SKRIPSI
Oleh:
Cahya
094020057
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi
Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
Pembimbing
ii
PERNYATAAN
(Program Studi Strata 1)
(Cahya)
094020057
iii
MOTTO
Persembahan:
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya tercinta yang
membesarkan dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang, dan selalu
mendukung serta memotivasi saya mendoakan saya dalam setiap
langkah dalam menggapai impian sampai saat ini.
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh besarnya kepatuhan
wajib pajak dan pencairan tunggakan pajak terhadap penerimaan pajak
penghasilan orang pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung.
Pendekatan penelitian yang digunakakan dalam penelitian ini adalah
analisis deskriptif asosiatif dengan menggunakan data sekunder. Teknik sampling
yang digunakan adalah non probability sampling dengan menggunakan metode
purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wajib pajak
orang pribadi yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Bandung yaitu
sebanyak 5 KPP. Adapun sampel yang digunakan adalah 4 KPP setelah dilakukan
purposive sampling. Model regresi yang digunakan telah memenuhi uji asumsi
klasik. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis regresi linier
sederhana dan analisi regresi linier berganda.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa
kepatuhan wajib pajak secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan
pajak dengan besarnya pengaruh sebesar 29,8 persen dan pencairan tungakan
pajak secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak dengan
besarnya pengaruh sebesar 25,4 persen. secara simultan kepatuhan Wajib Pajak
dan pencairan tunggakan pajak memberikan pengaruh sebesar 45,7% terhadap
penerimaan pajak. Sementara sisanya sebesar 54,3% merupakan pengaruh lain
diluar variabel kepatuhan Wajib Pajak dan pencairan tunggakan pajak.
Kata Kunci: Kepatuhan Wajib Pajak, Pencairan Tunggakan Pajak, dan
Penerimaan Pajak.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah Subanallahu
wataala yang telah memberi kekuatan lahir dan batin, sehingga penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan Skripsi ini periode Februari Mei 2013 ini, yang
dimaksudkan untuk memenuhi syarat dalam menempuh skripsi pada Program
Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung. Meskipun
dengan segala kekurangan dan segala keterbatasan penulis telah berusaha dengan
segala kemampuan yang dimiliki. Dan tentu hal tersebut menjadi salah satu
pertimbangan bagi penulis untuk memilih masalah yang dijadikan sebagai pokok
bahasan yang dituangkan dalam bentuk laporan Skripsi.
Sesuai dengan program studi yang ditempuh, dalam pelaksanaan laporan
skripsi ini penulis membahas suatu pokok permasalahan dalam kajian Perpajakan.
Adapun penelitian dilakukan di KPP Pratama yang berada di Kota Bandung, yang
kemudian penulis memberi judul:
PAJAK
PENGHASILAN
WAJIB
PAJAK
vi
Prof. Dr. Ir. H. Eddy Yusuf, Sp., M.Si., M.Kom. selaku Rektor Universitas
Pasundan Bandung.
2.
vii
3.
Dr. H. Sasa S. Suratman, SE., MSc. selaku Ketua Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung.
4.
5.
Ibu Isye Siti Aisyah, SE., MSi., selaku Dosen Wali penulis yang telah
meluangkan waktu ditengah kesibukannya untuk memberikan bimbingan dan
arahan yang sangat berharga kepada penulis.
6.
Seluruh dosen FE Unpas Bandung yang telah memberikan ilmunya serta turut
membantu penulis dalam menyelesaikan tugas.
7.
8.
Pimpinan
Kantor
Pelayanan
Pajak
Pratama
Bandung
Bojonagara,
Seluruh keluarga terima kasih yang selalu memberikan doa, motivasi dan
dukungannya sampai saat ini, sehingga laporan skripsi ini dapat terselesaikan.
10. Pinanditha Annisa R Reflianti yang senantiasa selalu berada disaat senang
maupun keadaan sulit sekalipun, selalu memberikan doa, dukungan, semangat
viii
dan perhatian, serta ketulusan cinta dan kasih sayangnya yang tak henti
kepada penulis.
11. Teman-teman GOZWA yang selalu memberikan doa, motivasi dan
bantuannya.
12. Rekan-rekan seperjuangan Diana, Putra, Dony, Seny, Asty, Mpi, Agus dan
semua LASUT FAMILY yang lainnya yang sama-sama berjuang dan
saling membantu, serta selalu dalam kebersamaan dan kekompakan. Mudahmudahan tali persodaraan kita tidak akan pernah putus. Terimakasih atas
bantuannya.
13. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, segala
bentuk dukungannya sangat berharga bagi penulis. Terimakasih
Hanya Allah SWT yang tahu dan mampu membalas kebaikan semuanya,
dan tentu penulis hanya bisa berdoa, semoga Allah membalas semua kebaikan
tersebut denagn pahala berlipat ganda. Amin ya Robbal Alamin.
Penulis
Cahya
(094020057)
ix
DAFTAR ISI
ii
iii
MOTTO ..........................................................................................................
iv
ABSTRAK ......................................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................
vi
DAFTAR ISI...................................................................................................
xv
2.1.1.8.2.
2.1.1.8.3.
2.1.1.8.4.
xi
xii
xiii
xiv
DAFTAR TABEL
xv
Tabel 4.6 Tingat Tunggakan Pajak Yang Dibayar Setiap tahun ................... 100
Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Variabel Pencairan Tunggakan pajak .............. 102
Tabel 4.8 Tingkat Realisasi Penerimaan Pajak Setiap Tahun......................... 103
Tabel 4.9 Statistik Deskriptif Penerimaan Pajak............................................. 105
Tabel 4.10 Uji Normalitas Model Regresi ..................................................... 106
Tabel 4.11 Uji Multikolinearitas .................................................................... 108
Tabel 4.12 Uji Heteroskedastisitas ................................................................. 109
Tabel 4.13 Uji Autokorelasi ........................................................................... 110
Tabel 4.14 Hasil Runs Test Untuk Memastikan Ada
Tidaknya Autokorelas ................................................................... 110
Tabel 4.15 Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana Kepatuhan Wajib
Pajak Terhadap Penerimaan Pajak ............................................. 112
Tabel 4.16 Korelasi Antara Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Penerimaan
pajak ........................................................................................... 114
Tabel 4.17 Koefisien Determinasi Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak
Terhadap Penerimaan Pajak ......................................................... 114
Tabel 4.18 Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana Pencairan Tunggakan
Pajak Terhadap Penerimaan Pajak ............................................... 115
Tabel 4.19 Korelasi Antara Pencairan Tunggakan Pajak Dengan Penerimaan
Pajak .............................................................................................. 117
Tabel 4.20 Koefisien Determinasi Pengaruh Pencairan Tunggakan Pajak,
Terhadap Penerimaan Pajak ......................................................... 118
xvi
Tabel 4.21 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda kepatuhan Wajib Pajak dan
Pencairan Tunggakan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak ........... 119
Tabel 4.22 Anova Untuk Pengujian Koefisien Regresi secara Simultan........ 120
Tabel 4.23 Koefisien Korelasi Berganda ........................................................ 122
Tabel 4.24 Koefisien Determinasi Berganda .................................................. 122
xvii
DAFTAR GAMBAR
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
penerimaan
dalam
negeri
yang
terbesar
(Muliari,
2011).
karena akibat krisis global. "Kita tahun 2009, penerimaan hanya tumbuh 4,38
persen atau lain dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan biasanya yang selalu
di atas 18 persen.(Mochammad Tjiptardjo, dikutip dari vivanews.com diakses 14
februari 2013 )
Menurut Agus D Martowardojo dikutip dari vivanews.com diakses 14
februari 2013, bila dibandingkan potensi pajak dari jumlah penduduk Indonesia
yang berjumlah 240 juta orang, kekayaan alam yang berlimpah, jumlah badan
usaha yang lebih dari 20 juta, Indonesia bisa terus meningkatkan penerimaan
negara dari pajak. Namun, kata dia, perlu dilakukan kerja keras dan cerdas serta
langkah-langkah terobosan dibidang ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan
pajak serta perbaikan secara fundamental dalam pelayanan kepada Wajib Pajak
dan administrasi perpajakan.
Fakta menunjukkan, lanjut Agus D Martowardojo, tingkat kepatuhan
masyarakat Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya masih sangat
rendah. Untuk orang pribadi pembayaran pajak yang dilaporkan melalui
penyerahan SPT hanya berjumlah 8,5 juta, padahal jumlah orang yang aktif
bekerja di Indonesia berjumlah 110 juta (data BPS). Artinya, rasio SPT terhadap
kelompok pekerja aktif hanya mencapai 7,73%; dengan kata lain tingkat
kepatuhan WP OP masih sangat rendah.
