TESIS
OLEH:
NABILLAH SIREGAR
167005056 / HK
TESIS
OLEH:
NABILLAH SIREGAR
167005056 / HK
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberikan sanksi apapun oleh Program
Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya
tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Dengan ini menyatakan bersedia tidak menerima ijazah setelah Lulus Ujian Tesis
hingga saya menyerahkan tanda bukti publikasi kepada Ketua Program Studi
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
vii
viii
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah, puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
penelitian ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan Program Studi Magister Ilmu
Pada kesempatan ini, Penulis telah banyak mendapat bimbingan dan arahan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., sebagai Rektor Universitas Sumatera
Utara;
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., sebagai Dekan Fakultas
3. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Program Studi Magister
Ilmu Hukum (S2) dan Doktor Ilmu Hukum (S3) Fakultas Hukum Universitas
4. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., sebagai Sekretaris Program Studi
5. Bapak Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing II;
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas
ix
Nusantara IV Medan;
9. Bapak Ir. Darwis I E Damanik sebagai Manager Kebun Gunung Bayu, Bapak
Commer Purba sebagai Ass. SDM Umum dan Keamanan PTPN IV Kebun
Gunung Bayu, serta Bapak Andrian J Siregar sebagai sekretaris P2K3 PTPN IV
10. Bapak Fincher Ambarita sebagai Kepala Seksi Pembinaan dan Perselisihan
orangtua Penulis, Ayahanda Effendi Siregar dan Ibunda Tapi Masniari Hasibuan yang
telah membimbing untuk selalu semangat dalam penulisan tesis ini, sehingga Penulis
dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik. Juga kepada kakak dan adik
Penulis yaitu Nancy Mayriski Siregar S.E., M. Si., Ak., CA dan Nesha Ananta
Siregar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak terdapat
kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu Penulis mengharap kritik dan
saran yang membangun. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat baik bagi para
NABILLAH SIREGAR
NIM. 167005056/HK
I. DATA PRIBADI
NAMA : NABILLAH SIREGAR
TMPT/TGL LAHIR : GUNUNG BAYU, 18 JANUARI 1994
ALAMAT : EMPLASMEN PTPN IV KEBUN GUNUNG BAYU
AGAMA : ISLAM
NAMA AYAH : EFFENDI SIREGAR
NAMA IBU : TAPI MASNIARI HASIBUAN
SAUDARA KE-1 : NANCY MAYRISKI SIREGAR
SAUDARA KE-2 : NESHA ANANTA SIREGAR
SUKU / BANGSA : BATAK / INDONESIA
EMAIL : nabillahsiregar1@gmail.com
xi
xii
xiii
xiv
xv
xvi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan
punggung perusahaan”. Adagium ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai
makna. Akan tetapi, kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan kebenarannya. 1
mempunyai peranan yang penting. Tanpa adanya pekerja, tidak akan mungkin
perusahaan tanpa pekerja seperti pesawat tanpa mesin atau seperti jasmani tanpa roh.
pekerja agar apa yang dihadapinya dalam pekerjaan dapat diperhatikan semaksimal
1
Lalu Husni, Perlindungan Buruh (Arbeidsbescherming), dalam Zainal Asikin, dkk, Dasar-Dasar
Hukum Perburuhan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 75
2
Ibid.
3
Suria Ningsih, Mengenal Hukum Ketenagakerjaan, (Medan : USU Pers, 2011), hlm. 98
Oleh karena itu, untuk dapat melindungi keselamatan dan kesehatan bagi
upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagaimana amanat Pasal 86 ayat (1) huruf
jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja dengan cara
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. 6
bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada
serta penggunaan berbagai alat, mesin, instalasi dan bahan-bahan berbahaya maupun
4
Lalu Husni, op.cit., hlm. 75
5
Penjelasan Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
6
Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
7
Suria Ningsih, op.cit., hlm. 131
30
beracun. Penggunaan alat dan bahan yang awalnya bertujuan untuk memudahkan
akibat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menyebabkan putusnya hubungan kerja
dapat dipertahankan. Disisi lain, terdapat risiko bagi perusahaan berupa kemungkinan
pada pekerja. Apabila pekerja nyaman dan mendapatkan perlakuan yang baik dari
terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi oleh perusahaan yaitu dengan melalui
bahwa:
8
Aloysius Uwiyono, dkk, Asas-Asas Hukum Perburuhan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2014),
hlm. 78
9
Ikhwan Fahrojih, Hukum Perburuhan (Konsepsi, Sejarah dan Jaminan Konstitusional, (Malang :
Setara Press, 2016), hlm. 33
10
Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, (Jakarta : Kencana, 2005), hlm. 243
30
disingkat dengan SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara
jawab, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan,
kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.12
mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, serta terciptanya tempat kerja
SMK3 kepada 635 perusahaan yang berhasil menerapkan SMK3 secara terpadu dan
11
Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
12
Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 87 ayat (1)
13
Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
30
SMK3, akan tetapi kecelakaan kerja masih kerap terjadi. Berdasarkan data BPJS
Ketenagakerjaan, tahun 2016 telah terjadi kecelakaan kerja sebanyak 105.182 kasus,
Kebun Gunung Bayu) telah terjadi kecelakaan kerja, yaitu sebagai berikut:
Jumlah
Jumlah Klaim
No Tahun Kecelakaan Jenis Kecelakaan
Kecelakaan Kerja
Kerja
1 2014 4 orang 4 orang Luka Ringan Rp31.100.737,-
2 2015 7 orang 7 orang Luka Ringan Rp12.997.187,-
3 2016 5 orang 5 orang Luka Ringan Rp12.287.514,-
5 orang Luka Ringan, 1 orang
4 2017 7 orang Rp137.435.778,-
Luka Berat, 1 orang Cacat
5 2018 9 orang 9 orang Luka Ringan Rp93.970.080,-
Sumber: Laporan Tahunan K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu Tahun 2014 s/d 2018
dari Alfi Isnaini Syahri (2017), bahwa kecelakaan kerja di PTPN IV Unit Kebun
Gunung Bayu terjadi karena rendahnya tingkat kesadaran pekerja akan prosedur
SMK3 seperti tidak lengkapnya penggunaan APD yang telah disediakan oleh
perusahaan atau tidak mengikuti prosedur kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.
14
http://kemnaker.go.id/berita/berita-kemnaker/kemnaker-siapkan-penghargaan-smk3-tahun-2016
diakses tanggal 14 Maret 2019 Pukul 10.45 WIB
15
http://kemnaker.go.id/berita/berita-kemnaker/menaker-hanif-dorong-pemda-bikin-komitmen-
keselamatan-dan-kesehatan-kerja-k3-di-wilayahnya diakses tanggal 14 Maret 2019 Pukul 10.31 WIB
30
menghasilkan 30 ton Tandan Buah Segar (TBS) perjam. Dimana pada setiap
kerja seperti kecelakaan yang disebabkan oleh bangunan atau konstruksi mesin yang
akibat kerja, maka PTPN IV Kebun Gunung Bayu melaksanakan SMK3. Oleh karena
itu, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengapa terjadi kecelakaan kerja di
PTPN IV Kebun Gunung Bayu, padahal PTPN IV Kebun Gunung Bayu sudah
ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang
berikut:
Kebijakan adalah sesuatu yang lahir dari sebuah proses interaksi antara
16
Daradjat Kartawidjaja, Kebijakan Publik (Analisis Implementasi Kebijakan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3)),(Bandung : Alfabeta, 2018), hlm. 42
30
Sebuah kebijakan yang baik dari sisi isi atau content itu setidaknya harus
memiliki karakteristik yaitu jelas, tidak distortif, didukung oleh dasar teori yang
teruji, mudah dikomunikasikan ke kelompok target, didukung oleh sumber daya baik
manusia maupun finansial yang baik. Begitu juga keberhasilan pelaksanaan kebijakan
juga dipengaruhi oleh siapa yang melaksanakannya dan siapa yang menjadi sasaran
kebijakan sesuai dengan arahan dari penentu dan pembuat kebijakan. Berikutnya
yaitu kondisi sosial ekonomi, dukungan publik maupun kultur masyarakat adalah
implementasi. Ketiga faktor tersebut tidak dapat berdiri sendiri, melainkan saling
berinteraksi satu sama lain yang pada gilirannya memberikan pengaruh terhadap
diuji dalam pelaksanaannya, sejauh mana tujuan yang dimaksudkan itu dapat
tercapai. Kebijakan dibuat sebagai alat untuk mengatasi suatu persoalan, sehingga apa
17
Ibid., hlm. 42-43
30
yang disebut membuat kebijakan itu tidak berhenti pada penetapan kebijakan, tetapi
juga tahapan pelaksanaan dan evaluasi atau pengawasannya yang berguna untuk
dan kesehatan kerja. Sejalan dengan teori perlindungan hukum menurut Satjipto
Rahardjo, yaitu:19
dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar
Yang Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara,
dikatakan bahwa:
18
Ibid., hlm. 50
19
Salim, dan Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan
Disertasi, (Jakarta : Rajawali Pers, 2017), hlm. 262
30
“Direksi wajib memastikan bahwa asset dan lokasi usaha serta fasilitas BUMN
harus bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas, dan jujur
terhadap orang lain. Sehingga direksi yang diberi kewenangan dan tanggung jawab
SMK3.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kecelakaan kerja juga terjadi karena rendahnya
menggunakan Alat Pelindung Diri (ADP) di lingkungan kerja yang telah disediakan
pimpinan perusahaan selaku pembuat kebijakan maupun pekerja juga harus berperan
serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3 agar tercipta kondisi tempat
20
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, (Salatiga : Griya Media, 2011), hlm. 140-141
30
kerja yang nyaman, sehat, dan aman yang bermuara pada efisiensi usaha dan
peningkatan produktifitas.21
Sebab, roda bisnis tidak dapat berjalan dengan baik apabila dijalankan dengan
cara yang curang dan penipuan baik dalam lingkungan internal sendiri maupun
21
Gerry Silaban, Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja dan Pengusaha/Pengurus yang Ditetapkan
dalam Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, (Medan : USU Press, 2008), hlm.
1
22
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-
01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Coorporate Governance)
pada Badan Usaha Milik Negara
23
Masitah Br Pohan, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Buruh, (Medan : Pustaka
Bangsa Press, 2008), hlm. 37-38
30
B. Rumusan Masalah
3. Apa kendala yang dihadapi dalam penerapan Good Corporate Governance dalam
C. Tujuan Penelitian
Bayu.
30
Bayu.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang
timbul.24 Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian
lebih lanjut baik bagi para akademisi maupun masyarakat umum, serta diharapkan
2. Manfaat Praktis
b) Sebagai bahan informasi dan inspirasi baik bagi para praktisi hukum maupun
bagi para pihak yang terkait langsung dalam penerapan Good Corporate
(SMK3).
24
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2005), hlm. 41
30
E. Keaslian Penelitian
pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa tesis
Adapun judul penelitian yang ada kaitannya dengan masalah Penerapan Good
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Perjanjian Kerja (Studi Pada CV. Aneka
Indonesia?
30
yang terdapat didalam penelitian yang akan dilakukan ini. Sehingga dapat
1. Kerangka Teori
Teori merupakan tujuan akhir dari ilmu pengetahuan. Hal tersebut dapat
gejala itu”.
Kriteria teori yang ideal seperti yang dikemukakan oleh James A. Black &
a) Suatu teori secara logis harus konsisten, artinya tidak ada hal-hal yang saling
bertentangan didalam kerangka yang bersangkutan;
b) Suatu teori terdiri dari pernyataan-pernyataan mengenai gejala-gejala tertentu,
pernyataan-pernyataan mana mempunyai interelasi yang serasi;
25
Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers,
2004), hlm. 14
26
Ibid., hlm. 43-44
30
Dalam kaitan ini, teori hukum yang dijadikan sebagai landasan teori untuk
pemecahan masalah hukum konkret atau yang langsung diterapkan pada praktik
hukum adalah pemikiran para teoritis hukum yang telah diakui kebenarannya dari
masa kemasa secara universal.27 Lebih jauh Bruggink memberi definisi tentang teori
Teori digunakan sebagai pisau analisis yaitu menganalisa suatu masalah dan
menyusun secara sistematis suatu sudut pandang ataupun beberapa sudut pandang
yang kemudian dapat menjadi dasar untuk melakukan suatu tindakan.29 Sehingga
teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini yaitu:
Istilah teori perlindungan hukum berasal dari bahasa Inggris, yaitu legal
protection theory, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan theorie van de
27
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum,
(Jakarta : Kencana, 2017), hlm. 129
28
Ibid.
