BIDANG KAJIAN
PERPAJAKAN
Disusun Oleh:
C.1810237
2.1 Pajak
2.1.1 Pengertian Pajak
Menurut Undang-undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 pada pasal 1 ayat (1), Pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Menurut Prof. DR. M.J.H Smeets, pajak adalah prestasi kepada pemerintah
yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan tanpa ada
kontra prestasi yang dapat ditunjukan dalam hal individual. Maksudnya adalah
untuk membiayai pnegeluaran pemerintah. Sedangkan Menurut Prof. Dr. P.J.A
Andriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan UU dengan tidak mendapat prestasi
kembali dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang
berhubungan dengan tugas negara dan pemerintahan.
Mardiasmo (2016), menyatakan bahwa “Pajak adalah iuran rakyat pada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan membayar pengeluaran umum”.
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan
peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan
kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai
amanat undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan
kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi
dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
2.1.2 Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2016) fungsi pajak merupakan penerimaan bagi anggaran
negara, ditambah penerimaan dari sektor lainnya sesuai dengan karakteristik dan
potensi penerimaan pada masing-masing negara tersebut.
a. Fungsi Budgeter
Bahwa pajak merupakan sumber penerimaan negara dalam APBN membiayai
tugas-tugas negara. Hal tersebut dapat terlihat dalam struktur penerimaan dalam
APBN yang terdiri dari dua pos pokok, yaitu penerimaan negara dan hibah. Pos
penerimaan negara atau penerimaan dalam negeri, sumbernya diperoleh dari
penerimaan perpajakan yang terdiri dari PPh, PPN,
PPnBM, PBB, BPHTB, Cukai, Bea Masuk, Pajak Ekspor, dan Pajak lainnya, serta
penerimaan bukan pajak.
b. Fungsi Reguler
Pajak mempunyai fungsi reguler, yang berarti ikut serta dalam proses kebijakan
nasional dalam berbagai aspek kegiatan agar kegiatan tersebu dapat berjalan dengan
baik dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh pemerintah. Misalnya
membangun atau mengembangkan suatu kawasan tertentu, bisa saja dibutuhkan
insentif dibidang perpajakan, sehingga investor bersedia mengucurkan investasinya
disana atau mendorong kegiatan ekspor dengan diberikan kemudahan dan
keringanan pajak.
2.1.3 Pengelompokkan Pajak
Menurut Sari (2013) pajak dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Menurut subjeknya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang pembayarannya harus dilakukan oleh wajib
pajak, tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada pihak lain.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pembayarannya dapat dilimpahkan atau
dibebankan kepada pihak lain, tidak harus dilakukan oleh wajib pajak.
2. Menurut lembaga pemungutnya
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut langsung oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk mendanai pengeluaran negara tersebut.
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan
untuk mendanai pengeluaran pemerintah daerah tersebut. Pajak daerah terbagi lagi
menjadi : pajak provinsi
3. Menurut sifatnya
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang memperhatikan kondisi kehidupan wajib pajak
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang pemungutannya berdasarkan objek pajak tanpa
memperhatikan kondisi dari wajib pajak tersebut.
2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem perpajakan adalah mekanisme yang mengatur bagaimana hak dan
kewajiban perpajakan wajib pajak. Sistem pemungutan pajak menurut Tjahjono dan
Husein (2005:21) ada tiga macam, yaitu Official Assessment, Self Assessment, dan
with holding System.
Sejak perubahan ketentuan perundang-undangan perpajakan pada tahun
1983 (reformasi perpajakan Indonesia) menggantikan peraturan perpajakan yang
dibuat oleh kolonial Belanda (ordonasi PPs 1925 dan ordonasi PPd 1944),
Indonesia telah mengganti sistem pemungutan pajaknya pula dari sistem Official
Assessment System menjadi sistem Self Assessment System. Kepercayaan diberikan
kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah
pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undanngan
perpajakan.
2.1.5 Wajib Pajak
Menurut Undang-Undang Perpajakan tahun Nomor 6 tahun 1983 yang di
perbarui dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 pada pasal 1 ayat (2)
tentang Ketentuan Umum, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Wajib pajak Orang Pribadi adalah setiap orang pribadi yang memiliki
penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak. Di Indonesia, setiap orang wajib
mendaftarkan diri dan mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP), kecuali
ditentukan dalam undang-undang.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
2.2 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2.2.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Pajak pertambahan nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi
Barang kena pajak di dalam daerah pabean.(penjelasan pasal 7 ayat 2 UU no.42
tahun 2009). Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan atas
konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam
wilayah Indonesia) (TMbooks, 2013). Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga
jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang
terutang. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang ini merupakan Pajak Keluaran
yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak. Bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli
merupakan Pajak Masukan.
Berdasarkan Undang-Undang No 42 Tahun 2009 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, PPN adalah pajak yang
dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah
Pabean (dalam wilayah Indonesia). Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah
yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN.
Dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan atas Barang Mewah. Perbedaan
utama Pajak Pertambahan Nilai dari peredaran dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah adalah tidak adanya unsur pajak berganda.
2.2.2 Subjek Pajak PPN
Dalam UU No.42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan atau Penjualan
atas Barang Mewah , Subjek PPN terdiri dari :
a. Pengusaha kena pajak (PKP)
b. Pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan sebagai PKP
c. Orang pribadi yang memanfaatkan barang kena pajak tidak berwujud atau
memanfaatkan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
2.2.3 Objek Pajak PPN
Selain subjek pajak yang ditentukan pajak pertambahan nilai (PPN) juga memiliki
karakterisik khusus dalam penentuan objeknya. Objek pajak pertambahan nilai
(PPN) yang dijelaskan dalam UU. No. 42 tahun 2009 pasal 4 ayat (1) adalah :
a. Penyerahan barang kena pajak (BKP) di dalam daerah pabean.
b. Impor barang kena pajak.
c. Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha kena pajak.
d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak beruwujud dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean.
e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
f. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak
g. Ekspor barang kena pajak tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak, dan Ekspor
jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
2.2.4 Tarif PPN
Selayaknya pajak lainnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga memiliki tarif
tertentu. Dalam UU No. 42 tahun 2009 pasal 7, tarif pajak pertambahan nilai adalah
a. Tarif pajak pertambahan nilai adalah tarif tunggal yaitu 10 %
b. Tarif pajak pertambahan nilai 0% diterapkan atas : ekspor barang kena pajak
berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak.
2.2.5 Saat Terutang PPN
Saat terutang Pajak Pertambahan Nilai dapat diartikan dalam keadaan yang
bagaimana kewajiban PPN tersebut muncul atau mulai terutang, Pajak Pertambahan
Nilai tersebut terutang pada saat:
a. Penyerahan BKP / JKP
b. Impor BKP
c. Pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
d. Ekpor Barang Kena Pajak berwujud/JKP
e. Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP dan/atau
JKP, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP
atau JKP dari luar Daerah Pabean
f. Pada saat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.