Anda di halaman 1dari 172

PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM SISTEM

MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) PADA


PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV KEBUN GUNUNG BAYU

TESIS

OLEH:

NABILLAH SIREGAR
167005056 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

Universitas Sumatera Utara


PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM SISTEM
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) PADA
PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV KEBUN GUNUNG BAYU

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Magister Hukum dalam Program Studi
Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NABILLAH SIREGAR
167005056 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telah diuji
Pada Tanggal : 5 Februari 2020

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum

Anggota : 1. Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum

2. Dr. Agusmidah, S.H., M.Hum

3. Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum

4. Dr. T. Keizeirina Devi A, S.H., CN., M.Hum

Universitas Sumatera Utara


SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Nabillah Siregar


Nomor Pokok : 167005056
Program Studi : Ilmu Hukum FH USU
Judul Tesis : PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
DALAM SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) PADA PT
PERKEBUNAN NUSANTARA IV KEBUN GUNUNG
BAYU

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberikan sanksi apapun oleh Program
Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya
tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,
Yang membuat Pernyataan

Nama : Nabillah Siregar


NIM : 167005056

Universitas Sumatera Utara


SURAT PERNYATAAN MAHASISWA

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Nabillah Siregar


Nomor Pokok : 167005056
Program Studi : Ilmu Hukum FH USU

Dengan ini menyatakan bersedia tidak menerima ijazah setelah Lulus Ujian Tesis
hingga saya menyerahkan tanda bukti publikasi kepada Ketua Program Studi
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Medan,
Yang membuat Pernyataan

Nama : Nabillah Siregar


NIM : 167005056

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)


merupakan kewajiban bagi setiap perusahaan sebagaimana ketentuan Pasal 87 UU
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. SMK3 bertujuan untuk mencegah
atau meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja. Untuk
mencegah atau meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit akibat
kerja, maka PTPN IV Kebun Gunung Bayu menerapkan SMK3. Walaupun pada
prakteknya sudah dilaksanakan SMK3, akan tetapi kecelakaan kerja masih saja terjadi
di PTPN IV Kebun Gunung Bayu. Sehingga perlu diteliti lebih lanjut mengenai
penerapan SMK3 yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penelitian ini merupakan Penelitian Hukum Normatif yang bersifat deskriptif
dengan sumber data sekunder yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yaitu studi kepustakaan dan studi
lapangan dengan menggunakan pedoman wawancara. Analisis data dalam penelitian
ini adalah analisis data kualitatif.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa perumusan kebijakan SMK3
PTPN IV Kebun Gunung Bayu dibuat melalui proses konsultasi antara Manajer Unit,
P2K3, dan SP-BUN Kebun Gunung Bayu yang memuat visi, tujuan perusahaan,
komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan, serta kerangka program kerja yang
mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau
operasional. Kebijakan tersebut telah dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua
pekerja maupun pihak luar. Perumusan kebijakan tersebut telah sesuai dengan Pasal
7-8 PP Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3. Penerapan GCG dalam
SMK3 pada PTPN IV Kebun Gunung Bayu dilaksanakan berdasarkan Keputusan
No:DK/18/KPTS/2016 dan No:04.03/02/KPTS/2016 tentang Pemberlakuan
Infrastruktur GCG PTPN IV. Dimana penerapan GCG dalam SMK3 PTPN IV Kebun
Gunung Bayu tersebut mengacu pada Pasal 36 Peraturan Menteri Negara BUMN
Nomor:PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik
(Good Coorporate Governance) pada BUMN dan Pasal 6 PP Nomor 50 Tahun 2012
tentang Penerapan SMK3. Hal ini dibuktikan dengan Sertifikat Bendera Emas yang
diperoleh PTPN IV Kebun Gunung Bayu atas penerapan SMK3 dengan nilai 95 pada
tahun 2018. Selanjutnya kendala yang dihadapi dalam penerapan GCG dalam SMK3
pada PTPN IV Kebun Gunung Bayu meliputi kendala internal seperti tindakan yang
berbahaya dan kondisi yang berbahaya, serta kendala eksternal seperti kurangnya
pengawasan dan anggaran yang terbatas dalam kegiatan SMK3. Upaya yang
dilakukan PTPN IV Kebun Gunung Bayu untuk mengatasi kendala tersebut adalah
dengan membuat program K3 yang dianggap penting untuk dilaksanakan di PTPN IV
Kebun Gunung Bayu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kata kunci : Good Corporate Governance; SMK3; PTPN IV.

vii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Implementation of SMK3 (Job Health and Safety Management System) is the


responsibility of every company as it is specified in Article 87 of Law No.13/2003 on
Manpower. Its aim is to prevent or minimize the incidence of work accidents or
sickness due to work. Therefore, PTPN IV Kebun Gunung Bayu applies SMK3. Even
though it has been implemented, there are still many work accidents at this plantation
so that it is necessary to do a research on its implementation according to legal
provisions.
The research used descriptive juridical normative method. Secondary data
were obtained from primary, secondary, and tertiary legal materials. The data were
gathered by conducting library research and field research, guided by interviews.
The gathered data were analyzed qualitatively.
The conclusion of the research was that the formula of the policy on SMK3 at
the PTPN IV Kebum Gunung Bayu was made through the process of consultation
among the Unit Manager, P2K3, and SP-BUN Kebun Gunung Bayu. It contained
vision, company’s objectives, commitment, and determination to carry out the policy
and the framework of work program which included company’s general and/or
operational activities. This policy has been explained and informed to all workers
and other parties, and it is in accordance with Articles 7 and 8 of PP No. 50/2012 on
the Implementation of SMK3. The implementation of GCG in the SMK3 at this
plantation is based on the Decree No DK/18/KPTS/2016 and No.
04.03/02/KPTS/2016 on the Implementation of GCG Infrastructure of PTPN IV. The
implementation of GCG is referred to Article 36 of the Decree of the Minister of State
of BUMN No. PER-01/MBU/2011 on the Implementation of Good Corporate
Governance in BUMN and Article 6 of PP No. 50/2012 on the Implementation of
SMK3 which is specified in the Gold Flag Certificate obtained by PTPN IV Kebun
Gunung Bayu with the score of 95 in 2018. The obstacles in implementing GCG in
SMK3 were internal obstacles such as dangerous action and dangerous condition
and external obstacles such as lack of supervision and limites budget in its activities.
To solve these problems, the plantation management makes K3 management which is
considered important to be implemented according to legal provisions.

Keywords : Good Corporate Governance; SMK3; PTPN IV.

viii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillah, puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat senantiasa dijunjungkan kepada Nabi

Muhammad SAW sehingga Penulis masih diberikan kemudahan dalam mengerjakan

penelitian ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan Program Studi Magister Ilmu

Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, Penulis telah banyak mendapat bimbingan dan arahan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., sebagai Rektor Universitas Sumatera

Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., sebagai Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Program Studi Magister

Ilmu Hukum (S2) dan Doktor Ilmu Hukum (S3) Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I;

4. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., sebagai Sekretaris Program Studi

Magister Ilmu Hukum (S2) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing II;

6. Ibu Dr. Agusmidah, S.H., M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing III;

7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

ix

Universitas Sumatera Utara


8. Bapak Rizal H Damanik sebagai Direktur SDM dan Umum PT. Perkebunan

Nusantara IV Medan;

9. Bapak Ir. Darwis I E Damanik sebagai Manager Kebun Gunung Bayu, Bapak

Commer Purba sebagai Ass. SDM Umum dan Keamanan PTPN IV Kebun

Gunung Bayu, serta Bapak Andrian J Siregar sebagai sekretaris P2K3 PTPN IV

Kebun Gunung Bayu;

10. Bapak Fincher Ambarita sebagai Kepala Seksi Pembinaan dan Perselisihan

Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Simalungun;

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis ucapkan kepada kedua

orangtua Penulis, Ayahanda Effendi Siregar dan Ibunda Tapi Masniari Hasibuan yang

telah membimbing untuk selalu semangat dalam penulisan tesis ini, sehingga Penulis

dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik. Juga kepada kakak dan adik

Penulis yaitu Nancy Mayriski Siregar S.E., M. Si., Ak., CA dan Nesha Ananta

Siregar.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak terdapat

kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu Penulis mengharap kritik dan

saran yang membangun. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat baik bagi para

pembaca maupun bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum.

Medan, Februari 2020


Hormat Saya,
Penulis,

NABILLAH SIREGAR
NIM. 167005056/HK

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI
NAMA : NABILLAH SIREGAR
TMPT/TGL LAHIR : GUNUNG BAYU, 18 JANUARI 1994
ALAMAT : EMPLASMEN PTPN IV KEBUN GUNUNG BAYU
AGAMA : ISLAM
NAMA AYAH : EFFENDI SIREGAR
NAMA IBU : TAPI MASNIARI HASIBUAN
SAUDARA KE-1 : NANCY MAYRISKI SIREGAR
SAUDARA KE-2 : NESHA ANANTA SIREGAR
SUKU / BANGSA : BATAK / INDONESIA
EMAIL : nabillahsiregar1@gmail.com

II. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN


1. PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH UMUM
a. SD : (2000) SD NEGERI 091681 GUNUNG BAYU
b. SMP : (2006) SMP SWASTA PTPN IV GUNUNG BAYU
c. SMA : (2009) SMA NEGERI 2 MEDAN
2. PENDIDIKAN TINGGI
a. S1 : (2012) SARJANA ILMU HUKUM FH USU
b. S2 : (2016) PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU
HUKUM FH USU

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii


TANGGAL UJIAN ....................................................................................... iv
PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................ v
PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... xi
DAFTAR ISI ............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 11
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 11
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 12
1. Manfaat Teoritis ....................................................................... 12
2. Manfaat Praktis ........................................................................ 12
E. Keaslian Penelitian ......................................................................... 13
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ........................................................ 14
1. Kerangka Teori......................................................................... 14
2. Konsepsi ................................................................................... 21
G. Metode Penelitian........................................................................... 23
1. Jenis dan Sifat Penelitian ......................................................... 25
2. Sumber Data ............................................................................. 26
3. Tehnik Pengumpulan Data ....................................................... 27
4. Alat Pengumpulan Data ........................................................... 28
5. Analisis Data ............................................................................ 29
BAB II PERUMUSAN KEBIJAKAN SISTEM MANAJEMEN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) PADA
PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV KEBUN GUNUNG
BAYU ............................................................................................. 30
A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ........................................ 30
1. Sejarah Perkembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) .......................................................................................... 30
2. Pengertian dan Pengaturan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia ......................................... 38
3. Ruang Lingkup Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ........ 54
B. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) .. 70
1. Pengertian dan Pengaturan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Indonesia ............................. 70

xii

Universitas Sumatera Utara


2. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3)........................................................................... 74
C. Perumusan Kebijakan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) pada PT Perkebunan Nusantara IV
Kebun Gunung Bayu ...................................................................... 75
1. Gambaran Umum PT Perkebunan Nusantara IV Kebun
Gunung Bayu ........................................................................... 75
2. Perumusan Kebijakan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) pada PT Perkebunan Nusantara IV
Kebun Gunung Bayu ................................................................ 82
BAB III PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA (SMK3) SEBAGAI KEWAJIBAN HUKUM PADA PT
PERKEBUNAN NUSANTARA IV KEBUN GUNUNG BAYU .... 94
A. Kewajiban Hukum PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung
Bayu Menerapkan Good Corporate Governance dalam Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)............... 94
B. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) di PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu ... 100
C. Penerapan Good Corporate Governance dalam Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT
Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu .......................... 126
BAB IV KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PENERAPAN
GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM SISTEM
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
(SMK3) PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV KEBUN
GUNUNG BAYU ................................................................................ 142
A. Kendala yang dihadapi dalam Penerapan Good Corporate
Governance dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) pada PT Perkebunan Nusantara IV
Kebun Gunung Bayu ...................................................................... 142
B. Upaya yang dilakukan dalam menghadapi kendala Penerapan
Good Corporate Governance dalam Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada PT Perkebunan
Nusantara IV Kebun Gunung Bayu ............................................... 146
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 149
A. Kesimpulan .................................................................................... 149
B. Saran ............................................................................................. 151
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 152

xiii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Kecelakaan Kerja di PTPN IV Kebun Gunung Bayu………. 5

xiv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Organisasi PTPN IV Kebun Gunung Bayu…...……… 81


Gambar 2.2 Struktur Organisasi P2K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu……. 82
Gambar 3.1 Simulasi Kebakaran dimana Pemadam Inti berusaha untuk
memadamkan api dengan Alat Pemadam Api Ringan (APAR).. 111
Gambar 3.2 Simulasi Gempa Bumi dimana karyawan keluar gedung untuk
menuju ke titik evakuasi.............................................................. 111
Gambar 3.3 Simulasi huru-hara di Kantor Kebun Gunung Bayu................... 112
Gambar 3.4 Simulasi Kebakaran di Lahan Afdiling dimana Tim Pemadam
Inti berusaha memadamkan api dengan Hydran......................... 112
Gambar 3.5 Pemeriksaan Audiometri yang dilakukan oleh Hiperkes............ 115
Gambar 3.6 Serifikat Bendera Emas atas penerapan SMK3 PTPN IV
Kebun Gunung Bayu Tahun 2019.............................................. 118
Gambar 3.7 Sertifikat Ahli K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu…………… 138

xv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISTILAH

GCG = Good Coorporate Governance adalah prinsip-prinsip yang


mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha.

K3 = Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah segala kegiatan untuk


menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja.

SMK3 = Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah


bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

PTPN IV= PT. Perkebunan Nusantara IV Medan adalah salah satu


perusahaan yang bergerak dibidang agrobisnis dan agroindustri,
antara lain pembudidayaan tanaman, pengolahan dan penjualan
produk kelapa sawit dan teh.

P2K3 = Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah badan


pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara
pengusaha dan tenaga kerja atau pekerja/buruh untuk
mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif
dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.

xvi

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan

dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan

nasional. Sebagaimana adagium yang berbunyi “pekerja/buruh adalah tulang

punggung perusahaan”. Adagium ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai

makna. Akan tetapi, kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan kebenarannya. 1

Pekerja dikatakan sebagai tulang punggung perusahaan karena memang

mempunyai peranan yang penting. Tanpa adanya pekerja, tidak akan mungkin

perusahaan bisa jalan dan berpartisipasi dalam pembangunan nasional.2 Bahkan

perusahaan tanpa pekerja seperti pesawat tanpa mesin atau seperti jasmani tanpa roh.

Pekerja merupakan pihak yang memiliki peran didalam menggerakkan roda

kehidupan atau keberlangsungan usaha dari suatu perusahaan.3

Menyadari akan pentingnya pekerja bagi suatu perusahaan, maka perlu

dilakukan pemikiran agar pekerja dapat dijaga keselamatannya dalam menjalankan

pekerjaannya. Demikian pula perlu diusahakan ketenangan dan kesehatan bagi

pekerja agar apa yang dihadapinya dalam pekerjaan dapat diperhatikan semaksimal

mungkin, sehingga kewaspadaan dalam menjalankan pekerjaan itu tetap terjamin.

Pemikiran-pemikiran ini merupakan awal dari kegiatan perlindungan bagi pekerja

1
Lalu Husni, Perlindungan Buruh (Arbeidsbescherming), dalam Zainal Asikin, dkk, Dasar-Dasar
Hukum Perburuhan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 75
2
Ibid.
3
Suria Ningsih, Mengenal Hukum Ketenagakerjaan, (Medan : USU Pers, 2011), hlm. 98

Universitas Sumatera Utara


2

yang dalam praktek sehari-hari berguna untuk dapat mempertahankan produktifitas

dan kestabilan perusahaan.4

Oleh karena itu, untuk dapat melindungi keselamatan dan kesehatan bagi

pekerja guna mewujudkan produktifitas kerja yang optimal, maka diselenggarakanlah

upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagaimana amanat Pasal 86 ayat (1) huruf

a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa:

”Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas Keselamatan

dan Kesehatan Kerja.”

Upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja dimaksudkan untuk memberikan

jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja dengan cara

pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat

kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.5

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat dengan K3

adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan

tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. 6

Menurut American Society of Safety and Engineering (ASSE), K3 diartikan sebagai

bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada

kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja.7

K3 juga diperlukan seiring dengan perkembangan industri yang membawa

serta penggunaan berbagai alat, mesin, instalasi dan bahan-bahan berbahaya maupun

4
Lalu Husni, op.cit., hlm. 75
5
Penjelasan Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
6
Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
7
Suria Ningsih, op.cit., hlm. 131

30

Universitas Sumatera Utara


3

beracun. Penggunaan alat dan bahan yang awalnya bertujuan untuk memudahkan

pekerja dalam melakukan pekerjaannya kerap justru menimbulkan peningkatan risiko

kerja dalam proses penggunaan/pengerjaannya. Risiko kecelakaan kerja dan penyakit

akibat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menyebabkan putusnya hubungan kerja

sehingga kelangsungan pekerjaan/penghidupan pekerja dan keluarganya tidak lagi

dapat dipertahankan. Disisi lain, terdapat risiko bagi perusahaan berupa kemungkinan

terjadinya berbagai kerusakan di lingkungan kerja dalam kaitannya dengan

kelangsungan aset dan alat produksi serta timbulnya biaya-biaya kompensasi.8

Tujuan K3 adalah untuk menjamin keberlangsungan sistem hubungan kerja

secara harmonis.9 Karena keberhasilan dan keuntungan perusahaan sangat bergantung

pada pekerja. Apabila pekerja nyaman dan mendapatkan perlakuan yang baik dari

perusahaan, maka produktifitas pekerja akan maksimal. Sebab mereka memandang

keuntungan perusahaan adalah berkah pula bagi kesejahteraan mereka.10

Untuk meningkatkan efektifitas K3 tersebut, maka perlu pelaksanaan K3 yang

terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi oleh perusahaan yaitu dengan melalui

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dalam ketentuan Pasal 87

ayat (1) Undang-Undang Nomor 13Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dikatakan

bahwa:

“Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan

kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.”

8
Aloysius Uwiyono, dkk, Asas-Asas Hukum Perburuhan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2014),
hlm. 78
9
Ikhwan Fahrojih, Hukum Perburuhan (Konsepsi, Sejarah dan Jaminan Konstitusional, (Malang :
Setara Press, 2016), hlm. 33
10
Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, (Jakarta : Kencana, 2005), hlm. 243

30

Universitas Sumatera Utara


4

Kewajiban Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja tersebut

berlaku bagi perusahaan:11

1. mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang, atau

2. mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya

disingkat dengan SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara

keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung

jawab, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan,

penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan

kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan

kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.12

Tujuan SMK3 adalah untuk menjamin terciptanya suatu sistem keselamatan

dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen,

pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh dalam rangka mencegah dan

mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, serta terciptanya tempat kerja

yang nyaman, efisien, dan produktif.13

Berdasarkan data Kemnaker, pada tahun 2016 telah diberikan penghargaan

SMK3 kepada 635 perusahaan yang berhasil menerapkan SMK3 secara terpadu dan

11
Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
12
Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 87 ayat (1)
13
Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

30

Universitas Sumatera Utara


5

berkelanjutan.14 Namun, pada prakteknya walaupun perusahaan telah menerapkan

SMK3, akan tetapi kecelakaan kerja masih kerap terjadi. Berdasarkan data BPJS

Ketenagakerjaan, tahun 2016 telah terjadi kecelakaan kerja sebanyak 105.182 kasus,

serta sampai bulan Agustus tahun 2017 sebanyak 80.392 kasus.15

Begitu pula di PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu (PTPN IV

Kebun Gunung Bayu) telah terjadi kecelakaan kerja, yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.1 Data Kecelakaan Kerja di PTPN IV Kebun Gunung Bayu

Jumlah
Jumlah Klaim
No Tahun Kecelakaan Jenis Kecelakaan
Kecelakaan Kerja
Kerja
1 2014 4 orang 4 orang Luka Ringan Rp31.100.737,-
2 2015 7 orang 7 orang Luka Ringan Rp12.997.187,-
3 2016 5 orang 5 orang Luka Ringan Rp12.287.514,-
5 orang Luka Ringan, 1 orang
4 2017 7 orang Rp137.435.778,-
Luka Berat, 1 orang Cacat
5 2018 9 orang 9 orang Luka Ringan Rp93.970.080,-

Sumber: Laporan Tahunan K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu Tahun 2014 s/d 2018

Berdasarkan penelitian awal yang dikuatkan dengan hasil penelitian terdahulu

dari Alfi Isnaini Syahri (2017), bahwa kecelakaan kerja di PTPN IV Unit Kebun

Gunung Bayu terjadi karena rendahnya tingkat kesadaran pekerja akan prosedur

SMK3 seperti tidak lengkapnya penggunaan APD yang telah disediakan oleh

perusahaan atau tidak mengikuti prosedur kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.

PTPN IV Kebun Gunung Bayu merupakan salah satu kebun dari PT

Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) yang bergerak dibidang agrobisnis yang

14
http://kemnaker.go.id/berita/berita-kemnaker/kemnaker-siapkan-penghargaan-smk3-tahun-2016
diakses tanggal 14 Maret 2019 Pukul 10.45 WIB
15
http://kemnaker.go.id/berita/berita-kemnaker/menaker-hanif-dorong-pemda-bikin-komitmen-
keselamatan-dan-kesehatan-kerja-k3-di-wilayahnya diakses tanggal 14 Maret 2019 Pukul 10.31 WIB

30

Universitas Sumatera Utara


6

menghasilkan 30 ton Tandan Buah Segar (TBS) perjam. Dimana pada setiap

prosesnya terdapat potensi bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan

kerja seperti kecelakaan yang disebabkan oleh bangunan atau konstruksi mesin yang

dipakai pada setiap proses produksi tersebut.

Untuk mencegah atau meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit

akibat kerja, maka PTPN IV Kebun Gunung Bayu melaksanakan SMK3. Oleh karena

itu, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengapa terjadi kecelakaan kerja di

PTPN IV Kebun Gunung Bayu, padahal PTPN IV Kebun Gunung Bayu sudah

menerapkan SMK3 dan bahkan mendapatkan Sertifikat Penghargaan SMK3 dengan

hasil pencapaian 95% pada tahun 2018.

Tentu yang perlu diperhatikan dalam penerapan SMK3 sebagaimana

ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, adalah sebagai

berikut:

1. Penetapan kebijakan K3;


2. Perencanaan K3;
3. Pelaksanaan rencana K3;
4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3; dan
5. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.

Kebijakan adalah sesuatu yang lahir dari sebuah proses interaksi antara

berbagai kepentingan.16 Dalam proses implementasi sebuah kebijakan, Grindle

16
Daradjat Kartawidjaja, Kebijakan Publik (Analisis Implementasi Kebijakan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3)),(Bandung : Alfabeta, 2018), hlm. 42

30

Universitas Sumatera Utara


7

mengidentifikasi berbagai faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan

implementasi kebijakan, yaitu:17

1. Faktor dari isi atau content kebijakan tersebut;

2. Faktor sang implementor dan kelompok target; dan

3. Faktor lingkungan dimana kebijakan itu akan diimplementasikan.

Sebuah kebijakan yang baik dari sisi isi atau content itu setidaknya harus

memiliki karakteristik yaitu jelas, tidak distortif, didukung oleh dasar teori yang

teruji, mudah dikomunikasikan ke kelompok target, didukung oleh sumber daya baik

manusia maupun finansial yang baik. Begitu juga keberhasilan pelaksanaan kebijakan

juga dipengaruhi oleh siapa yang melaksanakannya dan siapa yang menjadi sasaran

atau target (target groups). Artinya sang implementator harus mempunyai

kapabilitas, kompetensi, komitmen, dan konsistensi untuk melaksanakan sebuah

kebijakan sesuai dengan arahan dari penentu dan pembuat kebijakan. Berikutnya

adalah faktor lingkungan dari sebuah kebijakan yang hendak diimplementasikan,

yaitu kondisi sosial ekonomi, dukungan publik maupun kultur masyarakat adalah

merupakan faktor lingkungan yang sangat besar pengaruhnya terhadap proses

implementasi. Ketiga faktor tersebut tidak dapat berdiri sendiri, melainkan saling

berinteraksi satu sama lain yang pada gilirannya memberikan pengaruh terhadap

proses pelaksanaan sebuah kebijakan.

Berhubung kebijakan merupakan alat untuk mencapai tujuan, maka ia harus

diuji dalam pelaksanaannya, sejauh mana tujuan yang dimaksudkan itu dapat

tercapai. Kebijakan dibuat sebagai alat untuk mengatasi suatu persoalan, sehingga apa

17
Ibid., hlm. 42-43

30

Universitas Sumatera Utara


8

yang disebut membuat kebijakan itu tidak berhenti pada penetapan kebijakan, tetapi

juga tahapan pelaksanaan dan evaluasi atau pengawasannya yang berguna untuk

mencapai tujuan tersebut.18

Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012

tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja tersebut,

maka PTPN IV Kebun Gunung Bayu dalam merumuskan kebijakan K3 perlu

berpedoman pada peraturan perundang-undangan terkait agar dapat mencegah atau

meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja.

Perumusan kebijakan K3 yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan

terkait, maka diharapkan dapat tercapainya perlindungan pekerja atas keselamatan

dan kesehatan kerja. Sejalan dengan teori perlindungan hukum menurut Satjipto

Rahardjo, yaitu:19

“Memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang

dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar

dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.”

PTPN IV Kebun Gunung Bayu dalam melaksanakan kewajibannya dalam

menerapkan K3 berdasarkan Pasal 36 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik

Negara Nomor : PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan

Yang Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara,

dikatakan bahwa:

18
Ibid., hlm. 50
19
Salim, dan Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan
Disertasi, (Jakarta : Rajawali Pers, 2017), hlm. 262

30

Universitas Sumatera Utara


9

“Direksi wajib memastikan bahwa asset dan lokasi usaha serta fasilitas BUMN

lainnya, memenuhi peraturan perundang-undangan berkenaan dengan kesehatan dan

keselamatan kerja serta pelestarian lingkungan.”

Berdasarkan Pasal 36 tersebut, direksi sebagai pimpinan perusahaan yang

berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan diwajibkan

untuk menerapkan K3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Direksi/manajemen adalah pihak yang dianggap dapat dipercaya untuk bertindak

sebaik-baiknya bagi kepentingan pemegang saham (shareholders) maupun pemangku

kepentingan (stakeholders).20 Sesuai dengan Teori Stewardship, direksi/manajemen

harus bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas, dan jujur

terhadap orang lain. Sehingga direksi yang diberi kewenangan dan tanggung jawab

oleh pemegang saham untuk menjalankan pengurusan perusahaan hendaknya selalu

patuh dan tunduk terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seperti

halnya kepatuhan direksi untuk melaksanakan kewajibannya dalam menerapkan

SMK3.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kecelakaan kerja juga terjadi karena rendahnya

kesadaran dan pengetahuan pekerja dalam menerapkan K3. Seperti tidak

menggunakan Alat Pelindung Diri (ADP) di lingkungan kerja yang telah disediakan

perusahaan. Sehingga untuk dapat mengoptimalkan pelaksanaan SMK3, serta

mengatasi kendala-kendala dalam penerapan SMK3, maka diperlukan komitmen baik

pimpinan perusahaan selaku pembuat kebijakan maupun pekerja juga harus berperan

serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3 agar tercipta kondisi tempat

20
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, (Salatiga : Griya Media, 2011), hlm. 140-141

30

Universitas Sumatera Utara


10

kerja yang nyaman, sehat, dan aman yang bermuara pada efisiensi usaha dan

peningkatan produktifitas.21

Perusahaan yang telah menerapkan SMK3 sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, maka secara tidak langsung perusahaan telah

melaksanakan prinsip-prinsip Good Coorporate Governance. Good Coorporate

Governance adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme

pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan.22

Prinsip-prinsip Good Coorporate Governance tersebut berdasarkan Pasal 3

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01/MBU/2011

tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Coorporate

Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, yaitu meliputi transparansi

(tranparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibiity),

kemandirian (independency), serta kewajaran (fairness).

Sebab, roda bisnis tidak dapat berjalan dengan baik apabila dijalankan dengan

cara yang curang dan penipuan baik dalam lingkungan internal sendiri maupun

eksternal perusahaan. Setiap perusahaan harus bertanggung jawab atas segala

tindakan dan kegiatan bisnisnya.23 Sehingga pada akhirnya penerapan Good

Coorporate Governance dalam SMK3 diharapkan dapat memberikan manfaat baik

bagi pekerja sendiri maupun bagi perusahaan.

21
Gerry Silaban, Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja dan Pengusaha/Pengurus yang Ditetapkan
dalam Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, (Medan : USU Press, 2008), hlm.
1
22
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-
01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Coorporate Governance)
pada Badan Usaha Milik Negara
23
Masitah Br Pohan, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Buruh, (Medan : Pustaka
Bangsa Press, 2008), hlm. 37-38

30

Universitas Sumatera Utara


11

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini, sebagai berikut:

1. Bagaimana perumusan kebijakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (SMK3) pada PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu?

2. Bagaimana penerapan Good Corporate Governance dalam Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sebagai kewajiban hukum pada PT

Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu?

3. Apa kendala yang dihadapi dalam penerapan Good Corporate Governance dalam

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada PT

Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan

yang ingin dicapai dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai perumusan kebijakan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada PT Perkebunan

Nusantara IV Kebun Gunung Bayu.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai penerapan Good Corporate

Governance dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

sebagai kewajiban hukum pada PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung

Bayu.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai kendala yang dihadapi dalam

penerapan Good Corporate Governance dalam Sistem Manajemen Keselamatan

30

Universitas Sumatera Utara


12

dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung

Bayu.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang

timbul.24 Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik

secara teoritis maupun praktis, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian

lebih lanjut baik bagi para akademisi maupun masyarakat umum, serta diharapkan

dapat memberikan manfaat bagi perkembangan Ilmu Hukum, khususnya yang

berkaitan dengan penerapan Good Corporate Governance dalam Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

2. Manfaat Praktis

a) Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan

maupun regulasi dalam penerapan Good Corporate Governance dalam Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

b) Sebagai bahan informasi dan inspirasi baik bagi para praktisi hukum maupun

bagi para pihak yang terkait langsung dalam penerapan Good Corporate

Governance dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(SMK3).

24
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2005), hlm. 41

30

Universitas Sumatera Utara


13

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi

dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya

pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa tesis

dengan judul “Penerapan Good Corporate Governance dalam Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada PT Perkebunan Nusantara IV Kebun

Gunung Bayu” belum pernah dilakukan sebelumnya.

Adapun judul penelitian yang ada kaitannya dengan masalah Penerapan Good

Corporate Governance dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(SMK3) pada PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu, sebagai berikut:

1. Erni Darmayanti (NIM: 097005034), Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera

Utara, 2011, dengan judul penelitian “Perlindungan Hukum Mengenai

Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Perjanjian Kerja (Studi Pada CV. Aneka

Usaha Cabang Medan)”, dengan permasalahan yang diteliti yaitu:

a) Bagaimana perjanjian kerja yang diatur dalam perundang-undangan di

Indonesia?

b) Bagaimana perlindungan hukum mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3) menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia?

c) Bagaimana perlindungan hukum dalam pelaksanaan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) pada CV. Aneka Usaha?

2. Alfi Isnaini Syahri, (NIM:131000225), Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, 2017, dengan judul penelitian “Pelaksanaan Program

30

Universitas Sumatera Utara


14

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Bagian Pengolahan Kelapa Sawit PTPN IV

Gunung Bayu Tahun 2017”, dengan permasalahan yang diteliti yaitu:

a) Bagaimana pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di bagian

Pengolahan Kelapa Sawit PTPN IV Gunung Bayu tahun 2017?

Penelitian-penelitian diatas adalah berbeda dengan judul dan permasalahan

yang terdapat didalam penelitian yang akan dilakukan ini. Sehingga dapat

disimpulkan, bahwa penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori merupakan tujuan akhir dari ilmu pengetahuan. Hal tersebut dapat

dimaklumi, karena batasan dan sifat hakikat suatu teori adalah:25

“…seperangkat konstruk (konsep), batasan, dan proposisi yang menyajikan

suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci hubungan-

hubungan antarvariabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan

gejala itu”.