29
Muhammad Syukri Albani Nasution, dkk, Hukum dalam Pendekatan Filsafat, (Jakarta :
Kencana, 2017), hlm. 8
30
wettelijke bescherming, dan dalam bahasa Jerman disebut dengan theorie der
rechtliche schutz.30
dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM) yang berkembang pada
abad ke 19. Adapun arah dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap
HAM adalah adanya pembatasan dan peletakan kewajiban kepada masyarakat dan
pemerintah.31
dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar
tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif.34 Perlindungan hukum yang
30
Salim, dan Erlies Septiana Nurbaini, op.cit., hlm. 259
31
Luthvi Febryka Nola, “Upaya Perlindungan Hukum secara Terpadu Bagi Tenaga Kerja Indonesia
(TKI)”, Jurnal Negara Hukum, Vol. 7, No. 1, 2016, hlm. 6
32
Salim, dan Erlies Septiana Nurbaini, op.cit., hlm. 262
33
Luthvi Febryka Nola, op.cit.
34
Phillipus M. Hadjon, Perlindungan hukum bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya : Bina Ilmu, 1987),
hlm. 2
30
merupakan hak bagi setiap pekerja. Sebagaimana amanat Pasal 27 ayat (2) UUD
1945, yaitu:
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.”
berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan
dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Untuk itu, pengusaha wajib
35
Sundari dan Endang Sumiarni, Politik Hukum & Tata Hukum Indonesia, (Yogyakarta : Cahaya
Atma Pustaka, 2015), hlm 165
30
2. Teori Stewardship.
Teori Stewardship merupakan salah satu teori utama yang berkaitan dengan
Good Corporate Governance. Teori ini dibangun diatas philosofi mengenai sifat
manusia yang pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh
tanggung jawab, memiliki integritas dan jujur terhadap orang lain. Dengan kata lain,
teori ini memandang manajemen sebagai pihak yang dapat dipercaya untuk bertindak
kepentingan (stakeholders).37
para manajer digambarkan sebagai “good steward”, dimana mereka setia menjalani
tugas dan tanggung jawab yang diberikan tuannya, tidak termotivasi pada materi dan
uang, akan tetapi pada keinginan untuk mengaktualisasi diri dan mendapatkan
kepuasan dari pekerjaan yang digeluti, serta menghindari konflik kepentingan dengan
stakeholder-nya.38
Lebih lanjut lagi, didalam teori Stewardship, manajer akan melakukan upaya
demi mendapatkan kepercayaan publik. Hal ini didasari pada prinsip bahwa manajer
memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengelola sumber daya yang ada dengan
cara yang bijak untuk kepentingan masyarakat luas. Para manajer tidak akan
36
Ikhwan Fahrojih, op.cit., hlm. 33
37
Tri Budiyono, op.cit., hlm. 140-141
38
Morten Huse, Boards, Governance and Value Creation : The Human Side of Corporate
Governance, (Cambridge : Cambridge University Press, 2007), hlm. 54
30
semua pihak, dan mereka (para manajer) percaya, apabila mereka telah bertindak
untuk kepentingan yang lebih luas, maka secara pribadi kebutuhan mereka pun telah
terpenuhi.39
bahwa penerapan SMK3 di PTPN IV Kebun Gunung Bayu yang dilakukan oleh
undangan yang berlaku, maka secara tidak langsung perusahaan telah melaksanakan
39
Ibid.
40
Tri Budiyono, op.cit., hlm. 129-130
41
Neni Sri Imaniyati, Hukum Bisnis – Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi, (Yogyakarta :
Graha Ilmu, 2009), hlm. 235
30
“Direksi wajib memastikan bahwa asset dan lokasi usaha serta fasilitas BUMN
Dengan adanya teori ini, maka direksi yang diberi kewenangan dan tanggung jawab
pemantauan, audit, dan pelaporan yang baik agar dapat membantu pencapaian tujuan
organisasi.42
reasonable care, maupun derivasi analog dari doktrin vicarious liability. Pokok
bahasan dalam teori-teori tersebut adalah bahwa perusahaan selaku pemberi kerja,
42
Rini Jefri, “Teori Stewardship dan Good Governance”, Jurnal Riset Edisi XXVI, Vol 4, No. 003,
hlm. 18
30
yang diperkirakan akan berisiko mengalami cedera, penyakit, kecacatan, sampai pada
memastikan bahwa pekerja memahami adanya risiko, memastikan bahwa cara kerja
yang akan dilakukan aman bagi pekerja (alat kerja dan cara mengoperasionalkannya
timbulnya risiko dan bahwa sarana dan prasarana pencegahannya tersedia dengan
a) Untuk melaksanakan kekuasaan mereka ini dengan itikad baik demi kepentingan
b) Untuk bertindak secara baik dan bijaksana (to act with reasonable care and skill).
dimana hukum mensyaratkan seorang direksi harus bertindak secara jujur dan tidak
ceroboh.
2. Konsepsi
konsep yang akan diteliti. Salah satu cara untuk menjelaskan konsep adalah dengan
definisi. Definisi merupakan suatu pengertian yang relatif lengkap tentang suatu
istilah, dan biasanya definisi bertitik tolak pada referensi. Dengan demikian, definisi
43
Aloysius Uwiyono, op.cit., hlm. 81-82
44
Sudargo Gautama, dkk, Ikhtisar Hukum Perseroan Berbagai Negara yang Penting bagi
Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 74-75
30
harus mempunyai ruang lingkup yang tegas, sehingga tidak boleh ada kekurangan-
Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirumuskan kerangka konsepsi, sebagai
berikut:
2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
3 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien,
dan produktif.48
4 Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
45
Amiruddin & Zainal Asikin, op.cit., hlm. 48
46
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01
/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Coorporate Governance)
pada Badan Usaha Milik Negara
47
Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
48
Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
49
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
30
5 Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
6 PT. Perkebunan Nusantara IV Medan (PTPN IV) adalah salah satu perusahaan
G. Metode Penelitian
Istilah metode penelitian terdiri dari dua kata, yaitu kata “metode” dan
“penelitian”. Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti cara
atau jalan. Jadi metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam
obyek sasaran yang dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan
pemecahan permasalahan.52
yang terdiri dari dua akar kata yaitu “re” dan “search”, “re” berarti kembali dan
suatu usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan suatu
metode tertentu dan dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap
50
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
51
Annual Report PTPN IV Tahun 2016, hlm. 46
52
P Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006),
hlm. 1
53
I Made Pasek Diantha, op.cit., hlm. 1
30
masalahnya.54 Sehingga metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk
ilmu pengetahuan. Penelitian diawali karena adanya keraguan atau keingintahuan dari
seorang peneliti terhadap suatu masalah (hukum) yang ada atau dialaminya. Pada
pelaksanaannya.56
pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan oleh karena penelitian bertujuan
Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang
ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus
hukum memiliki sifat yang sui generis, yakni sifat khas yang tidak bisa disamakan
54
P. Joko Subagyo, op.cit., hlm. 2
55
Ibid.
56
Amiruddin & Zainal Asikin, op.cit., hlm. 34
57
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta
: Rajawali Pers, 2013), hlm. 1
58
Ibid.
30
menjadi metode penelitian hukum normatif, penelitian hukum empiris, dan penelitian
Penelitian hukum dalam Bahasa Inggris disebut legal research atau dalam
pemecahan atas isu hukum yang timbul, yaitu memberikan preskripsi mengenai apa
Gunung Bayu. Sehingga pada akhirnya akan ditemukan kaidah atau norma-norma
yang dijadikan patokan perilaku manusia yang dianggap benar 62 tentang penerapan
Namun, didalam penelitian ini akan ditambah dengan wawancara dari sejumlah
59
Suteki dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan Praktek), (Depok
: Rajawali Pers, 2018), hlm. 175
60
Dyah Ochtorina Susanti & A’an Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research), (Jakarta : Sinar
Grafika, 2014), hlm. 1
61
Ibid., hlm. 19
62
Amiruddin & Zainal Asikin, op.cit., hlm. 118
30
Penelitan ini bersifat deskriptif, yakni penelitian yang dilakukan dengan cara
membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-
penelitian ini bertujuan untuk memaparkan apa adanya tentang suatu peristiwa hukum
atau kondisi hukum64, yaitu mengenai penerapan Good Corporate Governance dalam
2. Sumber Data
dibandingkan dengan metode penelitian ilmu-ilmu sosial lainnya, hal itu berakibat
pada jenis datanya. Dalam penelitian hukum yang selalu diawali dengan premis
normatif, maka datanya juga diawali dengan data sekunder.65 Data sekunder adalah
a) Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya
63
Suteki dan Galang Taufani, op.cit., hlm. 133
64
I Made Pasek Diantha, op.cit., hlm. 152
65
Amiruddin & Zainal Asikin, op.cit., hlm. 31
66
Peter Mahmud Marzuki, op.cit., hlm. 141
67
Suteki dan Galang Taufani, op.cit., hlm. 216
30
Ketenagakerjaan
Keselamatan Kerja
b) Bahan hukum sekunder, yakni bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan
hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum
c) Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus,
ensiklopedia.69
berikut:
68
Ibid.
69
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, op.cit., hlm. 13
30
mengumpulkan data sekunder yang relevan meliputi bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pada hakikatnya, data yang diperoleh
teknik untuk menemukan secara khusus dan realistis apa yang sedang terjadi pada
saat itu.72 Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data primer adalah dengan
Gunung Bayu, karyawan PTPN IV Kebun Gunung Bayu, dan Dinas Tenaga Kerja
Dimana tujuan penelitian lapangan adalah sebagai data tambahan guna menjawab
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi
dokumen dan wawancara. Studi dokumen merupakan langkah awal dari setiap
penelitian hukum, karena penelitian hukum selalu bertolak dari premis normatif.
Studi dokumen bagi penelitian hukum meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.74
70
Suteki dan Galang Taufani, op.cit., hlm. 147
71
Ibid., hlm. 148
72
Ibid., hlm. 147
73
Salim, op.cit., hlm. 26
74
Amiruddin & Zainal Asikin, op.cit., hlm. 68
30
interviewer dengan informan dan kegiatannya dilakukan secara lisan.75 Oleh karena
itu, dalam wawancara ini akan menggunakan pedoman wawancara yang tersusun
5. Analisis Data
sangat penting karena dengan analisis inilah data yang ada akan nampak manfaatnya,
penelitian.76 Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.78 Data-data dalam
penelitian tersebut tidak berupa angka-angka tapi kata-kata.79 Oleh karena itu, analisis
30
BAB II
berusaha dan bekerja guna mencapai keuntungan yang semaksimal mungkin hanya
Laissez Faire kolektif, yang mencapai bentuk teoritis maupun penerapannya secara
80
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 73
81
Ibid., hlm. 73-74
30
dengan ditemukannya mesin uap yang membawa serta proses mekanisme industri
pada masa Revolusi Industri sekitar tahun 1750-1850. Penemuan mesin-mesin yang
meningkat dan umumnya mereka dipekerjakan di tempat kerja yang berbahaya serta
tidak sehat. Bentuk-bentuk eksploitasi yang umum terjadi adalah jam kerja yang
malam hari, penyediaan tempat tinggal pekerja/buruh yang tidak layak kondisi,
perusahaan.82
dan para reformis didalam maupun diluar parlemen dengan para pengusaha besar dan
kaum intelektual pengusung doktrin Laissez Faire. Upaya nyata dimulai pada tahun
1818 oleh Robert Owen, pengusaha terbesar dan terkaya sektor penenunan katun
perburuhan yang demikian, maka hukum berperan besar melalui penetapan aturan-
82
Ibid., hlm. 74
sebagian besar negara-negara di Eropa, antara lain Jerman, Perancis, Belanda, serta
Amerika.83
and Morals Of Apprentices Act yang ditujukan bagi para pekerja/buruh anak magang
perkembangan serupa terjadi di Jerman dan Perancis sekitar tahun 1840, serta
Belanda setelah tahun 1870. Perlindungan yang diatur adalah perlindungan terhadap
mulanya, peraturan yang disusun hanya berupa pembatasan jam kerja bagi
(arbeidsbescherming) pada umumnya terhadap jam kerja yang terlalu panjang, serta
arbeidsbeschermingsrecht.84
83
Ibid., hlm. 74-75
84
Ibid., hlm. 75
immaterial. Aspek materil umumnya meliputi keamanan kerja dan perawatan fisik,
misalnya kantin, ruang ganti, pencahayaan (termasuk pengaturan udara segar dan
cahaya matahari) dan seterusnya. Adapun yang termasuk dalam aspek immaterial
meliputi waktu kerja dan peningkatan perkembangan jasmani dan psikis bagi
lamanya jam kerja dan waktu istirahat serta tempat kerja yang aman dan layak bagi
sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan Kolonial Belanda. Misalnya, pada tahun
dan Kesehatan Kerja di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids
Reglement Staatsbled No. 406 Tahun 1910. Kemudian, pemerintah Kolonial Belanda
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-
yang mengatur lalu lintas Perkeretaapian seperti yang tertuang dalam Algemene
85
Ibid., hlm. 75-76
Perusahaan Kereta Api dan Trem untuk Lalu Lintas Umum Indonesia) dan Staatsbled
Pelaut), Staatsbled 1930 No. 225 Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja
berlaku sebelum ada penggantinya atau masih dianggap relevan untuk kondisi pada
saat itu.
