memandang penting untuk
bioetanol. Tahap hidrolisis merupakan mengkaji proses hidrolisis dan fermentasi.
pemutusan rantai polimer pati menjadi Proses hidrolisis enzimatis yang
unit-unit gula sederhana oleh air. Pada memerlukan perlakuan awal bahan baku
reaksi hidrolisis pati, air akan menyerang agar struktur selulosa siap untuk
pati pada ikatan 1,4-α glukosida dihidrolisis oleh enzim (Palmqvis &
menghasilkan dextrin, sirup atau glukosa Hahnhagerdal, 2000), waktu hidrolisis
tergantung pada derajat pemecahan yang lebih lama serta memerlukan biaya
rantai polisakarida dalam pati. Tetapi yang tinggi. Proses hidrolisis dengan
reaksi antara air dan pati ini berlangsung asam tidak memerlukan perlakuan awal,
sangat lambat sehingga diperlukan waktu hidrolisisnya lebih cepat dan tidak

Jurnal Sains dan Teknologi | 103


P-ISSN: 2303-3142 E-ISSN: 2548-8570 Vol. 9 No 2 Tahun 2020

memerlukan biaya yang tinggi. Oleh ditambahkan akuades hingga volumenya


karena itu, penelitian ini menggunakan menjadi 1 mL. Larutan blanko disiapkan
katalis asam mengingat kerumitan dari sebanyak 1 mL. Larutan fenol 1 mL
proses hidrolisis menggunakan enzimatik. ditambahkan ke dalam masing-masing
Pada penelitian ini dilakukan pengkajian tabung sampel dan larutan standar.
lebih lanjut mengenai pengaruh Larutan H2SO4 pekat sebanyak 5 mL
konsentrasi HCl serta waktu hidrolisisnya. ditambahkan kedalam masing-masing
tabung, kemudian dikocok selama 10
METODE menit. Setelah larutan dikocok,
Penelitian ini dilaksanakan di selanjutnya disimpan di dalam penangas
Laboratorium Jurusan Analis Kimia, pada suhu 25-30°C selama 20 menit.
Fakultas MIPA, Universitas Pendidikan Tahap selanjutnya diukur absorbansinya
Ganesha. Waktu Pelaksanaan penelitian menggunakan UV-Vis pada panjang
ini dari bulan Oktober – Maret 2014. gelombang 486-546 nm.
Sabut Kelapa dibersihkan dengan
menggunakan air bersih dan dibilas HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan akuades. Sabut kelapa Penentuan kadar glukosa hasil
hidrolisis sabut kelapa yang diperoleh dari
dikeringkan menggunakan oven, setelah
Desa Temukus menggunakan metode
kering sabut kelapa diblender atau digiling asam sulfat-fenol dari Dubois yang diukur
hingga menjadi serbuk. menggunakan spektrofotometer UV-Vis
Delignifikasi dilakukan mengikuti dengan panjang gelombang maksimum
prosedur Sukardati (2010) serta Ariyani 546 nm.
(2013) dan Kholisoh (2011) sebagai
berikut. Serbuk sabut kelapa ditimbang Delignifikasi
sebanyak 100 g kemudian ditambahkan Selain mengandung selulosa, sabut
dengan larutan NaOH 8% dengan kelapa juga mengandung hemiselulosa
perbandingan 1 : 10. Setelah itu, dan lignin. Hemiselulosa berada bersama-
dipanaskan dan diaduk selama 2 jam sama dengan selulosa pada dinding sel
pada suhu 80°C lalu disaring setelah itu tanaman dan mempunyai peranan penting
residunya dicuci dan dinetralkan dan karena bersifat hidrofilik. Hemiselulosa
dikeringkan didalam oven sampai berfungsi sebagai perekat antar selulosa
beratnya konstan. yang menunjang kekuatan fisik dari serat
Serbuk sabut kelapa hasil sabut kelapa. Lignin berperan merekatkan
delignifikasi ditimbang sebanyak 10 g serat selulosa dan hemiselulosa sehingga
kemudian dimasukan kedalam menjadi sangat kuat. Kandungan lignin
Erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan merupakan salah satu penghambat utama
larutan HCl sebanyak 100 mL dengan biokonversi lignoselulosa menjadi etanol.
konsentrasi yang bervariasi (1 M; 3M; 4M; Lignin melindungi selulosa, sehingga
4,5M; 5M). Campuran tersebut selulosa sulit untuk dihidrolisis menjadi
dipanaskan pada suhu 100°C dengan glukosa. Oleh karena itu, selulosa dalam
waktu hidrolisis yang bervariasi (40 menit; sabut kelapa diisolasi terlebih dahulu
60 menit; 90 menit; 120 menit) sambil dengan cara menghilangkan lignin
diaduk kemudian didinginkan pada suhu (delignifikasi). Delignifikasi merupakan
ruangan. Setelah dingin, campuran suatu proses pembebasan lignin dari
tersebut dinetralkan dengan suatu senyawa kompleks (Gunam et al.,
menggunakan natrium hidroksida (NaOH) 2010). Proses ini penting dilakukan
dan ditambahkan akuades hingga volume sebelum hidrolisis bahan selulosa.
100 mL. Adanya lignin dapat menghambat
Larutan standar glukosa yaitu 20 penetrasi asam dan menghambat
ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm dan 100 pertumbuhan mikroba dalam proses
ppm dimasukan sebanyak 1 mL ke dalam fermentasi.
masing masing tabung reaksi. sampel Penggunaan Natrium Hidroksida
sebanyak 0,1 mL dimasukkan ke dalam (NaOH) sebagai pelarut dalam
masing-masing tabung, kemudian delignifikasi pada penelitian ini karena