Kriteria teori yang ideal seperti yang dikemukakan oleh James A. Black &

Dean J. Champion, sebagai berikut:26

a) Suatu teori secara logis harus konsisten, artinya tidak ada hal-hal yang saling
bertentangan didalam kerangka yang bersangkutan;
b) Suatu teori terdiri dari pernyataan-pernyataan mengenai gejala-gejala tertentu,
pernyataan-pernyataan mana mempunyai interelasi yang serasi;

25
Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers,
2004), hlm. 14
26
Ibid., hlm. 43-44

30

Universitas Sumatera Utara


15

c) Pernyataan-pernyataan didalam suatu teori harus dapat mencakup semua unsur


gejala yang menjadi ruang lingkupnya dan masing-masing bersifat tuntas;
d) Tidak ada pengulangan ataupun duplikasi didalam pernyataan-pernyataan tersebut;
e) Suatu teori harus dapat diuji didalam penelitian. Mengenai hal ini ada asumsi-
asumsi tertentu, yang membatasi diri pada pernyataan bahwa pengujian tersebut
senantiasa harus bersifat empiris.

Dalam kaitan ini, teori hukum yang dijadikan sebagai landasan teori untuk

pemecahan masalah hukum konkret atau yang langsung diterapkan pada praktik

hukum adalah pemikiran para teoritis hukum yang telah diakui kebenarannya dari

masa kemasa secara universal.27 Lebih jauh Bruggink memberi definisi tentang teori

hukum sebagai berikut:28

“Teori hukum adalah suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan


berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan keputusan-
keputusan hukum yang untuk suatu bagian penting sistem tersebut
memperoleh bentuk dalam hukum positif.” Dapat disederhanakan bahwa teori
hukum adalah suatu pernyataan yang saling berkaitan tentang konsep hukum
yang ada pada tataran dogmatika hukum.

Teori digunakan sebagai pisau analisis yaitu menganalisa suatu masalah dan

menyusun secara sistematis suatu sudut pandang ataupun beberapa sudut pandang

yang kemudian dapat menjadi dasar untuk melakukan suatu tindakan.29 Sehingga

teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini yaitu:

1. Teori Perlindungan Hukum

Istilah teori perlindungan hukum berasal dari bahasa Inggris, yaitu legal

protection theory, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan theorie van de

27
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum,
(Jakarta : Kencana, 2017), hlm. 129
28
Ibid.
29
Muhammad Syukri Albani Nasution, dkk, Hukum dalam Pendekatan Filsafat, (Jakarta :
Kencana, 2017), hlm. 8

30

Universitas Sumatera Utara


16

wettelijke bescherming, dan dalam bahasa Jerman disebut dengan theorie der

rechtliche schutz.30

Teori perlindungan hukum merupakan perkembangan dari konsep pengakuan

dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM) yang berkembang pada

abad ke 19. Adapun arah dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap

HAM adalah adanya pembatasan dan peletakan kewajiban kepada masyarakat dan

pemerintah.31

Perlindungan hukum menurut Satjipto Raharjo adalah:32

“Memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang

dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar

dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.”

Teori perlindungan hukum dari Satjipto Rahardjo ini terinspirasi oleh

pendapat Fitzgerald tentang tujuan hukum, yaitu untuk mengintegrasikan dan

mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat dengan cara mengatur

perlindungan dan pembatasan terhadap berbagai kepentingan.33

Menurut Phillipus M. Hadjon, bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai

tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif.34 Perlindungan hukum yang

preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Dengan adanya

perlindungan hukum preventif, maka mendorong pemerintah untuk berhati-hati dalam

30
Salim, dan Erlies Septiana Nurbaini, op.cit., hlm. 259
31
Luthvi Febryka Nola, “Upaya Perlindungan Hukum secara Terpadu Bagi Tenaga Kerja Indonesia
(TKI)”, Jurnal Negara Hukum, Vol. 7, No. 1, 2016, hlm. 6
32
Salim, dan Erlies Septiana Nurbaini, op.cit., hlm. 262
33
Luthvi Febryka Nola, op.cit.
34
Phillipus M. Hadjon, Perlindungan hukum bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya : Bina Ilmu, 1987),
hlm. 2

30

Universitas Sumatera Utara


17

mengambil keputusan. Sedangkan perlindungan yang represif bertujuan untuk

menyelesaikan apabila terjadi sengketa.

Penggunaan teori perlindungan hukum pada penelitian ini adalah bahwa K3

merupakan hak bagi setiap pekerja. Sebagaimana amanat Pasal 27 ayat (2) UUD

1945, yaitu:

“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan.”

Didalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasal 67 sampai 98 juga mengatur mengenai pemberian perlindungan bagi pekerja

yang dianggap lemah (cacat, perempuan, anak), waktu kerja, pengupahan,

keselamatan dan kesehatan kerja.35

Ketentuan diatas merupakan mandat terhadap penyelenggara negara agar

memperhatikan aspek perlindungan hak asasi manusia dalam segala bentuknya,

khususnya perlindungan terhadap hak-hak pekerja. Begitu pula PTPN IV Kebun

Gunung Bayu memberikan perlindungan bagi pekerjanya khususnya perlindungan

atas K3, sehingga dengan adanya K3 dapat meminimalisir ataupun mencegah

terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja.

Karena tujuan perlindungan bagi pekerja adalah untuk menjamin

berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan

dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Untuk itu, pengusaha wajib

35
Sundari dan Endang Sumiarni, Politik Hukum & Tata Hukum Indonesia, (Yogyakarta : Cahaya
Atma Pustaka, 2015), hlm 165

30

Universitas Sumatera Utara


18

melaksanakan ketentuan perlindungan pekerja sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.36

2. Teori Stewardship.

Teori Stewardship merupakan salah satu teori utama yang berkaitan dengan

Good Corporate Governance. Teori ini dibangun diatas philosofi mengenai sifat

manusia yang pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh

tanggung jawab, memiliki integritas dan jujur terhadap orang lain. Dengan kata lain,

teori ini memandang manajemen sebagai pihak yang dapat dipercaya untuk bertindak

sebaik-baiknya bagi kepentingan pemegang saham (shareholders) maupun pemangku

kepentingan (stakeholders).37

Konsep dari teori Stewardship adalah kepercayaan. Dalam teori Stewardship,

para manajer digambarkan sebagai “good steward”, dimana mereka setia menjalani

tugas dan tanggung jawab yang diberikan tuannya, tidak termotivasi pada materi dan

uang, akan tetapi pada keinginan untuk mengaktualisasi diri dan mendapatkan

kepuasan dari pekerjaan yang digeluti, serta menghindari konflik kepentingan dengan

stakeholder-nya.38

Lebih lanjut lagi, didalam teori Stewardship, manajer akan melakukan upaya

demi mendapatkan kepercayaan publik. Hal ini didasari pada prinsip bahwa manajer

memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengelola sumber daya yang ada dengan

cara yang bijak untuk kepentingan masyarakat luas. Para manajer tidak akan

36
Ikhwan Fahrojih, op.cit., hlm. 33
37
Tri Budiyono, op.cit., hlm. 140-141
38
Morten Huse, Boards, Governance and Value Creation : The Human Side of Corporate
Governance, (Cambridge : Cambridge University Press, 2007), hlm. 54

30

Universitas Sumatera Utara


19

bertindak untuk kepentingannya sendiri, akan tetapi bertindak untuk kepentingan

semua pihak, dan mereka (para manajer) percaya, apabila mereka telah bertindak

untuk kepentingan yang lebih luas, maka secara pribadi kebutuhan mereka pun telah

terpenuhi.39

Penggunaan Teori Stewardship pada penelitian ini adalah untuk menjelaskan

bahwa penerapan SMK3 di PTPN IV Kebun Gunung Bayu yang dilakukan oleh

pimpinan perusahaan haruslah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Apabila telah menerapkan SMK3 sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, maka secara tidak langsung perusahaan telah melaksanakan

prinsip-prinsip Good Coorporate Governance khususnya terhadap prinsip

responsibility, bahwa adanya tanggung jawab didalam pengelolaan perusahan

terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundang-undangan yang

berlaku.40 Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggung jawab

merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang. 41

Sebagaimana kewajiban perusahaan dalam menerapkan K3 berdasarkan Pasal

36 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-01/MBU/2011

tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Coorporate

Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, dikatakan bahwa:

39
Ibid.
40
Tri Budiyono, op.cit., hlm. 129-130
41
Neni Sri Imaniyati, Hukum Bisnis – Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi, (Yogyakarta :
Graha Ilmu, 2009), hlm. 235

30

Universitas Sumatera Utara


20

“Direksi wajib memastikan bahwa asset dan lokasi usaha serta fasilitas BUMN

lainnya, memenuhi peraturan perundang-undangan berkenaan dengan kesehatan dan

keselamatan kerja serta pelestarian lingkungan.”

Berdasarkan Pasal 36 tersebut, direksi sebagai pimpinan perusahaan yang

berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan diwajibkan

untuk menerapkan K3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan adanya teori ini, maka direksi yang diberi kewenangan dan tanggung jawab

oleh pemegang saham untuk menjalankan pengurusan perusahaan agar senantiasa

patuh dan tunduk terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seperti

halnya kepatuhan direksi untuk melaksanakan kewajibannya dalam menerapkan K3

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana fungsi teori

Stewardship sebagai mekanisme pertanggungjawaban untuk dapat memastikan

pemantauan, audit, dan pelaporan yang baik agar dapat membantu pencapaian tujuan

organisasi.42

Terdapat juga beberapa teori yang membahas mengenai tanggung jawab

pengusaha tersebut, diantaranya teori risk profesionelle, employer’s liability,

reasonable care, maupun derivasi analog dari doktrin vicarious liability. Pokok

bahasan dalam teori-teori tersebut adalah bahwa perusahaan selaku pemberi kerja,

bertanggung jawab dalam konteks profesionalismenya sebagai perusahaan, atas

kesehatan dan keselamatan kerja pekerja yang dipekerjakannya. Perusahaan harus

melakukan upaya-upaya preventif untuk melindungi pekerja dari kecelakaan kerja

42
Rini Jefri, “Teori Stewardship dan Good Governance”, Jurnal Riset Edisi XXVI, Vol 4, No. 003,
hlm. 18

30

Universitas Sumatera Utara


21

yang diperkirakan akan berisiko mengalami cedera, penyakit, kecacatan, sampai pada

kematian. Apabila upaya-upaya yang dilakukan gagal, maka perusahaan tetap

bertanggungjawab atas timbulnya risiko-risiko dalam bentuk kompensasi/ganti

kerugian. Adapun subprinsipnya mencakup tanggung jawab perusahaan untuk

memastikan bahwa pekerja memahami adanya risiko, memastikan bahwa cara kerja

yang akan dilakukan aman bagi pekerja (alat kerja dan cara mengoperasionalkannya

aman), memastikan bahwa pekerja memahami langkah-langkah pencegahan

timbulnya risiko dan bahwa sarana dan prasarana pencegahannya tersedia dengan

memadai dan dalam kondisi baik.43

Sehingga seorang direksi mempunyai 2 kewajiban utama, yaitu:44

a) Untuk melaksanakan kekuasaan mereka ini dengan itikad baik demi kepentingan

company secara keseluruhan;

b) Untuk bertindak secara baik dan bijaksana (to act with reasonable care and skill).

Seorang direksi harus menjalankan fungsinya dengan reasonable care,

dimana hukum mensyaratkan seorang direksi harus bertindak secara jujur dan tidak

ceroboh.

2. Konsepsi

Kerangka konsepsi merupakan gambaran bagaimana hubungan antara konsep-

konsep yang akan diteliti. Salah satu cara untuk menjelaskan konsep adalah dengan

definisi. Definisi merupakan suatu pengertian yang relatif lengkap tentang suatu

istilah, dan biasanya definisi bertitik tolak pada referensi. Dengan demikian, definisi

43
Aloysius Uwiyono, op.cit., hlm. 81-82
44
Sudargo Gautama, dkk, Ikhtisar Hukum Perseroan Berbagai Negara yang Penting bagi
Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 74-75

30

Universitas Sumatera Utara


22

harus mempunyai ruang lingkup yang tegas, sehingga tidak boleh ada kekurangan-

kekurangan atau kelebihan-kelebihan.45

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirumuskan kerangka konsepsi, sebagai

berikut:

1 Good Coorporate Governance adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses

dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-

undangan dan etika berusaha.46

2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.47

3 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem

manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang

berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien,

dan produktif.48

4 Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat.49

45
Amiruddin & Zainal Asikin, op.cit., hlm. 48
46
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01
/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Coorporate Governance)
pada Badan Usaha Milik Negara
47
Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
48
Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
49
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

30

Universitas Sumatera Utara


23

5 Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain.50

6 PT. Perkebunan Nusantara IV Medan (PTPN IV) adalah salah satu perusahaan

yang bergerak dibidang agrobisnis dan agroindustri, antara lain pembudidayaan

tanaman, pengolahan dan penjualan produk kelapa sawit dan teh.51

G. Metode Penelitian

Istilah metode penelitian terdiri dari dua kata, yaitu kata “metode” dan

“penelitian”. Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti cara

atau jalan. Jadi metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam

mencapai sasaran yang diperlukan bagi penggunanya, sehingga dapat memahami

obyek sasaran yang dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan

pemecahan permasalahan.52

Penelitian yang dalam kepustakaan keilmuan dikenal dengan kata research

yang terdiri dari dua akar kata yaitu “re” dan “search”, “re” berarti kembali dan

“search” berarti menemukan sesuatu secara berhati-hati.53 Sehingga penelitian adalah

suatu usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan suatu

metode tertentu dan dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap

permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab

50
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
51
Annual Report PTPN IV Tahun 2016, hlm. 46
52
P Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006),
hlm. 1
53
I Made Pasek Diantha, op.cit., hlm. 1

30

Universitas Sumatera Utara


24

masalahnya.54 Sehingga metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk

memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan.55

Penelitian pada hakikatnya adalah suatu kegiatan pencarian kebenaran dari

ilmu pengetahuan. Penelitian diawali karena adanya keraguan atau keingintahuan dari

seorang peneliti terhadap suatu masalah (hukum) yang ada atau dialaminya. Pada

umumnya permasalahan adalah kesenjangan antara seharusnya dengan yang

senyatanya; antara cita-cita hukum dengan senyatanya; antara teori dengan

pelaksanaannya.56

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan oleh karena penelitian bertujuan

untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten.

Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang

telah dikumpulkan dan diolah.57

Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana (ilmiah) bagi pengembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus

senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya karena

setiap ilmu pengetahuan mempunyai identitas masing-masing.58 Mengingat ilmu

hukum memiliki sifat yang sui generis, yakni sifat khas yang tidak bisa disamakan

dengan ilmu-ilmu lainnya, maka metode penelitiannya kemudian berkembang

54
P. Joko Subagyo, op.cit., hlm. 2
55
Ibid.
56
Amiruddin & Zainal Asikin, op.cit., hlm. 34
57
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta
: Rajawali Pers, 2013), hlm. 1
58
Ibid.

30

Universitas Sumatera Utara


25

menjadi metode penelitian hukum normatif, penelitian hukum empiris, dan penelitian

hukum normatif empiris.59

Penelitian hukum dalam Bahasa Inggris disebut legal research atau dalam

Bahasa Belanda disebut rechtonderzoek. Penelitian hukum dilakukan untuk mencari

pemecahan atas isu hukum yang timbul, yaitu memberikan preskripsi mengenai apa

yang seyogyanya atas isu yang diajukan.60

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Hukum Normatif. Penelitian Hukum

Normatif disebut juga dengan istilah penelitian kepustakaan. Nama penelitian

kepustakaan karena dalam Penelitian Hukum Normatif dilakukan dengan cara

meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder.61

Didalam Penelitian Hukum Normatif ini akan membahas dan menganalisis

mengenai peraturan perundang-undangan maupun literatur-literatur yang terkait

dengan penerapan Good Corporate Governance dalam Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada PT Perkebunan Nusantara IV Kebun

Gunung Bayu. Sehingga pada akhirnya akan ditemukan kaidah atau norma-norma

yang dijadikan patokan perilaku manusia yang dianggap benar 62 tentang penerapan

Good Corporate Governance dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (SMK3) pada PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu tersebut.

Namun, didalam penelitian ini akan ditambah dengan wawancara dari sejumlah
59
Suteki dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan Praktek), (Depok
: Rajawali Pers, 2018), hlm. 175
60
Dyah Ochtorina Susanti & A’an Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research), (Jakarta : Sinar
Grafika, 2014), hlm. 1
61
Ibid., hlm. 19
62
Amiruddin & Zainal Asikin, op.cit., hlm. 118

30

Universitas Sumatera Utara


26

informan untuk memperoleh data-data maupun informasi tambahan guna menjawab

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

Penelitan ini bersifat deskriptif, yakni penelitian yang dilakukan dengan cara

membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-

fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.63 Sehingga

penelitian ini bertujuan untuk memaparkan apa adanya tentang suatu peristiwa hukum

atau kondisi hukum64, yaitu mengenai penerapan Good Corporate Governance dalam

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada PT Perkebunan

Nusantara IV Kebun Gunung Bayu.

2. Sumber Data

Oleh karena Penelitian Hukum Normatif mempunyai metode tersendiri

dibandingkan dengan metode penelitian ilmu-ilmu sosial lainnya, hal itu berakibat

pada jenis datanya. Dalam penelitian hukum yang selalu diawali dengan premis

normatif, maka datanya juga diawali dengan data sekunder.65 Data sekunder adalah

data-data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka, sebagai berikut:

a) Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya

mempunyai otoritas66 atau bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan

mengikat secara yuridis67 meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang

relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian, antara lain:

63
Suteki dan Galang Taufani, op.cit., hlm. 133
64
I Made Pasek Diantha, op.cit., hlm. 152
65
Amiruddin & Zainal Asikin, op.cit., hlm. 31
66
Peter Mahmud Marzuki, op.cit., hlm. 141
67
Suteki dan Galang Taufani, op.cit., hlm. 216

30

Universitas Sumatera Utara


27

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja

3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

4) Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia

Nomor : PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang

Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara

b) Bahan hukum sekunder, yakni bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan

hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum

primer, berupa rancangan peraturan perundang-undangan, hasil karya ilmiah para

sarjana, hasil-hasil penelitian.68

c) Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus,

ensiklopedia.69

3. Tehnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini, sebagai

berikut:

a) Studi kepustakaan (Library Research), yaitu teknik pengumpulan data yang

dilakukan di perpustakaan (data sekunder).70 Studi kepustakaan bertujuan untuk

68
Ibid.
69
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, op.cit., hlm. 13

30

Universitas Sumatera Utara


28

mengumpulkan data sekunder yang relevan meliputi bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pada hakikatnya, data yang diperoleh

dengan studi kepustakakaan tersebut dijadikan fundasi dasar bagi penelitian.71

b) Penelitian lapangan (Field Research), yaitu teknik pengumpulan data yang

dilakukan langsung di lapangan. Penelitian lapangan pada hakikatnya merupakan

teknik untuk menemukan secara khusus dan realistis apa yang sedang terjadi pada

saat itu.72 Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data primer adalah dengan

melalui wawancara terhadap informan73 yaitu terhadap P2K3 PTPN IV Kebun

Gunung Bayu, karyawan PTPN IV Kebun Gunung Bayu, dan Dinas Tenaga Kerja

Kabupaten Simalungun Seksi Pembinaan dan Perselisihan Hubungan Industrial.

Dimana tujuan penelitian lapangan adalah sebagai data tambahan guna menjawab

permasalahan yang akan dibahas didalam penelitian ini.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi

dokumen dan wawancara. Studi dokumen merupakan langkah awal dari setiap

penelitian hukum, karena penelitian hukum selalu bertolak dari premis normatif.

Studi dokumen bagi penelitian hukum meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri

dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.74

Sedangkan wawancara yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk

mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-

70
Suteki dan Galang Taufani, op.cit., hlm. 147
71
Ibid., hlm. 148
72
Ibid., hlm. 147
73
Salim, op.cit., hlm. 26
74
Amiruddin & Zainal Asikin, op.cit., hlm. 68

30

Universitas Sumatera Utara


29

pertanyaan pada informan. Wawancara bermakna berhadapan langsung antara

interviewer dengan informan dan kegiatannya dilakukan secara lisan.75 Oleh karena

itu, dalam wawancara ini akan menggunakan pedoman wawancara yang tersusun

secara sistematis. Dengan adanya pedoman wawancara, maka akan memberikan

informasi tambahan guna menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

5. Analisis Data

Analisis dalam penelitian merupakan bagian dalam proses penelitian yang

sangat penting karena dengan analisis inilah data yang ada akan nampak manfaatnya,

terutama dalam memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan akhir

penelitian.76 Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia

dari berbagai sumber.77

Adapun penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif, yakni analisis

yang dilakukan dengan menggunakan data, mengorganisasikan data, memilah-

milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan

menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan

memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.78 Data-data dalam

penelitian tersebut tidak berupa angka-angka tapi kata-kata.79 Oleh karena itu, analisis

data secara kualitatif ini lebih mengutamakan kalimat-kalimat dengan

menjabarkannya secara mendalam dan kemudian diuraikan secara sistematis untuk

menjawab permasalahan yang akan dibahas didalam penelitian ini.


75
P Joko Subagyo, op.cit., hlm. 39
76
Ibid., hlm. 105
77
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010), hlm.
247
78
Ibid., hlm. 248
79
Suteki dan Galang Taufani, op.cit., hlm. 139

30

Universitas Sumatera Utara


30

BAB II

PERUMUSAN KEBIJAKAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN


KESEHATAN KERJA (SMK3) PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV
KEBUN GUNUNG BAYU

A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

1. Sejarah Perkembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Perlindungan pekerja/buruh merupakan faktor utama dalam Keselamatan dan

Kesehatan Kerja. Pendekatan tersebut bermula dari meningkatnya dampak buruk

perkembangan doktrin Laissez Faire di Eropa pada abad pertengahan. Doktrin

tersebut mengusung filosofi liberalisasi ekonomi, khususnya disektor industri. Secara

garis besar, intervensi pemerintah dalam hubungan ekonomi/industrial tidak

diperkenankan. Berkembang pula aksi pengabaian terhadap berbagai peraturan

perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kebebasan untuk

berusaha dan bekerja guna mencapai keuntungan yang semaksimal mungkin hanya

dapat dibatasi oleh individu lain melalui mekanisme kompetensi bebas. 80

Dalam perkembangannya, doktrin Laissez Faire individu bergeser menjadi

Laissez Faire kolektif, yang mencapai bentuk teoritis maupun penerapannya secara

sempurna di Inggris, setelah perang dunia. Negara yang seharusnya melakukan

pembatasan dalam bentuk hukum (peraturan perundang-undangan) guna melindungi

hidup dan kepemilikan, hanya difungsikan sebagai penjaga malam saja.81

Akibat dari praktik-praktik doktrin tersebut, terjadi berbagai perlakuan

pemerasan (eksploitasi) pekerja/buruh oleh pengusaha. Kondisi tersebut diperburuk

80
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 73
81
Ibid., hlm. 73-74

30

Universitas Sumatera Utara


31

dengan ditemukannya mesin uap yang membawa serta proses mekanisme industri

pada masa Revolusi Industri sekitar tahun 1750-1850. Penemuan mesin-mesin yang

mempermudah proses produksi mengakibatkan penutupan industri kecil dan

berkembangnya industri besar/manufaktur disisi lain. Jumlah pekerja/buruh pabrik

meningkat dan umumnya mereka dipekerjakan di tempat kerja yang berbahaya serta

tidak sehat. Bentuk-bentuk eksploitasi yang umum terjadi adalah jam kerja yang

panjang, pemekerjaan anak melalui mekanisme magang, pemekerjaan wanita pada

malam hari, penyediaan tempat tinggal pekerja/buruh yang tidak layak kondisi,

maupun pemberian upah dalam bentuk barang-barang produksi yang dihasilkan

perusahaan.82

Perlindungan pekerja/buruh dalam bentuk peraturan perundang-undangan

berkembang sangat lambat. Pertentangan terjadi antara serikat-serikat pekerja/buruh

dan para reformis didalam maupun diluar parlemen dengan para pengusaha besar dan

kaum intelektual pengusung doktrin Laissez Faire. Upaya nyata dimulai pada tahun

1818 oleh Robert Owen, pengusaha terbesar dan terkaya sektor penenunan katun

serta penggagas Sosialisme Inggris, melalui kampanyenya tentang penghapusan

eksploitasi pekerja/buruh, terutama pekerja/buruh di Inggris. Terhadap kondisi

perburuhan yang demikian, maka hukum berperan besar melalui penetapan aturan-

aturan yang bertujuan melindungi pekerja/buruh terhadap risiko-risiko yang mungkin

timbul dalam pelaksanaan pekerjaan mereka. Upaya tersebut akhirnya meluas ke

82
Ibid., hlm. 74

Universitas Sumatera Utara


32

sebagian besar negara-negara di Eropa, antara lain Jerman, Perancis, Belanda, serta

Amerika.83

Penyusunan dan penerbitan undang-undang pertama bidang kesehatan kerja

(arbeidsbeschermingswetten) bermula di Inggris pada tahun 1802 melalui The Health

and Morals Of Apprentices Act yang ditujukan bagi para pekerja/buruh anak magang

yang dipekerjakan di pabrik dengan jam kerja berkepanjangan. Selanjutnya

perkembangan serupa terjadi di Jerman dan Perancis sekitar tahun 1840, serta

Belanda setelah tahun 1870. Perlindungan yang diatur adalah perlindungan terhadap

kesehatan kerja (gezondheid/health) dan keselamatan (atau keamanan) kerja

(veiligheid/safety) dalam menjalankan pekerjaan. Kedua hal tersebut dikembangkan

sebagai suatu bidang tersendiri dalam hukum perburuhan, yang menonjolkan

intervensi negara dalam bentuk hukum (peraturan perundang-undangan). Pada

mulanya, peraturan yang disusun hanya berupa pembatasan jam kerja bagi

pekerja/buruh anak, kemudian pekerja/buruh remaja dan selanjutnya pekerja/buruh

wanita. Dalam perkembangannya, mencakup pula perlindungan bagi pekerja/buruh

(arbeidsbescherming) pada umumnya terhadap jam kerja yang terlalu panjang, serta

keadaaan perburuhan dengan memuat aturan-aturan yang disebut sebagai

arbeidsbeschermingsrecht.84

Menurut H. L. Bakels secara keseluruhan perlindungan pekerja/buruh

merupakan norma-norma hukum publik yang bertujuan untuk mengatur keadaan

perburuhan di perusahaan. Pengaturan tersebut mencakup aspek materil maupun

83
Ibid., hlm. 74-75
84
Ibid., hlm. 75

Universitas Sumatera Utara


33

immaterial. Aspek materil umumnya meliputi keamanan kerja dan perawatan fisik,

misalnya kantin, ruang ganti, pencahayaan (termasuk pengaturan udara segar dan

cahaya matahari) dan seterusnya. Adapun yang termasuk dalam aspek immaterial

meliputi waktu kerja dan peningkatan perkembangan jasmani dan psikis bagi

pekerja/buruh anak serta remaja (disebut pula sebagai arbeidsomstadighedenrecht).

Bakels juga mengemukakan bahwa arbeidsomstadighedenrecht atau dahulu disebut

sebagai arbeidsbescherming melingkupi seluruh norma-norma hukum publik yang

mempengaruhi serta mengancam keamanan, kesehatan kerja, dan kesejahteraan

pekerja/buruh dalam menjalankan pekerjaan. Utamanya adalah mengenai pengaturan

lamanya jam kerja dan waktu istirahat serta tempat kerja yang aman dan layak bagi

harkat martabat kemanusiaan pekerja/buruh di perusahaan.85

Di Indonesia, kesadaran penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan Kolonial Belanda. Misalnya, pada tahun

1908 Parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda memberlakukan Keselamatan

dan Kesehatan Kerja di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids

Reglement Staatsbled No. 406 Tahun 1910. Kemudian, pemerintah Kolonial Belanda

menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-

masing sektor ekonomi. Beberapa diantaranya yang menyangkut sektor perhubungan

yang mengatur lalu lintas Perkeretaapian seperti yang tertuang dalam Algemene

Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend

voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan Umum tentang Pendirian dan

85
Ibid., hlm. 75-76

Universitas Sumatera Utara


34

Perusahaan Kereta Api dan Trem untuk Lalu Lintas Umum Indonesia) dan Staatsbled

1926 No. 334 Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan

Pelaut), Staatsbled 1930 No. 225 Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja

di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. 86

Memasuki era kemerdekaan Indonesia, maka sejumlah peraturan

perundangan-undangan terkait dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja masih tetap

berlaku sebelum ada penggantinya atau masih dianggap relevan untuk kondisi pada

saat itu.

Tujuan bernegara (staatsidee) di Indonesia dengan jelas dan tegas dinyatakan

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD 1945), yaitu: “memajukan kesejahteraan umum” untuk mewujudkan “keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Landasan ini sekaligus sebagai dasar filosofis

dan mandat bagi penyelenggara negara di Indonesia untuk mewujudkannya. 87

Perkembangan peraturan perundang-undangan dimasa reformasi telah banyak

dipengaruhi oleh konteks politik demokratisasi dan pembaruan perekonomian

Indonesia. Salah satu bentuk perkembangan tersebut adalah diakuinya tanggung

jawab negara atas hak asasi manusia yang ditegaskan dalam UUD 1945, sebagaimana

dirumuskan dalam Pasal 28I ayat (4):88

“Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah

tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”

86
Daradjat Kartawidjaja, op.cit., hlm. 137
87
Ikhwan Fahrojih, op.cit., hlm. 29-30
88
Ibid., hlm. 30

Universitas Sumatera Utara


35

Dalam menjalankan mandat konstitusional penyelenggaraan negara tersebut,

pula ditegaskan dalam Pasal 28I ayat (5) UUD 1945, bahwa:

“Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara

hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan

dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”

Kedua rumusan pasal mengenai tanggung jawab negara tersebut telah

memberikan panduan konstitusionalitas bagi pemerintah dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan dalam bidang apapun untuk senantiasa mendasarkan

pada upaya pemajuan hak-hak asasi manusia.89

Secara khusus, dalam konteks ketenagakerjaan, ada sejumlah ketentuan dasar

yang memberikan perlindungan bagi hak-hak pekerja/buruh. Pasal 27 ayat (2) UUD

1945, merupakan salah satu pasal mengenai hak dasar yang terbilang paling tua

umurnya dalam sejarah hak-hak dasar sejak republik ini berdiri, yakni:

“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan.”

Pada perkembangan berikutnya, hak-hak konstitusional tersebut berkembang

atau meluas pasca amandemen kedua UUD 1945, termasuk ketentuan yang sangat

terkait dengan perlindungan hak-hak pekerja/buruh. Hal ini bisa dilihat antara lain:

Pasal 28E ayat (3) UUD 1945:


“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat.”
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945:
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”
Pasal 28D ayat (2) UUD 1945:

89
Ikhwan Fahrojih, op.cit., hlm. 30

Universitas Sumatera Utara


36

“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja.”
Pasal 28H ayat (3) UUD 1945:
“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.”
Pasal 34 ayat (2) UUD 1945:
“Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memperdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan.”

Ketentuan-ketentuan dasar dalam UUD 1945 tersebut merupakan mandat

terhadap penyelenggara negara agar memperhatikan aspek perlindungan hak asasi

manusia dalam segala bentuknya, khususnya perlindungan terhadap hak-hak

pekerja/buruh.

Sejalan dengan teori perlindungan hukum menurut Satjipto Rahardjo, yaitu:90

“Memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang

dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar

dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.”

