TESIS
OLEH
MUTIARA PANJAITAN
107005145 / HK
TESIS
OLEH
MUTIARA PANJAITAN
107005145 / HK
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum.
Anggota Anggota
DI INDONESIA
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar pustaka.
Penulis,
MUTIARA PANJAITAN
NIM. 107005145/HK
Baik Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) maupun Roundtable on Sustainable Palm Oil
(RSPO) adalah merupakan sistem sertifikasi perkebunan kelapa sawit yang secara
bersamaan menganut dan memperkenalkan asas berkelanjutan dan berkesinambungan serta
berwawasan lingkungan kepada Perusahaan perkebunan kelapa sawit. Perbedaan yang
mendasar mengenai sertifikasi RSPO dan ISPO adalah dilihat dari sifatnya, dimana RSPO
bersifat sukarela (voluntary) sementara ISPO bersifat wajib (mandatory). Kewajiban ISPO
muncul sejak diundangkannya Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia. Bagi PT. Rea Kaltim Plantation yang telah mendapatkan sertifikat RSPO serta
sertfifikat lainnya yang berkaitan dengan pemenuhan perolehan minyak sawit lestari,
implementasi sertifikasi ISPO menjadi polemik yang secara finansial membebani
Perusahaan karena biaya sertifikasi dan kewajiban birokrasi untuk perolehan persetujuan
ISPO. Disamping hal tersebut, permasalahan mengenai kedudukan hukum Pengaturan ISPO
ini juga turut menjadi permasalahan yang perlu untuk dianalisa, mengingat adanya pendapat
yang mengatakan bahwa ISPO tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sedangkan
menurut Menteri Pertanian RI mengatakan bahwa ketentuan ISPO ini bersifat mengikat, dan
oleh karena itu, setiap perusahaan perkebunan harus tunduk kepada Pengaturan ISPO. Jenis
penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analisis.
Menggunakan data yang didapat melalui library research dan field research. Data tersebut
adalah bahan hukum primer, sekunder, dan didukung bahan hukum tertier dalam bentuk
wawancara. Analisis bahan hukum menggunakan metode analisis kualitatif – abstraktif –
interpretatif. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan logika berfikir deduktif – induktif.
Both Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) and the Roundtable on Sustainable Palm Oil
(RSPO) are equally defined as a palm oil certification system that adheres to the principles
of sustainable and environmentally sustain for all plantation company. RSPO certification is
a voluntary which differs from the ISPO which is compulsory (mandatory). ISPO obligations
arises from the enactment of the Minister of Agriculture. 19/Permentan/OT.140/3/2011
Guidelines on Sustainable Palm Oil Indonesia. PT Rea Kaltim Plantation as an RSPO
certified, the question is whether to implement the ISPO again or not. Not to mention the
problem of the legal status that ISPO setting, there is an argument that ISPO has no binding
legal force, while according to the Agriculture Ministry stated that the ISPO binding,
therefore, every Indonesian palm oil companies should become subject to the ISPO
requirement.
This research is a normative legal research in a descriptive analysis. Using data obtained
through library research and field research. The data are the primary legal materials,
secondary, and tertiary supported legal materials in the form of an interview. Analysis of
legal materials using qualitative analysis method - abstractive - interpretive. Inferences
made by deductive thinking logic - inductive.
ISPO notch the legislation is binding by law because under Article 8, paragraph (2) of Law
No. 12 In 2011, states that the rules can be established by the authority. ISPO binding
requirement is the duties and authority of the Ministry of Agriculture set up for it.
The results showed that: should the legislation of higher, equal to the Presidential Decree
may be ordered to form a setting ISPO; the failure of the Government in promoting ISPO
certification must be addressed; Should Indonesian oil palm companies in applying ISPO
certification, remained firm commitment and oversight the regulation of ISPO.
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
turut serta membantu penulis dalam penyelesaian penelitian ini. Ucapan terima kasih
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K.),
2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., sebagai Dekan Fakultas
3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.Hum., sebagai Ketua Program Magister (S2)
dan Doktor (S3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
4. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS., sebagai Ketua Komisi Pembimbing
yang telah dengan sabar dan penuh kepedulian senantiasa mengingatkan dan
Magister (S2) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan
penelitian ini;
6. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum, sebagai Dosen Penguji yang telah
penulisan;
7. Bapak Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM, sebagai Dosen Penguji yang
juga turut serta memberikan motivasi dan tambahan ilmu pengetahuan dalam
8. Para Guru Besar dan Staff Pengajar yang telah memberikan tambahan ilmu
10. Terima kasih yang sangat besar kepada kedua orang tua saya Batara Panjaitan
dan Rukiah Napitupulu, yang telah mengajarkan arti kegigihan dan sikap
pantang menyerah serta terima kasih yang terdalam kepada kakak dan adik
11. Terima kasih sedalam-dalamnya juga turut penulis sampaikan kepada teman-
teman kuliah penulis yang telah memberikan motivasi dan keceriaan serta
kepada Staff dan Pegawai Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, antara lain Ibu Niar, Ibu Ganti, Kak
Fitri, Kak Fika, Bang Udin, Bang Hendra dan staff lainnya yang lainnya yang
tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis, yang telah senantiasa
Akhir kata penulis berharap bahwa hasil penelitian ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta
Penulis
Mutiara Panjaitan
I. DATA PRIBADI
2. Pendidikan Tinggi
S1 : Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran Bandung
(2004-2008)
3. Pendidikan Tambahan
a. Pendidikan Profesi Legal Officer (Tahun 2008-2009)
b. Pendidikan Contract Drafting (Tahun 2009-2010)
c. Pendidikan Legal Due Deligence (Tahun 2011)
d. Pendidikan IPO (Initial Public Offering) Legal Preparation (Tahun 2012)
e. Pendidikan Supervisory & Management Skill (Tahun 2012)
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... ........ vi
DAFTAR ISI ................................................................................. ......................... vii
DAFTAR TABEL ...................................................................... ........... ................ xi
DAFTAR BAGAN .................................................................................................. xii
BAB I : PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 23
C. Tujuan Penelitian...................................................................... 24
D. Manfaat Penelitian.................................................................... 24
E. Keaslian Penelitian.................................................................... 25
F. Kerangka Teori dan Konsep...................................................... 26
1. Kerangka Teori................................................................ 26
2. Kerangka Konsep............................................................. 38
G. Metode Penelitian....................................................................... 42
1. Jenis dan Sifat Penelitian................................................. 43
2. Sumber Bahan Hukum..................................................... 44
3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum............................... 45
4. Analisis Bahan Hukum.................................................... 46
Tabel 4. Nilai dan Volume Ekspor Indonesia ke Uni Eropa (2008 – 2011) 21
Tabel 6. Perbedaan Sertifikasi ISPO pada PT. Rea Kaltim Melalui KPI 143
Baik Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) maupun Roundtable on Sustainable Palm Oil
(RSPO) adalah merupakan sistem sertifikasi perkebunan kelapa sawit yang secara
bersamaan menganut dan memperkenalkan asas berkelanjutan dan berkesinambungan serta
berwawasan lingkungan kepada Perusahaan perkebunan kelapa sawit. Perbedaan yang
mendasar mengenai sertifikasi RSPO dan ISPO adalah dilihat dari sifatnya, dimana RSPO
bersifat sukarela (voluntary) sementara ISPO bersifat wajib (mandatory). Kewajiban ISPO
muncul sejak diundangkannya Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia. Bagi PT. Rea Kaltim Plantation yang telah mendapatkan sertifikat RSPO serta
sertfifikat lainnya yang berkaitan dengan pemenuhan perolehan minyak sawit lestari,
implementasi sertifikasi ISPO menjadi polemik yang secara finansial membebani
Perusahaan karena biaya sertifikasi dan kewajiban birokrasi untuk perolehan persetujuan
ISPO. Disamping hal tersebut, permasalahan mengenai kedudukan hukum Pengaturan ISPO
ini juga turut menjadi permasalahan yang perlu untuk dianalisa, mengingat adanya pendapat
yang mengatakan bahwa ISPO tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sedangkan
menurut Menteri Pertanian RI mengatakan bahwa ketentuan ISPO ini bersifat mengikat, dan
oleh karena itu, setiap perusahaan perkebunan harus tunduk kepada Pengaturan ISPO. Jenis
penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analisis.
Menggunakan data yang didapat melalui library research dan field research. Data tersebut
adalah bahan hukum primer, sekunder, dan didukung bahan hukum tertier dalam bentuk
wawancara. Analisis bahan hukum menggunakan metode analisis kualitatif – abstraktif –
interpretatif. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan logika berfikir deduktif – induktif.
Both Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) and the Roundtable on Sustainable Palm Oil
(RSPO) are equally defined as a palm oil certification system that adheres to the principles
of sustainable and environmentally sustain for all plantation company. RSPO certification is
a voluntary which differs from the ISPO which is compulsory (mandatory). ISPO obligations
arises from the enactment of the Minister of Agriculture. 19/Permentan/OT.140/3/2011
Guidelines on Sustainable Palm Oil Indonesia. PT Rea Kaltim Plantation as an RSPO
certified, the question is whether to implement the ISPO again or not. Not to mention the
problem of the legal status that ISPO setting, there is an argument that ISPO has no binding
legal force, while according to the Agriculture Ministry stated that the ISPO binding,
therefore, every Indonesian palm oil companies should become subject to the ISPO
requirement.
This research is a normative legal research in a descriptive analysis. Using data obtained
through library research and field research. The data are the primary legal materials,
secondary, and tertiary supported legal materials in the form of an interview. Analysis of
legal materials using qualitative analysis method - abstractive - interpretive. Inferences
made by deductive thinking logic - inductive.
ISPO notch the legislation is binding by law because under Article 8, paragraph (2) of Law
No. 12 In 2011, states that the rules can be established by the authority. ISPO binding
requirement is the duties and authority of the Ministry of Agriculture set up for it.
The results showed that: should the legislation of higher, equal to the Presidential Decree
may be ordered to form a setting ISPO; the failure of the Government in promoting ISPO
certification must be addressed; Should Indonesian oil palm companies in applying ISPO
certification, remained firm commitment and oversight the regulation of ISPO.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
di Indonesia pada tahun 1848. Beberapa bijinya, yang didatangkan dari Mauritius
dan Amsterdam, ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di
tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an.
Pada saat bersamaan, tepatnya pertengahanabad ke-19 terjadi Revolusi Industri yang
muncul ide untuk membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi
dari Bogor dan Deli, yang saat ini dikenal jenis sawit “Deli Dura”. Pada tahun 1911,
banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budi daya yang dilakukannya diikuti oleh K.
Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu
berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan
mencapai 5.123 ha (lima ribu seratus dua puluh tiga hektar). Pusat pemuliaan dan
Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada tahun 1911-1912.
Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih Dura Deli dari Rantau Panjang. Di
Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai tahun
1910. 1Indonesia sendiri mulai melakukan ekspor minyak kelapa sawit pada tahun
1919 sebanyak 576 ton (lima ratus tujuh puluh enam ton) ke negara-negara Eropa,
kemudian mulai mengekspor minyak inti sawit sebanyak 850 ton (delapan ratus lima
puluh ton).
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini dibuktikan dengan prestasi
gemilang Indonesia yang mampu menggeser dominasi ekspor Negara Afrika yang
pada waktu itu menjadi negara penyuplai minyak sawit terbesar pada pasar
tinggal 1/5 (satu per lima) dari angka tahun 1940. Usaha peningkatan pada masa
Republik dilakukan dengan program Buruh Militer (BUMIL) yang tidak berhasil
meningkatkan hasil, hingga pemasok utama kemudian diambil alih Malaya (yang
sektor penghasil devisa. Pemerintah terus menggiring perkebunan kelapa sawit untuk
melakukan pembukaan dan perluasan lahan baru untuk perkebunan. Pada tahun 1980
luas lahan perkebunan kelapa sawit mencapai 294 ha – 560 ha (dua ratus sembilan
1
Iyung Pahan, Panduan Lengkap Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga
Hilir, Cetakan Kelima, (Jakarta : Swadaya, 2008), hal. 42.
minyak sawit 721.172 ton (tujuh ratus dua puluh satu ribu seratus tujuh puluh dua
ton). Sejak saat itu, perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkembang pesat,
terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah pada tahun
Perluasan areal perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga
minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang
masih terpelihara baik, dengan ketinggian mencapai sekitar 12 m (dua belas meter),
dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika. 2
perekonomian nasional. Salah satu hasil olahan kelapa sawit adalah minyak sawit
mentah atau Crude Palm Oil (CPO). 3 CPO dan produk-produk turunannya, sebagai
devisa Pemerintah Indonesia dengan nilai ekspor mencapai US$. 19,7 miliar
(sembilan belas miliar tujuh ratus juta dollar Amerika Serikat) pada periode Januari –
kelapa sawit pada sektor industri minyak dunia. Dengan kenyataan bahwa produksi
minyak nabati di seluruh dunia yang mencapai 150.000.000 ton (seratus lima puluh
2
Ibid.
3
Direktorat Jenderal Agro dan Kimia, Roadmap Industri Pengolahan CPO, (Jakarta :
Departemen Perindustrian RI, 2009), hal. 3.
4
Harian Sinar Harapan, “Moh. Ridwan : RI Jangan Tinggalkan Pasar Komoditas”, diterbitkan
Kamis, 05 Juli 2012.
dihasilkan oleh kelapa sawit, yang notabene hanya dapat dibudidayakan di daerah
tropis Asia, Afrika dan Amerika Selatan. 5Hal ini menjadikan kelapa sawit sangat
penting bahwa produksi dan penggunaan minyak sawit harus dilakukan secara
untuk dapat melanjutkan pemasokan dunia atas minyak nabati yang sangat
musnahnya kearifan lokal, hutan, lahan, tanah adat yang tidak dapat berfungsi penuh.
Jelas saja hal ini berakibat buruk bagi keberlangsungan hidup. Tanah yang biasanya
hutan, ditambah lagi hal tersebut dapat juga berdampak membawa masyarakat pada
mempunyai ikatan emosional terhadap hutan dan hidup yang bersentuhan dengan
alam. 7
5
Oilworld & Annual 2010, dalam Suherwin, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Harga Crude Palm Oil (CPO) Dunia”, (Medan : Tesis, Sekolah Pascasarjana Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, 2012), hal. 1.
6
Sesuai dengan Bagian Menimbang huruf b. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa : “…pembangunan ekonomi
nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan”. Oleh
karena itu, pengembangan kelapa sawit dan produksi CPO harus berkelanjutan pula.
7
Harian Kompas, “Sumardjo : Akibat dari Perkebunan Kelapa Sawit”, diterbitkan Kamis, 05
Januari 2012.
Dilanjutkan dengan aksi yang dilakukan pada tanggal 08 April 2004, Roundtable on
Sustainable Palm Oil (RSPO) secara resmi ditetapkan berdasarkan Pasal 60 dari
Kode Sipil Swiss dengan struktur pemerintahan yang menjamin keterwakilan yang
adil dari semua pemangku kepentingan rantai suplai keseluruhan pelaku industri
kelapa sawit. Pusat dari asosiasi ini berada di Zurich, Swiss, Sekretariat berada di
Kuala Lumpur dengan Kantor Penghubung RSPO di Jakarta. RSPO pada hakikatnya
merupakan konkritisasi nilai-nilai yang selama ini sudah mengkristal dalam cara
perusahaan. Hal ini jelas terlihat dari prinsip-prinsip dan kriteria yang dikembangkan
dari 7 (tujuh) sektor industri kelapa sawit sampai dengan produsen minyak kelapa
sawit, pengolah minyak kelapa sawit atau pedagang, produsen barang konsumen,
pengecer, bank dan investor, lingkungan atau LSM Konservasi Alam dan Sosial,
8
Website Resmi RSPO, “Factsheet Indonesia – Mei 2012”,
www.rspo.org/file/RSPO_factsheet_indo_May2012.pdf., diakses pada 08 Agustus 2012.
banyaknya aturan yang terdapat pada prinsip dan kriterianya, sehingga RSPO
yang selalu berpedoman pada peraturan luar negeri yang terkadang tidak sesuai
sawit merupakan salah satu andalan komoditi pertanian di Indonesia yang memiliki
berlaku, secara garis besar dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
9
Website Resmi RSPO, “General Assembly RSPO ke-8 Berhasil Mencapai Kuorum”,
http://www.rspo.org/news_details.php?nid=84&lang=5., diakses pada 08 Agustus 2012.