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Landasan ini sekaligus sebagai dasar filosofis
jawab negara atas hak asasi manusia yang ditegaskan dalam UUD 1945, sebagaimana
86
Daradjat Kartawidjaja, op.cit., hlm. 137
87
Ikhwan Fahrojih, op.cit., hlm. 29-30
88
Ibid., hlm. 30
pula ditegaskan dalam Pasal 28I ayat (5) UUD 1945, bahwa:
“Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara
hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
yang memberikan perlindungan bagi hak-hak pekerja/buruh. Pasal 27 ayat (2) UUD
1945, merupakan salah satu pasal mengenai hak dasar yang terbilang paling tua
umurnya dalam sejarah hak-hak dasar sejak republik ini berdiri, yakni:
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.”
atau meluas pasca amandemen kedua UUD 1945, termasuk ketentuan yang sangat
terkait dengan perlindungan hak-hak pekerja/buruh. Hal ini bisa dilihat antara lain:
89
Ikhwan Fahrojih, op.cit., hlm. 30
“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja.”
Pasal 28H ayat (3) UUD 1945:
“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.”
Pasal 34 ayat (2) UUD 1945:
“Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memperdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan.”
pekerja/buruh.
dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar
hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat
kepada pihak yang lemah. Untuk itu, pengusaha wajib melaksanakan ketentuan
90
Salim, dan Erlies Septiana Nurbaini, op.cit., hlm. 262
91
Luthvi Febryka Nola, op.cit., hlm. 6
berlaku.92
peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan.
perusahaan”. Adagium ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna.
mempunyai peranan yang penting. Tanpa adanya pekerja, tidak akan mungkin
perusahaan tanpa pekerja seperti pesawat tanpa mesin atau seperti jasmani tanpa roh.
pekerja agar apa yang dihadapinya dalam pekerjaan dapat diperhatikan semaksimal
92
Ikhwan Fahrojih, op.cit., hlm. 33
93
Lalu Husni, op.cit., hlm. 95
94
Ibid.
95
Suria Ningsih, op.cit., hlm. 98
perusahaan.96
Oleh karena itu, untuk dapat melindungi keselamatan dan kesehatan bagi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Berdasarkan ketentuan Pasal 86 ayat (1) huruf a
Pasal ini memberi makna yang luas, bahwa disamping warga negara berhak
aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja agar dalam melaksanakan pekerjaan tercipta
kondisi kerja yang nyaman, sehat, aman, serta dapat mengembangkan kemampuan
dan keterampilannya agar dapat hidup layak sesuai dengan harkat dan martabat
manusia.97
Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata “safety” dan biasanya selalu
dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau
96
Lalu Husni, op.cit., hlm. 95-96
97
Gerry Silaban, op.cit., hlm. 1-2
kecelakaan inilah berkembang menjadi konsep dan teori tentang kecelakaan (accident
theories). Teori tersebut umumnya ada yang memusatkan perhatiannya pada faktor
penyebab yang ada pada pekerjaan atau cara kerja, ada yang lebih memperhatikan
faktor penyebab pada peralatan kerja, bahkan ada pula yang memusatkan
Kesehatan berasal dari bahasa Inggris “health” yaitu tidak hanya berarti
terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat
secara fisik, mental, dan juga sehat secara sosial. Dengan demikian, pengertian sehat
faktor yang dapat menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya
untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar manusia
Oleh karena itu, kesehatan kerja didefinisikan sebagai segala aturan dan upaya
yang bertujuan untuk melindungi pekerja/buruh dari tindakan maupun kondisi yang
atau keadaan perburuhan yang merugikan atau dapat merugikan kesehatan dan
98
Suria Ningsih, op.cit., hlm. 132
99
Ibid.
100
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 77
kerja.”
Adapun keselamatan kerja didefinisikan sebagai segala aturan dan upaya yang
risiko akibat penggunaan alat dan bahan berbahaya/beracun di tempat kerja. Iman
lebih tepat daripada istilah keselamatan kerja, oleh karena peraturan-peraturan bidang
oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan/diolah sehingga pekerja/buruh dapat
terjadi kecelakaan.102
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya.
suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman, baik itu bagi pekerjaannya,
101
Ibid.
102
Ibid., hlm. 77-78
perusahaan, maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja
tersebut.103
menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja
diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit
umum.104
Kesehatan Kerja diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah
semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja. 105
103
Suria Ningsih, op.cit., hlm. 132
104
Daradjat Kartawidjaja, op.cit., hlm. 132-133
105
Suria Ningsih, op.cit., hlm. 131
106
Ibid., hlm. 132-133
Bila dicermati definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja diatas, maka definisi
1) promosi dan memelihara derajat tertinggi semua pekerja, baik secara fisik,
mental, dan kesejahteraan sosial disemua jenis pekerjaan;
2) untuk mencegah penurunan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaan mereka;
3) melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari risiko yang timbul dari faktor-
faktor yang dapat mengganggu kesehatan;
4) penempatan dan memelihara pekerja dilingkungan kerja yang sesuai dengan
kondisi fisiologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan kesesuaian
antara pekerja dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya.
“Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
maka Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu program yang dibuat bagi
timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan
kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian,
serta dengan adanya Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat mengurangi biaya
perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.
107
Ibid., hlm. 133
“Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
Ada empat istilah dalam Hukum Ketenagakerjaan atau dahulu lebih dikenal
dengan sebutan Hukum Perburuhan, yaitu pekerja, buruh, karyawan, dan pegawai.
berpenghasilan rendah pula. Oleh karena itu, seseorang yang bekerja di perusahaan
yang tidak tergolong industri, tidak pernah mau menyebut dirinya buruh, tetapi
karyawan perusahaan. Keadaan ini memang tidak dapat dilepaskan dari sejarah masa
lalu.108
Pada zaman feodal atau zaman penjajahan Belanda yang dimaksud dengan
buruh adalah orang-orang pekerja kasar seperti kuli, mandor, tukang, dan orang yang
Hindia Belanda dahulu disebut dengan Blue Collar. Sedangkan orang-orang yang
kasar seperti disebutkan diatas oleh Pemerintahan Hindia Belanda disebut dengan
108
Ibid., hlm. 7
yang termasuk White Collar ini adalah para pekerja (bangsawan) yang bekerja di
Pemerintah Hindia Belanda membedakan status antara Blue Collar dan White
Collar ini semata-mata hanya untuk memecah belah bangsa Bumiputra saja, dimana
oleh Pemerintah Hindia Belanda antara Blue Collar dan White Collar ini diberikan
kedudukan dan status yang berbeda. Orang-orang White Collar dikatakan adalah
sedangkan orang-orang Blue Collar adalah kuli kasar yang kedudukannya hampir
sama dengan budak yang harus tunduk dan patuh serta hormat kepada orang-orang
White Collar. Disinilah letak kelicikan penjajah Belanda dahulu untuk memecah
belah bangsa sesuai dengan prinsip devide et impera nya terkenal itu.110
Setelah Indonesia merdeka, tidak lagi dikenal perbedaan antara buruh halus
dan buruh kasar, semua orang yang bekerja disektor swasta baik pada orang maupun
badan hukum disebut buruh. Hal ini disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pasal 1 ayat (1) huruf a,
yakni buruh adalah barangsiapa yang bekerja pada majikan dan menerima upah.
diupayakan untuk diganti dengan istilah pekerja, sebagaimana yang diusulkan oleh
pemerintah (Departemen Tenaga Kerja) pada kongres FBSI II Tahun 1985. Alasan
pemerintah yaitu karena istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa,
buruh lebih cenderung menunjuk pada golongan yang selalu ditekan dan berada
109
Agusfian Wahab, Orang-Orang dan Badan yang Bersangkutan, dalam Zainal Asikin, Dasar-
Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 31
110
Ibid., hlm. 32
dibawah pihak lain yakni majikan. Istilah pekerja secara yuridis baru ditemukan
Ketenagakerjaan.111
Menurut kamus Bahasa Inggris Oxford, baik pekerja, karyawan, pegawai, atau
buruh merupakan istilah-istilah yang memiliki makna yang sama yaitu orang yang
bekerja untuk orang lain (a person who is paid to work for somebody). Hal ini persis
sama dengan apa yang dianut oleh Robert T. Kiyosaki dalam bukunya “The Cashflow
orang yang bekerja untuk uang yang terdiri dari employee (bekerja untuk orang lain)
membedakan antara buruh maupun pekerja. Semua istilah tersebut mempunyai hak
111
Danang Sunyoto, Hak dan Kewajiban bagi Pekerja dan Pengusaha, (Yogyakarta : Pustaka
Yustisia, 2013), hlm. 20-21
112
Suria Ningsih, op.cit., hlm. 8
113
Agusfian Wahab, op.cit., hlm. 32
bangsa dan merupakan faktor yang menentukan daripada mati-hidupnya bangsa itu
sendiri, maka dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara ke-
IV telah menetapkan beberapa keputusan dalam bidang tenaga kerja yaitu Undang-
kerja serta arah yang harus ditempuh dalam mengatur kebutuhan sosial ekonomis
bahwa:
kesusilaan, pemeliharaan moral kerja, serta perlakuan yang sesuai dengan martabat
dan produktivitas nasional, maka tenaga kerja harus dilindungi dari berbagai soal
disekitarnya serta pada dirinya yang dapat menimpa dan mengganggu dirinya serta
pelaksanaan pekerjaannya. Bahaya yang dapat timbul dari mesin, pesawat, alat kerja,
melakukan pekerjaan, karakteristik phisik, dan mental dari pada pekerjaannya harus
sejauh mungkin diberantas dan atau dikendalikan. Oleh sebab itu, hak atas
meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan
masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun spiritual.
serta peluang pasar di dalam dan di luar negeri menuntut peningkatan kualitas sumber
daya manusia Indonesia pada umumnya serta peranan dan kedudukan tenaga kerja
produktivitas nasional dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, tenaga kerja harus
diberdayakan supaya mereka memiliki nilai lebih dalam arti lebih mampu, lebih
terampil, dan lebih berkualitas, agar dapat berdaya guna secara optimal dalam
keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan upah dan jaminan sosial
kehidupan yang sejahtera lahir dan batin, selaras, serasi, dan seimbang.
tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja sebelum, selama, dan sesudah masa
kerja, tetapi juga dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk
itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup
perbedaan kedudukan dan kepentingan sehingga dipandang sudah tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan masa kini dan tuntutan masa yang akan datang. Peraturan
Dan Kerja Malam bagi Wanita (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 647);
3) Ordonansi Tahun 1926 Peraturan mengenai Kerja Anak-anak dan Orang Muda Di
5) Ordonansi tentang Pemulangan Buruh yang Diterima atau Dikerahkan Dari Luar
Undang Kerja Tahun 1948 Nomor 12 dari Republik Indonesia untuk Seluruh
Serikat Buruh dan Majikan (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 69, Tambahan
mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja ditegaskan kembali dalam ketentuan Pasal 108,
yaitu:
Upaya kesehatan kerja dalam Penjelasan Atas Undang-Undang Pasal 108 ayat
kesehatan pekerja dengan cara pengobatan, perawatan, dan pengaturan tempat kerja
yang memenuhi higiene perusahaan dan kesehatan kerja untuk mencegah penyakit
akibat kerja.
Internasional No. 120 mengenai Hygiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor yang
Kesehatan Kerja.
perubahan yang sangat cepat dan mendasar seiring dengan era reformasi yang sedang
dan sosial yang melahirkan nilai dan aspirasi baru. Perkembangan keadaan yang telah
tentang Ketenagakerjaan menjadi mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober Tahun 2000.
yuridis telah berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1998. Oleh karena itu, untuk memberi
kepastian hukum bagi masyarakat dan aparat penegak hukum perlu ditegaskan bahwa
disegala aspek kehidupan bangsa Indonesia dengan dimulainya era reformasi tahun
1998.
