DISUSUN OLEH :
PT Perkebunan Nusantara X
Universitas Indonesia
Mengetahui,
ii Universitas Indonesia
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTIK
PT PERKEBUNAN NUSANTARA X
PABRIK GULA PESANTREN BARU, KEDIRI, JAWA TIMUR
Disusun Oleh:
Giviani Puspita Dewi 1606831155
Dr. Ir. Yuliusman, M.Eng, Prof. Ir. Sutrasno Kartohardjono, M.Sc., Ph.D
NIP. 19660720 195501 1 001 NIP. 19630106 198811 1 001
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan Kerja Praktik
sekaligus membuat Laporan Kerja Praktik mengenai Perhitungan Neraca Massa
dan Warna pada Stasiun Masakan dan Stasiun Putaran PT Perkebunan Nusantara X
Pabrik Gula Pesantren Baru. Penulisan laporan ini dibuat sebagai salah satu syarat
mencapai gelas Sarjana Teknik di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Indonesia.
Saya sangat menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak sejak awal masa pengajuan proposal hingga penulisan laporan ini, segalanya
akan tampak sulit. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Ir. Sutrasno Kartohardjono, M.Sc., Ph.D selaku dosen
pembimbing kerja praktik yang selalu memberikan nasihat dan saran yang
bermanfaat bagi kelancaran kerja praktik.
2. Bapak Dr. Ir. Yuliusman, M.Eng selaku koordinator Kerja Praktik
Departemen Teknik Kimia FTUI yang telah banyak membantu proses
pelaksanaan dari awal proses hingga tahap pengumpulan laporan.
3. Bapak Stefen Hanka D. P., S.T selaku asisten manajer bidang pengolahan
yang telah memberikan pengarahan selama kerja praktik berlangsung.
4. Bapak Faiz Humami, S.T selaku pembimbing lapangan yang telah
membantu kami dalam melaksanakan kerja praktik.
5. Kedua orang tua, beserta kakak dan adik saya yang selalu memberi doa dan
dukungan selama pelaksanaan kerja praktik.
6. Teman kelompok kerja praktik: Irvi Nurul Jannah Siahaan, Muhamad
Yulianto, dan Didit Ardi Maulana, yang senantiasa menemani dalam
keseharian pelaksanaan kerja praktik.
Ada pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang tak retak”, begitu pula
dengan Laporan Kerja Praktik ini, tentunya masih banyak kekurangan dikarenakan
keterbatasan kemampuan, kurangnya sarana prasarana, dan lain sebagainya. Namun
dibalik semua kekurangan yang ada, saya berharap laporan ini dapat bermanfaat
bagi banyak pihak yang sedang mempelajari proses produksi pada umumnya.
iv Universitas Indonesia
Depok, September 2019
Penulis
v Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
vi Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
vi Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
1 Universitas Indonesia
2
Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
4
8. PG Pesantren Baru
9. PG Tjoekir
Tiga unit kebun tembakau:
1. Kebun Kertosari
2. Kebun Ajong Gayasan
3. Kebun Kebonarum/Wedhibirit/Gayamprit
Tiga unit penelitian:
1. Pusat Penelitian Jengkol
2. Penelitian Tembakau Jember
3. Penelitian Tembakau Klaten
serta empat anak perusahaan yaitu:
1. PT Dasaplast Nusantara
2. PT Nusantara Medika Utama
3. PT Energi Agro Nusantara
4. PT Mitratani Duatujuh
Universitas Indonesia
5
Universitas Indonesia
6
Kediri. Area ini merupakan area Hak Guna Usaha (HGU) yang terletak di Dusun
Djengkol, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri. Tanah ini dibatasi tujuh desa
dan dua kecamatan. Sebelah utara dibatasi oleh desa Trisula kecamatan
Plosoklaten. Sebelah timur dibatasi oleh PT Perkebunan Nusantara XII Rangkah
Pawon. Sebelah selatan dibatasi oleh desa Ngancar, kecamatan Ngancar. Sebelah
selatan dibatasi oleh desa Jarak, Tempurejo, Plosokidul, Plosolor, Pranggang
kecamatan Plosoklaten. Area pabrik ini memiliki topografi datar dengan slope
kurang dari 2% dari ketinggian ± 200-300 mdpl, sedangkan area tanaman Persil
Djengkol memiliki topografi dengan kemiringan slope 2-5%.
1.3.2 Layout Pabrik
Layout pabrik Pabrik Gula Pesanten Baru (PTPN X) dapat dilihat pada
gambar dibawah ini :
Universitas Indonesia
7
Sungai Sungai
St. Penguapan
St. Pemurnian
St. Masakan
Power Work Gd.
Gudang gula
St.Puteran
Crystaliser
House Shop Barang
Gudang gula
Gudang gula
No.1
No.2
No.3
St. Gilingan
Kantor /
Laborat
KOLAM IPAL
8 Universitas Indonesia
sebagai pedoman bagi pekerja agar terhindar dari bahaya yang mungkin terjadi di
lingkungan sekitar.
Keselamatan diri harus dilindungi sejak awal, terutama ketika berada di
lingkungan pabrik. Perlindungan diri yang wajib dilakukan yaitu penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) selama berada di lingkungan pabrik. Alat Pelindung Diri
(APD) berfungsi sebagai alat proteksi pertama yang langsung melekat pada tubuh
pekerja.ketika bahaya mengancam. APD dapat berupa helm keselamatan, sepatu
keselamatan, kacamata keselamatan, masker, sarung tangan, dan pelindung telinga
(ear plug).
Kondisi di dalam pabrik yang cukup padat disebabkan adanya berbagai alat
serta sistem perpipaan yang memenuhi sebagian besar ruang. Untuk itu, dibuat jalur
evakuasi bilamana terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di dalam pabrik. Berikut
ini merupakan jalur evakuasi yang dibuat oleh PG. Pesantren Baru.
9 Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Jalur Evakuasi PG. Pesantren Baru
(Sumber : PTPN X)
8 Universitas Indonesia
Selain jalur evakuasi, PG. Pesantren Baru juga memasang beberapa
peraturan yang harus dipatuhi pada beberapa tempat, seperti dekat pos satpam. Hal
ini bertujuan untuk mengingatkan pekerja agar selalu mematuhi peraturan yang
telah ditetapkan.
2.4.2 Alat Pelindung Diri
Setiap perusahaan bertanggungjawab untuk menyediakan alat pelindung
diri sebagai bentu pencegahan terhadap bahaya yang mungkin terjadi pada tenaga
kerja maupun tamu perusahaan. Hal ini sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pengendalian resiko berbahaya yang dapat terjadi di tempat kerja dapat
dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD). APD merupakan suatu sistem perlindungan diri yang langsung
digunakan pada tubuh dan sangat dekat dengan sumber bahaya. Berikut ini
merupakan Alat Pelindung Diri yang biasa disediakan, antara lain:
Helm Keselamatan (Safety Helmet)
Helm keselamatan merupakan alat pelindung diri yang berfungsi untuk
melindungi kepala penggunanya dari benturan terhadap benda keras di sekitar,
tertimpa barang yang terjatuh, serta melindungi kepala dari arus listrik, korosif dan
kebakaran.
8 Universitas Indonesia
Gambar 2.3 Kacamata Pelindung
(Sumber: lazada.co.id)
9 Universitas Indonesia
Gambar 2.X. Ear plug
sumber: earplugstore.com
11 Universitas Indonesia
BAB III
PROSES PRODUKSI
Pabrik Gula Pesantren Baru menghasilkan produk utama berupa gula kristal
putih dengan hasil samping berupa ampas, tetes, dan blotong. Faktor utama yang
menentukan suatu hasil produksi gula yaitu bahan baku dan bahan penunjang.
Menurut Moerdokusumo (1993), secara umum proses pengolahan tebu untuk
menghasilkan gula kristal putih terdiri dari unit operasi penggilingan, pemurnian,
penguapan, kristalisasi, dan sentrifuse. Pada pabrik gula Pesantren Baru, proses
produksi gula terbagi dalam beberapa proses, yaitu penggilingan, pemurnian,
penguapan, masakan (kristalisasi), putaran (sentrifugasi), peleburan, pengeringan,
pengemasan, dan penyimpanan. Pada Pabrik Gula Pesantren Baru proses tersebut
terbagi dalam beberapa stasiun, yaitu stasiun persiapan, stasiun gilingan, stasiun
pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan (kristalisasi), stasiun putaran,
stasiun fosfatasi, dan stasiun penyelesaian.
3.1 Bahan Baku Produksi
Selama proses produksi, bahan baku yang digunakan oleh Pabrik Gula
Pesantren Baru terdiri menjadi dua jenis, antara lain bahan baku utama dan bahan
baku penunjang.
3.1.1 Bahan Baku Utama
Pabrik Gula Pesantren Baru menggunakan tebu (Saccharum offisinarum)
dengan persen brix terendah 17 sebanyak 6.250 TCD. Ini meningkat dari tahun
2012 yang hanya 6.200 TCD. Tebu disuplai dari berbagai daerah di seluruh
Kabupaten Kediri, Blitar, Malang, dan sekitarnya. Tebu ini sebagai bahan baku
utama yang diperoleh dari petani dengan mengontrak petani pada awal masa tanam
yang kemudian berakhir dengan sistem bagi hasil produk. Sistem bagi hasil antara
perusahaan dengan petani dilihat dari persentase rendemen dari tebu. Berikut ini
merupakan spesifikasi sistem bagi hasil antara perusahaan dengan petani :
Tabel 3.1 Sistem Bagi Hasil Produk Berdasarkan Rendemen Tebu dalam 1 Kuintal Tebu
8 Universitas Indonesia
Rendemen Tebu Pabrik Gula Petani
0–6 34 % 66 %
6,01 – 8,00 30 % 70 %
> 8,00 25 % 75 %
(Sumber : Departemen AK&U PG. Pesantren Baru, 2019)
Semisal giling tebu sebesar 60 kuintal dan hasil rendemen yang diperoleh sebesar
8,5, makanya sistem pembagian antara pihak perusahaan dengan petani yaitu
Tabel 3.2 Contoh Perhitungan Sistem Bagi Hasil Produk Berdasarkan Rendemen Tebu dalam 1
Kuintal Tebu
9 Universitas Indonesia
3.1.2 Bahan Baku Penunjang
Bahan baku penunjang merupakan bahan-bahan yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas gula dan memperlancar proses produksi gula. Dalam
prosesnya, Pabrik Gula Pesantren Baru menggunakan beberapa bahan penunjang
antara lain :
1. Asam Phospat (H3PO4)
Penambahan asam phospat dilakukan pada stasiun pemurnian dengan
mencampurkan pada tangka nira mentah dalam bentuk cair. Tujuan penambahan
asam phospat untuk membantu proses pengendapan berupa kalsium phospat setelah
dilakukan penambahan susu kapur. Asam phospat tidak dapat digantikan dengan
bahan penunjang asam lainnya karena yang dapat mengikat susu kapur hanya asam
phospat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
P2O5 + 3 H2O 2H2OPO4
2H2OPO4 + 3 Ca(OH)2 Ca3(PO4)2 + 6 H2O
2. Susu Kapur (Ca(OH)2)
Penambahan kapur dalam nira dilakukan dalam bentuk susu kapur. Hal ini
bertujuan untuk menaikkan pH nira dari asam menjadi alkalis, mencegah terjadinya
inversi gula, dan membantu menjernihkan nira, serta membentuk endapan kotoran
dalam nira.