10
Website Resmi Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian, “Achmad Mangga
Barani : Indonesian Sustainable Palm Oil Segera Diberlakukan di 2010”,
http://www.ditjenbun.deptan.go.id., diakses pada 08 Agustus 2012.
implementasinya harus tunduk secara garis besar terhadap peraturan di atas. Upaya
yang dilakukan Pemerintah adalah dengan disusunnya Sistem Minyak Kelapa Sawit
suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian
Pertanian yang bertujuan meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar
dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden RI untuk
mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan. 11
terhadap peningkatan daya saing minyak kelapa sawit Indonesia di pasar dunia.
berkelanjutan yang diramu dalam bentuk RSPO. 13Perbedaan RSPO dan ISPO ini
Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO). Hal ini dapat
11
Latief Rachman, “Penerapan Standardisasi ISPO pada Perkebunan Kelapa Sawit”,
disampaikan pada Workshop di Hotel Harris, Jakarta, Kamis, 16 Juli 2012.
12
Ibid.
13
Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, “Menimbang Relevansi Sertifikasi RSPO”, Jurnal
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Volume 31, Nomor 6, 2009, hal. 10.
Sawit dalam waktu paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 harus
menjadi Kelas IV. 14Kelas IV adalah kelas kebun yang kurang dalam hal ini kurang
dalam legalitas, kurang dalam manajemen kebun, kurang dalam pengolahan hasil,
sawit mengalami penurunan kelas kebun menjadi Kelas IV, maka akan diberikan
peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dengan selang waktu 4 (empat) bulan. 15 Peringatan
itu adalah untuk memperbaiki seluruh aspek yang disebutkan di atas. Selain itu juga,
luar negeri. 16
Dalam pelaksanaannya ISPO berlandaskan pada Pasal 3 ayat (4) UUD 1945
14
Pasal 4 Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT/140/3/2011 tentang Pedoman
Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO),
menyatakan bahwa : “Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit Kelas I, Kelas II, atau Kelas III sampai
dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 belum mengajukan permohonan untuk
mendapatkan sertifikasi ISPO, dikenakan saksi penurunan kelas kebun menjadi Kelas IV”.
15
Lampiran I Bagian II angka 2.1. Paragraf 2 dan 3. Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT/140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO)
16
Harian Jambi Star, “Perusahaan Sawit Wajib Miliki Sertifikat ISPO”, diterbitkan Senin, 03
Desember 2012.
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan. 17
Oleh karena itu, dibuatlah prinsip dan kriteria dari ISPO yang dapat dilihat
Tabel 2.
Prinsip dan Kriteria ISPO
17
Pasal 1 angka 3, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Apabila dibandingkan prinsip dan kriteria ISPO dengan prinsip dan kriteria
RSPO adalah sama tapi tidak serupa. Pada sertifikasi ISPO, keahlian dan kompetensi
39 (tiga puluh sembilan) kriteria, dan 236 (dua ratus tiga puluh enam) indikator
Selain karena isu lingkungan, distribusi CPO Indonesia yang didominasi oleh
dibuatkan indikator-indikatornya dan daftar cek list kebun yang akan diukur
seberapa besar kepatuhan kebun tersebut dengan ketentuan terkait ISPO maupun
kelapa sawit yang berkelanjutan dan ramah lingkungan melalui kewajiban ISPO
adalah karena pada tahun 2006, Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar
Industri kelapa sawit dan produk turunannya merupakan salah satu sumber
18
Majalah Sawit Indonesia, “Utamakan Mutu dan Pengalaman”, Edisi Juli – Agustus 2012.
19
Lampiran Peraturan Menteri Pertanian 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman
Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
20
Friedel Hütz-Adams, “Minyak Kelapa Sawit : Perkembangan dan Resiko dari Ledakan
Pasar Minyak Kelapa Sawit”, (Stuttgart, Wuppertal : Brot fur die Welt & Evangelische Mission,
2011), hal. 1.
lain di dunia. Untuk negara pengekspor minyak kelapa sawit dapat dilihat pada tabel
di bawah ini :
Tabel 3.
Ekspor Minyak Kelapa Sawit (Dalam 1.000 ton)
1982-1984 1992-1994 2003-2004 2010-2011
Dunia 4.536 10.113 21.610 37.440
Indonesia 435 1.815 7.856 18.000
Malaysia 2.981 6.291 11.602 16.100
Benin Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data 480
Papua Nugini Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data 426
Thailand Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data 312
Sumber : Friedel Hütz-Adams, “Minyak Kelapa Sawit : Perkembangan dan Resiko dari Ledakan
Pasar Minyak Kelapa Sawit”, (Stuttgart, Wuppertal : Brot fur die Welt & Evangelische
Mission, 2011), hal. 3.
melonjak naik menjadi produsen ekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Pada
puluh satu) juta ton minyak kelapa sawit, yaitu hampir separuh dari produksi minyak
kelapa sawit dunia yang berjumlah 45 (empat puluh lima) juta ton. Di samping
minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari perasan buah kelapa sawit, pada tahun
panen 2009/2010 juga terhitung 5,3 (lima koma tiga) juta ton minyak biji sawit yaitu
minyak dari perasan biji sawit yaitu minyak dari perasan biji sawit yang masuk ke
pasar dunia. Indonesia mendominasi pasar ini dengan 2,3 (dua koma tiga) juta ton
produksi, disusul Malaysia dengan angka 2,1 (dua koma satu) juta ton. Lebih dari
90% (sembilan puluh persen) ekspor dunia berasal dari Malaysia dan Indonesia.
Patut diamati bahwa Indonesia mengalami pertumbuhan ekspor yang luar biasa
antara tahun 2003 dan 2010 yaitu berlipat ganda menjadi 16,2 (enam belas koma
meningkat. 21
minyak kelapa sawit berkelanjutan, mata dunia Internasional telah terlebih dahulu
sawit Indonesia ke pasar Eropa, dibuatlah hambatan (barrier to entry) yang terlihat
legal oleh dunia Internasional dengan mewajibkan sertifikasi, baik CPO maupun
kebun penghasil buah kelapa sawit asal Indonesia yang ingin minyak sawitnya dijual
di pasar Eropa, wajib bersertifikasi RSPO. Dari kenyataan ini, muncul pertanyaan
dan persepsi mengapa pasar Eropa mewajibkan sertifikasi RSPO atas CPO dan
penting yang menjadi perhatian khusus dunia internasional terhadap produk kelapa
sawit, yaitu timbulnya kekhawatiran dunia Internasional bahwa tidak semua kelapa
sawit selalu diproduksi secara lestari. Praktek di lapangan, kerap kali terjadi
perkebunan kelapa sawit dalam skala besar, ditambah lagi dengan semakin maraknya
konflik sosial antara masyarakat adat dan petani di beberapa tempat karena praktek
Sebagai contoh tidak mengindahkan isu lingkungan juga dapat dilihat pada
tindakan pembakaran liar ini akan meningkatkan emisi karbon yang sangat
kelapa sawit pada areal gambut dan dapat melepas karbon yang berkontribusi
meningkatkan emisi karbon dunia. Dengan melihat kenyataan inilah, maka pasar
mengindahkan RSPO, maka terhadap CPO yang dihasilkan Pabrik Kelapa Sawit
(selanjutnya disebut PKS) tersebut tidak laku dijual di pasar Eropa. 22Dunia
dan efisiensi.
sebagai standar pelestarian lingkungan pada industri kelapa sawit nasional harus
diterapkan secara penuh dan konsisten juga serentak. Penerapan ISPO ini, sebagai
upaya agar dapat meningkatkan posisi tawar CPO Indonesia di pasar Internasional.
Alasan ISPO tidak dijadikan standar di pasar Eropa adalah karena negara-negara
tujuan ekspor masih belum dapat mengakui ISPO sebagai standar internasional
22
Majalah Tempo, “Persyaratan RSPO Dinilai Tak Adil Bagi Indonesia”, diterbitkan
Minggu, 14 November 2010.
RSPO, tetapi eskpor CPO Indonesia tidak hanya ke Eropa dan Amerika Serikat.
Ekspor CPO Indonesia ke dua zona ekonomi itu juga tidak banyak, jadi tidak akan
berpengaruh. 23
Industri minyak kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis, karena
industri minyak kelapa sawit bukan hanya minyak goreng saja, tetapi juga bisa
digunakan sebagai bahan dasar industri lainnya seperti industri makanan, kosmetika
dan industri sabun. Prospek perkembangan industri minyak kelapa sawit saat ini
sangat pesat, dimana terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring
dihasilkan, tentunya hal ini berdampak positif bagi perekonomian Indonesia, baik
dari segi kontribusinya terhadap pendapatan negara, maupun besarnya tenaga kerja
yang terserap di sektor perkebunan kelapa sawit. Sektor ini juga mampu
penduduk miskin di areal ini jauh lebih rendah dari angka penduduk miskin nasional.
Boleh dibilang, industri minyak kelapa sawit ini dapat diharapkan menjadi motor
23
Kantor Berita Antara, “Kelapa Sawit Indonesia Sudah Saatnya Terapkan ISPO”, diterbitkan
Rabu, 12 Oktober 2011.
24
Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, Op.cit., hal. 23.
Sektor investasi industri kelapa sawit juga dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat sekitar. Hubungan industri kelapa sawit dengan investasi sudah pasti
pada penanaman modal yang dilakukan oleh Pemerintah, swasta, maupun Asing.
Ketiga pihak tersebut sudah pasti membuat suatu badan hukum untuk mengatur
Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara, Perseroan, ataupun Joint Ventures
bergerak dalam bidang industri kelapa sawit sangat membutuhkan perizinan yang
usaha perkebunan kelapa sawit. Ketentuan atas kewajiban itu adalah dengan
lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 harus sudah melaksanakan usaha
sesuai dengan ketentuan peraturan ini”. Berbeda dengan RSPO yang bersifat
RSPO dan bisa juga tidak. Tujuan pengimplementasian RSPO maupun ISPO ini
adalah agar CPO yang dihasilkan perusahaan perkebunan di Indonesia dapat dijual di
pasar Eropa. Penjualan CPO ke pasar Eropa karena selama ini banyak kampanye
negatif pasar dunia atas produk kelapa sawit Indonesia, bahwa produk kelapa sawit
oleh pasar Eropa untuk menjual CPO di pasar dunia, tidak ada salahnya apabila
sertifikasi RSPO maupun ISPO ini tetap diimplementasikan oleh setiap perusahaan
lingkungan juga akan semakin terjaga. Apabila daya dukung dan daya tampung suatu
tampungnya. 26
25
Majalah Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan
RI, “Kampanye Negatif Kelapa Sawit Indonesia, Potensi Kelapa Sawit Indonesia, Kiat-Kiat
Menghadapi Kampanye Negatif Kelapa Sawit”, Edisi Juni 2011, hal. 8-9. Lihat juga : Ruslan Effendi,
“Analisis Daya Dukung Kelembagaan Perkebunan Kelapa Sawit Untuk Meningkatkan Daya Saing
dan Keberlanjutan Bisnis (Studi Kasus : PT. Mitra Inti Sejati Plantation di Propinsi Kalimantan
Barat)”, (Bogor : Tesis, Manajemen Bisnis – Institut Pertanian Bogor, 2011), hal. 1.
26
Suhadi Sukendar, “Analisis Yuridis Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan
(Corporate Social Responsibility – CSR) Berdasarkan Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas”, (Medan : Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, 2012), hal. 14.
Lihat juga : Angka 3 Bagian Umum Penjelasan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan bahwa : “Undang-undang ini
mwajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terhadap isu lingkungan ini, adalah dimulai pada tahun 1992, Konferensi Tingkat
hanya oleh negara tetapi terlebih oleh kalangan perusahaan yang kekuatan kapitalnya
semakin menggurita. Salah satu hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi tersebut,
development). 27 Oleh karena itu, dibuatlah standar minyak sawit berkelanjutan yang
disebut Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO). Indonesian Sustainable Palm Oil
(ISPO) lahir dikarenakan Indonesia keluar dari anggota RSPO. Hal ini dipicu karena
Indonesia tidak mau didikte oleh pasar Eropa karena tingginya permintaan CPO
Indonesia di pasar Eropa. Permintaan ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.
Nilai dan Volume Ekspor Indonesia ke Uni Eropa (2008 – 2011)
Sumber : Majalah Sawit Indonesia, “Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa Bisa Jadi Terancam
Turun”, diterbitkan Senin, 02 Juli 2012.
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Dengan perkataan lain, hasil KLHS harus dijadikan dasar bagi kebijakan, rencana dan/atau program
pembangunan dalam suatu wilayah. Apabila hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya
tampung sudah terlampaui, kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib
diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS dan segala usaha dan/atau kegiatan yang telah
terlampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi”.
27
Website Resmi Kementerian Lingkungan Hidup, “Berikan Kesempatan Pada Bumi (Give
Earth A Chance)”, http://www.menlh.go.id/berikan-kesempatan-pada-bumi-give-earth-a-
chance/.,diakses pada 04 Desember 2012.
solusi dari praktek budidaya sawit berkelanjutan. Alan Oxley memaparkan ISPO
sudah menjadi alternatif yang tepat disamping RSPO yang telah diikuti perusahaan
kelapa sawit dunia dari hulu sampai ke hilir. Pada 2011, Gabungan Pengusaha
Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat total volume ekspor CPO dapat
mencapai 16,5 (enam belas koma lima) juta ton. Dari jumlah ini, pengiriman ekspor
CPO Indonesia ke Uni Eropa turun menjadi 3,5 (tiga koma lima) juta ton pada tahun
2011 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 3,7 (tiga koma tujuh) juta ton. 28
28
Majalah Sawit Indonesia, “Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa Bisa Jadi Terancam
Turun”, diterbitkan Senin, 02 Juli 2012.
29
Alvi Syahrin, “Industri Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan : Aspek Hukum
Lingkungan Hidup dalam Industri Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (Tinjauan terhadap
Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa
Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO)”,
http://alvisyahrin.blog.usu.ac.id/2011/10/05/40/#more-40., diakses pada 21 Juli 2012.
aparatur Menteri Pertanian yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perkebunan,
Sawit Berkelanjutan Indonesia yang sistem usaha perkebunan kelapa sawitnya layak
dalam bidang ekonomi, sosial, dan ramah lingkungan didasarkan pada peraturan
ditujukan kepada aparatur Menteri Pertanian yang tugas dan tanggung jawabnya di
berkelanjutan. 30
sawit sudah mengimplementasikan RSPO dengan biaya yang sangat besar. Apakah
prinsip dan kriteria ISPO yang dinilai sangat tidak bersahabat dengan investor.
Perusahaan perkebunan dimaksud adalah PT. Rea Kaltim Plantation. Dipandang dari
ISPO maka akan memakan biaya yang tidak sedikit, dan akan menghambur-
30
Ibid.
Relevansi ISPO dengan PT. Rea Kaltim adalah dikarenakan PT. Rea Kaltim
sudah memiliki sertifikat RSPO namun belum memiliki sertifikat ISPO, oleh karena
itu, perusahaan perkebunan swasta tersebut dapat dijadikan sebagai contoh dalam
penelitian ini. Selanjutnya penelitian ini adalah berjudul “Analisis Hukum Terhadap
B. Rumusan Masalah
perkebunan di Indonesia?