Jurnal Sains dan Teknologi | 104


P-ISSN: 2303-3142 E-ISSN: 2548-8570 Vol. 9 No 2 Tahun 2020

larutan ini dapat menyerang dan merusak hanya didapatkan 240 gram. Penurunan
struktur lignin, bagian kristalin dan amorf, berat sampel ini mengindikasikan bahwa
melarutkan lignin dan hemiselulosa. perlakuan awal menggunakan NaOH
Kehilangan hemiselulosa menyebabkan dapat menghilangkan setengah dari berat
terjadinya lubang diantara fibril dan sampel awal, ini dikarenakan oleh lignin
kurangnya ikatan antar serat yang ikut terlarur NaOH akibat
(Anindyawati, 2009). berikatannya lignin dengan NaOH pada
Selama proses delignifikasi, terjadi saat proses delignifikasi yang akan
perubahan warna sabut kelapa sebelum membentuk garam dan larut dalam air
dan sesudah proses. Serat sabut kelapa pada saat proses penetralan.
sebelum terjadi proses delignifikasi
berwarna coklat muda kemudian selama Pengaruh Waktu Terhadap Proses
terjadi proses delignifikasi berubah Hidrolisis
menjadi warna coklat tua, baik warna Variasi waktu yang digunakan dalam
sabut kelapa maupun larutannya. proses hidrolisis ini adalah 40, 60, 90, dan
Perubahan warna ini menunjukkan 120 menit. Kecenderungan hasil gula
bahwa lignin telah terlepas, sedangkan yang diperoleh dari proses hidrolisis
beratnya juga mengalami penurunan, dari dengan memvariasikan waktu untuk
260 gram sabut kelapa yang digunakan setiap konsentrasi HCl yang divariasikan
untuk delignifikasi, hasil delignifikasinya terlihat pada Gambar 1.

