Anda di halaman 1dari 155

i

DETERMINAN PELAKSANAAN TATA KELOLA KLINIK


PELAYANAN MEDIK DI RSUD DELI SERDANG
LUBUK PAKAM

TESIS

Oleh

RATNA WULANDARI
NIM. 167032064

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019

i
Universitas Sumatera Utara
ii

DETERMINANTS OF THE IMPLEMENTATION OF CLINICAL


GOVERNANCE IN MEDICAL CARE AT RSUD DELI SERDANG
LUBUK PAKAM

THESIS

By

RATNA WULANDARI
NIM. 167032064

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM


FACULTY OF PUBLIC HEALTH UNIVERSITY OF
SUMATERA UTARA
2019

ii
Universitas Sumatera Utara
iii

DETERMINAN PELAKSANAAN TATA KELOLA KLINIK


PELAYANAN MEDIK DI RSUD DELI SERDANG
LUBUK PAKAM

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

RATNA WULANDARI
NIM. 167032064

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019

iii
Universitas Sumatera Utara
i

Judul Tesis : Determinan Pelaksanaan Tata Kelola Klinik


Pelayanan Medis di RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam
Nama Mahasiswa : Ratna Wulandari
Nomor Induk Mahasiswa : 167032064
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui
Komisi Pembimbing:

Ketua Anggota

(Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes.) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S.)


NIP. 196410041991031005 NIP. 196108311989031001

Ketua Program Studi S2 Dekan

(Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D.) (Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si.)
NIP. 196509011991032003 NIP. 196803201993082001

Tanggal Lulus : 5 September 2019

i
Universitas Sumatera Utara
ii

Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal : 5 September 2019

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes.


Anggota : 1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S.
2. Dr. Juanita, S.E., M.Kes.
3. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M.

ii
Universitas Sumatera Utara
iii

Pernyataan Keaslian Tesis

Saya menyatakan dengan ini bahwa tesis saya yang berjudul “Determinan

Pelaksanaan Tata Kelola Klinik Pelayanan Medis di RSUD Deli Serdang

Lubuk Pakam” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya

tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai

dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang

secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas

pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada

saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan

dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, September 2019

Ratna Wulandari

iii
Universitas Sumatera Utara
iv

Abstrak

Tata kelola klinik adalah suatu sistem yang menjamin organisasi pemberi
pelayanan kesehatan bertanggung jawab untuk terus menerus melakukan
perbaikan mutu pelayanannya dan menjamin memberikan pelayanan dengan
standar yang tinggi.Dalam peningkatan mutu pelayanan, pelaksanaan tata kelola
klinik pelayanan medik dirumah sakit merupakan komponen dari layanan yang
berfokus dan berorientasi pada keselamatan pasien, yang apabila tidak
dilaksanakan dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan. Pelayanan medik di
rumah sakit dipengaruhi oleh kompetensi dari staf medis yang melakukan
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
determinan pelaksanaan tata kelola klinik pelayanan medis di RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam. Penelitian ini adalah penelitian jenis kualitatif dengan analisis
domain dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam kepada
informan yang berkaitan dengan pelaksanaan tata kelola klinik di rumah
sakit.Hasil penelitian menunjukan pelaksanaan tata kelola klinik di RSUD Deli
Serdang belum berjalan sesuai dengan Permenkes RI Nomor
755/MENKES/PER/IV/2011. Hal ini disebabkan kurangnya koordinasi dan
interaksi antar anggota komite medik serta komite medik dengan pimpinan dan
manajemen rumah sakit menyebabkan tata kelola klinik tidak berjalan maksimal.
Unsur determinan yang sangat mempengaruhi pelaksanaan tata kelola klinik di
RSUD Deli Serdang belum berjalan dengan baik disebabkankarena faktor
kepemimpinan. Partisipasi dari seorang pemimpin sangat berpengaruh besar
terhadap keberhasilan dalam melaksanaan tata kelola klinik bisa berjalan dengan
baik. Oleh karena itu diperlukan peran dari seorang pimpinan yang dapat
mempengaruhi karyawannya dalam meningkatkan kinerjanya, sehingga
karyawannya dapat berperan aktif dalam melaksanakan tata kelola klinik yang
baik. Selain itu diperlukan adanya pembuatan pedoman pelaksanaan tata kelola
klinik dan monitoring pelaksanaannya.

Kata kunci: Tata kelola klinik, rumah sakit

iv
Universitas Sumatera Utara
v

Abstract

Clinical governance is a system that guarantees that the health service provider
organization is responsible for continuously improving the quality of its services
and ensuring providing services with high standards. In improving service
quality, the implementation of clinical management of medical services in
hospitals is a component of services that are focused and oriented to patient
safety, which if not implemented can reduce the quality of health services.
Medical services in hospitals are influenced by the competence of medical staff
who perform health services in hospitals. This study aims to determine the
determinants of the implementation of medical service clinical governance in Deli
Serdang Lubuk Pakam Hospital. This research is a qualitative research with
domain analysis by collecting data through in-depth interviews with informants
relating to the implementation of clinical governance in hospitals. The results
showed that the implementation of clinical governance in Deli Serdang District
Hospital did not proceed in accordance with the Republic of Indonesia Minister of
Health Regulation 755 / MENKES / PER / IV / 2011. This is due to the lack of
coordination and interaction between members of the medical committee and the
medical committee with the leadership and management of the hospital causing
the clinic management to not run optimally. The determinant element that strongly
influences the implementation of clinical governance in Deli Serdang District
Hospital has not gone well due to the leadership factor. The participation of a
leader is very influential on the success in implementing clinical governance can
work well. Therefore we need the role of a leader who can influence his
employees in improving their performance, so that their employees can play an
active role in implementing good clinical governance. In addition it is necessary
to make guidelines for the implementation of clinical governance and monitoring
of its implementation.

Keywords : Clinical governance, hospitals

v
Universitas Sumatera Utara
vi

Kata Pengantar

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat

dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Determinan

Pelaksanaan Tata Kelola Klinik Pelayanan Medis di RSUD Deli Serdang

Lubuk Pakam”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini penulis mendapat bantuan, dukungan dan

bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung untuk

itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara yang dengan penuh perhatian memberikan bimbingan, arahan dan

petunjuk hingga selesainya tesis ini.

vi
Universitas Sumatera Utara
vii

4. Destanul Aulia, S.K.M., M.B.A., M.Ec., Ph.D. selaku Sekretaris Program

Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes. selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

meluangkan waktu dengan penuh kesabaran dan penuh perhatian untuk

memberikan bimbingan, arahan, semangat dan motivasi selama penyusunan

tesis ini hingga selesai.

6. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku anggota komisi pembimbing yang dengan

penuh perhatian, kesabaran, dan ketelitian dalam memberikan bimbingan,

arahan dan petunjuk selama penyusunan tesis ini hingga selesai.

7. Dr. Juanita, S.E, M.Kes. selaku dosen penguji I yang telah bersedia menguji

tesis ini dan meluangkan waktunya untuk memberikan masukkan serta saran-

saran kepada penulis dalam perbaikan tesis ini.

8. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M. selaku dosen penguji II yang telah

bersedia menguji tesis ini dan dengan penuh perhatian dan kesabaran

memberikan masukan guna penyempurnaan tesisini.

9. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah

banyak memberikan ilmu dan bantuan selama penulis menjalani pendidikan.

10. dr. Hanip Fahri, Sp.KJ. selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Deli

Serdang Lubuk Pakam dan jajarannya yang telah berkenan memberikan izin

meneliti untuk menyelesaikan studi pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

vii
Universitas Sumatera Utara
viii

Utara.

11. Ayahanda R. Oom Sukmawidjaja dan Ibunda R. Aan Hasanah, yang telah

membesarkan serta memberikan cinta dan kasih sayang serta doa yang tiada

hentinya dalam menyelesaikan pendidikan.

12. Teristimewa untuk suami tercinta Mayor CKM dr. Victorio, M.Ked.

(Neurosurg), Sp.BS., FINPS. dan ananda Athallah Dzaky Armyza, Annara

Clarizza Queensha dan Adzkia Syanala Nazhifa yang selalu memberikan

doa, dukungan, dan semangat kepada penulis selama menyelesaikan

pendidikan ini.

13. Rekan-rekan mahasiswa AKK dan mahasiswa satu almamater di Program

Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat dan

semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan

satupersatu.

14. Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan

harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang

kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, September 2019

Ratna Wulandari

viii
Universitas Sumatera Utara
ix

Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Tesis iii
Abstrak i
Abstract ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi vii
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xi
Daftar Lampiran xiii
Daftar Istilah xiv
Riwayat Hidup xv

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 12
Tujuan Penelitian 13
Manfaat Penelitian 13

Tinjauan Pustaka 14
Pelayanan Medis di Rumah Sakit 14
Staf Medis Fungsional 17
Tata Kelola Klinik di Rumah Sakit 18
Komite medik 20
Subkomite kredensial 22
Subkomite mutu profesi 27
Audit medis 28
Subkomite etika dan disiplin profesi 30
Determinan Pelaksanaan Tata Kelola Klinik 32
Landasan Teori 35
Kerangka Pikir 37

Metode Penelitian 39
Jenis Penelitian 39
Lokasi dan Waktu Penelitian 39
Informan 40
Definisi Konsep 40
Metode Pengumpulan Data 43
Metode Analisis Data 43

Hasil dan Pembahasan 46


Gambaran Umum Lokasi Penelitian 46

ix
Universitas Sumatera Utara
x

Bagan Organisasi 48
Sumber Daya Manusia 50
Karakteristik Informan 51
Pelaksanaan Tata Kelola Klinik Pelayanan Medik di RSUD Deli
SerdangLubuk Pakam 51
Tata laksana kredensial 52
Tata laksana mutu profesi 60
Tata laksana etika dan disiplin profesi 75
Determinan Pelaksanaan Tata Kelola Klinik 81
Anggaran pelaksanaan tata kelola klinik 82
Sumber daya manusia pelaksanaan tata kelola klinik 88
Perencanaan pelaksanaan tata kelola klinik 94
Kepemimpinan pelaksanaan tata kelola klinik 99
Implikasi Penelitian 104
Keterbatasan Penelitian 105

Kesimpulan dan Saran 106


Kesimpulan 106
Saran 108

Daftar Pustaka 112


Lampiran

x
Universitas Sumatera Utara
xi

Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Tabel Lembaran Kerja Analisis Domain 44

2 Jenis dan Jumlah Staf Medis Di RSUD Deli Serdang 50

3 Karakteristik Informan 51

xi
Universitas Sumatera Utara
xii

Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Kerangka pikir 37

2 Bagan organisasi RSUD Deli Serdang 49

xii
Universitas Sumatera Utara
xiii

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Pedoman Wawancara Mendalam 116

2 Hasil Wawancara Mendalam 120

3 Surat Izin Penelitian 138

4 Surat Balasan Penelitian 139

xiii
Universitas Sumatera Utara
xiv

Daftar Istilah

KARS Komisi Akreditasi Rumah Sakit


KKPRS Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
KTD Kejadian Tidak Diharapkan
MFK Manajemen Fasilitas dan Keselamatan
Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan
PPI Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
RKK Rincian Kewenangan Klinis
RSUD Rumah Sakit Umum Daerah
SDM Sumber Daya Manusia
SMF Staf Medis Fungsional
SOP Standard Operating Procedure
SPK Surat Penugasan Klinik
TKP Tata Kelola, Kepemimpinan dan Pengarahan
WHO World Health Organization

xiv
Universitas Sumatera Utara
xv

Riwayat Hidup

R. Ratna Wulandari, lahir di Bitung pada tanggal 15 Desember 1980, anak

ketiga dari tiga orang bersaudara dari pasangan Ayahanda R. Oom Sukmawidjaja

dan Ibunda R. Aan Hasanah.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar di SD

Negeri 01 Kelapa Gading, selesai Tahun 1993, Sekolah Menengah Pertama di

SMP Negeri 30 Jakarta Utara, Selesai Tahun 1996, Sekolah Menengah Atas di

SMA Negeri 72 Jakarta Utara, selesai Tahun 1999, kemudian melanjutkan ke

Tingkat Sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jakarta dan selesai Tahun 2006. Selanjutnya pada tahun 2016 penulis

melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Peminatan

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, selesai Tahun 2019.

Medan, September 2019

Ratna Wulandari

xv
Universitas Sumatera Utara
1

Pendahuluan

Latar Belakang

Kesehatan sebagai komponen yang sangat berarti bagi manusia. Dengan

tubuh yang sehat manusia akan dapat melaksanakan kegiatannya dengan

produktif. Semua orang mempunyai keinginan tubuh yang sehat, oleh karena itu

untuk mewujudkan suatu keadaan sehat tersebut, ada beberapa hal yang harus

dilakukan, diantaranya dengan adanya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk

masyarakat. Upaya pelayanan kesehatan yang harus dilakukan oleh pemerintah

adalah rumah sakit.

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang melaksanakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna melalui pelayanan rawat inap,

rawat jalan dan rawat darurat. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit

selaku tingkat layanan lanjutan perlu melaksanan pelayanan yang lebih bagus dari

puskesmas. Individu yang memerlukan pengobatan ke rumah sakit memiliki

keinginan yang baik dari pelayanan kesehatan yang diterimanya untuk

kesembuhan penyakit yang dideritanya. Karena masyarakat beranggapan bahwa

mutu pelayanan yang diterimanya di rumah sakit pasti lebih baik dan bermutu

dengan disokong prasarana, staf medis yang ada di rumah sakit dalam menangani

permasalahan kesehatan yang dialaminya (UU Nomor 44 tahun 2009).

Sekarang ini rumah sakit meningkat menjadi sebuah perusahaan kesehatan

yang padat teknologi, padat modal dan padat karya. Hal ini dikarenakan dalam

rumah sakit memperkerjakan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan jumlah yang

banyak, bermacam-macam kompetensi dan profesinya. Rumah sakit selaku

1
Universitas Sumatera Utara
2

lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan wajib menuruti kemajuan

teknologi pada masa global saat ini, oleh karena itu perlu bersaing dengan baik

bersama rumah sakit lainnya demi mewujudkan kualitas pelayanan yang baik bagi

masyarakat yang membutuhkan (Muninjaya, 2015).

Berdasarkan hal tersebut tampak bahwa kualitas pelayanan yang baik

menggambarkan suatu kondisi sebagai kekuatan saat mengalami kompetisi yang

terjadi. Dalam mewujudkan kualitas pelayanan kesehatan yang baik pada institusi

pelayanan kesehatan seperti rumah sakit terdapat sejumlah metode manajemen

mutu yang digunakan, yaitu akreditasi rumah sakit dari KARS (Indonesia), ACHS

(Australia), JCI (Amerika), pola pengelolaan kualitas melalui ISO 9000

(Intrnational Organzation of Standrdization) dan tata kelola klinik (Muninjaya,

2015).

Dunia perumahsakitan saat ini sedang dihadapkan pada suatu kondisi

dilematik antara misi sosial dan desakan pasar. Kondisi ini menuntut RS mampu

mengemas diri sebagai lembaga good corporate governance, good clinical

governance dan hospital by laws sehingga rumah sakit mampu menghasilkan

produk layanan jasa yang bermutu dan terjangkau. Secara umum pelayanan yang

berkualitas itu harus dapat menunjukkan pelayanan yang terstandar, memuaskan

pasien, aman/selamat (safe) dan akuntabel (Menap, 2018).

Usaha rumah sakit dalam melaksanakan pelayanan medik untuk mutu

yang baik, tidaklah satu hal yang ringan bagi pemimpin rumah sakit. Hal ini

dikarenakan jasa yang dilakukan di rumah sakit berhubungan dengan hidup

seseorang, jadi apabila terdapat kekeliruan dalam tindakan medis bisa berakibat

tidak baik untuk pasien. Dampak dari kekeliruan itu bisa berbentuk keluhan dan

Universitas Sumatera Utara


3

gejala yang dirasakan oleh pasien lebih gawat, disfungsi anggota tubuh bahkan

sampai meninggal dunia (Depkes RI, 2008).

Pemanfaatan pelayanan rumah sakit di Indonesia sesuai dengan hasil

Riskesdas tahun 2013, mengungkapkan bahwa secara nasional 69,6 persen rumah

tangga memanfaatkan rumah sakit pemerintah dan 53,9 persen memanfaatkan

rumah sakit swasta. Pendayagunaan fasilitas jasa rumah sakit oleh rumah tangga

di Provinsi Sumatera Utara sebesar 75,6 persen (Kemenkes RI, 2013).

Memajukan kualitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor

kunci dalam peningkatan pelayanan rumah sakit. Rumah sakit melakukan

pelayanan di balai pengobatan, dimana kualitas pelayanan kesehatan merupakan

parameter utama untuk kemajuan rumah sakit. Baik dan buruknya sistem

pelaksanaan balai pengobatan di rumah sakit sangat dipengaruhi oleh kinerja staf

medis pada rumah sakit tersebut. Dalam peningkatan mutu pelayanan, good

clinical governance cukup efektif khususnya dalam rangka menciptakan

pelayanan yang berfokus dan berorientasi pada patient safety (Menap, 2018).

Keselamatan pasien (patient safety) adalah usaha untuk mencegah

kekeliruan pada saat melakukan kegiatan pelayanan kesehatan yang bisa

menyebabkan kematian dan merugikan orang sakit serta merupakan salah satu

komponen utama dari kualitas pelayanan yang mengandung arti bahwa setiap

tindakan medik harus safe care yaitu tindakan yang berdasarkan dari fakta

keilmuan yang update dan benar serta dilakukan sesuai dengan etika yang paling

baik dan menjaga orang sakit terlepas dari efek akibat tindakan medik. Setiap

tenaga kesehatan memiliki risiko untuk melakukan kesalahan dalam memberikan

pelayanan kesehatan yang dapat mengancam keselamatan dan merugikan pasien.

Universitas Sumatera Utara


4

Kesalahan tindakan dapat terjadi di semua lini pelayanan kesehatan di semua

negara tanpa terkecuali (WHO, 2015). Medical error merupakan permasalahan

terbesar dalam keselamatan pengobatan dan menjadi salah satu indikator

pencapaian keselamatan pasien (Andriani, 2013).

Kesadaran tentang keselamatan pasien mulai tumbuh sejak tahun 2000

setelah IOM di Amerika Serikat mempublikasikan pernyataan “membangun

sistem kesehatan yang lebih aman”. Pernyataan itu memuat hasil riset di rumah

sakit pada beberapa kota di Amerika Serikat tentang ditemukannya kasus yang

tidak diharapkan (adverse event) sebesar 2,9 persen dimana 6,6 persen

diantaranya berujung pada kematian. Di New York kejadian tidak diharapkan

adalah sebesar 3,7 persen dimana angka kematian 13,6 persen. Kasus meninggal

dunia yang disebabkan kejadian tidak diharapkan atas orang sakit yang sedang

dirawat pada rumah sakit di Negara Amerika Serikat sebesar 33,6 juta per tahun

berkisar 44.000–98.000 pertahun (Menap, 2018).

World Health Organization (WHO) mempublikasikan hasil riset pada

rumah sakit di beberapa negara, yaitu: Australia, Amerika, Denmark dan Inggris.

Publikasi WHO tersebut memuat data kejadian tidak diharapkan (KTD) 3,2–16,6

persen dan informasi ini menggugah negara-negara lainnya untuk segera

melaksanakan riset (Menap, 2018).

Beberapa negara mengungkapkan informasi terkait masalah keselamatan

pasien di rumah sakit tiap tahun secara lengkap. National Patient Safety Agency

mengatakan bahwa pada Januari – Desember tahun 2016 informasi terkait

keselamatan pasien yang dilaporkan oleh Inggris sebesar 1.879.822 kasus.

Ministry of Health Malaysia tahun 2013 mengatakan jumlah insiden keselamatan

Universitas Sumatera Utara


5

pasien pada Januari–Desember sejumlah 2.769 kasus dan untuk negara Indonesia

pada tahun 2006-2011 melalui Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit

(KKPRS) mengatakan ada 877 kasus terkait keselamatan pasien (Menap, 2018).

Sebuah studi kualitatif oleh Aveling, Kayonga, Nega, dan Dixon-Woods

(2015) pada 57 tenaga medis di dua rumah sakit di Afrika Timur mungkin bisa

dijadikan pedoman dalam menemukan intervensi yang tepat untuk masalah ini.

Aveling et al. (2015) menemukan ada tiga faktor yang mempengaruhi sulitnya

menegakan keselamatan pasien pada dua rumah sakit tersebut yakni material yang

mencakup lingkungan fisik, peralatan dan medical supply; sumber daya manusia;

dan hubungan internal yang mencakup kerjasama tim dan struktur organisasi.

Aveling et al. (2015) menemukan bahwa masalah keselamatan pasien di negara

maju dan berkembang sesungguhnya hampir sama dan dipengaruhi oleh faktor

manusia, sumber daya, budaya kerja dan perilaku tenaga medis (Aveling, 2015).

Data-data tentang keselamatan pasien di Indonesia belum banyak

dilaporkan, namun diperkirakan angka kejadiannya cukup tinggi. Hal ini

dikarenakan banyaknya faktor risiko di rumah sakit yang ada. Indikator yang

dapat dijadikan dasar bahwa angka kejadian yang tidak diharapkan masih tinggi di

Indonesia adalah banyaknya rumah sakit yang belum terakreditasi penuh. Karena

jika suatu rumah sakit belum terakreditasi penuh maka terdapat banyak hal yang

belum memenuhi standar sehingga menunjukkan bahwa di rumah sakit yang

bersangkutan terdapat banyak faktor risiko yang memicu terjadinya kejadian tidak

diharapkan.

Beberapa penelitan mempublikasikan tentang kejadian tidak diharapkan

berkisar tiga sampai 16 persen yang terjadi sejak beberapa tahun silam di sarana

Universitas Sumatera Utara


6

pelayanan kesehatan yang ada. Insiden terjadinya kejadian yang tidak diharapkan

dapat terindentifikasi karena beberapa faktor risiko, antara lain infrastruktur dan

fasilitas kesehatan yang kurang memadai, kurangnya farmasi, kurangnya usaha

prevensi dan penanggulangan nosocomial infection dan rendahnya kompetensi

dan kinerja petugas akibat system penggajian dan penghargaan yang tidak

memadai serta kurangnya pendidikan dan pelatihan (Menap, 2018).

Suatu usaha rumah sakit untuk melaksanakan kewajiban dalam menjaga

kejadian tidak diharapkan ialah melalui memelihara standart kompetensi para staf

medis yang melaksanakan pelayanan medis kepada pasien dirumah sakit. Usaha

tersebut dilaksanakan melalui sistem dalam menata tiap pelayanan medik yang

diberikan kepada pasien dari staf medis yang berkompeten. Balai pengobatan

dirumah sakit dilakukan dalam bentuk pengobatan dan perawatan. Staf medis

tersebut bertanggungjawab terhadap pelayanan medis yang diberikan kepada

pasien. Sesuai dengan hal di atas, manajemen rumah sakit diharapkan mendukung

tepat guna dari pelayanan medis yang diberikan, agar mutu pelayanan kesehatan

dari rumah sakit tersebut dapat meningkat (Shanks, 2018).

Pengembangan sistem dalam peningkatan kualitas klinik menjadi prinsip

dasar untuk pengelolaan tata kelola klinik yang baik. Meningkatkan kualitas

pelayanan dilaksanakan melalui metode menyatukan ancangan manajemen,

organisasi, dan klinik bersama-sama. Dalam tata kelola klinik menegaskan bahwa

sudah ada metode untuk memantau mutu pelayanan medik yang sudah berjalan

baik. Pelayanan kesehatan tersebut kerap diperiksa dan hasilnya dipakai dalam

melaksanakan perubahan dan juga dinilai apakah pelayanan kesehatan tersebut

telah sesuai dengan nilai baku yang ada, sebagaimana yang dikeluarkan oleh

Universitas Sumatera Utara


7

badan regulasi profesi nasional (Prasetya, 2015).

Pengembangan tata kelola klinik yang baik ialah penerapan fungsi

manajemen klinis yang meliputi kepemimpinan klinik,audit klinis, data klinis,

risiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja,pengelolaan keluhan, mekanisme

monitor hasil pelayanan, pengembangan profesional,danakreditasi rumah sakit

(UU Nomor 44 tahun 2009).

Pelaksanaan tata kelola klinik di rumah sakit agar staf medis terlindung

profesionalismenya dilakukan oleh komite medik. Sebuah organisasi

nonstruktural di rumah sakit yang mempunyai tujuan menjamin terlaksananya

pelayanan medik yang baik, profesional, yang selalu mengacu kepada kepentingan

pasien, serta memperhatikan Kode Etik Kedokteran dan Kode Etik Rumah Sakit

serta norma-norma yang berlaku pada masyarakat Indonesia disebut komite

medik. Dalam menerapkan clinical governance di rumah sakit dilakukan dengan

cara melakukan kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika

dan disiplin profesi medis (Kemenkes, 2011).

Tata kelola klinik yang baik dapat diwujudkan melalui Medical Staff

Bylaws yang baik dan benar atau suatu sistem yang menunjukkan bahwa sistem

tersebut mampu menjamin adanya peningkatan mutu klinik di semua level

pelayanan kesehatan di rumah sakit. Sistem yang menjamin adanya peningkatan

mutu klinik diuraikan dalam tugas dan tanggung jawab komite medik di rumah

sakit yang bertujuan menanamkan kode etik dan kualitas staf medis. Tujuan

komite medik melaksanakan tata kelola klinis yang baik dilakukan dengan cara

proses kredensial, peningkatan mutu profesi dan penegakkan disiplin profesi

(Medical Staff Bylaws RSUD Deli Serdang, 2016).

Universitas Sumatera Utara


8

Bertambahnya kasus-kasus tuntutan prakiraan malpraktik dalam pelayanan

medik, membuat kesadaran di masyarakat tentang keselamatan pasien mulai

meningkat. Salah satu penyebab adanya kasus malpraktik ialah pelayanan medik

yang dilakukan oleh staf medis tidak aman. Kejadian tersebut dapat dicegah

apabila komite medik sanggup menguasai dan melakukan tugas serta fungsinya

dengan baik dalam pengendalian profesionalisme staf medis di rumah sakit (KKI,

2012).

Kunci pelaksaan good cinical governance adalah pelaksanaan program

kerja yang dilakukan oleh komite medik di rumah sakit berlangsung dengan bagus

dan serasi dengan kebijakan yang berlaku sehingga rumah sakit bisa memberikan

pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu kepada masyarakat. Di Indonesia

keberadaan komite medik berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang penyelenggaraan komite

medik di rumah sakit. Menurut Permenkes ini, komite medik merupakan unit

rumah sakit dalam melaksanakan tata kelola klinik supaya dokter di rumah sakit

terlindungi profesionalismenya melalui pengendalian dokter yang memberikan

pelayanan medik di rumah sakit. Profesionalisme dalam pelayanan tersebut dapat

diwujudkan melalui tata laksana kredensial untuk semua dokter yang memberikan

pelayanan medik di rumah sakit, tata laksana penjagaan mutu dokter dan tata

laksana pemeliharaan disiplin, etika, dan perilaku profesistaf medis. Peran Komite

medik untuk menerapkan good clinical governance diharapkan akan meningkatan

kualitas pelayanan kesehatan dan patient safety di rumah sakit lebih baik

(Kemenkes, 2011).

Universitas Sumatera Utara


9

RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam adalah rumah sakit pemerintah

kabupaten dengan tipe kelas B dan merupakan teaching hospital untuk beberapa

universitas di provinsi Sumatera Utara. Setiap pelayanan medik yang dilakukan

oleh staf medis senantiasa memiliki setidaknya dua sisi pengaruh, yaitu

keberhasilan atau kegagalan terapi. Diantaranya yang cukup menyedihkan ialah di

rumah sakit pendidikan nilai kesalahan tindakan medis yang bisa membuat terapi

tidak berhasil mencapai lebih dari 6.5 persen. Penelitian dengan melakukan

pemantauan di tempat perawatan khusus, Avelling (2015) membuat kesimpulan

bahwa kesalahan tindakan medis dapat timbul sekitar 1.7 pasien per hari. Hal ini

berarti, dalam satu hari paling tidak orang yang sedang mendapatkan perawatan di

rumah sakit dapat terkena dampak karena kesalahan tindakan medis itu dua kali

setiap tindakan.

RSUD Deli Serdang telah terakreditasi utama bintang empat. RSUD Deli

Serdang belum mencapai akreditasi sempurna dari Komisi Akreditasi Rumah

Sakit (KARS) dikarenakan ada tiga bab dari 16 bab yang disurvei mendapatkan

nilai dibawah 80 persen, yaitu (1) Tata Kelola, Kepemimpinan dan Pengarahan

(TKP); (2) Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK); (3) Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi (PPI).

Survei awal (Februari, 2018) dengan mewawancarai 10 orang yang

berkaitan dengan pelaksanaan tata kelola klinik (Direktur Rumah Sakit, Komite

Medik dan staf medik) di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam, mengatakan bahwa

: (1) Kredensial pada tenaga dokter yang mau memberikan tindakan dan

rekredensial pada tenaga dokter yang telah memberikan pelayanan di rumah sakit

tidak pernah dilakukan sehingga para tenaga medis yang memberikan pelayanan

Universitas Sumatera Utara


10

di rumah sakit tidak memiliki Surat Penugasan Klinik (SPK) dan Rincian

Kewenangan Klinis (RKK); (2) Tidak mempunyai pedoman clinical pathways

dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat; (3) Morning report

dan audit medis untuk membahas kasus-kasus kematian atau kejadian yang tidak

diharapkan tidak pernah dilakukan sehingga kasus-kasus kematian yang terjadi

tidak diketahui penyebabnya secara pasti; (4) Pengembangan pengetahuan dan

keterampilan bagi seluruh staf medis masih menggunakan biaya sendiri.

Berdasarkan survei awal di atas, bahwa peran dari komite medik dalam

pelaksanaan tata kelola klinik di RSUD Deli Serdang belum berjalan dengan baik

sesuai peraturan yang ada. Pelaksanaan tata kelola klinik diharapkan akan

meningkatkan kualitas layanan medik dan patient safety di rumah sakit lebih

kredibel dan terjaga.

Penetitian Divianto (2012), di Rumah Sakit Bunda Palembang

menunjukkan bahwa keterlibatan dalam pemeriksaan pelaksanaan memiliki

dampak kepada ketepatan layanan medis dalam perawatan akan tetapi ada perihal

lain yang dapat memengaruhi namun tidak termasuk dipenelitan ini.

Penelitian Hartati (2013), di RSUD Jawa Tengah belum sinkron terhadap

Permenkes 755 tahun 2011, harus ada dukungan kepada komie medik dalam

membuat aturan clinical governance yang dilakukan oleh pihak tertentu dan

mengawasi pelaksanaannya. Rata-rata urutan keberhasilan clinical governance di

RSUD daerah Jateng sebesar 67 persen, rata-rata urutan pemenuhan system

clinical governance sebesar 75 persen, rata-rata urutan implementasi proses

clinical governance sebesar 58 persen. Implementasi tugas komitemedik di RSUD

daerah Jateng ialah pemeriksaan pelayanan 3,3 persen, kredensialing 3,3

Universitas Sumatera Utara


11

persen, peningkatan pendidikan lanjut untuk dokter 50 persen dan pengawasan

profesi dokter 70 persen.

Penelitian Dewi (2015), di RSUD Praya menunjukkan bahwa konsep

dasar clinical governance belum dilaksanakan secara utuh, bahkan baru sebagian

kecil yang sudah berjalan, lingkungan internal RSUD Praya yang mendukung

pelaksanaan konsep dasar adalah dari sisi organisasi telah cukup mendukung

pelaksanaan dengan adanya bidang mutu dalam struktur organisasi RSUD

Praya,dan status sebagai BLUD, demikian juga stake holder eksterrnal

mendukung pelaksanaan clinical governance. Hambatan dalam pelaksanaan

konsep dasar clinical governance adalah belum tersedianya sistem pengendalian

mutu yang komprehensif, dimana peningkatan mutu pelayanan klinik ada di

dalamnya sehingga proses dan evaluasi mutu pelayanan klinik belum dapat

dilaksanakan dengan baik dan utuh. Strategi pelaksanaan telah disusun akan tetapi

belum di tetapkan melalui keputusan direktur.

Penelitian Lubis (2015), di Rumah Sakit Umum Haji Medan menunjukkan

bahwa aturan proses kredensialing oleh komite medck yang terdapat di RS Umum

Haji Medan belum berjalan serasi dengan aturan akan pelaksanaan komite medik

dirumah sakit serta pelaksanaan pemeriksaan pelayananan medik di RS Umum

Haji Medan sudah dilakukan tapi belum menyeluruh.

Penelitian Marlizaini (2017), di Rumah Sakit Umum Daerah Sijunjung

menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan komite medik kurang maksimal,

perencanaan program komite medik tidak mendapatkan anggaran yang cukup,

dana untuk pelaksanaan kegiatan terdapat di program lain, fasilitas ruangan yang

tersedia untuk pelaksanaan kegiatan digunakan secara bersama-sama dengan

Universitas Sumatera Utara


12

bagian lain, belum memahami perihal tugas dan fungsinya komite medik dalam

penyelenggaraan layanan di rumah sakit, perihal tersebut bisa ditandai dengan

kurang optimalnya pelaksanaan program komite medik yang disebabkan staf

komite medik memiliki dwifungsi sebagai yang melakukan pelayanan medis bagi

pasien sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan program-

program dari komite medik.

Penelitian Piyajeng (2017), di RSUD dan RS Swasta di Kota Surakarta

menunjukkan bahwa audit operasional, pengendalian internal, tata kelola klinik

yang baik memberikan respon positif kepada keberhasilan layanan medis kepada

pasien di rumah sakit. Sedangkan etika bisnis lembaga rumah sakit tidak

berpengaruh kepada keberhasilan layanan medis pasien BPJS dirumah sakit.

Berdasarkan survei awal, teori dan pendapat para ahli yang mendukung,

kebijakan kesehatan yang berlaku, maka permasalahan belum terlaksananya tata

kelola yang baik dalam pelayanan medis oleh komite medik di RSUD Deli

Serdang Lubuk Pakam diasumsikan terkait dengan tata laksana kredensialing

untuk tenaga dokter yang mau memberikan layanan medik dirumah sakit, tata

laksana penjagaan kualitas profesi staf medis dan tata laksana pemeliharaan

disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis belum dilaksanakan sesuai

peraturan yang ada.

Berdasar pada penjelasan di atas, bahwa perlunya dilaksanakan riset

tentang “determinan pelaksanaan tata kelola klinik pelayanan medik di RSUD

Deli Serdang Lubuk Pakam”.

Universitas Sumatera Utara


13

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, dapat

dirumuskan permasalahan penelitian, yaitu :

1. Bagaimana pelaksanaan tata kelola klinik (mekanisme kredensial, penjagaan

mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis) dalam

pelayanan medis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam;

2. Apakah determinan (anggaran, sumber daya manusia atau SDM, perencanaan

dan kepemimpinan) mempengaruhi pelaksanaan tata kelola klinik dalam

pelayanan medik di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian di atas, yaitu :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan tata kelola klinik (mekanisme kredensial,

penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi

medis) dalam pelayanan medis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam;

2. Untuk mengetahui determinan (anggaran, sumber daya manusia atau SDM,

perencanaan dan kepemimpinan) yang mempengaruhi pelaksanaan tata kelola

klinik dalam pelayanan medik di RSUD Deli Serdang.

Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat memberikan kontribusi pada bidang ilmu Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan.

2. Sebagai bahan masukan kepada RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dalam

mengembangkan pelaksanaan clinical governance pelayanan medik di rumah

sakit.

Universitas Sumatera Utara


14

Tinjauan Pustaka

Pelayanan Medik di Rumah Sakit

Rumah sakit ialah institusi layanan kesehatan yang melaksanakan layanan

kesehatan untuk masyarakat secara lengkap dengan mengadakan pelayanan

perawatan inap, pengobatan jalan, dan unit gawat darurat. Pelayanan kesehatan

yang dilakukan secara lengkap meliputi pelayanan kesehatan yang bersifat

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dalam Undang-Undang RI Nomor

44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pada pasal 29 menjelaskan bahwa setiap

rumah sakit memiliki kewajiban melaksanakan pelayanan kesehatan yang aaman,

berkualitas, antidskriminasi, dan efektif dngan mengutaamakan kepentingan

pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit (UU RI Nomor 44 tahun

2009).

Seluruh tindakan medis yang berlangsung di rumah sakit dan dampaknya

merupakan tanggungjawab dari rumah sakit. Hal tersebut telah tercantum dan

diatur dalam aturan perundang-undangan yang menyelenggarakan rumah sakit,

sehingga pelayanan medik yang dilakukan oleh staf medis terhadap pasien harus

yang aman dan telah sesuai dengan aturan dan kebijakan yang berlaku (Persi,

2013).

Menurut Permenkes Nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan

Perizinan Rumah Sakit, yang dimaksud dengan pelayanan medis ialah suatu

kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh staf medis terhadap pasien di

rumah sakit dengan standard dan ketentuan yang berlaku. Pelayanan medik di

14

Universitas Sumatera Utara


15

rumah sakit yang diberikan kepada pasien diantaranya : pelayanan medik spesialis

dasar meliputi pelayanan obstetrik dan ginekologi, pelayanan penyakit dalam,

ilmu bedah dan ilmu kesehatan anak; pelayanan medik spesialis penunjang

meliputi pelayanan anesthesiologi, patologi klinik, rehabilitasi medik dan

radiologi; pelayanan medik subspesialis meliputi pelayanan subspesialis di bidang

spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri dan ginekologi, mata,

telinga hidung tenggorokan, saraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan

kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik,

dan gigi mulut.

Pelayanan medik bertujuan untuk mengusahakan keberhasilan

penyembuhan dari suatu gejala klinis yang dialami oleh pasien secara optimal.

Pelayanan medik yang dilakukan sebaiknya harus sudah sesuai dengan ketentuan

yang berlaku dan juga harus bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan standar

masing-masing profesi (Cahyono, 2013).

Menurut Departemen Kesahatan RI (2010), beberapa perihal dasar yang

penting dalam melakukan pelayanan medik agar didapatkan pelayanan yang

maksimal, yaitu : (1) pedoman dan tujuan dilakukannya pelayanan medik

sebaiknya sesuai dengan ilmu pengetahuan yang terbaru sesuai dengan bidang

spesialisnya dan menggunakan fasilitas yang ada di rumah sakit dengan

maksimal; (2) manajemen dilaksanakan oleh wadir Yanmed yang memiliki

tanggung jawab, yaitu: merancang prosedur dan aturan, berkoordinasi dengan

pihak lain, melakukan pendidikan dan kursus-kursus berkelanjutan, melaksanakan

pengawasan; (3) mengatur rekrutmen sumber daya manusia yang akan melakukan

pelayanan medik di rumah sakit, sesuai dengan aturan, yaitu: harus melakukan

Universitas Sumatera Utara


16

pelayanan secara profesional, perekrutan SDM harus sesuai perencanaan

kebutuhan SDM di rumah sakit dan harus memiliki rekomendasi dari profesi; (4)

sarana dan prasarana untuk pelayanan yang tersedia harus memadai sehingga

pemberian pelayanan medik dapat tercapai secara optimal, diantaranya terdapat

ruangan untuk pertemuan ilmiah bagi staf medis, sarana untuk komunikasi,

sumber daya manusia, pengelolaan dalam pendataan pelayanan medik; dan (5)

peraturan harus dibuat, baik yang bersifat klinis maupun non klinis dan sesuai

dengan kebijakan yang berlaku.

Rumah sakit dapat dibedakan berdasarkan tipe kelasnya, yaitu: kelas A, B,

C dan D. Perbedaan tipe rumah sakit itu didapat dari tingkat kemampuan

pelayanan medik yang ada di rumah sakit tersebut. Jenis-jenis pelayanan medik

dapat dibagi sebagai berikut :

1. Pelayanan umum yang dilakukan oleh dokter umum;

2. Pelayanan medik untuk dokter spesialis dan subspesialis

a. Pelayanan untuk dokter spesialistik dasar, yaitu : (1). Internis; (2). Bedah;

(3). Obstetric dan ginekologi; dan (4). Pediatric.

b. Pelayanan dokter spesialis lainnya, yaitu (1). Mata; (2). THT-KL; (3). Kulit

dan Kelamin; (4). Psikiatri; (5). Saraf; (6). Jantung; (7). Paru – paru; (8).

Bedah syaraf; (9). Ortopedi; (10). Bedah plastik; (11) Urologi dan (12).

Gigi dan mulut.

c. Pelayanan dokter subspesialis.

Dari setiap spesialis tersebut bisa dikembangkan menjadi beberapa

subspesialisnya.

Universitas Sumatera Utara


17

3. Pelayanan dokter penunjang, yaitu : (a). Radiologi; (b). Patologi klinik; (c)

Patologi anatomi; (d). Anesthesi dan reanimasi; (e). Gizi; (f). Farmakologi;

dan (g). Kedokteran fisik dan rehabilitasi.

4. Pelayanan Perawatan terdiri dari : (a). Pelayanan perawatan umum dasar; (b).

Pelayanan perawatan spesialistik; dan (c). Pelayanan perawatan subspesialistik.

Staf Medis Fungsional

Staf Medis Fungsional (SMF) adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis

dan dokter gigi spesialis yang melakukan pelayanan medik di rumah sakit (UU

Nomor 29 tahun 2004).

Staf medis fungsional yang melakukan pelayanan medik di rumah sakit,

yaitu sekelompok dokter/dokter gigi dan dokter/dokter gig spesialis yang

melakukan pekerjaannya sesuai bidang medisnya jabatan fungsional. Staf medis

yang memberikan pelayanan kesehatan melakukan diagnosa sesuai dengan gejala

dan keluhan klinis yang dialami oleh pasien, memberikan pengobatan sesuai

dengan penyakit pasien secara evidence based, pencegahan kecacatan yang

disebabkan oleh penyakit, perkembangan kesembuhan kesehatan pasien,

konseling, pendidikan berkelanjutan, pelatihan atau kursus sesuai keilmuannya,

riset dan pengembangan keprofesiannya. Staf medis didalam melakukan tugas dan

fungsinya memberikan pelayanan medik kepada psien, seharusnya membentuk

suatu tim yang terdiri dari beberapa dokter sesuai bidang spesialisnya (Kemenkes,

2014).

Dokter atau dokter gigi yang melakukan pelayanan kesehatan di rumah

sakit memiliki hak, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


18

a. Mendapatkan proteksi hukum selama melakukan tanggungjawab sebagai staf

medis;

b. Melakukan pelayanan medik sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

c. Mendapatkan data yang menyeluruh dan kredibel dari keluarga pasien dan

pasiennya; dan

d. Mendapatkan kompesasi dari pelayanan yang dilakukan oleh staf medis.

Dokter atau dokter gigi yang melakukan pelayanan kesehatan di rumah

sakit memiliki kewajiban, yaitu :

a. Melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai dengan aturan profesi dan standard

prosedur yang telah ditetapkan serta disesuaikan dengan keperluan medis

pasien;

b. Mengirim pasien kepada dokter/dokter spesialis atau dokter gigi/dokter gigi

spesialis lainnya yang memiliki keahlian yang lebih baik, jika merasa tidak

mampu melaksanakan pengobatan terhadap pasien yang ditanganinya;

c. Wajib menyimpan rahasia tentang penyakit pasien;

d. Melaksanakan pelayanan medik atas dasar perikemanusiaan; dan

e. Mengembangkan ilmu keprofesiannya.

Tata Kelola Klinik (clinical governance) di Rumah Sakit

Good clinical governance ialah implementasi fungsi administrasi rumah

sakit yang sesuai dengan aturan tranparansi, akuntabilitas, independenssi dan

respoonsibilitas, kesamaaan dan keharusan. Good clinical governance ialah

implementasi prinsip administrasi klinik yang termasuk kepemimpinan klinik,

audit klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja,

pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan, pengembangan

Universitas Sumatera Utara


19

profesional, dan akreditasi rumah sakit (UU Nomor 44 tahun 2009).

Governance atau dalam bahasa Indonesia artinya adalah tata kelola. Tata

kelola merupakan sesuatu yang berkaitan dengan mekanisme untuk menjalankan

fungsi pengarahan dan pengendalian pada suatu organisasi, bahkan suatu sistem

untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara bersama-sama (The Indonesian

Institute for Corporate Governance (IICG), 2012).

Clinical governance atau tata kelola klinik, merupakan upaya perbaikan

mutu pelayanan klinis di rumah sakit. Tata kelola klinik adalah suatu metode yang

melindungi organisasi yang melakukan pelayanan medik untuk secara kontinue

melaksanakan usaha perubahan ke arah pelayanan yang berkualitas dan harus

melakukan pelayanan medik sesuai dengan standar yang cukup tinggi dengan

mengedepankan pelayanan yang prima serta mementingkan keselamatan pasien

(KARS, 2012).

Aspek yang termasuk tata kelola, yaitu pengambilan keputusan, penjelasan

tentang ekspektasi, pengawasan, penerapan akuntabilitas, perencanaan strategik,

keteraturan dan kepatuhan serta serangkaian struktur yang berlaku. Good

Corporate Governance dalam organisasi memiliki tujuan sistem tata kelola.

Berbeda dengan lembaga rumah sakit yang memiliki tujuan berupa pelayanan

kesehatan yang aman bagi masyarakat. Tata kelola rumah sakit tentu berbeda

dengan perusahaan-perusahaan pada umumnya (Rahmawati, 2017).

Tahun 1983 WHO pertama kali menggunakan istilah Clinical Governance

(tata kelola klinik) untuk melakukan suatu pelayanan kesehatan yang berkualitas

sangat baik, yaitu kinerja dari staf medis yang dilakukan secara profesional, kuota

sumber daya, pengelolaan risiko dan kepuasan pasien. Tata kelola klinik yang

Universitas Sumatera Utara


20

baik merupakan manajemen di rumah sakit yang sesuai dengan standar klinik

yang telah ditentukan (Rahmawati, 2017).

Tujuan tata kelola rumah sakit pada umumnya adalah untuk

mempertahankan serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terhadap

pasien dimana tata kelola ini dinilai tepat pada pelaksanaanya. Adapun tujuan dari

Good Clinical Governance menurut Rahmawati (2017) adalah : (1) Menjamin

pelayanan medis yang terbaik dan high quality; dan (2) Melindungi pasien dari

risiko kejadian yang tidak diharapkan.

Di mulai dari dalam diri seorang staf medis, tentang kesadaran dan

pengakuan bahwa harus melaksanakan usaha pelayanan medik yang paling baik

terhadap pasien untuk mendapatkan hasil yang terbaik bagi kesinambungan dan

mutu hidup pasien, sehingga clinical governance dapat berjalan dengan baik.

Dalam memberikan pelayan medik juga harus dilihat resiko akibat penetapan

jenis upaya pelayanan medik. Pelayanan medik yang dipilih haruslah yang paling

minimal resikonya dan paling murah dari beberapa pelayanan medik yang ada.

Oleh karena itu harus ada rasa tanggungjawab yang penuh, selalu

mengembangkan keilmuannya, mempunyai metode rencana kerja yang baik, dan

harus mempunyai sikap profesional terhadap pelayanan kesehatan yang

dilakukan. Pasien juga perlu diikutsertakan secara aktif untuk menilai bahwa

pelayanan yang didapatnya adalah bagian dari sikap profesionalsisme staf medis

yang ada (Susanto, 2015).

Komite medik. Komite medik adalah unit di rumah sakit yang paling

relevan dalam melaksanakan tata kelola klinik di rumah sakit agar staf medis

Universitas Sumatera Utara


21

terlindung keahliannya. Sebuah organisasi nonstruktural di rumah sakit yang

mempunyai tujuan menjamin terlaksananya pelayanan medik yang baik,

profesional, yang selalu mengacu kepada kepentingan pasien, serta

memperhatikan Kode Etik Kedokteran dan Kode Etik Rumah Sakit serta norma-

norma yang berlaku pada masyarakat Indonesia. Dalam menerapkan clinical

governance di rumah sakit, komite medik melakukannya dengan cara melakukan

kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin

profesi medis dengan tiga subkomite, yaitu subkomite kredensial, subkomite mutu

profesi, dan subkomite etika dan disiplin profesi (Kemenkes, 2011).

Komite medik adalah salah satu elemen dari formasi rumah sakit yang

berperan dalam membimbing keprofesian staf medis di rumah sakit. Organisasi

ini merupakan wadah dimana seluruh staf medis bisa berintergrasi di dalam suatu

badan formal yang bermaksud untuk mengembangkan dan melindungi kualitas

pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dokter-dokter spesialis tersebut

dikelompokan sesuai dengan keahliannya oleh komite medik yang disebut dengan

SMF (Staf Medis Fungsional) (Aditama, 2013)

Komite medik mengatur keprofesian staf medis dengan tata kelola klinik

demi menjaga keselamatan pasien, sehingga staf medis yang kredibel saja yang

diperbolehkan melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Staf medis

dalam melakukan pelayanan medik kepada pasien diatur dalam medical staff

bylaws (Kemenkes, 2011).

Dalam melakukan perannya terdapat tiga hal yang pokok dari komite

medik, yaitu: (1) pemberian rekomendasi untuk melaksanakan pelayanan medik,

Universitas Sumatera Utara


22

dilaksanakan oleh subkomite kredensial; (2) menjaga keahlian staf medis yang

sudah mendapatkan ijin, dilakukan oleh subkomite mutu profesi melalui audit

medis dan pengembangan keprofesian secara kontinue; (3) rekomendasi

penangguhan kewenangan klinik tertentu hingga pencabutan izin memberikan

pelayanan medik yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku, dilakukan melalui

subkomite etika dan disiplin profesi.

Subkomite kredensial. Anggota subkomite kredensial sedikitnya terdiri

dari 3 (tiga) orang dokter spesialis yang berbeda dan telah memiliki surat

penugasan klinis dan rincian kewenangan klinik di rumah sakit tersebut. Anggota

subkomite kredensial yang telah ditetapkan bertanggung jawab terhadap pimpinan

komite medik (Kemenkes, 2011).

Tujuan dari subkomite kredensial, yaitu : (1) Staf medis yang akan

melakukan pelayanan medik di rumah sakit adalah kredibel untuk menjaga

keselamatan pasien; (2) Memperoleh dan menentukan staf medis yang melakukan

pelayanan medik di rumah sakit adalah seorang yang profesional dan akuntabel;

(3) Tertatanya beberapa jenis kewenang klinik bagi dokter spesialis yang

melaksanakan pelayanan medik di rumah sakit sesuai dengan keilmuannya; (4)

Pimpinan rumah sakit menerbitkan surat penugasan klinis untuk dokter/dokter

spesialis yang melaksanakan pelayanan medik di rumah sakit; (5) Menjaga nama

baik dan kredibilitas dari dokter/dokter spesialis serta rumah sakit terhadap

pasien, donatur, dan pihak terkait (stakeholders).

Usaha rumah sakit dalam menlindungi keamanan pasien adalah dengan

mengawasi aturan dan keahlian dokter/dokter spesialis yang akan memberikan

pelayanan medik secara langsung kepada pasien yang membutuhkan di rumah

Universitas Sumatera Utara


23

sakit. Usaha ini bertujuan agar pelayanan medik yang dilakukan kepada pasien

harus dilaksanakan oleh staf medis yang memiliki keahlian yang baik. Keahlian

ini dilihat dari dua aspek, yaitu keahlian keprofesian medisnya yang terdiri dari

keterampilan, kepandaian dan sikap profesional, serta keahlian dari mental dan

fisik. Meskipun dokter/dokter spesialis telah memperoleh tanda bukti keahlian

sesuai dengan spesialisasinya dari perhimpunannya, akan tetapi pihak rumah sakit

perlu memeriksa ulang keaslian tanda bukti keahliannya dan menentukan

kewenang klinis agar dapat memberikan pelayanan medik di rumah sakit. Proses

ini disebut dengan kredensial (Kemenkes, 2011).

Pelayanan medik yang dilakukan oleh staf medis harus sesuai dengan

kewenangan klinis yang diberikan pada staf medis, dilaksanakan melalui proses

kredensial. Kredensial ialah suatu proses dimana staf medis yang akan

melaksanakan pelayanan medik kepada pasien di rumah sakit memang layak

untuk diberikan kewenangan klinis. Proses kredensial terdiri dari beberapa

tahapan, yaitu meninjau kembali, memeriksa berkas dan penilaian kepada hasil

kerja staf medis selama melakukan pelayanan (Persi, 2013).

Alasan dilakukan kredensial, yaitu (1) ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi keahlian dokter/dokter spesialis setelah menerima tanda bukti

keahliannya dari perhimpunan diantaranya ilmu kedokteran yang terus maju dan

berkembang pesat. Hal ini menyebabkan bahwa dokter spesialis dari perhimpunan

yang sama dapat mempunyai keahlian yang berbeda; (2) kondisi jasmani dan

rohani dokter spesilias mungkin bisa berubah dikarenakan adanya masalah

kesehatan atau usia yang bertambah sehingga menurunkan kemampuannya dalam

memberikan pelayanan medik (Kemenkes, 2011).

Universitas Sumatera Utara


24

Setelah proses kredensial selesai dilakukan dan dokter/dokter spesialis

ditetapkan keahliannya, pihak rumah sakit memberikan izin untuk dapat

melaksanakan pelayanan kesehatan tertentu, yang disebut dengan kewenangan

klinis. Jika tidak mempunyai surat kewenangan klinik, dokter/dokter spesialis

tidak diperbolehkan untuk memberikan pelayanan medik kepada pasien. Setiap

dokter/dokter spesialis dapat mempunyai kewenangan klinis yang berbeda

walaupun spesialisnya sama. Hal ini berdasarkan kewenang klnis yang ditetapkan

oleh komite medik sesuai dengan hasil dari kredensial. Jika dalam memberikan

pelayanan kesehatan dilihat dapat menyebabkan keselamatan pasien terganggu

maka kewenangan klinis yang telah diberikan kepada dokter/dokter spsialis bisa

dicabut. Kewenangan klinis yang diberikan kepada dokter/dokter spesialis harus

berpegang kepada peraturan internal staf medis (medical stff bylaws) (Kemenkes,

2011).

Tahapan penetapan kewenangan klinis oleh komite medik, yaitu :

1. Seorang dokter mengusulkan kewenangan klinik kepada pihak rumah sakit

dengan melakukan pengisian berkas perincian kewenangan klinis dengan data

dukungnya.

2. Dokumen yang sudah cukup diberikan kepada komite medik.

3. Analisis terhadap berkas perincian kewenangan klinis yang sudah diajukan

dokter.

4. Subkomite kredensial dapat membuat kelompok dalam melakukan pengkajian

yang sama dengan kewenangan klinis yang diajukan sesuai dengan white

paper.

Universitas Sumatera Utara


25

5. Analisis yang dilakukan sub komite kredensial mencakup komponen :

a. keahlian, yaitu (1). beberapa keahlian sesuai aturan yang disahkan oleh

pemerintah; (2). kognitif; (3). afektif; dan (4). psikomotor.

b. jasmani;

c. rohani;

d. sikap etika.

6. Kewenangan klinis yang ditetapkan terdiri dari tingkat keahlian dan

kemampuan dalam praktek.

7. Perincian kewenangan klins didapat dengan : (a). membuat rincian

kewenangan klinik dari anjuran kelompok spesialis; (b). menganalisis

kewenangan klinis dengan perincian kewenangan klinis; (c). menganalisis

kembali perincian kewenangan klini secara berkala.

8. Izin kewenangan klinis dari komite medik sesuai saran dari subkomite

kredensial.

9. Rekredensial diajukan jika masa berlaku kewenangan klinis sudah hampir

habis, ijin yang diberikan berupa:

a. kewenangan klinik diteruskan;

b. kewenangan klinik bertambah;

c. kewenangan klinik berkurang;

d. kewenangan klinik diberhentikan dalam waktu yang ditentukan;

e. kewenangan klinik diganti;

f. kewenangan klinik diberhentikan;

10. Standard yang perlu diperhatikan dalam membuat ijin kewenangan klinis :

Universitas Sumatera Utara


26

a. pendidikan : (1) almamater universitas yang terkreditasi, atau universitas

luar negeri yang telah teregistrasi; dan (2) telah mengikuti pendidikan

konsultan.

b. perizinan (lisensi) : (1) mempunyai STR yang sama dengan profesinya;

dan (2) mempunyai izin praktik dari dinkes yang masih dapat

dipergunakan.

c. kegiatan penjagaan mutu profesi : (1) menjadi anggota organisasi yang

melakukan penilaian kompetensi bagi anggotanya; dan (2) aktif untuk

pengevaluasian kualitas klinik.

d. kompetensi diri : (1) menjaga etika profesi; (2) terdaftar dalam anggota

perhimpunan; (3) tidak menggunakan obat terlarang dan alkohol; dan (4)

riwayat keterlibatan dalam tindakan kekerasan.

11. Kewenangan klinik habis masa berlaku

kewenangan klinik selesai jika surat penugasan klinis sudah selesai atau

diberhentikan. Surat pengasan klinik mempunyai masa berlaku. Jika sudah

habis maka harus dilakukan rekredensial kepada staf medis.

12. Perubahan ataupun pemberhentian kewenangan klinis.

Dasar pemberhentian kewenangan klinik oleh rumah sakit berdasarkan kerja

staf medis dan keahliannya sudah berkurang. Jika keahliannya sudah kembali

baik maka kewenangan klinik dapat diberikan kembali. Kewenangan klinik

yang diberhentikan, komite medik memohon subkomite mutu profesi untuk

melaksanakan usaha pengawasan agar keahliannya timbul kembali.

Proses kredensial bertujuan untuk menlindungi keselamatan pasien,

dengan melakukan pembinaan keahlian semua staf medis dirumah sakit. Oleh

Universitas Sumatera Utara


27

sebab itu komite medik dan peraturan internal staf medis sangat berperan krusial

dalam melaukan prosess kredensial, rekredensial dan pemberian ijin kewenangan

klinik bagi staf mediis (Persi, 2013).

Subkomite mutu profesi. Anggota subkomite mutu profesi sedikitnya

terdiri dari 3 (tiga) orang dokter spesialis yang berbeda dan telah memiliki surat

penugasan klinis dan rincian kewenangan klinik di rumah sakit tersebut. Anggota

subkomite mutu profesi yang telah ditetapkan bertanggung jawab terhadap

pimpinan komite medic (Kemenkes, 2011).

Tujuan dari subkomite mutu profesi, yaitu : (1) Melakukan pengawasan

setiap pelayanan medik yang diberikan kepada pasien agar selalu dilakukan oleh

dokter/dokter spesialis yang berkualitas, memiliki keahlian, beretika, dan

profesional; (2) Bersikap adil kepada dokter/dokter spesialis agar mendapatkan

kesempatan untuk memelihara keahliannya dan kewenangan klinis; (3)

Pencegahan agar tidak terjadi kejadian yang buruk; (4) Memastikan mutu ajaran

medis yang dilakukan oleh dokter/dokter spesialis dengan cara usaha

pemberdayaan, pengevaluasian kinerja staf medis yang berkelanjutan.

Mutu Profesi Medis

Mutu pelayanan medik yang dilakukan oleh dokter/dokter spesialis sangat

ditentukan dari segala sudut keahlian dokter/dokter spesialis dalam melaksanakan

asuhaan medis. Kualitas dari pelayanan mediis yang dilakukan bergantung kepada

usaha dokter/dokter spesialis dalam menjaga keahliannya semaksimal mungkin.

Dalam menjaga kualitas dilaksanakan usaha peninjauan dan pengendalian kualitas

keprofesian dengan cara : (1) melihat mutu, misalnya laporan pagi, kasus-kasus

Universitas Sumatera Utara


28

susah, visit pasien di ruangan perawatan, kasus-kasus keematian, audit medik,

pembacaan jurnal; (2) menindaklanjuti dalam peningkatan mutu, misalnya

pelatihan-pelatihan singkat, peendidikan berkelanjutan, kewenangan klinik

tambahan.

Audit medis. Pada undang-undang rumah sakit, audit medis dilakukan

untuk penerapan peran pengelolaan klinik dalam pelaksanaan good clinical

governance di rumah sakit. Audit medis bukan digunakan untuk menduga ada

atau tidaknya kesalahann dari dokter/dokter spesialis pada kasus tertentu. Audit

medis dilaksanakan dengan melihat seluruh staf medis dengan cara tidak

menyebutkan nama, tidak menyalahkan, dan tidak membuat malu. Audit medis

yang dilakukan oleh rumah sakit ialah aksi pengevaluasian keprofesian secara

bersistem bekerja sama dengan pihak lain. Kegiatan yang dilakukan berupa ulasan

sejawat, pengawasan dan penilaian pelayanan medis dirumah sakit (Kemenkes,

2011).

Pelaksanaan audit medis harus melaksanakan 4 (empat) peran utama, yaitu

: (1) sebagai wahana untuk melaksanakan evaluasi dari keahlian seluruh

dokter/dokter spesialis dalam memberi layanan dirumah sakit; (2) sebagai awal

dalam memberikan wewenangan klinik sesuai keahlian yang ada; (3) sebagai

awal untuk komite medik dalam merekomendasikan pemberhentian atau

penaangguhan kewenangan klinik; dan (4) sebagai awal untuk komite medik

dalam merekomendasikan perubahan perincian kewenangan klinik dokter/dokter

spesialis.

Universitas Sumatera Utara


29

Merekomendasikan pendidikan berkelanjutan bagi staf medis dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Subkomite mutu profesi menentukan pertemuan-pertemuan ilmiah yang

harus dilaksanakan oleh masing-masing kelompok staf medis dengan

pengaturan-pengaturan waktu yang disesuaikan.

2. Pertemuan tersebut dapat pula berupa pembahasan kasus tersebut antara lain

meliputi kasus kematian (death case), kasus sulit, maupun kasus langka.

3. Setiap kali pertemuan ilmiah harus disertai notulensi, kesimpulan dan daftar

hadir peserta yang akan dijadikan pertimbangan dalam penilaian disiplin

profesi.

4. Notulensi beserta daftar hadir menjadi dokumen/arsip dari subkomite mutu

profesi.

5. Subkomite mutu profesi bersama-sama dengan kelompok staf medis

menentukan kegiatan-kegiatan ilmiah yang akan dibuat oleh subkomite mutu

profesi yang melibatkan staf medis rumah sakit sebagai narasumber dan

peserta aktif.

6. Setiap kelompok staf medis wajib menentukan minimal satu kegiatan ilmiah

yang akan dilaksanakan dengan subkomite mutu profesi per tahun.

7. Subkomite mutu profesi bersama dengan bagian pendidikan & penelitian

rumah sakit memfasilitasi kegiatan tersebut dan dengan mengusahakan

satuan angka kredit dari ikatan profesi.

8. Subkomite mutu profesi menentukan kegiatan-kegiatan ilmiah yang dapat

diikuti oleh masing-masing staf medis setiap tahun dan tidak mengurangi hari

cuti tahunannya.

Universitas Sumatera Utara


30

9. Subkomite mutu profesi memberikan persetujuan terhadap permintaan staf

medis sebagai asupan kepada direksi.

Subkomite etika dan disiplin profesi. Anggota sub komite etika dan

disiplin proofesi terdiri dari 3 (tiga) orang dokter spesialis yang berbeda dan telah

memiliki surat penugasan klinis dan rincian kewenangan klinik di rumah sakit

tersebut. Anggota sub komite etika dan disiplin proofesi yang telah ditetapkan

bertanggung jawab terhadap pimpinan komite medik (Kemenkes, 2011).

Tujuan dari sub komite etika dan disiplin profesi, yaitu : (1) Menjaga

pasien dari pelayanan medik yang dilakukan dokter/dotker spesialis yang tidak

sesuai dengan persyaratan dan tidak memadai untuk melaksanakan ajaran klinis;

(2) Pemeliharaan dan peningkatan kualitas profesi dokter/doter spesialis dirumah

sakit.

Dokter/dokter spesialis setiap melakukan asuhan medis di rumah sakit

perlu memperhatikan dasar profesi dokter sesuai kerja secara profesional

seihingga memperilihatkan kemampuan profesi yang bagus. Melalui kemampuan

staf medis yang baik maka pasien akan mendapatkan pelayanan yang terjamin dan

efisien. Usaha meningkatkan profesionalisme staf medis dilaksanakan dengan

melakukan kegiatan pengawasan profesi dokter dan usaha pengaturan etika dan

perilaku profesional staf medis dilingkungan rumah sakit. Dalam menangani

asuhan medis bisa saja ditemui kesusahan untuk mengambil sebuah keputusan

penting sehingga memerlukan bantuan dari pihak lain dalam mempertimbangkan

hasil keputusan yang dibuat. Implementasi keputusan dari sub komite etika dan

Universitas Sumatera Utara


31

disiplin profesi dirumah sakit adalah usaha pendisiplinan oleh komite medis

kepada dokter/dokter spesialis dirumah sakit sehingga dalam implementasi

keputusan tersebut tidak ada hubungannya dengan pelaksanaan penguatan disiplin

profesi dokter di pemerintahan, penguatan etika medis di perhimpunan, dan

hukum.

Implementasi pelaksanaan disiplin profesi tidak sama dengan pelaksanaan

disiplin kepegawaian yang diatur dalam aturan kepegawaian. Sub komite etika

dan disiplin profesi ini mempunyai semangat yang berlandaskan, antara lain: (1)

peraturan internal rumah sakit; (2) peraturan internal staf medis; (3) etika rumah

sakit; (4) norma etika medis dan norma-norma bioetika.

Pedoman dalam usaha pendisiplinan sikap profesi dokter/dokter spesialis,

yaitu: (1) prinsip pelayanan kesehatan dirumah sakit; (2) dasar pekerjaan

pelayanan di rumah sakit; (3) rincian kewenangan klinik di rumah sakit; (4) dasar

persyaratan kriteria dalam melaksanakan pelayanan medic di rumah sakit; (5)

kode etika kedokteran Indonesia; (6) dasar perilaku profesional kedokteran; (7)

dasar pengingkaran aturan kedokteran yang digunakan di Indonesia; (8) dasar

layanan medis; (9) tolak ukur kebijakan operasional asuhan medik.

Pimpinan rumah sakit menentukan aturan dan kebijakan untuk semua

penyelenggaraan dari pekerjaan sub komite disiplin dan etika profesi sesuai

dengan saran dari komite medik. Pimpinan rumah sakit juga bertanggungjawab

atas adanya segala sumber daya yang diperlukan agar program ini bisa berjalan.

Pembinaan disiplin keprofesian dilaksanakan oleh kelompok kerja yang disusun

oleh pimpinan subkomite etika dan disiplin profesi. Kelompok kerja terdiiri dari 3

(tiga) anggota atau lebih dengan jumlah ganjil yang susunannya, yaitu : (1) 1

Universitas Sumatera Utara


32

(satu) orang dari sub komite etika dan disiplin profesi yang mempunyai aturan

keilmuan yang berlainan dari yang akan diperiksa; (2) 2 (dua) anggota atau lebih

dari aturan keilmuan yang sesuai dengan yang akan dipeiriksa dan bisa dari dalam

rumah sakit ataupun dari luar rumah sakit, baiik sesuai permintaan komite mediik

dengan kesepakatan pimpinan rumah sakit (Kemenkes, 2011).

Sub komite etika dan disiplin profesi membuat substansi program

pengawasan profesi dokter. Kegiatan pengawasan profesi dokter bisa

dilaksanakan dengan ceramah, konferensi, simposium, lokakarya yang

dilaksanakan oleh bagian terkait dirumah sakit, misalnya bagian pendidikan dan

pelatihan, komite medik, dan sebagainya.

Determinan Pelaksanaan Tata Kelola Klinik di Rumah Sakit

Adapun determinan dari pelaksanaan tata kelola klinik di rumah sakit

adalah sebagai berikut :

Sumber daya anggaran. Menurut Marlizaini (2017), salah satu faktor

yang menyebabkan pelaksanaan kegiatan komite medik di rumah sakit belum

berjalan dengan optimal dikarenakan belum mendapat alokasi anggaran secara

khusus di rumah sakit. Efektifitas pelaksanaan kebijakan di rumah sakit, selain

SDM ialah anggaran dan sarana prasanan yang dibutuhkan dalam pembiayaan

operasional implementasi program. Kurangnya atau tidak tersedianya dana dapat

mempengaruhi mutu pelayanan klinik yang perlu dilakukan untuk rakyat juga

kurang dan tidak optimal. Minimnya insentif yang diterima bisa mempengaruhi

para pelaksana program tidak bisa melakukan tanggung jaawbnya dengan

maksimal. Berdasarkan hal itu maka agar paira pelaksana program mempunyai

rasa tanggung jawabnya yang tinggi dalam melakukan suatu program dibutuhkan

Universitas Sumatera Utara


33

insentif yang memadai. Rendah tingginya insentif yang diterima bisa

mempengaruhi sikap dan periilaku pelaksana program. Insenitif itu dapat

diberikan dalam wujud hadiah ataupun bentuk lainnya.

Sumber Daya Manusia (SDM). Berjalannya suatu program sangat

dipengaruhi dari SDM yang tersedia. SDM tersebut wajib dinilai dari kecukupan

jumlah SDMnya dan keahlian. SDM itu wajib mengerti apa yang harus

dikerjakannya. Oleh sebab itu, SDM tersebut memerlukan keterangan yang bukan

saja berhubungan dengan bagaimana caranya mejalankan suatu program, tapi juga

perlu tahu siapa saja yang terlibat untuk menyelenggarakan suatu program.

Minimnya sumber daya menyebabkan suatu kebijakan tidak dapat dijalankan,

pelayanan tidak dapat berjalan optimal, dan aturan yang dipakai tidak dapat

dikembangkan.

Perencanaan. Dalam setiap organisasi pemerintah maupun organisasi

swasta, perencanaan adalah fungsi utama manajemen. Artinya, segala

pelaksanaan kegiatan senantiasa harus bermula dari perencanaan. Tanpa

perencanaan yang matang pada setiap kegiatan organisasi tersebut (misalnya: baik

di saat menyusun struktur organisasi, rekrutmen pegawai serta penempatannya,

melakukan pengawasan maupun pemantauan) niscaya tujuan organisasi akan sulit

dicapai. Hanya dengan perencanaan yang matang dan baik, suatu organisasi

menjadi terarah dan sejalan dengan tujuan dari organisasi. Segala sesuatu yang

berhubungan dengan penelitian ini mencakup apakah makusud dan tujuan dari

dibentuknya komite medik, apakah ada rencana kerjanya, tugas dan tanggung

jawab komite medik secara jelas.

Universitas Sumatera Utara


34

Kepemimpinan. Ada beberapa literatur tentang pengertian mengenai

kepemimpinan, diantaranya menurut Wukyir (2013) membuat arti dari

kepemimpinan, yaitu seni dalam mendorong dan berdampak pada sekerumunan

orang dalam melakukan kegiatan untuk mewujudkan maksud bersama.

Sedangkan menurut Samsudin (2009) kepemimpinan dapat diartikan sebagai

kemampuan dari dalam diri seseorang untuk memastikan dan mengaktifkan orang

lain untuk memiliki kemauan bekerjasama di bawah pimpinannya dalam satu

kelompok untuk tercapainnya tujuan yang diinginkan.

Sesuai dengan arti di atas maka, kepemimpinan adalah suatu kemampuan

maupun keahlian yang ada pada diri seseorang untuk menggerakkan atau

memotivasi suatu individu maupun sekelompok orang untuk tercapainnya tujuan

yang diinginkan.

Menurut Sudita & Sudarmo didalam Sunyoto (2013), terdapat empat

variable dari kepemimpinan, yaitu: (1) Cara berkomunikasi. Setiap pimpinan

perlu memiliki keahlian cara komunikasi yang benar dan baik sehingga dapat

memberikan informasi yang jelas. Karena dengan komunikasi yang baik dan

lancar serta informasi yang didapat diterima dengan jelas, dapat dengan mudah

diterima oleh anggotanya dalam melakukan sesuai dengan yang diinginkan oleh

pimpinannya; (2) Memberikan semangat. Pimpinan perlu memiliki keahlian

dalam menyemangati anggotanya. Pimpinan yang memberikan perhatian berupa

penghargiaan maupun pengaikuan kepada anggotanya akan sangat memberikan

makna yang sangat tinggi bagi anggotanya; (3) Kemampuan memimpin. Semua

pimpinan memiliki kemampuan yang tidak sama dalam memimpin, karena

keahlian seorang dalam meminpin ialah tidak sama. Dapat dilihat dari cara

Universitas Sumatera Utara


35

memimpin dari seorang pimpinan, apakah pimpinan tesebut memiliki cara

pemimpin yang otoikratik, partiesipatif, ataupun beibas kenedali; (4) Pengutipan

hasil akhir. Pimpinan perlu memiliki kemampuan dalam menentukan hasil akhir

sesuai dengan bukti dan aturan yang telah ditetapkan. Hasil akhir yang telah

ditentukan juga harus bisa membagikan semangat untuk anggotanya dalam

memberikan yang terbaik bagi kemajuan perusahaan.

Landasan Teori

Rumah sakit ialah institusi yang melaksanakan pelayanan medik agar

kualitas pelayanan medik menjadi barometer utama untuk pelayanan medis

dirumah sakit. Dalam melakukan pelayanan medils di rumah sakit dipengaruhi

oleh penampilan kerja dokter/dokter spesialis yang bekerja pada rumah sakit.

Dalam peningkatan mutu pelayanan, pelaksanaan clinical governance pelayanan

medik dirumah sakit merupakan komponen dari layanan yang berfokus dan

berorientasi pada keselamatan pasien, yang apabila tidak dilaksanakan dapat

menurunkan mutu pelayanan kesehatan.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menjamin mutu clinical

governance adalah penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi

kepemimpinan klinik, audit klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti,

peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan,

pengembangan profesional, dan akreditasi rumah sakit.

Menurut para ahli (seperti Muninjaya, 2012; Aditama, 2017; Herlambang,

2018) ada beberapa mekanisme yang dikembangkan untuk lebih meningkatkan

mutu pelayananan kesehatan di rumah sakit, salah satunya adalah tata kelola

klinik. Tata kelola klinik ialah suatu pengelolaan yang mengharuskan institusi

Universitas Sumatera Utara


36

kesehatan bisa meningkatkan tanggungjawabnya dengan cara berkesinambungan

dalam usaha meningkatkan kualitas pelayananya sesuai dengan standar layanan

dan mewujudkan tempat pekerjaan dengan kualitas layanan yang dapat

meningkat. Tidak terlaksanakanya good clinical governance dirumah sakit dapat

disebabkan oleh faktor pengambilan keputusan klinis staf medis yang tidak baku,

birokrasi yang terlalu panjang dalam pemberian instruksi kepada staf medis, tidak

adanya reward kepada staf medis dari pimpinan, tidak adanya sarana dan

anggaran, catatan medik seorang pasien yang beragam, pemberian terapi yang

beragam.

Menurut para ahli (seperti Cahyono, 2013; Muninjaya, 2015; dan Menap,

2018) dapat dirumuskan bahwa cara yang dijalankan pada tata kelola klinik

mencakup beberapa program seperti audit klinik, pengelolaan efesien untuk staf

klinik yang kinerjanya tidak baik, pengelolaan resiko, praktik klinis berbasis pada

bukti (evidence based), mengembangkan kemampuan kepemimpinan untuk

kliniksi, pendidikan selanjutnya untuk seluruh staf medis, sampai denga

pemeriksaan kembali dari konsumen.

Dari beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh (Hartati,

2013; Dewi, 2015; Lubis, 2015; Amrudin, 2016; Marlizaini, 2017) dapat

disimpulkan bahwa pelaksanaan tata kelola klinik pelayanan medik di rumah sakit

belum berjalan dengan baik disebabkan karena belum optimalnya program kerja

dari komite medik dalam melaksanakan good clinical governance di rumah sakit.

Hal ini disebabkan karena kurang pahamnya pihak rumah sakit akan pentingnya

keberadaan dan peran komite medik di rumah sakit dalam melaksanakan good

clinical governance, belum menerima jatah dana secara kehusus di rumah sakit

Universitas Sumatera Utara


37

untuk program komite medik dalam menjalankan good clinical governance, tidak

adanya perencanaan yang matang dalam rencana kerja komite medik, dan belum

tersedianya pengendalian mutu secara komprehensif. Anggaran menyebabkan

efiektifitas pelaksanaan program, selain SDM adalah buget dan sarana yang

dibutuhkan dalam memenuhi operasional pelaksanaan program. Kurangnya

insentif yang diberikan pada anggota bisa menyebabkan para pelaksana program

tidak dapat melakukan tanggungjawabnya dengan maksimal.

Kerangka Pikir

Berdasarkan penjelasan Permenkes RI nomor 755 tahun 2011 dan

beberapa hasil penelitian terdahulu di atas serta hasil penelitian awal yang sudah

dilaksanakan, maka kerangka pikir dalam penelitian ini adalah :

Pelaksanaan Tata Kelola Klinik


Tata Laksana Tata Laksana Mutu Tata Laksana Etika
Kredensial Profesi dan Disiplin Profesi
- Proses Kredensial - Audit medis - Pembinaan etika dan
- Proses Rekredensial - Pelaksanaan evidence disiplin keprofesian
based dokter
- Rekomendasi - Pembinaan
pertemuan ilmiah profesionalisme
- Rekomendasikan dokter
Pendidikan
Berkelanjutan

Determinan Pelaksanaan Tata Kelola Klinik


(Anggaran, SDM, Perencanaan, Kepemimpinan)

Gambar 1. Kerangka pikir Clinical Governance dalam pelayanan medis

Universitas Sumatera Utara


38

Berdasarkan kerangka pikir di atas, definisi konsep adalah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan tata kelola klinik adalah upaya perbaikan mutu pelayanan klinis

di rumah sakit dengan mengutamakan keselamatan pasien, yang ditinjau dari

aspek: (1). tata laksana kredensial; (2). tata laksana mutu profesi; serta (3).

tata laksana etika dan disiplin keprofesian.

2. Determinan pelaksanaan tata kelola klinik adalah faktor yang mempengaruhi

terlaksananya clinical governance, yang ditinjau dari aspek: (1). Anggaran;

(2). SDM; (3). Perencanaan; dan (4). kepemimpinan.

Universitas Sumatera Utara


39

Metodelogi Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian jenis kualitatif dengan analisis domain

untuk mendeskripsikan tentang determinan pelaksanaan tata kelola klinik

pelayanan medis di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang.

Analisis domain merupakan penelitian yang dilakukan untuk memperoleh

gambaran atau pengertian yang bersifat umum dan relatif menyeluruh tentang

situasi sosial yang diteliti atau obyek penelitian. Hasilnya berupa gambaran umum

tentang obyek yang diteliti, yang sebelumnya belum pernah diketahui. Dalam

situasi sosial terdapat ratusan atau ribuan kategori. Suatu domain adalah

merupakan kategori budaya yang terdiri atas tiga elemen : Cover terms (nama

suatu domain budaya), included terms (nama suatu kategori atau rincian

domain), semantic relationship (hubungan semantik antar kategori). Mencari

hubungan semantik ini merupakan hal yang penting untuk menemukan berbagai

domain budaya (Sugiyono, 2017).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang.

Pemilihan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa Rumah Sakit Umum

Daerah Deli Serdang berdasarkan survey awal belum melaksanakan tata kelola

klinik pelayanan medis dengan baik dan Rumah Sakit Umum Daerah Deli

Serdang belum pernah dilakukan penelitian tentang pelaksanaan tata kelola klinik

pelayanan medis.

39

Universitas Sumatera Utara


40

Penelitian direncanakan mulai bulan November 2018 sampai dengan

selesai.

Informan

Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang yang terdiri dari :

1. Direktur rumah sakit (1 orang);

2. Wakil Direktur Pelayanan Medik (1 orang);

3. Ketua Komite Medik (1 orang);

4. Wakil Ketua Komite Medik (1 orang);

5. Sekretaris Komite Medik (1 orang);

6. Bendahara Komite Medik (1 orang);

7. Anggota Komite Medik rumah sakit (3 orang);

8. Staf medis fungsional (1 orang)

Definisi Konsep

Konsep pelaksanaan tata kelola klinik meliputi aspek: (1) tata laksana

kredensial; (2) tata laksana mutu profesi; (3) tata laksana etika dan disiplin

profesi, dengan definisi:

1. Tata laksana kredensial adalah upaya perbaikan mutu pelayanan klinis dalam

pelayanan medis di rumah sakit oleh staf medis yang kredibel dengan

mengutamakan keselamatan pasien, yang ditinjau dari aspek:

a. Proses kredensial adalah proses evaluasi terhadap staf medis untuk

menentukan kelayakan diberikan kewenangan klinis (clinical privilege)

kepada seluruh staf medis di rumah sakit.

b. Proses rekredensial adalah proses reevaluasi terhadap staf medis yang telah

memiliki kewenangan klinis (clinical privilege) untuk menentukan

Universitas Sumatera Utara


41

kelayakan pemberian kewenangan klinis tersebut yang dilakukan oleh

komite medik di rumah sakit.

2. Tata Laksana Mutu Profesi adalah upaya perbaikan mutu pelayanan klinis

melalui pemantauan dan pengendalian mutu profesi staf medis di rumah sakit,

yang ditinjau dari aspek:

a. Audit medis adalah upaya pengawasan dan evaluasi secara profesional

terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan

menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh staf medis.

Kegiatan audit medis terdiri dari peer-review, surveillance dan assessment

terhadap pelayanan medis di rumah sakit.

b. Evidence based adalah adalah suatu pendekatan medik yang didasarkan

pada bukti-bukti ilmiah terkini dan dapat terpecaya untuk kepentingan

pelayanan kesehatan.

c. Pertemuan ilmiah adalah suatu kegiatan untuk membahas suatu topik

kesehatan yang masuk dalam kriteria ilmu pengetahuan, misalnya seminar,

workshop, lokakarya.

d. Pendidikan berkelanjutan adalah suatu usaha untuk meningkatkan

kemampuan teknis sesuai dengan kebutuhan pekerjaan melalui pendidikan

formal dan non formal, yaitu kursus, pendidikan dokter spesialis dan

pendidikan dokter sub spesialis.

3. Tata Laksana Etika dan Disiplin Profesi adalah upaya perbaikan mutu

pelayanan klinis melalui pendisiplinan berperilaku professional staf medis di

lingkungan rumah sakit, yang ditinjau dari aspek:

Universitas Sumatera Utara


42

a. Pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran adalah melakukan

bimbingan kepada staf medis di lingkungan rumah sakit terkait dengan

profesionalisme kedokteran dan upaya pendisiplinan perilaku profesional,

yang menyangkut antara lain kompetensi klinis, penatalaksanaan kasus

medis, pelanggaran disiplin profesi, penggunaan obat dan alat kesehatan

yang tidak sesuai dengan standar pelayanan kedokteran di rumah sakit, dan

ketidakmampuan bekerja sama dengan staf rumah sakit yang dapat

membahayakan pasien.

b. Pembinaan profesionalisme staf medis adalah melakukan bimbingan

kepada staf medis di lingkungan rumah sakit tentang profesionalisme

kedokteran, diselenggarakan dalam bentuk ceramah, diskusi, simposium,

lokakarya, yang dilakukan oleh unit kerja rumah sakit terkait seperti unit

pendidikan dan latihan, komite medik, dan lain-lain.

Determinan pelaksanaan tata kelola klinik ditinjau dari aspek: (1)

anggaran; (2) SDM; (3) perencanaan; (4) kepemimpinan, dengan definisi:

a. Anggaran adalah dana yang diperlukan untuk membiayai operasionalisasi

pelaksanaan tata kelola klinik oleh komite medik di rumah sakit dan

pemberian insentif untuk staf medis yang melakukan pelayanan kesehatan di

rumah sakit.

b. Sumber daya manusia adalah personil staf medis (dokter dan dokter

spesialis), ketua komite medik, anggota komite medik dan bagian

administrasi.

c. Perencanaan adalah suatu rancangan kegiatan dari pelaksanaan tata kelola

klinik pelayanan medis yang terdiri dari rencana kerja rumah sakit dan

Universitas Sumatera Utara


43

komite medik.

d. Kepemimpinan adalah suatu kemampuan maupun keahlian yang ada pada

direktur rumah sakit dan ketua komite medik dalam menggerakkan atau

memotivasi staf medis di lingkungan rumah sakit untuk mencapai tujuan dari

pelaksanaan tata kelola klinik.

Metode Pengumpulan Data

Metode dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Data Primer

2. Wawancara Mendalam (in depth interview)

3. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara mendalam

dengan informan dipandu dengan pedoman wawancara dan direkam dengan

menggunakan alat perekam. Pedoman wawancara mendalam terdiri atas daftar

pertanyaan mengenai pelaksanaan rujukan yang dilihat dari variable-variabel

yang terdapat dalam kerangka konsep.

4. Data Sekunder

5. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan telaah dokumen, yaitu

khusus dokumen hospital by laws RSUD Deli Serdang, Peraturan Internal

Tenaga Medik RSUD Deli Serdang, struktur organisasi RSUD Deli Serdang,

data data sumber daya manusia di RSUD Deli Serdang, dan data-data

penunjang lainnya. Dokumen tersebut dikumpulkan dan ditelaah untuk

melengkapi hasil dari wawancara mendalam.

Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis domain. Metode ini ditujukan untuk merumuskan determinan pelaksanaan

Universitas Sumatera Utara


44

tata kelola klinik pelayanan medis di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang.

Berdasarkan pendapat para ahli (Faizal, 1999; Spradley, 2007; Sugiyono,

2017) dapat diketahui bahwa analisis domain adalah analisis yang digunakan

untuk memperoleh gambaran/pengertian yang bersifat umum dan relatif

menyeluruh tentang apa yang tercakup di suatu fokus/pokok permasalahan yang

akan diteliti. Hal ini diperlukan untuk menjelaskan data, kemudian

diinterprestasikan dan dilakukan pembahasan dari fokus penelitian.

Adapun tahapan yang dapat dilakukan terdiri dari 6 (enam) langkah, yaitu:

1. Memilih pola/tipe hubungan semantik tertentu atas dasar informasi/fakta yang

tersedia dalam catatan lapangan.

2. Menyiapkan lembaran kerja analisis domain.

3. Memilih pertanyaan atau fakta dalam catatan lapangan yang setidak-tidaknya

memiliki satu kesamaan tertentu (sejenis).

4. Mencari cover term dan included term yang sesuai dengan satu pola atau tipe

hubungan semantic (konsep induk dari sejumlah informan).

5. Memformulasikan pertanyaan struktural untuk masing-masing domain.

6. Membuat daftar semua domain yang tercakup dari hasil seluruh data yang ada.

Tabel 1

Tabel Lembaran Kerja Analisis Domain

Include Term Semantic Relationship Cover Term


Anggaran Adalah sebab dari Pelaksanaan Tata Kelola
SDM Klinik Pelayanan Medis
Perencanaan
Kepemimpinan

Universitas Sumatera Utara


45

Berdasarkan lembaran kerja analisis domain di atas, penyusunan disain

sementara rancangan lembaran kerja analisis domain dilakukan dengan upaya

mencari semua yang memungkinkan ada dalam masalah penelitian dan

disesuaikan dengan fokus penelitian. Contoh implementasi tabel di atas dapat

dijelaskan bahwa determinan (anggaran, SDM, perencanaan dan kepemimpinan)

dapat mempengaruhi dalam pelaksanaan tata kelola klinik berjalan dengan baik

atau tidak, yaitu: keberhasilan dari pelaksanaan tata kelola klinik pelayanan medis

tidak terlepas dari ketersediaannya anggaran. Tidak adanya anggaran (Rp. 0,-)

atau terbatasnya anggaran yang tersedia (hanya Rp. 5.000.000,- dari Rp.

10.000.000,- anggaran yang dibutuhkan) menyebabkan pelaksanaan tata kelola

klinik pelayanan medis tidak berjalan dengan optimal.

Universitas Sumatera Utara


46

Hasil dan Pembahasan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

RSUD Deli Serdang merupakan rumah sakit dengan kelas B yang terletak

di Kota Lubuk Pakam, ibukota kabupaten Deli Serdang. Dari ibukota provinsi

Sumatera Utara (Medan) hanya berjarak ± 29 KM dengan jarak tempuh 30 menit.

Saat ini RSUD Deli Serdang adalah satu-satunya Rumah Sakit Umum milik

pemerintah Kabupaten Deli Serdang yang merupakan pusat rujukan pelayanan

dengan status kelas B Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI

Nomor 1069/MENKES/SK/XI/2008. Tahun 2016 RSUD Deli Serdang telah

menerima sertifikat akreditasi rumah sakit dengan nomor : KARS-

Sert/361/XII/2016 sejak Desember 2016 dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit.

RSUD Deli Serdang mempunyai wilayah kerja 22 Kecamatan yang ada di

kabupaten Deli Serdang dengan jumlah penduduk sebanyak 2.193.070 jiwa (Profil

RSUD Deli serdang, 2017).

RSUD Deli Serdang memiliki berbagai kelebihan: (1). Tempat nyaman

dan ASRI (Apik Serasi Rapi dan Indah); (2). Aman dari berbagai gangguan

kamtibmas; (3). Tersedia pelayanan telekomunikasi berupa wartel 24 jam; (4).

Tersedia mini market dan kantin untuk keperluan pasien, penjaga pasien,

penjenguk, dan lain-lain; (5). Pelayanan Apotik Pelengkap 24 jam; (6). Sarana

tempat ibadah bagi umat muslim (Mushola); (7). Merupakan rumah sakit

pemerintah kabupaten yang terdekat dengan Bandara Kuala Namu; (8). Mudah

dalam transportasi keluar dan masuk (Bis Kota, Angkot, dan Becak) baik dalam

46
Universitas Sumatera Utara
47

kota, luar kota kecamatan, maupun ke Ibukota Provinsi Medan; (9). Dekat dengan

sarana prasarana pelayanan umum lainnya (Pasar, Super Market dll); (10). Luas

Areal : ± 3,2 Ha; (11). Luas Bangunan : ± 15.898 M²; (12). Kapasitas Tempat

Tidur : 256 TT (Profil RSUD Deli serdang, 2017).

Visi dari RSUD Deli Serdang adalah, “Menjadi rumah sakit pendidikan

yang berdaya saing dengan mengutamakan pelayanan professional, inovatif, dan

berbudaya menuju rumah sakit berstandart internasional”.

Adapun misi dari RSUD Deli Serdang adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkkan profesinalisme, sumber daya manusia melalui pendidikan,

pelatihan dan penelitian secara berkesinambungan.

2. Mengembangkan pelayanan unggulan untuk meningkatkan daya saing serta

membangun jejaring dengan institusi lain dalam pelayanan kesehatan.

3. Mengedepankan rasa kemanusiaan serta pengabdian dalam melayani

masyarakat.

4. Menyediakan sarana dalam mendidik mahasiswa fakultas kedokteran menjadi

dokter yang memiliki kompetensi medic, kepekaan social dan berguna bagi

nusa dan bangsa.

Semboyan yang dimiliki oleh RSUD Deli Serdang adalah :

“ABDIKU PELAYANANKU”

“ANDA SEHAT KAMI BANGGA”

RSUD Deli Serdang memiliki motto pelayanan yakni CEPAT, yang

memiliki arti sebagai berikut : Cepat, Efisien, Ramah, Memuaskan, Aman dan

Terjangkau.

Universitas Sumatera Utara


48

Bagan Organisasi

Bagan organisasi dan pembagian jabatan-jabatan serta wewenang dalam

bidang usaha Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang adalah berbentuk garis

lurus atau lini.Dengan demikian terdapat wewenang langsung antara setiap atasan

dan bawahan.Ini berarti bahwa setiap manajer mempunyai wewenang sepenuhnya

pada bawahannya, yang melapor hanya pada manajer tersebut, atau aliran

wewenang langsung dan tidak langsung.

Adapun bagan organisasi yang ada pada Rumah Sakit Umum Daerah Deli

Serdang sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


49

BAGAN ORGANISASI RSUD DELI SERDANG

DIREKTUR

Wadir I Bid. Wadir II Bid. SPI


Komite Adm Umum Pelayanan
Komite

Bag Bag Bag Bid Yanmed Bid Pelayanan Bid Pelayanan


Penunjang Medis Kepewawatan
Kesekretariatan Perencanaan Keuangan
n
Subbag Subbag Subbag SeksiPere Seksi Seksi
Tata Data Dan Data Dan ncanaan Perencana Perencana
Usaha Program Anggaran Bid an Bid an Bid
Umum Yanmed Penunjan Yan
Subbag g Medis Perawata
Subbag Subbag
kepegawa RM dan Mobilisas n
iaian Pelaporan i Dana
Umum Intern Seksi Seksi Seksi
Pengenda Pengenda Pengenda
Subbag Subbag Subbag lian Bid lian Bid lian
Perbendahar Yanmed Penunjan Pelayanan
Umum & Pemasaran aan
Perlengka dan g Medis Perawat
Verifikasi
pan Informasi
RS

KJF KJF
INSTALANSI INSTALANSI

Gambar 2. Bagan organisasi RSUD Deli Serdang

Universitas Sumatera Utara


50

Sumber Daya Manusia


Tabel 2
Jenis dan Jumlah Staf Medis di RSUD Deli Serdang

Jenis Spesialis Jumlah (orang)


Dokter Ahli/Spesialis :
Spesialis Penyakit Dalam 5
Spesialis Obgyn 5
Spesialis Anak 4
Spesialis Bedah 6
Spesialis Mata 2
Spesialis THT 2
Spesialis Kulit dan Kelamin 2
Spesialis Paru 3
Spesialis Neurologi 5
Spesialis Jiwa (Psikiatri) 2
Spesialis Ortodonti 1
Spesialis Patologi Klinik 6
Spesialis Patologi Anatomi 2
Spesialis Radiologi 1
Spesialis Anestesi 3
Spesialis Jantung 1
Total Dokter Ahli/Spesialis 50
Dokter Umum/Dokter Gigi
Dokter Umum 24
Dokter Gigi 4
Total Dokter Umum/Dokter Gigi 28
Part Time Sub Spesialis
Sub Spesialis Gastroenterohepatologi 1
Nefrologi 1
Spesialis Jiwa 1
Spesialis Orthopedi 1
Total Part Time Sub Spesialis 4

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, RSUD Deli Serdang dipimpin

oleh seorang direktur. Memiliki 16 jenis tenaga spesialis, empat jenis sub

spesialis, dokter umum, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya serta tenaga

tenaga non medis lainnya dengan total pegawai sebanyak 639 orang. PNS

berjumlah 358 orang dan

non PNS berjumlah 281) orang.

Universitas Sumatera Utara


51

Karakteristik Informan
Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang yang terdiri dari : (1)

satu informan Direktur RSUD Deli Serdang; (2) satu informan Ketua Komite

Medik; (3) satu informan Wakil Ketua Komite Medik; (4) satu informan

Sekretaris Komite Medik; (5) satu informan bendahara komite medik; (6) satu

informan wakil direktur pelayanan medik; (7) tiga informan anggota komite

medik RSUD Deli serdang; dan (8) satu informan Staf Medis Fungsional.

Tabel 3

Karakteristik Informan

Informan Jenis Pendidikan Jabatan


Kelamin
Informan 1 Laki-laki Dokter Spesialis Direktur RSUD Deli
Kesehatan Jiwa Serdang
Informan 2 Laki-laki Dokter Spesialis Ketua Komite Medik
jantung dan
Pembuluh Darah
Informan 3 Laki-laki Dokter Spesialis Wakil Ketua Komite
Paru Medik
Informan 4 Perempuan Dokter Spesialis Sekretaris Komite
Kulit dan Kelamin Medik
Informan 5 Perempuan Dokter Umum Bendahara Komite Medik
Informan 6 Perempuan Dokter Spesialis Anggota Sub Komite
Patologi Anatomi Mutu Profesi
Informan 7 Perempuan Dokter Umum Staf Medis Fungsional
Informan 8 Perempuan Dokter Spesialis Ketua Sub Komite
Anak Kredensial
Informan 9 Laki-laki Dokter Spesialis Wakil Direktur
Penyakit Dalam Pelayanan Medik
Informan 10 Perempuan Dokter Spesialis Anggota Sub Komite
Obstetri dan Etika/Disiplin Profesi
Ginekologi

Pelaksanaan Tata Kelola Klinik Pelayanan Medik Di RSUD Deli Serdang


Lubuk Pakam
Pelaksanaan tata kelola klinik dalam penelitian ini dibagi ke dalam tiga

bagian tata laksana yaitu (1) Tata laksana kredensial; (2) Tata laksana mutu

Universitas Sumatera Utara


52

profesi; dan (3) Tata laksana etika/disiplin profesi. Selanjutnya determinan

pelaksanaan tata kelola klinik ditinjau dari aspek : (1) Anggaran; (2) SDM; (3)

Perencanaan; dan (4) Kepemimpinan. Keempat aspek determinan yang digunakan

tersebut merupakan suatu kesatuan yang terhubung dan saling menguatkan satu

sama lain. Setiap aspek memiliki proporsi tingkat kepentingan yang tinggi untuk

mewujudkan kinerja tata kelola klinik yang efisien dan efektif.

Tata laksana kredensial. Berdasarkan kerangka pikir penelitian ini, aspek

tata laksana kredensial dapat diukur dari : (1) Proses kredensial; dan (2) Proses

rekredensial. Tata laksana kredensial di RSUD Deli Serdang selengkapnya dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Proses Kredensial. Himpunan informasi tentang proses kredensial

meliputi aspek : (1) pelaksanaan kredensial; dan (2) penyusunan daftar

kewenangan klinis.

Informasi tentang aspek pelaksanaan kredensial di RSUD Deli Serdang

yang diperoleh dari hasil wawancara dengan 10 informan, yang terdiri dari : satu

orang Direktur RSUD Deli Serdang, satu orang Wakil Direktur Pelayanan Medik,

satu orang Ketua Komite Medik, satu orang Wakil Ketua Komite Medik, satu

orang Sekretaris Komite Medik, satu orang Bendahara Komite Medik, tiga orang

anggota sub komite medik, dan satu orang staf medis fungsional, diperoleh

hasil adalah

sebagai berikut:

”Kredensial untuk dokter disini belum berjalan, akan tetapi kalau


untuk perawat sudah berjalan” (Direktur RSUD Deli Serdang)”.

“Proses kredensialing dijalankan. Alur prosesnya SDM yang


melamar ke direksi, lalu direksi akan memberikan surat kepada

Universitas Sumatera Utara


53

sub komite kredensial untuk melaksanakan proses kredensialing,


dan kita berikan surat balasan berupa rekomendasi dari komite
medik ke direksi. Tapi kenyataannya hal ini tidak berjalan secara
rutin. Terkadang SDM yang baru sudah ada di dalam pelayanan
tanpa diketahui oleh komite medik, yang artinya bahwa SDM
tersebut tidak melewati proses kredensial” (Ketua Komite
Medik).

“Proses kredensial untuk dokter yang bekerja disini belum


dijalankan secara rutin” (Wakil Ketua Komite Medik).

“Saya kira belum pernah melaksanakan proses kredensial untuk


dokter disini. Dokumen kredensial hanya dipersiapkan untuk
akreditasi” (Sekretaris Komite Medik).

“Proses kredensial tidak terlalu berjalan. Awal bulan januari ada


dokter yang baru masuk, itu sempat dikredensialing oleh sub
komite kredensial. Setau saya hanya sekali itu saja. Selainnya
kredensial yang dilakukan hanya berupa pengumpulan berkas-
berkas sebagai keperluan akreditasi saja”(Bendahara Komite
Medik).

”Kredensialing sampai sekarang kita bingung karena tidak aktif.


Harusnya dari kredensialing ini diterbitkan RKK dan SPK, tapi
kenyataannya kredensial saja tidak dilaksanakan sehingga RKK
dan SPK pun tidak ada. Sudah saya sampaikan bahwa kredensial
ini sangat penting bagi dokter yang melakukan pelayanan. Tapi
bukitnya pun sampai saat ini tidak juga dilakukan. Hanya berupa
pengumpulan berkas-berkas yang dibutuhkan pada saat mau
akreditasi dan untuk BPJS”(Anggota Sub Komite Mutu Profesi).

“Kredensial seharusnya dilaksanakan karena diperlukan untuk


akreditasi, namun saya tidak tahu pastinya bagaimana
pelaksanaannya disini” (Staf Medis Fungsional).

“Kredensialing untuk dokter tidak berjalan seperti yang


diharapkan. Kredensialing dilakukan hanya sebagai pelengkap
untuk dokumen akreditasi rumah sakit dan BPJS. Karena apabila
dokumen kredensialing tidak ada, maka jasa medic yang dari
BPJS tidak dapat dicairkan. Kalau untuk perawat sudah
berjalan” (Ketua Sub Komite Kredensial).

“Kredensialing dilakukan dua komite, yaitu untuk dokter dan


keperawatan. Hasil tahun lalu terdapat 9 perawat yang kita
rumahkan berdasarkan kredensialing karena tidak cakap dalam 1
tahun pembinaan. Kemudian ada 10 orang dalam pengawasan 3

Universitas Sumatera Utara


54

bulan dan sekitar 56 orang masuk dalam pengawasan 6 bulan


pembinaan. kredensialing untuk dokter minimal dilakukan sekali
setahun. Tapi sepertinya memang kredensial untuk dokter belum
berjalan dengan baik” (Wakil Direktur Pelayanan Medik).

“Belum dijalankan dengan maksimal. Pernah dilakukan tapi tidak


secara rutin. Tapi dokumen kredensial ada hanya untuk
keperluan akreditasi”(Anggota Sub Komite Etika/Disiplin
Profesi).

Selanjutnya aspek proses kredensial yang ditinjau dari proses penyusunan

daftar kewenangan klinis yang diberikan kepada dokter/dokter spesialis sesuai

dengan keahliannya diperoleh dari hasil wawancara dengan 10 informan, yang

terdiri dari : satu orang Direktur RSUD Deli Serdang, satu orang Wakil Direktur

Pelayanan Medik, satu orang Ketua Komite Medik, satu orang Wakil Ketua

Komite Medik, satu orang Sekretaris Komite Medik, satu orang Bendahara

Komite Medik, tiga orang anggota sub komite medik, dan satu orang staf medis

fungsional, diperoleh hasil sebagai berikut:

“Rincian kewenangan klinis untuk dokter sudah ada. tapi memang


belum lengkap untuk semua dokter yang bekerja” (Direktur
RSUD Deli Serdang).