Kapur tohor (CaO) digunakan untuk memproduksi Ca(OH)2 yang
digunakan pada stasiun pemurnian. Proses pembuatan susu kapur dengan
mencampurkan kapur tohor dengan air panas yang kemudian dimasukkan ke dalam
kalk blus tromol sehingga akan terbentuk hidroksida kuat. Reaksi yang terjadi
sebagai berikut
CaO + H2O Ca(OH)2 + kalor
Proses yang terjadi, tromol akan terus berputar sehingga terbentuk larutan susu
kapur yang masih kotor dan kasar. Kemudian, larutan ini disaring pada vibrating
screen dengan tujuan untuk memisahkan bagian yang kasar dan halus. Larutan yang
halus akan masuk ke dalam bak pengendap pasir dan ditampung di dalam bak
pengaduk 1 dan 2 agar larutan homogen dengan kekentalan 6°Be. Selanjutnya,
larutan dipompa ke tangki buffer susu kapur kemudian dialirkan menuju splitter
box.
10 Universitas Indonesia
3. Flokulan
Penambahan flokulan dilakukan pada unit operasi pemurnian pada snow
balling tank. Hal ini bertujuan untuk mengikat endapan agar ukuran menjadi lebih
besar sehingga dapat mempercepat proses pengendapan kotoran dalam clarifier dan
dapat meningkatkan densitas nira kotor sehingga mudah untuk disaring. Jenis
flokulan yang digunakan adalah superfloc A110 dan superfloc A120.
4. Caustic Soda (NaOH)
Penambahan Caustic Soda (NaOH) digunakan untuk pembersihan (skrap).
Bahan ini berfungsi sebagai pelunak kerak – kerak yang terbentuk sehingga proses
perpindahan panas yang terjadi dalam nira tidak terhalang. Selain itu penggunaan
bahan ini untuk netralisasi pH pada kolam injeksi saat keadaan darurat.
5. Biocide
Penambahan biocide dilakukan pada unit operasi gilingan dengan tujuan
untuk membunuh bakteri – bakteri yang terdapat di dalam nira yang dapat
menyebabkan kerusakan sukrosa.
Ampas
Stasiun Penggilingan Boiler
12 Universitas Indonesia
Carding
Air Imbibisi
Drum
Uni I ke St. Masakan Uni II ke St. Masakan Uni III ke Pre Juice
& PP II & PP I Heater
Ca(OH)2
Ke Kondensor
Nira Kental DCH
Tangki Anion
P2O5 Sakarat
Nira Flokulan
Penjatah
Mentah
Sakarat
PP I Ca(OH)2 BP. 1 BP. 2 BP. 3 BP. 4 BP. 5
Sakarat
Flash Snow Nira Uap
Tangki Tank Balling Jernih bekas
NM PP II Tank
Dorr Clarifier
T = 75 – 80 C Clear
Def. I Juice
Def. II Tank
pH 7,5 pH 8,5 T = 105-110 C Nira Kental ke
Nira St. Masakan
Kotor
Nira Kental ke
Mud Tangki Sakarat
Tank
Nira
RVF
Tapis
RH RRH C&D
Blotong FL RL Syrup AL AH CH DL
> 2500 IU < 2500 IU Melt
Uap nira I Raw Sugar/ > 85 pty < 85
DCH gula A
T = 75-85 C Sweet Water
Lime Vibro Raw Melt
Sucrate Screen
H3PO4 Sweet Raw
Water Melt Mingler
Bagacillo
Clear
Melt LGF LGF F mol
Flotation
Scum Clarifier Multi Bed Ion HGF HGF
Filter Exchange
(MBF) (IE) C Sugar D1 Sugar
Filtered Fine Liquor
Melt
Grader Dry Seed Raw Sugar LGF
Universitas Indonesia
(Sumber : PG. Pesantren Baru, 2015)
Universitas Indonesia
3.2.1 Stasiun Persiapan
Pada stasiun persiapan, tebu diangkut dengan menggunakan truk dan lori
menuju emplacement tebu. Sebelum tebu masuk emplacement, tebu ditimbang
terlebih dahulu. Proses penimbangan menjadi suatu dasaran yang penting untuk
perhitungan
1. Pengawasan fabrikasi
2. Perhitungan upah tebang dan angkut tebu
3. Jumlah tebu yang masuk, digiling, dan sisa tebu
4. Perhitungan bagi hasil
Proses timbangan yang digunakan yaitu timbangan DCS (Digital Crane System dan
terintegrasi dengan program computer SMAS, kemudian menunggu giliran untuk
digiling. Emplacement memiliki dua peranan yaitu pengaturan dan pengawasan
bahan baku yang akan diproses. Pengaturan ini dimaksudkan untuk menyediakan
tebu di halaman pabrik untuk menjamin kelancaran proses produksi. Terlalu sedikit
persediaan dibandingkan dengan kapasitas pabrik akan mengakibatkan terlalu
banyaknya jam berhenti karena habisnya persediaan tebu. Sebaliknya, apabila
persediaan terbu terlalu banyak akan terjadi kerusakan tebu antara lain :
Aktivitas dari sel – sel tebu belum berhenti saat setelah penebangan. Guna
mempertahankan kehidupan sel maka diperlukan energi yang diambil dari
sakarosa yang ada sebagai makanan.
Sel – sel mati akan menjadi larutan yang bersifat asam, sedangkan sukrosa
tidak tahan dalam suasana asam karena akan terjadi hidrolisa menjadi
glukosa dan fruktosa.
Sifat impermeabilitas dinding sel akan hilang, sehingga memungkinkan
cairan dapat menembus dinding sel sehingga terjadilah penguapan, maka
konsentrasi bahan dalam larutan akan hilang sehingga peristiwa keasaman
dan hidrolisa akan meningkat.
Pengawasan terhadap penimbangan tebu harus diutamakan, karena berat
tebu digiling merupakan parameter dasar untuk perhitungan proses
produksi.
Universitas Indonesia
Stasiun gilingan merupakan stasiun awal untuk proses pembuatan gula
dengan tujuan untuk mengekstrak nira yang terkandung di dalam tebu semaksimal
mungkin sehingga hanya sedikit kandungan nira yang terdapat di dalam ampas
tebu. Pada stasiun gilingan ini terdapat lima unit gilingan yang dipasang seri dan
masing – masing gilingan terdiri dari tiga buah rol yaitu rol atas, rol depan, dan rol
belakang.
Proses penggilingan tebu pada stasiun gilingan sebagai berikut :
1. Tebu yang telah ditimbang, kemudian tebu dari lori di angkut menuju meja
tebu (cane table) menggunakan unloading crane kemudian tebu akan masuk
ke cane carrier. Selanjutnya cane carrier akan membawa tebu menuju cane
cuttter I untuk dilakukan proses pemotongan atau pencacahan tebu menjadi
ukuran yang kecil agar tebu mudah untuk diekstrak. Tebu yang tercacah
akan masuk ke cane cutter II untuk dilakukan pemotongan atau pencacahan
tebu menjadi ukuran yang lebih kecil lagi. Karena tebu yang telah dicacah
masih bersifat kasar, maka setelah melalui cane cutter tebu akan dibawa
menuju carding drum dengan tujuan untuk mengatur cacahan tebu atau
meratakan permukaan tebu sebelum masuk ke Heavy Duty Hammer
Schredder (HDHS). HDHS ini berfungsi untuk menyempurnakan cacahan
tebu dari cane cutter dengan membuka sel – sel tebu dan ditumbuk menjadi
serabut – serabut untuk melebarkan serat serta memperlebar luas permukaan
cacahan tebu agar tebu dapat pecah menjadi lebih halus sehingga proses
pengekstraksian atau pemerahan dapat semaksimal mungkin dan diperoleh
nira secara maksimal. Serabut – serabut tebu yang keluar diumpankan oleh
cane elevator menuju masuk ke gilingan I untuk dilakukan proses ekstraksi
pertama kali. Elevator bertipe rantai ini memiliki sudut elevasi sebesar 49°.
Proses ekstraksi pertama terjadi antara rol depan dengan rol atas
menghasilkan nira yang keluar melalui trash plate dan ampas. Dari gilingan
I, ampas akan ditarik dengan Intermediate Carrier (IMC) yang bersudut 39°
menuju proses gilingan II untuk dilanjutkan proses ekstraksi kedua yang
terjadi antara rol belakang dan rol atas sehingga menghasilkan nira I dan
ampas I.
Universitas Indonesia
2. Ampas I akan dibawa oleh elevator menuju ke gilingan II. Agar proses
pemerahan atau ekstraksi pada gilingan II berhasil dengan baik, maka ampas
I (umpan gilingan II) disemprotkan dengan nira imbibisi yang dihasilkan
dari gilingan III (nira III) dengan menggunakan pompa. Penambahan nira
imbibisi ini terletak melintang dengan jalannya elevator I. Nira hasil
gilingan I dan II dialirkan ke bak penampung nira mentah kemudian
dipompa menuju Rotary cush-cush untuk disaring dari kotoran yang masih
terikut. Selanjutnya dilewatkan menuju bak pengendap berpasir dengan
tujuan untuk memisahkan nira bersih dari ampas dan kotoran yang berupa
pasir.
3. Pemerahan pada gilingan II sama dengan proses pemerahan pada gilingan
I, tetapi pada pemerahan III, IV dan V terdapat perbedaan pada proses
penambahan imbibisi dan pengolahan nira yang dihasilkan. Di antara
gilingan III dan IV dan gilingan IV dan V ditambahkan air imbibisi. Air
imbibisi yang ditambahkan bertujuan untuk menyempurnakan proses
pemerasan nira dari cacahan tebu juga untuk menekan kehilangan gula
dalam ampas tebu. Air imbibisi ini berasal dari air kondensat positif yang
masih mengandung gula. Suhu air imbibisi sekitar 75 - 80oC, bila suhunya
terlalu tinggi dapat menyebabkan lilin pada kulit tebu ikut larut dan
sebaliknya apabila suhunya terlalu rendah maka pemerahan tidak berjalan
secara maksimal. Penambahan air imbibisi di antara gilingan III dan IV
sebesar 30% dari nira yang mengalir. Sedangkan penambahan air imbbisi di
antara gilingan IV dan V sebesar 70% dari nira. Penambahan air imbibisi
pada tidak boleh kurang dari di atas karena hal ini berakibat beban pada
stasiun penguapan (evaporator) akan semakin berat sehingga energi yang
dibutuhkan semakin banyak. Umpan gilingan III (ampas II) dibawa oleh
elevator II menuju gilingan III dengan disemprot nira imbibisi, dimana nira
imbibisi untuk umpan gilingan III berasal dari nira V. Umpan gilingan IV
(ampas III) dibawa oleh elevator III menuju gilingan IV dengan disemprot
nira imbibisi diperoleh dari hasil gilingan ke V, kemudian umpan gilingan
V (ampas IV) dibawa oleh elevator IV menuju gilingan V, disemprot
dengan air imbibisi.
Universitas Indonesia
4. Nira I dan nira II bergerak menuju screen rotary cush-cush untuk
memisahkan ampas yang masih tertinggal. Kemudian dialirkan ke peti
pengendap pasir untuk memisahkan kotoran pasir dalam nira. Kemudian
nira yang sudah diairkan ke peti pengendap pasir ditambahkan susu kapur
sampai pH 5,5 – 5,8. Penambahan susu kapur ini ditambahkan untuk
menghindari terjadinya perbedaan suhu yang drastis pada saat ditambahkan
asam phosphat. Kemudian nira dialirkan ke juice flow untuk mengetahui
berat nira melalui banyaknya aliran nira.
5. Pada nira V ditambahkan biocide sebesar 3-5 ppm untuk membunuh bakteri
cair yang terdapat pada nira. Kemudian nira III, IV dan nira V dialirkan
kembali sebagai nira imbibisi untuk umpan gilingan I, II dan III sehingga
pencampuran biocide dapat merata ke seluruh nira.
6. Ampas V diangkut dengan conveyor menuju ke ketel bertekanan yang akan
digunakan sebagai bahan bakar ketel. Didalam ampas ini masih terdapat
kandungan gula antara 0,70-0,85 % tebu yang tidak terekstrak selama proses
penggilingan. Sebelum masuk ke ketel, ampas tersebut terlebih dahulu
disaring dalam rotary bagasse thumbler. Ampas halus yang tidak tersaring
dibawa ke vacuum filter.
Pada stasiun gilingan terdapat 5 unit gilingan yang menggunakan penggerak
turbin dengan kecepatan operasionalnya sebesar 265-285 ton/jam, kecepatan putar
pada tiap gilingan berbeda-beda (tergantung kapasitas tebu yang masuk) pada
gilingan pertama menggunakan rpm yang besar, sedangkan pada gilingan
selanjutnya rpmnya lebih rendah untuk menghasilkan perasan nira yang maksimal.
Universitas Indonesia
Gambar 3.3 Bagan Imbibisi pada Penggilingan
(Sumber : PG. Pesantren Baru, 2015)
Gilingan I
Nira Mentah Rotary Cush-Cush
Ampas Nira Imbibisi PNM
(Screening)
Gilingan II
Ampas
Boiler
Gambar 3.4 Diagram Alir Proses pada Stasiun Gilingan
3.2.3 Stasiun Pemurnian
Universitas Indonesia
Proses pada stasiun permurnian bertujuan untuk memisahkan gula (sukrosa)
dari kotoran seperti partikel kasar (pasir, dan ampas yang masih terbawa
mikroorganisme dalam nira mentah), partikel koloid (melayang) seperti non-
suspended sugar dan partikel terlarut (misalnya desinfektan yang ikut terbawa dari
stasiun penggilingan) yang terlarut di dalam nira agar diperoleh gula yang relatif
murni, menekan kehilangan gula (memaksimalkan efisiensi proses), dan
mengoptimalkan pemakaian bahan pembantu proses.
Menurut Budianto (2004), pada dasarnya proses pemurnian dapat dilakukan
dengan cara:
1. fisika, yaitu dengan perlakuan fisik seperti pengendapan, penyaringan, dan
sebagainya.
2. kimia, yaitu dengan penambahan bahan-bahan kimia seperti asam phospat,
susu kapur, dan sebagainya.
3. fisika-kimia, yaitu dengan gabungan antara proses fisika dan kimia seperti
penambahan bahan kimia yang dilanjutkan dengan penggumpalan dan
pengendapan. Pada Pabrik Gula Pesantren Baru digunakan cara ini, yaitu
kombinasi antara cara fisika-kimia.
Proses pemurnian diusahakan agar tidak sampai merusak ataupun
menghilangkan sukrosa sari gula. Kotoran-kotoran gula yang terdapat dalam nira
mentah antara lain :
Zat yang terapung dalam nira berupa serabut-serabut tebu.
Zat-zat yang mengendap baik berupa emulsi maupun suspensi dalam nira,
misalnya : pasir, lempung dan lain-lain.
Bahan-bahan yang berupa koloid dalam nira, misalnya protein, pektin dan
tanin.
Partikel terlarut (misalnya desinfektan yang ikut terbawa dari stasiun
penggilingan)
Nira yang diambil dari batang tebu bersifat asam, hal ini karena memang
kandungan di dalam nira terdapat kotoran-kotoran yang berupa asam. Larutan nira
yang masih asam ini apabila diproses lebih lanjut akan mengakibatkan kerusakan
sakarosa sehingga kotoran-kotoran yang berupa asam tersebut harus dihilangkan
hingga nira jadi bersih dan suasananya menjadi netral.
Universitas Indonesia
Adapun proses yang berlangsung dalam stasiun pemurnian sebagai berikut :
1. Nira mentah yang telah disaring dan diendapkan, kemudian akan di alirkan
ke juice flow untuk melihat aliran nira yang masuk. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui jumlah nira mentah yang didapat dari hasil tebu yang digiling
dan untuk menentukan jumlah zat-zat yang ditambahkan pada proses
selanjutnya melalui banyaknya aliran nira yang masuk.
2. Nira selanjutnya dialirkan ke tangki penampung nira mentah untuk
ditambahkan asam phospat [P2O5] sehingga mempermudah proses
pembentukan inti endapan nantinya yaitu Ca3(PO4)2.
Tujuan penambahan asam phospat adalah :
Menyerap koloid dan zat warna.
Menurunkan kadar susu kapur nira mentah.
Melunakkan kerak evaporator.
Mempermudah proses pengendapan (pembentukan floc) sehingga
nira yang dihasilkan lebih jernih.
3. Setelah ditambahkan asam phospat, nira kemudian di pompa menuju
Pemanas Pendahuluan I (PP I). PG. Pesantren Baru memiliki 4 alat heater
untuk PP I (Juice Heater I) yang bertujuan untuk memanaskan nira mentah
hingga suhu ± 75-80°C. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan steam
yang berasal dari uap nira evaporator II.
Fungsi dari PP I (Juice Heater I) ini antara lain:
Mempercepat reaksi karena bahan organik dan anorganik dalam nira
reaktivitasnya rendah.
Mematikan mikroorganisme merugikan yang dapat merusak
sukrosa.
Mengendapkan komponen non-gula, dan
Memanaskan nira hingga 75-80oC yang merupakan kondisi optimal
untuk pembentukan endapan CaSO3.
4. Nira dari juice heater I akan masuk ke dalam precontactor ditambahkan
dengan larutan susu kapur (Ca(OH)2), setelah itu campuran nira dan susu
kapur dihomogenkan dalam defekator I hingga pH larutan mencapai 7.0 –
7.2. Tujuannya adalah mengikat asam serta kotoran dalam nira dan
Universitas Indonesia
mengendapkan bahan non-gula. Waktu yang diperlukan dalam defekator I
adalah sekitar 2 menit, karena jika lebih dari 2 menit akan menyebabkan
terjadinya inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa yang dikarenakan
pada pH tinggi resiko kerusakan nira semakin besar dengan terbentuknya
asam-asam organik.
5. Setelah dari pemanas I, nira yang telah memiliki kekentalan 5,6-6°Be
dialirkan melalui pipa kemudian diinjeksikan menuju defekator II dengan
susu kapur hingga pH 8,6. Penambahan ini dikontrol pH dan alirannya
melalui monitoring secara auto liming.
6. Setelah di injeksikan dengan susu kapur, nira dipanaskan dalam PP II (Juice
Heater II) hingga mencapai suhu 105°C - 110°C. Pemanasan ini bertujuan
untuk menyempurnakan reaksi susu kapur yang masih tersisa dalam nira,
mempercepat pengeluaran gas, pengendapan, dan juga merupakan
persiapan pemanasan dalam evaporator, serta mematikan jasad – jasad renik
yang masih hidup. Pabrik Gula Pesantren Baru memiliki Pemanas
Pendahuluan II ( PP II) sebanyak 4.
7. Nira kemudian masuk ke dalam flash tank secara tangensial sehingga
terbentuk gerakan atau aliran sentrifugal yang dapat berfungsi untuk
mengeluarkan gas-gas tak terembunkan yang dapat mengganggu proses
pengendapan selanjutnya. Sebelum masuk ke Flash Tank, nira ditambahkan
dengan flokulan untuk mempercepat pengendapan kotoran nira.
8. Keluar dari flash tank nira ditambahkan lagi dengan flokulan dan dialirkan
ke snow-balling tank. Fungsi dari snow-balling tank adalah
menghomogenkan campuran antara flokulan dan nira sehingga proses
pengendapan dalam multi tray clarifier bisa berlangsung optimal dan
efektif.
