Anda di halaman 1dari 7

Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana ISSN 26866404

Pascasarjana Universitas Negeri Semarang http://pps.unnes.ac.id/prodi/prosiding-pascasarjana-unnes/

Meneguhkan Literasi Multikultural


Melalui Pendidikan Seni:
Perspektif dan Urgensi Pembelajaran Seni Budaya
Abad 21 di Sekolah
Supatmo Supatmo

Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Corresponding Author: supatmo@mail.unnes.ac.id

Abstrak. Keberagaman budaya, adat-istiadat, tradisi, bahasa, suku, ras, agama, keyakinan, status sosial, pandangan politik, mata
pencaharian, dan sebagainya merupakan keniscayaan dan realitas sosio-kultural bagi bangsa Indonesia. Maraknya isu-isu intoleransi di media
sosial dan terjadinya peristiwa-peristiwa kekerasan sosial bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang merebak di berbagai
daerah akhir-akhir ini mengindikasikan masih lemahnya literasi multikultural bagi sebagian masyarakat. Oleh karenanya diperlukan
peneguhan literasi multikultural guna membangun kesadaran budaya Indonesia sesuai semboyan Bhineka Tunggal Ika. Artikel ini hendak
membahas perspektif pembelajaran Seni Budaya di sekolah sebagai suatu upaya dalam meneguhkan literasi multikultural demi mewujudkan
masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, apresiasi, kerja sama, persatuan, saling menghormati, dan solidaritas atas
keragaman budaya. Dari dimensi kebudayaan, pendidikan seni di Indonesia dengan segenap sifat-sifat, karakteristik, dan potensinya,
merupakan bagian integral Sistem Pendidikan Nasional dalam menumbuhkembangkan dan membangun kesadaran Bhineka Tunggal Ika
bagi peserta didik dan masyarakat luas. Praksis Pendidikan Abad 21 yang saat ini sangat terkonsentrasi pada problematika teknologi dan
industri dikhawatirkan bermuara pada lunturnya nilai-nilai kemanusiaan, termasuk nilai multikultural. Pendidikan seni (pembelajaran Seni
Budaya di sekolah), dengan sifat-sifatnya yang multilingual, multidimensional, dan multikultural, bisa berperan sebagai garda depan dalam
meneguhkan literasi multikultural. Dalam perspektif ini, pendidikan seni menjadi medium pengejawantahan dan internalisasi nilai
multikultural (education through art), menumbuhkembangkan kesadaran kolektif atas keberagaman budaya Bangsa Indonesia (Bhineka
Tunggal Ika). Pada titik tertentu, literasi multikultural akan mereduksi dan menangkal isu-isu atau peristiwa-peristiwa intoleransi bernuansa
SARA yang berpotensi menjadi ancaman sosio kultural Bangsa Indonesia saat ini dan masa mendatang.
Kata kunci: literasi, multikultural, pendidikan seni.

Abstract. Cultural diversity, customs, traditions, languages, ethnicities, races, religions, beliefs, social status, political views, livelihoods,
and so on are a necessity and socio-cultural reality for the Indonesian people. The rise of issues of intolerance on social media and the
occurrence of incidents of social violence with ethnic, religious, racial, and intergroup nuances that have been spreading in various regions
lately indicate that multicultural literacy is still weak for some people. Therefore, it is necessary to strengthen multicultural literacy to build
awareness of Indonesian culture according to the spirit of Bhineka Tunggal Ika. This article will discuss the perspective of learning Arts and
Culture in schools as an effort to strengthen multicultural literacy to create an Indonesian society that upholds the values of tolerance,
appreciation, cooperation, unity, mutual respect, and solidarity for cultural diversity. From the cultural dimension, art education in Indonesia
with all its characteristics, characteristics, and potential is an integral part of the National Education System in developing and building
awareness of Bhineka Tunggal Ika for students and the wider community. The 21st Century Education, which is currently very concentrated
on technological and industrial problems, is feared to lead to the erosion of human values, including multicultural values. Art education
(learning Arts and Culture in schools), with its multilingual, multidimensional, and multicultural characteristics, can act as the vanguard in
strengthening multicultural literacy. In this perspective, art education is a medium for the embodiment and internalization of multicultural
values (education through art), fostering collective awareness of the cultural diversity of the Indonesian nation (Bhineka Tunggal Ika). At a
certain point, multicultural literacy will reduce and counteract issues or incidents of intolerance with SARA nuances that have the potential
to become socio-cultural threats to the Indonesian nation today and in the future.
Key words: literacy, multicultural, art education.

How to Cite: Supatmo, S. (2021). Meneguhkan Literasi Multikultural Melalui Pendidikan Seni: Perspektif dan Urgensi Pembelajaran Seni
Budaya Abad 21 di Sekolah). Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana, 2021, 32-38.