2. Mengapa penerapan prinsip dan kriteria ISPO dapat dianggap sebagai upaya
31
Blog Resmi PT. Rea Kaltim Plantation, “RSPO Main Assessment”,
http://reakaltim.blogspot.com/2012/05/rspo-main-assessment.html., diakses pada 21 Juli 2012.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian yang terdapat pada rumusan masalah di atas maka yang
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis;
manfaat guna menambah khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum investasi
2. Manfaat Praktis.
b. Sebagai informasi dan inspirasi bagi praktisi bisnis dan hukum (para
Oil – ISPO);
Menurut data yang didapat dari pemeriksaan dan hasil-hasil judul penelitian
yang ada pada Perpustakaan Program Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Indonesia (Studi Pada PT. Rea Kaltim Plantation)” adalah belum pernah dilakukan
sama sekali.
Dengan demikian, penelitian ini dapat dikatakan asli dan dapat dipertanggung
dibuktikan bahwa penelitian ini merupakan plagiat atau duplikasi dari penelitian
1. Kerangka Teori
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Bersamaan dengan itu, tidak dapat dipungkiri
bahwa sumber daya alam baik di laut maupun di darat akan mengalami tekanan
berbagai isu lingkungan global, disusul terbitnya buku “Our Common Future oleh
32
Gro Harlem Brundtland, Our Common Future, (New York : Oxford University Press,
1987), hal. 4.
Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) adalah suatu kebijakan yang
diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertanian yang
bertujuan meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut
mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan.
tingkat daya saing minyak kelapa sawit Indonesia di pasar dunia. Karena ISPO
kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum (liability). Seseorang yang
33
Budihardjo dan Djoko Sujarto, Sustainable Development : Beberapa Catatan Tambahan ,
(Jakarta : Asosiasi SYLFF & Universitas Indonesia, 2006), hal. 47.
Sanksi dikenakan deliquent adalah karena perbuatannya sendiri yang membuat orang
adalah sama. Dalam teori tradisional, ada dua jenis tanggung jawab : pertanggung
(absolut responsibility). 34
adalah bertanggung jawab secara hukum terhadap Peraturan Menteri Pertanian No.
hukum itulah yang bertanggung jawab apabila terdapat kesalahan dalam penerapan
akan terkena imbasnya. Salah satu akibat dari tidak mengimplementasikan ISPO
adalah tidak dapat dijualnya CPO hasil perkebunan tersebut ke pasar Eropa.
berlaku di Indonesia.
34
Hans Kelsen dalam Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang
Hukum, (Jakarta : Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hal. 61.
keberlakuan kaidah hukum. Keberadaan kaidah yang lebih rendah ditentukan oleh
kaidah yang lebih tinggi dengan demikian kaidah konkrit berlaku berdasarkan kaidah
grundnorm. 35 Salah seorang tokoh yang mengembangkan teori tersebut adalah murid
Hans Kelsen, yaitu Hans Nawiasky. Teori Nawiasky disebut dengan theorie von
stufenbau der rechtsordnung. Susunan norma menurut teori tersebut, antara lain 36 :
satzung)”.
Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam
dari bahasa Latin, atau kaidah dalam bahasa Arab, dan sering juga disebut pedoman,
patokan, atau aturan dalam bahasa Indonesia. Suatu norma itu baru ada apabila
terdapat lebih dari satu orang, karena norma itu pada dasarnya mengatur tata cara
bertingkah laku seseorang terhadap orang lain, atau terhadap lingkungannya. Norma
35
Purnadi Purbacaraka dan M. Chidir Ali, Disiplin Hukum, Cetakan Keempat, (Bandung :
Citya Aditya Bakti, 1990), hal. 58-71.
36
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum : Apa dan Bagaimana
Filsafat Hukum Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995), hal. 223.
yang berwenang yang membentuknya, sedangkan norma moral, adat, agama, dan
lainnya terjadi secara tidak tertulis, tumbuh dan berkembang dari kebiasaan-
kebiasaan yang ada dalam masyarakat. Hal ini memperlihatkan bahwa seluruh sistem
hukum mempunyai suatu struktur piramidal, mulai dari yang abstrak (ideologi
berlaku). 37Teori stufenbau digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
Sustainable Palm Oil – ISPO) masuk ke dalam tingkatan peraturan yang mana.
37
Stufenbau Theory dikembangkan oleh beberapa pemikir, antara lain : Merkl, Kelsen, Hart.
Pada intinya teori ini dimaksudkan untuk menyusun suatu hierarki norma-norma, sehingga berlapis-
lapis dan berjenjang-jenjang. Teori ini memang diterima juga di Indonesia, dokumen yang bersejarah
tentang hal ini adalah Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang berjudul : Memorandum DPRGR
mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan tata urutan (susunan) perundang-undangan
Republik Indonesia. Sumber : Theo Huijbers, Filsafat Hukum, (Yogjakarta : Kanisius, 1995), hal. 44.
Sustainable Palm Oil – ISPO) tidak termasuk ke dalam jenis dan hierarki peraturan
undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No.
berdasarkan Stufenbau Theory yang menyatakan bahwa harus ada peraturan yang
mengatur diatasnya yang lebih tinggi lagi, atau dengan kata lain harus ada perintah
Sustainable Palm Oil – ISPO) tidak termasuk ke dalam jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2)
Undangan, maka Peraturan Menteri tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, hendaknya diatur ke jenis dan hierarki
Peraturan Presiden. 39
memerintahkan untuk mengeluarkan Peraturan Menteri tersebut sudah jelas hal ini
selanjutnya yang dipakai adalah teori hukum dalam pembangunan ekonomi terkait
didengung-dengungkan.
agar sistem perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Dalam hal ini, stabilitas
itu harus stabil dan tidak cepat berubah. Prediksi (predictability), maksudnya adalah
bahwa setiap ketentuan yang akan keluar berikutnya sudah bisa disikapi dengan baik
tujuan dari hukum itu sendiri. Pendidikan (education), maksudnya adalah bahwa
pengembangan khusus bagi para sarjana hukum (the special development abilities of
the lawyer), maksudnya adalah bahwa setiap bagian hukum perusahaan tersebut
Menteri yang dikeluarkan oleh Aparatur Negara terkait agar tidak terus berubah-
40
Bismar Nasution, “Modul Perkuliahan : Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”,
(Medan : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2011), hal. 36.
41
Ibid., hal. 37-38.
yang dikeluarkan itu berlaku bagi masyarakat dan setiap perusahaan perkebunan.
setelah diaplikasikannya peraturan tersebut. Hukum itu harus dapat diprediksi terkait
Indonesia. Suatu hal yang harus dapat diprediksi disini adalah mengenai berapa dana
Kaitannya dengan PT. Rea Kaltim Plantation adalah bagaimana apabila PT. Rea
diberlakukan kepada PT. Rea Kaltim Plantation terkait perubahan antara RSPO
dengan ISPO. Atau dengan kata lain, apakah PT. Rea Kaltim Plantation harus
dan bagi masyarakat sekitar yang merasakan langsung dampak dari penerapan
sertifikasi ISPO dimaksud. Dampak langsung bagi masyarakat tersebut dapat dilihat
pada konsep Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan yang wajib juga
bagi penerapan ISPO yaitu Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
memiliki dasar hukum yang baik. Hukumitu berasal dari dalam diri badan hukum itu
sendiri bukan dari intervensi dari luar. Jika setiap badan hukum yang berhubungan
dengan sertifikasi ISPO memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) Bagian Hukum
yang mempunyai pendidikan hukum yang tinggi maka akan tercipta suatu
yang baru keluar maupun peraturan perundang-undangan lama yang belum dipenuhi
abilities of the lawyer), terkait dengan sertifikasi ISPO dalam peningkatan investasi
di Indonesia adalah bahwa antara PT. Rea Kaltim Plantation dengan Pemerintah
pastilah ada yang terhubung yaitu Bagian Hukum PT. Rea Kaltim Plantation dengan
setiap instansi pemerintahan terkait sertifikasi ISPO. Para Staf maupun Karyawan
pada Bagian Hukum di PT. Rea Kaltim Plantation harus memiliki integritas tinggi
tercapai tujuan hukum dalam pembangunan ekonomi yang tidak lain adalah
negara yang makmur (welfare state). 42 Apabila negara makmur maka akan
mengangkat harkat dan martabat bangsa kepada negara lain. Dengan demikian,
2. Kerangka Konsep
Palm Oil – ISPO) adalah sistem usaha di bidang perkebunan kelapa sawit
42
Welfare State bertujuan pada perlindungan pemerintah terhadap rakyat dari berbagai
kesulitan sebagai dampak tahap industrialisasi. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pengorbanan rakyat
dalam tahap insutrialisasi, dimana hukum sama sekali tidak berpihak kepada rakyat, dan
“pembungkaman” hak-hak rakyat. Dalam tahap ini, tujuan pembangunan adalah terciptanya keadilan
sosial dan kesejahteraan rakyat. Implementasinya dalam pembangunan hukum adalah lahirnya
produk-produk hukum yang lebih berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat serta
perlindungan hak-hak kaum minoritas, seperti konsumen, buruh, dan kaum perempuan. Sumber :
Wallace Mendelson, “Law and The Development of Nations”, The Journal of Politics : The University
of Texas at Austin, Vol. 32, 1970, hal. 223.
dan pabrik kelapa sawit untuk mencapai satu atau lebih tujuan yang
ditetapkan guna produksi barang dan jasa secara terus-menerus dengan tidak
insentif bagi pemilik modal untuk melakukan usaha atau investasi secara
43
Bagian I Pengertian Umum angka 6. Lampiran I Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
44
Website Resmi RSPO, “Dokumen Panduan : Prinsip dan Kriteria RSPO untuk Produksi
Minyak Sawit Berkelanjutan”, www.rspo.org., diakses pada 22 Juli 2012.
45
Stern dalam Shinta RI. Soekro, et.al., Sjamsul Arifin (ed.), Bangkitnya Perekonomian Asia
Timur Satu Dekade Setelah Krisis, (Jakarta : Tim Biro Hubungan dan Studi Internasional – Bank
Indonesia, 2008), hal. 172-173.
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi
masa depan; 46
untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau
dimasukkan ke dalamnya; 48
7. Kewajiban Hukum adalah suatu kewajiban yang diberikan dari luar diri
dimana tunduk kepada hukum merupakan suatu sikap yang tanpa pamrih, dan
tidak perlu alasan apapun untuk tunduk kepada hukum. Untuk perbandingan
46
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
47
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
48
Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
49
Bryan Magee, The Story of Philosophy, diterjemahkan Marcus Widodo, (Yogyakarta :
Kanisius, 2008), hal. 158-160.
pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai,
mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut dengan
Perkebunan yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah PT. Rea Kaltim
Plantation.
50
Immanuel Kant dalam Franz Magnis Suseno, Pijar-Pijar Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius,
2005), hal. 267-268.
51
Pasal 3 Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140//3/2011 tentang Pedoman
Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO)
mewajibkan setiap perusahaan perkebunan untuk melakukan sertifikasi ISPO.
52
Bagian I Pengertian Umum angka 1. Lampiran I Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
53
Bagian I Pengertian Umum angka 3. Lampiran I Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
ISPO; 54
11. Sertifikasi ISPO adalah suatu penetapan yang diberikan oleh Lembaga
PT. Mutuagung Lestari; PT. TUV Nord Indonesia; PT. Sucofindo; PT. SAI
G. Metode Penelitian
demikian objek penelitiannya adalah norma hukum yang berlaku dibuat dan
54
Bagian I Pengertian Umum angka 13. Lampiran I Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
55
Website Resmi ISPO, “Penunjukan Lembaga Sertifikasi ISPO”, http://ispo-org.or.id/.,
diakses pada 22 Juli 2012.
56
Adapun tahap-tahap dalam analisis juridis normatif adalah : merumuskan azas-azas hukum
dari data hukum positif tertulis; merumuskan pengertian-pengertian hukum; pembentukan standar-
standar hukum; dan perumusan kaidah-kaidah hukum. Sumber : Amirudin dan Zainal Asikin,
Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 166-167.
pengertian hukum pada bidang-bidang hukum saja, bukan karena hukum itu
hukum dan meniadakan batas-batas yang ditetapkan pada hukum itu oleh sifat pokok
bahasannya. 57
Indonesia.
57
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni : Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, diterjemahkan
oleh Raisul Muttaqien, disunting oleh Nurainun Mangunsong, Cetakan Ketiga, (Bandung : Nusamedia
& Nuansa, 2007).
dan berdasarkan pada bahan hukum sekunder, maka sumber bahan hukum yang
beserta Amandemen;
konsep hukum dalam bahan hukum primer, analisis bahan hukum primer
dibantu oleh bahan hukum sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber
baik jurnal, buku-buku, makalah, serta karya ilmiah mengenai pasar modal
dan pencucian uang, berita, dan ulasan media, juga sumber-sumber lain yang
3. Bahan hukum tertier diperlukan dipergunakan untuk berbagai hal dalam hal
penjelasan makna-makna kata dari bahan hukum sekunder dan bahan hukum
yang dilakukan, digunakanlah teknik studi lapangan (field research) dengan alat
bahan hukum primer sebagai bahan hukum pendukung yang diperoleh dari PT. Rea
satu perusahaan besar yang keberadaannya berdampak baik positif maupun negatif
58
Menurut Bambang Sunggono, studi kepustakaan dapat membantu peneliti dalam berbagai
keperluan, misalnya : a) Mendapatkan gambaran atau informasi tentang penelitian yang sejenis dan
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti; b) Mendapatkan metode, teknik, atau cara pendekatan
pemecahan permasalahan yang digunakan; c) Sebagai sumber data sekunder; d) Mengetahui historis
dan perspektif dari permasalahan penelitiannya; e) Mendapatkan informasi tentang cara evaluasi atau
analisis data yang dapat digunakan; f) Memperkaya ide-ide baru; dan g) Mengetahui siapa saja
peneliti lain di bidang yang sama dan siapa pemakai hasil penelitian tersebut, seperti yang
dikemukakan Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010),
hal. 112-113.
deduktif – induktif yaitu dilakukan dengan teori yang digunakan dijadikan sebagai
titik tolak untuk melakukan penelitian. Deduktif artinya menggunakan teori sebagai
alat, ukuran dan bahkan instrumen untuk membangun hipotesis, sehingga secara
tidak langsung akan menggunakan teori sebagai pisau analisis dalam melihat
penelitian, bahkan dalam format induktif tidak mengenal teorisasi sama sekali
artinya teori dan teorisasi bukan hal yang penting untuk dilakukan. Maka deduktif –
induktif adalah penarikan kesimpulan didasarkan pada teori yang digunakan pada
awal penelitian dan data-data yang didapat sebagai tunjangan pembuktian teori
tersebut. 60
dalam sub bab kerangka teoritis di atas untuk memecahkan permasalahan mengenai
59
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Rosda, 2006), hal. 248,
dalam Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya, Ed. 1, Cet. 3, (Jakarta : Kencana, 2009), hal. 144-145.
60
Ibid., hal. 26-29.
Dalam lima tahun terakhir, terjadi pergeseran pasar (market) minyak nabati
negara maju (Eropa) menjadi minyak sawit yang diproduksi di negara berkembang
(Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Nigeria, Ghana, dan lain-lain). Dari sisi suplai
tahun 2011, pasokan produksi Indonesia menjadi yang terbesar menggeser pasokan
Malaysia untuk konsumsi minyak sawit dunia. Harga minyak mentah (Crude Palm
Oil – CPO) yang naik di luar perkiraan juga membuat minyak sawit selalu menjadi
Propinsi Sumatera Utara dalam sejarahnya adalah daerah yang pertama kali
sebelumnya yang hanya berupa tanaman hias di Kebun Raya Bogor. Sekarang,
kelapa sawit berupa perkebunan rakyat seluas 408.699 Ha (empat ratus delapan ribu
enam ratus sembilan puluh sembilan hektar), perkebunan swasta seluas 342.954 Ha
(tiga ratus empat puluh dua ribu sembilan ratus lima puluh empat hektar) dan
61
World Growth, “Manfaat Minyak Sawit Bagi Perekonomian Indonesia”, Laporan World
Growth, Februari 2011, hal. 5.