“Daftar kewenangan klinis ada, tapi tidak untuk semua dokter. Di


dalam rincian kewenangan klinis terdapat poin-poinnya, rincian
terlampirnya juga ada” (Ketua Komite Medik).
“Kalau menurut saya secara rinci daftar kewenangan klinis setiap
dokter tidak ada. sudah saya sampaikan bahwa tahapannya
bukan hanya untuk pengumpulan berkas saja, tapi daftar
kewenangan klinis itu untuk melihat kompetensi setiap dokter,
karena masing-masing dokter memiliki kompetensi yang berbeda
walaupun spesialisnya sama. Tapi kenyataannya tidak
dilakukan” (Wakil Ketua Komite Medik)

“Mungkin ada ya, saya tidak mengetahuinya secara pasti. Tapi


saya kira tidak ada” (Sekretaris Komite Medik).
“Daftar kewenangan klinis ada tapi sepertinya tidak untuk semua
dokter dan tidak lengkap. Dan mungkin hanya sebagai pelengkap
saja untuk arsip” (Bendahara Komite Medik).

Universitas Sumatera Utara


55

“Alurnya sebenarnya sudah jelas mulai dari dokter yang baru


masuk dilaksanakan kredensialing, kemudian hasilnya RKK
sampai menerbitkan SPK. Satu pun dari alur tersebut tidak
berjalan. Clinical pathway mungkin juga ada, tapi hanya
disimpan sebagai syarat utk akreditasi nanti. Saya pun tidak tahu
bagaimana mereka bisa memberikan kepada surveyor akreditasi
untuk berkas-berkas RKK dan SPK. Sudah saya beritahukan
bahwa akreditasi sebenarnya adalah nafas dari rumah sakit.
Karena bisa diketahui bahwa bagaimana rumah sakit itu bisa
berjalan dengan benar dan pasien pun tertangani dengan baik”
(Anggota Sub Komite Mutu Profesi)

“Kewenangan klinis kemungkinan ada karena itu diperlukan juga


untuk BPJS. Tapi prosesnya penyusunannya saya tidak tahu
secara pasti” (Staf Medis Fungsional).

“Daftar kewenangan klinis ada karena merupakan salah satu


syarat untuk akreditasi. Tetapi untuk mendapatkan daftar
kewenangan klinis itu saya tidak tahu bagaimana alurnya dan
menjadi persyaratan dari BPJS untuk pencairan jasanya” (Ketua
Sub Komite Kredensial).

“Semua masing-masing wajib ada karena itu amanat akreditasi,


sesuai dengan BPJS yang akan membayar dokter disini jika
memiliki kewenangan klinis yang disahkan oleh direktur” (Wakil
Direktur Pelayanan Medik).

”Kewenangan klinis ada tapi prosesnya mungkin belum mengikuti


sesuai dengan alur yang sebenarnya. Masih harus diperbaiki”
(Anggota Sub Komite Etika/Disiplin Profesi).

Dari hasil wawancara di atas diperoleh bahwa (8 orang informan; 80%)

menyatakan proses pelaksanaan kredensial bagi staf medis di RSUD Deli Serdang

masih cenderung hanya dilakukan sebatas formalitas untuk keperluan akreditasi

rumah sakit dan pencairan jasa medis oleh BPJS, sehingga daftar kewenangan

klinis yang ada dibuat tidak berdasarkan prosedur yang sebenarnya, yaitu melalui

tahap kredensialing. Staf medis yang bekerja memiliki daftar kewenangan klinis

yang dibuat tidak melalui proses kredensial yang seharusnya sesuai dengan aturan

yang ada. Selanjutnya pernyataan lain diperoleh dari (2 orang informan; 20%)

Universitas Sumatera Utara


56

yang menyatakan bahwa pelaksanaan kredensial sudah dijalankan kepada tenaga

perawat, namun untuk dokter belum dijalankan.

Proses rekredensial. Informasi tentang aspek pelaksanaan rekredensial di

RSUD Deli Serdang yang diperoleh dari hasil wawancara dengan 10 informan,

yang terdiri dari : satu orang Direktur RSUD Deli Serdang, satu orang Wakil

Direktur Pelayanan Medik, satu orang Ketua Komite Medik, satu orang Wakil

Ketua Komite Medik, satu orang Sekretaris Komite Medik, satu orang

Bendahara Komite Medik, tiga orang anggota sub komite medik, dan satu orang

staf medis fungsional, diperoleh informasi sebagai berikut:

“Untuk rekredensial belum dilaksanakan. Setiap SIP dokter yang


bekerja akan habis masa berlakunya, kita hanya memberitahu
agar dokter tersebut memperpanjang SIP”(Direktur RSUD Deli
Serdang).
“Seharusnya memang kita buat. Tapi rekredensialing baru akan
kita buat dan itupun secara bertahap. Karena data yang lama
dulu saat saya tinggal sekolah filenya hilang. Jadi memang
rekredensial belum kita lakukan” (Ketua Komite Medik).

“Tidak ada rekredensialing, karena kredensial saja belum rutin


dilaksanakan”(Wakil Ketua Komite Medik).

“Setahu saya belum pernah dijalankan. Kredensial dokter saja


tidak dijalankan, apalagi rekredensial” (Sekretaris Komite
Medik).

“Rekredensialing belum pernah dilaksanakan. Karena kredensial


yang sudah dilakukan kepada dokter yang baru masuk belum
habis masa berlakunya. Untuk dokter yang lama belum pernah
rekredensial” (Bendahara Komite Medik).

“Rekredensial tidak pernah dijalankan, karena kredensial belum


dilaksanakan secara benar”(Anggota Sub Komite Mutu Profesi).

“Rekredensial seharusnya ada jika kredensialing sebelumnya


dilakukan. Tapi ini tidak ada” (Staf Medis Fungsional).

“Belum pernah dijalankan, karena kredensial dokter belum


berjalan. Hanya keperawatan yang menjalankan kredensial.

Universitas Sumatera Utara


57

Semua itu hanya sebagai pelengkap administrasi saja” (Ketua


Sub Komite Kredensial).

“Ada berjalan, rekredensialing itu artinya kredensialing yang


dilakukan berulang terhadap tenaga medis yang sama apakah
masih layak dengan yang ditetapkan setahun sebelumnya. Tapi
yang sudah berjalan untuk keperawatan. Untuk staf medis belum”
(Wakil Direktur Pelayanan Medik).

“Sepertinya belum pernah dijalankan” (Anggota Sub Komite


Etika/Disiplin Profesi).

Dari hasil wawancara di atas tentang proses rekredensial, seluruh informan (10

orang informan; 100%) menyatakan bahwa rekredensial belum pernah dilakukan

di RSUD Deli Serdang. Hal ini dikarenakan proses kredensial untuk staf medis

belum dilakukan. Rekredensial adalah proses reevaluasi terhadap staf medis yang

telah memiliki kewenangan klinis (clinical privilege) untuk menentukan

kelayakan pemberian kewenangan klinis tersebut. Pelaksanaan rekredensialing

dilakukan pada dasarnya untuk memeriksa dan mengevaluasi kembali terhadap

daftar kewenangan klinis yang ditetapkan kepada staf medis pada periode

sebelumnya. Hal ini tentunya sangat penting karena berkaitan dengan keselamatan

pasien pada saat memberikan pelayanan kesehatan.

Berdasarkan hasil penelitian di atas dengan seluruh informan tentang tata

laksana kredensial yang meliputi proses kredensial dan proses rekredensial dapat

disimpulkan bahwa pelaksanaan tata laksana kredensial belum dijalankan dengan

baik sesuai dengan Permenkes Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011 yang

mengatur tentang penyelenggaraan komite medik di rumah sakit. Dalam peraturan

tersebut pada pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa kredensial harus dilakukan kepada

staf medis yang akan memberikan pelayanan medis di rumah sakit. Kredensial

Universitas Sumatera Utara


58

adalah proses evaluasi terhadap staf medis untuk menentukan kelayakan diberikan

kewenangan klinis (clinical privilege). Pelaksanaan kredensial dilaksanakan oleh

subkomite kredensial. Proses kredensial tersebut dilaksanakan dengan semangat

keterbukaan, adil, obyektif, sesuai dengan prosedur, dan terdokumentasi.

Kredensial merupakan syarat penting yang harus dipenuhi bagi tenaga

medis sebelum melakukan pelayanan medik kepada pasien. Kredensialing adalah

proses untuk memenuhi standar sebagai upaya mengedepankan keselamatan

pasien, memiliki kompetensi dan akuntabilitas yang baik sehingga dapat

memberikan pelayanan yang professional dan bermutu (Dyah, 2018).

Menurut Permenkes Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011, proses

kredensialing dilakukan dengan 2 (dua) alasan utama, yaitu : (1) banyak faktor

yang mempengaruhi kompetensi setelah seseorang mendapatkan sertifikat

kompetensi dari kolegium, diantaranya: (a) Perkembangan ilmu di bidang

kedokteran untuk suatu pelayanan medis tertentu sangat pesat, sehingga

kompetensi yang diperoleh saat menerima sertifikat kompetensi bisa kedaluarsa,

bahkan dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak aman bagi pasien; (b) lingkup

suatu cabang ilmu kedokteran tertentu senantiasa berkembang dari waktu ke

waktu sehingga suatu tindakan yang semula tidak diajarkan pada penerima brevet

pada periode tertentu, dapat saja belakangan diajarkan pada periode selanjutnya,

bahkan dianggap merupakan suatu kemampuan yang standar. Hal ini

mengakibatkan bahwa sekelompok staf medis yang menyandang sertifikat

kompetensi tertentu dapat saja memiliki lingkup kompetensi yang berbeda-beda;

(2) keadaan kesehatan seseorang dapat saja menurun akibat penyakit tertentu atau

karena bertambahnya usia sehingga mengurangi keamanan pelayanan medis yang

Universitas Sumatera Utara


59

dilakukannya. Kompetensi fisik dan mental dinilai melalui uji kelayakan

kesehatan baik fisik maupun mental. Tindakan verifikasi kompetensi profesi

medis tersebut oleh rumah sakit disebut sebagai mekanisme kredentialing, dan hal

ini dilakukan demi keselamatan pasien.

Berdasarkan dua alasan utama di atas, kredensialing dilaksanakan oleh

komite medik memiliki orientasi untuk keselamatan pasien dalam memberikan

pelayanan kesehatan. Sehingga diperlukan implementasi yang optimal dalam

menjalankan fungsi kredensialing untuk menghindari berbagai hal yang tidak

diinginkan pada saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian (Hartati, 2014; Tyas,

2016; dan Marwiati, 2018;) yang menyatakan bahwa pelaksanaan kredensial oleh

komite medik belum dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang ada. Pada

dasarnya dokter memiliki kebutuhan perbaikan sistem kredensial, pemberian

kewenangan klinis tertulis, pengembangan profesi, sistem audit, disiplin profesi

dan pemberian sanksi mencerminkan kinerja komite medis yang lebih baik

dibandingkan dengan yang tidak melakukan hal-hal tersebut. Dampak dari tidak

dilakukannya kredensial dan implementasi kompetensi perawat klinis I yang tidak

sesuai dengan surat penugasan klinis akan menyebabkan komplain dari pasien

serta adanya insiden keselamatan pasien.

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tata

laksana kredensial untuk staf medis di RSUD Deli Serdang belum berjalan dengan

baik sesuai dengan peraturan yang ada. Dalam peraturan tersebut dinyatakan

bawah setiap rumah sakit harus melaksanakan proses kredensial bagi seluruh staf

medis yang akan memberikan pelayanan medik. Dari proses kredensial tersebut

Universitas Sumatera Utara


60

akan menghasilkan daftar kewenangan klinis bagi staf medis yang akan

memberikan pelayanan medik di rumah sakit. Meskipun RSUD Deli Serdang

telah memiliki Peraturan Internal Tenaga Medik (Medical Staf Bylaws) yang

didalamnya tercantum, bahwa kredensial dilaksanakan oleh subkomite kredensial

dengan tujuan untuk menyelenggarakan tata kelola klinik yang baik agar mutu

pelayanan medis lebih terjamin dan terlindungi, akan tetapi walaupun peraturan

telah dibuat sendiri, RSUD Deli Serdang tetap tidak menjalankan proses

kredensial.

Dengan dilakukannya proses kredensial bagi staf medis, maka staf medis

yang akan melakukan pelayanan medik di rumah sakit merupakan staf medis yang

professional dan kredibel. Hal ini bertujuan untuk menjaga keselamatan pasien.

Tata laksana mutu profesi. Berdasarkan kerangka pikir penelitian ini,

aspek tata laksana mutu profesi dapat ditinjau dari : (1) audit medis; (2)

pelaksanaan evidence based; (3) rekomendasi pertemuan ilmiah; dan (4)

rekomendasi pendidikan berkelanjutan. Aspek-aspek tersebut selengkapnya dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Audit medis. Himpunan informasi tentang audit medis meliputi aspek : (1)

meningkatkan mutu profesi staf medis; dan (2) pelaksanaan audit medis.

Informasi tentang aspek meningkatkan mutu profesi staf medis di RSUD

Deli Serdang yang diperoleh dari hasil wawancara dengan 10 informan, yang

terdiri dari : satu orang Direktur RSUD Deli Serdang, satu orang Wakil Direktur

Pelayanan Medik, satu orang Ketua Komite Medik, satu orang Wakil Ketua

Komite Medik, satu orang Sekretaris Komite Medik, satu orang Bendahara

Komite Medik, tiga orang anggota sub komite medik, dan satu orang staf medis

Universitas Sumatera Utara


61

fungsional, diperoleh hasil adalah sebagai berikut:

“Untuk peningkatan mutu SDM banyak yang kami lakukan. Yang


pertama kami melengkapi sarana prasarana berupa alat-alat
yang dibutuhkan masing-masing SMF agar pelayanan bisa
berjalan, kedua kami memberikan pelatihan-pelatihan untuk
SDM dengan menyiapkan anggarannya. Baru tahun inilah kami
menyiapkan anggaran yang cukup besar untuk pelatihan. Tahun
sebelumnya belum ada“ (Direktur RSUD Deli Serdang).

“Pihak manajemen menyediakan sarana dan prasarana untuk


kebutuhan masing-masing SMF. Dokternya juga diikutkan
pelatihan atau kursus singkat” (Ketua Komite Medik).

“Peningkatan mutu dilakukan dengan ikut serta pelatihan dan


kursus singkat. Tapi menurut saya terkadang tidak efisien ya,
karena siapa yang berangkat ikut kursus tapi sampai di rumah
sakit yang mengaplikasikan alat-alat yang tersedia bukan yang
orang sama untuk berangkat kursus. Karena motivasinya
mungkin hanya untuk jalan-jalan” (Wakil Ketua Komite Medik).

“Ada untuk mengikuti pelatihan-pelatihan dalam rangka


peningkatan dan pemeliharaan mutu pelayanan. Sarana dan
prasarana juga dilengkapi oleh rumah sakit” (Sekretaris Komite
Medik).
“Untuk peningkatan mutu dari komite medik mengundang SMF
untuk melakukan edukasi atau seminar. Pelatihan dan kursus-
kursus juga ada dilakukan dan diikuti oleh dokter-dokter sini”
(Bendahara Komite Medik).

“Untuk peningkatan mutu, ada pelatihan dan kursus yang diikuti


oleh dokter-dokter spesialis. Tapi itu lebih banyak mereka
menggunakan biaya sendiri. Ada juga yang dibiayai oleh pihak
rumah sakit kalau memang ada biayanya. Untuk tahun ini saya
dengar sudah dianggarkan untuk ikut pelatihan, tapi tidak tahu
benar atau tidak ya” (Anggota Sub Komite Mutu Profesi).
“Dilaksanakan tapi tidak terlalu sering seperti pelatihan atau
seminar. Jika ada pelatihan, seminar ataupun kursus yang mau
ikut mengajukan ke pihak rumah sakit. Jika ada biaya dibiayai
oleh rumah sakit, tetapi jika tidak ada biaya maka biaya sendiri”
(Staf Medis Fungsional).
“Untuk peningkatan mutu rumah sakit seperti biasanya
melaksanakan seminar, workshop dan pelatihan yang sesuai
dengan kebutuhan dokter” (Ketua Sub Komite Kredensial).

Universitas Sumatera Utara


62

“Peningkatan mutu baru berjalan di tahun 2018, karena 2017


masih dalam pembenahan rumah sakit. Jadi 2018 kami sudah
mulai meningkatkan mutu seperti melakukan pelatihan tahun
2018 terdapat 8 dokter untuk bidang tertentu. Pelatihan untuk
perawat lebih dominan, sekitar 400 perawat tahun lalu dilakukan
pelatihan BTCLS untuk trauma dan pelatihan ICU. Tahun 2018
memang sebagai tahun peningkatan mutu, diharapkan tahun ini
sebagai pemantapan mutu” (Wakil Direktur Pelayanan Medik).

“Seperti biasanya disini juga ada dilakukan seperti pelatihan


dan seminar, namun secara kuantitas mungkin belum terlalu
banyak. Masih harus lagi ditingkatkan” (Anggota Sub Komite
Etika/Disiplin Profesi).

Selanjutnya untuk informasi tentang aspek audit medis yang ditinjau dari

bagaimana pelaksanaan aduit medis di RSUD Deli Serdang, diperoleh dari hasil

wawancara dengan 10 informan, yang terdiri dari : satu orang Direktur RSUD

Deli Serdang, satu orang Wakil Direktur Pelayanan Medik, satu orang Ketua

Komite Medik, satu orang Wakil Ketua Komite Medik, satu orang Sekretaris

Komite Medik, satu orang Bendahara Komite Medik, tiga orang anggota sub

komite medik, dan satu orang staf medis fungsional, diperoleh hasil adalah

sebagai berikut:

“Saya akui memang audit medis di rumah sakit ini masih jarang
dilakukan. Kedepannya nanti akan mulai dilaksanakan dengan
baik” (Direktur RSUD Deli Serdang).

“Audit medis pernah dilakukan terhadap staf medis. Untuk


pelaksanaannya memang belum dilaksanakan secara baik dan
tidak rutin” (Ketua Komite Medik).

“Dulu sepertinya pernah dilakukan ya. Tapi tidak terhadap


seluruh staf medis. Kalau tahun ini belum pernah” (Wakil Ketua
Komite Medik).

“Sepertinya belum pernah dilakukan audit medis disini. Banyak


kegiatan komite medik yang kegiatannya tidak berjalan dengan
baik. Harus perlu ditingkatkan lagi” (Sekretaris Komite Medik).

Universitas Sumatera Utara


63

“Audit medis tidak pernah dilakukan” (Bendahara Komite Medik).


“Audit medis pernah dilakukan. Tapi untuk waktunya kapan saya
tidak tahu secara pasti. Audit medis tidak dilakukkan secara
keseluruhan untuk staf medis. Sudah sering saya infokan kepada
pimpinan terkait kegiatan komite medik apa saja yang menjadi
prioritas. Karena kami ini bekerja memberikan jasa pelayanan.
Dan dalam pelaksanaannya harus dilakukan pengawasan dan
evaluasi agar pelayanan yang diberikan kepada pasien menjadi
lebih baik lagi” (Anggota Sub Komite Mutu Profesi).

“Saya kurang tahu tentang hal itu” (Staf Medis Fungsional).

“Seharusnya setiap rumah sakit yang memberikan pelayanan


kepada pasien melakukan audit medis ini untuk dokter-dokter
yang bekerja. disini pernah dilakukan, tapi tidak berjalan rutin.
Mungkin hanya untuk keperluan akreditasi” (Ketua Sub Komite
Kredensial).

“Untuk audit medis sudah pernah kita lakukan kepada beberapa


dokter yang memang dirasa perlu dilakukan pengawasan.
Memang pelaksanaannya tidak rutin dilakukan. Masih sangat
kurang” (Wakil Direktur Pelayanan Medik).

“Seharusnya sich dilakukan ya audit medis ini. Tapi saya kurang


tahu jelas tentang audit medis ini, bagaimana prosesnya disini”
(Anggota Sub Komite Etika/Disiplin Profesi).

Dari hasil wawancara di atas, seluruh informan (10 orang; 100%)

menyatakan bahwa pelaksanaan peningkatan mutu profesi staf medis di RSUD

Deli Serdang dilakukan melalui pelatihan, workshop dan seminar, walaupun

pelaksanaannya dirasa belum maksimal. Hal ini dikarenakan biaya yang

dikeluarkan utnuk mengikuti kegiatan tersebut, terkadang masih menggunakan

biaya sendiri, bukan didapat dari manajemen rumah sakit. Selanjutnya ada dua

orang informan yang memberikan pernyataan bahwa pelaksanaan peningkatan

mutu profesi staf medis dilaksanakan melalui perbaikan sarana dan prasarana dan

untuk menunjang penggunaan sarana dan prasarana tersebut, para dokter

diberikan kursus-kursus atau pelatihan sesuai dengan kompetensinya.

Universitas Sumatera Utara


64

Pelaksanaan audit medis di RSUD Deli Serdang, (7 orang informan; 70%)

menyatakan bahwa audit medis belum berjalan dengan baik. Audit medis bukan

digunakan untuk menduga ada atau tidaknya kesalahan dari staf medis pada kasus

tertentu. Tetapi audit medis ini dilakukan untuk mengetahui apakah pelayanan

medis yang diberikan kepada pasien dilakukan sudah sesuai dengan standar yang

telah ditetapkan. Menurut (2 orang informan; 20%), mereka menyatakan bahwa

audit medis tidak pernah dilakukan di RSUD Deli Serdang. Bahkan menurut (1

orang informan; 10%) tidak mengetahui tentang audit medis ini.

Pelaksanaan evidence based. Himpunan informasi tentang proses

pelaksanaan evidence based meliputi aspek : (1) kejadian COD; dan (2) tindak

lanjut dari COD.

Informasi tentang aspek kejadian COD di RSUD Deli Serdang yang

diperoleh dari hasil wawancara dengan 10 informan, yang terdiri dari : satu orang

Direktur RSUD Deli Serdang, satu orang Wakil Direktur Pelayanan Medik, satu

orang Ketua Komite Medik, satu orang Wakil Ketua Komite Medik, satu orang

Sekretaris Komite Medik, satu orang Bendahara Komite Medik, tiga orang

anggota sub komite

medik, dan satu orang staf medis fungsional, diperoleh hasil adalah sebagai

berikut:

“COD di RSUD Deli Serdang ada. RSUD Deli Serdang adalah


teaching hospital. Jadi jika ada kasus COD,masing-masing SMF
yang akan menindaklanjutinya”(Direktur RSUD Deli Serdang).

“COD ada tapi tidak sering, Dalam tahun ini terjadi 3 sampai 4
kali” (Ketua Komite Medik).

Universitas Sumatera Utara


65

“COD di tiap rumah sakit menurut saya pasti ada. Apalagi ini
adalah rumah sakit sebagai teaching hospital”(Wakil Ketua
Komite Medik).

“Ada tergantung kasusnya. Disini setiap hari ada saja pasien yang
meninggal” (Sekretaris Komite Medik).

“COD saya kurang mengerti ada atau tidak” (Bendahara Komite


Medik).

“COD ada. Tiap hari ada pasien yang meninggal sebenarnya,


akan tetapi tidak pernah diketahui penyebabnya karena
apa”(Anggota Sub Komite Mutu Profesi).

“COD pasti ada ya. Untuk jumlahnya saya tidak tahu” (Staf Medis
Fungsional).

“COD disini ada. Jumlahnya yang tidak tahu dan tidak ada tindak
lanjutnya.” (Ketua Sub Komite Kredensial).

“Untuk 2017, COD belum pernah di data dengan baik, tapi untuk
2018 baru kita rencanakan untuk membuat COD dengan laporan
kasusnya” (Wakil Direktur Pelayanan Medik).

“COD di RSUD Deli Serdang ada. Setiap rumah sakit pasti


pernah mengalami COD” (Anggota Sub Komite Etika/Disiplin
Profesi).

Selanjutnya untuk informasi tentang aspek pelaksanaan evidence based

yang ditinjau dari proses tindak lanjut Case of Death (COD) seperti kegiatan

morning report untuk mengetahui penyebab dari terjadinya COD diperoleh dari

hasil wawancara dengan 10 informan, yang terdiri dari : satu orang Direktur

RSUD Deli Serdang, satu orang Wakil Direktur Pelayanan Medik, satu orang

Ketua Komite Medik, satu orang Wakil Ketua Komite Medik, satu orang

Sekretaris Komite Medik, satu orang Bendahara Komite Medik, tiga orang

anggota sub komite medik, dan satu orang staf medis fungsional, diperoleh hasil

adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


66

“Karena COD ini termasuk dalam patient safety, jadi ada di


dalam tim akreditasi untuk menindaklanjutinya. Tapi memang
jika ada terjadi COD, jarang ditindaklanjuti. Morning report
kalau menurut saya juga jarang dilakukan. Akan tetapi untuk
rumah sakit secara keseluruhan setiap hari Selasa pagi saya
mengadakan apel untuk mengevaluasi hal-hal apa yang terjadi
dalam seminggu”(Direktur RSUD Deli Serdang).

“Terkadang ada tindak lanjutnya, apabila dirasa disebabkan


karena bertabrakan dengan salah satu disiplin ilmu. Untuk
morning report rutin saya rasa tidak pernah dilakukan.
Seharusnya memang COD itu harus disampaikan apa
penyebabnya. Tapi terkadang COD ini kesannya mencari causa
kematian, jadi ada salah satu disiplin ilmu yang merasa
disudutkan. Sehingga kesannya ada yang tidak mau
menampilkan penyebabnya. Harusnya memang ditampilkan
penyebab dari COD karena disini terdapat coass dan sebagai
teaching hospital” (Ketua Komite Medik).

“Tidak ada pernah dilaksanakan tindak lanjut dari COD ini. Jadi
tidak diketahui penyebabnya secara pasti”(Wakil Ketua Komite
Medik).

“Jika ada COD tidak pernah ditindaklanjuti. Morning report tidak


pernah dilakukan disini. Padahal ini teaching hospital, jadi saya
rasa pasti ada COD yang disebabkan human error” (Sekretaris
Komite Medik).

“Morning report tidak pernah dilakukan selama saya disini sudah


sekitar 3 tahun” (Bendahara Komite Medik).

“Jika terjadi COD disini tidak pernah ada tindak lanjutnya.


Pembahasan saja tidak ada, apalagi tindak lanjutnya. Morning
report juga tidak pernah dilakukan. Jadi jika terjadi COD tidak
pernah diketahui apa penyebabnya”(Anggota Sub Komite Mutu
Profesi).

“Morning report tidak pernah ada. COD ada tapi tidak pernah
diselesaikan atau dibahas” (Staf Medis Fungsional).

“Jika kasusnya menarik apalagi berhubungan dengan urusan


publik biasanya dibuat, atau jika kita ingin mencari apa
penyebab kematian yang tidak normal biasanya dikaji walaupun
tidak semua. Morning report belum dilakukan tapi ada rencana,
karena kita ada koas disini. Hanya saja kesediaan spesialis

Universitas Sumatera Utara


67

waktunya agak susah ditemukan menjadi kelemahan bagi kita”


(Ketua Sub Komite Kredensial).

“Belum pernah ada tindak lanjutnya. Kami baru akan


merencanakan tindak lanjut jika terjadi COD seperti laporan
kasus” (Wakil Direktur Pelayanan Medik).

“Tidak pernah ada tindak lanjut dari COD. Kasus kematian setiap
hari disini pasti ada. tapi memang tidak pernah dibahas secara
khusus.” (Anggota Sub Komite Etika/Disiplin Profesi).

Dari hasil wawancara di atas, seluruh informan (10 orang; 100%) menyatakan

bahwa kejadian COD di RSUD Deli Serdang ada, namun jumlahnya tidak

diketahui secara pasti. Informasi yang didapat dari seluruh informan, tindakan

yang diambil oleh rumah sakit belum ada jika COD ini terjadi, seperti untuk

pelaksanaan morning report sampai saat ini belum pernah dilaksanakan. Sehingga

penyebab dari COD seringkali tidak diketahui dengan pasti.

Informasi yang didapat dari (2 orang informan; 20%) menyebutkan bahwa

tindak lanjut dilakukan jika terdapat COD yang hanya untuk kasus-kasus tertentu

saja yang dinilai menarik dan penting untuk ditindaklanjuti. Pelaksanaan tindakan

jika COD terjadi pada dasarnya merupakan bagian dari implementasi pelaksanaan

evidence based yang bertujuan untuk mempertajam keterampilan staf medis,

penerapan SOP, mengoptimalkan pelayanan pasien dan memperjelas kausalitas

suatu kejadian atau kematian.

Rekomendasi pertemuan ilmiah. Informasi tentang pelaksanaan

pertemuan ilmiah di RSUD Deli Serdang yang diperoleh dari hasil wawancara

dengan 10 informan, yang terdiri dari : satu orang Direktur RSUD Deli Serdang,

satu orang Wakil Direktur Pelayanan Medik, satu orang Ketua Komite Medik,

satu orang Wakil Ketua Komite Medik, satu orang Sekretaris Komite Medik, satu

Universitas Sumatera Utara


68

orang Bendahara Komite Medik, tiga orang anggota sub komite medik, dan satu

orang staf medis fungsional, diperoleh hasil sebagai berikut:

“Untuk pertemuan ilmiah ada dilakukan. Disini namanya in house


training. Dalam sebulan kurang lebih 2 -3 kali. Untuk perawat
lebih sering dilakukan, yaitu 2 kali seminggu”(Direktur RSUD
Deli Serdang).

“Idealnya kita lakukan setiap bulan. Saat rapat komite medis ada
penampilan presentasi yang kita lakukan dan ada juga
pembicara dari luar yang kita undang untuk poin tertentu sekitar
3 sampai 4 kali dalam setahun” (Ketua Komite Medik).

“Hanya berupa seminar atau workshop yang dilaksanakan di


rumah sakit maupun di luar”(Wakil Ketua Komite Medik).

“Ada seperti biasa berupa seminar-seminar, workshop dan


ceramah” (Sekretaris Komite Medik).

“Kalau menurut saya ada tapi memang belum maksimal”


(Bendahara Komite Medik).

“Ada dilakukan pertemuan internal. Bimbingan teknis setiap tahun


pasti diadakan. Tapi siapa yang dilatih saat itu dan orang yang
mengerjakannya berbeda. Pernah saya sampaikan bahwa yang
datang untuk bimtek itu adalah surveyor, jadi jika yang datang
berbeda dengan yang sebelumnya maka surveyor ini tahu bahwa
memang rumah sakit ini bisa terakreditasi atau tidak, direkturnya
serius atau tidak dalam memajukan rumah sakitnya”(Anggota
Sub Komite Mutu Profesi).

“Ada dilaksanakan tapi tidak terlalu sering terkesan masih


seadanya saja” (Staf Medis Fungsional).

“Ada biasa saja. Kalau menurut saya kurang berjalan dengan


baik” (Ketua Sub Komite Kredensial).

“Pada tahun 2018 setidaknya sudah 7 kali dan mengajak juga


pembicara dari luar untuk memberikan pencerahan update ilmu
bagi dokter disini” (Wakil Direktur Pelayanan Medik).

“Seperti biasanya ada dilakukan, namun mungkin belum terlalu


sering” (Anggota Sub Komite Etika/Disiplin Profesi).

Universitas Sumatera Utara


69

Dari hasil wawancara di atas, seluruh informan (10 orang; 100%) menyatakan

bahwa pertemuan ilmiah internal yang dilakukan berupa seminar-seminar dan

workshop. Akan tetapi pelaksanaan pertemuan ilmiah internal tersebut dilakukan

belum maksimal. Hal ini dikarenakan pertemuan tersebut belum sesuai sasaran

dan tujuannya serta frekuensi pelaksanaannya yang masih kurang.

Rekomendasi pendidikan berkelanjutan. Informasi tentang rekomendasi

pendidikan berkelanjutan di RSUD Deli Serdang yang diperoleh dari hasil

wawancara dengan 10 informan, yang terdiri dari : satu orang Direktur RSUD

Deli Serdang, satu orang Wakil Direktur Pelayanan Medik, satu orang Ketua

Komite Medik, satu orang Wakil Ketua Komite Medik, satu orang Sekretaris

Komite Medik, satu orang Bendahara Komite Medik, tiga orang anggota sub

komite medic, dan satu orang staf medis fungsional, diperoleh hasil adalah

sebagai berikut:

“Kita beri kesempatan dan dialokasikan dananya cukup besar


hampir 400 juta per tahun dari rumah sakit di luar sponsor.
Walaupun dengan dana sponsor, saya yang tanda tangan untuk
memberikan ijinnya. Dan jika ditotalkan hampir 1 milyar dengan
yang mandiri”(Direktur RSUD Deli Serdang)".

“Hal ini bekerja sama dengan manajemen yang didukung penuh


oleh bupati, ada dana yang disediakan dan sudah dilaksanakan.
Saat ini ada dua dokter yang sedang sekolah. Untuk mengikuti
kursus-kursus singkat juga banyak dilaksanakan” (Ketua Komite
Medik).

“SDM di rumah sakit diberikan kesempatan untuk mengikuti


kursus bagi dokter/dokter spesialis dan pendidikan berkelanjutan
bagi dokter spesialis”(Wakil Ketua Komite Medik).

“Diberikan kesempatan bagi yang mau mengikuti seminar, kursus


dan pendidikan berkelanjutan” (Sekretaris Komite Medik).

Universitas Sumatera Utara


70

“Ada sebenarnya pelatihan, jika ada dokter yang minta dan


kebetulan tersedianya ada akan dilakukan” (Bendahara Komite
Medik).

“Rumah sakit memberikan kesempatan kepada staf medisnya jika


ada yang mau mengikuti kursus dan pendidikan berkelanjutan.
Jika rumah sakit ada anggarannya maka dibiayai oleh rumah
sakit, tapi jika tidak ada anggarannya maka biaya
mandiri”(Anggota Sub Komite Mutu Profesi).

