Tesis S-2
Program Magister Akuntansi
Diajukan oleh:
Jafar Shodiq
15919053
Pada hari Rabu tanggal 26 Desember 2018, Program Studi Akuntansi Program Magister,
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia telah mengadakan ujian tesis yang disusun
oleh:
JAFAR SHODIQ
No. MRS. : 15919053
Konsentrasi : Perpajakan
Dengan Judul:
ANALISIS PENERAPAN WITHHOLDING TAX SYSTEM PADA BENDAHARA
DESA SEBAGAI PEMOTONG ATAU PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(STUDI PADA DESA-DESA SE-KABUPATEN GUNUNGKIDUL)
Penguji I Penguji II
~h ,----
Johan Arifin, SE., M.Si., Ph.D. Ayu Chairina Laksmi, SE., MAC., M.Res., Ak., Ph.D.
Dosen Pembimbing
"Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir Tesis ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar magister di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau
pendapat yang pemah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam referensi. Apabila kemudian
hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, saya sanggup menerima
Penulis,
Jafar Shodiq
KATA PENGANTAR
Pertama-tama dan yang paling utama, penulis menyampaikan puji dan syukur
kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan keberkahan ilmu dari-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister di
Universitas Islam Indonesia dengan judul tesis “Analisis Penerapan Withholding Tax System
pada Bendahara Desa Sebagai Pemotong atau Pemungut Pajak Penghasilan dan Pajak
menyampaikan Shalawat dan Salam kepada Rasulullah SAW, hamba dan utusan Allah SWT
yang mencontohkan akhlak yang paling mulia, yang menjadi pembawa pelita ilmu
pengetahuan.
Dalam penyusunan penelitian ini penulis mendapat saran, masukan, dorongan dan
bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Ibu Saya tercinta, Muntowiyah atas segala doa tulus yang tiada henti.
2. Istri Saya yang tercinta, Ista Wahyu Hidayati, serta anak-anak Saya, Ahmad Zuhdi
Azzaidan, Ahmad Ganendar Al Faruq, dan Ahmad Nazirul Ardiona yang telah
memberikan perhatian dan kasih sayang dan mengorbankan waktu dan tenaga dalam
lembaran demi lembaran. Semoga Allah selalu meridhai kita menuju Jannah-Nya.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Magister Akuntansi Program Pascasarjana Fakultas
Ekonomi di Universitas Islam Indonesia, terima kasih untuk semua ilmu dan
pengetahuan yang telah diajarkan. Semoga ilmu ini dapat terus penulis amalkan dalam
maupun duka selama penulis menempuh perkuliahan. Semoga sukses dunia dan
1. Kepala KPP Pratama Wonosari beserta seluruh pegawai, yang telah banyak
8. Seluruh Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan
Semoga Allah SWT memberikan balasan terhadap amal yang baik yang mereka
berikan kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan ataupun kesalahan
dalam menyusun tesis ini, baik dalam penyajian materi maupun dalam penyusunan tata
penulis.
Saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak merupakan suatu bahan masukan
dani kesempurnaan tesis ini. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi baik kita
Desember 2018
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara praktek penerapan
pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukan oleh Bendahara Desa di Kabupaten
Gunungkidul dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Selanjutnya penelitian ini juga
bertujuan untuk menemukan solusi terbaik apabila ditemukan penyimpangan dalam
menerapkan ketentuan perpajakan yang berpotensi merugikan penerimaan negara maupun
berpotensi merugikan Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut pajaknya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi untuk mengetahui penerapan Withholding Tax System oleh
Bendahara Desa di Kabupaten Gunungkidul. Pengambilan data dilakukan dengan melakukan
wawancara dengan pihak yang terkait dengan pelaksanaan Withholding Tax System atas
penggunaan dana APBDes. Partisipan penelitian dipilih dengan metode purposive sampling.
Partisipan terdiri dari Bendahara Desa yang bertugas di Kabupaten Gunungkidul dan
berstatus aktif pada masa penelitian dilakukan. Selain Bendahara Desa, partisipan yang turut
diwawancarai adalah perwakilan dari Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten
Gunungkidul, perwakilan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan
Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DP3KBPMD) Kabupaten
Gunungkidul, serta perwakilan dari Kantor Pelayan Pajak Pratama Wonosari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penyimpangan dalam pelaksanaan Withholding
Tax System oleh Bendahara Desa di Kabupaten Gunungkidul yang dikarenakan tidak
terpenuhinya syarat administrasi perpajakan dan keterbatasan jumlah rekanan yang
memenuhi ketentuan perpajakan. KPP Pratama Wonosari sebagai lembaga yang bertugas
sebagai pengawas jalannya administrasi perpajakan atas Withholding Tax System yang
dipungut oleh Bendahara Desa, memberikan keringanan dalam pemenuhan ketentuan
perpajakan ini. Hal ini dilakukan demi mengamankan potensi penerimaan pajak dari
penggunaan APBDes dan sesuai dengan teori kebijakan. Lebih lanjut hal ini menunjukkan
bahwa Bendahara Desa telah melaksanakan perannya sebagai steward mampu
mempertanggungkan tugasnya kepada DJP (stewardship). Bendahara Desa memiliki niat baik
walaupun ada penyimpangan dalam pelaksanaan pemungutan dan pemotongan pajak.
Kata kunci: Bendahara Desa, Withholding Tax System, APBDes, Teori Kebijakan, Teori
Stewardship.
vi
Abstract
This study aims to determine the level of conformity between the practice of implementing
tax deductions and collection conducted by the Village Treasurer in Gunungkidul Regency
with applicable tax provisions. Furthermore, this study also aims to find the best solution if
deviations are found in applying tax provisions that have the potential to harm state revenues
and potentially harm taxpayers who are cut or taxed.
The method used in this study is a qualitative research method with a phenomenological
approach to determine the application of the Withholding Tax System by the Village
Treasurer in Gunungkidul Regency. Data collection is done by conducting interviews with
parties related to the implementation of the Withholding Tax System for the use of APBDes
funds. The research partisipants were selected by purposive sampling method. Partisipants
consisted of the Village Treasurer who served in Gunungkidul Regency and had an active
status during the study period. In addition to the Village Treasurer, the partisipants who were
interviewed were representatives of the Gunungkidul District Regional Financial and Assets
Agency (BKAD), representatives from the Women's Empowerment Office, Child Protection
and Family Planning, Community and Village Empowerment (DP3KBPMD) Gunungkidul
Regency, and representatives from the Office of Tax Servants Pratama Wonosari.
The results of the study indicate that there are deviations in the implementation of the
Withholding Tax System by the Village Treasurer in Gunungkidul Regency due to the lack of
compliance with tax administration requirements and the limited number of partners who
fulfill taxation requirements. KPP Pratama Wonosari as the institution that serves as the
supervisor of the administration of tax administration for the Withholding Tax System
collected by the Village Treasurer, provides relief in fulfilling these tax provisions. This is
done in order to secure the potential for tax revenue from the use of APBDes and in
accordance with policy theory. Furthermore this shows that the Village Treasurer has carried
out his role as a steward capable of holding his duties to the Director General of Taxes
(stewardship). The Village Treasurer has good intentions even though there are deviations in
the collection and tax deduction.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN..... ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR.................................. .............................................................. iii
ABSTRAK................... ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI............. ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
1.1.1 Rumusan Masalah .................................... ............................................. 10
1.1.2 Fokus Penelitian ............................................. ....................................... 10
1.1.3 Tujuan Penelitian...................... ............................................................. 11
1.1.4 Manfaat Penelitian...................... ........................................................... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................... 13
2.1 Kajian Teoritis ................................................................................................. 16
2.1.1 Teori Implementasi Kebijakan................. .............................................. 16
2.1.2 Teori Stewardship (Stewarship Theory)................................................. 19
2.1.3 Perpajakan.............................. ................................................................ 20
2.1.3.1 APBDes dan Tanggung Jawab Perpajakan Bendahara Desa......... .... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................... 48
3.1 Rancangan Penelitian ...................................................................................... 48
3.1.1 Metode Kualitatif.......................................... ......................................... 48
3.2 Partisipan Penelitian ........................................................................................ 50
3.3 Instrumen Penelitian........................................................................................ 50
3.4 Sumber Data .................................................................................................... 50
3.5 Metode Pengumpulan Data ............................................................................. 51
3.5.1 Studi Pustaka.................. ........................................................................ 51
3.5.2 Penelitian Lapangan (Field Research)............... .................................... 52
3.5.2.1 Teknik Wawancara.................................................................... 52
3.6 Analisis Data.............................................. ....................................................... 54
3.6.1 Thematic Analysis.................................................................................. 55
viii
3.6.2 Pengkodean................... ......................................................................... 56
3.7 Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 59
BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................................... 63
4.1 Pembahasan Hasil Wawancara ....................................................................... 63
4.1.1 Mekanisme Pemungutan PPh dan PPN.................................................. 66
4.1.1.1 Transaksi Pemungutan PPh Pasal 22.................. ................................ 69
4.1.1.2 Transaksi Pemotongan PPh Pasal 23.................. ................................ 70
4.1.1.3 Transaksi Pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 atas Jasa Konstruksi.... .... 71
4.1.2 Pelaporan Pajak atas Transaksi yang Dilakukan................... ................. 73
4.1.3 Peran DP3KBPMD........................................ ........................................ 76
4.1.4 Kedudukan KPP Pratama sebagai Pengawas Administrasi Pajak... ...... 78
4.1.5 Pembahasan Badan usaha Milik Desa (BUMDes)................................. 80
4.1.6 SKB Bagi WP yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu...................... 81
4.2 Hubungan KPP Pratama dan Bendahara Desa............ ..................................... 81
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 83
5.1 Simpulan ......................................................................................................... 83
5.2 Rekomendasi ................................................................................................... 86
5.3 Implikasi .......................................................................................................... 87
5.4 Sumber Data .................................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 90
LAMPIRAN............................................ ................................................................... 91
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
tujuan bernegara (OECD: 2015). Investasi di sektor publik baik dari sektor
Pusat DJP: 2016). Rusmana, Wijaya, dan Putro (2016: 6) berpendapat bahwa
setiap fasilitas publik yang harus disediakan bagi warga negara tidaklah dibangun
begitu saja tanpa dana. Dana untuk menyediakan sejumlah fasilitas publik tersebut
terlaksananya berbagai agenda negara. Berdasarkan data yang dihimpun dari situs
dimana dari total pendapatan tersebut berasal dari pajak sebesar 1.546,7 Triliun
Rupiah. Pajak berperan sekitar 85% dari total pendapatan negara pada tahun 2016
postur APBN tahun 2017, peranan pajak tidak jauh berbeda dari tahun 2016.
Rupiah dimana dari total pendapatan tersebut berasal dari pajak sebesar 1.498,9
Triliun Rupiah. Pajak berperan sekitar 85% dari total pendapatan negara pada
1
Pajak dihasilkan dari kontribusi wajib yang terutang oleh orang pribadi
yaitu:
3. Withholding System
yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
berlaku.
2
1. Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) atas gaji, upah, honorarium,
atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam
penghargaan, bonus, dan imbalan dari jasa yang diatur dalam Pasal 23
dan/atau pemungutan pajak (withholding tax system) masih belum optimal dan
3
tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Hal ini terjadi karena: (1)
masih terdapat Bendaharawan yang tidak kompeten, (2) tidak ada kemauan untuk
belajar, (3) tidak memperbarui ketentuan perpajakan yang berlaku, (4) tarif 2%
menjadi 4% pada pemotongan PPh Pasal 23 atas imbalan jasa konsultan, (5)
jumlah penghasilan netto 100% menjadi 95%, (6) persamaan pemotongan tarif
untuk honorarium antara PNS yang memiliki NPWP dan yang tidak memiliki
NPWP, (7) mark up nilai minimal yang ditetapkan untuk dasar pemungutan PPN.