Teori perlindungan hukum Satjipto Rahardjo terinspirasi oleh pendapat

Fitzgerald tentang tujuan hukum, yaitu untuk mengintegrasikan dan

mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat dengan cara mengatur

perlindungan dan pembatasan terhadap berbagai kepentingan. 91 Karena tujuan

perlindungan bagi pekerja/buruh adalah untuk menjamin berlangsungnya sistem

hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat

kepada pihak yang lemah. Untuk itu, pengusaha wajib melaksanakan ketentuan

90
Salim, dan Erlies Septiana Nurbaini, op.cit., hlm. 262
91
Luthvi Febryka Nola, op.cit., hlm. 6

Universitas Sumatera Utara


37

perlindungan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.92

Didalam pelaksanaan pembangunan nasional, pekerja/buruh mempunyai

peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan.

Sebagaimana adagium yang berbunyi “pekerja/buruh adalah tulang punggung

perusahaan”. Adagium ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna.

Akan tetapi, kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan kebenarannya. 93

Pekerja dikatakan sebagai tulang punggung perusahaan karena memang

mempunyai peranan yang penting. Tanpa adanya pekerja, tidak akan mungkin

perusahaan bisa jalan dan berpartisipasi dalam pembangunan nasional.94 Bahkan

perusahaan tanpa pekerja seperti pesawat tanpa mesin atau seperti jasmani tanpa roh.

Pekerja merupakan pihak yang memiliki peran didalam menggerakkan roda

kehidupan atau keberlangsungan usaha dari suatu perusahaan.95

Menyadari akan pentingnya pekerja bagi suatu perusahaan, maka perlu

dilakukan pemikiran agar pekerja dapat dijaga keselamatannya dalam menjalankan

pekerjaannya. Demikian pula perlu diusahakan ketenangan dan kesehatan bagi

pekerja agar apa yang dihadapinya dalam pekerjaan dapat diperhatikan semaksimal

mungkin, sehingga kewaspadaan dalam menjalankan pekerjaan itu tetap terjamin.

Pemikiran-pemikiran ini merupakan upaya perlindungan pekerja yang dalam praktek

92
Ikhwan Fahrojih, op.cit., hlm. 33
93
Lalu Husni, op.cit., hlm. 95
94
Ibid.
95
Suria Ningsih, op.cit., hlm. 98

Universitas Sumatera Utara


38

sehari-hari berguna untuk dapat mempertahankan produktifitas dan kestabilan

perusahaan.96

Oleh karena itu, untuk dapat melindungi keselamatan dan kesehatan bagi

pekerja guna mewujudkan produktifitas kerja yang optimal, maka diselenggarakanlah

Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Berdasarkan ketentuan Pasal 86 ayat (1) huruf a

Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, disebutkan bahwa:

“Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas Keselamatan

dan Kesehatan Kerja.”

Pasal ini memberi makna yang luas, bahwa disamping warga negara berhak

mendapatkan pekerjaan yang manusiawi juga mendapatkan perlindungan terhadap

aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja agar dalam melaksanakan pekerjaan tercipta

kondisi kerja yang nyaman, sehat, aman, serta dapat mengembangkan kemampuan

dan keterampilannya agar dapat hidup layak sesuai dengan harkat dan martabat

manusia.97

2. Pengertian dan Pengaturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di


Indonesia

a) Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata “safety” dan biasanya selalu

dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau

nyaris celaka (near-miss). Pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan

keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis yang mempelajari faktor-faktor

yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan

96
Lalu Husni, op.cit., hlm. 95-96
97
Gerry Silaban, op.cit., hlm. 1-2

Universitas Sumatera Utara


39

berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya kecelakaan.

Dalam memperlajari faktor-faktor yang dapat menyebabkan manusia mengalami

kecelakaan inilah berkembang menjadi konsep dan teori tentang kecelakaan (accident

theories). Teori tersebut umumnya ada yang memusatkan perhatiannya pada faktor

penyebab yang ada pada pekerjaan atau cara kerja, ada yang lebih memperhatikan

faktor penyebab pada peralatan kerja, bahkan ada pula yang memusatkan

perhatiannya pada faktor penyebab pada perilaku manusianya. 98

Kesehatan berasal dari bahasa Inggris “health” yaitu tidak hanya berarti

terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat

secara fisik, mental, dan juga sehat secara sosial. Dengan demikian, pengertian sehat

secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera (well-being). Kesehatan sebagai suatu

pendekatan keilmuan maupun pendekatan praktis juga berupaya mempelajari faktor-

faktor yang dapat menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya

untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar manusia

tidak menderita sakit, bahkan menjadi lebih sehat.99

Oleh karena itu, kesehatan kerja didefinisikan sebagai segala aturan dan upaya

yang bertujuan untuk melindungi pekerja/buruh dari tindakan maupun kondisi yang

dapat mengganggu kesehatan fisik, psikis, dan kesusilaannya. Pendapat serupa

dikemukakan oleh Iman Soepomo, bahwa kesehatan kerja adalah:100

“Aturan-aturan dan usaha-usaha untuk melindungi pekerja/buruh dari kejadian

atau keadaan perburuhan yang merugikan atau dapat merugikan kesehatan dan

98
Suria Ningsih, op.cit., hlm. 132
99
Ibid.
100
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 77

Universitas Sumatera Utara


40

kesusilaan dalam seseorang itu dalam melakukan pekerjaan dan hubungan

kerja.”

Adapun keselamatan kerja didefinisikan sebagai segala aturan dan upaya yang

bertujuan untuk menyediakan perlindungan teknis bagi pekerja/buruh dari risiko-

risiko akibat penggunaan alat dan bahan berbahaya/beracun di tempat kerja. Iman

Soepomo berpendapat bahwa keselamatan kerja adalah:101

“Aturan yang bertujuan menjaga keamanan pekerja/buruh atas bahaya

kecelakaan dalam menjalankan pekerjaan di tempat kerja yang menggunakan

alat/mesin dan/atau bahan pengolah berbahaya.”

Iman Soepomo memperkenalkan istilah keamanan kerja yang menurutnya

lebih tepat daripada istilah keselamatan kerja, oleh karena peraturan-peraturan bidang

keselamatan kerja bertujuan untuk mencegah timbulnya kecelakaan yang disebabkan

oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan/diolah sehingga pekerja/buruh dapat

bekerja dengan aman, bukan sekedar menyelamatkan pekerja/buruh bersangkutan jika

terjadi kecelakaan.102

Menurut Mangkunegara, Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu

pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah

maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya.

Sedangkan menurut Ridley, mengartikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah

suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman, baik itu bagi pekerjaannya,

101
Ibid.
102
Ibid., hlm. 77-78

Universitas Sumatera Utara


41

perusahaan, maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja

tersebut.103

Menurut Suma’mur, keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk

menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja

di perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan kesehatan kerja merupakan spesialisasi

ilmu kesehatan/kedokteran beserta praktiknya yang bertujuan agar pekerja

memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial

dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang

diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit

umum.104

American Society of Safety and Engineering (ASSE), Keselamatan dan

Kesehatan Kerja diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah

semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja. 105

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dirumuskan oleh ILO/WHO Joint

Safety and Health Committee, yaitu:

“Occupational Health and Safety is the promotion and maintence of the


highest degree of physical, mentalad and social well-being of all occupation;
the prevention among workersoft departures from health caused by their
working conditions; the protection of workers in their employment from risk
resulting from factors adverse to health; the placing and maintenance of the
worker in an occupational environment adapted to his physiological and
psychological equipment and to summarize the adaptation of work to man and
each man to his job.”106

103
Suria Ningsih, op.cit., hlm. 132
104
Daradjat Kartawidjaja, op.cit., hlm. 132-133
105
Suria Ningsih, op.cit., hlm. 131
106
Ibid., hlm. 132-133

Universitas Sumatera Utara


42

Bila dicermati definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja diatas, maka definisi

tersebut dapat dipilah-pilah dalam beberapa kalimat yang menunjukkan bahwa

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut:107

1) promosi dan memelihara derajat tertinggi semua pekerja, baik secara fisik,
mental, dan kesejahteraan sosial disemua jenis pekerjaan;
2) untuk mencegah penurunan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaan mereka;
3) melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari risiko yang timbul dari faktor-
faktor yang dapat mengganggu kesehatan;
4) penempatan dan memelihara pekerja dilingkungan kerja yang sesuai dengan
kondisi fisiologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan kesesuaian
antara pekerja dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya.

Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja berdasarkan ketentuan Pasal 1

angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yaitu:

“Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.”

Berdasarkan pengertian-pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja diatas,

maka Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu program yang dibuat bagi

pekerja/buruh maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) terhadap

timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan

kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja

dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian,

serta dengan adanya Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat mengurangi biaya

perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.

107
Ibid., hlm. 133

Universitas Sumatera Utara


43

Adapun pengertian pekerja/buruh dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu:

“Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan

dalam bentuk lain.”

Ada empat istilah dalam Hukum Ketenagakerjaan atau dahulu lebih dikenal

dengan sebutan Hukum Perburuhan, yaitu pekerja, buruh, karyawan, dan pegawai.

Kekacauan penggunaan keempat istilah tersebut disebabkan beberapa faktor yang

berkembang dalam masyarakat. Istilah buruh misalnya, jarang digunakan karena

buruh selalu dihubungkan dengan pekerjaan kasar, pendidikan rendah, dan

berpenghasilan rendah pula. Oleh karena itu, seseorang yang bekerja di perusahaan

seperti bank, lembaga keuangan non-bank, pasar modal atau perusahaan-perusahaan

yang tidak tergolong industri, tidak pernah mau menyebut dirinya buruh, tetapi

karyawan perusahaan. Keadaan ini memang tidak dapat dilepaskan dari sejarah masa

lalu.108

Pada zaman feodal atau zaman penjajahan Belanda yang dimaksud dengan

buruh adalah orang-orang pekerja kasar seperti kuli, mandor, tukang, dan orang yang

melakukan pekerjaan kasar sejenisnya. Orang-orang tersebut pada Pemerintahan

Hindia Belanda dahulu disebut dengan Blue Collar. Sedangkan orang-orang yang

melakukan pekerjaan halus yang tak pernah bergelut dengan pekerjaan-pekerjaan

kasar seperti disebutkan diatas oleh Pemerintahan Hindia Belanda disebut dengan

istilah karyawan/pegawai atau disebut dengan White Collar. Biasanya orang-orang

108
Ibid., hlm. 7

Universitas Sumatera Utara


44

yang termasuk White Collar ini adalah para pekerja (bangsawan) yang bekerja di

kantor dan orang-orang Belanda dan Timur Asing lainnya. 109

Pemerintah Hindia Belanda membedakan status antara Blue Collar dan White

Collar ini semata-mata hanya untuk memecah belah bangsa Bumiputra saja, dimana

oleh Pemerintah Hindia Belanda antara Blue Collar dan White Collar ini diberikan

kedudukan dan status yang berbeda. Orang-orang White Collar dikatakan adalah

orang-orang terhormat yang pantang melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar,

sedangkan orang-orang Blue Collar adalah kuli kasar yang kedudukannya hampir

sama dengan budak yang harus tunduk dan patuh serta hormat kepada orang-orang

White Collar. Disinilah letak kelicikan penjajah Belanda dahulu untuk memecah

belah bangsa sesuai dengan prinsip devide et impera nya terkenal itu.110

Setelah Indonesia merdeka, tidak lagi dikenal perbedaan antara buruh halus

dan buruh kasar, semua orang yang bekerja disektor swasta baik pada orang maupun

badan hukum disebut buruh. Hal ini disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pasal 1 ayat (1) huruf a,

yakni buruh adalah barangsiapa yang bekerja pada majikan dan menerima upah.

Didalam perkembangan hukum perburuhan Indonesia, istilah buruh

diupayakan untuk diganti dengan istilah pekerja, sebagaimana yang diusulkan oleh

pemerintah (Departemen Tenaga Kerja) pada kongres FBSI II Tahun 1985. Alasan

pemerintah yaitu karena istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa,

buruh lebih cenderung menunjuk pada golongan yang selalu ditekan dan berada

109
Agusfian Wahab, Orang-Orang dan Badan yang Bersangkutan, dalam Zainal Asikin, Dasar-
Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 31
110
Ibid., hlm. 32

Universitas Sumatera Utara


45

dibawah pihak lain yakni majikan. Istilah pekerja secara yuridis baru ditemukan

dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana

sudah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.111

Menurut kamus Bahasa Inggris Oxford, baik pekerja, karyawan, pegawai, atau

buruh merupakan istilah-istilah yang memiliki makna yang sama yaitu orang yang

bekerja untuk orang lain (a person who is paid to work for somebody). Hal ini persis

sama dengan apa yang dianut oleh Robert T. Kiyosaki dalam bukunya “The Cashflow

Quadrant” yang mengelompokkan orang-orang pada quadran pertama sebagai orang-

orang yang bekerja untuk uang yang terdiri dari employee (bekerja untuk orang lain)

dan self employee (bekerja untuk diri sendiri).112

Dewasa ini, didalam peraturan perundang-undangan Indonesia tidak

membedakan antara buruh maupun pekerja. Semua istilah tersebut mempunyai hak

dan kewajiban yang sama, tidak mempunyai perbedaan apapun.113

b) Pengaturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia

Tenaga kerja merupakan modal utama dan pelaksana pembangunan masyarakat

Pancasila. Dimana tujuan dari pembangunan masyarakat tersebut adalah

kesejahteraan rakyat, termasuk tenaga kerja. Sehingga, tenaga kerja sebagai

pelaksana pembangunan harus dijamin haknya, diatur kewajibannya, dan

dikembangkan daya gunanya.

111
Danang Sunyoto, Hak dan Kewajiban bagi Pekerja dan Pengusaha, (Yogyakarta : Pustaka
Yustisia, 2013), hlm. 20-21
112
Suria Ningsih, op.cit., hlm. 8
113
Agusfian Wahab, op.cit., hlm. 32

Universitas Sumatera Utara


46

Oleh karena tenaga kerja adalah sedemikian pentingnya bagi kehidupan

bangsa dan merupakan faktor yang menentukan daripada mati-hidupnya bangsa itu

sendiri, maka dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara ke-

IV telah menetapkan beberapa keputusan dalam bidang tenaga kerja yaitu Undang-

Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja. Undang-

undang ini adalah pokok-pokok untuk menjamin kedudukan sosial-ekonomis tenaga

kerja serta arah yang harus ditempuh dalam mengatur kebutuhan sosial ekonomis

tenaga kerja sesuai dengan cita-cita dan aspirasi bangsa Indonesia.

Lahirlah pengaturan mengenai tenaga kerja khususnya kententuan tentang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu dalam ketentuan Pasal 9 Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja,

bahwa:

“Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan,

kesusilaan, pemeliharaan moral kerja, serta perlakuan yang sesuai dengan martabat

manusia dan moral agama.”

Didalam Penjelasan Atas Undang-Undang Pasal 9 tersebut, dikatakan bahwa

agar supaya aman melakukan pekerjaannya sehari-hari, untuk meningkatkan produksi

dan produktivitas nasional, maka tenaga kerja harus dilindungi dari berbagai soal

disekitarnya serta pada dirinya yang dapat menimpa dan mengganggu dirinya serta

pelaksanaan pekerjaannya. Bahaya yang dapat timbul dari mesin, pesawat, alat kerja,

bahan dan proses pengolahannya, keadaan tempat kerja, lingkungan, cara-cara

melakukan pekerjaan, karakteristik phisik, dan mental dari pada pekerjaannya harus

Universitas Sumatera Utara


47

sejauh mungkin diberantas dan atau dikendalikan. Oleh sebab itu, hak atas

perlindungan dimaksud diatas harus diberikan kepada tenaga kerja.

Pasal 10 dalam undang-undang ini menyebutkan bahwa:

“Pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup:


a. Norma keselamatan kerja;
b. Norma kesehatan kerja dan hygiene perusahaan;
c. Norma kerja;
d. Pemberian ganti kerugian, perawatan, dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan
kerja.”

Didalam Penjelasan Atas Undang-Undang ini dalam Pasal 10, yaitu:

“Yang dimaksud dengan pembinaan norma perlindungan kerja ialah pembentukan


pengetrapan dan pengawasannya. Sedangkan norma ialah "standard" ukuran tertentu
yang harus dijadikan pegangan pokok.
(1) Norma keselamatan kerja meliputi: keselamatan kerja yang bertalian dengan
mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, keadaan tempat
kerja dan lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan.
(2) Norma kesehatan kerja dan hygiene perusahaan meliputi: pemeliharaan dan
mempertinggi derajat kesehatan tenaga kerja, dilakukan dengan mengatur
pemberian pengobatan, perawatan tenaga kerja yang sakit, mengatur persediaan
tempat, cara, dan syarat kerja yang memenuhi syarat hygiene perusahaan dan
kesehatan kerja untuk pencegahan penyakit, baik sebagai akibat pekerjaan
maupun penyakit umum serta menetapkan syarat kesehatan bagi perumahan
untuk tenaga kerja.
(3) Norma kerja meliputi: perlindungan terhadap tenaga kerja yang bertalian dengan
waktu kerja, sistim pengupahan istirahat, cuti, kerja wanita, anak dan orang
muda, tempat kerja, perumahan, kebersihan, kesusilaan, ibadah menurut agama
dan kepercayaannya masing-masing yang diakui Pemerintah, kewajiban
sosial/kemasyarakatan dan sebagainya guna memelihara kegairahan dan moril
kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
(4) Kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan/atau menderita penyakit
akibat pekerjaan berhak atas/ganti kerugian perawatan dan rehabilitasi. Dalam
hal seorang tenaga kerja meninggal dunia akibat kecelakaan dan/atau penyakit
akibat pekerjaan, ahli warisnya berhak menerima ganti kerugian.

Pada kenyataannya, undang-undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan masyarakat Indonesia. Dimana pembangunan ketenagakerjaan yang

merupakan bagian integral dari pembangunan nasional berlandaskan Pancasila dan

Universitas Sumatera Utara


48

Undang-Undang Dasar 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk

meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan

masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun spiritual.

Kemudian kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan zaman,

serta peluang pasar di dalam dan di luar negeri menuntut peningkatan kualitas sumber

daya manusia Indonesia pada umumnya serta peranan dan kedudukan tenaga kerja

dalam pelaksanaan pembangunan nasional khususnya, baik sebagai pelaku

pembangunan maupun sebagai tujuan pembangunan.

Sebagai pelaku pembangunan, tenaga kerja juga berperan meningkatkan

produktivitas nasional dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, tenaga kerja harus

diberdayakan supaya mereka memiliki nilai lebih dalam arti lebih mampu, lebih

terampil, dan lebih berkualitas, agar dapat berdaya guna secara optimal dalam

pembangunan nasional dan mampu bersaing dalam era global. Kemampuan,

keterampilan, dan keahlian tenaga kerja perlu terus-menerus ditingkatkan melalui

perencanaan dan program ketenagakerjaan termasuk pelatihan, pemagangan, dan

pelayanan penempatan tenaga kerja.

Sebagai tujuan pembangunan, tenaga kerja perlu memperoleh perlindungan

dalam semua aspek, termasuk perlindungan untuk memperoleh pekerjaan di dalam

dan di luar negeri, perlindungan hak-hak dasar pekerja, perlindungan atas

keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan upah dan jaminan sosial

sehingga menjamin rasa aman, tenteram, terpenuhinya keadilan, serta terwujudnya

kehidupan yang sejahtera lahir dan batin, selaras, serasi, dan seimbang.

Universitas Sumatera Utara


49

Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan

tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja sebelum, selama, dan sesudah masa

kerja, tetapi juga dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk

itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup

perencanaan tenaga kerja, pengembangan sumber daya manusia, perluasan

kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, pembinaan hubungan

industrial, peningkatan perlindungan tenaga kerja, serta peningkatan produktivitas

dan daya saing tenaga kerja Indonesia.

Beberapa peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang

berlaku selama ini, termasuk sebagian yang merupakan produk kolonial,

menempatkan pekerja pada posisi yang kurang menguntungkan dalam pelayanan

penempatan tenaga kerja dan sistem hubungan industrial yang menonjolkan

perbedaan kedudukan dan kepentingan sehingga dipandang sudah tidak sesuai lagi

dengan kebutuhan masa kini dan tuntutan masa yang akan datang. Peraturan

perundang-undangan tersebut, yaitu sebagai berikut:

1) Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di

Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1887 Nomor 8);

2) Ordonansi Tanggal 17 Desember 1925 Peraturan tentang Pembatasan Kerja Anak

Dan Kerja Malam bagi Wanita (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 647);

3) Ordonansi Tahun 1926 Peraturan mengenai Kerja Anak-anak dan Orang Muda Di

Atas Kapal (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 87);

4) Ordonansi tanggal 4 Mei 1936 tentang Ordonansi untuk Mengatur Kegiatan-

kegiatan Mencari Calon Pekerja (Staatsblad Tahun 1936 Nomor 208);

Universitas Sumatera Utara


50

5) Ordonansi tentang Pemulangan Buruh yang Diterima atau Dikerahkan Dari Luar

Indonesia (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 545);

6) Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949 tentang Pembatasan Kerja Anak-anak

(Staatsblad Tahun 1949 Nomor 8);

7) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-

Undang Kerja Tahun 1948 Nomor 12 dari Republik Indonesia untuk Seluruh

Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 2);

8) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara

Serikat Buruh dan Majikan (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 69, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 598a);

9) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Asing

(Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 8);

10) Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1963 tentang Pencegahan Pemogokan

dan/atau Penutupan (Lock-Out) di Perusahaan, Jawatan dan Badan yang Vital

(Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 67); dan

11) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 2912).

Peraturan perundang-undangan tersebut diatas dipandang perlu untuk dicabut

dan diganti dengan undang-undang tentang ketenagakerjaan yang baru. Sehingga

lahirlah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.

Universitas Sumatera Utara


51

Pengaturan perlindungan pekerja/buruh khususnya yang berkaitan dengan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja ditegaskan kembali dalam ketentuan Pasal 108,

yaitu:

(1) Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:


a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan;
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
(2) Untuk melindungi kesehatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang
optimal diselenggarakan upaya kesehatan kerja.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Upaya kesehatan kerja dalam Penjelasan Atas Undang-Undang Pasal 108 ayat

(2) tersebut adalah untuk memberikan pemeliharaan dan meningkatkan derajat

kesehatan pekerja dengan cara pengobatan, perawatan, dan pengaturan tempat kerja

yang memenuhi higiene perusahaan dan kesehatan kerja untuk mencegah penyakit

akibat kerja.

Sebagaimana Indonesia telah menyetujui Konvensi Organisasi Perburuhan

Internasional No. 120 mengenai Hygiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor yang

dilaksanakan di Jenewa tahun 1964, maka Indonesia menetapkan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan

Internasional No. 120 mengenai Hygiene dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor

sebagai perwujudan akan perlindungan pekerja/buruh akan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja.

Setelah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan

diundangkan pada tanggal 3 Oktober 1997, didalam masyarakat telah terjadi

perubahan yang sangat cepat dan mendasar seiring dengan era reformasi yang sedang

Universitas Sumatera Utara


52

berlangsung. Perubahan tersebut mencakup perkembangan keadaan politik, ekonomi,

dan sosial yang melahirkan nilai dan aspirasi baru. Perkembangan keadaan yang telah

melahirkan nilai dan aspirasi baru dalam masyarakat khususnya dibidang

ketenagakerjaan, perlu diakomodasikan melalui perubahan dan penyempurnaan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Mengingat

beragamnya tuntutan perubahan oleh masyarakat, diperlukan waktu yang cukup

untuk melakukan perubahan, penyempurnaan, dan penyusunan peraturan perundang-

undangan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997, maka

perlu diadakan perubahan berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997

tentang Ketenagakerjaan menjadi mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober Tahun 2000.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan secara

yuridis telah berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1998. Oleh karena itu, untuk memberi

kepastian hukum bagi masyarakat dan aparat penegak hukum perlu ditegaskan bahwa

setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan

Berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198, tetap berlaku.

Pada tahun 2003 lahir Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan. Undang-undang ini mencabut Undang-Undang Nomor 25 Tahun

1997 tentang Ketenagakerjaan beserta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1998

tentang Perubahan Berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang

Ketenagakerjaan, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan

perkembangan zaman, serta untuk menampung perubahan yang sangat mendasar

Universitas Sumatera Utara


53

disegala aspek kehidupan bangsa Indonesia dengan dimulainya era reformasi tahun

1998.

Pengaturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur dalam:

Pasal 86 :
(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 87:
(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
(2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Di dalam Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan Pasal 86 Ayat (2), disebutkan bahwa:

“Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan

keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara

pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat

kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.”

Selanjutnya dalam Penjelasan Atas Undang-Undang ini Pasal 87 Ayat (1),

dikatakan:

“Yang dimaksud dengan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah
bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses, dan sumber
daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian

Universitas Sumatera Utara


54

risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien, dan produktif.”

Secara khusus, peraturan perundang-undangan keselamatan kerja sudah ada

pada masa kolonial Belanda yang dikenal dengan Veiligheids Reglement (VR) Tahun

1910 (Lembaran Negara No. 406 Tahun 1910). Undang-undang ini kemudian diganti

dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,

mengingat bahwa VR tidak mampu menghadapi perkembangan industrilisasi yang

tidak terlepas dengan penggunaan mesin, peralatan, pesawat, instalasi, dan bahan

baku dalam rangka mekanisme, elektrifikasi, dan modernisasi yang tujuannya

meningkatkan intensitas kerja dan produktivitas kerja.

Di samping itu, pengawasan VR bersifar represif yang kurang sesuai dan tidak

mendukung perkembangan ekonomi, penggunaan sumber-sumber produksi, dan

penanggulangan kecelakaan kerja serta alam negara Indonesia yang merdeka.

Penetapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 berlandaskan pada Pasal 9 dan 10

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Mengenai Tenaga Kerja, dimana pengawasan bersifat preventif, dan cakupan

materinya termasuk aspek kesehatan kerja. Dengan demikian Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1979 merupakan induk daripada peraturan peundangan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja.114

3. Ruang Lingkup Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Kesehatan dan Keselamatan Kerja diperlukan seiring dengan perkembangan

industri yang membawa serta penggunaan berbagai alat, mesin, instalasi dan bahan-

114
Gerry Silaban, op.cit., hlm. 2

Universitas Sumatera Utara


55

bahan berbahaya maupun beracun. Penggunaan alat dan bahan yang awalnya

bertujuan untuk memudahkan pekerja/buruh dalam melakukan pekerjaan kerap justru

menimbulkan peningkatan risiko kerja dalam proses penggunaan/pengerjaannya.

Risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, yang pada tingkat tertentu dapat

menyebabkan putusnya hubungan kerja sehingga kelangsungan

pekerjaan/penghidupan pekerja/buruh dan keluarganya tidak lagi dapat

dipertahankan. Disisi lain, terdapat risiko bagi pengusaha berupa kemungkinan

terjadinya berbagai kerusakan di lingkungan kerja dalam kaitannya dengan

kelangsungan aset dan alat-bahan produksi serta timbulnya biaya-biaya

kompensasi.115

Hubungan antara perlunya kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan

dengan kerugian sebagai konsekuensi dari dampak yang terjadi dibahas dalam

beberapa teori. Teori Domino kecelakaan kerja mengulas bahwa setiap kecelakaan

yang menimbulkan cedera mencakup 5 (lima) faktor berurutan yang digambarkan

sebagai lima domino dalam posisi sejajar, yaitu kebiasaan, kesalahan seseorang,

perbuatan dan kondisi tidak aman (hazard), kecelakaan, serta cedera. Adapun Teori

Manajemen membahas mengenai lima faktor berurutan dalam kecelakaan kerja, yaitu

manajemen, sumber penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian. Terdapat hasil

penelitian dari pencetus teori tersebut yaitu Birds bahwa rasio biaya yang dikeluarkan

perusahaan sebagai akibat dari kecelakaan kerja, yang meliputi biaya langsung dan

tidak langsung adalah 1:5-50, yang digambarkan sebagai gunung es. Biaya

kecelakaan dan sakit meliputi biaya pengobatan dan kompensasi, sedangkan biaya

115
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 78

Universitas Sumatera Utara


56

kerusakan seperti kerusakan bangunan, peralatan, produk/bahan, keterlambatan

pengerjaan, pengeluaran legal, penyewaan peralatan pengganti, waktu penyelidikan,

upah lembur, waktu ekstra pengawasan, biaya rekrutmen dan pendidikan-pelatihan

pekerja/buruh baru, serta dampak atas hilangnya niat baik. Oleh karena itu, guna

menghindari dampak yang merugikan bagi para pihak diperlukan kesehatan dan

keselamatan kerja, terutama dalam bentuk pengaturan dan program-program kerja.116

International Association of Safety Profesional (IASP) menetapkan prinsip

kesehatan dan keselamatan kerja yang menjadi landasan pengembangan kesehatan

dan keselamatan kerja sebagai berikut:117

a) Safety is an ethical responsibility (K3 adalah tanggung jawab moral/etik)


Masalah K3 adalah tanggungjawab moral untuk melindungi keselamatan sesama
manusia, bukan hanya sekedar pemenuhan terhadap peraturan ataupun profit
semata. Pekerja harus sadar bahwa apabila terjadi kecelakaan, bukan hanya dia
saja yang menanggung tetapi seluruh keluarganya akan juga menanggung akibat
yang ditimbulkan. Dengan adanya kesadaran dari diri sendiri akan pentingya
keselamatan kerja, maka kesehatan dan keselamatan kerja akan lebih mudah
diwujudkan.
b) Safety is a culture not a program (K3 adalah budaya, bukan hanya sekedar
program)
Banyak perusahaan yang menganggap bahwa safety hanyalah sebuah program
yang harus dijalankan untuk tujuan tertentu misalnya sebagai salah satu syarat
untuk mengikuti tender. Pemikiran inilah yang harus diubah. Safety adalah sebuah
cerminan budaya kerja yang ada dalam perusahaan tersebut. K3 yang baik akan
mencerminkan bahwa kondisi ketenagakerjaan di dalam perusahaan tersebut juga
baik.
c) Management is responsible (K3 adalah tanggungjawab manajemen)
Dalam pelaksanaannya, tanggungjawab K3 dapat didelegasikan dari manajemen
puncak kepada level yang dibawahnya. Akan tetapi tanggungjawab utama tetap
pada manajemen puncak. Sering terjadi apabila terjadi kecelakaan kerja
manajemen puncak hanya menyalahkan bawahannya misalnya supervisor dan
manajer produksi.
d) Employees must be traines to work safety (pekerja harus dididik untuk bekerja
dengan aman)

116
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 78-79
117
Suria Ningsih, op.cit., hlm. 137-139

Universitas Sumatera Utara


57

Semua elemen yang terlibat dalam suatu pekerjaan harus mengetahui dan dapat
mengaplikasikan keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini dikarenakan setiap
pekerjaan mempunyai karakteristik bahaya yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
pekerja harus dididik untuk dapat bekerja dengan aman dan meminimalkan resiko
terjadinya kecelakaan kerja.
e) Safety is condition of employment (K3 adalah cermin kondisi ketenagakerjaan)
K3 bukan hanya sebuah program, tetapi lebih kepada cerminan dari kondisi
ketenagakerjaan dalam sebuah perusahaan. Dengan K3 yang baik, bisa dipastikan
bahwa kondisi lingkungan kerja juga baik sehingga tingkat kenyamanan pekerja
dalam bekerja juga tinggi.
f) All injures are preventable (semua kecelakaan dapat dicegah)
Pemikiran bahwa semua kecelakan dapat dicegah harus ditanamkan dalam setiap
elemen perusahaan. Dengan mengetahui potensi kemungkinan kecelakaan yang
akan timbul, akan diperoleh tindakan pencegahan terhadap kecelakaan tersebut.
Dengan demikian, kecelakaan akan bisa dihindari.
g) Safety programs must be site specific (program K3 bersifat spesifik)
Program K3 tidak bisa dikembangkan atau dibuat secara sembarangan ataupun
mungkin meniru yang sudah ada. Program K3 harus dibuat secara spesifik dengan
menyesuaikan kondisi di tempat kerja dan potensi kecelakaan yang mungkin
timbul dilihat dari segi kultur, sifat kegiatan, biaya, dan sebagainya.
h) Safety is good for business (K3 baik untuk bisnis)
Pandangan pelaksanaan K3 akan menambah pengeluaran perusahaan harus
diubah, yang benar adalah pelaksanaan K3 merupakan sebuah investasi. K3 mirip
dengan fenomena gunung es di lautan yang nampak hanya sedikit tetapi
sebenarnya sangat besar. Bayangkan bila terjadi kecelakaan kerja, berapa
kerugian yang timbul diakibatkan adanya biaya untuk kompensasi dan
pengobatan, produksi yang berhenti, biaya perbaikan mesin, dan kerugian yang
lain.