47
Universitas Sumatera Utara
perkebunan negara/BUMN seluas 296.093 Ha (dua ratus sembilan puluh enam ribu
membantu penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara dengan struktur tenaga kerja
yang masih didominasi oleh pendidikan rendah. Sampai dengan saat ini, fokus
Seiring dengan fokus itu, beberapa tahun lalu, diperkenalkan prinsip dan kriteria
Sertifikasi RSPO. Prinsip dan kriteria ISPO muncul sebagai inisiatif dari pemerintah
62
Iyung Pahan, Op.cit., hal. 42.
63
Kantor Berita Antara, “Bayu Krisnamurthi : RSPO Bukan Satu-satunya Sistem Sawit
Berkelanjutan”, diterbitkan Kamis, 20 Juli 2012.
64
Bambang Sudrajat, “Menimbang Relevansi Sertifikasi RSPO”, Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Vol. 31, No. 6, 2009, hal. 10.
pedoman ISPO ini, Menteri Pertanian menyatakan hal ini sebagai amanat konstitusi
dalam Pasal 33 ayat (3), UUD 1945, menyatakan bahwa : “Perekonomian nasional
Selanjutnya, ISPO juga diterbitkan sebagai upaya tindak lanjut dari latar
Lebih spesifik lagi, ISPO ini juga turut menjadi implementasi amanatdari
meningkat”.
1. Kepatuhan hukum;
65
Harian Medan Bisnis, “Henry Marpaung : Pengelolaan Kelapa Sawit Berpedoman ISPO”,
diterbitkan Selasa, 17 Juli 2012.
4. Hubungan sosial.
Ketujuh prinsip itu dirinci ke dalam 27 (dua puluh tujuh) kriteria dan 117
(seratus tujuh belas) indikator yang lengkapnya dapat dilihat pada Peraturan Menteri
prinsip tersebut sudah relatif memadai kecuali dalam beberapa kriteria, yaitu :
konsisten.
Seperti juga sistem-sistem sertifikasi lainnya seperti ISO 90001, 140001, dan
SMK3, tahapan yang harus dilakukan sebelum mengajukan sertifikasi yaitu perlu
awal;
Ruang lingkup yang akan disertifikasi adalah mencakup kebun dan industri
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sendiri. Dalam hal perusahaan menerima TBS selain
mensosialisasikan ISPO kepada para pemasok TBS tersebut. Masa sertifikat ISPO
berlaku selama 5 (lima) tahun sebelum dilakukan penilaian ulang (re-assesment) dan
menjadi kunci utama suksesnya implementasi ISPO ini adalah adanya komitmen dari
Perusahaan. Strategi tersebut di atas hanya bisa berjalan efektif jika pemilik/top
manajemen mempunyai komitmen penuh untuk memenuhi ISPO. Atas hal ini, ke
minyak sawit Indonesia adalah minyak sawit lestari, perkebunan minyak sawit yang
1. Tujuan ISPO
ISPO bersifat wajib serta setiap pelanggaran terhadap ketentuan ini akan
ditindak. ISPO bertujuan untuk melindungi dan melestarikan kelapa sawit di pasar
66
Ibid.
2. Sasaran ISPO
lingkungan. 67Di balik kewajiban penerapan sertifikasi ini terdapat tujuan mulia dari
kebutuhan generasi masa depan”. 69 Hal ini berarti, pengembangan kelapa sawit
dilakukan secara berkelanjutan dan terus menerus dalam jangka panjang, tanpa harus
67
Bagian Menimbang huruf b. Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
68
Tabloid Agribisnis Dwimingguan Agrina, “Lima Penjaga Keberhasilan ISPO”, diterbitkan
Senin, 01 Oktober 2012.
69
United Nations, “Report of The World Commission on Environment and Development :
Our Common Future”, UN Documents, 1987, hal. 15.
bahwa kelapa sawit di Indonesia diproduksi dengan tidak lestari dan merusak
RSPO dikeluarkan. Hal ini tereksplisitkan bahwa ISPO adalah pengaturan ikutan dari
RSPO.
70
Pasal 2, Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman
Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
71
Sementara itu, menurut Suswono sebagai Menteri Pertanian RI, menyatakan bahwa :
“ISPO dibuat bukan karena tekanan negara lain, bukan karena ada RSPO, bukan karena adanya
kampanye negatif kelapa sawit, ISPO dibuat karena seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 yang
sudah diamandemen, yaitu Pasal 33. ISPO bersifat wajib dan setiap pelanggaran akan ditindak. ISPO
bertujuan untuk melindungi dan melestarikan kelapa sawit di pasar global”. Sumber : Majalah
Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Pertanian RI, Op.cit., hal. 9.
bahwa : “Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit dalam waktu paling lambat sampai
dengan tanggal 31 Desember 2014 harus sudah melaksanakan usaha sesuai dengan
ketentuan Peraturan ini”. Selanjutnya bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang
bahwa : “Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit Kelas I, Kelas II, atau Kelas III
Maksud dari penurunan kelas kebun tersebut di atas adalah dalam hal
perkebunan kelapa sawit untuk mengekspor CPO-nya ke pasar dunia. Untuk melihat
kebun tersebut berada pada kebun Kelas I, II, III, IV, atau V adalah dengan melihat
72
Sistem Sertifikasi, Penilaian Usaha Perkebunan Sebagai Prasyarat, Lampiran I, Peraturan
Menteri No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
hal-hal yang diperhatikan oleh penilai kebun adalah mengenai perizinan Hak Guna
Usaha terhadap suatu perkebunan tersebut. Apakah izin HGU-nya telah berakhir,
memiliki izin usaha operasional baik berupa IUP, IUP-B, dan/atau IUP-P, ITUP,
73
Ibid.
teknis dan juridis terhadap hasil penilaiannya.Aspek yang dinilai dalam penilaian
penentuan kelas kebun bagikebun operasional, yaitu kebun Kelas I (baik sekali),
Kelas II (baik), Kelas III(sedang), Kelas IV (kurang) dan Kelas V (kurang sekali). 74
Untuk kebun Kelas I, Kelas II, dan Kelas III mengajukan permohonan
memiliki RSPO, apakah implementasi ISPO wajib dilakukan juga atau tidak. Setelah
dilakukan wawancara dengan Bagian Hukum PT. Rea Kaltim Plantaion mengatakan
bahwa : “Setiap perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sudah memperoleh RSPO
74
Ibid.
75
Ibid.
kebun kelapa sawit yang mendatangi PT. Rea Kaltim Plantation. Hal ini
yang sama bahkan lebih besar untuk merealisasikan ISPO tersebut. Apabila tidak
dilakukan maka akan dilakukan penurunan kelas kebun. Penurunan kelas kebun
sampai kepada kebun Kelas IV dapat berakibat pencabutan Izin Usaha Perkebunan
kelapa sawit. Jelas hal ini merupakan ketidakadilan bagi perusahaan kelapa sawit
b. Persyaratan Sertifikasi
peraturan perundangan yang berlaku, yang disertai dengan sanksi bagi mereka
kelapa sawit berkelanjutan dan Pabrik Kelapa Sawit (PKS), sertamemiliki ukuran
76
Wawancara dengan Bagian Hukum PT. Rea Kaltim Plantation pada 05 November 2012.
77
Sistem Sertifikasi, Penilaian Usaha Perkebunan Sebagai Prasyarat, Lampiran I, Peraturan
Menteri No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
78
Ibid.
atau IUP-B dan wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah
seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan. Selain itu, pengelola
dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Provinsi (RUTWP) atau Rencana
yang berlaku atau kebijakan lain yang sesuai dengan ketetapan yang ditentukan oleh
pemerintah. 79
harus diselesaikan terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Artinya,
adat yang berlaku. Dam apabila tidak terjadi kesepakatan, maka penyelesaian
sengketa lahan harus menempuh jalur hukum. Perkebunan Kelapa Sawit yang
dikelola tersebut harus mempunyai bentuk badan hukum yang jelas sesuai peraturan
jangka panjang untuk memproduksi minyak sawit lestari serta realisasi yang nyata
perihal pembangunan kebun dan pabrik. Segala informasi harus diberikan kepada
79
Kriteria 1.1 sampai dengan 1.3 Persyaratan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO), Lampiran II Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
lainnya terkecuali menyangkut hal yang patut dirahasiakan yang tidak perlu
diberitahukan. 80
yang memenuhi kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. Konservasi terhadap sumber
dan kualitas air. Pengelola perkebunan dalam menghasilkan benih unggul bermutu
harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan baku teknis
Hama Terpadu sesuai Pedoman Teknis. Apabila akan memanen kelapa sawit maka
pengelola perkebunan harus melakukan panen tepat waktu dan dengan tata cara yang
benar. 81
perkebunan harus memastikan bahwa TBS yang dipanen harus segera diangkut ke
80
Kriteria 1.4 sampai dengan 1.9 Persyaratan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO), Lampiran II Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
81
Kriteria 2.1 sampai dengan 2.1.8 Persyaratan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO), Lampiran II Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
pabrik harus memastikan bahwa limbah pabrik kelapa sawit dikelola sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Begitu juga dengan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) yang merupakan limbah yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun
yang karena sifat dan konsentrasinya dan atau jumlahnya dapat mencemarkan dan
atau merusak lingkungan hidup, oleh karena itu harus dilakukan upaya optimal agar
tingkat kebisingan, baku tingkat getaran, baku tingkat kebauan dan baku tingkat
lingkungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kewajiban tersebut terkait analisa
82
Kriteria 2.2 sampai dengan 2.2.7 Persyaratan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO), Lampiran II Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati pada areal yang dikelola sesuai
lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai
sejarah serta budaya bangsa dengan tidak membuka untuk usaha. Identifikasi juga
dilakukan terhadap sumber emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Barulah konservasi lahan
dan menghindarkan erosi wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 83
83
Kriteria 3.1 sampai dengan 3.7 Persyaratan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO), Lampiran II Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
pengembangan potensi kearifan lokal. Hal ini dilakukan juga demi mewujudkan
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan seperti yang termaktub di dalam Pasal 74
sekitar kebun. Hal ini juga dilakukan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat
perusahaan-perusahaan setempat. 86
84
Kriteria 4.1 sampai dengan 4.5 Persyaratan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO), Lampiran II Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
85
Kriteria 5.1 sampai dengan 5.2 Persyaratan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO), Lampiran II Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
86
Kriteria 6.1 Persyaratan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian
Sustainable Palm Oil – ISPO), Lampiran II Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
Dari keseluruhan Prinsip ISPO di atas, hal yang paling sulit dilakukan adalah
prinsip pertama yaitu sistem perizinan dan manajemen. Hal ini dikarenakan adanya
perizinan perkebunan. Jika ditinjau prinsip dan kriteria ISPO tersebut, maka ada 2
(dua) aksi yang dapat dilakukan oleh pengelola perkebunan/pabrik yaitu aksi internal
dan aksi eksternal. Aksi internal termasuk di dalamnya prinsip sistem perizinan dan
Unit yang disertifikasi adalah kebun pemasok dan pabrik kelapa sawit
87
Kriteria 7.1 Persyaratan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian
Sustainable Palm Oil – ISPO), Lampiran II Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
(Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
lamanya waktu yang ditoleransi oleh Komisi ISPO. Bila PKS mendapatpasokan TBS
dari kebun swadaya, maka kebun inti harus memiliki kontrakkerjasama dengan
petani swadaya atau dengan pedagang pengumpul,yang mana kebun inti harus
membina petani dan pedagang pengumpul secara terusmenerus agar kebun swadaya
Prinsip dan Kriteria ISPO (ISPO untuk petani swadaya akan disusunlebih lanjut). 88
paling diperlukan dalam proses sertifikasi ini. Hal ini dikarenakan setiap pemasok
dan kebun inti saling berkesinambungan. Artinya, apabila perizinan kebun pemasok
tidak tersedia, maka kebun inti secara hukum tidak boleh mengambil dan
menggunakan TBS-nya. Kepastian hukum tersebut adalah berupa IUP, IUP-B, IUPP,
88
Sistem Sertifikasi, Penilaian Usaha Perkebunan Sebagai Prasyarat, Lampiran I, Peraturan
Menteri No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
89
Ibid.
hasil penilaian audit akreditasi. Sesuai dengan ISO/IEC 17011, badanakreditasi harus
dapat menyelesaikan setiap pengaduan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari,
90
Ibid.
Kriteria ISPO. Prinsip danKriteria ISPO, ISO Guide 65 dan ISO Guide 66
untukdievaluasi. 92
standardisasi yang baik bagi perkebunan kelapa sawit maupun pabrik kelapa sawit.
91
Ibid.
92
Ibid.
93
Harian Tempo, “Lima Lembaga Sertifikasi ISPO Diakui”, diterbitkan Selasa, 15 Mei 2012,
hal. B4.
94
Sistem Sertifikasi, Penilaian Usaha Perkebunan Sebagai Prasyarat, Lampiran I, Peraturan
Menteri No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
95
Ibid.
96
Ibid.
(c) Auditor lembaga sertifikasi harus mematuhi hal-hal sebagai berikut 98:
97
Ibid.
98
Ibid.
adalah agar audit terhadap perkebunan maupun pabrik kelapa sawit yang dilakukan,
dapat dilakukan dengan objektif. Hal ini akan mengakibatkan implementasi yang
dilakukan untuk sertifikasi ISPO berjalan dengan baik dan tanpa hambatan.
Objektifitas pada pelaksanaan sertifikasi berarti bahwa Tim Auditor yang melakukan
lapangan.
f. Badan Akreditasi
ISO 17011:2004, artinya adalah bahwa pengimplementasian ISPO ini dari hulu ke
berikut 100:
99
Ibid.
100
Ibid.
h. Proses Pengakuan
ISPO dan bersifat final. Bersifat final berarti, sertifikat tersebut mengikat terhadap
perkebunan dan pabrik kelapa sawit yang disertifikasi. Hasil penelitian ditentukan
oleh Tim Penilai ISPO yang berarti Tim Penilai ISPO memiliki kewenangan untuk
mengumumkan apakah perkebunan dan pabrik kelapa sawit tersebut berhak atau
101
Ibid.
102
Ibid.
sertifikasi dari organisasi lain seperti contohnya sertifikat RSPO, maka lembaga
Akreditasi Nasional (BAN). Tetapi, yang terjadi adalah, dikarenakan prinsip, kriteria
dan indikatornya yang berbeda, mengakibatkan RSPO ini dianggap berbeda dengan
ISPO. Hal ini berdampak bahwa, Perusahaan yang telah memperolehRSPO, baik
terhadap perkebunan maupun terhadap pabrik kelapa sawit, maka sertifikasi ISPO
wajib tetap harus dilaksanakan kembali. Audit juga dilakukan oleh Tim Penilai
ISPO.
j. Keluhan/Pengaduan
dengan bukti –bukti terkait kepada Tim Penilai ISPOmelalui Sekretariat Komisi
adanya kepastian bagi perkebunan maupun pabrik kelapa sawit yang disertifikasi
apakah telah memenuhi sertifikasi ISPO atau tidak. Selanjutnya, keluhan mengenai
Tim Penilai ISPO juga dapat dilaporkan dalam haldilakukannya penilaian terhadap
hal-hal yang tidak berdasarkan prinsip dan kriteria ISPO. Pengaduan dapat
Akreditasi.