PENDAHULUAN kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta


Paradigma dan praksis pendidikan di Indonesia saat keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
ini terikat secara konstitusional oleh Undang-undang bangsa dan negara yang pada nilai-nilai agama,
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan kebudayaan nasional, dan tanggap terhadap tuntutan
Nasional. Pendidikan dipandang sebagai usaha sadar perubahan zaman. Pendidikan diselenggarakan secara
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, Dalam aspek kultural dan kemajemukan bangsa,

32
Supatmo Supatmo | Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (2021): 32-38
Sistem Pendidikan Nasional selaras dengan semboyan Ika”. Lemahnya literasi multikultural masyarakat
“Bhineka Tunggal Ika” yang tertera dalam Lambang menjadi salah satu faktor penyebab merebaknya isu-isu
Negara Republik Indonesia. Semboyan ini merupakan dan peristiwa-peristiwa intoleransi tersebut. Literasi
instrumen yang bermuara pada terciptanya tatanan multikultural bisa ditumbuhkembangkan sedini
masyarakat Indonesia yang harmonis, saling mungkin. Dalam hal ini pendidikan di sekolah, terutama
menghormati perbedaan, cinta damai, dan menjunjung pendidikan seni, memiliki peran yang sangat strategis
tinggi nilai toleransi (nilai-nilai multikultural). untuk menumbuhkembangkan literasi multikultural,
Pendidikan seni (seni rupa, seni musik, seni tari, seni karena pendidikan seni memiliki sifat-sifat multilingual,
teater) memiliki peran sangat strategis dalam multidimensional, dan multikultural.
pencapaian tujuan pendidikan nasional yang tidak Pendidikan seni merupakan pranata sosial yang
tergantikan dengan pendidikan bidang lainnya. Dalam mengemban tugas untuk melestarikan, mewariskan,
perspektif kebudayaan, menurut (Rohidi, 2016), mempertahankan, dan mengembangkan tradisi dan nilai-
pendidikan seni memiliki peran sebagai salah satu nilai luhur dalam kebhinekaan budaya (multikultural)
pilar utama mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut agar berkesinambungan dari satu generasi ke
dalam upaya membentuk manusia seutuhnya, menjaga generasi berikutnya. Pendidikan seni berperan serta
dan memelihara keseimbangan antara penalaran dalam penguatan pemahaman, wawasan, kesadaran,
intelektual-rasional dengan kepekaan estetik- internalisasi penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai
emosional. Seni menjadi modal utama membangun multikultural (toleransi, apresiasi, kerja sama, persatuan,
kesadaran budaya bangsa dalam kemajemukan dan saling menghormati, solidaritas) bagi peserta didik.
keberagaman (multikultural). Relevan dengan hal ini, Secara mendasar, peran strategis pendidikan seni dalam
(Kamaril, 2001) dan Kemendikbud (2016) hal ini adalah memposisikan nilai-nilai multikultural
menyatakan bahwa pendidikan seni memiliki sifat sebagai cara pandang (perspektif) dan kerangka pikir
multilingual, multidimensional, dan multikultural. mendasar (paradigmatik), untuk meneguhkan literasi
Sifat multilingual terkait dengan pengembangan multikultural yang diperlukan dalam sosiokultural
kemampuan peserta didik dalam mengekspresikan diri masyarakat indonesia. Selanjutnya, makalah ini hendak
secara kreatif dengan berbagai cara dan media. Sifat membahas perspektif tersebut dalam konteks pendidikan
multidimensional berarti pengembangan beragam abad 21 yang sarat dan terkonsentrasi pada problematika
kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan, teknologi dan industri.
pemahaman, analisis, evaluasi), apresiasi, dan kreasi HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan cara memadukan secara harmonis unsur
estetika, logika, kinestetika, dan etika. Sifat Literasi Multikultural bagi Bangsa Indonesia
multikultural berarti berperan dalam Secara kebahasaan multikultural dapat dipahami
menumbuhkembangkan kesadaran apresiasi terhadap sebagai suatu keadaan atau kondisi masyarakat dengan
beragam budaya nusantara dan mancanegara. keragaman (multi) budaya (culture). Dalam perspektif
Dalam dokumen Road Map for Arts Education sosiologis, multikultural terkait erat dengan karakteristik
2006, UNESCO mengamanatkan bahwa pendidikan masyarakat, oleh karena itu pemahaman tentang
seni harus mampu untuk: (1) menjunjung tinggi hak multikultural dilekatkan dengan masyarakat
asasi manusia atas pendidikan dan partisipasi budaya; multikultural. Dalam khasanah keilmuan, istilah
(2) menumbuhkembangkan kemampuan individu; (3) multikultural dibedakan ke dalam beberapa ungkapan
meningkatkan kualitas pendidikan; dan (4) yang lebih sederhana, seperti pluralitas (plurality)
mempromosikan ekspresi keanekaragaman budaya memadankan adanya hal-hal yang lebih dari satu,
(multikultural). Amanat ini meneguhkan bahwa keragaman (diversity) menunjukkan keberadaan yang
dimensi keanekaragaman budaya (multikultural) berbeda-beda, heterogen, dan yang tidak dapat
menjadi domain penting dalam pendidikan seni. disamakan (Tilaar, 2004). Masyarakat multikultural
Sementara itu, isu-isu dan peristiwa-peristiwa merupakan masyarakat yang menganut
intoleransi dengan bernuansa suku, ras, agama, dan multikulturalisme, yaitu paham yang beranggapan
antargolongan (SARA) masih sering terjadi di bahwa berbagai budaya yang berbeda memiliki
Indonesia, baik dalam kehidupan nyata maupun di kedudukan yang sederajat. Azra (2007) menyatakan
media sosial. Seperti yang dilansir oleh Indonesian bahwa masyarakat multikultural adalah masyarakat yang
Human Rights Monitor (Imparsial), bahwa satu tahun terdiri atas beberapa komunitas budaya dengan sedikit
belakangan ini terjadi 31 kasus intoleransi di Indonesia perbedaan konsepsi mengenai sistem nilai, sejarah, adat,
(https://cnnindonesia.com/nasional/). Badan Pembina dan kebiasaan.
Ideologi Pancasila (BPIP) Republik Indonesia juga Multikulturalisme melibatkan pemahaman,
mengakui bahwa kasus intoleransi belakangan ini penghargaan dan penilaian budaya sendiri, serta rasa
cenderung meningkat (https://bpip.go.id/bpip/berita/). hormat dan keingintahuan tentang budaya etnis lain
Kondisi ini tentu mencederai nilai-nilai luhur Bangsa (Blum, 2014). Mulyana (2008) menyatakan bahwa
Indonesia yang menjunjung tinggi pluralisme dan multikulturalisme merupakan sebuah ideologi yang
keberagaman budaya dengan spirit “Bhineka Tunggal mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam
33
Supatmo Supatmo | Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (2021): 32-38
kesederajatan. Multikulturalisme mencakup gagasan, kesadaran budaya dengan berfokus pada isu-isu sensitif
cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, seperti prasangka dan kekejaman terhadap etnis lain. Hal
oleh masyarakat suatu negara yang majemuk dari segi ini merupakan asumsi pengetahuan dalam perspektif
etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun etnis dan budaya yang beragam.
mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat Literasi multikulturalisme mengajak masyarakat
kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk saling memahami dan menerima perbedaan
untuk mempertahankan kemajemukan tersebut. kultural. Bagi bangsa Indonesia, pandangan ini memberi
Parekh (dalam Azra, 2007) membedakan jenis pesan kepada masyarakat untuk arif dan bijaksana
multikulturalisme yaitu: (1) Multikulturalisme mengelola keanekaragaman budaya demi menjadikan
isolasionis, mengacu pada masyarakat dengan kondisi hidup bersama sebagai suatu bangsa yang lebih
berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara bermartabat. Pesan ini ini bersifat imperatif dan
otonom; (2) Multikulturalisme akomodatif, yaitu persuasif, bahwa keberagaman itu tidak hanya untuk
masyarakat pemilik budaya dominan yang membuat diwacanakan demi kenyamanan dan keuntungan diri
penyesuaian dan akomodasi tertentu bagi kebutuhan sendiri atau kelompok tertentu saja, tetapi terutama
kultural kaum minoritas; (3) Multikulturalisme untuk menjaga nilai-nilai sosiokultural dan historis
otonomis, yaitu masyarakat plural dengan kondisi kebangsaan Indonesia yang sangat menjunjung tinggi
kelompok-kelompok kultural utama berusaha keberagaman budaya dalam spirit Bhineka Tunggal Ika.
mewujudkan kesetaraan dengan budaya dominan; (4) Literasi multikultural menjadi modal utama dalam
Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yaitu menumbuhkembangkan kehidupan masyarakat
masyarakat plural dengan kondisi kelompok kultural Indonesia untuk berbangsa dan berbudaya sesuai yang
yang mencerminkan dan menegaskan perspektif dicita-citakan bersama.
khusus dari mereka. (5) Multikulturalisme Pendidikan Seni dalam Sistem Pendidikan Nasional
kosmopolitan, yaitu multikulturalisme yang berusaha Indonesia
menghapus batas-batas kultural untuk menciptakan
masyarakat dengan karakteristik setiap individu tidak Selain menjadi sarana melestarikan dan
terikat kepada budaya tertentu. mengembangkan suatu kebudayaan yang dianggap
Pada dasarnya, masyarakat Indonesia adalah bermakna bagi masyarakat pendukungnya, pendidikan
masyarakat multikultural yang kompleks. Masyarakat juga menjadi sarana strategi adaptasi dalam upaya
Indonesia merupakan kesatuan dari keanekaragaman pelestarian demi mempertahankan dan mengembangkan
suku bangsa, agama, bahasa, tradisi, seni, adat-istiadat, sifat tradisional kebudayaan. Pendidikan merupakan
letak geografis, dan perbedaan-perbedaan aspek proses budaya yang mengemban misi: (1) menjaga
lainnya. Multikulturalisme yang terjadi di Indonesia kelestarian dan mengembangkan kebudayaan sesuai
merupakan proses kristalisasi akibat kondisi sosio- dengan perkembangan zaman; (2) sarana konservasi
kultural maupun geografis yang begitu beragam dan (pelestarian) dan inovasi (kreativitas menciptakan
luas. Multikulturalisme di Indonesia memiliki makna kebaruan) budaya; dan (3) membangun peradaban
strategis terkait erat dengan pengembangan dan bangsa, mencetak generasi unggul yang tidak tercerabut
pembangunan masyarakat sesuai semboyan Bhineka dari akar budayanya (Triyanto, 2017). Dalam perspektif
Tunggal Ika. Suparlan (2002) menyatakan bahwa yang sama, menurut Rohidi (2016), pendidikan seni
secara ideologis multikulturalisme di Indonesia sangat berpotensi menjadi media pembentukan watak
membutuhkan kesadaran dasar tentang demokrasi, toleran, memahami perbedaan atau keragaman, peduli,
keadilan dan hukum, nilai dan etos budaya, persatuan tenggang rasa, kerjasama secara bertanggung jawab,
dalam keragaman, ras, etnis, keyakinan agama, dan menjadi modal utama membangun kesadaran
ekspresi budaya, hak asasi manusia, dan komunitas budaya. Menurut Lovenfeld & Britain (1973),
hak budaya. pendidikan seni mengembangkan kemampuan dasar
Secara kebahasaan, literasi (literacy) dimaknai manusia dalam dimensi fisik, perseptual, intelektual,
sebagai serangkaian pengetahuan atau keterampilan emosional, sosial, kreativitas dan estetik. Pendidikan
dalam bidang atau aktivitas tertentu; kemampuan seni diwujudkan dalam dua pendekatan, yakni education
dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk through art dan education in art (Read, 1958). Dalam
kecakapan tertentu. Istilah literasi multikultural sistem pendidikan nasional Indonesia, pendekatan
mengacu pada kemampuan memahami dan education through art dilaksanakan pada sekolah-
menghargai keragaman (persamaan dan perbedaan) sekolah umum, sedangkan pendekatan education in art
dalam kebiasaan, tradisi, nilai, kepercayaan, dan dilaksanakan pada sekolah khusus atau vokasi (Triyanto,
budaya. Banks (2005) memandang literasi 2017).
multikultural sebagai pandangan tentang keragaman, Eksistensi pendidikan seni rupa di sekolah menjadi
kesetaraan dan keadilan sosial untuk memajukan dan bagian integral dalam Sistem Pendidikan Nasional sejak
meningkatkan kesadaran budaya dan apresiasi. ditetapkannya Kurikulum 1975, yang di dalamnya
Literasi multikultural memperhatikan keragaman, terdapat mata pelajaran Pendidikan Kesenian, yang
kesetaraan, dan keadilan sosial untuk mempromosikan mencakup seni rupa, seni musik, dan seni tari. Sesuai
34
Supatmo Supatmo | Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (2021): 32-38
kurikulum yang berlaku saat ini, mata pelajaran Seni Pendidikan Seni Tari, dan Pendidikan Seni Drama. Mata
Budaya di dalamnya mencakup seni rupa, seni musik, pelajaran Pendidikan Kesenian berlaku pada jenjang
seni tari, dan seni teater (drama). Pada jenjang Sekolah Dasar, sekolah menengah umum (Sekolah
pendidikan tinggi pendidikan seni dilaksanakan pada Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas).
program studi, jurusan, fakultas, sekolah tinggi khusus Pendidikan seni rupa di sekolah menengah umum
seni, baik jenis pendidikan akademik maupun dispesifikasi menjadi 3 bagian: pendidikan seni rupa,
pendidikan vokasi. Berbeda dengan pendidikan seni menggambar, keterampilan dan kerajinan (Yulia-
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, Gunardi, 2017; Alhamuddin, 2014). Pada tahun 1984
pelaksanaan pendidikan seni pada jenjang pendidikan dilakukan penyempurnaan Kurikulum 1975 yang
tinggi lebih bersifat spesifik, sesuai cabang-cabang dianggap sebagai kelanjutan inovasi Pendidikan. Pada
keilmuan seni. Kurikulum 1984 (Kurikulum 1975 Yang
Perkembangan pendidikan seni rupa di Indonesia, Disempurnakan). Pada periode ini justru terjadi reduksi
khususnya pada lembaga pendidikan formal jenjang peran pendidikan seni. Pada jenjang Sekolah Lanjutan
pendidikan dasar dan menengah, tercermin dalam Atas (SMA), mata pelajaran Pendidikan Seni hanya
kurikulum yang diberlakukan pada tiap-tiap periode diberlakukan pada kelas 1 dan kelas 2 saja. Itu pun harus
terkait. Pada masa tahun 1930-an pelajaran berbagi alokasi waktu untuk empat cabang seni: seni
menggambar telah diperkenalkan pada kurikulum rupa, seni musik, seni tari, dan seni drama.
sekolah pribumi pada pemerintahan Hindia-Belanda. Kurikulum 1994 menggunakan pembelajaran terpadu
Pada masa kemerdekaan (1945) hingga tahun 1968, antara beberapa cabang seni (seni rupa, seni musik, seni
diberlakukan kurikulum yang memuat mata pelajaran tari, seni drama). Nama mata pelajaran Pendidikan Seni
Menggambar dan Seni Suara di sekolah-sekolah. pada kurikulum sebelumnya diubah menjadi Kerajinan
Pelajaran menggambar semata-mata berorientasi pada Tangan dan Kesenian untuk jenjang Sekolah Dasar dan
capaian keterampilan teknik dengan cara meniru. Sekolah Menengah Pertama. Pembelajaran terpadu
Pelaksanaan pelajaran menggambar ini berkiblat pada dalam Kerajinan Tangan dan Kesenian ini bermuatan
praktik pendidikan di Belanda. Pada periode ini wawasan kedaerahan (muatan lokal), diharapkan para
muncul perubahan konsep dasar pelajaran guru dan siswa mampu menggali seni kriya (kerajinan)
menggambar konvensional (berorientasi pencapaian yang tumbuh di daerah sekitarnya. Pada jenjang Sekolah
keterampilan teknis) menjadi menggambar ekspresi Lanjutan Umum mata pelajaran Pendidikan Seni tetap
(ungkapan perasaan). Pelaksanaan pelajaran dipertahankan, namun hanya berlaku untuk kelas 1 saja.
menggambar sangat dipengaruhi oleh konsep- konsep Sejalan dengan perkembangan dan tuntutan di lapangan,
dan teori-teori dari buku-buku “Education Through perkembangan kurikulum Suplemen pun lahir sebagai
Art” (Read, 1942); “Creative and Mental Growth” upaya untuk merevisi dan melengkapi kekurangan yang
(Lowenfeld, 1947); Art as Experience (Dewey, 1930). terdapat pada Kurikulum 1994.
Isi buku tersebut memaparkan konsep pendidikan seni Kurikulum 2004 populer dengan sebutan Kurikulum
rupa yang difungsikan sebagai sarana perkembangan Berbasis Kompetensi (KBK), secara nasional,
peserta didik (Yulia-Gunardi, 2017). Pelajaran kementerian hanya menentukan Standar Kompetensi,
menggambar merupakan cikal bakal pendidikan seni Kompetensi Dasar dan Indikatornya saja. Standar
rupa di Indonesia pada masa awal pertumbuhan. kompetensi yang dirumuskan dalam KBK yaitu
Pada Kurikulum tahun 1968, untuk pertama kalinya mempersiapkan peserta didik agar memiliki kapabilitas
ditetapkan mata pelajaran Pendidikan Kesenian, yang pengetahuan serta keterampilan seni sejalan dengan
mencakupi seni rupa, seni suara, dan seni tari pada tuntutan dan perkembangan zaman. Periode ini ditandai
jenjang Sekolah Dasar. Bidang studi pada kurikulum dengan pengelompokan mata pelajaran dalam empat
ini dikelompokkan pada tiga kategori besar: kelompok, yakni: (1) Kelompok Pendidikan Keimanan
Pembinaan Pancasila, Pengetahuan Dasar, dan dan Ketaqwaan; (2) Kelompok Pendidikan Budi Pekerti
Kecakapan Khusus. Mata pelajaran Pendidikan & Kepribadian; (3) Kelompok Ilmu Pengetahuan dan
Kesenian termasuk pada kategori Pengetahuan Dasar. Teknologi; (4) Kelompok Estetika, dan (5) Kelompok
Pada jenjang Sekolah Menengah, mata pelajaran Jasmani dan Kesehatan. Pendidikan kesenian, termasuk
Menggambar tetap dipertahankan, yaitu Menggambar seni rupa masuk dalam kelompok estetika. Mata
Tangan dan Menggambar mistar (Alhamuddin, 2014). pelajaran Kesenian disajikan sejak TK, SD, SMP, hingga
Pada masa ini, pendidikan seni difungsikan sebagai SMA atau yang sederajat. Pada jenjang Sekolah Dasar
mengembangkan potensi kreatif sehingga pelaksanaan atau yang sederajat, mata pelajaran yang tersaji adalah
pendidikan seni menggunakan pendekatan ekspresi- Keterampilan Tangan dan Kesenian. Pelaksanaan
kreatif. Pendidikan seni rupa ditandai dengan penguatan seni
Eksistensi pendidikan seni rupa mengalami rupa muatan lokal, yang berbasis pada seni rupa
perkembangan seiring diberlakukannya Kurikulum masyarakat setempat (Soedijarto, dkk., 2010).
tahun 1975. Kurikulum ini memuat mata pelajaran Pada Kurikulum 2006 dikenal dengan istilah
Pendidikan Kesenian yang di dalamnya terdapat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada
Pendidikan Seni Rupa, Pendidikan Seni Musik, kurikulum ini mata pelajaran Pendidikan Seni diubah
35
Supatmo Supatmo | Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (2021): 32-38
menjadi Seni Budaya yang mencakupi seni rupa, seni semboyan Bhineka Tunggal Ika, keberagaman dan
musik, seni tari, seni teater. Pendidikan Seni Budaya perbedaan budaya yang mencakupi adat-istiadat, tradisi,
dan Keterampilan diberikan di sekolah karena bahasa, suku, ras, agama, keyakinan, gender, status
keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan sosial, pandangan politik, mata pencaharian (pekerjaan),
terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik. dan sebagainya merupakan keniscayaan dan realitas
Kebermaknaan dan kebermanfaatan ini terletak pada yang mempersatukan sebagai suatu bangsa. Di sinilah
pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan keutamaan (urgensi) pendidikan seni, dengan sifat-sifat
berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui dan karakteristiknya, mampu menjadi media
pendekatan: “belajar dengan seni,” “belajar melalui menumbuhkembangkan dan menginternalisasi nilai-
seni” dan “belajar tentang seni.” KTSP adalah nilai multikultural bagi masyarakat luas, khususnya
kurikulum yang memberikan peluang kepada guru peserta didik. Menurut Banks (2005), isu tentang
untuk mengembangkan proses pembelajaran sesuai multikultural dalam pendidikan (pendidikan
dengan kondisi yang ada di daerah setempat. multikultural) setidaknya terdiri atas tiga tataran, yaitu
Kompetensi pembelajaran seni rupa secara jelas ide atau konsep, gerakan pembaharuan (reformasi)
dikelompokkan dalam Standar Kompetensi- pendidikan, dan proses. Pendidikan multikultural
Kompetensi Dasar (SK-KD) pembelajaran kreasi dan melibatkan perubahan sekolah dan lingkungan
pembelajaran apresiasi pendidikan, tidak terbatas pada perubahan kurikulum.
(http://kurikulum.kemdikbud.go.id/infos). Pendidikan multikultural dipandang sebagai proses yang
Kurikulum 2013 (K-13) dikembangkan berbasis berkelanjutan.
kompetensi (Kompetensi Inti- Kompetensi Dasar) Seni merupakan salah satu dari tujuh unsur universal
dalam tiga aspek: aspek pengetahuan, aspek kebudayaan (Klucklohn dalam Koentjaraningrat, 1984).
keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Sebagai unsur budaya, seni hadir sebagai ekspresi nilai
Kompetensi dasar pada Kurikulum 2013 merupakan budaya masyarakat. Demikian halnya, nilai keragaman
penjabaran dari kompetensi inti. Kompetensi inti budaya (multikultural) Indonesia terekspresikan dalam
pertama berisi sikap religius, kedua sikap personal dan kekayaan seni-seni tradisi, seni-seni lokal, seni-seni
sosial, ketiga pengetahuan, fakta, konsep, prinsip etnik, yang tersebar di berbagai daerah. Kehadiran seni
sedangkan keempat adalah keterampilan. Pencapaian rupa, seni musik, seni tari, seni drama, maupun seni-seni
kompetensi dilakukan melalui proses belajar aktif lain sebagai kekayaan budaya Indonesia yang
dengan aktivitas berkesenian seperti menggambar, sedemikian rupa, sangat berpotensi dan semestinya
membentuk, menyanyi, memainkan alat musik, menjadi entitas utama dalam pendidikan seni di
membaca partitur, menari, dan bermain peran serta Indonesia.
membuat naskah drama, menggubah lagu, membuat Karya seni rupa tradisional yang di dalamnya terdapat
sinopsis tari dan membuat tulisan tentang apresiasi berbagai cabang atau wujud, juga menjadi kekayaan
seni. Salah satu mata pelajaran dalam K- 13 adalah yang menyimpan nilai-nilai budaya Indonesia. Karya
Pendidikan Seni Budaya dan Prakarya. Mata pelajaran seni rupa dalam wujud seni ornamen anyam, pahat,
Seni Budaya dan Prakarya terdiri dari bahan ajaran batik, tenun, songket, relief, ukir, gerabah, keramik,
pendidikan seni rupa, seni musik, seni tari, seni teater kriya logam, dan sebagainya banyak tersebar di hampir
dan prakarya. Seni Budaya dan Prakarya adalah salah semua daerah di Indonesia. Indonesia juga dikenal kaya
satu bagian dari struktur dan muatan kurikulum 2013 dengan motif-motif seni hias tradisional. Kekayaan seni
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Mata ini mestinya juga menjadi basis utama pendidikan seni
pelajaran Seni Budaya pada dasarnya merupakan rupa di Indonesia. Pendidikan seni yang demikian, baik
pendidikan seni yang berbasis budaya. Salah satu dalam ranah konservasi (apresiasi) maupun ranah kreasi/
karakteristik K-13 adalah semua mata pelajaran ekspresi (pengembangan), sarat dengan nilai-nilai
(termasuk pendidikan seni budaya) dilaksanakan multikultural yang seharusnya selalu
dengan pendekatan saintifik, melalui tahapan-tahapan: ditumbuhkembangkan dan diinternalisasi secara
mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan berkesinambungan.
mengomunikasikan. Dalam perspektif ini, pengejawantahan potensi-
Peneguhan dan Urgensi Literasi Multikultural potensi tersebut dalam pendidikan seni abad 21 di
Melalui Pendidikan Seni Abad 21 sekolah bisa menjadi medium yang efektif untuk
meneguhkan literasi multikultural, meneguhkan nilai-
Pada dasarnya, multikultural merupakan eksistensi nilai Bhineka Tunggal Ika. Pendidikan seni di Indonesia
budaya yang beragam, yang dimanifestasikan dalam telah melalui perjalanan panjang, mengalami perubahan
pola pikir dan perilaku sosial. Multikultural dalam dan pengembangan sesuai dengan arah kebijakan dan
konteks pendidikan mengarah pada perlakuan tentang
perlunya internalisasi wawasan, sikap, cara pandang,
penghayatan, dan pengamalan bagi setiap peserta didik
untuk menghargai (mengapresiasi) berbagai
perbedaan. Dalam konteks ke-Indonesia-an dengan
36
Supatmo Supatmo | Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (2021): 32-38