Terdapat beberapa prinsip dalam pengaturan maupun pelaksanaan kesehatan

dan keselamatan kerja. Secara garis besar, prinsipnya adalah perlindungan

pekerja/buruh.118

Perlindungan pekerja dapat dilakukan, baik dengan jalan memberikan

tuntunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia,

118
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 79

Universitas Sumatera Utara


58

perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi melalui norma yang berlaku.

Dengan demikian, maka perlindungan pekerja ini akan mencakup:119

a) Norma keselamatan kerja: yang meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan
mesin, pesawat, alat-alat kerja, bahan dan proses pengerjaannya, keadaan tempat
kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan;
b) Norma kesehatan kerja dan higiene kesehatan perusahaan yang meliputi:
pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, dilakukan dengan
mengatur pemberian obat-obatan, perawatan tenaga kerja yang sakit;
c) Mengatur persediaan tempat, cara, dan syarat kerja yang memenuhi higiene
kesehatan perusahaan dan kesehatan pekerja untuk mencegah penyakit, baik
sebagai akibat bekerja atau penyakit umum serta menetapkan syarat kesehatan
bagi perumahan pekerja;
d) Norma kerja yang meliputi: perlindungan terhadap tenaga kerja yang bertalian
dengan waktu kerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja wanita, anak,
kesusilaan ibadah menurut agama keyakinan masing-masing yang diakui
pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan dan sebagainya guna memelihara
kegairahan dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi serta
menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral;
e) Kepada tenaga kerja yang mendapatkan kecelakaan dan/atau menderita penyakit
akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan, dan rehabilitasi akibat
kecelakaan dan/atau penyakit akibat pekerjaan, ahli warisnya berhak mendapat
ganti kerugian.

Berkaitan dengan hal tersebut, Iman Soepomo membagi perlindungan pekerja

ini menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:120

a) Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan


usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup
untuk memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta keluarganya, termasuk
dalam hal ini pekerja tersebut tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar
kehendaknya. Perlindungan ini disebut dengan jaminan sosial;
b) Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha
kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengenyam dan
mengembangkan perikehidupannya sebagai manusia pada umumnya dan sebagai
anggota masyarakat dan anggota keluarga, atau yang disebut kesehatan kerja;
c) Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-
usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh
alat pesawat-pesawat atau alat kerja lainnya, atau oleh bahan yang diolah atau
dikerjakan perusahaan. Perlindungan jenis ini disebut dengan keselamatan kerja.

119
Lalu Husni, op.cit., hlm. 96-97
120
Ibid., hlm. 97

Universitas Sumatera Utara


59

Jenis perlindungan yang pertama (perlindungan ekonomis) ini dikategorikan

sebagai jaminan sosial yang sekarang lebih dikenal dengan istilah Jaminan Sosial

Tenaga Kerja (Jamsostek).121 Namun, Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) telah

berubah dengan nama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan

yang telah beroperasi pada 1 Juli 2015. Perbedaan Jamsostek dengan BPJS

Ketenagakerjaan yaitu dari sisi kepesertaan. Pada Jamsostek yang wajib ikut hanya

untuk pekerja formal, tetapi BPJS Ketenagakerjaan wajib untuk seluruh pekerja.

Kemudian BPJS Ketenagakerjaan saat ini memiliki program baru dibandingkan

dengan Jamsostek, yakni program Jaminan Pensiun (JP). Jadi program BPJS

Ketenagakerjaan ada empat, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan

Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun.122

Oleh Soetikno, pada hakikatnya semua peraturan dibidang perburuhan bersifat

memberi perlindungan kepada pihak pekerja/buruh sebagai pihak yang lemah,

terhadap pihak pengusaha/majikan dan terhadap tempat dimana pekerja/buruh

bekerja, serta alat-alat kerjanya. Perlindungan tersebut dikategorikan sebagai

perlindungan dalam arti luas, sedangkan perlindungan dalam arti sempit mencakup

peraturan-peraturan mengenai kesehatan kerja yang hampir serupa dengan lingkup

kesehatan kerja menurut Imam Soepomo dan keselamatan kerja, khususnya terkait

tempat dan alat kerja.123

121
Zaeni Asyhadie, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja, (Jakarta : Rajawali Pers,
2013), hlm. 20
122
https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/berita/13185/Apa-Perbedaan-BPJS-Ketenagakerjaan-
dengan-Jamsostek? diakses pada tanggal 3 Oktober 2019 Pukul 17.37 WIB
123
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 80-81

Universitas Sumatera Utara


60

Prinsip berikutnya adalah bahwa jaminan kesehatan dan keselamatan kerja

merupakan hak pekerja/buruh. Ditetapkan juga bahwa jaminan tersebut mencakup

perlindungan atas moral dan kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat

martabat manusia maupun nilai-nilai agama. Selanjutnya, hak tersebut dijamin

kesamaan pelaksanaan dan kesempatan perolehannya, tanpa diskiriminasi atas dasar

apapun untuk mencapai kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya meskipun tetap

perlu memperhatikan kebutuhan akan perkembangan kemajuan dunia usaha disisi

lain.124

Prinsip ketiga adalah tanggung jawab pengusaha. Prinsip tersebut diatur

dalam pasal 1602 w Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) sebagai

berikut:125

“Si majikan diwajibkan untuk mengatur dan memelihara ruangan-ruangan, piranti-

piranti atau perkakas-perkakas dalam mana atau dengan mana ia menyuruh

melakukan pekerjaan”.

Terdapat juga beberapa teori yang membahas mengenai prinsip tersebut,

diantaranya teori profesionelle, employer’s liability, reasonable care, maupun

derivasi analog dari doktrin vicarious liability. Pokok bahasan dalam teori-teori

tersebut adalah bahwa pengusaha selaku pemberi kerja, bertanggung jawab dalam

konteks profesionalismenya sebagai pengusaha, atas kesehatan dan keselamatan kerja

pekerja/buruh yang dipekerjakannya. Pengusaha harus melakukan upaya-upaya

preventif untuk melindungi pekerja/buruh dari kecelakaan kerja yang diperkirakan

124
Ibid., hlm. 81
125
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


61

akan berisiko mengalami cedera, penyakit, kecacatan, sampai pada kematian. Apabila

upaya-upaya yang telah dilakukan sampai pada kematian. Apabila upaya-upaya yang

dilakukan gagal, pengusaha tetap bertanggungjawab atas timbulnya risiko-risiko,

dalam bentuk kompensasi/ganti kerugian. Adapun subprinsipnya mencakup

tanggungjawab pengusaha untuk memastikan bahwa pekerja/buruh memahami

adanya risiko, memastikan bahwa cara kerja yang akan dilakukan aman bagi

pekerja/buruh (alat kerja dan cara mengoperasionalkannya aman), memastikan bahwa

pekerja/buruh memahami langkah-langkah pencegahan timbulnya risiko dan bahwa

sarana dan prasarana pencegahannya tersedia dengan memadai dan dalam kondisi

baik. Subprinsip berikutnya adalah bahwa tanggungjawab tersebut diatas tidak

terwakilkan/tidak dapat dialihkan.126

Prinsip keempat adalah prinsip campur tangan negara atau intervensi

pemerintah. Prinsip tersebut merupakan realisasi dari teori ketidakseimbangan

Kompensasi dimana pemerintah berperan menyeimbangkan kedudukan pekerja/buruh

sebagai pihak yang lebih lemah secara ekonomi terhadap pengusaha sebagai pihak

yang secara ekonomi lebih kuat. Sarana yang umum dilakukan adalah melalui

pembentukan peraturan perundang-undangan yang bersifat melindungi pekerja/buruh

melalui pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak antara pengusaha dan

pekerja/buruh. Pelaksanaan pembatasan tersebut bersifat memaksa.127

Perlindungan yang diberikan terhadap para pekerja/buruh sangatlah penting.

Mengingat jika terjadi musibah kecelakaan di tempat kerja ataupun terganggunya

126
Ibid., hlm. 81-82
127
Ibid., hlm. 83

Universitas Sumatera Utara


62

kesehatan pekerja karena sarana dan prasarana yang kurang memadai dapat berakibat

fatal serta berdampak pada kerugian materi berupa kerusakan badan, hasil produksi

dan lainnya. Serta yang lebih parah kalau kejadian itu sampai membuat para

pekerja/buruh mengalami cacat bahkan kematian. Oleh karena itu, perlu mematuhi

peraturan perundang-undangan terkait.128

Ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja, mengatur Keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di

darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di

dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Keselamatan kerja tersebut berlaku dalam tempat kerja dimana:129

a) dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas,


peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan,
kebakaran atau peledakan;
b) dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan
bahan atau barang yang: dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun,
menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c) dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran
rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan pengairan, saluran
atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan
persiapan;
d) dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan,
pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan
kesehatan;
e) dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan: emas, perak, logam atau bijih
logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan
atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan; dilakukan pengangkutan barang,
binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air,
dalam air maupun di udara;
f) dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun
atau gudang;

128
Soedarjadi, Hak dan Kewajiban Pekerja-Pengusaha, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009),
hlm. 51
129
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Pasal 2
ayat (2)

Universitas Sumatera Utara


63

g) dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;


h) dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
i) dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
j) dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
k) dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
l) terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
m) dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
n) dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau
telepon;
o) dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian)
yang menggunakan alat teknis;
p) dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan
listrik, gas, minyak atau air;
q) diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya
yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.

Terdapat syarat-syarat keselamatan kerja, yaitu untuk:130

a) mencegah dan mengurangi kecelakaan;


b) mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran;
c) mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d) memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e) memberi pertolongan pada kecelakaan;
f) memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g) mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembapan,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara,
dan getaran;
h) mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik
maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i) memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j) menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k) menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l) memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m) memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara, dan
proses kerjanya;
n) mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang;
o) mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

130
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Pasal
ayat (1)

Universitas Sumatera Utara


64

p) mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan


penyimpanan barang;
q) mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r) menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Keselamatan kerja bertujuan agar keselamatan di tempat kerja dapat terwujud,

tidak hanya bagi pekerja/buruh melainkan bagi setiap orang yang berada di tempat

tersebut. Prinsip umumnya adalah upaya pencegahan terhadap resiko yang dapat

timbul berupa kecelakaan, kebakaran, atau peledakan. Apabila resiko tersebut terjadi,

maka melalui keselamatan kerja diharapkan resiko tersebut dapat dikendalikan dan

dampak yang lebih buruk/luas dapat dihindari atau setidaknya diminimalisir. Prinsip

selanjutnya adalah bahwa pengusaha wajib untuk menerapkan keselamatan kerja di

perusahaan untuk mencegah timbulnya resiko, terutama kecelakaan kerja. Pengusaha

wajib mengatur dan memelihara ruangan, alat dan perkakas, dimana atau dengan

mana yang bersangkutan menyuruh melakukan pekerjaan sedemikian rupa, dan

begitu pula mengenai melakukan pekerjaan, mengadakan aturan serta memberi

petunjuk sedemikian rupa, sehingga pekerja/buruh terhindar dan terlindungi dari

bahaya yang mengancam badan, kehormatan dan harta bendanya, sepanjang

diperlukan karena sifat pekerjaannya. 131

Ruang lingkup bahasan dalam bidang keselamatan kerja meliputi resiko,

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, serta pengaturan yang ada. Resiko

diartikan sebagai kemungkinan terjadinya suatu situasi atau peristiwa tertentu yang

131
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 92

Universitas Sumatera Utara


65

dapat menimbulkan efek terhadap suatu objek, baik berupa manusia maupun

benda.132

Guna menghindari risiko, maka perlu dilakukan analisis terhadap berbagai

resiko yang mungkin timbul. Analisis resiko merupakan proses untuk menentukan

prioritas pengendalian terhadap tingkat resiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

Metode penilaiaan resiko antara lain dengan cara menghitung peluang insiden yang

terjadi di tempat kerja, menghitung konsekuensi insiden yang terjadi, maupun

mengkombinasikan penghitungan peluang dan konsekuensi insiden dari resiko yang

diprediksi dapat timbul. Metode lain adalah dengan menggunakan pemeringkatan atas

setiap resiko untuk kemudian mengembangkan daftar prioritas resiko kerja.133

Selanjutnya kecelakan kerja diartikan sebagai:134

“kejadian yang terjadi secara tiba-tiba, tidak direncanakan, ditimbulkan sebagai


akibat dari/berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan, yang mengakibatkan
pekerja/buruh mengalami kecelakaan, penyakit, kecacatan maupun kematian,
termasuk juga apabila kejadian tersebut dialami oleh pekerja/buruh dalam perjalanan
menuju ke/dari tempat kerja melalui jalan yang biasa dilaluinya.”

Sebab-sebab kecelakan kerja umumnya terbagi menjadi 2 (dua) kategori,

tindakan dan kondisi berbahaya. Tindakan berbahaya terjadi apabila pekerja/buruh

kurang pengetahuan dan keterampilan, kurang sehat secara fisik maupun psikis,

tindakan maupun kebiasaan tidak aman, kurangnya mekanisme pengawasan internal

oleh pengusaha/manajemen perusahaan. Disisi lain, kondisi berbahaya meliputi alat

dan bahan berbahaya, tempat kerja dan lingkungan kerja berbahaya, sifat pekerjaan,

cara kerja, serta proses produksi yang mengandung bahaya. Potensi-potensi resiko

132
Ibid.
133
Ibid., hlm. 92-93
134
Ibid., hlm. 93

Universitas Sumatera Utara


66

atau bahaya dapat timbul pada tahap-tahap perencanaan tempat kerja, penyediaan

peralatan dan bahan, pembelian peralatan maupun bahan, pengerjaan

konstruksi/instalasi, penempatan pekerja/buruh dalam jenis pekerjaan tertentu, serta

pada tahap pemberian instruksi kerja.135

Kecelakaan pada hubungan kerja oleh G. Kartasapoetra dijabarkan kedalam

beberapa pengertian sebagai berikut:136

a) Pekerja yang jatuh sakit sewaktu menjalankan pekerjaan dipandang sebagai


terjadinya kecelakaan kerja;
b) Penyakit yang timbul karena hubungan kerja, dipandang sebagai kecelakaan kerja
c) Pekerja yang menderita luka dan cacat badan, dipandang sebagai kecelakaan
kerja;
d) Pekerja yang meninggal sewaktu melaksanakan tugas pekerjaan, dipandang
sebagai kecelakaan kerja.

Selain kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja juga merupakan risiko dalam

pelaksanaan pekerjaan yang diupayakan untuk dicegah terjadinya melalui pengaturan

dan pelaksanaan keselamatan kerja. Penyakit akibat kerja diartikan sebagai:137

“penyakit yang disebabkan oleh suatu pekerjaan atau lingkungan kerja.”

Penyakit akibat kerja terjadi akibat dampak paparan kondisi-kondisi dan/atau

bahan-bahan tertentu, yang terdapat di tempat kerja dan/atau dipergunakan/diolah

pekerja/buruh dalam pekerjaannya sehari-hari, yang menyebabkan terjadinya reaksi

negatif terhadap kondisi kesehatannya. Terjadinya penyakit akibat kerja akibat reaksi

dari paparan kondisi maupun bahan dapat bersifat langsung, bertahap, maupun jangka

panjang.138

135
Ibid., hlm. 93
136
Zainal Asikin, op.cit., hlm. 111-112
137
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 94-95
138
Ibid., hlm. 94

Universitas Sumatera Utara


67

Pelayanan kesehatan kerja dapat diselenggarakan oleh pengurus perusahaan

dengan mendirikan rumah sakit sendiri, atau mengadakan ikatan dengan dokter atau

pelayanan kesehatan lain, atau bekerja sama dengan beberapa perusahaan

menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dipimpin dan dijalankan oleh

seorang dokter yang bersertifikat dokter hiperkes (hygiene perusahaan dan kesehatan

kerja) yang disetujui oleh direktur. Ia bertugas dan bertanggungjawab untuk hygiene

perusahaan, kesehatan, dan keselamatan kerja. Pengurus wajib memberikan

kebebasan professional kepada dokter perusahaan dalam menjalankan pelayanan

kesehatan kerja. Ia bebas memasuki tempat-tempat kerja untuk melakukan

pemeriksaan-pemeriksaan dan mendapatkan keterangan-keterangan yang

diperlukan.139

Dokter perusahaan melakukan pemeriksaan kesehatan kerja tenaga kerja

dengan tujuan untuk mendapatkan tenaga kerja yang optimal sehat saat penerimaan,

dan mempertahankan kesehatan tenaga kerja selagi masa kerja dan saat telah

purnatugas. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja diatur dalam Peraturan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.02/Men/1980 tentang Pemeriksaan

Kesehatan Kerja dalam Menyelenggarakan Keselamatan Kerja. Jenis pemeriksaan

kesehatan yang diberikan adalah pemeriksaan kesehatan preemployment,

pemeriksaan kesehatan berkala (periodik), dan pemeriksaan kesehatan khusus

139
Danang Sunyoto, op.cit., hlm. 82

Universitas Sumatera Utara


68

(insidentil), yaitu bagi pekerja yang akan mutasi kerja, tugas belajar, naik

pangkat/golongan, dan pensiunan.140

Dalam upaya menyediakan fasilitas kesehatan di perusahaan, maka pimpinan

perusahaan haruslah menentukan sistem kesehatan di perusahaannya. Sistem

kesehatan di perusahaan merupakan tatanan yang diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan dan tuntunan individu pekerja atau masyarakat perusahaan untuk mencapai

derajat kesehatan yang optimal. Sistem kesehatan di perusahaan harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut:141

a) adanya pengorganisasian pelayanan kesehatan yang jelas tentang jenis, bentuk,


jumlah, dan pendistribusiannya.
b) adanya pengorganisasian pembiayaan kesehatan yang harus jelas jumlah,
pendistribusiannya, pemanfaatannya, dan mekanisme pembiayaannya.
c) mutu pelayanan dan manfaat pembiayaan, apakah sesuai dengan tuntutan dan
kebutuhan masyarakat perusahaan atau pekerja.

Suatu pelayanan kesehatan kerja (perusahaan) dikatakan baik apabila

memenuhi persyaratan sebagai berikut:142

a) tersedia (available): perusahaan harus menyediakan pelayanan kesehatan untuk


pekerja dengan cara mempunyai poliklinik sendiri atau diserahkan kepada pihak
ketiga.
b) wajar (appropriate): pelayanan kesehatan kerja harus sesuai dengan kebutuhan
dan kewajiban untuk pekerja, sesuai dengan kondisi dan situasi perusahaan.
c) berkesinambungan (continue): pelayanan kesehatan kerja harus berkelanjutan,
yaitu selain pemeriksaan kesehatan secara berkala sehingga kesehatan pekerja
dapat dipantau secara terus-menerus.
d) dapat diterima (acceptable): artinya pekerja dapat menerima pelayanan kesehatan
sesuai dengan kondisi perusahaan.
e) dapat dicapai (accessible): pelayanan kesehatan kerja yang diupayakan harus
mudah dicapai oleh pekerja yang memerlukan pelayanan, artinya pekerja yang
jauh dari pelayanan kesehatan harus mendapatkan fasilitas transportassi.

140
Ibid., hlm. 83-84
141
Ibid., hlm. 85
142
Ibid., hlm. 85-86

Universitas Sumatera Utara


69

f) terjangkau (affordable): artinya perusahan dapat menentukan untuk pelayanan


kesehatan di perusahaannya yang sesuai dengan standar dan biayanya terjangkau.

Ada beberapa cara suatu perusahaan melakukan pelayanan kesehatan untuk

pekerja yaitu:143

a) Penataan terpadu (managed care)


Penataan terpadu adalah pengurusan pembiayaan kesehatan bagi pekerja
sekaligus dengan pengurusan pelayanan kesehatan.
b) Sistem reimbursement
Perusahaan membayar biaya pengobatan bagi pekerjanya berdasarkan fee for
services, artinya dibayar untuk setiap pelayanan pengobatan atau kesehatan
pekerja yang membutuhkan. Sistem ini memungkinkan adanya over utilization.
c) Asuransi
Perusahaan mengikutsertakan pekerjanya untuk menjadi peserta asuransi yang
diselenggarakan oleh pihak ketiga.
d) Pemberian tunjangan kesehatan
Perusahaan memberikan tunjangan kesehatan kepada pekerja secara lumpsum
baik sakit maupun tidak sakit.
e) Rumah sakit perusahaan
Perusahaan yang mempunyai pekerja yang berjumlah besar akan lebih
menguntungkan bila mengusahakan suatu rumah sakit untuk keperluan pegawai
dan keluarganya. Bahkan rumah sakit ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di
sekitar perusahaan.
f) Peraturan pegawai yang mengatur fasilitas kesehatan di perusahaan
Manajemen perusahaan membuat peraturan yang mengatur pemberian fasilitas
kesehatan perusahaan untuk pekerja.

Faktor-faktor kesehatan kerja, yaitu:144

a) Faktor-faktor fisik kesehatan kerja


Faktor-faktor fisik kesehatan kerja adalah kebisingan, radiasi, getaran mekanis,
cuaca kerja, tekanan udara tinggi, tekanan udara rendah, penerangan di tempat
kerja, dan bau-bauan di tempat kerja.
b) Faktor-faktor biologis kesehatan kerja
Faktor-faktor biologis dalam kesehatan kerja adalah virus, bacteria, protozoa,
jamur, cacing, kutu, pinjal, atau hewan atau tumbuhan besar.
c) Faktor-faktor psikologis kesehatan kerja
Seperti kita ketahui bahwa dalam melakukan pekerjaannya, manusia berbeda
dengan mesin pabrik yang bekerja demikian adanya, tanpa perasaan, pikiran dan
kehidupan sosial. Manusia adalah makhluk yang paling kompleks di antara

143
Ibid., hlm. 86
144
Ibid., hlm. 83

Universitas Sumatera Utara


70

makhluk ciptaan Allah SWT. Manusia memiliki karsa, cipta dan karya. Manusia
memiliki rasa suka dan benci, gembira dan sedih, berani dan takut, kehendak,
angan-angan, dan cita-cita. Manusia juga memiliki dorongan-dorongan hidup
tertentu, pikiran-pikiran dan pertimbangan-pertimbangan yang akan menentukan
sikap dan pendiriannya dalam hidup. Di samping itu, manusia juga mempunyai
pergaulan hidup dengan lingkungannya, baik di rumahnya atau di tempat
kerjanya, maupun di masyarakat luas. Faktor-faktor tersebut mempunyai
pengaruh yang tidak sedikit terhadap keadaan pekerja dalam pekerjaannya.

B. Sistem Manajeman Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

1. Pengertian dan Pengaturan Sistem Manajeman Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (SMK3) di Indonesia

Globalisasi perdagangan saat ini memberikan dampak persaingan sangat ketat

dalam segala aspek khususnya ketenagakerjaan yang salah satunya mempersyaratkan

adanya perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk meningkatkan

efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, tidak terlepas dari upaya

pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur,

dan terintegrasi dengan melalui Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja disetiap perusahaan.

Perlunya memiliki Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

yang terintegrasi ini, dewasa ini sudah merupakan suatu keharusan dan telah menjadi

peraturan. Organisasi Buruh Sedunia (ILO) menerbitkan panduan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Di Indonesia panduan yang serupa dikenal dengan

istilah SMK3, sedang di Amerika OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di Inggris BS 8800

serta di Australia disebut AS/NZ 480-1. Secara lebih rinci lagi asosiasi disetiap sektor

industri di dunia juga menerbitkan panduan yang serupa seperti misalnya khusus

dibidang transportasi udara, industri minyak dan gas, serta instalasi nuklir dan lain-

lain sebagainya. Bahkan dewasa ini organisasi tidak hanya dituntut untuk memiliki

Universitas Sumatera Utara


71

sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi, lebih dari itu

organisasi diharapkan memiliki budaya sehat dan selamat (safety and health culture)

dimana setiap anggotanya menampilkan perilaku aman dan sehat.145

Diantara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang telah

memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif (lengkap) tentang SMK3

khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang berisiko tinggi. Peraturan tersebut

adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Pasal 5

menyebutkan bahwa setiap perusahaan yang memperkerjakan 100 karyawan atau

lebih atau yang sifat proses atau bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat

menyebabkan kecelakaan kerja berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit

akibat kerja diwajibkan menerapkan dan melaksanakan SMK3.146

Disatu sisi oleh beberapa kalangan, SMK3 dipandang sebagai sistem yang

efektif untuk menghadapi tantangan K3 di era globalisasi. Tetapi disisi lain, beberapa

kalangan menyuarakan pendapat bahwa tidaklah mudah untuk membujuk perusahaan

supaya mau menerapkan SMK3 sebagaimana seharusnya karena penegakan

hukumnya tidak cukup ketat. Dari kira-kira 170.000 perusahaan, hanya sekitar 500

yang sampai sejauh ini mempunyai SMK3 yang telah diaudit.147

Clare Gallagher dalam bukunya yang berjudul “Health and Safety

Managements System, An Annalysis of System types and Effectiveness” telah

melakukan pendekatan-pendekatan dan kajian-kajian terhadap manajemen

145
Suria Ningsih, op.cit.,hlm. 136-137
146
Ibid., hlm. 139-140
147
Ibid., hlm. 140

Universitas Sumatera Utara


72

keselamatan dan kesehatan di tempat kerja pada level perusahaan selama dua tahun

yang didanai oleh Worksafe Australia, dan dilaksanakan dari akhir tahun 1994

sampai akhir tahun 1996. Dalam kajiannya, SMK3 didefinisikan sebagai kombinasi

dari susunan organisasi manajemen, termasuk elemen-elemen perencanaan dan kaji

ulang, susunan konsultatif dan program khusus yang terintegrasi untuk meningkatkan

kinerja keselamatan dan kesehatan. Program khusus mencakup identifikasi bahaya,

kontrol dan penilaian resiko, keselamatan dan kesehatan terhadap kontraktor,

informasi dan penyimpanan data dan pelatihan. Ada empat pendekatan terhadap

manajemen keselamatan dan kesehatan yang diidentifikasikan dari kesimpulan

literatur-literatur tentang sistem manajemen keselamatan dan kesehatan serta tipe-tipe

sistem dan bukti kasus yang muncul. Empat pendekatan tersebut adalah:148

a) Manajemen tradisional, dimana keselamatan dan kesehatan dipadukan dalam


peran pengawasan dan “orang penting” adalah pengawas dan/atau spesialis
keselamatan dan kesehatan; karyawan-karyawan turut dilibatkan, tetapi
keterlibatan mereka tidak dipandang penting bagi pelaksanaan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan, atau komite keselamatan.
b) Manajemen inovatif, dimana manajemen memiliki peran penting dalam usaha
keselamatan dan kesehatan; ada level integrasi yang tinggi dalam penerapan
sistem keselamatan dan kesehatan, keterlibatan karyawan dipandang penting
dalam pelaksanaan sistem.
c) Sebuah strategi “tempat aman” yang dipusatkan pada kontrol bahaya pada sumber
dengan memperhatikan prinsip tingkat perencanaan dan penerapan identifikasi
bahaya, penilaian resiko, dan kontrol resiko.
d) Suatu strategi kontrol “orang yang selamat/aman” yang dipusatkan atas
pengawasan tingkah laku karyawan.

Occupational Health and Safety Management System (OHSMS) atau Sistem

Manajemen K3 menurut Gallagher yaitu “a combination of the planning and review,

the management organizational arrangements, the consultative arrangements, and

148
Ibid., hlm. 141

Universitas Sumatera Utara


73

the specific program elements that work together in an integrated way to improve

health and safety performance”.149

Pengertian SMK3 berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor

50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja adalah:

“Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat

SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam

rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya

tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.”

Oleh karena itu, SMK3 merupakan bagian dari sistem manajemen perusahaan

secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan,

tanggung jawab, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi

pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan

keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan

dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan

produktif.

Tujuan dan sasaran SMK3 adalah menciptakan suatu sitem keselamatan dan

kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja,

kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan

mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang

aman, efisien, dan produktif.150

149
Ibid., hlm. 139
150
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


74

2. Penerapan Sistem Manajeman Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(SMK3)

Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3. Kewajiban tersebut berdasarkan

ketentuan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja berlaku bagi

perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang,

atau mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.

Tingkat potensi bahaya tinggi adalah perusahaan yang memiliki potensi

bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan yang merugikan jiwa manusia,

terganggunya proses produksi dan pencemaran lingkungan kerja.151

Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, penerapan SMK3

meliputi:

a) penetapan kebijakan K3;


b) perencanaan K3;
c) pelaksanaan rencana K3;
d) pemantauan dan evaluasi kinerja K3; dan
e) peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.

Dimana penerapan SMK3 bertujuan untuk:152

a) meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang


terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi;
b) mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan
melibatkan unsur;

151
Pasal 5 ayat (2) huruf b Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun
2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
152
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pasal 2

Universitas Sumatera Utara


75

c) menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas.

C. Perumusan Kebijakan Sistem Manajeman Keselamatan dan Kesehatan


Kerja (SMK3) pada PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu

1. Gambaran Umum PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu

a) Sejarah Ringkas PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu

PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu (PTPN IV Kebun Gunung

Bayu) adalah salah satu unit usaha dari PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV)

yang bergerak dibidang usaha Perkebunan Kelapa Sawit (Elaesis Guinensis Jacq)

yang menghasilkan 30 ton Tandan Buah Segar (TBS)/jam dengan hasil produksi

Crude Palm Oil (CPO) dan Inti (Kernel).153

Awal keberadaan Kebun Gunung Bayu adalah milik swasta asing dengan

nama NV.R.C.M.A (Rubber Cultuur Maatschappij Amsterdam) dari Negeri Belanda

dengan usaha budi daya karet dan kelapa sawit yang dibuka pada tahun 1917 oleh

Van Leuwen Boomkamp. Pada tanggal 10 Pebruari 1924 dibangun Pabrik Kelapa

Sawit yang bertujuan untuk mengolah buah kelapa sawit dan tahun 1947/1948 Areal

Kebun Gunung Bayu yang ditanami karet diganti dengan tanaman kelapa sawit,

dengan demikian sejak tahun 1949 keseluruhan Areal Kebun Gunung Bayu telah

ditanami satu jenis tanaman yaitu kelapa sawit.154

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1958 dan Undang-

Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi dan perubahan yang diatur pada

Peraturan Pemerintah Nomor 19 dalam Lembaran Negara Nomor 31 Tahun 1959,

153
Selayang Pandang Kebun Gunung Bayu, hlm. 4
154
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


76

NV.R.C.M.A diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan pada tahun 1960

beralih status menjadi PPN baru Cabang Sumut, tahun 1961 berubah menjadi PPN

SUMUT VI, tahun 1963 menjadi PPN Aneka Tanaman IV, tahun 1968 menjadi PNP-

VII, dan pada tahun 1975 dilikuidasi menjadi PTP-VII. Berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1996 pada tanggal 11 Maret 1996, PTP-VII dialihkan

menjadi PT Perkebunan Nusantara IV yang merupakan penggabungan dari PTP-VI,

PTP-VII, dan PTP-VIII.155

b) Letak Geografis PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu

Lokasi PTPN IV Kebun Gunung Bayu berada di Kecamatan Bosar Maligas,

Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara dan berada sekitar 48 meter di atas

permukaan laut. Daerah kerja PTPN IV Kebun Gunung Bayu tersebar di 2 Kabupaten

dan di kelilingi oleh 34 Desa. Topografi keadaan tanah secara umum datar, sedikit

bergelombang dan berbukit. Jenis tanah Podsolik Coklat Kuning (PCK) dan Podsolik

Coklat (PC). Jarak tempuh PTPN IV Kebun Gunung Bayu, yaitu dari:156

Kota Medan : 150 KM

Kota Pematang Siantar : 49 KM

Kantor GMD I, II, Bah Jambi : 36 KM

c) Luas Area PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu

Kebun Gunung Bayu memiliki luas 8470,83 Ha dengan HGU No.

