Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAM (KKL)

PROSEDUR PEMBUATAN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) MASA


PPN PADA KANTOR KONSULTAN PAJAK KUSNA, TOMMY & TENDY

BIDANG KAJIAN
PERPAJAKAN

Disusun Oleh:

Ira Dwi Yustira

C.1810237

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI


UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia pada masa kini terus berkembang menimbulkan banyak perubahan
dalam kegiatan sehari-hari yang dilakukan manusia. Perkembangan teknologi,
khususnya teknologi informasi, telah menggiring manusia ke dalam kehidupan
yang serba cepat, serba otomatis, dan diliputi berbagai kemudahan. Begitu halnya
dalam dunia perpajakan. Perkembangan yang pesat dari kemampuan teknologi
yang telah diciptakan manusia membawa tidak hanya kemudahan, melainkan juga
challenge (tantangan) dan threat (ancaman) bagi setiap lini kehidupan manusia.
Dalam dunia perpajakan, perkembangan yang terjadi meliputi tidak hanya
dalam kuantitas dan kualitas sistem perpajakan, melainkan meliputi seluruh aspek
dari sistem administrasi perpajakan. Dunia dahulu hanya mengenal sistem
pembayaran pajak manual, dimana para petugas pajak mendatangi wajib pajak
untuk menagih pajak bagi wajib pajak. Seiring dengan berjalannya waktu,
dikembangkan pula model-model sistem pemungutan pajak yang lebih efektif, serta
efisien dalam hal pemenuhan asas-asas perpajakannya.
Salah satu perubahan terbesar dalam sistem perpajakan adalah penggunaan
perangkat elektronik dalam prosedur administrasi perpajakan. Hal ini dimaksudkan
untuk peningkatan pelayanan dan kemudahan bagi wajib pajak maupun fiskus serta
pengurangan biaya yang besar atas penggunaan kertas.
Disisi lain perubahan juga terjadi pada pelaporan Pajak Pertambahan Nilai
yang terus mengalami perkembangan mulai dari laporan manual (menggunakan
hard copy) sampai PKP (pengusaha kena pajak) untuk melaporkan PPN dalam
bentuk elektronik. Mulai Januari 2013, PKP wajib melaporkan PPN dengan
menggunakan e-SPT. Dengan bertujuan meminimalisir kecurangan yang sering
terjadi dalam hal pelaporan pajak terutang serta mempermudah tata cara pembuatan
dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), Direktorat Jenderal Pajak meluncurkan
program baru yaitu e-Faktur atau faktur pajak elektronik. e-Faktur adalah aplikasi
elektronik pengganti e-SPT bagi pengusaha kena pajak.
Pelaksanaan Elektronik Faktur (E-Faktur) diatur dalam Peraturan Direktur
Jendral Pajak PER 16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur
Pajak Berbentuk Elektronik dan di lakukan secara bertahap mulai tanggal 1 Juli
2014, 1 Juli 2015, dan yang terakhir 1Juli 2016. Peraturan yang berlaku saat ini,
salah satunya adalah dengan adanya UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan
Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Barang dan/atau Jasa serta PPnBM. Yang diturunkan ke dalam PMK-
151/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian Faktur Pajak, dan diturunkan lagi dalam PER-31/PJ/2017 Tentang
Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak berbentuk Elektronik.
Pentingnya e-faktur pajak pada pelaksanaan pengenaan PPN, maka saat ini
seluruh pembuatan dan pelaporan faktur serta Surat Pemberitahuan (SPT) baik
masa maupun tahunan dilakukan secara elektronik. Hal ini guna mempermudah
wajib pajak tanpa harus datang lagi ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP),
selain itu untuk peningkatan pelaksanaan admninistrasi dan pelayanan yang baik.
Kini pemerintah telah memperbarui berbagai sistem ataupun bentuk
pelayanan lain dibidang perpajakan. Demi menciptakan pelayanan yang mudah,
ramah, dan hemat biaya. Kemajuan dalam bidang administrasi berbasis elektronik
semakin gencar dijalankan. Akan tetapi semua harus saling bekerjasama dalam
peningkatan yang telah dilakukan ini. Baik dari wajib pajak yang harus mematuhi
peraturan dan tata pelaksana dengan baik dan benar, serta fiskus yang harus selalu
menjaga integritas dan kredibilitas dalam bekerja mengelola uang rakyat.
Perlu diingat juga bahwa ada yang dinamakan pihak ketiga dalam KUP
(Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan). Pihak ketiga juga memberikan
fungsi untuk pemenuhan kewajiban pajak. Pihak ketiga disini merupakan
perantara antara wajib pajak dengan fiskus. Biasanya pihak ketiga memberikan jasa
kepada wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Pihak ketiga ini
bisa berbentuk usaha yang menawarkan jasa konsultasi dibidang perpajakan yang
biasanya disebut dengan Konsultan Pajak. Salah satunya adalah Kantor Konsultan
Pajak Kusna, Tommy & Tendy yang berada di daerah Kota Bogor. Kantor
Konsultan ini memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah membantu
terselenggaranya administrasi pajak secara lancar dan sesuai aturan, melayani
konsultasi bisnis dan memberikan saran-saran sebagai solusi bagi permasalahan
yang sedang dihadapi perusahaan client, pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk
menghitung, menyiapkan dan menyetorkan pajak terutang ke Kas Negara, serta
melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar baik Masa
Pajak (SPT Masa) maupun Tahun Pajak (SPT Tahunan), memberikan
pendampingan dalam permasalahan pajak mulai dari pendampingan dalam
pemeriksaan pajak oleh fiskus hingga proses peradilan pajak di pengadilan pajak.
Melihat kinerja Kantor Konsultan Kusna, Tommy & Tendy yang membantu
wajib pajak dalam penanganan permasalahan perpajakan yang dihadapi, sekaligus
mengedukasi wajib pajak agar lebih tahu tentang sistem perpajakan di Indonesia.
Dan dengan banyaknya klien yang menggunakan jasa konsultasi khususnya tentang
e-faktur. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak wajib pajak yang
membutuhkan bantuan dalam penanganan kewajiban pajaknya, terutama bagi
mereka yang usahanya menjual atau membeli Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa
Kena Pajak (JKP). Saat ini masih banyak pengusaha kena pajak yang masih kurang
bisa menggunakan aplikasi e-faktur. Sehingga disinilah peran konsultan pajak
untuk membantu sekaligus mengedukasi wajib pajak. Selain itu konsultan pajak
juga memiliki kewajiban dalam perpajakan, maka antara wajib pajak dan konsultan
pajak sama-sama memiliki kewajiban perpajakan. Termasuk atas jasanya
dikenakan PPN jika kliennya juga berkewajiban memungut PPN atas jasa yang
ditimbulkan, mulai dari pembuatan dan pelaporan SPT masa PPN. Sehingga
pelaksanaan administrasi PPN yang menggunakan e-faktur baik dalam pembuatan
dan pelaporan SPT masa PPN harus tetap berjalan.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk Berdasarkan
uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan Kuliah Kerja Lapangan
(KKL) dengan judul “Prosedur Pembuatan Surat Pemberitahuan (SPT) masa
PPN pada Kantor Konsultan Pajak Kusna, Tommy & Tendy”.
1.2 Fenomena Permasalahan
1. Bagaimana prosedur pembuatan Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPN
pada kantor konsultan pajak Kusna, Tommy & Tendy
2. Apa kendala yang di hadapi dalam pembuatan Surat Pemberitahuan (SPT)
masa PPN pada kantor konsultan pajak Kusna, Tommy & Tendy
1.3 Tujuan KKL
1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pembuatan Surat Pemberitahuan
(SPT) masa PPN pada kantor konsultan pajak Kusna, Tommy & Tendy
2. Untuk mengetahui Apa saja kendala yang di hadapi dalam pembuatan Surat
Pemberitahuan (SPT) masa PPN pada kantor konsultan pajak Kusna,
Tommy & Tendy
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pajak
2.1.1 Pengertian Pajak
Menurut Undang-undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 pada pasal 1 ayat (1), Pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Menurut Prof. DR. M.J.H Smeets, pajak adalah prestasi kepada pemerintah
yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan tanpa ada
kontra prestasi yang dapat ditunjukan dalam hal individual. Maksudnya adalah
untuk membiayai pnegeluaran pemerintah. Sedangkan Menurut Prof. Dr. P.J.A
Andriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan UU dengan tidak mendapat prestasi
kembali dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang
berhubungan dengan tugas negara dan pemerintahan.
Mardiasmo (2016), menyatakan bahwa “Pajak adalah iuran rakyat pada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan membayar pengeluaran umum”.
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan
peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan
kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai
amanat undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan
kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi
dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
2.1.2 Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2016) fungsi pajak merupakan penerimaan bagi anggaran
negara, ditambah penerimaan dari sektor lainnya sesuai dengan karakteristik dan
potensi penerimaan pada masing-masing negara tersebut.
a. Fungsi Budgeter
Bahwa pajak merupakan sumber penerimaan negara dalam APBN membiayai
tugas-tugas negara. Hal tersebut dapat terlihat dalam struktur penerimaan dalam
APBN yang terdiri dari dua pos pokok, yaitu penerimaan negara dan hibah. Pos
penerimaan negara atau penerimaan dalam negeri, sumbernya diperoleh dari
penerimaan perpajakan yang terdiri dari PPh, PPN,
PPnBM, PBB, BPHTB, Cukai, Bea Masuk, Pajak Ekspor, dan Pajak lainnya, serta
penerimaan bukan pajak.
b. Fungsi Reguler
Pajak mempunyai fungsi reguler, yang berarti ikut serta dalam proses kebijakan
nasional dalam berbagai aspek kegiatan agar kegiatan tersebu dapat berjalan dengan
baik dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh pemerintah. Misalnya
membangun atau mengembangkan suatu kawasan tertentu, bisa saja dibutuhkan
insentif dibidang perpajakan, sehingga investor bersedia mengucurkan investasinya
disana atau mendorong kegiatan ekspor dengan diberikan kemudahan dan
keringanan pajak.
2.1.3 Pengelompokkan Pajak
Menurut Sari (2013) pajak dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Menurut subjeknya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang pembayarannya harus dilakukan oleh wajib
pajak, tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada pihak lain.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pembayarannya dapat dilimpahkan atau
dibebankan kepada pihak lain, tidak harus dilakukan oleh wajib pajak.
2. Menurut lembaga pemungutnya
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut langsung oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk mendanai pengeluaran negara tersebut.
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan
untuk mendanai pengeluaran pemerintah daerah tersebut. Pajak daerah terbagi lagi
menjadi : pajak provinsi
3. Menurut sifatnya
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang memperhatikan kondisi kehidupan wajib pajak
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang pemungutannya berdasarkan objek pajak tanpa
memperhatikan kondisi dari wajib pajak tersebut.
2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem perpajakan adalah mekanisme yang mengatur bagaimana hak dan
kewajiban perpajakan wajib pajak. Sistem pemungutan pajak menurut Tjahjono dan
Husein (2005:21) ada tiga macam, yaitu Official Assessment, Self Assessment, dan
with holding System.
Sejak perubahan ketentuan perundang-undangan perpajakan pada tahun
1983 (reformasi perpajakan Indonesia) menggantikan peraturan perpajakan yang
dibuat oleh kolonial Belanda (ordonasi PPs 1925 dan ordonasi PPd 1944),
Indonesia telah mengganti sistem pemungutan pajaknya pula dari sistem Official
Assessment System menjadi sistem Self Assessment System. Kepercayaan diberikan
kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah
pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undanngan
perpajakan.
2.1.5 Wajib Pajak
Menurut Undang-Undang Perpajakan tahun Nomor 6 tahun 1983 yang di
perbarui dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 pada pasal 1 ayat (2)
tentang Ketentuan Umum, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Wajib pajak Orang Pribadi adalah setiap orang pribadi yang memiliki
penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak. Di Indonesia, setiap orang wajib
mendaftarkan diri dan mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP), kecuali
ditentukan dalam undang-undang.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
2.2 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2.2.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Pajak pertambahan nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi
Barang kena pajak di dalam daerah pabean.(penjelasan pasal 7 ayat 2 UU no.42
tahun 2009). Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan atas
konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam
wilayah Indonesia) (TMbooks, 2013). Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga
jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang
terutang. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang ini merupakan Pajak Keluaran
yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak. Bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli
merupakan Pajak Masukan.
Berdasarkan Undang-Undang No 42 Tahun 2009 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, PPN adalah pajak yang
dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah
Pabean (dalam wilayah Indonesia). Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah
yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN.
Dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan atas Barang Mewah. Perbedaan
utama Pajak Pertambahan Nilai dari peredaran dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah adalah tidak adanya unsur pajak berganda.
2.2.2 Subjek Pajak PPN
Dalam UU No.42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan atau Penjualan
atas Barang Mewah , Subjek PPN terdiri dari :
a. Pengusaha kena pajak (PKP)
b. Pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan sebagai PKP
c. Orang pribadi yang memanfaatkan barang kena pajak tidak berwujud atau
memanfaatkan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
2.2.3 Objek Pajak PPN
Selain subjek pajak yang ditentukan pajak pertambahan nilai (PPN) juga memiliki
karakterisik khusus dalam penentuan objeknya. Objek pajak pertambahan nilai
(PPN) yang dijelaskan dalam UU. No. 42 tahun 2009 pasal 4 ayat (1) adalah :
a. Penyerahan barang kena pajak (BKP) di dalam daerah pabean.
b. Impor barang kena pajak.
c. Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha kena pajak.
d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak beruwujud dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean.
e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
f. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak
g. Ekspor barang kena pajak tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak, dan Ekspor
jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
2.2.4 Tarif PPN
Selayaknya pajak lainnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga memiliki tarif
tertentu. Dalam UU No. 42 tahun 2009 pasal 7, tarif pajak pertambahan nilai adalah
a. Tarif pajak pertambahan nilai adalah tarif tunggal yaitu 10 %
b. Tarif pajak pertambahan nilai 0% diterapkan atas : ekspor barang kena pajak
berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak.
2.2.5 Saat Terutang PPN
Saat terutang Pajak Pertambahan Nilai dapat diartikan dalam keadaan yang
bagaimana kewajiban PPN tersebut muncul atau mulai terutang, Pajak Pertambahan
Nilai tersebut terutang pada saat:
a. Penyerahan BKP / JKP
b. Impor BKP
c. Pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
d. Ekpor Barang Kena Pajak berwujud/JKP
e. Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP dan/atau
JKP, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP
atau JKP dari luar Daerah Pabean
f. Pada saat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