Pasal 86 :
(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 87:
(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
(2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
dikatakan:
“Yang dimaksud dengan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah
bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses, dan sumber
daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian
risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien, dan produktif.”
pada masa kolonial Belanda yang dikenal dengan Veiligheids Reglement (VR) Tahun
1910 (Lembaran Negara No. 406 Tahun 1910). Undang-undang ini kemudian diganti
tidak terlepas dengan penggunaan mesin, peralatan, pesawat, instalasi, dan bahan
Di samping itu, pengawasan VR bersifar represif yang kurang sesuai dan tidak
Kesehatan Kerja.114
industri yang membawa serta penggunaan berbagai alat, mesin, instalasi dan bahan-
114
Gerry Silaban, op.cit., hlm. 2
bahan berbahaya maupun beracun. Penggunaan alat dan bahan yang awalnya
Risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, yang pada tingkat tertentu dapat
kompensasi.115
dengan kerugian sebagai konsekuensi dari dampak yang terjadi dibahas dalam
beberapa teori. Teori Domino kecelakaan kerja mengulas bahwa setiap kecelakaan
sebagai lima domino dalam posisi sejajar, yaitu kebiasaan, kesalahan seseorang,
perbuatan dan kondisi tidak aman (hazard), kecelakaan, serta cedera. Adapun Teori
Manajemen membahas mengenai lima faktor berurutan dalam kecelakaan kerja, yaitu
manajemen, sumber penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian. Terdapat hasil
penelitian dari pencetus teori tersebut yaitu Birds bahwa rasio biaya yang dikeluarkan
perusahaan sebagai akibat dari kecelakaan kerja, yang meliputi biaya langsung dan
tidak langsung adalah 1:5-50, yang digambarkan sebagai gunung es. Biaya
kecelakaan dan sakit meliputi biaya pengobatan dan kompensasi, sedangkan biaya
115
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 78
pekerja/buruh baru, serta dampak atas hilangnya niat baik. Oleh karena itu, guna
menghindari dampak yang merugikan bagi para pihak diperlukan kesehatan dan
116
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 78-79
117
Suria Ningsih, op.cit., hlm. 137-139
Semua elemen yang terlibat dalam suatu pekerjaan harus mengetahui dan dapat
mengaplikasikan keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini dikarenakan setiap
pekerjaan mempunyai karakteristik bahaya yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
pekerja harus dididik untuk dapat bekerja dengan aman dan meminimalkan resiko
terjadinya kecelakaan kerja.
e) Safety is condition of employment (K3 adalah cermin kondisi ketenagakerjaan)
K3 bukan hanya sebuah program, tetapi lebih kepada cerminan dari kondisi
ketenagakerjaan dalam sebuah perusahaan. Dengan K3 yang baik, bisa dipastikan
bahwa kondisi lingkungan kerja juga baik sehingga tingkat kenyamanan pekerja
dalam bekerja juga tinggi.
f) All injures are preventable (semua kecelakaan dapat dicegah)
Pemikiran bahwa semua kecelakan dapat dicegah harus ditanamkan dalam setiap
elemen perusahaan. Dengan mengetahui potensi kemungkinan kecelakaan yang
akan timbul, akan diperoleh tindakan pencegahan terhadap kecelakaan tersebut.
Dengan demikian, kecelakaan akan bisa dihindari.
g) Safety programs must be site specific (program K3 bersifat spesifik)
Program K3 tidak bisa dikembangkan atau dibuat secara sembarangan ataupun
mungkin meniru yang sudah ada. Program K3 harus dibuat secara spesifik dengan
menyesuaikan kondisi di tempat kerja dan potensi kecelakaan yang mungkin
timbul dilihat dari segi kultur, sifat kegiatan, biaya, dan sebagainya.
h) Safety is good for business (K3 baik untuk bisnis)
Pandangan pelaksanaan K3 akan menambah pengeluaran perusahaan harus
diubah, yang benar adalah pelaksanaan K3 merupakan sebuah investasi. K3 mirip
dengan fenomena gunung es di lautan yang nampak hanya sedikit tetapi
sebenarnya sangat besar. Bayangkan bila terjadi kecelakaan kerja, berapa
kerugian yang timbul diakibatkan adanya biaya untuk kompensasi dan
pengobatan, produksi yang berhenti, biaya perbaikan mesin, dan kerugian yang
lain.
pekerja/buruh.118
118
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 79
perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi melalui norma yang berlaku.
a) Norma keselamatan kerja: yang meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan
mesin, pesawat, alat-alat kerja, bahan dan proses pengerjaannya, keadaan tempat
kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan;
b) Norma kesehatan kerja dan higiene kesehatan perusahaan yang meliputi:
pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, dilakukan dengan
mengatur pemberian obat-obatan, perawatan tenaga kerja yang sakit;
c) Mengatur persediaan tempat, cara, dan syarat kerja yang memenuhi higiene
kesehatan perusahaan dan kesehatan pekerja untuk mencegah penyakit, baik
sebagai akibat bekerja atau penyakit umum serta menetapkan syarat kesehatan
bagi perumahan pekerja;
d) Norma kerja yang meliputi: perlindungan terhadap tenaga kerja yang bertalian
dengan waktu kerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja wanita, anak,
kesusilaan ibadah menurut agama keyakinan masing-masing yang diakui
pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan dan sebagainya guna memelihara
kegairahan dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi serta
menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral;
e) Kepada tenaga kerja yang mendapatkan kecelakaan dan/atau menderita penyakit
akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan, dan rehabilitasi akibat
kecelakaan dan/atau penyakit akibat pekerjaan, ahli warisnya berhak mendapat
ganti kerugian.
119
Lalu Husni, op.cit., hlm. 96-97
120
Ibid., hlm. 97
sebagai jaminan sosial yang sekarang lebih dikenal dengan istilah Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (Jamsostek).121 Namun, Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) telah
yang telah beroperasi pada 1 Juli 2015. Perbedaan Jamsostek dengan BPJS
Ketenagakerjaan yaitu dari sisi kepesertaan. Pada Jamsostek yang wajib ikut hanya
untuk pekerja formal, tetapi BPJS Ketenagakerjaan wajib untuk seluruh pekerja.
dengan Jamsostek, yakni program Jaminan Pensiun (JP). Jadi program BPJS
perlindungan dalam arti luas, sedangkan perlindungan dalam arti sempit mencakup
kesehatan kerja menurut Imam Soepomo dan keselamatan kerja, khususnya terkait
121
Zaeni Asyhadie, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja, (Jakarta : Rajawali Pers,
2013), hlm. 20
122
https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/berita/13185/Apa-Perbedaan-BPJS-Ketenagakerjaan-
dengan-Jamsostek? diakses pada tanggal 3 Oktober 2019 Pukul 17.37 WIB
123
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 80-81
perlindungan atas moral dan kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat
lain.124
dalam pasal 1602 w Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) sebagai
berikut:125
melakukan pekerjaan”.
derivasi analog dari doktrin vicarious liability. Pokok bahasan dalam teori-teori
tersebut adalah bahwa pengusaha selaku pemberi kerja, bertanggung jawab dalam
124
Ibid., hlm. 81
125
Ibid.
akan berisiko mengalami cedera, penyakit, kecacatan, sampai pada kematian. Apabila
upaya-upaya yang telah dilakukan sampai pada kematian. Apabila upaya-upaya yang
adanya risiko, memastikan bahwa cara kerja yang akan dilakukan aman bagi
sarana dan prasarana pencegahannya tersedia dengan memadai dan dalam kondisi
sebagai pihak yang lebih lemah secara ekonomi terhadap pengusaha sebagai pihak
yang secara ekonomi lebih kuat. Sarana yang umum dilakukan adalah melalui
126
Ibid., hlm. 81-82
127
Ibid., hlm. 83
kesehatan pekerja karena sarana dan prasarana yang kurang memadai dapat berakibat
fatal serta berdampak pada kerugian materi berupa kerusakan badan, hasil produksi
dan lainnya. Serta yang lebih parah kalau kejadian itu sampai membuat para
pekerja/buruh mengalami cacat bahkan kematian. Oleh karena itu, perlu mematuhi
Keselamatan Kerja, mengatur Keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di
darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di
128
Soedarjadi, Hak dan Kewajiban Pekerja-Pengusaha, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009),
hlm. 51
129
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Pasal 2
ayat (2)
130
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Pasal
ayat (1)
tidak hanya bagi pekerja/buruh melainkan bagi setiap orang yang berada di tempat
tersebut. Prinsip umumnya adalah upaya pencegahan terhadap resiko yang dapat
timbul berupa kecelakaan, kebakaran, atau peledakan. Apabila resiko tersebut terjadi,
maka melalui keselamatan kerja diharapkan resiko tersebut dapat dikendalikan dan
dampak yang lebih buruk/luas dapat dihindari atau setidaknya diminimalisir. Prinsip
wajib mengatur dan memelihara ruangan, alat dan perkakas, dimana atau dengan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, serta pengaturan yang ada. Resiko
diartikan sebagai kemungkinan terjadinya suatu situasi atau peristiwa tertentu yang
131
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 92
dapat menimbulkan efek terhadap suatu objek, baik berupa manusia maupun
benda.132
resiko yang mungkin timbul. Analisis resiko merupakan proses untuk menentukan
prioritas pengendalian terhadap tingkat resiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
Metode penilaiaan resiko antara lain dengan cara menghitung peluang insiden yang
diprediksi dapat timbul. Metode lain adalah dengan menggunakan pemeringkatan atas
kurang pengetahuan dan keterampilan, kurang sehat secara fisik maupun psikis,
dan bahan berbahaya, tempat kerja dan lingkungan kerja berbahaya, sifat pekerjaan,
cara kerja, serta proses produksi yang mengandung bahaya. Potensi-potensi resiko
132
Ibid.
133
Ibid., hlm. 92-93
134
Ibid., hlm. 93
atau bahaya dapat timbul pada tahap-tahap perencanaan tempat kerja, penyediaan
Selain kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja juga merupakan risiko dalam
negatif terhadap kondisi kesehatannya. Terjadinya penyakit akibat kerja akibat reaksi
dari paparan kondisi maupun bahan dapat bersifat langsung, bertahap, maupun jangka
panjang.138
135
Ibid., hlm. 93
136
Zainal Asikin, op.cit., hlm. 111-112
137
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 94-95
138
Ibid., hlm. 94
dengan mendirikan rumah sakit sendiri, atau mengadakan ikatan dengan dokter atau
seorang dokter yang bersertifikat dokter hiperkes (hygiene perusahaan dan kesehatan
kerja) yang disetujui oleh direktur. Ia bertugas dan bertanggungjawab untuk hygiene
diperlukan.139
dengan tujuan untuk mendapatkan tenaga kerja yang optimal sehat saat penerimaan,
dan mempertahankan kesehatan tenaga kerja selagi masa kerja dan saat telah
139
Danang Sunyoto, op.cit., hlm. 82
(insidentil), yaitu bagi pekerja yang akan mutasi kerja, tugas belajar, naik
kebutuhan dan tuntunan individu pekerja atau masyarakat perusahaan untuk mencapai
140
Ibid., hlm. 83-84
141
Ibid., hlm. 85
142
Ibid., hlm. 85-86
pekerja yaitu:143
143
Ibid., hlm. 86
144
Ibid., hlm. 83
makhluk ciptaan Allah SWT. Manusia memiliki karsa, cipta dan karya. Manusia
memiliki rasa suka dan benci, gembira dan sedih, berani dan takut, kehendak,
angan-angan, dan cita-cita. Manusia juga memiliki dorongan-dorongan hidup
tertentu, pikiran-pikiran dan pertimbangan-pertimbangan yang akan menentukan
sikap dan pendiriannya dalam hidup. Di samping itu, manusia juga mempunyai
pergaulan hidup dengan lingkungannya, baik di rumahnya atau di tempat
kerjanya, maupun di masyarakat luas. Faktor-faktor tersebut mempunyai
pengaruh yang tidak sedikit terhadap keadaan pekerja dalam pekerjaannya.
efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, tidak terlepas dari upaya
yang terintegrasi ini, dewasa ini sudah merupakan suatu keharusan dan telah menjadi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Di Indonesia panduan yang serupa dikenal dengan
istilah SMK3, sedang di Amerika OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di Inggris BS 8800
serta di Australia disebut AS/NZ 480-1. Secara lebih rinci lagi asosiasi disetiap sektor
industri di dunia juga menerbitkan panduan yang serupa seperti misalnya khusus
dibidang transportasi udara, industri minyak dan gas, serta instalasi nuklir dan lain-
lain sebagainya. Bahkan dewasa ini organisasi tidak hanya dituntut untuk memiliki
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi, lebih dari itu
organisasi diharapkan memiliki budaya sehat dan selamat (safety and health culture)
lebih atau yang sifat proses atau bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat
Disatu sisi oleh beberapa kalangan, SMK3 dipandang sebagai sistem yang
efektif untuk menghadapi tantangan K3 di era globalisasi. Tetapi disisi lain, beberapa
hukumnya tidak cukup ketat. Dari kira-kira 170.000 perusahaan, hanya sekitar 500
145
Suria Ningsih, op.cit.,hlm. 136-137
146
Ibid., hlm. 139-140
147
Ibid., hlm. 140
keselamatan dan kesehatan di tempat kerja pada level perusahaan selama dua tahun
yang didanai oleh Worksafe Australia, dan dilaksanakan dari akhir tahun 1994
sampai akhir tahun 1996. Dalam kajiannya, SMK3 didefinisikan sebagai kombinasi
ulang, susunan konsultatif dan program khusus yang terintegrasi untuk meningkatkan
informasi dan penyimpanan data dan pelatihan. Ada empat pendekatan terhadap
sistem dan bukti kasus yang muncul. Empat pendekatan tersebut adalah:148
148
Ibid., hlm. 141
the specific program elements that work together in an integrated way to improve
Kerja adalah:
SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
Oleh karena itu, SMK3 merupakan bagian dari sistem manajemen perusahaan
tanggung jawab, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan
produktif.
Tujuan dan sasaran SMK3 adalah menciptakan suatu sitem keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja,
kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang
149
Ibid., hlm. 139
150
Ibid.
ketentuan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang
meliputi:
151
Pasal 5 ayat (2) huruf b Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun
2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
152
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pasal 2
c) menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas.
Bayu) adalah salah satu unit usaha dari PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV)
yang bergerak dibidang usaha Perkebunan Kelapa Sawit (Elaesis Guinensis Jacq)
yang menghasilkan 30 ton Tandan Buah Segar (TBS)/jam dengan hasil produksi
Awal keberadaan Kebun Gunung Bayu adalah milik swasta asing dengan
dengan usaha budi daya karet dan kelapa sawit yang dibuka pada tahun 1917 oleh
Van Leuwen Boomkamp. Pada tanggal 10 Pebruari 1924 dibangun Pabrik Kelapa
Sawit yang bertujuan untuk mengolah buah kelapa sawit dan tahun 1947/1948 Areal
Kebun Gunung Bayu yang ditanami karet diganti dengan tanaman kelapa sawit,
dengan demikian sejak tahun 1949 keseluruhan Areal Kebun Gunung Bayu telah
Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi dan perubahan yang diatur pada
153
Selayang Pandang Kebun Gunung Bayu, hlm. 4
154
Ibid.
NV.R.C.M.A diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan pada tahun 1960
beralih status menjadi PPN baru Cabang Sumut, tahun 1961 berubah menjadi PPN
SUMUT VI, tahun 1963 menjadi PPN Aneka Tanaman IV, tahun 1968 menjadi PNP-
VII, dan pada tahun 1975 dilikuidasi menjadi PTP-VII. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1996 pada tanggal 11 Maret 1996, PTP-VII dialihkan
Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara dan berada sekitar 48 meter di atas
permukaan laut. Daerah kerja PTPN IV Kebun Gunung Bayu tersebar di 2 Kabupaten
dan di kelilingi oleh 34 Desa. Topografi keadaan tanah secara umum datar, sedikit
bergelombang dan berbukit. Jenis tanah Podsolik Coklat Kuning (PCK) dan Podsolik
Coklat (PC). Jarak tempuh PTPN IV Kebun Gunung Bayu, yaitu dari:156
155
Ibid.
156
Ibid., hlm. 7
Unit Usaha Gunung Bayu, maka unit usaha Gunung Bayu yang selama ini berjumlah
Bahan baku pengolahan kelapa sawit adalah tandan buah segar (TBS) dengan
hasil produksi yaitu CPO (Crude Palm Oil) dan PKO (Palm Kernel Oil). Bahan baku
dihasilkan dari perkebunan PTPN IV Kebun Gunung Bayu, dari kebun seinduk, dan
pihak ketiga (kebun masyarakat) yang berada disekitar perkebunan PTPN IV Kebun
Gunung Bayu. Kapasitas yang dihasilkan setiap harinya bisa mencapai 500 ton
perharinya.
1) Penerimaan Buah
Proses yang dilakukan berupa Penimbangan TBS. TBS yang datang dari
kebun sendiri, dari kebun seinduk, dan dari pihak ketiga. Setelah tarra dan brutonya,
kemudian melakukan pengecekan truck, pengecekan truck yang dimaksud yaitu isi
truck 100% TBS dan pengecekan surat izin masuk apabila TBS berasal dari pihak ke
III. Pada proses ini buah dipilih dengan kualitas terbaik sesuai spesifikdari PTPN IV
Gunung Bayu.
(b) Sortasi
Sortasi TBS adalah memilih TBS seleksi buah sesuai fraksi dan kriteria
matang panen.
157
Ibid.
2) Perebusan
Pada proses ini TBS di rebus selama 105 menit di dalam lori, dengan
kapasitas 1 lori 2,5 ton dalam sekali perebusan buah kelapa sawit. Peralatan yang
digunakan untuk merebus TBS seperti stelizier, nanometer, termometer dan jam
3) Penebahan
Pada proses ini buah yang sudah direbus dibanting untuk memisahkan antara
tandan dan buah kelapa sawit. TBS dibanting dalam drum thresher. Buah terpisah
4) Kempa
Pada proses ini buah kelapa sawit ini dilakukan pelumatan buah dan
pengepresan, diperas, dan dipisahkan antara biji (kernel) dengan serat kelapa sawit,
yang diperas adalah serat kelapa sawit. Teknik pressing 40-60 BAR dengan
supply Air 90-95℃. Dalam proses kempa akan dihasilkan kernel dengan inti pecah <
8 % dengan minyak yang dihasilkan 43 % dan kernel 13 % dalam proses kempa juga
dihasilkan serat fibre, serat fibre yang dihasilkan max 14 % thdp dan supplyair 20 %
thdp TBS.
5) Pemurnian Minyak
Proses ini adalah proses pemisahan minyak dari Sludge. Proses ini yaitu
pemisahan minyak dari air dan kotoran dengan suhu kerja stasiun 90-95℃. ALB
CPO yang telah dimurnikan 2.5-3 %. Peralatan yang digunakan berupa manometer,
6) Pengolahan Biji
Pada aktivitas pengolahan kernel, dimana kernel dihasilkan dari biji brondolan
yang telah diolah dan dipisahkan dari sampah dan tandan dan kemudian terpisah dari
inti dan cangkang. Pemecahan biji dilakukan di Ripple Mill. Dari proses presan biji
diolah ke dalam fiber, kemudian dilakukan proses pemisahan biji dengan fiber dalam
drum. Nut kemudian di tampung di Ripple Mill untuk memecahkan dan memisahkan
Kadar air inti 16-19 %, kadar kotoran inti maksimal 8%, kadar air inti
maksimal 7% dan ALB inti maksimal 2%. Proses pengolahan biji tersebut melalui
boiler kemudian kernel biji terpisah dari cangkang masuk ke kompoyer, setelah dari
dalam mesin ini sampah terpisah dari kernel dan kernel masuk ke silo KD dengan
suhu panas 3 kg. Kemudian masuk ke tangki Bunker untuk diturunkan dan diangkut
7) Penyimpanan CPO
9) Transfer CPO
Pengisian inti dari bunker ke truck dengan keadaan truck kosong dan bersih,
dengan kadar air inti maksimal 8,5%, kadar kotoran inti maksimal 6 %, ALB inti
maksimal 2%.
Laboratorium yaitu sebanyak 2,3 ALB. Kriteria kernel yang layak untuk dikirim yaitu
ALB maksimal 2% dan telah dilakukan pengecekan Locistruck dan Pengecekan SPB.
Visi:
PT. Perkebunan Nusantara IV “Menjadi Perusahaan Unggul dalam Usaha
Agroindustri yang Terintegrasi”
Misi:
1) Menjalankan usaha dengan prinsip-prinsip usaha terbaik, inovatif, dan berdaya
saing tinggi
2) Menyelenggarakan usaha agroindustri berbasis kelapa sawit
3) Mengintegrasikan usaha agroindustri hulu, hilir dan produk baru, pendukung
agroindustri dan pendayagunaan asset dengan preferensi pada teknologi terkini
yang teruji dan berwawasan lingkungan.
PTPN IV Kebun Gunung Bayu dipimpin oleh Manager Unit yang berada
158
Ibid., hlm. 3
pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan
Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan tenaga kerja atau pekerja/buruh
159
Lampiran I Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan
Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja-Pedoman Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3), hlm. 9
khususnya perlindungan akan K3, mengingat adanya ancaman bahaya yang dapat
terjadi di lingkungan kerja. Oleh karena itu, pemerintah telah menetapkan kebijakan
pencemaran lingkungan kerja yang penerapannya menurut jenis dan sifat atau
ditetapkan dan disahkan pada tanggal 12 Januari 1970, hingga saat ini implementasi
kebijakan dibidang keselamatan dan kesehatan kerja dirasakan masih belum optimal.
a) masih tingginya angka resiko kerja, seperti jumlah kecelakaan kerja, penyakit
akibat kerja, peledakan, kebakaran, maupun kerusakan lingkungan kerja. Hal ini
merupakan akibat dari kesalahan dalam sistem dan prosedur kerja, serta
ketidakpatuhan dalam menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja.
b) masih banyak kelompok sasaran (perusahaan dan tenaga kerja) yang belum
mematuhi norma dan standar keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana
ditunjukkan oleh data pelanggaran hasil pemeriksaan pengawasan
ketenagakerjaan.
c) masih sering terjadi kekeliruan pemahaman pengusaha dan tenaga kerja mengenai
makna dan manfaat keselamatan dan kesehatan kerja bagi efektifitas dan efisiensi
perusahaan, serta lebih jauh bagi peningkatan kesejahteraan tenaga kerja dan
masyarakat.
SMK3 kepada 635 perusahaan yang berhasil menerapkan SMK3 secara terpadu dan
SMK3, akan tetapi kecelakaan kerja masih kerap terjadi. Berdasarkan data BPJS
Ketenagakerjaan, tahun 2016 telah terjadi kecelakaan kerja sebanyak 105.182 kasus,
serta sampai bulan Agustus tahun 2017 sebanyak 80.392 kasus. 163
160
Gerry Silaban, op.cit., hlm. 1
161
Daradjat Kartawidjaja, op.cit., hlm. 2-3
162
http://kemnaker.go.id/berita/berita-kemnaker/kemnaker-siapkan-penghargaan-smk3-tahun-2016
diakses tanggal 14 Maret 2019 Pukul 10.45 WIB
163
http://kemnaker.go.id/berita/berita-kemnaker/menaker-hanif-dorong-pemda-bikin-komitmen-
keselamatan-dan-kesehatan-kerja-k3-di-wilayahnya diakses tanggal 14 Maret 2019 Pukul 10.31 WIB
Begitu pula di PTPN IV Kebun Gunung Bayu telah terjadi kecelakaan kerja,
maka PTPN IV Kebun Gunung Bayu melaksanakan SMK3. Tentu yang perlu
diperhatikan dalam menerapkan SMK3 pertama kali adalah pada saat perumusan
Kebijakan adalah sesuatu yang lahir dari sebuah proses interaksi antara
164
Daradjat Kartawidjaja, op.cit., hlm. 42
165
Ibid., hlm. 42-43
Sebuah kebijakan yang baik dari sisi isi atau content itu setidaknya harus
memiliki karakteristik yaitu jelas, tidak distortif, didukung oleh dasar teori yang
teruji, mudah dikomunikasikan ke kelompok target, didukung oleh sumber daya baik
manusia maupun financial yang baik. Begitu juga keberhasilan pelaksanaan kebijakan
juga dipengaruhi oleh siapa yang melaksanakannya dan siapa yang menjadi sasaran
kebijakan sesuai dengan arahan dari penentu dan pembuat kebijakan. Berikutnya
yaitu kondisi social ekonomi, dukungan publik maupun kultur masyarakat adalah
Ketiga faktor tersebut tidak berdiri sendiri melainkan saling berinteraksi satu
sama lain yang pada gilirannya memberikan pengaruh terhadap proses pelaksanaan
sebuah kebijakan. Berhubung kebijakan merupakan alat untuk mencapai tujuan, maka
ia harus diuji dalam pelaksanaannya, sejauh mana tujuan yang dimaksudkan itu
tercapai. Kebijakan dibuat sebagai alat untuk mengatasi sesuatu persoalan, sehingga
apa yang disebut membuat kebijakan itu tidak berhenti pada penetapan kebijakan,
tetapi juga tahapan pelaksanaan dan evaluasi atau pengawasannya yang berguna
166
Ibid., hlm. 44-45
167
Ibid., hlm. 50
produksi dapat dipergunakan dengan aman dan efisien, maka berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan di PTPN IV Kebun Gunung Bayu, bahwa PTPN IV
Komitmen :
Dengan penuh rasa tanggung jawab kami manajemen dan seluruh karyawan
pimpinan, pelaksana unit usaha gunung bayu bertekad untuk bersungguh-
sungguh melaksanakan dan mensosialisasikan kebijakan manajemen dan
komitmen tanpa menbedakan ras, suku dan agama yang ada, serta konsisten
melaksanakan peraturan dan perundang-undangan K3 yang melekat kepada
setiap karyawan dengan menghayati serta mengamalkan dilingkungan kerja
kami masing-masing.
penyakit akibat kerja terhadap karyawan perusahaan, kontraktor dan kerusakan alat
a) Aspek Hukum
Bertitik tolak kepada perusahaan sebagai badan usaha yang dalam kegiatan-
kegiatannya senantiasa harus memenuhi ketentuan segala perundang-undangan
yang berlaku di wilayah Negara Indonesia.
b) Aspek Ekonomi
Bertitik tolak dari faktor kerugian material maupun jiwa manusia serta gangguan
kelancaran operasi bila terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
c) Aspek Perlindungan
Bertitik tolak dari kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap karyawan,
kontraktor, pemasok, pelanggan, tamu dan masyarakat sekitar dari bahaya-bahaya
yang mungkin timbul dari adanya kegiatan operasi perusahaan.
d) Aspek Globalisasi
Bertitik tolak pada adanya tuntutan secara global terhadap kebutuhan aspek
keselamatan akan barang dan jasa yang dihasilkan (safety product).