21/HGU/BPN/22003 tanggal 04 Maret 2003. Sesuai Memo Bagian Tanaman Nomor:

04.04/GUB/M.39/I/2015 tanggal 28 Januari 2015 tentang Perubahan Luas Afdeling

155
Ibid.
156
Ibid., hlm. 7

Universitas Sumatera Utara


77

Unit Usaha Gunung Bayu, maka unit usaha Gunung Bayu yang selama ini berjumlah

10 Afdeling menjadi 9 Afdeling. 157

d) Proses Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) PTPN IV Kebun


Gunung Bayu

Bahan baku pengolahan kelapa sawit adalah tandan buah segar (TBS) dengan

hasil produksi yaitu CPO (Crude Palm Oil) dan PKO (Palm Kernel Oil). Bahan baku

dihasilkan dari perkebunan PTPN IV Kebun Gunung Bayu, dari kebun seinduk, dan

pihak ketiga (kebun masyarakat) yang berada disekitar perkebunan PTPN IV Kebun

Gunung Bayu. Kapasitas yang dihasilkan setiap harinya bisa mencapai 500 ton

perharinya.

Proses pengolahan TBS yaitu:

1) Penerimaan Buah

(a) Penimbangan TBS

Proses yang dilakukan berupa Penimbangan TBS. TBS yang datang dari

kebun sendiri, dari kebun seinduk, dan dari pihak ketiga. Setelah tarra dan brutonya,

kemudian melakukan pengecekan truck, pengecekan truck yang dimaksud yaitu isi

truck 100% TBS dan pengecekan surat izin masuk apabila TBS berasal dari pihak ke

III. Pada proses ini buah dipilih dengan kualitas terbaik sesuai spesifikdari PTPN IV

Gunung Bayu.

(b) Sortasi

Sortasi TBS adalah memilih TBS seleksi buah sesuai fraksi dan kriteria

matang panen.

157
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


78

2) Perebusan

Pada proses ini TBS di rebus selama 105 menit di dalam lori, dengan

kapasitas 1 lori 2,5 ton dalam sekali perebusan buah kelapa sawit. Peralatan yang

digunakan untuk merebus TBS seperti stelizier, nanometer, termometer dan jam

stopwatch dengan masa rebus 130-135 C dengan tekanan 2.8-3 kg/cm.

3) Penebahan

Pada proses ini buah yang sudah direbus dibanting untuk memisahkan antara

tandan dan buah kelapa sawit. TBS dibanting dalam drum thresher. Buah terpisah

dari tandan. Buah lekat di tangkos 2.3-2.5 thd.

4) Kempa

Pada proses ini buah kelapa sawit ini dilakukan pelumatan buah dan

pengepresan, diperas, dan dipisahkan antara biji (kernel) dengan serat kelapa sawit,

yang diperas adalah serat kelapa sawit. Teknik pressing 40-60 BAR dengan

temperatur Digaster 90-95℃ dengan tekanan uap 3 kg kemudian dengan temperatur

supply Air 90-95℃. Dalam proses kempa akan dihasilkan kernel dengan inti pecah <

8 % dengan minyak yang dihasilkan 43 % dan kernel 13 % dalam proses kempa juga

dihasilkan serat fibre, serat fibre yang dihasilkan max 14 % thdp dan supplyair 20 %

thdp TBS.

5) Pemurnian Minyak

Proses ini adalah proses pemisahan minyak dari Sludge. Proses ini yaitu

pemisahan minyak dari air dan kotoran dengan suhu kerja stasiun 90-95℃. ALB

Universitas Sumatera Utara


79

CPO yang telah dimurnikan 2.5-3 %. Peralatan yang digunakan berupa manometer,

thermometer, dan peralatan Laboratorium.

6) Pengolahan Biji

Pada aktivitas pengolahan kernel, dimana kernel dihasilkan dari biji brondolan

yang telah diolah dan dipisahkan dari sampah dan tandan dan kemudian terpisah dari

inti dan cangkang. Pemecahan biji dilakukan di Ripple Mill. Dari proses presan biji

diolah ke dalam fiber, kemudian dilakukan proses pemisahan biji dengan fiber dalam

drum. Nut kemudian di tampung di Ripple Mill untuk memecahkan dan memisahkan

antara kernel dengan dengan cangkang.

Kadar air inti 16-19 %, kadar kotoran inti maksimal 8%, kadar air inti

maksimal 7% dan ALB inti maksimal 2%. Proses pengolahan biji tersebut melalui

boiler kemudian kernel biji terpisah dari cangkang masuk ke kompoyer, setelah dari

mitore kompoyer diangkut dengan timba-timba masuk ke pemisah LTDS1 dan 2

dalam mesin ini sampah terpisah dari kernel dan kernel masuk ke silo KD dengan

suhu panas 3 kg. Kemudian masuk ke tangki Bunker untuk diturunkan dan diangkut

ke PT yang menerima seperti PTPN IV Kebun Pabatu.

7) Penyimpanan CPO

Setelah dilakukan pemurnian minyak yang telah selesai diolah dimasukkan ke

dalam tangki timbun. Suhu penyimpanan berkisar 40-45C.

8) Penyimpanan Kernel (Inti)

Penyimpanan kernel disimpan dalam Bunker sebelum diangkut ke PT yang

mengolah kernel tersebut.

Universitas Sumatera Utara


80

9) Transfer CPO

Setelah dilakukan pengolahan terhadap TBS dan menghasilkan CPO yang

sudah diolah dan dimasukkan ke tangki yang akan dikirim.

10) Transfer Inti

Pengisian inti dari bunker ke truck dengan keadaan truck kosong dan bersih,

dengan kadar air inti maksimal 8,5%, kadar kotoran inti maksimal 6 %, ALB inti

maksimal 2%.

11) Pengiriman CPO dan Kernel

Kriteria CPO yang layak untuk dikirim setelah dilakukan analisis di

Laboratorium yaitu sebanyak 2,3 ALB. Kriteria kernel yang layak untuk dikirim yaitu

ALB maksimal 2% dan telah dilakukan pengecekan Locistruck dan Pengecekan SPB.

e) Visi dan Misi Perusahaan

Visi dan Misi Perusahaan, yaitu:158

Visi:
PT. Perkebunan Nusantara IV “Menjadi Perusahaan Unggul dalam Usaha
Agroindustri yang Terintegrasi”
Misi:
1) Menjalankan usaha dengan prinsip-prinsip usaha terbaik, inovatif, dan berdaya
saing tinggi
2) Menyelenggarakan usaha agroindustri berbasis kelapa sawit
3) Mengintegrasikan usaha agroindustri hulu, hilir dan produk baru, pendukung
agroindustri dan pendayagunaan asset dengan preferensi pada teknologi terkini
yang teruji dan berwawasan lingkungan.

f) Struktur Organisasi PT Perkebunan IV Kebun Gunung Bayu

PTPN IV Kebun Gunung Bayu dipimpin oleh Manager Unit yang berada

dibawah pengawasan Distrik Manager dengan struktur organisasi yaitu:

158
Ibid., hlm. 3

Universitas Sumatera Utara


81

Gambar 2.1 Struktur Organisasi PTPN IV Kebun Gunung Bayu

Sumber: Selayang Pandang Kebun Gunung Bayu 2019

g) Struktur Organisasi Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan


Kerja (P2K3) PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu

Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) adalah badan

pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan

tenaga kerja atau pekerja/buruh untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian

dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.

Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan tenaga kerja atau pekerja/buruh

yang susunannya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota. 159

159
Lampiran I Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan
Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja-Pedoman Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3), hlm. 9

Universitas Sumatera Utara


82

Gambar 2.2 Struktur Organisasi P2K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu

Sumber : Dokumen Control SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu 2019

2. Perumusan Kebijakan Sistem Manajeman Keselamatan dan Kesehatan


Kerja (SMK3) pada PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu

Tenaga kerja merupakan aset perusahaan yang harus diberikan perlindungan

khususnya perlindungan akan K3, mengingat adanya ancaman bahaya yang dapat

terjadi di lingkungan kerja. Oleh karena itu, pemerintah telah menetapkan kebijakan

perlindungan tenaga kerja terhadap aspek K3 melalui peraturan perundang-undangan

K3. Peraturan perundang-undangan tersebut merupakan salah satu upaya dalam

pencegahan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, peledakan, kebakaran, dan

Universitas Sumatera Utara


83

pencemaran lingkungan kerja yang penerapannya menurut jenis dan sifat atau

kegiatan pekerjaan serta kondisi lingkungan kerja.160

Sejak Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

ditetapkan dan disahkan pada tanggal 12 Januari 1970, hingga saat ini implementasi

kebijakan dibidang keselamatan dan kesehatan kerja dirasakan masih belum optimal.

Hal ini dapat terlihat dari beberapa indikator sebagai berikut:161

a) masih tingginya angka resiko kerja, seperti jumlah kecelakaan kerja, penyakit
akibat kerja, peledakan, kebakaran, maupun kerusakan lingkungan kerja. Hal ini
merupakan akibat dari kesalahan dalam sistem dan prosedur kerja, serta
ketidakpatuhan dalam menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja.
b) masih banyak kelompok sasaran (perusahaan dan tenaga kerja) yang belum
mematuhi norma dan standar keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana
ditunjukkan oleh data pelanggaran hasil pemeriksaan pengawasan
ketenagakerjaan.
c) masih sering terjadi kekeliruan pemahaman pengusaha dan tenaga kerja mengenai
makna dan manfaat keselamatan dan kesehatan kerja bagi efektifitas dan efisiensi
perusahaan, serta lebih jauh bagi peningkatan kesejahteraan tenaga kerja dan
masyarakat.

Berdasarkan data Kemnaker, pada tahun 2016 telah diberikan penghargaan

SMK3 kepada 635 perusahaan yang berhasil menerapkan SMK3 secara terpadu dan

berkelanjutan.162 Namun, pada prakteknya walaupun perusahaan telah menerapkan

SMK3, akan tetapi kecelakaan kerja masih kerap terjadi. Berdasarkan data BPJS

Ketenagakerjaan, tahun 2016 telah terjadi kecelakaan kerja sebanyak 105.182 kasus,

serta sampai bulan Agustus tahun 2017 sebanyak 80.392 kasus. 163

160
Gerry Silaban, op.cit., hlm. 1
161
Daradjat Kartawidjaja, op.cit., hlm. 2-3
162
http://kemnaker.go.id/berita/berita-kemnaker/kemnaker-siapkan-penghargaan-smk3-tahun-2016
diakses tanggal 14 Maret 2019 Pukul 10.45 WIB
163
http://kemnaker.go.id/berita/berita-kemnaker/menaker-hanif-dorong-pemda-bikin-komitmen-
keselamatan-dan-kesehatan-kerja-k3-di-wilayahnya diakses tanggal 14 Maret 2019 Pukul 10.31 WIB

Universitas Sumatera Utara


84

Begitu pula di PTPN IV Kebun Gunung Bayu telah terjadi kecelakaan kerja,

yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1 Data Kecelakaan Kerja di PTPN IV Kebun Gunung Bayu


Jumlah
Jumlah Klaim
No Tahun Kecelakaan Jenis Kecelakaan
Kecelakaan Kerja
Kerja
1 2014 4 orang 4 orang Luka Ringan Rp31.100.737,-
2 2015 7 orang 7 orang Luka Ringan Rp12.997.187,-
3 2016 5 orang 5 orang Luka Ringan Rp12.287.514,-
5 orang Luka Ringan, 1 orang
4 2017 7 orang Rp137.435.778,-
Luka Berat, 1 orang Cacat
5 2018 9 orang 9 orang Luka Ringan Rp93.970.080,-
Sumber: Laporan Tahunan K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu Tahun 2014 s/d 2018

Untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja,

maka PTPN IV Kebun Gunung Bayu melaksanakan SMK3. Tentu yang perlu

diperhatikan dalam menerapkan SMK3 pertama kali adalah pada saat perumusan

penetapan kebijakan K3, karena kebijakan K3 merupakan komitmen perusahaan

untuk melaksanakan norma-norma K3 dan merupakan dasar untuk melaksanakan

program K3 sehingga K3 dapat diwujudkan secara optimal.

Kebijakan adalah sesuatu yang lahir dari sebuah proses interaksi antara

berbagai kepentingan.164 Dalam proses implementasi sebuah kebijakan, Grindle

mengidentifikasi berbagai faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan

implementasi kebijakan, yaitu:165

a) Faktor dari isi atau content kebijakan tersebut;

b) Faktor sang implementor dan kelompok target; dan

c) Faktor lingkungan dimana kebijakan itu akan diimplementasikan.

164
Daradjat Kartawidjaja, op.cit., hlm. 42
165
Ibid., hlm. 42-43

Universitas Sumatera Utara


85

Sebuah kebijakan yang baik dari sisi isi atau content itu setidaknya harus

memiliki karakteristik yaitu jelas, tidak distortif, didukung oleh dasar teori yang

teruji, mudah dikomunikasikan ke kelompok target, didukung oleh sumber daya baik

manusia maupun financial yang baik. Begitu juga keberhasilan pelaksanaan kebijakan

juga dipengaruhi oleh siapa yang melaksanakannya dan siapa yang menjadi sasaran

atau target (target groups). Artinya sang implementator harus mempunyai

kapabilitas, kompetensi, komitmen dan konsistensi untuk melaksanakan sebuah

kebijakan sesuai dengan arahan dari penentu dan pembuat kebijakan. Berikutnya

adalah faktor lingkungan dari sebuah kebijakan yang hendak diimplementasikan,

yaitu kondisi social ekonomi, dukungan publik maupun kultur masyarakat adalah

merupakan faktor lingkungan yang sangat besar pengaruhnya terhadap proses

implementasi kebijakan dalam mencapai tujuannya. 166

Ketiga faktor tersebut tidak berdiri sendiri melainkan saling berinteraksi satu

sama lain yang pada gilirannya memberikan pengaruh terhadap proses pelaksanaan

sebuah kebijakan. Berhubung kebijakan merupakan alat untuk mencapai tujuan, maka

ia harus diuji dalam pelaksanaannya, sejauh mana tujuan yang dimaksudkan itu

tercapai. Kebijakan dibuat sebagai alat untuk mengatasi sesuatu persoalan, sehingga

apa yang disebut membuat kebijakan itu tidak berhenti pada penetapan kebijakan,

tetapi juga tahapan pelaksanaan dan evaluasi atau pengawasannya yang berguna

untuk mencapai tujuan tersebut.167

166
Ibid., hlm. 44-45
167
Ibid., hlm. 50

Universitas Sumatera Utara


86

Dalam rangka melindungi pekerja akan K3 dan menjamin agar peralatan

produksi dapat dipergunakan dengan aman dan efisien, maka berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan di PTPN IV Kebun Gunung Bayu, bahwa PTPN IV

Kebun Gunung Bayu telah mengeluarkan kebijakan perusahaan terkait K3.

Berikut ini Kebijakan K3 yang dikutip dari dokumen Kebijakan K3 PTPN IV

Kebun Gunung Bayu, yaitu:

Manajemen menjamin sepenuhnya terciptanya lingkungan kerja yang aman


dengan tetap mematuhi peraturan perundang-undangan K3 di PTPN IV
Kebun Gunung Bayu, mengadakan pembinaan, pengendalian, pengawasan
dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dengan tetap menjaga
tercapainya produksi, efisiensi, efektifitas dimasing-masing afdeling/bagian
dan tetap memelihara semua itu secara berkesinambungan/berkelanjutan.

Pelaksanaan peraturan perundang-undangan K3 dengan langkah-langkah


diawali dari:
a) Mempertahankan sistem pengawasan dengan meminimalisasi sumber
bahaya yang timbul, tetap menjaga dan mengadakan perawatan kesiapan
alat dan perlengkapan, tata cara pelaksanaan kerja dan kebersihan
lingkungan kerja karyawan.
b) Tetap konsisten menggunakan alat pelindung diri (APD) saat bekerja dan
dilokasi kerja yang dapat menimbulkan resiko kecelakaan dan penyakit
akibat pekerjaan dan sistem manajemen keselatan dan kesehatan kerja
dipatuhi dan dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan K3.

Komitmen :
Dengan penuh rasa tanggung jawab kami manajemen dan seluruh karyawan
pimpinan, pelaksana unit usaha gunung bayu bertekad untuk bersungguh-
sungguh melaksanakan dan mensosialisasikan kebijakan manajemen dan
komitmen tanpa menbedakan ras, suku dan agama yang ada, serta konsisten
melaksanakan peraturan dan perundang-undangan K3 yang melekat kepada
setiap karyawan dengan menghayati serta mengamalkan dilingkungan kerja
kami masing-masing.

Pokok pemikiran munculnya kebijakan K3 sebagaimana tertulis dalam

Manual SMK3 adalah untuk mencegah kemungkinan adanya kecelakaan atau

penyakit akibat kerja terhadap karyawan perusahaan, kontraktor dan kerusakan alat

Universitas Sumatera Utara


87

kerja sebagai pengaruh peningkatan kegiatan proses produksi. Kebijakan K3 PTPN

IV Kebun Gunung tersebut dilandasi dari berbagai aspek yaitu:168

a) Aspek Hukum
Bertitik tolak kepada perusahaan sebagai badan usaha yang dalam kegiatan-
kegiatannya senantiasa harus memenuhi ketentuan segala perundang-undangan
yang berlaku di wilayah Negara Indonesia.
b) Aspek Ekonomi
Bertitik tolak dari faktor kerugian material maupun jiwa manusia serta gangguan
kelancaran operasi bila terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
c) Aspek Perlindungan
Bertitik tolak dari kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap karyawan,
kontraktor, pemasok, pelanggan, tamu dan masyarakat sekitar dari bahaya-bahaya
yang mungkin timbul dari adanya kegiatan operasi perusahaan.
d) Aspek Globalisasi
Bertitik tolak pada adanya tuntutan secara global terhadap kebutuhan aspek
keselamatan akan barang dan jasa yang dihasilkan (safety product).

Tujuan dan sasaran SMK3 sebagaimana yang dikutip dari dokumen SMK3

PTPN IV Kebun Gunung Bayu, yaitu:

Tujuan:

a) Memberikan perlindungan terhadap setiap pekerja yang berada di tempat kerja

agar selalu terjamin keselamatan dan kesehatannya, sehingga dapat

meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.

b) Mencegah dan/atau mengurangi kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja,

kebakaran, peledakan dan pencemaran lingkungan kerja serta mengamankan

peralatan kerja.

c) Menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang bersih, sehat, nyaman dan

aman.

168
Prosedur Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) (Manual SMK3), hlm.
10

Universitas Sumatera Utara


88

Sasaran:

a) Mematuhi dan mempedomani segala bentuk ketentuan dan peraturan

perundang-undangan Negara Republik Indonesia yang mengatur tentang

keselamatan dan kesehatan kerja.

b) Melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan perusahaan

dengan penuh komitmen dan rasa tanggung jawab melalui tata cara yang

dipersyaratkan dengan berlandaskan kepada sistem manajemen keselamatan

dan kesehatan kerja.

c) Meminimalisasi angka kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja

sehingga tercapainya zero accident melalui peningkatan kepatuhan kepada cara

kerja yang sesuai dengan SOP (standart operasional procedur) maupun IK.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di PTPN IV Kebun Gunung

Bayu, bahwa dalam perumusan kebijakan K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu telah

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Peraturan

Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja, misalnya Pasal 7 bahwa penetapan kebijakan K3

dilaksanakan oleh pengusaha dan dalam menyusun kebijakan K3 paling sedikit harus

melakukan tinjauan awal kondisi K3 seperti identifikasi potensi bahaya, penilaian dan

pengendalian risiko, serta dalam kebijakan K3 paling sedikit memuat visi, tujuan

perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan, dan kerangka program

kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum

dan/atau operasional. Kemudian Pasal 8, bahwa pengusaha harus menyebarluaskan

Universitas Sumatera Utara


89

kebijakan K3 yang telah ditetapkan kepada seluruh pekerja/buruh, orang lain selain

pekerja/buruh yang berada di perusahaan, dan pihak lain yang terkait.

Didalam Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagian Pedoman

Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), yaitu:

1. Penyusunan kebijakan K3 dilakukan melalui:


a. tinjauan awal kondisi K3; dan
b. proses konsultasi antara pengurus dan wakil pekerja/buruh.
2. Penetapan kebijakan K3 harus:
a. disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan;
b. tertulis, tertanggal dan ditanda tangani;
c. secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3;
d. dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja/buruh, tamu, kontraktor,
pemasok, dan pelanggan;
e. terdokumentasi dan terpelihara dengan baik;
f. bersifat dinamik; dan
g. ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih
sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan peraturan
perundang-undangan.
3. Untuk melaksanakan ketentuan angka 2 huruf c sampai dengan huruf g,
pengusaha dan/atau pengurus harus:
a. menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan
perusahaan;
b. menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana lain
yang diperlukan dibidang K3;
c. menetapkan personil yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan
kewajiban
d. membuat perencanaan K3 yang terkoordinasi;
e. melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3.
4. Ketentuan tersebut pada angka 3 huruf a sampai dengan huruf e diadakan
peninjauan ulang secara teratur.
5. Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukkan komitmen
terhadap K3 sehingga SMK3 berhasil diterapkan dan dikembangkan.
6. Setiap pekerja/buruh dan orang lain yang berada di tempat kerja harus berperan
serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3.

Universitas Sumatera Utara


90

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, proses perumusan

kebijakan K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu dilaksanakan dengan kegiatan sebagai

berikut:169

1. Identifikasi Bahaya
Seluruh kegiatan-kegiatan yang dilakukan, diidentifikasi berdasarkan kemungkinan
bahaya yang ditimbulkan dan akibat dari bahaya yang mungkin terjadi, bahwa Tim
Manajemen Risiko mencatat kegiatan, pelaksana, peralatan, dan tempat kerja yang
dinilai mengandung resiko dan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja.
Dari setiap kegiatan kerja di setiap lokasi kerja, diidentifikasi bahaya kerja apa saja
yang bisa terjadi. Kemudian ditentukan resiko dari setiap bahaya kerja yang ada.

2. Penilaian Risiko.
Semua kegiatan kerja, pelaksana kerja, alat kerja, dan tempat kerja, diidentifikasi dan
dilakukan penilaian terhadap risiko yang mungkin ditimbulkan dengan
mempergunakan tabel Ranking System lalu ditentukan peluang (A/B/C/D) dan akibat
(1, 2, 3, 4, 5) yang dapat terjadi. Sehingga dapat diperoleh penilaian risiko (E, H, M
atau L).

3. Pengendalian Risiko.
a) Pengendalian Risiko dilakukan dengan memperkirakan kemungkinan terjadinya
bahaya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, sesuai prinsip pengendalian
risiko, yaitu:
1) eliminasi (menghilangkan sumber bahaya)
2) subtitusi (mengganti dengan bahan atau proses yang lebih aman)
3) rekayasa teknik (melakukan perubahan terhadap desain alat/proses/lay out)
4) admiministrasi (cara kerja yang aman)
5) alat pelindung diri (APD)
b) Tim Manajemen Risiko menyampaikan hasil identifikasi bahaya, penilaian dan
pengendalian risiko kepada dinas/bagian terkait agar dapat dilakukan tindakan
pengendalian yang sesuai dengan tingkat risiko yang dapat terjadi.
c) Pengendalian risiko dilakukan dengan menetapkan penanggung jawab dan batas
waktu tindakan pengendalian.
d) Tim Manajemen Risiko meninjau kembali tindakan pengendalian yang dilakukan
sesuai dengan batas waktu yang ditentukan oleh penanggung jawab.
e) Status pengendalian (oke atau in-progress) ditentukan agar dapat ditentukan
review pengendalian.
f) Apabila status pengendalian in-progress telah berubah status menjadi oke maka
Tim Manajemen Risiko kembali melakukan penilaian risiko sehingga tindakan
pengendalian benar-benar effektif dan nilai risiko menjadi serendah-rendahnya.

169
Prosedur Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PTPN IV Kebun Gunung Bayu-
Manajemen Resiko, hlm. 9-10

Universitas Sumatera Utara


91

g) Laporan Tim Manajemen Risiko disampaikan kepada dinas/bagian terkait dan


ketua P2K3 untuk ditentukan tindakan selanjutnya.
h) Laporan Tim Manajemen Risiko disahkan oleh Manajer Unit.
Hasil dari identifikasi bahaya tersebut kemudian dikonsultasi antara Top

Manajemen dan Pengurus P2K3 dengan wakil pekerja (SP-BUN) untuk menetapkan

kebijakan K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu. Dimana kebijakan K3 tersebut dibuat

secara tertulis dan disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan, yaitu dibuat dan

ditandatangani oleh Manajer Unit dan Serikat Pekerja Perkebunan (SP-BUN) Basis

Kebun Gunung Bayu pada tanggal 02 Januari 2018.

Didalam kebijakan K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu tersebut menyatakan

tujuan dan sasaran K3 serta komitmen perusahaan dalam memperbaiki kinerja K3

sesuai dengan peraturan perundangan dan ketentuan lainnya yang berlaku.

Komitmen perusahaan terhadap K3 sebagaimana yang tertulis dalam Manual

SMK3, sebagai berikut:170

1. Menempatkan organisasi P2K3 pada posisi yang dapat menentukan kebijakan di


perusahaan khususnya dalam hal K3.
2. Menyediakan anggaran, SDM yang berkualitas dan sarana-sarana lain yang
diperlukan dalam menunjang pelaksanaan program K3.
3. Menetapkan personil yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan
kewajiban yang jelas dalam penanganan K3.
4. Menetapkan perencanaan K3 yang terkoordinir.
5. Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut perbaikan K3.

Komitmen PTPN IV Kebun Gunung Bayu dalam menerapkan SMK3

didukung oleh SDM yang kompeten yang ahli dibidangnya, yaitu oleh Ahli K3.

170
Manual SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu, hlm. 29

Universitas Sumatera Utara


92

Selanjutnya kebijakan K3 harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua pekerja,

tamu, kontraktor, pemasok, dan pelanggan melalui:171

a. Penempatan Teks Kebijakan K3 pada lokasi kerja atau tempat-tempat yang


mudah dan sering dilihat oleh pekerja.
b. Memorandum dari Manajer Unit kepada seluruh pimpinan manajerial dan mandor
untuk mengkomunikasikan Kebijakan K3 kepada para pekerja yang berada
dibawah pengawasannya.
c. Komunikasi Kebijakan K3 kepada tamu, kontraktor dan pihak ke-III lainnya yang
terkait dengan kegiatan operasional di perusahaan disampaikan oleh Petugas
Pengaman pada Pos Pengamanan, dengan memperlihat Catatan Kebijakan baik
yang terdapat dihalaman belakang kartu tamu, Teks Kebijakan yang tersedia pada
saat menyerahkan Kartu Tamu kepada tamu yang bersangkutan.

Kebijakan K3 nantinya akan ditinjau pada saat Rapat Tinjauan Manajemen

(Manajemen Review) PTPN IV Kebun Gunung Bayu. Tinjauan tersebut dilakukan

atas kondisi dan isu pokok K3 yang terjadi. Hasil tinjauan harus dicatat dan

dipelihara. Kebijakan K3 yang direvisi harus dikomunikasikan kepada seluruh

pekerja dan manajemen perusahaan serta orang lain yang datang berkunjung ke

Perusahaan.

Oleh karena itu, dalam perumusan kebijakan K3, perusahaan harus tunduk

pada peraturan perundang-undangan yang berlaku agar terciptanya perlindungan

hukum sebagaimana teori perlindungan hukum oleh Satipjo Rahardjo. Bahwa tujuan

hukum, yaitu untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan

dalam masyarakat dengan cara mengatur perlindungan dan pembatasan terhadap

berbagai kepentingan.172

171
Prosedur SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu-Penetapan Pemeliharaan dan Komitmen, hlm.
6-7
172
Luthvi Febryka Nola, op.cit.

Universitas Sumatera Utara


93

Tujuan perlindungan hukum bagi pekerja adalah untuk menjamin

berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan

dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Untuk itu pengusaha wajib

melaksanakan SMK3 sesuai dengan pe raturan perundang-undangan yang berlaku.173

173
Ikhwan Fahrojih, op.cit., hlm. 33

Universitas Sumatera Utara


94

BAB III

PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM SISTEM


MANAJEMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)
SEBAGAI KEWAJIBAN HUKUM PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA
IV KEBUN GUNUNG BAYU

A. Kewajiban Hukum PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu


Menerapkan Good Corporate Governance dalam Sistem Manajeman
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Definisi GCG menurut Komite Cadburry yaitu prinsip yang mengarahkan dan

mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta

kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawaban kepada

shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Hal tersebut dimaksudkan

untuk mengatur kewenangan direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang

berhubungan dengan perusahaan di lingkungan tertentu.174

Center of European Policy Studies (CEPS) memberikan definisi GCG yaitu

merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta

pengendalian, baik yang ada didalam maupun diluar manajemen perusahaan. Hak

disini adalah hak seluruh stakeholder, bukan terbatas kepada shareholders saja.175

Di dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik

Negara Nomor : PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan

Yang Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, Tata

Kelola Perusahaan yang Baik (Good Coorporate Governance) yang selanjutnya

174
Suherman Toha, Penelitian Masalah Hukum tentang Penerapan Good Corporate Governance
pada Dunia Usaha, (Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2007), hlm. 12
175
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


95

disebut GCG adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme

pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan.176

Prinsip-prinsip GCG tersebut berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Negara

Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata

Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan Usaha

Milik Negara, meliputi:

1. Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses


pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi
material dan relevan mengenai perusahaan;
2. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif;
3. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian didalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi
yang sehat;
4. Kemandirian (independency), yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-
prinsip korporasi yang sehat;
5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak
Pemangku Kepentingan (stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peraturan perundang-undangan.

Penerapan prinsip-prinsip GCG pada BUMN, bertujuan untuk:177

1. mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat,
baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu mempertahankan
keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan
BUMN;
2. mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, efisien, dan efektif, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ Persero/Organ
Perum;

176
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-
01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Coorporate Governance)
pada Badan Usaha Milik Negara
177
Pasal 4 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01/MBU/2011
tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan
Usaha Milik Negara

Universitas Sumatera Utara


96

3. mendorong agar Organ Persero/Organ Perum dalam membuat keputusan dan


menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab
sosial BUMN terhadap Pemangku Kepentingan maupun kelestarian lingkungan di
sekitar BUMN;
4. meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional;
5. meningkatkan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi nasional.

Didalam GCG tersirat secara implisit bahwa sebuah perusahaan bukanlah

mesin pencetak keuntungan bagi pemiliknya, melainkan sebuah entitas untuk

menciptakan nilai bagi semua pihak yang berkepentingan. Konsep GCG

mencerminkan pentingnya sikap berbagi (sharing), peduli (caring), dan melestarikan.