terhadap Bendaharawan juga tidak hanya sebatas kebenaran materiil tetapi juga
4
Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) baik SPT Masa Pajak Penghasilan atau
SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai sehingga dapat terhindar dari sanksi seperti
Mulyani Indrawati pada akhir tahun 2016 memberikan perspektif berbeda. Sri
mengawasi penerapan withholding tax system atas pajak yang bersumber dari
misleading ketika disaat yang sama secara implisit dikatakan bahwa pengawasan
pajak yang berasal dari belanja APBN/APBD tidak perlu mendapat perhatian
khusus karena bisa masuk ke Kas Negara bagitu saja melalui withholding tax
5
system oleh Bendaharawan Pemerintah. Padahal, kenyataannya tidak demikian
tanpa pengawasan. Karena Bendahara pun perlu diawasi secara intensif oleh
Pasal 31 Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 113 tahun 2014 diatur bahwa
bendahara desa sebagai wajib pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak lainnya,
yang bisa dimanfaatkan langsung. Dari tahun ke tahun dana tersebut terus
desa tahun 2018 dinaikkan dari semula (2017) Rp 60 Triliun menjadi Rp 120
tahun ke tahun serapan dana desa terus meningkat bahkan tahun 2017 hampir
Sementara itu, dengan semakin naiknya anggaran dana desa, ternyata tidak
benar oleh Bendahara Desa. Melalui hasil wawancara dengan Kepala Kantor
6
Pajak Pratama Wonosari, dari 144 desa di Gunungkidul, ternyata bendahara desa
yang dianggap sudah mampu membayar pajak dengan benar hanya 44 desa, dan
100 bendahara desa yang lain kurang mampu atau kurang faham untuk
Bendahara Desa yang paham pelaksanaan withholding tax system dengan benar
kerugian baik bagi penerimaan negara, wajib pajak, dan pihak withholding agent
1. Pembelian barang kena pajak dan jasa kena pajak di atas 1 juta kepada non
(BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dengan omzet pertahun lebih dari Rp
4.800.000.000. Apabila ada pengusaha yang memiliki omzet pertahun kurang dari
7
menjadi PKP. Bila melihat dari kondisi masyarakat dan rekanan yang ada di
Bendahara Desa melakukan transaksi pembelian barang dan jasa dengan Wajib
Pajak dengan status PKP agar potensi pajak dari sektor PPN atas penggunaan
2. Belanja konsumsi
Belanja konsumsi diatur sebagai jasa katering yang menjadi objek Pph pasal
23 dan Pajak Daerah berapapun jumlah belanja yang sumber dananya berasal dari
ketentuan PPh Pasal 23 dan Pajak Daerah. Namun jika yang menyediakan
pembelian makanan dan minuman rapat dari usaha yang bukan merupakan jasa
dengan tarif 1,5% dari harga pembelian barang. Namun, kenyataannya Bendahara
8
prakteknya, pembelian makanan dan minuman untuk rapat tidak selalu dilakukan
Menurut ketentuan dalam PPh Pasal 4 ayat (2), apabila terdapat transaksi jasa
konstruksi yang dananya bersumber dari APBDes, maka akan dikenakan PPh
pasal 4 ayat 2 sebesar 2%, 3%, atau 4% sesuai dengan kualifikasi usahanya dan
PPN sebesar 10%. Pemerintah desa umumnya membelanjakan sendiri dana yang
dana). Kegiatan swakelola ini dilakukan dengan cara pemerintah desa membentuk
mengawasi sendiri kegiatan jasa konstruksi dan bukan melalui kontrak jasa
yang seharusnya menanggung beban PPh final dan PPN atau penanggungjawab
pelaksanaan pemotongan atau pemungutan PPh dan PPN atas jasa konstruksi
akibat pembentukan TPK dan tidak menggunakan jasa dari pengusaha jasa
konstruksi.
bidang perpajakan.
9
1.1.1 Rumusan Masalah
Dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014 yang mengatur Bendahara Desa sebagai
wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya dan semakin besarnya
dengan benar agar tidak ada pihak yang dirugikan akibat kesalahan penerapan
penulis teliti adalah “Apakah praktek pemotongan atau pemungutan pajak oleh
antara lain PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), dan PPN serta
10
dan penjelasan terhadap ketentuan yang masih multitafsir serta menyampaikan
KPP Pratama Wonosari dalam rentang waktu kurang lebih dua bulan.
antara praktek penerapan pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukan oleh
berlaku dan menemukan solusi terbaik jika ada penyimpangan dalam menerapkan
antara lain:
1. Manfaat Teoritis
11
b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan
2. Manfaat Praktis
sebagai masukan dan bahan evaluasi bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk
penegasan atas ketentuan yang sudah ada namun tidak dilaksanakan oleh
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
tujuan yang ditetapkan sebelumnya dalam pembuatan kebijakan (Meter dan Horn,
pajak dijalankan dengan menyesuaikan kebijakan pajak yang ada. Melalui hasil
masih menemukan beberapa masalah yang berkaitan dengan tata cara pemungutan
dan pemotongan pajak yang dilakukan bila dibandingkan dengan ideal kebijakan
Desa sebagai withholding agent dapat berjalan lancar karena adanya persamaan
Desa dan DJP mengenai jenis pajak yang harus dipungut dan dipotong dan cara
13
2. Teori Stewardship
Teori ini dibangun berdasarkan sifat manusia yaitu dapat dipercaya, mampu
bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas, serta dapat berlaku
sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi, sehingga teori ini
mempunyai dasar psikologi dan sosiologi yang telah dirancang dimana para
selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya sebab steward
berusaha mencapai sasaran organisasinya. Teori ini didesain bagi para peneliti
untuk menguji situasi dimana para eksekutif dalam perusahaan sebagai pelayan
Bila dikaitkan dengan uraian di atas, Bendahara Desa dalam penelitian ini
14
dikarenakan tidak terutang atas PPh final dan PPN jasa konstruksi akibat
pembentukan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) dan tidak menggunakan jasa dari
pemungutan pajak atas transaksi belanja konsumsi yang dikenakan tarif pajak
katering.
eksistensi Bendahara Desa yang bertindak untuk memungut dan memotong pajak
15
Lebih lanjut, kajian teoritis yang mendasari penelitian ini diuraikan
sebagai berikut:
Meter dan Horn (1974: 447) sebagai berikut “those actions by people that are
kebijakan.
pelaksana.
16
a. Kompetensi dan jumlah staf pelaksana.
legislatif.
e. Vitalitas organisasi.
luar organisasi.
implementasi kebijakan
sosial?
kebijakan?
17
Atau dengan kata lain adanya kesediaan dan komitmen dari pelaksana
lanjut oleh Sabatier dan Mazmanian pada tahun 1983. Sabatier dan Mazmanian
(1983: 7-8) menyampaikan bahwa syarat cukup agar tujuan kebijakan publik
waktu ke waktu.
masalah, peneliti masih menemukan beberapa masalah yang berkaitan dengan tata
withholding tax system yang dijalankan oleh Bendahara Desa sebagai withholding
agent dapat berjalan lancar karena adanya persamaan persepsi dalam rangka
pencapaian tujuan penerimaan pajak antara Bendahara Desa dan DJP mengenai
jenis pajak yang harus dipungut dan dipotong dan cara pemotongan dan
pemungutannya.
18
2.1.2 Teori Stewardship (Stewardship Theory)
tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka
untuk kepentingan organisasi, sehingga teori ini mempunyai dasar psikologi dan
sosiologi yang telah dirancang dimana para eksekutif sebagai steward termotivasi
untuk bertindak sesuai keinginan prinsipal, selain itu perilaku steward tidak akan
organisasinya. Teori ini didesain bagi para peneliti untuk menguji situasi dimana
manusia yaitu dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab,
memiliki integritas, serta dapat berlaku jujur untuk pihak lainnya. Dengan kata
19
pemotongan pajak. Penyimpangan ini dilakukan demi mengamankan penerimaan
negara yang selaras dengan tujuan KPP Pratama sebagai perwakilan dari DJP.
Selain itu, hal yang mendasari penelitian ini adalah konsep dasar
perpajakan.
2.1.3 Perpajakan
yang memberikan suatu kedudukan tertentu dimana iuran tersebut bukanlah suatu
wajib kepada negara yang terutang oleh setiap orang ataupun badan yang
tidak mendapat imbalan secara langsung serta digunakan guna kebutuhan negara
Indonesia. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia antara lain adalah
20
1. Official Assesment System
untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai
ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan
tangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, memahami
tinggi, dan menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu
tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan ada pada Wajib Pajak).
21
3. Withholding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang
ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai
bergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk. Peranan dominan ada pada pihak
22
Keuangan Desa tersebut, Kepala Desa melimpahkan sebagian kewenangan
melakukan pemotongan dan pemungutan pajak atas pengeluaran yang berasal dari
pejabat lain termasuk bendahara desa yang menjalankan fungsi yang sama.
adalah Bendahara satuan kerjanya. Demikian pula di Desa, Bendahara Desa yang
yang diantaranya meliputi Pajak Penghasilan (PPh) terdiri dari PPh Pasal 21,
Pasal 22, Pasal 23, dan PPh Pasal 4 ayat (2), juga Pajak Pertambahan Nilai
(PPN).
Bendahara Desa yang mengelola dana yang bersumber dari APBDes wajib
23
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)
asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin
diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja
1. Paling sedikit 70% (tujuh puluh per seratus) dari jumlah anggaran
24
2. Paling banyak 30% (tiga puluh per seratus) dari jumlah anggaran desa
digunakan untuk:
disepakati bersama oleh Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa paling
lambat bulan Oktober tahun berjalan. Rancangan peraturan desa tentang APBDes
camat atau sebutan lain. Peraturan desa tentang APBDes ditetapkan paling lambat
dari pendapatan desa, belanja desa, dan pembiayaan desa. Pendapatan desa
25
diklasifikasikan menurut kelompok, kegiatan, dan jenis; sedangkan pembiayaan
1. Pendapatan Desa.
pendapatan lain-lain.
a. Pendapatan Asli Desa (PADesa), tediri dari hasil usaha, hasil aset,
lainnya.
b. Transfer, terdiri dari dana desa, bagi hasil dari pajak daerah
ketiga yang tidak mengikat dan lain-lain pendapatan desa yang sah.
2. Belanja Desa.
merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan
26
d. Pemberdayaan masyarakat desa.
sesuai dengan kebutuhan desa yang telah dituangkan dalam rencana kerja
a. Belanja Pegawai
tetap dan tunjangan bagi kepala desa dan perangkat desa serta
2) Benda pos
3) Bahan/material
4) Pemeliharaan
5) Cetak/pengadaan
27
6) Sewa kantor desa
c. Belanja Modal.
3. Pembiayaan Desa.
28
Penerimaan pembiayaan mencakup sisa lebih perhitungan anggaran
29
Gambar 1. Struktur Organisasi Pengelolaan Keuangan pada Pemerintah Desa
Sumber: Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, 2015
dijabat oleh staf pada urusan keuangan. Bendahara mempunyai tugas menerima,
APBDes.
sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib
30
Adapun ketentuan tentang pemungutan dan pemotongan pajak diatur secara
PPN 1984.
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak negeri dalam
PPh.
adalah Orang Pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
31
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Karena bendahara desa
dengan penggunaan dana desa maka bendahara desa merupakan wajib pajak.
Mendaftarkan memotong/
menyetor melapor
diri memungut
Dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang KUP diatur bahwa semua
wajib pajak yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif sesuai dengan
assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk
dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok
yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak. Selain
itu, NPWP juga digunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak
melakukan tugasnya sebagai pemotong dan atau pemungut pajak bendahara desa
32
Bendahara desa harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP pada
atau tempat kedudukan Wajib Pajak. Pendaftaran diri untuk memperoleh NPWP
disyaratkan ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dengan cara mengunggah
(upload) salinan digital (sotf copy) dokumen melalui aplikasi e-Registration atau
33
Pendaftaran Wajib Pajak dengan melampirkan dokumen yang disyaratkan.
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan
usaha Wajib Pajak secara langsung, melalui Pos atau melalui perusahaan jasa
ekspedisi atau jasa kurir. terhadap penyampaian permohonan secara tertulis, KPP
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf e PMK 182 Tahun 2015. Dokumen ini merupakan
Pemerintah dan Dokumen identitas diri orang pribadi yag ditunjuk sebagai
Bendahara Pemerintah.
tetap menggunakan NPWP yang sama dan tidak dilakukan perubahan NPWP.
Penghapusan NPWP dapat dilakukan bagi Wajib Pajak yang sudah tidak
pemerintah yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak karena yang
34
Permohonan penghapusan NPWP dapat dilakukan secara elektronik atau
tertulis dan dilampiri dengan dokumen yang disyaratkan yaitu dokumen yang
menyatakan bahwa Wajib Pajak sudah tidak ada lagi kewajiban sebagai
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan
usaha Wajib Pajak secara langsung, melalui Pos, atau melalui perusahaan jasa
ekspedisi atau jasa kurir. Terhadap penyampaian permohonan secara tertulis, KPP
35
ii. Melakukan Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak
desa sama dengan kewajiban bendahara pemerintah lainnya. Pada saat melakukan
1. Belanja pegawai
Belanja pegawai yang menjadi objek pajak yang dipotong oleh bendahara desa
terdiri dari gaji aparat desa non PNS dan tunjangan aparat Badan Perwakilan
Desa (BPD) non PNS. Objek pajak tersebut merupakan objek pajak PPh pasal 21
yang dikenakan tarif 5% dari penghasilan netto di atas Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP). Sedangkan untuk gaji aparat desa dengan status PNS tidak
dipotong pajaknya oleh Bendahara Desa karena telah dipotong oleh Bendahara
Belanja barang dan jasa yang dilakukan oleh Bendahara Desa dikenai pajak
penghasilan pasal 21, pasal 22, pasal 23, pasal 4 ayat 2 dan PPN. Objek pajak,
tarif serta referensi peraturan yang terkait dengan transaksi belanja barang dan
36
Tabel 2.1 Belanja Barang dan Jasa Bendahara Desa
37
PPh Pasal 4(2); Sewa kantor 10% dari Nilai Perdirjen Pajak
PPN Sewa dan Nomor
227/PJ/2002
PPh Pasal 4(2); Jasa konstruksi 2%, 3%, atau Peraturan Menteri
PPN 4% Keuangan Nomor
153/PMK.03/2009
honor dan penghasilan lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi harus melakukan pemotongan PPh Pasal 21 apabila
belanja barang maka harus melakukan pemungutan PPh Pasal 22 dan melakukan
PPh pasal 22 dan pemungutan PPN. Tarif yang dikenakan atas trasaksi adalah
1,5% bila rekanan memiliki NPWP, dan pengenaaan tarif 200% dari nilai tarif
normal bila rekanan tidak memiliki NPWP. Pengenaan tarif lebih tinggi 200% ini
belanja jasa maka akan dilihat jenis jasanya. Bila transaksi dengan jasa konstruksi
maka maka harus melakukan pemotongan PPh Pasal 4(2) yang bersifat final
dengan tarif senilai 2%, 3 %, atau 4% tergantung pada klasifikasa usaha rekanan
dan melakukan pemungutan PPN. Jika jasa yang digunakan selain jasa konstruksi
38
maka harus dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif sebesar 2% dan
pemungutan PPN.
belanja sewa maka akan dilihat jenis harta yang disewa. Apabila harta yang
disewa berupa tanah dan/atau bangunan maka harus melakukan pemotongan PPh
Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 10% yang bersifat final dan melakukan pemungutan
PPN. Jika harta yang disewakan selain tanah dan/atau bangunan maka harus
3. Belanja Modal
153/PMK.03/2009 desa merupakan objek PPN dan PPh pasal 4 ayat 2 dengan
tarif 2%, 3%, atau 4% dari nilai jasa tidak termasuk PPN. Kegiatan yang dikenai
b. Membangun jembatan
APBDes yang melipuli belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja
modal.