Menurut APBN sumber pendapatan pemerintah terbanyak didapat dari
sektor perpajakan, meskipun masih banyak sektor lain seperti minyak dan gas
bumi, serta bantuan luar negeri yang merupakan penerimaan negara bukan pajak
(PNBP). Hal tersebut dapat dilihat dari makin tingginya target penerimaan negara
yang berasal dari pajak, dan untuk tahun 2010 target penerimaan pajak adalah
sebesar Rp. 729,2 triliun yang kurang lebih merupakan 70% dari penerimaan
APBN tahun 2010Akan tetapi dalam kenyataannya pembayaran pajak masih
banyak terdapat kelalaian, bahkan mangkir dalam melaksanakan pembayaran dan
pelaporan pajak terutang oleh wajib pajak tertentu. Pajak terutang yang lalai
dilunasi oleh Wajib pajak akan terakumulasi menjadi tunggakan pajak yang
berpotensi
mengurangi
penerimaan
pajak
secara
tidak
langsung.
sebesar 7,79%.
Tabel 1.2 menunjukan perkembangan penerimaan pajak di Indonesia
dari tahun 2009-2012.
Tabel 1.2
Perkembangan Penerimaan Perpajakan di Indonesia Periode 2009-2012
(dalam milyar rupiah)
URAIAN
2010
2011
2012
50.043,70
58.872,70
65.230,70
58.665,80
267.571,30
298.172,80
366.746,30
454.168,70
193.067,50
230.604,90
298.441,40
350.342,20
24.270,20
28.580,60
29.057,80
35.646,90
BPHTB
6.464,50
8.026,40
CUKAI
56.718,50
66.165,90
68.075,30
72.443,10
PAJAK LAINNYA
3.116,00
3.968,80
4.193,80
5.632,00
Jumlah Penerimaan
619.922,2
723.306,6
878.685,2
1.019.332,4
PPh MIGAS
PBB
2009
Tahun Pajak
Bojonagara
Cibeunying
Cicadas
Karees
2008
47.823
73.035
82.313
88.841
45.559
71.664
83.222
91.424
43.634
24.121
79.247
48.074
97.887
61.296
110.202
70.177
Tabel 1.1
Ringkasan APBN Tahun 2008-2012
(dalam milyar rupiah)
2008
LKPP
A. Pendapatan Negara dan Hibah
I. Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Perpajakan
2. Penerimaan Negara Bukan
Pajak
II. Hibah
B. Belanja Negara
I. Belanja Pemerintah Pusat
II. Transfer Ke Daerah
III. Suspen
C. Keseimbangan Primer
D. Surplus/Defisit (A-B)
E. Pembiayaan
Kelebihan/(kekurangan ) Pembiayaan
2009
LKPP
2010
LKPP
2011
APBN-P
2012
RAPBN
848.763,2
995.271,5
1.169.914,6
1.292.877,7
847.096,6
992.248,5
1.165.252,5
1.292.052,6
619.922,2
723.306,6
878.685,2
1.019.332,4
227.174,4
268.941,9
286.567,3
272.720,2
2.304,0
1.666,6
3.023,0
4.662,1
825,1
985.730,7
937.382,1
1.042.117,2
1.320.751,3
1.418.497,7
693.355,9
628.812,4
697.406,4
908.243,4
954.136,8
292.433,5
308.585,2
344.727,6
412.507,9
464.360,9
(58,7)
(15,6)
(16,8)
0,0
0,0
981.609,4
979.305,4
658.700,8
32.060,4
84.308,5
5.163,2
41.537,5
(44252,9)
2.548,1)
(4.121,3)
(88.618,8)
(46.845,7)
(150.836,7)
(125.620,0)
84.071,7
112.583,2
91.552,0
150.836,7
125.620,0
79.950,4
23.964,4
44.706,3
0,0
0,0
tahun ini sekitar 250 ribu wajib pajak bertambah. (Dikutip dari Pikiran Rakyat
hari Senin 5/4/13 halaman 4)
Menurut Gubernur Jabar Ahmad Heryawan yang dikutip dari Pikiran
Rakyat hari Selasa tanggal 5 maret 2013 halaman 4, berharap masyarakat bisa
membayar pajak dan menyerahkan SPT tahunannya ke kantor pajak. Dengan
begitu, 90 persen dari target 18 triliun tahun ini pun bisa tercapai. "Kita yang
membayar pajak menunjukkan bagian komitmen bela negara, tidak harus pakai
surat peringatan, tetapi dengan sadar membayar dengan sukarela ke kantor pajak
masing-masing.
Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf mengkritisi pelayanan yang
diberikan Kantor Pajak Pratama (KPP) Bekasi Selatan. Ia pun mengimbau petugas
setempat memberikan pelayanan yang lebih baik agar dapat meningkatkan
kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak, yang pada akhirnya mendongkrak
pendapatan dari sektor ini. Dede meyakini, pemberian fasilitas yang nyaman akan
mendorong masyarakat tergerak untuk datang dan membayar kewajibannya.
Otomatis, peningkatan kepatuhan masyarakat ini nantinya akan berkontribusi
pada peningkatan pendapatan. Sejauh ini, Dede menilai, kontribusi Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat II sudah baik. Dari Rp 50 triliun
pendapatan yang disetorkan Jabar setiap tahunnya, sebanyak Rp 30 triliun di
antaranya merupakan kontribusi Kanwil DJP Jabar II. (Dikutip dari Pikiran
Rakyat hari selasa tanggal 5/3/13 halaman 17).
Adapun target dan realisasi Penerimaan Pajak di KPP Pratama Bandung
dari tahun pajak 2008-2010 adalah seperti tabel 1.4
Tabel 1.4
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2008-2010
KPP Pratama Bandung (dalam milyar rupiah)
No
1
KPP
Bandung
Bojonagara
Bandung
Cibeunying
Bandung
Cicadas
Tahun
Realisasi
2008
30,501,325,667
17,308,150,002
2009
25,629,877,636
21,903,719,149
41,841,640,123
36,738,731,909
31,138,400,755
4,046,783,929
32,632,296,993
40,092,792,001
30,422,919,999
43,841,957,995
57,672,113,000
4,515,001,000
6,267,554,258
4,123,128,617
8,592,283,999
10,422,224,000
2010
2008
2009
2010
2008
2009
2010
Target
Madiun. Hipotesis dalam penelitai ini menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak
orang pribadi berpengaruh terhadap jumlah penerimaaan PPh orang pribadi di
KPP Madiun, pendapatan perkapita berpengaruh terhadap jumlah penerimaan
orang pribadi di KPP Madiun, dan kepatuhan wajib pajak orang pribadi dan
pendapatan perkapita berpengaruh terhadap jumlah penerimaan PPh orang pribadi
di KPP Madiun. Populasi penelitian meliputi wajib pajak yang terdaptar di KPP
Madiun. Sampel yang diambil oleh peneliti adalah wajib pajak pribadi aktif
selama 5 tahun dari tahun 2002-2006, sedangkan teknik samplinya menggunakan
proportional sampling method atau pemilihan sampel proposional. Dari Hasil
analisis menunjukkan bahwa hasil perhitungan uji parsial (uji t)terhadap variabel
variabel independen tersebut berpengaruh signifikan dan positif terhadap
Variabel dependen.
Adapun pengembangan yang dilakukan oleh penulis terhadap penelitian
terdahulu yaitu menggunakan variabel independen Kepatuhan Wajib Pajak dan
Pencairan Tunggakan Pajak serta variabel dependen Penerimaan Pajak
Penghasilan Orang Pribadi, sedangkan dalam penelitian sebelumnya variabel yang
diteliti Kepatuhan Wajib Pajak, Pendapatan Perkapita, dan Penerimaan Pajak
Penghasilan Orang Pribadi. Penelitian dilaksanakan di KPP Pratama Bandung,
antara lain, KPP Pratama Bandung Bojonagara, KPP Pratama Bandung
Cibeunying, KPP Pratama Bandung Cicadas, dan KPP Pratama Bandung Karees
data yang digunakan dari tahun 2008-2011 berbeda dengan peneliti terdahulu
menggunakan data 2002-2006 penelitian dilaksanakan pada KPP Pratama
Madiun. Adapun pengaruh perbedaan tahun terhadap variabel adalah pada tahun
10
dengan
judul
ANALISIS
MEMPENGARUHI PENERIMAAN
FAKTOR-FAKTOR
YANG
11
perpajakan terutama
bahan
informasi
pelengkap
atau
masukan
sekaligus
pertimbangan bagi KPP terkait agar selalu memperhatikan setiap faktorfaktor yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak dan melaksanakn
setiap kebijakan/peraturan sehingga dapat mengoptimalkan penerimaan
pajak .
12
1.5
Pratama Kota Bandung, yaitu KPP Pratama Bandung Bojonagara, KPP Pratama
Bandung Cibeunying, KPP Pratama Bandung Cicadas, dan KPP Pratama
Bandung Karees. Adapun waktu pelaksanaan penelitian adalah dimulai pada
Februari 2013 sampai selesai.
BAB II
Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis
2.1
Kajian Pustaka
2.1.4.
13
14
Definisi pajak
Cirri-ciri yang melekat pada definisi pajak menurut Siti Resmi (2011,2):
1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan
undang-undang serta aturan pelaksanaanya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3. Pajak dapat dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
2.1.1.2. Pengertian Wajib Pajak
Pajak merupakan peranan penting untuk pembiayaan pembangunan,
dimana Wajib Pajak merupakan bagian dari penerimaan pajak tersebut. Dengan
kata lain tidak akan ada pajak apabila tidak ada Wajib Pajak.
