Anda di halaman 1dari 14

PENDIDIKAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN SEBAGAI

PENDIDIKAN KARAKTER

Oleh:
M. Kristanto
Email: ristant_01@yahoo.co.id

ABSTRAK
Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilanpada kurikulum 2013 terkesan kurang
diperhatikan keberadaannya. Pendidikan karakter merupakan bagian fundamental dalam
pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan. Hal ini terlihat dari hakikat dan tujuan dari
pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan. Pendidikan karakter dalam pendidikan Seni
Budaya dan Keterampilanterlihat dalam jabaran bahan yang diajarkan, siswa dikenalkan
dan diajak aktif mulai dari lingkup keluarga hingga mendunia. Dalam pembelajaran siswa
menjadi pusat pembelajaran, dengan melibatkan siswa untuk menemukan masalah,
mencari bukti, dan menetapkan keputusan. Proses ini pada hakikatnya membangun
karakter sesuai tujuan pendidikan, khususnya pendidikan nasional.

Kata kunci: seni budaya dan keterampilan, karakter, inkuiri, kurikulum 2013.

A. PENDAHULUAN
Pendidikan karakter menjadi ikon dalam pendidikan di Indonesia pada
akhir-akhir ini. Kurikulum 2013 yang segera diimplementasikan juga sarat dengan
pesan karakter. Pendidikan karakter dalam jenjang pendidikan di Indonesia akhir-
akhir ini dengan alasan kondisi bangsa (sosial, politik, budaya, ekonomi,
lingkungan) yang tergerus, sehingga memunculkan fenomena yang kurang sesuai
dengan tujuan pendidikan dan cita-cita bangsa.
Pendidikan berdasarkan pendapat berbagai ahli sejak masa lampau hingga
kini bila dicermati pada hakikatnya adalah pendidikan karakter. Individu siswa
ditumbuhkembangkan karakternya melalui pengetahuan dan aktivitas
pembelajaran, sehingga menjadi individu yang berguna bagi bangsa dan dirinya.
Karakter yang dikembangkan dan ditempa lembaga pendidikan (keluarga,
masyarakat, dan sekolah) adalah karakter universal manusia dan karakter yang
sesuai dengan masyarakat dan bangsa. Sekolah sebagai salah satu lembaga
pendidikan melalui berbagai mata pelajaran dan ekstrakurikuler memiliki
tanggung jawab menumbuh kembangkan karakter,.
Mata pelajaran pada setiap jenjang sekolah merupakan integrasi dari
bidang ilmu pendidikan dengan ilmu pengetahuan. Pemilihan bahan pelajaran

Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku


Pendidikan Karakter dalam Implementasi Kurikulum 2013 39
berpijak pada tujuan pendidikan dan karakter peserta didik (psikologis). Demikian
juga pada mata pelajaran seni budaya dan keterampilan, yang bertujuan
membangun karakter peserta didik untuk kehidupan di masyarakat dan sebagai
warga bangsa.
Kurikulum sebagai pedoman pendidikan (jenjang sekolah) selalu
memperhatikan perkembangan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Hal ini
terlihat dari perkembangan kurikulum di Indonesia yang sering berubah (sepuluh
tahun sekali). Tahun 2013 kalangan pendidikan dihadapkan pada perubahan
kurikulum, terjadi pro dan kontra terhadap kurikulum 2013 tersebut. Mata
pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan tidak lepas dari perdebatan, isu berkisar
pada penghapusan dan integrasi mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan
jenjang SD dan SMP serta keberadaan mata pelajaran Seni Budaya dan
Keterampilan. Padahal pendidikan karakter dan pilar kebangsaan (Pancasila, UUD
’45, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) adalah kajian dari pendidikan seni dan
budaya. Demikian juga permasalahan bangsa berkaitan dengan (1) mengenalkan
dan mempelajari budaya bangsa kita di masa lalu dan (2) sarana
menumbuhkan dan mengembangkan individu peserta didik dalam rangka
mempersiapkan hari depannyamerupakan kajian dari bidang studi seni.

B. PEMBAHASAN
1. Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan
Implementasi pembelajaran seni budaya dan keterampilan di sekolah
khususnya pada jenjang sekolah dasar belum menunjukkan pada jati diri
pendidikan seni budaya dan keterampilan. Pembelajaran disampaikan secara
terpisah dalam bentuk mata pelajaran seperti: bidang seni rupa, musik, tari, dan
keterampilan. Hal ini kurang sesuai dengan pendidikan seni budaya dan
keterampilanyang merupakan synthestic discipline dan integrasi disiplin ilmu-
ilmu seni, ilmu- ilmu lain, dan ilmu pendidikan.
Pengertian dan tujuan pendidikan seni budaya dan keterampilan pada
tingkat sekolah di Indonesia terdapat beberapa pendapat, Sawyer dan de Francisco
(1971: 4) mengidentifikasisenibudayasebagaiberikut:

Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku


Pendidikan Karakter dalam Implementasi Kurikulum 2013 40
Art education is generously, available for all the children of all the people.
Art education has a major responsibility to develop individual creative potential
through experience with art, personal visual expression possessing qualities of
art and ultimately an aesthetic attitude toward art in the individual's environment
and in heritage. Art education should foster in the individual visu al aesthetic
qualities in response to art in living in relation to his personal needs and to his
social group. Art education should recur in atmosphere creative -evaluative
reflection and processes, within which individual has opportunity to formulate
visual expressions in relation to his own ideas, at the same time recognizing that
the boundaries of his freedom are established by the rights of his fellows .

LindermandanHerberholz, (1978: 5-11) berpendapat:


Art is to develop skills of art materials through experimentation,
manipulation, and practice. Art is a way to enrich critical appreciation of artists,
art works, and aesthetic forms. Art is a way to become a creative person. Art is a
way to become a flexible, confident person through telling and saying your ideas
in a visual language. Art is a way to clarify and fix ideas in the mind through
visual reiteration, by strengthening what has been learned about something.

Adjat Sakri (1994: 59) mengemukakan, melatih mata untuk dapat melihat
bentuk rupa dengan cermat; melatih tangan agar terampil menggambar;
menumbuhkan perasaan keindahan; melatih membentuk tanggapan (gambaran)
yang jelas dalam otak.
Soedarso (1987:19) mengemukakan bahwa tujuan seni budaya rupa
adalah: mengembangkan sensitifitas dan kreatifitas; memberikan fasilitas kepada
anak untuk dapat berekspresi lewat seni rupa; memperlengkapi anak dalam
membentuk pribadinya yang sempurna agar dapat dengan penuh berpartisipasi
dalam kehidupan masyarakat (membentukanak yang harmonis).
Secara umum, pendidikan seni budaya dan keterampilan bertujuan
mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan nilai untuk dirinya sebagai
individu, maupun sebagai makhluk sosial dan budaya. Kemampuan berpikir
merupakan bagian dari ranah kognitif. Tujuan ini bersifat keterampilan dalam

Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku


Pendidikan Karakter dalam Implementasi Kurikulum 2013 41
proses yang merupakan tujuan ranah kognitif yang memberikan bekal kepada
subyek didik untuk mampu mencari, mengolah, dan menggunakan informasi,
merupakan tujuan penting dalam pendidikan seni budayadan keterampilan. Tujuan
bisa tercapai bila semua komponen dilibatkan, seperti guru (kemampuan, sikap,
kinerja), lingkungan, siswa, dan fasilitas pendukung.
Mata pelajaran kesenian lebih bersifat membantu secara tidak langsung
terhadap kebutuhan hidup manusia. Secara tidak sadar telah ditemukan tingkata
presiasi terhadap segala hasil tingkah laku manusia. Dalam Art and Everyday Life
diungkapkan bahwa pelajaran kesenian mempunyai korelasi dengan mata
pelajaran lain. Tetapi dari kepustakaan yang lain dapat diungkap bahwa pelajaran
kesenian berfungsi sebagai transfer of learning dan transfer of value dari disiplin
ilmu yang lain.
Tujuan itu sangat umum, ada jurang antara tujuan dan isi pelajaran
sehingga hubungan antara isi, proses belajar, dan tujuan sukar untuk
dikembangkan. Akibat penyajian pelajaran yang kurang mendapat bimbingan dari
tujuan, maka proses belajarnya sangat ditentukan oleh buku. Hal ini dapat
mengakibatkan tujuan pengajaran kurang mengenai sasaran. Dilihat dari
perencanaan kurikulum, apabila tujuan tidak jelas, sulitlah bagi guru untuk
mengembangkan suatu program pendidikan (Syafrina, 1999: 4).
Kompleksitas obyek kajian yang didekati secara terpadu, Soedarso (1987)
menyebutkan lingkup tujuan pendidikan seni budaya dan keterampilan, yang
sebenarnya mencakup dimensi keterampilan (hands-on), pengetahuan/kognitif
(heads-on), dan sikap dan perasaan (hearts-on). Welton dan Mallan (1987)
mengemukakan bahwa tujuan Seni Budaya dan Keterampilanialah mendorong
anak untuk mengembangkan kualitas personal melalui proses mengetahui,
menggali, merefleksi, dan menilai, serta mendorong untuk berpartisipasi secara
positif baik dalam lingkup masyarakat lokal, nasional, maupun dunia.
Tujuan pendidikan Seni Budaya dan Keterampilanberkaitan
antarpemahaman (kesejarahan, geografi, ekonomi, budaya, politik-hukum,
pemahaman global dan teknologi), kompetensi (kemampuan berpikir,
berpartisipasi, penyerapan informasi, dan penggunaan informasi), watak (sikap

Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku


Pendidikan Karakter dalam Implementasi Kurikulum 2013 42
toleransi, empati, partisipasi sebagai warganegara, dan sikap ingin
melayani)(Wright, 1996: 17). Martorella (1994: 181-183) berdasarkan NCSS
(1989) mengemukakan tiga kelompok keterampilan pembelajaran Seni Budaya
dan Keterampilan, yaitu: (1) keterampilan yang berhubungan dengan memperoleh
informasi, (2) keterampilan yang berhubungan dengan pengorganisasian dan
penggunaan informasi, dan (3) keterampilan yang berhubungan dengan hubungan
interpersonal dan partisipasi sosial.
Menengok kembali laporan dariArt Studies Education dari National
Council for the Art Studies (NCAS) (1989: 6) terlihat bahwa tujuan pendidikan
seni sesuai dengan kondisi di tanah air, agar peserta didik mampu
mengembangkan:(1) memberikan pengalaman estetik agar anak mampu
mengembangkan kepekaan artistik (sensitifitas) dan potensi kreatifitasnya; (2)
memberikan kesempatan anak untuk mengungkapkan ide gagasan dan fantasi
sesuai dengan tingkat perkembangan dalam berbagai medium seni; (3)
membentuk pribadi yang sempurna (self concept, self esteem).
Materi ajar Pada Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan
berdasarkan pengertian dan tujuan meliputi kehidupan manusia, lingkungan,
dan waktu. National Standards for National Social Studies Teachers (2002)
memberikan gambaran tema-tema dalam pembelajaran Seni Budaya dan
Keterampilan, yaitu: (1) Culture and Cultural Diversity, Time, Continuity, and
Change, (3) People, Places, and Environments, (4) Individual Development and
Identity, (5) Individuals, Groups, and Institutions, (6) Power, Authority, and
Governance, (7) Production, Distribution, and Consumption, (8) Science,
Technology, and Society, (9) Global Connections, (10) Civic Ideals and Practices.
Mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan meliputi aspek-aspek
sebagai berikut.
a. Senirupa, mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai dalam menghasilkan karya
seni berupa lukisan, patung, ukiran, cetak-mencetak, dansebagainya
b. Senimusik, mencakup kemampuan untuk menguasai olah vokal, memainkan alat
musik, apresiasi karya musik.

Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku


Pendidikan Karakter dalam Implementasi Kurikulum 2013 43
c. Senitari, mencakup keterampilan gerak berdasarkan olaht ubuh dengan dan tanpa
rangsangan bunyi, apresiasi terhadap gerak tari.
d. Seni drama, mencakup keterampilan pementasan dengan memadukan seni musik,
senitari dan peran.
e. Keterampilan, mencakup segala aspek kecakapan hidup (life skills) yang meliputi
keterampilan personal, keterampilan sosial, keterampilan vokasional dan
keterampilan akademik.
Di antara keempat bidang seni yang ditawarkan, minimal diajarkan satu
bidang seni sesuai dengan kemampuan sumberdaya manusia serta fasilitas yang
tersedia. Pada sekolah yang mampu menyelenggarakan pembelajaran lebih dari
satu bidang seni, peserta didik diberikesempatan untuk memilih bidang seni yang
akan di ikutinya. Pada tingkat SD/MI, mata pelajaran Keterampilan ditekankan
pada keterampilan vokasional, khusus kerajinan tangan.
Model pembelajaran pada Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan
dikembangkan dengan berpijak pada teori belajar dan filsafat pendidikan dengan
memperhatikan unsur psikologis. Karakteristik Ilmu Seni Budaya dan
Keterampilan dapat digunakan sebagai acuan model pembelajaran, dengan
berpijak pada ontologi, epitemologi, dan aksiologi. Model pembelajaran yang
dapat dikembangkan adalah pembelajaran yang bertumpu pada kegiatan ilmiah,
yaitu menemukan masalah, menentukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji
hipotesis, dan membuat keputusan. Pembelajaran berdasarkan permasalahan nyata
di sekitar siswa atau dalam bentuk pembelajaran kontekstual.
Model pembelajaran yang dapat dikembangkan dalam rangka
menmbuhkan karakter peserta didik adalah model inkuiri. Dalam pembelajaran
Seni Budaya dan Keterampilan model inkuiri sesuai dengan karakteristik
keilmuan dan karakteristik ilmu seni, karena pembelajaran seni budaya dan
keterampilandengan model inkuiri mengajak siswa memahami prosedur ilmiah
dari suatu ilmu dan prosedur dari penelitian ilmu seni.
Dalam rangka strategi dipergunakan berbagai kegiatan instruksional sesuai
dengan operasional intelektual yang telah dirancang. Beyer (1979) menjelaskan
bahwa dalam pembelajaran dengan strategi inkuiri posisi guru sudah tidak lagi

Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku


Pendidikan Karakter dalam Implementasi Kurikulum 2013 44
dominan, bahkan guru dituntut mendorong dan membimbing siswa melakukan
aktivitas yang dapat mengembangkan aktivitas berpikir. Unsur-unsur
pembelajaran inkuiri dikembangkan oleh Beyer (1979: 85) sebagai berikut:

Identify a purpose or reason forlearning

Hipothesize alternative solution, answers or plans of attack

Test these hypotheses againstavailableevidence

Develop conclusions about the accuracy of the


hypothesized alternatives or answers

Apply these conclusions to additional data

2. Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilansebagai Pendidikan Karakter


Pendidikan karakter dalam pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan
dapat dilihat dengan mengkaji arti dan tujuannya, yaitu berkaitan dengan aspek
seni budaya dan keterampilan. Pengembangan materi mengacu pada expanding
communities (Hanna, 1968: 28) dari lingkup yang dekat dengan siswa hingga
dunia. Hal ini dapat menumbuhkan jati diri peserta didik tentang suatu
perkembangan dan perubahan. Hal ini sesuai pandangan Lickona (2012) bahwa
pembentukan karakter diawali dari lingkup keluarga, dengan tindakan yang bijak,
disiplin, dan mendorong pengembangan spiritual. Dalam kelas menggunakan
proses pembelajaran yang menjadikan pengembangan karakter sebagai bagian
dari setiap pembelajaran (mengelola ruang kelas, kebajikan moral dan intelektual,
persoalan kebenaran, keadilan, dan komitmen).

Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku


Pendidikan Karakter dalam Implementasi Kurikulum 2013 45
Tim Pengembang Kurikulum Seni Budaya dan Keterampilan(2010) telah
mengembangkan pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilansejak dini dalam
rangka membangun karakter peserta didik yang diawali dengan kegiatan-kegiatan
pokok yang dilakukan di keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar.Kegiatan
sehari-hari, keragaman budaya yang ada di sekitarnya, cerita tentang masa lalu
(pengenalan adanya perubahan sesuai dengan perjalanan waktu).
Peserta didik mengembangkan pemahaman tentang diri, keluarga, sekolah,
dan lingkungan sekitar. Peserta didik diajak menyadari tempat di mana dia hidup
serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan,menyampaikan pengalaman berdasarkan
data yang diperoleh melalui pengamatan lingkungan, kunjungan, atau
mendengarkan orang tua dan anggota masyarakat.Penyampaian disajikan dengan
menggunakan berbagai media seperti foto dan gambar. Kegiatan ini
mengembangkan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan,juga dapat
mengembangkan wawasan.
Peserta didik diajak mengidentifikasi kejadian-kejadian penting dalam
kehidupan mereka, konsep waktu, ruang, dan keragaman budaya. Konsep waktu
informasinya diperoleh dari berbagai sumber seperti foto, pengalaman yang
diingat, atau melalui orang tua. Konsep ruang menggunakan kata geografi, seperti
utara, selatan, barat, timur, lembah, teluk, dataran, gunung, selat, dan laut.
Keragaman budaya dengan mengumpulkan informasi melalui teman-teman,
saudara, atau tetangga, misalnya ada teman yang berasal dari etnik Sunda, Batak,
Minangkabau, Bugis, Asmat. Ciri khas budaya masing-masing suku bangsa dapat
digunakan media foto, gambar, atau mengamati upacara khusus suku bangsa
tertentu melalui televisi atau pengamatan langsung. Siswa dilatih bercerita secara
lisan, tertulis, menggunakan gambar atau foto. Tema lebih luas, dimulai dari cerita
tentang peran anggota keluarga dan sekolah melalui pembagian tugas dalam
kegiatan sehari-hari dan aturan aturan yang berlaku. Dalam mengumpulkan dan
menyajikan informasi siswa sudah dibiasakan mengungkapkannya secara naratif,
misalnya menceritakan gambar baik secara lisan maupun tertulis. Cerita-cerita
tersebut diinformasikan lagi kepada siapa saja melalui berbagai cara. Hal ini di
samping melatih pemahaman materi Ilmu Sosial, sekaligus menumbuhkan rasa

Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku


Pendidikan Karakter dalam Implementasi Kurikulum 2013 46
percaya diri dalam menampilkan hasil karya sendiri(Tim Pengembang
Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan, 2010).
Filsafat pendidikan yang dapat dijadikan landasan dalam pengembangan
Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilanadalah filsafat pendidikan
kontruksionisme. Filsafat konstruksionisme memusatkan pembelajaran dengan
menyiapkan siswa untuk memecahkan masalah, membangun pengetahuan dari
pengalaman (Mergel, 1998: 2). Berdasarkan pandangan tersebut pembelajaran
dalam Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan dikembangkan dengan
membangun pengalaman dan proses aktif siswa. Implikasi filsafat
konstruksionisme digambarkan Jalal dan Supriadi (2001: 98) sebagai
pembentukan makna berdasarkan pengetahuan dan lingkungan siswa. Dasar
filsafat konstruktivisme juga berpijak pada pemikiran Jean Piaget (Anna, 2001:
61) bahwa pengetahuan dibangun secara aktif oleh siswa sendiri dengan berbagai
cara (membaca, mendengar, bertanya, menelusuri, melakukan eksperimen). Siswa
dituntut memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan setiap persoalan.
Guru berfungsi sebagai mediator, fasilitator, dan teman dengan menciptakan
situasi kondusif agar siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri.
Melalui implimentasi filosofis konstruksionisme ini siswa dapat lebih
dewasa, trampil, inovatif, mandiri, dan mampu terlibat aktif dalam komunitas
lokal hingga global. Filsafat kontruksionisme dapat menjadi pijakan menggagas
pembelajaran yang menyenangkan dan menumbuhkan kecerdasan ganda, karena
bertumpu pada pengalaman siswa tentang lingkungan dan kehidupannya.
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran Seni Budaya dan
Keterampilanadalah penginternalisasian nilai-nilai karakter ke dalam tingkah laku
peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran Seni Budaya dan
Keterampilan, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas. Pada
dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai
kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta
didik memiliki karakter.
Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dalam Pendidikan Seni
Budaya dan Keterampilan dikembangkan dengan berpijak pada pemikiran bahwa

Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku


Pendidikan Karakter dalam Implementasi Kurikulum 2013 47
suatu lokalitas adalah kekuatan sosial (Parcay dan Hass, 2000, 45) bahwa terdapat
tiga level kekuatan sosial atau social forces dalam kurikulum, yaitu: national and
international level, community local, dan culture of the educational setting.
Ditambahkan oleh Woyach dan Benny (1989: 13) “Local interest group often
demand that content or materials about their particular ethnicgroup or issues be
included in the world studies curriculum.”
Materi pembelajaran dan pendekatan pembelajaran memanfaatkan
lingkungan dan budaya di sekitar siswa. Hal ini dapat menumbuhkan kompetensi
seni budaya yang berujung pada kecintaan pada lingkungan dan budaya serta
memiliki keterampilan berpikir dalam memelihara dan mengelola lingkungan.
Siswa dapat menjadi sosok penerus masyarakat, Sunnal dan Haas (2005: 207)
mengatakan bahwa memanfaatkan lingkungan dalam kegiatan pembelajaran dapat
menumbuhkan pemahaman dan keterampilan tentang lingkungannya,
mempersiapkan siswa untuk dapat aktif dan tanggap terhadap permasalahan yang
ada di lingkungannya.
Peran lingkungan siswa sebagai sumber pembelajaran yang efektif
digambarkan oleh Martorella, Beal, dan Bolick (2005: 128) bahwa lingkungan
dan komunitas di sekitar siswa dapat menjadi laboratorium yang berisi data
sosial.Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilandengan mengintegrasikan
lingkungan sekitar siswa ditekankan dalam kurikulum pada setiap jenjang
pendidikan saat ini dalam bentuk pembelajaran kontekstual.
Integrasi pendidikan karakter ke dalam proses pembelajaran Seni Budaya
dan Keterampilan dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran. Pada tahap perencanaan, silabus dan RPP dirancang agar
muatan maupun kegiatan pembelajarannya memfasilitasi/ berwawasan pendidikan
karakter. Cara menyusun silabus dan RPP yang terintegrasi pendidikan karakter
adalah dengan mengadaptasi silabus, RPP yang telah dibuat/ ada dengan
menambahkan/mengadaptasi kegiatan pembelajaran yang bersifat memfasilitasi
dikenalnya nilai-nilai, disadarinya pentingnya nilai-nilai, dan diinternalisasinya
nilai- nilai karakter.

Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku


Pendidikan Karakter dalam Implementasi Kurikulum 2013 48
Disamping melalui silabus dan RPP, pengintegrasian nilai-nilai karakter
bisa dilakukan melalui bahan ajar, karena bahan ajar merupakan komponen
pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi
pada proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar semata-mata mengikuti
urutan penyajian dan kegiatan-kegiatan pembelajaran (task) yang telah dirancang
oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang berarti. Penginternalisasi
nilai-nilai karakter dapat dilakukan ke dalam bahan ajar baik dalam pemaparan
materi, tugas maupun evaluasi.
Kegiatan belajar dengan melibatkan aktivitas siswa dalam bentuk aktivitas
ilmiah akan menghasilkan keluaran: informasi verbal, kemahiran intelektual,
pengaturan kegiatan kognitif, keterampilan motorik, dan sikap (Gagne, 1977). Ke
lima hasil belajar tersebut dapat diperoleh dengan pembelajaran inkuiri, terutama
kemahiran intelektual yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan
hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk simbol-simbol, gagasan-gagasan atau
konsep-konsep.
Pengembangan pendidikan Seni Budaya dan Keterampilansebagai
pendidikan karakter dalam pembelajaran seperti dikembangkan oleh UNESCO.
UNESCO sebagai lembaga PBB yang menangani bidang pendidikan menyikapi
perkembangan dunia dan Iptek pada abad ke-21 dengan empat pilar pendidikan
sebagai fondasi yang merupakan pembaharuan dan reformasi pendidikan, yaitu:
(1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4)
learning to be (UNESCO, 2000). Empat pilar pendidikan tersebut sesuai dengan
pendidikan karakter, belajar bagaimana belajar, belajar dengan melakukan, belajar
menyikapi dengan kearifan segala perbedaan, serta belajar dengan pengembangan
jati diri dan membangun pribadi yang utuh secara terus menerus. Untuk itu Agar
peserta didik turut beperan serta aktif, maka penggunaan metode ceramah dan
sistem komunikasi satu arah diminimalisir, dikedepankan penggunaan diskusi dan
dinamika kelompok.
Pendidikan seni budaya dan keterampilansebagai pendidikan karakter
seyogyanya mengacu pada pembelajaran dengan inkuiri, karena berangkat dari
pemahaman tentang ilmu pengetahuan. Pembelajaran dapat lebih bermakna, siswa

Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku


Pendidikan Karakter dalam Implementasi Kurikulum 2013 49
dapat mengembangkan intelektualnya dan memahami cara kerja ilmiah dari ilmu
pengetahuan, pada gilirannya siswa akan sadar bahwa ilmu pengetahuan itu
bersifat tentatif, selalu berkembang. Perkembangan ilmu pengetahuan terjadi
secara revolusi, diawali dengan sebuah paradigma dalam era normal science
kemudian terjadi anomalies karena paradigma tersebut tidak mampu
menyelesaikan persoalan, akibatnya timbul krisis dan revolusi yang mendorong
lahirnya paradigma baru yang mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi
paradigma sebelumnya (Kuhn, 2000). Peserta didik diajak berpikir dan memahami
dari fakta dan kegiatan di sekitarnya, Keller (1968: 6) sehingga “...hopefully, they
will develop democratic attitudes for themselves; then hopefully, they will become
good citizens”.

C. PENUTUP
Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang tidak terpisahkan dalam
pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan, pada hakikatnya pendidikan Seni
Budaya dan Keterampilanadalah pendidikan karakter. Hal ini terlihat dari tujuan,
pokok bahasan, dan model pembelajaran.
Pengembangan karakter dalam pendidikan seni budaya dan
keterampilantetap memperhatikan aspek psikologi dan pedagogis, sehingga
peserta didik dapat tumbuh dan berkembang dengan memahami dan terlibat
secara holistik. Peristiwa sosial akan dimengerti siswa sejak dini melalui peristiwa
yang dekat hingga yang jauh.
Pembelajaran seni budaya dan keterampilansebagai pendidikan karakter
dapat dilihat dari model pembelajaran yang dikembangkan. Peserta didik diajak
beraktivitas seperti halnya kondisi nyata di masyarakatnya, diajak mengenali
lingkungan, dan diajak membuat keputusan terhadap masalah yang mereka temui.
Bagan di bawah ini merupakan gambaran arah pembelajaran Seni Budaya
dan Keterampilan sebagai pendidikan karakter:

Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku


Pendidikan Karakter dalam Implementasi Kurikulum 2013 50
PEMBELAJARAN SENI BUDAYA SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER

Mempersiapkan, menjelaskan,
L memotivasi, membimbing
I
N
G Mempersiapkan
K PENGAJUAN pembelajaran Diskusi,
U MASALAH permasalahan
N Mengkaji masalah,
G PENGAJUAN membuat hubungan,
A
HIOTESIS mengajukan hipotesis
N
G S
Identifikasi,
U M mengumpulkan, I
PENGGALIAN Pendidikan Karakter
A klasifikasi, intepretasi, S
R INFORMASI
T analisis informasi W
U E A
Mencari hubungan,
R PENGUJIAN identifikasi urutan,
I HIPOTESIS menetapkan keputusan
S Menemukan hubungan-
E PENYUSUNAN antara informasi &
K KESIMPULAN hipotesis, merumuskan
O
kesimpulan
L
A
H Memberi contoh, mempersiapkan
bahan, fasilitator
6

DAFTAR PUSTAKA

Anna, P. 2001. Pengantar Filsafat Ilmu. Bandung: Yayasan Cendrawasih.

Beyer, B.K. 1979. Inquiry in the Social Studies Classroom: A Strategy for
Teaching. Columbus, OH: Charles E. Merril Publ.Co.

Beyer, B.K. 1987. Practical Strategies for theTeaching of Thinking. Boston,


London, Sydney, Toronto: Allyn and Bacon,nc.

Depdinas. 2000. PendidikanSeni.Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas.2006. StandarKompetensiDasarSeniBudayadanKeterampilan.Jakarta:
Depdiknas.

Depdiknas. 2005. PendidikanSeni. Jakarta: Depdiknas.

Jalal, F. dan Supriadi, D. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi


Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Kuhn, T.S. 2000. The Structure of Science Revolutions: Peran Paradigma dalam
Revolusi Sains. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku
Pendidikan Karakter dalam Implementasi Kurikulum 2013 51
Lickona, T. 2012. Character Matters (Persoalan Karakter). Jakarta: Bumi
Aksara.

Linderman Earl W., Herberholz, Donald W. 1985. Developing Artistic and


Perceptual Awareness: Art Practice in the Elementary
Clasroom.Dubugue, Lowa: W.C. Brown.

Mergel, B. 1998. Instructional Design & Learning Theory. [Online]. Tersedia:


http://www.usask.ca/education/coursework/802/paper/index.htm.
[10-12-2012]

Numan Sumantri, M. 2000. Menggagas Pembaharuan Pendidikan Seni Budaya.


Editor: Dedi Supriadi & Rohmat Mulyana. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Parcay, F. W., Hass, G. 2000. Curriculum Planning: A Contemporay Approach.


London: Allyn and Bacon.

SakriAdjat 1994. BangunKalimatBahasa Indonesia. Bandung: ITB.

Sawyer, John R dan de Francisco, Italo Luther. 1971. Elementary School Art for
Clasroom Teacher. New York: Harper and Row.

Soedarso S.P. 1987. TinjauanSeni. Yokyakarta: Sakudayarsana.

Syafrina, Rien. 1999. Pendidikan Seni Musik. Jakarta: Departemen Pendidikan


dan Kebudayaan

Tim Pengembang Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan. 2010. Panduan


Pengembangan Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan Terpadu.
Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah.

UNESCO. 2000. Belajar untuk Hidup Bersama dalam Damai dan Harmoni.
Kantor Prinsipal UNESCO untuk Kawasan Asia-Pasifik, Bangkok &
Universitas Pendidikan Indonesia.

Welton, D. A., Mallan, J.T. 1987. Children and Their World. Strategies for
Teaching Social Studies.Boston: Houghton Mifflin Company.

Woyach, R. B., Benny, R.C.1989. Approach to World Studies: A Handbook for


Curriculum Planners. London: Allyn and Bacon.

Wright, C. 1996. Navigating New Directions for Social Studies in Newfoundlang


and Labrador. Canadian Social Studies, Vol. 31, No. 1: hal. 16-21.

Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku


Pendidikan Karakter dalam Implementasi Kurikulum 2013 52

Anda mungkin juga menyukai