39
iii. Melakukan Penyetoran Pajak Yang Telah Dipotong dan/atau telah
Dipungut
harus menyetor pajak yang telah dipotong dan/atau telah dipungut ke kas negara
melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos Persepsi. Tata cara penyetoran pajak yang
BPN atau tanggal bayar berdasarkan validasi MPN pada SSP atau
Satu formulir SSP atau sarana administrasi lainnya hanya dapat digunakan
untuk pembayaran satu jenis pajak, satu masa pajak, atau tahun pajak atau bagian
40
tahun pajak dengan menggunakan 1 (satu) kode akun pajak dan 1 (satu) kode jenis
sebagai berikut:
Mandiri di KPP/KP2KP)
5 https://sse.pajak.go.id
41
6 https://sse2.pajak.go.id
Pembayaran atas Kode bIlling yang telah dibuat dapat dilakukan melalui :
2. ATM
3. Mini ATM (EDC BNI, BRI, Mandiri, khusus untuk pembayaran pajak
tersedia di KPP/KP2KP)
4. Internet Banking
5. Mobile Banking
menerima Bukti Penerimaan Negara sebagai bukti setoran yang dapat berupa:
banking; dan
kedudukannya disamakan dengan SSP dan SSP PBB dalam rangka pelaksanaan
42
Dalam hal terdapat perbedaan antara data pembayaran yang tertera dalam
elektronik, maka yang dianggap sah adalah data Sistem Penerimaan Negara secara
elektronik.
Surat Keterangan Bebas (SKB) dapat diajukan oleh rekanan kepada KPP
tempat rekanan terdaftar dengan syarat omzet pertahun tidak lebih dari Rp.
Surat Keterangan Bebas diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran
pemungutan pajak penghasilan yang bersifat tidak final seperti PPh Pasal 21,
Langkah yang harus dilakukan oleh rekanan untuk mendapatkan SKB adalah
melampirkan SPT Tahunan periode sebelumnya sebagai bukti bahwa omzet yang
diterbitkan oleh KPP, SKB tersebut berlaku selama satu tahun takwim. Pemotong
atau pemungut pajak tidak akan melakukan pemotongan atau pemungutan pajak
43
penghasilan ketika rekanan memberikan fotokopi SKB yang sudah dilegalisir oleh
KPP.
menggunakan sarana berupa Surat Pemberitahuan (SPT) Masa sesuai dengan jenis
pajak yang telah dipotong/dipungut. Adapun jenis SPT Masa yang digunakan
dengan jenis pajak yang dipotong. SPT Masa yang dilaporkan wajib dilampiri
yang dipotong dan dipungut. Mekanisme pemungutan terjadi pada PPh Pasal 22
dan PPN, sedangkan mekanisme pemotongan terjadi pada PPh Pasal 21, Pasal 23,
44
dan Pasal 4 ayat (2). Pengisian SSP/E atas pajak yang dipungut (PPh Pasal 22 dan
PPN), bagian isian NPWP diisi dengan NPWP rekanan, Nama Wajib Pajak diisi
dengan nama rekanan, dan Penyetor Pajak diisi dengan nama Bendahara Desa.
SSE/P sebagai bukti pungut kepada rekanan transaksi. Tembusan ini dapat
digunakan rekanan sebagai kredit pajak pada saat melakukan perhitungan pajak
tahunan.
Sedangkan pengisisan SSP/E atas pajak yang dipotong (PPh Pasal 21, 23, dan
4 ayat (2)) bagian isian NPWP, Nama Wajib Pajak, dan Penyetor Pajak diisi
wajib memberikan bukti potong kepada rekanan transaksi. Bukti potong PPh pasal
Pasal 19 Ayat (1) huruf k Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang
Pajak, sudah memiliki NPWP dan telah memenuhi kewajiban Perpajakan Tahun
terakhir (SPT Tahunan) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh pasal
23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/29, dan PPN (bagi PKP) sekurang-kurangnya
tiga bulan terakhir dalam tahun berjalan. Untuk mengetahui bahwa Wajib Pajak
45
diwajibkan untuk memberikan surat keterangan fiskal (SKF) yang diterbitkan oleh
berlaku Wajib Pajak pada umumnya juga berlaku terhadap Bendahara Desa.
didalamnya Bendahara desa diatur dalam undang-undang KUP yang antara lain
sebagai berikut:
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN, dan
bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh
dari bulan dihitung satu bulan penuh sesuai dengan Pasal 9 ayat (2a)
46
dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal
pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan sesuai
47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
“a set of interpretive, material practices that make the world visible. These
practices transform the world. They turn the world into a series of
representations, including fieldnotes, interviews, conversations,
photographs, recordings and memos to self … qualitative researchers
study things in their natural settings, attempting to make sense of or
interpret phenomena in terms of the meanings people bring to them.”
Penelitian kualitatif merupakan sebuah satu set praktik material yang interpretif
48
representasi, termasuk catatan lapangan, wawancara, percakapan, foto, rekaman
dan memo bagi peneliti. Hal ini memungkinkan peneliti kualitatif mempelajari
permasalahan dari perspektif dan untuk memahami maksud dan interpretasi yang
perpajakan.
49
3.2 Partisipan Penelitian
Yogyakarta. Selain itu terdapat temuan bahwa hanya terdapat 31% Bendahara
dalam penelitian dan juga bertindak sebagai pengumpul data. Alat-alat yang
digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah alat perekam dan pedoman
digunakan untuk memenuhi tugas peneliti sesuai dengan rumusan masalah dalam
penelitian ini untuk memperoleh data tentang penerapan Withholding Tax System
50
b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang
sebagai berikut:
2006: 162). Penulis melakukan pengumpulan data dari berbagai literatur dan
modul yang berkaitan dengan penelitian ini untuk memenuhi kebutuhan teori
dalam penerapan Withholding Tax System oleh Bendahara Desa. Selain itu, data-
data dari instansi pemerintahan yang relevan dengan rumusan masalah juga
dibutuhkan sebagai data pendukung yang tidak terdapat pada observasi dan
Gunungkidul.
2. Dokumen data Wajib Pajak Bendahara Desa dari KPP Pratama Wonosari.
51
3.5.2 Penelitian Lapangan (Field Research)
suatu keadaan alamiah atau ‘in situ’ (Moleong, 2016: 26). Metode ini merupakan
metode pengumpulan data dari objek penelitian di luar dari studi pustaka atau
partisipan wawancara. Metode saturasi menurut Flick (2002), Bryman dan Bell
(2003), serta David dan Sutton (2011) menerangkan bahwa sampel yang
digunakan dalam penelitian dianggap cukup pada saat tidak didapatkan lagi
informasi maupun perilaku tertentu dari para narasumber atau partisipan, dalam
arti lain adalah saat dimana respon maupun perilaku dari partisipan selanjutnya
dapat diprediksikan.
52
Partisipan penelitian dipilih dengan metode purposive sampling. Partisipan
berstatus aktif pada masa penelitian dilakukan. Selain Bendahara Desa, partisipan
yang turut diwawancarai adalah perwakilan dari Badan Keuangan dan Aset
dari Kantor Pelayan Pajak Pratama Wonosari. Partisipan yang dipilih meliputi:
53
memberikan ijin dan persetujuan bahwa peneliti dapat merekam dan memaparkan
semi terstruktur. Menurut Laksmi (2015: 299) metode wawancara semi terstruktur
cocok digunakan pada penelitian yang masih jarang diteliti karena peneliti harus
memiliki kendali atas jawaban yang mereka utarakan, yang berarti partisipan
dianggap sebagai ahli dalam permasalahan yang sedang diteliti. Lebih lanjut,
dan Bell: (2006); Ryan, Coughlan, dan Cronin: (2009)) dan melalui metode
Daftar pertanyaan adalah set pertanyaan yang sudah disiapkan dan ditulis
sebelumnya oleh penulis untuk dimintakan jawabannya dari partisipan, dalam hal
54
rekanan yang memiliki NPWP?
jasa?
pembelian jasa?
bendahara?
pajak-pajaknya?
55
Menurut data dari KPP Pratama Wonosari, apa yang sebenarnya
penelitian ini. Menurut Jones dan Forshaw (2012), analisis tematik melibatkan
kata atau konsep yang mungkin muncul kembali. Kata-kata atau konsep-konsep
kemudian menjadi kode dan dalam pengkajian lebih lanjut kode ini dapat
dalam satu tema yang baru ataupun memisahkannya ke dalam dua tema yang
Tema, menurut Howitt dan Cramer (2008: 336) merupakan “a subject or topic on
56
which a person spoke, wrote, or thought”, atau sebuah subjek atau topik yang
dibicarakan, ditulis, atau difikirkan seseorang. Braun dan Clarke (2006) juga
(tema) dalam data dan juga membantu dalam mengatur dan mendeskripsikan
Tema yang muncul dari adanya analisis tematik dapat juga memilki
sebuah sub-tema. Sub-tema adalah tema dalam sebuah tema dan hal ini dapat
membantu peneliti untuk “give structure to a large and complex theme and also
for demonstrating the hierarchy of meaning within the data”, atau memberikan
struktur pada tema yang luas dan kompleks dan juga untuk mendemonstrasikan
hirarki makna dalam data (Braun dan Clarke, 2006: 92). Analisis tematik sangat
berguna dalam membantu pembuatan ringkasan dan deskripsi rangkaian data yang
57
7. Mampu menyorot persamaan dan perbedaan antar rangkaian data
8. Dapat menghasilkan wawasan yang tidak terduga
9. Memungkinkan interpretasi data baik secara sosial maupun psikologi
10. Berguna untuk menghasilkan analisis kualitatif yang sesuai untuk
penginformasian perkembangan kebijakan
3.6.2 Pengkodean
menandai persamaan dan perbedaan di dalam dan antar teks (Bernard 2011; David
& Sutton 2011). David dan Sutton (2011) mengartikan kode sebagai suatu kata
kunci, tema atau frasa yang mungkin atau tidak mungkin berhubungan dengan
kebutuhan aktual yang berada dalam teks yang dianalisis. Lebih lanjut,
sebagai berikut:
kertas kerja (spread sheet) yang kemudian sebagai pengkodean awal diwarnai
dengan warna tertentu untuk menandai data. Data yang telah ditandai ini, menurut
Lofland (2006), dapat menjadi bagian kunci dari bukti pendukung untuk
mendukung preposisi, asersi, atau teori, dan berperan sebagai contoh ilustrasi
58
selama masa pelaporan penelitian. Tahap pengkodean awal sangat bermanfaat
bagi penelitian karena tahapan ini memungkinkan peneliti untuk berfokus pada
bagian yang mencolok dan penting dari transkip wawancara (Laksmi, 2015: 156).
based or visual data”, atau kode dalam penelitian kualitatif sering kali berbentuk
dalam kata atau frasa pendek yang secara simbolis menghasilkan atribut bagian
dari basis bahasa atau data visual yang sumatif, menonjol, menangkap inti,
pendapat yang serupa. Mereka menjelaskan bahwa kode merupakan penanda yang
terkumpul selama penelitian. Lebih lanjut, kode biasanya terlampir dalam “chunk”
data yang berbeda ukuran dan dapat berbentuk label langsung, label deskriptif
59
d. Pengambilan kesimpulan, berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang
menjadi jelas.
Pengumpulan
Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Kesimpulan:
Verifikasi
berikutnya.
pada mereka yang berpartisipasi dalam penelitian dan juga pada konteks sosial
yang lebih luas di mana penelitian terjadi (Kvale & Brinkmann 2009; Hesse-Biber
60
3.7. Kerangka Pemikiran
memungut pajak atas penggunaan dana pemerintah baik APBN maupun APBD.
1. Pemungutan PPN dan PPnBM diatur dalam Pasal 16A UU PPN 1984
2. PPh atas gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
4. Pemungutan PPh atas deviden, bunga, royalty, sewa, dan penghasilan yang
diterima badan usaha berupa hadiah, penghargaan, bonus, dan imbalan dari
5. Pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 yang bersifat final diatur dengan Peraturan
tersebut.
61
memungut/memotong, menyetor dan melaporkan pajak pusat yang diantaranya
meliputi Pajak Penghasilan (PPh) terdiri dari PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23,
dan PPh Pasal 4 ayat (2), juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
dilakukan analisa.
62
5. Mendeskripsikan hasil penelitian dan memaparkan usulan model ideal yang
diajukan.