160

140 Konsentrasi HCl


1M
120
dihasilkan (mg)
Glukosa yang

Konsentrasi HCl
100 3M

80
Konsentrasi HCl
60 4M

40
Konsentrasi HCl
20 4,5 M

0
Konsentrasi HCl
40 60 90 120 5M
Waktu (Menit)

Gambar 1. Grafik Glukosa yang dihasilkan dari hidrolisis sabut kelapa dengan variasi
konsentrasi dan waktu

Berdasarkan Gambar 1, waktu yang dengan sabut kelapa semakin besar


dibutuhkan untuk mendapatkan hasil gula sehingga selulosa dan hemiselulosa lebih
terbaik pada proses hidrolisis mudah terdegradasi menjadi glukosa dan
menggunakan katalis HCl dengan variasi senyawa gula lainnya, sehingga reaksi
konsentrasi pada waktu hidrolisis 90 hidrolisa berjalan dengan sempurna.
menit. Kecendrungan yang terlihat pada Namun, setelah waktu 90 menit hasil gula
Tabel 4.1 bahwa pada waktu 40 hingga cenderung turun. Hal ini disebabkan pada
waktu 90 menit terjadi peningkatan hasil waktu 90 menit dihasilkan gula yang
gula yang dihasilkan pada proses optimum, namun setelah itu gula yang
hidrolisis yang disebabkan oleh waktu terbentuk akan terdekomposisi kembali
kontak yang lama. menjadi senyawa-senyawa yang lain
Waktu kontak yang lama seperti 5-hidroksimetilfurfural (HMF) dan
menyebabkan kontak antara asam bereaksi lebih lanjut membentuk asam

Jurnal Sains dan Teknologi | 105


P-ISSN: 2303-3142 E-ISSN: 2548-8570 Vol. 9 No 2 Tahun 2020

formiat, sedangkan lignin yang masih (Irawan et al., 2012) melaporkan


belum terdelignifikasi akan terdegradasi bahwa waktu yang optimum untuk
dan membentuk senyawa-senyawa menghidrolisis sampah organik menjadi
phenol (Palmqvist & Hahn, 2000) hal gula dengan katalis asam klorida adalah
inilah yang mengakibatkan hasil gula 30 menit sedangkan variasi waktu yang
menurun. Menurut (Orchidea et al., 2010), digunakan yaitu 15, 30, 60, 90 dan 120
seiring dengan semakin lamanya waktu menit. (De Idral et al., 2012) dalam
reaksi dan tingginya konsentrasi asam, penelitiannya yang berjudul pembuatan
inhibitor yang dihasilkan juga semakin bioetanol dari ampas sagu dengan proses
besar. hidrolisa asam dan saccharomyces
Berdasarkan Gambar 1 didapatkan cerevisae menemukan bahwa waktu
bahwa perolehan hasil glukosa tertinggi optimum untuk proses hidrolisis ampas
pada waktu 90 menit sebesar 1,44% sagu adalah 120 menit dengan variasi
sedangkan pada menit 120 terjadi waktu yaitu 30, 60, 90, 120 dan 150 menit.
penurunan hasil glukosa menjadi 1,30%.
Perbedaan perolehan kadar hasil glukosa Pengaruh Variasi Konsentrasi
pada perbedaan variasi waktu ini Terhadap Proses Hidrolisis
menunjukkan bahwa semakin lama waktu
Selain waktu, perolehan gula hasil
hidrolisis dan semakin lama waktu kontak
hidrolisis dengan katalis asam juga
yang terjadi antara asam dan sabut
dipengaruhi oleh konsentrasi katalis
kelapa tidak sepenuhnya meningkatkan
asam. Variasi konsentrasi katalis HCl
hasil hidrolisis sabut kelapa.
yang digunakan pada penelitian ini adalah
1 M, 3M, 4M, 4,5M dan 5M
.
160
Konsentrasi HCl
140 1M
120
dihasilkan (mg)

Konsentrasi HCl
Glukosa yang

100 3M

80 Konsentrasi HCl
60 4M

40 Konsentrasi HCl
4,5 M
20
0 Konsentrasi HCl
5M
40 60 90 120
Waktu (Menit)

Gambar 2. Grafik glukosa yang dihasilkan dari hidrolisis sabut kelapa dengan waktu 90
menit pada berbagai variasi konsentrasi katalis HCl