2.3 Surat Pemberitahuan (SPT)


2.3.1 Pengertian Surat Pemberitahuaan
Pengertian SPT adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, harta dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan/atau objek pajak
dan/atau bukan objek pajak (Supramono dan Damayanti, 2014:24). Adapun tata
cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan diatur dalam Peraturan Pemerintah
No. 80 tahun 2007. Dengan kata lain SPT merupakan sarana bagi wajib pajak untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan jumlah pajak terutang dan
pembayarannya.
2.3.2 Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)
Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Pengusaha Kena Pajak adalah Sebagai
sarana melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya
terutang dan melaporkan tentang:
a) Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan
b) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa
pajak,sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan.
2.3.3 Jenis- Jenis SPT
Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua (Sari, 2013:190-191), yaitu:
a. Surat Pemberitahuan Masa, adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu masa
pajak.
b. Surat Pemberitahuan Tahunan, adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu
tahun pajak atau bagian tahun pajak.
SPT meliputi:
a. SPT Tahunan Pajak Penghasilan;
b. SPT Masa yang terdiri dari:
1. SPT Masa Pajak Penghasilan
2. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai
3. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai
2.4 Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN
2.4.1 Pengertian SPT masa PPN
SPT Masa PPN menurut Waluyo (2011: 31) yaitu laporan bulanan yang
harus disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak meskipun Nihil, mengenai
penghitungan Pajak Masukan yang berasal dari pembelian Barang Kena Pajak atau
penerimaan Jasa Kena Pajak, Pajak Keluaran yang berasal dari penyerahan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, dan penyetoran pajak atau kompensasi. Batas
waktu pelaporan SPT Masa PPN yaitu paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak.
Pengertian dari SPT Masa PPN menurut Sardana (2014) adalah dokumen
yang menjadi alat kerja sama antara Wajib Pajak dan administrasi Pajak, yang
memuat data-data yang diperlukan untuk menetakan secara tepat jumlah pajak yang
terutang. Mardiasmo (2016), menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan adalah surat
yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajakdan/atau harta dan
kewajiban, menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan.
2.4.2 Bentuk SPT masa PPN
Baik formulir SPT masa PPN 1111 maupun 1111 DM dapat berbentuk
formulir kertas atau dokumen elektronik.Untuk formulir kertas dapat diperoleh di
Kantor Pelayanan Pajak terdekat atau digandakan sendiri oleh PKP. Sementara itu,
untuk SPT masa PPN berbentuk elektronik hanya dapat dibuat dengan
menggunakan aplikasi, yaitu e-Faktur yang saat ini baru diluncurkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak.
Peraturan mengenai bentuk, isi dan tata cara pengisian dan penyampaian
SPT masa PPN dapat dikelompokkan berdasarkan kategori PKP. Untuk Pemungut
PPN, ketentuan ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
147/PJ/2006. Sementara itu, untuk PKP dibedakan menjadi dua, sebagai berikut.
1. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 sebagaimana telah
diubah dengan PER-29/PJ/2015 yang mengatur ketentuan untuk PKP yang
menggunakan mekanisme pengkreditan pajak masukan.
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2010 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan PER-10/PJ/2013 yang mengatur ketentuan untuk PKP
yang menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan.
2.4.3 Penyampaian SPT masa PPN
Cara penyampaian SPT masa PPN ditentukan oleh bentuk SPT yang
digunakan. Untuk formulir kertas harus disampaikan langsung ke KPP atau
dikirimkan melalui pos/kurir/jasa ekspedisi dengan bukti pengiriman surat.
Sementara itu, untuk dokumen elektronik dapat disampaikan dengan dua cara,
yaitu dikirimkan seperti formulir kertas atau dikirmkan melalui saluran tertentu
yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
2.4.4 Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT
Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tersebut tidak dilakukan terhadap Sari
(2013:204):
1. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
2. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan pekerjaan bebas atau
kegiatan usaha;
3. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang
sudah tidak lagi tinggal di Indonesia;
4. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
5. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum
dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
7. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan;
8. Wajib Pajak lain yaitu Wajib Pajak yang dalam keadaan antara lain: kerusuhan
massal, kebakaran, ledakan bom atau aksi terorisme, perang antar suku atau
kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan.
2.5 Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak
yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) dan Barang Kena Pajak (BKP)
(Mardiasmo 2018:338-339). Faktur Pajak dibuat pada:
1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pmbayaran terjadi
sebelum penyerahan jasa kena pajak;
3. Sebagaian tahap pekerjaan pada saat penerimaan pembayaran termin dalam
hal penyerahan;
4. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2.5.1 Jenis-jenis Faktur pajak
1. Faktur Pajak Keluaran adalah faktur pajak yang dibuat oleh Pengusaha
Kena Pajak saat melakukan penjualan terhadap barang kena pajak, jasa
kena pajak, dan atau barang kena pajak yang tergolong dalam barang
mewah;
2. Faktur Pajak Masukan adalah faktur pajak yang didapatkan oleh PKP
ketika melakukan pembelian terhadap barang kena pajak atau jasa kena
pajak dari PKP lainnya;
3. Faktur Pajak Pengganti adalah penggantian atas faktur pajak yang telah
terbit sebelumnya dikarenakan ada kesalahan pengisian, kecuali
kesalahan pengisian NPWP. Sehingga, harus dilakukan pembetulan agar
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
4. Faktur Pajak Gabungan adalah faktur pajak yang dibuat oleh PKP yang
meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli barang kena
pajak atau jasa kena pajak yang sama selama satu bulan kalender;
5. Faktur Pajak Digunggung adalah faktur pajak yang tidak diisi dengan
identitas pembeli, nama, dan tandatangan penjual yang hanya boleh
dibuat oleh PKP Pedagang Eceran
6. Faktur Pajak Cacat adalah faktur pajak yang tidak diisi secara lengkap,
jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani termasuk juga kesalahan
dalam pengisian kode dan nomor seri. Faktur pajak cacat dapat
dibetulkan dengan membuat faktur pjak pengganti;
7. Faktur Pajak Batal adalah faktur pajak yang dibatalkan dikarenakan
adanya pembatalan transaksi. Pembatalan faktur pajak juga harus
dilakukan ketika ada kesalahan pengisian NPWP dalam faktur pajak
2.5.2 Keterangan Dalam Faktur Pajak
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan
BKP dan/atau penyerahan JKP yang paling sedikit memuat (Pasal 13 ayat 5) :
a) Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
b) Nama, alamat, dan npwp pembeli bkpatau penerima JKP;
c) Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan
harga;
d) PPN yang dipungut;
e) PPnBM yang dipungut;
f) Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g) Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
2.6 E-Faktur
E-Faktur merupakan sebuah sistem yang dapat digunakan wajib pajak
(PKP) untuk menerbitkan faktur pajak. Dengan kata lain e-faktur merupakan bukti
pemungutan pajak yang dibuat oleh PKP secara elektronik. Sehubungan dengan
telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-24/PJ/2012 tentang
Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam
Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, dan Tata Cara
Pembatalan Faktur Pajak. Kementerian Keuangan telah menerbitkan peraturan
yang menetapkan pengertian bentuk Faktur Pajak terbaru, yang terdiri dari bentuk
elektronik atau e-faktur dan tertulis (hardcopy) PMK Nomor 151/PMK.011/2013.
Dengan diterbitkannya peraturan itu maka pembuatan faktur pajak dapat
dilakukan secara elektronik. Kemudian untuk mengatur tatacara pembuatan dan
pelaporan faktur pajak elektronik maka keluarlah, Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur
Pajak Berbentuk Elektronik, yang terakhir telah diubah menjadi PER- 31/PJ/2017.
Peraturan ini dibuat sebagai acuan dalam pembuatan dan pelaporan faktur pajak
secara elektronik menggunakan e-faktur.
Pada tahun yang sama Dirjen Pajak mengeluarkan, Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata
Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan,
Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.
Untuk melengkapi tata administrasi yang dapat dilakukan secara elektronik dengan
menggunakan e-faktur.
Pada tahun berikutnya yaitu tahun 2015 para Pengusaha Kena Pajak (PKP)
mulai diwajibkan untuk membuat faktur secara elektronik guna meningkatkan
pelayanan dan kemudahan bagi wajib pajak. Terlebih setelah diterbitkannya
Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-41/PJ/2015 tentang Pengamanan Transaksi
Elektronik Layanan Pajak Online. Untuk tahapan awal peraturan diatas,
implementasi dari Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-faktur), dengan ini
Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan pengumuman PENG-6/PJ.02/2015 tentang
Penegasan Atas e-Faktur. Bersama ini disampaikan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
yang diwajibkan menggunakan e-Faktur sebelum 1 Juli 2015 yang ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak KEP-125/PJ/2015.

Anda mungkin juga menyukai