Menurut Erly Suandy (2002, 3):
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan
untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut atau
pemotong pajak tertentu.
Menurut UU No.28 Tahun 2007:
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar
pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
15
16
untuk
membiayai
pengeluaran
baik
rutin
maupun
pembangunan.
Menurut Waluyo (2008, 6):
Fungsi
Penerimaan
pajak
berfungsi
sebgai
sumber
dana
yang
17
18
tidak
langsung adalah
pajak
19
Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau
digeserkan kepada pihak lain sehingga sering disebut juga sebagai pajak
tidak langsung.
Menurut Siti Resmi (2011, 7), berdasarkan sifatnya pajak dapat
dikelompokan menjadi pajak subjektif dan pajak objektif.
Pengertian pajak subjektif adalah sebagai berikut:
Menurut Siti Resmi (2011, 7):
Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaanya memerhatikan keadaan
pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan
subjeknya.
Menurut Erly Suandy (2011, 36):
Pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan kondisi atau keadaan
Wajib Pajak. Dalam menentukan pajaknya harus ada alasan-alasan
objektif Yng berhubungan erat dengan keadaan materialnya.
Menurut Waluyo (2008, 12):
Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya yang selanjutnya dicari objektifnya, dalam arti memperhatikan
keadaan dari wajib pajak.
Sedangkan pengertian Pajak Objektif adalah sebagai berikut:
Menurut Siti Resmi (2011, 8):
20
21
22
Menurut Siti Resmi (2011, 7), Stelel Pajak Pemungutan pajak dapat
dilakukan dengan tiga stelsel, yaitu:
1. Stelsel Nyata (Riil) ini menyatakan bahwa pengenaan pajak
didasarkan pada objek sesungguhnya terjadi (untuk PPh maka
objeknya adalah penghasilan). Oleh karena itu, pemungutan
pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun
2. Stelsel Anggapan (Fiktif) menyatakan bahwa pengenaan pajak
didsarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh ndang-undang..
3. Stelsel Campuran menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan
pada kombinasi antara stelsel nyata dan telsel anggapan.
23
2.1.1.7.Tarif Pajak
Menurut Mardiasmo (2009, 9), ada 4 macam tarif pajak,yaitu:
1. Tarif sebanding/proporsional,yaitu tarif berupa persentase yang
tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga
besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya
nilai yang dikenai pajak.
2. Tarif tetap, yaitu tarif berupa jumlah yang tetap terhadap jumlah
yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
3. Tarif progresif, yaitu tarif persentase yang digunakan semakin
besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar
4. Tarif degresif, persentase tafir yang digunakan semakin kecil bila
jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
Menurut Erly Suandy (2011, 7), tarif pajak ada(4) empat yaitu:
1. Tarif sebanding/proporsional adalah tarif pajak yang merupakan
persentase yang tetapi jumlah pajak yang terutang akan berubah
secara proporsional atau sebanding pengenaan pajaknya.
2. Tarif progresif adalah tarif pajak yang presentasenya semakin
besar jika dasar pengenaan pajaknya meningkat, jumlah pajak
yang terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan
perubahan dasar pengenaan pajaknya.
3. Tarif degresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil
jika dasar pengenaan pajaknya meningkat, jumlah pajak yang
terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan
perubahan dasar pengenaan pajaknya.
4. Tarif tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap
walaupun dasar pengenaan pajaknya berbeda/berubah, sehingga
jumlah pajak yang terutang selalu tetap.
24
25
Adapun Fungsi SPT menurut Siti Resmi (2011, 42), adalah Sebagai
sarana
WP
untuk
melaporkan
dan
mempertanggung-jawabkan
26
(satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak badan serta sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, pengenaan sanksi
administrasi
berupa
denda
sebagaimana
dimaksud
di
atas
tidak
dilakukan/dikenakan terhadap:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
2. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas;
3. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara
asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
4. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di
Indonesia;
5. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi
tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
7. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau
8. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
27
28
29
kepada wajib pajak diterbitkan norma pokok wajib pajak (NPWP) dan atau dikukuhkan
sebagai pengusaha kena pajak secara jabatan.
Fungsi SKPKB sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut
SPT Wajib Pajak, sebagai sarana untuk mengenakan sanksi di bidang perpajakan
sebagai alat untuk menagih hutang pajak.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ini tetap dapat diterbitkan walaupun
jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat. Penerbitannya berdasarkan hasil
penelitian terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap terhadap Wajib Pajak yang di pidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara.
2.1.1.8.3.2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambhan (SKPKBT)
Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007, Surat Ketetapan Kurang
Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah: ...surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Direktur
Jendral Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila
ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang
terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. Sebagai konsekuensinya jumlah
pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam SKPKBT ditambah sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seraus persen) dari jumlah pajak
yang tidak atau kurang dibayar.
30
31
yang dibayar lebih besar dari pada jumlah pajak yang terutang, hasil
pemeriksaan terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari
pada jumlah pajak yang terutang.
32
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang tidak mengisi faktur pajak
secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Ayat (5) Undang-undang
PPN dan PPnBM, Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak seusai
dengan masa penerbitan faktur pajak, dan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang
gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan.
33
Kepatuhan pajak merupakan persoalan laten dan aktual yang sejak dulu ada
di perpajakan. Di dalam negeri, rasio kepatuhan Wajib Pajak yang menjadi
indikator kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban
perpajakannya dari tahun ke tahun masih menunjukan presentase yang tidak
mengalami peningkatan secara berarti. Hal ini didasarkan jika kita melihat
perbandingan jumlah wajib pajak yang memenuhi syarat patuh di Indonesia
sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak terdaftar.
Menurut Chaizi Nasucha yang dalam Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu
(2006, 111):
Kepatuhan wajib pajak diidentifikasikan dari: (1). Kepatuhan Wajib
Pajak dalam mendaftarkan diri, (2). Kepatuhan Wajib Pajak untuk
menyetorkan Kembali SPT, (3). Kepatuhan dalam perhitungan dan
pembayaran pajak terutang, (4). Kepatuhan dalam pembayaran
tunggakan.
Kepatuhan wajib pajak adalah rasa bersalah dan rasa malu, persepsi
wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka
tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah.
34
(2006, 110):
Kepatuhan Wajib Pajak yaitu kepatuhan perpajakan yang didefinisikan
sebagai suatu keadaan di mana Wajb Pajak memenuhi semua kewajiban
perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.
35
36
2.1.5.
Pengertian tunggakan pajak dan utang pajak yang dikemukakan oleh Djoned
Gunadi M (2005, 249), adalah sebagai berikut:
Tunggakan Pajak Yaitu utang pajak yang tidak atau kurang dibayar
pada saat jatuh tempo dan berakhir pada saat terjadinya pencairan
tunggakan pajak tersebut, oleh karena itu dalam pelunasan
tunggakan pajak di dalamnya terkandung pula:
a. sanksi administrasi bunga penagihan, dan
b. biaya penagihan yaitu biaya yang dikeluarkan negara untuk
melakukan pelaksanaan tindakan penagihan pajak, dapat
meliputi:
biaya pemberitahuan Surat Paksa;
biaya pelaksanaan Surat Perintah Pelaksanaan
Penyitaan;
biaya pengumuman lelang;
biaya tambahan penagihan pajak sebesar 1% (satu
persen) dari nilai lelang;
biaya lain-lain yang berkaitan dengan pelaksanaan
penagihan pajak dengan sendirinya macam dan
besarnya biaya penagihan adalah sampai sejauh mana
pelaksanaan penagihan pajak tersebut dilakukan
sampai dengan Penanggung Pajak melunasi utang
pajaknya.
Utang pajak yaitu pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi
administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum
dalam Surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan
ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan- Pasal 1 angka
8 UU PPSP. Dari ketentuan ini nampak bahwa pengetian utang pajak
hanya ada di Surat Ketetapan Pajak, oleh karena pengaturan
pengertiannya pun dalam UU. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
(PPSP).
37
38
pencairan
tunggakan
pajak
menurut
undang-undang
surat
setoran
pajak
merupakan
pembayaran
pajak
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Pengertian surat setoran pajak (SSP)
menurut Resmi Siti (2011, 31), menyatakan bahwa:
Surat Setoran Pajak merupakan surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak
yang terutang ke kas negara atau ketempat pembayaran lain yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pengertian surat setoran pajak (SSP) menurut Undang-Undang No. 28
Tahun 2007 menyatakan bahwa:
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau
penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan
formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas nagara melalui
tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
39
Pengertian
pemindahbukuan
menurut
Waluyo
(2000,
71):
40
2.1.6.
penerimaan pajak
adalah: ...sumber pembiayaan negara yang dominan baik untuk belanja rutin
maupun pembangunan.
Penerimaan pajak berasal dari pusat dan daerah yang merupakan hasil
pungutan dari wajib pajak. Jika kontribusi pajak dari rakyat ke negara lancar,
maka pembangunan menjadi lancar dan berjalan secara continue.
41
42
43
44
45
2.
3.
4.