Dengan demikian, jelaslah bahwa perubahan menuju praktik GCG yang lebih baik

haruslah mencakup perubahan pada dimensi teknis (sistem dan struktur) dan aspek

psikososial (paradigma, visi, dan nilai-nilai) organisasi. Dalam perubahan dimensi

psikososial perusahaan, peran kepemimpinan sangatlah penting. Kepemimpinan

dalam hal ini berperan sangat besar dalam menumbuhkan aspirasi, menanamkan nilai,

serta menumbuhkan idealisme dan kesadaran akan tujuan (sense of purpose) pada

anggota perusahaan. Tugas seorang pemimpin adalah menjelaskan visi, paradigm,

dan nilai-nilai yang berada di balik prinsip-prinsip GCG; apa arti dari visi, paradigm,

dan nilai-nilai tersebut bagi kelangsungan hidup perusahaan; dan apa maknanya bagi

setiap anggota organisasi. Perubahan aspek teknis dalam bidang struktur dan sistem

memerlukan kemampuan manajemen. Dalam hal ini, yang menjadi titik berat

perhatian adalah keteraturan dan kelancaran proses-proses dalam organisasi serta

ketaatan anggota perusahaan terhadap kebijakan dan sistem yang dirancang untuk

melaksanakan prinsip-prinsip GCG. Sistem dan struktur ini menjadi pedoman teknis

Universitas Sumatera Utara


97

untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari agar tidak menyimpang dari prinsip-prinsip

GCG.178

Oleh karena itu, BUMN diwajibkan untuk menerapkan GCG secara konsisten

dan berkelanjutan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha

Milik Negara Nomor: PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan

Yang Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara tersebut

dengan tetap memperhatikan ketentuan, dan norma yang berlaku serta anggaran dasar

BUMN.179

Begitu pula dengan PTPN IV yang berkomitmen tinggi dalam penerapan

GCG untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas,

responsibilitas, independensi, dan kewajaran akan selalu ditegakkan dalam upaya

membangun sebuah organisasi bisnis yang sehat dan kinerja yang terus meningkat. 180

Penerapan GCG di PTPN IV mengacu pada Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2003 tentang BUMN, Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-

09/MBU/2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good

Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, Surat Keputusan

Kementrian BUMN SK-16/S.MBU/2012 tentang Indikator/Parameter Penilaian dan

Evaluasi Atas Penerapan Tata Kelola Perusahan yang Baik (GCG) pada BUMN, dan

Surat dari PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Nomor 3.12/X/63/2014 tentang

Implementasi Good Corporate Governance (GCG).


178
Muh Arief Effendi, The Power of Good Governance (Teori dan Implementasi), (Jakarta :
Salemba Empat, 2016), hlm. 5
179
Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-
01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Coorporate Governance)
pada Badan Usaha Milik Negara
180
Annual Report PTPN IV 2017, hlm. 113

Universitas Sumatera Utara


98

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-

01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good

Corporate Governance) pada BUMN, maka PTPN IV diwajibkan menerapkan GCG

secara konsisten dan berkelajutan dengan tetap memperhatikan ketentuan dan norma

yang berlaku serta Anggaran Dasar Perusahaan.

Didalam Keputusan Sekretaris Kementerian BUMN Nomor SK-

16/S.MBU/2012 tentang Indikator Parameter Penilaian dan Evaluasi Atas Penerapan

Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN,

dijelaskan bahwa dalam penerapan GCG diperlukan infrastruktur yang akan dijadikan

sebagai Pedoman bagi perusahaan dalam penerapan GCG, yaitu memuat board

manual, manajemen risiko manual, sistem pengendalian intern, sistem pengawasan

intern, mekanisme pelaporan atas dugaan penyimpangan pada BUMN yang

bersangkutan, tata kelola teknologi informasi, dan pedoman perilaku etika (code of

conduct). Sehingga PTPN IV menerbitkan Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan

Direksi Nomor DK/18/KPTS/2016 dan Nomor 04.03/02/KPTS/2016 tanggal 6

Desember 2016 tentang Pemberlakuan Infrastruktur Good Corporate Governance PT

Perkebunan Nusantara IV.

Didalam Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi tersebut, terdapat

lampiran Pedoman Perilaku (Code of Conduct) yang mengatur mengenai penerapan

SMK3 di PTPN IV. Bahwa penerapan SMK3 harus dijaga dan dipelihara untuk

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat merugikan baik bagi

perusahaan maupun bagi pelaku bisnis. Sehingga untuk melaksanakan SMK3, setiap

pelaku bisnis wajib:

Universitas Sumatera Utara


99

1. Mematuhi semua peraturan perundang-undangan mengenai SMK3 dan

Kelestarian Lingkungan yang berlaku.

2. Mengimplementasikan seluruh kebijakan/prosedur SMK3 dan Kelestarian

Lingkungan dimasing-masing unit kerja.

3. Memakai dan memelihara dengan baik alat-alat perlengkapan kerja untuk

keselamatan, kesehatan kerja dan kelestarian lingkungan yang telah disediakan di

unit kerjanya masing-masing.

4. Menjaga dan menciptakan lingkungan tempat kerja yang tertata harmonis dan

selalu bersih di unit kerjanya masing-masing.

5. Melaksanakan prosedur kerja yang aman bagi lingkungan dalam pengolahan dan

pembuangan limbah.

6. Menjaga dan menciptakan kelestarian lingkungan di sekitar tempat kerja

perusahaan di unit kerjanya masing-masing.

7. Melaksanakan pemeriksaan kesehatan dan mengikuti pelatihan mengenai

keselamatan, kesehatan dan kelestarian lingkungan apabila diperlukan oleh

perusahaan.

8. Menangani masalah kesehatan, kecelakaan kerja dan pencemaran lingkungan

yang terjadi dengan efektif dan benar.

Hal tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 36 Peraturan Menteri Negara

Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata

Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan Usaha

Milik Negara tersebut, bahwa:

Universitas Sumatera Utara


100

“Direksi wajib memastikan bahwa asset dan lokasi usaha serta fasilitas BUMN

lainnya, memenuhi peraturan perundang-undangan berkenaan dengan kesehatan dan

keselamatan kerja serta pelestarian lingkungan.”

Berdasarkan Pasal 36 tersebut, direksi sebagai pimpinan perusahaan yang

berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan diwajibkan

untuk menerapkan K3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Direksi/manajemen adalah pihak yang dianggap dapat dipercaya untuk bertindak

sebaik-baiknya bagi kepentingan pemegang saham (shareholders) maupun pemangku

kepentingan (stakeholders).181 Sesuai dengan Teori Stewardship, direksi/manajemen

harus bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan jujur terhadap

orang lain. Sehingga direksi yang diberi kewenangan dan tanggung jawab oleh

pemegang saham untuk menjalankan pengurusan perusahaan hendaknya selalu patuh

dan tunduk terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seperti halnya

kepatuhan direksi untuk melaksanakan kewajibannya dalam menerapkan SMK3.

Apabila PTPN IV Kebun Gunung Bayu telah menerapkan SMK3 sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka secara tidak langsung

PTPN IV Kebun Gunung Bayu telah melaksanakan prinsip-prinsip GCG. Karena

GCG merupakan prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme

pengelolaan perusahaan yang berlandaskan pada peraturan perundang-undangan.

181
Tri Budiyono, op.cit., hlm. 140-141

Universitas Sumatera Utara


101

B. Penerapan Sistem Manajeman Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)


pada PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu

Penerapan SMK3 yang dilakukan di PTPN IV Kebun Gunung Bayu

berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012

tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yaitu

terdiri atas penetapan kebijakan K3, perencanaan K3, pelaksanaan rencana K3,

pemantauan dan evaluasi K3, serta peninjauan dan peningkatan kinerja K3.

PTPN IV Kebun Gunung Bayu membuat kelima prinsip penerapan SMK3

tersebut menjadi 5 elemen kunci penerapan SMK3 sebagaimana yang tertulis dalam

Manual SMK3, yaitu sebagai berikut:

1. Komitmen dan Kebijakan K3

Kebijakan K3 merupakan komitmen perusahaan untuk melaksanakan norma-

norma K3 dan merupakan dasar untuk melaksanakan program K3, sehingga K3 dapat

dilaksanakan secara optimal. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di

PTPN IV Kebun Gunung Bayu, bahwa perumusan kebijakan K3 PTPN IV Kebun

Gunung Bayu telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Perencanaan/Pengorganisasian Program K3

Didalam perencanaan atau pengorganisasian program K3, maka diperlukan

suatu tim kerja khusus yang diangkat untuk menjalankan administrasi K3, melakukan

pengawasan terhadap dipatuhinya peraturan-peraturan yang berlaku, mempersiapkan

laporan kecelakaan, laporan kebakaran, statistik, dan lain-lain.

Tim kerja ini diangkat secara resmi melalui Surat Keputusan oleh Top

Manajemen dan merupakan perpanjangan tangan manajemen. Dalam surat

Universitas Sumatera Utara


102

pengangkatannya juga disebutkan tugas dan tanggung jawab sebagai cakupan tugas-

tugasnya. Petugas ini dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Top

Manajemen dan tugas ini hanya berupa tugas tambahan disamping tugas-tugas rutin

lainnya di dalam perusahaan.

Tim kerja ini bisa diangkat dalam periode tertentu dan secara bergiliran

dilimpahkan kepada yang lain sebagai penggantinya sesuai dengan kebutuhan. Tim

kerja ini disebut dengan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)

yang merupakan suatu badan nonstruktural yang berada diluar struktur organisasi

perusahaan yang para pejabatnya terdiri dari pejabat-pejabat struktural perusahaan

dan para karyawan.

Keanggotaan P2K3 di PTPN IV Kebun Gunung Bayu terdiri dari Ketua P2K3

yang dijabat oleh Manajer Unit (Top Manajemen) secara ex officio dimana

pelaksanaan aktivitas sehari-harinya dapat dilimpahkan kepada ketua I s/d IV dan

sekretaris P2K3, sekretaris P2K3 yang merupakan seorang ahli K3 perusahaan, dan

anggota yang terdiri dari seluruh karyawan PTPN IV Kebun Gunung Bayu.

P2K3 mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan baik diminta

maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah K3. Berikut fungsi

P2K3 yang dikutip dari dokumen P2K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu, sebagai

berikut:182

a) Menghimpun dan mengolah data tentang keselamatan dan kesehatan kerja di


tempat kerja.
b) Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap karyawan:

182
Prosedur Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)-Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), hlm. 7-8

Universitas Sumatera Utara


103

1) Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan


keselamatan dan kesehatan kerja.
2) Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.
3) Alat pelindung diri bagi karyawan yang bersangkutan.
4) Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
c) Menyampaikan dan memberikan usulan penyelesaian keluhan-keluhan karyawan
yang timbul akibat adanya perubahan tempat/cara/alat kerja yang berpotensi
menimbulkan bahaya kecelakaan dan/atau penyakit akibat kerja.
d) Membantu Manajer Unit dalam:
1) Mengevaluasi cara kerja, proses, dan lingkungan kerja.
2) Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik.
3) Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja.
4) Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja serta
mengambil langkah-langkah yang diperlukan.
5) Mengembangkan penyuluhan dan penelitian dibidang keselamatan kerja,
higiene perusahaan, kesehatan kerja dan ergonomi.
6) Mengembangkan pelayanan kesehatan karyawan.
e) Membantu Manajer Unit menyusun kebijakan manajemen dan pedoman kerja
dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan.
f) Ikut serta dalam audit internal SMK3, inspeksi dan penyelidikan kecelakaan.
g) Membantu dan memberikan usulan program dan penyelesaian masalah-masalah
K3 kepada Manajer Unit dengan:
1) Menentukan langkah-langkah kebijakan demi tercapainya pelaksanaan program
K3.
2) Melaporkan pelaksanaan K3 di perusahaan kepada Instansi yang berwenang.
3) Mempertanggungjawabkan program-program K3 dengan memonitor dan
mengevaluasi pelaksanaannya di lingkungan Perusahaan.

Kemudian tugas dan tanggung jawab dalam Struktur Organisasi P2K3 PTPN

IV Kebun Gunung Bayu, yaitu:183

1) Manager Unit/Ketua P2K3 Kebun Gunung Bayu, yaitu:


a) Bertanggung jawab terhadap seluruh operasional perusahaan termasuk
penanganan masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Kebun Gunung
Bayu.
b) Bertugas dan bertanggung jawab atas pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di Kebun Gunung Bayu.
2) Sekretaris P2K3 Kebun Gunung Bayu, yaitu:
a) Bertanggung jawab kepada Ketua P2K3.
b) Membuat undangan rapat dan notulennya.
c) Mengelola administrasi surat-surat P2K3.

183
Manual SMK3 PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu, hlm. 12-13

Universitas Sumatera Utara


104

d) Memberikan saran/bantuan yang diperlukan seksi-seksi, demi suksesnya


program K3.
e) Membuat laporan ke departemen-departemen yang bersangkutan mengenai
adanya unsafe act dan unsafe condition di tempat kerja.
3) Ketua I-IV P2K3 Kebun Gunung Bayu, yaitu:
a) Bertanggung jawab kepada Ketua P2K3 Kebun Gunung Bayu.
b) Bertugas dan bertanggung jawab atas pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di Kebun Gunung Bayu.
c) Bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di lingkungan kerja
masing-masing.
d) Bertugas dan bertanggung jawab atas pencegahan dan pengendalian kecelakaan
kerja di lingkungan kerja masing-masing.
4) Asisten: bertugas dan bertanggung jawab langsung terhadap pengawasan,
pelaksanaan pencegahan dan pengendalian kecelakaan sehari-hari di lingkungan
kerjanya.
5) Mandor: bertugas dan bertanggung jawab langsung terhadap pelaksanaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam semua kegiatan di lingkungan kerja
masing-masing.
6) Karyawan:
a) Mematuhi semua ketentuan kebijakan K3 Perusahaan, prosedur dan instruksi
kerja yang berlaku dalam melaksanakan aktivitasnya.
b) Selalu melakukan aktivitas dengan cara yang aman bagi diri sendiri dan orang
lain yang dapat terpengaruh oleh aktivitas tersebut.
c) Melaporkan kepada atasan jika menemukan bahaya atau masalah yang
berkaitan dengan K3.

Unsur lain dalam manajemen K3 adalah adanya perencanaan pengendalian

yang merupakan follow up dari program K3 yang telah ditetapkan dan disusun

berdasarkan tujuan keberhasilan K3 yang diinginkan, misalnya:

1) tidak terjadi kecelakaan yang menyebabkan hilangnya Hari Kerja (Zero Accident).

2) tidak terjadi penyakit akibat kerja.

3) tidak terjadi pelanggaran terhadap peraturan.

4) tidak terjadi kebakaran, peledakan, dan lain-lain.

5) tidak terjadi pencemaran lingkungan oleh limbah perusahaan.

Universitas Sumatera Utara


105

Susunan perencanaan pengendalian dimaksud diimplementasikan dengan

menjalankan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan/digariskan dalam prosedur-

prosedur pengendalian melalui penerapan dan pengawasan terhadap dipenuhi dan

dipatuhinya peraturan/prosedur tersebut serta dilakukannya upaya-upaya peningkatan

disiplin dan motivasi terhadap seluruh lapisan karyawan.

3. Penerapan dan Pengendalian

Sasaran K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu ditetapkan berdasarkan aspek K3

risiko tinggi yang teridentifikasi dalam komitmen yang dibuat dalam Kebijakan K3.

Guna memenuhi komitmen tersebut, lokasi, dan aktifitas yang diidentifikasi sebagai

risiko tinggi, diprioritaskan untuk dikelola berdasarkan ketetapan sasaran K3. Tujuan

dan sasaran ini secara konsisten diselaraskan dengan kebijakan K3 dengan

memperhitungkan aspek-aspek K3 yang terkait dengan perundangan dan persyaratan

K3 lainnya, serta pilihan teknologi, biaya operasional dan aspek bisnis.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di PTPN IV Kebun Gunung

Bayu, berikut ini uraian program K3 tahunan yang dilakukan PTPN IV Kebun

Gunung Bayu, yaitu:

a) Menyelenggarakan Bulan K3 Nasional

Bulan K3 Nasional PTPN IV Kebun Gunung Bayu dilaksanakan pada Bulan

Januari sampai Februari di setiap tahunnya dan dipimpin oleh Manajer Unit.

Dimana program kegiatan Bulan K3 Nasional PTPN IV Kebun Gunung Bayu,

yaitu:

1) Apel bendera Bulan K3

Universitas Sumatera Utara


106

2) Pemasangan bendera K3; spanduk K3 di simpang Gunung Bayu, depan

Sentral Kantor, Pos I palang pabrik, dalam pabrik dan depan Kantor

Sekretariat SMK3

3) Aksi sosial K3, seperti:

(a) Sosialisasi K3 di bengkel, pabrik, dan kantor

(b) Gotong-royong kebersihan di rumah-rumah ibadah dan lingkungan

pemukiman perumahan karyawan

(c) Gotong-royong kebersihan lokasi pabrik dan sekitarnya

4) Operasi tertib pemakaian APD di bengkel, pabrik, sentral gudang, dan

laboran.

b) Rapat Bulanan K3

Rapat Bulanan K3 dilaksanakan oleh P2K3 di minggu pertama di setiap

bulannya yang dipimpin oleh Sekretaris P2K3. Dimana rapat bulanan K3 tersebut

membahas mengenai segala aspek tentang program K3 yang akan dilaksanakan

maupun evaluasi atas pelaksanaan program K3.

c) Laporan Bulanan P2K3 ke Disnaker setempat

Laporan Bulanan P2K3 meliputi laporan kerja P2K3 dan laporan kebakaran.

Laporan Bulanan ini kemudian ditujukan kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten

Simalungun dan Kantor Pusat PTPN IV.

Laporan kerja P2K3 bulan Juni 2019 meliputi check list umum tempat kerja

bulanan, check list APAR bulanan, dan briefing safety daerah akses terbatas

kepada anak-anak PKL dari Al Washliyah Perdagangan. Sedangkan pada laporan

kebakaran pada bulan Juni 2019 yaitu Nihil.

Universitas Sumatera Utara


107

d) Laporan Triwulan P2K3

Laporan Triwulan P2K3 ditujukan kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten

Simalungun dan Kantor Pusat PTPN IV. Laporan Triwulan P2K3 meliputi:

1) Laporan Kegiatan P2K3

Laporan kegiatan P2K3 pada Triwulan II Tahun 2019 yaitu check list

umum tempat kerja bulanan, check list APAR bulanan, syukuran PKS GUB

sebagai PKS terbaik II se-PTPN IV tahun 2018 dan penyantunan kepada anak

yatim, melakukan pengisian ulang APAR, briefing safety daerah akses

terbatas kepada anak-anak PKL dari Al Washliyah Perdagangan.

2) Rekapitulasi Laporan Kecelakaan Kerja P2K3

Kecelakan kerja adalah kejadian yang tidak diduga dan tidak terkendali

yang berakibat kepada kacaunya proses dari suatu kegiatan yang telah diatur

sehingga menimbulkan kerugian baik korban manusia maupun korban harta

benda. Dari Rekapitulasi Laporan Kecelakaan Kerja Triwulan II Tahun 2019

dapat disimpulkan bahwa tidak ada kecelakaan kerja yang terjadi.

3) Laporan Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul sebagai efek dari

kegiatan kerja bagi para pekerja. Dari Laporan Penyakit Akibat Kerja

Triwulan II Tahun 2019 dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi penyakit

akibat kerja.

4) Rekapitulasi Laporan Kebakaran

Dari Rekapitulasi Laporan Kebakaran Triwulan II Tahun 2019 dapat

disimpulkan bahwa tidak ada peristiwa kebakaran.

Universitas Sumatera Utara


108

5) Susunan Pengurus

6) Struktur Organisasi P2K3

7) Program Kerja P2K3 Kebun Gunung Bayu, yaitu segala kegiatan K3 yang

akan dilaksanakan selama 1 tahun.

e) Inspeksi dan Investigasi

Inspeksi dan investigasi K3 yaitu identifikasi dan pengamatan yang dilakukan

oleh Tim Inspeksi terhadap kondisi peralatan, lingkungan kerja, prosedur kerja,

dan perilaku karyawan di tempat kerja. Tujuan dari inspeksi dan investigasi K3

adalah untuk memastikan bahwa kondisi tempat kerja (peralatan, bahan, tata cara

kerja, prosedur) di lingkungan operasional perusahaan dalam kondisi aman sesuai

standar dan pedoman teknis yang berlaku.

Tim Inspeksi P2K3 bertanggung jawab untuk melaksanakan Inspeksi P2K3

dalam rangka memastikan penerapan kebijakan K3. Berikut prosedur pelaksanaan

inspeksi yang dikutip dalam dokumen Inspeksi dan Pengujuan SMK3 PTPN IV

Kebun Gunung Bayu, yaitu sebagai berikut:184

1) Inspeksi K3 Manajemen
(a) Inspeksi terencana dilakukan oleh P2K3 pada akhir tahun.
(b) Waktu pelaksanaan inspeksi K3 ditentukan oleh masing-masing Asisten
dengan pemberitahuan Kepala Dinasnya.
(c) Kepala Dinas dapat ikut serta dalam pelaksanaan inspeksi tersebut.
(d) Inspeksi terencana harus dilengkapi dengan daftar isian (checklist) untuk
memudahkan pemeriksaan dan memastikan seluruh aspek K3 telah
tercakup.
(e) Inspektor mengirimkan hasil inspeksinya kepada pihak-pihak terkait
yangperlu menindak lanjuti hasil temuan inspeksi dengan tembusan
kepada Manajer Unit dan Kepala Dinas.
2) Inspeksi K3 khusus

184
Prosedur SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu-Inspeksi dan Pengujian, hlm. 5-8

Universitas Sumatera Utara


109

(a) Inspeksi khusus dilakukan untuk pemeriksaan secara mendalam terhadap


objek-objek tertentu, misalnya peralatan pencegahan kebakaran,
penangkal petir, dan lain-lainnya.
(b) Pelaksana inspeksi dilakukan oleh para ahli dibidangnya di koordinir
P2K3.
(c) Pelaksanaan inspeksi sesuai dengan kebutuhan.
(d) Hasil temuan inspeksi dikirimkan kepada pihak-pihak terkait untuk
ditindaklanjuti dan tembusan dikirimkan kepada Manajer Unit dan kepada
KepalaDinas.
3) Inspeksi K3 rutin
(a) Inspeksi K3 rutin dilaksanakan oleh Tim Inspeksi P2K3
(b) Sekretaris P2K3 dan Tim Inspeksi membuat rencana kerja pelaksanaan
inspeksi K3 rutin.
(c) Inspeksi K3 rutin dilaksanakan secara Triwulan.
(d) Laporan temuan hasil inspeksi K3 disalin di buku laporan kegiatan.
(e) Tim Inspeksi melakukan penilaian ulang dan pengukuran risiko dengan
mempertimbangkan standar/prosedur/informasi/notulen rapat unit kerja
terkait.
(f) Berdasarkan prioritas tingkat risiko tersebut diatas, hasil temuan inspeksi
disampaikan/dikomunikasikan secara formal ke unit kerja terkait untuk
ditindak lanjuti oleh Kepala Dinas.

Persiapan dalam pelaksanan inspeksi, yaitu persiapan yang dilakukan dalam


rangka efisiensi dan efektifitasnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
persiapan pelaksanaan inspeksi, yaitu:
1) Penentuan waktu, tempat, rute, sasaran dan anggota team.
2) Pemberitahuan kepada anggota team pelaksana inspeksi mengenai rencana
inspeksi.
3) Memeriksa hasil inspeksi terdahulu dan laporan tindak lanjutnya.
4) Menyiapkan daftar isian inspeksi (cheklist).
5) Menyiapkan alat pelindung diri yang diperlukan seperti topi keselamatan,
sepatu keselamatan, alat pelindung telinga, alat pelindung debu.
6) Menyiapkan alat bantu (bila diperlukan) seperti camera (jika ada), klip board.

Kemudian hal-hal yang perlu diperhatikan saat dilakukan inspeksi adalah


sebagai berikut:
1) Tentukan pemimpin dan penulis pelaksana inspeksi.
2) Laksanakan sesuai jadwal, gunakan APD sesuai dengan aturan yang berlaku.
3) Adakan briefing kepada anggota team dan bagian yang akan diinspeksi
mengenai tujuan dan rencana inspeksi.
4) Mintakan salah seorang anggota bagian yang akan diinspeksi yang
mengetahui kegiatan disana untuk mengikuti inspeksi.
5) Lakukan pengamatan baik terhadap kondisi dan tindakan yang tidak aman
(tidak memenuhi standar). Usahakan untuk mengamati hal-hal yang agak

Universitas Sumatera Utara


110

tersembunyi dan jarang diperhatikan. Perhatikan terhadap tingkah laku


pekerja, alat pelindung diri yang digunakan, cara kerja.
6) Lakukan pencatatan terhadap temuan yang memenuhi standar maupun yang
tidak memenuhi standar. Penggunaan digital kamera sangat membantu.
7) Lakukan pengamatan secara random (sampling) mengenai tindak lanjut hasil
inspeksi sebelumnya untuk memastikan adanya sistem tindak lanjut hasil
inspeksi.
8) Adakan close out meeting guna menyampaikan hasil-hasil temuan yang
penting dan gambaran keseluruhan hasil inspeksi.

Setelah inspeksi dilaksanakan, maka yang perlu dilakukan adalah sebagai


berikut:
1) Hasil temuan inspeksi dikumpulkan pada penulis laporan.
2) Lakukan tabulasi terhadap temuan, tentukan tingkat bahaya, tentukan
penanggung jawab tindak lanjut hasil inspeksi dan target waktu penyelesaian,
3) Perbaikan sesuai dengan isian dalam formulir Permintaan Tindakan Perbaikan
Kekurangan/Ketidak Sesuaian.
4) Kirimkan hasil temuan inspeksi yang telah ditandatangani oleh pimpinan
teamkepada pihak-pihak yang akan menindak lanjuti hasil temuan dan
tembusannya kepada Kepala Bidang/Dinas.
5) Setiap bulan masing-masing Asisten mengirimkan hasil tindak lanjut inspeksi
kepada P2K3 dan tembusannya kepada Manajer Unit secara bulanan.
Summary hasil laporan tersebut disampaikan oleh Ketua Tim Inspeksi kepada
Manajer Unit.

Program inspeksi di PTPN IV Kebun Gunung Bayu, terdiri atas:

1) APAR per bulan

2) Hydrant per tri wulan

3) Tempat kerja per bulan

f) Pengisian Ulang APAR

Kegiatan pengisian ulang APAR dilakukan di lokasi pabrik PKS Gunung

Bayu oleh CV. AMBIA pada minggu pertama di Bulan September.

g) Simulasi keadaan darurat

Simulasi keadaan darurat adalah simulasi yang bertujuan untuk memberikan

petunjuk mengenai langkah-langkah penanganan secara cepat dan tepat terhadap

Universitas Sumatera Utara


111

keadaan darurat sehingga dapat mengurangi dampak kerugian yang ditimbulkan.

Dimana keadaan darurat adalah suatu kejadian atau situasi yang tidak dikehendaki

terjadi secara tiba-tiba dan dapat berkembang cepat sehingga menimbulkan

bahaya yang mengancam jiwa, harta benda, proses produksi maupun kerusakan

lingkungan yang lebih besar.

1) Kebakaran

Kebakaran adalah keadaan darurat yang disebabkan terjadinya kebakaran

ditempat kerja, baik di dalam kantor maupun di dalam instalasi perusahaan.

Gambar 3.1 Simulasi Kebakaran dimana Pemadam Inti berusaha untuk


memadamkan api dengan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Sumber : Dokumen Control SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu

2) Gempa bumi

Bencana alam adalah keadaan darurat yang disebabkan bencana alam baik

dalam areal instalasi/kantor maupun di luar instalasi/kantor misalnya: gempa

bumi, topan/badai, banjir besar dan dampaknya berskala besar/luas.

Gambar 3.2 Simulasi Gempa Bumi dimana karyawan keluar gedung untuk
menuju ke titik evakuasi

Sumber : Dokumen Control SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu

Universitas Sumatera Utara


112

3) Huru-hara

Huru-hara adalah terjadi keributan/kerusuhan, penjarahan dan tindakan

brutal yang berskala luas/banyak, atau ancaman yang dapat membuat

kepanikan lainnya dan dapat mengakibatkan tidak bisa berfungsinya hampir

seluruh kegiatan masyarakat, seperti transportasi, komunikasi, perdagangan

dan lain-lainnya, sehinga karyawan sangat sulit untuk menuju tempat kerja

dan atau sebaliknya (terisolasi).

Gambar 3.3 Simulasi huru-hara di Kantor Kebun Gunung Bayu

Sumber : Dokumen Control SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu

4) Kebakaran lahan Afd.

Gambar 3.4 Simulasi Kebakaran di Lahan Afdiling dimana Tim Pemadam Inti
berusaha memadamkan api dengan Hydran

Sumber : Dokumen Control SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu


Berikut prosedur penanganan keadaan darurat yang dikutip dari dokumen

Penanganan Keadaan Darurat SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu, yaitu

sebagai berikut:185

1) Tahap awal pengendalian

185
Prosedur SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu-Penanganan Keadaan Darurat, hlm. 10-13

Universitas Sumatera Utara


113

Penyampaian informasi kejadian:


(a) Setiap karyawan yang mengetahui, melihat atau mengalami suatu keadaan
darurat wajib untuk menyampaikannya langsung/segera kepada Kepala
Regu Unit Kerja/Sub Unit Kerja yang bertanggung jawab terhadap daerah
tersebut.
(b) Regu Unit Kerja/Sub Unit Kerja menyampaikan informasi yang diterima,
kepada Asisten terkait. Penyampaian tersebut dalam kategori “segera” dan
dapat mempergunakan radio, telepon, fax, maupun sarana-sarana lainnya
yang memungkinkan.
(c) Hal-hal yang perlu disampaikan mencakup berikut ini:
(1) Apa yang terjadi (kebakaran, peledakan, huru-hara, banjir) dan
besarnya
(2) Lokasi kejadian
(3) Tingkat keparahan dan jumlah korban
(4) Tindakan yang telah dilakukan
(5) Bantuan yang diperlukan
(6) Nama dan jabatan pelapor
(d) Asisten/Kepala Kerja setempat memulai tindakan awal untuk
mengendalikan keadaan sesuai tahapan strategi pengendalian.

2) Penerapan rencana pengendalian


(a) Asisten/ Kepala Regu Unit Kerja/Sub Unit Kerja memberitahukan kepada
Kepala Dinas bahwa kondisi keadaan darurat telah terjadi di daerah
tanggung jawabnya. Atas pertimbangannya, maka Kepala Dinas akan
menyatakan bahwa telah terjadi keadaan darurat.
(b) Untuk Keadaan darurat kecil maka pengendalian cukup dipimpin oleh Ka
Kodal dan dibantu oleh unit kerja setempat ditambah pihak
PMK/Bakortiba, paramedis dan Pengamanan serta unit tertentu lainnya
(bila diperlukan). Ka Kodal berkewajiban melaporkan kegiatan
pengendalian yang dilaksanakan ke Ka Pusdal.
(c) Untuk keadaan darurat besar maka pengendalian dipimpin oleh Ka Pusdal
dengan melibatkan anggota Pusdal sesuai kebutuhan. Pengendalian di
lapangan dilakukan oleh Ka Kodal dibantu oleh Anggota Tim Kodal dan
unit tempat kejadian.
(d) Apabila keadaan darurat besar berkembang sehingga berdampak pada
fasilitas umum dan masyarakat sekitar perusahaan, maka Pusdal akan
dipimpin langsung oleh Manajer Unit atau orang lain yang dihunjuk oleh
Manajer Unit untuk memimpin pengendalian.
(e) Ka Kodal akan menerapkan strategi pengendalian berikut ini:
(1) Melaksanakan pengamanan lokasi sehingga tidak terjadi kecelakaan
susulan, termasuk mengevakuasi para petugas yang tidak terlibat
langsung didalam usaha pengendalian ke Titik Evakuasi (Tempat
Berkumpul Keadaan Darurat )
(2) Melakukan penyelamatan korban dengan cara memindahkan korban
dari lokasi yang berbahaya ke tempat aman dan kemudian memberikan

Universitas Sumatera Utara


114

pertolongan pertama pada kecelakaan. Selanjutnya mengirimkan


korban ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut bila diperlukan.
(3) Menyelamatkan peralatan yang masih mungkin dilakukan.
(4) Melokalisir area tempat kejadian sehingga tidak merambat atau meluas
ke tempat lainnya.
(5) Menghentikan situasi keadaan darurat.
(f) Ka Kodal melaporkan ke Ka Pusdal bahwa keadaan darurat telah selesai.
Ka Pusdal akan menyatakan bahwa operasi pengendalian keadaan darurat
telah selesai.
3) Pelaporan & tindak lanjut perbaikan
Ka Pusdal menyampaikan laporan tindakan pengendalian keadaan darurat
yang telah dilaksanakan kepada Manajer Unit serta tindak lanjut penanganan
yang harus diambil.
Laporan tersebut terdiri dari:
(a) Kronologi dan Ringkasan kejadian
(b) Penyebab dan Analisa kejadian
(c) Akibat kejadian ( rincian kerugian)
4) Penanganan Pasca Keadaan Darurat
(a) Asisten SDM & Umum melakukan kontrol terhadap kondisi tenaga kerja
setelah terjadi keadaan darurat.
(b) Bila diperlukan Asisten SDM & Umum mengajukan kepada Manajer Unit
untuk mengundang seorang Psikiater untuk memulihkan trauma yang
dialami oleh tenaga kerjapada saat terjadi keadaan darurat.
(c) Kepala Dinas Teknik segera melakukan perbaikan sarana dan alat
produksi yang rusak akibat keadaan darurat.
(d) Tindakan Perbaikan yang telah selesai dilakukan diinformasikan kepada
tenaga kerja agar tenaga kerja dapat beraktivitas kembali.

h) Pemeriksaan Kesehatan dan Lingkungan

Pemeriksaan Kesehatan di PTPN IV Kebun Gunung Bayu terdiri dari

pemeriksaaan kesehatan oleh Hiperkes (Higiene Perusahaan dan Kesehatan) dan

Poliklinik Kebun (Polibun).

Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh Hiperkes dilakukan satu tahun

sekali pada bulan Februari dan penanggungjawab oleh SDM Umum dan

Keamanan. Kegiatan pemeriksaan kesehatan Hiperkes meliputi pemeriksaan

Audiometric dan Spirometri oleh Dokter Balai K3 Medan dan didampingi oleh

pihak perusahaan yaitu pengurus P2K3. Berdasarkan laporan penyakit akibat

Universitas Sumatera Utara


115

kerja Triwulan II Tahun 2018 hasil pemeriksaaan Audiomeric terhadap 17 orang

karyawan didapatkan 5 tenaga kerja NIHL (Noise Induced Hearing Loss) dan 12

orang normal. Sedangkan hasil pemeriksaan Spirometri terhadap 23 orang

karyawan didapatkan 3 orang tenaga kerja mengalami RR (Restriksi Ringan) dan

20 orang Normal.

Gambar 3.5 Pemeriksaan Audiometri yang dilakukan oleh Hiperkes

Sumber : Dokumen Control SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu

Polibun diadakan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada karyawan

yang sedang sakit. Namun apabila karyawan yang sedang sakit tersebut tidak

dapat ditangani oleh Polibun, maka dapat dirujuk ke RS Laras yang merupakan

rumah sakit perusahaan PTPN IV. Sehingga tujuan dari Hiperkes dan Polibun

adalah untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja maupun untuk

meminimalisir terjadinya penyakit akibat kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa penyakit akibat kerja banyak

terjadi di PKS Gunung Bayu, yaitu tuli yang disebabkan oleh kebisingan dari

mesin pengolahan biji kelapa sawit secara terus menerus dalam jangka waktu

yang lama. Kemudian penyakit akibat kerja yang terjadi di Afdeling yaitu

pernapasan, hal ini disebabkan sering terhirupnya racun yang digunakan pekerja

untuk menghilangkan hama tamanan.

Universitas Sumatera Utara


116

i) Audit internal SMK3

Pelaksanaan audit internal SMK3 yang dilaksanakan untuk memastikan

kesesuaian penerapan dan peningkatan yang berkelanjutan dari kegiatan-kegiatan

yang dilakukan terhadap ketentuan SMK3. Audit internal SMK3 dilakukan satu

tahun sekali.

Pelaksana Audit yaitu:

1) Tim Audit Internal SMK3.

Terdiri dari personil yang dipandang mampu dan memenuhi persyaratan

untuk ditunjuk sebagai anggota Tim Audit Internal di lingkungan perusahaan

yang ditetapkan dengan Surat Penghunjukan Manajer Unit.

2) Auditor

Personil yang telah memahami SMK3 dan memiliki kualitas dan sertifikat

auditor internal untuk melakukan audit dan ditetapkan dengan Surat

Penghunjukan Manajer Unit.

3) Tim Audit Crossing adalah Tim Audit Internal PTPN-IV yang dibentuk oleh

Kantor Pusat PTPN-IV.

Berikut prosedur audit internal yang dikutip dari dokumen Audit Internal

SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu, yaitu sebagai berikut:186

1) Tim Auditor.
(a) Membuat dan menyampaikan jadwal pelaksanaan Audit Internal kepada
perusahaan.
(b) Melaksanakan Audit Internal sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
(c) Membuat laporan hasil audit dan rekomendasi perbaikan untuk
disampaikan kepada Bagian terkait dan Manajer Unit.
2) Pertemuan Pembukaan.

186
Prosedur SMK3 PTPN IV Kebuna Gunung Bayu-Audit Internal, hlm. 6-8

Universitas Sumatera Utara


117

(a) Perkenalan dari Tim Audit.


(b) Penjelasan Tujuan dan Ruang Lingkup Audit.
(c) Penjelasan Jadwal Audit.
(d) Menjelaskan Proses Audit.
(e) Menjelaskan Methoda Penilaian Audit.
(f) Auditee menjelaskan tentang profile, proses operasional, lokasi dan
kegiatan K3.
(g) Tim Audit menyediakan daftar hadir pertemuan pembukaan (opening
Metting)
3) Kegiatan Audit.
(a) Menggunakan daftar Periksa / Check List.
(b) Melihat bukti objective dengan pemeriksaan dokumen, verifikasi,
observasi dan wawancara.
(c) Mencatat secara mendetail bukti objective.
(d) Melihat kesesuaiannya dengan Kebijakan K3, Standar Penerapan dan
Peraturan Perundangan.
(e) Melakukan evaluasi terhadap hasil temuan audit.
(f) Mencatat hasil temuan audit kedalam daftar pariksa audit.
(g) Mempersiapkan laporan temuan ketidak-sesuaian untuk laporan penutup.
4) Pertemuan Penutup.
(a) Menjelaskan tujuan dan ruang lingkup audit.
(b) Menjelaskan jadwal proses dan methoda penilaian.
(c) Tim Audit menjelaskan seluruh hasil temuan audit pada auditee.
(d) Auditee melakukan verifikasi terhadap temuan Tim Audit.
(e) Tim Audit menyediakan daftar hadir pertemuan penutup (Closing
Metting).
5) Tindakan Perbaikan.
(a) Tim Audit Internal mengajukan Permintaan Perbaikan.
(b) Audite bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan perbaikan atas
temuan ketidaksesuaian sesuai dengan Prosedur dan Persyaratan K3.

j) RTM (Rapat Tinjauan Manajemen)

RTM (Rapat Tinjauan Manajemen) adalah evaluasi formal yang dilakukan

oleh Manajer Unit terhadap kebijakan, hasil audit internal/eksternal, tujuan dan

sasaran serta kinerja keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan. Dimana tujuan

RTM adalah untuk menjamin kesesuaian dan keeffektifan yang

berkesinambungan dalam implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3).

Universitas Sumatera Utara


118

k) Audit Eksternal

Audit Eksternal SMK3 dilakukan tiga tahun sekali oleh Sucofindo. Sucofindo

merupakan Lembaga Audit SMK3 yang ditunjuk secara langsung oleh Kemnaker

RI sejak tahun 1996. Sucofindo memiliki kapasitas untuk melakukan audit atas

penerapan SMK3 yang hasilnya akan dijadikan acuan oleh Departemen Tenaga

Kerja dalam menerbitkan sertifikat SMK3.

Pada tahun 2019, telah diterbitkan Sertifikat Penghargaan SMK3 oleh

Kementerian Ketenagakerjaan RI yang merupakan hasil audit dari SMK3 PTPN

IV Kebun Gunung Bayu yang dilakukan oleh Sucofindo dengan hasil pencapaian

yaitu sebesar 95,18% atas penerapan SMK3. Tentu hasil pencapaian tersebut

tergolong memuaskan dalam hal penerapan SMK3.

Gambar 3.6 Serifikat Bendera Emas atas penerapan SMK3 PTPN IV Kebun
Gunung Bayu Tahun 2019

Sumber : Dokumen Control SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu

l) Laporan Tahunan

Dalam laporan tahunan K3 Tahun 2018 dapat dilihat telah terjadi kecelakaan

kerja di tempat kerja sebanyak 9 orang dengan jenis kecelakaan kerja ringan.

Universitas Sumatera Utara


119

Jumlah klaim kecelakaan kerja sebesar Rp93.970.080,-. Serta pencapaian-

pencapain target dari program kerja K3.

m) Revisi Dokumen

Revisi dokumen yaitu merubah dan menyesuaikan isi dokumen-dokumen

terkait K3 akibat adanya perubahan peraturan perundang-undangan terkait,

perubahan kebijakan dari pimpinan yang telah disesuaikan dengan hasil evaluasi

program K3 sebelumnya yang sudah tidak sesuai lagi.

n) Manajemen Resiko

Manajemen resiko bertujuan untuk menggambarkan bagaimana

mengidentifikasi dan menilai semua sumber bahaya yang timbul dari proses

kegiatan operasional serta upaya pengendaliannya yang merupakan hal penting

untuk menjamin bahwa tujuan dan sasaran K3 sudah ditetapkan.

Semua kegiatan kerja, pelaksana kerja, alat kerja, dan tempat kerja, di-

identifikasi dan dilakukan penilaian terhadap risiko yang mungkin ditimbulkan

dengan mempergunakan tabel Ranking System, dapat ditentukan peluang

(A/B/C/D) dan akibat (1, 2, 3, 4, 5) yang dapat terjadi. Sehingga dapat diperoleh

penilaian risiko (E, H, M atau L).

Ranking Sistem Metode Hirac, yaitu sebagai berikut :

Peluang Kriteria Keterangan


Almost Certain
Suatu kejadian akan terjadi pada semua kondisi
(Hampir pasti
A Misal: berulang kali pada tiap tahun
Terjadi)
Likely Suatu kejadian mungkin akan terjadi pada hampir
(Mungkin semua kondisi.
B
Terjadi) Misal: Terjadi sekali dalam setahun s/d 3 tahun

Universitas Sumatera Utara


120

Suatu kejadian akan terjadi pada beberapa kondisi


Moderate
tertentu.
C (Sedang)
Misal : Terjadi sekali dalam 5 tahun
Unlikely Suatu kejadian akan terjadi pada beberapa kondisi
(Kecil tertentu, namun kecil kemungkinannya.
D
Kemungkinan) Misal : terjadi sekali dalam 10 tahun
Suatu kejadian akan terjadi pada beberapa kondisi
Rarely yang khusus/luar biasa/setelah bertahun-tahun.
E (Jarang sekali) Misal : terjadi paling tidak sekali dalam sejarah
perusahaan.

Akibat Kriteria Keterangan


Insicnificant
1 (Tidak
Tidak ada cidera, kerugian materi sangat kecil.
Signifikan)
Memerlukan perawatan P3K, on-siterelease
Minor
2 langsung dapat ditangani, kerugian materi sedang.
Memerlukan perawatan medis, on-site release
Moderate
3 langsung dapat ditangani dengan bantuan pihak
(Sedang)
luar, kerugian materi cukup besar.
Cidera yang mengakibatkan cacat/hilang fungsi
4 Major tubuh secara total, off-side release tanpa effek
merusak, kerugian materi besar.
Menyebabkan kematian, off-side release bahan
Catastropic
5 toksit dan effeknya merusak, kerugian materi
(Bencana)
sangat besar.
Matrik Penilaian Risiko, yaitu:

Akibat
Peluang
1 2 3 4 5

A H H E E E

B M H H E E

C L M H E E

D L L M H E

E L L M H H

Universitas Sumatera Utara


121

E : Extreme Risk/Risiko Ekstrim, memerlukan penanganan segera atau

penghentian kegiatan atau keterlibatan manajemen puncak, perbaikan

Ancaman Sebab Akibat Peluang (ASAP).

H : High Risk/Risiko tinggi, memerlukan pihak manajemen, penjadwalan

tindakan perbaikan secepatnya.

M:Moderate Risk/Risiko Sedang, penanganan oleh manajemen area terkait,

penjadwalan sesuai prosedur.

L : Low Risk/Risiko Rendah, kendalikan dengan prosedur rutin.

o) Pelatihan

Pelatihanadalah salah satu pola pengembangan keterampilan karyawan agar

mempunyai kemampuan untuk menjalankan aktifitas kerja dalam bidang tugasnya

dengan memelihara kompetensi sesuai ketentuan yang berlaku. Tujuan dari

pelatihan adalah untuk menjamin penyediaan Sumber Daya Manusia yang

memiliki keterampilan dan kualifikasi yang dipersyaratkan dalam pelaksanaan

aktifitas yang berdampak K3 di PTPN IV Kebun Gunung Bayu.

Jenis pelatihan menurut pelaksanaannya yaitu:187

1) In house training
Pelatihan yang dilaksanakan oleh perusahaan secara internal dengan
memanfaatkan Sumber Daya internal (bila ada) yang mempunyai kualifikasi
sebagai Trainer dan menyediakan sarana pelatihan seperlunya.
2) On the job training
Pelatihan dilaksanakan di tempat kerja sesuai dengan Job tertentu masing-
masing personil. On The Job Training dilaksanakan apabila ditempat kerja
terdapat perubahan yang disebabkan oleh adanya perancangan
ulang/perancangan baru pada sarana kerja yang berdampak kepada perubahan
prosedur kerja.
3) Pelatihan eksternal

187
Prosedur SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu-Pelatihan, hlm. 5

Universitas Sumatera Utara


122

Pelatihan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh Bagian SDM Kantor


Pusat Medan yang bekerjasama dengan pihak ketiga (Pemerintah atau Instansi
lainnya).
4) Vendor
Badan/Lembaga/Instansi yang melaksanakan pelatihan.

4. Pengukuran dan Evaluasi

Cara pengukuran terhadap keberhasilan program K3, biasanya dilakukan

dengan 2 sistem, yaitu:188

a) Sistem monitoring aktif terhadap standar-standar dan peraturan yang berlaku.


Bentuk-bentuk pelaksanaan sistem ini antara lain:
1) Para pimpinan melakukan pengawasan terhadap bawahannya apakah prosedur
telah dijalankan.
2) Sistem pelaporan, seperti laporan bulanan atau bentuk laporan lainnya.
3) Pengujian-pengujian secara periodik terhadap standar dan peraturan apakah
masih sesuai atau perlu peninjauan/perubahan.
b) Sistem monitoring reaktif terhadap kejadian-kejadian kecelakaan, sumber-sumber
bahaya dan kerugian-kerugian lain. Sistem ini secara rinci ditujukan kepada:
1) Kasus-kasus kecelakaan dan kebakaran.
2) Kasus-kasus penyakit akibat kerja.
3) Kerusakan harta benda.
4) Insiden-insiden lain.
5) Sumber-sumber bahaya.
6) Kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan standar.

Disamping pengukuran yang dilakukan dengan sistem-sistem diatas, auditing

adalah salah satu cara pengukuran yang juga dilakukan untuk mengetahui apakah

seluruh program dan kegiatan K3 di perusahaan telah berjalan dengan effektif atau

tidak. Auditing merupakan pengukuran keberhasilan program K3 dengan metode

proaktif dimana segala sesuatunya diperiksa dengan teliti dan seksama. Auditing

dapat dilakukan oleh Auditor Internal dan Auditor Eksternal. Auditor Internal

biasanya dibentuk oleh manajemen perusahaan dimana anggotanya terdiri dari orang-

orang dari berbagai unit kerja, kemudian diberi panduan audit yang telah ditetapkan.

188
Manual SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu, hlm. 22

Universitas Sumatera Utara


123

Sedangkan Auditor Eksternal adalah sebuah perusahaan jasa yang bergerak dibidang

K3 dan telah mendapat sertifikat yang diakui oleh pemerintah atau internasional. Dari

rekomendasi/temuan hasil audit, dapat dijadikan bahan untuk memperbaiki segala-

sesuatunya yang dianggap masih kurang atau perlu perbaikan.

5. Tinjauan Manajemen

Tinjauan manajemen sangat perlu dilakukan terutama untuk membuat

langkah-langkah perbaikan terhadap adanya kelemahan-kelemahan/penyimpangan

dengan cara:

a) Menegakkan dan mengembangkan kebijakan K3.

b) Menegakkan dan mengembangkan standar.

c) Peninjauan ulang dapat dilakukan sebagai berikut :

1) Bulanan, yang dilakukan oleh Asisten dan Kepala Regu.

2) Tiga bulanan, yang dilakukan oleh para Ka. Dinas dan Manajer.

3) Tahunan, yang dilakukan oleh Perusahaan.

Peninjauan ulang ini diperlukan untuk evaluasi terhadap semua standar yang

ada serta evaluasi terhadap dipatuhinya standar tersebut. Apabila pelanggaran-

pelanggaran terhadap suatu ketentuan sudah diberi sanksi/teguran, namun masih

sering terjadi pelanggaran, maka perlu dievaluasi peraturan yang dilanggar tersebut

yang mungkin perlu dirubah.

Bentuk peninjauan ulang ini berupa RTM (Rapat Tinjauan Manajemen). RTM

adalah evaluasi formal yang dilakukan oleh Manajer Unit terhadap kebijakan, hasil

audit internal/eksternal, tujuan dan sasaran serta kinerja keselamatan dan kesehatan

kerja perusahaan. Dimana tujuan RTM adalah untuk menjamin kesesuaian dan

Universitas Sumatera Utara


124

keeffektifan yang berkesinambungan dalam implementasi Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

Berikut prosedur RTM yang dikutip dalam RTM SMK3 PTPN IV Kebun

Gunung Bayu, yaitu:189

a) Sekretaris P2K3 menyiapkan agenda rapat tinjauan manajemen guna meninjau


kinerja SMK3 dengan materi antara lain:
1) Evaluasi terhadap Kebijakan dan penerapan kebijakan K3.
2) Program Kerja P2K3 (Key Performance Indicators).
3) Laporan ketidaksesuaian.
4) Hasil temuan Audit SMK3 (baik internal maupun eksternal).
b) Sekretaris P2K3 menyampaikan usulan palaksanaan tinjauan manajemen dan
agenda rapat kepada Manajer Unit.
c) Sekretaris P2K3 menyampaikan undangan rapat tinjauan manajemen kepada
peserta rapat, minimal 1 minggu sebelum rapat tinjauan manjemen dilaksanakan.
d) Rapat tinjauan manajemen dipimpin oleh Manjer Unit dan dihadiri oleh sekretaris
P2K3, Kepala Dinas/Bidang, Serikat Pekerja, serta bagian terkait lainnya, untuk
membahas agenda yang telah disiapkan serta isu-isu relevan lainnya yang
disampaikan oleh peserta rapat.
e) Agenda rapat ditetapkan oleh Manajer Unit.
f) Kesimpulan rapat didokumentasikan dalam bentuk notulan rapat dan
didistribusikan kepada jajaran terkait.
g) Rapat tinjauan manajemen minimal diadakan sekurang-kurangnya 1 tahun satu
kali.

Kelima elemen kunci penerapan SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu

tersebut di atas mengacu pada ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 50

Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja. Bahwa dalam menerapkan SMK3, meliputi penetapan kebijakan K3;

perencanaan K3; pelaksanaan rencana K3; pemantauan dan evaluasi kinerja K3; dan

peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.

Kemudian mengacu pada ketentuan Pasal 36 Peraturan Menteri Negara Badan

Usaha Milik Negara Nomor : PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola

189
Prosedur SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu-Rapat Tinjauan Manajemen, hlm. 5

Universitas Sumatera Utara


125

Perusahaan Yang Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan Usaha Milik

Negara tersebut, bahwa direksi wajib memastikan bahwa asset dan lokasi usaha serta

fasilitas BUMN lainnya, memenuhi peraturan perundang-undangan berkenaan

dengan kesehatan dan keselamatan kerja serta pelestarian lingkungan.

Berdasarkan Pasal 36 tersebut, direksi sebagai pimpinan perusahaan yang

berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan diwajibkan

untuk menerapkan K3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Direksi/manajemen adalah pihak yang dianggap dapat dipercaya untuk bertindak

sebaik-baiknya bagi kepentingan pemegang saham (shareholders) maupun pemangku

kepentingan (stakeholders).190 Sesuai dengan Teori Stewardship, direksi/manajemen

harus bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan jujur terhadap

orang lain. Sehingga direksi yang diberi kewenangan dan tanggung jawab oleh

pemegang saham untuk menjalankan pengurusan perusahaan hendaknya selalu patuh

dan tunduk terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seperti halnya

kepatuhan direksi untuk melaksanakan kewajibannya dalam menerapkan SMK3.

Sehingga PTPN IV menerbitkan Peraturan Bersama Dewan Komisaris dan

Direksi Nomor DK/18/KPTS/2016 dan Nomor 04.03/02/KPTS/2016 tanggal 6

Desember 2016 tentang Pemberlakuan Infrastruktur Good Corporate Governance PT

Perkebunan Nusantara IV.

Di dalam Peraturan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi tersebut, terdapat

lampiran Pedoman Perilaku (Code of Conduct) yang mengatur mengenai penerapan

SMK3 di PTPN IV. Bahwa penerapan SMK3 harus dijaga dan dipelihara untuk

190
Tri Budiyono, op.cit., hlm. 140-141

Universitas Sumatera Utara


126

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat merugikan baik bagi

perusahaan maupun bagi pelaku bisnis. Sehingga untuk melaksanakan SMK3 PTPN

IV, setiap pelaku bisnis wajib:

1. Mematuhi semua peraturan perundang-undangan mengenai SMK3 dan


Kelestarian Lingkungan yang berlaku.
2. Mengimplementasikan seluruh kebijakan/prosedur SMK3 dan Kelestarian
Lingkungan di masing-masing unit kerja.
3. Memakai dan memelihara dengan baik alat-alat perlengkapan kerja untuk
keselamatan, kesehatan kerja dan kelestarian lingkungan yang telah disediakan di
unit kerjanya masing-masing.
4. Menjaga dan menciptakan lingkungan tempat kerja yang tertata harmonis dan
selalu bersih di unit kerjanya masing-masing.
5. Melaksanakan prosedur kerja yang aman bagi lingkungan dalam pengolahan dan
pembuangan limbah.
6. Menjaga dan menciptakan kelestarian lingkungan di sekitar tempat kerja
perusahaan di unit kerjanya masing-masing.
7. Melaksanakan pemeriksaan kesehatan dan mengikuti pelatihan mengenai
keselamatan, kesehatan dan kelestarian lingkungan apabila diperlukan oleh
perusahaan.
8. Menangani masalah kesehatan, kecelakaan kerja dan pencemaran lingkungan
yang terjadi dengan efektif dan benar.

C. Penerapan Good Corporate Governance dalam Sistem Manajeman


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada PT Perkebunan Nusantara
IV Kebun Gunung Bayu

Setiap perusahaan harus memastikan bahwa GCG diterapkan pada setiap

aspek dan disemua jajaran perusahaan. Berdasarkan Pedoman Umum GCG

Indonesia, maka prinsip-prinsip dalam penerapan GCG menurut KNKG, yaitu

sebagai berikut:191

1. Transparansi (Transparency)
Prinsip dasar untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis,
perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang
mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan

191
https://ecgi.global/sites/default/files//codes/documents/indonesia_cg_2006_id.pdfdiakses tanggal
20 September 2019 pukul 10.03 WIB

Universitas Sumatera Utara


127

oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

Pedoman pokok pelaksanaan, yaitu:


a) Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,
akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku
kepentingan sesuai dengan haknya.
b) Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi,
sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi
pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi
dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan
perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan
pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya,
dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
c) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban
untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
d) Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan
kepada pemangku kepentingan.

2. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip dasar perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya
secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,
terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas
merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan.

Pedoman pokok pelaksanaan, yaitu:


a) Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing
organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi,
nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.
b) Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan
mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya
dalam pelaksanaan GCG.
c) Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif
dalam pengelolaan perusahaan.
d) Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang
konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan
dan sanksi (reward and punishment system).
e) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan
semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of
conduct) yang telah disepakati.

Universitas Sumatera Utara


128

3. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip dasar perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat
terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan
sebagai good corporate citizen.

Pedoman pokok pelaksanaan, yaitu:


a) Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan
perusahaan (by-laws).
b) Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan
dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.

4. Independensi (Independency)
Prinsip dasar untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus
dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

Pedoman pokok pelaksanaan, yaitu:


a) Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh
pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan
kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga
pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
b) Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai
dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling
mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.

5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)


Prinsip dasar dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

Pedoman pokok pelaksanaan, yaitu:


a) Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan
serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam
lingkup kedudukan masing-masing.
b) Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku
kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada
perusahaan.
c) Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan
karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.

Universitas Sumatera Utara


129

Tujuan utama penerapan GCG adalah mencapai optimalisasi kinerja para

pekerja yang dapat meningkatkan produktifitas perusahaan, maka kepentingan

pekerja haruslah mendapat perlakuan yang seimbang dan wajar sesuai dengan

kedudukan masing-masing. Tidak berlebihan jika ada beberapa pendapat yang

mengatakan bahwa perusahaan harus melihat GCG bukan sebagai hiasan belaka,

tetapi sebagai suatu sistem nilai dan praktek terbaik yang sangat fundamental.

Penerapan GCG ini diharapkan dapat membawa dampak positif baik bagi pekerja

maupun perusahaan sendiri.192

Begitu pula dengan PTPN IV yang sudah menerapkan GCG. Penerapan GCG

di PTPN IV telah mencapai skor 93,481 di tahun 2017. Tentu ini merupakan angka

yang tinggi dalam penerapan GCG. 193 Oleh karena itu, dalam menerapkan SMK3

akan lebih optimal apabila dilakukan dengan mengacu pada prinsip-prinsip GCG.

Penerapan prinsip-prinsip GCG pada SMK3 di PTPN IV Kebun Gunung

Bayu, yaitu sebagai berikut:

1. Responsibility

Setiap perusahaan harus mematuhi dan melaksanakan tugas dan kewajibannya

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Begitu pula dengan

kewajiban perusahaan dalam melaksakan SMK3 sebagaimana amanat dalam

ketentuan Pasal 87 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 yang

192
Rizki Novita Sari, Analisis Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Pada
PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), Vol. 60, No.1, 2018, hlm.
91
193
https://www.ptpn4.co.id/tim-self-assessment-ptpn-iv-evaluasi-penerapan-gcg-2018-dan-review-
hasil-gcg-2017/ diakses pada tanggal 20 September 2019 pukul 09.46 WIB

Universitas Sumatera Utara


130

terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan; Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, bahwa pengurus diwajibkan

menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah

pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta

peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan

pertama dalam kecelakaan; serta Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012

tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, bahwa

setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya apabila

mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 orang atau mempunyai tingkat

potensi bahaya tinggi.

PTPN IV Kebun Gunung Bayu dalam melaksanakan SMK3 sudah sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat dibuktikan dari

hasil audit SMK3 yang dilakukan oleh Sucofindo pada tahun 2018, bahwa penerapan

SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu sudah memenuhi 166 kriteria SMK3

berdasarkan PP Nomor 50 Tahun 2015 tentang Penerapan Sistem Keselamatan dan

Kesehatan Kerja. PTPN IV Kebun Gunung Bayu juga mendapatkan Sertifikat

Bendera Emas dengan pencapaian 95.18% atas penerapan SMK3 tahun 2018 yang

dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan RI. 194

Penilaian penerapan SMK3 tersebut berdasarkan Pasal 16 ayat (1) PP Nomor

50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3 yang dilakukan oleh lembaga audit

independen yang ditunjuk oleh menteri atas permohonan perusahaan. Selain itu,

terdapat pula pengawasan pelaksanaan SMK3 baik secara internal maupun eksternal.

194
Wawancara dengan Ahli K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu pada tanggal 8 Agustus 2019

Universitas Sumatera Utara


131

Pengawasan pelaksanaan SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu secara internal

dilakukan oleh P2K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu dan kantor pusat PTPN IV

bidang SDM Umum dan Keamanan, sedangkan secara eksternal pengawasan

pelaksanaan SMK3 dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan kabupaten yaitu Dinas

Tenaga Kerja Kabupaten Simalungun sebagaimana amanat Pasal 18 ayat (1) PP

Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3.

Pengawasan serta pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja

Kabupaten Simalungun dilakukan berdasarkan hasil laporan SMK3 yang diberikan

oleh PTPN IV Kebun Gunung Bayu, yaitu laporan SMK3 bulanan, triwulan dan

tahunan. Berdasarkan laporan-laporan inilah kemudian Dinas Tenaga Kerja

Kabupaten Simalungun menganalisis mengenai pengawasan dan pembinaan apa yang

akan dilakukan di PTPN IV Kebun Gunung Bayu tersebut.195

Walaupun penerapan SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu sudah dilakukan

dengan baik yaitu dengan hasil pencapaian 95.18%, namun pada prakteknya masih

saja terjadi kecelakaan kerja di PTPN IV Kebun Gunung Bayu. Hal ini disebabkan

karena masih rendahnya kesadaran pekerja dalam menaati peraturan yang berlaku

seperti menaati prosedur SMK3 akan penggunaan alat pelindung diri bagi pekerja di

lingkungan kerja. Alat pelindung diri (APD) merupakan atribut yang wajib dipakai

oleh semua pekerja ketika berada di lingkungan kerja PTPN IV Kebun Gunung Bayu.

Mengingat PTPN IV Kebun Gunung Bayu merupakan perusahaan yang bergerak di

bidang pengolahan kelapa sawit yang mana disetiap proses produksinya mempunyai

195
Wawancara dengan Bapak Fincher Ambarita selaku Kepala Seksi Pembinaan dan Perselisihan
Hubungan Industrial pada tanggal 8 Januari 2020

Universitas Sumatera Utara


132

resiko akan kecelakaan kerja. Oleh karena itu, APD wajib dipakai oleh pekerja

maupun pihak lain untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit

akibat kerja.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pekerja di PTPN IV Kebun

Gunung Bayu, bahwa penyebab tidak lengkapnya sebagian pekerja menggunakan

APD pada saat bekerja yaitu karena tidak nyamannya pekerja dalam menggunakan

beberapa APD. Seperti pemakaian helm, sepatu bold, kacamata, dan sarung tangan

kulit yang merupakan APD wajib di salah satu lokasi unit kerja, namun tidak dipakai

karena tidak nyamannya bahan dari APD tersebut yang menyebabkan panas apabila

dipakai terus-menerus.196 Sehingga perlu adanya perbaikan bahan APD dengan bahan

yang lebih nyaman dipakai dengan tetap memenuhi standar APD yang berlaku.

Apabila bahan APD yang dipakai nyaman, maka pekerja senantiasa selalu

menggunakan APD pada saat bekerja dan pada akhirnya dapat meminalisir angka

kecelakaan kerja mupun penyakit akibat kerja.

Sejalan dengan Bapak Fincher Ambarita selaku Kepala Seksi Pembinaan dan

Perselisihan Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Simalungun, bahwa

penerapan SMK3 di PTPN IV Kebun Gunung Bayu secara teori atau administrasi

sudah benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun,

secara prakteknya masih saja ditemukan para karyawan yang tidak menaati prosedur

SMK3, seperti tidak lengkapnya pemakaian APD yang sudah disediakan oleh

perusahaan. Padahal penggunaan APD sangatlah penting di lingkungan pekerjaan,

196
Wawancara dengan Pekerja X PTPN IV Kebun Gunung Bayu pada tanggal 8 Agustus 2019

Universitas Sumatera Utara


133

mengingat adanya resiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja yang dapat

terjadi kapan saja.

Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Simalungun juga tidak jarang mengadakan

sosialisasi bagi perusahan-perusahan termasuk PTPN IV Kebun Gunung Bayu untuk

selalu menghimbau dan mengingatkan akan pentingnya penggunaan APD di

lingkungan kerja serta prosedur-prosedur SMK3. Karena faktor utama terjadinya

kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berasal dari perilaku karyawan sendiri

yang mengabaikan atau tidak adanya kesadaran dari karyawan untuk mengikuti

prosedur SMK3 yang berlaku.