Data Data
Wawancara Dokumentasi
Analisis
Data
Evaluasi
a. Deskripsi Hasil
Penelitian
b. Model Ideal yang
diusulkan
63
BAB IV
PEMBAHASAN
didapatkan dari hasil wawancara yang didukung dengan studi pustaka dokumen-
oleh Bendahara Desa. Cakupan pembahasan dalam bab ini meliputi pelaksanaan
pengelolaan keuangan desa, serta peran KPP Pratama Wonosari sebagai instansi
acara Focus Group Discussion (FGD). Wawancara dilaksanakan pada hari Rabu,
25 April 2018 pukul 11.00 – 13.30 WIB. Dalam pelaksanaannya, terdapat batasan
dalam hal terjawabnya pertanyaan yang diajukan. Terdapat partisipan yang secara
aktif menjawab dan memaparkan jawaban atas pertanyaan yang diajukan, namun
terdapat juga pertisipan yang menjawab pertanyaan secara pasif atau mengiyakan
64
Daftar partisipan yang diwawancarai terangkum dalam Tabel 4.4 sebagai
berikut:
Gunungkidul dan berstatus aktif pada masa penelitian dilakukan, perwakilan dari
65
dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga
jasa?
pembelian jasa?
bendahara?
66
c. Apakah DP3KBPMD bertugas melakukan pengawasan atau
pajak-pajaknya?
pemungutan PPN dan PPh yang selama ini dipraktekkan. Adapun pajak yang
biasa dipungut dan dipotong oleh Bendahara Desa adalah PPh Pasal 21 atas
pemberian gaji, PPh Pasal 22 atas belanja barang, PPh Pasal 23 atas pembelian
jasa, PPh pasal 4 ayat 2 atas jasa konstruksi, dan PPN untuk transaksi diatas satu
juta rupiah. Penelitian ini berfokus pada mekanisme pemungutan PPh pasal 22,
23, 4 ayat 2, dan PPN yang melibatkan adanya transaksi dengan rekanan.
67
Tabel 4.2 Mekanisme Pemungutan Pajak oleh Bendahara Desa
Informasi dari Tabel 4.2 menunjukkan bahwa tidak ada Bendahara Desa
yang melakukan transaksi dengan rekanan dengan status PKP dan hanya
Bendahara Desa Semanu saja yang melakukan transaksi dengan rekanan ber
NPWP. Hal ini terjadi karena terbatasnya jumlah wajib pajak di Gunungkidul
menyatakan bahwa:
hanya dilakukan oleh Desa Semanu dan Desa Mulo, meskipun Desa Mulo belum
68
kepada rekanan mengenai benar adanya transaksi antara rekanan dan Bendahara
Desa.
pemotongan perpajakan yang sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam
baik, terdapat indikasi bahwa Bendahara Desa memiliki itikad baik dalam
menjalankan tugasnya untuk mengamankan potensi pajak atas dana APBDes yang
digunakan. Jadi, walaupun transaksi dilakukan dengan rekanan yang tidak ber
penyetoran pajak. Hal ini sesuai dengan pernyataan teori stewardship bahwa
bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas, serta dapat berlaku
Dapat disimpulkan pula bahwa withholding tax system yang dijalankan oleh
Bendahara Desa sebagai withholding agent dapat berjalan lancar karena adanya
Bendahara Desa dan DJP mengenai jenis pajak yang harus dipungut dan dipotong
69
4.1.1.1 Transaksi Pemungutan PPh Pasal 22
bahwa tidak semua desa melakukan transaksi pembelian barang dengan rekanan
yang berNPWP dan berstatus PKP serta melakukan penyetoran sesuai aturan yang
Hal ini menyimpang dari ketentuan pajak yang semestinya. Seharusnya transaksi
belanja barang dengan rekanan dilakukan dengan rekanan berNPWP, dan apabila
nilai transaksi belanja melebihi satu juta rupiah maka rekanan transaksi
penyetoran sesuai aturan yang berlaku, yaitu menyetorkan transaksi pajak dengan
“Untuk pembelian barang dengan nominal lebih dari dua juta, kita
(Bendahara Desa Semanu) bertransaksi dengan rekanan yang memiliki
NPWP. Sedangkan untuk pembayaran (penyetoran) pajaknya pernah
menggunakan NPWP rekanan, pernah juga menggunakan NPWP Desa.
Namun saat ini penyetoran pajak telah memakai NPWP rekanan semua”.
dengan rekanan berNPWP adalah 1,5%. Sedangkan tarif pemungutan PPh Pasal
70
22 yang penyetoran pajaknya menggunakan NPWP Desa, tarif pemungutannya
adalah 3%. Hal ini sudah sesuai dengan yang dilakukan oleh salah satunya
permasalahan untuk transaksi jasa catering karena pihak rekanan merasa bahwa
Adapun pengenaan pajak daerah untuk jasa restoran dan catering ini adalah
sebesar 10% dan dapat dibebankan kepada pelanggan restoran atau catering.
daerah sebesar 10% dari nilai transaksi dan pengenaan pajak penghasilan pasal 23
71
atas jasa catering sebesar 2% untuk rekanan berNPWP dan 4% untuk rekanan non
NPWP.
bukanlah pajak berganda karena pajak yang benar-benar ditanggung oleh rekanan
hanyalah PPh pasal 23. Sedangkan pajak daerah senilai 10% dari total transaksi
“... tadi terkait dengan pajak atas restoran yang seolah-olah itu membayar
double. Memang kalimat Pak Agus itu tadi tepat sekali Pak, seolah-olah
membayar double.... Jadi bukan double, yang satu yang membayar
konsumen, yang satu yang membayar pemilik restoran.”
catering maka Desa menanggung pajak daerah senilai 10% atas konsumsi dan
menggunakan dana APBDes. Tarif yang dipotong atas transaksi ini beragam
sesuai dengan kegiatan yang dilakukan dan klasifikasi usaha pengusaha jasa
konstruksi. Klasifikasi pengusaha jasa konstruksi dan tarif PPh Final atas jasa
72
Gambar 5. Tarif Pengenaan PPh Pasal 4 ayat 2
Sumber: OASIS Pemotongan/Pemungutan PPH, 2013
sudah melakukan pemotongan atas PPh pasal 4 ayat 2 sesuai ketentuan yang
berlaku.
desa yang lain lebih memilih untuk memakai mekanisme Kegiatan Swakelola.
Dalam mekanisme ini Desa secara mandiri melakukan pengadaan barang dan
Pasal 22 dan PPN saja. KR menyatakan bahwa melalui mekanisme ini desa
mampu membuat pengelolaan dana desa lebih efisien karena pada saat kegiatan
73
Adanya Peraturan Bupati Gunungkidul nomor 39 tahun 2015 tentang
pajak berganda.
mendapatkan informasi bahwa hanya satu desa saja, yaitu Desa Karangrejek, yang
setiap bulannya rutin melakukan pelaporan PPh dan PPN yang dipotong dan/ atau
Karangrejek menyatakan:
Desa yang tidak rutin atau bahkan tidak pernah melakukan pelaporan pajak
74
4. 3. Informasi Pelaksanaan Pelaporan oleh Bendahara Desa
No Desa Pelaporan
Keterangan:
X : Tidak
V : Iya
“.... Selain itu kekurangan sumber daya manusia yang hanya terdiri
dari dua orang. Sedangkan tanggung jawab pekerjaan yang ditanggung
bukan hanya pekerjaan mengenai penanganan pajak desa”.
75
2. Adanya inkonsistensi petugas penerima laporan dalam memberi arahan
Permasalahan terjadi pada saat ditemui arahan yang berbeda pada di tiap
masa pelaporan.
76
“... Awal saya rajin melaporkan. Karena petugasnya itu beda-beda,
jadinya permintaannya beda-beda juga”.
4. Permasalahan demografis
77
instansi yang bertugas untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
evaluasi terhadap seluruh Desa yang ada di Kabupaten Gunungkidul. Instansi ini
hanya memilih beberapa sampel Desa untuk dijadikan target monitoring dan
evaluasi. Desa yang menjadi sampel merupakan Desa yang tahapan pengajuan
penyerapan dana keuangan desa yang rendah. Secara lebih lanjut, RT, Kepala
apakah transaksi sudah harus dikenai pajak atau belum. Jadi DP3KBPMD tidak
78
APBDes. Kewajiban pengawasan terhadap pelaksanaan pelaporan pajak ini ada di
adanya keterbatasan jumlah dan penyebaran rekanan ber NPWP dan rekanan PKP
perpajakannya bisa terpenuhi. Selain itu rekanan juga sebaiknya berstatus PKP
apabila transaksi yang dilakukan melebihi satu juta rupiah sehingga dapat
dan/atau berstatus PKP juga akan memudahkan pihak DJP untuk melakukan
79
melakukan transaksi (Desa dan rekanan berNPWP dan/atau berPKP). Yang
selama ini terjadi adalah Desa kesulitan menemukan rekanan berNPWP untuk
rekanan transaksi berNPWP, belum tentu rekanan tersebut berstatus PKP atau
pelaporannya menggunakan NPWP 00. 000. 000. 0 – 000 . 000. Selanjutnya untuk
Permohonan ini tidak dapat dilaksanakan karena setiap pegawai DJP terikat
peraturan kode etik yang tertuang dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tatacara Perpajakan Pasal 34 yang menyatakan bahwa setiap pegawai DJP harus
80
seluruh wilayah Indonesia. Kelonggaran dalam pelaksanaan ketetapan ini
memiliki NPWP sendiri. Termasuk juga Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
berdasar hasil wawancara yang telah dilakukan, tidak semua BUMDes sudah
penggunaan APBDes.
Status NPWP
No Desa
BUMDes BUMDes
1 Desa Siraman, Terbentuk Sendiri
Kecamatan Wonosari
2 Desa Bejiharjo, Terbentuk Sendiri
Kecamatan
Karangmojo
3 Desa Semanu, Terbentuk Bergabung
Kecamatan Semanu Desa
4 Desa Karangrejek, Terbentuk Bergabung
Kecamatan Wonosari Desa
5 Desa Mulo, Terbentuk Sendiri
Kecamatan Wonosari
6 Desa Baleharjo, Belum -
Kecamatan Wonosari Terbentuk
7 Desa Karangsari, Belum -
Kecamatan Semin Terbentuk
Bendahara Desa dan juga memaksimalkan realisasi potensi pajak dari unsur
APBDes.
81
4.1.6 Surat Keterangan Bebas (SKB) bagi Wajib Pajak yang memiliki
Peraturan yang dibuat oleh DJP yang tertuang dalam Per 32/PJ/2013
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dapat dimanfaatkan oleh
Pertambahan Nilai (PPN). Untuk memungut PPN salah satu kriteria yang harus
dipenuhi adalah rekanan transaksi harus berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Keadaan yang terjadi di lapangan, pengusaha dengan status PKP sangat sulit
yang tidak merata. Bila pemungutan pajak atas penggunaan APBDes harus
memenuhi syarat lawan transaksi harus PKP, maka karena sebaran yang tidak
PKP, PPN menjadi tidak terutang sehingga penerimaan PPN tidak masuk.
82
Melihat kondisi yang demikian, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dalam
hal ini melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Wonosari, memberikan
dari ketentuan yang ada namun terdapat niat baik antara KPP Pratama dan
telah dilakukan oleh Bendahara Desa sesuai dengan gambaran teori stewardship
dimana Bendahara Desa dapat berperilaku baik untuk kepentingan yang lebih
sesuai dengan gambaran teori kebijakan dimana otoritas melakukan intervensi dan
atas transaksi penggunaan APBDes oleh Bendahara Desa. Apabila kebijakan ini
tidak dilakukan oleh KPP Pratama, maka akan menyebabkan hilangnya potensi
penerimaan pajak negara karena pajak tidak akan terutang karena transaksi
83
BAB V
Bendahara Desa beserta aparat yang terkait dengan praktek pemungutan dan
5.1 Simpulan
System (PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), dan PPN) oleh
84
potensi penerimaan pajak dari penggunaan APBDes. Lebih lanjut hal ini
berikut:
sehingga atas transaksi ini tidak terbit faktur pajak karena rekanan
bukan PKP.
85
4. Pada prinsipnya pelaksanaan pemotongan PPh pasal 23 tidak terdapat
daerah dan PPh Pasal 23, yang diungkapkan oleh pengusaha jasa
catering.
lebih efisien.
86
tidak memiliki wewenang dalam melakukan pengawasan dalam
Bendahara Desa.
rekanan.
5.2 Rekomendasi
Saat ini penggunaan APBDes di atas satu juta rupiah harus dipungut
87
transaksi yang dikenai pemungutan PPN oleh BUMN yang senilai
2. Aparat berwenang dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) c.q.
5.3 Implikasi
yang diwajibkan memungut PPN dan PPh Pasal 22, hal ini untuk
penyerapan APBDes.
88
penerapan kebijakan pemungutan dan pemotongan pajak atas
5.4 Saran
anggaran negara.
89
karena pengusaha diharuskan untuk mendaftarkan NPWP di
Gunungkidul.
perpajakan.
90
Daftar Pustaka
Ispranoto, T. (2017). Mendes: Tahun Depan Alokasi Dana Naik, Tiap Desa Bisa
dapat Rp 2M. Detiknews.com http://news.detik.com/berita/d-
3487085/mendes-tahun-depan-alokasi-dana-naik-tiap-desa-bisa-dapat-rp-
2-m(diakses pada 1 Oktober 2017)
91
Kvale, S & Brinkmann, S (2009). Interviews: learning the craft of qualitative
research interviewing. Thousand Oaks, CA: SAGE Publications, Inc.,
Thousand Oaks, CA Laksmi, A. C. (2015). Continuing Professional
Development For The Auditing Profession: Evidence From Indonesia.
Melbourne: RMIT University.
Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldaña, J. (2014) Qualitative Data Analysis:
a Methods Sourcebook. 3rd edn. Thousand Oaks: SAGE Publications, Inc.
OECD, (2015). Survei Ekonomi OECD Indonesia Maret 2015. Paris: OECD
Publishing. Dapat diakses pada:http://www.oecd.org/economy/Overview-
Indonesia-2015-Bahasa.pdf
Rusmana, O., Wijaya E., dan Putro S. C. (2016). 1001 Hal tentang Pajak. Jakarta:
Change Publisher.
92
Siagian, A. M. (2011). Analisis Pengaruh Laba Akuntansi dan Komponen. Arus
kas terhadap Harga Saham pada Perusahaan Industri Dasar dan. Kimia
yang terdaftar di BEI 2007-2009. Skripsi Akuntansi, Universitas Sumatera
Utara, Medan
________. (2016). Bendahara Mahir Pajak Buku III. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pajak.
Van Meter, D. S., Van Horn, C. E. (1974). The Policy Implementation Process :
“A Conceptual framework.” Administration And Society. February
Van Meter, D. S., Van Horn, C. E. (1975) The Policy Implementation Process: A
Conceptual Framework. Administration andSociety 6, London: Sage
93
LAMPIRAN
Lampiran 1. Laporan Hasil Wawancara
Gunungkidul terhadap partisipan penelitian yang ditampung dalam acara Focus Discussion
Group (FGD). Wawancara dilaksanakan pada hari Rabu, 25 April 2018 pukul 11.00 – 13.30
WIB.
Daftar responden:
94
Daftar pertanyaan untuk Bendahara Desa
a. Ketika melakukan belanja barang dengan nominal yang bisa dikenakan PPN dan/atau
e. Bagaimana pelaksanaan pelaporan pajak yang dipotong dan dipungut oleh Bendahara
Daftar pertanyaan untuk Badan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga
b. Dari data yang ada di DP3KBPMD, apakah penyebab serapan APBDes rendah untuk
Menurut data dari KPP Pratama Wonosari, apa yang sebenarnya terjadi dengan
adanya Bendahara Desa bertransaksi dengan rekanan yang tidak berNPWP atau bukan
PKP?
95
Lampiran 2. Kertas Kerja Hasil Wawancara
PARTISIPAN
NO DESKRIPSI HASIL REKAP TRANSKIP
TM WA TH MA EW SP AN AB RT KR FR RA
1. Mekanisme Pemungutan Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak ada Bendahara Desa yang melakukan transaksi
PPh dan PPN dengan rekanan dengan status PKP dan hanya Bendahara
Desa Semanu saja yang melakukan transaksi dengan
rekanan ber NPWP. Hal ini terjadi karena terbatasnya
jumlah wajib pajak di Gunungkidul yang berstatus PKP
Mekanisme penyetoran pajak yang sesuai dengan
ketentuan perpajakan hanya dilakukan oleh Desa Semanu
dan Desa Mulo, meskipun Desa Mulo belum sepenuhnya
melakukan penyetoran sesuai dengan ketentuan yang
benar.
2. Transaksi Pemungutan PPh Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak semua desa melakukan transaksi pembelian barang
Pasal 22 dengan rekanan yang berNPWP dan berstatus PKP serta
melakukan penyetoran sesuai aturan yang berlaku, yaitu
menyetorkan transaksi pajak dengan menggunakan
NPWP rekanan. Hal ini menyimpang dari ketentuan pajak
yang semestinya.
Tidak semua Bendahara Desa melakukan penyetoran
sesuai aturan yang berlaku, yaitu menyetorkan transaksi
pajak dengan menggunakan NPWP rekanan. Seluruh
Desa, kecuali Desa Semanu menyetorkan hasil
pemungutan pajak menggunakan NPWP Desa.
Hasil wawancara dengan Bendahara Desa Mulo,
didapatkan informasi bahwa Bendahara Desa Mulo
melakukan sebagian penyetoran pajak dengan
menggunakan NPWP Rekanan.
Tarif pemungutan PPH Pasal 22 atas transaksi dengan
Bendahara Pemerintah dengan rekanan berNPWP adalah
1,5%. Sedangkan tarif pemungutan PPh Pasal 22 yang
penyetoran pajaknya menggunakan NPWP Desa, tarif
pemungutannya adalah 3%. Hal ini sudah sesuai dengan
yang dilakukan oleh salah satunya Bendahara Desa
Kerangrejek
PARTISIPAN
NO DESKRIPSI HASIL REKAP TRANSKIP
TM WA TH MA EW SP AN AB RT KR FR RA
3. Pelaksanaan Pemotongan Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Terdapat anggapan bahwa adanya pemungutan PPh Pasal
PPh Pasal 23 23 menimbulkan pengenaan pajak berganda terhadap
pengusaha. Hal ini dikarenakan adanya pengenaan pajak
daerah dan PPh pasal 23 atas usaha catering. Sebenarnya
hal ini hanyalah kesalahan dalam memahami siapa yang
penanggung pajak.
Pajak daerah yang dikenai tarif 10% sebenarnya
dibebankan kepada konsumen, sedangkan pengusaha
hanya menanggung pajak penghasilan pasal 23 saja.
4. Pemotongan PPh Pasal 4 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Dari tujuh Bendahara Desa yang menjadi partisipan,
ayat 2 atas Jasa Konstruksi hanya Bendahara Desa Semanu yang pernah melakukan
dan Kegiatan Membangun transaksi kegiatan pembangunan yang menggunakan dana
Sendiri (KMS) yang bersumber dari APBDes. Bendahara Desa Semanu
sudah melakukan pemotongan atas PPh pasal 4 ayat 2
sesuai ketentuan yang berlaku.
Desa yang lain lebih memilih untuk memakai mekanisme
Kegiatan Swakelola. Dalam mekanisme ini Desa secara
mandiri melakukan pengadaan barang dan melakukan
kegiatan pembangunan. Selanjutnya atas kegiatan ini
dikenakan PPh Pasal 22 dan PPN saja.
5. Pelaporan Pajak atas Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya 1. Dari tujuh Bendahara Desa yang diwawancarai hanya
Transaksi yang Dilakukan satu desa saja, yaitu Desa Karangrejek, yang setiap
bulannya rutin melakukan pelaporan PPh dan PPN yang
dipotong dan/ atau dipungut atas transaksi dengan
rekanan.
2. Terdapat Bendahara Desa yang tidak rutin atau bahkan
tidak pernah melakukan pelaporan pajak selama masa
jabatannya karena menemui berbagai kendala.
3. Kendala tersebut diantaranya:
1. Kurangnya sumber daya manusia dalam hal
kepengurusan perbendaharaan keuangan desa.
PARTISIPAN
NO DESKRIPSI HASIL REKAP TRANSKIP
TM WA TH MA EW SP AN AB RT KR FR RA
2. Adanya inkonsistensi petugas penerima laporan
dalam memberi arahan pelaporan yang benar
3. Terdapat kesulitan dalam memahami ketentuan
pelaporan pajak
4. Permasalahan geografis
6. Peran Dinas Pemberdayaan Ya Ya Petugas DP3KBPMD bertanggung jawab untuk membuat
Perempuan, Perlindungan regulasi, melakukan sosialisasi, dan mengadakan kegiatan
Anak dan Keluarga bimbingan teknis mengenai pelaksanaan pengelolaan
Berencana, Pemberdayaan dana desa. Sedangkan mengenai administrasi perpajakan
Masyarakat dan Desa Bendahara Desa, DP3KBPMD bukan merupakan instansi
(DP3KBPMD) yang berwenang melaksanakan pengawasan karena
tanggung jawab DP3KBPMD hanya sebatas memastikan
apakah transaksi sudah harus dikenai pajak atau belum.
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan
Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan
Desa tidak melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
seluruh Desa yang ada di Kabupaten Gunungkidul.
Instansi ini hanya memilih beberapa sampel Desa untuk
dijadikan target monitoring dan evaluasi. Desa yang
menjadi sampel merupakan Desa yang tahapan pengajuan
pencairan dananya terlambat. Keterlambatan ini
merupakan identifikasi adanya penyerapan dana
keuangan desa yang rendah.
Penyebab rendahnya penyerapan dana desa terjadi karena
adanya permasalahan penggantian Bendahara Desa
sebelum tahapan pencairan dana terpenuhi. Petugas
DP3KBPMD bertanggung jawab untuk membuat
regulasi, melakukan sosialisasi, dan mengadakan kegiatan
bimbingan teknis mengenai pelaksanaan pengelolaan
dana desa. Sedangkan mengenai administrasi perpajakan
Bendahara Desa, DP3KBPMD bukan merupakan instansi
PARTISIPAN
NO DESKRIPSI HASIL REKAP TRANSKIP
TM WA TH MA EW SP AN AB RT KR FR RA
yang berwenang melaksanakan pengawasan karena
tanggung jawab DP3KBPMD hanya sebatas memastikan
apakah transaksi sudah harus dikenai pajak atau belum.
DP3KBPMD tidak memiliki wewenang untuk melakukan
pengawasan secara mendetail dan terinci mengenai
kebenaran pelaporan pajak yang dipungut atas
penggunaan dana APBDes.
7. Kedudukan Kantor Ya Ya Adanya keterbatasan jumlah dan penyebaran rekanan ber
Pelayanan Pajak (KPP) NPWP dan rekanan PKP di Kabupaten Gunungkidul.
Pratama sebagai Instansi Selama ini, dalam prakteknya, Bendahara Desa tidak
Pengawas Administrasi selalu melakukan transaksi dengan dengan rekanan
Pajak. berNPWP karena kendala ini.
KPP Pratama selalu menghimbau agar rekanan yang
bekerjasama dengan Desa sebaiknya berstatus NPWP
sehingga pertanggungjawaban dan administrasi
perpajakannya bisa terpenuhi.
Apabila Desa memang tidak menemukan rekanan
berNPWP dan/atau berstatus PKP, maka dalam
pelaporannya menggunakan NPWP 00.000.000.0-000
.000. Selanjutnya untuk pengecekan dan pelacakan
transaksi, DJP akan menghubungi Bendahara Desa untuk
mengkonfirmasi kebenaran transaksi.
Sebenarnya praktek pelaksanaan administrasi perpajakan
Bandahara Desa belum sepenuhnya ditetapkan sesuai
ketentuan yang semestinya. Praktek ini tidak hanya
terlaksana di Kabupaten Gunungkidul namun terjadi di
seluruh wilayah Indonesia. Kelonggaran dalam
pelaksanaan ketetapan ini bertujuan untuk mempermudah
pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.
Laporan Hasil Wawancara
Hasil wawancara:
Ketika melakukan belanja barang dengan nominal yang bisa dikenakan PPN dan/atau
PPh, apakah belanja dilakukan kepada rekanan yang memiliki NPWP? Apabila dilakukan
“Untuk Desa Siraman untuk pembelian barang dengan nominal lebih dari 2
“Untuk mekanisme pembelian barang tidak perbedaan seperti itu untuk belanja
desa. Sedangkan untuk NPWP yang dipakai untuk penyetoran juga menggunakan
NPWP Desa”.
“Untuk pembelian barang dengan nominal lebih dari 2 juta kita bertransaksi
menggunakan NPWP Desa. Namun saat ini penyetoran pajak telah memakai
NPWP rekanan semua”.
“untuk karangrejek pada awalnya dulu karena paham kami itu NPWPnya pake
rekanan maka kami memakai NPWP rekanan. Tapi di tahun 2015 (dan) 2016
Karangrejek ada tagihan dari KPP terkait katanya bendahara tidak ada laporan
atau tidak memungut pajak, sehingga kami dulu konsultasi itu. Akhirnya sampai
hari ini kami tetap pake NPWP Desa. Kami tetap belanja ke rekanan yang punya
NPWP, tapi pembayarannya (setor pajak) tetep pake NPWP Desa dan (tarif)
perhitungan pajak memakai (tarif) 3% tidak (tarif) 1,5% karena NPWP Desa yang
"untuk desa mulo kemarin ada beberapa rekanan yang (penyetoran pajaknya)
memakai NPWP rekanan. jadi yang membayarkan (menyetor pajak atas sebagian
transaksi belanja barang oleh Desa adalah) rekanan seperti Semanu tadi. Ada 2
kegiatan kalau tidak salah. Karena diminta olek PCPKDnya uang pajaknya mau
digunakan oleh negara. Tapi yang tidak diminta (penyetorannya harus memakai
"ini kemarin sempat sharing dengan sama... jadi Baleharjo itu tetep pake NPWP
desa, jadi apapun pembeliannya tetep sepert itu. jadi mungkin bisa dilihat rekan-
rekan lainnya , kita juga mengikuti seperti itu. jadi kita memutuskan seperti itu
(melakukan hal yang sama). Jadi misalkan kita belinya tetap ke rekanan tapi
Apabila belanja dilakukan kepada rekanan yang memiliki NPWP, bagaimana mekanisme
penyetoran pajaknya?
restoran maka dikembangkan untuk objek pajak catering. Hal ini menjadikan
(merupakan) hal yang baru bagi Desa. Karena desa mengenal peraturan ini belum
lama. Sehingga penerapan untuk desapun dilakukan secara bertahap. Jadi untuk
Pelaksanaan kebijakan yang baru ini sering menimbulkan banyak pertanyaan baik
rekanan maupun dari pengusaha catering. Ada anggapan bahwa pajak yang
dibayar pengusahaan itu double. Mereka harus membayar pajak daeran 10%
kemudian masih harus menanggung lagi pajak atas PPh pasal 23 sebesar 2%.
Padahal sebenarnya kan pajak yang 10% itu dibayar oleh konsumen. Jadi ya
Bagaimana mekanisme pemungutan PPh pasal 4 ayat 2 atas pembelian jasa konstruksi
"Tidak dikenai pajak itu pak, tapi dikenakan (perlakukan sama dengan) pajak
“Jadi untuk pengadaan barang dan jasa (kegiatan pembangunan) di desa ini
saat desa tidak mampu, baru diperbolehkan menggunakan pihak ketiga jasa
konstruksi atau konsultan. Jadi kalo mayoritas pengadaan barang dan jasanya
dikenakan pajaknya PPN PPh (pasal 22 dan PPN) karena mereka berupaya untuk
swakelola dulu. Ketika swakelo, tpk lebih berperan, bukan jasa konstruksi
pengadaan barang dan jasa di Desa). Sebenarnya sudah tepat dari sisi efisisensi
berganda.”
Bagaimana pelaksanaan pelaporan pajak yang dipotong dan dipungut oleh Bendahara
Desa ke DJP? Hambatan apa yang ditemui selama melaksanakan pelaporan pajak?
sudah ada buku pedoman tinggal baca. Lha saya sendiri itu baca kan kesulitan
memahami peraturan pajak. Saya sudah berbaik hati lho Pak, saya itu ke sana
(KPP Pratama Wonosari) caranya pelaporan gimana, malah dijawab itu sudah ada
buku pedomannya itu lho Bu untuk bendahara. Lha tak buka-buka saya yo mumet
opo sing kudu tak laporkan saya juga belum pernah. Kebetulan mungkin Mas FR
(AR KPP Pratama Wonosari) kasihan sama saya karena sudah tua to jadi setelah
Nah tahun kemarin ke Desa Semanu itu Bu kok laporannya dana APBDes kok
masih sedikit. Ternyata kita pake NPWP rekanan njih itu Mas kebetulan kita juga
ada bukti di SPJ sehingga yang terbaca di laporan untuk Dana Desa Semanu itu
hanya sedikit kemarin itu itu saja. Untuk Mas FR sering-sering aja ya Mas
kunjungan ke Semanu nanti saya gantian akan nemui njenengan lagi tapi jangan,
maaf yo, dulu itu siapa yang mengusuli kan sudah ada buku pedoman, jangan
seperti itu karena saya mempelajari nggak bisa itu buku pedoman untuk bendahara
itu lho Mas. Laporan itu kon suruh buat seperti itu lha saya kan bingung. Daripada
melaporkan) pajak, mengalami dari masa manual sampai pakai aplikasi, kan ini
mulai bulan April meniko nggih? April atau Maret 2018 kemarin itu sudah tidak
menerima laporan manual jadi harus pakai aplikasi. Nah mungkin juga untuk
masukan KPP Pratama, ini malah jadi ajang curhat nyuwun sewu. Pertama
dilengkapi kita lengkapi. Sampai di loket pelaporan sik menerima Pak A B C kan
beda-beda tiap bulan tidak sama. Nah bulan pertama itu kadang bukti potong
nggak usah dilampirkan, ini tidak usah, ini kurang ini. Oke kita lengkapi bulan
berikutnya tidak pakai bukti potong. Waaa ini harus pakai bukti potong, wis beda
lagi. Kasihan rekan-rekan yang ibarate kita membagi waktu mboten tekne kita itu
ngeluh di Desa itu kekurangan orang, nggak, cuma kita membagi waktu alangkah
baiknya jika wong yooo bulan pertama itu kita sudah melaporkan data komplit
dan itu jadikan patokan untuk melaporkan berikutnya jadi nek niku gek terus
berubah lagi berubah lagi kami, nggih niku wau Mbak TH (Kaur Keuangan Desa
Semanu) iso stress, mending ora laporan. Ning karena Karangrejek itu kalau tidak
laporan telat satu hari saja sudah kena denda surat terus, entah itu surat sms surat
sms, akhirnya risih dengan itu. Saya itu pernah komplain ke KPP, Desa lain itu
nggak ada yang dibeginikan lho Pak. Katanya sama perlakuannya tapi nuwun
sewu Pak D (AR dari KPP Pratama Wonosari yang mengampu Desa Karangrejek)
Kulo niku sampe mbayar denda 100 ribu kemarin karena telat Bu. Jadi bulan
Desember, pada waktu itu bulan Desember itu kami belum laporan sampai dengan
Februari. Lha mestinya kan kena, SPT Masanya kena denda satu bulan kemarin
dapat tagihan itu ya sudah kita bayarkan. Terus yang kemarin itu terkait dengan
aplikasi juga itu masih agak susah dipahami saya sampai kemarin tiga kali sowan
ke KPP Pratama. Alhamdulillah sudah bisa melaporkan hanya ternyata bayangan
kulo niku kalau aplikasi itu dari Balai Desa istilahnya orang DPKAD kemarin itu
ditembak seko Balai laporan e iso dadi tapi ternyata tidak. Cuma bentuk softcopy
kita sowan lagi ke KPP. Lha iki ki yo alah dene le aplikasi, mbok yo nek aplikasi
niku ngantri di balai desa, kita laporkan lewat e filing itu, itu bisa masuk sana tapi
ternyata hanya PPh 21 dan PPN kalau tidak salah atau apa. Tapi yang dua itu
(pasal 22 dan pasal 23) belum terakomodir dalam aplikasi itu. Jadi mohon kalau
memang sudah sistem seperti itu alangkah sangat memudahkan bagi kami, nggak
harus antri di KPP Pratama laporan dari Desa. Sementara begitu matur nuwun.”
“Kalau dari Mulo sementara saya kan jadi bendahara baru satu tahun. Nah selama
itu juga saya nggak pernah melaporkan karena nggak tahu giana caranya yang
pertama, terus yang kedua kemarin itu sempet nanya, kan suruh laporan kayak
gitu suruh nanya terus dikasih tahunya ngisinya ribet. Ah ya udah nunggu aja lah
besok kalau sudah diminta, diminta dari KPP Pratama maksudnya. Jadi selama ini
belum pernah diminta. Kalau yang tahun 2016 ke belakang kurang tahu karena
“Sebenarnya dulu itu pas waktu saya awal-awal masuk itu tertib sekali ya jadi
sampai berapa itu setahun itu bisa full gitu. Pertengahan tahun berapa itu, eeeee,
jadi pernah lapor, bayar dan lapor kan motong, bayar, terus lapor kan, nah itu
pernah lapor dikembalikan bolak balik masalah bukti potong itu tadi seperti itu.
Disitu saya jadi nglokro. Setelah itu di pikiran saya gini, sing penting aku setor,
“Kalau saya sama. Jadi awal jadi bendahara saya sering laporan. Terus kemudian
itu saya harus mengisi formulir tapi saya kebingungan. Terus namanya juga saya
dari Semin gek jauh. Terus kemudian saya bingung ngisi formulir, kemudian saya
sosialisasi juga, mungkin aplikasi juga tanggung ya, tidak sisan gitu ya dari desa
utama di APBDes apakah mungkin di sesi pelaporannya kali ya? Kalau bayarnya
mungkin bisa diupayakan tapi dari sisi pelaporannya masih agak kesulitan.
tingkat desa secara periodik tapi memang sampel tidak semua desa yang kita
sampel biasanya yang pengajuan anggarannya tahapannya itu rendah, itu yang kita
sampel. Lha di situ kita melihat apa kesulitan kenapa kok dari desa itu jadi
terlambat untuk tahapan pencairannya. Kemudian juga dengan SPJ nya juga kita
lihat tapi kalau untuk pajak memang kita melihatnya wis bayar atau belum, jadi
kalau untuk pelaporan-pelaporan kita tidak pernah melihat sampai disitu. Dan
saya pikir kalau untuk pembinaan-pembinaan itu kan kita secara berjenjang ini
Mas ya. Jadi kalau untuk desa itu yang lebih efektif itu tugas dari kecamatan (tim
pembina langsung dari desa itu di kecamatan). Pak Camat itu biasanya
DP3AKBPMD itu kan terkait dengan, jadi kita membuat regulasi kemudian kita
laporan itu seperti yang sudah disampaikan Bu RT tadi (Kasi Keuangan Desa
kemudian menjadi bahan untuk monitoring dan evaluasi tadi kita dapat laporan
terkait dengan serapan baik dana transfer yang ADD dan Dana Desa itu kita ada
kemudian untuk pertanggungjawaban sampai dengan pajak itu kita memang tidak
mendapatkan.
kecamatan dan juga kecamatan mengirimkan ke kami. Secara aplikasi hal itu
memungkinkan. Itu saja mungkin ya permasalahannya juga klasik jadi kita juga
memaklumi SDM yang ada di Desa ini yang paham teknologi informasi itu
terbatas, jadi saya juga salut Bapak Ibu Bendahara Desa, Keuangan, mungkin
sekarang agak lumayan didukung sekretaris desa yang baru itu secara teknis Desa
menjadi lebih kuat tapi tetep saja bebannya desa itu, bahkan tadi kalau laporan-
laporan pajak juga akhirnya tidak dapat dilaksanakan itu ya kurang lebih karena
lembur.
Saya sok lihat Semanu itu kalau apa masa menyusun SPJ bisa jadi pulangnya jam
empat itu baru pulang. Kadang malam masih melanjutkan lagi. Jadi keterbatasan
personil itu menjadi kendala, memang itu salah satu PR. Jadi peningkatan
kapasitasnya pemerintah desa itu kan secara kuantitas dan secara kualitas
mestinya memadai. Tapi untuk kualitas ini kita ya paling Bimbingan Teknis itu
saja dan orangnya yang dikirim itu-itu saja. Misalnya kemarin bimtek pengelolaan
keuangan desa itu, besok ada bimtek terkait dengan pengelolaan aset desa ya itu
Dari data yang ada di DP3KBPMD, apakah penyebab serapan APBDes rendah untuk
ada di Desa itu sendiri. Kadang juga ada pergantian bendahara. Jadi memang
sangat komplek di tingkat desa. Jadi kita kan ada kebijakan Kepala Desa sehingga
awal tahun, pergantiannya juga ada pertengahan itu ada juga karena di
pertengahan penyerapan belum tahapan belum terpenuhi dan karena ada masalah
di tingkat desa sehingga mengakibatkan Pak Kades itu membuat kebijakan baru
untuk mengganti. Biasanya di situ masalahnya. Dan nanti kalau biasanya
kecamatan juga ada semacam peraturan di tingkat kecamatan kalau memang itu
SPJ nya belum memenuhi itu belum boleh melakukan pencairan tahapan
berikutnya.
Jafar Shodiq: Jadi inti tugas dari bidang Pemdes ini ya intinya adalah melakukan
untuk dari sisi pajaknya itu dilihat pembayarannya, jadi tidak sampai teknis detail
sampai ke pelaporan.
Menurut data dari KPP Pratama Wonosari, apa yang sebenarnya terjadi dengan adanya
Bendahara Desa bertransaksi dengan rekanan yang tidak berNPWP atau bukan PKP?
Jawaban dari Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan KPP Pratama Wonosari
“Memang selama ini kita selalu menghimbau bahwa rekanan yang bekerjasama
dengan desa itu kita himbau supaya mereka yang punya NPWP sehingga
bagi bendahara. Tapi ya memang tidak semuanya desa atau kecamatan itu punya
Ini datanya mungkin nanti dibawa Mas Jafar bisa. Rekanan yang PKP di wilayah
kabupaten Gunungkidul itu 509 (lima ratus sembilan), itu yang berstatus PKP
nggih. Hanya segini Pak dari sekitar lima puluh dua ribu lebih saya bulatkan lima
puluh tiga ribu WP yang terdaftar jumlah PKP nya hanya 509. Dan ini
penyebarannya tidak merata, bahkan di kecamatan purwosari itu tidak ada PKP.
Ya ini tentu menjadi kendala sendiri. Kalau memang bisa diupayakan, dari sisi
kami, memang kalau bisa diupayakan masing-masing desa atau kecamatan itu
mencari rekanan yang berNPWP dengan status PKP itu lebih bagus. Dalam hal
panjenengan juga. Selama ini kami sarankan, kalau memang lintas kecamatan
lintas desa yang nggak masalah, kalau memang PKP nya rekanannya adanya di
Wonosari ya monggo dicari dari Purwosari bisa sampai Wonosari nggih demi
kami juga tidak memaksa, ini sifatnya hanya saran) tidak ada lagi rekanan yang
PKP di situ nggih (bukan masalah kita menginstruksikan atau apa) selama ini
pada prakteknya kita supaya lebih mudah juga bagi KPP Pratama itu
Ya sebenarnya ini kita tidak menyarankan seperti itu tapi kemudahan bagi kami
juga untuk mentrace ini transaksi dari siapa ke siapa kan lebih mudah to
dengan NPWP 00.000.000.0-000 kalau rekanan itu non PKP atau non NPWP.
Tapi untuk kemudahan bagi kita mentrace bagaimana itu transaksinya ya seperti
selama ini dibayarkan lewat NPWP bendahara. Barangkali seperti itu Mas Jafar.
Kemudian terkait dengan yang disampaikan Pak AB tadi mungkin di luar focus
saja ya saya menanggapinya. Oh apa disini nggak apa-apa? Baiklah. Untuk Pak
AB nggih (Pak AB = Kepala Bidang Pelayanan dan Penagihan Pajak BKAD) tadi
terkait dengan pajak atas restoran yang seolah-olah itu membayar double.
Memang kalimat Pak AB itu tadi tepat sekali Pak, seolah-olah membayar double,
untuk pajak daerahnya. Kalimat yang tepat Itu memang seolah-olah artinya
memang bukan double sebenarnya, ya bayarnya tetep satu. Kenapa Bapak Ibu
restorannya, sedangkan pajak daerah 10% itu dikenakan kepada siapa? Kepada
Jadi bukan double, yang satu yang membayar konsumen, yang satu yang
pembelinya membayarnya 10%. Nah misalnya contoh kasus dalam hal ini kita, ini
kita diskusi di sini Mas Jafar memesan makanan yang membayar 10% adalah Mas
Jafar bukan S K (Rumah Makan tempat FGD dilaksanakan). Mas Jafar lah yang
membayar 10%, tapi yang menyetor nanti adalah S K. Jadi nanti S K nya sendiri
pajaknya hanya 1% dari penghasilan. Jadi mungkin bisa dijelaskan nanti ke rekan
rekanan bahwa ini bukan double, bukan double pajak. Jadi memang beda, siapa
“Jadi yang terkait dengan pasal 23 tadi ya apa namanya pajak atas restoran tadi
disebutkan sudah disampaikan Pak Rahmad bahwasanya ada pajak daerah yang
10%. Pajak daerah yang 10% yang menanggung siapa sih? Yaitu si pembeli.
Pembeli misalnya desa yang membeli berarti konsumennya itu yang membayar.
Itu sebagai penanggung beban pajak. Itu namanya pajak daerah ya yang 10%,
kemudian PPh, PPh itu ada yang tadi disebutkan oleh Pak RA itu tadi 1%, 1% itu
PPh Pasal 4 ayat 2 atas penghasilan yang diperoleh oleh pemilik restoran.
Itu bayarnya 1% manakala omzet si restoran itu masih di bawah 4,8 Milyar dalam
satu tahun. Bayarnya bagaimana? Dia bayar sendiri. Omzet diterima satu bulan
berapa kemudian dikalikan dengan tarif 1%, itu dibayarkan sendiri. Ada satu lagi
sebenarnya, ada tiga berarti pajaknya ya, pajak daerah, PPh Pasal 4 ayat 2, satu
lagi namanya PPh Pasal 23. Iya kan ya? Iya. Selain pajak daerah motong yang
namanya PPh Pasal 23 berapa persen? 2% apabila rekanan punya NPWP tapi 4%
manakala rekanan tidak punya NPWP. Nah itu ada PPh lagi, jadi PPh nya ada dua
(PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 1% dan PPh Pasal 23 sebesar 2% jika berNPWP dan
PPh Pasal 23 itu perlu Bapak Ibu potong dalam hal si penyedia jasanya ini tidak
Keterangan Bebas, Bapak Ibu tidak perlu memotong PPh Pasal 23. Tapi kalau
tidak mengajukan permohonan SKB, Bapak Ibu wajib memotong PPh Pasal 23
yang tarifnya 2% atau 4%. Nah PPh nya double donk? Ada 1% yang dibayarkan
sendiri, ada yang 2% atau 4%. Nah ini perlakuannya memang kesannya ada
double ya PPh nya. Padahal nanti di Laporan Tahunan Wajib Pajak rekanan
misalnya pemilik restoran, itu kewajibannya itu sebenarnya 1% saja yang dia
bayarkan sendiri. Terkait dengan yang 2% atau 4% yang sudah dipotong oleh
bendahara, itu nanti sebagai kredit pajak oleh restoran, diklaim itu nanti. Dia
sudah bayar 1% sementara sudah dipotong 2%, nanti SPT nya? Lebih bayar. Nanti
diminta dari keuangan negara itu diminta oleh pemilik restoran diklaim di SPT
Tahunan. Jadi itu PPh 1% adalah PPh final, sementara yang dipotong Bapak itu
punya Pengusaha Kena Pajak (PKP) itu sedikit nggih (terbatas). Jadi ketika
bendahara desa mencari yang berPKP ketika mereka ada istilahnya kesulitan
mencari yang seperti itu terus menggunakan NPWP desa, itu yang terjadi ya.
“Sumber pemasukan APBDes itu dari PADes, kemudian dari dan transfer itu dari
Dana Desa, ADD, bagi hasil pajak dan retribusi, kadang bantuan dari kabupaten
Jafar Shodiq: Kemudian untuk dari Dinas Pemberdayaan Desa, kira-kira jawaban
pertama PADes, terus transfer dari pusat itu namanya Dana Desa (DD), terus ADD.
Tambahan jawaban dari Kepala Seksi Keuangan Desa DP3KBPMD: “Kalau ada
karya bhakti TNI di desa itu ada lagi. Kemudian nanti ada kejuaraan-kejuaraan.
Misalnya juara lomba desa atau apa. Kalau retribusi hasil pajak memang ada
(sudah benar).”
Di dalam APBDes, terdapat salah satu sumber pemasukan yaitu Pendapatan Asli Desa
kan menggunakan air dari BUMDes nya Karangrejek, nah kami dapat bagi hasil
“Dari Bejiharjo itu ada sewa balai desa, ada juga dari BUMDES.”
“Sewa balai, sewa lapangan, terus dari BUMDes, dan hasil kerjasama Desa.”
“Bumdes juga ada, pengelolaan tanah desa ada, terus kesepakatan sama PT juga
ada”.
Jafar: PT?
“PT yang usahanya ayam itu lho, PT JP, itu kan PT JP nyewa tanah. Hasil sewa
“Pada prinsipnya sama dengan Desa Mulo Cuma di Baleharjo ada sumber PAD lain
yaitu biaya numpang kubur bagi orang meninggal tapi tidak punya tanah kuburan di
Baleharjo. Pemasukan dari pengelolaan tanah kubur itu masuk kas desa.”
“Sama dengan Desa Mulo dan Baleharjo tapi belum punya BUMDes.”
Untuk BUMDes itu kan Badan usaha sendiri, itu NPWPnya BUMDes sendiri apa gabung
dengan desa?
“Kemarin BUMDes kan sudah ada pendampingan dari KPP Pratama dan dari
Jafar: Intinya BUMDes itu NPWP sendiri bayar pajak sendiri gitu nggih? Monggo untuk
“Semanu itu BUMDesnya masih baru, masih nggabung dengan NPWP Desa.”
“ iya.”
“BUMDes Karangrejek belum punya NPWP sendiri, NPWP nya masih gabung desa.
Pajak yang dibayar oleh BUMDes Karangrejek adalah pajak pengambilan air yaitu
“Kalau untuk Desa Mulo setahu saya ada NPWP BUMDes nya tapi untuk bayar
Jafar: Nggih, Bapak Ibu dari 7 desa yang saya undang, dari KPP Pratama Wonsoari, dari Dinas
Pemberdayaan Desa, Dari Badan Keuangan dan Aset Daerah, matur nuwum atas diskusi yang
kita lalui barusan utamanya terkait dengan perpajakan APBDes. Saya kira acara FGD (Focus
Group Discussion) sebentar lagi akan kita akhiri ini sudah jam 1 lebih sedikit, barangkali ada
hambatan atau mungkin pertanyaan atau ada yang lain monggo silakan khususnya terkait
perpajakan APBDes.
“Kaitannya dengan PKP terkadang kita dari desa tidak tahu pengusaha yang PKP
atau bukan, mungkin dari KPP Pratama mengirim data ke kita siapa-siapa saja yang
PKP. Kemudian untuk PPh Pasal 23 yang dikenai tarif 4% itu kalau keberatan
ditujukan kepada siapa atau gimana tadi Mas Faiq? Yang kaitannya dengan SKB tadi
itu.”
Jawaban Dinas Pemberdayaan Desa (KR):
“Saya nambahi penjelasan pertanyaan begini: mungkin di desa itu kan banyak sekali
rekanan omzetnya itu dibawah 4,8 Milyar. Nah mereka sebenarnya pengin dapat
SKB Cuma tidak tahu prosedur. Itu prosedurnya gimana untuk pengajuan SKB? Di
Desa itukan kadang jasa katering yang kena pasal 23 itu kadang Cuma perkumpulan
Ibu-Ibu PKK yang jelas omzetnya di bawah 4,8 Milyar per tahun.”
“Saya mau tanya tentang pajak yang dibayar oleh suplier. Jadi TPKD itu ada
kegiatan katakanlah kemarin ada pembelian barang sejumlah Rp. 1.500.000. Nah dari
uang sejumlah itu langsung pure diambil semua pihak supplier melalui TPKD
kemudian pajaknya dibayarkan pake NPWP suplier, Cuma TPKD memberikan bukti
bayar pajaknya kepada bendahara itu bagaimana perlakuannya keliru atau betul atau
“Baik matur nuwun Bu Eli atas pertanyaannya terkait dengan SKB tadi ya. Jadi SKB
itu adalah Surat Keterangan Bebas. Jadi Surat Keterangan Bebas sebenarnya tidak
hanya di PPh Pasal 23. PPh Pasal 22 juga ada SKB. PPN juga ada, jadi Surat
Keterangan Bebas PPN ada. Apa sih SKB itu. Tadi saya contohkan misalnya,
misalnya begini deh, yang bukan katering dulu ya saya contohkan misalnya
pengadaan barang ya. Pengadaan barang itu ada SKB (Surat Keterangan Bebas)
Pasal 22. Yang mengajukan SKB itu siapa? Yang mengajukan SKB adalah rekanan
sebagai penyedia barang. Saya penyedia barang punya NPWP, dia bisa mengajukan
SKB agar tidak dipungut PPh Pasal 22 oleh Bendahara Pemerintah dalam hal ini
adalah Bendahara Desa. Dia kalau ada SKB nya, Bendahara tidak perlu memungut
PPh Pasal 22 yang tarifnya 1,5%. Kenapa dia boleh mengajukan SKB? Karena
kewajiban rekanan itu hanya membayarkan PPh yang tarifnya 1%. Jadi kalau
dengan SPK (Surat Perintah Kerja) istilahnya. Nanti kalau sudah ada SKB dari
Kantor Pajak Pratama, rekanan itu ketika mengajukan tagihan untuk bendahara desa,
dia melampirkan SKB, maka bendahara desa itu tidak perlu memungut PPh Pasal 22
yang 1,5%. Bendahara Desa hanya memungut 10% atas PPN, itu saja. Kemudian
syarat mengajukan SKB itu tadi, syaratnya ngisi formulir kemudian ada SPKnya
(surat Perintah Kerja) ya, jadi panjenengan sekali saja nanti berlaku untuk satu
tahun.”
“Maksudnya begini, kualifikasi suatu rekanan yang berhak atau yang bisa
mengajukan SKB, misalnya saya sama-sama rekanan nih, saya omsetnya 10 Milyar
misalnya Cuma yang sini Cuma 10 juta, itu kan apakah kedua rekanan itu bisa
mengajukan SKB?”
ngajukan SKB, jadi yang bisa ngajukan SKB itu yang omzetnya masih di bawah 4,8
“Berarti itu ya nanti tugas bendahara jika ada rekanan yang mau mengajukan SKB
kita kasih tahu yang omzetnya satu tahun sampai dengan 4,8 Milyar.”
“Ya. Omzet itu minimal 4,8 Milyar. Tapi rata-rata di Gunungkidul itu omzetnya
hampir semuanya di bawah 4,8 Milyar. Jadi hampir semua bisa mengajukan SKB. Itu
SKB jadi syaratnya sudah punya NPWP tentu saja ya karena kan ada kontrak
kerjanya. Untuk PPh Pasal 23 nanti kalau misalnya rekanannya ada data kontraknya
(Surat Perjanjian Kerja) ya bisa mereka mengajukan SKB. Tapi kalau nggak ada
Surat Perjanjian Kerjanya dia mengajukan SKB nggak bisa karena kan tidak ada SPK
nya, artinya untuk PPH Pasal 23 rata-rata tidak ada SKB nya, walaupun sebenarnya
bisa kalau ada kontraknya gitu ya, itu tetep bayarnya 2%, dipotong 2% oleh
Bendahara Desa, kalau tidak punya NPWP ya dipotong 4%, tapi itu pajaknya tidak
final sehingga bisa dikreditkan oleh rekanan, bisa diklaim begitu Bu, bisa diklaim
oleh para rekanan di SPT nya, diminta lagi karena kewajiban di hanya bayar 1%. Ya
matur nuwun. Demikian yang bisa saya sampaikan, mungkin Pak RA bisa
menambahkan.”
RA KPP Pratama:
“Saya akan menjawab pertanyaan dari Bu EW ADD Mulo tadi. Kita bicara normatif
nggih kalau ketentuannya itu kan panjenengan (sebagai bendahara) mestinya mungut
PPN nya dan bukan dibayarkan oleh rekanan, pertama itu. Kemudian yang kedua
ketika kita kan bisa mengetahui dari pembayaran PPN njenengan, karena ketika
bendahara itu mungut PPN dari rekanan kan nanti dikirimnya ke setoran 930, tapi
kalau rekanan yang bayarkan bikin sendiri-sendiri ya kita nggak tau karena rekanan
“Tapi ada juga Pak kan di biling itu kan ada nama yang di atas sama yang di bawah”.
“Kan gini kalau njenengan suatu bendahara mungut PPN, bikin biling di situ kan ada
menu pembayaran pakai NPWP lain, nah di situ nanti piih NPWP dan nama
“Yang PKP Pak data PKP kalau desa mau tahu bagaimana?”
Jafar: (Memperjelas pertanyaan) jadi pertanyaannya bisa nggak desa itu mendapatkan list
“Kita juga.... ngapunten Bu kalau data wajib pajak itu kita agak hati-hati dalam menjaga
karena kita juga terkait dengan pasal 34 sehingga ya kita juga tidak bisa misal kalau share
data wajib pajak termasuk status wajib pajak, yang paling bisa ya mungkin panjenengan
“Ya itu kadang mereka juga tidak mau mengakui kalau dia itu PKP, kita juga tidak tahu.”
Jafar: Karena waktu sudah hampir jam setengah 2, kita udah melebihi jam 1 nggih ini
juga sudah mau hujan ada yang ngga bawa mantol ya tadi. Sebelumnya saya Jafar Shodiq
mahasiswa Pasca Sarjana FE UII mengucapkan terima kasih atas terselenggaranya Focus
Group Discussion (FGD) ini untuk kaitannya dengan perpajakan APBDes. Baik terima
kasih atas kehadiran dan partisipasinya mohon maaf jika ada kekurangan dalam hal
penyajian atau kata-kata yang keliru kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian
dari kami saya akhiri acara FGD ini dengan baca Hamdalah (Alhamdulillahi Robbil
Kp.: PJ.091/PJ.0913/2018
3. Izin penelitian (riset) diberikan untuk membantu yang bersangkutan memperoleh bahan-
bahan keterangan/informasi/data-data yang hanya digunakan untuk keperluan akademis
dan tidak menyangkut rahasia jabatan/negara sebagaimana diatur dalam ketentuan
Pasal 34 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2009.
Tembusan:
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat
Kp.: PJ.091/PJ.0913/2018
PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
DINAS PENANAMAN MODAL PELAYANAN TERPADU
Jalan Kesatrian 38 Wonosari, Gunungkidul 55812 Telepon (0274) 391942 Faksmile (0274) 2910851
Terlebih dahulu memenuhijmelaporkan. diri kepada Pejabat setempat (Camat, Lurah/Kepala Desa, Kepala
Instansi) untuk mendapat petunjuk seperlunya. ,
1. Wajib menjaga tata ter.tib dan mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku setempat
2. Wajib memberi laporan hasH penelitiannya kepada Bupati Gunungkidul (cq. BAPPEDA Kab. Gunongkidul)
dalam bentuk softcopy format pdf yang tersimpan dalam keping compact Disk ( CD) dan dalam bentuk data van
'<.
dikirim via e-mail ke alamat : litbawrbappeda.gk@gmail.com dengan tembusan ke Kantor Perpustakaan dan
Arsip Daerah dengan ala mat e-mail: .:padgunungkidul@ymail.com.
3. Ijin ini tidak disalahgunakan untuk tujuan tertentu yang dapat mengganggu kestabHan Pemerintah dan hanya
diperlukan untuk keperluan i1miah.
4. Surat ijin ini dapat diajukan lagi untuk mendapat perpanjangan bila diperlukan.
5. Surat ijin ini dibatalkan sewaktu-waktu apab!la tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan tersebut diatas.
Kemudian kepada para Pejabat Pemerintah setempat diharapkan dapat memberikan bantuan seperlunya.
Dikeluarkan di Wonosari
Pad a tanggal 15 Maret 2018
~\
~ ..."H. .If;,. Bupati
~ la
v.
Q. ~ - I - - t
TMIKU M.Si
6 198602 1 005
Tembusan disampaikan kepada Yth.
1. Bupati Kab. Gunungkidul (Sebagai laporan) ;
2. Kepala BAPPEDA Kab. Gunungkidul ;
3. Kepala Badan KESBANGPOL Kab. Gunungkidul ;
4. Kepala Badan keuangan dan Aset Daerah Kab. Gunungkidul ;
5. Kepala DMPBK\¢3~D J<ab. Gunungkidul ;
6. Camat D9~\:-.rI Kab. Gunungkidul ;
7. Kepala Desa DQ~.t\S Kab. Gunungkidul ;
8. Arsip.
DINAS PENANAMAN MODAL PELAYANAN TERPADU
Jalan Kesatrian 38 Wonosari, Gunungkidul 55812 Telepon (0274) 391942 Faksmile (0274) 2910851
Terlebih dahulu memenuhijmelaporkan diri kepada Pejabat setempat (Camat, Lurah/Kepala Desa, Kepala
Instansi) untuk mendapat petunjuk seperlunya.
1. Wajib menjaga tata ter.tib dan mentaati ketentuan-ketentuan yang ~katreb setempat
2. Wajib memberi taporan hasil penelitiannya kepada Bupati Gunungkidul (cq. BAPPEDA Kab. Gunungkidul)
dalam bentuk softcopy format pdf yang tersimpan dalam keping compact Disk ( CD) dan dalam bentuk data van
'<.
dikirim via e-mail ke ala mat : litba""bappeda.qk@qmail.com dengan tembusan ke Kantor Perpustakaan dan
Arsip Daerah dengan ala mat e-mail: .:padgunungkidul@ymail.com.
3. Ijin ini tidak disalahgunakan untuk tujuan tertentu yang dapat mengganggu kestabilan Pemerintah dan hanya
diperlukan untuk keperluan ilmiah.
4. Surat ijin ini dapat diajukan lagi untuk mendapat perpanjangan bila diperlukan.
5. Surat ijin ini dibatalkan sewaktu-waktu apabila tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan tersebut diatas.
Kemudian kepada para Pejabat Pemerintah setempat diharapkan dapat memberikan bantuan seperlunya.
Dikeluarkan di Wonosari
Pada tanggal 15 Maret 2018
\, " (~H irA Bupati
<?- '.
~ la
r---f--4tt'
~
Terlebih dahulu memenuhijmelaporkan diri kepada Pejabat setempat (Camat, Lurah/Kepala Desa, Kepala
Instansi) untuk mendapat petunjuk seperlunya.
1. Wajib menjaga tata tertib dan mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku setempat
2. Wajib memberi laporan hasi! penelitiannya kepada Bupati Gunungkidul (cq. BAPPEDA Kab. Gunungkidul)
dalam bentuk sojtcopy formot pdf yang tersimpan dalam keping compact Disk ( CD) dan dalam bentuk data yan
"-
dikirim via e-mail ke ala mat : Iitbarl'1bappeda.gk@gmoil.com dengan tembusan ke Kantor Perpustakaan dan
Arsip Daerah dengan alamat e-mail: ,~padgun gkidul@ymail.cam.
3. Ijin ini tidak disalahgunakan untuk tujuan tertentu yang dapat mengganggu kestabilan Pemerintah dan hanya
diperlukan untuk keperluan ilmiah.
4. Surat ijin ini dapat diajukan lagi untuk mendapat perpanjangan bila diperlukan.
5. Surat ijin ini dibatalkan sewaktu-waktu apabila tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan tersebut diatas.
Kemudian kepada para Pejabat Pemerintah setempat diharapkan dapat memberikan bantuan seperlunya.
Dikeluarkan di Wonosari
Pada tanggal 15 Maret 2018
;.-~ /\H leA Bupati
<f-\. •
~ la
\I(~_-4 - t
-;..
Terlebih dahulu memenuhi/melaporkan diri kepada Pejabat setempat (Camat, Lurah/Kepala Desa, Kepala
Instansi) untuk mendapat petunjuk seperlunya.
1. Wajib menjaga tata ter.tib dan mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku, setempat
2. Wajib memberi laporan hasil penelitiannya kepada Bupati Gunungkidul (cq. BAPPEDA Kab. Gunungkidul)
dalam bentuk sojtcopy format pdf yang tersimpan dalam keping compact Disk ( CD) dan dalam bentuk data van
"-
dikirim via e-mail ke ala mat : litbati'1bappeda.gk@gmail.com dengan tembusan ke Kantor Perpustakaan dan
Arsip Daerah dengan ala mat e-mail: .:padgunungkidul@ymail.com.
3. Ijin ini tidak disalahgunakan untuk tujuan tertentu yang dapat mengganggu kestabilan Pemerintah dan hanya
diperlukan untuk keperluan i1miah.
4. Surat ijin ini dapat diajukan lagi untuk mendapat perpanjangan bila diperlukan.
5. Surat ijin ini dibatalkan sewaktu-waktu apabila tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan tersebut diatas.
Kemudian kepada para Pejabat Pemerintah setempat diharapkan dapat memberikan bantuan seperlunya.
Dikeluarkan di Wonosari
Pada tanggal 15 Maret 2018
~
\~
."
irA ... "H
upati
~ la
It" '"
%
Terlebih dahulu memenuhi/melaporkan diri kepada Pejabat setempat (Camat, Lurah/Kepala Desa, Kepala
Instansi) untuk mendapat petunjuk seperlunya.
1. Wajib menjaga tata ter.tib dan mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku setempat
2. Wajib memberi laporan hasil penelitiannya kepada Bupati Gunungkidul (cq. BAPPEDA Kab. Gunungkidul)
dalam bentuk softcopy format pdf yang tersimpan dalam keping compact Disk ( CD) dan dalam bentuk data van
....
dikirim via e-mail ke alamat : Iitbawlbappeda.gk@gmail.com dengan tembusan ke Kantor Perpustakaan dan
Arsip Daerah dengan ala mat e-mail: .~padgun gkidul@ymail.com
3. Ijin ini tidak disalahgunakan untuk tujuan tertentu yang dapat mengganggu kestabilan Pemerintah dan hanya
diperlukan untuk keperluan ilmiah.
4. Surat ijin ini dapat diajukan lagi untuk mendapat perpanjangan bila diperlukan.
5. Surat ijin ini dibatalkan sewaktu-waktu apabila tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan tersebut diatas.
Kemudian kepada para Pejabat Pemerintah setempat diharapkan dapat memberikan bantuan seperlunya.
Dikeluarkan di Wonosari
Pada tanggal 15 Maret 2018
~ "H irA Bupati
~\ ..
~ la
t - - -.......'It~_
MODAL ~
RPA
I
~ TMIKO M.Si
6 198602 1 005
Tembusan disampaikan kepada Yth.
1. Bupati Kab. Gunungkidul (Sebagai Laporan) ;
2. Kepala BAPPEDA Kab. Gunungkidul ;
3. Kepala Badan KESBANGPOL Kab. Gunungkidul ;
4. Kepala Badan keuangan dan Aset Daerah Kab. Gunungkidul ;
5. Kepala DP3J\KElPMD Kap. Gunungkidul ;
6. Camat ~rQ;so. ~: Kab. Gunungkidul ;
7. Kepala Desa Mu\Q Kab. Gunungkidul ;
8. Arsip.
DINAS PENANAMAN MODAL PELAYANAN TERPADU
Jalan Kesatrian 38 Wonosari, Gunungkidul55812 Telepon (0274) 391942 Faksmile (0274) 2910851
Terlebih dahulu memenuhijmelaporkan diri kepada PejalJat setempat (Camat, Lurah/Kepala Desa, Kepala
Instansi) untuk mendapat petunjuk seperlunya.
1. Wajib menjaga tata tertib dan mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku setempat
2. Wajib memberi laporan hasil penelitiannya kepada Bupati Gunungkidul (eq. BAPPEDA Kab. Gunungkidul)
dalam bentuk sojtcopy format pdf yang tersimpan dalam keping compact Disk ( CD) dan dalam bentuk data van
dikirim via e-mail ke ala mat : IitbMIf)bappeda.qk@qmail.com dengan tembusan ke Kantor Perpustakaan dan
Arsip Daerah dengan ala mat e-mail: .:padgunungkidul@ymail.com.
3. Ijin ini tidak disalahgunakan untuk tujuan tertentu yang dapat mengganggu kestabilan Pemerintah dan hanya
diperlukan untuk keperluan i1miah.
4. Surat ijin ini dapat diajukan lagi untuk mendapat perpanjangan bila diperlukan.
5. Surat ijin ini dibatalkan sewaktu-waktu apabila tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan tersebut diatas.
Kemudian kepada para Pejabat Pemerintah setempat diharapkan dapat memberikan bantuan seperlunya.
Dikeluarkan di Wonosari
Pada tanggal 15 Maret 2018
\~"' I\.H irA upati
q.. ..
~v la
~4- I- -t
II'IAS PHIANAMA MODAL ~
'j;.N NA~tYLE? RPA
,
Terlebih dahulu memenuhijmelaporkan diri kepada Pejabat setempat (Camat, Lurah/Kepala Desa, Kepala
Instansi) untuk mendapat petunjuk seperlunya.
1. Wajib menjaga tata tertib dan mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku setempat
2. Wajib memberi laporan hasil penelitiannya kepada Bupati Gunungkidul (cq. BAPPEDA Kab. Gunungkidul)
dalam bentuk sojtcopy format pdf yang tersimpan dalam keping compact Disk ( CD) dan dalam bentuk (lata van
"-
dikirim via e-mail ke ala mat : litboMbappeda.gk@gmail.com dengan tembusan ke Kantor Perpustakaan dan
Arsip Daerah dengan alamat e-mail: .:padgunungkidu{@ymail.com.
3. Ijin ini tidak disalahgunakan untuk tujuan tertentu yang dapat mengganggu kestabilan Pemerintah dan hanya
diperlukan untuk keperluan i1miah.
4. Surat ijin ini dapat diajukan lagi untuk mendapat perpanjangan bila diperlukan.
5. Surat ijin ini dibatalkan sewaktu-waktu apabila tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan tersebut diatas.
Kemudian kepada para Pejabat Pemerintah setempat diharapkan dapat memberikan bantuan seperlunya.
Dikeluarkan di Wonosari
Pada tanggal 15 Maret 2018
~ {>..H irA Bupati
~\,
~ la
<:t' ~
MODAL ~
~R