Anda di halaman 1dari 31

1.

Definisi Pajak
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan jika pajak merupakan kontribusi yang harus
dilaksanakan wajib pajak. Namun, siapakah wajib pajak itu? Pasal 1 angka 2 UU KUP
menjelaskan bahwa wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pajak adalah pungutan yang wajib diberikan pada negara oleh orang pribadi maupun
badan/perusahaan berdasarkan undang-undang yang akan digunakan untuk kepentingan
negara dan kesejahteraan masyarakat umum. Pemungutan, pelayanan, dan pengawasan pajak
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
2. Fungsi Pajak
Fungsi pajak secara umum ada 4, yakni :
1. Fungsi anggaran (budgetair) sebagai sumber dana bagi pemerintah, untuk
membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi mengatur (regulerend) sebagai alat pengatur atau melaksanakan pemerintah
dalam bidang sosial ekonomi.
3. Stabilitas, pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan
kebijakan-kebijakan pemerintah.
4. Redistribusi Pendapatan, penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan
kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)


Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal
diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Selain sebagai identitas Wajib Pajak, NPWP memiliki fungsi untuk menjaga ketertiban
dan ketaatan pembayaran pajak serta pengawasan administrasi perpajakan Wajib Pajak.
Karena semua dokumen tentang perpajakkan memiliki keterkaitan dengan nomor NPWP.
Setiap wajib pajak hanya diberikan satu NPWP saja. Nomor NPWP terdiri dari 15 digit
angka, 9 digit angka pertama merupakan informasi kode wajib pajak, dan 6 digit terakhir
merupakan informasi kode administrasi. Struktur lebih merinci dari NPWP dapat dilihat
pada gambar di atas. Penjelasan arti kode NPWP tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dua digit (XX) pertama menunjukkan identitas Wajib Pajak, Contoh, 01 – 03 adalah
Wajib Pajak Badan, 04 – 06 adalah Wajib Pajak Pengusaha, dst.
2. Enam digit (YYY.YYY) setelahnya menunjukkan nomor registrasi atau nomor urut
KPP yang diberikan oleh kantor pusat DJP.
3. Satu digit (Z) selanjutnya berfungsi sebagai kode pengaman agar tidak terjadi
kesalahan atau pemalsuan NPWP.
4. Tiga digit (XXX) selanjutnya merupakan kode KPP terdaftar.
5. Tiga digit (YYY) terakhir adalah status Wajib Pajak (Tunggal, Pusat atau Cabang).
000 untuk status Wajib Pajak Tunggal atau Pusat, sedangkan 001, 002, dst untuk status
Wajib Pajak Cabang.

 JENIS NPWP
Supaya kamu tidak salah mengklasifikasikan NPWP, yuk pelajari jenis-jenisnya! Ada 2
jenis NPWP yaitu NPWP Pribadi dan NPWP Badan. Berikut adalah perbedaannya:
NPWP Pribadi yaitu NPWP yang dimiliki secara individu yang memiliki penghasilan
di Indonesia. Berikut ini individu yang masuk ke daftar NPWP pribadi, yaitu:
 Memiliki Penghasilan dari Pekerjaan
 Memiliki Penghasilan dari Pekerjaan Bebas
 Memiliki Penghasilan dari Usaha
NPWP Badan yaitu NPWP yang dimiliki oleh setiap perusahaan atau badan usaha
yang memperoleh penghasilan di Indonesia. Berikut ini perusahaan yang masuk ke
dalam daftar NPWP Badan, yaitu:
 Badan milik Pemerintah
 Badan milik Swasta
 MANFAAT NPWP
Walaupun NPWP merupakan dokumen yang penting, masih banyak orang yang tidak
mengerti dan tidak membuat NPWP. Padahal, NPWP memiliki banyak manfaat didalam
ataupun diluar perpajakan loh! Contohnya sebagai berikut:
1). Persyaratan Administrasi
Dengan memiliki NPWP, kita akan mendapatkan kemudahan dalam mengurus
persyaratan administrasi seperti di bank. Beberapa instansi perbankan saat ini
mengharuskan memasukkan nomor NPWP sebagai salah satu syarat utama atau
syarat dokumen pendukung untuk mengurus administrasi di tempat tersebut.
Contohnya adalah kredit bank, rekening dana nasabah (RDN) , rekening efek,
rekening bank, pembuatan SIUP (Surat izin Usaha Perdagangan), dan pembuatan
paspor.
2). Mempermudah Urusan Perpajakan
Manfaat lain dari NPWP adalah berkaitan langsung dengan kemudahan pengurusan
segala bentuk administrasi perpajakan. Jika tidak memiliki NPWP, anda bisa jadi
tidak diperkenankan untuk membuat dokumen-dokumen tersebut. Contoh dokumen
administrasi yang memerlukan NPWP adalah pengurusan restitusi pajak, pengajuan
pengurangan pembayaran pajak, mengetahui jumlah pajak yang mesti dibayar, dan
lain – lain.
Dengan memiliki NPWP, maka Wajib Pajak akan terhindar dari sanksi hukum.
Karena bagi Wajib Pajak yang tidak melaksanakan ketentuan yaitu mempunyai
NPWP, akan terkena sanksi pidana sesuai dengan pasal yang berlaku.

4. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak


Pengertian PKP atau definisi Pengusaha Kena Pajak adalah wajib pajak perorangan atau
badan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
Namun hal ini tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh keputusan
Menteri Keuangan. Kecuali jika pengusaha kecil tersebut mengajukan dan memilih untuk
menjadi PKP.
Menurut Pasal 1A UU PPN, pengertian BKP dan JKP adalah:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak atau BKP adalah setiap kegiatan penyerahan barang
kena pajak, dan yang termasuk penyerahan BKP di antaranya:
 Penyerhaan hak atas BKP karena suatu perjanjian
 Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa
guna usaha (leasing)
 Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
 Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP
 BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semua tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
 Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP
antar cabang
 penyerahan BKP antar cabang
 Penyerahan BKP secara konsinyasi
 Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP
kepada pihak yang membutuhkan BKP
b. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pemberian jasa kena pajak.
Sedangkan dasar pengenaan pajak tersebut adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai
impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak
terutang.
Fungsi Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Seperti yang sudah disunggung di atas, selain memahami pengertian PKP, wajib pajak
yang berniat mengajukan status ini juga perlu mengetahui fungsi pengukuhan pengusaha
kena pajak. Bicara PKP, erat kaitannya dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Dalam penetapannya sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), wajib pajak akan memiliki
beberapa kewajiban dan hak yang tidak dapat dimiliki sebelum status ini diberikan.
Setidaknya, berikut adalah kewajiban pengusaha kena pajak:
 Melakukan pemungutan PPN dan PPnBM yang terutang.
 Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar ketika pajak keluaran lebih besar daripada
pajak masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan PPnBM terutang.
 Melaporkan PPN dan PPnBM yang masih terutang.
Tentu kewajiban ini hadir dengan kompensasi berupa hak yang juga bisa didapatkan oleh
Wajib Pajak Badan maupun WP Pribadi ketika mendapatkan status PKP.
Sebelum masuk ke bagian selanjutnya, ketahui juga mengenai konsekuensi yang harus
dihadapi oleh pengusaha dengan status PKP.
Berikut adalah konsekuensi menjadi Pengusaha Kena Pajak:
 Pembayaran pajak semakin besar. Hal ini seiring dengan perluassan kewajiban pajak
yang menjadi tanggungannya.
 Sedikit mengurangi daya saing yang dimiliki karena otomatis harga jual meningkat.
Harga ini naik karena harus melakukan pemungutan PPN dari lawan transaksi Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
Keuntungan Status PKP
Setelah memahami pengertian PKP dan kewajiban yang harus dilakukan, Sobat
Klikpajak juga sebaiknya menyimak beberapa poin di bawah ini, yang isinya adalah
keuntungan atau hak yang dimiliki oleh Pengusaha Kena Pajak.
Berikut adalah hak menjadi Pengusaha Kena Pajak atau keuntungan penjadi pengusaha kena
pajak bagi perusahaan:
1. Bisnis berbadan hukum
Dengan memiliki status PKP, Sobat Klikpajak dapat menunjukkan bahwa pengelolaan
bisnis dan industri yang dilakukan sudah baik dan legal secara hukum. Selain itu, hal
tersebut juga menandakan usaha yang Anda miliki memiliki ketaatan pajak yang baik.
2. Kredibilitas usaha yang didirikan
Status PKP yang dimiliki akan meningkatkan kredibilitas yang dimiliki perusahaan serta
nilainya di dunia industri. Setidaknya, status PKP hanya akan dimiliki usaha atau industri
yang melakukan kewajiban pajaknya dengan tertib.
3. Peluang kerjasama bisnis besar
Kesempatan dan hak melakukan transaksi dengan bendaharawan pemerintah serta
mengikuti lelang yang diadakan oleh pemerintah.
4. Meningkatkan efisiensi produksi
Secara ekonomis, beban produksi dan investasi pada BKP dan JKP yang dimiliki akan
ditanggung oleh konsumen akhir. Artinya, kestabilan ekonomi akan lebih terjamin dan
sirkulasi finansial akan semakin sehat.
Keuntungan ini dapat berdampak baik pada jangka waktu singkat dan jangka waktu
panjang. Asalkan pengusaha dengan status ini dapat benar-benar menjaga ketaatan pajak dan
menjalankan kewajiban dengan baik.
Syarat Menjadi PKP
Bukan hanya mengetahui pengertian PKP, memahami kewajiban, hak dan fungsi
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sudah dapat dilihat pada poin sebelumnya.
Apa yang perlu dipenuhi untuk mengajukan pemilikan status PKP ini? Berikut ketentuanya:
 Omzet dalam satu tahun buku mencapai Rp4.800.000.000. Pengusaha dengan omzet
kurang dari nilai tersebut bisa mengajukan status ini, namun harus benar memilih dan
mengajukan status ini dengan memahami semua konsekuensinya.
 Dapat melalui proses survei yang dilakukan KPP atau KP2KP tempat di mana Sobat
Klikpajak terdaftar.
 Memenuhi syarat berkas dan kelengkapan dokumen pengajuan PKP atau pengukuhan
PKP.
5. Pembayaran Pajak dan Surat Pemberitahuan (SPT)
A. Pengertian
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak, bukan objek pajak,
dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. SPT dapat berbentuk formulir kertas (hard copy) atau dokumen elektronik (e-
SPT atau e-Filing)
SPT meliputi ;
1. SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), baik bagi Wajib Pajak Badan maupun Orang
pribadi.
2. SPT Masa yang terdiri dari;
- SPT Masa Pajak Penghasilan (PPh);
- SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN); dan
- SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi Pemungut PPN.
Masa Pajak ialah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang. Masa Pajak sama dengan 1 (satu) bulan
kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan paling
lama 3 (tiga) bulan kalender.
SPT Tahunan Pajak Penghasilan, yaitu SPT untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian
Tahun Pajak. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib
Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
B. Fungsi SPT
Bagi Wajib Pajak, SPT berfungsi untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
1. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui
pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian
Tahun Pajak;
2. penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak;
3. harta dan kewajiban;
4. penyetoran dari pemotong atau pemungut pajak orang pribadi atau badan lain dalam
1 (satu) masa pajak.
Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), SPT berfungsi untuk mempertanggungjawabkan
perhitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan
tentang:
1. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
2. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha
Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak.
Bagi pemotong atau pemungut pajak, sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya kepada
Negara dan pihak yang dipotong.
SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak.
Dalam hal WP adalah Badan, SPT harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi. Jika SPT
ditandatangani oleh bukan WP, harus dilampiri Surat Kuasa Khusus.
Penandatanganan SPT sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dengan cara :
1. tanda tangan biasa;
2. tanda tangan stempel; atau
3. tanda tangan elektronik atau digital (Sertifikat Elektronik, kode verifikasi yang
dikirimkan oleh Ditjen Pajak, atau tanda tangan elektronik lainnya yang ditentukan
Ditjen Pajak).
Tanda tangan stempel dan tanda tangan elektronik atau digital mempunyai kekuatan hukum
yang sama dengan tanda tangan biasa.
C. Batas jatuh tempo pelaporan SPT
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara umum adalah :
1. untuk SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
2. untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3
(tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
3. untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat)
bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Berikut adalah rincian batas waktu penyampaian SPT untuk masing-masing jenis pajak :