Apabila dikemudian hari terjadi kecelakaan kerja maupun penyakit akibat

kerja, maka pekerja dapat mengklaim ke PTPN IV Kebun Gunung Bayu atas

kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja tersebut. Ini merupakan bentuk

pertanggungjawaban perusahaan atas K3 kepada pekerjanya.

2. Accountability

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara

transparan dan wajar. Untuk itu, perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan

terstruktur. Sehingga dalam pelaksanaan SMK3 di PTPN IV Kebun Gunung Bayu,

terdapat struktur organisasi SMK3 yaitu Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (P2K3). P2K3 ini terdiri atas ketua, sekretaris, dan anggota yang masing-

masing mempunyai tugas dan tanggung jawab secara jelas dan selaras dengan visi

dan misi perusahaan.

Dengan adanya P2K3, maka perusahaan melalui P2K3 dapat

mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan sesuai dengan ketentuan

Universitas Sumatera Utara


134

peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti dengan adanya Laporan

Bulanan, Laporan Triwulan, dan Laporan Tahunan K3 yang dibuat oleh P2K3.

Laporan tersebut kemudian diberikan kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten

Simalungun dan Kantor Pusat PTPN IV.

Hasil dari laporan bulanan, laporan triwulan, laporan tahunan K3 tersebut

kemudian digunakan sebagai dasar dalam evaluasi peninjauan ulang penerapan

SMK3. Bentuk peninjauan ulang ini berupa Rapat Tinjau Manajemen (RTM). Dalam

RTM tersebut akan membahas mengenai langkah-langkah mengenai perbaikan atas

kelemahan-kelemahan dalam penerapan SMK3. Sehingga dengan adanya RTM ini

dapat mengawasi kesesuaian dan keeffektifan yang berkesinambungan dalam

implementasi SMK3.

Selain adanya P2K3, berdasarkan Pasal 10 ayat (3) PP Nomor 50 Tahun 2012

tentang Penerapan SMK3 maka dalam melaksanakan SMK3 harus didukung oleh

sumber daya manusia di bidang K3, yaitu ahli K3 yang dibuktikan dengan sertifikat.

Di PTPN IV Kebun Gunung Bayu sendiri didukung oleh ahli K3, yaitu Bapak

Andrian J Siregar selaku sekretaris P2K3.

3. Transfaransi

Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan usaha, maka perusahaan harus

menyediakan informasi yang mutakhir dan relevan dengan cara mudah diakses dan

dipahami oleh seluruh stakeholders. Berdasarkan Pasal 8 PP Nomor 50 Tahun 2012

tentang Penerapan SMK3 dikatakan bahwa perusahaan harus menyebarluaskan

kebijakan K3 yang telah ditetapkan kepada seluruh pekerja maupun selain pekerja

yang berada di perusahaan. Kemudian Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 50 Tahun 2012

Universitas Sumatera Utara


135

tentang Penerapan SMK3, bahwa informasi K3 dikomunikasikan kepada semua pihak

dalam perusahaan dan pihak terkait di luar perusahaan.

Berikut keterbukaan informasi K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu baik

kepada pihak internal maupun eksternal, yaitu:

a) Secara Internal

1) Kepada para karyawan disampaikan informasi mengenai pedoman SMK3

dan pelaksanaannya melalui media-media informasi, seperti: selebaran,

foster, papan pengumuman dan lain-lain, serta sarana-sarana penyampaian

lainnya melalui pelaksanaan pelatihan atau dengan cara-cara brifieng,

ceramah-ceramah singkat, sarasehan, dan lain-lain. Disamping itu, para

karyawan juga mendapatkan informasi mengenai perubahan-perubahan

pada prosedur kerja, penyelesaian masalah/keluhan, program-program K3

serta kinerja K3 perusahaan melalui rapat K3 reguler.

2) Informasi mengenai peraturan perundangan K3 disediakan oleh Sekretaris

P2K3 dan disampaikan kepada karyawan melalui para Kepala Dinas.

3) Hasil yang disimpulkan/diputuskan didalam rapat P2K3, dibuat risalahnya

oleh Notulis Rapat, disahkan oleh Pimpinan Rapat dan disebarluaskan

kepada tiap Kepala Dinas/bagian terkait.

4) Laporan hasil kegiatan inspeksi K3, pemantauan lingkungan kerja dan

penyelidikan kecelakaan disampaikan kepada Sekretaris P2K3 dan

disebarluaskan oleh Sekretaris P2K3 melalui Kepala Dinas terkait. Pada

akhir bulan laporan tersebut disampaikan dan dibahas dalam rapat P2K3.

Universitas Sumatera Utara


136

5) Laporan hasil pelaksanaan audit internal SMK3 disiapkan oleh Sekretaris

P2K3 berdasarkan laporan tim auditor dan didistribusikan kepada pihak-

pihak internal dan eksternal Dinas Tenaga Kerja Kabupaten dan/atau

Propinsi.

6) Untuk memastikan terlaksananya penyebaran informasi yang berkaitan

dengan K3 di lingkup perusahaan, maka dibuat daftar penyebarluasan

informasi K3.

b) Secara Eksternal

1) Sekretaris P2K3 menghubungi instansi-instansi terkait (misal: Disnaker)

untuk mendapatkan informasi terkini mengenai peraturan perundangan

berkaitan dengan K3 di Indonesia.

2) Sebulan sekali perusahaan melaporkan hasil kegiatan P2K3 dimana

laporannya disiapkan oleh sekretaris P2K3 dan ditandatangani oleh Ketua

dan Sekretaris P2K3.

3) Laporan kecelakaan kerja dan hasil penyelidikannya disiapkan oleh

Sekretaris P2K3 kepada Disnas Tenaga Kerja setempat.

4) Pemasok dan rekanan yang terikat kontrak dengan perusahaan dalam

menyediakan barang dan jasa, diberi informasi tentang kebijakan dan

ketentuan K3 perusahaan. Informasi disanpaikan oleh petugas yang

ditunjuk, dan bila diperlukan perusahaan dapat memberikan penjelasan

yang bersifat teknis kepada rekanan mengenai K3 yang berkaitan dengan

pekerjaan yang akan dilaksanakan.

Universitas Sumatera Utara


137

5) Bila terjadi keadaan darurat maka tata cara informasi dilakukan sesuai

dengan prosedur Keadaan Darurat dimana Sekretari P2K3 dan Papam

bertanggung jawab meminta bantuan eksternal dan memberikan

penjelasan kepada massa serta pihak berwenang tentang keadaan darurat

yang terjadi.

4. Fairness

Perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya harus senatiasa memperhatikan

kepentingan stakeholders berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Berdasarkan

Pasal 86 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk

memperoleh perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Sehingga PTPN

IV Kebun Gunung Bayu dalam menerapkan SMK3 berlaku secara global dan tidak

ada diskriminasi antara pimpinan dengan karyawan. Bahkan antara sesama karyawan

baik karyawan yang bekerja di kantor pusat maupun di afdeling, semua mendapatkan

perlakuan yang sama atas perlindungan dan pemahaman atas K3.

5. Kemandirian

Perusahaan harus dikelola secara independen sehingga tidak dapat

diintervensi oleh pihak lain. Begitu pula dalam pelaksanaan SMK3 di PTPN IV

Kebun Gunung Bayu yang dilaksanakan oleh orang-orang yang berkompeten di

bidangnya. Hal ini dapat dilihat adanya ahli K3 yang sudah bersertifikat di PTPN IV

Kebun Gunung Bayu sebagaimana amanat Pasal 10 dan Pasal 12 ayat (1) huruf a PP

Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3, bahwa perusahaan dalam

melaksanakan SMK3 harus menunjuk sumber daya manusia yang mempunyai

Universitas Sumatera Utara


138

kompetensi kerja dan kewenangan di bidang K3 serta sudah mendapatkan sertifikat

ahli K3.

Gambar 3.7 Sertifikat Ahli K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu

Sumber : Dokumen Control SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu

Berdasarkan prinsip-prinsip GCG di atas, maka apabila PTPN IV Kebun

Gunung Bayu menerapkan SMK3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, maka secara tidak langsung PTPN IV Kebun Gunung Bayu telah

melaksanakan prinsip-prinsip GCG. Karena GCG merupakan prinsip-prinsip yang

mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan yang berlandaskan

pada peraturan perundang-undangan.

Apabila perusahaan tidak menerapkan SMK3, maka berdasarkan ketentuan

Pasal 190 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

perusahaan dapat dikenakan sanksi administrasi. Sanksi administrasi tersebut

meliputi:

a) teguran;

b) peringatan tertulis;

c) pembatasan kegiatan usaha;

d) pembekuan kegiatan usaha;

e) pembatalan persetujuan;

Universitas Sumatera Utara


139

f) pembatalan pendaftaran;

g) penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi;

h) pencabutan ijin.

Sanksi tersebut hanya berlaku bagi perusahaan yang tidak menerapkan SMK3

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengaturan akan sanksi

tersebut masih belum lengkap karena belum mengatur sanksi bagi individu khususnya

pekerja yang tidak menaati aturan dalam penerapan SMK3.

Begitu pula di PTPN IV Kebun Gunung Bayu juga tidak mengatur sanksi bagi

pekerjanya apabila tidak menerapkan SMK3 sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Sehingga pekerja merasa tidak adanya kewajiban untuk

menerapkan SMK3 secara utuh. Karena fokus utama pekerja adalah bagaimana agar

produksi mencapai target bukan kepada penerapan SMK3 secara utuh.

Padahal SMK3 bermanfaat untuk melindungi pekerja/buruh dari risiko-risiko

yang mungkin timbul dalam pelaksanaan pekerjaan, khususnya risiko kecelakaan

kerja dan penyakit akibat kerja. Manfaat lain yang lebih umum adalah untuk

mengatur hak dan kewajiban pada pihak (pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah)

dalam konteks pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja. Manfaat berikutnya

meningkatkan level kesehatan dan keselamatan kerja pekerja/buruh, sehingga

produktivitas kerja juga ikut meningkat. Manfaat keempat adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk memelihara

kelangsungan pekerjaan. Berikutnya adalah untuk mengurangi kerugian-kerugian

Universitas Sumatera Utara


140

yang timbul akibat terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat kerja dan untuk

mempertahankan kelangsungan kegiatan usaha pengusaha.197

Menurut Mangkunegara manfaat dari K3 adalah sebagai berikut:198

1. Mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial,
dan psikologis.
2. Setiap perlengkapan dan peralatan kerja dapat digunakan dengan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
3. Semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4. Adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pekerja.
5. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan dan kondisi
kerja.
6. Setiap pekerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Raul Erickson dalam seminar Occupational, Enviroment, Health and Safety

for Sustainable Development yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1999,

menyatakan bahwa K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan

produktivitas perusahaan, terutama untuk mencegah korban manusia dan segala

kerugian akibat kecelakaan, dan secara positif untuk mewujudkan kualitas hidup

masyarakat sesuai dengan tujuan pembangunan.199

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di PTPN IV Kebun Gunung

Bayu, manfaat dari K3 yaitu dapat membantu peningkatan produksi dan produktifitas

perusahaan atas dasar:

1. Dengan peningkatan K3 yang tinggi, kecelakaan yang menjadi penyebab sakit,


cacat dan kematian dapat dikurangi atau ditekan sekecil-kecilnya sehingga
pembiayaan yang tidak perlu dapat dihindari.
2. Tingkat K3 yang tinggi sejalan dengan tata cara pelaksanaan kerja yang baik dan
benar serta pemeliharaan dan penggunaan peralatan kerja yang produktif dan
effisien, dan kesemuanya bertalian dengan tingkat produksi dan produktifitas yang
tinggi.

197
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 79
198
Suria Ningsih, op.cit., hlm. 135
199
Daradjat Kartawidjaja, op.cit., hlm. 146

Universitas Sumatera Utara


141

3. Pada berbagai hal, tingkat K3 yang tinggi menciptakan kondisi-kondisi yang


mendukung kenyamanan serta kegairahan kerja, sehingga faktor manusia dapat
diserasikan dengan tingkat effisiensi yang tinggi pula.
4. Praktek K3 tidak bisa dipisah-pisahkan dari keterampilan. Kedua-duanya berjalan
sejajar dan merupakan unsur-unsur essensial bagi kelangsungan proses
produksi/jasa/pelayanan.
5. K3 yang dilaksanakan sebaik-baiknya dengan partisipasi Pimpinan dan Karyawan,
akan membawa iklim keamanan dan ketenangan kerja, sehingga sangat membantu
bagi hubungan karyawan dan Pimpinan yang merupakan landasan kuat bagi
terciptanya kelancaran poduksi/jasa/pelayanan.
6. Setiap aktivitas kerja yang berkaitan dengan bahaya dan risiko kecelakaan, di-
identifikasi dan dilakukan tindakan pengendalian yang terencana sehingga dapat
menjamin bahwa setiap aktivitas yang dilakukan berlangsung dengan aman
berdasarkan SMK3.

Sejalan dengan pernyataan Ahli K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu, bahwa

pada akhirnya manfaat penerapan GCG dalam SMK3, yaitu:200

1. Bagi karyawan: penerapan GCG dalam SMK3 dapat mencegah dan meminimalisir

terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja.

2. Bagi perusahaan: penerapan GCG dalam SMK3 dapat menekan biaya-biaya yang

ditimbulkan dari K3. Semakin sedikit kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja

yang terjadi, maka semakin sedikit pula biaya atau kerugian yang dikeluarkan oleh

perusahaan atas kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja.

200
Wawancara denganBapak Andrian J Siregar selaku Ahli K3 dan Sekretaris P2K3 PTPN IV
Kebun Gunung Bayu pada tanggal 8Agustus 2019

Universitas Sumatera Utara


142

BAB IV

KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PENERAPAN GOOD CORPORATE


GOVERNANCE DALAM SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA (SMK3) PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV
KEBUN GUNUNG BAYU

A. Kendala yang Dihadapi dalam Penerapan Good Corporate Governance dalam


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Pada PT
Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di PTPN IV Kebun Gunung

Bayu, bahwa kendala yang dihadapi dalam penerapan Good Corporate Governance

dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada PTPN IV

Kebun Gunung Bayu, sebagai berikut:

1. Kendala Internal

a. Tindakan yang berbahaya (Unsafe Action)

b. Kondisi yang berbahaya (Unsafe Condition)

Dari hasil penelitian, ternyata faktor manusia (Unsafe Action) yang

merupakan faktor dominan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja dan/atau

penyakit akibat kerja yaitu sebesar 80% sampai dengan 85% ditimbulkan oleh

kalalaian atau kesalahan manusia. Kesalahan tersebut, mungkin saja dibuat oleh

perencana pabrik, kontraktor yang membangun, pembuat mesin/peralatan, pengusaha,

insinyur, ahli kimia, ahli listrik, pimpinan kelompok, pelaksana, atau petugas yang

melakukan pemeliharaan mesin dan peralatan. Namun demikian, dalam

merencanakan dan menetapkan program yang dapat mendukung Kebijakan K3, perlu

dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


143

1. Tindakan manusia yang berbahaya (Unsafe Action), umumnya dalam bentuk

kelalaian, yaitu:

a) Lupa

1) Lupa memberi tanda yang cukup kepada orang-orang sekitarnya saat akan

menjalankan peralatan.

2) Lupa mengunci, mengamankan dan/atau menahan alat.

b) Ceroboh

1) Tidak mengaktifkan alat pengaman.

2) Menggunakan alat yang salah.

3) Mengambil posisi dan kondisi yang tidak aman.

4) Menggunakan alat pelindung diri yang tidak benar.

5) Tidak memperhatikan atau menaati petunjuk/instruksi atasan.

6) Memaksakan diri.

7) Kurang pengawasan dari atasan.

Untuk dapat merencanakan program pencegahan terhadap kecelakaan yang

timbul dari faktor Unsafe Action, terlebih dahulu perlu diketahui faktor-faktor yang

mempengaruhi seseorang sehingga melakukan tindakan yang tidak aman, yang pada

umumnya disebabkan oleh berbagai aspek, antara lain: latar belakang personil,

keterampilan, psikologis dan sebagainya. Hal ini, biasanya sulit dikontrol, oleh

karena itu salah satu cara untuk menghindarkannya adalah dengan mengusahakan

agar setiap orang selalu bekerja dengan cara yang aman dan selamat dengan

mengikuti prosedur dan peraturan. Sehingga, dengan demikian dapat dipastikan

Universitas Sumatera Utara


144

bahwa tidak ada lagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaannya dengan cara-cara

yang tidak sempurna, seperti:

a) Tidak tahu bagaimana melakukan sesuatu pekerjaan dengan baik.

b) Tidak tahu bahaya yang dapat timbul.

c) Kurangnya tingkat pendidikan, pengalaman dan latihan.

d) Belum mengenal lingkungan kerja dan belum menguasai tugas-tugasnya.

e) Belum mengetahui sumber-sumber bahaya yang ada.

f) Tidak memahami peraturan/petunjuk yang ada.

g) Menganggap remeh terhadap ancaman bahaya yang ada.

2. Kondisi yang berbahaya (Unsafe Condition), pada umumnya disebabkan oleh

faktor-faktor sebagai berikut:

a) Peralatan/mesin dan bagian-bagiannya.

b) Bahan yang digunakan.

c) Proses operasional.

d) Lingkungan kerja.

Untuk dapat merencanakan program pencegahan terhadap kecelakaan yang

timbul dari faktor Unsafe Condition, terlebih dahulu perlu diketahui kondisi-kondisi

bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan, antara lain:

a) Peralatan kerja tangan/alat bantu yang rusak atau tidak sempurna

b) Installasi yang kurang baik/tidak diberi pengaman yang sempurna

c) Bahan yang mudah terbakar/meledak

d) Bahan Kimia Berbahaya (BK3) dan Bahan Berbahaya Beracun

(B-3)

Universitas Sumatera Utara


145

e) Proses yang bersuhu atau bertekanan tinggi

f) Asap, debu, bahaya mekanis (terjepit, tertimpa, tersembur uap/gas)

g) Penerangan yang tidak cukup

h) Lantai yang licin atau tidak rata

i) House keeping yang jelek

2. Kendala Eksternal

a) Kurangnya pengawasan dari perusahaan sendiri akan penerapan SMK3. Seperti

tidak tegasnya perusahaan dalam menegur atau memberi sanksi kepada pekerja

yang tidak menaati kebijakan K3 yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Seperti

tidak lengkapnya dalam penggunaan APD di lingkungan kerja yang sudah

disediakan perusahaan atau tidak mengikuti prosedur SMK3 dalam melaksanakan

pekerjaan.

b) Adanya anggaran yang terbatas dalam program K3. Seperti kurangnya pelatihan

bagi pekerja akan K3, baik pelatihan secara internal maupun eksternal. Hal ini

dapat dilihat dengan masih sedikitnya ahli K3 di PTPN IV Kebun Gunung Bayu

yaitu hanya ada 1 orang ahli K3. Sehingga mengakibatkan kurang optimalnya

sosialisasi akan penerapan K3 untuk di seluruh lokasi kerja PTPN IV Kebun

Gunung Bayu.

Sehingga kendala yang sering dihadapi PTPN IV Kebun Gunung Bayu

menerapkan GCG dalam SMK3 adalah terletak pada perilaku SDM PTPN IV Kebun

Gunung Bayu itu sendiri, khususnya para pekerja yang masih memiliki tingkat

kesadaran yang rendah akan penerapan K3.

Universitas Sumatera Utara


146

Sebagus apapun perusahaan membuat kebijakan K3 yang sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, akan tetapi kalau tidak dilaksanakan

dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, maka akan sia-sia penerapan SMK3.

Hal ini akan berdampak pada masih terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit

akibat kerja di perusahaan.201

Sejalan dengan hasil penelitian yang diselenggarakan oleh Asean

Occupational Safety and Health Network (ASEAN OSHNET) tahun 2002

menunjukkan bahwa dari jumlah kecelakaan kerja yang terjadi, secara umum

kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan manusia mencapai sebesar 78% dan

disebabkan kondisi berbahaya dari peralatan sebesar 20%, serta faktor lainnya sebesar

2%. Hal itu membuktikan bahwa perilaku manusia merupakan penyebab utama

terjadinya kecelakaan di tempat kerja.202

B. Upaya yang Dilakukan dalam menghadapi Kendala Penerapan Good


Corporate Governance dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) pada PT Perkebunan Nusantara IV Kebun
Gunung Bayu

Dari uraian-uraian diatas, maka usaha-usaha pencegahan kecelakaan yang

disebabkan baik Unsafe Action maupun Unsafe Condition oleh PTPN IV Kebun

Gunung Bayu antara lain sebagai berikut:203

1. Menghilangkan Sumber Bahaya.

201
Wawancara dengan Bapak Andrian J Siregar selaku Ahli K3 dan Sekretaris P2K3 PTPN IV
Kebun Gunung Bayu pada tanggal 8Agustus 2019
202
Daradjat Kartawidjaja, op.cit., hlm. 147
203
Wawancara dengan Bapak Andrian J Siregar selaku Ahli K3 dan Sekretaris P2K3 PTPN IV
Kebun Gunung Bayu pada tanggal 8Agustus 2019

Universitas Sumatera Utara


147

Menghindarkan penggunaan alat-alat kerja yang rusak/tidak sempurna,

memperbaiki kerusakan alat/pesawat dan melengkapi fasilitas keamanan.

2. Mengendalikan Sumber Bahaya.

Memastikan alat-alat keamanan pesawat dapat bekerja sesuai fungsinya.

Memasang tanda-tanda peringatan keselamatan kerja. Melakukan pemeriksaan

rutin dan mengenali sifat-sifat bahaya yang ada. Untuk peralatan yang cara

pengoperasiannya relatif rumit, harus ada petunjuk cara pengoperasian, check

list, tahap-tahap pengoperasian.

3. Mengurangi Sumber Bahaya.

Menggunakan alat pelindung diri, penerangan/penyuluhan tentang fungsi, cara

pemakaian dan penggunaannya secara benar.

Sehingga usaha-usaha yang dilakukan dalam menghadapi kendala perapan

GCG dalam SMK3 di PTPN IV Kebun Gunung Bayu adalah sebagai berikut:204

1. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan/standar keselamatan kerja sesuai

dengan peraturan perundangan yang berlaku.

2. Pelaksanaan Job Safety Analisis (JSA) dan Job Safety Observation (JSO) serta

Hazard and Operability Study (HAZOP STUDY).

3. Penegakan disiplin melalui pengawasan dan pemantauan pelaksanaan

keselamatan kerja dengan cara memeriksa langsung di tempat kerja.

4. Pembinaan dan pelaksanaan sikap kerja yang selamat bagi para tenaga kerja.

5. Penerbitan ijin kerja untuk daerah-daerah kerja berbahaya/terlarang, serta

menyiapkan alat pelindung diri yang sesuai dengan kebutuhan/kondisi kerja.


204
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


148

6. Pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja, sehingga para pekerja dapat memahami

dan bekerja sesuai norma-norma keselamatan dan kesehatan kerja.

7. Pelaksanaan Inspeksi yang teratur sehingga sumber-sumber bahaya potensial

yang bertalian dengan keadaan mesin/peralatan, bahan, lingkungan kerja dan

proses operasional yang dapat menimbulkan bahaya kecelakaan dan penyakit

bagi pekerja serta kerusakan bagi peralatan dan asset perusahaan dapat secara

lebih dini diketahui serta diupayakan teknik pencegahannya.

Universitas Sumatera Utara


149

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perumusan kebijakan SMK3 pada PTPN IV Kebun Gunung Bayu dibuat melalui

proses konsultasi antara Top Manajemen dan Pengurus P2K3 dengan wakil

pekerja yang memuat visi, tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan

kebijakan, serta kerangka program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan

secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional. Kebijakan tersebut

ditandatangani oleh Manajer Unit dan Serikat Pekerja Perkebunan (SP-BUN)

Kebun Gunung Bayu pada tanggal 02 Januari 2018, serta telah dijelaskan dan

disebarluaskan kepada semua pekerja maupun pihak luar. Perumusan kebijakan

ini telah sesuai dengan Pasal 7-8 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012

tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2. Penerapan GCG dalam SMK3 pada PTPN IV Kebun Gunung Bayu dilaksanakan

berdasarkan Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi PTPN IV No :

DK/18/KPTS/2016 dan No : 04.03/02/KPTS/2016 tentang Pemberlakuan

Infrastruktur Good Coorporate Governance PT Perkebunan Nusantara IV.

Dimana penerapan GCG dalam SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu tersebut

mengacu pada Pasal 36 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

Nomor : PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang

Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara dan Pasal

6 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Hal ini dibuktikan dengan

Universitas Sumatera Utara


150

Sertifikat Bendera Emas yang diperoleh PTPN IV Kebun Gunung Bayu atas

penerapan SMK3 dengan nilai 95 pada tahun 2018.

3. Walaupun penerapan SMK3 sudah dilakukan dengan baik, namun masih terdapat

kendala yang dihadapi dalam penerapan GCG dalam SMK3 pada PTPN IV

Kebun Gunung Bayu yaitu meliputi kendala internal seperti tindakan yang

berbahaya (Unsafe Action) dan kondisi yang berbahaya (Unsafe Condition), serta

kendala eksternal seperti kurangnya pengawasan dan anggaran yang terbatas

dalam menerapkan SMK3. Sehingga upaya yang dilakukan PTPN IV Kebun

Gunung Bayu untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan membuat program

K3 yang dianggap penting untuk dilaksanakan di PTPN IV Kebun Gunung Bayu

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Saran

1. Didalam perumusan kebijakan SMK3, PTPN IV Kebun Gunung Bayu hendaknya

mendengarkan masukan dari berbagai pihak khususnya pekerja agar penerapan K3

dapat dilakukan tepat sasaran. Sehingga rumusan kebijakan SMK3 akan sesuai

dengan apa yang dibutuhkan pekerja akan perlindungan K3 dan pada akhirnya

akan meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja sebagaimana amanat Pasal 7-8

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2. Walaupun penerapan GCG dalam SMK3 pada PTPN IV Kebun Gunung sudah

diterapkan dengan baik oleh perusahaan, akan tetapi hendaknya pekerja juga

berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan SMK3 agar

Universitas Sumatera Utara


151

tercipta kondisi tempat kerja yang nyaman, sehat, dan aman yang bermuara pada

efisiensi usaha dan peningkatan produktifitas.

3. Dalam mengatasi kendala penerapan GCG dalam SMK3 pada PTPN IV Kebun

Gunung Bayu, hendaknya perusahaan membuat suatu aturan terkait sanksi apabila

pekerja tidak mematuhi peraturan akan penerapan SMK3. Sehingga diharapkan

akan memberikan efek jera bagi pekerja untuk tidak mengulanginya lagi.

Universitas Sumatera Utara


152

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta :

RajaGrafindo Persada, 2004.

Asyhadie, Zaeni Asyhadie, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja,

Jakarta : Rajawali Pers, 2013.

Budiyono, Tri, Hukum Perusahaan, Salatiga : Griya Media, 2011.

Diantha, I Made Pasek, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi

Teori Hukum, Jakarta : Kencana, 2017.

Effendi, Muh Arief, The Power of Good Governance (Teori dan Implementasi),

Jakarta : Salemba Empat, 2016.

Fahrojih, Ikhwan, Hukum Perburuhan (Konsepsi, Sejarah dan Jaminan

Konstitusional, Malang : Setara Press, 2016.

Gautama, Sudargo, dkk, Ikhtisar Hukum Perseroan Berbagai Negara yang Penting

bagi Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1991.

Hadjon, Phillipus M, Perlindungan hukum bagi Rakyat Indonesia, Surabaya : Bina

Ilmu, 1987.

Huse, Morten, Boards, Governance and Value Creation : The Human Side of

Corporate Governance, Cambridge : Cambridge University Press, 2007.

Husni, Lalu, Perlindungan Buruh (Arbeidsbescherming), dalam Zainal Asikin, dkk,

Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2002.

Imaniyati, Neni Sri, Hukum Bisnis – Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi,

Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009.

Universitas Sumatera Utara


153

Kartawidjaja, Daradjat, Kebijakan Publik (Analisis Implementasi Kebijakan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)), Bandung : Alfabeta, 2018.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana, 2005.

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya,

2010.

Nasution, Muhammad Syukri Albani, dkk, Hukum dalam Pendekatan Filsafat,

Jakarta : Kencana, 2017.

Ningsih, Suria, Mengenal Hukum Ketenagakerjaan,Medan : USU Pers, 2011.

Pohan, Masitah Br, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Buruh, Medan :

Pustaka Bangsa Press, 2008.

Salim, dan Nurbaini, Erlies Septiana,Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis

dan Disertasi, Jakarta : Rajawali Pers, 2017.

Saliman, Abdul Rasyid, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Jakarta : Kencana, 2005.

Silaban, Gerry, Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja dan Pengusaha/Pengurus yang

Ditetapkan dalam Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan

Kerja, Medan : USU Press, 2008.

Soedarjadi, Hak dan Kewajiban Pekerja-Pengusaha, Yogyakarta : Pustaka Yustisia,

2009.

Soekanto, Soejono & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif – Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta : Rajawali Pers, Cetakan ke-15, 2013.

Subagyo, P Joko, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Rineka

Cipta, Cetakan Kelima, 2006.

Universitas Sumatera Utara


154

Sundari dan Endang Sumiarni, Politik Hukum & Tata Hukum Indonesia, Yogyakarta

: Cahaya Atma Pustaka, 2015.

Sunyoto, Danang, Hak dan Kewajiba bagi Pekerja dan Pengusaha, Yogyakarta :

Pustaka Yustisia, 2013.

Susanti, Dyah Ochtorina dan A’an Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research),

Jakarta : Sinar Grafika, 2014.

Suteki, dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan

Praktek), Depok : Rajawali Pers, 2018.

Toha, Suherman, Penelitian Masalah Hukum tentang Penerapan Good Corporate

Governance pada Dunia Usaha, Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional,

2007.

Uwiyono, Aloysius, dkk, Asas-Asas Hukum Perburuhan, Jakarta : RajaGrafindo

Persada, 2014.

Wahab, Agusfian, Orang-Orang dan Badan yang Bersangkutan, dalam Zainal

Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta : RajaGrafindo Persada,

2002.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Universitas Sumatera Utara


155

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01/MBU/2011

tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Coorporate

Governance) pada Badan Usaha Milik Negara

C. JURNAL DAN SKRIPSI

Syahri, Alfi Isnaini, 2017, “Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

di Bagian Pengolahan Kelapa Sawit PTPN IV Gunung Bayu Tahun 2017”,

Skripsi, Medan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Jefri, Rini, Teori Stewardship dan Good Governance, Jurnal Riset Edisi XXVI

Volume 4 Nomor 003, 2018.

Nola, Luthvi Febryka, Upaya Perlindungan Hukum secara Terpadu Bagi Tenaga

Kerja Indonesia (TKI), Jurnal Negara Hukum Volume 7 Nomor 1, 2016.

Sari, Rizki Novit, Analisis Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate

Governance Pada PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), Jurnal Administrasi

Bisnis (JAB) Volume 60 Nomor 1, 2018.

D. INTERNET

Annual Report PTPN IV Tahun 2017 diakses tanggal 18 Februari 2019

https://ecgi.global/sites/default/files//codes/documents/indonesia_cg_2006_id.pdf

diakses tanggal 20 September 2019

http://kemnaker.go.id/berita/berita-kemnaker/menaker-hanif-dorong-pemda-bikin-

komitmen-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-k3-di-wilayahnya diakses

tanggal 14 Maret 2019

http://kemnaker.go.id/berita/berita-kemnaker/kemnaker-siapkan-penghargaan-smk3-

tahun-2016 diakses tanggal 14 Maret 2019

Universitas Sumatera Utara


156

https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/berita/13185/Apa-Perbedaan-BPJS-

Ketenagakerjaan-dengan-Jamsostek? Diakses pada tanggal 3 Oktober 2019

https://www.ptpn4.co.id/tim-self-assessment-ptpn-iv-evaluasi-penerapan-gcg-2018-

dan-review-hasil-gcg-2017/ diakses pada tanggal 20 September 2019

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai