Anda di halaman 1dari 149

ANALISA KINERJA PETUGAS TB (TUBERCULOSIS) DI RUMAH SAKIT

YANG TELAH DILATIH PROGRAM HDL (HOSPITAL


DOTS LINGKAGE) DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

DILLA FITRIA
117032043/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


ANALISA KINERJA PETUGAS TB (TUBERCULOSIS)DI RUMAH SAKIT
YANG TELAH DILATIH PROGRAM HDL (HOSPITAL
DOTS LINGKAGE) DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

Oleh

DILLA FITRIA
117032043/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : ANALISA KINERJA PETUGAS TB
(TUBERCULOSIS) DI RUMAH SAKIT YANG
TELAH DILATIH PROGRAM HDL (HOSPITAL
DOTS LINGKAGE) DI KOTA MEDAN
Nama Mahasiswa : Dilla Fitria
Nomor Induk Mahasiswa : 117032043
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui
Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H) (dr. Heldy BZ, M.P.H)
Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 12 Juni 2014

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji
Pada Tanggal : 12 Juni 2014 __

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H


Anggota : 1. dr. Heldy BZ. M.P.H
2. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H
3. dr. Fauzi, S.K.M

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

ANALISA KINERJA PETUGAS TB (TUBERCULOSIS) DI RUMAH SAKIT


YANG TELAH DILATIH PROGRAM HDL (HOSPITAL
DOTS LINGKAGE) DI KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Juli 2014

Dilla Fitria
117032043/IKM

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Tuberkulosis sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di


dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO
merupakan pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dapat dilaksanakan secara
sungguh-sungguh dengan melakukan pengawasan dan pengendalian pengobatan
penderita.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan faktor predisposisi yaitu
pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi; faktor pemungkin yaitu sarana dan prasarana
atau fasilitas; maupun faktor penguat yaitu pengawasan dan pembinaan Direktur
Rumah Sakit (kepemimpinan) terhadap kinerja petugas rumah sakit terhadap
pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di rumah sakit yang telah dilatih Program
HDL (Hospital DOTS Lingkage) di Kota Medan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian
adalah seluruh petugas P2TB di rumah sakit yang telah memperoleh pelatihan
program HDL dari Dinas Kesehatan terdiri dari 3 profesi yaitu dokter, paramedis, dan
petugas laboratorium dengan total sebanyak 42 orang, maka seluruh populasi diambil
sebagai sampel. Tahapan analisis data yaitu univariat, bivariat dan multivariat dengan
menggunakan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pengetahuan (p=0,009), motivasi
(p=0,045), sarana dan prasarana (p=0,013) dan kepemimpinan (p=0,016) terhadap
kinerja petugas dalam pelaksanaan strategi DOTS. Variabel yang paling dominan
memengaruhi kinerja petugas adalah pengetahuan dengan nilai koefisien regresi
4,196. Petugas yang memiliki pengetahuan cukup, motivasi tinggi, sarana dan
prasarana cukup dan kepemimpinan cukup memiliki probabilitas sebesar 99% untuk
kinerja yang baik.
Diharapkan rumah sakit perlu berkomitmen dalam mendukung pelaksanaan
P2TB dengan cara menginstruksikan, melakukan supervisi, memberikan reward,
direktur langsung mengawasi pelaksanaan DOTS di rumah sakit. Dinas Kesehatan
Kota Medan agar dapat melengkapi sarana maupun prasarana.

Kata Kunci : Kinerja, Pengetahuan, Pelatihan, Motivasi, Sarana dan


Prasarana, Kepemimpinan

i
6
Universitas Sumatera Utara
7

ABSTRACT

Tuberculosis is still a problem of public health in the world, especially in the


developing countries, including Indonesia. DOTS (Directly Observed Treatment
Short course) strategy recommended by WHO, is the most appropriate approach for this time
and it should be seriously implemented by monitoring and controlling the medication for the
patients.
The purpose of this study was to find out the relationship of the predisposing factor,
such as knowledge, training, attitude and motivation; the enabling factor, such as facility
and infrastructure; and the reinforcing factor, such as controlling and developing the
Hospital Director (leadership) on the performance of hospital staff who has been trained
through HDL (Hospital DOTS Lingkage) program in the implementation of DOTS strategy
for the patients suffering from TB in the hospital in Medan.
The population of the study with cross sectional approach was all of the P2TB
staff serving at the hospital who received HDL program training held by health
service consisting of 3 profession as follows doctors, paramedics and laboratory
staff which are 42 people in total, and all of them were selected to be the samples for
this study. The data obtained were univariately, bivariately and multivariately
analysed through multiple logistics regression tests.
The result of the study showed that knowledge (p=0.009), motivation
(p=0.045), facility and infrastructure (p=0.013), and leadership (p=0.016) had influenced
on the performance of staff in implementing the DOTS strategy. The most dominant
variable influencing the performance of staff was knowledge with the value of coefficient
regression of 4.196. The probability of staff with adequate knowledge, high motivation,
adequate facility and infrastructure and adequate leadership to do good performance was
99%.
It is expected that the management of hospital need to have commitment in
supporting the implementation of P2TB in order to motivate the performance of
P2TB staff, to improve the attitude of the leader that she/he can direct motivate,
directly and indirectly do a more effective supervision to the P2TB staff.

Keywords: Performance, Knowledge, Training, Motivation, Facility and


Infrastructure, Leadership

ii

Universitas Sumatera Utara


8

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan

rahmat serta pertolongan-NYA yang berlimpah sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Analisa Kinerja

Petugas TB (Tuberculosis) di Rumah Sakit Yang Telah Dilatih Program HDL

(Hospital DOTS Lingkage) di Kota Medan”.

Penelitian tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

Dengan selesainya penyusunan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih

kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

4. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan

dr. Heldy BZ, M.P.H, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

iii

Universitas Sumatera Utara


9

mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis hingga

penulisan tesis selesai.

5. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H, selaku Ketua Komisi Penguji dan dr. Fauzi, S.K.M,

selaku Anggota Komisi Penguji yang telah memberi masukan guna

kesempurnaan penulisan tesis.

6. Drg. Hj. Usma Polita Nst, M.Kes, selaku Kepala Dinas Kesehatan Medan, yang

telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit

pelaksana DOTS yang telah dilatih HDL (Hospital DOTS Lngkage) di wilayah

Kota Medan.

7. Seluruh Direktur Rumah Sakit Pelaksana DOTS yang telah memberi izin untu

melakukan penelitian pada petugas TB yang telah dilatih program HDL

(Hospital DOTS Lngkage).

8. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan

Administrasi Rumah Sakit yang telah memberikan tambahan ilmu yang begitu

berharga untuk penulis.

9. Seluruh Staf Sekretariat Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan

Masyarakat FKM USU yang telah banyak membantu penulis terutama yang

berkaitan dengan proses administrasi.

10. Terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada yang tercinta, Ibunda dr. Cut Zuliati

Muli, M.Kes, Ayahanda Drs. Suherman, MSP, adinda dr. Herwindo Ahmad,

Timor 11 dan bodrexx atas segala jasa, motivasi serta doa yang tak pernah henti.

iv

Universitas Sumatera Utara


10

11. Teristimewa buat suami terbaik Nufrizal, SE, dan ananda tersayang Naraya

Zivara Medina, atas pengertian, kesabaran, dan doa yang selalu terlantun dengan

ikhlas.

12. Rekan-rekan mahasiswa peminatan Administrasi Rumah Sakit Program Studi

IKM FKM USU 2011 atas bantuan dan kerjasamanya selama proses penulisan

tesis ini.

13. Pihak lain yang telah membantu kelancaran penulisan tesis ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

Semoga semua kebaikan yang telah dicurahkan mendapatkan balasan yang

setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari atas segala keterbatasan penulisan tesis

ini, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan

demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi

instansi rumah sakit dan instansi pelayanan kesehatan lainnya.

Medan, Juli 2014

Dilla Fitria
117032043/IKM

Universitas Sumatera Utara


11

RIWAYAT HIDUP

Dilla Fitria lahir pada tanggal 02 Juli 1986 di Kota Medan, anak pertama dari

2 bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. Suherman, MSP dan Ibunda dr.Cut Zuliati

Muli, M.Kes.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah

Dasar Kemala Bhayangkari Medan selesai tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama

Negeri 1 Medan selesai tahun 2001, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Medan selesai

tahun 2004, dan melanjutkan pendidikan Strata 1 di Fakultas Kedokteran Universitas

Syah Kuala Banda Aceh.

Pada tahun 2011, penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat, minat studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

vi

Universitas Sumatera Utara


12

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ....................................................................................................... i
ABSTRACT ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv

BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Permasalahan ............................................................................ 8
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 8
1.4. Hipotesis.................................................................................... 8
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 10


2.1. Tuberkulosis ............................................................................. 10
2.1.1. Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia ...................... 10
2.1.2. Tujuan dan Sasaran Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia ....................................................................... 12
2.1.3. Kebijakan Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia ..... 12
2.1.4. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-
2014 ............................................................................... 14
2.1.5. Organisasi Pelaksanaan Strategi Nasional
Pengendalian TB di Indonesia ...................................... 14
2.2. Pelayanan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS di Rumah
Sakit ....................................................................................... 16
2.2.1. Kriteria Pelayanan TB dengan Strategi DOTS di
Rumah Sakit .................................................................. 16
2.2.2. Administrasi dan Pengelolaan Pelayanan TB dengan
Strategi DOTS di Rumah Sakit ..................................... 17
2.2.3. Staf dan Pimpinan ......................................................... 18
2.2.4. Standar Ketenagaan Pelayanan TB dengan Strategi
DOTS di Rumah Sakit ................................................. 19
2.2.5. Pelatihan ....................................................................... 24
2.2.6 Supervisi........................................................................ 26

vii

Universitas Sumatera Utara


13

2.3. Kinerja ....................................................................................... 28


2.3.1. Pengertian Kinerja......................................................... 28
2.3.2. Penilaian Kinerja ........................................................... 29
2.3.3. Metode Penilaian Kinerja.............................................. 31
2.4. Landasan Teori .......................................................................... 40
2.5. Kerangka Konsep ...................................................................... 48

BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................... 49


3.1. Jenis Penelitian ......................................................................... 49
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 49
3.3. Populasi dan Sampel ................................................................. 49
3.4 Metode Pengumpulan Data ....................................................... 50
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ............................................ 51
3.5.1. Variabel Penelitian ........................................................ 51
3.5.2. Definisi operasional ...................................................... 51
3.6. Metode Pengukuran .................................................................. 52
3.7. Analisa Data .............................................................................. 53
3.7.1. Analisis Univariat ......................................................... 53
3.7.2. Analisis Bivariat ............................................................ 53
3.7.3. Analisis Multivariat ...................................................... 54

BAB 4. HASIL PENELITIAN .................................................................... 55


4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................... 55
4.1.1. Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kota Medan ................ 57
4.1.2. Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pembangunan
Kesehatan ...................................................................... 58
4.2. Karakteristik Responden ........................................................... 61
4.2.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden ......................... 61
4.2.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden............ 61
4.2.3. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden ................ 62
4.2.4. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden ... 62
4.3. Gambaran Faktor Predisposisi (Pengetahuan, Pelatihan,
Sikap, Motivasi), Faktor Pemungkin (Sarana dan Prasarana),
dan Faktor Penguat (Pengawasan dan Pembinaan Direktur
RS) terhadap Kinerja Petugas dalam Pelaksanaan Strategi
DOTS ....................................................................................... 63
4.3.1. Pengetahuan ................................................................. 63
4.3.2. Pelatihan ....................................................................... 66
4.3.3. Sikap.............................................................................. 69
4.3.4. Motivasi ........................................................................ 72
4.3.5. Sarana dan Prasarana .................................................... 76
4.3.6. Kepemimpinan .............................................................. 78
4.3.7. Kinerja .......................................................................... 81

viii

Universitas Sumatera Utara


14

4.4. Hubungan Faktor Predisposisi (Pengetahuan, Pelatihan,


Sikap, Motivasi), Faktor Pemungkin (Sarana dan Prasarana),
dan Faktor Penguat (Pengawasan dan Pembinaan Direktur
RS) dengan Kinerja Petugas dalam Pelaksanaan Strategi
DOTS ....................................................................................... 84
4.4.1. Hubungan Pengetahuan dengan Kinerja Petugas RS
terhadap Pelaksanaan Strategi DOTS ........................... 84
4.4.2. Hubungan Pelatihan dengan Kinerja Petugas RS
terhadap Pelaksanaan Strategi DOTS ........................... 85
4.4.3. Hubungan Sikap dengan Kinerja Petugas RS terhadap
Pelaksanaan Strategi DOTS .......................................... 86
4.4.4. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Petugas RS
terhadap Pelaksanaan Strategi DOTS ........................... 86
4.4.5. Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Kinerja
Petugas RS terhadap Pelaksanaan Strategi DOTS ........ 87
4.4.6. Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Petugas RS
terhadap Pelaksanaan Strategi DOTS ........................... 88
4.5. Faktor yang Paling Dominan Berhubungan dengan Kinerja
Petugas ...................................................................................... 88

BAB 5. PEMBAHASAN .............................................................................. 90


5.1. Hubungan Pengetahuan dengan Kinerja Petugas ..................... 90
5.2. Hubungan Pelatihan dengan Kinerja Petugas ........................... 94
5.3. Hubungan Sikap dengan Kinerja Petugas ................................. 96
5.4. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Petugas ............................ 98
5.5. Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Kinerja Petugas ........ 100
5.6. Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Petugas ................. 101
5.7. Keterbatasan Penelitian ............................................................. 102

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 104


6.1 Kesimpulan ............................................................................... 104
6.2 Saran ......................................................................................... 105

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 107

LAMPIRAN

ix
Universitas Sumatera Utara
15

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Uraian Tugas Program TB untuk Petugas di Rumah Sakit ................... 23

3.1. Metode Pengukuran Variabel Independen dan Variabel Dependen ..... 53

4.1. Daftar Alamat Rumah Sakit yang telah Dilatih HDL ........................... 57

4.2. Daftar Petugas P2TB yang Menjadi Responden ................................... 60

4.3. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih


Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Umur ............................... 61

4.4. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih


Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Jenis Kelamin .................. 62

4.5. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih


Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Masa Kerja ...................... 62

4.6. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih


Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Tingkat Pendidikan ......... 62

4.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Dokter tentang Pelaksanaan


Strategi DOTS ....................................................................................... 63

4.8. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Paramedis tentang Pelaksanaan


Strategi DOTS ....................................................................................... 64

4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Petugas Analis tentang


Pelaksanaan Strategi DOTS .................................................................. 65

4.10. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih


Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Pengetahuan .................... 66

4.11. Distribusi Frekuensi Jawaban Dokter terhadap Pelatihan tentang


Pelaksanaan Strategi DOTS .................................................................. 66

4.12. Distribusi Frekuensi Jawaban Paramedis terhadap Pelatihan tentang


Pelaksanaan Strategi DOTS .................................................................. 67

Universitas Sumatera Utara


16

4.13. Distribusi Frekuensi Jawaban Petugas Analis terhadap Pelatihan


tentang Pelaksanaan Strategi DOTS ..................................................... 68

4.14. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih


Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Pelatihan .......................... 69

4.15. Distribusi Frekuensi Sikap Dokter sebagai Petugas P2TB dalam


Pelaksanaan Strategi DOTS di Rumah Sakit ........................................ 69

4.16. Distribusi Frekuensi Sikap Paramedis sebagai Petugas P2TB dalam


Pelaksanaan Strategi DOTS di Rumah Sakit ........................................ 70

4.17. Distribusi Frekuensi Sikap Analis sebagai Petugas P2TB dalam


Pelaksanaan Strategi DOTSdi Rumah Sakit ......................................... 71

4.18. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih


Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Sikap ................................ 72

4.19. Distribusi Frekuensi Motivasi Dokter sebagai Petugas dalam


Pelaksanaan Strategi DOTS di Rumah Sakit ........................................ 72

4.20. Distribusi Frekuensi Motivasi Paramedis sebagai Petugas dalam


Pelaksanaan Strategi DOTS di Rumah Sakit ........................................ 73

4.21. Distribusi Frekuensi Motivasi Analis sebagai Petugas dalam


Pelaksanaan Strategi DOTS di Rumah Sakit ........................................ 74

4.22. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih


Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Motivasi........................... 75

4.23. Distribusi Frekuensi Jawaban Dokter terhadap Sarana dan Prasarana . 76

4.24. Distribusi Frekuensi Jawaban Paramedis terhadap Sarana dan


Prasarana ............................................................................................... 77

4.25. Distribusi Frekuensi Jawaban Analis terhadap Sarana dan Prasarana .. 77

4.26. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih


Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Sarana dan Prasarana....... 78

4.27. Distribusi Frekuensi Jawaban Dokter terhadap Kepemimpinan ........... 78

4.28. Distribusi Frekuensi Jawaban Paramedis terhadap Kepemimpinan ..... 79

4.29. Distribusi Frekuensi Jawaban Analis terhadap Kepemimpinan ........... 80

xi

Universitas Sumatera Utara


17

4.30. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih


Program HDL di Kota Medan Berdasarkan kepemimpinan ................. 81

4.31. Distribusi Frekuensi Kinerja Dokter terhadap Pelaksanaan Strategi


DOTS .................................................................................................... 81

4.32. Distribusi Frekuensi Kinerja Paramedis terhadap Pelaksanaan


Strategi DOTS ....................................................................................... 82

4.33. Distribusi Frekuensi Kinerja Analis terhadap Pelaksanaan Strategi


DOTS ................................................................................................... 83

4.34. Distribusi Frekuensi Kinerja Petugas TB di Rumah Sakit yang telah


Dilatih Program HDL di Kota Medan................................................... 84

4.35. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan dengan Kinerja Petugas dalam


Pelaksanaan Strategi DOTS .................................................................. 85

4.36. Tabulasi Silang antara Pelatihan dengan Kinerja Petugas dalam


Pelaksanaan Strategi DOTS .................................................................. 85

4.37. Tabulasi Silang antara Sikap dengan Kinerja Petugas dalam


Pelaksanaan Strategi DOTS .................................................................. 86

4.38. Tabulasi Silang antara Motivasi dengan Kinerja Petugas dalam


Pelaksanaan Strategi DOTS .................................................................. 87

4.39. Tabulasi Silang antara Sarana dan Prasarana dengan Kinerja Petugas
dalam Pelaksanaan Strategi DOTS ....................................................... 87

4.40. Tabulasi Silang antara Kepemimpinan dengan Kinerja Petugas dalam


Pelaksanaan Strategi DOTS .................................................................. 88

4.41. Hasil Analisis Faktor yang Paling Dominan Berpengaruh terhadap


Kinerja Petugas ..................................................................................... 89

xii

Universitas Sumatera Utara


18

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kerangka Konsep Penelitian ........................................................... 48

xiii

Universitas Sumatera Utara


19

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Surat Izin Penelitian dari FKM ............................................................... 110

2. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Medan ........................ 111

3. Kuesioner Penelitian ............................................................................... 112

4. Master Tabel ........................................................................................... 129

5. Hasil Analisis Data ................................................................................. 131

6. Data Kasus Suspect Tuberculosis pada masing-masing Rumah Sakit .... 190

xiv

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Tuberkulosis sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di


dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO
merupakan pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dapat dilaksanakan secara
sungguh-sungguh dengan melakukan pengawasan dan pengendalian pengobatan
penderita.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan faktor predisposisi yaitu
pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi; faktor pemungkin yaitu sarana dan prasarana
atau fasilitas; maupun faktor penguat yaitu pengawasan dan pembinaan Direktur
Rumah Sakit (kepemimpinan) terhadap kinerja petugas rumah sakit terhadap
pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di rumah sakit yang telah dilatih Program
HDL (Hospital DOTS Lingkage) di Kota Medan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian
adalah seluruh petugas P2TB di rumah sakit yang telah memperoleh pelatihan
program HDL dari Dinas Kesehatan terdiri dari 3 profesi yaitu dokter, paramedis, dan
petugas laboratorium dengan total sebanyak 42 orang, maka seluruh populasi diambil
sebagai sampel. Tahapan analisis data yaitu univariat, bivariat dan multivariat dengan
menggunakan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pengetahuan (p=0,009), motivasi
(p=0,045), sarana dan prasarana (p=0,013) dan kepemimpinan (p=0,016) terhadap
kinerja petugas dalam pelaksanaan strategi DOTS. Variabel yang paling dominan
memengaruhi kinerja petugas adalah pengetahuan dengan nilai koefisien regresi
4,196. Petugas yang memiliki pengetahuan cukup, motivasi tinggi, sarana dan
prasarana cukup dan kepemimpinan cukup memiliki probabilitas sebesar 99% untuk
kinerja yang baik.
Diharapkan rumah sakit perlu berkomitmen dalam mendukung pelaksanaan
P2TB dengan cara menginstruksikan, melakukan supervisi, memberikan reward,
direktur langsung mengawasi pelaksanaan DOTS di rumah sakit. Dinas Kesehatan
Kota Medan agar dapat melengkapi sarana maupun prasarana.

Kata Kunci : Kinerja, Pengetahuan, Pelatihan, Motivasi, Sarana dan


Prasarana, Kepemimpinan

i
6
Universitas Sumatera Utara
7

ABSTRACT

Tuberculosis is still a problem of public health in the world, especially in the


developing countries, including Indonesia. DOTS (Directly Observed Treatment
Short course) strategy recommended by WHO, is the most appropriate approach for this time
and it should be seriously implemented by monitoring and controlling the medication for the
patients.
The purpose of this study was to find out the relationship of the predisposing factor,
such as knowledge, training, attitude and motivation; the enabling factor, such as facility
and infrastructure; and the reinforcing factor, such as controlling and developing the
Hospital Director (leadership) on the performance of hospital staff who has been trained
through HDL (Hospital DOTS Lingkage) program in the implementation of DOTS strategy
for the patients suffering from TB in the hospital in Medan.
The population of the study with cross sectional approach was all of the P2TB
staff serving at the hospital who received HDL program training held by health
service consisting of 3 profession as follows doctors, paramedics and laboratory
staff which are 42 people in total, and all of them were selected to be the samples for
this study. The data obtained were univariately, bivariately and multivariately
analysed through multiple logistics regression tests.
The result of the study showed that knowledge (p=0.009), motivation
(p=0.045), facility and infrastructure (p=0.013), and leadership (p=0.016) had influenced
on the performance of staff in implementing the DOTS strategy. The most dominant
variable influencing the performance of staff was knowledge with the value of coefficient
regression of 4.196. The probability of staff with adequate knowledge, high motivation,
adequate facility and infrastructure and adequate leadership to do good performance was
99%.
It is expected that the management of hospital need to have commitment in
supporting the implementation of P2TB in order to motivate the performance of
P2TB staff, to improve the attitude of the leader that she/he can direct motivate,
directly and indirectly do a more effective supervision to the P2TB staff.

Keywords: Performance, Knowledge, Training, Motivation, Facility and


Infrastructure, Leadership

ii

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

Indonesia telah dimulai sejak diadakan Simposium Pemberantasan TB Paru di Ciloto

pada tahun 1969. Namun sampai sekarang perkembangannya belum menunjukkan

hasil yang menggembirakan. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

tahun 2001 yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes

RI, TB berkonstribusi sekitar 9,4% terhadap total kematian di Indonesia. Dengan

demikian TB menempati peringkat ketiga penyebab kematian utama di Indonesia

setelah penyakit sistem kardiovaskuler (26,4%) dan penyakit sistem pernapasan

(12,7%). Pada kelompok penyakit infeksi, tuberkulosis berada pada tingkat pertama

penyebab kematian diatas tifus (4,3%) dan diare (3,8%) (indonesian-

publichealth.com).

Menurut laporan WHO (2009), Indonesia merupakan penyumbang penyakit

TB terbesar nomor lima di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria.

(ppti.info, 2012)

Diperkirakan saat ini jumlah pasien Tuberkulosis di Indonesia sekitar 5,8%

dari total jumlah pasien Tuberkulosis di dunia dan setiap tahun terdapat 429.730

kasus baru dan kematian 62.246 orang. Tuberkulosis paru merupakan salah satu

penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia.

1
Universitas Sumatera Utara
2

Survei yang dilakukan National Network of Health (NNH) pada tahun 2005

menunjukkan kasus kematian Tuberkulosis menempati urutan ketiga setelah penyakit

kardiovaskular dan penyakit infeksi saluran pernafasan. Berdasarkan laporan Global

Tuberculosis Control Report WHO 2011 prevalensi TB diperkirakan sebesar 289 per

100.000 penduduk, insidensi TB sebesar 189 per 100.000 penduduk, dan angka

kematian sebesar 27 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2012).

Pada tahun 2012 penderita suspek TB di Sumatera Utara mencapai 172.767

orang dan dinyatakan positif TB sebanyak 18.257 orang. Dari 25 kabupaten dan kota

di Sumatera Utara, kasus TB di Medan yakni jumlah suspek TB 13.583 orang dan

sebanyak 1.717 orang yang dinyatakan positif TB (Dinkes Propsu, 2012).

Untuk menanggulangi masalah TB di Indonesia, strategi DOTS (Directly

Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO merupakan

pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dapat dilaksanakan secara sungguh-

sungguh. Oleh karena itu peran aktif dengan semangat kemitraan dari semua pihak

yang terkait, sehingga penanggulangan TB dapat lebih ditingkatkan melalui gerakan

terpadu yang bersifat nasional, yakni Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian

Tuberkulosis (Gerdunas TB) yang diresmikan pada tanggal 24 maret 1999 (Depkes,

2002).

Strategi DOTS merupakan suatu cara untuk menjamin keberhasilan program

pengobatan penderita Tuberkulosis Paru dengan ketaatan dan keteraturan penderita

selama masa pengobatan, yaitu dengan melakukan pengawasan dan pengendalian

pengobatan penderita. Pada strategi DOTS terdapat 5 (lima) komponen, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


3

komitmen politik, pemeriksaan laboratorium, ketersediaan obat, pencatatan pelaporan

dan pengawasan minum obat.

Pada awal penerapan strategi DOTS di Indonesia yang dimulai pada tahun

1995, Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan di masyarakat. Namun dengan

berjalannya waktu, strategi DOTS telah dimulai dikembangkan di Balai Pengobatan

Penyakit Paru-paru (BP4) yang saat ini berkembang menjadi Balai Kesehatan Paru

Masyarakat (BKPM) dan di rumah sakit, baik rumah sakit milik pemerintah maupun

swasta. Hasil survei prevalensi tuberkulosis tahun 2004 menunjukkan bahwa pola

pencarian pengobatan pasien tuberkulosis ke rumah sakit ternyata cukup tinggi, yaitu

sekitar 60% pasien tuberkulosis ketika pertama kali sakit mencari pengobatan ke

rumah sakit. Dengan demikian melibatkan rumah sakit dalam pelaksanaan strategi

DOTS menjadi satu upaya penting dan sangat strategis karena akan memberikan

kontribusi yang signifikan terhadap upaya penemuan pasien tuberkulosis

(Depkes,2007).

Untuk menanggulangi masalah TB, strategi DOTS harus diperluas

jangkauannya pada seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbagai institusi terkait

termasuk rumah sakit pemerintah dan swasta, dengan mengikutsertakan secara aktif

semua pihak dalam kemitraan yang bersinergi untuk penanggulangan TB. Program

ini dikenal sebagai program HDL (Hospital DOTS Lingkage). Selain bertujuan untuk

menanggulangi masalah TB, program HDL saat ini telah diwajibkan dimiliki oleh

instansi rumah sakit untuk kepentingan akreditasi (Kemenkes RI, 2010).

Universitas Sumatera Utara


4

Pada saat ini penanggulangan TB dengan strategi DOTS di rumah sakit baru

berkisar 20% dengan kualitas yang bervariasi. Pada kenyataannya, strategi DOTS di

rumah sakit masih merupakan tantangan besar bagi keberhasilan Indonesia dalam

mengendalikan tuberkulosis. Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh

Team Tuberculosis External Monitoring Mission pada tahun 2005 menunjukkan

bahwa angka penemuan kasus Tuberkulosis di rumah sakit cukup tinggi sekitar 60%,

tetapi angka keberhasilan pengobatan rendah (umumnya masih di bawah 50%)

dengan angka putus berobat yang masih tinggi (50%-80%). Kondisi tersebut

berpotensi untuk menciptakan masalah besar yaitu peningkatan kemungkinan terjadi

resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (MDR-TB) (Kemenkes RI, 2010).

Untuk mengetahui keberhasilan rumah sakit dalam melaksanakan strategi

DOTS, pada bulan Juli 2009 telah dilakukan penilaian terhadap rumah sakit tingkat

provinsi di seluruh Indonesia (jumlah 18 rumah sakit). Data hasil penilaian

menunjukkan bahwa hanya 17% rumah sakit yang telah melakukan strategi DOTS

dengan hasil optimal, 44% rumah sakit keberhasilan sedang dan 39% rumah sakit

keberhasilan kurang (Kemenkes RI, 2010).

Data hasil penilaian juga menunjukkan adanya hubungan yang erat antara

komitmen direktur rumah sakit terhadap keberhasilan penyelenggaraan DOTS di

rumah sakit. Sementara dari jumlah 59% rumah sakit yang telah memiliki Tim

DOTS, hanya 28% tim DOTS yang dibentuk bekerja optimal. Sementara 72% rumah

sakit yang telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih DOTS (dokter umum,

Universitas Sumatera Utara


5

dokter spesialis, paramedik, petugas laboratorium maupun farmasi), namun tidak

dimanfaatkan secara baik oleh pihak manajemen rumah sakit (Kemenkes RI, 2010).

Sampai akhir tahun 2011 jumlah rumah sakit di Sumatera Utara adalah 191

unit dengan rincian 57 unit Rumah sakit pemerintah dan 134 rumah sakit swasta

(Dinkes Propsu 2012). Pada awalnya Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara telah

melatih program HDL di 25 rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah maupun

swasta. Namun pada pertengahan Desember 2012, wewenang untuk menjalankan

program HDL ini diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan. Dinas Kesehatan

Kota Medan telah melaksanakan program strategi DOTS di Rumah Sakit Pemerintah

dan swasta berjumlah 25 rumah sakit. (Dinkes Kota Medan, 2012). Namun dari 25

rumah sakit yang telah dilatih program HDL oleh Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera

Utara terdapat rumah sakit yang belum menjalankan program strategi DOTS ini.

Sehingga dapat dikatakan bahwa upaya penanggulangan tuberkulosis dengan strategi

DOTS di Medan secara keseluruhan belum mencapai hasil yang diharapkan. Dari 25

rumah sakit tersebut diketahui 17 rumah sakit telah menjalankan program HDL, 7

rumah sakit belum menjalankan program HDL dengan sempurna dan 1 rumah sakit

telah tutup yaitu rumah sakit Tembakau Deli.

Petugas TB rumah sakit yang dilatih program HDL terdiri dari dokter,

paramedis, dan petugas laboratorium. Petugas TB rumah sakit yang telah dilatih oleh

Dinas Kesehatan harus melakukan pencatatan sesuai dengan standar operasional yang

ada dan memberikan pelaporan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan mengenai

Universitas Sumatera Utara


6

perkembangan kasus TB yang terdapat di rumah sakit tersebut. Hal-hal yang harus

dilaporkan dari rumah sakit kepada Dinas Kesehatan Kota Medan tersebut antara lain:

Jumlah pasien TB secara keseluruhan (kasus TB BTA +/-), apakah strategi DOTS di

rumah sakit tersebut berjalan atau tidak dengan cara melihat jumlah pasien yang

sembuh (angka kesembuhan dan keberhasilan pengobatan), jumlah pasien yang putus

obat (drop-out), jumlah pasien konversi, dan juga melihat hasil pelaporan dari

laboratorium.

Petugas TB rumah sakit harus aktif melakukan semua kegiatan

penanggulangan TB sesuai dengan strategi DOTS. Semua kegiatan yang dilakukan

harus sesuai dengan materi program penanggulangan TB yang sudah diberikan pada

saat pelatihan. Menurut Dinas Kesehatan Kota Medan, indikator keaktifan petugas

TB rumah sakit dilihat dari : pelaporan yang harus tepat waktu, seluruh pemeriksaan

dan pengobatan TB harus sesuai dengan tahapan strategi DOTS, dan tidak ada pasien

yang putus obat (drop-out).

Apabila petugas TB rumah sakit tidak memberikan laporan kepada Dinas

Kesehatan Kota Medan maka dapat dikatakan petugas TB tersebut tidak aktif dalam

melaksanakan program HDL walaupun petugas TB rumah sakit tersebut telah

melakukan pemeriksaan dan pengobatan TB sesuai dengan tahapan strategi DOTS.

Dinas Kesehatan Kota Medan melakukan supervisi ke rumah sakit untuk

melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan program HDL.

Menurut Kemenkes RI 2011, dalam menangani pasien TB ada standar yang

harus digunakan oleh semua profesi yang terkait dalam penanggulangan TB di semua

Universitas Sumatera Utara


7

tempat. Standar tersebut disebut sebagai ISTC (International Standard for

Tuberculosis Care). ISTC merupakan standar yang harus dipenuhi dalam menangani

pasien tuberkulosis, yang terdiri dari 6 standar untuk penegakan diagnosis, 11 standar

untuk pengobatan dan 4 standar untuk fungsi tanggung jawab kesehatan masyarakat.

Dengan kata lain ketentuan keaktifan di dalam tatalaksana standar tuberkulosis adalah

petugas harus melaksanakan anamnesa, pemeriksaan, diagnosa, pengobatan,

penyuluhan dan melaksanakan pencatatan pelaporan. Dari standar TB tersebut dapat

diketahui tingkat keaktifan petugas rumah sakit dalam pelaksanaan strategi DOTS.

Dengan pelaksanaan standar TB tersebut rumah sakit akan dapat memberikan

pelayanan maksimal agar dapat memberikan kepuasan pada pasien, sehingga dapat

juga didapatkan data penemuan kasus maupun data keberhasilan pengobatan juga

agar mencegah terjadinya multi- drugs resistance of Tuberculosis (MDR-TB). Namun

menurut Dinas Kesehatan Kota Medan, masih ada rumah sakit yang belum

mengirimkan pelaporan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan mengenai jalannya

program strategi DOTS di rumah sakit tersebut, dan ini dapat dikatakan bahwa

petugas Program Pemberantasan Tuberkulosis (P2TB) di rumah sakit tersebut masih

belum berjalan dengan sempurna, walaupun telah diberikan pelatihan program HDL.

Oleh karena masih adanya rumah sakit yang belum memberikan pelaporan kepada

Dinas Kesehatan Kota Medan, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian

untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi kinerja petugas rumah sakit terhadap

pelaksanaan strategi DOTS dalam menjalankan program HDL sesuai dengan standar

operasional yang telah diberikan saat pelatihan oleh Dinas Kesehatan tersebut.

Universitas Sumatera Utara


8

Berdasarkan latar belakang di atas perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui hubungan faktor predisposisi (Predisposing Factors), faktor pemungkin

(Enabling Factors), maupun faktor penguat (Reinforcing Factors) dengan kinerja

petugas rumah sakit dalam pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di rumah sakit

yang telah dilatih program HDL di Kota Medan.

1.2 Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah masih rendahnya kinerja petugas

TB rumah sakit yang sudah dilatih dengan strategi DOTS di Kota Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor predisposisi

(Predisposing Factors) yaitu pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi; faktor

pemungkin (Enabling Factors) yaitu sarana dan prasarana atau fasilitas; maupun

faktor penguat (Reinforcing Factors) yaitu pengawasan dan pembinaan Direktur

Rumah Sakit (kepemimpinan) dengan kinerja petugas rumah sakit terhadap

pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di rumah sakit yang telah dilatih Program

HDL di Kota Medan.

1.4 Hipotesis

Ada hubungan faktor predisposisi (Predisposing Factors) yaitu pengetahuan,

pelatihan, sikap, motivasi; faktor pemungkin (Enabling Factors) yaitu sarana dan

prasarana atau fasilitas; maupun faktor penguat (Reinforcing Factors) yaitu

Universitas Sumatera Utara


9

pengawasan dan pembinaan Direktur Rumah Sakit (kepemimpinan) dengan kinerja

petugas rumah sakit terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di rumah

sakit yang telah dilatih Program HDL di Kota Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan dan informasi bagi Rumah Sakit mengenai kinerja petugas

P2TB untuk meningkatkan upaya-upaya pelaksanaan strategi DOTS pada pasien

TB di Rumah Sakit Kota Medan.

2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

salah satu sumbangan pemikiran dan sebagai masukan untuk meningkatkan

keberhasilan program Hospital DOTS Lingkage.

3. Bagi peneliti akan menambah pengalaman dan pengetahuan di bidang penelitian

khususnya penelitian tentang kinerja pengelolaan program TB.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis

2.1.1. Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia

Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman

penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang

kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP-

4). Sejak tahun 1969 pengendalian dilakukan secara nasional melalui Puskesmas.

Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan adalah paduan standar Isonoazid

(INH), Asam Para Amino Salisilat (PAS) dan Streptomisin selama satu sampai dua

tahun. Asam Para Amino Salisilat (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid.

Sejak 1977 mulai digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH,

Rifampisin, Pirazinamid dan Ethambutol selama 6 bulan.

Pada tahun 1995, program nasional pengendalian TB mulai menerapkan

strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000

strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh Fasilitas pelayanan kesehatan

terutama Puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.

Menurut laporan WHO (2009), Indonesia merupakan negara dengan pasien

TB terbanyak ke-5 di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria (ppti.info,

2012). Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah

pasien TB didunia. Diperkirakan, setiap tahun ada 429.730 kasus baru dan kematian

62.246 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 102 per 100.000 penduduk.

10
Universitas Sumatera Utara
11

Faktor yang memengaruhi kemungkinan seseorang menjadi sakit TB adalah

daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV (Human Immunodeficiency

Virus) dan malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan factor resiko utama bagi yang

terinfeksi TB menjadi sakit. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas system daya

tahan tubuh seluler (cellular immunity). Jika terjadi infeksi penyerta (opportunistic)

seperti tuberkulosis, pasien akan menjadi sakit parah bahkan bias mengakibatkan

kematian. Bila jumlah orang yang terinfeksi HIV meningkat, maka pasien TB akan

meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

Menurut WHO (2009), prevalensi HIV pada kelompok TB di Indonesia sekitar 2.8%.

Kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance) diantara

kasus TB baru sebesar 2%, sementara MDR diantara kasus pengobatan ulang sebesar

20% (Kemenkes RI, 2011).

Hasil Survei Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa

angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara

Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah,

yaitu: 1) wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk;

2) wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk; 3)

wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk.

Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000

penduduk. Mengacu pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan

insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4% setiap tahunnya.

Universitas Sumatera Utara


12

Sampai tahun 2009, keterlibatan dalam program Pengendalian TB dengan

Strategi DOTS meliputi 98% Puskesmas, sementara rumah sakit umum, Balai

Kesehatan Paru Masyarakat mencapai sekitar 50%.

2.1.2. Tujuan dan Sasaran Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia

Pengendalian tuberkulosis di Indonesia bertujuan untuk menurunkan angka

kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan

kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Sasaran strategi nasional pengendalian TB ini mengacu pada rencana strategis

kementerian kesehatan dari 2009 sampai dengan tahun 2014 yaitu menurunkan

prevalensi TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per 100.000 penduduk.

Sasaran keluaran adalah: (1) meningkatkan prosentase kasus baru TB paru (BTA

positif) yang ditemukan dari 73% menjadi 90%; (2) meningkatkan prosentase

keberhasilan pengobatan kasus baru TB paru (BTA positif) mencapai 88%; (3)

meningkatkan prosentase provinsi dengan CDR di atas 70% mencapai 50%; (4)

meningkatkan prosentase provinsi dengan keberhasilan pengobatan di atas 85% dari

80% menjadi 88%.

2.1.3. Kebijakan Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia

Pengendalian TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas

desentralisasi dalam kerangka otonomi dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat

manajemen program, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan

evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan

prasarana).

Universitas Sumatera Utara


13

Pengendalian TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS dan

memperhatikan strategi Global Stop TB partnership. Penguatan kebijakan ditujukan

untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program pengendalian TB.

Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan

mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu

memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB.

Penemuan dan pengobatan dalam rangka pengendalian TB dilaksanakan oleh

seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes), meliputi Puskesmas, Rumah

Sakit Pemerintah Balai/Klinik Pengobatan, Dokter Praktek Swasta (DPS) dan fasilitas

kesehatan lainnya.

Pengendalian TB dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama dan

kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan masyarakat dalam

wujud Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian TB (Gerdunas TB).

Peningkatan kemampuan laboratorium di berbagai tingkat pelayanan ditujukan

untuk peningkatan mutu dan akses layanan. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk

pengendalian TB diberikan secara cuma-cuma dan dikelola dengan manajemen

logistik yang efektif demi menjamin ketersediaannya.

Ketersediaan tenaga yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk

meningkatkan dan mempertahankan kinerja program. Pengendalian TB lebih

diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok rentan lainnya terhadap TB.

Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.

Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam Millenium Development

Goals (MDGs).

Universitas Sumatera Utara


14

2.1.4. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014

Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi,

antara lain :

a. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu

b. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan masyarakat

miskin serta rentan lainnya

c. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela),

perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private Mix dan menjamin

kepatuhan terhadap International Standards for TB Care.

d. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.

e. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen

program pengendalian TB

f. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB

g. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis.

2.1.5 Organisasi Pelaksanaan Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia

Organisasi pelaksanaan strategi nasional pengendalian TB di Indonesia dilihat

melalui aspek manajemen program antara lain :

a. Tingkat Pusat

Upaya pengendalian TB dilakukan melalui Gerakan Terpadu Nasional

Pengendalian Tuberkulosis (Gerdunas-TB) yang merupakan forum kemitraan

lintas sektor dibawah koordinasi Menko Kesra. Menteri Kesehatan RI sebagai

Universitas Sumatera Utara


15

penanggung jawab teknis upaya pengendalian TB. Dalam pelaksanaannya

program TB secara Nasional dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, cq. Sub Direktorat Tuberkulosis.

b. Tingkat Propinsi

Di tingkat propinsi dibentuk Gerdunas-TB Propinsi yang terdiri dari Tim

Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan

kebutuhan daerah. Dalam pelaksanaan program TB di tingkat propinsi

dilaksanakan Dinas Kesehatan Propinsi.

c. Tingkat Kabupaten/Kota

Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Gerdunas-TB kabupaten/kota yang terdiri

dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan

dengan kebutuhan kabupaten/kota. Dalam pelaksanaan program TB di tingkat

Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Tatalaksana pasien TB dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit,

BP4/Klinik dan Dokter Praktek Swasta.

a. Puskesmas

Dalam pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk kelompok Puskesmas Pelaksana

(KPP) yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), dengan

dikelilingi oleh kurang lebih 5 (lima) Puskesmas Satelit (PS).

Pada keadaan geografis yang sulit, dapat dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri

(PPM) yang dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.

Universitas Sumatera Utara


16

b. Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum, Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM), dan klinik

lainnya dapat melaksanakan semua kegiatan tatalaksana pasien TB.

c. Dokter Praktek Swasta (DPS) dan fasilitas layanan lainnya. Secara umum konsep

pelayanan di Balai Pengobatan dan DPS sama dengan pelaksanaan pada rumah

sakit dan Balai Pengobatan (klinik) (KemenKes RI, 2011).

2.2 Pelayanan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS di Rumah Sakit

Pelayanan TB menggunakan strategi DOTS disediakan dan diberikan kepada

pasien sesuai dengan ilmu pengetahuan kedokteran mutakhir dan standar yang telah

disepakati oleh seluruh organisasi profesi di dunia, serta memanfaatkan kemampuan

dan fasilitas rumah sakit secara optimal.

Tujuan pelayanan TB dengan strategi DOTS di rumah sakit adalah untuk

meningkatkan mutu pelayanan medis TB di rumah sakit melalui penerapan strategi

DOTS secara optimal dengan mengupayakan kesembuhan dan pemulihan pasien

melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan serta memenuhi

etika kedokteran.

2.2.1 Kriteria Pelayanan TB dengan Strategi DOTS di Rumah Sakit

Setiap pelayanan TB dengan strategi DOTS bagi pasien TB harus berdasarkan

standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh Program Penanggulangan Tuberkulosis

Nasional.

Universitas Sumatera Utara


17

Setiap pelayanan TB berdasarkan International Standard for Tuberculosis

Care (ISTC) atau Standar Diagnosis, Pengobatan dan Tanggung Jawab kesehatan

Masyarakat. (KemenKes RI,2010).

2.2.2 Administrasi dan Pengelolaan Pelayanan TB dengan Strategi DOTS di


Rumah Sakit

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/2009 tentang Pedoman

Nasional Penanggulangan Tuberkulosis mengamanatkan bahwa penanggulangan

terhadap TB merupakan program nasional yang wajib dilakukan oleh setiap institusi

pelayanan kesehatan dan menjadi dasar bagi semua pelaksanaan penanganan TB.

Mengingat pelaksanaan pelayanan TB di rumah sakit sangat rumit dengan

keterlibatan berbagai disiplin ilmu kedokteran serta penunjang medik, baik di

poliklinik maupun bangsal bagi pasien rawat jalan dan rawat inap serta rujukan

pasien dan spesimen. Maka dalam pengelolaan TB di rumah sakit dibutuhkan

manajemen tersendiri dengan dibentuknya Tim DOTS di Rumah Sakit.

Tim DOTS di Rumah Sakit dipimpin oleh seorang Direktur/Wakil Direktur

berfungsi sebagai administrator, yang berfungsi sebagai :

a. Membuat kebijakan dan melaksanakannya.

b. Mengintegrasikan, merencanakan, dan mengkoordinasikan pelayanan.

c. Melaksanakan pengembangan staf dan pendidikan/pelatihan.

d. Melakukan pengawasan terhadap penerapan standar pelayanan medis/kedokteran

termasuk medicolegal.

Universitas Sumatera Utara


18

e. Berkoordinasi dengan Komite Medik untuk memfasilitasi implemantasi etika

kedokteran dan mutu profesi, penetapan Standar Pelayanan Medis dan Standar

Pelayanan Operasional.

f. Membentuk Tim DOTS yang dipimpin oleh Ketua/pimpinan yang berfungsi :

Pengatur administrasi, pengatur pengembangan staf, pengawas kualitas pelayanan

agar sesuai dengan standar pelayanan medis, pengawas bahwa penanganan pasien

TB di rumah sakit menggunakan strategi DOTS dan jejaring internal berjalan

optimal serta aktif melaksanakan jejaring eksternal, pengawas bahwa pencatatan

dan pelaporan baik kepada Direktur maupun Dinas Kesehatan/Kota semuanya

terlaksana dengan benar dan tepat waktu.

2.2.3 Staf dan Pimpinan

Penempatan penetapan, hak dan kewajiban staf medis untuk pelayanan TB

dengan strategi DOTS oleh pimpinan rumah sakit. Terdapat pengorganisasian

kelompok Staf Medis Fungsional (SMF) berasal dari unit terkait dengan pasien TB

dalam wadah fungsional yaitu Tim DOTS. Tim DOTS mempunyai uraian tugas,

fungsi dan kewajiban yang jelas. Staf medis dalam Tim DOTS berperan aktif dalam

membuat Standar Prosedur Operasional (SPO) bagi pelayanan pasien TB.

Adapun kriteria staf dan pimpinan antara lain :

a. Pimpinan rumah sakit membentuk Tim DOTS sebagai wadah khusus dalam

pengelolaan pasien TB di rumah sakit.

b. Pembentukan Tim DOTS di rumah sakit bersifat fungsional ditetapkan melalui

surat keputusan direktur rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara


19

c. Tim DOTS di rumah sakit berada di bawah koordinasi Direktur/Wakil Direktur

Pelayanan Medik.

Tugas, fungsi, serta wewenang Tim DOTS di rumah sakit ditetapkan

berdasarkan kompetensi dan diatur sebagai berikut:

a. Ketua Tim DOTS adalah seorang dokter spesialis paru atau penyakit dalam atau

dokter spesialis atau dokter umum yang bersertifikat Pelatihan Pelayanan

Tuberkulosis dengan Strategi DOTS di Rumah Sakit (PPTS DOTS).

b. Ketua Tim DOTS merangkap sebagai anggota, dimana anggotanya terdiri dari

SMF Paru, SMF Penyakit Dalam, SMF Kesehatan Anak, SMF Lainnya bila ada

(Bedah, Obgyn, Kulit dan Kelamin, Saraf, dll), Instalasi Laboratorium (PA, PK,

Mikro), Instalasi Farmasi, perawat rawat inap dan perawat rawat jalan terlatih,

petugas pencatatan dan pelaporan, serta petugas Penyuluhan Kesehatan

Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS).

2.2.4 Standar Ketenagaan Pelayanan TB dengan Strategi DOTS di Rumah


Sakit

Standar ketenagaan pelayanan TB dengan strategi DOTS di Rumah Sakit

antara lain :

a. Rumah Sakit Umum Pemerintah

1) RS Kelas A : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 6

dokter, 3 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium

2) RS Kelas B : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 6

dokter, 3 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium

Universitas Sumatera Utara


20

3) RS Kelas C : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 4

dokter, 2 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium

4) RS Kelas D : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 2

dokter, 2 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium

b. Rumah Sakit Swasta : menyesuaikan.

c. Dokter Praktek Swasta : minimal telah dilatih.

Apabila rumah sakit tidak dapat membentuk Tim DOTS karena keterbatasan

tenaga profesional, maka paling sedikit ada 3 orang staf rumah sakit yang

menjalankan tugas untuk mengkoordinir pelaksanaan strategi DOTS di rumah sakit,

yaitu : seorang Dokter, seorang Perawat (paramedis), seorang Petugas Laboratorium

(Kemenkes RI, 2010).

Dokter ataupun Dokter Spesialis bertugas untuk melakukan anamnesa,

pemeriksaan fisik pada pasien, penegakkan diagnosa hingga pemberian obat, juga

memberikan penjelasan (edukasi dan informasi) mengenai TB dan pentingnya

kepatuhan minum obat. Perawat (paramedis) bertugas untuk memberikan obat setelah

diagnosis ditegakkan oleh dokter, memberikan penjelasan (edukasi dan informasi)

mengenai TB dan pentingnya kepatuhan minum obat, juga melakukan pencatatan dan

pelaporan. Petugas laboratorium bertugas memeriksa sputum pasien TB dan

melakukan pencatatan dan pelaporan.

Ketiga petugas tersebut di atas harus bersertifikat Pelatihan Pelayanan

Tuberkulosis Dengan Strategi DOTS di Rumah Sakit.

Universitas Sumatera Utara


21

Tugas Tim DOTS di rumah sakit adalah menjamin terselenggaranya

pelayanan TB dengan membentuk unit DOTS di rumah sakit sesuai dengan strategi

DOTS termasuk sistem jejaring internal dan eksternal (KemenKes RI, 2011).

Petugas TB rumah sakit di Medan yang telah dilatih oleh Dinas Kesehatan

Propinsi Sumatera Utara harus melakukan pencatatan sesuai dengan standar

operasional yang ada dan memberikan pelaporan kepada Dinas Kesehatan Kota

Medan mengenai perkembangan kasus TB yang terdapat di rumah sakit tersebut. Hal-

hal yang harus dilaporkan dari rumah sakit kepada Dinas Kesehatan Kota Medan

tersebut antara lain :

a. Jumlah pasien TB secara keseluruhan (kasus TB BTA +/-)

b. Apakah strategi DOTS di rumah sakit tersebut berjalan atau tidak, dengan melihat

jumlah pasien yang sembuh (angka kesembuhan dan keberhasilan pengobatan),

jumlah pasien yang putus obat (drop-out), jumlah pasien konversi.

c. Hasil laboratorium

Petugas TB rumah sakit harus aktif melakukan semua kegiatan

penanggulangan TB sesuai dengan strategi DOTS. Semua kegiatan yang dilakukan

harus sesuai dengan materi saat pelatihan program penanggulangan TB yang sudah

diberikan dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara pada saat pelatihan. Menurut

Dinas Kesehatan Kota Medan, indikator keaktifan petugas TB rumah sakit dilihat

dari:

Universitas Sumatera Utara


22

a. Pelaporan yang harus tepat waktu

b. Seluruh pemeriksaan dan pengobatan TB harus sesuai dengan tahapan strategi

DOTS

c. Tidak ada pasien yang putus obat (drop-out)

Apabila petugas TB rumah sakit tidak memberikan laporan kepada Dinas

Kesehatan Kota Medan maka dapat dikatakan petugas TB tersebut belum bekerja

secara maksimal dalam melaksanakan program HDL walaupun petugas TB rumah

sakit tersebut telah melakukan pemeriksaan dan pengobatan TB sesuai dengan

tahapan strategi DOTS.

Selain petugas TB rumah sakit, Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara

juga melatih supervisor untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan

program HDL. Untuk tingkat Kabupaten/Kota, kriteria supervisor tersebut adalah :

a. Supervisor terlatih pada Dinas Kesehatan.

b. Jumlah tergantung beban kerja yang secara umun ditentukan jumlah puskesmas,

RS dan fasyankes lain di wilayah kerjanya serta tingkat kesulitan wilayahnya.

Secara umum seorang supervisor membawahi 10-20 Fasyankes.

c. Bagi wilayah yang memiliki lebih dari 20 Fasyankes dapat memiliki lebih dari

seorang supervisor.

Universitas Sumatera Utara


23

Tabel 2.1. Uraian Tugas Program TB untuk Petugas di Rumah Sakit

Petugas
No Uraian Tugas Dokter Paramedis
Lab
1 MENEMUKAN PENDERITA :
a. Memberikan penyuluhan tentang TB X X
kepada pasien TB, keluarga dan PMO
b. Menjaring suspek (penderita tersangka) X X X
TB
c. Mengumpul dahak untuk pemeriksaan X
pasien TB
d. mengisi buku daftar suspek Form TB.06 X
e. Membuat sediaan hapus dahak. X
f. Mewarnai dan membaca sediaan dahak, X
mengirim balik hasil bacaan, mengisi
buku register laboratorium (TB.04), dan
menyimpan sediaan untuk di cross
check
g. Menegakkan diagnosis TB sesuai protap X
h. Membuat klasifikasi/tipe penderita X
i. Mengisi kartu penderita (Form TB.01) X
dan kartu identitas penderita (Form
TB.02)
j. Memeriksa kontak terutama kontak X
dengan penderita TB BTA positif
k. Memantau jumlah suspek yang X X
diperiksa dan jumlah penderita TB yang
ditemukan
2 MEMBERIKAN PENGOBATAN :
a. Menetapkan jenis paduan obat X
b. Memberikan obat tahap intensif dan X X
tahap lanjutan
c. Mencatat pemberian obat tersebut X
dalam kartu penderita (Form TB.01)
d. Menentukan PMO bersama penderita X
e. Memberikan KIE (penyuluhan) pada X X
penderita, keluarga dan PMO

Universitas Sumatera Utara


24

Tabel 2.1. (Lanjutan)

Petugas
No Uraian Tugas Dokter Paramedis
Lab
f. Melakukan pemeriksaan dahak ulang X X
untuk follow-up pengobatan
g. Mengenal efek samping obat dan X X
komplikasi lainnya serta cara
penanganannya
h. Menentukan hasil pengobatan X
i. Mencatat hasil pengobatan di kartu X
penderita
3 PENANGANAN LOGISTIK :
a. Menjamin tersedianya OAT di RS X
b. Menjamin tersedianya bahan pelengkap X X
lainnya (formulir, reagens, dll)
4 PENGELOLAAN LABORATORIUM :
a. Memelihara mikroskop dan alat X
laboratorium lainnya
b. Menangani limbah laboratorium X
c. Melaksanakan prosedur keamanan dan X
keselamatan kerja
5 JAGA MUTU PELAKSANAAN SEMUA X
KEGIATAN No. 1 s/d 4
Sumber : Kemenkes RI, 2011

2.2.5 Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan

keterampilan petugas dalam rangka meningkatkan mutu dan kinerja petugas.

Konsep pelatihan dalam program TB, terdiri dari :

a. Pendidikan/pelatihan sebelum bertugas (pre service training)

Dengan memasukkan materi program penanggulangan tuberkulosis strategi

DOTS dalam pembelajaran/kurikulum Institusi pendidikan tenaga kesehatan

(Fakultas Kedokteran, Fakultas Keperawatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Fakultas Farmasi dan lain-lain).

Universitas Sumatera Utara


25

b. Pelatihan dalam tugas (in service training)

Dapat berupa aspek klinis maupun aspek manajemen program : (1) Pelatihan

dasar program TB (initial training in basic DOTS implementation) yang terdiri

dari pelatihan penuh, pelatihan ulangan (retraining), pelatihan formal (yang

dilakukan terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya tapi masih

ditemukan banyak masalah dalam kinerjanya dan tidak cukup hanya dilakukan

melalui supervisi), dan pelatihan penyegaran (pelatihan untuk peserta yang telah

mengikuti pelatihan sebelumnya minimal 5 tahun); (2) Pelatihan lanjutan

(continued training/advanced training) : pelatihan untuk mendapatkan

pengetahuan dan keterampilan program yang lebih tinggi. Materi berbeda dengan

pelatihan dasar.

Evaluasi pelatihan adalah proses penilaian secara sistematis untuk

menentukan apakah tujuan pelatihan telah tercapai atau tidak, untuk menentukan

mutu pelatihan yang dilaksanakan dan untuk meningkatkan mutu pelatihan yang akan

mendatang.

Demikian pentingnya evaluasi pelatihan maka pelaksanaanya harus

terintegrasi dengan proses pelatihan.

Jenis dan tahap evaluasi pelatihan :

a. Selama pelatihan, terdiri dari : evaluasi reaksi dan evaluasi pembelajaran.

Evaluasi ini menilai penyelenggaraan pelatihan, peserta, fasilitator, materi dan

metode pembelajaran.

Universitas Sumatera Utara


26

b. Paska pelatihan, terdiri dari : (1) Evaluasi kinerja, menilai kompetensi dan kinerja

ditempat tugas. Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan supervisi dan

dilakukan setidaknya setelah 3-6 bulan setelah mengikuti pelatihan; (2) Evaluasi

dampak, menilai dampak pelatihan terhadap tujuan program/organisasi, dilakukan

sesuai dengan kebutuhan dapat dilakukan melalui penelitian operasional.

Materi-materi yang diberikan saat pelatihan tatalaksana TB antara lain

mengenai : (1) program pengendalian TB; (2) penemuan dan pengobatan TB; (3)

komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) TB; (4) logistik program pengendalian TB

di Fasyankes; (5) pencegahan dan pengendalian infeksi TB; (6) jejaring program

pengendalian TB; (7) monitoring dan evaluasi program pengendalian TB.

2.2.6 Supervisi

Supervisi adalah kegiatan yang sistematis untuk meningkatkan kinerja petugas

dengan mempertahankan kompetensi dan motivasi petugas yang dilakukan secara

langsung.

Kegiatan yang dilakukan selama supervisi adalah observasi, diskusi, bantuan

teknis, bersama-sama mendiskusikan permasalahan yang ditemukan, mencari

pemecahan permasalahan bersama-sama, memberikan laporan berupa hasil temuan

serta memberikan rekomendasi dan saran perbaikan.

Supervisi merupakan salah satu kegiatan pokok dari manajemen. Kegiatan

supervisi ini erat hubungannya dengan kegiatan “monitoring langsung”, sedangkan

monitoring dapat dikatakan sebagai “supervisi tidak langsung”.

Universitas Sumatera Utara


27

Tujuan supervisi untuk meningkatkan kinerja petugas, melalui suatu proses

yang sistematis dengan peningkatan pengetahuan petugas, peningkatan keterampilan

petugas, perbaikan sikap petugas dalam bekerja, peningkatan motivasi petugas.

Supervisi selain merupakan monitoring langsung, juga merupakan kegiatan

lanjutan pelatihan. Melalui supervisi dapat diketahui bagaimana petugas yang sudah

dilatih tersebut menerapkan semua pengetahuan dan keterampilannya. Selain itu

supervisi dapat juga berupa suatu proses pendidikan dan pelatihan berkelanjutan

dalam bentuk on the job training.

Supervisi harus dilaksanakan di semua tingkat dan di semua unit pelaksana,

karena dimanapun petugas bekerja akan tetap memerlukan bantuan untuk mengatasi

masalah dan kesulitan yang mereka temukan. Suatu umpan balik tentang kinerja

harus selalu diberikan untuk memberikan dorongan semangat kerja.

Supervisi merupakan kegiatan monitoring langsung dan kegiatan pembinaan

untuk mempertahankan kompetensi standar melalui on job training. Supervisi juga

dapat dimanfaatkan sebagai evaluasi pasca pelatihan untuk bahan masukan perbaikan

pelatihan yang akan datang. Supervisi juga untuk mengevaluasi ketercukupan sumber

daya selain tenaga, misalnya : OAT, mikroskopik dan logistik, maupun non OAT

lainnya.

Agar supervisi efektif dan mencapai tujuannya, maka supervisi harus

direncanakan dengan baik. Supervisi harus dilaksanakan secara rutin dan teratur pada

semua tingkat. Seperti supervisi ke Fayankes dan ke kabupaten/kota dilaksanakan

sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali. Sedangkan supervisi ke propinsi

dilaksanakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.

Universitas Sumatera Utara


28

2.3 Kinerja

2.3.1. Pengertian Kinerja

Kinerja berasal dari pengertian performance. Performance ialah hasil kerja

atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas,

bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk berlangsungnya proses pekerjaan.

Menurut Stolovitch dan Keeps (1992) yang dikutip oleh Rivai (2005) kinerja

merupakan merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan

pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta. Untuk menyelesaikan

tugas dan pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat

kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif

untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan

dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Menurut Robbin (1996) dalam Rivai

(2005) pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolak ukur

kinerja individu. Ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja individu, yakni

: (a) tugas individu ; (b) perilaku individu ; (c) ciri individu. (Rivai, 2005)

Menurut Mangkunegara (2009) kinerja merupakan suatu prestasi kerja

ataupun hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai karyawan

dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya.

Pada hakikatnya kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang

dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria

yang ditetapkan untuk pekerjaan itu.

Universitas Sumatera Utara


29

2.3.2. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan

yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah

ditentukan perusahaan. Selain itu, kinerja sebagai suatu sistem pengukuran, dan

evaluasi, memengaruhi atribut-atribut yang berhubungan dengan pekerjaan karyawan,

perilaku dan keluaran, dan tingkat absensi untuk mengetahui tingkat kinerja

karyawan, perilaku dan kelaran, dan tingkat absensi untuk mengetahui tingkat kinerja

karyawan pada saat ini.

Penilaian kinerja merupakan analisis dan interpretasi keberhasilan atau

kegagalan pencapaian kinerja. Penilaian sebaiknya dikaitkan dengan sumber daya

(input) yang berada di bawah wewenangnya seperti SDM, dana/keuangan, sarana-

prasarana, metode kerja dan hal lain yang berkaitan. Tujuannya adalah agar dapat

diketahui dengan pasti apakah pencapaian kinerja yang tidak sesuai (kegagalan)

disebabkan oleh faktor input yang kurang mendukung atau kegagalan pihak

manajemen. (Rivai, 2005)

Menurut Ilyas (2001) yang dikutip oleh Munawaroh (2012) pada hakikatnya

penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personel

dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Dengan melakukan

penilaian demikian, seorang pemimpin akan menggunakan uraian-uraian pekerjaan

sebagai tolak ukur. Bila pekerjaan sesuai dengan uraian pekerjaan berarti pekerjaan

itu berhasil dilaksanakan dengan baik, bila hasilnya dibawah uraian pekerjaan berarti

pelaksanaan pekerjaan tersebut kurang.

Universitas Sumatera Utara


30

Menurut Mangkunegara (2009) tujuan penilaian kinerja adalah :

a. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi,

pemberhentian dan besarnya balas jasa.

b. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan

pekerjaannya.

c. Sebagai dasar untuk mengevaluasikan efektifitas seluruh kegiatan dalam

perusahaan.

d. Sebagai dasar untuk mengevaluasikan program latihan dan keefektifan jadwal

kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan

pengawasan.

e. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang

berada di dalam organisasi.

f. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai

performance yang baik.

g. Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan

kemampuan karyawan selanjutnya.

h. Sebagai kriteria menentukan, seleksi dan penempatan karyawan.

i. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan.

j. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job

description).

Universitas Sumatera Utara


31

2.3.3. Metode Penilaian Kinerja

Menurut Rivai (2005) metode penilaian kinerja adalah sebagai berikut :

a. Metode Penilaian Subjektif

Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam system penilaian kinerja

subjektif antara lain adalah sebagai berikut :

1) Alphabetical/Numerial rating

Dalam metode ini, penilai diminta untuk merating/member peringkat

karyawan-karyawan dengan menggunakan angka yang mempunyai bobot

yang berbeda. Faktor yang dinilai antara lain :

a) Kualitas dan kuantitas pekerjaan

b) Pengetahuan tentang pekerjaan

c) Kemampuan dalam memecahkan masalah

Skala peringkat misalnya dengan menggunakan angka 1 sampai 5,

atau A sampai E yang menunjukkanperbedaan antara kinerja yang lebih baik

dan yang lebih buruk. Kelebihan dari metode ini adalah mudah dimengerti

dan digunakan. Sementara itu, kekurangannya adalah terkena bias.

2) Forced Choise Rating Index

Pada metode ini penilai diminta untuk membuat kata sifat atau

ungkapan-ungkapan yang dapat menggambarkan tentang kinerja karyawan

yang dinilai. Dalam hal ini, penilai hanya memilih salah satu dari dua

pernyataan yang dianggap sesuai atau mendekati kinerja karyawan yang

dinilai.

Universitas Sumatera Utara


32

3) Personality Trait Rating

Metode ini terdiri dari lima atau enam poin kualitas personal dan

karakteristik kepribadian seperti : keyakinan diri (confidence), antusiasisme

(enthusiasm), kedewasaan (maturity), (steadiness under preasure), initiative

dan lain-lain. Penilai diminta untuk memilih salah satu angka yang

menggambarkan kepribadian seseorang tersebut.

4) Graphic Rating Scale

Metode ini menggunakan skala grafik yang memberikan gambaran

mulai dari kinerja tertinggi sampai terendah. Penilai diminta memberikan

tanda pada grafik skala tersebut sesuai dengan karyawan yang dinilai.

Metode ini disamping mudah dipahami dan digunakan juga dapat

menghindari penempatan karyawan pada kategori yang spesifik (baik atau

bagus). Namun, rater bias, dan central tendency masih mungkin terjadi.

Disamping itu, sulit untuk menginterpretasikan skala tersebut.

5) Forced Distribution

Metode ini dapat menghindari masalah-masalah seperti central

tendency yang terlalu longgar atau terlalu ketat, namun kinerja kelompok

mungkin tidak sesuai dengan pola normal. Selain itu metode ini sulit

diterapkan jika jumlah karyawan yang akan dinilai terlalu sedikit.

6) Ranking

Metode ini adalah metode yang paling sederhana. Penilaian hanya

mengurutkan karyawan berdasarkan peringkat atau rangking mulai dari yang

mempunyai kinerja yang baik sampai pada kinerja yang paling jelek.

Universitas Sumatera Utara


33

Metode ini selain mudah digunakan juga memaksa penilai untuk

membedakan antara tingkat-tingkat kinerja karyawan yang berbeda. Akan

tetapi kelompok yang ada mungkin tidak dapat memenuhi distribusi yang

diatur, misalnya karyawan yang berada dibawah atau diatas rata-rata.

7) Paired Comparisons

Metode ini, penilai diminta untuk membandingkan seorang karyawan

denngan karyawan lainnya, kemudian dinilai apakah kinerjanya lebih tinggi

atau lebih rendah dari karyawan lain.

Dengan menggunakan metode ini, penilai dituntut untuk

membandingkan kekuatan dan kelemahan dari para karyawan. Namun

demikian metode ini tidak memungkinkan perbandingan yang mudah antara

klompok-kelompok pekerja yang berbeda. Disamping itu, metode ini tidak

dapat memberikan umpan balik yang jelas kepada karyawan untuk

meningkatkan kinerja dimasa yang akan dating. Dan kelemahan ini adalah

penilai merasa enggan membuat perbandingan diantara para karyawan.

b. Metode Penilaian Objektif

Penilaian kinerja objektif dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode

atau teknik. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam sistem penilaian kinerja

objektif adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


34

1) Free Written Report

Free written report disebut juga sebagai metode esai atau metode

karangan. Penilai memberikan pendapat tentang kinerja masing-masing

karyawan dalam bentuk tulisan atau karangan yang menunjukkan kriteria

yang dianggap sesuai atau cocok dengan karyawan yang dinilai. Penilai harus

memberikan komentar tentang kinerja masa lalu karyawan dan peningkatan

atau target baru untuk masa yang akan datang.

Keuntungan dari metode ini adalah dapat menghasilkan pendapat yang

berguna bagi kinerja saat ini dan potensi dimasa yang akan datang. Namun

dengan metode ini perbandingan antara individu mungkin sulit dihasilkan.

2) Controlled Written Report

Metode ini mirip dengan metode free written report, namun lebih

terarah karena adanya heading dalam dokumen penilaian yang mengarahkan

komentar penilai. Metode ini menuntut penilai untuk memikirkan dengan

seksama kinerja seorang karyawan yang dapat berguna bagi kinerja masa kini

dan masa akan datang.

3) Critical Incident Technique

Dalam hal ini penilai diminta untuk mencatat kedua sisi kinerja, baik

yang positif maupun yang negatif dari karyawan. Melalui metode ini, penilai

dituntut untuk berpikir secara seksama mengenai kinerja tiap karyawan.

Metode ini membutuhkan pengawasan secara dekat yang kadang

berlebihan dan dapat menimbulkan kebencian karyawan serta pengenduran

semangat kerja.

Universitas Sumatera Utara


35

4) Result Oriented Scheme

Metode ini berorientasi pada hasik yang ingin dicapai yang lebih

menekankan kinerja daripada kepribadian. Dalam melakukan penilaian,

terdapat kemungkinan kecil untuk dipengaruhi oleh sudut pandang subjek dari

penilai. Disampimg dapat mendorong diskusi terbuka dalam

memfformulasikan saran-saran, juga memberikan umpan balik terhadap

peningkatan kinerja dimasa yang akan datang.

5) Self Appraisal

Metode ini melibatkan karyawan dalam proses penilaian tentang

kinerja masing-masing. Metode ini dapat mendorong karyawan untuk

memikirkan masalah pekerjaan dan kinerja sehingga dapat memberikan

umpan balik yang positif terhadap penningkatan dimasa yang akan datang.

6) Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS)

Walaupun belum digunakan secara luas, metode ini memiliki

kelebihan yang dapat diperhitungkan dalam mengatasi masalah yang biasanya

muncul apabila kita ingin mengkarakteristik skala penilaian konvensional

alfabetik/numerik. BARS membutuhkan formulir penilaian yang secara

khusus dirancang bagi tiap kelompok pekerjaan.

c. Metode Penilaian Kinerja Yang Berorientasi Masa Lalu

Metode penilaian kinerja berorientasi masa lalu (past oriented evaluation

methods) dilakukan berdasarkan kinerja masa lalu.

Universitas Sumatera Utara


36

Keuntungan dari metode ini adalah dapat dijadikan umpan balik (feed back)

yang dapat mengarahkan usaha untuk peningkatan kinerja.

Dalam praktiknya, sebagaimana diuraikan di atas ada beberapa metode untuk

mengevaluasi kinerja di waktu yang lalu, dan hampir semua teknik tersebut

merupakan suatu upaya untuk meminimalkan berbagai masalah tertentu yang

dijumpai dalam pendekatan-pendekatan ini. Dengan mengevaluasi prestasi kerja

kinerja di masa lalu, karyawan dapat memperoleh umpan balik dari upaya-upaya

mereka. Umpan balik ini selanjutnya bisa mengarahkan kepada perbaikan-

perbaikan prestasi. Teknik-teknik penilaian ini antara lain:

1) Skala Peringkat (Rating Scale)

Meskipun metode ini sering dianggap sebagai metode yang subjektif,

namun metode ini paling banyak digunakan dalam menilai/mengevaluasi

kinerja karyawan.

Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam

menilai prestasi, dimana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian

yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu,

mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

2) Daftar Pertanyaan (checklist)

Penilaian berdasarkan metode ini biasanya menggunakan sejumlah

pertanyaan dengan menggunakan kalimat: Berilah jawaban pertanyaan berikut

dengan cara memberi tanda (√) pada kolom yang tersedia.

Universitas Sumatera Utara


37

Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka

ragam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu

memilih kata atau pertanyaan yang menggambarkan karakteristik dan hasil

kerja karyawan.

Keuntungan dari checklist ialah biaya relatif murah, pengurusannya

mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan

standarisasi. Kelemahannya ialah terdapatnya kepekaan pada penyimpangan

penilai yang lebih mengedepankan kriteria-kriteria pribadi karyawan dalam

menentukan kriteria-kriteria hasil kerja, kesalahan dalam menafsirkan materi-

materi checklist, kerugia metode ini tidak memungkinkan penilai untuk

memberikan nilai yang berbeda. Sebagai contoh, karyawan yang dengan

senang hati bekerja lembur mendapatkan nilai yang sama seperti karyawan

yang bekerja lembur dengan setengah hati.

d. Metode dengan Pilihan Terarah (Forced Choise Methode)

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi

subjektivitas dalam penilaian.

Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini ialah untuk mengurangi dan

menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksakan sesuatu

pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai

nilai yang sama. Metode ini mengharuskan penilai untuk memilih pernyataan

yang paling sesuai dengan pasangan pernyataan tentang karyawan yang dinilai.

Universitas Sumatera Utara


38

e. Metode Peristiwa Kritis (critical Incedent Methode)

Metode ini merupakan pemilihan yang mendasarkan pada catatan yang dibuat

penilai atas perilaku karyawan yang sangat kritis, seperti sangat baik atau sangat

jelek dalam menjalankan pekerjaan.

Pernyataan-pernyataan diatas disebut sebagai insiden kritis dan biasanya

dicatat oleh atasan selama masa penilaian untuk setiap karyawan yang amat

berguna dalam memberikan umpan balik karyawan yang bersangkutan. Kejadian

yang dicatat meliputi penjelasan ringkas dari apa yang terjadi.

f. Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan

penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya

penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktifitas lain yang

berhubungan dengan pekerjaan. Informasi ini secara khusus digunakan untuk

menghasilkan detail laporan tahunan tentang kontribusi seorang profesional

selama satu tahun. Selanjutnya, laporan akan digunakan oleh atasan untuk

menentukan kenaikan dan promosi untuk memberikan saran-saran tentang hasil

kerjanya di masa yang akan datang. Penafsiran atas materi-materi mungkin

subjektif dan biasanya terjadi penyimpangan, karena hanya memberikan sesuatu

yang baik saja terhadap apapun yang diberikan karyawan.

Universitas Sumatera Utara


39

g. Skala Peringkat Dikaitkan Dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating

Scale = BARS)

Metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja karyawan untuk satu

kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengaitkan skala peringkat prestasi

kerja dengan perilaku tertentu. Salah satu kelebihan metode ini adalah

pengurangan subjektif dalam penilaian. Deskripsi prestasi kerja, yang baik

maupun yang kurang memuaskan, dibuat oleh pekerja sendiri, rekann sekerja dan

atasan langsung masing-masing.

h. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Methode)

Disini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM (sumber

daya manusia). Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal

prestasi karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi teersebut.

Hasil penilaian dikirim ke penyelia dan dibawa ke lapangan untuk keperluan

review, perubahan, persetujuan dan pembahasana dengan pihak karyawan yang

dinilai. Telah dimaklumi bahwa penilaian yang subjektif mungkin dapat

mengukur prestasi kerja karyawan perlu diusahakan. Berarti subjektifitas

penilaian harus dihilangkan paling sedikit dikurangi hingga seminimal mungkin.

i. Test dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karena berbagai pertimbangan dan keterbatasan, penilaian prestasi dapat

didasarkan pada test pengetahuan dan keterampilan, berupa test tertulis dan

peragaan, syaratnya test itu harus valid (sahih) dan reliabel (dapat dipercaya).

Universitas Sumatera Utara


40

Untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu penilaian dapat berupa test dan observasi.

Artinya karyawan dinilai, diuji kemampuannya baik melalui ujian tertulis yang

menyangkut berbagai hal seperti, tingkat pengetahuan tentang prosedur dan

mekanisme kerja yang telah ditetaapkan dan harus ditaati atau melalui ujian taktik

yang langsung diamati oleh penilai.

j. Pendekatan Evaluasi Komperatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan

karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. Perbandingan demikian

dipandang bermanfaat untuk manajemen sumber daya manusia dengan lebih

rasional dan efektif, khususnya dalam kenaikan gaji, promosi dan pemberian

berbagai bentuk imbalan kepada karyawan.

2.4 Landasan Teori

Pengembangan sumber daya manusia dalam program TB bertujuan untuk

menyediakan tenaga pelaksana program yang memiliki keterampilan, pengetahuan,

dan sikap (dengan kata lain kompetensi) yang diperlukan dalam pelaksanaan program

TB, dengan jumlah yang memadai pada tempat yang sesuai dan pada waktu yang

tepat sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan program TB nasional.

(KemenKes RI, 2011).

Menurut Sugiartono (2007) dalam penelitiannya di Bandung menemukan

bahwa secara umum kepatuhan petugas program pemberantasan tuberkulosis (P2TB)

puskesmas di Kabupaten Bandung masih rendah hal ini diakibatkan dari sikap

Universitas Sumatera Utara


41

petugas yang tidak mendukung, tidak dilakukan supervisi oleh petugas kabupaten dan

tidak adanya pengawasan dan pembinaan dari kepala puskesamas. Menurut Gumilar

(2003) dalam penelitian Sugiartono (2007), rendahnya kepatuhan petugas disebabkan

oleh faktor internal (motivasi petugas kurang, pengetahuan yang kurang, dan petugas

kurang disiplin) dan faktor eksternal (sarana prasarana yang kurang mendukung,

pengawasan dan pembinaan yang kurang dari pimpinan). Sedangkan menurut Depkes

(1999), bila petugas patuh melaksanakan tatalaksana pelayanan dengan baik sesuai

dengan standar yang telah ditentukan, secara tidak langsung dapat membawa dampak

yang positif terhadap pencapaian cakupan program penanganan tuberculosis strategi

DOTS.

Menurut Kemenkes RI (2011), dalam menangani pasien TB ada standar yang

harus digunakan oleh semua profesi yang terkait dalam penanggulangan TB di semua

tempat. Standar tersebut disebut sebagai ISTC. ISTC merupakan standar yang harus

dipenuhi dalam menangani pasien tuberkulosis, yang terdiri dari 6 standar untuk

penegakan diagnosis, 11 standar untuk pengobatan dan 4 standar untuk fungsi

tanggung jawab kesehatan masyarakat. Dengan kata lain ketentuan keaktifan di dalam

tatalaksana standar tuberkulosis adalah petugas harus melaksanakan anamnesa,

pemeriksaan, diagnosa, pengobatan, penyuluhan dan melaksanakan pencatatan

pelaporan.

Dalam menilai keaktifan petugas rumah sakit terhadap pelaksanaan strategi

DOTS di rumah sakit, sangat dipengaruhi oleh perilaku dari pada petugas rumah sakit

tersebut. Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

Universitas Sumatera Utara


42

(makhluk hidup) yang bersangkutan. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku

manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis,

tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. dari uraian ini dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat

diamati oleh pihak luar. (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Nilawati (2008) yang mengutip pendapat Green (2005), perilaku

manusia merupakan refleksi dari beberapa gejala kejiwaaan, seperti keinginan, minat,

kehendak pengetahuan, emosi, berpikir, sikap, motivasi, reaksi dan sebagainya,

namun sulit dibedakan antara refleksi dengan kejiwaan. Apabila ditelusuri lebih

lanjut, gejala kejiwaan yang tercermin dalam perilaku manusia itu adalah

pengalaman, keyakinan, sarana fisik, dan sosio masyarakat, aktif tidaknya seseorang

dalam melakukan suatu tindakan sangat dipengaruhi oleh perilaku, dimana keaktifan

merupakan Out Come dari perilaku.

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007) menganalisis perilaku

seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu ;

a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors)

Faktor predisposisi ini meliputi :

1) Pengetahuan

Menurut Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010) pengetahuan adalah

hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui

Universitas Sumatera Utara


43

indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) dengan

sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan

tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap

objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra

pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang

terhadap objek mempunyai intensitas atau tuingkat yang berbeda-beda. Secara

garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni :

(a) Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai mengingat kembali (recall) memori yang

telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

(b) Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak

sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

(c) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi lain.

(d) Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan dan atau suatu

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen

yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

Universitas Sumatera Utara


44

(e) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau

meletakkan dalam satu hubungan logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi

yang ada.

(f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma

yang berlaku di masyarakat.

2) Pendidikan

Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan adalah merupakan upaya untuk

mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan

kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Pendidikan adalah suatu

proses yang akan menghasilkan suatu perubahan perilaku sasaran diklat.

Dengan kata lain, pendidikan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang

ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan.

Pendidikan formal di dalam suatu organisasi adalah suatu proses

pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi yang

bersangkutan. Pendidikan adalah suatu proses yang unsur-unsurnya terdiri

dari masukan (input) yaitu sasaran pendidikan, keluaran (output) yaitu suatu

Universitas Sumatera Utara


45

bentuk perilaku baru atau kemampuan baru dari sasaran pendidikian.

Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh saran lunak (software) yang terdiri dari

kurikulum, pendidik, metode, dan sebagainya, serta sasaran keras (hardware)

yang terdiri dari ruang, perpustakaan (buku-buku), dan alat bantu pendidikan

lainnya. (Notoatmodjo 2005)

3) Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan

keterampilan petugas dalam rangka meningkatkan mutu dan kinerja petugas.

Materi pelatihan dan metode pembelajaran dalam pelatihan harus disesuaikan

dengan kebutuhan program dan tugas peserta latih. Tidak semua harus

dipelajari, tetapi yang terkait secara langsung tugas pokok peserta dalam

program. Metode pembelajaran harus mampu melibatkan partisipasi aktif

peserta dan mampu membangkitkan motovasi peserta. Baik materi pelatihan

maupun metode pembelajaran tersebut dapat dikemas dalam bentuk

modular.(Kemenkes RI, 2011).

Menurut Anda syahputra (2009) dalam penelitiannya pelatihan adalah satu

bentuk peningkatan produktivitas kerja yang dapat dilakukan di dalam

maupun di luar instansi. Pelatihan yang dilakukan di luar instansi umumnya

bersifat khusus, lokakarya atau pendidikan formal dengan maksud

meningkatkan keterampilan pegawai baik secara horizontal maupun vertikal.

Peningkatan secara horizontal berarti memperluas aspek atau jenis pekerjaan

yang diketahui. Sedangkan peningkatan secara vertikal berarti memperdalam

pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu.

Universitas Sumatera Utara


46

4) Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang telah melibatkan faktor pendapat dan emosi seseorang. Sikap

terdiri atas 3 komponen pokok, yaitu kepercayaan atau keyakinan, ide, dan

konsep terhadap objek, arrtinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau

pemikiran seseorang terhadap objek. Kehidupan emosional atau evaluasi

orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (didalamnya terkandung

faktor emosi) orang terhadap objek. Kecenderungan untuk bertindak (tend to

behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului

tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak

atau berperilaku terbuka (tindakan). Ketiga komponen tersebut bersama-sama

membentuk sikap yang utuh (total adtidude). Dalam menentukan sikap yang

utuh ini pengetahuan, pikiran keyakinan dan emosi memegang peranan

penting. (Notoatmodjo, 2005)

5) Kepercayaan

Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosio-psikologis.

Kepercayaan disini tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang gaib, tetapi

hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau salah. Semakin baik

kepercayaan seseorang maka akan semakin baik pula sikap yang akan

terbentuk, sehingga pada akhirnya membuat semakin baik pula perilaku yang

dimunculkan oleh orang tersebut. (Notoatmodjo, 2010).

Universitas Sumatera Utara


47

6) Motivasi

Motif atau motivasi berasal dari kata Latin moreve yang artinya dorongan

dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Pengertian motivasi

tidak terlepas dari kata kebutuhan atau needs atau want. Kebutuhan adalah

suatu “potensi” dalam diri manusia yang perlu ditanggapi atau direspons.

Salah satu teori yang merumuskan konsep tentang motivasi adalah

Teori Hierarki oleh Abraham Maslow (1970). Abraham Maslow menyatakan

bahwa terdapat lima kelompok kebutuhan utama manusia, yaitu : kebutuhan

dasar, kebutuhan rasa aman, kebutuhan bersosialisasi, kebutuhan ego/

penghargaan, kebutuhan beraktualisasi diri. Pada hakekadnya manusia selalu

mempunyai keinginan untuk memenuhi kebutuhannya. (Nurdin, 2011)

b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factor)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas (fisik dan

umum) yang mendukung kelancaran kegiatan program pemberantasan

tuberkulosis. Fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan yang meliputi rumah sakit,

obat-obatan, peralatan perlengkapan pemeriksaan sputum (dahak), reagen-reagen

untuk pemeriksaan laboratorium, dan lain sebagainya.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor penguat yang dimaksud di sini adalah pengawasan dan pembinaan

Direktur RS (kepemimpinan). Apakah petugas P2TB mendapatkan dukungan atau

motivisai dari pimpinan/pengawasan dan pembinaan Direktur rumah sakit,

supervisi, penghargaan (reward) maupun hukuman (punishment) yang tentunya

Universitas Sumatera Utara


48

akan mempengaruhi sikap dan perilaku pertugas P2TB ini untuk aktif dalam

pelaksanaan program pemberantasan TB di rumah sakit.

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian serta tinjauan pustaka di atas, maka dapat

disusun kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut :

Variabel independen Variabel dependen


Faktor Predisposisi:
1. Pengetahuan
2. Pelatihan
3. Sikap Kinerja petugas P2TB Rumah
4. Motivasi Sakit :
1. Pemeriksaan laboratorium
Faktor Pemungkin 2. Ketersediaan obat
Sarana dan prasarana (fasilitas
kesehatan) 3. Pencatatan dan pelaporan

Faktor Penguat
1. Pengawasan dan pembinaan
Direktur RS (Kepemimpinan)

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah cross sectional yang bertujuan untuk menjelaskan

hubungan faktor predisposisi (pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi), faktor

pemungkin (sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan), maupun faktor penguat

(pengawasan dan pembinaan Direktur Rumah Sakit) dengan kinerja petugas TB

rumah sakit yang telah dilatih Program HDL di Kota Medan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini hanya dilakukan di Rumah Sakit di Kota Medan yang

telah dilatih program HDL ke Dinas Kesehatan Kota Medan yang berjumlah 14

rumah sakit.

Pengambilan data dalam Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai

dengan bulan Desember 2013.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas P2TB rumah sakit yang

telah memperoleh pelatihan program HDL dari Dinas Kesehatan. Berdasarkan data

Dinas Kesehatan Kota Medan pada bulan Januari 2012, bahwa rumah sakit yang telah

mendapat pelatihan program HDL sebanyak 25 rumah sakit, namun satu rumah sakit

telah tutup, maka saat ini jumlah rumah sakit adalah 24 rumah sakit. Rumah sakit

49
Universitas Sumatera Utara
50

yang menjalankan program HDL dan memberikan pelaporan ke Dinas Kesehatan

Kota Medan ada 14 rumah sakit. Berdasarakan pedoman pelayanan tuberkulosis

dengan strategi DOTS di rumah sakit 2010, petugas P2TB yang harus dilatih terdiri

dari 3 orang yaitu dokter, paramedis, dan petugas laboratorium.

Oleh karena jumlah populasi relatif kecil yaitu 42 orang, maka seluruh

populasi diambil sebagai sampel (total sampling).

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang telah didesain, kemudian

dilakukan wawancara terhadap petugas yang terdiri dari Dokter, Paramedis, dan

Analis. Data sekunder diperoleh dari studi dokumentasi pada RS dan Dinas

Kesehatan Kota Medan.

Sebelum pengumpulan data, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji

reliabilitas terhadap kuesioner. Uji ini dilakukan di RS yang mempunyai karakteristik

yang hampir sama dengan karakteristik responden di tempat penelitian. Ketepatan

pengujian suatu hipotesis tentang hubungan variabel penelitian sangat tergantung

pada kualitas data yang dipakai dalam pengujian tersebut. Untuk melihat validitas,

maka nilai yang ada dalam kolom corrected item total correlation kemudian

dibandingkan dengan r tabel (0,361). Apabila nilai r hitung > r tabel, maka

pertanyaan masing-masing item dinyatakan valid. Sedangkan untuk melihat reabilitas

adalah dengan melihat nilai cronbach’s alpha if item deleted (Situmorang, 2008).

Universitas Sumatera Utara


51

Menurut Ghozali (2005) dan Kuncoro (2003) suatu variabel dikatakan reliabel

jika memberikan nilai cronbach alpha >0,80. Uji coba kuesioner dilaksanakan di RS

daerah Kota Binjai. Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas, maka seluruh butir

pertanyaan dinyatakan valid dan reliabel (hasil uji validitas terlampir).

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor predisposisi (pengetahuan,

pelatihan, sikap, motivasi), faktor pemungkin (sarana dan prasarana atau fasilitas

kesehatan), maupun faktor penguat (pengawasan dan pembinaan Direktur Rumah

Sakit)

Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja petugas dalam

pelaksanaan strategi DOTS pada Pasien TB di Rumah Sakit Kota Medan.

3.5.2. Definisi operasional

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan tingkat pengetahuan petugas P2TB mengenai

tatalaksana TB (strategi DOTS) di rumah sakit.

2. Pelatihan

Pelatihan merupakan kegiatan yang pernah diikuti petugas guna peningkatan

pengetahuan dan keterampilan petugas P2TB dalam melaksankan tatalaksana

strategi DOTS di rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara


52

3. Sikap

Sikap merupakan respon petugas TB terhadap tatalaksana strategi DOTS setelah

mendapatkan pelatihan program HDL.

4. Motivasi

Motivasi adalah faktor pendorong yang dimiliki oleh petugas P2TB dalam

melakukan program HDL.

5. Sarana prasarana

Ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas (fisik dan umum) yang

mendukung kelancaran kegiatan program pemberantasan tuberkulosis.

6. Pengawasan dan pembinaan Direktur RS (kepemimpinan)

Kepemimpinan merupakan pernyataan petugas terhadap kemampuan pimpinan

dalam memengaruhi petugas untuk berpikir dan bertindak sehingga pelaksanaan

strategi DOTS dapat berjalan dengan baik.

7. Kinerja Petugas P2TB

Kinerja petugas P2TB merupakan penampilan (hasil) kerja petugas P2TB dalam

melakukan seluruh tatalaksana sesuai dengan strategi DOTS. Penampilan (hasil)

kerja yang dimaksud antara lain pemeriksaan laboratorium, ketersediaan obat

pencatatan dan pelaporan.

3.6. Metode Pengukuran

Metode pengukuran dapat dilihat seperti pada tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara


53

Tabel 3.1. Metode Pengukuran Variabel Independen dan Variabel Dependen

Hasil Skala
No Nama Variabel Cara Dan Alat Ukur Kategori
Pengukuran Ukur
Variabel Independen
1. Pengetahuan Wawancara/Kuesioner 1. Kurang < Mean Ordinal
2. Cukup ≥Mean
2. Pelatihan Wawancara/Kuesioner 1. Kurang < Mean Ordinal
2. Cukup ≥Mean
3. Sikap Wawancara/Kuesioner 1. Negatif < Mean Ordinal
2. Positif ≥Mean
4. Motivasi Wawancara/Kuesioner 1. Rendah < Mean Ordinal
2. Tinggi ≥Mean
5. Sarana Wawancara/Kuesioner 1. Kurang < Mean Ordinal
2. Cukup ≥Mean
6. Kepemimpinan Wawancara/Kuesioner 1. Kurang < Mean Ordinal
2. Cukup ≥Mean
Variabel Dependen
1. Kinerja Wawancara/Kuesioner 1. Kurang < Mean Ordinal
petugas P2TB 2. Baik ≥Mean

3.7. Analisa Data

3.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan proporsi dari semua

variabel yang diteliti baik variabel bebas maupun variabel terikat.

3.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen yang terdiri dari faktor predisposisi (Predisposing Factors) yaitu

pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi; faktor pemungkin (Enabling Factors) yaitu

sarana dan prasarana atau fasilitas; maupun faktor penguat (Reinforcing Factors)

yaitu pengawasan dan pembinaan Direktur Rumah Sakit (kepemimpinan) dengan

Universitas Sumatera Utara


54

variabel dependen (kinerja petugas P2TB rumah sakit). Untuk mengetahui ada

tidaknya kemaknaan dilakukan analisis uji chi square dengan tingkat kepercayaan

95% (α=0,05).

3.7.3 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel

independen (faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat) dan variabel

dependen (kinerja petugas TB di rumah sakit) yang mempunyai kemaknaan statistik

pada analisis bivariat, melalui analisis regresi logistik berganda (Multiple Logistic

Regression). Untuk mencari faktor yang paling dominan pada beberapa variabel yang

dilakukan secara bersama-sama terhadap kinerja petugas TB di rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah sakit yang merupakan tempat penelitian terletak di kota Medan

ibukota propinsi Sumatera Utara. Kota Medan merupakan pusat pemerintahan,

pendidikan, kebudayaan dan perdagangan, yang terletak di pantai timur sumatera

dengan batas-batas sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka.

b. Sebelah selatan, barat, dan timur berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang.

Luas wilayah kota Medan adalah 265,10 km2, terdiri dari 21 kecamatan dan

151 kelurahan. Kota Medan memiliki geografi yang unik, ramping di tengah

membesar disisi utara dan sisi selatan. Bagian utara merupakan kawasan industri dan

pelabuhan serta pemukiman, yang dihubungkan ke bagian selatan oleh bagian tengah

yang ramping. Bagian selatan merupakan pusat kegiatan perkotaan. Kota terus

tumbuh menyebar secara alami, akibatnya banyak muncul daerah perkotaan di

pinggiran kota Medan.

Fasilitas kesehatan yang terdapat di kota Medan terdiri dari:

1. Rumah sakit umum : 57 unit

2. Rumah sakit jiwa : 6 unit

3. Rumah sakit ibu dan anak : 9 unit

4. Rumah sakit khusus lainnya : 3 unit

55
Universitas Sumatera Utara
56

5. Rumah bersalin : 246 unit

6. Puskesmas : 39 unit

a. Puskesmas rawat inap : 13 unit

b. Puskesmas non rawat inap : 26 unit

7. Puskesmas pembantu : 41 unit

8. Puskesmas keliling : 13 unit

9. Poyandu : 1396 unit

10. Balai pengobatan/klinik : 321 unit

11. Apotik : 503 unit

12. Praktek dokter umum : 1686 unit

13. Praktek dokter spesialis : 996 unit

14. Praktek dokter gigi : 465 unit

15. Laboratorium kesehatan pemerintah : 42 unit

16. Laboratorium kesehatan swasta : 39 unit.

Rumah sakit yang merupakan tempat penelitian adalah rumah sakit yang telah

mendapatkan pelatihan Hospital DOTS Lingkage dan telah memberikan pelaporan ke

Dinas Kesehatan Kota Medan antara lain RS Mitra Medika, RS Imelda, RS Estomihi,

RS Wulan Windi, RS Bina Kasih, RS Bandung, RS Sari Mutiara, RS Sufina Azis, RS

Maya Sari, RS Pelabuhan Medan Belawan, RS Bhayangkara Kota Medan, RS Putri

Hijau/Rumkit DAM, RS Siti Hajar, RS TNI AL.

Universitas Sumatera Utara


57

Tabel. 4.1. Daftar Alamat Rumah Sakit yang telah Dilatih HDL

No Nama Rumah Sakit Alamat


1 RS Wulan Windi Jl. Marelan Raya No. 17 Rengas Pulau
2 RS Bina Kasih Jl. TB Simatupang No. 148 Sunggal Medan
3 RS Mitra Medika Jl. KL Yos Sudarso Km. 7,5 Tj. Mulia Medan
4 RS Pelabuhan Belawan Jl. Medan-Belawan
5 RS Angkatan Laut Jl. Bengkalis No. 1 Belawan
6 RS Maya Sari Jl. Marelan Raya No. 187 Medan
7 RS Bandung Jl. Mistar No. 39-43 Medan
8 RS Bhayangkara Jl. KH Wahid Hasyim No. 1 Medan
9 RS Siti Hajar Jl. Jamin Ginting Medan
10 RS Estomihi Jl. Sisingamangaraja No. 235 Medan
11 RS Imelda Jl. Bilal No. 24 Pulo Brayan Darat I Medan
12 RS Rumkit DAM Jl. Putri Hijau Medan
13 RS Sufina Aziz Jl. Karya Baru No. 1 Helvetia Timur Medan
14 RS Sari Mutiara Jl. Kapten Muslim No. 79 Medan
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Medan, 2014

4.1.1. Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kota Medan

Visi Dinas Kesehatan Kota Medan adalah “Masyarakat Medan Sehat

Sejahtera”. Penjelasasan visi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat Medan merupakan sasaran kerja dari Dinas Kesehatan Kota Medan

yaitu seluruh masyarakat yang berada di wilayah kerja pemerintah kota Medan.

2. Sehat adalah cara berpikir masyarakat kota Medan yang selalu dilandasi oleh

nilai-nilai kesehatan yang pada akhirnya mewujudkan lingkungan yang sehat serta

perilaku hidup bersih dan sehat.

3. Sejahtera adalah cara berpikir masyarakat yang selalu dilandasi oleh nilai-nilai

kesehatan, akan memperoleh kesejahteraan, terutama di bidang kesehatan, yang

pada gilirannya akan mempengaruhi pencapaian derajat kesejahteraan secara

umum.

Universitas Sumatera Utara


58

Misi Dinas Kesehatan Kota Medan adalah:

1. Menggerakkan pembangunan kota berwawasan kesehatan.

2. Medorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

3. Memelihara dan meningkatkan profesionalisme layanan kesehatan.

4.1.2. Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pembangunan Kesehatan

Tujuan:

1. Terwujudnya lingkungan pemukiman, industri, dan perdagangan yang sehat.

2. Terciptanya sarana pendidikan, pariwisata, dan sarana umum yang sehat.

3. Terwujudnya masyarakat yang mampu melakukan upaya kesehatan yang

paripurna.

4. Meningkatnya kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia kesehatan.

5. Tersedianya sarana dan prasarana pelayanan kesehatan.

6. Meningkatnya pelayanan kesehatan yang berkualitas dan mudah diakses oleh

masyarakat.

7. Terpenuhinya pembiayaan operasional dinas kesehatan.

Sasaran:

1. Meningkatnya kawasan lingkungan pemukiman sehat.

2. Meningkatnya kawasan industri perdagangan sehat.

3. Meningkatnya sarana pendidikan sehat.

4. Meningkatnya pariwisata dan sarana umum yang sehat.

5. Meningkatnya perilaku hidup bersih dan sehat.

6. Menigkatnya usaha kesehatan berbasis masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


59

7. Meningkatnya keluarga sadar gizi.

8. Meningkatnya kompetensi aparatur kesehatan.

9. Meningkatnya sistem surveilans epidemiologi, monitoring, dan informasi

kesehatan.

Strategi:

1. Peningkatan pemerataan dan akses seluruh masyarakat, terhadap pelayanan

kesehatan dasar di puskesmas dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat pertama di

ruang rawat kelas III rumah sakit pemerintah, melalui pembebasan biaya

pelayanan kesehatan.

2. Mengintegrasikan pembangunan kesehatan lingkungan, dengan pembangunan

sosial dan ekonomi dalam rangka peningkatan kesehatan dan mutu hidup

masyarakat, termasuk meningkatkan sosialisasi kesehatan lingkungan serta pola

hidup bersih dan sehat.

3. Peningkatan partisipasi seluruh lapisan masyarakat dalam rangka meningkatkan

kesadaran, kemandirian, dan membentuk perilaku hidup bersih dan sehat, serta

ikut dalam upaya pencegahan penyakit dan peningakatan derajat kesehatan.

4. Peningkatan pemantapan kerjasama lintas sektoral dalam rangka mengoptimalkan

pelaksanaan pembangunan kota yang berwawasan kesehatan.

5. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan sesuai Standar pelayanan minimal (SPM)

bidang kesehatan.

6. Peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang berdomisili

di wilayah lingkar luar atau yang jauh dari sarana pelayanan kesehatan dengan

cara mendekatkan pelayanan melalui operasionalisasi puskesmas keliling.

Universitas Sumatera Utara


60

7. Peningkatan upaya pendidikan kesehatan (health education) kepada masyarakat

sejak usia dini dan mendorong dicantumkannya pendidikan kesehatan sebagai

bagian dari kurikulum pendidikan dasar menengah.

8. Pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan dasar (primary

health care).

Tabel. 4.2. Daftar Petugas P2TB yang Menjadi Responden

No Nama Rumah Sakit Responden


1 RS Wulan Windi 1. Dokter (S1 Kedokteran Umum)
2. Paramedis (D3 Keperawatan)
3. Analis (SMAK Depkes RI)
2 RS Bina Kasih 1. Dokter ( S1 Kedokteran Umum)
2. Paramedis (D3 Keperawatan)
3. Analis (SMK Dharma Analitika Medan)
3 RS Mitra Medika 1. Dokter (S1 Kedokteran Umum)
2. Paramedis (S1 Keperawatan)
3. Analis (D3 Analis Kesehatan)
4 RS Pelabuhan Belawan 1. Dokter (S1 Kedokteran Umum)
2. Paramedis (D3 Keperawatan)
3. Analis (D3 Analis Kesehatan)
5 RS TNI Angkatan Laut 1. Dokter (S1 Kedokteran Umum)
2. Paramedis (SPK)
3. Analis (SMAK)
6 RS Maya Sari 1. Dokter (S1 Kedokteran Umum)
2. Paramedis (D3 Kebidanan)
3. Analis (D3 Analis Kesehatan)
7 RS Bandung 1. Dokter (S1 Kedokteran Umum)
2. Paramedis (D3 Keperawatan)
3. Analis (D3 Analis Kesehatan)
8 RS Bhayangkara 1. Dokter (S1 Kedokteran Umum)
2. Paramedis (D3 Keperawatan)
3. Analis (SPA)
9 RS Siti Hajar 1. Dokter (Spesialis Paru)
2. Paramedis (SPK)
3. Analis (D3 Analis Kesehatan)
10 RS Estomihi 1. Dokter (Spesialis Paru)
2. Paramedis (D3 Kebidanan)
3. Analis (D3 Analis Kesehatan)

Universitas Sumatera Utara


61

Tabel. 4.2. (Lanjutan)

11 RS Imelda 1. Dokter (S1 Kedokteran Umum)


2. Paramedis (D3 Keperawatan)
3. Analis (D3 Analis Kesehatan)
12 RS Rumkit DAM 1. Dokter (Spesialis Paru)
2. Paramedis (SPK)
3. Analis (D3 Analis Kesehatan)
13 RS Sufina Aziz 1. Dokter (S1 Kedokteran Umum)
2. Paramedis (D3 Keperawatan)
3. Analis (D3 Analis Kesehatan)
14 RS Sari Mutiara 1. Dokter (Spesialis Paru)
2. Paramedis (D3 Keperawatan)
3. Analis (D3 Analis Kesehatan)
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Medan, 2014

4.2. Karakteristik Responden

4.2.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden

Adapun hasil penelitian berdasarkan umur adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih
Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Umur

No Umur (tahun) Jumlah Proporsi (%)


1 < 20 1 2,4
2 20-40 26 61,9
3 >40 15 35,7
Total 42 100,0

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden berada

pada kelompok umur 20-40 tahun yaitu 26 orang (61,9%).

4.2.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden

Adapun hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


62

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih
Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Proporsi (%)


1 Laki-laki 9 21,4
2 Perempuan 33 78,6
Total 42 100,0

Hasil penelitian Tabel 4.4 diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai

jenis kelamin perempuan yaitu 33 orang (78,6%).

4.2.3. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden

Adapun hasil penelitian berdasarkan masa kerja adalah sebagai berikut :

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih
Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Masa Kerja

No Masa Kerja (tahun) Jumlah Proporsi (%)


1 <3 8 19,0
2 ≥3 34 81,0
Total 42 100,0

Pada Tabel 4.5 hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden

mempunyai masa kerja ≥3 tahun yaitu 34 orang (81,0%).

4.2.4. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden

Adapun hasil penelitian berdasarkan pendidikan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih
Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Proporsi (%)


1 SLTA 7 16,7
2 D3 20 47,6
3 S1 11 26,2
4 Spesialis 4 9,5
Total 42 100,0

Universitas Sumatera Utara


63

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden

mempunyai tingkat pendidikan D3, yaitu 20 orang (47,6%).

4.3. Gambaran Faktor Predisposisi (Pengetahuan, Pelatihan, Sikap, Motivasi),


Faktor Pemungkin (Sarana dan Prasarana), dan Faktor Penguat
(Pengawasan dan Pembinaan Direktur RS) terhadap Kinerja Petugas
dalam Pelaksanaan Strategi DOTS

4.3.1. Pengetahuan

Pengetahuan dokter terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di

Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Dokter tentang Pelaksanaan


Strategi DOTS

Jawaban Responden
Jumlah
No. Pengetahuan Benar Salah
n % n % n %
1. Kuman Penyebab TB pada manusia adalah
14 100 0 0 14 100
Mycobacterium tuberculosis
2. TB terutama ditularkan melalui percikan dahak
14 100 0 0 14 100
(droplet)
3. Sumber penularan TB terutama oleh pasien TB
14 100 0 0 14 100
paru BTA positif
4. Kriteria suspek TB resisten OAT adalah kasus TB
kronik, gagal pengobatan kategori 2, pasien dengan
12 85,7 2 14,3 14 100
BTA tetap positif setelah pengobatan sisipan,
pasien kambuh
5. Penderita baru TB positif yang belum pernah
14 100 0 0 14 100
makan OAT sebelumnya diberi OAT kategori 1
6. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan
dengan penemuan kuman TB BTA melalui 10 71,4 4 28,6 14 100
pemeriksaan dahak secara mikroskopis
7. Diagnosis TB Paru pada anak dapat ditegakkan bila
12 85,7 2 14,3 14 100
jumlah total dari sistem scoring ≥6

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan responden yang

paling banyak menjawab benar adalah tentang kuman penyebab TB pada manusia

adalah Mycobacterium tuberculosis, penularan TB adalah melalui percikan dahak

Universitas Sumatera Utara


64

(droplet), sumber penularan TB terutama oleh pasien TB paru BTA positif, dan

penderita baru TB positif yang belum pernah makan OAT sebelumnya diberi OAT

kategori 1 (pernyataan nomor 1,2,3 dan 5) sebesar 100%. Paling banyak menjawab

salah bahwa diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan penemuan

kuman TB BTA melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis yaitu sebesar 28,6%.

Pengetahuan Paramedis terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB

di Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Paramedis tentang Pelaksanaan


Strategi DOTS

Jawaban Responden
Jumlah
No. Pengetahuan Benar Salah
n % n % n %
1. Kuman penyebab TB pada manusia adalah
14 100 0 0 14 100
Mycobacterium tuberculosis
2. TB terutama ditularkan melalui percikan dahak
14 100 0 0 14 100
(droplet)
3. Sumber penularan TB terutama oleh pasien TB
14 100 0 0 14 100
paru BTA positif
4. Syarat jadi PMO adalah seseorang yang dianggap
dekat dengan keluarga (suami/istri, anak, orang 9 64,3 5 35,7 14 100
tua)
5. Yang dilakukan dalam penerimaan OAT dari
kabupaten/kota adalah kecuali segera masukkan 8 57,1 6 42,9 14 100
OAT ke dalam gudang penyimpanan
6. Kartu yang digunakan mencatat semua suspek
TB dan diperiksa dahak SPS adalah kartu 10 71,4 4 28,6 14 100
formulir nomor TB.06

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan responden yang

paling banyak menjawab benar adalah tentang kuman penyebab TB pada manusia

adalah Mycobacterium tuberculosis, penularan TB adalah melalui percikan dahak

(droplet), sumber penularan TB terutama oleh pasien TB paru BTA positif

(pernyataan nomor 1,2, dan 3) sebesar 100%. Paling banyak menjawab salah adalah

Universitas Sumatera Utara


65

yang dilakukan dalam penerimaan OAT dari kabupaten/kota adalah kecuali segera

masukkan OAT ke dalam gudang penyimpanan (pernyataan nomor 5) sebebsar

42,9%.

Pengetahuan petugas analis terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien

TB di Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Petugas Analis tentang


Pelaksanaan Strategi DOTS

Jawaban Responden
Jumlah
No. Pengetahuan Benar Salah
n % n % n %
1. TB terutama ditularkan melalui percikan dahak
14 100 0 0 14 100
(droplet)
2. Dalam pelaksanaan kerja di laboratorium dapat
12 85,7 2 14,3 14 100
dilakukan harus menggunakan APD
3. APD dari bahaya risiko terpapar
mikroorganisme di laboratorium berupa sarung
11 78,6 3 21,4 14 100
tangan karet (Handscoon), masker, pakaian (jas)
laboratorium, kaca mata pelindung
4. Pengumpulan dahak yang baik adalah, kecuali
letakkan pot dahak di tempat yang terkena sinar 8 57,1 6 42,9 14 100
matahari

Pada Tabel di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan yang paling banyak

menjawab benar adalah penularan TB terutama melalui percikan dahak (droplet)

sebesar 100%, sedangkan yang paling banyak menjawab salah adalah pengumpulan

dahak yang baik adalah kecuali letakkan pot dahak di tempat yang terkena sinar

mtahari yaitu sebesar 42,9%.

Distribusi frekuensi petugas dalam pelaksanaan strategi DOTS berdasarkan

pengetahuan diperoleh bahwa petugas yang berpengetahuan kurang sebesar 21 orang

(50%) dan yang berpengetahuan cukup sebesar 21 orang (50%).

Universitas Sumatera Utara


66

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih
Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Pengetahuan

No Pengetahuan Jumlah Proporsi (%)


1 Kurang 21 50,0
2 Cukup 21 50,0
Total 42 100,0

4.3.2. Pelatihan

Pelatihan dokter terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di

Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Jawaban Dokter terhadap Pelatihan tentang


Pelaksanaan Strategi DOTS

Jawaban Responden
Jumlah
No. Pelatihan Ya Tidak
n % n % n %
1. Materi pelatihan tatalaksana TB bagi pengelola
program TB di RS yang pernah diikuti sesuai 14 100 0 0 14 100
dengan kebutuhan
2. Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah
didikuti dapat mengatasi permasalahan dalam 14 100 0 0 14 100
penanggulangan masalah TB
3. Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah
diikuti membantu dalam melaksanakan tugas 13 92,9 1 7,1 14 100
penanggulangan masalah TB
4. Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah
diikuti meningkatkan ketrampilan melaksanakan 13 92,9 1 7,1 14 100
program strategi DOTS di RS

Pelatihan responden tentang pelaksanaan strategi DOTS yang paling banyak

menjawab ya adalah pernyataan nomor 1 dan 2 yaitu materi pelatihan tatalaksana TB

bagi pengelola program TB di RS yang pernah diikuti sesuai dengan kebutuhan dan

materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah didikuti dapat mengatasi permasalahan

dalam penanggulangan masalah TB sebesar 100%. Paling banyak menjawab tidak

adalah pernyataan nomor 3 dan 4 yaitu materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah

Universitas Sumatera Utara


67

diikuti membantu dalam melaksanakan tugas penanggulangan masalah TB dan materi

pelatihan tatalaksana TB yang pernah diikuti meningkatkan ketrampilan

melaksanakan program strategi DOTS di RS sebesar 7,1%.

Pelatihan Paramedis terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di

Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Jawaban Paramedis terhadap Pelatihan


tentang Pelaksanaan Strategi DOTS

Jawaban Responden
Jumlah
No. Pelatihan Ya Tidak
n % n % n %
1. Materi pelatihan tatalaksana TB bagi pengelola
program TB di RS yang pernah diikuti sesuai dengan 14 100 0 0 14 100
kebutuhan
2. Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah diikuti
dapat mengatasi permasalahan dalam penanggulangan 14 100 0 0 14 100
masalah TB
3. Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah diikuti
membantu dalam melaksanakan tugas 14 100 0 0 14 100
penanggulangan masalah TB
4. Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah diikuti
meningkatkan ketrampilan melaksanakan program 14 100 0 0 14 100
strategi DOTS di RS
5. Setelah mengikuti pelatihan tatalaksana TB, saya
mampu mengaplikasikan hasil pelatihan dalam 14 100 0 0 14 100
penatalaksanaan strategi DOTS di RS
6. Setelah mengikuti pelatihan tatalaksana TB,
pengetahuan saya dalam melaksanakan strategi DOTS 14 100 0 0 14 100
di RS meningkat
7. Setelah mengikuti pelatihan tatalaksana TB,
ketrampilan saya dalam melaksanakan strategi DOTS 14 100 0 0 14 100
di RS meningkat
8. Setelah mengikuti pelatihan tatalaksana TB, saya
mampu melaksanakan strategi DOTS di RS secara 14 100 0 0 14 100
optimal

Berdasarkan hasil penelitian pelatihan tentang pelaksanaan strategi DOTS

oleh paramedis diperoleh 100% menjawab ya.

Universitas Sumatera Utara


68

Pelatihan petugas analis terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB

di Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Jawaban Petugas Analis terhadap Pelatihan


tentang Pelaksanaan Strategi DOTS

Jawaban Responden
Jumlah
No. Pelatihan Ya Tidak
n % n % n %
1. Materi pelatihan tatalaksana TB bagi pengelola
program TB di RS yang pernah diikuti sesuai dengan 14 100 0 0 14 100
kebutuhan
2. Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah didikuti
dapat mengatasi permasalahan dalam 14 100 0 0 14 100
penanggulangan masalah TB
3. Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah diikuti
membantu dalam melaksanakan tugas 14 100 0 0 14 100
penanggulangan masalah TB
4. Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah diikuti
meningkatkan ketrampilan melaksanakan program 14 100 0 0 14 100
strategi DOTS di RS
5. Setelah mengikuti pelatihan tatalaksana TB, mampu
mengaplikasikan hasil pelatihan dalam 14 100 0 0 14 100
penatalaksanaan strategi DOTS di RS
6. Setelah mengikuti pelatihan tatalaksana TB,
pengetahuan saya dalam melasakanan strategi DOTS 14 100 0 0 14 100
meningkat
7. Setelah mengikuti pelatihan tatalaksana TB,
ketrampilan saya dalam melasakanan strategi DOTS 14 100 0 0 14 100
meningkat
8. Setelah mengikuti pelatihan tatalaksana TB, saya
14 100 0 0 14 100
mampu melaksakanan strategi DOTS secara optimal

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pelatihan petugas analis

tentang pelaksanaan strategi DOTS mayoritas menjawab benar sebesar 100%.

Distribusi frekuensi petugas dalam pelaksanaan strategi DOTS berdasarkan

pelatihan diperoleh bahwa petugas yang kurang pelatihan sebesar 38,1% dan yang

cukup pelatihan sebebsar 61,9%.

Universitas Sumatera Utara


69

Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih
Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Pelatihan

No Pelatihan Jumlah Proporsi (%)


1 Kurang 16 38,1
2 Cukup 26 61,9
Total 42 100,0

4.3.3. Sikap

Sikap dokter terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di Rumah

Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Sikap Dokter sebagai Petugas P2TB dalam
Pelaksanaan Strategi DOTS di Rumah Sakit

Tanggapan Responden
No Sikap
STS % TS % N % S % SS %
1. Melakukan KIE mengenai
TB kepada penderita TB,
0 0 0 0 0 0 3 21,4 11 78,6
keluarga, dan PMO itu
penting
2. Penegakan diagnosa pada
penderita TB dalam
0 0 1 7,1 0 0 4 28,6 9 64,3
program DOTS sesuai
dengan ISTC
3. Penegakan diagnosa pada
penderita TB anak saat ini
0 0 2 14,2 0 0 6 42,9 6 42,9
harus menggunakan
scoring
4. OAT diberikan harus
sesuai dengan klasifikasi, 0 0 0 0 0 0 5 35,7 9 64,3
tipe, dan BB penderita TB
5. Setiap pasien yang datang
harus dilakukan
pemisahan pasien 0 0 1 7,1 1 7,1 7 50,0 5 35,8
berdasarkan kasus
infeksiusnya
6. Dalam penanganan pasien
TB harus selalu
0 0 0 0 0 0 4 28,6 10 71,4
dilaksanakan dengan
cermat, cepat, dan tepat.

Universitas Sumatera Utara


70

Sikap responden dalam pelaksanaan strategi DOTS, yang paling banyak

menjawab pertanyaan sangat setuju adalah pernyataan nomor 1 yaitu melakukan KIE

mengenai TB kepada penderita TB, keluarga, dan PMO itu penting sebesar 78,6%

dan yang menjawab setuju pada pernyataan nomor 5 yaitu setiap pasien yang datang

harus dilakukan pemisahan pasien berdasarkan kasus infeksiusnya sebesar 50,0%,

yang menjawab tidak sejutu pernyataan nomor 3 yaitu penegakan diagnosa pada

penderita TB anak saat ini harus menggunakan scoring sebesar 14,3%.

Sikap Paramedis terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di

Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Sikap Paramedis sebagai Petugas P2TB dalam
Pelaksanaan Strategi DOTS di Rumah Sakit

Tanggapan Responden
No Sikap
STS % TS % N % S % SS %
1. Melakukan KIE mengenai
TB kepada penderita TB,
0 0 1 7,1 0 0 3 21,5 10 71,4
keluarga, dan PMO itu
penting
2. Selalu menerapkan etiket
batuk untuk mencegah 1 7,1 0 0 0 0 5 35,8 8 57,1
penyebaran kuman pathogen
3. Petugas TB harus
menggunakan alat pelindung
diri berupa masker N-95 saat 1 7,1 0 0 2 14,3 5 35,7 6 42,9
berhadapan dengan penderita
TB
4. Pencatatan dan pelaporan
pada formulir TB (sesuai 1 7,1 0 0 0 0 6 42,9 7 50
dengan jenis formulir)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa yang paling banyak

menjawab sangat setuju adalah pernyataan nomor 1 yaitu melakukan KIE mengenai

TB kepada penderita TB, keluarga, dan PMO itu penting sebesar 71,4%, yang

menjawab setuju pernyataan nomor 4 yaitu pencatatan dan pelaporan pada formulir

Universitas Sumatera Utara


71

TB (sesuai dengan jenis formulir) sebesar 42,9%, dan yang menjawab netral

pernyataan nomor 3 yaitu petugas TB harus menggunakan alat pelindung diri berupa

masker N-95 saat berhadapan dengan penderita TB sebesar 14,3%.

Sikap petugas analis terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di

Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Sikap Analis sebagai Petugas P2TB dalam
Pelaksanaan Strategi DOTSdi Rumah Sakit

Tanggapan Responden
No Sikap
STS % TS % N % S % SS %
1. Menggunakan APD saat
1 7,1 0 0 0 0 1 7,1 12 85,7
berada di laboratorium
2. Pencatatan dan pelaporan
2 14,3 4 28,6 1 7,1 3 21,4 4 28,6
pada formulir TB
3. Mewarnai sediaan dahak
dengan pewarnaan Ziehl 0 0 1 7,1 2 14,3 6 42,9 5 35,7
neelsen
4. Tidak perlu menjelaskan
tata cara batuk yang benar
3 21,4 8 57,2 2 14,3 1 7,1 0 0
sebelum mengumpulkan
dahak
5. Pemeriksaan dahak yang
dilakukan hanya saat 2 14,3 7 50 2 14,3 1 7,1 2 14,3
menegakkan diagnosa saja.

Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa sikap responden tentang

kuman Penyebab TB pada manusia yang menjawab sangat setuju adalah

menggunakan APD saat berada di laboratorium (pernyataan nomor 1) sebesar 85,7%,

menjawab setuju pernyataan nomor 3 yaitu mewarnai sediaan dahak dengan

pewarnaan Ziehl neelsen sebesar 42,9%, menjawab tidak setuju sebesar 57,1% yaitu

tidak perlu menjelaskan tata cara batuk yang benar sebelum mengumpulkan dahak

(pernyataan nomor 4).

Universitas Sumatera Utara


72

Distribusi frekuensi petugas dalam pelaksanaan strategi DOTS berdasarkan

sikap diperoleh bahwa petugas yang bersikap negatif sebesar 38,1% dan yang

bersikap positif sebebsar 61,9%.

Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih
Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Sikap

No Sikap Jumlah Proporsi (%)


1 Negatif 22 52,4
2 Positif 20 47,6
Total 42 100,0

4.3.4. Motivasi

Motivasi dokter terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di

Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi Motivasi Dokter sebagai Petugas dalam


Pelaksanaan Strategi DOTS di Rumah Sakit

Tanggapan Responden
No Motivasi
STS % TS % N % S % SS %
1. Tugas dan tanggung jawab yang diberikan
0 0 0 0 2 14,3 7 50 5 35,7
sesuai dengan kemampuan dan wewenang
2. Tugas dan tanggung jawab yang diberikan
0 0 1 7,1 0 0 10 71,5 3 21,4
selalu diselesaikan sesuai protap
3. Saya akan tetap melaksanakan tugas sesuai
tupoksi walaupun mempunyai beban kerja 0 0 0 0 1 7,1 8 57,2 5 35,7
lain selain menjadi petugas TB di RS
4. Ruang kerja dan fasilitas kerja sangat
nyaman dan jauh dari hal yang
membahayakan sehingga membantu dalam 0 0 2 14,3 2 14,3 3 21,4 7 50,0
menjalankan tugas sebagai petugas TB di
RS
5. Bekerja sebagai petugas TB di RS memberi
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan 0 0 0 0 0 0 7 50,0 7 50,0
saya terutama mengenai TB
6. Keberhasilan kerja dalam penanganan
program strategi DOTS di RS merupakan 0 0 0 0 2 14,2 6 42,9 6 42,9
manifestasi kepuasan kerja yang penting
7. Saya merasa bangga bekerja di RS ini 0 0 1 7,1 1 7,1 4 28,6 8 57,2
8. Bekerja di RS ini membuat saya berguna
0 0 0 0 1 7,1 5 35,7 8 57,2
dalam kehidupan bermasyarakat
9. Gaji yang diberikan selama ini sesuai
0 0 4 28,6 3 21,4 6 42,9 1 7,1
dengan yang diharapkan
10. Selain gaji, saya merasa perlu menerima
insentif uang/bentuk lain untuk pelaksanaan 0 0 1 7,1 1 7,1 6 42,9 6 42,9
program TB

Universitas Sumatera Utara


73

Tabel 4.19. (Lanjutan)

11. Gaji maupun insentif diterima tepat waktu


0 0 1 7,1 2 14,3 7 50 4 28,6
sesuai dengan ketentuan
12. Hubungan kerja antar pimpinan dan
0 0 1 7,1 1 7,1 6 42,9 6 42,9
pegawai baik dan tidak kaku
13. Hubungan kerja sesama petugas maupun
0 0 0 0 0 0 8 57,1 6 42,9
pegawai baik
14. Pemberian reward kepada pegawai
berprestasi akan meningkatkan motivasi 0 0 0 0 0 0 6 42,9 8 57,1
kerja

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa motivasi responden terhadap

pelaksanaan strategi DOTS yang paling banyak menjawab setuju adalah tugas dan

tanggung jawab yang diberikan selalu diselesaikan sesuai protap (pernyataan nomor

2) sebesar 71,4%, dan yang paling banyak menjawab tidak setuju adalah gaji yang

diberikan selama ini sesuai dengan yang diharapkan (pernyataan nomor 6) sebesar

28,6%.

Motivasi Paramedis terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di

Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.20. Distribusi Frekuensi Motivasi Paramedis sebagai Petugas dalam


Pelaksanaan Strategi DOTS di Rumah Sakit

Tanggapan Responden
No Motivasi
STS % TS % N % S % SS %
1. Tugas dan tanggung jawab yang diberikan
0 0 0 0 1 7,1 8 57,1 5 35,8
sesuai dengan pendidikan dan kemampuan
2. Tugas dan tanggung jawab yang diberikan
0 0 0 0 1 7,1 9 64,3 4 28,6
selalu diselesaikan sesuai protap
3. Mempunyai beban kerja lain selain menjadi
petugas TB dan mempengaruhi pelaksanaan 0 0 2 14,3 7 50 4 28,6 1 7,1
tugas sebagai petugas TB
4. Ruang kerja dan fasilitas kerja sangat nyaman
dan jauh dari hal yang membahayakan
0 0 1 7,1 1 7,1 7 50 5 35,8
sehingga membantu dalam menjalankan tugas
sebagai petugas TB di RS
5. Bekerja sebagai petugas TB di RS memberi
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan 0 0 0 0 1 7,1 7 50 6 42,9
saya terutama mengenai TB
6. Keberhasilan kerja dalam penanganan program
strategi DOTS di RS merupakan manifestasi 0 0 0 0 1 7,1 6 42,9 7 50
kepuasan kerja yang penting
7. Saya merasa bangga bekerja di RS ini 0 0 0 0 2 14,3 7 50 5 35,7

Universitas Sumatera Utara


74

Tabel 4.20. (Lanjutan)

8. Bekerja di RS ini membuat saya berguna


0 0 0 0 1 7,1 7 50 6 42,9
dalam kehidupan bermasyarakat
9. Gaji yang diberikan selama ini sesuai dengan
0 0 2 14,3 5 35,7 4 28,6 3 21,4
yang diharapkan
10. Selain gaji, saya merasa perlu menerima
insentif uang/bentuk lain untuk pelaksanaan 0 0 0 0 1 7,1 5 35,7 8 57,2
program TB
11. Gaji maupun insentif diterima tepat waktu
0 0 1 7,1 2 14,3 9 64,3 2 14,3
sesuai dengan ketentuan
12. Hubungan kerja antara pimpinan dan pegawai
0 0 0 0 1 7,1 7 50 6 42,9
baik dan tidak kaku
13. Hubungan kerja sesama petugas maupun
0 0 0 0 0 0 10 71,4 4 28,6
pegawai baik
14. Pemberian reward kepada pegawai berprestasi
0 0 0 0 1 7,1 5 35,7 8 57,2
akan meningkatkan motivasi kerja

Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa motivasi responden terhadap

pelaksanaan strategi DOTS yang paling banyak menjawab setuju adalah hubungan

kerja sesama petugas maupun pegawai baik (pernyataan nomor 13) sebesar 71,4%,

dan yang paling banyak menjawab tidak setuju adalah mempunyai beban kerja lain

selain menjadi petugas TB dan mempengaruhi pelaksanaan tugas sebagai petugas TB

dan gaji yang diberikan selama ini sesuai dengan yang diharapkan (pernyataan nomor

3 dan 9) sebesar 14,3%.

Motivasi petugas analis terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB

di Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.21. Distribusi Frekuensi Motivasi Analis sebagai Petugas dalam


Pelaksanaan Strategi DOTS di Rumah Sakit

Tanggapan Responden
No Motivasi
STS % TS % N % S % SS %
1. Tugas dan tanggung jawab yang diberikan
1 7,1 0 0 0 0 9 64,3 4 28,6
sesuai dengan pendidikan dan kemampuan
2. Tugas dan tanggung jawab yang diberikan
1 7,1 0 0 0 0 7 50 6 42,9
selalu diselesaikan sesuai protap
3. Ruang kerja dan fasilitas kerja sangat nyaman
dan jauh dari hal yang membahayakan
1 7,1 0 0 3 21,45 7 50 3 21,45
sehingga membantu dalam menjalankan tugas
sebagai petugas TB di RS

Universitas Sumatera Utara


75

Tabel 4.21. (Lanjutan)


4. Bekerja sebagai petugas TB di RS memberi
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan 1 7,1 0 0 2 14,3 7 50 4 28,6
saya terutama mengenai TB
5. Keberhasilan kerja dalam penanganan
program strategi DOTS di RS merupakan 1 7,1 0 0 3 21,45 7 50 3 21,45
manifestasi kepuasan kerja yang penting
6. Saya merasa bangga bekerja di RS ini 1 7,1 0 0 2 14,3 7 50 4 28,6
7. Bekerja di RS ini membuat saya berguna
1 7,1 0 0 1 7,1 9 64,3 3 21,45
dalam kehidupan bermasyarakat
8. Gaji yang diberikan selama ini sesuai dengan
1 7,1 4 28,7 1 7,1 8 57,1 0 0
yang diharapkan
9. Selain gaji, saya merasa perlu menerima
insentif uang/bentuk lain untuk pelaksanaan 1 7,1 1 7,1 2 14,4 9 64,3 1 7,1
program TB
10. Gaji maupun insentif diterima tepat waktu
1 7,1 0 0 2 14,4 10 71,4 1 7,1
sesuai dengan ketentuan
11. Hubungan kerja antara pimpinan dan pegawai
1 7,1 1 7,1 3 21,5 6 42,9 3 21,4
baik dan tidak kaku
12. Hubungan kerja sesama petugas maupun
1 7,1 0 0 1 7,1 11 78,7 1 7,1
pegawai baik
13. Pemberian reward kepada pegawai berprestasi
1 7,1 0 0 2 14,3 7 50 4 28,6
akan meningkatkan motivasi kerja

Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa motivasi responden terhadap

pelaksanaan strategi DOTS yang paling banyak menjawab setuju adalah hubungan

kerja sesama petugas maupun pegawai baik (pernyataan nomor 12) sebesar 78,6%,

dan yang paling banyak menjawab tidak setuju adalah gaji yang diberikan selama ini

sesuai dengan yang diharapkan (pernyataan nomor 8) sebesar 28,6%.

Distribusi frekuensi petugas dalam pelaksanaan strategi DOTS berdasarkan

motivasi diperoleh bahwa petugas yang mempunyai motivasi rendah sebesar 40,5%

dan yang motivasi tinggi sebebsar 59,5%.

Tabel 4.22. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih
Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Motivasi

No Motivasi Jumlah Proporsi (%)


1 Rendah 17 40,5
2 Tinggi 25 59,5
Total 42 100

Universitas Sumatera Utara


76

4.3.5. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana dokter terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien

TB di Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.23. Distribusi Frekuensi Jawaban Dokter terhadap Sarana dan


Prasarana

Jawaban Dokter
Jumlah
No. Sarana dan Prasarana Tidak Ya
n % n % n %
1. Jumlah logistik yang diberikan Dinkes Kota
Medan kepada pihak RS selalu dalam jumlah 4 28,6 10 71,4 14 100
yang cukup sesuai dengan permintaan
2. Bahan logistik selalu diterima tepat waktu 6 42,9 8 57,1 14 100
3. Peralatan dan bahan laboratorium untuk
kepentingan pemeriksaan TB di RS tersedia 3 21,4 11 78,6 14 100
dengan lengkap

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana

responden terhadap pelaksanaan strategi DOTS yang paling banyak menjawab tidak

adalah pernyataan nomor 2 yaitu logistik selalu diterima tepat waktu sebesar 42,9%.

Paling banyak menjawab ya adalah pernyataan nomor 3 yaitu peralatan dan bahan

laboratorium untuk kepentingan pemeriksaan TB di RS tersedia dengan lengkap

sebesar 78,6%.

Sarana dan prasarana Paramedis terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada

pasien TB di Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Universitas Sumatera Utara


77

Tabel 4.24. Distribusi Frekuensi Jawaban Paramedis terhadap Sarana dan


Prasarana

Jawaban Perawat
Jumlah
No. Sarana dan Prasarana Tidak Ya
n % n % N %
1. Keperluan logistik OAT yang diberikan oleh
Dinas Kesehatan Kota Medan kepada pihak RS 0 0 14 100 14 100
diterima dalam kondisi baik
2. Jumlah logistik OAT yang diberikan oleh Dinas
Kesehatan Kota Medan kepada pihak RS selalu 4 28,6 10 71,4 14 100
dalam jumlah yang cukup
3. Bahan logistik OAT selalu diterima tepat waktu 5 35,7 9 64,3 14 100
4. Pengecekan logistik OAT di RS dilakukan
2 14,3 12 85,7 14 100
sebulan sekali

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa yang paling banyak

menjawab ya adalah pernyataan nomor 1 yaitu keperluan logistik OAT yang diberian

oleh Dinkes Kota Medan kepada pihak RS diterima dalam kondisi baik sebesar 100%

dan sebesar 35,7% yang menjawab tidak yaitu bahan logistik OAT selalu diterima

tepat waktu (pernyataan nomor 3).

Sarana dan prasarana petugas analis terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada

pasien TB dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.25. Distribusi Frekuensi Jawaban Analis terhadap Sarana dan


Prasarana

Jawaban Analis
Jumlah
No Sarana dan Prasarana Tidak Ya
n % n % n %
1. Keperluan logistik non OAT yang diberikan Dinas
Kesehatan Kota Medan kepada pihak RS diterima 3 21,4 11 78,6 14 100
dalam kondisi baik
2. Jumlah logistik non OAT yang diberikan oleh Dinas
Kesehatan Kota Medan kepada pihak RS selalu dalam 3 21,4 11 78,6 14 100
jumlah yang cukup
3. Bahan logistik non OAT selalu diterima tepat waktu 4 28,6 10 71,4 14 100
4. Pengecekan logistik non OAT dilakukan sebulan
1 7,1 13 92,9 14 100
sekali
5. Peralatan dan bahan laboratorium untuk kepentingan
2 14,3 12 85,7 14 100
periksaan TB di RS tersedia lengkap.

Universitas Sumatera Utara


78

Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa yang paling banyak

menjawab ya adalah pernyataan nomor 4 yaitu pengecekan logistik non OAT

dilakukan sebulan sekali sebesar 92,9% dan sebesar 28,6% yang menjawab tidak

yaitu bahan logistik non OAT selalu diterima tepat waktu (pernyataan nomor 3).

Distribusi frekuensi petugas dalam pelaksanaan strategi DOTS berdasarkan

sarana dan prasarana diperoleh bahwa petugas yang kurang sarana dan prasarana

sebesar 40,5% dan cukup sarana dan prasarana sebebsar 59,5%.

Tabel 4.26. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih
Program HDL di Kota Medan Berdasarkan Sarana dan Prasarana

No Sarana dan Prasarana Jumlah Proporsi (%)


1 Kurang 17 40,5
2 Cukup 25 59,5
Total 42 100

4.3.6. Kepemimpinan

Kepemimpinan dokter terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di

Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.27. Distribusi Frekuensi Jawaban Dokter terhadap Kepemimpinan

Jawaban Dokter
Jumlah
No. Kepemimpinan Tidak Ya
n % n % n %
1. Direktur RS selalu melakukan pengawasan
dan pembinaan dalam pelaksanaan program 3 21,4 11 78,6 14 100
strategi DOTS di RS
2. Direktur RS selalu memberikan motivasi dan
dukungan terhadap petugas P2TB dalam 3 21,4 11 78,6 14 100
pelaksanaan program strategi DOTS
3. Direktur RS rutin melakukan pertemuan/rapat
rutin kepada seluruh unit pelayanan fungsional 8 57,1 6 42,9 14 100
program strategi DOTS.

Universitas Sumatera Utara


79

Pada Tabel di atas diperoleh bahwa responden yang paling banyak menjawab

ya adalah Direktur RS selalu melakukan pengawasan dan pembinaan dalam

pelaksanaan program strategi DOTS di RS dan Direktur RS selalu memberikan

motivasi dan dukungan terhadap petugas P2TB dalam pelaksanaan program strategi

DOTS sebesar 78,6%, dan sebesar 57,1% yang menjawab tidak tentang Direktur RS

rutin melakukan pertemuan/rapat rutin kepada seluruh unit pelayanan fungsional

program strategi DOTS (pernyataan nomor 3).

Kepemimpinan Paramedis terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien

TB di Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.28. Distribusi Frekuensi Jawaban Paramedis terhadap Kepemimpinan

Jawaban Perawat
Jumlah
No. Kepemimpinan Tidak Ya
n % n % n %
1. Direktur RS selalu melakukan pengawasan dan
pembinaan dalam pelaksanaan program strategi 0 0 14 100 14 100
DOTS di RS
2. Direktur RS selalu memberikan motivasi dan
dukungan terhadap petugas P2TB dalam 0 0 14 100 14 100
pelaksanaan program strategi DOTS
3. Direktur RS rutin melakukan pertemuan/rapat
rutin kepada seluruh unit pelayanan fungsional 5 35,7 9 64,3 14 100
program strategi DOTS.

Pada Tabel di atas diperoleh bahwa responden yang paling banyak menjawab

ya adalah pernyataan nomor 1 dan 2 yaitu Direktur RS selalu melakukan pengawasan

dan pembinaan dalam pelaksanaan program strategi DOTS di RS dan Direktur RS

selalu memberikan motivasi dan dukungan terhadap petugas P2TB dalam

pelaksanaan program strategi DOTS sebesar 100%, dan sebesar 35,7% yang

menjawab tidak tentang Direktur RS rutin melakukan pertemuan/rapat rutin kepada

seluruh unit pelayanan fungsional program strategi DOTS (pernyataan nomor 3).

Universitas Sumatera Utara


80

Kepemimpinan petugas analis terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada

pasien TB di Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.29. Distribusi Frekuensi Jawaban Analis terhadap Kepemimpinan

Jawaban Dokter
Jumlah
No. Kepemimpinan Tidak Ya
n % n % n %
1. Direktur RS selalu melakukan pengawasan dan
pembinaan dalam pelaksanaan program strategi 1 7,1 13 92,9 14 100
DOTS di RS
2. Direktur RS selalu memberikan motivasi dan
dukungan terhadap petugas P2TB dalam 2 14,3 12 85,7 14 100
pelaksanaan program strategi DOTS
3. Direktur RS rutin melakukan pertemuan/rapat
rutin kepada seluruh unit pelayanan fungsional 6 42,9 8 57,1 14 100
program strategi DOTS.

Pada Tabel di atas diperoleh bahwa responden yang paling banyak menjawab

ya adalah pernyataan nomor 1 yaitu Direktur RS selalu melakukan pengawasan dan

pembinaan dalam pelaksanaan program strategi DOTS di RS sebesar 92,9%, dan

sebesar 42,9% yang menjawab tidak tentang Direktur RS rutin melakukan

pertemuan/rapat rutin kepada seluruh unit pelayanan fungsional program strategi

DOTS (pernyataan nomor 3).

Distribusi frekuensi petugas dalam pelaksanaan strategi DOTS berdasarkan

kepemimpinan diperoleh bahwa petugas yang kepemimpinan sebesar 57,1% dan yang

cukup kepemimpinan sebebsar 42,9%.

Universitas Sumatera Utara


81

Tabel 4.30. Distribusi Frekuensi Petugas TB di Rumah Sakit yang telah Dilatih
Program HDL di Kota Medan Berdasarkan kepemimpinan

No Kepemimpinan Jumlah Proporsi (%)


1 Kurang 24 57,1
2 Cukup 18 42,9
Total 42 100

4.3.7 Kinerja

Kinerja dokter terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di Rumah

Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.31. Distribusi Frekuensi Kinerja Dokter terhadap Pelaksanaan Strategi


DOTS

Jawaban Dokter
Jumlah
No. Kinerja Tidak Ya
n % n % n %
1. Menegakkan diagnosa TB sesuai dengan ISTC 2 14,3 12 85,7 14 100
2. Dalam merencanakan kebutuan OAT, selalu
berdasarkan perhitungan kebutuhan setiap 5 35,7 9 64,3 14 100
triwulan sesuai rumus yang berlaku
3. Melakukan pemantauan sisa stok OAT yang
5 35,7 9 64,3 14 100
ada di gudang obat sebulan sekali
4. Memantau jumlah kebutuhan logistik non
5 35,7 9 64,3 14 100
OAT atau bahan habis pakai
5. Penegakan diagnosa TB anak menggunakan
4 28,6 10 71,4 14 100
sistem scoring
6. Pemberian OAT pada pasien TB dewasa
maupun TB anak disiapkan per paket sesuai 1 7,1 13 92,9 14 100
dengan klasifikasi, tipe, dan BB
7. Memberikan komunikasi, informasi, dan
1 7,1 13 92,9 14 100
edukasi TB kepada suspek TB/penderita TB

Berdasarkan Tabel di atas diperoleh bahwa responden yang paling banyak

menjawab ya adalah pemberian OAT pada pasien TB dewasa maupun TB anak

disiapkan per paket sesuai dengan klasifikasi, tipe, dan BB dan Memberikan

komunikasi, informasi, dan edukasi TB kepada suspek TB/penderita TB sebesar

Universitas Sumatera Utara


82

92,9%, dan sebesar 35,7% yang menjawab tidak tentang dalam merencanakan

kebutuan OAT, selalu berdasarkan perhitungan kebutuhan setiap triwulan sesuai

rumus yang berlaku, melakukan pemantauan sisa stok OAT yang ada di gudang obat

sebulan sekali dan memantau jumlah kebutuhan logistik non OAT atau bahan habis

pakai (pernyataan nomor 2,3, dan 4).

Kinerja Paramedis terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di

Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.32. Distribusi Frekuensi Kinerja Paramedis terhadap Pelaksanaan


Strategi DOTS

Jawaban Perawat
Jumlah
No. Kinerja Tidak Ya
n % n % n %
1. Kasus TB dilaporkan secara rutin ke Dinas
Kesehatan Kota Medan sesuai jadwal yang 0 0 14 100 14 100
ditentukan
2. Dalam merencanakan kebutuan OAT, selalu
berdasarkan perhitungan kebutuhan setiap 2 14,3 12 85,7 14 100
triwulan sesuai rumus yang berlaku
3. Sebelum proses penyimpanan OAT, petugas
melakukan semua langkah-langkah pada saat
1 7,1 13 92,9 14 100
penerimaan OAT sesuai dengan materi pelatihan
yang sudah diberikan
4. Melakukan pemantauan sisa stok OAT yang ada
1 7,1 13 92,9 14 100
di gudang obat sebulan sekali
5. Mencatat jumlah, tanggal kadaluarsa dan tanggal
penerimaan masing-masing obat ke dalam kartu 1 7,1 13 92,9 14 100
stok dan kartu stok induk
6. Mencatat setiap jumlah OAT yang dikeluarkan
0 0 14 100 14 100
di dalam kartu stok dan kartu stok induk
7. Memastikan bahwa setiap pasien TB didampingi
1 7,1 13 92,9 14 100
oleh PMO
8. Dosis harian OAT yang akan ditelan di rumah
disiapkan dan dijelaskan cara pemakaiannya di 0 0 14 100 14 100
depan PMO pada saat penyerahan OAT di RS
9. Memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi
0 0 14 100 14 100
TB kepada penderita TB
10. Hasil pemeriksaan dahak dari formulir TB 05
1 7,1 13 92,9 14 100
dipindahkan ke formuli TB 06
11. Mengisi kartu pengobatan pasien TB pada
1 7,1 13 92,9 14 100
fomulir TB 01

Universitas Sumatera Utara


83

Tabel 4.32. (Lanjutan)


12. Mengisi dan melengkapi kartu identitas pasien
2 14,3 12 85,7 14 100
TB di formulir TB 02
13. Mengisi dan melengkapi TB 03 UPK per
3 21,4 11 78,6 14 100
triwulan
14. Memberikan penyuluhan kepada PMO 2 14,3 12 85,7 14 100

Berdasarkan Tabel di atas diperoleh bahwa responden yang paling banyak

menjawab ya adalah pernyataan nomor 1, 6, 8 dan 9 sebesar 100% yaitu menegakkan

diagnosa TB sesuai dengan ISTC, mencatat setiap jumlah OAT yang dikeluarkan di

dalam kartu stok dan kartu stok induk, dosis harian OAT yang akan ditelan di rumah

disiapkan dan dijelaskan cara pemakaiannya di depan PMO pada saat penyerahan

OAT di RS dan memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi TB kepada

penderita TB. Paling banyak menjawab tidak adalah pernyataan nomor 13 sebesar

21,4% yaitu mengisi dan melengkapi TB 03 UPK per triwulan.

Kinerja petugas analis terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di

Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.33. Distribusi Frekuensi Kinerja Analis terhadap Pelaksanaan Strategi


DOTS

Jawaban Dokter
Jumlah
No. Kinerja Tidak Ya
n % n % n %
1. Mengumpul dahak untuk penegakan diagnosis. 0 0 14 100 14 100
2. Menghitung kebutuhan logistik non OAT atau
2 14.,3 12 85,7 14 100
bahan habis pakai mengacu pada standar
3. Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk
2 14.,3 12 85,7 14 100
memantau kemajuan pengobatan
4. Pemeriksaan dahak dilakukan sesuai dengan
2 14.,3 12 85,7 14 100
protap
5. Memberikan nomor identitas pada kaca sediaan 2 14.,3 12 85,7 14 100
6. Permohonan laboratorium TB untuk
pemeriksaan dahak dicatat dalam formulir TB 4 28,6 10 71,4 14 100
05
7. Memberikan arahan kepada suspek mengenai
2 14.,3 12 85,7 14 100
cara mengeluarkan dahak

Universitas Sumatera Utara


84

Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa responden yang paling banyak

menjawab ya adalah pernyataan nomor 1 sebesar 100% yaitu mengumpul dahak

untuk penegakan diagnosis. Paling banyak menjawab tidak adalah pernyataan nomor

6 sebesar 28,6% yaitu permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak dicatat

dalam formulir TB 0%.

Distribusi frekuensi petugas dalam pelaksanaan strategi DOTS berdasarkan

kinerja diperoleh bahwa petugas yang kurang kinerja sebesar 42,9% dan yang cukup

kinerja sebebsar 57,1%.

Tabel 4.34. Distribusi Frekuensi Kinerja Petugas TB di Rumah Sakit yang telah
Dilatih Program HDL di Kota Medan

No Kinerja Jumlah Proporsi (%)


1 Kurang 18 42,9
2 Baik 24 57,1
Total 42 100

4.4. Hubungan Faktor Predisposisi (Pengetahuan, Pelatihan, Sikap,


Motivasi), Faktor Pemungkin (Sarana dan Prasarana), dan Faktor
Penguat (Pengawasan dan Pembinaan Direktur RS) dengan Kinerja
Petugas dalam Pelaksanaan Strategi DOTS

4.4.1. Hubungan Pengetahuan dengan Kinerja Petugas RS terhadap


Pelaksanaan Strategi DOTS

Adapun hubungan pengetahuan dengan kinerja petugas dapat dilihat pada

tabel 4.35. berikut ini.

Universitas Sumatera Utara


85

Tabel 4.35. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan dengan Kinerja Petugas dalam
Pelaksanaan Strategi DOTS

Kinerja Petugas Total


Pengetahuan Kurang Baik Nilai p
No
n % n % n %
1 Kurang 14 66,7 7 33,3 21 100,0 0,002
2 Cukup 4 19,0 17 81,0 21 100,0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 21 responden yang memiliki

pengetahuan kurang ada 14 orang (66,7%) juga memiliki kinerja kurang, dan dari 21

responden yang memiliki pengetahuan baik ada 17 orang (81,0%) juga memiliki

kinerja baik. Hasil uji Chi- square test menunjukkan bahwa nilai p (0,002) <0,05

artinya terdapat hubungan pengetahuan dengan kinerja petugas dalam pelaksanaan

strategi DOTS.

4.4.2. Hubungan Pelatihan dengan Kinerja Petugas RS terhadap Pelaksanaan


Strategi DOTS
Adapun hubungan pelatihan dengan kinerja petugas dapat dilihat pada tabel

4.36. berikut ini.

Tabel 4.36. Tabulasi Silang antara Pelatihan dengan Kinerja Petugas dalam
Pelaksanaan Strategi DOTS

Kinerja Petugas Total


Pelatihan Kurang Baik Nilai p
No n % n % n %
1 Kurang 6 37,5 10 62,5 16 100,0 0,582
2 Cukup 12 46,2 14 53,8 26 100,0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 16 responden yang memiliki

pelatihan kurang terdapat 10 orang (62,5%) yang memiliki kinerja baik, sedangkan

dari 26 responden yang memiliki pelatihan cukup terdapat 14 orang (53,8%) juga

Universitas Sumatera Utara


86

memiliki kinerja baik. Hasil analisis bivariat (Chi- square test) menunjukkan bahwa

nilai p (0,582) >0,05 berarti tidak ada hubungan pelatihan dengan kinerja petugas

dalam pelaksanaan strategi DOTS.

4.4.3. Hubungan Sikap dengan Kinerja Petugas RS terhadap Pelaksanaan


Strategi DOTS
Adapun hubungan sikap dengan kinerja petugas dapat dilihat pada tabel 4.37

berikut ini:

Tabel 4.37. Tabulasi Silang antara Sikap dengan Kinerja Petugas dalam
Pelaksanaan Strategi DOTS

Kinerja Petugas Total


Sikap Kurang Baik Nilai p
No n % n % n %
1 Negatif 13 59,1 9 40,9 22 100,0 0,026
2 Positif 5 25,0 15 75,0 20 100,0

Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa dari 22 responden yang memiliki sikap

negatif terdapat 13 orang (59,1%) juga memiliki kinerja kurang, dan dari 20

responden yang memiliki sikap positif terdapat 15 orang (75,0%) juga memiliki

kinerja baik. Ada hubungan antara sikap dengan kinerja petugas dalam pelaksanaan

strategi DOTS dengan nilai p (0,026) <0,05.

4.4.4. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Petugas RS terhadap Pelaksanaan


Strategi DOTS
Adapun hubungan motivasi dengan kinerja petugas dapat dilihat pada tabel

4.38. berikut ini.

Universitas Sumatera Utara


87

Tabel 4.38. Tabulasi Silang antara Motivasi dengan Kinerja Petugas dalam
Pelaksanaan Strategi DOTS

Kinerja Petugas
Total
Motivasi Kurang Baik Nilai p
No
n % n % n %
1 Rendah 11 64,7 6 35,3 17 100,0 0,018
2 Tinggi 7 28,0 18 72,0 25 100,0

Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh bahwa dari 17 responden yang

memiliki motivasi rendah terdapat 11 orang (64,7%) juga memiliki kinerja kurang,

sedangkan dari 25 responden yang memiliki motivasi tinggi terdapat 18 orang

(72,0%) juga memiliki kinerja baik. Diperoleh nilai p (0,018) <0,05 artinya terdapat

hubungan motivasi dengan kinerja petugas dalam pelaksanaan strategi DOTS.

4.4.5. Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Kinerja Petugas RS terhadap


Pelaksanaan Strategi DOTS
Adapun hubungan sarana dan prasarana dengan kinerja petugas dapat dilihat

pada tabel 4.39. berikut ini.

Tabel 4.39. Tabulasi Silang antara Sarana dan Prasarana dengan Kinerja
Petugas dalam Pelaksanaan Strategi DOTS

Kinerja Petugas Total


Sarana Kurang Baik Nilai p
No n % n % n %
1 Kurang 12 70,6 5 29,4 17 100,0 0,003
2 Cukup 6 24,0 19 76,0 25 100,0

Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari 17 responden

yang menyatakan sarana dan prasarana kurang terdapat 12 orang (70,6%) juga

memiliki kinerja kurang, dan dari 25 responden yang menyatakan sarana dan prasana

cukup terdapat 19 orang (76,0%) juga memiliki kinerja baik. Hasil uji Chi- square

Universitas Sumatera Utara


88

test menunjukkan bahwa nilai p (0,003) <0,05, hal ini berarti bahwa terdapat

hubungan sarana dan prasarana dengan kinerja petugas dalam pelaksanaan strategi

DOTS.

4.4.6. Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Petugas RS terhadap


Pelaksanaan Strategi DOTS
Adapun hubungan kepemimpinan dengan kinerja petugas dapat dilihat pada

tabel 4.40. berikut ini:

Tabel 4.40. Tabulasi Silang antara Kepemimpinan dengan Kinerja Petugas


dalam Pelaksanaan Strategi DOTS

Kinerja Petugas
Total
Kepemimpinan Kurang Baik Nilai p
No
n % n % n %
1 Kurang 15 62,5 9 37,5 24 100,0 0,003
2 Cukup 3 16,7 15 83,3 18 100,0

Pada Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 24 responden yang menyatakan

kepemimpinan kurang terdapat 15 orang (62,5%) juga memiliki kinerja kurang. Dari

18 responden yang menyatakan kepemimpinan cukup terdapat 15 orang (83,3%) juga

memiliki kinerja baik. Hasil analisis bivariat (Chi- square test) menunjukkan bahwa

nilai p (0,003) <0,05, hal ini berarti bahwa terdapat hubungan kepemimpinan dengan

kinerja petugas dalam pelaksanaan strategi DOTS.

4.5. Faktor yang Paling Dominan Berhubungan dengan Kinerja Petugas

Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja petugas dalam

pelaksanaan strategi DOTS menggunakan uji regresi logistik ganda (multiple logistic

regression), karena variabel dependennya 2 kategori yaitu kurang dan baik. Regresi

Universitas Sumatera Utara


89

logistik ganda yaitu salah satu pendekatan model matematis untuk menganalisis

pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen kategorik yang

bersifat dikotomi atau binary. Variabel yang dimasukkan dalam model prediksi

regresi logistik ganda adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis

bivariatnya.

Variabel yang memiliki nilai probabilitas (p) lebih kecil dari 0,25 adalah

variabel pengetahuan, sikap, motivasi, sarana dan prasarana dan kepemimpinan.

Selanjutnya seluruh variabel tersebut dengan metode Backward LR dimasukkan

secara bersama-sama kemudian variabel yang nilai p>0,05 akan dikeluarkan secara

otomatis dari komputer sehingga dapat variabel yang berpengaruh. Variabel yang

terpilih dalam model akhir regresi logistik ganda dapat dilihat pada Tabel 4.41 :

Tabel 4.41. Hasil Analisis Faktor yang Paling Dominan Berpengaruh terhadap
Kinerja Petugas

Faktor Kualitas Pelayanan B P


Pengetahuan (X1) 4,196* 0,009
Motivasi (X4) 2,188 0,045
Sarana dan Prasarana (X5) 3,845 0,013
Kepemimpinan (X6) 3,766 0,016
Constant -20,148 -
* Faktor yang paling dominan

Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil bahwa dari 6 variabel independen

(pengetahuan, pelatihan, sikap, motivasi, sarana dan prasarana dan kepemimpinan),

hanya 4 variabel independen (pengetahuan, motivasi, sarana dan prasarana dan

kepemimpinan) yang berhubungan terhadap kinerja petugas dalam pelaksanaan

strategi DOTS. Hasil uji regresi logistik berganda diperoleh bahwa yang paling

Universitas Sumatera Utara


90

dominan berhubungan terhadap kinerja petugas adalah pengetahuan (p=0,009)

dengan nilai koefisien regresi 4,196.

Model persamaan regresi logistik berganda yang dapat memprediksi kinerja

petugas dalam pelaksanaan strategi DOTS adalah sebagai berikut :

1
p( y ) = −( −20 ,148+ 4 ,196 ( 2 ) + 2 ,188 ( 2 ) + 3,845 ( 2 ) +3, 766 ( 2 ))
= 99%
1+ e

Keterangan:

P : Probabilitas kinerja petugas yang baik

X1 : Pengetahuan, koefisien regresi 4,196

X4 : Motivasi, koefisien regresi 2,188

X5 : Sarana dan prasarana, koefisien regresi 3,845

X6 : Kepemimpinan, koefisien regresi 3,766

a : Konstanta

e : Bilangan alamiah 2,71828

Persamaan di atas diketahui bahwa petugas yang memiliki pengetahuan

cukup, motivasi tinggi, sarana dan prasarana cukup dan kepemimpinan cukup

memiliki probabilitas sebesar 99% untuk kinerja yang baik. Petugas yang memiliki

pengetahuan kurang, motivasi rendah, sarana dan prasarana kurang dan

kepemimpinan kurang memiliki probabilitas sebesar 0,21% untuk kinerja yang baik.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Hubungan Pengetahuan dengan Kinerja Petugas

Kinerja petugas membutuhkan kemampuan dan keterampilan yang baik dari

tenaga penolongnya, sumber utama dari suatu keterampilan dan kemampuan dalam

melaksanakan suatu pekerjaan pada awalnya adalah adanya pengetahuan tentang cara

dan metode penanganan, disamping faktor pengalaman dalam melakukan tugas

penanganan tersebut. Seorang petugas yang mempunyai pengetahuan yang baik

tentunya akan mampu dalam melakukan tugasnya.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 21 responden yang

memiliki pengetahuan kurang ada 14 orang (66,7%) juga memiliki kinerja kurang,

dan dari 21 responden yang memiliki pengetahuan baik ada 17 orang (81,0%) juga

memiliki kinerja baik. Hasil uji Chi-square test menunjukkan bahwa nilai p (0,002)

<0,05 artinya terdapat hubungan pengetahuan dengan kinerja petugas dalam

pelaksanaan strategi DOTS. Pengetahuan sangat menentukan seseorang dalam

berperilaku, misalnya kinerja dalam pelaksanaan strategi DOTS, yaitu menemukan

penderita, memberikan pengobatan, penanganan logistik, dan pengelolaan

laboratorium.

Hasil penelitian di rumah sakit ditemukan yang paling banyak Dokter yang

menjawab salah adalah mengenai kriteria suspek TB resisten OAT adalah kasus TB

kronik, gagal pengobatan kategori 2, pasien dengan BTA tetap positif setelah

91
Universitas Sumatera Utara
92

pengobatan sisipan, pasien kambuh, kemudian untuk pertanyaan diagnosis TB paru

pada orang dewasa ditegakkan dengan penemuan kuman TB BTA melalui

pemeriksaan dahak secara mikroskopis, dan untuk pertanyaan mengenai diagnosis TB

paru pada anak dapat ditegakkan bila jumlah total dari sistem scoring ≥ 6. Kesalahan

dalam menjawab pertanyaan yang dilakukan oleh dokter ini mungkin diakibatkan

karena kesalahan persespsi terhadap pertanyaan yang diajukan, ataupun untuk sistem

scoring dalam mendiagnosa TB anak ini belum seluruh dokter umum yang mengerti

mengenai sistem ini walaupun mereka sudah mendapatkan pelatihan. Berdasarkan

observasi selama penelitian sebagian besar Rumah Sakit apabila mendapatkan pasien

suspek TB anak maka mereka langsung merujuk ke dokter spesialis anak. Namun

setelah dari dokter spesialis anak, para petugas TB tidak mendapatkan pelaporan,

sehingga pencatatan dan pelaporan menjadi tidak lengkap. Oleh karena itu kiranya

diharapkan agar Direktur Rumah Sakit maupun tim manajemen rumah sakit agar

lebih rutin melakukan supervisi untuk memperbaiki tatalaksana program HDL ini.

Diharapkan agar lebih tegas kepada seluruh pihak maupun bagian yang berhubungan

terhadap tatalaksana TB, karena tentunya tatalaksana TB ini nukan hanya pada bagian

Paru ataupun Penyakit Dalam saja. Diharapkan bagian lain mau ikut serta dan

berkomitmen dalam tatalaksana TB di Rumah Sakit ini.

Paramedis tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam penerimaan OAT dari

kabupaten/kota adalah kecuali segera masukkan OAT ke dalam gudang

penyimpanan. Kesalahan dalam menjawab pertanyaan ini mungkin karena kesalahan

persepsi dalam memahami maksud pertanyaan yang diajukan.

Universitas Sumatera Utara


93

Analisis tidak tahu pengumpulan dahak yang baik adalah kecuali letakkan pot

dahak di tempat yang terkena sinar matahari. Kesalahan dalam menjawab pertanyaan

ini mungkin karena kesalahan persepsi dalam memahami maksud pertanyaan yang

diajukan.

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara pengetahuan dengan kinerja petugas P2TB. Berdasarkan hasil multivariat

diperoleh ada hubungan pengetahuan terhadap kinerja petugas P2TB dengan nilai

koefisien B 4,196, dimana variabel pengetahuan merupakan variabel yang paling

berpengaruh terhadap kinerja.

Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa tingginya

pengetahuan akan meningkatkan kinerja, sebaliknya jika pengetahuan kurang maka

kinerja menjadi rendah. Maka sebagai petugas kesehatan (dokter, paramedis dan

analis) yang berpengetahuan baik mempunyai peluang untuk kinerja yang baik

dibandingkan dengan petugas kesehatan yang berpengetahuan kurang baik terhadap

kinerja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Purba (2001), yakni

pengetahuan tentang gizi sangat berpengaruh terhadap kinerja petugas gizi

puskesmas. Hasil ini sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh Green (1980)

dalam Notoatmodjo (2010) bahwa pengetahuan merupakan dominan yang sangat

penting dalam terbentuknya tindakan seseorang.

Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003), yang menyatakan bahwa

pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan

Universitas Sumatera Utara


94

melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan,

pengalaman dari diri sendiri maupun orang lain, media massa maupun lingkungan.

Tingkat pengetahuan individu akan sangat berpengaruh terhadap keadaan yang ikut

serta dalam suatu kegiatan dan mempunyai dampak terhadap perilaku, namun bila

dianalisis lebih jauh proses terbentuknya suatu kesadaran tidak hanya di pengaruhi

oleh pengetahuan. Pengetahuan saja belum cukup untuk membuat seseorang merubah

perilakunya. Perubahan atau adopsi perilaku adalah suatu proses yang kompleks dan

memerlukan waktu yang relatif lama.

Spencer dan Spencer (1993) dalam Harjanti (2009), menyatakan bahwa

pengetahuan merupakan kompetensi intelektual, yang meliputi senantiasa mencari

informasi (Information seeking), keahlian teknis (Technical expertise). Technical

professional/managerial expertise termasuk pengetahuan terkait pada pekerjaan (bisa

technical, professional, atau manajerial), dan juga motivasi untuk memperluas,

memanfaatkan, dan mendistribusikan pengetahuan tersebut, hal-hal tersebut sangat

dibutuhkan dalam peningkatan kualitas kinerja yang dilakukan.

5.2. Hubungan Pelatihan dengan Kinerja Petugas

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 16 responden yang

memiliki pelatihan kurang terdapat 10 orang (62,5%) yang memiliki kinerja baik,

sedangkan dari 26 responden yang memiliki pelatihan cukup terdapat 14 orang

(53,8%) juga memiliki kinerja baik. Hasil analisis bivariat (Chi-square test)

Universitas Sumatera Utara


95

menunjukkan bahwa nilai p (0,582) >0,05 berarti tidak ada hubungan pelatihan

dengan kinerja petugas dalam pelaksanaan strategi DOTS. Dalam penelitian ini hasil

yang didapatkan tidak membuktikan teori. Berdasarkan hasil multivariat tidak

diperoleh pengaruh pelatihan terhadap kinerja petugas P2TB.

Hasil tersebut tidak sama hasilnya dengan penelitian sebelumnya, misalnya

pada penelitian yang dilakukan oleh Syahputra (2009) menyatakan ada hubungan

yang signifikan antara variabel pelatihan dengan kinerja petugas Pemberantasan dan

Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Lhokseumawe.

Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Fakhrizal (2010) yang juga

mendapatkan hasil adanya hubungan antara pelatihan dengan kinerja perawat

pelaksana di RSUD Dr. H. Yuliddin Away di Tapaktuan Aceh Selatan.

Berarti dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa pelatihan tidak terlalu

memberikan pengaruh terhadap kinerja petugas P2TB di rumah sakit. Hal ini

mungkin dikarenakan para petugas yang telah dilatih program HDL ini sudah lama

berkecimpung dalam pekerjaan mereka yang berhubungan dengan pasien TB.

Misalnya dokter spesialis paru otomatis sudah pasti handal dalam melakukan

pemeriksaan dan perawatan pasien TB. Hal serupa mungkin juga terjadi pada

paramedis yang telah dilatih program HDL ini. Begitu juga pada analis dalam

memeriksakan sputum pada pasien TB. Mereka sudah terbiasa dalam mengerjakan

pemeriksaan kasus TB ini, karena kasus TB ini bukan kasus baru di Indonesia, dan

program penanggulangannya sudah lama wajib dijalankan dari pemerintah.

Universitas Sumatera Utara


96

5.3. Hubungan Sikap dengan Kinerja Petugas

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa dari 22 responden yang

memiliki sikap negatif terdapat 13 orang (59,1%) juga memiliki kinerja kurang, dan

dari 20 responden yang memiliki sikap positif terdapat 15 orang (75,0%) juga

memiliki kinerja baik. Ada hubungan antara sikap dengan kinerja petugas dalam

pelaksanaan strategi DOTS dengan nilai p (0,026) <0,05. Berdasarkan hasil

multivariat diperoleh bahwa tidak ada hubungan sikap terhadap kinerja.

Pada saat penelitian masih ditemukan petugas P2TB yang tidak setuju

penegakan diagnosa pada penderita TB anak saat ini harus menggunakan scoring, hal

ini mungkin responden yang menjawab tidak terlalu mengerti sistem scoring

dikarenakan mereka dokter umum, karena berdasarkan observasi penelitian jika ada

pasien suspek TB pada anak pastinya langsung merujuk kepada spesialis anak.

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,

yang telah melibatkan faktor pendapat dan emosi seseorang. Sikap terdiri atas 3

komponen pokok, yaitu kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek,

arrtinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana

penilaian (didalamnya terkandung faktor emosi) orang terhadap objek.

Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan

komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-

ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Ketiga komponen

Universitas Sumatera Utara


97

tersebut bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total adtidude). Dalam

menentukan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran keyakinan dan emosi

memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2005).

Hasil yang sama juga didapatkan dalam penelitian yang dilakukan oleh

Yuliastuti (2007) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel sikap

terhadap kinerja perawat. Begitu pula pada penelitian oleh Siregar (2013) yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap kinerja

bidan.

Gibson (1988) dalam Yuliastuti (2007) menyatakan bahwa ada hubungan

antara sikap dengan motivasi dan kepuasa kerja seorang pekerja. Sikap belum tentu

langsung terwujud ke dalam suatu tindakan (overt behaviour), untuk mewujudkan

sikap menjadi suatu perbuatan ataupun tindakan yang nyata diperlukan faktor

pendukung misalnya sarana maupun prasarana yang diperlukan untuk menjalankan

suatu tugas para petugas P2TB tersebut.

Selain faktor sarana dan prasarana, petugas P2TB ini juga harus memiliki

kesadaran sendiri akan pentingnya menjalankan program HDL ini. Jika mereka tidak

memiliki kesadaran tersendiri untuk kesembuhan para pasien TB ini maka tentunya

sikap mereka bisa dikatakan tidak mendukung terhadap program HDL ini, dan kinerja

mereka berarti juga kurang, dan tentunya akan berdampak tidak baik dalam program

penaggulangan TB di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


98

5.4. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Petugas

Motivasi adalah berhubungan erat dengan bagaimana perilaku itu dimulai,

dikuatkan, disokong, diarahkan, dihentikan dan reaksi subjektif yang timbul dalam

organisasi ketika semua ini berlangsung (Tampubolon, 2004). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dari 17 responden yang memiliki motivasi rendah terdapat 11

orang (64,7%) juga memiliki kinerja kurang, sedangkan dari 25 responden yang

memiliki motivasi tinggi terdapat 18 orang (72,0%) juga memiliki kinerja baik.

Diperoleh nilai p (0,018) <0,05 artinya terdapat hubungan motivasi dengan kinerja

petugas dalam pelaksanaan strategi DOTS. Petugas P2TB termotivasi untuk kinerja

yang baik karena mereka sadar pentingnya pelaksanaan DOTS yang selanjutnya

mampu melaksanakan kinerja yang baik. Berdasarkan hasil multivariat diperoleh ada

hubungan motivasi terhadap kinerja. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal

yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya

kinerjanya baik mencapai hasil yang optimal. Motivasi semakin penting karena

kinerja petugas memberikan kepuasan dalam meningkatkan pekerjaan.

Menurut Dinkes Kota medan para petugas P2TB akan mendapatkan insentif

berdasarkan pencatatan dan pelaporan mengenai jumlah penemuan suspek TB,

pemeriksaan laboratorium BTA bulan kedua, pemeriksaan laboratorium BTA bulan

kelima, pemeriksaan laboratorium BTA pada masa akhir pengobatan, jumlah pasien

konversi, dan jumlah pasien yang sembuh. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa

menurut responden ternyata pemberian gaji maupun insentif tidak sesuai dengan yang

diharapkan. Hal ini mungkin merupakan sebab yang membuat motivasi petugas P2TB

Universitas Sumatera Utara


99

tersebut menjadi rendah yang tentunya akan berhubungan terhadap kinerja petugas

P2TB tersebut dalam melaksanakan tugasnya di rumah sakit.

Peran motivasi yang ada pada diri seseorang dalam melaksanakan pekerjaan

dapat dijelaskan melalui pendapat Gibson (1996) yang menyatakan motivasi sebagai

suatu dorongan yang timbul pada atau di dalam diri seorang individu yang

menggerakan atau mengarahkan perilaku. Demikian juga kinerja petugas, apabila

memiliki motivasi yang baik akan dapat bekerja sesuai dengan target yang ditetapkan.

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Siahaan (2012) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi terhadap

kinerja petugas pengendalian risiko lingkungan.

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasan (2004) dalam

Ginting (2009) bahwa mutu pelayanan kesehatan di puskesmas dipengaruhi oleh

motivasi kerja perawat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Dimana mutu

pelayanan tentunya berhubungan dengan kinerja petugas dalam melakukan pelayanan

kesehatan di suatu Rumah Sakit maupun pelayanan kesehatan lainnya. Apabila

motivasi petugas tinggi maka kinerja petugas juga baik. Begitu pula sebaliknya

dengan motivasi petugas yang rendah maka kinerja petugas akan kurang. Tentunya

nanti akan berhubungan dengan mutu pelayanan di suatu Rumah Sakit atau pelayanan

kesehatan lainnya. Hal ini mengacu kepada pengertian motivasi yang disebutkan

Mangkunegara (2009) bahwa motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan

kondisi seseorang yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Motivasi tersebut

terbentuk dari sikap seseorang menghadapi situasi kerja, serta terkait juga dengan

Universitas Sumatera Utara


100

sikap mental sebagai kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha

mencapai prestasi kerja yang maksimal, serta memahami tujuan utama dan target

kerja yang dicapai. Karena setiap petugas (pekerja) pasti memiliki motivasi untuk

memenuhi kebutuhannya, sesuai dengan teori hierarki oleh Abraham Maslow (1970).

5.5. Hubungan Sarana dan Prasarana dengan Kinerja Petugas

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 17 responden yang

menyatakan sarana dan prasarana kurang terdapat 12 orang (70,6%) juga memiliki

kinerja kurang, dan dari 25 responden yang menyatakan sarana dan prasana cukup

terdapat 19 orang (76,0%) juga memiliki kinerja baik. Hasil uji Chi-square test

menunjukkan bahwa nilai p (0,003) <0,05, hal ini berarti bahwa terdapat hubungan

sarana dan prasarana dengan kinerja petugas dalam pelaksanaan strategi DOTS.

Berdasarkan hasil multivariat diperoleh ada hubungan sarana dan prasarana terhadap

kinerja. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Munawaroh (2012) bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara sarana kerja dengan kinerja petugas pengelola obat

di puskesmas Kota Subulussalam.

Semakin lengkap sarana dan prasarana yang tersedia di rumah sakit, terutama

sarana dan prasarana sebagai penunjang program pemberantasan TB, maka

diharapkan akan semakin baik pula kinerja petugas P2TB di rumah sakit yang telah

mendapatkan pelatihan HDL oleh phak Dinkes Kota Medan. Apabila kinerja petugas

P2TB baik maka diharapkan juga akan meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit

dalam penanggulangan masalah TB di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


101

Namun berdasarkan observasi pada saat penelitian, masih ditemukan adanya

rumah sakit yang ternyata tidak melakukan pemeriksaan sputum dahak dikarenakan

peralatan laboratorium mereka sedang rusak. Sehingga hal ini tentunya berpengaruh

terhadap kinerja petugas P2TB di rumah sakit, dan tentunya dalam penjaringan pasien

TB ini, pihak rumah sakit dapat dikatakan tidak sesuai dengan standar yang berlaku

dalam penemuan kasus Tb ini, yaitu ISTC.

5.6. Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Petugas

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 24 responden yang

menyatakan kepemimpinan kurang terdapat 15 orang (62,5%) juga memiliki kinerja

kurang. Dari 18 responden yang menyatakan kepemimpinan cukup terdapat 15 orang

(83,3%) juga memiliki kinerja baik. Hasil analisis bivariat (Chi-square test)

menunjukkan bahwa nilai p (0,003) <0,05, hal ini berarti bahwa terdapat hubungan

kepemimpinan dengan kinerja petugas dalam pelaksanaan strategi DOTS.

Hasil ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Jamaksari (2004) yang mendapatkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan

antara kepemimpinan dengan kinerja petugas TB paru puskesmas. Begitu pula

dengan penelitian Nurmawilis (2008) yang menyatakan gaya kepemimpinan

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan di RSUD Rokan

Hulu di Propinsi Riau.

Universitas Sumatera Utara


102

Robbins (2001) dalam Jamaksari (2004) menyatakan bahwa kepemimpinan

adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan.

Inti gaya kepemimpinan adalah tentang pengambilan keputusan (decision maker),

sehingga peran seorang pemimpin sangat penting dalam suatu perusahaan.

Kepemimpinan memainkan suatu bagian yang sentral dalam memahami perilaku

kelompok karena pemimpinlah yang biasanya memberikan pengarahan menuju

pencapaian tujuan perusahaan.

5.7. Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan cross sectional

dimana pengambilan data dilakukan hanya satu kali secara bersamaan. Oleh

sebab itu penelitian ini tidak bermaksud melihat hubungan sebab akibat antara

variabel independen dengan variabel dependen hanya memberikan informasi

tentang pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen melalui

variabel intervening/perantara.

2. Penggunaan sampel penelitian yang relatif terbatas sebagai sumber informasi,

diperkirakan dapat mengganggu atau “tidak 100% akurat” generalisasi hasil

penelitian terhadap seluruh anggota populasi di lokasi penelitian.Untuk

meminimalisir hal ini peneliti mengambil seluruh populasi untuk dijadikan

sampel.

Universitas Sumatera Utara


103

3. Kuesioner yang digunakan untuk mengungkapkan variabel bebas dibuat oleh

peneliti sendiri dengan berdasarkan literatur yang ada karena belum ada

kuesioner yang baku atau standar untuk penelitian tersebut, sehingga

kemungkinan belum dapat mengungkapkan data tentang variabel yang diteliti

secara lengkap. Upaya yang dilakukan peneliti dengan melakukan uji validitas

dan reliabilitas

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpukan bahwa:

1. Kinerja petugas doketr, paramedis dan analisis dalam pelaksanaan strategi DOTS

menunjukkan bahwa mayoritas pada kelompok umur 20-40 tahun (61,9%),

berjenis kelamin perempuan (78,6%), masa kerja≥ 3 tahun yaitu 3 4 orang

(81,0%), dan tingkat pendidikan D3, yaitu 20 orang (47,6%).

2. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel pengetahuan, sikap, motivasi,

sarana dan prasarana, dan kepemimpinan terhadap kinerja petugas P2TB

terhadap pelaksanaan strategi DOTS di Rumah Sakit yang telah dilatih program

HDL (Hospital DOTS Lingkage) di Kota Medan.

3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel pelatihan terhadap kinerja

petugas P2TB terhadap pelaksanaan strategi DOTS di Rumah Sakit yang telah

dilatih program HDL (Hospital DOTS Lingkage) di Kota Medan.

4. Variabel yang paling dominan pengaruh terhadap kinerja petugas dalam

pelaksanaan strategi DOTS adalah pengetahuan dengan nilai koefisien regresi

4,196.

104
Universitas Sumatera Utara
105

6.2 Saran

Beberapa hal yang perlu disarankan sesuai dengan hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Direktur rumah sakit perlu berkomitmen dalam mendukung pelaksanaan program

P2TB dengan cara :

a. Melakukan supervisi secara berkala per triwulan untuk memantau jalannya

P2TB di Rumah Sakit.

b. Diharapkan agar melengkapi prosedur tetap sebagai pedoman kerja dalam

penanganan TB yang sesuai dengan ISTC.

2. Dinas Kesehatan Kota Medan agar dapat :

a. Melengkapi sarana yang diperlukan untuk memperlancar program pengobatan

TB di Rumah Sakit.

b. Memberikan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan pihak Rumah Sakit

dengan tepat waktu.

c. Melakukan supervisi secara berkala ke Rumah Sakit agar dapat membantu

dalam memberikan solusi atas masalah atau kendala yang sedang dihadapi

para petugas P2TB dalam menjalankan program HDL.

d. Melakukan pelatihan khusus yaitu berupa pelatihan formal yang dilakukan

terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya tapi masih

ditemukan banyak masalah dalam kinerjanya dan tidak cukup hanya

dilakukan melalui supervisi, dan pelatihan penyegaran yaitu pelatihan untuk

peserta yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya minimal 5 tahun.

Universitas Sumatera Utara


106

3. Petugas Program Pemberantasan Tuberculosis (P2TB) agar mengupayakan

perbaikan kinerja dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan juga mau

memotivasi diri dalam melaksanakan program HDL ini, misalnya :

a. Melalui pelatihan yang diberikan Dinas Kesehatan Kota Medan yang

berhubungan dengan P2TB.

b. Mau berkomitmen untuk melakukan tatalaksana TB sesuai dengan ISTC.

Universitas Sumatera Utara


107

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.


DOTS Expansion Project. Sumatera Utara

_________. 2007. Pedoman Penerapan DOTS di Rumah Sakit. Jakarta.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara 2011. Sumatera Utara.

Fakhrizal. 2010. Pengaruh Pelatihan dan Supervisi Terhadap Kinerja Perawat


Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan
Kabupaten Aceh Selatan. Tesis. Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Edisi Ketiga,
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Ginting, A.E. 2009. Pengaruh Motivasi Kerja Petugas KIA terhadap Mutu Pelayanan
KIA di Puskesmas Kabupaen Aceh Tenggara Tahun 2008. Tesis. Program
Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan.

Harjanti. 2009. Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Terhadap Kinerja Pejabat


Struktur Eselon III dan IV di Sekretariat Negara Republik Indonesia. Tesis.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Jakarta.

Internet, http://www.ppti.info/2012/09/TB-di-Indonesia-peringkat -ke-5.html

______, http://www.indonesian-publichealth.com/2012/08/masalah-kesehatan-serius-
yang-ditimbulkan-penyakit-tb-paru. html

______, http://www.tbindonesia.or.id/2012/09/12/profil-tb-2011/

______, http://www.tbindonesia.or.id/pdf/2011/IndonesiaReport2011.pdf

Jamaksari, M. 2004. Analisis Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas Dengan


Pendekatan Manajemen Mutu Terpadu di Kabupaten Padeglang Tahun 2003.
Tesis. Program Pascarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Manajerial Pelayanan Tuberkulosis


dengan strategi DOTS di Rumah Sakit. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


108

___________. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.

___________. 2012. Laporan Situasi Terkini Perkembangan Tuberkulosis di


Indonesia Tahun 2011. Jakarta.

Kuncoro, M. 2003. Metode Riset Untuk Ekonomi Bisnis. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Mangkunegara, A.P. 2009. Evaluasi Kinerja SDM. Rafika Aditama. Bandung.

Munawaroh. 2012. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Kinerja Petugas
Pengelola Obat di Puskesmas Kota Subusussalam tahun 2011. Tesis. Program
Pascarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan.

Nilawati. 2008. Pengaruh Karakteristik Kader dan Strategi Revitalisasi Posyandu


Terhadap Keaktifan Kader di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh Selatan.
Tesis. Program Pascasarjama Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara. Medan.

Notoatmodjo, S. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. PT Rineka Cipta.


Jakarta.

_____________. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta.

_____________. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. PT Rineka Cipta.


Jakarta.

_____________. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Nurdin, A.E. 2011. Tumbuh Kembang Perilaku Manusia. EGC. Jakarta.

Nurmawilis, N. 2008. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Terhadap


Kinerja Kayrawan di RSUD Rokan Hulu Propinsi Riau. Tesis. Program
Pascarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan.

Purba, J.S.R. 2001. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Petugas Gizi
Puskesmas di Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak Tahun 1999/2000.
Tesis. Program Pascarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Jakarta.

Riduwan. 2005. Metode dan Teknis Penyusunan Thesis. Alpha Betha. Bandung.

Universitas Sumatera Utara


109

Rivai,V., Basri,A.F.N. 2005. Performance Appraisal. PT Raja Grafindo Persada.


Jakarta.

Siahaan, H. 2012. Pengaruh Motivasi dan Kemampuan Terhadap Kinerja Petugas


Pengendalian Risiko Lingkungan di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I
Medan. Tesis. Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Singarimbun, M., dan Effendi, S. 2008. Metode Penelitian Survai. Cetakan


Kedelapan. Lembaga Penelitian, Pendididkan dan Penerangan Ekonomi dan
Sosial (LP3ES). Jakarta.

Siregar, H.S. 2013. Pengaruh Faktor Psikologis dan Organisasi terhadap Kinerja
Bidan dalam Pelaksanaan Program Jaminan Persalinan di Kota
Padangsidempuan. Tesis. Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Situmorang, S.H., dkk. 2008. Analisis Data Penelitian. USU Press. Medan.

Spencer, L. dan Spencer, S.M. 1993. Competence at Work Models for Superior
Performance. Canada : John Willey & Son.

Sugiartono. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Petugas P2TB


Puskesmas Terhadap Strategi DOTS di Kota Bandung Provinsi Jawa barat.
Tesis. Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Gadjah mada. Yogyakarta.

Syahputra, A. 2009. Pengaruh Karakteristik Individu dan Organisasi Terhadap


Kinerja Petugas Penanggulangan dan Pemberantasan Penyakit (P2P) dalam
Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Dinas Kesehatan Kota
Lhoksmawe Tahun 2009. Tesis. Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Tampubolon, M.P. 2004. Perilaku Keorganisasian (Organization Behavior). Cetakan


Pertama. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Yuliastuti, L. 2007. Pengaruh Pengetahan, Keterampilan, dan Sikap Terhadap Kinerja


Perawat Dalam Penatalaksanaan Kasus Flu Burung di RSUP. H. Adam Malik
Tahun 2007. Tesis. Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1 110

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2
111

Universitas Sumatera Utara


112

Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PETUGAS TB
(TUBERCULOSIS) DI RUMAH SAKIT YANG TELAH DILATIH PROGRAM
HDL (HOSPITAL DOTS LINGKAGE) DI KOTA MEDAN
No. Responden : (diisi oleh peneliti)
Tanggal Pengisian: ………………………………

A. IDENTITAS RESPONDEN (DOKTER)


1. Umur :
2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
3. Masa Kerja : a. ≥ 3 tahun b. < 3 tahun
4. Pendidikan :
5. Rumah Sakit :
6. Alamat Rumah Sakit :

B. PENGETAHUAN
Berilah tanda (x) pada jawaban yang tepat !
1. Kuman yang menyebabkan TB pada manusia, adalah :
a. Mycobacterium bovis
b. Mycobacterium leprae
c. Mycobacterium ulcerans
d. Mycobacterium tuberculosis
e. Mycobacterium avium

2. TB terutama ditularkan melalui :


a. Sistem limfe
b. Sistem peredaran darah
c. Makanan dari pasien
d. Percikan dahak (droplet)
e. Hubungan seksual

3. Sumber penularan TB terutama oleh :


a. Pasien TB Paru BTA negatif
b. Pasien TB Paru BTA positif
c. Pasien TB Ekstra paru
d. Pasien TB anak
e. Menunjukkan gambaran spesifik TB

Universitas Sumatera Utara


113

4. Kriteria suspek TB resisten OAT adalah :


a. Kasus TB kronik, gagal pengobatan kategori 2, pasien dengan BTA tetap
positif setelah pengobatan sisipan, pasien kambuh
b. Kasus TB kronik, gagal pengobatan, pasien dengan BTA positif, pasien
default
c. Kasus TB kronik, gagal pengobatan kategori 2, pasien dengan BTA
positif, pasien kambuh
d. Gagal pengobatan kategori 2, pasien dengan BTA positif, pasien default
e. Kasus TB kronik, petugas yang kontak erat dengan pasien TB resisten
OAT, pasien dengan BTA positif

5. Penderita baru TB positif yang belum pernah makan obat anti TB (OAT)
sebelumnya, maka diberikan OAT kategori :
a. Kategori 1
b. Kategori 2
c. Kategori 3
d. Kategori sisipan
e. Bukan salah satu di atas

6. Diagnosis TB paru pada orang dewasa :


a. Hasil foto toraks menetukan apakah pasien perlu pemeriksaan dahak
b. Dapat ditegakkan hanya dengan foto toraks
c. Diagnosis ditegakkan dengan penemuan kuman TB BTA melalui
pemeriksaan dahak secara mikroskopik
d. Jika hanya satu dari tiga sediaan yang hasilnya positif dapat langsung
ditentukan bahwa pasien tersebut adalah penderita TB BTA positif
e. Suspek TB tidak harus diperiksa 3 spesimen dahak (sewaktu-pagi-
sewaktu)

7. Diagnosis TB paru pada anak dapat ditegakkan bila :


a. Ada gambaran proses spesifik pada foto toraks
b. Ada riwayat kontak erat dengan pasien TB paru BTA positif
c. Jumlah nilai total dari sistem skoring ≥ 6
d. Ada riwayat batuk berulang kronis
e. Tidak ditemukan bekas BCG

Universitas Sumatera Utara


114

C. PELATIHAN
Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Materi pelatihan tatalaksana TB bagi pengelola program
TB di rumah sakit yang pernah saya ikuti sesuai dengan
kebutuhan
2 Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah saya ikuti
dapat mengatasi permasalahan dalam penanggulangan
masalah TB
3 Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah saya ikuti
membantu saya dalam melaksanakan tugas
penanggulangan masalah TB
4 Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah saya ikuti
meningkatkan ketrampilan saya dalam melaksanakan
program strategi DOTS di RS

D. SIKAP
Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !
Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
N : Netral
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju

Alternatif Jawaban
No Pernyataan
SS S N TS STS
1 Melakukan KIE (komunikasi, informasi,
edukasi) mengenai TB kepada penderita TB,
keluarga, dan PMO itu penting
2 Penegakan diagnosa pada penderita TB
dalam program DOTS sesuai dengan ISTC
(International Standard for Tuberculosis
Care)
3 Penegakan diagnosa pada penderita TB anak
saat ini (sesuai materi pelatihan) harus
menggunakan sistem scoring
4 OAT diberikan harus sesuai dengan
klasifikasi, tipe, dan berat badan penderita
TB

Universitas Sumatera Utara


115

Alternatif Jawaban
No Pernyataan
SS S N TS STS
5 Setiap pasien yang datang harus dilakukan
pemisahan pasien berdasarkan kasus
infeksiusnya (TRIASE)
6 Dalam penanganan pasien TB harus selalu
dilaksanakan dengan cermat, cepat, dan tepat

E. MOTIVASI

Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !
Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
N : Netral
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju

Alternatif Jawaban
No Pernyataan
SS S N TS STS
1 Tugas dan tanggung jawab yang diberikan
sebagai dokter yang bertugas di RS ini sesuai
dengan kemampuan dan wewenang
2 Tugas dan tanggung jawab yang diberikan
selalu diselesaikan sesuai protap
3 Saya akan tetap melaksanakan tugas saya
sebagai dokter TB sesuai tupoksi saya
walaupun saya mempunyai beban kerja lain
(tugas tambahan) selain menjadi petugas TB
di RS
4 Ruang kerja dan fasilitas kerja sangat nyaman
dan jauh dari hal yang membahayakan
sehingga membantu saya dalam menjalankan
tugas sebagai petugas TB di RS
5 Bekerja sebagai petugas TB di Rumah Sakit
ini memberikan peningkatan pengetahuan dan
ketrampilan sayaterutama mengenai TB
6 Keberhasilan kerja saya dalam penanganan
program strategi DOTS di RS ini merupakan
manifestasi kepuasan kerja yang penting

Universitas Sumatera Utara


116

Alternatif Jawaban
No Pernyataan
SS S N TS STS
7 Saya merasa bangga bekerja di rumah sakit ini

8 Bekerja di rumah sakit ini membuat saya


berguna di dalam kehidupan bermasyarakat
9 Gaji yang diberikan selama ini sesuai dengan
yang saya harapkan
10 Selain gaji, saya merasa perlu menerima
insentif uang/bentuk lain untuk pelaksanaan
program TB
11 Gaji maupun insentif saya terima tepat waktu
sesuai dengan ketentuan
12 Hubungan kerja antara pimpinan dan pegawai
baik dan tidak kaku
13 Hubungan kerja sesama petugas maupun
pegawai baik
14 Pemberian reward (penghargaan) kepada
pegawai berprestasi akan meningkatkan
motivasi kerja

F. SARANA DAN PRASARANA


Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah jumlah logistik (OAT, reagensia, pot sputum, dll)
yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan kepada
pihak RS selalu dalam jumlah yang cukup sesuai dengan
permintaan?
2 Apakah bahan logistik (OAT, reagensia, pot sputum, dll)
selalu diterima tepat waktu?
3 Apakah peralatan dan bahan laboratorium untuk
kepentingan pemeriksaan TB di RS anda tersedia dengan
lengkap?

Universitas Sumatera Utara


117

G. KEPEMIMPINAN
Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Direktur RS selalu melakukan pengawasan dan
pembinaan dalam pelaksanaan program strategi DOTS di
RS
2 Direktur RS selalu memberikan motivasi dan dukungan
terhadap petugas P2TBC dalam pelaksanaan program
strategi DOTS di RS
3 Direktur RS rutin melakukan pertemuan/rapat rutin
kepada seluruh Unit Pelayanan Fungsional (UPF)/Staf
Manajemen Fungsional (SMF) program strategi DOTS di
RS

H. KINERJA PETUGAS P2TB


Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !
Keterangan :
Y : Ya, apabila petugas melaksanakan
T : Tidak, apabila petugas tidak melaksanakan
OBSERVASI
No Pertanyaan Y T Y Kurang T
1 Dokter menegakkan diagnosa TB sesuai
dengan ISTC
2 Dalam merencanakan kebutuhan OAT, selalu
berdasarkan perhitungan kebutuhan setiap
triwulan sesuai rumus yang berlaku
3 Melakukan pemantauan sisa stok OAT yang
ada di gudang obat sebulan sekali
4 Memantau jumlah kebutuhan logistik non
OAT atau bahan habis pakai
5 Penegakan diagnosa TB anak menggunakan
sistem skoring
6 Pemberian OAT pada pasien TB dewasa
maupun TB anak disiapkan per paket sesuai
dengan klasifikasi, tipe, dan berat badan
7 Memberikan komunikasi, informasi, dan
edukasi TB kepada suspek TB/penderita TB

Universitas Sumatera Utara


118

KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PETUGAS TB
(TUBERCULOSIS) DI RUMAH SAKIT YANG TELAH DILATIH PROGRAM
HDL (HOSPITAL DOTS LINGKAGE) DI KOTA MEDAN
No. Responden : (diisi oleh peneliti)
Tanggal Pengisian: ………………………………

A. IDENTITAS RESPONDEN (PARAMEDIS)


1. Umur :
2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
3. Masa Kerja : a. ≥ 3 tahun b. < 3 tahun
4. Pendidikan :
5. Rumah Sakit :
6. Alamat Rumah Sakit :

B. PENGETAHUAN
Berilah tanda (x) pada jawaban yang tepat !
1. Kuman yang menyebabkan TB pada manusia, adalah :
a. Mycobacterium bovis
b. Mycobacterium leprae
c. Mycobacterium ulcerans
d. Mycobacterium tuberculosis
e. Mycobacterium avium

2. TB terutama ditularkan melalui :


a. Sistem limfe
b. Sistem peredaran darah
c. Makanan dari pasien
d. Percikan dahak (droplet)
e. Hubungan seksual

3. Sumber penularan TB terutama oleh :


a. Pasien TB Paru BTA negatif
b. Pasien TB Paru BTA positif
c. Pasien TB Ekstra paru
d. Pasien TB anak
e. Menunjukkan gambaran spesifik TB

Universitas Sumatera Utara


119

4. Yang dapat ditunjuk menjadi Pengawas Minum Obat (PMO) adalah :


a. Petugas kesehatan
b. Siapa saja
c. Seseorang yang dianggap dekat dengan keluarga (suami/istri, anak, orang
tua)
d. Semua pilihan di atas benar
e. Bukan salah satu di atas

5. Yang harus dilakukan dalam penerimaan OAT dari Kabupaten/Kota adalah


kecuali :
a. Segera masukkan OAT ke dalam gudang penyimpanan
b. Cek jumlah OAT sesuai dengan surat pengiriman, apa sudah sesuai
dengan permintaan
c. Cek tanggal kadaluarsa dan nomor kode serta apakah obatnya tidak ada
yang rusak
d. Catat OAT yang diterima pada kartu stok dan kartu stok induk
e. Susunlah OAT dalam rak atau lemari obat dan tempatkan dibagian obat
yang lebih awal tanggal kadaluarsanya, dan tempatkan dibagian belakang
obat yang kadaluarsanya lebih lama

6. Kartu yang digunakan untuk mencatat semua suspek TB dan diperiksa dahak
SPS adalah kartu formulir nomor :
a. TB.01
b. TB.02
c. TB.03
d. TB.05
e. TB.06

C. PELATIHAN
Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Materi pelatihan tatalaksana TB bagi pengelola program
TB di rumah sakit yang pernah saya ikuti sesuai dengan
kebutuhan
2 Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah saya ikuti
dapat mengatasi permasalahan dalam penanggulangan
masalah TB
3 Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah saya ikuti
meningkatkan pengetahuan saya dan membantu saya
melaksanakan tugas dalam upaya penanggulangan masalah
TB

Universitas Sumatera Utara


120

No Pertanyaan Ya Tidak
4 Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah saya ikuti
meningkatkan ketrampilan saya dalam melaksanakan
program strategi DOTS di RS
5 Setelah mengikuti pelatihan tatalaksana TB, saya mampu
mengaplikasikan hasil pelatihan dalam penatalaksanaan
strategi DOTS di RS
6 Setelah mengikuti pelatihan tatalaksana TB, pengetahuan
saya dalam melaksanakan strategi DOTS di RS meningkat
7 Setelah mengikuti pelatihan tatalaksana TB, ketrampilan
saya dalam melaksanakan strategi DOTS di RS meningkat
8 Setelah mengikuti pelatihan tatalaksana TB, saya mampu
melaksanakan strategi DOTS di RS secara optimal

D. SIKAP
Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !
Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
N : Netral
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju

Alternatif Jawaban
No Pernyataan
SS S N TS STS
1 Melakukan KIE (komunikasi, informasi,
edukasi) mengenai TB kepada penderita TB,
keluarga, dan PMO itu penting
2 Selalu menerapkan etiket batuk untuk
mencegah penyebaran kuman pathogen
3 Petugas TB harus menggunakan alat
pelindung diri berupa masker N-95 saat
berhadapan dengan penderita TB
4 Pencatatan dan pelaporan pada formulir TB
(sesuai dengan jenis formulir)

Universitas Sumatera Utara


121

E. MOTIVASI

Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !
Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
N : Netral
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju

Alternatif Jawaban
No Pernyataan
SS S N TS STS
1 Tugas dan tanggung jawab yang diberikan
sesuai dengan pendidikan dan kemampuan
2 Tugas dan tanggung jawab yang diberikan
selalu diselesaikan sesuai protap seperti materi
pelatihan
3 Mempunyai beban kerja lain (tugas tambahan)
selain menjadi petugas TB dan mempengaruhi
pelaksanaan tugas saudara sebagai petugas TB
di RS
4 Ruang kerja dan fasilitas kerja sangat nyaman
dan jauh dari hal yang membahayakan
5 Bekerja sebagai petugas TB di Rumah Sakit
ini memberikan peningkatan pengetahuan dan
ketrampilan sayaterutama mengenai TB
6 Keberhasilan kerja saya dalam penanganan
program strategi DOTS di RS ini merupakan
manifestasi kepuasan kerja yang penting
7 Saya merasa bangga bekerja di rumah sakit ini
8 Bekerja di rumah sakit ini membuat saya
berguna di dalam kehidupan bermasyarakat
9 Gaji yang diberikan selama ini sesuai dengan
yang saya harapkan
10 Selain gaji, saya merasa perlu menerima
insentif uang/bentuk lain untuk pelaksanaan
program TB
11 Gaji maupun insentif saya terima tepat waktu
12 Hubungan kerja antara pimpinan dan pegawai
baik dan tidak kaku
13 Hubungan kerja sesama petugas maupun
pegawai baik

Universitas Sumatera Utara


122

Alternatif Jawaban
No Pernyataan
SS S N TS STS
14 Pemberian reward (penghargaan) kepada
pegawai berprestasi akan meningkatkan
motivasi kerja

F. SARANA DAN PRASARANA


Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah keperluan logistik OAT yang diberikan oleh Dinas
Kesehatan Kota Medan kepada pihak RS diterima dalam
kondisi baik?
2 Apakah jumlah logistik OAT yang diberikan oleh Dinas
Kesehatan Kota Medan kepada pihak RS selalu dalam
jumlah yang cukup?
3 Apakah bahan logistik OAT selalu diterima tepat waktu?
4 Apakah pengecekan logistik OAT di RS dilakukan setiap
sebulan sekali?

G. KEPEMIMPINAN
Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Direktur RS selalu melakukan pengawasan dan
pembinaan dalam pelaksanaan program strategi DOTS di
RS
2 Direktur RS selalu memberikan motivasi dan dukungan
terhadap petugas P2TBC dalam pelaksanaan program
strategi DOTS di RS
3 Direktur RS rutin melakukan pertemuan/rapat rutin
kepada seluruh Unit Pelayanan Fungsional (UPF)/Staf
Manajemen Fungsional (SMF)

Universitas Sumatera Utara


123

H. KINERJA PETUGAS P2TB


Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !
Keterangan :
Y : Ya, apabila petugas melaksanakan
T : Tidak, apabila petugas tidak melaksanakan
OBSERVASI
No Pertanyaan Y T Y Kurang T
1 Kasus TB dilaporkan secara rutin ke Dinas
Kesehatan Kota Medan sesuai jadwal yang
ditentukan
2 Dalam merencanakan kebutuhan OAT, selalu
berdasarkan perhitungan kebutuhan setiap
triwulan sesuai rumus yang berlaku
3 Sebelum proses penyimpanan OAT, petugas
melakukan semua langkah-langkah pada saat
penerimaan OAT sesuai dengan materi pelatihan
yang sudah diberikan.
4 Melakukan pemantauan sisa stok OAT yang ada
di gudang obat sebulan sekali
5 Mencatat jumlah, tamggal kadaluarsa dan tanggal
penerimaan masing-masing obat ke dalam kartu
stok dan kartu stok induk
6 Mencatat setiap jumlah OAT yang dikeluarkan di
dalam kartu stok dan kartu stok induk
7 Memastikan bahwa setiap pasien TB didampingi
oleh PMO (Pengawas Menelan Obat)
8 Dosis harian OAT yang akan ditelan di rumah
disiapkan dan dijelaskan cara pemakaiannya di
depan PMO pada saat penyerahan OAT di RS
9 Memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi
TB kepada penderita TB
10 Hasil pemeriksaan dahak dari formulir TB.05
dipindahkan ke formulir TB.06
11 Mengisi kartu pengobatan pasien TB pada
formulir TB.01
12 Mengisi dan melengkapi kartu identitas pasien
TB di formulir TB.02
13 Mengisi dan melengkapi TB.03 UPK per
triwulan
14 Memberikan penyuluhan kepada PMO

Universitas Sumatera Utara


124

KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PETUGAS TB
(TUBERCULOSIS) DI RUMAH SAKIT YANG TELAH DILATIH PROGRAM
HDL (HOSPITAL DOTS LINGKAGE) DI KOTA MEDAN
No. Responden : (diisi oleh peneliti)
Tanggal Pengisian: ………………………………

I. IDENTITAS RESPONDEN (PETUGAS LABORATORIUM)


7. Umur :
8. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
9. Masa Kerja : a. ≥ 3 tahun b. < 3 tahun
10. Pendidikan :
11. Rumah Sakit :
12. Alamat Rumah Sakit :

J. PENGETAHUAN
Berilah tanda (x) pada jawaban yang tepat !
7. TB terutama ditularkan melalui :
f. Sistem limfe
g. Sistem peredaran darah
h. Makanan dari pasien
i. Percikan dahak (droplet)
j. Hubungan seksual

8. Dalam pelaksanaan kerja di laboratorium dapat dilakukan :


a. Tidak perlu menggunakan alat pelindung diri (APD)
b. Harus menggunakan APD
c. Sebaiknya menggunakan APD
d. Semua jawaban di atas salah
e. Jawaban a dan b benar

9. Alat pelindung diri (APD) dari bahaya/resiko terpapar mikroorganisme di


laboratorium berupa :
a. Sarung tangan karet (handscoon)
b. Masker
c. Pakaian (jas) laboratorium
d. Kaca mata pelindung
e. Semua jawaban di atas benar

Universitas Sumatera Utara


125

10. Pengumpulan dahak yang baik adalah kecuali :


a. Berikan penjelasan kepada pasien cara batuk yang benar sebelum
mengumpulkan dahak
b. Tunjukkan tempat pengambilan dahak yang memenuhi syarat
c. Setiap pasien diberikan 3 buah pot dahak untuk dibawa pulang dan
diserahkan keesokan harinya
d. Letakkan pot dahak di tempat yang terkena sinar matahari
e. Cuci tangan dengan sabun setelah selesai mengumpulkan dahak

K. PELATIHAN
Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Materi pelatihan tatalaksana TB bagi pengelola program
TB di rumah sakit yang pernah saya ikuti sesuai dengan
kebutuhan
2 Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah saya ikuti
dapat mengatasi permasalahan dalam penanggulangan
masalah TB
3 Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah saya ikuti
meningkatkan pengetahuan saya dalam upaya
penanggulangan masalah TB
4 Materi pelatihan tatalaksana TB yang pernah saya ikuti
meningkatkan ketrampilan saya dalam melaksanakan
program strategi DOTS di RS
5 Setelah mengikuti pelatihan tatalaksana TB, saya mampu
mengaplikasikan hasil pelatihan dalam penatalaksanaan
strategi DOTS di RS
6 Setelah mengikuti pelatihan tatalaksana TB, pengetahuan
saya dalam melaksanakan strategi DOTS di RS meningkat
7 Setelah mengikuti pelatihan tatalaksana TB, ketrampilan
saya dalam melaksanakan strategi DOTS di RS meningkat
8 Setelah mengikuti pelatihan tatalaksana TB, saya mampu
melaksanakan strategi DOTS di RS secara optimal

Universitas Sumatera Utara


126

L. SIKAP
Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !
Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
N : Netral
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju

Alternatif Jawaban
No Pernyataan
SS S N TS STS
1 Menggunakan alat pelindung diri saat berada
di laboratorium
2 Pencatatan dan pelaporan pada formulir TB
(Form TB.05)
3 Mewwarnai sediaan dahak dengan
pewarnaan Ziehl neelsen
4 Tidak perlu menjelaskan tata cara batuk yang
benar sebelum mengumpulkan dahak
5 Pemeriksaan dahak yang dilakukan hanya
saat penegakkan diagnosis saja

M. MOTIVASI

Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !
Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
N : Netral
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju

Alternatif Jawaban
No Pernyataan
SS S N TS STS
1 Tugas dan tanggung jawab yang diberikan
sesuai dengan pendidikan dan kemampuan
2 Tugas dan tanggung jawab yang diberikan
selalu diselesaikan sesuai protap seperti materi
pelatihan
3 Ruang kerja dan fasilitas kerja sangat nyaman
dan jauh dari hal yang membahayakan

Universitas Sumatera Utara


127

Alternatif Jawaban
No Pernyataan
SS S N TS STS
4 Bekerja sebagai petugas TB di Rumah Sakit
ini memberikan peningkatan pengetahuan dan
ketrampilan sayaterutama mengenai TB
5 Keberhasilan kerja saya dalam penanganan
program strategi DOTS di RS ini merupakan
manifestasi kepuasan kerja yang penting
6 Saya merasa bangga bekerja di rumah sakit ini
7 Bekerja di rumah sakit ini membuat saya
berguna di dalam kehidupan bermasyarakat
8 Gaji yang diberikan selama ini sesuai dengan
yang saya harapkan
9 Selain gaji, saya merasa perlu menerima
insentif uang/bentuk lain untuk pelaksanaan
program TB
10 Gaji maupun insentif saya terima tepat waktu
11 Hubungan kerja antara pimpinan dan pegawai
baik dan tidak kaku
12 Hubungan kerja sesama petugas maupun
pegawai baik
13 Pemberian reward (penghargaan) kepada
pegawai berprestasi akan meningkatkan
motivasi kerja

N. SARANA DAN PRASARANA


Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah keperluan logistik non OAT (reagensia, pot
sputum, dll) yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota
Medan kepada pihak RS diterima dalam kondisi baik?
2 Apakah jumlah logistik non-OAT (reagensia, pot sputum,
dll) yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan
kepada pihak RS selalu dalam jumlah yang cukup?
3 Apakah bahan logistik non-OAT(reagensia, pot sputum,
dll) selalu diterima tepat waktu?
4 Apakah pengecekan logistik non-OAT ( reagensia, pot
sputum, dll) di RS dilakukan setiap sebulan sekali?
5 Apakah peralatan dan bahan laboratorium untuk
kepentingan pemeriksaan TB di RS anda tersedia lengkap?

Universitas Sumatera Utara


128

O. KEPEMIMPINAN
Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Direktur RS selalu melakukan pengawasan dan
pembinaan dalam pelaksanaan program strategi DOTS di
RS
2 Direktur RS selalu memberikan motivasi dan dukungan
terhadap petugas P2TBC dalam pelaksanaan program
strategi DOTS di RS
3 Direktur RS rutin melakukan pertemuan/rapat rutin
kepada seluruh Unit Pelayanan Fungsional (UPF)/Staf
Manajemen Fungsional (SMF) program strategi DOTS di
RS

P. KINERJA PETUGAS P2TB


Petunjuk pengisian : isilah dengan tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai !
Keterangan :
Y : Ya, apabila petugas melaksanakan
T : Tidak, apabila petugas tidak melaksanakan
OBSERVASI
No Pertanyaan Y T Y Kurang T
1 Mengumpul dahak untuk penegakkan
diagnosis
2 Menghitung kebutuhan logistik non OAT
atau bahan habis pakai mengacu pada
standar yang sudah diberikan pada saat
pelatihan
3 Melakukan pemeriksaan dahak ulang
untuk memantau kemajuan pengobatan
4 Pemeriksaan dahak dilakukan sesuai
dengan protap (yaitu pada akhir masa
intensif, pada 1 bulan sebelum akhir
pengobatan dan pada akhir pengobatan)
5 Memberi nomor identitas pada kaca
sediaan
6 Permohonan laboratorium TB untuk
pemeriksaan dahak di catat dalam
formulir TB.05
7 Memberikan arahan kepada suspek
mengenai cara mengeluarkan dahak

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai