Definisi Pajak
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan jika pajak merupakan kontribusi yang harus
dilaksanakan wajib pajak. Namun, siapakah wajib pajak itu? Pasal 1 angka 2 UU KUP
menjelaskan bahwa wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pajak adalah pungutan yang wajib diberikan pada negara oleh orang pribadi maupun
badan/perusahaan berdasarkan undang-undang yang akan digunakan untuk kepentingan
negara dan kesejahteraan masyarakat umum. Pemungutan, pelayanan, dan pengawasan pajak
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
2. Fungsi Pajak
Fungsi pajak secara umum ada 4, yakni :
1. Fungsi anggaran (budgetair) sebagai sumber dana bagi pemerintah, untuk
membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi mengatur (regulerend) sebagai alat pengatur atau melaksanakan pemerintah
dalam bidang sosial ekonomi.
3. Stabilitas, pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan
kebijakan-kebijakan pemerintah.
4. Redistribusi Pendapatan, penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan
kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
JENIS NPWP
Supaya kamu tidak salah mengklasifikasikan NPWP, yuk pelajari jenis-jenisnya! Ada 2
jenis NPWP yaitu NPWP Pribadi dan NPWP Badan. Berikut adalah perbedaannya:
NPWP Pribadi yaitu NPWP yang dimiliki secara individu yang memiliki penghasilan
di Indonesia. Berikut ini individu yang masuk ke daftar NPWP pribadi, yaitu:
Memiliki Penghasilan dari Pekerjaan
Memiliki Penghasilan dari Pekerjaan Bebas
Memiliki Penghasilan dari Usaha
NPWP Badan yaitu NPWP yang dimiliki oleh setiap perusahaan atau badan usaha
yang memperoleh penghasilan di Indonesia. Berikut ini perusahaan yang masuk ke
dalam daftar NPWP Badan, yaitu:
Badan milik Pemerintah
Badan milik Swasta
MANFAAT NPWP
Walaupun NPWP merupakan dokumen yang penting, masih banyak orang yang tidak
mengerti dan tidak membuat NPWP. Padahal, NPWP memiliki banyak manfaat didalam
ataupun diluar perpajakan loh! Contohnya sebagai berikut:
1). Persyaratan Administrasi
Dengan memiliki NPWP, kita akan mendapatkan kemudahan dalam mengurus
persyaratan administrasi seperti di bank. Beberapa instansi perbankan saat ini
mengharuskan memasukkan nomor NPWP sebagai salah satu syarat utama atau
syarat dokumen pendukung untuk mengurus administrasi di tempat tersebut.
Contohnya adalah kredit bank, rekening dana nasabah (RDN) , rekening efek,
rekening bank, pembuatan SIUP (Surat izin Usaha Perdagangan), dan pembuatan
paspor.
2). Mempermudah Urusan Perpajakan
Manfaat lain dari NPWP adalah berkaitan langsung dengan kemudahan pengurusan
segala bentuk administrasi perpajakan. Jika tidak memiliki NPWP, anda bisa jadi
tidak diperkenankan untuk membuat dokumen-dokumen tersebut. Contoh dokumen
administrasi yang memerlukan NPWP adalah pengurusan restitusi pajak, pengajuan
pengurangan pembayaran pajak, mengetahui jumlah pajak yang mesti dibayar, dan
lain – lain.
Dengan memiliki NPWP, maka Wajib Pajak akan terhindar dari sanksi hukum.
Karena bagi Wajib Pajak yang tidak melaksanakan ketentuan yaitu mempunyai
NPWP, akan terkena sanksi pidana sesuai dengan pasal yang berlaku.
SPT Masa
No. Jenis Pajak Batas Waktu Penyetoran/Pembayaran
Paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal
pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja
1
bendahara pengeluaran Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
atas nama rekanan dan ditandatangani oleh
bendahara.
Paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal
PPN dan PPnBM yang dipungut
pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena
2 oleh Bendahara Pengeluaran sebagai
Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor
Pemungut PPN
Pelayanan Perbendaharaan Negara
PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak
dengan kriteria tertentu sebagaimana
3 Paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b)
Undang-Undang KUP yang
melaporkan beberapa Masa Pajak
dalam satu Surat Pemberitahuan
Masa
Pembayaran masa selain PPh Pasal
25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria
tertentu sebagaimana dimaksud
Sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing
4 dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-
jenis pajak
Undang KUP yang melaporkan
beberapa masa pajak dalam satu
Surat Pemberitahuan Masa
PPh Pasal 22, PPN atau PPnBM
yang pemungutannya dilakukan oleh Disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan
5 Pejabat Penandatangan Surat pembayaran kepada PKP Rekanan Pemerintah
Perintah Membayar sebagai melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
Pemungut PPN atau PPh Pasal 22
Disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah
PPN atau PPnBM yang terutang
6 Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat
dalam satu Masa Pajak
Pemberitahuan Masa PPN disampaikan
PPh Pasal 4 ayat (2) atas Disetor sebelum akta, keputusan, perjanjian,
penghasilan dari pengalihan hak atas kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak
7
tanah dan/atau yang harus dibayar atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh
sendiri oleh Wajib Pajak pejabat yang berwenang
Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari
libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
Hari libur nasional sebagaimana dimaksud di atas termasuk hari yang diliburkan untuk
penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama
secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
SPT Tahunan
No. Jenis Pajak Batas Waktu Penyampaian SPT Terakhir
1 SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak
2 SPT Tahunan PPh Badan 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak
G. Tata Cara Pengajuan Penyelenggaraan Pembukuan Dalam Bahasa Asing Dan Mata Uang
Selain Rupiah
Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat oleh WP harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Menteri
Keuangan, kecuali WP dalam rangka Kontrak Karya atau WP dalam rangka Kontraktor
Kontrak Kerja Sama.
Izin tertulis dapat diperoleh WP dengan mengajukan surat permohonan kepada Kepala
Kantor Wilayah, paling lambat 3 (tiga) bulan :
1. Sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan
satauan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai;
2. Sejak tanggal pendirian bagi WP baru untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak
pertama.
H. Tempat Penyimpanan Buku/Catatan/Dokumen
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau secara program on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di
Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di
tempat kedudukan Wajib Pajak badan. Perubahan Tahun Buku Dan Metode Pembukuan
Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan
dari Direktur Jenderal Pajak.
7. Sanksi Administrasi Perpajakan
Hingga saat ini, pengenaan sanksi pajak diatur dalam UU No.28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya,
sanksi pajak ada karena entitas wajib pajak baik pribadi maupun badan melanggar aturan
perpajakan sesuai dengan ketentuan umum perpajakan yang tertuang dalam Undang-
Undang. Beberapa pelanggaran yang sering dilakukan oleh entitas wajib pajak antara lain
lupa membayar dan melaporkan pajak, menunda pembayaran pajak, dan telat
menyampaikan SPT Pajak. Tidak sampai di situ, sanksi juga diberikan kepada entitas Wajib
Pajak yang melakukan penggelapan pajak dengan memanipulasi data perpajakannya.
Secara umum, ada 2 jenis sanksi perpajakan yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi
administratif berupa denda, bunga, dan kenaikan yang ditentukan berdasarkan tingkat dan jenis
pelanggaran.
Sedangkan sanksi pidana adalah sanksi berupa kurungan pidana atau penjara atas tindak
pelanggaran perpajakan yang dianggap juga sebagai tindak kejahatan.
Sanksi administratif adalah sanksi yang dikenakan dengan melakukan pembayaran kerugian
kepada negara yang diakibatkan dari pelanggaran oleh Wajib Pajak.
Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan, sanksi pajak administratif meliputi sanksi denda,
bunga, dan kenaikan. Berikut penjelasan ketiganya.
1. Denda
Sanksi denda biasanya diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran dalam hal
pelaporan pajak. Misalnya, SPT tidak dilaporkan, adanya pengungkapan ketidakbenaran dalam
SPT, hingga tidak membuat faktur pajak.
Adapun rincian sanksi denda atas pelanggaran pajak adalah sebagai berikut.
2. Bunga
Sanksi administratif berikutnya adalah sanksi bunga. Jenis sanksi ini biasanya berkaitan dengan
ketidakdisiplinan Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran pajak.
Misalnya, terlambat atau menunda pembayaran pajak, gagal bayar pajak karena gagal
berproduksi, atau kurang bayar.
Lantas apa saja jenis sanksi bunga pajak yang diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan?
Sanksi administratif berupa kenaikan biasanya diberikan kepada Wajib Pajak yang melanggar
aturan perpajakan dari segi materiil. Misalnya memberikan informasi yang salah dalam hitungan
pembayaran pajak.
Berbeda dengan sanksi bunga atau denda, sanksi kenaikan merupakan sanksi pembayaran pajak
yang berlipat sesuai dengan pajak tidak/kurang bayar.
Oleh karena itu, sanksi kenaikan dinilai memiliki konsekuensi yang lebih besar dibanding sanksi
administratif lainnya di mata Wajib Pajak.
Ditemukan setelah penyelidikan ternyata PPN/PPnBM tidak 100% dari PPh yang
seharusnya dikompensasikan atau tidak seharusnya dikenai tidak/kurang dipotong,
tarif 0% tidak/kurang dipungut, atau
tidak/kurang disetor.
Kewajiban pembukuan tidak dilakukan sehingga tidak dapat 100% dari PPN atau PPNbM
diketahui besaran pajak terutang yang tidak/kurang bayar
Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT namun 200% dari jumlah pajak yang
isinya tidak benar atau lampiran tidak benar dan pertama kali kurang bayar
dilakukan
Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar 100% dari jumlah kekurangan
Tambahan setelah penyelidikan ternyata ditemukan data baru pajak
yang menyebabkan penambahan jumlah pajak kurang bayar.
Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB) setelah penyelidikan atas permohonan
pengembalian kelebihan bayar pajak dengan kriteria tertentu
yang tercantum dalam Pasal 17C ayat (2) UU KUP
Diterbitkannya SKPKB setelah penyelidikan atas
permohonan pengembalian kelebihan bayar pajak dengan
persyaratan sesuai dengan Pasal 17D ayat (2) UU KUP
Dalam ranah perpajakan, sanksi pidana juga ditetapkan kepada Wajib Pajak yang terindikasi
melakukan pelanggaran baik yang sengaja maupun tidak disengaja dalam hal menjalankannya
sebagai Wajib Pajak yang dapat menimbulkan tuntutan pidana.
Tindakan pelanggaran tersebut dapat berupa manipulasi data seperti memalsukan dan
menyembunyikan data perpajakan. OECD menyebutnya sebagai penggelapan pajak atau tax
evasion.
1. Setiap orang yang dengan sengaja (alpa) tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan
SPT namun isinya tidak benar sehingga dapat merugikan negara maka sanksi pidana
berupa kurungan paling sedikit 3 bulan dan paling lama 1 tahun dengan denda paling
sedikit satu kali dan paling banyak dua kali dari pajak terutang.
2. Setiap orang dengan sengaja;
Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau usaha untuk dikukuhkan sebagai
PKP;
Menyalahgunakan tanpa hak NPWP/PKP;
Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan namun tidak lengkap
Menolak dilakukan pemeriksaan;
Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang dipalsukan;
Tidak menyelenggarakan pembukuan/pencatatan di Indonesia;
Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan/pencatatan;
Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong sehingga menimbulkan kerugian negara
maka dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 6 tahun dan denda paling sedikit 2
kali dan paling banyak 4 kali dari jumlah pajak terutang.
1. Melakukan kembali tindakan pidana perpajakan sebelum lewat 1 tahun terhitung sejak
selesainya masa pidana maka mendapatkan dua kali sanksi pidana seperti yang telah
ditetapkan pada poin nomor 2.
2. Setiap orang dengan sengaja:
Menerbitkan atau menggunakan faktur pajak, bupot, buset pajak yang tidak berdasarkan
data sebenarnya;
Menerbitkan faktur pajak namun belum dikukuhkan sebagai PKP maka mendapatkan
sanksi pidana paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun serta denda paling sedikit 2
kali dan paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak/bupot/buset pajak.
1. Dengan sengaja memberikan keterangan palsu saat pemeriksaan pajak dikenakan pidana
kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp25 juta.
2. Dengan sengaja merusak proses penyelidikan atau pemeriksaan dikenakan pidana
kurungan paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp75 juta.
3. Dengan sengaja merahasiakan sesuatu pada saat proses penyelidikan atau pemeriksaan
dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 1 tahun dengan denda paling banyak Rp1
miliar.
4. Dengan sengaja membocorkan rahasia pada saat proses penyelidikan atau pemeriksaan
dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 10 bulan dan/atau denda paling banyak
Rp800 juta.
5. Dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta atau
menyalahgunakan data pada saat proses pemeriksaan dikenakan sanksi pidana kurungan
paling lama kurungan paling lama 1 tahun dengan denda paling banyak Rp500 juta.
8. Pemeriksaan Pajak
Sebagai bagian akhir dari proses pengendalian perpajakan, pemeriksaan pajak penting untuk
dilakukan dan memiliki tujuan:
Selain itu, pemeriksaan pajak juga memiliki tujuan tambahan yang lainnya, yaitu:
Untuk menjamin Wajib Pajak melakukan kewajiban perpajakan secara benar dan jujur, petugas
pajak akan melakukan dua jenis pemeriksaan pajak.
1.Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan lapangan dilakukan di tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat bekerja WP, serta
tempat lain yang dianggap perlu. Dalam pelaksanaannya, Wajib Pajak diwajibkan untuk:
Memperlihatkan buku atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang
pajak.
Memberi kesempatan untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik.
Memberi kesempatan memasuki dan memeriksa ruangan, barang bergerak atau tidak bergerak
yang diduga digunakan untuk menyimpan buku atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan,
dokumen lain, uang atau barang yang memberi petunjuk penghasilan yang diperoleh, kegiatan
usaha, pekerjaan bebas WP atau objek yang terutang pajak.
2.Pemeriksaan Kantor
Pemeriksaan Kantor dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak.
Saat pelaksanaan pemeriksaan kantor, Wajib Pajak diwajibkan untuk:
Memenuhi panggilan menghadiri pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan. Memperlihatkan
buku atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain termasuk data yang
dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan, kegiatan usaha, pekerjaan
bebas WP, atau objek yang terutang pajak. Memberi bantuan untuk kelancaran pemeriksaan.
Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat Akuntan Publik. Memberikan keterangan
lisan atau tertulis yang diperlukan. Hak Wajib Pajak Selama Pemeriksaan Pajak
Meminta Pemeriksa Pajak memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat
Perintah Pemeriksaan.
Meminta Pemeriksa Pajak memberikan pemberitahuan tertulis pelaksanaan Pemeriksaan
Lapangan.
Meminta Pemeriksa Pajak memberikan penjelasan alasan dan tujuan Pemeriksaan.
Meminta Pemeriksa Pajak memperlihatkan Surat Tugas jika susunan Tim Pemeriksa
Pajak mengalami perubahan.
Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam waktu yang ditentukan.
Mengajukan permohonan untuk dilakukannya pembahasan oleh Tim Pembahas jika ada
perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir
Hasil Pemeriksaan.
Memberikan pendapat pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui formulir
Kuesioner Pemeriksa.
Mengajukan pengaduan jika kerahasiaan dibocorkan kepada pihak lain yang tidak
berhak.
9. Ketetapan Pajak
RESTITUSI pajak mungkin sudah tidak asing lagi bagi kalangan individu maupun perusahaan
yang sudah memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Kata restitusi ini banyak diartikan
sebagai pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Hal ini dilakukan sebagai upaya transparasi
perhitungan pajak yang saling menguntungkan antara negara dan warganya.
Istilah restitusi pajak atau pengembalian pajak tercantum dalam Pasal 17 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP).
Restitusi pajak adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan
oleh wajib pajak kepada negara. Kelebihan pembayaran pajak ini merupakan hak bagi wajib
pajak. UU KUP secara umum menyebut restitusi sebagai pengembalian kelebihan pembayaran
pajak. Artinya, negara membayar kembali atau mengembalikan pajak yang telah dibayar.
Hak tersebut timbul apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan (SPT) atau apabila terdapat kekeliruan pemungutan atau pemotongan yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Restitusi dapat dilakukan setelah mengajukan
permohonan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
Adanya landasan peraturan yang mengatur mengenai restitusi pajak ini dimaksudkan untuk bisa
menciptakan negara yang sehat. Kelebihan pembayaran pajak yang dilaporkan ini sebagai
jaminaan kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah kepada wajib pajak.
Kelebihan pembayaran pajak dapat diakibatkan oleh dua hal, yaitu kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang sebagaimana dilaporkan dalam SPT dan terdapat pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang.
Bagaimana cara meminta restitusi pajak? Banyak orang mengira bahwa resitusi pajak harus
melalui pintu pemeriksaan. Pendapat ini tidak sepenuhnya salah karena sebelum modernisasi,
semua restitusi yang diajukan harus diperiksa.
Sejak berlakunya UU KUP dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, untuk mendapatkan restitusi pajak
terdapat tiga pintu yang harus dilalui, yaitu verifikasi, pemeriksaan, dan penelitian.
1. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan restitusi ke Ditjen Pajak melalui Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
2. Ditjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan, akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:
o Untuk PPh, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang
atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
o Untuk PPN, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang
atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila
terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut PPN , maka jumlah pajak
yang terutang adalah jumlah pajak Keluaran setelah dikurangi Pajak yang
dipungut oleh Pemungut PPN tersebut
o Untuk PPnBM, jika Pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang
terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
3. SKPLB diterbitkan oleh Ditjen Pajak paling lambat 12 bulan sejak surat permohonan
diterima secara lengkap, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan keputusan
Direktur Jenderal Pajak.
4. Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Direktur Jenderal
Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan, dan SKPLB
diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 bulan setelah jangka waktu berakhir.
5. Apabila SKPLB terlambat diterbitkan, maka wajib pajak akan diberikan imbalan bunga
sebesar 2% per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sampai dengan saat
diterbitkan SKPLB.
Penagihan pajak adalah proses tindakan yang dilaksanakan terhadap penanggung pajak agar
membayar utang pajak serta biaya penagihan pajak.
Pengertian penagihan pajak menurut Soemitro (1996), yaitu tindakan yang dilakukan Direktorat
Jenderal Pajak sebab wajib pajak tidak mengikuti ketentuan Undang Undang pajak, terutama
tentang pembayaran pajak terutang.
Sementara itu menurut Rusdji (2004), penagihan pajak rangkaian tindakan yang dilakukan agar
wajib pajak membayar utang pajak serta biaya penagihan pajak dengan peneguran ataupun
peringatan, melaksanakan penagihan seketika & sekaligus memberitahukan surat paksa,
mengusulkan pencegahan, menyita, menyandera, serta menjual barang yang disita.
Sementara itu, penanggung pajak adalah orang maupun badan yang memiliki tanggung jawab
atas pembayaran pajak. Lalu pejabat adalah orang yang memiliki wewenang untuk mengangkat
serta memberhentikan juru sita pajak, dan juru sita pajak adalah pelaksana tindakan penagihan
pajak yang mencakup penagihan seketika & sekaligus.
Dasar hukum penagihan pajak telah dicantumkan dalam Undang Undang Nomor 19 Tahun 1997
mengenai Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Undang-undang ini mulai diberlakukan sejak 23
Mei 1997. Undang-undang kemudian diamandemen dengan Undang Undang Nomor 19 tahun
2000 yang mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2001.
Terdapat beberapa jenis penagihan, yakni penagihan pajak pasif dan aktif, ataupun penagihan
seketika. Apa perbedaan ketiga jenis penagihan tersebut? Apa konsekuensi yang diterima wajib
pajak? Berikut penjelasannya.
Penagihan Pasif
Untuk jenis penagihan pajak pasif, DJP menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SK
Pembetulan, SK Keberatan, serta Putusan Banding yang mengakibatkan pajak terutang menjadi
lebih besar.
Dalam jenis ini,, fiskus hanya menyampaikan kepada wajib pajak bahwa terdapat pajak terutang.
Apabila dalam jarak satu bulan sejak dikeluarkannya STP ataupun surat sejenis lainnya, wajib
pajak tidak membayar utang pajaknya, maka fiskus akan menerapkan penagihan aktif.
Penagihan Aktif
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, penagihan aktif adalah proses selanjutnya setelah
penagihan pasif tidak berhasil. Dalam penagihan aktif, fiskus dan juru sita pajak memiliki hak
dan berperan aktif untuk tindakan sita serta lelang.
Tujuan penagihan pajak seketika & sekaligus adalah guna mencegah terjadinya pajak terutang
yang tidak dapat ditagih. Apabila saat penagihan seketika & sekaligus wajib pajak tidak
membayar, maka juru sita pajak akan menunggu sampai tanggal jatuh tempo.
Terdapat beberapa tindakan maupun langkah yang dijalankan oleh juru sita pajak dalam
menjalankan penagihan pajak. Berikut tata cara dan proses penagihan pajak serta
penjelasannya.
Dengan terbitnya surat paksa, wajib pajak harus membayar utang pajaknya dalam waktu 2 x 24
jam agar tidak ada tindakan pemblokiran rekening, pencegahan ke luar negeri, maupun
penyanderaan paksa badan (dengan catatan, diragukan itikad baiknya serta mempunyai utang
pajak minimal Rp100.000.000). Pengeluaran surat paksa ini dikenakan biaya penagihan pajak
sebesar Rp25.000.
Penagihan dengan Surat Sita
Surat sita adalah surat yang dikeluarkan apabila dalam waktu 2 x 24 jam sejak dikeluarkannya
surat paksa, penanggung pajak tidak melunasi pajaknya. Terdapat biaya penagihan pajak yang
dibebankan untuk surat sita yaitu Rp75.000. Biaya yang diperuntukkan untuk pelaksanaan sita.
Penyitaan bukan semata-mata bertujuan untuk memperdagangkan barang milik penanggung
pajak, melainkan petugas memanfaatkan barang-barang tersebut sebagai jaminan agar
penanggung pajak membayar pajak terutangnya.
Dengan demikian, penanggung pajak masih berkesempatan untuk membayar utang pajaknya
dalam waktu 14 hari sejak terhitung dari penyitaan harta penanggung pajak. Apabila dalam 14
hari penanggung pajak belum melunasi utang pajaknya, maka akan dikeluarkan pengumuman
lelang.
Penyitaan dilakukan oleh juru sita pajak yang disaksikan oleh 2 orang yang dianggap sudah
dewasa sebagai saksi, berkewarganegaraan Indonesia, dikenal oleh juru sita pajak, serta dapat
dipercaya.
Lelang akan dilaksanakan apabila dalam waktu 14 hari setelah dikeluarkannya pengumuman
lelang, penanggung pajak belum melunasi pajak terutangnya.
Dasar penagihan pajak dibagi sesuai jenis pajaknya. Berikut dasar-dasar yang perlu diketahui:
Penagihan pajak disebut daluarsa apabila sudah melewati batas waktu penagihan, yakni 5 tahun
terhitung sejak diterbitkannya dasar penagihan pajak. Jika sudah daluarsa, maka hal tersebut
tidak dapat lagi dilakukan karena hak penagihan atas utang pajak tersebut telah dianggap gugur.