Tujuan dan sasaran SMK3 sebagaimana yang dikutip dari dokumen SMK3
Tujuan:
peralatan kerja.
c) Menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang bersih, sehat, nyaman dan
aman.
168
Prosedur Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) (Manual SMK3), hlm.
10
Sasaran:
dengan penuh komitmen dan rasa tanggung jawab melalui tata cara yang
kerja yang sesuai dengan SOP (standart operasional procedur) maupun IK.
Bayu, bahwa dalam perumusan kebijakan K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu telah
dilaksanakan oleh pengusaha dan dalam menyusun kebijakan K3 paling sedikit harus
melakukan tinjauan awal kondisi K3 seperti identifikasi potensi bahaya, penilaian dan
pengendalian risiko, serta dalam kebijakan K3 paling sedikit memuat visi, tujuan
kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum
kebijakan K3 yang telah ditetapkan kepada seluruh pekerja/buruh, orang lain selain
berikut:169
1. Identifikasi Bahaya
Seluruh kegiatan-kegiatan yang dilakukan, diidentifikasi berdasarkan kemungkinan
bahaya yang ditimbulkan dan akibat dari bahaya yang mungkin terjadi, bahwa Tim
Manajemen Risiko mencatat kegiatan, pelaksana, peralatan, dan tempat kerja yang
dinilai mengandung resiko dan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja.
Dari setiap kegiatan kerja di setiap lokasi kerja, diidentifikasi bahaya kerja apa saja
yang bisa terjadi. Kemudian ditentukan resiko dari setiap bahaya kerja yang ada.
2. Penilaian Risiko.
Semua kegiatan kerja, pelaksana kerja, alat kerja, dan tempat kerja, diidentifikasi dan
dilakukan penilaian terhadap risiko yang mungkin ditimbulkan dengan
mempergunakan tabel Ranking System lalu ditentukan peluang (A/B/C/D) dan akibat
(1, 2, 3, 4, 5) yang dapat terjadi. Sehingga dapat diperoleh penilaian risiko (E, H, M
atau L).
3. Pengendalian Risiko.
a) Pengendalian Risiko dilakukan dengan memperkirakan kemungkinan terjadinya
bahaya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, sesuai prinsip pengendalian
risiko, yaitu:
1) eliminasi (menghilangkan sumber bahaya)
2) subtitusi (mengganti dengan bahan atau proses yang lebih aman)
3) rekayasa teknik (melakukan perubahan terhadap desain alat/proses/lay out)
4) admiministrasi (cara kerja yang aman)
5) alat pelindung diri (APD)
b) Tim Manajemen Risiko menyampaikan hasil identifikasi bahaya, penilaian dan
pengendalian risiko kepada dinas/bagian terkait agar dapat dilakukan tindakan
pengendalian yang sesuai dengan tingkat risiko yang dapat terjadi.
c) Pengendalian risiko dilakukan dengan menetapkan penanggung jawab dan batas
waktu tindakan pengendalian.
d) Tim Manajemen Risiko meninjau kembali tindakan pengendalian yang dilakukan
sesuai dengan batas waktu yang ditentukan oleh penanggung jawab.
e) Status pengendalian (oke atau in-progress) ditentukan agar dapat ditentukan
review pengendalian.
f) Apabila status pengendalian in-progress telah berubah status menjadi oke maka
Tim Manajemen Risiko kembali melakukan penilaian risiko sehingga tindakan
pengendalian benar-benar effektif dan nilai risiko menjadi serendah-rendahnya.
169
Prosedur Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PTPN IV Kebun Gunung Bayu-
Manajemen Resiko, hlm. 9-10
Manajemen dan Pengurus P2K3 dengan wakil pekerja (SP-BUN) untuk menetapkan
secara tertulis dan disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan, yaitu dibuat dan
ditandatangani oleh Manajer Unit dan Serikat Pekerja Perkebunan (SP-BUN) Basis
didukung oleh SDM yang kompeten yang ahli dibidangnya, yaitu oleh Ahli K3.
170
Manual SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu, hlm. 29
atas kondisi dan isu pokok K3 yang terjadi. Hasil tinjauan harus dicatat dan
pekerja dan manajemen perusahaan serta orang lain yang datang berkunjung ke
Perusahaan.
Oleh karena itu, dalam perumusan kebijakan K3, perusahaan harus tunduk
hukum sebagaimana teori perlindungan hukum oleh Satipjo Rahardjo. Bahwa tujuan
berbagai kepentingan.172
171
Prosedur SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu-Penetapan Pemeliharaan dan Komitmen, hlm.
6-7
172
Luthvi Febryka Nola, op.cit.
berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan
dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Untuk itu pengusaha wajib
173
Ikhwan Fahrojih, op.cit., hlm. 33
BAB III
Definisi GCG menurut Komite Cadburry yaitu prinsip yang mengarahkan dan
untuk mengatur kewenangan direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang
merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta
pengendalian, baik yang ada didalam maupun diluar manajemen perusahaan. Hak
disini adalah hak seluruh stakeholder, bukan terbatas kepada shareholders saja.175
Yang Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, Tata
174
Suherman Toha, Penelitian Masalah Hukum tentang Penerapan Good Corporate Governance
pada Dunia Usaha, (Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2007), hlm. 12
175
Ibid.
disebut GCG adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme
Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan Usaha
1. mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat,
baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu mempertahankan
keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan
BUMN;
2. mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, efisien, dan efektif, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Organ Persero/Organ
Perum;
176
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-
01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Coorporate Governance)
pada Badan Usaha Milik Negara
177
Pasal 4 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01/MBU/2011
tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan
Usaha Milik Negara
Dengan demikian, jelaslah bahwa perubahan menuju praktik GCG yang lebih baik
haruslah mencakup perubahan pada dimensi teknis (sistem dan struktur) dan aspek
dalam hal ini berperan sangat besar dalam menumbuhkan aspirasi, menanamkan nilai,
serta menumbuhkan idealisme dan kesadaran akan tujuan (sense of purpose) pada
dan nilai-nilai yang berada di balik prinsip-prinsip GCG; apa arti dari visi, paradigm,
dan nilai-nilai tersebut bagi kelangsungan hidup perusahaan; dan apa maknanya bagi
setiap anggota organisasi. Perubahan aspek teknis dalam bidang struktur dan sistem
memerlukan kemampuan manajemen. Dalam hal ini, yang menjadi titik berat
ketaatan anggota perusahaan terhadap kebijakan dan sistem yang dirancang untuk
melaksanakan prinsip-prinsip GCG. Sistem dan struktur ini menjadi pedoman teknis
GCG.178
Oleh karena itu, BUMN diwajibkan untuk menerapkan GCG secara konsisten
dan berkelanjutan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha
Yang Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara tersebut
dengan tetap memperhatikan ketentuan, dan norma yang berlaku serta anggaran dasar
BUMN.179
membangun sebuah organisasi bisnis yang sehat dan kinerja yang terus meningkat. 180
Tahun 2003 tentang BUMN, Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-
Evaluasi Atas Penerapan Tata Kelola Perusahan yang Baik (GCG) pada BUMN, dan
secara konsisten dan berkelajutan dengan tetap memperhatikan ketentuan dan norma
Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN,
dijelaskan bahwa dalam penerapan GCG diperlukan infrastruktur yang akan dijadikan
sebagai Pedoman bagi perusahaan dalam penerapan GCG, yaitu memuat board
bersangkutan, tata kelola teknologi informasi, dan pedoman perilaku etika (code of
SMK3 di PTPN IV. Bahwa penerapan SMK3 harus dijaga dan dipelihara untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat merugikan baik bagi
perusahaan maupun bagi pelaku bisnis. Sehingga untuk melaksanakan SMK3, setiap
4. Menjaga dan menciptakan lingkungan tempat kerja yang tertata harmonis dan
5. Melaksanakan prosedur kerja yang aman bagi lingkungan dalam pengolahan dan
pembuangan limbah.
perusahaan.
Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan Usaha
“Direksi wajib memastikan bahwa asset dan lokasi usaha serta fasilitas BUMN
harus bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan jujur terhadap
orang lain. Sehingga direksi yang diberi kewenangan dan tanggung jawab oleh
181
Tri Budiyono, op.cit., hlm. 140-141
berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012
terdiri atas penetapan kebijakan K3, perencanaan K3, pelaksanaan rencana K3,
pemantauan dan evaluasi K3, serta peninjauan dan peningkatan kinerja K3.
tersebut menjadi 5 elemen kunci penerapan SMK3 sebagaimana yang tertulis dalam
norma K3 dan merupakan dasar untuk melaksanakan program K3, sehingga K3 dapat
2. Perencanaan/Pengorganisasian Program K3
suatu tim kerja khusus yang diangkat untuk menjalankan administrasi K3, melakukan
Tim kerja ini diangkat secara resmi melalui Surat Keputusan oleh Top
pengangkatannya juga disebutkan tugas dan tanggung jawab sebagai cakupan tugas-
tugasnya. Petugas ini dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Top
Manajemen dan tugas ini hanya berupa tugas tambahan disamping tugas-tugas rutin
Tim kerja ini bisa diangkat dalam periode tertentu dan secara bergiliran
dilimpahkan kepada yang lain sebagai penggantinya sesuai dengan kebutuhan. Tim
kerja ini disebut dengan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
yang merupakan suatu badan nonstruktural yang berada diluar struktur organisasi
Keanggotaan P2K3 di PTPN IV Kebun Gunung Bayu terdiri dari Ketua P2K3
yang dijabat oleh Manajer Unit (Top Manajemen) secara ex officio dimana
sekretaris P2K3, sekretaris P2K3 yang merupakan seorang ahli K3 perusahaan, dan
anggota yang terdiri dari seluruh karyawan PTPN IV Kebun Gunung Bayu.
maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah K3. Berikut fungsi
P2K3 yang dikutip dari dokumen P2K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu, sebagai
berikut:182
182
Prosedur Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)-Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), hlm. 7-8
Kemudian tugas dan tanggung jawab dalam Struktur Organisasi P2K3 PTPN
183
Manual SMK3 PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Gunung Bayu, hlm. 12-13
yang merupakan follow up dari program K3 yang telah ditetapkan dan disusun
1) tidak terjadi kecelakaan yang menyebabkan hilangnya Hari Kerja (Zero Accident).
risiko tinggi yang teridentifikasi dalam komitmen yang dibuat dalam Kebijakan K3.
Guna memenuhi komitmen tersebut, lokasi, dan aktifitas yang diidentifikasi sebagai
risiko tinggi, diprioritaskan untuk dikelola berdasarkan ketetapan sasaran K3. Tujuan
Bayu, berikut ini uraian program K3 tahunan yang dilakukan PTPN IV Kebun
Januari sampai Februari di setiap tahunnya dan dipimpin oleh Manajer Unit.
yaitu:
Sentral Kantor, Pos I palang pabrik, dalam pabrik dan depan Kantor
Sekretariat SMK3
laboran.
b) Rapat Bulanan K3
bulannya yang dipimpin oleh Sekretaris P2K3. Dimana rapat bulanan K3 tersebut
Laporan Bulanan P2K3 meliputi laporan kerja P2K3 dan laporan kebakaran.
Laporan Bulanan ini kemudian ditujukan kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten
Laporan kerja P2K3 bulan Juni 2019 meliputi check list umum tempat kerja
bulanan, check list APAR bulanan, dan briefing safety daerah akses terbatas
Simalungun dan Kantor Pusat PTPN IV. Laporan Triwulan P2K3 meliputi:
Laporan kegiatan P2K3 pada Triwulan II Tahun 2019 yaitu check list
umum tempat kerja bulanan, check list APAR bulanan, syukuran PKS GUB
sebagai PKS terbaik II se-PTPN IV tahun 2018 dan penyantunan kepada anak
Kecelakan kerja adalah kejadian yang tidak diduga dan tidak terkendali
yang berakibat kepada kacaunya proses dari suatu kegiatan yang telah diatur
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul sebagai efek dari
kegiatan kerja bagi para pekerja. Dari Laporan Penyakit Akibat Kerja
akibat kerja.
