Anda di halaman 1dari 84

SKRIPSI

STUDI EVALUASI KEPATUHAN WAJIB PAJAK SEBELUM


DAN SESUDAH SUNSET POLICY
(Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama
Makassar Utara)

disusun dan disajikan oleh

FITRAH APRIANY
A31109269

Kepada

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
SKRIPSI

STUDI EVALUASI KEPATUHAN WAJIB PAJAK SEBELUM


DAN SESUDAH SUNSET POLICY
(Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Prtama
Makassar Utara)

disusun dan disajikan oleh

FITRAH APRIANY
A31109269

Kepada

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
SKRIPSI

STUDI EVALUASI KEPATUHAN WAJIB PAJAK SEBELUM


DAN SESUDAH SUNSET POLICY
(Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama
Makassar Utara)

disusun dan diajukan oleh

FITRAH APRIANY
A31109269

telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan

Makassar, Mei 2013

Pembimbing I Pembimbing II

DR. Yohanis Rura, S.E., M.SA., Ak Drs. Deng Siraja., M.Si., Ak.
NIP. 19611128 198811 1 001 NIP. 19511228 198603 1 002

Ketua Jurusan Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin

Dr. H. Abdul Hamid Habbe, S.E., M.Si


NIP. 19630515 199203 1 003
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

nama : Fitrah Apriany

NIM : A31109269

jurusan/program stud i : Akuntansi / Strata Satu (S1)

dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul

STUDI EVALUASI KEPATUHAN WAJIB PAJAK SEBELUM DAN


SESUDAH SUNSET POLICY (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi
pada KPP Pratama Makassar Utara)

adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam
naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang
lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam
sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan
terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).

Makassar, Mei 201

Yang membuat pernyataan

Fitrah Apriany
A31109269
PRAKATA

Assalamu’ alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat

Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Studi Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan

Sesudah Sunset Policy (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP

Pratama Makassar Utara). Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah

satu syarat untuk menyelesaikan program Sarjana (S1) pada Jurusan Akuntasi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

Selama proses penyusunan skripsi ini, peneliti mendapatkan bimbingan,

arahan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak DR. Yohanis Rura.,S,E.,M.SA.,Ak dan Drs. Deng Siraja.,M.Si.,Ak,

selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan dengan penuh

kesabaran memberikan bimbingan dan arahan yang sangat bermanfaat

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Tim penguji Drs. Rusman Thoeng, M.com, BAP., Ak, Dra. Andi Kusumawati,

M.Si., Ak, dan Drs. Muh. Nur Azis, MM.

3. Segenap Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas yang telah memberikan

ilmu kepada peneliti selama masa perkuliahan.

4. Para pimpinan dan Staf Kanwil DJP SulSelBarTra dan KPP Pratama

Makassar Utara, dimana peneliti melakukan penelitian, atas bantuan dan

kesempatan yang diberikan kepada peneliti dalam melakukan penelitian.


5. Karyawan dan karyawati Akademik, yang telah banyak membantu selama

perkuliahan berlangsung.

6. My beloved families: Ibu dan Bapak, kakakku beserta istrinya, dan kedua

ponakanku yang sangat lucu, yang telah memberikan dukungan baik moril

maupun materiil, kesabaran, perhatian, serta do’a dan kasih sayang yang tak

terhingga.

7. Terima kasih para tetanggaku yang tak jenuh menanyakan kapan saya

selesai, ini memberikan saya motivasi yang sangat besar.

8. Sahabat-sahabat K09nitifku yang saya sayangi dan banggakan, yang saling

memberikan motivasi, saran, maupun celaan yang bisa membangun.

9. Teman-temanku di SD Inpres Pai 1, SMP Negeri 12 Makassar, dan SMA

Negeri 1 Makassar. Semua motivasi yang telah tercurahkan saya ucapkan

banyak terima kasih.

10. Teman-teman KKN Kecamatan Curio Kab.Enrekang, khususnya Desa

Sumbang 2012.

11. Terima kasih kepada semua pihak-pihak yang tidak bisa diebutkan satu-

persatu dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.

Dalam bagian akhir kata pengantar ini, peneliti menyadari juga bahwa

skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu segala kritik dan saran

peneliti terima kasih dan senang hati demi kesempurnaan skripsi ini. Namun,

demikian peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang

berkepentingan.

Makassar, Mei 2013

Peneliti

Fitrah Apriany
ABSTRAK

Studi Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Sesudah Sunset


Policy (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama
Makassar Utara)

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Sunset Policy terhadap tingkat
kepatuhan wajib pajak. Program Sunset Policy adalah kebijakan penghapusan
sanksi administrasi pajak penghasilan yang tertuang dalam Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
dalam Pasal 37A. Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak pada KPP
Pratama Makassar Utara. Sampel penelitian ditujukan pada wajib pajak pribadi
tahun 2006,2007,2008,2009, dan 2010 pada KPP Pratama Makassar Utara.
Data yang digunakan adalah data sekunder dari KPP Pratama Makassar Utara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis paired sample t-
test, program Sunset Policy memberikan dampak positif terhadap kepatuhan
wajib pajak dalam jumlah wajib pajak terdaftar. Namun, program Sunset Policy
tidak memberikan dampak positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam
melaksanakan kewajibannya, yang dinilai dari jumlah SPT yang disampaikan dan
STP membayar yang diterbitkan.

Kata Kunci : Kepatuhan Wajib Pajak, Sunset Policy, Wajib Pajak Orang Pribadi.
ABSTRACT

Evaluation Study of Taxpayer Compliance Before and After Sunset


Policy (Study Case of Personal Taxpayer in KPP Pratama Makassar
Utara)

This study aims to examine the influence of Sunset Policy toward level of
taxpayer compliance. Sunset Policy program is the policy to eliminate the
penalties of income tax administration as it is stipulated in law No. 28 of 2007,
about general certainty and procedures of taxation in chapter 37A. The
population of this study is taxpayer in KPP Pratama Makassar Utara. The sample
of this study is referred to personal taxpayer in year 2006,2007,2008,2009, and
2010 in KPP Pratama Makassar Utara. The data of this study is the secondary
data of KPP Pratama Makassar Utara. The result of this study shows that based
on Paired Sample T-test, Sunset Policy program has given positive effect toward
taxpayer compliance in amount of registered taxpayer. However, Sunset Policy
does not give positive effect toward taxpayer compliance to accomplish his
obligation, the researcher values from the amount of SPT that is notified and STP
that is published.

Keyword : taxpayer compliance, sunset policy, personal taxpayer.


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i

HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .................................................. v

PRAKATA .............................................................................................. vi

ABSTRAK .............................................................................................. viii

ABSTRACT ............................................................................................ ix

DAFTAR ISI ........................................................................................... x

DAFTAR TABEL .................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 8
1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................. 9
1.5 Sistematika Penulisan .............................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori ......................................................................... 11


2.1.1 Pemahaman Tentang Pajak.......................................... 11
2.1.1.1 Definisi Pajak ................................................. 11
2.1.1.2 Fungsi Pajak .................................................. 12
2.1.1.3 Sistem Perpajakan ......................................... 13
2.1.2 Pemahaman Tentang Pengampunan Pajak
2.1.2.1 Definisi Pengampunan Pajak ......................... 15
2.1.2.2 Jenis Pengampunan Pajak ............................ 17
2.1.3 Pemahaman Tentang Sunset Policy ............................ 18
2.1.4 Pemahaman Tentang Surat Tagihan Pajak (STP) ........ 21
2.1.5 Pemahaman Tentang Kepatuhan Wajib Pajak.............. 23
2.2 Penelitian Terdahulu ............................................................... 27
2.3 Kerangka Pemikiran ................................................................ 28
2.4 Hipotesis ................................................................................. 28

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ............................................................ 32


3.2 Tempat dan Waktu ................................................................. 32
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................. 33
3.4 Jenis dan Sumber Data .......................................................... 33
3.5 Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 33
3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .......................... 34
3.6.1 Sunset Policy.............................................................. 34
3.6.2 Kepatuhan Wajib Pajak ................................................ 35
3.7 Instrumen Penelitian ............................................................... 36
3.8 Analisis Data ........................................................................... 36
3.8.1 Analisis Deskriptif ......................................................... 36
3.8.2 Rasio Data .................................................................... 37
3.8.3 Uji Normalitas ............................................................... 37
3.8.4 Uji Hipotesis.................................................................. 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data .......................................................................... 39


4.2 Rasio Data ............................................................................... 41
4.3 Uji Normalitas ........................................................................... 42
4.4 Pengujian Hipotesis.................................................................. 43
4.3.1 Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Berdasarkan
Wajib Pajak Terdaftar ................................................... 45
4.3.2 Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Berdasarkan
Jumlah SPT yang disampaikan..................................... 46
4.3.3 Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Berdasarkan
Jumlah STP yang diterbitkan ........................................ 47
4.5 Pembahasan ............................................................................ 48
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan .............................................................................. 54


5.2 Saran ....................................................................................... 55
5.3 Keterbatasan Penelitian ........................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 57

LAMPIRAN............................................................................................. 60
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Peran Pajak Terhadap APBN Tahun 2006 s/d 210 ........................ 2

4.1 Analisis Deskriptif .......................................................................... 38

4.2 Analisis Rasio ............................................................................... 40

4.3 Uji Kolomogrov-Smirnov................................................................ 41

4.4 Paired Sample T-test I .................................................................. 42

4.5 Paired Sample T-test II ................................................................. 43


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Proses Penerbitan STP ................................................................. 21

2.2 Kerangka Pemikiran .................................................................. 26


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1.1 Tax Amnesty di Beberapa Negara di Dunia ......................................... 60

1.2 Rasio Data ................................... ..................................................... 62

1.3 Output Uji Deskriptif Jumlah Wajib Pajak OP ........................................ 64

1.4 Output Uji Kolomogrov-Smirnov Jumlah Wajib Pajak OP ..................... 64

1.5 Output Uji T Jumlah Wajib Pajak OP ................................................... 65

1.6 Output Uji Deskriptif Jumlah SPT yang disampaikan ........................... 66

1.7 Output Uji Kolomogrov-Smirnov Jumlah SPT yang disampaikan ......... 66

1.8 Output Uji T Jumlah SPT yang disampaikan ........................................ 66

1.9 Output Uji Deskriptif Jumlah STP yang diterbitkan ............................... 67

1.10 Output Uji Kolomogrov-Smirnov Jumlah STP yang diterbitkan............ 67

1.11 Output Uji T Jumlah STP yang diterbitkan .............................................. 67

1.12 T-Tabel ...................................................................................................70


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara berkembang yang senantiasa melakukan

pembangunan di segala bidang sebagai wujud dari pemenuhan kewajiban

terhadap rakyat Indonesia. Kewajiban tersebut seperti, melindungi rakyat

dengan segala kepentingannya, dan menyediakan sarana dan prasarana

yang diperlukan untuk memperlancar pelaksanaan pemerintahan. Tidak

hanya itu, kewajiban suatu negara harus secara adil memberikan pelayanan

kepada rakyat, menegakkan hukum, serta memelihara ketertiban dan

keamanan negara. Dalam rangka memenuhi kewajiban tersebut, negara

melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan berbagai jenis

penerimaan sebagai sumber pendapatan negara. Dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibuat oleh Pemerintah

bersama DPR, terdapat tiga sumber penerimaan yang menjadi pokok

andalan, sebagai berikut:

(1) penerimaan dari sektor pajak,

(2) penerimaan dari sektor migas (minyak dan gas bumi),dan

(3) penerimaan dari sektor bukan pajak.

Dilihat dari tiga penerimaan negara, pajak mendominasi sebagai sumber

penerimaan negara. Penerimaan dari sektor migas tidak dapat lagi

diandalkan karena sumber daya alam mempunyai umur yang relatif terbatas,
suatu saat akan habis dan tidak bisa diperbaharui. Namun, pajak sebagai

sumber penerimaan mempunyai umur yang tidak terbatas, terlebih dengan

semakin bertambahnya jumlah penduduk. Seperti tabel dibawah ini.

Tabel 1.1
Peran Pajak Terhadap APBN Tahun 2006 s/d 2010
Jumlah (dalam triliun) Prosentase
Tahun
No Pajak:APBN (%)
Anggaran APBN Pajak
1 2010 949.66 742.74 78

2 2009 985.73 725.84 74

3 2008 781.35 591.98 76

4 2007 723.06 509.46 70

5 2006 723.06 416.31 67

Sumber : Departemen Keuangan RI (www.depkeu.go.id)

Dari angka-angka tabel di atas terlihat bahwa peran pajak terhadap

APBN sejak tahun 2006 s/d 2010 rata-rata di atas lima puluh persen, bahkan

pada tahun 2010 mencapai 78%. Dilihat dari perannya yang begitu penting,

maka pemerintah melakukan berbagai upaya untuk terus meningkatkan

penerimaan pajak. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk

meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak adalah dengan

melakukan reformasi pajak (tax reform), yaitu dengan melakukan reformasi

terhadap peraturan Perundang-undangan Perpajakan serta sistem

Perpajakan Indonesia. Pemerintah telah melakukan penyempurnaan

peraturan Perundang-undangan Perpajakan pada tahun 1983, 1994, 1997,

2000, dan terakhir pada tahun 2002 – 2008 yang lebih dikenal dengan

modernisasi pajak. Sistem perpajakan Indonesia juga telah berubah dari

sistem Officiall assessment menjadi sistem self assessment. Sistem self


assessment, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya

terutang sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan

Perpajakan yang berlaku, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang

berada pada Wajib Pajak sendiri.

Penerapan sistem self assessment, diharapkan pelaksanaan

administrasi perpajakan yang berbelit-belit dan birokrasi akan dapat

dihilangkan. Tugas administrasi perpajakan tidak lagi seperti yang terjadi

pada masa lampau, administrasi perpajakan meletakkan kegiatannya pada

tugas merampungkan/menetapkan semua Surat Pemberitahuan (SPT) guna

menentukan jumlah pajak yang terutang dan jumlah pajak yang seharusnya

dibayar.

Pemerintah telah mengeluarkan cara melapor yang efektif yang dikenal

dengan e-SPT untuk memudahkan para wajib pajak dalam melaporkan

jumlah pajaknya. Pemerintah selalu berusaha melakukan terobosan-

terobosan baru untuk memudahkan wajib pajak. Sebagai upaya untuk

melakukan terobosan baru, khususnya dalam peningkatan penerimaan

pajak, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2008,

telah mengeluarkan kebijakan pajak bagi Wajib Pajak yang secara sukarela

melakukan pembetulan atas pelaporan pajak tahun-tahun yang lalu dan juga

memberikan kelonggaran bagi masyarakat untuk memperoleh Nomor Pokok

Wajib Pajak (NPWP), yang dikenal dengan Sunset Policy.

Sunset Policy merupakan program penghapusan sanksi administrasi

Pajak Penghasilan, sebagai bentuk pemberian fasilitas perpajakan yang

diatur berdasarkan pasal 37A UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jika Wajib Pajak memanfaatkan program
ini, Dirjen Pajak akan membebaskan dari sanksi pemeriksaan dan denda

akibat pembayaran yang kurang bayar. Di dalam Pasal 37A UU tentang

Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) disebutkan sebagai

berikut:

(1) wajib pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan


Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang
mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan
dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah
berlakunya undang-undang ini, dapat diberikan pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan
pelunasan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan
pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
(2) wajib pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) paling lama 1 (satu) tahun
setelah berlakunya undang-undang ini diberikan penghapusan sanksi
administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak
sebelum diperoleh NPWP dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali
terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat
Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau
menyatakan lebih bayar.

Sunset Policy telah disambut positif oleh masyarakat, terbukti secara

kuantitas, sunset policy meningkatkan penerimaan pajak sebesar Rp6,9

triliun. Nilai tersebut terdiri atas Rp1,4 triliun yang merupakan nilai pajak

terutang selama bulan Januari 2009 dan sebesar Rp5,5 triliun yang berasal

dari setoran pajak hingga akhir bulan Desember 2008. Tidak itu saja, sunset

policy juga menambah jumlah kepemilikan NPWP menjadi 13 juta per akhir

Maret 2009, padahal pada akhir tahun 2007 jumlah Wajib Pajak terdaftar

baru sekitar 5,3 juta. Dengan demikian, dalam waktu 14 bulan telah terjadi

peningkatan jumlah Wajib Pajak lebih dari dua kali lipat (Widodo,2010:243).

Berbagai negara telah menerapkan pengampunan pajak/sunset policy,

ada yang berdampak positif dan negatif. Setiap negara mempunyai sistem

pemerintahan yang berbeda, sehingga ketika suatu kebijakan diterapkan


akan mempunyai hasil yang berbeda. Pencapaian pengampunan

pajak/sunset policy di beberapa negara dapat dilihat pada lampiran 1.1.

Begitu banyak pendapat yang mengatakan, bahwa pengampunan pajak

(sunset policy) mempunyai kaitan erat dengan kepatuhan wajib pajak.

Diterapkannya pengampunan pajak dapat mendorong kepatuhan Wajib

Pajak terutama dalam jangka panjang, namun ini masih dalam perdebatan.

Leonard dan Zeckhauser (1986) dalam Wardiyanto (2010) menegaskan,

bahwa sebagian orang menjadi pelanggar pajak hanya karena kelalaian.

Jika mereka tidak dihadapi dengan mekanisme hukum, seperti tuntutan dan

pengenaan denda, mereka mungkin menjadi Wajib Pajak yang patuh.

Akibatnya, kepatuhan Wajib Pajak di masa yang akan datang dapat

ditingkatkan dengan merangkul para mantan penunggak pajak ke dalam

sistem perpajakan yang benar.

Kepatuhan wajib pajak yang diartikan oleh Leonard dan Zeckhauser

(1986) adalah wajib pajak yang telah berhasil untuk tidak melanggar lagi.

Nurmantu dalam Widodo (2010:68-69) berpendapat kepatuhan terdapat dua

macam, yaitu kepatuhan formal dan material, yaitu:

kepatuhan formal adalah suatu keadaan wajib pajak memenuhi kewajibannya


secara formal sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perpajakan.
Kepatuhan material adalah suatu keadaan wajib pajak secara substantif
(hakekat) memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan
jiwa Undang-undang Perpajakan.

Dari pengertian kepatuhan wajib pajak formal maupun material, maka

ada beberapa aspek yang melingkupi keaptuhan wajib pajak formal dan

material. Kepatuhan Wajib Pajak formal dapat dilihat dari beberapa aspek,

yaitu: 1) kesadaran Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri; 2) ketepatan waktu Wajib

Pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan; 3) ketepatan waktu dalam membayar

pajak; dan 4) pelaporan Wajib Pajak atas jumlah pajak terutang. Kepatuhan
material meliputi beberapa aspek, yaitu: 1) wajib pajak menghitung sendiri besar

pajak dalam SPT-nya sesuai jumlah kewajiban pajak yang harus dibayar yang

dihitung sebenarnya; 2) peran konsultan pajak dalam membantu perhitungan pajak;

3) kepercayaan Wajib Pajak terhadap konsultan pajak dalam menentukan jumlah

pajak; dan 4) tunggakan Wajib Pajak kepada negara. (Widodo,2010:68-69)

Wajib pajak patuh juga dapat dilihat dari penurunan jumlah Surat

Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Surat

Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi

administrasi berupa bunga dan/atau denda. STP dikeluarkan apabila wajib

pajak tidak bayar atau kurang bayar yang dilaporkannya. Jadi, apabila

jumlah STP yang dikeluarkan semakin berkurang, maka tingkat kepatuhan

wajib pajak semakin meningkat.

Pengukuran Kepatuhan Pajak baik secara formal maupun material lebih

kepada kesadaran seorang individu sebagai warga negara untuk melakukan

kewajibannya bagi kemajuan bangsanya. Tingginya tingkat kepatuhan, maka

pendapatan dari sektor pajak akan semakin meningkat, sehingga

pembangunan bangsa berjalan lancar.

Penelitian tedahulu yang dilakukan oleh Angraeni dan Kiswara (2011)

menyimpulkan, “Sunset Policy merupakan program yang berdampak positif

terhadap Wajib Pajak. Pengetahuan dan pemahaman tentang regulasi pajak, dan

persepsi yang baik terhadap efektifitas sistem Perpajakan.” Sunset Policy

direspon secara positif oleh Wajib Pajak. Kemauan membayar pajak

meningkat setelah Sunset Policy diterapkan.

Sunset Policy telah memikat banyak wajib pajak untuk menikmati sunset

policy. Hal ini terlihat dari hasil penelitian terdahulu Gama (2011)

menyimpulkan.
Setelah dilakukannya kebijakan Sunset Policy terjadi perubahan yang signifikan
terhadap jumlah Wajib Pajak yang terdaftar sebelum dan Sesudah Reformasi
Pajak 2008 pada KPP Kota Semarang, hal ini dikarenakan banyak fasilitas-
fasilitas yang mendukung dan pelayanan prima yang mendorong Wajib Pajak
untuk berbondong-bondong mendaftarkan diri. Terjadi pula perbedaan
signifikan antara jumlah Wajib Pajak Efektif sebelum dan sesudah Reformasi
Pajak 2008 pada KPP Kota Semarang. Terdapat perbedaan yang signifikan
antara jumlah Wajib Pajak yang menyampaikan SPT sebelum dan sesudah
Reformasi Pajak 2008 pada KPP Kota Semarang, semakin banyak Wajib Pajak
yang menyampaikan SPT maka kepatuhan Wajib Pajak semakin baik sehingga
berimplikasi terhadap penerimaan pajak.

Penelitian ini ditujukan untuk memastikan bagaimana program sunset

policy dalam kepatuhan membayar pajak bagi Wajib Pajak. Efektifitas

pelaksanaan program ini dalam jangka panjang memberikan kontribusi

positif bagi peningkatan sumber pembiayaan negara. Berdasarkan hal-hal

tersebut, maka peneliti tertarik untuk membuat penelitian dengan judul:

“Studi Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Sesudah Sunset

Policy (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama

Makassar Utara)”

1.2 Rumusan Masalah

Pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak selalu melakukan

reformasi perpajakan di Indonesia. Ini bertujuan agar dicapainya target

penerimaan pajak negara dan khususnya meningkatkan kepatuhan wajib

pajak atas kewajibannya sebagai warga negara. Pada tahun 2008

pemerintah mengeluarkan program Sunset Policy. Program ini mulai berlaku

1 Januari 2008 hingga 31 Desember 2008. Namun, besarnya antusias

masyarakat yang ingin menikmati program ini, maka pemerintah

memperpanjang Sunset Policy hingga 28 Februari 2009.


Penerapan sunset policy yang baik akan berdampak pada peningkatan

kepatuhan wajib pajak. Berbagai pendapat yang ada mengenai keberhasilan

pengampunan pajak/sunset policy dalam meningkatkan kepatuhan wajib

pajak. Pengampunan pajak dapat berhasil dikarenakan adanya kerja sama

yang baik antara pemerintah dengan masyarakat. Pelayanan dan fasilitas

yang memadai dapat meningkatkan kemauan dan antusias yang besar dari

masyarakat dalam memenuhi kewajibannya sebagai warga negara. Dengan

demikian, kepatuhan wajib pajak dapat meningkat setelah adanya sunset

policy yang didukung dengan reformasi perpajakan yang ada.

Penjelasan fakta mengenai sunset policy yang diterapkan di Indonesia

telah memberikan dampak positif terhadap negara. Sehingga permasalahan

dalam penelitian ini:

1. Apakah terdapat perbedaan tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi

sebelum dan sesudah sunset policy pada KPP Pratama Makasssar Utara

berdasarkan jumlah wajib pajak terdaftar?

2. Apakah terdapat perbedaan tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi

sebelum dan sesudah sunset policy pada KPP Pratama Makassar Utara

berdasarkan jumlah STP yang diterbitkan dalam hal membayar pajak?

3. Apakah terdapat perbedaan tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi

sebelum dan sesudah sunset policy pada KPP Pratama Makassar Utara

berdasarkan jumlah WP OP yang melaporkan SPT Tahunan?.


1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan diadakannya penelitian ini:

1. Untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris perbedaan tingkat

kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada KPP Pratama Makassar Utara

sebelum dan sesudah Sunset Policy berdasarkan jumlah wajib pajak

terdaftar.

2. Untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris perbedaan tingkat

kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada KPP Pratama Makassar Utara

sebelum dan sesudah Sunset Policy berdasarkan jumlah STP yang

diterbitkan dalam hal membayar pajak.

3. Untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris perbedaan tingkat

kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada KPP Pratama Makassar Utara

sebelum dan sesudah Sunset Policy berdasarkan jumlah WP OP yang

melaporkan SPT Tahunan.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan yang

berkaitan dengan kebijakan Sunset Policy terhadap kepatuhan wajib

pajak.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah

terutama fiskus dalam membuat suatu kebijakan di masa yang akan

datang, agar dapat mencapai tujuan dari kebijakan yang optimal,

khususnya dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.


1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini, sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisi mengenai tinjauan teori, penelitian terdahulu, kerangka

pemikiran, dan hipotesis.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisi mengenai rancangan penelitian, tempat dan waktu, populasi

dan sampel, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data,

variabel penelitian dan definisi, instrumen penelitian, dan analisis

data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi mengenai dekripsi data, pengujian hipotesis, dan

pembahasan.

BAB V : PENUTUP

Berisi mengenai kesimpulan, saran, dan keterbatasan penelitian.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Pemahaman Tentang Perpajakan

2.1.1.1 Definisi Pajak

Soemahamidjaja dalam Suandy (2008:9), “Pajak adalah iuran

wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa

berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi

barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan

umum”. Dan menurut Soemitro dalam Mutiah (2008:2), “pajak

adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal

(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan

untuk membayar pengeluaran umum”.

Indonesia berpacu terhadap Undang-undang yang ada,

Soemahamidjaja dan Soemitro berpendapat bahwa pajak dipungut

berdasarkan Undang-undang dan norma yang berlaku.

Berdasarkan, Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 28

Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak

didefinisikan sebagai, “kontribusi wajib kepada negara yang terutang

oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung


dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”.

Beberapa definisi tentang pajak di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa pajak adalah pembayaran wajib masyarakat

atau institusi terhadap negara yang berlandaskan undang-undang

dan bersifat memaksa dan hasil dari pembayaran pajak digunakan

untuk kepentingan dan kemakmuran bersama. Namun, tidak ada

kontraprestasi langsung yang dirasakan pembayar pajak.

2.1.1.2 Fungsi Pajak

Pajak adalah iuran wajib masyarakat kepada negara yang

dilandaskan oleh Undang-undang. Pajak mempunyai dua fungsi

umum, sebagai berikut:

(1) budgetair/finansial, yaitu memasukkan uang sebanyak-

banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

(2) regulerend/mengatur, yaitu pajak digunakan sebagai alat

untuk mengatur, baik masyarakat, baik dibidang ekonomi,

sosial, maupun politik dengan tujuan tertentu.