SPT Masa
No. Jenis Pajak Batas Waktu Penyetoran/Pembayaran
Paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal
pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja
1
bendahara pengeluaran Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
atas nama rekanan dan ditandatangani oleh
bendahara.
Paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal
PPN dan PPnBM yang dipungut
pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena
2 oleh Bendahara Pengeluaran sebagai
Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor
Pemungut PPN
Pelayanan Perbendaharaan Negara
PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak
dengan kriteria tertentu sebagaimana
3 Paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b)
Undang-Undang KUP yang
melaporkan beberapa Masa Pajak
dalam satu Surat Pemberitahuan
Masa
Pembayaran masa selain PPh Pasal
25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria
tertentu sebagaimana dimaksud
Sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing
4 dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-
jenis pajak
Undang KUP yang melaporkan
beberapa masa pajak dalam satu
Surat Pemberitahuan Masa
PPh Pasal 22, PPN atau PPnBM
yang pemungutannya dilakukan oleh Disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan
5 Pejabat Penandatangan Surat pembayaran kepada PKP Rekanan Pemerintah
Perintah Membayar sebagai melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
Pemungut PPN atau PPh Pasal 22
Disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah
PPN atau PPnBM yang terutang
6 Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat
dalam satu Masa Pajak
Pemberitahuan Masa PPN disampaikan
PPh Pasal 4 ayat (2) atas Disetor sebelum akta, keputusan, perjanjian,
penghasilan dari pengalihan hak atas kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak
7
tanah dan/atau yang harus dibayar atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh
sendiri oleh Wajib Pajak pejabat yang berwenang
Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari
libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
Hari libur nasional sebagaimana dimaksud di atas termasuk hari yang diliburkan untuk
penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama
secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
SPT Tahunan
No. Jenis Pajak Batas Waktu Penyampaian SPT Terakhir
1 SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak
2 SPT Tahunan PPh Badan 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak

D. Sanksi Keterlambatan Menyampaikan SPT


Apabila Surat Pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan dalam jangka waktu pelaporan
atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar :
1. Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai
2. Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya
3. Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak badan
4. Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak orang pribadi

6. Pembukuan dan Pencatatan


Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk
periode Tahun Pajak tersebut.
Pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran
atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah
pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai
pajak yang bersifat final.
A. Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan
 Wajib Pajak (WP) Badan;
 Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas,
kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang
dari Rp4.800.000.000,00 (Empat milyar delapan ratus juta rupiah).
B. Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan
 Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar
delapan ratus juta rupiah), dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang
bersangkutan;
 Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.

C. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan


 Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau
kegiatan usaha yang sebenarnya.
 Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan
mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang
diizinkan oleh Menteri Keuangan.
 Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
 Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat
diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
 Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang.

D. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pencatatan


1. Pencatatan harus menggambarkan antara lain :
a. Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima
dan/atau diperoleh;
b. Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan
pajaknya bersifat final.
2. Bagi WP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha,
pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha
dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.
3. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, WP orang pribadi harus
menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.

E. Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan


Tujuannya adalah untuk mempermudah:
 Pengisian SPT;
 Penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
 Penghitungan PPN dan PPnBM;
 Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil
kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
F. Pembukuan Dalam Bahasa Asing Dan Mata Uang Selain Rupiah
Wajib Pajak yang diperkenankan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan
bahasa asing dan mata uang selain Rupiah yaitu bahasa Inggris dan satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat adalah :
 Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing yaitu Wajib Pajak yang
beroperasi berdasarkan ketentuan Peraturan perundang-undangan Penanaman Modal
Asing;
 Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya, yaitu Wajib Pajak yang beroperasi
berdasarkan kontrak dengan Pemerintah RI sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan Perundang-undangan Pertambangan selain pertambangan minyak dan gas
bumi;
 Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan minyak dan gas bumi;
 Bentuk Usaha Tetap, yaitu bentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5)
Undang-Undang Pajak Penghasilan atau menurut Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) yang terkait;
 Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di
bursa efek luar negeri;
 Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan Reksadana dalam denominasi
mata uang Dollar Amerikat Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif
Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawasa Pasar Modal-Lembaga Keuangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal;
 Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu
perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan atau dikuasai oleh
perusahaan induk (parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan
istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan b Undang-
Undang Pajak Penghasilan.

G. Tata Cara Pengajuan Penyelenggaraan Pembukuan Dalam Bahasa Asing Dan Mata Uang
Selain Rupiah
Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat oleh WP harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Menteri
Keuangan, kecuali WP dalam rangka Kontrak Karya atau WP dalam rangka Kontraktor
Kontrak Kerja Sama.
Izin tertulis dapat diperoleh WP dengan mengajukan surat permohonan kepada Kepala
Kantor Wilayah, paling lambat 3 (tiga) bulan :
1. Sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan
satauan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai;
2. Sejak tanggal pendirian bagi WP baru untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak
pertama.
H. Tempat Penyimpanan Buku/Catatan/Dokumen
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau secara program on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di
Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di
tempat kedudukan Wajib Pajak badan. Perubahan Tahun Buku Dan Metode Pembukuan
Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan
dari Direktur Jenderal Pajak.
7. Sanksi Administrasi Perpajakan
Hingga saat ini, pengenaan sanksi pajak diatur dalam UU No.28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya,
sanksi pajak ada karena entitas wajib pajak baik pribadi maupun badan melanggar aturan
perpajakan sesuai dengan ketentuan umum perpajakan yang tertuang dalam Undang-
Undang. Beberapa pelanggaran yang sering dilakukan oleh entitas wajib pajak antara lain
lupa membayar dan melaporkan pajak, menunda pembayaran pajak, dan telat
menyampaikan SPT Pajak. Tidak sampai di situ, sanksi juga diberikan kepada entitas Wajib
Pajak yang melakukan penggelapan pajak dengan memanipulasi data perpajakannya.

Jenis-Jenis Sanksi Pajak

Secara umum, ada 2 jenis sanksi perpajakan yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi
administratif berupa denda, bunga, dan kenaikan yang ditentukan berdasarkan tingkat dan jenis
pelanggaran.

Sedangkan sanksi pidana adalah sanksi berupa kurungan pidana atau penjara atas tindak
pelanggaran perpajakan yang dianggap juga sebagai tindak kejahatan.

Sanksi Pajak Administratif

Sanksi administratif adalah sanksi yang dikenakan dengan melakukan pembayaran kerugian
kepada negara yang diakibatkan dari pelanggaran oleh Wajib Pajak.

Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan, sanksi pajak administratif meliputi sanksi denda,
bunga, dan kenaikan. Berikut penjelasan ketiganya.

1. Denda

Sanksi denda biasanya diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran dalam hal
pelaporan pajak. Misalnya, SPT tidak dilaporkan, adanya pengungkapan ketidakbenaran dalam
SPT, hingga tidak membuat faktur pajak.

Adapun rincian sanksi denda atas pelanggaran pajak adalah sebagai berikut.

Jenis Pelanggaran Sanksi Denda


SPT Masa PPN tidak disampaikan lebih dari Rp500.000
20 hari setelah akhir masa pajak
SPT Masa lainnya tidak disampaikan lebih Rp100.000
dari 20 hari setelah akhir masa pajak
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan tidak Rp1.000.000
disampaikan lebih dari 4 bulan setelah akhir
tahun pajak
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Rp100.000
tidak disampaikan lebih dari 3 bulan setelah
akhir tahun pajak
Pengungkapan ketidakbenaran dan/atau 150% x Jumlah Pajak Kurang Bayar
pelunasan sebelum penyidikan
Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak membuat 2% dari Dasar
faktur pajak
Pengenaan Pajak
PKP tidak mengisi formulir pajak secara
lengkap
PKP melaporkan faktur tidak sesuai masa
terbit
PKP gagal produksi dan telah diberikan
restitusi (pengembalian) pajak
Pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan 50% x Jumlah pajak berdasarkan keputusan
Pajak ditolak/dikabulkan sebagian keberatan dikurangi pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan
Permohonan banding ditolak/dikabulkan 100% x jumlah pajak berdasarkan putusan
sebagian banding dikurangi dengan pajak yang telah
dibayar sebelum mengajukan keberatan

2. Bunga

Sanksi administratif berikutnya adalah sanksi bunga. Jenis sanksi ini biasanya berkaitan dengan
ketidakdisiplinan Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran pajak.
Misalnya, terlambat atau menunda pembayaran pajak, gagal bayar pajak karena gagal
berproduksi, atau kurang bayar.

Lantas apa saja jenis sanksi bunga pajak yang diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan?

Jenis Pelanggaran Jenis Sanksi


Pembetulan sendiri SPT Tahunan dalam 2 tahun 2% per bulan dari jumlah pajak kurang
Pembetulan sendiri SPT Masa dalam 2 tahun bayar dihitung sejak jatuh tempo
Terlambat bayar/setor pajak masa dan tahunan pembayaran sampai dengan tanggal
pembayaran.
Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar 48% dari jumlah pajak yang
(SKPKB) setelah melewati 5 tahun dengan alasan tidak/kurang bayar
dipidana
PPh tahun berjalan kurang bayar dengan 2% per bulan dari jumlah pajak
diterbitkannya Surat Tagihan Pajak tidak/kurang bayar maksimal 24 bulan
Pengusaha Kena Pajak gagal berproduksi 2% dari pajak yang ditagih.
Adanya Surat Ketetapan Pajak, Putusan banding, 2% per bulan dari jumlah pajak
atau Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah tidak/kurang bayar dihitung dari
pajak yang harus dibayar bertambah pada saat jatuh tanggal jatuh tempo hingga tanggal
tempo tidak atau kurang bayar pelunasan atau STP diterbitkan.
Wajib pajak melakukan pembayaran pajak dengan
mengangsur atau menunda
Wajib Pajak diperbolehkan menunda menyampaikan 2% per bulan dari kekurangan bayar
SPT karena terdapat pajak kurang bayar dihitung dari batas akhir penyampaian
SPT hingga tanggal dibayarnya
kekurangan tersebut.
3. Kenaikan

Sanksi administratif berupa kenaikan biasanya diberikan kepada Wajib Pajak yang melanggar
aturan perpajakan dari segi materiil. Misalnya memberikan informasi yang salah dalam hitungan
pembayaran pajak.

Berbeda dengan sanksi bunga atau denda, sanksi kenaikan merupakan sanksi pembayaran pajak
yang berlipat sesuai dengan pajak tidak/kurang bayar.

Oleh karena itu, sanksi kenaikan dinilai memiliki konsekuensi yang lebih besar dibanding sanksi
administratif lainnya di mata Wajib Pajak.

Jenis Pelanggaran Sanksi


Terbukti adanya ketidakbenaran dalam isian SPT setelah 50% dari pajak kurang bayar.
melewati 2 tahun
Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak akibat Surat 50% dari PPh tidak/kurang
Pemberitahuan tidak disampaikan melewati waktu yang bayar dalam setahun
ditentukan.

 SPT Masa, 20 hari setelah akhir masa pajak


 SPT Orang Pribadi, 3 bulan setelah akhir tahun pajak
 SPT Badan, 4 bulan setelah akhir tahun pajak

Ditemukan setelah penyelidikan ternyata PPN/PPnBM tidak 100% dari PPh yang
seharusnya dikompensasikan atau tidak seharusnya dikenai tidak/kurang dipotong,
tarif 0% tidak/kurang dipungut, atau
tidak/kurang disetor.
Kewajiban pembukuan tidak dilakukan sehingga tidak dapat 100% dari PPN atau PPNbM
diketahui besaran pajak terutang yang tidak/kurang bayar
Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT namun 200% dari jumlah pajak yang
isinya tidak benar atau lampiran tidak benar dan pertama kali kurang bayar
dilakukan
Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar 100% dari jumlah kekurangan
Tambahan setelah penyelidikan ternyata ditemukan data baru pajak
yang menyebabkan penambahan jumlah pajak kurang bayar.
Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB) setelah penyelidikan atas permohonan
pengembalian kelebihan bayar pajak dengan kriteria tertentu
yang tercantum dalam Pasal 17C ayat (2) UU KUP
Diterbitkannya SKPKB setelah penyelidikan atas
permohonan pengembalian kelebihan bayar pajak dengan
persyaratan sesuai dengan Pasal 17D ayat (2) UU KUP

Sanksi Pajak Pidana

Dalam ranah perpajakan, sanksi pidana juga ditetapkan kepada Wajib Pajak yang terindikasi
melakukan pelanggaran baik yang sengaja maupun tidak disengaja dalam hal menjalankannya
sebagai Wajib Pajak yang dapat menimbulkan tuntutan pidana.

Tindakan pelanggaran tersebut dapat berupa manipulasi data seperti memalsukan dan
menyembunyikan data perpajakan. OECD menyebutnya sebagai penggelapan pajak atau tax
evasion.

Berikut jenis pelanggaran dan sanksi pidana yang berlaku di Indonesia.

1. Setiap orang yang dengan sengaja (alpa) tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan
SPT namun isinya tidak benar sehingga dapat merugikan negara maka sanksi pidana
berupa kurungan paling sedikit 3 bulan dan paling lama 1 tahun dengan denda paling
sedikit satu kali dan paling banyak dua kali dari pajak terutang.
2. Setiap orang dengan sengaja;
 Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau usaha untuk dikukuhkan sebagai
PKP;
 Menyalahgunakan tanpa hak NPWP/PKP;
 Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan namun tidak lengkap
 Menolak dilakukan pemeriksaan;
 Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang dipalsukan;
 Tidak menyelenggarakan pembukuan/pencatatan di Indonesia;
 Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan/pencatatan;
 Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong sehingga menimbulkan kerugian negara
maka dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 6 tahun dan denda paling sedikit 2
kali dan paling banyak 4 kali dari jumlah pajak terutang.

1. Melakukan kembali tindakan pidana perpajakan sebelum lewat 1 tahun terhitung sejak
selesainya masa pidana maka mendapatkan dua kali sanksi pidana seperti yang telah
ditetapkan pada poin nomor 2.
2. Setiap orang dengan sengaja:

 Menerbitkan atau menggunakan faktur pajak, bupot, buset pajak yang tidak berdasarkan
data sebenarnya;
 Menerbitkan faktur pajak namun belum dikukuhkan sebagai PKP maka mendapatkan
sanksi pidana paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun serta denda paling sedikit 2
kali dan paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak/bupot/buset pajak.

1. Dengan sengaja memberikan keterangan palsu saat pemeriksaan pajak dikenakan pidana
kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp25 juta.
2. Dengan sengaja merusak proses penyelidikan atau pemeriksaan dikenakan pidana
kurungan paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp75 juta.
3. Dengan sengaja merahasiakan sesuatu pada saat proses penyelidikan atau pemeriksaan
dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 1 tahun dengan denda paling banyak Rp1
miliar.
4. Dengan sengaja membocorkan rahasia pada saat proses penyelidikan atau pemeriksaan
dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 10 bulan dan/atau denda paling banyak
Rp800 juta.
5. Dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta atau
menyalahgunakan data pada saat proses pemeriksaan dikenakan sanksi pidana kurungan
paling lama kurungan paling lama 1 tahun dengan denda paling banyak Rp500 juta.

8. Pemeriksaan Pajak

Sebagai bagian akhir dari proses pengendalian perpajakan, pemeriksaan pajak penting untuk
dilakukan dan memiliki tujuan:

 Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, meliputi:


 SPT lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan pajak.
 SPT rugi.
 SPT terlambat, yaitu melampaui jangka waktu Surat Teguran yang disampaikan.
 Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
 Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis yang
mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan WP yang tidak dipenu

Selain itu, pemeriksaan pajak juga memiliki tujuan tambahan yang lainnya, yaitu:

 Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan.


 Penghapusan NPWP.
 Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan pencabutan PKP.
 WP mengajukan keberatan.
 Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
 Pencocokan data dan atau alat keterangan.
 Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil.
 Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
 Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
 Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan.
 Pemenuhan informasi negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

Jenis Pemeriksaan Pajak

Untuk menjamin Wajib Pajak melakukan kewajiban perpajakan secara benar dan jujur, petugas
pajak akan melakukan dua jenis pemeriksaan pajak.

1.Pemeriksaan Lapangan

Pemeriksaan lapangan dilakukan di tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat bekerja WP, serta
tempat lain yang dianggap perlu. Dalam pelaksanaannya, Wajib Pajak diwajibkan untuk:

Memperlihatkan buku atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang
pajak.
Memberi kesempatan untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik.
Memberi kesempatan memasuki dan memeriksa ruangan, barang bergerak atau tidak bergerak
yang diduga digunakan untuk menyimpan buku atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan,
dokumen lain, uang atau barang yang memberi petunjuk penghasilan yang diperoleh, kegiatan
usaha, pekerjaan bebas WP atau objek yang terutang pajak.

1. Memberi bantuan untuk kelancaran pemeriksaan, berupa:


2. Menyediakan tenaga dan atau peralatan atas biaya WP jika dalam mengakses data yang
dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan atau keahlian khusus.
3. Memberikan kesempatan Pemeriksa Pajak membuka barang bergerak dan atau tidak
bergerak.
4. Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan untuk
memeriksa buku, catatan, dan dokumen yang tidak memungkinkan dibawa ke Kantor
Direktorat Jenderal Pajak.
5. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
6. Memberikan keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan.

2.Pemeriksaan Kantor

Pemeriksaan Kantor dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak.
Saat pelaksanaan pemeriksaan kantor, Wajib Pajak diwajibkan untuk:
Memenuhi panggilan menghadiri pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan. Memperlihatkan
buku atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain termasuk data yang
dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan, kegiatan usaha, pekerjaan
bebas WP, atau objek yang terutang pajak. Memberi bantuan untuk kelancaran pemeriksaan.
Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat Akuntan Publik. Memberikan keterangan
lisan atau tertulis yang diperlukan. Hak Wajib Pajak Selama Pemeriksaan Pajak

Dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban


perpajakan dengan jenis Pemeriksaaan Lapangan dan Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak berhak:

 Meminta Pemeriksa Pajak memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat
Perintah Pemeriksaan.
 Meminta Pemeriksa Pajak memberikan pemberitahuan tertulis pelaksanaan Pemeriksaan
Lapangan.
 Meminta Pemeriksa Pajak memberikan penjelasan alasan dan tujuan Pemeriksaan.
 Meminta Pemeriksa Pajak memperlihatkan Surat Tugas jika susunan Tim Pemeriksa
Pajak mengalami perubahan.
 Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
 Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam waktu yang ditentukan.
 Mengajukan permohonan untuk dilakukannya pembahasan oleh Tim Pembahas jika ada
perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir
Hasil Pemeriksaan.
 Memberikan pendapat pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui formulir
Kuesioner Pemeriksa.
 Mengajukan pengaduan jika kerahasiaan dibocorkan kepada pihak lain yang tidak
berhak.

Prinsip self-assessment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan adalah bahwa Wajib


Pajak (WP) diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri, dan
melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan pada WP
sendiri melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikannya. Penerbitan suatu surat
ketetapan pajak hanya terbatas kepada WP tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran
dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh
WP.

9. Ketetapan Pajak

A. Fungsi Surat Ketetapan Pajak


Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :
1. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-
nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban
formal dan atau kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan
perpajakan.
2. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
3. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
4. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar.
5. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.

B. Jenis-Jenis Ketetapan Pajak


1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit
pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan sebelumnya.
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah
kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak
seharusnya terutang.
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit
pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

C. Surat Tagihan Pajak

Surat Tagihan Pajak (STP) diterbitkan dalam hal :

1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;


2. Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis
dan/atau salah hitung;
3. WP dikenakan sanksi administrasi denda dan/atau bunga;
4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
5. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak
mengisi faktur pajak secara lengkap, selain:
a. identitas pembeli (Nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak) atau
b. identitas pembeli (Nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak) serta nama dan tandatangan (Nama, jabatan
dan tandatangan yang berhak menandatangani faktur pajak) dalam hal
penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
6. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak; atau
7. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian
Pajak Masukan.
Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat
ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat
Paksa.

D. Daluwarsa Penetapan Pajak


Daluwarsa penetapan pajak ditentukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau tahun Pajak.

10. Restitusi Pajak

RESTITUSI pajak mungkin sudah tidak asing lagi bagi kalangan individu maupun perusahaan
yang sudah memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Kata restitusi ini banyak diartikan
sebagai pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Hal ini dilakukan sebagai upaya transparasi
perhitungan pajak yang saling menguntungkan antara negara dan warganya.

Istilah restitusi pajak atau pengembalian pajak tercantum dalam Pasal 17 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP).

Restitusi pajak adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan
oleh wajib pajak kepada negara. Kelebihan pembayaran pajak ini merupakan hak bagi wajib
pajak. UU KUP secara umum menyebut restitusi sebagai pengembalian kelebihan pembayaran
pajak. Artinya, negara membayar kembali atau mengembalikan pajak yang telah dibayar.

Hak tersebut timbul apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan (SPT) atau apabila terdapat kekeliruan pemungutan atau pemotongan yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Restitusi dapat dilakukan setelah mengajukan
permohonan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
Adanya landasan peraturan yang mengatur mengenai restitusi pajak ini dimaksudkan untuk bisa
menciptakan negara yang sehat. Kelebihan pembayaran pajak yang dilaporkan ini sebagai
jaminaan kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah kepada wajib pajak.

Kelebihan pembayaran pajak dapat diakibatkan oleh dua hal, yaitu kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang sebagaimana dilaporkan dalam SPT dan terdapat pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang.

Tata Cara Restitusi Pajak

Bagaimana cara meminta restitusi pajak? Banyak orang mengira bahwa resitusi pajak harus
melalui pintu pemeriksaan. Pendapat ini tidak sepenuhnya salah karena sebelum modernisasi,
semua restitusi yang diajukan harus diperiksa.

Sejak berlakunya UU KUP dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, untuk mendapatkan restitusi pajak
terdapat tiga pintu yang harus dilalui, yaitu verifikasi, pemeriksaan, dan penelitian.

Tata cara pengembalian atas restitusi pajak adalah sebagai berikut:

1. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan restitusi ke Ditjen Pajak melalui Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
2. Ditjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan, akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:
o Untuk PPh, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang
atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
o Untuk PPN, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang
atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila
terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut PPN , maka jumlah pajak
yang terutang adalah jumlah pajak Keluaran setelah dikurangi Pajak yang
dipungut oleh Pemungut PPN tersebut
o Untuk PPnBM, jika Pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang
terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
3. SKPLB diterbitkan oleh Ditjen Pajak paling lambat 12 bulan sejak surat permohonan
diterima secara lengkap, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan keputusan
Direktur Jenderal Pajak.
4. Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Direktur Jenderal
Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan, dan SKPLB
diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 bulan setelah jangka waktu berakhir.
5. Apabila SKPLB terlambat diterbitkan, maka wajib pajak akan diberikan imbalan bunga
sebesar 2% per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sampai dengan saat
diterbitkan SKPLB.

11. Penagihan Pajak

Pengertian Penagihan Pajak

Penagihan pajak adalah proses tindakan yang dilaksanakan terhadap penanggung pajak agar
membayar utang pajak serta biaya penagihan pajak.

Pengertian penagihan pajak menurut Soemitro (1996), yaitu tindakan yang dilakukan Direktorat
Jenderal Pajak sebab wajib pajak tidak mengikuti ketentuan Undang Undang pajak, terutama
tentang pembayaran pajak terutang.

Sementara itu menurut Rusdji (2004), penagihan pajak rangkaian tindakan yang dilakukan agar
wajib pajak membayar utang pajak serta biaya penagihan pajak dengan peneguran ataupun
peringatan, melaksanakan penagihan seketika & sekaligus memberitahukan surat paksa,
mengusulkan pencegahan, menyita, menyandera, serta menjual barang yang disita.

Sementara itu, penanggung pajak adalah orang maupun badan yang memiliki tanggung jawab
atas pembayaran pajak. Lalu pejabat adalah orang yang memiliki wewenang untuk mengangkat
serta memberhentikan juru sita pajak, dan juru sita pajak adalah pelaksana tindakan penagihan
pajak yang mencakup penagihan seketika & sekaligus.
Dasar hukum penagihan pajak telah dicantumkan dalam Undang Undang Nomor 19 Tahun 1997
mengenai Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Undang-undang ini mulai diberlakukan sejak 23
Mei 1997. Undang-undang kemudian diamandemen dengan Undang Undang Nomor 19 tahun
2000 yang mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2001.

Jenis Penagihan Pajak

Terdapat beberapa jenis penagihan, yakni penagihan pajak pasif dan aktif, ataupun penagihan
seketika. Apa perbedaan ketiga jenis penagihan tersebut? Apa konsekuensi yang diterima wajib
pajak? Berikut penjelasannya.

 Penagihan Pasif

Untuk jenis penagihan pajak pasif, DJP menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SK
Pembetulan, SK Keberatan, serta Putusan Banding yang mengakibatkan pajak terutang menjadi
lebih besar.

Dalam jenis ini,, fiskus hanya menyampaikan kepada wajib pajak bahwa terdapat pajak terutang.
Apabila dalam jarak satu bulan sejak dikeluarkannya STP ataupun surat sejenis lainnya, wajib
pajak tidak membayar utang pajaknya, maka fiskus akan menerapkan penagihan aktif.

 Penagihan Aktif

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, penagihan aktif adalah proses selanjutnya setelah
penagihan pasif tidak berhasil. Dalam penagihan aktif, fiskus dan juru sita pajak memiliki hak
dan berperan aktif untuk tindakan sita serta lelang.

 Penagihan Seketika & Sekaligus


Penagihan seketika & sekaligus ini adalah penagihan pajak yang dijalankan oleh fiskus maupun
juru sita pajak terhadap wajib pajak langsung tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pelunasan
pajak. Penagihan pajak pun mencakup keseluruhan utang pajak dari segala jenis pajak, masa
pajak, serta tahun pajak.

Tujuan penagihan pajak seketika & sekaligus adalah guna mencegah terjadinya pajak terutang
yang tidak dapat ditagih. Apabila saat penagihan seketika & sekaligus wajib pajak tidak
membayar, maka juru sita pajak akan menunggu sampai tanggal jatuh tempo.

Tata Cara dan Proses Penagihan Pajak

Terdapat beberapa tindakan maupun langkah yang dijalankan oleh juru sita pajak dalam
menjalankan penagihan pajak. Berikut tata cara dan proses penagihan pajak serta
penjelasannya.

 Penagihan dengan Surat Teguran


Surat teguran atau biasa disebut juga surat peringatan adalah surat yang dikeluarkan untuk
melakukan penagihan pajak. Apabila dalam jangka waktu tujuh hari setelah tanggal jatuh tempo
penanggung pajak atau wajib pajak tidak melunasi pajak terutang, maka surat teguran akan
sampai ke tangan penanggung pajak.
Tujuan surat teguran adalah memberikan peringatan terhadap penanggung pajak agar segera
membayar utang pajak sehingga tidak perlu dilakukan penagihan secara paksa.
 Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Surat paksa adalah surat yang akan dikeluarkan apabila 21 hari setelah jatuh tempo surat teguran,
si penanggung jawab pajak belum melunasi utang pajaknya.

Dengan terbitnya surat paksa, wajib pajak harus membayar utang pajaknya dalam waktu 2 x 24
jam agar tidak ada tindakan pemblokiran rekening, pencegahan ke luar negeri, maupun
penyanderaan paksa badan (dengan catatan, diragukan itikad baiknya serta mempunyai utang
pajak minimal Rp100.000.000). Pengeluaran surat paksa ini dikenakan biaya penagihan pajak
sebesar Rp25.000.
 Penagihan dengan Surat Sita
Surat sita adalah surat yang dikeluarkan apabila dalam waktu 2 x 24 jam sejak dikeluarkannya
surat paksa, penanggung pajak tidak melunasi pajaknya. Terdapat biaya penagihan pajak yang
dibebankan untuk surat sita yaitu Rp75.000. Biaya yang diperuntukkan untuk pelaksanaan sita.
Penyitaan bukan semata-mata bertujuan untuk memperdagangkan barang milik penanggung
pajak, melainkan petugas memanfaatkan barang-barang tersebut sebagai jaminan agar
penanggung pajak membayar pajak terutangnya.
Dengan demikian, penanggung pajak masih berkesempatan untuk membayar utang pajaknya
dalam waktu 14 hari sejak terhitung dari penyitaan harta penanggung pajak. Apabila dalam 14
hari penanggung pajak belum melunasi utang pajaknya, maka akan dikeluarkan pengumuman
lelang.
Penyitaan dilakukan oleh juru sita pajak yang disaksikan oleh 2 orang yang dianggap sudah
dewasa sebagai saksi, berkewarganegaraan Indonesia, dikenal oleh juru sita pajak, serta dapat
dipercaya.

 Penagihan dengan Lelang

Lelang akan dilaksanakan apabila dalam waktu 14 hari setelah dikeluarkannya pengumuman
lelang, penanggung pajak belum melunasi pajak terutangnya.

Dasar Penagihan Pajak

Dasar penagihan pajak dibagi sesuai jenis pajaknya. Berikut dasar-dasar yang perlu diketahui:

 Dasar Penagihan PPh, PPN, PPnBM, serta Bunga Penagihan


1. Surat Tagihan Pajak.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
4. Surat Keputusan Pembetulan.
5. Surat Keputusan Pemberatan.
6. Putusan Banding.
7. Putusan Peninjauan Kembali sehingga total pajak yang perlu dilunasi bertambah.
 Dasar Penagihan PBB
1. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang.
2. Surat Ketetapan.
3. Surat Tagihan Pajak.

Daluarsa Penagihan Pajak

Penagihan pajak disebut daluarsa apabila sudah melewati batas waktu penagihan, yakni 5 tahun
terhitung sejak diterbitkannya dasar penagihan pajak. Jika sudah daluarsa, maka hal tersebut
tidak dapat lagi dilakukan karena hak penagihan atas utang pajak tersebut telah dianggap gugur.

Jadi, dapat tertangguh atau melampaui 5 tahun jika:

 Diterbitkan Surat Paksa.


 Terdapat pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung ataupun tidak langsung,
contohnya mengajukan permohonan pengangsuran/penundaan pelunasan.
 Diterbitkannya SKPKB atau SKPKBT sebab wajib pajak melakukan tindak pidana
perpajakan serta tindak pidana lain yang merugikan pendapatan Negara.
 Terdapat penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

Kewajiban Wajib Pajak dalam Penagihan

Wajib pajak memiliki kewajiban:

1. Melakukan pelunasan utang pajak sebelum jatuh tempo.


2. Berkomitmen dalam membayar angsuran maupun penundaan pembayaran pajak.
3. Bersifat kooperatif dalam tindakan penagihan pajak.
4. Tidak melanggar UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa saat penagihan pajak yang
menyebabkan tindak pidana, misalnya memindahtangankan, menyembunyikan,
menghilangkan, maupun memindahkan hak atas barang yang disita.

Anda mungkin juga menyukai