paradigma sesuai pendidikan nasional secara umum.


Paradigma multikultural sangat relevan dengan
perspektif kebudayaan dalam pendidikan seni yang
selama ini telah diimplementasikan dengan segala
hambatan dan dinamikanya.
Seperti pembelajaran pada umumnya, pembelajaran
seni abad 21 di sekolah dihadapkan pada isu tentang
revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan penggunaan
big data, digitalisasi, sistem siber-fisik, Internet of
Things (IoT), Cloud Computing, Cognitive Computing,
Artificial Intelligence, dan beragam teknologi
turunannya. Pembelajaran di sekolah diorientasikan
dalam rangka menyiapkan peserta didik menguasai
Gambar 1. Pilar teknologi, Industry 4.0 keterampilan abad 21, yakni berpikir kreatif, pemecahan
https://www.researchgate.net/ masalah yang fleksibel, berkolaborasi, dan berinovasi.
Dalam pembelajaran di sekolah, peserta didik
disiapkan agar memiliki literasi (teknologi) digital dan
literasi kemanusiaan (Super Smart Society atau Society
5.0). Industry 4.0 dan literasi digital berdampak
terjadinya disrupsi pada berbagai sendi kehidupan dan
dikhawatirkan akan melunturkan nilai-nilai
kemanusiaan. Oleh karenanya literasi digital perlu
diimbangi dengan literasi kemanusiaan. Literasi
kemanusiaan diproyeksikan untuk tetap
mempertahankan nilai-nilai karakter kemanusiaan yang
sangat berguna demi menjaga budaya dan peradaban
bangsa Indonesia. Salah satu nilai kemanusiaan tersebut
adalah nilai multikultural, nilai menjunjung tingga
keragaman budaya. Di sinilah pentingnya literasi
multikultural yang semestinya ditumbuhkembangkan
sedini mungkin pada peserta didik.
Secara operasional, pelaksanaan pembelajaran abad
Gambar 2. Bagan kecakapan Abad 21 21 Seni Budaya di sekolah dihadapkan pada persoalan-
https://www.amongguru.com persoalan pengembangan technological, pedagogical
dan content knowledge (TPACK), dan penerapan Higher
Order Thinking and Skills (HOTS). Technological bisa

Gambar 3. Bagan TPACK dan HOTS dalam pembelajaran abad 21 di sekolah

37
Supatmo Supatmo | Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (2021): 32-38
diimplementasikan pada pengembangan media internalisasi kesadaran atas keberagaman budaya sesuai
pembelajaran, pedagogical bisa diimplementasikan semboyan Bhineka Tunggal Ika, bagi peserta didik dan
dalam pemilihan model/ strategi pembelajaran yang masyarakat luas.
berorientasi pada keaktifan peserta didik dalam rangka REFERENSI
mengembangkan kecakapan abad 21. Content
knowledge merupakan persoalan konten Mata Alhamuddin. (2014). Sejarah Kurikulum di Indonesia
Pelajaran Seni Budaya. Konten Mata Pelajaran Seni (Studi Analisis Kebijakan Pengembangan
Budaya bisa dipilih dan dikembangkan berbasis Kurikulum)”. Nue-El-Islam, 1(mor 2).
kekayaan dan keragaman seni budaya tradisional yang Azra, A. (2007). Identitas dan Krisis Budaya,
tersebar di berbagai daerah (etnik) Indonesia. Membangun Multikulturalisme Indonesia. FE UI.
Indonesia dikenal kekayaan seni budaya yang sangat Banks, J. A., & B, C. A. M. (2005). Multicultural
luar biasa keragamannya. Kekayaan seni budaya Education Issues and Perspectives 7ed (J. A. B. & C.
tersebut bersifat lintas etnik, daerah, suku, agama, A. M. Banks, Eds.). John Wiley & Sons, Inc.
tradisi yang sangat relevan nilai-nilai (literasi) Blum, L. (2014). Three Educational Values for A
multikultural. Peserta didik berkesempatan untuk Multicultural Society: Difference Recognition,
mengapresiasi beragam seni budaya dari berbagai National Cohesion and Equality. Journal of Moral
daerah di Indonesia. Education, 43(3), 332–344.
Dalam perspektif kebudayaan, peneguhan literasi https://doi.org/10.1080/03057240.2014.922057
multikultural melalui pendidikan seni budaya di Creative and Mental Growth. (1973). Macmillan
Indonesia merupakan manifestasi pendekatan Publishing Co. Inc.
education through art yang memiliki urgensi sebagai Kamaril, C. (2001). Konsep Pendidikan Seni Tingkat
modal dasar membangun kesadaran budaya, dalam SD-SLTP-SMU”. Makalah Semiloka Pendidikan
menghadapi tantangan abad 21. Literasi multikultural Seni.
menjadi media untuk: (1) menumbuhkembangkan dan Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan Jawa-Seri
menginternalisasi nilai-nilai multikultural sesuai Etnografi (B.-B (Pustaka, Ed.).
semboyan Bhineka Tunggal Ika; (2) memupuk sikap Mulyana, A., & S, D. (Eds.). (2008). Multiculturalism
apresiatif (saling menghargai) terhadap keberagaman and Multiculturalism Education in Indonesia.
dan perbedaan; (3) meneguhkan semangat dan Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS Universitas
kesadaran kebangsaan Indonesia dalam keberagaman Pendidikan Indonesia.
budaya; (4) membentuk watak tenggang rasa, http://sejarah.upi.edu/artikel/dosen/multiculturalism-
menghargai perbedaan dan keragaman, kepedulian and-multiculturalism-education-in-indonesia-
sosial, dan kerjasama secara bertanggung jawab; (5) opportunities-and-challanges-3/
mengikis sikap dan perilaku intoleransi dalam Read, H. E. (1958). Education Through Art. Martins
kehidupan sosial. Fontes.
Rohidi, T. R. (2016). Pendidikan Seni: Dari Tradisional
KESIMPULAN Ke Pasca Tradisional Strategi Kebudayaan dengan
Semboyan negara, Bhineka Tunggal Ika (berbeda- Sumber Kearifan Lokal. Makalah Seminar Nasional.
beda tetapi satu tujuan), seperti yang tertera dalam UPI.
lambang negara Garuda Pancasila merupakan Soedijarto, dkk. (2010). Sejarah Pusat Kurikulum. Pusat
manifestasi kekayaan budaya Indonesia yang beragam Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan,
dan plural, tersebar di berbagai daerah. Keberagaman Kementerian Pendidikan Nasional.
dan perbedaan budaya yang mencakupi adat-istiadat, Suparlan, P. (2002). Kesetaraan Warga dan Hak Budaya
tradisi, bahasa, suku, ras, agama, keyakinan, gender, Komuniti dalam Masyarakat Majemuk Indonesia.
status sosial, pandangan politik, mata pencaharian Jurnal Antropologi Indonesia, 6.
(pekerjaan), dan sebagainya merupakan keniscayaan Tilaar, H. A. R. (2004). Multikulturalisme, Tantangan
dan realitas. Keragaman dan perbedaan tersebut perlu Global Masa Depan. Grasindo.
dipahami dengan kesadaran budaya sesuai nilai-nilai Triyanto. (2017). Spirit Ideologis Pendidikan Seni. Cipta
multikultural (toleransi, apresiasi, kerja sama, Prima Nusantara.
persatuan, saling menghormati, solidaritas). Yulia-Gunardi,W.(2017). https://docplayer.in
Terjadinya fenomena merebaknya peristiwa-peristiwa fo/4626359 5-Perkembangan-pendidikan-seni-di-
intoleransi yang berlatar belakang suku, agama, ras, indonesia.html
dan antar golongan (SARA) akhir-akhir ini merupakan http://kurikulum.kemdikbud.go.id/infos
dampak lemahnya kesadaran budaya dan literasi https://www.researchgate.net/
multikultural oleh sebagian masyarakat Indonesia. https://www.amongguru.com
Pendidikan seni (pembelajaran Seni Budaya di
sekolah), dengan segenap sifat dan karakteristiknya,
memiliki potensi besar untuk berperan strategis dan
paradigmatis bagi peneguhan literasi multikultural dan
38

Anda mungkin juga menyukai