5) Susunan Pengurus
7) Program Kerja P2K3 Kebun Gunung Bayu, yaitu segala kegiatan K3 yang
oleh Tim Inspeksi terhadap kondisi peralatan, lingkungan kerja, prosedur kerja,
dan perilaku karyawan di tempat kerja. Tujuan dari inspeksi dan investigasi K3
adalah untuk memastikan bahwa kondisi tempat kerja (peralatan, bahan, tata cara
inspeksi yang dikutip dalam dokumen Inspeksi dan Pengujuan SMK3 PTPN IV
1) Inspeksi K3 Manajemen
(a) Inspeksi terencana dilakukan oleh P2K3 pada akhir tahun.
(b) Waktu pelaksanaan inspeksi K3 ditentukan oleh masing-masing Asisten
dengan pemberitahuan Kepala Dinasnya.
(c) Kepala Dinas dapat ikut serta dalam pelaksanaan inspeksi tersebut.
(d) Inspeksi terencana harus dilengkapi dengan daftar isian (checklist) untuk
memudahkan pemeriksaan dan memastikan seluruh aspek K3 telah
tercakup.
(e) Inspektor mengirimkan hasil inspeksinya kepada pihak-pihak terkait
yangperlu menindak lanjuti hasil temuan inspeksi dengan tembusan
kepada Manajer Unit dan Kepala Dinas.
2) Inspeksi K3 khusus
184
Prosedur SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu-Inspeksi dan Pengujian, hlm. 5-8
Dimana keadaan darurat adalah suatu kejadian atau situasi yang tidak dikehendaki
bahaya yang mengancam jiwa, harta benda, proses produksi maupun kerusakan
1) Kebakaran
2) Gempa bumi
Bencana alam adalah keadaan darurat yang disebabkan bencana alam baik
Gambar 3.2 Simulasi Gempa Bumi dimana karyawan keluar gedung untuk
menuju ke titik evakuasi
3) Huru-hara
dan lain-lainnya, sehinga karyawan sangat sulit untuk menuju tempat kerja
Gambar 3.4 Simulasi Kebakaran di Lahan Afdiling dimana Tim Pemadam Inti
berusaha memadamkan api dengan Hydran
sebagai berikut:185
185
Prosedur SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu-Penanganan Keadaan Darurat, hlm. 10-13
sekali pada bulan Februari dan penanggungjawab oleh SDM Umum dan
Audiometric dan Spirometri oleh Dokter Balai K3 Medan dan didampingi oleh
karyawan didapatkan 5 tenaga kerja NIHL (Noise Induced Hearing Loss) dan 12
20 orang Normal.
yang sedang sakit. Namun apabila karyawan yang sedang sakit tersebut tidak
dapat ditangani oleh Polibun, maka dapat dirujuk ke RS Laras yang merupakan
rumah sakit perusahaan PTPN IV. Sehingga tujuan dari Hiperkes dan Polibun
terjadi di PKS Gunung Bayu, yaitu tuli yang disebabkan oleh kebisingan dari
mesin pengolahan biji kelapa sawit secara terus menerus dalam jangka waktu
yang lama. Kemudian penyakit akibat kerja yang terjadi di Afdeling yaitu
pernapasan, hal ini disebabkan sering terhirupnya racun yang digunakan pekerja
yang dilakukan terhadap ketentuan SMK3. Audit internal SMK3 dilakukan satu
tahun sekali.
2) Auditor
Personil yang telah memahami SMK3 dan memiliki kualitas dan sertifikat
3) Tim Audit Crossing adalah Tim Audit Internal PTPN-IV yang dibentuk oleh
Berikut prosedur audit internal yang dikutip dari dokumen Audit Internal
1) Tim Auditor.
(a) Membuat dan menyampaikan jadwal pelaksanaan Audit Internal kepada
perusahaan.
(b) Melaksanakan Audit Internal sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
(c) Membuat laporan hasil audit dan rekomendasi perbaikan untuk
disampaikan kepada Bagian terkait dan Manajer Unit.
2) Pertemuan Pembukaan.
186
Prosedur SMK3 PTPN IV Kebuna Gunung Bayu-Audit Internal, hlm. 6-8
oleh Manajer Unit terhadap kebijakan, hasil audit internal/eksternal, tujuan dan
sasaran serta kinerja keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan. Dimana tujuan
k) Audit Eksternal
Audit Eksternal SMK3 dilakukan tiga tahun sekali oleh Sucofindo. Sucofindo
merupakan Lembaga Audit SMK3 yang ditunjuk secara langsung oleh Kemnaker
RI sejak tahun 1996. Sucofindo memiliki kapasitas untuk melakukan audit atas
penerapan SMK3 yang hasilnya akan dijadikan acuan oleh Departemen Tenaga
IV Kebun Gunung Bayu yang dilakukan oleh Sucofindo dengan hasil pencapaian
yaitu sebesar 95,18% atas penerapan SMK3. Tentu hasil pencapaian tersebut
Gambar 3.6 Serifikat Bendera Emas atas penerapan SMK3 PTPN IV Kebun
Gunung Bayu Tahun 2019
l) Laporan Tahunan
Dalam laporan tahunan K3 Tahun 2018 dapat dilihat telah terjadi kecelakaan
kerja di tempat kerja sebanyak 9 orang dengan jenis kecelakaan kerja ringan.
m) Revisi Dokumen
perubahan kebijakan dari pimpinan yang telah disesuaikan dengan hasil evaluasi
n) Manajemen Resiko
mengidentifikasi dan menilai semua sumber bahaya yang timbul dari proses
Semua kegiatan kerja, pelaksana kerja, alat kerja, dan tempat kerja, di-
(A/B/C/D) dan akibat (1, 2, 3, 4, 5) yang dapat terjadi. Sehingga dapat diperoleh
Akibat
Peluang
1 2 3 4 5
A H H E E E
B M H H E E
C L M H E E
D L L M H E
E L L M H H
o) Pelatihan
1) In house training
Pelatihan yang dilaksanakan oleh perusahaan secara internal dengan
memanfaatkan Sumber Daya internal (bila ada) yang mempunyai kualifikasi
sebagai Trainer dan menyediakan sarana pelatihan seperlunya.
2) On the job training
Pelatihan dilaksanakan di tempat kerja sesuai dengan Job tertentu masing-
masing personil. On The Job Training dilaksanakan apabila ditempat kerja
terdapat perubahan yang disebabkan oleh adanya perancangan
ulang/perancangan baru pada sarana kerja yang berdampak kepada perubahan
prosedur kerja.
3) Pelatihan eksternal
187
Prosedur SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu-Pelatihan, hlm. 5
adalah salah satu cara pengukuran yang juga dilakukan untuk mengetahui apakah
seluruh program dan kegiatan K3 di perusahaan telah berjalan dengan effektif atau
proaktif dimana segala sesuatunya diperiksa dengan teliti dan seksama. Auditing
dapat dilakukan oleh Auditor Internal dan Auditor Eksternal. Auditor Internal
biasanya dibentuk oleh manajemen perusahaan dimana anggotanya terdiri dari orang-
orang dari berbagai unit kerja, kemudian diberi panduan audit yang telah ditetapkan.
188
Manual SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu, hlm. 22
Sedangkan Auditor Eksternal adalah sebuah perusahaan jasa yang bergerak dibidang
K3 dan telah mendapat sertifikat yang diakui oleh pemerintah atau internasional. Dari
5. Tinjauan Manajemen
dengan cara:
2) Tiga bulanan, yang dilakukan oleh para Ka. Dinas dan Manajer.
Peninjauan ulang ini diperlukan untuk evaluasi terhadap semua standar yang
sering terjadi pelanggaran, maka perlu dievaluasi peraturan yang dilanggar tersebut
Bentuk peninjauan ulang ini berupa RTM (Rapat Tinjauan Manajemen). RTM
adalah evaluasi formal yang dilakukan oleh Manajer Unit terhadap kebijakan, hasil
audit internal/eksternal, tujuan dan sasaran serta kinerja keselamatan dan kesehatan
kerja perusahaan. Dimana tujuan RTM adalah untuk menjamin kesesuaian dan
Berikut prosedur RTM yang dikutip dalam RTM SMK3 PTPN IV Kebun
perencanaan K3; pelaksanaan rencana K3; pemantauan dan evaluasi kinerja K3; dan
189
Prosedur SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu-Rapat Tinjauan Manajemen, hlm. 5
Perusahaan Yang Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan Usaha Milik
Negara tersebut, bahwa direksi wajib memastikan bahwa asset dan lokasi usaha serta
harus bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan jujur terhadap
orang lain. Sehingga direksi yang diberi kewenangan dan tanggung jawab oleh
SMK3 di PTPN IV. Bahwa penerapan SMK3 harus dijaga dan dipelihara untuk
190
Tri Budiyono, op.cit., hlm. 140-141
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat merugikan baik bagi
perusahaan maupun bagi pelaku bisnis. Sehingga untuk melaksanakan SMK3 PTPN
sebagai berikut:191
1. Transparansi (Transparency)
Prinsip dasar untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis,
perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang
mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan
191
https://ecgi.global/sites/default/files//codes/documents/indonesia_cg_2006_id.pdfdiakses tanggal
20 September 2019 pukul 10.03 WIB
oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip dasar perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya
secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,
terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas
merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip dasar perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat
terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan
sebagai good corporate citizen.
4. Independensi (Independency)
Prinsip dasar untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus
dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
pekerja haruslah mendapat perlakuan yang seimbang dan wajar sesuai dengan
mengatakan bahwa perusahaan harus melihat GCG bukan sebagai hiasan belaka,
tetapi sebagai suatu sistem nilai dan praktek terbaik yang sangat fundamental.
Penerapan GCG ini diharapkan dapat membawa dampak positif baik bagi pekerja
Begitu pula dengan PTPN IV yang sudah menerapkan GCG. Penerapan GCG
di PTPN IV telah mencapai skor 93,481 di tahun 2017. Tentu ini merupakan angka
yang tinggi dalam penerapan GCG. 193 Oleh karena itu, dalam menerapkan SMK3
akan lebih optimal apabila dilakukan dengan mengacu pada prinsip-prinsip GCG.
1. Responsibility
192
Rizki Novita Sari, Analisis Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Pada
PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), Vol. 60, No.1, 2018, hlm.
91
193
https://www.ptpn4.co.id/tim-self-assessment-ptpn-iv-evaluasi-penerapan-gcg-2018-dan-review-
hasil-gcg-2017/ diakses pada tanggal 20 September 2019 pukul 09.46 WIB
pertama dalam kecelakaan; serta Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat dibuktikan dari
hasil audit SMK3 yang dilakukan oleh Sucofindo pada tahun 2018, bahwa penerapan
SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu sudah memenuhi 166 kriteria SMK3
Bendera Emas dengan pencapaian 95.18% atas penerapan SMK3 tahun 2018 yang
50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3 yang dilakukan oleh lembaga audit
independen yang ditunjuk oleh menteri atas permohonan perusahaan. Selain itu,
terdapat pula pengawasan pelaksanaan SMK3 baik secara internal maupun eksternal.
194
Wawancara dengan Ahli K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu pada tanggal 8 Agustus 2019
dilakukan oleh P2K3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu dan kantor pusat PTPN IV
oleh PTPN IV Kebun Gunung Bayu, yaitu laporan SMK3 bulanan, triwulan dan
dengan baik yaitu dengan hasil pencapaian 95.18%, namun pada prakteknya masih
saja terjadi kecelakaan kerja di PTPN IV Kebun Gunung Bayu. Hal ini disebabkan
karena masih rendahnya kesadaran pekerja dalam menaati peraturan yang berlaku
seperti menaati prosedur SMK3 akan penggunaan alat pelindung diri bagi pekerja di
lingkungan kerja. Alat pelindung diri (APD) merupakan atribut yang wajib dipakai
oleh semua pekerja ketika berada di lingkungan kerja PTPN IV Kebun Gunung Bayu.
bidang pengolahan kelapa sawit yang mana disetiap proses produksinya mempunyai
195
Wawancara dengan Bapak Fincher Ambarita selaku Kepala Seksi Pembinaan dan Perselisihan
Hubungan Industrial pada tanggal 8 Januari 2020
resiko akan kecelakaan kerja. Oleh karena itu, APD wajib dipakai oleh pekerja
maupun pihak lain untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit
akibat kerja.
APD pada saat bekerja yaitu karena tidak nyamannya pekerja dalam menggunakan
beberapa APD. Seperti pemakaian helm, sepatu bold, kacamata, dan sarung tangan
kulit yang merupakan APD wajib di salah satu lokasi unit kerja, namun tidak dipakai
karena tidak nyamannya bahan dari APD tersebut yang menyebabkan panas apabila
dipakai terus-menerus.196 Sehingga perlu adanya perbaikan bahan APD dengan bahan
yang lebih nyaman dipakai dengan tetap memenuhi standar APD yang berlaku.