9. Nira dari snow balling tank kemudian masuk ke dalam multi tray clarifier.
Pada alat ini, nira kotor atau kotoran dalam nira dikumpulkan dengan rubber
scrapper yang berputar lambat (±0.167 rpm) menuju ke bagian tengah dari
clarifier, kemudian dikeluarkan secara kontinu ke dalam bak penampung
berupa nira kotor. Putaran penggaruk karet (rubber scrapper) searah dengan
pemasukan nira agar tidak terjadi turbulensi yang dapat mengganggu
Universitas Indonesia
pengendapan. Nira kotor yang telah dialirkan ke bak penampungan nira
kotor kemudian dipompa menuju rotary vacuum filter setelah sebelumnya
ditambahkan dengan bagacillo atau ampas halus dari stasiun penggilingan
dengan tujuan untuk meningkatkan porositas endapan sehingga lebih mudah
untuk disaring, sedangkan nira jernih atau nira encer dari Multi Tray
Clarifier dialirkan ke penyaringan dengan menggunakan DSM Screen
dengan ukuran sebesar 80 mesh untuk menyaring ampas dan endapan-
endapan kotoran yang mungkin masih terbawa dalam nira jernih dan
selanjutnya dipompa menuju stasiun penguapan. Dan ampas masuk kembali
ke sulfitated row juice tank. Selanjutnya nira disaring di clear juice screen
kemudian ditampung di Clear Juice Tank (CJT) dan dipompa masuk ke
dalam BP 3000.
10. Nira kotor yang mengendap pada door clarifier kemudian di alirkan ke
Rotary Vacum Filter (RVF). Hasil dari penyaringan vacum filter adalah
blotong dan filtrat. Di dalam rotary vacum filter, nira di spray dengan air
kondensat agar nira yang terkandung dalam blotong dapat diminimalisir.
Filtrat tersebut kemudian disebut nira tapis. Nira tapis ditampung ke bak
penampung nira tapis, setelah itu dipompa ke bak nira mentah tertimbang
untuk proses pemurnian lagi. Sedangkan blotongnya diangkut ke truk untuk
diolah kembali sebagai bahan pupuk kompos dan tempat pertumbuhan
mikroorganisme.
Stasiun Gilingan
Universitas Indonesia
Tangki Nira Mentah 1 P2O
Uap Nira 2
Universitas Indonesia
Pada stasiun penguapan terdapat satu unit BP 3000, satu unit FFPE, dan
sistem penguapan menggunakan 8 buah evaporator, dalam pengoperasiannya badan
I terdiri dari 2 buah evaporator, badan II terdiri dari 2 buah evaporator yang masing
– masing dioperasikan secara serial (Quadrupple Effect), sedangkan badan III, IV
dan V masing-masing 1 buah evaporator, sehingga dalam sistem evaporasi dapat
diistirahatkan (maintenance) 1 buah evaporator. Penggunaan evaporator secara
bergantian dengan tujuan untuk dilakukan penyekrapan dengan bahan
penunjang/pembantu soda caustic.
Sistem kerja dari FFPE adalah sirkulasi, yaitu nira masuk melalui bawah dan
dipompa ke atas dan bertemu dengan uap bekas dan melewati lempengan tipis (Film
Plate), di dalam FFPE tersebut terjadi sistem perpindahan panas. Unit FFPE jarang
digunakan karena dalam penggunaanya mengalami banyak kebocoran sehingga
kurang efektif. Pada BP 3000 proses penguapan berlangsung secara kontinyu. Nira
yang keluar dari penguapan diharapkan memiliki kekentalan sebesar ± 32ºBe.
Apabila kurang dari 30ºBe, dapat menambah beban pada stasiun masakan karena
dapat memperlambat proses pemasakan. Sebelum masuk BP 3000, nira encer
ditampung dalam clear juice tank dengan suhu 105oC, kemudian dipompa dan
dialirkan ke BP 3000. Uap panas yang digunakan pada BP 3000 berasal dari uap
bekas untuk menggerakkan turbin pada gilingan dengan tekanan ± 1,5 kg/cm2 dan
suhu ±120°C. Penggunaan uap bekas ini selain untuk menghemat penggunaan uap
dalam pabrik, juga karena uap bekas lebih mudah menyalurkan panas ke dalam nira.
Apabila uap jenuh kurang mencukupi, maka dapat di supply dari uap baru
superheated yang yang diturunkan suhunya lewat desuperheater. Sebelum masuk
ke desuperheater, suhu dari uap bekas adalah ±200oC. Pada desuperheater, uap
akan dispray dengan air konden yang panas (55-60oC) sehingga terjadi kondensasi
dan suhu uap turun menjadi sekitar 125oC. Apabila salah satu badan penguapan I
sedang mengalami penyekrapan, badan penguapan IIA juga akan memakai uap
bekas, tetapi bila tidak maka badan penguapan IIA dan IIB memakai uap nira dari
evaporator yang ada di depannya (sebelumnya), demikian pula badan penguapan
III, IV, dan V akan memakai uap nira dari evaporator sebelumnya.
Sedangkan tekanan ruang pada BP 3000 adalah 1,5 kg/cm2, temperatur
ruang adalah 113ºC dan kapasitas 3000 m3. Uap bekas dari proses penguapan di BP
Universitas Indonesia
3000 ini digunakan untuk stasiun masakan untuk proses pemasakan di vacum pan,
sedangkan BP 3000 adalah penghasil air kondensat terbanyak untuk di supply ke
dalam boiler. Prinsip kerja preevaporator (BP 3000) dan evaporator adalah sama
yaitu untuk menguapkan kandungan air yang ada dalam nira. Ruangan nira dan
steam berbeda, keduanya dipisahkan oleh rangkaian pipa yang tersusun sehingga
terjadi proses perpindahan panas. pH nira yang masuk evaporator harus mendekati
netral antara 7-7,2 karena jika nira dalam keadaan basa, maka akan terbentuk
karamel, sedangkan jika suasana asam maka saccarosa akan rusak. Pemanasan
preevaporator menggunakan steam bekas yang berasal dari turbin dan gilingan.
Dari preevaporator nira dialirkan ke rangkaian proses evaporator multi stage.
1. Evaporator I
Pada evaporator I di Pabrik Gula Pesantren Baru terdapat 2 buah evaporator
yaitu evaporator IA dan IB. Nira jernih dari stasiun pemurnian akan masuk ke
evaporator IA dan IB untuk diuapkan kandungan airnya. Nira encer yang masuk
adalah setinggi sepertiga dari pipa pemanas (pipa calandria) untuk
mengoptimalkan proses penguapan nira encer.
Sebelum masuk evaporator IA, umpan ditampung dalam buffer tank nira
encer preevaporator, kemudian dipompa dan dialirkan ke evaporator IA. Uap panas
yang digunakan pada evaporator IA berasal dari uap bekas yang digunakan untuk
memanaskan nira. Uap bekas yang digunakan bertekanan ± 1,5 kg/cm2. Tekanan
ruang pada evaporator I adalah ± 1,5 kg/cm2 dan temperatur ruang adalah 113ºC.
Sedangkan untuk evaporator IB, umpan dipompa dan dialirkan ke evaporator IB.
Uap panas yang digunakan pada evaporator IB berasal dari uap bekas yang
digunakan untuk memanaskan nira. Uap bekas yang digunakan bertekanan ± 1,5
kg/cm2. Tekanan ruang pada evaporator IB adalah ± 1,5 kg/cm2 dan temperatur
ruang adalah 113ºC.
2. Evaporator II
Uap yang dihasilkan di evaporator I diinputkan ke evaporator II sebagai
steam pemanas. Sama dengan evaporator I, pada evaporator II juga terdapat 2 buah
evaporator yaitu evaporator IIA dan IIB. Umpan pada evaporator II berasal dari
evaporator I, aliran umpan dari evaporator I ke evaporator II tidak menggunakan
Universitas Indonesia
pompa melainkan menggunakan prinsip beda tekanan dengan menggunakan jet
ejector. Tekanan ruang pada evaporator IIA adalah ± 1,2 kg/cm2 dan temperatur
ruang adalah 106ºC. Sedangkan tekanan ruang pada evaporator IIB adalah ± 1,2
kg/cm2 dan temperatur ruang adalah 106ºC.
Aliran nira terjadi secara kontinyu karena dari badan penguapan I hingga
badan penguapan terakhir tekanan uap semakin kecil dan tekanan vacuum semakin
besar. Adanya perbedaan tekanan menyebabkan nira dari badan penguapan I akan
mengalir hingga badan penguapan terakhir (dari tekanan uap tinggi ke tekanan uap
rendah). Nira kental ini kemudian akan dialirkan ke peti penampungan sebelum
diproses lebih lanjut di stasiun masakan.
3. Evaporator III
Umpan pada evaporator III berasal dari evaporator II, dialirkan dengan
menggunakan prinsip beda tekanan. Steam yang digunakan adalah steam hasil
pemanasan dari evaporator II. Temperatur evaporator 97ºC dan tekanan 66,8 cmHg.
4. Evaporator IV
Umpan pada evaporator IV berasal dari evaporator III, dialirkan dengan
menggunakan prinsip beda tekanan. Steam yang digunakan adalah steam hasil
pemanasan dari evaporator III. Temperatur evaporator 84ºC dan tekanan 40 cmHg.
5. Evaporator V
Umpan pada evaporator V berasal dari evaporator IV, dialirkan dengan
menggunakan prinsip beda tekanan. Steam yang digunakan adalah steam hasil
pemanasan dari evaporator IV. Temperatur evaporator 59ºC dan tekanan 13 cmHg.
Badan pertama akan memakai uap bekas dengan suhu 125oC. Uap dari
badan penguapan I akan dipakai pada badan penguapan II. Uap yang berasal dari
badan penguapan II akan digunakan dalam badan penguapan III, demikian
seterusnya hingga evaporator terakhir. Uap dari evaporator terakhir yaitu
evaporator V akan melewati separator untuk dipisahkan antara uap dan nira yang
terbawa dalam uap. Nira yang terbawa dengan uap tersebut kemudian dialirkan ke
timbangan Boulogne dan uapnya akan diteruskan masuk ke kondensor. Prinsip
kerja kondensor barometrik ini berfungsi untuk membuat keadaan vacuum dalam
evaporator III, IV, dan V dengan prinsip kondensasi uap. Uap yang masuk ke dalam
kondensor akan bersentuhan dengan spray air dari bagian atas sehingga terjadi
Universitas Indonesia
perubahan fase dari uap menjadi air. Perubahan fase ini akan menyebabkan
penurunan suhu dan penurunan volume sehingga menyebabkan tekanan vacuum
semakin besar (hampa). Air jatuhan (kondensat) dari kondensor ini bersuhu 50-
55oC. Air jatuhan ini akan disirkulasikan kembali untuk proses setelah mengalami
pendinginan dan penetralan (bau dan pH) dengan bakteri BT-55 dalam spray ponds.
Dalam evaporator terdapat pipa amonia yang berfungsi untuk mengeluarkan
gas-gas tak terembunkan dalam proses penguapan, karena kandungan 3% gas tak
terembunkan dalam penguapan akan mengurangi 30% efektifitas penguapan atau
proses pindah panas antara uap dan nira (Hukum Reliux). Gas tak terembunkan
pada badan penguapan I dan II akan langsung dikeluarkan ke udara luar (udara
terbuka), sedangkan untuk badan penguapan III, IV, dan V gas-gas tak terembunkan
akan dialirkan ke kondensor untuk kemudian dikeluarkan ke udara luar. Hal ini
adalah agar keadaan vacuum dalam badan penguapan tidak terganggu namun gas-
gas tak terembunkan tetap dapat dikeluarkan.
Untuk mencegah kerusakan gula di stasiun penguapan suhu badan pemanas
BP I dibatasi dari suhu yang terlalu tinggi, dengan menggunakan panas
pengembunan dari uap jenuh pada suhu 120˚C, sedangkan badan berikutnya
dilakukan dalam suasana vakum dan pengaliran uap nira maupun nira terjadi karena
perbedaan tekanan antar badan satu dengan badan yang lain. Semakin jauh nira di
badan akhir maka tekanan badannya semakin rendah sehingga titik didih nira
semakin rendah. Titik didih yang rendah diperlukan karena sukrosa tidak tahan
pada suhu tinggi karena dapat mengalami inversi. Nira dari badan akhir dikeluarkan
menggunakan alat pengeluaran nira kemudian dialirkan ke peti nira kental, nira
keluar dari badan akhir mempunyai brix 60-65% dan Be 30-32.
Cara pengaturan pengoperasian evaporator adalah sebagai berikut :
Tabel 3.3 Keadaan Operasi Evaporator Quintuple-effect
Universitas Indonesia
5 III (X) (X) (X) 1200
6 IV Uap Nira BP II 40,28 cmHg 84 1200
7 V Uap Nira BP III 13 cmHg 59 1200
Keterangan : (X) → evaporator yang dibersihkan
(Sumber : Quality Control, Pabrik Gula Pesantren Baru, Juli 2017)
Stasiun Pemurnian
Air Kondensat
Air Boiler
BP 3000 (120°C)
Uap
Bekas
Bleeding Stasiun Masakan pada
BP IA (113°C)
Pan R, C, D & PP II
Uap Nira BP I
Uap Nira BP II
BP IIA (106°C)
Gambar 3.6 Diagram Alir Proses pada Stasiun Penguapan
Universitas Indonesia
Gambar 3.7 Skema Stasiun Penguapan
(Sumber : PG. Pesantren Baru, 2015)
Universitas Indonesia
3.2.5 Stasiun Masakan (Kristalisasi)
Inti dari operasi yang terjadi pada stasiun masakan adalah proses kristalisasi.
Stasiun masakan atau kristalisasi bertujuan untuk mengubah sukrosa dari larutan
nira menjadi kristal dengan meminimalisir kehilangan gula dalam bentuk tetes dan
meminimalisir waktu proses. Selain itu, kristalisasi juga mengubah gula yang ada
dalam larutan nira kental ke dalam bentuk yang memiliki ukuran diameter,
keteraturan, atau kerataan ukuran dan kemurnian sesuai standar yang diinginkan.
Dengan menguapkan air secara cepat dari suatu larutan yang jenuh maka
akan dicapai suatu keadaan dimana konsentrasi gula dalam larutan nira melampaui
gula dalam keadaan jenih. Akibatnya timbul suatu keadaan dimana semua gula
dalam larutan yang melebihi konsentrasi dalam larutan dengan keadaan jenuh akan
keluar dalam bentuk kristal. Keadaan larutan gula ini disebut larutan kelewat jenuh
atau super saturated solution.
Kecepatan kristalisasi dinyatakan sebagai miligram tiap menit per m3 luas
permukaan kristal. Kecepatan kristalisasi ini tergantung dari faktor-faktor sebagai
berikut:
1. Suhu
Meningkatnya suhu akan menyebabkan meningkatnya kecepatan
kristalisasi.
2. Kemurnian
Semakin rendah kemurnian larutan, semakin berkurang kecepatan
kristalisasinya. Hal ini disebabkan terhalangnya kemampuan saling tarik-menarik
antara molekul-molekul sakarosa dalam larutan oleh zat-zat bukan gula.
3. Supersaturasi Larutan
Kecepatan kristalisasi akan bertambah dengan bertambahnya saturasi, tetapi
peningkatan supersaturasi akan menyebabkan meningkatnya kepekatan larutan
yang akan memperlambat kristalisasi lebih lanjut.
Secara umum, pada proses kristalisasi terdapat 3 tahapan diantaranya:
1. Pembuatan Gula Bibitan (Tahap Pembibitan)
Pembuatan masakan A dibuat dari suatu leburan gula C, gula D2, gula kasar
dan halus, nira kental, dan klare SHS. Masakan D dibuat dari stroop C serta klare
D dan bibitnya dari fondant. Masakan C dibuat dari stroop A dan gula D.
Universitas Indonesia
Terbentuknya kristal dalam proses kristalisasi disebabkan oleh saling tarik-menarik
dan berkumpulnya molekul-molekul sakarosa dalam larutan. Pada larutan yang
tidak jenuh, jumlah molekul yang besar memiliki kedudukan yang lebih dekat.
Dengan jarak molekul yang rapat dan karena daya tarik menarik antara molekul-
molekul tersebut terbentuklah agregat-agregat atau gumpalan yang disebut
submicron. Penguapan lebih lanjut menuju fase jenuh akan menyebabkan
bergabungnya submicron-submicron menjadi rantai-rantai yang akan saling
mengikat kristal. Pembentukan kristal inilah yang disebut pembentukan kristal inti.
2. Pembesaran Kristal Gula
Proses ini dilakukan dengan cara mendekatkan molekul sukrosa pada inti
kristal sehingga molekul akan menempel pada inti kristal. Proses ini berlangsung
di Vacuum Pan pada daerah stabil. Kristal gula akan berada di tahap ini hingga
kristal menjadi ukuran besar sesuai ukuran kristal gula produk (diameter 0,9 – 1,1
mm).
3. Kristalisasi Sempurna
Proses dengan ini penguapan larutan untuk memperoleh kepekatan setinggi
mungkin dengan tanpa menambah larutan baru (hanya ditambahkan air seperlunya
untuk menghindari terbentuknya kristal palsu sekaligus menguatkan kristal dan
mengurangi larutan di sekeliling kristal) dan tetap menjaga agar proses berlangsung
pada daerah – daerah stabil. Ciri kristalisasi sempurna adalah larutan di sekeliling
kristal tipis dan bening serta bebas dari kristal palsu (gula dengan diameter kurang
dari 0,9 mm). Pencucian dengan air adalah salah satu cara untuk menghindarkan
terbentuknya kristal palsu. Pencucian ini dilakukan saat bahan ditarik masuk
Vacuum Pan.
Pembentukan inti dalam larutan yang tidak murni, berjalan lebih lambat dari
pada larutan yang murni, seperti yang terjadi pada masakan yang kemurnianya
rendah. Makin rendah kemurnian larutan makin banyak terdapat zat bukan gula,
makin turun pula kecepatan kristalisasi. Hal ini disebabkan sukar bergerak molekul
sakarosa dalam larutan dan banyaknya bukan gula yang melapisi permukaan.
Nira ini harus memenuhi syarat HK 80-85%, brix 60-65%, kadar air 35-
40%, dan kotoran 10-15%. Makin tinggi konsentrasi sukrosa dalam nira, proses
masakan akan berlangsung makin singkat sehingga lebih efisien. Sedangkan kristal
Universitas Indonesia
gula yang dihasilkan dan siap masuk stasiun putaran adalah yang memenuhi syarat
HK 99,8%, kadar air 0,05%, dan ukuran 0,9-1,1 mm. Untuk masakan dengan HK
tinggi kecepatan kristalisasi naik dengan meningkatnya supersaturasinya. Tetapi
untuk masakan dengan HK rendah peningkatan supersaturasinya akan diikuti
dengan meningkatnya kepekatan larutan yang menyebabkan turunnya kecepatan
kristalisasi.
Tingkat masakan yang digunakan adalah 4 tingkat yaitu D,C,A,R, dimana
masakan R sebagai produk, masakan A sebagai bibit masakan R, masakan C
sebagai bibit masakan A dan masakan D sebagai bibit masakan C. Proses masakan
berlangsung dalam suatu calandria pan pada tekanan vacuum 62 – 65 cmHg dengan
suhu 65 - 70°C. Pemanas yang digunakan merupakan uap bekas bertekanan 0,5
kg/cm2 dan uap nira dari BP I dan BP II yang bertekanan 0,2 – 0,3 kg/cm2.
Tabel 3.4 Parameter Masakan Gula di PG. Pesantren Baru
Masakan
Parameter
A C D
Brix (%) 93-95 94-97 99-100
HK 82-83 72 57-59
HK Stroop 59-60 52 30
Purity Drop 20-24 22-26 26-30
Ukuran Kristal (mm) 0,9-1,1 0,4-0,5 0,3
Waktu Pendinginan (jam) 1 1-2 20-24
Brix Kristal (%) 58-64 45-50 40-45
Pol Kristal (%) 65 65-69 70
Universitas Indonesia
Bahan yang digunakan berasal dari leburan gula dan klare SHS yang
dipekatkan sampai batas kejenuhan tertentu dalam volume 20 m3. Kemudian inti
kristal yang berasal dari gula C dimasukkan. Penambahan kristal tersulfitasi
dilakukan setelah kristal yang terbentuk rapat dan larutan induk disekeliling kristal
sudah tipis. Pengamatan pada pelaksana operasi menyangkut besarnya diameter
kristal dan kerataan kristal yang terbentuk.
2. Masecuite A
Pada vacum pan yang lain, bibit masecuite A diperbesar dengan menambah
nira kental. Kondisi akhir dicapai bila diameter kristal sudah rata dengan ukuran
0,9,-1 mm dan larutan induk disekeliling kristal sudah tipis dan bening (bebas dari
inti kristal baru). Setelah mencapai kondisi tersebut, masecuite A dikeluarkan dari
vacum pan dan ditampung dalam masecuite receiver.
3. Masecuite C
Masecuite C dibuat dari stroop A dengan menggunakan gula DI sebagai inti
kristal (einwurf). Kondisi akhir dicapai apabila diameter kristal sudah mencapai
kira-kira 0,2 mm dan larutan induk disekeliling kristal sudah tipis. Setelah itu
masecuite C ditampung ke receiver.
4. Masecuite D
Pembuatan masecuite D merupakan proses pengkristalan gula yang
terakhir, karena itu kehilangan sakarosa yang terikat dalam molasses harus ditekan
seminimal mungkin. Sebagian dari bibit masecuite D yang dipersiapkan ditambah
dengan stroop C, klare D dan penambahan bibit fondan. Pembuatan bibit D selesai
jika diameter kristal sudah rata, rapat dan larutan induk disekeliling kristal sudah
tipis dan bening. Sebelum penambahan, dilakukan analisa untuk mengetahui harga
kemurnian (HK) dari bibit masecuite D tersebut. Dengan melakukan putaran 2 kali
untuk putaran pertama menghasilkan DI dan tetes lalu kemudian dilakukan putaran
kedua menghasilkan DII. Setelah itu masecuite DII diturunkan ke dalam masecuite
reseiver.
5. Masecuite R
Pada masecuite R, bahan yang digunakan berasal dari leburan gula hasil dari
stasiun fosfatasi, dimana hasil masakan pada pan A,C dan D setelah melalui stasiun
Universitas Indonesia
putaran kristal gula yang terbentuk dilebur kembali pada stasiun fosfatasi untuk
didapatkan gula yang berwana putih bersih dan terpisah dari kotoran-kotorannya.
Universitas Indonesia
Gambar 3.8
Skema
Universitas Indonesia
Stasiun Masakan
(Sumber : PG. Pesantren Baru, 2015)
Universitas Indonesia
3.2.6 Stasiun Putaran (Sentrifugasi)
Pada stasiun ini terjadi proses pemisahan antara kristal gula dan larutan
induknya (stroop) dari hasil masakan. Pemisahan campuran digunakan sistem
penyaringan dengan mekanisme menggunakan gaya sentrifugal. Dengan adanya
gaya sentrifugal, benda akan terlempar menjauhi pusat, tetapi karena adanya
penyaring maka kristal gula akan tertahan, sedangkan stroop akan keluar melalui
lubang-lubang saringan.
Stasiun putaran memilik 10 unit HGF (High Grade Fugal) dengan rata –
rata putaran 1200 rpm dan 11 unit LGF (Low Grade Fugal) dengan rata – rata
putaran 1800 – 2000 rpm. Penggunaan HGF untuk sentrifugasi masakan A dan
sentrifugasi masakan R, sedangkan LGF untuk sentrifugasi masakan C, D1, dan
D2.
Pada High Grade Fugal (HGF), HGF nomor 1, 2, 3, 4, 5 digunakan untuk
memisahkan antara gula SHS (pada masakan R) dan klare SHS). Pada pemisahan
klare SHS dan gula SHS ditambahkan air panas (70°-95° C) dan uap panas 120-
140°C. Sedangkan nomor 6, 7, 8, 9, dan 10 digunakan untuk memisahkan antara
gula A dan stroop A, dimana gula A akan dilebur kembali di stasiun fosfatasi lalu
selanjutnya digunakan sebagai bahan masakan R. HGF beroperasi secara batch,
dimana setiap operasinya melalui beberapa tahap yaitu pada putaran mula-mula
dengan kecepatan antara 50-60 rpm ketika gula memasuki HGF. Pipa air pencuci
dibuka dan membasuh saringan ± 5 detik. Kecepatan putar naik antara 600-700 rpm,
katup pengisian terbuka dengan otomatis lalu hasil masakan masuk kedalam basket,
bersama kenaikan tersebut air pembilas skrap menyemprot. Setelah penyemprotan
dengan air dilanjutkan penyemprotan dengan uap (untuk putaran SHS) dan
dilanjutkan penyemprotan dengan air (untuk putaran A). Penyemprotan dilakukan
selama ±12 detik pada kecepatan tinggi (11000 rpm). Kecepatan turun dengan
pelan. Pada kecepatan 50-60 rpm dan akan bekerja secara. Klep penutup terbuka
dan scrapper turun dengan bersamaan membukanya lubang saringan gula.
Scrapper masuk ke dalam basket untuk mennyekrap gula secara otomatis. Setelah
gula turun, scrapper kembali ke atas untuk dimulai lagi pemutaran berikutnya.
Kinerja alat ini berlangsung secara otomatis.
Universitas Indonesia
Low Grade Fugal (LGF) beroperasi secara kontinyu dengan penambahan
air dingin dan digunakan untuk masakan C dan D. Pada Pabrik Gula Pesantren baru
menggunakan 11 buah alat. LGF nomor 10 dan 11 digunakan untuk pemutaran
masakan C yang berfungsi untuk memisahkan gula C dan stroop C. Untuk
pemutaran D1 dilakukan pada LGF nomor 5 dan 6 dan menghasilkan gula D1 dan
klare D. Untuk pemutaran D2 dilakukan pada LGF nomor 1, 2, 3, 4, 7, dan 8 dan
menghasilkan gula D2 dan klare D2. Gula D2 yang dihasilkan dilebur kembali dan
digunakan sebagai bahan masakan C, sedangkan klare D1 yang dihasilkan
digunakan untuk bahan masakan D.
Kristal nira hasil masakan D (Vacuum Pan No. 5), akan turun ke receiver
.Kristal nira dari receiver kemudian akan dikirim ke palung pendingin atau. Suhu
masakan di palung pendingin ini akan semakin menurun. Sewaktu masakan masuk
ke palung pendingin, suhunya adalah ± 62oC dan pada saat sampai di palung
pendingin suhu telah mencapai ± 54oC. Masakan dari palung pendingin akan
dipanaskan kembali hingga ± 56oC dalam reheater untuk menurunkan viskositas
sehingga tidak memberikan beban yang terlalu berat untuk stasiun sentrifugasi
berikutnya. Hasil dari reheater akan disentrifugasi di Low Grade Fugal (LGF) D1
untuk memisahkan kristal dari larutannya. Dari proses ini terdapat hasil samping
gula D1 dan tetes yang kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam tangki
penampung molases untuk selanjutnya dimanfaatkan oleh pabrik pembuat MSG,
dsb. Gula D1 kemudian dipompa menuju magma mixer D1. Dari magma mixer D1,
gula disentrifugasi kembali dalam LGF D2 dan menghasilkan gula D2 dan klare D
yang dimasukkan kembali ke stasiun masakan sebagai bahan pembuat masakan D.
Gula D2 akan jatuh ke talang ulir kemudian ditampung dalam tangki penampung.
Hasil dari masakan A, nira akan turun ke receiver kemudian dipompa
menuju Feed Mixer kemudian dipompa menuju High Grade Fugal (HGF) A. HGF
A akan menghasilkan stroop A yang akan digunakan sebagai bahan masakan C dan
D. Gula A ini lalu masuk ke Magma Mingler dengan penambahan Klare SHS dan
air dengan tujuan untuk membersihkan kristal dari larutannya sehingga setelah
disentrifugasi di HGF-SHS akan menghasilkan gula yang bersih dan putih serta
berguna juga untuk menambah rendemen kristal. Jumlah air yang ditambahkan
harus tepat agar tidak mengganggu proses selanjutnya. Jika jumlah air yang
Universitas Indonesia
ditambahkan kurang, maka fungsi dari magma mingler sebagai tempat untuk
membilas kristal tidak akan terpenuhi, dan bila jumlah air yang ditambahkan terlalu
banyak maka beban kerja HGF-SHS akan bertambah berat karena semakin banyak
larutan yang harus ditarik oleh pompa.
Nira dari magma mingler akan dialirkan ke feed mixer SHS untuk kemudian
dimasukkan ke HGF-SHS TSK No. 1 dan 2 serta BroadBendt No. 3. HGF-SHS
akan menghasilkan klare SHS dan gula SHS. Klare SHS digunakan sebagai bahan
masakan A, sedangkan gula SHS diturunkan ke Grasshopper Conveyor untuk
kemudian diteruskan ke stasiun penyelesaian. HGF memiliki tiga (3) lapisan
saringan, yaitu:
1. Saringan bagian dalam (Working Screen) : saringan yang bekerja dalam
HGF dengan ukuran 37 mesh.
2. Saringan penyangga (Buffer Screen) : lapisan penyangga yang berukuran
± 7 mesh.
3. Saringan bagian luar (Backing Screen) : lapisan dasar yang berukuran ± 4
mesh.
Pabrik Gula Pesantren Baru mengoperasikan 2 jenis alat puteran yaitu :
Puteran kontinu yang digunakan untuk memutar masakan C dan D
Puteran batch yang digunakan untuk memutar masakan R, A dan SHS
Universitas Indonesia
Gambar 3.9
Diagram Alir Proses Stasiun Masakan
(Sumber : PG. Pesantren Baru, 2015)
Universitas Indonesia
3.2.7 Stasiun Fosfatasi
Stasiun ini bertujuan untuk membersihkan gula yang masih berwarna
kecoklatan menjadi putih bersih karena masih terdapat kotoran yang tercampur
pada kristal – kristal gula. Pada proses ini diusahakan agar tidak merusak atau
menghilangkan sukrosa sari gula.
Proses – proses pada stasiun fostafasi sebagai berikut :
1. Raw sugar yang dihasilkan dari HGF vacuum pan A dipompa menuju
mingler. Selanjutnya di dalam mingler raw sugar ditambahkan air kondensat
positif atau sebesar 95% dan colour precipitant sebesar 100- 200 ppm atau
sekitar 10 liter dan air sebanyak 600 liter. Suhu dari air kondensat adalah
sebesar 70°C. Hal ini bertujuan untuk meleburkan raw sugar kembali
sehingga dapat dihasilkan gula putih.
2. Leburan raw sugar yang telah ditambahkan air kondensat positif secara over
flow akan mengalir ke melter. Di melter ini, raw sugar ditambahkan air
kondensat positif sebesar 5%. Hal ini bertujuan untuk menyempurnakan
peleburan pada melter.
3. Raw melt kemudian dipompa menuju vibro screen. Tujuan dari vibro screen
adalah untuk memisahkan kotoran berupa padatan yang terdapat pada raw
melt. Di PG. Pesantren Baru terdapat 4 unit vibro screen dengan ukuran
saringan sebesar 60 mesh.
4. Hasil dari vibro screen berupa screened melt ditampung menuju buffer tank
dan selanjutnya dipanaskan di Direct Contact Heatern (DCH) sampai suhu
75-85°C dengan menggunkan uap nira Badan I.
5. Setelah dipanaskan di DCH kemudian di transfer ke reaction tank dengan
penambahan asam phospat sebesar 4 diligent atau sekitar 140 kg per hari
dan air sebanyak 700 liter dan lime sucrate (susu kapur) sekitar 30% dan air
sekitar 30% hingga pH di reaction tank 7,1 -7,2.
6. Kemudian di transfer menuju aerator tank dengan penambahan flokulan
sebanyak 4 kg dengan air sebanyak 3500 liter dan menuju ke Flotation
Clarifier.
7. Pada Flotation Clarifier ini dipisahkan antara scum dengan clear melt. Scum
akan ditampung menuju mud tank kemudian diproses lebih lanjut di Rotary
Universitas Indonesia
Vacuum Filter (RVF) untuk dipisahkan antara blotong dengan nira tapis dan
nira tapis kemudian dikembalikan ke defekator I pada stasiun pemurnian
sedangkan clear melt diproses kembali menuju vessel dan dikembalikan ke
vacuum pan R (masecuite R) pada stasiun masakan.
Colour PPT
Screened Melt
Buffer Tank
Asam Phospat (H3PO4) &
Susu Kapur
Reaction Tank
Flokulan
Aerator Tank
Clear Melt
Vessel
Vacuum Pan R
Universitas Indonesia
3.2.8 Stasiun Penyelesaian
Produk kristal gula yang diambil hanya berasal dari putaran R atau yang
lebih dikenal dengan gula SHS. Gula ini kemudian ditampung pada talang goyang
yang selalu bergetar sehingga gulanya selalu bergerak dengan udara panas dengan
suhu 85°C-90°C kemudian gula terlempar secara centrifugal menuju daerah
pendinginan yang ditembus udara pendingin dengan suhu 370C. Gula debu yang
terbang akibat adanya hembusan dari bawah akan dihisap oleh debu dan dibawah
menuju cyclone untuk dipisahkan antara gula debu dan udara. Karena getarannya
dan adanya singgungan dengan udara luar, maka gula akan menjadi sedikit kering
dan dingin. Selanjutnya, gula yang keluar dari HGF jatuh ke grasshoper dan
bergerak menuju bucket elevator, kemudian masuk ke alat pengering gula/sugar
dryer. Dalam pengeringan gula diberikan hembusan udara panas dari bawah lewat
plat yang berlubang-lubang dengan suhu 80ºC - 90ºC. Udara panas diperoleh dari
udara yang tersaring dan dialiri uap baru dengan tekanan 3 kg/cm2.
Dengan gerakan pegas gula terus berjalan sampai daerah pendinginan dan
diberi hembusan udara kering dengan suhu 30ºC - 40ºC. Debu gula dihisap oleh
penangkap debu dan disemprot dengan air sedangkan udara panas yang bebas dari
debu gula akan keluar melalui cerobong.
Setelah mengalami pengeringan pada sugar dryer, gula dimasukkan ke
super ban melalui bucket elevator dan saringan getar. Untuk memperoleh ukuran
kristal yang diinginkan maka gula kemudian disaring dengan saringan getar
(vibrating screen) yang tersusun dari 3 (dua) saringan kassa dengan ukuran 4x4
mess, 21x21 mess dan 23x23 mesh, saringan ini juga untuk memisahkan gula halus,
gula kasar dan produk. Gula kasar/krikil yang tertahan pada saringan kasar (4x4
mesh) akan dilebur kembali dan yang lolos dari saringan kasar akan ditahan
saringan halus (23x23 mesh), yang lolos dari saringan halus akan dilebur kembali
sebagai bahan masakan R. Untuk mempercepat proses peleburan, bak dilengkapi
dengan pengaduk dan kedalam larutan dialirkan uap panas. Gula leburan dialirkan
uap panas. Gula leburan dialirkan menuju tangki fine syrup untuk bahan masakan
R. Sedangkan gula produksi yang tertahan di saringan halus akan dibawa oleh
Bucket Elevator 3 menuju Sugar Bin.
Universitas Indonesia
Gula dari Sugar Bin akan dimasukkan ke dalam zak setelah melalui proses
penimbangan otomatis dengan Automatic Netweigher seberat 50 Kg. Gula yang
telah ditimbang kemudian disimpan dalam gudang gula dengan syarat antara lain :
1. Suhu gula saat masuk karung > 40ºC.
2. Berat tiap sak 50 kg.
3. Pengepakan gula menggunakan sak plastik/glangsing yang kuat, tidak
bocor dan dalam kemasan diberi kantong plastik/inner bag dan dijahit agar
kondisi stabil.
4. Penimbangan menggunakan timbangan otomatis agar berat gula terjamin
dan sesuai ketentuan.
5. Gula dalam keadaan kering dan bersih.
6. Ukuran kristalnya merata tidak boleh lebih dari 1,1 mm (sesuai pasar).
Setelah ditimbang, gula dikemas pada karung plastik yang terdiri dari
plastik luar (outer) dan dalam (inner) dimana plastik dalam (inner) dipakai dengan
tujuan agar tidak menyerap air dari udara luar karena gula produk bersifat
higroskopis. Pengarungan gula dengan berat ± 50 kg ditambah berat karung plastik
outer dan inner. Setelah ditimbang karung plastik yang berisi gula disusun di
penampung sementara (Stamvloer) kemudian disimpan dalam gudang gula.
Sebelum masuk gudang gula, gula produk dihitung jumlahnya oleh petugas bagian
pengolahan dan bagian AK&U (produksi harian atau 24 jam).
Universitas Indonesia
Refined Sugar
Sugar Elevator
Gula Produk
Gula Halus
Vibrating Screen
Gula Kasar
Sugar Elevator
Sugar Bin
Pengemasan
Stamvloer
Gudang Gula
Universitas Indonesia
3.3 Quality Control
Pabrik Gula Pesantren Baru menerapkan kegiatan pengendalian kualitas
berdasarkan prosedur pengendalian perusahaan pada umumnya. Prosedur yang
pertama yaitu menentukan standar kualitas untuk masing-masing produk sesuai
dengan SNI. Selanjutnya yaitu usaha perusahaan untuk dapat memenuhi standar
kualitas tersebut. Upaya yang dilakukan Pabrik Gula Pesantren Baru untuk dapat
memenuhi standar kualitas tersebut adalah dengan mengawasi jalannya proses-
proses produksi agar sesuai dengan rencana. Kemudian mengawasai bahan baku
sejak diterima, disimpan dan dikeluarkan dari dalam Gudang bahan baku.
Laboratorium Pabrik Gula memegang peranan penting, karena dari hasil analisis
laboratorium dapat diketahui keadaan daribahan baku dan data proses. Berikut
merupakan usaha-usaha yang dilakukan oleh Pabrik Gula Pesantren Baru:
3.3.1 Jenis-Jenis Analisa dan Frekuensi
Analisa Tiap Jam
Nira Gilingan I s/d V : Brix; Pol
Nira Mentah I dan II : Brix; Pol
Nira Encer : Brix; Pol
Nira Kental I dan II : Brix; Pol
Ampas Gilingan Akhir : Pol; Zat Kering
Blotong : Pol
Analisa Tiap Dua Jam
Pengisi Ketel : pH; Kesadahan; dan lain – lain
Air Ketel : pH; Kesadahan; dan lain – lain
Tetes : Brix; Pol
Stroop A, C dan Klare D : Brix; Pol
Analisa Tiap Delapan Jam
Nira Gilingan I s/d V : Brix; Pol
Nira Mentah I dan II : Brix; Pol
Nira Encer : Brix; Pol
Nira Kental I dan II : Brix; Pol
Kadar Kapur NM, NE : Ppm
Gula DI, DII, C : Pol
Universitas Indonesia
Bibitan C dan D : Brix; Pol
Klare SHS : Brix; Pol
Analisa Tiap Putar
Gula DI, DII, C : Pol
Stroop A, C, dan Klare D : Brix; Pol
Klare SHS : Brix; Pol
Tetes : Brix; Pol
Analisa Tiap Turun
Masakan R, A, C, dan D : Brix; Pol
Analisa Tiap 15 Hari
Gula SHS :Brix; Pol; Sakarosa; Kadar Air; Gula
Reduksi; Garis Saring
Tetes : Brix; Pol; Gula Reduksi; Sakarosa
No Parameter Sasaran
Universitas Indonesia
Tabel 3.6 Standard– Standard pada Stasiun Gilingan (Continued)
No Parameter Sasaran
Stasiun Pemurnian
Tabel 3.7 Standard – Standard pada Stasiun Pemurnian
No Parameter Sasaran
Universitas Indonesia
Tabel 3.8 Standard – Standard pada Stasiun Pemurnian (Continued)
No Parameter Sasaran
Stasiun Penguapan
Tabel 3.9 Standard – Standard pada Stasiun Penguapan
No Parameter Sasaran
1 Kecepatan penguapan 22 – 24 Kg
2 Vacum evaporator air Air/m2LP/Jam
3 Suhu pemanas nira I 60 cmHG
4 Be nira kental 32 – 340 Be
5 Suhu air injeksi 30 – 35 ℃
6 Suhu akhir jatuhan kondensor 42 – 45 ℃
Stasiun Masakan
Tabel 3.10 Standard – Standard pada Stasiun Masakan
No Parameter Sasaran
No Parameter Sasaran
Stasiun Putaran
Tabel 3.12 Standard – Standard pada Stasiun Putaran
No Parameter Sasaran
5 HK gula C2 ± 95%
9 HK gula D2 ± 93%
10 HK gula D3 ± 95%
Stasiun Penyelesaian
Tabel 3.13 Standard – Standard pada Stasiun Penyelesaian
No Parameter Sasaran
Universitas Indonesia
Tabel 3.14 Standard – Standard pada Stasiun Penyelesaian (Continued)
No Parameter Sasaran
5 Warna ± 50 IU
S ± 0,90 mm
6
M ± 1,0 – 1,1 mm
L ± 1,2 mm
Universitas Indonesia
BAB IV
SISTEM UTILITAS DAN PENGOLAHAN LIMBAH
Universitas Indonesia
BAB V
TUGAS KHUSUS
5.1 Pendahuluan
5.1.1 Latar Belakang Masalah
……………………….
5.1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari tugas khusus yang diberikan antara lain:
a. Bagaimana neraca massa yang berlaku pada stasiun masakan dan
stasiun putaran?
b. Bagaimana neraca warna yang berlaku pada stasiun masakan dan
stasiun putaran?
c. Apa saja sumber penyebab terjadinya penurunan pH pada kolan
injeksi?
d. Bagaimana caranya agar pH kolom injeksi bisa mencapai pH netral?
e. ……………………….
5.1.3 Tujuan
Tujuan dari tugas khusus yang diberikan yaitu:
a. Untuk mengetahui neraca massa pada stasiun masakan dan stasiun
putaran
b. Untuk mengetahui neraca warna pada stasiun masakan dan stasiun
putaran
c. Untuk mengetahui penyebab terjadinya penurunan pH pada kolom
injeksi
d. Untuk mengetahui solusi untuk menyelesaikan masalah penurunan
pH pada kolom injeksi
5.1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dari tugas khusus yang diberikan yaitu:
………………………
Universitas Indonesia
5.2 Tinjauan Pustaka
5.2.1 Neraca Massa
Neraca massa merupakan perhitungan pada semua aliran masuk dan keluar
atau yang terakumulasi di dalam proses pada waktu tertentu. Penyusunan neraca
massa merupakan penerapan hukum kekekalan massa, yakni massa tak dapat
dijelmakan atau dimusnahkan. Prinsip umum neraca massa adalah dengan membuat
sejumlah persamaan-persamaan yang saling tidak tergantung satu sama lain,
dimana persamaan-persamaan tersebut jumlahnya sama dengan jumlah komposisi
massa yang tidak diketahui. Sebelum beralih ke neraca massa, maka terlebih dahulu
akan dibahas mengenai sistem dan proses sebagai pengetahuan dasar yang akan
digunakan dalam perhitungan neraca massa.
Sistem merupakan bagian atau keseluruhan proses yang ditinjau dan
digunakan untuk memisahkan antara sistem dan bagian luar sistem (lingkungan).
Batas yang memisahkan antara sistem dan lingkungan dinamakan batas sistem.
Berdasarkan jenis pertukaran yang terjadi antara sistem dan lingkungan, sistem
dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
Sistem tertutup
Sistem tertutup ditandai dengan tidak adanya pertukaran materi antara
sistem dengan lingkungan atau tidak adanya aliran masuk dan keluar yang
melewati batas sistem. Sistem tertutup memungkinkan terjadinya perubahan
atau pertukaran, yakni pertukaran energi (panas dan kerja).
Sistem terbuka
Sistem terbuka merupakan suatu sistem dimana terjadi pertukaran energi
dan materi yang melewati batas sistem.
Sistem terisolasi
Pada sistem terisolasi tidak terjadi pertukaran panas, materi, ataupun kerja
dengan lingkungan.
Universitas Indonesia
Steady state merupakan sebuah proses dimana semua variabel proses yang
ditinjau tidak berubah terhadap waktu. Hal ini ditandai dengan laju alir
masuk sama dengan laju alir keluar. Steady state dapat dirumuskan dengan:
𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖 − 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖 = 𝑎𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖
Pada proses steady state tidak terjadi akumulasi, sehingga
𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖 − 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖 = 0
𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖 = 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖
Unsteady state
Unsteady state merupakan sebuah proses dimana semua variabel proses
mengalami perubahan nilai terhadap waktu. Pada unsteady state system
terjadi akumulasi pada variabel proses sehingga proses unsteady state dapat
dirumuskan dengan:
𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖 − 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖 = 𝑎𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖
Berdasarkan aliran masuk dan keluar, terdapat tiga proses yang terjadi pada
suatu alat, yaitu:
Proses batch
Kondisi dimana tidak adanya aliran masuk dan keluar pada saat proses
terjadi sehingga pemasukan input dan pengeluaran output dilakukan hanya
satu kali dalam waktu tertentu.
Proses kontinyu
Proses kontinyu terjadi ketika aliran masuk sama dengan aliran keluar dan
terjadi secara terus menerus.
Proses semibatch
Proses semibatch terjadi ketika adanya materi yang masuk selama proses,
tetapi tidak ada materi yang keluar hingga akhir proses sehingga akan
dikeluarkan setelah proses selesai.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, neraca massa merupakan
penerapan hukum kekekalan massa. Dengan demikian, banyaknya materi yang
masuk, keluar, dan terakumulasi dalam sistem dapat dihubungkan dengan
persamaan:
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 + 𝑎𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
Universitas Indonesia
Dengan demikian, persamaan umum neraca massa untuk suatu sistem
proses adalah:
𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑘𝑒 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 − 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚
+ 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑔𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚
− 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚
= 𝑎𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚
Universitas Indonesia
Data spesifikasi alat pada stasiun masakan, puteran, dan fosfatasi
didapatkan dari Hasil Audit Peralatan Pabrik Gula Pesantren Baru yang
dilaksanakan pada 31 Juli 2017. Sementara, data brix, pol, dan icumsa pada nira,
kapasitas produksi gula rafinasi dan tetes, serta volume masakan yang turun
didapatkan dari departemen Quality Assurance Pabrik Gula Pesantren Baru.
Observasi lapangan
Data volume input yang masuk ke stasiun masakan didapatkan dengan
observasi langsung ke lapangan, yakni melalui diskusi dengan operator pada
masing-masing vacuum pan. Data diambil dengan membuat rata-rata nilai pada
shift pagi, khususnya untuk masakan turun pada pukul 07.00 – 14.00 tanggal 5, 6,
dan 7 Juli 2019.
5.4.2 Algoritma Pemecahan Masalah
Neraca Massa pada Stasiun Masakan dan Stasiun Putaran
1. lalalala\
2. lalalal
3.
Universitas Indonesia
Data ICUMSA masing-masing komponen pada stasiun masakan dan stasiun
putaran diambil pada tanggal 5-7 Juli 2019 kemudian dirata-ratakan sehingga
diperoleh data sebagai berikut.
Tabel X. Data Icumsa Stasiun Masakan dan Stasiun Putaran Tanggal 5-7 Juli
2019
No Uraian ICUMSA
1 NK 17629,0
2 Masakan R 7597,3
3 Masakan A 24424,7
4 Masakan C 28344,0
5 Masakan D 35573,3
6 Stroop A 20643,7
7 Stroop C 24456,3
8 Tetes 24254,0
9 Gula A 1973,3
10 Gula R (SHS) 174,2
11 Gula C 7528,3
12 Gula D1 7865,3
13 Gula D2 7586,3
14 Klare D 34907,3
15 Stroop R 6580,3
16 Klare R 6631,7
17 Fine Liquor/Clear Melt 1007,7
18 Raw Sugar 1985,1
19 Magma C2 7528,3
20 Magma D2 7586,3
Universitas Indonesia
Neraca Warna pada Stasiun Masakan dan Stasiun Putaran
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan neraca warna
sebagai berikut.
𝐼𝐶𝑈𝑀𝑆𝐴𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 − 𝐼𝐶𝑈𝑀𝑆𝐴𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 = 𝐼𝐶𝑈𝑀𝑆𝐴𝑎𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖
Tabel X. Perhitungan Neraca Warna pada Stasiun Masakan dan Stasiun Putaran
ICUMSA
Uraian
Masuk Keluar
VP A dan Putaran A
NK 17629 -
Gula C 7528,3 -
Stroop R 6580,3 -
C/D melt 7557,3 -
Gula A - 1973,3
Stroop A - 20643,7
Total 39295 22617
VP C dan Putaran C
NK 17629 -
Gula D2 7586,3 -
Stroop A 20643,7 -
Stroop C - 24456,3
Gula C - 7528,3
Total 45859 31984,67
VP D dan Putaran D
NK 17629 -
Stroop A 20643,7 -
Stroop C 24456,3 -
Klare D 34907,3 -
Gula D2 - 7586,3
Tetes - 24254
Total 97636,3 31840,3
VP R dan Putaran R
Fine Liquor 1007,7 -
Klare R 6631,67 6631,7
Universitas Indonesia
Stroop R 6580,33 6580,3
Gula R - 174,2
Total 14219,7 13386,2
Universitas Indonesia
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan di atas antara lain:
Metode laju alir volumetrik dan SJM dapat diterapkan dalam melakukan
perhitungan neraca massa pada stasiun masakan dan putaran. Untuk
perhitungan tersebut, metode SJM lebih akurat.
Perbedaan nilai tonbrix masuk dan keluar pada stasiun masakan dengan
kedua metode terjadi karena perbedaan volume inlet pada masing-masing
metode.
Terjadinya loss/generation dari komponen juga dapat memberikan
pengaruh besar dalam tidak seimbangnya neraca massa komponen
(tonbrix).
Perbedaan nilai ICUMSA menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan
semakin baik kualitasnya.
Hal ini terlihat pada nilai ICUMSA untuk gula R yakni sebesar 174,2
menandakan gula yang dihasilkan masuk ke dalam kategori gula kristal
putih.
6.2 Saran
Adapun yang dapat saya sarankan:
Mengarsipkan data-data terkait volume zat yang digunakan pada inlet
vacuum pan lebih detail sehingga dapat dihasilkan perhitungan yang lebih
akurat.
Menguji icumsa pada setiap input dan output untuk meninjau terjadinya
kehilangan warna pada gula.
Membuat tempat untuk meletakkan arsip buku pendataan agar mudah dalam
mencari data sesuai dengan waktu ataupun proses yang diinginkan.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Himmelblau, D. R. (2004). Basic Principles and Calculations in Chemical
Engineering Seventh Edition. New Jersey: Prentice Hall.
Hugot, E. (1986). Handbook of Cane Sugar Engineering third edition. New York:
Elsevier.
Rein, P. (2007). Cane Sugar Engineering. Berlin: Verlag Dr. Albert Bartens KG.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
LAMPIRAN A.1
LAMPIRAN A.2 Perhitungan Rancangan Sistem Ekualisasi
Universitas Indonesia