103
Ibid.
dapat ditentukan termasuk ke kebun Kelas I, II, atau III., maka dalam melakukan
IUP-P, dan HGU. Selanjutnya permohonan tersebut akan diterima dan dilakukan
Penilai KMSBI melakukan pengakuan sesuai dengan prinsip dan kriteria ISPO untuk
diumumkan ke publik melalui Website Resmi ISPO. Barulah setelah itu, lembaga
sertifikasi menerbitkan sertifikat ISPO bagi perkebunan maupun pabrik kelapa sawit
Tim Penilai KMSBI adalah sebuah komite yang terdiri dari wakil-wakil
Komite Akreditasi Nasional (BSN/KAN). Fungsi KMSBI ini adalah mendorong dan
produk minyak sawit Indonesia berkelanjutan yang diterima oleh pasar baik di dalam
104
Tim ISPO Kementerian Pertanian, “Draft Ketentuan Pengelolaan Perkebunan Kelapa
Sawit Indonesia Berkelanjutan (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO)”, Kementerian Pertanian,
Direktorat Budidaya Tanaman Tahunan dan Komisi Minyak Sawit Indonesia, draft tanggal 24 Juni
2010, hal. 8-9.
Bagan 2.
Mekanisme Sertifikasi ISPO
Keterangan 105 :
105
Sistem Sertifikasi, Penilaian Usaha Perkebunan Sebagai Prasyarat, Lampiran I, Peraturan
Menteri No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
Mekanisme sertifikasi ISPO ini adalah mekanisme yang wajib diikuti secara
konsisten oleh perkebunan maupun pabrik kelapa sawit yang hendak melakukan
ini akan dilakukan dalam 5 (lima) tahun sekali, karena jangka waktu sertifikasi ISPO
a. Ruang Lingkup
ISPO, dapat meningkatkan statusnya untuk memperoleh sertifikat rantai pasok yang
mampu telusur.Tujuan dari penerapan SSRP ISPO adalah menerapkan sistem legal
1) “Segregasi (Segregation);
106
Ibid.
107
Ibid.
pasok;
c. Persyaratan Sertifikasi
1. Unit Sertifikasi
Unit sertifikasi adalah pabrik dan kebun yang memasok bahan bakuuntuk
pabrik. Bahan baku tersebut harus memenuhi persyaratan ISPOtermasuk petani atau
kebun lain yang memasok bahan baku kepabrik.Grup perusahaan perkebunan dapat
sedangkan contoh yang diambil dalam melakukan surveilanceadalah 0,6√y dan juga
SSRP ISPO. Lembaga sertifikasi yang disetujui olehKomisi ISPO akan melakukan
sawit lestari, misalnya pihak ketiga yang independen (antaralain sub kontraktor
dan membuat laporan sesuai dengansistem rantai pasok ke Komisi ISPO. 110
2. Pendaftaran
109
Ibid.
110
Ibid.
nomor atau kode oleh Komisi ISPO, yang selanjutnya merupakanbagian dari
Secara garis besar, Perusahaan yang telah memiliki SSRP ISPO, secara
111
Ibid.
112
Ibid.
yang berkelanjutan.
d. Proses Sertifikasi
entitas lain yang terlibat (misalnya dipekerjakan secara permanenatau lepasan seperti
indikator, auditor dan daftar periksa atau setara,dan dokumentasi lainnya. Lembaga
(modelrantai pasokan untuk diaudit), durasi dan biaya berkaitan dengan auditserta
merinci hak dan kewajiban dari lembaga sertifikasi sertakliennya. Kontrak tersebut
harus mencakup hak klien untukmengajukan keberatan terhadap proses audit, dan
rinciandan laporan proses sertifikasi dari semua sistem sertifikasi lain yang diperoleh
kualitas, dll), termasuk rincian kontrakdengan lembaga sertifikasi lain yang terlibat
kegiatan sertifikasi.
apapun atau wilayah operasiyang meragukan dalam proses sertifikasi. Apabila sistem
telah dimiliki (seperti keamanan pangan, kualitas, dan lain-lain).Hal tersebut akan
ISPO, harus dilakukan pada audit selanjutnya. Jika hal initerjadi, peninjauan akan
keputusan dari Komisi ISPO. Klien diberitahu mengenai tindakan apa yang harus
113
Ibid.
114
Ibid.
sertifikasi, informasi tambahan, hasil diskusi termasuktemuan tim audit yang bersifat
rantai pasok dengan fasilitas pengolahan yang berbeda yangdikelola dalam satu
jangka waktu 3 (tiga) bulansetelah audit, maka audit ulang lengkap wajib dilakukan.
115
Ibid.
116
Ibid.
117
Ibid.
minyak sawit bersertifikat yang telah atau akan segeradikirimkan, berupa penundaan
118
Ibid.
119
Ibid.
ISPO meliputi : nomor telepon dan faksimile, alamat emaildan lingkup sertifikasi
diterbitkan. 120
sertifikat periode pertama berakhir, akan diadakan auditulang secara lengkap untuk
ISPO tidak melebihi jumlahminyak kelapa sawit yang dijual dalam jangka waktu
120
Ibid.
121
Ibid.
Panduan audit secara umum menggunakan ISO 19011-2002 atau SNI 19-
1. SSRP ISPO
122
Ibid.
123
Ibid.
setelahhasil audit disepakati, maka audit lengkap wajib dilakukan. Survailance pada
sertifikasi Prinsip dan Kriteria ISPO merupakan praaudit Sertifikasi Rantai Pasok.
(NC) dinyatakan Major (tidak dikenal Minor). Sertifikat Prinsip dan Kriteria ISPO
Apabila NC tidak diselesaikan dalam jangka waktu 6 (enam) bulansetelah hasil audit
disepakati, maka audit lengkap wajib dilakukan.Masa berlaku sertifikat Prinsip dan
124
Ibid.
125
Ibid.
126
Ibid.
membidangiperkebunan. 127
c. Keanggotaan
127
Ibid.
128
Ibid.
danadministrasi lainnya”.
129
Ibid.
130
Ibid.
yaitu : “Hukum bukanlah kosmos kaidah yang otonom. Lebih dari itu adalah bahwa
hukum merupakan kompleks kaidah, hukum tidaklah gejala netral. Hukum berada
131
Ibid.
legislation, dalam bahasa Belanda disebut wetgeving, dan dalam bahasa Jerman
132
Prasetijo Rijadi dan Sri Priyati, Memahami Hukum : Dari Konstruksi sampai
Implementasi, (Jakarta : Rajawali Pers, 2009), hal. 28.
133
JJ. H. Bruggink, B. Arief Sidharta (alih bahasa), Refleksi Tentang Hukum : Pengertian-
Pengertian Dasar Dalam Teori Hukum, (Bandung : Citra Aditya, 2011), hal. 39.
daerah”. 134
law and state). Aliran teori hukum murni merupakan suatu pengembangan dari teori
dapat dibuat dari undang-undang. Menurut W. Friedman, inti ajaran teori hukum
berpendapat bahwa :
“Sistem hukum itu merupakan suatu hierarki dari hukum. Pada hierarki itu,
suatu ketentuan hukum tertentu bersumber pada ketentuan yang lebih tinggi
134
Ade Saptomo, dalam Prasetijo Rijadi dan Sri Priyati, Loc.cit., hal. 48.
135
Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hal. 57-58.
oleh gurunya, Hans Kelsen. Hans Nawiansky mengembangkan teori tersebut dan
membuat tata susunan norma hukum negara (die stufenordnung der rechtsnormen)
dicetuskan Hans Kelsen dan dikembangkan Hans Nawiansky. Meskipun teori ini
sudah lahir jauh hari sebelum Indonesia lahir, namun hierarki dimaksud masih
Indonesia. Penerapan stufenbau tersebut dapat dilihat dalam Ketetapan MPR No.
136
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan : Dasar-Dasar dan
Pembentukannya, (Yogyakarta : Kanisius, 1997), hal. 39.
Undangan dan diperbaharui lagi dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang
yang berada di atasnya, maka untuk pengaturan dariperaturan tersebut tidak termasuk
ayat (2) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011, adanya frase “atau dibentuk
137
Pasal 2, Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-Undangan, menyatakan bahwa : “Tata urutan peraturan perundang-undangan
merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum dibawahnya. Tata urutan peraturan perundang-
undangan Republik Indonesia adalah : 1) Undang-Undang Dasar 1945; 2) Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia; 3) Undang-Undang; 4) Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu); 5) Peraturan Pemerintah; 6) Keputusan Presiden; 7) Peraturan Daerah”.
Pasal 4 ayat (1), Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-Undangan, menyatakan bahwa : “Sesuai dengan tata urutan peraturan
perundang-undangan ini maka setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan
dengan aturan hukum yang lebih tinggi”.
Pasal 4 ayat (2), Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-Undangan, menyatakan bahwa : “Peraturan atau Keputusan Mahkamah Agung,
Badan Pemeriksa Keuangan, Menteri, Bank Indonesia, Badan, Lembaga, atau komisi yang setingkat
yang dibentuk oleh Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang termuat dalam tata
urutan peraturan perundang-undangan ini”.
138
Pasal 7 ayat (1), Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, menyatakan bahwa : “Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri
atas : a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat; c) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d)
Peraturan Pemerintah; e) Peraturan Presiden; f) Peraturan Daerah Provinsi; dan g) Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota”.
lain :
Agraria;
3). Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Lingkungan Hidup;
15). Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran
Penggunaan Pestisida;
19). Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang HGU, Hak Milik, Hak Pakai
Atas Tanah;
20). Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan
21). Keputusan Presiden No. 84/P tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu
II;
22). Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara;
23). Peraturan Presiden No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi
pabrik kelapa sawit yang melakukan sertifikasi ISPO. Indikator tersebut terdiri dari
dijadikan dan dianggap sebagai sumber hukum, yaitu Peraturan Menteri Pertanian
yang berada di atasnya untuk pengaturannya maka Peraturan Menteri Pertanian No.
139
Alvi Syahrin, “Industri Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan : Aspek Hukum
Lingkungan Hidup dalam Industri Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (Tinjauan terhadap
Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa
Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO)”, Op.cit.
perkebunan di Indonesia adalah tidak termasuk ke dalam jenis dan hierarki peraturan
Tahun 2011, ada frase “atau dibentuk berdasarkan kewenangannya”. Oleh karena itu,
adalah terpenuhi.
Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
140
A. Hamid S. Attamimi dalam Arif Christiono Soebroto, “Kedudukan Hukum
Peraturan/Kebijakan Dibawah Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas”, (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia : Biro Hukum
BAPPENAS, Tanpa Tahun), hal. 2.
141
Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-Undangan (1) : Jenis, Fungsi, Materi Muatan,
(Yogyakarta : Kanisius, 2007), hal. 105-106. Menyatakan bahwa : “Tidak semua Menteri mempunyai
kewenangan dalam bidang pembentukan peraturan perundang-undangan, oleh karena Menteri
Koordinator, dan Menteri Negara tidak merupakan lembaga-lembaga pemerintah dalam perundang-
undangan. Menteri yang dapat membentuk peraturan yang mengikat umum adalah Menteri
Departemen, sedangkan Menteri Koordinator dan Menteri Negara hanya dapat membuat peraturan
yang bersifat intern, dalam lingkungannya sendiri, jadi tidak berwenang membentuk peraturan yang
mengikat umum”.
142
Arif Christiono Soebroto, Op.cit., hal. 3.
Lebih lanjut, jika ingin mengetahu apakah Peraturan Menteri Pertanian No.
mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau
1. “Peraturan Tertulis;
2. Memuat Norma Hukum yang mengikat secara umum;
3. Dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang adalah
pejabat/lembaga yang berwenang untuk membuat aturan tertulis
berdasarkan kewenangan atribusi atau delegasi oleh UUD atau UU atau
peraturan perundang-undangan yang lain”.
“Awal Maret nanti sudah dimulai proses sertifikasi ISPO, sertifikasi ISPO
akan dilakukan khusus sertifikasi bagi perusahaan perkebunan. Sedangkan
untuk perkebunan rakyat akan diatur dalam peraturan tersendiri. Pada tanggal
31 Desember 2012 ini seluruh perusahaan sawit di Indonesia harus sudah
mengantongi sertifikasi ISPO. Karena itu, perusahaan perkebunan dapat
segera melakukan sertifikasi.
143
Harian Media Indonesia, “Sertifikasi ISPO Dimulai Maret 2012”, diterbitkan pada Selasa,
28 Februari 2012.
perkebunan di Indonesia adalah sertifikasi ISPO menjadi wajib dan mengikat kepada
dilaksanakan maka dapat diberlakukan sanksi yang tertera dalam Pasal 4 ketentuan
kelas kebun terjadi, maka penjualan kelapa sawit suatu perusahaan akan menjadi
kelapa sawit yang mengelolaTBS dari kebun yang diturunkan kelasnya tersebut.
kelapa sawit berkelanjutan sesuai dengan tuntutan pasar. 144 Tetapi menurut
perusahaan perkebunan, sertifikasi ISPO adalah salah satu bentuk pungutan yang
dilegalkan oleh Pemerintah. Pungutan dalam artian kewajiban sertifikasi ISPO sudah
pasti membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Lebih detail lagi adalah adanya
fakta yang diketahui bahwa ISPO ini tidak diakui di pasar Eropa, tidak seperti
RSPOyang secara global diakui keberadaannya. 145 Hal ini menjadi dilema bagi
melaksanakan ISPO.
setiap perusahaan perkebunan kelapa sawit, yang secara hukum berlaku secara sah
melalui produk hukum Peraturan Menteri Pertanian. Sanksi dan ketentuannya telah
144
Pasal 2, Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman
Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
145
Harian Kontan, “Bernadette Christina Munthe : Hanya Eropa yang Menuntut RSPO”,
diterbitkan Selasa, 06 Desember 2011.
bentuk komitmen yang nyata dalam upaya untuk menciptakan produk kelapa sawit
yang berkelanjutan.
terpadu, infrastruktur yang baik, kesehatan dan pendidikan yang memadai, besarnya
di Indonesia.
banyak barang dan jasa di masa yang akan datang. Faktor-faktor utama yang
111
Universitas Sumatera Utara
menentukan tingkat investasi adalah suku bunga, prediksi tingkat keuntungan,
yaitu 147 :
Oleh karena itu, pertumbuhan investasi yang baik bagi perkebunan kelapa
146
Sadono Sukirno, Makro Ekonomi Teori Pengantar, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada,2004), hal. 122.
147
Ibid., hal. 122.
148
Ida Bagus Rahmadi Supancana, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung di
Indonesia, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2006), hal. 4-8.
Indonesia pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 (dua) periode, pertama adalah pada
kurun waktu pra-kemerdekaan, yang dimulai pada abad ke-17, yang seiring dengan
adanya revolusi industri di Eropa maka dalam masa tersebut berdatangan investor
mentah bagi industrinya yang sekaligus untuk memasarkan hasil produksinya. 149
kelapa sawit, teh, karet, dan seterusnya, sektor pertambangan. Menyusul kemudian
adanya hak atas tanah yang diberikan oleh Belanda kepada Negara Eropa lain,
Dengan adanya pendudukan Jepang pada tahun 1942, investasi terhenti sama
sekali dan telah terjadi kemerosotan aset maupun kemampuan modal investor secara
drastis. Pada era pasca kemerdekaan yang dimulai dari tahun 1945,penataan
Penanaman Modal Asing yang berhasil sedikit demi sedikit menarik investor asing
baik dari Amerika maupun Jepang, namun dengan tindakan nasionalisasi sepihak,
149
I. A. Budhivaya, “Bahan Kuliah Hukum Investasi : Pokok-Pokok Pemahaman Penanaman
Modal Langsung Serta Lingkup Hukum Investasi di Indonesia”, (Surabaya : Fakultas Hukum
Universitas Narotama, tanpa tahun), hal. 30.