46
47
Tidak
Kena
Pajak
(PTKP)
merupakan
pengurangan
48
diberikan kepada orang pribadi yang membutuhkan biaya hidup sehari-hari dan
tidak diberikan kepada Wajib Pajak Badan, maka PTKP dapat diartikan sebagai
biaya hidup minimal yang dibutuhkan orang pribadi atau perseorangan yang
ditentukan UU PPh.
Penghasilan Tidak Kena Pajak atau PTKP telah diatur dalam Pasal 7 UU
PPh yang menjelaskan keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus
yang menjadi tanggungan sepenuhnya antara lain orang tua, mertua, anak
kandung dan anak angkat. Sedangkan anggota keluarga yang menjadi tanggungan
sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan
seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak. Mulai 1 Januari 2013 batas
Penghasilan tidak kena pajak ini atau yang disebut PTKP (Penghasilan Tidak kena
Pajak) dinaikkan menjadi Rp 24.300.000. Setelah berkonsultasi dengan wakil
rakyat di DPR pemerintah melalui Kemenkeu akhirnya menaikkan batas
Penghasilan Tidak Kena Pajak. Besarnya PTKP diubah menjadi Rp 24.300.000
atau jika dihitung per bulannya adalah Rp 2.025.000. Sehingga setiap orang yang
mendapatkan penghasilan tidak lebih dari dua juta setiap bulannya dibebaskan
dari pengenaan pajak penghasilan.
Bagi mereka yang telah menikah, PTKP tersebut masih bertambah besar lagi.
Seorang kepala keluarga yang menanggung istri dan anak akan mendapat
tambahan PTKP masing-masing sebesar Rp 2.025.000/tahun. Untuk tanggungan
di perbolehkan dengan jumlah maksimal 3 orang. Sehingga seorang karyawan
atau pegawai yang telah menikah dan memiliki 3 anak kandung yang sepenuhnya
49
32.400.000.
PTKP LAMA
Rp. 15.840.000,Rp. 17.160.000,Rp. 18.480.000,Rp. 19.800.000,Rp. 17.160.000,Rp. 18.480.000,Rp. 19.800.000,Rp. 21.120.000,-
PTKP BARU
Rp. 24.300.000,Rp. 26.325.000,Rp. 28.350.000,Rp. 30.375.000,Rp. 26.325.000,Rp. 28.350.000,Rp. 30.375.000,Rp. 32.400.000,-
Kerangka Pemikiran
Pajak yang menjadi sumber penerimaan bagi Negara, mengikuti
perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi negara serta masyarakat dari Negara
tersebut. Tuntutan akan peningkatan penerimaan, penyesuaian struktur perpajakan
serta stabilisasi dan penyehatan ekonomi melalui pendekatan fiskal menjadi
alasan dari waktu ke waktu dilakukan reformasi perpajakan yaitu perubahan yang
mendasar disegala aspek perpajakan. Program reformasi perpajakan dapat berhasil
apabila menghasilkan perubahan mendasar dalam sistem perpajakan yang
memiliki dua elemen dasar yang saling mempengaruhi, yaitu struktur pajak serta
mekanisme dan institusi yang mengatur administrasi perpajakan dan kepatuhan
50
Berdasarkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
penerimaan
pajak,
kepatuhan wajib pajak termasuk dalam faktor Kesadaran dan pemahaman Warga
Negara. Dengan mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi
akan
memberi
keikhlasan
masyarakat
untuk
patuh
dalam
kewajiban
51
dengan tidak memenuhi peraturan maka akan menerima sanksi baik sanksi
administrasi maupun pidana fiskal..
Kepatuhan pajak merupakan persoalan laten dan aktual yang sejak dulu ada
di perpajakan. Di dalam negeri, rasio kepatuhan Wajib Pajak yang menjadi
indikator kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban
perpajakannya dari tahun ke tahun masih menunjukan presentase yang tidak
mengalami peningkatan secara berarti. Hal ini didasarkan jika kita melihat
perbandingan jumlah wajib pajak yang memenuhi syarat patuh di Indonesia
sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak terdaftar.
Menurut Widi widodo (2010, 71) mengungkapkan bahwa :
Dengan tingginya tingkat kepatuhan maka pendapatan dari sektor pajak
akan semakin meningkat sehingga mempelancr pembangunan bangsa
Menurut Sony Devano dan Siti kurnia Rahayu (2006, 114):
Jika semua wajib pajak di Indonesia berpredikat patuh maka akan
berimplikasi pada optimalisasi penerimaan Pajak. Maka efeknya pada
penerimaan negara yang bertambah besar.
Dengan demikian bahwa dengan Tingkat kepatuhan wajib pajak yang tinggi
akan meningkatkan penerimaan pajak. Berdasarkan uraian di atas maka penulis
merumuskan hipotesis pertama sebagai berikut;
Hipotesis 2: Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh terhadap nilai
Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi.
52
Dengan kata lain tunggakan pajak merupakan pajak yang masih harus
dibayar oleh penanggung pajak atas kewajiban pajaknya, beserta dengan sanksi
administrasi yang dapat dikenakan atas kelalaian penanggung pajak berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Berdasarkan
faktor-faktor
optimalisasi Penerimaan
yang
mempengaruhi
dan
menentukan
53
Tabel 2.3
Tabel Penelitian Terdahulu
2006
Ivana
2007
1. NPWP OP
2. Pencairan Tunggakan
3. SSP diterima
4. Penerimaan Pajak
Yosefa
2011
54
Gambar 2.1
Paradigma Penelitian
2.3. Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diambil penulis, antara lain:
H1
Kepatuhan
Wajib
Pajak
berpengaruh
terhadap
Pencairan
Tunggakan
penerimaan
pajak
Pajak
berpengaruh
penghasilan
orang
terhadap
pribadi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan tujuan tertentu
mengenai suatu hal yang akan dibuktikan secara objektif. Dalam Penelitian ini,
objek penelitian yang digunakan penulis adalah kepatuhan wajib pajak, pencairan
tunggakkan pajak, dan penerimaan pajak penghasilan orang pribadi. Penelitian
dilaksanakan pada KPP Pratama Bandung.
56
Variabel Independen
57
surat
setoran
pajak,
pemindahbukuan,
pengajuan
3.4.2.
Variabel Independen
58
3.5.
Konsep Variabel
Indikator
(X1)
Skala
Rasio
(X2)
terjadi
karena
menggunakan
pembayaran
surat
setoran
pemindahbukuan,
permohonan
dengan
Rasio
= tunggakan
pajak,
pengajuan
pembetulan
dikabulkan,
yang
pengajuan
Penerimaan
pajak (Y)
Rasio
59
3.6.
Populasi
Menurut Sugiyono (2012, 115) mendefinisikan populasi sebagai berikut:
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak terdaftar
di KPP Pratama Kota Bandung sebanyak 5 KPP. Dari populasi yang akan diambil
sejumlah tertentu sebagai sampel.
TABEL 3.2
KPP Yang Berada Di Kota Bandung Yang Menjadi Populasi
Nama Perusahaan
No.
3.7.
1.
2.
3.
4.
5.
60
Jumlah
5
Pelanggaran Kriteria :
1. KPP Pratama yang tidak menyajikan data tahunannya secara
berturut-turut selama tahun 2008 sampai 2011
KPP di kota Bandung yang terpilih menjadi Sampel
(1)
4
3.7.2. Sampel
Menurut Sugiyono (2012, 116), sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Berdasarkan kriteria yang dijelaskan di atas maka sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar
di KPP Pratama Bandung ada 4 (empat) KPP, adapun data yang digunakan
penulis selama 4 tahun yaitu mulai dari tahun 2008 sampai 2011 dengan jumlah
sebanyak 16 data.
61
TABEL 3.4
KPP Pratama di Kota Bandung Yang Menjadi Sampel
Nama Perusahaan
No.
1.
2.
3.
4.
62
63
penghasilan
orang
pribadi
di
KPP
Pratama
Bandung.
Ha1: 0 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara pencairan
tunggakan
penghasilan
pajak
orang
terhadap
pribadi
penerimaan
di
KPP
pajak
Pratama
Bandung.
2. Pencairan Tunggakan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan
Orang Pribadi di KPP Pratama Bandung.
Ho2: = 0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
pencairan tunggakan pajak terhadap penerimaan
pajak penghasilan orang pribadi di KPP Pratama
Bandung.
Ha2: 0 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara pencairan
tunggakan
penghasilan
pajak
orang
terhadap
pribadi
penerimaan
di
KPP
pajak
Pratama
Bandung
64
b.
c.
d.
e.
Nilai
Tingkat kepatuhan
0% - 25%
Sangat Rendah
26% - 50%
Rendah
51% - 75%
Tinggi
76%- 100%
Sangat Tinggi
65
f.
Tingkat Tunggakan
0% - 25%
Sangat Rendah
26% - 50%
Rendah
51% - 75%
Tinggi
76%- 100%
Sangat Tinggi
66
jumlah
membandingkan
penerimaan
realisasi
penerimaan
pajak
pajak
dengan
cara
dengan
target
penerimaan pajak.
d. Adapun kriteria Penerimaan pajak.dapat dilihat di tabel 3.4
Tabel 3.7
Kriteria Penerimaan Pajak
Nilai
Tingkat Penerimaan
0% - 25%
Sangat Rendah
26% - 50%
Rendah
51% - 75%
Tinggi
76%- 100%
Sangat Tinggi
67
3.10.2
Analisis Asosiatif
Penelitian asosiatif merupakan penelitian untuk mengetahui hubungan
antara dua variabel (atau lebih) tersebut. Di mana hubungan antara variabel dalam
penelitian akan dianalisis dengan menggunakan ukuran-ukuran statistika yang
relevan atas data tersebut untuk menguji hipotesis. Dalam analisis asosiatif
terdapat beberapa pengujian, antara lain:
A. Uji Pendahuluan (Uji Asumsi Klasik)
Ada beberapa pengujian yang harus dijalankan terlebih dahulu untuk
menguji apakah model yang dipergunakan tersebut mewakili atau mendekati
kenyataan yang ada. Untuk menguji kelayakan model regresi yang digunakan,
maka harus terlebih dahulu memenuhi uji asumsi klasik. Terdapat empat jenis
pengujian pada uji asumsi klasik ini, diantaranya
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah distribusi
variabel terikat untuk setiap nilai variabel bebas tertentu berditribusi
normal atau tidak. Dalam model regressi linier, asumsi ini
ditunjukkan oleh nilai error () yang berdistribusi normal. Model
68
di
antara
variabel
independen.
Jika
terbukti
ada
69
70
Uji Autokorelasi
Uji Autikorelasi bertujuan untuk menguji apakah terdapat
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode (t-1) dalam model regresi. Jika
terdapat korelasi maka model tersebut mengalami masalah
autokorelasi. Menurut Singgih Santoso (2012, 241), model regresi
yang baik adalah model yang bebas dari autokorelasi. Untuk
mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan uji statistik Durbin
Watson (DW test). Durbin Watson test dilakukan dengan membuat
hipotesis:
Ho : tidak ada autokorelasi (r = 0)
Ha : ada autokorelasi ( r 0)
Untuk mengambil keputusan ada tidaknya auto korelasi,ada
pertimbangan yang harus dipatuhi, antara lain :
a. Bila nilai DW terletak diantara batas atas (du) dan (4-du), maka
koefisien autokorelasi = 0, berarti tidak ada autokorelasi.
b. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah (dl) maka koefisien
autokorelasi >0, berarti ada autokorelasi positif.
c. Bila nilai DW lebih besar dari (4-dl) maka koefisisen autokorelasi <0,
berarti terjadi autokorelasi negatif.
d. Bila nilai DW terletak antara (du) dan (dl) atau DW terletak antara
(4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.
71
No
Decision
d1
No-auto
Corelation
du
No decision
4-du
Negative
autocorrelation
4-d1
Gambar 3.1
+e
Dimana:
Y
= Konstanta
1, 2
X1
X2
72
Analisis Korelasi
-
hubungan antara korelasi kedua variabel dan ukuran yang dipakai untuk
menentukan derajat atau kekuatan hubungan korelasi tersebut. Menurut Sugiyono
(2012, 216), pengukuran koefisien ini dilakukan dengan menggunakan koefisien
pearson correlation product moment, untuk menguji hubungan asosiatif atau
hubungan bila datanya berbentuk interval atau rasio. Adapun rumus dari korelasi
pearson ini adalah:
rxy =
{ (
) (
) (
)( )
) }{ (
) ( ) }
Dimana:
r = Koefisien korelasi
x = Variabel independen
y = Variabel dependen
n = Banyak sampel
-
Ryx1x2 =
r2 yx1+ r2 yx2
2r
yx1
2
2r
yx2
1-r x1x2
Sumber : Sugiyono (2012, 256)
73
Dimana :
Ryx1x2
dengan variabel Y
ryx1
ryx2
rx1x2
ditemukan besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada tabel 3.8:
Tabel 3.8
Kategori Koefisien Korelasi
Interval koefisien
Tingkat Hubungan
0.00 - 0.19
Sangat lemah
0.20 - 0.39
Lemah
0.40 - 0.59
Sedang
0.60 - 0.79
Kuat
0.80 - 1.00
Sangat kuat
74
= Koefisien regresi
Sbi
signifikasi 95% ( = 0,05). Bila nilai thitung > ttabel atau nilai signifikasi < = 0,05
berarti variabel bebas mempunyai pengaruh secara parsial terhadap variabel tak
75
bebas dan bila nilai thitung < ttabel atau nilai signifikasi > = 0,05 berarti variabel
bebas tidak mempunyai pegaruh secara parsial terhadap variabel tak bebas.
Dimana:
/
)/ (
signifikasi 95% ( = 0,05). Bila nilai Fhitung > Ftabel atau nilai signifikasi < = 0,05
maka variabel bebas mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel tak
76
bebas dan bila nilai Fhitung < Ftabel atau nilai signifikasi > = 0,05, maka variabel
bebas tidak mempunyai pegaruh secara simultan.
D. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi menerangkan kemampuan variabel bebas (X)
mempengaruhi variabel tidak bebas (Y). Semakin besar koefisien determinasi
menunjukan semakin baik kemampuan variabel bebas (X) menerangkan variabel
tidak bebas (Y). Rumusnya adalah:
Kd = r2 x 100%
Dimana :
KD = Koefisien determinasi
r2 = Jumlah kuadrat dan koefisien korelasi
(H1)
Penerimaan Pajak Penghasilan
Orang Pribadi
(H3)
(H2)
Pencairan Tunggakan Pajak
77
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
pelayanan
perpajakan di
Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak
Langsung lainnya. Umumnya dalam daerah wewenangnya berdasarkan kebijakan
teknis yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
78
79
80
1948,
Kantor
Inspeksi
Keuangan
Bandung
dipindahkan
ke
yang
berada
di
Tasikmalaya
dibubarkan
dan
kedudukannya
81
82
Adapun Visi dan Misi dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wilayah Kota
Bandung yaitu:
1. Visi
Menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan
manajemen perpajakan kelas dunia, yang dipercaya dan dibanggakan
masyarakat.
2. Misi
A. Politik, Mendukung Demokrasi Bangsa
83
84
85
3) Kecamatan Cibiru
4) Kecamatan Panyileukan
5) Kecamatan Cinambo
6) Kecamatan Arcamanik
7) Kecamatan Antapani
8) Kecamatan Buah Batu
9) Kecamatan Gede Bage
2)
organisasi dapat mempermudah pembagian tugas sesuai dengan bidang masingmasing. Adapun susunan organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di
wilayah Kota Bandung sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 55/PMK.01/2007 tanggal 31 Mei 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2007 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak dan Surat
Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-112/PJ/2007 tanggal 09
Agustus 2007 tentang Penerapan Organisasi, Tata Kerja dan Saat Mulai
Operasinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Kantor Penyuluhan dan
Konsultasi Perpajakan di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Banten, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I dan Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat II, saat mulai operasional Kantor
Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Bandung secara resmi adalah tanggal
86
87
3)
88
Pelayanan
mempunyai
fungsi
dan
tugas
melaksanakan
rencana
pemeriksaan,
pengawasan
pelaksanaan
aturan
89
8. Seksi Penagihan
Seksi Penagihan memiliki fungsi dan tugas melaksanakan pelaksanaan dan
penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan angsuran
tunggakan pajak, dan usulan penghapusan piutang pajak.
9. Kelompok Jabatan Fugsional
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai fungsi dan tugas untuk
melaksanakan koordinasi dengan seksi pemeriksaan pejabat fungsional,
penilai, dan berkoordinasi dengan seksi ekstentifikasi.
4)
vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. Kantor Pelayanan Pajak Pratama di
wilayah Kota Bandung mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan,
dan pengawasan wajib pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan
Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak
Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah Bangunan dalam
wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-uandangan yang berlaku.
Dalam melakukan tugasnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota
Bandung menyelenggarakan fungsi:
90
91
Tabel 4.1
Data Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di
Kota Bandung
Tahun 2008-2011
Wajib Pajak Jumlah Wajib Kepatuhan
No
KPP
Tahun
Lapor
Pajak
(%)
21,580
47,823
45.12
2008
28,380
73,035
38.86
2009
Bandung
1
Bojonagara
30,403
82,313
36.94
2010
32,007
88,841
36.03
2011
2008
26,471
45,559
58.10
2009
34,662
71,664
48.37
Bandung
2
Cibeunying
2010
26,933
83,222
32.36
2011
37,391
91,424
40.90
2008
7,397
43,634
16.95
2009
9,034
79,247
11.40
3
Bandung Cicadas
2010
29,781
97,887
30.42
2011
44,361
110,202
40.25
23,929
24,121
99.20
2008
34,165
48,074
71.07
2009
4
Bandung Karees
33,865
61,296
55.25
2010
34,692
70,177
49.44
2011
Sumber : KPP Pratama Bandung, data diolah
92
terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 32,36%. Rata-rata persentase wajib
pajak KPP Pratama Cibeunying yang melaporkan SPT dibandingkan dengan
jumlah wajib pajak terdaftar sebesar 44,93 %. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
kepatuhan di KPP Pratama Cibeunying masuk ke dalam kriteria rendah.
Persentase wajib pajak yang melaporkan SPT dibandingkan dengan jumlah wajib
pajak terdaftar di KPP Cicadas pada tahun 2009 mengalami penurunan tetapi pada
tahun-tahun berikutnya terus meningkat, persentase tertinggi terjadi pada tahun
2011 sebesar 40,25% dan terendah terjadi pada tahun 2009 sebesar 11,40% saat
terjadi penurunan. Rata-rata persentase wajib pajak KPP Pratama Cicadas yang
melaporkan SPT dibandingkan dengan jumlah wajib pajak terdaftar sebesar
24,75%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan di KPP Pratama Cicadas
masuk ke dalam kriteria sangat rendah. Di KPP Pratama Karees persentase wajib
pajak yang melaporkan SPT dibandingkan dengan jumlah wajib pajak terdaftar
setiap tahun cenderung terus menurun, persentase tertinggi terjadi pada tahun
2008 sebesar 99,20% dan terendah terjadi pada tahun 2011 sebesar 49,44%. Ratarata persentase wajib pajak KPP Pratama Karees yang melaporkan SPT
dibandingkan dengan jumlah wajib pajak terdaftar sebesar 68,74%. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan di KPP Pratama Karees masuk ke dalam
kriteria tinggi.
93
4.1.3
No
KPP
Bandung
Bojonagara
Bandung
Cibeunying
Bandung
Cicadas
Bandung
Karees
Tahun
2008
2009
2010
2011
2008
2009
2010
2011
2008
2009
2010
2011
2008
2009
2010
2011
Tunggakan yang
dibayar
5,972,300
8,933,589,900
9,876,602
2,756,804,032
11,493,673
1,298,466
4,838,036
17,061,839,769
168,463,059
344,815,403
3,293,722
70,164,623
10,790,654,321
4,121,851,111
2,232,714,320
6,291,185,751
Tunggakan Awal
6,949,700
11,391,594,705
11,541,837
5,297,620,100
15,988,196
11,586,143
14,609,885
23,918,203,565
535,507,368
531,423,559
77,055,256
181,259,342
12,412,675,992
15,001,551,692
9,523,478,380
8,880,119,633
Pencairan
(%)
85.94
78.42
85.57
52.04
71.89
11.21
33.11
71.33
31.46
64.89
4.27
38.71
86.93
27.48
23.44
70.85
94
KPP Pratama Bojonegara sebesar 75,49%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Bojonagara masuk ke dalam kriteria
tinggi. Di KPP Cibeunying persentase tunggakan pajak yang dibayar
dibandingkan dengan saldo awal tunggakan pajak pada tahun 2009 mengalami
penurunan, akan tetapi pada tahun-tahun berikutnya persentase meningkat.
persentase paling tinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 71,89% dan terendah
terjadi pada tahun 2009 sebesar 11,21%. Rata-rata persentase di KPP Pratama
Cibeunying
95
96
97
4.2
Pembahasan
KPP
Bandung
Bojonagara
Bandung
Cibeunying
Bandung Cicadas
Bandung Karees
Tahun
2008
2009
2010
2011
2008
2009
2010
2011
2008
2009
2010
2011
2008
2009
2010
2011
Wajib Pajak
Lapor (%)
45.12
38.86
36.94
36.03
58.10
48.37
32.36
40.90
16.95
11.40
30.42
40.25
99.20
71.07
55.25
49.44
Kriteria
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Rendah
Rendah
Sangat Tinggi
Tinggi
Tinggi
Rendah
98
Bandung
Bojonagara
20,00%
Bandung
Cibeunying
0,00%
2008
2009
2010
2011
Gambar 4.1
Grafik Kepatuhan Wajib Pajak
99
Tabel 4.5
Statistik Deskriptif Variabel Kepatuhan Wajib Pajak
Tahun 2008-2011
Descriptive Statistics
Kepatuhan WP
KPP
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Bandung Bojonagara
39.2375
4.09524
36.03
45.12
Bandung Cibeunying
44.9325
10.94727
32.36
58.10
Bandung Cicadas
24.7550
13.05707
11.40
40.25
Bandung Karees
68.7400
22.26889
49.44
99.20
16
44.4163
20.70458
11.40
99.20
Total
100
No
Tabel 4.6
Tingkat tunggakan Pajak dibayar Setiap Tahun
Tunggakan pajak
Kriteria
KPP
Tahun
dibayar (%)
85.94
Sangat Tinggi
2008
78.42
Sangat Tinggi
2009
Bandung
Bojonagara
85.57
Sangat Tinggi
2010
52.04
Tinggi
2011
71.89
2008
Tinggi
11.21
2009
Sangat Rendah
Bandung
Cibeunying
33.11
2010
Rendah
71.33
2011
Tinggi
31.46
2008
Rendah
64.89
2009
Tinggi
Bandung Cicadas
4.27
2010
Sangat Rendah
38.71
2011
Rendah
Sangat Tinggi
2008
86.93
Sangat Rendah
2009
27.48
Bandung Karees
Sangat Rendah
2010
23.44
Tinggi
2011
70.85
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa persentase tunggakan pajak yang
dibayar dibandingkan dengan saldo awal tunggakan pada keempat Kantor
Pelayanan Pajak di Kota Bandung cenderung naik turun dari tahun ke tahun.
Bahkan penurunan dan kenaikannya terjadi secara drastis yang disebabkan oleh
perubahan jumlah saldoawal tunggakan setiap tahun juga sangat bervariasi. Pada
tahun 2008 persentase tertinggi di KPP Bandung Karees sebesar 86,93% dan
terendah di KPP Bandung Cicadas sebesar 31,46%. Kemudian pada tahun 2009
sebesar 78,42% dan 2010 sebesar 85,57% persentase tertinggi di KPP Bandung
Bojonagara dan terendah di KPP Bandung Cibeunying tahun 2009 sebesar
101
11,21% dan KPP Bandung Cicadas tahun 2010 sebesar 11,21%. Pada tahun 2011
persentase paling tinggi terjadi di KPP Cibeunying sebesar 71,33% dan terendah
terjadi di KPP Cicadas sebesar 38,71%. Grafik perubahan tingkat pencairan
tunggakan pajak pada masing-masing KPP, sebagai berikut:
100,00%
80,00%
60,00%
Bandung Bojonagara
Bandung Cibeunying
Bandung Cicadas
Bandung Karees
40,00%
20,00%
0,00%
2008
2009
2010
2011
Gambar 4.2
Grafik Pencairan Tunggakan Pajak
102
Tabel 4.7
Statistik Deskriptif Variabel Pencairan Tunggakan pajak
Tahun 2008-2011
Descriptive Statistics
Pencairan Tunggakan
KPP
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Bandung Bojonagara
75.4925
16.01350
52.04
85.94
Bandung Cibeunying
46.8850
29.91802
11.21
71.89
Bandung Cicadas
34.8325
24.92608
4.27
64.89
Bandung Karees
52.1750
31.58169
23.44
86.93
16
52.3463
28.04762
4.27
86.93
Total
hanya
sebesar 52,35 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencairan tunggakan di
KPP Pratama Bandung masuk ke dalam kriteria tinggi.
103
KPP
Bandung
Bojonagara
Bandung
Cibeunying
Bandung Cicadas
Bandung Karees
Tahun
2008
2009
2010
2011
2008
2009
2010
2011
2008
2009
2010
2011
2008
2009
2010
2011
Realisasi
Penerimaan (%)
176.23
78.54
54.63
78.98
137.53
83.80
53.99
119.46
82.63
72.94
39.56
40.40
174.27
117.19
46.54
48.85
Kriteria
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Tinggi
Sangat Tingggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Rendah
Rendah
104
persentase terendah selalu terjadi di KPP Bandung Cicadas selama periode tahun
2008-2011. Grafik perubahan penerimaan pajak pada masing-masing KPP,
sebagai berikut:
200,00%
150,00%
100,00%
Bandung Bojonagara
Bandung Cibeunying
Bandung Cicadas
Bandung Karees
50,00%
0,00%
2008
2009
2010
2011
Gambar 4.3
Grafik Penerimaan pajak
Pada grafik di atas dapat dilihat persentase pada masing-masing KPP
memiliki pola pergerakan yang sama dari tahun ke tahun. Namun persentase pada
keempat KPP adalah pola penurunan hingga tahun 2010. Diantara keempat KPP
hanya penerimaan pajak pada KPP Bandung Cibeunying yang mencapai target
pada tahun 2011. Selanjutnya berdasarkan data pada tabel 4.8, dapat dihitung nilai
statistik deskriptif untuk masing-masing Kantor Pelayanan Pajak yang meliputi
jumlah sampel (N), rata-rata sampel (mean), nilai maksimum, nilai minimum, dan
standar deviasi untuk variabel penerimaan pajak.
Pada tabel 4.9 merupakan data hasil dari pengolahan statistik deskriptif
penerimaan pajak.
105
Tabel 4.9
Statistik Deskriptif Penerimaan Pajak
Tahun 2008-2011
Descriptive Statistics
Penerimaan Pajak
KPP
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Bandung Bojonagara
97.0950
53.96933
54.63
176.23
Bandung Cibeunying
98.6950
37.23681
53.99
137.53
Bandung Cicadas
60.6325
24.80413
39.56
89.63
Bandung Karees
96.7125
61.21708
46.54
174.27
16
88.2837
44.77559
39.56
176.23
Total
106
a,b
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
16
0E-7
32.98587837
.119
.119
-.105
.476
.977
Dari tabel di atas dapat dilihat nilai signifikansi (Asymp. Sig. (2-tailed))
dari uji Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,977 dan lebih besar dari 0,05. Karena
107
nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa model regresi telah memenuhi asumsi normalitas.
Gambar 4.4
Normal P-Plot of Regression Standarized Residual
Jika residual berasal dari distribusi normal, maka nilai-nilai sebaran data
residual akan terletak di sekitar garis lurus. Dari plot di atas terlihat bahwa titiktitik tersebar mengikuti garis linier sehingga dapat dikatakan bahwa persyaratan
normalitas terpenuhi.
108
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
Kepatuhan WP
.957
1.045
Pencairan Tunggakan
.957
1.045
1
a. Dependent Variable: Penerimaan Pajak
homogen yang mengakibatkan nilai taksiran yang diperoleh tidak lagi efisien.
Untuk menguji apakah varian dari residual homogen digunakan uji rank
Spearman, yaitu dengan mengkorelasikan kelima variabel independen terhadap
109
nilai absolut dari residual (error). Apabila ada koefisien korelasi variabel bebas
yang signifikan pada tingkat kekeliruan 5%, mengindikasikan terjadinya
heteroskedastisitas. Pada tabel 4.12 berikut disajikan hasil korelasi kelima
variabel independen terhadap nilai absolut dari residual (absolut_error). Berikut
ini tabel 4.12 yang menyajikan uji Heteroskedastisitas:
Tabel 4.12
Uji Heteroskedastisitas
Correlations
absolut_residual
Spearman's rho
Kepatuhan WP
Correlation Coefficient
.188
Sig. (2-tailed)
.485
Pencairan Tunggakan
16
Correlation Coefficient
.291
Sig. (2-tailed)
.274
16
Pada tabel 4.12 dapat dilihat tidak ada satupun koefisien korelasi dari
variabel independen yang signifikan pada tingkat kekeliruan 5% (kedua nilai sig.
> 0,05). Karena nilai signifikansi kedua variabel independen lebih besar dari 0,05
maka disimpulkan tidak terjadi gejala heteroskedastisitas pada model regresi.
d) Hasil Uji Auitokorelasi
Dengan melakukan uji Durbin Watson, dapat diketahui apakah
terdapat autokorelasi antarsesama urutan pengamatan dari waktu ke waktu.
Secara umum, kriteria yang digunakan adalah:
Jika DU < DW < 4-DU maka Ho diterima, artinya tidak terjadi
autokorelasi
110
R Square
.676a
.457
Adjusted R
Square
.374
35.43252
Durbin-Watson
1.268
Test Value
Cases < Test Value
Cases >= Test Value
Total Cases
Number of Runs
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Median
4.03754
8
8
16
8
-.259
.796
111
Melalui hasil runs test pada tabel 4.14 dapat dilihat bahwa nilai
signifikansi uji Z (yaitu 0,796) masih lebih besar dari 0,05 sehingga dapat
dipastikan tidak terdapat autokorelasi pada model regresi. Karena keempat asumsi
regressi sudah terpenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa hasil estimasi model
regressi sudah memenuhi syarat BLUE (best linear unbias estimation) sehingga
dapat dilanjutkan pada pengujian hipotesis.
112
Tabel 4.15
Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap
Penerimaan Pajak
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
B
(Constant)
Standardized
Coefficients
Std. Error
35.874
23.603
1.180
.484
Kepatuhan WP
Sig.
Beta
.546
1.520
.151
2.436
.029
= Penerimaan pajak
X1
Artinya jika tidak ada Wajib Pajak yang lapor SPT, maka realisasi penerimaan
pajak 35% dari target penerimaan yang ditetapkan. Kepatuhan Wajib Pajak
memiliki koefisien bertanda positif sebesar 1,180, artinya setiap peningkatan
Wajib Pajak yang lapor SPT sebesar satu persen diprediksi akan menaikkan
penerimaan pajak sebesar 1,180 persen.
b. Analisis Korelasi Parsial
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara
kepatuhan Wajib Pajak dengan penerimaan pajak. Berdasarkan hasil pengolahan data
diperoleh koefisien korelasi antara kepatuhan Wajib Pajak dengan penerimaan pajak
seperti disajikan pada tabel 4.16:
113
Tabel 4.16
Korelasi Antara Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Penerimaan pajak
Model Summaryb
Model
.546a
R Square
Adjusted R Square
.298
.248
Durbin-Watson
1.237
Berdasarkan nilai koefisien korelasi pada tabel diatas dapat dilihat bahwa
hubungan antara kepatuhan Wajib Pajak dangan penerimaan pajak sebesar 0,546
dan masuk dalam kategori moderat atau cukup kuat. Arah hubungan positif antara
kepatuhan Wajib Pajak dengan penerimaan pajak menujukkan bahwa kepatuhan
Wajib Pajak yang tinggi cenderung diikuti dengan peningkatan penerimaan pajak.
c. Pengujian Hipotesis
Ha : 1 0 :
Statistik uji yang digunakan pada pengujian parsial adalah uji t, dimana
nilai tabel yang digunakan sebagai nilai kritis pada uji parsial (uji t) sebesar 2,145
yang diperoleh dari tabel t pada = 0.05 dan derajat bebas 14 untuk pengujian
114
dua arah. Nilai statistik uji t yang digunakan pada pengujian secara parsial dapat
dilihat pada tabel 4.15 dimana diperoleh nilai thitung variabel kepatuhan Wajib
Pajak sebesar 2,436 dengan nilai signifikansi sebesar 0,029.
Kriteria uji yang digunakan adalah sebagai berikut.
Jika thitung > ttabel, atau thitung < -ttabel maka H0 ditolak (signifikan)
Jika -ttabel thitung ttabel, maka H0 diterima (tidak signifikan)
Hasil yang diperoleh dari perbandingan thitung dengan ttabel adalah thitung >
ttabel (2,436 > 2,145), sehingga pada tingkat kekeliruan 5% diputuskan untuk
menolak Ho dan menerima Ha yang berarti kepatuhan Wajib Pajak secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak.
d. Analisis Koefisien Determinasi
.546a
R Square
Adjusted R Square
.298
.248
Durbin-Watson
1.237
Berdasarkan data pada tabel 4.17 diatas dapat dilihat bahwa nilai koefisien
determinasi (R Square) sebesar 0,298 atau 29,8%, artinya kepatuhan Wajib Pajak
secara parsial memberikan pengaruh sebesar 29,8% terhadap penerimaan pajak,
115
sedangkan sisanya yaitu 70,2% merupakan pengaruh faktor-faktor lain yang tidak
diteliti, termasuk pengaruh pencairan tunggakan pajak.
4.2.5.2. Analisis
Pengaruh
Pencairan
Tunggakan
Pajak
Terhadap
Penerimaan Pajak
Pada analisis ini akan dijelaskan hasil persamaan regresi linier sederhana
untuk mengetahui pengaruh pencairan tunggakan pajak terhadap penerimaan
pajak. Adapun langkah pengujian statistik dilakukan sebagai berikut:
a. Analisis Regresi Linear Sederhana
Unstandardized Coefficients
B
(Constant)
Std. Error
46.184
21.734
.804
.369
Pencairan Tunggakan
Standardized
Coefficients
Sig.
Beta
.504
2.125
.052
2.182
.047
= Penerimaan pajak
X2
116
Tabel 4.19
Korelasi Antara Pencairan Tunggakan Pajak Dengan Penerimaan Pajak
Model Summaryb
Model
R Square
.504a
Adjusted R Square
.254
.201
Durbin-Watson
1.561
Berdasarkan nilai koefisien korelasi pada tabel diatas dapat dilihat bahwa
hubungan antara pencairan tunggakan pajak dengan penerimaan pajak sebesar
0,504 dan masuk dalam kategori moderat sedang atau cukup kuat. Arah hubungan
positif antara pencairan tunggakan pajak dengan penerimaan pajak menujukkan
bahwa pencairan tunggakan pajak yang makin tinggi cenderung diikuti dengan
peningkatan penerimaan pajak.
117
c. Pengujian Hipotesis
Ha : 2 0 :
Statistik uji yang digunakan pada pengujian parsial adalah uji t, dimana
nilai tabel yang digunakan sebagai nilai kritis pada uji parsial (uji t) sebesar 2,145
yang diperoleh dari tabel t pada = 0.05 dan derajat bebas 14 untuk pengujian
dua arah. Nilai statistik uji t yang digunakan pada pengujian secara parsial dapat
dilihat pada tabel 4.18 dimana diperoleh nilai thitung variabel pencairan tunggakan
pajak sebesar 2,182 dengan nilai signifikansi sebesar 0,047.
Kriteria uji yang digunakan adalah sebagai berikut.
Jika thitung > ttabel, atau thitung < -ttabel maka H0 ditolak (signifikan)
Jika -ttabel thitung ttabel, maka H0 diterima (tidak signifikan)
Hasil yang diperoleh dari perbandingan thitung dengan ttabel adalah thitung >
ttabel (2,182 > 2,145), sehingga pada tingkat kekeliruan 5% diputuskan untuk
menolak Ho dan menerima Ha yang berarti pencairan tunggakan pajak secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak.
118
d. Koefisien Determinasi
R Square
.504a
Adjusted R Square
.254
.201
Durbin-Watson
1.561
Berdasarkan data pada tabel 4.20 diatas dapat dilihat bahwa nilai koefisien
determinasi (R Square) sebesar 0,254 atau 25,4%, artinya pencairan tunggakan
pajak secara parsial memberikan pengaruh sebesar 25,4% terhadap penerimaan
pajak. Sedangkan sisanya yaitu 74,6% merupakan pengaruh faktor-faktor lain
yang tidak diteliti, termasuk pengaruh kepatuhan Wajib Pajak.
4.2.6 Analisis Pengaruh Secara Simultan
Pada analisis ini akan dijelaskan hasil persamaan regresi untuk mengetahui
pengaruh kepatuhan Wajib Pajak dan pencairan tunggakan pajak secara simultan
terhadap penerimaan pajak. Berdasarkan hasil pengolahan data kepatuhan Wajib
Pajak, Pencairan tunggakan pajak dan penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan
Pajak di Kota Bandung dapat dijelaskan hasilnya sebagai berikut.
119
Model
(Constant)
9.874
25.308
Kepatuhan WP
.997
Pencairan Tunggakan
.652
a. Dependent Variable: Penerimaan Pajak
.452
.333
Standardized
Coefficients
Beta
.461
.408
Sig.
.390
.703
2.208
1.955
.046
.072
= Penerimaan pajak
X1
X2
120
.676a
R Square
.457
Adjusted R Square
.374
Durbin-Watson
35.43252
1.268
121
Ha: Ada 1, 2 0
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
13751.781
6875.890
Residual
16321.023
13
1255.463
Total
30072.803
15
Sig.
5.477
.019b
Berdasarkan tabel 4.23 di atas dapat dilihat bahwa nilai Fhitung sebesar 5,477
dengan nilai signifikansi 0,019. Nilai ini menjadi statistik uji yang akan
dibandingkan dengan nilai F dari tabel dimana pada tabel F untuk = 0.05 dan
derajat bebas (2;13) yaitu diperoleh nilai Ftabel sebesar 3,806. Karena
Fhitung
122
(5,477) lebih besar dibanding Ftabel (3,806) maka pada tingkat kekeliruan 5%
(=0.05) diputuskan untuk menolak Ho dan menerima Ha. Artinya dengan tingkat
kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dan pencairan
tunggakan pajak secara simultan berpengaruh terhadap penerimaan pajak pada
Kantor Pelayanan Pajak di Kota Bandung.
R Square
.676a
.457
Adjusted R Square
.374
Durbin-Watson
1.268
123
sebesar
54,3% merupakan
pengaruh lain diluar variabel kepatuhan Wajib Pajak dan pencairan tunggakan
pajak.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh kepatuhan Wajib Pajak
dan pencairan tunggakan pajak terhadap penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama di Kota Bandung, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkat kepatuhan wajib pajak di Kota Bandung masih rendah.
Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan selama periode tahun 20082011 tingkat kepatuhan Wajib Pajak pada keempat KPP di Kota Bandung
rata-rata hanya sebesar 44,42 %. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak pada KPP
Bandung Karees menjadi yang tertinggi (rata-rata = 66,74%) dan tingkat
kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Bandung Cicadas menjadi yang terendah
(rata-rata = 24,75%).
2. Tingkat pencairan tunggakan pajak di kota Bandung tergolong tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan selama periode tahun 20082011 pencairan tunggakan pajak pada keempat KPP di Kota Bandung ratarata hanya sebesar 52,35 %. Pencairan tunggakan pajak pada KPP Bandung
Bojonagara menjadi yang tertinggi (rata-rata = 75,49%) dan tingkat pencairan
tunggakan pajak pada KPP Bandung Cicadas menjadi yang terendah (ratarata = 34,83%).
124
125
126
5.2
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis mencoba memberikan beberapa
saran sebagai masukkan dan pertimbangan bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Kota Bandung serta peneliti selanjutnya yaitu:
1. Pihak KPP Pratama Kota Bandung
Berdasarkan hasil penelitian diatas apabila kepatuhan wajib pajak dan
pencairan tunggakan pajak meningkat maka berpengaruh terhadap penerimaan
pajak juga menjadi meningkat. Oleh karena itu diharapkan Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Kota Bandung dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak
maupun pencairan tunggakan pajak agar penerimaan pajak menjadi optimal
dan meningkat.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan dua variabel independent dan
satu variabel dependen. Disarankan bagi peneliti selanjutnya sebaiknya
memperluas ruang lingkup penelitiannya, yaitu dengan meneliti faktor-faktor
lain yang berpengaruh terhadap penerimaan pajak seperti sistem administrasi
dan kualitas petugas pajak selain yang sudah penulis teliti dan disajikan dalam
penelitian ini. Karena secara simultan kepatuhan wajib pajak dan pencairan
tunggakan mempunyai pengaruh sebesar 45,7% dan sisanya sebesar 54,3%
dipengaruhi oleh faktor lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Devano Sony., Siti Kurnia Rahayu, (2006). Perpajakan: Konsep, Teori, dan
Isu. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Fitriani, Dina W & Putu Mahardika Adi Saputra, 2009, Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Orang
Pribadi (Studi Kasus Di Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak
Batu), Journal of Indonesian Applied Economics Vol. 3 No. 2, 135-149.
Muliari, Setiawan. (2011). Pengaruh Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan dan
Kesadaran Wajib Pajak Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. Jurnal Akuntansi
& Bisnis, Volume 6. No.1.
M , Djoned Gunadi, (2005). Administrasi Pajak, Departemen Keuangan, Jakarta.
Mardiasmo, (2009), Perpajakan, Edisi Revisi 2009, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Dewi, Ivana Puspa, (2007). Analisis Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi
Tingkat Penerimaan PPh Orang Pribadi (Studi Kasus Kantor
Pelayanan Pajak Batu). Skripsi (S1), Jurusan Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan konsentrasi Perpajakan, Fakultas Ekonomi, Universitas
Brawijaya.
Lebukan, Yosefa, (2011), Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak PPH 21
Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara, Skripsi (S1), Jurusan
Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanuddin.
Rahayu, Siti Kurnia Rahayu, (2010), Perpajakan Indonesia: Konsep dan Aspek
Formal, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Rahmawati, Lina, (2012), Pengaruh Penagihan Pajak Terhadap Pelunasan
Tunggakan Pajak PAJAK dan Implikasinya Pada Penerimaan
Pajak, Skripsi (S1), Fakultas Enonomi Universitan Komputer Indonesia.
Resmi,Siti, (2003), Perpajakan: Teori dan Kasus, Buku Satu, Salemba Empat,
Jakarta.
Resmi,Siti, (2007), Perpajakan: Teori dan Kasus. Edisi 4, Salemba Empat,
Jakarta.
Resmi,Siti. (2011), Perpajakan: Teori dan Kasus. Edisi 6, Salemba Empat,
Jakarta.
128
129
Santoso, Singgih. 2012. Analisis SPSS pada Statistik Parametrik, PT. Elex
Media Komputindo, Jakarta.
Suandy, Erly. (2002). Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta.
Suandy, Erly. (2011). Hukum Pajak, Edisi 5, Salemba Empat, Jakarta.
Sugiyono. (2012). Statistika Untuk Penelitian, CV Alfabeta, Bandung
Widodo, Widi, (2010). Moralitas,Budaya, dan Kepatuhan Pajak , CV Alfabeta,
Bandung.
Waluyo, (2000), Undang-Undang Perpajakan dan Reformasi, Buku 1,
Salemba Empat, Jakarta.
Waluyo., Ilyas Wirawan B, (2003), Perpajakan Indonesia buku satu, Salemba
Empat, Jakarta.
Waluyo. (2008). Perpajakan Indonesia, Edisi kedelapan, Buku satu, Salemba
Empat, Jakarta.
Widiyanti, Vania Yuki, (2007), Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak dan
Pendapatan Perkapita Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan
Orang Pribadi di KPP Madiun. Skripsi (S1): Fakultas Ekonomi
Universitas Kristen Petra.
Undang-Undang Perpajakan:
Undang Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
Undang Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
Pikiran Rakyat Hari Senin 5 April 2013
Internet:
http://www.bppk.depkeu.go.id/artikelvol4no1_suryadi.pdf
http://warungmassahar.blogspot.com
www.pajak.go.id
www.vivanews.com
www.djapk.depkeu.go.id
130
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Cahya
NPM
: 094020057
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Agama
: Islam
Alamat
Riwayat Pendidikan :
1. TK. Deviana Bandung 1996-1997
2. SDN Cikadut 1 Bandung1997-2003
3. SMP Yayasan Atikan Sunda 2003 2006
4. SMAN 16 Bandung 2006 - 2009
5. Universitas Pasundan Bandung 2009 - sekarang