Apabila bahan APD yang dipakai nyaman, maka pekerja senantiasa selalu
menggunakan APD pada saat bekerja dan pada akhirnya dapat meminalisir angka
Sejalan dengan Bapak Fincher Ambarita selaku Kepala Seksi Pembinaan dan
penerapan SMK3 di PTPN IV Kebun Gunung Bayu secara teori atau administrasi
sudah benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun,
secara prakteknya masih saja ditemukan para karyawan yang tidak menaati prosedur
SMK3, seperti tidak lengkapnya pemakaian APD yang sudah disediakan oleh
196
Wawancara dengan Pekerja X PTPN IV Kebun Gunung Bayu pada tanggal 8 Agustus 2019
mengingat adanya resiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja yang dapat
kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berasal dari perilaku karyawan sendiri
yang mengabaikan atau tidak adanya kesadaran dari karyawan untuk mengikuti
kerja, maka pekerja dapat mengklaim ke PTPN IV Kebun Gunung Bayu atas
kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja tersebut. Ini merupakan bentuk
2. Accountability
transparan dan wajar. Untuk itu, perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan
terdapat struktur organisasi SMK3 yaitu Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (P2K3). P2K3 ini terdiri atas ketua, sekretaris, dan anggota yang masing-
masing mempunyai tugas dan tanggung jawab secara jelas dan selaras dengan visi
Bulanan, Laporan Triwulan, dan Laporan Tahunan K3 yang dibuat oleh P2K3.
SMK3. Bentuk peninjauan ulang ini berupa Rapat Tinjau Manajemen (RTM). Dalam
implementasi SMK3.
Selain adanya P2K3, berdasarkan Pasal 10 ayat (3) PP Nomor 50 Tahun 2012
tentang Penerapan SMK3 maka dalam melaksanakan SMK3 harus didukung oleh
sumber daya manusia di bidang K3, yaitu ahli K3 yang dibuktikan dengan sertifikat.
Di PTPN IV Kebun Gunung Bayu sendiri didukung oleh ahli K3, yaitu Bapak
3. Transfaransi
menyediakan informasi yang mutakhir dan relevan dengan cara mudah diakses dan
kebijakan K3 yang telah ditetapkan kepada seluruh pekerja maupun selain pekerja
yang berada di perusahaan. Kemudian Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 50 Tahun 2012
a) Secara Internal
akhir bulan laporan tersebut disampaikan dan dibahas dalam rapat P2K3.
Propinsi.
informasi K3.
b) Secara Eksternal
5) Bila terjadi keadaan darurat maka tata cara informasi dilakukan sesuai
yang terjadi.
4. Fairness
IV Kebun Gunung Bayu dalam menerapkan SMK3 berlaku secara global dan tidak
ada diskriminasi antara pimpinan dengan karyawan. Bahkan antara sesama karyawan
baik karyawan yang bekerja di kantor pusat maupun di afdeling, semua mendapatkan
5. Kemandirian
diintervensi oleh pihak lain. Begitu pula dalam pelaksanaan SMK3 di PTPN IV
bidangnya. Hal ini dapat dilihat adanya ahli K3 yang sudah bersertifikat di PTPN IV
Kebun Gunung Bayu sebagaimana amanat Pasal 10 dan Pasal 12 ayat (1) huruf a PP
ahli K3.
berlaku, maka secara tidak langsung PTPN IV Kebun Gunung Bayu telah
meliputi:
a) teguran;
b) peringatan tertulis;
e) pembatalan persetujuan;
f) pembatalan pendaftaran;
h) pencabutan ijin.
Sanksi tersebut hanya berlaku bagi perusahaan yang tidak menerapkan SMK3
tersebut masih belum lengkap karena belum mengatur sanksi bagi individu khususnya
Begitu pula di PTPN IV Kebun Gunung Bayu juga tidak mengatur sanksi bagi
undangan yang berlaku. Sehingga pekerja merasa tidak adanya kewajiban untuk
menerapkan SMK3 secara utuh. Karena fokus utama pekerja adalah bagaimana agar
kerja dan penyakit akibat kerja. Manfaat lain yang lebih umum adalah untuk
mengatur hak dan kewajiban pada pihak (pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah)
yang timbul akibat terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat kerja dan untuk
1. Mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial,
dan psikologis.
2. Setiap perlengkapan dan peralatan kerja dapat digunakan dengan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
3. Semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4. Adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pekerja.
5. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan dan kondisi
kerja.
6. Setiap pekerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
kerugian akibat kecelakaan, dan secara positif untuk mewujudkan kualitas hidup
Bayu, manfaat dari K3 yaitu dapat membantu peningkatan produksi dan produktifitas
197
Aloysius Uwiyono, dkk, op.cit., hlm. 79
198
Suria Ningsih, op.cit., hlm. 135
199
Daradjat Kartawidjaja, op.cit., hlm. 146
1. Bagi karyawan: penerapan GCG dalam SMK3 dapat mencegah dan meminimalisir
2. Bagi perusahaan: penerapan GCG dalam SMK3 dapat menekan biaya-biaya yang
ditimbulkan dari K3. Semakin sedikit kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja
yang terjadi, maka semakin sedikit pula biaya atau kerugian yang dikeluarkan oleh
200
Wawancara denganBapak Andrian J Siregar selaku Ahli K3 dan Sekretaris P2K3 PTPN IV
Kebun Gunung Bayu pada tanggal 8Agustus 2019
BAB IV
Bayu, bahwa kendala yang dihadapi dalam penerapan Good Corporate Governance
dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada PTPN IV
1. Kendala Internal
penyakit akibat kerja yaitu sebesar 80% sampai dengan 85% ditimbulkan oleh
kalalaian atau kesalahan manusia. Kesalahan tersebut, mungkin saja dibuat oleh
insinyur, ahli kimia, ahli listrik, pimpinan kelompok, pelaksana, atau petugas yang
merencanakan dan menetapkan program yang dapat mendukung Kebijakan K3, perlu
kelalaian, yaitu:
a) Lupa
1) Lupa memberi tanda yang cukup kepada orang-orang sekitarnya saat akan
menjalankan peralatan.
b) Ceroboh
6) Memaksakan diri.
timbul dari faktor Unsafe Action, terlebih dahulu perlu diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi seseorang sehingga melakukan tindakan yang tidak aman, yang pada
umumnya disebabkan oleh berbagai aspek, antara lain: latar belakang personil,
keterampilan, psikologis dan sebagainya. Hal ini, biasanya sulit dikontrol, oleh
karena itu salah satu cara untuk menghindarkannya adalah dengan mengusahakan
agar setiap orang selalu bekerja dengan cara yang aman dan selamat dengan
bahwa tidak ada lagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaannya dengan cara-cara
c) Proses operasional.
d) Lingkungan kerja.
timbul dari faktor Unsafe Condition, terlebih dahulu perlu diketahui kondisi-kondisi
(B-3)
2. Kendala Eksternal
tidak tegasnya perusahaan dalam menegur atau memberi sanksi kepada pekerja
yang tidak menaati kebijakan K3 yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Seperti
pekerjaan.
b) Adanya anggaran yang terbatas dalam program K3. Seperti kurangnya pelatihan
bagi pekerja akan K3, baik pelatihan secara internal maupun eksternal. Hal ini
dapat dilihat dengan masih sedikitnya ahli K3 di PTPN IV Kebun Gunung Bayu
yaitu hanya ada 1 orang ahli K3. Sehingga mengakibatkan kurang optimalnya
Gunung Bayu.
menerapkan GCG dalam SMK3 adalah terletak pada perilaku SDM PTPN IV Kebun
Gunung Bayu itu sendiri, khususnya para pekerja yang masih memiliki tingkat
dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, maka akan sia-sia penerapan SMK3.
Hal ini akan berdampak pada masih terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit
menunjukkan bahwa dari jumlah kecelakaan kerja yang terjadi, secara umum
kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan manusia mencapai sebesar 78% dan
disebabkan kondisi berbahaya dari peralatan sebesar 20%, serta faktor lainnya sebesar
2%. Hal itu membuktikan bahwa perilaku manusia merupakan penyebab utama
disebabkan baik Unsafe Action maupun Unsafe Condition oleh PTPN IV Kebun
201
Wawancara dengan Bapak Andrian J Siregar selaku Ahli K3 dan Sekretaris P2K3 PTPN IV
Kebun Gunung Bayu pada tanggal 8Agustus 2019
202
Daradjat Kartawidjaja, op.cit., hlm. 147
203
Wawancara dengan Bapak Andrian J Siregar selaku Ahli K3 dan Sekretaris P2K3 PTPN IV
Kebun Gunung Bayu pada tanggal 8Agustus 2019
rutin dan mengenali sifat-sifat bahaya yang ada. Untuk peralatan yang cara
GCG dalam SMK3 di PTPN IV Kebun Gunung Bayu adalah sebagai berikut:204
2. Pelaksanaan Job Safety Analisis (JSA) dan Job Safety Observation (JSO) serta
4. Pembinaan dan pelaksanaan sikap kerja yang selamat bagi para tenaga kerja.
6. Pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja, sehingga para pekerja dapat memahami
bagi pekerja serta kerusakan bagi peralatan dan asset perusahaan dapat secara
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perumusan kebijakan SMK3 pada PTPN IV Kebun Gunung Bayu dibuat melalui
proses konsultasi antara Top Manajemen dan Pengurus P2K3 dengan wakil
pekerja yang memuat visi, tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan
Kebun Gunung Bayu pada tanggal 02 Januari 2018, serta telah dijelaskan dan
ini telah sesuai dengan Pasal 7-8 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012
2. Penerapan GCG dalam SMK3 pada PTPN IV Kebun Gunung Bayu dilaksanakan
Dimana penerapan GCG dalam SMK3 PTPN IV Kebun Gunung Bayu tersebut
mengacu pada Pasal 36 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
Baik (Good Coorporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara dan Pasal
Sertifikat Bendera Emas yang diperoleh PTPN IV Kebun Gunung Bayu atas
3. Walaupun penerapan SMK3 sudah dilakukan dengan baik, namun masih terdapat
kendala yang dihadapi dalam penerapan GCG dalam SMK3 pada PTPN IV
Kebun Gunung Bayu yaitu meliputi kendala internal seperti tindakan yang
berbahaya (Unsafe Action) dan kondisi yang berbahaya (Unsafe Condition), serta
Gunung Bayu untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan membuat program
B. Saran
dapat dilakukan tepat sasaran. Sehingga rumusan kebijakan SMK3 akan sesuai
dengan apa yang dibutuhkan pekerja akan perlindungan K3 dan pada akhirnya
2. Walaupun penerapan GCG dalam SMK3 pada PTPN IV Kebun Gunung sudah
diterapkan dengan baik oleh perusahaan, akan tetapi hendaknya pekerja juga
tercipta kondisi tempat kerja yang nyaman, sehat, dan aman yang bermuara pada
3. Dalam mengatasi kendala penerapan GCG dalam SMK3 pada PTPN IV Kebun
Gunung Bayu, hendaknya perusahaan membuat suatu aturan terkait sanksi apabila
akan memberikan efek jera bagi pekerja untuk tidak mengulanginya lagi.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Effendi, Muh Arief, The Power of Good Governance (Teori dan Implementasi),
Gautama, Sudargo, dkk, Ikhtisar Hukum Perseroan Berbagai Negara yang Penting
Ilmu, 1987.
Huse, Morten, Boards, Governance and Value Creation : The Human Side of
Imaniyati, Neni Sri, Hukum Bisnis – Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi,
2010.
Pohan, Masitah Br, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Buruh, Medan :
Salim, dan Nurbaini, Erlies Septiana,Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis
Saliman, Abdul Rasyid, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Jakarta : Kencana, 2005.
Silaban, Gerry, Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja dan Pengusaha/Pengurus yang
2009.
Soekanto, Soejono & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif – Suatu Tinjauan
Subagyo, P Joko, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Rineka
Sundari dan Endang Sumiarni, Politik Hukum & Tata Hukum Indonesia, Yogyakarta
Sunyoto, Danang, Hak dan Kewajiba bagi Pekerja dan Pengusaha, Yogyakarta :
Susanti, Dyah Ochtorina dan A’an Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research),
Suteki, dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori dan
2007.
Persada, 2014.
2002.
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Syahri, Alfi Isnaini, 2017, “Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Jefri, Rini, Teori Stewardship dan Good Governance, Jurnal Riset Edisi XXVI
Nola, Luthvi Febryka, Upaya Perlindungan Hukum secara Terpadu Bagi Tenaga
D. INTERNET
https://ecgi.global/sites/default/files//codes/documents/indonesia_cg_2006_id.pdf
http://kemnaker.go.id/berita/berita-kemnaker/menaker-hanif-dorong-pemda-bikin-
komitmen-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-k3-di-wilayahnya diakses
http://kemnaker.go.id/berita/berita-kemnaker/kemnaker-siapkan-penghargaan-smk3-
https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/berita/13185/Apa-Perbedaan-BPJS-
https://www.ptpn4.co.id/tim-self-assessment-ptpn-iv-evaluasi-penerapan-gcg-2018-