Modal Asing dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
Pemerintah Belanda pada tahun 1799, investasi di Indonesia pertama kali dikenal
dikeluarkannya “Agrarische Wet”. 151 Dengan peraturan tersebut maka modal asing
yang berasal dari negara Eropa yang mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah
Belanda, melalui pengawasan yang ketat dari pemerintah daerah jajahan. Dalam
dibuka untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia. Sedangkan, bidang usaha lain,
150
Ibid., hal. 30-31.
151
Agrarische Wet 1870 sebagai reaksi atas kebijakan pemerintah Hindia-Belanda di Jawa.
Latar belakang dikeluarkannya Agrarische Wet antara lain karena kesewenangan pemerintah
mengambil-alih tanah rakyat. Politikus liberal yang saat itu berkuasa di Belanda tidak setuju dengan
tanam paksa di Jawa dan ingin membantu penduduk Jawa sambil sekaligus keuntungan ekonomi dari
tanah jajahan dengan mengizinkan berdirinya sejumlah perusahaan swasta. Agrarische Wet
memastikan bahwa kepemilikan tanah di Jawa tercatat. Tanah penduduk dijamin sementara tanah tak
bertuan dalam sewaan dapat diserahkan. Agrarische Wet ini dapat dikatakan mengawali berdirinya
sejumlah perusahaan swasta di Hindia-Belanda. Agrarische Wet sering disebut dengan Undang-
Undang Gula 1870, sebab kedua undang-undang itu menimbulkan hasil dan konsekuensi besar atas
perekonomian di Jawa. Lihat : Boedi Harsono, Hukum Agraria Jilid I, Sejarah Pembentukan Undang-
Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Djambatan, 2005).
Namun, pada pertengahan abad ke-19 sektor yang dibuka untuk penanaman
modal asing makin diperluas, dengan diberlakukan ketentuan bahwa modal Eropa
diizinkan untuk menyewa (pacht) tanah yang belum digarap dengan jangka waktu 25
(dua puluh lima) tahun. 153 Sampai tahun 1900-an terus dilakukan penarikan investasi
dari Eropa, namun hampir seluruhnya di bidang perkebunan dan pertanian, sampai
pada tahun 1920 hanya tercatat 2 (dua) industri besar, yaitu : British American
Tobacco (BAT – pabrik rokok) dan General Motor (pabrik perakitan mobil), tentu
saja disamping pabrik-pabrik gula sebagai proses akhir perkebunan tebu, pabrik
tekstil untuk perkebunan kapas, penggilingan padi, kilang minyak kelapa atau sawit
usaha, antara lain : gula 15% (lima belas persen); karet 17% (tujuh belas persen);
pertanian lain 13% (tiga belas persen); pertambangan 19% (sembilan belas persen);
pengangkutan sarana umum 14% (empat belas persen); dan sektor manufaktur 2%
(dua persen). Pada saat pendudukan Jepang pada tahun 1942 – 1945, kegiatan
152
I. A. Budhivaya, Op.cit., hal. 31.
153
Isu terpenting dalam Agrarische Wet 1870 adalah pemberian hak erfpacht, semacam Hak
Guna Usaha yang memungkinkan seseorang menyewa tanah terlantar yang telah menjadi milik negara
yang selama maksimum 75 (tujuh puluh lima) tahun sesuai kewenangan yang diberikan eigendom
(kepemilikan), selain dapat mewariskannya dan menjadikan agunan. Ada 3 (tiga) jenis hak erfpacht,
yaitu : 1) Hak untuk perkebunan dan pertanian besar, maksimum 500 bahu dengan harga sewa
maksimum lima florint per bahu; 2) Hak untuk perkebunan dan pertanian kecil bagi orang Eropa
“miskin” atau perkumpulan sosial di Hindia-Belanda, maksimum 25 bahu dengan harga sewa satu
florint per bahu (tetapi pada tahun 1908 diperluas menjadi maksimum 500 bahu); 3) Hak untuk rumah
tetirah dan pekarangannya (estate) seluas maksimum 50 bahu. Lihat : Boedi Harsono, Op.cit.
154
I. A. Budhivaya, Op.cit., hal. 31-32.
Banyak peralatan industri yang dikirim ke luar Indonesia, demikian juga tenaga
kerjanya. Selain itu juga adanya pelarangan impor bahan mentah atau bahan baku
sebenarnya pada saat itu pulalah secara yuridis, Indonesia telah memperoleh
kenegaraan yang harus dihadapi masih belum memungkinkan untuk secara serius
mendapat pengakuan dari Belanda), keadaan penanaman modal asing masih stagnan.
merupakan penanaman modal asing. Namun, pada tahun itu telah digagas suatu
satu perwujudan dari kebijakan umum di bidang ekonomi, serta dimaksudkan pula
155
Ibid., hal. 31-32.
156
Ibid., hal. 32.
kaum moderat, yang mempunyai konsep bahwa pemerintah tidak perlu ikut campur
peranan modal asing harus tetap merupakan faktor yang menentukan dalam
Pada tahun 1953, pemerintah menyusun RUU Penanaman Modal Asing, yang
masuknya modal asing pada beberapa bidang usaha tertentu. Sampai tahun 1956,
157
Didy Ika Supryadi, “Sejarah Ekonomi Indonesia Sejak Orde Lama Hingga Pemerintahan
Reformasi”, http://www.scribd.com/doc/51139549/SISTEM-EKONOMI-INDONESIA., diakses pada
11 Oktober 2012.
158
Glass Burner, dalam Yahya A. Muhaimin, Bisnis dan Politik, (Jakarta : LP3ES, 1991), hal.
25.
159
I. A. Budhivaya, Op.cit., hal. 33.
penyempurnaan oleh Kabinet, dan barulah pada tahun 1958 disetujui oleh
Parlemen. 160
nasionalisasi secara sepihak, tanpa adanya kompensasi bagi investor asing yang
belum siap untuk menjalankan perusahaannya sendiri, maka berdampak pula pada
160
Ibid., hal. 33-34.
161
Ibid., hal. 34.
162
Ibid.
bahwa 164 :
inflasi, serta membuka peluang yang luas bagi penanaman modal asing yang
penanaman modal asing dari Konferensi Jenewa yang diadakan pada bulan
a. “Kebijaksanaan
163
Ibid.
164
Thee Kian Wie (Editor), Pelaku Berkisah Ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990-an,
(Jakarta : Buku Kompas, Desember 2005), hal. 106-111.
165
I. A. Budhivaya, Loc.cit., hal. 35.
166
Ibid., hal. 35-36.
b. Jangka Waktu
Beberapa industri yang kapital dan labor intensif dalam pertambangan
dan manufacture diperlukan jangka waktu lebih dari 30 tahun, yang
dianggap terlalu singkat dibandingkan resiko usahanya, dilain pihak
transfer tehnologi juga tidak dapat dilakukan.
c. P a j a k :
1) Pajak keuntungan sebesar 60% dinilai terlalu tinggi, apabila
ditetapkan menjadi 25% akan menjadi menarik bagi investor.
2) Perijinan untuk boleh mentransfer pandapatan pekerja asing
maksimum 20% dengan maksimum nilai US$.400 / bulan dianggap
terlalu rendah, hal tersebut akan menghalangi highly skilled managers
and technicians yang akan masuk ke Indonesia.
3) Perlu penyederhanaan ketentuan perpajakan (secara paket dan bukan
setiap kegiatan di potong pajak sendiri-sendiri).
d. Peraturan Perburuhan :
Perlu dibuatkan peraturan yang “wajar dan seimbang”, tidak saja hak
buruh melainkan juga kewajiban kewajibannya.
g. Infrastruktur
Perlu direalisir infrastruktur yang diperlukan bagi kelancaran PMA,
namun terintegrasi dengan infrastruktur umum.
h. Pertumbuhan Usaha
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Sebagai catatan dalam waktu yang
yang karena Undang-Undang Penanaman Modal Asing dianggap lebih penting dan
sempat mengalami stagnasi pada masa Orde Lama. Usaha pemerintah tersebut
secara bertahap dengan target-target yang jelas sangat dihargai oleh Negara-negara
Barat. Menjelang akhir tahun 1960-an, atas kerja sama dengan Bank Dunia, IMF,
dan ADB (Bank Pembangunan Asia) dibentuk suatu kelompok konsorsium yang
komunis, Indonesia bisa mendapat bantuan dana dari pihak Barat. Pada saat itu
memang Indonesia merupakan satu-satunya Negara yang sangat anti komunis dan
kelapa sawit, dukungan kebijakan yang berasal dari sektor lain dan kebijakan
168
Didiek H. Goenadi, et.al., “Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit di
Indonesia”, (Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Juli 2005), hal. 36-37.
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang lahir pada tanggal 26 April 2007
Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Jo. Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 tentang
Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 Jo. Undang-
Undang No. 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, dirasa sudah
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam
modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk
terbatas pada penanaman modal langsung, dan tidak termasuk penanaman modal
adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan
modal dalam negeri. Penanam modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk
penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun
Indonesia. Namun demikian, tanpa disadari bahwa kondisi tersebut akan menjadikan
yang diberikan kepada penanam modal asing menjadikan bangsa Indonesia bagaikan
2. Pihak investor;
Dalam pengaturan penanaman modal yang lama, hanya pihak asing yang
berbentuk badan hukum yang dapat melakukan penanaman modal asing
(Pasal 3 ayat 1), sedangkan pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2007
membuka kesempatan bagi Negara, Perseorangan, Badan Usaha, Badan
Hukum yang berasal dari luar negeri dapat menanamkan modalnya di
Indonesia.
169
Rahayu Hartini, “Analisis Yuridis UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal”,
Jurnal Humanity, Vol. IV, No. 1, September 2009, hal. 51.
6. Pajak;
Pengaturan penanaman modal asing yang lama memberikan fasilitas
berupa keringanan pajak yaitu tax holiday bagi investor asing. Sedangkan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tidak hanya fasilitas pajak saja
namun juga fasilitas fiskal. Fiskal cakupannya lebih luas daripada pajak
karena pajak hanyalah bagian dari fiskal. Hal ini lebih menguntungkan
bagi investor asing.
8. Peranan daerah.
Kesempatan bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di
Indonesia juga terbuka lebih luas, karena dalam Undang-Undang No. 25
Tahun 2007, Pemerintah Daerah diberi otonomi seluas-luasnya untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan penyelenggaraan penanaman
modal berdasarkan asas otonomi dan tugas bantuan”.
dicermati dengan jernih dalam praktek, kurangnya minat investor asing untuk
kutipan liar dalam mengurus perizinan, sering terjadinya unjuk rasa di berbagai kota,
dan penyelesaian sengketa yang terlalu lama jika harus melalui pengadilan itulah
2007 terus diberlakukan bukan hal yang mustahil dalam jangka panjang para investor
Beralih ke kelapa sawit, pelaku industri dan pemerintah harus belajar dan
sebagai pertentangan dari kebiasaan yang selama ini dilakukan dengan cara
merambah dan merampas lahan. Perkebunan kelapa sawit harus dibangun di lahan-
lahan tidur. Jangan ada lagi hutan yang dikonversi untuk perkebunan. Metode
170
Ratna Keumala (Alih Bahasa), “Tanaman ‘Emas’? Kelapa Sawit Pasca Tsunami di Aceh”,
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Eye on Aceh, September 2007, hal. 6.
171
Ibid., hal. 6-7.
pupuk kompos untuk dipergunakan daripada dibakar. Perkebunan kelapa sawit dan
pengelola fasilitas pengolahan harus membayar upah pekerja sesuai dengan standar
dan kondisi, serta memberikan perlengkapan kenyamanan kerja bagi para pekerja.
Pemerintah lokal dan kelompok masyarakat sipil harus membangun kapasitas petani
perkebunan rakyat dalam membentuk koperasi dagang agar bisa menuntut harga dari
tandan buah segar yang adil, dan memastikan bahwa mereka tidak terlalu bergantung
pada perusahaan untuk membeli hasil panen mereka agar bisa diproses. 172
Kepemilikan fasilitas pabrik kelapa sawit mini bagi perkebunan rakyat yang
dikelola oleh koperasi petani harus didorong. Program pendidikan yang didukung
oleh pemerintah tentang bahaya dari penggunaan, tinggal berdekatan, dan memakan
berbagai jenis makanan yang mengandung pestisida dan herbisida, juga harus
Unsur yang sangat penting dalam sistem hukum investasi adalah sinkronisasi
172
Ibid., hal. 7.
173
Ibid., hal. 7.
transparansi dan kepastian hukum. Bagi calon investor, adanya transparansi dalam
proses dan tata cara penanaman modal akan menciptakan suatu kepastian hukum
calon investor yang sering kali mengakibatkan biaya yang cukup mahal. 174 Oleh
tersebut seharusnya dibuat dalam bentuk peraturan yang lebih tinggi lagi dari
Peraturan Menteri. Hal ini dikarenakan peraturan menteri dapat berubah-ubah seiring
minyak sawit. Para anggota RSPO, dan para peserta dalam aktivitas-aktivitas RSPO
berasal dari berbagai latar belakang berbeda, yang meliputi perusahaan perkebunan,
Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup dan LSM Sosial serta dari berbagai negara
penghasil atau pengguna minyak sawit. Tujuan utama RSPO adalah “untuk
melalui kerja sama dalam mata rantai pemasokan dan membuka dialog antara para
pengambil keputusannya”.
174
Ida Bagus Rahmadi Supancana, Op.cit., hal. 5.
air, tanah dan udara akibat penggunaan kimia, pertanian, pestisida, herbisida dan
pupuk kimia, lingkungan hidup, pembukaan dan konversi hutan, pengeringan dan
kanalisasi lahan dan hutan gambut. Pada 2006 Wetlands International dan Delft
(1997-2006) rata rata 1400 megaton emisi CO2 per tahun berasal dari pembakaran
dan drainase. Emisi karbon akan makin meningkat di masa yang akan datang bila
enam ribu tiga ratus tujuh puluh sembilan koma nol enam hektare), Riau 792,618.08
Ha (tujuh ratus sembilan puluh dua ribu enam ratus delapan belas koma nol delapan
hektare) dan Kalimantan Tengah 239,388.93 Ha (dua ratus tiga puluh sembilan ribu
tiga ratus delapan puluh delapan koma sembilan puluh tiga hektare). Sementara itu,
perkebunan sawit seluas 1,7 juta hektar (satu koma tujuh hektare). 175
yang tidak mengindahkan RSPO, minyak sawit yang dihasilkan Pabrik Kelapa Sawit
(selanjutnya disebut PKS) tidak laku dijual di pasar Eropa. Tidak lakunya CPO
Indonesia di pasar Eropa merupakan suatu ketidakadilan. Tidak adilnya terlihat dari
berubahnya semangat awal adanya RSPO yang kini tidak lagi sebagai nilai tambah
175
Marcus Colchester, “Masyarakat Punya Hak Menerima dan Menolak Investor Kelapa
Sawit”, disampaikan pada Lokakarya Kelapa Sawit di Hotel Matoa, 16 September 2008.
bahwa 176 :
“Kesepakatan dalam RSPO tidak fair bagi Indonesia, sebab perusahaan yang
sudah memiliki sertifikat RSPO tidak mendapatkan harga premium sesuai
kesepakatan awal. Untuk mendapatkan sertifikat RSPO biayanya tidak murah
sehingga menimbulkan high cost bagi CPO tapi ternyata tetap tidak
mendapatkan harga premium.
Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) tapi tetap saja salah satu yang
menguntungkan adalah pasar Eropa. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi
adalah dengan menambah lahan. Tetapi hal ini sulit dilakukan karena kebanyakan
lahan perkebunan sulit untuk dibebaskan tanahnya. Cara lain adalah dengan
menggunakan RSPO. Keberlanjutan lingkungan adalah salah satu hal yang mutlak
perlu untuk dipertahankan daya dukung dan daya tampungnya. Dengan demikian
masyarakat lokal dan penolakan produk oleh masyarakat internasional. Oleh karena
itu, RSPO merupakan pilihan yang harus diambil oleh industri minyak sawit dewasa
ini. Dalam konteks ini RSPO bukan semata-mata sebagai “tameng” yang
melegitimasi ketaatan hukum dan kepedulian sosial dan lingkungan industri minyak
176
Majalah Tempo, “Persyaratan RSPO Dinilai Tak Adil Bagi Indonesia”, diterbitkan
Minggu, 14 November 2010.
ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan. Tidak ada salahnya untuk menerapkan
Meskipun tidak ada sanksi hukum bagi industri minyak sawit yang tidak
industri sawit yang mengikuti RSPO telah dikelola secara legal. Pemenuhan prinsip
dan kriteria RSPO penting bagi perusahaan untuk meminimalisir risiko pelanggaran
Industri sawit telah menjadi rezim tersendiri semenjak booming komoditi ini
dalam dua dekade terakhir. Indonesia, bersama Malaysia, menjadi pusaran ekspansi
industri sawit dunia. Minyak sawit, tidak hanya untuk kebutuhan makanan,
komestik, hingga pakan ternak, tetapi diperkirakan sebagai kandidat utama energi
alternatif terbarukan, menggantikan energi fosil yang menipis. Mata dunia mengarah
sisi, tetapi biaya sosial dan lingkungan yang harus dikorbankan untuk menopangnya
sangat besar di sisi lain. Kalangan pasar dan konsumen global merespon dengan
177
Harian Analisa, “Saurlin Siagian : Menakar RSPO dan ISPO”, diterbitkan Senin, 04 Juni
2012.
ISPO memiliki sanksi penurunan kelas kebun apabila tidak diimplementasikan. 178
Tabel 5.
Perbandingan RSPO dan ISPO
RSPO ISPO
Standar yang disusun oleh asosiasi nirlaba pemangku Standar yang mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian
kepentingan terkait kelapa sawit atas desakan konsumen No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tanggal 29 Maret 2011
Uni Eropa. Di luar Uni Eropa, belum ada tuntutan yang diterbitkan dalam rangka pemenuhan sustainability
konsumen untuk menerapkan sustainability seperti RSPO. sebagai amanah UUD 1945.
Tidak ada prasyarat bagi perusahaan perkebunan kelapa Ada prasyarat yakni penilaian usaha perkebunan (Kelas I,
sawit untuk sertifikasi RSPO. Kelas II, dan Kelas III) hanya yang dapat mengajukan
permohonan sertifikasi ISPO.
RSPO memiliki 8 prinsip, 39 kriteria, dan 139 indikator ISPO memiliki 7 prinsip, 41 kriteria, dan 126 indikator.
(65 indikator mayor dan 74 indikator minor). Tidak ada indikator mayor dan minor, karena seluruh
indikator merupakan hal-hal yang diminta peraturan
perundangan yang berlaku di Indonesia sehingga bersifat
wajib dipenuhi.
Sumber : Data Sekunder yang diolah, terdiri dari : 1) RSPO, “Prinsip dan Kriteria RSPO Untuk
Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan”, Dokumen Panduan, Naskah Final untuk
Kelompok Kerja Kriteria RSPO, Maret 2006; 2) dan Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO).
tuntutan dan keinginan konsumen negara maju sehingga korporasi secara sukarela
kewajiban (mandatory) bagi produsen sawit oleh pemerintah Indonesia. Ditinjau dari
segi bangunan organisasi, ISPO harus banyak belajar dari RSPO, meski tentunya
178
Pasal 4 Jo. Pasal 3, Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang
Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, menyatakan bahwa : “Perusahaan
Perkebunan Kelapa Sawit Kelas I, Kelas II, atau Kelas III sampai dengan batas waktu 31 Desember
2014 belum mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikat ISPO, dikenakan sanksi
penurunan kelas kebun menjadi Kelas IV”.
bangunan organisasinya hingga saat ini. Cara paling awam untuk mengetahui
semacam Sucofindo, TUV, dan SAI Global adalah auditor yang dipakai oleh ISPO
yang sudah lebih dulu minta oleh RSPO untuk mengaudit anggota-anggotanya yang
praktek di lapangan. Setiap tahun, termasuk di tahun jeda ekspansi sawit ini (2011
dan 2012), fakta menunjukkan laju pengrusakan hutan tidak pernah berhenti. Hingga
Juni 2011, ekspansi sawit sudah mencapai 11,5 juta hektar, meroket dari sekitar 7,5
179
DatajumlahkonflikakibatoperasiperkebunankelapasawitinidiolahdaridatabasekonflikSawitWatch,sebu
ahjaringanorganisasinon-
pemerintahdanindividu,didirikantahun1998,yangprihatindenganmakinmeluasnyadampakpembanguna
nperkebunankelapasawitterhadapketidakadilansosialdanpenurunankualitaslingkunganhidupdiIndonesi
a.KegiatanutamaSawitWatchadalahmelakukaninvestigasikasusdanrisetkebijakan;memantaukebijakan,
programdankeuangannasionaldaninternasionalpadasektorkelapasawit;kampanyepenyadaranpublik;fasi
litasidanpendampinganmasyarakat. Lihat : Andiko dan Norman Jiwab, Panduan Dasar Bagi Aktifis
konflik yang berkaitan dengan perkebunan sawit tercatat 514 kasus (lima ratus empat
belas kasus), bandingkan dengan jumlah konflik tahun 2010 yang meningkat menjadi
633 kasus (enam ratus tiga puluh tiga kasus). 181 Dari sekitar 4 juta (empat juta) buruh
kebun sawit skala besar, hanya sepertiga yang berstatus buruh tetap, selebihnya
adalah buruh harian lepas, dan kernet yang tidak terdokumentasi, tidak digaji layak,
dibangun RSPO dan ISPO, baik domestik maupun internasional, masih sulit
menaruh kepercayaan, ketika hutan masih terus dicederai, hak-hak buruh kebun dan
masyarakat lokal masih termarjinalkan. Tidak lupa, proyek Dinas Pertanian bernama
dan Masyarakat : Memahami dan Memantau Pelaksanaan Peraturan dan Hukum oleh Perusahaan
Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia, (Bogor : Sawit Watch, Januari 2012), hal. 1.
180
Achmad Sodiki, “Kebijakan Pertanahan Dalam Penataan Hak Guna Usaha Untuk Sebesar-
Besar Kemakmuran Rakyat”, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional dengan tema
Penanganan dan Penyelesaian Konflik Agraria sebagai Kewajiban Konstitusi, yang diselenggarakan
oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Jakarta, 13 Maret 2012, hal. 7.
181
Ibid.
182
Website Resmi Kementerian BUMN, “Saurlin Siagian : Rejim Minyak Sawit, Menakar
RSPO dan ISPO”, http://www.bumn.go.id/ptpn8/galeri/artikel/rejim-minyak-sawit-menakar-rspo-dan-
ispo/., diakses pada 18 Oktober 2012.
183
Ibid.
upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan
hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa
184
Harian Investor Daily, “Sejumlah Perusahaan Kantongi ISPO”, diterbitkan Rabu, 28
Desember 2011.
185
Johny Sudharmono, Be G2C Good Governed Company : Panduan Praktis Bagi BUMN
Untuk Menjadi G2C – Good Governed Company dan Mengelolanya Berdasarkan Suara Hati,
(Jakarta : Elex Media Komputindo, 2004), hal. 50.
5. Etika kerja. GCG lebih banyak mengatur komisaris dan direksi, namun
prinsip-prinsip GCG harus diangkat menjadi etika kerja perusahaan.
Diperlukan penerapan prinsip-prinsip GCG dalam perilaku kerja karyawan
perusahaan”.
Tujuan akhir dari penerapan GCG ini adalah untuk pematuhan peraturan
perusahaan perkebunan kelapa sawit menerapkan GCG secara tidak langsung, maka
Walaupun RSPO sudah ada terlebih dahulu, tetapi tujuan ISPO yang dibuat
berpartisipasi dalam mitigasi emisi gas rumah kaca, termasuk juga untuk merespon
Meski ISPO wajib bagi semua perusahaan dan pengusaha perkebunan sawit,
akan tetapi, terdapat sejumlah prasyarat penting yang wajib diikuti oleh perusahaan
Pasal 17 ayat (1), menyatakan bahwa : “Setiap pelaku usaha budidaya perkebunan
dengan luasan tertentu dan/atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan dengan
kapasitas tertentu, wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP). Kemudian juga
186
Majalah Tropis, “Cara Praktis Kantongi ISPO”, http://majalahtropis.com/palm-oil/palm-
oil1., diakses pada 10 Desember 2012.
sekali, kebun dinilai lagi untuk mendapatkan kelas kebun. Penilaian kebun ini
atas, maka jelas bila perusahaan perkebunan belum memperoleh kelas kebun, jelas
pula belum bisa disertifikasi. Penilaian kebun sebagai prasyarat mendapatkan ISPO
dilakukan oleh petugas penilai yang berasal dari PNS dan bersertifikasi. Perusahaan
perkebunan yang layak diklarifikasi mempunyai kebun Kelas 1, untuk penilaian baik
sekali, Kelas 2 baik, dan Kelas 3 sedang. Ada pula Kelas 4 artinya kurang dan Kelas
5 kurang sekali. Untuk katergori Kelas 1, Kelas 2, dan Kelas 3 dapat mengajukan
187
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Faktor Kunci Meningkatnya Investasi di
Indonesia”, Asisten Bidang Ekonomi Makro, Keuangan dan Ketahanan Pangan, diterbitkan Kamis, 06
Desember 2012.
1) “Revitalisasi Perkebunan;
2) Intensifikasi Tanaman Perkebunan Rakyat;
3) Dukungan Penyediaan Lahan;
4) Dukungan Penyediaan Benih Unggul;
5) Dukungan Infrastruktur;
6) Pengembangan Riset dan Pengembangan;
7) Penyediaan Pembiayaan; dan
8) Meningkatkan Penerapan Pembangunan Berkelanjutan”.
industri perkebunan kelapa sawit telah melakukan upaya demi terwujudnya salah
ini diharapkan menjadi jawaban atas keraguan pasar dunia atas produk kelapa sawit
Indonesia dan merupakan salah satu sektor andalan dalam menghasilkan devisa dan
188
“Seminar ISPO 2011 – Kelangsungan Industri Perkebunan Pasca Diberlakukannya
Permentan No. 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia”,
Loc.cit.
Pungutan Ekspor CPO sebesar US$. 12,4 miliar dan memberikan lapangan kerja
sekitar 3,5 juta kepala keluarga mulai dari on-farm sampai off-farm. 189
yang dilakukan PT. Rea Kaltim Plantation. Kajian ini dapat dilihat dengan penerapan
berupa KeyPerformance Indicator (KPI) oleh PT. Rea Kaltim Plantation, yang
Untuk melihat penerapan ISPO pada PT Rea Kaltim Plantation melalui KPI
Tabel 6.
Pasca Implementasi Sertifikasi ISPO pada PT. Rea Kaltim Plantation Berdasarkan KPI
Mature CPO
FFB Production YPH Oil / Hectare OER FFA
Year Hectare Production
(mt) (mt) (mt/ha) (%) (%)
(HA) (mt)
2009 14,303.43 272,990.30 19.09 65,374.15 4.57 24.00 2.91
189
“Seminar ISPO 2011 – Kelangsungan Industri Perkebunan Pasca Diberlakukannya
Permentan No. 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia”,
diselenggarakan di Grand Aston Cityhall Medan – Sumatera Utara oleh Pusat Informasi Training dan
Informasi Seminar serta Inhouse Training Indonesia pada tanggal 28-29 September 2011.
190
Wawancara dengan Maharlika Wiedhayaka sebagai Corporate Secretary PT. Rea Kaltim
Plantation pada 19Januari 2013.
ketentuan hukum juga dapat dilihat dari dikategorikannya PT. Rea Kaltim Plantation
sebagai perkebunan kelapa sawit kelas I (satu) pada tahun 2012 oleh Dinas
Perkebunan Kabupaten Kutai Kartanegara. Lihat saja pada tabel di atas bahwa luas
areal perkebunan kelapa sawit PT. Rea Kaltim Plantation berkurang beberapa hektar
namun, penghasilan TBS-nya meningkat dari 264 (dua ratus enam puluh empat) ton
menjadi 315 (tiga ratus lima belas) ton. Dengan demikian CPO yang dihasilkan juga
meningkat dari 61 (enam puluh satu) ton menjadi 74 (tujuh puluh empat) ton. Hal ini
menjadi salah satu indikator yang secara langsung memberikan pemahaman bahwa
dilihat lebih spesifik lagi, ke-4 (empat) poin tersebut secara signifikan mampu
Tabel 7.
Perkembangan Investasi Perkebunan Sawit Indonesia Pra dan Pasca Implementasi ISPO
ISPO
PRA PASCA
Tidak dikenalnya klasifikasi Kelas Kebun. Klasifikasi Kelas Kebun telah dikenal.
Kepastian hukum bidang perkebunan belum terwujud. Perwujudan kepastian hukum dibentuk melalui penerapan
ISPO yang banyak mengakomodir peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Dengan tidak terwujudnya kepastian hukum investor Investor mulai melirik pasar perkebunan kelapa sawit di
enggan untuk masuk ke Indonesia. Indonesia.
Sumber : Data Sekunder yang diolah, terdiri dari : 1) RSPO, “Prinsip dan Kriteria RSPO Untuk
Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan”, Dokumen Panduan, Naskah Final untuk
Kelompok Kerja Kriteria RSPO, Maret 2006; 2) dan Peraturan Menteri Pertanian No.
19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO); dan 3) bahan-bahan hukum yang
berkaitan.
(pra) dan sesudah (pasca) diimplementasikannya ISPO perlu melihat dalam rentang
waktu 5 (lima) tahun agar didapat penelitian yang objektif. Namun, disini dalam hal
klasifikasi Kelas Kebun; kepastian hukum bidang perkebunan belum terwujud; dan
dengan demikian apabila tidak terwujud kepastian hukum maka investor-pun akan
enggan untuk masuk ke Indonesia. Tetapi sebaliknya, apabila ISPO sudah diterapkan
secara maksimal dan sudah diberlakukan klasifikasi Kelas Kebun, maka kepastian
hukum akan tercipta. Dengan terciptanya kepastian hukum juga akan mengundang
baru diundangkan pada tanggal 29 Maret 2011 dan baru diberlakukan intensif pada
tanggal 31 Desember 2014, maka sulit sekali untuk melihat perkembangan investasi
ISPO adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam hal ini
Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen
Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberi
tingkat daya saing minyak kelapa sawit Indonesia di pasar dunia. Hal ini dikarenakan
147
Universitas Sumatera Utara
ISPO didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia, maka ketentuan ini merupakan mandatory atau kewajiban yang harus
ini agar perkebunan kelapa sawit patuh terhadap kaidah-kaidah terkait dengan
menyiapkan sanksi jika perusahaan sawit tidak memenuhi ISPO. Ancaman terberat
Ruang lingkup yang disertifikasi adalah kebun sendiri dan Pabrik Kelapa
pemasok TBS dari perkebunan lain jika menerima TBS selain kebun sendiri. Masa
sertifikat ISPO berlaku selama 5 (lima) tahun sebelum dilakukan penilaian ulang (re-
Akhirnya, yang menjadi kunci utama sukses implementasi ISPO ini adalah
191
Harian Medan Bisnis, “Pengelolaan Kelapa Sawit Berpedoman ISPO”, diterbitkan Selasa,
17 Juli 2012.
memenuhi ISPO. Maka ke depan dengan bangga dapat dikatakan kepada dunia
bahwa semua minyak sawit Indonesia adalah minyak sawit lestari, perkebunan
program ini tetap pada penerimaan (market acceptance), beberapa tahun ke depan
Kelapa Sawit Kelas I, Kelas II, atau Kelas III sampai dengan batas waktu 31
Peraturan yang mewajibkan tersebut di atas adalah harus dipatuhi bagi setiap
192
Harian Medan Bisnis, “Henry Marpaung : Pengelolaan Kelapa Sawit Berpedoman ISPO”,
Op.cit.
sawit dan pengolahannya yang terletak di Kalimantan Timur, didirikan pada bulan
Februari 1993. PT. Rea Kaltim Plantation merupakan perusahaan penghasil CPO dan
Palm Kernel (PK) memiliki 6 (enam) sub-wilayah kebun dan 2 (dua) pabrik
pengolahan kelapa sawit. Program kemitraan pengelolaan kebun kelapa sawit inti-
plasma dalam satu atap telah dikembangkan oleh perusahaan untuk mensejahterakan
kelapa sawit inti-plasma dalam satu atap tersebut dilakukan dengan bekerjasama
oleh para pengurus koperasi yang telah mendapatkan pelatihan dari perusahaan.
Bahan baku pabrik pengolahan kelapa sawit berasal dari 6 (enam) sub-wilayah kebun
Bagi PT. Rea Kaltim Plantation yang sudah mendapatkan sertifikasi RSPO
pada tanggal 08 Juli 2011 juga wajib untuk mengimplementasikan ISPO. Untuk
indikatornya mirip dengan RSPO. Oleh karena itu, PT. Rea Kaltim Plantation telah
mematuhi aturan-aturan hukum yang berlaku dan sesuai dengan prinsip dan kriteria
RSPO juga.
193
Surat Control Union Certification perihal Proses Konsultasi dengan Stakeholder PT. Rea
Kaltim Plantation Berdasarkan Interpretasi Nasional Indonesia RSPO P&C tanggal 21 Januari 2011.
sosialisasi dan uji coba terhadap ISPO bersama-sama dengan 10-25 perusahaan
Ivomas Tunggal, PT. Perkebunan Nusantara VI (Persero), Sime Indo Agro, Sumber
Sari Adhrtya Loka (Asian Agro Lestari), Aek Tarum (Sampoerna), dan lain
sebagainya. 194
Sekarang ini, PT. Rea Kaltim Plantation sering dihubungi oleh Komisi
mengimplementasi ISPO. Maka oleh karena itu, PT. Rea Kaltim Plantation mengutus
perwakilannya untuk mengikuti sosialisasi dan pelatihan tersebut. Karena apabila hal
ini tidak diikuti maka akan menjadi permasalahan di kemudian hari dalam
Secretary PT. Rea Kaltim Plantation, menyatakan bahwa : “Apabila ditilik lebih
dalam lagi, ISPO adalah salah satu kutipan pemerintah yang harus diderita oleh
dikarenakan untuk menerapkan sertifikasi ISPO diperlukan biaya yang tidak sedikit.
Sementara itu, ada juga pengaturan sertifikasi RSPO yang kebanyakan indikatornya
194
Hendra Septiawan, “ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil)”,
http://hends86.wordpress.com/category/palm-oil/., diakses pada 21 Oktober 2012.
195
Wawancara dengan Maharlika Wiedhayaka sebagai Corporate Secretary PT. Rea Kaltim
Plantation pada 05 November 2012.
Terkait dengan RSPO yang sudah ada lebih dahulu, ISPO mirip dengan aturan RSPO
harus dijalankan pelaku usaha, sedangkan RSPO bersifat sukarela (voluntary) yang
tidak wajib diikuti pelaku usaha perkebunan dan petani sawit di Indonesia. Namun,
hal ini menjadi acuan bagi ekspor-impor sawit dunia. ISPO tetap mengacu kepada
dikarenakan RSPO dan ISPO merupakan sertifikasi yang berbeda. Kewajiban ISPO
ini merupakan SIM bagi para pengusaha sawit, bersifat mandatory supaya mereka
memiliki pedoman dalam menjalankan kegiatan sawit lestari. 196 Dikarenakan sifat
mandatory – kewajiban inilah ISPO memiliki sanksi yaitu penurunan kelas kebun
yang pada akhirnya berujung pada pencabutan izin usaha perkebunan. Apabila izin
usaha perkebunan dicabut, PT. Rea Kaltim Plantation tidak akan dapat lagi untuk
196
Kementerian Pertanian, “Bayu Khrisnamurthi : ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil)”,
disampaikan dalam Acara Publik ISPO di Jakarta, 04 Januari 2011.
ISPO. Para pelaku usaha perkebunan memiliki waktu sampai dengan tanggal 31
Desember 2014 untuk mendapatkan sertifikat ISPO dengan ketentuan jika tidak
Masalah kepastian hukum terkait ISPO adalah menjadi faktor utama dalam
pengembangan industri kelapa sawit, karena ekspansi industri kelapa sawit ini dapat
yang baik pula. Pengembangan industri sawit membutuhkan investasi besar, karena
banyaknya aset lahan yang menjadi persoalan dari ketidakpastian hukum. Untuk tata
ruang, sudah 3 (tiga) tahun berjalan belum jelas juga. Jadi, apabila kebun tanaman
kelapa sawit masuk kawasan hutan, pengusaha menjadi khawatir karena alas hak dari
contohnya yang menggunakan Hak Guna Usaha untuk perkebunan kelapa sawit.
berkepastian maka akan membuat prospek kelapa sawit menjadi lebih cerah dan
baik.
belum mendapat kelas kebun karena terbatasnya petugas penilai. Ada juga beberapa
kabupaten, petugas penilainya belum tersedia. Kedua kondisi ini menjadi salah satu
pemasok dan Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Kebun pemasok adalah inti, plasma di
bawah satu manajemen (inti). Kebun inti, plasma dan swadaya harus tidak
pasokan Tandan Buah Segar (TBS) dari kebun swadaya (pedagang), maka kebun inti
ISPO. Standar ISPO petani swadaya dan supply chain akan disusun lebih lanjut.
Untuk mendapatkan sertifikat ISPO, kebun inti, plasma dan swadaya harus tidak
bermasalah dengan kepemilikan tanah/kebun seperti : IUP, IUP-B, IUP-P, Hak Guna
197
Wawancara dengan Arifin Lambaga sebagai Presiden Direktur PT. Mutuagung Lestari
selaku perusahaan yang sudah diakreditasi untuk melakukan penilaian terhadap Sertifikasi ISPO, pada
tanggal 28 September 2011.
sesuai dengan persyaratan yang tertera di dalam ISPO. Dokumennya sangat banyak
dan juga menjadi salah satu kendala di dalam sertifikasi karena ada beberapa
bila lolos dilakukan audit lapangan. Audit lapangan biasanya dilakukan 4-5 hari
tergantung pada luasan yang akan diaudit dan juga pada lokasi yang akan diaudit.
ISPO. Komisi ISPO inilah yang kemudian menetapkan apakah pemohon memenuhi
Kriteria ISPO atau tidak. Apabila terpenuhi, Komisi ISPO akan memberitahukan
prasyarat yang ada maka perusahaan perkebunan kelapa sawit jelas harus
Dimana ada persyaratan harus ada kelas kebun. Untuk mendapatkan kelas kebun
dapat menghubungi Dinas Kabupaten, namun bila Dinas Kabupaten belum ada,
adalah ada beberapa kabupaten hasil pemekaran, belum memiliki Dinas ini, sehingga
dibutuhkan koordinasi dengan provinsi. Jumlah dinas pertanian ada di 33 (tiga puluh
tiga) provinsi. Untuk provinsi yang baru dimekarkan tidak terdapat dinas pertanian.
jaminan mutu dilakukan dengan cara membuat daftar inventaris seluruh peraturan-
peraturan yang ada, untuk selanjutnya dilakukan pengecekan satu per satu. Mulai
dari HGU, Izin Perkebunan dan seterusnya. Selanjutnya dilihat pula kelengkapannya,
termasuk masalah AMDAL, yang kerap kurang diperhatikan. 199 Apabila perusahaan
yang bersangkutan sudah memiliki sertifikat ISO 9001 maka akan lebih mudah lagi
dalam mendapatkan ISPO. Perusahaan bisa dengan mudah mencapai penilaian yang
objektif dan mendapatkan target proses, yang dikendalikan melalui manajemen mutu
9001. Sedangkan objektifnya sama seperti apa yang dipersyaratkan di dalam ISPO.
Oleh karena itu, sebenarnya kombinasi antara ISO 9001 dengan ISPO itu adalah
sangat baik. Kemudian tahap berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah
198
Website Resmi Kementerian Pertanian, “Daftar Alamat Kantor Dinas
Provinsi/Kabupaten/Kota Lingkup Kementerian Pertanian”, www.deptan.go.id., diakses pada 10
Desember 2012.
199
Wawancara dengan Arifin Lambaga sebagai Presiden Direktur PT. Mutuagung Lestari
selaku perusahaan yang sudah diakreditasi untuk melakukan penilaian terhadap Sertifikasi ISPO, pada
tanggal 28 September 2011.
sertifikasi ISPO adalah tidak adanya bagian manajemen yang khusus mengurusi
sertifikasi ISPO pada perusahaan perkebunan. Bagian ini dibutuhkan agar sistem
lanjut. Banyak hal yang harus dipantau, mulai dari masalah lingkungan, berkaitan
penilaian;
ISPO;
200
Wawancara dengan Arifin Lambaga sebagai Presiden Direktur PT. Mutuagung Lestari
selaku perusahaan yang sudah diakreditasi untuk melakukan penilaian terhadap Sertifikasi ISPO, pada
tanggal 28 September 2011.
budaya kerja yang masih berorientasi pada produksi, serta belum menjadikan sistem
manajemen sebagai acuan. Menunjuk faktor budaya kerja yang masih berorientasi
pada produksi, serta belum menjadikan sistem manajemen sebagai acuan. Apabila
ISO:9001 dapat dijadikan satu alat di dalam mengelola kegiatan, maka akan menjadi
sangat baik karena sudah mencakup semua sistem, semua bahagian dan semua peran
kurang, juga keterbatasan sumber daya manusia. Seharusnya sumber daya manusia
yang ada harus betul-betul memahami, bagaimana suatu sistem itu dijalankan. Lalu
koordinasi antar bagian, alokasi dana serta kendala lainnya yang bila diinventarisir
cukup banyak. Terakhir, solusi dari penerapan sertifikasi ISPO, harus ada komitmen
kuat dari top manajemen. Ketika komitmen itu bisa diperoleh maka semuanya
mudah diatasi.
Kedua, kepedulian untuk standar ISPO. Jadi, hal ini menyangkut masalah
Ketiga, menunjuk wakil manajemen yang bertanggung jawab dan antusias menjamin
sistem berjalan dan diterapkan dengan baik. Membuat perencanaan pelatihan untuk
setiap tim dan bagian, misalnya pelatihan pedoman, prosedur pengendalian rekaman.
Karena walaupun ISPO berorientasi hasil, tetapi untuk mencapai hasil ini dibutuhkan
sistem. Salah satunya yang dapat digunakan adalah ISO 9001. Mulai menerapkan
persyaratan tetapi juga dapat dijadikan sebuah sistem untuk membantu perusahaan
dalam melakukan pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang lestari, baik secara
upaya terencana, terpadu dan menjadi komitmen yang bersama maka kelapa sawit
akan menjadi sumber kesejahteraan dan kemakmuran yang pada gilirannya akan
berjalannya sertifikasi dengan baik. Ditambah lagi dengan mutu integritas SDM bagi
petugas penilai perkebunan. Hal ini dapat menyebabkan ISPO hanya dijadikan
sebagai kutipan bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab karena dapat
pengutipan-pengutipan liar.
A. Kesimpulan
sebagai berikut :
adalah mengikat demi hukum. Sifatnya yang mengikat ini dianalisa dari Pasal
160
hukum, sosial, manajemen dan lingkungan yang secara paralel akan sangat
dengan baik, maka pasar dunia akan melirik Indonesia sebagai penghasil
pemenuhan hukum. Hal ini sejalan dengan peningkatan yang dirasakan pada
B. Saran
sebagai berikut :
regulasi ISPO ini. Salah satu tindak lanjut secara lanjut yang dapat dilakukan
manajemen yang mengurusi perihal sertifikasi ISPO ini secara spesifik. Hal
Buku
Andiko dan Norman Jiwab, Panduan Dasar Bagi Aktifis dan Masyarakat :
Memahami dan Memantau Pelaksanaan Peraturan dan Hukum oleh
Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia, Bogor : Sawit Watch,
Januari 2012.
Asshiddiqie, Jimly., dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta
: Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006.
Bruggink, JJ. H., B. Arief Sidharta (alih bahasa), Refleksi Tentang Hukum :
Pengertian-Pengertian Dasar Dalam Teori Hukum, Bandung : Citra Aditya,
2011.
Brundtland, Gro Harlem., Our Common Future, New York : Oxford University
Press, 1987.
164
Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, Roadmap Industri Pengolahan CPO,
Jakarta : Departemen Perindustrian, 2009.
Goenadi, Didiek H., et.al., “Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa
Sawit di Indonesia”, Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Juli 2005.
Indrati, Maria Farida S., Ilmu Perundang-Undangan (1) : Jenis, Fungsi, Materi
Muatan, Yogyakarta : Kanisius, 2007.
Keumala, Ratna (Alih Bahasa)., “Tanaman ‘Emas’? Kelapa Sawit Pasca Tsunami di
Aceh”, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Eye on Aceh, September
2007.
Pahan, Iyung., Panduan Lengkap Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir, Cetakan Kelima, Jakarta : Swadaya, 2008.
Rijadi, Prasetijo., dan Sri Priyati, Memahami Hukum : Dari Konstruksi sampai
Implementasi, Jakarta : Rajawali Pers, 2009.
Sodiki, Achmad., “Kebijakan Pertanahan Dalam Penataan Hak Guna Usaha Untuk
Sebesar-Besar Kemakmuran Rakyat”, Makalah disampaikan dalam Seminar
Nasional dengan tema Penanganan dan Penyelesaian Konflik Agraria sebagai
Kewajiban Konstitusi, yang diselenggarakan oleh Konsorsium Pembaruan
Agraria (KPA), Jakarta, 13 Maret 2012.
Wie, Thee Kian (Editor)., Pelaku Berkisah Ekonomi Indonesia 1950-an sampai
1990-an, Jakarta : Buku Kompas, Desember 2005.
Internet
Supryadi, Didy Ika., “Sejarah Ekonomi Indonesia Sejak Orde Lama Hingga
Pemerintahan Reformasi”, http://www.scribd.com/doc/51139549/SISTEM-
EKONOMI-INDONESIA., diakses pada 11 Oktober 2012.
Website Resmi RSPO, “General Assembly RSPO ke-8 Berhasil Mencapai Kuorum”,
http://www.rspo.org/news_details.php?nid=84&lang=5., diakses pada 08
Agustus 2012.
Media Massa
Harian Analisa, “Saurlin Siagian : Menakar RSPO dan ISPO”, diterbitkan Senin, 04
Juni 2012.
Harian Jambi Star, “Perusahaan Sawit Wajib Miliki Sertifikat ISPO”, diterbitkan
Senin, 03 Desember 2012.
Harian Media Indonesia, “Sertifikasi ISPO Dimulai Maret 2012”, diterbitkan pada
Selasa, 28 Februari 2012.
Kantor Berita Antara, “Kelapa Sawit Indonesia Sudah Saatnya Terapkan ISPO”,
diterbitkan Rabu, 12 Oktober 2011.
Majalah Sawit Indonesia, “Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa Bisa Jadi Terancam
Turun”, diterbitkan Senin, 02 Juli 2012.
Majalah Sawit Indonesia, “Utamakan Mutu dan Pengalaman”, Edisi Juli – Agustus
2012.
Majalah Tempo, “Persyaratan RSPO Dinilai Tak Adil Bagi Indonesia”, diterbitkan
Minggu, 14 November 2010.
Peraturan Terkait