“Diberikan kesempatan ada juga yang melalui sponsor secara


mandiri dan melalui persetujuan direktur” (Staf Medis
Fungsional).

“Ada, karena itu memang sangat penting dan bermanfaat juga


bagi rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan disini”
(Ketua Sub Komite Kredensial).

“Tahun 2018 kami sudah mulai meningkatkan mutu seperti


melakukan pelatihan tahun 2018 terdapat 8 dokter untuk bidang
tertentu. Pelatihan untuk perawat lebih dominan, sekitar 400
perawat tahun lalu dilakukan pelatihan BTCLS untuk trauma dan
pelatihan ICU” (Wakil Direktur Pelayanan Medik).

“Ada, tiap tahun pasti ada yang mengikuti kursus, pelatihan dan
pendidikan berkelanjutan ataupun fellowship” (Anggota Sub
Komite Etika/Disiplin Profesi).

Dari data di atas, diperoleh informasi dari seluruh informan (10 orang;

100%) bahwa pendidikan berkelanjutan dilaksanakan bagi staf medis yang

membutuhkan untuk peningkatan kompetensi medis. Walaupun pelaksanaan

pendidikan berkelanjutan ini terkadang masih menggunakan anggaran sendiri dari

staf medis. Mulai tahun 2018, pihak rumah sakit sudah mulai menganggarkan

anggaran bagi staf medis yang akan mengikuti pendidikan berkelanjutan untuk

meningkatkan kompetensi diri. Hal ini merupakan kemajuan yang harus

dipertahankan oleh rumah sakit sehingga kompetensi staf medis dipercaya oleh

masyarakat dan pasien pada khususnya. Menurut satu informan, pelatihan atau

Universitas Sumatera Utara


71

pendidikan berkelajutan lebih dominan dilakukan untuk perawat. Untuk staf

medis baru akan ditingkatkan.

Berdasarkan hasil penelitian di atas dengan seluruh informan tentang tata

laksana mutu profesi yang dilihat dari aspek: (1) audit medis; (2) pelaksanaan

evidence based; (3) rekomendasi pertemuan ilmiah; dan (4) rekomendasi

pendidikan berkelanjutan, diperoleh rangkuman bahwa RSUD Deli Serdang telah

melakukan berbagai kegiatan seperti seminar, workshop dan pelatihan. Akan

tetapi, pada pelaksanaannya berdasarkan keterangan informan diatas belum

berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan karena kurangnya koordinasi manajemen

rumah sakit, komite medik dan staf medis dalam pelaksanaan pelatihan-pelatihan

yang ada. Sehingga dokter yang mengikuti pelatihan terkadang tidak sesuai

dengan kompetensi dan tujuannya.

Pelaksanaan audit medis di RSUD Deli Serdang belum berjalan dengan

baik. Staf medis yang memberikan pelayanan medis, perlu dilakukan audit medis.

Hal ini untuk mengetahui apakah pelayanan yang sudah diberikan itu sudah sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan. Dalam Permenkes RI nomor

755/MENKES/PER /IV/2011, audit medis sebagai upaya evaluasi secara

profesional terhadap mutu pelayan medis yang diberikan kepada pasien dengan

menggunakan rekam medis yang dilaksanakan oleh staf medis.

Sesuai Permenkes RI nomor 755/MENKES/PER/IV/2011, sub komite

medik mutu profesi berperan dalam menjaga mutu profesi staf medis dengan

tujuan: (1) memberikan perlindungan terhadap pasien agar senantiasa ditangani

oleh staf medis yang bermutu, kompeten, etis dan professional; (2) memberikan

Universitas Sumatera Utara


72

asas keadilan bagi staf medis untuk memperoleh kesempatan memelihara

kompetensi dan kewenangan klinis; (3) mencegah terjadinya kejadian yang tidak

diharapkan; dan (4) memastikan kualitas asuhan medis melalui upaya

pemberdayaan, evaluasi kinerja profesi yang berkesinambungan kinerja profesi

yang berfokus.

Peningkatan mutu profesi staf medis diperlukan untuk menunjang

perbaikan secara terus menerus terhadap pelayanan kesehatan kepada pasien.

Peran komite medik sangat penting untuk memberikan fasilitas dan pengawasan

terhadap peningkatan mutu tersebut.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Dwi, 2015;

Pertiwiwati, 2018) yang menyatakan bahwa optimalisasi peran komite

keperawatan dapat mempengaruhi peningkatan mutu pelayanan keperawatan yang

diberikan kepada pasien dengan mempertahankan kompetensi dan menerima

segala tanggung jawab setiap tindakan serta keputusan yang telah dibuat serta

audit operasional berpengaruh signifikan terhadap efektivitas pelayanan kesehatan

JKN/BPJS di Rumah Sakit.

Langkah awal yang dapat dilakukan komite medik dalam meningkatkan

mutu profesi staf medis adalah dengan menyusun dan menetapkan standard

operating procedure (SOP) dalam memberikan setiap kegiatan pelayanan pasien.

SOP yang telah disusun selama ini di RSUD Deli Serdang harus terus diperbaiki

dan dilengkapi untuk dijalankan oleh setiap staf medis. Pernyataan ini sejalan

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugiharti (2017) di kota Semarang

yang menyatakan bahwa dokter selaku pelaksana dan pemberi pelayanan medis

Universitas Sumatera Utara


73

menyatakan bahwa SOP yang disusun sangat bermanfaat dalam proses

pelaksanaan pelayanan pasien.

Pelaksanaan evidence based dalam meningkatkan mutu profesi sangat

penting untuk diperbaiki karena memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap

kepuasan pasien serta kinerja yang diberikan oleh staf medis. Untuk memberikan

pemahaman atau pengetahuan yang baik kepada seluruh staf medis sebaiknya

komite medik melakukan pelatihan terkait dengan pelaksanaan evidence based

dan tindaklanjut dalam case of death (COD). Pernyataan tersebut sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Setyawati (2017) di kota Bandung yang

menyatakan bahwa terdapat pengaruh pelatihan penerapan evidence-based

practice terhadap peningkatan pengetahuan perawat dan bidan tentang konsep

evidence-based practice secara signifikan.

Melalui pemberian pelatihan diatas diharapkan mampu memberikan

pengetahuan secara mendalam bagi staf medis terhadap prosedur COD, konsep

COD dan tujuan pelaksanaan tindaklanjut COD. Prosedur yang dimaksud dalam

hal ini terutama pada pengisian dokumen COD yang harus lengkap dan akurat.

Hal ini bertujuan untuk memberikan informasi secara tepat terkait kausal

kematian pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Widyaningrum (2016)

menemukan bahwa Keakuratan kode Underlying Cause of Death pada sertifikat

kematian pasien berdasarkan ICD-10 dan tabel MMDS di RSUD Kota Salatiga

adalah sebesar 27.59 persen (24 dokumen) kemudian yang tidak akurat sebesar

71.41 persen (63 dokumen). Ketidakakuratan disebabkan karena sertifikat

kematian tidak diisi dan dikode yaitu sebanyak 47.62 persen (30 dokumen).

Universitas Sumatera Utara


74

Sehingga disarankan agar semua diagnosis yang ada di sertifikat kematian pasien

di lakukan pengkodean dengan menggunakan aturan mortalitas baik prinsip

umum, rule 1,2 maupun 3 serta pengecekan ulang ke tabel MMDS sehingga dapat

menghasilkan kode Underlying Cause of Death yang akurat.

Berdasarkan Permenkes RI nomor 755/MENKES/PER/IV/2011 pada pasal

10 ayat 2 poin b disebutkan bahwa subkomite mutu profesi menentukan

pertemuan-pertemuan ilmiah yang harus dilaksanakan oleh masing-masing

kelompok staf medis dengan pengaturan-pengaturan waktu yang disesuaikan.

Setiap kali pertemuan ilmiah harus disertai notulensi, kesimpulan dan daftar hadir

peserta yang akan dijadikan pertimbangan dalam penilaian disiplin profesi. Hal ini

menunjukkan bahwa pertemuan ilmiah tersebut sangat penting dilakukan untuk

meningkatkan keterampilan dan pengetahuan staf medis terkait dengan

perkembangan ilmu pengetahuan tentang medis. Meningkatnya pengetahuan dan

kemampuan staf medis tersebut diharapkan mampu memberikan peningkatan

kinerja staf medis dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

Subkomite mutu profesi yang bertugas mempertahankan kompetensi dan

profesionalisme staf medis.

Pada bab IV lampiran dari permenkes tersebut dijelaskan bahwa

Kepala/direktur rumah sakit menetapkan kebijakan dan prosedur seluruh

mekanisme kerja subkomite mutu profesi berdasarkan masukan komite medis.

Selain itu Kepala/direktur rumah sakit bertanggungjawab atas tersedianya

berbagai sumber daya yang dibutuhkan agar kegiatan ini dapat terselenggara.

Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tata

laksana mutu profesi terkait kebijakan dan prosedur mekanisme kerja komite

Universitas Sumatera Utara


75

medik belum terlaksana dengan baik di RSUD Deli Serdang. Hal ini disebabkan

karena aktivitas atau agenda yang dilakukan oleh sub komite mutu profesi belum

disusun perencanaannya dengan baik terkait apa yang akan dilakukan, siapa

sasarannya dan apa output yang akan dihasilkannya, baik dalam pelaksanaan audit

medis, evidence based, pertemuan ilmiah dan pendidikan berkelanjutan.

Tata laksana etika dan disiplin profesi. Berdasarkan kerangka pikir

penelitian ini, aspek tata laksana etika dan disiplin profesi dapat ditinjau dari : (1)

Pembinaan etika dan disiplin keprofesian dokter, dan (2) Pembinaan

profesionalisme dokter. Aspek-aspek tersebut selengkapnya dapat dijelaskan

sebagai berikut:

Pembinaan etika dan disiplin keprofesian dokter. Informasi tentang

pembinaan etika dan disiplin keprofesian dokter di RSUD Deli Serdang yang

diperoleh dari hasil wawancara dengan 10 informan, yang terdiri dari : satu orang

Direktur RSUD Deli Serdang, satu orang Wakil Direktur Pelayanan Medik, satu

orang Ketua Komite Medik, satu orang Wakil Ketua Komite Medik, satu orang

Sekretaris Komite Medik, satu orang Bendahara Komite Medik, tiga orang

anggota sub komite medik, dan satu orang staf medis fungsional, diperoleh hasil

sebagai berikut:

“Pernah dilakukan pembinaan etika untuk staf di rumah sakit,


tapi tidak rutin dilakukan”(Direktur RSUD Deli Serdang).

“Ini lebih banyak kita selesaikan via rapat internal atau


menggunakan grup whatsapp khusus akan kita selesaikan karena
menyangkut hal yang sensitif. Akan tetapi, jika memerlukan surat
rekomendasi akan tetap kita keluarkan meskipun jarang kita
lakukan sebenarnya karena sama-sama menjaga. Memang lebih
banyak kita selesaikan dalam musyawarah saja, artinya kita
tidak sampai mengeluarkan surat kedisiplinan untuk skorsing

Universitas Sumatera Utara


76

atau semacamnya. Tapi ada beberapa kasus manajemen


mengambil alih hal tersebut. Jadi keputusannya manajemen
langsung ke dokter yang bersangkutan tanpa melewati komite
medik. Komite medik baru mengetahui terakhir terkait keputusan
yag telah ditetapkan. Seharusnya melalui komite medik ya, jadi
masih ada masalah tabrakan sistem manajemen. Ya maklumlah
karena terkadang faktor senioritas masih berpengaruh” (Ketua
Komite Medik).

“Menurut saya disini tidak pernah dilakukan pembinaan etika dan


disiplin profesi. Hal tersebut mungkin dianggap tidak
penting.”(Wakil Ketua Komite Medik).

“Kalau pun memang ada, biasanya hal tersebut dibantu dengan


pihak manajemen” (Sekretaris Komite Medik).

“Pembinaan etika untuk dokter disini belum berjalan secara


maksimal. Kuantitas dan kualitasnya masih dirasa sangat
kurang” (Bendahara Komite Medik).

“Tidak berjalan sebagaimana mestinya. Disini tidak memiliki


Wadir Diklat. Padahal ini rumah sakit tipe B dan teaching
hospital, jadi seharusnya bisa banyak yang dilakukan oleh bagian
diklat untuk SDM di rumah sakit ini”(Anggota Sub Komite Mutu
Profesi).

“Ada dilaksanakan tapi mungkin melalui pendekatan yang lebih


personal” (Staf Medis Fungsional).

“Kurang berjalan meskipun beberapa ada dilakukan” (Ketua Sub


Komite Kredensial).

“Aturan disini kita buat cenderung tegas, tahun 2018 awal salah
satu tenaga medis kita melakukan pemungutan liar ke pasien,
secara tegas kita bawa ke penegak hukum. Selain itu ada juga
terjadi pelecehan seksual yang juga kita keluarkan” (Wakil
Direktur Pelayanan Medik).

“Seperti biasanya ada dilakukan meskipun masih sangat jarang”


(Anggota Sub Komite Etika/Disiplin Profesi).

Dari data hasil wawancara di atas, (9 orang; 90%) menyatakan bahwa

pembinaan etika untuk staf medis belum dilaksanakan dengan baik karena masih

Universitas Sumatera Utara


77

dilakukan secara internal dan tidak dilaksanakan secara rutin. Bahkan ada 1

informan yang menyatakan bahwa pembinaan etika keprofesian dilakukan secara

internal dengan menggunakan media whatsapp group. Hal ini diungkapkan karena

adanya masalah sistem di manajemen rumah sakit yang bertabrakan yang

dipengaruhi oleh faktor senioritas, sehingga penyelesaian masalah tidak melewati

komite medik. Ada (1 orang informan; 10%) yang menyatakan bahwa pembinaan

etika dan disiplin profesi dokter di RSUD Deli Serdang belum pernah

dilaksanakan.

Pembinaan profesionalisme dokter. Informasi tentang pembinaan

profesionalisme dokter di RSUD Deli Serdang yang diperoleh dari hasil

wawancara dengan 10 informan, yang terdiri dari : satu orang Direktur RSUD

Deli Serdang, satu orang Wakil Direktur Pelayanan Medik, satu orang Ketua

Komite Medik, satu orang Wakil Ketua Komite Medik, satu orang Sekretaris

Komite Medik, satu orang Bendahara Komite Medik, tiga orang anggota sub

komite medik, dan satu orang staf medis fungsional, diperoleh hasil sebagai

berikut:

“Pembinaan profesionalisme dilakukan tapi memang masih


belum rutin. Kegiatan berupa symposium ataupun
seminar”(Direktur RSUD Deli Serdang).

“Berjalan pembinaan profesionalisme, baik dari medis sendiri,


para medis dan juga ada struktur-struktur kegiatan pelatihan
seperti untuk dokter IGD, dokter ruangan atau dokter lain.
Pembinaan disesuaikan dengan spesialisasinya. Tetapi memang
belum maksimal” (Ketua Komite Medik).

“Pembinaan profesionalisme tidak dilakukan dengan baik.


Terkadang mencari waktunya yang sulit”(Wakil Ketua Komite
Medik).

Universitas Sumatera Utara


78

“Kurang berjalan dengan baik dan tidak rutin, misalnya seminar-


seminar. Karena waktunya yang tidak ada” (Sekretaris Komite
Medik).

“Saya kurang tahu terkait hal itu” (Bendahara Komite Medik).

“Ya mungkin sudah dilakukan seperti symposium tapi memang


belum berjalan dengan baik. Masih harus ditingkatkan kembali.
Perlu kesadaran dari pihak direksi bahwa kegiatan-kegiatan
yang mendukung profesionalisme para dokter disini memang
perlu dilakukan”(Anggota Sub Komite Mutu Profesi).

“Pelaksanaan pembinaan profesionalisme jarang sebenarnya


dilakukan” (Staf Medis Fungsional).

“Ada dilaksanakan tapi tidak sering.” (Ketua Sub Komite


Kredensial).

“Disini dilakukan tapi memang mungkin masih dirasa belum


maksimal ya” (Wakil Direktur Pelayanan Medik).

“Berjalan dengan seadanya saja dan masih perlu untuk


diperhatikan dan ditingkatkan agar lebih tepat sasaran” (Anggota
Sub Komite Etika/Disiplin Profesi).

Dari data di atas, sebagian besar informan (9 orang; 90%) menyatakan

bahwa pembinaan profesionalisme sudah dilakukan tetapi belum maksimal

dikarenakan pelaksanaannya belum dilakukan secara rutin dan tidak tepat sasaran.

Kegiatan yang dilakukan berupa symposium dan seminar. Ada 1 informan yang

menyatakan bahwa tidak mengetahui sama sekali bagaimana pembinaan

profesionalisme dokter ini dilakukan di RSUD Deli Serdang.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, tata laksana etika dan disiplin profesi

yang dilihat dari aspek: (1) Pembinaan etika dan disiplin keprofesian dokter, dan

(2) Pembinaan profesionalisme dokter, diperoleh bahwa pelaksanaannya belum

berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan susahnya untuk mengatur jadwal

pertemuan secara rutin. Selanjutnya diperoleh bahwa kegiatan pembinaan tersebut

Universitas Sumatera Utara


79

telah dilakukan dan dibedakan untuk masing-masing keahlian dokter yang ada di

rumah sakit, misalnya pelatihan untuk dokter IGD dan dokter-dokter yang lain.

Menurut Permenkes RI Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011 pada bab V

lampiran permenkes tersebut, subkomite etika dan disiplin profesi di rumah sakit

dibentuk dengan tujuan: (1) melindungi pasien dari pelayanan staf medis yang

tidak memenuhi syarat (unqualified) dan tidak layak (unfit/unproper) untuk

melakukan asuhan klinis (clinical care); dan (2) memelihara dan meningkatkan

mutu profesionalisme staf medis di rumah sakit.

Upaya peningkatan profesionalisme staf medis dilakukan dengan

melaksanakan program pembinaan profesionalisme kedokteran dan upaya

pendisiplinan berperilaku profesional staf medis di lingkungan rumah sakit.

Dalam penanganan asuhan medis tidak jarang dijumpai kesulitan dalam

pengambilan keputusan etis sehingga diperlukan adanya suatu unit kerja yang

dapat membantu memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis

tersebut (Kemenkes, 2011).

Pelaksanaan keputusan subkomite etika dan disiplin profesi di rumah sakit

merupakan upaya pendisiplinan oleh komite medik terhadap staf medis di rumah

sakit yang bersangkutan sehingga pelaksanaan dan keputusan ini tidak terkait atau

tidak ada hubungannya dengan proses penegakan disiplin profesi kedokteran di

lembaga pemerintah, penegakan etika medis di organisasi profesi, maupun

penegakan hokum (Kemenkes, 2011).

Mekanisme pelaksanaan upaya pembinaan profesionalisme kedokteran di

RSUD Deli Serdang sebaiknya sesuai Permenkes RI Nomor 755/MENKES

Universitas Sumatera Utara


80

/PER/IV/2011, yaitu subkomite etika dan disiplin profesi menyusun materi

kegiatan pembinaan profesionalisme kedokteran dan menyusun standard

operating procedure (SOP).

Penyusunan SOP dalam usaha pendisiplinan sikap profesi dokter/dokter

spesialis, yaitu: (1) prinsip pelayanan kesehatan dirumah sakit; (2) dasar

pekerjaan pelayanan di rumah sakit; (3) rincian kewenangan klinik di rumah

sakit; (4) dasar persyaratan kriteria dalam melaksanakan pelayanan medic di

rumah sakit; (5) kode etika kedokteran Indonesia; (6) dasar perilaku profesional

kedokteran; (7) dasar pengingkaran aturan kedokteran yang digunakan di

Indonesia; (8) dasar layanan medis; dan (9) tolak ukur kebijakan operasional

asuhan medik (Kemenkes, 2011).

Pembinaan etika dan disiplin keprofesian dokter dan pembinaan

profesionalisme dokter sangat perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan staf medis

dalam memberikan pelayanan medik harus memperhatikan dasar profesi dokter

sesuai kerjanya secara profesional sehingga memperlihatkan kemampuan profesi

yang bagus. Dengan kemampuan staf medis yang baik maka pasien akan

mendapatkan pelayanan yang terjamin dan efisien.

Hal ini sejalan dengan penelitian Marlizaini (2017), bahwa pelaksanaan

kegiatan komite medik kurang maksimal dikarenakan belum memahami perihal

tugas dan fungsinya komite medik dalam penyelenggaraan layanan di rumah

sakit, perihal tersebut bisa ditandai dengan kurang optimalnya pelaksanaan

program komite medik yang disebabkan staf komite medik memiliki dwifungsi

sebagai yang melakukan pelayanan medis bagi pasien sehingga tidak memiliki

waktu yang cukup untuk melaksanakan program-program dari komite medik.

Universitas Sumatera Utara


81

Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpukan bahwa tata

laksana etika dan disiplin profesi belum berjalan seluruhnya dengan baik. Hal ini

dikarenakan RSUD Deli Serdang belum menetapkan kebijakan dan prosedur

seluruh mekanisme kerja, seperti materi pembinaan, penetapan sumber laporan

secara sistematis, pelaksanaan pemeriksaan serta pelaksanaan tindakan

pendisiplinan perilaku professional berdasarkan SOP yang sesuai dengan

permenkes. Kendala di lapangan yang ditemukan yaitu kesibukan masing-masing

setiap anggota komite medik yang tidak sama mengakibatkan sulitnya untuk

melakukan pertemuan secara rutin. Selain daripada itu, kurangnya koordinasi dan

interaksi antar anggota komite medik serta komite medik dengan pimpinan dan

manajemen rumah sakit menyebabkan kinerja yang dihasilkan tidak baik.

Determinan pelaksanaan tata kelola klinik. Clinical governance atau

tata kelola klinik, merupakan upaya perbaikan mutu pelayanan klinik di rumah

sakit. Tata kelola klinis adalah suatu sistem yang menjamin organisasi pemberi

pelayanan kesehatan bertanggung jawab untuk terus menerus melakukan

perbaikan mutu pelayanannya dan menjamin memberikan pelayanan dengan

standar yang tinggi dengan menciptakan lingkungan di mana pelayanan prima

akan berkembang (KARS, 2012).

Determinan pelaksanaan tata kelola klinik dalam penelitian ini ditinjau

dari aspek: (1) Anggaran; (2) Sumber Daya Manusia (SDM); (3) Perencanaan;

dan (4) Kepemimpinan. Keempat aspek tersebut merupakan suatu kesatuan yang

memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan kinerja komite medik di rumah

sakit.

Universitas Sumatera Utara


82

Anggaran pelaksanaan tata kelola klinik. Determinan pelaksanaan tata

kelola klinik yang ditinjau dari anggaran dapat dilihat dari aspek: (1) anggaran

yang tersedia; dan (2) jasa medis untuk staf medis.

Informasi tentang anggaran yang tersedia di RSUD Deli Serdang dalam

pelaksanaan tata kelola klinik yang diperoleh dari hasil wawancara dengan 10

informan, yang terdiri dari : satu orang Direktur RSUD Deli Serdang, satu orang

Wakil Direktur Pelayanan Medik, satu orang Ketua Komite Medik, satu orang

Wakil Ketua Komite Medik, satu orang Sekretaris Komite Medik, satu orang

Bendahara Komite Medik, tiga orang anggota sub komite medik, dan satu orang

staf medis fungsional, diperoleh hasil sebagai berikut:

“Ada anggaran untuk komite medik. Anggaran yang disediakan


kurang lebih 3 juta per bulan untuk rapat, diskusi dan
pengembangan kasus. Anggaran ini disediakan oleh manajemen.
Tapi komite medik tidak mengusulkan secara pasti anggaran
yang dibutuhkan”(Direktur RSUD Deli Serdang).

“Anggarannya ada dan dianggarkan juga ke pemerintah daerah,


jadi dibuat schedule kegiatan, rekam kegiatan, absensi peserta,
notulen hasil rapat. Secara detail anggaran akan diberikan
sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan. Untuk secara detail
berapa besaran anggaran yang disediakan untuk komite medik
saya tidak tahu dan tidak mau mencampurinya. Sejak awal
anggota komite medik yang baru dibentuk, terdapat anggaran
untuk kesekretariatan. Anggaran ini disediakan oleh manajemen
RS. Tapi saya sampaikan bahwa karena ini berkaitan dengan
uang, mohon yang lebih paham tentang keuangan untuk
mengelolanya. Karena jika ada audit saya tidak paham. Lebih
baik saya menjadi fungsional. Anggaran setiap bulan ada sekitar
3,5 juta tiap bulan. Perencanaan anggaran kegiatan komite
medic memang belum kami nuat secara baik ” (Ketua Komite
Medik).

“Anggaran ada, tahun 2018 2,5-3 juta perbulan ditentukan di


rapat”(Wakil Ketua Komite Medik).

Universitas Sumatera Utara


83

“Ada tapi nominal pastinya tidak ada karena jika kita mengadakan
rapat pasti ada konsumsinya” (Sekretaris Komite Medik).

“Pada tahun 2017 anggarannya 3 juta per bulan dipotong pajak


untuk beberapa kali kegiatan. Tahun 2018 berubah lagi jadi
sekitar 1 juta setiap rapat. Itu dilihat berdasarkan jam rapatnya,
misalnya jika pagi berarti diberikan snack tapi kalo jam makan
siang berarti ada nasi kotak. Tahun ini saya belum tahu berapa
jumlahnya. Karena kami belum mengadakan rapat. Kami belum
membuat perencaan anggaran yang dibutuhkan dalam kegiatan
komite medik” (Bendahara Komite Medik).

“Sepertinya ada anggaranya, tapi untuk jumlahnya saya kurang


tahu pasti. Mungkin sekitar terdapat 3 juta anggaran untuk
komite medik. Anggaran yang tersedia untuk apa saja juga
kurang jelas”(Anggota Sub Komite Mutu Profesi).

“Anggaran rapat ada disediakan. Jika dilaksanakan rapat maka


tesedia konsumsi. Tapi untuk kegiatan lainnya saya tidak tahu”
(Staf Medis Fungsional).

“Pastinya ada ya disediakan. Ketika kita sedang rapat konsumsi


berupa snack atau nasi kotak jika jam makan siang ada
disiapkan. Tapi untuk anggaran lainnya saya kurang tahu”
(Ketua Sub Komite Kredensial).

“Anggaran tersedia. Jumlahnya sekitar 3 juta dan itu selalu tidak


habis digunakan. Realisasinya kurang” (Wakil Direktur
Pelayanan Medik).

“Anggarannya ada. jumlah tidak tahu. Mungkin pimpinan yang


lebih paham” (Anggota Sub Komite Etika/Disiplin Profesi).

Dari data hasil wawancara di atas, seluruh informan (10 orang; 100%)

menyatakan bahwa dalam menjalankan program kerja komite medik tersedia

anggaran, namun jumlah anggaran yang disediakan tidak diketahui secara pasti

berapa jumlahnya. Ada enam orang informan yang menyatakan bahwa jumlah

anggaran yang disediakan oleh pihak rumah sakit bekisar antara Rp. 1.000.000,- -

Rp. 3.500.000,-. Jumlah anggaran yang disediakan untuk pelaksanaan tata kelola

Universitas Sumatera Utara


84

klinik oleh komite medik tidak diketahui secara pasti berapa jumlahnya. Menurut

satu orang informan, bahwa anggaran yang tersedia untuk komite medik tersebut

tidak pernah terrealisasi seluruhnya. Hal ini disebabkan karena komite medik itu

sendiri jarang melakukan kegiatan yang disebabkan faktor kesibukan masing-

masing staf medis yang berbeda satu sama lain antar anggota komite medik.

Selanjutnya aspek anggaran yang ditinjau dari jasa medis yang diberikan

kepada staf medis, hasil wawancara dengan 10 informan, yang terdiri dari : satu

orang Direktur RSUD Deli Serdang, satu orang Wakil Direktur Pelayanan Medik,

satu orang Ketua Komite Medik, satu orang Wakil Ketua Komite Medik, satu

orang Sekretaris Komite Medik, satu orang Bendahara Komite Medik, 3 orang

anggota sub komite medic, dan satu orang staf medis fungsional, diperoleh hasil

sebagai berikut:

“Ada, terdapat dua insentif yaitu TPP dan jasa medis. TPP dari
pemerintah daerah dan jasa medis dari keuntungan rumah sakit
biasanya 40% dari total penerimaan rumah sakit. Pencairannya
tergantung BPJS juga jika dari sana lancar disini lancar
juga”(Direktur RSUD Deli Serdang).
“Pemberian insentif dari daerah sebenarnya ada, untuk jumlahnya
bervariasi antara dokter umum dan spesialis. Pemberian insentif
jasa medis terpisah berdasarkan kinerja dan berapa banyak
tindakan. Pencairannya tidak terlalu lancar, saya rasa sampai
saat ini masih tertunda 6 bulan keatas” (Ketua Komite Medik).
“Insentif disini tidak jelas. Antara ada dan tiada”(Wakil Ketua
Komite Medik).

“Insentif khusus tidak ada tapi tunjangan untuk pegawai ada.


Karena seluruh pegawai di provinsi ada, yang ada TPP dan jasa
medis” (Sekretaris Komite Medik).
“Kalau tentang insentif saya kurang mengerti ya. Pencairannya
yang saya tahu tidak lancar. Tiap dokter berbeda jasa medis
yang diterimanya” (Bendahara Komite Medik).

Universitas Sumatera Utara


85

“Dokter-dokter disini sakit hati. Karena manajemen tidak


menghargai jasanya dokter spesialis. Sempat mau demo karena
jasa medis/insentif tidak cair dan tidak transparan. Pemberian
insentif tidak jelas dan dinilai kurang sesuai. Sehingga sempat
terjadi dokter merajuk karena jasa mediknya dibayar tidak sesuai
dengan yang seharusnya dan tidak mendapat kejelasan dari
pihak manejemen keuangan”(Anggota Sub Komite Mutu Profesi).

“Insentif ada yaitu TPP dan jasa medis. Tapi pencairannya tidak
jelas dan pembagiannya juga tidak transparan” (Staf Medis
Fungsional).

“TPP dan jasa medis ada. pencairan TPP jelas tiap bulan ada.
pencairan jasa medis yang tidak jelas karena jaman BPJS ini.
Dan kalau insentif khusus seperti di tempat lain disini tidak ada”
(Ketua Sub Komite Kredensial).

“Ada, yaitu TPP (tambahan penghasilan pegawai) diberikan


masing-masing ke bagian. Jasa medis kita berikan kepada semua
yang melakukan pelayanan medis seperti rekam medik.
Pencairannya tergantung BPJS untuk jasa medis, tapi untuk TPP
setiap bulan dibayarkan” (Wakil Direktur Pelayanan Medik).

“Disini hanya mendaptkan TPP dan jasa medis. Di tempat lain


setahu saya bisa mendapatkan insentif lagi. Tapi disini tidak dapat
insentif” (Anggota Sub Komite Etika/Disiplin Profesi).

Dari data di atas, seluruh informan (10 orang; 100%) menyatakan bahwa

pemberian insentif bagi staf medis di rumah sakit menurut pernyataan informan

adalah Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dan jasa medis yang dari

keuntungan rumah sakit. TPP diberikan secara rutin setiap bulannya oleh

pemerintah daerah, namun untuk jasa medis harus menunggu pencairan dari pihak

BPJS. Pembagian jasa medis dari keuntungan rumah sakit ini yang pembagiannya

tidak transparan dari pihak manajemen keuangan rumah sakit. Sehingga staf

medis di RSUD Deli Serdang merasa tidak puas dan sakit hati.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa dalam pelaksanaan tata

kelola klinik di RSUD Deli Serdang tersedia anggaran. Namun untuk berapa

Universitas Sumatera Utara


86

jumlah anggaran yang disediakan oleh pihak rumah sakit tidak diketahui secara

pasti. Hal ini disebabkan karena pihak rumah sakit tidak transparan dalam

memberikan jumlah anggaran yang tersedia.

Penganggaran yang diberikan untuk pelaksanaan tata kelola klinik di

RSUD Deli Serdang tidak berdasarkan dari penyusunan perencanaan kegiatan

yang akan dilakukan oleh komite medik, sehingga tidak diketahui secara pasti

berapa jumlah anggaran yang memang dibutuhkan dalam pelaksanaan tata kelola

klinik, sehingga informan tidak dapat menyebutkan jumlah anggarannya. Hal ini

diperkuat dari hasil wawancara, yaitu peneliti mendapatkan hasil jumlah yang

berbeda dari enam orang informan. Satu informan yang menyatakan 3,5 juta

perbulan selalu disediakan oleh rumah sakit. Lima orang infoman lainnya

menyatakan anggaran yang disediakan sekitar 3 juta dan ada juga yang

menyebutkan hanya sekitar 1 juta per bulan. Perbedaan keterangan tersebut

mengindikasikan bahwa pihak rumah sakit tidak menetapkan dan memberikan

sosialisasi yang jelas terkait dengan ketersediaan anggaran yang dianggarkan

kepada pelaksanaan kegiatan komite medik setiap bulannya.

Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 755/MENKES/PER/IV/2011

tentang penyelenggaraan komite medik menyatakan bahwa: (1) anggota komite

medik berhak untuk mendapatkan insentif sesuai dengan kemampuan keuangan

rumah sakit; dan (2) pelaksanaan kegiatan komite medik didanai dengan anggaran

rumah sakit sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 142 tahun 2018

disebutkan bahwa penyusunan anggaran berpedoman pada tiga pilar yaitu,

penganggaran terpadu, penganggaran berbasis kinerja (PBK) dan kerangka

Universitas Sumatera Utara


87

pengeluaran jangka menengah (KPJM). Sampai pada saat ini RSUD Deli Serdang

dalam menetapkan anggaran yang dibutuhkan tidak beracuan pada peraturan

diatas. Anggaran yang dikeluarkan tidak disosialisasikan secara transparan kepada

seluruh anggota komite medik. Hal ini disebabkan karena perencanaan anggaran

seperti yang ditetapkan oleh peraturan diatas tidak dilaksanakan. Sehingga dana

anggaran yang dikeluarkan tidak tetap setiap bulannya dan hanya diketahui oleh

sebatas pimpinan saja.

Menurut Aditama (2013) terbatasnya anggaran yang tersedia

menyebabkan kualitas pelayanan publik yang harus diberikan kepada masyarakat

juga terbatas. Karena kurangnya insentif yang diberikan kepada pelaksana

kebijakan dapat menyebabkan para pelaku kebijakan tidak dapat melaksanakan

tugas dan fungsinya secara optimal. Tanpa adanya anggaran yang memadai maka

tidak dapat dipungkiri akan memberikan kendala tersendiri bagi komite medik

dalam menjalankan setiap kegiatannya.

Tanpa adanya anggaran ini maka kegiatan yang akan dilaksanakan oleh

komite medik tidak akan berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh (Tahir, 2013; dan Marliziani, 2017) yang menyatakan salah

satu faktor yang mempengaruhi suksesnya implementasi program adalah sumber

daya finansial yang memadai. Kegiatan komite medik belum berjalan optimal

dikarenakan belum mendapat alokasi anggaran secara khusus di rumah sakit.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa alokasi

anggaran sudah disediakan oleh pihak rumah sakit untuk pelaksanaan tata kelola

klinik oleh komite medik dan jasa medis ada untuk staf medis. Namun untuk

Universitas Sumatera Utara


88

jumlah anggarannya tidak diketahui dan pembagian jasa medis tidak transparan

dari manajemen. Hal ini disebabkan pihak manajemen rumah sakit tidak

mensosialisasikan anggaran yang tersedia untuk komite medik dan pembagian

jasa medis untuk staf medis serta penyebab pencairan jasa medis sering terlambat.

Dengan tersedianya anggaran, hal ini menunjukkan bahwa pihak rumah sakit

sudah menyadari akan pentingnya alokasi anggaran untuk pelaksanaan kegiatan

komite medik.

Anggaran atau biaya merupakan unsur penting yang harus ada di dalam

pelaksanaan program dan sangat mempengaruhi efektivitas pelaksanaan

kebijakan. Tanpa adanya anggaran, program tidak akan berjalan dengan lancar.

Sumber daya manusia pelaksanaan tata kelola klinik. Himpunan

informasi tentang sumber daya manusia (SDM) meliputi aspek : (1) jumlah SDM;

dan (2) rekrutmen SDM.

Informasi tentang aspek jumlah SDM di RSUD Deli Serdang yang

diperoleh dari hasil wawancara dengan 10 informan, yang terdiri dari : satu orang

Direktur RSUD Deli Serdang, satu orang Wakil Direktur Pelayanan Medik, satu

orang Ketua Komite Medik, satu orang Wakil Ketua Komite Medik, satu orang

Sekretaris Komite Medik, satu orang Bendahara Komite Medik, 3 orang anggota

komite medic, dan satu orang staf medis fungsional, diperoleh hasil sebagai

berikut:

“Total semuanya secara detail belum, tapi dari 700 tenaga kerja
yang terdiri dari sekitar 340 PNS dan sisanya non PNS
memenuhi semua kriteria untuk kelas B pendidikan, misalnya
jumlah dokter berbanding perawat atau pasien cukup”(Direktur
RSUD Deli Serdang).

Universitas Sumatera Utara


89

“Jumlah SDM cukup. Fungsionalnya cukup dan spesialisnya


cukup. Karena kesibukan masing-masing dokter sehingga tidak
pernah ada waktu untuk bertemu” (Ketua Komite Medik).

“Jumlahnya SDM sangat cukup sekali. Disini dokter spesialisnya


lengkap karena juga termasuk rumah sakit pendidikan”(Wakil
Ketua Komite Medik).

“Cukup dari segi jumlah dan mungkin bisa berlebih” (Sekretaris


Komite Medik).

“Sangat cukup jumlah SDM disini” (Bendahara Komite Medik).

“Jumlah SDM disini sangat cukup dan lengkap. Disini juga ada
sub spesialis”(Anggota Sub Komite Mutu Profesi).

“Jumlahnya cukup hanya saja koordinasinya yang kurang dan


mungkin disebabkan oleh sulitnya membagi waktu” (Staf Medis
Fungsional).

“Sebenarnya karena masalah waktu yang menyebabkan kita


jarang melakukan rapat sehingga kegiatan tidak berjalan dengan
baik. Untuk jumlah SDM yang dibutuhkan sebenarnya sudah
cukup” (Ketua Sub Komite Kredensial).

“Jumlah SDM kurang lebih 760 orang, untuk dokternya sekitar 48


orang. Untuk empat dasar berlebih tapi untuk penunjang masih
kurang misalnya untuk radiologi butuh 2 orang untuk tipe B tapi
yang tersedia 1 orang” (Wakil Direktur Pelayanan Medik).

“Cukup, disini SDM yang tersedia berlebih sebenarnya. Tapi


waktu bertemunya kadang sulit untuk rapat atau kegiatan lainnya”
(Anggota Sub Komite Etika/Disiplin Profesi).

Dari data di atas, seluruh informan (10 orang; 100%) memberikan pernyataannya

bahwa jumlah SDM (komite medik dan subkomite medik) di RSUD Deli Serdang

sudah cukup. Terdapat informan yang menyatakan bahwa jumlah SDM yang ada

juga berlebih namun untuk menjalankan komite medik mengalami kendala yang

disebabkan oleh penyesuaian waktu yang sulit dikarenakan kesibukan masing-

masing dokter.

Universitas Sumatera Utara


90

Selanjutnya aspek sumber daya manusia (SDM) yang ditinjau dari proses

rekrutmen di RSUD Deli Serdang diperoleh dari hasil wawancara dengan 10

informan, yang terdiri dari : satu orang Direktur RSUD Deli Serdang, satu orang

Wakil Direktur Pelayanan Medik, satu orang Ketua Komite Medik, satu orang

Wakil Ketua Komite Medik, satu orang Sekretaris Komite Medik, satu orang

Bendahara Komite Medik; tiga orang anggota sub komite medik, dan satu orang

staf medis fungsional, diperoleh hasil sebagai berikut:

“Setiap tahun rekredensialing kita lakukan untuk perawat


demikian juga untuk tenaga kerja non perawat. Jadi mereka
dibuat uji kompetensi khusus perawat, dibuat SK untuk uji
kompetensi termasuk tenaga non medis”(Direktur RSUD Deli
Serdang).

“Polanya sama, tetap dari manajemen. Jadi jika ada tenaga baru,
kredensialing kita sebagai komite medik yang melakukan. Setelah
selesai kami memberikan feedback ke manajemen” (Ketua
Komite Medik).

“Rekrutmen SDM yang baru disini mungkin dari pihak direksi dan
manajemen yang mengaturnya. Tapi memang tidak dilaksanakan
kredensial untuk melihat kompetensinya. Hanya tiba-tiba sudah
ada dokter yang baru bekerja disini”(Wakil Ketua Komite
Medik).

“Saya kurang paham mungkin pihak pimpinan dan manajemen


yang mengatur. Serba tidak jelas kalau disini” (Sekretaris
Komite Medik).

“Masih sama pada umumnnya dengan yang lain, rekrutmen


ditangani oleh pihak manajemen” (Bendahara Komite Medik).

“Tidak jelas, terkadang kita tidak tahu menahu sudah ada dokter
baru yang seharusnya ada kredensialing tapi kenyataannya tidak.
Mungkin hanya pimpinan dan Wadir II yang lebih tahu”(Anggota
Sub Komite Mutu Profesi).

“Pelaksanaan rekrutmen ditentukan oleh pimpinan dan


manajemen” (Staf Medis Fungsional).

Universitas Sumatera Utara


91

“Tidak ada pemberitahuan kepada tenaga medis yang lain, tiba-


tiba sudah ada rekan kita yang baru” (Ketua Sub Komite
Kredensial).

“Tahun 2017 Rekrutmen kita buat dalam bentuk revitalisasi,


artinya kita menetapkan tenaga kerja the right man in the right
place. Tahun 2018 kita lakukan kembali revitalisasi” (Wakil
Direktur Pelayanan Medik).

“Manajemen dan persetujuan dari pimpinan rumah sakit. Mereka


yang mengatur semuanya” (Anggota Sub Komite Etika/Disiplin
Profesi).

Dari hasil wawancara di atas, (8 orang informan; 80%) menyatakan bahwa

pelaksanaan rekrutmen staf medis di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Sedang

ditangani oleh pimpinan dan manajemen rumah sakit yang bersangkutan, namun

setelah itu pihak rumah sakit tidak melakukan perkenalan untuk dokter yang baru,

sehingga dokter lama yang ada disana tidak mengetahui kalau ada dokter yang

baru untuk bekerja di RSUD Deli Serdang. Menurut (1 orang informan; 10%)

yang menyatakan bahwa sistem rekrutmen yang diterapkan menggunakan bentuk

revitalisasi, sehingga penempatan tenaga kerja yang ada tepat pada kompetensi

dan keahlian masing-masing. Namun, menurut (1 orang informan; 10%), SDM

yang masuk dilakukan kredensialing dan ini dilakukan untuk tenaga perawat.

Di era pasar bebas dan liberalisasi, profesionalisme merupakan suatu

instrumen yang unggul untuk memenangkan kompetisi, untuk itu SDM pada

rumah sakit harus lebih kompeten dan memiliki daya saing yang tinggi secara

regional maupun global. Peraturan Presiden Nomor 77 tahun 2017 tentang

Pedoman Organisasi Rumah Sakit menyatakan bahwa komite medis bertugas

meningkatkan profesionalisme staf medis yang bekerja di rumah sakit dengan

cara: (1) melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan

Universitas Sumatera Utara


92

pelayanan medis di rumah sakit; (2) memelihara mutu profesi staf medis; dan (3)

menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis.

Sumber daya manusia merupakan komponen yang penting dalam sebuah

organisasi. Kegiatan dalam sebuah organisasi tidak akan berjalan jika tidak ada

sumber daya manusia nya. Menurut Megalia (2013) bahwa dalam sebuah

organisasi terdapat komponen dasar antara lain terdiri dari sumber daya manusia

(people), teknologi (technologi), prosedur kerja (task), dan struktur organisasi

(organization structure). Dari empat komponen dasar tersebut sumber daya

manusia merupakan komponen yang paling penting.

Keberhasilan pelaksanaan kebijakan sangat bergantung kepada sumber

daya manusia yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

Setiap sumber daya manusia yang terlibat diharapkan mampu memberikan kinerja

terbaik dalam memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pasien.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 tahun 2014 tentang

Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit pada pasal 32 ayat 2 diketahui bahwa

rumah sakit tipe B paling sedikit memiliki tenaga medis yang terdiri dari:

a. 12 (dua belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

b. 3 (tiga) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

c. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;

d. 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

penunjang;

e. 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain;

f. 1 (satu) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis;

dan

Universitas Sumatera Utara


93

g. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi

mulut.

Jumlah SDM yang tersedia di RSUD Deli Serdang diketahui sudah

memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI

Nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Sehingga

jumlah SDM yang terdapat di RSUD Deli Serdang tercukupi dengan baik.

Hal di atas juga sesuai dengan data SDM dari profil RSUD Deli Serdang

tahun 2017, yaitu jumlah SDM rumah sakit untuk dokter ahli/spesialis berjumlah

50 orang, dokter umum/gigi sebanyak 28 orang, part time sub spesialis 4 orang,

tenaga medis non keperawatan 6 orang, tenaga keperawatan 126 orang, tenaga

kesehatan lain sebanyak 90 orang dan tenaga non medis sebanyak 40 orang.

Jumlah SDM tersebut sudah mencukupi untuk rumah sakit dengan kelas B yang

ditetapkan berdasarkan Kepmenkes RI Nomor: 405/MENKES/SK/IV/2008.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui, sesuai dengan Peraturan

Menteri Kesehatan RI Nomor 56 tahun 2014 dan profil RSUD Deli Serdang tahun

2017, bahwa sumber daya manusia berdasarkan jumlah dan keahliannya sudah

cukup di RSUD Deli Serdang. Namun untuk kualitas sumber daya manusianya

yang belum sesuai dengan kompetensinya.

Menurut George Edward III dalam Subarsono (2013), sumber daya

manusia (SDM) yang tidak memadai (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak

dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa

melakukan pengawasan dengan baik.

Hal ini sesuai yang disampaikan Rahayu (2012) bahwa untuk dapat

menjalankan pelayanan kesehatan yang bermutu dibutuhkan jenis, jumlah dan

Universitas Sumatera Utara


94

kualifikasi dari tenaga kesehatan. Dengan jumlah tenaga yang cukup tapi kurang

berkualitas maka pelaksanaan kegiatan program kegiatan tidak dapat dilaksanakan

dengan baik karena pelayanan yang baik juga ditentukan oleh jumlah dan kualitas

dari tenaga yang menanganinya.

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan di atas adalah

ketersediaan SDM di RSUD Deli Serdang sudah cukup dari segi jumlah, namun

dari kualitas masih kurang. Hal ini ditandai dengan kurang berjalannya dengan

baik pelaksanaan tata kelola klinik yang dilakukan oleh komite medik. Hal ini

karena disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah proses kredensial

kurang berjalan baik bagi staf medis yang baru ataupun yang sudah lama,

kesibukan masing-masing SDM yang mengakibatkan waktu pertemuan untuk

rapat atau diskusi tidak berjalan secara rutin dan pemberian insentif jasa medis

yang dianggap kurang sesuai dan tidak transparan.

Perencanaan pelaksanaan tata kelola klinik. Himpunan informasi

tentang perencanaan dalam pelaksanaan tata kelola klinik meliputi aspek : (1)

perencanaan; dan (2) prioritas program kerja komite medik.

Informasi tentang aspek perencanaan dalam pelaksanaan tata kelola klinik

di RSUD Deli Serdang yang diperoleh dari hasil wawancara dengan 10 informan,

yang terdiri dari : satu orang Direktur RSUD Deli Serdang,) satu orang Wakil

Direktur Pelayanan Medik, satu orang Ketua Komite Medik, satu orang Wakil

Ketua Komite Medik, satu orang Sekretaris Komite Medik, satu orang Bendahara

Komite Medik, tiga orang anggota sub komite medik, dan satu orang staf medis

fungsional, diperoleh hasil sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


95

“Rencana kerja dari komite medik saya rasa tidak direncanakan


secara baik, apa aja yang akan dilakukan dalam setahun
itu”(Direktur RSUD Deli Serdang).

“Targetnya ada. Tetapi sepertinya perencanaan yang dibuat masih


belum terlalu jelas. Perencanaan hanya untuk rapat yang kita
lakukan setiap bulan. Akan tetapi pelaksanaanya juga tidak
berjalan. Komunikasi hanya via whatsapp. Terdapat juga
perencanaan untuk mengadakan pertemuan 3 bulan sekali
dengan mengundang narasumber dari luar untuk membahas
tentang hal-hal yang menarik” (Ketua Komite Medik).

“Perencanaan yang dibuat mungkn ada tapi tidak jelas. Tidak


pernah ada perencanaan yang pasti dan benar-benar
dilaksanakan”(Wakil Ketua Komite Medik).

“Setahu saya perencanaan belum ada dibuat” (Sekretaris Komite


Medik).

“Perencanaan hanya untuk rapat-rapat saja tapi itu pun sampai


saat ini tahun ini belum pernah dilakukan” (Bendahara Komite
Medik).

“Perencanaannya ada, akan tetapi yang merencanakan tidak


jelas. Bagian-bagiaan yang seharusnya datang pada saat rapat
pun tidak lengkap sehingga menghasilkan perencanaan yang
seadanya saja”(Anggota Sub Komite Mutu Profesi).

“Perencanaan ada tapi masih sebatas formalitas saja” (Staf Medis


Fungsional).

“Perencanaan belum ada dibuat. Hanya rapat-rapat saja itu pun


tidak rutin dilakukan” (Ketua Sub Komite Kredensial).

“Perencanaan seharusnya ada tapi tidak disusun oleh seluruh


bagian komite medik, karena pada saat rapat tidak semua yang
bisa hadir” (Wakil Direktur Pelayanan Medik).

“Belum direncanakan dengan baik sehingga hasil kegiatan yang


kita rasakan sekarang ini belum terlihat banyak” (Anggota Sub
Komite Etika/Disiplin Profesi).

Dari hasil wawancara di atas, seluruh informan (10 orang; 100%) menyatakan

bahwa perencanaan untuk kegiatan dari komite medik di RSUD Deli Serdang

Universitas Sumatera Utara


96

dalam pelaksanaan tata kelola klinik belum disusun secara baik. Hal ini

menyebabkan kegiatan yang dilaksanakan belum maksimal. Terdapat satu

informan yang menyatakan bahwa perencanaan ada dilakukan berdasarkan target

yang ditetapkan dan secara berkala narasumber baru dari luar diundang untuk

memberikan diskusi serta penyegaran terhadap hal-hal yang menarik untuk

dibahas.

Selanjutnya aspek perencanaan dalam pelaksanaan tata kelola klinik yang

ditinjau dari prioritas kegiatan di RSUD Deli Serdang diperoleh dari hasil

wawancara dengan 10 informan, yang terdiri dari : satu orang Direktur RSUD

Deli Serdang, satu orang Wakil Direktur Pelayanan Medik, satu orang Ketua

Komite Medik,satu orang Wakil Ketua Komite Medik, satu orang Sekretaris

Komite Medik, satu orang Bendahara Komite Medik, 3 orang anggota komite

medik, dan satu orang staf medis fungsional, diperoleh hasil sebagai berikut:

“Meningkatkan mutu, setiap ada kegiatan ilmiah mereka cukup


respect”(Direktur RSUD Deli Serdang).

“Peningkatan mutu. Karena mutu ini pasti sejalan dengan


penghasilan, jadi mutu ini tidak boleh berkurang” (Ketua Komite
Medik).

“Mungkin menurut saya prioritasnya adalah peningkatan mutu


SDM”(Wakil Ketua Komite Medik).

“Menurut saya mutu ya yang harus dijadikan prioritas. Karena


hal ini penting dalam melakukan pelayanan kepada pasien. Mutu
baik, pelayanan baik, pasien pun senang” (Sekretaris Komite
Medik).

“Karena pelatihan dan seminar-seminar banyak diikuti oleh


dokter sini, jadi prioritas kerja dari komite medik adalah
peningkatan mutu” (Bendahara Komite Medik).

Universitas Sumatera Utara


97

“Tidak ada, hal ini dikarenakan kegiatan-kegiatannya tidak


berjalan dengan lancar misalnya rapat. Banyak bagian-bagian
yang cenderung tidak punya waktu dan tidak dapat
hadir.”(Anggota Sub Komite Mutu Profesi).

“Lebih cenderung ke mutu jika ada, karena diperlukan untuk


akreditasi” (Staf Medis Fungsional).
“Disini kita lebih fokus untuk membahas kesejahteraan, mungkin
karena insentif belum ada” (Ketua Sub Komite Kredensial).
“Prioritas komite medik harus sejalan dengan visi misi kabupaten,
yaitu harus memiliki daya saing cukup. Contohnya tahun ini akan
diadakan alat TCD, jadi penangananan nyeri kepala akan
tersentralisasi di rumah sakit ini. Dan juga untuk unit tumbuh
kembang anak belum ada di sekitar deli serdang, jadi rumah sakit
ini menjadi sentralisasi tumbuh kembang anak” (Wakil Direktur
Pelayanan Medik).
“Prioritas komedi medik itu kalaupun ada untuk peningkatan mutu
karena diperlukan untuk akreditasi. Dalam waktu yang dekat ini
kita juga akan melakukan reakreditasi, pasti nantinya juga akan
sibuk mengumpulkan berkas-berkas dan komite medik juga ikut
berpartisiasi” (Anggota Sub Komite Etika/Disiplin Profesi).

Dari data di atas, (7 orang; 70%) menyatakan bahwa prioritas komite medik dalam

pelayanan medis di RSUD Deli Serdang adalah peningkatan mutu. Hal ini

disebabkan karena peningkatan mutu diperlukan pada saat melaksanakan

akreditasi rumah sakit dan untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada

pasien. Namun terdapat juga dua orang informan yang menyatakan bahwa

prioritas komite medik cenderung tidak ada karena dianggap kegiatan-kegiatan

komite medik tidak aktif dan cenderung vakum. Kegiatan komite medik yang

tidak aktif ini dikarenakan staf medis di RSUD Deli Serdang tidak memiliki

waktu untuk duduk bersama-sama mengadakan rapat atau kegiatan lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian di atas diketahui bahwa perencanaan

pelaksanaan tata kelola klinik di RSUD Deli Serdang belum dilaksanakan dengan

baik, sehingga mereka tidak mengetahui kegiatan apa saja yang menjadi prioritas.

Universitas Sumatera Utara


98

Hal ini menyebabkan kegiatan yang sudah berjalan juga tidak dilaksanakan sesuai

sasaran dan tujuan yang akan dicapai.

Perencanaan merupakan langkah awal dalam suatu siklus manajemen.

Perencanaan menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan fungsi manajemen.

Perencanaan dibutuhkan untuk menyesuaikan hasil kinerja dengan tujuan

organisasi yang hendak dicapai. Sama halnya dengan komite medik, perencanaan

dibutuhkan dengan tujuan agar tugas dan tanggungjawab yang dibebankan dapat

direalisasikan dengan jelas.

Komite medik melalui tata kelola klinik merupakan salah satu alternatif

yang dapat dikembangkan oleh rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan (Kemenkes, 2011). Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui

bahwa perencanaan pada komite medik sangat penting dengan tujuan untuk

mencapai keberhasilan dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan bagi pasien.

Pada Permenkes Nomor 48 tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Dan

Penganggaran Bidang Kesehatan tercantum bahwa perencanaan pembangunan

terdiri dari empat (4) tahapan, yakni: (1).penyusunan rencana; (2) penetapan

rencana; (3). pengendalian pelaksanaan rencana; dan (4). evaluasi pelaksanaan

rencana. Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara

keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh.

Hal ini sejalan dengan penelitian Rustam (2014) bahwa perencanaan

merupakan pola pandang menyeluruh terhadap segala pekerjaan yang harus

dilakukan dan merupakan landasan pokok bagi pelaksanaan fungsi-fungsi yang

lain dan sebagai tuntutan bagi pencapaian tujuan organisasi dengan lebih efisien

dan efektif.

Universitas Sumatera Utara


99

Tanpa adanya fungsi perencanaan, fungsi-fungsi manajemen lainnya tidak

akan ada artinya, karena tanpa ada perencanaan tidak ada pekerjaan

pengorganisasian, aktuasi (penggerak), serta pengawasan. Oleh sebab itu, fungsi

perencanaan menjadi landasan pokok bagi fungsi-fungsi manajemen lainnya.

Dengan adanya perencanaan, kegiatan-kegiatan dalam manajemen dapat

dilakukan secara efisisen dan efektif, sehingga dapat membantu pencapaian tujuan

yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perencanaan

pelaksanaan tata kelola klinik di RSUD Serdang belum dibuat sesuai peraturan

yang ada, yaitu Permenkes Nomor 48 tahun 2018, sehingga prioritas kegiatan juga

belum sesuai dengan tujuannya. Dengan tidak adanya perencanaan kerja dari

komite medik, maka pihak rumah sakit tidak dapat menganggarkan berapa

anggaran yang akan disediakan untuk melaksanakan program kerja komite medik

dalam pelaksanaan tata kelola klinik yang baik.

Kepemimpinan pelaksanaan tata kelola klinik. Informasi tentang

kepemimpinan dalam melaksanakan tata kelola klinik di RSUD Deli Serdang

diperoleh dari hasil wawancara dengan 10 informan, yang terdiri dari : satu orang

Direktur RSUD Deli Serdang, satu orang Wakil Direktur Pelayanan Medik, satu

orang Ketua Komite Medik, satu orang Wakil Ketua Komite Medik, satu orang

Sekretaris Komite Medik, satu orang Bendahara Komite Medik, tiga orang

anggota sub komite medik, dan satu orang staf medis fungsional, diperoleh hasil

sebagai berikut:

“Kita melakukan positioning terlebih dahulu, yaitu


menginventarisasi seberapa kuat kekutan kita untuk menghandle

Universitas Sumatera Utara


100

perubahan yang terjadi di luar dan seberapa kuat kita


beradaptasi dengan situasi di luar. Misalnya dengan membuat
bagaimana dokter anak memiliki keahlian sub, bukan sub
spesialis tertentu yang kita tarik. Artinya kita memperkuat
keahlian dan kompetensi masing-masing dokter kita
disini”(Direktur RSUD Deli Serdang).

“Pada prinsipnya pimpinan disini sangat welcome dengan


pelaksanaan tata kelola klinik. Terutama untuk peningkatan mutu
pelayanan. Segala sesuatunya diserahkan kepada SMF untuk
memenuhi sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh staf
medis sesuai kebutuhannya. Khususnya untuk bidang jantung,
banyak alat-alat yang sudah tersedia. Untuk bidang anak, sudah
ada klinik tumbuh kembang anak, dan masih banyak lagi
lainnya. Bukan hanya sarana dan prasarana, stafnya juga
diikutkan pelatihan dan kursus-kursus sesuai dengan bidangnya.
Pimpinan sangat berkomitmen dalam meningkatkan mutu dalam
pelayanan kesehatan” (Ketua Komite Medik).

“Kepemimpinan yang sekarang ini jika ditinjau dari segi


kebijakan yang dikeluarkan mungkin lebih mengarah kepada
pemantapan sarana dan prasarana”(Wakil Ketua Komite
Medik).

“Diektur sangat memperhatikan sarana dan prasarana yang ada.


hal ini untk meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien”
(Sekretaris Komite Medik).

“Menurut saya harusnya dibuat regulasi yang tepat dalam


mengatur pelaksanaan tata kelola klinik. Agar pelaksanaannya
dapat berjalan dengan baik sehingga mutu pelayanan pun akan
baik” (Bendahara Komite Medik).

“Seharusnya banyak SK yang dikeluarkan. Mungkin banyak SK


yang keluar tapi hanya sekedar arsip dan tidak disosialisasikan.
Ada atau tidaknya kebijakan yang dikeluarkan pimpinan tidak
tahu atau hanya sekedar arsip saja”(Anggota Sub Komite Mutu
Profesi).

“Mungkin lebih mengacu kepada mutu karena hal itu berkaitan


dengan pendapatan rumah sakit nantinya” (Staf Medis
Fungsional).

“Seharusnya ditetapkan ketua komite medik yang memiliki power


dan banyak waktu di rumah sakit ini. Karena kendalanya ketua

Universitas Sumatera Utara


101

komite medik yang sekarang tidak punya waktu yang cukup”


(Ketua Sub Komite Kredensial).

“Pimpinan yaitu direktur selalu melakukan kontrol mengadakan


rapat staf sekali seminggu. Kontrol layanan minimal sekali 2
minggu, kemudian setiap hari mendatangi ruangan-ruangan
untuk kontrol quality” (Wakil Direktur Pelayanan Medik).

“Pimpinan sering melakukan kontrol terhadap layanan yang kita


berikan, baik oleh direktur sendiri maupun jajaran staf
dibawahnya. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar pelayanan
yang diberikan tetap memberikan kepuasan maksimal bagi pasien”
(Anggota Sub Komite Etika/Disiplin Profesi).

Dari hasil wawancara di atas dengan seluruh informan (10 orang; 100%)

tentang kepemimpinan yang menjadi determinan dalam pelaksanaan tata kelola

klinik di RSUD Deli Serdang, dapat diketahui bahwa kebijakan pimpinan lebih

mengarah kepada peningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada pasien. Dengan

melengkapi sarana dan prasarana di RSUD Deli Serdang. Hal ini dilakukan untuk

menjaga dan mengontrol kualitas layanan yang diberikan kepada pasien agar tetap

memuaskan. Kebijakan tersebut menurut salah satu informan berkaitan erat

dengan pendapatan yang akan diperoleh rumah sakit. Jika sarana/prasarana dan

mutu rumah sakit baik maka pasien akan semakin percaya atau puas terhadap

pelayanan rumah sakit, sehingga pendapatan rumah sakit akan semakin tinggi.

Selain itu, (1 orang informan; 10%) juga menyatakan bahwa kebijakan

yang dikeluarkan oleh pimpinan dinilai masih kurang jelas, hal ini dibuktikan

dengan tidak adanya sosialisasi yang dilakukan oleh pimpinan terhadap

kebijakan-kebijakan baru yang akan dijalankan oleh rumah sakit.

Hasil wawancara dengan (1 orang informan; 10%) menyatakan bahwa

kepemimpinan dalam komite medik dinilai masih kurang baik. Informan tersebut

menambahkan sebaiknya ketua komite yang ditunjuk adalah seseorang yang

Universitas Sumatera Utara


102

memiliki power dan ketersediaan waktu yang cukup di RSUD Deli Serdang. Hal

ini diungkapkan karena ditinjau dari kondisi yang sekarang, komite medik kurang

berjalan yang disebabkan oleh kesibukan masing-masing anggota komite medik

dan kepemimpinan yang kurang memotivasi setiap anggota komite medik yang

terlibat.

Peran kepemimpinan dalam pelaksanaan sebuah program organisasi

berperan penting terhadap keberhasilan program tersebut. Menurut Wukir (2017)

kepemimpinan merupakan seni memotivasi dan mempengaruhi sekelompok orang

untuk bertindak mencapai tujuan bersama. Selanjutnya menurut Samsudin (2009)

kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan meyakinkan dan

menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya

sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa kepemimpinan yang baik akan mampu menggerakkan dan

memotivasi setiap individu yang terlibat di dalam organisasi yang sama.

Hal ini sejalan dengan penelitian Kurniawan (2018), bahwa gaya

kepemimpinan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan

percetakan dimas kota Palembang. Secara tidak langsung kepemimpinan ikut

menentukan terbentuknya kinerja karyawan. Semakin baik kepemimpinan

seseorang terhadap bawahan, maka semakin tinggi pula kinerja bawahannya.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan

dalam pelaksanaan tata kelola klinik dinilai masih kurang baik. Hal ini disebabkan

karena partispasi dari pemimpin kurang kepada anggotanya, sehingga kondisi

tersebut menyebabkan komite medik kurang berjalan dengan baik. Partisipasi

Universitas Sumatera Utara


103

yang kurang dari pimpinan rumah sakit dan ketua komite medik dalam

menjalankan kegiatan-kegiatan komite medik menjadi faktor penting penyebab

kurang berjalannya kegiatan-kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh komite

medik. Usaha pencapaian tujuan organisasi tidak terlepas dari bagaimana seorang

pemimpin menumbuhkan kinerja dari pegawainya.

Determinan pelaksanaan tata kelola klinik pelayanan medik di RSUD Deli

Serdang didapat bahwa determinan yang dilihat dari anggaran, perencanaan,

sumber daya manusia dan kepemimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan tata

kelola klinik di RSUD Deli Serdang belum berjalan dengan baik sesuai dengan

aturan yang ada. Dari unsur determinan dalam penelitian ini yang sangat

mempengaruhi belum berjalan dengan baik tata kelola klinik di RSUD Deli

Serdang adalah faktor kepemimpinan. Partisipasi dari seorang pemimpin sangat

berpengaruh besar terhadap keberhasilan dalam melaksanaan tata kelola klinik

bisa berjalan dengan baik. Determinan lain yang mempengaruhi belum

berjalannya dengan baik tata kelola klinik di RSUD Deli Serdang adalah

perencanaan. Dengan tidak adanya perencanaan program kerja atau kegiatan dari

komite medik dalam melaksanakan tata kelola klinik, maka pihak rumah sakit

tidak dapat menganggarkan berapa anggaran yang akan disediakan untuk

melaksanakan program kerja komite medik dalam mencapai tata kelola klinik

yang baik. Jumlah sumber daya manusia yang cukup, namun kurang berkualitas

dan tidak sesuai kompetensinya serta kurang memahami pentingnya tata kelola

klinik di rumah sakit, dapat menyebabkan pelaksanaan tata kelola klinik tidak

berjalan dengan baik.

Universitas Sumatera Utara


104

Implikasi Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan data yang ditemukan dilapangan, maka

peneliti dapat menyimpulkan beberapa implikasi terhadap berbagai pihak yang

terkait dengan penelitian ini, antara lain sebagai berikut:

1) Implikasi pada Manajemen RSUD Deli Serdang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja dari komite medik yang

masih kurang terkoordinasi dan belum berjalan lancar. Sebaiknya

peningkatan kinerja komite medik dilakukan secara menyeluruh subkomite

kredensial, mutu profesi dan etika profesi berlandaskan Permenkes RI nomor

755/MENKES/PER/ IV/2011. Selanjutnya perencanaan sebaiknya dilakukan

untuk menetapkan kebijakan dan prosedur yang akan dilaksanakan oleh

masing-masing sub komite medik sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 142 tahun 2018 untuk perencanaan anggaran.

2) Implikasi staf medis di RSUD Deli Serdang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih kurangnya keaktifan staf

medis dalam menjalankan komite medik. Diperlukan kesadaran yang tinggi

untuk setiap staf medis dalam memberikan partisipasi di setiap kegiatan yang

akan dilaksanakan oleh komite medik. Partisipasi dari setiap anggota sub

komite medik sangat dibutuhkan dalam memberikan masukan pada setiap

kebijakan dan prosedur yang akan dijalankan masing-masing sub komite

medik. Kendala terkait dengan kurangnya koordinasi dan interaksi antar

anggota komite medik sebaiknya dapat dievaluai dan diperbaiki secepat

Universitas Sumatera Utara


105

mungkin agar komite medik di RSUD Deli Serdang dapat berjalan sesuai

yang tercantum di dalam Permenkes 755/MENKES/PER/IV/2011.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian tentang determinan pelaksanaan tata kelola klinik pelayanan

medik di RSUD Deli Serdang mempunyai keterbatasan sebagai berikut :

1) Pengumpulan data menggunakan panduan wawancara dimana kebenaran

sangat tergantung dari kejujuran, sangat sulit untuk mendapatkan data yang

benar- benar valid.

2) Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan informan dari unsur

fungsional, sehingga peneliti mengalami kesulitan untuk menjumpai informan

dan waktu wawancara yang tidak terlalu lama.

3) Penelitian ini karena bersifat kualitatif, maka apabila diadopsi di tempat lain

harus memperhatikan faktor internal yang ada di tempat tersebut.

Universitas Sumatera Utara


106

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai

berikut :

Pelaksanaan tata kelola klinik. Pelaksanaan tata kelola klinik di RSUD

Deli Serdang Lubuk Pakam sudah dilakukan tapi belum menyeluruh, karena

belum sesuai dengan standar tentang penyelenggaraan Komite Medik di rumah

sakit. Hal ini disebabkan oleh kurangnya koordinasi dan interaksi antar anggota

komite medik serta komite medik dengan pimpinan dan manajemen rumah sakit

menyebabkan kinerja yang dihasilkan tidak maksimal. Pelaksanaan tata kelola

klinik di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam yang dilihat dari aspek: (1) Tata

laksana kredensial; (2) Tata laksana mutu profesi; dan (3) Tata laksana etika dan

disiplin profesi, secara rinci dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tata laksana kredensial di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam mulai dari dari

pelaksanaan tugas kredensial, evaluasi data pendidikan profesi berkelanjutan,

wawancara terhadap pemohon kewenangan klinis, pelaporan hasil penilaian

kredensial dan penyampaian rekomendasi kewenangan klinis kepada komite

medik dan proses rekredensial pada saat berakhirnya masa berlaku surat

penugasan klinis, penyusunan daftar kewenangan klinis belum dilaksanakan

sesuai dengan Permenkes RI Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011, sehingga

staf medis tidak memiliki surat kewenangan klinis yang sesuai dengan

kompetensinya. Kredensial dan rekredensial yang dilaksanakan hanya untuk

106
Universitas Sumatera Utara
107

tujuan tertentu saja, yaitu untuk akreditasi rumah sakit dan pencairan dana

BPJS.

2. Tata laksana mutu profesi di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dalam

pelaksanaan audit medis sudah dilakukan tapi belum menyeluruh, hanya

dilakukan untuk tujuan tertentu dan pelaksanaan evidence based belum pernah

dilakukan. Untuk rekomendasi pertemuan ilmiah internal, rekomendasi

pendidikan berkelanjutan sudah dilakukan.

3. Tata laksana etika dan disiplin profesi yang ada di RSUD Deli Serdang Lubuk

Pakam masih dilakukan secara internal, melalui media sosial dan pembinaan

keprofesian belum berjalan dengan baik karena susahnya mengatur jadwal

pertemuan secara rutin.

Determinan pelaksanaan tata kelola klinik. Determinan pelaksanaan

tata kelola klinik merupakan suatu kesatuan yang dapat memberikan pengaruh

besar terhadap keberhasilan kinerja komite medik dalam melaksanakan tata kelola

klinik di rumah sakit. Determinan dalam penelitian ini dilihat dari aspek: (1)

Anggaran; (2) SDM; (3) Perencanaan; dan (4) kepemimpinan, sangat

mempengaruhi pelaksanaan tata kelola klinik di RSUD Deli Serdang belum

berjalan dengan baik sesuai dengan aturan yang ada, secara rinci dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Pihak manajemen rumah sakit tidak transparan terkait anggaran yang

disediakan untuk pelaksanaan tata kelola klinik oleh komite medik. Secara

administratif anggaran untuk pelaksanaan tata kelola klinik dari komite medik

tidak ada. Komite medik tidak mengusulkan perencanaan anggaran yang

Universitas Sumatera Utara


108

dibutuhkan. Untuk jasa medis pelayanan bagi staf medis juga tersedia

walaupun pencairannya yang tidak lancar dan pembagiannya yang tidak

transparan, mengakibatkan staf medis kurang peduli terhadap pelaksanaan tata

kelola klinik di rumah sakit.

2. Jumlah Sumber daya manusia di RSUD Deli Serdang sudah cukup. Pelatihan

dan pendidikan berkelanjutan sudah dilaksanakan. Namun proses pelaksanaan

kredensial bagi staf medis di RSUD Deli Serdang belum dilakukan sesuai

peraturan yang ada, sehingga SDM tidak bisa melaksanakan fungsi kontroling

dengan baik dalam memberikan pelayanan.

3. Perencanaan dalam melaksanakan tata kelola klinik oleh komite medik belum

disusun dengan baik sesuai dengan Permenkes Nomor 48 tahun 2018,

sehingga kegiatan tata kelola klinik berjalan hanya seperlunya saja dan

prioritas kegiatan fokus hanya untuk meningkatkan mutu pelayanan.

4. Kepemimpinan dalam pelaksanaan tata kelola klinik hanya fokus terhadap

peningkatan dan kelengkapan sarana dan prasarana. Pimpinan kurang

memiliki kemampuan dalam mempengaruhi dan mengarahkan orang lain

untuk memperbaiki dan melaksanakan kegiatan agar tata kelola klinik di

RSUD Deli Serdang dapat berjalan dengan baik.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti mengajukan beberapa saran

agar pelaksanaan tata kelola klinik pelayanan medik di RSUD Deli Serdang dapat

berjalan dengan baik adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


109

Pelaksanaan tata kelola klinik

1. Tata laksana kredensial :

a. Sub komite kredensial melakukan tugas pokok dan fungsinya sesuai

dengan peraturan yang ada, yaitu melakukan kredensial dan rekredensial

untuk seluruh staf medis yang baru maupun yang telah bekerja di rumah

sakit agar keprofesionalisme staf medis tetap terjaga dengan baik.

b. Disusun daftar kewenangan klinis untuk setiap staf medis yang melakukan

pelayanan medis sesuai dengan kompetensinya masing-masing.

2. Tata laksana mutu profesi

a. Sub komite mutu profesi melakukan tugas pokok dan fungsinya sesuai

dengan peraturan yang ada.

b. Seminar, workshop dan pelatihan-pelatihan yang akan dilakukan harus

sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang akan dicapai.

c. Dibuat panduan praktik klinik dan clinical pathway untuk pelayanan

medik yang dapat digunakan oleh seluruh staf medis dalam memberikan

pelayanan kepada pasien sesuai dengan kompetensinya masing-masing.

3. Tata laksana etika dan disiplin profesi

a. Pembinaan etika kepada staf medis sebaiknya dilakukan agar keselamatan

pasien terjamin.

b. Disusun SOP dalam usaha pendisiplinan sikap profesi dokter/dokter

spesialis untuk melindungi pasien dari pelayanan staf medis yang tidak

memenuhi syarat dan tidak layak dalam memberikan pelayanan medik.

Universitas Sumatera Utara


110

Determinan pelaksanaan tata kelola klinik

1. Anggaran disusun secara transparan dan memperhatikan usulan perencanaan

kegiatan pelaksanaan tata kelola klinik yang dibuat komite medik. Dengan

adanya anggaran, sarana prasarana dan kegiatan pelaksanaan tata kelola klinik

dapat berjalan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan tentang

penyelenggaraan Komite Medik di rumah sakit.

2. Perencanaan kegiatan komite medik dalam melaksanaan tata kelola klinik

harus disusun dengan sebaik-baiknya sesuai dengan yang tercantum pada

Permenkes Nomor 48 tahun 2018. Penetapan perencanaan secara terstruktur

merupakan langkah yang baik untuk membuat kegiatan komite medik semakin

aktif sehingga pelaksanaan tata kelola klinik berjalan dengan baik.

Perencanaan disusun untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang.

3. SDM diberikan pelatihan dan seminar/kursus/workshop sesuai dengan

kebutuhan dan tujuannya serta kompetensinya agar tata kelola klinik dapat

berjalan dengan baik.

4. Kepemimpinan :

a. Perlunya meningkatkan peran dari seorang pimpinan dalam meningkatkan

kinerja karyawannya sehingga karyawannya berperan aktif dalam

melaksanakan tata kelola klinik yang baik.

b. Pemimpin perlu memberikan kesempatan kepada pegawai untuk

meningkatkan motivasi, kemampuan, gagasan dan mengembangkan potensi

diri yang dimilikinya. Dengan adanya kesempatan atau kebebasan itu dapat

menciptakan dukungan dan perkembangan yang positif terhadap semua

kegiatan tata kelola klinik yang dilaksanakan agar berjalan dengan baik.

Universitas Sumatera Utara


111

c. Pemimpin perlu melakukan program-program pembinaan secara terpadu

dan intensif kepada pegawai, yaitu melaksanakan program pendidikan dan

pelatihan baik yang diadakan didalam (In-House Training) maupun diluar

organisasi (ExHouse Training). Program pembinaan tersebut dapat

dilakukan melalui kerjasama dengan instansi pemerintah atau instansi

swasta lainnya yang berkompeten dalam usaha meningkatkan kualitas

sumber daya manusia (SDM).

d. Ketua komite medik sebaiknya dipilih orang yang memiliki kompetensi

yang mumpuni dalam menjalankan tugasnya dan merupakan staf medis

yang purna waktu di RSUD Deli Serdang. Sehingga diharapkan ketua

komite medik dapat merangkul dan memotivasi setiap anggotanya untuk

melaksanakan tata kelola klinik yang baik.

Universitas Sumatera Utara


112

Daftar Pustaka

Aditama, C.Y. (2013). Manajemen administrasi rumah sakit. Jakarta: Penerbit


Universitas Indonesia.

Andriani, K. (2013). Profil komite medis di indonesia dan faktor-faktor yang


mempengaruhi kinerjanya dalam menjamin keselamatan pasien. Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan, 2(1), 41-47.

Aveling, E.-L., Kayonga, Y., Nega, A., & Dixon-Woods, M. (2015). Why is
patient safety so hard in low-income countries? A qualitative study of
healthcare workers’ views in two African Hospitals. Globalization and
health, 11(1), 6.

Cahyono, J.B.S. (2013). Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik


kedokteran. Yogyakarta: Kanisius.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Panduan Nasional Keselamatan Pasien


Rumah Sakit (Patient Safety). Diakses dari http://
www.academia.edu/23593559/panduan_nasional_keselamatan_pasien_ru
mah_sakit_patient_safety.pdf

Dewi, N. (2015). Kesiapan penerapan konsep dasar clinical governance Di


RSUD Praya (Tesis, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan
Keperawatan Universitas Gadjah Mada). Diakses dari
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=Pen
elitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=82636&obyek_id=4

Divianto. (2012). Peranan audit operasional terhadap efektivitas pelayanan


kesehatan rawat inap di rumah sakit. Jurnal Ekonomi dan Informasi
Akuntansi, 2(2), 4-24.

Dyah, A. (2018). Evaluasi pelaksanaan kredensialing dokter umum di Rumah


Sakit Yogyakarta (Tesis, Fakultas Kedokteran Dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta). Diakses dari
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/22203?show=full

Faisal, S. (1999). Format-format penelitian sosial. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Hartati, K. (2013). Implementasi tata kelola klinis oleh komite medik di rumah
sakit umum daerah di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Manajemen
Pelayanan Kesehatan, 17(1), 51-59.

112
Universitas Sumatera Utara
113

Herlambang, S. (2018). Manajemen pelayanan kesehatan rumah sakit.


Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Kementerian Kesehatan RI, Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). (2012).


Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit. Diakses dari
http://www.pdpersi.co.id/kanalpersi/manajemen_mutu/data/snars_edisi1.p
df

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Diakses
dari http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20
Riskesdas%202013.pdf

Konsil Kedokteran Indonesia. (2012). Standar Kompetensi Dokter Indonesia.


Diakses dari http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/SKDI_Perkonsil.pdf

Kurniawan, M. (2018). Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan


percetakan dimas Kota Palembang. Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis Dan
Terapan, 15(1), 33-46.

Lubis, A. (2015). Peran komite medik dalam upaya pencapaian mutu pelayanan
kesehatan pada Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015 (Tesis,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara). Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/66895

Marlizaini. (2017). Analisis pelaksanaan peran komite medik dalam upaya


peningkatan utilisasi pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah
Sijunjung (Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Andalas). Diakses
dari http://scholar.unand.ac.id/29796/

Marwiati. (2018). Deskripsi implementasi kompetensi perawat sesuai clinical


appointment di RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo. Jurnal Penelitian
dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, 5(3), 314-326.

Menap. (2018). Manajemen risiko klinik. Yogyakarta: Husada Mandiri.

Muninjaya, G.A. (2012). Manajemen kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Muninjaya, G.A. (2015). Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Peraturan Internal Tenaga Medik RSUD Deli Serdang Tahun 2016.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit
di Lingkungan Departemen Kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


114

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 147/Menkes/Per/I/2010


tentang Perizinan Rumah Sakit.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


755/Menkes/PER/VI/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di
Rumah Sakit.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 tentang


Klarifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2017 tentang


Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Bidang Kesehatan.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 142/PMK.02/2018


tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
94/PMK.02/2017 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana
Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Pengesahan
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran.

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. (2013). Pedoman Kredensial dan


Kewenangan Klinis (Clinical Privillege) Di Rumah Sakit. Diakses dari
http://www.pdpersi.co.id/kegiatan/kredensial/

Pertiwiwati, E. (2018). Peran komite keperawatan terhadap peningkatan mutu


pelayanan keperawatan. Jurnal Dunia Keperawatan, 6(1), 57 – 62.

Piyajeng, R.S. (2015). Pengaruh audit operasional, pengendalian internal, good


clinical governance, etika bisnis lembaga rumah sakit terhadap efektivitas
pelayanan kesehatan pasien BPJS pada rumah sakit (Tesis, Fakultas
Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta).
Diakses dari http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/16966

Prasetya, A. (2015). Analisis peran serta komite medik dalam proses akreditasi
rumah sakit di rumah sakit umum daerah Simo Kabupaten Boyolali (Tesis,
Universitas Diponegoro). Diakses dari http://eprints.undip.ac.id/45965/

Rahmawati. (2017). Pengaruh audit operasional, pengendalian internal, good


clinical governance, etika bisnis lembaga rumah sakit terhadap efektivitas
pelayanan kesehatan pasien BPJS di rumah sakit (studi empiris pada
rumah sakit di Tulungangung) (Tesis, Fakultas Kedokteran Dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta). Diakses dari
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/12084

Rustam. (2014). Penerapan fungsi manajemen pada rencana kerja PT Perkebunan


Nusantara III (Persero). Jurnal Riset Ekonomi, 3(2), 18-27.

Universitas Sumatera Utara


115

Samsudin, S. (2009). Manajemen sumber daya manusia. Bandung: Pustaka Setia.

Setyawati, A. (2017). Peningkatan pengetahuan perawat dan bidan tentang


evidence-based practice melalui pelatihan penerapan evidence-based
practice. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat, 6(1), 53
– 56.

Shanks, N. (2018). Manajemen pelayanan kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Sugiharti, E. (2017). Pengembangan alternatif standard operating procedure


(SOP) serta studi hubungannya dengan mutu pelayanan rawat jalan poli
umum di Klinik Dian Nuswantoro. Jurnal Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro, 5(2), 8-13.

Sugiyono. (2017). Metode penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sunyoto. (2013). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Center For.

Susanto, D. (2015). Pengaruh good governance terhadap kualitas pemberian


layanan publik. Jurnal Paradigma, 12(02), 73-91.

Spradley, J.P. (2007). Metode etnografi. Yogyakarta : Tiara Wacana.

The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG). (2012). Corporate


Governance Perception. Diakses dari https://www.idx.co.id/
StaticData/NewsAndAnnouncement/ANNOUNCEMENTSTOCK/From_ER
EP/201802/704a17b2fe_636943b009.pdf

Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Widyaningrum, L. (2016). Keakuratan penentuan kode underlying cause of death


berdasarkan medical mortality data system di RSUD Kota Salatiga Tahun
2016. Jurnal Riset Kesehatan, 6(1), 45–49.

World Health Organization. (2015). World alliance for patient safety. Diakses
dari https://www.who.int/patientsafety/worldalliance/en/

Wukir. (2013). Manajemen sumber daya manusia dalam organisasi sekolah.


Yogyakarta: Multi Presindo.

Universitas Sumatera Utara


116

Lampran 1. Pedoman Wawancara Mendalam

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

DETERMINAN PELAKSANAAN TATA KELOLA KLINIK PELAYANAN

MEDIK DI RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

Tanggal wawancara :
Waktu wawancara :
Tempat wawancara :
Nama pewawancara :

No. Informan :
Nama Informan :
Demografi
1. Umur :
2. Jenis Kelamin :
3. Jabatan :
4. Pendidikan :
5. Lama Bekerja :

Pertanyaan Wawancara:
I. Pelaksanaan Tata Kelola Klinik
1. Regulasi apa yang dimiliki oleh rumah sakit dalam pelaksanaan tata kelola
klinik pelayanan medis
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
2. Bagaimana proses pelaksanaan kredensial bagi staf medis yang memberikan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Sedang
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

Universitas Sumatera Utara


117

3. Apakah dilakukan penyusunan daftar kewenangan klinis bagi staf medis yang
melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kompetensi staf medis
tersebut
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
4. Apakah dilakukan proses rekredensial pada saat berakhirnya masa berlaku
surat penugasan klinis
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
5. Bagaimana pelaksanakan tugas memelihara dan meningkatkan mutu profesi
staf medis di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Sedang
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
6. Apakah terdapat COD (Case of Death) di Rumah Sakit Umum Daerah Deli
Sedang
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
7. Apakah yang dilakukan jika terjadi COD (Case of Death) di Rumah Sakit
Umum Daerah Deli Sedang
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
8. Apakah dilakukan pertemuan ilmiah internal untuk staf medis
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

9. Apakah staf medis diberikan kesempatan mengikuti kursus ataupun


pendidikan berkelanjutan
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

Universitas Sumatera Utara


118

10. Apakah dilakukan pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran


…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
11. Apakah dilakukan pembinaan profesionalisme staf medis
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
II. Determinan Pelaksanaan Tata Kelola Klinik
12. Apakah tersedia anggaran dalam menjalankan program kerja komite medik
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
13. Apakah ada pemberian insentif bagi staf medis di rumah sakit
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
14. Berapakah jumlah SDM (komite medik dan subkomite medik) di RSUD Deli
Serdang
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
15. Apakah masing-masing subkomite medik menjalankan tugas dan fungsinya
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
16. Bagaimana pelaksanaan rekrutmen staf medis di Rumah Sakit Umum Daerah
Deli Sedang
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
17. Apakah terdapat rencana kerja dari komite medik di RSUD Deli Serdang
dalam pelaksanaan tata keola klinik
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

Universitas Sumatera Utara


119

18. Program kerja apa saja yang menjadi prioritas komite medik dalam pelayanan
medis di RSUD Deli Serdang
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
19. Bagaimana kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan dalam pelaksanaan tata
kelola klinik pelayanan medis di rumah sakit
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………

Universitas Sumatera Utara


120

Lampiran 2. Hasil wawancara mendalam


HASIL WAWANCARA MENDALAM

DETERMINAN PELAKSANAAN TATA KELOLA KLINIK PELAYANAN

MEDIK DI RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

1. Regulasi apa yang dimiliki oleh rumah sakit dalam pelaksanaan tata

kelola klinik pelayanan medis:

Informan Pernyataan
Informan 1 RSUD Deli Serdang berbasis kepada akreditasi, yang artinya
semua SOP akan menjadi penilaian dan review dalam akreditasi.
Pelaksanaan tata kelola klinik disini dilaksanakan oleh komite
medik. Ada 2 komite medik disini, yaitu komite medik untuk
dokter dan komite keperawatan. Masing-masing komite tersebut
terdapat Pokja. Masing-masing Pokja akan membuat SOP tentang
sistem tata kelola klinik di RSUD Deli Serdang. SOP tersebut
diambil dari hospital bylaws. Kalau medical staf bylaws kami
belum ada. Disini kami masuk ke clinical pathway sebagai
turunannya.
Informan 2 Jika pertanyaan mengarah kesitu saya jawabnya susah. Hospital
bylaws seharusnya ada, karena pada saat pengurusan akreditasi
pertama tahun 2010 sudah dibuat. Tapi sekarang saya tidak tahu
lagi apakah akreditasi yang tahun 2016 menggunakan hospital
bylaws atau tidak. Medical staf bylaws juga saya kurang tau
apakah ada atau tidak. Untuk masalah ini memang saya tidak tahu
secara pasti.
Informan 3 Seharusnya ada peraturan dari komite medik yang berhubungan
dengan Permenkes 755 tahun 2011. Saya rasa kami hanya
memiliki hospital bylaws saja. Dan itu pun tidak dijalankan sesuai
yang tercantum didalamnya.
Informan 4 Saya tidak mengetahui ada atau tidak peraturan yang mengatur
tentang komite medik di rumah sakit. Selama ini pelaksanaan
kegiatan komite medik berjalan begitu saja. Tidak ada regulasi
yang mengatur pelaksanaan kegiatan komite medik. Saya juga
tidak tahu ada Permenkes 755 tahun 2011 tentang komite medik.
Informan 5 Pada tahun 2017 kegiatannya berjalan, paling tidak sekali sebulan
ada rapat. Namun pada tahun 2018 mulai jarang dilakukan bahkan
sempat sampai 6 bulan tidak rapat. SK dan hasil notulen rapat ada
tapi saya simpan di rumah. Dan untuk tahun 2019 belum ada
dilakukan rapat. Hal ini bisa disebabkan karena kurang koordinasi.

Universitas Sumatera Utara


121

Informan 6 Seharusnya ada SK untuk mengatur regulasi tentang komite medik yang
merupakan turunan dari Permenkes 755. Jika boleh jujur sebenarnya
tidak aktif. Kuncinya sebenanrya dalam komite medik ini ada pada
direktur dan ketua komite medik. Sikap direktur dan wakil direktur
kurang peduli serta ketua komite medik cenderung apatis menjadikan
komite medik tidak berjalan. Hospital bylaws dan medical staf bylaws
ada tapi itu semua hanya teori. Kalau pun ada barang itu entah dimana.
Informan 7 Seharusnya ada regulasinya. Tetapi saya tidak tahu regulasi apa
yang digunakan untuk pelaksanaan tata kelola klinik di rumah
sakit ini.
Informan 8 Belum ada regulasi yang mengatur tentang tata kelola klinik disini.
Saya kira rumah sakit ini tidak memiliki hospital bylaws dan
medical staf bylaws ataupun peraturan lainnya terkait dengan tata
kelola klinik.
Informan 9 Sesuai amanat dari permenkes harusnya tiap rumah sakit wajib
memiliki hospital bylaws dan medical staf bylaws yang mengatur
tentang apa saja yang boleh dilakukan di rumah sakit. Hospital
bylaws ini disusun dan disetujui oleh pemilik rumah sakit, dalam
hal ini adalah bupati sebagai pemilik saham rumah sakit ini.
Rumah sakit ini memiliki hospital bylaws dan medical staf bylaws.
Informan 10 Seharusnya rumah sakit ini memiliki hospital bylaws. Walaupun
regulasi itu dimiliki oleh rumah sakit ini, akan tetapi dalam
pelaksanaan segala kegiatan di rumah sakit tidak sesuai dengan isi
di dalam hospital bylaws itu. Dengan kata lain bahwa segala
kegiatan komite medik tidak berjalan dengan baik.

2. Bagaimana proses pelaksanaan kredensial bagi staf medis yang


memberikan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Deli
Sedang:

Informan Pernyataan
Informan 1 Kredensial untuk dokter disini belum berjalan, akan tetapi kalau
untuk perawat sudah berjalan.
Informan 2 Proses kredensialing dijalankan. Alur prosesnya SDM yang
melamar ke direksi, lalu direksi akan memberikan surat kepada
sub komite kredensial untuk melaksanakan proses kredensialing,
dan kita berikan surat balasan berupa rekomendasi dari komite
medik ke direksi. Tapi kenyataannya hal ini tidak berjalan secara
rutin. Terkadang SDM yang baru sudah ada di dalam pelayanan
tanpa diketahui oleh komite medik, yang artinya bahwa SDM
tersebut tidak melewati proses kredensial.
Informan 3 Proses kredensial untuk dokter yang bekerja disini belum
dijalankan secara rutin.
Informan 4 Saya kira belum pernah melaksanakan proses kredensial untuk

Universitas Sumatera Utara


122

dokter disini. Dokumen kredensial hanya dipersiapkan untuk


akreditasi.
Informan 5 Proses kredensial tidak terlalu berjalan. Awal bulan januari ada dokter
yang baru masuk, itu sempat dikredensialing oleh sub komite kredensial.
Setau saya hanya sekali itu saja. Selainnya kredensial yang dilakukan
hanya berupa pengumpulan berkas-berkas sebagai keperluan akreditasi
saja.
Informan 6 Kredensialing sampai sekarang kita bingung karena tidak aktif.
Harusnya dari kredensialing ini diterbitkan RKK dan SPK, tapi
kenyataannya kredensial saja tidak dilaksanakan sehingga RKK
dan SPK pun tidak ada. Sudah saya sampaikan bahwa kredensial
ini sangat penting bagi dokter yang melakukan pelayanan. Tapi
bukitnya pun sampai saat ini tidak juga dilakukan. Hanya berupa
pengumpulan berkas-berkas yang dibutuhkan pada saat mau
akreditasi dan untuk BPJS.
Informan 7 Kredensial seharusnya dilaksanakan karena diperlukan untuk
akreditasi, namun saya tidak tahu pastinya bagaimana
pelaksanaannya disini.
Informan 8 Kredensialing untuk dokter tidak berjalan seperti yang diharapkan.
Kredensialing dilakukan hanya sebagai pelengkap untuk dokumen
akreditasi rumah sakit dan BPJS. Karena apabila dokumen
kredensialing tidak ada, maka jasa medic yang dari BPJS tidak
dapat dicairkan. Kalau untuk perawat sudah berjalan.
Informan 9 Kredensialing dilakukan dua komite, yaitu untuk dokter dan
keperawatan. Hasil tahun lalu terdapat 9 perawat yang kita rumahkan
berdasarkan kredensialing karena tidak cakap dalam 1 tahun pembinaan.
Kemudian ada 10 orang dalam pengawasan 3 bulan dan sekitar 56 orang
masuk dalam pengawasan 6 bulan pembinaan. kredensialing untuk
dokter minimal dilakukan sekali setahun. Tapi sepertinya memang
kredensial untuk dokter belum berjalan dengan baik.
Informan 10 Belum dijalankan dengan maksimal. Pernah dilakukan tapi tidak
secara rutin. Tapi dokumen kredensial ada hanya untuk keperluan
akreditasi.
3. Apakah dilakukan penyusunan daftar kewenangan klinis bagi staf medis
yang melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kompetensi staf
medis tersebut :
Informan Pernyataan
Informan 1 Rincian kewenangan klinis untuk dokter sudah ada. tapi memang
belum lengkap untuk semua dokter yang bekerja
Informan 2 Daftar kewenangan klinis ada, tapi tidak untuk semua dokter. Di
dalam rincian kewenangan klinis terdapat poin-poinnya, rincian
terlampirnya juga ada.
Informan 3 Kalau menurut saya secara rinci daftar kewenangan klinis setiap
dokter tidak ada. sudah saya sampaikan bahwa tahapannya bukan
hanya untuk pengumpulan berkas saja, tapi daftar kewenangan

Universitas Sumatera Utara


123

klinis itu untuk melihat kompetensi setiap dokter, karena masing-


masing dokter memiliki kompetensi yang berbeda walaupun
spesialisnya sama. Tapi kenyataannya tidak dilakukan.
Informan 4 Mungkin ada ya, saya tidak mengetahuinya secara pasti. Tapi
saya kira tidak ada
Informan 5 Daftar kewenangan klinis ada tapi sepertinya tidak untuk semua
dokter dan tidak lengkap. Dan mungkin hanya sebagai pelengkap
saja untuk arsip.
Informan 6 Alurnya sebenarnya sudah jelas mulai dari dokter yang baru
masuk dilaksanakan kredensialing, kemudian hasilnya RKK
sampai menerbitkan SPK. Satu pun dari alur tersebut tidak
berjalan. Clinical pathway mungkin juga ada, tapi hanya disimpan
sebagai syarat utk akreditasi nanti. Saya pun tidak tahu bagaimana
mereka bisa memberikan kepada surveyor akreditasi untuk berkas-
berkas RKK dan SPK. Sudah saya beritahukan bahwa akreditasi
sebenarnya adalah nafas dari rumah sakit. Karena bisa diketahui
bahwa bagaimana rumah sakit itu bisa berjalan dengan benar dan
pasien pun tertangani dengan baik.
Informan 7 Kewenangan klinis kemungkinan ada karena itu diperlukan juga
untuk BPJS. Tapi prosesnya penyusunannya saya tidak tahu secara
pasti.
Informan 8 Daftar kewenangan klinis ada karena merupakan salah satu syarat
untuk akreditasi. Tetapi untuk mendapatkan daftar kewenangan
klinis itu saya tidak tahu bagaimana alurnya dan menjadi
persyaratan dari BPJS untuk pencairan jasanya.
Informan 9 Semua masing-masing wajib ada karena itu amanat akreditasi,
sesuai dengan BPJS yang akan membayar dokter disini jika
memiliki kewenangan klinis yang disahkan oleh direktur.
Informan 10 Kewenangan klinis ada tapi prosesnya mungkin belum mengikuti
sesuai dengan alur yang sebenarnya. Masih harus diperbaiki.

4. Apakah dilakukan proses rekredensial pada saat berakhirnya masa


berlaku surat penugasan klinis
Informan Pernyataan
Informan 1 Untuk rekredensial belum dilaksanakan. Setiap SIP dokter yang
bekerja akan habis masa berlakunya, kita hanya memberitahu agar
dokter tersebut memperpanjang SIP
Informan 2 Seharusnya memang kita buat. Tapi rekredensialing baru akan kita
buat dan itupun secara bertahap. Karena data yang lama dulu saat
saya tinggal sekolah filenya hilang. Jadi memang rekredensial
belum kita lakukan.
Informan 3 Tidak ada rekredensialing, karena kredensial saja belum rutin
dilaksanakan.
Informan 4 Setahu saya belum pernah dijalankan. Kredensial dokter saja tidak

Universitas Sumatera Utara


124

dijalankan, apalagi rekredensial.


Informan 5 Rekredensialing belum pernah dilaksanakan. Karena kredensial
yang sudah dilakukan kepada dokter yang baru masuk belum habis
masa berlakunya. Untuk dokter yang lama belum pernah
rekredensial.
Informan 6 Rekredensial tidak pernah dijalankan, karena kredensial belum
dilaksanakan secara benar.
Informan 7 Rekredensial seharusnya ada jika kredensialing sebelumnya
dilakukan. Tapi ini tidak ada.
Informan 8 Belum pernah dijalankan, karena kredensial dokter belum
berjalan. Hanya keperawatan yang menjalankan kredensial. Semua
itu hanya sebagai pelengkap administrasi saja.
Informan 9 Ada berjalan, rekredensialing itu artinya kredensialing yang
dilakukan berulang terhadap tenaga medis yang sama apakah
masih layak dengan yang ditetapkan setahun sebelumnya. Tapi
yang sudah berjalan untuk keperawatan. Untuk staf medis belum.
Informan 10 Sepertinya belum pernah dijalankan.

5. Bagaimana pelaksanakan tugas memelihara dan meningkatkan mutu

profesi staf medis di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Sedang:

Informan Pernyataan
Informan 1 Untuk peningkatan mutu SDM banyak yang kami lakukan. Yang
pertama kami melengkapi sarana prasarana berupa alat-alat yang
dibutuhkan masing-masing SMF agar pelayanan bisa berjalan,
kedua kami memberikan pelatihan-pelatihan untuk SDM dengan
menyiapkan anggarannya. Baru tahun inilah kami menyiapkan
anggaran yang cukup besar untuk pelatihan. Tahun sebelumnya
belum ada.
Informan 2 Pihak manajemen menyediakan sarana dan prasarana untuk
kebutuhan masing-masing SMF. Dokternya juga diikutkan
pelatihan atau kursus singkat.
Informan 3 Peningkatan mutu dilakukan dengan ikut serta pelatihan dan
kursus singkat. Tapi menurut saya terkadang tidak efisien ya,
karena siapa yang berangkat ikut kursus tapi sampai di rumah sakit
yang mengaplikasikan alat-alat yang tersedia bukan yang orang
sama untuk berangkat kursus. Karena motivasinya mungkin hanya
untuk jalan-jalan.
Informan 4 Ada untuk mengikuti pelatihan-pelatihan dalam rangka
peningkatan dan pemeliharaan mutu pelayanan. Sarana dan
prasarana juga dilengkapi oleh rumah sakit.
Informan 5 Untuk peningkatan mutu dari komite medik mengundang SMF
untuk melakukan edukasi atau seminar. Pelatihan dan kursus-
kursus juga ada dilakukan dan diikuti oleh dokter-dokter sini.

Universitas Sumatera Utara


125

Informan 6 Untuk peningkatan mutu, ada pelatihan dan kursus yang diikuti
oleh dokter-dokter spesialis. Tapi itu lebih banyak mereka
menggunakan biaya sendiri. Ada juga yang dibiayai oleh pihak
rumah sakit kalau memang ada biayanya. Untuk tahun ini saya
dengar sudah dianggarkan untuk ikut pelatihan, tapi tidak tahu
benar atau tidak ya.
Informan 7 Dilaksanakan tapi tidak terlalu sering seperti pelatihan atau
seminar. Jika ada pelatihan, seminar ataupun kursus yang mau ikut
mengajukan ke pihak rumah sakit. Jika ada biaya dibiayai oleh
rumah sakit, tetapi jika tidak ada biaya maka biaya sendiri.
Informan 8 Untuk peningkatan mutu rumah sakit seperti biasanya
melaksanakan seminar, workshop dan pelatihan yang sesuai
dengan kebutuhan dokter.
Informan 9 Peningkatan mutu baru berjalan di tahun 2018, karena 2017 masih
dalam pembenahan rumah sakit. Jadi 2018 kami sudah mulai
meningkatkan mutu seperti melakukan pelatihan tahun 2018
terdapat 8 dokter untuk bidang tertentu. Pelatihan untuk perawat
lebih dominan, sekitar 400 perawat tahun lalu dilakukan pelatihan
BTCLS untuk trauma dan pelatihan ICU. Tahun 2018 memang
sebagai tahun peningkatan mutu, diharapkan tahun ini sebagai
pemantapan mutu.
Informan 10 Seperti biasanya disini juga ada dilakukan seperti pelatihan dan
seminar, namun secara kuantitas mungkin belum terlalu banyak.
Masih harus lagi ditingkatkan.

6. Dalam meningkatkan mutu pelayanan, apakah dilakukan audit medis di


RSUD Deli Serdang :
Informan Pernyataan
Informan 1 Saya akui memang audit medis di rumah sakit ini masih jarang
dilakukan. Kedepannya nanti akan mulai dilaksanakan dengan
baik.
Informan 2 Audit medis pernah dilakukan terhadap staf medis. Untuk
pelaksanaannya memang belum dilaksanakan secara baik dan
tidak rutin.
Informan 3 Dulu sepertinya pernah dilakukan ya. Tapi tidak terhadap seluruh
staf medis. Kalau tahun ini belum pernah.
Informan 4 Sepertinya belum pernah dilakukan audit medis disini. Banyak
kegiatan komite medik yang kegiatannya tidak berjalan dengan
baik. Harus perlu ditingkatkan lagi.
Informan 5 Audit medis tidak pernah dilakukan.
Informan 6 Audit medis pernah dilakukan. Tapi untuk waktunya kapan saya
tidak tahu secara pasti. Audit medis tidak dilakukkan secara
keseluruhan untuk staf medis. Sudah sering saya infokan kepada
pimpinan terkait kegiatan komite medic apa saja yang menjadi

Universitas Sumatera Utara


126

prioritas. Karena kami ini bekerja memberikan jasa pelayanan.


Dan dalam pelaksanaannya harus dilakukan pengawasan dan
evaluasi agar pelayanan yang diberikan kepada pasien menjadi
lebih baik lagi.
Informan 7 Saya kurang tahu tentang hal itu.
Informan 8 Seharusnya setiap rumah sakit yang memberikan pelayanan
kepada pasien melakukan audit medis ini untuk dokter-dokter
yang bekerja. disini pernah dilakukan, tapi tidak berjalan rutin.
Mungkin hanya untuk keperluan akreditasi.
Informan 9 Untuk audit medis sudah pernah kita lakukan kepada beberapa
dokter yang memang dirasa perlu dilakukan pengawasan. Memang
pelaksanaannya tidak rutin dilakukan.
Informan 10 seharusnya sich dilakukan ya audit medis ini. Tapi saya kurang
tahu jelas tentang audit medis ini.

7. Apakah terdapat COD (Case of Death) di Rumah Sakit Umum Daerah


Deli Sedang:
Informan Pernyataan
Informan 1 COD di RSUD Deli Serdang ada. RSUD Deli Serdang adalah
teaching hospital. Jadi jika ada kasus COD,masing-masing SMF
yang akan menindaklanjutinya.
Informan 2 COD ada tapi tidak sering, Dalam tahun ini terjadi 3 sampai 4 kali.
Informan 3 COD di tiap rumah sakit menurut saya pasti ada. Apalagi ini
adalah rumah sakit sebagai teaching hospital.
Informan 4 Ada tergantung kasusnya. Disini setiap hari ada saja pasien yang
meninggal.
Informan 5 COD saya kurang mengerti ada atau tidak
Informan 6 COD ada. Tiap hari ada pasien yang meninggal sebenarnya, akan tetapi
tidak pernah diketahui penyebabnya karena apa.
Informan 7 COD pasti ada ya. Untuk jumlahnya saya tidak tahu.
Informan 8 COD disini ada. Jumlahnya yang tidak tahu dan tidak ada tindak
lanjutnya.
Informan 9 Untuk 2017 COD belum pernah di data dengan baik, tapi untuk
2018 baru kita rencanakan untuk membuat COD dengan laporan
kasusnya.
Informan 10 COD ada. setiap rumah sakit pernah mengalami COD.
8. Apakah yang dilakukan jika terjadi COD (Case of Death) di Rumah Sakit
Umum Daerah Deli Sedang:
Informan Pernyataan
Informan 1 Karena COD ini termasuk dalam patient safety, jadi ada di dalam
tim akreditasi untuk menindaklanjutinya. Tapi memang jika ada
terjadi COD, jarang ditindaklanjuti. Morning report kalau menurut
saya juga jarang dilakukan. Akan tetapi untuk rumah sakit secara

Universitas Sumatera Utara


127

keseluruhan setiap hari Selasa pagi saya mengadakan apel untuk


mengevaluasi hal-hal apa yang terjadi dalam seminggu.
Informan 2 Terkadang ada tindak lanjutnya, apabila dirasa disebabkan karena
bertabrakan dengan salah satu disiplin ilmu. Untuk morning report
rutin saya rasa tidak pernah dilakukan. Seharusnya memang COD
itu harus disampaikan apa penyebabnya. Tapi terkadang COD ini
kesannya mencari causa kematian, jadi ada salah satu disiplin ilmu
yang merasa disudutkan. Sehingga kesannya ada yang tidak mau
menampilkan penyebabnya. Harusnya memang ditampilkan
penyebab dari COD karena disini terdapat coass dan sebagai
teaching hospital
Informan 3 Tidak ada pernah dilaksanakan tindak lanjut dari COD ini. Jadi
tidak diketahui penyebabnya secara pasti.
Informan 4 Jika ada COD tidak pernah ditindaklanjuti. Morning report tidak
pernah dilakukan disini. Padahal ini teaching hospital, jadi saya
rasa pasti ada COD yang disebabkan human error.
Informan 5 Morning report tidak pernah dilakukan selama saya disini sudah
sekitar 3 tahun.
Informan 6 Jika terjadi COD disini tidak pernah ada tindak lanjutnya.
Pembahasan saja tidak ada, apalagi tindak lanjutnya. Morning
report juga tidak pernah dilakukan. Jadi jika terjadi COD tidak
pernah diketahui apa penyebabnya.
Informan 7 Morning report tidak pernah ada. COD ada tapi tidak pernah
diselesaikan atau dibahas.
Informan 8 Jika kasusnya menarik apalagi berhubungan dengan urusan publik
biasanya dibuat, atau jika kita ingin mencari apa penyebab
kematian yang tidak normal biasanya dikaji walaupun tidak
semua. Morning report belum dilakukan tapi ada rencana, karena
kita ada koas disini. Hanya saja kesediaan spesialis waktunya agak
susah ditemukan menjadi kelemahan bagi kita.
Informan 9 Belum pernah ada tindak lanjutnya. Kami baru akan
merencanakan tindak lanjut jika terjadi COD seperti laporan kasus
Informan 10 Tidak pernah ada tindak lanjut dari COD. Kasus kematian setiap
hari disini pasti ada. tapi memang tidak pernah dibahas secara
khusus.

9. Apakah dilakukan pertemuan ilmiah internal untuk staf medis :


Informan Pernyataan
Informan 1 Untuk pertemuan ilmiah ada dilakukan. Disini namanya in house
training. Dalam sebulan kurang lebih 2 -3 kali. Untuk perawat
lebih sering dilakukan, yaitu 2 kali seminggu.
Informan 2 Idealnya kita lakukan setiap bulan. Saat rapat komite medis ada
penampilan presentasi yang kita lakukan dan ada juga pembicara
dari luar yang kita undang untuk poin tertentu sekitar 3 sampai 4

Universitas Sumatera Utara


128

kali dalam setahun.


Informan 3 Hanya berupa seminar atau workshop yang dilaksanakan di rumah
sakit maupun di luar.
Informan 4 Ada seperti biasa berupa seminar-seminar, workshop dan ceramah.
Informan 5 Kalau menurut saya ada tapi memang belum maksimal.
Informan 6 Ada dilakukan pertemuan internal. Bimbingan teknis setiap tahun
pasti diadakan. Tapi siapa yang dilatih saat itu dan orang yang
mengerjakannya berbeda. Pernah saya sampaikan bahwa yang
dating untuk bimtek itu adalah surveyor, jadi jika yang datang
berbeda dengan yang sebelumnya maka surveyor ini tahu bahwa
memang rumah sakit ini bisa terakreditasi atau tidak, direkturnya
serius atau tidak dalam memajukan rumah sakitnya.
Informan 7 Ada dilaksanakan tapi tidak terlalu sering terkesan masih seadanya
saja
Informan 8 Ada biasa saja. Kalau menurut saya kurang berjalan dengan baik.
Informan 9 Pada tahun 2018 setidaknya sudah 7 kali dan mengajak juga
pembicara dari luar untuk memberikan pencerahan update ilmu
bagi dokter disini.
Informan 10 Seperti biasanya ada dilakukan, namun mungkin belum terlalu
sering

10. Apakah staf medis diberikan kesempatan mengikuti kursus ataupun


pendidikan berkelanjutan:
Informan Pernyataan
Informan 1 Kita beri kesempatan dan dialokasikan dananya cukup besar
hampir 400 juta per tahun dari rumah sakit di luar sponsor.
Walaupun dengan dana sponsor, saya yang tanda tangan untuk
memberikan ijinnya. Dan jika ditotalkan hampir 1 milyar dengan
yang mandiri.
Informan 2 Hal ini bekerja sama dengan manajemen yang didukung penuh
oleh bupati, ada dana yang disediakan dan sudah dilaksanakan.
Saat ini ada dua dokter yang sedang sekolah. Untuk mengikuti
kursus-kursus singkat juga banyak dilaksanakan.
Informan 3 SDM di rumah sakit diberikan kesempatan untuk mengikuti
kursus bagi dokter/dokter spesialis dan pendidikan berkelanjutan
bagi dokter spesialis.
Informan 4 Diberikan kesempatan bagi yang mau mengikuti seminar, kursus
dan pendidikan berkelanjutan.
Informan 5 Ada sebenarnya pelatihan, jika ada dokter yang minta dan
kebetulan tersedianya ada akan dilakukan.
Informan 6 Rumah sakit memberikan kesempatan kepada staf medisnya jika
ada yang mau mengikuti kursus dan pendidikan berkelenajutan.
Jika rumah sakit ada anggarannya maka dibiayai oleh rumah

Universitas Sumatera Utara


129

sakit, tpai jika tidak ada anggarannya maka biaya mandiri.


Informan 7 Diberikan kesempatan ada juga yang melalui sponsor secara
mandiri dan melalui persetujuan direktur.
Informan 8 Ada, karena itu memang sangat penting dan bermanfaat juga bagi
rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan disini.
Informan 9 Tahun 2018 kami sudah mulai meningkatkan mutu seperti
melakukan pelatihan tahun 2018 terdapat 8 dokter untuk bidang
tertentu. Pelatihan untuk perawat lebih dominan, sekitar 400
perawat tahun lalu dilakukan pelatihan BTCLS untuk trauma dan
pelatihan ICU.
Informan 10 Ada, tiap tahun pasti ada yang mengikuti kursus, pelatihan dan
pendidikan berkelanjutan ataupun fellowship.

11. Apakah dilakukan pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran:


Informan Pernyataan
Informan 1 Pernah dilakukan pembinaan etika untuk staf di rumah sakit, tapi
tidak rutin dilakukan.
Informan 2 Ini lebih banyak kita selesaikan via rapat internal atau
menggunakan grup whatsapp khusus akan kita selesaikan karena
menyangkut hal yang sensitif. Akan tetapi, jika memerlukan surat
rekomendasi akan tetap kita keluarkan meskipun jarang kita
lakukan sebenarnya karena sama-sama menjaga. Memang lebih
banyak kita selesaikan dalam musyawarah saja, artinya kita tidak
sampai mengeluarkan surat kedisiplinan untuk skorsing atau
semacamnya. Tapi ada beberapa kasus manajemen mengambil
alih hal tersebut. Jadi keputusannya manajemen langsung ke
dokter yang bersangkutan tanpa melewati komite medik. Komite
medik baru mengetahui terakhir terkait keputusan yag telah
ditetapkan. Seharusnya melalui komite medik ya, jadi masih ada
masalah tabrakan sistem manajemen. Ya maklumlah karena
terkadang faktor senioritas masih berpengaruh.
Informan 3 Menurut saya disini tidak pernah dilakukan pembinaan etika dan
disiplin profesi. Hal tersebut mungkin dianggap tidak penting.
Informan 4 Kalau pun memang ada biasanya dibantu dengan pihak
manajemen
Informan 5 Pembinaan etika untuk dokter disini belum berjala secara
maksimal. Kuantitas dan kualitasnya masih dirasa sangat kurang.
Informan 6 Tidak berjalan sebagaimana mestinya. Disini tidak memiliki Wadir
Diklat. Padahal ini rumah sakit tipe B dan teaching hospital, jadi
seharusnya bisa banyak yang dilakukan oleh bagian diklat untuk
SDM di rumah sakit ini.
Informan 7 Ada dilaksanakan tapi mungkin melalui pendekatan yang lebih
personal
Informan 8 Kurang berjalan meskipun beberapa ada dilakukan

Universitas Sumatera Utara


130

Informan 9 Aturan disini kita buat cenderung tegas, tahun 2018 awal salah satu
tenaga medis kita melakukan pemungutan liar ke pasien, secara tegas
kita bawa ke penegak hukum. Selain itu ada juga terjadi pelecehan
seksual yang juga kita keluarkan
Informan 10 Seperti biasanya ada dilakukan meskipun masih sangat jarang

12. Apakah dilakukan pembinaan profesionalisme staf medis:

Informan Pernyataan
Informan 1 Pembinaan profesionalisme dilakukan tapi memang masih belum
rutin. Kegiatan berupa symposium ataupun seminar.
Informan 2 Berjalan pembinaan profesionalisme, baik dari medis sendiri,
para medis dan juga ada struktur-struktur kegiatan pelatihan
seperti untuk dokter IGD, dokter ruangan atau dokter lain.
Pembinaan disesuaikan dengan spesialisasinya. Tetapi memang
belum maksimal.
Informan 3 Pembinaan profesionalisme tidak dilakukan dengan baik.
Terkadang mencari waktunya yang sulit
Informan 4 Kurang berjalan dengan baik dan tidak rutin, misalnya seminar-
seminar. Karena waktunya yang tidak ada.
Informan 5 Saya kurang tahu terkait hal itu.
Informan 6 Ya mungkin sudah dilakukan seperti symposium tapi memang
belum berjalan dengan baik. Masih harus ditingkatkan kembali.
Perlu kesadaran dari pihak direksi bahwa kegiatan-kegiatan yang
mendukung profesionalisme para dokter disini memang perlu
dilakukan.
Informan 7 Pelaksanaan pembinaan profesionalisme jarang sebenarnya
dilakukan
Informan 8 Ada dilaksanakan tapi tidak sering.
Informan 9 Disini dilakukan tapi memang mungkin masih dirasa belum
maksimal ya.
Informan 10 Berjalan dengan seadanya saja dan masih perlu untuk
diperhatikan dan ditingkatkan agar lebih tepat sasaran

II. Determinan Pelaksanaan Tata Kelola Klinik


13. Apakah tersedia anggaran dalam menjalankan program kerja komite

medik:

Informan Pernyataan
Informan 1 Ada anggaran untuk komite medik. Anggaran yang disediakan
kurang lebih 3 juta per bulan untuk rapat, diskusi dan
pengembangan kasus. Anggaran ini disediakan oleh manajemen.
Tapi komite medik tidak mengusulkan secara pasti anggaran yang

Universitas Sumatera Utara


131

dibutuhkan.
Informan 2 Anggarannya ada dan dianggarkan juga ke pemerintah daerah,
jadi dibuat schedule kegiatan, rekam kegiatan, absensi peserta,
notulen hasil rapat. Secara detail anggaran akan diberikan sesuai
dengan kegiatan yang akan dilakukan. Untuk secara detail berapa
besaran anggaran yang disediakan untuk komite medik saya tidak
tahu dan tidak mau mencampurinya. Sejak awal anggota komite
medik yang baru dibentuk, terdapat anggaran untuk
kesekretariatan. Anggaran ini disediakan oleh manajemen RS.
Tapi saya sampaikan bahwa karena ini berkaitan dengan uang,
mohon yang lebih paham tentang keuangan untuk mengelolanya.
Karena jika ada audit saya tidak paham. Lebih baik saya menjadi
fungsional. Anggaran setiap bulan ada sekitar 3,5 juta tiap bulan
dan selalu disediakan. Perencanaan anggaran kegiatan komite
medic memang belum kami nuat secara baik.
Informan 3 Anggaran ada, tahun 2018 2,5-3 juta perbulan ditentukan di rapat.
Informan 4 Ada tapi nominal pastinya tidak ada karena jika kita mengadakan
rapat pasti ada konsumsinya.
Informan 5 Pada tahun 2017 anggarannya 3 juta per bulan dipotong pajak
untuk beberapa kali kegiatan. Tahun 2018 berubah lagi jadi
sekitar 1 juta setiap rapat. Itu dilihat berdasarkan jam rapatnya,
misalnya jika pagi berarti diberikan snack tapi kalo jam makan
siang berarti ada nasi kotak. Tahun ini saya belum tahu berapa
jumlahnya. Karena kami belum mengadakan rapat. Kami belum
membuat perencaan anggaran yang dibutuhkan dalam kegiatan
komite medik.
Informan 6 Sepertinya ada anggaranyanya, tapi untuk jumlahnya saya kurang
tahu pasti. Mungkin sekitar terdapat 3 juta anggaran untuk komite
medik. Anggaran yang tersedia untuk apa saja juga kurang jelas.
Informan 7 Anggaran ada disediakan. Jika dilaksanakan rapat maka tesedia
konsumsi. Tapi untuk kegiatan lainnya saya tidak tahu.
Informan 8 Pastinya ada ya disediakan. Ketika kita sedang rapat konsumsi
berupa snack atau nasi kotak jika jam makan siang ada disiapkan.
Tapi untuk anggaran lainnya saya kurang tahu.
Informan 9 Anggaran tersedia. Jumlahnya sekitar 3 juta dan itu selalu tidak
habis digunakan. Realisasinya kurang.
Informan 10 Anggarannya ada. Jumlah tidak tahu. Mungkin pimpinan yang
lebih paham.

14. Apakah ada pemberian insentif bagi staf medis di rumah sakit:
Informan Pernyataan
Informan 1 Ada, terdapat dua insentif yaitu TPP dan jasa medis. TPP dari
pemerintah daerah dan jasa medis dari keuntungan rumah sakit
biasanya 40% dari total penerimaan rumah sakit. Pencairannya

Universitas Sumatera Utara


132

tergantung BPJS juga jika dari sana lancar disini lancar juga.
Informan 2 Pemberian insentif dari daerah sebenarnya ada, untuk jumlahnya
bervariasi antara dokter umum dan spesialis. Pemberian insentif
jasa medis terpisah berdasarkan kinerja dan berapa banyak
tindakan. Pencairannya tidak terlalu lancar, saya rasa sampai saat
ini masih tertunda 6 bulan keatas.
Informan 3 Insentif disini tidak jelas. Antara ada dan tiada.
Informan 4 Insentif khusus tidak ada tapi tunjangan untuk pegawai ada.
Karena seluruh pegawai di provinsi ada, yang ada TPP dan jasa
medis.
Informan 5 Kalau tentang insentif saya kurang mengerti ya. Pencairannya
yang saya tahu tidak lancar. Tiap dokter berbeda jasa medis yang
diterimanya
Informan 6 Dokter-dokter disini sakit hati. Karena manajemen tidak
menghargai jasanya dokter spesialis. Sempat mau demo karena
jasa medis/insentif tidak cair dan tidak transparan. Pemberian
insentif tidak jelas dan dinilai kurang sesuai. Sehingga sempat
terjadi dokter merajuk karena jasa mediknya dibayar tidak sesuai
dengan yang seharusnya dan tidak mendapat kejelasan dari pihak
manejemen keuangan.
Informan 7 Insentif ada yaitu TPP dan jasa medis. Tapi pencairannya tidak
jelas dan pembagiannya juga tidak transparan.
Informan 8 TPP dan jasa medis ada. pencairan TPP jelas tiap bulan ada.
pencairan jasa medis yang tidak jelas karena jaman BPJS ini. Dan
kalau insentif khusus seperti di tempat lain disini tidak ada.
Informan 9 Ada, yaitu TPP (tambahan penghasilan pegawai) diberikan
masing-masing ke bagian. Jasa medis kita berikan kepada semua
yang melakukan pelayanan medis seperti rekam medik.
Pencairannya tergantung BPJS untuk jasa medis, tapi untuk TPP
setiap bulan dibayarkan.
Informan 10 Disini hanya mendaptkan TPP dan jasa medis. Di tempat lain
setahu saya bisa mendapatkan insentif lagi. Tapi disini tidak dapat
insentif.

15. Jumlah SDM (komite medik dan subkomite medik) di RSUD Deli

Serdang:

Informan Pernyataan
Informan 1 Total semuanya secara detail belum, tapi dari 700 tenaga kerja
yang terdiri dari sekitar 340 PNS dan sisanya non PNS memenuhi
semua kriteria untuk kelas B pendidikan, misalnya jumlah dokter
berbanding perawat atau pasien cukup.
Informan 2 Jumlah SDM cukup. Fungsionalnya cukup dan spesialisnya cukup.
Karena kesibukan masing-masing dokter sehingga tidak pernah

Universitas Sumatera Utara


133

ada waktu untuk bertemu.


Informan 3 Jumlahnya SDM sangat cukup sekali. Disini dokter spesialisnya
lengkap karena juga termasuk rumah sakit pendidikan
Informan 4 Cukup dari segi jumlah dan mungkin bisa berlebih
Informan 5 Sangat cukup jumlah SDM disini.
Informan 6 Jumlah SDM disini sangat cukup dan lengkap. Disini juga ada sub
spesialis.
Informan 7 Jumlahnya cukup hanya saja koordinasinya yang kurang dan
mungkin disebabkan oleh sulitnya membagi waktu.
Informan 8 Sebenarnya karena masalah waktu yang menyebabkan kita jarang
melakukan rapat sehingga kegiatan tidak berjalan dengan baik.
Untuk jumlah SDM yang dibutuhkan sebenarnya sudah cukup.
Informan 9 Jumlah SDM kurang lebih 760 orang, untuk dokternya sekitar 48
orang. Untuk empat dasar berlebih tapi untuk penunjang masih
kurang misalnya untuk radiologi butuh 2 orang untuk tipe B tapi
yang tersedia 1 orang.
Informan 10 Cukup, disini SDM yang tersedia berlebih sebenarnya. . Tapi
waktu bertemunya kadang sulit untuk rapat atau kegiatan lainnya

16. Apakah masing-masing subkomite medik menjalankan tugas dan


fungsinya:
Informan Pernyataan
Informan 1 Untuk komite medis berjalan, tapi sub komite kredensial dalam
menjalankan tugas dan fungsinya mungkin belum maksimal.
Karena turn over tidak banyak, kemudian dari SDM ikut
membantu. Bagian di komite medik mungkin masih alergi dengan
istilah kredensialing, karena sudah spesialis merasa tidak perlu
kredensialing. Untuk sub komite yang lainnya saya rasa berjalan,
walaupun memang tidak rutin. Padahal saya mengerti bahwa
kredensialing ini sangat penting diterapkan dalam merekrut SDM
yang akan memberikan pelayanan kepada pasien.
Informan 2 Secara rutin kita masih banyak di grup whatsapp dalam bentuk
tertutup. Hal ini disebabkan kesibukan masing-masing dokter yang
berbeda juga waktu pelayanannya. Tapi susahnya kita hirarki
kedokteran ini ada senioritas, ketika yang lebih muda
menyampaikan ke yang lebih tua akan lebih sulit diterima. Oleh
karena itu, kita mengambil struktur organisasi dari yang lebih tua
untuk dijadikan pembina. Di sistem kedokteran itu memang ada
rasa segan dari yang muda kepada yang lebih tua. Sehingga
memang ada kegiatan yang kurang berjalan dengan semestinya.
Informan 3 Masing-masing sub komite berjalan. Akan tetapi karena kesibukan
masing-masing anggota maka kita lebih banyak menyikapinya
dalam grup whatsapp. Rapat khusus biasanya kita lakukan sebulan
sekali. Tapi karena kesibukannya tidak sama terkadang

Universitas Sumatera Utara


134

bertabrakan dengan jadwal operasi jadi tidak hadir. Hal lainnya


terkendala karena dokter mempunyai tempat praktek di beberapa
tempat yang tidak sama.
Informan 4 Kita ada melakukan rapat meskipun tidak rutin tergantung ada
tidaknya problem yang kita hadapi. Menurut saya belum
maksimal, namun apa yang diharapkan akreditasi dikerjakan
masih secara administrasi saja.
Informan 5 Kalau menurut saya pelaksanaan kegiatan dari komite medic tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Sempat vakum selama kurang
lebih 6 bulan. Rapat jarang dilakukan.
Informan 6 Sub komite medik kalau menurut saya belum menjalankan tugas
dan fungsinya secara maksimal. Hal ini dikarenakan dokter-dokter
sudah merasa tidak dihargai disini sehingga mencari kesibukkan
praktek ditempat lain.
Informan 7 Kurang berjalan disebabkan kesibukan masing-masing dokter
yang tidak sama.
Informan 8 Berjalan tapi mungkin masih belum sesuai dengan yang
diharapkan. Masing-masing sibuk dengan urusannya masing-
masing, Karena disini merasa tidak dihargai. Insentif tidak jelas.
Informan 9 Ada bagian yang berjalan tapi ada juga yang tidak, lebih
cenderung vakum. Ya saya kira mungkin karena kesibukan
masing-masing dokter ya.
Informan 10 Ada beberapa yang jalan tapi secara keseluruhan masih kurang
maksimal.

17. Pelaksanaan rekrutmen staf medis di Rumah Sakit Umum Daerah Deli

Sedang:

Informan Pernyataan
Informan 1 Setiap tahun rekredensialing kita lakukan untuk perawat demikian
juga untuk tenaga kerja non perawat. Jadi mereka dibuat uji
kompetensi khusus perawat, dibuat SK untuk uji kompetensi
termasuk tenaga non medis.
Informan 2 Polanya sama, tetap dari manajemen. Jadi jika ada tenaga baru,
kredensialing kita sebagai komite medik yang melakukan. Setelah
selesai kami memberikan feedback ke manajemen.
Informan 3 Rekrutmen SDM yang baru disini mungkin dari pihak direksi dan
manajemen yang mengaturnya. Tapi memang tidak dilaksanakan
kredensial untuk melihat kompetensinya. Hanya tiba-tiba sudah
ada dokter yang baru bekerja disini.
Informan 4 Saya kurang paham mungkin pihak pimpinan dan manajemen
yang mengatur. Serba tidak jelas kalau disini.
Informan 5 Masih sama pada umumnnya dengan yang lain, rekrutmen
ditangani oleh pihak manajemen.

Universitas Sumatera Utara


135

Informan 6 Tidak jelas, terkadang kita tidak tahu menahu sudah ada dokter
baru yang seharusnya ada kredensialing tapi kenyataannya tidak.
Mungkin hanya pimpinan dan Wadir II yang lebih tahu.
Informan 7 Pelaksanaan rekrutmen ditentukan oleh pimpinan dan manajemen
Informan 8 Tidak ada pemberitahuan kepada tenaga medis yang lain, tiba-tiba
sudah ada rekan kita yang baru.
Informan 9 Tahun 2017 Rekrutmen kita buat dalam bentuk revitalisasi, artinya
kita menetapkan tenaga kerja the right man in the right place.
Tahun 2018 kita lakukan kembali revitalisasi.
Informan 10 Manajemen dan persetujuan dari pimpinan rumah sakit. Mereka
yang mengatur semuanya.

18. Terdapat rencana kerja dari komite medik di RSUD Deli Serdang dalam

pelaksanaan tata keola klinik:

Informan Pernyataan
Informan 1 Rencana kerja dari komite medic saya rasa tidak direncanakan
secara baik, apa aja yang akan dilakukan dalam setahun itu.
Informan 2 Targetnya ada. Tetapi sepertinya perencanaan yang dibuat masih
belum terlalu jelas. Perencanaan hanya untuk rapat yang kita
lakukan setiap bulan. Akan tetapi pelaksanaanya juga tidak
berjalan. Komunikasi hanya via whatsapp. Terdapat juga
perencanaan untuk mengadakan pertemuan 3 bulan sekali dengan
mengundang narasumber dari luar untuk membahas tentang hal-
hal yang menarik.
Informan 3 Perencanaan yang dibuat mungkn ada tapi tidak jelas. Tidak
pernah ada perencanaan yang pasti dan benar-benar dilaksanakan.
Informan 4 Setahu saya perencanaan belum ada dibuat.
Informan 5 Perencanaan hanya untuk rapat-rapat saja tapi itu pun sampai saat
ini tahun ini belum pernah dilakukan.
Informan 6 Perencanaannya ada, akan tetapi yang merencanakan tidak jelas.
Bagian-bagiaan yang seharusnya datang pada saat rapat pun tidak
lengkap sehingga menghasilkan perencanaan yang seadanya saja.
Informan 7 Perencanaan ada tapi masih sebatas formalitas saja
Informan 8 Perencanaan belum ada dibuat. Hanya rapat-rapat saja itu pun
tidak rutin dilakukan.
Informan 9 Perencanaan seharusnya ada tapi tidak disusun oleh seluruh bagian
komite medik, karena pada saat rapat tidak semua yang bisa hadir.
Informan 10 Belum direncanakan dengan baik sehingga hasil kegiatan yang
kita rasakan sekarang ini belum terlihat banyak.

Universitas Sumatera Utara


136

19. Program kerja yang menjadi prioritas komite medik dalam pelayanan

medis di RSUD Deli Serdang:

Informan Pernyataan
Informan 1 Meningkatkan mutu, setiap ada kegiatan ilmiah mereka cukup
respect.
Informan 2 Peningkatan mutu. Karena mutu ini pasti sejalan dengan
penghasilan, jadi mutu ini tidak boleh berkurang.
Informan 3 Mungkin menurut saya prioritasnya adalah peningkatan mutu
SDM.
Informan 4 Menurut saya mutu ya yang harus dijadikan prioritas. Karena hal
ini penting dalam melakukan pelayanan kepada pasien. Mutu baik,
pelayanan baik, pasien pun senang.
Informan 5 Karena pelatihan dan seminar-seminar banyak diikuti oleh dokter
sini, jadi prioritas kerja dari komite medik adalah peningkatan
mutu.
Informan 6 Tidak ada, hal ini dikarenakan kegiatan-kegiatannya tidak berjalan
dengan lancar misalnya rapat. Banyak bagian-bagian yang
cenderung tidak punya waktu dan tidak dapat hadir.
Informan 7 Lebih cenderung ke mutu jika ada, karena diperlukan untuk
akreditasi
Informan 8 Disini kita lebih fokus untuk membahas kesejahteraan, mungkin
karena insentif belum ada.
Informan 9 Prioritas komite medik harus sejalan dengan visi misi kabupaten,
yaitu harus memiliki daya saing cukup. Contohnya tahun ini akan
diadakan alat TCD, jadi penangananan nyeri kepala akan
tersentralisasi di rumah sakit ini. Dan juga untuk unit tumbuh
kembang anak belum ada di sekitar deli serdang, jadi rumah sakit
ini menjadi sentralisasi tumbuh kembang anak.
Informan 10 Prioritas komedi medik itu kalaupun ada untuk peningkatan mutu
karena diperlukan untuk akreditasi. Dalam waktu yang dekat ini
kita juga akan melakukan reakreditasi, pasti nantinya juga akan
sibuk mengumpulkan berkas-berkas dan komite medik juga ikut
berpartisiasi.

20. Bagaimana kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan dalam

pelaksanaan tata kelola klinik pelayanan medis di rumah sakit:

Informan Pernyataan
Informan 1 Kita melakukan positioning terlebih dahulu, yaitu
menginventarisasi seberapa kuat kekutan kita untuk menghandle
perubahan yang terjadi di luar dan seberapa kuat kita beradaptasi
dengan situasi di luar. Misalnya dengan membuat bagaimana

Universitas Sumatera Utara


137

dokter anak memiliki keahlian sub, bukan sub spesialis tertentu


yang kita tarik. Artinya kita memperkuat keahlian dan kompetensi
masing-masing dokter kita disini.
Informan 2 Pada prinsipnya pimpinan disini sangat welcome dengan
pelaksanaan tata kelola klinik. Terutama untuk peningkatan mutu
pelayanan. Segala sesuatunya diserahkan kepada SMF untuk
memenuhi sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh staf medis
sesuai kebutuhannya. Khususnya untuk bidang jantung, banyak
alat-alat yang sudah tersedia. Untuk bidang anak, sudah ada klinik
tumbuh kembang anak, dan masih banyak lagi lainnya. Bukan
hanya sarana dan prasarana, stafnya juga diikutkan pelatihan dan
kursus-kursus sesuai dengan bidangnya. Pimpinan sangat
berkomitmen dalam meningkatkan mutu dalam pelayanan
kesehatan.
Informan 3 Kepemimpinan yang sekarang ini jika ditinjau dari segi kebijakan
yang dikeluarkan mungkin lebih mengarah kepada pemantapan
sarana dan prasarana.
Informan 4 Diektur sangat memperhatikan sarana dan prasarana yang ada. hal
ini untk meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.
Informan 5 Menurut saya harusnya dibuat regulasi yang tepat dalam mengatur
pelaksanaan tata kelola klinik. Agar pelaksanaannya dapat berjalan
dengan baik sehingga mutu pelayanan pun akan baik.
Informan 6 Seharusnya banyak SK yang dikeluarkan. Mungkin banyak Sk
yang keluar tapi hanya sekedar arsip dan tidak disosialisasikan.
Ada atau tidaknya kebijakan yang dikeluarkan pimpinan tidak tahu
atau hanya sekedar arsip saja.
Informan 7 Mungkin lebih mengacu kepada mutu karena hal itu berkaitan
dengan pendapatan rumah sakit nantinya
Informan 8 Seharusnya ditetapkan ketua komite medik yang memiliki power
dan banyak waktu di rumah sakit ini. Karena kendalanya ketua
komite medik yang sekarang tidak punya waktu yang cukup.
Informan 9 Pimpinan yaitu direktur selalu melakukan kontrol mengadakan
rapat staf sekali seminggu. Kontrol layanan minimal sekali 2
minggu, kemudian setiap hari mendatangi ruangan-ruangan untuk
kontrol quality.
Informan 10 Pimpinan sering melakukan kontrol terhadap layanan yang kita
berikan, baik oleh direktur sendiri maupun jajaran staf dibawahnya.
Hal ini dilakukan untuk menjaga agar pelayanan yang diberikan
tetap memberikan kepuasan maksimal bagi pasien.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai