Anda di halaman 1dari 185

MONITORING IMPLEMENTASI MANAJEMEN KESELAMATAN DAN

KESEHATAN KERJA (K3) DI INSTALASIBINATU


PADA RUMAH SAKIT UMUMHAJI MEDAN
TAHUN 2015

TESIS

Oleh

IRMA YENI
137032183/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
MONITORING THE IMPLEMENTATION OF K3 MANAGEMENT IN THE
LAUNDRY DEPARTMENT OF HAJI HOSPITAL,
MEDAN, IN 2015

THESIS

By

IRMA YENI
137032183/IKM

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM


FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
MONITORING IMPLEMENTASI MANAJEMEN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA (K3) DI INSTALASI BINATU
PADA RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
TAHUN 2015

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

Oleh

IRMA YENI
137032183/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
Judul Tesis : MONITORING IMPLEMENTASI
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA (K3) DI INSTALASI
BINATU PADA RUMAH SAKIT UMUM
HAJIMEDAN TAHUN 2015
Nama Mahasiswa : Irma Yeni
Nomor Induk Mahasiswa : 137032183
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui
Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes) (dr. Heldy BZ, M.P.H)


Ketua Anggota

Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 13 Agustus2015


Telah diuji
Pada Tanggal : 13 Agustus 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes


Anggota : dr. Heldy BZ, M.P.H
Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes
Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S
PERNYATAAN

MONITORING IMPLEMENTASI MANAJEMEN KESELAMATAN DAN


KESEHATAN KERJA (K3) DI INSTALASI BINATU
PADA RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
TAHUN 2015

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2015

Irma Yeni
137032183/IKM
ABSTRAK

Rumah sakit apabila tidak dikelola dengan baik dapat menjadi sumber bahaya
keselamatan dan kesehatan bagi petugas kesehatan rumah sakit terutama diinstalasi
binatu.Binatu adalah salah satu bagian dari rumah sakit yang berfungsi menangani
linen kotor yang dihasilkan rumah sakit. Dengan demikian dilakukan tindakan yang
bertanggung jawab dan benar guna menciptakan kesehatan jasmani, rohani dan
kesejahteraan sosial bagi petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar rumah sakit.
Penelitian ini bertujuan untuk monitoring implementasi manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) diinstalasi binatu pada Rumah Sakit Umum
Haji Medan.Jenis penelitian ini adalah kualitatif interaktifdengan menggunakan
tehnik purposive sampling untuk menentukan sumber informasi sehingga ditentukan
11 sumber informasi yaitu Kabid Penunjang Medis, Kepala Instalasi Binatu dan 9
orang petugas binatu. Untuk mendapatkan data yang benar – benar absah digunakan
triangulasi data dengan menggunakan triangulasi sumber yaitu dengan
membandingkan hasil observasi dalam kegiatan diinstalasi binatu dengan hasil
wawancara oleh sumber informasi, serta triangulasi metode yaitu dengan melakukan
observasi dan wawancara kepada sumber informasi, juga melakukan penelusuran
dokumen terkait diinstalasi binatu.
Hasil penelitian yaitu tata laksana diinstalasi binatu belum sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004tentang persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit. Alur kegiatan diinstalasi binatu belum berjalan secara
optimalkarena beberapa petugas mengabaikan prosedur pencucian linen.SOPyang
diinstalasi binatu belum dilakukan secara optimal karena ditemukan beberapa
petugas yang mengabaikan SOP pencucian linen. Rumah Sakit belum maksimal
dalam menyediakan APDbaik dari segi jumlah maupun penyediaan diruang instalasi
binatu. Monitoring yang dilakukan belum secara optimal karena hanya dilakukan
monitoring oleh atasan tanpa melakukan pencatatan dan pelaporan K3.
Hasil penelitian tersebut disarankan kepada pihak Rumah Sakit Umum Haji
Medanagar memberi sosialisasi tentang tata laksana, alur kegiatan pencucian linen,
meningkatkan pengawasan terhadap pekerja agar mau bekerja berdasarkan SOP dan
melengkapi APD sertasosialisasi tentang monitoring yang dilakukan dengan
pencatatan dan pelaporan K3 kepada pihak Rumah Sakit.

Kata Kunci : Monitoring, Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja,


Binatu
ABSTRACT

If all the facilities and equipment of a hospital are not managed properly, they
can become potential danger for the safety and health of hospital health care
providers. Therefore, hospital health care providers become the priority in the K3
(Job Safety and Health) program in order to protect them and to improve the health
care performance at a hospital. Binatu is a part of a hospital which functions to
handle dirty linen from the hospital. Responsible and correct action should be taken
in order to establish physical and mental health and social welfare for the personnel,
the patients, the visitors, and the people in the vicinity of the hospital.
The objective of the research was to monitor the implementation of K3
management in the binatu department of Haji Hospital, Medan. The research used
qualitative interactive method. The samples were 11 respondents, taken by using
purposive sampling technique. The data were analyzed by using 1) data reduction, 2)
data display, 3) conclusion drawing and verifying. Data triangulation, which
consisted of source triangulation and method triangulation, was used to obtain valid
data by conducting interviews, observation, and documentary study.
The result of the research showed that monitoring on binatu department was
not conducted optimally because of the lack of socialization toward the binatu
employees. The management was not in line with the standard stipulated in the
Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No.
1204/MENKES/SK/X/2004. The linear of activities in the binatu department was not
done optimally because the employees ignored the procedure of linen washing, and
SOP (operational standard) was not optimal because the employees did not care of
the SOP of linen washing. The hospital management did not maximally provide APD
(personal protective device); it only consisted of maskers, gloves, and boots which
came from the medical room since the binatu department did not provide them.
It is recommended that the management of Haji Hospital, Medan, socialize
monitoring, management, and the linear of binatu activities to binatu employees,
increase supervision on the employees in order that they work based on SOP, and
equip the binatu department.

Keywords: Monitoring, Management of Job Health and Safety, Laundry


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala

Rahmat dan KaruniaNya serta Salawat dan salam kepada Junjungan kita Nabi Besar

Muhammad SAW sehingga penulis telah dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan tesis ini dengan judul“Monitoring Implementasi Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di Instalasi Binatu pada Rumah Sakit

Umum Haji Medan Tahun 2015”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara. Pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis untuk

mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat :

1. Prof. Subhilhar, Ph.D selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

4. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes dan dr. Heldy BZ, M.P.H selaku pembimbing tesis

dari awal sampai selesainya penulisan tesis ini.


5. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes dan Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S selaku penguji

tesis yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan

penulisan tesis ini.

6. dr. Diah Retno W. Ningtyas,selaku Direktur Rumah Sakit Umum Haji Medandan

dr. Yulinda Elvi Nasution M.Kes selaku Kepala Bagian Pendidikan dan

Penelitian beserta seluruh jajaran yang telah memberikan kesempatan dan

kemudahan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Selanjutnya terima kasih juga kepada para dosen dan staf di lingkungan Program

Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

8. Kepada Orang Tua Saya Ayahanda (Muhammad Yahya) dan Ibunda (Zarni.Z)

dan saudaraku Liana, SST. M.Kes, Ervina dan Deri Kurniawan, S.E yang

banyak memberi dukungan dan senantiasa mendo’akan penulis selama ini.

9. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman kelas ARS-B

Angkatan 2013/ 2014 Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara yang selama ini selalu saling memberi semangat,menjaga

keharmonisan, kekompakan demi kelancaran perkuliahan sampai tugas akhir

selesai dan memberi dukungan kepada penulis agar bisa menyelesaikan

pendidikan ini tepat waktu.


Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan

kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan

harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan bagi

penelitian lanjutan.

Medan, September 2015


Penulis

Irma Yeni
137032183/ IKM
RIWAYAT HIDUP

Irma Yeni lahir pada tanggal 10 Maret 1989 di Securai, Pangkalan Berandan.

Merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara pasangan Bapak M. Yahya. dan Ibu Zarni. Z

S.Pd.Tinggal di Jalan Tanjung Pura Gg. Salmah Pangkalan Berandan.

Pendidikan formal penulis di mulai dari Pendidikan Sekolah Dasar Negeri

Tahun 1994-2000 di SD Negeri 9 Pelawi, Sekolah Menengah Pertama Tahun 2000-

2003 di SLTP Negeri 2 Babalan, Sekolah Menengah Atas Tahun 2003-2006 di SMA

Negeri 1 Babalan, dan S1 Tahun2006- 2010 di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengikuti Pendidikan lanjutan S2 pada Program Studi S-2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................ i
ABSTRACT ....................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
BAB 1.PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
1.3.1. Tujuan Umum ........................................................................ 7
1.3.2. Tujuan Khusus ....................................................................... 7
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 8

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 9


2.1. Rumah Sakit ..................................................................................... 9
2.1.1 Pengertian Rumah Sakit ....................................................... 9
2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit............. .............................. 10
2.2.Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit ..................... 11
2.2.1. Definisi K3 di Rumah Sakit ................................................. 11
2.2.2. Manajemen K3 Rumah Sakit ............................................... 13
2.2.3. Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit....... .................... 14
2.2.4. Sistim Manajemen K3 Rumah Sakit ................................... 15
2.2.5. Pengendalian Risiko.............. .............................................. 22
2.3. Pengelolaan Tempat Pencucian Linen (Binatu) .............................. 31
2.3.1. Pengertian Binatu.............. ................................................... 31
2.3.2. PersyaratanBinatu ................................................................. 32
2.3.3. Tata Laksana......................................................................... 33
2.4. Monitoring dan Evaluasi ................................................................. 37
2.5. Landasan Teori ................................................................................ 41
2.6. Kerangka Berpikir ............................................................................ 43

BAB 3.METODE PENELITIAN ...................................................................... 45


3.1. Jenis Penelitian ................................................................................. 45
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 45
3.3. Sumber Informasi ............................................................................. 46
3.4. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 47
3.4.1. Wawancara Mendalam ....................................................... 47
3.4.2. Observasi ............................................................................ 48
3.5. Terminologi Penelitian..................................................................... 48
3.6. Metode Analisis Data ...................................................................... 49

BAB 4. HASIL PENELITIAN ........................................................................ 52


4.1.Gambaran Rumah Sakit Umum Haji Medan .................................. 52
4.2. Kegiatan di Instalasi Binatu pada RSU Haji Medan ...................... 53
4.2.1. Tahap Pengelolaan Linen pada Instalasi Binatu ................ 53
4.3. SOP Berdasarkan Lembar Observasi di RSU Haji Medan ............ 56
4.4. Tata Laksana di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ........................ 62
4.5. Alur Kegiatan di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ...................... 68
4.6. SOP di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ...................................... 85
4.7. APD di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ..................................... 91
4.8. Monitoring di Instalasi BinatuRSU Haji Medan .......................... 103

BAB 5. PEMBAHASAN ................................................................................. 111


5.1. Tata Laksana di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ........................ 111
5.2. Alur Kegiatan di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ....................... 113
5.3. SOP di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ..................................... 117
5.4. APD di Instalasi BinatuRSU Haji Medan ...................................... 119
5.5. Monitoring di Instalasi BinatuRSU Haji Medan .......................... 123

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 127


6.1 Kesimpulan .................................................................................... 127
6.2 Saran ............................................................................................. 128

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 130

LAMPIRAN .................................................................................................. 134


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Bahaya Potensial Berdasarkan Lokasi dan Pekerjaan di Rumah Sakit.... 16


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Alur

Kegiatan Pada Instalasi Pencucian Linen / Binatu............... 36

2.2. Kerangka Berpikir............................................................................. 43

4.1. Tahap Pengelolaan Linen Instalasi Binatu RSU Haji Medan........ 53


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara.......................................................................... 134

2. Lembar Observasi................................................................................ 140

3. Lembar Penjelasan kepada Sumber Informasi..................................... 143

4. Hasil Wawancara Sumber Informasi.................................................... 146

5. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Haji Medan........................ 167

6. Struktur Instalasi BinatuRumah Sakit Umum Haji Medan................ 168

7. Surat Izin Penelitian............................................................................. 169

8. Surat Selesai Penelitian........................................................................ 170


ABSTRAK

Rumah sakit apabila tidak dikelola dengan baik dapat menjadi sumber bahaya
keselamatan dan kesehatan bagi petugas kesehatan rumah sakit terutama diinstalasi
binatu.Binatu adalah salah satu bagian dari rumah sakit yang berfungsi menangani
linen kotor yang dihasilkan rumah sakit. Dengan demikian dilakukan tindakan yang
bertanggung jawab dan benar guna menciptakan kesehatan jasmani, rohani dan
kesejahteraan sosial bagi petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar rumah sakit.
Penelitian ini bertujuan untuk monitoring implementasi manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) diinstalasi binatu pada Rumah Sakit Umum
Haji Medan.Jenis penelitian ini adalah kualitatif interaktifdengan menggunakan
tehnik purposive sampling untuk menentukan sumber informasi sehingga ditentukan
11 sumber informasi yaitu Kabid Penunjang Medis, Kepala Instalasi Binatu dan 9
orang petugas binatu. Untuk mendapatkan data yang benar – benar absah digunakan
triangulasi data dengan menggunakan triangulasi sumber yaitu dengan
membandingkan hasil observasi dalam kegiatan diinstalasi binatu dengan hasil
wawancara oleh sumber informasi, serta triangulasi metode yaitu dengan melakukan
observasi dan wawancara kepada sumber informasi, juga melakukan penelusuran
dokumen terkait diinstalasi binatu.
Hasil penelitian yaitu tata laksana diinstalasi binatu belum sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004tentang persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit. Alur kegiatan diinstalasi binatu belum berjalan secara
optimalkarena beberapa petugas mengabaikan prosedur pencucian linen.SOPyang
diinstalasi binatu belum dilakukan secara optimal karena ditemukan beberapa
petugas yang mengabaikan SOP pencucian linen. Rumah Sakit belum maksimal
dalam menyediakan APDbaik dari segi jumlah maupun penyediaan diruang instalasi
binatu. Monitoring yang dilakukan belum secara optimal karena hanya dilakukan
monitoring oleh atasan tanpa melakukan pencatatan dan pelaporan K3.
Hasil penelitian tersebut disarankan kepada pihak Rumah Sakit Umum Haji
Medanagar memberi sosialisasi tentang tata laksana, alur kegiatan pencucian linen,
meningkatkan pengawasan terhadap pekerja agar mau bekerja berdasarkan SOP dan
melengkapi APD sertasosialisasi tentang monitoring yang dilakukan dengan
pencatatan dan pelaporan K3 kepada pihak Rumah Sakit.

Kata Kunci : Monitoring, Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja,


Binatu
ABSTRACT

If all the facilities and equipment of a hospital are not managed properly, they
can become potential danger for the safety and health of hospital health care
providers. Therefore, hospital health care providers become the priority in the K3
(Job Safety and Health) program in order to protect them and to improve the health
care performance at a hospital. Binatu is a part of a hospital which functions to
handle dirty linen from the hospital. Responsible and correct action should be taken
in order to establish physical and mental health and social welfare for the personnel,
the patients, the visitors, and the people in the vicinity of the hospital.
The objective of the research was to monitor the implementation of K3
management in the binatu department of Haji Hospital, Medan. The research used
qualitative interactive method. The samples were 11 respondents, taken by using
purposive sampling technique. The data were analyzed by using 1) data reduction, 2)
data display, 3) conclusion drawing and verifying. Data triangulation, which
consisted of source triangulation and method triangulation, was used to obtain valid
data by conducting interviews, observation, and documentary study.
The result of the research showed that monitoring on binatu department was
not conducted optimally because of the lack of socialization toward the binatu
employees. The management was not in line with the standard stipulated in the
Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No.
1204/MENKES/SK/X/2004. The linear of activities in the binatu department was not
done optimally because the employees ignored the procedure of linen washing, and
SOP (operational standard) was not optimal because the employees did not care of
the SOP of linen washing. The hospital management did not maximally provide APD
(personal protective device); it only consisted of maskers, gloves, and boots which
came from the medical room since the binatu department did not provide them.
It is recommended that the management of Haji Hospital, Medan, socialize
monitoring, management, and the linear of binatu activities to binatu employees,
increase supervision on the employees in order that they work based on SOP, and
equip the binatu department.

Keywords: Monitoring, Management of Job Health and Safety, Laundry


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas dan

peningkatan produktivitas tenaga kerja selaku sumber daya manusia. Kondisi

kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas kerja yang baik.

Pekerjaan yang menuntut produktivitas kerja tinggi hanya dapat dilakukan oleh

tenaga kerja dengan kondisi kesehatan prima. Sebaliknya keadaan sakit atau

gangguan kesehatan menyebabkan tenaga kerja kurang produktif dalam melakukan

pekerjaannya. Tenaga kerja yang sakit atau terganggu kesehatannya yang masih

melakukan pekerjaan biasanya tidak memperlihatkan hasil kerja sebagaimana

hasilnya jika dia sehat. Tenaga kerja yang sakit atau mengalami gangguan kesehatan

menurun dalam kemampuan kerja fisik, berfikir atau melaksanakan pekerjaan sosial

kemasyarakatan sehingga hasil kerjanya berkurang (Sumakmur, 2009).

Undang-undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 menetapkan bahwa “Setiap warga

negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Pekerjaan dan penghidupan yang layak adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi,

yang memungkinkan pekerja berada dalam kondisi selamat dan sehat, bebas dari

kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Penghidupan yang layak adalah pekerjaan yang

1
bersifat manusiawi, penghasilannya dapat memenuhi kebutuhan hidup layak sehari-

hari sehingga tingkat kesejahteraannya dapat terpenuhi sesuai dengan harkat dan

martabat sebagai manusia (Aditama dan Hastuti, 2010).

Kesehatan kerja mutlak harus dilaksanakan di dunia kerja dan di dunia usaha,

oleh semua orang yang berada di tempat kerja baik pekerja maupun pemberi kerja,

jajaran pelaksana, penyedia maupun manajemen, serta pekerja yang bekerja untuk

diri sendiri. Alasannya karena bekerja adalah bagian dari kehidupan dan setiap orang

memerlukan pekerjaan untuk mencukupi kehidupan dan untuk aktualisasi diri, namun

dalam melaksanakan pekerjaannya, berbagai potensi bahaya dan risiko di tempat

kerja mengancam diri pekerja sehingga dapat menimbulkan cedera atau gangguan

kesehatan. Potensi bahaya dan risiko di tempat kerja antara lain akibat sistim kerja

atau proses kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan, yang bersumber dari

keterbatasan pekerjanya sendiri, perilaku hidup yang tidak sehat dan perilaku kerja

yang tidak aman, buruknya lingkungan kerja, kondisi pekerjaan yang tidak ergonomi,

pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja yang tidak kondusif bagi keselamatan

dan kesehatan kerja (K3) (Kurniawidjaja, 2010).

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu upaya untuk menekan

atau mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang pada hakikatnya

tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan kesehatan. Upaya kesehatan kerja

adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja

agar setiap pekerja dapat secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri dan

masyarakat di sekelilingnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


kedokteran dan kesehatan berdampak pula terhadap kapasitas, beban kerja dan

lingkungan kerja yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kebijakan

keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit (K3-RS) (Aditama dan Hastuti, 2010).

Penjelasan Undang-undang No.1 tahun 1970 menyebutkan bahwa tempat

kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap,

dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki pekerja untuk keperluan suatu

usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya, termasuk semua ruangan,

lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang

berhubungan dengan tempat kerja tersebut (Budiono et.al, 2009).

Rumah sakit dengan segala fasilitas dan peralatannya apabila tidak dikelola

dengan baik dapat menjadi sumber bahaya keselamatan dan kesehatan yang

potensial, terutama bagi petugas kesehatan rumah sakit. Umumnya sarana di

lingkungan rumah sakit terdiri dari instalasi perawat, ruang operasi, laboratorium,

ruang tunggu pasien, ruang administrasi (kantor), dapur, instalasi linen (Binatu),

instalasi peralatan/ perlengkapan, instalasi pemeliharaan gedung dan lain-lain.

Tempat kerja dengan lingkungan kerja dan jenis pekerjaan yang bervariasi memiliki

bermacam faktor bahaya yang memengaruhi keselamatan dan kesehatan

karyawannya, pasien serta masyarakat yang tinggal di sekitar rumah sakit.

Melihat kondisi tersebut sudah sewajarnya para pekerja di rumah sakit

menjadi sasaran prioritas program K3 dalam rangka perlindungan masyarakat pekerja

untuk meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan rumah sakit. Undang-undang No.1

tahun 1970 telah menjamin dalam hal pasien dan pengunjung rumah sakit dikenai
kewajiban sebagaimana tenaga kerja yang berada di tempat kerja, untuk menaati

petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat pelindung diri (APD) yang diwajibkan

(pasal 13) (Aditama dan Hastuti, 2010).

Binatu adalah salah satu bagian dari rumah sakit yang berfungsi menangani

linen kotor yang dihasilkan dari rumah sakit. Dengan demikian dilakukan tindakan

yang bertanggung jawab dan benar terhadap faktor lingkungan, fisik, kimiawi dan

biologis di rumah sakit guna menciptakan kesehatan jasmani, rohani, maupun

kesejahteraan sosial bagi petugas, penderita, pengunjung maupun masyarakat sekitar

rumah sakit. Pada proses pekerjaan binatu terdapat potensial bahaya yang berasal

dari beberapa faktor seperti bahaya fisik lantai licin yang bisa menyebabkan pekerja

terjatuh, kebisingan dan penerangan yang menyebabkan kesehatan pekerja terganggu,

penggunaan bahan kimia yang dipakai seperti deterjen, desinfektan dan pewangi serta

ketidakdisiplinan dalam pemakaian APD. Untuk itu penanganan linen harus

sedemikian rupa sehingga dapat dicegah timbulnya dampak negatif dari linen atau

infeksi nosokomial, kecelakaan kerja atau dampak negatif lainnya yang erat

kaitannya dengan pemakaian linen.

Berdasarkan data dari survei nasional terhadap lebih dari 2600 rumah sakit di

USA tahun 1972 dilaporkan bahwa rata-rata setiap rumah sakit mengalami 68 pekerja

cedera dan 6 sakit (laporan NIOSH tahun 1974-1976). Cedera yang paling sering

terjadi di antara pekerja adalah luka tusukan, cedera punggung, luka bakar, dan

fraktur. Sakit yang paling sering adalah gangguan pernapasan, infeksi, dermatitis, dan
hepatitis. Pekerja rumah sakit yang mengalami cedera dan sakit antara lain perawat,

pekerja dapur, binatu, cleaning service dan teknisi (Ramli, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Biladet.al, pada tahun 2013 di Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) milik pemerintah Kota Semarang yaitu terlihat hanya

sebagian petugasLaundryyang memakai APD dan terdapat petugasLaundryyang

mengalami kecelakaan kerja pada saat bekerja, seperti terjepit pintu, terpeleset,

terjatuh dan terkena setrika. Hasil observasi dengan menggunakan tabel Job Safety

Analysis untuk mengidentifikasi bahaya atau risiko yang terdapat pada setiap tahapan

pekerjaan menunjukkan tingkat risiko yang ada di instalasi Laundry sebesar 24%

termasuk dalam risiko sangat tinggi yaitu risiko tersengat listrik, kebakaran dan

terinfeksi bakteri pada pegangan troli, 24% termasuk dalam risiko tinggi yaitu nyeri

akibat pengangkatan ember dengan manual, terinfeksi bakteri pada linen kotor dan

terhirup bahan kimia, 33% termasuk dalam kategori sedang yaitu kaki terinjak troli,

terpeleset dan terjatuh akibat lantai licin dan 19% termasuk dalam kategori rendah

yaitu risiko tangan terjepit pintu dan tersandung lantai rusak.

Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni dan Mulasari

tahun 2013 di Rumah Sakit X Yogyakarta di bagian Laundry, ditemukan ada

beberapa petugas yang mengabaikan standart operating procedur(SOP) pencucian

linen Laundry. Seharusnya petugas mematuhi SOP yang ada di Rumah Sakit X

Yogyakarta yang mengatur tentang proses pencucian linen yang baik dan benar. Jika

petugas tidak mematuhi SOP maka akan menyebabkan penyebaran penyakit,

khususnya pada linen kotor berat.


Sasaran dari penelitian ini adalah petugasdiinstalasibinatuRumah Sakit Umum

Haji Medan. Binatumerupakan instalasi yang menangani linen rumah sakit, mulai

dari pengambilan, pencucian,pengeringan, penyimpanan dan pendistribusian linen di

rumah sakit. Petugasbinatu termasuk dalam komponen rantai penularan dan

berpotensiuntuk terpapar infeksi dan terkena bahaya kecelakaan kerja. Linen

merupakan bahan tekstil yang dipakai dirumah sakit seperti seprei, handuk dan baju

operasi. Linen yang terkenacairan tubuh dan darah, berpotensi menyebarkan infeksi

kepada petugas binatu yang menanganinya.

Pada saat dilakukan survei awal, hanya sebagian petugasbinatu yang memakai

APD berupa masker, sedangkan APD seperti sarung tangan dan sepatu boot hanya

sekali-sekali digunakan dan untuk earmuff tidak pernah digunakan sama sekali.

Selain itu kondisi di instalasi binatu yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja

seperti lantai yang licin, bunyi bising dari mesin cuci yang berfungsi untuk mencuci

linen, mesin pengering yang berfungsi untuk mengeringkan linen dan kurangnya

pemakaian APD seperti sarung tangan yang dapat berpotensi terkena penyakit infeksi

nosokomial. Darilatar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik

mengadakanpenelitian pada Rumah Sakit Umum Haji Medan dengan

judul:“Monitoring Implementasi Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3) Di Instalasi Binatu Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun

2015”.
1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana tata laksana di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji

Medan tahun 2015?

2. Bagaimana alur kegiatan diinstalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji

Medan tahun 2015?

3. Bagaimana kepatuhan petugas binatu untuk mematuhi SOP dalam upaya

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di instalasi binatu pada Rumah Sakit

Umum Haji Medan tahun 2015?

4. Bagaimana kepatuhan petugas binatu dalam menggunakan APD sebagai

upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di instalasi binatu pada

Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2015?

5. Bagaimana monitoring di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji

Medan tahun 2015?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui monitoring

implementasi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3)di instalasi binatu

pada Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Diketahui tata laksana di instalasi binatu pada Rumah SakitUmum Haji

Medantahun 2015.

2. Diketahui alur kegiatan diinstalasibinatupada Rumah Sakit Umum Haji

Medantahun 2015.

3. Diketahui kepatuhan petugasbinatu untuk mematuhi SOP dalam upaya

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di instalasibinatu pada Rumah Sakit

Umum Haji Medan tahun 2015.

4. Diketahui kepatuhan petugasbinatu untuk menggunakan APD dalam upaya

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di instalasibinatupada Rumah Sakit

Umum Haji Medan tahun 2015.

5. Diketahui pelaksanaan monitoringterhadap petugas di instalasibinatu pada

Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit Umum Haji Medan, sebagai bahan masukan untuk

meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit sesuai dengan harapan dan

keinginan pelanggan.

2. Bagi petugas binatu dengan mengetahui pentingnya keselamatan dan

kesehatan kerja (K3), maka para petugas binatu akan mentaati peraturan

sesuai dengan SOP yang ada dan menggunakan alat pelindung diri (APD)

dalam bekerja.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

2.1.1.Pengertian Rumah Sakit

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit, menjelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan

ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi

masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu

dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya.

Menurut Willan dalam Aditama (2006) istilah rumah sakit sendiri berasal dari

kata hospital yang berasal dari bahasa latinhospitium, yang memiliki arti suatu tempat

atau ruangan untuk menerima tamu. “Rumah sakit bukan hanya suatu tempat, namun

juga sebuah fasilitas, sebuah institusi dan juga sebuah organisasi”. Rumah sakit harus

dibangun, dilengkapi dan dipelihara dengan baik untuk menjamin kesehatan dan

keselamatan pasiennya serta harus menyediakan fasilitas yang lapang, tidak berdesak-

desakkan dan terjamin sanitasinya bagi kesembuhan pasien.


Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1204/MENKES/SK/X/2004 bahwa rumah sakit adalah sarana pelayanan kesehatan,

tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang yang sehat. Kumpulan banyak orang

ini akan dapat memungkinkan rumah sakit menjadi tempat penularan penyakit,
9
gangguan kesehatan dan pencemaran lingkungan. Untuk menghindari terjadinya

risiko dan gangguan kesehatan maka diperlukan penyelenggaraan kesehatan

lingkungan rumah sakit.

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor44 Tahun 2009 tentang

rumah sakit pasal 19 ayat 2 rumahsakitumumadalahrumahsakit yang

memberikanpelayanankesehatanpada semua bidang dan jenis penyakit. Pada pasal 10 ayat

1 tentang bangunan rumah sakit harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi kesehatan. Bangunan rumah sakit yang dimaksud pada ayat 1

paling sedikit terdiri atas ruang rawat jalan, ruang rawat inap, ruang gawat darurat, ruang

operasi, ruang tenaga kesehatan, ruang radiologi, ruang laboratorium, ruang sterilisasi,

ruang farmasi, ruang pendidikan dan latihan, ruang kantor dan administrasi, ruang ibadah,

ruang tunggu, ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit, ruang menyusui, ruang

mekanik, ruang dapur, laundry, kamar jenazah, taman, pengolahan sampah, danpelataran

parkir yang mencukupi.

2.1.2.Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 dalam pasal 4

(empat) tugas dari rumah sakit adalah memberikan kesehatan perorangan secara paripurna.

Maksudnya adalah setiap kegiatan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit dan

memulihkan kesehatan.

Untuk menjelaskan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 (empat), rumah

sakit mempunyai fungsi :

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan

standar pelayanan rumah sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan

yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang

kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan

etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit

2.2.1. Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit

Menurut Kepmenkes No.432/Menkes/SK/IV/2007, kesehatan dan keselamatan

kerja adalah upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat

kesehatan para petugas/ buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat
kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan

rehabilitasi.

Menurut Suma’mur (1976) kesehatan kerja adalah spesialisasi ilmu kesehatan/

kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan

setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif

terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan

lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum (Budiono et.al, 2009).

Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan

fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi petugas di semua jenis pekerjaan,

pencegahan terhadap gangguan kesehatan petugas yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan,

perlindungan bagi petugas dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan

kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan petugas dalam suatu lingkungan kerja yang

disesuaikan dengan kondisi fisiologis dan psikologisnya. (Kepmenkes, 2007).

Menurut Budiono (2006) keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian

dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat

kerja, serta cara-cara melakukan pekerjaan.

Upaya K3 di rumah sakit menyangkut tenaga kerja, cara/ metode kerja, alat kerja,

proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan

dan pemulihan. Di tempat kerja, kesehatan dan kinerja seorang pekerja sangat dipengaruhi

oleh :
1. Kapasitas kerja adalah kemampuan seorang pekerja untuk menyelesaikan

pekerjaannya dengan baik pada suatu tempat kerja dalam waktu tertentu.

2. Beban kerja adalah suatu kondisi yang membebani pekerja baik secara fisik maupun

non fisik dalam menyelesaikan pekerjaannya, kondisi tersebut dapat diperberat oleh

kondisi lingkungan yang tidak mendukung secara fisik atau non fisik.

3. Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisik,

kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang memengaruhi pekerja dalam

melaksanakan pekerjaannya (Budionoet.al, 2009).

2.2.2. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit

Menurut Kepmenkes No.432/Menkes/SK/IV/2007, manajemen K3 di rumah sakit

merupakan suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan K3

di rumah sakit. K3 perlu dikelola dengan baik agar penyelenggaraan K3 rumah sakit lebih

efektif, efisien dan terpadu diperlukan sebuah manajemen K3 di rumah sakit bagi pengelola

maupun karyawan rumah sakit yang bertujuan terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang

sehat, aman dan nyaman dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan di rumah

sakit. Terdapat beberapa penyebab yang sering terjadi dalam pekerjaan, yaitu :

1. Faktor perorangan antara lain kurang pengetahuan, kurang keterampilan, motivasi

kurang baik, masalah fisik dan mental.

2. Faktor pekerjaan antara lain standar kerja yang kurang baik, standar perencanaan yang

kurang tepat, standar perawatan yang kurang tepat, standar pembelian yang kurang

tepat, retak akibat pemakaian setelah lama dipakai, pemakaian abnormal.


Dari penjelasan di atas, timbul beberapa kondisi yang sering dijumpai yaitu

pengamanan tidak sempurna, APD yang tidak memenuhi syarat, bahan atau peralatan kerja

yang telah rusak, gerak tidak leluasa karena tumpukan benda, sistim tanda bahaya yang

tidak memenuhi syarat, lingkungan kerja yang mengandung bahaya, seperti iklim kerja

panas atau dingin, penerangan tidak memenuhi syarat, ventilasi kurang baik, tingkat

kebisingan tinggi, pemaparan terhadap radiasi (Suardi, 2005).

2.2.3. Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23

dinyatakan bahwa upaya kesehatan dan keselamatan kerja (K3) harus diselenggarakan di

semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan,

mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Dari pasal

tersebut jelas bahwa rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai

ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para

pelaku langsung yang bekerja di rumah sakit, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung

rumah sakit. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah sakit menerapkan upaya-

upaya K3 di rumah sakit.

Potensi bahaya di rumah sakit selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi

bahaya-bahaya lain yang memengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, yaitu kecelakaan

(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-

sumber cidera lainnya), radiasi, bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan

psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut jelas mengancam jiwa dan
kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para pasien maupun para pengunjung yang

ada di lingkungan rumah sakit.

2.2.4. Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit

1. Komitmen dan Kebijakan

Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah

dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan rumah sakit. Manajemen rumah sakit

mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga

K3 dan saran untuk terlaksananya program K3 di rumah sakit. Kebijakan K3 di rumah sakit

diwujudkan dalam bentuk wadah K3RS dalam struktur organisasi rumah sakit.

Untuk melaksanakana komitmen dan kebijakan K3RS perlu disusun strategi antara

lain :

a. Advokasi sosialisasi program K3RS

b. Menetapkan tujuan yang jelas

c. Organisasi dan penugasan yang jelas

d. Meningkatkan SDM yang profesional di bidang K3RS pada setiap instalasi kerja di

lingkungan rumah sakit.

e. Sumber daya yang harus didukung oleh manajemen puncak

f. Kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif.

g. Membuat program kerja K3RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan

pencegahan

h. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.

2. Perencanaan
Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan

penerapan sistim manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan

meliputi :

a. Identifikasi sumber bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko. Rumah sakit harus

melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta pengendalian faktor

risiko.

1) Identifikasi sumber bahaya

Dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi dan kejadian yang dapat

menimbulkan potensi bahaya dan jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat

terjadi. Sumber bahaya yang ada di rumah sakit harus di identifikasi dan di nilai

untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan

terjadinya kecelakaan dan PAK.

