B. KASUS POSISI
Berawal dari perubahan status Ketua KPK (Antasari Azhar) yang menjadi
terdakwa dalam kasus prmbunuhan Nasrudin Zulkarnain. Sehingga KPK
membuka kesempatan untuk menggantikan kedudukan Ketua KPK.
Pendaftaran disertai pengumuman akan berlangsung pada tanggal 24-26
Juni 2010, dengan prasayarat yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (UU no. 30 tahun 2002).
Bahwa M. Farhat Abbas, S.H., M.H.(Pemohon I) telah mengajukan
permohonan dengan surat permohonan bertanggal 27 Mei 2010, yang
didaftar di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut
Kepaniteraan Mahkamah) pada hari Rabu, tanggal 2 Juni 2010 dengan
registrasi perkara Nomor 37/PUU-VIII/2010, yang telah diperbaiki dan
diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 21 Juni 2010. Prof. Dr.
(Jur). O.C. Kaligis, S.H. (Pemohon II) mengajukan permohonan dengan
surat permohonan bertanggal 31 Mei 2010, yang didaftar di Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada
hari Rabu, tanggal 3 Juni 2010 dengan registrasi perkara Nomor 39/PUU-
BAB 2
ISU HUKUM
Isu Hukum dari : M. Farhat Abbas, S.H., M.H. (Pemohon I)
DALAM POKOK PERKARA:
1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon;
2. Menguatkan putusan provisi yang dimohonkan Pemohon;
3. Menyatakan Pasal 29 angka 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250),
khususnya frasa pengalaman sekurangkurangnya 15 (lima belas)
tahun bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1),
dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945;
4. Menyatakan Pasal 29 angka 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250),
khususnya frasa pengalaman sekurang-kurangnya 15 (lima belas)
tahun tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala
akibat hukumnya;
5. Menyatakan Pasal 29 angka 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) bertentangan
dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2)
UUD 1945;
6. Menyatakan Pasal 29 angka 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137,
Isu Hukum dari : Prof. Dr. (Jur). O.C. Kaligis, S.H. (Pemohon II)
DALAM POKOK PERKARA:
1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pihak Terkait ini untuk
seluruhnya;
2. Memberi Penafsiran Yang Tegas terhadap Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2002 Pasal 29 angka 5, yakni menyatakan bahwa
penafsiran berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun
dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada proses
pemilihan lalah seseorang yang akan diangkat menjadi Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi wajib memenuhi kriteria berumur
sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya
65 (enam puluh lima) tahun pada akhir proses pemilihan. Untuk itu
jika usia Pihak Terkait dihitung belum mencapai 40 (empat puluh)
tahun pada awal proses seleksi, tetapi pada akhir proses seleksi
atau proses pemilihan telah mencapai umur 40 (empat puluh)
tahun, maka bendasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
Pasal 29 ayat 5, Pihak Terkait telah memenuhi persyaratan umur
untuk mengikuti seleksi atau pemilihan Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi;
3. Menyatakan bahwa apabila tidak adanya penafsiran sebagaimana
angka 2 Petitum ini, maka akan sangat merugikan hak
konstitusional Pemohon, sehingga bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik 52 Indonesia Tahun 1945, terutama
Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3); Pasal 28C ayat (1), ayat (2);
Pasal 28D ayat (1), ayat (2), ayat (3); Pasal 28G ayat (1); Pasal 28H
ayat (2); Pasal 28I ayat (1), ayat (2); dan Pasal 28J ayat (1);
BAB 3
ISI DAN PERTIMBANGAN PUTUSAN
• Menimbang bahwa permasalahan utama dari permohonan para
Pemohon a quo adalah menguji Pasal 29 angka 4 dan angka 5
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4250, selanjutnya disebut UU KPK) terhadap Pasal 27 ayat (1)
dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya
disebut UUD 1945);
• Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok
permohonan, Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah)
terlebih dahulu akan mempertimbangkan:
a. kewenangan Mahkamah untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
permohonan a quo; dan
b. kedudukan hukum (legal standing) para Pemohon;
Kewenangan Mahkamah
Menimbang bahwa menurut Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal
10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah 53 Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4316, selanjutnya disebut UU MK) juncto Pasal 29 ayat (1)
huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358),
Mahkamah berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
Dalam hal ini pada pokoknya hakim berpendapat bahwa batasan usia dan
pengalaman dalam prasayarat sleksi Pimpinan KPK bukan merupakan
perbuatan yang diskriminatif dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.
BAB 4
ANALISIS PUTUSAN
Jika dicermati lebih dalam terkait rasa diskriminatif dalam hak warga
negara dalam mencari pekerjaan yang layak dengan adanya batasan usia
dan lamanya pengalaman terdapat bentuk atau pola piker hakim. Pola
pikir terhadap Undang-Undang yang berlaku (UUD 1945) dengan Undang-
Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Krupsi (KPK) dapat
dikategorikan dalam beberapa bentuk interpretasi.
Dalam pasal 27 UU No. 14 Tahun 1970 menyebutkan : “Hakim sebagai
penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami
nilai-nilai hukum yang hidup didalam masyarakat”. Artinya seorang Hakim
harus memiliki kemampuan dan keaktifan untuk menemukan hukum
(Recht vinding). Yang dimaksud dengan Recht vinding adalah proses
pembentukan hukum oleh hakim/aparat penegak hukum lainnya dalam
penerapan peraturan umum terhadap peristiwa hukum yang konkrit. Dan
hasil penemuan hukum menjadi dasar baginya untuk mengambil
keputusan.1
1
Sudikno Mertokusumo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
1993.
PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 16
Berdasarkan hal tersebut, putusan Hakim MK (Mahfud MD) dapat di
kategorikan dalam 3 (tiga) klasifikasi.
1. Metode Interprestasi secara historis yaitu menafsirkan Undang-
undang dengan cara melihat sejarah terjadinya suatu Undang-undang.
Penafsran historis ini ada 2 yaitu :
a. Penafsiran menurut sejarah hukum (Rechts historische interpretatie)
adalah suatu cara penafsiran dengan jalan menyelidiki dan
mempelajari sejarah perkembangan segala sesuatu yang
berhubungan dengan hukum seluruhnya.
Contoh : KUHPerdata (BW) yang dikodifikasikan pada tahun 1848 di
Hindia Belanda. Menurut sejarahnya mengikuti code civil Perancis
dan di Belanda (Nederland) di kodifikasikan pada tahuan 1838.
b. Penafsiran menurut sejarah penetapan suatu undang-undang
(Wethistoirsche interpretatie) yaitu penafsiran Undang-undang
dengan menyelidiki perkembangan suatu undang-undang sejak
dibuat, perdebatan-perdebatan yang terjadi dilegislatif, maksud
ditetapkannya atau penjelasan dari pembentuk Undang-undang
pada waktu pembentukannya.2
Jika di tinjau dari segi historis lahirnya UUD 1945 merupakan bentuk
induk dari peraturan di bawahnya, sehingga bersifat umum. Peratuaran
UU no. 30 tahun 2002 (KPK) merupakan bentuk khusus dari kodifikasi
Negara Indonesia.
2. Metode interpretasi secara sistematis yaitu penafsiran yang
menghubungkan pasal yang satu dengan pasal yang lain dalam suatu
per Undang-undangan yang bersangkutan, atau dengan Undang-
undang lain, serta membaca penjelasan Undang-undang tersebut
sehingga kita memahami maksudnya.3
Dalam hal ini dapat dikaitkan dengan persamaan UU KPK dengan MK
yang memiliki prasyarat untuk menjadi ketua KPK / MK terkait batasan
2
LIZA ERWINA, SH.M.HUM, Makalah PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM (RECHT
VINDING), Fakultas Hukum, Jurusan Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara, 2002.
Hlm. 3
3
Ibid. 4
PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 17
umur dan pengalaman kerja di bidang khusus selama waktu-waktu
tertentu.
3. Metode Interpretasi Restriktif yaitu penafsiran yang
membatasi/mempersempit maksud suatu pasal dalam Undang-undang
seperti : Putusan Hoge Road Belanda tentang kasus Per Kereta Api
“Linden baum” bahwa kerugian yang dimaksud pasal 1365
KUHPerdata juga termasuk kerugian immateril yaitu pejalan kaki harus
bersikap hati-hati sehingga pejalan kaki juga harus menanggung
tuntutan ganti rugi separuhnya (orang yang dirugikan juga ada
kesalahannya)4
Dalam hal ini hakim memberikan batasan terhadap perluasan
beberapa pasal yang mengatur HAM dan diskriminatif. …UUD 1945
memberikan jaminan hak bersamaan dalam hukum dan pemerintahan
serta hak atas pekerjaan bagi setiap orang tetapi hak-hak tersebut
juga dapat dibatasi oleh ketentuan Undang-Undang menurut
ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945…5
Sehingga kurang baik bentuk permohonan yang diajukan oleh Para
Pemohon karena hal tersebut tidak dilandasi oleh suatu pertentangan
dengan pasal-pasal terkait judicial review yang akan diajukan.
BAB 4
KESIMPULAN
Hakim bersikap baik dan bersifat campuran antara hetronom dan otonom
seperti yang dianut dalam asas hukum di Indonesia. Dalam pasal 27 UU
No. 14 Tahun 1970 menyebutkan : “Hakim sebagai penegak hukum dan
keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang
hidup didalam masyarakat”.6 Dalam intepretasi hakim telah melakukan
4
C. Asser, Mr/Paul Scholtes, Mr., Penuntun Dalam Mempelajari Hukum Perdata Belanda,
Gajah Mada University Press, 1986. Hlm. 84-85
5
Pertimbangan hakim MK UJI MAERIILL (JUDICIAL REVIEW) TERHADAP UNDANG-UNDANG
NO.30 TAHUN 2002 (Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) Nomor perkara :
Nomor 37-39/PUU-VIII/2010
6
LIZA ERWINA, SH.M.HUM, Makalah PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM (RECHT
VINDING), Fakultas Hukum, Jurusan Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara, 2002.
PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 18
recht vinding dengan baik tanpa melanggar asas-asas dan nilai yang
berlaku dalam fungsi, tugas dan wewenang hakim.
DAFTAR PUSTAKA
Hlm. 1
PUTUSAN_MK _OC. Kalingis_&_Farhat_Abas | 19
C. Asser, Mr/Paul Scholtes, Mr., Penuntun Dalam Mempelajari Hukum
Perdata Belanda, Gajah Mada University Press, 1986.
Sudikno Merto Kusumo, Prof, Dr, SH, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum,
PT. Citra Aditya Bakti, 1993.
C.S.T. Kansil, Drs., SH, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,
Balai Pustaka Jakarta, 1986