Perolehan glukosa pada konsentrasi dari ikatan C-O yang menghasilkan zat
1 M dan 3 M pada Gambar 2 kurang antara kation karbonium siklis (III).
optimum karena kurangnya katalis asam Akhirnya kation karbonium mulai
yang dapat memecah ikatan glikosida. mengadisi molekul air dengan cepat,
Hidrolisis dalam suasana asam, akhirnya membentuk hasil akhir (glukosa) yang
menghasilkan pemecahan ikatan glikosida stabil dan melepaskan proton. Wijayant
oleh proton (H+) dari asam yang (Ermaiza, 2009). Peningkatan konsentrasi
berlangsung dalam tiga tahap. Dalam katalis akan meningkatkan laju hidrolisis
tahap pertama, proton yang bertindak karena konstanta kecepatan reaksi
sebagai katalisator asam berinteraksi hidrolisis berbanding lurus dengan
dengan oksigen glikosida yang konsentrasi H+ pada suasana asam
menghubungkan dua unit gula (I), sehingga diperlukan konsentrasi asam
membentuk asam konjugat. Langkah ini yang lebih tinggi untuk menghasilkan H+
diikuti dengan pemecahan yang lambat yang lebih banyak (Samsuri, 2007).

Jurnal Sains dan Teknologi | 106


P-ISSN: 2303-3142 E-ISSN: 2548-8570 Vol. 9 No 2 Tahun 2020

Mekanisme hidrolisis selulosa secara 5-hidroksimetilfurfural ini terus bereaksi


asam disajikan pada Gambar 2.3 akan membentuk asam-asam organik
Semakin tinggi konsentrasi asam seperti asam levulinat dan asam formiat
yang dipakai dalam hidrolisis seharusnya pada suasana asam yang sekaligus akan
dapat menaikkan hasil glukosa yang menjadi inhibitor untuk proses lanjutan
didapat. Akan tetapi hasil penelitian ini (Ulbricht et al., 1984). Pada suasana
menunjukkan bahwa peningkatan asam glukosa akan mengalami reaksi
konsentrasi asam pada konsentrasi kondensasi, bahkan pada suhu yang
larutan diatas 4 M tidak secara rendah. Perubahan glukosa sebagian
proporsional meningkatkan hasil yang besar dalam bentuk disakarida yang
diperoleh. Penurunan hasil glukosa yang membentuk reaksi sambungan dari gugus
diperoleh pada konsentrasi larutan 4,5 M hidroksi anomerik pada molekul kesatu
dan 5 M ini dapat disebabkan oleh dengan hidroksil kelompok molekul kedua.
terdegradasinya glukosa pada suasana Dengan cara ini glukosa dapat
asam menjadi senyawa-senyawa 5- membentuk sebelas glukopiranosa
hidroksimetilfurfural dan furfural glukopiranosil yang berbeda (Pazur et
(Palmqvist & Hahn, 2000). Jika senyawa al.,1970)
.

Gambar 3. Mekanisme Hidrolisis Selulosa dengan Katalis Asam (Xiang et al., 2003)

Berdasarkan data pada Gambar 2 digunakan untuk proses hidrolisis pada


seharusnya pada konsentrasi katalis HCl penelitian ini belum optimum sehingga
5 M pada variasi waktu 90 dan 120 menit perlu dikaji lebih lanjut untuk mengetahui
menghasilkan hasil glukosa yang lebih perolehan glukosa optimum. Namun
kecil karena glukosa akan terdegradasi secara keseluruhan konsentrasi HCl 4 M
menjadi senyawa 5-hidroksimetilfurfural dapat menaikkan glukosa disemua variasi
dan furfural. Namun penelitian ini justru waktu hidrolisis.
menghasilkan hasil glukosa yang lebih Hasil hidrolisis sabut kelapa yang
tinggi dari konsentrasi katalis HCl yang didapat dari penelitian ini lebih tinggi dari
lain. Ini bisa disebabkan karena faktor penelitian (Ariyani, 2013) yang
suhu yang belum bisa diatur secara menghidolisis jerami padi menggunakan
permanen mengingat pada penelitian ini HCl dengan konsentrasi 21% selama 150
hanya menggunakan penangas, sehingga menit menghasilkan glukosa sebesar
pada pertengahan proses hidrolisis terjadi 70,85 ppm sedangkan pada penelitian ini
kenaikan suhu yang mengakibatkan glukosa optimum yang diperoleh dari
kenaikan laju reaksi sehingga reaksi konsentrasi 4 M selama 90 menit adalah
bekerja lebih cepat pada interval waktu 1,44% atau setara dengan 1445,744 ppm.
yang sama (Damayanti, 2011). Hal inilah Perolehan glukosa pada penelitian ini
yang mengakibatkan dihasilkannya lebih banyak dibandingkan dengan
glukosa sedikit lebih banyak dibandingkan penelitian Ariyani disebabkan karena
dengan kosentrasi katalis HCl yang lain. kandungan selulosa dari bahan baku,
Ini menunjukkan bahwa faktor suhu yang

Jurnal Sains dan Teknologi | 107


P-ISSN: 2303-3142 E-ISSN: 2548-8570 Vol. 9 No 2 Tahun 2020

proses perlakuan awal dan waktu serta dari serat sabut kelapa saja namun dapat
konsentrasi HCl yang digunakan berbeda. juga berasal dari limbah lignoselulosa
Perolehan glukosa hasil hidrolisis lainnya seperti jerami padi, ampas sagu,
serat sabut kelapa dengan berbagai tongkol jagung, tandan kosong kelapa
variasi waktu dan konsentrasi katalis sawit, ampas tebu/batang tebu, dan
asam ini apabila dikonversikan menjadi sampah organik.
bioetanol maka reaksinya dapat Limbah lignoselulosa ini akan
digambarkan sebagai berikut. menghasilkan glukosa melalui proses
hidrolisis dan fermentasi yang akan
C6H12O6 → 2 C2H5OH + 2 CO2 ……(1) menghasilkan bioetanol sehingga dapat
menggantikan bahan pembuatan
Berdasarkan persamaan 1 secara bioetanol yang selama ini menggunakan
teoritis, 1 gram glukosa apabila tanaman pangan seperti singkong, tebu,
difermentasikan secara sempurna maka nira, sorgum, nira nipah, ubi jalar, dan
etanol yang dihasilkan atau hasil etanol lain-lain (Hambali et al., 2007) sehingga
secara teoritis adalah 0,511 gram bietanol tidak akan menimbulkan permasalahan
(Mansi-El, 2007). baru akibat persaingan terhadap
Berdasarkan data pada Gambar 2 kebutuhan pangan masyarakat.
didapatkan bahwa bioetanol terbesar
secara teoritis yang diperoleh dari SIMPULAN
hidrolisis sabut kelapa dengan konsentrasi Konsentrasi HCl 4 M sebagai
4 M yaitu 73,88 mg sedangkan perolehan konsentrasi optimum katalis HCl pada
bioetanol terkecil secara teoritis yang hidrolisis serat sabut kelapa dan waktu
diperoleh dari hidrolisis sabut kelapa optimum hidrolisisnya adalah 90 menit
dengan konsentrasi 4,5 M yaitu 53,44 mg. dengan menghasilkan perolehan glukosa
Perolehan bioetanol secara teoritis ini sebesar 1,44%..
mengabaikan perolehan glukosa yang
lebih besar karena faktor suhu pada DAFTAR PUSTAKA
konsentrasi 5 M. Anonim 2011. Handbook of Energy &
Proses hidrolisis menggunakan Economic Statistics of Indonesia
katalis asam memang menghasilkan 2011. Jakarta: Departemen Energi
kadar glukosa sedikit lebih kecil dan Sumber Daya Mineral
dibandingkan menggunakan enzim. Hal ini
Anindyawati, T. 2009. Prospek Enzim dan
disebabkan oleh asam bersifat tidak
Limbah Lignoselulosa untuk
spesifik dan memotong secara acak
Produksi Bioetanol.Cibinong: Pusat
ikatan glikosidik sehingga akan
Penelitian Bioteknologi-LIPI
menghasilkan gula yang tidak seragam.
Selain itu, pada hidrolisis secara asam Ariyani, Endang, Ersanghono Kusumo,
komponen lain seperti hemiselulosa dan Supartono. 2013. Produksi Bioetanol
lignin yang masih terdapat pada fraksi Dari Jerami Padi (oryza sativa L).
selulosa juga ikut terhidrolisis membentuk Semarang: Universitas Negeri
gula-gula non pereduksi (Subekti, 2006). Semarang.
Namun, proses hidrolisis menggunakan Badger, PC., 2002. Ethanol from Cellulose
katalis asam tidak memerlukan perlakuan : A General Review. In Trend in New
awal, waktu hidrolisis yang lebih cepat Crops and New Uses., J.Jannick
dan tidak memerlukan biaya yang tinggi, and A.Whipkey (eds). Alexandria,VA
sedangkan proses hidrolisis enzimatis : ASHS Press.
memerlukan perlakuan awal bahan baku
agar struktur selulosa siap untuk Balat, M., H. Balat., C. Öz. 2008. Progress
dihidrolisis oleh enzim (Palmqvis & in Bioethanol Processing. Energy
Hahnhagerdal, 2000), waktu hidrolisis and Combustion Science 34 (2008)
yang lebih lama serta memerlukan biaya 551-573.
yang tinggi. Damayanti,Astrilia. 2011. Pengaruh Suhu
Bahan pembuatan bioetanol dari terhadap Kecepatan Reaksi pada
limbah lignoselulosa tidak hanya berasal

Jurnal Sains dan Teknologi | 108


P-ISSN: 2303-3142 E-ISSN: 2548-8570 Vol. 9 No 2 Tahun 2020

Reaksi Hidrolisis Lignoselulosa dari dari Aspergillus niger NRRL A-


Tongkol Jagung dengan Asam II,264. Jurnal Biologi.XIV: 55-61
Encer pada Kondisi Non-
Irawan, Dedi., Zainal Arifin. 2012. sintesa
isotermal.Semarang : Universitas
gula dari sampah organik dengan
Negeri Semarang.
prose hidrolisis menggunakan
De Idral, Daniel, Marniati Salim dan Elida katalis asam. Samarinda : Politeknik
Mardiah. 2012. Pembuatan Negeri Samarinda.
Bioetanol dari ampas sagu dengan
Kholisoh, Siti Diyar., Sri Sukardati. 2011.
proses hidrolisis asam dan
delignifikasi sabut kelapa dengan
menggunakan Sacchromyces
naoh untuk produksi gula pereduksi
cerevisiae. Jurnal Kimia Unand.
secara enzimatik. Program Studi
Volume 1 Nomor .
Teknik Kimia. Yogyakarta : UPN
Ermaiza. 2009. Pengaruh Dua Jenis Veteran Yogyakarta.
Polisakarida Dalam Biji Alpukat
Lin dan Tanaka (2006). Ethanol
(Persea Americana mill) Terhadap
fermentation from biomass
Kandungan Sirup Glukosa Melalui
resources: Current state and
Proses Hidrolisis Dengan HCl 3%.
prospects. Appl. Microbiol.
Skripsi.Departemen Kimia. Medan:
Biotechnol. 69, 627-642.
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Minarni, Neni. 2013. Pembuatan Bioetanol
Medan. dengan Bantuan Saccharomyces
cerevisae dari glukosa hasil
Fan, L.T., Y.H. Lee, dan M.M.Gharpuray.
hidrolisis biji durian. Jurusan Kimia
1982.The Nature of Lignocellulosics
Fakultas Matematika dan Ilmu
and Their Pretreatment for
Pengetahuan Alam. Malang:
Enzymatic Hydrolysis. Adv. Bichem.
Universitas Brawijaya
Eng. 23: 158 – 187.
Mosier, N., Wyman, C., Dale, B., Elander,
Fengel, D. dan Wegener, G. 1995. Kayu,
R., Lee, Y.Y., Holtzapple, M.,
Kimia,Ultrastruktur,Reaksi-
Ladisch, M., 2005.Features of
reaksi.Gajah Mada Press:
promising technologies for
Yogyakarta
pretreatment of lignocellulosic
Hambali, E., S.Mujdalipah, biomass.Bioresource Technol.,
A.H.Tambunan, A.W. Pattiwiri, 96,673-686.
R.Hendroko. 2007. Teknologi
Mussatto,S.I.,Teixeira,J.A. 2004.
Bioenergi. Jakarta: PT Agromedia
Lignocelluloseas raw material in
Pustaka
fermentation processes.Current
Hartini,Sri, Andreas B.Wijaya, Nastassiah Research,Technology and
Widjojo, Maria Susilowati, Giwang Education Tropics in Applied
Petriana. 2013. Pemanfaatan Microbial Biotechnology
Serabut Kelapa Termodifikasi
Mansi,El, E.M.T., Bryce,C.F.A., Demain,
sebagai Bahan Pengisi Bantal dan
A.L., Allman, A.R.2007.
Matras. Prosiding Seminar Nasional
Fermentation microbiology and
Sains dan Pendidikan Sains VIII.
Biotechnology. second edition. Tylor
Fakultas Sains dan Matematika.
& Francis Group.LLC. New York.
UKSW. Vol 4, No 1, ISSN: 2087-
0922 Palmqvist, E., Hahn-Hägerdal, B., 2000.
Reviewpaper. Fermentation of
Gunam, I.B., K.Buda,I.M.Y.S. Guna. 2010.
lignocellulosichydrolysates. II:
Pengaruh Perlakukan Delignifikasi
inhibitors and mechanisms
dengan Larutan NaOH dan
ofinhibition. Bioresource
Konsentrasi Substrat Jerami Padi
Technology, 74, 25-33.
Terhadap Produksi Enzim Selulase

Jurnal Sains dan Teknologi | 109


P-ISSN: 2303-3142 E-ISSN: 2548-8570 Vol. 9 No 2 Tahun 2020

Pazur, J. H.: in W. Pigman, D. Horton and Reduksi dari Sabut Kelapa


E. Herp (Eds.) “TheCarbohydrates”, menggunakan Jamur Trichoderma
2nd ed., vol. IIA, Academic Press, reesie. Prosiding Seminar Nasional
New York1970, 96. Teknik Kimia “Kejuangan”.
Yogyakarta: Universitas UPN
Rohana, Nova Aulina., Elida
Veteran.
Mardiah.,Afrizal. 2013. produksi
selulase dari aspergillus niger dan Sun, Y., Cheng, J., 2002. Hydrolysis of
kemampuannya menghidrolisis lignocellulosic materials for ethanol
ampas tebu. Jurusan
production: a review. Bioresource
Kimia.Universitas Andalas.
Technol., 83, 1-11.
Samsuri, M. (2007). Pemanfaatan
Suri, Annisia, Yuniarti Yusak, Rumondang
sellulosa bagas Untuk Produksi
Ethanol melalui Sakarifikasi dan Bulan. 2013. Pengaruh Lama
Fermentasi Serentak dengan Fermentasi Terhadap Kadar
EnzimXylanase. Jakarta: Makara Bioetanol Dari Fermentasi Glukosa
Teknologi. Hasil Hidrolisis Selulosa Tandan
Subekti, Hendro.2006. produksi etanol Kosong Kelapa Sawit( Elaeis
dari hidrolisat fraksi selulosa tongkol Guineensis Jack) Dengan Hcl 30%
jagung oleh saccharomyces Menggunakan Ragi Roti. Jurusan
cerevisiae. Skripsi. Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Teknologi Pertanian. Fateta IPB. Pengetahuan Alam. Medan :
Bogor.
Universitas Sumatera Utara.
Sukardati, Sri, Siti Diyar Kholisoh, Heri
Prasetyo. 2010. Produksi Gula

Jurnal Sains dan Teknologi | 110

Anda mungkin juga menyukai