Tabel 2.1.Bahaya Potensial Berdasarkan Lokasi dan Pekerjaan di Rumah Sakit

No Bahaya Potensial Lokasi Pekerja yang Paling Beresiko

1. Fisik
Bising IPS-RS, binatu, dapur, Karyawan yang bekerja di
CSSD, gedung genset- lokasi tersebut
boiler, IPAL
Getaran Ruang mesin-mesin Perawat, cleaning service,
dan peralatan yang dan lain-lain
menghasilkan getaran
(ruang gigi, dan lain-
lain)
Debu Petugas sanitasi, teknisi gigi,
Genset, bengkel kerja,
laboratorium gigi, petugas IPS dan rekam medis
gudang rekam medis,
incinerator
Tabel 2.1.(Lanjutan)
No Bahaya Potensial Lokasi Pekerja yang Paling Beresiko

Panas CSSD, dapur, binatu, Pekerja dapur, pekerja


incinerator, boiler binatu, petugas sanitasi dan
IP-RS
Radiasi X-Ray, OK yang Ahli radiologi, radioterapist
menggunakan c-arm, dan radiografer, ahli
ruang fisioterapi, unit fisioterapi dan petugas
gigi rontgen gigi.
2. Kimia
Desinfektan Semua area Petugas kebersihan perawat
Formaldehyde Laboratorium, kamar Petugas kamar mayat,
mayat, gudang farmasi petugas laboratorium dan
farmasi
Cytotoxics Farmasi, tempat Pekerja farmasi, perawat,
pembuangan limbah, petugas pengumpul
bangsal sampah
Ethylene Oxide Kamar operasi
Dokter, perawat
Methyl : Ruang pemeriksaan gigi
MethacrylateHg
(amalgam) Petugas/ dokter gigi, dokter
bedah, perawat
Solvents Laboratorium, bengkel
kerja, semua area diTeknisi, petugas
rumah sakit laboratorium, petugas
pembersih
Gas-gas anastesi Ruang operasi gigi, Dokter gigi, dokter bedah,
ruaang pemulihan dokter/ perawat anastesi
3. Biologi
AIDS, Hepatitis B IGD, kamar operasi, Dokter, dokter gigi,
dan Non A-Non B ruang pemeriksaan perawat, petugas
gigi, laboratorium, laboratorium, petugas
binatu sanitasi dan binatu

Cytomegalovirus Ruang kebidanan, Perawat, dokter yang


ruang anak bekerja di bagian Ibu dan
anak
Rubella Ruang Ibu dan anak Dokter dan perawat,
Tuberculosis Bangsal, laboratorium, petugas laboratorium,
ruang isolasi fisioterapis

Tabel 2.1.(Lanjutan)

No Bahaya Potensial Lokasi Pekerja yang Paling Beresiko

4. Ergonomi
Pekerjaan yang Area pasien dan Petugas yang menangani
dilakukan secara tempat penyimpanan pasien dan barang
manual barang (gudang)
Postur salah Semua area Semua karyawan
dalam melakukan
pekerjaan
Pekerjaan yang Semua area Dokter gigi, petugas
berulang pembersih, operator
komputer, dan lain-lain.
5. Psikososial
Sering kontak Semua area Semua karyawan
dengan pasien,
kerja berlebih.

2) Penilaian faktor risiko

Merupakan proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan melakukan

penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.

3) Pengendalian faktor risiko

Dilaksanakan melalui 4 tingkatan pengendalian risiko yaitu menghilangkan bahaya,

menggantikan sumber risiko dengan sarana/ peralatan lain yang tingkat risikonya

lebih rendah atau tidak ada (engineering/ rekayasa), administrasi dan alat

pelindung pribadi (APP).

b. Membuat peraturan
Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional

prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3

lainnya yang berlaku. SOP ini harus di evaluasi, diperbaharui dan harus

dikomunikasikan serta disosilisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait.

c. Tujuan dan sasaran

Rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya

potensial dan risiko K3 yang bisa di ukur, satuan/ indikator pegukuran, sasaran

pencapaian dan jangka waktu pencapaian.

d. Indikator kinerja

Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus

merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.

e. Program K3

Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, untuk mencapai

sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan di catat serta dilaporkan.

3. Pengorganisasian

Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat tergantung dari rasa tanggung jawab

manajemen dan petugas, terh,hkadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja

sama dalam pelaksanaan K3. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada

semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin. Ketua organisasi

K3RS secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksana K3 di semua

tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya

masalah bersama instalasi-instalasi kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan


mengkomunikasikannya kepada instalasi-instalasi kerja, sehingga dapat dilaksanakan

dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program yang

dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan maka perlu

diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.

4. Langkah-Langkah Penyelenggaraan

Untuk memudahkan penyelenggaraan K3 di rumah sakit, maka perlu langkah-

langkah penerapannya yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap pemantauan dan

evaluasi.

a. Tahap persiapan, terdiri dari :

1. Menyatakan komitmen

2. Menetapkan cara penerapan K3 di RS

3. Pembentukan organisasi/ unit pelaksana K3 RS

4. Membentuk kelompok kerja penerapan K3

5. Menetapkan sumber daya yang diperlukan.

b. Tahap pelaksanaan

1. Penyuluhan K3 ke semua petugas RS

2. Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kelompok di

dalam organisasi RS.

3. Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku.

c. Tahap pemantauan dan evaluasi


Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di RS adalah salah satu fungsi

manajemen K3 RS yang berupa suatu langkah yang di ambil untuk mengetahui dan

menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3 RS itu berjalan, dan

mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan RS

dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Pemantauan dan evaluasi meliputi :

1. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistim pelaporan RS

(SPRS) yaitu : pencatatan dan pelaporan K3, pencatatan semua kegiatan K3,

pencatatan dan pelaporan KAK, pencatatan dan pelaporan PAK.

2. Inspeksi dan pengujian

Inspeksi k3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3 secara

umum dan tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3 di RS dilakukan secara berkala,

terutama oleh petugas K3 RS sehingga kejaidan PAK dan KAK dapat dicegah

sedini mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian baik terhadap lingkungan

maupun pemeriksaan terhadap lingkungan maupun pemeriksaan terhadap

pekerja berisiko seperti biological monitoring (pemantauan secara biologis).

3. Melaksanakan audit K3

Audit K3 yang meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan,

karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur,

pengembangan karyawan dan program pendidikan, evaluasi dan

pengendalian.
Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen secara berkesinambungan

untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3.

2.2.5. Pengendalian Risiko

Dalam tindakan pengendalian perusahaan harus merencanakan pengelolaan dan

pengendalian kegiatan-kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan

kecelakaan kerja yang tinggi. Beberapa pengendalian risiko antara lain:

1) Menghilangkan Bahaya

Contohnya menggunakan mesin untuk pekerjaan manual yang berulang atau

menghilangkan asbes dari tempat kerja.

2) Mencegah atau Mengurangi Peluang Terkena Risiko

Jika bahaya tidak dapat dihilangkan, maka kiat menggunakan alat kendali risiko yang

lebih rendah tingkatannya. Alat-alat kendali itu antara lain mengganti peralatan

(substitusi), melakukan desain ulang dari perangkat kerja (engineering), melakukan

isolasi sumber bahaya.

3) Bahaya tidak dapat dikurangi

a. Pengendalian Secara Administrasi.

Dalam tahap ini menggunakan prosedur, SOP atau panduan sebagai langkah

untuk mengurangi risiko. Contoh dari pengendalian secara administrasi ini adalah

mengurangi rotasi kerja untuk mengurangi efek risiko, membatasi waktu atau frekuensi

untuk memasuki area, melakukan supervisi pekerjaan.


SOP berasal dari bahasa Inggris yaitu SOP yang merupakan kepanjangan dari

Standart Operating Procedure, yang artinya standar operasional prosedur. Istilah

SOPmerujuk pada pengertian mengenai sebuah prosedur operasi standar yang

merupakan serangkaian instruksi yang bersifat membatasi prosedur operasi tanpa

kehilangan keefektivitasannya atau merupakan petunjuk tertulis yang menggambarkan

dengan tepat tahapan pelaksanaan tugas/pekerjaan/kegiatan (Insani, 2010).

Dalam penerapannya, terdapat beberapa manfaat standar operasional

prosedur (SOP), antara lain :

a. Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan

pekerjaannya.

b. Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan seorang

pegawai dalam melaksanakan tugasnya.

c. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab

individu pegawai organisasi secara keseluruhan.

d. Membantu pegawai menjadi lebih mandiri dan tidak bergantung pada intervensi

manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan

proses sehari-hari.

e. Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan pegawai cara konkrit

untuk memperbaiki kinerja serta membantu mengevaluasi usaha yang telah

dilakukan.
f. Memberikan informasi mengenai kualifikasi kompetensi yang harus dikuasai oleh

pegawai dalam melaksanakan tugasnya.

Sedangkan tujuan dari SOP antara lain : (1) agar pegawai menjaga konsistensi

dan tingkat kinerja pegawai atau tim dalam organisasi atau instalasi kerja, (2) agar

mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi, (3)

memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari pegawai terkait, (4)

melindungi organisasi/ instalasi kerja dan pegawai dari malpraktek atau kesalahan

administrasi, (5) untuk menghindari kesalahan, keraguan dan duplikasi.

Fungsi dari SOP itu sendiri antara lain : (1) memperlancar tugas pegawai atau

tim/ instalasi kerja, (2) sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan, (3) mengetahui

dengan jelas hambatan-hambatannya, (4) mengarahkan pegawai untuk sama-sama

disiplin dalam bekerja, (5) dan sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin

(Karisma, 2014).

b. Alat Pelindung Diri (APD)

Menurut Rijanto (2011) alat pelindung diri (APD) dapat didefenisikan sebagai

alat yang mempunyai kemampuan melindungi seseorang dalam pekerjaannya yang

fungsinya mengisolasi pekerja dari bahaya di tempat kerja. Sarana pengaman diri

adalah pilihan terakhir yang dapat kita lakukan untuk mencegah bahaya pada pekerja.

Keberhasilan penggunaan APD jika peralatan pelindungnya tepat pemilihannya,

digunakan secara benar, sesuai dengan situasi dan kondisi bahaya, senantiasa

dipelihara. Persyaratan APD yang digunakan menurut Budiono (2006) yaitu: (1) harus
memberikan perlindungan yang tepat terhadap potensi bahaya yang ada, (2) tidak

menyebabkan rasa tidak nyaman berlebihan, (3) bentuknya harus cukup menarik dan

dapat dipakai secara fleksibel, (4) tahan untuk pemakaian yang lama, memenuhi

standar yang sudah ada serta suku cadangnya mudah didapat, (5) tidak menimbulkan

bahaya tambahan bagi pemakaian yang tidak tepat atau karena penggunaan yang

salah.

Kebijakan perusahaan tentang APD merupakan pedoman dalam pembuatan

peraturan dan prosedur tentang APD. Begitu manajemen memutuskan untuk

menggunakan APD maka langkah-langkah berikut dapat dilakukan : (1) buat kebijakan

tertulis tentang APD dan mensosialisasikan kepada pekerja dan tamu, (2) pilih jenis APD

yang sesuai, (3) laksanakan suatu program pelatihan agar pekerja mengetahui suatu

cara pemakaian dan perawatan yang benar terhadap APD yang digunakannya, (4)

terapkan dan kontrol penggunaan APD (Rijanto, 2011).

APD yang digunakan oleh petugas haruslah dapat memellihara kesehatan dan

keselamatan dirinya. Beberapa jenis APD dan kegunaannya :

1) Pelindung kepala

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

PER.08/MEN/VII/2010 tentang APD mendefenisikan alat pelindung kepala adalah

alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan, terantuk,

kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda keras yang melayang atau

meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan-bahan kimia,

jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang ekstrim.


Beberapa jenis alat pelindung kepala tersebut antara lain :

a. Topi pengaman/ helm pengaman berfungsi melindungi kepala dari kejatuhan

benda, terpukul atau benturan keras dan tajam

b. Penutup rambut (hair cup) atau pengaman rambut digunakan untuk

melindungi kepala dan rambut dari kotoran, serta melindungi rambut dari

bahaya terjerat mesin yang berputar. Spesifikasinya terbuat dari bahan yang

menyerap keringat dan mudah di cuci.

2) Pelindung telinga

a. Sumbat Telinga (Ear Plug)

Sumbat telinga yang baik adalah yang dapat menahan frekuensi tertentu saja,

sedangkan frekuensi untuk bicara biasa (komunikasi) tidak terganggu. Sumbat

telinga biasanya terbuat dari bahan karet, plastik keras, plastik lunak, lilin, dan

kapas. Kemampuan daya lindung (Atenuasi) sekitar 25-30 dB (decible). Bila

ada kebocoran sedikit saja dapat mengurangi daya lindung sampai 15 dB.

Daya lindung yang paling kecil adalah yang terbuat dari kapas, antara 2-12 dB.

Kelemahan dari sumbat telinga ini adalah tidak tepat ukurannya dengan

lubang telinga pemakai, kadang-kadang lubang telinga kanan tidak sama

dengan yang kiri.

b. Tutup Telinga (Ear Muff)


Pelindung telinga yang penggunaannya ditutupkan pada seluruh daun telinga

dan alat ini lebih efektif dari sumbat telinga, karena dapat mengurangi

intensitas hingga 20-30 dB.

3) Pelindung muka dan mata

Berfungsi melindungi dari lemparan benda-benda kecil dan benda panas,

pengaruh cahaya, dan pengaruh radiasi tertentu. Syarat pelindung muka dan mata

yaitu keamanan terhadap api sama dengan topi pengaman, ketahanan terhadap

lemparan benda-benda, alat pelindung mata tahan terhadap radiasi, dengan prinsip

adalah kaca mata yang hanya tahan terhadap panjang gelombang tertentu.

4) Alat pelindung pernafasan

Berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap sumber-sumber

bahaya di udara tempat kerja, seperti kekurangan oksigen, pencemaran oleh

partikel (debu, kabut, asap dan uap logam), dan pencemaran oleh gas atau uap.

Contoh alat perlindungan pernapasan seperti masker dan respirator.

5) Pelindung tangan

Memiliki fungsi untuk melindungi dari api, panas, dingin, radiasi

elektromagnetik, radiasi mengion, listrik, bahan kimia, benturan dan pukulan, luka,

lecet dan infeksi, serta kotoran.Jenis dari pelindung tangan antara lain :

a. Gloves (sarung tangan)


b. Mitten : sarung tangan dengan ibu jari terpisah sedangkan jari lainnya

menjadi satu.

c. Hand Pad : melindungi telapak tangan

d. Sleeve : melindungi pergelangan tangan sampai lengan, biasanya digabung

dengan sarung tangan.

6) Pelindung kaki

Memiliki fungsi untuk melindungi pekerja dari tertimpa benda-benda

berat atau keras, tumpahan atau genangan logam cair, bahan kimia korosif atau

iritatif, dermatitis/ eksim karena bahan-bahan kimia, kemungkinan tersandung,

tergelincir, dan tertusuk telapak kakinya, pengaruh air panas, dingin, kotor dan lain-

lain.

Sepatu yang digunakan disesuaikan dengan jenis risikonya yaitu:

a. Pada industri ringan/ tempat kerja biasa cukup memakai sepatu yang baik dan

wanita tidak boleh memakai sepatu bertumit tinggi atau sepatu dengan

telapak yang datar dan licin.

b. Sepatu pelindung (safety house) atau sepatu boot dapat terbuat dari kulit,

karet sintetis atau plastik. Berguna untuk melindungi jari-jari kaki terhadap

kejatuhan atau benturan benda-benda keras, sepatu dilengkapi dengan

penutup jari dari baja atau campuran baja dengan karbon.

c. Untuk mencegah tergelincir digunakan sol anti slip luar dari karet alam atau

sintetis dengan permukaannya yang kasar


d. Untuk mencegah tusukan pada telapak kaki dari benda-benda runcing, serta

sol dilapisi dengan logam

e. Sepatu atau sandal yang beralas kayu baik dipakai ditempat kerja yang

lembab dan lantai yang panas

f. Sepatu boot dari karet sintetis, untuk perlindungan terhadap bahan-bahan

kimia.

7) Pelindung tubuh/ pakaian kerja

Kegunaannya untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuh dari bahaya

tertentu baik benda padat, gas, cairan, suhu, percikan api, bahan kimia, radiasi,

panas dan trauma dari benda tumpul/ tajam. Bahan dapat terbuat dari kain kulit,

plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium. Bentuknya berupa apron (menutupi

sebagian tubuh yaitu mulai dada sampai lutut), celemek, atau pakaian terusan

dengan celana panjang dan lengan panjang (Rijanto, 2010).

Sedangkan untuk jenis APD di rumah sakit pada bagian binatu APD yang

sering digunakan antara lain masker, earmuff, sarung tangan dan sepatu boot.

Dalam penggunaan APD sebagai sarana pengendali risiko, organisasi sebaiknya

melakukan evaluasi secara mendalam terhadap peralatan yang digunakan dalam

mengurangi risiko. Penggunaan APD tetap membutuhkan pelatihan atau instruksi

kerja bagi karyawan yang menggunakannya, termasuk pemeliharannya. Karyawan

harus mengerti bahwa penggunaan APD tidak akan menghilangkan bahaya yang

terjadi. Jadi bahaya akan tetap terjadi jika ada kecelakaan.

1) Masalah umum APD


a. Tidak semua APD melalui pengujian laboratoris, sehingga tidak diketahui

derajat perlindungannya.

b. Tidak nyaman dan terkadang membuat si pemakai sulit bekerja

c. APD terkadang dapat menciptakan bahaya baru

d. Kewajiban pemeliharaan APD dialihkan dari pihak manajemen ke pekerja

e. Efektifitas APD sering tergantung kondisi kesehatan para pekerja.

2) Masalah pemakaian APD

a. Sisi pekerja, tidak mau memakai dengan alasan :

• Tidak sadar/ tidak mengerti manfaat pemakainnya

• Panas, sesak, berat

• Tidak enak dipakai, tidak enak dipandang, mengganggu pekerjaan

• Tidak sesuai dengan bahaya yang ada

• Tidak ada sangsi jika tidak menggunakannya

• Mengikuti sikap atasan yang tidak memakai APD.

b. Sisi perusahaan

• Ketidakmengertian dari perusahaan tentang APD yang sesuai dengan

jenis risiko yang ada

• Sikap dari perusahaan yang mengabaikan APD

• Dianggap hanya pekerjaan yang sia-sia karena tidak adanya pekerja yang

mau memakai

• Pengadaan APD yang asal beli

3) Masalah Alat Pelindung Telinga


a. Timbulnya kesulitan komunikasi antar pekerja

b. Memberatkan kepaladan tidak nyaman dalam penggunaannya

c. Menimbulkan rasa sakit karena jepitan pelindung telinga terlalu kuat

4) Masalah dalam peggunaan sarung tangan yaitu mengurangi kepekaan tangan

dan jari.

5) Masalah Dalam Penggunaan Respirator

a. Penutup muka yang buruk seperti dapat menimbulkan jerawat, dapat

membuat rambut jadi terjepit, tidak sesuai dengan ukuran wajah,

menimbulkan iritasi pada bekas luka

b. Pemeliharaan yang tidak baik

c. Tidak nyaman dalam menghirup udara dan menimbulkan sesak nafas

d. Kesulitan komunikasi

e. Tidak memiliki standar filter udara yang sesuai (Suardi, 2005).

2.3. Pengelolaan Tempat Pencucian Linen (Binatu)

2.3.1. Pengertian Binatu

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010 tentang pedoman

teknis sarana dan prasarana rumah sakit kelas B, binatu rumah sakit adalah tempat

pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan

desinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan mesin setrika.

2.3.2. Persyaratan Binatu


1. Tersedia keran air bersih dengan kualitas dan tekanan aliran yang memadai, air panas

untuk desinfeksi dengan desinfektan yang ramah terhadap lingkungan. Suhu air panas

untuk pencucian mencapai 70oC dalam waktu 25 menit atau 95 oC dalam waktu 10

menit untuk pencucian pada mesin cuci.

2. Peralatan cuci dipasang permanen dan diletakkan dekat dengan saluran pembuangan

air limbah serta tersedia mesin cuci yang dapat mencuci jenis-jenis linen yang berbeda.

3. Tersedia saluran air limbah tertutup yang dilengkapi dengan pengolahan awal khusus

binatu sebelum di alirkan ke IPAL RS.

4. Untuk linen non-infeksius (misalnya dari ruang-ruang administrasi perkantoran)

dibuatkan akses ke ruang pencucian tanpa melalui ruang dekontaminasi.

5. Tidak disarankan untuk mempunyai tempat penyimpanan linen kotor.

6. Penggunaan jenis deterjen dan desinfektan untuk proses pencucian yang ramah

lingkungan agar limbah cair yang dihasilkan mudah terurai oleh lingkungan.

7. Standar kuman bagi linen bersih setelah keluar dari proses tidak mengandung

6x103spora spesies bacilus per inci persegi.

2.3.3. Tata Laksana

Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1204/MENKES/SK/X/2004, tentang persyaratan kesehatan lingkungan Rumah Sakit

pengawasan yang dilakukan dalam hal tata laksana adalah:


1. Di tempat binatu tersedia keran air bersih dengan kualitas dan tekanan aliran

yang memadai, air panas untuk desinfeksi dan tersedia desinfektan.

2. Peralatan cuci dipasang permanen dan diletakkan dekat dengan saluran

pembuangan air limbah serta tersedia mesin cuci yang dapat mencuci jenis-jenis

linen yang tersedia dan mencuci jenis-jenis linen yang berbeda.

3. Tersedia ruangan dan mesin cuci yang terpisah untuk linen infeksius dan non

infeksius.

4. Binatuharus dilengkapi dengan saluran air limbah tertutup yang dilengkapi

dengan pengolahan awal (pre-treatment) sebelum dialirkan keinstalasi

pengolahan air limbah.

5. Binatu harus disediakan ruang-ruang terpisah sesuai kegunaannya yaitu ruang

linen kotor, ruang linen bersih, ruang untuk perlengkapan kebersihan, ruang

perlengkapan cuci, ruang kereta linen, kamar mandi dan ruang peniris atau

pengering untuk alat-alat termasuk linen.

6. Untuk rumah sakit yang tidak mempunyai binatutersendiri, pencuciannya dapat

bekerjasama dengan pihak lain dan pihak lain tersebut harus mengikuti

persyaratan dan tatalaksana yang telah ditetapkan.

Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010 tentang

pedoman teknis sarana dan prasarana rumah sakit kelas B, kegiatan pencucian linen

terdiri dari :

1. Pengumpulan, dilakukan :
1) Pemilahan antara linen infeksius dan non-infeksius dimulai dari sumber dan

memasukkan linen ke dalam kantong plastik sesuai jenisnya serta diberi label.

2) Menghitung dan mencatat linen diruangan.

2. Penerimaan

1) Mencatat linen yang diterima dan telah terpisah antara infeksius dan non infeksius.

2) Linen dipisah berdasarkan tingkat kekotorannya.

3. Pencucian

1) Menimbang berat linen untuk menyesuaikan dengan kapasitas mesin cuci dan

kebutuhan deterjen dan desinfektan.

2) Membersihkan linen kotor dari tinja, urin, darah, dan muntahan kemudian

merendamnya dengan menggunakan desinfektan.

3) Mencuci dikelompokkan berdasarkan tingkat kekotorannya.

4. Pengeringan

5. Penyetrikaan

6. Penyimpanan

1) Linen harus dipisahkan sesuai jenisnya.

2) Linen baru yang diterima ditempatkan di lemari bagian bawah.

3) Pintu lemari selalu tertutup.

7. Distribusi dilakukan berdasarkan kartu tanda terima dari petugas penerima, kemudian

petugas menyerahkan linen bersih kepada petugas ruangan sesuai kartu tanda terima.

8. Pengangkutan
1) Kantong untuk membungkus linen bersih harus dibedakan dengan kantong yang

digunakan untuk membungkus linen kotor.

2) Menggunakan kereta dorong yang berbeda dan tertutup antara linen bersih dan

linen kotor. Kereta dorong harus di cuci dengan desinfektan setelah digunakan

mengangkut linen kotor.

3) Waktu pengangkutan linen bersih dan kotor tidak boleh dilakukan bersamaan.

4) Linen bersih di angkut dengan kereta dorong yang berbeda warna.

5) Rumah sakit yang tidak mempunyai binatu tersendiri, pengangkutannya dari dan

ketempat binatu harus menggunakan mobil khusus.

9. Petugas yang bekerja dalam pengelolaan binatu linen harus menggunakan pakaian

kerja khusus, menggunakan APD dan dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala,

serta dianjurkan memperoleh imunisasi hepatitis B.

Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010 tentang

pedoman teknis sarana dan prasarana rumah sakit kelas B alur kegiatan pada instalasi

pencucian linen adalah sebagai berikut :

Troli kotor Linen kotor

Penerimaan dan pencatatan

Perbaikan linen

Ruang Dekontaminasi
Pencucian Pengeringan Penyeterikaan
linen linen linen
Bak pembilasan
awal
Melipat linen
Bak desinfeksi
(perendaman)
R. penyimpanan
Bak pembilasan linen bersih
akhir

Ruang dekontaminasi R. penyimpanan Distribusi linen bersih


Troli dan pengeringan Troli bersih

CSSD Tanpa
(Resterilisasi) sterilisasi

Gambar 2.1. Alur Kegiatan Pada Instalasi Pencucian Linen di Instalasi Binatu
(Kemenkes RI, 2010)

2.4. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi pada dasarnya adalah kegiatan untuk melakukan evaluasi

terhadap implementasi kebijakan. Monitoring dilakukan ketika sebuah kebijakan sedang

diimplementasikan. Sedangkan evaluasi dilakukan untuk melihat tingkat kinerja suatu

kebijakan, sejauh mana kebijakan tersebut mencapai sasaran dan tujuannya. Monitoring

diperlukan agar kesalahan-kesalahan awal dapat segera diketahui dan dapat dilakukan

tindakan perbaikan, sehingga mengurangi risiko yang lebih besar. Evaluasi berguna

memberikan input bagi kebijakan yang akan datang supaya lebih baik (Subarsono, 2005).
Monitoring atau pemantauan adalah aktivitas yang ditujukan untuk memberikan

informasi tentang sebab dan akibat dari suatu kebijakan yang sedang diimplementasikan

dengan tujuan menjaga agar kebijakan yang sedang diimplementasikan sesuai dengan

tujuan dan sasaran, menemukan kesalahan sedini mungkin sehingga mengurangi risiko yang

lebih besar, dan melakukan tindakan modifikasi terhadap kebijakan apabila hasil monitoring

mengharuskan untuk itu (Subarsono, 2005).

Dalam memantau hasil kebijakan dibedakan dua jenis hasil kebijakan, yaitu :

keluaran (outputs), dan dampak (impacts). Keluaran kebijakan adalah barang, layanan, atau

sumber daya yang diterima oleh kelompok sasaran atau kelompok penerima. Sebaliknya

dampak kebijakan merupakan perubahan nyata pada tingkah laku atau sikap yang dihasilkan

oleh keluaran kebijakan tersebut. Kelompok sasaran merupakan individu, masyarakat atau

organisasi yang hendak dipengaruhi oleh suatu kebijakan dan program. Sedangkan

penerima adalah kelompok yang menerima manfaat atau nilai dari kebijakan tersebut.

Untuk menghitung secara baik keluaran dan dampak kebijakan, perlu melihat kembali

tindakan kebijakan yang dilakukan sebelumnya. Tindakan kebijakan mempunyai dua tujuan

utama, yaitu regulasi dan alokasi. Tindakan regulatif adalah tindakan yang dirancang untuk

menjamin kepatuhan terhadap standar atau prosedur tertentu. Sebaliknya tindakan alokatif

adalah tindakan yang membutuhkan masukan yang berupa uang, waktu, personil dan alat

(Badjuri, 2002).

Tindakan kebijakan dapat pula dipilah lebih lanjut menjadi masukan (input)

kebijakan dan proses kebijakan. Masukan kebijakan adalah sumber daya (waktu, uang,

personil, alat, material) yang dipakai untuk menghasilkan keluaran dan dampak. Proses
kebijakan adalah tindakan organisasional dan politis yang menentukan transformasi dari

masukan kebijakan menjadi keluaran dan dampak kebijakan. Monitoring terhadap suatu

kebijakan baru dapat dilakukan setelah adanya tindakan dari para pelaku kebijakan

terhadap objek atau kelompok sasaran. Sehingga minimal analis dapat melihat adanya

perubahan atau hasil yang signifikan dari tindakan kebijakan tersebut baik berupa data-data

kuantitatif maupun data kualitatif berdasarkan hasil pengamatan(Badjuri, 2002).

Pelaksanaan monitoring yang bersifat pasca penerapan kebijakan sama dengan

prinsip evaluasi. Bedanya dalam monitoring intinya analis hanya mengumpulkan informasi

seputar pelaksanaan kebijakan, baik berupa data objektif maupun subjektif, berdasarkan

indikator-indikator yang telah dipilih. Sedangkan dalam evaluasi, analis memasukkan

penilaiannya pada informasi yang telah dikumpulkan dalam proses monitoring. Sehingga

hasil evaluasi dapat menilai apakah suatu proses atau keluaran kebijakan berhasil mencapai

tujuan yang ditetapkan pembuat kebijakan atau tidak, sedangkan dalam monitoring hal

tersebut tidak dapat dilakukan (Badjuri, 2002).

Evaluasi lebih tertuju pada kajian terhadap hasil suatu program. Evaluasi dilakukan

secara periodik merupakan suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan,

menganalisis, dan menafsirkan data untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan

suatu program, serta untuk mengetahui komponen program mana yang berhasil dan mana

yang tidak berhasil. Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan

masalah kinerjaprogram untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja

program(Moerdiyanto, 2015). Menurut Subarsono (2005) evaluasi adalah kegiatan untuk


menilai tingkat kinerja suatu kebijakan, dimana evaluasi baru dapat dilakukan kalau suatu

kebijakan sudah berjalan cukup waktu.

Monev adalah kegiatan monitoring dan evaluasi yang ditujukan pada suatu program

yang sedang atau sudah berlangsung. Monitoring sendiri merupakan aktivitas yang

dilakukan pimpinan untuk melihat, memantau jalannya organisasi selama kegiatan

berlangsung, dan menilai ketercapaian tujuan, melihat faktor pendukung dan penghambat

pelaksanaan program. Dalam monitoring (pemantauan) dikumpulkan data dan dianalisis,

hasil analisis diinterpretasikan dan dimaknakan sebagai masukan bagi pimpinan untuk

mengadakan perbaikan. Evaluasi adalah proses untuk mengidentifikasi masalah,

mengumpulkan data dan menganalisis data, menyimpulkan hasil yang telah dicapai,

menginterpretasikan hasil menjadi rumusan kebijakan, dan menyajikan informasi

(rekomendasi) untuk pembuatan keputusan berdasarkan pada aspek kebenaran hasil

evaluasi (Moerdiyanto, 2015).

Perbedaan antara monitoring dan evaluasi adalah monitoring dilakukan pada saat

program masih berjalan sedangkan evaluasi dapat dilakukan baik sewaktu program itu

masih berjalan ataupun program itu sudah selesai. Bila dilihat dari pelakunya, monitoring

dilakukan oleh pihak internal sedangkan evaluasi dilakukan oleh pihak internal maupun

eksternal. Evaluasi dilaksanakan untuk memperoleh kebenaran suatu program beserta

dampaknya, sedangkan monitoring hanya melihat keterlaksanaan program, faktor

pendukung, penghambatnya. Bila dilihat secara keseluruhan, kegiatan monev ditujukan

untuk pembinaan suatu program.


Tujuan dari monitoring kebijkaan adalah :

1. Menghindari terjadinya penyimpangan/ kesalahan/ keterlambatan sehingga dapat

diluruskan.

2. Memastikan proses implementasi sesuai dengan model implementasi yang sesuai.

3. Memastikan bahwa implementasi kebijakan menuju arah kinerja kebijakan yang

dikehendaki (Badjuri, 2002).

Menurut Dunn dalam (Subarsono, 2005) ada beberapa jenis monitoring yaitu :

1. Kepatuhan (Compliance) adalah jenis monitoring untuk menentukan tingkat kepatuhan

implementor terhadap standar dan prosedur yang telah ditetapkan.

2. Pemeriksaan (Auditing) adalah jenis monitoring untuk melihat sejauh mana sumber

daya dan pelayanan sampai pada kelompok sasaran.

3. Akutansi (Accounting) adalah jenis monitoring untuk mengkalkulasikan perubahan

sosial dan ekonomi yang terjadi setelah diimplementasikan suatu kebijakan.

4. Eksplanasi (Explanation) adalah jenis monitoring untuk menjelaskan adanya perbedaan

antara hasil dan tujuan kebijakan.

2.5. Landasan Teori


Kepatuhanberasaldari kata patuh.Menurut KBBI (KamusBesarBahasa Indonesia),

patuhberartisukamenuruti perintah, taatkepadaperintahatauaturandanberdisiplin.

Kepatuhanberartibersifatpatuh, ketaatan, tunduk, patuhpadaajarandanaturan. Menurut

Ripley (1985) implementasi dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu perspektif pertama

(complience perspective) memahami keberhasilan implementasi dalam arti sempit yaitu

sebagai kepatuhan para implementer dalam melaksanakan kebijakan yang tertuang dalam

dokumen kebijakan (dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, atau program).

Studi implementasi yang menggunakan perspektif ini ingin mengetahui kepatuhan para

bawahan dalam menjalankan perintah yang diberikan para atasan sebagai upaya untuk

melaksanakan satu kebijakan.

Perspektif kedua tidak hanya memahami implementasi dari aspek kepatuhan

para implementer kebijakan dalam mengikuti standart operating procedur (SOP)

tetapi berusaha memahami implementasi secara lebih luas. Maka ukuran keberhasilan

implementasi tidak hanya dilihat dari segi kepatuhan para implementer dalam

mengikuti SOP tetapi juga diukur dari keberhasilan dalam merealisasikan tujuan-

tujuan kebijakan yang wujud nyatanya berupa munculnya dampak kebijakan. Artinya

kepatuhan para implementer dalam mengimplementasikan kebijakan sesuai SOP

bukan satu-satunya alat ukur keberhasilan implementasi. Kepatuhan tersebut

semestinya perlu dipandang sebagai kondisi yang harus dilalui agar tujuan kebijakan

dapat diwujudkan, bukan tujuan akhir dari implementasi itu sendiri (Purwanto dan

Sulistyastuti, 2012).
Dalam penggunaan sehari-hari, kita biasa mendengar istilah‘monitoring’banyak

digunakan dengan makna “mengawasi, memeriksa,atau mengobservasi”. Dalam konteks

penggunaan seperti itu prosesmonitoring, biasanya menjadi bagian dari sebuah aktivitas

yang lebihbesar, yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Aktivitas

monitoringdilakukan sebagai fungsi pengawasan dan observasi untuk memastikanbahwa

aktivitas yang dilakukan benar-benar membawa pada tujuanyang sudah ditetapkan

sebelumnya (Santoso, 2010).

Ketika situasi masalah timbul saat transformasi tindakan kebijakan menjadi

informasi tentang hasil kebijakan melalui monitoring, situasi masalah (sistim dari berbagai

masalah yang saling tergantung) tersebut ditransformasikan melalui perumusan masalah ke

dalam suatu masalah kebijakan.Informasi yang dibutuhkan untuk memantau kebijakan

publik harus relevan, dapat diandalkan dan valid. Dapat diandalkan mengandung arti bahwa

observasi dalam memperoleh informasi harus dilakukan secara cermat. Valid atau sahih

maksudnya informasi tersebut benar-benar memberitahu kita tentang apa yang memang

kita maksudkan. Informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber. Pada umumnya informasi

diperoleh dari arsip pada instansi atau badan terkait berupa buku, monograf, artikel, dan

laporan tertulis dari para peneliti. Bila data dan informasi tidak tersedia pada sumber di

atas, monitoring perlu dilakukan dengan kuesioner, wawancara dan observasi lapangan

(Badjuri, 2002).