Menurut Sommerfeld, dkk dalam Suandy (2008:13)

menyebutkan lima fungsi pajak, yaitu “1) raising revenues, 2)

economic price stability, 3) economic growth and full employment, 4)

economic development, dan 5) wealth redistribution”. Semua fungsi

pajak dapat dielaborasi menjadi:


(1) fungsi pajak Sebagai Sumber Penerimaan Negara yang Aman,
Murah, dan Berkelanjutan;
(2) fungsi pajak Sebagai Instrumen Keadilan dan Pemerataan;
(3) fungsi pajak Sebagai Instrumen Kebijakan Pembangunan;
(4) fungsi pajak Sebagai Instrumen Ketenagakerjaan; dan
(5) fungsi pajak Sebagai Instrumen Kebijakan Mitigasi dan
Adaptasi Perubahan Iklim (Rosdiana dan Irianto,2012:45).

Ada beberapa fungsi pajak, maka dengan adanya masyarakat

yang berperan aktif dalam membayar pajak, maka negara akan

lebih mudah untuk menjalankan perekonomian yang dapat

meningkatkan lapangan pekerjaan. Dengan demikian,

pembangunan dapat berjalan baik yang berdampak pada

meningkatnya kualitas hidup masyarakat.

2.1.1.3 Sistem Perpajakan

Setiap negara mempunyai sistem perpajakan yang berbeda-

beda. Perpajakan merupakan hal yang kompleks dan harus

dianalisis dengan pendekatan yang multidisiplin. Dibutuhkan

berbagai pengetahuan yang beragam jika akan mendesain suatu

reformasi sistem perpajakan. Sistem perpajakan yang baik

seharusnya ditopang oleh dua hal, yaitu kebijakan perpajakan dan

administrasi perpajakan, menyebabkan semakin kompleksnya

dalam mendesain suatu sistem perpajakan. Pada sistem

pemungutan pajak dikenakan beberapa sistem pemungutan, yaitu:

(1) official assessment system


Suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan kewengan
aparatur pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang
terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan Undang-
undang Perpajakan yang berlaku; dan
(2) self assessment system
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang
terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan Undang-
undang Perpajakan yang berlaku; dan
(3) witholding system
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan
Undang-undang yang berlaku (Widodo dan Djefris,2008:35).

Sistem perpajakan yang diterapkan di Indonesia saat ini

adalah self assessment, keberhasilan suatu sistem perpajakan

harus mengikuti karakteristik sistem perpajakan. Stiglitz dalam

Suandy (2008:45), menyebutkan ada lima karakteristik yang

diharapkan dalam suatu sistem perpajakan, yaitu:

(1) economically eficient


Suatu sistem perpajakan di satu negara harus memberikan
dampak positif untuk rakyatnya. Dan harus mendukung
pembangunan nasional;
(2) administrative simple
Suatu sistem sebaiknya tidak membutuhkan biaya yang mahal,
mudah diterapkan semua masyarakat, dan tidak berbelit-belit;
(3) flexible
Suatu sistem harus mampu mengikuti perubahan kondisi
ekonomi, sehingga sistem dapat berjalan terus;
(4) palitically accountable
Wajib pajak harus mampu menetukan untuk apa mereka
membayar pajak, sehingga politik dapat secara tepat
menggambarkan pilihan dari masing-masing wajib pajak; dan
(5) fair
Suatu sistem harus dapat dirasakan adil oleh semua
masyarakat tanpa memandang jumlah pajak yang
dibayarkannya.

Namun menurut Nowak dalam Rosdiana dan Irianto

(2012:84), menyebutkan bahwa “sistem perpajakan terdiri dari tiga

unsur pokok, yaitu tax policy, tax law, dan tax administratition”. Sistem

perpajakan dapat disebut sebagai metode atau cara bagaimana

mengelolah utang pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dapat

mengalir ke kas negara.


2.1.2 Pemahaman Tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)

2.1.2.1 Definisi Pengampunan Pajak

Setiap ilmuwan mempunyai pendapat mengenai

pengampunan pajak yang berbeda-beda. Kelley dan Oldman

dalam Arini (2008:26) menyebutkan:

an amnesty in the case of income tax may be given consideration in


the contest of an anti-evasion drive in country where evasion has
hitherto been widespread. The government wishes to tackle evasion
in earnest but also to give evaders an opportunity, in the transition
from a lower to higher tax morality, to square accounts with the tax
authorities by disclosing items previously omitted and setting their
true liability.

Menurut Kelley dan Oldman, suatu negara memberikan

pengampunan pajak dalam rangka penghindaran pajak yang

sudah cukup tinggi dan menyebar luas. Dengan pemberian

pengampunan pajak, pemerintah berharap tidak saja dapat

meminimaliskan penghindaran pajak, tetapi juga dapat

memberikan kesempatan kepada para penggelap pajak untuk

mengubah sikapnya dalam pemenuhan kewajiban pajaknya

menjadi lebih baik. Di samping itu, pengampunan pajak juga dapat

menambah penerimaan negara dari sektor pajak yang belum

dibayar di masa lalu dengan cara pengungkapan sukarela

kewajiban pajaknya oleh penggelap pajak.

Menurut Alm (1998) dalam jurnalnya, Tax Policy Analysis:

The Introduction of a Russian Tax Amnesty mengatakan, ”an

amnesty typically allows individual or firms to pay previously unpaid taxes

without being subject to some or all of the financial and criminal penalties

that the discovery of tax evasion normally brings”.


Menurut Alm, pengampunan pajak memberikan kesempatan

kepada individu atapun perusahaan untuk membayar pajaknya

yang belum dibayar tanpa tunduk pada aturan atau hukuman

pidana yang menunjukkan bahwa telah terjadi penggelapan pajak.

Pendapat Alm ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan

pada wajib pajak untuk lebih jujur kedepannya, sehingga tidak ada

lagi wajib pajak yang melanggar aturan dan hukuman.

Jujur di masa yang akan datang merupakan hal yang paling

utama untuk keberhasilan pengampunan pajak, seperti penelitian

pengampunan pajak menurut Alm. Namun, menurut Wardiyanto

(2007) dalam jurnalnya Kebijakan Pengampunan Pajak (Tax

Amnesty), menyatakan:

“pengampunan pajak merupakan kebijakan pemerintah dibidang


perpajakan yang dikonstruksikan untuk memberikan insentif
berupa penghapusan pajak yang seharusnya terutang dengan
membayar tebusan dalam jumlah tertentu yang bertujuan untuk
memberikan tambahan penerimaan negara dan kesempatan bagi
wajib pajak yang tidak patuh menjadi patuh sehingga dapat
mendorong meningkatnya jumlah kepatuhan wajib pajak dimasa
mendatang”.

Berdasarkan pengertian pengampunan pajak tersebut, setiap

wajib pajak yang telah menggelapkan pajaknya akan diberikan

kesempatan untuk membayar pajaknya, dengan adanya

keringanan sanksi. Pengampunan pajak ini bertujuan untuk

mengembalikan potensi pajak yang telah hilang dan meningkatkan

kepatuhan wajib pajak yang selama ini tidak patuh.


2.1.2.2 Jenis Pengampunan Pajak

Berdasarkan pengertian pengampunan pajak menurut

Wardianto (2007) di atas, setiap wajib pajak diberikan kesempatan

untuk membayar pajaknya, dengan adanya keringanan sanksi.

Dan Wardianto (2007) mengelompokkan empat jenis

pengampunan pajak, sebagai berikut:

(1) pengampunan pajak yang tetap mewajibkan pembayaran


pokok pajak, termasuk bunga dan dendanya, dan hanya
mengampuni sanksi pidana perpajakan. Tujuannya adalah
untuk memungut pajak tahun-tahun sebelumnya, sekaligus
menambah jumlah wajib pajak terdaftar;
(2) pengampunan pajak yang mewajibkan pembayaran pokok
pajak masa lalu yang terutang berikut bunganya, namun
mengampuni sanksi denda dan sanksi pajaknya;
(3) Pengampunan pajak yang tetap mewajibkan pembayaran
pokok pajak, namun mengampuni sanksi bunga sanksi denda,
dan sanksi pidana pajaknya; dan
(4) pengampunan pajak terhadap pokok pajak di masa lalu,
termasuk sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidananya.
Tujuannya adalah untuk menambah jumlah wajib pajak
terdaftar, agar kedepan dan seterusnya mulai membayar pajak.

Menurut Alm dalam jurnalnya, Tax Policy Analysis: The

Introduction of Russian Tax Amnesty (1998) ada empat aspek

yang perlu diperhatikan dalam menerapkan kebijakan

pengampunan pajak, sebagai berikut:

(1) eligibility. Wajib pajak yang mendapatkan pengampunan pajak


harus memenuhi syarat. Wajib pajak yang tidak membayar
pajaknya dan tidak mengetahui administrasi pajak yang
memenuhi syarat untuk mendapatkan pengampunan pajak;
(2) coverage. Jenis pajak apa yang boleh diberikan pengampunan;
(3) incentives. Daya tarik apa yang membuat pengampunan pajak
dapat menarik perhatian wajib pajak. Apakah dilihat dari bentuk
jenis pengampunan pokok pajaknya, sanksi bunga, sanksi
denda, atau sanksi pidana;
(4) duration. Jangka waktu pemberian pengampunan pajak.
Pengampunan pajak dapat berupa temporary amnesty yang
hanya memberikan satu kali kesempatan untuk mengikuti
pengampunan pajak dalam jangka waktu tertentu. Pada
umumnya pengampunan di berbagai negara memberikan
pengampunan dalam periode 2 bulan sampai dengan satu
bulan. Namun, terdapat pengampunan yang disebut permanent
amnesty, pengampunan yang dapat diberikan kapan saja.
2.1.3 Pemahaman Tentang Sunset Policy

Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2008 telah mengeluarkan

kebijakan pengampunan pajak yang dikenal dengan sunset policy.

Sunset Policy adalah fasilitas penghapusan sanksi administrasi pajak

berupa bunga, sebagaimana diatur dalam pasal 37A Undang-undang

Nomor 28 Tahun 2007 (Direktorat Jenderal Pajak,2007). Adapun

pasal 37A Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 selengkapnya

dapat dilihat dibawah ini.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 37A (Dirjen


Pajak,2007)
Ayat I : Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun 2007,
yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih
besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
setelah berlakunya Undang-undang ini, dapat diberikan pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas
keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
Ayat II : Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftrakan
diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu)
tahun setelah berlakunya Undang-undang ini diberikan penghapusan
sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang bayar untuk
Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak
dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan
yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yng disampaikan Wajib
Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.

Untuk dapat memanfaatkan program Sunset Policy, wajib pajak

harus memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana diuraikan

dibawah ini.

Wajib Pajak Baru


(1) secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
dalam tahun 2008 – April 2009;
(2) tidak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, penyidikan
penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di
bidang perpajakan;
(3) menyampaikan SPT Tahunan Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya
terhitung sejak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif paling
lambat tanggal 31 Maret 2009; dan
(4) melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai
akibat dari penyampaian SPT Tahunan PPh, sebelum SPT
tersebut disampaikan.
Wajib Pajak Lama
(1) telah memiliki NPWP sebelum tanggal 1 Januari 2008;
(2) terhadap SPT Tahunan PPh yang dibetulkan belum diterbitkan
SKP;
(3) terhadap SPT Tahunan PPh yang dibetulkan belum dilakukan
pemeriksaan atau dalam hal sedang dilakukan pemeriksaan,
Pemeriksa Pajak belum menyampaikan SPHP;
(4) telah dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, tetapi Pemeriksaan
Bukti Permulaan tersebut dilanjutkan dengan tindakan penyidikan
karena tidak ditemukan adanya Bukti Permulaan tentang tindak
pidana di bidang perpajakan;
(5) tidak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, penyidikan,
penuntunan, atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di
bidang perpajakan;
(6) menyampaikan SPT Tahunan Tahun Pajak 2006 dan sebelumnya
paling lambat tanggal 31 Desember 2008;
(7) melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai
akibat dari penyampaian SPT Tahunan PPh, sebelum SPT
Tahunan PPh tersebut disampaikan;
(8) PPh sebagaimana dimaksud pada poin (2) dan (3) adalah PPh
yang dibayar sendiri dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.

Baik bagi wajib pajak lama maupun wajib pajak baru, program

Sunset Policy memberikan manfaat berupa keringanan utang pajak.

Akan tetapi, wajib pajak baru mendapat manfaat tambahan, yaitu

tidak dikenakannya sanksi atas ketidakpemilikan NPWP sebelumnya.

Oleh karena program Sunset Policy diperuntukkan bagi wajib pajak

lama dan wajib pajak baru, maka wajib pajak yang dilibatkan dalam

penelitian ini adalah juga wajib pajak lama dan wajib pajak baru.

Silitonga (2008) dalam tulisannya yang berjudul Ekonomi Bawah

Tanah dan Pengampunan Pajak berpendapat:

salah satu cara inovatif untuk meningkatkan penerimaan pajak tanpa


menambah beban pajak baru kepada masyarakat, dunia usaha, dan
para pekerja adalah melalui program pengampunan pajak.
Pengampunan pajak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak
yang selama ini belum dibayar dan meningkatkan kepatuhan serta
efektivitas pembayaran karena daftar kekayaan wajib pajak makin
akurat.
Program Sunset Policy memberikan kelonggaran kepada Wajib

Pajak. Kelonggaran ini selanjutnya akan diikuti dengan penerapan

sanksi perpajakan. Wajib Pajak yang belum memenuhi kewajiban

perpajakan secara benar sebelum masa pelaksanaan program

Sunset Policy diharuskan untuk memanfaatkan program tersebut

untuk menghindari sanksi perpajakan, mengingat UU Nomor 28

Tahun 2007 Pasal 35A memberikan wewenang kepada Direktorat

Jenderal Pajak untuk mengakses data dan informasi berkaitan

dengan perpajakan.

Sanksi Perpajakan terkait Program Sunset Policy


(1) bentuk pelanggaran : Tidak mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP (tidak memiliki NPWP).
Sanksi : (Pasal 39) Sanksi Administrasi : Denda paling sedikit
2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan
paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar, Sanksi pidana: Pidana penjara paling singkat 6 bulan
dan paling lama 6 tahun;
(2) bentuk pelanggaran : Penyampaian SPT melewati jangka
waktu yang ditentukan.
Sanksi : (Pasal 7) Sanksi Administrasi : Denda sebesar
Rp1.000.000 untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Badan, Denda sebesar Rp100.00 untuk SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi;
(3) bentuk pelanggaran : Sudah menyampaikan SPT tepat waktu,
namun ada kesalahan, dan membetulkan sendiri SPT Tahunan
yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar.
Sanksi : (Pasal 8) Bunga 2% per bulan atas jumlah pajak yang
kurang bayar dihitung sejak saat penyampaian Surat
Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran;
(4) bentuk pelanggaran : Salah mengisi SPT, namun dengan
kesadaran sendiri mengungkapkan ketidakbenaran pengisian
SPT (Sudah dilakukan pemeriksaan namun belum diterbitkan
Surat Ketetapan Pajak).
Sanksi : (Pasal 8) Kenaikan sebesar 50% dari pajak yang
kurang dibayar;
(5) bentuk pelanggaran : Melakukan suatu ketidakbenaran pajak,
namun dengan kesadaran sendiri mengungkapkan
ketidakbenaran tersebut dan melunasi kurang bayar pajak
(sudah dilakukan pemeriksaan tetapi belum dilakukan
penyidikan).
Sanksi : Denda sebesar 150% dari jumlah pajak yang kurang
dibayar;
(6) bentuk pelanggaran : Kurang bayar pajak (Pembayaran
dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT
Tahunan).
Sanksi : (Pasal 9) Bunga sebesar 2 % per bulan dihitung mulai
dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh
sampai dengan pembayaran dilakukan.

2.1.4 Pemahaman Tentang Surat Tagihan Pajak (STP)

Berdasarkan Pasal 1 angka 19 UU Ketentuan Umum dan

Perpajakan No. 6 Tahun 1983 sebagaiman telah diubah terakhir UU

No. 28 Tahun 2007, pengertian Surat Tagihan Pajak adalah “surat

untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga

dan/atau denda”. Dari pengertiannya, surat tagihan pajak berfungsi

untuk melakukan tagihan pajak dengan menyertakan sanksi

administrasi didalamnya. STP memiliki kekuatan hukum yang sama

dengan Surat Ketetapan Pajak, jadi dalam hal penagihannya dapat

dilakukan dengan Surat Paksa.

Fungsi Surat Tagihan Pajak (STP) adalah sebagai koreksi atas

jumlah pajak yang terutang menurut SPT, sarana untuk mengenakan

sanksi berupa bunga atau denda, dan sarana untuk menagih pajak.

Yang menerbitkan STP adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat

seseorang atau badan terdaftar sebagai Wajib Pajak. Pasal 14 UU

Ketentuan Umum Perpajakan, menjelaskan mengenai penerbitan

STP.

1. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak


apabila :
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang
dibayar;
b. dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan
pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah
hitung;
c. wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/
atau bunga;
d. pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya tetapi tidak
melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak;
e. pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak tetapi membuat Faktur Pajak; dan
f. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak
tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.
(2) Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan
pajak.
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan
Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau Bagian Tahun
Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Tagihan Pajak.
(4) Terhadap Pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f, masing-
masing dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2%
(dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
(5) Tata cara penerbitan Surat Tagihan Pajak diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

GAMBAR 2.1
Proses Penerbitan STP
2.1.5 Pemahaman Tentang Kepatuhan Wajib Pajak

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 merupakan Perubahan

ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan. Undang-undang

Nomor 28 Tahun 2007 meyatakan, Wajib Pajak adalah orang pribadi

atau badan, meliputi pembayaran pajak dan pemungut pajak yang

mempunyai hak dan kewajiban Perpajakan sesuai dengan ketentuan

peraturan Perundang-undangan Perpajakan.

Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-89/PJ/2009

ditegaskan, bahwa agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran yang

dapat menyulitkan administrasi, maka perlu diberikan penegasan

bahwa administrasi pajak harus mengenal istilah-istilah Wajib Pajak

Efektif dan Wajib Pajak Non Efektif. Wajib Pajak Efektif adalah Wajib

Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakannya berupa, memenuhi

kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan

atau Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan sebagaimana mestinya.

Wajib Pajak Non Efektif adalah Wajib Pajak yang tidak

melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya baik berupa

pembayaran maupun penyampaian SPT Masa dan atau SPT

Tahunan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan

Perpajakan yang nantinya dapat diaktifkan kembali. Sebagaimana

telah ditegaskan dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak

Nomor SE-89/PJ/2009, Wajib Pajak non efektif:

(1) selama tiga tahun berturut-turut tidak pernah melakukan


pemenuhan kewajiban perpajakan baik berupa pembayaran pajak
maupun penyampaian SPT Masa dan atau SPT Tahunan;
(2) wajib pajak yang sudah meninggal dunia/bubar tetapi belum ada
surat keterangan resminya;
(3) tidak diketahui atau ditemukan lagi alamatnya;dan
(4) wajib pajak secara nyata tidak menunjukkan kegiatan usahanya.

Bersadarkan KEP-213/PJ./2003, Wajib Pajak Patuh adalah Wajib

Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Wajib

Pajak yang memenuhi kriteria tertentu. Di Undang-undang Ketentuan

Umum Perpajakan (KUP) tidak ada isitilah Wajib Pajak Patuh. Dalam

Peraturan Menteri Keuangan 192/PMK.03/2007 syarat-syarat untuk

Wajib Pajak menjadi Wajib Pajak Patuh, sebagai berikut:

(1) tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak
dalam jangka waktu 2 (dua) tahun;
(2) dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak
boleh lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan
tidak berturut-turut;
(3) SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam angka
(2) telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian
SPT Masa pajak berikutnya;
(4) tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak;
(a) kecuali telah memperoleh izin untuk menunda atau
mengangsur pembayaran pajak;
(b) tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP
yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir;
(5) tidak pernah dijatuhi sanksi karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun
terakhir;
(6) dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan
pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar
dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak
mempengaruhi laba rugi fiskal;
(a) laporan audit harus disusun dalam bentuk panjang (long term
report),
(b) menyajikan laba rugi komersial dan fiskal;
(7) dalam hal laporan keuangan tidak diaudit oleh Akuntan Publik,
maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan dapat
ditetapkan sebagai Wajib Pajak kriteria tertentu, sepanjang
memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud butir 1 s.d 5 serta
syarat lainnya yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Di atas telah dipaparkan kriteria kepatuhan berdasarkan

peraturan pemerintah. Menurut Nurmantu dalam Widodo (2010:68-

69), terdapat dua macam kepatuhan yaitu kepatuhan formal dan

kepatuhan material:
kepatuhan formal adalah suatu keadaan wajib pajak memenuhi
kewajibannya secara formal sesuai dengan ketentuan Undang-undang
Perpajakan. Kepatuhan material adalah suatu keadaan wajib pajak
secara substantif (hakekat) memenuhi semua ketentuan material
perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-undang Perpajakan.

Dari pengertian kepatuhan wajib pajak formal maupun material,

maka ada beberapa aspek yang melingkupi keaptuhan wajib pajak

formal dan material. Kepatuhan Wajib Pajak formal dapat dilihat dari

beberapa aspek, yaitu: 1) kesadaran Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri;

2) ketepatan waktu Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan; 3)

ketepatan waktu dalam membayar pajak; dan 4) pelaporan Wajib Pajak

atas jumlah pajak terutang. Kepatuhan material meliputi beberapa

aspek, yaitu: 1) wajib pajak menghitung sendiri besar pajak dalam SPT-nya

sesuai jumlah kewajiban pajak yang harus dibayar yang dihitung

sebenarnya; 2) peran konsultan pajak dalam membantu perhitungan pajak;

3) kepercayaan Wajib Pajak terhadap konsultan pajak dalam menentukan

jumlah pajak; dan 4) tunggakan Wajib Pajak kepada negara.

(Widodo,2010:68-69)

Menurut Nasucha (2004) dalam Gama (2011:33), “kepatuhan

Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam

mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat

Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran

pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan”. Tingkat

kepatuhan pajak meningkat ketika individu memandang pembayaran

pajak sebagai suatu fair fiscal exchange. Pada situasi demikian,

maka tingkat kepatuhan cenderung meningkat. Lebih lanjut, ketika

pelayanan yang diberikan pemerintah sesuai dengan kebutuhan

warga negara, serta pemenuhan pelayanan dilakukan secara adil dan


transparan, maka tingkat kepatuhan pajak juga memiliki

kecenderungan meningkat.

Pramushinta (2010:176) menyatakan, “kepatuhan berarti tunduk

atau patuh pada ajaran atau aturan dan kepatuhan sebagai motivasi

seseorang, sekelompok, atau organisasi untuk berbuat atau tidak berbuat

sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan”. Dari pendapat ini, dapat

disimpulkan kepatuhan itu dapat tercipta karena adanya dorongan

dari lingkungan yang patuh terhadap aturan. Faktor lain yang dapat

mempengaruhi kepatuhan adalah budaya. Budaya merupakan

interaksi formal dan informal dalam suatu institusi yang

menghubungkan sistem perpajakan nasional dengan praktik

hubungan antara aparatur pajak dengan Wajib Pajak, dengan ini

adanya hubungan ketergantungan yang tercipta.

Isu kepatuhan dan hal-hal yang menyebabkan ketidakpatuhan

serta upaya untuk meningkatkan kepatuhan menjadi hal yang

penting, karena ketidakpatuhan secara bersamaan menimbulkan

upaya penghindaran pajak, baik dengan fraud dan illegal yang

disebut tax evasion. Maupun penghindaran pajak tidak dengan fraud

dan dilakukan secara legal yang disebut tax avoidance. Pada

akhirnya tax evasion dan tax avoidance, mempunyai akibat yang

sama, yaitu berkurangnya penyetoran pajak ke kas negara. Hasil

penelitian Cummings dan Vasquez dalam Wardiyanto (2007),

menjelaskan:

kepatuhan pajak meningkat melalui persepsi individu terhadap sistem


perpajakan yang adil dan bahwa pemerintahan menyediakan barang
dan jasa yang dihargai dengan penerimaan. Didalam aturan budaya,
kepatuhan meningkat dengan usaha-usaha penguatan, namun ketika
peraturan pajak digambarkan tidak adil maka berdampak pada
tingkat kepatuhan.
2.2 Penelitian Terdahulu

Wardianto (2007) melakukan penelitian mengenai, “Tax Amnesty Policy

(The Framework Prospective of Sunset Policy Implementation Based on the

Act No.28 of 2007)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrak psikologis

yang dibangun oleh aparatur pajak dan wajib pajak akan berdampak pada

terbentuknya moral pajak yang berpengaruh secara signifikan terhadap

kemauan membayar pajak.

Runtung (2009) dalam penelitiannya mengenai, “Dampak Program

Sunset Policy terhadap Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemauan

Membayar Pajak, studi pada Wajib Pajak Orang Pribadi Pelaku Usaha di

Wilayah KPP Salatiga” menemukan bahwa program Sunset Policy

berpengaruh signifikan terhadap Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan

membayar pajak.

Widayati (2010) dalam penelitiannya mengenai, “Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kemauan untuk Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi

yang Melakukan Pekerjaan Bebas, studi kasus pada KPP Pratama Gambir

Tiga) menunjukkan faktor kesadaran membayar pajak, persepsi yang baik

atas efektifitas sistem perpajakan, pengetahuan dan pemahaman tentang

peraturan pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemauan

wajib pajak untuk membayar pajak.

Anggraeni (2011) dalam penelitiannya mengenai, “Pengaruh

Pemanfaatan Sunset Policy terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak”

menunjukkan bahwa program Sunset Policy memberikan pengaruh positif

terhadap Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar pajak.

Gama (2011) dalam penelitiannya mengenai, “Studi Evaluasi

Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Sesudah Reformasi Perpajakan 2008


dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak Pada KPP Pratam Kota

Semarang Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jateng I” menunjukkan adanya

perbedaan yang signifikan jumlah WP terdaftar, WP efektif, WP yang

menyampaikan SPT, dan penerimaan pajak sebelum dan sesudah

Reformasi Pajak 2008.

2.3 Kerangka Pemikiran

Hipotesis dalam penelitian ini dapat diringkas menjadi suatu kerangka

pemikiran. Adapun gambar kerangka pemikiran dapat dilihat dibawah ini:

GAMBAR 2.2
KERANGKA PEMIKIRAN

Sebelum Sunset Policy Sesudah Sunset Policy


(tahun 2006 dan 2007) (tahun 2009 dan 2010)
Tingkat Kepatuhan WP berdasarkan Tingkat Kepatuhan WP berdasarkan
jumlah wp op terdaftar, jumlah STP jumlah wp op terdaftar, jumlah STP
2008
membayar yang diterbitkan dan membayar yang diterbitkan dan
jumlah SPT OP Tahunan yang jumlah SPT OP Tahunan yang
dilaporkan. dilaporkan.

UJI BEDA

2.4 Hipotesis

Wajib pajak terdaftar adalah wajib pajak yang telah terdaftar dalam tata

usaha Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan telah diberikan NPWP. Sunset

Policy telah disambut positif oleh masyarakat, sunset policy menambah

jumlah kepemilikan NPWP menjadi 13 juta per akhir Maret 2009, padahal
pada akhir tahun 2007 jumlah Wajib Pajak terdaftar baru sekitar 5,3 juta.

Dengan demikian, dalam waktu 14 bulan telah terjadi peningkatan jumlah

Wajib Pajak lebih dari dua kali lipat.

Gama (2011) membuktikan adanya perbedaan signifikan antara jumlah

wajib pajak terdaftar sebelum dan sesudah reformasi pajak 2008 pada KPP

Pratama Kota Semarang. Semakin banyak wajib pajak yang mendaftarkan

diri maka kepatuhan wajib pajak semakin baik. Hal ini dikarenakan fasilitas

yang mendukung dan pelayanan prima yang mendorong wajib pajak untuk

berbondong-bondong mendaftarkan diri.

H1: Terjadi peningkatan wajib pajak orang pribadi terdaftar sebelum dan

sesudah sunset policy pada KPP Pratama Makasssar Utara

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat yang digunakan untuk

melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi bunga dan/atau

denda. STP dikeluarkan karena terjadinya kurang bayar atas salah hitung

ataupun salah tulis. Pada saat diberlakukannya sunset policy, bagi wajib

pajak yang mendapatkan STP harus tetap melunasi sejumlah pajak yang

ada pada STP. Namun, wajib pajak tetap berhak menikmati sunset policy

setelah melakukan pembenaran SPT-nya.

Surat Tagihan Pajak (STP) tidak akan diterbitkan oleh KPP apabila wajib

pajak taat aturan pajak. STP dikeluarkan apabila jumlah pajak yang diterima

oleh Negara lebih sedikit dari yang seharusnya. Semakin sedikit STP yang

diterbitkan oleh KPP maka semakin bertambah kepatuhan wajib pajak,

dikarenakan adanya pengurangan jumlah wajib pajak yang kurang bayar dan

tidat patuh pajak. Penelitian Vegirawati (2011) menunjukkan, “adanya

hubungan negative yang signifikan antara penerbitan surat tagihan pajak dengan
penerimaan pajak, sehingga penerbitan surat tagihan pajak dapat dijadikan

indikator kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak”.

H2: Terjadi peningkatan kepatuhan wajib pajak orang pribadi sebelum dan

sesudah sunset policy pada KPP Pratama Kota Makassar Utara

berdasarkan jumlah penerbitan STP Orang Pribadi dalam hal membayar

pajak.

Sistem perpajakan Indonesia telah berubah dari sistem Officiall

assessment menjadi sistem self assessment. Sistem self assessment, Wajib

Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar

sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan ketentuan

peraturan Perundang-undangan Perpajakan yang berlaku, sehingga

penentuan besarnya pajak yang terutang berada pada Wajib Pajak sendiri.

Penerapan sistem self assessment, diharapkan pelaksanaan

administrasi perpajakan yang berbelit-belit dan birokrasi akan dapat

dihilangkan. Tugas administrasi perpajakan tidak lagi seperti yang terjadi

pada masa lampau. Administrasi perpajakan meletakkan kegiatannya pada

tugas merampungkan/menetapkan semua Surat Pemberitahuan (SPT) guna

menentukan jumlah pajak yang terutang dan jumlah pajak yang seharusnya

dibayar.

Penelitian yang dilakukan oleh Gama (2011), “semakin banyak wajib

pajak yang mendaftarkan diri, maka kepatuhan Wajib Pajak semakin baik, sehingga

berimplikasi terhadap penerimaan pajak”. Alm dan Beck (1993) membuktikan,

bahwa “pengampunan pajak selalu mempengaruhi kepatuhan pajak oleh wajib

pajak”.

Bako (2004) menyebutkan, beberapa manfaat pengampunan pajak.

“Pertama, bagi negara pengampunan pajak dapat meningkatkan tax ratio. Kedua,
bagi Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP Perpajakan. Ketiga, bagi aparat

perpajakan sehingga upaya meningkatkan jumlah Wajib Pajak dan menertibkan

administrasi perpajakan”.

Sudaryadi (2009) membuktikan, bahwa “sunset policy secara positif

mempengaruhi kesadaran Wajib Pajak untuk membayar pajak”. Pelaksanaan

sunset policy disadari oleh wajib pajak sebagai salah satu cara untuk

membiayai pengeluaran negara, meningkatkan kesejahteraan, menciptakan

keseimbangan, dan keadilan sosial bagi masyarakat.

Program pengampunan pajak seperti sunset policy dapat meningkatkan

jumlah wajib pajak dan kemauan membayar pajak. Penghapusan sanksi

diharapkan dapat menstimulus wajib pajak untuk membayar pajak, baik atas

kekurangan pembayaran pajak selanjutnya.

Penelitian Pramushinta (2011) menunjukkan, program “sunset policy

memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk memulai kewajiban

perpajakannya dengan benar melalui pembetulan SPT Tahunan”. Penghapusan

sanksi administrasi pajak dimungkinkan membuat wajib pajak menghiraukan

kepatuhan dalam melaporkan SPT, seperti menghitung pajak dengan jumlah

yang benar dan membayar tepat pada waktunya.

Penelitian Gama (2011) menunjukkan, “adanya perbedaan yang signifikan

antara Wajib Pajak Efektif, begitu juga dengan wajib pajak yang menyampaikan SPT

pada periode sebelum dan sesudah Reformasi Pajak tahun 2008. Ini tandanya

sudah banyak Wajib Pajak yang aktif untuk melaksanakan kegiatan usahanya

sehingga wajib untuk menyampaikan SPT”.

H3 : Terjadi peningkatan kepatuhan wajib pajak orang pribadi sebelum dan

sesudah sunset policy pada KPP Pratama Makassar Utara Kota

Makassar berdasarkan jumlah SPT Tahunan Orang Pribadi.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat kuantitatif, yaitu dengan mengumpulkan dan

menganalisis data jumlah Wajib Pajak orang pribadi terdaftar sebelum dan

sesudah sunset policy KPP Pratama Kota Makassar. Data diperoleh

berdasarkan pertimbangan peneliti, sehingga data yang dibutuhkan mampu

membuktikan hipotesis penelitian. Berdasarkan data jumlah Wajib Pajak

orang pribadi terdaftar jumlah pada KPP Pratama Makassar Utara, akan

dinilai dari wajib pajak yang tidak pernah mempunyai tunggakan pajak yang

dinilai dari jumlah STP membayar yang diterbitkan, dan wajib pajak yang

terdaftar tepat waktu dalam menyampaikan SPT.

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada KPP Pratama Makassar Utara Kota

Makassar Di Jl. Urip Sumoharjo km 4 Gedung Keuangan Negara 1

Makassar. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini selama satu bulan,

mulai tanggal 18 Februari sampai 15 Maret 2013.


3.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya

akan diduga. Populasi pada penelitian ini adalah semua Wajib Pajak

Terdaftar pada KPP Pratama Kota Makassar. Jadi, populasi pada penelitian

ini merupakan subjek penelitian.

Sampel adalah bagian dari populasi yang diharapkan mampu mewakili

populasi dalam penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak

Orang Pribadi pada KPP Pratama Utara Kota Makassar.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber informasi yang telah

dipublikasikan maupun dari lembaga, seperti Kantor Wilayah Direktorat

Jenderal Pajak (DJP) atau KPP Pratama. Data sekunder dalam penelitian

ini, berupa jumlah seluruh Wajib Pajak Orang Pribadi Terdaftar pada KPP

Pratama Utara Kota Makassar.

3.5 Teknik pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi, yaitu agar

data yang diperoleh data yang relevan, dapat dipercaya, obyektif, dan dapat

dijadikan landasan dalam proses analisis. Prosedur pengumpulan data

melalui metode dokumentasi data wajib pajak orang pribadi dari tahun 2006

sampai dengan tahun 2010. 2006 dan 2007 dikategorikan data sebelum

sunset policy, 2009 dan 2010 dikategorikan data sesudah sunset policy
3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.6.1 Sunset Policy

Sunset Policy adalah fasilitas penghapusan sanksi administrasi

pajak berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 37A Undang-

undang No. 28 Tahun 2007. Adapun pasal 37A Undang-undang

Nomor 28 Tahun 2007 selengkapnya dapat dilihat dibawah ini:

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 37A (Dirjen


Pajak,2007)
Ayat I : Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun 2007,
yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih
besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
setelah berlakunya Undang-undang ini, dapat diberikan pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas
keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
Ayat II : Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela
mendaftrakan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling
lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-undang ini diberikan
penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang
bayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib
Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data
atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yng
disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.

3.6.2 Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983

tentang Ketentuan Umum Perpajakan, Wajib Pajak adalah orang

pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemungut pajak, dan

pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan

sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan

Perpajakan.
Kepatuhan Wajib Pajak merupakan, tingkat sampai mana Wajib

Pajak mematuhi Undang-undang Perpajakan dan memenuhi bidang

perpajakan. Kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari

Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk

menyetorkan kembali SPT, kepatuhan dalam penghitungan dan

pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran

tunggakan. Wajib Pajak dapat tercipta karena adanya sistem

administrasi yang mudah, keadilan yang diciptakan oleh pembuat

kebijakan pajak. Dengan adanya kemudahan administrasi,

diharapkan semakin banyak Wajib Pajak menyampaikan SPT

Tahunannya mencerminkan adanya peningkatan kepatuhan Wajib

Pajak. Dengan demikian, kepatuhan Wajib Pajak dapat diukur

berdasarkan jumlah Wajib Pajak yang memasukkan SPT Tahunan

dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak yang seharusnya

menyampaikan SPT Tahunan.

3.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan oleh peneliti

dalam kegiatannya mengumpulkan data agar penelitian berjalan secara

sistematis dan lebih mudah. Instrumen dalam penelitian ini adalah

pengambilan data sekunder yang ada di KPP Pratama Kota Makassar. Data

sekunder ini yang akan menjawab hipotesis yang ada. Data yang digunakan

berupa data jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi Terdaftar, jumlah STP

membayar yang diterbitkan, dan jumlah Wajib Pajak OP yang


menyampaikan SPT Tahunan pada KPP Pratama Makassar Utara sebelum

dan sesudah sunset policy.

3.8 Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis deskriptif, analisis rasio, uji normalitas (kolmogorov smirnov), dan uji

hipotesis yang digunakan yaitu, paired sampel T-test dengan menggunakan

bantuan program statistik SPSS for Windows.

3.8.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis secara

deskriptif kualitas setiap variabel penelitian. Statistik deskriptif

mencakup nilai rata-rata, nilai minimum, nilai maksimum, nilai mean,

nilai range, nilai standar deviasi, dari data tingkat kepatuhan Wajib

Pajak.

3.8.2 Analisis Rasio

Data dalam penelitian ini dilakukan perhitungan rasio untuk

mengetauhi persentase kepatuhan wajib pajak. Jumlah wajib pajak

terdaftar terhadap jumlah wajib pajak potensial, jumlah STP

membayar terhadap jumlah SPT Tahunan OP yang dilaporkan, dan

jumlah SPT Tahunan OP terhadp jumlah wajib pajak terdaftar.

Rasio Mendaftar = x 100%

Rasio Pembayaran = x 100%

Rasio Pelaporan = x 100%


3.8.3 Uji Normalitas

Penelitian ini melakukan uji normalitas melalui Kolmograv-

Smirnov Test, yaitu jika nilai Kolmogrov-Smirnov Z tidak signifikan

maka semua data yang ada, terdistribusi normal. Tetapi jika

Kolmogrov-Smirnov Z signifikan maka semua data yang ada tidak

terdistribusi secara normal. Uji statistik Kolmogrov-Smirnov (K-S) ini

dengan melihat angka probabilitasnya dengan ketentuan, sebagai

berikut:

(1) nilai signifikan atau nilai probabilitas <0,05, distribusinya tidak

normal;

(2) nilai signifikan atau nilai probabilitas >0,05, distribusinya normal.

3.8.4 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis digunakan untuk menguji adanya perbedaan

tingkat kepatuhan Wajib Pajak menyampaikan SPT dan penerbitan

STP sebelum dan sesudah diberlakukannya sunset policy. Pengujian

hipotesis yang digunakan yaitu Paired Sampel T-test yang dengan

menggunakan program SPSS. Dasar pengambilan keputusan pada

uji t:

(1) jika koefisien signifikansi pengujian > 0,05, maka terdapat

perbedaan yang signifikan;

(2) jika koefisien signifikansi pengujian < 0,05, maka tidak terdapat

perbedaan yang signifikan.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Wajib Pajak terdaftar pada

KPP Pratama Makassar Utara. Data penelitian ini diperoleh dari Kantor KPP

Pratama Makassar Utara pada periode tahun 2006-2010. Pada tahun 2006

KPP Pratama Makassar Utara melakukan pemekaran dan membentuk KPP

Pratama Makassar Barat. KPP Pratama Makassar Utara membawahi enam

kecamatan yang ada di Makassar yaitu, Kecamatan Biringkanaya,

Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Tallo, Kecamatan Ujung Tanah,

Kecamatan Wajo, dan Kecamatan Bontoala. Dari hasil penelitian yang

dilakukan mengenai jumlah Wajib Pajak terdaftar, wajib pajak yang

menyampaikan SPT, dan wajib pajak yang mendapatkan surat tagihan pajak

tahun 2006 dan 2007 yang digolongkan sebelum sunset policy, sedangkan

tahun 2009 dan 2010 digolongkan sesudah sunset policy. Adapun

penjelasan mengenai variabel-variabel yang diteliti, dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 4.1
Hasil Output SPSS: analisis deskriptif
Sebelum Sesudah
Keterangan
Rata-rata sd. Dev Minimum Maksimum Rata-rata sd.Dev Minimum Maksimum
WP Terdaftar 20.391,5 7.999,5 14.735 26.048 73.962 10.180,9 66.763 81.161
WP STP bayar 116,5 125,16 28 205 22 8,48 16 28
WP Setor SPT 8.428 3.729,3 5.791 11.065 33.514,5 11.283,3 25.536 41.493
Sumber: data yang diolah

38
Tabel di atas menunjukkan hasil analisis deskriptif data wajib pajak

terdaftar, STP membayar yang diterbitkan, dan wajib pajak setor SPT

Tahunan. Jumlah rata-rata wajib pajak yang terdaftar sebelum sunset policy

sebesar 20.391,5 sedangkan sesudah sunset policy meningkat sebesar

73.962, ini berarti ada peningkatan 53.570,5. Dan standar deviasinya ikut

meningkat sesudah sunset policy 10.180,92, meningkat sebesar 2.181,4 dari

jumlah standar deviasi sebelum sunset policy sebesar 7.999,5. Standar

deviasi merupakan sebaran data dan untuk melihat seberapa besar data

menyimpang dari rata-rata datanya. standar deviasi yang nilainya kecil lebih

baik dibandingkan dengan yang nilainya yang besar. Jadi, standar deviasi

jumlah wajib pajak orang pribadi terdaftar sesudah lebih besar 10.180,9

dibandingkan sebelum 7.995. ini berarti, data sesudah Sunset Policy lebih

besar atau lebih beragam.

Jumlah rata-rata STP membayar yang diterbitkan sebelum sunset policy

sebesar 116,5 dan sesudah sunset policy sebesar 22. Standar deviasi dari

jumlah STP membayar yang diterbitkan sebelum sunset policy 125,6 dan

sesudah sunset policy 8,48. Jadi, standar deviasi jumlah STP yang

diterbitkan sesudah Sunset Policy memiliki keragaman yang kecil

dibandingkan sebelum Sunset Policy.

Berdasarkan data jumlah wajib pajak yang menyampaikan SPT dari

tahun 2006-2010. Nilai rata-rata dari jumlah wajib pajak yang menyampaikan

SPT sebelum sunset policy sebesar 8.428 dan sesudah sunset policy

sebesar 33.514,5. Sedangkan standar deviasinya sebelum sunset policy

sebesar 3.729,3 dan setelah sunset policy sebesar 11.283,3. Jadi, standar

deviasi jumlah wajib pajak yang menyampaikan SPT sesudah Sunset Policy

lebih beragam dibandingkan sebelum Sunset Policy.


4.2 Analisis Rasio

Rasio data bertujuan untuk mengetahui besar perubahan yang terjadi

pada jumlah wajib pajak yang patuh dan tidak patuh. Rasio data ini dalam

persentase, yang menunjukkan persentase perubahan wajib pajak yang

tidak patuh menjadi patuh.

Tabel 4.2
Analisis Rasio
Keterangan 2006 2007 2008 2009 2010
Wajib Pajak Terdaftar 70% 81% 90% 104% 104%
STP Membayar 4% 0% 0% 0% 0%
SPT Tahunan 39% 42% 82% 62% 31%

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa, wajib pajak terdaftar

meningkat persentasenya dari tahun ketahun. Pada tahun 2007 meningkat

sebelas persen dari tahun 2006 yang hanya tujuh puluh persen, begitupula

pada tahun 2009 yang meningkat empat belas persen dari tahun 2008

sebesar sembilan puluh persen dan tetap seratus empat persen pada tahun

2010. Jadi, dapat disimpulkan bahwa wajib pajak terdaftar meningkat setelah

adanya Sunset Policy. Sehingga, berdampak terhadap kepatuhan wajib

pajak dalam hal mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.

Jika dilihat dari data STP Membayar, pada tahun 2006 sebesar empat

persen. Namun, tahun 2007, 2008, 2009, dan 2010 hanya sebesar nol

persen. Jadi dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 tidak ada

persentase kepatuhan yang dapat dilihat dari STP Membayar. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa STP Membayar meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Ini

dibuktikan dari analisis rasio dari tahun 2006 sampai tahun 2010 mengalami

penurunan. Semakin sedikit jumlah STP bayar yang diterbitkan, maka

semakin patuh wajib pajak dalam hal membayar pajaknya dengan benar dan

sesuai.
Data SPT Tahunan mengalami kenaikan dan penurunan. Dari tahun

2006 ke tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar tiga persen. Dan pada

tahun 2008 mengalami peningkatan yang tajam sebesar 82%, namun

mengalami penurunan pada tahun 2009 sebesar 62%. Dan pada tahun 2010

terjadi pula penurunan sebesar 31%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa

kepatuhan wajib pajak tidak meningkat setelah adanya Sunset Policy. Ini

terbukti dari persentasenya di atas, mengalami penurunan setelah adanya

Sunset Policy.

4.3 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan apakah dalam suatu model terdistribusi normal

atau tidak. Normalitas dilakukan dengan Kolomogrov Smirnov. Bila tingkat

signifikansi > dari 0,05, maka data terdistribusi normal.

Tabel 4.3
Output SPSS : Uji Kolomogrov-Smirnov
Sebelum Sesudah sebelum sesudah Sebelum sesudah
WP WP STP STP SPT SPT

N 2 2 2 2 2 2
Mean 20391,5 73962 116,5 8428 33514,5 22
Normal Std.
a,b
Parameters Deviation 7999,499 10180,923 125,1579 3729,2812 11283,30291 8,48528
Absolute 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26
Positive 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26 0,26
Most Extreme
Differences Negative -0,26 -0,26 -0,26 -0,26 -0,26 -0,26
Kolmogorov-Smirnov Z 0,368 0,368 0,368 0,368 0,368 0,368
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,999 0,999 0,999 0,999 0,999 0,999
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : data yang diolah
Output SPSS menunjukkan bahwa hasil uji Kolomogrov Smirnov di atas

dengan tingkat kepercayaan 0,05, yaitu 0,368. Nilai signifikansi atau nilai

probabilitas > 0,05, artinya data yang digunakan terdistribusi normal.

Sehingga, data yang digunakan ini mampu dilakukan uji paired sample.

4.4 Pengujian Hipotesis

Dari hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji beda dua rata-

rata (paired sample t-test) mengenai perbedaan tingkat kepatuhan wajib

pajak yang indikatornya adalah Wajib Pajak Terdaftar, Wajib Pajak yang

mendapatkan STP membayar, dan Wajib Pajak yang menyampaikan SPT

Tahunan yang datanya dihimpun dari KPP Pratama Makassar Utara

sebelum dan sesudah sunset policy, menghasilkan pengujian statistik

sebagai berikut.

Tabel 4.4
Output SPSS: paired sample T-Test
Sebelum dan
Keterangan Sesudah
T Sig
WP Terdaftar -34,73 0,018
STP Diterbitkan 1,145 0,46
WP Setor SPT -2,363 0,25
Sumber: data yang diolah

Hasil uji paired samples t-test di atas menunjukkan thitung wajib pajak

terdaftar sebesar -34,73, wajib pajak dapat STP membayar 1,145, dan wajib

pajak setor SPT -2,363. Dari hasil paired sample t-test ini semua nilainya

dijadikan nilai mutlak, jadi semua nilainya bernilai positif. Jadi, tidak
diperlukannya untuk memperhitungkan tanda negatif pada thitung tersebut. Ini

karena, yang dibutuhkan/dipentingkan adalah nilai “murni”. Sehingga, semua

thitung diubah menjadi nilai mutlak, seperti di bawah ini.

Tabel 4.5
Output SPSS: paired sample T-Test
Sebelum dan
Keterangan Sesudah
T Sig
WP Terdaftar 34,73 0,018
STP Diterbitkan 1,145 0,46
WP Setor SPT 2,363 0,25
Sumber: data yang diolah

Thitung wajib pajak terdaftar sebesar 34,73 dengan signifikansi sebesar

0,018, STP membayar yang diterbitkan 1,145 dengan signifikansi 0,46, dan

wajib pajak setor SPT 2,363 dengan signifikansi 0,25. Dari data yang ada

sebanyak dua, yaitu dua tahun sebelum dan dua tahun sesudah, sehingga

df=N-1=2-1 = 1 dengan nilai ttabel = 12,71. Dengan keputusan, jika nilai thitung

> ttabel maka ada pengaruh yang signifikan, jika nilai thitung < ttabel maka tidak

ada pengaruh yang signifikan.

Hasil analisis statistik jumlah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar

menunjukkan thitung 34,730 dengan signifikansi 0,018 di bawah nilai α, yaitu

0,05. thitung wajib pajak terdaftar 34,73 > ttabel 12,71, dapat disimpulkan sunset

policy mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan jumlah

wajib pajak terdaftar sebelum dan sesudah sunset policy. Jadi, hipotesis

pertama (H1) diterima.

Hasil analisis statistik jumlah STP membayar yang diterbitkan

menunjukkan thitung1,145 dengan signifikansi 0,457 di atas nilai α yaitu 0,05.


Nilai thitung wajib pajak yang mendapatkan STP 1,145 < ttabel 12,71, sehingga

dapat disimpulkan sunset policy tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap jumlah STP membayar yang diterbitkan. Jadi, hipotesis ketiga (H3)

ditolak.

Hasil analisis statistik jumlah SPT yang dilaporkan menunjukkan thitung

2,363 dengan signifikansi 0,025 di atas nilai α yaitu 0,05. Nilai thitung wajib

pajak yang menyampaikan SPT 2,363 < ttabel 12,71, dapat disimpulkan

sunset policy tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan SPT. Jadi, hipotesis ketiga

(H3) ditolak.

4.3.1 Analisis Peningkatan Wajib Pajak Terdaftar Sebelum dan


Sebelum Sunset Policy

Berdasarkan tabel 4.5 di atas, uji beda dua rata-rata (paired

samples t-test) dengan signifikansi 0,05. Hipotesis pertama

menghasilkan analisis statistik yang menunjukkan bahwa, pada

periode sebelum dan sesudah sunset policy nilai thitung 34,730 dengan

signifikansi 0,018 di bawah nilai α yaitu 0,05 sehingga hipotesis 1

(H1) diterima, dan jika dilihat dari thitung wajib pajak terdaftar 34,73 >

ttabel 12,71 yang berarti ada perbedaan yang signifikan jumlah wajib

pajak terdaftar pada periode sebelum dan sesudah sunset policy. Ini

juga berarti ada hubungan yang sangat erat antara wajib pajak

terdaftar dan sunset policy. Setelah adanya sunset policy besarnya

wajib pajak orang pribadi terdaftar pada KPP Pratama Makassar

Utara meningkat dengan mean ketika sebelum adanya sunset policy

pada tahun 2006 dan 2007 sebesar 20.391,50, sedangkan mean


ketika sesudah sunset policy pada tahun 2009-2010 sebesar 73.962.

Pada tahun diadakannya sunset policy tahun 2008 begitu besar

antusias masyarakat untuk mendaftarkan dirinya. Dengan adanya

fasilitas-fasilitas pajak yang diberikan, mendukung masyarakat untuk

mendaftarkan dirinya. Administrasi yang sangat mudah dan modern,

juga merupakan alasan masyarakat secara sukarela mendaftarkan

dirinya. Adanya pembebasan beban administrasi yang diberikan.

Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa dengan adanya sunset

policy ada respon positif dari wajib pajak untuk mendafarkan diri.

4.3.2 Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Berdasarkan Surat Tagihan

(STP)

Berdasarkan tabel 4.5 di atas, dengan uji beda rata-rata (paired

samples t-test) dengan signifikansi 0,05. Hipotesis kedua

menghasilkan analisis statistik yang menunjukkan bahwa, pada

periode sebelum dan sesudah sunset policy nilai thitung 1,145 dengan

signifikansi 0,457 di atas nilai α yaitu 0,05, sehingga Hipotesis 2 (H2)

ditolak, dan jika dilihat dari nilai thitung wajib pajak yang mendapatkan

STP membayar 1,145 < ttabel 12,71 yang berarti tidak ada perubahan

yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi

berdasarkan STP membayar yang diterbitkan. Hal ini berarti bahwa

setelah adanya sunset policy besarnya jumlah STP membayar yang

diterbitkan pada KPP Pratama Makassar Utara menurun dengan

mean ketika sebelum sunset policy yaitu tahun 2006 dan 207 sebesar

116,5, sedangkan mean ketika sesudah sunset policy yaitu tahun


2009 dan 2010 sebesar 22. Surat tagihan pajak akan diterbitkan

jikalau wajib pajak mempunyai kurang bayar, ini terjadi karena

adanya salah hitung atau salah tulis yang dilakukan oleh wajib pajak.

Sunset policy tidak mampu memberikan pelajaran yang baik kepada

wajib pajak untuk tetap membayar pajaknya sesuai dengan hasil

hitung yang sebenarnya.

4.3.3 Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Berdasarkan


Surat Pemberitahuan (SPT)

Berdasarkan tabel 4.5 di atas, dengan uji beda dua rata-rata

(paired samples t-test) dengan signifikansi 0,05. Hipotesis ketiga

menghasilkan analisis statistik yang menunjukkan bahwa, pada

periode sebelum dan sesudah sunset policy nilai thitung 2,363 dengan

signifikansi 0,25 di atas nilai α yaitu 0,05, sehingga hipotesis 3 (H3)

ditolak, dan jika dilihat dari thitung wajib pajak yang menyampaikan

SPT Tahunan 2,363 < ttabel 12,71 yang berarti tidak terjadi perubahan

yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

menyampaikan SPT Tahunan pada periode sebelum dan sesudah

sunset policy. Hal ini berarti bahwa setelah adanya sunset policy

besarnya jumlah wajib pajak yang menyampaikan SPT Tahunan

Pada KPP Pratama Makassar Utara menurun. Berdasarkan hasil

wawancara peneliti dengan kepala staf Pusat Informasi dan

Pelayanan KPP Pratama Makassar Utara, penurunan ini terjadi

dikarenakan pada saat sunset policy tahun 2008 masyarakat hanya

menikmati fasilitas yang diberikan, namun tidak mampu memberikan

pembelajaran untuk taat terhadap peraturan yang ada. Jadi, sunset


policy hanya dimanfaatkan tanpa memberikan dampak yang besar

terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi untuk tetap tepat waktu

dalam menyampaikan SPT Tahunan.

4.3 Pembahasan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

signifikan kepatuhan wajib pajak orang pribadi terdaftar pada KPP Pratama

Makassar Utara antara sebelum dan sesudah sunset policy. Hal ini

mengindikasikan bahwa dengan adanya sunset policy ada respon positif dari

wajib pajak orang pribadi untuk mendaftarkan diri. Berdasarkan perhitungan

deskriptif besarnya wajib orang pribadi terdaftar pada KPP Pratama

Makassar Utara dapat diketahui bahwa antusias masyarakat mendaftarkan

diri setelah adanya sunset policy meningkat dibanding sebelum adanya

sunset policy.

Hasil penelitian Gama (2011) menunjukkan adanya peningkatan jumlah

wajib pajak terdaftar sebelum dan sesudah reformasi 2008 pada KPP

Pratama Kota Semarang. Semakin banyak wajib pajak yang mendaftarkan

diri maka kepatuhan wajib pajak semakin baik. Hal ini dikarenakan fasilitas

yang mendukung dan pelayanan prima yang mendorong wajib pajak untuk

berbondong-bondong mendaftarkan diri.

Selama dua tahun sesudah sunset policy (2009 dan 2010) telah terlihat

dampak yang baik. Peningkatan jumlah wajib pajak yang terdaftar

mengalami perubahan yang signifikan. Dalam reformasi perpajakan di


Indonesia juga banyak mengalami perbaikan pelayanan bagi setiap wajib

pajak melalui KPP Modern atau disebut dengan KPP Pratama. Pada KPP

Pratama dilakukan pembentukan Account Representative (AR).

Hasil penelitian terhadap jumlah STP membayar dan SPT Tahunan

dalam meningkatkan kepatuhan sebelum dan sesudah sunset policy pada

KPP Pratama Makassar Utara menunjukkan, bahwa berdasarkan

perhitungan deskriptif jumlah STP membayar yang diterbitkan dan SPT

Tahunan yang dilaporkan pada KPP Pratama Makassar Utara dapat

diketahui tidak terjadi perubahan yang signifikan. Hal ini mengindikasikan

kepatuhan membayar dan melapor tidak memiliki hubungan yang erat

dengan sunset policy. Namun, dari hasil analisis rasio mengenai STP

Membayar yang diterbitkan menunjukkan adanya penurunan jumlah STP

Membayar yang diterbitkan. Semakin berkurang jumlah STP yang diterbitkan

maka, semakin meningkat kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan kepala staf Pusat Informasi

dan Pelayanan KPP Pratama Makassar Utara, kepatuhan STP membayar

yang diterbitkan dan melaporkan SPT Tahunan tidak signifikan dikarenakan

pada saat sunset policy tahun 2008 masyarakat hanya menikmati fasilitas

yang diberikan, namun tidak mampu memberikan pembelajaran untuk taat

terhadap peraturan yang ada. Jadi, sunset policy hanya dimanfaatkan tanpa

memberikan dampak yang besar terhadap kepatuhan wajib pajak orang

pribadi untuk tetap tepat waktu dalam menyampaikan SPT Tahunan.

Menurut pak Irfan sebagai kepala staf PIP KPP Pratama Makassar

Utara, ada wajib pajak orang pribadi yang melaporkan SPT Tahunannya tapi

hanya ditambah Rp 1.000. Dengan demikian, wajib pajak ini tidak dapat

dimasukkan dalam wajib pajak yang melaporkan SPT-nya dengan benar.


Beliau juga mengatakan, bahwa “ada wajib pajak yang hanya melaporkan

hartanya tanpa membayar kurang bayar pajaknya”. Sehingga, beliau

menyimpulkan bahwa “tidak ada hubungan langsung antara kepatuhan wajib

pajak dengan sunset policy, setelah diberlakukannya sunset policy kepatuhan wajib

pajak kembali normal seperti sebelum sunset policy”. Sunset policy memang

mampu meningkatkan penerimaan pajak, namun tidak dengan kepatuhan

wajib pajak.

Meningkatnya jumlah wajib pajak berarti penerimaan pajak juga

bertambah karena bertambahnya orang yang mempunyai kewajiban

membayar pajak. Keberhasilan sunset policy dalam meningkatkan jumlah

wajib pajak dan penerimaan pajak tidak diikuti dengan peningkatan

kepatuhan, seperti hasil penelitian ini. Pada sisi lain, penelitian ini

membuktikan bahwa pelaksanaan sunset policy tidak berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak dalam jumlah STP membayar yang diterbitkan dan

menyampaikan SPT Tahunan meningkat. Meningkatnya penerimaan pajak

bukan berarti wajib pajak selalu tepat waktu dalam membayar pajak dan juga

menghitung jumlah pajaknya dengan benar. Sunset policy merupakan

program penghapusan sanksi administrasi pajak penghasilan sebagai

bentuk pemberian fasilitas perpajakan.

Temuan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian Alm dan Beck

(1993) yang membuktikan bahwa “pengampunan pajak selalu mempengaruhi

kepatuhan pajak oleh wajib pajak”. Hasil pengujian dalam penelitian ini

menyatakan bahwa pelaksanaan sunset policy tidak berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak dalam jumlah STP membayar yang diterbitkan dan

menyampaikan SPT Tahunan. Wajib pajak menjadi patuh apabila sudah

memahami undang-undang perpajakan, mengisi formulir pajak dengan


benar, menghitung pajak dengan jumlah yang benar, dan membayar pajak

tepat pada waktunya. Jadi kepatuhan tersebut terbentuk bukan karena

adanya program sunset policy.

Menurut Alm dan Beck (1993), “bentuk dari kepatuhan yang dipengaruhi

oleh pengampunan pajak adalah kemauan membayar pajak. Kemauan membayar

pajak tersebut berbeda artinya dengan membayar pajak tepat pada waktunya atau

menghitung pajak dengan jumlah yang benar”.

Penerimaan pajak yang meningkat dapat disebabkan karena jumlah

wajib pajak yang bertambah ataupun bertambahnya penghasilan wajib

pajak. Pelaksanaan sunset policy mungkin kurang mampu memberikan

stimulus kepada wajib pajak untuk meningkatkan kepatuhan dalam

menyampaikan SPT Tahunan. Program Sunset Policy hanya mampu

mendorong masyarakat untuk memulai secara sukarela mendaftarkan

dirinya sebagai wajib pajak. Penghapusan sanksi administrasi pajak

dimungkinkan membuat wajib pajak menghiraukan kepatuhan dalam

melaporkan SPT Tahunan, seperti menghitung pajak dengan jumlah yang

benar dan membayar pajak tepat pada waktunya. Penghapusan sanksi

administrasi pajak penghasilan dalam program sunset policy semestinya

diberikan kepada wajib pajak yang melaporkan SPT Tahunan tepat waktu.

Hal ini dimaksudkan agar kepatuhan wajib pajak juga meningkat.

Tingkat kepatuhan pajak meningkat ketika individu memandang

pembayaran pajak sebagai suatu fair fiscal exchange. Pada situasi

demikian, maka tingkat kepatuhan cenderung meningkat. Lebih lanjut, ketika

pelayanan yang diberikan pemerintah sesuai dengan kebutuhan warga

negara, serta pemenuhan pelayanan dilakukan secara adil dan transparan,

maka tingkat kepatuhan pajak juga memiliki kecenderungan meningkat.


Hasil penelitian Pramushinta (2011), menunjukkan “kepatuhan berarti

tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan dan kepatuhan sebagai motivasi

seseorang, sekelompok, atau organisasi untuk berbuat atau tidak berbuat sesuai

dengan aturan yang telah ditetapkan”. Dari pendapat ini, dapat disimpulkan

kepatuhan itu dapat tercipta karena adanya dorongan dari lingkungan yang

patuh terhadap aturan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kepatuhan

adalah budaya. Budaya merupakan interaksi formal dan informal dalam

suatu institusi yang menghubungkan sistem perpajakan nasional dengan

praktik hubungan antara aparatur pajak dengan Wajib Pajak. Jadi, adanya

lingkungan dan budaya yang patuh aturan menciptakan hubungan saling

ketergantungan antara aparatur pajak dengan wajib pajak.

Hasil penelitian Irfan (2013), menyimpulkan “jumlah wajib pajak yang

menyampaikan SPT tepat waktu dan jumlah STP yang diterbitkan pada KPP

Pratama Makassar Utara belum dapat menunjukkan adanya kepatuhan wajib pajak”.

Pemberian kewenangan dan kepercayaan yang sebesar-besarnya kepada

wajib pajak melalui sistem self assessment belum sepenuhnya dilaksanakan

dengan baik, atau dapat dikatakan bahwa kepatuhan wajib pajak

sebenarnya juga belum sesuai dengan yang diharapkan.

Wajib pajak orang pribadi terdaftar pada KPP Pratama Makassar Utara

belum menunjukkan kepatuhannya terhadap kewajibannya. Jika dilihat dari

jumlah wajib pajak terdaftar yang signifikan berubah setelah adanya sunset

policy tidak berbanding lurus terhadap kepatuhan wajib pajak dalam hal

menyampaikan SPT-nya. Sehingga, wajib pajak terdaftar tidak

memanfaatkan sunset policy untuk meningkatkan kepatuhannya. Wajib

pajak orang pribadi terdaftar di KPP Pratama Makassar Utara belum dapat

mematuhi aturan perpajakan yang ada. Sunset policy diharapkan dapat


merangsang wajib pajak untuk membuka diri dengan melaporkan semua

kewajibannya, memberikan data-data sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya, dan melaporkan SPT-nya tepat waktu. Ini juga diakibatkan

karena kepatuhan wajib pajak Indonesia yang masih tergolong rendah.

Sunset policy belum mampu mendorong hati para wajib pajak untuk secara

sukarela terbuka mengungkapkan data wajib pajak sebenarnya,sehingga

tidak terjadi adanya SPT Nihil.

Berdasarkan wawancara dengan kepala staf PIP KPP Pratama

Makassar Utara, ada beberapa faktor yang menyebabkan kepatuhan wajib

pajak dalam STP membayar yang diterbitkan dan menyampaikan SPT

Tahunan tidak mengalami perubahan setelah adanya sunset policy, yaitu

faktor ekstern. Faktor ekstern pertama, wajib pajak yang tidak mengetahui

peraturan perundang-undangan perpajakan, dimana dan kapan harus

mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan bagaimana cara

menghitung, memperhitungkan pajak terutang, membayar, serta melaporkan

kewajibannya. Oleh karena itu, Kantor Pelayanan Pajak perlu melakukan

penyuluhan perpajakan secara sistematis dan berkesinambungan kepada

masyarkat sangat dibutuhkan. Kedua, stigma negatif terhadap petugas pajak

akibat beberapa kasus penyelewengan pajak menyebabkan wajib pajak

merasa enggan untuk berurusan dengan fiskus dalam hal ini adalah Kantor

Pelayanan Pajak

Faktor intern pertama, terbatasnya jumlah dan keterbatasan sumber

daya manusia (SDM) yang bertugas mengawasi wajib pajak di wilayah kerja

KPP Pratama Makassar Utara. Kedua, kurang tegasnya petugas pajak

terhadap wajib pajak yang nyata-nyata tidak patuh terhadap kewajibannya.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai

berikut.

1. Terdapat perbedaan yang signifikan kepatuhan Wajib Pajak antara

jumlah Wajib Pajak terdaftar sebelum dan sesudah sunset policy pada

KPP Pratama Makassar Utara. Berdasarkan perhitungan deskriptif

jumlah Wajib Pajak orang pribadi Terdaftar pada KPP Pratama Makassar

Utara dapat diketahui bahwa jumlah Wajib Pajak orang pribadi terdaftar

sesudah sunset policy lebih banyak dibandingkan dengan kepatuhan

kepatuhan wajib pajak sebelum sunset policy. Ini berarti pada saat tahun

sunset policy (2008) begitu besar antusias Wajib Pajak untuk

mendaftarkan dirinya untuk memiliki NPWP. Hasil penelitian ini sama

dengan hasil penelitian Gama (2011) yang menyimpulkan sunset policy

sudah mampu meningkatkan jumlah wajib pajak terdaftar, dikarenakan

banyak fasilitas-fasilitas yang mendukung dan pelayanan prima yang

mendorong.

2. Tidak terdapat perbedaan signifikan kepatuhan wajib pajak orang pribadi

dalam hal penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan

sebelum dan sesudah Sunset Policy pada KPP Pratama Makassar

Utara. STP diterbitkan apabila terjadi kurang bayar, baik itu kurang bayar

karena salah hitung atau salah tulis. Namun, dari analisis rasio STP

bayar yang diterbitkan menunjukkan wajib pajak patuh dalam hal

54
membayar pajak pada saat sebelum dan sesudah Sunset Policy. Wajib

Pajak yang mendapatkan STP bisa dikatakan patuh apabila telah

melakukan pelunasan atas tagihan dan sanksi yang dikenakannya.

3. Tidak terdapat perbedaan signifikan kepatuhan wajib pajak orang pribadi

dalam menyampaikan SPT Tahunan sebelum dan sesudah sunset policy

pada KPP Pratama Makassar Utara. Ini berarti tidak ada hubungan yang

erat antara kepatuhan wajib pajak dalam jumlah SPT Tahunan yang

dilaporkan sebelum dan sesudah sunset policy. Wajib pajak menjadi

patuh apabila sudah memahami undang-undang perpajakan, mengisi

formulir pajak dengan benar, menghitung pajak dengan jumlah yang

benar, dan membayar pajak tepat pada waktunya. Jadi, kepatuhan

tersebut terbentuk bukan karena adanya program sunset policy. Ini juga

terjadi karena adanya pemekaran dari KPP Pratama Makassar Utara

menjadi KPP Pratama Makassar Barat. Namun, berdasarkan penelitian

Gama (2011), sunset policy mempunyai hubungan yang signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak, terlihat dari adanya peningkatan

kepatuhan wajib sebelum dan sesudah sunset policy berdasarkan jumlah

wajib pajak yang menyampaikan SPT.

5.2 Saran

Penelitian ini untuk membuktikan bahwa sunset policy dapat

meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Penerapan sunset policy yang akan

datang diharapkan dapat disiapkan secara matang dan diperlukan sosialisasi


yang sangat baik agar sunset policy dapat mendorong para wajib pajak

untuk lebih sukarela terhadap kewajiban pajaknya.

Kepada peneliti yang tertarik untuk melakukan kajian dibidang yang

sama dapat menggunakan variabel-variabel lain dan objek penelitian yang

lebih luas dari penelitian ini. Ini dimaksudkan untuk menambah referensi

mengenai sunset policy dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

5.3 Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan hanya di KPP Pratama Makassar Utara di

Lingkungan Kanwil DJP SulselBartra kurang dapat mewakili secara

keseluruhan. Untuk penelitian yang akan datang dapat dilakukan di

KPP Pratama lainnya yang ada di Lingkungan Kanwil DJP

SulselBartra.

2. Penelitian ini menggunakan indikator kepatuhan sebagaimana kriteria

wajib pajak patuh dalam Peraturan Menteri Keuangan

192/PMK.03/2007, yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi yang

menyampaikan SPT Tahunan dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang

mendapatkan STP dalam hal membayar. Indikator kepatuhan Wajib

Pajak lainnya, yaitu laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau

BPKP harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan

pendapat wajar dengan pengecualian, kepatuhan dalam pembayaran

tunggakan dan kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak

terutang tidak termasuk dalam penelitian ini.


DAFTAR PUSTAKA

Alm, J. 1998. Tax Policy Analysis: The introduction of a Russian Tax


Amnesty. Georgian State University. (Online).
http://aysps.gsu.edu/isp/files/ispwp9806.pdf 16/10/2012 21:32

Alm, J dan Beck, W. 1993. Tax Amnesty and Compliance in the Long Run: A
Time Series Analysis. National Tax Journal 46 No.1:53-60
http://ntj.tax.org/wwtax/ntjrec.nsf/.../v46n1053.pdf 27/09/2012 12:14

Angraeni, M.D, dan Kiswara, E. 2011. Pengaruh Pemanfaatan Fasilitas


Perpajakan Sunset Policy Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib
Pajak. Universitas Diponegoro Fakultas Ekonomi:Semarang

Arini, R.K. 2008. Kebijakan Pengampunan Pajak. Universitas Indonesia


Fakultas Sospol dan Politik:Jakarta

Bako, R. 2008. Amnesty Pajak, Suatu Keharusan?. http://groups.yahoo


com/group/forum-pajak/message/0639. 21/12/2012 20.05

Gama, A.W. 2011. Studi Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan
Sesudah Reformasi Perpajakn 2008 dan Implikasinya Terhadap
penerimaan Pajak. (online). eprints.undip.ac.id 21/11/2012 20:24

Irfan,M. 2013. Analisis Yuridis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Studi Kasus di
KPP Pratama Makassar Utara. Program Pascasarjana Fakultas
Hukum Universitas Muslim Indonesia:Makassar

Mangunsong,S. 2009. Pengaruh Sunset Policy Dalam Penerimaan Pajak


Studi Kasus Pada KPP Pratama “x” di Bandung. Jurnal
Akuntansi,Vol 1 No.1 85-100. Universitas Kristen Maranatha
Bandung:Bandung

Mutia. 2008. Modul Perpajakan I : Pengantar Perpajakan. Universitas Mercu


Buana Fakultas Ekonomi: Jakarta. (online).
http://kk.mercubuana.ac.id/files/18038-1-337459023453.doc.
27/10/2012 20:18
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara
Penerbitan Surat Ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak. 2012.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara


Penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu dalam Rangka
Pengambilan Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. 2007.
Kementrian Keuangan Republik Indonesia.

Pramushinta. 2011. Pengaruh layanan fiskus dan pelaksanaan sunset policy


terhadap kepatuhan wajib pajak dalam upaya peningkatan pajak.
vol.5 no. 2. (online). www.stieykpn.ac.id 21/11/2012 18:57

Rosdiana, H dan Irianto, E. 2012. Pengantar Ilmu Hukum: Kebijakan dan


Implementasi di Indonesia. Jakarta:Rajagrafindi

Silitonga, E. 2012. Ekonomi Bawah Tanah dan Pengampunan Pajak,


(online), www.unisdem.org. 13/11/2012 19:31

Suandy, E. 2008. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba empat.

Sudaryadi. 2009. Sunset Policy: Tingkatan Penerimaan Pajak. (online).


http://www.isei.or.id/page.php?=5jan097

Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-34/PJ/2008 tentang Penegasan


Pelaksanaan Pasal 37A Undang-undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan Beserta Ketentuan Pelaksanaannya. 2008.
Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia.

Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-89/PJ/2009 tentang Cara Penanganan


Wajib Pajak Non Efektif. 2009. Direktorat Jenderal Pajak Republik
Indonesia.

Surat Edaran Nomor. 213/PJ/2003 tentang Tata Cara Penetapan Wajib


Pajak yang Memenuhi Kriteria Tertentu dan Penyelesaian
Permohonan Pengambilan Kelebihan Pembayaran Pajak dalam
Rangka Pengambilan Pendahuluan Kelebihan Pajak. 2003.
Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan keempat atas


Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
2008. Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia.

Vanessa,R.T dan Hari Priyo. 2009. Dampak Program Sunset Policy


Terhadap Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemauan Membayar
Pajak. Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Fakultas
Ekonomi.

Vegirawati,T. 2011. Hubungan Antara Penerbitan Surat Tagihan Pajak


Dengan Penerimaan Pajak Pada KPP Pratama Ilir Timur
Palembang, vol.1 No 3. Jurusan Ekonomi dan Informasi Akuntansi.
Universitas IBA Palembang.

Wardiyanto, B. 2007. Tax Amnesty Policy:The Framework Prospective of


Sunset Policy Implementation Based on the Act no. 28.

Widayati. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemauan Untuk


Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan
Pekerjaan Bebas. Universitas Mercu Buana Fakultas Ekonomi:
Jakarta. (Online)

Widodo, W. 2010. Moralitas, Budaya, dan Kepatuhan Pajak.


Bandung:Alfabeta.

Widodo, W. dan Djefris, D. 2008. Tax Payer’s Rigths: Apa yang Perlu Kita
Ketahui Tentang Hak-hak Wajib Pajak. Bandung:Alfabeta.

www.depkeu.go.id
LAMPIRAN

1.1 Tax Amnesty di Beberapa Negara di Dunia

Persentase
Jumlah dari Total
Tahun tax Bentuk/ Jenis Pajak yang
Negara Penerimaan Penerimaan
amnesty dicakup
(Juta Dolar) Pajak

Afrika 2003-2004 General tax amnesty 8,000


Selatan
Argentina 1987 Penghasilan yang belum Tidak ada
dilaporkan untuk tujuan penerimaan
investasi
1995 General tax amnesty 3,900 Sangat kecil

Australia 1982 Semua kewajiban pajak Gagal


sampai dengan tahun 1979
1993 Program khusu untuk Berhasil
merangsang repatriasi aset- meningkatkan
aset yang belum dikenal tax base
pajak (kurang lebih
5%)
Belanda 1934, 1940, Pembebasan dari Sangat
1945, 1955 pengenaan denda dan berhasil
bunga
Belgia 1984-1985 Penghasilan dibebaskan dari Gagal
pajak jika diinvestasikan
kembali (misal dalam
obligasi pemerintah)
2004 Skema repatriasi aset-aset 496
asing yang tidak dikenakan
pajak
Finlandia 1982-1984 Surplus Interest Affairs

India 1981 Obligasi pemerintah


dirancang untuk
penghasilan-penghasilan
yang tidak akan dikenai
pajak
1997 General tax amnesty 2,500 8.5

Irlandia 1988 General tax amnesty 700-750 4.5

1993 General tax amnesty Sangat kecil


dibanding
tahun 1988
Italia 1982 General tax amnesty 100 15
1984 Wiraswasta dan pekerja 5,000
bebas (self employed)
2001-2002 Program khusus untuk 1,750 0.4
merangsang repratsiasi
aset-aset yang belum
dikenal pajak
Kolombia 1987 Melaporkan aset-aset yang 100 0.3% dari GDP
belum dilaporkan atau
kewajiban yang lebih dicatat
sebelumnya
Perancis 1982 - General tax amnesty 19 (hanya 0.007
2.286
partisipan)
- Program khusus untuk 22 (hanya 276 0.008
merangsang repatriasi partisipan)
aset-aset yang belum
dikenal pajak
1986 Amnesty kedua untuk aset-
aset yang dimiliki di luar
negeri
Portugal 1981, 1982, Terbatas pada pajak 40% dari
1986, 1988 penghasilan jumlah yang
ditargetkan
Rusia 1996, 1997 Perusahaan dan organisasi 1996 hasilnya
diijinkan untuk mengangsur negatig
pembayaran tunggakan sedangkan
pajak 1997 hasilnya
positif namun
tidak signifikan
terhadap total
penerimaan
pajak
Selandia 1988 General tax amnesty 18 (mendapat
Baru respon bagus)
Spanyol 1977 Pembebasan dari
pengenaan denda
penyelesaian kewajiban
pajak sampai dengan tahun
pajak 1976
Sumber : Widodo (2010:241-242)
1.2 ANALISIS RASIO

Rasio Wajib Pajak =

.
2006 = x100% = 70%
.

.
2007 = x 100% = 81%
.

.
2008 = x100% = 90%
.

.
2009 = x 100% = 104%
.

.
2010 = x 100% = 104%
.

Rasio STP Membayar =

2006 = x 100% = 4%
.

2007 = x 100% = 0%
.

2008 = x100% = 0%
.

2009 = x 100% = 0%
.

2010 = x 100% = 0%
.
Rasio SPT Tahunan =

.
2006 = x 100% = 40%
.

.
2007 = x 100% = 42%
.

.
2008 = x 100% = 82%
.

.
2009 = x 100% = 62%
.

.
2010 = x 100% = 31%
.
1.3 Descriptives Wajib Pajak Orang Pribadi

[DataSet0]
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sebelum 2 14735,00 26048,00 20391,5000 7999,49902
Sesudah 2 66763,00 81161,00 73962,0000 10180,92344
Valid N (listwise) 2

1.4 NPar Tests

[DataSet0]
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
sebelum sesudah
2 2
Mean 20391,5000 73962,0000
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 7999,49902 10180,92344
Absolute ,260 ,260
Most Extreme Differences Positive ,260 ,260
Negative -,260 -,260
Kolmogorov-Smirnov Z ,368 ,368
Asymp. Sig. (2-tailed) ,999 ,999
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

1.5 T-Test

[DataSet0]

Paired Samples Statistics


Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Sebelum 20391,5000 2 7999,49902 5656,50000
Pair 1
Sesudah 73962,0000 2 10180,92344 7199,00000
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 sebelum & sesudah 2 1,000 ,000

Paired Samples Test


Paired Differences t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 sebelum – sesudah -53570,50000 2181,42442 1542,50000 -73169,82081 -33971,17919 -34,730 1 ,018
1.6 Descriptives SPT OP

[DataSet1]
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sebelum 2 5791,00 11065,00 8428,0000 3729,28116
Sesudah 2 25536,00 41493,00 33514,5000 11283,30291
Valid N (listwise) 2

1.7 NPar Tests

[DataSet1]
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
sebelum sesudah
2 2
Mean 8428,0000 33514,5000
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 3729,28116 11283,30291
Absolute ,260 ,260
Most Extreme Differences Positive ,260 ,260
Negative -,260 -,260
Kolmogorov-Smirnov Z ,368 ,368
Asymp. Sig. (2-tailed) ,999 ,999
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

1.8 T-Test

[DataSet1]

Paired Samples Statistics


Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
sebelum 8428,0000 2 3729,28116 2637,00000
Pair 1
sesudah 33514,5000 2 11283,30291 7978,50000
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 sebelum & sesudah 2 -1,000 ,000

Paired Samples Test


Paired Differences t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 sebelum – sesudah -25086,50000 15012,58407 10615,50000 -159969,21638 109796,21638 -2,363 1 ,255
1.9 Descriptives STP OP

[DataSet2]

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sebelum 2 28,00 205,00 116,5000 125,15790
Sesudah 2 16,00 28,00 22,0000 8,48528
Valid N (listwise) 2

1.10 NPar Tests

[DataSet2]
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
sebelum sesudah
2 2
Mean 116,5000 22,0000
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 125,15790 8,48528
Absolute ,260 ,260
Most Extreme Differences Positive ,260 ,260
Negative -,260 -,260
Kolmogorov-Smirnov Z ,368 ,368
Asymp. Sig. (2-tailed) ,999 ,999
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

1.11 T-Test

[DataSet2]
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
sebelum 116,5000 2 125,15790 88,50000
Pair 1
sesudah 22,0000 2 8,48528 6,00000
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 sebelum & sesudah 2 1,000 ,000

Paired Samples Test


Paired Differences t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 sebelum – sesudah 94,50000 116,67262 82,50000 -953,76189 1142,76189 1,145 1 ,457

Anda mungkin juga menyukai