2.6. Kerangka Berpikir


Bedasarkan tinjauan kepustakaan, maka dapat disusun kerangka berpikir dalam

penelitian ini sebagai berikut :


Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Hasil pelaksanaan K3 di instalasi
Kerja (K3) diinstalasi binatu: binatu :
1. Tata
→ laksana
2. Alur kegiatan pencucian linen 1. Tata laksana
3. Melaksanakan tugas sesuai dengan 2. Kepatuhan petugas binatu
SOP terhadap SOP
4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) 3. Kepatuhan petugas binatu pada
5. Monitoring penggunaan APD

Gambar 2.2. Kerangka Berpikir Penelitian

Kerangka berpikir di atas merupakan rangkuman sementara dari gambaran tentang

pelaksanaan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di instalasi binatu pada

Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2015. Selain melihat pelaksanaan manajemen K3

diinstalasi binatu diantaranya tata laksana, alur kegiatan pencucian linen, melaksanakan

tugas sesuai dengan SOP dan penggunaan alat pelindung diri (APD), serta pelaksanaan

monitoring di instalasi binatu. Dari penjelasan di atas didapatkan hasil pelaksanaan K3 di


instalasi binatu dimana terdapat tata laksana di instalasi binatu sesuai dengan standar yang

telah ditetapkanberdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, serta

kepatuhan petugas binatu dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan SOP di instalasi binatu

Rumah Sakit Umum Haji Medan dan pemakaian APD.

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. JenisPenelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

kualitatif. Metode kualitatif dalam penelitian ini menggunakan model interaktif dari

Miles dan Huberman (1992). Model interaktif yaitu model pengumpulan data sebagai

suatu proses yang bersifat siklis dan interaktif mulai dari pengumpulan data, reduksi

data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.


Menurut Stake (1995) penelitian kualitatif interaktif yaitu jenis studi kasus,

merupakan strategi penelitian di mana di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat

suatu program, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh

waktu dan aktivitas dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan

menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah

ditentukan (Creswell, 2010).

3.2. LokasidanWaktuPenelitian

Lokasipenelitiandilakukan di Instalasi Binatu RumahSakitUmum Haji Medan

karena peneliti ingin melihat tata laksana diinstalasi binatu, alur kegiatan diinstalasi

binatu, serta kepatuhan petugas binatu dalam melaksanakan pekerjaannya apakah

sudah sesuai dengan SOP dan kepatuhan dalam menggunakan APD, sertapelaksanaan

monitoring. Pelaksanaan penelitiandi lakukanmulaibulanMaretsampai bulan Juni

2015.
45
3.3. Sumber Informasi

Teknikpengambilansumber informasidilakukandenganmenggunakanpurposive

sampling, dimana subjek penelitian memiliki kriteria :

1. Subjek penelitian berperan dalam proses pelaksanaan kegiatan diinstalasi binatu

rumah sakit.

2. Subjek penelitian mempunyai waktu untuk mengikuti rangkaian kegiatan

penelitian.
3. Subjek penelitian dapat memberikan informasi sebanyak-banyaknya sesuai

dengan kebutuhan penelitian.

Dari kriteria tersebut di atas maka peneliti memutuskan sumber informasi

yang akan dijadikan subjek penelitian adalah sebagai berikut:

1. Kabid penunjang medis, digunakan metode pengumpulan data dengan

wawancara mendalam.

2. Kepala instalasi binatudigunakan metode pengumpulan data dengan

wawancara mendalam.

3. Semua petugas binatusebanyak 9 orang,digunakan metode pengumpulan data

dengan wawancara mendalam dan observasi.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Wawancara Mendalam

Data primer adalah data yang diperoleh dari informan secara langsung berupa

informasi, kata – kata, atau tindakan yang diperolah melalui wawancara.

Pengumpulan data primer dilakukandengancarawawancara mendalam yang

berpedoman kepada pedoman wawancara yang

telahdipersiapkandenganjawabanterbukasesuaidenganapayangtelahdilakukanoleh
sumber informasi berhubungandengankepatuhan petugas binatu untuk menggunakan

APD dalam upaya K3 di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun

2015.

Menurut Rahmat dalam Sutanto (2014) wawancara mendalam (in – depth

interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara

tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan sumber informasi atau

orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)

wawancara, dimana pewawancara terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.

Proses wawancara kemudian direkam dengan alat perekam suara/ recorder dan

dilakukan pengambilan foto sebagai dokumentasi untuk bukti penelitian yang

tentunya dengan persetujuan dari sumber informasi terlebih dahulu.

Berdasarkan pertanyaan yang diajukan, wawancara yang digunakan adalah

wawancara terbuka. Yaitu wawancara yang dilakukan peneliti dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang tidak dibatasi jawabannya, artinya pertanyaan yang

mengundang jawaban terbuka. Wawancara jenis menuntut lebih banyak informasi

apa adanya tanpa intervensi peneliti (Emzir, 2011).

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui laporan – laporan, buku,

catatan, arsip, gambar, dokumentasi pribadi maupun resmi dan sebagainya.

Pengumpulan data sekunderdilakukan dengan cara penelusuran dokumen, dimana

adanya pengumpulan berbagai keterangan dan informasi yang berkaitan dengan

masalah yang akan diteliti.

3.4.2. Observasi
Observasi kualitatif merupakan observasi yang didalamnya peneliti langsung

turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi

penelitian. Dalam pengamatan ini peneliti mencatat/ merekam baik dengan cara

terstruktur maupun semistruktur (misalnya mengajukan sejumlah pertanyaan yang

ingin diketahui peneliti) aktivitas-aktivitas dalam lokasi penelitian (Creswell, 2010).

Observasi yang dilakukan dengan cara mengamatiperilaku petugas

terhadappenggunaan APD dan bekerja sesuai dengan SOP. Dengan metode analisis

secara kualitatifdapatmenggambarkan kepatuhan petugasbinatu dalam penggunaan

APD di instalasibinatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015.

3.5. Terminologi Penelitian

Terminologi dalam penelitian ini adalah :

1. Tata laksanamerupakansistim atau aturan yang digunakan untuk mengatur proses

pelaksanaan pencucian linen di instalasibinatu.

2. Alur kegiatanadalahrangkaian peristiwa selama proses pencucian linen di

instalasibinatu.

3. Standart operating procedur (SOP) merupakanserangkaianinstruksikerjatertulis

yang dibakukan (terdokumentasi) mengenai proses

penyelenggaraanadministrasiperusahaan, bagaimanadankapanharusdilakukan,

dimanadanolehsiapadilakukan.

4. Alat pelindung diri (APD) adalah alat pelindung yang digunakan pekerja untuk

melindungi dirinya dalam pekerjaannya terutama dari bahaya di tempat kerja.


5. Monitoring adalah pengawasan yang dilakukan terhadap suatu program selama

pelaksanaannya berdasarkan kegiatan rutin yang digunakan dari waktu ke waktu

untuk menjawab pertanyaan tentang program tersebut.

3.6. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian karena

dari analisis akan diperoleh temuan, baik temuan substantif maupun formal. Miles

dan Huberman (2009) mengemukakan tiga tahapan yang harus dikerjakan dalam

menganalisis data kualitatif yaitu : (1) reduksi data (data reduction); (2) paparan data

(data display); (3) penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusions

drawing/verifying).Analisis data kualitatif dilakukan secara bersamaan dengan proses

pengumpulan data berlangsung, artinya kegiatan – kegiatan tersebut dilakukan juga

selama dan sesudah pengumpulan data.

1. Mereduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok,

memfokuskan pada hal-hal penting, dan mencari tema dan polanya. Data yang

telah di reduksi akan memberikan gambaran lebih jelas dan memudahkan untuk

melakukan pengumpulan data.

2. Data yang telah direduksi maka dilakukan pemaparan data. Pemaparan data

sebagai kumpulan data informasi tersusun, dan kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan.


3. Penarikan kesimpulan merupakan hasil penelitian yang menjawab fokus

penelitian berdasarkan hasil analisa data. Kesimpulan disajikan dalam bentuk

deskriptif objek penelitian dengan berpedoman pada kajian penelitian (Miles dan

Huberman, 2009).

Untuk mendapatkan data yang benar – benar absah digunakan pendekatan

metode ganda. Triangulasi data, merupakan data dikumpulkan melalui beragam

sumber agar hasil wawancara, observasi dan dokumentasi dapat dianalisa seutuhnya.

Mentriangulasi merupakan sumber-sumber data yang berbeda dengan memeriksa

bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber tersebut dan menggunakannya untuk

membangun justifikasi tema-tema secara koheren. Tema yang dibangun berdasarkan

sejumlah sumber data dari partisipan yang akan menambah validitas penelitian

(Creswell, 2010).

Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Triangulasi sumber adalah menggali kebenaran informasi tertentu melalui

berbagai sumber memperoleh data. Misalnya membandingkan hasil pengamatan

dengan wawancara, membandingkan apa yang dikatakan umum dengan yang

dikatakan secara pribadi, membandingkan hasil wawancara dengan dokumen

yang ada.
2. Triangulasi metode adalah usaha mengecek keabsahan data atau mengecek

keabsahan temuan penelitian. Triangulasi metode ini dilakukan dengan cara

membandingkan informasi atau data dengan cara yang berbeda. Misalnya peneliti

tidak hanya menggunakan satu metode saja melainkan dengan menggunakan

teknik observasi atau menganalisa dokumen (Sugiyono, 2010).

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1.Gambaran Rumah Sakit Umum Haji Medan

Rumah Sakit Umum Haji Medan adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD) baru di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang diatur dalam peraturan

Gubernur Sumatera Utara Nomor 25 Tahun 2012 tentang pembentukan organisasi,


tugas fungsi, uraian tugas dan tata kerja Rumah Sakit Umum Haji Medan akan terus

dilakukan sehingga akan berdampak positif kepada pelayanan kesehatan yang

diberikan, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) rumah sakit yang telah

dikeluarkan oleh pemerintah. Rumah Sakit Umum Haji Medan sebagai rumah sakit

kelas B diproyeksikan sebagai rumah sakit rujukan kesehatan. Lokasi Rumah Sakit

Umum Haji Medan Pemprovsu berada di Kabupaten Deli Serdang dan berada di

perlintasan perbatasan kota Medan.

Bidangpelayanan medisterdiri daripelayanan Rawat Jalan (16 poliklinik dan 1

Instalasi Gawat Darurat), pelayanan rawat inap, pelayanan perawatan intensif,

pelayanan bedah sentral, pelayanan hemodialisa, pelayanan kesehatan jamkesmas

(Jaminan Kesehatan Masyarakat).Seperti yang telah diketahui bahwa peran

penunjang medis pada sebuah rumah sakit adalah penting, karena tanpa pelayanan

penunjang medis, proses perawatan dapat jadi terhambat. Peran seperti bidang

Farmasi, Laboratorium, Rehabilitasi Medis dan Radiologi menjadi sangat penting

disamping peranan Unit Gizi, Instalasi binatu,Cleaning Service dan yang lain.

4.2. Kegiatan DiInstalasi BinatuPada Rumah SakitUmum Haji Medan


52
4.2.1. Tahap Pengelolaan Linen Pada Instalasi Binatu

Berdasarkan data sekunder yang didapat dari Rumah Sakit Umum Haji Medan

kegitan berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan di instalasi binatudapat dilihat pada

bagan di bawah ini.


Desinfeksi Pengumpulan

Pengangkutan

Pencucian
Desinfeksi

Penyimpanan Sterilisasi

Ruang Operasi

Pendistribusian
Ruangan Lain

Gambar 4.1. Tahap Pengelolaan Linen Pada Instalasi Binatu Rumah Sakit
Umum Haji Medan

Pengelolaan linen adalah suatu kegiatan yang di mulai dari pengumpulan,

pengangkutan, pencucian, penyetrikaan, penyimpanan dan penggunaan kembali linen

yang sudah bersih. Linen di rumah sakit adalah selimut, gordyn, seprai, penutup

bantal dan guling juga dapat dipergunakan sebagai pakaian kerja.

1. Pengumpulan :

a. Menggunakan kantong plastik yang disediakan rumah sakit dengan memberi

isyarat:

Merah : untuk linen yang infeksius (perlu penanganan yang serius)

Hijau : untuk linen yang non-infeksius


b. Dilakukan oleh petugas ruangan masing-masing. Khusus yang infeksius

dilakukan tindakan desinfeksi diruangan sebelum dimasukkan kedalam

kantong.

c. Linen kotor tidak boleh dikibas-kibaskan dan diletakkan dilantai ruangan.

d. Lakukan tindakan menyegerakan linen masuk ke dalam kantong.

2. Pengangkutan :

a. Setelah diadakan tindakan terhadap linen kotor, petugas ruangan mengambil

trolley (kereta dorong) yang ada didepan binatu(ruang pencucian) untuk

mengangkut linen kotor tersebut.

b. Trolley tidak boleh/ dilarang masuk kedalam ruangan petugas maupun

ruangan binatu.

c. Pengumpulan dan pengangkutan di koordinasi oleh Rumah Sakit Haji Medan

dengan batasan penyerahan linen jam 08.00-09.00 Wib setiap harinya.

d. Penyerahan linen dilakukan dengan mengadakan tertib administrasi melalui

pencatatan oleh petugas binatu.

3. Pencucian :

a. Petugas binatu dilengkapi dengan peralatan keselamatan kerja seperti: sarung

tangan, sepatu, masker dan lain-lain dalam melakukan pekerjaan.

b. Pencucian dilakukan dengan mesin :

a) FLE 403, untuk mencuci


b) TT 600, untuk mengeringkan

c) IM 4825, untuk menyetrika, dan

d) Seterika manual.

c. Linen kotor yang masuk akan dilakukan tindakan dengan penyuci-hamaan

(desinfeksi).

d. Menimbang linen kotor, apabila mencapai berat 20 kg petugas menggunakan

mesin FLE 403 dan membatasi berat linen yang masuk ke mesin maksimal 35

kg.

4. Penyimpanan :

a. Linen bersih yang sudah disetrika disimpan rapi dalam rak penyimpanan

didalam linen sampai dilakukan pendistribusian keruangnya masing-masing.

b. Petugas bagian binatu akan mengadakan perbaikan terhadap linen bersih

didalam storage linen dengan batas menjahit bagian yang koyak dari ruangan,

maupun selama berlangsungnya pencucian dalam ruang binatu.

5. Pendistribusian Linen Bersih :

a. Petugas binatu melakukan pendistribusian dengan pembatasan jam 09.00-

14.00 Wib, hari senin sampai dengan kamis. Jam 09.00-11.30 Wib untuk hari

jumat dan 09.00-13.00 Wib untuk hari sabtu.


b. Petugas masing-masing ruangan dapat mengambil pakaian (linen bersih)

sesudah 2 (dua) hari penyerahan.

Pengelolaan linen adalah suatu kegiatan yang dimulai dari pengumpulan

sampai pendistribusian kembali. Karenanya linen kotor dibedakan atas sifatnya :

a. Linen infeksius yaitu linen yang kotor oleh kuman penyakit menular.

Sumber : ruang isolasi, ruang perawatan penyakit menular dan poliklinik.

b. Linen non-infeksius yaitu linen kotor karena terpakai.

Sumber : ruang administrasi, ruang apotik, ruang tunggu, ruang perawatan/

non menular, dapur, laboratorium dan lain-lain.

4.3. Standar Operasional Prosedur (SOP) Berdasarkan Lembar Observasi di


Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2014

Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan di gunakan standar operasional

prosedur(SOP) dalam pelaksanaan kegiatan di instalasi binatu. Dari lembar observasi

(lampiran 2) didapat bahwa dari keseluruhan lembar tersebut ada beberapa yang

belum memenuhi SOP yang dibuat oleh Rumah Sakit Haji Medan. Para petugas di

instalasi binatu ada yang mengabaikan SOP yang dibuat dikarenakan para petugas

terbiasa melakukan pekerjaannya tanpa memperhatikan SOP yang ada.

Hasil yang didapat dari lembar observasi (lampiran 2) yang dilakukan adalah :

1. Prosedur kebersihan ruangan, hasil yang didapat bahwa para petugas sudah

melakukan tugas sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan.


2. Prosedur pengamprahan barang dan jasa, hasil yang didapat bahwa para petugas

sudah melakukan tugas sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan.

3. Prosedur pengumpulan linen kotor, hasil yang didapat bahwa ada beberapa

prosedur mengikuti SOP yang telah di tetapkan, yaitu petugas mengambil linen

kotor dari tempat tidur pasien, linen kotor di masukkan ke dalam kantong plastik,

dan melakukan serah terima barang antara petugas binatu. Sedangkan untuk

prosedur linen kotor tidak boleh dikibaskan, linen kotor yang terkumpul

dilakukan pencatatan bersama oleh petugas binatu dan ruangan belum mengikuti

SOP yang ada.

4. Prosedur pengangkutan linen kotor, hasil yang didapat bahwaada beberapa

prosedur mengikuti SOP yang telah di tetapkan, yaitu para petugas memasukkan

linen kotor ke dalam trolley (kereta dorong) dan sesegera mungkin membawa

linen kotor ke ruang pencuciansudah sesuai dengan SOP yang telah

ditetapkan.Sedangkan untuk prosedurpetugas binatu harus memakai peralatan

keselamatan kerja seperti sarung tangan, masker, dan memakai baju tangan

panjang belum dilaksanakan karena diinstalasi binatu APD belum disediakan.

Dan petugas hanya sesekali memekai APD berupa masker dan sarung tangan

karena masih meminta APD tersebut pada bagian medis pada saat pengutipan

linen. Petugas binatu juga masih menggunakan baju lengan pendek pada saat

pengutipan atau pun pencucian linen.

5. Prosedur pemisahan linen kotor, hasil yang didapat bahwa para petugas sudah

melakukan tugas sesuai dengan SOP yang telah di tetapkan.


6. Prosedur pencucian linen kotor, hasil yang didapat bahwa ada beberapa yang

mengikuti SOP yang telah di tetapkan, yaitu pemisahan linen kotor berat dan

ringan maupun berwarna, linen kotor di masukkan ke dalam mesin cuci, mesin

angin compressor dihidupkan, mesin cuci dihidupakan dengan menekan tombol

on, menunggu proses pencucian sampai selesai, proses pencucian selesai baru

mesin cuci dimatikan dengan menekan tombol off. Sedangkan untuk prosedur

mesin cuci dihidupkan baru detergen di masukkan belum mengikuti SOP. Karena

petugas binatu memasukkan detergen dahulu baru mesin cuci dihidupkan.

7. Prosedur pengeringan linen bersih, hasil yang di dapat bahwa adanya kerusakan

pada mesin uap (steam boiler), sehingga mesin tidak bisa bekerja untuk

mengalirkan uap panas yang dihasilkan dan menyalurkan uap tersebut pada

mesin pengering, sehingga prosedur pengeringan linen bersih di lakukan manual

untuk sementara waktu, yaitu dengan menggunakan bantuan sinar matahari.

8. Prosedur penyetrikaan linen bersih, hasil yang di dapat bahwa adanya kerusakan

pada mesin uap (steam boiler), sehingga mesin tidak bisa bekerja untuk

mengalirkan uap panas yang dihasilkan dan menyalurkan uap tersebut pada

mesin setrika, sehingga prosedur penyetrikaan linen bersih dtidak di lakukan. Di

karenakan linen yang banyak sehingga tidak memungkinkan untuk menyetrika

linen secara manual, sehingga tidak di lakukan penyetrikaan linen sama sekali.

Linen bersih yang kering langsung di lakukan pelipatan.

9. Prosedur pelipatan linen bersih, hasil yang didapat bahwa ada beberapa yang

mengikuti SOP yang telah di tetapkan, yaitu petugas binatu melipat linen dan
menyortir linen sesuai kebutuhan ruangan. Sedangkan untuk linen yang sudah di

setrika diambil dari mesin setrika belum mengikuti SOP yang ada, dikarenakan

mesin uap (steam boiler) rusak. Sehingga dilakukan belum mengikuti SOP yang

telah ditetapkan.

10. Prosedur penyimpanan linen bersih, hasil yang didapat bahwa ada beberapa yang

mengikuti SOP yang telah ditetapkan, yaitu linen yang dilipat harus dipisahkan

oleh petugas binatu berdasarkan jenis dan besarnya. Sedangkan prosedur

penyimpanan linen yang telah dilipat dan dipisahkan di ruangan yang terpisah

dari tempat penyucian belum mengikuti SOP yang ada. Dikarenakan tempat

penyimpanan linen bersih yang telah dilipat masih dalam satu ruangan dengan

tempat proses pencucian.

11. Prosedur pendistribusian linen, hasil yang di dapat bahwa para petugas sudah

melakukan tugas sesuai dengan SOP yang telah di tetapkan.

12. Prosedur penjaitan linen, hasil yang di dapat bahwa para petugas sudah

melakukan tugas sesuai dengan SOP yang telah di tetapkan.

Untuk prosedur kebersihan ruangan,prosedur pengamprahan barang dan jasa,

prosedur pemisahan linen kotor, prosedur pendistribusian linen dan prosedur

penjaitan linen sudah memenuhi standar SOP yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit

Umum Haji Medan.


Untuk prosedur pengumpulan linen kotor, prosedur pengangkutan linen kotor,

prosedur pencucian linen kotor, prosedur pelipatan linen bersih dan prosedur

penyimpanan linen bersih hanya beberapa point yang telah memenuhi standar SOP

yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit Umum Haji Medan.

Untuk prosedur pengumpulan linen kotor belum memenuhi standar SOP

dikarenakan ketika petugas binatu mengutip linen kotor, linen tersebut masih

diletakkan dilantai pada waktu petugas binatu melakukan penghitungan, padahal

dalam SOP linen kotor tersebut tidak boleh ditaruh disembarang tempat sehingga

kain dapat terinjak atau terkena kotoran lain, kemudian linen masih dikibas-kibaskan

pada waktu melakukan penghitungan linen, dan linen kotor tersebut dilakukan

penghitungan oleh petugas binatusaja, sedangkanpetugas ruangan tidak ada. Untuk

prosedur pengangkutan linen kotor yang belum memenuhi standar adalah petugas

dalam melakukan pengutipan belum menggunakan baju lengan panjang dan masih

menggunakan baju lengan pendek. Untuk prosedur pencucian linen kotor yang belum

memenuhi standar SOP yaitu pada saat detergen dimasukkan kedalam mesin cuci,

sesuai SOP di instalasi binatumesin cuci dihidupkan baru detergen dimasukkan tetapi

petugas binatu memasukkan detergen dahulu baru mesin cuci dihidupkan. Untuk

prosedur pelipatan linen bersih karena masalah mesin uap (steam boiler) yang rusak

linen yang bersih tidak disetrika, tapi langsung dilipat karena tidak memungkinkan

untuk menyetrika linen yang banyak.Dan untuk prosedur penyimpanan linen bersih

belum memenuhi standar SOP instalasi binatu, karena seharusnya tempat menyimpan

linen yang telah dilipat harus dipisahkan diruangan yang terpisah dari tempat
penyucian, tetapi tempatmenyimpan linen yang telah dilipat tidak dipisahkan

diruangan yang terpisah dari tempat penyucian sehingga masih berada dalam satu

ruangan yang sama.

Sedangkan Prosedur pengeringan linen bersih dan prosedur penyetrikaan linen

bersih belum bisa dilakukan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan oleh Rumah

Sakit Umum Haji Medan karena adanya kendala yang terjadi. Yaitu mesin uap (steam

boiler) yang berfungsi menghasilkan uap panas untuk dialirkan kemesin pengering

dan penyetrika linen mengalami kerusakan. Dengan mesin uap (steam boiler) tersebut

mesin pengering dan penyetrika dapat berfungsi. Sehingga karena mesin uap (steam

boiler) yang rusak maka kegiatan pengeringan dilakukan secara manual dengan

menjemur linen yang sudah di cuci dengan manual yaitu menggunakan bantuan sinar

matahari. Setelah kering maka linen tersebut tidak disetrika karena banyaknya linen

yang dicuci dirumah sakit tidak memungkinkan para petugas di instalasi binatu untuk

menyetrika banyaknya linen yang ada. Sehingga setelah linen kering maka akan

langsung dilipat.

4.4. Tata Laksana di Instalasi BinatuRumah Sakit Umum Haji Medan

Keberhasilan atau kegagalan dalam hal tata laksana di instalasi binatupada

Rumah Sakit Umum Haji Medan sangat terkait dengan para stakeholder sesuai

dengan peraturan pada rumah sakit Umum Haji Medan.


Sesuai dengan KeputusanMenteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1204/MENKES/SK/X/2004, tentang persyaratan kesehatan lingkungan Rumah Sakit.

Hanya beberapa yang belum dilakukan, termasuk penyediaan ruangan yang terpisah

untuk tempat pencucian linen infeksius dan non infeksius dan penyediaan ruangan

berbeda untuk masing-masing kegiatan pencucian sesuai dengan kegunaannya. Hal

itu dapat dilihat dari observasi yang telah dilakukan di instalasi binatu Rumah Sakit

Umum Haji Medan yaitu :

1. Sudah tersedia keran air bersih dengan kualitas dan tekanan aliran yang

memadai, tersedia desinfektan, tetapi penyediaan air panas masih belum

maksimal. Untuk mesin cuci yang kecil karena sudah menggunakan mesin

terbaru, mesin cuci tersebut memiliki tombol untuk air panas. Tetapi untuk mesin

cuci yang besar karena menggunakan mesin lama, air yang dikeluarkan belum

bisa dikatakan panas, tetapi hangat. Di karenakan mesin cuci yang besar

merupakan mesin cuci lama.

2. Peralatan mencuci sudah dipasang permanen dan sudah diletakkan di dekat

pembuangan saluran air limbah dan tersedia mesin cuci yang dapat mencuci

jenis-jenis linen yang berbeda.

3. Ruangan dan mesin cuci untuk linen infeksius dan non infeksius belum dipisah

dan pencucian untuk linen infeksius dan non infeksius masih di lakukan di

ruangan yang sama dan juga memakai mesin cuci yang sama. Hanya waktu

pencucian yang di lakukan berbeda dan terpisah. Untuk pencucian dilakukan


pencucian linen non infeksius terlebih dahulu, setelah semua linen non infeksius

selesai baru dilanjutkan pencucian linen infeksius.

4. Tempat pencucian di instalasi binatu sudah dilengkapi dengan pengolahan awal

(pre-treatment) sebelum dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah.

5. Tempat pencucian di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan

belum menyediakan ruangan terpisah untuk pelaksanaan kegiatan linen, yaitu

ruang linen kotor, ruang linen bersih, ruang perlengkapan kebersihan, ruang

perlengkapan cuci, ruang kereta linen, ruang peniris atau pengering untuk alat-

alat termasuk linen belum mempunyai ruangan tersendiri. Dan semua dikerjakan

masih dalam satu ruangan.

6. Untuk Rumah Sakit Umum Haji Medan sendiri sudah mempunyai instalasi

binatu sendiri. Dan tidak melakukan kerja sama dengan Rumah Sakit manapun

dalam melakukan pencucian linen.

Sedangkan untuk hasil wawancara yang dilakukan kepada beberapa sumber

informasi telah dilakukan. Untuk Kabid Penunjang Medis terkait penjelasan akan tata

laksana di instalasi binatu menurut pandangan sumber informasi adalah sebagai

berikut:

“Sistim atau aturan tata laksana di binatu itu menghimbau agar para pekerja di
pencucian linen bekerja dengan mematuhi SOP, menerapkan pemakaian alat
pelindung diri, dan masuk kerja tepat waktu”. (Kabid Penunjang Medis).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa tatalaksana di

instalasi binatusudah diketahui oleh Kabid Penunjang Medis dan sudah dilaksanakan.

Dimana sistim atau tatalaksana di instalasi binatu menghimbau para pekerja di


instalasi binatu bekerja dengan mematuhi SOP, menerapkan pemakaian alat

pelindung diri dan masuk kerja tepat waktu oleh Kabid Penunjang Medis.

Kemudian wawancara juga dilakukan pada Kepala Instalasi Binatu tentang

tata laksana di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

“Istilahnya tata laksananya kalau dah kita mulai pagi tu, karena ada 2 orang
kita buat mengutip linen ke ruangan inap ataupun poli sudah ada tempatnya di
ruangan masing-masing itulah kita angkat. Sudah sampai nanti ke ruangan
binatu, baru nanti kita pisahkan noda berat dengan noda ringan. Sesudah itu
yang tebal yang tipis, yang berwarna dengan yang putih itu tetap dipisahkan,
itulah aturannya”.(Kepala Instalasi Binatu).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa tatalaksana di

instalasi binatusudah diketahui oleh Kepala Instalasi Binatu dan sudah dilaksanakan

oleh Kepala Instalasi Binatu.

Kemudian dilakukan juga wawancara kepada para petugas di instalasi binatu,

di mana hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut:

“Datang dijemput, sama ada lagi tugas orang ini kan untuk jemput. Dibawa
kemari dipisahkan yang putih dan warna, yang selimut danhanduk dipisahkan.
Sesudah itu, masuknya pun harus sejenis. Yang putih, putih. Kalau yang
warna, warna, selimut gitu”.(Petugas Binatu Bagian Mesin).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa tatalaksana di

instalasi binatumenurut petugas di instalasi binatutentang bagaimana cara melakukan

pekerjaanya meliputi pembagian tugas, penjemputan linen dan pencucian linen.


Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Menggosok/ Melipat tentang tata laksana di instalasi binatu, dimana hasil wawancara

yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Biasa dari ruangan.. Datang dijemput, sama ada lagi tugas untuk jemput.
Dibawa kemari dipisahkan yang putih, yang warna, yang selimut, yang
handuk dipisahkan. Sesudah itu, masuknya harus sejenis. Yang putih, putih.
Kalau yang warna, warna, selimut”. (Petugas Binatu Bagian Menggosok/
Melipat).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa tata laksana di

instalasi binatumenurut petugas di instalasi binatutentang bagaimana cara melakukan

pekerjaanya meliputi penjemputan linen dan pencucian linen.

Kemudian wawancara dilakukan kepada Petugas binatu Bagian Pengering/

Melipat tentang tata laksana di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

“Saya rasa, wajar-wajar aja. Biasa aja”. (Petugas binatu Bagian Pengering/
Melipat).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa tata laksana di

instalasi binatumenurut petugasdi instalasi binatumasih biasa saja.

Kemudian wawancara dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian Mengutip

Linen Kotor 1 tentang tata laksana di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

“Aturannya tetap gitu.. Ya kan, dari awal pagi masuk.. setelah itu, setelah
selesaijam 10 gitu lah.. Selesai yang dicuci masih ada.. Yang kemaren itu,
sudah.. sudah dicuci, tinggal bilas.. Dijemur. Supaya kering.. Siap itu,
dilipat”. (Petugas Binatu Bagian Mengutip Linen Kotor 1).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa tata laksana di

instalasi binatumenurut petugas di instalasi binatutentang aturan masuk kerja,

bagaimana cara melakukan pekerjaanya meliputi pencucian linen.

Kemudian wawancara dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian Mengutip

Linen Kotor 2 tentang tata laksana di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

“Pertama mengutip. Mengutip dari ruangan ke ruangan, baru sampai disini


dipilah, mana yang noda berat mana yang noda ringan”. (Petugas Binatu
Bagian Mengutip Linen Kotor 2).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa tatalaksana di

instalasi binatumenurutpetugas di instalasi binatubagaimana cara melakukan

pekerjaanya meliputi penjemputan linen dari ruangan dan pencucian linen.

Kemudian wawancara dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian Mencuci

tentang tatalaksana di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

“Pertama di bagian pertamanya orang mengutip. Nanti ke ruangan, setelah


dibawa kesini, ada bagian lagi orang yang menyortirnya.. Menyortir mana
yang bagian kotor dipisahkan, infeksius dipisahkan, yang agak-agak bersih
dipisahkan, warna pun dipisahkan. Warna putih sama warna bewarna beda..
Sama infeksius beda lagi..”(Petugas Binatu Bagian Mencuci).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa tata laksana di

instalasi binatumenurupetugas bagaimana cara melakukan pekerjaanya meliputi

penjemputan linen dari ruangan dan penyortiran linen.


Kemudian wawancara dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian Penyortiran

Linen kotor dan Bersih tentang tatalaksana di instalasi binatu, dimana hasil

wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Peraturannya bekerja keras. Gitu aja”. (Petugas Binatu Bagian Penyortiran


Linen kotor dan Bersih).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa tatalaksana di

instalasi binatuyaitu berupa bekerja keras.

Kemudian wawancara dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian Perlengkapan

Linen tentang tatalaksana di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

“Sistim aturan, sistim atau aturanlah yang diberlakukan seperti di instalasi


binatu ini”. (Petugas Binatu Bagian Perlengkapan Linen).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa tatalaksana di

instalasi binatuyaitu berupa sistim yang dibuat di instalasi binatu.

Kemudian wawancara dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian Menjahit

tentang tatalaksana di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

“Ya kami masuk jam 8, ya kerja jahit”. (Petugas Binatu Bagian Menjahit).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa tatalaksana di

instalasi binatuyaitu berupa jadwal masuk jam kerja diinstalasi binatu.

Dari hasil wawancara pada seluruh sumber informasi diketahui bahwa

tatalaksana pada umumnya menurut Kabid Penunjang Medis dan Kepala Instalasi
Binatu, berupa bagaimana pekerja diinstalasi binatu bekerja dengan mematuhi SOP,

menerapkan pemakaian APD dan masuk kerja tepat waktu. Sedangkan menurut

petugas binatutatalaksana yang ada diinstalasi binatu berupa jadwal masuk kerja dan

proses pencucian linen. Para petugas binatumasih belum memahami apa yang

dimaksud dengan tata laksana dalam instalasi binatu. Sehingga tatalaksana yang ada

diinstalasi binatu masih belum optimal karena belum dilakukan sesuai dengan standar

yang telah ditetapkan sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang persyaratan kesehatan

lingkungan Rumah Sakit.

4.5. Alur Kegiatan di Instalasi BinatuRumah Sakit Umum Haji Medan

Alur kegiatan juga menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam

pelaksanaan di instalasi binatupada Rumah Sakit Umum Haji Medan. Berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010tentang pedoman teknis

sarana dan prasarana rumah sakit kelas B, kegiatan pencucian linen di Rumah Sakit

Umum Haji Medan diinstalasi binatu adalah:

1. Proses pengumpulan, dimana petugas melakukan proses pengambilan linen

kotor dari tiap ruangan. Linen kotor tersebut di bungkus di dalam kantong plastik

dan diletakkan di satu ruangan khusus tempat peletakkan linen kotor. Sehingga

petugas tinggal mengambil dan meletakkan di trolley dengan melakukan proses

serah terima barang antara petugas binatu dengan petugas ruangan. Untuk
beberapa ruangan dilakukan pemilahan linen berdasarkan jenis dan warna kain

oleh petugas binatu dan petugas ruangan.

2. Proses penerimaan, proses ini dilakukan sudah sesuai dengan prosedur, yaitu

mencatat linen yang diterima dan telah terpisah antara linen infeksius dan non

infeksius dan linen tersebut sudah dipisah berdasarkan tingkat kekotorannya.

3. Proses pencucian, dimana pada awal pencucian tidak dilakukan penimbangan

linen. Kemudian membersihkan linen kotor dari tinja, urin, darah, dan muntahan

kemudian merendamnya dengan menggunakan desinfektan.

4. Proses pengeringan, karena mesin uap (steam boiler) rusak, jadi proses

pengeringan dilakukan dengan manual. Yaitu linen di jemur diluar ruangan

dengan menggunakan bantuan sinar matahari.

5. Proses penyetrikaan, juga menggunakan mesin uap (steam boiler), sehingga

penyetrikaan tidak dilakukan sama sekali. Ketika linen kering maka akan

langsung dilakukan pelipatan tanpa penyetrikaan dikarenakan linen yang banyak

dan tidak memungkinkan untuk melakukan penyetrikaan secara manual.

6. Proses penyimpanan, linen yang disimpan dipisahkan sesuai jenisnya, linen yang

baru diterima ditempatkan dilemari bagian bawah. Tetapi linen tidak tertutup,

dan penyimpanan linen berada diruangan yang sama dengan tempat proses

pencucian linen.

7. Distribusi, dilakukan berdasarkan kartu tanda terima dari petugas penerima,

kemudian petugas menyerahkan linen bersih kepada petugas ruangan sesuai kartu

tanda terima.
8. Pengangkutan, kantong untuk membungkus linen bersih dibedakan dengan

kantong yang digunakan untuk membungkus linen kotor. Tetapi menggunakan

trolley yang sama dan tidak tertutup untuk mengangkut antara linen bersih dan

linen kotor, dan trolley baru dicuci ketika terlihat noda darah. Waktu

pengangkutan linen bersih dan kotor dilakukan dalam waktu yang berbeda.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada beberapa sumber

informasi diketahui gambaran tentang alur kegiatan yang dilakukan petugas binatu di

instalasi binatupada Rumah Sakit Umum Haji Medan.

Penjelasan akan alur kegiatan di instalasi binatu menurut Kabid Penunjang

Medis adalah sebagai berikut:

“Dalam alur kegiatan di instalasi binatuitu saya hanya berperan sebagai


pengawas yang melihat proses pelaksanaan di instalasi binatu tersebut.. Iya,
bisa saya jelaskan disini. Untuk alur kegiatan itu meliputi pengumpulan linen
dari ruangan, ini tugas dari binatu langsung kesana, ke ruangan-ruangan.
Memakai ekspedisi serah terima. Kemudian linen diangkut dan dibawa ke
instalasi binatu, lalu dilakukan pencucian linen dengan memisahkan linen
infeksius dan non infeksius, linen berwarna dan tidak berwarna. Setelah dicuci
dilakukan pembilasan, lalu pengeringan, dan penyetrikaan. Setelah linen
disetrika, lalu disimpan di lemari. Kemudian linen didistribusikan. Untuk
distribusi ini yang datang dari ruangan yang bersangkutan.. Petugasnya dalam
hal ini kalau di Rumah Sakit Haji ada istilah pembantu perawat. Pembantu
perawat yang jemput”. (Kabid Penunjang Medis).

Hasil wawancara yang dilakukan pada Kabid Penunjang Medisbahwa untuk

alur kegiatan yang ada di instalasi binatupada umunya sudah dikerjakan sesuai

dengan SOP instalasi binatu. Mulai dari pengumpulan linen dari ruangan, linen

diangkut dan dibawa ke instalasi binatu, lalu dilakukan pencucian linen dengan

memisahkan linen infeksius dan non infeksius, linen berwarna dan tidak berwarna,
pembilasan, lalu pengeringan, dan penyetrikaan. Setelah linen disetrika, lalu disimpan

di lemari. Kemudian linen didistribusikan.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Kepala Instalasi Binatu tentang

alur kegiatan di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

“Alurnya karena disini ada 2 bagian, 1 menjahit, 1 untuk pembersihan linen.


Kalau untuk pembersihan linen itu, alurnya itu kita dari binatu itu seharusnya
memang ada beberapa hitung saja, berangkat ke ruangan, mengutip, disana
mencatat, dengan pegawai-pegawai perawat, mencatat linen, baru sampai
nanti di binatu, baru kita pisahkan yang tadi, baru kita cuci, kita keringkan,
kita setrika, kita gosok, baru kita lipat, baru nanti, balik ke ruangan. Itulah
alurnya”.(Kepala Instalasi Binatu).

Hasil wawancara yang dilakukan pada Kepala Instalasi Binatubahwa untuk

alur kegiatan yang ada di instalasi binatuberupa pengutipan linen ke ruangan,

pencatatan linen, pemisahan linen, pencucian linen, pengeringan linen, setrika linen

dan pelipatan linen bersih.

Kemudian dilakukan juga wawancara kepada para petugas di instalasi binatu,

di mana hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut:

“Proses pencuciannya, kalau putih itu ya deterjennya pakai pemutih. Batas


waktu pencucian setengah jam gitu.. Infeksius itu ada lagi. Makanya beda
lagi.. Itu setelah kami mengerjakan itu semua, yang tidak kotor itu, baru itu
yang terakhir gitu.. Itu terakhir sampai butuh waktu 3 jam.. Deterjennya pun
lain”. (Petugas Binatu Bagian Mesin).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa untuk alur

kegiatan yang ada di instalasi binatudimulai dari proses pencucian linen dengan

pemisahan linen putih dan yang infeksius yang butuh waktu pencucian selama tiga

jam.
Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Menggosok/ Melipat tentang alur kegiatan di instalasi binatu, dimana hasil

wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Biasanya kalau kita misalnya awal gitu kan, masuk kerja jam 8, jam-jam 8.15
udah bergeraklah, untuk mengutip, kemana-mana di ruangan-ruangan itu yang
kita kutip gitu kan. Sementara di situ itu kan jadwal dinasnya tu kan 2 orang
yang masuk pagi, ya kan. Jadi dibagi-bagi lah. Bagian disini, disini gitu.
Bagian disitu,situ. Khususnya gitu untuk mengutip.. Kalau misalnya masuk
pagi, seperti itu tadilah. Jam-jam 8 lewat lah gitu kan.. kalau masalah
pencucian itu, saya gak pernah nyuci gitu. Cuma saya, Cuma mengeringi aja..
menggosok, sesudah itu melipat saja setahu saya”. (Petugas Binatu Bagian
Menggosok/ Melipat).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasivbahwa untuk alur

kegiatan yang ada di instalasi binatumenurut petugas binatuvmulai dari mengutipdan

untuk bagian ini dibagi dua orang yang masuk pagi, kemudianvpencucian,

mengeringi, menggosok, dan melipat.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas binatu Bagian

Pengering/ Melipat tentang alur kegiatan di instalasi binatu, dimana hasil wawancara

yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Alur kegiatannya ya, pagi itu kalau saya mulai dengan mengutip linen yang
kotor. Dari ruangan-ruangan, dibawa kemari, dengan standarlah
keselamatannya, kalau bisa pakai sarung tangan, pakai tutup mulut gitu.. Jam
8 pagi.. Gunakan trolley.. Trolley dipisahkan tidak untuk linen yang infeksius
sama non-infeksius.. Ya, karena yang infeksius biasanya sudah dipisahkan di
ruangan dengan dimasukkan plastik.. Lihat situasi kadang trolley tersebut
dicuci atau tidak.. Kalau liat tanda kotor dicuci kalau tidak ada ya tidak
dicuci.. Tidak. Tidak ada nampak kan ada sisa darah atau apa kotor kita cuci,
kalau tidak, tidak.. Kalau saya sebaiknya emang dipisahkan antara linen
infeksius dan non infeksius”. (Petugas Binatu Bagian Pengering/ Melipat).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa untuk alur

kegiatan yang ada di instalasi binatumenurut oleh petugas binatumulai dari mengutip

linen yang kotor dari ruangan-ruangan, dibawa dengan memakai sarung tangan,

dengan menggunakan masker dan menggunakan trolley yang tidak dipisahkan untuk

linen infeksius dan non-infeksius, karena linen infeksius sudah dipisahkan di ruangan

dengan dimasukkan kedalam plastik.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Mengutip Linen Kotor 1 tentang alur kegiatan di instalasi binatu, dimana hasil

wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Kalau pagi itu, masuknya jam 8. Setelah itu, mengutip.. Ke ruang-ruangan..


Dari ruangan dibawa kemari.. Untuk dicuci.. Sementara dicuci, ada yang ada
yang kemaren.. Yang sudah dicuci, tapi belum dibilas.. Itu dulu dibilas hari
ini.. Hari ini kan sudah keluar. Sudah bisa keluar dari mesin itu sudah bisa
dijemur, baru setelah jemur itu tadi kering, ya kita angkat. Yang datang tadi,
kan dicuci.. Kita menjemur tadi kan, dia sedang dicuci.. Sedang dicuci tadi,
ya yang kering tadi kita angkat, yang baru keluar dari tadi yang dari mesin..
Kita jemur lagi”. (Petugas Binatu Bagian Mengutip Linen Kotor 1).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa untuk alur

kegiatan yang ada di instalasi binatumenurut petugas binatumulai dari mengutip linen

ke ruangan, pencucian, pembilasan, penjemuran dan pengangkatan.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Mengutip Linen Kotor 2 tentang alur kegiatan di instalasi binatu, dimana hasil

wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Pertamakan dikutip, sampai disini dipisah, namanya sortir, noda berat, noda
ringan. Kalau untuk noda berat lain mesinnya, noda ringan lain mesinnya.
Kalau untuk paduannya sistim lama atau apanya tergantung daripada si noda
yang kita apa tadi, mulai noda berat itu agak lama, mungkin campuran noda
ada serbuk-serbuk seperti anti noda, anti septiknya.. Kalau yang noda ringan
ya, sekitar-sekitar setengah jam, 45 menit lah paling apanya kalau yang noda
ringan. Kalau yang noda berat tu sampai berjam-jam.. Untuk pembilasan
dilakukan 3 kali.. Mesin itu biasanya kalau kita mesin cuci biasa masuk kain,
masuk air, rendam dulu,dibilasnya, dibilas, dibilas, dibilas, baru kita masuklah
deterjen, antiseptiknya, kan begitu. Berdasarkan waktu mesin yang kita
apakan.. Kalau untuk yang lama itu seperti noda berat, 45 menit untuk
merendamkannya.. Noda ringan paling 15 menit.. Ya siap itu buang. Masuk
lagi air.. Baru masuk kita deterjennya.. baru digonyot, digonyot, digonyot
mereka sistim mesin ini tergantung namanya mesin kita digital yang baru
sekarang utama yang kecil.. Iya yang baru yang digital. Berdasarkan
ketentuan apa yang mau kita buang, berapa lama kita disitu.. Kalau itu
ratusan kilo untuk mesin cuci yang besar.. Kalau kita noda berat tidak tau
pasien kita berapa banyak, kegunaannya kan.. Sebetulnya sih, selama
semenjak saya disini jarang saya menimbangnya. Tapi kan tidak tau, kadang 1
pasien itu nanti lebih banyak bahan apa dia seperti linen, sarung bantal dia,
handuk dia kan, harus disatukan sama dia. Itu masih satu orang. Kalau selang
10 orang yang tadi packing begitu, macam mana cara menimbangnya?Besok
kan lain lagi beratnya, tidak menentu tadi.. Yang kecil mesin cuci untuk
kapasitas biasa itu 10 kilo.. Itu kami gunakan untuk noda ringan.. Untuk
mesin cuci yang besar paling lama 2 jam mencuci.. Untuk mesin cuci kecil
untuk mencuci noda ringan paling cepat dia setangah jam.. Kalau mesin cuci
kecil yang baru pakai air panas.. kalau untuk mesin cuci besar sebetulnya
tidak sesuai dengan standar air panasnya. Karena keadaan sudah tua. Panasnya
tidak sesuai kita. Dia hanya dapat dikatakan hangat.. karena saat ini sistim
boiler rusak.. itukan memakai air panas.. Ada ukuran keran. Ukuran keran
untuk memasukkan air ke mesin, kalau melebihi dari situ, maaf kita bilang ya
macam mana, namanya keadaan mesin tua.. Ya mesin cuci kan dua-dua..
Kita yang baru sekarang kan kayak samsung.. Begitu dia masukkan
pemanasan sendiri air itu.. Untuk softener ditambahkan pada pembilasan
terakhir.. Itulah dia tadi yang untuk yang besar tu, kita masukkan dia pertama
dulu, seperti kita merendam. Membuangkan dulu maaf cakap begitu. Agak
jijik ya. Nanti warnanya itu macam jus terong belanda tu.. Dibuang airnya, isi
lagi.. Baru masuk deterjen.. Pembersih, pemutih, masuk disitu. Kalau dia
kain putih, pemutih. Kalau dia kain pewarna, untuk yang netral..”(Petugas
Binatu Bagian Mengutip Linen Kotor 2).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa untuk alur

kegiatan yang ada di instalasi binatusudah diketahui pada umumnya oleh petugas

binatu. Mulai dari mengutip linen ke ruangan, penyortiran linen bernoda berat dan
ringan,dimana untuk noda ringan dilakukan pencucian sekitar 45 menit dan noda

berat bisa berjam-jam. Kemudian dilanjutkan dengan 3 kali pembilasan. Kemudian

dilakukan penjemuran dengan menggunakan bantuan sinar matahari karena mesin

uap (steam boiler) mengalami kerusakan, lalu pengangkatan.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian Mencuci

tentang alur kegiatan di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

“Pertama kita dari ruangan, diambil. Baru di sini di sortir, sortir dicuci, habis
cuci dikeringkan, dikeringkan di gosok, gosok lipat, lipat dibagikan ke
ruangan-ruangan balik. Dimana yang ada ruangannya, yang ada. Karena di
linen itu ada tanda atau nama-nama ruangan mana dia. Sudah ada. Jadi orang
kami tau bahwa ini ruangan ini. Jadi dipisahkan dia di laci-laci bagian-
bagiannya. Baru nanti orang perawat balik kalau setelah bersih, perawat yang
mengambil lagi dan dihitung.. Pertamanya diambil linen kotor itu, masukkan
ke dalam mesin.. Ditimbang kalau dia yang sebesar itu, tidak ditimbang lagi
karena dia sudah kira-kira saja. Kira-kira dia ada batasnya untuk bisa berputar,
tidak padat kali.. Baru dimasukkan ke dalam, kasihkan baru dimasukkan air
dan deterjen. Kira-kira setengah jam, paling cepatlah itu. Untuk apa, yang
agak-agak kotoran ringanlah yang istilahnya cuma bau dan debu. Baru
dimasukkan, baru dibilas. Bilas 2, 3 kali. Baru yang ketiga kali dimasukkan
pewangi, pewangi setelah pewangi baru bilas terakhir, keluarkan.. Kalau yang
ringan itu tadi setengah jam.. Sampai selesainya mau dia nanti 1 jam jadinya..
dengan 3 x pembilasan.. Linen kalau dari linen kotor, setelah di kotor berat,
kalau dimasukkan. Sudah dimasukkan, kasih dulu deterjen untuk diaduk dulu
baru dibuang dulu kotorannya, dibuang sampai kira-kira kelihatan airnya itu
sudah atau kotoran-kotorannya sudah agak lumayan bersihlah. Baru
diadimasukkan lagi deterjen untuk baru dikasih deterjen untuk selama 1 jam.
Karena dia sudah keluarkan kotorannya itu, darah-darahnya sudah mulai
bersih dibuang, dibuang siram air, buang. Siram lagi buang lagi. Istilahnya
supaya dia itu kotorannya terbuang semua baru agak airnya nampak agak
jernih. Agak jernih, agak bersih, baru dia dicuci lagi.. Baru kira-kira 1 jam,
baru dia selesai.. Kalau dia sampai selesainya, sama bilas-bilasnya mau 1 jam
setengah 2 jam.. Kalau infeksius, sama juga dengan pertama dia masukkan,
masukkan disinfektan atau apa sama deterjen, campur supaya dikuras juga
dulu pembuangan supaya kotorannya agak nampak sudah lumayan, barulah
dia dikasihkan deterjen sama disinfektannya. Kira-kira itu mau
kalausudahapa, kalau kita biasanya disini, tunggu sampai besok pagi. Jadi dia
diapakan dulu sampai berapa jam sampai istirahat sorelah, dari mulai
dimasukkan nanti kira-kira setengah hari, sampai jam 5 sore, baru di...
dimatikan mesinnya, besok diulang lagi”. (Petugas Binatu Bagian Mencuci).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa untuk alur

kegiatan yang ada di instalasi binatusudah diketahui pada umumnya oleh petugas

binatu. Mulai dari mengutip linen ke ruangan, penyortiran linen, pencucian,

pengeringan, disetrika, dilipat dan dibagikan ke ruangan untuk diambil perawat dan

dilakukan penghitungan.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Penyortiran Linen kotor dan Bersih tentang alur kegiatan di instalasi binatu, dimana

hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Sayakan orang itu yang jemput. KalauSayakan nyortir saja. Tidak tahulah
jemputnya. Saya memisahkan pakaian yang kotor, begitu saja”. (Petugas
Binatu Bagian Penyortiran Linen kotor dan Bersih).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa petugas

kurang memahami dengan alur kegiatan di instalasi binatu dan hanya mengetahui alur

kegiatan yang merupakan tugasnya.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Perlengkapan Linen tentang alur kegiatan di instalasi binatu, dimana hasil

wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Kalau kami, ruangan meminta ke penunjang medis. Permintaan, dari ruang


permintaan terus kami disuruh mengeceklah dulu apa yang mau diminta, baru
kami ukur. Habis kami ukur, baru kami mengira berapa banyak yang
diperlukan bahannya, baru kami potong atau menjahit. Setelah itu baru dijahit,
baru diserahkan, dimasukkan baru dikasihkan ke ruangan”. (Petugas Binatu
Bagian Perlengkapan Linen).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa petugas

kurang memahami dengan alur kegiatan di instalasi binatu dan hanya mengetahui alur

kegiatan yang merupakan tugasnya.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian Menjahit

tentang alur kegiatan di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

“Umpamanya dari pertama dasarnya. Kalau umpamanya dari ruangan ada


mintasama kami ke penunjang medis dulu.Selama ini selama jadi pemprov
kami tidak tahu. Dulu, sebelum jadi pemprov dari ruangan, minta ke
penunjang medis. Dari penunjang medis ke tempat kami ditujukan. Kami baru
istilahnya umpamanya ruang siapa minta, kami ke ladeni. Mau minta apa
umpamanya dia mau bikin gorden kami ukur. Nanti dia sudah kami ukur
maksudnya bahannya sudah apa baru kami sampaikan lagi ke penunjang
medis, baru belanja, baru kami jahit, kalausudah datang bahannya.. Dari
ruang binatu, di oper sama kami, kami jahit. Istilahnyakan sewaktu orang itu
melipat koyak, gitu ya kan, ya jadi dikasih sama kami”. (Petugas Binatu
Bagian Menjahit).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasibahwa petugas

kurang memahami dengan alur kegiatan di instalasi binatu dan hanya mengetahui alur

kegiatan yang merupakan tugasnya.

Dari hasil wawancara pada seluruh sumber informasi diketahui bahwa tentang

alur kegiatandi instalasi binatupada umumnyapara petugas binatumemiliki

pemahaman sendiri terhadap alur kegiatan tersebut sesuai dengan pekerjaan masing-

masing diinstalasi binatu. Dimulai dari kegiatan penjemputan linen keruangan

masing-masing, mengambil linen kotor, pengambilan linen dengan menggunakan

trolley yang sama untuk linen infeksius dan non infeksius dan tidak dipisah,
kemudian di bawa ke instalasi binatu untuk di pisah antara linen infeksius dan non

infeksius, berwarna dan yang putih, serta linen dengan noda ringan atau pun berat.

Baru dilakukan pencucian, pembilasan, pengeringan, penyetrikaan, dan pelipatan.

Sesudah itu baru disimpan dilemari linen dan dijemput oleh pembantu perawat. Dan

ada beberapa petugas binatu yang tidak mengetahui alur kegiatan pencucian linen dari

awal hingga akhir dan hanya mengetahui alur kegiatan sesuai dengan tugasnya.

Masalah yang timbul muncul ketika mesin uap (steam boiler) mengalami

kerusakan pada saat ini. Mesin tersebut sudah rusak selama 2 (dua) bulan lebih.

Kegunaan mesin uap (steam boiler) adalah untuk menghasilkan uap panas, yang

mana uap panas tersebut dialirkan untuk mesin pengering dan penyetrika.

Penjelasan akan mesin uap (steam boiler) di instalasi binatuyang mengalami

kerusakan dan cara mengatasinya menurut beberapa sumber informasi terutama

Kabid Penunjang Medis adalah sebagai berikut:

“Ada.. Alat boiler untuk menghasilkan uap. Peruntukkannya untuk


mengeringkan, sekaligus untuk setrika.. Sistim boiler rusak, alat setrika dan
pengering tidak bisa digunakan.. Saat ini untuk pengeringan masih kita
manfaatkan sementara itu pakai sinar matahari.. Kalau boiler ini ada
kecenderungan jika rusak dia sifatnya botol-botol dan botolnya itu ada
sebanyak 32, jika boiler diindikasikan dengan kerusakan 1, itu tidak bisa
hanya 1 diganti. Karena teori kemungkinannya akan merembet ke tabung
botol-botol yang lainnya. Sehingga dibongkar habis.. Dalam sistim
perbaikan.. Kalau sekarang ini bulan ke-2 dalam proses pekerjaan masih..
Pasti, itu akan kita lakukan. Kita monitor tiap hari. Kita bekerja sama dengan
teknisi yang bekerja saat ini”. (Kabid Penunjang Medis).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasibahwa penjelasan

akan mesin uap (steam boiler) di instalasi binatuyaitu mesin uap (steam boiler) ini

merupakan alat yang digunakan untuk menghasilkan uap. Dimana uap tersebut
dialirkan dandigunakan untuk mengeringkan dan menyetrika.Karena mesin uap

(steam boiler) rusak, alat setrika dan pengering tidak bisa digunakan.Saat ini untuk

pengeringan masihmemanfaatkan sinar matahari dan tidak dilakukan penyetrikaan.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Kepala Instalasi Binatutentang

mesin uap (steam boiler) di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

“Tetap sudah kita laksanakan sesuai standart. Karena tetap ada dia disitu
standart bagaimana cara pengoperasian peralatan itu. Itulah yang kita
laksanakan.. Sekarang kalau masalah perawatan mesin, memang kalau dalam
teknik kan ada dua cara. Salah satu dia perawatan mungkin sekali 3 bulan.
Salah satu lagi dia harus rusak. Jadi yang kita laksanakan pada saat ini rusak,
baru kita laporkan. Itulah dia. .. Kalau untuk rutinnya belum. Belum ada kita
buat supaya sekali sebulan.. Ada. Ada saat ini mesin cuci kita masih ada yang
rusak. Sesudah itu saat ini, pas wawancara ini sudah itu steam boiler kita pun
dalam keadaan rusak ni, sekarang ini. Masih dalam keadaan perbaikan..
Kalau boiler rusak, ada 2 yang tidak bisa digunakan, yaitu: 1. Pengeringan
atau drying. Kemudian setrika. Itulah yang tidak bisa. Nyetrika linen.. Kalau
rusak kita lakukan pekerjaan kita, ya kita harus melaksanakan penjemuran
melalui panas matahari. Dan kemudian ya memang kurang bagus juga, tapi
masalah setrikanya tidak kita setrika lagi,tidak sanggup. Main dilipat sajalah..
Dikeringkan, dijemur diluar panas matahari, baru setelah kering, kita lipat.
Kita oper lagi ke ruangan.. Tidak disetrika lagi.. Alatnya sedang perbaikan.
Sedang proses perbaikan sekarang.. Sudah ada 2 bulan.. Iya manual”.
(Kepala Instalasi Binatu).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasibahwa penjelasan

akan mesin uap (steam boiler) di instalasi binatuyaitu mesin uap (steam boiler) masih

dalam keadaan perbaikan. Mesin uap (steam boiler) rusak, ada 2 yang tidak bisa

digunakan, yaitu: 1. Pengeringan dan setrika. Sehingga pelaksanakan penjemuran

melalui panas matahari dan kain yang telah kering langsung dilipat.

Kemudian dilakukan juga wawancara kepada para petugas di instalasi binatu,

di mana hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut:


“Tentang mesin..Tidak medis yang kontrol”. (Petugas Binatu Bagian Mesin).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasibahwa penjelasan

akan mesin uap (steam boiler) di instalasi binatuyaitu petugas kurang memahami dan

mengerti tentang mesin uap (steam boiler) yang ada.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Menggosok/ Melipat tentang mesin uap (steam boiler) di instalasi binatu, dimana

hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Steam boiler itu..Kalau lama tidak. Kira-kira 2 bulan lebih sudah.. Sudah
dilaporkan, lagi ditangani orang itu pihak rumah sakit.. Pengering.. Sama alat
penggosok.. Untuk sementara steam boilernya belum, belum siap diperbaiki,
untuk sementara itu kan dijemur sajalah dulu di luar.. Kalau dia hidup itu
sekitar 1 jam setengah, setengah jam itu. Setengah jam lebih.. Kalau di luar,
mungkin lebih dari setengah jam gitu.. Agak-agak lama karena tidak apa gitu,
maksudnya cuacanya itu tidak kuat istilahnya mengeringkan.. Kalautidak
kering macam mana. kalau sampaisore.. Diambil lagi, diangkat lagi.. Kadang
pakaian-pakaian seperti pakaian OK itu, sama pakaian seperti seprei, yang
putih-putih itu kadang menyatu dia, sama gitu.. Tidak dipisah-pisahkan.
Sudah apabila kita dapat yang putih itu kita jemur. Dapat yang hijau juga
jemur, sudah gitu aja.. Tempat penjemuran linen infeksius sama non-
infeksius tadi sama tempatnya.. Bagaimana kita mau bedakan? Kita pun tidak
tahu mana yang infeksius, mana yang tidak”. (Petugas Binatu Bagian
Menggosok/ Melipat).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasibahwa penjelasan

akan mesin uap (steam boiler) di instalasi binatuyaitumesin uap (steam boiler) sudah

dua bulan lebih mengalami kerusakan. Dan untuk sementara pekerjaan dilakukan

secara manual dengan menjemur dibawah sinar matahari dan tidak dilakukan

penyetrikaan.
Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas binatu Bagian

Pengering/ Melipat tentang mesin uap (steam boiler) di instalasi binatu, dimana hasil

wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Rusak.. Rusak saat ini apa karena setelah rusak, setelah mengutip dari
ruangan kita menunggu siap mencuci lalu jemur secara manual.. Habis
dijemur, kering, diangkat, dilipat sudah. Tidak ada digosok-gosok lagi.. Iya,
baru ditempatkan di tempat-tempat ruangannya dimana yang bagian-bagian
yang mau diambil nanti.. Kalau yang kering, kita lipat. Kalau tidak kita
angkat, kita jemur ulang.. Kalau tidak kering. Macam semalam
adatidakkering.. Kami jemur ulang jadinya.. Tidak, ditumpuk saja.. Ya
pertama, alat-alat ini rata-ratakan sudah berusia tua.. Sudah diatas 20 tahun..
Perlu peremajaan sebenarnya. Apalagi mesin binatu cuci itu. Karena
kalausudah rusak, repot kali.. Saya rasa kalau rusak saja palingan.. Baru
dicek.. Kalau rusak saja baru orang benerin dating,melihat penyebabnya.
Kalau untuk perawatannya tidak ada”. (Petugas binatu Bagian Pengering/
Melipat).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa penjelasan

akan mesin uap (steam boiler) di instalasi binatuyaitu mesin uap (steam boiler)

mengalami kerusakan dan untuk sementara pekerjaan dilakukan secara manual

dengan menjemur dibawah sinar matahari dan setelah kering diangkatdan dilipat

tanpa dilakukan penyetrikaan.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Mengutip Linen Kotor 1 tentang mesin uap (steam boiler) di instalasi binatu, dimana

hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Selama ini karena mesinnya rusak, kami menjemur.. Dan gosokannya


rusak, jadi kami jemur.. Mungkin karena rusak, makanya tau dilapor..
Dirawat, sama yang megang mesinlah.. Ininya perlu diperhatikan. Jadi kalau
misalnya ada bunyi-bunyi kasih oli atau kasih pelicin.. Ya repot.. Bisa kita
kendalikan. Misalnya yang tipis-tipis. Tipis-tipis ini cepat dia kering. Paling
15 menit. Nanti kalau yang tebal, 25 menit baru dipisah, kita pisahkan yang
tipis sama yang tebal”. (Petugas Binatu Bagian Mengutip Linen Kotor 1).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasibahwa penjelasan

akan mesin uap (steam boiler) di instalasi binatuyaitu mesin uap (steam boiler)

mengalami kerusakan danuntuk sementara pekerjaan dilakukan secara manual dengan

menjemur dibawah sinar matahari dan tidak dilakukan penyetrikaan. Sedangkan

perawatan pada mesin uap (steam boiler) dengan memberikan oli atau pelicin.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Mengutip Linen Kotor 2 tentang mesin uap (steam boiler) di instalasi binatu, dimana

hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Saya kurang tahu. Kalau masalah alatnya orang, orang mekanik saja datang
kemari.. Steam boiler ini rusakitu karena pemantauan dari atasan”. (Petugas
Binatu Bagian Mengutip Linen Kotor 2).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasibahwa penjelasan

akan mesin uap (steam boiler) di instalasi binatuyaitupetugas kurang memahami dan

mengerti tentang mesin uap (steam boiler) yang ada.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian Mencuci

tentang mesin uap (steam boiler) di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

“Pengecekan itu biasanya kalau ada masalah baru”. (Petugas Binatu Bagian
Mencuci).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa penjelasan

akan mesin uap (steam boiler) di instalasi binatuyaitupetugas kurang memahami dan

mengerti tentang mesin uap (steam boiler) yang ada.


Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Penyortiran Linen kotor dan Bersih tentang mesin uap (steam boiler) di instalasi

binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Alat-alat mesinnya itu, selalu ditengok..Terbengkala pekerjaannya”. (Petugas


Binatu Bagian Penyortiran Linen kotor dan Bersih).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasibahwa penjelasan

akan mesin uap (steam boiler) di instalasi binatuyaitupetugas kurang memahami dan

mengerti tentang mesin uap (steam boiler) yang ada.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Perlengkapan Linen tentang mesin uap (steam boiler) di instalasi binatu, dimana

hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Kalau ada mengeluhdari ruangan ataupun rusak alatnya barulah orang itu
datang kemari. Kalau tidak tidak.. ya bertanyasaja. Bagaimana, sudahbisa
dikerjakan apa belum? Kalau ada rusak ya sudah. Kalauperlu dibikin manual,
manual kalautidak, dikirimkan keluar.. Dibikin laporan sama kepala ruangan..
Barulah penunjang medis. Laporkan ke penunjang medis”. (Petugas Binatu
Bagian Perlengkapan Linen).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa penjelasan

akan mesin uap (steam boiler) di instalasi binatuyaitupetugas kurang memahami dan

mengerti tentang mesin uap (steam boiler) yang ada.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian Menjahit

tentang mesin uap (steam boiler) di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

“Tapi kalau seperti pak khaidir itu, ya kalau pagi dia keliling. Karena kan
kalau pagi itu biasanya orang pun pada belum kerja semua ya sekedar dia liat-
liat. Dilihatnya banyak mesin rusak apa tidak, banyak memang.. Kalau kita
ada lapor, dicek.. Soalnya kalau kami lah yang merasa kami mesin jahit kami
tidak enak, kami lapor. Nanti datang tukang. Seperti mesin cuci pun seperti
itu. Tidak ada istilahnya setiap seminggu sekali apa namanya di service apa
tidak ada.. Istilahnya kalau memang ada kerusakan baru melapor datang
orang”. (Petugas Binatu Bagian Menjahit).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa penjelasan

akan mesin uap (steam boiler) di instalasi binatuyaitu petugas kurang memahami dan

mengerti tentang mesin uap (steam boiler) yang ada.

Dari hasil wawancara pada seluruh sumber informasi diketahui bahwa ada

beberapa sumber informasi yang mengerti tentang mesin uap (steam boiler) dan ada

beberapa sumber informasi yang kurang mengerti tentang mesin uap (steam boiler).

Beberapa sumber informasi yang mengerti tentang mesin uap (steam boiler)

mengatakan bahwa pekerjaan menjadi terhambat karena mesin uap (steam boiler)

yang rusak, jelas semua pekerjaan yang di lakukan menjadi tidak optimal. Mesin

pengering dan mesin setrika membutuhkan mesin uap (steam boiler) untuk bisa

bekerja.

Sehingga ketika mesin uap (steam boiler) tersebut rusak maka pekerjaan

pengeringan dan penyetrikaan linen dilakukan secara manual. Yaitu pengeringan

linen dilakukan dengan menggunakan bantuan sinar matahari, sedangkan untuk

penyetrikaan sendiri tidak dilakukan oleh petugas karena banyaknya linen yang ada

dan tidak memungkinkan apabila dikerjakan dengan menggunakan setrika biasa.

Sebagian sumber informasi juga sudah mengatakan bahwa sudah dilakukan

perbaikan terhadap mesin uap (steam boiler) tersebut. Yang mana proses perbaikan
sudah dikerjakan selama dua bulan. Hal ini tetap dimonitor oleh Kabid Penunjang

Medis yang bekerja sama dengan para teknisi tersebut.

4.6. Standar Operasional Prosedur (SOP) di Instalasi BinatuRumah Sakit


Umum Haji Medan

Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan salah satu faktor yang

memengaruhi keberhasilan implementasi manajemen K3 di instalasi binatupada

Rumah Sakit Umum Haji Medan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui gambaran

tentang SOP yang dilakukan petugas binatu dalam rangka melaksanakan

pekerjaannya sesuai SOP yang dibuat di instalasi binatupada Rumah Sakit Umum

Haji Medan.

Penjelasan akan SOP di instalasi binatu menurut pandangan masing-masing

sumber informasi adalah sebagai berikut:

“Iya.. Selama ini yang saya tahu SOP di instalasi binatu itu ada beberapa.
Ada SOP tentang pencucian, ada SOP tentang pelipatan, ada SOP tentang
penyetrikaan, ada SOP tentang pendistribusian.. Iya, alhamdulillah menurut
pantauan saya ini sudah, sudah dilakukan sesuai dengan SOP.. Tingkat
kesalahan dalam pelaksanaan tersebut kalau boleh dikatakan hampir tidak ada.
Itulah manfaat dari SOP tersebut”. (Kabid Penunjang Medis).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasibahwa SOP di

instalasi binatusudah diketahui olehKabid Penunjang Medis dan sudah diterapkan.

Mulai dari SOP tentang pencucian, SOP tentang pelipatan, SOP tentang penyetrikaan

dan SOP tentang pendistribusian oleh Kabid Penunjang Medis.

Kemudian wawancara juga dilakukan Kepala Instalasi Binatu tentang SOP di

instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:
“Istilahnya SOP ini kita terapkan apabila, itulah kita terapkan harus sesuai
dengan itu. Karena tidak sama semua. Jadi disinilah peran kepala ruangan
mengingatkan anggota ini menjalankan SOP itu. Itulah dia.. Iya, diikuti.. Jadi
menerapkan tetap dikasih tahu. Kita beritahu. Jadi, apabila ada nanti yang
silap kita ingatkan, itulah kita buat apanya.. Manfaatnya sangat besar SOP.
Karena disitulah menjaga keselamatankerja. Jadi, itulah manfaatnya besar kali
SOP itu memang.. Sekarang kalau sanksi,kalau dia baru pertama kali belum
ada. Cuma kita tegur, kita nasehati. Cuma kalau tidak bisa kita nasehati lagi
ya, terpaksa kita koordinasilah ke atasan.. SOP untuk sementara ini tetap
kepala ruangan binatu SOP nya”. (Kepala Instalasi Binatu).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa SOP di

instalasi binatumenurutKepala Instalasi Binatu sudah diterapkan dan peran kepala

ruangan mengingatkan anggota dalam menjalankan SOP.

Kemudian dilakukan juga wawancara kepada para petugas di instalasi binatu

di mana hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut:

“Menurut saya SOP nya ya standart aja, sarung tangan gitu.. Dikerjakan
sesuai SOP..”(Petugas Binatu Bagian Mesin).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi tentang SOPdi

instalasi binatudidapatkan hasil bahwa petugas binatubelum memahami tentang SOP.

Kemudian wawancara juga dilakukan Petugas Binatu Bagian Menggosok/

Melipat tentang SOP di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

“Peraturan-peraturan itu.. Iya itu tadilah, hidupkan dulu, dicok.. Listriknya


itu, mesinnya itu, baru dipanasi lah kan, dicuci, baru pakaiannya dimasuki,
yang mana mau dicuci tadi”. (Petugas Binatu Bagian Menggosok/ Melipat).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi di instalasi

binatutentangSOP bahwa petugas binatu sudah memahami tentang penjelasan dari


SOP dan sudah melakukan pekerjaan sesuai dengan SOP yang diberikan. Seperti

peraturan tentang melakukan pekerjaan pencucian linen dan penggunaan mesin cuci.

Kemudian wawancara juga dilakukan Petugas Binatu Bagian Pengering/

Melipat tentang SOP di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

“Saya belum jelas standar sama perusahaan ini. Tidak tahu kali saya.. Belum,
belum pernah diberi tahu sama Kepala Instalasinya.. Iya, cuman inisiatif saya
sendiri.. Belum taudan aku baru, baru saya baru berapa bulan disini.. Tidak.
Kita tengok aja yang ada.. Iya inisiatif saya sendiri saja”. (Petugas
BinatuBagianPengering/ Melipat).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi tentang SOP di

instalasi binatudidapatkan hasil bahwa petugas binatu belum memahami tentang

penjelasan dari SOP itu sendiri. Petugas belum jelas dengan standar yang ada di

rumah sakit. Hanya melihat dari yang dilakukan oleh para petugas lain dalam

melakukan pekerjaanya di instalasi binatu.

Kemudian wawancara juga dilakukan Petugas Binatu Bagian Mengutip Linen

Kotor 1 tentang SOP di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

“Sudah. Kalau belum ada pengawasnya. Seperti ada yang kurang, ditambahi..
sudah, secara lisan”. (Petugas Binatu Bagian Mengutip Linen Kotor 1).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi tentang SOP di

instalasi binatudidapatkan hasil bahwa petugas binatusudah memahami tentang

penjelasan dari SOP itu sendiri.


Kemudian wawancara juga dilakukan Petugas Binatu Bagian Mengutip Linen

Kotor 2 tentang SOP di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

“Dapat dikatakan lumayan. Daripada tingkat kerjanya itu ya, tidak apa, tidak
berbahaya kira-kira”. (Petugas Binatu Bagian Mengutip Linen Kotor 2).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi tentang SOP di

instalasi binatudidapatkan hasil bahwa petugas binatu sudah memahami tentang

penjelasan dari SOP.

Kemudian wawancara juga dilakukan Petugas Binatu Bagian Mencuci tentang

SOP di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

“Standartnya, sudah lumayan bagus. Karena sebenarnya kalau standartnya


sudah lumayan. Orang ini cara pembersihnya, sudah cukup bagus”. (Petugas
Binatu Bagian Mencuci).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi tentang SOP

diinstalasi binatudidapatkan hasil bahwa petugas binatuhanya mengatakan bahwa

standar yang digunakan di instalasi binatu sudah bagus.

Kemudian wawancara juga dilakukan Petugas Binatu Bagian Penyortiran

Linen kotor dan Bersih tentang SOP di instalasi binatu, dimana hasil wawancara

yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Prosedurnya? Tidak tahu”. (Petugas Binatu Bagian Penyortiran Linen kotor


dan Bersih).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi tentang SOP di

instalasi binatudidapatkan hasil bahwa petugas binatu belum memahami tentang

penjelasan dari SOP.

Kemudian wawancara juga dilakukan Petugas Binatu Bagian Perlengkapan

Linen tentang SOP di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

“Ya prosedurnya, ya mintamemang dari dulu gitu, baru dikasih sama kepala
ruangan kami seperti itu”. (Petugas Binatu Bagian Perlengkapan Linen).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi tentang SOP di

instalasi binatudidapatkan hasil bahwa menurut petugas binatutentang prosedur yang

digunakan.

Kemudian wawancara juga dilakukan Petugas Binatu Bagian Menjahit tentang

SOP di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

“Ya kami selama ini peraturan kami kayak mana ya, tidakapa kami
peraturannya masuk jam 8. Lagi kerja, ya istirahat, setengah tiga pulang”.
(Petugas Binatu Bagian Menjahit).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi tentang SOP di

instalasi binatudidapatkan hasil bahwa petugas binatu sudah memahami tentang

penjelasan dari SOP.

Dari hasil wawancara pada seluruh sumber informasi diketahui bahwa

penjelasan tentang SOP pada umumnya sudah diketahui oleh Kabid Penunjang Medis

dan Kepala Instalasi Binatu, tetapi pada petugas binatuhanya beberapa petugas
binatuyang mengetahui tentang SOP dan aturan yang dibuat dan ada beberapa yang

belum mengetahui tentang SOP yang dibuat di instalasi binatu dikarenakan beberapa

pegawai yang masih baru dan tidak menanyakan kepada atasan tentang SOP yang

sudah ada.

Dari hasil wawancara diketahui bahwa komunikasi dan sosialisasi sangat

penting tetapi kurang dilakukan oleh atasan. Petunjuk pelaksanaan dalam

mengerjakan pekerjaan di instalasi binatu sudah diberikan tetapi para sumber

informasi masih kurang pemahaman akan SOP dan pedoman yang diberikan juga

masih sedikit dan sosialisasi juga pada beberapa pegawai baru belum diberikan.

SOP yang dibuat diinstalasi binatu berguna kepada para petugas binatu untuk

menjadi acuan dalam mengerjakan pekerjaannya sesuai standar yang telah dibuat dan

ditetapkan oleh Kepala Instalasi Binatu. SOP itu sangat berguna agar petugas

binatubekerja sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan dan terhindar dari kecelakaan

kerja.

4.7. Alat Pelindung Diri (APD) di Instalasi Binatu Rumah Sakit Umum Haji
Medan

Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu faktor yang memengaruhi

keberhasilan implementasi manajemen K3 di instalasi binatupada Rumah Sakit

Umum Haji Medan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui pemakaian APD yang

dilakukan petugas binatudalam bentuk pengendalian risiko yang diterapkan di

instalasi binatupada Rumah Sakit Umum Haji Medan.


Penjelasan akan bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di instalasi

binatumenurut pandangan masing-masing sumber informasi sudah dilakukan.

Menurut Kabid Penunjang Medis adalah sebagai berikut:

“Iya.. Itu menghilangkan bahaya atau sesuatu yang dapat menimbulkan


bahaya di tempat kerja, seperti menghindari lantai yang licin, membuat
ventilasi dan jendela di ruang pencucian linen agar terhindar dari udara yang
panas. Juga yang kedua seperti penggunaan alat pelindung diri, seperti
penggunaan masker, sarung tangan, sepatu boot, alat pelindung telinga dan
yang lainnya.. Menurut saya pengendalian resiko tersebut sangat perlu
diterapkan untuk mengurangi dan menghindari penyakit akibat kerja atau
kecelakaan kerja yang bisa saja terjadi pada pekerja.. Ya, semua orang atau
pekerja yang melakukan pekerjaan agar selamat dan terlindung.. Waktu
sangat banyak. Sudah ada istilah di Rumah Sakit yang namanya Nosokomial
Infeksi... Nosokomial infeksi ini artinya pekerja seharusnya tidak terinfeksi
dengan adanya, terpaparnya bahan-bahan linen dari ruangan biar
mengakibatkan bisa juga pekerja dengan mendapatkan penyakit sesuai dengan
yang ada pada bahan linen tersebut”. (Kabid Penunjang Medis).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa penjelasan

akan bentuk pengendalian resiko manajemen K3di instalasi binatuolehKabid

Penunjang Medis dan sudah diterapkan. Yaitu menghilangkan bahaya atau sesuatu

yang dapat menimbulkan bahaya di tempat kerja, seperti menghindari lantai yang

licin, membuat ventilasi dan jendela di ruang pencucian linen agar terhindar dari

udara yang panas. Yang kedua seperti penggunaan APD antara lain penggunaan

masker, sarung tangan, sepatu boot, alat pelindung telinga dan yang lainnya.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Kepala Instalasi

Binatupenjelasan akan bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di instalasi binatu,

dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:


“Sebetulnya pengendalian resiko itu seharusnya harus ada pelindungnya.
Cuma yang ada pada saat ini, baru sarung tangan yang kita pakai. Itulah dia
untuk sementara..Sarung tangan”. (Kepala Instalasi Binatu).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa penjelasan

akan bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di instalasi binatuolehKepala

Instalasi Binatu sudah diterapkan. Yaitu berupa APD namun yang baru diterapkan

hanya berupa sarung tangan.

Kemudian dilakukan juga wawancara kepada para petugas di instalasi

binatutentang penjelasan akan bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di instalasi

binatudi mana hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut:

“Resikonya itu tidak ada masalah.. Belum pernah terjadi”. (Petugas Binatu
Bagian Mesin).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi tentang penjelasan

akan bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di instalasi binatuyaitupetugas

binatubelum memahami tentang bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di

instalasi binatu.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Menggosok/ Melipat tentang penjelasan akan bentuk pengendalian resiko manajemen

K3 di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

“Kalau yang menandakan bahaya itu, dia sudah ada tertera disitu memang.
Kalau misalnya kita mengutip sudah ada ditulis, kalau ini khusus HIV,
bikinlah disitu HIV”. (Petugas Binatu Bagian Menggosok/ Melipat).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasitentang penjelasan

akan bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di instalasi binatuyaitupetugas

binatusudah memahami tentang bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di

instalasi binatu. Seperti tanda yang menandakan bahaya, seperti pengutipan linen

dimana sudah tertulis HIV untuk tanda bahaya.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas binatu Bagian

Pengering/ Melipat tentang penjelasan akan bentuk pengendalian resiko manajemen

K3 di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

“Kita pakai septilah. Istilahnya ya pakai septi. Karena setelah kita megang
apa-apa saya langsung cuci tangan biasanya”. (Petugas Binatu Bagian
Pengering/ Melipat).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi tentang penjelasan

akan bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di instalasi binatuyaitu petugas

binatu sudah memahami tentang bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di

instalasi binatu seperti pemakaian alat pelindung dan mencuci tangan.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Mengutip Linen Kotor 1 tentang penjelasan akan bentuk pengendalian resiko

manajemen K3 di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

“Sudah. Peralatannya sudah ada”. (Petugas Binatu Bagian Mengutip Linen


Kotor 1).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi tentang penjelasan

akan bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di instalasi binatuyaitupetugas

binatusudah memahami tentang bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di

instalasi binatu, seperti peralatan yang sudah ada.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Mengutip Linen Kotor 2 tentang penjelasan akan bentuk pengendalian resiko

manajemen K3 di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

“Standart. Pakai sarung tangan kami..”(Petugas Binatu Bagian Mengutip


Linen Kotor 2).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi tentang penjelasan

akan bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di instalasi binatuyaitupetugas

binatusudah memahami tentang bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di

instalasi binatu berupa penggunaan sarung tangan.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian Mencuci

tentang penjelasan akan bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di instalasi

binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Resiko.. Iya, kecelakaan.. Karena itu cuma peringatan. Supaya kita lebih
hati-hati itulah. Satu lagi kalau septinya sarung tangan, kalau pakai sepatu,
kadang gitu kalau untuk infeksius waktu kita menyuci, pakai sepatu, pakai
sarung tangan, masker”. (Petugas Binatu Bagian Mencuci).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi tentang penjelasan

akan bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di instalasi binatuyaitupetugas

binatusudah memahami tentang bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di


instalasi binatu. Seperti memakaipakai sepatu, pakai sarung tangan, masker untuk

infeksius waktu mencuci.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Penyortiran Linen kotor dan Bersih tentang penjelasan akan bentuk pengendalian

resiko manajemen K3 di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

“Ada, handscun”. (Petugas Binatu Bagian Penyortiran Linen kotor dan


Bersih).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi tentang penjelasan

akan bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di instalasi binatuyaitu petugas

binatusudah memahami tentang bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di

instalasi binatusepertimemakai sarung tangan.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Perlengkapan Linen tentang penjelasan akan bentuk pengendalian resiko manajemen

K3 di instalasi binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

“Tidak ada pakai keselamatan mereka..Resikonya ya..Pengendaliannya”.


(Petugas Binatu Bagian Perlengkapan Linen).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasitentang penjelasan

akan bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di instalasi binatuyaitu menurut

petugas binatupada saat ini mereka tidak memakai alat keselamatan.


Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian Menjahit

tentang penjelasan akan bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di instalasi

binatu, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Kalau kami menjahit seperti biasa saja. Tapi kalau orang bagian mencuci
kurang baik. Kalaumenjahit kami sepertinyatidak terlalu bahaya”. (Petugas
Binatu Bagian Menjahit).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi tentang penjelasan

akan bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di instalasi binatuyaitupetugas

binatusudah memahami tentang bentuk pengendalian resiko manajemen K3 di

instalasi binatu.

Dari hasil wawancara yang sudah dilakukan, penjelasan tentang pengendalian

risiko manajemen K3 di instalasi binatupada umumnya sudah dipahami oleh Kabid

Penunjang Medis danKepala Instalasi Binatu. Beberapa petugas binatuada yang

sudah memahami dan ada yang belum memahami tentang pengendalian resiko

manajemen K3 di instalasi binatu. Para petugas binatu bisa menyebutkan contoh dari

bentuk pengendalian risiko tersebut. Salah satu bentuk pengendalian risiko

manajemen K3 di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan yaitu dengan

menggunakan APD yang disediakan oleh pihak rumah sakit. Hal tersebut dapat

dilihat dari hasil wawancara diperoleh gambaran tentang penggunaan APD, APD apa

saja yang disediakan oleh pihak rumah sakit serta apa manfaat APD itu sendiri.

Penjelasan akan APD di instalasi binatu menurut pandangan masing-masing

sumber informasi adalah sebagai berikut:


“Iya.. Itu menghilangkan bahaya atau sesuatu yang dapat menimbulkan
bahaya di tempat kerja, seperti menghindari lantai yang licin, membuat
ventilasi dan jendela di ruang pencucian linen agar terhindar dari udara yang
panas. Juga yang kedua seperti penggunaan APD, seperti penggunaan masker,
sarung tangan, sepatu boot, alat pelindung telinga dan yang lainnya..
Menurut saya pengendalian resiko tersebut sangat perlu diterapkan untuk
mengurangi dan menghindari penyakit akibat kerja atau kecelakaan kerja yang
bisa saja terjadi pada pekerja”. (Kabid Penunjang Medis).

Dari hasil wawancara kepada Kabid Penunjang Medistentang APD, APD apa

saja yang disediakan oleh pihak rumah sakit serta apa manfaat APD di instalasi

binatuolehKabid Penunjang Medisyaitu menghilangkan bahaya atau sesuatu yang

dapat menimbulkan bahaya di tempat kerja, seperti menghindari lantai yang licin,

membuat ventilasi dan jendela di ruang pencucian linen agar terhindar dari udara

yang panas. Untuk jenisAPDyang ada seperti masker, sarung tangan, sepatu boot, alat

pelindung telinga dan yang lainnya yang mana manfaatnyauntuk mengurangi dan

menghindari penyakit akibat kerja atau kecelakaan kerja yang bisa saja terjadi pada

pekerjadi instalasi binatu.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Kepala Instalasi Binatutentang

APD, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Itulah contohnya sarung tangan sangat banyak apa perannya. Jadi untuk
menghindari noda berat seperti darah atau penyakit. Cuma itu tetap kita
ingatkan, setelah selesai nanti memakai sarung tangan, itu harus dicuci. Itulah
dia sarung tangan itu untuk pengendaliannya. Agar biar jangan menyebar
penyakitnya kemana-mana.. Ya sangat besarlah manfaatnya. Manfaat dengan
pelindung diri itu. Karena untuk mencegah penyakit terhadap diri sendiri.
Sesudah itu kemudian jangan menyebar pada orang lain lagi. Itulah dia
manfaatnya”. (Kepala Instalasi Binatu).

Dari hasil wawancara kepada Kepala Instalasi Binatu didapatkan hasil bahwa

untuk jenis APD sudah diketahui contohnya seperti sarung tangan untuk pelindung
diri karena untuk mencegah penyakit terhadap diri sendiri dan tidak menyebar pada

orang lain.

Kemudian dilakukan juga wawancara kepada para petugas di instalasi binatu,

dimana hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut:

“Seperti sarung tangan.. Sama ada baju.. Baju kain biasa panjang saja sama
tangan panjang.. Sarung tangan digunakan, baju sudah tidak.. Karena buat
ribet panas.. Manfaatnya ya bagus. Untuk sarung tangan memang sudah
harus.. Baju sepertinya tidak ada masalah kali, yang penting sarung tangan
saja”. (Petugas Binatu Bagian Mesin).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi didapatkan hasil

bahwa gambaran tentang APD di instalasi binatumenurutpetugasbinatuseperti

penggunaan sarung tangan.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Menggosok/ Melipat tentang APD, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

“Seperti sarung tangan.. Sarung tangan. Kadang sepatu.. Sepatu boot,


Sesudah itu masker.. Apabila itu untuk mengutip saja. Mengutip pakaian
yang di ruang-ruangan baru dipakai.. Itu jarang dipakai APD. Seperti teman-
teman tidak pernah pun memakaiseperti itu lagi.. Alasannya tidak tahu, cuma
risih saja mungkin orang itu memakai. Karena dari efek samping itu mungkin
mereka tidak mengetahuinya kan mungkin ada yang kotor-kotoran yang
lengket ke tangan. Mana tahu tangan kita luka-luka, bisa terinfeksikan. Tapi,
Mungkin orang itu tidak mau pakai itu bisa dikatakan harus hati-hati
jugaorang itu melihat pakaian-pakaian itu, mana yang ada kotoran jugakan..
Ya tahulah. Bisa penyakitlah kan? Misalnya penyakit pada diri kita. Seperti
yang itu tadilah, bahaya.. Manfaatnya untuk melindungi kita, tangan-tangan
kita supaya jangan terinfeksi. Kalaumasker untuk supaya udara yang keluar
tidak masuk ke rongga-rongga hidung atau mulut kita. Karena untuk
mencegah debu-debu itu masuk ke mulut kita.. Waktu mengutip saja itu
dipakai. Waktu sudah siap mengutip itu dibuka kembali. Karena sarung
tangan itu, waktu kita mengutip, sudah memang ada kotorkita mengambil
pakaian itu.. Sudah dikasih semua alat-alatnya. Sarung tangannya, masker-
maskernya pun itu sudah ada. Terus sepatu itu”. (Petugas Binatu Bagian
Menggosok/ Melipat).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa gambaran

tentang APD diinstalasi binatuudah digunakan yaitu seperti penggunaan sarung

tangan, sepatu bootdan masker. Manfaatnya untuk mencegah debu-debu itu masuk ke

mulut.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas binatu Bagian

Pengering/ Melipat tentang APD, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

“Selain tutup mulut sama sarung tangan, seharusnya itu saja.. Gunakan, tetap
saya gunakan.. Tahu manfaatnya.. Sarung tangan untuk melindungi tangan
dari kontak langsung ya.. Kalau ini untuk jaga atau menghirup.. Kerugiannya
bisa terkontaminasi dengan bibit-bibit penyakit sebenarnya”. (Petugas Binatu
Bagian Pengering/ Melipat).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa gambaran

tentang APD diinstalasi binatusudah digunakan yaitu seperti sarung tangan dan

masker. Manfaatnya sarung tangan untuk melindungi tangan dari kontak langsung

dan kerugiannya apabila tidak memakai sarung tangan bisa terkontaminasi dengan

bibit-bibit penyakit.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Mengutip Linen Kotor 1 tentang APD, dimana hasil wawancara yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

“Sudah.. Seperti masker, sarung tangan.. Sepatu boot.. Manfaat APD ya


kita kan tidak tahu, kadang itu kain-kain kotor itu kan kadang bauk pesing..
Ada darah-darahnya. Jadi kan kita tidak langsung bersentuhan dengan yang
pesing tadi. Kita pakai pelindung tangan, sudah itu kita pakai masker, yang
kita cium itu pun tidak terlalu menyengat.. Kita laksanakan saja. Masalah
kerugiannya tidak tahu. Karena selama ini kita pakai. Jadi maksudnya sekali-
sekali tidak usah dipakai.. Iya karena sudah diterapkan begitu, ya begitu kita
laksanakan”. (Petugas Binatu Bagian Mengutip Linen Kotor).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi didapatkan hasil

bahwa gambaran tentang APD di instalasi binatusudah digunakan yaitu seperti

sarung tangan, masker, sepatu boot.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Mengutip Linen Kotor 2 tentang APD, dimana hasil wawancara yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

“Sarung tangan, masker.. Digunakan, mengutip. Asal mau masukkan kita


kan memakai itu, pakai masker.. Manfaatnya satu, pernapasan. Pelindungan
terpilih infeksinya ke kita, terjangkitnya. sarung tangan, satu keselamatan
untuk kerja kita kalau sarung tangan itu tidak cepat tertangkap.. Perlu, baju..
Seperti sepatu, kalau sepatu itu ada kami sudah ada sepatu. Sepatu macam
seperti pajak.. Seandainya service. membersihkan mesin itu kami harus turun
menggunakan sepatu.. Baju belum ada kami.. Sebab kami berdasarkan baju
dinas. Begitu datang baju dinas, tukar baju.. Belum ada, septinya, baju
pelindungnya”. (Petugas Binatu Bagian Mengutip Linen Kotor 2).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa gambaran

tentang APD sudah digunakan yaitu seperti sarung tangan, masker dan sepatu boot.

Untuk manfaatnya seperti melindungi pernapasan dari infeksi.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian Mencuci

tentang APD, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Karena itu cuma peringatan supaya kita lebih hati-hati. Satu lagi kalau
septinya sarung tangan, kalau pakai sepatu, kadang kalau untuk infeksius
waktu kita menyuci, pakai sepatu, pakai sarung tangan, masker..Ada,
sebagian.. Sepatu ada, masker ada. Kalau masker untuk yang infeksius yang
kalau yang kotor-kotor ringan ya tidak kali, tidak pala kali. tidakterlalu
digunakan. Sarung apa namanya handskun.. Manfaatnya sangat baiklah,
untuk pelindungan. Untuk pelindungan kami supaya amandari infeksius-
infeksius yang bisa menularkan”. (Petugas Binatu Bagian Mencuci).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa gambaran

tentang APD di instalasi binatusudah digunakan yaitu seperti sarung tangan, masker

dan sepatu boot. Manfaatnya untuk perlindungan supaya amandari infeksi.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Penyortiran Linen kotor dan Bersih tentang APD, dimana hasil wawancara yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

“Handscun.. Baju pelindung tidak.. Masker, sarung tangan ada.. Gunakan


untuk menyusun pakaian yang kotor tadi.. Alat pelindung diri tidak ada.
Tidak ada dikasih.. Ini manfaat handscun, kalau kecelakaan itu tadi kena ini
yang di dalam, benda-benda tajam, itunya pakai handscun.. Sudah diterapkan
tentang APD”. (Petugas Binatu Bagian Penyortiran Linen kotor dan Bersih).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa gambaran

tentang APD di instalasi binatusepertisarung tangan dan masker .Tetapi APD dari

instalasi belum disediakan. Manfaatnya untuk melindungi diri dari benda-benda

tajam.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian

Perlengkapan Linen tentang APD, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

“Seperti inilah pakai sarung tangan, itu binatutidak untuk kami saja, untuk
seluruhnya.. Waktuitu sudah disediakan, sudah dipakai orang ini, ternyata
orang ini, tidak ada meminta lagi. Tidak ada merasa takut orang itu, tidak ada
barangnya. Langsung saja orang ini ke ruangan ambil makan. Seharusnya,
sudah saya bilang, kalian pakai baju, harus minta bajunya kalo ada perlu
dibuat, ini tidak ada tanggapan. Tidak ada merasa takut.. Manfaatnya untuk
kesehatan kita.. Perlu diterapkan sebenarnya. Tapi orang ini, tidak ada”.
(Petugas Binatu Bagian Perlengkapan Linen).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa gambaran

tentang APD di instalasi binatusudah diketahui tetapi belum disediakan secara

lengkap. Untuk manfaatnya menjaga kesehatan.

Kemudian wawancara juga dilakukan kepada Petugas Binatu Bagian Menjahit

tentang APD, dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Seperti kami kalaumenjahit kayaknya tidak pakai pelindunglah. Maksudnya


tidak, tidak ini yang itu kan orang yang menyuci, Karena kami di ruang sini
menjahit.. Seharusnya pakai baju spesial untuk ini lah, melindungi jangan
baju gitulah. Memang baju spesial untuk istilahnya bekerja untuk binatu.
Karena namanya yang dicucikan juga dari ruangan penyakitnya beda-beda.
Apalagi ada HIV, ya untuk selama ini sepertinya kurang, amat kurang”.
(Petugas Binatu Bagian Menjahit).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa gambaran

tentang APD di instalasi binatusudah diketahui oleh petugas binatudan untuk ruang

menjahit belum disediakan APD.

Dari hasil wawancara pada seluruh sumber informasi diketahui bahwa

pengendalian risiko manajemen K3 berupa penggunaan APD di instalasi binatupada

umumnya sudah diketahui oleh Kabid Penunjang Medis, Kepala Instalasi Binatu, dan

para petugas binatu. Penyediaan APD untuk instalasi binatu hanya berupa sepatu

boot. Sedangkan untuk masker dan sarung tangan petugas diinstalasi binatu meminta

pada bagian medis dan sudah menggunakannya. Walaupun demikian para sumber

informasi sudah mengetahui kegunaan dan kerugian apabila APD tersebut tidak

digunakan. Serta manfaat yang ada jika sumber informasi menggunakan APD yang
disediakan oleh pihak Rumah Sakit. Untuk penyediaan APD diinstlasi binatu masih

belum optimal baik dari segi jumlah maupun penyediaannya.

4.8. Monitoring di Instalasi BinatuRumah Sakit Umum Haji Medan

Pelaksanaan monitoring sudah dilakukan di instalasi binatu Rumah Sakit

Umum Haji Medan. Penjelasan akan monitoring di instalasi binatumenurut

pandangan masing-masing sumber informasi adalah sebagai berikut:

“Ada dilakukan pemantauan sistim manajemen keselamatan dan kesehatan


kerja di Rumah Sakit meliputi pengawasan K3, terutama tentang pelaksanaan
diinstalasibinatu.. Satu bulan sekali.. Manfaatnya Sangat banyak. Dengan
pencatatan dan pelaporan tersebut kita menjadi tahu masalah apa yang
dihadapi pekerja, kendala yang ada dilapangan, sehingga bisa dianalisis
penyebab masalah yang timbul, lalu dicari solusi pemecahannya dan
mengkomunikasikan kepada pekerja, sehingga kita tahu sejauh mana program
yang dilaksanakan telah berhasil”. (Kabid Penunjang Medis).

Hasil wawancarayang dilakukan pada sumber informasi bahwa telah

dilakukan monitoring di instalasi binatumeliputi pengawasan terutama tentang

pelaksanaan manajemen binatu yang dilakukan satu bulan sekali oleh Kabid

Penunjang Medis.

Kemudian wawancara juga dilakukan pada Kepala Instalasi Binatu tentang

pelaksanaan monitoring yang dilakukan di instalasi binatu, dimana hasil wawancara

yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Ya itu pelaksanaannya, ya tetap adalah. Pengawasan dari atasan. Cuma itulah
yang kita sampaikan ke atasan dan kita sampaikan ke bawahan. Itulah kita
laksanakan.. Ya maksudnya monitoring sangat banyak. Dengan pencatatan
dan pelaporan tersebut kita menjadi tahu apa saja masalah di binatu
inisehingga bisa lihat kembali penyebab masalah yang ada, dicarilah solusi
yang menghasilkan kepada pekerja sehingga kita tahu bagaimana program
yang dilaksanakan setelah berhasil ini”. (Kepala Instalasi Binatu).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa telah

dilakukan monitoring di instalasi binatumeliputi pengawasanoleh Kepala Instalasi

Binatu pada proses pelaksanaan kegiatan diinstalasi binatu.

Kemudian dilakukan juga wawancara tentang pelaksanaan program K3

berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang pedoman Manajemen K3 di

Rumah Sakit tentang sistim pencatatan dan pelaporan K3 diinstalasi binatu.hasil

wawancara tersebut adalah sebagai berikut :

“Monitoring itu melalui dari atasan pernah dilakukan tapi tidak tercatat itu
dari atasan datang melihat kemari.. Kalau pencatatan K3 di instalasi binatu ini
sebetulnya kita belum ada, kenapa tidak ada karena disini kecelakaan kerja
kita jarang terjadi, baru sekali ah itupun tidak kita catat maka itu alasan kita
tidak kita catat . K3 nya tidak ada itu sajalah alasannya”.. Kalau pemeriksaan
petugas secara rutin tidak ada karena kita mendapat kartu BPJS jadi kita ada
kartunya untuk berobat kalau ada yang sakit.. Sekarang kita penanggulangan
darurat pedomannya sudah kita lakukan pelatihan seumpamanya kalau ada
kecelakaan semacam tertusuk jarum itu jangan dikeluarkan jangan dipegang
lukanya itu. Itu harus disiram melalui air yang mengalir itulah dia
pedomannya..Seperti pencatatan atau pendokumentasian foto seperti itu
belum ada”. (Kepala Instalasi Binatu).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa belum

dilakukan pencatatan dan pelaporan K3 di instalasi binatumeliputi pencatatan dan

pelaporan oleh Atasan..

Sedangkan hasil wawancara untuk kondisi lingkungan kerja yang ada

diinstalasi binatu sebagai berikut:


“Pengukuran untuk mengetahui intensitas masalah suara yang bising sampai
saat ini kita belum ada pengukurannya..Pengukuran panas di ruangan instalasi
binatu inibelum ada sampai saat ini...untuk pengukuran getaran jugabelum
ada..untuk pihak RS belum mempunyai instruksi untuk memantau lingkungan
pekerjaan kalau secara rutin belum ada..

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa belum

dilakukan belum ada dilakukan pengukuran terhadap kondisi lingkungan kerja

diinstalasi binatu seperti pengukuran panas, bising, dan getaran.

Hasil wawancara untuk pemeliharaan alat-alat diinstalasi binatu saat ini


sebagai berikut:

“Untuk pemeliharaan terhadap alat-alat binatu seperti pencuci, pengering,


setrikakarena dalam masalah mesin-mesin peralatan ini karena dalam tehnik
ada dua. Satu dilakukansecara berkala, satu lagi dilakukan dengan cara rusak
dulu baru diperbaiki. Sekarang yang kita pakai rusak dulu baru dilakukan
pengecekan dan perbaikan, dan kalau secara berkala belum
dilakukan..Pegawai tetapnya ada cuma bukan dari binatu tapi dari orang
tekhnik cuma sepengetahuan saya dia itu belum ada sertifikat khusus baru
ditunjuk oleh kepala ruangnnya.Pegawai sistem boilernya kalau yang
ditempatkan baru satu cuma apabila beliau berhalangan cuma ditunjuk oleh
kepala ruangnnya untuk menggantikan itulah dia. Bersal dari bagian tehnik,
tapi dia belum punya sertifikt SIO nya..Tamatan sekolah tehnik STM kalau
sekarang apa namanyaSMK..Sampai saat ini sepengtahuan saya belum ada
untuk untuk mengusulkan bagi pegawai sistem boiler itu untuk mempunyai
sertifikat SIO tapientah tahun depan belum tahu ya kalau saat ini belum”.
(Kepala Instalasi Binatu).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa belum

dilakukan belum dilakukan pemeliharaan terhadap alat-alat di instalasi binatu.

Kemudian petugas yang mengani steam boiler belum memiliki sertifikat SIO.

Kemudian dilakukan juga wawancara kepada para petugas di instalasi binatu

tentang pelaksanaan monitoring di instalasi binatuRumah Sakit Umum Haji


Medan.Hasil wawancara kepada Petugas Binatu Bagian Mesin tersebut adalah

sebagai berikut:

“Ada.. Ya tentang penyakit. Yang infeksi apa yang kotor. Disini itu yang
terjadikan, paling yang paling parah... HIV. Ya kami bisa dijelaskan HIV itu
penularannya bagaimana. Selagi masih darah dan kain tidak masalah, jadi
kami tidak takut”.(Petugas Binatu Bagian Mesin).

Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa petugas

belum paham maksud dari monitoring.Dilakukan monitoring di instalasi

binatumeliputimonitoring tentang penyakit, terutama penyakit HIV dan bagaimana

proses penularannya.

Wawancara juga dilakukan pada Petugas Binatu Bagian Menggosok/ Melipat

tentang pelaksanaan monitoring yang dilakukan di instalasi binatu, dimana hasil

wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut :

“Sering dipantau-pantau sama kabid-kabidnya.. Pernah datang juga. Pagi


kadang.. Ya liat-liat saja. Liat-liat kekurangan, apa kerusakan. Nanti kalau
misalnya aman-aman saja tidak ada yang kerusakan.. Kurang tahu saya,
kadang setahu saya, sebegitu nampaksaja”. (Petugas Binatu Bagian
Menggosok/ Melipat).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa telah

dilakukan monitoring di instalasi binatumeliputi pemantauan yang dilakukan bersama

kabid untuk melihat kekurangan dan kerusakan pada alat.

Wawancara juga dilakukan pada Petugas Petugas Binatu Bagian Pengering/

Melipat tentang pelaksanaan monitoring yang dilakukan di instalasi binatu, dimana

hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Saya rasa, hanya seminggu sekali.. Dia hanya melihat-lihat.. Biasanya dia
sama kepala ruangan saja.. manfaatnya supaya tahu situasi kerja di binatu,
alat-alat yang rusak, tau dia”. (Petugas Binatu Bagian Pengering/ Melipat).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa telah

dilakukan monitoring di instalasi binatumeliputi pemantauan yang dilakukan

seminggu sekali dimana manfaat dilakukannya monitoring ini untuk mengetahui

situasi kerja yang ada di instalasi binatu serta kerusakan apa yang terjadi pada alat.

Wawancara yang dilakukan pada Petugas Petugas Binatu Bagian Mengutip

Linen Kotor 1 tentang pelaksanaan monitoring yang dilakukan di instalasi binatu,

dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Pernah.. Ya dipantaulah apa kerjaannya, apa yang kurang.. Ya pemantauan,


orang 1 ruangan. Maksudnya mana yang kurang, mana yang lebih, kan tau..
Tidak tentu kapan dilakukan pemantauan.. Pemantauannya masuk lah dia ke
dalam”. (Petugas Binatu Bagian Mengutip Linen Kotor 1).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa monitoring

yang dilakukan belum optimal karena petugas tidak tahu kapan waktu dilakukannya

monitoring.

Wawancara yang dilakukan pada Petugas Binatu Bagian Mengutip Linen

Kotor 2 tentang pelaksanaan monitoring yang dilakukan di instalasi binatu, dimana

hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Sering.. Komunikasi dia sama atasan. Melihat, begitu saja.. Rasanya kalau
untuk kabid, dia lebih sering kemari memantau.. Macam mana keadaannya,
paling lama setengah jam disini.. Seminggu sekali.. Ya bermanfaatlah, dia
harus mengetahui keadaan itu macam mana. Mulai dari fungsi mesin, dan
keadaan anggotanya..”(Petugas Binatu Bagian Mengutip Linen Kotor 2).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa telah

dilakukan monitoring di instalasi binatumeliputi pemantauan yang dilakukan oleh

Kabid Penunjang Medis mulai dari fungsi mesindan keadaan anggotanya.


Wawancara yang dilakukan pada Petugas Binatu Bagian Mencuci tentang

pelaksanaan monitoring yang dilakukan di instalasibinatu, dimana hasil wawancara

yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Cukup teratur.. Jangka waktunya kadang bisa seminggu sekali, kadang mau,
kadang tidak, ada juga seminggu-seminggu lebih.. Kepala Bagian Penunjang
Medis.. Pengecekan itu biasanya kalau ada masalah baru.. Manfaatnya supaya
lebih terjaga, apa masalah cara kerja.. Supaya dia lebih terkontrol”. (Petugas
Binatu Bagian Mencuci).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa belum

optimal dilakukan monitoring di instalasi binatukarena petugas binatu tidak tahu

kapan dilakukan monitoring.

Wawancara yang dilakukan pada Petugas Binatu Bagian Penyortiran Linen

kotor dan Bersih tentang pelaksanaan monitoring yang dilakukan di instalasi binatu,

dimana hasil wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Sering.. Ya inilah. Ya alat-alat mesinnya itu, selalu dilihat.. Kalau lagi


keadaan orang itu mencuci”. (Petugas Binatu Bagian Penyortiran Linen kotor
dan Bersih).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa telah

dilakukan monitoring di instalasi binatumeliputipemantauan alat-alat dan cara kerja

petugas instalasi binatu.

Wawancara yang dilakukan pada Petugas Binatu Bagian Perlengkapan Linen

tentang pelaksanaan monitoring yang dilakukan di instalasi binatu, dimana hasil

wawancara yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Sering dilakukan pemantauan.. Seperti orang penunjang medis kemari..


Menanyakan apakah sudah bisa dikerjakan apa belum? kalau ada rusak ya
sudah. Kalau perlu dibikin manual, manual kalautidak dikirimkan keluar..
Pemantauan alat-alat seperti mesin cuci, mesinpengering, mesin jahit dibikin
laporanlah sama kepala ruangannya.. Laporkan ke penunjang medis.. Perlu
diterapkan monitoring biar ada peningkatan cara kerjanya.. Manfaat
monitoring untuk keselamatan pegawai sendiri. Kalau perlu diterapkan
pakaian-pakaian, atau perlengkapan supaya jangan terkena penyakit”.
(Petugas Binatu Bagian Perlengkapan Linen).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa telah

dilakukan monitoring di instalasi binatumeliputi pemantauan alat-alat seperti mesin

cuci, mesin pengering, mesin jahit dan pembuatan laporan kepala Instalasi Binatu

yang dilaporkan kebagian penunjang medis.

Wawancara yang dilakukan pada Petugas Binatu Bagian Menjahit tentang

pelaksanaan monitoring yang dilakukan di instalasi binatu, dimana hasil wawancara

yang dilakukan adalah sebagai berikut:

“Kalau seperti pak khaidir itu, ya kalau pagi dia keliling. Karena kalau pagi
itu biasanya orang pun pada belum kerja semua ya sekedar liat-liat. Dilihatnya
banyak mesin rusak apa tidak.. Seminggu sekali kadang ada,tidak tentu juga..
Kalau kami yang merasa kami mesin jahit kami tidak enak, kami lapor. Nanti
datang tukang. Seperti mesin cuci seperti itu. Tidak ada istilahnyasetiap
seminggu sekali di service, tidak ada.. Istilahnya kalau memang ada
kerusakan baru melapor.. Manfaat monitoring ya banyak. Kalau namanya kita
dikontrol itu pasti kita kan kerjanya pun lebih bagus. Selama ini kuranglah
memang tidak istilahnya hanya kepala ruangan sajalah yang mengontrol kami,
kalau dari atasan-atasan kurang.. Ya perlu juga dilakukan pengontrolan.
Istilahnya namanya atasan kan perlu juga tahu. Umpamanya langsung melihat
bagaimana kondisinya. Apa keluhan kami? Seharusnya dia Tanya”. (Petugas
Binatu Bagian Menjahit).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sumber informasi bahwa telah

dilakukan monitoring di instalasi binatumeliputipengawasan yang dilakukan oleh

atasan di instalasi binatu. Seperti yang dilakukan oleh Kabid Penunjang Medis seperti

pemantauan pada mesin yang dilakukan seminggu sekali atau lebih dari seminggu.
Dari hasil wawancara pada seluruh sumber informasi bahwa monitoring

diinstalasi binatupada umumnya belum dilakukan dengan baik dan optimal.Beberapa

petugas di instalasi binatu mengatakan bahwa tidak tahu kapan dilakukannya

monitoring, sedangkan beberapa petugas mengatakan seminggu sekali. Jadi

monitoring yang dilakukan diinstalasi binatu belum optimal. Beberapa petugas

mengatakan bahwa monitoring yang dilakukan meliputi bagaimana cara petugas di

instalasi binatu melakukan pekerjaannya, bagaimana cara mencuci dan pemantauan

terhadap masalah-masalah yang ada seperti kerusakan pada alat-alat atau mesin.

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Tata Laksana di Instalasi Binatu Rumah Sakit Umum Haji Medan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tata laksana yang ada di

instalasi binatuRumah Sakit Umum Haji Medan belum dilaksanakan secara optimal.

Sesuai dengan KeputusanMenteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan Rumah Sakit,

pada saat dilakukannya observasi, maka hasil yang diperoleh bahwa ada beberapa

yang belum dilakukan dan tidak memenuhi standar yaitu penyediaan ruangan yang
terpisah untuk tempat pencucian linen infeksius dan non infeksius dan penyediaan

ruangan berbeda untuk masing-masing kegiatan pencucian sesuai dengan

kegunaannya. Sehingga tata laksana di ruang instalasi binatu berdasarkan hasil

observasi masih belum memenuhi standar yang telah ditetapkantentang persyaratan

kesehatan lingkungan Rumah Sakit.

Sedangkan untuk hasil wawancara yang dilakukan pada Kabid Penunjang

Medis dan Kepala Instalasi binatu sudah mengetahui apa penjelasan dari tata laksana

tersebut. Walaupun hasil wawancara tidak sama dengan hasil observasi yang

dilakukan. Sedangkan untuk para petugas di instalasi binatu itu sendiri sudah

melakukan pekrejaannya sesuai dengan aturan yang dibuat walaupun tata laksana

yang ada di Rumah Sakit Umum Haji Medan belum sesuai dengan keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang

persyaratan kesehatan lingkungan Rumah Sakit.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh 111
Felix Kasim dan Aurelia Maria Liliweri tahun 2009 tentang tinjauan
tatalaksana pelayanan kesehatan melalui sistim asuransi kesehatan di
RSUD Prof.Dr.WZ. Johannes Kupang,bagaimana
pegawaiadministrasi Askes RS bisa melayanipeserta Askes dengan
cepat dan tepat sesuaiprosedur. Perlu ditingkatkan mengenai
sosialisasi penggunaan kartu Askes, menjelaskan prosedur
kepemilikan Askes dan alurpelayanan yang harus dimengerti oleh
tiap peserta Askes (Felix Kasim dan Aurelia Maria Liliweri, 2009).

Hasil penelitian Felix Kasim dan Aurelia Maria Liliweripada tahun 2009

mengatakan bahwa perlu ditingkatkan sosialisasi tentang tata laksana dan alur

pelayanan. Karena sosialisasi yang ada dirumah sakit tersebut masih kurang terlihat

dari tata laksana pasien yang berobat menggunakan Askes sehingga alur pelayanan
pasien Askes menjadi terganggu. Sama juga dengan tata laksana yang ada di instlasi

binatuRumah Sakit Umum Haji Medan, tatalaksana yang ada di instlasi binatu belum

sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Hasil yang didapat dari wawancara

tersebut tentang tata laksana yang ada di instalasi binatu meliputi peraturan yang

menghimbau agar para petugas di instalasi binatu bekerja sesuai dengan SOP yang

sudah dibuat, mematuhi peraturan dengan bekerja menggunakan APD, serta disiplin

kerja dengan masuk kerja tepat waktu. Sedangkan menurut keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang

persyaratan kesehatan lingkungan Rumah Sakit yang dimaksud dengan tata laksana

membahas tentang pemisahan ruang pencucian, penempatan dan kelengkapan alat

binatu dan ketersediaan tempat pembuangan air limbah. Untuk itu diperlukan

sosialisasi kepada Kabid penunjang Medis, Kepala Instalasi Binatu dan petugas

instalasi binatu itu sendiri tentang penjelasan yang lebih mendalam tentang tata

laksana instalasi binatu sesuai dengan persyaratan kesehatan lingkungan Rumah

Sakit.

5.2. Alur Kegiatan di Instalasi Binatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan

Linen kotor merupakan sumber kontaminasi penting di rumah sakit. Penanganan

linen rutin waktu membersihkan tempat tidur, pengangkutan linen sepanjang koridor dan

ruang-ruang di rumah sakit dapat menebarkan mikroba ke seluruh bagian rumah sakit.

Ditempat pencucian penumpukan linen kotor akan menimbulkan gangguan kesehatan

kepada para pekerja binatu dan dapat mengotori linen bersih (Depkes, 2002).
Binaturumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana

penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan desinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering,

meja dan mesin setrika. Diketahui bahwa Rumah Sakit Umum Haji Medan sudah memiliki

sarana binatusendiri artinya dalam pengelolaan linen tidak bekerja sama dengan pihak

ketiga (Kemenkes, 2010).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010 tentang

pedoman teknis sarana dan prasarana rumah sakit kelas B, kegiatan pencucian linen terdiri

dari pengumpulan, penerimaan, pencucian, pengeringan, penyetrikaan, penyimpanan,

distribusi dan pengangkutan.Kegiatan pencucian linen di Rumah Sakit Umum Haji Medan

tentang proses di instalasi binatu untuk kegiatan pencucian linen masih ada beberapa yang

dilakukan belum memenuhi standar yang telah ditetapkanMenteri Kesehatan Republik

Indonesia tahun 2010 tentang pedoman teknis sarana dan prasarana rumah sakit kelas B.

Seperti proses penimbangan sebelum melakukan pencucian linen dimana pada awal

pencucian tidak dilakukan penimbangan linen. Untuk proses penyimpanan, linen yang

disimpan dilemari linen tidak tertutup dan penyimpanan linen berada diruangan yang sama

dengan tempat proses pencucian linen. Kemudian untuk proses pengangkutan linen,

menggunakan trolley yang sama dan tidak tertutup untuk mengangkut antara linen bersih

dan linen kotor, trolley dicuci ketika terlihat noda darah. Hasil observasi tersebut terlihat

bahwamasih ada beberapa prosedur pencucian linen yang belum memenuhi standar yang

ditetapkan. Sedangkan untuk proses pengeringan dan penyetrikaan karena mesin uap

(steam boiler) rusak, jadi proses pengeringan dilakukan dengan manual dan untuk
penyetrikaan tidak dilakukan sama sekalidikarenakan linen yang banyak dan tidak

memungkinkan untuk melakukan penyetrikaan secara manual.

Untuk hasil wawancara yang dilakukan diketahui bahwa alur kegiatan yang

ada di instalasi binatu untuk Kabid Penunjang Medis dan Kepala Instalasi binatu

sudah mengetahui dengan benar. Begitu juga dengan petugas instalasi binatu,

walaupun ada sebagian petugas yang mengabaikan beberapa alur kegiatan pencucian

linen.

Hasil wawancara tersebut didapatkan bahwa proses pencucian linen dimulai

dari pengutipan linen dari tiap ruangan, setelah linen dikutip baru dilakukan

penyortiran linen pada noda berat dan noda ringan. Lau linen dimasukkan ke dalam

mesin pencuci dan menambhakan air dan detergen. Untuk perendaman noda ringan

dilakukan paling lama 15 menit dan noda berat paling lama sekitar 45 menit untuk

merendamkan. Untuk pencuican noda ringan dicuci paling lama 30- 45 menit dan

noda berat bisa sampai berjam-jam. Untuk pembilasan dilakukan 3 kali. Air pertama

dimasukkan untuk dilakukan perendaman sekitar beberapa menit, air rendaman kedua

dimasukkan deterjen ke dalamnya selama i jam paling cepat, dan air rendaman ketiga

dimasukkan pewangi.

Untuk mesin cuci yang besar paling lama 2 jam mencuci. Untuk mesin cuci

kecil untuk mencuci noda ringan paling cepat setangah jam. Untuk softener

ditambahkan pada pembilasan terakhir. Setelah di cuci linen tersebut dikeringkan,


setelah linen tersebut di gosokdan dilipat. Setelah dilipat baru linen dipisahkan dan

diletakkan dilaci bagian-bagiannya. Dan dilinen ada tanda atau nama-nama ruangan.

Setelah itu pembantu perawat datang dan mengambil linen bersih dan dihitung.

Dari hasil wawancara diketahui bahwa saat ini untuk proses pengeringan dan

penyetrikaan masih dilakukan manual dikarenakan mesin uap (steam boiler) sedang

mengalami kerusakan. Beberapa informan mengatakan bahwa pekerjaan menjadi

terhambat karena mesin uap (steam boiler) yang rusak, jelas semua pekerjaan yang di

lakukan menjadi tidak optimal. Mesin pengering dan mesin setrika membutuhkan mesin uap

(steam boiler) untuk bekerja. Sehingga ketika mesin uap (steam boiler) tersebut rusak maka

pekerjaan pengeringan linen dan penyetrikaan linen dilakukan secara manual. Yaitu

pengeringan linen dilakukan dengan menggunakan bantuan sinar matahari, sedangkan

untuk penyetrikaan sendiri tidak dilakukan oleh petugas karena banyaknya linen yang ada

dan tidak memungkinkan apabila dikerjakan dengan menggunakan setrika biasa.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh


Indiati, et.al tahun 2012 tentang proses pelayanan operasi di RS Al
Huda Banyuwangi, Jawa Timur dimana alur proses dan subproses
pelayanan pasienoperasi RS sudah sesuaistandar WHO, akan tetapi
tidak dilakukan pengecekan ulangsecara verbal maupun kelengkapan
dokumen hampir setiap aktivitas. Terdapat beberapa aktivitas
yangtidak dilakukan atau dilakukan dengan tidak
lengkapmenimbulkan risiko potensial kegagalan. Penyebab
terjadinya potensirisiko adalah komunikasi searah (Indiati, et.al,
2012).

Hasil penelitian Indiati, et.al, 2012 mengatakan bahwa bahwa alur proses

yang ada pada rumah sakit sudah sesuai dengan standar dari WHO. Tetapi terdapat

beberapa tindakan yang tidak dilakukan oleh petugas, sehingga menimbulkan resiko
kegagalan dalam suatu tindakan karena adanya komunikasi searah antar perawat.

Begitu juga petugas yang ada di instalasi binatu, dimana dari hasil wawancara yang

dilakukan diketahui bahwa petugas binatu sudah mengetahui dengan benar proses

pencucian linen. Bagaimana alur kegiatan dan tahapan dalam pencucian linen, tetapi

ada beberapa yang mengabaikan prosedur dari pencucian linen tersebut. Sehingga

proses alur kegiatan yang ada diinstalasi binatu belum berjalan secara optimal.

Sehingga perlu pengarahan dari Kepala Instalasi Binatu kepada para petugas binatu

agar mematuhi setiap alur kegiatan pencucian linen.

5.3. Standart Operating Procedure (SOP) di Instalasi Binatu pada Rumah Sakit
Umum Haji Medan

Di Rumah Sakit Umum Haji Medan telah memiliki sarana binatusendiri artinya

dalam pengelolaan linen tidak bekerja sama dengan pihak ketiga. Berdasarkan wawancara

yang dilakukan di bagianbinatu, ditemukan permasalahan yaitu ada beberapa petugas yang

mengabaikan SOP pencucian linen binatu. Seharusnya petugas mematuhi SOP yang ada di

Rumah Sakit Umum Haji Medan yang mengatur tentang proses pencucian linen yang baik

dan benar. Jika petugas tidak mematuhi SOP maka akan menyebabkan penyebaran penyakit,

khususnya pada linen kotor dan infeksius. Sedangkan untuk petugas di instalasi binatu itu

sendiri ada yang sudah mengetahui penjelasan dan SOP dan ada yang belum mengetahui

sama sekali SOP yang di buat di instalasi binatu. Kesimpulan yang didapat bahwa SOP yang

ada di Rumah Sakit Umum Haji Medan belum dilakukan secara optimal karena masih ada

beberapa petugas yang mengabaikan SOP pencucian linen dan tidak memenuhi standar SOP

yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit Umum Haji Medan.


Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nugraheni dan Mulasarari tahun 2013 tentang analisis tingkat
kepatuhan petugas terhadap SOP pencucian linen laundrydi RS X di
Yogyakarta dimana hasil observasi ditemukan ada beberapa petugas
yang mengabaikan SOP pencucian linen. Hasil penelitian diperoleh
proses pencucian linen sudah sesuai dengan SOP pencucian, petugas
patuh terhadap SOP pencucian linen kotor ringan dan kotor berat,
namun ada beberapa petugas tidak patuh terhadap SOP pencucian
linen infeksius (Nugraheni dan Mulasarari, 2013).

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Sara Hasianna Marbun


tahun 2013 tentang peran gaya kepemimpinan terhadap lingkungan
pengendalian dalam struktur dan pelaksanaan SOP di RS X di
Surabaya didapatkan masalah kualitas RS disebabkan dari SOP yang
tidak berjalan dengan tepat, baik dalam penyusunan SOP atau
penerapannya. SOP tidak dapat berjalan baik tanpa adanya suatu
pengendalian dilingkungan sekitarnya dan dengan adanya suatu
pengendalian SOP tersebut akan menjadi efektif bagi organisasi dan
agar efektif dilakukan dengan cara supervisi dan evaluasi yang
dilakukan pemimpinnya (Sara Hasianna Marbun, 2013).

Hasil penelitian Nugraheni dan Mulasarari pada tahun 2013 dan Sara

Hasianna Marbun pada tahun 2013 didapatkan hasil bahwa rumah sakit wajib

menerapkan SOP yang ada dan dilaksanakan oleh semua pekerja yang ada di Rumah

Sakit. Jika petugas tidak mematuhi SOP yang ada maka akan mudah terkena

penyebaran penyakit. Dan SOP wajib diterapkan karena memengaruhi keberhasilan

Rumah Sakit, dimana dalam pelaksanaannya SOP sangat dipengaruhi oleh pemimpin

sehingga bawahan mengikuti SOP yang telah dibuat. Begitu juga dengan SOP yang

ada di instalasi binatuRumah Sakit Umum Haji Medan dimana hanya ada beberapa

prosedur yang sudah sesuai dengan SOP pencucian yang sudah ada di instalasi

binatudan masih ada beberapa petugas yang mengabaikan SOP pencucian linen di

instalsi binatu. Sehingga pelaksanaan kegiatan pencucian linen belum dilakukan


secara optimal dari segi kepatuhan petugas terhadap SOP dan petugas binatu tersebut

berpotensi terkena penyakit. Untuk itu setiap kegiatan yang dilakukan harus sesuai

dengan SOP yang ada agar menghindarkan pekerja dari potensi tertularnya penyakit.

Dan hal ini sangat dipengaruhi oleh peran seorang pemimpin dalam

mengkomunikasikan dan menjelaskan kepada bawahannya untuk melakukan

pekerjaan sesuai dengan SOP yang telah dibuat dimana hal ini sangat memengaruhi

keberhasilan dari Rumah Sakit.

5.4. Alat Pelindung Diri (APD) di Instalasi Binatu Rumah Sakit Umum Haji
Medan

APD adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh pekerja apabila

berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya. Semua tempat yang dipergunakan untuk

menyimpan, memproses dan membuang limbah bahan kimia dapat dikategorikan sebagai

tempat kerja yang berbahaya (Cahyono, 2004).

Pengertian APD menurut Budiono (2006) adalah seperangkat alat yang digunakan

tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya/

kecelakaan kerja. APD tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubuhnya, tetapi akan

dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi.

Berbasis pada Kepmenkes No.432/Menkes/SK/IV/2007 tentang manajemen

K3 di Rumah Sakit, salah satu perencanaan dalam manajemen K3 Rumah Sakit

adalah pengendalian faktor risiko. Dilaksanakan melalui 4 tingkatan pengendalian


risiko yaitu menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana/

peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah atau tidak ada (engineering/

rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi (APP).

Apabila beberapa alternatif pengendalian (secara teknik dan administratif)

mempunyai beberapa kendala, pilihan lain untuk melengkapi tenaga kerja dengan APD

menjadi suatu keharusan. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja, khususnya pasal 9, 12, dan 14, yang mengatur penyediaan dan

penggunaan APD di tempat kerja, baik bagi pengusaha maupun bagi tenaga kerja (Budiono,

2006).

Salah satu perundang-undangan yang menyangkut penggunaan APD adalah UU

No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja antara lain :

1. Kewajiban pengurus untuk menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja

baru tentang: semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam

tempat kerja (pasal 9, ayat 1 b), alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang

bersangkutan (pasal 9, ayat 1 c).

2. Kewajiban memasuki tempat kerja, untuk siapa pun wajib mentaati semua petunjuk

keselamatan kerja dan memakai APD yang diwajibkan (pasal 13).

3. Kewajiban pengurus untuk menyediakan secara cuma-cuma, semua APD yang

diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi

setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut (pasal 14, ayat c).

Menurut Ridley (2008), operator yang menggunakan APD harus memperoleh

informasi tentang bahaya yang dihadapi, instruksi tentang tindakan pencegahan yang
perlu di ambil, pelatihan tentang penggunaan peralatan dengan benar, konsultasi dan

diizinkan memilih APD yang tergantung pada kecocokannya, pelatihan cara

memelihara dan menyimpan APD dengan rapi, instruksi agar melaporkan setiap

kecacatan atau kerusakan.

Selain itu APD harus disediakan secara gratis, diberikan satu persatu, hanya

digunakan sesuai peruntukkannya, dijaga dalam kondisi baik, diperbaiki atau diganti jika

mengalami kerusakan dan disimpan di tempat yang sesuai jika tidak digunakan. Dalam

penggunaan APD sebagai sarana pengendali risiko, organisasi sebaiknya melakukan evaluasi

secara mendalam terhadap peralatan yang digunakan dalam mengurangi risiko. Penggunaan

APD tetap membutuhkan pelatihan atau instruksi kerja bagi karyawan yang

menggunakannya termasuk pemeliharannya. Karyawan harus mengerti bahwa penggunaan

APD tidak akan menghilangkan bahaya yang terjadi. Jadi bahaya akan tetap terjadi jika ada

kecelakaan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Kabid Penunjang Medis

dan Kepala Instalasi binatutentang APD maka Kabid Penunjang Medis dan Kepala

Instalasi binatusudah mengetahui penjelasan tentang APD, apa-apa saja jenis APD,

serta manfaat APD itu sendiri. Sedangkan untuk petugas di instalasi binatu sudah

mengetahui penjelasan dari APD, jenis-jenis APD yang digunakan di isntalasi binatu

dan mengetahui manfaat dari APD.


Untuk jenis APD di rumah sakit pada bagian binatu APD yang digunakan

antara lain masker, earmuff, sarung tangan dan sepatu boot. Tetapi pihak Rumah

Sakit Umum Haji Medan belum maksimal dalam menyediakan APD. APD yang

disediakan diinstalasi binatu hanya berupa sepatu boot, tapi petugas binatujarang

menggunakannya pada saat bekerja. Sedangkan untuk masker, sarung tangan dan

earmuffbelum disediakan oleh pihak instalasi binatu. Untuk APD masker dan sarung

tangan sering digunakan oleh petugas binatu dan APD tersebut diminta pada bagian

medis dan diganti seminggu sekali. Pengadaan APD yang belum ada diintalasi binatu

dikarenakan pihak instlasi binatu menunggu anggaran dari pihak Rumah Sakit untuk

mengabulkan persetujuan dalam pengadaan APD.

Sedangkan untuk earmuff sendiri belum digunakan oleh petugas binatu

dikarenakan petugas memang tidak mengunakan APD telinga. Untuk manfaatnya

sendiri, baik dari Kabid Penunjang Medis dan Kepala Instalasi binatu dan petugas di

instalasi binatu sudah mengetahui apa saja manfaatnya. Antara lain untuk mengurangi

dan menghindari penyakit akibat kerja atau kecelakaan kerja yang bisa saja terjadi

pada pekerja, untuk mencegah penyakit terhadap diri sendiri dan tidak menyebar pada

orang lain dan untuk keamanan diri sendiri.

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anisa Imadul Bilad,
et.al. tahun 2013 tentang analisis risiko keselamatan dan kesehatan kerja pada
instalasi laundry RSUD kota Semarang didapatkan bahwa RS mempunyai
risiko penularan penyakit infeksi dan juga terdapat beberapa risiko bahaya
yang memengaruhi kondisi RS, salah satunya di instalasi laundry. Hanya
sebagian petugas laundry yang memakai APD berupa masker dan topi dan
dari hasil wawancara terdapat petugas laundry yang mengalami kecelakaan
kerja pada saat bekerja (Anisa Imadul Bilad, et.al. 2013).
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Sriwahyudi, et.al. 2014 tentang
hubungan kebisingan dengan keluhan kesehatan non pendengaran pada
pekerja instalasi laundry RS kota Makassar. Dari hasil penelitian didapat
bahwa semua pekerja pada instalasi laundrytidak ada satupun yang memakai
APTsehingga terpapar kebisingan.Penelitian ini menyarankan kepada pihak
rumah sakit menyediakan ruang kontrol sehingga pekerja bisa beristirahat
agar tidak terus menerus terpapar kebisingan dan menyediakan APT untuk
pekerja laundry (Sriwahyudi, et.al. 2014).

Hasil penelitian Anisa Imadul Bilad, et.al pada tahun 2013 dan Sriwahyudi

et.al. pada tahun 2014 tersebut didapatkan bahwa penggunaan APD itu sangat penting

terutama untuk mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan mengurangi

potensi terkena penyakit. Sama seperti petugas binatu di Rumah Sakit Umum Haji

Medan dimana hanya sebagian petugas yang menggunakan APD. Dan APD yang

digunakan hanya masker, sarung tangan dan sepatu boot. APD sepatu boot berasal

dari instalasi binatu sedangkan APD masker dan sarung tangan tidak berasal dari

instalasi binatu melainkan meminta ke ruangan medis karena bagian instalasi binatu

belum menyediakan APD untuk petugas binatu dikarenakan masih dalam tahap

pengajuan untuk meminta APD kepada pihak Rumah Sakit Umum Haji Medan.

Untuk itu penggunaan APD di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji

Medan belum dilakukan secara optimal baik dari segi jumlah maupun penyediaannya

karena masih belum lengkap tersedianya APD di instalasi binatu.

5.5. Monitoring di Instalasi Binatu Rumah Sakit Umum Haji Medan

Monitoring merupakan suatu pemantauan yang dilakukan untuk melihat sampai

sejauh mana suatu kegiatan itu dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian pada Rumah Sakit

Umum Haji Medan di instalasi binatu didapatkan bahwa monitoring yang dilakukan meliputi
kegiatan diinstalasi binatudan alat-alat yang digunakan untuk mencuci linen. Pelaksanaan

monitoring dilakukan oleh Kabid Penunjang Medis dan Kepala Instalasi Binatu.

Menurut Koenarjo (1991) mengemukakan bahwa monitoring adalah usaha secara

terus menerus untuk memahami perkembangan bidang-bidang tertentu dari pelaksanaan

tugas atau proyek yang sedang dilaksanakan. Ada dua jenis teknik monitoring yaitu on

deskdengan mencermati laporan-laporan perkembangan dan on site dengan cara turun

kelapangan memeriksa secara langsung. Cara ketiga adalah melakukan keduanya, yaitu on

site dan on desk(Badjuri, 2002).

Menurut Nugroho (2012) ada beberapa tehnik monitoring, yaitu :

1. On Desk yaitu dengan memahami laporan-laporan perkembangan dan memanfaatkan

metode triangulasi, baik triangulasi data maupun triangulasi teori

2. On Site yaitu dengan cara turun ke lapangan memeriksa secara langsung

3. Gabungan On site dan On Desk

4. Memanfaatkan ahli melalui model Delphi ataupun diskusi kelompok terfokus.

Tujuan monitoring itu sendiri untuk memastikan pelaksanaan tidak menyimpang


109

dari perencanaan dan penting untuk memastikan jika terjadi penyimpangan dalam

pelaksanaan (Nugroho, 2012).

Dalam pelaksanaannya monitoring yang dilakukan diinstalasi binatu dilakukan

dengan cara turun kelapangan untuk memeriksa secara langsung pelaksanaan kegiatan

diinstalasi binatu dan memeriksa alat-alat diruang instalasi binatu tersebut. Monitoring yang

dilakukan secara terus menerus untuk memahami pelaksanaan kegiatan tertentu dari tugas

yang sedang dilaksanakan. Monitoring yang dilakukan untuk tujuan mengetahui


pelaksanaan kegiatan di instalasi binatu apakah pekerjaan yang dilakukan sudah sesuai

dengan SOP yang dibuat, kemudian untuk melihat sejauh mana kendala atau pun masalah

yang terjadi di instalasi binatu, kemudian untuk mengetahui kepatuhan para petugas di

instalasi binatu terhadap SOP dan pemakaian APD.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh


Salikunna dan Towidjojo tahun 2011 tentang penerapan SMK3 di RS
Bersalin Pertiwi Makassar tentang monitoring dan evaluasi yang dilakukan
bahwa hanya sebagian karyawan yang menyatakan perusahaan belum
melakukan tahapan monitoring dan evaluasi, dan sebagian karyawan
menyatakan sudah. Ini terjadi karena kurangnya sosialisasi mengenai
monitoring dan evaluasi kepada karyawan dan karena keterbatasan tenaga
manajemen rumah sakit (Salikunna dan Towidjojo, 2011).

Hasil penelitian lain yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan


oleh Novie E. Mauliku tahun 2008 di RS Immanuel Bandung tentang
penerapan SMK3 RS tentang pelaksanaan monitoring yaitu belum
optimalnya dilakukan monitoring karena masih dilakukannya upaya
untuk penekanan angka insiden akibat kecelakaan kerja dan
menindaklanjuti karyawan yang mengalami kecelakan akibat kerja
(Novie E. Mauliku, 2008).

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.432/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja

di Rumah Sakit, pada dasarnya monitoring dan evaluasi K3 di rumah sakit adalah

salah satu fungsi manajemen K3 rumah sakit berupa suatu langkah yang diambil

untuk mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3 rumah sakit

itu berjalan dan mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu

kegiatan K3 rumah sakit dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.


Hasil penelitian Salikuna pada tahun 2011 mengatakan bahwa dikarenakan

rendahnya sosialisasi mengenai monitoring dan evaluasi kepada karyawan dan karena

keterbatasan tenaga manajemen rumah sakit sehingga monitoring yang dilakukan

belum optimal. Sedangkan Hasil penelitian Novie E. Mauliku pada tahun 2008

dikarenakan monitoring belum dilakukan dengan optimal karena masih tinggi angka

kecelakaan kerja. Hasilnya pada kedua Rumah Sakit tersebut menunjukkan

pelaksanaan monitoring belum secara optimal dilakukan.

Begitu juga dengan monitoring yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Haji

Medan belum dilakukan secara optimal dikarenakan masih ada sebagian petugas yang

mengatakan bahwa tidak tahu kapan waktu dilakukannya monitoring tersebut oleh

atasan. Selain itu monitoring yang dilakukan hanya sebatas monitoring saja tanpa

melakukan pencatatan dan pelaporan K3 pada kegiatan diinstalasi binatu.

Pelaksanaan program K3 seperti pemeriksaan kesehatan petugas secara berkala,

pengukuran kepada lingkungan kerja seperti panas, bising, getaran belum dilakukan.

Untuk itu diperlukan sosialisasi dari pihak atasan untuk penjelasan terhadap

monitoring.
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitianyang dilakukan diinstalasi binatu pada Rumah Sakit

Umum Haji Medan dapat diambil beberapa kesimpulan dan saran.

6.1. Kesimpulan

1. Tata laksana yang dilakukan di instalasi binatu belum sesuai dengan standar

tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit yaitu :

a. Instalasi binatu Rumah Sakit Umum Haji Medan belum menyediakan ruangan

terpisah untuk tempat pencucian linen infeksius dan non infeksius.


b. Instalasi binatu Rumah Sakit Umum Haji Medanbelum menyediakan ruangan

berbeda untuk masing-masing kegiatan pencucian sesuai dengan kegunaannya.

2. Alur kegiatan diinstalasi binatu belum berjalan secara optimal karena beberapa

petugas binatu yaitu tiga dari sembilan orang petugas masih mengabaikan

prosedur pencucian linen dan adanya kerusakan pada steam boiler.

3. Proses pencucian linen belum berjalan dengan optimal karena empat dari

sembilan orang petugas binatu tidak melaksanakan kegiatan pencucian linen

sesuai dengan SOP diinstalasi binatu.

4. Belum maksimal dalam menyediakan APD baik dari segi jumlah maupun

penyediaannya di ruang instalasi binatu.

a. APD yang digunakan diinstalasi binatu seperti masker, sarung tangan dan

sepatu boot.

b. APD masker dan sarung tangan tidak berasal dari instalasi binatu melainkan

petugas binatu meminta dari ruangan medis karena bagian instalasi binatu

belum menyediakan APD masker dan sarung tangan untuk petugas binatu.

c. APD sepatu bootnhanya dipakai dua dari sembilan orang yang memakainya

saat pencucian linen.

5. Monitoring yang dilakukan diinstalasi binatubelum optimal karena

tidakmelakukan pencatatan dan pelaporan K3.

6.2. SARAN
1. Wadir Penunjang Medis dan Pendidikan perlumemberi sosialisasi yang kepada

Kabid penunjang Medis, Kepala Instalasi Binatu dan petugas instalasi binatu

tentang tata laksana instalasi binatusesuai standar yang telah ditetapkantentang

persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit.

2. Kepala instalasi binatu perlu memberi pengarahan kepada petugas binatuuntuk

mematuhi setiap alur kegiatan pencucian linen agar mengurangi resiko dari

penyakit akibat kerja (PAK) berupa penularan penyakit.

3. Kepala instalasi binatu perlu mengkomunikasikan dan mensosialisasikan SOP

kepada petugas binatuuntukmengadakan perbaikan atas ketidaksesuaian

tindakan-tindakan pekerja yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dengan

memberikan pelatihan dan bimbingan kepada petugas binatu serta meningkatkan

pengawasan terhadap petugas binatu agar bekerja berdasarkan SOP yang telah

ditetapkan di instalasi binatu.

4. Pihak Rumah Sakit perlu melakukan penyuluhan yang dilakukan oleh Kabid

Penunjang Medis kepada Kepala Instalasi Binatu tentang penyediaan APD yang

lengkap dan kepada petugas binatu terhadap pentingnya penggunaan APD.

5. Disarankan kepada Kabid Penunjang Medis agar melaksanakan monitoring

diinstalasi binatu disertakan dengan pencatatan dan pelaporan K3 Rumah Sakit.


DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y. 2006.Administrasi Rumah Sakit. UI Press. Jakarta.

Aditama, T.Y. dan Hastuti, T. 2010. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Kumpulan
Makalah Seminar K3 RS Persahabatan. UI-Press.Jakarta.

Badjuri, A. 2002. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta.

Bilad, A.I, et.al. 2013. Analisis Risiko Keselamatan dan kesehatan kerja pada
InstalasiLaundry RSUD Kota Semarang Tahun 2013. Jurnal Fakultas
Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro. Diakses pada tanggal 10 Februari
2015 pada https://eprints.dinus.ac.id.
Budiono, et.al. 2009. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Universitas Dipenegoro.
Semarang.

Budiono, H. 2006. Keselamatan dan Pencegahan Kecelakaan Kerja. Kumpulan


Makalah Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan.
Dinas Petugas dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Cahyono, A.B. 2004. Keselamatan Kerja Bahan Kimia Di Industri. Universitas


Gadjah Mada. Yogyakarta.

Creswell, J.W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan


Mixed. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Depkes RI. 2002. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit Di Indonesia. Direktorat Jenderal
PPM dan PL dan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Jakarta.

_________. 2004. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Direktorat


Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.
Jakarta.

_________. 2009. Undang-undang Republik Indonesia No 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit. Jakarta.

Emzir. 2011. Analisa Data : Metodologi Penelitian Kualitatif. Rajawali Pers. Jakarta.

Indiati, et.al. 2012. Proses Pelayanan Operasi Di Rumah Sakit. Jurnal Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, Malang,
Jawa Timur, Vol.15 No.4. Diakses pada tanggal 20 Juni 2015 pada
https://jurnal.ugm.ac.id. 130

Insani, I. 2010.Makalah Kebijakan Standar Operasional Prosedur Administrasi


Pemerintahan di Indonesia. Diakses tanggal 18 maret 2015 dari
https://id.scribd.com.

Karisma, N. 2014. Pengantar Standar Operasional Prosedur. Diakses pada tanggal 18


Maret 2015 dari https://www.academia.

Kasim, F. dan Liliweri, A. M. 2010. Tinjauan Tata Laksana Pelayanan Kesehatan


Melalui Sistim Asuransi Kesehatan Di RSUD PROF. Dr. WZ.
Johannes.Kupang Tahun 2009. Bagian Ilmu Kesehatan Masyrakat, Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung, Vol.13 No.2. Diakses
pada tanggal 20 Juni 2015 padahttps://repository.maranatha.edu.

Kemenkes RI. 2010. Pedoman Teknis Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B.
Pusat Sarana, Prasarana dan Peralatan Kesehatan. Jakarta.

Kepmenkes RI. 2007. Pedoman Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3)
Di Rumah Sakit. Jakarta.

Kepmenkes RI. 2010. Standar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah
Sakit. Jakarta.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. 1970. Undang-undang Tentang


Keselamatan Kerja. Jakarta.

Kurniawidjaja,L. M. 2010. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. UI-Press. Jakarta.

Marbun, S. H. 2013. Peran Gaya Kepemimpinan Terhadap Lingkungan Pengendalian


Dalam Struktur Dan Pelaksanaan Standard Operating Procedure (SOP) Di
Rumah Sakit.Bagian Akutansi, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas
Surabaya,Vol.2 No.2. Diakses pada tanggal 20 Juni 2015 pada
https://journal.ubaya.ac.id.

Mauliku, N. E. 2008. Kajian Analisis Penerapan Sistim Manajemen K3RS DiRumah


Sakit Immanuel Bandung. Stikes A. Yani Cimahi. Diakses pada tanggal 10
Februari 2015 pada https://stikesayani.ac.id.

Miles, M.B. dan Huberman, A.M. 2009. Analisis Data Kualitatif. UI-Press. Jakarta.

Moerdiyanto. 2015. Teknik Monitoring Dan Evaluasi (Monev) Dalam Rangka


Memperoleh Informasi Untuk Pengambilan Keputusan Manajemen. Diakses
tanggal 14 April 2015.

Nugraheni, E. dan Mulasari, S. A. 2013. Analisis Tingkat Kepatuhan Petugas Linen


Laundry Terhadap SOP Pencucian Linen Laundry Di Rumah Sakit X DI
Yogyakarta Tahun 2013. Jurnal Fakultas Kesehatan, Vol.9 No.2. Diakses pada
tanggal 10 Februari 2015 pada https://respati.ac.id.

Nugroho, R. 2012. Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan, Manajemen Kebijakan.


Edisi 4. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Permenakertrans RI. 2010. Alat Pelindung Diri. Jakarta.


Purwanto, E. A. dan Sulistyastuti, D. R. 2012. Implementasi Kebijakan Publik. Gava
Media. Yogyakarta.

Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka. Jakarta.

Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS


18001. Dian Rakyat. Jakarta.

Ridley, J. 2008. Ikhtisar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja. Edisi Ketiga. Penerbit
Erlangga. Jakarta.

Rijanto, B.B. 2010. Pedoman Praktis Keselamatan,Kesehatan Kerja Dan Lingkungan


Industri Kontruksi (K3L). Mitra Wacana Media. Jakarta.

_________. 2011. Pedoman Pencegahan Kecelakaan Di Industri. Edisi pertama.Mitra


Wacana Media. Jakarta.

Salikunna, N. A. dan Towidjojo, V.D. 2011. Penerapan Sistem Manajemen


Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit Bersalin Pertiwi Makassar
Tahun 2011.Jurnal Prodi Pendidikan Dokter Fakultas MIPA Universitas
Tadulako, Sulawesi Tengah, Vol.5 No.1. Diakses pada tanggal 6 Juni 2015
pada https://jurnal.untad.ac.id.

Santoso, P. 2010. Modul Pembelajaran Analisis Kebijakan Publik. JPP. Yogyakarta.

Sriwahyudi, et.al. 2014. Hubungan Kebisingan Dengan Keluhan Kesehatan Non


Pendengaran Pada Pekerja Instalasi Laundry Rumah Sakit Kota Makassar.
Jurnal Kesehatan Dan Keselamatan Kerja, FKM, Universitas Hasanuddin,
Makasar, Diakses pada tanggal 20 Juni 2015 pada
https://repository.unhas.ac.id.

Suardi, R. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Penerbit


PPM. Jakarta.

Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


dan R&D. Penerbit Alfabeta. Bandung.
Suma’mur, P. K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. CV. Sagung Seto.
Jakarta.

Sutanto, H. 2014. Analisis Implementasi Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Umum


Deli Medan : Universitas Sumatera Utara. Medan.

Lampiran 1

PEDOMAN WAWANCARA

MONITORING IMPLEMENTASI MANAJEMEN KESELAMATAN DAN


KESEHATAN KERJA (K3)DI INSTALASIBINATU
PADA RUMAH SAKIT HAJI UMUM MEDAN
TAHUN 2015

No. Informan :
Nama :

Demografi

1. Umur :

2. Jenis Kelamin :

3. Etnis/ Suku :

4. Agama :

5. Tingkat Pendidikan :

6. Jabatan :

Pertanyaan untuk Kabid Penunjang Medis


134
1. Apakah Bapak terlibat dalam pelaksanaan persiapan penyusunan penerapan

kebijakan dalam penyelenggaraan pengelolaan urusan penunjang medis?

2. Apakah Bapak terlibat dalam pembinaan/ bimbingan/ arahan dalam kegiatan

terkait dengan SMK3 pada petugas binatu?

3. Bagaimana bentuk pembinaan yang Bapak berikan kepada petugas

binatudalam rangka SMK3?

4. Berapa kali pembinaan tersebut dilakukan ?


5. Bagaimana manfaat penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja

(K3) di rumah sakit yang Bapak ketahui ?

6. Apa pengaruh manfaat tersebut terhadap rumah sakit khususnya bagian

instalasi binatu?

7. Apakah ada monitoring rumah sakit meliputi pencatatan dan pelaporan K3

terutama tentang pelaksanaan manajemen binatu?

8. Apabila ada kerusakan alat dan apa yang Bapak lakukan terkait kabid

penunjang medis?

9. Apakah akan dilakukan evaluasi dari hasil perbaikan tersebut ?

10. Apa saja peran Bapak dalam penatalaksanaan di instalasi binatu?

11. Bagaimana tata laksana di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji

Medan ?

12. Apa saja peran Bapak dalam alur kegiatan di instalasi binatu?

13. Bagaimana alur kegiatan pada instalasi binatupada Rumah Sakit Umum Haji

Medan ?

14. Apakah Bapak mengetahui tentang SOP ?

15. Bagaimana SOP di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan ?

16. Apakah Bapak mengetahui tentang pengendalian resikomanajemen

keselamatan dan kesehatan kerja (K3) ?


Pertanyaan untuk Kepala Instalasi Binatu

1. Apakah Bapak berperan dalam kegiatan instalasi binatu ?

2. Bagaimana peran kepala instalasi binatu dalam penatalaksanaan di instalasi

binatupada Rumah Sakit Umum Haji Medan ?

3. Bagaimana tata laksana di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji

Medan ?

4. Apakah desain dasar ruang di instalasi binatu sudah sesuai dengan peraturan

yang ada ?
5. Bagaimana alur kegiatan pada instalasi binatupada Rumah Sakit Umum Haji

Medan ?

6. Bagaimana peran kepala instalasi binatu dalam penerapan SOP di instalasi

binatupada Rumah Sakit Umum Haji Medan ?

7. Bagaimana Bapak menerapkan SOP kepada petugas binatu pada Rumah

Sakit Umum Haji Medan ?

8. Bagaimana pengendalian risiko di instalasi binatu ?

9. Apa saja pengendalian risiko berupa penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

yang sudah diterapkan di instalasi binatu ?

10. Bagaimana manfaat penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di instalasi

binatu menurut Bapak ketahui ?

11. Bagaimana pelaksanaan pengawasan, monitoring dan pengendalian dalam

penyelenggaraan urusan binatu ?

12. Bagaimana pelaksanaan fasilitasi pada pengelolaan di instalasi binatu sesuai

standar yang ditetapkan ?

13. Bagaimana pelaksanaan pengamanan, pemeliharaan dan pengamatan

pengelolaan binatu ?

14. Bagaimana pelaksanaan pengoperasionalan alatbinatu sesuai standar yang

ditetapkan ?

15. Bagaimana pengaturan ketenagaan binatu sesuai standar yang ditetapkan ?

16. Bagaimana manfaat penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja

(K3) di instalasi binatu yang Bapak ketahui ?


17. Apakah ada monitoring di instalasi binatu meliputi pencatatan dan pelaporan

terutama tentang pelaksanaan manajemen binatu?

18. Bagaimana proses pelaksanaan sistim pencatatan dan pelaporan K3 yang

masuk dalam sistim pelaporan rumah sakit ?

19. Bagaimana kondisi lingkungan kerja di instalasi binatu? Apakah ada

pengukuran terhadap bising, panas dan getaran ?

20. Bagaimana pemeliharaan terhadap alat-alat binatu seperti pencuci, pengering

dan setrika ? Apakah ada di cek kondisi alat-alat binatu tersebut? Berkala atau

tidak?

21. Apakah yang menjalankan alat stean boiler mempunyai sertifikat?

22. Apa manfaat dilakukannya monitoring binatu pada Rumah Sakit Umum Haji

Medan ?

Pertanyaan untuk Petugas Binatu

1. Bagaimana pelaksanaan keselamatan kerja di instalasi binatu pada Rumah

Sakit Umum Haji Medan ?

2. Bagaimana tata laksanaan di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji

Medan ?

3. Bagaimana desain dasar ruang di instalasi binatupada Rumah Sakit Umum

Haji Medan ?

4. Bagaimana alur kegiatan pada instalasi binatupada Rumah Sakit Umum Haji

Medan ?
5. Bagaimana SOP di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji Medan ?

6. Bagaimana pengendalian risiko di instalasi binatu ?

7. Apa saja pengendalian risiko berupa penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

yang sudah diterapkan di instalasi binatu?

8. Bagaimana manfaat penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di instalasi

binatu menurut Saudara ?

9. Apakah sering dilakukan monitoring oleh atasan terhadap pelaksanaan

kegiatan di instalasi binatupada Rumah Sakit Umum Haji Medan ?

10. Monitoring apa saja yang dilakukan terhadap pelaksanaan kegiatan di instalasi

binatupada Rumah Sakit Umum Haji Medan ?

11. Apakah manfaat dilakukannya monitoring tersebut ?

Lampiran 2

LEMBAR OBSERVASI

No Pernyataan Ya Tidak
Prosedur Kebersihan Ruangan
1. Petugas binatu mengambil alat kebersihan √
2. Petugas binatu membersihkan ruangan √
3. Petugas binatu membersihkan alat-alat mesin √
4. Petugas binatu menyapu lantai √
5. Petugas binatu mengepel lantai √

Prosedur Pengamprahan Barang Dan Jasa


1. Barang linen yang di minta oleh petugas ruangan secara √
tertulis kemudian penyerahan ke penunjang medik
2. Barang detergen diminta oleh petugas binatu ke penunjang √
medik
3. Barang ATK petugas binatu langsung kebagian gudang RT √
dan anggaran
4. Alat-alat mesin yang rusak petugas binatu memberitahu √
penunjang medik secara tertulis dan langsung
memerintahkan bagian instansi pemeliharaan sarana

Prosedur Pengumpulan Linen Kotor


1. Petugas ruang rawat inap mengambil linen kotor dari √
tempat tidur pasien, mengumpulkan pada tempat yang
disediakan
2. Linen kotor sebaiknya dimasukkan ke dalam kantong √
plastik untuk mencegah penyebaran penyakit
3. Linen kotor tidak boleh ditaruh disembarang tempat √
sehingga kain dapat terinjak atau terkena kotoran lain
4. Linen kotor tidak boleh dikibas-kibaskan √
5. Linen kotor yang sudah terkumpul dilakukan pencatatan √
bersama oleh petugas binatu dan petugas ruangan menurut
jenis dan warna kain tersebut
6. Lakukan serah terima barang antara petugas binatu dan √
petugas ruangan lain.

Prosedur Pengangkutan Linen Kotor


1. Sebelum dilakukan pencatatan, petugas binatu harus √
memakai peralatan keselamatan kerja seperti sarung
tangan, masker, baju tangan panjang
2. Setelah diadakan tindakan terhadap linen kotor dan serah √
terima linen kotor, petugas binatu memasukkan linen kotor
ke dalam trolley (kereta dorong)
3. Petugas binatu segera mungkin membawa linen kotor ke √
ruang pencucian

Prosedur Pemisahan Linen Kotor


1. Petugas binatu harus memisahkan linen kotor diruangan √
pencucian binatu sesuai dengan tingkat kekotorannya
2. Apabila pemisahan jenis ini tidak dilakukan maka √
pencucian harus memakai bahan kimiawi yang lebih keras
3. Petugas binatu harus memisahkan linen putih dan linen √
yang berwarna

Prosedur Pencucian Linen Kotor


1. Setelah dipisahkan linen kotor berat dan ringan maupun √
linen berwarna
2. Linen kotor dimasukkan kedalam mesin cuci √
3. Mesin angin compressor dihidupkan √
4. Setelah mesin cuci dihidupkan dengan menekan tombol on √
5. Setelah mesin cuci dihidupkan baru detergen dimasukkan √
6. Menunggu proses pencucian sampai selesai √
7. Setelah proses pencucian selesai baru mesin cuci dimatikan √
dengan menekan tombol off

Prosedur Pengeringan Linen Bersih


1. Petugas instalasi binatu memisahkan linen tebal dan tipis
2. Setelah dipisahkan baru dimasukkan kedalam pengering
3. Mesin pengering dihidupkan dengan menekan tombol on
4. Menunggu proses pengeringan
5. Selesai proses pengeringan mesin pengering dimatikan
menekan tombol off
6. Mengeluarkan linen yang sudah kering dari dalam mesin
pengering

Prosedur Penyetrikaan Linen Bersih


1. Mesin setrika dihidupkan dengan menekan tombol on
2. Mesin boiler dihidupkan
3. Mesin setrika dipanaskan membuka keran uap
4. Setelah mesin setrika panas penyetrikaan siap dilaksanakan
5. Bahan linen yang disetrika dimasukkan kedalam mesin
6. Setelah menyetrika mesin di dinginkan
7. Setelah mesin setrika dingin baru dimatikan dengan
menekan tombol off

Prosedur Pelipatan Linen Bersih


1. Linen yang telah selesai disetrika diambil dari mesin √
setrika
2. Petugas binatu lalu melipat linen √
3. Selesai melipat petugas binatu menyortir linen sesuai √
kebutuhan ruang-ruangan
Prosedur Penyimpanan Linen Bersih
1. Setelah dilipat linen harus dipisahkan oleh petugas binatu √
berdasarkan jenis dan besarnya
2. Petugas binatu harus menyimpan linen yang telah dilipat √
dan dipisahkan diruangan yang terpisah dari tempat
penyucian

Prosedur Pendistribusian Linen


1. Pendistribusian dari tempat penyimpanan linen bersih √
dilakukan oleh petugas binatu dan petugas ruangan lain
2. Petugas binatu dan petugas ruangan lain harus dilakukan √
serah terima bahwa penyerahan linen bersih telah
dikembalikan keruangan masing-masing

Prosedur Penjaitan Linen


. 1. Mengukur linen √
2. Membuat pola √
3. Menggunting linen √
4. Menjahit pinggir √
5 Menjahit linen baru dan linen yang rusak √
.
6 Linen yang baru selesai di jahit dicatat sebagai pemasukan √
.
7.Linen yang diamprah oleh petugas ruangan lain di catat √
sebagai pengeluaran
Sumber : SOP Instalasi Binatu Rumah Sakit Haji Umum Medan
Lampiran 3.Lembar Penjelasan kepada Sumber Informasi

Lembar Penjelasan kepada Calon Subjek

Saya Irma Yeni, mahasiswa peminatan Administrasi Rumah Sakit (ARS)


Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat USU akan melakukan
penelitian yang berjudul “Monitoring Implementasi Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) Di Instalasi Binatu Pada Rumah Sakit Haji Umum Medan
Tahun 2015”.
Penelitian ini bertujuan untuk memonitoring implementasi manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (K3)di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum
Haji Medan Tahun 2015.
Peneliti mengajak Bapak/Ibu untuk ikut serta dalam penelitian ini.Penelitian
ini membutuhkan beberapa informan dengan jangka waktukeikutsertaan masing-
masing informan sekitar 15 sampai 30 menit.

Kesukarelaan untuk ikut penelitian


Bapak/Ibu bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada
paksaan. Bila Bapak/Ibu sudah memutuskan untuk ikut, maka juga bebas untuk
mengundurkan diri/berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda atau pun sanksi
apapun.

Prosedur penelitian
Apabila Bapak/Ibu bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini,Bapak/Ibu
diminta menandatangani lembar persetujuan ini. Bapak/Ibu juga diminta untuk
mengisi lembar identitas sebagai informan dalam wawancara ini. Setelah itu
Bapak/Ibu akan diberi beberapa pertanyaan terkait pengalaman selama bekerja di
Instalasi binatu. Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini membantu Saya untuk
megetahui lebih jauh informasi yang saya butuhkan.

Kewajiban informan
Wawancara ini mencari tahu tentang pendapat, pandangan dan pemikiran,
Bapak/Ibu sehingga harus menjawab dengan terbuka dan jujur karena tidak ada
jawaban benar atau salah. Bila ada yang belum jelas, bisa bertanya lebih lanjut
kepada peneliti.

Risiko
Informan tidak akan mendapat risiko apapun dengan memberikan keterangan dan
informasi pada penelitian ini. Informasi yang diberikan semata untuk penelitian dan
perbaikan.

Manfaat
Penelitian ini mungkin tidak mempunyai keuntungan yang dapat langsung di
rasakan. Kontribusi Bapak/Ibu dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu
peningkatan kepatuhan terhadap penggunaan APD dan SOP di instalasi binatu.

Kerahasiaan
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas informan akan dirahasiakan
dan hanya akan diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian akan dipublikasikan tanpa
identitas informan. Orang lain dijamin tidak dapat menelusuri informan yang
memberikan informasi pada penelitian ini.

Kompensasi
Bapak/Ibu akan mendapatkan souvenir sebagai tanda terimakasih telah bersedia
mengikuti jalannya penelitian.

Pembiayaan
Semua biaya yang terkait penelitian akan ditanggung oleh peneliti.

Lembar Persetujuan Menjadi Responden


Untuk di Wawancara Terkait Penelitian di
Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015

Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi responden untuk di
wawancarai terkait penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa dari peminatan
Administrasi Rumah Sakit (ARS) Program Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat USU yang bernama Irma Yeni yang berjudul : Monitoring Implementasi
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Instalasi Binatu pada Rumah
Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015.

Demikian persetujuan ini saya tanda tangani dengan sukarela tanpa ada unsur
paksaan.

Medan, Mei 2015

( ).

Lampiran 4

Hasil Wawancara Sumber informasi

Hasil wawancara dengan sumber informasi tentang tata laksana diinstalasi

binatu, alur kegiatan diinstalasi binatu, SOP diinstalasi binatu, kepatuhan penggunaan

APD diinstalasi binatu dan monitoring diinstalasi binatu.

1. Tata Laksana di Instalasi Binatu Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan.
Penjelasan akan tatalaksana di instalasi binatu menurut pandangan masing-

masing sumber informasi dapat dilihat pada matriks 2. di bawah ini.

Sumber Tatalaksana di Instalasi Binatu Menurut Pandangan


informasi Masing-Masing.
Kabid Sistim atau aturan tata laksana di binatu itu menghimbau agar
Penunjang para pekerja di pencucian linen bekerja dengan mematuhi SOP,
Medis menerapkan pemakaian alat pelindung diri, dan masuk kerja
tepat waktu..
Kepala Istilahnya tata laksananya kalau dah kita mulai pagi tu, karena
Instalasi Binatu ada 2 orang kita buat itu mengutip linen ke ruangan inap
ataupun poli itu udah ada tempatnya di ruangan masing-masing
itulah kita angkat. Sudah sampai nanti ke ruangan binatu, baru
nanti kita pisahkan noda berat dengan noda ringan. Sesudah itu
yang tebal yang tipis, yang berwarna dengan yang putih itu
tetap dipisahkan, itulah aturannya.
Petugas Binatu
1. Bagian Datang dijemput, sama ada lagi tugas orang ini kan untuk
Mesin jemput. Dibawa kemari di... pisahkan gitu, yang putih, yang
warna, yang selimut, yang anduk dipisahkan. Sesudah itu,
masuknya pun ya harus sejenis dia gitu. Yang putih, putih.
Kalau yang warna, warna, selimut gitu.

2. Bagian Biasa dari ruangan kan.. Datang dijemput, sama ada lagi tugas
Menggosok/ orang ini kan untuk jemput. Dibawa kemari dipisahkan yang
Melipat putih, yang warna, yang selimut, yang anduk dipisahkan.
sesudah itu, masuknya pun yaharus sejenis. Yang putih, putih.
Kalau yang warna, warna, selimut..

3. Bagian Saya rasa, wajar-wajar aja. Biasa aja..


Pengering/
Melipat 146
Aturannya tetap gitu.. Ya kan, dari awal pagi masuk.. setelah
4. Bagian itu, setelah selesai jam 10 gitu lah.. Selesai, kan yang dicuci
Mengutip masih ada.. Yang kemaren itu, udah.. udah dicuci, tinggal
Linen Kotor bilas.. Dijemur. Supaya kering.. Siap, udah itu, dilipat..

5. Bagian Pertama mengutip. Mengutip dari ruangan ke ruangan, baru


Mengutip sampai disini dipilah, mana yang noda berat mana yang noda
Linen Kotor ringan..

6. Bagian Pertama di bagian pertamanya orang mengutip. Nanti ke


Mencuci
ruangan, setelah dibawa kesini, ada bagian lagi orang yang
menyortirnya.. Menyortir mana yang bagian kotor dipisahkan,
inpeksius dipisahkan, yang agak-agak bersih dipisahkan, warna
pun dipisahkan. Warna putih sama warna bewarna beda.. Sama
inpeksius beda lagi..

7. Bagian Peraturannya bekerja keras. Gitu aja..


Penyortiran
Linen kotor
dan Bersih

8. Bagian Sistim aturan, sistim atau aturanlah yang diberlakukan seperti di


Perlengkapan instalasi binatu ini..
Linen

9. Bagian Ya kami masuk jam 8, ya kalau memang apa kan kerja jahit..
Menjahit

2. Alur Kegiatan di Instalasi Binatu Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan.

Penjelasan akan alur kegiatan sesuai dengan diinstalasi binatu menurut

pandangan masing-masing sumber informasi dapat dilihat pada matriks 3. di bawah

ini.

Sumber Alur Kegiatan di Instalasi Binatu Menurut Pandangan


informasi Masing-Masing.
Kabid Dalam alur kegiatan di instalasi binatuitu saya hanya berperan
Penunjang sebagai pengawas yang melihat proses pelaksanaan di instalasi
Medis binatu tersebut.. Iya, bisa saya jelaskan disini. Untuk alur
kegiatan itu meliputi pengumpulan linen dari ruangan, ini tugas
dari binatu langsung kesana, ke ruangan-ruangan. Memakai
ekspedisi serah terima. kemudian linen diangkut dan dibawa ke
instalasi binatu, lalu dilakukan pencucian linen dengan
memisahkan linen infeksius dan non infeksius, linen berwarna
dan tidak berwarna. Setelah dicuci dilakukan pembilasan, lalu
pengeringan, dan penyetrikaan. Setelah linen disetrika, lalu
disimpan di lemari. Kemudian linen didistribusikan. Untuk
distribusi ini yang datang dari ruangan yang bersangkutan..
Petugasnya dalam hal ini kalau di Rumah Sakit Haji ada istilah
pembantu perawat. Pembantu perawat yang jemput..
Kepala Alurnya karena disini ada 2 bagian, 1 menjahit, 1 untuk
Instalasi Binatu pembersihan linen. Kalau untuk pembersihan linen itu, alurnya
itu kita dari binatu itu seharusnya memang ada beberapa hitung
saja, berangkat ke ruangan, mengutip, disana mencatat, dengan
pegawai-pegawai perawat, mencatat linen, baru sampai nanti di
binatu, baru kita pisahkan yang tadi, baru kita cuci, kita
keringkan, kita setrika, kita gosok, baru kita lipat, baru nanti,
balik ke ruangan. Itulah alurnya..
.
Petugas Binatu
1. Bagian Proses pencuciannya, kalau putih itu ya deterjennya pakai
Mesin pemutih. Batas waktu pencucian setengah jam gitu.. Infeksius
itu ada lagi. Makanya beda lagi.. Itu setelah kami mengerjakan
itu semua, yang tidak kotor itu, baru itu yang terakhir gitu.. Itu
terakhir sampai butuh waktu 3 jam.. Deterjennya pun lain..

2. Bagian Biasanya kalau kita misalnya awal gitu kan, masuk kerja jam 8,
Menggosok/ jam-jam 8.15 udah bergeraklah, untuk mengutip, kemana-mana
Melipat di ruangan-ruangan itu yang kita kutip gitu kan. Sementara di
situ itu kan jadwal dinasnya tu kan 2 orang yang masuk pagi, ya
kan. Jadi dibagi-bagi lah. Bagian disini, disini gitu. Bagian
disitu,situ. Khususnya gitu untuk mengutip.. Kalau misalnya
masuk pagi, seperti itu tadilah. Jam-jam 8 lewat lah gitu kan..
kalau masalah pencucian itu, saya gak pernah nyuci gitu. Cuma
saya, Cuma mengeringi aja.. menggosok, sesudah itu melipat
saja setahu saya..
3. Bagian Alur kegiatannya ya, pagi itu kalau saya mulai dengan
Pengering/ mengutip laken yang kotor. Dari ruangan-ruangan, dibawa
Melipat kemari, ya dengan standarlah keselamatannya, kalau bisa pakai
sarung tangan, pakai tutup mulut gitu.. Jam 8 pagi.. Gunakan
trolly.. Trollynya dipisahkan tidak untuk linen yang infeksius
sama non-infeksius.. Ya, karena yang infeksius biasanya sudah
dipisahkan di ruangan dengan dimasukkan plastik.. Lihat
situasi kadang trolly tersebut dicuci atau tidak.. Kalau liat tanda
kotor dicuci kalau tidak ada ya tidak dicuci.. Tidak. Tidak ada
nampak kan ada sisa darah atau apa kotor gitu kita cuci, kalau
tidak, enggak.. Kalau saya sebaiknya emang dipisahkan antara
linen infeksius dan non infeksius..

4. Bagian Kalau pagi itu, masuknya jam 8. Setelah itu, mengutip.. Ke


Mengutip ruang-ruangan.. Dari ruangan dibawa kemari.. Untuk dicuci..
Linen Kotor Sementara ini dicuci, kan ada yang ada yang kemaren.. Yang
sudah dicuci, tapi belum dibilas.. Itu dulu dibilas hari ini.. Hari
ini kan sudah keluar. Sudah bisa keluar dari mesin itu sudah
bisa dijemur, baru setelah jemur itu tadi kering, ya kita angkat.
Yang datang tadi, kan dicuci.. Kita menjemur tadi kan, dia
sedang dicuci.. Sedang dicuci tadi, ya yang kering tadi kita
angkat, yang baru keluar dari tadi ni yang dari mesin tadi.. Kita
jemur lagi..

5. Bagian Pertamakan dikutip, sampai disini dipisah, namanya sortir, noda


Mengutip berat, noda ringan. Kalau untuk noda berat lain mesinnya, noda
Linen Kotor ringan lain mesinnya. Kalau untuk paduannya sistim lama atau
apanya tergantung daripada si noda yang kita apa tadi kan,
mulai noda berat itu pun agak lama, mungkin campuran noda
apa itu pun ada serbuk-serbuk seperti anti noda, anti septiknya,
kalau untuk apa itu ya.. Kalau yang noda ringan ya, sekitar-
sekitar setengah jam, 45 menit lah paling apanya kalau yang
noda ringan. Kalau yang noda berat tu sampai berjam-jam..
Untuk pembilasan dilakukan 3 kali.. Mesin itu dia kan biasanya
kalau kita mesin cuci kan biasa kan masuk kain, masuk air, kan
rendam dulu kan,dibilasnya, dibilas, dibilas, dibilas, baru kita
masuklah deterjen, antiseptiknya, kan begitu. Berdasarkan
waktu mesin yang kita apakan.. Kalau untuk yang lama itu
seperti noda berat, 45 menit untuk merendamkannya.. Noda
ringan paling apa paling 15 menit.. Ya siap itukan buang.
Masuk lagi air.. Baru masuk kita deterjennya.. baru digonyot,
digonyot, digonyot kan mereka sistim mesin ini kan tergantung
namanya mesin kita kan digital yang baru sekarang utama yang
kecil.. Iya yang baru yang digital. Berdasarkan ketentuan apa
yang mau kita buang, berapa lama kita disitu kan.. Kalau itu
ratusan kilo untuk mesin cuci yang besar.. Kalau kita noda
berat ni kan tidak tau pasien kita berapa banyak, kegunaannya
kan gitu.. Sebetulnya sih, selama semenjak saya disini jarang
saya menimbangnya. Tapi kan tidak tau, kadang 1 pasien itu
nanti kan lebih banyak bahan apa dia seperti laken, sarung
bantal dia, apa dia kan lagi kan, handuk dia kan, harus
disatukan sama dia. Itu masih satu orang. Kalau selang 10 orang
yang tadi packing begitu, macam mana cara
menimbangnya?Besok kan lain lagi beratnya, besok lain lagi
beratnya, tidak menentu tadi kan.. Yang kecil mesin cuci untuk
kapasitas biasa itu 10 kilo.. Itu kami gunakan untuk noda
ringan.. Untuk mesin cuci yang besar paling lama 2 jam
mencuci.. Untuk mesin cuci kecil untuk mencuci noda ringan
paling cepat dia setangah jam.. Kalau mesin cuci kecil yang
baru pakai air panas.. kalau untuk mesin cuci besar sebetulnya
tidak sesuai dengan standar air panasnya. Karena keadaan sudah
tua. Panasnya tidak sesuai kita. Dia hanya dapat dikatakan
hangat.. karena saat ini sistim boilernya rusak.. itukan
memakai air panas.. Ada ukuran keran. Ukuran keran untuk
memasukkan air ke mesin, kalau melebihi dari situ, maaf kita
bilang ya macam mana, namanya keadaan mesin tua.. Ya
mesin cuci kan dua-dua.. Kita yang baru sekarang kan kayak
samsung, apa begitu dia.. Begitu dia masukkan pemanasan
sendiri air itu.. Untuk softener ditambahkan pada pembilasan
terakhir.. Itulah dia tadi yang untuk yang besar tu, kita
masukkan dia pertama dulu, seperti kita merendam.
Membuangkan dulu apanya tu, maaf cakap begitu. Agak jijik
ya. Nanti warnanya tu macam jus terong belanda tu.. Dibuang
airnya, isi lagi.. Baru masuk deterjen.. Pembersih, pemutih,
masuk disitu. Kalau dia kain putih, pemutih. Kalau dia kain
pewarna, untuk apakan yang netral.

6. Bagian Oh dari awalnya, kita dari ruangan, diambil. Baru di sini di


Mencuci sortir, sortir dicuci, habis cuci dikeringkan, dikeringkan di
gosok, gosok lipat, lipat dibagikan ke ruangan-ruangan balik.
Dimana yang ada ruangannya, yang ada. Karena di linen itu ada
tanda atau nama-nama ruangan mana dia. Udah ada. Jadi orang
kami dah tau bahwa ini ruangan ini. Jadi pisahkan dia di laci-
laci bagian-bagiannya. Baru nanti orang perawat balik kalau
setelah bersih, perawat yang ngambil lagi, dan dihitung..
Pertamanya diambil linen kotor itu, masukkan ke dalam apa, ke
dalam mesin.. Ditimbang kalau dia apa, kalau yang sebesar itu,
tidak ditimbang lagi dia karena dia sudah kira-kira aja. Kira-
kira dia ada batasnya untuk bisa apa, bisa berputarlah dia, tidak
padat kali lah gitu kan.. Baru dimasukkan ke dalam, kasihkan
baru dimasukkan air dan deterjen. Kira-kira setengah jam,
paling cepatlah itu. Untuk apa, yang agak-agak kotoran
ringanlah yang istilahnya Cuma bau dan debu aja. Baru
dimasukkan, baru dibilas. Bilas 2, 3 kali. Baru yang ketiga kali
dimasukkan pewangi, pewangi setelah pewangi baru bilas
terakhir, keluarkan.. Kalau yang ringan itu tadi setengah jam..
Sampai selesainya mau dia nanti 1 jam lah jadinya.. dengan 3 x
pembilasan.. Linen kalau dari linen kotor, setelah di kotor berat
lah ni, kalau dimasukkan. Sudah dimasukkan, kasih dulu dia
apa deterjen untuk diaduk dulu baru dibuang dulu kotorannya,
dibuang sampai kira-kira keliatan airnya itu sudah atau kotoran-
kotorannya itu sudah agak lumayan bersihlah. Baru dia
dimasukkan lagi deterjen untuk baru dikasih deterjen untuk
selama 1 jam. Karena dia sudah keluarkan kotorannya itu,
darah-darahnya sudah mulai bersih dibuang, dibuang siram air,
buang. Siram lagi buang lagi. Istilahnya supaya dia itu
kotorannya itu terbuang semua baru agak airnya nampak agak
jernih. Agak jernih, agak bersih, baru dia dicuci lagi.. Baru
kira-kira 1 jam, baru dia selesai.. Kalau dia sampai selesainya,
sama bilas-bilasnya mau 1 jam setengah 2 jam.. Kalau
infeksius, sama juga dengan pertama dia masukkan, masukkan
disenfektan atau apa sama deterjen, campur supaya dia apa
dikuras juga dulu pembuangan supaya kotorannya agak nampak
sudah agak lumayan, barulah dia dikasihkan deterjen sama
disenfektannya. Kira-kira itu mau kalausudah apa, kalau kita
biasanya disini, tunggu sampai besok pagi. Jadi dia diapakan
dulu sampai berapa jam sampai istirahat sorelah, dari mulai
dimasukkan nanti kira-kira setengah hari, sampai jam 5 sore,
baru di... dimatikan mesinnya, besok diulang lagi dia..

7. Bagian Sayakan orang tu yang jemput. Kalau Sayakan nyortirsaja.


Penyortiran Tidak tahulah jemputnya. Sayamemisahkan pakaian yang kotor,
Linen kotor gitu saja..
dan Bersih

8. Bagian Kalau kami, ruangan meminta ke penunjang medis. Permintaan,


Perlengkapan dari ruang permintaan terus kami disuruh mengeceklah dulu apa
Linen yang mau diminta, baru kami ukur. Abis kami ukur, baru kami
mengira berapa banyak yang diperlukan bahannya, baru kami
potong atau menjahit. Setelah itu baru dijahit, baru diserahkan,
dimasukkan kuskop, baru dikasihkan ke ruangan..

9. Bagian Umpamanya dari pertama dasarnya gitu. Gini, kalau


Menjahit umpamanya dari ruangan ada mintasama kami itu dia ke
penunjang medis dulu.Selama ini selama jadi pemprov kami
tidak tahu. Dulu lah, sebelum jadi pemprov ini kan dari
ruangan, minta ke penunjang medis. Dari penunjang medis ke
tempat kami ditujukan. Kami baru istilahnya umpamanya ruang
siapa minta, kami ke ladeni. Mau minta apa umpamanya dia
mau bikin gorden kami ukur. Nanti dia kan sudah kami apa
sudah ukur maksudnya bahannya sudah apa baru kami
sampaikan lagi ke penunjang medis, baru belanja, baru kami
jahit, kalausudah datang bahannya.. Dari ruang binatu, di oper
sama kami, kami jahit. Istilahnyakan sewaktui orang tu melipat
koyak, gitu ya kan, ya jadi dikasih sama kami..

Pembahasan mengenai steam boiler tersebut dapat diketahui dari hasil

wawancara seperti pada matriks 4. di bawah ini.

Sumber Mesin Uap (Steam boiler)yang Rusak di Instalasi


informasi Binatudan Cara Mengatasinya Menurut Pandangan
Masing-Masing.
Kabid Ada.. Alat boiler. Boiler ini untuk dia menghasilkan uap.
Penunjang Peruntukkannya dia untuk mengeringkan, sekaligus untuk
Medis setrika.. Sistim boilernya rusak, alat setrika dan pengering
tidak bisa digunakan.. Saat ini untuk pengeringan masih kita
manfaatkan sementara itu pakai sinar matahari.. Kalau boiler
ini ada kecenderungan jika rusak dia sifatnya botol-botol dan
botolnya itu ada sebanyak 32, jika boiler diindikasikan dengan
kerusakan 1, itu tidak bisa hanya 1 diganti. Karena teori
kemungkinannya akan merembet ke tabung botol-botol yang
lainnya. Sehingga dibongkar habis.. Dalam sistim perbaikan..
Kalau sekarang ini bulan ke-2 dalam proses pekerjaan masih..
Pasti, itu akan kita lakukan. Kita monitor tiap hari. Kita
bekerja sama dengan teknisi yang bekerja saat ini..
Kepala Instalasi Tetap sudah kita laksanakan sesuai standart. Karena tetap ada
Binatu dia disitu standart bagaimana cara pengoperasian peralatan
itu. Itulah yang kita laksanakan.. Sekarang kalau masalah
perawatan mesin, memang kalau dalam teknik kan ada dua
cara. Salah satu dia perawatan mungkin sekali 3 bulan. Salah
satu lagi dia harus rusak. Jadi yang kita laksanakan pada saat
ini rusak, baru kita laporkan. Itulah dia. .. Kalau untuk
rutinnya belum. Belum ada kita buat supaya sekali sebulan..
Ada. Ada saat ini mesin cuci kita masih ada yang rusak.
Sesudah itu saat ini, pas wawancara ini sudah itu steam boiler
kita pun dalam keadaan rusak ni, sekarang ini. Masih dalam
keadaan perbaikan.. Kalau boilernya rusak, ada 2 yang tidak
bisa digunakan, yaitu: 1. Pengeringan atau drying. Kemudian
setrika. Itulah yang tidak bisa. Nyetrika linen.. Kalau rusak
kita lakukan pekerjaan kita, ya kita harus melaksanakan
penjemuran melalui panas matahari lah. Dan kemudian ya
memang kurang bagus juga, tapi masalah setrikanya tidak kita
setrika lagi. tidak sanggup. Main dilipat ajalah.. Dikeringkan,
dijemur, iya dijemur diluar panas matahari, baru setelah
kering, kita lipat. Kita oper lagi ke ruangan.. Tidak disetrika
lagi.. Alatnya sedang perbaikan. Sedang proses perbaikan
sekarang.. Sudah ada 2 bulan.. Iya manual, manual kita..
Petugas Binatu
1. Bagian Mesin Tentang mesin.. Tidak medis yang kontrol..

2. Bagian Steam boiler itu.. Kalau lama sih enggak. Kira-kira 2 bulan
Menggosok/ lebih lah udah tu.. Sudah dilaporkan, lagi ditangani orang itu
Melipat pihak rumah sakit.. Pengering.. Sama alat penggosok.. Untuk
sementara steam boilernya belum, belum siap diperbaiki,
untuk sementara itu kan dijemur ajalah dulu di luar.. Kalau
dia hidup itu sekitar 1 jam setengah, eh setengah jam itu.
Setengah jam lebih lah gitu.. Kalau di luar dia, mungkin lebih
dari setengah jam gitu.. Agak-agak lama karena tidak apa
gitu, maksudnya cuacanya itu tidak kuat istilahnya
mengeringkan.. kalautidak kering macam mana. kalok
sampek Sore.. Diambil lagi lah. Diambil lagi, diangkat lagi..
Kadang pakaian-pakaian seperti pakaian oka itu, sama pakaian
seperti seprei, yang putih-putih itu kadang menyatu dia, sama
gitu.. Tidak dipisah-pisahkan. Sudah apabila kita dapat yang
putih itu kita jemur gitu kan. Dapat yang hijau jugak jemur,
sudah gitu aja.. Tempat penjemuran linen inpeksius sama
non-inpeksius tadi sama tempatnya.. Bagaimana kita mau
bedakan? Kita pun tidak tahu mana yang infeksius, mana yang
tidak..

3. Bagian Rusak.. Rusak saat ini apa karena setelah rusak, setelah he
Pengering/ mengutip dari ruangan kita menunggu siap mencuci habis tu
Melipat kita jemur secara manual.. Habis dah dijemur, da kering,
diangkat, dilipat sudah. Tidak ada digosok-gosok lagi.. Iya,
baru ditempatkan di tempat-tempat ruangannya dimana yang
bagian-bagian yang mau diambil nanti.. Kalau yang kering,
kita lipat. Kalau gak, kita angkat, kita jemur ulang.. Kalau gak
kering. Macam semalam kan ada. Tidak kering.. Kami jemur
ulang jadinya.. Tidak, ditumpuk aja.. Ya pertama, alat-alat ini
rata-ratakan udah berusia tua.. Sudah diatas 20 tahun.. Perlu
peremajahan sebenarnya. Apalagi mesin binatu cuci itu.
Karena kalausu dah rusak itunya, repot kali.. Saya rasa kalau
rusak saja palingan.. Baru dicek.. Kalau rusak saja baru orang
benerinnya datang. melihat apa, penyebabnya. Kalau untuk
perawatannya tidak ada..

4. Bagian Selama ini karena mesinnya rusak, kami menjemur.. Dan


Mengutip gosokannya rusak, jadi kami jemur.. Mungkin karena rusak,
Linen Kotor kan makanya tau, dilapor.. Ya dirawat, sama yang megang
mesinlah.. Ininya perlu diperhatikan. Jadi kalau misalnya ada
bunyik-bunyi ini kasih apa, kasih oli atau kasih pelicin.. Ya
repot.. Bisa kita kendalikan. Misalnya yang tipis-tipis. Tipis-
tipis ini cepat dia kering. Paling 15 menit. Nanti kalau yang
tebal, 25 menit baru dipisah, kita pisahkan yang tipis sama
yang tebal..

5. Bagian Saya kurang tahu. Kalau masalah alatnya orang, orang


Mengutip mekanik saja datang kemari.. Steam boiler ini rusakitu karena
Linen Kotor pemantauan dari atasan..
6. Bagian Pengecekan itu biasanya kalau ada masalah baru..
Mencuci

7. Bagian Alat-alat mesinnya itu, ya selalu ditengok.. Terbengkala


Penyortiran pekerjaannya..
Linen kotor
dan Bersih

8. Bagian Kalau ada mengeluhlah dari ruangan ataupun, rusak alatnya


Perlengkapan barulah orang itu datang kemari. Kalau tidak enggak lah.. ya
Linen menanyak aja. Bagaimana, sudahbisa dikerjakan apa belum?
Kalau ada rusak yaudah. kalau perlu dibikin manual, manual
kalautidak, dikirimkan keluar gitu.. dibikin laporanlah sama
kepala ruangannya.. Barulah penunjang medis. Laporkan ke
penunjang medis..

9. Bagian Tapi kalau kayak pak khaidir itu, ya kalau pagi dia keliling.
Menjahit Karena kan kalau pagi itu biasanya orang pun pada belum
kerja semua ya sekedar dia liat-liat. Dilihatnya banyak mesin
rusak apa enggak, banyak memang.. Kalau kita ada lapor,
dicek.. Soalnya kalau kami lah yang merasa kami mesin jahit
kami tidak enak, kami lapor. Nanti datang tukang, paling gitu.
Kayak mesin cuci pun seperti itu. Tidak ada istilahnya setiap
seminggu sekali apa namanya di service apa gitu, tidak ada..
Istilahnya kalau memang ada kerusakan baru ngelapor datang
orang..

3. Standar Operasional Prosedur (SOP) di Instalasi Binatu Pada Rumah Sakit

Umum Haji Medan.

Penjelasan akan SOP sesuai dengan diinstalasi binatu menurut pandangan

masing-masing sumber informasi dapat dilihat pada matriks 5. di bawah ini.

Sumber SOP di Instalasi Binatu Menurut Pandangan Masing-


informasi Masing.
Kabid Iya.. Selama ini yang saya tahu SOP di instalasi binatu itu ada
Penunjang beberapa. Ada SOP tentang pencucian, ada SOP tentang
Medis pelipatan, ada SOP tentang penyetrikaan, ada SOP tentang
pendistribusian.. Iya, alhamdulillah menurut pantauan saya ini
sudah, sudah dilakukan sesuai dengan SOP.. Tingkat kesalahan
dalam pelaksanaan tersebut kalau boleh dikatakan hampir tidak
ada. Itulah manfaat dari SOP tersebut..
Kepala Istilahnya SOP ini kita terapkan apabila, itulah kita terapkan
Instalasi Binatu harus sesuai dengan itu. Karena kan tidak sama semua apanya.
Jadi disini lah peran kepala ruangan mengingatkan anggota ini
menjalankan SOP itu. Itulah dia.. Iya, diikuti.. Jadi
menerapkan itu tetap dikasih tahu. Kita beritahu cemana ini
begini. Jadi, apabila ada nanti yang silap kita ingatkan, itulah
kita buat apanya.. Manfaatnya sangat besar SOP itu. Karena
disitulah dia menjaga keselamatan. Keselamatan kerja. Jadi,
itulah manfaatnya besar kali SOP itu memang.. Sekarang kalau
sanksi,kalau dia baru pertama kali belum ada. Cuma kita tegur,
kita nasehati. Cuma kalau tidak bisa kita nasehati lagi ya,
terpaksa kita koordinasilah ke atasan.. SOP untuk sementara ini
tetap kepala ruangan binatu SOP nya. .
.
Petugas Binatu
1. Bagian Menurut saya SOP nya ya standart aja, sarung tangan gitu..
Mesin Dikerjakan sesuai SOP..

2. Bagian Peraturan-peraturan itu.. Iya itu tadilah, hidupkan dulu, dicok..


Menggosok/ Listriknya itu, mesinnya itu, baru dipanasi lah kan, dicuci, baru
Melipat pakaiannya dimasuki, yang mana mau dicuci tadi..

3. Bagian Saya belum jelas standar sama perusahaan ini. Tidak tahu kali
Pengering/ saya.. Belum, belum pernah diberi tahu sama Kepala
Melipat Instalasinya.. Iya, cuman inisiatif saya sendiri.. Belum taudan
aku baru, baru saya baru berapa bulan disini.. Tidak. Kita
tengok aja yang ada.. Iya inisiatif saya sendiri aja..

4. Bagian Sudah. Kalau, kalau belum ya kan ada pengawasnya. Kayak ada
Mengutip yang kurangkan, ditambahi.. sudah, secara lisan..
Linen Kotor

5. Bagian Dapat dikatakan lumayan. Daripada tingkat kerjanya itu ya


Mengutip tidak apa kali, tidak apa, untuk, tidak berbahayalah kira-kira..
Linen Kotor

6. Bagian Standartnya? Sudah lumayan baguslah. Karena sebenarnya


Mencuci kalau standartnya sudah lumayan. Orang ini cara pembersihnya,
apanya udah cukup bagus..

7. Bagian Prosedurnya? Tidak tahu..


Penyortiran
Linen kotor
dan Bersih

8. Bagian Ya prosedurnya, ya mintamemang dari dulu gitu, baru dikasih


Perlengkapan sama kepala ruangan kami seperti itu..
Linen

9. Bagian Ya kami selama ini peraturan kami kayak mana ya, tidak apa
Menjahit kami peraturannya masuk jam 8. Lagi kerja, ya istirahat,
setengah tiga pulang..

4. Alat Pelindung Diri (APD) di Instalasi Binatu Pada Rumah Sakit Umum

Haji Medan.

Penjelasan akan bentuk pengendalian risiko tersebut di instalasi binatu

menurut pandangan masing-masing sumber informasi dapat dilihat pada matriks 6. di

bawah ini.

Sumber Pengendalian Risiko Manajemen K3 di Instalasi Binatu


informasi Menurut Pandangan Masing-Masing.
Kabid Iya.. Itu menghilangkan bahaya atau sesuatu yang dapat
Penunjang menimbulkan bahaya di tempat kerja, seperti menghindari
Medis lantai yang licin, membuat ventilasi dan jendela di ruang
pencucian linen agar terhindar dari udara yang panas. Juga yang
kedua seperti penggunaan alat pelindung diri, seperti
penggunaan masker, sarung tangan, sepatu boot, alat pelindung
telinga dan yang lainnya.. Menurut saya pengendalian resiko
tersebut sangat perlu diterapkan untuk mengurangi dan
menghindari penyakit akibat kerja atau kecelakaan kerja yang
bisa saja terjadi pada pekerja.. Ya, semua orang atau pekerja
yang melakukan pekerjaan agar selamat dan terlindung.. Waktu
sangat banyak. Dia itu sudah ada istilah di Rumah Sakit yang
namanya Nosokomial Infeksi... Nosokomial infeksi ini artinya
pekerja seharusnya tidak terinfeksi dengan adanya, terpaparnya
bahan-bahan linen dari ruangan biar mengakibatkan bisa juga
pekerja dengan mendapatkan penyakit sesuai dengan yang ada
pada bahan linen tersebut..

Kepala Sebetulnya pengendalian resiko itu seharusnya harus ada


Instalasi Binatu pelindungnya kan. Cuma yang ada pada saat ini, baru sarung
tangan yang kita pakai. Itulah dia untuk sementara..Sarung
tangan..
Petugas Binatu
1. Bagian Resikonya seperti itu gak ada masalah.. Belum pernah terjadi..
Mesin

2. Bagian Kalau yang menandakan bahaya itu, dia sudah ada tertera disitu
Menggosok/ memang. Ha kalau, misalnya kita ngutip itu, sudah ada ditulis
Melipat orang itu, kalau inikan khusus dia HIV gitu kan, bikinlah disitu
HIV gitu kan. Diasingkan orang itu..
3. Bagian Kita pakai septilah. Istilahnya ya pakai septi. Karena setelah
Pengering/ kita megang apa-apa saya langsung cuci tangan biasanya..
Melipat

4. Bagian Sudah. Peralatannya sudah ada..


Mengutip
Linen Kotor

5. Bagian Standart. Pakai sarung tangan kami..


Mengutip
Linen Kotor

6. Bagian Resiko.. Iya, kecelakaan.. Karena itu cuma peringatan lah kan
Mencuci atau apa. Supaya kita lebih hati-hati itulah kan. Satu lagi kalau
apa, septinya sarung tangan, kalau pakai apa sepatu, kadang
gitu kalau untuk inpeksius waktu kita nyuci, pakaikan sepatu,
pakaikan sarung tangan, masker..

7. Bagian Ada, handscun..


Penyortiran
Linen kotor
dan Bersih

8. Bagian
Tidak ada pakai keselamatan mereka.. Resikonya
Perlengkapan
ya..Pengendaliannya..
Linen

9. Bagian
Kalau kami menjahit kayak biasa saja. Tapi kalau orang bagian
Menjahit
mencuci kurang baik. Kalaumenjahit kami kayaknya tidak
terlalu bahaya kali lah..

Penjelasan tentang penggunaan APD, APD apa saja yang disediakan oleh

pihak rumah sakit serta apa manfaat APD itu sendiri, seperti yang terlihat pada

matriks 7. dibawah ini.

Sumber Alat Pelindung Diri (APD) di Instalasi Binatu Menurut


informasi Pandangan Masing-Masing.
Kabid Iya.. Itu menghilangkan bahaya atau sesuatu yang dapat
Penunjang menimbulkan bahaya di tempat kerja, seperti menghindari
Medis lantai yang licin, membuat ventilasi dan jendela di ruang
pencucian linen agar terhindar dari udara yang panas. Juga yang
kedua seperti penggunaan alat pelindung diri, seperti
penggunaan masker, sarung tangan, sepatu boot, alat pelindung
telinga dan yang lainnya.. Menurut saya pengendalian resiko
tersebut sangat perlu diterapkan untuk mengurangi dan
menghindari penyakit akibat kerja atau kecelakaan kerja yang
bisa saja terjadi pada pekerja..

Kepala Itulah contohnya sarung tangan ini itukan sangat banyak apa
Instalasi Binatu perannya. Jadi untuk menghindari noda berat seperti darah atau
penyakit. Cuma itu tetap kita ingatkan, setelah selesai nanti
memakai sarung tangan, itu harus dicuci. Itulah dia sarung
tangan itu untuk pengendaliannya. Agar biar jangan menyebar
penyakitnya kemana-mana.. Ya sangat besarlah manfaatnya.
Manfaat dengan pelindung diri itu. Karena untuk mencegah
penyakit terhadap diri sendiri. Sesudah itu kemudian jangan
menyebar pada orang lain lagi. Itulah dia manfaatnya..
Petugas Binatu
1. Bagian Seperti Sarung Tangan.. Sama Ada Baju Gitu.. Baju Kain
Mesin Biasa Panjang Saja Sama Tangan Panjang.. Sarung Tangan
Digunakan, Baju Sudah Tidak.. Karena Buat Ribet.. Panas..
Manfaatnya Ya Bagus. Ya Untuk Sarung Tangan Memang
Sudah Harus.. Baju Sepertinya Tidak Ada Masalah Kali, Yang
Penting Sarung Tangan Saja..

2. Bagian Seperti Sarung Tangan Itu Ya.. Sarung Tangan. Kadang


Menggosok/ Sepatu.. Sepatu Boot, Sesudah Itu Masker.. Apabila Itu Untuk
Melipat Mengutip Saja. Mengutip Pakaian Yang Di Ruang-Ruangan
Baru Dipakai.. Itu Jarang Dipakai APD. Macam Seperti
Teman-Teman Tidak Pernah Pun MemakaiSeperti Itu Lagi..
Alasannya Tidak Tahu, Cuma Risih Saja Mungkin Orang Itu
Memakai Gitu Kan. Risih Gitu Kan. Karena Dari Efek Samping
Itu Mungkin Mereka Tidak Mengetahuinya Kan Mungkin Ada
Yang Kotor-Kotoran Yang Lengket Ke Tangan. Ntah Mana
Tahu Tangan Kita Luka-Luka, Bisa Terinfeksikan. Tapi,
Mungkin Orang Itu Tidak Mau Pakai Itu Bisa Dikatakan Harus
Hati-Hati Juga Orang Itu Menengok, Melihat Pakaian-Pakaian
Itu, Mana Yang Ada Kotoran Jugakan.. Ya Tahulah. Bisa
Penyakitlah Kan? Misalnya Penyakit Pada Diri Kita. Seperti
Yang Itu Tadilah, Bahaya.. Manfaatnya Untuk Melindungi
Kita, Tangan-Tangan Kita Supaya Jangan Terinfeksi. Kalau
Masker Untuk Supaya Udara Aroma-Aroma Yang Keluar
Tidak Masuk Ke Rongga-Rongga Hidung Kita Atau Mulut
Kita. Karena Untuk Mencegah Debu-Debu Itu Masuk Ke Mulut
Kita.. Waktu Mengutip Saja Itu Dipakai. Waktu Sudah Siap
Mengutip Itu Dibuka Kembali. Karena Sarung Tangan Itu,
Waktu Kita Mengutip, Sudah Memang Kayak Ada Kotor Kian
Gitu, Kita Mengambil Pakaian Itu.. Sudah Dikasih. Dikasih
Semua Alat-Alatnya Itu Semua. Sarung Tangannya, Masker-
Maskernya Pun Itu Sudah Ada. Terus Sepatu Itu..

3. Bagian Selain Tutup Mulut Sama Sarung Tangan, Seharusnya Itu Saja..
Pengering/ Gunakan, Tetap Saya Gunakan.. Tau Manfaatnya.. Sarung
Melipat Tangan Untuk Melindungi Tangan Dari Kontak Langsung Ya..
Kalau Ini Untuk Jaga Atau Menghirup.. Kerugiannya Bisa
Terkontaminasi Dengan Bibit-Bibit Penyakit Sebenarnya, Yang
Disitu..

4. Bagian Sudah.. Seperti Masker, Sarung Tangan.. Sepatu Boot..


Mengutip Manfaat APD Ya Kita Kan Tidak Tahu, Kadang Itu Kain-Kain
Linen Kotor Kotor Itu Kan Kadang Bauk Pesing.. Ada Darah-Darahnya
Kan Gitu. Jadi Kan Kita Gak Langsung Bersentuhan Dengan
Yang Pesing Tadi Kan. Kita Kan Pakai Pelindung Tangan,
Sudah Itu Kita Pakai Masker, Yang Kita Cium Itu Pun Tidak
Terlalu Menyengat Gitu.. Kita Laksanakan Saja. Masalah
Kerugiannya Tidak Tahu. Karena Selama Ini Kita Pakai. Jadi
Maksudnya Sekali-Sekali Tidak Usah Dipakai.. Iya Karena
Sudah Diterapkan Begitu, Ya Begitu Kita Laksanakan..

5. Bagian Sarung Tangan, Masker.. Digunakan, Mengutip. Asal Mau


Mengutip Masukkan Kita Kan Memakai Itu, Pakai Masker.. Manfaatnya
Linen Kotor Satu, Pernapasan. Pelindungan Terpilih Infeksinya Ke Kita,
Terjangkitnya. Sarung Tangan, Satu Keselamatan Untuk Kerja
Kita Kan Kalau Sarung Tangan Itu Kan Tidak Cepat
Tertangkap.. Perlu, Baju.. Seperti Sepatu, Apa Ya Kalau
Sepatu Itu Ada Kami Sudah Ada Sepatu. Sepatu Macam Apa
Namanya Itu Kayak Pajak Itu.. Seandainya Service.
Membersihkan Mesin Itu Kan Kami Harus Turun
Menggunakan Sepatu.. Baju Belum Ada Kami.. Belum. Sebab
Kami Berdasarkan Baju Dinas. Begitu Datang Baju Dinas,
Tukar Baju.. Belum Ada, Septinya Kan, Baju Pelindungnya..

6. Bagian Karena Itu Cuma Peringatan Atau Apa. Supaya Kita Lebih
Mencuci Hati-Hati. Satu Lagi Kalau Apa, Septinya Lah, Sarung Tangan,
Kalau Pakai Sepatu, Kadang Gitu Lah Kalau Untuk Infeksius
Waktu Kita Menyuci, Pakaikan Sepatu, Pakaikan Sarung
Tangan, Masker..Ada, Sebagian.. Sepatu Ada, Masker Ada.
Kalau Maskerkan Untuk Yang Infeksius. Yang Apa Yang Itu
Kalau Yang Kotor-Kotor Ringan Ya Tidak Kali, Tidak Pala
Kali. TidakTerlalu Digunakan. Sarung Apa Namanya
Handskun.. Manfaatnya Sangat Baiklah, Untuk Pelindungan.
Untuk Pelindungan Kami Supaya Dia Amanlah. Dari Infeksius-
Infeksius Yang Bisa Menularkan..
7. Bagian Handscun.. Baju pelindung ya tidak.. Masker, sarung tangan
Penyortiran ada.. Gunakan ya itulah untuk menyusun apa meletaki pakaian
Linen kotor yang kotor tadi.. Alat pelindung diri tidak ada. Tidak ada
dan Bersih dikasih.. Ini manfaat handscun, kalau kecelakaan itu tadi ntah
kena ini yang di dalam, benda-benda tajam, itunya pakai
handscun.. Sudah diterapkan tentang APD..

8. Bagian Seperti inilah pakai sarung, itu binatutidak untuk kami saja,
Perlengkapan untuk seluruhnya.. Waktuitu sudah disediakan, sudah dipakai
Linen orang ini, ternyata orang ini, tidak ada meminta lagi. Tidak ada
merasa takut orang itu, tidak ada barangnya yaudah gitu.
Langsung saja orang ini ke ruangan ambil makan gitu.
Seharusnya, sudah saya bilang, kalian pakai baju, harus minta
bajunya kalo ada perlu dibuat, ini tidak ada tanggapan. Tidak
ada merasa takut.. Manfaatnya ya untuk kesehatan kita.. Perlu
diterapkan sebenarnya. Tapi orang ini, tidak ada..

9. Bagian Seperti kami kalaumenjahit kayaknya tidak pakai pelindunglah.


Menjahit Maksudnya tidak, tidak ini yang itu kan orang yang menyuci,
Karena kami di ruang sini kan menjahit saja.. Ya seharusnya
pakai baju spesial untuk ini lah, melindungi jangan baju gitulah.
Memang baju spesial untuk istilahnya bekerja untuk binatu.
Karena namanya yang dicucikan juga dari ruangan penyakitnya
beda-beda. Apalagi ada HIV, ya untuk selama ini sepertinya
kurang, amat kurang..

5. Hasil Wawancara Tentang Monitoring Implementasi Keselamatan Dan


Kesehatan Kerja (K3) Di Instalasi Binatu Pada Rumah Sakit Umum Haji
Medan.

Penjelasan akan monitoring diinstalasi binatu menurut pandangan masing-

masing sumber informasi dapat dilihat pada matriks 1. dibawah ini.

Sumber Monitoring Implementasi Keselamatan Dan Kesehatan


informasi Kerja (K3) di Instalasi Binatu Menurut Pandangan Masing-
Masing.
Kabid Ada dilakukan pemantauan sistim manajemen keselamatan dan
Penunjang kesehatan kerja di Rumah Sakit meliputi pencatatan dan
Medis pelaporan K3, terutama tentang pelaksanaan manajemen
binatu.. Satu bulan sekali.. Manfaatnya Sangat banyak. Dengan
pencatatan dan pelaporan tersebut kita menjadi tahu masalah
apa yang dihadapi pekerja, kendala yang ada di lapangan,
sehingga bisa dianalisis penyebab masalah yang timbul, lalu
dicari solusi pemecahannya dan mengkomunikasikan kepada
pekerja, sehingga kita tahu sejauh mana program yang
dilaksanakan telah berhasil.
Kepala Ya itu pelaksanaannya, ya tetap adalah. Pengawasan dari atasan
Instalasi Binatu ya kan. Cuma itulah yang kita sampaikan ke atasan dan kita
sampaikan ke bawahan. Itulah kita laksanakan.. Ya maksudnya
monitoring ini kan sangat banyak. Dengan pencatatan dan
pelaporan kita tau apa masalah yang ada di binatu ini sehingga
bisa lihat kembali penyebab masalah yang ada, dicarilah solusi
yang menghasilkan kepada pekerja sehingga kita tahu
bagaimana program yang dilaksanakan setelah berhasil ini..

Monitoring itu melalui dari atasan pernah dilakukan tapi tidak


tercatat itu dari atasan datang melihat kemari.. Kalau
pencatatan K3 di instalasi binatu ini sebetulnya kita belum ada,
kenapa tidak ada karena disini kecelakaan kerja kita jarang
terjadi, baru sekali ah itupun tidak kita catat maka itu alasan
kita tidak kita catat . K3 nya tidak ada itu sajalah alasannya”..
Kalau pemeriksaan petugas secara rutin tidak ada karena kita
mendapat kartu BPJS jadi kita ada kartunya untuk berobat
kalau ada yang sakit.. Sekarang kita penanggulangan darurat
pedomannya sudah kita lakukan pelatihan seumpamanya kalau
ada kecelakaan semacam tertusuk jarum itu jangan dikeluarkan
jangan dipegang lukanya itu. Itu harus disiram melalui air yang
mengalir itulah dia pedomannya..Seperti pencatatan atau
pendokumentasian foto seperti itu belum ada..

Pengukuran untuk mengetahui intensitas masalah suara yang


bising sampai saat ini kita belum ada
pengukurannya..Pengukuran panas di ruangan instalasi binatu
inibelum ada sampai saat ini...untuk pengukuran getaran
jugabelum ada..untuk pihak RS belum mempunyai instruksi
untuk memantau lingkungan pekerjaan kalau secara rutin belum
ada..

Untuk pemeliharaan terhadap alat-alat binatu seperti pencuci,


pengering, setrikakarena dalam masalah mesin-mesin peralatan
ini karena dalam tehnik ada dua. Satu dilakukansecara berkala,
satu lagi dilakukan dengan cara rusak dulu baru diperbaiki.
Sekarang yang kita pakai rusak dulu baru dilakukan
pengecekan dan perbaikan, dan kalau secara berkala belum
dilakukan..Pegawai tetapnya ada cuma bukan dari binatu tapi
dari orang tekhnik cuma sepengetahuan saya dia itu belum ada
sertifikat khusus baru ditunjuk oleh kepala ruangnnya.Pegawai
sistem boilernya kalau yang ditempatkan baru satu cuma
apabila beliau berhalangan cuma ditunjuk oleh kepala
ruangnnya untuk menggantikan itulah dia. Bersal dari bagian
tehnik, tapi dia belum punya sertifikt SIO nya..Tamatan
sekolah tehnik STM kalau sekarang apa namanya
SMK..Sampai saat ini sepengtahuan saya belum ada untuk
untuk mengusulkan bagi pegawai sistem boiler itu untuk
mempunyai sertifikat SIO tapientah tahun depan belum tahu ya
kalau saat ini belum..
Petugas Binatu
1. Bagian Ada.. Ya tentang penyakit. Yang infeksi apa yang kotor. Disini
Mesin kan itu yang terjadikan, paling yang paling parah... HIV. Ya
143
kami bisa dijelaskan HIV itu penularannya bagaimana. Selagi
masih darah dan kain tidak masalah, jadi kami tidak takut.

2. Bagian Sering Dipantau-Pantau Dia Lah Gitu Kan, Sama Kabid-


Menggosok/ Kabidnya.. Pernah Datang Juga Lah Kan. Pagi Kadang Kan..
Melipat Ya Liat-Liat Aja Gitu. Liat-Liat Apa Yang Kekurangan, Apa
Yang Kerusakan, Apa Yang Apa Gitu Kan. Nanti Kan Kalo
Misalnya Aman-Aman Aja Gak Ada Yang Kerusakan, Dah
Gitu Aja Kan.. Kurang Tau Saya, Kadang Setau Saya Kan,
Sebegitu Nampak Gitu Aja Kan, Ya Mungkin Adalah Ntah 4
Atau 5 Kali Lah Gitu Dia Datang..
3. Bagian Saya Rasa, Hanya Seminggu Sekali Gitu Kan.. Dia Hanya
Pengering/ Melihat-Lihat Aja.. Biasanya Dia Sama Kepala Rungan Aja
Melipat Itu.. Manfaatnya Ya Perlu Lah. Supaya Dia Juga Tau Situasi
Kerja Di Loundry Ni Mungkin, Yang Alat-Alatnya Rusak Ya
Kan, Tau Dia.

4. Bagian Pernah.. Ya dipantaulah apa kerjaannya, apa yang kurang kan


Mengutip gitu.. Ya pemantauanlah, orang 1 ruangan. Maksudnya mana
Linen Kotor yang kurang, mana yang lebih, kan tau.. Tidak Tentu kapan
1 dilakukan pemantauan.. Pemantauannya masuk lah dia kan ke
dalam, pantau..

5. Bagian Sering.. Komunikasi dia sama atasan itu. Melihat, begitu aja..
Mengutip rasanya kalau untuk kabid apanya tu, dia lebih, lebih sering dia
Linen Kotor kemari memantau.. Macam mana keadaannya, paling lama dia
2 setengah jam disini.. Seminggu sekali.. Ya bermanfaatlah, dia
harus mengetahui keadaan itu macam mana. Mulai dari fungsi
mesin tu macam mana, keadaan anggotanya macam mana.

6. Bagian Cukup teratur.. Jangka waktunya kadang bisa seminggu sekali,


Mencuci kadang mau, kadang gak, ada jugak seminggu-seminggu lebih
gitu.. Kepala bagian pengenjang medis.. Pengecekan itu
biasanya kalau ada masalah lah baru.. Manfaatnya ya supaya
lebih terjagalah, apa masalah cara kerja.. Supaya dia lebih
terkontrol..

7. Bagian Sering.. Ya inilah. Ya alat-alat mesinnya itu, ya selalu


Penyortiran ditengoklah.. kalau lagi keadaan orang itu nyucilah..
Linen kotor
dan Bersih

8. Bagian Sering dilakukan pemantauan.. Seperti orang penunjang medis


Perlengkapan lah kemari.. Menanyakan apakah sudah bisa dikerjakan apa
Linen belum? kalau ada rusak yaudah. kalau perlu dibikin manual,
manual kalau tidak, dikirimkan keluar gitu.. Pemantauan alat-
alat seperti mesin cuci, mesin pengering, mesin jahit dibikin
laporanlah sama kepala ruangannya.. Laporkan ke penunjang
medis.. Perlu diterapkan monitoring biar ada, peningkatan cara
kerjanya.. Manfaat monitoring untuk keselamatan pegawai
sendiri. Kalau perlu diterapkan pakaian-pakaian, atau
perlengkapan supaya jangan terkena penyakit..

9. Bagian Kalau kayak pak khaidir itu, ya kalau pagi dia keliling. Karena
Menjahit kan kalau pagi itu kan biasanya orang pun pada belum kerja
semua ya sekedar dia liat-liat. Dilihatnya banyak mesin rusak
apa enggak.. Seminggu sekali kadang ada, tidak tentu juga..
Kalau kami lah yang merasa kami mesin jahit kami tidak enak,
kami lapor. Nanti datang tukang, paling gitu. Seperti mesin cuci
pun seperti itu. Tidak ada istilahnya setiap seminggu sekali di
service apa gitu, tidak ada.. Istilahnya kalau memang ada
kerusakan baru melapor datang orang itu.. Manfaat monitoring
ya banyak. Kalau namanya kita dikontrol itu pasti kita kan
kerjanya pun lebih bagus. Selama ini ya gini apalah kuranglah
memang gak istilahnya hanya kepala ruangan ajalah yang
meontrol kami, kalau dari atasan-atasan kurang.. Ya perlu juga
dilakukan pengontrolan. Istilahnya namanya atasan kan perlu
juga tahu. Umpamanya langsung melihat bagaimana
kondisinya. Apa keluhan kami? Seharusnyakan dia tanya gitu..

Anda mungkin juga menyukai